Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 10
"Li sicu, sayang sekali kau enggan menerima nassehatku
dan menghindari pertarungan yang tak berguna... aaai, aku
cuma kuatir bilamana salah turun tangan sehingga melukai
dirimu nanti, sudah pasti lolap akan menyesal sekali..."
Biarpun ucapan tersebut diutarakan dengan suara yang
pelan dan lembut, akan tetapi nadanya justru sangat tajam
dan penuh berisikan ejekan dan penghinaan.
Li Cing-siu betul-betul gusar sekali, sampai semua
rambutnya yang telah berubah berdiri kaku semua bagaikan
landak. Dengan penuh rasa gusar dan dendam, ia berteriak:
"Put-khong! Sejak kehadiran kalian bertiga didaratan
Tionggoan pada sepuluh tahun berselang, belum pernah
sekalipun aku bersikap kurang hormat kepadamu, tapi kali ini
kau mendesak dan memojokkan posisiku terus menerus,
sebetulnya apa sih niatmu" Aku percaya belum pernah
mempunyai perselisihan atau permusuhan dengan umat
persilatan manapun, sebenarnya atas perintah siapa sih kalian
sengaja mencari gara-gara dengan kami?"
Put-khong siansu segera tertawa seram:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... menurut Li sicu,
memangnya lolap adalah manusia yang mau diperintah orang
lain?" Kontan saja Li Cing-siu tertawa dingin:
"Lantas memangnya antara aku dengan pihak Tibet pernah
terjalin hubungan permusuhan atau perselisihan.
"Dengan pihak kami sih sicu tak ada perselisihan apa-apa,
cuma kayu-kayu yang dibuat dalam perahu kalian itu adalah..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak saja Put
khong siansu menutup kembali mulutnya rapat-rapat.
Sesungguhnya persoalan apa yang terselip dibalik
pengiriman kayu-kayu itu Oleh karena dia enggan mengutarakannya keluar, sudah
barang tentu tak ada yang mengetahuinya pula.
Paras muka Li Cing-siu segera saja berubah sangat hebat.
Dia mencoba untuk menelusuri arti kata dari Put-khong
siansu yang belum habis diutarakan keluar itu, seakan-akan
dibalik kiriman kayu-kayu tersebut masih terselip suatu rahasia
besar yang menyangkut dunia persilatan, dan rahasia tersebut
rupanya sudah mereka ketahui.
Seandainya hal ini benar, sudah barang tentu mereka
selalu berupaya agar rahasia ini jangan sampai bocor apalagi
tersebar luas sampai dimana-mana.
Kalau tidak, sekalipun berhasil menghadapi ketiga orang
pendeta dari See-ih malam ini, mungkin perjalanan
selanjutnya akan menjumpai banyak sekali ancaman mara
bahaya. Berpikir sampai disini, Li Cing-siu segera mengambil
keputusan didalam hatinya.
Dia tidak ingin bertanya lebih jauh, tapi pertarungan harus
diselesaikan dengan secepatnya.
Setelah tertawa tergelak, Li Cing siu segera memberi
hormat seraya berkata: "Put-khong, aku bersedia untuk bertarung melawan taysu
untuk menyelesaikan persoalan ini!"
Put-khong siansu segera tertawa dingin:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... L sicu, tahukah kau
bahwa lolap sudah bertekad untuk memperoleh barang
tersebut entah dengan pengorbanan apapun?"
Li Cing-siu baru terkejut sesudah mendengar perkataan ini,
sebab ucapan dari Put-khong siansu ini mengandung nada
yang berat sekali." Itu berarti sekalipun ia berhasil mengungguli lawan, tak
nanti lawan akan melepaskan barang-barang yang mereka
begal itu... jelas persoalan ini merupakan suatu masalah yang
pelik dan merepotkan sekali.
Sementara Li Cing-siu masih termenung memikirkan
persoalan tersebut, Put Khong siansu telah berkata lagi
dengan suara yang menyeramkan:
"Apa yang dapat lolap ucapkan sudah kuutarakan, Li sicu,
seandainya kau ingin bertarung maka lolap akan melayani
kehendakmu itu setiap saat..."
Selesai berkata ia bangkit, berdiri dari tempat duduknya.
Dalam keadaan demikian, tiada pilihan lain bagi Li Cing-siu
setelah menerima tantangan tersebut.
Sebab satu satunya jalan baginya adalah menaklukan
ketiga orang pendeta tersebut secepatnya.
Setelah tertawa dingin Li Cing-siu segera berseru:
"Silahkan!" Begitu selesai berkata, secara beruntun dia melancarkan
tiga buah serangan berantai yang gencar.
Ketiga buah serangan tersebut dilancarkan dengan suatu
gerakan yang sangat aneh, seakan-akan mengurung
sekeliling tubuh Put-khong siansu hingga kemanapun pihak
lawan akan menghindarkan diri, sulit baginya untuk
meloloskan diri dari ancaman mana.
Berkilat sorot mata Put khong siansu menghadapi kejadian
tersebut, tiba-tiba saja tubuhnya melejit ke tengah udara.
Memang inilah satu-satunya cara baginya untuk menghindarkan diri dari serangan yang maha dahsyat
tersebut. Sudah barang tentu cara menghindar semacam ini justru
akan membuka semua pertahanan tubuhnya serta memperlihatkan titik-titik kelemahan dari jurus serangannya.
Betul juga, dia segera melejit ke tengah udara untuk
menghindarkan diri dari ancaman ini.
Serta merta Li Cing-siu melontarkan lagi sepasang telapak
tangannya ke tengah udara, dan menghantam ke tubuh Putkhong siansu yang sedang melejit itu.
"Tenaga serangan ini amat kuat dan dahsyat, bahkan
secara lamat-lamat terdengar pula suara desingan angin dan
sambaran guntur. Akan tetapi tampaknya pula Put-khong siansu sudah
menduga akan datangnya serangan tersebut.
Begitu badannya melejit ke tengah udara tadi, bukannya
mundur dia justru mendesak maju ke muka dan langsung
menerkam ke belakang tubuh Li Cing-siu.
Gerakan yang dilakukan oleh Put-khong siansu ini boleh
dibilang sangat menyerempet bahaya.
Hanya selisih beberapa milimeter saja, nyaris tubuhnya
termakan oleh serangan dahsyat Li Cing-siu.
Begitu lolos dari ancaman bahaya maut itu, Put-khong
siansu kontan saja membentak keras sambil melancarkan
serangan balasan. Diam-diam Li Cing-siu harus memuji pula akan ketelitian
serta kejelian pikiran Put-khong siansu, dengan cepat dia
mengembangkan gerakan tubuhnya dan mengurung tubuh
Put-khong siansu dibawah lapisan bayangan serangannya
dengan mengeluarkan ilmu pukulan Hua-im-ciang yang amat
tangguh itu. Oh Put Kui yang berada diatas pohon segera manggutmanggut sesudah menyaksikan serangan tersebut, bisiknya
kemudian dengan ilmu menyampaikan suara:
"Ban tua, coba kau lihat betapa hebat dan luar biasanya
ilmu pukulan dari kaucu itu!"
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Itulah ilmu pukulan Hua-im-ciang dari Li Cing-siu,
keistimewaan dari ilmu pukulan ini adalah cepat dalam
perubahan dan tepat pada sasaran sehingga membuat orang
sukar untuk meraba arah tujuannya, cuma aku lihat Li Cing siu
masih belum mempergunakan seluruh kemampuan yang
dimilikinya!" "Ban tua, Put-khong hwesio ini sudah pasti bukan
tandingan dari Li Kaucu!" kata Oh Put Kui tertawa.
"Memangnya kau anggap nama besar Li Cing-siu cuma
nama kosong belaka?" kata kakek latah awet muda pula
sambil tertawa, "coba kau lihat anak muda, tak sampai
sepuluh begrakan lagi, Put Khong hwesio pasti dapat
diringkus..." Padahal tak usah menunggu sampai sepuluh gebrakan
lagi... Baru saja kakek latah awet muda menyelesaikan
perkataannya, mendadak dari tengah ruangan sudah
berkumandang suara bentakan nyaring dari Lin CIng-siu :
"Roboh kau!" "Bluuuukk...!" disusul kemudian terdengar suara benturan
yang amat nyaring. Ternyata Put-khong hwesio menurut sekali, dia benarbenar roboh terjengkang keatas tanah.
Wi-cay siansu yang selama ini cuma duduk saja tiba-tiba
melejit ke udara dan meluncur ke depan.
"Li Cing-siu, lihat serangan!" bentaknya.
Pendeta yang bermuka bengis ini ternyata bersikap cukup
jantan, sebelum serangan dilancarkan, dia lebih dulu
membentak keras. Li Cing-siu tertawa dingin, telapak tanannya segera
diayunkan pula ke depan untu menyambut datangnya
ancaman tersebut. Bila dibandingkan dengan Put khong siansu, maka
kekuatan tenaga pukulan yang dimiliki Wi-cay siansu masih
lebih tangguh dan hebat berapa kali lipat.
Akan tetapi dia masih tetap bukan tandingan dari Li Cing
siu yang memang termashur sangat tangguh itu.
Dua puluh gebrakan belum habis, dia sudah kena dihajar
jalan darahnya oleh serangan Li Cing-siu sehingga roboh
terjengkang keatas tanha.
Dengan demikian, dari tiga padri See-ih, dua orang berhasil
ditangkap dan seorang lagi masih duduk mengatur
pernapasan. Namun Li Cing-siu sama sekali tidak mengusik mereka,
sebagai seorang kongcu dari suatu perkumpulan besar, tentu
saja dia tak ingin mencelakai seseorang yang sama sekali tak
bertenaga untuk melakukan perlawanan lagi.
Tapi pada saat itulah anggota perkumpulan yang
membopong jenasah dari kakek baju hitam Tio Sian-hau telah
mengayunkan tangannya dan melemparkan jenasah yang
berada dalam bopongannya itu keatas tubuh Ha-ha Siansu.
"Blaaammm....!"
Seketika itu juga percikan darah segar memancar kemanamana, jeritan ngeri yang memilukan hatipun berkumandang
memecahkan keheningan... Rupanya tulang bahu dari kakek baju hitam Tio Sian-hau
yang sudah tewas berapa waktu itu telah menumbuk diatas
ubun-ubun Ha-ha siansu yang masih duduk bersemedi itu.
Tak ampun lagi tewaslah Ha-ha siansu seketika itu juga.
@oodwoo@ Jilid 23 Setelah tewas, dalam kenyataan Tio Sian-hau berhasil
membalas sendiri sakit hatinya, rasanya biarpun dia sudah
berada di alam baka, arwahnya tentu akan peroleh
ketenangan. Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa
menggelengkan kepalanya sambil berbisik :
"Ban tua, kejam amat perasaan anggota Pay-kau itu!"
"Siapakah yang tak ingin membalaskan dendam bagi
kematian gurunya?" kata kakek latah awet muda sambil
tertawa, "hey anak muda, andaikata kau yang menjumpai
keadaan tersebutpun tentu kau akan berbuat yang sama!"
Tapi Oh Put-kui segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Seandainya boanpwee yang menghadapi kejadian seperti
ini, tak nanti boanpwee akan mempergunakan kesempatan
dalam kesempitan dengan menyerangnya disaat orang belum
siap, boanpwee tentu akan menunggu sampai hwesio itu
mendapatkan kembali tenaga dalamnya, kemudian baru
menantangnya secara jantan!"
Kembali kakek latah awet muda tertawa:
"Hey anak muda, bayangkan saja gurunya pun masih
bukan tandingan lawan bagaimana mungkin dia berani
menantang musuhnya secara blak-blakan untuk membalaskan
dendam bagi kematian gurunya" Sekalipun tindakan yang
dilakukan kurang terhormat, tapi demi membalaskan dendam
bagi kematian gurunya, dia telah mempersilahkan jenasah
gurunya untuk balas dendam sendiri, atas perbuatannya ini
kita wajib memberi maaf yang sebesar-besarnya..."
Belum selesai kakek latah awet muda berbicara, dipihak
lain Li Cing-siu telah mengumpat orang tersebut dengan
penuh amarah. Tapi si tosu tua yang berada disamping Li Cing-siu segera
memintakan ampun sambil berkata:
"Sekalipun apa yang diperbuat Siu Kong-cuan kurang
terhormat, tapi tindakan tersebut dilakukan demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, perbuatan
tersebut amat simpatik dan perlu kita maklumi, harap kaucu
jangan gusar, apa salahnya bila sekembalinya ke rumah nanti,
kita beri hukuman kerja paksa selama dua tahun sebagai
hukumannya...?" Padahal Li Cing-siu sendiripun memahami alasan tersebut,
hanya saja sebagai seorang kaucu, sudah barang tentu ia
harus menunjukkan sikap demikian.
Setelah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian
sambil menghela nafas panjang:
"Kalau toh Cu sute sudah mintakan maaf baginya, baiklah
kita jatuhi hukuman sesuai dengan apa yang diaktakan sute!"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru sekarang Oh Put Kui mendapat tahu kalau tojin
berambut putih itu adalah jago tangguh dari Pay-kau yang
disebut orang Leng-ho totiang Cu Kong-to.
Sementara itu dari pihak Pay-kau telah muncul beberapa
orang yang segera menggotong pergi jenasah dari Ha-ha
siansu. Sedangkan jenasah dari kakek baju hitam masih tetap
digendong oleh Sin Kong-coan.
Sedangkan doa orang pendeta See-ih yang lain segera
digotong oleh empat orang lelaki kekar.
Li Cing-siu mengalihkan pandangannya dan memandang
sekejap kesekeliling tempat itu, lalu ujarnya kepada Ciu Itcing: "Beritahu kepada hontiang kuil ini, bahwa aku minta maaf
karena mengganggu ketenangan mereka pada malam ini,
selain itu juga minta maaf karena tak dapat menyambanginya
berhubung masih ada urusan penting lainnya..."
Ciu It cing mengiakan dan siap beranjak pergi dari tempat
tersebut... Mendadak... Suara tertawa dingin yang amat menggidikkan hati
berkumandang datang dari sudut ruangan kuil.
Ciu It-cing nampak tertegun, kemudian secepat kilat
menerjang maju ke muka. "Anak Cing, jangan gegabah..." Li Cing siu segera
membentak dengan suara rendah.
Secepat kilat dia menyambar tangan muridnya itu serta
ditarik kembali kebelakang.
Sementara itu suara tertawa dingin yang bergema tadi
sudah tak terdengar lagi.
Dengan sorot mata yang berkilat Li Cing-siu memperhatikan sekejap lagi sekitar situ, kemudian tegurnya
lantang: "Jago lihay dari manakah yang berada di situ, silahkan
untuk menampakkan diri!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan tersebut, tampak
sesosok bayangan manusia munculkan diri dari balik
kegelapan. Begitu berjumpa dengan orang yang baru munculkan diri
itu, tiba-tiba saja Li Cing-siu merasakan sekujur badannya
bergetar keras. Serta merta Oh Put Kui mengalihkan pula pandangan
matanya untuk mengawasi orang tersebut...
Orang itu mengenakan jubah panjang berwarna hijau
dengan sebuah ikat pinggang berbenang emas menghiasi
pingganggnya, kepalanya memakai topi pelajar berwarna putih
dan sepatunya berwarna putih juga.
Orang ini memiliki raut wajah yang halus, tampan dan
lembut, usianya kurang lebih empat puluh tahunan.
Tapi air mukanya justru sangat dingin dan kaku persis
seperti sebongkah es batu.
