Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 22

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 22


Tam Mo dan Hiat Mo mengiringi permintaannya san
sumoay adik seperguruan, terhadap siapa mereka suka
mengalah. Demikianlah sudah terjadi, selama Peng Mo melayani It Mo
berbicara dan bertempur sampai dia dikepung Hong Kun dan
Kiauw In, mereka terus menonton saja dari atas pohon. Hanya
selama paling belakang, hati mereka tegang sendirinya sebab
pertempuran seru dan meminta waktu lama sehingga mereka
kuatir adik itu gagal dan terluka. Begitulah, selekasnya mereka
mendengar isyarat itu, tak ayal lagi mereka berlompatan turun
dari atas pohon dan lari mendatangi kepada sang sumoay.
Bahkan Hiat Mo segera menyerang Kiauw In selagi nona itu
membaliki belakang dan menyerangnya dengan pukulan
tangan kosong Tangan Bajingan Asuara atau Bajingan
Raksasa. Syukur Kiauw In dapat mendengar hal datangnya bantuan
lawan dan ia keburu berkelit dari serangan berbahaya itu.
Dengan loncatan Tangga Mega, ia menjatuhkan dirinya tiga
tindak. Dengan si nona mencelat menyingkir, tinggallah Hong Kun
sendiri melayani Peng Mo. Dengan ilmu silat pedang Heng San
Kiam Hoat, tak nanti Hong Kun mudah dikalahkan lawannya
itu, apa lacur, kawan sudah menggunakan senjata rahasianya,
yaitu sebuah peluru yang ditimpukan, meledak pecahlah dia
dan bubuknya terbang berhamburan. Lawan itu bukannya
Peng Mo, hanya Tam Mo, yang menyerang secara diam-diam.
Peng Mo melihat saudaranya menimpuki peluru, ia lompat dan
menghajarnya pecah. Ia sendiri terus lompat maju kepada
Hong Kun. Bubuk beracun itu berbau harus dan buyarnya pesat,
saking kerasnya Bieus bukan hanya Hong Kun, melainkan
Peng Mo sendiri roboh bersama. Hanya itu Tam Mo berlaku
dengan sangat cepat. Dia segera lompat kepadan Peng Mo,
akan menciumnya dengan sebuah kantong harum, setelah dia
melihat sang adik seperguruan sadar dan membuka matanya,
dia kata sambil tertawa, "Sumoay, saudaramu telah membantumu. Maka kau
gunakanlah baik-baik kesempatan ini !"
Selekasnya dia siuman dan mendengar suara saudaranya
itu, Peng Mo lantas bergerak, ia lompat bangun. Ia girang
sekali. Terus dia menoleh, mengawasi Hong Kun yang rebah
tak berkutik dengan pedangnya terletak disisinya. Tak ayal
lagi, dia lompat ke sisi anak muda itu, buat memondongnya
bangun. Dia pula menolong memungut pedangnya pemuda
itu. Ketika ia hendak menjemput goloknya sendiri, mendadak
ada bayangan tongkat panjang menyambar dibarengi
anginnya. Bukan main kagetnya Peng Mo. Kedua tangannya lagi
memegangi Hong Kun, tak sempat ia menangkis, malah
berkelit pun sukar. Justru itu mendadak ada angin keras yang menolak tongkat
itu. Tahulah ia yang Tam Mo, kakaknya sudah membantunya.
Pasti tongkat telah dihajar dengan Siulo Mo Ciang, pukulan
Tangan Bajingan Raksasa itu. Maka itu tanpa berpikir panjang
pula, ia berlompat pergi sambil mengempit tubuhnya Hong
Kun. Ia memang pandai ilmu loncat "Rusa Menggali Lobang".
Sekali dia melejit, dia lari terus turun gunung !
Kiauw In habis berkelit dan mundur, dia kaget waktu dia
mendapati benda meledak dan asap berhamburan, baunya
membuat kepalanya pusing dan matanya berkunang-kungan.
Mulainya ia memikir maju pula buat membantui Hong Kun,
atau ia terus jatuh duduk disebabkan bubuk bius yang lihai itu.
Ia tidak pikir tetapi ia tak dapat bangun berdiri pula !
It Mo mau membantu Hong Kun karena dihadang Hiat Mo
Hweshio, ia jadi menempur si Bajingan Darah itu. Tetapi baru
bebarapa jurus ia sudah memaksa lawannya lompat mundur.
Justru itu ia menyaksikan Hong Kun dibawa lari oleh Peng Mo.
Bukan main panas hatinya, ia lompat menyusul tetapi kembali
ia dirintangi Hiat Mo, bahkan kali ini selagi ia menghajar si
Bajingan Es, tongkatnya kena terhajar keras sekali oleh Hiat
Mo sampai tongkat itu terlepas dan jatuh dan ia merasai
sangat nyeri di dalam tubuhnya. Maka insyaflah ia akan
kelemahan dirinya. Hanya sebagai seorang yang
berpengalaman yang tak mau hilang muka, ia lantas kata
dingin : "Tak kusangka Hong Gwa Sam Mo juga dapat
bertindak secara begini tak tahu malu !"
Tam Mo yang memungut sepasang goloknya Peng Mo
menjawab dingin : "Siapa beruntung dia dapat, siapa malang
dia gagal. Semua itu sudah takdir ! Karena itu bajingan tua buat apa
kau menyesal ?" Dia sengaja menyebut orang si Bajingan Tua.
Pula kata-katanya itu mempunyai arti : It Mo menawan murid
orang, pantas kalau murid orang itu dirampasnya. Jadi mereka
saling ganti merampas..........
Hiat Mo pun tertawa dan kata nyaring, "Adik
seperguruanku menyukai muridmu itu, maka dia
meminjamnya untuk dipakai buat sementara waktu.
Maafkanlah dia yang sudah terlalu terburu nafsu hingga dia
berbuat salah terhadapmu, cianpwe. Di sini aku si pendeta
muda menalanginya menghatur maaf, harap dia suka
dimaklumi !" Terus si pendeta menjura dalam.
Bukan main sulitnya It Mo. Marah salah, tidak marah ia
mendongkol sekali. Berkeras pun ia tidak bisa. Hanya dasar
Bajingan ulung pandai pikir. Pengalaman membuatnya pintar
dan cerdik. "Hong Kun telah dibawa lari. Kini aku tak bisa berbuat apaapa......."
demikian pikirnya. "Baiklah, aku bersabar." Maka
terus dia menjawab si Bajingan Darah : "Adikmu itu tepat
julukannya ! Dia memandang paras elok dan asmara lebih
hebar dari jiwanya ! Cumalah tanpa obat pemusnahnya sia-sia saja dia nanti
menghadapi pemuda yang linglung itu, yang suka berdiam
saja bagai patung ! Mana ada rasa nikmatnya ?"
Hiat Mo berlagak pilon. Jawabnya sabar, "Tentang urusan
diantara pria dan wanita, maafkan aku si pendeta. Aku tak
suka mencampur tahu !"
It Mo berpaling kepada Tam Mo si Tamak. Kata dia,
"Muridku ini telah kena mencium bubuk biusmu, dia duduk
tidak berkutik, apakah dia juga hendak dipinjam oleh kau,
rahib tua ?" Dengan rahib tua yang dimaksudkan tosu tua, penganut To
Kauw, agama To. Tam Mo Tojin menggoyang-goyangi tangannya.
"Tidak, tidak !" katanya cepat. "Pinto adalah orang kaum
Sam Ceng, biasanya kami pantang paras elok ! Mana pinto
memikir hal demikian ?"
Hiat Mo sementara itu mengawasi Kiauw In yang lagi
duduk berdiam saja, bersila ditanah, tangannya menunjang
dagu, matanya dipejamkan. Nona itu mirip orang yang lagi
tidur nyenyak. Lantas dia tertawa dan berkata : "Tidak
disangka obat paling beracun It Toan In buatan adik
seperguruanku yang nomer dua begini lihai, asal orang
menciumnya orang lantas tak sadarkan diri ! Budak ini cuma
membaui sedikit, terus dia roboh dan tak ingat apa-apa lagi.
Tam Mo pun tertawa, dia juga berkata : "Kakak, jangan
kakak meniup mengepul keterlaluan ! Inilah kepandaian yang
sangat tak ada artinya ! Kalau ilmu ini dicoba di depan
Cianpwe Im Ciu itu sama saja orang bertingkah di depan ahli
!" Berkata begitu, kawan ini melirik kepada Hiat Mo Hweshio,
guna memberi isyarat, kemudian ia menoleh pula kepada Im
Ciu It Mo untuk memberi hormat sambil menjura, seraya
berkata : "Cianpwe, kami berdua memohon diri !" lalu terus
mereka memutar tubuhnya jalan menuruni lereng !
Hati It Mo panas sekali. Belum pernah orang menghinanya
secara demikian. "Tahan !" teriaknya, sambil dia berlompat
maju untuk menghadang. Kedua Bajingan menghentikan
langkahnya. Mereka pun berpaling. Hiat Mo mengasi lihat
wajah heran ketolol-tololan, dengan berpura pilon dia
bertanya, "Cianpwe, ada perintah apa lagi ?" Im Ciu It Mo
mengangkat tongkatnya, dipakai menunjuk kepada Kiauw In.
"Obat pingsan kalian membuat pemudi itu menderita !"
katanya. "Apakah dapat kalian pergi dengan begini saja ?"
Tam Mo Tojin tertawa. Dia maju dua tindak.
"Tidak, tidak !" sahutnya. "Ini hanya permainan kecil saja,
locianpwe ! Tak usahlah locianpwe terlalu memperhatikannya !
Kenapa locianpwe tak mau menyadarkannya sendiri ?"
"Kalian boleh main gila !" bentak It Mo. "Jika kalian tak
menyadarkan muridku ini, hati-hatilah tongkatku tidak akan
mengenal persahabatan lagi !"
Dengan satu gerakkan tangan, It Mo membuat tongkatnya
melesat dan nancap pada sebuah pohon kayu sebesar pelukan
manusia, nancapnya dalam dua kaki dan ujungnya yang lain
bergoyang-goyang. Di waktu melontarkan tongkatnya itu, It Mo menggunakan
seluruh tenaga dalamnya yang mulai pulih kembali. Ia tidak
membuka mulut, hanya menyalurkan nafasnya dengan rapi.
Hiat Mo dan Tam Mo terbengong menyaksikan kepandaian
wanita tua itu. Memangnya mereka jeri. Kalau toh mereka
berani main gila, itu disebabkan It Mo tengah terluka parah.
Tidak disangka yang si Bajingan Tunggal dapat sembuh
demikian cepat. Habis terguguh sebentar, Hiat Mo lantas tertawa. Dia
memang sangat cerdik dan licik. Lantas dia kata : "Perkara ini
perkara kecil ! Tak usah kau bergusar orang tua ! Nah ! Jie
Sute, lekas kau sadarkan budak perempuan itu ! Memang
siapa yang membelenggu, dialah yang harus melepaskannya
!" Tam Mo sebaliknya. Dia membawa aksi memandang
ringan. Kata dia sengaja pada It Mo : "Sicu toh seorang ahli.
Apakah artinya bubuk bius It Toat In dari aku ini " Pasti
bubukku ini tak dilihat mata ! Ha ha !"
Berkata begitu, tanpa menoleh lagi kepada si Bajingan
Tunggal, Bajingan Tamak bertindak ke arah Kiauw In yang
masih berduduk diam bagaikan patung itu.
Sementara itu mukanya It Mo menjadi merah padam dan
pucat pasi bergantian, sebab ia insyaf yang kedua bajingan itu
tengah mengejeknya, walaupun demikian terpaksa dia
berdiam saja sebab memang dia tidak sanggup menyadarkan
Nona Cio. Selekasnya dibikin siuman oleh Hiat Mo, Kiauw In lantas
bangkit berdiri. Ia menggerakkan tubuhnya dan melonjorkan
tangan dan kakinya untuk melemaskan otot-ototnya, sesudah
itu ia melihat ke sekitarnya. Dengan ayal-ayalan ia memasuki
pedangnya ke dalam sarungnya.
Segera setelah itu, It Mo menatap bengis kepada Tam Mo
dan Hiat Mo yang justru lagi membaliki belakang padanya.
Kemudian ia kata seperti orang mendamai tetapi nadanya
mengancam : "Di saat aku Im Ciu It Mo pu ia seluruh
kegusaranku, maka itulah hari akhir dari kamu bertiga Hong
Gwa Sam Mo". Terus ia membuka langkahnya akan menghampiri Kiauw In
guna memegang tangan orang.
"Muridku, mari kita pergi !" dia mengajak. Kemudian diapun
menyambar tongkat dipohon untuk ditarik lolos. Sesudah itu
sambil itu, sambil dipayang Nona Cio dia bertindak turun
gunung ! Memang hebat sekali luka di dalam tubuh dari Im Ciu It
Mo. Kalau tadi ia bisa beraksi sebentar menggertak Hong Gwa
Sam Mo itulah karena dia memaksakan diri, dia mencoba
mengerahkan seluruh sisa tenaga dalamnya itu. Sekarang
setelah urusan beres, ia merasai pula nyerinya itu. Hingga
Kiauw In mesti memegangi ia selama mereka berlalu. Untuk
penghinaan yang It Mo tak mudah melupakannya. Di depan
matanya Hong Kun telah dibawa lari oleh Peng Mo, Bajingan
Paras Elok, Tam Mo dan Hiat Mo pun mengoloknya,
menambah sakit hatinya. Maka juga kelak dalam pertempuran
Bu Lim Cit Cun, di sana telah terjadi sesuatu kontrak di sana !
Sementara itu, Pie Te Taysu, habis dia memberi nasihat
kepada Im Ciu It Mo dilereng gunung, terus dia pulang ke
dalam taman. Biarnya dia seorang pertapa dan suci, dia pun mendongkol
yang tak karu-karuan. It Mo datang mengacau itu artinya
menghina Sang Buddha pujaannya. Hanya saking taatnya
kepada ajarannya nabinya itu, ia menahan perasaan hatinya,
ia menguasai dirinya untuk tetap berlaku sabar. Itulah uji
derita yang harus dimiliki oleh setiap umat beragama.
Tiba ki go gee mai, pintu rembulan dari taman, Pie Te
bertemu dengan Liong Hauw Siang Ceng serta muridnya
bertiga, yang pun baru tiga, ia merunduk dan bertanya kepada
kedua pendeta Naga dan Harimau : "Tahukan kalian berapa
orang murid kita yang terbinasa dan terluka ?"
Liong Hauw Siang Ceng bertiga memberi hormat sambil
menjura. Lantas Bu Sek menjawab : "Diantara para petugas di
pendopo, dua terluka parah, lima terluka ringan. Diantara
murid tingkat dua, telah terluka enam anggauta."
Alisnya sang pendeta terbangun.
"Adakah mereka semua telah diobati ?" tanyanya pula.
Siebie kecil, kacung muridnya Liong Houw Siang Ceng
menjawab : "Semua telah dirawat, cuma kedua pendeta yang
terluka parah itu, sampai sekarang ini masih belum siuman."
Bibirnya Pie Te bergerak, kumis dang janggutnya
terbangun, pertanda bahwa ia gusar sekali, akan tetapi ia
tetap bungkam. Ia dapat mengendalikan kemurkaannya. Ia
berdiri diam sekian lama, lalu ia menatap kedua pendeta di
depannya itu, kemudian ia memutar tubuh, meninggalkan
pintu model rembulan itu. Selekasnya ia melangkah dari
ambang pintu, ia berpaling dan kata : "Bu
Sek dan Bu Siang, kedua kemenakan, pergilah kalian ke
seluruh pendopo guna melakukan penyeledikan !"
Kedua pendeta itu mengangguk, tetapi mereka bertindak
menghampiri, hingga mereka berada di belakangnya si
pendeta tua. "Paman guru !" katanya.
Pie Te Taysu memutar tubuh.
"Ada apakah ?" tanya dia.
Liong Hauw Siang Ceng saling mengawasi, kemudian Bu
Sek yang membuka mulutnya. Katanya perlahan-lahan sekali,
"Paman, bukankah paman baru dari gunung belakang ?"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pie Te Taysu bersenyum. "Sebelumnya kalian membuka mulut, lolap telah ketahui
maksud pertanyaan kalian." katanya. Berkata begitu, dia
menatap tajam sekali. Bu Sek dan Bu Siang tunduk, mereka menjura sambil
merangkapkan kedua tangannya masing-masing.
Pie Te Taysu mengawasi, terus dia menghela nafas.
"Lolap telah mentaati pesan dari ciangbun suheng, di
lereng gunung belakang sana telah lolap mengasi lolos pada
Im Ciu It Mo bertiga." katanya, memberikan keterangan.
Ciangbun suheng ialah panggilan yang berarti kakak
seperguruan (suheng) yang berbareng pun menjadi ketua
(ciangbun). Liong Houw Siang Ceng berdiam. Sesaat kemudian, mereka
mengangkat kepala mereka.
"Paman." kaat Bu Siang. "Kami berdua memohon perkenan
paman untuk turun gunung buat melakukan suatu perjalanan !
Dapatkah ?" Dengan "kami berdua", Liong Houw Siang Ceng
menyebutkan "tua ca" yang berarti "murid" tetapi disisi katakata
itu selain untuk merendahkan diri berbareng juga untuk
menghormati sang susiok, paman guru.
Pie Te Taysu mengawasi kedua kemenakan murid itu. Ia
menghela nafas. "Kemenakanku," sahutnya kemudian. "Sekarang ini ada
jaman lagi kacau dari dunia Sungai Telaga. Karena itu dengan
tenaga kalian berdua untuk menyusul Im Ciu It Mo, hasilnya
sungguh sukar diterka. Dengan kata lain, mungkin kalian tak
akan berhasil." "Kami berdua justru hendak mencari tahu sampai dimana
kejahatan dan tenaga Bajingan itu !" Bu Sek turut bicara.
Parasnya si pendeta tua berubah, tetapi dia berkata cepat :
"Baik, kalian boleh pergi ! Cuma haruslah kalian hati-hati !"
Bu Siang dan Bu Sek girang sekali, mereka bersyukur.
Mereka memohon ijinnya sang paman guru disebabkan di saat
itu guru mereka Pie Sie Siansu, sedang menyekap diri, hidup
bersendirian di dalam sebuah kamar suci dan segala tugasnya
diwakilkan pada Pie Te, sang paman guru yang menginap Ing
Ciang Ih, pendopo tempat pendeta kepala, ketua Gwan Sek
Sie. Sekarang kita melihat dulu pada Sek Mo alias Peng Mo si
Bajingan Es. Dia kabur dengan mengempIt Hong Kun. Jalan
yang diambil yaitu lereng di belakang gunung Gwan Sek San.
Dia lari dan jalan cepat bergantian selama tujuh atau delapan
lie tak henti-hentinya. Baru setelah itu dia memperlahan langkahnya.
Sebenarnya Sek Mo adalah seorang nikouw, tapi cara
hidupnya mirip separuh siluman. Dengan telah berhasil
mendapatkan Gak Hong Kun girangnya tak kepalang.
Sehingga dia bagaikan tengah bermimpi manis, terus dia
menatap wajah tampan si pemuda, hingga ia seperti juga
hendak mencaplok dan menelan pemuda itu..........
Ketika itu angin gunung meniup, membuat berdeburan
jubarahnya si nikouw, sedangkan sinar layung matahari
memancarkan wajahnya yang cantik tetapi berwajah sangat
centil, bayangannya berpeta di jalan lereng itu. Dia berjalan
perlahan dengan tindakan elok, lemah gemulai..........
Sembari jalan, Sek Mo memikirkan dimana dia harus
singgah atau mondok, maka juga matanya selalu mencari
rumah atau pondokan dimana ia mengharap ia bisa
menumpang bermalam, supaya disitu malam juga dapat ia
mempuaskand irinya, bagaikan bidadari terbang melayanglayang
diangkasa........ Toh didalam keadaan sepertiitu, ia masih sadar akan
keganjilan diri atau perbuatannya. Sebab sebagai seorang
wanita, apa pula wanita yang beribadat, mengapa ia
mengempit dan memeluki seorang pria muda belia " Tidakkan
itu akan membuat orang heran dan curiga " Ia telah memikir
dan mencari saja sebuah gua tetapi ia tak setujui itu. Ia pula
kuatir Im Ciu It Mo nanti dapat menyusulnya.
Selagi berpikir itu, Sek Mo berjalan dengan perlahan-lahan.
Kapan ia melihat cuaca ia mulai bingung. Sang lohor sudah
tiba, sang magrib lagi mendatangi, sedang ia belum juga
mendapatkan pondokan. Terpaksa, si Bajingan Es lantas mempercepat langkahnya.
Di sebelah depan terdapat sebuah tikungan, selewatnya
mana tampak sebuah tanah kosong yang bertumbuhkan
rumput tebal. Justru ia menikung justru ia melihatnya sesosok tubuh
manusia, cepat bagaikan bayangan berkelebat.
Peng Mo terkejut hingga ia melengak, lantas ia maju dua
tindak. "Sahabat, siapa disitu ?" tegurnya. "Silahkan sahabat keluar
untuk kita bertemu."
Dari dalam semak terdengar tawa nyaring disusul paling
dahulu dengan munculnya sebuah kepala orang yang gundul,
segera seluruh tubuhnya tampak, nyata dialah seorang
pendeta dengan jubahnya warna kuning. Dia tertawa pula,
terus dia berlompat hingga di detik yang lain dia sudah berdiri
di depannya Sek Mo. Jaraknya lima kaki satu dengan yang
lain. Dengan mata dibuka lebar, pendeta itu mengawasi Peng
Mo dan Hong Kun bergantian, terutama si anak muda.
Peng Mo melihat pendeta itu berumur kurang lebih tiga
puluh tahun, mukanya montok, matanya bundar. Ia merasa
asing terhadap orang suci itu. Karena orang mengawasi terus
padanya, ia mau menyangka pendeta itu kurang pendidikan,
atau dialah si pendeta cabul sebab dia terus mengawasi
padanya ! Habis mengawasi Hong Kun, pendeta itu mengangkat
kepalanya, akan memandangi si wanita untuk terus menanya
hormat : dari mana didapatnya si anak muda yang yang
dikempitnya.......... Ditanya begitu, Peng Mo justru tertawa. Ia lantas
menjawab tetapi bukannya menyahuti pertanyaan orang, dia
justru balik bertanya : "Suheng, apakah nama suci suheng ?"
Pendeta itu merakopi kedua tangannya.
"Pinceng ialah Bu Kie dari Siauw Lim Sie." jawabnya.
Peng Mo tertawa manis, matanya memain galak.
"Suheng, untuk apalah maksud suheng maka suheng
menguntitku ?" dia tanya. Kembali dia menanya.
Bu Kie tidak puas terhadap pertanyaan itu yang dibarengi
dengan tingkah centil. Maka dia kata keras : "Akulah pendeta
yang mengutamakan aturan-aturan agama, sekalipun si
wanita cantik yang muncul di depanku, tak nanti hatiku
tergiur, maka itu aku minta sukalah kau menghargai dirimu
sendiri !" Parasnya Sek Mo berubah. Inilah tidak disangkanya. Dia
menjadi tidak senang hingga dia lantas memperlihatkan
tampang bengis. Kata dia keras : "Air tidak mengganggi air sungai, orang
mengambil jalannya sendiri-sendiri, maka itu, kepala keledia,
kau pikir baik-baik ! Sekarang ini telah tiba saatnya buat kau
memanjat sorga !" Bu Kie makin gusar. Bentaknya : "Oh, manusia penuh dosa
! Tak dapat kau lolos dari tanganku! Rupanya inilah yang
dinamakan jodoh !" Diantara waktu Bu Kie keluar dari Gwan Sek Sie dengan
saatnya Peng Mo merampas Hong Kun dan turun dari gunung,
bedanya ialah setengah hari satu malam. Karena itu, mereka
berpapasan dari siang-siang. Tapi itulah bukan soal bagi si
pendeta. Dia hanya tertarik oleh tampangnya Hong Kun yang
mirip It Hiong hingga ia menyangka pemuda itulah murid Pay
In Nia. Orang yang telah melepas budi besar terhadap Siauw
Lim Sie. Maka itu, selagi si anak muda terjatuh dalam
tangannya wanita cabul, hendak ia membantunya. Telah ia
mendengar berita perihal It Hiong lagi menempuh bahaya.
Karena ia tidak sanggup memberikan bantuannya, ia mundar
mandir saja di sekitar gunung Ngo Pay San. Sungguh
kebetulan hari ini, ia bertemu dengan Peng Mo yang lagi
melarikan Hong Kun sebagai It Hiong palsu !
Tempat Hong Gwa Sam Mo bertempur dengan Im Ciu It
Mo, Bu Kie dapat melihat. Ia menonton dari tempat jauh tanpa
ia dapat dilihat mereka itu. Sampai Im Ciu It Mo menghilang,
ia tidak tahu tetapi disini apa mau mereka berselompokan.
Maka ia lantas muncul dan merintanginya.
Peng Mo mendongkol. Kata dia dingin : "Kepala keledia
gundul, kita berjodoh ! Marilah hendak aku lihat, kepandaian
apa yang kau miliki !"
Berkata begitu, dengan berani si wanita menunjukan
dirinya. Masih ia mengempIt Hong Kun. Ia bertindak dengan
langkah elok tetapi ia sengaja mau menabrak pendeta itu !
Bu Kie gusar, dia bersiap sedia. Kedua tangannya digeraki
dengan berbareng ! Tangan kiri diluncurkan ke muka si wanita
dengan jurus : "Arhat Menggoyang Lonceng", tangan
kanannya menyambar Hong Kun buat dirampas.
Inilah jurus "Di dalam Laut Menawan Naga". Dua-dua jurus
itu adalah jurus-jurus dari "Cap jie Na Liong Ciu", "Dua belas
Tangan Menawan Naga", yang semuanya terdiri dari tujuh
puluh dua jurus. Tangan kiri separuh menggertak, tangan
kanan bekerja benar-benar.
Peng Mo terkejut merasai angin menyambar keras. Dengan
cepat ia mencelat mundur dua tindak. Dengan begitu bebaslah
ia dari dua-dua tangannya si pendeta.
Menyaksikan kelincahan si wanita, tahulah Bu Kie yang dia
lagi menghadapi bukan sembarang wanita. Ia lantas maju pula
untuk merangsak. Kembali ia menggerakkan kedua belah
tangannya. Kali ini dengan gerakan "Merogoh Rembulan
Didalam Air". Kedua tangannya bergerak ke kiri dan kanan
tubuh orang. saking cepatnya, tangan kanannya sudah lantas
menyentuh tubuhnya si anak muda.
Peng Mo kaget sekali. Dia tidak menyangka si pendeta
demikian lihai, hingga dia telah kena ditipu. Lekas-lekas dia
menangkis dan merampas pulang tetapi dia gagal. Tubuhnya
Hong Kun sudah pindah tangan. Dan Bu Kie berlaku cerdik,
dengan lantas dia memutar tubuh untuk berlari pergi !
Bukan main panas hatinya Peng Mo. Maka juga ia lantas
lari mengejar. Dulu di dalam rimba diluar kota Gakyang ia
telah dipermainkan Ya Bie, yang menggunakan ilmu silat.
Tetapi sekarang Bu Kie mempermainkannya terang-terang. Ia
pun tidak takut terhadap pendeta itu. Bahkan dia bisa berlari
dengan keras. Dengan dua kali lompat, ia sudah dapat
menyandak dan melewatinya, untuk terus menghadang.
Dengan memondong tubuhnya Hong Kun, Bu Kie tak dapat
lari keras. Ia pun segera menjadi repot selekasnya si wanita
menyerangnya. Tadi Sek Mo melayani ia dengan satu tangan,
sekarang ia membela diri dengan satu tangan juga, sebab
tangan yang lain terus mengempit tubuhnya si anak muda.
Untung baginya, ilmu silatnya yang dinamakan Nu Liong Cu Menawan Naga dan Kim kong Ciang Hoat, Tangan Arhat,
sudah sempurna hingga ia dapat melindungi dirinya. Setelah
terdesak ia berdiri tegak, matanya mengawasi tajam pada si
Bajingan Paras Elok. "Kita tidak bermusuhan, kenapa kau begini mendesak aku
?" tanyanya. Alisnya Peng Mo bangun, matanya mendelik.
"Kau telah merampas sahabatku, apakah itu bukannya
permusuhan ?" dia balik bertanya sambil membentak.Bu Kie
mengawasi mukanya Hong Kun. Lantas dia memperlihatkan
tampang sabar. "Mari aku memberikan keteranganku" katanya. "Pemuda ini
adalah orang gagah yang pernah melepas budi terhadap
Siauw Lim Sie. Dialah sicu Tio It Hiong yang budiman. Kita
kaum rimba persilatan toh membedakan budi dari dendam "
Dia sekarang terancam bahaya, mana dapat aku tidak
menolongnya guna membalas budinya ?"
"Hm !" Peng Mo memperdengarkan ejekannya. "Kiranya
pemuda ini tuan penolong dari Siauw Lim Sie kamu !"
Bu Kie mengangguk. "Tak salah !" sahutnya.
Dari murka, mendadak Peng Mo tertawa. Dia pandai sekali
memainkan peranan. "Dia... dia.. Denganku pun bermusuhan !" katanya.
"Bagaimana sekarang ?"
"Bagaimana kalau pinceng yang bertanggung jawab sendiri
?" tanya Bu Kie yang mau percaya keterangan dusta si wanita
licik. "Pinceng sangat menghargai kau, bapak pendeta, maka
juga pinni suka mengalah.: kata Peng Mo. Ia sekarang
membahasakan dirinya pinni, si nikouw melarat, untuk
merendahkan diri. "Nah, coba kau pikir masak-masak,
kepandaian apa yang lihai yang kau miliki buat kau
melayaniku." Bu Kie berlaku sabar. "Paling baik ialah kau mengalah supaya kelak di belakang
hari akan aku membalas kebaikanmu ini." sahutnya.
Mendadak saja Peng Mo gusar.
"Mana dapat !" serunya sambil dia maju untuk menyerang
dengan dua-dua tangannya. Dia pun membentak : "Sudah,
jangan ngaco belo saja !" Terus dua tangannya terluncurkan
hingga si pendeta membuat perlawanan.
Dengan tangan kiri tetap mengempIt Hong Kun, dengan
tangan kanannya si pendeta menangkis serangan dahsyat itu.
Berbareng dengan itu ia pun berkelit dari tangan lawan yang
lainnya. Setelah beradu tangan itu Peng Mo ketahui tentang
musuhnya ini. Musuh kuat tenaga luarnya tetapi belum
sempurna tenaga dalamnya. Ia sendiri masih lemah tetapi
sebagai seorang yang berpengalaman, ia bisa mengimbangi
diri bagaimana harus melayani lawan yang tangguh itu.
Begitulah ia menyerang gencar dengan dua-dua tangannya,
sebagaimana dia pun dengan lincah sekali berkelit sana dan
berkelit sini atau sewaktu-waktu dia lari berputaran
mengelilingi lawan untuk membikin lawan pusing dan repot,
terutama agar lemas kehabisan tenaganya. Lawan mengempit
si anak muda ! Hong Gwan Sam Mo mempunyai ilmu silat istimewa yang
diberi nama "San Hoa Siauw Cia" atau "Menyebar Bunga".
Maka juga Sek Mo sudah lantas menggunakan ilmunya itu. Ia
berputaran terus, saban-saban ia menyerang dengan ilmu


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

silatnya itu. Bu Kie menjadi repot, hingga jangan kata
menyerang, membela diri saja sukar. Ia tak dapat bergerak
dengan leluasa. Sedangkan mulanya ia memikir menggunakan
kekerasan akan melumpuhkan lawannya itu. Ia tidak
menyangka bahwa lawan licik sekali dan pula masih
mempunyai kegesitan. Sesudah menyerang beberapa puluh kali dengan sia-sia
saja pendeta itu menjadi bingung juga. Ia mulai lelah karena
sudah menggunakan tenaga terlalu banyak.
Sebaliknya Peng Mo. Dia lihai, dia mendapat lihat lawan
mulai kehabisan tenaga, lantas dia menggencarkan
serangannya. Dia menyerang sambil lompat berputaran untuk
membikin lawan pusing kepala. Dia pula selamanya
menyingkir dari serangan dahsyat lawannya itu.
Bagus buat Bu Kie, walaupun dia sudah kalah angin tetapi
ia masih dapat bertahan. Terus ia mengempIt Hong Kun yang
ia sangka It Hiong adanya, ia selalu menangkis serangan, atau
kalau ia berkelit selamanya ia berkelit dengan lompat mundur.
Ia selalu mundur di jalan pegunungan itu.
Peng Mo bertempur dengan gembira. Harapannya telah
timbul. Ia melihat lawan sudah terdesak hingga lekas juga si
anak muda yang dijadikan barang perebutan bakal segera
kembali ke dalam rangkulannya. Ia tertawa saking girangnya.
"Bapak pendeta awas !" katanya kemudian yang lantas
menyerang dengan ilmu silat "Boan Thian Hoa In, Hujan
Bunga di Seluruh Langit". Dengan begitu saking gencarnya
serangan kedua belah tangannya bergerak-gerak cepat
bagaikan bayangan berkelebatan.
Bu Kie Hweshio bingung. Matanya telah berkunang-kunang.
Satu kali ia berkelit dari serangannya lawan. Ia bisa
menyelamatkan dirinya tetapi karena lambat, angin
serangannya Peng Mo mengenai Hong Kun yang tak sadarkan
diri. "Aduh !" mendadak si anak muda menjerit karena serangan
itu membuatnya siuman. Ia tertotok pada jalan darah giok-cim
di belakang batok kepalanya itu.
"Ah, kau sadar Tio sicu !" kata Bu Kie girang sambil dia
mengambil kesempatan mengawasi muka si anak muda.
Justru itu pendeta ini mengeluarkan jeritan tertahan.
Sedangnya dia tunduk, tangannya Peng Mo menghajar bahu
kirinya hingga dia roboh dan hatuh bergulingan dengan Hong
Kun terus terkempit. Peng Mo lompat menyusul, tangannya pun menyambar
Hong Kun. Apa mau, ia telah kena injak sebuah batu bundar,
maka tidak ampun lagi, ia terpeleset dan jatuh, hingga bertiga
mereka jadi bergumulan. Tubuh mereka bergelindingan.
Karena jalanan disitu turun, mereka jatuh ke bawah sejauh
belasan tombak, baru mereka kena terhalangi batu karang
besar disebuah tikungan !
Dua-dua Peng Mo dan Bu Kie merasakan nyeri sekali,
sebaliknya Hong Kun yang berada ditengah-tengah diantara
mereka berdua tak kurang suatu apa. Selekasnya tubuhnya
tak bergulingan pula, Peng Mo menarik tangan kirinya
melepaskan cekalannya atas Hong Kun, dengan cepat dia
bangun berduduk buat menyerang Bu Kie atau mendadak ia
menjadi kaget dan segera membatalkan serangannya itu,
tidak dapat dihajar atau Hong Kun yang mesti dihajar terlebih
dahulu ! Walaupun demikian ia tidak sempat menarik pulang
tangannya, karena mana dengan disampingkan, ia jadi kena
menyampok batu karang hingga batu karang itu pecah
berserakan ! Justru Peng Mo menyampingkan serangannya, justru Bu
Kie dan Hong Kun berlompatan bangun berbareng. Bu Ki
memangnya tidak pingsan dan Hong Kun siuman sebab
kepalanya - jalan darah giok-cim kena terserempet
sampokannya Peng Mo. Dengan berlompat bangun, keduanya
jadi berdiri terpisah satu dari lain.
Asap bius It Toan In - Segumpal Awan - dari Tam Mo
adalah obat bius yang istimewa. Siapa mencium asap itu
kontan dia pingsan dan tubunya menjadi lemas. Namun
kekuatan obat itu tak lama, cuma enam jam. Selewatnya
waktu itu, dapat orang siuman sendirinya. Selayaknya Hong
Kun harus sudah sadar siang-siang, tetapi diapun terkena obat
Thay Siang Hoan Han Tan dari Im Ciu It Mo, maka juga dia
pingsan lebih lama dari semestinya. Hingga dia menjadi
barang perebutan dan dibawa berlari-lari. Syukur untuknya,
sampokan meleset dari Peng Mo membuatnya terasadar,
hanya sejenak dia merasakan nyeri hingga dia mengeluh
"aduh". Hanya tetap setelah siuman itu dia masih terpengaruhi
obatnya It Mo. Ia berdiri menjublak saja, tak tahu Peng Mo
dan Bu Kie itu lawan atau kawan.........
Si nikouw mengebuti pakaiannya yang berdebu, terus ia
mengawasi Hong Kun sambil ia memperlihatkan senyuman
manisnya. Memang ia berwajah sangat genit dan sekarang ia beraksi
nampaknya ia menggairahkan.
"Ah, adikku yang baik, bagaimana kau rasa ?" tanyanya
prihatin. Lantas ia bertindak menghampiri akan mencekal dan
menggenggam tangan orang erat-erat, agaknya ia sangat
mengasihi. Bu Kie merasai bahunya nyeri sekali, tetapi ia tidak
menghiraukan itu. "Tio sicu !" ia memanggil Hong Kun yang ia tetap sangka It
Hiong adanya, "sicu, siauteng ialah pendeta dari Siauw.........."
"Sie-cu ialah pengamal atau penderma dan oleh kaum
beragama biasa digunakan sebagai panggilan.
Dengan mendadak Peng Mo memutus kata-katanya si biksu
dengan menyampok padanya sedangkan mulutnya
memperdengarkan suara kasar sekali : "Jika kau tahu diri,
lekas kau mengangkat kaki dari sini."
Bu Kie berkelit sambil mundur. Ia tidak mau menangkis
atau melawan. Luka dibahunya hebat sekali, hingga ia insyaf
tak nanti ia sanggup menggempur pendeta wanita itu.
"Sicu Tio It Hiong !" ia memanggil si anak muda, "Tio sicu !
Apakah kau telah melupai Bu Kie dari Siauw Lim Sie ?"
Atas suaranya si biksu, Hong Kun cuma mengawasi
pendeta itu, matanya mendelong, tubuh berdiri bagaikan
terpaku sedangkan kedua tangannya ia biarkan dipegangi si
nikouw atau nikouw. Ia tak bergirang atau bergusar, ia
melongo saja. Sampai disitu tahulan Bu Kie bahwa It Hiong, penolong dari
Siauw Lim Sie telah orang pengaruhi, entah dengan obat atau
ilmu apa. Sekarang ia menjadi heran kenapa pemuda yang
demikian gagah dan cerdas kena orang celakai. Tak mungkin
pemuda itu kena pengaruh paras elok. Sedangkan selama di
Gwan Sek Sie, It Hiong ada berdua bersama Kiauw In,
pacarnya. "Aneh !" demikian ia cuma bisa kata dalam hati.
Peng Mo beraksi akan mengambil hatinya si anak muda. Ia
sampai tak merasa likat tingkahnya itu ditonton Bu Kie. Ia
tidak mendapati hasil, Hong Kun tetap berdiam saja, bungkam dan
tawar, matanya mendelong saja. Karena itu ia jadi berpikir
keras. Satu kali ia mendongkol karena kekasih tak melayaninya.
Dalam mendongkol dan masgulnya, mendadak ia ingat
perkataannya It Mo tentang pil Thay Siang Hoan Hun Tan,
bahwa tanpa obatnya itu, Hong Kun akan tak ada
faedahnya....... "Ah !" serunya di dalam hati, mukanya menjadi merah. Dia
likat sendirinya. Diapun merasa malu sudah beraksi
dihadapannya Bu Kie. Tapi ketika dia menoleh kepada pendeta
asal Siauw Lim Sie itu, hatinya lega juga. Bu Kie lagi tunduk
diam, rupanya dia sedang berpikir keras.
"Bagus !" pikirnya pula. Lantas timbul keinginannya akan
mencium Hong Kun. Disitu toh tak ada orang yang melihatnya.
Bu Kie tengah kelelap dalam pikirannya.
Justru ia mau mengangsurkan mukanya, tiba-tiba
telinganya dengar satu suara lapat-lapat : "Ah ....!"
Mulanya melengak, nikouw ini menjadi mendongkol.
"Kurang ajar !" pikirnya. Ia gusar terhadap Bu Kie, yang ia
sangka telah mengeluarkan suara itu guna mengganggunya.
Hendak ia menghajarnya, atau segera ia mendengar tawa
yang nyaring, hingga ia menjadi kaget. Ketika ia menoleh ia
melihat munculnya secara tiba-tiba dari Hiat Mo Hweshio dan
Tam Mo Tojin, kedua saudara seperguruannya yang berdiri
berendeng disampingnya. Sebaliknya, waktu ia berpaling kepada Bu Kie, pendeta itu
sudah lenyap entah kapan dan kemana perginya !
"Suheng !" kemudian ia memanggil kedua saudara
seperguruannya itu. Tam Mo Tojing dilain pihak sudah bertindak akan
menjemput sepasang goloknya saudaranya, sembari
menghampiri dan menyodorkan golok itu, dia berkata :
"Bunga indah tak membuat orang lupa daratan, hanya orang
sendiri yang melupai dirinya ! Sumoay kau rupanya telah
terpesonakan pemuda tampan ini hingga kau lupa segala apa !
Benarkah ?" Hiat Mo Hweshio pun kata tertawa : "Selama satu hari ini
pastilah sumoay telah merasakan kenikmatan yang
memuaskan sekali ! Lihatlah, hati sumoay memain, matanya
bercanda dan pinggangnya lemas ! Ha ha ha ! Kau tahu
sumoay, kau membuat kami berdua mencari kau ubek-ubakan
diempat penjuru angin, sampai kami bermandikan peluh
sampai kita menjadi seperti si hweshio bersengsara dan Tojin
menderita." Mukanya Sek Mo menjadi merah saking likat tetapi ia tak
gusar cuma ia mendelik kepada kedua saudara seperguruan
itu. "Cis !" katanya sengit. "Suheng berdua, mulut kalian tak
bersih !" Meski begitu ia menyambuti sepasang goloknya yang terus
ia masuki ke dalam sarungnya.
Hiat Mo dan Tam Mo saling mengawasi dan tertawa.
Kemudian mereka pun saling memandang dengan sang adik
seperguruan untuk bersenyum juga bersama-sama. Selama itu
mereka tidak perhatikan lagi pada Gak Hong Kun yang sejak
tadi berdiri menjublak saja. Mereka baru sadar ketika melihat
sesosok tubuh berlompat kepada mereka sambil sebatang
pedang dibalingkan, hingga serentak mereka berlompat misah
menjauhkan diri dati tubuh orang itu yang ternyata Gak Hong
Kun adanya ! Ketika itu sang malam telah tiba dengan cepat, maka juga
sinar pedang nampak berkilauan, anginnya pun bersuara
nyaring menyambar kepada Hong Gwa Sam Mo. Habis
serangan yang pertama itu menyusul yang lainnya karena si
anak muca bersilat dengan serupa jurus silat pedang berantai
dari Heng San Pay ! Tam Mo segera memasang mata. Habis menyerang
beberapa kali itu, kembali Hong Kun berdiri menjublak,
matanya mendelong ke satu arah. Ke arah sebuah batu
karang. "Sute, tahan !" berseru Hiat Mo kepada Tam Mo si Bajingan
Loba, yang tadi beraksi hendak melakukan penyerangan
membalas. Peng Mo pun sudah lantas memberi isyarat supaya kedua
saudaranya jangan sembarang turunt angan, terus ia
mengawasi Hong Kun yang ia hampiri dengan langkah
perlahan-lahan, niatnya membokong dengan satu totokan,
supaya anak muda itu kembali mati kesadarannya.......
Habis berdiri diam itu sekonyong-konyong Hong Kun
tertawa nyaring, disusul dengan suara gusarnya berulangulang
: "Hm ! Hm !". Setelah itu dia tertawa terbahak-bahak. Diakhirnya, dia
tampak berdiam dengan tampang sangat berduka, tubuhnya
tak bergerak. Peng Mo mengawasi kelakuan tidak beres ingatan dari
orang yang dikasihhaninya itu, ia merasa sangat kasihan,
maka setelah orang berdiam, ia menghampirinya. Dengan jari
tangan kanan, ia menotok jalan darah ouwtian dari si anak
muda. Heran pemuda itu. Dia seperti tidak merasai totokan itu.
Mendadak ia memutar tubunya sambil terus miring sedikit,
dengan pedangnya dia membarengi menebas.
Si Bajingan Es menjadi kaget dan heran sekali. Syukur dia
sempat berlompat berkelit. Hampir lengan kanannya kena
terbabat. "Bagaimana kalau kakakmu yang muda membantumu ?"
tanya Tam Mo si rahib agama To yang terus mengibaskan
tangan kanannya, maka juga sebutir peluru It Toan In lantas
meluncur ke arah si anak muda.
Cuaca sudah mulai gelap. Hong Kun tak melihat apa-apa,
apa pula peluru bius itu. Ia toh luput dari roboh tak sadarkan
diri. Justru ia tengah berlompat ke samping, pada Peng Mo
yang ia serang pula. "Kau.... kau..." tegurnya Peng Mo.
Peluru lewat terus, tanpa mengenai sasarannya, jatuh ke
tanah, tak meledak. Dengan begitu bebaslah anak muda itu.
Bahkan dia tetap tidak tahu bahwa orang telah menyerangnya
dengan senjata rahasia. Peng Mo mengawasi sekian lama lantas menghampiri.
"Adik !" sapanya tertawa. "Apakah kau hendak bilang ?"
Karena orang memegang pedang terhunus dan barusan
baru saja dia menyerang, Sek Mo tidak berani menghampiri
sampai dekat, ia pula siap sedia kuatir nanti diserang lagi.
Hong Kun bicara seorang diri, suaranya sangat perlahan
hingga tak terdengar kata-katanya, dengan tangannya dikasih
turun, ia terus berdiri diam.
"Sumoay" Tam Mo berkata kepada adik seperguruannya
itu, "kalau kita menghadapi musuh, hati kita lemah dan kita
menaruh belas kasihan, itu artinya kita mudah mendapat
celaka. Maka itu, baiklah pemuda ini dibekuk terlebih dahulu,
sesudah itu baru kau baiki dia. Nanti aku yang mewakilkan
kau menawannya...." Begitu ia berkata, tanpa menanti jawaban lagi dari si adik
seperguruan, Tam Mo lantas bertindak kepada Hong Kun
sambil terus menyerang dengan tangan kosong.
Hong Kun seperti tidak melihat orang menyerangnya,
hanya justru ia lari turun gunung ! Dengan begitu kembali ia
bebas dari serangan itu. Malah ia lari terus hingga ia lenyap di


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam kegelapan ! Tam Mo heran hingga ia berseru sendirinya. Ia sudah
lantas menarik pulang tangannya. "Ah, jie suheng !" Peng Mo
kaget dan menyesalkan saudaranya yang nomor dua itu, "Kau
lihat, lantaran diserang olehmu dia telah pergi kabur...."
Saking menyesal, si nikouw membanting-banting kaki.
Tanpa berunding lagi ia lari menyusul.
Hiat Mo tertawa menyaksikan adik seperguruan itu
demikian tergila-gila pada si anak muda. Kata dia tertawa :
"Bocah tolol itu lagi tak sadarkan diri, dia dapat lari kemana "
Mustahil dia bisa naik ke langit ! Ha ha ha !"
"Kau benar, suheng." berkata Tam Mo yang barusan
disesalkan adiknya dan dia menyesal juga. "Sekarang mari kita
pergi membantu mencari pemuda itu, supaya dia tak usah
bersusah hati. Bisa-bisa dia penasaran dan bergusar."
Hiat Mo mengangkat kepalanya, melihat ke langit. Ia
mendapati sudah banyak bintang dan rembulan bermodel
sisir. "Nah, marilah kita pergi !" sahutnya. "Kita sama-sama si
biksu dan Tojin menderita. Ada baiknya kita berjalan malammalam
guna melemaskan otot-otot kaki kita."
Habis dia mengucap itu, bersama saudaranya, Bajingan
Tamak itu lantas berangkat menyusul.
Malam itu kedua anggauta Hong Gwan Sam Mo ini mesti
berputaran di gunung Ngo Tay San itu, entah berapa puncak
telah didaki dan berapa rimba telah dilewati, emreka tidak
dapat menyusul atau mencari Sek Mo, adik seperguruan yang
paling muda itu ! Karenanya, mereka mencari terus sampai munculnya sang
fajar tetapi sia-sia belaka !
Biar bagaimana, keduanya merasa letih. Maka mereka
berdiri di sebuah puncak, matanya mengawasi sekitarnya.
Dengan begitu mereka sekalian beristirahat. Keduanya
berdiam saja. Mereka itu, yang satu berkepala gundul, yang
lain berjanggut seperti janggutnya kambing gunung.
Keduanya berdiam, mereka cuma dapat bersenyum berduka.
Lewat sekian lama dengan membungkam saja. Kemudian
Hiat Mo si Bajingan Darah yang berkata terlebih dahulu.
"Adikku, mari kita turun gunung !" demikian katanya
kepada sang jie-sute, adik seperguruannya yang nomor dua
itu. "Bagaimana kalau kita pergi ke Biauw Im Am, biaranya
adik kita itu ?" Tam Mo akur, ia mengangguk. Karena Hiat Mo sudah lantas
berjalan, ia bertindak mengikuti.
Sekarang kita menyusul Sek Mo atau Peng Mo si Bajingan
Paras Elok atau Bajingan Es. Ia menyusul terlambat, sejarak
belasan tombak. Tetapi syukur sinar bintang membantunya
hingga samar-samar ia bisa melihat bayangannya si anak
muda. Ia perkeras larinya untuk dapat menyandak. Yang
membuat masgul dan berkuatir ialah larinya Hong Kun,
sebentar ke kiri, sebentar ke kanan, seperti orang berkelitkelit.
Dalam bingung dan penasaran, Sek Mo lari dengan ilmunya
yang dinamakan "Hon Eng Lie Heng", "Merubuh bayangan,
meninggalkan bentuk". Maka ia bagaikan melesat seperti
sesosok bayangan hitam. Apa pula adalah Hong Kun. Dia lari cepat dan lama diluar
dugaan, mungkin itu disebabkan lari tanpa tujuan atau karena
pikirannya tidak sadar. Terus terusan dia kabur tiga sampai
empat puluh lie, sampai dua jam lamanya, masih belum ia
mau berhenti. Maka taklah kecewa ia menjadi murid tunggal
dari Heng San Pay karena dia telah berhasil mewariskan
kepandaiannya ilmu ringan tubuh gurunya, It Yap Tojin.
Dalam tak sadara, dia pula seperti dapat tenaga istimewa.
Hingga ia tak kenal lelah. Sudah lari puluhan lie, dia nafasnya
tak memburu. hanya, sebab lari tanpa tujuan itu, beberapa
kali dia terpeleset dan jatuh memegang tanah !
Peng Mo Ni kouw menggunakan ilmu lari seluruhnya tak
berhasil dia menyusul si anak muda yang digilainya itu, sampai
dia bermandikan peluh dan bajunya demek, sedang nafasnya
tersengal. Tetapi dia beradat keras dan penasaarn, makin tak
dapat menyandak, dia lari makin sengit.
Demikian yang seorang lari tanpa tujuan, yang lain dengan
akan maksudnya, lalu dengan sendirinya mereka bagaikan
main kejar-kejaran atau mengadu kepandaian lari. Dan
mereka berlari-lari ditanah pegunungan, diantara rumput
tebal, diantaranya batu besar dan pepohonan.
Lagi tiga puluh lie dilalui, maka terpisah sudah mereka dari
wilayah gunung Ngo Tay San, lewat jauh sekali.
Sebelumnya fajar, Hong Kun sudah melintasi sebuah
tanjakan dan mulai berlari-lari di jalan umum. Dari jauh sekali,
Peng Mo melihat anak muda itu, dalam rupa seperti bayangan
lenyap didalam suatu benda yang gelap. Ia menyusul terus.
Setelah cuaca sedikit terang, benda gelap itu mirip sebuah
gubuk, tapi sesuah dihampiri dekat kiranya kereta bertenda
yang ditarik kuda, yang berhenti di tepi jalan.
"Heran...." pikir si Bajingan Es. "Kenapa kereta ini
diberhentikan di tepi jalan ini tanpa kusir " Keretanya juga
tanpa sesuatu pertanda hingga tak diketahui pemiliknya
siapa." Sesudah berdiri mengawasi sekian lama, dengan dia tetap
tak melihat ada orang keluar dari dalam kereta itu, Peng Mo
habis sabar. "Kereta ini ada penumpang atau tidak ?" demikian dia
tanya. "Pinni hendak menanyakan sesuatu."
Tiada jawaban dari dalam kereta. Tidak sekalipun,
pertanyaan telahh diulang beberapa kali.
Oleh karena ia tak mendapat jawaban, si Bajingan Es
menjadi mendongkol. "Kurang ajar !" pikirnya. Maka hendak dia menaiki kereta
itu, guna memeriksa dalamnya. Atau disaat itu dari tepi jalan
dimana ada rumput tebal tampak munculnya seorang pria
yang berjalan perlahan sambil dia merapikan pakaiannya,
kemudian dia melompat naik ke atas kereta itu untuk
membuka tambatan tali kudanya, guna memegang juga
cambuknya. Hanya sebelum dia memberangkatkan kereta, dia
tunduk akan melirik ke bawah kereta kepada si nikouw !
Karuan Peng Mo pun memandang muka orang. Empat buah
mata bentrok sinarnya satu sama lain. Lantas Peng Mo merasa
seperti pernah mengenal kusir itu, cuma ia tak ingat nama
atau gelarannya dan lupa juga dimana mereka pernah jumpa.
Yang pasti si kusir pun orang Kang Ouw !
Pria itu tampan, bajunya panjang biru punggungnya
menggendol pedang yang ada rendanya -renda merah. Dia
sudah setengah tua tetapi nampak seperti seorang muda dan
gerak geriknya halus. Hampir Peng Mo lupa akan dirinya, karena ia mengawasi
saja kusir kereta itu, akhirnya bagai orang baru sadar, ia
memberi hormat dan menanya : "Sicu, pinni mohon bertanya,
kereta ini ada penumpangnya atau tidak ?"
Kusir itu melongo. Ia tersengsem oleh suara merdu dari
biksui, tanpa merasa ia menurunkan tangannya yang
mencekal cambuk dan terus mengawasi muka orang. Ia tidak
lantas menjawab, hanya bersenyum.
Orang pengalaman seperti Peng Mo ketahui baik bahwa
orang telah tertarik oleh dirinya, maka itu ia menjadi girang
sekali. "Sia-sia belaka aku menyusul si anak muda, ada baiknya
kusir ini menjadi penggantinya." demikian pikirnya. Karena ia
sudah pandai beraksi lantas ia mempertunjuki gerak geriknya
yang menggairahkan. "Sicu !" katanya tertawa manis, alisnya memain, "sicu,
apakah kau tak dengar " Pinni menumpang bertanya, di dalam
keretamu ini ada penumpangnya atau tidak ?"
"Oh !" pria itu kaget. Ia seperti baru sadar dari tidur.
"suthay, apakah gelaranmu yang mulia dari suthay ?"
bukannya menjawan, ia malah sebaliknya.
"Ha, kau licik, anak !" kata Peng Mo di dalam hati, sebab ia
bukan dijawab hanya ditanya. "Awas kalau sebentar kau
sudah tergenggam olehku ! Asal saja kau telah
mengundangku naik ke dalam keretamu ! Sampai itu waktu
mana dapat si anak muda lolos dari tanganku."
Dengan tindakan elok, Peng Mo menghampiri kereta dua
tindak, hingga ia jadi berdiri di sisinya. Di situ ia berdiri, sambil
tertawa ia berkata : "Sicu, ketahuilah bahwa pinni adalah Beng
Hiat Nikouw dari Biauw Im Am, salah seorang dari Hong Gwa
Sam Mo. Sicu belum lagi pinni belajar kenal dengan she dan
namamu yang mulia dan tersohor !"
Jilid 49 Pertanyaan itu membuat mukanya si pria berubah sedikit
pucat dan merah, entah dia likat atau terkejut tetapi lekas
juga dia tertawa dan berkata manis : "Saru nama besar yang
telah lama kudengar ! Sungguh berbahagia aku yang sekarang
ini aku dapat bertemu denganmu suthay ! Aku yang rendah
ialah Cek Hong Bu Ciu Tong si Angin Merah ! Suthay terimalah
hormatku !" Kusir itu sudah lantas memberikan hormatnya sambil ia
berbangkit, sedangkan matanya yang tajam tak mau
menyimpang dari wajahnya si nikouw.
Ceng Ciat Nikouw melirik pula pria setengah tua itu.
"Oh, kiranya seorang gagah dari Heng Keng To !" katanya
tertawa manis. "Sungguh kecewa mataku yang ada bijinya tak
bisa mengenali orang Kang Ouw yang tersohor ! Maaf, maaf !"
Memang juga pria itu Ciu Tong dari Hek Keng To, pulau
ikan Lodan Hitam, adik seperguruan dari Beng Leng Cinjin,
ketua Hek Keng To dan suheng, kakak seperguruan yang
kedua dari Tan Hong. Dialah orang golongan sesat tetapi dia
telah ketahui namanya Hong Gwa Sam Mo yang tidak dapat
dipandang ringan. Maka itu tidak mau dia berlaku sembrono,
hanya itu dia sangat tertarik oleh kecantikanya Peng Mo yang
centil itu, hingga disaat itu juga darahnya bagaikan bergolak.
Maka disaat detik itu, disamping jeri, dia ingin mendapati si
nikouw. Cia Tong memegang lis dengan tangan kiri. Mestinya ia
menarik mengedutnya, membikin kudanya membuka langkah
untuk menarik keretanya, tetapi sekarang, dia berdiam saja,
seperti juga tangan kirinya kehabisan tenaga.
"Ciu sicu" kemudian ia mendengar suara merdu dari si
nikouw, "pagi-pagi begini sicu berada di tengah jalan ini,
sebenarnya sicu hendak pergi kemanakah " Nampaknya sicu
agak tergesa-gesa !"
Ciu Tong bingung tapi ia lekas memberikan jawabannya.
"Aku hendak pergi ke Hek Sek San." demikian sahutnya.
Mendadak ia berhenti. Sebab ia ingat tak dapat ia sembarang
bicara Peng Mo tersenyum manis.
"Kita sama-sama orang Kang Ouw, kalau kita kebetulan
bertemu satu dengan lain, tak apa-apa bila kita memasang
omong !" katanya manis. "Bukankah kau tak bakal terbinasa,
Ciu Sicu. Laginya kita..."
Parasnya Ciu Tong merah. Dia jengah sendirinya. Sikapnya
barusan bukan lagi sikap orang Kang Ouw. Sebagai orang
Kang Ouw, tak dapat ia pemaluan. Ia lantas berpura batuk
untuk guna melindungi diri, terus dia tertawa.
"Harap jangan salah mengerti, suthay !" katanya. "Jika
suthay benar suka memandang mukaku, aku senang sekali
yang kita mengikat perkenalan. Itulah suatu kehormatan
bagiku, hingga mukaku bagaikan ditempel emas !"
Senang Peng Mo mendengar orang bicara demikian
hormat. Ia mengangkat kepalanya memandang wanita itu,
wajahnya sendiri tersungging senyum ramai, matanya
mengawasi mata orang. "Ah !" serunya perlahan.
Tetapi Ciu Tong telah mendengar itu, dia senang sekali.
Suara itu sangat merdu dan membuat hatinya berdebaran.
Hingga ia merasai dirinya seperti lagi terbang melayanglayang.
Peng Mo, orang mengawasi dia dengan sinar mata
menyayangi. "Su thay." berkata pula jago muda dari Hek Keng To itu.
"Kalau kita sama tujuannya tidak ada halangannya buat su
thay naiki keretaku ini untuk kita jalan bersama-sama. Maukah
su thay diantar oleh buat satu rintangan ?"
Itulah kata-kata yang menggirangkan Peng Mo. Itulah
tawaran yang ia harap-harap semenjak tadi. Saking girangnya,
alisnya bangun berdiri. Tapi ialah seorang licik, ia beraksi
membawa diri agar orang memandang tinggi padanya.
Bukankah ia menang diatas angin "
"Terima kasih, sicu." katanya. "Meski benar tujuan kita
sama tetapi aku tak berani kalau sicu sampai mesti
mengantarku. Harap sicu tidak berlaku sungkan !"
Ciu Tong berpikir. Tiba-tiba ia sadar. Tak dapat ia
dipengaruhi nikouw ini. Ia pun jeri terhadap Hong Gwa Sam
Mo. Maka itu lekas-lekas ia memberi hormat seraya berkata :
"Kalau su thay mengatakan demikian, baiklah ! Maaf, su thay.
Ijinkanlah aku pamitan ! Sampai kita jumpa lagi !"
Selekasnya suaranya berhenti, jago dari Hek Keng To itu
menggemprak kudanya yang ia sekalian bentak, maka
berbengarlah kuda itu, yang terus membuka langkahnya,
hingga roda-roda kereta tadi berjalan bergelindingan !
Peng Mo melengak. Orang pergi berlalu mendadak. Tak
ada waktu buat ia bicara pula. Bahkan buat lompat naik ke
kereta, kesempatan sudah tidak ada lagi. Ia berdiri diam saja
mengawasi kereta berlalu meninggalkannya.
"Hai !" serunya kemudian saking mendongkol. "Awas, Ciu
Tong ! Hendak aku lihat, berapa kuatnya hatimu ! Mesti
datang saatnya yang kau jatuh kedalam tanganku !"
Dengan satu lompatan, nikouw ini lantas lari untuk
menyusul kereta itu. Ia lari dengan ilmunya "Hoa Eng Lie
Hong". Ciu Tong sendiri kabur dengan pikirannya pusing kacau, tak
dapat ia melupai si pendeta perempuan. Ia seperti kehilangan
sesuatu. Selagi sadar, ia jeri terhadap Bajingan itu. Selekasnya
pikirannya butek, ia ingin mendekatinya. Pernah ia melihat
seperti si nikouw cantik berada di depannya.
"Sayang aku tidak ajak dia naik keretaku." pikirnya
kemudian, menyesal. Ceng Ciat Nikouw seperti lagi main mata
dengannya ! "Ciu sicu !" tiba-tiba ia mendengar suara merdu
memanggilnya. Lebih dulu ia pun bagaikan mendengar tawa
yang manis sekali. Ia menjadi bingung. Ia lalu berpikir
mungkin ada harganya kalau dia bersahabat dengan Hong
Gwa Sam Mo yang pasti bisa membantu segala usahanya Hek


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keng To..... Oleh karena pikirannya kacau itu tanpa merasa, Bek Hoan
Siancu membuat keretanya berlari kendor. Bahkan dilain saat
mendadak kudanya menghentikan langkahnya, hingga
keretanya turut berhenti juga. Ia menjadi melengak, matanya
mendelong ke depan, kemudian ia melihat juga ke sekitarnya.
"Ah !" serunya sendiri perlahan. Ia menyesal sudah tidak
mau lantas mengikat persahabatan dengan Peng Mo. Dalam
pikiran sadar seperti itu ia bisa menggunakan otaknya.
"Ciu sicu ! Ciu Sicu !" tiba-tiba ia mendengar panggilan
halus disaat ia hendak menjalankan pula keretanya. "Ciu sicu,
tunggu dahulu......"
Itulah suara Peng Mo, maka giranglah Ciu Tong.
"Ada apa ?" sahutnya sambil ia menoleh ke belakang,
bahkan kudanya pun diputar untuk dikasih balik ke tempat
darimana si nikouw datang..........
Boleh dibilang di dalam sekejap saja disusul dengan
berkelebatnya tubuh bagaikan bayangan. Peng Mo sudah
berlompat naik ke atas kereta, malah dengan tidak malu-malu
lagi dia lantas duduk disampingnya kusir. Bukannya dia likat,
dia justru bersenyum manis.
"Ada beberapa kata-kata yang pinni ingin tanyakan kepada
sicu......." katanya merdu.
"Jangan sungkan, su thay !" berkata Ciu Tong cepat.
"Pengajaran apakah itu " Katakanlah !"
Roda-roda kereta bergelindingan terus, karenanya kereta
itu berjalan dengan tetap bergoncang seperti biasanya, maka
juga tubuh Ciu Tong dan si nikouw menjadi saling bentur tak
hentinya, memangnya tempa bukannya lega dan mereka
duduk rapat satu sama lain. Di hatinya si kusir saban-saban
berdenyut kapan tubuhnya membentur tubuh yang lunak dari
penumpangnya yang tak diundang itu..........
Masih ada satu hal yang membuat hatinya Ciu Tong sabansaban
bergoncang. Itulah harum kewanitaan dari tubuhnya
Sek Mo. "Sicu" berkata Ceng Ciang Nikouw yang memecahkan
kesunyian diantara mereka berdua, "Sudikah kau mengijinkan
aku masuk ke dalam keretamu ini ?"
Ciu Tong memegang les mengendalikan kudanya, akan
tetapi diam-diam ia selalu melirik wanita disisinya itu. Ia
seperti tak bosan-bosannya ia bersinggungan demikian rupa
sampai ia tak dapat dengar perkataan orang.
Peng Mo menoleh akan memandang muka orang, maka
juga ia mendapati jago dari Hek Keng To itu lagi medelong
mengawasinya. Di dalam hati ia girang sekali. Tahulah ia yang
ia telah berhasil mempengaruhi pria disisinya ini. Dalam
girangnya ia tertawa garing.
"Ciu sicu !" sapanya kemudian. "Ciu sicu, kau kenapakah "
Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku ?" Ia melirik dan
tertawa pula. Ciu Tong bagaikan mendusin dari tidurnya.
"Ah !" katanya. "Apakah katamu ?"
Peng Mo menatap tajam. "Jangan berlagak pilon, sicu !" katanya aleman. "Bukankan
sicu tak melihat mata padaku " Bukankah kau tak sudi bicara
denganku ?" Ciu Tong jengah tetapi ia paksakan diri tertawa.
"Bukan, bukan begitu !" katanya cepat. "Sebenarnya aku
tengah memikirkan sesuatu. Harap suthay tidak menjadi kecil
hati !" Peng Mo tertawa. "Oh, kiranya sicu lagi berpikir ! Tidak, aku tidak menjadi
kecil hati !" Karena berjalan terus, tubuh mereka berduapun sabansaban
saling beradu ! "Haa !" Ciu Tong menggeprak kudanya. Kemudian ia
menoleh kepada orang disampingnya untuk berkata : "Suthay
tolong ulangi apa katamu barusan. Suka sekali aku
mendengarnya !" Peng Mo bersenyum. "Pinni ingin masuk ke dalam keretamu, bolehkah ?"
katanya. Ciu Tong bungkam. Airmukanya pun berubah sedikit.
Peng Mo heran, hingga ia mau menerka apakah Hong Kun
bersembunyi di dalam kereta itu. Walaupun demikian, ia tidak
mengatakan sesuatu lagi, tak mau ia mendesak. Pikirnya,
"Cukup sudah asal aku mendapatkan dia sebagai gantinya....."
Tapi kemudian ia didesak rasa ingin tahunya.
"Tak apalah sicu, tak dapat aku masuk kedalam keretamu."
katanya. "Hanya dapatkah sicu menjelaskan sesuatu padaku
?" Lega juga hatinya Cek Hong Sian cu yang orang tidak
mendesaknya. "Apakah itu suthay ?" sahutnya. "Silahkan tanyakan. Asal
apa yang aku tahu, pasti suka aku memberikan keterangan !"
Peng Mo mengawasi dengan sinar mata lunak. Ketika ia
bicara, ia pun bicara dengan sabar.
"Sicu" demikian katanya, "didalam keretamu ini ada atau
tidak murid dari Pay In Nia yang sedang menyembunyikan diri
?" Peng Mo tidak tahu halnya It Hiong tulen dan It Hiong
palsu, maka itu ia mengira Hong Kun sebagai muridnya Tek
Cio Siangjin. Ia mendengar nama Gak Hong Kun selama
pertempurannya di Ngo Tay San di waktu mana Hong Kun
menyebut dirinya sebagai murid dari Pay In Nia.
Hatinya Ciu Tong tergerak mendapat pertanyaan nikouw
ini. Ia jadi ingat pada Tio It Hiong. Ketika baru-baru ini ia turut
Beng Leng Cinjin menyerbu Siauw Lim Sie, ia pernah
menempur It Hiong dan Kiauw In. Karena perbedaannya
golongan sesat dan lurus, pihak Pay In Nia jadi termasuk
musuhnya. Sekarang ia mendengar disebutnya nama Tio It
Hiong, maka ingatlah dia akan kekalahannya di gunung Siong
San serta lolosnya ia dari ujung pedang di jalan umum di kaki
gunung Heng San. Karena ia menjadi berpikir. Setelah dapat
menentramkan hatinya, ia menggeleng-geleng kepala.
Katanya : "Aku dengan pihak Pay In Nia adalah musuh satu
dengan lain, mana mungkin dia bersembunyi di dalam
keretaku ?" Peng Mo heran, ia tidak ketahui adanya permusuhan
diantara Pay In Nia adan Heng Keng To.
"Kenapa kalian kedua belah pihak bentrok ?" demikian
tanyanya. "Hm !" Ciu Tong memperdengarkan suara membenci.
"Pihak sana menganggap diri sebagai pihak lurus !"
"Tetapi sicu" kata Peng Mo tawar, "dahulu Gak Hong Kun
menjadi murid Pay In Nia tetapi sekarang dia telah menjadi
muridnya Im Ciu It Mo !"
Ciu Tong heran sekali. Kenapa Peng Mo menyebut Gak
Hong Kun " Yang ia tahu, muridnya Pay In Nia cuma dua ialah
Cio Kiauw In dan Tio It Hiong dan belakangan karena ada
hubungannya dengan Tio It Hiong, Pek Giok Peng menjadi
murid yang ketiga. Kenapa sekarang muncul Gak Hong Kun "
Menurut apa yang ia tahu, Gak Hong Kun adalah muridnya It
Yap Tojin dari Heng San Pay. Bagaimana sebenarnya "
Saking herannya, jago Heng Keng To ini menggelenggelengkan
kepalanya. "Suthay" katanya. "Mungkin kau telah kena orang
persilatan ! Atau kau sendiri yang keliru ! Di dalam keretaku ini
tidak ada Gak Hong Kun yang menyembunyikan dirinya !"
Sek Mo pun heran. "Kau tahu ?" katanya menjelaskan. "Gak Hong Kun itu
adalah seorang pemuda dengan baju panjang dan
menggedong pedang dipunggungnya. Sudah satu malam aku
mengejarnya, ketika tadi dia tiba disini dari kejauhan aku
melihat dia lompat kedalam keretamu ini !"
"Suthay, benarkah orang itu Gak Hong Kun ?" Ciu Tong
tegaskan. Peng Mo agak bersangsi. "Dialah seorang pemuda dengan ilmu silat pedangnya
hebat !" sahutnya, "dan ilmu ringan tubuhnya pun mahir
sekali. Hanya waktu aku menemuinya, dia tidak sehat
disebabkan dia telah makan obat Thay Siang Hoang Han Tan
dari Im Ciu It Mo. Nama Gak Hong Kun itu dia sendiri yang
menyebutnya." Mendengar disebutnya nama Im Ciu It Mo, Ciu Tong mulai
mengerti duduknya hal. "Ah, apakah dia bukannya............." katanya ragu-ragu,
hingga suaranya terputus sampai disitu.
Peng Mo tidak sabaran menyaksikan tingkahnya pria
tampan ini. "Ah, buat apa kau menerka sana menduga sini !" tegurnya.
"Cukup asal kau menjawab aku secara terus terang ! Di dalam
tenda keretamu ini ada orang bersembunyi atau tidak ?"
"Tidak !" sahut Ciu Tong cepat. "Tidak."
Sepasang alisnya si nikouw terbangun.
"Benarkah tidak ?" tanyanya. "Baiklah ! Sudah kita jangan
bicarakan pula urusan itu ! Kau akur bukan ?" Lantas ia
berpaling ke kiri dan kanan di mana terdapat banyak
pepohonan, sebab itulah rimba. Ia melihat cuaca.
"Ciu Sicu." tanyanya kemudian. "Sekarang ini kau sedang
menuju kemana ?" Ciu Tong melengak. Pertanyaan itu menyadarkannya.
Saking asyiknya mereka bicara, keretanya tengah berjalan
menuju Hek Sek San kebalikannya ! Tanpa merasa mereka
sudah berjalan satu jam lebih, mereka sudah melalui lebih
daripada dua puluh lie. Hingga mereka telah berada di luar
wilayah kecamatan Ngo tay koan ! Untuk kembali ke Hek Sek
San, kereta harus diputar balik !
Sesudah melengak sekian lama, Cak Hong Siancu
mengawasi Peng Mo, terus dia tertawa. Dia tanya, "Bukankah
tadi kau bilang bahwa kau mau pergi ke Hek Sek San "
Dengan demikian, kita jadi ada bersamaan tujuan."
Nikouw itu tertawa manis.
"Bagiku si orang Kang Ouw, kemana aku pergi, semua itu
sama saja !" sahutnya. "Aku girang bertemu denganmu, sicu,
bahkan kita agaknya cocok sekali satu dengan lain. Sicu, dapat
kita berjalan bersama-sama, bahkan aku merasa, berat buat
berpisah dari kau......"
Selagi bicara itu, lemah lembut nampaknya si nikouw,
hingga dia mendatangkan kesan baik bagi Ciu Tong hingga
jago Hek Keng To yang berpengalaman itu menjadi jatuh hati,
hingga ia tak ingat lagi tugasnya menuju ke Hek Sek San !
"Meskipun aku tak dapat berpisah dari kau," kata Sek Mo
kemudian. "akan tetapi aku tidak memikir buat pergi ke Hek
Sek San...." Ciu Tong heran. "Kenapakah ?" tanyanya.
Dengan sinar matanya yang sayup-sayup, Sek Mo menatap
penarik kereta itu. "Jalanan ke Hek Sek San itu jalan tegal belukar yang sepi
sunyi." sahutnya. "Di sana tidak ada tempat yang indah
menarik hati, tidak juga rumah penginapan atau rumah
makan, dimana kita dapat berplesiran. Sekarang ini dengan
kita duduk berdua saja diatas kereta ini, aku pun merasa
kurang gembira." Ciu Tong menyela kata orang. "Aku mau pergi ke Hek Sek
San, di sana kana kau tunaikan tugasku, habis itu, akan aku
temani kau pesiar ke tempat-tempat yang indah dan menarik
hati, untuk kita dapati kepuasaan ! Kau setuju, bukan ?"
"Tak sudi aku pergi ke Hek Sek San." kata Peng Mo manja.
"Di sana ada Im Ciu It Mo, orang yang paling menjemukan !
Kalau kau pergi ke sana kau aku tak mau mengikut !"
Tapi Ciu Tong tertawa. "Habis," katanya, "habis kalau menurut kau, kita harus
pergi kemana ?" Peng Mo menekan dahi orang, dia bersenyum.
"Nah, beginilah baru kau menjadi saudaraku yang manis !"
katanya girang. "Kau bilanglah !" kata Ciu Tong, yang ia pun girang sekali.
"Bilang kemana kita harus menuju. Akan kau ikut kau !"
Peng Mo menengadah langit, agaknya dia berpikir.
"Mari kita pergi ke Kang Lam !" bilangnya sejenak
kemudian. "Kang Lam indah segala-galanya ! Kau akur bukan
?" Dengan matanya yang tajam tetapi jeli, Sek Mo menatap
orang yang disampingnya itu. ia menantikan jawaban.
Perlahan sekali ia menyanyikan syairnay Pek Kie Ek,
"Mengenang Kang Lam":
"Kang Lam indah, sudah semenjak dahulu kala !
Kalau matahari muncul, merahnya melebihi api !
Kalau musim semi datang, air sungainya hijau kebirubiruan
! Dapatkah Kang Lam tak dikenangkan ?"
Suara itu merdu sekali, puas Ciu Tong mendengarnya.
"Baik, baik !" katanya cepat. "Baik akan kau selalu
mendampingimu ! Kang Lam memang indah, dengan aku
berada bersama, bagaimana aku berbahagia !"
Berkata begitu, jago Hek Keng To ini mengangguk
berulang-ulang. "Hm, kau bisa saja !" kata Peng Mo yang cahaya mukanya
terang sekali. "Nah, sudah !" katanya kemudian. "Tengah hari akan
segera tiba, mari kita percepat perjalanan kita !"
Ciu Tong tertawa, dia mencambuk kudanya. Maka dengan
berlarinya Bienatang itu, terdengarlah suara berisiknya rodaroda
keretanya. Sang kuda pun meringkik beberapa kali.
Dua-dua Ciu Tong dan Peng Mo ada pikirannya masingmasing,
tetapi dalam hal asmara untuk berplesiran hati
mereka bersatu. Selagi kuda berlari-lari masih mereka
berbicara tak hentinya, saban-saban sambil tertawa, mereka
terus bergurau........ Tiba disebuah tikungan, disitu terdapat jalan cagak. Ciu
Tong hendak mengambil jalan yang satu untuk memasuki
sebuah dusun atau mendadak Peng Mo menarik dan menahan
kudanya. "Kita menuju ke kecamatan Kang pou !" kata nikouw itu.
"Di sana ada restoran Kui Hiang Koan yang tersohor. Di sini
tidak menarik !" Ia pun melirik manis pada si sahabat baru.
Ciu Tong tertawa. "Baik su thay. Akan aku iringi kehendakmu." bilangnya.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita harus berjalan malam-malam ! Bagaimana, apakah kau
dapat makan rangsum kering " Aku kuatur kau nanti
mengeluh perutmu perih......"
Peng Mo bersenyum. Ia menarik las kuda, membuat
binatang itu mengambil jurusan jalan besar.
"Kita akan jalan siang dan malam !" kata ia. "Jalan malam
pun menarik hati, kita dapat melihat sinarnya si putri malam
yang indah permai. Jangan kau menguatirkan apa-apa, akan
aku membuatmu puas !' Selagi kedua orang itu berbicara dan bergurau, mereka
tidak tahu bahwa diatas kereta mereka diatas tenda, ada
rebah seorang lain yang tidur nyenyak sekali hingga dia mirip
mayat hidup. Dialah Gak Hong Kun. Dia terganggu urat
syarafnya tetapi dia tak kenal capek, adalah setelah berlompat
naik ke atas keretanya Ciu Tong dan merebahkan diri disitu,
kontan dia tidur pulas demikian nyenyaknya. Dengan demikian
dia telah dibawa terus oleh jago Hek Keng To itu diluar tahu si
jago dan diluar tahunya sendiri.......
Kota kecamatan Kangpou terletak di tengah jalan
hubungan yang ramai dan penting antara utara dan selatan
hingga banyak kereta dan orang mondar mandir di sana,
kotanya pun ramai sekali. Disitu terdapat banyak restoran dan
kedia teh, begitu juga rumah-rumah penginapan. Siapa lewat
disitu pasti dia mampir akan bermalam. Ada pula tempat
keramaiannya, yang terpisah dari pusat kota kira lima lie.
Itulah sebuah rimba ditengah-tengah mana terdapat bagian
yang tumbuh pelbagai macam bungan dan walaupun di musim
gugur, semua pepohonan itu tetap hidup segar hingga
selalunya indah pula sejuk. Sangat menyenangkan dan
nyaman rasanya berdiam disitu. Dan Kui Hiang Koan justru
dibangun dan dibuka ditengah-tengah rimbah itu indah. Dia
bagai dikurung pohon-pohon itu. Dan untuk tiba disitu orang
merasa leluasa dengan dibuatnya sebuah jalan besar yang
berbata putih, tepat sampai di muka hotel sekali.
Hotel kenamaan itu tinggi dan besar, ruang dalam berlapislapis,
ada lauteng dan sanggounya, ada pelbagai paseban
atau pafiliunnya dimana orang dapat duduk berangin atau
main catur. Setiap halamannya ada taman kecilnya.
Sedangkan gentengnya hijau dan temboknya merah,
membuat menarik hati siapa gemar akan syair...........
Oleh karena hotal ternama, para tamunya juga orang-orang
yang tersohor atau berharta seperti pemuda-pemuda
hartawan dan gagah para saudagar besar bahkan tak
terkecuali kaum Lok Lim Rimba hijau kalangan atas. Mereka
itu termasuk golongan orang-orang yang tangannya terlepas
yang biasa dilayani oleh nona-nona manis pelayan biasa atau
tukang-tukang bernyanyi. Di muka umum pemilik hotel adalah Siang Kang Ba Fung
Theng Liok Cim si Tongkat Tak Berbayang dari Siangkan.
Sedangkan sebenarnya dialah seorang Kang Ouw golongan
sadar yang benci akan segala kejahatan, maka juga sambil
mengusahakan perusahaannya itu, diam-diam ia dapat
mengawasi gerak geriknya setiap orang kaum sesat yang
singgah di hotelnya itu. Menarik hati adalah seluruh ruang dari Kui Hiang Koan, Kui
Hiang berarti hanya kesatria yang harum. Maka itu disemua
bagian temboknya dipajang gambar-gambar lukisan yang
indah-indah serta syair-syari yang berarti. Diantaranya ada
sebuah lian atau syair berpigura yang penulisnya menyebut
dirinya "Anak nakal !" Sudah tulisan huruf-hurufnya indah dan
"gagah", bunyinya pun mengherankan banyak orang.
Beginilah lian itu. "Semasa hidupnya tiada lawan.
Berlaksa urusan tak meminta bantuan".
Bersama si penulis syair si Anak Nakal itu tertera juga
namanya pemilik Kui Hiang Koan.
Sudah belasan tahun Kui Hiang Koan diusahakan. Selama
itu belum pernah terjadi peristiwa apa juga di dalam hotel itu.
Kata orang kesejahateraan itu berkatnya syair itu bahwa
sekalipun orang-orang yang bermusuh satu dengan lain
mereka tak berani berselisih atau berkelahi di dalam Kui Hiang
Koan. Demikian itu satu hari maka Ciu Tong bersama Peng Mo
telah menghentikan keretanya yang berkuda dua di depan
hotel yang tersohor itu. Cek Hong Siancu memimpin Sek Mo
turun dari kereta untuk bertindak masuk ke dalam hotel,
sedangkan seorang pelayan sudah lantas menyambuti tali
kereta itu ke istal buat dijagai dan dirawat kudanya.
Sementara itu diluar tahunya si jongos hotel, Hong Kun
tetap tertidur nyenyak diatas tenda kereta itu.
Untuk dapat mengambil hatinya Peng Mo, Ciu Tong
meminta sebuah kamar yang terkurung taman bunga serta
memesan barang hidangan yang istimewa. Sambil menenggak
arak perlahan-lahan, mereka ngobrol dengan asyiknya.
Sampai jam tiga lewat mereka masih terus bergurau memain
asmara. Sekonyong-konyong daun pintu kamar terbuka dan satu
bayangan orang menyeplok masuk tanpa diketahui sepasang
merpati yang lupa daratan itu. Merekalah yang dibilang : "Arak
tak memabukkan orang, orang mabuk sendirinya." Ciu Tong
pula merasa sangat puas karena ia selalu membaui bau harum
kewanitaan..... Bayangan atau orang yang baru masuk itu sudah lantas
mengawasi bergantian kepada si pria dan wanita, juga seluruh
kamar, sesudah itu mendadak ia memperdengarkan suaranya.
"Hm !" Peng Mo yang mendengar paling dahulu hingga dia
menjadi terkejut. Dengan lantas dia mengangkat kepalanya,
mengawasi orang itu. Dalam kagetnya dia menegur, "Siapakah
kau " "Hampir berbareng dengan itu, ia berjingkrak bangun
sambil sebelah tangannya menarik lengan Ciu Tong hingga
keduanya jadi berdiri berendeng.
Ciu Tong pun mengawasi orang dengan ia bermata
berkedip-kedip, tetapi ia lekas sadar dari separuh sintingnya
selekasnya ia sudah melihat nyata. Lantas ia menyapa, "Oh, Ie
Tok Sinshe ! Malam begini sinshe datang kemari, ada apakah
pengajaranmu ?" Orang itu memang Ie Tok Sishe, hanya dialah si Ie Tok
Sinshe palsu, sebab dia adalah Couw Kong Put Lo. Dia
bersenyum atas teguran itu.
"Saudara Ciu, bagus, bagus !" demikian katanya. "Saudara,
datangku si tua kemari ialah guna mengambil pulang sebuah
guci arak !" Ciu Tong melengak. Tidak mengerti dia akan kata-kata itu.
Peng Mo sebaliknya dapat menerka, maka juga ia lantas
menatap orang itu dengan matanya dibuka lebar-lebar
sehingga sinarnya tampak bengis tetapi ketika ia bicara, ia
tertawa : "Tua tua, kau keliru mengenali orang ! Di sini tidak
ada guci arak yang kau cari itu !"
Couw Kong Put Lo menunjuki tampang heran, nampak ia
mendongkol. Ia mengira Peng Mo tidak mau mengenalnya
sebab si Bajingan Es sudah mendapati pacar baru. Walaupun
sepintas lalau, dahulu hari pernah mereka berdua bercintacintaan.
Ia tidak puas sebab orang seperti tak sudi
mengenalnya ! Setelah melengak sejenak, Couw Kong Put Lo lantas
terasadar. Ia mengerti yang orang tak mengenalnya karena ia
lagi menyamar sebagai Ie Tok Sinshe. Ia mengenakan topeng
yang merupakan wajah lain orang. Biar begitu, ia toh tergiur
hatinya menyaksikan bekas pacar itu demikian
menggairahkan. Hampir ia menyebut dirinya sebagai Couw
Kong Put Lo dan bukannya Ie Tok Sinshe. Syukur ia dapat
mencegahnya. Sebagai gantinya kata-kata, ia berpura batuk.
Walaupun demikian, ia tetap likat.
Ciu Tong jeri terhadap Ie Tok Sinshe, tapi setelah
mengawasi sekian lama dan mendengari pembicaraan orang
dengan Peng Mo, ia bercuriga. Terutama ia merasa cemburu.
Saking tak puas, ia lantas kata keras : "Sahabat, di depan aku
Cek Hong Siansu, jangan kau mendusta ! Jikalah kau tahu
gelagat, baiklah besok kita bicara pula !"
Kata-kata itu tak terlalu keras tetapi itu lah pengusiran.
Couw Kong Put Lo pun merasa tak puas. Sebenarnya ia jelas
melihat Peng Mo ada bersama pria lain. Di sini mereka
bertemu secara kebetulan saja. Ia sengaja muncul dengan
maksud menggertak Ciu Tong. Ia percaya orang bakal
menjadi ketakutan dan pergi menyingkir. Ia tak mengira,
Siansu itu justru tak takut padanya. Mungkin Ciu Tong sudah
mengetahui penyamarannya itu......
Couw Kong Put Lo tertawa dingin. Ia tak puas.
"Eh, saudara Ciu !" katanya. "Apakah kau hendak menguji
kepandaianku si orang tua menggunakan racun maka barulah
kau puas "' Sepasang alisnya Ciu Tong terbangun.
"Sret !" dia menghunus pedang di punggungnya. Lantas dia
tertawa tawar dan kata sabar : "Aku yang rendah barulah
takluk jika aku menghadapi Ie Tok Sinshe yang sejati yaitu
Tok Mo Cianpwe yang namanya tersohor di seluruh dunia
sungai telaga, sebaliknya terhadap si palsu, hendak kau mainmain
dengan pedang disaat habis aku minum arak."
Jago dari Heng Keng To ini menjadi bercuriga dan
menyangka orang adalah orang palsu. Ia pula tak senang
sebab ia terganggu kesenangannya. Orang hendak merampas
pacarnya ! Mana ia mau mengerti " Demikian ia menantang.
Couw Kong Put Lo membawa sikap tenang-tenang saja.
"Saudara Ciu" katanya. "Walaupun ilmu pedang Hek Keng
To sangat tersohor tetapi kau, mana kau sanggup menyambut
aku barang tiga jurus " Maka itu tak usahlah kau bicara
tentang digunakannya Racun !"
Sebisa-bisa Couw Kong Put Lo tetap hendak membawa
tingkahnya Tok Mo, tenang tapi jumawa. Walaupun ia bicara
dengan Ciu Tong, ia tak lengah akan melirik kepada Peng Mo.
Ciu Tong gusar tak terhingga, maka melesatlah ia ke depan
orang tua itu. Pedangnya segera digeraki dipakai membacok.
Ia menggunakan tipu pedang "Angin Puyuh Menyapu Salju."
Cepat luar biasa, Couw Kong Put Lo berkelit. Ia melihat
ilmu pedang orang telah terlati baik tetapi ia tak takut. Ia
tertawa dingin dan kata : "Dengan ilmu pedang begini macam
kau berani menerbitkan onar di dalam Kui Hiang Koan " Hmm
!" Hebat kata-kata itu menusuk hatinya Ciu Tong. Dia terkejut
hingga segera dia menghentikan serangannya terlebih jauh.
Sedangkan menurut panas hatinya ingin dia menikam mampus
pada penggoda ini. Memang semenjak beberapa puluh tahun untuk di Selatang
dan Utara baik dikalangan Putih maupun golongan Hitam, tak
ada orang yang berani berkelahi di dalam penginapannya Liok
Cim ini. Siapa menjadi orang Kang Ouw yang sudah biasa
bertualang jarang yang tak mendengar namanya pemilik
penginapan Kiu Hiang Koang. Dan Ciu Tong bukannya satu
kecuali. Itulah sebabnya kenapa jago Hek Keng To ini lantas
merubah sikapnya. Tapi ia penasaran, maka tak mau ia
mengalah dan kata : "Kalau kita bicara dari hal peraturan Kui
Hiang Koan, maka kaulah yang paling utama harus mendapat
hukuman !" Couw Kong Put Lo menyambut dengan tawanya......
"Apakah katamu ?" katanya sengaja.
"Jika peristiwa malam ini aku keluarkan di muka umum"
berkata Ciu Tong, "hendak aku lihat kau masih mempunyai
muka atau tidak untuk melihat orang ! Berbareng
kepalsuanmu sebagai Tok Mo juga pasti akan terbongkar."
Kata-kata itu ditutup dengan tawa yang nyaring.
Di dalam hati Couw Kong Put Lo terkejut juga hingga tanpa
merasa ia berhenti tertawa. Hanya sebentar ia berkata pula :
"Saudara Ciu, jangan kau mencoba memfitnahku ! Kau lihat
disini cuma ada kita orang bertiga ! Pula di saat ini ada tengah
malam buta. Nah, saudara, bagaimana kalau buat urusan dia
kita berbicara dengan mementang jendela."
Tamu tak diundang ini berpaling kepada Peng Mo dan
menunjuknya. Couw Kong Put Lo tidak tahu halnya Ciu Tong menuduh
dialah Tok Mo palsu tanpa buktinya bahwa jago Hek Keng To
itu cuma menerka dan menggertak saja. Ciu Tong
menggunakan akal biasa yang disebut "Menimpuk rimba
dengan batu secara sembarangan saja". Kapan dia mendengar
suaranya penggoda ini menjadi lunak, dia mendapat hati.
Maka dia tertawa terkekeh dan kata : "Sicu tahu selatan,
dialah si orang gagah ! Kau saudara, kaulah si orang gagah itu
!" "Hm !" Couw Kong Put Lo memperdengarkan suara
dinginnya. Agaknya dia mencoba menguasai kemarahannya.
Lantas dia bertindak ke meja perjamuan untuk duduk diatas
sebuah kursi, sembari berbuat begitu dia kata : "Jangan
tertawakan aku, si tua hendak mencicipi arak kalian !" Terus
dia mengangkat poci arak, menuang isinya ke dalam sebuah
cawan. Dia pun mengisikan cawan-cawannya CIu Tong dan
Peng Mo. Setelah itu sendirinya dia menengak isi cawannya !
Selama itu Peng Mo berdiam saja. Ia cuma memperhatikan
gerak geriknya kedua orang itu, sekarang menyaksikan
perubahan sikap dari si tetamu tidak diundang, ia lantas
menoleh kepada Ciu Tong. Ia memberi isyarat dengan
menjebikan bibirnya, habis mana ia menghampiri kursi buat
terus berduduk disitu. Ciu Tong tertawa dingin, dia masuki pedangnya kedalam
sarungnya. Dia pun terus berkata tawar : "Sahabat, kalau kau
ada sesuatu, bicaralah supaya aku dapat mendengarnya."
Couw Kong Put Lo mengangkat cawannya. Dia tertawa.
"Mari kita keringi dulu cawan kita !" katanya dengan
gembira. "Malam yang indah ini pun tak dapat disia-siakan !"
Dan dia mendahului meneguk araknya.
Ciu Tong dan Peng Mo saling mengawasi. Keduanya
bercuriga dan kuatir nanti kena dibokong. Mereka tidak minum
arak mereka dan juga membungkam.
Couw Kong Put Lo membuat main janggutnya yang mirip
janggut kambing, dia tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh diluar sangkaku si orang tua yang dua orang
yang gagah kaum Kang Ouw yang tersohor tidak memiliki
nyali besar untuk minum arak yang disuguhkan oleh aku si
orang tua !" demikian katanya. Dan dia tertawa puas.
Peng Mo tertawa dan kata : "Orang Kang Ouw yang licik
dan licik, aku si pendeta telah banyak melihatnya ! Dan kau


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuan, kau orang kalangan apa, sampai nama dan julukanmu
pun kau tak berani memberitahukannya ! Cobalah kau
pikirkan, apakah caramu ini ada caranya laki-laki sejati kaum
kangouw ?" Couw Kong Put Lo mengawas tajam nikouw itu, kembali dia
tertawa. "Su thay yang baik, kau cuma ingat sahabat yang baru
hingga kau melupai sahabat yang lama!" katanya. "Ah, aku si
tua walaupun rupaku telah berubah akan tetapi suaraku tetap
suaraku yang lama ! Kau bilang kau tidak kenal aku si tua,
itulah rada keterlaluan !"
Kembali dia mengisikan cawannya terus cawan itu
diangkat. "Aku minta sukalah saudara Ciu berlaku sedikit polos !"
kata dia. "Saudara mari kita mengeringi cawan kita ! Habis
minum maka aku si tua akan memberitahukan namaku yang
buruk !" Ciu Tong sebenarnya cerdik dan jumawa, tak biasanya ia
menerima ajakan atau penghinaan, maka itu di dalam
keadaan sesulit itu ia lantas mendapat satu pikiran. Mendadak
sontak ia bangkit berdiri dan mengangkat cawannya terus ia
berkata nyaring : "Aku Ciu Tong di dalam dunia Kang Ouw,
ada juga namaku yang kecil, maka arak ini biar ada
rencananya yang dapat memutuskan haus, akan aku coba
meminumnya !" Ia terus membawa cawan ke mulutnya untuk
ditengak kering ! Tetapi ia tidak telan itu, ia berpura jatuh
membungkuk pada belakang kursi, tangannya dipakai
menekan semua arak itu. lantas dikeluarkan pada tangan
bajunya ! Couw Kong Put Lo heran menyaksikan Ciu Tong "roboh"
demikian cepat hingga ia menerka yang ia telah menggunakan
racunnya terlalu banyak. Ia pula terlalu tergiur terhadap Peng
Mo hingga ia tak ingat akan memperhatikan Ciu Tong benar
terkena racun atau tidak.
Peng Mo tak menyangka Ciu Tong lagi main gila, melihat
kawan itu roboh tak sadarkan diri ia bersyukur yang ia tidak
minum arak dan tidak roboh karenanya. Ia girang yang ia
tidak berlagak menjadi seorang kosen. Di sebelah itu heran
yang tamunya demikian lihai.....
"Aku pun harus mencoba." pikirnya kemudian. Dia tetap
berlaku tenang. lalu dia kata pada tamunya itu : "Orang jaman
dulu kala berkata, 'Sekali sinting lenyap seribu kedukaan',
karena itu pinni juga ingin menemani kau lotiang untuk
mengeringi cawanku supaya kita sama-sama mabok."
Dengan lirikan tajam dan menggiurkan hati, Peng Mo
memandang Couw Kong Put Lo terus ia berbangkit dan
bertindak lembut menghampiri orang tua itu sambil ia
mengangkat cawannya. Tamu itu girang sekali. Ia cuma memperhatikan Peng Mo.
Pikirnya kalau Peng Mo pun mabuk betapa senangnya dia
nanti......... Karena ini ia menyambut ajakan si nikouw. Biar bagaimana
ia rada bimbang. Tak puas ia andiakata Peng Mo roboh seperti
Ciu Tong. pasti ia akan kurang merasai kenikmatan.
Karenanya ia tak lantas menengak araknya.
Sek Mo tertawa. "Bagaimana, eh ?" tegurnya. "Apakah kau tak memandang
mata kepada aku Peng Mo ?"
Couw Kong Put Lo tersengsam. Tapi dia tertawa.
"Minum ?" katanya. "Sebenarnya tak tega aku kalau sampai
kau sinting ! Dengan begitu kita sudah menyia-nyiakan malam
yang indah ini !" Ia menoleh kepada Ciu Tong, akan melihat
jago Hek Keng To itu. Ciu Tong diam tak berkutik di kursinya.
Peng Mo menghampiri lebih dekat pada si tamu, dia
membawa aksinya. "Kau mau minum atau tidak ?" tanyanya manja.
"Minum, pasti aku akan minum !" sahut Couw Kong Put Lo,
yang jadi lupa pada dirinya sendiri. "Asalkan tidak takuti
menjadi mabuk, aku si tua akan melayanimu."
Meski ia berkata begitu, ia tapinya tidak lantas minum
araknya. Kedua orang itu berdiri berhadapan dekat sekali satu
dengan lain, tak ada sekali terpisahnya.
"Kau menyia-nyiakan kebaikan orang, akan aku tidak
hiraukan kau !" kata Peng Mo, yang terus melemparkan
cawannya, hingga cawan itu terus jatuh ke lantai, pecah dan
araknya melelehan. Couw Kong Put Lo tercengang, hingga ia terdiam saja.
Justru ia tercengang atau lantas ia terkejut sekali. Tahu-tahu
ia sudah tidak memakai topengnya lagi sebab penutup
mukanya itu secara tiba-tiba dijambret Sek Mo tanpa berdaya
! Segera Pek Mo tertawa geli.
"Oh, kiranya kau, Couw Kong Put Lo. Tidak lagi berkumis
atau berjanggut, bahkan mukanya putih dan segar mirip anak
muda. Dengan telah berhasil memahamkan isinya kitab "So
Lie Kang," dia berhasil mempertahankan kemudaannya. Di
dalam usia lanjut, dia nampak seperti orang setengah tua.
Tak marah Couw Kong Put Lo yang Peng Mo melocotkan
kedoknya itu, bahkan ia lantas tertawa. Katanya gembira,
"Lakon asmara kita dahulu hari itu, aku si tua masih
mengenangkannya setiap siang dan malam, tak dapat aku
melupakannya. Malam ini, siapa sangka, kita telah bertemu
pula. Maka itu sudah selayaknya kalau cinta kasih kita itu kita
lanjuti, kita sambung pula."
Peng Mo tertarik hati. Dalam soal asmara dialah juara. Dia
selalu mengagumi paras tampan, sambil membuat main
topeng orang, ia tertawa dan kata : "Kalau ini dipakai wanita,
entah bagaimana jadi macamnya !" Ia tertawa mengimplang
pria di depannya. Wajahnya tersungging senyuman. Ia benarbenar
menggiurkan. Couw Kong Put Lo mengawasi nikouw itu, hatinya
melonjak-lonjak, matanya bersinar berapi, sikapnya bagaikan
singa hendak menerkam mangsanya.
Peng Mo berkelit lincah ke sisi meja, ketika orang hendak
merangkulnya ! Karena ia merangkul tempat kosong, Couw Kong Put Lo
menjadi terkusruk ke depan, sampai ia menubruk dinding.
Hampir dia roboh terguling. Dengan cepat ia memutar tubuh
buat maju pula kepada pacarnya.
Sek Mo menghindarkan dari dengan ia berputar di seputar
meja, sembari lari itu ia tertawa manis. Sebab si pria terus
mengejar, mereka lantas bagaikan main petak di seputar meja
itu ! Kedua orang itu demikian asyik bergurau hingga mereka
melupakan Ciu Tong yang masih diam mendekam seperti juga
dia benar-benar tak sadarkan diri sebab terkena obat biusnya
Couw Kong Put Lo itu. Sesudah merasa puas mempermainkan pria di depannya
itu, Sek Mo menyerah dengan ia berpura terlalu letih dengan
nafas tersengal-sengal ia roboh dilantai sesudah ia membentur
kursinya Ciu Tong ! Couw Kong Put Lo berlompat menubruk sembari tertawa, ia
berkata : "Sudah su thay, sudah cukup kau menunjuki
kenakalanmu ! Mari kita pergi ke sorga !"
Sambil saling berpeluk, keduanya bangkit berdiri. Peng Mo
sempat menjebi ke arah Ciu Tong unguk memberitahukan
Couw Kong Put Lo yang dia kuatir Ciu Tong nanti keburu
siuman. Couw Kong Put Lo mengulur tangan kirinya kepada Ciu
Tong, niatnya menotok otot suwtian di belakang batok
kepalanya jago Hek Keng To itu. Sembari dia tertawa dan kata
: "Apakah kau kuatir obat biusku kurang cukup kuat " Nah,
begini sja, kau tentu tak akan berkuatir lagi....."
Belum berhenti kata-katanya si jago tua itu, tau-tau
tubuhnya Ciu Tong sudah bergerak bangun seraya sebelah
tangannya diluncurkan ke pinggang orang buat menotok jalan
darah tay meh. Couw Kong Put Lo kaget sekali sampai tak sempat dia
berdaya hingga seketika juga tubuhnya roboh terkulai dilantai.
Peng Mo kaget sekali, tetapi dia sangat cerdik. Dia lantas
menuding Put Lo sambil mendamprat: "Oh, bajingan tua
bangka ! Bagaimana kau berani menghina aku si pendeta ?"
Dan terus ia mendepak membuat tubuh orang berbalik !
Setelah itu lantas dia berpaling kepada Ciu Tong sembari
menanya : "Saudara Ciu, kau tak kurang suatu apa bukan ?"
Ciu Tong tertawa puas. "Aku yang muda mana mudah saja aku kena minum racun
?" katanya. Terus ia mengawasi Couw Kong Put Lo seraya
berkata : "Setan tua ini menganggu kesenangan kita, sudah
selayaknya dia mendapat bagiannya !"
Rupanya panas hatinya jago Hek Keng To ini, dia maju
menghampiri terus dia menendang tubuh yang lagi rebah tak
berkutik itu ! "Aduh !" demikian satu jeritan hebat, jeritan kesakita
dibarengi dengan robohnya satu tubh manusia.
Itu bukannya jeritannya Put Lo hanya Ciu Tong gelar Cek
Hong Siancu ! Peng Mo melengak. Dia kaget dan heran hingga dia terus
mengawasi Ciu Tong yang tubuhnya terhuyung-huyung,
tangannya memegang kaki kanannya. Di lain pihak Couw
Kong Put Lo tampak telah meletik bangun untuk terus
mengawasi bergantian kepada Ciu Tong dan Peng Mo !
Hatinya Peng Mo bercekat menyaksikan kelicikan dua orang
itu, ia pun bingung sekali. Siapakah yang harus ia berati " Put
Lo si sahabat lama atau Ciu Tong si kawan baru "
Put Lo lihai sekali. Sudah puluhan tahun dia melatih tenaga
dalamnya. Ketika tadi dia dibokong Ciu Tong dia roboh tak
berdaya, tetapi dia bukannya pingsan hanya tetap sadar,
maka diam-diam dia mencoba mengarahkan tenaga dalamnya
untuk ia dapat pulih tenaganya. Kebetulan sekali untuknya,
selagi ia mencoba menyelamatkan diri itu Peng Mo
menendang padanya terkena otot kehidupannya, maka dia
bebas dengan segera. Maka juga sekalian membalas sakit
hati, dia menghajar kakinya jago Hek Keng To itu yang
mendepak padanya ! Ciu Tong merasai sakit bukan main, terasa hampir kakinya
patah. Maka selekasnya dia dapat berdiri tegak, dia lantas
menghunus pedangnya. "Setan tua, serahkan jiwamu !" bentaknya sambil terus
menikam ulu hati orang. Put Lo berkelit, sambil berkelit, dia menyentil belakang
pedangnya penyerang itu hingga pedangnya terpental,
baiknya tak lepas dari tangan pemiliknya.
Dalam hal imu silat atau tenaga dalam, Put Lo menang dari
Ciu Tong, akan tetapi ilmu pedang Hek Keng To juga tidak
dapat dipandang ringan. Couw Kong Put Lo batuk-batuk, terus dia tertawa.
"Saudara Ciu !" katanya. "kita tidak bermusuhan satu
dengan lain, bahkan kita dari satu kalangan, karena itu kenapa
kau hendak mengadu jiwa denganku ?"
Ciu Tong gusar, dia membentak : "Tapi kau pikirlah baikbaik
! Kenapa kau melintangi golok dan merampas kekasih
orang " Apakah kau masih menghargai cara-cara kaum Kang
Ouw ?" Lenyap tawanya Put Lo, lantas dia berwajah tawar.
"Habis, apakah tetap kau hendak mengadu jiwa ?"
tanyanya. "Kau toh tak mampu melawan aku si orang tua "
Dalam hal asmara kau juga tidak dapat menandingi aku. Maka
itu baiklah kau berlaku tenang, kau menerima baik kalau kita
membagi rasa ! Bagaimana pendapatmu ?"
Mendengar itu merah mukanya Peng Mo.
"Ciis, setan tua !" bentaknya. "Bagaimana kau berani
menghina aku begini rupa " Siapa yang menghendaki ilmumu
yang didapati dari kitab So Lie Kang itu ?"
Di mulut nikouw berkata keras, demikian matanya tetapi
dibuat main. Melihat tingkahnya Peng Mo itu, Ciu Tong gusar sekali.
Tetapi ia membungkam. Adalah setelah kakinya tak terasakan
nyeri hebat seperti tadi, ia maju menyerang pula kepada Tok
Mo palsu. Lima kali dia menyerang berulang-ulang hingga
pedangnya berkilauan dan suara anginnya berserabutan,
sampai api lilin pun bergoyang-goyang !
Couw Kong Put Lo benar lihai. Dia tidak membalas. Asal
dibacok, ditikam atau ditebas, dia berkelit secara gesit dan
lincah sekali, senantiasa dia menyingkir dari ujung pedang.
Baru kemudian dia kata secara menantang : "Akan kau
mengalah buat sepuluh jurus seranganmu, supaya dengan
begitu puaslah hatimua, supaya kau dapat berpikir dan
mengerti !" Ciu Tong menyerang berantai lima kali dengan ilmu pedang
istimewa dari Hek Keng To, biar bagaimana ia cepat dan gesit
selalu ia gagal. Karenanya ia menjadi berpikir.
Lantaran berpikir ini hawa amarahnya berkurang
sendirinya. Begitulah ia menghentikan serangannya lebih jauh
untuk berkata dengan tawar : "Setan tua, kau berjumawa !
Bagaimana kau berani bertahan buat sepuluh jurusku "
Apakah ini lima jurus yang sudah lewat masuk hitungan atau
tidak ?" Put Lo mengawasi orang dengan tampangnya sangat
temberang terus dia tertawa !
"Eh, orang she Ciu !" demikian sahutnya. "Jika memangnya
kau mempunyai kegembiraanmu bolehlah kau menyerang pula
kepadaku sepuluh jurus lagi ! Ketahuilah olehmu, aku si orang
tua, aku akan tidak membalas menyerangmu !"
Hatinya Ciu Tong panas tetapi dia tersenyum. Terus dia
mengangkat pedangnya. "Berhati-hatilah kau !" teriaknya seraya terus memutar
pedangnya itu untuk mulai dengan penyerangannya. Itulah
jurus silat "Angin Puyuh Menggulung Gubuk" yang dimulai
dengan serangan dari bawah sesaat pedangnya berputar.
Put Lo kaget oleh serangan itu. Itulah karena disaat itu ia
kebetulan berdiri membelakangi tembok. Terpisahnya tidak
ada dua kaki. Sangat sulit buat ia berkelit mundur. Pedang
pun terus dibolang balingkan. Maka jalan selamat baginya
cuma berlompat tinggi. Karenanya tidak ada jalan lain, segera
ia mengeluarkan ilmu penolong dirinya yang istimewa. Begitu
dia berkelit, begitu ia bagaikan lenyap dari pandangan mata !
Apakah yang terjadi "


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di saat serangan tiba, Put Lo mundur menempelkan
tubuhnya pada tembok terus ia menjejak lantai, terus kedua
tangannya ditempelkan juga kepada tembok. Kali ini ia
menggunakan "Pek Houw Yu Cong", ilmu "Cecak merayap
memain di tembok" hingga ia dapat melompat naik lima kaki
tingginya ! Ciu Tong heran dan kagum. Tipunya sangat lihai, sebab dia
menebas dari bawah ke atas, terus ke bawah lagi disebabkan
pedangnya diputar sebab bagaikan angin puyuh yang.
Kecepatannya itu dinamakan "Hung Khong Thian Mo", "Kuda
Langit Jalan Udara". Ia heran dan kagum sebab ia gagal.
Karena menghilang, dengan cepat ia memutar tubuh ! Maka ia
mendapati Put Lo lagi berdiri di belakangnya !
Selekasnya ia tiba diatas, Put Lo menekan tembok dengan
kedua tangan dan kakinya, membuat tubuhnya mencelat
melewati kepala orang, hingga ia dapat menaruh kaki di lantas
tanpa dapat dilihat lawan. Gerakan itu dilakukan dengan
kecepatannya. Couw Kong Put Lo menyangkal kata-katanya, kalau dia
menyerang, pasti celakalah jago dari Hek Keng To itu, tak
nanti dia sempat menangkis atau berkelit.
Peng Mo bingung, menyaksikan pertempuran itu. Kalau
keduanya sudah bersungguh-sungguh, salah satu pasti bakal
roboh korban, atau ada kemungkinan dua-duanya nanti samasama
mendapat luka. Kalau sampai terjadi begitu, itulah berabe ! Pemilik Kui
Hiang Koan pastilah bakal jadi gusar sekali atau urusan
mereka bertiga, rahasia asmara mereka bakal tersebar luas.
Pasti ia bakal dapat malu besar karenanya.
"Tahan !" akhirnya dia berseru.
Put Lo tertawa nyaring. Katanya nyaring juga : "Kau takut "
Apakah yang harus ditakuti " Walaupun ilmu pedangnya
saudara Ciu sangat lihai dan dia juga telengas, tak nanti dia
dapat berbuat sesuatu atas diriku !"
Mendengar itu, mukanya Ciu Tong menjadi merah. Ia
merasa kulit mukanya sangat panas ! Tapi dialah orang Kang
Ouw yang berpengalaman, dia tahu diri. Dia anggap dimana
dia harus berhenti. Maka dia menguasai dirinya, mengekang
hawa amarahnya. Justru Peng To memperdengarkan
cegahannya itu, walaupun dengan jengah, dia toh tertawa dan
kata : "Couw Kong cianpwe, benar-benar kau lihai ! Baiklah
dengan memandang mukanya Peng Mo Su thay, suka aku
menghentikan pertempuran kita ini !" Dan dia masuki
pedangnya kedalam sarungnya, dia pula bertindak mundur.
Sepasang alisnya Put Lo bangun berdiri.
"Kau baik, Saudara Ciu" katanya. "Senang aku menerima
kebaikanmu ini !" Berkata begitu, jago tua ini memutar tubuhnya untuk
menghampiri Peng Mo. Ia mau menjambret ujung bajunya si
nikouw, nikouw, buat ditarik diajak masuk kedalam.
Sek Mo tertawa. "Ah, kau terlalu !" katanya, matanya mengawasi Ciu Tong.
"Mana dapat ?" Put Lo pun tertawa. Kata dia : "Saudara Ciu laki-laki sejati,
hatinya terbuka ! Dia toh cuma membiarkan aku si tua
berjalan lebih dahulu satu tindak ! Sebentar akan tiba
gilirannya ! Ha ha ha!"
Mukanya Ciu Tong merah padam, bukan main ia
mengekang diri, dadanya sampai naik turun. Ia mengawasi
Peng Mo, wajahnya murah. "Su thay" katanya, "kau."
Cuma begitu ia dapat membuka mulutnya, terus ia
membungkam. Peng Mo bingung juga. Ya, ia ingin merasakan segar, siapa
tahu dua orang itu tak sudi saling mengalah. Mana dapat ia
memecah diri. Ia pula tak dapat bicara. Bergantian ia
mengawasi kedua kekasih itu, lalu tiba-tiba setelah
megngertak gigi ia kata sengit : "Kalian berdua boleh
bertempur sampai hidup atau mati ! Aku mau pergi !"
Dengan hanya satu kali menjejak lantai, nikouw ini sudah
lantas lompat keluar jendela !
Dua-dua Couw Kong Put Lo dan Ciu Tong Siancu melengak.
Itulah perubahan sikapnya Biekuni yang mereka tak sangka
sama sekali, hingga tidak ada kesempatan buat mereka
mencegah. Mereka lantas saling mengawasi lantas keduanya
sama-sama lompat juga ke jendela untuk lari menyusul !
Jilid 50 Di luar Peng Mo tak tampak ! Entah dia menyingkir
kemana....... Sebaliknya, mereka lantas menyaksikan sesuatu yang
membuat mereka heran dan kaget karean mereka tidak
mendapat tahu tak dapat menerka, di dalam Kui Hiang Koan
sudah terjadi perkara apa !
Di jalan umum yang menuju ke penginapan terdengar
suara berisik dan tampak banyak orang berjalan berlari-lari
dalam rombongan-rombongan dari empat atau lima orang,
semua mengenakan pakaian hitam, semua bersenjata, seperti
juga mereka itu lagi menghadapi musuh besar. Lebih-lebih
ialah cahaya sangat terang dari banyak obor dan lentera yang
membuat golok dan pedang bercahaya berkilau-kilau.
Bentakan-bentakan pun terdengar tak putusnya.
Kawanan orang-orang berseragam itu terus menuju ke
sebelah kiri penginapan. Ciu Tong mengangkat kepalanya, memandang ke arah kiri
itu. Ia melihat sebuah pemandangan dimana terdapat cahaya
terang naik tinggi, umpama kata sampai diudara, seluruhnya
merah. Ketika itu mungkin baru jam empat tetapi langit terang
bagaikan siang hari. Lekas-lekas jago Hek Keng To ini
menoleh ke sisinya, atau dia melengak ! Couw Kong Put Lo
tidak ada disisinya itu, entah kapan perginya dia dan setahu
dia pergi kemana. Maka lekas-lekas ia berlompat naik ke
genteng. Maka sekarang ia bisa melihat diantara cahaya api
itu, didalam sebuah halaman beberapa orang berseragam
hitam tengah mengurung dan menyerang seorang pemuda
yang bergenggaman pedang. Mereka itu bertempur sambil
membentak-bentak. Diantaranya terdengar juga suaranya
ringkik kuda ! "Aneh !" pikir Ciu Tong atau segera dia ingat bahwa di
dalam kereta karungnya justru termuatkan sesuatu yang
penting miliknya Im Ciu It Mo. "Mungkinkah yang terbakar itu
istal dimana mereka dan kudaku ditambatkan ?"
Karena ia mengingat demikian, tanpa ayal sedetik juga,
jago Hek Keng To ini berlari-lari diatas genteng menuju ke
tempat kebakaran dan perkelahian itu. Baru ia melintasi
beberapa wuwungan, mendadak ada sinar pedang yang
berkelebat menyambar pinggangnya sambil ia dibentak :
"Tahan !" Cepat luar biasa, ia berlompat ke samping akan
berkelit buat seterusnya memutar tubuh, mengawasi
penyerangnya itu. Itulah seorang muda yang goloknya tajam mengkilat.
"Kau siapakah tuan ?" Cui Tong mendahului menyapa.
"Tuan dari golongan mana " Aku sendiri ialah Ceng Hong
Siancu Ciu Tong......."
Orang itu tidak mau menyebutkan nama dan golongannya,
dia hanya menjawab bengis. "Kami mau membekuk orang
jahat yang melepas api ! Mau apa kau pergi menuju kesana ?"
Ciu Tong mendongkol atas perlakuan itu, maka ia pun kata
tak kalah bengisnya : "Tuan kenapa kau tak sudi
memberitahukan nama atau gelaranmu " Kenapa kau justru
merintangi aku " Rupa-rupanya kaulah konco dari pelepas api
itu !" Pemuda bergegaman golok itu menjadi gusar sekali.
"Di Hek Keng To juga tidak ada orang baik-baik !" katanya
nyaring. "Mana orang " Mari kepung manusia ini jangan
biarkan dia lolos !"
Atas seruan itu, dari empat penjuru wuwungan lantas
muncul empat orang berseragam hitam yang terus mengurung
jago dari pulau Ikan Lodan Hitam itu.
"Segala manusia tak berguna !" kata Ciu Tong yang tertawa
tawar. "Kalian mau mencari mampus ?" Dan ia menghunus
pedangnya. "Bekuk dia !" membentak si pemuda bersenjatakan golok
itu yang lalu mendahului maju menyerang.
Ciu Tong berkelit atau mana ia diserang pula beruntun
hingga lima kali. Si anak muda berdarah panas dan telah
mendesak keras. Menyusul dia maju pula empat orang
kawannya itu. Dengan lantas Ciu Tong mengenali kelima orang itu bersilat
dengan ilmu silat golongannya Koay To Ciok Peng si Golok
Kilat. Ia berlaku lincah akan selalu berkelit sampai satu kali ia
menangkis keras hingga pedang dan golok bentrok nyaring
dan berisik. Dengan begitu ia menghalangi kelima orang itu
dengan ia terus lompat mundur ke sebuah wuwungan dimana
ia berdiri tegak sambil berseru : "Tahan ! Tuan, kau pernah
apakah dengan Koay To Ciok Peng Ciok Cianpwe ?"
Jago Hek Keng To ini menghormati Koay To Ciok Peng juga
maka ia membahasakannya cianpwe, orang tingkat lebih tua
yang terhormat. Ia pun sengaja menanya untuk menegaskan
saja. Namanya Ciok Peng sangat dikenal dan ia
menghargainya. Memang Ciok Pen, sejak beberapa tahun ini, telah menjadi
pengusaha dari Kui Hiang Koan, maka itu para pelayan atau
pegawai hotel itu mesti murid-muridnya. Sedangkan menurut
orang yang tahu pemilik sah dari Kui Hiang Koan adalah
seorang jago rimba persilatan yang tersohor yang sudah lama
hidup menyembunyikan diri. Terhadap Ciok Peng sendiri Ciu
Tong tidak jeri tetapi ingin dia berhati-hati.
Atas kata-kata Ciu Tong yang terakhir lagi si anak muda
menjawab dingin : "Tuan mudamu ini ialah muridnya keluarga
Ciok dan namaku San Sie ! Kau telah ketahui nama guruku,
sekarang terangkan mau apa kau datang ke tempat kami ini ?"
Ciu Tong dapat menyadari diri. Ia merangkapkan
tangannya memberi hormat.
"Aku baru tadi sore tiba disini dan singgah di
penginapanmu, tuan." ia memberi keterangan. "Tempat
kebakaran itu justru tempat dimana keretaku ditaruh, maka itu
hendak aku melihatnya !"
Begitu dia menutup kata-katanya, orang she Ciu itu lekas
berlompat untuk melanjuti kepergiannya.
" Tahan !" si anak muda membentak pula.
Dan ia mencoba menghadang lagi. "Tuan mudamu masih
hendak menanyakan sesuatu."
Cegahan anak muda itu diikuti oleh ke empat kawannya.
Sikap mereka itu sangat mengancam
Ciu Tong gusar tetapi ia masih menguasai dirinya.
"Ada apakah pengajaranmu tuan ?" tanyanya tetap hormat.
See Sie menatap tajam. Dia melirik.
"Kui Hiang Koan mempunyai aturannya sendiri !" katanya
keras. "Kau telah ketahui itu, tetapi kenapa kau melanggarnya
" Apakah kau sengaja ?"
Ciu Tong melihat ke arah kobaran, ia menjadi bingung
sekali. Api berkobar demikian rupa hingga ia kuatir keretanya
menjadi hangus. Di dalam kereta itu ada termuat "batang
yang sangat berharga", tetapi pemuda garang dan jumawa ini
menghalang-halanginya ! "Aku mau melihat keretaku itu !" katanya mendongkol. "Di
dalam keretaku itu termuat barang yang berharga. Apakah
dengan begitu aku jadi melanggar aturan penginapanmu ?"
See Sie membalingkan goloknya.
"Di dalam kereta bertenda semacam itu juga dimuatkan
barang berharga ?" katanya mengejek. "Ha ha ! Sungguh lihai
tipu dayamu untuk mengelabui orang !" Ia lantas menghadapi
ke empat kawannya untuk memberi isyarat, setelah mana, ia
menyambungi berkata lebih jauh pada tamunya : "Barang
pentingmu itu bukan dibakar oleh orang-orang kami ! Buat
apa kau tergesa-gesa tak karuan ?"
Hebat kata-kata ini. Dengan begitu bukan saja Ciu Tong
tidak dipercaya bahkan tetapi dia dicurigai sebagai konconya si
pembakar ! Pikirannya Ciu Tong bagaikan kacau. Ia gusar dan
berkuatir. Ia menyaksikan menghebatnya api. Ia pula makin
nyata suara bentrokannya pelbagai senjata tajam. Terpaksa ia
menghunus pula pedangnya, sambil ia berkata keras : "Bocah,
kalau kau mampu, kau rintangilah aku !"
Kata-kata bengis itu ditutup dengan satu tikaman kepada si
anak muda, untuk diteruskan ditebas ke kiri dan kanan kepada
ke empat orang berseragam hitam itu.
See Sie berkelit lalu sembari maju pula ia membalas
membabat pinggang orang !
Ciu Tong gusar, hatinya pansa. Ia melawan dengan hebat.
Cuma karena musuh ada berlima ia mesti memecah juga
perhatiannya berbareng ia mesti melayani ke empat orang
lainnya itu, yang juga berkepandaian bukan sembarangan.
Hingga tak mudah untuk merobohkan atau mengundurkannya.
Karena ia adalah seorang yang berpengalaman, ia tahu
caranya melayani banyak lawan, hanya ia tidak menyangka
kelima lawan itu pun lihai, hingga tak dapat ia pandang
ringan. Jurus demi jurus telah dilewati, lama-lama Ciu Tong
menjadi bingung juga. Tak berhasil ia meloloskand iri. Setelah
sampai pada jurus yang ketiga puluh ia merasakan bagaimana
sukarnya untuk meloloskan diri. Mak ia menyesal sekali yang
mula-mula ia telah tak memandang mata kepada kelima
musuh itu. Tengah mereka lagi bertempur seru, tiba-tiba Ciu Tong
mendengar teriakan berulang-ulang : "Bekuk dia ! Bekuk dia !"
Teriakan itu datangnya dari bawah genteng. Itu tibanya
orang-orang Kui Hiang Koan berjumlah besar dan mereka itu
telah mendatangi semakin dekat. Itu pula berati yang
perguruan mereka telah diperketat.........
Tengah bertempur itu, Ciu Tong berpikir keras, bagaimana
ia harus meloloskan diri. Tadinya ia memandang soal remeh
sekali. Diam-diam dia memperhatikan ke empat
pengepungnya yang berseragam hitam itu. Ia mencari salah
satu yang terlemah. Selekasnya ia mendapati, lantas ia
menggunakan tipu. Selagi menghadapi lawan itu sengaja ia
bergerak lambat...... Lawan itu girang melihat musuh lamban, tidak waktu lagi
dia membacok hebat kepada perut lawannya !
Ciu Tong bersiaga. Setibanya golok, ia berkelit sambil


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiringkan tubuhnya, dengan begitu mudah saja dia
memutar pedangnya membalas menebas lengan orang
berbareng dengan mana, tangan kirinya pun menyerang
dengan satu bacokan tangan kosong.
Lawan itu kaget sekali, sebab serangannya gagal. Ia
melihat kalau ia tidak melepaskan goloknya, lengannya Bisa
buntung. Tetapi ia berhati keras, tak sudi ia menyerah dengan
begitu saja. Maka ia berkelit, tangannya dikasih turun, sambil
bertindak maju sambil mendekam dia meninju dengan tangan
kirinya pada pinggangnya lawan itu !
Saking gagah si hitam itu bersedia mati bersama. Ciu Tong
kaget. Dia kalah hati. Maka dia lompat mundur.
Mendadak ada suara angin datang dari belakang. Kembali
Ciu Tong terkejut. Tahulah ia yang orang membokongnya dari
belakang itu. Inilah berbahaya, sebab dari depannya musuh
tadi melanjuti menyerangnya !
Justru itu bentakan terdengar dan kilaunya golok tampak
menyambar. Itulah See Sie yang menyerang justru lawan itu
lagi terancam di depan dan belakang. Dia datang dari samping
! Di dalam saat yang berbahaya itu, Ciu Tong ingat satu jalan
buat menyelamatkan dirinya ialah dengan keras ia menjejak
genteng hingga genteng pecah dan bolong, lantas ia
menceploskan tubuhnya ke dalam lobang genteng itu sambil
pedangnya diputar dipakai menangkis ke sekitarnya!
Maka lenyaplah ia dari atas genteng bagaikan ditelan
rumah ! See Sie berlima tercengang. Mereka tidak sangka lawan
sedemikian cerdik, sudah meloloskan diri dengan cara yang
sangat luar biasa itu. Anak muda yang dikepung orang-orang Kui Hiang Koan
adalah Gak Hong Kun. Dia tidur sangat nyenyak diatas tenda
kereta sampai lewat satu hari dan satu malam. Dia telah
disadarkan oleh ringkik kuda. Dia heran waktu dia membuka
matanya dia tak tahu bahwa malam itu sudah jam dua kiraKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
kira. Dia melihat ke sekitarnya. Dia lantas melihat sinar api
bergoyang-goyang di bawah tenda kereta. Karena seram ingin
ia melihat api itu api apa. Lantas dia berbangkit atau "Duk !",
kepalanya kena membentur genteng hingga dia merasa nyeri.
Justru itulah yang membuatnya sadar. Dia mendak pula,
kembali dia mengawasi ke sekelilingnya. Tak dapat dia melihat
tegas sebab cahaya api lemah dan juga memain saja. Dia
berdiam, matanya dipejamkan. Dia mencoba mengingat-ingat.
"Ah !" serunya tertahan. Lewat sedetik ia ingat bahwa ia
tengah dikepung orang tapi dia berhasil lompat naik ke atas
kereta dimana dia mendekam akan menyembunyikan diri dan
tanpa merasa disitu dia ketiduran hingga pula nyenyak.
"Ah, aku berada dimana sekarang ?" demikian dia tanya
dirinya sendiri. Kembali terdengar ringkik kuda. Kali ini tahulah Hong Kun
halnya dia tidur diatas kereta di dalam istal, disisi kandang
kuda. Karena dia tidak dapat berdiri atau duduk tegak diatas
tenda itu, Hong Kun merayap turun akan mendekati sinar
terang itu hingga dia mendapat kenyataan, inilah pelita yang
berada pada dinding istal. Terus dia merayap turun akan
berduduk di tempat kusir. Tengan dia berfikir, tiba-tiba
pikirannya menjadi gelap pula. Maka tanpa disengaja dia
menepuk-nepuk kereta sambil dia tertawa keras !
Di waktu malam begitu, pengurus istal sudah lama tidur
nyenyak. Memangnya mereka tidak tidur di istal, maka juga
Bentrok Rimba Persilatan 22 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Sepak Terjang Hui Sing 7

Cari Blog Ini