Ceritasilat Novel Online

Hantu Wanita Berambut Putih 7

Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen Bagian 7


"Kalau begitu, aku doakan djiewie selamat di sepanjang
jalan," kata It Hang.
319 Sesudah berada di luar, mereka mendadak berbalik dan
berkata: "Mohon tanya nama siangkong yang mulia, supaya
kami dapat membalasnya di kemudian hari."
"Ah, urusan kecil begini tak cukup buat direwelkan," kata It
Hang. Kedua orang itu saling mengawasi dan sesudah
menghaturkan terima kasih lagi, mereka lantas berlalu.
"Hati manusia sukar dijajaki. Kenapa sebelum tanya terang,
kau sudah undang mereka masuk?" kata Lok Hoa sesudah It
Hang masuk. "Kita adalah dari golongan Rimba Persilatan yang
menjalankan kebajikan. Cara bagaimana kita dapat memeluk
tangan melihat kesusahan orang," jawab It Hang.
"Muka kedua orang itu sangat tidak enak dilihat," kata nona
Ho. "Begitu lihat aku sudah sebal. Mereka tentu bukannya
orang baik. Baik juga kau keluarkan kepandaianmu, sehingga
mereka tidak berani turun tangan."
"Urusan sudah lewat, buat apa menduga-duga orang," kata
It Hang sambil tertawa. "Toako, kepandaianmu betul hebat." kata pula Lok Hoa.
"Sekali hantam batu itu terbelah empat. Ayah juga belum tentu
bisa. Aku lihat, kecuali Djiesoepeh, dalam kalangan kita tidak
ada orang yang nempil dengan kepandaianmu. Tak heran
paman-paman guru ingin sekali kau pulang."
"Dalamnya ilmu Tat Mo Tjouwsoe tak dapat dijajaki," kata
It Hang. "Aku cuma dapat kulit-kulitnya saja. Jika kitab
Tjouwsoe dapat diambil kembali, ilmu silat partai kita tidak ada
bandingannya dalam dunia." Ketika itu It Hang sudah
bersumpah dalam hatinya, bahwa dalam penitisan ini, dia
tidak akan kembali pulang ke Boetong san.
Cuma saja, buat balas budi gurunya, Boetong Pitkip (kitab
Boetong) yang hilang biar bagaimana juga dia akan coba
mencari. Kalau dia sampai mati di daerah perbatasan tanpa
berhasil, dia akan perintah Sin Liong Tjoe teruskan usahanya.
Angin sudah berhenti dan juga sudah jauh malam. Sesudah
bicara lagi sebentar, mereka lalu mengaso. Karena dua
tetamunya sudah pergi, Lok Hoa lega hatinya dan tidak lama
lantas menggeros. Sinar api tabunan menyinari mukanya yang
seperti buah apel dan dia kelihatannya cantik sekali. It Hang
320 menghela napas. Dia ingat waktu baru pertama kali bertemu
Giok Lo Sat di gua Oeyliong tong.
Ketika itu Giok Lo Sat berlagak tidur dengan muka yang
begitu suci dan cantik. Dia ingat, karena kuatir si nona
kedinginan, dia telah buka baju luarnya dan tutupi badannya
Giok Lo Sat... Begitulah It Hang melamun, rupa-rupa pengalaman sedih
teringat lagi olehnya, sehingga dia tak dapat tidur pulas.
Melihat api tabunan sudah kelap-kelip, dia bangun buat
menambah umpan. Mendadak, sang onta berbunyi lagi.
It Hang duga kedua tetamunya yang tadi, datang lagi, tapi
baru saja dia mau bangun, atau "brett", tenda pecah dan
berbareng dengan itu sebilah golok menyambar dengan
mengkredep. It Hang membentak sambil menyampok senjata
gelap itu, lalu loncat keluar dengan gerakan "Pektjoa
Tjoettong" (Ular putih keluar lubang), yaitu pedangnya lebih
dahulu menikam keluar sambil dibulang-balingkan, disusul
dengan melesatnya sang badan, di bawah perlindungan sinar
pedang. Gerakan ini adalah buat menjaga serangan gelap.
Tapi musuh itu tidak menyerang lagi dengan senjata
rahasia, sedang keadaan di luar sunyi senyap. Di kejauhan It
Hang lihat 3 tubuh manusia yang lari ke arah barat. It Hang
jadi gusar dan mulutnya menyomel: "Bangsat onta kurang
penerima. Aku baik hati memberikan kau tempat meneduh,
sekarang kau balas budi dengan kejahatan!" Dia lantas kejar
dengan gunakan ilmu entengkan tubuh dan segera dapat
candak ketiga orang itu. Tiga orang itu lantas balik badannya. "Jauh-jauh aku
datang, kalau aku mau mencuri, tentu aku curi barang
berharga. Masakan aku ingin mengambil ontamu!" kata satu
antaranya. "Aku pun mau lihat berapa tinggi sih kepandaiannya
tjiangboen Boetong pay, sehingga hiotjoe kita mesti
membuang begitu banyak tenaga buat mengundangnya," kata
yang lain. Mereka bertiga semua pakai tutupan muka. Suaranya lain
daripada dua tetamu It Hang yang tadi. Orang yang ketiga
tidak bicara apa-apa. Dia cuma tertawa dingin.
321 It Hang terkejut. Mendengar omongannya, ketiga orang itu
bukan sembarang orang. Akan tetapi, menyerang secara
gelap adalah pantangan Rimba Persilatan. Jika mereka dari
kalangan orang-orang ternama, mereka tentu tidak akan
menyerang secara gelap. Di samping itu, di Tionggoan
"hiotjoe" adalah kepala dari satu "panghwee" (satu
perkumpulan atau semacam partai dari orang-orang
Kangouw), sedang di daerah perbatasan, dia belum pernah
dengar ada perkumpulan begitu. Tadinya It Hang duga
mereka adalah Ihama dari Thianliong pay, akan tetapi,
mendengar bahasa Han-nya yang begitu lancar, tak mungkin
mereka adalah Ihama dari Tibet.
Tapi It Hang tak dapat menilkir lama-lama. Dua orang yang
barusan bicara sudah lantas menerjang. Yang satu
menggunakan sepasang poankoan pit, yang lain tangan
kosong. Pukulan mereka disertai deruan angin, yang
menandakan tingginya ilmu kepandaian mereka.
Bahwa di padang pasir bertemu dengan orang begitu
adalah di luar segala dugaan It Hang. Dengan lantas dia
keluarkan 72 jalan lianhoan kiamhoat (ilmu pedang berantai)
dan serang mereka seperti kilat cepatnya. Satu ketika, pit
musuh menotok jalan darah "siauwyauw hiat" It Hang seperti
kilat. "Trang!" lelatu api berhamburan, pit musuh terpental, tapi
It Hang juga rasakan tangannya kesemutan. Di lain saat, dia
sudah putar tubuhnya dan kirim tiga tikaman beruntun kepada
musuh yang satunya lagi. Musuh itu mendek buat kasih lewat
tikaman sebelah atasan kepala, tangan kirinya menotok,
tangan kanan menepuk pundaknya It Hang, sehingga tikaman
kedua miring ke samping. Berbareng dengan itu dia jejak
kakinya dan tubuhnya melesat setombak tingginya buat
loloskan tikaman ketiga. Sementara itu, orang yang bersenjata poankoan pit sudah
menyerang lagi. It Hang berkelit sambil membabat dengan
pedangnya dan menyapu dengan kakinya. "Lianhoan Toei"
(Tendangan berantai) Boetong sama kesohornya seperti ilmu
pedangnya. Serangan It Hang adalah serangan atas dan
bawah dengan berbareng, dengan gunakan pedang dan kaki.
Jika musuhnya mau lolos dari babatan pedang, dia tak dapat
322 lolos dari sapuan kaki, dan kalau mau lolos dari serangan
bawah, sukar lolos dari serangan atas. Keadaannya sangat
berbahaya. Sebab pedang datang lebih dahulu, orang itu
tangkis sang pedang, tapi It Hang sudah barengi menyapu
dengan kaki kiri dan menendang dengan kaki kanan.
Dalam detik-detik yang genting itu, musuh yang bertangan
kosong, yang barusan terdesak, sudah datang menyambar.
Sepuluh jerijinya dibuka, seperti ceker garuda, dan coba
mencengkeram dengkulnya It Hang. Jika kena, It Hang pasti
akan roboh. Dia terkesiap, tapi keburu loncat 6-7 tindak.
Hatinya It Hang heran, sebab rasanya dia pernah ketemu
pukulan orang yang seperti itu.
Pertempuran bertambah hebat. Yang bersenjata poankoan
pit menyerang tidak setengah-tengah. Pitnya tak hentinya
coba menotok 36 jalan darah It Hang. Yang bertangan kosong
juga tidak kalah kejamnya dan menggempur dengan
"Toakimna Tjhioe". Cara mereka berkelahi adalah seperti
sedang mengerubuti seorang musuh besar.
Bukan main gusarnya It Hang.
Dia keluarkan segala kebisaannya, 72 jalan Lianhoan
Kiamhoat turun seperti air sungai Tiangkang yang deras.
Sesudah lewat 50 jurus, masih belum ada yang keteter.
Orang ketiga berdiri di samping sambil mengawasi. Dia
belum turun tangan, tapi mulutnya kadang-kadang
perdengarkan suara tertawa. It Hang jadi heran. Dia berkelahi
dengan waspada buat jaga bokongan orang itu.
Selagi pertempuran berjalan dengan hebatnya, Ho Lok Hoa
memburu keluar dari tenda. "Soemoay, tak perlu membantu!"
berseru It Hang. Lok Hoa tidak mau dengar. Begitu
berhadapan, dia lantas menikam jalan darah honggan hiat dari
orang yang bersenjata poankoan pit. Orang itu menangkis
dengan pit-nya, tapi Lok Hoa yang lincah sudah membelokkan
pedangnya dan menikam punggung musuh yang satunya lagi.
Orang itu berkelit sambil kirim satu pukulan yang disertai angin
yang santer. Lok Hoa loncat sambil berseru: "Betul liehay!"
Meskipun ilmu silatnya Lok Hoa tidak nempil dengan It
Hang. akan tetapi, dalam pertempuran itu, dia merupakan satu
bantuan yang besar. Sedari kecil Lok Hoa mendapat didikan
323 dari ayahnya sendiri, orangnya pintar dan gesit sekali. Ketika
itu, dia berkelahi seperti main petak dengan tunggu saat-saat
baik buat kirim tikaman-tikaman ke arah jalan darah musuh.
Maka itu, meskipun dia tidak merupakan musuh tangguh, tapi
dua orang itu jadi tambah repot dan harus sangat waspada.
Orang ketiga, yang sedari tadi cuma menonton, sekarang
tak dapat menahan sabar lagi. Sambil berseru panjang, dia
buka cambuk kulitnya yang dilibatkan di pinggangnya dan
sabetkan ke arah pundaknya It Hang. It Hang putar badannya
sehingga dia berada di belakangnya orang itu, dan kirim
tikaman ke bebokongnya. Seperti juga mempunyai mata di
bebokongnya, tanpa menengok, orang itu balik menyabet ke
belakang dengan pecutnya It Hang terkejut sambil buru-buru
tarik pulang tangannya. Dia tidak sangka orang itu mempunyai
kepandaian "membedakan senjata dengan dengar suara
anginnya" dan ilmunya tentu berada di atas dua kawannya.
Sesudah turunnya orang ketiga, keadaan jadi berubah. It
Hang dan Lok Hoa jadi kedesak dan akhirnya cuma dapat
membela diri, tapi tidak dapat balas menyerang.
"Hm! Boetong tjiangboen cuma sebegitu saja! Hiotjoe kita
taksir dia terlalu tinggi!" mengejek orang yang bersenjata
poankoan pit. It Hang bertambah gusar. Ujung pedangnya
melorot ke depan, tubuhnya melesat seperti gerakan seekor
burung melewati samping badannya musuh yang bersenjata
pecut, dan seperti kilat dia tikam matanya musuh yang
barusan mengejek. Orang itu mengangkat kedua pitnya buat
menangkis. Tapi, tikaman barusan cuma satu tipu belaka.
Sedang senjata musuh terangkat naik, ujung pedang
ditundukkan ke bawah, dan "brett", bajunya orang itu
berlubang besar. Jika dia tidak keburu mundur, perutnya tentu
sudah berlubang! Mendapat itu pengalaman getir, orang itu keluarkan
keringat dingin, sedang orang yang bersenjata pecut juga
keluarkan seruan tertahan. Serangan It Hang yang barusan
adalah di luar dugaan mereka, dan gerakan itu bukannya
gerakan Tjittjapdjie Lianhoan Kiamhoat dari Boetong pay.
Setelah itu, dengan beruntun It Hang menyerang dengan
gerakan-gerakan luar biasa, sehingga tiga orang itu terpaksa
324 mundur berulang-ulang. Mereka tidak dapat tebak ilmu silat
apa adanya gerakan itu. Mereka tidak tahu, bahwa beberapa
pukulan itu adalah jurus-jurus dari Tat Mo Kiamhoat yang
sekarang sudah hilang dari muka bumi.
Tapi, ketiga orang itu juga bukan sembarang orang. Melihat
gerakan-gerakan It Hang yang luar biasa, mereka lalu mundur
dan ambil taktik menjaga diri. Biarpun Tat Mo Kiamhoat
sangat liehay tapi It Hang cuma dapat beberapa jurus saja.
Beberapa jurus ini dapat digunakan untuk sementara waktu,
misalnya untuk menerjang keluar dari kepungan musuh, tapi
tidak bisa dipakai buat bertempur lama, sebab, sesudah habis
beberapa jurus itu, pihak musuh lantas dapat lihat, bahwa
keliehayannya cuma sebegitu saja. Maka itulah, sesudah
bergebrak beberapa jurus, tiga orang itu segera mengurung
lagi dengan rapat. It Hang tak dapat berbuat lain daripada
gunakan Lianhoan Kiamhoat, dengan diseling-seling oleh
beberapa jurus Tat Mo Kiamhoat buat layani mereka.
Sesudah bertempur kurang lebih 50 jurus, It Hang dan Lok
Hoa mulai keteter, sedang tiga orang itu pun semakin hebat
serangannya. Tapi karena It Hang berkelahi dengan matimatian
dan Lok Hoa pun gesit sekali gerakannya maka buat
sementara, mereka masih belum dapat dirobohkan. Orang
yang bersenjata pecut sekarang menyerang dengan gerakan
"Hoeihong Sauwlioe" (Angin meniup pohon lioe) dan pecutnya
menyambar-nyambar tak hentinya, disertai dengan angin yang
menderu-deru. It Hang mendadak ingat sesuatu. Dia berseru
dengan suara tertahan: "Hok Lotjianpwee! Kenapa kau
berulang-ulang musuhi aku?"
Orang itu memang tidak lain daripada Hok Goan Tiong,
yang hampir binasa dalam tangannya Giok Lo Sat di puncak
selatan gunung Thiansan. Djoanpian (pian lemas) Hok Goan
Tiong kesohor dalam Rimba Persilatan. Barusan, karena
mukanya bertopeng dan juga dia menggunakan pecut
(sebenarnya tali pinggang yang digunakan bagaikan pecut)
sebagai gantinya djoanpian maka buat sementara It Hang
tidak dapat kenali padanya.
"Mana Giok Lo Sat-mu?" tanya Hok Goan Tiong sambil
tertawa dingin. 325 "Jika kau bermusuh dengan Giok Lo Sat, sebenarnya kau
harus cari dia," kata It Hang dengan gusar. "Sungguh sayang,
sebagai orang gagah dari angkatan tua, kau telah lakukan
perbuatan sebangsa tikus dan anjing dengan mengirim
serangan gelap. Jika hal ini aku beritahukan kepada kawankawan
Rimba Persilatan, di mana kau mau taruh muka
bangkotanmu!" "Siapa kirim serangan gelap?" Hok Goan Tiong tertawa
terbahak-bahak. "Coba lihat dalam tendamu. Aku kirim surat
undangan! Giok Lo Sat juga bakal terima undangan! Kalau
nyalimu besar, datanglah!"
Sesudah berkata begitu, kembali dia tertawa terbahakbahak.


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah cukup kita mencoba," dia berkata lagi. "Bocah
ini jadi tetamu hiotjoe-mu tidaklah merupakan hinaan untuk
kalian." Sesudah berkata begitu, Hok Goan Tiong segera loncat
mundur. Tak diduga, ketika Hok Goan Tiong sedang bicara,
dua kawannya mendadak serang Lok Hoa. Orang yang
bersenjata poankoan pit menekan pedangnya nona Ho,
sedang yang satunya lagi, dengan tangan kiri mencengkeram
lengan orang, tangan kanannya menghantam dadanya Lok
Hoa. Oleh karena pedangnya ditekan dan diserang secara
mendadak, Lok Hoa tak keburu bergerak dan mulutnya
keluarkan satu teriakan kaget.
Dalam detik-detik yang sangat genting itu, mendadak
terdengar lain teriakan, dibarengi dengan robohnya satu tubuh
manusia. Ternyata it Hang yang menolong. Pada saat yang
sangat berbahaya, dia loncat sambil menikam dengan tikaman
Tat Mo, sehingga tangan kanannya orang itu berlubang! Cuma
saja dalam repotnya menolong Lok Hoa, pundaknya sendiri
kena satu cengkeraman yang rasanya sakit dan panas.
Tanpa berkata suatu apa, orang yang bersenjata poankoan
pit segera gendong kawannya yang luka dan lantas pergi. "To
It Hang!" berseru Hok Goan Tiong. "Jika kau tak takut
pembalasan pedang, datanglah di Hongsee tiatpo!"
It Hang menjawab dengan tertawa dingin dan berdiri tegak
sambil pegang gagang pedangnya.
"Toako, apa kau kena dicengkeram?" tanya Lok Hoa.
326 "Tidak apa, mari kita pulang," jawab It Hang.
"Apa kau kenal mereka" Mereka bilang cuma mau jajaljajal,
tapi kenapa turun tangannya begitu beracun?" kata pula
Lok Hoa. "Aku cuma kenal yang bersenjata pecut. Dia itu adalah Hok
Goan Tiong," jawab It Hang.
"Hok Goan Tiong?" Lok Hoa menegaskan. "Dia dan ayah
ada sedikit ganjelan. Tentunya dia yang celakakan ayah."
"Ganjelan apa" Aku belum pernah dengar dari Pek Sek
Soesiok," tanya It Hang dengan perasaan heran.
"Aku juga baru dengar dari ayah sesudah berada di sini,"
kata Lok Hoa. "Pada tiga puluh tahun berselang, waktu ayah
dan Hok Goan Tiong bicarakan ilmu silat, dia tidak mau
mengakui, bahwa ilmu pedang Boetong adalah nomor satu
dalam dunia. Ayah dan dia lantas adu pedang dan dalam 30
jurus ayah sudah tikam roboh padanya. Ayah tanya, apa dia
menyerah atau tidak, tapi dia membungkam, sehingga ayah
tikam lagi dia satu kali dan terus desak padanya sampai dia
menyerah, barulah sudah."
"Waktu masih muda, adatnya soesiok memang begitu,"
kata It Hang sambil menghela napas.
"Ya, dalam hal ini memang ayah agak keterlaluan," kata
Lok Hoa. "Maka itu, waktu kita tiba di sini, ayah
memberitahukan padaku, babwa di daerah perbatasan tidak
ada orang yang ilmu silatnya tinggi. Yang kita mesti jaga cuma
Hok Goan Tiong, sebab dikuatirkan dia masih ingin balas
dendam dua tikaman pedang dari 30 tahun yang lalu.
"dengan kepandaian-nya itu, paling banyak Hok Goan
Tiong dapat bertempur seri dengan ayahmu," kata It Hang.
"Menurut pendapatku, tidaklah bisa jadi sampai ayahmu kena
dijatuhkan. Aku kuatir dalam hal ini masih ada orang lain yang
campur tangan." "Benar," kata nona Ho. "Barusan Hok Goan Tiong sebutsebut
nama Hongsee tiatpo dan mengatakan juga ada kirim
undangan. Apakah di sini dia mempunyai konco-konco?"
Sambil berjalan dan bicara sampailah mereka di depan
tenda. It Hang nyalakan api dan buka tenda dengan ujung
pedangnya. Dalam tenda tidak terdapat siapa juga, sedang api
327 tabunan sudah padam. Lok Hoa segera tambahkan rumput
kering pada tabunan dan mengipas supaya api nyala besar.
"Hok Goan Tiong omong kosong," kata Lok Hoa dengan
suara mendongkol. "Di mana ada surat undangan?"
It Hang yang matanya jeli segera dapat lihat, bahwa pada
golok yang disambitkan oleh musuh, terikat selembar kertas.
Dia pungut golok itu sambil berkata: "Nipa, undangannya."
Kirim surat dengan perantaraan golok terbang adalah
kejadian lumrah dalam kalangan Kangouw. Oleh karena
tujuannya bukan buat serang orang, maka tidak boleh
dikatakan serangan gelap.
It Hang buka lempitan surat itu, dan bersama Lok Hoa, dia
baca: "Sudah lama aku dengar Boetong pay menjagoi di daerah
Tionggoan. Cuma sayang, oleh karena terpisah ribuan li,
maka sebegitu lama belum ada jodoh buat minta pengajaran.
Sekarang mendengar Tjiangboen datang di sini, maka
haruslah kita gunakan kesempatan yang baik ini. Pada tjitsek
aku menunggu tuan di tempatku.
Yang mengundang: Majikan Hongsee Tiatpo."
(Tjitsek = Tanggal 7 bulan 7 imlek).
"Tak bisa salah lagi tentulah Hok
Goan Tiong yang membakar dengan lidahnya yang tajam,"
kata It Hang sambil kerutkan alisnya. "Di segala tempat dia tak
hentinya menyebut diriku sebagai tjiangboen Boetong pay.
sehingga sekarang aku jadi berabe. Mana aku masih
mempunyai hati buat ributi soal jago-jagoan dalam kalangan
Rimba Persilatan!" "Akan tetapi, demi keselamatan ayahku, kau harus juga
pergi sekali ini," kata Lok Hoa.
"Menurut kata orang Hapsatkek, ayahmu berjalan samasama
sejumlah Ihama. Maka belum tentu soesiok berada di
Hongsee Tiatpo," kata It Hang.
"Tapi dengan pergi ke sana kita mendapat pegangan buat
mengusut di mana adanya ayah," kata Lok Hoa.
"Meskipun benar begitu, kita sekarang belum mengetahui di
mana adanya Hongsee Tiatpo," jawab It Hang sambil kerutkan
alis. 328 Melihat gerakan-gerakan It Hang, Lok Hoa tahu dia sedang
menahan sakit di pundaknya Maka itu, dia segera ambil obat
luar sambil berkata: "Toako, mari aku pakaikan kau obat
dahulu." "Berikan padaku," kata It Hang, yang segera membuka
bajunya dan pakai sendiri obat itu. Lok Hoa adalah satu gadis
lincah yang dapat bergaul bebas dengan orang lelaki. Dalam
perjalanan, It Hang selalu berlaku hati-hati, karena kuatir Giok
Lo Sat datang mendadak dan menimbulkan salah mengerti.
Dia selalu jaga, supaya tidak datang terlalu dekat dengan
puteri soesiok-nya itu. [tulah sebabnya, dia lantas buru-buru
pakai sendiri waktu Lok Hoa mau pakaikan dia obat.
Melihat lagaknya It Hang, Lok Hoa diam-diam tertawa
dalam hatinya. Waktu itu di luar mendadak terdengar lagi
suara tindakan kaki dan teriakan sang onta.
"Siapa?" It Hang menanya sambil menghunus pedangnya.
Tenda terbuka dan masuklah dua orang Han yang tadi
diundang minum olehnya. "To siangkong," kata satu antaranya. "Kami datang buat
haturkan maaf." "Kalian sedang menjalankan muslihat apa?" berkata Lok
Hoa dengan gusar. "Kalian ini tentu kawannya Hok Goan
Tiong!" "Nona, sebagian kau menebak benar, tapi sebagian lagi
salah," jawabnya. "Ah, To siangkong! Lukamu itu adalah
akibat pukulan Toksee tjiang (Tangan pasir beracun)! Di
padang pasir ini, cara bagaimana bisa dapat obat?"
Tadi ketika merasa lukanya gatal-gatal, It Hang pun sudah
merasa curiga. Mendengar perkataannya orang itu, dia
tertawa dan berkata: "Kalau begitu benar aku kena tangan
beracun warisan Kim Laokoay."
"Kalau siangkong sudah tahu kenapa tak mau siang-siang
mencari obat?" kata kedua orang itu.
It Hang tertawa tawar. "Sesudah lewat 12 jam, biar sudah
bengkak, masih ada jalan buat menolongnya," dia kata.
"Toksee tjiang apa liehaynya" Buat apa begitu terburu-buru"
Sekarang kalian bilang, kalian datang ke sini mau minta maaf
dalam soal apa." 329 Mendengar nama Toksee tjiang, paras mukanya Lok Hoa
jadi berubah. Boetong pay mempunyai resep rahasia untuk
mengobati orang yang kena pukulan tersebut. Akan tetapi,
orang memerlukan 10 kuali besar air berdidih yang uapnya
digunakan untuk menyedot racun yang berada di dalam tubuh.
Sesudah itu, dengan diberikan obat yang secukupnya, orang
itu akan menjadi sembuh. Tapi, di padang pasir, di mana
harga air seperti emas, darimana bisa mendapatkan air
sampai 10 kuali besar"
Tapi It Hang tetap bersikap acuh tak acuh dan mendesak
supaya kedua orang itu lekas bicara. "Kami berdua adalah
anak buah Hongsee po," kata mereka.
"Hm!" kata It Hang. "Barusan aku mendapat undangan dari
majikanmu." "Aku tahu," jawabnya.
"Siapa nama majikanmu" Kenapa dia mengundang toako
buat adu silat?" tanya Lok Hoa.
"Majikan kami bernama Seng Tjiang Ngo," jawab yang
satu. "Dia sebenarnya datang dari Koanlwe (daerah
Tionggoan)." "Tapi aku belum pernah dengar namanya," kata It Hang.
"Dia sudah berdiam di sini beberapa puluh tahun," orang itu
memberi keterangan. "Mungkin soesioknya To siangkong
kenal padanya. Dahulunya, dia berdirikan "hiotong" di
Hwailam dan menyelundupkan garam gelap. Karena diserang
terus menerus oleh tentara negeri, dia merasa gerah berdiam
terus di Hwailam, dan dengan mengajak sejumlah anak
buahnya, dia lari ke daerah perbatasan. Mulai saat itu sampai
sekarang sudah hampir 30 tahun. Ayahku adalah salah satu
anak buah yang datang ke sini bersama-sama dia. Di satu
tepian padang pasir Tjemalahan terdapat sebidang tanah yang
subur dan banyak airnya. Akan tetapi, oleh karena seringsering
turun angin besar, maka rakyat gembala tidak berani
berdiam lama-lama di situ. Setibanya di sini. Potjoe (majikan
dari satu bentengan) segera mendirikan sebuah kampung.
Belakangan dia kurung tanah itu dengan besi dalam bentuk
satu pagoda, sehingga orang tidak usah kuatirkan lagi
serangan angin dan pasir. Itulah sebabnya, kita namakan
330 Hongsee po (Bentengan angin pasir), dan orang luar
menyebutnya Hongsee Tiatpo (Bentengan besi angin pasir).
Selama beberapa puluh tahun. Potjoe pimpin kita membuka
ladang dan menggembala binatang, sehingga kita dapat
lewatkan hari dengan tidak banyak kesukaran."
"Itulah pekerjaan baik," kata It Hang. "Tapi kenapa dia caricari
urusan denganku?" "Itulah karena hatinya masih belum bebas dari napsu ingin
menjagoi," orang itu melanjutkan penuturannya. "Beberapa
tahun yang lalu, dari Tionggoan datang seorang wanita yang
dipanggil Pek Hoat Mo Lie. Orang-orang gagah yang berada
di daerah perbatasan, tak peduli pribumi di sini maupun orang
Han, hampir semua kena dihinakan olehnya. Beruntung dia
belum pernah datang ke tempat kita, mungkin karena Potjoe
sudah lama umpetkan diri. Akan tetapi, mungkin karena
dengar majikan kita mempunyai kepandaian tinggi, beberapa
orang yang pernah dihinakan telah datang buat membujuk
supaya majikan kita keluar buat singkirkan iblis perempuan itu
(mo lie). Tapi sebegitu jauh, Potjoe kita belum pernah
meluluskan permintaan orang.
"Ah! Lagi-lagi Pek Hoat Mo Lie!" kata Ho Lok Hoa. "Aku beri
tahu, Pek Hoat Mo Lie adalah musuh Boetong pay. Kenapa
majikanmu berbalik musuhi orang Boetong pay?"
Orang itu tertawa sambil berkata: "Majikanku sudah tahu,
Pek Hoat Mo Lie dahulu dipanggil Giok Lo Sat. To siangkong
datang di sini juga karena dia!"
Mukanya It Hang jadi merah. "Apakah majikanmu
memusuhi aku karena dia?" tanya It Hang.
"Bukan seluruhnya demikian." jawabnya. "Pada musim
semi tahun ini. Hok Goan Tiong datang ke tempat kita dan
bujuk supaya Potjoe mendirikan pula hiotong buat menjagoi di
daerah perbatasan ini. Thianliong pay dari Tibet juga telah
janjikan bantuannya. Aku dengar, sebabnya adalah karena To
siangkong pernah membinasakan salah satu orang Thianliong
pay. Thianliong pay menghendaki supaya kepala suku
Kektatdjie dan majikan kita bekerja sama akan kemudian
membagi dua daerah padang rumput ini. Selain dari itu. orangorang
Thianliong pay juga pernah merasakan tangannya Pek
331 Hoat Mo Lie, maka, Thianliong Siangdjin bersedia buat
bekerja sama dengan berbagai orang gagah di daerah padang
rumput dan padang pasir untuk menghadapi dia."
To It Hang terkejut sangat. "Kalau begitu, bukankah orangorang
gagah dari Tibet dan Sinkiang semuanya berkumpul
buat musuhi kita?" kata dia.
"Benar," kata orang itu. "Majikan kita yang kuatir masih
belum dapat menandingi Pek Hoat Mo Lie. terus mengundang
orang-orang gagah di berbagai tempat. Kami sendiri dapat
perintah buat pergi ke Sinkiang utara untuk mengundang
orang." "Jika benar begitu, kenapa kalian memberitahukan hal itu
kepada kita?" tanya lt Hang.
"Di Hongsee po, kita dapat melewati hari dengan senang.
Kita tidak ingin majikan angkat senjata. Aku dengar, Pek Hoat
Mo Lie bukan main liehaynya, dan kalau sampai bergebrak,
kedua belah pihak tentu mendapat kerugian. Di samping itu,
To siangkong perlakukan kami begitu baik. Siangkong tahu
kami berdua mau curi onta, tapi siangkong masih mau
mengundang kami masuk minum air. Maka itu, bagaimana
kami tega melihat siangkong masuk dalam jebakan
berbahaya?" demikian kata orang itu.
"Tapi kenapa tadi kalian tidak memberitahukan?" tanya Lok
Hoa. "Tadi kami belum tahu bahwa siangkong ini adalah To
siangkong," jawabnya.
"Belakangan kami bertemu dengan majikan kedua
(Hupotjoe) dan Hok Goan Tiong. Kami


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberitahukan mereka, bahwa barusan kami bertemu
dengan seorang luar biasa. Hok Goan Tiong lantas menduga,
bahwa orang luar biasa itu adalah To siangkong. Hok Goan
Tiong kelihatannya kenal baik pada siangkong..."
"Giok Lo Sat dan aku sendiri sudah pernah bertempur
dengan dia," It Hang putuskan omongan orang.
"Kalau begitu tidaklah heran," kata orang itu. "Dialah yang
memberitahukan, bahwa dahulu Pek Hoat Mo Lie adalah Giok
Lo Sat. Kemudian mereka bertiga lantas cari To siangkong.
332 Mereka sebenarnya mendapat perintah Potjoe buat selidiki
gerak-geriknya To siangkong."
"Yang mana majikanmu kedua?" tanya It Hang.
"Hupotjoe kita adalah ahli menotok jalan darah..."
"Ah. kalau begitu, tentu yang bersenjata poankoan pit," kata
It Hang. "Siapa yang satunya lagi?" tanya Ho Lok Hoa.
"Menurut pendengaran, dia adalah muridnya Imhong
Toksee t|iang Kim Tok Ek yang menjagoi di Utara barat."
jawab orang itu. "Murid-muridnya Kim Tok Ek banyak
jumlahnya. Sesudah dia mati, sejumlah muridnya melarikan
diri ke daerah perbatasan."
"Tak heran, aku rasanya kenal pada caranya dia turun
tangan," kata It Hang.
"Apakah kalian kenal Pek Sek Toodjin?" tanya Lok Hoa.
"Kami tak pernah dengar nama itu," jawabnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Beberapa hari berselang
datang sejumlah Ihama dari Thianliong pay dan di antara
mereka terdapat seorang toosoe. Mungkin sekali dia itu yang
kau panggil Pek Sek Toodjin."
Lok Hoa loncat berdiri. "Biarpun majikanmu tidak kirim
undangan padaku, aku akan pergi juga," dia kata. "Eh. ini
tanggal berapa" Di tempat ini aku sudah tidak tahu tanggal
lagi, cuma lihat matahari naik, matahari turun."
"Hari ini adalah Tjitgwee Tjesie (tanggal empat bulan tujuh).
Tjitsek (tanggal 7) adalah harian Potjoe mendirikan lagi
hiotong," kata orang itu.
"Baiklah, kami mau pergi buat memberi selamat," kata It
Hang sambil tertawa.. "Lebih baik siangkong jangan pergi," kata orang itu dengan
perasaan kuatir. "Aku rasa, baik siangkong bujuk Pek Hoat Mo
Lie, supaya dia juga jangan pergi. Jika dua macan berkelahi,
salah satu mesti celaka. Siangkong celaka tidak baik, Potjoe
kita celaka juga tidak baik."
"Aku tahu." kata It Hang. "Kami mempunyai pendirian
sendiri. Jika kalian diperintah mengundang orang, pergilah
berangkat sekarang."
Mereka lantas pamitan dan berlalu.
333 "Sungguh tak dinyana!" berseru Lok Hoa sambil tepuk
kedua tangannya. "Apa yang tak dinyana?" tanya It Hang.
"Tak dinyana kedua orang itu, yang mukanya tidak
mengasih, bisa membalas kebaikan dengan kebaikan," kata
Lok Hoa. "Tapi. Toako. di padang pasir ini. cara bagaimana
kita cari air sampai sepuluh kuali?"
Mendengar Lok Hoa begitu pikirkan lukanya. It Hang
tertawa. "Ah, gampang," kata dia. "Kau dengar..." Mendadak dia
berhenti bicara, sedang kedua alisnya dikerutkan.
Tadi It Hang sudah memikir matang-matang, bahwa
berhubung dengan lweekang-nya (tenaga dalam) yang sudah
tinggi, dia tak memerlukan air berdidih lagi. Dia merasa,
dengan gunakan "Goankong Lweeoen", yaitu tenaga
dalamnya, dia dapat mengeluarkan racun dalam badannya.
Tapi sesudah memikir lebih jauh, dia ingat, bahwa waktu
menjalankan "Goankong Lweeoen", dia tak boleh bergerak
barang sedikit dan di sebelah itu, mesti ada satu orang yang
tolong uruti jalan darahnya. Kalau kawannya adalah satu
lelaki, tentu tidak jadi soal. Tapi Lok Hoa adalah gadis remaja.
Jika tenaga dalamnya Lok Hoa sudah tinggi, dia dapat
mengurut jalan darah orang, biarpun orang itu berpakaian.
Tapi tenaga dalamnya Lok Hoa masih cetek, sehingga It Hang
mesti buka pakaiannya supaya dapat diurut jalan darahnya.
Itulah sebabnya, maka dia kerutkan alisnya.
Lok Hoa yang tak mengetahui sebabnya, jadi merasa
bingung sekali. "Toako," kata dia. "Kau mendapat luka karena
menolong jiwaku, sedang aku sendiri sekarang tak berdaya
buat menolongimu. Hai, bagaimana baiknya" Jalan satusatunya
adalah coba cari ayah. Tapinya. lusa adalah tanggal
tujuh. Lukamu... hai, bagaimana baiknya?"
"Toksee tjiang tidak begitu berbahaya, cuma perlu
bantuanmu," kata It Hang.
"Bantuan apa?" tanya Lok Hoa dengan cepat.
It Hang segera memberi keterangan dan ajarkan dia cara
bagaimana mesti mengurut jalanan darah. Mendengar begitu
Lok Hoa jadi tertawa geli.
334 "Kau benar luar biasa! Kalau begitu gampang, kenapa tidak
mengatakan siang-siang" Hayo lekas bersila!" kata Lok Hoa.
It Hang segera buka bajunya, atur jalan napasnya sambil
meramkan mata dan duduk bersila, seperti juga seorang
pendeta sedang bersemedhi. Ho Lok Hoa lantas urut jalan
darahnya seperti tadi diajari. Tak lama kemudian badannya It
Hang jadi panas sekali. "Bagus!" kata It Hang. "Cuma panasnya bukan main."
Lok Hoa buka tendanya sedikit, supaya angin bisa masuk.
"Mengaso dahulu sebentar, baru pakai baju," kata nona Ho.
Ketika itu, It Hang sudah selesai menjalankan "Goankong
Lweeoen", tapi badannya terus kepanasan hingga
napasnya sengal-sengal. Melihat begitu, Lok Hoa anggap lebih baik ajak It Hang
bicara untuk ke sampingkan perhatiannya, supaya dia tidak
begitu rasakan hawa panas. Memikir begitu, dia lantas
menanya: "Apa kau sangat akur dengan Giok Lo Sat?" "Hm,"
jawabnya. "Aku tak percaya! Cara bagaimana kau berdua
bisa akur?" kata pula Lok Hoa.
It Hang tersenyum. Dalam hatinya, dia tertawakan Lok Hoa
yang dia anggap masih hijau dan tak mengetahui seluk
beluknya cinta. "Aku dengar Giok Lo Sat suka berkelahi. Apa benar?" Lok
Hoa tanya lagi. To It Hang menganggukan kepalanya. "Kalau dia tidak
terlalu suka jajal-jajal kepandaian orang, tentulah tidak sampai
timbul begitu banyak kerewelan," kata It Hang.
"Kau sendiri tak suka berkelahi, bukan"'" tanya Lok Hoa.
It Hang kembali menganggukkan kepalanya.
Ho Lok Hoa tertawa terbahak-bahak. "Kau berdua adatnya
sangat berlainan," katanya. "Dia adalah "iblis perempuan' yang
kesohor, sedang kau seperti juga seorang sasterawan yang
lemah-lembut. Tak heran kau berdua selalu ribut saja Kau
berdua sebenarnya tak cocok sama sekali!"
It Hang sedikit terkejut. Dia sendiri merasa, omongan Lok
Hoa ada juga benarnya. Cuma dia kualir Giok Lo Sat nanti
dapat dengar omongan itu. Karena hatinya goncang hawa
panasnya naik lagi. 335 "Sudahlah," kata dia. "Jangan kita bicarakan soal Giok Lo
Sat lagi." Lok Hoa mesem. "Kalau begitu biar aku gosok ohkim.
Kalau ayah sedang jengkel, dia suka sekali dengar aku
menyanyi." It Hang lantas manggutkan kepalanya. Dengan menyanyi,
dia jadi tak bicarakan segala hal yang bukan-bukan. Lok Hoa
lantas saja ambil ohkim pemberian orang Hapsatkek, dan
sambil menggesek tetabuhan itu, ia nyanyikan satu lagu
Kanglam. Bukankah jendela salju dan kunang-kunang tak mempunyai
tempo senggang, Bukankah main genit-genitan, akhirnya jadi orang
gelandangan!. Bukankah kita sudah ada janjian.
Cuma salah ingat tempat pertemuan"
Bukankah sang perahu yang enteng badannya,
berlayar sampai di tepi langit"
Bukankah minum arak sambil menulis syair.
Bisa jatuh mabuk depan rumah orang"
Bukankah seorang yang suka banyolan.
Sering bikin mendongkol sang kawan"
Bukankah jika orang takuti hawa panas dan dingin,
Sang penyakit bisa semakin berat"
Demikian timbul laksaan kesangsian.
Membikin sang hati penuh dengan kesengsaraan.
Lagu ini sebenarnya diambil dari kumpulan lagu-lagu See
Siang Kie. yang melukiskan perasaan kangen dari nona Eng
Eng karena Thio Seng Wan sekali pergi tidak pulang lagi.
Hanya karena kata-katanya
diatur secara gembira dan lincah, maka rakyat di daerah
Kanglam sangat suka menyanyikan lagu tersebut. To It Hang,
yang kenal artinya, keluarkan seruan tertahan: "Lian Tjietjie!"
Ho Lok Hoa tidak tahan buat tidak tertawa. "Ah, kau bilang
jangan sebut-sebut Giok Lo Sat, tapi sekarang kenapa kau
sendiri yang menyebutnya?" kata dia. "Hei, aku dengar Giok
Lo Sat secantik bidadari, apa benar?"
336 Cinta timbul bukannya karena paras yang cantik, kata It
Han dalam hatinya. Oleh karena memikir begitu, mulutnya
lantas berkata: "Sekarang dia sudah berambut putih, sedang rupanya tidak
seperti dahulu lagi. Bagaimana kau bisa omong tentang cantik
atau tidak" Kecantikan Lian Tjietjie tidak dapat menandingi
kau, akan tetapi..."
It Hang sebenarnya mau menjelaskan, kenapa, meskipun
Giok Lo Sat sudah tua dan tidak cantik lagi, dia toh masih
mencintai. Tapi perkataannya yang belum keluar telah
diputuskan oleh satu suara tertawa yang nyaring dan panjang.
"Brett!" tenda pecah dan Giok Lo Sat loncat turun!
It Hang terkejut bukan main! Di situ dia berdiri! Rambutnya
benar sudah putih semua, tapi parasnya sangat cantik.
Dengan kedua alis yang berdiri dan kedua mata seperti
gunting tajamnya, dia mengawasi Ho Lok Hoa. "Hai! Sungguh
cantik paras nona! Sungguh merdu suaranya! Kenapa tak
menabuh terus?" katanya sambil tertawa.
"Ini semua bukan urusan dia," seru It Hang dengan sangat
bingung. "Karena aku..." It Hang mau menerangkan, bahwa karena
dia kena pukulan Toksee tjiang, maka Lok Hoa membantu
mengobati dirinya. Tapi tak disangka perkataannya telah
menimbulkan salah mengerti yang semakin dalam.
"Karena kau! Bagus!" Giok Lo Sat putuskan pembicaraan
orang. "Srett!" pedangnya dicabut keluar yang lantas ditikamkan
ke arah jantungnya It Hang.
Waktu It Hang berkelana di daerah padang rumput, Giok Lo
Sat telah pergi ke gunung Mostako dan di atas Puncak Es, dia
bertemu dengan Sin Liong Tjoe yang menjaga kembang
dewa. Dia tahu, bahwa kembang itu masih memerlukan
puluhan tahun buat menjadi mekar, akan tetapi hatinya telah
sangat dipengaruhi oleh kecintaannya It Hang. Maka itu, buruburu
dia menyusul ke padang rumput. Tapi, siapa sangka,
dalam pertemuan itu, dia lihat It Hang tidak memakai baju, Lok
Hoa menggesek ohkim sambil menyanyi dan kemudian
dengar mereka bicarakan soal kecantikannya sendiri. Itu
337 semua membikin Lian Nie Siang menjadi kalap dan tidak
terasa dia humus pedangnya.
"Giok Lo Sat!" Lok Hoa menjerit. "Kau mau bikin apa" Jika
kau bunuh dia. ayahku tak ada yang menolong. Biarlah aku
adu jiwa dengan kau!" Dia lantas cabut pedangnya dan
menerjang. It Hang maju setindak sambil menyodorkan dadanya! "Lian
Tjietjie!" katanya dengan suara sedih dan tertawa getir. "Jika
aku bisa binasa di bawah pedangmu, aku sungguh merasa
beruntung sekali! "Aku tak sangka, kau begitu menyintai diriku!" Paras
mukanya Lian Nie Siang pucat. Pedangnya ditarik kembali.
Waktu Lok Hoa menikam dari belakang, dengan sekali sontek
saja, pedangnya nona Ho terpental keluar tenda.
Pada saat itu, hatinya Giok Lo Sat digoncangkan
gelombang hebat. Dia sendiri tak tahu, apa dia mencinta atau
membenci. It Hang loncat menubruk dan pegang ujung
bajunya. "Kau adalah turunan pembesar tinggi dan tjiangboen dari
satu partai yang besar. Bual apa tarik-tarik bajuku. Pergilah
kau ikut dia ke Boetong san!" kata Giok Lo Sat dengan suara
sedih. Dia loncat dan dalam sekejap menghilang dari
pemandangan! Pada saat itu, It Hang roboh. Lok Hoa merasa sangat tidak
mengerti. "Hi, adatnya Giok Lo Sat benar jelek," katanya.
Selang tiga hari adalah tanggal tujuh (Tjitgwee Tjitsek). Di
Hongsee po sudah berkumpul orang-orang gagah dari
berbagai tempat, antaranya terdapat Thianliong Siangdjin
bersama murid-muridnya. Malam itu, Seng Tjiang Ngo
mendirikan hiotong buat menjagoi daerah perbatasan.
Waktu magrib, sembahyang dan upacara pendirian hiotong
sudah beres. Di luar bentengan angin menderu-deru dengan
keras, tapi di dalam keadaan tenteram dengan hawanya yang
nyaman seperti hawa musim semi. Ketika itu, Seng Tjiang
Ngo, Hok Goan Tiong, Liongho Yatouw (seorang ahli silat
kenamaan dari suku Hapsatkek) .dan Thianliong Siangdjin
duduk bercakap-cakap. 338 "Seng Potjoe," kata Liongho Yatouw, "kau sudah berdiam di
daerah ini puluhan tahun dan kami pandang kau seperti orang
sendiri. Kami sama-sekali tidak anggap orang Han sebagai
musuh. Tapi, Giok Lo Sat terlalu hinakan orang dan terlalu
tidak pandang orang-orang gagah di perbatasan.
Kemendongkolan ini tidak dapat tidak dilampiaskan."
"Pek Hoat Mo Lie toh tidak mempunyai tiga kepala enam
tangan," kata Thianliong Siangdjin sambil tertawa. "Menurut


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku. di antara kita empat orang, yang mana satu juga cukup
buat lawan dia. Apa lagi di sini masih terdapat begitu banyak
orang gagah. Ingat saja Pek Sek Toodjin yang bilang di
daerah perbatasan tidak ada orang pandai, tapi akhirnya kena
ditawan oleh kita. Pek Hoat Mo Lie pun rasanya akan
mengalami nasib begitu."
"Seng Potjoe. Kalau Boetong tjiangboen datang dan kau
robohkan padanya, namamu akan naik tinggi sekali," kata
Liongho Yatouw. Tujuan Seng Tjiang Ngo memang begitu. Dia ingin pada
harian dia mendirikan lagi hiotong, dia dapat menjatuhkan satu
orang ternama buat unjuk keangkeran. Oleh karena It Hang
adalah tjiangboen dari satu partai yang mempunyai nama
besar, maka dia itu dijadikan bulan-bulanan.
Seng Tjiang Ngo sama sekali tidak mempunyai dendam
terhadap It Hang dan juga bukannya mau mencelakakan
pemuda itu. "Cuma belum diketahui, apa dia berani datang atau tidak,"
kata Thianliong Siangdjin.
"Soesiok-nya ada di sini, aku rasa dia mesti datang," kata
Hok Goan Tiong. "To It Hang tidak begitu tinggi
kepandaiannya. Seng Potjoe tentu akan dapat kemenangan.
Orang-orang Boetong pay sangat sombong. Sebentar,
sesudah Potjoe menjatuhkan padanya, kita keluarkan Pek Sek
Toodjin, masing-masing diganjar 30 rotan dan usir mereka
keluar dari Sinkiang, supaya orang-orang gagah di Koanlwe
pada tertawa." "Perkataan Hok-heng cocok benar dengan hatiku. To It
Hang tidak boleh disamakan dengan Pek Hoat Mo Lie. Kita
masih dapat mengampuni jiwanya," kata Seng Tjiang Ngo.
339 "To It Hang masih ada urusan dengan kami. Sebelumnya
Potjoe usir dia, aku mau berhitung dahulu," kata Thianliong.
Sesudah hari menjadi malam, Seng Tjiang Ngo jamu
semua tetamunya. Di seputar ruangan dipasang sejumlah lilin
yang besar, sehingga seluruh ruangan menjadi terang
bagaikan siang. Semua tetamu memberi selamat pada tuan
rumah, sambil menjaga-jaga. apa It Hang berani datang atau
tidak. Sesudah orang minum beberapa cawan arak. penjaga pintu
masuk ke dalam dan menyerahkan sepotong tiap (karcis
nama) dari kulit kerbau. Di atas tiap itu tertulis: "Murid Boetong
pay To It Hang memenuhi undangan". Kulit itu tebal dan keras.
Semua huruf bukan ditulis dengan pit dan bak, tapi digores
dengan jeriji tangan. Seng Tjiang Ngo keluarkan suara
menggerutu dan lantas perintahkan orang membuka pintu
buat menyambut. It Hang dan Lok Hoa masuk ke dalam. Dengan satu lirikan,
It Hang dapat lihat sejumlah lhama yang mengawasi padanya
dengan sorot mata gusar, sedang Hok Goan Tiong dan dua
saudara Sin juga terdapat di situ. Dengan paras yang tenang It
Hang masuk ke dalam, diikuti oleh Lok Hoa.
Seng Tjiang Ngo lantas maju menghampiri dan memberi
hormat sambil berkata: "Seng Tjiang Ngo, Potjoe dari
Hongsee po, menyambut kedatangan tuan. Tuan To benar
seorang yang boleh dipercaya. Siapakah adanya nona ini?"
"Dia adalah puterinya Pek Sek Soesiok," jawab It Hang.
"Harap tuan To lebih dahulu minum tiga cawan arak!" kata
Seng Tjiang Ngo sambil tertawa besar.
"Terima kasih buat kecintaan Potjoe." jawab It Hang.
"Minum arak dapat ditunda sekarang lebih dahulu aku mohon
Soesiokku dikeluarkan."
"Itu gampang! Itu gampang!" kata Seng Tjiang Ngo.
"Kebetulan Boetong tjiangboen datang di sini, aku si tua
bangka ingin dapat pengajaran beberapa jurus."
"Potjoe adalah orang gagah dari tingkatan lebih tua," kata It
Hang. "Jika Potjoe mau memberi pelajaran, aku yang muda
tentu tak berani menolak. Cuma saja..." Sehabis berkata
begitu, matanya menyapu ke seluruh ruangan. "Cuma saja
340 baik kita jelaskan dahulu, bahwa aku cuma dapat melayani
Potjoe seorang. Aku mohon maaf, bahwa aku tidak dapat
melayani orang-orang gagah yang lainnya."
Dengan berkata begitu. It Hang maksudkan, bahwa
pertandingan harus dibikin menurut peraturan Rimba
Persilatan, yaitu satu lawan satu.
Seng Tjiang Ngo kembali tertawa besar. "Tjiangboen
memberi muka padaku, aku si tua bangka sungguh merasa
jengah sendiri. Ah, ini tiap!" Sehabis berkata begitu, dia
acungkan tiap kulit kerbau dari It Hang.
"Karena di tempat belukar tidak terdapat alat tulis tapi
hanya selembar kulit, maka terpaksa aku menggunakannya
sebagai tiap. Harap Potjoe jangan tertawakan." kata It Hang.
"Bukan begitu." kata Seng Tjiang Ngo. "Oleh karena
namanya Boetong begitu menggetarkan daerah Tionggoan.
aku si tua bangka cara bagaimana berani menerima tiap-nya
tjiangboen?" Sehabis berkata begitu, dia remas kulit itu hingga robek
menjadi beberapa keping. Robekan itu ditaruh di telapakan
tangannya yang lalu dikepalkan. Waktu dia buka kepalannya,
kulit itu sudah jadi seperti gumpalan kertas, yang lantas
dilemparkan. It Hang terkejut melihat tingginya Engdjiauw
Kong (Tenaga Kuku Garuda) lawannya.
Ketika Seng Tjiang Ngo mau turun ke gelanggang, dari
antara orang banyak loncat keluar satu gadis remaja. "Ayah,"
katanya, "ijinkan anakmu main-main sebentar. Aku dapat
dengar ilmu pedang Boetong tidak ada timpalannya dalam
dunia. Maka itu, aku ingin minta sedikit pengajaran dari tjietjie
ini, buat buka sedikit mataku."
Gadis itu adalah puterinya Seng Tjiang Ngo. yang bernama
Seng Tjiang Tjoe. "Baik, baik," kata sang ayah sambil tertawa. "Dalam
melayani tjiangboen, kita memang tak boleh bikin nona ini jadi
kesepian. Bolehlah kau minta sedikit pengajaran aarinya."