Oh Put Kui yang menyaksikan wajah itupun diam-diam
merasakan hatinya bergidik...
Dalam pada itu, orang tadi sudah berhenti tepat dihadapan
Li Cing-siu, jaraknya hanya satu kaki saja.
Dengan sorot matanya yang dingin bagaikan es dia awasi
Li Cing-siu tanpa berkedip sementara sekulum senyuman
yang amat dingin menghiasi ujung bibirnya.
Sejak munculkan diri sampai sekarang, dia tak pernah
mengucapkan sepatah katapun.
Setelah mengerutkan dahinya rapat-rapat, Li Cing-siu
segera menjura dan menyapa sambil tertawa:
"Ooh, rupanya saudara Ang!"
Manusia berbaju hijau itu masih tetap membisu dan berdiri
tak bergerak disana. --------------------- Agaknya Li Cing-siu cukup mengetahui tabiat dari orang itu,
kembali ujarnya sambil tertawa:
"Saudara Ang, kau bukannya hidup bahagia di Lo-hu,
mengapa jauh-jauh datang ke Kang-ciu" Sebenarnya
dikarenakan persoalan apa sih...?"
"Karena kau!" Akhirnya orang berbaju hijau itu bicara juga, namun raut
wajahnya masih tetap dingin tanpa berubah.
Akan tetapi Li Cing-siu justru dibuat tertegun oleh
jawabannya tersebut. Tapi sambil tertawa segera katanya pula:
"Masalah apa sih yang telah merepotkan saudara Ang
untuk mengunjungi aku di Kang-ciu ini?"
Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu mendengus dingin lalu
mendongakkan kepalanya dengan angkuh.
Kalau orang lain yang menyaksikan ulah dan keangkuhan
manusia berbaju hijau itu, niscaya mereka akan dibuat kheki
dan mendongkolnya setengah mati.
Akan tetapi Li Cing-siu, kaucu dari perkumpulan Pay-kau ini
tidak menjadi gusar karena persoalan tersebut.
Kembali dia menjura seraya berkata:
"Seandainya saudara Ang tidak bersedia menjawab, tentu
saja akupun tak berani mengganggu, berhubung kami masih
ada urusan lain yang harus diselesaikan,maaf bila kumohon
diri lebih dulu dari saudara Ang..."
Seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan siap
meninggalkan tempat tersebut.
Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu membentak sambil
tertawa dingin tiada hentinya:
"Kau tidak usah pergi!"
Paras muka Li Cing-siu kembali berubah hebat sesudah
mendengar perkataan itu. Diapun balas mendengus dingin sambil katanya:
"Apa maksud saudara Ang berkata demikian" Atau
mungkin saudara Ang memang satu aliran denga Put-khong
siansu?" "Huuuh, aku mah tak sudi bergaul dengan manusia
rongsokan macam mereka!" kata manusia baju hijau itu sinis,
dia segera mengangkat kepalanya lagi dengan angkuh.
Jawaban tersebut semakin mengejutkan Li Cing-siu:
"Lalu mengapa saudara Ang berbuat demikian?"
Mendadak manusia berbajuhijau itu memejamkan matanya
rapat-rapat dan menunjukkan sikap sama sekali tidak
menggubris atas pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut.
Lama kelamaan Li Cing-siu dibuat gusar juga oleh ulah
lawannya yang sangat angkuh itu:
"Saudara Ang, mengapa sih kau bersikap begitu tak tahu
diri terhadapku?" Kembali manusia berbaju hijau itu membuka matanya
lebar-lebar... Dengan cepat Oh Put Kui menjumpai bahwa sorot mata
manusia baju hijau she Ang itu benar-benar tajam sekali
bagaikan sambaran petir saja.
Diam-diam ia terkejut bercampur keheranan, sejak kapan
pihak siau-hong-hu memiliki jagoan yang demikian hebatnya"
Bila ditinjau dari kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki
manusia she ang ini, sudah jelas kepandaian silatnya masih
jauh diatas kemampuan dari Ku Bun-wi.
Sementara itu dengan sorot mata yang tajam bagaikan
sembilu manusia berbaju hijau itu melotot sekejap kearah Li
Cing-siu. Hanya anehnya, dia masih tetap membungkam dalam
seribu bahasa. Atas kejadian tersebut, jago tanpa bayangan penghancur
hati Ciu It-cing menjadi gusar sekali dibuatnya.
Mendadak saja dia membentak dengan penuh kegusaran:
"Ang Yok-su, julukanmu Kin-huan-gi-in belum tentu bisa
membuat jerinya orang lain, kau juga seorang manusia,
mengapa sih berlagak aneh sehingga sama sekali tidak
berbau kemanusiaan?"
Diam diam Oh Put-kui bersorak gembira atas umpatan
tersebut, pikirnya dihati:
"Benar-benar sebuah umpatan yang sangat tepat!"
Tapi sebaliknya Li Cing-siu bukannya memuji, sebaliknya
justru menegur Ciu It-cing:
"Anak cing, mengapa kau bersikap kurang ajar terhadap
seorang cianpwe" Ayoh cepat mundur dari sini!"
Dengan gemas Ciu It-cing mendepak-depakkan kakinya
keatas tanah lalu mengundurkan diri sejauh tiga langkah ke
belakang. Sebaliknya manusia berbaju hijau itu kembali berkata
"Ooh, diakah murid didikan saudara Li" Hmmm, hukuman
seratus cambuk kulit ular harus kau laksanakan di istana Kiuhuan-kiong di Lo-hu dalam dua puluh hari mendatang!"
"Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong..." teriak Ciu Itcing sambil tertawa dingin.
Li Cing-siu segera mendelik dan sekali lagi mencegah Ciu It
cing untuk berbicara lebih jauh.
Sebaliknya manusia berbaju hijau itu memandang sekejap
kearah Li Cing-siu dengan pandangan dingin, lalu katanya:
"Terserah kau sendiri, sampai waktunya lewat aku mah tak
bisa menunggu lagi..."
Kalau didengar dari nada suaranya itu, seakan-akan justru
orang lainlah yang memohon agar bisa diberi hukuman
olehnya. Oh Put Kui hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang
kali setelah mendengar perkataan tesebut.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau tokoh silat nomor
wahid diwilayah barat daya yang dikenal orang sebagai tabib
sakti Ang Yok-su adalah seorang manusia yang begitu dingin
dan kaku. Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berkata sambil
tertawa: "Tepat, bagus sekali! Tampaknya bocah keparat ini makin
lama semakin latah..."
Dalam pada itu Li Cing siu telah berkata sambil tersenyum:
"Saudara Ang, dalam soal ini aku tentu akan membereskan
dengan sebaiknya, cuma saja ingin kuketahui sebenarnya
karena persoalan apa saudara Ang datang kemari" Saat ini
aku harus pulang dengan segera, bila saudara Ang ada
urusan bagaimana kalau kita bersua lagi di kuil yang sama
pada tengah hari besok?"
"Tiak usah, besok aku masih ada urusan!" tukas manusia
berbaju hijau itu dingin.
"Mengapa sih saudara Ang memojokkan diriku terus
menerus?" tanya Li Cing-siu kemudian dengan kening
berkerut. Oh Put Kui yang menyaksikan hal ini benar benar merasa
keheranan, dia tidak mengerti apa sebabnya kaucu dari
perkumpulan Pay-kau ini bersedia menahan diri untuk
bersikap mengalah dan bersabar terhadap tabib sakti Ang
Yok-su yang dingin, angkuh dan kaku itu"
Dia tak percaya kalau ilmu silat yang dimiliki Li Cing-siu
belum mampu menandingi Ang Yok-su.
Bila ditinjau dari kepunyaannya sewaktu membekuk dua
orang pendeta dari wilayah See-ih tadi, bisa jadi kepandaian
silatnya justru masih berada diatas kemampuan dari Ang Yoksu. Menghadapi persoalan yang aneh dan membuatnya tidak
habis mengerti ini, dia ingin sekali bertanya kepada Kakek
latah awet muda. Kebetulan sekali kakek latah awet muda pun sedang
berkata kepadanya dengan ilmu menyampaikan suara:
"Anak muda, mungkin kau merasa keheranan bukan apa
sebabnya Li Cing-siu tak berani mengumbar hawa
amarahnya?" "Yaa, boanpwee memang sangat keheranan" sahut Oh
Put-kui sambil tertawa. "Tidak aneh, dia bersedia mengalah Ang Yok-su pernah
menyelamatkan jiwa Li Cing-siu!"
"Ooh... rupanya begitu!" baru sekarang Oh Put Kui menjadi
paham. Tapi ia menggelengkan kepalanya lagi sambil menghela
napas, lalu ujarnya lebih jauh:
"Ban tua, si tabib sakti Ang Yok-su ini telah melepaskan
budi lalu mencoba mempermainkan seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar, aku rasa perbuatannya itu sangat
keterlaluan sekali" "Hey anak muda, apakah kau beranggapan ilmu silat yang
dimiliki Ang Yok-su tak mampu menandingi kehebatan dari
ketua Pay Kau ini, sehingga kau mempunyai pendapat
demikian?" kata kakek latah awet muda sambil tertawa.
"Boanpwe memang berpendapat demikian!"
"Kalau begitu coba kau tebak, tenaga dalam siapakah
diantara mereka berdua yang jauh lebih sempurna?"
"Ang Yok su!" sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
"Darimana kau bisa menduga sampai kesitu?"
Oh PUt Kui kembali tertawa.
"Manusia yang berwatak sangan aneh macam Ang Yo-su
sudah pasti jarang sekali melakukan perbuatan-perbuatan
yang melanggar hukum dan susila dalam dunia persilatan,
atau dengan perkataan lain dia pasti lebih mengutamakan soal
berlatih ilmu silat daripada masalah lain, sudah barang tentu
tenaga dalamnya jauh lebih sempurna daripada orang lain."
"Bagus sekali, nyatanya kau memang tidak tolol."
"Tapi bilamana dugaanku tidak salah, Li kaucu dari
perkumpulan Pay-kau justru memiliki ilmu pukulan yang jauh
lebih hebat daripada Ang Yok-su!" kata Oh Put-kui lebih jauh.
"Ehmm, memang begitulah kenyataannya."
Mendadak Oh Put-kui seperti teringat akan sesuatu, sambil
tertawa katanya kemudian:
"Ban tua, mengapa Ang Yok su ini bisa mempunyai
hubungan dengan pihak Sian-hong-hu?"
"Pertanyaan yang amat bagus, aku justru hendak
menanyakan persoalan ini kepadamu...."
Oh Put-kui menjadi tertegun sesudah mendengar ucapan
tersebut, padahal Kakek latah awet muda terkenal sebagai
seorang kakek yang tahu akan segala-galanya, tapi
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang... nyatanya dia sendiripun tidak tahu.
Sementara kedua orang itu sedang berbincang bincang
dengan ilmu menyampaikan suara, dipihak lain Ang Yok-su
sudah tiga kali mendongakkan kepalanya ke angkasa tanpa
menggubris perkataan dari Li Cing-siu.
Betapapun baiknya kesabaran dari Li Cing-siu, lama
kelamaan habis juga kesabaran tersebut.
Tiba-tiba saja rambutnya yang beruban bergetar keras,
mencorong sinar tajam dari balik matanya, lalu dengan
lantang dia berseru: "Dulu, aku she Li pernah berhutang budi kepada saudara
Ang karena berkat memberikan pil mestikamu maka racun
jahat yang mengeram dalam tubuhku bisa dipunahkan. Tapi
sekarang kau berusaha menghalangi kepergianku, semestinya
aku harus menuruti perkataanmu itu sebagai pembalasan
budi... hanya saja, persoalan yang terjadi hari ini menyangkut
soal nama baik Pay-kau dimasa mendatang, aku tak bisa
mengalah terus kepadamu demi kepentinganku pribadi
sehingga harus mengorbankan nama baik dan kepercayaan
orang terhadap perkumpulan kami, oleh sebab itu sekali lagi
kumohon pengertian dari saudara Ang..."
Ketika berbicara sampai disitu, sekali lagi kaucu dari Paykau ini menghela napas sambil berkata lebih jauh:
"Saudara Ang, bagaimana kalau kau tunggu kedatanganku
besok saja untuk sekalian minta maaf kepadamu?"
Nada suaranya penuh dengan permohonan membuat
orang yang mendengarkan ikut merasa beriba hati.
Seharusnya, tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su akan
memenuhi keinginannya itu.
Tapi dalam kenyataannya, Ang Yok-su tetap tidak
menggubris akan perkataan tersebut.
Sikapnya sekarang seakan-akan merasa tidak tertarik
untuk berbicara dengan siapapun.
Li Cing-siu menunggu lagi beberapa saat, ketika belum
juga memperoleh jawaban dari si tabib sakti Ang Yok-su,
akhirnya dia berkerut kening dan mencorong sinar kegusaran
dari balik matanya, dengan suara lantang dia berseru:
"Demi nama baik perkumpulan kami, terpaksa aku she Li
harus berbuat lancang terhadap saudara Ang pada malam ini,
selesai peristiwa ini, aku tentu akan mengajak semua muridmuridku untuk minta maaf kepadamu di Lo-hu."
Selesai berkata dia lantas menyelinap keluar dari ruangan
tersebut... Semula Oh Put Kui mengira Ang Yok-su pasti akan
menghalangi kepergian orang itu.
Tapi tidak demikian dengan kenyataannya, kali ini Ang Yoksu sama sekali tidak berbuat sesuatu, bahkan tertawa
dinginpun tidak, dia masih tetap mempertahankan posisinya
yang berdiri sambilmengangkat kepala, sama sekali tidak
bergerak barang sedikitpun jua.
Dia seakan-akan sudah lupa kalau kedatangannya kemari
adalah menghalangi Li Cing-siu meninggalkan tempat
tersebut. Pada mulanya tentu saja Li Cing-siu sendiripun turut dibuat
tertegun oleh kejadian ini.
Menanti ia sudah tiba di pelataran dan Ang Yok-su masih
juga tidak bergerak dari posisinya semula, dia baru merasa
lega, diam-diam pikirnya dengan perasaan geli.
"Rupanya saudara Ang sedang bergurau denganku!"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya memberi tanda
kepada semua anggota perkumpulannya...
Leng ho cinjin Cu Kong-to dengan memimpin segenap
anggota perkumpulannya segera menggotong kedua orang
pendeta dari See-ih itu dan menuju kepelataran muka dengan
langkah lebar. Pada saat itulah Li Cings-siu baru menjura kepada Ang
Yok-su sambil berkata dengan nada terima kasih:
"Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ang untuk
memenuhi keinginanku!"
Selesai berkata diapun membalikkan badan dan siap
meninggalkan tempat tersebut...
Mendadak... Dari depan pintu gerbang kuil Pau-in-si muncul tiga sosok
bayangan manusia. Ternyata ketiga orang itu semuanya adalah kaum wanita.
Dari ketiga orang perempuan tersebut, Oh Put Kui hanya
kenal seorang diantaranya, dia tak lain adalah Leng Sang-luan
yang pernah dijumpainya sewaktu berada di perkampungan
Siu-ning-ceng. Sedangkan dari dua orang yang lain, seorang adalah
perempuan setengah umur yang berdandan sebagai
perempuan dusun, sedangkan yang lain adalah seorang gadis
berwajah cantik, bergaun panjang dan berambut panjang
sebahu. Oh Put Kui tidak kenal siapakah kedua orang itu, tapi dia
menduga gadis baju ungu berambut panjang itu delapan puluh
persen adalah putri kesayangan dari sikakek suci berhati
mulia Nyoo Thian-wi. Dengan langkah yang sangat pelan ketiga orang itu
berjalan menuju kepelataran luar.
Sebaliknya Li Cing-siu justru berdiri tak bergerak ditempat,
dia seakan-akan merasa terkejut bercampur keheranan, tapi
seperti juga tidak mengerti akan kehadiran dari ketiga orang
perempuan tersebut... Pada saat itulah perempuan petani berusia setengah umur
itu telah menegur sambil tertawa:
"Li kaucu, masih kenal dengan aku?"
"Terhadap Lam-wan-nong hu (perempuan petani dari Lamwan) Ku Giok hun tentu saja aku masih ingat baik, nona Ku,
angin apa yang telah membawamu datang ke Kang-ciu ini?"
"Angin apa lagi" Li kaucu, tentu saja hembusan anginmu
itu," sahut perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun
sambil tertawa manis. Meskipun umurnya sudah mencapai setengah umur dan
lagi berpakaian sangat sederhana, namun berhubung
wajahnya ayu dan menawan hati, tak heran kalau
senyumannya ini sangat menarik hati.
DIam-diam Oh Put-kui pun merasa sangat terkejut, dia
kenal perempuan petani dari Lam wan adalah seorang
perampok yang selalu bekerja sendiri diwilayah Shia kam,
sungguh tak disangka kalau perampok ulung inipun telah
menggabungkan diri dengan pihak istana Sian-hong hu.
Semakin dipikir Oh Put-kui merasa hatinya semakin tidak
tenang... Sewaktu ketua Pay kau, Li Cing-siu mendengar jawaban
dari Ku Giok-hun pun nampak terkejut dan sedikit diluar
dugaan, tapi segera ujarnya sambil tertawa:
"Nona Ku, rupanya kau memang khusus datang karena
diriku?" Kembali Ku Giok-hun tertawa.
"Kalau bukan lantaran kau, apa salahnya bila aku hidup
bahagia di Lan-ciu?"
"Lantas ada urusan apa nona Ku mencari diriku?"
"Bukan aku yang hendak mencarimu, melainkan nona Nyoo
ini." "Ooh...?" Li Cing-siu agak tertegun, "jadi nona Nyoo hendak
mencari diriku?" Ku Giok-hun kembali tertawa hambar.
"Kaucu, mari kuperkenalkan mereka kepadamu...
Setelah berhenti sejenak, dia menunjuk ke arah gadis
berambut panjang itu sambil berkata:
"Dia adalah nona Nyoo, putri kesayangan dari kakek suci
berhati mulia Nyoo lojin yang disebut orang Hian-leng-giok-li
Nyoo Siau-sian, pernahkah kau mendengar nama ini?"
Dengan perasaan bergetar keras buru-buru Li Cing-siu
menjura seraya berkata: "Ooh, rupanya putri kesayangan dari Kakek suci, maaf,
maaf..." Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian cuma mencibirkan bibirnya
sambil tertawa. Ku Giok-hun segera menunjuk kembali ke nona yang lain
sambil berkata lebih jauh:
"Dan dia aalah Leng Seng-luan, nona Leng!"
Sekali lagi Li Cing-siu merasa terkejut, buru-buru katanya:
"Sudah lama aku pun mengagumi nama besar nona Leng!"
"Nama besar kaucu jauh lebih termasyur bagi diriku!" sahut
Leng Seng-luan ketus. Li Cing-siu tertawa getir:
"Nona Leng terlalu memuji!"
Setelah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah Ang Yok-su
sekejap lalu sambil menjura lagi kepada Hian-leng-giok-li
Nyoo Siau-sian, katanya pelan:
"Aku sungguh merasa terkejut bercampur sedih ketika
mendengar berita duka atas kematian ayahmu, tapi sayang
urusan dalam perkumpulan membuatku tak dapat ikut berbela
sungkawa, atas kejadian itu harap nona sudi memaafkan!"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Nyo Siau-sian
sudah mengucurkan air matanya dengan sedih.
Sesungguhnya dia memang seorang gadis yang cantik
jelita, apalagi setelah pipinya dibasahi air mata, keadaannya
menjadi amat mengenaskan dan cukup membuat orang
merasa iba disamping kasihan.
Menyaksikan kejadian tersebut, buru-buru Li Cing-siu
berkata: "Aaah, tentu perkataanku yang kurang tepat sehingga
memancing kembali rasa sedih nona, maaf... maaf..."
Pelan-pelang Nyoo Siau-sian mengangkat tangannya dan
menyeka air mata dengan ujung bajunya.
Dengan perasaan tak tenang Li Cing-siu memandang
sekejap ke arah perempuan petani dai Lam wan, lalu katanya
lirih : "Nona Ku, tahukah kau ada urusan apa nona Nyoo datang
mencari diriku?" Ku Giok-hun mengerling sekejap ke arahnya, lalu tanpa
memperdulikan kesedihan dari Nyoo siau-sian, dia segera
tertawa cekikikan: "Dia berharap kau suka membawa segenap anggota
perkumpulanmu untuk berangkat ke istana Sian-hong-hu!"
Kontan saja Li Cing-siu berdiri tertegun seperti patung,
demikian juga Cu Kong-to bahkan segenap anggota
perkumpulan Pay-kau ikut berdiri termangu-mangu.
Bukan cuma mereka, malahan kakek latah awet muda Ban
Sik-tong, Oh Put-kui dan pengemis sinting yang berada diatap
ruangan pun ikut dibuat melongo.
Sebenarnya apa maksud dan tujuan dari istana Sian-honghu dengan perbuatannya iut"
Menyandera mereka" Atau menahan mereka secara
halus" Atau mungkin maksud tujuan mereka serupa dengan ketiga
pendeta dari See-ih, yaitu mengincar ratusan buah kayu yang
dibuat dalam perahu-perahu pihak pay-kau"
Segenap anggota Pay-kau dari ketuanya sampai anggotanya menjadi termangu semua, sehingga untuk
beberapa saat suasana menjadi hening dan tak kedengaran
sedikit suarapun. Perempuan petani dari Lam wan, Ku Giok-hun yang
menyaksikan kejadian tersebut segera menegur dengan
kening berkerut: "Li kaucu, mengapa kau?"
Teguran tersebut segera menyadarkan kembali Li Cing-siu
dari lamunannya, dia segera berkata:
"Nona Ku, rupanya kau sedang bergurau dengan aku?"
Sudah jelas Li Cing-siu merasa tidak percaya dengan apa
yang barusan didengarnya itu.
Tiba-tiba Ku Giok-hun berseru sambil tertawa dingin :
"Biarpun aku bernyali lebih besarpun, tak akan berani
bergurau dengan seorang tokoh silat termashur semacam
kau, Li kaucu, apa kau belum percaya?"
Yaa. aku kurang percaya!" Li Cing-siu tertawa.
-------------------- "Jika kau tidak percaya, tanyakan saja kepada nona
Nyoo..." Ternyata sikap Li Cing-siu terhadap putri kesayangan dari
kakek suci berhati mulia ini sangat hormat dan tunduk, baru
selesai Ku Giok-hun berbicara, dia sudah berpaling kearah
Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian dan berkata sambil tertawa:
"Nona Nyoo, ada urusan apa sih kau mencari diriku?"
Sementara itu Nyoo Siau-sian sedang menyeka air
matanya, namun wajahnya masih kentara sekali diliputi
perasaan sedih yang amat sangat...
Ketika Li Cing-siu mengajukan pertanyaan tersebut,
mendadak dari balik matanya yang jeli memancar keluar
cahaya amarah yang amat tebal, wajahnya berubah menjadi
merah bersinar, sahutnya nyaring:
"Aku hendak mengundangmu untuk berkunjung ke ibu
kota!" Li Cing-siu jadi tertegun sambil berpikir:
"Waaah, kalau begitu memang sungguhan,"
Meski dalam hati berpikir demikian namun diluaran dia
berkata lagi sambil tersenyum:
"Mau apa nona mengajak diriku pergi ke ibu kota?"
"Tentu saja ada urusan!"
Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya gadis ini
belum pernah bergaul dengan siapapun.
Di dalam kenyataan, dia memang belum pernah bergaul
dengan siapapun. Selama ini pihak Sian-hong-hu selalu memisahkan dia dari
pergaulan dunia luar, disamping itu segenap pelayan dan
dayang dari istana pun selalu menyanjung sebagai bintang di
langit. Oleh karena itu boleh dibilang dia tak pernah belajar
bagaimana caranya bergaul dengan orang lain.
Sudah barang tentu Li Cing-siu tidak akan mengetahui
akan kebiasaan manja dari gadis tersebut, oleh karena itu
untuk sesaat dia menjadi tertegun dan melongo setelah
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar jawaban dari lawan itu.
"Nona, kau hendak mengajak aku pergi ke ibu kota?"
tanyanya kemudian. "Yaa, kalian segenap anggota Pay-kau harus turut aku
semua berangkat ke ibu kota!"
Kalau didengar dari perkataannya ini, hakekatnya seperti
sebuah perintah saja. "Nona, beginikah caramu berbicara denganku?" tegur Li
Cing-siu dengan kening berkerut.
"Kalau bukan berbicara denganmu, lantas dengan siapa"
Apakah kau tak mengerti apa maksud perkataanku itu?" sahut
Nyoo Siau-sian sambil mendelik.
Li Cing-siu tak sanggup menahan diri lagi, dia segera
tertawa dingin seraya berseru:
"Maaf nona, numpang lewat, aku harus pergi dari sini!"
"Kau hendak pergi kemana?" tanya Nyoo Siau-sian agak
tertegun, mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, kembali
ujarnya: "Kau hendak pergi ke ibu kota?"
Dengan ketus Li Cing-siu menggelengkan kepalanya
berulang kali: "Tidak, aku hendak pulang ke kota Kang-ciu!"
Sekarang Nyoo Siau-sian baru mengerti, rupanya orang tua
ini enggan menuruti perkataannya.
"Kau berani pergi dari sini?" bentaknya dengan marah.
Li Cing-siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-abahk : "Haaahhh.. haaahhh... haaahhh... perlu
kuberikan kepada nona, apa yang ingin kukerjakan selamanya
belum pernah ada yang berani menghalanginya."
"Kau bilang aku tak berani" Baik, akan kubuktikan..." teriak
Nyoo SIau-sian gusar. Kalau nona yang manja ini mulai mengumbar amarahnya,
maka akan tampak begitu galak dan julasnya dia.
Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut dari atas
pohon cuma bisa menggelengkan kepalanya berualng kali,
namun ia toh akan tahan untuk melirik beberapa kejap lagi ke
arahnya. Dia memang amat cantik... bahkan cantik dan suci...
Tiba-tiba terdenagr kakek latah awet muda berbisik kepada
pemuda itu sambil tertawa:
"Bocah perempuan itu masih polos dan lugu, tapi aneh
mengapa dia justru membawa pasukannya untuk membuat
keonaran dengan pihak Pay-kau" Anak muda, aku duga
dibalik kesemuanya ini tentu ada hal hal yang kurang beres!"
Sebagai seorang pemuda yang cerdik tentu saja Oh Put
Kui pun sudah pikir sampai di situ, katanya sambil tertawa:
"Ban tua, persoalan ini sudah jelas sekali, nona Nyoo Siausian itu masih polos dan belum tahu tata cara pergaulan, ini
berarti dibelakangnya pasti terdapat seseorang yang mengatur
segala sesuatunya ini..."
Belum selesai dia berkata, dari arah pelataran sudah
terdengar Li Cing-siu sedang berkata sambil tertawa tergelak.
"Nona, semasa kakek suci masih hidup pun, dia tak akan
berani berbicara macam begini kepadaku!"
Mendengar nama ayahnya disebut kembali, Nyoo Siau-sian
sekali lagi merasa amat sedih.
Tapi dengan air mata bercucuran ia segera membentak
marah: "Sebetulnya kau bersedia untuk pergi atau tidak?"
"Maaf, aku tak dapat menuruti kehendakmu!"
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian mengayunkan tangannya untuk
menampar wajah Li Cing-siu.
Tampaknya dia sudah terbiasa menempeleng orang,
karena itu tamparannya terhadap Li Cing-siu dilakukan
olehnya dengan sangat leluasa dan indah.
"Bagaimana pun juga kau harus pergi..." serunya nyaring.
Tempelengan itu dilancarkan sangat mendadak, lagipula
dilakukan dengan gerakan yang sangat cepat, sehingga
membuat orang tak berani mempercayainya.
Mimpipun Li Cing-siu tidak menyangka kalau dia bakal
ditempeleng gadis tersebut secara tiba-tiba, dalam keadaan
tak menyangka dan kagetnya orang tua ini tak sempat lagi
untuk menghindarkan diri.
"Plaaakkk!" Tempelengan tersebut dengan tepat bersarang diatas
pipinya. Masih untung saja tamparan tersebut tidak disertai dengan
tenaga dalam, sehingga tidak sampai menimbulkan perasaan
sakit bagi orang tua tersebut.
Kendatipun begitu, peristiwa tersebut sudah cukup
membuat Li Cing-siu untuk menderita sepanjang hidup.
Oh Put kui yang berada diatas pohon menjadi terkejut
sekali setelah menyaksikan peristiwa ini, dia segera bertanya:
"Ban tua, ilmu gerakan tubuh apakah itu" Tampaknya tidak
lebih lama daripada ilmu langkah Tay-siu-huan-im poh yang
kupelajari dari Mi-sim-kui-to tempo hari."
"Tentu saja," sahut kakek latah sambil tertawa.
"Jadi kau kenal dengan ilmu gerakan tubuh itu?"
"Kenal!" Mendadak Oh Put Kui merasa terkejut, segera pikirniya:
"Heran, mengapa dengan si kakek latah" Dia seperti acuh
tak acuh" mengapa sih hari ini?"
Dengan cepat dia berpaling...
Ternyata kakek latah awet muda sedang memejamkan
mata rapat-rapat sementara air matanya jatuh bercucuran.
Oh Put Kui benar-benar terperanjat sekali oleh kejadian
tersebut, ia segera menegur:
"Ban tua, mengapa kau?"
Baru pertama kali ini dia menyaksikan kakek berambut
putih ini murung dan mengucurkan air mata.
Sambil menahan sesenggukannya kakek latah berkata:
"Anak muda, aku sedang teringat akan seorang sahabat
intimku." Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui,
segera ujarnya lagi: "Siapakah orang itu" Apakah ada hubungan dengan nona
Nyoo?" Dengan air mata bercucuran sahut kakek latah awet muda:
"Yaa, ilmu gerakan tubuh yang digunakan budak itu mirip
sekali dengan kepandaian yang dimiliki sahabat karibku itu...
aaai, memang ilmu gerakan tubuh tersebut yang dipergunakan
olehnya..." Perkataan si kakek yang tiada ujung pangkalnya ini, segera
membuat Oh Put Kui menjadi bingung dan tidak habis
mengerti. "Ban tua, ilmu gerakan tubuh apakah itu" Siapa pula
sahabat karibmu itu?"
"Hian-hian... Hian-hian..." tiba-tiba kakek latah awet muda
bergumam dengan air mata bercucuran.
Kali ini si kakek lupa mempergunakan ilmu menyampaikan
suaranya, tak heran kalau Oh Put-kui menjadi sangat terkejut
sehingga buru-buru mendekap mulut kakek itu sambil berbisik:
"Ban tua, saat ini kita masih belum boleh menampakkan
diri!" Kakek latah awet muda baru terkejut sesudah mendengar
teguran itu, cepat-cepat dia menutup mulut.
Kemudian setelah menyeka air matanya dan menggelengkan kepalanya sambil tertawa, kembali dia
berkata: "Anak muda, kenapa sih aku ini?"
"Kau sedang menggumamkan nama Hian-hian!" sahut Oh
Put-kui sambil tertwa getir.
"Benarkah itu?" kakek latah awet muda tertawa aneh.
"tampaknya aku benar-benar makin tua makin pikun."
"Ban tua, siapa sih Hian hian itu?" tanya Oh Put-kui
kemudian dengan perasaan tidak mengerti.
"Nama seorang perempuan."
"Apakah dia adalah kekasihmu?"
Dengan perasaan rikuh kakek latah awet muda segera
manggut-manggut... "Kau sudah begini tua, aku rasa kekasihmu itu pasti sudah
berusia lanjut bukan?" kata Oh Put kui lagi sambil tertawa.
"Dia lebih muda sepuluh tahun dariku!"
"Lalu dimanakah locianpwee itu sekarang?"
"Dia sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia, dan
hidup membujang dalam biara!"
"Ooh, dia sudah menjadi pendeta?" tanya Oh Put-kui
dengan perasaan terejut. Kembali kakek latah awet muda manggut-manggut,
kemudian katanya sambil tertawa:
"Anak muda, bagaimana kalau kita jangan membicarakan
persoalan itu saja" Tentang ilmu gerakan tubuh yang
dipergunakan budak kecil she Nyoo itu, aku mengenalinya
sebagai ilmu gerakan tubuh "Beng-in-wan-wa-sin-hot" (ilmu
gerakan tubuh melupakan diri)...!"
"Benar-benar sebuah nama yang sangat aneh!" seru Oh
Put-kui sambil tertawa. "Tentu saja, dia khusus menciptakan gerakan tersebut
dengan maksud untuk menghindari diriku, lagipula diapun
ingin membujukku agar tahu keadaan serta melupakan dia!"
Diam-diam Oh Put-kui mengangguk, tampaknya dibalik
ilmu gerakan tubuh tersebut tterkandung suatu kisah cinta
yang penuh dengan kesedihan dan air mata.
"Ban tua, apakah Hian-hian locianpwe itu adalah gurunya
nona Nyoo...?" tanyanya kemudian.
Mendadak kakek latah awet muda mendelik besar.
"Hey anak muda, nama Hian-hian bukan sembarangan
orang boleh menyebutnya. kau hanya boleh memanggilnya
sebagai Wi-in sinni!"
Begitu mendengar nama "Wi-in sinnni" kontan saja Oh Put
Kui merasa terkejut sekali.
Nama besar dari Wi-in sinni, pemimpin kuil Hian-leng-an
dibukit Tay-soat-san memang tidak lebih kecil daripada nama
besar gurunya maupun Thian-liong susiok.
Tidak heran kalau kaucu dari Pay Kau, Ling-siu tidak
mampu menghindarkan diri dari tempelengan Nyoo Siau-sian.
hal ini jelas disebabkan Nyoo S iau-sian adalah murid dari Wiin sinni. Sementara kakek latah awet muda dan Oh Put-kui yang
berada diatas pohon berbicara setengah harian, situasi
dipelataran itu pun sudah terjadi perubahan yang amat
besar... Setelah kena ditempeleng tadi, Li Cing-siu baru mengetahui
bahwa putri kesayangan Kakek suci berhati mulia yang
nampaknya lemah lembut itu, sesungguhnya adalah seorang
jago yang berilmu silat sangat hebat...
Tapi, dia tak dapat menahan diri terhadap tempelengan
yang telah diterimanya itu.
Diiringi dua kali bentakan gusar, suatu pertarungan yang
amat seru segera berkobar.
Nyoo Siau-sian sendiri tidak turun tangan.
Sebaliknya si perempuan petani dari Lam Wan Ku Giokhun telah bertarung melawan Li Cing-siu.
Sedangkan Leng Seng luan telah bertarung melawan Lengho cinjin Cu Kong-to. Dalam waktu singkat angin pukulan dan bayangan telapak
tangan telah menyelimuti seluruh angkasa.
Nyo Siau-sian sendiri cuma berdiri disisi arena sambil
menyaksikan keempat orang itu bertarung dengan seru, dia
tidak nampak emosi atau pun menunjukkan suatu perasaan,
sebab perasaannya memang kosong baagikan selembar
kertas. Dan pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia
pelan pelan bergerak mendekatnya.
Gerakan orang itu pelan sekali... pelan dan sangat berhatihati... Satu depa demi satu depa... makin lama selisih jarak
mereka semakin dekat... Waktu itu, semua perhatian orang sedang tertuju pada
keempat orang yang sedang bertarung sengit ditengah arena,
oleh sebab itu tak seorangpun yang menyaksikan kalau ada
orang sedang bergerak mendekati Hian-leng-giok-li Nyoo
Siau-sian. Dalam pada itu sebuah tanganpun bergerak pelan
kedepan, satu inci demi satu inci diulurkan kemuka...
Mendadak... Sebuah jeritan kaget diiringi bentakan nyaring bergema
memecahkan keheningan: "Kalian semua berhenti bertarung, nona Nyoo telah jatuh
kedalam cengkeramanku..."
Mendengar bentakan yang menggelegar itu, Ku Giok hun
dan Leng Seng luan segera menarik kembali serangannya
dan melompat mundur ke belakang...
Sedangkan Li Cing-siu serta Cu Kong to segera berpaling
ke arah mana berasalnya suara itu.
Pada saat itulah, mereka saksikan Nyoo Siau-sian sedang
berteriak sambil mengernyitkan alis matanya:
"Lepaskan aku, apa yang hendak kau lakukan?"
Ternyata tangannya telah dicengkeram orang erat erat,
sehingga orang yang mencengkeram dirinya adalah si tamu
tanpa bayangan penghancur hati Cin It-cing.
Rupanya secara diam-diam ia telah mendekati Nyoo Siausian, lalu dengan mempergunakan ilmu Thian-ciat-jiu dari
perguruannya mencengkeram tubuh Hian leng-giok-li Nyoo
Siau sian itu secara mudah.
Percuma saja Nyoo Siau-sian memiliki ilmu silat yang
hebat, namun sama sekali kehilangan tenaganya, dalam
gelisahnya dengan muka merah iapun menegur pemuda
tersebut. Sambil tertawa hambar sahut Ciu It-cing:
"Nona, terpaksa aku akan menyiksamu berapa saat!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata pula
kepada Li Cing-siu dengan nada hormat:
"Suhu, lebih baik kau bicarakan dulu persoalan ini hingga
jelas dengan nona Nyoo, tempat ini tak boleh ditinggali terlalu
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama.." Saat itu bukan saja Li Cing-siu merasa agak diluar dugaan
atas terjadinya peristiwa tersebut, agaknya diapun merasa
gembira sekali atas kecekatan serta kecerdasan murid
andalannya ini. Sambil tersenyum diapun berseru kemudian:
"Anak Cing, kau tak boleh melukai nona Nyoo!"
"Murid mengerti!"
Nyoo Siau-sian masih mencoba untuk meronta, selama
hidupnya belm pernah pergelangan tangannya dicengkeram
orang lelaki asing seperti apa yang dialaminya sekarang, tak
heran kalau dia merasa gelisah bercampur gusar, tapi diapun
tak bisa berbuat apa-apa.
Terdengar Li Cing-siu berkata lagi:
"Nona Nyoo, antara aku dengan pihakmu sama sekali tak
pernah terjalin perselisihan apa-apa, tapi hari ini nona Nyoo
datang secara mendadak bahkan memaksa aku untuk ikut
pergi ke istanamu, sebenarnya karena persoalan apa?"
Nyoo Siau-sian membungkam diri dalam seribu bahasa, dia
sama sekali tidak menggubris pertanyaan dari Li Cing-siu
tersebut, jelas sudah kalau gadis itu sedang mengambek.
Yaa, kalau seorang gadis sedang mengambek, biasa dia
tak akan memperdulikan orang lain.
Li Cing-siu segera mengernyitkan alis matanya, dia
memandang sekejap ke arah Ku Giok-hun dan Leng Sengluan yang sedang memperhatikan dirinya dengan wajah gusar
dan perasaan tak tenang itu, kemudian berpaling pula ke arah
Ang Yok-su... Hingga detik itu, Ang Yok-su masih belum bergerak dari
posisinya semula, bahkan berpaling pun tidak, seolah olah
semua peristiwa yang terjadi disitu tak ada ubungan dengan
dirinya. Li Cing-siu segera dibuat serba salah dan tak tahu apa
yang harus diperbuatnya. Tentu saja tak mungkin baginya untuk turun tangan dan
memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara.
Oleh sebab itulah dia cuma bisa berkerut kening sambil
menghela napas panjang...
Agaknya Ciu It-cing mengetahui akan kesulitan yang
dihadapi gurunya, sebagai seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar, lagi pula sebagai seorang angkatan tua,
tentu saja ia tak boleh memaksa Nyoo Siau-sian untuk
berbicara, apalagi mempergunakan kekerasan.
Sedangkan dia, sebagai seorang anak muda yang
sederajat dengan nona itu, sudah barang tentu ia tak usah
menguatirkan tentang masalah semacam ini.
Tiba-tiba Ciu It-cing tertawa dingin lalu berkata dengan
suara dalam: "Nona Nyoo, bila kau tahu diri lebih baik jelaskan saja
duduknya persoalan, menurut apa yang kuketahui, antara
nona Nyoo dengan perkumpulan kami telah terjadi kesalahan
paham!" "Siapa bilang salah paham?" seru Nyoo Siau-sian sambil
menggigit bibirnya, "apa yang telah kalian lakukan masa tidak
kalian pahami...?" Ciu It-cing jadi melongo dibuatnya:
"Perbuatan apa sih yang telah dilakukan perkumpulan kami
terhadap istana kalian?"
"Kalian hendak mungkir?"
Tampaknya Ciu It-cing telah naik pitam oleh perkataannya
itu, tiba-tiba saja dia menggencet tangan nona itu lebih keras.
Kontan saja Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya dengan
keringat bercucuran keras namun ia tetap menggigit bibirnya
kencang kencang sehingga tak kedengaran sedikit suara
rintihanpun. Li Cing-siu yang menyaksikan kejadian ini segera
membentak: "Anak Cing, jangan berbuat kurang ajar!"
"Dia toh yang kurang ajar lebih dulu suhu, tecu benar-benar
tak dapat menahan diri lagi," seru Ciu It-cing dengan gusar.
@oodwoo@ Jilid 24 Dari nada pembicaraan itu, bisa disimpulkan bahwa dia
hendak memaksa Nyoo Siau-sian berbicara dengan
menggunakan kekerasan. Li Cing-siu segera menggelengkan kepalanya berulang kali
sambil berseru: "Anak Cing... kau tak boleh berbuat begitu..."
Belum selesai dia berkata, mendadak dengan mulut
membungkam dia mundur selangkah ke belakang.
Cahaya hijau berkilauan lalu disusul munculnya sesosok
bayangan manusia dari tengah udara.
"Siapa dirimu?" dengan perasaan terkesiap Ciu It-cing
menarik Nyoo Siau-sian mundur setengah langkah ke
belakang dan menghardik keras-keras:
"Saudara Ciu. Belum lama kita berpisah, masa kau sudah
tidak kenal lagi dengan diriku?" seseorang menyahut dengan
lantang. Ternyata orang yang munculkan diri itu tak lain adalah Oh
Put Kui... Dengan senyum dikulum Ciu It-cing segera berseru.
"saudara Oh, sungguh tak kusangka akan bersua
denganmu disini..." Oh Put Kui tertawa hambar.
"Dapatkan saudara Ciu melepaskan nona Nyoo lebih
dulu?" katanya tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan tersebut mula-mula Ciu It-cing
nampak agak tertegun, tapi kemudian dia menampilkan
perasaan keberatan dan serba salah.
Tapi akhirnya sambil tertawa nyaring dia berkata:
"Perintah dari saudara Oh tak berani kubangkang!"
Bersama dengan selesainya perkataan tersebut, secepat
kilat dia melepaskan cengkeramannya.
Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian yang menghadapi kejadian
ini menjadi tertegun lalu dengan termangu mangu mengawasi
lawannya tanpa berkedip, untuk sesaat dia seperti lupa
dengan pergelangan tangan kanannya yang sakit.
Demikian pula dengan Li Cing-siu, dia dibuat tertegun dan
tidak habis mengerti. O0odwkzo0o Ia tak habis mengerti, mengapa muridnya tidak menuruti
perkataan sendiri sebaliknya malah menuruti perkataan orang
lain, bahkan orang itu nampaknya masih begitu muda dan
begitu rudin. Selain itu diapun kuatir kalau tindakan melepaskan harimau
pulang gunung ini akan berbalik merugiakn pihaknya.
Oleh sebab itulah tanpa terasa dia berjalan ke depan dan
mendekati Nyoo Siau-sian.
Disaat Ciu It-cing melepaskan cekalannya tadi, Oh Put Kui
segera berseru sambil tertawa:
"Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ciu memberi
muka kepadaku..." Lalu secara tiba-tiba dia maju selangkah ke depan dan
menghadang dimuka Li Cing-siu, sambil menjura katanya
pula: "Oh Put Kui menjumpai Li kaucu!"
Kemudian dia menjura dalam-dalam, sikapnya amat
menghormat. Li Cing-siu segera menghentikan langkahnya dan balas
memberi hormat sambil katanya:
"Ooh, rupanya Oh sauhiap, maaf... maaf..."
Agaknya orang tua inipun mengetahui siapa yang sedang
berada dihadapannya. "Kaucu terlalu serius..." Oh Put Kui tertawa.
Kemudian setelah memandang sekejap sekeliling sana,
ujarnya lebih jauh: "Ketika boanpwe meminta kepada saudara Ciu untuk
membebaskan nona Nyoo tadi, sebetulnya kemungkinan
sekali hal ini akan berakibat tidak menguntungkan diri kaucu,
tapi nyatanya kaucu tidak berusaha untuk menghalangi, hal
mana menunjukkan kalau kaucu memang seorang lelaki sejati
yang mengutamakan kebenaran, sikap kaucu itu sungguh
mengagumkan boanpwee!"
Sekalipun Li Cing-siu merasa ucapan ini sangat
bertentangan dengan jalan pemikiranya, namun dia toh
menjawab juga sambil tertawa:
"Perkataan dari sauhiap itu hanya membuat aku merasa
malu saja.. muridku yang bodoh telah menyergap orang
secara diam-diam, tidakan semacam ini sudah jelas
melanggar peraturan, sekembalinya nanti aku tentu akan
menjatuhi hukuman yang berat kepadanya..."
"Harap kaucu jangan menghukum saudara Ciu," ucap Oh
Put Kui segera sambil menggeleng. "seandainya orang lain
yang menjumpai kejadian semacam inipun boanpwee percaya
dia akan berbuat yang sama seperti apa yang telah diperbuat
saudara Ciu..." Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Ciu It cing,
kembali katanya: "Ternyata saudara Ciu telah memberi muka untuk ku pada
saat yang terakhir, bukan saja hal ini membuat siaute merasa
kagum, dari sinipun terbukti kalau saudara Ciu adalah seorang
lelaki terbuka yang berjiwa besar!"
"Saudara Oh jangan berkata lebih jauh, siaute akan malu
untuk mendengarkannya lebih jauh..." seru Cu It-cing sambil
tersenyum. "Baik, siaute tak akan menyinggung lagi persoalan ini..."
kata Oh Put Kui kemudian.
Pelan-pelan dia membalikkan badan, lalu terhadap Hianleng-giok-li Nyoo Siau-sian yang sedang memikirkan sesuatu
katanya pula sambil tertawa rendah:
"Nona Nyoo, aku adalah Oh Put Kui!"
Dengan wajah memerah karena jengah Nyoo Siau-sian
menjawab: "Aku tahu... nama besar Oh kongcu sudah lama
kudengar..." "Terima kasih banyak atas pujian dari nona!" Oh Put Kui
tersenyum ramah. Kemudian ia berkelebat maju setengah langkah dan
berkata lebih lanjut: "Entah dikarenakan persoalan apa nona Nyoo sampai
bermusuhan dengan Li kaucu?"
Berbicara sesungguhnya, Li Cing siu sendiripun ingin
mengetahui duduknya persoalan sampai jelas.
Nyoo Siau sian segera menundukkan kepalanya dan
menghela napas sedih, katanya lirih:
"Mereka telah mencuri barang milik kami!"
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut menjadi
tertegun, dengan cepat dia berpaling ke arah Li Cing-siu dan
mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Li Cing-siu yang mendengar ucapan itu segera menyambut
sambil tertawa: "Nona, anggota perkumpulan kami selalu memegang
peraturan secara ketat, entah benda mestika apakah milik
nona yang hilang sehingga kau tak segan membawa semua
anggotamu datang ke Kang-ciu?"
Kalau berbicara dengan Oh Put Kui, maka Nyoo Siau-sian
selalu menunjukkan sikap yang lemah lembut, sebaliknya
kalau berbicara dengan orang lain justru memperlihatkan
sikap dan wataknya sebagai seorang nona yang anggun.
Dia mendengus dingin lalu berkata:
"Kau masih mencoba menyangkal" Aku telah kehilanan
ruyung penakluk iblis Mu-ni-ciang-mo-pian!"
Mendengar nama benda itu, paras muka Li Cing-siu segera
berubah sangat hebat. Sebab benda yang dimaksudkan itu tak lain adalah salah
satu diantara tujuh macam mestika dari dunia persilatan.
Konon ruyung tersebut merupakan benda mestika andalan
dari Wi-in sinie dalam menaklukan kaum iblis, mungkinkan
Hian-leng giok-li Nyoo Siau sian adalah anak murid dari Wi-in
sinnie" Dengan perasaan terkesiap Li Cing siu segera bertanya:
"Apakah nona adalah anak murid dari Wi in sinni?"
"Kalau benar mau apa kau?" sehut Nyoo Siau-sian dengan
suara ketus. "Bila kau berlaku lancang tadi, harap nona sudi
memaafkan..." Li Cing siu segera tertawa paksa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan kening
berkerut katanya lebih jauh:
"Nona, bagaimana ceritanya sehingga kau bisa kehilangan
ruyung penakluk iblis Mu ni-ciang-mo-pian tersebut?"
Paras muka Nyoo Siau-sian diliputi kembali hawa
amarahnya yang membara, bentaknya keras-keras:
"Buat apa kau berpura-pura bertanya lagi kepadaku"
Bukankah kau lebih mengerti daripada aku sendiri?"
Dengan perasaan keheranan Li Cing siu segera berpikir:
"Aneh sekali, mengapa dia justru menuduhku sebagai
pencurinya...?" Sekalipun dalam hati berpikir demikian diluar dia tersenyum
dan berkata sambil menggelengkan kepala:
"Nona, aku berani bersumpah dihadapan bahwa aku tak
pernah melihat ruyung tersebut!"
"Benarkah itu?" Nyoo Siau-sian melotot besar.
"Buat apa aku mesti berbohong?" Li Cing siu balik bertanya
dengan senyuman dikulum. Dengan ketus Nyoo Siau-sian mendesis, lalu serunya
sambil tertawa terkekeh kekeh:
"Li kaucu, memangnya kau anggap semua anggota Sianhong-hu adalah gentong nasi yang tak becus?"
Kembali Li Cing-siu tertawa terbahak-bakhak:
"Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... perkataan dari nona
terlampau serius, masa berani aku shi Li bersikap begitu
latah" Justru akulah yang ingin bertanya kepada nona,
darimana kau peroleh berita tersebut sehingga bersikeras
menuduh akulah yang telah mencuri ruyung penakluk iblis Mu
ni-ciang-mo-pian tersebut?"
Nyoo Siau-sian segera mengerlingkan matanya yang jeli
kewajah tabib sakti Ang Yok-su, lalu katanya lagi sambil
tertawa:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Soal itu mah tak usah Li kaucu ketahui, aku cuma
berharap Li kaucu bersedia mengembalikan ruyungku itu,
tentang permintaan maafku... aku pikir..."
Setelah mengerlingkan sekejap ke arah Oh Put Kui dengan
tersipu-sipu, dia meneruskan:
"Memandang diatas wajah Oh kongcu, aku rasa persoalan
tersebut tak perlu dibicarakan lagi!"
Menurut anggapannya, keputusan yang diambilnya tersebut sudah cukup berarti.
Sebaliknya Li Cing-siu justru dibuat serba salah, menangis
tak bisa tertawa pun tak dapat.
Selang beberapa saat kemudian ia baru bisa berkata:
Nona, kau terus menerus menuduh aku sebagai pelaku
pencurian tersebut, mengapa kau tidak memberi kesempatan
kepadaku untuk mendebat ataupun membantah?"
Tiba-tiba perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun
yang selama ini membungkam terus membentak dengan
keras: "Li kaucu, dengan kedudukanmu dan nama besarmu
seharusnya apa yang telah kau lakukan harus berani diakui
secara ksatria, tapi kenyataannya kau menyangkal terus
menerus, apakah kau tidak takut ditertawakan orang...?"
Dari ucapannya yang begitu tegas dan yakin, perempuan
ini seakan-akan menuduh bahwa Li Cing-siu lah pelaku yang
sebenarnya atas pencurian terhadap ruyung Mu-ni-ciang mo
pian tersebut. Sekali lagi hawa amarah menyelimuti wajah Li Cing-siu,
segera serunya dengan lantang:
"Nona Ku, apakah kalian mempunyai bukti yang bisa
menunjukkan bahwa akulah yang telah mencuri ruyung
mestika tersebut?" "Tentu saja dapat!" jawab Ku Giok-hun sambil tertawa
seram. "Mengapa tidak nona Ku pelihatkan?"
Sambil tertawa dingin Ku Giok-hun segera berseru:
"Tampaknya Li kaucu tak akan menyerah sebelum melihat
bukti tersebut..." Tiba-tiba dia berpaling kearah Nyoo Siau-sian dan berkata
lebih jauh: "Nona, perlihatkan benda itu kepadanya!"
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian merogoh ke dalam sakunya
dan mengeluarkan sebuah sampul surat yang kemudian
diperlihatkan kepada Li Cing-siu sambil katanya:
"Ini dia, bukti berada disini"
"Apakah itu?" tanya Li Cing siu sambil berkerut kening.
"Surat yang ditinggalkan pencuri ruyung tersebut!"
"Bersediakah nona untuk membacakan isi surat itu?"
"Apakah salahnya" Bibi Ku, coba kau saja yang membaca
isi surat tersebut..."
Ku Giok-hun menyahut dan menerima surat itu, kemudian
setelah melotot sekejap ke arah Li Cing-siu, segera bacanya:
"Bila menginginkan kembali ruyung penakluk iblis, datang
ke Seng ciu menjumpai Pay-ku."
Ketika Ku Giok-hun selesai membaca isi surat itu, Nyoo
Siau-sian segera berseru sambil tertawa dingin:
"Kalau toh kalian mempunyai keberanian untuk meninggalkan surat tersebut, mengapa hari ini tak berani
mengakuinya?" Li Cing-siu yang mendengar ucapan tersebut segera
tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... nona, betulkah surat
tersebut bisa dipergunakan sebagai bukti bahwa akulah yang
telah mencuri ruyung tersebut" Tidakkah nona pernah
pikirkan, bahwa ada kemungkinan orang lain sengaja
memfitnah perkumpulan kami?"
"Mengapa orang lain harus memfitnah?" Nyoo Siau-sian
balik bertanya sambil tertawa cekikikan.
"Andaikata aku pun tahu, bukankah persoalan ini tidak
bakal terjadi?" "Hmmm, omong kosong..." nona itu segera mendengus
dingin. Pada saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menyela:
"Nona Nyoo, apa yang dikatakan Li kaucu ada benarnya
juga!" "Jadi kau... Oh kongcu percaya kepadanya?" tanya Nyoo
Siau sian agak tertegun. Oh Put Kui segera tertawa:
"Aku cukup mengetahui bagaimanakah watak dari Li kaucu
dimasa lampau, aku rasa lenyapnya ruyung milik nona itu
delapan puluh persen dilakukan seseorang yang sengaja
mengadu domba kalian."
Nyoo Siau sian segera mengerutkan dahinya rapat rapat.
Ia tak habis mengerti mengapa terhadap ucapan dari Oh
Put Kui tersebut, dia seakan akan tidak berkemampuan untuk
memberikan perlawanan, dia seakan akan lemah sekali dan
tidak memiliki pendirian. Dengan wajah sangat gelisah Ku
Giok-hun segera menyela: "Siau sian, siapa tahu orang she Oh itu satu komplotan
dengan Pay-kau." Dengan perasaan terkejut Nyoo Siau-sian segera
mendongakkan kepalanya, lalu menegur:
"Oh kongcu, benarkah kaupun anggota Pay kau?"
Oh Put-kui segera tertawa tergelak:
"Haah.. haah.. aku adalah seoarang pengembara, tak
pernah terikat dalam satu partai atau perkumpulan macam
apapun!" "Itu lebih bagus lagi..." seru Nyoo Siau-sian girang, lalu
sambil berpaling serunya pula, "bibi Ku, dia bukan..."
Nona ini begitu polos dan lugu, andaikata ada orang
berusaha untuk mempengaruhi jalan pikirannya, sudah pasti
tak perlu membuang banyak pikiran dan upaya lagi untuk
berhasil mempengaruhinya.
Sambil tertawa Ku Giok-hun kembali berkata:
"Siau-sian, dia memang bukan anggota Pay-kau, tapi
mereka berasal dari satu komplotan yang sama, coba lihat,
bukankah dia lebih membantu mereka daripada membantu
pihak kita?" "Aaah, tidak benar!" Nyoo Siau-sian menggeleng, "bibi Ku,
sendainya Oh kongcu membantu mereka, maka apa
sebabnya dia meminta mereka melepaskan aku ketika baru
munculkan diri tadi?"
Menghadapi perkataan tersebut, kontan saja Ku Giok-hun
dibuat terbungkam dalam seribu bahasa.
sebaliknya Oh Put Kui segera berkata lagi sambil tertawa
hambar: "Aaai, bagaimana pun juga nona memang seorang gadis
yang pandai sekali..."
"Kongcu terlalu memuji..."
Oh Put Kui kembali tertawa.
Mendadak... dari arah ruangan berkumandang datang
suara seseorang yang tertawa dingin tiada hentinya.
Kemudian disusul suara Ang Yok-su berseru dengan
lantang: "Nona Nyoo, kau sudah terperangkap oleh siasat bocah
keparat itu!" Dengan cepat Nyoo siau-sian berpaling lalu tanyanya:
"Ang lopek mengatakan aku sudah tertipu Oh kongcu?"
"Betul!" "Ang lopek, kapan sih aku tertipu?" Nyoo Siau-sian
bertanya lagi sambil tertawa.
"Bocah keparat itu telah memutar balikkan keadaan,
padahal Li Cing-siu lah si pencuri ruyung mestika itu, kau
jangan sekali kali melepaskan penyelidikanmu gara-gara
percaya dengan perkataan dari bocah keparat tersebut"
Nyoo Siau sian betul-betul seorang yang masih polos, serta
merta ia berpaling ke arah Oh Put Kui dan bertanya lagi:
"Oh kongcu, benarkah kau... kau sedang membohongi
aku?" Oh Put Kui kembali tertawa.
"Aku dan nona belum pernah bersua sebelumnya, kenapa
aku mesti membohongimu?"
"Betul, kau memang tak punya alasan untuk membohongi
aku..." Nyoo Siau-sian tersenyum manis.
Tiba-tiba Ang Yok-su berseru lagi sambil tertawa dingin:
"Siau-sian, jangan percaya kepadanya..."
Mendadak segulung bayangan hitam meluncur masuk ke
dalam mulut Ang Yok su, seketika itu juga perkataan yang
belum selesai diutarakan itu terputus sampai ditengah jalan
dan tak mampu dilanjutkan lebih jauh.
Disusul kemudian terdengar seseorang muntah-muntah
keras... Keadaan yang begitu mengenaskan dari Ang Yok-su
tersebut membuat segenap anggota Pay-kau yang melihatnya
segera tertawa terpingkal pingkal saking gelinya.
Tabib sakti Kiu-huan gi-in Ang Yok su harus muntah
setengah harian lamanya baru dapat menyeka mulutnya
kembali, lalu sambil berpekik nyaring dia melompat naik ke
atap ruangan tengah itu. Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dia
periksa sekeliling tempat itu dengan seksama, tapi sayang
sekali ia tak berhasil menjumpai sesuatu apapun.
Dalam amarahnya yang membara, Ang Yok-su segera
tertawa dingin tiada hentinya
Begitu keras suara tertawanya sehingga seluruh atap dan
bangunan ruangan itu turut bergetar keras.
Oh Put-kui yang menjumpai hal tersebut diam-diam
mengerutkan dahinya kencang-kencang.
Baru sekarang dia tahu kalau Kiu-huan gi-in Ang Yok-su
sebetulnya adalah seorang jago kelas satu dalam dunia
persilatan, terutama dalam suara tertawanya yang mengandung tenaga dalam ini, jelas kalau kemampuannya
sama sekali tak berada dibawah kemampuan dari Leng Siauthian. Setelah selesai tertawa, tiba-tiba Ang Yok su membentak
keras dengan suara yang dingin menyeramkan:
"Manusia darimana yang berani mempermainkan orang"
Ayoh cepat menggelinding keluar dari tempat persembunyianmu!" Setelah bentakan tersebut menggelegar, Oh Put-kui baru
paham apa gerangan yang telah terjadi.
Rupanya baru saja Ang Yok-su menderita kerugian yang
besar sekali. Dia tahu, perbuatan semacam ini tak terlepas dari orang
lain, seratus persen tentu hasil karya dari si pengemis sinting
Liok-jin ki yang bersembunyi diatap ruangan.
Ternyata apa yang diduga memang betul!
Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan dari Kiuhuan-gi-in tadi, pengemis sinting Liok Jin-ki segera munculkan
diri dari balik atap rumah sambil tertawa cengar cengir,
serunya kemudian: "Hey tabib Ang, aku si pengemis lagi tidur disini, mengapa
sih kau berteriak teriak macam kambing kebakaran jenggot
saja?" Tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su sama sekali tidak
mengira kalau dirinya tak berhasil mengetahui akan kehadiran
lawannya yang berada diatas ruangan, ia merasa bahwa
peristiwa ini sangat memalukan dirinya.
-------------------- Tatkala dia sudah melihat dengan jelas siapa gerangan
orang yang menampakkan diri itu, kontan saja hawa
amarahnya sirap lima bagian.
Sambil tertawa dingin Ang Yok-su segera berseru
"Hmmm... kukira siapa yang datang, rupanya kau si telur
busuk yang tak tahu diri..."
"Tabib Ang," seru pengemis sinting sambil tertawa. "kau
termashur sebagai Kiu-huan gi-in, tentunya kau tahu bukan
bahwa aku sipengemis mengindap penyakit pikun dan sinting,
dapatkah kau mencarikan akal untuk menyembuhkan
penyakitku itu?" "Liok Jin-ki, kau boleh saja berlagak konyol dihadapan
orang lain, tapi jangan mencoba menggunakan cara itu untuk
menghadapi aku!" teriak Ang Yok-su dengan penuh amarah
dan kening berkerut. Pengemis sinting tertawa tergelak kembali:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... baik, baik aku tak akan
berlagak lagi, ayoh kita berbincang dibawa saja..."
Sembari berkata dia segera melompat turun dari atas atap
ruangan itu.. Ang Yok-su segera menyusul dari belakangnya, sementara
sebuah tangannya diangkat ke atas.
Cuma, dia sama sekali tidak melepaskan serangan apa
pun, kalau tidak, bukankah pengemis sinting segera akan
berubah menjadi pengemis gepeng..."
Begitu mereka berdua melayang turun ke atas permukaan
tanah, Ang Yok-su segera menegur lagi sambil tertawa dingin:
"Liok Jin-ki kaukah yang barusan mempermainkan aku?"
Rupanya orang ini pun tidak yakin seratus persen bahwa
perbuatan perbuatan tadi dilakukan oleh pengemis sinting
tersebut. Sebaliknya pengemis sinting pun segera memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk menyangkal perbuatan tadi,
katanya cepat cepat:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hey tabib Ang, bukankah aku si pengemis sudah bilang
semenjak tadi, aku sedang tertidur nyenyak, andaikata bukan
mendengar gelak tertawa setanmu tadi, paling tidak aku si
pengemis akan tidur sampai matahari terbenam ke pantai baru
bangun..." "Lebih baik kau tak usah bergelak edan dihadapanku!"
bentak Ang Yok-su lagi dengan gemas.
"Andaikata aku hendak berlagak edan, paling tidak harus
melihat lihat sasarannya dulu bukan" Kalau bertemu dengan
manusia semacam kau, biar pun aku si pengemis berlagak
edan pun, belum tentu mampu untuk berlagak dengan sebaikbaiknya." "Hmmm, asal kau sudah tahu diri, hal ini lebih baik," jengek
Ang Yok-su sambil tertawa dingin.
Pengemis sinting tertawa lagi:
"Selamanya aku si pengemis selalu sinting, tapi bilamana
tak tahu diri, seratus orang pengemis pun tak nanti bisa hidup
sampai hari ini... bukankah begitu?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula
kepada Oh Put Kui: "Lote, mari kau jumpai Ang Yok-su yang mempunyai nama
yang amat termashur ini..."
Sambil tersenyum Oh Put Kui maju ke muka, tanpa
menjura dia menyapa dengan suara hambar:
"Selamat bersua..."
Ang Yok-su sudah mendongakkan kepalanya bersiap-siap
menerima penghormatan lawan.
Tapi akhirnya dia merasakan hatinya tak karuan setelah
melihat Oh Put-kui hanya menyapanya secara hambar.
Dengan sorot mata yang tajam dan tertawa dingin tiada
hentinya dia segera menegur:
"Betul-betul seorang manusia yang tahu sopan santun!"
Mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba saja Oh Put-kui
tertawa terbahak-bahak. Semenjak masih bersembunyi diatas pohon tadi, ia sudah
menaruh perasaan tak puas terhadap sikap Ang Yok su yang
angkuh, dingin dan ketus itu.
Apalagi sesudah mendengar cara Ang Yok su menghasut
serta mengadu domba Nyoo Siau-sian dengan Li cing-siu,
andaikata pengemis sinting yang bersembunyi diatas atap
rumah tidak menghadiahkan segumpal lumut kedalam
mulutnya, bisa jadi Nyoo Siau-sian sudah dibuat percaya oleh
perkataannya. Oleh sebab itu diapun bertekad untuk bertarung melawan
Ang Yok-su yang sombong ini serta memberi pelajaran yang
setimpal kepada dirinya. Justru karena tekadnya itulah, maka Oh Put-kui sengaja
berlagak hambar, tinggi hati serta sinis.
Dengan kening berkerut dan wajah penuh amarah Ang
Yok-su segera membentak keras
"Hey, apa yang sedang kau tertawakan?"
"Aku sedang mentertawakan kesombonganmu serta
sikapmu yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi!"
Hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh
wajah Ang Yok-su, dia mendengus dingin lalu serunya:
"Manusia yang tak tahu diri, nampaknya kau sudah bosan
hidup di dunia ini?"
"Haaahhh...haaahhh... haaahhh... anda toh belum pernah
pergi ke akherat, dari siapa kau pelajari kata kata dari raja
akherat itu" Apakah aku sudah bosan hidup atau tidak, aku
rasa kau belum berhak untuk mengusirnya, mengerti?"
Beberapa patah kata ini seketika itu juga semakin
mengobarkan hawa amarah dari Ang Yok-su, sampai
sepasang matanya melotot keluar sebesar gundu.
Tiba-tiba Ang Yok su tertwa seram, lalu bentaknya:
"Bocah keparat, hari ini aku mesti memberi pelajaran yang
setimpal kepadamu..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, tanpa memperdulian peraturan dunia persilatan lagi, dia langsung
menyentilkan jari tangannya ke arah Oh Put Kui.
Menghadapi ancaman tersebut, Oh Put-kui tertawa
terbahak-bahak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... sayang sekali cakar
setan gantungmu itu masih belum mencapai tingkatan
kesempurnaan!" Ditengah gelak tertawa tersebut, tangan kanannya segera
bergerak sangat cepat. Jangan dilihat tangan kanan itu cuma diangkat keatas saja,
ternyata tenaga serangan ilmu Tan ci-sin-tong yang
dilancarakan Ang Yok-su itu hilang lenyap dengan begitu saja
oleh gerakan sederhana tadi.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang Yok su
menyaksikan kejadian ini, sambil tertawa dingin segera
serunya "Tak aneh kalau kau bernyali begitu besar, rupanya kau
mengandalkan ilmu Mi-lek sin-kang..."
Padahal ilmu yang digunakan oleh Oh Put-kui bernama
Hud-im-hian-kong-ciang (pukulan cahaya suci bayangan
Buddha) kontan saja menyebutnya sebagai Mi-lek-sin-kang
(ilmu sakti Mi-lek). kontan saja hal ini membuat pengemis
sinting yang mendengarkan segera tertawa terpingkal-pingkal
sampai perut pun turut terasa sakit.
"Hey, apa yang sedang kau tertawakan?" dengan penuh
amarah Ang Yok-su melotot kearahnya.
Pengemis sinting segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, dengan napas tersengkal-sengkal katanya:
"OOdwOo... tidak apa-apa... tidak apa-apa..."
Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun ia tak berhasil
menghentikan suara tertawanya, gelak tertawa yang amat
keras bergema terus tiada hentinya.
Ang Yok-su segera berkelebat kedepan, dengan meninggalkan Oh Put-kui dia langsung menerkam kearah
pengemis sinting. "Pengemis cebol, aku mesti memberi pelajaran untukmu..."
Kelima jari tangan kanannya segera dipentangkan lebarlebar lalu secara langsung mencengkeram bahu kiri si
pengemis. "Ah, belum tentu kau berhasil!"
Tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat,
ternyata bayangan tubuh sipengemis sinting sudah lenyap dari
pandangan mata. Tapi dengan cepatnya Ang Yok-su menemukan bahwa
tangan kanan sendiri sedang mencengkeram diatas bahu Oh
Put-kui. Kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini segera itu juga
membuat hatinya amat terperanjat.
Namun secara diam diampun ia merasa bergirang hati,
pikirnya: "Asalkan kelima jari tanganku ini kukerahkan sedikit tenaga,
niscaya peredaran darah dari bocah keparat ini akan
tersumbat dan akibatnya dia akan menjadi lumpuh sebelum
akhirnya mampus..." Berpikir sampai disitu, mencorong sinar buas dari balik
matanya itu. Peristiwa mana dengan cepat mengejutkan dan mencemaskan kaucu dari perkumpulan Pay-kau.
Tapi mencemaskan pula Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian,
sehingga tanpa terasa dia menjerit keras:
"Empek Ang, jangan kau lukai dirinya..."
Nada suaranya begitu menaruh perhatian dan mencemaskan keselamatan jiwa pemuda tersebut.
Tapi justru sikapnya yang penuh perhatian ini, membuat
Ang Yok-su semakin bertekad untuk menghabisi nyawa
lawannya ini. Sambil tertawa seram Ang Yok-su segera berseru:
"Nona, bocah keparat ini tak boleh dibiarkan hidup terus, ia
harus disingkirkan secepatnya..."
Mendadak tenaga dalamnya disalurkan ke luar, lalu dengan
ganasnya mencengkeram bahu lawan kuat-kuat.
Oh Put-kui segera tertawa hambar sembari mengejek:
"Sayang seribu kali sayang saudara, aku toh sudah bilang
kesempurnaan ilmu silatmu masih ketinggalan amat jauh."
Rupanya ilmu Kim kong ci yang diperkirakan Ang Yok-su
sanggup menghancur lumatkan tubuh lawannya itu ternyata
tidak berhasil mencapai apa yang bisa diharapkan, bukan saja
ia gagal menghancurkan tulang bahu Oh Put-kui, bahkan tak
berhasil pula untuk memutuskan saluran urat nadinya.
Untuk sesaat Ang Yok-su dibuat tertegun dan tarmangumangu seperti patung. Sebaliknya sebuah tangan Oh Put-kui justru secara pelanpelan telah menekan keatas dada Ang Yok-su.
Pada saat itulah Nyoo Siau-sian bagaikan seekor kupukupu telah melayang datang sambil menegur dengan penuh
perhatian: "Oh kongcu... kau... kau tidak apa-apa bukan?"
Setelah pertanyaan tersebut diajukan, dia baru melihat
secara pasti bahwa orang yang sebetulnya terancam bahaya
bukan Oh Put-kui, melainkan si tabib sakti Ang Yok-su yang
sombong, dingin dan kejam itu...
Dengan senyum dikulum diapun berseru:
"Kongcu... kau... aaah, kaupun jangan melukai empek
Ang... kasihan dia..."
Andaikata telapak tangan dari Oh Put-kui dilanjutkan
tekanannya ke depan, sudah dapat dipastikan Ang Yok-su
akan mampus seketika itu juga.
Tapi beberapa patah kata dari Nyoo Siau sian telah
menyelamatkan selembar jiwanya.
sambil tertawa Oh Put-kui segera menarik kembali telapak
tangannya itu. "Aku akan menuruti permintaan nona!" katanya sambil
menggerakkan badan dan mundur selangkah.
Sebaliknya Kiu huan-gi-in Ang Yok-su harus mundur sejauh
delapan langkah dengan sempoyongan sebelum berhasil
untuk berdiri secara tegak. Dari sini dapat diketahui betapa
dahsyatnya tenaga serangan dari anak muda tersebut.
Nyoo Siau-sian nampak agak tertegun, lalu sambil
membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar dia berseru:
"Kongcu, apakah kau telah melukai empek Ang"
"Memukulnya mundur sih betul, tapi tak sampai
melukainya," sahut Oh Put-kui sambil tertawa. "Kiu-huan-gi-in
Ang Yok-su yang begitu tersohor namanya dalam dunia
persilatan, semestinya bukan manusia yang gampang
dirobohkan dalam sekali gebrakan bukan!"
Dengan perasaan terkesiap bercampur girang Nyoo Siausian melirik sekejap kearahnya, kemudian pelan-pelan
berjalan menghampiri Ang ok-su yang masih berdiri termangu
ditempat. Sedangkan pengemis sinting segera berseru pula sambil
tertawa tergelak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tabib Ang, diatas langit
masih ada langit, diatas manusia tangguh masih ada manusia
yang lebih tangguh, tenaga pantulan yang dihasilkan dari ilmu
Thian-liong-sian kang tentunya masih lebih hebat dari pada
ilmu Hian-im-sin-kang mu bukan...?"
Merah padam selembar wajah Ang Yok-su karena jengah
setelah mendengar ejekan itu.
Sikapnya yang semula sombong, dingin dan kaku itu, kini
sudah semakin tawar. Sebagai gantinya selapis perasaan duka dan pedih
menyelimuti seluruh wajahnya
Dengan penuh perasaan kuatir dan perhatian yang besar
Nyoo Siau-sian bertanya: "Empek Ang, apakah kau terluka..."
Dengan perasaan amat menderita dan pedih Ang Yok-su
memandang sekejap ke arahnya, namun tidak mengucapkan
sepatah kata pun. Tiba tiba saja dia berpekik nyaring, lalu tubuhnya melejit ke
tengah udara dengan kecepatan luar biasa.
Hanya didalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya
sudah hilang lenyap tak berbekas.
Dia telah pergi, pergi dengan membawa rasa malu dan aib
yang sangat besar, pergi tanpa mengucapkan sepatah
katapun, tampaknya rasa malu yang luar biasa membuatnya
tak punya muka untuk berbicara lagi.
Untuk sesaat Nyoo Siau-sian cuma berdiri tertegun dengen
mata terbelalak lebar kemudian serunya keras keras:
"Empek Ang, kau jangan pergi..."
Tapi apa gunanya dia berteriak, karena waktu itu Ang Yoksu sudah berada berapa li jauhnya dari tempat itu.
Gerakan tubuh dari Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su memang
cepatnya mengejutkan hati.
Dengan perasaan amat sedih Nyoo Siau-sian mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke udara,
kemudian pelan-pelan berjalan kembali ke samping Oh Putkui, lalu setelah tertawa pedih, ujarnya lirih:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh Kongcu, apa yang harus kuperbuat sekarang?"
Hampir saja Oh PUt-kui tertawa geli mengehadapi
pertanyaan itu, masa pertanyaan semacam itupun ditanyakan
kepadanya?" Tentu saja ia tak sampai tertawa, karena gerak-gerik Nyoo
Siau-sian yang begitu mengenaskan dan patut dikasihani
ditambah pula ucapannya yang begitu polos dan suci,
membuat ia tak tega untuk mentertawakannya.
Maka sambil menggelengkan kepalanya ia berkata:
"Nona, darimana aku bisa tahu apa yang mesti diperbuat?"
Agaknya Nyoo Siau-sian dibuat terkejut oleh jawaban
tersebut, segera ujarnya lirih:
"Kongcu, bukankah kau mengatakan bahwa ruyung Mu nipian ku itu bukan dicuri oleh pihak Pay-kau?"
"Aku rasa memang demikian!"
"Kalau bukan mereka, lantas siapa yang telah melakukan
perbuatan tersebut?"
Sebenarnya Oh Put-kui hendak menjawab begini:
Darimana aku bisa tahu" Tapi belum sampai meluncur keluar
dari mulutnya, ia sudah merubahnya dengan segera:
"Nona, bolehkah kau pinjamkan surat tersebut kepadaku?"
Nyoo Siau-sian mengangguk, kepada Giok-hun serunya:
"Bibi Ku, coba perlihatkan surat tersebut kepada kongcu!"
Dengan perasaan berat hati Ku Giok-hun segera
menyodorkan surat itu ke depan, sementara sepasang
matanya yang jeli melotot sekejap kearah Ph Put Kui dan
pengemis sinting dengan perasaan gemas.
Oh Put Kui bergelak seakan-akan tidak melihat akan hal itu,
setelah menyambut surat tersebut segera ditelitinya isi surat
itu dengan seksama. Tiba-tiba dia berkerut kening, lalu serunya kepada Ciu Itting: "Saudara Ciu, coba kau kemari sebentar!"
