Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 19
Hong telah banyak pengalamannya, maka ia mengeluarkan
sarung tangan kulit dan dengan memakai itu, ia mengambil
kertas beracun itu dari tangan Giok Peng, sembari berbuat
begitu, ia tanya Kiauw In, "Kakak Kiauw In, kau mempunyai
obat pemunah racun atau tidak ?"
Nona Cio berdiri menjublak. Dia tak punya obat yang
diminta itu. Liauw In menggeleng kepala, sembari menghela nafas, ia
kata : "Tak ada gunanya lagi.... Telah lolap membantu Tio
Sicu dengan obat kami tetapi tidak ada hasilnya. Racun itu
terlalu hebat dan tak aku kenal......."
Kiauw In bingung tetapi oraknya bekerja. Biar bagaimana ia
adalah seorang yang sabar dan pendiam, otaknya cerdas.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu, terus ia meraba ke sakunya It
Hiong hingga ia menarik keluar sebuah peles hijau kecil, ialah
obat Wan In Jie bekal dari si pendeta tua dari kuil Bie Lek Sie !
Dengan cepat nona ini mengeluarkan enam butir, paling
dahulu ia masuki itu ke dalam mulutnya Giok Peng, kemudian
enam butir lagi ia suapi pada It Hiong.
Selama itu, sudah lama It Hiong tak sadarkan diri
disebabkan serangan racun jahat itu. Seharusnya dia sudah
mati tetapi dia dapat bertahan berkat kekuatan tubuhnya
terutama karena pertolongan belut emas. Selama di Ay Lao
San, karena khasiatnya darah belut itu dia dapat bertahan dari
serangan racunnya Kwie Tiok Giam Po.
Giok Peng tidak pernah makan darah belut emas tetapi ia
terkena racun baru saja dan segera mendapat pertolongan,
racun tak sampai bekerja secara hebat di dalam tubuhnya itu.
Sekira sehirupan teh, saling susul Giok Peng dan It Hiong
siuman, bahkan segera mereka dapat bangun berdiri.
Keduanya heran melihat Liauw In bertiga tengah menjublak
mengawasi mereka berdua, hingga mereka pun mendelong.
Segera juga terdengar pujinya Liauw In, lantas ia mencekal
keras tangannya It Hiong. "Tio Sicu, kau toh tak kurang suatu
apa bukan ?" It Hiong mengangguk, ia lantas ingat apa yang terjadi.
"Tidak apa-apa, taysu jangan kuatir !" sahutnya. Kemudian
ia menoleh kepada Giok Peng yang lagi dipayang oleh Tan
Hong. Nona itu nampaknya masih letih.
"Apakah kakak Peng....?" tanyanya.
"Ya, ia terkena racun." Kiauw In menerangkan sambil ia
mengembalikan obat orang. "Dia keracunan seperti kau, adik.
Dia pun baru siuman. Inilah obat bapak pendeta dari Bie Lek
Sie yang menolong kalian, maka itu simpanlah obat ini baikbaik
!" It Hiong menyambuti obatnya dan menyimpannya, terus ia
ingat peristiwa tadi. Ia menghela nafas dan menanya, "Mana
dia surat beracun itu " Apakah bunyinya ?"
Tan Hong melepaskan Giok Peng, ia terus membeber surat
yang ia pegang dengan sarung tangannya. Diantara sinar lilin,
kertas itu tampak sebagai kertas istimewa, lunak dan ringan
mirip kertas sutera, warnanya kuning muda. Dan suratnya
terdiri dari hanya empat buat huruf : "Giok Lauw Kip Ciauw".
Ia membacakan itu dengan keras, lalu menunjuki juga pada It
Hiong semua. Biarpun ia membacakan surat itu, Nona Tan toh bingung, ia
tidak dapat artikan bunyinya surat, yang arti seadanya ialah
"Loteng gemala segera memanggil". (Lauteng gemala adalah
Giok Lauw dan segera memanggil, Kip Ciauw).
It Hiong berdiri di belakang nona itu, Ia melihat surat itu
dan membacanya, lalu kata, "Sungguh manusia jahat dan
beracun. Di atas kertas maut ini pun ia melukiskan kata-kata
yang begini indah! Dengan begini maka ia sudah menghina
para sastrawan !" "Aku tidak mengerti bunyinya GIok Lauw Kip Ciauw, tetapi
aku tahu pasti itulah tentu suatu tanda peringatan dari si
orang jahat." berkata Tan Hong. "Apakah yang indah di dalam
empat huruf ini ?" "Bicara dari halnya empat huruf itu," berkata Kiauw In
bersenyum, "soal hanya berkisar kepada lakon Lie Ho di jaman
kerajaan Tong. Arti ringkas dari itu ialah mati tanpa sakit lagi."
Giok Peng sudah sadar seluruhnya, dia heran.
"Kakak." tanyanya pada Kiauw In. "Apakah kakak tahu
orang macam bagaimana yang menggunakan racun jahat ini
?" Kiauw In menggeleng kepala.
"Aku tidak tahu." sahutnya. "Pertanda dan caranya ini pun
belum pernah aku melihat atau menemuinya. Bahkan juga aku
belum pernah mendengar ada orang atau orang-orang
angkatan lebih tua yang menceritakannya...."
Ia hening sejenak, lalu berpaling pada Liauw In dan
menambahkan, "Dalam hal ini aku yang muda mohon
keterangan dari Taysu."
Dengan matanya yang jeli ia terus mengawasi pendeta itu.
Liauw In sebaliknya, dengan mata mendelong mengawasi
surat ditangannya Tan Hong. Ia memperdengarkan suara
yang tak tegas hingga mirip orang tengah menggerutu,
sedangkan tangannya membuat main kumis janggutnya.
Mendengar suaranya si nona, ia berpaling kepada nona itu, ia
menghela nafas ketika ia menjawab, "Pengetahuan lolap
sangat sedikit, tetapi menurut terkaanku kalau surat itu bukan
dari Ie Tok Sinshe sendirinya, tentunya dari seorang
muridnya....." "Taysu," It Hiong turut bicara, "coba taysu tolong
menjelaskan terlebih jauh. Diantara kami ini tidak ada yang
mengenal ahli racun itu......"
Si pendeta mengangguk. Terus ia menoleh kepada Tan
Hong. "Sicu, coba tolong bakar kertas itu." pintanya. "Kita akan
dapat melihat tulen atau palsunya...."
Tan Hong mengiakan, ia bertindak ke api lilin, untuk
menyodorkan kertas itu ke api atau mendadak api membesar
membakar huruf-huruf hijau itu sambil memperdengarkan
suara meretek dan mengeluarkan asap hijau.
Menyaksikan itu, semua orang terperanjat.
"Tidak salah ! Tidak salah !" berkata Liauw In berulangulang
sambil dia mengangguk-angguk, ia terus memandang
semua orang itu untuk kemudian menghadapi It Hiong dan
berkata, "Benar-benar dialah Ie Tok Sinshe dari empat puluh
tahun lampau yang telah tercemplung di lembah es ! Pernah
guruku bicara tentang dia, tetapi yang lolap ingat hanya
sedikit sekali. Hanya mengenai empat huruf itu lantaran luar
biasa itu kesanku rada mendalam......"
Pendeta dari Siauw Lim Sie itu mengangkat kepalanya
memandang ke langit. Ia bagaika lagi mengingat-ingat.
Setelah itu ia melanjuti keterangannya. "Di masa mudanya, Ie
Tok Sinshe itu pernah hidup merantau berbuat kebaikan,
hanya kemudian entah kenapa setahu dia mendapat pukulan
apa lantas dia menyembunyikan diri. Lewat dua puluh tahun
lebih baru ada sahabat-sahabat rimba persilatan yang
mengetahui bahwa dia hidup menyendiri di tepi kali Lie Hoa
Kan di Kiam Kok, Secoan Selatan. Kiranya di sana dia gemar
berlayar sambil menghadapi bunga-bunga indah atau bersilat
pedang diantara sumber-sumber air dan rimba guna melewati
hari-hari yang tenang dan senggang."
"Kelihatannya dia selain pandai silat juga ilmu surat." kata
Kiauw In. Liauw In membuka matanya terus ia menghela nafas.
"Memang asalnya dialah orang kaum lurus !" bilangnya.
"Ilmu silatnya ialah ilmu pedang Thian Tan Kiam, Lari ke langit
dan ilmu tangan kosong Jie Lay Hud Ciang, Tangan sang
Buddha Mendatang. Dia telah sampai ke tingkat sempurna
terutama ilmu ringan tubuhnya hingga karenanya orang
memberikan dia julukan Kwee Wie Hui yaitu Bintang Terbang.
Dalam ilmu surat, dia paham pelbagai syair jaman Han dan
Tong dan Song dan Goan, lebih-lebih kitab pelbagai rasul......"
Selagi si pendeta bercerita sampai disitu, Giok Peng
menunjukkan tampang herannya.
"Kalau ilmu silatnya demikian lihai, kenapa dia tak terus
menjadi orang Kangouw sejati ?" tanyanya. "Kenapa dia justru
hidup menyendiri di Kiam Kok hingga dia tak dapat melakukan
sesuatu guna kebaikan umum " Bukankah sia-sia belaka dia
memiliki kepandaian itu ?"
"Orang-orang yang suka hidup menyendiri kebanyakan
orang-orang luar biasa." kata Kiauw In. "Memang biasa orangorang
lihai suka hidup menyepi di gunung-gunung atau dalam
rimba. Hanya mengenai dia yang aneh itu, sesudah menyepi
puluhan tahun kenapa dia muncul buat menjadi orang jahat ?"
"Tentang perubahan sikapnya orang itu dari lurus menjadi
sesat lolap tidak tahu." berkata pula Liauw In, "tetapi yang
membuatnya dimusuhkan orang banyak ialah dikarenakan dia
sangat gemar mencelakai atau membunuh orang dengan
racunnya itu. Sejak dia hidup menyendiri di Kiam kok selama
beberapa puluh tahun dunia Kang Ouw aman sejahatera.
Kemudian entah bagaimana jalannya dia berhasil
mendapatkan kitab Tok Kang, sejilid kitab ilmu racun. Dia rajin
belajar dan tekun, kitab itu telah berhasil dipahamkan sesudah
itu timbullah niatnya menjadi jago dunia Kang Ouw untuk itu
dia main membunuh setiap orang ternama, tak peduli orang
kaum sesat atau lurus, maka juga diselatan atau utara tak
kurang dari beberapa puluh orang yang sudah roboh sebagai
korbannya. Itulah yang menyebabkan orang bersatu padu mencari dan
menyerbunya. Tan Hong tanya ketika itu diwaktu dia
membunuh orang dan melakukannya bukan secara menggelap
tetapi selalu dengan meninggalkan suratnya semacam ini.
"Tidak salah !" sahut pendeta itu. "Menurut keterangan
guruku, setiap korbannya tentu ada mencekal suratnya itu !
Maka juga menurut sangkaan, dia bukan meninggalkan surat
habis dia membunuh orang yang memegang surat ini. Jadi
inilah kertas yang menjadi alat pembunuhan."
Tan Hong menoleh pada Giok Peng dan It Hiong, dia
merasa bersyukur mereka itu tak kurang suatu apa.
"Karena dia membunuh orang dengan racunnya, habis
kenapa dia dipanggil Ie Tok Sinshe ?" tanyanya pula. Ie Tok
Sinshe berarti Tuan yang menghembuskan racun.
"Itulah keanehannya !" sahut Liauw In. "Kalau lain orang
menggunakan racun pada senjatanya, dia hanya
menggunakan kertas."
"Tapi apa benar-benar dapat hembuskan racun ?" tanya
Kiauw In. "Benar ! Itulah keistimewaannya !" sahut Liauw In. "Sayang
dia nyatanya masih hidup dan sekarang muncul pula dengan
keganasannya." "Aneh ! dia dapat hembuskan racun." kata Tan Hong.
"Taruh kata dia punyai kay yoh, obat pemunahnya, dia tidak
mungkin dapat gunakan racun dan obatnya berbarengan !
Dapatkan itu diramu sama-sama ?"
"Dapat, sicu !" kata Liauw In. "Caranya ialah tubuhnya lebih
dulu dibuat kebal sehingga tubuhnya itu tempatnya daya tolak
bekerjanya racun. Orang semacam dia, peluh dan hawanya
sudah racun semua, asal dia bernafas, hembusan nafasnya itu
bisa menyebabkan kematian orang. Jadinya dia tidak
membutuhkan lagi obat pemunah racun."
Giok Peng heran mendengar halnya tubuh orang kebal dari
racun. "Kalau begitu bagaimana dia dapat dibunuh untuk
disingkirkan ?" tanyanya.
"Jangan heran, kakak." berkata Tan Hong tertawa. "Siapa
jahat dia bakal mati sendirinya ! Itulah sudah takdir Maha
Kuasa. Tentang ini baik kita bicarakan belakangan saja.
Sekarang aku ingin tanya pada taysu, apakah artinya empat
huruf itu " Adakah itu pertanda atau ancaman untuk siapa
yang bakal dibinasakan ?"
Liauw In suka bicara. Mulanya dia menyerukan Sang
Buddha, lalu ia terus menjawab si nona. Katanya, "Memang
ada orang-orang jahat yang menggunakan sesuatu pertanda
guna menggertak atau mengancam musuhnya yang hendak
dibinasakannya. Ada yang memakai surat gertakan Mencekak
Nyawa atau ancaman Merampas Jiwa atau tanda Tangan
Berdarah atau pula gambar kepala bajingan, tapi Ie Tok
Sinshe ini rupanya mau mengaguli kepandaiannya dalam ilmu
surat, maka telah dia pakai empat hurunya itu. Caranya ini
memang baru dan luar biasa.
Menyusul kata-katanya si pendeta, Tan Hong mengucap
seorang diri, "Dongeng tentang Lie Ko Giok Lauw Kip Ciauw !"
Melihat lagak orang jenaka, Kiauw In bersenyum.
"Adik Tan Hong, agaknya kau sangat tertarik dengan empat
huruf itu." katanya. "Ingat adik, itu justru surat ancaman
kematian dari Ie Tok Sinshe !" ia berhenti sejenak untuk
menghela nafas, akan akhirnya menambahkan perlahan,
"Entah berapa banyak korban lagi bakal terjatuh ke dalam
tangannya jago racun itu....."
Mendengar suara si nona, Liauw In terkejut. Dia bagaikan
disadarkan oleh kata-kata itu, kemudian dia kata masgul,
"Tidak disangka-sangka dia muncul pula dan kembali
mengancam secara hebat dan ganas ini."
Sebaliknya It Hiong menjadi sangat gusar. Kalau tadi ia
diam saja, sekarang tiba-tiba ia kata keras, "Aku Tio It Hiong,
jika aku tidak menumpas si jahat itu, pasti sia-sia belaka aku
telah menerima pendidikan dan warisan dari guruku dan
pesan ayah angkatku !"
Ia pun mencekal gagang pedangnya untuk menambahkan,
"Pula aku bakal menyia-nyiakan Keng Hong Kiam pedangku ini
!" Kiauw In tertawa menyaksikan orang demikian gusar.
"Ah, adik !" katanya. "Darimana kau memperoleh adat
kerasmu ini " Inilah berupa kesemboronona ! Mari kita
berunding dengan loSiansu, waktunya masih banyak buat
kita...." It Hiong mengawasi nona itu, ia bersenyum. Diam-diam ia
bersyukur terhadap si nona yang tenang itu. Giok Peng
menghampiri adik Hiongnya untuk berkata, "Adik, racun di
dalam tubuhmu mungkin belum bersih seluruhnya. Karena itu
baiklah kau pergi beristirahat ! Baru kita berunding pula."
Liauw In mengawasi bergantian pada para tetamunya itu.
Sekarang hatinya mulai tentram.
"Sicu berdua benar." katanya pada nona Cio dan nona Pek.
"Tio Sicu, silahkan kau beristirahat. Besok baru kita berbicara
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula." Tan Hong sementara itu dengan menggunakan sarung
tangan kulit menjemput dan memeriksa pisau belati yang
dipakai menancapnya surat ancamannya itu Ie Tok Sinshe itu
kemudian ia masuki ke dalam sakunya. Tak mudah ia
melupakan "Giok Lauw Kip Ciauw" yang berarti panggilan kilat
ke dunia baka." Tiba-tiba It Hiong mengingat sesuatu.
"Kakak," tanyanya pada Kiauw In. "kakak beramai
mendengar berita apa maka kalian datang malam-malam
kesini ?" "Sebenarnya kami sendang mengejar seorang perempuan
jahat." Giok Peng mendahului menjawab. "Hampir kakak Tan
Hong hilang jiwa karena dia itu !"
Belum lagi It Hiong sempat menanya tegas siapa wanita
jahat itu, Kiauw In sudah mendahului menanya, "Adik,
bagaimana caranya maka kau mendapati surat ancaman ini ?"
It Hiong pun tikda dapat menjawab kecuali halnya ia telah
mendapati surat itu tanpa menyangka ada racunnya yang
demikian ganas. Karena itu marilah kita kembali sebentar pada saat Hiat Ciu
Jie Nio dan Kan Tie Uh berdua kabur dari dalam kuil.
Selolosnya dari pendopo besar dari Siauw Lim Sie, mereka
tidak kabur terus-terusan. Inilah sebab mereka penasaran,
hati mereka belum puas. Mereka hanya berdiam sembunyi di tempat gelap. Mereka
memikir sebentar, sesudah Siauw Lim Sie sepi, hendak mereka
menyatroninya pula, guna membinasakan sejumlah pendeta
guna melampiaskan hati mereka.
Tempat dua orang in mengumpat adalah sebuah tempat
yang di depan pintu gerbang Siauw Lim Sie yang jaraknya dari
pintu beberapa puluh tombak. Belum lama mereka mendekam
disitu sambil mengawasi ke arah luar, mereka melihat sesosok
tubuh manusia yang hitam seperti bayangan lari mendatangi.
"Entah siapa orang itu ?" kata Kun Tie Uh.
Jie Nio mengawasi tajam. "Mungkin dialah guruku." sahutnya kemudian. "Mungkin
guruku datang buat menyambut kita !"
Keduanya mengawasi terus, selekasnya bayangan itu
mendatangi dekat, mereka lantas keluar dari persembunyian
mereka buat menyambut atau segera keduanya menjadi
kaget. Setelah datang dekat, bayangan itu kiranya Tio It Hiong
yang menjadi musuh mereka !
It Hiong pun segera mendapat lihat dua orang itu, hingga
ia menjadi gusar sekali. Hiat Ciu Jie Nio sudah lantas menyerang dia dengan tidak
membuka suara lagi. Dia menikam dengan Bwe hoa-Toat,
senjatanya yang berujung tajam. Sampai disitu, Kan Tie Uh
pun menebali muka, dia maju membantui kawannya, hingga
dengan demikian si anak muda menjadi dikerubuti.
Tak sempat It Hiong menghunus senjatanya, terpaksa ia
melayani dengan tangan kosong, dengan kelincahannya ilmu
ringan tubuh Tangga Mega, sedangkan ilmu silatnya ialah
"Hang Liong Hok Houw Ciang", Menaklukan Naga,
Menundukkan Harimau. Dengan ilmunya ini, ia membuat
kedua musuh repot. Lewat sepuluh jurus, habis sudah
sabarnya. Mendadak ia bersiul nyaring sambil teus melakukan
dua gerakan saling susul. Pertama-tama ia menggertak Jie Nio
hingga wanita itu kaget, menyusul mana, ia menghajar Kan
Tie Uh ! "Langsung Menyerbu Istana Naga Kuning" adalah jurus
yang digunakan si anak muda. Jurus itu satu tetapi terpecah
tiga, maka juga Tie Uh kaget, repot dia menangkis. Saking
repotnya dia tak dapat membela diri lebih jauh, dadanya kena
terhajar hingga tubuhnya terpental jauh setombak lebih dan
roboh terjungkal tak sadarkan diri !
Hiat Ciu Jie Nio menjadi orang Kang Ouw golongan jalan
hitam dari Kwan Gwa, dia sangat licik. Melihat kawannya
roboh, bukannya maju untuk membantu, dia justru mengambil
langkah seribu, guna menyelamatkan dirinya. Dia kabur ke
belakang kuil, mendaki puncak.
It Hiong tidak mau mengejar, setelah melihat sudah pergi
jauh, ia lantas menghampiri Kan Tie Uh buat mengangkat
tubuhnya guna dikempit dan dibawa pulang ke Siauw Lim
Sie.Jie Nio kabur terus. Dia melintasi sebuah rimba hingga ia
mendapati di depannya sebuah rumah dengan beberapa
ruangan yang seluruhnya terkurung pagar. Itulah justru Ceng
sit, rumah peristirahatan yang digunakan Kiauw In beramai,
yang ketika itu jendelanya cuma dirapati dan apinya tidak ada.
"Baik aku bersembunyi di dalam situ." pikir Jie Nio. Ia
berhati-hati, sebelum memasukinya, ia menimpuk dahulu
dengan sebutir batu, setelah tidak mendapat sambutan apaapa
kecuali suara batu membentur kursi dan lantas sunyi,
hendak ia menghampiri, buat berjalan masuk ke dalamnya. Di
saat dia mau bertindak masuk ke pintu, mendadak ia melihat
sinar golok berkelebat dan angin bersiur dari sampingnya. Ia
kaget sekali. Ia tahu itulah serangan gelap. Maka dengan cepat ia
berkelit, terus ia memutar tubuh hingga ia melihat
penyerangnya ialah seorang wanita dengan baju warna abuabu
serta senjatanya berupa ruyung sanhopang. Sebab itu
ialah Tan Hong dari Hek Keng To, pulau ikan Lodan Hitam.
"Siapa kau ?" Nona Tan sudah lantas menegur.
Jie Nio tidak takut, bahkan ia tertawa tawar.
"Bocah, kau berdiri biar tegak, jangan kaget !" katanya
takabur. "Akulah Hiat Ciu Jie Nio dari Giok Long Twee di Kwan
Gwa !" Tepat itu waktu Kiauw In dan Giok Peng berlompat keluar
dari dalam rumah dimana mereka sengaja berdiam saja ketika
mereka mendengar suara batu menghajar kursi.
"Jangan pedulikan dia Jie Nio atau Sam Nio !" teriak Giok
Peng. "Mari kita bekuk dia !" Dan dia mendahului menerjang.
Jie Nio berkelit. Tak berani dia sembarang buat menangkis.
Karena dia berkelit itu, dia lantas diserang pula dengan
bertubi-tubi. Sebab penyerangnya justru menggunakan ilmu
silat Khie Bun Patkwa Kiam.
Repot jago dari Kwan Gwa itu. Dengan maju mundur dia
didesak terus. Hingga dia mundur dua tombak lebih. Karena
itu dia akhirnya dia terpaksa melakukan satu penangkisan
yang keras, yang tepat mengenai senjata lawan, hingga kedua
senjata mereka bentrok nyaring sekali. Percikan apinya sampai
muncrat, bahkan sendirinya, mereka sama-sama mundur
setengah tindak ! Jie Nio terkejut. Ia merasai tenaga lawan besar sekali.
Justru dia berdiam, justru Tan Hong menyerang. Terpaksa, ia
mesti melayani penyerangannya itu. Karena ini kembali
senjata mereka beradu. Malah kali ini, ia pun mundur sampai
satu tindak. Baru sekarang ia merasa jeri. Ia melayani yang
dua kalau ia dikepung bertiga, pasti ia akan bercelaka. Tapi ia
tidak takut, bahkan muncul hati kejamnya. Diam-diam ia
menyiapkan Toa wan-tong, pipa racunnya yang berupa mirip
seruling kecil dan pendek.
Tan Hong maju pula selekasnya senjatanya kena sampok.
Ia mengerahkan tenaga lunak Mo Teng Ka, yang disalurkan
kepada senjatanya itu terus ia menyerang dengan tiga jurus
berantai. Jie Nio tertawa tawar. "Budak bau !" katanya. "Jangan kau takabur ! Hendak aku
lihat, betapa lihainya kepandaianmu!" Dan kembali ia
menyerang dengan tenaga yang dikerahkan !
Kedua senjata beradu pula dengan keras sekali, atau Jie
Nio menjadi kaget. DI luar dugaannya senjatanya kalah dan
patah, hingga ujungnya terpental jauh dua tombak lebih !
Dalam kaget dan jeri Hiat Ciu segera lompat ke samping,
dari situ ia terus mengayun sebelah tangannya menyerang
dengan pipanya yang mirip seruling itu. Hingga lekas tampak
mengepulnya asap seperti halimun ! Tan Hong girang, hendak
dia mendesak lawan atau mendadak ia melihat lawannya
lenyap dari pandangan matanya hingga ia melengak.
"Adik Tan Hong, lekas mendak berkelit !" terdengar
suaranya Kiauw In. Tan Hong pun asal kalangan hitam, ia pula cerdik sekali.
Suaranya nona Cio menyadarkan padanya. Tidak ayal pula ia
berlompat sambil terus menjatuhkan diri sejauh dua tombak
lebih. Dengan demikian, loloslah ia dari asap yang berbahaya
itu ! Ketika ia berlompat bangun dan menoleh, ia melihat
Kiauw In dan Giok Peng tengah menyerang sesosok bayangan
tubuh manusia. Bayangan itu sangat gesit, dia mencelat pergi
dengan terus menghilang ke dalam rimba !
"Kita jangan kejar dia !" kata Kiauw In. "Mungkin ada
terjadi sesuatu di dalam Siauw Lim Sie ! Mari kita pergi ke
sana !" Dan dia mendahului pergi.
Tan Hong dan Giok Peng mengerti, mereka menyahuti,
lantas mereka lari menyusul. Demikianlah mereka berhasil
menolong It Hiong yang terkena racun itu. Habis It Hiong
menutur, Kiauw In menggantikan bercerita. Hingga mereka
menjadi ketahui hal ikhwalnya masing-masing.
"Sekarang sudah jam lima." kata Giok Peng. "Baiklah
sebentar setelah terang tanah kita memeriksa puncak
belakang buat mencari wanita jahat itu....."
Liauw In berpikir, lalu ia berkata, "Meski Jie Nio itu jahat
dan berani, lolap percaya sekarang tak akan dia berdiam lebih
lama pula disini. Dia sendirian saja, tak dapat dia berbuat
sesuatu....." Giok Peng tertawa. "Jadinya LoSiansu hendak melepaskan dia ?" tanyanya.
Liauw In memuji Sang Buddha, lalu dia kata, "Bagaimana
pendapat sicu kalau kita melepaskan seorang jahat supaya dia
dapat kesempatan berubah kejahatannya ?"
Nona Pek mengangguk, ia tidak mengatakan sesuatu.
Pendeta itu membuat main mutiaranya, nampak ia berduka.
"Sebenarnya lolap tidak memikirkan Jie Nio walaupun dia
jahat." katanya kemudian. "Yang lolap kuatirkan ialah kalaukalau
si bajingan beracun yang tua yaitu Ie Tok Sinshe nanti
muncul pula guna mengacau dunia rimba persilatan....."
Kata-kata si pendeta membuat It Hiong berempat menjadi
berdiam. Memang benar pendeta tua ini. Musuh lihai dan tak
ketahuan juga datang dan perginya......
Ketiga nona dan pemuda itu saling mengawasi, kemudian si
pemuda kata dengan nada suara penuh kemurkaan :
"LoSiansu menguatirkan Ie Tok Sinshe, aku yang muda
sebaliknya mencurigai si pelajar yang datang bersama-sama
Kun Tie Uh dan Hiat Ciu Jie Nio itu. Aku menerka dia bukan sembarangan orang.
Aku mau percaya kalau kita ketahui asal usul dia, mungkin kita
akan mendapat endusan juga tentang Ie Tok Sinshe sendiri,
dia benar telah muncul pula atau tidak......"
"Lolap memikir sebaliknya." kata Liauw In kemudian. "Lolap
justru mau menerka bahwa pelajar tua itu adalah Ie Tok
Sinshe sendiri......"
It Hiong tertawa. "Kalau benar dialah Ie Tok Sinshe itulah paling baik !"
katanya. "Kalau dia benar muncul pula dalam dunia Kang Ouw
guna mengacau maka aku si orang muda dengan
mengandalkan warisan pelajaran guruku serta ini pedang
Kang Hong Kiam hendak aku cari dia buat kita mengadu
kepandaian hingga salah satu mati atau hidup. Biar bagaimana
ancaman bencana kaum rimba persilatan harus dihalau !"
"Sicu begini gagah dan mulia hati, lolap kagum sekali !"
berkata Liauw In. "Memang kecuali sicu, ada sangat sukar
mendari orang lain yang dapat melayani Ie Tok Sinshe !
Hanya satu hal hendak lolap minta yaitu supaya sicu
senantiasa waspada."
"Terima kasih loSiansu !" kata It Hiong. "Karena kita tidak
harusnya menyia-nyiakan waktu, aku memikir akan turun
gunung selekasnya terang tanah !"
"Bagaimana kalau aku berjalan bersama-sama kau, adik
Hiong ?" tanya Tan Hong. "Dengan aku turut padamu,
mungkin aku dapat membantu sesuatu....."
Nona Tan sangat mencintai si anak muda maka juga dia
lupa akan bahaya yang dapat mengancam dirinya. Habis
berpisahan di Ay Lao San repot dia mencari anak muda itu
atau disini setelah bertemu si anak muda mau
meninggalkannya pula buat suatu perjalanan yang tak
ketentuan jauh dekatnya dan bahaya mengancamnya atau
tidak. It Hiong dapat menerka hatinya nona itu, diam-diam dia
bersyukur.Kiauw In dan Giok Peng pun sangat memikirkan
keselamatan si anak muda tetapi di depannya Liauw In tak
dapat mereka mengutarakan rasa hati mereka seperti Tan
Hong itu. Mereka harus membalaskan perasaan itu. Adalah
Giok Peng yang mengawasi Kiauw In dan kemudian berkata
dengan perlahan padanya, "Bagaimana kalau aku bersama
Kakak In turut kau, adik " Bukankah itu jauh terlebih baik "
Dengan begini tak usahlah kita nanti saling memikirkan......"
Kiauw In berdiam saja. Ia ada terlalu halus akan dapat
berkata seperti Giok Peng itu. Lebih-lebih ia tak seperti Tan
Hong. Ia pula insyaf, belum tentu It Hiong akan menyambut
baik permintaan mereka. Ada kemungkinan si anak muda akan
beranggapan bahwa turutnya mereka akan merepotkan saja
padanya mengingat lawan yang mau dicari itu lawan luar
biasa lihai. Demikian ia cuma bersenyum.
It Hiong mengawasi Tan Hong dan Giok Peng. Ia
menginsyafi cintanya mereka itu tetapi ia berpikir seperti
terkaannya Kiauw In. Tak ada perlunya buat mereka itu turut
bersamanya. Mereka mungkin lebih banyak menyulitkan dari
pada dapat membantunya. Kiauw In melihat sinar matanya It Hiong, ia dapat mengerti
maksud kekasihnya itu, maka kemudian ia bersenyum dan
kata, "Menurut aku lebih baik kita biarkan adik Hiong pergi
seorang diri, sebab ia sendiri saja sudah cukup. Mengingat
lawan adalah ahli racun yang luar biasa dengan kita turut
pergi bersama, kita mungkin akan menambah menyulitkan
saja....." Giok Peng dan Tan Hong mengawasi melongo pada Nona
Cio. Itulah kata-kata diluar dugaan mereka. Tanpa merasa
mereka mengeluarkan suara heran.
"Kita bertiga baiklah berdiam di dalam kuil saja." Kiauw In
menambahkan. "Di sini kita dapat membantu membuat
penjagaan hingga hatinya adik Hiong menjadi lega dan tenang
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebab tak usah lagi ia menguatirkan keselamatan kuil. Dengan
begini kita justru membantu banyak pada adik Hiong ! Benar
bukan ?" Giok Peng mencibir. "Kakak bicara enak saja !" katanya. "Sungguh kata-kata
yang sedap di dengarnya ! Kakak tak kupercaya bahwa hatimu
sekeras ini hingga kau tega membiarkan adik Hiong pergi
seorang diri...." Tan Hong mendengari saja, mulutnya ditutup. Tidak berani
ia campur bicara sebab ia belum mempunyai hak apa-apa atas
dirinya It Hiong. Mengenai urusan itu ia lebih setuju Giok
Peng. Dilain pihak terhadap Kiauw In ia menghormati
berbareng jeri.... "Segala urusan harus ada perbedaannya yang mengenai
umum dan pribadi." kata Kiauw In kemudian. "Urusan pula
ada yang penting, ada yang ringan. Semua itu mesti kita bisa
memisahkannya. Janganlah, karena urusan pribadi, kita
menggagalkan usah adik Hiong, yang hendak bekerja guna
umum. Kedua adikku, harap kalian tak terpengaruh cinta
asmara, kita harus dapat memikir jauh. Adikku, cobalah
pikirkan kata-kataku ini benar atau tidak....."
It Hiong bersyukur sekali kepada nona yang bijaksana itu.
"Kau benar suci" katanya kepada si kakak seperguruan.
"Kau bicara dengan melihat jauh ke depan. Maka itu kakak
Peng dan kakak Hong silahkan kalian berdiam saja di kuil ini
guna membantu loSiansu membuat penjagaan ! Kalian setuju
bukan ?" Giok Peng tertarik oleh kata-katanya Kiauw In, maka juga
ia lantas mengangguk. "Suka kau mendengar kau, adik."
katanya pada It Hiong. "Tapi kau sendiri, baik-baik kau
menjaga dirimu....."
"Terima kasih kakak aku akan menjaga diri baik-baik."
sahutnya. Kemudian ia menoleh kepada Tan Hong yang terus
berdiam saja. Ia percaya nona ini tentu bersusah hati, maka ia
mengawasi kepadanya. Nona Tan justru mengangkat kepalanya hingga sinar
matanya bentrok dengan sinar matanya si anak muda.
"Ya." katanya. Tak lebih.
It Hiong merasa lega, bukan malu maka juga ia tertawa.
"Sang fajar akan segera tiba, nah, mari kita pulang ke
kamar peristirahatan !" ia mengajak. "Kakak bertiga, kalian
perlu beristirahat sedangkan kau, aku hendak berkemaskemas
!" Ketiga nona itu mengangguk, lantas mereka pamitan dari
Liauw In untuk kembali ke Ceng sit.
Dengan sungguh-sungguh Liauw In berkata kepada It
Hiong, "Sicu, semoga kau berhasil dengan perjalananmu, kau
selamat tak kurang suatu apa supaya kaum rimba persilatan
dapat dihindarkan dari ancaman malapetaka besar ! Sicu
berhati-hatilah, jangan lengah barang sedikit juga !"
It Hiong mengangguk. "Terima kasih loSiansu." katanya. "Akan aku yang muda
mengingat baik-baik pesan ini."
Segera ia memberi hormat pula untuk pamitan setelah
mana ia mengajak ketiga nona meninggalkan kuil Siauw Lim
Sie. Perlahan-lahan mereka menuju ke puncak belokan. Di
saat itu selagi fajar menyingsing angin halus datang bertiup.
Di ufuk timur tampak cahaya memutih. Hawa udara rasanya
nyaman. Mereka itu berjalan sambil berbicara dan tertawatawa.
Kira setengah jam tiba sudah mereka di Ceng sit diluar
pagar bambu. Giok Peng tertawa dan kata, "Tidak kusangka, setelah
tinggal disini beberapa kali telah datang orang jahat
mengganggu kita !" "Kecuali penjahat perempuan tadi, siapakah yang pernah
datang kemari ?" tanya Tan Hong.
"Ada, umpama Gak Hong Kun...." sahut nona Pek yang
lantas lenyap tawanya. Mengingat orang she Gak itu, muncul
kemendongkolannya, hingga ia lantas menggertak gigi.
Tadinya masih ada kesan baik terhadap pemuda itu sebab
mereka pernah bersahabat dan berpacaran, kesan itu lenyap
dan berubah menjadi kebencian sehabis Hong Kun menyerbu
secara ganas pada Lek Tiok Po. Karena itu juga lenyap
budinya si anak muda yang pernah mencarikan dan
memberikan hosin ouw, obat mujarab itu. Ia paling sakit hati
ketika ia dibikin tak sadar dan diculik bekas kekasih itu.
Tan Hong tidak tahu hal ikhwalnya Hong itu terhadap Giok
Peng, ia masih menanya, "Kakak, benarkah Gak Hong Kun
bermuka demikian tebal hingga dia berani datang pula
menemui kakak ?" Giok Peng tidak menjawab hanya matanya tergenang air, ia
mendahului melompat masuk ke dalam Ceng sit, hingga It
Hiong bertiga menyusul. Rumah masih gelap, lilin sudah lantas dinyalakan. It Hiong
melempangkan tubuhnya dan mengeluarkan nafas lega. Ia
meloloskan pedangnya dan bersenandung, "Sampai kapan
dapat aku membunuh ular naga ?"
Kiauw In melirik anak muda, sembari bersenyum ia kata,
"Ha.. dari manakah dapat pelajari kebiasaan kata bukumu ini
?" Berkata begitu, si nona menyodorkan pakaian si anak muda
dan It Hiong lantas membuntalnya rapi. Kata anak muda ini,
"Jangan repot-repot, kakak ! Apakah kakak bertiga tak mau
beristirahat dahulu ?"
Ketika itu Tan Hong, yang pergi ke belakang muncul
dengan baskom dan saputangan buat mencuci muka, waktu ia
menoleh kepada Giok Peng, ia terperanjat. Nona Pek sedang
duduk menyender di pembaringan, tampang mukanya muram
dan air matanya tergenang.
"Ah, kakak Peng !" katanya heran. "Kenapakah kakak
berduka ?" Nona ini lantas menghampiri dan menyusuti air mata
orang. Baru setelah itu Kiauw In dan It Hiong mengetahui
yang Giok Peng berduka. Lantas mereka menghampiri.
"Kau kenapakah kakak ?" tanya It Hiong bingung.
"Mungkinkah kau tak suka aku...."
Tak suka Giok Peng melihat orang datang
mengerumuninya. Ia jengah sendiri.
"Cis !" ia berludah. "Akulah orang Kang Ouw, mana aku
memberatimu hingga urusan besar dapat digagalkan
karenanya ?" Ia lantas menghela nafas, habis mana ia
menambahkan, "Aku hanya berdua dan mendongkol kapan
teringat kejadian malam itu dirumah penginapan sebab
penghinaannya Gak Hong Kun ! Jika tidak Teng Hiang muncul
secara tiba-tiba, pasti aku tidak akan hidup sampai sekarang
ini ! Hanya aneh si Teng Hiang entah dia mempunyai urusan
apa, dia justru berbaikan dengan si busuk itu !"
"Teng Hiang telah jatuh hati terhadap Cukat Tan dari Ngo
Bie Pay, tidak nanti dia main gila dengan Hong Kun." kata
Kiauw In. "Aku percaya dia tak akan menyintai pemuda itu...."
"Ya, tapinya aneh, mau apa budak itu mencari Hong Kun ?"
kata Tan Hong tertawa. It Hiong pun heran hingga ia berpikir, hanya sejenak
kemudian ia tertawa dan kata, "Aku percaya itulah urusan
mengenai pertemuan kaum sesat itu di In Bu San nanti !"
"Sebenarnya bagaimanakah sepak terjangnya kawanan itu
dapat dicegah atau dihentikan ?" tanya Kiauw In. "Hong Kun
telah menyamar menjadi kau, adik. Sudah melakukan banyak
kejahatan kalau sekarang dia bekerja sama diengan Ie Tok
Sinshe, itulah berbahaya. Entah bencana apa lagi bakal
mengenakan dunia rimba persilatan....."
Giok Peng gusar sekali hingga dia kata bengis, "Buat apa
juga demi umum, akan aku bunuh Gak Hong Kun !"
Alisnya It Hiong terbangun.
"Aku menyesal yang aku berulang kali telah menaruh belas
kasihan terhadapnya." katanya. "Buktinya sekarang dia
menjadi biang bencana....."
Kiauw In melirik pemuda itu.
"Sudah, jangan kau menyesal. Sekarang marilah kita
bekerja sama untuk menghadapinya nanti, cuma untuk
bertindak janganlah bertindak sembrono, kita harus
memikirkannya dahulu."
It Hiong mengawasi si nona yang cantik ayu itu, yang
cerdas dan tenang. "Nah, kakak, kakak mempunyai pikiran apakah ?" tanyanya.
Kiauw In berpikir, baru ia menjawab.
"Sekarang ini adik, tugasmu ialah tetap mencari tahu
tentang Ie Tok Sinshe itu. Aku sendiri, aku memikir buat
mencari Gak Hong Kun dan Teng Hiang guna menyelidiki
tindak tanduk mereka berdua...."
"Tetapi aku, aku bersama adik Tan Hong, apakah yang aku
harus kerjakan ?" tanya Giok Peng.
Kiauw In mencekal erat-erat tangannya nona itu.
"Tugas kalian, kedua adikku, besar sekali tanggung
jawabanya." kata ia. "Kalian harus tetap berdiam disini guna
membantu melindungi Siauw Lim Sie !" Ia menatap dalam lalu
menambahkan, "Adik Peng, Hong Kun membencimu dan
mungkin dia masih menyimpan maksud jahat, karenanya
kalau kau bertemu dengannya, ada kemungkinan kau kena
terjebak. Jadi adalah paling tepat kalau kau berdua adik Hong
berdiam disini." Giok Peng mengangguk. Ia biasanya penurut terhadap
Nona Cio. "Baik, kakak." katanya. "Harap kakak berhati-hati !"
Niatnya Tan Hong adalah mengikuti It Hiong tetapi karena
Kiauw In telah berkata demikian tak berani ia menentang,
kapan ia melihat Giok Peng akur, ia pun tidak berani
mengatakan sesuatu. It Hiong berangkat, setibanya sang pagi. Ia meninggalkan
obatnya pendeta dari Bek Lek Sie yang ia bagi kepada ketiga
nona itu. Kiauw In turun gunung bersama, hanya sesampainya di
kota Tenghong, dimana mereka singgah satu malam terus
mereka berpisahan. Jilid 42 Sementara ini, kita melihat dulu kepada Gak Hong Kun dan
Teng Hiang bedua. Seberangkatnya dari Sian Cui pa, mereka
menuju ke propinsi Secuan, untuk terus menuju langsung ke
Ay Lao Sa. Ketika mereka baru sampai di dusun Kho Thiam cu
diluar propinsi Ouwpak, mereka bertemu dengan Lam Hong
Hoan dan Bok Cee Lauw, dua bajingan dari To Liong To, pulau
naga melengkung. Kedua bajingan itu, bajingan-bajingan nomor dua dan
nomor lima, telah mendengar berita tentang lenyapnya Kang
Teng Thian dan Siauw Wan Goat, saudara-saudara mereka
yang sulung dan bungsu, yang tak ada warta beritanya lagi
sejak bubarnya pertemuan di In Bu San, maka mereka lantas
mencari berputaran. Di tengah jalan mereka bertemu dengan
Siauw Tiong Beng dan Cie Seng Ciang, bajingan-bajingan
nomor tiga dan empat. Kemudian lagi, mereka mendengar
kabar halnya Kang Teng Thian telah kehilangan jiwanya di
Siauw Sit San dan Siauw Wan Goat lenyap tak karuan, maka
berempat mreka lantas pergi ke Siauw Lim Sie guna membuat
penyelidikan. Kebetulan mereka bertemu dengan Gak Hong
Kun. Lam Hong Hoan menyangka Hong Kun adalah It Hiong
maka muncullah kemurkaannya disebabkan ia ingat urusannya
Wan Goat, kehilangan kesucian dirinya di dalam rumah
penginapan di Lap kee, hingga ingin dia membalaskan sakit
hati saudaranya itu. "Eh, Tio It Hiong !" serunya bengis. "Kita benar-benar
musuh satu dengan lain, maka disini kita bertemu pula !" Tapi
kapan dia melihat Teng Hiang berada bersama pemuda itu, ia
tegur nona itu, "Budak busuk ! Lantaran mencari laki, kau
sudah mendurhaka dari rumah perguruanmu !"
Hong Kun kaget karena teguran itu, dia pun jeri melihat
jago-jago dari To Liong To itu berjumlah empat orang. Syukur
ia dapat melegakan hati sebab ia disangka It Hiong adanya.
Maka ia menabahkan hati, sambil tertawa ia kata, "Harap
jangan gusar. Lam Cianpwe ! Kalau ada urusan, mari kita
bicara secara baik-baik."
"Bocah, masih kau berlagak pilon !" bentak Hong Hoan
yang terus meraba senjatanya, cambuk lunak, untuk
diputarkan. Ketika itu Siauw Tiong Beng pun kata keras, "Dia ini juga
yang menyerbu dan membakar benteng kira serta
membinasakan Lie Tay Kong serta beberapa orang murid
kita." Teng Hiang bingung. Dia tidak tahu tentang urusan yang
disebut-sebut itu. Dia hanya menyangka orang salah mencari
alamat. Maka hendak ia memberi keterangan, agar
perjalanannya tak usah terganggu.
"Lamcianpwe." tanyanya. "Kalau cianpwe hendak mencari
orang untuk membuat perhitungan dengannya, harap cianpwe
mengenali dulu biar jelas ! Dia ini...."
Gak Hong Kun menerka nona itu hendak membuka rahasia
kepalsuannya, dengan tampang gusar ia membentak, "Akulah
Tio It Hiong, kalau aku bekerja tak pernah aku menyangkal !
Aku juga tidak takut ! Jiwa ketua kamu Kang Teng Thian telah
hilang ditanganku, maka perhitungan itu kamu hitunglah atas
namaku !" Di saat genting itu, Hong Kun masih hendak menimpakan
kesalahan kepada It Hiong. Sikapnya itu membuat heran
sekali pada Teng Siang, sedangkan Cie Seng Ciang menjadi
gusar, hingga dia sudah lantas berlompat maju menyerang
pada si anak muda itu ! Hong Kun berbicara dengan berwaspada, selekasnya
serangan tiba dia mundur satu tindak, sambil mundur diapun
menghunus pedangnya pedang Kie Koat, untuk dengan itu
lantas membuat penyerangan membalas, ia ada murid Heng
San Pay. Wajar saja ia menggunakan ilmu silat ajaran gurunya
jurus Mega Musim Semi. Cie Seng Ciang terkejut, segera dia menarik pulang
tangannya. Sebagai seorang Kang Ouw kawakan, tak mudah
ia diselomoti. Dia pun berlompat mundur untuk terus
mengeluarkan senjatanya, kaitan Cohu Wan-yho kauw. Dia
lantas menantang, "Kalau kau benar-benar memiliki
kepandaian, mari layani aku beberapa jurus !"
Kata-kata itu ditutup dengan saru serangan kaitan jurus
"Burung Walet Terbang Sepasang", yang dapat berubah
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi tiga pecahan, maka juga sasaran adalah perut, dada
dan bahu ! Hong Kun gagah tetapi dia repot atas serangan luar biasa
itu, hampir pedang mustikanya tak dapat digunakan, sebisabisa
dia melindungi diri. Tak mau, atau tak dapat dia
membalas menyerang. Baru selewatnya dua puluh jurus,
hatinya menjadi tetap pula. Ia telah melihat cara orang
bersilat, ia seperti dapat meraba-raba. Demikian selewatnya
itu, ia juga mulai membalas menyerang. Pedangnya yang
tajam menguntungkan padanya.
Cie Seng Ciang kewalahan melayani pedang mustika lawan,
dengan begitu dengan sendirinya dia terus berbalik kena
diserang terus terdesak. Bok Cee Lauw menyaksikan perubahan itu, dia lantas
lompat memasuki kalangan, menyerang dengan senjatanya
yang luar biasa itu, Goat Lun. Dengan demikian, Seng Ciang
menjadi mendapat angin pula, hingga pertempuran menjadi
berimbang. hanya, walaupun demikian, pedang mustika lawan
membuat dia dan saudaranya harus waspada.
Hong Kun berkelahi dengan mantap. Setelah menang di
atas angin, dia lantas memikir menggunakan bubuk
beracunnya. Tak ingin dia pertempuran menjadi berlarut-larut
lama. Dia pula hendak menunjuki ketangguhannya !
Cie Seng Ciang dan Bok Cee Lauw berkelahi sama
kerasnya, dengan begitu lima batang senjata mereka jadi
bergerak-gerak dengan sangat cepat, setiap gerakannya
membahayakan lawan masing-masing.
Teng Hiang melihat bahwa pertempuran itu sangat
membahayakan jiwa kedua belah pihak, tak dapat ia
membiarkannya terus. "Tahan !" demikian serunya.
Suara itu sangat tajam, bagaikan suara genta perak masuk
ke dalam telinga. Dengan sendirinya ketiga orang itu
menghentikan pertempurannya, semua mengawasi si nona.
Teng Hiang sebaliknya, lantas tertawa manis. Kata dia,
"Bukankah kita orang-orang dari satu kaum " Kalian
bertempur demikian hebat, buat apakah ?"
Bok Cee Lauw mengawasi bengis.
"Budak !" serunya. "Budak, apakah kau hendak menipu aku
?" "Siapakah yang hendak menipu kamu ?" si nona membaliki.
Hanya kali ini dia bicara dengan tampang dan muka sungguhsungguh.
Sie Seng Ciang heran. "Murid Pay In Nia ini, apapun hendak dibilang, dia adalah
musuh kami !" katanya nyaring. "Dan kau, jika kau tidak
memandang kepada Thian Cie Lojin, tak nanti aku memberi
ampun padamu!' Suara itu menyatakan bahwa bajingan-bajingan dari To
Liong To itu menganggap Hong Kun sebagai It Hiong.
Justru Seng Ciang bicara itu, Hong Kun dengan tangan
kirinya meroboh sakunya buat mengeluarkan bubuk
beracunnya, atau mendadak dia menjadi kaget sebab tahutahu
ada serangan menyambar mukanya. Dengan gesit dia
berkelit sambil tubuhnya pun lompat ke samping hingga dia
bebas. Teng Hiang melihat kawan itu berlompat, ia menyusul.
Ketika Hong Kun lari terus, ia turut lari juga !
"Kita terpedayakan !" kata Hong Hoan menyesal, dialah
yang menyerang Hong Kun barusan.
Seng Ciang menoleh, maka ia mendapati dua orang itu
sudah lari jauh, mereka tengah mendaki puncak. Ia
penasaran, maka bersama ketiga saudaranya, ia lari
mengejar. Hong Kun dan Teng Hiang tidak lari terus. Mereka
mendekam, bersembunyi di sebuah semak rumput tinggi dan
tebal. Dari dalam situ diam-diam mereka memasang mata.
Selekasnya Hong Hoan berempat sudah lewat, mereka muncul
untuk lari balik, buat mengambil jalan mereka sendiri. Sesudah
lari belasan lie, barulah mereka tidak lari lagi hanya berjalan
perlahan-lahan. Teng Hiang menyusuti peluhnya.
"Aku terembet-rembet olehmu..." ia sesalkan Hong Kun.
Hong Kun tertawa menyeringai.
"Tapi aku pun, karena hendak membantu kau, aku jadi
bertemu mereka itu !" katanya.
"Hari sudah magrib, mari kita cari pondokan !" Teng Hiang
memutuskan. "Malam ini kita beristirahat."
Selagi berkata begitu, Nona Teng memandang ke depan. Ia
melihat sebuah kereta tengah mendatangi dan si kusir kereta
lagi tak henti-hentinya membentak-bentak binatang penari
kereta itu, sedangkan cambuknya dibunyikan berulang kali.
Kereta itu memakai kerudung dan binatang penariknya
nampak sudah letih sekali.
"Lihat binatang itu !" kata si nona tertawa. "Kasihan, dia
sudah tak kuat menarik keretanya !'
"Eh !" serunya, tiba-tiba. "Jiu Long tengah berbuat apakah
?" Sementara itu, kuda sudah lantas mendatangi dekat,
sampai tinggal tujuh tombak lagi.
Tiba-tiba Hong Kun lari memapaki kereta itu, untuk dia
lantas menegur, "Eh, sahabat berambut hijau ! Sahabat
rambut hijau !" Si kusir mengangkat kepalanya selekasnya dia melihat
orang she Gak itu dia tertawa.
"Ha ha ha Gak Laote !" serunya girang.
"Selamat bertemu !"
Seketika itu juga kereta pun dihentikan.
Teng Hiang pun menghampiri, maka ia melihat si kusir
mempunyai rambut hijau seluruhnya, mukanya kira
potongannya mirip muka kuda, sepasang matanya tajam dan
galak seperti mata maling hingga siapa melihatnya pasti akan
merasa jemu terhadapnya. Lek Hoat Jiu Long demikian kusir itu sudah lompat turun
dari keretanya. Dia menghampiri Hong Kun untuk mencekal
tangan orang sembali tertawa dia kata, "Gak Laote, ada
urusan apa kau berada disini?" Belum lagi si anak muda
menjawab, dia sudah mendahului memandang Teng Hiang
seraya terus menanya pula, "Nona itu, adakah dia berjalan
bersama-samamu ?" Hong Kun tidak menjawab, dia hanya tertawa. Kemudian
dia kata, "Kami ingin singgah disini, dimanakah ada kampung
atau penginapan " Berapa jauh kiranya dari sini ?"
"Bagus !" kata Jiu Long tertawa. "Sebenarnya aku hendak
singgah di Pekyang-peng tetapi karena bertemu kau disini,
kita singgah di sini saja. Tempat penginapan tak jauh di sana.
Mari kita berjalan sambil memasang omong supaya kita tak
kesepian...." Ia menunjuk ke keretanya seraya berkata pula,
"Silakan kau dan nona itu naik ke kereta laote !" Dia berkata
kepada Hong Kun tetapi matanya terus melirik Teng Hiang. Ia
memanggil "laote" kepada si anak muda. Itulah panggilan
yang menandakan eratnya hubungan mereka berdua.
Tanpa sungkan Hong Kun lompat naik ke atas kereta,
kemudian ia menggapai pada Teng Hiang sebagai pertanda ia
mengundang nona itu naik bersama.
Teng Hiang tidak menyukai wajah dan tampangnya Lek
Hoat Jiu Long. Ia sebal terhadap mata orang yang galak,
sebenarnya tak ingin dia naik ke kereta orang itu tetapi
mengingat kepada Hong Kun ia naik juga. Ia suka mengalah
sebab ia membutuhkan bantuannya anak muda itu.
Kapan si nona menyingkap tenda kereta, ia mendapatkan
kereta itu gelap sekali. Tak ada jendelanya. Tanpa merasa ia
berseru dan keluar pula. Hong Kun heran. "Ada apa ?" tanyanya.
Teng Hiang menunjuk ke dalam kereta, kepalanya
digelengkan. Ketika itu barulah si kusir kereta kata pada Hong Kung,
"Laote berdiam disini saja, tak usah kalian masuk !"
Hong Kun heran hingga ia lantas menyingkap tenda tetapi
di dalam gelap, ia tidak melihat apa-apa, setelah itu ia tak
menghiraukannya lebih jauh.
Teng Hiang sebaliknya heran, hingga ia menjadi bercuriga.
Pikirnya, "Orang ini bermacam luar biasa, pasti dia bukannya
orang baik-baik. Kenapa Gak Hong Kun bersahabat erat
dengannya ?" Karena ini diam-diam ia menyingkap pula tenda
dan nyelusup masuk ke dalamnya. Kali ini dia menyalakan api
hingga ia melihat ke dalam kereta itu duduk bercokol seorang
tua, matanya dipejamkan, alisnya dirapatkan, mukanya
keriputan.Dandanannya mirip seorang pelajar. Dia duduk tak
bergeming, sebagai orang lagi tidur nyenyak.
Dengan menyuluhi apinya itu, kemudian Teng Hiag
mendapatkan di kakinya si orang tua rebah melingkar seorang
perempuan muda, yang kaki dan tangannya terikat, tetapi
punggungnya menggendol cepatan pedang panjang. Pedang
itu menandakan halnya si nona mestinya orang rimba
persilatan. Mukanya nona itu tak tampak sebab sebagian
mukanya itu tertutup rambutnya yang panjang dan terurai dan
dari muka yang sebelah saja, dia tak terlihat tegas dan tak
dapat dikenali. Oleh karena si orang tua tetap duduk tak berkutik, Teng
Hiang maju mendekati si nona orang tawanan itu. Ia
berjongkok untuk dapat menyingkap rambutnya. Kali ini ia
berhasil. Wanita itu Siauw Wan Goat adanya.
Tiba-tiba matanya si nona yang tadinya dirapatkan dibuka,
dipakai mengawasi nona Teng. Biji mata itu diputar beberapa
kali, lalu ditutup pula. Sebagai gantinya air matanya lantas
meleleh keluar. Teng Hiang heran dan terkejut. Air mata itu berarti
permintaan tolong. Karenanya ia menduga pasti Wan Goat tak
berdaya sebab totokan. Tiba-tiba timbul rasa kasihannya,
meskipun mereka berdua tak bersahabat. Mereka sama-sama
orang Kang Ouw dan sama-sama wanita juga. Rasa kasihan
dapat timbul sendirinya. Diam-diam Teng Hiang meletakkan jari tangannya di
tubuhnya Siauw Wan Goat. Tanpa menerbitkan suara apa-apa,
ia menotok jalan darah si nona itu, "jalan darah hoa kay"
untuk menyalurkan tenaganya ke dalam tubuh orang.
Setelah lewat waktu sehirupan teh, Siauw Wan Goat
menghela nafas. Dia membuka mulutnya hendak bicara tetapi
gagal. Dia pun mencoba menggerakkan pinggangnya.
Teng Hiang terus berdiam. Ia mengerti pertolongannya
telah membawa hasil baik. Ia tidak mau membuka suaranya
supaya ia tak membuat si orang tua mendusin. Karena itu ia
cuma memberi isyarat gerak-gerakan tangan bahwa ia hendak
membantu nona itu. Wan Goat mengangguk, wajahnya menunjuki bahwa dia
sangat bersyukur. Tiba-tiba terdengar satu suara batuk kering, Teng Hiang
terkejut hingga ia lantas menoleh kepada si orang tua. Ia
mendapati mata orang terbuka dan sinarnya sangat tajam,
hanya sedetik sinar itu sirna. Dalam kagetnya Teng Hiang
mundur ke mulut tenda, ia bersiap sedia karena ia menyangka
si orang tua telah mendusin dari tidurnya dan telah melihat
padanya ! Orang tua itu terus duduk diam seperti semula, matanya
cuma terbuka selewatan itu lalu dipejamkan pula.
Menyaksikan demikian Teng Hiang mau menerka bahwa orang
tua itu tengah terluka dan lagi menyalurkan pernafasanya
guna mengobati lukanya itu luka di dalam tubuh.
"Kalau dugaanku ini tepat, si orang tua itu lagi menghadapi
saat gentingnya." pikirnya. "Di dalam keadaan seperti itu dia
pasti tidak dapat menggerakkan tangan atau kakinya.
Bukankah ini saat paling baik buat membantu Wan Goat ?"
Teng Hiang cerdas dan pengalamannya pun tidak sedikit,
melihat keadaan itu, hatinya menjadi besar. Dengan berindapindap
ia maju pula. Dengan jeriji tangannya yang kuat ia
mencoba memutuskan tali belenggunya Nona Siauw.
Tepat itu waktu si orang tua keriputan itu membuka pula
kelopak matanya hingga tampak pula sinar matanya yang
tajam dan bengis itu, tajam mengawasi Nona Teng, sedang
dari mulutnya terdengar satu suara dingin.
Teng Hiang kaget hingga tubuhnya bergemetar. Hanya
untung baginya, lagi-lagi orang tua itu kembali berdiam saja.
Dengan berani ia mengangkat bagian tubuhnya Wan Goat.
Karena hatinya tegang, tanpa merasa tangannya bergemetar,
sampai apinya bergetar, cahaya memain.
Kedua nona sama-sama tahu diri, maka itu keduanya
bergerak tanpa membuka suara. Mereka saling memberi
isyarat dengan kedipan mata, buat bersiap melarikan diri
bersama. Lagi-lagi terdengar satu suara tawar, hanya kali ini suara
itu disusul dengan kata-kata ini, "Kamu sudah terkena racun
yang jahat, apakah kamu masih memikir buat melarikan diri ?"
Itulah suara dingin dan bengis dari si orang tua. Kedua
nona kaget, hingga tubuh mereka menggigil. Kata-kata racun
yang jahat membuat mereka kaget sekali.
Wan Goat kurang pengalaman, lantas meraba-raba
tubuhnya buat mencari tahu anggauta tubuhnya yang mana
yang terkena racun seperti katanya orang tua itu. Ia tidak
mendapatkan sesuatu. Maka ia menjadi gusar dan menegur si
orang tua, "Kaulah seorang yang usianya sudah lanjut,
bagaimana kau masih menggertak menakut-nakuti orang ?"
Teng Hiang sendiri diam-diam mencoba mengerahkan
tenaga dalamnya, tiba-tiba ia merasa pengerahannya itu tak
lurus, jalan darahnya seperti mendapat hambatan, sedangkan
lengannya lantas terasakan dingin. Tidak ayal lagi, tanpa ragu,
ia menghunus pedangnya untuk terus mengancam dadanya si
orang tua sambil membentak. "Lekas keluarkan obat
pemunahmu atau akan aku ambil nyawamu !" Setelah itu ia
mengedipi mata pada Wan Goat menyuruh nona itu turun
tangan. Nona Siauw segera menghunus pedangnya, dengan lantas
ia menikam ke arah tantian dari si orang tua.
Sejenak orang tua itu kaget atau lantas dia tenang pula,
bahkan dengan dingin dia berkata, "Oo, bocah, darimana kau
dapati pelajaran menjadi galak ini " Baiklah akan aku si orang
tua memberikan kamu obat pemunahnya !"
Berbareng dengan kata-katanya itu dada dan perut si orang
tua bergerak atau segera juga pedangnya nona-nona itu dapat
disampok ke samping. Menyusul itu tubuhnya nampak
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
limbung. Hanya kali ini dia terus menyodorkan tangan kirinya
yang mencekal sebuah peles obat pulung !
Dengan cepat Wan Goat menyambut peles obat itu, terus ia
mundur satu tindak, untuk membuka tutup peles. Ia
menyimpan dahulu pedangnya. Atau segera ia mendengar si
orang tua berkata dengan suaranya yang serak, "Sudah cukup
kalau kau makan satu butir saja ! Eh, apakah kalian berani
makan obatku ini ?" Wan Goat heran hingga ia menjublak. Teng Hiang pun
turut terpengaruhkan, sampai ia juga beragu-ragu. Obat itu
harus dimakan atau tidak "
Tiba-tiba Teng Hiang ingat sesuatu, maka kembali ia
mengancam dengan pedangnya.
"Siapakah kau ?" tanyanya bengis.
Si orang tuamerem melek, atau ia lantas mementang
matanya itu. "Aku si orang tua ialah yang dipanggil Ie Tok Sinshe !"
sahutnya tenang. Dua-dua Teng Hiang dan Siauw Goat tidak kenal Ie Tok
Sinshe. Dengar pun belum pernah halnya jago racun yang
namanya tersohor pada empat puluh tahun dahulu itu.
"Kenapa aku belum pernah mendengar namamu ?" tanya
Wan Goat polos. "Apakah kau kenal kakak seperguruanku ?"
Si orang tua tertawa. "Siapakah itu kakak seperguruanmu ?" tanyanya.
"Berapakah usianya ?"
"Kakak seperguruanku itu Kang Teng Thian." Nona Siauw
menjawab dengan sebenarnya. "Dia sudah berusia enam
puluh tahun. Dia pun sudah....."
"Jangan ngoceh tidak karuan dengannya adik !" Teng
Hiang kata. Dan ia lantas menyerang, menikam dengan satu
jurus dari ilmu silat pedang yang istimewa dari Thian Cie Lojin.
Orang tua berkeriputan itu menjerit, tubuhnya berputar,
bergerak dari tempatnya duduk, turun ke bawah, berdiri di
dalam kereta ! Teng Hiang mendapatkan serangannya gagal,
ia mengulanginya. Si orang tua mengibaskan lengan tangan
bajunya. "Apakah kau muridnya Thia Cio si siluman tua ?" tegurnya.
Teng Hiang gusar yang gurunya disebut sebagai si siluman
tua, bukannya ia menjawab ia justru menyerang saja, bahkan
dengan dua tusukan saling susul. Di dalam murkanya itu dapat
dimengerti kalau serangannya hebat sekali.
Hebat si orang tua. Dia sangat gesit dan lincah. Dengan
bergerak ke kiri dan kanan, tubuhnya bebas dari ujung
pedang. Kemudian dia kata tenang-tenang, "Ilmu pedangmu
ini telah mendapati lima bagian dari kepandaian gurumu itu !
Tidak kecewa, tidak kecewa ! Aku justru ingin mengambil kau
sebagai muridku !" Menutup kata-katanya itu si orang tua lantas menyedot,
membuat padam apinya Teng Hiang, padam disedot ke dalam
mulutnya ! Maka seketika itu juga gelaplah kereta.
Nona Teng dan Wang Goat kaget sekali, tentu saja mereka
bingun dan ingin menyingkir dari dalam kereta itu atau
mereka menjadi terlebih kaget pula. Mendadak api berkelebat
menyambar kain tenda yang terus menyala hingga tampaklah
cahaya terangnya api itu ! Dirintangi api, Teng Hiang dan Wan
Goat tidak dapat lompat keluar. Terpaksa mereka kembali ke
tempat dimana tadi mereka mengambil tempat.
Bertepatan dengan itu berhentilah kereta itu berjalan dan
dari luar kereta lantas terdengar suara nyaring, "Oh budak
perempuan busuk ! Bagaimana kau berani membakar keretaku
?" Itulah suaranya si tukang kereta. Api sementara itu
berkobar terus, atau mendadak datang hembusan angin yang
keras yang membuat kebakaran itu padam.
Ketika itu si orang tua keriputan sudah lompat turun ke
tanah, dia memutar tubuhnya dan menggapai ke kereta,
"Anak, mari turun !"
Lek Hoat Jiu Long sementara itu kaget melihat dari dalam
keretanya lompat turun orang tua bermuka keriputan itu.
Sejak dia lolos dari bahaya di luar kota Ceelam dimana dia
ditolongi Gak Hong Kun dan Teng It Beng dia terus merantau.
Dia mengerti keganasannya bubuk beracun yang
menyebabkan mati dan lukanya dua orang muridnya pendeta
dari Goan Cie Sie, maka kemudian dia mencari bubuk serupa
itu. Dengan mempunyai benda beracun dia jadi semakin jahat.
Pada suatu hari di dalam kota Gakyang, Lek Hoat Jiu Long
bertemu dengan Siauw Wan Goat. Dia tersengsem oleh
kecantikannya nona itu lantas ia menguntitnya. Malam itu,
kira-kira jam tiga di penginapan, Wan Goat disergap. Dia
memasuki kamar dengan membongkar jendela. Langsung dia
menghampiri pembaringan. Waktu dia menyingkap kelambu,
lantas dia melihat si nona sedang tidur yang tubuhnya sangat
menggiurkan. Tanpa ayal lagi dia melancarkan tangannya
niatnya akan menotok nona tiu agar si nona tak sadarkan diri.
"Plak-plok !" demikian terdengar dua kali suara tamparan.
Itulah tamparan pada mukanya Lek Hoat Jiu Long, yang
membuatnya kaget dan nyeri, kepalanya pusing, telinganya
berbunyi. Tapi dia tak takut, dia justru gusar. Maka sambil
memutar tubuh, dia menyerang ke arah darimana serangan
datang. Itulah jurus "Harimau Galak Menoleh."
Serangan ini mendatangkan satu suara keras tetapi juga
menyebabkan si penyerang merasai tangannya nyeri.
Serangan dia bukan mengenai sasarannya hanya sebuah kursi
hingga kursi itu berantakan ! Dia heran ! Kursi biasa
dipinggiran dinding, kenapa sekarang berada di tempat lain
bahkan di belakangnya. Dalam bingung Jiu Long menoleh ke kelilingan. Kamar itu
kosong. Kursi di sisi meja jadi tidak ada. Jadi itulah kursi yang
barusan terhajar olehnya.
"Heran !" pikirnya sambil berdiri menjublak.
Tiba-tiba terdengar suara orang bicara, datangnya dari
kelambu. Kata suara itu, "Lek Hoat Jiu Long, kau wakilkan aku
membawa wanita ini ke penginapan di Kho tiam cu. Kau tahu
atau tidak ?" Jiu Long bukan menjawab ia hanya segera menyerang pula
ke dalam kelambu, hingga kelambunya tersingkap, hingga ia
melihat si nona rebah melingkar dengan tangan dan kakinya
terbelenggu sedangkan rambutnya tubuhnya tak berkutik. Ia
menjadi bertambah heran. Hanya sebentar datang pula suara dari dalam kelambu itu,
dingin dan mengancam, "Jika kau tahu diri, lekas lakukan apa
yang aku perintahkan ! Lekas ! Awas jangan memikir yang
tidak-tidak terhadap si wanita ! Atau kau bakal mati dengan
terlebih dahulu mengalami siksaan dengan api ! Hm !"
Jiu Lonng tidak puas. Ia tidak melihat orang yang suaranya
pun tidak dikenal. "Sahabat, jangan membawa lagak bajinganmu." tegurnya.
"Kenapa kau bersembunyi saja hingga kau malu menemui
orang ?" "Plak-plok !" demikian terdengar pula suara gaplokan pada
telinga, dan kali ini lebih hebat hingga matanya Jiu Long
berkunang-kunang dan pipi bengap, bahkan mulutnya
mengeluarkan darah hidup !
Kali ini runtuhlah semangatnya Lek Hoat Jiu Long. Dengan
menahan nyerinya, ia merangkap kedua belah tangannya
sembari memberi hormat dengan menjura ia kata memohon,
"Cianpwe, tolong aku. Berbelas kasihan padaku. Baiklah aku
yang muda akan aku lakukan apa yang diperintahkan !" Ia
terus menghampiri pembaringan akan mengangkat dan
memondong tubuhnya Wan Goat buat dibawa keluar dari
dalam kamar bahkan malam-malam juga, ia membawanya
keluar dari kota Gakyang. Setelah fajar muncul ia menyewa
kereta, tubuhnya si nona diletaki di dalam kereta itu, yang
tendanya ditutup rapat setelah itu ia sendiri yang bekerja
sebagai kusir melakukan perjalanannya itu.
Kemudian lagi dari dalam kereta muncullah seorang tua
muka keriputan, yang berdandan sebagai pelajar. Melihat
orang tua itu, Lok Hoat Jiu Long kaget dan heran, nyalinya
ciut. "Apakah kau si penarik kereta ?" tanya orang tua itu sambil
menuding seraya terus dia mengulapkan tangannya, untuk
segera membentak, "Masih kau tidak mau lekas-lekas
menjalankan keretamu ini ?"
Sementara itu Teng Hiang dan Wan Goat tidak
memperdulikan si orang tua keriputan itu, mereka lantas
berlari pergi. Gak Hong Kun melihat perbuatan orang.
"Teng Hiang !" teriaknya. "Teng Hiang, aku ada disini !"
Teng Hiang berlari terus ketika ia menoleh, ia kata, "Masih
kau tidak mau mengangkat kaki " Dialah Ie Tok Sinshe !"
Hong Kun heran hingga ia melengak.
"Apa itu Ie Tok Sinshe ?" tanyanya.
Lek Hoat Jiu Long bergetar seluruh tubuhnya kapan dia
mendengar disebutnya nama Ie Tok Sinshe itu, diam-diam ia
berlari pergi tetapi baru lari empat tombak dia sudah berhenti,
terus dia berjalan balik langsung menghampiri si orang tua
untuk memberi hormat sambil menjura.
"Cianpwe Ie tok Sinshe." katanya, suaranya menggetar.
"Dapatkah nona yang diikat itu yang berada di dalam kereta
diserahkan kepadaku ?"
"Apa ?" tanya si orang tua keriputan dingin.
Kembali Lek Hoat Jiu Long memberi hormat, ia
membungkuk hampir mengenai tanah.
"Aku menerima perintah orang buat mengantar nona itu ke
Kho tiam cu." ia memberi keterangan. "Kalau cianpwe
menyerahkan dia padaku maka dapat aku menyelesaikan
tugasku....." Ketika itu Teng Hiang bertiga sudah memisahkan diri
belasan tombak jauhnya. "Apa ?" tanya si orang tua, acuh tak acuh atau mendadak
tubuhnya mencelat terus dia lari, hingga dilain saat tahu-tahu
dia sudah menyusul ketiga orang itu dan menghadangnya !
"Hai, anak !" dia menegur. "Tubuhmu telah terkena racun
mana dapat kau berlari pergi " Apakah kau sudah tak
menghendaki lagi nyawamu ?"
Terpaksa, Teng Hiang bertiga berhenti berjalan.
Kata lagi si orang tua, "Jika kamu mau mendapatkan obat
pemunahnya, kau mesti menjadi muridku !"
Gak Hong Kun gusar, tanpa mengatakan sesuatu ia
menghunus pedangnya, terus ia membabat pinggangnya
orang tua itu ! "Hendak aku lihat, Ie Tok Sinshe mempunyai bisa apa !"
demikian dia membentak. Lincah sekali orang tua bermuka keriputan itu lompat
berkelit. Ia tidak membalas menyerang, ia pula tidak menegur
hanya sambil tertawa ia kata, "Ah anak, apakah kau juga ingin
menjadi muridku ?" Ia bertanya sambil menatap.
Hong Kun tertawa tawar. "Bagaimana kalau aku menghendaki itu ?" tanyanya.
Mendadak, lagi sekali ia menyerang, tubuhnya mencelat maju,
pedangnya membacok ! Salah satu jurus dari Heng San Pay, namanya "Angin
Menggulung Menjumpalitkan Salju."
Sebelum pedang tiba pada sasarannya, tubuh si orang tua
sudah lenyap dari depan penyerangnya, siapa sebaliknya
lantas merasai tengkuknya tertiup angin shilir yang hawanya
nyaman. Ia tertiup pada bagian jalan darah ouw lian.
"Ha ha ha !" terdengar si orang tua tertawa. "Kamu bertiga,
kamu sudah terkena racunku yang sangat beracun ! Di dalam
waktu satu bulan, lekas-lekas kamu tiba di In Bu San buat
mengangkat aku sebagai gurumu !'
Selekasnya suara orang itu sirap, orangnya pun sudah
lantas pergi berlalu. Teng Hiang bertiga melihat orang kabur ke arah rimba
dimana dia lenyap. Mereka heran, mereka mengawasi dengan
melongo. Justru mereka berdiam, Lek Hoat Jiu Long lari
kepada mereka. Setibanya mendadak dia berlompat kepada
Siauw Wan Goat yang terus dia totok jalan darahnya di
pempilingannya. Nona Siauw kaget sekali. Boleh dibilang ia tengah tak
bersiaga. Tak dapat ia berlompat guna menyingkirkan diri. Apa
yang ia bisa lakukan ialah melengos kepalanya tetapi segera ia
merasai nyeri pada dahinya !
Teng Hiang berada di dekatnya Nona Siauw, dia pun
terperanjat. Sebab datangnya serangan tak disangka-sangka,
walaupun demikian dia sempat menyampok kepada penyerang
itu ! Jiu Long tengah menyerang, ia tidak memikirkan lainnya
apa juga. Ia baru kaget setelah diserang itu. Walaupun ia mau
berkeliat masih ia terlambat sedikit, maka lengan kanannya
kena terhajar sampai ia limbung tiga tindak.
Tidak ada maksud mencelakai dari Jiu Long yang
menyerang Wan Goat. Ia hanya hendak merobohkan si nona
buat ditawan, diantarkan ke Kho tiam cu seperti ia
diperintahkan "orang yang ia tidak kenal" itu sekalian ingin ia
mengambil hatinya nona itu. Penyerangannya Teng Hiang itu
membuatnya kaget, bahkan ia lantas menginsyafi nona ini
mestinya kosen, ia sendiri melawan kedua nona itu, ia
bersangsi akan memperoleh kemenangan. Begitulah ia
menoleh kepada Hong Kun dengan maksud meminta bantuan
sahabat itu. Hong Kun sebaliknya, menggeleng-geleng kepala.
"Mari kita pergi !" dia mengajak. "Sampai di Kho tiam cu
baru kita bicara !' Wan Goat sementara itu baru melihat tegas, orang yang
bicara belakangan ini mirip dengan It Hiong.
"Kakak, apakah kakak baru datang dari Siong San ?"
tanyanya kepada Teng Hiang.
Ia heran, kalau orang itu It Hiong kenapa si anak muda
dapat mendahuluinya. "Bukan." sahut Teng Hiang.
Nona Siauw berpikir keras.
"Dimana kakak bertemu kakak Hiong ?" kemudian dia tanya
pula Nona Teng. "Sekarang kalian mau pergi kemana ?"
Baru sekarang Teng Hiang mengerti yang Wan Goat
menerka Hong Kun adalah It Hiong.
"Kasihan dia masih belum sadar....." pikirnya. "Dia tetap
tidak dapat membedakan kepalsuannya Hong Kun...." Maka ia
menghela nafas dan kata menyesal, "Adik, pengalamanmu
dalam kalangan Kang Ouw masih sangat sedikit....."
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Heran Wan Goat memperoleh jawaban yang bukan
jawaban itu. Sambil mengawasi nona itu, ia menghampiri
sampai dekat, untuk terus menggenggam tangan orang.
"Apakah katamu kakak ?" tanyanya ia.
Sejenak itu Teng Hiang serba salah. Ia sudah janji kepada
Hong Kun yang ia tidak akan membuka rahasia orang.
Sebaliknya ia berkasihan terhadap si bungsu dari pulau Naga
Melengkung ini yang jujur dan polos hingga menjadi bodoh. Ia
terpaksa menjawab, "Dia ini bukannya Tio It Hiong dari Siong
San, dialah Tio It Hiong dari Heng San."
Wan Goat berdiri menjublak saking bingung. Baru ia tahu
hal adanya It Hiong dari Siong San dan Heng San.....
Hatinya Hong Kun tak wajar kapan ia melihat Wan Goat.
Apa pula nona ini terus memasang omong dengan Teng Hiang
maka juga ia lantas kata keras pada si nona Teng, "Teng
Hiang, kau mau pergi ke Bu Liang San atau tidak ?"
Teng Hiang cerdik. Ia dapat menangkap maksudnya Hong
Kun, maka sambil menarik tangannya Wan Goat ia
menghampiri pemuda itu. Ia pun tertawa.
"Kenapa kau marahi aku ?" tanyanya.
Hong Kun tidak membuka mulut lagi, ia mengibaskan
tangannya terus ia memutar tubuh dan berjalan pergi. Terus
ia berlari-lari. Dengan berlalunya mereka bertiga, berlalu juga
Lek Hoat Jiu Long. Selekasnya mereka itu pergi dari belakang
kereta muncullah seorang pemuda yang terus lari menyusul.
Siapakah pemuda itu " Dia bukan lain dari Cukat Tan dari
Ngo Bie Pay ! Sudah sekian lama Cukat Tan menguntit Teng Hiang dan
Hong Kun berdua, waktu mereka itu naik kereta ia
bersembunyi di belakang kereta itu, walaupun demikian ia
heran atas munculnya si orang tua keriputan itu. Ia tak tahu
kapan datang dan masuknya orang ke dalam kereta. Hanya
gerak gerik dan segala kata-kata Teng Hiang selama di dalam
kereta ia lihat dan dengar semua.
Balik pada Hong Kun, setibanya di tempat tujuan dan
mengambil hotel, dia sengaja minta empat buah kamar,
dengan begitu mereka masing-masing mendapati sebuah dan
letaknya kamar Teng Hiang dan Wan Goat ia yang pilih juga
supaya sebentar malam dapat ia wujudkan apa yang ia pikir.