Melihat orang tantang padanya. Lok Hoa jadi mendongkol,
dan tanpa mengeluarkan sepatah kata, dia turun ke dalam
gelanggang. Begitu berhadapan dan sesudah keluarkan
beberapa perkataan merendah, seperti biasa digunakan
341 dalam kalangan Rimba Persilatan, kedua wanita segera
bertempur, dengan Seng Tjiang Tjoe menggunakan golok dan
Lok Hoa bersenjata pedang. Mereka betul-betul pantaran,
keduanya baru berusia kurang lebih 18 tahun.
Lok Hoa gesit dengan pedangnya yang enteng, sedang
Tjiang Tjoe bertenaga besar dengan goloknya yang berat.
Yang satu mengandalkan kelincahannya, yang lain
mengandalkan tenaganya. Lok Hoa selalu jaga supaya
pedangnya tidak beradu dengan golok lawannya, dan Tjiang
Tjoe, karena kalah gesit, tak dapat berbuat apa-apa. 50 Jurus
telah lewat dan keadaan masih berimbang.
Seng Tjiang Ngo menonton dengan hati girang. Dia dapat
kenyataan, bahwa meskipun belum berpengalaman, puterinya
sudah boleh juga. Sesudah lewat kurang lebih 70 jurus, Lok
Hoa dapat lihat kelemahan lawannya. Dia sengaja menikam,
dan waktu Tjiang Tjoe menyampok dengan goloknya,
pedangnya Lok Hoa mendadak dibalikkan, dan dengan
gerakan "Tjiauwhoe Boenlouw" (Tukang kayu tanya jalan), dia
totok jalan darah "Hoakay hiat" lawannya. Tjiang Tjoe buruburu
lintangkan goloknya buat punahkan serangan itu, tapi
tidak diduga, serangan Lok Hoa itu hanya gertakan belaka,
dan sambil memutar pedangnya dan membentak, dia
menusuk. Ujung pedangnya Lok Hoa mampir di lengannya
tanpa dapat dielakan dan goloknya nona Seng terlempar jatuh
di tanah. Dengan muka merah karena malu, dia buru-buru lari
ke samping ayahnya. "Ilmu pedang Boetong benar-benar bagus!" kata Seng
Tjiang Ngo. "Anakku yang tak tahu diri sekarang sudah kena
dijatuhkan, dan sekarang biarlah kita yang main-main."
"Baiklah," jawab It Hang dengan pendek.
Sebelum turun, Seng Tjiang Ngo lebih dahulu keringkan
tiga cawan arak. "Tetamuku yang mulia jauh-jauh datang
kemari. Mana boleh tidak minum arak. Hayo. keringkan dahulu
satu cangkir baru kita main-main." Sehabis berkata begitu, dua
tangannya bergerak dan secangkir arak serta satu tusuk sate
daging kerbau yang terbuat dari besi terbang ke arah It Hang.
It Hang tidak jadi gugup. Cawan arak dia tangkap dengan
dua jeriji, dan mulutnya dibuka buat menanggapi tusukan sate
342 besi. Sehabis makan dagingnya, dia semprotkan tusukannya
yang lantas terbang kembali dan kemudian menghirup
secawan arak yang dipegang dengan dua jerijinya. "Terima
kasih Potjoe," katanya sambil melemparkan cawannya.
Sesudah itu, kedua orang lantas saling memberi hormat dan
turun ke gelanggang. Pertempuran kali ini sangat berlainan dengan pertempuran
antara Lok Hoa dan Tjiang Tjoe. Seng Tjiang Ngo pentang ke
lima jerijinya dan loncat sambil mencengkeram. It Hang
berkelit sambil menikam ke arah bagian lawan yang lemah.
"Bagus"' seru Seng Tjiang Ngo sambil geser kakinya,
badannya mendek, tangan kirinya menyodok tenggorokan,
sedang tangan kanannya menepuk pundaknya It Hang.
Dengan apungkan badannya, It Hang loloskan diri dari
serangan itu, sambil mengirim dua tikaman. Seng Tjiang Ngo
miringkan badannya dan kemudian keluarkan ilmu silat
Lianhoan Tjianghoat (Ilmu silat tangan kosong yang berantai),
yang gerakannya separuh membela diri dan separuh
menyerang musuh. Gerakan itu seperti juga gerakan garuda,
yang menyambar-nyambar tidak hentinya.
Tapi semua serangan itu dengan gampang dapat dielakkan
oleh It Hang, sehingga mau tidak mau Seng Tjiang Ngo mesti
kagumi kepandaiannya orang muda itu. Dengan cepat 100
jurus telah lewat, tapi keadaan masih berimbang. Mengenai
tenaga dalam, Seng Tjiang Ngo menang seketek, tapi It Hang
dapat mengimbangi dengan kemahirannya dalam
menggunakan pedang. Melihat dia belum juga dapat
menjatuhkan lawannya, Tjiang Ngo merasa jengkel dan
penasaran. Satu ketika, sambil keluarkan seruan panjang,
badannya ngapung ke atas sambil pentang sepuluh jerijinya
buat menyengkeram lawannya. It Hang angkat pedangnya
buat papaki musuh, tapi Seng Tjiang Ngo dapat egoskan
badannya di tengah udara, sedang sepuluh jerijinya diteruskan
ke arah tubuhnya It Hang. Dalam keadaan yang sangat
berbahaya itu, dia terpaksa bergulingan di atas lantai buat
bebaskan diri dari cengkeraman musuh.
Kejadian ini membikin orang-orang yang menonton jadi
tertawa terbahak-bahak. Hupotjoe (majikan kedua dari
343 Hongsee po) yang pernah dipecundangkan It Hang, mengejek
sambil tertawa: "Ha! Kalian lihat tidak" Seekor kura-kura
merayap di tanah!" It Hang merasa sangat gemas, tapi dia tetap berlaku
tenang. Sesudah bertempur lagi beberapa lama, kembali Seng
Tjiang Ngo menggunakan siasatnya, yaitu mengapungkan
badannya ke atas dan kemudian turun mencengkeram
lawannya. It Hang miringkan badannya sambil menabas
dengan pedangnya, sedang Seng Tjiang Ngo, seperti tadi,
mengegos dan teruskan cengkeramannya. Tapi ini kali dia
kena batunya. It Hang yang sudah siap dengan gampang
dapat egoskan cengkeraman itu dan dengan berbareng,
pedangnya dibalikkan buat menabas. Pedang berkelebat
seperti kilat cepatnya. Untung Seng Tjiang Ngo juga bukannya
orang sembarangan. Dengan satu seruan nyaring, dia
jumpalitan, tapi tidak urung sarung tangannya kena terpapas
pecah! Semua tetamu yang menonton terkejut. Ini kali Lok
Hoa yang tertawa. "Ha! Kalian lihat tidak" Seekor anjing tua
jumpalitan!" kata Lok Hoa sebagai pembalasan budi.
"Satu cengkeraman dan satu tabasan pedang, boleh
dibilang seri," kata Seng Tjiang Ngo. "Hayo, lagi!" Demikian
mereka bertempur pula, dengan masing-masing berlaku
sangat berhati-hati. Serangan Seng Tjiang Ngo yang barusan adalah satu
pukulan Engdjiauw Kong yang sangat tinggi. Jika tenaga
dalam si penyerang sudah mencapai puncak kesempurnaan,
dia dapat berputar-putar di atas udara dan menubruk ke
bawah seperti seekor burung elang. Seng Tjiang Ngo sendiri
belum sampai pada puncak kemahiran, maka itu, dia cuma
dapat berputar sekali di udara. Dalam serangan yang pertama,
lt Hang hampir celaka. Tapi waktu diserang kedua kalinya, dia
sudah siap dan sambut serangan itu dengan pukulan rahasia
dari ilmu pedang Tat Mo. Lantaran sudah gagal, Seng Tjiang
Ngo juga tidak berani keluarkan lagi pukulan tersebut. Melihat
lawannya tidak mengulangi pukulan tadi, It Hang juga simpan
ilmu pedang lai Mu dan layani musuhnya dengan Lianhoan
Kiamhoat dari Bodong pay.
344 Kembali, 50 jurus telah lewat Dengan perlahan tapi tentu, It
Hang berada di atas angin. Semua penonton mengetahui itu
dan jika pertempuran dilangsungkan terus, Seng Tjiang Ngo
akan menderita kekalahan.
Dalam keadaan demikian, Thianliong Siangdjin mendadak
loncat turun ke gelanggang dan sambil mengibaskan kedua
tangannya, dia membentak: "Berhenti!"
Waktu Thianliong mengibas dengan tangannya, It Hang
rasakan satu tenaga yang kuat mendorong dia dan dia lantas
mundur. "Seng Potjoe!" dia kata sambil tertawa dingin. "Apa artinya
ini?" "Kalian sudah bertempur begitu lama dan belum ada yang
keteter, maka itu baik dihitung seri saja" kata Thianliong.
It Hang tahu, dia tidak boleh membikin orang jadi terlalu
malu, sebab pihak lawan berjumlah lebih banyak. Maka itu,
lantas saja dia berkata: "Terima kasih, Potjoe. Karena Potjoe
menaruh belas kasihan, maka aku yang muda tidaklah sampai
jatuh. Apakah soesiok-ku sekarang boleh dilepaskan?"
Paras mukanya Seng Tjiang Ngo pucat. Sebelum dia
menjawab, Thianliong sudah mendahului: "Itu adalah urusan
antara kau dan Seng Potjoe, dan menurut pantas aku masih
ada sedikit ganjelan, aku memberanikan hati buat minta
izinnya Potjoe, supaya dua urusan dibereskan dengan
sekaligus. Sesudah kau dan aku mengadakan perhitungan,


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thianliong pay tidak akan cari musuh lagi dengan pihakmu,
dan Pek Sek Toodjin juga akan segera dilepaskan."
It Hang tahu pertempuran tak dapat disingkirkan lagi. Maka
itu, dengan tenang dia berkata: "Bagaimana cara
berhitungnya" Kalian berjumlah besar dan jika kalian mau
mengerubuti, dengan suka hati aku akan serahkan saja
kepalaku kepadamu buat ganti jiwanya soetee dan muridmu!"
Dengan berkata begitu, It Hang mau menjaga supaya dia
jangan sampai dikerubuti. Dia anggap, sebagai kepala dari
satu "pay", Thianliong tentu akan hilang muka jika gunakan
cara keroyok. Benar saja, Thianliong lantas tertawa terbahak-bahak. "Kau
adalah tjiangboen dari Boetong pay. sedang aku adalah
345 kepala dari Thianliong pay," kata dia. "Kalau mau dihitung
derajat, kita adalah sama derajat. Maka itu, buat apa lain
orang turut campur" Kalau kau menang, Pek Sek Toodjin
akan dikembalikan tanpa kurang selembar rambutnya. Tapi
jika kau kalah, kau pun harus turut peraturan kita."
"Peraturan apa?" tanya It Hang.
"Di daerah ini terdapat satu peraturan yang seperti ini: jika
dua orang mengadu ilmu. tak peduli adu ilmu agama Buddha
atau ilmu silat, yang kalah harus menakluk kepada yang
menang, dalam artian, pihak yang kalah harus menjadi
muridnya pihak yang menang. Jika dia tak sudi. maka dia
harus serahkan kepalanya kepada si pemenang itu," demikian
keterangan Thianliong Siangdjin.
Mendengar begitu. It Hang jadi sangat gusar. "Jangan
cerewet!" dia membentak. "Jika aku kalah, akan aku serahkan
kepalaku!" Thianliong tertawa terbahak-bahak. "Bagus!" katanya.
"Kata-katamu merupakan janji, saudara-saudara menjadi
saksinya. Hayo, ambil dua cawan arak!"
Beberapa muridnya segera bawa dua cawan besar arak.
"Jangan buang tempo. Minum arak segala!" kata It Hang.
"Di sini ada peraturan, bahwa orang yang mau mati harus
lebih dahulu minum secawan arak." kata Thianliong. "Aku
dengar, di Koanlwe juga ada peraturan, bahwa orang
perantaian yang mau menjalankan hukuman mati harus lebih
dahulu diberikan tiga cawan arak. Dalam pertempuran antara
kau dan aku, salah satu mesti binasa. Maka itu, kita masingmasing
baiklah minum dahulu secawan arak!"
It Hang jadi sangat gusar. Dia jumput satu cawan dan
timpukkan ke arah Thianliong. Pada saat yang sama,
Thianliong juga jumput cawan yang lain dan timpukkan ke
arah lawannya. It Hang kumpulkan tenaganya di telapakan
tangannya. Sambil mendorong, dia loncat untuk menangkap
cawan itu, dan araknya tidak tumpah barang setetes, dan
kemudian minum kering isinya.
Dengan perlihatkan kepandaiannya itu, It Hang anggap tentu orang akan
sambut dengan tampik sorak. Tapi. tak diduga, sedikit
346 sambutan pun tidak terdengar, sehingga dia merasa jengah
sendiri. Di lain pihak, Thianliong panjangkan lehernya dan tiup
cawan itu yang lantas mumbul ke atas. Di udara cawan itu
miring sedikit dan arak mengucur turun. Thianliong segera
pentang mulutnya buat tanggapi arak itu. Sesudah minum
habis, Thianliong usap mulutnya sambil berkata: "Sungguh
enak! Wangi! Harum baunya!"