Dengan langkah lebar Ciu It-cing segera datang mendekat,
tanyanya sambil tertawa: "Apakah saudara Oh telah berhasil menyaksikan sesuatu
yang mencurigakan?" Oh Put Kui menggeleng. "Tidak, aku hanya ingin saudara Ciu memeriksa isi surat ini,
lalu coba pikirkan adakah diantara jago jago perkumpulan
kalian yang mempunyai gaya tulisan demikian?"
Mendengar perkataan tersebut, Ciu It-cing segera meneliti
isi surat itu dengan seksama dan penuh perhatian.
Akhirnya dia menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Saudara Oh, diantara jago-jago dalam perkumpulan kami,
rasanya tiada orang yang mempunyai gaya tulisan begitu."
Sementara itu Li Cing-siu juga telah datang mendekat,
katanya kemudian: "Oh sauhiap, aku rasa bila kita ingin menyelidiki persoalan
ini lewat gaya tulisan, niscaya tak akan mendatangkan hasi
yang diharapkan..." "Aaah, boanpwee pun cuma berusaha untuk mencobanya
saja!" kata Oh Put Kui tertawa.
Tiba tiba serunya lagi Nyoo Siau-sian:
"Nona, sejak kapan kau kehilangan ruyung mestika itu?"
"Kurang lebih satu bulan berselang!"
"Jam berapa?" "Kurang lebih tengah malam."
"Dimana?" Agak memerah selembar wajah Nyoo Siau-sian, tapi
segera jawabnya pula: "Di dalam kamar tidurku..."
Oh Put Kui kembali mengernyitkan alis matanya rapat
rapat, sebab kejadian tersebut hampir mustahil bisa terjadi.
Kalau ingin dicari siapakah jago yang paling tangguh dalam
perkumpulan Pay-ku, maka orang itu tak hanya kaucunya
seorang. Tapi menurut perhitungannya, bila Li Cing-siu ingin
menyusup masuk ke dalam kamar tidur Hian-leng-giok-li Nyoo
Siau-sian dan mencuri benda mestika miliknya tanpa diketahui
oleh gadis tersebut, jelas perbuatan tersebut bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Berpikir sampai disini, tiba tiba dia berseru kepada Nyoo
Siau sian sambil tertawa:
"Benarkah guru nona adalah Wi-in sinie?"
Nyoo Siau-sian mengangguk.
"Betul, apakah kongcu kenal dengan guruku?"
"Ooh tidak" Oh Put Kui menggeleng. "cuma nama besar
gurumu seringkali disinggung oleh guruku, cuma sayang
selama ini belum sempat kujumpai beliau..."
"Oh kongcu, bila ada kesempatan bagaimana kalau siaumoay mengajakmu pergi menjumpainya?"
"Yaa. memang sudah sepantasnya bila kusambangi
sinnie...." Baru pada saat itulah Nyoo S iau-sian seperti teringat akan
sesuatu, ia segera bertanya:
"Kongcu, apakah gurumu adalah Thian liong sangjin?"
"Ooh Sangjin adalah paman guruku, sedangkan guruku
bergelar Tay-gi-siansu..."
"Ooh... rupanya Gi-supek adalah gurumu..." Nyoo Siau-sian
berseru gembira. "Betul, apakah nona pernah bertemu dengan guruku?"
Nyoo Siau sian segera tertawa cekikian:
"Tentu saja pernah. Gi supek amat sayang kepadaku..."
Mendadak mukanya berubah menjadi merah padam,
dengan tersipu-sipu ia segera menundukkan kepalanya
rendah rendah. Mungkin nona itu merawa kalau sikapnya sudah kelewat
batas sehingga lupa akan keadaan...
Sambil tertawa Oh Put Kui segera berkata:
"Nona, kalau toh kau adalah murid dari sahabat guruku,
maka jangan marah kalau selanjutnya kusebut sumoay
kepadamu." "Tentu saja kau harus berbuat demikian..." kata Nyoo Siau
sian dengan perasaan bergetar, "tapi bagaimana dengan aku"
Tentunya aku harus memanggil engkoh Oh kepadamu
bukan?" "Terserah pada sumoay, apapun yang ingin kau gunakan,
aku menurut saja..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah
bersungguh-sungguh katanya lagi:
"Sumoay, bagaimana kalau soal hilangnya ruyung itu
serahkan saja penyelesaiannya kepadaku?"
"Aku harus merepotkan dirimu..." nona itu tersenyum.
"Ataukah mungkin sumoay kurang percaya kepadaku?"
"Tidak, aku... aku cuma tak berani merepotkan engkoh Oh!"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... sumoay menganggap
orang luar kepadaku nampaknya..."
Sambil menutup mulutnya dan tertawa cekikikan Nyoo
Siau-sian segera berkata:
"Baiklah engkoh Oh, kalau begitu persoalan ini siaumoay
serakan penyelesaiannya kepadamu!"
Baru selesai berkata, tiba-tiba ia berkata pula:
"Engkoh Oh, dengan cara apa kau hendak menyelidiki
persoalan ini...?" Padahal Oh Put-kui sendiripun tidak tahu bagaimana harus
bertindak untuk menyelidiki peristiwa pencurian tersebut, ia
berbuat demikian tak lain karena ingin mencegah perselisihan
paham antara Nyoo Siau-sian dengan pihak Pay-kau.
Selain daripada itu, diapun percaya kalau Li Cing-siu tidak
bakal melakukan perbuatan semacam ini, itulah sebabnya ia
bersedia untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Menghadapi pertanyaan yang diajukan oleh Nyoo Siau-sian
tersebut, terpaksa ujarnya sambil tertawa:
"Biarlah kuselidiki secara pelan-pelan, toh akhirnya
persoalan ini tentu akan menjadi beres dan terang kembali."
"Betul, akhirnya semua persoalan akan menjadi terang
dengan sendirinya!" dukung Nyoo Siau-sian dengan perasaan
puas. Nada suaranya sekarang amat lembut dan halus, jauh
berbeda dengan nada suaranya ketika baru datang tadi.
Berubah paras muka perempuan petani dari Lam-wan, Ku
Giok-hun setelah menyaksikan perkembangan tersebut,
cepat-cepat dia berseru: "Nona, mengapa kau berbuat demikian" Bukankah benda
itu kau butuhkan untuk segera dipakai?"
Nyoo Siau-sian segera menggeleng:
"Bibi Ku, sekalipun tanpa ruyung Mu-ni-pian, akupun tidak
takut dengan Kiau Hui-hui!"
-------------------- "Nona, ilmu silat yang dimiliki Yu-kok cian-li Kiau Hui-hui
lihaynya luar biasa!" kembali Ku Giok-hun berseru dengan
cemas. "Aku tidak takut kepadanya, bibi Ku, kau tak usah
mengurusi diriku lagi," bentak Nyoo siau-sian sambil mendelik.
Lagi-lagi dia mengubur watak sebagai seorang nona
terhormat, atau mungkin memang beginilah ciri khas dari
seorang siocin ningrat..."
"Semenjak kapan sih Nyoo sumoay bermusuh dengan iblis
perempuan itu?" tiba tiba Oh Put Kui bertanya sambil tertawa.
"Semanjak setengah tahun berselang!"
"Lantas kapan perjanjianmu dengan dirinya?"
"Akhir bulan nanti!"
"Hari ini baru tanggal lima, waah... masih cukup waktu bagi
kita untuk mempersiapkan diri."
Nyoo Siau-sian menjadi tertegun:
"Engkoh Oh, maksudmu sebelum kupenuhi perjanjian
tersebut, kemungkinan besar ruyung mestika itu sudah
berhasil diperoleh kembali?"
"Yaa, aku memang berpendapat demikian." Oh Put Kui
mengangguk. "Hoore... bagus sekali kalau begitu, kalau tidak, aku benarbenar merasa kuatir..."
"Nona bajingan yang berada didepan mata kau biarkan
kabur, kau betul-betul..." seruan Ku Giok-hun itu diakhiri
dengan suara tertawa dingin tiada hentinya.
Nyoo Siau-sian segera mengerutkan dahinya sesudah
mendengar perkataan itu. Sebaliknya Oh Put Kui berkata sambil tertawa hambar:
"Tampaknya nona Ku seperti mempunyai kesan yang
kurang baik terhadap diriku?"
Ku Giok-hun segera mendengus dingin
"Betul, aku memang tidak percaya dengan dirimu!"
"Sayang sekali aku justru tidak membutuhkan kepercayaan
nona terhadap diriku!" jawab Oh Put Kui tertawa hambar.
Kontan saja Ku Giok-hun tertawa dingin:
"Hmm, kau jangan harap selama hidup... lelaki semacam ini
paling tak bisa dipercaya!"
Sekali lagi Oh Put Kui tertawa terbahk-bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul, aku memang tak
bisa dipercaya, cuma saja cara kerjaku justru berbeda dengan
sementara orang yang secara diam diam menggunakan akal
licik dan siasat busuk untuk mengacau ketenangan dunia."
Paras muka Ku Giok-hun kembali berubah hebat setelah
mendengar perkataan itu, teriaknya gusar:
"Siapa yang kau maksudkan menggunakan akal licik dan
tipu muslihat untuk mengacau ketenangan dunia?"
"Siapa yang dalam hatinya ada setan, dia pula yang
kumaksudkan..." "Bila kau punya nyali ayoh katakan secara terus terang!"
teriak Ku Giok-hun dengan keras.
Tapi Oh Put Kui segera menggeleng:
"Orang budiman cuma berusaha melenyapkan kejahatan
menegakkan kebaikan, aku tak ingin berbuat seperti seorang
siaujin, karena itu akupun tak ingin membongkar rencana
busuk dari sementara orang..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Nyoo Siau-sian
telah berkata dengan lembut
"Engkoh Oh, kau tak usah berbicara lagi!"
Kemudian sambil berpaling ke arah Ku Giok-hun,
bentaknya keras keras: "Bibi Ku, apakah kau sengaja hendak menyusahkan
diriku?" Dengan perasaan gemas Ku Giok-hun mendengus:
"Nona, bocah keparat ini..."
"Siapa suruh kau berbicara lagi?" tukas Nyoo Siau-sian
dengan gusar pula, "bibi Ku, jika kau berani menyusahkan aku
lagi, maka aku akan segera..."
Sebelum perkataan selanjutnya diutarakan, Ku Giok-hun
sudah membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Begitu perempuan petani dari Kam-wan itu angkat kaki,
Leng Seng-luan juga turut angkat kaki, bahkan puluhan jago
yang mengepung kuil Pau-in-si pun turut angkat kaki dari situ.
Kemudian dari kejauhan sana tersengar seseorang berseru
dengan lantang: "Nona, kami akan menantimu didalam kota..."
Mendadak Nyoo Siau-sian menjawab dengan keras:
"Kalian tak usah menunggu aku lagi, kalian boleh pulang
lebih dahulu..." Begitu teriakan tersebut diutarakan, Oh Put Kui segera
dibuat tertegun. Mengapa gadis itu tidak pulang bersama rombongannya"
Hendak kemanakah dia" Atau mungkin akan bergabung
dengan dirinya" Tapi, hal ini mana boleh jadi"
Tanpa terasa Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya...
Pada saat itulah pengemis sinting berkata:
"Nona Nyoo, ada satu persoalan apakah kau tahu?"
Sekalipun Nyoo Siau-sian tidak kenal dengan pengemis
sinting, namun pernah mendengar tentang namanya,
mendengar pertanyaan itu segera sahutnya sambil tertawa:
"Persoalan apa yang kau maksudkan?"
"Apakah kau telah menyuruh mereka untuk menyegel
semua perahu yang berada dikota Kang-ciu ini?" tanya
pengemis sinting sambil tertawa.
"Tidak!" sahut gadis itu tersenyum, "aku hanya suruh
mereka menyewa semua perahu yang ada dengan harga
tinggi, karena aku berniat menggunakan perahu-perahu itu
untuk menyeberang sungai dan berangkat menuju ke ibu
kota." "Nona, mereka bukan menyewa perahu-perahu itu dengan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harga tinggi, sebaliknya justru menyegel semua perahu itu!"
kata pengemis sinting tiba-tiba sambil tertawa.
Berkilat sepasang mata Nyoo Siau-sian sesudah mendengar perkataan itu segera serunya:
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada Oh lote!"
Nyoo Siau-sian segera berpaling kearah Oh Put-kui dan
bertanya lagi: "Engkoh Oh, benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Benar, apa yang dikatakan pengemis Liok tepat sekali!"
sahut Oh Put-kui tertawa:
Mendadak Nyoo Siau-sian menutupi bibir sendiri sambil
berseru tertahan: "Aaah, kalau begitu mereka semua telah menipu aku..."
"Sumoay, persoalan yang mereka tipu masih banyak
sekali." Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Nyoo Siausian, setelah tertawa dingin katanya:
@oodwoo@ Jilid 25 "Oh koko, aku tak dapat mengampuni mereka... aku harus
pergi mencari mereka..."
Belum habis ia berkata, tubuhnya sudah melompat keluar
dari kuil tersebut. Sekali lagi Oh Put-kui dibuat tertegun oleh kejadian ini.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu akan pergi
sedemikian cepatnya, padahal dia sudah menaruh suatu
perasaan aneh terhadap gadis tersebut.
Sebaliknya pengemis sinting segera berseru sambil
tertawa: "Lote, aku telah membantunya untuk terlepas dari
kesulitan!" Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut kembali
merasakan hatinya bergetar keras.
Tampaknya bila persoalan sudah mencapai pada
puncaknya, si pengemis sinting ini sedikitpun tidak sinting.
Ia tak mengira kalau pengemis tersebut dapat menggunakan siasat semacam ini untuk memaksa Nyoo Siausian meninggalkan tempat tersebut...
Karenanya untuk beberapa saat dia hanya bisa mengawasi
pengemis sinting dengan wajah termangu mangu.
Pada saat itulah Li CIng-siu telah menjura dan berkata
sambil tertawa: "Terima kasih banyak atas bantuan Oh sauhiap untuk
melepaskan kami dari kesulitan, budi kebaikan ini pasti tak
akan kulupakan untuk selamanya. Sekarang aku masih ada
urusan lain yang harus diselesaikan, bila suatu ketika lote
lewat di Seng-ciu, harap mampir ke markas kami, berilah
kesempatan kepadaku untuk menjadi tuan rumah yang baik..."
Tidak sampai Li Cing-siu menyelesaikan kata katanya, Oh
Put Kui telah menjura dan menukas:
"Boanpwee dan Ciu lote merasa cocok satu sama lainnya,
sudah sepantasnya bila boanpwee menyumbang sedikit
tenaga demi perkumpulan kalian, bila kau bersikap begitu
sungkan, boanpwee malah merasa tak berani untuk
menerimanya." Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh:
"Bila kau masih ada urusan silahkan saja untuk
diselesaikan, bila Ku Giok-hun sekalian sudah mengetahui
tentang kayu-kayu balok itu sehingga mencampurinya, tentu
banyak kesulitan yag akan dijumpai..."
Li Cing-siu tertawa penuh rasa terima kasih, setelah
mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada Oh Put Kui, dia
baru mengajak semua anggota perkumpulannya dan
menggotong dua pendeta dari See-ih untuk berangkat
meninggalkan tempat itu. Tak lama setelah kepergian mereka, kakek latah awet
muda baru melayang turun ke atas tanah sambil tertawa.
"Huuuh, hampir saja aku mati karena gelisah!"
"Ban tua, bagaimana pendapatmu tentang penyelesaian
boanpwee atas kejadian yang berlangsung malam ini?" tanya
Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Kalau berbicara soal masalahnya, keadaan sekarang
malah bertambah rumit."
Oh Put Kui menjadi tertegun, ia balik bertanya:
"Ban tua, apakah ada hal-hal yang tidak memuaskan
hatimu?" "Tentu saja, kau telah mendatangkan kesulitan yang besar
sekali, masa kau belum tahu?"
"Haaahhh... haaahhh.... haaahhh... Ban tuan, kalau cuma
Ang Yok-su mah belum sanggup berbuat apa-apa
terhadapku!" "Ang Yok-su?" kakek latah awet muda tertawa tergelak,
"kau anggap yang kumaksudkan adalah Ang Yok-su?"
"Selain dia, boanpwee akan peroleh kesulitan dari siapa
lagi...?" Sambil menggelengkan kepalanya kakek latah awet muda
menghela napas panjang: "Aaai... anak muda, persoalan apapun boleh kau lakukan,
tapi tidak seharusnyakau akui sumoay mu yang bakal
bebanmu untuk selamanya..."
"Kau maksudkan Nyoo Siau-sian?"
"Kalau bukan dia lantas siapa lagi?"
Oh Put Kui kembali tertawa tergelak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bukankah dia sudah
terusir oleh kata-kata pengemis sakti?"
"Betul," sambung pengemis sinting, "Ban lopek, mulai hari
ini tentunya kau bersedia mengakui gelarku sebagai si
pengemis cerdik bukan" Kalau bukan lantaran siasatku tadi
masa dia mau angkat kaki dengan begitu saja?"
Kakek latah awet muda segera melotot besar:
"Hey pengemis cilik, justru karena siasatmu itu urusan
bertambah runyam, kau anggap dirimu itu pintar?"
"Kalau berbicara kau mesti berdasarkan suara hati yang
sebetulnya..." protesnya Pengemis sinting sambil menjulurkan
lidahnya. "Kurang ajar, kapan sih aku tak berbicara menurut suara
hati" Rupanya kau pingin digebuk?" kakek latah awet muda
semakin naik darah lagi. Mendengar ancaman tersebut, cepat-cepat pengemis
sinting memeluk kepala senidri dan kabur sejauh tiga kaki
lebih dari posisi semula...
"Ban lopek," teriaknya kemudian, "anggap saja apa yang
diucapkan aku si pengemis adalah kentut busuk..."
Oh Put-kui tak bisa menahan rasa gelinya setelah
menyaksikan kejadian ini, katanya kemudian:
"Ban tua, boanpwee rasa siasat dari Liok sinkay tadi
termasuk hebat juga."
"Hey anak muda, memang hebat untuk saat ini, tapi kau tak
usah kuatir, bila budak itu tidak akan menyusulmu kembali
dengan segera silahkan kau potong lidahku ini!"
"Lantas... lantas... baaa... bagaimana baiknya?" tanya Oh
Put-kui tertegun. "Sama sekali tak ada cara lain, anak muda, perempuan itu
adalah murid seorang sahabat karibku, dia pasti berasal dari
golongan lurus, seandainya dia tidak menemukan kalau
orang-orang dari keluarganya sedang membohonginya,
mungkin dia tak akan meninggalkan rumah, tapi bila dia
jumpai kalau keluarganya ada persoalan besar, bayangkan
sendiri anak muda, apakah dia tak akan segera datang untuk
mencarimu?" Setelah mendengar keterangan dari kakek latah awet
muda, Oh Put-kui baru sadar bahwa siasat yang diterapkan
pengemis sinting tersebut sesungguhnya telah menanamkan
akibat yang fatal bagi dirinya.
Maka sambil tertawa getir ujarnya:
"Ban tua, tampaknya boanpwee harus berupaya untuk
menghindari dirinya..."
"Menghindari?" Kakek latah awet muda segera tertawa
tergelak, "suhumu yang sudah menjadi hwesio pun tak mampu
menghindari apakah kau bisa?"
Kali ini Oh Put-kui betul-betul dibuat berdiri bodoh.
Akhirnya setelah menghela napas panjang dia berkata:
"Ban tua, kalau toh tak bisa dihindari, yaa biarkan saja apa
yang hendak diperbuatnya, asal aku kurangi berbicra
dengannya, niscaya dia akan bosan sendiri, toh sebagai
seorang anak dara, dia tak bisa menguntil diriku terus
menerus?" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... itu sih belum tentu..."
Setelah berhenti sejenak, dengan mengernyitkan alis
matanya yang putih ia berkata kembali:
"Anak muda, tadi kau telah melupakan satu persoalan!"
"Melupakan soal apa" Kau orang tua kan tak pernah
berpesan apa apa kepadaku?" Oh Put Kui dengan wajah
tertegun. Kakek latah awet muda kembali tertawa:
"Memangnya setiap persoalan harus kupesankan dulu
kepadamu" Anak muda, tentang tekad dari ketiga padri See-Ih
yang berupaya untuk membeli ratusan buah balok kayu yang
dikirim oleh pihak Pay-kau ke kota Kim-leng, pernahkah kau
pikirkan dengan seksama bahwa dibalik kesemuanya itu
kemungkinan besar masih terdapat hal-hal yang tidak
beres...?" "Betul," Oh Put Kui mengangguk, "seandainya kau tidak
menyinggung kembali, boanpwee benar benar akan
melupakan hal ini." "Menurut dugaanku, dibalik kayu-kayu tersebut pasti
terdapat sesuatu yang aneh, kalau tidak, mustahil Put-khong
hwesio sekalian bertiga bersedia membelinya dengan harga
yang tinggi, bahkan gagal untuk membelinya, mereka
pergunakan kekerasan..."
"Yaa, dugaanmu memang benar," Oh Put Kui tertawa,
"hanya saja ilmu silat yang dimiliki ketiga orang hwesio itu
sungguh teramat tak becus..."
"Anak muda, kau jangan salah melihat," kakek latah awet
muda menggelengkan kepalanya berulang kali, "bukan
kepandaian silat mereka yang tak becus, justru ilmu silat yang
dimiliki Li Cing-siulah yang kelewat hebat sehingga sama
sekali diluar duagaan."
Dengan nada kurang percaya Oh Put Kui berkata lagi:
"Boanpwee rasa sehebat-hebatnya Li Cing-siu, dia tak akan
lebih hebat daripada Suma Hian sekalian."
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... dugaanmu kali ini salah
besar anak muda, tapi kau memang tak bisa disalahkan,
sebab selama ini Li Cing-siu memang selalu menyembunyikan
kepandaian silat yang sebenarnya, dikemudian hari kau tentu
akan menjumpai bahwa ilmu menepuk jalan darah..."
Tiba-tiba perkataannya terhenti sampai ditengah jalan, lalu
mencorong sinar tajam dari balik mata Kakek latah awet muda
teriaknya kemudian: "Celaka, kita harus segera berangkat ke tepi sungai anak
muda, kalau terlambat bisa berabe!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera berkelebat
kedepan dan lenyap dari pandangan mata.
Dengan perasaan terkejut Oh Put Kui dan pengemis sinting
segera ikut berangkat pula menyusul dibelakang Kakek latah
awet muda. Ketika Oh Put Kui dan pengemis sinting menyusul sampai
diluar kuil, bayangan tubuh kakek latah awet muda sudah
tinggal setitik bayangan semu di tempat kejauah sana.
Oh Put Kui segera berpekik nyaring lalu mengejar dengan
mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki.
Kasihan si pengemis sinting, dia harus mempertaruhkan
selembar jiwa tua nya untuk bisa menyusul rekan rekannya
itu. Tampak tiga sosok bayangan manusia, secepat sambaran
petir dan saringan asap tipis meluncur keluar kota Kang ciu
langsung menuju ke dermaga.
Seperminum teh kemudian, dermaga sudah muncul di
depan mata. Tiba tiba saja Kakek latah awetmuda memperlambat
gerakan tubuhnya... Dalam waktu singkat Oh Put Kui dan pengemis sinting
sudah menyusul sampai disisi kakek tersebut.
"Lebih baik kita jangan memperlihatkan diri lebih dulu anak
muda, ayoh kita mencari tempat untuk menyembunyikan diri
lebih dulu." Rupanya kedatangan mereka bertiga terlampau cepat.
Sekalipun dermaga itu bermandikan cahaya lentera, namun
cuma terdapat enam tujuh orang hwesio berbaju kuning yang
berjalan mondar mandir disana sambil menjaga tumpukan
kayu yang berjajar-jajar ditepi sungai.
Sedangkan orang-orang dari Perkumpulan Pay-kau belum
seorang pun yang tiba disitu.
Sambil tertawa Oh Put-kui segera berkata
"Ban tua, menurut pendapat boanpwee bila kita dapat
bersembunyi dibalik tumpukan pagoda kayu tersebut, tentu hal
itu lebih menguntungkan."
Rupanya kayu-kayu yang berada disitu ditumpukkan satu
dengan yang lainnya dalam posisi berdiri, setiap kelompok
terdiri dari empat puluh batang, sehingga dari kejauhan
nampak seperti sebuah pagoda saja.
-------------------- "Kalau ingin bersembunyi, kita harus mencari yang paling
tinggi!" kata kakek latah.
"Tentu saja."
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru saja pemuda itu hendak membalikkan tubuh dan
beranjak pergi dari situ, tiba-tiba pengemis sinting berkata
sambil tertawa: "Ban lopek, mengapa sih kau menyusul ketepi sungai
secara tiba-tiba, apakah kau telah menemukan sesuatu
persoalan yang tidak beres" Ataukah Li CIng-siu ada hal-hal
yang mencurigakan?" "Betul, kali ini anggap saja perkataanmu tepat sekali," sahut
Kakek latah awet muda sambil mengangguk, "ayoh sana,
cepat sembunyikan diri, mereka sudah datang... selain itu, hey
pengemis cilik, nanti kau hanya boleh menonton, jangan
mencoba coba untuk bersuara, mengerti?"
Penemis sinting menjulurkan lidahnya dan cepat-cepat
ngeloyor pergi dari situ.
Kalau dibilang ngeloyor pergi, maka lebih tepat kalau
dikatakan merangkak, dengan rangkakan yang berhati-hati
sekali dan menyusup kebalik tumpukan kayu itu.
Oh Put Kui dan kakek latah awet muda segera mengincar
pula suatu tempat yang dianggap ideal, lalu dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia menyelinap ke
depan. Dengan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
mereka miliki, biarpun kawanan hwesio itu melihat bayangan
tubuh merekapun, niscaya akan menduga ada dua ekor
kelelawar yang sedang terbang lewat.
Belum lama mereka bertiga menyembunyikan diri, ketua
Pay-kau beserta anak buahnya sudah muncul disitu.
Betapa terkejutnya kawanan lhama yang ditugaskan
menjaga tumpukan kayu itu ketika melihat munculnya ketua
Pay-kau secara mendadak, sedemikian terkejutnya sampai
mereka lupa untuk turun tangan menghalangi perjalanan
mereka. Apalagi setelah mereka saksikan Put-khong hwesio dan
Wi-cay hwesio, kedua orang pelindung hukum mereka yang
berilmu silat tinggi telah ditawan musuh dalam keadaan hiduphidup, mereka semakin ketakutan hingga lemas semua
badannya. Sambil tersenyum Li Cing-siu segera mengulapkan
tangannya kepada seorang anak buahnya yang berada
dibelakang lalu berkata: "Giring mereka semua masuk ke balik tumpukan kayu!"
Lelaki itu menyahut dan segera mengumpulkan beberapa
orang rekannya, lalu seperti gembala yang menggiring
kawanan itik, mereka membawa beberapa orang lhama itu
masuk kebalik tumpukan kayu.
Setelah itu Li Cing-siu baru berkata kepada Ciu It cing
sambil tertawa: "Anak Cing, bebaskan totokan darah dari Put-khong!"
Ciu It-cing menyahut dan segera menepuk bebas jalan
darah Put-khong hwesio yang tertotok.
Tak lama kemudian tersengar Put-khong hwesio menghela
napas panjang, kemudian pelan-pelan membuka matanya.
Mendadak dia merentangkan sepasang lengannya dan siap
melompat bangun. Agaknya Ciu It cing sudah berjaga jaga terhadap tindakan
lawannya itu, serta merta dia menekuk lengan kirinya dan...
"Duuuk!" sikutnya persis menghantam jalan darah cian-kenghiat dibahu Put khong hwesio.
Kontan saja hwesio tersebut tak sanggup berdiri lagi,
kembali ita jatuh tertunduk di atas tanah.
"Lebih baik tak usah berpikiran lain," tegur Ciu It-cing
dengan suara ketus, "kalau tidak, kau si keledai gundul akan
menderita paling dulu!"
Put-khong siansu segera membalikkan sepasang matanya
yang kecil dan mendengus dingin, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Pelan-pelan Li Cing-siu berjalan menuju kehadapan Putkhong siansu, kemudian dengan wajah membesi bentaknya:
"Put-khong, aku hendak mengajukan beberapa buah
pertanyaan kepadamu, harap kau suka menjawab dengan
sejujurnya!" Put-khong siansu masih tetap membungkam dalam seribu
bahasa. Sambil tertawa hambar Li Cing-siu segera berkata:
"Setelah terjatuh ketanganku, lebih baik kau tak usah
berlagak menjadi seorang enghiong lagi, apalai pertanyaan
yang hendak kuajukan pun sama sekali tak ada sangkut
pautnya denagn aliran Tibet kalian. Bilamana siansu adalah
seseorang yang tahu diri, tentunya kau akan mengerti bahwa
ucapanku bukan bohong..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menyambung lebih
jauh: "Sebetulnya aku tak ingin menodai sepasang tanganku
dengan ayirnya darah, akan tetapi bilamana siansu tak tahu
diri dan keras kepala terus, apa boleh buat, terpaksa aku akan
melanggar pantangan denagn mengerjai dirimu habishabisan..." Perkataan ini sungguh amat hebat, selain bernada lembut
penuh bujukan, terselip pula nada ketus dan keras yang
penuh berisikan ancaman...
Sepasang mata Put-khong siansu yang semula terpejam
rapat, tiba-tiba saja dipentangkan lebar-lebar.
"Apakah taysu sudah pikirkan persoalan ini sampai jelas?"
tanya Li Cing-siu lagi sambil tertawa.
dengan wajah kaku tanpa emosi Put-khong siansu
mengangguk: "Sekarang aku sudah terjatuh ke tangan kaucu, berarti aku
sudah bukan seseorang yang bebas, masa aku kurang jelas?"
Li Cing-siu tertawa hambar:
Put-khong siansu cuma tertawa dingin tanpa memberi
komentar ap-apa... Sambil tertawa Li Cing-siu kembali berkata
"Bila dicari penyebab dari persoalan ini, semestinya
taysulah si penyebab tersebut, kalau tidak, tentunya akupun
tak akan jauh-jauh berangkat kekuil Budha la-si di Tibet untuk
mencari kalian bertiga bukan...?"
Setelah berhenti sejenak, dengan sorot mata yang
memancarkan sinar aneh dia berkata lebih jauh:
"Taysu, sebenarnya karena persoalan apakah sehingga
taysu begitu bertekad hendak mendapatkan kayu-kayu ini?"
"Bukankah kaucu sudah tahu tapi pura-pura bertanya lagi?"
seru Put-khong siansu sambil tertawa dingin.
Dengan cepat Li Cing-siu menggelengkan kepalanya
Pendekar Wanita Buta 2 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Lencana Pembunuh Naga 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama