Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 6
tamu di bukit Kun san ditepi telaga Tong ting?"
Kho Beng segera tertawa bergelak:
"Ha"ha"ha"jadi kau masih ingin menerimaku sebagai muridmu
hweesio tua?" "Membujuk orang berbuat baik merupakan suatu amal yg sangat
mulia, Budha maha pengasih, aku tak boleh melenyapkan
kesempatan seseorang untuk kembali kejalan yg benar, asal
tindakan yg sau sicu lakukan sekarang hanya merupakan dorongan
emosi maka pintu gerbang Siau lim si masih terbuka bagi sau sicu."
"Hweesio gede! Enak amat perkataanmu itu" jengek Kho Beng
sambil tertawa dingin, "Masih ingatkah dg drama penyiksaan
terhadap Li Sam tempo hari?"
"Sau sicu, ketahuilah bahwa perbuatanku itu demi
kepentinganmu sendiri?"
"Sayang sekali hweesio tua, aku Kho Beng justru hendak
menyingkap topeng dibalik kebajikanmu itu!" tukas anak muda itu.
Tiba2 saja paras muka Bok sian taysu berubah hebat, serunya dg
penuh kegusaran: "Selama ini aku selalu berusaha membujuk mu agar berbuat
kebaikan serta kembali kejalan yg benar, tindakan inikah yg kau
tuduh sebagai tindakan pura2?"
"He"he".he"kalian toh bukan pejabat pengadilan, atas hak apa
kamu semua menyelenggarakan sidang penyiksaan" Hey hweesio
tua mengapa kau tidak memberi kesempatan kepada Li Sam untuk
menempuh hidup baru" Mengapa kau hanya memberi kesempatan
macam itu kepadaku seorang?"
Merah padam selembar wajah Bok sian taysu, tapi justru karena
itu dia menjadi marah hingga wajahnya hijau membesi, ujarnya
kemudian dg suara dalam: "Sau sicu, kalau toh kau enggan menuruti nasehatku, sampai
waktunya kau pasti akan menyesal sekali."
Kho Beng tertawa angkuh"
"Tentang soal ini tak usah kau kuatirkan, yang datang tak akan
membawa maksud baik, orang baik tak akan datang mencari gara2.
He"he"he"hweesio tua, tahukah kau apa sebabnya aku Kho Beng
justru menunjuk dirimu untuk datang memenuhi janji?"
"Sayang aku tak paham niatmu itu!" dengus Bok sian taysu.
Kho Beng tertawa dingin"
"Kalau begitu tak ada salahnya bila kuberitahukan kepadamu,
selain menukar papan nama kuil kalian dg panji tsb, akupun hendak
memenggal batok kepalamu untuk dipakai bersembahyang didepan
meja abu engkoh Li Sam!"
Mendengar perkataan tsb, Bok sian taysu segera tertawa
terbahak-bahak: "Ha"ha"ha"asal sau sicu merasa yakin dg kemampuanmu,
silahkan saja untuk berusaha memenggalnya, tapi sayang batok
kepalaku ini bukan barang yg bisa dipetik sembarangan".Hmmmm,
sebelum itu aku ingin bertanya dulu kepadamu, sesungguhnya apa
sih hubunganmu dg Li Sam?"
"Li Sam adalah kakak angkatku, nah hweesio, serahkan panji tsb
kepadaku sekarang juga!"
"Apakah sicu telah membawa serta papan nama kuil kami?"
"Papan nama itu terlalu besar dan berat lagi hingga kurang
leluasa untuk dibawa kesana kemari, tapi tak usah kuatir perkataan
seorang lelaki sejati tak akan diingkari lagi, asal panji tsb sudah kau
serahkan, tentu papan nama itu akan kukembalikan kepada kalian."
"Hmmm"dalam soal ini aku dapat mempercayai perkataanmu,
tapi akupun merasa heran dg mempertaruhkan selembar jiwau kau
berusaha untuk mendapatkan panji tsb, sebetulnya apa sih
kegunaan panji itu bagimu."
"Hmmm hweesio busuk, tahukah kau siapakah Kho Beng yg
sebenarnya?" seru pemuda itu sambil tertawa dingin.
Bok sian taysu balik tertawa dingin:
"Bila dugaanku tidak keliru, sicu adalah putra Kho Po koan,
pelayan dari perkampungan Hui im ceng dimasa lalu!"
Kho Beng segera manggut2, katanya dg suara dalam :
"Kho lo tia pernah melepaskan budi setinggi bukit kepadaku,
sudah sepantasnya kalau kusebut dia orang tua sebagai ayah
angkatku, tapi aku bukan putra kandungnya."
"Jadi sicu bukan anak kandung si toya baja pedang tembaga Kho
Po koan?" Bok sian taysu menyela dg wajah tercengang. Tepat sekali
perkataanmu, sebab mendiang ayahku tak lain adalah Hui im cengcu
yg termashur itu!" Bok sian taysu terperanjat sekali, tapi sejenak kemudian ia sudah
mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Ha...ha...ha....siapa sih yg hendak kau tipu" Putra tunggal Hui in
cengcu sudah mampus diujung pedang Ciu bu ki, Ciu tayhiap
semasa masih bayi dulu. Mana mungkin bisa muncul putra kedua
dari Hui im cengcu dewasa ini...."
"Hmmm...tak nyana kau si hweesio begitu dungu" ejek Kho Beng
sambil tertawa sinis, "Orang yg mewakiliku mati waktu itu lah baru
putra tunggal pelayan kami, kasihan kamu semua ternyata hingga
kini masih belum menyadarinya"
Sekali lagi paras muka Bok sian taysu berubah hebat.
Dulu pendeta dari Siau lim si ini memang menaruh curiga atas
raut wajah Kho Beng yg dianggapnya mirip Hui im cengcu, tapi
selama ini ia selalu berpendapat itu hanya suatu kebetulan saja.
Karena itu setelah menyelami kembali peristiwa masa lampau, ia
tak mau percaya kalau bocah yg telah mampus diujung pedang
tempo hari, ternyata masih hidup terus hingga hari ini.
Sekarang, pendeta agung dari Siau lim si ini baru memahami
duduk persoalan yg sebenarnya, diam2 ia menyesal sekali karena
sudah menyia-nyiakan kesempatan baik sewaktu masih ditelaga
Tong ting tempo hari, coba kalau waktu itu ia bertindak tegas,
niscaya Kho Beng tak akan lolos hingga hari ini.
Hawa nafsu membunuh pelan2 menyelimuti perasaan Bok sian
taysu, meski begitu sikapnya masih tetap tenang dan lembut seperti
sedia kala, malah ujarnya sambil tertawa nyaring:
"Kalau toh sicu adalah putra kandung Hui im cengcu, tentu saja
aku harus mengembalikan benda ini kepada pemiliknya, nah
ambillah!" Tangan kirinya segera diayunkan kemuka, panji Hui im ki leng
segera meluncur kemuka bagaikan sekilas cahaya hijau dan....
"Duuuk!" Segera menancap diatas sebuah batu karang, persis ditengah
antara kedua orang itu. Menyusul kemudian tangan kanannya bergeser dari batang
tongkat keujung senjatanya. Setelah itu toyanya diputar dan
dijajarkan didepan dada, inilah gaya pembukaan dari suatu
serangan. Sebagai orang persilatan tentu saja Kho Beng dapat melihat hal
tsb, dg kening berkerut serunya dingin:
"Hey Hweesio, kelihatannya kau sudah tak sabar lagi untuk
bertarung melawanku."
Bok sian taysu tersenyum:
"Bukankah sicu menghendaki batok kepalaku" Sekarang kau
dapat menyelesaikan dua persoalan sekaligus, selain lencana panji
bisa kau peroleh, batok kepalaku bisa kau penggal, Cuma
masalahnya sekarang apakah sicu mempunyai kesanggupan untuk
melakukannya." Kho Beng mendengus dingin, sambil membusungkan dada ia
segera berjalan kemuka mendekati lencana panjinya.
Ia tahu baik kecerdasan maupun tenaga dalam yg dimiliki Bok
sian taysu masih satu setengah tingkat diatas kemampuannya,
diapun menyadari bahwa pihak lawan tak akan membiarkan dirinya
mendapatkan kembali panji tsb secara aman, bahkan bisa jadi
serangan yg bakal dilancarkan musuh luar biasa hebatnya.
Akan tetapi kobaran semangat yg dibangun oleh sindiran encinya,
menimbulkan kegagahan dan kejantanan yg tak terbendung dalam
tubuh Kho Beng, apalagi kematian Li Sam yg tragis amat melekat
didalam benaknya, boleh dibilang rasa bencinya terhadap Bok sian
taysu sudah merasuk sampai ke tulang sumsum.
Maka mempergunakan kesempatan disaat ia selangkah demi
selangkah mendekati panji tsb, dg teliti dan hati2 sekali ia mulai
memperhatikan kemungkinan2 yg dilakukan Bok sian taysu dalam
menghadapi dirinya, dia pun mulai mempersiapkan jurus serangan
yg mungkin bisa dipakai untuk menanggulanginya.
Selisih jarak sejauh berapa kaki tidak terlalu jauh, ditengah
suasana tegang yg mencekam seluruh kalangan inilah akhirnya Kho
Beng telah sampai disisi panji tsb.
Dalam keadaan demikian, mau tak mau dia harus mengalihkan
sorot matanya yg semula mengawasi wajah Bok sian taysu lekat2
kini harus beralih keatas panji yg berada diatas tanah.
Pada saat inilah sekulum senyuman dingin yg licik tersungging
diujung bibir Bok sian taysu, sebelum jari tangan Kho Beng
menyentuh panji itu mendadak ia membentak keras,
" lihat senjata!"
Toyanya diputar sambil bergetar menciptakan selapis cahaya
hitam yg disertai angin tajam langsung mengancam tubuh anak
muda tsb. Inilah jurus "Cahaya suci bayangan budha" dari ilmu delapan
belas jurus penaklus iblis yg merupakan ilmu toya rahasia dari Siau
lim si, seperti apa yg telah diduga semula, ternyata kekuatan yg
disertakan didalam serangan tsb benar2 hebat dan luar biasa sekali.
Berbicara menurut keadaan situasi saat itu rasanya selain
membendung ancaman mana dg mempergunakan senata, hanya
ada satu jalan saja bagi Kho Beng yakni menghindarkan diri.
Akan tetapi Kho Beng tak rela melepaskan panji yg sudah hampir
tersentuh oleh tangannya itu, dalam terperanjatnya ia pun bertekad
mengambil tindakan yg amat berbahaya sekali.
Tiba2 saja badanya menerjang maju kedepan lalu menjatuhkan
diri mendekam ketanah, dg suatu gerakan yg manis tapi berbahaya
ia berhasil lolos dari sapuan tenaga lawan.
Memanfaatkan kesempatan inilah dia menyambar panji tsb,
kemudian menjejakkan kakinya kebelakang keras2.
Laksana anak panah yg terlepas dari busurnya, pemuda itu pun
meluncur kemuka langsung menerjang kedada Bok sian taysu,
pedangnya menusuk sejajar dada dan menggunakan gerakan
"ombak berbaring gelombang memburu" dia mengancam lambung
lawan. Baru saja serangan toya Bok sian taysu menemui sasaran
kosong, ia makin terperanjat lagi setelah menyaksikan kejadian itu.
Ia bukan terkejut karena tindakan pembalasan dari Kho Beng yg
menyerempet bahaya, sebab tindak serangan balasan dari anak
muda tsb telah berada dalam dugaan pendeta agung dari Siau lim si
ini. Yang membuatnya amat terperanjat adalah jurus serangan yg
digunakan Kho Beng untuk melancarkan serangan balasan tadi , ia
tak mengira kalau jurus serangan yg dipakai adalah ilmu pedang
aliran air Lin sui jit si yg amat termasyur itu.
Dg suara dalam dan berat Bok sian taysu segera menegur:
"Rupanya sicu telah memperoleh warisan ilmu silat dari Bu wi
lojin?" Toyanya kembali diputar dg jurus "Guntur sakti penakluk iblis"
sepenuh tenaga ia babat tubuh lawan.
Disaat melejit kedepan tadi Kho Beng telah mencabut panjinya
dari batu, kini semangatnya berkobar-kobar, namun oleh karena
perubahan jurus yg dilakukan Bok sian taysu kelewat cepat, maka
dalam keadaan terdesak dan tak mungkin dapat dihindari lagi, ia
segera tertawa keras2 sambil serunya:
"Hey hweesio gede, aku Kho Beng akan menjajal sampai
dimanakah kemampuan tenaga dalammu!"
Tubuhnya cepat2 meluncur kebawah, begitu menginjak
permukaan tanah, pedangnya ditarik sambil berputar, lalu
membentak keras ia bendung serangan musuh dg kekerasan.
"Traaanggg"!"
Dua senjata yg saling bertemu menimbulkan suara bentrokan yg
nyaring sekali, percikan bunga api memancar kemana-mana.
Kho Beng segera merasakan kekuatan serangan Bok sian taysu
begitu berat dan kuat seperti tindihan bukit karang sehingga seluruh
lengan kanannya menjadi skit dan kesemutan, hampir saja
pedangnya lepas dari genggaman.
Akan tetapi senjata toya Bok sian taysu yg tertangkis pedang kho
Beng pun dibuat mencelat kebelakang, akibatnya pendeta dari Siau
lim si ini menjadi terkejut sekali sampai paras mukanya berubah
hebat, buru2 dia menghindarkan diri kebelakang.
Mimpipun dia tak pernah menyangka kalau Kho Beng pemuda yg
lemah lembut selain mendapatkan warisan ilmu pedang Lui sui jit si,
juga memiliki tenaga dalam yg begitu sempurna sampai2 bila
dibandingkan dg tenaga latihannya selama enam puluh tahun
selisihnya cuma sedikit sekali.
Jilid 13 Begitulah, setelah terjadi dua kali bentrokan, masing2 pihak
segera mundur kembali sejauh dua kaki dan saling berhadapan dg
penuh konsentrasi. Dg penilaian yg salah terhadap Kho Beng sebelum ini, kini Bok
Sian taysu tak berani bertindak gegabah lagi, terutama setelah
menyaksikan Kho Beng berdiri sambil menyilangkan pedangnya
didepan dada, tentu saja ia semakin tak berani bertindak secara
gegabah. Sebaliknya Kho Beng pun tak berani bertindak secara
sembarangan krn lengan kanannya dibuat kesemutan hingga sama
sekali tak bertenaga lagi, kini ia membutuhkan waktu yg cukup
untuk beristirahat dan memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.
Walaupun demikian, namun ia sendiripun sudah mengerti bahwa
niatnya untuk mencabut nyawa Bok sian taysu tak mungkin berhasil,
krn kemampuan yg dimilikinya sekarang masih ketinggalan jauh dari
musuhnya. Maka secara diam2, ia pun mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri saja dari situ, toh bagaimana jua lencana panji
warisan ayahnya telah diperoleh kembali.
Siapa tahu pada saat itulah mendadak terdengar seseorang
menegur dari belakang tubuhnya:
"Bok sian sute, apakah kau terluka?"
Bok sian taysu segera berpaling, tiba2 saja semangatnya makin
berkobar, sahutnya dg gembira:
"Lapor ciangbun hongtiang, pinceng dalam keadaan sehat, hanya
sampai kini aku belum berhasil mendapatkan kembali papan nama
kuil kita!" Dg perasaan terperanjat Kho Beng berpaling, ternyata diujung
bukit sana telah muncul seorang pendeta tua yg membawa sebuah
toya baja, dari sebutan Bok sian taysu diapun segera mendapat tahu
kalau orang itu tak lain adalah ketua Siau lim pay sendiri.
Hatinya segera berdebar keras, ia sadar posisinya berbahaya
sekali. Dalam keadaan begini, satu2 nya jalan terbaik baginya adalah
mengambil langkah seribu, cepat2 dia melejit keudara dan berusaha
meloloskan diri dari situ.
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siapa sangka baru saja tubuhnya melambung ketengah udara,
ketua Siau lim pay itu sudah memutar toyanya tiga kali.
Dari empat penjuru sekeliling bukit pun segera bermunculan
bayangan manusia yg dg cepat mengambil posisi mengurung.
Dlm waktu singkat puluhan orang pendeta yg bersenjata lengkap
telah mengepung tempat itu, hawa nafsu membunuhpun
menyelimuti wajah setiap orang.
Sambil tertawa dingin, Bok sian taysu segera berkata:
"Sicu, apakah kau masih berharap bisa meninggalkan kuil Siau
lim si ini?" Kho Beng amat terperanjat, melihat sekeliling tempat tsb sudah
terkurung musuh, terpaksa ia melayang turun kembali keatas tanah
dan bentaknya penuh kegusaran:
"Pendeta yg tak tahu malu! Apakah kalian berniat mencari
kemenangan dg mengandalkan jumlah yg banyak?"
"He"he"he"sicu belum menyerahkan kembali papan nama kuil
kami mana mungkin aku akan membiarkan kau pergi dari sini?"
sahut Bok sian taysu sambil menjengek dingin.
Kho Beng segera tertawa seram.
"Bagaimana pula andaikata aku telah mengembalikan papan
nama tersebut?" Sementara Bok sian taysu tertegun, ketua Siau lim pay telah
menyambung: "Sicu ini memang tidak mengingkari janji, papan nama telah
tergantung kembali diatas pintu gerbang kuil kita!"
Rupanya sebelum malam menjelang tiba tadi, Kho Beng telah
bersembunyi disekitar kuil Siau lim si, begitu melihat Bok sian taysu
sudah meninggalkan kuil untuk memenuhi janji, ia segera
menggantungkan lebih dulu papan nama ketempat semula, sesudah
itu ia baru membuntuti Bok sian taysu menuju ketempat perjanjian.
Tentu saja Bok sian taysu menjadi tertegun dibuatnya, saat itu
juga ia mulai sadar bahwa kecerdikan dan kelicikan Kho Beng tak
boleh dianggap enteng. Tapi sebelum sempat ia menegur sesuatu, ketua Siau lim pay,
Phu sian sangjin telah berkata lebih dulu:
"Bok sian sute, anak siapa sih orang ini?"
"Dialah Kho Beng, putra tunggal Hui im cengcu dimasa lalu!"
Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, serunya tercengang:
"Darimana munculnya putra kedua dari Hui im cengcu?"
Bok sian taysu menghela napas panjang.
"Aaaai"rupanya si toya baja pedang tembaga Kho Po koan telah
mengorbankan putranya sendiri untuk menyelamatkan putra
majikannya, ternyata siasatnya itu berhasil mengelabui seluruh umat
persilatan sampai bertahun-tahun lamanya. Ciangbun suheng, kita
tak boleh melepaskan bibit bencana ini lagi!"
"Ooooh"." Phu sian sangjin mengalihkan pandangannya dan
mengawasi Kho Beng lekat2, kemudian katanya:
"Sau sicu sebagai putra tunggal Hui im cengcu tentunya
mengetahui juga bukan atas peristiwa yg terjadi dimasa lalu?"
"Tahu!" sahut Kho Beng dingin.
"Sesungguhnya Hui im cengcu Kho tayhiap adalah seorang
pendekar yg berjiwa ksatria dan gagah perkasa, sayang seribu kali
sayang ia berubah menjadi licik dan munafik karena terpengaruh
kitab pusaka Thian goan bu boh sehingga semua orang hilang
kepercayaan terhadap dirinya.
Bukan saja ia telah mempermainkan umat persilatan sehingga
mondar mandir tak ada tujuannya, ia pun sudah membohongi semua
orang hingga akhirnya mengorbankan amarah orang banyak dan
menderita nasib yg amat tragis.
Kalau toh sicu sudah mengetahui secara jelas duduk persoalan
itu, sepantasnya juga bila kau banyak berbuat kebajikan dan
perbuatan sosial untuk menebus dosa dan kesalahan ayahmu
dimasa lalu, tapi nyatanya sekarang?".kau malah melakukan
perbuatan amoral, perbuatan yg terkutuk, nampaknya kau
sendiripun sudah bosan hidup!"
Dg kening berkerut Kho Beng berseru:
"Ayahku adalah seorang pendekar berjiwa besar, setelah beliau
berjanji akan menghadiahkan kitab pusaka itu kepada seluruh
persilatan, dia tak akan mengingkari janji. Biarpun masa lalu sudah
lewat namun masih banyak titik kelemahan yg mendatangkan
kecurigaan, sayang kau sebagai seorang pendeta agung dari suatu
perguruan besar justru kelewat bodoh dan pikun, tidakkah kau tahu
bahwa perbuatan bodohmu telah ditertawakan sidalang yg masih
bersembunyi dibalik layar."
"Seorang anak membelai ayahnya merupakan kejadian yg
lumrah" kata Phu sian sangjin dg suara dalam, "tapi memutar
balikkan kenyataan merupakan perbuatan terkutuk, tahukah sicu
bahwa pembelaanmu barusan justru semakin merusak nama baik
ayahmu?" Kho Beng tertawa dingin: "Aku bukan manusia yg suka memutar balikkan duduknya
persoalan, sayangnya kau sebagai seorang ciangbunjin justru tak
mampu meneliti persoalan yg terjadi. Padahal dalam kenyataannya
diwaktu itu justru ada seorang yg telah menyaru sebagai Bu wi
cianpwee untuk menipu kalian serta mengadu domba kalian semua,
siasat licik itulah yg menimbulkan kesalahpahaman umat persilatan
terhadap ayahku, sungguh tak disangka ternyata tak seorangpun yg
menyelidiki persoalan tsb secara teliti sehingga tanpa disadari telah
dijadikan alat oleh orang lain."
Phu sian sangjin nampak terperanjat sekali, serunya tertahan:
"Darimana sicu mengetahui persoalan ini?"
"Aku telah bertemu dg Bu wi cianpwee, justru untuk
membersihkan diri ia mengajarkan ilmu silatnya kepadaku, malah ia
telah kembali terjun kedalam dunia persilatan untuk menyelidiki
siapa gerangan otak atau dalang dibelakang layar yg menyebabkan
terjadinya peristiwa berdarah itu".."
"Apakah sicu sudah mengetahui siapakah dalangnya?"
"Tentu saja tahu"
"Siapakah dia?"
"Dewi In nu!" Phu sian sangjin segera tertawa terbahak-bahak:
"Ha...ha...ha...sudah hampir lima puluh tahun lolap memimpin
partai Siau lim pay, banyak sudah tokoh persilatan dimasa lalu yg
kukenal atau paling tidak pernah kudengar namanya, tapi rasanya
belum pernah kudengar tentang seseorang yg bernama In nu
siancu, ditinjau dari namanya, lolap duga ia seorang wanita, tapi
tanpa bukti yg nyata siapa yg akan mempercayai keteranganmu
itu..." Kembali Kho Beng tertawa dingin:
"Bila ciangbunjin tidak percaya, hal ini merupakan urusan
ciangbunjin sendiri, tapi aku, Kho Beng bertekad akan
membersihkan nama baik ayahku dari segala tuduhan yg tidak
benar, akan kusingkap dulu persoalan yg sebenarnya dan
kuumumkan kepada seluruh umat persilatan."
"Untuk sementara waktu tak usah kita singgung dulu masalah
tsb" kata Phu sian sangjin kemudian sambil menarik muka,
"sekarang lolap ingin menegur sicu lebih dulu, apa sebabnya kau
mencari gara2 dg partai kami?"
"Ha".ha".ha".tanpa sebab tak mungkin timbul akibat" kata Kho
Beng sambil tertawa lantang, "mengapa ciangbunjin tidak bertanya
lebih dulu kepada Bok sian hwesio, apa sebabnya ia telah mencuri
panji Hui im ki leng milik ayahku tempo dulu?"
Phu sian sangjin mendengus dingin:
"Bila anda hanya menginginkan panji tsb toh bisa mendatangi kuil
kami secara terang-terangan dan memohonnya kembali secara
baik2, mengapa kau justru melanggar peraturan dunia persilatan dg
mengambil tindakan mencuri?"
Kho Beng tertawa keras: "Ha"ha"ha"Bok sian sebagai seorang pendeta agung dari suatu
perguruan besar telah merampok panji Hui im ki leng secara paksa,
apakah tindakan semacam ini bukan termasuk tindakan pencurian"
Aku toh cuma mengambil papan nama kalian untuk ditukar dg
panji, apa salahnya bila tindakan semacam ini kuperbuat?"
Phu sian sangjin benar2 sangat gusar, serunya kemudian dg
suara dalam: "Anak muda kau harus tahu bahwa lolap sengaja menegurmu
karena berharap kau bisa menyadari atas kesalahanmu serta
bertobat, tak disangka kau justru keras kepala dan tak tahu adat"."
"Hmmm, aku Kho Beng toh belum perah berbuat kesalahan
kenapa mesti bertobat, Ciangbunjin, kau tak usah manis dimulut
jahat dihati, sekarang bila kau tak segera membubarkan kepungan,
terpaksa aku hendak mengandalkan pedang ini untuk beradu jiwa dg
kalian!" "Omitohud!" Phu sian sangjin segera merangkapkan tangannya
didepan dada, "Buddha maha pengasih, melenyapkan bibit bencana
bagi umat persilatan merupakan perbuatan mulia, maaf lolap akan
melanggar pantangan membunuh".!"
Berbicara sampai disini, ia pentang matanya lebar2 seraya
membentak keras: "Kemana perginya Ngo heng cuncu dari ruang Tat mo?"
"Tecu siap melaksanakan perintah ciangbun suheng!"
Jawaban serentak bergema dari sisi kiri bukit, menyusul
kemudian tampak empat sosok bayangan abu2 melayang turun
bagaikan rajawali sakti, mereka tak lain adalah Kim cuncu, Hwee
cuncu, Sui Cuncu dan Toh Cuncu.
Sementara itu Kho Beng telah bersiap sedia dg wajah serius, kini
ia sudah tak memikirkan lagi soal mati hidupnya, dg pedang
terhunus ia telah siap melangsungkan pertarungan mati-matian.
Dg suara lantang Phu sian sangjin berseru kembali:
"Kuharap Tianglo berlima dapat membekuk orang ini hidup2, bila
terpaksa cabut jiwanya...."
Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tiba2 dari bawah
bukit sana telah muncul gulungan api, ternyata arah munculnya
cahaya api tsb tak lain adalah kuil Siau lim si.
Kelima orang Ngo heng cuncu telah siap melancarkan
serangannya ketika secara tiba2 melihat munculnya cahaya api tsb,
dg wajah tertegun mereka segera berpaling.
Betapa terperanjatnya jago2 tsb setelah melihat bangunan kuil
mereka terjadi kebakaran besar, saking kagetnya mereka sampai
menjerit tertahan. Sementara itu para pendeta yg berdiri disisi kanan bukit telah
berteriak keras: "Lapor ciangbunjin, kuil kita terbakar!"
Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, belum pernah
bangunan kuil itu terbakar, apalagi terjadi disaat suasana setegang
ini tanpa terasa ia melirik sekejap kearah Kho Beng, hatinya curiga
sekali. Tapi hanya tertegun sejenak, ketua dari Siau lim si ini segera
membentak dg suara dalam:
"Harap kesepuluh Tianglo pelindung hukum segera pulang kekuil
untuk menyelidiki sebab musabab terjadinya kebakaran, begitu
mendapat kabar segera kirim laporan kemari!"
Sepuluh orang pendeta tua yg berada disisi kanan bukit serentak
menyahut dan beranjak meninggalkan tempat tsb.
Dg demikian selain Ngo heng cuncu dari Tat mo wan, diatas
puncak bukit itu masih terdapat juga para ketua ruangan yg lain,
Phu sian sangjin segera mmbentak lagi:
"Tianglo berlima...!"
Namun sebelum perkataan itu selesai diutarakan, dari balik
kegelapan tiba2 berkumandang lagi suara teriakan seseorang dg
penuh nada panik: "Ciangbunjin dari Siau lim pay, bila kau tak segera pulang,
mungkin kuil Siau lim si akan berubah jadi abu dan anak buahmu
akan habis dibantai orang!"
Dg wajah berubah Phu sian sangjin segera membentak:
"Tolong tanya siapakah sicu?"
Kali ini jawaban berasal dari tebing sebelah kanan:
"Lo pousat, aku jauh2 datang kemari memberi kabar hanya atas
dasar niat baik, jangan bertanya siapa aku, bila nanti perguruan Siau
lim si bisa lolos dari musibah malam ini, akhirnya toh akan tahu
sendiri siapakah aku".."
Phu sian sangjin segera mengalihkan pandangan matanya kearah
batuan karang serta gua batu yg berada disisi kanan bukit, sesudah
termenung sejenak, sahutnya kemudian:
"Terima kasih atas pemberitahuan sicu, tapi lolap telah mengutus
sepuluh tianglo pelindung?"
Sambil tertawa dingin suara itu bergema lagi:
"Wahai hwesio tua, bukan aku sengaja meremehkan kekuatan
kalian, bila kau hanya mengutus sepuluh orang tianglo pelindung
hukum saja, sementara seluruh kekuatan lain yg bisa diandalkan
terhimpun disini, aku kuatir mereka yg telah pergi tak akan kembali
lagi, kasihan sepuluh lembar jiwa melayang dg percuma!"
Tanpa terasa Phu sian sangjin mengalihkan sorot matanya
kebawah bukit, betul juga kobaran api kelihatan makin lama semakin
membesar sehingga separuh langit menjadi merah membara.
Padahal setahunya dalam kuil masih terdapat empat lima ratus
anggota kuil angkatan dua dan tiga yg tak lemah kekuatannya,
apabila bukan terjadi serbuan yg tangguh dari luar, mustahil dg
kekuatan sebesar itu mereka tak sempat memadamkan api hingga
api yg membakar kuil makin lama semakin membesar.
Begitu dipikir, tanpa terasa dia pun mempercayai keterangan
orang tsb sebesar lima bagian, segera tanyanya kembali:
"Tahukah sicu kawanan bajingan darimana yg melakukan
serbuan kekuil kami?"
"Kawanan manusia tsb semuanya baju dan kerudung hitam, ilmu
silatnya amat tangguh...aaai, ciangbunjin, apa lagi yg kau ragukan"
Apakah kau lebih memberatkan seorang bocah ingusan ketimbang
karya Siau lim si selama lima ratusan tahun?"
Kata2 yg sangat mengena itu segera membuat hati Phu sian
sangjin menjadi gugup, diam2 ia memikirkan untung dan ruginya
meninggalkan tempat ini. Memang benar Kho Beng merupakan bibit bencana yg harus
dilenyapkan dari muka bumi, akan tetapi hasil karya Siau lim si
selama lima ratusan tahun jauh lebih penting lagi.
Maka setelah mempertimbangkan untung ruginya, dg perasaan
apa boleh buat ketua Siau lim si ini menatap sekejap kearah Kho
Beng dan berkata dg suara dalam:
"Bocah keparat, malam ini aku akan membebaskan dirimu untuk
sementara waktu, kuharap kau bisa memperbaiki perbuatanmu
selanjutnya, janganlah mengikuti jejak ayahmu dulu sehingga
menyebabkan kematian yg tragis bagi diri sendiri!"
Selesai berkata ia segera mengibaskan ujung bajunya kearah
kawanan pendeta Siau lim si yg berada disekitar situ.
"Hayo jalan!" Secepat kilat ia segera meluncur turun kebawah bukit.
Waktu itu kelima cuncu Ngo heng dari ruang Tat mo telah dibuat
terperanjat sampai termangu oleh berita yg barusan didengarnya
maka begitu ketuanya memberi perintah untuk kembali kekuil
mereka tak berani ayal-ayalan lagi dan menyusul dibelakang Phu
sian sangjin.
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dlm waktu singkat seluruh pendeta sakti yg berada diseputar
bukit telah mengundurkan diri dari sana dan cepat2 pulang ke Siau
lim si. Ditengah jalan mereka saksikan kobaran api masih belum juga
mereda, kejadian mana membuat para pendeta menjadi panik dan
gelisah, nafsu membunuhpun telah menyelimuti wajah setiap orang.
Terutama sekali Phu sian sangjin sebagai ketua Siau lim pay,
hawa amarah menyelimuti dadanya, akan tetapi ia pun curiga.
Ia tak habis mengerti manusia darimanakah dewasa ini yg
bernyali begitu besar dg melakukan penyerbuan kekuil Siau lim si"
Mungkinkah kawanan manusia penyerbu tsb adalah komplotan
dari si Kedele Maut yg misterius itu"
Siapa tahu belum habis ingatan tsb melintas lewat, dari kejauhan
sana ia telah menyaksikan sepuluh sosok bayangan manusia
meluncur datang dg cepatnya.
Ketika bayangan manusia itu semakin dekat, segera mereka
kenali sebagai kesepuluh tianglo pelindung hukum yg diutus untuk
menolong kuil mereka. Phu sian sangjin segera menghentikan langkahnya lalu dg wajah
tertegun tegurnya: "Mengapa kalian buru2 balik kemari" Apakah anak murid kita
sudah tak mampu lagi menahan serbuan musuh?"
Kesepuluh tianglo itu cepat2 menghentikan larinya, setelah
memberi hormat maka pemimpin dari kesepuluh pendeta tsb, Sin
tiong taysu berkata dg pelan:
"Lapor cingbun hongtiang, meskipun tanda bahaya telah
dibunyikan dari dalam kuil namun hingga sekarang belum ditemukan
jejak musuhnya...." Phu sian sangjin semakin tertegun, serunya agak keheranan:
"Kalau toh jejak musuh tak ditemukan, mengapa kobaran api
didalam kuil semakin membesar?"
"Api itu membakar hutan pohon siong disisi kuil, entah siapa yg
telah mengguyur minyak disekitar sana sehingga begitu terkena api
maka kobaran apinya menjulang sampai kelangit. Kini pepohonan
disekitar tempat kebakaran sudah mulai ditebangi anak murid kita
hingga lokasi kebakaran pun telah diisolir, bila minyak sudah habis
terbakar niscaya kobaran api akan padam dg sendirinya"."
"Jadi kuil kita tak terbakar?" sela Phu sian sangjin.
"Kuil kita selamat dan tetap utuh, namun tecu telah perintahkan
untuk meningkatkan kesiap siagaan!"
Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, serunya kemudian
sambil menghentakkan kakinya ketanah:
"Celaka! Kalau begitu sipembawa berita tadi adalah komplotan
bajingan muda tsb, tak disangka aku sudah termakan oleh siasat
licik?" Rupanya bila dilihat dari puncak bukit maka hutan pohon siong
tsb justru menyelimuti sekeliling kuil, tak heran kalau para pendeta
tsb salah mengira kuil mereka telah terbakar.
Demikianlah, setelah selesai berbicara ketua dari Siau lim si itu
segera mengebaskan ujung bajunya dan beranjak pergi menuju
kepuncak bukit kembali. Tentu saja kawanan pendeta lainnya harus mengikuti dari
belakangnya, tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba
kembali ditempat semula, namun apa yg terlihat membuat mereka
termangu-mangu, suasana dipuncak bukit itu amat hening, tak
nampak sesosok bayangan manusia pun disitu"..
Tak terlukiskan rasa gusar yg menyelimuti perasaan Phu sian
sangjin waktu itu, tiba2 ujarnya kepada Bok sian taysu:
"Sute, sekembalinya kedalam kuil nanti segera utus orang untuk
memberi kabar kepada seluruh partai yg ada, beritahu tentang asal
usul bocah keparat itu, suruh semua rekan2 persilatan yg terlibat
dalam peristiwa berdarah saat itu untuk memperketat gerak
geriknya, barang siapa membocorkan rahasia tsb bunuh saja tanpa
ampun ..he"he"he" biarpun kolong langit amat luas, aku justru
akan memojokkannya hingga tiada tempat berpijak lagi"."
oooOOooo Malam sangat gelap. Ditengah pegunungan yg membentang dari puncak Siong san
sebelah utara sampai dikota The ciu tampak ada dua sosok
bayangan manusia yg sedang berlarian dg kecepatan tinggi.
Orang yg berada dimuka adalah seorang menusia berkerudung
hitam yg bertubuh kecil pendek, sedangkan orang yg mengikuti
dibelakangnya adalah seorang pemuda berbaju biru, dia adalah tak
lain dari pada Kho Beng yg baru lolos dari kepungan para jago Siau
lim pay. Waktu itu, Kho Beng bertanya sambil meneruskan larinya:
"Sobat, sebenarnya siapa sih kau ini" Hendak kau bawa diriku
kemana".?" Manusia berkerudung hitam yg berada didepan sama sekali tak
berpaling, ia berlarian terus dg kencangnya, hanya sahutnya dingin:
"Bocah muda, tak usah banyak bicara terus, setelah keluar dari
pegunungan ini belum terlambat kalau ingin bicara!"
Kali ini adalah kali keempat Kho Beng mengajukan pertanyaan yg
sama, sebaliknya yg menjawab pun empat kali memberikan jawaban
yg sama, hal ini membuat Kho Beng merasakan betapa misteriusnya
si manusia berkerudung hitam itu.
Kini, walaupun ia sudah tahu kalau orang tsb tidak bermaksud
jahat, akan tetapi pelbagai kecurigaan masih mencekam dalam
perasaannya, ia tak tahu akan dibawa kemanakah dirinya setelah
orang itu berhasil memancing pergi kawanan pendeta dari Siau lim
pay" Dan apa pula maksud tujuannya"
Sesungguhnya Kho Beng ingin menanyakan kecurigaan2nya itu
akan tetapi akhirnya ia berusaha mengendalikan perasaan tsb, sebab
ia tahu kalau lawannya enggan berbicara, ini berarti ditanya pun tak
ada gunanya. Begitulah, mereka berada satu dimuka yg lain dibelakang saling
berkejaran menelusuri jalan setapak.
Lebih kurang dua jam kemudian, manusia berkerudung hitam yg
berjalan dimuka itu memperlambat gerak larinya.
Sementara itu titik cahaya terang sudah mulai muncul diufuk
timur, ini menandakan kalau fajar mulai menyingsing, jalan yg
terbentang didepan mata pun sudah makin mendatar atau dg
perkataan lain mereka sudah meninggalkan pegunungan Siong san
sebalah timur. Akhirnya manusia berkerudung hitam itu menghentikan
langkahnya, dadanya nampak tersengal-sengal, suara dengusan
napas yg memburu lamat2 kedengaran jelas.
Begitu pula keadaan Kho Beng napasnya terengah-engah,
dadanya naik turun hingga untuk berbicara pun rasanya susah
sekali. Lama sekali mereka berdua termenung sambil mengatur napas
akhirnya manusia berkerudung hitam itu menghembuskan napas
panjang dan berkata lebih dulu.
"Akhirnya kita berhasil juga lolos dari kawasan yg berbahaya, kita
tak usah kuatirkan pengejaran dari kawanan hwesio Siau lim si
lagi".!" Perkataan itu diucapkan seakan-akan bergumam, tapi seperti
juga memberi penjelasan kepada Kho Beng mengapa ia tidak
memberikan jawaban tadi. Kho Beng manggut2 sekarang ia baru
bisa bernapas lega, sahutnya sambil tersenyum:
"Terima kasih atas bantuan saudara yg telah menolongku dari
pengepungan, aku rasa sobat boleh segera melepaskan kain
kerudungmu sehingga kita dapat saling berhadapan dg wajah
sebenarnya." Manusia berkerudung itu tertawa terkekeh-kekeh, pelan2 dia
melepaskan pula jubahnya yg kedodoran...
Begitu melihat jelas muka orang itu, Kho Beng jadi tertegun,
tanpa terasa ia berseru tertahan:
"Aaaah, rupanya kau!"
Siapakah dia" Ternyata orang itu adalah lelaki yg membawa
sekarung kedele yg pernah ditemuinya dirumah makan kota Kwan
tong tempo hari. Waktu itu dg senyuman dikulum ia mengawasi Kho Beng lekatlekat....
"He...he...he...daya ingatan sauhiap memang sangat bagus"
katanya sambil tertawa terkekeh, "rupanya kau masih ingat dg
ku.....aaah betul, hamba Chee Tay hap menjumpai kongcu!"
Seraya berkata ia memberi hormat dalam2.
"Chee Tay hap?" Kho Beng berbisik dg wajah tertegun, "dia telah
melepaskan budi pertolongan kepadaku, masa aku harus
menyebutnya dg nama secara langsung?"
Maka ia pun buru2 menjura untuk memberi hormat.
"Kongcu tak usah keheranan atau terkejut" kata Chee Tay hap
lagi sambil tertawa,"hamba hanya melaksanakan perintah majikan
untuk melindungi keselamatan kongcu secara diam2"
"Siapa sih atasanmu itu?" tanya Kho Beng gelisah.
Chee Tay hap segera tertawa misterius, "Atasanku tak lain adalah
nona Kho" "Oooh rupanya toaci, Ya betul, bila ditinjau dari kantung kedele
yg kau bawa sewaktu di Kwan tong tempo hari seharusnya aku
sudah menduga kesitu. Jadi kau mulai menguntil dibelakangku semenjak kau
meninggalkan Yang ciu tempo hari."
Chee Tay hap manggut2. Kembali Kho Beng bertanya:
"Kalau begitu kau juga yg telah melepaskan api di Siau lim si
malam tadi?" Sekulum senyum kebanggaan segera tersungging diujung bibir
Chee Tay hap, katanya: "Aaaai, aku cuma menggunakan sedikit siasat untuk menipu
mereka" "Aaaai".bagaimanapun juga perbuatanmu itu sedikit
keterlaluan"." Kata Kho Beng sambil menghela napas.
Chee Tay hap segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Membunuh seorang hwesio Siau lim atau melepaskan api
membakar ludes seluruh kuil Siau lim rasanya tiada perbedaan
menyolok, toh satu kali berhutang juga tetap hutang"."
"Biarpun perkataanmu ada benarnya juga" kata Kho Beng dg
wajah serius, "tapi pandangan kita harus benar, tak boleh emosi
atau berat sebelah dalam penilaian, kalau tidak maka kita sendirilah
yg bakal terjerumus dalam posisi yg sulit"
"Perkataan kongcu memang benar" buru2 Chee Tay hap memberi
hormat. Kembali Kho Beng berkata:
"Kuharap sekembalinya dari sini kaupun bisa menyampaikan
kata2 yg sama kepada enciku, apalagi jejak dalang yg sesungguhnya
sudah diketahui, kuharap ia tidak bertindak secara membabi buta
lagi. Ketahuilah orang2 yg terlibat dlm peristiwa berdarah tempo
hari, sampai sekarangpun belum mengetahui duduk persoalan yg
sebenarnya, siapa tak tahu dia tak bersalah, banyak membunuh
hanya akan dikutuk Thian"
Mendengar perkataan tsb, Chee Tay hap segera menghela napas
panjang, katanya kemudian:
"Aaaaai"kongcu berjiwa besar dan berhati mulia, jauh sekali
berbeda dg sifat majikanku, tapi kuharap jangan sampai bentrok dg
majikan hanya dikarenakan mempunyai pandangan yg berbeda,
sesungguhnya majikan mempunyai wajah yg dingin dan kaku namun
berhati lembut dan mulia, ketika ia tahu kalau kongcu adalah adik
kandungnya, saat itu juga ia menitahkan hamba untuk melindungi
kongcu secara diam2, betapa hangat dan besarnya perhatian
majikan terhadap kongcu sungguh tak terurai dg kata2".."
Dg perasaan bergolak Kho Beng ikut menghela napas panjang:
"Mengerti, kakak yg tertua bagaikan ibu kandung, aku sebagai
adik tentu saja cuma bisa memberi saran, masa antar saudara
sendiri sampai terjadi bentrokan" Sudahlah, mulai sekarang kau tak
usah mengikuti diriku lagi"."
"Kongcu menyuruh aku pulang?" tanya Chee Tay hap tercengang.
Kho Beng mengangguk. "Toaci bercita-cita hendak menuntut balas, itu berarti dalam
setiap aksinya ia selalu membutuhkan bantuan, sebaliknya aku saat
ini cuma ingin menyelidiki jejak pembunuh sebenarnya secara diamdiam,
apalagi panji Hui im ki leng sudah kuperoleh kembali, rasanya
sudah tiada lagi urusan penting yg akan kukerjakan lagi, oleh sebab
itu aku pikir lebih baik kau pulang saja untuk melindungi
keselamatan toaci" Chee Tay hap berpikir sebentar, akhirnya dia manggut seraya
berkata: "Perintah kongcu pasti akan kulaksanakan, cuma sebelum pergi
hamba ingin menyampaikan dulu sesuatu kepadamu"
Sambil berkata ia mengeluarkan sebuah kantung kecil dari
sakunya, melihat kantung itu menggunung dg tercengang Kho Beng
bertanya: "Apa sih isi kantung itu?"
"Apalagi selain kedele pencabut nyawa"
Terkesiap juga hati Kho Beng sesudah mendengar penjelasan itu,
terdengar Chee Tay hap berkata lebih jauh:
"Sekarang hamba akan menjelaskan rahasia dari ilmu tsb,
kuharap kongcu dapat mengingat sebaik-baiknya
Im dikiri dan Yang di kanan, Yang dilepas Im ditarik, nyata dikiri
kosong dikanan, empat penjuru berputar terbang melayang. Nah
kongcu! Apakah kau sudah mengingatnya?"
"Ingat sih sudah kuingat, tapi tidak kupahami apa arti dari
rahasia tsb?" Kembali Chee Tay hap tertawa:
"Sesungguhnya kepandaian ini merupakan suatu kepandaian yg
luar biasa, padahal kalau sudah diketahui rahasianya bukan suatu
kepandaian yg hebat. Pernahkah kongcu melihat kanak2 yg bermain
kelereng".?" Kho Beng segera menggeleng.
Melihat itu Chee Tay hap berkata lebih jauh:
"Padahal asal kongcu bisa membayangkan saja rasanya tak susah
untuk memperoleh gambaran, misalnya sebutir kelereng yg
disentilkan dg jari tangan, ia pasti menggelinding kemuka secara
lurus, akan tetapi kalau sewaktu menyentil kita melakukan gerakan
menekan dg jari tangan maka keadaannya menjadi berbeda!"
Bagaimanapun juga sifat kekanak-kanakan Kho Beng belum
hilang, karena tertarik segera ujarnya sambil manggut2.
"Ya benar, bila ditekan dg jari maka setelah kelereng itu melejit
kedepan maka ia akan menggelinding balik kembali, tapi apa sih
hubungannya dg ilmu melepaskan kedele?"
Chee Tay hap segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Ilmu hwee hun toh mia (sukma membalik pencabut nyawa) dari
tuan putri justru mempergunakan prinsip kerja dari kelereng tsb,
hanya saja kalau main kelereng kita menggunakan kekuatan jari
maka dalam bermain kedele kita mesti menggunakan sepasang
tangan secara bersamaan dan disini pula letak perbedaan antara
ilmu sukma membalik pencabut nyawa dg ilmu pelepas senjata
rahasia pada umumnya!"
Seraya berkata dia mengeluarkan empat butir kedele dari
sakunya dan diletakkan pada telapak tangan, lalu katanya lagi
sambil tertawa,
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bila senjata rahasia menggantungkan kekuatannya pada
lontaran jari tangan maka ilmu Hwee hun toh mia ini justru
mengandalkan pancaran tenaga dalam yg menyembur keluar dari
balik telapak tangan, disaat telapak tangan kanan memancarkan
tenaga yang kang maka telapak tangan kiri yg merapat secara diam2
memancarkan tenaga Im kang, sewaktu melancarkan serangan pun
dua butir yg didepan dipakai untuk memancing perhatian lawan
sebaliknya dua butir yg menyusul kemudian sebagai senjata
pembunuh, sasaran termudah tak lain adalah sepasang mata
musuh." Kho Beng memperhatikan keterangan tsb dg bersungguhsungguh
sampai disitu tak tahan lagi ia menyela:
"Mengapa sasaran yg termudah justru terletak pada sepasang
mata musuh?"" "Mata adalah bagian terutama dari tubuh manusia, begitu
terkena maka daya kerja obat akan menyebar dg cepat, karenanya
barang siapa terkena maka dia akan segera tewas. Berbeda sekali dg
bagian lain, bukan saja belum tentu bisa membunuh lawan, daya
kerja obat racun pun belum tentu bisa berkasiat sebagaimana
mestinya, kedua, pandangan mata siapapun, entah bagaimanapun
tajamnya pasti bakal keliru?"he".he".he".dg memanfaatkan
kesalahan pada pandangan manusia inilah ilmu sukma berbalik
pencabut nyawa seringkali menewaskan lawannya!"
Berbicara sampai disini, sambil tertawa ia segera menambahkan:
"Dua kaki didepan sana terdapat dua batang pohon besar yg
berdiri berjajar, apa salahnya jika kongcu membuat dua lingkaran
pada masing2 pohon, kemudian menyaksikan demontrasi ilmu
sukma berbalik pencabut nyawaku?"
Dg gembira Kho Beng melompat kesisi pohon lalu dg jarinya ia
membuat dua buah lingkaran pada batang pohon itu, setelah itu
diperhatikannya pohon lain yg berjarak lebih kurang lima inci
disisinya. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, ia sengaja
melukis dua lingkaran yg bengkok2 dan selisih satu inci satu sama
lainnya, kemudian sambil berjalan balik kesamping Chee Tay hap
katanya sambil tertawa: "Sekarang akan kulihat kebolehanmu dalam menggunakan ilmu
sukma pencabut nyawa"
Dari kejauhan Che Tay hap dapat melihat bagaimana Kho Beng
sengaja melukis lingkaran tsb secara bengkok2, dg kening berkerut
ia menegur: "Kongcu sengaja melukis lingkaran secara bengkok2, mana ada
mata manusia yg berbentuk seperti itu?"
Kho Beng tertawa" "He....he....he....katanya ilmu tsb hebat sekali" Kalau cuma
keadaan seperti inipun tak sanggup dilakukan dimana lagi letak
keistimewaannya?" "He...he...he...terus terang saja kongcu, hamba sendiri pun baru
belajar jadi tak sehebat kepandaian yg dilakukan tuan puteri sendiri,
tapi hamba akan memberanikan diri untuk mencobanya, silahkan
kongcu lihat dg seksama!"
Tangannya segera digoncangkan, tahu2 keempat butir kedele itu
sudah berjajar menjadi satu baris.
Kemudian ia merapatkan telapak tangan kirinya sambil menarik
kebelakang, ketika tangan kanannya diayunkan kemuka maka,
"Sreet!" Dua buah titik bayangan hitam telah meluncur dari tangannya
dan melayang kearah kiri.
Kho Beng menjadi tertegun, segera pikirnya dg keheranan,
"Aneh benar orang ini, padahal sasarannya berada didepan,
mengapa kedua butir kedele itu justru dilontarkan kesebelah kiri?"
Belum habis ingatan tsb melintas lewat, tampak olehnya kedua
titik bayangan hitam itu sudah meluncur sejauh dua kaki lebih, tiba2
saja benda tadi membuat suatu gerakan melingkar dan tahu2 sudah
menancap ditengah lingkaran pada batang pohon tsb.
Diam2 Kho Beng merasa terkesiap, pikirnya tanpa terasa:
"Aaai"ternyata kepandaian tsb benar2 sangat tangguh?"
"Duuuk,duukk"!"
Sekali lagi bergema suara benturan nyaring, ternyata lingkaran
pada batang pohon yg lain pun sudah terkena serangan kedele tadi
meski satu diantaranya tidak mengena persis pada sasarannya.
Tapi satu hal yg membuat pemuda itu tercengang adalah sejak
kapan kedua butir kedele yg terakhir dilepaskan Chee Tay hap,
saking kesemsemnya memperhatikan perubahan pada dua butir
kedele pertama, ia sampai lupa memperhatikan gerakan selanjutnya.
Sementara itu Chee Tay hap telah berkata sambil tertawa rikuh:
"Aaaai, dasar tidak berbakat, baru dicoba pertama kali sudah
meleset" Setelah berhenti seenak, kembali ia berkata:
"Rasanya kongcu sudah mengetahui garis besarnya bukan" Bila
kita andaikan pohon yg pertama sebagai musuh dan lingkaran yg
dibuat adalah sepasang mata lawan maka dua butir kedele yg
dilepaskan lebih dulu tadi tak lebih berguna untuk memancing
perhatian lawan, disaat musuh melihat datangnya sambaran
bayangan hitam maka ia pasti akan berusaha menghindar, dg
hindarannya tadi muduh pasti akan beralih pada posisi batang
pohon yg kedua, da justru dg posisi inilah dia akan termakan oleh
dua butir kedele yg terakhir.
Cuma sayang kepandaianku kurang matang, coba kalau encimu
yg melakukannya sendiri, dua butir pun sudah lebih dari cukup."
Sambil tertawa Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya: "Kau jangan lupa sekarang pohon yg kita anggap manusia adalah
benda mati tak mampu bergerak, jika orang hidup yg kita hadapi dia
tak bakal berdiri saja menanti digebuk"
"Ha....ha....ha....kali ini perkataan kongcu memang tepat,
memang dsisinilah kelemahan dari ilmu silat Sukma berbalik
pencabut nyawa, yakni tak dapat dilepaskan menurut kehendak hati
disaat pertarungan sedang berlangsung, ilmu ini hanya bisa
dipergunakan disaat lawan lengah sedang tenang.
He...he....he...setiap kali encimu mencari sasarannya, dia selalu
memberi kata-kata pembukaan!"
"Apa itu kata2 pembukaan?" tanya Kho Beng agak geli.
"Bila nafsu membunuh telah menyelimuti perasaan nona, dia
pasti berkata begini....aku yakin kalian tentu tak rela menanti
kematian dg begitu saja, tapi nona pun belum tentu harus
membunuh kalian, asal kau bisa menghindari kedua butir kedele
maut ku, akan kubebaskan kau dari kematian....he....he....sepuluh
orang jago sembilan orang diantaranya sudah dibuat keder oleh
keseraman kedele maut, mereka tentu akan menghadapi secara
serius, didalam keadaan seperti inilah serangan dari encimu pasti
akan mengenai sasaran!"
"Aku masih saja tak mengerti!" kata Kho Beng dg kening berkerut
kencang. "Dalam hal apa kongcu tidak mengerti?"
"Darimana toaci bisa tahu kalau musuhnya hendak menghindar
kemana, kekiri atau kekanan, muka atau belakang?"
Chee Tay hap segera tertawa.
"Pertanyaan kongcu amat tepat, encimu pernah bilang, hal ini
tergantung pada penilaian serta pandangan yg berpengalaman,
reaksi dari seseorang berilmu silat kebanyakan dilakukan setelah
lawan bertindak duluan, maka disaat kau siap sedia melancarkan
serangan, pihak musuh tentu akan memperhatikan serta bersiap
siaga dg penuh keseriusan, sewaktu menghindar pun kalau bukan
kekiri pasti kekanan, sebalknya kau harus mengandalkan
kesempatan disaat butiran kedele itu berputar untuk menentukan
arah gerakan bahu dari lawanmu.Bila gerakannya kekanan pasti
menghindar kekiri, bila gerakannya kekiri pasti berkelit kekanan.
Bagi orang macam encimu, dia tak usah menggunakan empat
butir untuk memancing reaksi lawan, dua butir pun sudah lebih dari
cukup, karena biasanya ia menilai gerakan musuh dari kedipan
matanya, biasanya bila kedele sudah dilontarkan, bukan kedele itu
yg mencari mangsa, justru korbanlah yg menghantarkan diri untuk
disergap kedele maut itu?"
Sampai disini Kho Beng pun segera berpikir, meski encinya sudah
lelewat banyak membunuh orang, namun perbuatannya tsb sengaja
dilakukan demi menuntut balas atas kematian orang tuanya. Ia
sebagai adik kandung sudah menjadi kewajibannya untuk turut
memikul tanggung jawab itu.
Siapa tahu dg sekantung kedele tsb ia bisa mengacaukan
pandangan umat persilatan terhadap encinya, atau paling tidak bisa
mengurangi beban yg menghimpitnya"
Berpikir sampai disitu, katanya kemudian:
"Baiklah, akan kuterima sekantung kedele ini"
Tampaknya Chee Tay hap masih tetap kuatir, kembali dia
bertanya: "Apakah kongcu sudah memahami teori tsb sekarang?"
"Sudah mengerti" Kho Beng mengangguk sambil tertawa, "Tak
nyana kau sudah menguasai sekali tentang seluk beluk ilmu tsb."
Chee Tay hap tertawa. "Sesungguhnya hamba mendapat rejeki gara2 membonceng
dibelakang kongcu, seandainya nona tidak ingin mewariskan ilmu tsb
kepadamu, mana mungkin dia akan mengajarkan kepandaian sakti
itu kepada hamba?" "Apakah racun dari kedele ini ada obat penawarnya?"
Chee Tay hap menggeleng, "Hamba tak punya waktu untuk membuatnya, tapi asal kulit tak
robek dan darah tidak mengalir, racun tsb tak akan menyerang
tubuh manusia. " "Dari Li Sam kudengar kalau ilmu silat toaci berasal dari Gin san
siancu, tapi belum pernah kudengar kalau keahlian gin san siancu
didalam permainan senjata rahasia" "
Kembali Chee Tay hap tertawa :
"Menurut penjelasan majikan, ilmu sukma berbalik pencabut
nyawa diwarisinya dari seorang manusia berkerudung sewaktu ia
baru turun gunung dulu, hanya sewaktu mewariskan kepandaian
tadi, orang tsb menggunakan semacam senjata rahasia yg istimewa
bentuknya, tuan putri menganggap cara membuat senjata rahasia
tsb tidak mudah, maka dg kecerdikannya ia merubah senjata dg
menggunakan kedele."
"Ooooh"rupanya begitu" Kho Beng manggut2, "Nah sekarang
kau boleh pergi!" Dg sikap hormat sekali Chee Tay hap menjura katanya:
"Kalau begitu hamba mohon diri lebih dulu"
Ia membalikkan badan dan beranjak pergi tapi belum berapa
langkah tiba2 dua berbalik kembali.
"Apakah kau masih ada persoalan yg belum dijelaskan?" tanya
Kho Beng tertegun. Sesudah sangsi sejenak Chee Tay hap berkata agak tergagap:
"Mengingat kongcu seorang yg berjiwa besar dan berhati mulia,
ada beberapa persoalan perlu kujelaskan dulu agar kongcu tidak
memikirkan persoalan itu didalam hati"
"Soal apa?" pemuda itu makin bingung.
"Sesungguhnya hamba tidak pernah memasuki kuil Siau lim si,
padahal kongcu mesti membayangkan sendiri, Siau lim si dg lima
ratusan pendeta bukan kekuatan yg lemah, dg mengandalkan
kemampuan hamba seorang, mana ada kemungkinan untuk masuk
kedalam bangunan dan membakarnya."
"Ehmmm, soal tsb belum pernah kubayangkan" ujar Kho Beng
termangu, "jadi kau masih punya teman?"
Chee Tay hap tertawa jengah,
"Teman sih tidak punya, aku tak lebih Cuma melepaskan api
dihutan siong belakang kuil sehingga memberi kesan kepada para
pendeta yg berada dipuncak bukit bahwa kuil Siau lim si sudah
terbakar, dg cara tsb aku berharap kawanan hwesio itu menjadi
panik dan gugup. Padahal dalam kenyataannya kuil itu tidak rusak
sama sekali, apa yg hamba katakan kepada kongcu tadi lebih Cuma
bualan belaka!" Kho Beng agak tertegun sejenak, tapi ia segera tertawa terbahakbahak:
"Ha".ha".ha"..sungguh tak kusangka siasat busukmu amat
banyak, tapi bila dilihat dari demontrasi ilmu meringankan tubuh yg
kau lakukan tadi, jelas tenaga dalammu tidak berada dibawahku!"
"Kongcu kelewat memuji" Chee Tay hap tertawa, "lima tahun
berselang hamba masih dikenal orang sebagai Sin hek tok ho atau
saudagar racun berkaki sakti, soal ilmu meringankan tubuh memang
menjadi kepandaian andalanku, padahal kecuali yg satu ini aku tak
punya kemampuan lain yg bisa dibandingkan dg kongcu."
Habis berkata ia tertawa lagi sambil menambahkan:
"Justru karena pengalaman hamba sebagai saudagar, maka
menjadi kebiasaanku untuk membual dalam bidang apa saja, dalam
hal ini harap kongcu jangan menjadi gusar!"
Setelah memberi hormat diapun beranjak pergi meninggalkan
tempat itu, dari kejauhan ia sempat berseru lagi:
"Aku hendak pergi dulu, soal keselamatan kongcu selanjutnya
kuserahkan pada kalian!"
Dg kecepatan bagaikan sambaran kilat ia berkelebat menuruni
bukit, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan mata. Kho Beng yg mendengarkan perkataan itu menjadi tertegun,
pikirnya : "Ia bilang tak punya teman, lantas pesan tsb ditujukan
kepada siapa?" Berpikir sampai disitu, diapun mencoba untuk memperhatikan
keadaan disekitar sana namun tak nampak sesosok bayangan
manusiapun yg tampak. Permainan setan apa lagi yg dilakukan Chee Tay hap" Pikir Kho
Beng dg termangu. Diliputi perasaan heran dan tak mengerti ia berjalan menuruni
bukit. Siapa tahu baru berjalan sepuluh langkah, mendadak dari balik
semak belukar disisi jalan melompat keluar dua sosok bayangan
manusia yg membawa golok terhunus, dg cepat mereka
menghadang jalan perginya.
Kho Beng terkejut sekali, dg cepat dia melompat mundur sejauh
dua langkah lebih. Ketika diamati lebih teliti, ditemukan dua orang tsb mempunyai
perawakan tubuh tinggi besar, wajahnya kasar dan bengis, matanya
tajam dan hidungnya melengkung, tampangnya menunjukkan kalau
mereka bukan manusia baik2.
Pakaian yg dikenakan adalah baju ringkas dari bahan kain
kasar,dadanya terbuka lebar hingga nampak bulu dadanya yg hitam
lebat, dg sorot mata yg tajam begaikan sembilu mereka awasi Kho
Beng tanpa berkedip. Terkejut juga perasaan Kho Beng menghadapi dua orang yg tak
dikenal itu, pikirnya: "Jangan2 kedua orang ini adalah yg dimaksud Chee Tay hap dg
perkataannya tadi" Tapi Chee Tay hap adalah anak buah enciku,
mengapa ia justru berteman dg kawanan manusia buas" Kalau
dibilang hal ini merupakan ide cici, rasanya lebih mustahil lagi"
"Kaukah yg bernama Kho Beng?"
Dari nada pembicaraan lawan, Kho Beng segera mengetahui
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau mereka berdua bukan orang Tionggoan, bisa jadi suku asing
dari luar negeri perbatasan, hal ini semakin mencurigakan hatinya.
Sambil mempersiapkan diri secara diam2, sahutnya dingin:
"Betul!" Tapi sebelum perkataan tsb selesai diucapkan, lelaki berbaju
kembang yg lain tela menyambung:
"Kalau memang benar, hayo cepat ikuti kami berdua!"
"Kalian berdua hendak mengajakku pergi kemana?" tanya Kho
Beng adak tertegun. "Tidak jauh dari sini!"
"Maaf" kata Kho Beng dg suara dalam, "belum kuketahui nama
kalian berdua!" "Aku bernama Hapukim dan dia Rumang!" ucap lelaki berdada
bidang pula: Sambil menjura Kho Beng segera berkata:
"Oooh, rupanya saudara Hapukim dan saudara Rumang, barusan
kalian bilang akan mengajakku pergi tak jauh dari sini, tampat mana
sih yg dimaksud...?"
"Aaah, kau ini kelewat cerewet!" tukas Rumang sambil melotot.
Berubah paras muka Kho Beng katanya pula sambil tertaw
dingin: "Aku tidak terbiasa menuruti perintah orang, apalagi mengikuti
seseorang secara membuta, bila kalian berdua tak bisa menerangkan
, maaf kalau aku tak bisa mengikuti kehendak kamu berdua."
"Aku tidak memahami perkataanmu, terus terang saja sekalipun
enggan pun kau harus ikut kami!"
"Bila kalian ingin menggunakan kekerasan, aku akan mencoba
sampai dimanakah kemampuan kalian berdua " jengek Kho Beng
tertawa dingin. Berkerut kencang kulit wajah rumang, bentaknya murka:
"Bocah keparat! Bila ingin mencoba silahkan kau rasakan dulu
ketajaman mata golokku! Sreeet!"
Sinar mata golok berkelebat lewat secara kilat, dia babat
pinggang Kho Beng dg derasnya.
Baik dalam kecepatan maupun dalam keganasan serangan, nyata
sekali kepandaian silat orang ini cukup tangguh.
Kho Beng terkesiap, karena tak sempat lagi meloloskan
pedangnya, dalam keadaan tergopoh-gopoh ia melintangkan
panjinya dg tangan kiri, sementara kepalan kanannya siap
disodokkan kemuka. Mendadak terdengar Hapukim berteriak keras, dg golok
panjangnya ia tangkis bacoan Rumang"
"Traaaang".!"
Ketika dua senjata beradu, kedua belah pihak sama2 tergetar
mundur satu langkah. Dg wajah tertegun Rumang segera menegurnya:
"Hey saudara Hapukim, apa-apaan kamu ini?"
Hapukim berkata dg suara dalam.
"Majikan menitahkan kepada kita berdua untuk menyambut
kedatangan seseorang, tidak berarti kita harus melukainya, apalagi
kalau terjadi kesalahan, bagaimana pertanggungjawaban kita
nantinya?" Rumang segera terbungkam dalam seribu bahasa, namun ia
sempat melotot sekejap kearah Kho Beng dg ganas.
Tiba2 Kho Beng berseru sambil tertawa nyaring:
"Rupanya kalian berdua hanya melaksanakan perintah seseorang,
tapi bolehkah aku tahu siapa majikan kalian?"
"Setibanya ditempat tujuan kau toh akan tahu dg sendirinya,
Cuma tempat tujuannya bisa kuberitahukan dulu kepadamu, yakni
kuil Ngo li bio diluar kota The ciu!"
Tiba2 satu ingatan melintas dalam benak Kho Beng, segera
tanyanya: "Apakah kalian kenal dg Chee Tay hap yg baru saja berlalu dari
sini?" "Tentu saja kenall!" jawab Rumang tampaknya tak sabar lagi.
"Kalau begitu kalian berdua adalah sahabat Chee Tay hap?" tanya
Kho Beng lebih jauh. Hapukim menggeleng: "Bukan, kami tidak berteman!"
"Kalau sudah kenal, mana mungkin bukan sahabat?" seru sang
pemuda tertegun. Rumang mendengus dingin: "Kami Cuma pernah bersua satu kali ditengah jalan, bila orang
semacam inipun dianggap sebagai teman, bukankah semua orang
dikolong langit adalah teman kami semua?"
"Betul!" Rumang segera berteriak keras:
"Hey bocah muda, mengapa sih kau cerewet sekali, sebenarnya
mau jalan atau tidak!"
Saat ini Kho Beng sudah diliputi oleh perasaan ingin tahu, setelah
berpikir sebentar, katanya sambil tertawa nyaring:
"Baiklah akan kulihat manusia macam apakah majikan kalian itu,
silahkan kalian berdua membawa jalan!"
Rumang kembali mendengus,
"Huuuh, setelah setengah harian ngerocos terus akhirnya toh ikut
juga, kau betul2 lebih susah diatur ketimbang bocah perempuan!"
Sesudah menyarungkan kembali goloknya, ia membalikkan badan
dan berjalan menuruni bukit dg langkah lebar.
Kho Beng mengerti kalau orang itu merupakan suku asing yg
masih belum beradab, karenanya ia Cuma tersenyum tanpa
berbicara lagi. Setelah menyimpan kembali panjinya dan menyoren pedangnya,
dg langkah lebar ia menyusul dibelakang.
Sementara itu Hapukim mengikuti pula dipaling belakang.
Tak selang beberapa saat kemudian mereka sudah menelusuri
jalan raya yg lebar, tentu saja kehadiran dua lelaki bengis yang
mengiringi seorang pemuda menimbulkan perhatian orang banyak.
Diam-diam Kho Beng berkerut kening menghadapi keadaan tsb,
tapi ia tetap bersabar sebab kota The ciu sudah muncul didepan
mata. Menjelang masuk kedalam kota, tiba2 Rumang berbelok
kesamping jalan raya dan menelusuri sebuah jalan setapak.
Jalanan setapak itu membentang menembusi sebuah hutan yg
lebat, suasana amat hening agaknya amat jarang dilalui orang.
Belum beberapa langkah mereka berjalan, tiba2 dari sisi kiri dan
kanan jalan masing2 muncul sesosok bayangan manusia yg
menghadang jalan perginya.
Salah seorang diantaranya segera menegur dg suara lantang:
"Loji apakah kau sudah berhasil menemukan orang yg kita cari?"
"Yaa benar, apakah loji ada dirumah?" kata Rumang sambil
manggut2. Orang itu segera tertawa.
Jilid 14 "Ia sudah tak sabar menunggu lagi, maka kami berdua pun
disuruh keluar untuk mencari kabar."
Sembari berkata, sinar matanya segera dialihkan ketubuh Kho
Beng dan mengamatinya dg seksama.
Kho Beng baru terperanjat setelah menyaksikan tampang muka
kedua orang tsb, ternyata mereka memiliki perawakan tubuh yg
tinggi lagi ceking, tinggi seperti bambu sementara tampangnya
seseram Rumang serta Hapukin. Hal ini membuktikan kalau mereka
berasal dari satu daerah yg sama.
Hanya bedanya sikap maupun tingkah laku mereka jauh lebih
dingin dan menyeramkan ketimbang Hapukin berdua, menimbulkan
rasa sebal dan muak bagi yg memandang.
Yg lebih istimewa lagi adalah senjata yg tersorong dibahu mereka
berdua bukan saja tanpa sarung, bentuknya pun golok tak mirip
golok, pedang tak mirip, bentuknya meliuk-liuk mirip ular.
Sudah setengah harian lamanya Kho Beng memperhatikan
bentuk senjata tajam tsb namun sampai terakhir pun ia tak
mengetahui apa namanya, sebab belum pernah dijumpai dalam
daratan Tionggoan. Dalam pada itu si jangkung lagi ceking tadi telah berkata kembali,
"Kami akan jalan duluan untuk memberi laporan kepada si tua,
harap kalian segera menyusul datang!"
Selesai berkata tampak dua sosok bayangan manusia meluncur
bagaikan hembusan angin dalam waktu singkat bayangan tubuh
mereka sudah lenyap dibalik pepohonan sana.
Diam2 Kho Beng merasa amat terkesiap seingatnya kepandaian
silat yg dimiliki keempat orang itu tidak lebih rendah daripada jagoan
kelas satu dari daratan Tionggoan.
Dg kekuatannya seorang diri, andaikata terjadi pertarungan satu
lawan satu mungkin saja ia bisa meraih kemenangan, tapi kalau
sampai mereka berempat maju bersama, sudah pasti dia bukan
tandingannya. Dalam terkesiapnya tiba2 dia teringat akan sesuatu, sambil
berpaling tanyanya kemudian kepada Hapukim:
"Apakah si tua yg dimaksud adalah majikan kamu semua..?"
"Betul!" Hapukim mengangguk membenarkan.
Dg perasaan tercengang Kho Beng segera berpikir:
"Sebagai seorang hamba ternyata dibelakang majikannya mereka
memanggil sebagai si tua, hal ini menunjukkan kalau orang2 tsb
tidak begitu menaruh hormat kepada majikannya, lantas hubungan
antara hamba dan majikan macam apakah itu?"
Seketika itu juga ia berpendapat bahwa gerak gerik keempat
orang ini bukan saja amat aneh dan mencurigakan, bahkan
hubungan mereka dg majikannya yg belum sempat dijumpai pun
jelas bukan suatu hubungan yg sederhana.
Sementara ia masih termenung, mereka telah membelok dua
tikungan dan sampai didepan sebuah bangunan kuil yg bobrok.
Saat itu dua orang asing berperawakan jangkung lagi ceking itu
sudah berdiri menanti ditepi pintu kuil, mereka segera menggapai
kearah Rumang begitu melihat rekannya munculkan diri.
Dg cepat Kho Beng memperhatikan sekejap keadaan kuil tsb,
rupanya tempat itu hanya merupakan sebuah bangunan yg sudah
tak utuh, jelas sudah terbengkalai dan tak dihuni manusia.
Menghadapi situasi semacam ini, ia tak tahu apakah
kedatangannya bakal beruntung atau sebaliknya, tanpa terasa
pemuda kita menjadi ragu.
Mendadak terdengar Hapukim yg berada dibelakangnya menegur
dg suara rendah: "Hey anak muda, tinggal dua langkah sudah masuk kedalam kuil,
mengapa kau malah ragu2 untuk melanjutkan?"
Sementara Kho Beng masih tertegun, tiba2 pinggangnya
didorong orang keras2. Dalam keadaan tidak siap, ia segera terdorong hingga maju
kemuka dg sempoyongan, tahu2 tubuhnya telah berada didepan
pintu kuil. Dg cepat hawa amarahnya berkobar, sambil membalikkan badan
ia segera menghimpun kekuatan dan siap memberi pelajaran kepada
pihak lawan yg dianggapnya kurang ajar itu.
Tapi belum sempat ia berbuat sesuatu dari balik ruang kuil sudah
terdengar seseorang berseru:
"Kho sauhiap silahkan masuk kedalam, apalah artinya membuat
keributan dg kawanan manusia seperti itu!"
Mendengar perkataan tsb Kho Beng segera berpikir sejenak,
kemudian sambil tertawa dingin pikirnya:
"Betul juga perkataan ini, apa artinya ribut dg kawanan manusia
biadab seperti ini, toh ada alasanpun tak bisa dijelaskan dan pula
mereka hanya tahu melaksanakan perintah seseorang, bila ingin
menegur, mangapa aku tidak menegur langsung kepada majikannya
yg berada didalam ruangan kuil...?"
Dg pandangan dingin ia menyapu sekejap sekeliling ruangan,
tampak olehnya Rumang telah berdiri disamping ruangan sementara
dibagian tengah berdiri seorang kakek bertubuh pendek lagi kecil
tapi kelihatan amat keras.
Setelah melihat dg jelas wajah si kakek yg berdiri sambil
memegang sebuah huncwee, Kho Beng menjadi termangu untuk
beberapa saat lamanya, sementara kejadian lainpun serasa melintas
kembali dalam benaknya. Dg darah mendidih dan air mata bercucuran membasahi pipinya,
ia maju beberapa langkah kedepan dan segera menjatuhkan diri
berlutut sambil katanya dg suara gemetar:
"Kho Beng tidak menyangka akan bersua kembali dg Thio
cianpwee setelah berpisah setengah tahun berselang, ternyata kita
bersua lagi disini, terimalah salam hormat boanpwee bagi kesehatan
dan keselamatan cianpwee!"
"Ha...ha...ha..." kakek ceking tertawa gelak, "bocah muda, kau
tak usah menyebutku dg panggilan demikian, aku masih Thio
bungkuk malah terasa lebih hangat..."
Ternyata kakek ceking ini tak lain adalah si Unta sakti
berpunggung baja yg pernah dihebohkan karena kematiannya.
Waktu itu sambil berkata ia membangunkan Kho Beng dari atas
tanah, kemudian agak emosi katanya lagi:
"Sebenarnya aku sibungkuk telah berjanji akan menemui dirimu
lagi pada tiga tahun mendatang, siapa sangka dalam setengah tahun
belakangan ini ternyata sudah terjadi perubahan yg besar sekali,
kemajuan ilmu silat yg kau raih pun jauh diluar dugaanku sama
sekali, mari, mari karena kuil ini tanpa bangku, mari kita duduk
dilantai saja sambil berbincang-bincang!"
Dg perasaan gembira yg meluap-luap Kho Beng menyeka air
mata yg membasahi pipinya, lalu bertanya:
"Darimana cianpwee bisa tahu kalau aku pergi ke kuil Siau lim
si..?" Si unta sakti berpunggung baja segera tertawa:
"Sejak aku melihatmu tanpa sengaja dikota Yang ciu, sampai
sekarang aku selalu membuntuti disekitarmu, masa kau sama sekali
tidak merasakannya."
"Mengapa cianpwee tak segera munculkan diri untuk bertemu"
seru Kho Beng agak tertahan.
Kali ini si Unta sakti berpunggung baja menghela napas.
"Selama hidup aku sibungkuk enggan ingkar janji, meski
kekalahanku ditangan Bok sian taysu sewaktu berada diperguruan
Sam goan bun tempo hari membuat hatiku tak puas namun karena
ikatan janji tsb, aku tak dapat mengingkarinya lebih dulu!"
Ucapan mana segera menimbulkan perasaan kagum dan hormat
didalam hati Kho Beng, tapi sebelum ia sempat berbicara, si unta
sakti berpunggung baja telah berkata kembali sambil menghela
napas: "Aku dapat menyaksikan pertemuanmu dg encimu, lalu melihat
pula kau meninggalkan bangunan kosong di Yang ciu dalam keadaan
mendongkol, dari sikap serta gerak gerikmu itu aku segera tahu
kalau kau tak akan mampu menahan diri dan pasti akan berangkat
ke Siau lim si untuk mendapatkan kembali panji tsb, karena itu aku
menguntil terus dibelakangmu. Tatkala kujumpai kalau jejakmu
memang tak meleset dari dugaanku, terpaksa akupun munculkan diri
dan mengajak pengurus rumah tanggamu itu untuk berunding serta
,mengatur siasat, he"he"he"pertama kali ini aku thio bungkuk
ketenggor batunya."
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketenggor batunya" Bagaimana maksudmu?" tanya Kho Beng
agak keheranan. "Walaupun aku sibungkuk telah berhasil menyelidiki identitas
saudara tsb, namun ia justru tidak kenal dg aku sibungkuk, sewaktu
terjadi pertemuan, aku sibungkuk nyaris sudah mengorek keluar
seluruh isi hatiku, tapi ia sangsi dan curiga, dalam keadaan apa
boleh buat tak mampu mengutarakannya keluar, aku terpaksa
mohon diri dan mengikutinya terus secara diam2"
"Lantas bagaimana akhirnya" Aku lihat dia toh sudah percaya
penuh dg cianpwee?" kata Kho Beng sambil tertawa.
Si Unta sakti berpunggung baja mendesis lirih:
"Kebetulan sekali pada saat kau belum tiba dibukit Siong san,
hampir saja dirimu disatroni orang, agaknya Chee loko itu merasa
kalau gelagat tak menguntungkan, segera ia munculkan diri dan
melakukan penghadangan!"
"Cianpwee, belum kau jelaskan siapa yg telah bermaksud
menyatroni diriku itu?"
"Mereka adalah Leng hong dan Leng tiok totiang, dua diantara
delapan pelindung hukum Bu tong pay. Dalam satu dua patah kata
saja saudara Chee telah terlibat dalam pertarungan sengit melawan
Leng hong serta Leng tiok totiang berdua.
Kemampuan dari anak murid partai besar memang tak boleh
dianggap enteng, tak sampai dua puluh gebrak kemudian saudara
Chee mulai terdesak hebat dan tak mampu bertahan lagi. Maka aku
sibungkuk pun segera memanfaatkan kesempatan itu untuk
memberi bantuan, dalam pertarungan yg kemudian terjadi kami
berhasil memukul mundur dua orang tosu Bu tong pay itu, dg
demikian aku pun bisa memperoleh kepercayaan hingga bersamasama
mengatur siasat api tsb. "Oooh, rupanya menggunakan api untuk memukul mundur
musuh merupakan siasat yg diatur locianpwee?"
Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba2 saja paras muka si
unta sakti berpunggung baja telah pulih menjadi dingin kembali,
segera tegurnya: "Sebagai seorang laki2 sejati memang wajar memiliki semangat
dan keberanian yg luar biasa, tapi kau kelewat gegabah, terlampau
jumawa, kau tahu berapa ribu orang jumlah anggota kuil Siau lim si
dan berapa ratus orang jago lihay yg mereka miliki" Tapi nyatanya
kau berani mencuri papan namanya seorang diri untuk ditukar panji,
perbuatan semacam begitu betul2 perbuatan bodoh. Apakah kau
anggap Siau lim si yg termasyur itu gampang untuk dihadapi."
Dg perasaan menyesal Kho Beng menundukkan kepalanya
rendah2, sahutnya lirih: "Teguran cianpwee memang benar".."
Sewaktu pandangan matanya membentur kembali dg wajah
Rumang, Hapukim maupun kedua lelaki kurus jangkung yg berdiri
termangu disisi arena dg pandangan bingung itu, tanpa terasa dia
mengalihkan pembicaraan sambil tanyanya:
"Siapakah mereka berempat" Rasanya cianpwee belum
memperkenalkan mereka kepadaku?"
Si unta sakti berpungung baja segera manggut2, katanya:
"Yaa, kita hanya tahu membicarakan persoalan pribadi sehingga
melupakan mereka semua?"
Sambil berkata ia segera bangkit berdiri, lalu gapainya kearah
keempat orang itu sambil serunya dingin:
"Coba kemarilah kalian berempat!"
Keempat lelaki bengis itu serentak maju dua langkah kedepan,
setelah berdiri berjajar, Rumang baru bertanya:
"Apakah cukong hendak memerintahkan sesuatu?"
Si Unta sakti berpunggung baja mendengus dingin, kepada Kho
Beng katanya: "Aku rasa kau tentu sudah mengetahui bukan nama dari dua
orang yg mengajakmu kemari "
Lalu sambil menunjuk kearah dua lelaki jangkung lagi ceking tsb
ia menambahkan: "Mereka berdua adalah dua saudara dari keluarga Mo, yg tua
bernama Molim sedang yg muda bernama Mokim seperti juga
Rumang dan Hapukim, mereka semua merupakan penduduk yg
berasal dari kawasan Cing hay"."
"Oooh"rupanya dua bersaudara Mo?" buru2 Kho Beng menjura
kepada dua orang lelaki kurus jangkung itu.
Tapi si Unta sakti berpunggung baja segera menyela dg suara
dalam: "Kau tidak usah bersikap begitu sungkan terhadap mereka?"
Sementara Kho Beng masih tertegun, si Unta sakti berpunggung
baja telah berkata lagi kepada Molim berempat:
"Hayo kalian berempat cepat maju untuk memberi hormat,
selanjutnya sauhiap ini adalah majikan kalian yg baru!"
Kho Beng semakin termangu lagi sehabis mendengar ucapan tsb,
sebaliknya keempat orang itu pun nampak tertegun, tapi kemudian
paras mukanya berubah hebat.
Rumang yg berangasan tak bisa mengendalikan gejolak emosinya
lagi, ia segera membentak penuh amarah:
"Apa-apan kamu ini" Mak nya"sebetulnya kami mempunyai
berapa orang majikan sih?"
Wajahnya kelihatan menyeringai bengis sementara tangannya
meraba gagang golok yg tersoren dipinggang, agaknya dia merasa
amat tidak puas terhadap perkataan dari si unta sakti tsb.
Kho Beng betul2 dibikin kebingungan setengah mati, dg wajah
tak mengerti dan termangu diawasinya si unta sakti tanpa berkedip,
dia ingin sekali bertanya, namun kedipan mata si unta sakti
mencegahnya untuk mengajukan pertanyaan.
Terdengar si Unta sakti berkata dingin:
"Seekor kuda tak akan bisa dikendalikan dua orang, tentu saja
kalian hanya mempunyai seorang majikan, Cuma selanjutnya Kho
sauhiap lah yg bakal menggantikan kedudukan aku si bungkuk!"
"Tidak bisa!" tukas Molim tiba2 dg suara yg dingin dan
menyeramkan. "Mengapa tidak bisa?" Si Unta sakti balik bertanya dg wajah sama
sekali tak berubah. "Sewaktu kami berempat menyatakan kesediaan untuk menjadi
pembantumu tempo hari, kita toh sudah berjanji bahwa mulai saat
itu kami hanya akan menuruti perintahmu seorang, apabila kau si
tua ingin melepaskan diri dari kami berempat"he"he...jangan
mimpi!" Kho Beng betul2 dibikin tercengang oleh peristiwa ini, kalau
dilihat dari sikap maupun tingkah laku keempat orang tsb,
nampaknya meski mereka sudah menjadi pembantunya si Unta
sakti, namun kesediaan mereka bukan atas dasar benar2 takluk.
Tapi anehnya lagi, ternyata mereka pun enggan meninggalkan si
Unta sakti untuk berganti majikan lain, sebenarnya hubungan
macam apakah yg terjalin diantara mereka berdua"
Mendadak terdengar Si Unta sakti tertawa terbahak-bahak:
"Ha"ha"ha"mengerti aku sekarang, rupanya kalian takut kalau
aku sibungkuk mengingkari janji bukan?"
"Benar!" sahut Molim dingin.
Sambil tertawa terbahak-bahak si Unta sakti berkata lebih jauh:
"Justru lantaran aku sibungkuk hendak menepati janji maka aku
baru perkenalkan Kho sauhiap sebagai majikan kalian yg baru, bila
ingin mempelajari isi kitab pusaka Thian goan bu boh serta tenaga
singkang, selanjutnya kalian harus baik2 melayani majikan kalian
ini"." Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras sekali, terutama
setelah mendengar disinggungnya soal kitab pusaka.
Sementara itu Rumang sudah berteriak keras:
"Kami tak percaya, hayo cepat suruh dia tunjukkan kitab pusaka
tsb"." Kho Beng pun tak bisa menahan diri lagi, kepada si Unta sakti
serunya: "Cianpwee, sebenarnya apa yg telah terjadi" Jangan lagi kabar
berita tentang kitab pusaka Thian goan bu boh belum diketahui,
sekalipun benda tsb berada ditanganku pun pewarisnya harus
diseleksi lebih dulu secara ketat!"
Siapa tahu begitu perkataan selesai diucapkan paras muka
Rumang berempat sudah berubah sangat hebat, mereka segera
mundur dg sempoyongan, menyusul kemudian tampak cahaya tajam
berkilauan, ternyata keempat orang itu sudah meloloskan senjata
masing2. Sambil menyeringai seram Hapukim segera berseru:
"Bagus sekali! Tak disangka kau si tua bangka suka membohongi
kami berempat, jauh2 dari Cing hay kau mengajak kami memasuki
daratan Tionggoan, ternyata apa yg berlangsung Cuma sandiwara
belaka." Paras muka si Unta sakti kelihatan dingin kaku tanpa emosi,
agaknya dia sudah mempunyai persiapan yg cukup matang, selanya
dg suara dalam dan berat:
"Selama hidup aku tak pernah berbohong kepada siapapun, siapa
bilang aku telah membohongi kalian berempat?"
Mokim yg selama ini hanya membungkam terus, tiba2
mendengus dingin seraya berkata pula:
"Hey si tua! Jangan lupa kau pernah membual setinggi langit
tentang kehebatan ilmu sakti yg tercantum dalam kitab pusaka Thian
goan bu boh ketika baru pertama kali bertemu dg kami, kaupun
mengatakan bahwa kabar berita tentang kitab pusaka tsb sudah
diketahui, asal sudah ditemukan maka kau bersedia mewariskan
kepandaian sakti tsb kepada kami. Tapi sekarang..hmmm...mana
kitab pusakanya" Mana ilmu saktinya....?"
Si Unta sakti segera tertawa tergelak:
"Ha...ha...ha...betul aku memang pernah berkata demikian
kepadamu, padahal aku telah menemukan Kho sauhiap bagi kalian
sekarang serta memperkenalkan majikan baru untuk kalian semua,
hal ini sesungguhnya berarti aku telah melaksanakan setengah dari
janjiku itu..." "Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Hapukim tidak habis
mengerti, nampaknya dia kebingungan.
"Aku bisa berkata demikian oleh karena kabar berita tentang
kitab pusaka Thian goan bu boh hanya diketahui Kho sauhiap
seorang, lagipula Kho sauhiap lah yg sebenarnya merupakan pemilik
yg telah kehilangan kitab pusaka tsb."
Molim segera mendengus dingin:
"Hmmm, siapa sih yg sebenarnya kau bohongi" Sudah jelas
bocah muda ini mengatakan kalau berita tentang kitab pusaka tsb
belum jelas...." Saat ini Kho Beng sudah banyak belajar dari pengalaman, buru2
dia mengulapkan tangannya seraya menyela:
"Coba kalian dengarkan dulu penjelasan dariku, barusan aku
maksudkan kitab pusaka tsb belum jelas kabar beritanya karena aku
masih menelusuri jejak orang yg telah mencuri kitab tsb, jadi bukan
berarti sama sekali tak ada kabar beritanya."
"Lantas kitab pusaka tsb berada ditangan siapa?" tanya Molim
dingin. "Beritahu kepada kalianpun tak ada salahnya" ujar si Unta sakti
cepat, "kitab pusaka tsb berada ditangan seorang wanita yg
memakai julukan sebagai In nu siancu!"
"Dewi In nu tsb berdiam dimana?" teriak Rumang lantang.
Sementara si Unta sakti hendak menjawab, Mokim sudah
menyela lebih dulu dg suara dingin:
"Lotoa, kau jangan bodoh, andaikata mereka sudah mengetahui
tempat tinggal perempuan tsb apa gunanya memperalat kita
berempat?" Sambil tertawa seram si Unta sakti segera menyambung.
"Nah, ucapan Mo loji inilah yg paling sesuai dg jalan pikiranku,
sekarang duduknya persoalan sudah jelas, berarti hanya dua jalan
untuk kalian pilih, kamu berempat hendak memisahkan diri atau
melakukan pencarian secara bersama?"
Molim termenung beberapa saat, tiba2 tanyanya pada Rumang:
"Lotoa, bagaimana menurut pendapatmu?"
Rumang tertawa lebar. "Aku adalah orang kasar yg dungu, pokoknya bagaimana kalian
memutuskan, aku menurut saja!"
Kembali Molim berpaling kearah Hapukim, sambil tanyanya pula:
"Kalau lotoa tiada pendapat, bagaimana dg pendapat saudara
Hapukim sendiri?" Hapukim segera menggaruk-garuk kepalanya yg tak gatal,
ujarnya setelah berpikir sebentar:
"Aku rasa mempunyai titik terang jauh lebih mantap ketimbang
mencari secara membabi buta!"
Molim segera tertawa sinis, tukasnya:
"Bukan soal itu yg ingin kutanyakan kepadamu, aku Cuma ingin
tahu jalan yg manakah yg harus kita tempuh?"
Karena melihat Hapukim berotak bebal dan agaknya tak punya
pendapat lain, Mokim segera menyela:
"Toako, aku rasa lebih baik kalau kita teruskan saja perjanjian yg
lama, buat kita yg baru pertama kali melangkah kedaratan
Tionggoan, rasanya seperti orang buta menunggang kuda, kemana
kita mesti pergi untuk menemukan perempuan tsb?"
Molim segera manggut2, kepada Rumang dan Hapukim kembali
tanyanya: "Bagaimana pendapat kalian berdua atas perkataan dari adikku
barusan..?" "Kalau Mo jiko telah berkata begitu , yaa sudahlah...kami mah tak
punya pendapat apa-apa" ujar Rumang sambil tertawa kering.
Sedangkan Hapukim juga menggelengkan kepalanya pertanda
tak punya pendapat lain. Maka dg pandangan mata yg menyeramkan Molim menatap
kembali wajah si Unta sakti dan Kho Beng sambil katanya:
"Baik, kami akan tetap menuruti janji semula!"
Si Unta sakti tertawa seram, sembari menarik muka katanya:
"Kalau memang masih mengikuti perjanjian yg lama berarti kalian
mesti menjaga hubungan kita sebagai majikan dan pembantu, kalian
pun harus menjalankan penghormatan sebagai seorang pelayan
terhadap majikannya. Kenapa sampai sekarang masih
mengacungkan senjata didepan kami?"
Agak tertegun keempat orang tsb setelah mendengar teguran si
Unta sakti, tapi kemudian setelah saling berpandangan sambil
tertawa, cepat2 mereka menyimpan kembali senjata masing2.
Kembali si Unta sakti membentak:
"Kalau toh majikannya sudah ganti, mengapa kalian tak segera
maju untuk menjalankan penghormatan kepada Kho sauhiap?"
Keempat orang itu nampak sangat rikuh tapi setelah sangsi
sejenak, akhirnya toh maju juga dua langkah kedepan dan memberi
hormat kepada Kho Beng sambil katanya:
"Hamba menjumpai majikan baru!"
Pikiran maupun perasaan Kho Beng saat ini benar2 amat kalut,
dg cepat dia mengulapkan tangannya seraya berkata:
"Kalian berempat tak usah banyak adat."
Sementara itu si Unta sakti telah menimpali pula:
"Sekarang kalian berempat boleh keluar dari sini untuk
melakukan patroli disekitar tempat ini, jangan biarkan sembarangan
orang mendekati bangunan kuil ini, aku masih ada persoalan lain yg
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hendak dibicarakan dg Kho sauhiap."
"Mak nya!" umpat Rumang sambil melotot, "kau toh sudah bukan
majikan kami sekarang, buat apa bergaya dan berlagak terus
didepan kami?" Kho Beng menjadi tertegun setelah melihat kejadian tsb, buru2
hardiknya: "Rumang jangan kurang ajar, perkataan Thio cianpwee sama
berarti perkataan diriku!"
Atas teguran mana, Rumang baru mengajak ketiga orang
rekannya mengundurkan diri dari bangunan kuil itu dg wajah uringuringan.
Kho Beng memasang telingan dan memperhatikan terus langkah
keempat orang itu hingga lenyap dari pendengaran, kemudian ia
baru menghela napas panjang seraya berkata:
"Cianpwee, buat apa kau?"
Tidak sampai pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, dg wajah
berubah hebat si Unta sakti sudah menukas dg suara dingin:
"Aku sibungkuk melakukan segala sesuatunya demi dirimu, tak
disangka kau malah mengomel dan menggerutu atas perbuatanku
ini!" Kho Beng menjadi gelagapan, cepat2 katanya:
"Harap cianpwee jangan salah mengerti akan maksudku, aku
hanya maksudkan musuh tangguh yg bakal kita hadapi selanjutnya
sudah amat sulit ditangani, bila kita mendatangkan lagi kawanan
manusia buas tsb disisi kita, bukankah hal ini sama artinya
mengundang srigala masuk rumah dan berteman dg bangsa harimau
buas?" Unta sakti tertawa dingin:
"Tahukah kau bahwa kawanan jago lihay yg terlibat dalam
penyerbuan keperkampungan Hui im ceng tempo hari melingkupi
jago2 dari tujuh partai besar serta jago pilihan dari golongan putih
maupun hitam. Kini identitasmu yg sebenarnya sudah terungkap dan diketahui
umum, jago2 persilatan pasti akan berusaha keras untuk
melenyapkan kau si bibit bencana dari muka bumi, atau dg
perkataan lain langkah perjalananmu selanjutnya akan bertambah
sulit, bila aku tidak mencarikan beberapa orang jago silat berilmu
tinggi untuk melindungi keselamatanmu, kau anggap dg kekuatanmu
seorang mampu bertahan berapa lama" Hmm, mungkin sebulan pun
tidak sampai!" Kho Beng menghela napas panjang,
"Aaaai"aku mengerti, cianpwee melakukan segala sesuatu demi
kebaikanku, tapi kalau toh harus mencari pembantu, rasanya tak
pantas bila mencari manusia sebangsa mereka?"
"He"he"he"kau anggap aku sudah tua dan makin pikun?"
jengek si Unta sakti sambil tertawa dingin, "untuk menemukan
jagoan lihay di ketiga belas propinsi utara maupun selatan daratan
Tionggoan yg tidak terlibat dalam peristiwa pembunuhan berdarah
diperkampungan Hui im ceng bukanlah suatu pekerjaan gampang,
lagipula apakah mau mereka membantu" Coba bayangkan, kemana
kau mesti mencari pembantu?"
"Biarpun perkataan tsb ada benarnya juga, tapi aku tetap merasa
bahwa keempat orang tsb sangat buas, kejam dan susah
dikendalikan, seandainya suatu ketika mereka berubah pikiran dan
berbalik mencari gara2, mungkin".mungkin kita akan sulit untuk
mengatasinya." Sekali lagi si Unta sakti tertawa dingin:
"Sebelum kitab pusaka Thian goan bu boh berhasil diketemukan,
aku jamin mereka tak akan berani berpikiran cabang, lagipula
ayahmu pernah memimpin jagoan dari golongan putih maupun
hitam dimasa lalu, andaikata tidak terjadi kesalah pahaman gara2
kitab pusaka tsb, siapa pula yg berani menentangnya" Kau sebagai
seorang lelaki sejati yg mewarisi darah serta semangat ayahmu
almarhum, bila mengendalikan empat orang saja tak mampu, apa
gunanya kau menelusuri dunia persilatan?"
"Terima kasih atas nasihat cianpwee, tapi ada satu persoalan
ingin kutanyakan lagi, seandainya kitab pusaka Thian goan bu boh
sudah berhasil ditemukan, apakah kita benar2 akan mewariskan
kepandaian sakti tsb kepada mereka?"
"Soal itu tergantung bagaimana caramu meninggalkan sifat2 liar
mereka, karena sewaktu kutampung mereka tempo hari, aku hanya
menilai berdasarkan kemampuan silat mereka yg cukup tangguh,
aku rasa walaupun mereka berempat amat buas dan sukar diatur
tapi bila kita menghadapinya secara luwes dan banyak melepaskan
budi, rasanya tidak susah untuk merobah watak serta kelakuan
mereka yg salah, andaikata tabiat jelek itu sudah teratasi, tentu saja
kita akan lebih gampang untuk mengatasi persoalan tsb dikemudian
hari." Berbicara sampai disitu, tiba2 dia menghela nafas, katanya lebih
jauh: Semenjak meninggalkan perguruan Sam goan bun, aku sudah
terikat oleh janji ku sendiri sehingga tak mungkin dapat bersua
kembali dg mu, karenanya aku bermaksud mempersiapkan segala
sesuatunya bagimu, kini urusan telah selesai berarti akupun harus
segera pergi dari sini...."
"Cianpwee, mengapa kau harus pergi?" seru Kho Beng gelisah,
"apakah kau takut diketahui Bok sian taysu dari Siau lim pay?"
Si Unta sakti tertawa dingin:
"Aku si bungkuk toh tak pernah mengingkari janji, siapa yg mesti
kutakuti?" Sementara Kho Beng masih tertegun, si Unta sakti telah berkata
lebih jauh: "Kau tak usah pikun, tak sampai tiga hari kemudian, aku
sibungkuk jamin berita tentang "Kho Beng adalah sau cengcu dari
perkampungan Hui im ceng" pasti telah tersebar luas diseantero
jagad, dg tersiarnya identitasmu keseluruh dunia persilatan berarti
ikatan janji Bok sian hwesio dg diriku pun sudah punah dg
sendirinya, apakah kau menganggap tindakanku menjumpaimu
sekarang merupakan suatu perbuatan yg mengingkari janji?"
Merah jengah selembar wajah Kho Beng, agak tergagap ujarnya:
"Kalau toh demikian, mengapa cianpwee mesti tergesa-gesa
meninggalkan tempat ini."
Kali ini Si Unta sakti tertawa lebar:
"Baiklah tak ada salahnya kalau kuberitahukan kepadamu, aku
sibungkuk harus segera berangkat karena aku ingin melakukan lagi
sebuah tugas bagimu"."
"Masalah penting apakah yg hendak cianpwee lakukan bagiku?"
tanya Kho Beng tertegun. "Tentu saja ada, kau telah mencuri papan nama Siau lim si untuk
ditukar dg panji, saat ini pihak Siau lim pay pasti sudah mengirim
utusannya untuk mengumumkan identitasmu yg sebenarnya kepada
seluruh umat persilatan, karena itu akupun harus berusaha untuk
mewakilimu menyampaikan kabar tentang maksud tujuan pihak Siau
lim pay sebenarnya, juga menerangkan kepada seluruh umat
persilatan atas terjadinya kesalah pahaman dimasa lampau, akan
kuanjurkan kepada umat persilatan pada umumnya untuk
menyelidiki pembunuh yg sebenarnya serta mengurangi pembalasan
dendam secara membabi buta.
Dg dikuranginya tenaga tekanan pihak Siau lim pay terhadap
dirimu, berarti kita pun bisa menghindari siasat adu domba Dewi In
nu yg dilakukannya selama ini, bila hal ini berhasil berarti kau pun
tak usah menghadapi dua golongan kekuatan yg sama2
memusuhimu. Coba pikirkan apakah hal semacam ini tidak penting?"
Kho Beng benar2 sangat terharu katanya:
"Cianpwee, kau telah mengaturkan diriku secermat dan
sesempurna ini, aku tak tahu bagaimana mesti membalas budi
kebaikanmu ini dikemudian hari?""
Saking berterima kasihnya, tanpa terasa air mata bercucuran
jatuh dg derasnya. Dg suara dingin si Unta sakti menukas:
"Aku si bungkuk Cuma mengagumi jiwa serta watak ayahmu
dimasa lalu, aku tidak membutuhkan pembalasan budi
darimu".aaah benar, apa rencanamu selanjutnya?"
Kho Beng makin berterima kasih sekali, dg mengucurkan air mata
terharu katanya: "Rupanya boanpwee telah salah bicara.."
Sampai lama sekali baru ia dapat mengendalikan perasaan
harunya, setelah berpikir sejenak katanya:
"Saat ini boanpwee merasa kemampuan yg kumiliki masih belum
memadai sehingga juga tiada persoalan yg harus kuselesaikan
secara terburu-buru, daripada mengambil resiko yg tak ada artinya
lebih baik mencari kembali kitab pusaka Thian goan bu boh terlebih
dahulu, sekalian mencari tahu kabar berita tentang Bu wi cianpwee
dan akhirnya membangun kembali perkampungan Hui im ceng!"
Si Unta sakti manggut2: "Ehmm"gerak langkahmu emang amat tepat, tapi kemanakah
kau hendak pergi?" Tiba2 satu ingatan melintas didalam benaknya, segera jawabnya:
"Boanpwee masih ingat kalau Dewi In nu mempunyai sebuah
sarang didekat kota Tong sia, karenanya aku berhasrat pergi
berangkat kekota Tong sia untuk melakukan penyelidikan."
"Bagus sekali, bila aku sibungkuk ada urusan tentu akan datang
mencarimu sendiri, kuharap kau berhati-hati disepanjang jalan, nah
sampai bertemu lagi lain waktu!"
Habis berkata ia segera membalikkan badan dan berjalan keluar
dari ruangan, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan mata. Dg perasaan yg kacau dan pikiran yg kosong, Kho Beng
mengawasi bayangan tubuh si Unta sakti hingga lenyap dari
pandangan. Sementara itu Rumang, Hapukim serta dua saudara Mo telah
menyusul masuk kedalam ruangan, dg suara keras Rumang segera
berseru: "Cukong, sekarang sudah mendekati tengah hari, sedang situa
pun telah pergi, kita harus masuk kekota dan mencari rumah makan
untuk mengisi perut yg mulai lapar."
"Tidak!" tukas Kho Beng sambil mengulapkan tangannya, "kita
membeli rangsum ditengah jalan saja, ayo kita segera berangkat!"
"Cukong hendak pergi kemana?" tanya Hapukm agak tertegun.
"Kota Tong sia!"
"Dimana sih letak kota tong sia?" tanya Molim, "berapa jaraknya
dari sini?" "Lebih kurang dua puluh hari perjalanan...."
"Mau apa pergi kekota Tong sia?" tanya Mokim pula.
Kho Beng benar2 amat mendongkol, sahutnya tak sabar:
"Tentu saja mencari orang yg telah melarikan kitab pusaka Thian
goan bu boh itu!" "Kalau toh tempat itu jauh sekali, mengapa kita mesti tergesagesa...?"
Rumang berkaok-kaok. Kho Beng benar2 habis kesabarannya, sambil melotot bentaknya
keras2: "Sebetulnya kalian yg menuruti perintahku" Atau aku yg menuruti
perkataan kalian." Berubah paras muka Rumang, tampaknya ia sangat tidak puas,
tapi Molim segera menyela sambil tertawa seram:
"Lotoa, kau jangan kurang ajar lagi...he....he.....harap cukong
jangan gusar, tentu saja kami akan menuruti perintah cukong!"
Kho Beng mendengus, sinar matanya yg tajam memancar keluar
dari balik matanya, ia berseru lagi dingin:
"Kalau mau menuruti perintahku, mengapa tidak segera
berangkat?" Agaknya keempat orang itu sudah dibikin terpengaruh oleh
kewibawaan Kho Beng seorang demi seorang mereka keluar dari
ruang kuil dg kepala tertunduk.
Kho Beng sendiri, meski semangatnya sempat dikobarkan oleh
kata2 si Unta sakti, namun menyaksikan kebrutalan keempat orang
tsb, apalagi mengingat kalau dikemudian hari dia mesti ektra
waspada, hatinya menjadi risau sekali.
Dalam suasana pikiran yg berat itulah, Kho Beng dibawah
perlindungan keempat jago tsb berangkat menuju kekota tong sia.
Apa yg diduga si Unta sakti memang tepat sekali, tiga hari
kemudian didalam dunia persilatan telah tersiar kabar tentang masih
hidupnya putra Hui im cengcu, bahkan telah terjun pula kedalam
dunia persilatan untuk menyelidiki mereka yg terlibat dalam
peristiwa berdarah tempo dulu.
Tak disangkal lagi, berita itu bersumber dari Siau lim pay, tapi
bersamaan waktunya juga pelbagai perguruan besar serta jago
ternama dari golongan putih mau pun hitam menerima selembar
kartu yg amat misterius. Kartu itu ditanda tangani oleh Kho Beng, selain menjelaskan
sebab musabab terjadinya kesalah pahaman dimasa lalu, dimana Bu
wi lojin yg dijumpai para ketua dari tujuh partai besar adalah
gadungan, dijelaskan pula kalau orang yg sesungguhnya sedang
dicari adalah pembunuh atau dalang dibalik peristiwa tsb, ia
berharap semua orang yg pernah menaruh salah paham diwaktu itu
jangan menjadi kaget ataupun panik sehingga peristiwa berdarah
sembilan belas tahun berselang terulang kembali.
Dua berita yg muncul saling susul menyusul itu segera
memancing pembicaraan yg ramai dari kawanan umat persilatan.
Bukan saja sementara orang mulai menelusuri kembali semua
peristiwa yg telah berlangsung diperkampungan Hui im ceng waktu
itu, ada pula yg mulai menaruh dugaan2 tentang gerakan yg diambil
Kho Beng tsb. Ditengah suasana kalut dan penuh kebingungan itulah secara
diam2 Kho Beng telah tiba dikota Tong sia.
Tengah hari telah menjelang tiba, udara terasa amat panas,
apalagi sang surya memancarkan sinarnya menyoroti seluruh jagad.
Ditengah keramaian kota Tong sia yg dipenuhi manusia yg
berlalu lalang, tiba2 muncul empat manusia yg amat menyolok mata.
Keempat orang itu terdiri dari tiga lelaki dan seorang wanita, yg
lelaki rata2 berperawakan tingi besar, bermuka keren dan memakai
baju ringkas berwarna ungu dg ikat pingang memancarkan cahaya
terang. Bagi seorang yg berpengalaman, dlm sekali pandang saja dapat
diketahui kalau benda tsb adalah senjata tajam.
Ditinjau dari raut wajah serta dandanan dari ketiga orang tsb,
bisa disimpulkan pula kalau mereka adalah bersaudara.
Sebaliknya sang nona baru berusia dua puluh tahunan, berwajah
cantik dan menggembol sebilah pedang dg pita berwarna kuning,
pita itu amat menyolok mata seperti seekor kupu2 kuning yg
hinggap dibalik bahunya. Tatkala mereka berempat tiba dimuka rumah makan Poan gwat
kie, tiba2 sinona berkata:
"Nama rumah makan ini menarik sekali, lagi pula udara amat
panas, mari kita beristirahat sejenak disini sambil mengisi perut."
Sementara berbicara, ketiga orang lelaki setengah umur itu
sama2 mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap
kemudian sama2 mengangguk pula.
Maka mereka berempat pun memasuki rumah makan Poan gwat
kie, kedatangan mereka disambut pelayan dg wajah berseri.
Mereka berempat mencari tempat duduk dekat jendela, begitu
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tamunya sudah duduk sang pelayan segera menyapa sambil
tertawa: "Tuan berempat ingin memesan apa?"
Dg segan si nona berkata:
"Selama beberapa hari ini kita keluyuran seperti sukma
gentayangan saja, berhari-hari kesana kemari tanpa makan enak,
hey pelayan siapkan semua hidangan yg paling enak!"
Ketika pelayan mengiakan berulang kali, lelaki berbaju ungu yg
duduk disebelah kiri segera menambahkan:
"Jangan lupa sediakan seguci arak yg harum."
Sang pelayan mengiakan berulang kali dan mengundurkan diri
sambil tertawa. Sepeninggal sang pelayan, si nona baru berkata setelah
menghela napas panjang: "Terus terang saja aku hendak berkata, bila kita mesti keluyuran
terus menerus tanpa tujuan seperti sukma gentayangan saja, aku
rasa hal ini bukan semacam penyelesaian yg baik, oleh karena itu
siaumoy berniat menggunakan perjamuan ini sebagai ucapan
perpisahan dg kalian."
Ketiga orang lelaki berbaju ungu itu kelihatan agak terkejut dan
serentak bertanya: "Chin lihiap hendak kemana?"
Si nona menghela napas pelan.
"Aaai"bila mengembara dalam dunia persilatan sudah bosan,
tentu saja aku mesti pulang kandang, hanya saja kalau bertiga pun
akan mengalami teguran bila pulang dg tangan hampa, entah
kemanakah kalian hendak pergi setelah hari ini?"
Lelaki yg duduk dekat jendela segera menggebrak meja keras2,
katanya dg mendongkol. "Sejak berusia delapan belas tahun terjun kedunia persilatan
hingga sekarang, belum pernah kami tiga bersaudara mengalami
nasib sejelek ini, makanya bagi umat persilatan empat penjuru
adalah rumah sendiri, kalau toh kita tak bisa lagi kembali kesitu,
tentu saja kami tak bakal pulang, memangnya kami mesti takut
kepada mereka?" Lelaki yg duduk disampingnya segera menegur dg suara dalam:
"Lo sam, selama berapa hari belakangan ini kau selalu
mengumbar hawa amarah, kalau toh kejadiannya sudah lewat,
dimangkeli juga tak berguna, akhirnya toh sendiri yg rugi!"
Lelaki yg disudut kiri ikut menghela napas sambil berkata:
"Lotoa, jangan terlalu menyalahkan Lo sam yg sewot melulu,
sesungguhnya kami pun merasakan Kho sauhiap adalah seorang
lelaki sejati dg watak yg baik sekali, toh tak ada salahnya bila kami
bersikap hangat kepadanya sewaktu bertemu tempo hari, siapa tahu
orang malah menuduh yg bukan2 kepada kita sekarang, jangankan
kami tiga ruyung manusia raksasa Kim kong sam pian memang tak
pernah punya hubungan apa2 dg Kho sauhiap dimasa lalu, meski
ada hubunganpun kami juga tak percaya kalau manusia gagah dan
sopan macam orang she Kho itu merupakan orang jahat yg bisa
dikaitkan dg Kedele Maut."
Kim Losam menyambung pula setelah mendengus,
"Hmmm, dg susah payah dan mengerahkan seluruh kekuatan yg
ada kita melakukan penjebakan disekitar telaga Tong ting, hasilnya
Cuma Li sam si udang kecil yg masuk jaring, aku lihat tua-tua
bangka celaka itu tak bisa menyalurkan rasa malu dan gusarnya
kepada orang lain, maka kita yg menjadi sasarannya."
"Aaa...bukan begitu persoalannya" Kim lotoa akhirnya menghela
napas, "walaupun situa Kiong menaruh curiga dg menganggap kita
yg setia sebagai mata2, padahal asal kita berjiwa besar, toh lama
kelamaan kecurigaan tsb bakal sirna dg sendirinya, apalah artinya
bagi lelaki sejati untuk menerima sedikit tuduhan macam begitu....?"
Tiba2 si nona berbaju kuning itu berkata sambil tersenyum:
"Kim lotoa, perkataanmu memang enak benar didengar,
bayangkan saja aku Chin sian kun pada mulanya disanjung dan
dihormati bahkan mendapat tugas untuk mengamati gerak gerik Kho
Beng, tak disangka akhirnya aku dibokong orang, untung saja
nyawaku tak sampai melayang, tapi sekarang, Hmmm!
Bukan saja tak memperoleh jasa atau pujian, sebaliknya malah
dicurigai orang dan setiap hari menjadi sasaran marah dan
mendongkol orang, memangnya kami semua adalah orang-orangan
dari kayu yg tak punya perasaan..."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, dg amat mendongkol Kim
loji menyela pula: "Yaa, andaikata tidak dicegah Lotoa, he...he...aku Kim loji pasti
sudah memberontak, biarpun disana kita tak diterima, aku yakin
masih ada orang lain membutuhkan tenaga kita semua!"
Sementara itu sayur dan arak telah dihidangkan, Kim loji segera
menyambar poci arak dan memenuhi cwan sendiri, kemudian setelah
meneguk sampai habis isinya, ia baru berkata lagi sambil tertawa
seram: "Ji ko perkataanmu benar2 kelewat pikun, siapa sih yg
menahanmu" Bila ingin memberontak, siapa pula yg hendak kau
tantang?" Chin sian kun tersenyum, dg kata2 mengandung artimendalam
tiba2 ia berkata: "Tentu saja kita harus condong kepada Kho sauhiap!"
"Yaa...benar..!" teriak Ki losam setelah menghabiskan tiga cawan
arak, "Kho sauhiap adalah seorang pemuda yg gagah dan berjiwa
ksatria, tapi kenyataannya toh mengalami nasib yg sama seperti kita,
dicurigai dan dituduh orang secara tak senonoh, lalu siapa pula yg
dia tentang...?" "Sam hiap" ucap Chin sian kun lagi, "Apakah kau lupa dg heboh
sekitar berita tentang Kho sauhiap serta kartu yg disebarkan Kho
sauhiap pribadi" Dia toh sudah mengakui sebagai keturunan dari
Kho Tayhiap, pemilik perkampungan Hui im ceng" Coba menurut
pandanganmu, siapa yg ditentangnya?"
"Hmmm, sekalipun dia adalah keturunan dari Hui im cengcu,
lantas apa pula hubungannya dg kedele maut" Adikku, kau jangan
lupa bahwa kita dituduh yg bukan2 karena dicurigai sebagai mata2
Kedele maut! Hmmm, aku lihat kawanan tua bangka itu sudah gila
lantaran gelisah sehingga tak bisa membedakan lagi mana yg hitam
dan mana yg putih...."
"Sesungguhnya mereka tak salah menuduh" sela Chin sian kun
sambil tersenyum, "apakah samhiap tak pernah mendengar tentang
dugaan Bok sian taysu yg katanya Kedele maut adalah kakak
kandungnya orang she Kho itu...?"
Kim losam mendengus dingin,
"Hmmm, siapa yg mau percaya dg segala dugaan tanpa bukti?"
"Tapi aku rasa apa yg diduga Bok sian taysu tak mungkin akan
meleset..." Kim kong sam pian menjadi termangu sampai lama, kemudian
Kim lotoa baru berkata: "Adikku atas dasar apa kau mengatakan kalau apa yg diduga Bok
sian taysu memang betul?"
Chin sian kun tersenyum, bukannya menjawab dia malah balik
bertanya: "Menurut kalian bertiga, mungkinkah Li sam adalah komplotan
dari si kedele maut?"
"Walaupun si toya dan pedang sakti Li Sam tidak memberikan
pengakuannya, namun dalam hal ini rasanya tak ada yg perlu
dicurigakan lagi." Chin sian kun segera manggut2, katanya lebih jauh:
"Sewaktu berlangsung persidangan terbuka tempo hari,
kebetulan aku berdiri disamping Kho sauhiap sehingga setiap
perubahan wajahnya dapat kulihat secara jelas dan pasti, waktu itu
rasa tegang, emosi dan kehilangan kontrol yg menyelimuti dirinya
kentara sekali, aku yakin dia memiliki hubungan yg sangat akrab dg
Li Sam, kalau toh mempunyai hubungan yg erat dg Li Sam, maka
bisa diduga bahwa hubungannya dg Kedele Maut pun sudah pasti!"
Kim lotoa menjadi terperangah, selang sesaat kemudian ia baru
berseru: "Adikku, mengapa tidak kau utarakan persoalan tsb semenjak
dulu?" Chin sian kun segera mencibirkan bibirnya dan berseru:
"Huuuh, aku harus bercerita kepada siapa" Kepada kalian" Toh
persoalan ini tak ada sangkut pautnya dg kalian bertiga. Kepada
situa bangka Kiong serta Bok sian taysu" He...he...he...padahal
dalam kenyataannya mereka jauh lebih jelas daripada diriku, apalagi
sejak kematian Li Sam, Kho sauhiap pun pergi tanpa pamit,
dibicarakan pun tak ada gunanya."
Mendengar perkataan tsb, Kim kong sam pian menjadi
terbungkam dalam seribu bahasa, tampaknya mereka sedang
memikirkan sesuatu.... Sesudah menghela napas ringan, kembali Chin Sian kun berkata:
"Sekarang asal usul Kho sauhiap sudah menjadi jelas, ternyata
dia adalah sau cengcu dari perkampungan Hui im ceng, aku lihat
segala tuduhan yg dilimpahkan kepada kita pun tak mungkin bisa
dicuci bersih dalam waktu singkat, aaai...saat apes rasanya masih
panjang sekali......"
Agaknya Kim losam tak percaya, serunya agak tercengang:
"Bukankah Kho sauhiap sudah menyebar kartu nama yg
menjelaskan bahwa ia Cuma mencari si pembunuh yg sebenarnya
dan tak akan memusuhi orang2 lain" Masa persoalan yg
bagaimanapun besarnya tak bisa diselesaikan dg perkataan?"
Chin sian kun mendengus: "Hmmm, jalan pemikiran Kim sam hiap kelewat sederhana, kau
tahu bukan bahwa tokoh persilatan yg tersangkut dalam drama
sedih perkampungan Hui im ceng hampir meliputi tujuh partai besar,
kini para cianpwee tsb telah menemukan kehadiran si bibit bencana,
bisa jadi mereka akan dibuat berdebar-debar dan ketakutan
setengah mati, untuk melepaskan dari tuduhan pun rasanya sudah
susah, siapa pula yg mau percaya dg keterangan tsb?"
"Jadi maksudmu isi surat yg disebarkan orang she Kho itu bukan
niatnya yg sebenarnya, tapi merupakan siasat mengulur waktu
berhubung ia merasa tenaganya kelewat minim?" tanya Kim loji
berkerut kening. Chin sian kun segera menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Itu sih tidak, menurut pendapatku, Kho sauhiap bukan seorang
manusia yg lain dimulut lain dihati, aku hanya berpendapat bahwa
apa saja yg dikatakan olehnya dan tindakan apapun yg
dilakukannya, belum tentu orang akan mempercayainya dg begitu
saja!" Kim lotoa ikut menghela napas panjang,
"Yaaa, kejadian manakah didunia ini yg tidak begitu" Siapa punya
kedudukan dan kekuatan, biar berkentut pun dikatakan harum, tapi
bagi mereka yg tak mempunyai kekuasaan dan kekuatan,
he...he...sekalipun membelah dada dan mengorek keluar hatinya
pun, orang lain tetap menuduhnya yg bukan2."
Berhubung Kim kong sam pian memang menaruh kesan yg
sangat baik terhadap Kho Beng, otomatis perasaan mereka pun
bertambah berat dan ikut memikirkan keselamatan pemuda tsb.
Chin sian kun memperhatikan sekejap perubahan wajah ketiga
orang rekannya, lamat2 sekulum senyuman nampak tersungging
diujung bibirnya, tapi hanya sebentar kemudian ia sudah berkata lagi
dg wajah amat serius: "Sejak aku meninggalkan telaga Tong ting dalam keadaan gusar
dan mengundang saudara sekalian keluyuran dalam dunia persilatan
hingga kini sudah lewat sebulan lebih, selama ini pula aku sudah
memutar otak dan merenungi diri bermalam-malam lamanya, aku
rasa ada sepatah dua patah kata yg tak enak rasanya bila tak
kuutarakan keluar!" Kim lotoa tersenyum, dg sikap bersungguh-sungguh segera
katanya: "Adikku, kita toh bukan baru berkenalan satu dua hari, apalagi
kita pun mengalami tuduhan yg sama, boleh dibilang kita adalah
senasib sependeritaan, nila kau ingin menyampaikan sesuatu lebih
baik, katakan saja secara blak-blakan."
Dg suara rendah tapi serius Chin sian kun segera berkata:
"Tapi kalian mesti berjanji dulu, entah perkataanku betul atau
salah, harap kalian bertiga jangan menjadi gusar."
"Chin lihiap, apa-apan kamu ini" teriak Kim loji, "sekalipun kau
mengumpat kami, terus terang saja kami bersaudara tak akan
berpikiran picik!" Chin sian kun segera manggut2, setelah memperhatikan sekejap
sekelilingnya dan yakin kalau tiada orang yg mencuri dengar, ia baru
berkata lagi dg suara lirih,
"Selama kalian mengembara dialam dunia persilatan tanpa arah
tujuan, sering kali kalian tiba disuatu tempat, kalian tak pernah
menyambangi teman, baru datang sejenak lalu meninggalkan
tempat tsb secepatnya, sebetulnya maksud tujuan apakah yg
terkandung didalam benak kalian?"
Pertanyaan itu dg cepat membuat Kim kong sam pian menjadi
tertegun dan saling perpandangan dg wajah melongo.
Selang berapa saat kemudian Kim lotoa baru balik bertanya:
"Adikku, menurut pendapatmu apakah tujuan kami yg
sebenarnya?" Setelah tersenyum, Chin sian kun berkata:
"Menurut pengamatanku, agaknya kalian tiga bersaudara sedang
mengejar sesosok bayangan hanya saja kalian enggan
mengutarakannya keluar karena kalian sendiripun masih suram dan
tak jelas dg perasaan sendiri"."
"Ehmm, rasanya kata-katamu itu memang tepat sekali" seru Kim
loji, "didalam benakku memang terdapat sesosok bayangan samar2,
tapi aku sendiri tak tahu siapakah itu?"
"Tapi bagiku, justru telah kuketahui siapakah bayangan yg
memenuhi benak kalian bertiga selama ini" sela Chin sian kun
tertawa. Tentu saja Kim kong sam pian menjadi sangat keheranan , tanpa
terasa meeka bertanya bersama-sama:
"Siapakah dia?"
"Dia tak lain adalah Kho sauhiap!" sahut si nona dg wajah serius
dan bersungguh-sungguh. Nampak jelas Kim kong sam pian bergetar keras sekali, sesudah
gelagapan sesaat, akhirnya mereka terbungkam dalam seribu
bahasa. Yang dimaksud sepatah kata menyadarkan orang dari
lamunannya adalah begini keadaannya.
Kekaisaran Rajawali Emas 2 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama