Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 9
beberapa kali, sehingga Dadang Sumantri benar-benar
merasa terhina. Namun dia pun tidak berani berbuat
sesuatu, selain duduk bergelisah.
Kegembiraan Kilatsih lantas saja buyar. Suatu
kemuakan terasa di dalam hatinya, menyaksikan hawa
perselisihan itu. Lantas saja ia meninggalkan kedai itu.
Dan dengan menuntun kudanya, ia berjalan perlahanlahan. Pikirannya terasa menjadi kusut. Tatkala sampai di
pinggiran kota, tiba-tiba ia melihat dua orang berpakaian
seragam Kompeni Belanda. Kilatsih merandek dan
mengawaskan kedua orang itu. Segera ia dapat
mengenalnya. Merekalah Letnan Johan dan Letnan
Matulesi yang pernah dilihatnya di perkampungan
Sanjaya. Kedua perwira itu teringat pula kepadanya. Segera
mereka menghampiri dan membungkuk hormat. Seru
Letnan Johan dengan suara tertahan: "Hai! Angin musim
apakah yang membawa Saudara sampai tiba di sini"
Bukankah Saudara dahulu pernah bertempur melawan
saudara Mundingsari di dekat kolam sebelah selatan
Sigaluh?" "Kenapa" Apakah Saudara mau membalaskan sakit
hatinya?" sahut Kilatsih dengan suara sengit.
Letnan Johan tertawa riuh. Ia mengerling kepada
Letnan Matulesi yang tertawa lebar pula.
"Apakah Saudara pernah bertemu dengan saudara
Mundingsari?" tanya Letnan Matulesi.
Dengan mereka, Kilatsih tiada mempunyai kesan
tertentu. Hanya saja melihat mereka merantau sampai ke
pedalaman Jawa Barat sungguh menarik hatinya.
604 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sahutnya sengit lagi. "Kalau bertemu kenapa" Kalau
tidak bertemu bagaimana?"
"Bukan begitu," Letnan Matulesi agak gugup. "Dia
berjanji hendak bertemu dengan kami satu bulan lagi.
Karena iseng lantas kami berdua melancong sampai di
sini." Kilatsih tertawa geli. "Siapakah kesudian mendengarkan alasanmu.
Bukankah kalian berada di sini untuk menghindari
hukuman atasanmu yang mengancam dirimu" Hayo
bukankah begitu?" Wajah mereka berubah seperti pencuri kesompok
seorang polisi. Mereka berdua perwira-perwira yang
mempunyai kedudukan baik. Perintahnya merupakan
undang-undang bagi serdadu-serdadunya. Tapi kena
semprot Kilatsih, tak dapat mereka menunjukkan
kegarangannya. Itulah disebabkan teringat akan
kepandaian Kilatsih yang sangat tinggi tatkala mencoba
mengukur kepandaian dengan Mundingsari. Kata Letnan
Johan dengan suara mengalah.
"Benar selama hampir satu bulan ini, kami berdua
hidup bergelisah. Pernah terlintas dalam pikiran kami
berdua untuk mencoba mohon bantuan pendekar
Sangaji. Ya Saudara, demi keselamatan keluarga kami,
kami terpaksa melupakan hidup kami yang bertentangan
dengan cita-cita pendekar Sangaji. Itulah sebabnya, kami
berada di-sini." "Lantas apakah kalian sudah bisa bertemu dengan
dia?" 605 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Belum, belum. Yang pertama: kami mendengar kabar
selentingan, bahwa dia tidak lagi berada di Jawa Barat.
Yang kedua: kami pun tidak mempunyai keberanian
untuk menghadap," jawab Letnan Johan.
Melihat wajahnya yang kuyu dan pakaian seragamnya
yang lungsat, timbullah rasa iba dalam hati Kilatsih.
Teringatlah dia dahulu kepada ucapan kakaknya Sangaji:
"Kita memang bermusuhan dengan Pemerintah Belanda.
Tapi jangan sekali-kali engkau membenci orangorangnya." Ucapan Sangaji itu meresap benar dalam hati
sanubarinya. Maka berkatalah dia, "Saudara! Mulai
malam nanti tak usah saudara bergelisah lagi. Tidurlah
yang nyenyak." "Kenapa?" Mereka berdua berubah wajahnya.
"Uang kawalanmu sudah dikembalikan dengan tak
kurang suatu apa. Hanya saja Mangkubumi Girisanta
terpaksa harus meninggalkan kedudukannya. Sebab
dialah yang kena salah."
Mereka berdua terperanjat berbareng girang luar
biasa. Benarkah uang kawalan-nya kembali dengan
selamat" Kalau saja bukan Kilatsih yang mengucapkan,
tak mau dia percaya. Kilatsih sendiri tak menghiraukan perasaan mereka, la
melangkahkan kakinya lagi sambi menuntun kudanya.
"Saudara! O, terima kasih," seru Letnan Johan sambil
membungkuk. Sikapnya itu ditirukan temannya pula.
Tatkala mereka mengangkat kepalanya, matanya
berlinangan oleh rasa syukur. "Dengan ini aku
menghaturkan rasa terima kasih tak terhing-ga.
Sebenarnya eh kemana tujuan Saudara?"
606 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih tak menjawab, la hanya membalas dengan
mengulum senyum. "Apakah.... apakah... Saudara mempunyai hubungan
rapat dengan pendekar besar Sangaji?" Letnan Johan
menegas dengari ragu-ragu. "Kalau benar.... Dengan ini
kami nyatakan, bahwa Beliau tiada lagi di tempatnya.
Apakah alasannya, tak tahulah kami. Tapi pernyataan
kami ini boleh Saudara percaya. Kami bersedia
mengganti dengan leher kami, apabila kami membohong
atau berdusta." Kilatsih merandek. Ia tertegun sebentar. Kemudian
tersenyum lagi. "Baiklah. Mari kita mengambil jalan kita masing masing." Letnan Johan dan Letnan Matulesi membungkuk
hormat lagi. Wajah mereka terang benderang. Dan
mereka tak berani bergerak dari tempatnya sampai tubuh
Kilatsih menghilang di tikungan jalan.
Dengan pikiran terus berteka-teki, Kilatsih melanjutkan
perjalanannya tanpa tujuan lagi. Kadang ia ingin mendaki
celah gunung Gede, tapi pada saat itu hatinya berbimbang-bimbang.
Kalau kakaknya Sangaji sudah berpindah tempat, tiada
gunanya mendaki gunung lagi. Letnan Johan dan Letnan
Matulesi adalah musuh seluruh laskar perjuangan Jawa
Barat. Dengan sendirinya berlawanan pula dengan
kakaknya Sangaji. Dia bisa melahirkan khabar desasdesus. Akan tetapi menilik kesungguhannya, agaknya
keterangannya boleh dipercaya.
607 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di depan matanya terbentang sepetak hutan ringan.
Hawanya berkesan sejuk menyegarkan. Tempatnya
berada di atas ketinggian, sehingga langit biru yang
berada dibaliknya menjadi suatu latar belakang yang
indah menarik hati. Perlahan-lahan Kilatsih memasuki hutan itu. Baru saja
ia melintasi beberapa gerombol pohon, sekonyongkonyong ia mendengar kesiurnya sesuatu yang
menyambar kepalanya. Cepat ia menahan kudanya seraya membungkukkan badan. Sebatang pohon tiba-tiba
roboh melintang di depannya. Ia terperanjat dan
menoleh. Sekelilingnya sepi tiada sesuatu yang nampak.
Apakah angin" Ah, mustahil! Waktu itu tiada angin keras.
Seumpama angin keras pun tiada dapat menumbangkan
sebatang pohon di antara gerombolannya. Memperoleh
pertimbangan demikian, hatinya menjadi panas. Ia
membentak, "Siapakah yang ingin memamerkan
kepandaiannya di hadapanku?"
Tiada jawaban. Ia masih menunggu, dengan
menajamkan pendengarannya. Kemudian meruntuhkan
pandang kepada batang pohon yang melintang di
depannya. Ia kaget tatkala melihat selembar kertas
terpaku rapih pada dahannya. Kapan"
Hati-hati ia melompat turun dan menghampiri.
Kemudian ia membaca. MARKAS BESAR KOSONG KACI KEMBALI SAJA KE
JAWA TENGAH. Hatinya memukul, karena bunyi tulisan itu terang
sekali ditujukan kepadanya. Ia heran melihat cara orang
itu memberi kabar kepadanya. Tadi dia mendengar suatu
kesiur, lalu sebatang pohon roboh. Tatkala menoleh
608 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu-tahu selembar kertas terpancang rapih. Selain
kecepatan luar biasa orang itu terang sekali memiliki
suatu tenaga dahsyat. Siapa"
Teringatlah dia akan tutur kata Titisari, bahwa para
Raja Muda bawahan kakaknya
Sangaji memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi.
Kecuali berani, senang pula menggoda orang. Apakah
yang sedang menggodanya itu salah seorang Raja Muda
bawahan Sangaji. Ia agak ragu-ragu. Sebab menilik
bunyi tulisan itu, yang sedang menggodanya, kenal akan
asal-usulnya. Bila kenal asalnya datang, pasti pula
mengerti bahwa dia adalah adik pemimpinnya. Mustahil
seorang Raja Muda bawahan kakaknya berani bermain
gila kepadanya. Heran dan penasaran, Kilatsih memutar kudanya. Lalu
melompat ke atas sebatang pohon untuk mengintip.
Ditebarkan pandang matanya. Tetap saja tiada sesosok
bayangan yang nampak berkelebat di depan matanya.
Mau tak mau ia menghela napas kagum. Katanya di
dalam hati, "Benarlah kata orang"di balik gunung masih
terdapat gunung lainnya yang lebih tinggi. Siapa
mengira, bahwa di atas pegunungan ini aku bertemu
dengan seorang yang berilmu sangat tinggi...."
Hatinya yang penasaran lantas saja menjadi reda.
Segera ia turun dari pohon itu. Megananda masih setia
menunggu tak jauh dari pohon. Dengan suitan pendek,
binatang itu menderap menghampiri. Dan setelah
majikannya berada di atas punggungnya, ia lari kencang
bagaikan terbang. 609 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
11 PENUNGGANG KUDA HITAM MENJELANG SORE HARI"sampailah Kilatsih di
Padalarang. Hampir satu hari penuh ia melarikan
kudanya. Perutnya kini berontak. Maka ia menahan
kudanya. "Kata orang"penduduk Padalarang pandai memasak.
Biarlah kucicipinya," katanya di dalam hati. Lalu ia
menghampiri sebuah rumah makan yang berdiri di tepi
jalan besar. Ia menambatkan kudanya pada sebatang
pohon. Tatkala menoleh, ia melihat seekor kuda hitam
lekam yang berkesan gagah perkasa. Keempat kaki kuda
610 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu berbelang putih. Itulah kuda Pancalpanggung"
demikian kata orang Jawa. Karena tertarik ia
menghampiri. Justru pada saat itu"ia melihat suatu corat-coret kata
sandi, yang sering digunakan oleh orang-orang tertentu
memanggil temannya. Setelah diamat-amati ia menjadi
heran. Gaya tulisan itu mirip tulisan pengumuman yang
terdapat pada daun pintu Gedung Paguyuban Sunda. Ia
lantas berwaspada. Dengan langkah tenang ia memasuki rumah makan
itu. Di sebelah selatan dekat jendela duduklah seorang
pemuda berpakaian serba biru muda. Kainnya terbuat
dari sutera halus, la duduk seorang diri menghadapi
makanan dan minuman. Di meja sebelah barat, duduk dua orang laki-laki yang
bertubuh dan berwajah kasar. Yang satu kurus panjang.
Yang lain gemuk pendek. Keduanya meneguk minuman
keras dengan asyiknya. Tetapi pandang mata Kilatsih
sangat tajam. Sekali melihat tahulah dia, bahwa kedua
orang itu seringkali melirik kepada pemuda berbaju biru
muda. Pemuda yang berdandan serba biru itu pantaslah
sebagai anak seorang hartawan. Parasnya sangat cakap,
namun tidak peduli-an terhadap segala. Dengan berdiam
diri, ia meneguk minuman keras secawan demi secawan.
Belum seberapa ia menghabiskan botol minumannya,
mukanya telah nampak merah. Dan gerakan tubuhnya
menjadi limbung. 611 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang di sini agaknya biasa minum minuman
keras. Tapi mengapa ia sudah limbung hanya oleh
beberapa cawan saja," pikir Kilatsih di dalam hati. Ia
lantas menarik kursi dan memesan sepiring masakan,
sepiring buah-buahan dan segelas anggur penghangat
badan. Maklumlah"hawa di Padalarang terasa sangat
dingin untuk ukuran seorang yang datang dari Jawa
Tengah. Apalagi Kilatsih yang biasa hidup di tengah
kepulauan Karimun Jawa yang berhawa terik. Maka
minuman hangat untuk melawan dingin hawa, sangat
perlu. Walaupun demikian, tak berani ia meneguk
minuman keras lantaran tak biasa minum.
Sekonyong-konyong pemuda itu menyanyi sangat
keras. Lalu berkata mengulum: "Tuhan mewariskan
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semua kepandaiannya kepada manusia. Pastilah ada
maksud dan rencananya. Aku memiliki seribu kepingan
emas. Untuk apa" Ah"untuk menggerumiti daging
kambing, kerbau, lembu dan minuman hangat. Mari! Mari
kita berpesta pora. Hayo teguklah tiga ratus cawan!
Sikatlah setumpuk daging kerbau dan sekeranjang
daging kambing. Agar badan kita panas
membara.....Hiha!" Setelah berkata demikian, ia berdiri menggoyanggoyangkan tangan. Pelayan-pelayan lantas tertawa lebar,
la melihat suatu kelucuan. Dan pemuda itu nampak
sangat tolol. Secawan demi secawan lagi, ia meneguk
minuman kerasnya. Lalu minta dua puluh botol sekaligus
sambil mengge-rincingkan uangnya yang berada dalam
saku baju dan celananya. Tiba-tiba ada yang jatuh
menggelinding. Ternyata uang emas murni. Buru-buru ia
membungkuk hendak memungutnya. Tapi uangnya yang
berada dalam kantong celananya seperti tersontak
612 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar. Ia lantas sibuk mengumpulkan menjadi seonggok
dengan gerakan tangannya yang nampak limbung. Lalu
diterkamnya dan ditaruh di atas meja menjadi onggokan
lagi. Tatkala itu, petang hari telah tiba. Pemilik rumah
makan telah menyalakan penerangan. Dan kena
penerangan, onggokan uang itu memantulkan cahaya
kemilau. "Ah"pemuda ini begitu tolol," pikir Kilatsih di dalam
hati. "Perbuatannya itu membahayakan dirinya. Apakah
dia tak sadar kena incar dua penjahat di sampingnya"
Hm... masih saja ia meneguk minuman yang
memabukkan." Orang yang berperawakan kurus kering lalu menyahut
dengan suara lantang: "Bagus! Bagus! Tiga ratus cawan
dihabiskan ludas"ya"itulah baru pesta pora
sesungguhnya. Hai, saudara! Aku sudah meneguk habis
tujuh cawan. Kau belum lagi lima cawan. Mana bisa
engkau menghabiskan tigaratus cawan?"
Kawannya yang berperawakan gemuk pendek
menyahut sambil berjingkrak: "Jadi kau sudah menyedot
minumanku tujuh cawan?"
"Benar. Apa kau merasa rugi" Mari"kau perseni dua
botol arak agar pesta pora saudara itu"tambah ramai?"
"Ah, benar!" si gemuk pendek tertawa riang. Lalu
melototi kawannya. "Tapi aku tahan minum banyak. Kau
sajalah mewakili aku."
"Nah, apa kubilang" Kau ini memang cerewet. Kau
merasa rugi, lantaran ini botolmu kusedot sampai tujuh
cawan. Sekarang aku bermaksud mengembalikan dengan
613 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua botol - kau malahan menolak. Memang kau ini
pantas digebuk lehermu."
Gusar si Pendek gemuk disemprot demikian. Apalagi ia
melihat pelayan-pelayan mentertawai dengan pandang
merendahkan. Maka ia menolak dada temannya itu
seraya membentak: "Kau cuma besar mulut. Mana dapat
kau membelikan aku dua botol arak. Hayo buktikan!"
' Tak senang si Kurus kena tolak dadanya, la pun kena
hina di hadapan umum. Maka dengan muka merah, ia
menyambar cawannya dan disiramkan ke muka si
Gemuk. "Nih, kukembalikan!"
Si Gemuk menjadi mata gelap. Terus saja ia melompat
menerjang dan kedua orang itu lantas bergumul.
Nampaknya mereka sama kuat. Masing-masing kena
bogem mentah dan terhuyung mendekati pemuda
berbaju biru itu. Sekali lagi mereka berhantam. Kali ini
mereka terpental mundur dan melanggar kursi pemuda
itu. "Kurang ajar!" gerutu pemuda itu seraya berbangkit.
Berbareng dengan gerakannya, kantung uangnya jatuh
di atas lantai. Isinya meletik keluar. Ternyata tidak hanya
emas, tetapi batu-batu permata pula.
Buru-buru pemuda itu mengangkat kakinya dan
diinjakkan ke kantungnya. Lalu membungkuk memungut
emas dan permatanya. Membentak: "Kamu hendak
merampas?" Dua orang itu berhenti bergumul. Yang gemuk pendek
membalas membentak: "Merampas" Merampas uangmu"
Kau berani menuduh aku" Bangsat!"
614 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa tetamu dan dua orang pelayan datang
melerai mereka dan Kilatsih tertawa menyaksikan
pertunjukan itu. la tahu akan kelicinan dua penjahat itu.
Mereka sengaja bergumul untuk menjatuhkan kantung
uang untuk dirampas. Apabila gagal setidak-tidaknya
mengetahui berapa banyak isi kantung pemuda itu,
tetapi maksud itu gagal. Pikir Kilatsih di dalam hati, "Di
sini masih ada aku. Tak nanti aku membiarkan kantung
uang pemuda itu kena kalian rampas."
Memikir demikian, Kilatsih bangkit dari kursinya.
Kemudian menghampiri mereka. Dengan kedua
tangannya ia menolak mundur kedua penjahat itu.
Tegurnya, "Kamu mabuk arak"lalu bergumul sampai
mengganggu kesenangan orang lain. Itu perbuatan
tercela." Ia ingin menghajar mereka berdua. Sambil menegur
tangannya berkelebat menggerayangi kantong baju
mereka. Gang mereka kena dirampasnya. Gerakan
tangannya begitu cepat, sehingga tiada seorang pun
yang dapat mengetahui perbuatannya.
Setelah ia menolak kedua orang itu mundur lagi,
mereka kaget, karena tolakan itu sangat sakit. Maka tak
berani mereka mengumbar mulut atau berusaha main
keras. "Dia menuduh kami yang bukan-bukan, sih," gerutu si
Gemuk. "Sudahlah, sudahlah!" bujuk seorang tetamu. "Kamu
menubruk seorang tetamu yang sedang menikmati
minuman dan hidangannya. Kamu salah. Maka kamu
wajib minta maaf padanya. Kalau masih mau minum,
615 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih baik menikmati minuman di rumah. Jangan di sini!
Ah"kamu bikin ribut saja, sih...."
Pemuda berbaju biru yang agak setengah sinting itu,
tertawa lebar. Serunya sambil mengangkat cawannya:
"Saudara! Mari minum!"
Ia mengarah kepada Kilatsih. Bau araknya menguar
dari mulutnya. "Terima kasih." Ia duduk kembali ke atas kursinya
sambil mengawasi gerak-gerik kedua orang itu.
Sebenarnya dua orang itu masih mendongkol terhadap
Kilatsih. Tapi mengingat rasa sakit yang dideritanya, tak
berani ia mengumbar adat. Dengan menahan diri, ia
berseru kepada pemilik kedai untuk membuat
perhitungan. "Berapa?" katanya angkuh.
Si Kurus menggerayangi saku bajunya. Tiba-tiba ia
kaget. Wajahnya berubah pucat.
Melihat perubahan wajah si Kurus, si Gemuk heran. Ia
pun segera meraba sakunya pula. Wajahnya lantas
nampak melongo. Gangnya sama sekali tiada lagi.
Keduanya lantas saling pandang dengan mulut
membungkam. Kemudian seperti berjanji, mereka melirik
ke arah tanah tempat mereka tadi bergumul.
"Semuanya dua ringgit,'1 kata pemilik kedai sambil
menghampiri tetamunya. Kedua orang itu menyeringai. Keringatnya membasahi
leher. Tangan mereka masih berada di dalam sakunya
masing-masing. Pemilik kedai mengira, mereka
616 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Maka
ulangnya, "Semuanya dua ringgit."
Sejenak kemudian si Kurus menyahut dengan suara
iba. "Bolehkah aku membayar besok?"
Pemilik kedai itu heran. Lalu tertawa melalui
hidungnya. Katanya, "Kalau semua tetamu main
hutang"masakan kami bisa membuka kedai lagi."
Seorang pelayan yang berada di sampingnya, lalu
menimbrung: "Memangnya kami harus makan angin"
Hah"kamu berdua datang kemari sengaja hendak
membuat gaduh saja, bukan" Kami sudah melayani
kamu makan-minum dengan puas. Masakan kamu tak
mempunyai perasaan" Kalau tak punya uang, semestinya
semenjak tadi kamu harus membuka baju dan celana
untuk membayar." Kasar kata-kata pelayan itu. Tetapi hal itu membuat
tertawa geli tetamu lainnya. Ruang kedai itu lantas saja
menjadi ramai. "Siang-siang sudah kuduga bakal begitu," seru
seorang tetamu. "Mereka lantas berlagak bergumul dan
berpura-pura mabuk. Perlunya bisa menggaglak makan
dan minuman tanpa membayar."
Kedua penjahat itu pucat lesi. Terpaksa mereka
membuka bajunya masing-masing.
"Dua baju usang begitu"mana cukup," bentak
pelayan itu. "Hayo lepas celana! Hu... Dasar kita yang
sial. Coba"berapa sih harga celana kalian yang kotor
begitu?" 617 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti pesakitan yang tak mempunyai hak suara,
mereka melepaskan celananya. Kemudian dengan celana
dalam, mereka mengeloyor keluar kedai seperti
seseorang habis buang air.
Puas hati Kilatsih menyaksikan kejadian itu. Dasar
masih berbau kanak-kanak. Lantas saja ia meneguk
cawannya sampai kering. Tatkala mengerling kepada
pemuda berbaju biru itu, ia melihatnya masih sibuk
meneguki minuman kerasnya. Dia sama sekali tidak
memedulikan pertunjukan yang lucu tadi. Tiba-tiba suatu
pikiran menusuk benaknya: "Dua penjahat tadi
berkepandaian rendah, tetapi berani berlagak disini.
Apakah mereka bukan merupakan orang-orang
sebawahan belaka yang lagi menjalankan tugas"
Sepulangnya ke sarang, pasti mereka mengadu kepada
yang memerintahkan. Aku sendiri tidak takut. Akan tetapi
bagaimana dengan pemuda itu?"
Ia menimbang-nimbang sebentar. Kemudian
memutuskan, "Baiklah kususul saja, agar tidak
menelorkan ekor yang bukan-bukan. Setelah
memperoleh keputusan demikian, segera ia berteriak
kepada pemilik kedai: "Sudah. Berapa aku harus
membayar?" Dengan wajah berseri-seri pemilik kedai menghampiri.
Semenjak tadi ia tertarik kepada Kilatsih. Sebab selain
nampak cakap, pakaiannya berkesan mentereng dan
bersih. "Semuanya hanya satu rupiah seta-len," katanya
dengan hormat. Kilatsih segera merogoh saku bajunya yang kanan. Di
dalam saku kanan itulah ia selalu menyimpan uang
bekalnya. Sakunya ternyata kosong melompong. Hatinya
618 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tercekat. Cepat-cepat ia menggerayangi saku kirinya. Di
dalam saku kiri ia menyimpan uang copetan kedua
penjahat tadi. Kembali hatinya tercekat. Gang itu pun
lenyap dari sakunya. Seketika itu juga, keringat dingin
membasahi lehernya. Pemilik kedai itu mengawasi dengan pandang heran,
la melihat kesibukan Kilatsih dan perubahan wajahnya.
Menilik dandanannya, ia tak percaya dia bahwa Kilatsih
adalah semacam tetamu yang suka mengalap1) barang
dagangan. 1) mengalap = makan tanpa membayar (nggabrus :
Jawa) "Apakah Tuan tidak mempunyai uang kecil?" tanyanya
mencoba. "Biarlah kutu-karkan."
Kilatsih benar-benar bingung. Dalam sekelebatan
teringatlah dia, bahwa kedua penjahat tadi harus
membuka baju dan celananya sebagai pengganti
pembayaran. Kalau sampai terjadi demikian"ah"tak
sanggup ia membayangkan. Sebentar"pemilik kedai"mengawaskan kedua tangan
Kilatsih yang menggerayangi kedua sakunya dengan
cermat. Tapi uang yang diharapkan tidak nampak di
depan hidungnya. Akhirnya ia menaruh curiga.
"Sebenarnya bagaimana, Tuan?" ia minta keterangan
dengan suara tawar. Justru pada saat itu si Pemuda berbaju biru muda
menghampiri. Lalu berkata di antara suara tertawanya:
"Di delapan penjuru angin semua manusia yang merasa
hidup" sebenarnya adalah saudara sesama hidup pula.
Gang gampang dicari. Tetapi perasaan"sukar diperoleh.
619 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarlah aku yang membayar semua hidangan adik kecil
ini." Ia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan
ringgitan emas dua keping. Kemudian dilemparkan
kepada pemilik kedai. "Ini uang pembayarannya. Selebihnya boleh kau
ambil." "Terima kasih terima kasih," sahut pemilik kedai
berulangkali dengan kepala memang-gut-manggut.
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Betapa tidak" Kilatsih hanya menghabiskan uang
hidangan sebesar satu rupiah setalen. Sedang pemuda
berbaju biru muda itu membayarnya dengan dua keping
uang ringgit emas murni. Merah muka Kilatsih, tetapi ia pun segera
menghaturkan rasa terima kasih dengan menahan
hatinya. "Tak usah," kata pemuda itu. "Hanya saja
perkenankan aku memberikan peringatan sedikit
kepadamu. Lain kali kalau memasuki kedai minuman
arak, hendaklah engkau mengenakan pakaian rangkap.
Dengan demikian, tidak bakal memberi peluang kepada
tangan jahil." Sewaktu berbicara kembali lagi mulutnya menguarkan
uap minuman keras. Namun sikapnya sangat tenang.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia kembali ke
mejanya dengan tubuh limbung.
Hati Kilatsih mendongkol bukan main. Namun karena
merasa di bawah pengaruh, tak berani ia mengumbar
adatnya. Terpaksa ia menelan nasihat atau peringatan itu
dengan memanggut kecil. Dalam hati ia mengutuk.
620 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar-benar orang tak mengerti diri. Coba bukan aku
tadi yang menolong, pastilah uangmu bakal kena
rampas. Sekarang berlagak memberi nasihat segala.
Huh!" Dengan penasaran ia melayangkan matanya membuat
penyelidikan. Tetapi di antara para tetamu, tiada seorang
pun yang mencurigakan. Ia menjadi heran dan berputus
asa. Dengan hati mendongkol, ia bangkit dari kursinya
dan meninggalkan kedai. "Megananda maaf. Kupinta kau menahan perutmu
barang sebentar," bisiknya kepada kudanya. Kemudian ia
melarikannya dengan cepat. Sepanjang jalan ia mencoba
mengingat-ingat semua kejadian yang berlaku di kedai
tadi. Terang sekali ia memasukkan uang rampasan dalam
saku kirinya. Juga uang bekalnya sendiri yang berada di
saku kanan tak pernah dikutiknya. Mengapa semuasemuanya lenyap tak keruan. Seumpama ada yang
mencopet lantas siapa" Masakan bisa luput dari
pengawasannya" Setibanya di luar kota ia melihat berkele-batnya kuda
hitam. Ia heran, karena penunggangnya pemuda berbaju
biru muda tadi. Sewaktu ia meninggalkan kedai, dia
masih nongkrong di atas kursinya. Sekarang tiba-tiba
berada di sebelah depannya. Apakah ada jalan simpang
yang memotong jalan besar"
Dengan penasaran ia membedalkan Mega-nanda
hendak mengejarnya. Ia bercuriga. Jangan-jangan
pemuda itulah yang main gila. Setelah dekat, ia
mengayunkan cambuknya. Apabila dia seorang berilmu,
pastilah bisa mengelakkan. Kalau tidak, cambuknya akan
621 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenai sasaran. Ia bertekat menguji demikian, untuk
memperoleh kepastian. Melihat kesiurnya cambuk, pemuda itu memekik
ketakutan. Tak dapat ia mengelak atau mencoba
menghindari kecuali kedua tangannya berserabutan
bergantian. Tubuhnya lantas terhuyung dan hampir saja
ia roboh dari punggung kudanya.
"Maaf!" seru Kilatsih. "Tak sengaja aku
mencambukmu." Pemuda itu menoleh. Menyemprot, "Hidiiih... kaulah
seorang pemuda tukang nganglap makanan warung.
Idiiih tak punya malu.... Kau hendak merampas uangku,
bukan" Tadinya dengan uangku aku hendak menjalin
suatu persahabatan. Tak tahunya kau tukang nganglap
yang tak mempunyai budi. Tak sudi lagi aku bersahabat
dengan tampangmu! Sana pergi!"
Mendongkol hati Kilatsih yang dikatakan sebagai
tukang nganglap makanan. Tetapi ia pun merasa lucu
melihat lagak lagunya. "Kau masih sinting?" tanyanya.
Pemuda itu tidak menyahut, la mengoceh seorang diri.
"Di depan kehijauan menghadang perjalananku. Di
belakang gunung-gunung telah kutinggalkan. Ingin aku
meneguk minuman sepuas hatiku. Tetapi di dunia ini
dimanakah ada suatu kepuasan" Walaupun demikian,
akan kucoba. Kalau tidak, hatiku akan terus dirundung
suatu kedukaan. Hayo minum arak. Ah"tak sudi aku
minum bersamamu....."
622 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, tubuhnya limbung di atas
kudanya. Kilatsih ingin memegangnya agar jangan
sampai jatuh. Mendadak pemuda itu menjepit perut
kudanya. Kena jepit perutnya, kudanya meloncat dan
kabur secepat angin. Kilatsih bercemas hati. Ingin ia memburu dan
menolong turun dari kudanya. Sebab menunggang kuda
dalam keadaan demikian, sangat membahayakan. Maka
ia me-ngeprak Megananda. Perintahnya, "Susul!"
Megananda adalah kuda jempolan. Jangan lagi sampai
kena gertak. Maka dengan berbenger Megananda
memanjangkan keempat kakinya dan lari secepatcepatnya. Namun betapa dia berusaha mengejar, kuda
hitam pemuda berbaju biru muda itu tetap berada di
depan. Malahan makin lama makin jauh dan akhirnya
lenyap dari penglihatan. Dengan perasaan heran Kilatsih menahan kudanya.
Pikirnya di dalam hati, "Hebat kudanya. Kuda macam apa
sebenarnya" Dia sama sekali tak mengerti ilmu silat.
Namun kudanya jempolan sekali. Megananda sampai tak
sanggup mengejarnya....."
Mau tak mau Kilatsih terpaksa meneruskan perjalanan
dengan pikiran pepat dan penuh teka-teki. Malam hari
kala itu kian bertambah gelap dan gelap. Karena belum
paham akan lika-liku jalannya, tak berani ia melarikan
kudanya kencang-kencang. Tak jauh di depannya
nampak asap mengepul di tengah ladang. Pastilah
seorang petani lagi membakar sesuatu sebagai
perdiangan malam. Ia lantas mengarah ke sana. Hanya
saja begitu teringat bahwa dirinya tak beruang lagi,
lenyaplah kegembiraannya.
623 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi pikirannya sibuk tak keruan, sekonyongkonyong ia mendengar meringkiknya seekor kuda. la
menajamkan matanya. Samar-samar ia melihat sebuah
bangunan kuno yang berhalaman luas. Seekor kuda
sedang menggerumiti seonggok rumput. Ia segera
mengenal kuda itu. "Eh"dia pun berada di sini," pikirnya di dalam hati
dengan menebak-nebak. "Tempat apakah ini" Biarlah
kujenguknya." Ia menambatkan kudanya di luar pekarangan,
kemudian menghampiri bangunan itu dengan berjingkitjingkit. Perlahan-lahan ia menolak daun pintunya yang
tertutup rapat. Segera ia melihat api perdiangan yang
menerangi seluruh ruangan. Bau harum daging bakar
menusuk hidungnya pemuda tadi. Ternyata pemuda tadi
lagi membakar daging kambing dengan menongkrongkan
kakinya di tepi perdiangan. Nampaknya nikmat sekali.
Melihat dia"Kilatsih mendadak menjadi dengki. Tanpa
segan-segan lagi dia terus masuk. Mendadak pemuda itu
menegur. "Setan alas! Dunia ini begini lebar, tapi lagi-lagi
kita bertemu." Kilatsih tambah dengki. Membalas menegur, "Apakah
sintingmu belum juga pudar?"
"Kapan aku sinting?" Tanya pemuda itu. "Sampai
sekarang masih ingat aku, bahwa engkau adalah seorang
pemuda tukang nganglap makanan orang....."
Mendongkol hati Kilatsih ditanggapi demikian.
Sahutnya dengan suara gemas, "Aku tak bisa membayar,
karena uangku hilang. Ada orang jahat yang mencopet
uang. Kau mengerti?"
624 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu kaget sampai berjingkrak. Ia terbangun
sambil berseru setengah memekik.
"Apa orang jahat" Rumah ini tiada penghuninya. Kalau
penjahat datang-waduh-celaka! Kalau begitu tak mau
aku berteduh di sini..."
Kilatsih tersenyum. Sahutnya menang, "Kau mau pergi
kemana" Begitu kau berada di jalan kau bakal kena
pegat. CJangmu amblas dan jiwamu mungkin amblas
pula. Sebaliknya dengan aku berada disini, seratus
penjahat tidak akan dapat mengganggu sehelai
rambutmu." Pemuda itu terbelalak matanya. Sekonyong-konyong
ia tertawa terbahak-bahak. Serunya tak percaya, "Jika
kau mempunyai kepandaian membekuk penjahat seratus
orang"masakan kau sampai sudi menjadi seorang
penganglap makanan warung makan?"
"Sudah kuterangkan tadi sebab uangku kena copet,"
Kilatsih memberi penjelasan dengan perkataan ditekantekan. Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal. Katanya sambil
menuding, "Katamu seratus penjahat tidak akan dapat
mengganggu sehelai rambutku. Tapi nyatanya kau kena
digerayangi tangan jahil. Massya Allah... mulutmu
ternyata lebih hebat daripada meng-anglap makan. Kau
benar-benar seorang pembual paling besar di dunia ini."
Setelah berkata demikian, ia memperbaiki pakaiannya
hendak berlalu. Tiba-tiba batal sendiri. Lalu kembali
membakar dagingnya sambil menggerendeng.
625 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada-ada saja. Mana ada penjahat" Dunia begini aman
tenteram, masakan ada penjahat. Jangan mencoba
mengelabui dan mengibuli aku!"
Bukan kepalang mendongkolnya hati Kilatsih.
Seumpama mampu, ingin ia menelannya. Tetapi alas an
pemuda itu, masuk akal. Maka tak dapat ia mengumbar
rasa mendongkolnya. Sebaliknya menahan rasa hatinya
itu"alangkah sakit. Akhirnya mencoba meyakinkan.
"Kau tak percaya" Baiklah. Aku pun tidak mengharap
engkau percaya kepada kata-kataku."
Daging bakar itu bukan main hebatnya menusuk
hidung Kilatsih. Di warung makan tadi, dia tak sempat
makan dan minum dengan kenyang. Tak
mengherankan"begitu hidungnya mencium bau daging
bakar"lantas saja terbangunlah nafsu makannya. Tak
dikehendaki sendiri, ia menelan ludah. Tentu saja tak
berani ia memperdengarkan suara mulutnya itu. Ia pun
segan pula hendak mencoba minta bagian. Bukankah dia
sudah mencap dirinya sebagai tukang menganglap
makanan" Kilatsih benar-benar kena siksa. Tatkala melihat
pemuda itu mulai menggerumiti bakar daging dengan
lezatnya, hatinya sakit bukan main. Celakanya pemuda
itu benarbenar kurang ajar. Dengan memutar-mutar
lidahnya dia berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri.
"Minuman keras dapat membuat manusia waras
menjadi sinting. Kelezatan daging pun dapat membuat
orang sakit perut. Habis" perut jadi berkereruyuk tak
keruan..." 626 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih mendeliki pemuda itu. Kemudian membuang
mukanya. Sejenak kemudian, pemuda itu mendadak seperti
teringat sesuatu. Katanya. "Hai tukang nganglap! Ini"
kau kuberi bagian pula."
Berbareng dengan perkataannya, ia melemparkan
segumpal daging bakar yang masih hangat dan
berlemak. "Siapa kesudian makan dagingmu?" bentak Kilatsih
dengan panas hati. Tak sudi ia menerima pemberian
yang memang diharapkan. Tetapi berbareng dengan
sikap galaknya itu, ia menelan ludah untuk menguasai
diri. Lalu duduk perlahan-lahan di atas lantai. Ia bersila
bersemadi dengan memejamkan mata untuk
menyingkirkan pemandangan yang menggugah nafsu
makannya. Ia memang tidak melihat lagi. Tetapi hidung
mempunyai tata kerja lain. Dengan memasukkan uap
daging bakar ke dalam rongga tubuhnya perangsang
nalurinya terbangun. Perutnya merasa melilit-lilit. Inilah
suatu siksaan terkutuk. Tetapi Kilatsih seorang yang
angkuh hati. Makin terdorong ke pojok makin angkuhlah
dia. Dia pun murid seorang pendekar kelas pertama pada
zaman itu. Maka uap daging bakar itu seumpama uap
racun lawan yang datang menyerang. Cepat-cepat ia
menenggelamkan diri dalam tata semadinya untuk
melawannya. Keangkuhan hatinya merupakan sendi ketabahannya.
Lambat laun ia berhasil. Rasa laparnya dapat
dikuasainya. Hatinya lantas terasa menjadi lega.
Perlahan-lahan ia membuka kedua matanya dan berani
627 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang penglihatan yang menggiurkan. Pemuda
berbaju biru itu ternyata sedang rebah tidur. Daging
bakarnya menggeletak di sampingnya.
Melihat daging bakar yang nampak empuk itu,
lidahnya bergerak-gerak. Liur lembut meleleh dan
membasahi dinding mulut. Hati-hati tangannya diulurkan
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hendak menyambar daging itu. Pada saat itu mendadak
pemiliknya menggeliat. "Setan!" maki Kilatsih di dalam hati. Bukan main rasa
dengkinya terhadap pemuda itu. "Baiklah"tak apa.
Masakan aku akan mati kelaparan melihat daging
bakarnya." Pemuda itu sendiri tidak menghiraukan penderitaan
Kilatsih. Enggan nikmat sekali ia mendengkur. Lantaran
ruang bangunan itu tidak terlalu lebar, suara dengkurnya
terasa berisik. "Pemuda ini sebenarnya datang dari mana?" Kilatsih
berteka-teki pada dirinya sendiri setelah merenungi
pemuda itu. "Dia berpakaian mentereng dan bersih. Apa
sebab dia menginap di sini dengan membiarkan dirinya
tidur di atas lantai begini kotor" Dia membawa uang
emas dan permata pula. Setolol-tololnya orang pastilah
sadar, bahwa hal itu membahayakan dirinya manakala
sampai kena pandang orang. Tapi dia memilih tempat
penginapan yang justru memen-cil. Kalau dengan tibatiba kena keroyok penjahat, kepada siapa ia hendak
minta pertolongan" Menilik gerak-geriknya, terang sekali
ia tak pandai berkelahi..."
Kilatsih bangkit dari semadinya. Timbullah
keinginannya hendak menggeledah tubuh pemuda itu.
Maka perlahan-lahan ia mendekati. Mendadak pemuda
628 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu bergeliat lagi dengan membalikkan tubuhnya. Kilatsih
merandek. Hatinya beragu. Pikirnya di dalam hati, "Dia
mencap aku sebagai seorang penganglap makanan.
Sekarang aku hendak menggeledahnya. Kalau sampai
terbangun, bukankah dia bertambah yakin bahwa aku
seorang jahat?" Memperoleh pertimbangan demikian ia mundur lagi
dua langkah. Sekonyong-konyong ia mendengar suara
gemeretak di pekarangan. Ia menoleh menajamkan
telinganya. Suara gemertak itu tiada bersambung. Ia
lantas melirik kepada pemuda itu. Tetap saja dia
mendengkur dengan enaknya.
"Eh"benar-benar seekor babi!" maki Kilatsih di dalam
hati. "Sebenarnya tak perlu aku berpusing-pusing
memikirkan dia. Dia kena gebuk atau kena rampas"apa
peduliku" Tetapi sebenarnya kalau sampai terjadi
demikian"kasihan juga. Ah-"-nasibmu memang bagus.
Biarlah aku menangkis penjahat yang datang itu."
Setelah mendapat keputusan demikian, Kilatsih
melesat di belakang daun pintu. Hati-hati ia membuka
pintu dan melesat lagi keluar. Dengan lincah ia melompat
ke atas dahan. Sambil melindungkan dirinya di belakang
dahan, ia menebarkan penglihatannya.
Tatkala itu bulan sipit sudah di udara bersih. Cahaya
remangnya menyibakkan kepekatan malam. Samarsamar matanya yang tajam melihat berkelebatnya dua
bayangan manusia. Mereka mengenakan topeng.
"Sst! Dua orang di dalam," bisik yang berada di kanan.
"Siapa pemilik kuda putih dan kuda hitam itu selain
mereka. Apakah pemilik kuda putih temannya?"
629 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Secara kebetulan mereka bertemu di dalam
kedai. Mungkin pula di dalam perjalanan, mereka
berkenalan. Lalu menginap bersama-sama di sini."
"Bagaimana"seumpama dia membandel tidak mau
menyerahkan uangnya."
"Kalau bisa"jangan sampai kita terpaksa memecah
kepalanya." "Benar. Tetapi lebih baik kita lukai sedikit saja. Biarlah
dia mampus di perjalanan daripada di sini."
Kilatsih gusar mendengar pembicaraan itu. Kutuknya
di dalam hati, "Benar-benar jahat kalian ini. Selain
mengincar hartanya masih ingin pula merenggut
jiwanya." Tiba-tiba yang di sebelah kiri berseru kaget memberi
peringatan. "Awas! Di atas pohon ada orang!"
Dengan sebat Kilatsih melepaskan dua biji sawonya.
Mereka ternyata gesit. Sambaran biji sawo dapat
dielakkan. Kilatsih menjadi penasaran. Dengan
menghunus pedangnya, ia melompat turun. Begitu tiba di
atas tanah, ia lantas menyerang.
Kedua orang itu buru-buru mengeluarkan senjatanya
masing-masing. Seutas rantai berkepala bola berpaku
dan sebatang tongkat panjang alat pengemplang kepala.
Melihat menyambarnya pedang, mereka menangkis
dengan berbareng. Mereka kaget melihat akibatnya. Baik
rantai maupun tongkat mereka terpapas sebagian.
Kecuali itu mereka terpental mundur. Hampir-hampir
senjata mereka terpental pula dari genggamannya.
630 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka bukan orang lemah," pikir Kilatsih di dalam
hati setelah merasakan tangkisan mereka. Terus saja ia
memberondong dengan serangan berantai. Pedang
Kilatsih adalah pedang warisan leluhur Adipati
Surengpati. Sebenarnya Titisari yang berhak menjadi
pemiliknya. Tetapi karena dia bukan mewarisi ilmu
kepandaian ayahnya dan telah pula memiliki pedang
mustika Sangga Buwana" maka pedang itu diberikan
kepada Kilatsih sebagai pewaris ilmu pedang Witaradya.
Pedang itu sendiri diberi nama Witaradya oleh Adipati
Surengpati. Tajamnya luar biasa. Sekali bentrok dengan
senjata lawan, pasti kena dikutungkan. Akan tetapi
tongkat dan Sambaran biji sawo dapat dielakkan. Kilatsih menjadi
penasaran. Dengan menghunus pedangnya, ia melompat
turun. Begitu tiba di atas tanah ia lantas menyerang.
rantai dua penjahat itu, terbuat dari tumpuan bahan
yang tebal. Meskipun demikian Sambaran biji sawo dapat
dielakkan. Kilatsih menjadi penasaran. Dengan
menghunus pedangnya, ia melompat turun. Begitu tiba di
atas tanah, ia lantas menyerang"kena terpa-pas
sedikit"rantai dan tongkat mereka som-plak sebagian.
Mereka segera memperbaiki kedudukan diri. Sedianya
mereka hendak minta keterangan, siapakah Kilatsih.
Tetapi karena terus dicacar dengan serangan-serangan
berbahaya, tiada mereka berkesempatan membuka
mulutnya. Yang bersenjata seutas rantai memiliki
kesehatan tak tercela. Dia pun bertenaga dan cerdik.
Sadar akan ketajaman pedang Witaradya tak berani lagi
ia mengadu rantainya. Setiap kali terancam suatu
tebasan, cepat-cepat ia menariknya dan membalas
menyerang dengan sabetan melengkung.
631 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih berkelahi dengan menggunakan ilmu Petak
Ratna Dumilah warisan Titisari digubahnya menjadi ilmu
pedang. Gerak-geriknya gesit dan sukar ditebak kemana
sasarannya. Tubuhnya berkelebatan di antara kesiur
rantai dan tongkat. Dilawan dengan kegesitan demikian, dua penjahat
bertopeng itu kuwalahan. Mereka habis daya. Syukur
mereka licin dan berpengalaman. Meskipun terpaksa
bermain mundur namun tak sampai kena sambaran
pedang. Kilatsih yang berwatak panas, menjadi penasaran.
Dasar murid Adipati Surengpati, keliarannya betapapun
juga diwarisinya. Kalau tadi dia bermaksud memberi
hajaran"kini timbullah rangsang hendak merenggut jiwa
mereka. Dan memperoleh pikiran ini, pedangnya
berkelebat. Senjata rantai lawan dihantamnya dengan
kencang. Ia hendak membunuh pemilik senjata rantai itu
dahulu. Kemudian baru yang satunya.
Di luar dugaan, pemilik senjata rantai itu sebat luar
biasa. Melihat serangan pedang" ia memindahkan
rantainya ke tangan kiri. Lalu menggubat hulu pedang
Kilatsih dengan tiba-tiba. Berhasil demikian, cepat-cepat
ia menarik dengan mengerahkan seluruh tenaganya.
Kilatsih kaget setengah mati. Hampir saja pedangnya
terlepas dari genggaman Ia seperti pernah melihat tipu
daya demikian. Gerakannya mirip tipu muslihat ilmu sakti
Sirtupelaheli. Lalu membentak, "Hai! Apakah kau anak
murid Dipajaya?" Kilatsih mendengar kisah Sirtupelaheli"
632 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dipajaya, tatkala berada di Pulau Karimun Jawa. Kisah
itu didengarnya tatkala Titisari memberi keterangan
tentang Sirtupelaheli kepada ayahnya. Dasar ia seorang
cerdas, begitu teringat gerakan rantai itu lantas saja
teringat pula kepada Sirtupelaheli. Menimbang tenaga
yang digunakan orang itu, ia menduga sebagai teringat
lagi kepada Dipajaya. Sebab gaya tata berkelahinya
adalah gaya khas ajaran seorang pria. Tebakannya
ternyata tepat sekali. Orang itu berjingkrak kaget. Lalu berseru
menyeramkan. "Kau datang dari mana sampai mengenal nama itu"
Bagus! Karena kau mengenal kami"maka terpaksalah
kami melunasi jiwamu."
Pengakuan itu mengejutkan hati Kilatsih. Benarbenarkah dia murid atau setidak-tidaknya orangnya
Dipajaya" Dia mendengar Dipajaya dan sepak terjangnya
sebagai suatu dongeng belaka. Kabarnya dia hidup di
Jawa Timur. Apa sebab salah seorang murid atau
bawahannya merantau sampai di bumi Jawa Barat"
Teringat dongeng kejadian Dipajaya dan tujuan hidup
Dipajaya, meledaklah amarah Kilatsih. Bentaknya dengan
mata berapi-api. "Kau manusia beracun apa sebab sampai berkeliaran
di Jawa Barat" Kau hendak meracun siapa" Jangan
bermimpi kau bisa melebarkan pengaruh Aliran Suci di
sini." Dengan mengerahkan tenaga ia menghentakkan
pedangnya. Begitu terlepas, segera ia memberondong
dengan lima tikaman berturut-turut. Orang itu ternyata
gesit pula. Ia menggerung tinggi dan membalas
633 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang pula. Tapi Kilatsih kali ini tidak sudi lagi
berkelahi dengan setengah hati. Terus saja ia
menggunakan Ilmu pedang Witaradya.
Dengan perubahan tata berkelahi itu, pertempuran
segera berjalan amat sengitnya. Selang sekian lamanya
Kilatsih menggunakan ilmu pedang Witaradya"tetap saja
ia belum berhasil. Diam-diam hatinya meringkas. Sudah
beberapa hari ini, dia membuang tenaga dan kurang
tidur. Malam itu bahkan diganggu perut lapar. Maka
akibatnya ia cepat menjadi lelah. Keringatnya mulai
membasahi seluruh tubuhnya. Tadi ia mengira, bahwa
mereka adalah penjahat-penjahat kecil tak bernama. Tak
tahunya, mereka anak murid Dipajaya. Dengan dikerubut
dua"sekalipun memiliki pedang mustika" nampaknya
tiada gunanya. "Pedang bocah ini bagus!" kata yang bersenjata
tongkat. "Pedang ini untukku."
"Boleh," sahut temannya. "Hanya saja kau harus
berjanji. Setelah berhasil membekuknya"orangnya harus
kau serahkan kepadaku. Kau tak boleh mencampuri."
"Baik, aku berjanji."
Mendongkol hati Kilatsih mendengar percakapan
mereka. Itulah percakapan merendahkan dirinya, seolaholah sudah dapat dipastikan bahwa dirinya bakal kena
dibekuknya. Orang yang bersenjata rantai itu, tentu saja
tak mengerti bahwa dirinya seorang gadis. Tapi dengan
tak sengaja"kata-katanya menyinggung perasaan
seorang gadis. Dalam telinga Kilatsih terdengar sangat
busuk dan kotor. Maka dengan hati meledak, ia
mengulangi serangannya yang dahsyat. Kali ini ia
mencecar yang bersenjata tongkat.
634 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh!" jerit orang itu. Tiba-tiba saja lengannya
tergantung lumpuh di depan perutnya. Kilatsih
memperlihatkan kesehatannya. Dengan suatu serangan
kilat ia menikam tenggorokan. Tak ampun lagi, orang itu
roboh. Ia tewas pada detik itu juga.
Temannya kaget setengah mati. Begitu kaget dia,
sampai tertegun sejenak. Hatinya mencelos tatkala
melihat berkelebatnya pedang Kilatsih menyambar
dirinya. Untung-untungan ia menangkis. Rantai ter-papas
kutung. Kali ini ia tersentak sadar. Cepat ia mundur.
Kemudian melompat lari tunggang - langgang.
Hati Kilatsih sedang panas. Ia dengki terhadap ucapan
orang itu yang hendak melawannya. Segera ia menimpuk
dengan tiga biji sawonya. Lalu terdengarlah suara berisik.
Ketiga biji sawonya runtuh-di atas tanah dan orang itu
kabur dengan selamat. Kilatsih jadi keheranan. Orang itu tak nampak
mencoba menangkis sambaran biji sawonya. Tetapi apa
sebab sambitannya runtuh di atas tanah" Apakah ada
seorang yang menolong menyelamatkan jiwanya"
Ia menoleh kepada orang yang mati ter-tumblas
pedangnya. Matinya orang itu pun mengherankan
dirinya. Sebenarnya masih mampu dia menangkis. Tapi
apa sebab, lengannya mendadak lumpuh lunglai" Apakah
ada orang yang membantu dirinya dengan diam-diam"
Kilatsih menjadi bingung. Sebab orang yang menolong
dirinya membantu pula menyelamatkan lawannya yang
justru mendengkikan hatinya.
Dengan hati-hati ia menghampiri mayat lawannya. Ia
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyontek topeng yang dikenakan dengan ujung
pedangnya. Ia kaget" karena orang itu"ternyata
635 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang Tionghoa. Apakah artinya ini" Pastilah dia bukan
seorang penjahat lumrah. "Aneh orang ini. Aneh pula orang yang membantuku.
Dia membantu aku membunuh dia, berbareng
menggagalkan aku menimpuk yang satu," pikirnya bolakbalik. Dengan penasaran ia menggeledah sakunya. Ia
memperoleh empat ringgit uang perak. Pikirnya dengan
tertawa geli di dalam hati, "Salahmu sendiri. Kupinta
keikhlasanmu. Saat ini aku membutuhkan uang bekal."
Baru saja ia memasukkan uang rampasannya itu,
sekonyong-konyong terdengar suara gemeresak di atas
pohon. Kaget ia mendongak. Dua bayangan muncul di
antara silang dahan. "Hai, tunggu!" seru bayangan itu. Mereka melompat
turun dan lari mengarah ke pintu bangunan.
"Dalam perjalanan, wajib engkau membagi rejeki
kepada teman sejalan. Mana bagian kami?"
Kilatsih berdiri tegak dengan menggenggam
pedangnya. "Inilah bagianmu."
Kedua orang itu bertopeng pula. Dengan tertawa
terbahak-bahak mereka menghampiri.
"Bagus! Bagus! Itulah namanya seorang yang
mengerti menghargai arti suatu persahabatan. Kalau ada
makanan kita makan bersama. Kalau ada minuman, kita
minum bersama." Orang yang berkata demikian, lalu mendekat dengan
mengangsurkan tangannya. Kilatsih menyambut dengan
636 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertawa melalui hidungnya. Kemudian pedangnya
menyabet dengan tiba-tiba.
Sudah barang tentu"orang itu kaget setengah mati.
Cepat ia menarik tangannya. Lalu meliukkan tubuhnya
sambil melompat mundur. Begitu kakinya meraba tanah,
tiba-tiba ia membalas menyerang. Itulah suatu gerakan
gesit di luar dugaan. Kini Kilatsih yang berganti menjadi
terkejut. Buru-buru ia melintangkan pedangnya dan
menabas. "Awas! Pedangnya!" seru temannya memberi
peringatan. Orang itu lalu menghunus goloknya dan maju
membantu. Kedua orang itu merupakan lawan lagi yang tidak
ringan, mereka lebih sebat dan lebih berbahaya daripada
kedua lawannya tadi. Syukur ilmu pedang Witaradya
adalah ilmu pedang yang bernilai tinggi. Betapa mereka
mencoba merangsak, tak dapat juga memasuki daerah
geraknya. Setelah lewat lima puluh jurus, orang yang berkelahi
dengan tangan kosong berkata memutuskan.
"Baiklah. Biarlah kau menelan mangsamu sendiri. Tapi
kau wajib memberitahukan namamu. Dengan begitu, kita
jadi bersahabat sampai di kemudian hari."
"Siapa kesudian bersahabat dengan kamu?" bentak
Kilatsih dengan mata melotot. "Kejahatanmu hendak
merampas barang milik seseorang, dapat dimaafkan.
Tapi kamu ternyata anak buah Dipajaya yang beracun. Si
Tua bangkotan itu mempunyai tujuan yang berbahaya.
Bukankah kamu diperintahkan untuk mengganggu
637 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar besar Sangaji untuk merebut sebuah pusaka
warisan?" "Hihaaaa... monyet, kau lancang mulut!" bentak orang
itu. Tangannya bergerak dengan sebat hendak
mematahkan lengan. Tentu saja Kilatsih tak sudi menyerah. Pedangnya
berkelebat secepat kilat. Ia menyambar ke kiri, tapi
bidikannya sudut kanan. Itulah salah satu macam tipu
muslihat pedang Witaradya yang sukar diraba
sasarannya. Tapi musuh itu benar-benar licin. Bagaikan seekor
belut. Tubuhnya dapat meringkas dan lolos dari setiap
serangan pedang yang datang dengan bertubi-tubi.
Ilmu pedang Witaradya"memang ilmu sakti yang luar
biasa sifatnya. Selain lincah dan gesit, mengandung
perubahan yang tiba-tiba. Kilatsih berhasil mengurung
mereka sehingga tak berdaya sama sekali. Tatkala ujung
pedangnya hampir berhasil menikam kempungan,
mendadak lengannya terasa kesemutan. Serangannya
berhenti di tengah jalan dan kedua orang itu berhasil
menyelamatkan diri. Kemudian kabur dengan secepatcepatnya. Sebentar saja tubuh mereka lenyap dari
penglihatan. "Kurangajar," maki Kilatsih. "Hai! Setan manakah yang
bersembunyi di sini. Jangan main gelap. Hayo keluar!"
Kilatsih penasaran. Serangannya tadi gagal, karena
lengannya tiba-tiba kesemutan. Itulah akibat suatu
serangan gelap dari luar gelanggang. Ia menunggu. Lalu
memakinya. Tapi makiannya hening tiada yang
menanggapi. 638 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Masih ia menunggu dengan bersiaga. Kemudian
tangan kirinya meraba lengannya. Terasa kulit dagingnya
menonjol sedikit sebesar butir kedele. Teranglah"
seseorang menyerangnya dengan menggunakan alat
penyambit. Tetapi siapa"penyerang gelap itu"ternyata
tak berani mencongakkan diri.
Tak puas hati Kilatsih, walaupun berhasil mengusir
dua orang tadi. Dengan hati uring-uringan ia memasuki
rumah bangunan. Tiba di dalam"pemuda berbaju biru
muda itu" masih saja tidur dengan mendengkur. Suara
napasnya naik turun sangat berisik.
"Hai, anak mampus!" tegur Kilatsih dengan suara
menghentak. "Enak sekali kau tidur!'
Pemuda itu menggeliat panjang sambil membalikkan
badannya. Dengan pandang malas ia mengawaskan
Kilatsih. "Hai"ada penjahat!" Kilatsih memberi kabar dengan
suara nyaring. Pemuda itu lantas menegakkan badannya dengan
menyenakkan mata. Kedua kelopak matanya masih
nampak melengket. Katanya seperti sedang mengigau.
"Enak benar tidur di atas lantai. Ah, aku bermimpi
bagus tadi. Sayang hanya aku sendiri yang mengetahui."
"Kau mengetahui apa?" tungkas Kilatsih dengan
memberengut. Kemudian tertawa geli. "Ada penjahat
datang kemari. Kau tahu?"
Pemuda itu menguap lebar sekali. Meng-gerendeng.
639 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lagi-lagi kau membicarakan perkara penjahat.
Kenapa sih begitu jahil sampai mengganggu orang
sedang tidur" Apa sih dosanya orang lagi tidur?"
Ia menganggap pemberitahuan Kilatsih sebagai suatu
bualan kosong. Karena itu"ia menggerendenginya.
Kilatsih mendongkol berbareng geli. "Cobalah kau lihat di
luar" kalau kau tak percaya."
Pemuda itu menggeliat lagi seraya menguap.
"Seumpama benar ada penjahat datang" manakah
buktinya" Tujuanmu kan hanya ingin mengganggu aku.
Kau memang jahil." "Akulah yang mengusir mereka," bentak Kilatsih
dengan suara sengit. "Kau kira aku menjual bualan
kosong?" "Eh"apakah benar?" pemuda itu terbelalak. "Kalau
begitu makanlah sepotong dagingku itu. Tidak lagi aku
mencap engkau sebagai penganglap. Sebab itulah upah
jasamu." Berkata demikian, ia menyambar sepotong daging
bakar dan dilemparkan. Kilatsih menyampoknya jatuh
dengan hati mendongkol. "Hm"benar-benar engkau mengira aku sedang
membual" Bagus! Sebenarnya siapa namamu dan datang
darimana?" Pemuda itu menggerakkan gundu matanya.
Sekonyong-konyong ia mencontoh Kilatsih. Dengan
menuding ia bertanya, "Siapa namamu dan datang dari
mana?" 640 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini Kilatsih tidak hanya mendongkol, tapi bergusar
pula. "Apa?" bentaknya.
Pemuda itu tertawa lebar.
"Kau bertanya tentang nama dan asalku datang. Tapi
caramu memeriksa seperti terhadap seorang pesakitan.
Apakah aku pun tak bisa berbuat begitu?"
Ingin sekali Kilatsih mengumpat. Tetapi alasannya
benar. Karena itu, ia membungkam. Pikirnya di dalam
hati, "Mustahil aku akan memberi keterangan tentang
nama dan asalku datang." Ia mengawaskan pemuda itu
yang mengerling padanya. Pikirnya lagi, "Aku tak sudi
memberi keterangan tentang diriku. Dia pun berhak
bersikap begitu." "Aku tak bisa memaksanya. Tapi penjahat-penjahat
yang datang itu, terang sekali anak murid atau bawahan
Dipajaya. Menurut tutur kata Kakak Titisari, Dipajaya
adalah seorang pendekar yang kena pengaruh bius Aliran
Suci. Dia mengacau dimana-mana untuk mencari rahasia
semua ilmu sakti yang berada di Pulau Jawa. Apakah
pemuda ini tidak mempunyai hubungan dengan mereka"
Jangan-jangan dia pun seorang pemuda yang
memimpikan surat wasiat Kakak Titisari pula. Ah,
mustahil! Mustahil! Surat wasiat Kakak Titisari berada
jauh di Jawa Tengah dalam genggaman ayah angkatku.
Sedangkan ia berada di sini. Kukira dia anak seorang
hartawan yang lagi iseng. Kalau dia mempunyai
hubungan dengan penjahat-penjahat tadi, apa sebab
mereka memusuhi?" 641 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memperoleh pertimbangan demikian, timbullah rasa
persahabatannya. Mau ia bersikap lunak dan mengalah.
Tapi begitu melirik ke arah pemuda itu, hatinya jemu.
Wajah pemuda itu tampak tolol dan tingkah lakunya
mendengkikan hati. Dengan setengah tertawa dia
memandangnya. Kedua matanya dirapatkan setengahsetengah sehingga berkedip-kedip seakan-akan kena
silau cahaya. Alangkah menjemukan!
"Baiklah masing-masing mempunyai tujuannya
sendiri," kata Kilatsih. "Kau tadi bilang, tak sudi kau
bersahabat dengan seorang penganglap. Aku memang
seorang pe-nganglap. Sampai di sini saja kita bertemu."
"Hai! Hai! Kau kenapa?" pemuda berbaju biru muda
itu terperanjat. "Aku berkata dengan sebenarnya tentang datangnya
penjahat. Tapi engkau menganggap diriku seorang
pembual besar. Baiklah mulai sekarang kau bakal
dimangsa penjahat atau bakal ditelan, aku tidak peduli
lagi. Selamat tinggal."
Setelah berkata demikian, Kilatsih memutar tubuhnya.
Kemudian dengan cepat dia keluar pintu. Ia bersakit hati
karena direndahkan. Sedangkan maksudnya baik sekali
hendak melindungi. Pemuda itu lalu berbangkit. Dengan sepasang
matanya yang tajam ia mengikuti keluarnya Kilatsih dari
pintu. Mulutnya bergerak hendak memanggilnya. Tapi
mendadak batal. Kemudian tertawa pelahan-lahan dan
kembali berbaring di tempatnya tadi.
Di atas kudanya, hati Kilatsih masih uring-uringan.
Tatkala fajar mulai menyingsing, ia sudah jauh
642 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan bangunan semalam, la menahan lesnya.
Kemudian melompat turun. Di sebuah sungai yang jernih
airnya, ia membasuh diri. Seluruh tubuhnya meremang
begitu menyentuh air. Alangkalj dingin!
Selamanya Kilatsih adalah seorang gadis yang angkuh.
Ia gampang sekali tersinggung dan tak sudi mengalah.
Begitu rasa dingin menusuk kulitnya timbullah gairahnya
untuk melawan. Terus saja ia menanggalkan pakaiannya
dan mencebur di dalam sungai. Hampir tujuh tahun ia
menetap di pulau Karimun Jawa. Meskipun belum dapat
melawan kepandaian Titisari, tetapi ia termasuk seorang
gadis yang pandai berenang. Dengan lincah ia menyelam
dan timbul seakan-akan seekor ikan bergurau di bawah
permukaan air. Mula-mula dingin air nyaris membekukan
tulang belulangnya. Lambat laun ia bisa menyesuaikan
diri. Akhirnya ia merasakan suatu kesegaran yang
menyejukkan. Maka lupalah dia kepada perutnya yang
semalam terasa sangat lapar.
Megananda sendiri mendapat kebebasan penuh.
Setelah menghirup air sungai"ia menggerumiti
rerumputan pegunungan yang hijau meriah. Tatkala
majikannya sudah berdandan rapih, matahari bersinar
terang ke seluruh persada bumi.
"Hayo"kita berangkat!" kata Kilatsih dengan lembut.
Ia meraba pelana untuk dikencangkan tali pengikatnya.
Tiba-tiba tangannya menyentuh sebuah bungkusan yang
di bawah pelana. Ia kaget. Karena bungkusan itu adalah
bungkusan uangnya. Segera ia membukanya. Di
dalamnya tidak hanya berisi uangnya sendiri, tapi pun
uang copetan-nya pula. 643
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Heran dan penasaran, Kilatsih melompat tinggi
menyambar dahan pohon. Ia memeriksa sekitarnya.
Tiada sesosok bayangan yang nampak, selain kabut
pegunungan yang bergulungan dan sirna kena sinar
surya. "Ah! Apakah perjalananku ini ada yang mengikuti?" ia
berteka-teki dalam hati. Ia lantas melarikan kudanya mengarah ke timur laut.
Pagi hari kini menyongsongnya dengan kegairahannya.
Karena penglihatan terang benderang, ia tak ragu-ragu
untuk mempercepat lari kudanya. Segera ia memasuki
suatu daerah yang indah meresapkan hati. Di dekat
persimpangan jalan ia berpapasan dengan beberapa
orang yang berperawakan gagah. Mereka menunggang
kuda pula dan searah. Melihat mereka, Kilatsih
memperlambat kudanya. Namun ia bersikap tak
menghiraukan agar tidak menarik perhatian mereka.
"Menilik pakaian yang dikenakan, agaknya mereka
hendak menghadiri suatu pesta.
Apakah kakakku Sangaji memanggil mereka untuk
menghadiri suatu pertemuan" Jangan-jangan inilah yang
dikhabarkan orang"kakakku Sangaji"berpindah
tempat," pikirnya di dalam hati.
Mereka melampaui Kilatsih. Pandang mata mereka
bersungguh-sungguh dan tidak menghiraukannya.
Mungkin sekali Kilatsih dianggapnya sebagai seorang
pemuda biasa yang berpesiar di waktu pagi. Tapi justru
sikapnya itu, menarik perhatian Kilatsih. Ia yakin"bahwa
kepergian mereka"mempunyai hubungan rapat dengan
kegiatan Sangaji. 644 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berjalan serintasan, Kilatsih merasa lapar.
Segera ia mencari warung makan. Ia memesan makanan
pagi seadanya. Minumnya teh pahit. Karena perutnya
kosong semenjak semalam, ia makan dengan lahap
sekali. "Hari ini nampaknya lalu lintas perdagangan bakal
ramai," katanya iseng.
"Eh"apakah Tuan hendak pergi pula ke Sumedang?"
ujar penjual nasi itu dengan tertawa riang.
"Sumedang" Ada apa di sana?" Kilatsih minta
keterangan. "O, kalau begitu"Tuan bukan orang sini,' kata orang
itu. "Hari ini Raja Muda Dwijendra dari panji-panji
Bintang Pedang bersilang mengadakan pesta ulang
tahun. Banyak sekali sahabat dan handai taulannya yang
dipanggil datang." Kilatsih mengerutkan dahinya. Teringatlah dia kepada
susunan laskar perjuangan Himpunan Sangkuriang.
Himpunan Sangkuriang semenjak zaman Ratu Bagus
Boang terbagi menjadi dua sayap. Sangaji pun tidak
membahunya. Adapun yang menduduki dua sayap
pemerintahan itu, enam orang raja muda. Yang pertama
Dadang Wiranata"kemudian Otong Surawijaya, Ratna
Bumi, Dwijendra, Andangkara dan Walisana. Masingmasing mempunyai panji kebesaran bergambar: Obor
Menyala, Kuda Sembrani, Keris Sakti, Bintang, Garuda
dan Bunga Merekah. "Ah, Paman Dwijendra! Apakah dia berempat tinggal
di Sumedang?" Kilatsih menegas.
645 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar pertanyaan Kilatsih, penjual nasi itu lantas
saja membungkuk hormat. "Oh, kiranya Tuan sahabat tuanku Raja Muda
Dwijendra." "Siapakah yang belum kenal nama Paman Dwijendra"
Aku menyebut paman, karena usiaku lebih muda. Aku
sendiri datang dari Jawa Tengah."
Penjual nasi itu memanggut. Tetap saja dia bersikap
hormat, meskipun Kilatsih mencoba menghindari.
Katanya dengan lirih. "Benar. Tuanku Dwijendra luas
pergaulannya. Tata susilanya genap. Beliau seorang
pendekar pendiam. Karena itu" tetamunya yang
datang"bukan main banyaknya. Semuanya orang-orang
gagah. Asalnya dari berbagai daerah."
Kilatsih memanggut. Tentang keperkasaan Dwijendra,
ia mendengarnya dari tutur kata Titisari. Dia tidak hanya
seorang ahli pedang"tapi pun seorang yang mahir
dalam ilmu tangan kosong. Senjata rahasianya disebut
orang dengan istilah "Geledak menggetarkan langit."
Bentuknya semacam bola"terbuat dari baja pilihan.
Beratnya limapuluh kati. Jangan lagi manusia yang terdiri
dari darah dan daging, tiang besi pun bisa patah kena
sambitannya. Walaupun memiliki senjata* rahasia begitu
dahsyat, jarang ia menggunakannya. Itulah sebabnya dia
dihormati orang. Dasar pandai bergaul pula. Namun"
betapapun"tabiatnya aneh.2)
"Dia seorang maha penting dalam Himpunan
Sangkuriang. Namanya sangat
2) Lebih jelas bacalah Bende Mataram mulai jilid XIII
hal. 119 - XV hal. 53 646 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menakutkan Kompeni Belanda. Tak tahunya dia
tinggal di Sumedang," pikir Kilatsih di dalam hati.
"Baiklah aku datang pula ke-sana. Siapa tahu, Kangmas
Sangaji berada pula disana. Seumpama tidak"aku bisa
memperoleh keterangan yang pasti."
Teringatlah dia kepada bunyi tulisan pada selembar
kertas yang dibacanya kemarin. Mungkin yang memiliki
kepandaian tinggi itu, hadir pula di rumah Dwijendra.
Maka segera ia minta keterangan, dimanakah letak istana
Dwijendra. "Rumahnya memang sebuah gedung yang mentereng.
Tapi belum boleh disebut sebuah istana," ujar penjual
nasi. "Aku sendiri belum pernah memasuki
pekarangannya. Lebih baik Tuan mengikuti rombongan
tetamu lainnya. Aku yakin, bahwa tuanku raja muda akan
menerima kunjungan Tuan dengan tangan terbuka."
Sesudah membayar harga makanan, Kilatsih
melanjutkan perjalanan. Tetamu undangan sangat
banyaknya. Tatkala tiba di pekarangan gedung raja muda
Dwijendra hampir semua kursi telah ditempati orang.
Namun dengan pertolongan seorang penyambut tetamu
yang ramah, ia bisa memperoleh tempat pula yang
berada di dekat taman bunga. Sambil minum dan
mengge-rumiti makanan ia mendengarkan pembicaraan
orang. "Hari ini tuanku Dwijendra tidak saja hendak
merayakan hari ulang tahunnya yang kelimapuluh enam,
tetapi akan memilih pula calon menantunya," kata
seorang yang berada di sebelah kanannya.
Temannya yang diajak berbicara tertawa lebar.
647 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar tapi Beliau bisa pusing kepalanya. Kudengar
kemenakan-kemenakan tuanku Otong Surawijaya,
Walisana dan Ratna Bumi"dengan berbareng
memajukan surat lamaran. Hayo bagaimana cara Beliau
hendak memutuskan." Seorang lain menyambung. "Tuanku. Dwijendra pernah memimpin laskar
perjuangan mulai dari timur sampai mencapai batas
pantai barat. Masakan perkara memutuskan siapa yang
bakal menjadi menantu dapat memusingkan Beliau.
Lihat! Kau melihat apa?"
Kilatsih ikut berpaling ke arah telunjuknya. Di tengah
taman berdiri sebuah panggung pertunjukan gendangpencak. Tetapi ukurannya jauh lebih tinggi dan jauh lebih
lebar. Orang kedua tertawa mengerti.
"Rupanya tuanku Dwijendra masih memegang teguh
adat-istiadat kita. Meskipun kedudukannya sangat tinggi,
masih mau menerima adat leluhur. Jadi Beliau hendak
mengadakan arena adu kepandaian untuk memilih calon
menantu" Wah"bakal ramai ini nanti. Tetapi bagaimana
caranya?" "Lihatlah saja bagaimana tuanku Dwijendra
mempertunjukkan keadilannya. Beliau tidak memandang
bulu. Siapa saja yang mampu memperlihatkan
kepandaiannya, akan berhak disebut sebagai
menantunya." "Bagus! Bagus! Sayang cucuku sudah lima orang.
Kalau tidak, mau aku mencoba-coba mengadu untung."
648 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih tertawa. Pikirnya di dalam hati, "Inilah cara
mencari menantu yang aneh. Sekiranya yang menang
rupanya jelek dan sudah mempunyai anak sepuluh"
bagaimana" Bukankah kasihan anak gadisnya?"
Kilatsih dilahirkan di bumi Jawa Barat. Namun setelah
berumur tiga tahun, ia dibawa Sorohpati ke Jawa
Tengah. Selanjutnya sampai dewasa ia hidup di Karimun
Jawa. Tak mengherankan"ia tak mengenal adat
kebiasaan rakyat Jawa Barat"pada dewasa itu. Mencari
menantu dengan mengadu kepandaian, bukanlah suatu
kejadian yang aneh. Hampir setiap hari, orang dapat
melihatnya. Tatkala matahari condong ke barat terdengarlah suara
sambutan riuh suatu sambutan ucapan selamat
serempak. Para tetamu pada bangkit dari tempat
duduknya. Juga Kilatsih ikut berdiri tegak sambil
melayangkan matanya. Seorang tua berpakaian muslim muncul di antara
kerumun orang. Ia mengenakan jubah putih. Jenggotnya
panjang memutih. Wajahnya kemerah-merahan.
Sorbannya putih bersih. Ia berjalan perlahan-lahan
dengan menggandeng tangan seorang gadis remaja.
Begitu berada di bawah panggung, dengan gesit ia
melompat ke atas panggung. Gadis yang digandengnya
tadi meniru pula melompat ke atas panggung.
Sekarang jelaslah perawakan gadis itu. Kilatsih
mengamat-amati. Pandang wajahnya cantik lembut.
Mulutnya mungil dan selalu menyungging suatu senyum.
Sepasang alisnya lentik dan panjang. Matanya yang
cemerlang berambut panjang. Gerakan gundu matanya
tenang dan pandangnya tajam. Sedang rambutnya
649 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terurai panjang pula menutupi bagian punggungnya.
Alangkah serasi. Perawakan tubuhnya tinggi semampai.
Warna kulitnya kuning keputih-putihan. Bersih
meresapkan hati. Tertarik kepada keserasian itu, Kilatsih menghampiri
panggung dan mendongar. Gadis itu nampak polos.
Pandangnya berani. Tidak pemalu suatu bukti bahwa dia
sering bergaul dengan orang-orang penting yang
mempunyai kedudukan. Maka terhadap para tetamunya
yang datang memenuhi pekarangan rumahnya, ia
melayangkan pandang dengan tegas dan dengan wajah
tak berubah. "Selamat datang, selamat datang!" kata seorang tua
berjubah panjang itu. Para tetamu menyambut dengan gemuruh. Dari
pembicaraan mereka tahulah Kilatsih, bahwa orang itu
adalah Raja Muda Dwijendra. Dan gadis yang berdiri di
sampingnya bernama Sekar Kuspaneti.
"Heran," pikir Kilatsih di dalam hati. "Ayahnya seperti
bola tanding. Tapi puteri-nya begitu cantik bagaikan
bidadari. Apakah ibunyalah yang cantik jelita?"
Tak sempat lagi Kilatsih main menebak-nebak. Pada
waktu itu Dwijendra mulai berbicara menyambut para
tetamunya. "Hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku sangat
terharu menyaksikan perhatian saudara-saudara.
Terima kasih, terima kasih! Silakan mencicipi hidangan
kami se-adanya. Maklumlah! kami bukan termasuk
seorang yang berada."
650 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang-orang tertawa lebar. Seru seorang: "Pengaruh
tuanku menjangkau seluruh daratan Pulau Jawa.
Pengaruh itu harganya melebihi sebelas orang jutawan!"
Seruan itu disambut dengan tepuk tangan
bergemuruh. Lalu dengan gembira mereka menikmati
hidangan makan dan minum. Dwijendra sendiri tetap
berada di atas panggung sambil mengurut-ngurut
jenggotnya yang sudah putih bagaikan segumpal kapuk.
Katanya, "Sumedang bukanlah sebuah kota impian.
Sebaliknya sebuah perkampungan yang sepi di celahcelah pegunungan tandus. Disini tiada suatu pertunjukan
yang pantas untuk dipamerkan. Maka pastilah kami akan
membuat kecewa saudara-saudara yang datang dari
seluruh penjuru." la berhenti sebentar. Setelah menoleh
kepada puterinya, dia melanjutkan, "Anakku ini mengerti
sedikit tentang tarian gendang pencak. Ilmu silatnya
kasar pula. Biarlah dia mempertunjukkan kebisaannya
beberapa jurus agar menghangatkan minuman saudarasaudara sekalian." Kembali para tetamu bertepuk tangan bergemuruh.
Itulah suatu tanda, bahwa mereka sangat setuju. Tak
mengherankan Dwijendra tertawa sangat puas.
"Akan tetapi bersilat seorang diri rasanya hambar
seperti sayur kekurangan bumbu. Maka itu, kami
persilakan kemenakan-kemenakan saudara-saudaraku
seperjuangan: rekan Otong Surawijaya, Dadang Wiranata
dan Ratna Bumi. Ingin kami melihat mereka memberi
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pelajaran kepada anakku, agar di kemudian hari tahu
diri. Siapa di antara mereka yang bisa mempertunjukkan
kemahirannya lebih bagus, akan kami pilih menjadi
jodohnya. Saudara-saudara bagaimana" Apakah setuju?"
651 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian ia memutar badannya
mengarah kepada tiga tetamu yang duduk di depan
panggung. Di antara suara teriakan tanda setuju, ia
tersenyum kepada tetamu bertiga itu. Mereka adalah
Sastradir-ja"Wirakusuma dan Podang Winangsi.
Sastradirja adalah adik Otong Surawijaya. Ia membawa
anak asuhnya bernama Andi Basanta. Sedang
Wirakusuma salah seorang pembantu Dadang Wiranata,
membawa anak didiknya bernama Dadang Sumantri.
Dialah yang bertemu dengan Kilatsih di depan Gedung
Paguyuban Sunda. Dan yang ketiga utusan Ratna Bumi
bernama Podang Winangsi. Dia pun membawa calon
pelamar. Mamanya Sukra Sakurungan.
Sastradirja, Wirakusuma dan Podang Winangsi adalah
pendekar-pendekar yang berpengalaman, la tahu
maksud Dwijendra, walaupun tidak dikatakan terus
terang. Menantu yang dipilihnya adalah yang paling
tinggi ilmu-ilmu kepandaiannya.
"Bagus! Bagus!" seru Wirakusuma dan Podang
Winangsi. Keduanya lalu membawa anak asuhnya
masing-masing maju ke depan. Mereka minta jalan di
antara tetamu yang berjubel di depannya. Kemudian
dengan saling susul mereka melompat ke atas panggung
dengan memperlihatkan kegesit-annya. Dan
menyaksikan kegesitan itu, teta-mu-tetamu bertepuk
tangan dengan riuh sekali.
Sastradirja tidak sudi mengalah. Mula-mula ia nampak
bersangsi melihat tingginya panggung. Menurut
taksirannya panggung itu setinggi dua meter lebih dari
atas tanah. Setelah menimbang-nimbang sebentar, ia
berkata kepada anaknya. 652 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari!" Lalu dengan gesit ia memberi contoh
melompat ke atas pangung. Andi Basanta segeTa
mengikuti. Tapi ujung kakinya membentur tepi
panggung. Hampir saja ia jatuh tergelincir. Menyaksikan
hal itu, semua tetamu heran.
Di kalangan laskar perjuangan, nama Otong
Surawijaya sangat termahsyur. Dialah raja muda yang
memimpin laskar panji-panji Kuda Semberani. Orangnya
berani, kasar"tetapi berkepandaian sangat tinggi. Ia
mendidik anak buahnya sangat keras. Sudah barang
tentu termasuk Andi Basanta. Tetapi apa sebab pemuda
itu hampir gagal melompat ke atas panggung"
Sastradirja nampak mengerutkan alis. Hendak ia
membuka mulut, tapi batal sendiri. Akhirnya ia berkomatkamit seperti mengucapkan sesuatu dengan berbisik.
Anak didik Podang Winangsi"Sukra Sa-kurungan"
adalah seorang pemuda yang berperawakan tegap. Dia
dari golongan laskar panji-panji Keris Sakti.
Kedatangannya membawa nama panji-panji laskarnya.
Karena itu ia disebut orang sebagai putera Raja Muda
Ratna Bumi. la seorang pemuda yang nampaknya ramah
dan tidak pemalu. Dengan sikap hormat ia menghampiri
Raja Muda Dwijendra. Katanya dengan sedikit
membungkuk. "Tuanku sangat baik dan adil. Biarlah kali ini aku diberi
pelajaran beberapa jurus dari adik Sekar Kuspaneti. Kami
harap adik Kus-paneti jangan terlalu bersungguhsungguh...." Dwijendra memotong dengan tertawa riuh.
"Bagus! Aku paling senang berbicara dengan seorang
yang berterus terang. Sekarang ini"tak. perlu lagi"
653 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang tata sopan yang berlebih-lebihan sehingga
masing-masing jadi segan-segan. Perlihatkan semua
kepandaian kalian. Manakala sampai terluka aku sudah
menyediakan obatnya."
"Baik," sahut Sukra Sakurungan. Kemudian ia berputar
menghadap Sekar Kuspaneti seraya memberi hormat
tanda sudah bersiaga. "Bagus!" Dwijendra memuji tata santun itu. la lalu
melompat ke tepi arena dengan wajah terang.
Sastradirja menoleh kepada anaknya. Anaknya"Andi
Basanta"berpaling pula kepadanya dengan wajah
menyeringai seolah-olah lagi kesakitan. Keduanya saling
pandang. Kemudian saling memberi isyarat mata. Setelah
itu menonton jalannya pertandingan.
Tanpa segan-segan Sukra Sakurungan menyerang
terlebih dahulu. Sekar Kuspaneti ternyata seorang gadis
yang tenang selaras dengan kesan wajahnya, la tidak
menangkis. Sebaliknya hanya mengelak ke samping. Lalu
melompat ke belakang punggung Sukra Sakurungan
dengan tiba-tiba. Gerakannya gesit dan pasti.
Buru-buru Sukra Sakurungan memutar tubuhnya.
Tinjunya melepaskan pukulan keras. Kali ini pun
sasarannya kosong. Terus saja ia menyodok ke kiri ke
kanan. Kedua kakinya pun mulai membantu pula. Akan
tetapi jangan lagi bisa mengenai sasarannya, menyentuh
baju Sekar Kuspaneti sedikit pun tidak.
"Hai!" pikir Kilatsih di dalam hati. "Gerakan kakinya
sama dengan pelajaranku. Jangan-jangan ia pernah
menerima ajaran Kakak Titisari....."
654 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang"injakan kaki Sekar Kuspaneti" mirip
dengan ilmu petak Ratna Dumilah warisan pendekar
Gagak Seta yang sudah dimiliki Titisari dengan
sempurna. Dan menghadapi gerak-gerik Sekar Kuspaneti
yang lincah luar biasa"pandang mata Sukra Sakurungan
mulai berkunang-kunang. Ia mencoba menerkam,
memotong, menghantam dan menubruk. Tapi tubuh
Sekar Kuspaneti berkelebatan bagaikan bayangan.
Menyaksikan hal itu, Podang Winangsi yang berdiri di
pinggir arena mengerutkan dahinya.
"Anak tolol! Sudah! Berhenti! Kau bukan tandingannya
anakku Sekar Kuspaneti. Hai! Apakah kau masih
membandel?" Mendengar bentakan Podang Winangsi" Sekar
Kuspaneti"segera memperlambat gerakannya. Justru
pada waktu itu, Sukra Sakurungan menyerang dengan
dua tangannya. Kilatsih yang berada di bawah panggung tertawa di
dalam hati. Pikirnya, "Pemuda itu benar-benar tolol.
Kuspaneti sudah mengalah"tetapi dia masih
membandel." Pada saat itu, dengan gesit Sekar Kuspaneti melejit
dari samping begitu diserang dengan dua tangan
berbareng. Sikut kirinya digerakkan masuk membentur
tubuh Sukra Sakurungan yang tegap. Seketika itu juga,
Sukra Sakurungan terhuyung mundur dan roboh dengan
terbanting. Cepat-cepat Dwijendra maju hendak melerai
pertandingan itu. "Netty! Kau pintalah maaf!"
655 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak! Tidak apa," tungkas Sukra Sakurungan dengan
meletik bangun. "Adik... ternyata kau lebih hebat
daripadaku. Aku... aku..."
Sukra Sakurungan menutup mulutnya kena pandang
Podang Winangsi. la memang seorang pemuda yang
polos. Hampir saja di depan umum ia berkata, bahwa dia
tidak pantas memperisteri Sekar Kuspaneti.
Dadang Sumantri anak didik Wirakusuma segera maju
mengganti. Dia datang dari golongan laskar panji-panji
Obor Menyala. Ia menyebut diri sebagai anak Raja Muda
Dadang Wiranata. Tetapi sebenarnya ia keponakan isteri
Raja Dadang Wiranata. Pemuda inilah yang dahulu
bertemu dengan Kilatsih di depan Gedung Paguyuban
Sunda. Waktu itu dengan perlahan-lahan ia berkata
kepada Sekar Kuspaneti. "Aku pun ingin mohon pelajaran darimu. Hanya saja
kuharap kau sudi mengalah....."
Nampaknya halus gerak-geriknya, lemah dan tidak
berdaya. Di luar dugaan suaranya menyeramkan. Tahutahu tangannya menggenggam sebatang tusuk bambu.
Dengan suatu gerakan tiba-tiba ra menusuk ke arah urat
nadi. Sekar Kuspaneti mengelak. Ia melawan dengan
gerakan kaki mirip Ilmu Petak Ratna Dumilah. Tujuannya
hendak membuat pandang mata lawannya kabur atau
berkunang-kunang. Dadang Sumantri ternyata seorang
pemuda yang cerdik. Tak mau ia menyerang dengan
sembrono. Dengan tenang ia melindungi dirinya. Ia pun
tak sudi memutar-mutar tubuhnya seperti Sukra
Sakurungan tatkala menghadapi perlawanan demikian.
Cara bertahannya hanya memasang matanya. Itulah
656 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebabnya sewaktu-waktu, ia bisa menyerang dengan
tusuk bambunya. Diperlakukan demikian, kesabaran Sekar Kuspaneti
hilanglah. Pikirnya, "Anak ini nampaknya halus lemah
lembut. Tapi pandang matanya mengapa begitu menggiriskan. Ah, kalau kubiarkan dia menjamah diriku... ah,
tidak! Tidak! Dia tak boleh mencapai maksudnya
memperisteri aku." Karena memperoleh keputusan demikian,
perlawanannya menjadi hebat. Dengan lincah tubuhnya
berkelebatan mengitari pemuda itu. Tetapi Dadang
Sumantri benar-benar memiliki kepandaian yang tidak
memalukan, la tabah dan cermat pula. Dengan sabar ia
menunggu kesempatan dan ia melindungi tubuhnya
rapat-rapat. Limapuluh jurus lewat dengan cepat. Sekar Kuspaneti
belum berhasil menjatuhkan pelamarnya. Sebaliknya
Dadang Sumantri hendak menguras tenaga gadis itu.
dengan mengitari tubuhnya terus menerus masakan
tenaganya tidak akan habis dalam waktu dua atau tiga
jam lagi" Mereka bertempur dengan serunya dua-puluh jurus
lagi. Mendadak saja, Sekar Kuspaneti tersenyum dengan
mengocakkan gundu matanya. Giginya yang putih
seakan-akan seleret mutiara. Dia memang seorang gadis
canik. Kini tersenyum manis sekali. Tentu saja
kecantikannya jadi bertambah-tambah. Dan melihat
kegairahan itu, hati Dadang Sumantri tergoncang.
Pikirnya di dalam hati, "Dia bersenyum kepadaku.
Apakah hendak berkata, bahwa hatinya berkenan
padaku. Aku adalah calon suaminya. Kalau aku kini tidak
657 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan kepandaianku di kemudian hari tidak
ada kesempatan lagi. Biarlah dia mengagumi diriku.
Kalau sudah kagum, tinggal memetik manisnya belaka..."
Untuk meyakinkan hatinya, ia membalas senyum.
Pikirnya kalau Sekar Kuspaneti tetap bersenyum
kepadanya itulah isyarat yang dikehendaki. Sekonyongkonyong Sekar Kuspaneti berbisik halus. "Maaf Abang!"
Tangan irinya menyodok maju dengan mendadak.
Kemudian tangan kanannya menyusul dengan cepat.
Dadang Sumantri kaget setengah mati. Dia lengah
karena kena madunya suatu senyum. Tahu-tahu
keningnya kena pijat. Dan pandang matanya kabur
seketika itu juga. Ia berkaok kesakitan. Lalu roboh
dengan tertelungkup. Wirakusuma jengkel menyaksikan kekalahan itu.
Dadang Sumantri sebenarnya tinggal menunggu saat
kemenangannya. Apa sebab mendadak bisa dikalahkan
dengan gampang" Namun sebagai orang luar, tak dapat
ia berbuat apa-apa. Pertandingan adu kepandaian
dilakukan dengan cukup terang. Sama sekali tiada
permainan curang. "Tidak apa... tidak apa," kata Dwijendra. "Eh, Nett'y!
Apa sebab tanganmu kau gerakkan begitu sembrono.
Kalau keras sedikit, tulang kening kakakmu ini bakal
remuk." Pada saat itu Dadang Sumantri telah bangkit. Katanya
dengan dada terbuka, "Adik Kuspaneti, aku menyerah
kalah. Terimalah hormatku."
Dan dengan pengasuhnya, ia melompat turun dari
panggung. Penonton bersorak sorai karena menyaksikan
sikap jantannya. Raja Muda Dwijendra nampak
658 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggeleng-gelengkan kepala. Dengan mengurut-ngurut
janggutnya yang putih ia lalu berkata penuh sesal.
"Anakku telah menang dalam dua pertandingan.
Sekarang datang giliran anakku Andi Basanta kemenakan
rekanku Otong Surawijaya. Cobalah anakku Andi Basanta
berkelahi dengan sungguh-sungguh, agar puteriku
jangan berkepala besar!"
Dwijendra kenal siapakah Andi Basanta. Dialah
kemenakan isteri Otong Surawijaya. Pemuda itu sifatnya
liar, bengis kejam dan meniru sepak terjang pamannya
yang ganas. Pekerjaannya mengawasi lalu lintas umum
untuk mencegat perbekalan Kompeni. Tapi tak jarang
pula menyalahgunakan tugasnya dengan menyamun
harta benda saudagar yang bernasib sial. Untuk
menghilangkan jejak, biasanya korbannya selalu diambil
jiwanya. Manusia semacam Andi Basanta menurut
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dwijendra adalah manusia yang hidup melanggar
Gndang-undang Maha Suci. Tetapi ia masih berharap
dapat memperbaiki akhlaknya. Sebab manusia semacam
dia, sebenarnya memancarkan sifat-sifat laki-laki. Maka
tidaklah terlalu kecewa menjadi pelindung anaknya di
kemudian hari. Dwijendra tahu pula, bahwa ilmu kepandaian Andi
Basanta berada di atas Sekar Kuspaneti. Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa dialah yang bakal
merebut kemenangan. Sekarang tinggal mengawasi,
jangan sampai ia menurunkan tangan kejam. Akan tetapi
begitu Andi Basanta memasuki gelanggang ia heran
bukan kepalang. Sebab dengan tiba-tiba Andi Basanta
menyeringai lalu berkata: "Paman.... aku tak ikut
mengadu nasib. Sebab akhirnya aku pun akan
dikalahkan." 659 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua tetamu yang mendengar ucapannya, heran.
Mereka tahu Otong Surawijaya adalah seorang Raja
Muda yang paling ditakuti orang. Masakan
kemenakannya menyerah sebelum bertanding. Ini bukan
sifat anak buah Otong Surawijaya yang pantang
menyerah. Dwijendra sendiri menjadi kaget. Dengan perasaan tak
puas ia minta keterangan.
"Basanta mengapa engkau memutuskan demikian"
Pamanmu bukan seorang banci. Mungkinkah anakku
kurang menarik hatimu?"
Andi Basanta tertawa meringis. Dengan perlahan ia
mengangkat lengannya, kemudian menggulung lengan
bajunya. Dan tampaklah seleret luka panjang yang
dalam. Tulang lengannya hampir saja kena sintuh.
"Hai! Kau kenapa?" Dwijendra terperanjat.
Andi Basanta melayangkan pandangnya ke bawah
panggung. "Kemarin"keponakanmu ini"lagi ber-tiduran di atas
perahu. Tak tahunya seorang pencoleng datang menikam
selagi aku tertidur lelap."
Mendengar keterangan itu, semua tetamu menjadi
gempar. Pantaslah, dia tadi hampir-hampir tak dapat
melompat ke atas panggung. Sastradirja"paman
pengasuhnya" menyambung.
"Tuanku"kemarin"atas persetujuan saudara-saudara
kita, kami ditugaskan untuk memburu seekor kambing
yang memasuki daerah terlarang. Sama sekali tak
660 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terduga, bahwa kambing itu ada penggembalanya yang
tangguh. Andi Basanta kena dilukai."
Istilah kambing merupakan kata-kata sandi.
Maksudnya dia lagi memburu mangsanya. Tentu saja
Dwijendra terkejut berbareng heran. Sastradirja adalah
salah seorang kepercayaan Otong Surawijaya. Ilmu
kepandaiannya tinggi. Masakan tak mampu melindungi
Andi Basanta" Ini merupakan kabar yang
menggemparkan. Siapakah penggembala yang dapat
mengalahkan mereka berdua?"
"Bagaimana menurut pendapat tuanku?" Sastradirja
minta keputusan. Dwijendra diam sejenak. Kemudian tertawa panjang.
"Penggembala kambing itu benar-benar tinggi ilmu
kepandaiannya. Siapa dan sekarang berada dimana, aku
tak tahu. Hm, ingin aku menemuinya"agar aku dapat
mendamaikan." Wajah Andi Basanta merah padam, la tahu akan arti
kata mendamaikan. Artinya"dia diharapkan mengalah.
Maka katanya dengan penuh kedengkian.
"Paman"selamanya belum pernah aku memikirkan
tentang perdamaian. Yang benar"dia harus dibekuk."
Setelah berkata demikian, ia melayangkan
pandangnya ke arah bawah panggung. Kemudian
dengan tangan kirinya, ia menuding. Berteriak sengit.
"Binatang itu sekarang berada disini. Dia besar kepala
sampai berani mengunjungi pesta Paman. Apakah ini
bukan suatu penghinaan lantaran memandang rendah
kewibawaan Paman?" 661 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sastradirja pun lantas berseru pula.
"Hai orang pandai! Kami paman dan kemenakan ingin
berdamai denganmu. Kau hendak pergi kemana" Ha!
Kemari?" Bagaikan dilemparkan"Sastradirja dan
Andi Basanta"melompat turun dengan gesit. Semua
hadirin heran dan memutar kepalanya mengarah ke arah
gerakan mereka. "Dimana dia?" berteriak seorang yang bercambang
tebal. Dia bernama Cecep Suraya"teman sekerja
Sastradirja. Maka ia bermaksud membantu. Tepat pada
saat itu, Sastradirja melompat ke depan Kilatsih. Dengan
sebelah tangannya ia menyambar sedang tangan
kanannya terbuka untuk mencengkeram.
Kilatsih mengelak ke samping dengan memutar
tubuhnya. Tepat ada detik itu belati Andi Basanta
menikam dari samping, la tak gentar"bahkan sambil
menangkis"ia tertawa. "Ooo.... jadi kalianlah penjahatpenjahat bertopeng semalam?"
Di antara suara kagetnya hadirin, terdengarlah suara
berkelontangan. Ternyata belati Andi Basanta terlempar
di atas batu-batu kerikil. Dan hampir pada saat itu pula,
Cecep Suraya dan seorang temannya kena ditendang
Kilatsih saling susul. Mereka jatuh ber-gabrukan
menelungkupi meja. Sesudah itu dengan ringan sekali, ia
melesat di atas meja. Sastradirja menghunus goloknya, la pun memburu
dengan melompat pula. Kilatsih gusar.
"Orang bermuka tebal! Kamu main keroyok lagi?"
662 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah membentak demikian, Kilatsih melompat turun
sambil mendepak meja. Meja yang penuh mangkokmangkok sayur terbalik berhamburan. Sastradirja sedang
melompat. Tak dapat ia berkelit di tengah udara. Tak
ampun lagi. Muka dan bajunya tersiram kuah sayur yang
muncrat seperti disemprotkan. Ia memekik lantaran
mendongkol dan gusar. Begitu turun di tanah, ia
mengulangi serangannya kembali.
Kilatsih terpaksa mencabut pedang pendeknya yang
bersinar kemilauan. Sebat ia menangkis sambil
membentak. "Eh"benar-benar engkau manusia kejam!"
Dengan menjejakkan kaki, ia meletik ke udara.
Pedangnya menyambar. Prak! Dan golok Sastradirja
terkutung menjadi dua. Untung Kilatsih tiada niatnya
hendak membunuh. Dengan demikian, selamatlah jiwa
Sastradirja. Tapi Sastradirja ternyata seorang yang mau
menang sendiri. Jangan lagi ia merasa berterimakasih.
Sebaliknya" sesudah terperanjat sejenak"tangannya
menyambar. Kilatsih membabatkan pedangnya. Melihat
terkelebatnya pedang, dengan hati kecut Sastradirja
terpaksa menarik tangannya. la gentar terhadap pedang
Kilatsih yang tajam luar biasa.
Meskipun demikian Sastradirja tak sudi mundur.
Dihadapan orang banyak hendak ia memperlihatkan
kegarangan dan kegagah-annya. Dia tetap melibat
dengan serangan-serangan kaki dan tangan. Dalam pada
itu teman-temannya meluruk membantunya. Dengan
demikian, Kilatsih tak dapat meloloskan diri dari suatu
kepungan rapat. "Nah"sekarang rasakan!" ancam Sastradirja setelah
melihat Kilatsih kena libat.
663 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih terkejut, la melihat tangan Sastradirja biru
kehitam-hitaman. Itulah suatu ilmu tangan beracun. Di
Jawa Tengah orang menyebutnya dengan istilah Aji
Kembang Teleng. Barang siapa kena pukulan atau
cengkeraman tangan yang memiliki Aji Kembang Teleng,
akan kejalaran racun berbisa. Dia seumpama kena pedut
ular berbisa ia tewas dalm waktu seperempat jam. Cepat
reaksi Kilatsih. Begitu melihat menyambarnya tangan, dia
pun menyambar lengan seorang lawan dan ditubrukkan
sebagai perisai. Tentu saja Sastradirja tak mau melukai kawan. Buruburu ia menarik tangannya dengan hati mengutuk kalang
kabut. Dan kesempatan itu dipergunakan Kilatsih untuk
melesat ke meja satunya dan satunya. Setiap kali
mendarat di atas meja, ia menyambar mangkokmangkok berkuah dan dihantamkan kalang kabut. Muka
pembantu-pembantu Sastradirja lantas saja menjadi
matang biru kena hantaman mangkok yang berkuah
panas. " "Hebat! Hebat!" terdengar seorang memuji di antara
keriuhan hadirin. Memang"tetamu-tetamu"yang berada di sekitar
pertempuran itu, jadi kacau balau. Mereka menyibak
berdesakan, dengan teriakan-teriakan kaget. Dalam pada
itu dengan diam-diam, Andi Basanta mengangkat sebuah
kursi sebagai alat pemukul. Kilatsih bermata tajam.
Pedangnya menyambar dan kursi Andi Basanta terkutung
menjadi dua bagian. Tepat pada saat itu Sastradirja
mengulangi serangan tangannya yang beracun.
Tatkala Kilatsih berputar arah untuk menghadapi
Sastradirja, berkelebatlah sesosok bayangan di antara
664 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerumun penge-royok-pengeroyok. Dengan tangan
terpentang, bayangan itu. mendorong mereka sehingga
terpental mundur. Dialah Raja Muda Dwijendra. Kata raja
muda itu dengan suara berpengaruh.
"Sastradirja"coba mundur. Dan engkau anak muda"
kau tariklah seranganmu. Aku hendak berbicara sedikit."
Sastradirja dan teman-temannya lantas berhenti
berkelahi. Dwijendra sendiri lantas berpaling kepada
Kilatsih. Dengan pandang kagum, ia berkata di dalam
hati : "Pemuda apakah ini"begini cakap. Seumpama aku
tidak menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, tidak
bakal aku percaya bahwa Sastradirja, Andi Basanta dan
semua teman-temannya bisa dikalahkan." Sesudah
berkata demikian di dalam hati, ia lalu membuka mulut.
Tapi belum lagi bersuara, Kilatsih mendahului. Kata gadis
ini dengan membungkuk hormat.
"Tuanku Dwijendra"maafkan aku. Aku telah
berbentrok dengan tetamu-tetamu tuanku. Sedang
sebenarnya aku datang kemari dengan maksud untuk
ikut mengucapkan selamat panjang umur terhadap
tuanku. Tak kusangka disini terjadi suatu peristiwa di luar
keinginanku sendiri. Aku terpaksa mempertahankan diri
lantaran diserang beberapa orang. Sekarang aku
menghadapkan diri kepada tuanku. Silakan tuanku
menghukum aku....". Tergerak hati Dwijendra mendengar katakata Kilatsih.
Sebagai tuan rumah, dia akan bertanggungjawab
terhadap semua tetamu undangannya. Meskipun Kilatsih
bukan termasuk tetamu yang diundang, tetapi
sebenarnya dia termasuk seorang tetamu yang sopan.
665 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka sudah selayaknya ia harus
mempertanggungjawabkan. Sebaliknya Sastradirja mendongkol mendengar katakata Kilatsih. Kutuknya di dalam hati, "Licin benar
binatang ini!" Gundu matanya berputaran. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya. Segera ia menghadap Dwijendra
dengan membungkuk hormat pula. Katanya dengan
suara rendah. "Tuanku"sebenarnya"kami belum pernah kenal
dengan saudara ini. Siapa namanya dan dari mana
asalnya, kami masih buta. Kami terpaksa bertindak demi
memberi sedikit hajaran kepadanya."
"Apakah engkau hendak minta keterangan kepadaku?"
tegur Dwijendra tak senang hati.
Sastradirja tertawa berkakakan. Katanya puas, "Kalau
begitu"tuanku belum kenal kepadanya. Saudara-saudara
hadirin"siapakah di antara saudara-saudara yang kenal
dengan anak muda itu?"
Mereka yang segan terhadap Raja Muda Dwijendra,
segera datang merumum atau mengamat-amati. Mereka
semua menggelengkan kepala atau membungkam mulut.
Kembali Sastradirja tertawa senang. Lalu berkata
kepada Raja Muda Dwijendra:
"Tuanku"baiklah tuanku ketahui. Jahanam ini
menyusup kemari, sebenarnya dalam usahanya
melarikan diri. Tak apa dia menganglap makan dan
minum. Tetapi dia mengacau dalam daerah pengintaian
tuanku Otong Surawijaya."
666 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dwijendra nampak berbimbang-bimbang, la pun lantas
tak senang terhadap Kilatsih.
"Lalu bagaimana sikap Otong Surawijaya?" ia
menegas. "Dan engkau sendiri menghendaki apa?"
"Dia harus dipaksa untuk menyerahkan semua barang
orang yang dikawalnya," jawab Sastradirja. "Suruh dia
pula menyerahkan kuda Lang-lang Bhuwana. Setelah itu
dia pun harus menyerahkan lengannya pula untuk
ditikam anakku Andi Basanta sebagai piutang. Dengan
begitu"perkara ini"bisa didamaikan."
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tercekat hati Kilatsih mendengar Sastradirja menyebut
nama kuda Lang-lang Buwa-na. Menurut ceritera yang di
dengarnya, kuda Lang-Iang Bhuwana adalah kudanya
Ratu Bagus Boang. Sedang kuda yang ditunggangi
pemuda semalam berwarna hitam lekam dengan gelang
putih pada keempat kakinya. Apakah kudanya keturunan
kuda Ratu Bagus Boang yang termah-syur" Seketika itu
juga terbayanglah wajah pemuda semalam yang cakap
dan polos. Sekarang ia menaruh curiga kepadanya.
Karena teringat kepada pengalamannya semalam,
Kilatsih tertegun seperti kehilangan diri. Dwijendra
mengira, ia kaget mende-. ngar tuntutan itu. Pelahan ia
menepuk pundaknya seraya berkata:
"Bagaimana anakku" Apakah engkau menerima
tuntutannya?" Kilatsih tersadar. "Dia menyamun seorang pemuda.
Aku lalu menolong. Begitulah duduk perkaranya. Jikalau
mereka tidak puas, biarlah mereka maju. Asal mereka"
anak dan paman"dapat mengalahkan aku, jangan lagi
667 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baru ditikam sekali dua kali, meskipun aku diranjam
sampai mati pun, takan aku menyesal.
Mendengar pernyataan Kilatsih, Dwijendra tercekat
hatinya. Pikirnya, "bocah ini ternyata baru keluar dari
kandangnya. Ia belum mengerti bahwa pertengkaran
dalam suatu pesamuan, tuan rumahlah yang bertanggungjawab. Dia menantang mereka. Artinya menantang
aku." Sastradirja menang pengalaman. Ia tertawa terbahakbahak. Dan mendengar tertawa itu, Kilatsih melotot.
Bentaknya: "Kau mentertawakan apa" Kamu ayah dan
anak silakan maju! Apakah kamu kira aku takut?"
Kilatsih sengaja menantang mereka berdua saja.
Itulah pesan Adipati Surengpati" manakala ia
menghadapi orang-orang tersohor diusahakan agar yang
berkepentingan saja dan jangan sampai melibat yang
lain. Terhadap Sastradirja dan Andi Basanta, ia merasa
diri cukup untuk melawannya. Ia merasa cerdik dapat
mengucapkan tantangan terhadap mereka berdua di
depan umum. Sebaliknya pesan Adipati Surengpati itu
bukan demikian pengetrapannya. Di dalam suatu
pesamuan adalah lain sifatnya. Menantang salah seorang
tetamu berarti menantang tuan rumahnya. Kesalahan itu
segera dipergunakan Sastradirja. Katanya membakar.
"Tuanku Dwijendra! Tuanku menyaksikan sendiri betapa
besar kepalanya. Tuanku sendiri tidak dipandang mata."
Wajah Dwijendra lantas berubah. Sahutnya, "Aku
tahu." Kemudian kepada Kilatsih. "Kau menantang aku
dengan pedang atau pukulan kosong?"
Tentu saja, Kilatsih kaget tak terkira. Jawabnya gugu:
"Apa" Aku harus bertanding dengan Tuan" Tuan seorang
668 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja muda yang namanya menggetarkan dunia.
Bagaimana aku anak kemarin sore berani berlawanan
dengan tuanku. Yang kutantang adalah mereka berdua."
"Tutup mulutmu!" bentak Dwijendra. "Siapa yang ingin
bertempur di tengah halamanku ini?"
Matanya kemudian menyapu ke semua hadirin.
Bentakannya sendiri itu dialamatkan kepada Sastradirja"
walaupun pandangnya tadi menatap Kilatsih.
Kilatsih tercengang. Tak tahu dia"harus menjawab
bagaimana. Ia lantas nampak tertegun dengan mulut
membungkam. Dwijendra sendiri tidak menggubrisnya.
Katanya menghardik. "Jika kau gentar menghadapi
pedangku"mari kita mencoba-coba mengadu kepalan."
"Mengadu tinju pun aku tak berani," jawab Kilatsih.
Wajah Dwijendra berubah sengit lagi. "Jadi kau
menghindari suatu pertarungan"
Itu tidak bisa. Tapi mengingat engkau seorang muda
yang berkelakuan baik"biarlah aku tidak usah
melayanimu. Hai, Sekar Kuspaneti"coba tolong ayahmu
melayani anak ini. Nah, kau naiklah ke panggung!"
Keputusan Raja Muda Dwijendra membuat semua
hadirin keheran-heranan. Kalau pu-terinya disuruh
mewakili dirinya menghajar pemuda itu, artinya
pertarungan yang bakal terjadi di atas panggung
termasuk pemilihan bakal menantu. Karena itu
Sastradirja dan Andi Basanta mendongkol bukan main.
Tetapi terhadap Raja Muda Dwijendra, tak berani mereka
mengumbar adat. 669 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu"Dwijendra"kembali menatap wajah
Kilatsih. Desaknya: "Hai bocah. Jika kau berani
menyelundup ke dalam pekarangan rumahku"kau un
harus berani pula naik ke atas panggung. Eh, apakah kau
masih tak berani naik ke atas panggung" Apakah kau
hendak memaksa aku melemparkan tubuhmu ke atas
panggung!" Dwijendra mendesak dengan wajah bengis. Hati
Kilatsih gentar. Tetapi di dalam hati para hadirin
terbintiklah suatu tertawa geli. Jelaslah sudah"bahwa
Raja Muda Dwijendra berkenan terhadap pemuda
pendatang itu. Kilatsih mendongak. Di atas panggung Sekar
Kuspaneti menunggunya dengan wajah bersemu merah.
Pandang mata mereka lantas kebentrok. Tiba-tiba saja,
Kilatsih seperti memperoleh akal. Lalu berkata
memutuskan. "Baiklah aku patuh pada perintah tuanku"untuk
menerima pelajaran dari puteri tuanku."
Begitu ia mengambil keputusan, para tetamu segera
menyibakkan diri memberi jalan. Kilatsih segera
menjejakkan kakinya. Tubuhnya melesat tinggi melebihi
ketinggian panggung dan mendarat dengan diiringi tepuk
tangan bergemuruh. Dwijendra lalu duduk di antara pembantunya.
Sastradirja lalu dipersilakan duduk pula di sampingnya.
Berkata sambil meng-urut-urut jenggot.
"Kau duduklah. Aku adalah sahabat pe-mimpinmu.
Masakan aku akan membuatmu kecewa."
670 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sastradirja sedang mendongkol. Tetapi terhadap
seorang raja muda seperti Dwijendra"tak berani ia
membangkang perintah dan kehendaknya. Ia pun
menggapai anak buahnya dan diajak duduk pula di
belakangnya. "Kami sudah tua," kata Dwijendra. "Sudah selayaknya
memupuk bakat-bakat muda yang bakal tumbuh. Kalau
kita main bunuh seperti dahulu"sungguh tidak tepat...."
Dwijendra adalah seorang pemimpin laskar panji-panji
Bintang Nusantara. Karena itu betapa mendongkol hati
Sastradirja" terpaksa ia harus menunjukkan muka
terang. Maka jawabnya menyetujui.
"Pendapat tuanku sangat bijaksana. Sekarang"biarlah
kami memohon diri." Baru saja Sastradirja hendak bangkit dari tempat
duduknya Dwijendra berkata memerintah.
"Kau saksikan dahulu pertandingan ini. Kau tak perlu
tergesa-gesa. Waktu masih banyak. Lihatlah"mereka
bertempur sangat serunya."*
Sesungguhnya"tatkala itu"di atas panggung Kilatsih
sudah bertempur melawan Sekar Kuspaneti. Keduaduanya mempunyai kegesitan melebihi manusia lumrah.
Itulah sebabnya tubuh mereka berkelebatan bagaikan
bayangan. Banyak penonton yang menjadi kabur
penglihatannya. Mereka hanya menangkap pakaian
mereka yang saling beraduk dan bergulungan. Yang satu
putih bersih. Yang lain hijau muda"sehingga perpaduan
dua warna itu mirip pelangi di senja hari.
Dengan ilmu kepandaian warisan Adipati Surengpati,
sebenarnya Kilatsih dapat merobohkan Sekar Kuspaneti
671 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mudah. Akan tetapi dia tadi melihat Sekar
Kuspaneti bisa melakukan gerakan ilmu petak Ratna
Dumilah. Karena itu, ingin ia menyelidiki. Sesudah
melampaui lima puluh jurus, berpikirlah Kilatsih di dalam
hati. "Benar"inilah ciri-ciri Ratna Dumilah. Hanya saja
belum sempurna. Apakah Kakak Titisari mengajarinya
tidak penuh?" la mencoba mendesak. Dan seratus jurus telah lewat
dengan sebentar saja. Dalam pada itu"Sekar Kuspaneti
mempunyai pikirannya sendiri. Ia mengerti kehendak
ayahnya. Ayahnya berkenan pada pemuda ini. Ilmu
kepandaiannya ternyata berada di atas dirinya sendiri.
Tetapi dengan sengaja, ia tak mau bertempur sungguhsungguh. Nampaknya seakan-akan sedang berlatih.
"Aku calon isterinya," katanya di dalam hati. "Kalau
aku tidak memperlihatkan ketangguhanku"di kemudian
hari"ia akan memandang rendah padaku."
Memperoleh pikiran demikian, tiba-tiba ia menyerang
dengan dahsyat. Sekarang ia tidak hanya menggunakan
ilmu petak, tapi pun bergabung dengan ilmu
cengkeraman warisan ayahnya sendiri. Gesit gerakannya.
Tangannya kadang-kadang memapas, membabat dan
menyodok. Inilah berbahaya. Asal saja menyentuh
tubuh, pastilah Kilatsih akan roboh terjungkal.
Menghadapi perlawanan demikian, betapapun juga
hati Kilatsih menjadi gusar. Tak berani lagi ia main selidik
atau bergurau. Terpaksa ia mengeluarkan ilmu sakti
Witaradya ajaran Adipati Surengpati. Biasanya ilmu sakti
itu dipergunakan sebagai ilmu pedang. Tetapi
sebenarnya, ilmu sakti Witaradya sendiri bukanlah Ilmu
672 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang. Di tangan Adipati Surengpati Ilmu sakti
Witaradya menjadi ganas. Kedua tangan dan kedua
kakinya bergerak sangat lincah dan bahayanya melebihi
pedang sendiri. Akan tetapi mengingat muridnya seorang
gadis, maka Adipati Surengpati memperlengkapi dan
menggubahnya sebagai ilmu pedang.
Sekarang Kilatsih tidak berniat membunuh lawannya.
Maka di luar dugaan gurunya sendiri, ia menggunakan
ilmu sakti Witaradya tanpa pedang. Justru itulah aslinya.
Maka dengan tiba-tiba saja gerakannya menjadi gesit
dan ganas. Angin lantas terasa bergulungan dan
memperdengarkan suara menderu-deru. Sebentar saja
kegesitan Sekar Kuspaneti habis perbawanya. Setiap
gerakannya kena dipegat gerakan tipu Ilmu sakti
Witaradya yang memang dahsyat luar biasa.
"Ah kiranya dia masih mempunyai simpanan ilmu
kepandaian cukup tinggi," pikir Kilatsih. "Biarlah
kupaksanya lagi mengeluarkan kepandaiannya yang
lain." Sedikit demi sedikit, Kilatsih merangsak dan
mempersempit daerah gerak Sekar Kuspaneti. Karena
gerakannya sangat gesit, dengan tiba-tiba saja Sekar
Kuspaneti masuk ke dalam pelukannya. Dan gadis itu lalu
menyambar lengannya. Kaget Kilatsih menghadapi kejadian di luar
perhitungannya. Tak dapat lagi ia mundur. Dalam
kebingungannya"mau tak mau"ia harus memeluk Sekar
Kuspaneti dengan tangan kirinya. Tiba-tiba tangan Sekar
Kuspaneti menyambar lengan dan nyaris mencengkeram
dadanya. Buru-buru tangan kanan Kilatsih menusuk
673 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tulang rusuk. Tubuh Sekar Kuspaneti tergetar dan
gerakan tangannya macet di tengah jalan.
Oleh rasa malu, Kilatsih memekik pela-han. Tetapi
penonton di bawah panggung sudah bersorak
mengguntur. Itulah suatu kesaksian mereka, bahwa dia
telah memperoleh kemenangan mutlak. Maka cepatcepat ia melepaskan pelukannya sambil membebaskan
tusukan jarinya. Lalu dengan halus ia mendorong tubuh
Sekar Kuspaneti mundur terpisah.
"Maaf, neng," bisiknya sambil memberi hormat.
Di bawah panggung Raja Muda Dwijendra tertawa
dengan wajah berseri-seri. Dengan hati puas ia
mengurut-urut jenggotnya. Sebaliknya"tampang muka
Sastradirja merah padam seperti kepiting terebus. Tapi
masih ia bisa memaksa diri.
"Selamat! Selamat! Akhirnya tuanku memperoleh
calon menantu yang tepat. Sekarang perkenankan kami
memohon diri." Sastradirja berdiri tegak di sampingnya. Kemudian
membungkuk hormat. Ia melihat Raja Muda Dwijendra
memanggil Pasong Grigis pembantunya yang setia. Lalu
berkata kepada Sastradirja.
"Kau hendak pergi juga" Maafkan kami tetapi
kebetulan sekali kami mempunyai sebungkus permata.
Hitung-hitung sebagai pengganti kerugianmu. Tentang
kuda Langlang Bhuwana janganlah engkau terlalu kikir.
Kau jenguklah kandang kuda kami. Pilihlah sepuluh ekor
yang paling berkenan di dalam hatimu. Adapun
permintaan kami hanya begini, kau bebaskan calon
674 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menantu kami itu"dari pertanggunganjawabnya
terhadap seorang yang kebetulan sedang dilindungi."
Dwijendra sudi mengalah dan bermurah hati karena
dua sebab. Yang pertama, mengingat hubungannya
dengan Raja Muda Otong Surawijaya untuk menghindari
suatu perselisihan. Kedua ia bermurah hati, lantaran
sudah memperoleh menantu yang sangat berkenan di
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam hatinya. Sastradirja waktu itu terperanjat sampai tergugu.
Sama sekali tak terduga, bahwa dia memperoleh rejeki
begitu besar. Dasar licin dan berpengalaman segera ia
dapat menebak latar belakangnya. Lalu tertawa
terbahak-bahak. "Terima kasih tuanku. Tetapi dengan setulus hati kami
tak berani menerima pengganti tuanku. Kami masih
mempunyai majikan. Kalau kejadian ini sampai terdengar
tuanku Otong Surawijaya jiwa kami susah kami
pertahankan. Hanya saja perkenankan kami mengajukan
suatu permohonan. Hendaklah tuanku mentaati undangundang persahabatan. Tegasnya manakala kambing itu
pada suatu hari menyelundup kemari, sudilah tuanku
menangkapnya. Sekarang perkenankan kami mohon
diri." Sesudah berkata demikian, Sastradirja membungkuk
rendah. Kemudian dengan menarik tangan Andi Basanta
ia meninggalkan perjamuan itu dengan langkah panjang.
Dwijendra tidak puas namun tak sudi ia menahannya.
Dengan perintah pendek ia memberi perintah kepada
Pasong Grigis agar mengantarkan tetamunya. Ia sendiri
lantas melesat naik ke atas panggung.
675 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merah wajah Sekar Kuspaneti begitu ayahnya naik ke
atas panggung. Dengan meruntuhkan pandang
tangannya meremas-remas ujung bajunya. Kilatsih
sendiri merasa dirinya kikuk.3) Tak tahu dia"harus
berbuat bagaimana. Tetapi Dwijendra tidak menghiraukan keripuhan hati
mereka. Dengan tertawa ber-kakakkan ia berkata, "Inilah
yang dikatakan orang"bahwa tulang-tulang muda bakal
menggantikan tulang-tulang keropos. Kau anakku"
adalah seorang pemuda yang gagah dan berkepandaian
tinggi. Engkaulah seorang pemuda yang sukar dicarikan
bandingannya"sehingga hari depanmu sangat
cemerlang. Siapakah namamu, anakku?"
Sebenarnya"nama Dwijendra sudah dikenal Kilatsih
semenjak tumbuh menjadi seorang dara remaja.
Ayahnya Suhanda dan ibunya Rostika, pada akhirnya
menjadi salah seorang kepercayaan laskar perjuangan
yang tergabung dalam Himpunan Sangkuriang. Hanya
saja ayahnya termasuk di dalam laskar panji-panji
Garuda pimpinan Raja Muda Andangkara. Karena itu"ia
bingung menghadapi pertanyaan Dwijendra. Selamanya
belum pernah terpikirkan bahwa pada suatu kali ia bakal
terpaksa memperkenalkan nama samarannya. Padahal '
belum terlintas dalam pikirannya bahwa ia perlu
mempunyai nama seorang laki-laki. Tetapi dasar seorang
gadis cerdas, tiba-tiba terlintaslah namanya sendiri:
Kilatsih. Lantas saja dia menjawab.
"Paman, namaku Guntur."
Bukankah Guntur segolongan dengan kilat. Dalam
selintasan itu, ia mengumpamakan kilat adalah sifat
676 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan. Dan guntur yang serba dahsyat bersifat lakilaki. "Bagus! Namamu bagus!" Dwijendra tertawa lagi.
"Nama itu cocok dengan ilmu kepandaianmu yang
dahsyat. Orang semuda dirimu dan sudah memiliki ilmu
kepandaian sedahsyat tadi mempunyai hari depan sangat
cemerlang. Apa sebab engkau memilih pekerjaan sebagai
pengawal pribadinya seseorang?"
"Aku bukan seorang pengawal," ujar Kilatsih. "Secara
kebetulan saja kemarin aku berkenalan dengan seorang
sahabat di tengah perjalanan. Aku menolong dia
mengusir serombongan penjahat. Sama sekali tak
menyangka, bahwa rombongan penjahat itu pimpinan
paman tadi." "Oh, begitu!" Dwijendra berlega hati. "Berapa jumlah
saudaramu" Apakah engkau sudah gantung kawin4)
dengan seseorang?" Kilatsih berbimbang-bimbang. "Sekarang aku hidup
seorang diri. Aku sendiri belum dijodohkan orang tuaku."
"Ah, bagus. Tapi, benarkah itu?" Dwijendra minta
suatu keyakinan. "Biasanya seorang pemuda malu
apabila ditanya bakal jodohnya. Tapi anakku, engkau kini
memperoleh kemenangan. Maka wajib aku memberikan
suatu hadiah padamu."
Dwijendra merogoh sakunya, la mengeluarkan
serenceng kalung berlian.
"Inilah tasbeh sembahyang. Peninggalan almarhum
isteriku, ibu anakku itu. Sebelum pulang ke
Rahmatullah"dia berpesan agar menghadiahkan tasbeh
677 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini kepada seseorang yang berkenan di dalam hati
anakku. Itulah engkau sendiri, anakku."
"Tetapi tasbeh itu adalah benda pusaka keluarga
tuanku. Tak berani aku menerimanya," jawab Kilatsih.
Itulah alasannya belaka. Sebagai seorang gadis yang
sudah menanjak' dewasa penuh"tahulah dia" bahwa
benda pemberian itu sendiri, merupakan ikatan nikah.
Setidak-tidaknya ikatan pertunangan. Karena merasa diri
seorang gadis pula, ia jadi risih sendiri.
Dwijendra tertawa gelak. "Ini bukan suatu perampasan atau suatu j'ual-beli.
Tapi suatu tanda mata pertunanganmu berdua. Mengapa
kau tak berani menerimanya" Sekalian tetamu itu adalah
saksimu"bahwa benda ini kuterimakan padamu"atas
kerelaan kami. Alasan pemberian hadiah itu"tiada tercela. Akan
tetapi betapa Dwijendra mengetahui perasaan Kilatsih
pada saat tu. Dia boleh berpengalaman dan merupakan
seorang pimpinan laskar yang kenamaan. Namun dia tak
pernah mengira, bahwa pemuda di hadapannya adalah
seorang gadis remaja seperti puterinya. Itulah
sebabnya"apabila Kilatsih tetap menolak pemberian
hadiahnya"wajahnya berubah seketika.
"Apakah anakku kurang pantas menjadi isterimu?"
tanyanya perlahan. "Ah"siapa bilang puteri tuanku"kurang
Bende Mataram 30 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama