Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 23

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 23


tawanya Hong Kun itu dapat penyahutan ringkik kuda. Tak
lama dia berhenti tertawa, ringkik kuda pun lenyap.
Bangkit dari tempat duduknya, Hong Kun pergi ke tenda.
Kali ini otaknya rada terang. DI muka pintu tenda, dia berdiri
mengawasi tetapi dia tak melihat apa-apa. Karena gelapnya
dalam tenda dia menyangka itulah sebuah kereta kosong.
Tetapi dia ingin mausk kedalamnya walaupun tanpa ada
niatnya yang tertentu. Selekasnya dia menyingkap tenda, Hong Kun bertindak
memasukinya. Sang gelap membuatnya tak melihat apa juga.
Maka tu dia keluar, dia menghampiri pelita di tembok untuk
diambil dan dibawa kembali ke dalam kereta. Kereta itu benar
kosong, cuma terdapat tempat duduknya. Ketika dia
mengangkat tempat duduk yang kosong, dia melihat sebuah
peti atau kotak kecil yang warnanya hitam, rupanya bekas di
cat. Dia mencekal gelang peti untuk diangkat. Ketika dia
menyentil peti itu dua kali terdengar suara yang menyatakan
peti bukannya kosong. Peti itu tak ada satu kaki persegi. Dia
mengawasi. Dia agaknya heran. Tapi dia tak mengerti. Kenapa
ia ketarik hati. Bahkan dia berniat membukanya walaupun
tanpa maksud. Muridnya It Yap Tojin mengangkat peti kecil itu, dia
membulak baliknya, dia menyentil-nyentil pula tetapi tak dapat
dia membukanya, tidak ada anak kunCinya atau alat
rahasianya untuk membuka itu. Sementara itu tangan kirinya
yang memegang pelita itu, hingga cahaya apinya bermainmain.
Lewat lagi beberapa saat, dalam keadaan syaraf tak sehat
itu, Hong Kun tampak mendongkol. Belum juga ia bisa
membuka peti itu. Ia mengawasi dengan tajam, sinar matanya
bengis. Tiba-tiba saja naik darahnya, maka peti itu
dilemparkan kedalam kereta, ia sendiri lantas merebahkan diri.
Tangannya masih memegangi pelita tadi. Tubuhnya bergerakgerak,
sebentar meringkuk, sebentar dilempengkan. Hingga
dia mirip seekor caCing. Dia bergerak sekian lama. Karena
bergeraknya sedikit keras, kereta sampai bergoyang-goyang.
Tiba-tiba anak muda ini tertawa sendirinya, terus dia
bangun untuk berduduk. Tangan kanannya menyambar peti
hitam tadi, akan dibulak balik di depan matanya, habis mana
dia meletakkannya diatas kereta di depannya. Tiba-tiba saja
dia menggunakan tangannya menghajarnya !
Tak pecah peti itu, cuma satu kali bersuara keras
disebabkan hajaran itu. Hong Kun mengangkatnya pula, ia membulak balik lagi
kemudian menaruhnya kembali dengan dibanting. Mendadak
tutup peti itu terbuka dengan sendirinya dengan bersuara
nyaring beberapa kali. Selekasnya peti terbuka, dari dalamnya
menyorot keluar sinar hijau yang membuat mukanya si anak
muda menjadi hijau juga, hingga wajahnya nampak mirip
wajah bajingan....... Rupanya sinar itu dianggapnya bagus, maka juga Hong Kun
tertawa nyaring, dia terbahak-bahak hingga dia melangsing
sebab perutnya mulas lantaran tertawa itu, yang berisik bukan
cuma didalam kereta hanya jauh jauh keluar. Dia terus
tertawa dengan terlebih keras pula, berbareng dengan mana
pelitanya dilemparkan ke tenda keretanya !
Sebenarnya itulah obat beracun Thay Siang Hoang Hun Tan
buatannya Im Cio It Mo yang It Mo memesan Ciu Tong
membawanya ke Hek Sek San. Obat itu lihai tetapi tidak ada
baunya. Maka juga terkena obat, Hong Kun tidak merasakan
apa-apa. Ia tertawa kalap justru disebabkan pengaruhnya
obat itu. Ia tertawa terus sampai pelitanya telah membakar
tenda, apinya merembet dari kecil menjadi besar, menjadi
membakar seluruh kereta itu.
Pengaruh obat membuat si anak muda makin besar.
Cahaya api tetap hijau. Di dalam waktu yang pendek, peti
lantas berupa mirip bola api. Karena peti itu pun menyala.
Hong Kun baru kaget sesudah dia merasai hawa panas,
sebab api membakar rambutnya juga bajunya. Karena ini, dia
menjadi sedikit sadar. Dia melemparkan peti, dia lompat turun
dari kereta. Api tidak ada yang padamkan, dari kereta menyambar ke
rumput terus ke lainnya barang di dalam istal itu. Kebetulan
sekali angin malam seperti membantu meniupinya. Maka mulai
dari kereta Hek Tak Seng Kun, Dewa Api terus menyambar
bangunan istal seluruhnya.
Baru setelah itu pihak Kui Hiang Koan mendapat tahu
adanya bahaya api. Maka mereka menjadi kaget, berisik dan
repot. Mereka lantas menerka kepada perbuatan orang jahat !
Disamping membunyikan kentongan, orang repot berdaya
memadamkan api itu. See Sie adalah orang yang memegang pimpinan, disamping
menitahkan orang memerangi api, ia membawa beberapa
orang untuk mencari si orang jahat. Ia pula memasang jagajaga
di sana sini. Kui Hiang Koan luas beberapa bun, semuanya dihubungi
dengan jalan yang kecil. Di jalan-jalan itulah yang orang-orang
berseragam hitam lari mondar mandir atau berdiri diam
melakukan penjagaan. Semua mereka itu membekal golok
yang kedua bagian mukanya berkilat berkilauan.
Hong Kun berlari-lari tanpa tujuan. Dia pula tidak tahu
dirinya berada dimana. Dia terus terpengaruhkan obat
pengganggu syaraf itu. Dia kaget waktu dia mendengar ada
yang memegatnya sambil membentak, terus orang
mengurungnya dengan mereka itu memperlihatkan golokgolok
telanjang. "Berhenti !" demikian teriakan itu.
Hong Kun berhenti berlari. Ia melihat delapan orang
mengurungnya, ia mendelong mengawasi mereka itu,
mulutnya bungkam. Semua orang mengawasi si anak muda yang rambut dan
bajunya bertanda bekas kebakar. Lalu See Sie menegur dingin
: "Bangsar, apakah kau masih berlagak pilon ?"
Dengan kelakuan orang separuh mengerti separuh tidak, si
anak muda balik bertanya : "Kenapa kalian memegat aku ?"
"Kau bekas terbakar, pastilah kau si penjahat yang melepas
api !" bentak seorang berseragam. "Kawan-kawan, mari kita
ringkus dia !" Menyusul itu enam buah golok menyerang berbareng
kepada Hong Kun. Anak muda itu segera menyambuti. Dia
terpengaruhkan obat tetapi ilmu silatnya tidak dilupakan
karenanya. Selekasnya pelbagai senjata beradu, nyaring dan
berisik suaranya. Dua barang golok lantas mental terbuang.
"Awas !" beberapa orang berseru, "Hati-hati !"
Mereka itu tidak takut, mereka maju pula. Yang goloknya
terlepas mencari dulu senjatanya itu.
Hong Kun berdiri diam, matanya mengawasi, pedangnya
dilintangi. "Kalian menyerang aku, kenapakah ?" tanya dia, sikapnya
ketolol-tololan. "Kenapa kalian tidak mengenali aku ?"
Sementara itu tiba pula serombongan lain dari orang-orang
berseragam hitam itu. Mereka pada membawa obor hingga
wajahnya Hong Kun tampak tegas, tidak ada orang yang
mengenali si anak muda. Mereka tidak tahu yang anak muda
ini memakai topeng, sedang menyamar sebagai Tio It Hiong.
Sekarang, yang jadi pemimpin rombongan lantas menanya
: "Tuan, kau berani mengacau di Kui Hiang Koan ini, sudah
selayaknya kau berani memperkenalkan dirimu ! Beritahukan
nama besar tuan, nanti aku pergi melapor kepada majikan
kami !" Di luar dugaan, orang itu berubah sikapnya menjadi lunak.
"Akulah Gak Hong Kun dari Heng San !" sahutnya si anak
muda seenaknya saja. "Siapa itu majikan kalian " Suruhlah dia
datang kemari menemui aku !"
Tanpa disengaja, anak muda ini menyebutkan nama
aslinya. Dia tak ingat lagi yang dia lagi memalsukan Tio It
Hiong. Semua orang berseragam itu berdiam saja, tetap mereka
mengurung. Cuma seorang yang diam-diam lari mencari Ciok
Peng, guna memberi laporan. Maka itu tak lama kemudian
Koay To si Golok Kilat sudah muncul bersama delapan orang
pengiringnya, yang pun hitam seragamnya. Bakan di belakang
dia ada Siang Kun Buan thung Liok Cim.
Ciok Peng sudah lantas mengasi si anak muda, yang
tenang habis kena terbakar dan tampan, bahkan dia
mengenali Tio It Hiong murid dari Pay In Nia ! Maka ia
menjadi heran sekali. "Tio It Hiong Laote !" akhirnya dia menanya, "apakah
benar-benar kau hendak menyeterukan lohu ?"
Laote atau "adik tua" adalah panggilan hormat terhadap
anak muda yang dihargai. Sedangkan lohu adalah "aku" untuk
orang tua berbicara dengan anak mdua, artinya "aku si orang
tua". Siang Kun Bu teng sebaliknya tetap tertawa tawar. "Hm !
Sekarang ini orang dan buktinya telah ada, tak usah dikuatir
yang kau nanti menggunakan lidahmu yang tajam untuk
menyangkal perbuatanmu ini !"
Liok Cim telah terluka dan rumah bercelaka, itulah satu
permusuhan yang besar sekali, sekarang dia justru
menghadapi musuh besarnya, maka dapat dia mengenali
musuhnya itu, sudah sepantas saja dia menyatakan
kemurkaannya. Hanya sayang, hutang itu dibebankan atas
dirinya Tio It Hiong karena dia tidak tahu musuhnya ialah Gak
Hong Kun ! Ciok Peng menghalangi sahabatnya itu. Ia takut, saking
gusar si sahabat nanti segera turun tangan. Dia pun maju
lebih jauh. "Tio It Hiong !" sapanya, sebab pertanyaannya belum
memperoleh jawaban. Gak Hong Kun mengawasi dengan mendelong. Dia tetap
tidak menjawab. Salah seorang berseragam hitam menyela : "Ciok Loyacu,
bocah ini barusan menyebukan namanya sendiri ! Menurut
dia, dia she Gak, bukannya she Tio !"
Ciok Peng menjadi terlebih heran pula.
"Apakah dia menyebut juga namanya ?" tanyanya. "Apakah
namanya itu ?" Orang yang ditanya berpikir keras.
"Ya, dia menyebutkan namanya." sahutnya. Lalu dia raguragu
dan suaranya terputus-putus. "Dia menyebut Gak. Gak,
entah, entah, apa, Jun".
"Hm !" Koay To si Golok Kilat memperdengarkan suara
dinginnya. Matanya mengawasi gusar pada orangnya itu,
hingga orang itu menundukkan kepala saking takut.
"Tio It Hiong !" Liok Cim menegur pula keras. "Tio It Hiong,
apakah kau tetap berpura-pura pilon ?"
Kali ini Hong Kun bagaikan terasadar, maka dia lantas
mengawasi dengan mata dibuka lebar, sinarnya bengis.
Dengan dingin dia berkata nyaring : "Buat apakah kau
pentang bacot keras-keras. Jika kau benar laki-laki, mari
sambut barang beberapa jurus ilmu pedang Heng San Pay ku
!' Hong Kun menyamar menjadi It Hiong, tetapi disaat
dibawah pengaruh pil Thay Siang Hoang Hun Tan itu, dia ingat
hanya she dan namanya sendiri, partainya sendiri juga.
Mendengar jawaban itu yang berupa tantangan, Liok Cim
menjadi heran. Dunia Kang Ouw ketahui baik Tio It Hiong murid dari Tek
Cio Siangjin dari Pay In Nia, kenapa dia sekarang ini menyebut
partainya ialah Heng San Pau dan tadi namanya Gak entah
apa Kun " Koay To Cio Peng pun heran sekali tetapi karena dia harus
memegang derajat supaya nama Kui Hiang Koan yang
tersohor puluhan tahun tak jadi jatuh mata, dia perlu
membekuk dahulu anak muda ini. Dia pula tahu semua
orangnya bukanlah lawan dari si anak muda, jadi perlu ia
turun tangan sendiri. "Anak muda !" bentaknya, "tak perduli kau orang macam
apa, karena kau telah mengacau disini, kaulah musuh lohu !
Lihatlah golokku !' Kata-kata itu dibarengi dengan satu serangan. Karena
golok diputar, Hong Kun seperti juga lantas kena terkurung
atau ketutupan sinar senjata tajam itu.
Melihat kesehatan dan kelincahannya, tak kecewa Ciok
Peng memperoleh gelarannya Koay To si Golok Kilat.
Otaknya Hong Kun bagaikan sadar, selekasnya dia melihat
golok musuh menyambar berulang-ulang. Dia tidak mau
menangkis, dia hanya main berkelit hingga nampak
kelincahannya yang luar biasa. Tujuh kali dia berkelit, lima
tindak dia mundur. Setelah itu mendadak dia berseru-seru :
"Aku Tio It Hiong ! AKu Tio It Hiong ! Kenapa kalian
menyerang aku ?" Ciok Peng menunda penyerangannya !
"Bukankah kau yang melepas api menerbitkan kebakaran ?"
tegurnya. Dan dengan goloknya dia menunjuk ke tempat
dimana api masih berkobar-kobar.
Hong Kun berpaling ke tempat kebakaran.
"Kamu yang melepas api membakar aku !" katanya nyaring.
"Sekaragn kamu mau menyangkal itu ?"
Pil beracun membuat pikirannya anak muda ini kacau tak
karuan. Sealgi dia memperdengarkan suaranya itu keras, dia
pun lantas menyerbu rombongan orang-orang berseragam
hitam ! Dua orang maju menangkis dengan golok guna
menghadang, tetapi golok mereka kena disampok terbang,
menyusul mana si anak muda berlompat lari nyeplos diantara
dua musuh itu yang tak berani merintanginya. Dia kabur keras
sekali. "Kejar !" teriak Ciok Peng yang menjadi panas hati. "Jangan
kasih dia lolos !" Dan dia mendahului berlompat lari mengejar.
Liok Cim turut mengejar, hanya ia memencar
rombongannya. Hong Kun kabur, tanpa tujuan. Dia lagi langsung ke depan,
maka itu dia mesti melewati beberapa pendopo, beberapa
halaman terbukan dan taman-taman bunga kecil. Dia lari dan
berlompatan mirip seekor rubah atau tupai.
Di sepanjang jalan itu, selalu ada orang yang melintang,
yang menghadang, tetapi semua dapat dilewati, baik karena
senjatanya diterbangkan maupun karena mereka dilukai.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malam itu sunyi tetapi sekarang berubah menjadi sangat
berisik, lonceng Kui Hiang Koan berbunyi nyaring tak hentinya.
Suara kebakaran pun riuh dan teriakan-teriakan serta
bentakan-bentakan menambah ramainya. Di dalam keadaan
berisik dan kacau itu, Hong Kun lari terus-terusan, sering kali
dia berlompatan. Toh disaat tak sadar itu, dia ingat mencari
tempat yang ruyuk dan celah untuk menyembunyikan diri.
Begitulah ketika ia melihat sebuah jendela terbuka, didalam
mana ada cahaya api yang terbayang diantara kain jendela,
sewajarnya saja dia lompat memasuki jendela itu dengan satu
lompatan "Ular Hijau Melintas Pohon".
"Oh !" jerit seorang wanita, menyusul mana suatu
hembusan angin yang keras menjurus ke mulut jendela itu,
kepada orang yang berlompat masuk !
Hong Kun terkejut. Tubuhnay telah tertolak keras hingga
dia terhuyung membentur tembok. Justru itu, api pun padam
secara tiba-tiba. Di dalam gelap dan sunyi, terdengar suara
berkeresekan perlahan dari orang yang tengah mengenakan
pakaian terburu-buru. Hong Kun merasai kepalanya pening, dia sangat lelah.
Tengah sadar dan tidak, dia jatuh berduduk di lantai,
punggungnya menyender pada tembok. Bahkan dia terus
berdiam. Karena dia memejamkan matanya hendak tidur.....
Tidak antara lama, api di dalam kamar menyala pula.
Bahkan kali ini dengan terlebih terang, maka tegas nyata
tampak kamar itu seluruhnya. Itulah sebuah kamar tamu.
Pembaringan tertutup kelambu yang indah sebanding dengan
kamarnya seorang nona anak pahlawan atau putri bangsawan.
Kamar pula berbau harum, membangkitkan rasa gairah
sukma. Setelah menyalanya api, tampak di depan pembaringan itu
berdiri seorang wanita yang bukan lain dari pada Sek Mo atau
Peng Mo, si Bajingan Es. Wajahnya ramai dengan senyuman
manis, matanya tajam jeli mengawasi seluruh kamarnya,
sedangkan tangannya masih merapihkan jubahnya.
Diatas pembaringan, yang kelambunya terpentang, rebah
seorang pria setengah tua, matanya dipejamkan, separuh
tubuhnya tertutup selimut. Dia rebah dengan diam saja, entah
lelah atau terlalu kantuk. Dia sampai tak menghiraukan bahwa
barusan ada orang yang lancang masuk ke dalam kamarnya
itu ! Siapakah pria itu " Dialah Couw Kong Put Lo si ahli So Lie Kang, kitab ilmu
awet muda. Dia berada bersama Peng Mo di dalam satu
kamar, dapat dimengerti bahwa mereka tengah berplesiran.
Ketika siangnya Ciu Tong dan Couw Kong Put Lo berselisih
disebabkan memperebutkan dia, Peng Mo yang cerdas lantas
memikir jalan guna mencari kepuasan dirinya. Ia berpokok
pada satu soal : Mendapati dua-dua pria itu atau hanya satu
diantaranya. Jalannya ialah ia meninggalkan kamar dengan
lompat keluar dari jendela. Ia tapinya tidak kabur terus hanya
bersembunyi di tempat gelap, matanya mengawasi ke jendela.
Ia melihat Couw Kong Put Lo menyusul keluar. Segera ia
menyampok dengan pukulan angin kepada pria itu, ia sendiri
menyingkir ke semak pohon bunga lainnya.
Couw Kong Put Lo seorang Kang Ouw ulung. Dia tak roboh
karena serangan pukulan angin itu. Dia berkelit dan sempat
melihat satu tubuh langsing berkelebat lewat. Dia lantas
menerka, itulah Peng Mo yang memanggilnya. Sebab
serangan angin itu tidak hebat. Ketika ia menoleh, dia melihat
Ciu Tong lompat keluar dari kamar. Dia tak ingin mengenai
serangan itu, dia menyingkirkan diri dari penglihatan orang.
Ciu Tong sebaliknya cuma mencari Peng Mo. Dia sebal dan
jemu terhadap Couw Kong Put Lo, dia justru hendak
menyingkir dari situ. Langsung dia lompat naik ke atas
genteng karena dia menyangka Peng Mo mengambil jalan itu.
Lacur baginya, dia berpapasan dengan See Sie dan jadi
bertempur karenanya ! Put Lo sebaliknya menyusul ke tempat kemana tubuh
ramping tadi menghilang. Segera ia melihat si nikouw tengah
mengawasinya. Ia lompat kepada wanita itu, terus keduanya
saling bersenyum. Di lain saat, si wanita telah dituntun diajak
jalan berbareng. Mereka melintasi sebuah taman, tiba di
sebuah kamar dimana tampak sinar api. Mereka melongok di
jendela dan menyaksikan sebuah kamar dengan perlengkapan
indah. Dengan berani keduanya memasuki kamar itu !
"Sungguh kamar yang indah, cocok untuk kita !" Put Lo
kata tertawa. Peng Mo mengiringi tawa itu.
Di saat sepasang merpati ini menikmati lakon asmaranya,
mereka tidak tahu apa yang telah terjadi diluar, mereka tak
mendengarnya. Mimpi sedap mereka baru terganggu loncat
masuknya Hong Kun. Peng Mo yang menyerang, terus dia
menyalakan lilin. Selekasnya dia mengenali orang itu ialah
orang yang lagi ia cari seperti dalam impian, perlahan-lahan
dia menghampirinya. Luar biasa Hong Kun, cepat sekali dia telah tidur pulas dan
menggeros. Hatinya Peng Mo berdebaran. Ia sudah mengambil
keputusan, Couw Kong Put Lo mau ditinggal pergi, sebaliknya
Hong Kun mau dibawa lari. Hanya belum lagi ia bekerja,
mendadak ia mendengar daun pintuk diketuk keras dua kali,
terus terdengar suara orang berkata : "Tetamu kami, harap
suka membuka pintu !" Disebelah itu terdengar suara orang
lainnya : "Aku lihat bocah itu lari kemari, lantas dia lenyap !
Mestinya dia berada di dalam kamar ini !"
Peng Mo berdiam, Couw Kong Put Lo sebaliknya.
"Siapa ?" tanyanya lagi. "Siapa yang mengetuk pintu ?"
Tanpa menanti jawaban, Peng Mo menyambar tubuhnya
Hong Kun buat diangkat dan dipondong dibawa lari
bersembunyi ke belakang pembaringan.
"Buka pintu ! Lekas !" demikian terdengar suara.
Terpaksa Put Lo turun dari pembaringannya, dengan
tindakan tak tetap ia menghampiri pintu dan membukakan.
Maka segera ia melihat serombongan orang berseragam
hitam, yang semua membekal senjata tajam.
"Hei, bagaimana ini ?" tanya Put Lo tak puas. "Malam gelap
gulita begini, kenapa kalian mengganggu tidurku ?"
"Maaf, tuan !" berkata seorang sambil memberi hormat. "Di
dalam kamar tuan ini ada siapa lagi" Kami mendapat perintah
akan memeriksa setiap kamar !"
Put Lo tidak melihat Peng Mo, ia menerka orang sudah
pergi menyembunyikan diri, maka itu lantas ia memperlihatkan
sikap tawar. "Kalian keluarlah !" bentaknya.
Beberapa orang itu saling mengawasi. Nampak mereka
tidak senang. "Maaf, tuan" kata orang yang tadi, tetap sabar. "Kami
mendapat perintah membekuk seorang penjahat yang
membakar penginapan kami. Maka itu kami minta suka apalah
kau memandang pemilik kami, supaya kau sudi mengijinkian
kami melakukan pemeriksaan !"
Put Lo memperdengarkan tampang gusar.
"Di sini tidak ada si pembakar rumah !" katanya keras.
"Tidak ada orang lainnya ! Kalian mau pergi atau tidak ?" Ia
hendak menggertak rombongan itu.
Si pemimpin rombongan menghunus goloknya. Kata dia
terpaksa : "Tuan, karena tuan tidak sudi memberi muka
kepada kami, maaf !' Rombongan itu turut menghunus goloknya masing-masing,
lantas mereka mengatur diri, bersiap-siap untuk menggeledah
! Couw Kong Put Lo menjadi sangat tidak puas.
"Hm, hm !" ia perdengarkan suara dingin berulang-ulang.
"Kalian mencari mati kalian sendiri. Jangan kalian mengatakan
aku si orang tua telengas !"
Rombongan itu tidak menghiraukan ancaman, mereka
lantas menggeledah. Mereka tidak mendapati siapa juga.
Diantaranya tiada ada yang menyangka ke belakang
pembaringan...... Si pemimpin rombongan menjadi bingung. Dia heran dan
bercuriga. Tadi justru dia sendiri yang melihat si pelepas api
lari ke halaman ini. Pelepas api itu tidak ada ! Habis,
kemanakah ia itu menyingkir "
"Kalian sudah memeriksa seluruhnya ?" tanyanya pada
kawan-kawannya. "Sudah !" sahut rombongan itu, yang terus berkumpul di
belakang pemimpinnya ini.
Put Lo diam-diam girang dan heran. Girang sebab orang
tidak mendapatkan bukti, heran sebab dia menerka-nerka
kemana menyingkirnya Peng Mo. Tentang datangnya Hong
Kun, dia memangnya tidak tahu sama sekali.
"Cukup sudah kalian menggeledah ?" tanyanya bengis.
"Kalian sudah menghina padaku si orang tua ! Jangan kalian
harap akan dapat keluar pula dari kamar ini !"
Kata-kata itu ditutup dengan satu gebrakan pada meja
hingga meja itu pecah. Dengan bengis dia mengawasi
rombongan itu dan berulang-ulang dia memperdengarkan
suara dingin. "Hm ! Hm! Dia pula berdiri tegak dan keren.
Si pemimpin rombongan penasaran. Sebenarnya dia tak
kenal hati. Sikapnya mengancam dari tetamu membuat
orangnya bersiap sedia melakuka perlawanan.
"Coba periksa disitu !" perintahnya sambil menunjuk ke
belakang pembaringan. Rombongan itu ragu-ragu. "Periksa !" perintah si pemimpin. "Dia tentu bersembunyi
disitu !" Justru itu tiba-tiba angin menghembus kelambu, lilin diatas
meja padam seketika. Maka gelaplah seluruh kamar. Justru itu
terdengar beberapa orang menjerit tertahan, terdengar juga
suara orang dan golok roboh ke lantai !
Lewat sekian lama, lilin telah menyala pula. Tiga orang
tampak berdiri, yang lainnya rebah malang melintang. Si
pemimpin baru saja melayap bangun, mukanya pucat pasi dan
merah padam bergantian sebab malu dan marah. Kamar itu
kosong. Kelambu belakang pembaringan tersingkap. Di situ
ada kamar pakaian. Yang heran, penghuni kamar tadipun
turut lenyap ! Pemimpin rombongan itu heran. Ia mendapatkan tidak ada
orangnya yang luka, walaupun mereka roboh dan rebah, cuma
golok mereka yang terlepas dan berserakan di lantai. Ketika
kawan-kawannya pada bergerak bangun, mereka semua
saling mengawasi dengan muka menyeringai saking likat.
Habis menjemput goloknya, mereka meninggalkan kamar
dengan mulutnya semua bungkam.
Peng Mo telah berlaku lihai sekali. Mendengar orang
hendak menggeledah belakang pembaringan, dia
mengeluarkan pukulan angin yang membuat pelita padam.
Menyusul itu, dia memondong Hong Kun berlompat
meninggalkan kelambu. Dengan sampokan lihai, dia
merobohkan rombongan itu. Maka mudah saja dia lari
meninggalkan kamar. Hong Kun tetap dikempitnya.
Couw Kong Put Lo, orang Kang Ouw berpengalaman. Ia
tahu apa artinya angin itu dan padamnya pelita. Tanpa ragu
sedikit juga, ia lompat keluar dari dalam kamar. Tak sudi dia
menjadi rewel dan pusing.
Peng Mo membawa Hong Kun lari sampai di jalan besar
ditepi rimba. Ia melihat sang fajar bakal segera tiba. Ia heran
mendapati Hong Kun menjublak saja. Dengan prihatin dia
menanya : "Saudaraku yang baik, kau kenapakah ?"
Hong Kun tidak menjawab, dia tetap berdiam saja.
Peng Mo heran dan menerka-nerka, lantas ia merogoh
sakunya mengeluarkan peles obat, mengambil tiga butir pil,
yang ia terus jejalkan ke dalam mulutnya si anak muda.
Itulah obat pemusnah racun dari Hong Gwa Sam Mo. Inilah
obat yang di Ngo Tay San ia banggakan terhadap Im Ciu It Mo
yang katanya dapat memusnahkan racun Thay Siang Hoang
Hun Tan. Habis mengasi makan obat itu, Peng Mo tarik si anak muda
dibawa masuk kedalam rimba, di tempat yang terkurung. Di
situ ia suruh si anak muda duduk ditanah, terus ia menguruti,
akan mencoba meluruskan jalan darahnya.
Disaat itu Hui Hiang Koan sudah menderita kerugian
kebakaran. Kecuali istal, telah musnah beberapa ruang lainnya
yang berdekatan. Hanya akhirnya api dapat juga dipadamnkan
hingga tampak puing dan abunya saja, asapnya yang masih
mengepul...... Ciok Peng gusar dan mendongkol bukan main. Sia-sia
belaka ia mencari si orang jahat yang melepas api itu. Tetapi
ia memerintahkan orang-orangnya berjaga-jaga, melarang
orang masuk terutama keluar. Kerugian benda ia tak hiraukan,
yang hebat ialah nama baik Kui Hiang Koan akan tercemar.
Akhirnya Koay To beramai berkumpul di Toa tian, ruang
besar. Tetap ia bergusar.
"Setelah fajar, undanglah semua tetamu hadir diruang ini !"
demikian perintahnya. Ia masih hendak terus membuat
penyelidikan. Ciu Tong sementara itu lolos juga dari kepungannya Dee
Sie sekalian sesudah dia menjebloskan diri ke dalam kamar
yang gelap gulita. Dia menjaga diri supaya tidak roboh keras
dan terluka. Untuk herannya, kakinya menginjak barang yang
lunak yang terus pecah. Kiranya dia jatuh diatas kasur.
"Aduh !" terdengar jeritan tajam tetapi halus.
Menyusul itu orang she Ciu ini terasampok tangan yang
halus yang membuatnya terguling jatuh ke lantai. Ia terkejut.
Ia menerka yang ia sudah jatuh diatas pembaringannya orang
perempuan. Ia merasai nyeri sekali tetapi ia menahannya. Ia
menutup mulut sedang otaknya bekerja memikirkan jalan lolos
! Matanya pun melihat kelilingan, tak perduli kamar gelap
sekali. Tiba-tiba tampak cahaya terang ! Kiranya lilin diatas meja
telah ada yang menyalakan. Disitu berdiri seorang nona
dengan baju hijau, matanya berkesap kesip mengawasi
tamunya yang tak diundang itu. Terang dia kaget dan heran,
dia pula gusar. Ciu Tong memandang nona itu, ia menoleh ke
pembaringan. Tampak ia jengah. Di situ tidak orang lainnya.
Si nona tetap berdiam saja, cuma tangannya memegangi
ikat pinggangnya....... Ciu Tong berbangkit perlahan-lahan. Lega juga hatinya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui si nona sendirian saja. Lekas sekali timbullah
nafsu birahinya. "Peng Mo lenyap, sekarang ada gantinya, nona ini !
Bukankah ini jodoh ?" demikian pikirnya. Maka lekas-lekas ia
merangkap tangannya memberi hormat pada nona itu seraya
berkata : "Nona, Kui Hiang Koan terbakar, nona ketahui atau
tidak ?" "Hm !" si nona memperdengarkan jawabannya.
"Kui Hiang Koan kebakaran tetapi kau jatuh dari atas
genteng ke atas pembaringanku ! Benar bukan ?"
"Maaf, nona. Itulah tidak aku sengaja." kata jago Hek Keng
To itu. Ia merendah sendirinya sebab tak berani ia membuka
rahasianya. Nona itu mengawasi dengan mata mendelik, lantas dia
tertawa. "Kau... kau bukannya orang baik-baik !" katanya,
tangannya menuding. "Aku larang kau mengaco belo !"
Ciu Tong mengawasi, hatinya bekerja. Ia lantas duga si
nona siapa dan macam orang apa " Adalah dia tahu hotel "
Kalau benar dialah seorang nona ! Kenapa dia bersendirian
saja " Biar bagaimana hotel adalah sebuah tempat dimana
naga dan ular biasa berdiam bercampuran ! Adakah diantara
dia orang Lang Ouw " Gerak geriknya tak mirip-miripnya ! Toh
dia tenang, dia tak bingung.
Jago Hek Keng To ini menatap si nona, kata dia sungguhsungguh.
"Nona, aku orang baik atau jahat, nona dapat lihat
sendiri. Nona dapat menetapkannya. Bahkan mungkin ada
saatnya yang nona menyukai aku si orang jahat."
Nona itu balik menatap, ia agaknya kurang mengerti.
"Aku Ya Bie, aku tak menyukai orang jahat !" katanya
kemudian. "Orang yang aku sukai ialah seorang kakak Hiong
!" Ciu Tong melongo. Tak mengerti ia akan kepolosan nona
tiu, hingga ia mau menerka orang benar-benar polos atau
tengah berlagak polos. Lalu ia bersenyum dan maju satu
tindak, ia memberi hormat pula.
"Nona, kebetulan sekali kita bertemu disini !" katanya. "Di
empat penjuru lautan, manusia itu sebenarnya bersaudara !
Nona, aku mohon bertanya she yang mulia serta nama besar
dari nona ! Bagaimanakah aku harus memanggilnya ?"
Nona itu mengangkat kepalanya. Dia berpikir. Tiba-tiba dia
tertawa. "Namaku Ya Bie !" katanya pula kemudian. "Pernah kau
dengar atau tidak ?"
Ciu Tong mengernyitkan alisnya, otaknya berfikir keras. Ia
mengingat-ingat namanya orang-orang Kang Ouw yang ia
pernah kenal dan dengar. Mana ada yang bernama Ya Bie.
Nama itu aneh ! Belum pernah ia mendengarnya ! Maka ia
heran sekali. Si nona mengawasi, tanpa menanti jawaban lagi ia berkata
pula : "Ya Bie dari Ceng Lo Ciang ! Aku datang dari
pegunungan Ceng Lo Ciang itu ! Masihkah kau belum pernah
mendengarnya !" Ciu Tong terpaksa menggeleng kepala, agaknya dia
bingung. "Maafkan aku nona yang aku kurang pendengaran dan
penglihatanku kurang luas" demikian katanya. "Menyesal aku
belum pernah mendengar nama nona. Walaupun demikian
kita toh dapat menjadi sahabat bukan ?"
Ya Bie memperlihatkan tampang tidak senang.
"Jika kau tidak tahu ya sudah " katanya. "Memangnya
siapakah yang menginginkan kau ketahui nama nonamu ini ?"
Ciu Tong sebaliknya tertawa. Dia maju lagi dua tindak.
"Aku menyesal nona, aku mohon maaf yang aku tak
mengenal nona !" kata dia hormat. "Aku girang yang sekarang
telah aku mengetahuinya !"
Ya Bie polos, pengalamannya sangat sedikit. Melihat
tingkahnya Ciu Tong, ia tertawa sendirinya.
"Ah, kau benar orang tak punya muka !" katanya.
"Terhadap seorang wanita kau bicara bergula begini manis !"
Senang hatinya Ciu Tong. Ia menyangka si nona
menyukainya. Maka maulah ia bergurau.
"Nona, sabuk hijaumu indah sekali !" demikian pujinya
mengangkat-angkat. "Nona, dari bahan apakah kau
membuatnya ?" Lalu dengan berani dia mengulur tangannya
akan meraba sabuk dipinggangnya nona itu. Tapi dia bukan
meraba atau menoel, mendadak saja dia terus menotok jalan
darah "Yauw hiat" nona itu.
Ya Bie berseru kaget, baru setengahnya ia sudah roboh
lemas. Tak terkirakan girangnya Ciu Tong. Dia telah berhasil
membokong nona yang polos itu, yang kecantikannya sangat
menggiurkannya. Maka dia tertawa terbahak-bahak. Kemudian
tanpa ayal lagi, dia membungkuk akan memondong,
mengangkat tubuh si nona guna dipindahkan ke atas
pembaringan. Bahkan dengan kecepatan luar biasa, dia pun
meloloskan sabuk hijau nona itu, hingga usahanya tinggal satu
tindak lagi.... Sekonyong-konyong jago Hek Keng To ini menjadi kaget
sekali. Sabuk hijau itu memperlihatkan cahaya berkilau. Saking
kagetnya dia mencelat mundur tiga tindak, matanya
mengawasi mendelong terhadap sabuk itu yang dirabanya
bukan terasa sebagai kain.....
Mengawasi terlebih jauh, Ciu Tong menjadi terlebih kaget
hingga dia bergidik jeri.
Sabuk itu ternyata seekor ular yang sekarang kedua biji
matanya memain bercahaya merah seperti darah. Begitu pun
merah juga lidahnya yang pastinya beracun sebab itulah ular
hijau yang disebut ular bunga laut. Cuma Ciu Tong belum tahu
ular itu ular apa, dia hanya menyangka....
Ular itu melingkar ditubuhnya Ya Bie, kepalanya diangkat,
matanya mengawasi manusia dihadapannya, lidahnya tetapi
diulur keluar masuk. Walaupun dia jatuh, Ciu Tong bersiap sedia andia kata
binatang itu lompat menyambarnya. Sesudah lewat sekian
lama, ia mendapati sang binatanga hanya diam melingkar,
hatinya menjadi tenang. Dia tak berkuatir lagi seperti semula.
"Ha !" pikirnya, "sekiranya dia mengembara dengan
mengandali ularnya ini...Hm !"
Segera jago Hek Keng To itu menghunus pedangnya, tanpa
ragu pula ia menebas ke arah ular itu, ia tidak membacok
sebab bacokannya dapat mengenai tubuhnya si nona. Ia pula
tidak menikam karena kuatir tikamannya kurang tepat. Ia
telah memikir, asal ular itu sudah mati, akan puaslah ia ! Ia
pun mau membinasakanulat itu sebab ia sangat mengilari si
nona. Bukankah si nona itu bagaikan daging angsa, bayangan
yang sudah disajikan di depannya " Ia percaya ilmu silatnya
lihai, maka ia merasa pasti dapat ia membunuh binatang
beracun itu. Baru pedang diluncurkan setengah atau Ciu Tong sudah
merasakan lengannya lengan kanan yang dipakai menebas itu
nyeri sekali, dan rasa sakit itu terus menyelusup ke ulu
hatinya. Karena itu, tidak dapat ia terus menggunakan
tenaganya untuk menebas ular itu.
Masih ada satu hal lagi, yang membuat disebelahnya nyeri
lengannya itu juga tubuhnya tertarik keras ke belakang,
hingga dia menjadi mundur limbung tiga tindak, hampir dia
terguling jatuh. Selekasnya dia sudah dapat menetapkan
tubuhnya, dia lantas menoleh ke belakang. Kembali dia
menjadi kaget sebab dia melihat siapa yang telah menariknya
itu ! Ialah seekor orang utan yang tubuhnya besar dan
berbulu tebal, yang mestinya bertenaga kuat sekali,
sebagaimana dia mudah saja dibetot mundur itu, sedang
matanya Bienatang itu yang bengis dipakai mengawasi
padanya secara menyeramkan !
Orang utan itu membuka lebar mulutnya hingga tampak
giginya atas dan bawah yang tajam, dia pula berPekik
beberapa kali, habis mana dia bukan menerkam manusia itu,
dia hanya lompat ke pembaringan untuk memondong bangun
tubuhnya Ya Bie. Sebelumnya dia dikasih bangun dan duduk dipembaringan,
nona dari Cenglo ciang itu sebenarnya sudah lantas ingat apa
yang barusan terjadi. Tak ia lemah dan roboh, ia pingsan
sebentar saja, hingga ia menjadi tidak berdaya. Setelah sadar
ia lantas mengerahkan tenaga dalamnya. Ia pula
menggunakan Sin Kut Kang, ilmu memperciut tubuhnya.
Selekasnya sudah dapat menyalurkan seluruh darahnya,
bebaslah ia dari totokan pada jalan darahnya itu.
Ya Bie adalah Cianglo ciang adalah muridnya Kip Hiat Hong
Mo, walaupun dia belum pernah merasai atau menikmati
hubungan pria wanita atau suami istri, dia telah sering
melihatnya. Karena itu dia lantas mengetahui maksudnya Ciu
Tong. Maka dari bersikap tenang, dia menjadi gusar sekali Ciu
Tong hendak membukai pakaiannya. Itulah dia harus balas.
Dia polos tetapi dia cerdas bagaimana harus bertindak. Maka
dia berpura-pura masih lemas meskipun sebenarnya
kesehatannya sudah pulih seluruhnya. Dia merebahkan diri
sambil mengawasinya si pria, matanya mengintai.
Si orang utan tidak tahu niatnya sang majikan, dia muncul
secara tiba-tiba, melihat si nona terancam bahaya, dia
membetot Ciu Tong keras sekali.
Menampak demikian, Ya Bie lantas berlompat turun dari
atas pembaringan degnan sebab ia menjemput ularnya, hanya
waktu ia mengangkat kepalanya menoleh ke arah Ciu Tong,
pria itu lenyap entah kemana. Sementara itu kecuali sinar lilin,
kamar pun mulai diterangi remang-remang sang fajar. Justru
itu terdengar juga suara genta dan berisik dari Kui Hiang Koan
hanya samar-samar. Ya Bie pergi ke jendela, dia menengadah langit. Katanya
seorang diri, perlahan : "Sekarang sudah terang tanah, dapat
aku cari dia ! Kemana juga kau pergi akan aku cari padamu.
Hendak aku membalas untuk perbuatan ceriwis dan kurang
ajarmu ini !" Begitu berpikir begitu si nona bekerja. Ia memadamkan
lilin, terus ia lompat keluar jendela.
Si orang utan berlompat menyusul nonanya itu sambil dia
beberapa kali memperdengarkan Pekiknya.
Ciu Tong sementara itu keluar dari jendela dengan
pikirannya kaget. Dia sangat berduka, menyesal dan
mendongkol dengan berbareng. Dialah seorang Kang Ouw
yang berpengalaman, namanya pun cukup terkenal, bahkan
dia pernah menemukan orang segolongannya yang luar biasa
baik di jalan putih maupun di jalan hitam, akan tetapi kali ini
dia dibuat kecele oleh seorang Ya Bie yang dia belum kenal
sama sekali, yang namanya dia belum pernah dengar !
Siapakah nona itu " Kenapa dia berikat pinggangkan seekor
ular " Dan kenapa dia membawa-bawa orang utannya yang
bertenaga luar biasa itu " Lagi pula nona itu dari golongan
manakah " Jilid 51 Biar bagaimana jago Hek Keng To ini sangat tertarik
kecantikannya Ya Bie. Sekeluarnya dari jendela, dia kabur
sembari otaknya bekerja keras. Maka itu dia lari tanpa arah.
Dia memasuki rimba. Kapan dia sudah melewati rimba itu dan
berada di jalan umum, baru dia terasadar karena angin pagi
yang halus meniup mukanya. Tapi dia baru sadar separuhnya
! Yang separuhnya lagi sadar setelah telinganya mendengar
suara genta ! Demikianlah bagaikan baru mendusin dari tidur nyenyak,
dia memasang mata melihat ke depan dan sekitarnya. Tibatiba
dia melihat dua orang dibawahnya sebuah pohon yanglie
yang besar. Itulah seorang berjubah pendeta tengah
menguruti seorang muda. Dia cuma melihat jubah, sebab
orang alim tengah membaliki belakang kepadanya. Sesudah
mengawasi sekian lama, dia merasa bahwa dia kenal jubah itu
serta potongan tubuh orang. Dia melengak terus dia
mengingat-ingat. Segera dia ingat kepada Peng Mo si Bajingan
Es. Tiba-tiba timbul rasa cemburunya. Tidak ayal pula dia
berlompat lari kepada nikouw itu.
Peng Mo menoleh kapan ia mendengar suara berisik di
belakangnya. Dengan begitu ia menjadi melihat dan
mengenali jago dari Hek Keng To itu. Lantas saja ia mengasi
suara menghina dari hidungnya. Cuma sebegitu, terus ia tak
menghiraukan orang. Ia terus melanjuti dayanya membantu si
anak muda guna meluruskan saluran jalan darahnya.
Ciu Tong telah datang cukup dekat, maka dia lantas
mengenali si anak muda sebagai Tio It Hiong dari Pay In Nia.
Dia tak tahu yang Hong Kun sudah menyamar sebagai
muridnya Tek Cio Siangjin. Dia kaget hingga dia mundur dua
tindak. Segera dia menghunus pedangnya, sambil menunjuki
si anak muda dia membentak : "Eh, orang she Tio, kau telah
menipu dan membawa kemana Tan Hong adik seperguruanku
?" Jago Hek Keng To ini tidak cuma menanya, bahkan dia
terus maju pula sambil membabat dengan pedangnya itu !
Peng Mo terkejut. Karena ia melihat gerak gerik orang,
mudah saja ia menyampok pedang orang itu.
"Tahan !" bentaknya dingin.
Ciu Tong tertawa, walaupun pedangnya kena dibikin
terpental tapi syukur tak lepas dari tangannya. Biar bagaimana
dia menyukai nikouw ini. Bukankah diatas kereta kudanya
telah bergurau secara gembira sekali. Bukankah selama itu dia
terus duduk berendeng dengan wanita cantik itu " Sampai
saat ini kesannya tetap baik. Maka juga suka dia mengalah.
Dia telah disampok pedangnya dan dibentak, tetapi dia masih
dapat bersabar. Demikianlah dia dapat memaksakan dirinya
tertawa. "Su thay, apakah su thay kenal bocah ini ?" begitu dia
tanya. Peng Mo melirik sambil mendelik. Sahutnya dingin : "Dialah
muridnya Im Ciu It Mo ! Kau peduli apa padanya ?"
Ciu Tong melengak atas jawaban itu. Dia lantas mengawasi
meneliti jawabannya Peng Mo.
Ketika itu Hong Kun sudah mendusin dan sadar tujuh
bagian. Obatnya Hong Gwa Sam Mo dapat juga melawan obat
Thay Siang Hong Hun Tan. Ia melihat Ciu Tong dan akhirnya
dia itu ia berdiam saja. Ia pun tidak membuka mulutnya. Peng
Mo telah menyampok pedang orang.
Ciu Tong tetap mengawasi tajam, tetap dia tak dapat
membedakan It Hiong palsu dan It Hiong tulen. Maka dia


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menganggap inilah pemuda yang menjadi musuh besarnya !
Musuh tak dapat hidup bersama, seperti si sesat dan si lurus,
tak dapat berdiri berdampingan ! Dia pula jelus karena gerak
geriknya Peng Mo menguruti pemuda itu ! Dendam kesumat
dan kejelusan bercampur menjadi satu membuat hatinya
sangat panas, hingga dadanya turun naik, mukanya merah
padam, otot-otot pada mukanya menonjol. Matanya merah
membara ! Timbul pulalah niatnya menyerang dan
membinasakan anak muda itu !
Peng Mo selalu memperhatikan orang sekalipun dia tengah
membantu Hong Kun, sering-sering dia melirik, maka itu dapat
ia melihat sikapnya Ciu Tong itu. Diam-diam ia terkejut.
Segera ia menunda usahanya membantu Hong Kun, terus ia
menoleh seraya bangkit berdiri.
"Kau mau apa ?" tegurnya. "Kenapa kau kelihatan begini
bengis ?" Ciu Tong tengah dikuasai amarahnya, dia seperti tak
mendengar suaranya Peng Mo itu, justru si Bajingan Es
bangun, justru dia lompat maju dan pedangnya terus dipakai
membacok kepalanya Hong Kun !
Peng Mo kaget luar biasa. Tak sempat dia menyampok
pedangnya jago Hek Keng To itu. Dia kaget sebab bagaimana
kalau si anak muda terbinasakan penyerang itu "
"Traaang !" demikian satu suara nyaring, suara dari
beradunya senjata-senjata tajam, menyusul mana terlihat
percikan api pada meletik, dua sinar pedang lantas berpisah
serta berpisah juga dua sosok tubuh yang sama-sama
berlompat mundur ! Ciu Tong kaget dan heran ! Peng Mo terlebih heran pula !
Itulah Hong Kun yang menangkis pedangnya jago Hek
Keng To itu. Dia telah memasang mata, dia cepat luar biasa,
maka juga selagi diserang itu dia dapat menghunus
pedangnya dan menangkis serangan lawan sesudah dia
mencelat bangun dalam gerakannya "Lee Hie Ta Teng", Ikan
tamora meletik ! Ciu Tong mundur dengan kaget. Dia telah merasai
tangkisan yang keras sekali. Ini justru membuat dugaannya
makin kuat bahwa si anak muda ialah It Hiong adanya.
"Aku tidak salah mata !" pikirnya.
Peng Mo sebaliknya heran karena anak muda itu sadar
demikian cepat dan dapat mengelak ancaman maut itu. Ia
tahu orang sudah mendusin hanya tidak menyangka
tenaganya pulih demikian rupa.
Habis mundur itu, Ciu Tong segera maju pula. Dia tidak
takut bahkan dia makin penasaran. Maka dia menyerang pula.
Tapi baru pedangnya meluncur atau pedang itu sudah
tertahan, terlilit sesuatu yang berwarna hijau, membarengi
mana telinganya mendengar satu bentakan yang cempreng
merdu ! "Ah !" serunya terkejut. Segera dia menoleh. Lantas dia
menjadi terlebih kaget pula. Yang merintangi dia ternyata Ya
Bie adanya, dan ularnya si nona yang mengganggu
tikamannya itu ! Ya Bie mengasi lihat wajah murka tetapi toh ia terus ia
bersenyum ketika ia berkata sambil menanya : "Di tengah
malam gelap gulita kau telah menghina aku, itu masih belum
cukup. Kenapa sekarang kau masih hendak membinasakan
Kakak Hiong ku ?" Berkata begitu, si nona melepaskan lilitan ularnya kepada
pedang lawan. Lantas ular hijau itu mengangkat kepalanya,
memperlihatkan lidahnya yang lancip dan tajam !
Ciu Tong menarik pulang pedangnya sambil dia mundur
satu tindak, tetapi dia terus menuding Hong Kun seraya
bertanya : "Pernah apakah kau dengan dia ?"
Ya Bie mendahului menjawab cepat : "Dialah kakak Hiong
ku !" Terus ia menghampiri Hong Kun, untuk berdiri
berendeng dengannya. Selama itu Hong Kun pun berdiri diam sebab dia juga
merasa heran dengan munculnya secara tiba-tiba dari nona
itu. Ya Bie melanjuti kata-katanya sebelum Ciu Tong berkata
pula : "Sebenarnya aku lagi mencari kau buat membikin
perhitungan ! Tapi sekarang aku telah bertemu dengan kakak
Hiong kun ini, baiklah, akan kau tidak sudi berurusan lebih
lama pula denganmu, kau maburlah ! Lekas !'
Justru itu, Peng Mo sambil tertawa menghampiri si nona.
Dia berdiri di depan orang.
"Adik Ya Bie, kau salah mengenali orang." katanya dengan
manis. "Dia ini bukannya Tio It Hiong."
Peng Mo lagi menggunakan akal bulusnya. Sebenarnya dia
belum pernah melihat sama sekali wajahnya asli dari It Hiong
maupun Hong Kun. Dia banyak jeri terhadap nona ini. Waktu
diluar kota Gakyang, dia bertemu dengan Ya Bie, disitu dia
mengetahui si nona ialah muridnya Kip Hiat Hong Mo yang
lihai dan dia telah menyaksikan sendiri halnya si nona pandai
ilmu sihir Hoan Kak Bie Ciu, bahkan Kim Lam It Tok yang lihai
yang menyamar sebagai Tok Mo, si Bajingan Racun kena
dipermainkan nona itu. Jadi dia pun tidak berani main gila
terhadap si nona. Maka ia menggunakan cara liciknya ini.
Ya Bie mengawasi Peng Mo, ia menggeleng kepala.
"Tak dapat aku percaya kau !" katanya selang sejenak.
"Sebab aku menemui Kakak Hiong, salalu aku melihat kau
berada bersama, kau berada disampingnya ! Apakah
bukannya kau hendak merampas Kakak Hiong ku ini ?"
"Sabar, adik". Peng Mo membujuki. "Jangan tergesa-gesa !
Apakah kau tak akan mendatangkan tertawaan orang kalau
kau memaksa mengakui orang sebagai Kakak Hiong mu ?"
Ya Bie heran. Ia jadi curiga. Maka ia mengawasi Hong Kun,
mengawasi lagi. Selama itu Ciu Tong berdiri diam saja. Dia belum mau
mengangkat kaki walaupun si nona dari Cenglo ciang telah
mengusirnya. Ia menyaksikan tingkahnya Peng Mo itu, maka
tahulah ia yang Peng Mo pasti menyintai Hong Kun. Maka ia
menjadi jelus. "Hm !" ia bersuara di dalam hati. Mau ia merusak usaha si
Bajingan Es. Segera ia membentak Tio It Hiong. "Tio It Hiong,
apakah kau masih berlagak pilon saja " Jika kau tidak
serahkan adikku Tan Hong padaku, hendak aku mengadu
jiwaku dengan jiwamu !"
Sengaja orang she Ciu ini memutar pedangnya sehingga
terdengar siutan angin yang keras. Selama itu ia mengawasi
Peng Mo dan Ya Bie, menantikan sikapnya mereka itu. Tapi
mendadak ia menjadi kaget sekali. Tahu-tahu tubuhnya telah
terangkat dan terlempar jauh dua tombak ! Syukur dia hanya
jatuh duduk. Ketika terangkat itu, ia cuma merasa tubuhnya
tercekal dua buah tangan yang berbulu ! Sebab itulah si orang
utan yang melontarkannya !
"So Hun Cian Li, jangan ladeni dia !" Ya Bie berseru.
Si orang utan membuka mulutnya, dia mengangguk, terus
dia pergi ke belakang pohon.
Biar bagaimana Ciu Tong merasa nyeri. Tetapi dia tak
menghiraukan itu. Dia melanjuti akalnya memecah belah.
Sembari masih duduk numprah itu, dia berkata nyaring : "Tio
It Hiong, sungguh lihai akalmu menipu kaum wanita !
Perempuan siapa saja menginginimu, mereka seperti juga
seluruh yang menyerbu api !"
Peng Mo mendongkol. Ia tahu maksudnya Ciu Tong
berkaok-kaok itu ialah supaya Ya Bie percaya Hong Kun benar
It Hiong. Itulah bakal merugikannya. Kalau sampai si nona
merampas kekasihnya " Maka dengan mata mendelik dan
menggertak gigi, ia mengawasi orang asal luar lautan itu !
Ya Bie menarik ujung jubahnya si nikouw.
"Dia itu orang jahat, jangan layani dia !" katanya sambil
menunjuk Ciu Tong. Peng Mo berpaling. Lantas ia bersenyum.
"Adik Ya Bie, cara bagaimana kau ketahui dia itu orang
busuk ?" tanyanya. Mukanya si nona menjadi merah, tandanya ia jengah.
"Tadi malam dia mencoba menganggu aku." sahutnya.
Terus ia tunduk sambil membuat main ularnya.
Peng Mo cerdas, ia mengerti kata-katanya si nona itu. Pasti
tadi malam Ciu Tong sudah mencoba main gila terhadap si
nona. Diam-diam, ia melirik pada Hong Kun, memberi isyarat
supaya anak muda itu pergi menyingkir. Ia sendiri lantas kata
pula pada si nona : "Bagaimana adik" Dia itu berani main gila
terhadapmu " Dia berhasil atau tidak ?"
Ya Bie mengangkat mukanya. Parasnya masih merah. Dia
tetap likat. Sambil menggeleng kepala, ia kata keras : "Tidak !
Dia cuma....." "Binatang itu sangat tak tahu malu !" berkata Peng Mo
sengit. "Kau harus ajar adat padanya, supaya tahu rasa."
Ya Bie menggeleng kepala.
"Barusan telah aku katakan." sahutnya. "Aku telah dapat
menemukan Kakak Hiong, maka itu biar aku beri ampun
padanya......" Hong Kun sementara itu tak mengangkat kaki walaupun dia
mengerti isyarat Peng Mo. Dia justru memikir harus dia
mendapati Ya Bie..... Peng Mo mendongkol melihat si anak muda tak mau pergi
hingga ia menjejak tanah terus sebelah tangannya
menyampok Ya Bie, di lain pihak tangan kirinya menarik Hong
Kun buat diajak lari keluar dari rimba itu !
Tiba-tiba Peng Mo kaget. Mendadak saja di depannya
muncul si orang utan menghadangnya. Tentu ia menjadi
berkuatir apabila ia kena dirintangi. Ketika barusan ia
menyerang Ya Bie, ia gagal, serangannya tidak mengenai
sasarannya, maka ia takut Ya Bie mengejarnya. Maka itu
dengan kedua tangannya terus ia menyerang So Hun Cian Li !
Si orang utan tak kena dihajar. Dia dapat berkelit.
Memangnya dialah seekor binatang yang cerdas dan ringan
tubuh, dia pula muridnya Kip Hiat Kong Mo, dia makin lincah.
Dia tak lari, dia tetap menghalangi dua orang itu, tidak peduli
Sek Mo menyerang terus beruntun beberapa kali.
Selagi Peng Mo menyerang terus pada So Hun Cian Li buat
merobohkannya atau sedikitnya buat membikin dia itu tidak
menghadangnya lebih jauh, tiba-tiba ada benda hijau melesat
kepadanya, ke arah tangannya.
"Aduh......!" dia menjerit seraya memegangi lengan kirinya,
tubuhnya terus roboh ke tanah terus dia merintih tak henti,
sedangkan keringat dingin membasahi dahinya !
Ya Bie bertindak menghampiri si nikouw, mulanya ia
menoleh kepada Hong Kun, terus ia kata kepada nikouw itu :
"Kakak Peng Mo, kenapa kau begitu bermuka tebal " Kenapa
kau hendak merampas Kakak Hiong ku ini " Nah, aku mau
lihat sekarang, kau masih berani mencoba merampasnya atau
tidak." Peng Mo kena dipagut ular, racunnya binatang itu sudah
menyerang terus ke lengan bagian atas. Mulai naik ke sikut
atau pergelangan tangan, menjalar ke sebelah atas lagi
menuju ke paha. Tangan itu pun segera membengkak dan
memerah. Peng Mo merasa nyeri sekali sampai tubuhnya
bergemetaran seluruhnya, kapan dia mendengar suara si
nona, dia mengangkat kepalanya mengawasi nona itu dengan
sinar mata membenci. Dia pun menggertak gigi. Dengan
tangan kanannya dia mengeluarkan peles obat pemunah
racun istimewa buaTan Hong Gwa Sam Mo, dengan mulutnya
dia membuka peles obat itu, untuk dengan cepat mengunyah
dan menelan beberapa butir diantaranya. Dia memikir obatnya
itu dapat menentang atau memunahkan racun si ular hijau.
Menyaksikan penderitaannya Peng Mo, Ya Bie merasa
kasihan juga. "Obatmu itu mana dapat menolongmu......." katanya.
"Obatmu itu mana dapat memunahkan racunnya Siang Liong "
Dengan memandang mukanya kakak Hiong, suka aku
membantu kau !" Si nona mengeluarkan peles obatnya, buat mengambil
sebutir pil warna hijau yang terus ia jejalkan ke mulutnya si
Bajingan Es. Ketika itu sudah terang tanah, matahari sudah melancarkan
cahayanya ke seluruh rimbah. Dari kejauhan terdengar
berisiknya suara riuh dari banyak orang. Lekas sekali tibalah
serombongan orang berseragam hitam. Tiba di hutan yangliu
itu mereka itu segera berpencar diri, buat mengurung Ya Bie
bertiga ! Seorang muda dengan pakaian singsat dengan diikuti dua
orang berpakaian hitam bertindak maju. Mereka menghampiri
sampai di depannya Ya Bie bertiga itu. Dia terus mengangkat
tangannya memberi hormat seraya memperkenalkan diri dan
bertanya : "Aku yang muda adalah See Sie ! Aku mohon
bertanya nona bertiga, apakah kalian adalah tamu-tamu dari
penginapan kami ?" Ya Bie mengawasi orang, dia terus menoleh, tangannya
menunjuk, "Itu di kamar sebelah sana!"
See Sie mengawasi si orang utan di belakangnya nona itu,
dia heran hingga melongo.
"Di dalam kamarmu itu mana muat begini banyak orang
serta hewan itu ?" tanyanya.
Ditanya begitu, si nona tertawa.
"Kau menanya terlalu banyak !" sahutnya. "Kau usilan !"
See Sie heran sekali. Si nona dan kawan-kawannya itu
mengherankan ia, menimbulkan kecurigaannya. Diantara
mereka itu juga ada si orang utan yang tentunya liar.......
"Pemilik penginapan kami memerintahkan aku yang muda
datang kemari buat mengundang nona beramai datang
berkumpul di ruang besarnya" katanya. "Ada sesuatu yang
hendak didamaikan......"
Ketika itu Peng Mo bangkit berdiri ! Habis makan obatnya si
nona, nyerinya lenyap, bengkak lengannya kempes.
"Ada urusan apa pemilik hotel mengundang kami ?" dia
bertanya. See Sie memperlihatkan tampang sungguh-sungguh.
"Apakah su thay beramai masih belum tahu ?" sahutnya.
Lantas dia menjelaskan. "Tadi malam Kui Hiang Koan telah
terbakar dan pemiliknya lagi mencari orang yang
membakarnya." Si Bajingan Es tertawa dingin.
"Hotelmu terbakar dan kalian masih belum berhasil mencari
pembakarnya " Hm !"
See Sie menajadi sabar. Sejak semula ia menguasai dirinya.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian mau pergi atau tidak ?" tanyanya gusar.
Dengan acuh tak acuh, Peng Mo kata : "Kau datang kemari
buat mengundang atau buat menawannya ?"
Sepasang alisnya See Sie bangkit berdiri.
"Hm !" diapun memperdengarkan suara dingin. "Kau tidak
sudi minum arak undangan hanya arak dendaan. Nah, kalian
lihatlah di sana ! Itu contohnya !
Peng Mo menoleh ke arah yang ditunjuk. Di sana tampak
rombongan orang berseragam hitam tengah menggiring Couw
Kong Put Lo. Ia melihat kekasihnya itu jalan dengan tunduk
saja serta tangannya di belakangkan. Mereka itu tengah
menuju ke ruang besar yang dimaksudkan. Semua pengiring
itu membekal golok. Ia heran.
"Couw Kong Put Lo lihai, kenapa dia kena ditawan
beberapa orang itu ?" demikian pikirnya. Atau mendadak dia
ingat halnya di belakang pemilih Kui Hiang Koan ada seorang
terahasia yang lihai, jago rimba persilatan yang sudah lama
hidup menyendiri. Tak lama muncul pula satu rombongan lain lagi. Kali ini
orang yang digiring ialah Ciu Tong. Di dalam rombongan itu
terdapat juga beberapa orang dengan pakaian singsat
pertanda bahwa merekalah orang-orang Bu Lim rimba
persilatan. Yang paling menyolok mata adalah seorang
pendeta dengan jubah kuning.
Hanya sedetik itu Peng Mo mengenali siapa si pendeta.
Dialah Bu Kie dari Siauw Lim Sie, yang di dekat gunung Ngo
Tay San sudah pernah memegatnya. Semua mereka itu
berjalan sambil tunduk saja.
Ketika itu pun See Sie mengawasi Gak Hong Kun untuk
terus menanya : "Tuan, aku mengenal baik tampang tuan.
Siapakah guru tuan yang mulia itu ?"
See Sie ingat halnya ia pernah bertemu Tio It Hiong diluar
kota Gakyang. Ketika itu Liong Houw Siang Ceng Pendeta
Naga dan Harimau yang mau membalaskan sakit hati dari adik
seperguruannya yang sebelumnya telah menempur si anak
muda she Tio itu tetapi ketika itu gurunya Koay To Ciok Peng
telah memisahkan mereka kedua pihak dengan memberikan
keterangan bahwa musuhnya Liong Houw Siang Ceng adalah
musuhnya It Hiong yang memfitnah It Hiong bahwa mungkin
ada seseorang yang sudah menyamar menjadi Tio It Hiong.
Sekarang ia melihat Gak Hong Kun mirip dengan Tio It Hiong
yang ia pernah ketemukan di luar kota Gakyang itu cuma
sekarang ini "Tio It Hiong" berdiam saja maka karena ia
merasa heran, ia bukan menanya nama orang hanya nama
dan gelaran gurunya orang itu.
Gak Hong Kun tetap berdiri menjublek bagaikan tidak
mendengar pertanyaan orang, dia berdiam saja.
Melihat demikian Ya Bie tertawa.
"Kakak Hiong !" katanya. "Kakak, orang tanya kau kenapa
kau diam saja ?" Ia pun mengulur tangannya menarik ujung
tangan bajunya si pemuda.
Bagaikan orang baru mendusin, Hong Kun memutar tubuh.
"Apa ?" tanyanya singkat.
"Siapakah gurumu yang mulia itu tuan ?" See Sie
mengulangi pertanyaannya.
Hong Kun berpikir lalu jawabnya ayal-ayalan : "Aku yang
muda ialah Tio..... It Hiong murid dari Heng San...."
Itulah jawaban yang membukan rahasia sendiri. Habis
membelai Siauw Lim Sie, namanya Tio It Hiong menjadi
sangat tersohor hingga semua orang Kang Ouw atau rimba
persilatan tahu baik sekali yang ia adalah murid ahli waris dari
Cio Tek Siangjin dari Pay In Nia. Sekarang Hong Kun
menyebut nama It Hiong tapi dari Heng San.
Ya Bie pun heran. "Kakak Hiong, jangan kau sembarang bicara !" katanya.
"Kenapa kau menyebut dirimu murid dari Heng San Pay ?"
See Sie sebaliknya tertawa. kata dia : "Nona
pengalamanmu tentang dunia Kang Ouw masih terlalu cetek.
Tuan ini telah membuat pengakuan tanpa disiksa lagi !" Terus
dia mengulapkan tangannya kepada kawan-kawannya seraya
menambahkan : "Aku mengundang kalian suka pergi ke ruang
besar kami !" Di dalam keadaan seperti itu, Ya Bie dan terutama Peng Mo
tidak dapat menampik lagi, maka bersama-sama mereka
lantas berseragam itu mengiringi mereka.
Di tengah jalan si Bajingan Es atau Bajingan Paras Elok
mengasah otaknya. Dia heran sekali, dia bingung hingga tak
dapat dia memberi keputusan sendiri. Kekasihnya ini siapakah
" Dia benar Tio It Hiong atau hanya murid dari Heng San Pay
" Kalau dia It Hiong dialah murid dari partai kaum lurus,
kenapa dia turut Im Ciu It Mo, bahkan dia pergi ke Gwa Sek
Sie dimana dia melakukan penyerangan dan pembunuhan "
Taruh kata dia telah makan Thay Siang Hoan Hun Tan tetapi
diapun sudah diberi obatnya yang mujarab, bukankah
kesadarannya telah pulih separuhnya " Ya mustahil beginilah
Tio It Hiong yang orang sohor itu. Aneh ! Dia menyebut diri
Tio It Hiong, dia pun mengaku murid Heng San Pay !
Hampir meledak otaknya Peng Mo walaupun dialah si
Bajingan cerdik dan licin. Dia baru berhenti berfikir ketika dia
dikejutkan suaranya See Sie : "Sudah sampai !" Dia
mengangkat kepalanya dan melihat pintunya sebuah ruang
besar berada dihadapannya.
Segera juga mereka bertindak memasuki ruang besar itu,
yang benar-benar luas sekali. Di dalam situ telah kedapatan
banyak orang duduk berkumpul, pria dan wanita, tua dan
muda. Dari dandanannya mereka itu semua, terang sekali
mereka ada dari pelbagai golongan, orang-orang Kang Ouw,
saudagar, pemuda tukang berfoya-foya, pembesar negeri dan
nyonya-nyonya hartawan atau berpangkat.
Di tengah ruang tergantung sehelai tirai sulam yang lebar
yang ujungnya nempel dengan lantai. Di empat penjuru
dinding terdapat lentera-lentera berkaca, juga pelbagai pigura
lukian dan tulisan. Suasana ialah kemewahan merangkap
kewibawaan. Di depan tirai itu terdapat beberapa buah kursi, yang
semua ada orang-orang yang duduki. Diantarany Koay To Ciok
Peng si Golok Kilat, Bu Eng Thung Liok Ciu si Tongkat Tanpa
Bayangan, serta seorang nikouw setengah tua yang berjubah
warna gwee pee, putih rembulan, yang wajahnya cantik.
Ciok Peng lantas memasang mata selekasnya dia melihat
tibanya rombongannya Ya Bie ini, terutama ia mengawasi
Peng Mo, si nona serta orang utannya yang besar itu.
See Sie menghampiri gurunya, buat memberi hormat
seraya memberikan laporannya halnya beberapa orang ini
telah ditemui didalam hutan yangliu. Kemudian dia mundur ke
samping. Ciok Peng mengangguk. "Apakah tamu-tamu yang diundang sudah hadir semuanya
?" tanyanya. "Kira-kira sudah semuanya." sahut seorang yang baru
berbangkit habis dia batuk-batuk dan mengangguk. Dialah
pengurus hotel yang memelihara janggut seperti janggut
kambing dan bajunya thungsha yaitu baju panjang.
Kemudian pengurus hotel ini berpaling akan menghadapi
sekalian tetamunya, tiga kali tangannya ditepuk, hingga
sunyilah ruang yang besar itu. Tadinya ada beberapa orang
yang ramai berbicara. Kembali dia batuk-batuk, baru dia
berkata : "Para hadirin ! Hotel kami telah terbakar, kalian
tentu telah ketahui ! Pastilah tadi malam kalian menjadi kaget
sekali, hingga kalian terganggu dalam impian sedap kalian !
Sudah begitu sekarang ini kami pun membuat capek pada
kalian dengan mengundang kalian hadir disini ! Para hadirin
buat semua itu atas nama pemilik, kami menghaturkan maaf."
Kuasa ini berhenti sejenak, lantas dia menambahkan :
"Kebakaran ini cuma memusnahkan istal serta beberapa
kamar yang berhubungan. Jadi itulah kerugian yang tidak
berarti, hanya disebelah itu ada sesuatu yang penting. Itulah
nama baiknya Kui Hiang Koan selama beberapa puluh tahun.
Dengan sambil mengucap banyak berterima kasih kepada
sekalian orang gagah kaum Kang Ouw dan Bu Lim, belum
pernah kami terganggu. Sekalipun sehelai bulu ayam atau
selembar kulit bawang. Itu artinya belum pernah ada orang
yang berani melanggar aturan kami !"
Kata-kata yang terakhir ini diucapkan secara tandas. Selagi
mengucapkan itu, pengurus hotel itu mengawasi hadirin.
Setelah itu dia melanjuti dengan suaranya yang dibesarkan :
"Sekarang para tamu sudah hadir dalam ruang ini, maka itu
dengan ini jalan kami mohon bantuan berharga dari kalian
untuk mencari orang yang melepas api itu."
Kata-kata itu diakhiri dengan seluruh ruang sunyi senyap.
Ciok Peng menantikan sekian lama, dengan perlahan dia
bangkit dari kursinya. Dia menghadapi para hadirin untuk
memberi hormatnya, kemudian baru dia bicara, suaranya
dalam : "Semenjak dibangun, Kui Hiang Koan bekerja untuk
para tamunya yang datang dari delapan penjuru angin, dan
selama itu, segala aturannya yang dikeluarkan pasti
dilaksanakan sebagaimana layaknya. Apa lacur, tadi malam
toh ada orang yang mengacau, mengganggu kami dengan
orang itu melepas api melakukan pembakaran ! Justru itulah
perbuatan yang melanggar peraturan kami ! Maka itu
sekarang aku minta yang melepas api, sukalah dia jangan
merembet-rember lain orang, sudi apalah dia mengajukan diri,
untuk bertanggung jawab ! Kau minta sahabat itu suka
bangun berdiri, dengan begitu lohu suka sekali bersahabat
dengannya, tetapi jika dia tidak mengenal persahabatan, dia
tetap menyembunyikan kepalanya, dia cuma mampu
menonjolkan ekornya, hm! Lohu tak dapat mengatakan apaapa
lagi..." Dengan "lohu" aku si orang tua, Ciok Peng bicara dengan
merendah diri. Selagi ia berkata itu, matanya diarahkan tajam
kepada Ciu Tong dan Couw Kong Put Lo.
Kiranya dua orang berdiam saja sebab mereka telah kena
ditawan dengan "Kak Kiong Tiam-hoat", "Dititik di antara
udara". Tegasnya mereka ditotok dari jauh, tanpa tangan
mengenakan tubuhnya. Mereka sangat mendongkol tetapi
mereka tidak dapat membuka suara, cuma air mukanya saja
menunjuki bahwa hati mereka sangat panas.
Semua mata orang lain juga diarahkan kepada dua orang
itu, hingga sikap mereka itu menambah panasnya hati Ciu
Tong dan Couw Kong Put Lo, sampai sinar matanya seperti
berapi ! Hadirin berjumlah seratus orang lebih tapi ruang sunyi
senyap. Lewat beberapa detik, tiba-tiba terdengar beberapa kali
suara memekik yang keras, terus tampak si orang utan
bertubuh besar itu bagaikan orang habis sabar, dia
menggerakkan tubuhnya, menarik-narik ujung bajunya Ya Bie,
kemudian kedua tangannya itu digerak-geraki memberi isyarat
buat mereka berdua mengangkat kaki !
Si nona juga agaknya hilang sabarnya, dia lantas berkata
dengan suara tinggi : "Kalau tak mempunyai kepandaian
menawan si pelepas api itu, ya sudah saja ! Kenapa kalian
hendak mengganggu kami semua " Nona kalian mau pergi !"
Benar-benar Ya Bie menarik si orang utan bertindak ke
pintu besar. Sesosok tubuh berkelebat cepat. Lantas tampak See Sie
menghadang di depan si nona dan orang utannya. Goloknya
dilintangkan ! Segera terdengar suara berat Cio Peng : "Nona, tunggu
dulu ! Nona, lohu ingin menanyakan sesuatu !"
Ya Bie tidak mau membawa tabiatnya yang gemar
bergurau atau jail, ia menarik si orang utannya, untuk
bersama-sama menghampiri Ciok Peng. Ia berdiri tegak untuk
terus berkata : "Kau mau bicara apa dengan nonamu "
Mustahilkah kau menyangka aku si pelepas api itu ?"
Liok Cim tidak puas mendengar pertanyaan jumawa itu.
"Hm !" dia memperdengarkan suara dinginnya. "Budak liar,
usiamu masih begini muda, kenapa mulutmu sudah belajar
nakal ?" Ya Bie gusar mendengar teguran itu, alisnya terbangun,
matanya dibuka lebar. "Si orang tua, dia toh cuma pandai memaki orang !"
katanya tajam. "Segala penjahat membakar rumah saja tak
mampu membekuknya ! Dengan kepandaian semacam itu
bagaimana urusan yang kecil begini hendak dibesar-besarkan
" Cuma itu akan membuat orang tertawa sampai mati
karenanya !" Ciok Peng lekas mengulapkan tangannya pada Liok Cim. Ia
melihat ular hijau dipinggangnya si nona, ia percaya ular itu
beracun, sedangkan di sini nona itu berdiri si orang utan yang
setinggi dan sebesar orang. Ia menerka orang bukan
sembarang orang, hanya ia tak dapat menerka pasti orang
dari golongan mana. Karenanya sejak tadi ia mengawasi saja
nona itu. "Harap dimaklumi nona," katanya tertawa. "Lohu sudah ada
umur, mataku sudah kurang terang lagi, maka itu lohu tidak
ketahui nona dari perguruan mana dan apakah nama atau
gelaran nona yang mulia ?"
Di tanya begitu Ya Bie tertawa geli. Ia pun mencibirkan
bibir. "Jika kau tidak tahu, sudah !" sahutnya. "Kalau kau mau
juga aku menyebut nama guruku, aku kuatir kau kaget dan
takut....." Ciok Peng tertawa lebar, agaknya dia gembira.
"Tak ada halangannya, tak ada halangannya, nona !"
katanya. "Silahkan nona memberitahukannya !"
Justru itu si nikouw berjubah gweepee itu, yang usianya
setengah tua, campur berbicara, kata pada Ya Bie : "Pinni
mungkin dapat menerka beberapa bagian, nona ! Bukankah
guru nona itu ialah Touw Houw Jie Touw Losicu dari Cenglo
ciang " Benar bukan ?"
Ya Bie girang pendeta wanita itu dapat menyebut nama
gurunya, dia tertawa. "Oh, guru benar, kenalkah kau akan guruku ?" tanyanya.
"Sungguhlah kau yang dapat disebut banyak penglihatannya,
luas pendengarannya ! Kau bukannya seperti dua orang tua
bangka itu, mereka sembrono, mereka cuma pandai mencaci
orang !" Nikouw atau nikouw itu ialah Hay Thian Sin ni dari Hay In
Am, biara Mega Laut di pulau Poau To San, Laut Selatan Lam


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hay. Karena dia telah menyampaikan kesempurnaan, di dalam
usia tujuh puluh lebih, sekarang wajahnya seperti orang
setengah tua saja. Dia hadir di Kui Hiang Koan ini bukannya
kebetulan saja, dia hanya memenuhi suatu undangan, guna
menemui pemilik hotel yang tersohor itu, si pemilik yang hidup
menyendiri, jago rimba persilatan yang terahasia, yang umum
menyebut saja Bu Lim It Hiap. Mereka hendak membicarakan
soal suasana penting dunia rimba persilatan, perihal ancaman
berbahaya bagai kaum lurus. Karena ia kebetulan berada di
hotel, ia jadi menghadiri pertemuan para penghuni hotel itu.
Ia bermata jeli, ia melihat kepolosannya Ya Bie.
"Nona, tahukah kau siapa si pelepas api itu ?" tanyanya
pula kemudian, lembut. Ciok Peng dan Liok Cim sementara itu berdiam saja. Hati
mereka kurang nyaman. Di luar sangkaan, mereka
menghadapi seorang bocah muridnya si jago kesohor dari
Cenglo ciang. Ya Bie menggeleng kepala.
"Aku tidak tahu" sahutnya singkat. "Aku hanya tengah
mencari kakak Hiong ku itu !"
Dan ia menunjuk kepada Hong Kun.
Hay Thian Sin Ni mengangguk
"Apakah nama lengkap kakak Hiong mu itu ?" tanyanya
pula. Mukanya si nona menjadi merah. Dia likat sekali. Tapi
matanya membelalak. "Dialah Tio It Hiong...." sahutnya.
Hay Thian Sin Ni telah melihat Hong Kon. Pemuda itu masih
meninggalkan bekas-bekas terbakar pada rambut dan
pakaiannya. Lalu dia kata pada si nona : "Kakak Hiong mu itu
telah melepas api, kenapa kau masih membelai dia " Kau tahu
atau tidak bahwa dengan begini kau telah merusak nama
gurumu ?" Hong Kun sementara itu sudah sadar separuhnya. Obatnya
Peng Mo membuat pengaruhnya Thay Siang Hoan Hun Tan
punah sebagiannya. Karena tenaga ingatan taknya tak murni
sewaktu dia sehat seluruhnya. Dia seperti mengerti hal yang
lagi diperbincangkan itu itu, lantas dia mengingat-ingat
terutama halnya dia bersembunyi diatas tenda kereta. Justru
berpikir itu, dia menoleh kepada Ciu Tong, mendadak dia
berludah : "Cis ! Dia, dia ! Itulah dia !" Dan ia menunjuk pada
jago Hek Keng To itu, suaranya berhenti secara tiba-tiba.
Tiba-tiba tangan kanannya Hay Thian Sin Ni diangkat, terus
dilancarkan ke arah Ciu Tong dan Couw Kong Put Lo. Dengan
demikian ia melakukan penyerangan dengan ilmu "Kek Kiong
Tiam hoat," terhadap dua orang itu.
Dengan mendadak itu dua-dua Couw Kong Put Lo dan Ciu
Tong pada mengeluarkan nafas lega. Sedetik itu juga, mereka
sadar dan pulih ingatannya. Maka itu mengertilah mereka
akan lihainya si pendeta perempuan hingga di dalam sekejap
lenyaplah penasaran dan dongkolnya.
Ya Bie sebaliknya, menarik ujung bajunya Hong Kun. Dia
tak sabaran. "Kakak Hiong, bicaralah !" katanya. "Kakak kenapa kau
diam saja ?" Pikirannya Hong Kun kacar tapi suaranya si nona
membuatnya sadar, hatinya terus goncang. Atas kata-kata si
nona, ia lantas berkata : "Menurut apa yang aku yang muda
ketahui tidak ada orang yang sengaja membakar istal itu,
cuma benda yang ditaruh didalam keretanya saudara itu
menyala sendiri....."
Ciu Tong adalah orang yang ditunjuk Hong Kun. Dia kaget
dan menjadi gusar sekali. Maka dia berteriak : "Apakah kau
bocah yang membakar barang berharga itu " Jika kau tidak
bicara dengan terus terang awas ! Kau harus mengganti
dengan jiwamu !" Ciok Peng puas menyaksikan pembicaraan dua orang itu. Ia
mulai dapat menduga-duganya hal! Maka ia tertawa, terus ia
kata manis : "Kita semua ada orang-orang Kang Ouw,
sahabat-sahabat satu dengan lain ! Nah, silahkan duduk
supaya kita dapat bicara secara tenang !"
Dengan satu tepukan tangan Koay To membikin dua
berseragam hitam datang dengan beberapa buah kursi,
dengan begitu dia jadi mengundang Hong Kun beramai
berduduk bersama-sama. Hong Kun masih berfikir keras, ia belum juga sadar
seluruhnya, tetapi ia ingat ingin membersihkan diri dari
tuduhan membakar istal, ada yang ia lupa waktu ia
memberikan penuturannya terlebih jauh.
Ciu Tong heran mendapat tahu barang penting yang ia
bawa itu dapat menyala sendiri. Ia melongo, memang ia
membawa itu dengan keretanya tetapi itulah barang titipannya
Im Ciu It Mo, tak berani ia membukanya, hingga ia tak tahu
juga rahasianya seperti keterangannya Hong Kun itu.
Kemudian ia ingat halnya ia sudah makan obat beracun dari
Tok Mo, bahwa setiap bula ia mesti makan obat pemunahnya,
atau kalau tidak, katanya ia bisa mati dengan tubuhnya bakal
rusan dan lodoh, darahnya bakal menjadi tanha, akan
akhirnya tinggallah kerangka atau tulang belulangnya. Bahwa
ia telah tiba di Kanglam ini, itulah sebab ia terpikat Peng Mo
hingga ia berniat berfoya-foya beberapa hari dengan nikouw
itu, sesudah itu baru ia melanjuti perjalanannya ke Hek Sek
San, siapa tahu urusan berupa sepeti onar besar ini ! Ia
menjadi bingung. Ia pikir kalau pulang ke Hek Sek San ia
bakal mati juga ! Maka ia duduk menjublak saja.......
Lewat sesaat Couw Kong Put Lo bangkit. Kata dia :
"Sekarang sudah terang sebab musababnya kebakaran,
perkenankanlah aku si orang tua memohon diri !" Ia bicara
terhadap tuan rumah tetapi ia melirik pada Peng Mo habis itu
ia bertindak ke pintu ruang besar itu.
Peng Mo masih memberati Hong Kun, sebenarnya belum
ada niatnya meninggalkan pemuda itu, akan tetapi keadaan
sekarang lain, terpaksa ia melegakan hatinya. Ia memang
harus segera berlalu dari Kui Hiang Koan. Maka itu ia berlalu
dengan mengikuti Couw Kong Put Lo, hanya selagi mau
memutar tubuh, ia melirik dahulu kepada si anak muda yang
ia gilai itu. Semua hadirin lainnya menganggap urusan sudah beres,
satu demi satu mereka memohon diri meninggalkan ruang
besar itu. Hay Thian Sin Ni diam-diam berkata dengan Ciok Peng :
"Hong Gwa Sam Mo muncul sendiri, sekarang dia agaknya
bersekongkol dengan orang yang menyamar sebagai Tok Mo
itu, mungkin ada maksudnya yang tertentu mereka datang
kesini........" Ciok Peng terkejut. "Su thay menganggap dia Tok Mo sendiri ?" sahutnya.
"Betul !" sahut sang nikouw. "Dialah si palsu !"
Ketika itu Ciu Tong merasakan seluruh tubuhnya kejang.
Lekas sekali keluar darah dari mulut, hidung. mata dan
telinganya. Darah hidup dan mukanya perlahan-lahan berubah
menjadi pucat kebiru-biruan.........
"Lihat ! Lihat !" berseru See Sie yang paling dulu melihat
keadaan tamu hotelnya itu yang dia tunjuk.
Semua orang heran. Hay Thian Sin Ni segera menghampiri untuk melihat
dengan teliti muka orang serta darahnya yang mengalir keluar
itu, ia lantas menghela nafas dan kata : "Sicu ini mungkin
telah terkena racunnya Tok Mo palsu itu..... Jangan sentuh
padanya !" Begitu tangannya berkelebat nikouw dari Lam Hay ini telah
mengeluarkan sebuah peles batu gemala dari dalam dimana ia
menuang semacam bubuk dengan jeriji tanganya, ia cipratkan
itu ke tubuhnya jago Hek Keng To itu, kepada tempat-tempat
yang mengeluarkan darah. Selagi Ciu Tong diobati itu, mendadak dari luar Toa thia
terdengar siulan nyaring dan lama yang suaranya dapat
menggoncangkan hati. Ketika Hong Kun mendengar suara
aneh dan dahsyat itu, bagaikan orang sadar mendadak dia
berlompat sambil mencabut pedangnya, terus dia menyerang
Ciok Peng serta beberapa orang didekatnya Koay To !
Hebat serangan itu, walaupun dia lihai Ciok Peng toh kaget.
Hanya sebelum pinggangnya kena terbabat kutung maka
Trang ! Terdengar suara nyaring, tahu-tahu pedang itu sudah
terlepas dan jatuh di lantai !
Berbareng dengan itu terdengar pula suara aneh dan
dahsyat tadi. Hong Kun bagaikan disihir, dia berlompat dan
lari keluar ruang. Hay Thian Sin Ni menyaksikan kejadian itu, dia
mengebutkan kebutannya seraya berkata : "Itulah ilmu
gaib......" Tapi belum berhenti suaranya itu, satu bayangan
orang sudah berkelebat dihadapannya, sebatang pedang
terbulang balingkan hingga mendatangkan hawa dingin yang
menggigilkan tubuh. Kilauannya pedang pun membikin
bayangan tak tampak tegas.
Ciok Peng semua kaget dan mundur, Hay Thian Sin Ni tidak
menjadi terkecuali tetapi Sin Ni mundur buat segera maju
pula, tangannya mengebut dengan kebutannya yang halus
dan lembut itu, yang sebaliknya mendadak kaku sebagai
tombak menghadang pedang itu !
Di dalam sekejap, pedang yang menyerang itu telah terlilit
kebutannya Sin Ni. Dengan begitu tampaklah pemiliknya
seorang nona yang cantik, tangan kirinya mengempit Ciu
Tong, tangan kanannya mencoba menarik buat meloloskan
pedangnya itu. Dia menggunakan jurus silat "Lek Poat Tay
San, Mencabut Gunung Tay San".
Hay Thian Sin Ni lantas mengenali Cio Kiauw In yang
matanya terbuka lebar tetapi mulutnya bungkam.
"Ah !" mengeluh pendeta itu terharu. Ia lantas melepaskan
libatan kebutannya pada pedangnya si nona, ia mundur satu
tindak. Kiauw In tidak melihat siapa juga, dia menarik pedangnya
dan pergi berlalu ! Tiba-tiba terdengar pula satu suara nyaring, suara siulan
mulut. Siulan itu dimulai dengan panjang diakhiri dengan dua
yang pendek. Kapan Kiauw In mendengar itu, dia
menghentikan langkah di ambang pintu besar, dia berdiri
sebentar, dia melihat ke kiri dan kanan lalu terus dia
berlompat kembali ! Itulah Ya Bie yang menggunakan "Hoan Kak Bie Ciu" yang
lihai, membuat matanya Nona Cio bimbang hingga dia melihat
pintu besar itu seperti jurang yang penuh dengan kabut
hingga tak tampak jalanannya. Dia melihat ke sekitarnya, dia
bingung sekali. Ya Bie tertawa habis ia menggunakan ilmunya itu, setelah
itu ia bersiul, menitahkan So Hua Cian Li maju membentur
pinggang kirinya Kiauw In, setelah mana dia roboh sendirinya.
Nona Cio terhuyung-huyung beberapa tindak, Ciu Tong
lepas dari kempitannya. Dia kaget, dia melihat kepada Ciu
Tong. Kiranya jago Hek Keng To itu lagi rebah disisinya.
Lekas-lekas dia menjemputnya buat dikempit kembali. Hanya
itu dia tidak tahu yang mau dia tolongi itu bukan Ciu Tong
sejati, hanya si orang utan !
Hay Thian Sie Ni menyaksikan peristiwa itu, dia memuji :
"Buddha Maha Pemurah. Nona, ilmu sihirmu lihai sekali tetapi
tak dapat kau membantu Ciu Tong ! Dia telah terkena
racunnya Im Ciu It Mo ! Dia telah membakar Kui Hiang Koan !
Biarkanlah mereka pergi !"
Lagi-lagi terdengar suara aneh dan dahsyat tadi datangnya
ke Toa thia bagaikan kilat cepatnya. Hanya kali ini di dalam
ruang yang besar itu sudah lantas tambah seorang yang
berbaju kuning dan rambutnya kusut awut-awutan, yang
matanya tajam, bengis luar biasa dan tangannya mencekal
sebatang tongkat panjang. Dialah seorang nenek-nenek yang
berdiri tegak. Kiauw In mendengar siulan itu, mendadak dia lari ke sisinya
si nenek. Nampaknya dia seperti orang baru mendusin dari
tidur nyenyaknya. Si orang utan yang dikempitnya dia
haturkan kepada nenek itu.
Itulah Im Ciu It Mo si nenek lihai, hanya karena di Ngo Tay
San dia kalah bertempur ilmu tenaga dalam dari Pie Sie Siansu
maka perlu dia lekas-lekas pulang ke Hek Sek San untuk
beristirahat sambil mengobati diri, tetapi justru dia lagi
beristirahat ada orangnya yang mengabarkan bahwa kereta
barang yang dikendarai Ciu Tong telah menukar haluan, sudah
menuju ke Kang Lam, maka dia kaget. Terpaksa dengan
masih belum sembuh dia pergi menyusul dengan dia
mengajak Kiauw In. Di sepanjang jalan, dia mencari
keterangan sampai dia mendengar keretanya singgai di Kui
Hiang Koan. Sebagai orang lihai Im Ciu It Mo ketahui siapa pemilik sejati
dari rumah penginapan yang tersohor itu ialah musuh besar
dari kaum sesat, maka ia kuatir Ciu Tong tak dapat lebih jauh
oleh racunnya hingga benda pentingnya itu dibawa si orang
she Ciu ke Kui Hiang Koan. Hanya dia menerka keliru, Ciu
Tong bukan berkhianat, hanya dia lalai disebabkan urusan
asmara. Im Ciu It Mo sangat membenci Ciu Tong, dia puas yang
Kiauw In menyerahkannya kepadanya, akan tetapi sesudah
mengawasi sekian lama dia kaget dan menjadi gusar sekali.
Dia mendapati bukannya si penghianat atau pendurhaka,
hanya seekor orang utan. Maka sambil menggertak gigi, dia
menyerang dengan pukulan mautnya, Tauw lo ciang !
Hay Thian Sin Ni menyaksikan itu. Ia menyerukan sang
Buddha, seraya terus berkata : "Sicu, binatang itu tidak
bersalah dosa, kau berlakulah murah hati terhadapnya !" Dan
ia mengulur tangannya yang kanan buat terus ditarik pulang.
Karena itulah jurus silat "Ciat Im To Yang, Menyambut Im,
Memimpin Yang" (Im dan Yang ialah wanita dan pria, atau
negatif dan positif). Maka itu tubuhnya So Han Cian Li telah
terlindungkan. Serangan kematian dari Im Ciu It Mo meleset mengenai
batu, maka hancurlah batu itu yang terbang berhamburan dan
lantai pun melesak dalam !
Sementara itu Ya Bie terkejut. Dia tidak kenal wanita itu
yang matanya tajam sekali, dia gugup. Hingga sendirinya
runtuhlah ilmu sihirnya yang biasa dipakai mengabur mata
orang ! Itulah sebabnya kenapa si orang utan berubah
sendirinya menjadi asalnya hingga Im Cio It Mo mendapati dia
terpedayakan dan murka karenanya. Karena ia kuatir binatang


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

piaraannya itu bercelaka, sempat ia menetapkan hatinya,
terus ia memperdengarkan siulannya untuk menggunakan Sin
Kut Kang, ilmu memperciut tubuh sendiri, dengan begitu
tubuh besar So Han Cian Li seperti manusia berubah kecil
seperti anak kera. Karena ini ilmunya itu dapat bekerja
berbareng dengan ilmunya Hay Thian Sin Ni hingga gagallah
serangannya si nenek. So Hun Cian Li pun cerdas, dengan tubuhnya itu berubah
menjadi kecil, dia berontak melepaskan diri dari cekalannya
Kiauw In, dia berlompat minggir untuk terus lari ke sisinya Ya
Bie buat berPekik berulang-ulang.
Im Ciu It Mo berdiri melongo, dia heran yang pukulan
mautnya itu tidak memberikan hasil seperti kehendaknya. Dia
pun mendongkol sekali. Segera dia melihat kepada semua
orang di depannya. Hatinya tercekat, selekasnya dia
mengenali Hay Thian Sin Ni, Koay To Ciok Peng dan Bu Eng
Thung Liok Cim, semua orang Kang Ouw kenamaan. Cuma Ya
Bie, si nona yang memegangi ular ditangannya yang
didampingi si orang utan, sangat asing baginya tetapi sebab si
nona pandai ilmu Hoan Kak Bie Ciu dan Sin Kut Kang, ia
menerka orang mesti ada hubungannya dengan Kip Hiat Hong
Mo Touw Hwe Jie ! Biasanya Im Ciu It Mo tidak kenal kepuasan, tak suka dia
mengalah kalau dia belum mendapatkan atau mencapai
sesuatu keinginannya, tidak mau dia sudah saja. Kali ini dia
gusar sekali. Mesti Ya Bie dibekuk dan dihajar. Tetapi dia
sekarang lagi terluka di dalam, terpaksa mesti dia menyabari
diri. Di dalamnya pula ada Hay Thian Sin Ni yang tak dapat
dibuat permainan. Maka dia menghela nafas, dia mengekang
amarahnya. Kemudian dia mengawasi Ciu Tong yang rebah
dilantai tanpa berkutik. Lantas dia mengibasi tangan pada
Kiauw In. Itulah isyarat supaya Nona Cio menjemput Ciu Tong buat
dibawa pergi dan Kiauw In segera bekerja dengan menurut
perintah. Hanya belum lagi ia mengangkat kaki, Ciok Peng
mendahuluinya lompat ke depan Im Ciu It Mo untuk memberi
hormat seraya berkata sabar : "Locianpwe, aku mohon supaya
locianpwe sudi memberi muka padaku agar locianpwe tidak
merusak aturan penginapan kami dengan sesukanya saja
menangkap dan membawa orang pergi dari sini !"
Im Ciu It Mo mengawasi tajam.
"Hm !" dia perdengarkan suara dinginnya. "Apakah ini
namanya aku si perempuan tua merusak aturan hotelmu ini,
kalau aku datang membekuk orang yang berkhianat kepadaku
buat aku membawanya pulang guna dihukum ?"
Ciok Peng terus berlaku merendah. Kata dia hormat :
"Aturan penginapan kami ini sudah diadakan sejak tiga puluh
tahun yang lampau, maka itu locianpwe sebagai seorang
tertua pasti telah mengetahuinya......"
Mendengar suara orang itu, tiba-tiba Im Ciu It Mo ingat
kepada Kang Ouw In Hiap, si pemilik terahasia dari Kui Hiang
Koan. Maka ia lantas berpikir keras. Ia pun ingat pula akan
luka tubuhnya bagian dalam. Maka mau tidak mau ia mesti
mengendalikan dirinya. Tapi ia tertawa dingin ketika ia
membuka mulutnya. "Saudara Ciok". katanya. "Habis sekarang kau menghendaki
aku si nenek tua bagaimana harus bertindak ?" Dengan katakatanya
ini masih dia mengharap agar Koay To suka mengalah
terhadapnya. Ciok peng tertawa. Jawabnya : "Kami minta locianpwe suka
menyerahkan orang she Ciu ini kepada kami buat itu kami
sangat berterima kasih !"
Parasnya si nenek menjadi sangat suaram, sinar matanya
berjilatan tak hentinya. Lewat sejenak dia menoleh kepada Cio
Kiauw In seraya berkata : "Kau lepaskan murid durhaka itu !
Mari kita pergi !" Kiauw In menurut, dia meletakkan tubuhnya Ciu Tong
dilantai, tapi baru saja dia melepaskan tangannya, mendadak
Im Ciu It Mo meluncurkan tangannya terhadap orang she Ciu
itu, hingga terdengar jeritannya yang tertahan, terus tubuhnya
bergulingan beberapa kali.
Menyusul itu dua sosok bayangan orang melesar keluar dari
pintu besar itu ! See Sie terkejut, dia berseru, dia lompat mengejar, terus
terdengar bentakannya berulang-ulang, hanya suaranya makin
lama makin jauh, sampai lenyap sendirinya.......
Ya Bie menarik So Hun Cian Li, buat diajak pergi
menyusul...... Melihat demikian, Hay Thian Sin Ni kata pada Ciok Peng
dan Lik Cim : "Mereka berdua bukan lawan dari Im Ciu It Mo.
Hendak pinni pergi menyambut mereka !"
Dan pendeta wanita ini lenyap dari ruang besar penutupnya
suaranya itu. Kita sekarang hendak melihat dahulu kepada Bu Kie si
pendeta Siauw Lim Sie yang sebab keliru mengenali Hong Kun
sebagai It Hiong sudah menyusul ke Kui Hiang Koan tetapi
kena diserang dengan totokan kosong hingga diapun digiring
ke Toa thia dari hotel itu. Waktu Hay Thian Sin Ni
membebaskan Couw Kong Put Lo dan Ciu Tong dari totokan
istimewa itu, dia turut terbebaskan karena dia sekalian kena
terseret. Setelah itu, dia terus berdiam saja sebab dia ingin
menyaksikan si Tio It Hiong palsu. Dia pun berdiam saja sebab
dia sengaja supaya Ciok Peng tidak memperhatikannya, tetapi
sekaburnya Gak Hong Kun diam-diam dia pergi menyusul.
Sementara itu Im Ciu It Mo yang bersama Cio Kiauw In
keluar dari hotel menyangka Hong Kun bakal menantinya di
luar hotel itu. Menurut ia Hong Kun belum bebas dari
pengaruh obatnya yang lihai itu. Bukankah tadi Hong Kun
terkejut mendengar siulannya yang dahsyat " Tapi setibanya
diluar, ia menjadi heran. Ia melihat kelilingan, Hong Kun tak
ada ! Ia pula tidak mendengar suara pertempuran apa-apa.
Karena ini ia menerka tentulah Hong Kun pergi menyingkirkan
diri ke belakang hotel, ke dalam rimba. Maka tak ayal lagi,
sambil memberi isyarat kepada Kiauw In supaya si nona
mengikutinya lari ke belakang hotel itu.
Di belakang rimba itu ada sebuah lotengnya yang banyak
batunya serta pohon-pohon yang katai, yang terkurung
pegunungan yang berlugat lagot, yang puncaknya tinggi.
Kesana Im Ciu It Mo menuju. Sekalian mencari Hong Kun, ia
perlu menyingkir dari wilayah hotel. Ia tak sudi ada yang
menyusulnya. Jilid 52 Im Ciu It Mo mempunyai kepandaian ringan tubuh yang
lihai tetapi sekarang dia tak berani menggunakan itu
sekehendak hatinya. Luka di dalam melarang ia memakai
tenaga keterlaluan. Karenanya, ia lari kurang cepat, bahkan
perlahan. Di situ dia membelok ke sebuah tikungan hingga dia
lantas melihat cahaya pedang berkilauan sebab beberapa
orang tengah bertarung. Dengan mengajak Kiauw In, dia
lekas-lekas pergi ke sana. Baru jarak empat tombak, ia sudah
melihat tegas It Hiong tengah menempur Hong Gwa Sam Mo.
Ia pun lantas menjadi heran. Ia mendapat ilmu pedang It
Hiong lain dari biasanya selama dia terkekang obatnya,
sekarang ini It Hiong luar biasa lincah dan sinar matanya
sangat bercahaya. Dia lantas maju lebih dekat, hingga
timbullah rasa herannya. Ia menampak seorang Tio It Hiong
yang lainnya, yang lagi rebah ditanah dan disisi It Hiong ini
berdiri seorang pendeta dengan jubah kuning. Si pendeta
agaknya lagi menjagai It Hiong yang rebah itu.
Sama sekali Im Ciu It Mo belum pernah melihat Tio It
Hiong, ia cuma mengenal Gak Hong Kun yang menyamar
menjadi pemuda she Tio itu, tak heran kalau ia tak mengerti
kenapa sekarang ada dua Tio It Hiong dengan yang satu lagi
berkelahi, yang lainnya sedang rebah tak berdaya. Ia tua dan
berpengalaman, toh tak dapat ia memikir hal aneh itu ! Yang
mana It Hiong yang telah makan obatnya " Maka ia berdiri
diam memandang ke depannya itu.
Kiauw In sebaliknya. Ia melihat dua Tio It Hiong itu,
mendadak ia berseru dan tubuhnya digeraki maju untuk
berlompat, atau segera It Mo menahannya, menarik ia
kembali. Hal yang sebenarnya ialah yang lagi bertempur itu Tio It
Hiong dan yang rebah adalah Gak Hong Kun dan It Hiong
tengah dikepung oleh Hong Gwa Sam Mo. Walaupun
demikian, pemuda kita itu segera mendapat lihat tibanya Im
Ciu It Mo. Ia tidak kenal si nenek tetapi ia menyangka orang
adalah kaum sesat dan mungkin konco atau kenalannya Sam
Mo. Ia menempur Sam Mo guna mencegah Hong Kun nanti
dilarikan Peng Mo. Maka itu melihat ada orang datang, ia
memikir tak dapat ia berkelahi lebih lama pula. Di saat ia
henda menggunakan satu jurus istimewa dari ilmu pedangnya,
mendadak ia melihat seorang nona muncul dari belakang si
nenek, malah ia segera mengenali Kiauw In, tunangannya itu.
Tiba-tiba saja hatinya tergetal. Inilah sebab ia heran sekali.
Kenapa Kiauw In ada bersama si nenek " Hingga ia mau
menerka, mungkinkah ada dua Kiauw In seperti ada dua It
Hiong " Dan kenapa si nona tiu agaknya menjadi bodoh "
Kenapa melihat dia, nona itu berdiam saja "
Segera It Hiong memikir buat mencari kepastiannya.
Lantaran ini, ia mendongkol yang Sam Mo terus
mengurungnya. Tiba-tiba saja timbul semangatnya. Lantas ia
menggunakan "Samhong Sauw Hoat" atau "Angin puyuh
menyapu salju", salah satu jurus istimewa dari ilmu pedang
Khiebun Patkwa Kiam. Dengan memutar pedangnya, ia paksa
Sam Mo mundur dengan kaget. Dengan begitu juga, ia
mendapat peluang waktu, hingga ketika ia mencelat dengan
menggunakan ilmu pedang meluncur Gie Kiam Sut, di dalam
satu detik tiba sudah dia di depannya Kiauw In.
"Kakak !" Ia lantas memanggil.
Nona Cio terus berdiri diam, cuma matanya mengawasi
saja. It Hiong heran dan menjadi bercuriga karenanya. Ia
menjadi bersangsi. "Kakak !" panggilnya pula. "Kakak Kiauw In !" Ia pun maju
mendekati, guna mengulurkan tangannya mencekal tangan si
nona. Di saat itu, hatinya It Hiong tergerak luar biasa.
Justru tangannya si anak muda diulur itu, justru ada satu
bayangan hitam yang menghajarnya, maka terkejutlah ia. Tapi
ia tak menjadi bingung. Dengan satu gerakan "Wan Te Hoan
In - Di bawah Lengan Membalik Mega", ia memutar
tangannya, berkelit dari serangan sambil berbareng mencekal
tongkat itu ! Penyerangan itu ialah penyerangannya Im Ciu It Mo, sebab
tak dapat dia mengijinkan orang meraba Kiauw In. Bukan
main herannya dia tatkala dia mendapat serangannya itu
gagal, bahkan sebaliknya ujung tongkatnya kena orang
tangkap. Dia justru menggunakan pukulan "Tauw Lo Thunghoat"
yang istimewa ! Maka luar biasalah herannya sebab dia
menyangka "Gak Hong Kun" menjadi sedemikian
lihainya......... Habis menangkap tongkatnya si nenek lihai, It Hiong tadi
bertindak terlebih jauh. Ia justru berdiam, mendelong
mengawasi Kiauw In, yang pun tetap berdiam saja.
Juga Im Ciu It Mo berdiam sebab kagum dan herannya
buat si anak muda yang lihai itu, hingga ketiga pihak jadi
sama-sama tak berkutik......
Sementara itu berdatanganlah beberapa orang lain. Itulah
Hay Thian Sin Ni bersama Ya Bie dan So Hun Cian Li si orang
utan raksasa. Selekasnya Ya Bie melihat It Hiong, girangnya luar biasa.
Tidak waktu lagi, ia berkaok-kaok : "Kakak Hiong ! Kakak
Hiong !" Terus ia lari menghampiri. Akan tetapi, setelah ia
datang dekat, ia melengak sebab ia melihat ditanah ada satu
Tio It Hiong lainnya yang lagi rebah menggeletak ! Maka
berhentilah ia dengan teriakannya, dengan langkahnya, terus
ia menggunakan sapu tangannya mengucak-ucak matanya
karena ia mengira matanya itu lamur !
Hong Gwa Sam Mo juga berdiri menjublak setelah mereka
ditinggalkan It Hiong, sedangkan sebenarnya itulah
kesempatan mereka buat membawa kabur pada It Hiong yang
lagi rebah itu. Itulah disebabkan mereka pun heran akan
adanya dua It Hiong ! Peng Mo heran sekali. It Hiong yang ditempur ia bertiga
berilmu silat luar biasa lihai, beda daripada It Hiong yang
dirobohkannya dengan ditotok oleh Hiat Mo, kakak
seperguruannya. Bahkan melihat It Hiong, hatinya jadi
semakin tertarik. It Hiong lebih menggiurkan hatinya....
Im Ciu It Mo melihat tibanya Hay Thian Sin Ni, ia melirik
dan terus mengawasi dengan tampang gusar. Segera
terdengar tawa dinginnya, disusul dengan tegurannya : "Eh,
nikouw tua. Setelah kau berhasil dengan usahamu, sudah
selayaknya kau memalingkan mukamu dan pergi ! Bukankah
aku si wanita tua telah mengalah terhadapmu " Sekarang kau
datang pula ke sini, apakah maumu?"
Kapan It Hiong mendengar suaranya Im Ciu It Mo itu,
segera ia menoleh kepada Hay Thian Sin Ni. Sebenarnya ia
tidak kenal It Mo dan Sin Ni dan yang lain-lainnya lagi. Yang ia
kenal cuma Ya Bie bersama Hong Kun yang memalsukan
dirinya itu. Tentu saja, ia pun gelap mengenai segala peristiwa
di Kui Hiang Koan. Demikianlah ia berdiam saja, melainkan ia
menoleh kepada Hay Thian Sin Ni.
Nikouw tua itu tidak menjawab Im Ciu It Mo, sebaliknya ia
mengawasi It Hiong. "Sicu, sudikah sicu memberitahukan nama besarmu padaku
?" demikian ia tanya.
Sampai disitu It Hiong melepaskan ujung tongkatnya Im
Ciu It Mo yang ia cekal terus sekian lama, ia memutar tubuh
akan menghadapi pendeta yang menyapanya itu, dengan air
muka terang ia menjawab : "Aku yang muda ialah Tio It Hiong
dari Pay In Nia ! Su-thay, dapatkah aku yang muda
menanyakan gelaran suci dari su-thay ?"
Hay Thian Sin Ni bersenyum. Ia menjawab cepat.
"Pinni ialah Hay Thian" sahutnya. "Kiranya sicu adalah
murid pandai dari sahabatku Tek Cio Toya ! Kau lihai sekali,
sicu. Sungguh, melihat padamu melebihkan daripada
pendengaran belaka!"
Mendengar pembicaraannya kedua orang itu Ya Bie lantas
saja menyela : "Kaulah Kakak Hiong dari Pay In Nia ! Habis
orang itu, siapakah dia ?" Dan dia menunjuk Hong Kun yang


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak berdaya itu. Dia pula menunjuki tampang sangat heran.
Si nona menunjuk kepada Hong Kun, tunjukannya itu
diterima So Hun Cian Li dengan salah tafsir.
Mendadak saja si orang utan berlompat kepada Hong Kun,
tubuh siapa disambar dan diangkat, dibawa kehadapan
nonanya, dibanting ke tanah !
Hong Kun ditotok Hiat Mo pada jalan darahnya yang
disebut tay-meh, ketika dia digbaruki si orang utan, jalan
darahnya itu terkena batu, maka dengan sendirinya dia bebas.
Lantas saja dia mengeluarkan nafas panjang, sesudah mana
dia berjingkrak bangun. Ketika dia menoleh kepada It Hiong,
dia berdiri melongo. Agaknya dia seperti mengenali anak
muda itu.... Selagi semua orang itu berdiam, mendadak saja Im Ciu It
Mo memperdengarkan suara dahsyat yang biasa, siulan yang
menggoncangkan hatinya Kiauw In dan Hong Kun. Habis itu,
dia berlompat lari, untuk menghilang kedalam rimba diatas
gunung. Selekasnya dia kabur itu, Kiauw In dan Hong Kun lari
menyusul ! It Hiong dan Ya Bie terperanjat saking herannya, keduanya
bergerak untuk mengejar. "Sicu berdua, tahan !" seru Hay Thian Sin Ni mencegah.
It Hiong sudah berlompat sejauh satu tombak, dia berhenti
dan berbalik. Ya Bie, seperti dijanji atau diperintah, turut
kembali juga. Hay Thian Sin Ni berpaling kepada Hong Gwa Sam Mo, kata
dia sabar : "Toyu bertiga, persilakan ! Disini sudah tidak ada
urusan kalian !" Suara itu halus tetapi nadanya menyuruh pergi !
Hong Gwa Sam Mo baru saja menempur It Hiong, mereka
bertiga tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa terhadap
anak muda itu, mereka tak puas tapi mereka tak berdaya. Hiat
Mo dan Tam Mo saling mengawasi,lantas mereka memutar
tubuh, buat berjalan pergi. Peng Mo sebaliknya, si Bajingan Es
masih memberati It Hiong, dia hendak diam saja.
"Sumoay !" Hiat Mo Hweshio memanggil. "Sumoay, mari
kita pergi !" Bu Kie berada diantara mereka, sejak tadi dia terus
membungkam, dia cuma menonton, akan tetapi menyaksikan
tingkahnya Sam Mo dia tertawa dan kata : "Kalau tikus
melihat kuCing tetapi dia tidak mau lantas pergi, dia mau
menunggu sampai kapan lagi ?"
Peng Mo mendelik terhadap pendeta itu, lalu terpaksa dia
mengangkat langkahnya, pergi mengikut kedua kakak
seperguruannya itu. It Hiong sementara itu memberi hormat kepada Hay Thian
Sin Ni. "Cianpwe Sin Ni, ada pengajaran apakah dari cianpwe
untukku yang muda ?" tanyanya.
"Ada pembicaraan yang pinni hendak lakukan." sahut
nikouw itu. "Mari kita cari tempat dimana kita dapat bicara
dengan menyenangkan." Dan terus ia bertindak turun gunung.
Bu Kie mendekati It Hiong, yang ia pegang ujung bajunya
sebelum si anak muda mengikuti nikouw itu. Kata dia gembira
: "Tio sicu, kiranya kaulah sicu Tio It Hiong ! Aku si pendeta
kecil, mataku kabur ! Ah, aku harus dihajar !" Dan dia
menyentil kedua telinganya !
It Hiong menjublak menyaksikan tingkahnya pendeta yang
sarangu-dunguan itu, ia mengawasi, kemudia ia tertawa dan
menanya : "Bapak pendeta, adakah kau dari Siauw Lim Sie ?"
Bu Kie nampak girang sekali.
"Tak salah !" sahutnya mengangguk. "Tak salah, aku yang
muda ialah Bu Kie ! Aku hendak memberitahukan sicu tentang
suatu urusan yang aneh !"
It Hiong heran, dia menatap pendeta itu. Ingin dia
mendengar keterangan si pendeta, tetapi ketika dia menoleh,
Hay Thian Sin Ni sudah berjalan terus dan berhenti ditengah
jalan di depannya sebuah jurang dangkal. Nikouw itu lagi
bicara dengan seorang muda tetapi ia agaknya tengah
manantikannya. "Bapak pendeta." katanya. "Kalau ada urusan, tak dapatkah
kita bicara sambil berjalan ?" ia tanya si pendeta kepada siapa
ia berpaling. Namun, tanpa menanti jawaban lagi, ia menarik
ujung jubah orang untuk diajak jalan bersama hingga mereka
berdua menjadi jalan berendeng.
Ya Bie bersama si orang utan jalan mengikuti si anak muda
itu. Sambil berjalan, Bu Kie menuturkan segala sesuatu yang
dia lihat di kuil Gwan Sek Sie digunung Ngo Tay San. Kemudia
ia tertawa dan menambahkan : "Syukur Sang Buddha kami
amat bijaksana. Dia membuat hari itu aku bertemu denganmu,
Tio Sicu ! Maka tercapailah maksud hatiku !"
Rupanya si pendeta merasa puas luar biasa disebabkan dia
sudah melakukan sesuatu yang sangat menggirangkannya, dia
tertawa dan terus bersenyum berseri-seri.
It Hiong sebaliknya. Walaupun ia senang mendengar
penuturan si biksu, ia toh masgul. Kalau Gak Hong Kun kena
diracuni Im Ciu It Mo hingga ingatannya menjadi terganggu,
mungkin sekali Kiauw In pun diperlakukan demikian. Jadi, tadi
itu, wanita yang berada disisinya si nyonya tua bermata
kelabu mesti Kiauw In adanya, dia bukanlah Kiauw In yang
palsu ! Menerka demikian, si anak muda bergidik sendirinya. Kalau
benar, sungguh hebat bagi Kiauw In ! Nona itu harus
dikasihhani ! Dia pasti menderita sekali.
Habis bercerita, Bu Kie tidak memperhatikan anak muda
disisinya. Dia kelelap dalam kepuasannya, seorang diri dia
tertawa saja. Dilain saat, tiba sudah mereka di depannya Hay Thian Sin
Ni, sejarak lima tombak. Di situ Bu Kie menghadap It Hong
dan kata : "Tio Sicu, semoga kau menjaga dirimu baik-baik !
Ijinkanlah aku meminta diri !" Dan ia bertindak pergi tanpa
menanti jawaban lagi. Dia turun gunung dengan tindakan
lebar. It Hiong bagaikan sadar mendengar suara si pendeta.
"Bapak guru, tahan !" panggilnya.
Bu Kie kembali. "Ada pengajaran apakah Tio sicu ?"
"Apakah bapak mau pulang langsung ke Siauw Lim Sie ?"
tanya si pemuda. "Benar !" si pendeta mengangguk.
"Kalau begitu, bapak, aku mohon pertolonganmu." kata It
Hiong perlahan. "Di sana dikamar disuci ada kedua nona Pek
Giok Peng dan Tan Hong, tolong bapak....."
Tiba-tiba si anak muda memutuskan kata-katanya itu.
Bu Kie heran hingga ia mengawasi, terus ia menatap.
"Apa itu, sicu ?" tanyanya. "Kenapa sicu tidak bicara terus
?" It Hiong berpikir, lalu dia menggeleng kepala.
"Sudah, tak usahlah........" katanya kemudian.
Bu Kie menjublak, ia sangat tidak mengerti. Ia pun tak
dapat menerka hati orang.
Hanya sebentar, It Hiong toh berkata juga. Katanya : "Aku
minta bapak sukalah memberitahukan kedua nona itu halnya
aku hendak pergi ke gunung Hek Sek San guna membantu
kakak Cio Kiauw In....."
Niatnya si anak muda ialah meminta Giok Peng dan Tan
Hong menyusulnya, buat membantu padanya atau segera ia
ingat, Siauw Lim Sie pun membutuhkan bantuannya kedua
nona itu, jadi nona-nona itu lebih tepat berdiam terus di Siauw
Lim Sie. Bu Kie tertawa, alisnya terbangun.
"Apakah cuma sebegini pesanmu, sicu ?" tanyanya,
nadanya separoh menggoda. "Kala ada apa-apa yang sukar
dipesan dengan mulut, silahkan sicu tulis surat saja, nanti aku
sampaikan sekalian........"
It Hiong menggeleng kepala.
"Sudah, tidak ada apa-apa lagi." katanya. "Cukup asal
mereka ketahui kemana aku pergi, agar mereka tak membuat
pikiran." Si anak muda lantas memberi hormat pada pendeta itu,
yang dibalasnya, setelah mana, ia terus menghampiri Hay
Thian Sin Ni. Ya Bie yang sudah jalan mendahului menyambut si anak
muda. Dia tertawa. "Kakak Hiong." katanya manis. "Kenapa ada banyak sekali
yang diomongkan dengan bapak pendeta itu " Cianpwe Sin Ni
sudah melanjuti perjalanannya dan kita disuruh menyusulnya
ke Kui Hiang Koan. Nah, mari kita lekas pergi !"
It Hiong tidak mencintai Ya Bie tetapi gerak gerik si nona
yang manis dan wajar mendatangkan kesan baiknya. Pula,
mengingat pertolongannya Kip Hiat Hong Mo terhadapnya, Ya
Bie terhitung juga saudari seperguruannya. Maka ia mau
memandang nona itu sebagai adiknya.
"Apakah Sin Ni sendiri yang menitahkan adik
menyampaikan pesannya ini padaku ?" tanya ia bersenyum,
kemudian mengusap-usap rambut yang bagus dari nona itu.
Bukan kepalang girangnya Ya Bie mendapat perlakuan
lemah lembut dari It Hiong ini. Dengan sebenarnya ia
mencintai anak muda itu hingga ia berani secara diam-diam
meninggalkan Cianglo ciang, guna mencari padanya. Ia gagah
tetapi ia hijau dalam pengalaman. Maka ia tetap bersikap
polos. Ia girang sekali yang hari itu ia dapat menemui It
Hiong, malah si anak muda telah mengusap-usap rambutnya
itu. Ia merasai manis sekali hingga air mukanya bercahaya
dengan senyumnya berulang-ulang. Ia pun nampak seperti
tambah cantik dan manis !
Lalu bertiga mereka mempercepat langkahnya guna
menyusul Hay Thian Sin Ni. Ya Bie memegangi ujung bajunya
It Hiong hingga berdua mereka menjadi jalan berendeng. So
Hun Cian Li berlari-lari mengintil di belakangnya muda mudi
itu. Tanpa merasa It Hiong tertawa menyaksikan nona disisinya
masih saja bersenyum berseri-seri, hingga wajahnya menjadi
ramai sekali. "Adik, kapannya kau turun gunung ?" tanyanya kemudian.
"Apakah Touw Locianpwe gurumu itu baik-baik saja ?"
Ya Bie bersenyum menatap si anak muda. "Aku turun
gunung diluar tahunya guru." sahutnya terus terang. "Aku
turun gunung buat mencari kau, Kakak Hiong. Entah sudah
berapa bulan aku merantau, entah berapa banyak lie telah aku
lalui, banyak tempat yang aku telah pergikan, bahkan aku
telah menemui orang busuk....."
It Hiong memotong kata-kata orang, karena si nona
menyerocos terus. "Kenapa kau demikian bercapek lelah mencari aku, adik ?"
demikian selanya. "Kenapa buat turun gunung kau sampai
berlaku secara diam-diam hingga kau mendustai gurumu ?"
Mukanya si nona menjadi merah. Ia polos, ia merasa malu
sendirinya. Ia jengah. Toh ia menjawab.
"Aku suka pada kau, Kakak Hiong !" begitu jawabnya polos.
"Karenanya aku mau mencari kau!"
Hatinya It Hiong tergetar. Kembali lakon asmara. Kembali
ada seorang nona yang tergila-gila terhadapnya. Maka ia
berpikir : "Apakah ini bukan kembali bencana asmara seperti
katanya guruku " Ah, adik, kau harus dikasihhani.... Adik, kau
belum merasai apa itu asmara. Kau tahu, kadang kala itulah
penderitaan belaka........"
Tentu sekali, Ya Bie tak dapat mendengar kata-kata It
Hiong di dalam hati itu. Karena orang tidak mengatakan
sesuatu atas jawabannya itu, ia menatap si anak muda. Ia
mendapati orang berdiam seperti tengah berfikir.
"Eh, Kakak Hiong, apakah juga kau sedang pikirkan ?"
tanyanya halus, prihatin sekali.
It Hiong menghela nafas. "Aku memikirkan halmu, adik." sahutnya. "Aku pikir sudah
waktunya buat kau pulang ke Ciang lo ciang. Kau harus
mencegah yang gurumu nanti memikirkan dan
mengawatirkanmu......."
Ya Bie melengak, hingga ia tak tertawa pula. Ia menatap si
anak muda. "Kakak Hiong" tannyanya heran. "Kenapa kakak
menghendaki kau pulang " Kakak tahu, aku ingin selamalamanya
mengikuti kau...." It Hiong melongo, matanya mendelong terhadap nona itu.
"Kakak Hiong" si nona melanjuti. "mari aku beritahukan kau
! Sejak itu hari kau berangkat dari Ciang lo ciang, entah
kenapa, hatiku menjadi kosong, dalam hal apa juga, aku tidak
bergembira. Setiap hari aku senantiasa ingat kau dan didalam
benak otakku, melainkan wajahmu yang membayang-bayang,
hanya wajahmu yang berseri-seri yang terbayang-bayang !
Aku menjadi berjalan salah, berduduk salah juga....... Aku jadi
suka mencari tempat yang sunyi diman aku dapat berduduk
diam seorang diri, hatiku berpikir, hingga selama ini aku lupa
dahaga dan lapar, bahkan ilmu silatku, aku malas melatihnya !
Suhu sampai mengatakan bahwa aku tersesat ! Aku tidak tahu
apa itu yang dinamakan setan penggoda ! Aku cuma tahu
bahwa aku menyukaimu dan selalu memikirkanmu, aku girang
sekali apabila aku bertemu dan melihatmu !"
It Hiong berdiam. Si nona bicara terus-terusan dalam
kepolosannya. Dia tidak membuat-buatnya. Dia bagaikan
kekanak-kanakan dalam kegembiraannya yang murni.
Wajahnya ketika itu mendatangkan rasa haru, sebab dia
nampak bersedih dan diujung matanya ada air mata
mengembang......Ya, dia seperti mau menangis !
It Hiong mengawasi, berkasihan berbareng merasa lucu.
"Adik." katanya menghibur. "Jika kau tidak mau pulang,
sudahlah ! Sudah, jangan kau berduka ! Hanya, bagaimana
dapat kau selalu mengikuti kakakmu ini " Kau tahu, aku bakal
pergi entah sampai dimana ! Apakah kau tidak takut ?"
Walaupun airmatanya berlinang, mendengar suaranya si
anak muda, nona itu tertawa. Lekas-lekas dia menepas
airmatanya itu. "Kakak Hiong, benarkah kata-katamu ini?" ia mengawasi.
"Oh, sungguh bagus !"
It Hiong merasai hatinya tertekan batu besar dan berat.
Itulah cinta pertama yang bersemi di dalam hatinya Ya Bie.
Nona itu sangat polos hingga dia mengutarakan cintanya
dengan itu cara sangat wajar, tak berliku-liku, tanpa malumalu
"Bagaimana nantinya ?" si anak muda tanya dirinya sendiri.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana aku harus bertindak agar bebas dari
gerembengannya bocah ini ?"
Sementara itu mereka berjalan terus, Ya Bie pernah
singgah di Kui Hiang Koan, ia tahu jalan untuk pergi ke
restoran itu. Ia berjalan dengan gembira, tanganya menarik
ujung bajunya si pemuda. Senantiasa ia bersenyum berseriseri.
Ia cantik, ia nampak manis sekali. Ia pula dapat berjalan
dengan ringan dan cepat !
Jalan yang dilalui jalan batu diantara pohon-pohon yangliu.
Di dalam waktu semakanan nasi, tiba sudah mereka ditempat
yang dituju. Ketika itu tengah hari, maka juga restoran itu
penuh dengan banyak tamu-tamu. Mereka itu makan dan
minum dengan gembira, tak hentinya terdengar teriakan
kepada pelayan buat minta arak dan barang hidangan.
Memasuki ruang besar, It Hiong melihat kelilingan. Ia
belum tahu Hay Thian Sin Ni duduk dimeja yang mana, atau
mungkin di lain ruang. Segera juga, rombongannya itu
menarik perhatian para tamu. ia berdua Ya Bie berpakaian
seperti umumnya banyak orang lain, mereka tak menimbulkan
perhatian orang, tidak demikian dengan pengikut mereka, si
orang utan So Hun Cian Li !
Orang utan itu besar dan tampangnya bengis !
Baiknya lekas juga seorang pelayan yang pipinya terokmok
datang menghampiri It Hiong. Dia memberi hormat sambil
membungkuk seraya lantas menanya : "Tuan, apakah Tuan
Tio ?" It Hiong mengangguk. "Aku Tio It Hiong" sahutnya. "Apakah kau tahu Hay
Thian......" Pelayan itu menyela, "Majikan kami memesan aku
menantikan kau, Tuan Tio. Silahkan tuan turut aku !" Dan dia
memutar tubuh buat berjalan keluar dari ruang besar itu,
terus pergi ke samping dimana ada jalanan yang terapit
pohon-pohon bunga. It Hiong bertiga. Dari ruang yang ramai dan berisik, mereka
tiba ditempat yang sunyi dan tenang, sesudah melewati
beberapa halaman, mereka jalan disebuah lorong yang kecil
panjang, yang kedua sisinya penuh tertanamkan pohon bunga
seruni, yang warnanya kuning, putih, ungu dan merah, indah
dipandangnya. Siapa berada disitu tentu hatinya terbuka......
Ujungnya jalanan itu merupakan sebuah halaman dimana
ada sebuah bangunan rumah tak besar dan belakangnya
terbatas dengan dinding gunung. Karena letaknya, tak heran
tampang itu tenang dan nyaman.
Tiba di muka pintu Pekarangan, si pelayan menghentikan
langkahnya, untuk tangannya terus mengetuk pintu seraya
berkata pada It Hiong : "Tuan Tio, silakan masuk ! Aku
meminta diri !" Dan tanpa menanti jawaban lagi, dia ngeloyor
pergi. It Hiong mengawasi pelayan itu dan bersenyum, kemudian
dia menghadapi pintu Pekarangan, yang terbuka sedikit,
hingga untuk memasukinya orang harus berjalan miring. Ia
menarik tangannya Ya Bie dan menyeplos masuk disitu.
"Tio Sicu, masuklah !" tiba-tiba si anak muda mendengar
satu suara halus bagaikan suara nyamuk. Sebab itulah suara
yang dikeluarkan dengan "Gie Gie Toan Seng" saluran "Bahasa
Golok Yanci Pedang Pelangi 5 Jago Kelana Karya Tjan I D Nona Berbunga Hijau 1

Cari Blog Ini