Tak ada rasa cintanya Hong Kun sedikit jua terhadap Wan
Goat, kalau dia main asmara dengan nona itu, itu melulu guna
melampiaskan tak kepuasan dan pikiran pepatnya. Bahkan
semenjak kejadian di Lapkee ia menjadi banyak pusing. Di lain
pihak dia kuatir Wan Goat nanti membuka rahasian. Maka itu
diam-diam dia telah berunding dengan Lek Hoat Jiu Long
dalam hal dia hendak turun tangan terhadap Teng Hiang,
sedang Jiu Long ingin mendapatkan Wan Goat !
Adalah diluar dugaannya kedua laki-laki busuk itu, gerak
gerik mereka ada yang awasi tanpa mereka curiga apa-apa. Di
sana ada burung gereja di belakangnya si tonggeret !
Malam itu Lek Hoat Jiu Long sudah di dalam kamarnya
dengan matanya terbuka seluruhnya. Dia lagi menantikan
kesempatan. Di depan matanya terbayang kecantikan Nona
Siauw. Di dalam otaknya, dia juga ingat akan si orang tak
dikenal yang telah menggaploknya, yang menyuruhnya
mengantarkan nona tawanannya itu. Maka sendirinya hatinya
menjadi kurang tentram. Kapan telah mendengar suara kentongan dua kali, Jiu Long
lompat turun dari pembaringan. Ia lantas menolak daun
jendela, hingga ia melihat gelap petang di luar hotel dan sang
malam sunyi sekali. Rupanya semua penghuni penginapan
lainnya sudah pada berlayar di pulau kapuk atau mereka
tengah bermimpi...... Hanya bersangsi sebentar, Jiu Long dapat menguasai
dirinya. Napsu binatangnya mengalahkan keragu-raguannya.
Segera ia merogoh sakunya dimana ia menyimpan bie hun to
hun, bubuk biusnya. Ia pun memeriksa pisau belari di
pinggangnya. Di akhirnya, sambil menggertak gigi, ia lompat
keluar dari kamarnya. Langsung ia menuju ke kamarnya Siauw
Wan Goat, yang terpisah dengan sebuah halaman, sedangkan
kamarnya Teng Hiang, terpisah dari kamarnya Nona Siauw
dengan sebuah gang. Tegasnya, kedua kamar nona-nona itu
terpisah satu dari lain. Itulah karyanya Gak Hong Kun.
Di bawah jendelanya Wan Goat, Jiu Long mendekam sambil
memasang telinga dan mata, telinga mendengari suara dari
dalam kamar, matanya melihat kelilingnya, terus ia mengintai
ke dalam kamar itu. Selekasnya dia mendapati segala apa
sunyi, lantas dia mengeluarkan pisau belatinya, guna
mencongkel daun jendela, habis membuka itu, segera ia
menghembuskan masuk bubuk jahatnya. Ia meniup dengan
hawa mulutnya ! Setelah itu ia berdiam menantikan selama
beberapa detik. Selekasnya ia mendapatkan kepastian kamar
tetap sunyi, dengan berani ia mementang kedua daun jendela,
untuk berlompat masuk ke dalamnya.
Di dalam kamar, memandang kepada pembaringan Jiu
Long menjadi heran. Pembaringan itu serta seluruh kamar tak
ada penghuninya, entah Siauw Wan Goat telah pergi kemana.
Kemudian ia terkejut sendirinya. Selagi ia mengawasi api lilin
di atas meja, ia merasa seram. Mendadak ia ingat si orang tak
dikenal, yang tak memperlihatkan diri tetapi yang ia takuti......
Karena jerinya itu, Jiu Long lantas merasakan rupa-rupa. Ia
seperti melihat satu wajah yang bengis dimana-mana
diseluruh kamar itu dan telinganya seperti mendengar tawa
dingin dari orang yang ditakutinya itu !
Dalam takutnya itu, walaupun ia telah memikirnya, Jiu Long
juga tidak dapat melompat jendela buat pergi berlari. Ia jalan
mondar mandir dengan pikiran tidak karuan. Dia seperti
pusing kepala dan kabur matanya, tak dapat dia mencari pintu
atau jendela...... Paling akhir tibalah saat yang penghabisan. Mendadak Lek
Hoat Jiu Long menjerit sendiri dan roboh tak berdaya !
Sebenarnya Siauw Wan Goat sudah meninggalkan hotelnya
dan tengah membuat perjalanan ke In Bu San. Malam itu ia
tak dapat lantas tidur pulas, sebab hatinya terus bekerja.
Terutama ia pikirkan Tio It Hiong. Kenapa ada It Hiong dari
Siong San dan dari Heng San " Karena ia mencintai It Hiong
dari Siong San, ia mengambil ketetapan tak memperdulikan
siapa. Ia hanya memerlukan It Hiong dari Siong San itu !
"Syukur aku bertemu Teng Hiang." pikirnya kemudian.
Tanpa Teng Hiang tak nanti ia lolos dari tangan musuh.
Bukankah ia telah ditawan dan dibelenggu "
Kemudian ia memikirkan It Hiong dari Heng San ini dan
kawannya itu. "Yang pasti mereka berdua bukan orang baik-baik. Baiklah
aku menyingkir dari hadapan mereka !" demikian pikirnya
lebih jauh. "Kalau tidak bisa aku roboh ditangan mereka itu !"
Wan Goat tidak secerdik Teng Hiang, tetapi dasar orang
Kang Ouw dapat juga ia memikir sesuatu untuk kebaikannya.
Malam yang sunyi pun membantu menjernihkan otaknya.
"Aku mesti bekerja guna It Hiong!" katanya di dalam hati.
Kapan ia ingat janjinya pada Tio It Hiong. Maka ia mengambil
keputusan batal pulang ke To Liong To, sebaliknya mau ia
pergi ke In Bu San, guna menyelidiki gerak geriknya kaum
sesat di sana guna merusak sepak terjangnya Bu Lim Cit Cun.
Ia pun ingin melihat si orang tua bermuka keriputan itu,
sebenarnya dia orang macam apa !
Segera Wan Goat mengambil keputusannya, lantas dia
bekerja. Dia lompat turun dari pembaringannya dengan
membawa pedangnya. Dia membuka pintu kamar dan
meninggalkan kamar itu secara diam-diam. Hampir ia lantas
pergi atau ia ingat Teng Hiang si nona penolong maka ia pikir
baiklah ia menemui nona itu guna menghaturkan terima kasih
serta berpamitan. Maka menujulah ia ke gang yang akan
membawanya ke kamarnya nona Teng.
Selagi mendekati pintu kamar, Wan Goat heran. Ia
mendengar suara bergbarukan di dalam kamarnya Teng Hiang
seperti terbalik-baliknya kursi dan meja. Ia menjadi bercuriga,
sambil berlompat ia sampai di depan pintu. Ia lantas
mengangkat tangannya guna mengetuk pintu atau segera
ternyata pintu itu cuma dirapatkan. Baru saja terbentur
tangan, daun pintu sudah terbuka. Maka juga di dalam situ
lantas terlihat dua orang sedang bertempur, dan diantara sinar
lilin, cahaya pedang berkilauan.
Wan Goat bertindak masuk terus ia memasang mata. Ia
melihat salah seorang ialah yang berwajah seperti Tio It Hiong
dan yang lainnya seorang muda yang mengenakan topeng.
Pertempuran itulah yang mendatangkan suara berisik kursi
meja tadi. "Berhenti !" seru Wan Goat sambil dia menghunus
pedangnya. Si anak muda bertopeng melompat mundur, terus ia
mengawasi nona itu, untuk akhirnya lantas menanya, "Nona,
apakah kau nona Siauw....?"
Wan Goat melintangi pedangnya di dadanya.
"Siapakah kau ?" dia balik bertanya.
Hong Kun sebaliknya menjadi jengah melihat munculnya
nona itu. Ia pun kuatir dengan berbicara, si anak muda bakal
membuka rahasianya hingga Wan Goat mengetahuinya. Dasar
cerdik, ia lantas mendapat akal.
"Adik Wan Goat, buat apa diajak bicara lagi dengannya ?"
katanya. "Dia si bangsat perampas paras elok. Mari kita bekuk
dahulu baru kita bicara lagi !"
Wan Goat merasai kulit mukanya panas mendengar katakata
perampas paras elok itu. Itu artinya si anak muda
bertopeng adalah seorang penjahar tukang memetik bunga,
tukang mengganggu kehormatan atau kesuciannya kaum
wanita. Ia lantas melihat ke pembaringan. Di sana Teng Hiang
rebah tak berkutik dan pakaiannya kusut ! Rupanya dia telah
orang totok pingsan..... Bukan main gusarnya Nona Siauw, mendadak saja dia
menikam si anak muda. Anak muda itu terkejut, lantas dia mundur dan pedangnya
dipakai menangkis. Sama sekali dia tidak membalas
menyerang. Cuma dengan suara dingin, dia kata, "Hm, Nona
Siauw ! Kau lihat dia biar tegas, dia orang macam apakah ?"
Dia menunjuk, menuding pada Hong Kun, sambil meneruskan.
"Dialah Tio It Hiong palsu ! Dialah Heng San."
Tak sempat si anak muda melanjuti kata-katanya, Hong
Kun sudah lantas lompat maju menikam padanya, hingga ia
mesti menangkis dan melayani bertempur pula ! Cuma sebab
ia tahu lawan memakai pedang mustika, tak mau ia mengadu
senjata. Terpaksa ia mundur ke jendela.
Siauw Wan Goat bagaikan terasadar selekasnya dia
mendengar keterangan bahwa Tio It Hiong itu adalah Tio It
Hiong palsu. Bukankah Teng Hiang telah berkatai ia bahwa Tio
It Hiong ada yang dari Siong San, ada juga yang dari Heng
San. Tapi dia masih saja bersangsi hendak ia menyapa tegastegas
dulu kepada Teng Hiang. Maka ia masuki pedangnya ke
dalam sarungnya terus ia lompat ke pembaringan untuk
memeluk dan mengangkat tubuhnya kenalan itu.
Teng Hiang lemas, tak ada tanya yang ia telah kena
tertotok. Lantas ia berpaling kepada dua orang di dalam
kamar itu, mengawasi bergantian dengan tajam.
"Apa yang kamu sudah perbuat atas dirinya kakak Teng ini
?" tanyanya. "Buat apa disebut lagi ?" Hong Kun mendahului menjawab.
"Siapa tukang merampasi wajah elok dia pasti menggunakan
obat pulas !" Berkata begitu mendadak dia lompat menerjang
pula si anak muda sambil dia membentak : "Lekas kau
keluarkan obat pemunah racunmu ! Jangan kau tak tahu diri !"
Si anak muda bertopeng berkuatir melihat keadaannya
Teng Hiang itu. Inilah terbukti dari sinar matanya. Karena
mukanya tertutup kedok, wajahnya tak tampak. Dengan cepat
dia merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah kota kemala
terus dia lompat ke arah pembaringan atau Hong Kun segera
menghadangnya ! "Kalau kau berani maju lagi satu tindak," orang she Gak itu
mengancam dengan pedangnya juga, "awas !"
Terpaksa anak muda bertopeng itu mundur pula ! Wan
Goat mengawasi. "Kalau kau yang membikin kakak Teng tak sadar ini, lekas
kau lemparkan obat pemunahmu itu!" katanya pada si anak
muda. Anak muda itu nampak bersangsi lalu tingkahnya dia
menjadi gusar sekali. Itulah sebab Hong Kun menghalanginya.
Sinar matanya tampak berkelebat bengis.
"Gak Hong Kun !" teriaknya, pedangnya diangkat. "Jika kau
tidak lekas menyingkir, jangan salahkan aku, jika aku
membeber rahasiamu !"
Hong Kun melengak, tanpa merasa dia mundur setindak.
Tapi hanya sejenak, dia lantas tertawa bergelak.
"Aku Tio It Hiong !" katanya. "Aku mempunyai rahasia
apakah ?" Justru Hong Kun mundur. Justru si anak muda berlompat
ke pembaringan, pedangnya sekalian ditebaskan kepada jago
dari Heng San Pay itu hingga si jago muda itu kaget dan
mundur pula. Selekasnya dia datang dekat Teng Hiang, si anak muda
membuka tutup kota gemalanya itu hingga kelihatan satu
cahaya mengkilat sebab isinya adalah sebutir mutiara mustika.
Dengan cepat mutiara itu diajukan ke hidungnya si nona yang
lagi tak sadarkan diri. Hanya sebentar mutiara itu disimpan
pula. Si anak muda kerja cepat sekali, hingga Wan Goat
melengak. Hong Kun menjadi bersangsi. Tak berani dia menyerang
pula, kuatir si anak muda membuktikan ancamannya
membeber rahasianya. Pedangnya sudah diangkat tinggi tapi
diturunkan pula. Tapi dia tak dapat berdiam saja, maka ia kata
dingin, "Aku tidak percaya mutiaramu dapat menyadarkan
pingsan yang disebabkan obat bius yang beracun ! Ha ha
ha..." Begitu dia mengucapkan perkataannya yang terakhir itu,
begitu juga Hong Kun melengak. Ia insaf bahwa ia telah keliru
berkata-kata. Ia lupa hingga ia menyebut tentang obat
biusnya. Si anak muda sebaliknya, tertawa nyaring.
"Mutiaraku ini ialah Soat Liong Cu !" katanya. "Tak peduli
racun apa juga pasti dapat dipunahkan dan orang akan
siuman karenanya ! Apakah lihainya obat biusmu itu bie hun
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Toa hun itu "' Justru itu terdengar suaranya Siauw Wan Goat, "Kakak
Teng, kau tidak kenapa-napakah ?"
Memang ketika itu Teng Hiang telah membuka matanya
terus dia menggerakkan tubuhnya berduduk diatas
pembaringan. Lekas juga dia mengawasi si anak muda
bertopeng itu. Si anak muda melihat orang sudah mendusin, dia memutar
tubuhnya, berniat mundur atau mendadak sebelah tangannya
Teng Hiang menyambar ke mukanya, membuat kedoknya
terlepas hingga lantas tampak wajahnya seluruhnya !
Melihat anak muda itu, Teng Hiang memperdengarkan
seruan perlahan, lantas dengan mendelong mengawasi si anak
muda, air matanya mengucur turun.....
Pemuda itu ialah Cukat Tan !
Muda mudi itu lantas saling mengawasi. Si pemuda sangat
berduka, si pemuda berkasihan berbareng panas hatinya.
Bahkan ia sampai lupa, yang Hong Kun dibiarkan saja.
Wan Goat mengawasi muda mudi itu. Ia lantas dapat
menerka duduknya hal. Ia menjadi kurang leluasa, maka ia
bertindak untuk mengundurkan diri. Karena ini ia menjadi
melihat Hong Kun. Justru itu It Hiong palsu lagi bergerak menikam Cukat Tan.
"Celaka !" berseru nona Siauw yang segera menebuk
lengan si jahat itu. Dua-dua Cukat Tan dan Teng Hiang bagaikan terasadar.
Keduanya terkejut tapi sudah kasip bagi Cukat Tan ! Ujung
pedang Hong Kun sudah merobek bajunya, bahu dan
dagingnya tertusuk hingga darahnya mengucur keluar. Tapi
sadar dengan melawan rasa nyerinya, dia lantas membalas
menyerang dengan satu tendangan "Ekor Harimau". Untuk itu
lebih dulu ia mendak dengan gesit.
Hong Kun tengah berpuas hati karena dapat melukakan
pemuda itu, yang menjadi penghadangnya, dia kurang siap
sedia, maka juga dia kena terdepak nyeri, tubuhnya pun
terpelanting. Teng Hiang kaget melihat Cukat Tan berdarah-darah. Ia
lompat kepada anak muda itu untuk terus membayangnya.
"Bagaimana lukamu, adik ?" tanyanya prihatin sekali.
Cukat Tan berkeras hati walau lukanya tak ringan.
"Tak apa-apa," sahutnya tertawa menyeringai, lalu dengan
cepat sekali, ia menebas kepada Hong Kun.
Sia-sia saja serangan itu, Hong Kun telah tak nampak.
"Dia sudah lari kabur !" berkata Siauw Wan Goat yang
menghampiri. "Dia lari kemana ?" tanya Cukat Tan gusar sekali. Ia
mengangkat kakinya buat melangkah berniat mengejar.
Teng Hiang menubruk pemuda itu.
"Sabar, dik !" katanya lemah lembut. "Buat menuntut balas,
waktunya masih banyak ! Mari aku balut dahulu lukamu...."
Dan dia membawa si anak muda ke pembaringan untuk
disuruh duduk, ia sendiri lantas mengeluarkan obat lukanya.
Dengan cepat dia mengobati dan membalut lukanya anak
muda itu. Selama itu sang waktu telah berjalan terus, tahu-tahu
sudah jam lima. Selama itu Wan Goat pun berdiam saja, otaknya bekerja. Ia
tetap meragukan pemuda yang mirip It Hiong itu. "Siapakah
dia ?" tanyanya dalam hati. Maka terbayanglah lakon di hotel
Lapkee. Di akhirnya ia mau menerka, pemuda tadilah yang
telah merusak kesucian dirinya. Hal ini membuatnya malu dan
gusar sekali. Ya, ia amat penasaran !
Ketiga orang itu tak memperdengarkan suara apa-apa,
maka juga dengan memainnya api lilin, tubuh mereka
merupakan bayangan-bayangan yang bergerak-gerak
sendirinya. Teng Hiang buat lukanya Cuka Tan. Di sebelah situ, ia
merasa tidak enak hati. Si pemuda terluka justru di tangannya
si anak muda dengan siapa ia berjalan bersama-sama. Maka
juga terhadap Cukat Tan, ia likat, ia merasa jengah sendirinya.
Ia cerdas dan cerdik, tetapi menghadapi soal asmara,
pikirannya menjadi kurang terang. Tak tahu ia apa yang ia
harus ucapkan guna memberikan keterangan kepada
kekasihnya ini. Maka dengan mata tergenang air, ia hanya
dapat mengawasi anak muda itu......
Cukat Tan juga memikirkan nona yang ia gilai itu. Kalau ia
telah tidak menguntit, apa akan terjadi atas diri si nona "
Bukankah itu sangat berbahaya "
Tadi itu Hong Kun memasuki kamarnya Teng Hiang
sesudahnya dia menghembuskan masuk bubuk biusnya, disaat
dia memondong tubuh si nona untuk dinaiki ke atas
pembaringan, muncullah Cukat Tan yang telah mengintai dan
terus menghalanginya. Hingga mereka jadi bertempur sampai
datangnya Siauw Wan Goat.
Cukat Tan baru mulai main asmara, ia kurang pengalaman.
Biar bagaimana ia heran yang Teng Hiang bergaul dengang
Gak Hong Kun bahkan bergalang gelung yaitu berjalan
bersama-sama. Jilid 43 Tidakkah itu mencurigakan " Tidakkah membangkitkan iri
hati atau cemburu " Maka itu, habis dibalut si anak muda
lantas mengawasi tajam nona di depannya itu. Ia nampak tak
puas. Teng Hiang menyaksikan perubahan sikap orang, ia dapat
menerka sebabnya. Itulah salah paham. Maka ia
menggenggam tangan orang, sembari tertawa ia berkata :
"Oh, adik. Kau kenapakah " Orang yang aku cintai cuma
kau sendiri, tak nanti aku melakukan sesuatu yang
membuatmu kecewa !" Cukat Tan melepaskan tangannya, dia menghela nafas, lalu
menoleh ke arah lain. "Kau berduka, kau pun tidak puas nampaknya. Kau
membuatku nyeri dihati." kata Teng Hiang pula. "Kalau benar
kau mengusirku, nah.. kau caci dan hajar aku, aku terima !
Coba kau bicara !" "Enak saja kau bicara !" kata anak muda itu tawar.
"Aku.... aku....."
Tak sanggup Teng Hiang meneruskan kata-katanya,
kerongkongannya bagaikan terkanCing, air matanya terus
mengucur turun. Si anak muda mengawasi, pikirannya bimbang. Ia merasa
kasihan, tetapi kecurigaannya tetap belum lenyap. Ia ingat
kata-kata bahwa wanita itu pandai mengeluarkan air mata.
Maka pikirnya, "Dapatkah kau mengalah ?"
Tiba-tiba Cukat Tan tertawa lebar.
"Ya, Cukat Tan tolol !" katanya. "Nah, aku minta jangan
kau menggunakan akal muslihatmu ini."
Teng Hiang melengak. Nyeri hatinya mendengar ucapan
itu. Lantas air matanya mengucur deras.
"Oh, adik. Kau membenci aku ?" katanya sembari
menangis. Ia mencekal keras tangannya si anak muda. "Kalau
benar, bunuhlah aku ! Tak dapat aku bertahan dari
perlakuanmu ini, aku tak sanggup !"
Otaknya si anak muda bekerja keras. Ia berkasihan, ia
terharu, toh hatinya ragu-ragu. Ia mengawasi nona itu. Tanpa
merasa ia menepisi air mata orang.
"Aku Cukat Tan, terhadap siapa pun tak pernah aku berlaku
palsu !" katanya keras. "Kalau aku menyinta, aku menyinta
sesungguh-sungguhnya dan kalau aku membenci, aku
membencinya sangat ! Jika orang main gila padaku, bisa aku
marah....." Teng Hiang menatap, air matanya masih meleleh keluar.
"Apakah yang pernah aku lakukan, adik ?" tanyanya.
"Kenapa aku mesti mendustai kau ?"
Cukat Tan membuka mulutnya, ia batuk. Hanya sesaat,
kemudia sembari tunduk ia kata juga, "Jika kakak
menganggap aku buruk dan kau ingin mencintai lain orang,
kau bilanglah terus terang padaku. Jika Cukat Tan berhati
palsu, tak nanti malam ini dia muncul di kamar ini merusak
kesenangan kalian berdua !"
Teng Hiang kagum buat kepolosannya si anak muda. Ia
menatap orang, tiba-tiba ia tertawa terus ia kata, "Adik, hatiku
telah diserahkan padamu ! Adik, hatiku tak akan dapat
berubuah, tak perduli lautan kering dan batu membusuk !
Apakah kau menjadi tidak senang sebab aku berjalan bersama
Gak Hong Kun ?" Di tanya begitu si anak muda melengak.
Nona itu tertawa, terus ia kata pula. "Aku tahu adik, kau
marah padaku sebab kau mencintaiku! Sekarang aku telah
melihat tegas bagaimana kau mencintai aku, adik......"
Teng Hiang menarik tangan, ia mengajak si pemuda duduk
berendeng di tepi pembaringan.
"Adik, kenapa kau dapat berada disini ?" tanyanya
kemudian. "Kenapa kau dapat membantu aku di saat yang
tepat ini ?" Luar biasa lekas, lenyap rasa tak puasnya anak muda ini. Ia
melihat si nona berlaku jujur terhadapnya.
"Kakak." katanya kemudian. "Aku melihat kau bersama Gak
Hong Kun sejak di penginapan di dalam kota Gakyang, lantas
aku menguntitmu. Itulah sebabnya kenapa aku berada disini
?" Teng Hiang merasa puas berbareng lega hatinya. Kalau ia
menyeleweng, celakalah ia. Syukur ia tetap berlaku jujur. Tapi
ia toh kata, "Cis ! Katanya wanita bercemburu ternyata
sekarang adik, kau pun jelus....."
Cukat Tan merasai mukanya panas.
"Menyesal kakak." katanya. "Sayang aku menyangka keliru
padamu ! Kakak toh tidak menggusari aku bukan ?"
Teng Hiang melirik terus dia tertawa.
Sikapnya si nona membuat hatinya si anak muda lega
sekali. Ia turut tertawa.
Muda mudi itu tidak cuma duduk berendeng hanya mereka
saling menyender. Mereka saling terbenam didalam lautan
asmara sampai mereka melupakan Siauw Wan Goat yang
sejak tadi berdiam di dekat jendela. Nona itu berpikiran
kosong, dia bagaikan tak melihat dan mendengar....
Tiba-tiba Wan Goat dikejutkan keruyuk ayam jago,
pertanda tibanya sang pagi. Lantas ia melihat ke arah Teng
Hiang dan Cukat Tan. Mereka itu tak tampak, dikasih terus di
depan pembaringan tampak sepatu mereka.
"Ah !" seru nona ini. Mukanya merah. Lantas ia lompat
keluar jendela, untuk bertindak keluar dari rumah penginapan,
untuk berjalan terus-terusan di waktu pagi yang sejuk dan
sepi itu. Hingga tahu-tahu ia telah melalui tujuh atau delapan
belas lie, ia berada ditanah pegunungan, di depannya sebuah
rimba. Di sini ia terkejut dan sadar, sebab lantas dia melihat
berkelebatannya golok-golok dan pedang-pedang !
"Di pagi begini, kenapa ada orang bertempur di atas
gunung ?" pikirnya, heran. "Orang-orang macam apakah
mereka-mereka itu " Baik aku melihatnya..." Maka lantas ia
mempercepat langkah. Setelah datang dekat kira enam tombak dari tempat
perkelahian, Wan Goat menyembunyikan diri di balik sebuah
batu karang yang besar, dari situ ia memasang mata.
Yang bertempur itu ialah seorang nona dengan senjatanya
sebatang golok dan seorang pemuda bersenjatakan pedang.
Muka mereka itu tak tampak jelas. Kira dua tombak jauhnya
dari mereka itu berdua, dipinggaran terlihat dua orang lainnya
tengah menonton. Mereka ini adalah seorang pendeta
penganutnya Sang Buddha serta seorang imam atau rahib
pengikutnya Loa Cu Yang Maha Agung.
Sementara itu dengan lewatnya sang waktu, tibalah sang
terang tanah, maka di lain saat dapat sudah Wan Goat
mengenali si pria dang melihat tegas si wanita yang mengadu
jiwa itu. Dialah Gak Hong Kun si It Hiong palsu serta seorang
nikouw setengah tua yang tampangnya centil.
Selekasnya dia melihat Hong Kun, Wan Goat menenangkan
hatinya. Lantas dia mengawasi tajam kepada pemuda itu guna
memastikan ia It Hiong tulen atau palsu.
Nikouw itu lihai, sepasang goloknya bergerak-gerak
memperdengarkan suara anginnya yang keras. Hanya aneh
walaupun ia mendesak, dia seperti tidak mau melukai si anak
muda, goloknya cuma memain di sekitar tubuh orang.....
Gak Hong Kun juga tidak mau mengalah, dia mengeluarkan
kepandaiannya, ilmu silat Heng San Pay, maka juga mereka
jadi bertempur seru. Pendeta wanita itu berpengalaman, ia tahu si pemuda lihai,
hendak ia mengadu kepandaian.
Kapan pertempuran sudah melalui lima puluh jurus,
perubahan lantas tampak. Gerak geriknya Hong Kun mulai
kendor, nafasnya telah memburu, peluhnya sudah membasahi
dahinya. Justru itu si nikouw kata manis, "Eh, saudara she Tio,
apakah kau masih tak sudi menyerah kalah " Bukankah kau
sudi mendengar kata-katanya kakakmu ini ?"
Alisnya Hong Kun bangun berdiri, matanya mendelik.
"Aku tidak percaya nikouw siluman, ilmu golokmu dapat
mengalahkan ilmu pedang Heng San Pay !" katanya takabur.
Nikouw itu tertawa geli. "Jangan kau mendustai aku, anak !" kata dia. "Kau toh
muridnya Tek Cio Totiang dari Pay In Nia, kenapa kau
menyebut dirimu dari Heng San Pay "'
"Hm !" Hong Kun perdengarkan suara dinginnya. Dia
menyamar sebagai It Hiong, tak dapat dia membuka
rahasianya sendiri. Barusan dia keliru menyebut ilmu pedang
Heng San Pay. Karena itu dia terus menutup mulutnya, terus
saja dia menyerang hebat guna bisa mendesak lawannya itu !
Dari tempat bersembunyi Wan Goat mengagumi ilmu
silatnya pemuda itu. Ia pun dapat melihat orang merah karena
terlalu menguras tenaga serta peluhnya menetes turun tanpa
merasa, ia merasa berkasihan........
Tepat itu waktu maka terdengarlah suara keras dari
beradunya pedang dengan golok. Itulah akibat siasatnya Gak
Hong Kun. Hong Kun sudah letih sekali, terpaksa dia
mengandalkan pedang mustikanya, yang tajam luar biasa.
Disaat golok mengancam, dia sengaja menangkis sambil
menebas dengan sisa tenaganya !
Sepasang goloknya si nikouw bukan senjata mustika tetapi
tangguhnya luar biasa, sebab terbuatnya dari campuran emas
dan besi pilihan, maka juga kena terpapas pedang istimewa
terdengarlah suara nyaring dan berisik itu, goloknya tapinya
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetap utuh ! Hong Kun heran sampai dia mundur satu tindak dan berdiri
mendelong. Tapi cuma sedetik lantas dia sadar akan
keadaannya. Maka juga lekas-lekas dia mengeluarkan bie hun
tok hun, bubuk biusnya yang menjadi seperti benda saktinya.
Dengan mengikuti tiupan angin, ia menyebarkannya.
Melihat asap merah tua terbang ke arahnya, si pendeta
wanita tidak menjadi takut, bahkan dia tertawa dan kata, "Oh,
saudara yang baik, segala bubuk begini mana dapat membuat
kakakmu " Cuma mukamu yang tampan yang membuat hatiku
goncang !" Walaupun dia tertawa manis, si pendeta toh menggunakan
golok kirinya akan melakukan penyerangan penangkisan,
membuyarkan asap itu dengan cepat, sedangkan golok
kanannya dipakai membacok ke dada lawan.
Hong Kun terperanjat, mendapati nikouw setengah tua itu
dapat memunahkan bubuknya yang lihai, terus dia menjadi
kaget mendapati golok orang berkelebat ke arahnya. Dengan
kelabakan dia menangkis. Tapi tangkisannya itu tidak
mengenai, cuma menyampok angin. Lantas setelah itu, dia
menjadi kaget sekali sebab jalan darahnya-jalan darah hoa
kay-telah kena tertotok. Sekejap itu juga dia merasai
tubuhnya kaku, lalu kepalanya pusing lantas dia terhuyung
dua kali terus tubuhnya roboh ke tanah dengan dia tak
sadarkan diri lagi ! Nikouw itu tertawa nyaring menandakan dia sangat girang.
Lantas dia lompat kepada Hong Kun guna menyambar tubuh
orang buat diangkat dan dikemoit kemudian dia menoleh
kepada dua orang tua yang menonton tadi--si pendeta dan
imam--dia melirik dengan tampang bangga.
Si pendeta tertawa lebar dan kata, "Su moay, kau
beruntung !" "Su moay" ialah adik seperguruan wanita.
Justru pendeta itu tertawa, justru mereka mendengar satu
bentakan nyaring lantas tampak berkelebatnya sesosok tubuh
hitam menghadang di depan nikouw sejarak satu tombak.
Segera setelah berdiri diam, bayangan itu ternyata adalah
seorang nona usia tujuh atau delapan belas tahun, disamping
siapa pun berdiri seekor orang utan besar sekali.
Sambil berdiri tegak, ia menunjuk tubuhnya Hong Kun dan
menanya si nikouw : "Bukankah anak muda itu Tuan Tio It
Hiong ?" Nikouw itu heran hingga dia menatap. Dia mendapati nona
itu memiliki muka bundar seperti bulan purnama, tampangnya
sangat cantik, matanya jeli, cuma sinar matanya itu mirip sinar
mata genit. Dia tidak menjawab, hanya balik bertanya acuh
tak acuh, "Kau siapakah " Kau murid siapa " Bagaimana kau
berani mencampur tahu urusannya Sek Mo ?"
"Sek Mo" ialah bajingan paras elok.
Berkata begitu, dia lantas memasuki sepasang goloknya ke
dalam sarangnya. Nona itu mengawasi secara bersahaja. Ia menjawab, "Aku
ialah Kip Hiat Hong Mo ! Kalian tidak mengenal aku, aku tidak
menggusarimu !" Ia menunjuk pula tubuhnya Hong Kun untuk
berkata lagi, "Kau serahkan Tuan Tio kepadaku !"
Di sebutnya nama Kip Hiat Hong Mo mengagetkan kepada
nikouw itu, juga si pendeta dan si imam. Kemudian si pendeta
maju menghampiri akan mengawasi si nona dari atas ke
bawah dan sebaliknya setelah mana dia membentak dingin,
"Budak bau ! Siapakah kau " Lekas kau bicara dengan terus
terang. Tangannya Hiat Mo tak ada halangannya buat
membacokkan satu jiwa !"
"Hiat Mo" ialah Bajingan Darah.
Nona itu tidak kaget atau takut, dia tetap tenang-tenang
saja. Lantas dia menuding si pendeta seraya menanya si
nikouw, "Kau bernama Sek Mo dan dia Hiat Mo. Habis apakah
namanya kawanmu itu " Dialah seorang rahib atau rahib
bajingan apa ?" Hiat Mo tertawa dingin. "Dialah Tam Mo !" dia menjawab. "Kalau kau benar Kip Hiat
Hong Mo, kenapa kau tidak mengenali kami Hong Gwa Sam
Mo ?" "Tam Mo" ialah Bajingan Tamak dan "Hong Gwa Sam Mo"
yaitu Tiga Bajingan dari Dunia Luar.
Si nona meraba ke pinggangnya, meloloskan seekor ular
hijau yang melilit pinggangnya itu, sambil mengibaskan itu ia
kata, "Senjata ini senjata apakah " Kalian lihat ?"
Ular kecil warna hijau itu mempunyai sepasang mata merah
seperti darah, tajam sinarnya, sedangkan tubuhnya panjang
tiga kaki. Lidahnya yang diulur keluar pun berwarna merah
dadu. Dia mengangkat kepalanya digoyangi ke kiri dan ke
kanan. Tingkahnya seperti hendak memagut orang !
Seluruhnya tampangnya itu, dia membuat orang jeri.
Tiba-tiba saja, Tam Mo si rahib meluncurkan tangannya
menghajar tangan kanannya si nona yang lagi memegangi
ular itu. Dia bergerak tanpa sebut dan tanpa bersuara lagi.
Inilah sebab dia mengenali ular itu sebagai sian-liong, ular
beracun istimewa yang hidup di Siong San yang racunnya
dapat memunahkan seratus macam racun lainnya, bahkan
siapa dapat minum darahnya, tubuhnya bakal menjadi sangat
ringan dan gesit. Jadi ular itu ular sangat langka.
Nona itu tidak kena diserang secara mendadak itu. Selagi
orang menyerangnya, ia berseru, tubuhnya berkelit-kelit ke
belakangnya Tam Mo si Bajingan Tamak. Di lain pihak, orang
utan disisinya mendadak telah berubah sebagai ia sendiri
sebab ia telah menggunakan ilmu Hoan Kak Biu Ciu !
Tam Mo hendak mencekal tangannya si nona guna
merampas ularnya, siapa tahu ketika tangannya mengenai
sasarannya dia menjadi kaget. Dia bukan memegang tangan
yang putih halus, hanya sesuatu yang berbulu dan licin hingga
cengkramannya lolos sendirinya !
Dalam herannya Tam Mo mengawasi si nona. Ia tetap
mendapati nona tadi. Maka lagi sekali ia menggerakkan
tangannya menangkap tangan orang !
Tepat itu waktu si Bajingan Tamak mendengar suara
nyaring ini di belakangnya, "Tam Mo, sian-liong ada disini !"
Nona itu pun menyebut sian-liong, naga sakti pada ularnya
itu. Selekasnya dia mendengar suaranya si nona, Tam Mo
menjadi sangat kaget. Dia melihat tangan yang dipegang
olehnya bukan tangannya si nona, hanya lengannya si orang
utan, binatang mana yang berwajah bengis, mengawasi dia
dengan membuka lebar-lebar mulut nya serta mementang
matanya yang bersinar galak. Tapi dia tidak takut. Dialah
salah satu dari Hong Gwa Sam Mo yang kesohor kosen dan
kejam. Dari kaget dia menjadi gusar, lantas dia mengerahkan
tenaganya untuk melempar orang utan itu !
Menyusul gerakannya Tam Mo, si nona berseru nyaring lalu
terlihatlah si orang utan jumpalitan di tengah udara dan
jatuhlah justru ke arah nikouw setengah tua.
Melihat demikian pendeta wanita itu bergerak dengan cepat
untuk berkelit tetapi gagal. Dia kurang cepat maka tubuhnya
kena terbentur hingga dia jatuh karena mana Hong Kun pun
terlepas dari kempitannya.
Akan tetapi ia tak kurang suatu apa, dengan gesit dia
berlompat bangun akan menyambar tubuhnya si anak muda
hingga Hong Kun kena dikempit pula. Tentu sekali dia menjadi
gusar tak terkirakan. Maka juga dia terus menyampok
binatang hutan itu. "Tahan su-moay." teriak Tam Mo.
Sek Mo heran tetapi dia mendengar kata, maka
serangannya itu dikesampingkan. Dia berdiri diam menoleh
kepada saudara seperguruannya yang nomor dua itu. Justru
dia berdiam, tiba-tiba dia merasai tubuh Hong Kun seperti
berbulu tajam yang menusuk-nusuk lengannya. Maka dia
tunduk akan melihatnya. Lantas dia menjadi heran sekali.
Itulah bukan si anak muda, hanya si orang utan ! Selagi
orang heran dan melengak, si nona tertawa dan berkata
nyaring, "Tuan Tio ada ditanganku ! Yang kau kempit ialah So
Hun Cian Li ! Buat apakah kau mengempit dia ?"
Bukan kepalang mendongkolnya si nikouw. Telah orang
permalukannya ! "Kip Hiat Hong Mo !" teriaknya. "Kau telah merampas
orangku, mana dapat aku berdiam saja " Kamilah Hong Gwa
Sam Mo, tak dapat kami kehilangan muka !" Lantas dia
lemparkan si orang utan ke arah nona itu ! Menyusul itu, dia
pun menghunus sepasang goloknya !
Ketika itu Hiat Mo pun memperdengarkan suara dinginnya !
"Jiete, mari kita turun tangan ! Kita harus membantu Sam
Moay membekuk budak bau itu !'
"Jite" ialah saudara yang nomor dua, dan "Sam Moay" adik
yang ketiga. Tam Mo si Bajingan Tamak juga gusar. Dia menoleh
kepada si nona, untuk berkata bengis. "Kip Hiat Hong Mo, saat
kematianmu sudah tiba !"
Ketika itu si orang utan, yang telah dilemparkan tidak jatuh
terbanting. Dia dapa turun dengan menaruh kaki dengan baik.
Dia pun tidak gusar terhadap orang yang melemparkannya,
hanya dia bertindak menghampiri si nona, akan berdiri di
sisinya seperti semula. Nona itu terus bersikap wajar. Sembari tertawa manis, ia
mengawasi ketiga bajingan itu kemudian ia kata, "Buat apa
kalian jadi galak begini " Taruh kata kalian dapat mengalahkan
aku, tak nanti kalian dapat merobohkan guruku ! Akulah Ya
Bie dan tuan Tio ini jantung hatiku !" Ia hening sejenak, lalu ia
menambahkan, "Aku baru berhasil mewariskan lima bagian
ilmu guruku yang disebut Hoan Kak Bie Cie, ilmu menyalin
rupa. Tetapi dengan ilmuku ini saja sudah kalian berani
membuka mulut besar " Hm !"
Hong Gwa Sam Mo saling mengawasi, mata mereka
memain. Mereka merasa Hoan Kak Bie Ciu lihai, karena mana
tak berani mereka sembarang bergerak.
Sek Mo mengawasi tajam pada si nona. Dia jelus sekali.
"Sebenarnya kau pernah apakah dengan Kip Hiat Hong Mo
?" tanyanya kemudian. "Kau bicara terus terang, nanti aku
ampunkan selembar jiwamu !"
Nona itu suka menjawab dengan sebenar-benarnya.
"Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie adalah guruku !" demikian
jawabnya. "Hayo bilang kalian takut atau tidak dengan guruku
itu ?" Si nona bicara polos seperti seorang bocah cilik, tingkahnya
jenaka. Dia seperi bukan lagi bicara dengan musuh yang lihai
dan ganas. Sikapnya ini justru membuat ketiga bajingan serba
salah - menangis tak bisa, tertawa tak dapat.
Sek Mo sangat penasaran, ingin ia mendapatkan pulang
Hong Kun tetapi dia jeri. Dia kuatir nanti tak sanggup melayani
si nona. Kapan dia memandang Hong Kun, dia merasa sangat
gatal. Dalam mendongkolnya itu dia mengernyitkan alis. TibaKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
tiba dia mendapat sebuah pikiran. Maka tiba-tiba juga dia
tertawa. "Nona Ya Bie, apakah kau mau mencari jantung hatimu ?"
tanyanya ramah. "Bukankah jantung hatimu itu seorang she
Tio ?" Ya Bie suka diajak bicara. Dia menunjuk It Hiong palsu di
dalam kempitannya itu. "Pemuda tampan ini ialah Tuan Tio It Hiong yang menjadi
kekasihku." dia berkata. "Apakah kau mau mengatakan dia
bukannya Tuan Tio ?"
Sek Mo si Bajingan Paras Elok menggeleng kepala.
"Kau keliru....." katanya. Tiba-tiba dia berdiam. Sukar
buatnya mendusta. Ya Bie heran, dengan melengak ia mengawasi Hong Kun.
Sek Mo berpikir keras, ia mendapat satu pikiran lain.
"Dialah Tuan Tio yang palsu." dia lantas berkata. "Dia
bukan Tuan Tio yang tulen."
Kata-kata itu dapat dipercaya Ya Bie, yang cerdik tetapi
polos yang kurang pengalaman. Ia pun keluar dari Cenglo
Ciang dengan diluar tahu gurunya. Di sebelah itu, kata-kata itu
juga menyadarkan Siauw Wan Goat yang sejak tadi
menyembunyikan diri terus hingga ia bisa melihat dan
mendengar semua itu. "Kau benar !" berkata Ya Bie. Dia muda dan polos tetapi dia
cerdik. Sek Mo senang mendengar perkataannya si nona itu.
"Dia bukan Tuan Tio, nona. Dia jadi bukanlah jantung
hatimu." katanya. "Nona yang baik, kau kembalikan dia
padaku !" Ya Bie bersangsi. Tak mau ia lantas menyerahkan pemuda
ditangannya itu. Ia hanya justru mengawasi wajah orang.
"Nanti, akan kutanya dahulu dia." katanya. "Kalau dia benar
bukan Tuan Tio, akan aku serahkan dia padamu."
Lantas nona ini menekan jalan darah siutong dari Hong
Kun, guna menghidupkan darahnya, guna membebaskan dia
dari totokan. Tidak lama maka pemuda itu sudah dapat membuka
matanya. Lantas dia mendapat kenyataan yang tubuhnya
rebah dipangkuannya seorang nona yang tubuhnya
menyiarkan bau harum kewanitaan. Dengan sendirinya
timbullah nafsu birahinya. Dia lantas ingat segala apa. Sebagai
seorang licik, lekas-lekas dia memejamkan pula matanya.
Nikmat rasanya dipangku seorang nona manis seperti Ya Bie.
Ya Bie mencintai It Hiong selekasnya dia lihat anak muda
itu, tetapi itulah gadis suci. Ia tak punya pengalaman, maka
itu selekasnya anak muda ini sadar dan membuka matanya, ia
lantas meletakkannya diatas tanah. Kemudian ia menggoyanggoyangkan
kedua bahunya anak muda itu.
"Kau siapa sebenarnya ?" tanyanya. "Kau Tuan Tio It Hiong
atau bukan ?" Itulah pertanyaan polos sekali, atau tolol.
Hong Kun membuka pula matanya, ia menggerakkan
tubuhnya untuk bangun, duduk di tanah. Lantas ia mengawasi
nona di depannya itu. Kemudian ia berpaling kepada Heng
Gwa Sam Mo. Ia berpikir karena ia tidak tahu si nona
menanya ia dengan maksud baik atau jahat. Dasar ia cerdik,
sebelum memberikan penyahutannya, ia balik bertanya,
"Siapakah kau " Mau apa kau menanyakan aku ?"
Ya Bie tidak sabaran melihat lagak orang sembarang, dia
menjawab berbareng menanya.
"Akulah Ya Bie dari Cenglo Ciang." sahutnya. "Kau Tio It
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hiong atau bukan ?" "Oh, saudara yang baik !" tiba-tiba Sek Mo menimbrung.
"Sekarang ini jiwamu sudah berada ditangan kami, kau
bicaralah terus terang !"
Sek Mo belum pernah melihat Tio It Hiong palsu, maka itu
ia takut kalau orang mengaku sebagai It Hiong, dia bakal
dibawa pergi si nona. Itu artinya, ia bakal kehilangan pemuda
itu. Karena itu, ia sengaja mengeluarkan kata-katanya itu akan
mengancam atau menggertak si anak muda.
Hong Kun sebaliknya, belum pernah pergi ke Cenglo Ciang.
Tentu saja dia tidak kenal Ya Bie, cuma dia ingat
perdamaiannya dengan Teng Hiang buat pergi ke Cenglo
Ciang, guna membujuki Kip Hiat Hong Mo membantu usaha
Bu Lit Cit Cun. Ketika itu, Teng Hiang juga tidak menyebut
namanya Ya Bie ini. Ia menjadi bingung : Ya Bie, It Hiong atau
musuhnya " Ancamannya si nikouw barusan pun menciutkan
hatinya. Melihat orang berdiam, Ya Bie makin keras ingin
mengetahui tentang dirinya pemuda itu. Ia lantas
mengawasinya tajam dengan ia mengerahkan tenaga ilmu
Hoan Kak Bie Ciu. Hong Kun menggigil selekasnya sinar matanya beradu
dengan sinar mata si nona. Lantas seperti tak sadarkan diri.
Justru begitu, ia mendengar bentakan si nona, "Kau bernama
apa " Lekas bilang !'
Tanpa sadar, sendirinya Hong Kun menjawab, "Aku yang
rendah ialah Gak Hong Kun, muridnya It Yap Totiang dari
Heng San Pay, dan aku menyamar menjadi Tio It Hiong itulah
karena aku berniat mencelakai padanya."
Kapan Seng Mo mendengar jawabannya Hong Kun itu,
diam-diam dia bergirang sekali. Si anak muda benar-benar
bukannya It Hiong yang asli. Pikirnya, pasti ia akan dapat
hidup bersama anak muda itu, yang tentunya tak akan dibawa
pergi oleh si nona yang lihai.
Ya Bie sebaliknya menjadi gusar sekali, hingga matanya
mendelik dan mulutnya memperdengarkan suara sengit, "Cis !
Kaulah bukan satu manusia baik-baik ! Kenapa kau menyamar
untuk mencelakai Tuan Tio ?"
Di bawah pengaruh ilmu Hoan Kak Bie Ciu itu, Hong Kun
tak dapat menggunakan kecerdikannya atau mendusta terus,
dia menjadi serta si orang jujur dan polos. Atas kata-kata si
nona itu dia berkata, "Aku berbuat begitu karena aku hendak
membalas sakit hatiku, karena aku penasaran sudah
kehilangan pacarku. Aku bertekad tak akan hidup bersamasama
dalam dunia ini dengan musuhku dalam asmara itu !
Nona, karena urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan
kau, aku minta sukalah kau bebaskan aku...."
Siauw Wan Goat ditempatnya bersembunyi mendengar
jelas pembicaraan itu, maka sekarang ia mendapat bukti
kepastian akan kata-katanya Teng Hiang, hal adanya dua Tio
It Hiong. It Hiong dari Heng San dan It Hiong dari Siong San.
Tentu sekali, karena itu ia menjadi gusar. Ia sangat membenci
Hong Kun hingga ia lantas memikir keluar dari tempat
sembunyinya itu guna membuat perhitungan dengan orang
Heng San Pay yang busuk itu. Tapi belum lagi ia bergerak
Playboy Dari Nanking 6 Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Pendekar Kembar 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama