Ceritasilat Novel Online

Raden Banyak Sumba 6

Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Bagian 6


menendang perutnya. Mereka berpisah kembali, lalu
menerjang. Sekarang, pergulatan jarak dekat terjadi. Banyak Sumba tidak lagi dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi, hanya beberapa lama kemudian dilihatnya seorang di antara
pasangan itu terjatuh, lalu disepak dan diinjak-injak oleh
lawannya. Kemudian, lawannya berjalan ke arah barisannya,
disambut dengan seruan gembira dari pihaknya.
"Mungkin tewas, rusuknya diinjak-injak," seru Arsim.
"Kejam sekali," bisik Jasik.
"Dendam lama, Sik. Bertahun-tahun mereka bersaing dan
berkelahi kecil-kecilan. Sekarang saat yang menentukan,
perguruan mana yang akan berpengaruh di wilayah ini."
"Pantas pemerintah kerajaan mencegahnya," ujar Jasik pula. Sementara kedua orang panakawannya bercakap-cakap
demikian, Banyak Sumba melihat bagaimana korban yang
berbaring di antara kedua barisan dirubungi, diangkat oleh
kawannya, kemudian dibawa ke barisan dan langsung
dimasukkan keranda. "Tewas!" seru Jasik.
"Ayo, maju!" tiba-tiba kawan si mati berseru dan berdiri di tengah-tengah lapangan antara kedua barisan. Kematian
kawannya tampak memengaruhi orang itu. Dari seruannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar ia sudah kalap karena kemarahan dan kesedihan.
Banyak Sumba merasakan suasana tegang meninggi dan ia
menunggu kejadian-kejadian yang serba mungkin dalam
keadaan seperti itu. Penantang tidak lama berdiri di tengah-tengah gelanggang
karena lawan segera muncul. Begitu mereka berhadapan,
penantang menyerangnya bagai binatang buas. Lawannya
sudah siap-siap mengelak, tetapi dengan membabi buta
penantang menangkap pinggangnya. Keduanya kehilangan
keseimbangan, lalu jatuh di rumput. Pergulatan yang tidak
jelas terjadi, kemudian kedua orang lawan berbaring sebentar.
Tak lama kemudian, penantang berdiri, lawannya tidak.
"Siapa lagi!" seru penantang dari Pager Rante.
Kebetulan, Banyak Sumba melihat ke barisan pimpinan
Perguruan Akar Jati. Ia melihat si Gojin berpaling dan
berbicara dengan pemimpin pihak yang kalah dalam
perkelahian itu. Si Gojin seperti akan berdiri, tapi ditahan pemimpin perguruan itu.
Sementara itu, seorang anggota Perguruan Akar Jati
berdiri, lalu berjalan ke arah penantang. Yang lain juga berdiri, tapi untuk mengusung kawannya dan memasukkannya ke
keranda yang telah tersedia di belakang barisan.
Tak lama kemudian, perkelahian pun terjadi lagi. Sekarang,
perkelahian jarak jauh. Penantang menyerang dengan cepat
dan keras, lawan mencoba mengelak dan mencari
kesempatan. Akan tetapi, malang baginya karena pukulan
penantang dari Pager Rante mengenai rahangnya. Ketika
anggota Akar Jati ini mendongak, penantangnya tidak
memberi kesempatan. Jurus-susun menghantam rusuknya.
Dan ketika ia jatuh, penantang tidak membiarkan
kesempatannya. Injakan tumit yang tidak bisa dielakkan
menghantam ulu hatinya, disusul dengan injakan di muka,
sepakan di kepala, dan injakan di perut. Korban bergerakgerak sejenak, kemudian diam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa lagi!" seru penantang dari Pager Rante, serak. Sekali lagi, Banyak Sumba melihat orang bernama si Gojin yang
sedang bersila di samping pemimpin Perguruan Akar Jati
hendak bangkit, tapi seperti sebelumnya, ia ditahan. Yang
bangkit siswa lain yang bertubuh tinggi besar.
Penantang dari Pager Rante tidak gentar sedikit pun. Begitu mereka berhadapan, begitu ia menerjang. Lawannya yang
bertangan dan berkaki panjang menghindarkan diri dengan
menjauh dan menghindar berkeliling. Karena serangannya
berulang-ulang tidak mengenai sasarannya, dengan
menenangkan napasnya, tampaklah penantang dari Pager
Rante mengubah siasatnya. Ia berhenti sambil memasang
kuda-kuda. Lawannya yang selama ini menghindar dan
memelihara jarak jauh serta mengambil keuntungan dari
tangan dan kakinya yang panjang, mulai memasang kudakuda. Tampaknya ia bimbang sebentar, kemudian
beranggapan bahwa saat untuk membuka serangan tiba.
Ia mengambil keuntungan dari tubuhnya yang tinggi dan
badannya yangjauh lebih panjang daripada lawannya. Ia
menyodorkan tangannya dekat sekali ke tangan lawan,
seolah-olah hendak menangkap tangan dari pihak Pager Rante
itu. Akan tetapi, lawannya tiba-tiba memukul tangan yang
disodorkannya itu dengan keras. Si tinggi besar menarik
tangannya kesakitan, diiringi gumam puas dari pihak Pager
Rante. Dari sebelum gumam itu reda, penantang dari Pager
Rante secepat kilat menyerang si tinggi besar yang tidak
sempat mengelak. Pukulan ke dada yang tidak terelakkan
menyebabkan si tinggi besar mendongak dan sempoyongan
ke belakang. Penantang dari Pager Rante yang telah menjadi
buas itu tidak menunggu-nunggu, ia terus menyerbu hingga si tinggi besar terpental ke belakang. Ketika itulah, terjadi suatu hal yang menyebabkan Banyak Sumba dengan panakawannya
serta sejumlah anggota Pager Rante, berdiri. Ternyata, si
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggi besar seorang pengecut. Ketika dia jatuh, tangannya
mencabut senjata, sebilah belati panjang yang tersembunyi di balik bajunya.
"Licik! Dalam perjanjian tidak boleh mempergunakan
senjata!" seru Arsim, lupa bahwa ia sebenarnya sedang
bersembunyi dan datang ke tempat itu hanya sebagai
penonton yang mengintip. Akan tetapi, teriakannya itu
tenggelam dalam teriakan yang lain, terutama orang-orang
dari Pager Rante. Kemudian, suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka
terjadi pula. Salah seorang pemimpin Akar Jati bangkit,
berjalan ke antara kedua orang lawan yang sedang
berhadapan. Dengan cepat, ia menangkap tangan si tinggi
besar yang memegang belati, lalu melipat pergelangan
tangannya hingga belati itu jatuh. Si tinggi besar masih tetap dipegang tangannya dan tidak bisa bergerak. Sang Pemimpin
memandang mukanya, lalu meludahi muka si tinggi besar.
Setelah itu, suatu pukulan yang keras menimpa muka si tinggi besar hingga tunggang langgang. Si tinggi besar bangkit, tapi tendangan menghantam dadanya dan ia terbaring tidak
bangkit lagi. Beberapa orang siswa Akar Jati berdiri, lalu
menyeret si tinggi besar, tidak dimasukkan keranda karena
tampaknya hanya pingsan. Rupanya, keranda itu hanya untuk
yang roboh secara terhormat. Si tinggi besar dilempar begitu saja ke semak. Maka, Banyak Sumba dengan kedua
panakawannya duduk kembali dengan hati yang puas,
demikian juga orang-orang dari Pager Rante yang berdiri
mulai duduk kembali. Kejadian yang menegangkan telah berlalu, tetapi
ketegangan tidaklah menghilang. Penantang dari Pager Rante
berjalan-jalan di gelanggang bagai seekor binatang buas
dalam kandang yang tak sabar hendak lepas. Sementara itu,
para siswa Akar Jati belum juga ada yang berdiri. Si Gojin
sekali lagi dilarang oleh pemimpin Perguruan Akar Jati untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayani penantang itu. Setelah beberapa lama, barulah
seorang siswa Akar Jati berdiri dan dengan tenang berjalan ke arah penantang. Mereka berhadapan untuk beberapa lama,
tetapi tak seorang pun memulai serangan. Mereka maju
sedikit demi sedikit, mendekati lawan. Ketika tangan hampir bersentuhan, terjadilah pergumulan, tapi bukan antara kedua tubuh pendekar itu, melainkan hanya tangan mereka yang
bagai empat ekor ular berbelit-belit. Sementara tubuh mereka hanya sedikit-sedikit bergerak.
Perkelahian seperti itu hanya sekejap. Pada suatu saat,
pihak Akar Jati menggerakkan badannya ke samping dan
mempergunakan seluruh berat badannya seolah-olah hendak
menjatuhkan diri. Derak tulang yang patah seolah-olah
terdengar oleh Banyak Sumba, dan penantang dari Pager
Rante pun terhuyung ke belakang seraya memegang tangan
kirinya yang tergantung lumpuh. Ia hanya sebentar
sempoyongan karena lawannya dengan buas menerkam,
menghentakkan tendangan bertubi-tubi ke arah bagian-bagian
tubuh lawannya yang sudah tidak berdaya itu. Orang yang
malang itu jatuh menggelepar di atas rumput, kemudian
diinjak-injak oleh lawannya.
Dengan sedih, tampak kawan-kawannya dari barisan Pager
Rante berdiri. Mereka mengambil keranda yang dibawanya ke
tengah lapangan, lalu mengangkut pahlawan yang sudah tidak
bergerak lagi itu. Akan tetapi, lawannya dari Akar Jati belum puas. Ketika pahlawan Pager Rante itu sedang diangkat, ia
menyepaknya sekali lagi, lalu pergi.
Kejadian itu mengejutkan Banyak Sumba dan kedua orang
panakawannya. Demikian pula halnya kawan-kawan pahlawan
Pager Rante. Salah seorang di antara mereka menarik tangan
pihak Akar Jati, lalu mengatakan sesuatu. Akan tetapi, siswa Akar Jati memukul leher orang itu hingga sempoyongan. Ini
menyebabkan kawan-kawan yang dipukul menyerang
serentak. Melihat hal itu, berbangkitanlah mereka dari kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pihak, lalu menghambur ke depan. Perkelahian yang kalang
kabut pun terjadi. Banyak Sumba berdiri, ia mendengar
teriakan-teriakan dan melihat kilatan-kilatan senjata dalam cahaya bulan itu. Kemudian, dilihatnya si Gojin berjalan ke tengah-tengah gelanggang.
Dengan penuh kekaguman, Banyak Sumba melihat
bagaimana si Gojin berjalan ke depan. Setiap orang Pager
Rante yang menghalanginya, dengan dua atau tiga
gerakannya bergulingan tidak bangkit lagi. Si Gojin berjalan terus, menuju para pemimpin Perguruan Pager Rante yang
masih berada di tempat semula, walaupun mereka tidak
duduk lagi sekarang. Banyak Sumba keluar dari tempatnya mengintai, lalu
mendekati tempat yang dituju si Gojin, yaitu tempat pimpinan Perguruan Pager Rante berdiri.
"Raden, ke mana, Raden?" Arsim dengan cemas bertanya.
"Mari kita lihat si Gojin, Kang Arsim," kata Banyak Sumba.
"Raden, mereka akan memukul kita kalau terlalu dekat,
mereka menyangka kita ikut campur."
"Kita tidak berpakaian hitam, Kang Arsim, mari!" seru Banyak Sumba, sementara matanya mengawasi si Gojin yang
sudah berhadapan dengan pemimpin Perguruan Pager Rante.
Mereka berhadapan, tetapi pemimpin perguruan itu tidak
bergerak, ia tetap berpangku tangan. Si Gojin meludah di
tanah di hadapan pemimpin perguruan itu. Setelah itu,
majulah salah seorang di antara pemimpin Pager Rante
termuda. Hanya dengan dua gerakan yang cepat sekali, si
Gojin sudah menjatuhkan orang itu, yang walaupun masih
bergerak-gerak, tidak dapat lagi berdiri.
Orang kedua yang menghadapinya tidak beruntung pula.
Pukulan yang dilepaskannya terhadap si Gojin tidak
dihindarkan, malah diterimanya dengan dadanya. Gedebuk
yang keras terdengar, berbarengan desis serangan si Gojin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mengenai kepala orang itu. Orang itu sempoyongan, lalu jatuh pingsan. Ketika yang ketiga datang, si Gojin tidak
memberinya kesempatan. Pukulannya membuat orang itu
terpaku seperti terkejut, kemudian kedua lututnya melekuk
dan orang itu duduk. "Bagus, Kang Arsim!" seru Banyak Sumba yang senang melihat orang yang berkepandaian seperti si Gojin. Akan
tetapi, tidak ada yang menyahut. Ternyata, Banyak Sumba
sudah masuk ke tengah-tengah perkelahian dan Arsim serta
Jasik meninggalkan diri dekat semak-semak.
Ketika itu, lawan si Gojin tinggallah pemimpin Perguruan
Pager Rante yang sudah tua, yang masih tetap berpangku
tangan. Si Gojin berjalan ke arah orang tua itu, dan dari
beberapa arah datang pula para pemimpin Perguruan Akar
Jati, mengelilingi orang tua yang tinggal seorang diri itu.
"Saya tidak ada persoalan denganmu, Gojin," kata orang tua itu.
"Tapi, saya berurusan dan punya utang kepada pemimpin
Perguruan Akar Jati, jadi antara kita ada persoalan," kata Gojin.
"Baiklah, tapi beri kesempatan saya menghadapi dulu
lawan-lawan saya yang sebenarnya, baru nanti saya
melawanmu," kata orang tua itu sambil berpaling ke arah pemimpin Perguruan Akar Jati. Pemimpin Akar Jati memberi
isyarat kepada si Gojin untuk mundur, maka mereka pun mulai mengelilingi orang tua itu.
Tiba-tiba, orang tua itu menyerang salah seorang pemimpin
Akar Jati dengan kakinya, sementara tangannya menangkis
serangan dari samping... bersamaan dengan itu terdengarlah
bunyi trompet jagabaya. Lapangan itu sudah dikelilingi
pasukan jagabaya yang besar jumlahnya. Si Gojin berlari ke
suatu arah, Banyak Sumba mengejarnya dari belakang. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak memerhatikan hal-hal lain, kecuali si Gojin yang dengan sigap melompati semak-semak yang menghalangi jalannya.
Ternyata, arah yang diambil si Gojin untuk melarikan diri
memang arah yang baik. Tak lama kemudian, mereka sudah
keluar dari kepungan para jagabaya yang datang untuk
mengamankan itu. Banyak Sumba terus berlari membuntuti si
Gojin yang tidak mengetahui bahwa dia diikuti orang.
"Raden!" seru Jasik dari belakang.
"Raden, kampung tempat menyimpan kuda ada di sebelah
utara," kata Arsim. "Ikuti saya!" seru Banyak Sumba. Maka, mereka pun terus berlari mengejar si Gojin yang melompati atau menyelinap
semak-semak di bawah sinar bulan yang terang itu.
"Raden, si Gojin itu orang tidak baik. Ia tidak akan menjadi guru yang baik," kata Arsim pula sambil terus berlari. Banyak Sumba tidak menjawab.
"Saya lebih setuju kalau Raden berguru kepada si Colat,"
tambah Arsim sambil terengah-engah. Akan tetapi, Banyak
Sumba tetap berlari karena takut kehilangan jejak si Gojin.
Walaupun begitu, perkataan Arsim yang terakhir menjadi
perhatiannya. Memang ia pun sependapat dengan Arsim
bahwa si Colat akan menjadi guru yang jauh lebih baik
daripada si Gojin. Bagaimanapun, ilmu si Gojin tidak dapat
dibandingkan dengan ilmu si Colat yang menurut kabar telah
menguasai ilmu kepuragabayaan itu. Akan tetapi, justru
karena itu pula Banyak Sumba berpendapat bahwa si Gojin
yang terlebih dahulu harus dijadikan guru. Hal itu berdasarkan pertimbangan yang tiba-tiba saja masuk pikirannya.
Waktu ia melihat si Colat berkelahi melawan beberapa
orang, ia dapat menyaksikan bagaimana tangguhnya si Colat
yang dengan mudah dan cepat merobohkan lawan-lawannya
sambil menggendong Den Jimat. Akan tetapi, gerakanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakannya itu tidak dimengertinya. Sebaliknya, ia
menyaksikan si Gojin melakukan serangan-serangan yang
ampuh. Walaupun ia tidak mengerti dan tidak dapat
menjelaskan seluruh yang dilakukan si Gojin, ia masih dapat menduga-duga berbagai bentuk serangan yang dilakukan si
Gojin itu. Bagaimanapun, ia dapat mengukur kepandaian si
Gojin, sementara mengenai kepandaian si Colat, ia masih buta sama sekali. Itulah sebabnya, ia berketetapan hati bahwa si Gojin harus dijadikan gurunya terlebih dahulu sebelum ia
berusaha mencari si (Inlat.
Sementara itu, tampak si Gojin memperlambat larinya, lalu
berjalan biasa. Banyak Sumba dengan kedua kawannya
berjalan pula. Ketika itulah, Banyak Sumba berpikir tentang rencana-rencana yang harus dibuatnya. Ia berpaling kepada
Jasik, lalu berkata, "Sik, saya akan belajar kepada si Gojin ini.
Engkau dapat memutuskan sendiri apa yang hendak
kaulakukan, ikut belajar denganku atau tetap bekerja kepada Perguruan Gan Tunjung?"
"Raden, tapi si Gojin ini tidak dapat dipercaya. Ia belum tentu bersedia menjadi guru Raden," sela Arsim.
"Saya dapat mengusahakannya, Kang Arsim. Kalau saya
gagal, saya akan segera kembali ke Banyak Sumba teringat
Nyai Emas Purbamanik, tetapi ingatannya segera
dibelokkannya. "Lebih baik saya terus bekerja, Raden. Seandainya Raden kehabisan biaya, saya dapat menyumbangkan uang dan
perbekalan kepada Raden," ujar Jasik setelah beberapa lama termenung. "Tapi, tentu saja saya harus tahu di mana Raden belajar," lanjut Jasik.
"Saya tahu kampung tempat tinggal si Gojin. Saya pun tahu di mana biasanya ia berada kalau pergi ke Kutabarang. Ia
kenalan lama Gan Tunjung," kata Arsim.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Banyak Sumba termenung, lalu berkata, "Kalau begitu,
kalian dapat kembali ke Kutabarang, sementara saya terus
mengikuti si Gojin ini."
"Bagaimana dengan kuda Raden?" tanya Jasik.
"Bawalah ke Kutabarang dan uruslah di sana. Seandainya saya kehabisan bekal, siapa tahu ia dapat kita jual, walaupun saya mulai sayang kepadanya," sambung Banyak Sumba.
"Tapi Radenkata Arsim. Jasik menyentuh Arsim karena
Jasik tahu bahwa kalau sudah menetapkan sesuatu, Banyak
Sumba sukar untuk mengubah pendiriannya.
"Nah, sebelum kasip kembalilah ke Kutabarang. Saya akan mengikuti si Gojin dan segera memberi kabar seandainya
sudah ada kesempatan. Atau, kalau sempat, kalian dapat
menyelidiki tentang saya ke kampung si Gojin."
"Kampungnya cukup jauh dari tempat ini, Raden."
"Tidak jadi soal bagi saya, Kang Arsim," ujar Banyak Sumba.
"Kalau begitu...."kata Arsim.
"Kalau begitu, pulanglah ke Kutabarang," ujar Banyak Sumba, "Titip kuda, Sik, saya akan segera memberi kabar kepadamu. Ingat, sebentar lagi genap tiga tahun kita
mengembara dan kita harus kembali ke Kota Medang
mengunjungi keluarga," sambung Banyak Sumba. Jasik yang semula bimbang menjadi tenteram oleh perkataan terakhir
Banyak Sumba itu. Tampaknya ia menyadari bahwa Banyak
Sumba pun, seperti dia, sudah sangat rindu kepada kampung
halaman serta sanak saudaranya.
"Sekarang, marilah kita berpisah, kalian akan terlalu jauh dari kampung tempat menitipkan kuda itu," kata Banyak
Sumba. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Raden, selamat jalan, semoga segala maksud
terlaksana dengan baik," kata Arsim. Jasik mengatakan,
"Nyakseni." Mereka bersalaman, lalu berpisah.
Banyak Sumba mempercepat langkahnya menyusul si Gojin
yang berjalan dengan tenang di tengah-tengah padang
perhumaan yang menguning di bawah bulan itu.
Ketika kira-kira sepuluh langkah lagi antara mereka, si
Gojin bertanya tanpa berpaling, "Apakah pemimpinmu
tertangkap?" "Saya tidak tahu," jawab banyak Sumba Si Gojin terus berjalan tanpa berpaling. Sementara itu, dari depan, banyak Sumba melihat dua pasang mata yang bernyala memandang
mereka berdua. Si Gojin tentu pula melihatnya, tetapi dengan tak acuh ia terus berjalan hingga akhirnya harimau tutul itu menghindar dan masuk ke semak. Selagi memerhatikan
harimau itu, kaki Banyak Sumba tersangkut pada sebatang
pohon yang melintang di depannya. Suara berisik terdengar
karena kedua ujung cabang itu berada dalam semak di kiri
dan kanan tempat Banyak Sumba berjalan. Banyak Sumba
karena lelah dan kantuknya, terjatuh dengan bunyi berdebuk.
Ia tidak segera bangkit karena terkejut dan merasa malu,
mengapa begitu mudah ia terjatuh. Ia malu oleh si Gojin yang berjalan di depannya. Ia setengah mengharap si Gojin
berpaling dan mengecamnya. Akan tetapi, sangkaan dan
harapan itu meleset. Si Gojin tetap saja berjalan tanpa
berpaling dan tidak acuh kepadanya- Akhirnya Banyak Sumba
berjalan lagi dengan lebih hati-hati. Si Gojin pun berjalan terus, seolah-olah tidak ada yang sedang mengikutinya.
Banyak Sumba menyadari bahwa arah yang diambil si Gojin
bukanlah ke daerah yang ada jalan dan kampungkampungnya, tetapi justru arah yang menuju hutan. Banyak
Sumba mulai tertegun, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Ia terus saja berjalan mengikuti orang itu. Makin lama, semak-semak makin tinggi dan makin sukar dilalui. Kemudian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka masuk hutan dan cahaya bulan pun menjadi suram di
sana. Banyak Sumba terus bertanya-tanya di dalam hati,
apakah yang akan dilakukan si Gojin.
Pada suatu tempat, yang banyak terdapat batang-batang
kayu yang tinggi dan hanya bercabang-cabang di sebelah
atasnya, berhentilah si Gojin. Ia menengadahi beberapa
batang pohon itu sambil bertolak pinggang. Dia berjalan ke
bawah salah satu pohon itu, lalu dengan tangkas
memanjatnya. Banyak Sumba cuma dapat memerhatikannya
keheranan. Ia berdiri untuk beberapa lama ketika si Gojin
menghilang di antara cabang-cabang dan daun-daunan pohon
itu di dalam remang-remang cahaya bulan. Dan ketika dari
atas pohon tidak terdengar lagi suara, ia tetap berdiri, bingung apa yang harus dilakukannya.
"Tolol!" tiba-tiba terdengar si Gojin berkata, "Mengapa tidak lekas naik" Apakah kamu mau jadi mangsa harimau lodaya?"
Barulah Banyak Sumba mengerti apa yang telah diperbuat
si Gojin. Rupanya, si Gojin memutuskan bahwa malam itu ia
akan tidur dalam hutan, di atas pohon itu. Banyak Sumba
mengerti bahwa masih jauh dari perkampungan dan seperti
dia, si Gojin pun kelelahan dan mengantuk. Rupanya, si Gojin memerhatikan pula ketika Banyak Sumba jatuh. Siapa tahu
pikiran untuk tidur di dalam hutan itu disebabkan karena suara jatuh Banyak Sumba itu.
Banyak Sumba memilih salah satu pohon yang tidak
bercabang banyak di bagian bawahnya, kemudian dengan
tangkas memanjatnya. Baru saja setengah pohon itu ia panjat, terdengarlah aum harimau yang dahsyat dari bawahnya.
Begitu keras aum dan geram harimau itu hingga tanah,
batang pohon, dan daun-daunan seolah-olah bergetar
olehnya. Banyak Sumba membeku sejenak dan tidak bergerak,
melekat pada batang pohon itu. Ketika aum kedua kalinya
terdengar, ia dapat melepaskan diri dari pengaruh pesona
harimau itu. Ia memanjat dengan terburu-buru hingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar berisik daun-daunan dan ranting-ranting yang
bergerak dan bergesek. Ketika mencapai bagian pohon yang bercabang agak besar
dan dapat beristirahat dengan menyandarkan diri pada
beberapa cabang besar pohon tersebut, ia berpaling ke
bawah. Tampak dua pasang mata yang menyala-nyala
memandangnya. Sedangkan di belakang tiap pasang mata itu,
ia melihat bayangan tubuh yang besar dan panjang. Sekarang, terdengar pula suara gedebuk ekor binatang-binatang buas
yang sekali-kali memukul tanah dengan marahnya.
Banyak Sumba mengucap syukur dalam hati kepada Sunan
Ambu ketika ia menyadari bahwa ia telah melepaskan diri dari binatang-binatang buas itu tepat pada waktunya. Ia terus
menyandarkan diri pada beberapa cabang pohon sambil
melihat ke bawah, ke arah kedua ekor binatang yang dengan
marahnya berkeliling di sana sambil memandang ke atas.
Setelah beberapa lama, barulah Banyak Sumba ingat untuk
berbenah diri di atas cabang-cabang pohon itu.
Dicarinya cabang yang besar, lalu ia duduk seperti duduk di atas pelana. Kedua kakinya memijak cabang-cabang di bawah
sambil memeluk batang pohon itu. Untuk menjaga agar tidak
terjatuh kalau tertidur, ia mengikat pinggangnya dengan ikat pinggang lebar ke batang pohon itu. Setelah itu, ia mencoba beristirahat. Ia mencoba tidur, tetapi karena di atas pohon itu sangat tidak menyenangkan, betapapun berat kantuknya,
tidur tidak juga datang. Seluruh tubuhnya terasa penat dan
ngilu. Sementara itu, udara malam yang dingin mulai pula
mengganggunya. Akan tetapi, karena lelah, tidur menguasai kesadarannya.
Tidur seorang yang lelah dan kotor oleh keringat, adalah tidur yang berada di ambang jaga. Dan lewat ambang jaga ini pula
masuk bermacam impian. Mula-mula, Banyak Sumba merasa
seolah-olah ia sedang berada di atas pelana si Dawuk dan
melarikan kuda kesayangannya itu di bawah bayang-bayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benteng kota kelahirannya, Kota Medang. Tiba-tiba, benteng
itu berubah menjadi benteng Puri Purbawisesa. Ia melihat
Nyai Emas Purbamanik dengan segala kecantikan dan
kelembutannya melambai dari atas benteng itu kepadanya. Ia
turun dari kuda dan mencoba memanjat benteng itu, tetapi
benteng itu makin lama makin tinggi dan ia hanya dapat
menggapai-gapai di bawah. Ia berteriak-teriak memanggil
Putri Purbamanik, tetapi gadis itu hanya melambai-lambai.
Ia kemudian melihat Raden Girijaya, pamanda Putri
Purbamanik. Banyak Sumba tiba-tiba merasa ketakutan karena
keluarga Purbawisesa dekat sekali dengan istana sang Prabu.
Mereka tentu sudah mengetahui bahwa Banyak Sumba
seorang buronan. Banyak Sumba melihat bagaimana Raden
Girijaya memerintah kepada gulang-gulang untuk
mengejarnya. Banyak Sumba berpaling ke bawah benteng,
tetapi di bawah benteng telah berjajar pula beberapa orang
ponggawa dan badega-badeganya. Di dekat mereka berdiri
Jasik, menunjuk dan berteriak-teriak kepadanya, 'Awas,
Raden! Awas, Raden!"
Banyak Sumba turun dari benteng itu, lalu memasang
kuda-kuda dan menunggu serangan. Serangan datang dari
berbagai arah. Banyak Sumba melayani serangan-serangan
itu. Tubuh-tubuh melayang dan berseliweran di sekelilingnya, tapi tak satu pun dapat dikenainya. Tubuh-tubuh itu seperti bayang-bayang yang tidak dapat dipegang atau dipukulnya.
Dengan putus asa, Banyak Sumba terus menyerang dan
menerjang ke sekelilingnya. Keringatnya terasa memanasi
punggung, dan ia terbangun.
Karena ia tidak sempat mandi sore itu, pakaiannya yang
kotor dan berkeringat sungguh tidak menyenangkannya.
Sambil meregangkan badannya yang penat dan pegal karena
berjalan sepanjang sore dan duduk tidak wajar di atas batang pohon itu, ia berpikir, begitu memasuki kampung, ia akan
mencari pakaian. Tiba-tiba, ia merasa lapar dan baru ia ingat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa hanya tengah hari tadi ia menemukan makanan.
Renungannya terganggu ketika tidak jauh dari tempat itu
terdengar aum harimau dan teriakan babi hutan yang
memilukan hati. Raja hutan sedang menangkap mangsanya,
pikir Banyak Sumba. Dari arah pohon, si Gojin terdengar
deham. Banyak Sumba memandang ke arah pohon itu, tetapi
si Gojin tidak dapat dilihatnya dalam remang cahaya bulan itu.
Banyak Sumba mendeham, memberi isyarat kepada si Gojin
bahwa ada seseorang di dekatnya.
Malam telah menuju subuh. Sejak terbangun dari
mimpinya, Banyak Sumba tidak dapat tidur kembali. Berkalikali ia mengubah duduknya, berkali-kali juga ia menyeka
keringat dengan ikat pinggang kainnya. Usahanya itu tidak
menolongnya " untuk dapat tidur, walaupun kantuknya berat
di kelopak mata dan di puncak kepalanya. Baru ketika ayamayam berkokok dari arah kampung, ia tertidur lagi.
Ia bangun terkejut karena matahari menusuk matanya
dengan cahayanya yang tajam. Ia segera menggisik kelopak
matanya dan sadar bahwa ia telah kesiangan. Ia berpaling
pada pohon tempat menginap si Gojin, tetapi karena lebatnya pohon itu, ia tidak mengetahui apakah si Gojin masih ada di sana atau tidak. Oleh karena itu, ia segera turun. Dengan
tergesa-gesa, ia berjalan ke bawah pohon tempat si Gojin
tidur. Ketika ia tengadah, tak ada orang di sana. Si Gojin telah turun dan berangkat terlebih dahulu. Banyak Sumba
mengutuk dirinya sendiri, lalu berjalan tergesa-gesa sambil melihat-lihat jejak si Gojin. Kebetulan embun pagi masih
basah di atas tanah dan rumput. Ia masih dapat melihat
dengan jelas jejak si Gojin. Dengan mengikuti jejak itu,
Banyak Sumba sungguh-sungguh berharap bahwa ia akan
dapat mengejar si Gojin. Ia berjalan dengan tergesa-gesa,
tetapi si Gojin belum tampak juga.
Banyak Sumba berlari-lari membuntuti jejak si Gojin yang
makin lama makin samar. Ketika si Gojin tidak tampak juga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertegunlah ia. Tiba-tiba, ia teringat Nyai Emas Purbamanik.
Dan tiba-tiba pula, hatinya hangat oleh kegembiraan.
Hilangnya jejak si Gojin berarti ia dapat kembali kepada gadis yang dicintainya itu. Tidak tersusulnya si Gojin memberi
kesempatan kepadanya untuk berdalih kepada Jasik dan Arsim
bahwa bukan salahnya kalau dia tidak segera berguru. Apalagi Arsim yang tidak setuju dia berguru kepada si Gojin, tentu
akan menyambut kejadian itu dengan senang hati. Banyak
Sumba berbalik, lalu melangkah menuju arah dari mana dia
datang tadi malam. Akan tetapi, setelah beberapa saat berjalan, ia tertegun
kembali. Bagaimana dengan tugas yang dibebankan
keluarganya" Kapankah ia akan belajar dan kemudian siap
untuk melawan Puragabaya Anggadipati"
Termenunglah ia untuk beberapa lama, kemudian berbalik
kembali. Ia putra sulung Banyak Citra. Kalau bukan dia,
siapakah yang akan menegakkan kehormatan keluarga Banyak
Citra" Ia pun berbalik, kemudian melangkah perlahan-lahan
sambil menunduk melihat jejak yang makin samar-samar pada
rumput dan tanah. Setelah berjalan beberapa lama, sampailah ia pada jalan setapak. Jalan itu tidak begitu banyak
dipergunakan, tetapi ia yakin bahwa jalan itu jalan setapak.
Mungkin jalan itu dipergunakan binatang-binatang atau
mungkin pula oleh anak negeri yang biasa mencari nafkahnya
di hutan, seperti pemilik-pemilik huma, pemungut buahbuahan, atau pembuat gula enau. Untuk mencari arah yang
diambil si Gojin, Banyak Sumba cukup dengan mengetahui, ke
mana jalan itu menurun. Ke arah yang menurun itu Banyak
Sumba berjalan, karena ia yakin, si Gojin akan menuju daerah yang dihuni manusia dan itu berada di bawah perbukitan.
Benarlah dugaan Banyak Sumba bahwa perkampungan
terdapat di tengah arah yang ditempuhnya.
Ketika hari mulai hangat, tampaklah atap ijuk
perkampungan, kehitam-hitaman di tengah-tengah hijaunya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daun-daun pohon. Banyak Sumba mempercepat langkahnya.
Tak berapa lama kemudian, ia pun telah membunyikan kohkol
kecil yang tergantung di depan lawang kori.
Seorang kakek-kakek muncul dari arah rumah-rumah,
kemudian menarik palang lawang kori. Banyak Sumba
mengucapkan terima kasih, lalu masuk. Kakek-kakek itu
mengawasinya dengan agak curiga.
"Saya datang dari jauh, Kakek. Saya bermaksud singgah
sebentar di kampung ini," kata Banyak Sumba.
Kakek-kakek itu masih tampak curiga. Banyak Sumba
melanjutkan perkataannya, "Saya sebenarnya sedang mencari orang, apakah..."
"Si Gojin?" tanya kakek-kakek itu. Banyak Sumba heran mendengar pertanyaan kakek-kakek yang tidak disangkasangka, ia melanjutkan perkataannya sambil memandang
pada kakek-kakek yang tampak mulai ketakutan itu, "Ya, saya mencari si Gojin, apakah ia ada di sini?"
Kakek-kakek itu memandangnya, tapi tak segera memberi
jawaban. Kemudian, bukannya menjawab malah bertanya,
"Apakah Raden seorang perwira jagabaya atau ...
puragabaya?" "Bukan, Kakek, saya pengembara biasa," ujar Banyak Sumba makin keheranan. Kakek-kakek itu seperti tidak
percaya. Ia dengan tergagap-gagap berkata, "Raden, kalau hendak menangkap si Gojin, Kakek mohon, janganlah
dilakukan di dalam kampung. Seandainya Raden gagal
menangkapnya, si Gojin akan membalas dendam terhadap isi
kampung ini. Barangkali Raden pun mengerti maksud Kakek.
Isi kampung ini orang baik-baik. Semua petani biasa. Mereka tidak dapat menolak kalau si Gojin singgah di sini. Apakah
daya kami?" Mengertilah Banyak Sumba mengapa kakek-kakek itu
ketakutan. Rupanya, isi kampung itu sudah sangat mengenal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
si Gojin, yang memang berkelakuan tidak baik. Akan tetapi,
karena lemah, mereka tidak dapat menolak kedatangan si
Gojin. Sambil tersenyum, Banyak Sumba berkata kepada
kakek-kakek itu, "Kakek, sekali-kali saya bukan jagabaya, apalagi puragabaya. Saya seorang pengembara yang justru
hendak berguru kepada si Gojin. Saya memerlukan ilmunya,"
kata Banyak Sumba. "Raden!" seru kakek-kakek itu seraya suaranya ditahan.
"Mengapa, Kakek?" tanya Banyak Sumba.
"Tapi, si Gojin itu orang tidak baik. Kerjanya cuma judi dan menyabung ayam. Untuk hidupnya, ia biasa menjadi badega
yang mengerjakan kekerasan. Ia mendapatkan biaya untuk
keborosannya dari pekerjaan yang tidak baik. Mengapa Raden
hendak berguru kepada orang begitu?"
"Kakek, saya tidak akan mempelajari tingkah lakunya,
tetapi ilmunya dalam perkelahian. Saya pun tidak setuju
dengan kejahatan, tetapi sekarang ini saya sangat
membutuhkan ilmu, dan ilmu itu kebetulan dimiliki oleh si
Gojin." "Raden, masih banyak guru lain yang lebih tinggi ilmu dan budinya daripada si Gojin."
"Saya akan belajar kepada guru-guru itu, tetapi sekarang si Gojin-Iah yang paling cocok untuk menambah kepandaian
saya."

Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tampaknya kakek-kakek itu mengerti, tetapi ia tetap tidak
setuju. Banyak Sumba melangkah sambil melihat berkeliling,
memerhatikan kampung yang sunyi itu. Kampung itu paling
banyak terdiri dari lima buah rumah. Sekeliling kampung itu dipagar tinggi dengan batang-batang pohon sebesar paha. Hal itu menandakan bahwa kampung tersebut masih belum jauh
letaknya dari hutan belantara, karena itu masih memerlukan
pengamanan yang saksama. Dalam kampung kecil itu, kecuali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak-anak kecil dan beberapa orang perempuan tua, tidak ada orang lagi.
Setelah Banyak Sumba meneliti kampung itu dengan
pandangannya, berpalinglah ia kepada kakek-kakek yang
masih memandanginya, "Kakek, di manakah si Gojin berada?"
"Ia tidur di serambi rumah besar itu, Raden. Ia meminta kepada Kakek untuk berjaga-jaga, kalau-kalau ada jagabaya
yang datang. Ya, bagi kami serbasusah di sini, Raden. Siapa tahu malam tadi ia berkelahi, merampok, atau bahkan
membunuh orang. Ya, siapa tahu, dan sekarang ia
bersembunyi di sini. Susah, Raden."
"Jangan takut, Kakek, jagabaya tidak akan mengejar sejauh ini. Di samping itu, sebagai tukangjudi dan sabung ayam, ada tempat-tempat tertentu dan di sanalah si Gojin mudah
ditemukan. Mereka tidak akan membuang-buang tenaga
mengejar ke sini, kecuali si Gojin mulai mengganggu orangorang kampung." "Ia tidak pernah mengganggu orang-orang kampung,
Raden, tetapi tetap saja tidak menyenangkan kami. Ia
memberi contoh buruk kepada anak-anak muda di kampung,
Raden." "Jangan cemas, Kakek, tunjukkanlah sekarang di mana dia berada," kata Banyak Sumba. Mereka pun berjalan ke rumah besar di kampung itu. Di serambi, si Gojin sedang tidur,
dengkurannya yang keras terdengar dari jauh.
"Lebih baik saya menghubunginya setelah ia bangun,
Kakek," kata Banyak Sumba, kemudian ia pun berkata kepada kakek-kakek itu, "Di manakah saya dapat mandi dan menukar pakaian, Kakek?" Kakek-kakek itu membantu Banyak Sumba untuk mendapatkan segala yang dibutuhkannya dan setelah
segalanya selesai, Banyak Sumba segera berjalan ke tempat si Gojin sedang tidur.
"Siapa kamu?" tanya si Gojin sambil menguap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang malam tadi mengikuti, Bapak," kata Banyak Sumba.
Si Gojin menguap kembali, lalu mengerutkan keningnya, "Tapi kamu bukan murid Akar Jati, aku tidak pernah melihat kamu di sana."
"Memang bukan," ujar Banyak Sumba.
"Ada perlu apa mengikutiku" Apa kamu ...."
"Saya bermaksud jadi murid, Bapak. Saya melihat
perkelahian tadi malam dan memutuskan untuk mengikuti
Bapak," kata Banyak Sumba pula. Si Gojin tidak berkata apa-apa. Ia kelihatan tenang kembali, lalu berpaling dan
mengambil buah-buahan yang disajikan seorang perempuan
tua. Ia mengambil belati, lalu mengupas buah-buahan itu dan memakannya dengan rakus, tanpa menghiraukan Banyak
Sumba. Banyak Sumba pun tidak begitu peduli. Ia duduk kembali di
sudut serambi sambil memandang ke hutan-hutan yang hijau
di selatan kampung itu. Tak lama kemudian, si Gojin bangkit, lalu tanpa permisi berjalan ke lawang kori. Kakek-kakek tadi membuka kembali lawang kori. Sambil mengucap terima kasih
dan selamat tinggal, Banyak Sumba melangkah pula mengikuti
si Gojin. Si Gojin tetap tidak peduli kepadanya.
Untuk beberapa lama, mereka berjalan dalam semaksemak, kemudian keluar di daerah palawija dan perhumaan
yang tampak kurang subur karena hujan kurang basah pada
musim itu. Berulang-ulang si Gojin melompati pagar-pagar
huma, diikuti Banyak Sumba. Berulang-ulang pula Banyak
Sumba mengharapkan menarik perhatian si Gojin, tetapi si
Gojin sejenak pun tidak pernah berpaling kepadanya. Namun
demikian, Banyak Sumba tidak berkecil hati. Ia terus berjalan, membuntuti orang yang hendak dijadikan gurunya itu.
Akhirnya, mereka pun sampai dijalan kerajaan. Mereka
berjalan dijalan besar itu, dipapasi oleh penunggang-penunggang kuda. Melihat kesibukan jalan itu, sadarlah Banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumba bahwa jalan itu tidak akan berada jauh letaknya dari
suatu kota, atau sekurang-kurangnya kampung besar. Seraya
berjalan, Banyak Sumba melihat ke sekelilingnya dan dari jauh tampaklah kelompok kampung yang besar. Banyak Sumba
lega karena si Gojin memasuki wilayah yang beradab.
Ketika itu, lewatlah dua buah pedati kerbau: Si Gojin tanpa minta izin melompat menaiki salah satu pedati kerbau itu,
Banyak Sumba minta izin ikut kepada yang lain.
"Mau ke mana?" tanya kusir pedati.
"Saya tidak tahu," jawab Banyak Sumba.
"Tidak tahu?" tanya kusir itu.
"Saya mengikuti orang yang di depan itu," lanjut Banyak Sumba.
"Oh, apakah orang itu badega Raden" Mengapa ia malah
Raden ikuti dan bukan ia yang mengikuti Raden?" tanya kusir.
"Saya ada urusan dengannya, Paman. Akan tetapi, saya
tidak dapat menjelaskannya kepada Paman."
"Oh, tidak usah," kata orang itu.
Di suatu kampung besar tapi agak jauh dari jalan, si Gojin
turun. Banyak Sumba pun turun, lalu mengikutinya. Si Gojin
memasuki sebuah rumah besar. Banyak Sumba duduk di
serambi, beristirahat. Dari dalam rumah, terdengar berbagai bunyi yang tidak dikenalnya dan didengarnya pula suara orang banyak. Banyak Sumba menduga rumah itu tempat perjudian.
Kalau begitu, pikirnya, mungkin ia harus menunggu si Gojin
untuk waktu yang tidak terbatas. Akan tetapi, diterimanya saja kemungkinan itu, lalu Banyak Sumba berdiri, melihat-lihat
suasana kampung itu. Ternyata, kampung itu penghuninya kebanyakan
pedagang. Mereka membuat kerajinan tangan dari rotan. Di
antara mereka ada pula yang memelihara ayam sabung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba berjalan-jalan di antara kurung ayam yang
banyak di sana. Setelah penat, kembalilah ia, lalu duduk di serambi. Seseorang datang membawa penganan yang terdiri
dari buah-buahan. Banyak Sumba mengucapkan terima kasih.
Setelah mencicipi makanan itu, Banyak Sumba beristirahat.
Kantuknya cepat sekali datang, bukan saja karena semalaman
kurang tidur, tetapi hari sangat panas. Ia bertahan agar tidak tertidur, tetapi kantuknya sangat berat.
Ketika ia hampir tertidur, seseorang mengguncang-guncang
tubuhnya, Banyak Sumba bangkit terkejut.
"Raden, si Gojin pinjam uang tadi. Katanya uangnya ada pada Raden. Dapatkah Paman sekarang mengambilnya?"
"Tapi, ia tidak pernah menyimpan uang pada saya ...," kata Banyak Sumba. Namun, sebelum kalimatnya habis, ia
menyadari bahwa tidak bijaksana kalau dia ugal-ugalan. Ia
menarik napas panjang, lalu berkata, "Baiklah, berapa
utangnya?" "Dia kalah tiga uang emas."
"Tiga uang emas!" seru Banyak Sumba keheranan. Begitu singkat si Gojin berjudi, tapi begitu banyak kalahnya. Padahal, tiga mata uang emas itu didapat dengan bermandi keringat
dua bulan di Puri Purbawisesa. Banyak Sumba mula-mula
berniat menolak, tetapi ia segera menyadari bahwa hal itu
akan sia-sia. Ia terpaksa mengeluarkan uang emas itu dari ikat pinggang besarnya. Kemudian, ia segera melangkah menyusul
si Gojin yang berjalan menuju jalan besar.
Sementara ia membuntuti si Gojin, hatinya tetap tidak
senang. Nasihat-nasihat Arsim mulai didengarnya kembali, si Gojin ini orang jahat. Di .samping itu, bayangan wajah dan
tingkah laku Putri Purbamanik mulai pula mengganggunya.
Penyesalan mulai timbul. Ia menyadari, barangkali sifat keras kepalanya harus dibayarnya dengan mahal. Akan tetapi, ia
pun bertekad pula untuk tidak membuang-buang uang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebanyak tiga mata uang emas itu. Kalau perlu, ia menghajar si Gojin. Memang si Gojin memiliki kepandaian yang tidak
dimilikinya, tetapi Banyak Sumba pun merasa bahwa ia
memiliki kelincahan dan otak yang tajam. Kelincahan berkat
ajaran Paman Wasis, sedangkan kecerdikan anugerah Sang
Hiang Tunggal pada wangsa Banyak Citra. Hatinya mulai
panas, tetapi ia mendinginkannya kembali. Ia harus
menunggu apa yang akan terjadi dan sebelum itu, ia
sebaiknya tidak berbuat apa-apa. Maka, ia pun berjalan
mengikuti si Gojin. Setelah beberapa lama berjalan, mereka menggabungkan
diri pada rombongan pedati kerbau lagi. Ketika matahari
tenggelam, si Gojin turun, lalu memasuki sebuah hutan kecil.
Banyak Sumba mengikutinya dan mereka pun memasuki
kampung tempat si Gojin dikenal dan dihormati orang.
Kampung itu tempat tinggal si Gojin.
KETIKA itu, telah tiga hari Banyak Sumba ada di kampung
si Gojin. Ia menginap di sebuah rumah penghuni kampung itu.
Selama tiga hari, tak sepatah kata pun si Gojin menegurnya.
Hingga pada suatu hari, terjadilah peristiwa yang mengubah
keadaan. Hari masih pagi ketika Banyak Sumba mendengar
suara keras laki-laki bertengkar. Ketika ia bangkit, pintu
didorong orang. Banyak Sumba berdiri, segera bersiap-siap
menghadapi segala kemungkinan.
"Keluar!" kata laki-laki itu. Banyak Sumba berjalan ke luar melalui serambi turun ke halaman.
"Mana uang si Gojin" Berikan kepada kami!" seru beberapa orang hampir bersama-sama. Banyak Sumba melihat
berkeliling dan memandangi wajah demi wajah keenam tamu
asing yang datang pagi itu. Si Gojin tampak pula, tetapi berdiri di bawah sebuah tingkap yang masih tertutup. Banyak Sumba
dapat menduga bahwa si Gojin sedang menghadapi keadaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tidak menyenangkan dan ia berdiri di bawah tingkap itu untuk dapat melarikan diri dengan mudah.
Kalau melihat orang-orang yang datang, Banyak Sumba
dapat mengerti tindakan si Gojin. Ternyata, orang-orang yang datang kelihatan buas-buas. Di samping itu, mereka pun
bersenjata walaupun disembunyikan. Tampaknya mereka
datang dengan maksud mengeroyok si Gojin, kalau perlu. Dan
walaupun si Gojin akan dapat melayani mereka, Banyak
Sumba mengetahui bahwa si Gojin akan tidak bijaksana kalau
memaksakan diri. "Mana uang itu" Segera berikan!" seru orang-orang itu, hiruk sekali mereka berkata.
"Saya tidak pernah menyimpan atau meminjam uangnya!"
kata Banyak Sumba. Ia memandang mata orang-orang itu
satu per satu. Melihat keberanian Banyak Sumba dan melihat
sorot wajah kebangsawanannya, orang-orang itu ragu-ragu.
Beberapa orang berpaling kepada si Gojin. Si Gojin berkata,
"Raden, maksud saya, saya pinjam dulu kepadamu untuk
membayar utang." "Saya mau membayarkan utang Bapak, asal masuk akal.
Bapak akan saya anggap punya utang kepada saya dan saya
akan minta bayarannya."
Si Gojin mendelik, kemudian ia berpaling, dan berkata,
"Bolehlah." "Berapa utangnya?" tanya Banyak Sumba.
"Tujuh keping perak kepadaku, kepada yang lain tiga
keping, seluruhnya."
Banyak Sumba mengeluarkan sekeping uang emas, lalu
melemparkannya kepada si pembicara.
"Gojin, kami pergi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kalian datang seorang-seorang pasti kumakan satu per satu," kata si Gojin sambil mengenakkan giginya. Ia melihat kepada Banyak Sumba yang berdiri di sampingnya.
Wajahnya cerah. Rupanya, ia merasa mendapat kawan di
pihaknya ketika ia harus mendapat penghinaan dan ancaman
kawan-kawannya berjudi. Semenjak peristiwa itulah, si Gojin mulai memberikan pelajaran kepada Banyak Sumba.
Pelajaran itu diberikannya secara tidak teratur. Latihanlatihannya dilakukan dengan kasar pula. Kalau memukul, ia
memukul seolah-olah mereka sedang benar-benar berkelahi.
Kalau menerangkan, keterangannya kalang kabut.
"Begini," kata Banyak Sumba pada suatu hari, "saya melihat dua hal yang bagus pada Bapak. Pertama, kadang-kadang Bapak tidak menghindarkan serangan lawan. Kedua,
pukulan-pukulan Bapak merobohkan, dan lawan tidak pernah
dapat bangkit kembali. Itulah yang ingin saya pelajari dari Bapak," kata Banyak Sumba.
"Tidak benar," jawab si Gojin. "Saya juga menghindarkan pukulan-pukulan seandainya pukulan itu sasarannya bagian-bagian tubuh yang berbahaya. Bahkan, saya menghindarkan
pukulan-pukulan menuju bagian-bagian badan yang tidak
berbahaya, seandainya pukulan itu kuat."
"Jadi, Bapak hanya menahan pukulan yang diarahkan pada bagian-bagian badan yang tidak berbahaya."
"Ya, seandainya pukulan diarahkan ke dada dan pukulan itu tidak mempergunakan berat badan, hanya mempergunakan
otot tangan, pukulan itu saya terima. Tapi, tentu saja tidak saya terima dengan seenaknya. Saya keraskan otot dada saya.
Ketika pukulan itu tiba, saya kibaskan. Nah, sekarang
cobalah," katanya. Banyak Sumba berdiri di hadapan si Gojin, bersiap dengan
tinjunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pukullah dadaku, tapi gunakan otot tanganmu saja, jangan gunakan tenaga tubuh."
Banyak Sumba menuruti perintah itu dan meninju dada si
Gojin dengan kuat, tetapi tidak dengan berat seluruh tubuh.
Ketika tinju itu tiba, si Gojin mengeraskan otot dada sambil mengibaskan tubuhnya. Tinju Banyak Sumba mental dan
seluruh lengannya terasa sakit dan semutan. Ia kesakitan
sebentar, tetapi hatinya gembira. Ia lelah menemukan salah
satu kunci yang dapat membuka ilmu si Gojin.
"Dalam keadaan-keadaan tertentu, kita dapat mematahkan pergelangan tangan atau bahkan sikut lawan dengan dada
kita, tanpa mempergunakan tangan sama sekali. Tetapi, tentu saja ada syaratnya."
Banyak Sumba menyadari bahwa untuk menguasai ilmu si
Gojin ini, seseorang harus memiliki otot yang gempal,
terutama otot dada dan otot perut. Mengenai cara memukul
hingga lawan tidak berkutik lagi, si Gojin pernah berkata
demikian, "Kalau dilihat dari penggunaan tenaga, ada dua macam pukulan, yaitu pukulan yang mempergunakan tenaga
otot lengan dan pukulan yang mempergunakan tenaga seluruh
tubuh. Pukulan yang kedua ini lebih berbahaya seandainya
menemukan sasaran yang sama dengan pukulan yang
pertama. Mengapa pukulan saya selalu melumpuhkan, hal itu
disebabkan dua hal. Pertama, kalau memukul, saya
mempergunakan tenaga tubuh. Kedua, saya tidak pernah
memukul sasaran-sasaran yang tidak bernilai. Bahkan, saya
tidak pernah membuat gerakan-gerakan untuk mengganggu
perhatian lawan. Saya biarkan lawan menyerang, tetapi
serangan itu saya terima dengan otot saya, dan pada
waktunya saya buang. Lawan biasanya terkejut dan heran,
ketika itulah saya beri ia pukulan yang melumpuhkan itu."
"Adakah pukulan macam lain?" kata Banyak Sumba.
"Ada," ujar si Gojin, "bukan pukulan lain, tapi kita melihat pukulan itu dengan cara lain. Anggaplah kalau kita meninju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau mempergunakan sisi tangan, kita hendak memasukkan
tinju atau sisi tangan itu ke tubuh lawan. Kadang-kadang, kita hanya bermaksud menyentuh tangan kita. Jadi, kita hanya
menotok. Ada cara memukul dengan maksud memasukkan tinju kita
lebih dalam lagi ke tubuh lawan. Pukulan ini lebih berbahaya seandainya mengenai sasaran yang sama dengan pukulan
yang pertama. Ada pukulan yang lebih berbahaya lagi dan
biasanya merupakan pukulan yang membunuh," katanya.
"Pukulan yang bagaimana?" tanya Banyak Sumba penuh gairah.
"Pukulan yang ketika melakukannya, kita tidak bermaksud memasukkan tinju kita ke tubuh lawan, tetapi bermaksud
menembus tubuh lawan itu. Kalau melakukan pukulan ini
dengan memusatkan perhatian, kita tidak perlu dua kali
melakukan pukulan," demikian ujar si Gojin.
Banyak Sumba mencoba melakukan pukulan-pukulan itu
terhadap udara dan si Gojin memberikan pendapat serta
contoh. Banyak Sumba menyadari bahwa dalam seni
berkelahi, mengerti tidak sama dengan menguasai. Walaupun
ia sudah mengerti yang dimaksudkan gurunya, hanya dengan
latihan-latihan yang keras dan lama ia dapat mencapai
penguasaan terhadap segala sesuatu yang telah
dimengertinya itu. Untuk menumbuhkan otot-otot yang akan dijadikannya
perisai, Banyak Sumba pergi ke tepi sungai yang mengalir di dekat kampung tempat tinggal si Gojin. Dengan
mempergunakan pengungkit, dijajarkannya batu-batu, dari
yang kecil, besar, hingga sangat besar. Sepuluh buah batu
yang besarnya berturutan berjajar. Ketika si Gojin melihatnya pada suatu pagi, ia keheranan.
"Bagaimana kau mengangkat batu sebesar ini, Raden?"
tanyanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu rahasia keluarga kami, Bapak," jawab Banyak Sumba.
Ia dapat menggelundungkan batu itu dengan mempergunakan
pengungkit, seperti Paman Misja membuka pintu gua ketika
mereka melarikan diri dari Kota Medang.
Tiap pagi, Banyak Sumba berenang di sungai sesudah
mandi, diangkatnya batu-batu itu. Seminggu lamanya ia hanya mengangkat batu yang terkecil. Kemudian minggu kedua
diangkatnya batu yang kedua. Minggu ketiga dan seterusnya


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada suatu kali, Banyak Sumba sendiri heran, mengapa ia
dapat mengangkat batu yang besar. Dan dengan senang hati,
dipandangnya betapa otot-otot dadanya tumbuh.
Latihan pukulan dilakukannya dengan bertingkat-tingkat
pula. Mula-mula diikatnya jerami. Jerami ini diikatkannya pada sebatang pohon sebesar betis. Jerami itulah yang setiap hari ditinju, disikut, atau dipukulnya dengan pinggir tangan.
Kadang-kadang, Banyak Sumba menyepaknya pula, dengan
mempergunakan ilmu yang diterimanya dari Paman Wasis
yang sangat lincah dalam mempergunakan kaki.
Dalam latihan-latihan itu, biasanya si Gojin tidak hadir. Ia lebih banyak meninggalkan kampung itu daripada mengajar
Banyak Sumba. Ia pun sering minta uang, tetapi tidak pernah kasar seperti sebelumnya. Pada suatu hari, ketika Banyak
Sumba sedang latihan meninju, datanglah si Gojin. Ia berdiri memerhatikannya. Ketika Banyak Sumba menghantam pohon
yang sudah dibungkus dengan jerami itu, pohon itu
berguncang keras sehingga sebuah cabang kering patah dan
jatuh menimpa pundak si Gojin. Si Gojin keheranan. Dengan
gembira, Banyak Sumba berjalan ke arah si Gojin seraya
mengambil batang kering yang jatuh itu.
"Peganglah cabang ini keras-keras, Bapak," katanya. Si Gojin menurut.
"Saya akan memukulnya, mempergunakan ilmu yang Bapak
berikan," lanjut Banyak Sumba. Maka, dipukulnya batang kering itu dengan sisi tangannya. Seperti disambar dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golok yang tajam, batang kering itu patah menjadi dua. Si
Gojin memandang Banyak Sumba dengan kagum. Kekaguman
yang bercampur ketakutan itu membayang pada wajahnya.
Banyak Sumba memandang penjudi itu dengan rasa kasihan.
Sementara itu, terkenang kembali olehnya bulan-bulan ketika ia berlatih dengan keras, mengangkat-angkat batu dan
memukul papan, jerami, atau udara. Hatinya merasa ringan
karena akhirnya ia mulai dapat menunaikan tugas keluarga,
yaitu menuntut ilmu yang berguna untuk tugas selanjutnya.
Banyak Sumba merasa saat untuk dapat menunaikan tugas
yang dibebankan oleh Ayahanda Banyak Citra tidak jauh lagi.
Ia hanya menunggu waktu pertemuan dengan Pangeran
Anggadipati, puragabaya yang keji itu. Sebelum pertemuan itu tiba, ia dapat memanfaatkan waktunya dengan
menyempurnakan ilmu yang didapatnya dari si Gojin. Ia sudah menguasai ilmu yang mengagumkan tetapi sederhana itu. Ia
tinggal memperhalusnya. Biasanya, ia mengajak si Gojin berlatih. Akan tetapi,
penjudi ini kalau punya uang, tidak pernah ada di tempatnya.
Ketika kehabisan uang, biasanya ia datang. Ketika itulah
Banyak Sumba mempergunakan kesempatan. Sekarang, si
Gojin tidak pernah memberikan latihan dengan kasar. Ia
mengetahui bahwa Banyak Sumba yang berbadan tinggi besar
itu bukanlah lawan yang enteng. Bahkan, berulang-ulang
Banyak Sumba menyadari bahwa dalam hati kecilnya si Gojin
takut akan dia. Bagaimanapun, kelincahan yang didapatnya
dari Paman Wasis, ditambah dengan daya tahan serta daya
pukul yang didapat dari si Gojin, merupakan bekal yang
sangat besar bagi seorang perwira. Dalam latihan-latihan,
sering si Gojin kewalahan dan berulang-ulang dia berkata,
"Umurmu menguntungkanmu. Kalau sama-sama muda, kita
akan tahu kekuatan masing-masing."
Banyak Sumba tidak menggubris kata-kata si Gojin karena
ia yakin bahwa kata-kata itu tidak perlu diperhatikannya. Yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perlu diperhatikannya adalah gerak-geriknya. Dengan selalu
menduga gerak-geriknya, meramalkan serangan-serangan
yang akan dilakukannya, Banyak Sumba terus-menerus
memperhalus ilmu yang didapatnya dari penjudi itu.
Pernah mereka berlatih di dalam sebuah rumah yang ada di
lingkungan kampung si Gojin. Begitu sungguh-sungguh kedua
orang guru dan murid itu berlatih, hingga ketika mereka
berhenti, gubuk itu tidak lagi berupa sebuah gubuk, tetapi
ong-gokan kayu yang patah, bambu yang pecah, dinding yang
bolong-bolong, serta atap ilalang yang bertumpuk di sana sini.
"Kau sudah cukup belajar, Raden," kata si Gojin. Banyak Sumba tidak menjawab. Ia berkata dalam hatinya, sebenarnya
ia dapat mengalahkan si Gojin, kalau mau. Dan setelah itu,
timbullah hasrat untuk pergi ke Kutabarang menghubungi
Jasik. Ia ingin memperlihatkan ilmu yang didapatnya dari si Gojin kepada panakawannya yang setia itu. Di samping itu,
sebelum ke Kutabarang, ingin sekali dia mampir dulu di Puri Purbawisesa"menyelinap di bawah bayang malam, memasuki
kaputren tempat gadis yang menjadi buah rindunya berada.
Akan tetapi, keinginannya pergi ke Kutabarang itu untuk
sementara ditahannya. Ia masih merasa-harus memperhalus
ilmunya untuk saat-saat terakhir sekali, sebelum ia
mempergunakannya. Itulah sebabnya, setiap hari ia masih
bangun subuh, lalu berlari merambah padang, memasuki
hutan, dan berhenti di tepi sungai untuk mengangkat batubatu besar itu. Para petani yang kebetulan lewat di sana
sering keheranan dan dengan mulut menganga memandang
terbelalak kepada Banyak Sumba yang dengan mudah
mengangkat batu-batu besar itu.
PADA SUATU PAGI, ketika Banyak Sumba sedang berlatih,
datanglah seorang pemuda. Pemuda itu, seperti juga para
petani, memandangnya dengan kagum dan heran. Ketika
Banyak Sumba beristirahat, ia yang keheranan karena baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertama kali itulah melihat seorang pemuda bangsawan
berada di sana. "Saudara kuat sekali," kata pemuda itu.
"Saudara datang dari mana?" tanya Banyak Sumba.
"Kutabarang," jawabnya. Pemuda itu berjalan ke arah batu-batu, lalu mencoba mengangkat yang paling kecil. Akan tetapi, ia hanya menggerakkannya. Maka, kembalilah ia pada Banyak
Sumba, lalu berkata, "Saya baru melihat orang yang dapat mengangkat batu sebesar itu," sambil berkata demikian, diliriknya otot-otot tangan dan otot dada Banyak Sumba yang menggembung di balik bajunya.
"Saya mendengar saudara sudah lama berlatih di sini," kata pemuda itu melanjutkan.
"Dari para petani itu?" tanya Banyak Sumba.
"Bukan, dari orang-orang di kampung. Saya bermalam di
kampung si Gojin tadi malam dan tahu bahwa Saudara berada
di sini," katanya. "Saudara sedang berada dalam perjalanan?"
"Tidak. Saya melarikan diri ke sini," katanya sambil tersenyum. Banyak Sumba keheranan mendengar ada orang
yang dengan mudah menjelaskan tentang dirinya sendiri.
"Melarikan diri?" tanya Banyak Sumba.
"Ya. Mungkin Saudara menganggap suatu yang aneh. Tapi
bagi orang yang mengalaminya seperti saya, tak ada anehnya.
Malah aneh kalau saya tidak melarikan diri."
"Saya tidak mengerti maksud Saudara," kata Banyak Sumba sangat tertarik.
"Saya dipaksa mengerjakan apa-apa yang tidak saya
sukai," kata pemuda itu sambil tersenyum dan mengerlingkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
matanya kepada Banyak Sumba. "Coba terka, apa yang harus saya lakukan."
Banyak Sumba agak kikuk mendengar permintaan itu,
ternyata pemuda itu sungguh-sungguh. Ia memandang ke
mata Banyak Sumba, meminta jawaban. Akhirnya, Banyak
Sumba berkata, "Apakah Saudara diberi tugas untuk
membalas dendam?" tanya Banyak Sumba. Kemudian, ia
terkejut mendengar pertanyaannya sendiri. Apakah ia
menganggap tugas membalas dendam itu tidak baik"
Mengapa justru pertanyaan itu yang diajukannya" Akan tetapi, renungannya terputus karena Banyak Sumba mendengar
pemuda itu tertawa. "Aneh sekali pertanyaan Saudara," kata pemuda itu. "Saya sama sekali tidak diminta untuk membalas dendam. Tidak
sukar bagi keluarga saya untuk membalas dendam. Suruh saja
bajingan-bajingan membunuh orang yang dibenci, berilah
mereka beberapa keping uang emas. Mengapa saya yang
harus membalas dendam?"
"Jadi...?" tanya Banyak Sumba pula.
"Saya dipaksa untuk pergi belajar ke Pakuan Pajajaran."
"Belajar apa?" "Belajar ilmu negarawan. Padahal, kakak-kakak saya
semuanya sudah pergi ke sana. Untuk apa satu keluarga jadi
negarawan semua, bukankah kita tidak akan jadi raja?"
"Saudara putra bungsu?" tanya Banyak Sumba tiba-tiba.
"Dari mana Saudara tahu?" tanya pemuda itu. Banyak Sumba tidak berkata apa-apa, walaupun dia dapat menjawab
pertanyaan itu, yaitu dari gerak-gerik pemuda yang manja.
'Jadi, Saudara lari ke sini karena dipaksa belajar?"
"Ya, dan di samping itu, karena ayam si Gojin ini bagus-bagus sekali. Ah, Saudara harus mengetahui, saya ahli dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
soal ayam sabungan. Kalau Saudara ingin memiliki ayam yang
tangguh, mintalah nasihat saya. Setiap orang minta nasihat
kepada saya. Dan, apakah bedanya ahli ilmu negarawan
dengan ahli ilmu memilih dan memelihara ayam sabungan?"
sekali lagi pemuda itu tersenyum sambil mengerling. Banyak
Sumba tidak berkata apa-apa lagi, ia mulai lagi berlatih.
"Ya, apakah bedanya keahlian mengangkat batu besar
dengan keahlian menyabung ayam. Bukankah semua keahlian
itu baik" Bukankah segala ilmu itu mulia?" tanya pemuda itu kepada dirinya sambil memerhatikan Banyak Sumba. Banyak
Sumba tidak berkata apa-apa.
Siang itu, mereka pulang bersama ke kampung kecil di
tengah-tengah hutan tempat si Gojin tinggal. Setiba di
kampung, pemuda itu terus masuk ke salah satu gubuk dan
tidak pernah muncul-muncul lagi sampai malam hari. Banyak
Sumba hanya mendengar suaranya dari balik dinding.
Rupanya, pemuda itu sangat senang mengobrol tentang
ayam. Ia mengajak setiap orang mengobrol tentang ayam,
termasuk kakek-kakek yang ada di tempatnya menginap.
BEBERAPA hari setelah kedatangan pemuda itu, yang
ternyata bernama Aria Banga, pada suatu sore datanglah Jasik dan Arsim. Rasa kangen meledak dari dada Banyak Sumba
dalam bentuk kegembiraan dan keheranan. Ia tak dapat
menahan air matanya ketika mereka bersalaman dan
berpelukan, "Beberapa kali kami tersesat sebelum sampai di sini, Raden," kata Arsim.
"Bahkan, orang-orang kampung yang sangat dekat
letaknya dari sini tidak mau mengatakan bahwa si Gojin
tinggal di sini," sambung jasik. Banyak Sumba mengerti.
Ketika senja tiba dan orang-orang sudah masuk gubuk
masing-masing serta mereka tinggal bertiga saja, berkatalah Jasik, "Raden, Putra Mahkota akan berkunjung ke Kutabarang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam dua-tiga hari ini. Saya mendengar bahwa di antara
pengiring beliau terdapat Puragabaya Anggadipati," Jasik tidak melanjutkan kata-katanya. Banyak Sumba pun tidak
mengatakan apa-apa, mereka berpandangan. Setelah mereka
hening, berkatalah Banyak Sumba, "Besok subuh kita
berangkat ke Kutabarang, Sik."
"Baik, Raden. Menyesal kami tidak membawa tiga ekor
kuda, Raden. Begitu tergesa-gesa kami berangkat, hingga hal yang penting itu tidak terpikirkan."
'Jangan terlalu dipikirkan, Sik. Kuda mudah didapat di
daerah ini. Atau ...," teringat Banyak Sumba kepada Raden Aria Banga yang membawa kuda. Agar tidak membuang-buang waktu, Banyak Sumba berpendapat, kalau diberi ia
dapat meminjam kuda bangsawan muda itu. Maka, pergilah
Banyak Sumba menghubungi Raden Aria Banga. Setelah
mengobrol banyak tentang ayam sabungan, berkatalah Raden
Aria Banga, "Bagus, bawalah kuda saya. Itu berarti, beberapa hari saya tidak perlu susah-susah menyuruh orang menjaga
atau mencarikannya rumput."
Dengan kuda Raden Aria Banga itulah, keesokan harinya,
subuh-subuh Banyak Sumba dengan kedua orang
panakawannya menuruni tanah tinggi di kaki Gunung
Mandalagiri. Mereka menuju Kota Kutabarang yang megah
dan kaya raya itu. Mereka tidak membawa perbekalan apa-apa
karena akan mengikuti jalan-jalan besar yang melalui
kampung-kampung. Akan tetapi, Banyak Sumba membawa
perbekalan lain, yaitu sebuah pundi-pundi racun yang pernah dibelinya di Kutabarang. Juga lima bilah pisau pendek, pisau hiasan yang kalau digabung dengan isi pundi-pundi itu dapat dipakai membunuh.
Ketika di perjalanan Jasik melihat pisau-pisau itu,
berkatalah ia, "Kalau melihat pisau-pisau atau senjata, saya sering teringat kepada Ayah, Raden."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa, Sik?" tanya Banyak Sumba seraya menahan kekang kuda karena jalan menurun.
'Ayah mengatakan bahwa kerajaan melarang anak negeri
membawa senjata untuk dua tujuan."
"Apa kata ayahmu mengenai tujuan-tujuan itu, Sik?" tanya Banyak Sumba yang menjadi penasaran.
"Pertama, tentu saja tujuan yang sudah diketahui umum, yaitu senjata panjang akan berbahaya sekali kalau boleh
dibawa oleh setiap orang. Kalau ada orang bertengkar atau
anak-anak tanggung mempermainkan senjata itu, mungkin
saja terjadi kematian yang sia-sia. Tentu setiap orang setuju dengan kehendak kerajaan, yang hanya memberi izin pada
para jaga-baya untuk memegang senjata panjang itu. Para
bangsawan di Pakuan Pajajaran sungguh-sungguh bijaksana.
Hanya para jagabaya yang berbudi saja yang diperkenankan
membawa senjata panjang," lanjut Jasik.
"Sik, kau belum menjelaskan tujuan yang kedua, yangjustru ingin saya ketahui," kata Banyak Sumba.
"Oh, hampir saya lupa. Menurut Ayah, kerajaan melarang anak negeri membawa senjata panjang agar anak negeri
pandai berkelahi Raden."
Banyak Sumba tersenyum. Ia terkenang kepada Paman
Wasis, seorang ahli yang sangat menghormati ilmunya. Ia
bertanya kepada Jasik, "Kapan ayahmu berkata begitu, Sik?"
"Ketika saya masih kecil sekali, Raden, yaitu ketika saya tidak mau belajar berkelahi dan hanya mau jadi gembala kambing."
"Dan kau menurut, bukan?"
"Tentu saja, Raden, karena dengan keterangan Ayah itu
saya menyadari, bukan Ayah yang menghendaki saya belajar
berkelahi. Saya merasa senang karena dengan demikian saya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah berbakti sejak kecil kepada sang Prabu yang sangat
kasih kepada kita." Penjelasan Jasik yang terakhir menyentuh hati Banyak
Sumba. Ia tidak tahu perasaan apa yang tergugah dalam
hatinya. Ia tidak tahu apakah ia bersedih atau menyesali
dirinya Yang ia sadari hanyalah, hubungannya dengan sang
Prabu tidak sesederhana dan seindah hubungan Jasik dengan
rajanya itu. Orang-orang sederhana seperti Jasik merasa tenteram,
bahagia, dan bangga setiap kali mereka mengucapkan kata
"Sang Prabu". Mereka mengucapkan kata itu seperti mengucapkan nama ayah yang sayang dan telah memberikan
kebahagiaan kepada mereka. Bagaimanapun, sepanjang
pengetahuan Banyak Sumba, telah begitu banyak
kebijaksanaan sang Prabu yang melimpah kepada anak negeri.
Di antara kebijaksanaan itu adalah larangan membawa
senjata. Selain itu, masih banyak kebijaksanaan lain yang
besar artinya dalam menciptakan keamanan dan kemakmuran
Pajajaran. Pemburuan babi hutan yang dilakukan secara
bermusim sangat menguntungkan para petani. Pemburuan ini
biasanya dilakukan saksama sekali, bukan hanya oleh para
petani dan para bangsawan yang berburu karena kesenangan,
hampir seluruh jagabaya juga dikerahkan.
Demikian juga dalam hal pengadilan. Para jagabaya atau
para bangsawan yang bersalah'dihukum lebih berat daripada
orang-orang kebanyakan. Ini masuk akal sekali karena orang
yang lebih besar tanggungjawabnya menimpakan malapetaka
yang lebih besar pula kepada anak negeri, kalau mereka
berbuat kesalahan. Di samping itu, kedudukan sebagai
bangsawan atau ponggawa serta prajurit, merupakan
kedudukan yang terhormat. Kedudukan ini harus dipelihara
dengan keluhuran budi. Dan banyak lagi kebijaksanaan
kerajaan yang dirasakan anak negeri sebagai hikmah. Anak
negeri biasanya mengucapkan syukur kepada Sunan Ambu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian mengucapkan terima kasih kepada sang Prabu di
Pakuan Pajajaran. Akan tetapi, sekarang Banyak Sumba tidak dapat
merasakan terima kasih seperti dulu. Ia ragu-ragu, apakah dia pada tempatnya mengucapkan terima kasih. Bagaimanapun,
sebagai seorang yang hidup untuk membalas dendam, ia tidak
merasa searah dan setujuan dengan usaha-usaha yang


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilakukan sang Prabu. Sang Prabu berusaha agar Pajajaran
damai dan makmur. Ia sendiri berusaha agar dapat
membunuh Anggadipati, keluarga Wiratanu dan Pembayun
Jakasunu. Kedua tujuan itu tidak searah satu sama lain, itulah sebabnya ia gelisah ketika pikiran-pikirannya tentang sang
Prabu memenuhi hatinya. "Raden, kita membelok ke kiri!" tiba-tiba Arsim berseru dari belakang. Banyak Sumba segera mengekang kendali kudanya
dan sadar bahwa dalam renungan-renungannya, ia telah
mengambil jalan yang salah. Ia membelokkan kudanya, lalu
menderu menuju Kutabarang diikuti kedua orang
panakawannya yang berseru-seru menghalau kuda, "Ha! Ha!"
Ketika pada hari kedua mereka melihat menara benteng
Kutabarang, Banyak Sumba mengekang kudanya. Ia
melambatkan perjalanan dan bermaksud memasuki
Kutabarang kalau hari telah teduh. Ia bermaksud beristirahat dahulu di luar benteng sambil memikirkan rencana serta
mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa yang sangat
penting itu. Maka, dibelokkanlah kudanya menuju sebuah
kampung, diikuti kedua panakawannya yang patuh.
Ketika kedua orang panakawannya sibuk mempersiapkan
diri untuk menghadapi kehidupan kota kembali, Banyak
Sumba sibuk dengan hal lain. Di dalam bilik tempatnya
menginap dan beristirahat, dibukanya tutup pundi-pundi racun itu. Kemudian, dicabutnya pisau-pisau kecil dari sarung yang bersatu dengan ikat pinggang yang lebar. Dengan
mempergunakan sehelai kain yang dicelupkan ke dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pundit-pundi itu, di-usapinya mata pisau itu dengan benda cair dalam pundi-pundi itu. Banyak Sumba berhati-hati
melakukannya agar ia tidak menyentuh benda cair itu. Dan
setelah tiga buah pisau paling kecil selesai diracuni,
ditutupkannyalah kembali pundi-pundi itu. Banyak Sumba
pening menghirup bau tajam yang keluar dari pundi-pundi itu.
Setelah ketiga bilah pisau itu kering, barulah Banyak Sumba memasukkannya kembali ke sarung yang bersatu dengan ikat
pinggangnya yang lebar itu. Selesai mengerjakan persiapan,
Banyak Sumba membersihkan diri dan berpakaian rapi.
Sore itu, ketika awan Jingga bertebaran di langit baratketiga orang penunggang kuda itu melarikan kudanya pelanpelan menuju gerbang Kota Kutabarang. Karena jalan lebar
dan sepi, Banyak Sumba meminta Jasik melarikan kuda di
sampingnya. "Sik, tahukah engkau mengapa Putra Mahkota berkunjung
ke Kutabarang?" "Beliau singgah di sini, Raden, dan tidak sengaja datang.
Menurut keterangan yang saya dengar, beliau sudah dua
bulan lebih melakukan perjalanan di seluruh kerajaan. Raden tahu, musim kemarau sekarang ini panjang sekali. Beberapa
daerah kerajaan menderita kekeringan. Huma-huma tidak
tumbuh, palawija pun demikian. Sementara itu, binatangbinatang yang biasanya mendapat cukup makan di hutan
belantara, terpaksa mencari makan dan air di tempat-tempat
yang dihuni manusia. Itu berarti kerusakan yang bertubi-tubi terhadap pertanian. Para petani sangat prihatin. Itulah
sebabnya, Putra Mahkota meninggalkan ibu kota dan
berkeliling ke kampung-kampung menggembirakan para
petani. Menurut berita, di setiap kampung yang besar, beliau memasuki tempat pemujaan dengan para petani yang
dikumpulkan sebelumnya. Di sana, beliau memanjatkan doadoa dan permohonan kepada Sunan Ambu agar menitikkan air
mata kasih-Nya ke muka bumi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba termenung di antara bunyi kaki kuda yang
berdepuk-depuk perlahan. Tiba-tiba, Arsim yang mendengar
penjelasan Jasik menyambung, "Di samping itu, Raden, beliau pun sudah lebih dari sebulan berpuasa. Beliau bertapa sambil melakukan perjalanan. Itu sungguh-sungguh suatu hal yang
berat. Berpuasa di atas kuda, mengarungi lembah-lembah dan
gunung-gunung, setiap hari. Bayangkan, Raden! Itulah
sebabnya saya sering bersyukur tidak jadi bangsawan. Setiap malapetaka ditanggungnya seolah-olah kesalahan sendiri,
walaupun di luar kemampuan beliau untuk
menghindarkannya." "Para pengiringnya juga berpuasa, Raden," sambungjasik.
"Berpuasa juga?" kata Banyak Sumba yang mengetahui bahwa dalam tugas pengawalan, tidak diharuskan bagi
perwira untuk ikut berpuasa.
"Ya, Raden," kata Jasik.
Arsim dari belakang berseru, "Menurut pendengaran saya, mula-mula hanya Pangeran Anggadipati yang berpuasa,
mengikuti Putra Mahkota, kemudian puragabaya yang lain
mengikuti." "Sebenarnya, mereka tidak usah berpuasa," kata Banyak Sumba, suatu perasaan gelisah dan tidak enak memenuhi
hatinya. "Saya dengar, Putra Mahkota mengusulkan agar mereka
tidak berpuasa karena dengan mengawal beliau, sebenarnya
mereka sudah melakukan tugas yang sama nilainya dengan
berpuasa. Akan tetapi, Pangeran Anggadipati sebagai
pemimpin pengawal menyatakan bahwa para perwira ikut
prihatin dengan para petani dan ikut memohon kepada Sang
Hiang Tunggal serta Sunan Ambu agar hujan segera
diturunkan." "Saya heran, Sik, banyak benar cerita yang kaudengar
tentang Putra Mahkota dan Pangeran Anggadipati itu," ujar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Sumba, perasaan tidak enak makin menyesak dalam
hatinya. "Seorang petani datang ke Kutabarang, kebetulan bertemu dengan kami. Kampungnya pernah dikunjungi dan ketika
rombongan Putra Mahkota dijamu, Putra Mahkota
mengusulkan agar jamuan disimpan untuk malam hari saja.
Mereka mengusulkan agar para puragabaya bersantap siang
hari dan nanti bersantap lagi dengan Putra Mahkota. Para
puragabaya itu pun menolak dan mengusulkan agar mereka
dijamu malam hari saja. Di samping itu, para bangsawan di
Kutabarang telah mendapat pesan dari pencalang rombongan,
agar tidak menyediakan jamuan siang karena semua
rombongan berpuasa."
"Baiklah, Sik," kata Banyak Sumba yang tidak mau
mendengar lagi cerita-cerita tentang kebudimanan
Anggadipati, "Kita sudah tiba di Kutabarang dan selesailah dengan cerita-cerita yang bagus itu."
Mereka pun memasuki gerbang Kota Kutabarang yang siap
untuk ditutup berhubung malam sudah hampir tiba.
MALAM itu, tiga sekawan menginap di Kota Kutabarang.
Keesokan paginya, Banyak Sumba keluar diiringi kedua orang
panakawannya untuk melihat-lihat suasana. Ternyata,
kemarau panjang dan panas yang menimpa seluruh Pajajaran
berkesan sekali pengaruhnya di kota yang besar. Terutama di pasar, tempat-tempat penjualan hasil bumi tampak kurang
isinya. Kalau hasil-hasil bumi masih ada, mutunya tidak baik pula. Buah-buahan kecil-kecil, berbagai jenis menghilang sama sekali dari pasar. Harganya pun menjadi tinggi. Sementara itu, barang-barang lain tidak menguntungkan pula.
Karena para petani berkurang penghasilannya, mereka
tidak mampu berbelanja seperti pada musim-musim biasa.
Itulah sebabnya, para pedagang perhiasan, perlengkapan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau hasil-hasil laut menghadapi masa-masa sepi pula.
Penduduk Kota Kutabarang kelihatan tidak segembira seperti
biasa. Menurut keterangan Arsim, banyak sekali upacara
perkawinan atau upacara memandikan bayi yang
ditangguhkan. Melihat suasana yang serbamurung itu, Banyak Sumba
mulai bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah tepat baginya
melaksanakan pembalasan dendam" Bukankah sebagai warga
kerajaan ia harus berdukacita karena menurut berita banyak
rakyat Pajajaran yang menderita kekeringan, kalau Putera
Mahkota berpuasa dan berdoa di kuil-kuil di seluruh Pajajaran untuk memohon kasih sayang Sunan Ambu, bukankah tidak
pada tempatnya ia bersiap-siap mengucurkan darah orang "
Akan tetapi, kalau dia menangguhkannya, kesempatan
yang begitu baik mungkin lolos untuk selama-lamanya.
bukankah Anggadipati sasaran utama tugasnya, dan kalau
orang itu telah dirobohkannya, tugas selanjutnya hanyalah
tugas-tugas yang ringan belaka" Dan bukankah kalau
menangguhkan rencananya semula ia tidak berwatak seperti
umumnya anggota wangsa Banyak Citra yang keras hati dan
keras kemauan" Atau, mungkinkah dia takut" Tapi, bagaimana
dengan suasana prihatin yang diderita oleh seluruh rakyat
Pajajaran" Bukankah seharusnya ia berpuasa atau berdoa
dalam kuil, seperti warga kerajaan lainnya"
"Raden, kita membutuhkan persediaan buah-buahan untuk
sore ini," kata Jasik. Banyak Sumba mengiakan, lalu mengikuti Jasik ke tempat buah-buahan. Jasik menunjuk tempat pisang
dan pepaya sambil memberikan uang. Akan tetapi, entah apa
sebabnya, pedagang buah-buahan itu tidak memberikan
pepaya, malahan memberikan semangka.
"Saya membutuhkan pepaya, Bibi, bukan semangka," kata Jasik.
"Oh, maaf, Den, saya salah mengerti."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak apa-apa, Bibi," ujar Jasik.
"Salah mengerti itu berbahaya, Den," sambung bibi pedagang. "Karena salah mengerti, orang dapat ditimpa
kesusahan yang tidak perlu," katanya sambil tersenyum, 'Jadi Bibi minta maaf."
"Ah, ini kan hanya tertukar pepaya, Bibi."
"Tapi Bibi salah mengerti, Den. Kalau tertukar sangkaan dan yang diambil sangkaan buruk, orang yang dapat berabe
juga," kata pedagang itu.
Sore harinya, ketika Banyak Sumba sedang beristirahat di
tempat menginap, didengarnya orang-orang ramai dijalan.
"Raden, mereka datang," kata Arsim yang menjengukkan kepalanya lewat pintu. Banyak Sumba bangkit, lalu
berpakaian. Ikat pinggang lebar yang juga menjadi sarung
lima buah pisau kecil dikenakannya, kemudian ditutup dengan pakaian hitam yang panjang. Banyak Sumba segera
menggabungkan diri dengan rakyat banyak, penduduk Kota
Kutabarang dan penduduk kampung-kampung sekeliling, yang
mengelu-elukan Putra Mahkota atau yang ingin melihat beliau.
Semua orang memandang ke arah jalan yang datang dari
gerbang kota sebelah selatan, karena dari arah itulah
rombongan akan tiba, dan bergerak menuju ke istana
penguasa kota. Ke arah itu pulalah Banyak Sumba
mengarahkan matanya, setelah memilih tempat berdiri yang
baik, yaitu suatu tempat yang agak dingin di halaman sebuah rumah. Berulang-ulang ia meraba ikat pinggangnya yang tebal karena pisau-pisau beracun itu. Ia merencanakan mencabut
dua bilah pisau sekaligus, yang satu akan dilemparkannya
dengan tangan kanan, yang lain dengan tangan kiri.
Direncanakan pula jalan-jalan mana yang akan dijadikannya
tempat berlari dan menghindar setelah melemparkan pisaupisau itu. Ia sudah kenal benar dengan lorong-lorong di
Kutabarang. Ia pun merasa beruntung karena hari menuju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malam. Oleh karena itu, akan sukar bagi orang untuk
mengejarnya di dalam gelap. Sementara itu, kuda sudah
disiapkan di luar benteng oleh Arsim dan Jasik, supaya mudah dipergunakan kalau keadaan mendesak hingga Banyak Sumba
harus meninggalkan kota. Walaupun segalanya telah dipersiapkan, tak urung
jantungnya berdebar-debar. Ia berdiri di tempat yang agak
tinggi dan berlindung dari pandangan orang. Walaupun begitu, ia tidak terlalu jauh dari jalan. Karena itu, pisaunya tidak akan gagal mengenai sasarannya. Bukankah di masa kecil ia pernah diajar dengan keras oleh Kakanda Jante Jaluwuyung untuk
menjadi pelempar belati yang baik" Dan bukankah ajaran
Kakanda Jante tidak boleh gagal, terutama dalam
membalaskan dendam baginya" Banyak Sumba meyakinkan
dirinya bahwa dalam usahanya itu, ia dibantu secara gaib oleh Kakanda Jante Jaluwuyung, seorang pelempar pisau yang
tidak ada tandingannya. Maka, ia pun berdiri di tempatnya,
menunggu saat yang penting itu sambil menenangkan dirinya.
Ia mencoba berdoa, tetapi tidak dapat memusatkan
pikirannya. Mungkin karena percakapan orang-orang terlalu
bising, pikirnya. Banyak Sumba berpaling ke selatan dan tampak rakyat
memberikan jalan kepada penunggang kuda cokelat, seorang
ponggawa dengan pakaian yang agak menyolok. Ponggawa
itu dengan gagah duduk di atas kudanya sambil berseru-seru
nyaring. "Sebentar lagi, junjungan kita, Putra Mahkota berada di tengah-tengah kita. Sambutiah beliau dengan seluruh hati
kalian yang mencintai beliau. Serukan isi hati kalian kepada beliau, Hidup Yang Mulia! Hidup Pajajaran!" katanya. Tiba-tiba saja seluruh rakyat yang berdiri sepanjang jalan itu berseru, Hidup Yang Mulia! Hidup Pajajaran!
"Sudah! Sudah!" kata ponggawa itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Akan tetapi, rakyat terus berseru. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
taklama kemudian, terdengarlah lenguh trompet tiram yang
mendayu-dayu dan meremangkan bulu roma Banyak Sumba.
Rakyat hening kembali. Banyak Sumba berpaling lagi ke
selatan. Di ujung jalan besar yang panjang dan lurus itu,
orang-orang memberikan jalan kepada rombongan yang mulai
tampak pandu-pandunya. Banyak Sumba meraba ikat
pinggangnya yang tebal oleh sisipan pisau beracun. Saat yang sangat penting dalam kehidupannya telah tiba, beban tugas
yang diembannya akan menjadi sangat ringan setelah
kematian Puragabaya Anggadipati. Ia tidak usah belajar lebih lama lagi karena ia tahu wangsa Wiratanu dan Pembayun
Jakasunu tidak dikenal sebagai perwira-perwira yang tangguh.
Anggadipati-lah yang menyebabkan ia harus belajar bertahuntahun dan menghabiskan biaya serta masa remajanya. Ia
memegang pisau-pisau, ia bermaksud berdoa, tetapi lidahnya
ragu-ragu untuk menyebutkan nama Sang Hiang Tunggal dan
Sunan Ambu. Diserunya nama Kakanda Jante Jaluwuyung
dalam hatinya, lalu dipeganglah sebuah hulu pisau yang ada di pinggangnya.
Tak lama kemudian, rombongan pun tiba. Serombongan
kuda ditunggangi para jagabaya, disusul serombongan kuda
putih yang ditunggangi para puragabaya yang mengawal
Putra Mahkota. Di tengah-tengah para puragabaya yang
sepuluh orang jumlahnya, terdapat seekor kuda hitam kelam.
Di atas kuda hitam kelam itulah Putra Mahkota berada.
Banyak Sumba tidak lama mencari-cari di mana Anggadipati
berada. Di sebelah kanan Putra Mahkota, duduk di atas kuda
putih, tampak kesatria yang tampan tetapi berpakaian
pendeta, Pangeran Anggadipati!
-oooodw0o0kzooo- Glosarium : Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Babancong: bangunan di samping atau di muka pendapa
tampak orang menabuh gamelan
Batu penarung: rintangan Reuma: bekas huma yang ditinggalkan agar tanahnya
subur kembali Wide: tirai yang terbuat dari potongan-potongan bambu
yang kecil dan panjang, satu sama lain dihubungkan dengan
tali Sampurasun: permisi Badega: orang yang berkedudukan sedikit lebih tinggi dari
pelayan Bumi Ageung: Rumah Besar Nayaga: penabuh gamelan Kembang Beureum: Bunga Merah
Barangbang semplak: pelepah daun kelapa jatuh
(model/cara memakai ikat kepala)
Pamagersari: hamba sahaya
Kohkol: kentongan Baca kisah selanjutnya di buku ketiga
Pertarungan Terakhir Banyak Sumba melihat berselang-selang dengan kayu
Samida sebagai kayu pembakaran itu, terdapat pula penduduk
kampung. Menyadari hal itu, gemetarlah seluruh tubuh Banyak Sumba. Ini adalah pikiran dan dendam orang gila, pikir Banyak Sumba. Ini tidak boleh terjadi. Sang Hiang Tunggal akan
mengutuk seluruh Pajajaran, termasuk dirinya, kalau peristiwa yang buas itu terjadi. Akan tetapi, betapapun hatinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meronta-ronta, kakinya seolah-olah terpaku pada tanah. Ia
hanya gemetar dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Tiba-tiba dari arah tumpukan kayu dan manusia itu
terdengar suara kecil. Mula-mula tidak jelas, kemudian makin lama makin keras. Tangisan bayi. Banyak Sumba
mendengarnya dan ia menyadari bahwa itu adalah tangisan


Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mewakili seluruh kemanusiaan yang hendak diperlakukan
dengan buas. Mendengar tangisan bayi di dalam tumpukan
kayu bakar itu, berkunang-kunanglah mata Banyak Sumba.
Ia melihat badega yang membawa obor besar berjalan dan
hendak mulai menyulut unggun besar itu. Tiba-tiba tangisan
bayi itu melengking bertambah nyaring. Hati banyak Sumba
berontak, melonjak dan, tercabutlah kakinya dari bumi. Ia
menghambur ke depan, ke arah pembawa obor itu. "Tidak.
Tidak. Jangan!" katanya sambil berlari.
Apabila di dalam buku-buku Bentang Pustaka yang Anda
beli ditemukan kerusakan berupa:
1. halaman terbalik 2. halaman tidak urut 3. halaman tidak lengkap 4. tulisan tidak terbaca/hilang
5. kombinasi dari poin-poin di atas
Kirimkan buku tersebut, bukti/nota asli pembeliannya, dan
alamat lengkap Anda ke: BENTANG PUSTAKA Jalan Pandega Padma No. 19 Yocyakarta 55284
Untuk informasi, saran, dan keluhan, silakan hubungi:
Phone:.+62 274 517373, faks: +62 274 541441 Email:
bentangpustaka@yahoo.com Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bentang Pustaka akan mengganti buku Anda (judul yang
sama) dan satu eksemplar buku menarik.
Pendekar Guntur 2 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis 11

Cari Blog Ini