Kepandaian yang istimewa itu disambut oleh hadirin
dengan sorak-sorai yang ramai sekali.
It Hang terkejut. Ternyata kepandaiannya Thianliong jauh
lebih tinggi dari soetee-nya dan juga lebih tinggi dari
kepandaiannya sendiri. Thianliong kelihatannya merasa bangga sekali. "Kita
berdua adalah pemimpin dari satu pay," katanya sambil
tersenyum. "Mengadu kepandaian dengan gunakan kaki dan
tangan, aku anggap agak kurang cocok dengan derajat kita.
Maka itu, lebih baik kita adu kepandaian secara boen (secara
halus)." "Bagaimana?" tanya It Hang.
"Aku duduk di atas panggung. Kau pukul aku tiga kali,
tanpa dibalas. Jika kau dapat membikin aku jatuh, kau
menang," kata Thianliong.
Dilihat sepintas lalu, cara ini sangat menguntungkan It
Hang. Tapi sebenarnya tidak begitu. Dengan usulnya itu,
Thianliong sebenarnya pasang jebakan. Barusan, waktu
menjajal dengan menggunakan cawan arak, Thianliong tahu
tenaga dalamnya It Hang masih kalah dengan tenaganya
sendiri. Tapi, dia juga mengetahui, bahwa It Hang mempunyai
ilmu pedang yang liehay sekali. Meskipun dia percaya bahwa
pada akhirnya dia akan dapat menjatuhkan lawannya, tapi
masih memerlukan juga satu pertempuran dari ratusan jurus.
Memikir begitu, dia ambil putusan buat ajukan usulnya itu.
Cara itu, bukan saja lebih mudah, tapi juga lebih gemilang
kelihatannya. Di lain pihak, It Hang tahu, dia tidak akan dapat menangkan
Thianliong dalam satu pertempuran. Sekarang, secara
temberang Thianliong ajukan usul begitu. It Hang anggap
347 itulah satu-satunya pengharapan buat mendapat
kemenangan. Dia sama sekali tidak percaya Thianliong akan
dapat tahan pukulannya sampai tiga kali, dan dia lantas saja
menyetujui. Thianliong lantas saja loncat naik dan bersila di atas
panggung, sambil pelembungkan perutnya. "Boetong
Tjiangboen, aku tunggu pengajaranmu," kata dia sambil
tertawa terbahak-bahak. It Hang juga lantas loncat ke atas. Sesudah kumpulkan
Seantero tenaganya, seperti kilat dia menjotos perutnya
Thianliong. Begitu kepalannya menempel pada perutnya
Thianliong, It Hang jadi terkesiap. Perut itu empuk seperti
kapas dan mempunyai tenaga menyedot yang sangat besar,
sehingga kepalannya seperti lengket pada perutnya
Thianliong. Buru-buru It Hang kendorkan tenaga dalamnya dan
kepalannya mengikuti sedotan itu. Kemudian, dengan
kecepatan kilat, seperti lindung, kepalannya melejit dari kulit
perutnya Thianliong. Melihat lawannya dapat loloskan diri dari sedotannya yang
liehay, Thianliong jadi sedikit terkejut. Tapi lekas juga dia
tertawa. "Pukulan pertama, hayo lagi, hayo lagi!" dia berseru.
Sementara itu, sorak-sorai yang riuh terdengar di bawah
panggung. Sesudah berpikir sebentar, It Hang maju setindak. Begitu
datang cukup dekat, tangannya menyapu. Ini kali dia tidak
pukul perut, tapi mukanya Thianliong. It Hang anggap, biar
tenaga dalamnya Thianliong bagaimana tinggi juga, dia tidak
nanti bisa latih kekuatannya sampai ke bagian muka.
"Buk!" Thianliong benar-benar tanggapi kepalan It Hang
dengan mukanya. It Hang mundur sempoyongan tiga tindak dan hampir saja
jatuh ke bawah panggung. Kepalannya seperti juga memukul
papan besi sehingga dirasakan sakit sekali! Thianliong juga
kena goncangan keras, sehingga duduknya bergeser ke
belakang. Ini kali Thianliong kembali dapat kemenangan,
karena sudah berjanji, dia baru kalah kalau lt Hang, dapat
memukul dia jatuh ke bawah panggung.
348 Orang-orang yang menonton bersorak-sorak lebih hebat
lagi daripada tadi. "Nah, sekarang tinggal sekali lagi," kata Thianliong sambil
tertawa. "Jika kali ini kau tidak dapat memukul aku jatuh ke
bawah, kau harus jadi muridku, atau serahkan kepalamu."
It Hang bingung. Dia sama sekali tidak duga, tenaga
dalamnya Thianliong sedemikian tinggi. Dia angkat tangannya
dengan penuh kesangsian. Dia sangsi bagian mana yang
harus dipukulnya. Melihat kesangsian orang, Thianliong jadi
tidak sabaran. "Apa kau takut mampus?" dia membentak.
"Hayo, lekas!" Mendadak, di bagian belakang Hongsee po kedengaran
suara ribut. "Siapa yang bikin ribut. Pergi lihat!" Seng Tjiang Ngo
membentak. Waktu itu, dalam suasana yang demikian tegang,
semua orang tidak perhatikan suara itu. Semua mata ditujukan
ke atas panggung untuk menyaksikan pukulan yang
penghabisan. Dan pada saat itulah, tiba-tiba terdengar satu suara tertawa
yang sangat panjang, dibarengi dengan serabutannya banyak
orang! Hatinya It Hang meluap dengan kegirangan. "Lian Tjietjie'"
dia berseru. Berbareng dengan itu, tangannya menyapu ke
arah pinggangnya Thianliong. Pada saat
It Hang turunkan tungaunya rhianliong rasakan
bcliukungtiyit kesemutan, dan begitu kena pukulan, tubuhnya
yang tinggi besar segera ambruk jatuh kr bawah!
Hatinya Thianliong heran sekali Dia merasa telah diserang
secara gelap, tapi dia tidak mengetahui, serangan apa adanya
itu. Bahwa seorang pemimpin sebagai dia sampai kena
diserang secara gelap tanpa mengetahui, adalah satu
kejadian yang sangat memalukan.
Dengan cepat dia bangun berdiri. Seorang wanita, yang
rambutnya putih sedang mendatangi seperti terbang dengan
tangan mengebas-ngebaskan sebatang pedang yang tajam.
Di mana saja pedangnya berkelebat, di situ tentu terdengar
teriakan ngeri dan robohnya tubuh manusia. Dalam tempo
349 sekejap, wanita itu sudah tiba di tengah-tengah gelanggang
dan orang-orang lari berserabutan dengan hati ketakutan.
"Inilah Pek Hoat Mo Lie!" Seng Tjiang Ngo berseru.
Bersama belasan orang yang berkepandaian tinggi, dia
segera cabut senjatanya dan maju ke depan buat rintangi Giok
Lo Sat. Di belakangnya Giok Lo Sat kelihatan muncul seorang
pendeta yang mencekal pedang, yang begitu datang dekat,
lantas membentak: "Thianliong pendeta siluman! Bangsat tua
Hok Goan Tiong! Rasakan pedangku!"
Orang itu tidak lain dari pada Pek Sek Toodjin.
Melihat ayahnya, Ho Lok Hoa jadi sangat girang dan
memanggil dengan sekuat suara: "Ayah!"
To It Hang sudah turun dari atas panggung dan sambil
menarik tangannya Lok Hoa, dia berkata: "Jangan maju!
Dengan datangnya Giok Lo Sat, kita pasti bisa keluar dari
tempat ini." Datangnya Giok Lo Sat di Hongsee po adalah buntut dari
pertemuannya dengan It Hang dan Lok Hoa pada malam itu.
Mengetahui bahwa Pek Sek kena ditawan. Giok Lo Sat segera
pergi menyelidiki. Dari penyelidikannya itu, dia mendapat tahu, bahwa Seng
Tjiang Ngo dan Thianliong Siangdjin telah mengumpulkan
orang untuk memusuhi dia, sedang ditangkapnya Pek Sek
Toodjin .cuma merupakan satu umpan buat pancing padanya.
Giok Lo Sat jadi sangat gusar. Meski pun dia merasa sangat
mendongkol terhadap Pek Sek, tapi ini kali dia mesti
menolongnya. Di samping itu, dia juga tahu, bahwa pada
tanggal 7 bulan 7 It Hang telah dijanjikan untuk datang di
Hongsee po. Hatinya Giak Lo Sat sangat sakit, tapi dia tidak
tega melihat It Hang antarkan jiwanya. Maka itu, waktu tadi It
Hang dan Lok Hoa sedang bertempur, diam-diam dia pergi ke
belakang buat tolongi Pek Sek Toodjin.
Dengan andaikan ilmu entengkan tubuhnya yang sangat
tinggi dan juga karena semua orang sedang memusatkan
perhatiannya pada jalannya pertempuran, kedatangannya
Giok Lo Sat tidak diketahui oleh siapa juga. Waktu tiba di
tengah-tengah Hongsee po, dia merasa sedikit bingung,
sebab tidak mengetahui tempat kurungannya Pek Sek. Selagi
350 memikirkan jalan, matanya melihat tanda panah yang dilukis
dengan lumpur di atas tembok. Giok Lo Sat heran. "Siapa
yang mendahului aku datang di sini?" dia kata dalam hatinya.
Benar saja, dengan mengikuti tanda anak panah ini, dia
akhirnya dapat cari kamar yang mengurung Pek Sek. Dia
tendang kamar itu dan putuskan rantai yang mengikat Pek
Sek. dan sebelum Pek Sek sempat menghaturkan terima
kasih. Giok Lo Sat sudah tinggalkan pendeta itu.
Waktu Giok Lo Sat sampai di depan, It Hang sedang
angkat tangannya buat jatuhkan pukulannya yang
penghabisan. Melihat begitu, dengan cepat dia menyambit
dengan senjata tunggalnya, yaitu jarum Kioeseng Tengheng
Tjiam. Thianliong yang sedang perhatikan It Hang tidak duga
bakal ada orang yang membokong, dan oleh karena begitu,
jarum yang berbahaya itu menancap jitu pada tubuhnya, tanpa
dia sendiri mengetahui. Pada hari itu, waktu berada di padang pasir, Pek Sek
Toodjin kena ditawan oleh Thianliong Siangdjin dan Hok Goan
Tiong. Kemudian dia dibawa ke Hongsee po di mana dia
dikurung dalam penjara. Kejadian ini merupakan satu pukulan
hebat bagi Pek Sek yang adatnya tinggi. Sekarang, benar dia
tertolong, akan tetapi orang yang menolongnya adalah Giok
Lo Sat, yang dia benci dan sering namakan sebagai iblis
perempuan. Dengan begitu, perasaan gusar dan jengah
teraduk menjadi satu. Maka itu, dalam keadaan kalap, begitu
melihat Thianliong Siangdjin, dia lantas menerjang, buat
berkelahi mati atau hidup.
Giok Lo Sat tertawa, sedang tangannya menyentak Pek
Sek. Bisa jadi dia gunakan tenaga terlalu besar, sebab Pek
Sek terhuyung dan hampir jatuh: Pek Sek mengawasi Giok Lo
Sat dengan mata mendelik. Dia tidak nyana, sesudah
menolong, sekarang Giok Lo Sat bikin malu dirinya.
"Pek Sek Toodjin," kata Giok Lo Sat sambil tertawa dingin.
"Kau bukan tandingannya lebih baik kau menyingkir!"
Malu dan gusarnya Pek Sek bukan kepalang. Tapi karena
mengingat orang sudah menolongi jiwanya dan perkataannya
Giok Lo Sat juga tidak salah, maka, biarpun perutnya
dirasakan mau meledak, dia tidak berani membantah.
351 Melihat keangkerannya Giok Lo Sat, Thianliong juga
merasa gentar. Akan tetapi, dia tentu tidak dapat perlihatkan
kelemahannya di hadapan murid-muridnya.


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pek Hoat Mo Lie!" dia berteriak. "Lain orang takut, tapi aku
tidak takut padamu. Mari! Mari! Mari kita bertempur barang
300 jurus!" "Benar-benar kau tidak takut padaku?" kata Giok Lo Sat
dengan tawar. "Coba kau raba tulang punggungmu, hitung
dari bawah tulang ke tujuh!"
Tanpa merasa, tangannya Thianliong meraba
bebokongnya, yang dia rasakan gatal dan sakit.
"Hantu perempuan!" Thianliong berteriak dengan gusar.
"Kalau begitu kau sudah bokong diriku!"
Sehabis membentak dia cabut kebutannya buat adu jiwa
dengan Giok Lo Sat. Giok Lo Sat tetap tidak bergerak. Dia malahan tertawa dan
berkata: "Kau sudah kena senjata rahasiaku. Jika kau tidak
naik darah, tidak keluarkan tenaga dan mengaso tujuh kali
tujuh hari, dengan mengandalkan tenaga dalammu, kau masih
dapat keluarkan senjata rahasia itu dengan menggunakan
tenaga sendiri. Akan tetapi, jika kau naik darah, tanpa aku
turun tangan, dalam tempo tiga hari kau sudah mampus!"
Sesudah berkata begitu, paras mukanya jadi angker dan
membentak: "Thianliong! Mengingat kau adalah kepala dari
satu cabang persilatan dan tidaklah gampang untuk mendapat
kepandaian seperti kau. hari ini aku ampuni jiwamu! Apa
sekarang kau masih tidak mau buru-buru mabur?"
Perkataan Giok Lo Sat seperti juga pisau yang menusuk
kupingnya Thianliong Siangdjin, sehingga bulu romanya
bangun berdiri. Dia percaya semua perkataannya Giok Lo Sat.
Sesudah berdiam beberapa saat, dia lantas putar badannya
dan bersama sekalian murid-muridnya, ia berlalu dari
Hongsee po. Mukanya Seng Tjiang Ngo jadi pucat. Dia tidak mengira
Thianliong begitu kecil hati. Sementara itu, sesudah menyapu
semua orang yang ada di situ dengan matanya, Giok Lo Sat
kembali tertawa dan berkata: "Ah, Hongsee Potjoe, kau sudah
undang begitu banyak orang, kenapa juga belum turun
352 tangan" Ha, Sin Tay Goan, Sin It Goan, ini dua popwe juga
ada di sini" Aku dan ayah (Tiat
Hoei Liong) dua kali ampuni kau, tapi sekarang aku tentu
tidak mau gampang-gampang lepaskan kamu. Ha, Hok Goan
Tiong! Kau juga di sini" Pelajaran di puncak selatan rupanya
sudah dilupakan olehmu!"
"Ini hantu perempuan sangat kejam! Sekarang kita ibarat
sedang tunggang macan. Hayo, serbu saja mati-matian!"
berseru Sin Tay Goan. Seng Tjiang Ngo yang belum kenal liehaynya Giok Lo Sat
segera ulapkan tangannya dan belasan orang yang ilmu
silatnya tinggi iantas menerjang. Giok Lo Sat tertawa nyaring
sambil menghunus pedangnya seperti kilat, dan dalam
sekejap mata, tiga orang sudah roboh kena tikaman. Seng
Tjiang Ngo sendiri segera menubruk sambil pentang sepuluh
jerijinya. "Bagus!" seru Giok Lo Sat. "Aku memang mau cobacoba
Engdjiauw Kong-mu!" Sehabis berkata begitu, dia
sambut tangannya Seng Tjiang Ngo, yang kontan lantas
sempoyongan dengan tangan keluarkan darah!
"Saudara-saudara!" teriak Seng Tjiang Ngo dengan suara
kalap. "Mari kepung! Kita lebih baik mati daripada dihinakan!"
Menyaksikan liehaynya musuh, belasan orang itu
sebetulnya sudah merasa gentar. Akan tetapi, mendengar
perintah Seng Tjiang Ngo, semua orang segera menyerbu
tanpa pedulikan keselamatan dirinya lagi. Giok Lo Sat
mengangguk-anggukkan kepalanya dan hatinya tahu, bahwa
Seng Tjiang Ngo dicinta oleh orang-orangnya. Selagi
pertempuran berlangsung hebat, Hu Potjoe (majikan kedua
dari Hongsee po) menggunakan satu kesempatan buat totok
bebokongnya Giok Lo Sat dengan poankoan pit-nya. Tapi
Giok Lo Sat seperti juga mempunyai mata di bebokongnya.
Dia berbalik sambil balas menotok. "Aku juga mau mencobacoba
menotok jalan darahmu," katanya sambil tertawa.
Berbareng dengan itu, Hu Potjoe berteriak kesakitan dan
roboh terjengkang. Orang-orangnya buru-buru gotong dia ke
ruangan belakang. Waktu itu orang-orang gagah yang berada di Hongsee po
sudah kepung Pek Sek, It Hang dan Lok Hoa, sedang Seng
353 Tjiang Ngo sendiri, dengan mengajak 7 atau 8 orang yang
berkepandaian paling tinggi mengepung Giok Lo Sat.
Meskipun Giok Lo Sat cukup liehay, akan tetapi karena jumlah
yang mengepung terlalu banyak, maka tidaklah gampang buat
dia menerjang keluar. Dengan andalkan ilmu enteng tubuh,
dia loncat ke sana-sini seperti kilat dan di mana ada
kesempatan pedangnya tentu mampir pada tubuhnya orang
yang ilmu silatnya lebih lemah. Dalam tempo tidak berapa
lama, suara teriakan dan rintihan terdengar ramai dalam
gelanggang pertempuran. Seng Tjiang Ngo sudah merah
matanya. Dia berkelahi seperti banteng gila, tanpa pedulikan
jiwanya. Dalam pertempuran itu, oleh karena mengetahui ilmu
silatnya Lok Hoa yang paling lemah, It Hang selalu berkelahi
berendeng dengan nona Ho buat melindungi di mana perlu.
Giok Lo Sat sendiri beberapa kali lewat di depan It Hang, tapi
dia seperti juga tidak lihat pemuda itu. Karena sedang
bertempur hebat, It Hang tidak berani alihkan perhatiannya
buat coba memberi penjelasan kepada Giok Lo Sat, dan
terpaksa berkelahi terus dengan hati perih.
Satu ketika, Pek Sek Toodjin bertemu dengan Hok Goan
Tiong. Melihat musuh besarnya, Pek Sek segera memburu
sambil kirim satu tikaman. Tapi Hok Goan Tiong juga bukan
sembarangan ahli silat. Jika bertanding satu sama satu,
memang Pek Sek ada lebih unggul, akan tetapi, buat
mendapat kemenangan, Pek Sek sedikitnya perlu bertempur
lebih dari seratus jurus. Sekarang, karena jumlah lawan ada
lebih besar, maka sukar bagi Pek Sek untuk menjatuhkan
musuh itu. Baru saja pertempuran berlangsung beberapa
jurus, Liongho Yatouw sudah datang membantu. Ilmu silatnya
Liongho Yatouw tidak berada di sebelah bawahnya Seng
Tjiang Ngo. Begitu dia turun tangan, Pek Sek Toodjin jadi
repot sekali. Hok Goan Tiong segera gunakan kesempatan ini
buat kirim dua sabetan dengan pecutnya, yang mengenakan
jitu pada pundaknya Pek Sek. Bajunya Pek Sek hancur kena
pecutan dan pada dagingnya timbul tanda balan yang
bersemu merah. 354 Hok Goan Tiong tertawa terbahak-bahak. "Dua sabetan
pecut bayar dua tikaman pedang. Sudahlah, aku tidak mau
terima bunga!" kata dia. Sehabis berkata begitu, dia tarik
pecutnya dan lantas berlalu dari Hongsee po. dengan tindakan
terbang. Sejak itu, Hok Goan Tiong umpetkan diri dan tidak
mau usil lagi segala urusan orang lain.
Pek Sek mengamuk dan dapat merobohkan dua lawannya,
tapi belakangan dia kena ditahan lagi oleh Liongho Yatouw
dan beberapa orang lainnya. "Pek Sek, kau tidak mau
berkumpul jadi satu, apa kau mau cari mampus?" seru Giok
Lo Sat. Waktu itu, kedua matanya Pek Sek sudah jadi merah
karena kalapnya. Dia seperti tidak dengar perkataan Giok Lo
Sat dan terus bertempur mati-matian dengan gerakan pedang
yang sudah mulai kalut. It Hang dan Lok Hoa segera memburu
buat menolong. Ilmu silatnya It Hang sekarang sudah berada
di atasnya Pek Sek Toodjin. Dengan beberapa jurus Tat Mo
Kiamhoat, dia dapat melukai beberapa orang, dan dapat
berada di damping soesiok-nya. Melihat cara bersilatnya It
Hang, Giok Lo Sat juga memuji dalam hatinya. Tapi, meskipun
sudah dapat perlindungan It Hang, Giok Lo Sat masih
berkuatir. Buru-buru dia menerjang dan mereka berempat
segera berkumpul menjadi satu.
Sesudah kaburnya Thianliong Siangdjin dan Hok Goan
Tiong. tenaganya Hongsee po mulai lemah. Betul jumlah
orang cukup besar, tapi yang mempunyai kepandaian tinggi
tidak seberapa. Sambil bertempur, dua kali It Hang berseru:
"Lian Tjietjie! Lian Tjietjie!"
"It Hang, lindungi soesiok-mu. Jangan sampai orang
melukai lagi padanya," kata Giok Lo Sat. Hatinya It Hang jadi
girang dan buru-buru berkata: "Baik! Aku perhatikan pesanan
Lian Tjietjie!" Mendengar itu, matanya Pek Sek jadi seperti terbalik!
Hampir-hampir dia pingsan karena sangat mendongkol.
"Ayah, kenapa kau?" tanya Lok Hoa beberapa kali. tapi Pek
Sek tidak menyahut. Melihat keadaan ayahnya yang
mengejutkan, Lok Hoa berbisik pada It Hang: "Ayah
kelihatannya sudah gila. Kita harus lindungi dia." It Hang
355 manggutkan kepalanya dan terus tancap kaki di damping
soesioknya. Ketika itu, sambil tertawa nyaring dan panjang, Giok Lo Sat
enjot badannya yang lantas ngapung ke atas. Di tengah
udara, dia putar pedangnya dan menikam Sin Tay Goan,
yang, dengan kebingungan, coba berkelit sambil
mencengkeram. Pukulan Yahouw koen (Pukulan rase alas)
Sin Tay Goan adalah satu cabang persilatan yang istimewa
dan sangat ditakuti orang. Hanya, sedari tiba di Sinkiang tidak
hentinya Giok Lo Sat meneliti pengajaran gurunya dan terus
melatih diri, sehingga ilmu silatnya sudah tiba di puncak
kesempurnaan, maka serangan Yahouw koen sedikit pun
tidak membikin dia jadi keder. Cengkeraman Tay Goan
dengan gampang dapat dielakkan olehnya dan berbareng
dengan itu dia kirim satu tikaman kilat yang menembus di
tubuh musuhnya. Melihat saudaranya roboh. Sin It Goan coba
melarikan diri, tapi sudah terlambat. Kakinya Giok Lo Sat
mengenai jitu di bebokongnya dan dia tewas, dengan
keluarkan darah dari mulutnya!
"Hongsee Potjoe!" seru Giok Lo Sat sambil tertawa.
"Bagaimana kepandaian dua saudara Sin jika dibanding
dengan kepandaianmu?" Jika kau masih terus berkepala batu,
mungkin hari ini aku mesti membuka larangan membunuh!"
"Aku bukan sebangsa manusia yang takut mampus!" jawab
Seng Tjiang Ngo dengan gusar. Sehabis berkata begitu, dia
menubruk tanpa pedulikan ujung pedangnya Giok Lo Sat.
Dengan sekali kelit. Seng Tjiang Ngo tubruk tempat kosong
dan badannya sempoyongan ke depan. Setelah itu, dalam
sekejap, Giok Lo Sat kembali telah melukai beberapa orang
lain. Sakit betul hatinya Seng Tjiang Ngo! "Kau sudah celakakan
saudara-saudaraku, sekarang aku tidak mau hidup lagi!" dia
berteriak. "Hayo, jangan main kasihan lagi, bunuh saja aku!
Aku memang mau mati bersama-sama sekalian saudaraku!"
Giok Lo Sat tidak meladeni. Gerakan-gerakannya seperti
kilat dan beberapa orang lagi roboh kena tusukan pedang.
Berulang-ulang Seng Tjiang Ngo tubruk padanya dengan
356 sembarangan, tapi Giok Lo Sat terus berkelit dan singkirkan
diri dari potjoe yang kalap itu.
"Hongsee Potjoe," Giok Lo Sat mendadak berkata. "Bila
aku bunuh saudara-saudaramu?"
Seng Tjiang Ngo berdiri diam sambil mengawasi saudarasaudaranya
yang menggeletak sambil merintih. "Iblis
perempuan!" dia berseru. "Kau masih omong manis-manis!"
Sehabis berkata begitu, dia segera terjang musuhnya.
Ketika itu mendadak terdengar suara ketokan bokhi dan
suara orang menyebut "O-mi-to-hoed." Seng Tjiang Ngo
menoleh dan lihat seorang pendeta, yang tidak diketahui
datangnya, sudah berdiri di tengah-tengah gelanggang
pertempuran. "O-mi-to-hoed," kata pula pendeta itu. "Permusuhan lebih
baik dibikin kecil daripada dibikin besar. Aku mohon saudarasaudara
menghentikan pertempuran." Sebagian orang-orang
gagah yang berada di situ kenal pendeta itu dan rnereka
lantas berseru: "Hoei Beng Siansoe! Ini hantu perempuan
pandang jiwa manusia seperti rumput. Hayo, bantui kita."
"Gak Beng Kie, kalau begitu kau yang datang!" kata Giok
Lo Sat sambil tersenyum. Mendengar panggilan Giok Lo Sat pada Hoei Beng
Siansoe, semua orang jadi terkejut. Hoei Beng berhenti
memukul bokhi dan sambil rangkap kedua tangannya dia
berkata: "O-mi-to-hoed, harap semua orang berhenti dahulu!"
Selama delapan tahun berdiam di Thiansan, berhubung
dengan ilmu silatnya yang sangat tinggi dan adatnya yang
sangat ramah tamah dan suka menolong sesama
manusia, orang-orang gagah di selatan dan utara Thiansan
semua sangat takluk padanya. Mendengar anjurannya, semua
orang, kecuali Seng Tjiang Ngo, lantas loncat keluar dari
medan pertempuran. Waktu itu Seng Tjiang Ngo seperti juga
tidak dengar perkataannya Hoei Beng. Dengan rambut yang
kusut, dia terus terjang Giok Lo Sat.
"Potjoe, berhenti dahulu," kata pula Hoei Beng. "Apa yang
dikatakan olehnya sedikitpun tidak salah. Saudara-saudaramu
tidak ada satu yang tewas. Orang-orang yang luka akan
357 kuobati sampai sembuh. Seng Potjoe, harap kau pandang
muka pintjeng dan suka berhenti dahulu."
Seng Tjiang Ngo berhenti menerjang. "Mereka luka begitu
berat, apa benar masih bisa ditolong?" tanyanya dengan
perasaan heran. "Meskipun dia dinamakan hantu perempuan, akan tetapi
dalam hatinya masih terdapat perasaan kasihan," jawab Hoei
Beng. "Tikaman-tikaman yang diberikan olehnya semuanya
bukan pada tempat yang berbahaya. Meskipun mereka tidak
bisa bangun, tapi jiwanya tidak terancam. Aku di sini
mempunyai obat pulung Pekleng wan yang dibuat dari soatlian
di Thiansan. Dengan menelan obat ini, perasaan sakit bisa
lantas hilang dan dalam tempo satu jam, aku tanggung
keadaan saudara-saudaramu sudah pulih seperti sedia kala."
Hoei Beng lantas saja keluarkan beberapa puluh pel
Pekleng wan yang dia serahkan kepada orang-orang yang
tidak luka. Obat pulung itu segera diberikan kepada orangorang
yang menggeletak, dan benar saja, dalam sekejap saja,
mereka sudah bisa bangun berdiri.
"Beng Kie! Hari ini aku yang dimaki, tapi kau yang dipuji
orang. Jangan senang-senang, lain kali aku akan satroni kau
lagi buat adu pedang!" kata Giok Lo Sat sambil tertawa.
Sesudah semua saudaranya yang luka bisa bangun berdiri.


Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seng Tjiang Ngo menghampiri Giok Lo Sat dan menyoja. "Hari
ini baru aku tahu, bahwa di luar langit masih ada langit,"
katanya sambil menghela napas. "Hiotong ini akan aku
bubarkan dan mulai hari ini aku tidak lagi mau berebut
pengaruh. Aku ingin menyatakan terima kasih kepada kau
yang dalam pertempuran masih menaruh belas kasihan!"
"Kau lihat," kata Hoei Beng sambil tertawa. "Sekarang kau
juga mendapat pujian."
Hoei Beng berpaling kepada It Hang dan lanjutkan
perkataannya: "Urusan di sini sudah beres, pintjeng mau
berlalu. Kalian berdua mulai hari ini haruslah hidup rukun."
Baru habis Hoei Beng ucapkan perkataannya, paras
mukanya Giok Lo Sat sudah berubah. "To It Hang!" dia
membentak. "Sebagai murid yang disayang dari Boetong pay,
358 kenapa kau tak mau lantas ikut soesiok-mu pulang ke
Boetong?" "Tjietjie, dengarlah aku bicara..." kata It Hang. Tapi dia tidak
teruskan pembicaraannya, karena waktu itu Pek Sek Toodjin
berada di dampingnya dan dia merasa malu untuk menuturkan
kejadian pada malam itu. "Tjietjie," dia kata lagi. "Tak peduli
bagaimana sikapmu terhadap aku, tapi aku telah mengambil
putusan pasti buat terus berdiam di sini sampai tua, buat terus
mengikuti kau!" Mendengar itu. Giok Lo Sat tertawa tawar.
Waktu itu, dengan muka merah seperti darah. Pek Sek
Toodjin menyoja padanya! Giok Lo Sat loncat ke samping dan
berkata sambil tertawa dingin: "Aku si iblis perempuan tak
sanggup menerima hormatnya Boetong Ngoloo!"
Pek Sek melengak. "Hormatku ini adalah untuk
menghaturkan terima kasih untuk pertolonganmu," kata dia.
"Tapi, aku pun bukannya mentah-mentah menerima budimu.
Aku sebenarnya datang di sini buat ajak It Hang pulang,
supaya dia dapat memimpin partai kita. Tapi sekarang aku
mengalah kepada kau dan pikul segala akibatnya. It Hang,
mulai waktu ini, kau dan Boetong pay sudah tidak mempunyai
hubungan suatu apa lagi. Kau boleh mengabdi kepada Lian
Tjietjie-mu selama kau hidup!"
"Soesiok, kenapa kau keluarkan kata-kata begitu," kata It
Hang dengan heran. Tapi Pek Sek sudah berlalu sambil
tuntun tangannya Lok Hoa Giok Lo Sat sendiri tidak berkata,
apa-apa. Dia cuma tertawa dingin beberapa kali. Belum jalan
berapa jauh, Lok Hoa berpaling dan berseru: "Giok Lo Sat,
harap kau perlakukan toako secara baik. Janganlah hinakan
padanya!" Giok Lo Sat kaget, tapi sebelum dia sempat
menanya, Ho Lok Hoa sudah ikut ayahnya keluar dari
Hongsee po. Ketika itu, It Hang menjublek seperti patung. Oleh karena
telah menerima budinya Tjie Yang Tootiang yang sangat
besar, yang telah pelihara dia dari kecil sampai besar, dia
sebenarnya bertekad buat membalas budi itu kepada Boetong
pay, meskipun selama belasan tahun dia dimusuhi oleh
kawan-kawan separtai karena urusan percintaannya dengan
359 Giok Lo Sat. Sekarang dia dengar perkataannya Pek Sek
yang hendak keluarkan dia dari dalam partai, maka tidaklah
heran, jika hatinya merasa perih sekali. Tapi It Hang lupa,
bahwa dia cuma bisa dikeluarkan dari partai dengan putusan
bulat dari semua kawan-kawan separtainya, dan Pek Sek
Toodjin sama sekali tidak berhak buat berbuat begitu seorang
diri. It Hang dibikin sadar oleh suara tertawanya Giok Lo Sat.
Sambil menghampiri, dia berkata: "Lian Tjietjie, apa sekarang
kau sudah mengerti" Kejadian malam itu adalah suatu salah
mengerti yang sangat besar!"
Hatinya Giok Lo Sat benar-benar sudah patah. Dia ingat
cara bagaimana dalam tempo belasan tahun, dia terombangambing
dalam gelombang asmara. Dia ingat rambutnya yang
sudah putih, sehingga meskipun dia menikah, sudah tidak
banyak artinya lagi. Cara berpikirnya Giok Lo Sat adalah berlainan dengan cara
berpikirnya kebanyakan orang. Sesudah mengalami apa yang
dia telah alami, dia betul-betul anggap pernikahan dengan It
Hang sudah tidak berguna lagi. Maka itulah, sebelum It Hang
habis bicara, sambil kibaskan tangan bajunya, dia enjot
tubuhnya dan lari laksana terbang. It Hang coba memburu
sambil berteriak-teriak, tapi dia tak dapat menyusul.
It Hang menangis tersedu-sedu. Tak tahu berapa lama dia
menangis. Mendadak, dia merasa ada orang tepuk pundaknya yang
disertai dengan perkataan: "Oh, cinta!" It Hang menengok dan
ternyata orang itu adalah sahabatnya, Hoei Beng Siansoe.
Hoei Beng biarkan It Hang menangis sampai puas, dan
sesudah itu barulah dia coba menghibur.
It Hang mendengarkan segala perkataannya Hoei Beng
tanpa berkata apa-apa. Dengan perlahan, sambil berendeng,
mereka jalan di atas padang pasir yang sunyi senyap.
"Kali ini Lian Tjietjie pergi, dan sukar untuk bertemu lagi,"
kata It Hang seorang diri.
Dia dongak memandang ke langit dan matanya dapat lihat
dua bintang yang sangat terang cahayanya. Mendadak dia
ingat, malam itu adalah malam Tjitsek. Tanpa merasa dia
360 menghela napas dan berkata: "Di langit jembatan burung
mempertemukan dua kecintaan, di bumi dua kecintaan saling
berpisahan. Oh, Thian, sungguh Kau mengganggu aku!"
(Menurut dongeng, pada Tjitgwee Tjitsek, tanggal 7 bulan 7,
Goe Long dan Tjit Lie, dua kecintaan yang belakangan
menjadi bintang, membuat pertemuan di atas jembatan yang
dibuat dari burung). Hoei Beng juga dongak dan dapat lihat bintang Goe Long
dan Tjit Lie kelap-kelip di atas langit.
"Kau sudah kenyang membaca kitab. Apakah kau masih
ingat sajak Hi Kio Sian dari Tjin Sauw Yoe?" tanya Hoei Beng.
Mendengar itu, dengan suara perlahan It Hang sebutkan
bunyinya sajak tersebut: Awan berterbangan, Bintang kelip-kelipan. Sinar rembulan penuh kesejukan,
Angin dan embun membuat pertemuan, Sungguh lebih menang dari segala keduniawian.
Cinta laksana air, Kegembiraan seperti impian.
Pulangnya sang burung menimbulkan kesedihan,
Manakala cinta penuh dengan kesucian.
Tak perlu siang malam berkumpul terus-terusan.
"Nah, bukankah benar begitu?" kata Hoei Beng. "Jika dia
(Giok Lo Sat) masih menyintai kau, tidaklah perlu mesti
berkumpul siang malam terus-terusan."
Sesudah terjadinya pertempuran di Hongsee po, nama Pek
Hoat Mo Lie jadi semakin terkenal. Di seluruh daerah selatan
dan utara gunung Thiansan, tidak ada orang lagi yang berani
ganggu padanya. Akan tetapi, dia juga semakin jarang
munculkan diri. Dia terus umpetkan dirinya di puncak selatan dari gunung
Thiansan. Dalam beberapa tahun pertama, setahun sekali dia
turun buat berdiam di tempatnya Tongno kira-kira 10 hari guna
memberi pelajaran silat kepada Hoei Ang Kin. Tapi
belakangan, dia semakin jarang turun gunung,
Sesudah antar Hoei Beng balik ke puncak utara, It Hang
sendiri lantas pergi ke Puncak Onta dari pegunungan
361 Mostako. Di situ dia disambut oleh Sin Liong Tjoe yang
memberitahukan, bahwa beberapa bulan yang lalu, seorang
wanita berambut putih datang ke situ dan memandang
kembang dewa yang dijaga olehnya. "Karena kuatir dia
membikin rusak kembang dewa, maka aku bertanya dengan
membentak," kata Sin Liong Tjoe. "Dia dorong badanku
dengan perlahan, sedang matanya terus mengawasi kedua
kembang itu, sambil tiap-tiap kali keluarkan helaan napas
panjang. Mendadak dia mesem dan berlalu. Wanita ini
kelihatannya sangat luar biasa. Soehoe, apakah dia
sahabatmu?" It Hang tidak jawab pertanyaan muridnya. Dia bungkam
dengan mata mendelong. "Muridku," kata It Hang kemudian.
"Cobalah kau bilang sejujurnya, berapa lama lagi kembang ini
baru mekar." "Aku sudah tanya ayah dan menurut ayah mesti menunggu
lima puluh atau enam puluh tahun lagi!" jawab sang murid.
"Baiklah," kata It Hang. "Sesudah aku mati, kau harus
meneruskan tugas buat menjaga kembang ini." Sin Liong Tjoe
mau menanya, tapi dia urungkan niatannya, karena melihat
paras muka gurunya yang muram dan kedua matanya
berlinangkan air mata. Malam itu, di bawah sinar sang Puteri Malam yang suram,
seorang diri It Hang mendaki Puncak Onta Dengan perasaan
sedih, dia memandang ke arah Puncak Selatan, dan di situ,
samar-samar seperti lihat peta tubuh seorang wanita yang
juga mengawasi padanya. It Hang menghela napas. Pengalaman pahit getir selama
belasan tahun terbayang kembali depan matanya. Dia ingat
pertemuan pertama di gua Oeyliong tong, dia ingat
pengalaman manis di Benggoat kiap. dia ingat sengketa di
Boetong san dan akhirnya perpisahan yang paling belakang di
padang pasir. Berbagai perasaan berpadu menjadi satu. Perasaan
menyesal, sedih, cinta... semuanya memenuhi dadanya It
Hang. Pengalaman-pengalaman getir sudah lewat, apa yang
akan datang dia tak tahu. Cuma satu hal yang dia dapat
362 lakukan sekarang: Yaitu tiap malam naik kepuncak Onta guna
memandang ke Puncak Selatan, di mana si dia berada.
Lama, lama sekali It Hang berdiri di situ seperti orang
hilang ingatan. Akhirnya dia dongak memandang bintangbintang
yang berkelip-kelip, dan teringatlah dia pada
omongannya Giok Lo Sat yang disampaikan oleh Hoei Ang
Kin. Dia sekarang merasa, bahwa kecintaannya itu benarbenar
seperti bintang di langit, begitu jauh, tetapi rasanya
begitu dekat... Sesudah kenyang melamun, mendadak It Hang hunus
pedangnya Dengan pedang itu, dia guratkan huruf-huruf yang
berbunyi seperti berikut:
Tak ada warta, tak ada surat sedari berpisahan.
Sehingga tersiar segala desas-desus yang bukan-bukan.
Tapi 'ku tahu sang sahabat masih dalam keselamatan.
Sehingga biar terpisah jauh, rasanya sangat berdekatan.
Sesudah icipi pahitnya antawali,
mati hidup tak dibuat pikiran.
Sesudah mengalami hujan es, sang hati baru penuh
ketabahan. Angin dingin rontokkan sang kembang hitung ribuan.
Meski sudah rontok, harumnya toh masih ketinggalan.
Sesudah menggurat, dengan perlahan It Hang baca
tulisannya itu. TAMAT Harpa Iblis Jari Sakti 29 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Rahasia Mo-kau Kaucu 3

Cari Blog Ini