Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 11

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 11


berulang kali: "Bila aku tahu, buat apa mesti membuang waktu untuk
bersilat lidah denganmu?"
Put-khong siansu kelihatan agak ragu, lalu dengan kening
berkerut katanya: "Lolap tidak percaya kalau kaucu tidak mengentahui
tentang persoalan ini!"
"Bila taysu tidak mau percaya kepadaku, sesungguhnya
tindakanmu ini merupakan suatu penghinaan terhadap sobatsobat persilatan lainnya, bayangkan sendiri, aku sebagai
seoarang ketua dari suatu perkumpulan besar, masa mau
berbicara sembarangan sehingga tak dipercaya orang?"
Kalau didengar dari nada suaranya, dia memang mirip
sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar.
Tapi Oh put-kui yang berada ditempat persembunyian
justru merasa geli sekali, dia tak mengira kalau orang itu akan
meminjam nama umat persilatan untuk menggertak hwesio
dari Tibet ini sehingga bersedia membongkar latar belakang
dari persoalan tersebut, bagaimana pun juga tindakannya ini
memang sedikit kelewatan.
Berkilat sorot mata Put-khong siansu oleh perkataan itu,
katanya kemudian dingin: "Bila kaucu memang benar-benar tidak tahu, memang
kurang baik bila lolap tidak mengungkap hal ini kepadamu."
"Aku akan mendengarkan dengan seksama."
"Sesungguhnya lolap membegal kiriman kayu-kayu ini,
karena lolap hendak mengambil sebuah benda mestika dari
situ." "Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... taysu, apakah kau tidak
salah?" Put-khong siansu segera menggeleng:
"Tidak mungkin salah, lolap telah menerima surat dari
pelindung hukum kuil kami Hian-kong siansu!"
"Mana mungkin didalam kayu kayu yang kukirim ini
terdapat senjata mestika?"
"Bukankah kayu-kayu ini kaucu angkut dari tempat
penggergajian kayu keluarga Seng di Si-kui?"
"Betul kayu-kayu tersebut memang kuangkut dari tempat
penggergajian kayu keluarga Seng!"
"Bukankah kayu itu hendak dikirim ke perusahaan kayu
Seng-ki di kota Kim leng?" kembali Put-khong siansu
bertanya. Sekali lagi Li Cing-siu mengangguk.
"Yaa, benar!" "Kalau begitu tak bakal salah lagi!"
"Maksud taysu, didalam kayu-kayu tersebut disimpan
senjata mestika...?"
"Tepat sekali," Put-khong taysu tertawa dingin. "kalau tidak
buat apa lolap sekalian datang ke daratan Tionggoan untuk
mencegat kayu-kayu kirimanmu?"
Setelah mendengar perkataan tersebut, paras muka Li Cing
siu baru kelihatan agak berubah.
Namun dengan cepat dia mengunakan nada amarah untuk
menutupi gejolak emosi dalam hatinya.
"Taysu, lebih baik kau jangan berbicara sembarang!"
bentaknya keras keras. "Selamanya lolap tak pernah bohong apalagi berbicara
sembarangan!" sahut Put-khong sinsu tak kalah gusarnya.
"Aku tetap tidak percaya kalau taysu mengatakan bahwa
dibalik kayu-kayu tersebut disembunyikan sebuah senjata
mestika." "Perbuatan itu justru dikerjakan oleh cong huhoat kami Hian
kong sian-su sendiri, bagaimana mungkin bisa salah?"
"Sungguhkah itu?"
Tampaknya dia tidak menyangka kalau Hian-kong siansu
telah muncul pula didaratan Tionggoan, namun dari nada
suaranya yang agak gemetar, bisa diduga kalau perasaannya
sedang bergoncang keras. Sambil tertawa dingin kembali Put-khong taysu berkata:
"Dengan mata kepala cong-huhoat kami Hian-kong siansu
melihat ada orang memasukkan senjata mestika itu ke dalam
salah satu dari kayu-kayu besar itu, masa hal inipun salah?"
"Lantas dimanakah kayu tersebut sekarang?" seru Li Cingsiu tanpa sadar. "Ditepi sungai sana!"
Tanpa terasa Li Cing-siu berpaling kebelakang dan
memandang sekejap jajaran kayu yang berada ditepi sungai.
Tapi kemudian dengan kening berkerut katanya:
"Maksud taysu, kayu itu sudah dicampukan ke dalam
tumpukan kayu yang dikirim kemari ini?"
"Menurut petunjuk dari Hian-kong siancu, memang
demikianlah keadaannya."
"Perkataan dari taysu ini sungguh membuat orang merasa
keheranan!" kata Li Cing-siu kemudian sambil tertawa.
"Apanya yang mengherankan" Lolap toh suah berbicara
secara jelas sekali?"
Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu
berkata: "Kalau toh Hian-kong hoatsu sudah mengetahui kalau
senjata mestika itu disimpan orang didalam kayu, mengapa
dia tidak mengambilnya pada saat itu juga?"
"Lolap tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh kaucu ini..." Li Cing-siu segera tertawa tereglak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau toh Hian Khong
hoatsu berkeinginan untuk mendapatkan senjata mestika itu,
sekalipun dia tidak mengambilnya pada waktu itu, setelah
kejadian toh bisa mengambilnya, mengapa pula dia mesti
menulis surat ke Tibet dan minta kepada kalian untuk datang
ke daratan Tionggoan hanya bermaksud mencegat kayu-kayu
ini" Bukankah pekerjaan ini tertalu membuat waktu" Lagipula
bisa jadi akan tersiar sampai di mana-mana?"
Pertanyaan yang diajukan itu, seketika itu juga membuat
Put Khong siansu menjadi melongo dan tak samggup
menjawab. "Lolap sendiripun pernah mengajukan pertanyaan ini,"
ujarnya selang beberapa sat kemudian, "tapi, kalau toh conghuhoat kami Hian Khong hoatsu hendak berbuat demikian,
sudah pasti dia mempunyai alasan tertentu."
"Taysu begitu mempercayai Hian Khong hoatsu, tentu saja
kau boleh melaksanakan tugas sesuai dengan perintahnya,
tapi tidak demikian dengan diriku..."
Setelah berhenti sejenak, dengan sorot mata memancarkan
sinar tajam dia meneruskan:
"Bila taysu tidak bersedia memberitahukan keadaan yang
sebenarnya, mungkin hal ini tidak akan menguntungkan bagi
taysu sendiri. Kontan saja Put Khong siansu tertawa seram.
"Li kaucu tak usah menggertak lolap, selamanya lolap tak
pernah berbohong dengan siapapun."
"Baik, biarlah aku mempercayai perkataanmu itu..."
Lalu dengan alis mata berkenyit dan sorot mata berkelit, dia
menambahkan : "Tahukah taysu, senjata mestika itu berupa benda apa?"
Put-khong siansu tertawa dingin.
"Benda itu tak lain adalah ruyung mestika Mu-ni-ciang-mopian dari Wi-in sinnie yang berdiam di kuil Hian-leng-an
puncak bukit Kun-lun-san."
Begitu mendengar nama "Mu-ni-ciang-mo-pian," paras
muka Li Cing-siu segera berubah hebat.
Oh Put-kui, kakek latah awet muda dan pengemis sinting
bertiga pun sama-sama turut merasa terkejut.
Mereka sama seklai tidak menyangka kalau ruyung mu-nipian tersebut dapat disembunyikan orang didalam tumpukan
kayu. Tak heran kalau pihak istana Siang-hong-hu pun turut
mengincar kayu-kayu tersebut.
Meski begitu, masih ada satu hal yang tidak dipahami Oh
Put-kui, yaitu siapa yang telah mencuri ruyung Mu-ni-pian
tersebut" Dan setelah berhasil mencurinya, mengapa harus
disembunyikan didalam kayu besar tersebut"
Selain itu, bukankah kayu itu hendak dijual kepada
perusahaan kayu" Bahkan pengirimannya diatur oleh pihak
Pay-kau" Yang membuat Oh Put-kui terkejut bercampur keheranan
adalah, si pencuri ruyung tersebut telah meninggalkan surat
yang mengatakan bahwa Mu-ni-ciang-mo-pian telah dicuri
oleh orang-orang Pay-kau, sebenarnya apa maksud dan
tujuannya dengan berbuat demikian"
Kalau dibilang memfitnah pun rasanya tidak mirip.
Sebab kalau tujuannya memfitnah,mengapa ia tidak secara
langsung mengirim Mu-ni-pian tersebut kedalam markas besar
perkumpulan Pay-kau" Atau kalau lebih keji lagi, ruyung
mestika itu diikatkan ke tubuh salah seorang jago lihay dari
Pay kau, kemudian menghajar jago itu sampai terluka parah
atau tewas, bukankah tindakan ini jauh lebih sempurna lagi "
Nyatanya orang itu tidak mengambil tindakan demikian, hal
ini membuktikan kalau tujuannya bukan memfitnah.
Oh Put-kui mencoba untuk memutar otaknya sedapat
mungkin, namun dia tetap tak berhasil menemukan alasannya.
Pada saat itulah Li Cing-siu telah berkata lagi dengan suara
dalam dan berat: "Put-khong, tindak tanduk yang telah terjadi ini apakah
merupakan siasat yang sengaja diatur oleh pihak Tibet
kalian?" "Li kaucu, bila ingin berbicara janganlah sekali-kali
menghina pihak kami!" seru Put khong siansu dengan gusar.
"Put Khong, seandainya kalian tidak sengaja bermaksud
menjebak orang, mengapa anak murid Wi-in sinni pun pada
malam ini bisa datang pula ke Kang-ciu serta meminta kembali
ruyung itu dariku?" "Apa?" Put Khong siansu nampak agak tertegun. "anak
murid dari Wi-in sinni pun telah datang?"
Rupanya ia sudah tertotok jalan darah pingsannya
sehingga sama sekali tidak mengetahui kejadian yang telah
berlangsung. "Hampir saja aku kehilangan muka karena peristiwa itu..."
kata Li Cing-siu lagi. Mendadak dia menghela napas panjang, lalu tambahnya:
"Put Khong, apakah semua pengakuanmu itu tidak
bohong?" "Kalau bohong, buat apa lolap berusaha untuk menghadang pengiriman kayumu itu?"
Pelan-pelan air muka Li Cing-siu berubah menjadi tenang
kembali, ia tertawa lalu katanya:
"Pernahkah Hian Kong hoatsu menjelaskan siapa yang
telah menyembunyikan ruyung mestika itu?"
"Tidak!" "Apakah di atas kayu yang digunakan untuk menyembunyikan ruyung mestika itu, Hian Kong hoatsu telah
meninggalkan sesuatu tanda...?"
"Tidak!" Kemudian sambil tertawa dingin hwesio itu melanjutkan:
"Sandainya kayu itu sudah diberi tanda, buat apa pula lolap
sekalian harus berdiam selama lima hari dikota Kang-ciu ini
sehingga berhasil kalian susul dan mengacaukan semua
rencana dari pihak kami...?"
Mendengar jawaban ini Li Cing-siu segera tertawa:
"Tampaknya perkataan dari taysu ini sangat meyakinkan!"
Put Khong siansu kembali menghela napas:
"Aaai, perhitungan manusia memang tak bisa mengungguli
perhitungan langit, terpaksa lolap pasrah kepada nasib. Nah Li
kaucu, apa yang lolap ketahui telah kujelaskan semua, bila
kau bermaksud hendak turun tangan terhadap diriku, silahkan
segera bertindak." Tampak hwesio ini sudah mengambil keputusan untuk
menerima keadaan apapun termasuk tindakan pembantaian
terhadap dirinya. Oh Put Kui segera bersorak memuji setelah melihat sikap
tersebut, dia sangat mengagumi sikap perkasa dari hwesio
tersebut. Siapa tahu Li Cing siu malah tertawa tergelak sesudah
mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Mengapa taysu berkata begitu" Memangnya kau anggap
aku aalah seorang manusia buas yang gemar membunuh?"
Berkilat sepasang mata Put-khong siansu, katanya
kemudian sambil tertawa dingin:
"Apakah kaucu tidak kuatir lolap akan membawa orang
untuk membalas dendam?"
Li Cing-siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak, katanya: "Apabila aku takut, tak nanti akan kubebaskan kalian
semua..." Kemudian setelah berhenti sejenak, ditatapnya pendeta itu
sambil berkata lebih jauh:
"Aku toh tak bermaksud melukai atau mencelakai
kalian,mengapa pula harus takut terhadap pembalasan
dendam dari kalian?"
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kaucu memang tak malu
disebut seorang ketua dari suatu perkumpulan besar!" sejenak
Put-khong siansu sambil tertawa dingin.
"Taysu terlampau memuji," Li Cing-siu tertawa hambar.
Berbicara sampai disitu, diapun segera berpaling ke arah
Ciu It-cing yang berdiri di belakangnya dan berseru:
"Anak Cing, bebaskan jalan darah Wi-cay siansu yang
tertotok, lalu wakili aku untuk menghantar kedua orang siansu
itu masih ke kota."

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciu It-cing menyambut dengan hormat kemudian menepuk
bebas jalan arah Wi-cay siansu yang tergeletak disisinya,
kemudian menitahkan seorang lelaki kekar untuk membopong
pendeta tersebut. Sementara itu Put-khong siansu telah bengkit berdiri pula
dari atas tanah. Dia memandang sekejap semua yang hadir disitu, lalu
katanya: "Lolap akan memohon diri lebih dulu!"
----------------------- "Taysu, baik-baiklah menjaga diri, semoga kita dapat
berjumpa lagi dilain waktu." kata Li Cing siu tertawa.
Kembali Put-khong siansu tertawa dingin:
"Li kaucu, disaat kita bersua kembali, justru lolap berharap
kaucu bisa baik-baik menjaga diri."
Nyata sekali kalau pendeta ini bernyali amat besar,
sekalipun masih berada disarang harimau, dia sama sekali
tidak menunjukkan perasaan gentarnya.
Li Cing-siu tersenyum. "Terima kasih banyak atas peringatan taysu, cuma aku
tidak memerlukan perhatian khususmu itu!"
Put-khong siansu tertawa seram, lalu menyambut tubuh Wicay taysu dari tangan lelaki kekar tersebut, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia segera membalikkan
badan dan beranjak pergi dari situ.
Ciu It-cing berniat menghantar kepergian mereka, tapi baru
saja berjalan dua langkah Li Cing-siu telah berseru kembali:
"Anak Cing, kau tak usah menghantar mereka!"
Ciu It-cing mengiakan dan segera mengundurkan diri dari
situ. Pelan-pelang Li Cing-siu mengalihkan pandangan matanya
memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya
sambil tertawa: "Anak Cing, turunkan perintahku dengan lencana Hua-im
thian-ciat, perintahkan kepada segenap anggota dari kantor
cabang Si-kui agar secepatnya menyiapkan kayu-kayu yang
baru dan segera kirim ke perusahaan kayu Seng-ki di kota
Kim leng!" Ciu It-cing menyahut dan segera berlalu tak lama kemudian
dia sudah balik kembali. Bahkan sambil memandang kayukayu yang bertumpuk ditepi sungai, katanya sambil tertawa:
"Suhu, bagaimana dengan kayu-kayu ini?"
"Kumpulkan semua pekerja kasar yang ada di kota Kang
ciu dan beri waktu selama tiga jam untuk mengangkut
semuanya ke atas daratan, lalu gergaji semua batang kayu itu
sehingga setiap batang berukuran delapan depa!"
Dia tahu senjata mestika Mu-ni-pian tersebut panjangnya
satu kaki, itu berarti jikalau disimpan dalam balok kayu itu,
paling tidak kayu tersebut harus mempunyai kepanjangan satu
kaki lebih, oleh sebab itu bilamana kayu-kayu itu digergaji
menjadi delapan depa saja, niscaya benda mestika itu akan
terlihat dengan sendirinya.
Sambil tertawa Ciu It-cing bertanya lagi
"Suhu, apakah semua kayu-kayu yang ada harus dipotong
semua?" "Yaa, potong terus sampai ruyung mestika tersebut
ditemukan!" sekali lagi Ciu It-cing tertawa, katanya lagi:
"Suhu, setelah ruyung mestika itu berhasil kita peroleh,
apakah harus dikembalikan ke istana Sian-hong hu?"
Pertanyaan itu justru merupakan masalah yang sedang
dipoikirkan oleh Oh Put Kui sekalian, karenanya mereka
segera memasang telinga baik-baik dan mendengarkan
dengan seksama. Apakah Li Cing-siu akan mengembalikan ruyun mestika
tersebut kepada pemiliknya yang sah"
Tentu saja mereka tak dapat menduga sendiri.
Sementara itu terdengar Li Cing-siu telah menyahut sambil
tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tentu saja harus
dikembalikan kepada pihak istana Sian-hong-hu, anak Cing,
orang kuno bilang siapa yang menyimpan mestika, dia akan
tertimpa bencana, aku mah tak ingin mencari kesulitan buat
diri sendiri..." Tapi sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba dia menghela
napas sambil menggelengkan kepalanya berulang kali,
kemudian katanya lebih lanjut:
"Tampaknya aku harus berangkat sendiri menuju ke ibu
kota!" "Suhu, mengapa kau harus berangkat ke ibu kota?" tanya
Ciu It-cing dengan hormat
Li Cing-siu tertawa: "Anak bodoh, coba bayangkan betapa berharganya ruyung
penakluk iblis Mu-ni-ciang-mo-pian yang merupakan salah
satu diantara tujuh mestika dunia persilatan, apabila sebelum
dikirim ke istana Sian-hong-hu telah terjadi sesuatu peristiwa,
bukankah aku bakal ditertawakan oleh seluruh orang dunia
ini" Itulah sebabnya aku punya rencana untuk mengembalikan
sendiri mestika itu kepada pemiliknya."
Leng-ho cinjin Cu Kong-to yang selama ini berdiri
disamping arena dan membungkam terus dalam seribu
bahasa, tiba tiba berkata pula sambil tertaa:
"Kaucu, menurut siaute lebih baik kau tak usah bersusuh
payah sendiri, mengapa tidak menyuruh keponakan Cing saja
untuk menghantar benda tersebut ke ibu kota?"
"Betul suhu, perkataan susiok memang benar, tecu berjanji
tak akan memalukan dirimu!" kata Ciu It-cing segera sambil
tertawa. Li Cing-siu mengalihkan sorot matanya dan memandang
sekejap wajah kedua orang itu, kemudian ujarnya sambil
tertawa: "Ruyung nya saja belum ditemukan, lebih baik kita jangan
membicarakan persoalan ini lebih dulu!"
Leng-ho cinjin Cu Kong-to segera mengangguk:
"Benar, perkataan kaucu memang tepat..."
Mereka bertiga pun tidak berbicara lagi, mereka segera
memerintahkan semua orang yang ada diarena untuk
memotong setiap batang kayu yang berada disitu.
Sepertanak nasi kemudian, dari kejauhan sana muncul
kembali lima ratusan orang pekerja kasar.
Orang-orang tersebut dapat dikumpulkan dalam waktu
yang relatip amat singkat, bagaimana pun juga kejadian ini
segera mengejutkan hati Oh Put Kui, diam diam diapun
memuji atas kepemimpinan Pay-ku yang mempunyai disiplin
sangat ketat. Dengan kehadiran pekerja-pekerja kasar itu, maka suasana
ditepi sungai pun semakin bertambah ramai.
Dalam waktu singkat suasana disitu sudah diramaikan
dengan suara kayu yang dinagkut naik ke atas daratan serta
suara gergeji dan kapak yang bergema silih berganti.
Berapa jam kemudian, semua kayu-kayu itu sudah dikirim
ke atas daratan... Dan pekerja pekerja itu pun semakin mempergiat kerjanya.
Entah berapa saat kemudian, fajar mulai menyingsing
diufuk sebelah timur sana...
Mendadak Oh Put Kui mendengar suara kakek latah awet
muda yang sedang berbisik dengan ilmu menyampaikan
suara: "Hey anak muda, apakah kau sudah berhasil menemukan
ruyung mestika penakluk iblis itu?"
Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh ucapan mana.
Sebab ditinjau dari perkataan si kakek latah awet muda
tersebut, seakan akan dia telah berhasil menemukan ruyung
penakluk iblis itu. Dengan sorot matanya yang tajam dia segera mencoba
untuk mencari disekitar kayu-kayu tadi, namun tak berhasil
menemukan jejak ruyung penakluk iblis yang dimaksud.
Terdengar kakek latah awet muda berkata lagi dengan ilmu
menyampaikan suaranya: "Anak muda, kau tak usah mencaarinya lagi, arah yang kau
tuju sama sekali keliru besar, tak nanti kau akan
menemukannya. Aku lihat orang yang telah menyembunyikan
ruyung penakluk iblis itu ke dalam kayu, bukan saja memiliki
ilmu silat yang hebat bahkan memiliki kecerdikan yang luar
biasa pula, agaknya dia hendak menyruuh si pencari mestika
tersebut bukan saja menggergaji semua kayu yang ada.
bahkan harus menghancurkannya sama sekali sebelum dapat
menemukan ruyung tadi..."
Oh Put Kui merasa tidak percaya, tapi mau tak mau diapun
harus mempercayainya juga.
Dalam pada itu, Li kaucu yang telah berubah itupun
nampak mulai dicekam perasaan tegang, tiada hentinya dia
berjalan mondar mandir disekeliling pekerja tersebut sambil
meneliti setiap potong kayu yang telah selesai dipotong,
namun Ok Put Kui tahu bahwa Li Cing-siu sedang merasa
gelisah sebab hingga menjelang fajar menyingsing, ruyung
mestika yang sedang dicari belum juga ditemukan...
Terlebih-lebih anak murid dari ketua Pay-kau itu, sitamu
tanpa bayangan penghancur hati Ciu It cing, dia nampak lebih
emosi dan tidak tenang. walaupun mengikuti dibelakang
gurunya, namun sorot matanya celingukan kesana kemari
tiada hentinya. Bukan cuma begitu, dibalik sorot matanya itu justru
terpancar keluar sinar dingin yang menggidikkan hati.
Oh Put Kui yang menyaksikan hal tersebut, hatinya menjadi
bingung dan tidak habis mengerti.
Namun diapun tidak berhasil menemukan seseuatu hal
yang aneh dibalik kesemuanya itu.
Matahari sudah muncul dilangit timur, sinar keperakperakan mulai memancar menyeinari permukaan sungai.
Ratusan batang kayu itu sekarang telah terurai menjadi
ribuan potong, hampir semuanya telah terpotong menjadi
berapa bagian. Akan tetapi ruyung penakluk iblis Mu-ni-cang-mo-pian
tersebut justru belum nampak jejaknya.
Akhirnya Li Cing-siu mulai mengerutkan dahinya rapat
rapat. Sedangkau Ciu It-cingpun mulai habis kesabarannya,
dengan suara rendah dia mengumpat:
"Suhu, kita sudah ditipu mentah mentah oleh pendeta asing
itu!" Sambil tertawa getir Li Cing-siu menggelengkan kepalanya
berulang kali, lalu katanya:
"Sekalipun Put Khong siansu berasal dari aliran sesat,
namun orangnya tidak termasuk manusia licik yang tidak
dapat dipercaya... anak Cing, nampaknya kita harus bekerja
lebih keras sebelum bisa memperoleh mestika itu."
"Bekerja lebih keras" Suhu, maksudmu potongan kayukayu itu harus dipotong lebih pendek lagi?"
"Yaa, aku rasa memenag perlu berbuat demikian..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Tampaknya orang yang menyembunyikan ruyung tersebut
kedalam kayu telah menekuk ruyung tadi menjadi berapa
bagian sebelum diamblaskan kedalam batang kayu, itu berarti
jika kita memotong kayu ini menjadi delapan depa, akan sulit
juga untuk menemukannya..."
"Suhu, tampaknya orang itu mempunyai muslihat yang
hebat sekali..." kata Ciu It-cing tertawa.
"Akupun beru sekarang berpikir sampai ke situ. tampaknya
orang yang menyembunyikan ruyung itu memang sengaja
menyulitkan para pencari, agar mereka harus memotong
semua bagian kayu itu menjadi potongan yang kecil sebelum
dapat menemukannya, otomatis pekerjaan semacam ini akan
membutuhkan waktu yang sangat lama..."
"Suhu, siapa tahu kalau dibalik kesemuanya ini terselip
suatu siasat lain yang amat keji?" tiba-tiba Ciu It-cing berseru
dengan sorot mata berkilat.
"Yaa, sulit untuk dikatakan, mungkin juga..."
Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar Leng-ho
cinjin Cu Kong-to menjerit kaget:
"Kaucu, ruyung mestika tersebut berada disini..."
Li Cing-siu segera menyelinap maju ke depan, paras
mukanya berubah menjadi aneh sekali, agak gugup tanyanya:
"Di mana?" Sekali ayunan tangan dia telah mencengkeram potongan
kayu yang beratnya paling tidak mencapai ratusan kati itu.
Sementara itu Ciu It-cing telah melayang datang pula
ketempat kejadian. Ketika sorot matanya memandang kearah bongkahan kayu
yang berada ditangan Li Cing-siu itu, mendadak ia berseru
sambil tertawa gembira: "Yaa benar, ruyung mestika itu memang berada disini..."
Belum selesai dia berkata, sepasang tangannya sudah
bekerja cepat dan menghantam potongan kayu yang berada
ditangan Li Cing-siu sehingga hancur berkeping-keping.
Dengan perasaan terkejut Li Cing siu segera berseru:
"Anak Cing, kau..."
Belum habis bentakan itu, Tamu tanpa bayangan
penghancur hati Ciu It cing telah berhasil mencengkeram
ruyung Mu-ni-pian tersebut dan mendongakkan kepalanya
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Li Cing siu, kau sudah
tertipu!" "Anak Cing, mengapa kau?" seru Li Cing siu agak tertegun.
Leng-ho cinjin Cu Kong-to membentak pula dengan suara
dalam "Ciu It-cing apakah kau berniat untuk menghianati
perkumpulan" Mengapa kau bersikap begitu kurangajar
dihadapan gurumu" Ayoh cepat lepaskan ruyung mestika itu
dan nantikan hukuman!"
Mendengar ucapan mana, sekali lagi Ciu It-cing tertawa
seram: "Cu Kong-to, kau tak usah bermimpi di siang hari bolong...
siapa sih yang menjadi anak muridmu?"
Secara tiba-tiba suara pembicaraaan dari Ciu It-cing telah
berubah menjadi amat menyeramkan dan menggidikkan hati.
Sudah jelas orang itu bukan Ciu It cing!
Oh Put Kui yang bersembunyi ditempat itu pun merasa
amat terperanjat, sekarang dia baru teringat kalau suara
pembicaraan dari Ciu It cing hari ini memang kedengaran


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agak parau. Rupanya dia adalah Ciu It cing gadungan.
Leng-ho cinjin Cu Kong-to ikut tertegun pula dengan wajah
berubah hebat. Mendadak Li Cing-siu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... anak Cing, apakah kau
sudah gila" Masa dengan Cu susiok pun tidak kenal?"
Sambil berkata pelan-pelan dia berjalan mendekati pemuda
tersebut, kembali katanya:
"Anak Cing, ayoh cepat minta maaf kepada Cu susiok!"
Kata-kata yang terakhir ini diucapkan Li Cing-siu dengan
suara yang keras, dan setengah membentak.
Ciu It-cing segera tertawa dingin:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kau tak usah berlagak
sok dihadapanku, Li Cing-siu tujuanku tak lain adalah untuk
memperoleh ruyung Mu-ni-pian ini sekalian memenggal batok
kepala kalian, sekarang aku telah berubah pikiran"
Kemudian sesudah tertawa seram dia menerukan:
"Aku rasa kurang baik untuk berjalan sambil membawa
batok kepala, karena hal ini pasti akan mendatangkan bau
amis yang tak sedap diendus, oleh sebab itu aku telah
mengembil keputusan, bila ruyung ini telah kutemukan, maka
kalian semua akan kupendam disini saja..."
Leng-ho cinjin Cu Kong-to benar-benar amat gusar setelah
mendengar perkataan ini, semua rambutnya berdiri kaku
bagaikan landak, kemudian dengan suara mengeeledek
bentaknya: "Manusia durhaka, aku akan mencabut nyawamu!"
Cahaya tajam berkilauan, dia telah meloloskan senjatanya.
Tiba tiba Ciu It-cing berkata sambil tertawa hambar:
"Cu Kong-to, kepandaian silatmu masih ketinggalan sangat
jauh..." Didalam tertawanya itu jari tangannya segera disentilkan
kedepan, tahu tahu saja pedang yang berada dalam
genggaman Cu Kong-to tersebut memperdengarkan suara
dengungan yang sangat memekikkan telinga, dari sini dapat
diketahui sampai dimanakah kehebatan dari sentilan jari
tangannya itu. Dengan wajah berubah hebat Cu Kong-to segera menegur:
"Siapakah kau?"
Ciu It cing tertawa angkuh, ruyung penakluk iblis yang
berada dalam genggamannya itu segera digetarkan keraskeras. "Plaaaakk...!" Bagaikan bunyi genta yang memekikkan telinga, hampir
semua orang yang berada di situ merasakan telinganya amat
sakit. "Kau masih belum pantas untuk mengetahui namaku!" kata
Ciu It cing kemudian angkuh.
Li Cing-siu benar benar seorang ketua suatu perkumpulan
besar yang sangat hebat, walaupun dia menjumpai anak
muridnya telah berubah menjadi gadungan, paras mukanya
tidak berubah sedikitpun juga, malah ujarnya sambil tertawa:
"Anak cing, agaknya kau sudah dibuat linglung karena
hawa sesat ruyung tersebut" Bawa kemari, coba aku
periksakan denyutan nadimu, atau mungkin ada sesuatu yang
tak beres..." Sembari berkata, kembali tubuhnya melangkah maju
kedepan. Mendadak Ciu It-cing tertawa dingin dengan suara yang
menyeramkan, lalu berseru:
"Li Cing-siu, gara-gara untuk memperoleh ruyung mestika
ini, aku sudah mengganggumu sebagai seorang cianpwee
selama sehari setengah, penderitaan tersebut sudah cukup
memuakkan hatiku, dan sekarang..."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik matanya, lalu
katanya lagi sambil tertawa seram:
"Mulai saat ini aku hendak mengembalikan wajah asliku!"
Hingga detik ini Li Cing-siu baru benar-benar tertegun
dibuatnya, ia lantas berseru:
"Jadi kau bukan Ciu It-cing?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau pernah mendengar
tentang Tongkat emas tangan sakti Sik Keng-seng?"
"Jadi kau adalah wakil ketua Sik dari perkumpulan Ho-hapkau?" seru Li Cing-siu dengan wajah berubah.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tidak kusangka Li kaucu
mempunyai pengetahuan yang cukup luas!"
"Nama besar Sik hu-kaucu tentu saja kukenal" kata Li Cingsiu kemudian sembil tersenyum "hanya saja, aku tidak habis
mengerti apa sebabnya kau enggan menjadi wakil kaucu,
justru datang menyaru sebagai muridku, apakah perbatanmu
tersebut hanya dikarenakan..."
Belum selesai Li Cing-siu berkata, Sik Keng-seng telah
menukas lagi sambil tertawa:
"Padahal Li kaucu tak perlu mengajukan pertanyaan seperti
ini, kini ruyung Mu-ni-pian telah terjatuh ke tanganku, segala
sesuatunya pun sudah jelas, apa gunanya kau banyak
bertanya lagi?" Sambil tertawa Li Cing siu manggut-manggut:
"Benar juga perkataan dari Sik hu-kaucu. memang
pertanyaanku ini tak ada gunanya."
Tapi setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut dia
berkata kembali: "Sudah lama kudengar tentang keahlian Sik hu-kaucu
dalam ilmu menyaru muka, hanya aku tidak mengerti, selain
kau bisa menyaru sebagai muridku, mengapa kaupun bisa
mengetahui segala seluk beluk tentang perkumpulanku tanpa
meninggalkan titik kecurigaan apapun?"
"Haaahhh... haaahhh...
haaahhh... tentu saja aku
mempunyai sistim dan cara yang amat jitu," kata Sik Keng
seng sambil tertawa tergelak, "Li kaucu, kau tak usah kuatir,
terus terang saja kuberitahukan kepadamu, Ciu It-cing sama
sekali tidak menderita luka apapun..."
"Benarkah?" tiba-tiba Li Cing-siu tertawa "tapi bagaimana
mungkin aku bisa percaya kepadamu kalau kau tidak melukai
muridku itu...?" @oodwoo@ Jilid 26 "Buat apa aku mesti turun tangan terhadap seorang
angkatan muda ?" Sik Keng-seng balik bertanya dengan sorot
mata berkilat. "Lantas dimanakah bocah itu sekarang ?"
"Aku telah mengutus orang untuk menghantarnya pulang
ke markas besar perkumpulanmu!"
Tiba-tiba saja paras muka Li Ceng-siu berubah hebat
setelah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa :
"Kau telah menghantarnya pulang ke Seng-ciu?"
"Bila tidak percaya, kau akan mengetahui sendiri setibanya
dirumah nanti.........."
Belum habis ia berkata, Li Ceng-siu telah membentak
dengan penuh amarah: "Kau benar-benar telur busuk !"
Umpatan tersebut kontan saja membuat Sik Keng-seng
menjadi tertegun dan melongo, pikirnya kemudian :
"Li Ceng-siu benar-benar seorang telur busuk tua........"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba
sesosok bayangan manusia telah melintas lewat dihadapannya, hal ini membuat hatinya amat terkejut.
Bentakan gusar dan gelak tertawa keras segera bergema
silih berganti. oOdwOooOdwOooOdwOooo0dw0oOdwOooOdwOooOdw
Ooo Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian tersebut segera
memancarkan sinar matanya yang tajam untuk mengikuti
semua gerakan tersebut. Ternyata Li Cing-siu telah mempergunakan gerakan
tubuhnya yang paling hebat untuk menyambar ruyung Mu-nipian tersebut dari tangan Sik Keng-seng.
Sedemikian cepat dan hebatnya gerakan tersebut, sampaisampai dia tak sempat melihat dengan jelas gerakan apakah
yang telah dipergunakan oleh Li Ceng-siu itu.
Pada saat itulah, dia mendengar Kakek latah awet muda
berbisik: "Hey anak muda, apakah kau merasa terkejut?"
"Ban-tua, boanpwe benar-benar merasa kagum atas
kelihayan tenaga dalam yang dimiliki Li Kaucu ini!" bisik Oh
Put Kui dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara
pula. "Tentu saja, ilmu silat yang dimiliki Li Kaucu ini sudah tidak
berada dibawah tiga kakek iblis dari dunia persilatan,
bagaimana mungkin kau tidak merasa kagum?"
"Ban tua, siapa sih yang kau maksudkan sebagai tiga
kakek iblis dari dunia persilatan itu?" tanya Oh Put Kui dengan
perasaan tidak habis mengerti.
"Ooh, julukan itu mah pemberianku sendiri untuk mereka
bertiga, ketiga manusia itu adalah kakek setan berhati cacad
Siau Lun, Kakek patah hati Hui Lok dan kakek pengejut
manusia Siau Hian!" "Boanpwe rasa tidak mungkin, kakek Ban terlalu menilai
tinggi kemampuan dari Li Kaucu itu," seru Oh Put Kui terkejut
bercampur keheranan. "Kalau kau tidak percaya anak muda, sebentar saksikan
sendiri!" Sementara pembicaraan berlangsung sampai disitu, dalam
arena kembali telah terjadi perubahan.
Rupanya Sik Keng-seng telah mengayunkan telapak
tangannya dan melepaskan sebuah serangan dahsyat kearah
Li Cing-siu. "Li Cing-siu!" terdengar ia berkaok-kaok, "sebetulnya aku
tidak berniat membunuhmu, tapi kalau toh kau ingin mencari
mampus, terpaksa aku harus memenuhi keinginanmu itu...."
Angin pukulan yang menderu deru dengan membawa
kekuatan yang sangat dahsyat segera menggulung kedepan.
Li Ceng-siu kembali tertawa nyaring:
"Haaaahh.....haaaahhhh..... Sik Keng-seng, kali ini tiba
giliranmu yang sedang bermimpi!"
Tubuhnya segera miring kesamping buat menghindari
serangan dahsyat dari Sik Keng-seng, kemudian tangan
kirinya berputar dan melilitkan ruyung penakluk iblis tersebut
keatas pinggangnya. Setelah itu dia baru berkata lagi sambil tertawa:
"Sik Keng-seng, selama hidup kerja adalah berburu burung
manyar, memangnya kau anggap mataku mudah dipatuk oleh
burung manyar semacam dirimu itu" Kalau sampai begitu,
apakah orang persilatan tak akan mentertawakan aku sampai
copot giginya?" Setelah serangannya mengenai sasaran yang kosong,
sekali lagi paras muka Sik Keng-seng berubah hebat.
Bagaimanapun juga dia tak menyangka kalau Li Cing-siu
adalah seorang jago yang memiliki ilmu silat jauh diluar
perhitungannya semula.....
"Li Cing-siu, aku telah menilaimu terlalu rendah....."
teriaknya. Sambil berkata, sebuah pukulan dahsyat sekali lagi
dilontarkan kemuka. Berkilat sepasang mata Li Cing-siu menghadapi kejadian
tersebut, tiba-tiba dia tertawa nyaring, kemudian tangan
kirinya diayunkan kemuka untuk menyambut datangnya
serangan dahsyat dari Sik Keng-seng itu, sementara tangan
kirinya dibalik dan tiba-tiba menekan kebawah, bentaknya
keras: "Sik Keng-seng, coba kaupun rasakan kelihayan dari ilmu
pukulan penghancur bukitku ini!"
Angin pukulan yang menderu-deru dan amat memekikan
telinga segera meluncur ketengah udara.
Sik Keng-seng terkesiap sekali, sekuat tenaga dia
melompat mundur sejauh satu lima depa sambil berseru:
"Kau... kau bukan Li Cing-siu.....?"
Agaknya perkataan "ilmu pukulan penghancur bukit" telah
memecahkan nyalinya. Secara tiba-tiba saja dia teringat akan seorang gembong
iblis yang mempunyai kedudukan dan nama besar jauh
melebihi dirinya, sudah barang tentu ia tak berani menerima
serangan tersebut dengan keras melawan keras.
Disamping itu, diapun tak tahan segera membentak.......
Li Ceng-siu tertawa seram:
"Sik Keng-seng, tentang keahlianmu dalam ilmu menyaru
muka sudah lama kudengar, tapi bila kau ingin mengandalkan
sedikit kepandaianmu itu untuk bermain gila dihadapanku,
maka kau masih ketinggalan jauh sekali, sekalipun aku bukan
cikal bakalnya penemu ilmu menyaru muka, namun dalam
dunia persilatan saat ini, aku masih pantas disebut rajanya
raja ilmu menyaru muka...... Hmmm, kalau manusia macam
kau mah belum pantas memusuhi diriku, bahkan menjadi cucu
muridkupun belum pantas..."
Kata-kata tersebut amat sombong dan tekebur, seakan
akan dia tidak memandang sebelah matapun terhadap orang
lain. Oh Put Kui tidak kenal dengan manusia itu, sudah barang
tentu diapun tidak mengetahui apakah kata-kata itu kelewat
tekebur atau memang demikianlah sesungguhnya.
Berbeda sekali dengan Sik Keng-seng, dia justru kenal baik
dengan orang itu. Dari nada pembicaraan Li Cing-siu tadi, ia sudah menduga
siapa gerangan lawannya ini.
"Bukankah kau adalah kakek penggetar langit Siau Hian?"
sapanya kemudian. Kalau tadi sikap Sik Keng-seng begitu sombong dan
tekebur, maka saat ini semua keangkuhannya telah hilang
lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia tampak mundukmunduk dan patut dikasihani.
Manusia yang nampaknya sedang menyaru sebagai Li
Cing-siu, ketua Pay-kau ini segera mengernyitkan alis
matanya yang putih dan tertawa terbahak bahak:


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Haaaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhh..... tak nyana kau
manusia she Sik masih tahu diri, hanya sayangnya ruyung
mestika Mu-ni-ciang-mo-pian ini sudah terjatuh ketanganku,
jadi terpaksa kau hanya bisa menggigit jari saja......"
Pelan-pelan Sik Keng-seng bangkit berdiri, lalu ujarnya
sambil tersenyum: "Kalau toh kau orang tua sudah datang, apalagi yang dapat
boanpwe katakan?" Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil menjura
katanya pula: "Siau tua, setelah ruyung mestika itu kau dapatkan,
boanpwe tak berani berangan-angan lagi......"
"Seharusnya kau sudah tahu diri sedari tadi!" bentak kakek
penggetar langit Siau Hian dengan marah.
Meskipun Sik Keng-seng merasa terkejut, namun dia
berkata juga sambil tersenyum:
"Kalau semenjak tadi boanpwe sudah tahu akan kehadiran
cianpwe, tentu saja boanpwe tak akan berani mencampuri
urusan ini lagi, Siau tua, sekarang kau telah memperoleh
ruyung mestika itu, bagaimana kalau boanpwe mohon diri
lebih dahulu?" Sikap maupun caranya berbicara makin lama semakin
mengenaskan sehingga patut dikasihani.
Oh Put Kuipun sama sekali tidak menyangka kalau
pengaruh dari Kakek penggetar langit ini tidak berada dibawah
pengaruh kakek setan berhati cacad Siau Lun serta kakek
patah hati. Tidak heran kalau kakek latah awet muda menyebut
mereka bertiga sebagai tiga kakek iblis dari dunia persilatan.
Sementara itu kakek penggetar langit Siau Hian telah
berkata lagi dengan suara dalam:
"Sik Keng-seng, bila kau ingin pergi, akupun tidak berusaha
menghalangimu, tapi aku perlu memberitahukan satu hal
kepadamu, andaikata didalam dunia persilatan ada orang
yang mengetahui bahwa ruyung tersebut berada ditanganku,
haaaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh... Sik Keng-seng, sampai
waktunya aku percaya kau tentu mengetahui apa yang bakal
kuperbuat terhadap dirimu......"
Sik Keng-seng benar-benar merasa terkejut sekali oleh
perkataan tersebut. "Siauw tua, tentang persoalan ini boanpwe tak berani
bertanggung jawab, apalagi orang yang menyaksikan
peristiwa ini paling tidak ada lima ratus orang lebih,
seandainya ada diantara mereka yang membocorkan rahasia
ini, bukankah aku yang harus menanggung resikonya....?"
"Kau tidak usah kuatir," kakek penggetar langit Siau Hian
tertawa dingin, "tak seorangpun diantara mereka yang hadir
dalam arena sekarang mempunyai kesempatan untuk
membocorkan rahasia ini."
"Haaahhh.... haaahhhh.... haaaahhhh.... maksudmu, kau
hendak membantai mereka semua sampai habis?" tanya Sik
Keng-seng dengan mata berkilat tajam.
"Anggap saja kau memang pandai, dugaanmu memang
tepat sekali....." Gelak tertawa yang keras itu segera menyadarkan kembali
Leng ho cinjin Cu Kong-to yang selama ini dibikin
kebingungan dan tak tahu apa yang telah terjadi itu.
Manusia memang mempunyai firasat yang tajam terhadap
setiap ancaman kematian. "Haaahhh..... haaaahhhh Cu Kong-to, seandainya aku
benar-benar menjadi ketua kalian, mungkin Pay-kau sudah
mempunyai kedudukan jauh diatas lima partai besar dan
termashur diseluruh dunia persilatan....."
Kemudian setelah berhenti sejenak dan mengalihkan
pandangannya ke wajah ratusan orang pekerja yang masih
bekerja memotongi kayu itu, dia berkata lagi sambil tertawa
seram: "Celakanya aku hanya bersedia menyaru selama sehari
setengah, tapi hitung-hitung akupun telah membantu kalian
untuk melenyapkan tiga orang musuh tangguh dari Tibet
sehingga menghindarkan perkumpulan kalian dari kemusnahan, bila beratus lembar jiwa kalian kutuntut sebagai
pembayarannya, toh transaksi perdagangan ini masih tetap
meenguntungkan pihakmu?"
Semakin mendengarkan pembicaraan tersebut, Cu Kong to
merasa hatinya semakin tak karuan, akhirnya dia membentak
gusar lalu sambil menayunkan pedangnya menuding Kakek
penggetar langit, teriaknya keras keras :
"Siau Hian, orang lain mungkin tidak takut kepadamu, tapi
pinto tak akan takut menghadapimu, tinggalkan ruyung Mu-niciang-mo pian itu, memandang pada nama besarmu dimasa
silam, pinto bersedia melepaskan kau pergi dari sini."
Sekalipun orang ini berbicara dengan nada sungguhsungguh dan sejujurnya, namun Oh Put Kui yang ikut
mendengarkan perkataan itu hampir saja tertawa tergelak
saking gelinya. Tentu saja Kakek penggetar langit Siauw Hian lebih-lebih
tak sanggup menahan rasa gelinya, dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaah... Cu Kong to, kalau ingin
berbicara, coba kencing dulu dan gunakan air kencingmu
untuk bercermin, sekarang ruyung Mu-ni-ciang mo pian telah
berada ditanganku, bila kau ingin menahannya, itu mah
gampang sekali, aku akan meletakkan ruyung tersebut satu
kaki dihadapanku, bila kau mampu mendapatkannya, aku
segera akan tepuk pantat dan angkat kaki dari sini,
bagaimana?" Walaupun Cu Kong to dipaksa oleh keadaan sehingga
mesti mengucapkan kata-kata yang kaku tadi, namun
sesungguhnya dia cukup mengerti tentang keadaan yang
sebenarnya. Bila sungguh sungguh bertarung mungkin Kakek penggetar
langit hanya cukup membutuhkan lima gebrakan saja untuk
menghabisi selembar jiwanya.
Tapi diapun tidak mengira kalau Kakek penggetar langit
Siau Hian justru berbuat begitu tekebur dengan memberi
kesempatan semacam ini kepadanya, sudah barang tentu dia
tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik itu
dengan begitu saja. "Baik, baik, pinto sangat setuju dengan usulmu itu," seru Cu
Kong-to kemudian dengan lantang.
Kakek penggetar langit Siau Hian tertawa terbahak-bahak,
dia segera melepaskan kembali ruyung Mu-ni-pian yang hitam
pekat tanpa sesuatu keistimewaan itu, kemudian betul-betul
diletakkan pada jarak satu kaki dari hadapannya.
Kemudian diapun berseru: "Nah Cu Kong-to, sekarang kau boleh mencobanya!"
Pelan pelan Leng-co cinjin Cu Kong-to mengalihkan sorot
matanya dan memandang sekejap ke sekeliling tempat itu,
tiba-tiba saja dia merasa bahwa tanggung jawab yang
diletakkan diatas bahunya benar-benar amat berat, sebab lima
ratusan lembar jiwa telah berada dalam cengkeramannya dan
tergantung hasil pertaruhan ini.
Diam-diam ia bertekad untuk mendapatkan ruyung
tersebut, entah dengan cara apapun.
Oleh sebab itu begitu Kakek penggetar langit selesai
berkata, dia sama sekali tidak turun tangan segera.
Melihat itu, Kakek penggetar langit segera berseru sambil
tertawa seram: "Cu Kong-to, aku tidak mempunyai cukup waktu untuk
menantimu...!" Cu Kong-to cukup sadar, berhasil atau gagal semua
tergantung pada tindakan yang bakal dilakukannya nanti.
Dia menjadi nekad, sambil berpekik nyaring tiba-tiba saja
tubuhnya melejit kemuka dan menerjang ke arah ruyung Mu ni
ciang mo pian tersebut. Ketika tangannya hampir menyentuh ujung ruyung tersebut,
tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi silau, dan ruung
Mu-ni-pian tersebut telah melayang kearah tangan Siau Hian.
Menyaksikan keadaan ini, Cu Kong-to menghela napas
panjang dan segera menghentikan langkahnya.
Dengan cepat dia meloloskan pedangnya dan siap
digorokkan ke leher sendiri untuk mengakhiri hidupnya...
Tapi... pada saat itu pula terdengar Siau Hian sedang
membentak penuh amarah: "Siapa yang berani bermain setan dihadapanku?"
Dengan perasaan terkejut Cu Kong to segera berpaling
kearah mana berasalnya suara itu.
Ternyata ruyung Mu-ni-pian tersebut telah terhenti di
tengah udara dan sama sekali tak berkutik lagi.
Sebaliknya Kakek penggetar langit Siau Hian dengan
rambut berdiri kaku seperti landak sedang menggerakkan
tangannya berulang kali untuk menangkap kembali ruyung itu.
Sayang sekali, bagaimana pun dia telah berusaha untuk
menangkap ruyung itu, nyatanya ruyung tersebut sama sekali
tidak bergerak. Sekulum senyuman dengan cepat menghiasi wajah Cu
Kong to, dia tahu disitu telah hadir kembali seorang jago yang
amat lihay. Pada saat itulah dari balik tumpukan kayu berjalan keluar
tiga sosok bayangan manusia.
Kakek latah awet muda berjalan ditengah Oh Put Kui
disebelah kanan dan pengemis sinting berada disebelah kiri.
Dari ketiga orang itu, ternyata tak seorang pun diantara
mereka yang menggerakkan tangannya.
Sekalipun begitu, nyatanya ruyung itu masih tetap terhenti
di tengah udara seakan akan terhisap oleh sesuatu kekuatan
yang amat besar, kendati pun Kakek penggetar langit Siau
Hian telah berusaha menghisapnya kembali
dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, namun
ruyung itu masih tetap tak berkutik dari posisi semula.
Begitu munculkan diri, dengan langkah lebar Oh Put Kui
segera berjalan menghampiri ruyung mestika tersebut.
Kemudian sambil berpaling ke arah Siau Hian, katanya
sambil tertawa lebar: "Siau lojin, bagaimana kalau kuwakilimu untuk mengambil
kembali ruyung ini?"
Kemudian tanpa menanti jawaban dari Siau Hian, dia
rentangkan sepasang lengannya melejit dua kaki ke udara,
kemudian tangan kanannya cepat menyambar ruyung Mu-nipian tersebut dan melayang turun kembali ke atas tanah.
Pada saat inilah Kakek penggetar langit Siau Hian
merasakan tenaga murni yang dipancarkan olehnya seakaknakan kena digempur oleh guntur yang maha dahsyat,
andaikata reaksinya tidak cepat, hampir saja dia tak mampu
untuk berdiri. Tentu saja Siau Hian merasa terkejutnya bukan alang
kepalang... Namun ketika dia melihat jelas siapa gerangan kakek
berambut putih itu, semua amarah dan rasa kagetnya seketika
hilang lenyap seperti terhembus angin lembut.
Malahan sambil menjura dia berkata sungkan-sungkan:
"Ooh, rupangan Ban tua pun ikut datang Siau Hian benar
benar punya mata tak mengenali bukit Thay san!"
Setelah berpaling pula ke arah Oh Put Kui, kembali dia
berkata: "Saudara cilik, atas budi kebaikanmu ketika berada dalam
kuil Thay siang-kok-si tempo hari, kuucapkan pula banyak
terima kasih..." Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Siau Hian, kepandaianmu yang biasanya menggetarkan langit, menggemparkan bumi, kali ini benar benar sudah ketanggor
batunya." "Selama berada dihadapan kau orang tua, mana mungkin
Siau Hian masih mempunyai tempat?" sahut Siauw Hian
sambil tertawa paksa, : bukan cuma ketanggor batunya saja,
sekalipun kau orang tua menghendaki selembar nyawa aku
orang she Siau pun, apa pula yang berani kukatakan?"
Ditinjau dari nada pembicaraannya, orang ini benar-benar
lebih rendah dan tak tahu malu ketimbang Sik Keng-seng tadi
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Siau Hian, apakah kau masih menginginkan ruyung
mestika ini?" "Tentu saja masih..." jawab Siau Hian tanpa sadar.
Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan, ia segera
menyadari akan kesalahannya.
Kontan saja Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Siau Hian, beginikah caramu berbicara denganku?"
Cepat-cepat Siau Hian menggelengkan kepalanya berulang
kali, lalu ujarnya: "Aku hanya salah berbicara... harap Ban tua memaafkan,
aku ... aku tak ingin mendapatkan ruyung itu lagi..."
"Nah, begitu baru bagus..." seru kakek latah sambil tertawa
dalam. Sementara itu Oh Put Kui telah menekuk ruyung itu
menjadi tiga bagian dan diserahkan kepada pengemis sinting,
kemudian dia menyela: "Siau lojin, bagaimana dengan kelima ratus lembar jiwa dari
orang-orang Pay-kau?"
"Ruyung mestika saja sudah tidak kumaui, tentu saja


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

transaksi perdagangan ini kuanggap batal." sahut Siau Hian
sambil tertawa. Oh Put Kui segera manggut-manggut:
"Ehmm, Siau tua memang tidak malu disebut seorang
gembong iblis yang perkasa."
"Harap Oh sauhiap jangan mentertawakan..." Siau Hian
mengernyitkan alis matanya.
Oh Put Kui tertawa hambar, kembali ujarnya:
"Siau lojin, kau bisa datang dengan menyamar sebagai
ketua Pay-kau Li Cing siu, tolong tanya Li Cing-siu pribadi
berada di mana sekarang..."
"Di Seng-ciu!" "Kau telah melukainya?" tanya Oh Put Kui terkejut.
"Tidak, aku hanya menotok jalan darah tidurnya, agar dia
bisa beristirahat sehari penuh!"
Oh Put Kui baru merasa berlega hati setelah mendengar
jawaban tersebut. Sebaliknya Kakek latah awet muda segera membentak
pula Siau Hian, mengapa secara tiba-tiba kau menyamar
sebagai ketua Pay-kau" Apakah kau sudah mengetahui kalau
ruyung Mu ni pian tersebut memang disembunyikan orang
didalam balok kayu?"
"Benar, sekalipun boanpwee mengetahui akan hal ini...
cuma kurang jelas!" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul dengan menyamar
sebagai kaucu dari Pay-kau, tentunya kau berniat hendak
mengorek keterangan dari tiga pendeta asing itu bukan?"
tanya Kakek latah sambil tertawa tergelak.
"Benar." "Lantas siapa yang memberitahukan soal ini kepadamu?"
"Wi Thian-yang!"
"Siapa?" Oh Put Kui ikut bertanya dengan perasaan
terperanjat. "Oh lote, tentunya kau pernah mendengar tentang Raja
setan penggetar langit Wi Thian Yang bukan" Aku telah
bertemu dengannya dibukit Hu gou-san dan ia memberitahukan soal ini kepadaku cuma saja Wi Thian-yang
sendiripun tidak begitu jelas, dia hanya bilang dibalik kayu
kayu yang dikirim pihak Pay-kau terdapat salah satu diantara
tujuh mestika dunia persilatan, dan mestika tersebut telah
diketahui pendeta pendeta dari Tibet yang sedang mengatur
penghadangan di kota Kang-ciu, dia minta kepadaku untuk
menyaru sebagai Li Cing-siu dan mencoba adu untung."
Mendengar keterangan tersebut, Kakek latah awet muda
segera tertawa tergelak: "Nyatanya kau benar-benar telah datang, cuma... Siau
Hian, akhir dari peristiwa ini ternyata jauh diluar dugaanmu,
apakah kau tidak merasa bahwa kejadian ini sangat merusak
pemandangan?" Siau Hian tertawa getir: "Aku orang she Siau memang tidak menyangka kalau kau
orang tua bakal ikut serta didalam persoalan ini, semestinya
dengan aku menyaru sebagai Li Cing-siu, maka setelah ketiga
pendeta dari See-ih itu dibekuk, yang tertinggal hanya
penyelesaian soal urusan dalam perkumpulan Pay-kau saja,
seharusnya kau orang tuapun tak akan menyusulku sampai di
sini, apalagi aku sudah menerangkan bahwa pihak kami
belum pernah menjumpai ruyung Mu-ni-pian tersebut, tapi
anehnya mengapa pengakuanku yang bisa memperoleh
kepercayaan dari si nona istana Sian-hong-hu itu, justru tak
mampu mengelabuhi dirimu?"
"Haaah... haaah... haaah... hal ini disebabkan kau telah
melalaikan satu hal."
"Di manakah kesalahanku?"
"Coba bayangkan sendiri, sampai dimanakah kehebatan
dari ilmu silat yang dimiliki tiga pendeta dari Tibet itu?"
"Mereka mampu menandingi jago lihay kelas satu dari
daratan Tionggoan!" "Nah, itulah dia! Li Cing-siu tak lebih hanya seorang lihay
kelas satu, bagaimana mungkin ia sanggup merobohkan dua
orang jago silat yang memiliki ilmu silat hampir seimbang
dengannya secara santai dan mudah?"
Siau Hian segera tertawa tertahan, serunya tanpa terasa:
"Yaa betul, rupanya aku sudah melupakan hal tersebut
pada waktu itu..." Sambil berpaling ke arah Cu Kong-to, kembali kakek latah
awet muda berseru sambil tertawa tergelak:
"Yang paling menggelikan lagi adalah adik seperguruan
dari Li Cing siu yang bernama Cu Kong-to ini, masa kau tidak
mengetahui sampai dimanakah kemampuan ilmu silat yang
dimiliki Li Cing-siu?"
oOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdw
Oo Dengan wajah merah padam karena jengah, Cu Kong-to
segera menyambut: "Boanpwee mengira suheng memang sengaja menyembunyikan ilmu silatnya dihari-hari biasa atau mungkin
juga suhu telah mewariskan kepandaian lain yang hebat
kepadanya karena dia adalah seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar, maka sama sekali tidak menaruh
kecurigaan apa-apa" "Kau benar benar kelewat jujur dan polos sehingga
menggelikan sekali..."
Siau Hian berkata pula sambil tertawa:
"Ban tua, sewaktu aku tutun tangan tadi, gerak seranganku
itu kulakukan amat cepat, rasanya selain kau orang tua, siapa
pun tak akan mengetahui kalau aku telah pergunakah ilmu jari
penghancur hati Jui-sim-sin ci."
"Seandainya ilmu Jui-sim-sin-ci itu tidak kau pergunakan
kelewat awal, mungkin aku sendiripun turut kau kelabuhi,
inilah yang dinamakan terburu napsu membawa akibat celaka,
kalau tidak, bukankah ruyung Mu-ni-pian ini sudah menjadi
milikmu?" "Ban tua, memang kejadian didunia ini tak bisa diramalkan
sebelumnya, aku akui nasibku memang belum untung."
"Kalau tahu diri, memang itu paling baik," kata Kakek latah
sambil tertawa. Kemudian sambil berpaling ke arah Cu Kong-to, serunya
lagi: "Cepat suruh orang-orang itu menghentikan pekerjaan,
memangnya kayu kayu tersebut sudah tidak terpakai lagi?"
Setelah didengar, CU Kong-to baru teringat akan persoalan
ini, maka dia segera berteriak
"Hentikan semua pekerjaan, kayu-kayu yang telah
digergaji, singkirkan kesamping."
Kawanan pekerja kasar itu tersentak menghentikan
pekerjaannya dan membereskan kayu-kayu tersebut.
Pada saat itulah Oh Put Kui baru berpaling kearah Sik
Keng-seng sambil membentak:
"Sobat she Sik, kau telah apakan Ciu It-cing?"
Semenjak tadi Sik Keng seng sudah dibikin terbungkam
dalam seribu bahasa, bahkan berkentutpun tidak berani.
Ketika Oh Put Kui mengajukan pertanyaan kepadany, dia
segera menjawab dengan segera:
"Sudah dikirim kembali ke Seng-ciu!"
"Apakah kau telah melukainya?"
"Aku dengannya sama sekali tidak terikat dengan sakit hati
apa pun, kenapa mesti melukainya?"
Semenjak berada di perkampungan Siu-cing-ceng, Oh Put
Kui sudah menaruh kesan yang baik terhadap Ciu It-cing, oleh
sebab itu dia menaruh perhatian khusus kepadanya. itulah
sebabnya sekalipun Sik Keng seng tidak sampai melukainya,
namun Oh Put Kui masih tetap merasa tidak lega hati.
Mendadak dengan kening berkerut dia bertanya lagi:
"Sobat Sik, sewaktu berada di kuil Tay-siang kok-si tadi,
darimana kau bisa mengetahui namaku?"
Sik Keng-seng segera tertawa:
"Ketika Lamkiong ceng kawin tempo hari, aku dan Oh
sauhiap duduk bertetangga meja, oleh sebab itu aku cukup
mengetahui tentang hubungan antara Oh sauhiap dengan Ciu
It-cing." "Kalau begitu kau benar-benar seorang yang mempunyai
tujuan!" seru Oh Put Kui sambil tertawa.
Sik Keng-seng turut tertawa.
"Pada mulanya aku hanya merasa kaget dan kagum atas
kepandaian silat yang diperlihatkan siauhiap."
Tiba-tiba Oh Put Kui teringat lagi akan suatu persoalan,
sambil tertawa katanya kemudian:
"Sahabat Sik, darimana kau memperoleh berita tentang
disembunyikannya mestika tersebut dalam kayu yang dikirim
pihak Pay-kau?" "Nyoo Ban-bu yang memberitahukan persoalan ini
kepadaku." "Apa" Nyoo Ban-bu yang memberitahukan kepadamu?"
tanya Oh Put Kui dengan tubuh bergetar keras.
"Betul, memang Nyoo Ban bu yang memberitahukan
kepadaku." "Sahabat Sik, apakah kau tidak lagi mengaco belo disini?"
Oh Put Kui mengejek secara tiba-tiba sambil tertawa dingin:
"Mengapa aku mesti mengaco belo?" tanya Sik Keng seng
sambil berkerut kening. "Seandainya Nyoo Ban-bu mengetahui kalau didalam kayu
yang diangkut pihak Pay-kau terdapat benda mestika milik
adiknya, mengapa dia tidak menyinggung persoalan ini
kepada nona Nyoo, sebaliknya justru mengungkap masalah ini
kepadamu?" "Soal ini mah... aku tidak tahu," kata Sik Keng seng sambil
menggelengkan kepalanya. "Aku rasa sahabat Sik masih berbohong..." jengek Oh Put
Kui sambil tertawa hambar.
Tiba-tiba Sik Keng seng tertawa dingin, lalu serunya:
"Sekalipun ilmu silat yang kumiliki belum mampu memadahi
sauhiap, tapi aku belum pernah berbohong kepada siapapun!"
Dari perubahan mimik mukanya, Oh Put Kui dapat melihat
bahwa orang itu memang tidak bohong.
Kenyataan tersebut tentu saja amat memusingkan
pikirannya. Bila ditinjau dari perkembangan yang terjadi sampai
sekarang, agaknya Nyoo Ban bu sudah tahu siapakah yang
telah mencuri ruyung Mu-ni-pian milik Nyoo Siau-sian, tapi dia
sengaja merahasiakan persoalan ini terhadap adiknya.
Tapi anehnya, bukan saja ia tidak memberitahukan soal ini
kepada Nyoo Siau-sian, sebaliknya dia justru membeberkan
rahasia ini kepada orang lain, lantas apakah maksu dan
tujuannya berbuat begiut"
Mungkinkah dibalik perbuatannya itu terselip suatu rencana
yang keji" Untuk sesaat lamanya dia terbungkam dalam seribu
bahasa. Bagaimana pun juga dia mencoba untuk memutar otak,
alhasil tak satu titik terang pun yang berhasil ditemukan.
Pada saat itulah, tiba tiba dia mendengar Kakek latah awet
muda sedang berseru lantang kepada Kakek penggetar langit:
"siau Hian, saat ini Wi Thian-yang berada dimana?"
Kakek penggetar langit menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya: "Semenjak berpisah di Hu-gou-san, dia mengatakan
hendak memenuhi suatu perjanjian yang dibuat pada empat
puluh tahun berselang, sedangkan aku yang waktu itu ingin
cepat-cepat mendapatkan mestika tersebut, tak berminat pula
bertanya lebih jauh kepadanya."
"Kau betul-betul seorang tolol," umpat kakek latah awet
muda sambil berkerut ekning, "coba pikirkan bagaimanakah
watak dari Wi Thian-yang itu, apakah dia tak ingin
memperoleh mestika tersebut seandainya berita itu benarbenar tak mengandung tujuan lain?"
Untuk sesaat kakek penggetar langit termenung sambil
memutar otak, kemudian dia baru berkata dengan suara pelan
dan masgul: "Betul, perkataanmu memang benar, heran, mangapa
secara tiba-tiba Wi Thian-yang dapat bersikap begitu sosial"
Jangan-jangan sekapannya selama empat tahun ini telah
merubah wataknya sama sekali?"
"Siau Hian, siapapun dapat merubah wataknya," kata kakek
latah awet muda sambil tertawa. "tapi cuma Wi Thian-yang
sibocah keparat ini saja yang berani kutanggung tak mungkin
dapat merubah watak setannya itu
"Menurut pendapat kau orang tua, apa sebabnya Wi Thianyang memberitahukan soal senjata mestika itu kepadaku?"
tanya Siau Hian kemudian sambil menggelengkan kepalanya
dan tertawa. "Haaah... haaah... haah... bisa jadi hal ini merupakan
sebuah perangkap..."
"Tidak mungkin!" seru Siau Hian tidak percaya.
"Darimana kau bisa tahu kalau hal ini tidak mungkin?"
"Aku dengan dia sama sekali tidak pernah terjalin
perselisihan apapun, lagipula aku she Siau sama sekali tidak
memandang sebelah matapun terhadap kepandaian silat yang
dimilikinya, buat apa dia mesti mencari penyakit buat diri
sendiri?" "Kau anggap dia takut kepadamu?"
"Ban tua, aku orang she Siau lebih-lebih tidak takut
kepadanya!" Siau Hian tergelak.
"Itu sih susah untuk dibicarakan, berbicara seperti apa yang
kau alami sekarang, andaikata aku tidak melepaskan dirimu


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang, apa pula yang dapat kau perbuat" Apakah ingin
beradu jiwa" Bersediakah kau untuk melakukannya?"
Siau Hian seketika itu juga dibuat tertegun.
Betul juga, pada hakekatnya hal ini merupakan suatu
jebakan yang berbahaya sekali.
Tapi, dimanakah maksud dan tujuan Wi Thian-yang dengan
perbuatannya itu" Pertanyaan yang sama, namun tak berhasil memperoleh
jawaban yang pasti. Siau Hian telah pergi, pergi dengan membawa kecurigaan
dan kemasgulan yang sangat tebal.
Sik Keng-seng pun telah pergi, namun dia pergi dengan
membawa perasaan murung bercampur kesal.
Leng-ho cinjin Cu Kong-to juga telah pergi.
Ia pergi bersama sama segenap anggota perkumpulan paykau nya dengan perasaan terharu dan penuh rasa terima
kasih. Oh Put Kui, pengemis sinting dan Kakek latah awet muda
tidak pergi dari situ, mereka masih tetap tinggal di Kang ciu.
Sebab Oh Put Kui tidak menyangka kalau persoalan "muni-pian" telah mendatangkan banyak kesulitan dan persoalan
bagi mereka bertiga. Sebilah pedang Cing-peng-siu-kiam sudah cukup memusingkan kepalanya, apalagi ditambah dengan ruyung
mestika Mu-ci-ciang-mo-pian yang begitu berharga.
Maka secara berpisah pun mereka berangkat untuk
menelusuri jejak Nyoo Siau-sian.
Alhasil, si ular aneh Wan Sam lah yang berhasil
menemukan kabar berita tentang nona tersebut.
Ternyata Nyoo Siau-sian telah pergi dari situ.
Dia pergi bersama-sama dengan Perempuan petani dari
Lam-wan Ku Giok-hun, Leng Seng-luan dan segenap jago dari
istana Sian-hong-hu. Mungkinkah mereka berangkat ke ibu kota"
Sayang sekali Wan Sam tidak berhasil memperoleh kabar
kepastian tentang soal ini.
Tanpa terasa Oh Put Kui yang mendapat kabar itu
menghela napas panjang. Sebaliknya kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak
sambil berkata: "Anak muda, lebih baik jangan mencari kesulitan buat diri
sendiri, perempuan adalah makhluk yang sangat berbahaya
untuk didekati, sekali didekati, maka selama hidup kau si
bocah muda akan terikat dan dipenuhi berbagai kesulitan."
Pemandangan alam di telaga Phoa-yang-oh termasuk
sangat indah dan menawan sekali, kesulitan dan kemurungan
yang mencekam perasaan Oh Put Kui pun sudah jauh
berkurang. Sambil meneguk arak menghibur diri, pemuda itu dapat
menyerap dan menikmati keindahan alam yang terbentang
disekelilingnya. Bagi pengemis sinting, asalkan tersedia arak maka
persoalan apapun tak akan dicampuri olehnya.
Untuk kesekian kalinya Kakek latah awet muda mendesak
Oh Put Kui untuk mempelajari kepandaian "merebut langit
mengetahui segala urusan" andalannya.
Tapi kembali tawaran tersebut ditampik oleh Oh Put Kui
Tentu saja kakek latah awet muda dibuat apa boleh buat
dan kehabisan daya, terpaksa dia hanya bisa tertawa getir
belaka. Benak Oh Put Kui saat itu hanya dipenuhi oleh satu
masalah, yakni dendam kesumat dari ibunya.
"Mungkinkah Im-tiong-hok adalah manusia semacam itu"
Rasanya hal ini mustahil"
Pikir punya pikir, akhirnya ia berhasil juga menarik sebuah
kesimpulan. Setiap persoalaln yang dijumpainya belakangnan ini,
hampir boleh dibilang demikian semuanya.
Sekalipun terdapat setitik petunjuk terang namun gagal
untuk menemukan kunci pemecahannya.
Hasil semacam ini membuat Oh Put Kui terpaksa hanya
mengisi waktunya dengan meneguk arak.
Sedang kakek latah awet muda dengan perasaan kurang
senang hanya bisa mengawasinya dengan kening berkerut.
Orang tua ini memang tak bisa dibiarkan menganggur saja,
dia selain ingin mencari persoalan untuk mengisi waktu.
Tapi suasana tiap malam di telaga Phoa-yang-oh selain
hening, sepi, sepi tenang dan tak ada sesuatu apa pun.
Akhirnya Kakek latah awet muda tak dapat menahan diri
lagi, dia menghela napas panjang:
"Pemandangan alam begini indah, cuaca begini cerah,
namun tiada orang yang dapat menikmatinya, sungguh..."
Belum selesai dia berkata, mendadak dari kejauhan sana
berkumandang datang suara pekikan panjang yang amat
keras. Disusul kemudian terdengar seseorang bersenandung
dengan suara yang amat nyaring.
"Tepukan mabuk mencari kenangan indah."
Perpisahan meninggalkan sedih dan duka.
Rumpu liar tumbuh setiap tahun.
Sinar matahari senja menyinari ujung loteng..."
Senandung itu merdu dan menawan hati, pekikan itupun
nyaring menembusi awan. Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh munculnya suarasuara tersebut. Malam sudah begini kelam, dari mana datangnya seniman
yang menikmati keheningan malam tersebut"
Sebaliknya kakek latah awet muda telah berseru sambil
tertawa terbahak-bahak: "Haaah... haaah... haaah... bagus, bagus sekali, baru saja
bincang jago lihay, si jago lihay sudah muncul, hey tukang
perahu ayoh dayung agak cepat, kita harus menemui seniman
tadi." Mendengar ucapan tersebut, si tukang perahu segera
mendayung perahunya keras-keras dan meluncur kearah
mana berasalnya suara tertawa tadi.
Dalam pada itu si Kakek latah awet muda telah berlarian
menuju keujung geladak. Oh Put Kui segera mengikuti pula di belakangnya...
Tak sampai seperminum teh kemudian, mereka telah
melihat dibawah sinar rembulan tampak sebuah perahu
sedang bergerak menuju ke tengah telaga.
Tak lama kemudian kedua buah perahu itu sudah saling
beriringan satu dengan lainnya.
Dari jarak sejauh sepuluh kaki, Kakek latah awet muda
segera berseru sambil tertawa tergelak:
"Sobat yang bersenandung diperahu depan, bagaimana
kalau munculkan diri untuk bersua?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dari perahu
seberang telah muncul dua sosok bayangan manusia.
Ketika Oh Put Kui mengamati orang tersebut dengan
seksama, ternyata mereka adalah dua orang kakek.
Yang berada disebelah kiri mengenakan baju biru, kepala
botak dan beralis mata putih, jenggotnya keren dan gerak
geriknya anggun. Dia membawa sebuah tongkat kayu.
Disebelah kanan adalah seorang kakek berjubah panjang
warna abu-abu, mukanya bulat seperti rembulan dan matanya
tajam bagaikan bintang, alis matanya tajam dengan hidung
yang mancung. Orang ini membawa sebilah pedang.
Begitu munculkan diri diujung geladak, kedua orang itu
segera tertawa terbahak-bahak.
Tiba-tiba terdengar suara kakek berbaju putih itu menegur:
"Apakah orang yang berada diperahu depan adalah
saudara Ban?" Oh Put Kui yang mendengar seruan tersebut diam-diam
berkerut kening sambil pikirnya:
"Ternyata mereka adalah sobat karib!"
Sementara itu Kakek latah awet muda pun sudah melihat
jelas siapa gerangan kedua orang itu, dia segera tertawa
tergelak pula: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... mimpi pun tidak
menyangka kalau yang datang adalah kalian berdua, sungguh
tak nyana kalau Sau Suma dan Han Lim-kong mempunyai
jiwa seni yang begitu tinggi, bermain sampan sambil
bersenandung, sungguh amat santai hidup kalian"
Belum habis dia berkata, Kakek berbaju hijau itu sudah
berkata sambil tertawa tergelak:
"Saudara Ban, sebagai menteri dari negara yang telah
punah, darimana datangnya pangkat dan kedudukan lagi" Bila
kau hendak mengumpat kami mengapa belum juga mampus,
tak ada salahnya untuk diumpatkan secara langsung, agar
kami pun turut merasa terlampiaskan, kalau tidak... bila loko
sampai mendongkol, kami bisa berabe dibuatnya."
Kakek latah awet muda tertawa aneh.
"Rupanya Sau-suma takut diumpat" Sampai sekarang aku
baru tahu akan hal ini, sayang sekali aku adalah rakyat jelata
dari luar daerah, kalau tidak... haaah... haaahhh... aku tentu
akan mengumpat lebih hebat lagi."
Kakek berjubah putih yang berada diperahu seberang
segera berseru sambil tertawa:
"Saudara Ban, banyak tahun tak bersua, tampaknya
penyakit lamamu belum juga berubah!"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak:
"Inikah yang dinamakan "Perangai sukar dirubah"... aaai,
sekarang aku baru teringat, bukankah kalian hidup santai di
Thian-tok" Mengapa muncul di Phoa-yang sekarang" Ada
urusan apa sih?" "Haaah... haaah... haaaaahhhh... kami sedang memenuhi
undangan dari seorang sahabat!" kata Kakek berbaju hijau itu
sambil tertawa. "Wah, siapa sih sahabat karibmu itu?"
Kakek berbaju putih tertawa dingin lalu menjawab:
"Wi Thian-yang!"
oOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdw
Oo Nama dari "Wi Thian yang" tersebut dengan cepat
membuat Oh Put Kui merasa tertegun.
Sebaliknya Kakek latah awet muda segera tertawa
menghina. "Kalian berdua benar benar memandang tinggi orang
tersebut, dengan kemampuan Wi Thian-yang, masa kalianpun
bersedia menuruti kemauannya" Sungguh mengenaskan..."
"Saudara Ban, kau jangan memandang rendah kemampuan dari manusia she Wi tersebut," seru kakek
berbaju putih sambil tertawa.
"Hmm, dengan mengandalkan kemampuannya apakah aku
harus memandang hormat kepadanya" Jangan bermimpi
disiang hari bolong..."
Sementara itu Oh Put Kui sedang memutar otak sambil
mencari tahu asal usul dari kedua orang kakek tersebut.
Kalau ditinjau dari sikap mereka yang memanggil Kakek
latah awet muda sebagai saudara, sudah jelas merekapun
terhitung seorang tokoh sakti dari dunia persilatan, hanya saja
dia tidak tahu siapa gerangan mereka berdua"
Sementara itu kedua buah perahu itu sudah semakin
mendekat satu sama lainnya.
Sambil menjura kakek berbaju putih itu segera berkata:
"Saudara Ban, bagaimana kalau menyeberang kemari
untuk berbincang-bingang?"
"Tentu saja harus menyeberang ke perahumu, cuma kami
bertiga.................."
"Sahabat dari saudara Ban, tentu saja merupakan tamu
agung kami, silahkan.................."
Saat itulah si Kakek latah awet muda baru berpaling dan
serunya sambil tertawa. "Anak muda, panggil si pengemis untuk turut serta..."
Selesai berkata dia sudah menyeberang lebih dulu.
Hanya didalam tiga langkah saja dia sudah menyeberang
ke atas perahu lawan. Diam diam Oh Put Kui berpekik memuji dia tak mengira
kalau kemampuan dari Kakek tersebut benar benar sudah
mencapai tingkatan yang luar biasa.
Kakek berbaju hijau itupun berseru sambil tertawa
terbahak-bahak: "saudara Ban, tampaknya ilmu Leng-siu-pohmu semakin
lama semakin sempurnya saja!"
"Bagaimana jika dibandingkan dengan Huan im-poh mu"
Masih selisih berapa jauh?"
"Nah... nah... kembali saudara Ban mengumpat orang!"
seru si Kakek baju hijau itu sambil menggelengkan kepalanya
dan tertawa. Ditengah gelak tertawa dari ketiga orang Kakek itu, Oh Put
Kui serta pengemis sinting yang masih terkantuk-kantuk
karena mabuk itu sudah menyeberang semua ke perahu
seberang. Setibanya diruang perahu, baru saja Oh Put Kui hendak
melangkah masuk, mendadak tampak olehnya si pengemis
sinting telah melompat kedepan lalu berlutut dihadapan kedua
orang Kakek tersebut sambil berkata:
"Boanpwee Liok Jin-ki dari Kay-pang menjumpai locianpwee berdua................."
Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun.
Sudah jelas si pengemis sinting tidak mabuk barang
sedikitpun juga, bahkan dia sadar dan berpikiran jernih


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga dapat megenali siapa gerangan kedua orang Kakek
itu. Saat itulah si Kakek berbaju hijau itu mengulapkan
tangannya seraya berkata:
"Ayoh cepat bangun, baik baikkah Kong-sun pangcu?"
Pengemis sinting menyahut dan bangkit berdiri, lalu dengan
sikap yang sangat hormat jawabnya:
"Pangcu kami sudah banyak tahun menutup diri untuk
berlatih keras............."
"Apakah Kongsun Liang telah berhasil menemukan kitab
pusaka tentang ilmu tongkat iblis tersebut?" tanya Kakek baju
putih itu sambil tertawa.
"Sudah!" "Nyatanya Kongsun pangcu memang tidak menyia nyiakan
harapan dari banyak orang....................."
Dalam pada itu, Kakek latah awet muda telah menggapai
ke arah Oh Put Kui sambil serunya:
"Hey anak muda, ayoh masuk!"
Dengan langkah pelan Oh Put Kui berjalan masuk dan
menuju ke hadapan ketiga orang itu.
Sambil menuding ke arah dua orang Kakek itu, kata Kakek
latah awet muda sambil tertawa:
"Anak muda, kedua orang Kakek ini adalah dua tokoh sakti
dunia persilatan yang tinggal di puncak Thian tok-hong disebut
orang sebagai Thian-tok-siang-coat (sepasang manusia sakti
dari Thain-tok), mereka adalah Kakek tanpa bayangan baju
hijau Samwan To dan Kakek tanpa kemurungan berbaju putih
Ibun Hau!" Oh Put Kui segera merasakan hatinya bergetar keras
sesudah mendengar nama kedua orang itu.
Rupanya mereka adalah dua orang pendekar aneh yang
luar biasa dan bernama besar itu.
Tapi dengan cepat pula dia teringat akan suatu persoalan
yang lain.................."
Ayahnya yang berada di Pulau Neraka tak lain disekap
disitu selama delapan belas tahun karena desakan dari kedua
oarng Kakek ini bersama tiga dewa dari luar jagad.
Oleh karena itu selain menaruh hormat dan kagum kepada
kedua orang Kakek ini didalam hati kecilnya pun timbul suatu
perasaan yang menentang, sekalipun perasaan menentang
tersebut berhasil ditawarkan sedikit oleh penjelasan dan
petunjuk dari Thian-hian Hui-cui, akan tetapi dia tak pernah
dapat melupakan kejadian ini, sebab dia sangat merindukan
ayahnya. Oh Put Kui memandang sekejap kedua orang Kakek yang
duduk dihadapannya, kemudian sambil menjura katanya:
"Boanpwee Oh Put Kui menjumpai kalian dua orang jago!"
Ternyata pemuda itu enggan menggunakan kata "locianpwee" untuk membahasai kedua orang itu.
Dengan perasaan tercengang dan sedikit diluar dugaan,
Kakek latah awet muda melotot sekejap ke arah Oh Put Kui.
Namun Thian tok siang coat sama sekali tidak menjadi
marah karenanya, mereka malah tertawa.
Dengan kening berkenyit Kakek tanpa bayangan berbaju
hijau berkata sambil tertawa:
"Bukankah kau adalah Oh Put Kui" Benar benar seorang
manusia yang berbakat bagus sekali dan jarang ditemui dalam
seabad ini!" Oh Put Kui tertegun, diam diam ia merasa sangat
keheranan, dia tak mengira kalau orang tua tersebut
mengetahui namanya dengan begitu jelas.
"Benar, memang boanpwee adanya!" sahut pemuda itu
kemudian. Sambil tertawa nyaring Ibun Hau berkata pula:
"Ceng-thian lote suami istri benar benar telah melahirkan
seorang anak berbakat yang luar biasa dan berguna bagi
dunia persilatan... saudara Sam-wan, tampaknya persoalan
yang kita hadapi sudah ada penerusnya!"
Ucapan dari Ibun Hau tersebut segera menimbulkan
perasaan tak senang dalam hati kecil Oh Put Kui, keningnya
segera berkerut dan pikirnya dengan gusar:
"Perkataan macam apakah itu............."
Dalam pada itu Samwan To telah berkata pula sambil
tertawa: @oodwoo@ Jilid 27 "Ucapan saudara Ibun memang benar, kalau tidak saudara
Oh Sian dan saudara Thian-liong tak akan membuang tenaga
dan pikiran yang banyak untuk menciptakan bocah ini........."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:
"Saudara Ban, bagaimana dengan kau" Bocah ini telah
memperlajari apa saja darimu?"
Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya sambil
tertawa aneh, sahutnya: "Mempelajari apa" Dia tak sudi mempelajari apapun,
bahkan orang lain memohon pun tak berhasil, dia anggap
seolah-olah tak berguna pelajaranku, aaai, aku dibuat mati
kutu olehnya." "Benarkah begitu?" Ibun Hau tertawa tergelak, "masa
saudara Ban pun bisa dibuat mati kutu olehnya?"
"Haaaaahhhh........ haaaaaahhhhh........ hhaaaaaahhhhh........ Ibun lote, aku Ban Sik-tek bukan
melalaikan atau lupa, justru bocah inilah tindak tanduknya
maupun cara berbicaranya membawa tiga bagian hawa
dewa........." "Baru pertama kali ini kudengar saudara Ban mengucapkan
perkataan semacam ini," seru Samwan To sambil tertawa.
Kakek latah awet muda tertawa aneh.
"Seandainya bocah muda itu tak pernah muncu, selama
hidup pun aku tak akan mengucapkan perkataan semacam
ini..." Selama pembicaraan masih berlangsung, Oh Put Kui
sendiri hanya tersenyum hambar tanpa mengucapkan sepatah
kata pun. Baru sekarang Ibun Hau menemukan kalau si pengemis
sinting masih berlutut diatas tanah, katanya kemudian sambil
tertawa: "Liok Jin Ki, ayoh cepat bangun dan duduk!"
Pengemis sinting baru bangkit berdiri dan mengambil
tempat duduk... Sementara itu Samwan To juga telah mempersilahkan Oh
Put Kui untuk mengambil tempat duduk.
Tapi tawaran tersebut segera ditampik oleh Oh Put Kui.
Dengan perasaan tidak habis mengerti Kakek latah awet
muda segera bertanya sambil tertawa:
"Hey anak muda, mengapa sih kau ini" Kenapa sikapmu
tak bisa gagah dan bebas?"
Dengan hambar Oh Put Kui menggelengkan kepalanya
berulang kali, kemudian menjawab lirih:
"Dalam hati kecil boanpwee masih terdapat satu masalah
yang rasanya masih mengganjal di dalam hati!"
"Kau begitu duduklah lebih dulu sebelum dibicarakan."
Tapi Oh Put Kui kembali menggeleng:
"Persoalan ini sudah sepantasnya bila kuajukan sambil
berdiri daja..." Jawaban tersebut tentu saja membuat Kakek latah awet
muda menjadi tertegun. Bahkan Samwan To dan Ibun Hau pun ikut dibuat tertegun
dan penuh perasaan tidak mengerti.
Hanya si pengemis sinting seorang yang memahami
beberapa bagian atas peristiwa tersebut.
"Hey anak muda, penyakit apa sih yang telah menyerang
dirimu kali ini?" tegur Kakek latah kemudian.
"Berhubung persoalan itu menyangkut soal ayahku oleh
sebab itu sudah seharusnya bila dibicarakan sambil berdiri..."
"Banyak amat tingkah lakumu!" sambil tertawa getir Kakek
latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali,
"ada kalanya aku lihat kau si anak muda kolot dan amat keras
kepala..." Namun berbeda sekali dengan pendapat dari Samwan To
serta Ibun Hau dua orang kakek ini.
Sebagaimana diketahui, Samwan To selalu pernah menjadi
teman baca dari kaisar Tiong-cong. lagipula pernah menjabat
sebagai seorang pembesar dibidang militer, sedangkan Ibun
Hau pun merupakan seorang pembesar kerajaan, oleh sebab
itu mereka sangat menghormati tata cara. itulah sebabnya
sikap yang ditampilkan Oh Put Kui saat ini seratus persen
cocok dengan selera mereka.
"Nak, kau memang tidak kehilangan kesopanan seorang
manusia sejati..." kata dua orang Kakek itu sambil tertawa.
"Terima kasih banyak atas pujian lojin berdua!" sahut Oh
Put Kui dengan hambar. Kemudian dengan mata berkilat teriaknya lagi:
"Tentunya kalian berdua kenal dengan ayahku bukan?"
"Sebagai sobat karib selama banyak tahun, masa kami
tidak saling mengenal?" jawab Ibun Hau tertawa.
"Bagaimana dengan Samwan lojin?" tiba tiba Oh Put Kui
bertanya lagi sambil tertawa hambar.
Sesungguhnya pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang berlebihan dan sama sekali tak berguna.
Tapi Samwan To tidak menjadi marah, malahan sahutnya
sambil tertawa ramah: "Ceng-thian lote dengan aku boleh dibilang bersahabat
karib!" Sorot mata penuh kepedihan segera memancar keluar dari
balik mata Oh Put Kui, sebetulnya dia ingin mendongakkan
kepalanya dan tertawa panjang, tapi ia tak tega untuk berbuat
demikian, sebab ia merasa bahwa kedua orang Kakek itu
termasuk orang baik. "Kalau toh lojin berdua bersahabat karib dengan ayahku,
tentunya kalian tahu bukan kalau ayahku disekap di Pulau
Neraka?" "Tentu saja tahu!" jawab Samwan To dan Ibun Hau
bersama-sama. "Tahukah lojin berdua, siapa yang telah memaksa ayahku
untuk hidup mengasingkan diri di pulau neraka tersebut?"
"Haaah.. haaah... haaah... hiantit memang bertanya kepada
orang yang tepat, sebab memang aku bersama saudara
Samwan dan tiga dewa Hong-gwa-sam-sian yang mengundang ayahmu sekalian untuk menetap di pulau
tersebut." Sekalipun Oh Put Kui sudah mengetahui tentang kejadian
ini, namun tak urung dibuat tertegun juga setelah mendengar
pengakuan tersebut. Karena menurut perkiraannya, kedua orang Kakek itu pasti
tak akan mengakui secara terus terang, bahkan menurut
perhitungannya sekalipun kedua orang Kakek itu akhirnya
mengaku juga, hal ini dikarenakan desakannya yang bertubitubi. Tapi kenyataannya sekarang, pihak lawan telah memberikan jawaban secara sportip dan jujur.
Hal ini membuatnya mengambil dua kesimpulan atas
kejadian tersebut... Kesatu, pihak lawan merasa menyesal karena perbuatannya itu, dan kedua pihak lawan terlalu tinggi hati
sehingga pada hakekatnya tidak memandang sebelah
matapun terhadap diri dan ketujuh orang Kakek tersebut.
Sekalipun demikian, dia merasa kedua macam alasan ini
sama-sama membuatnya merasa tak tahan untuk berdiam diri
saja. Maka dengan suara yang sangat dingin ia berkata lagi:
"Apakah ayahku telah banyak melakukan kejahatan atau
mempunyai nama jelek di dalam dunia persilatan?"
"Cong-thian lote sama sekali tidak mempunyai nama jelek!"
jawab Samwan To tertawa. "Bagaimana pula dengan keenam orang lainnya..."
"Nama jelek sih tak ada, cuma cara kerjanya saja terlalu
menuruti adat..." "Apakah dikarenakan cara kerja mereka terlalu menuruti
adat, maka kalian lantas memaksa mereka untuk hidup
mengasingkan diri di pulau neraka?"
Sekarang Samwan to dan Ibun Hau baru memahami
maksud tujuan dari Oh Put Kui, rupanya pemuda tersebut
merasa tak puas karena mereka telah memaksa ayahnya
untuk hidup mengasingkan diri di pulau tepencil tersebut.
Samwan To segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh... haaahh.. haaahh.. ucapanmu memang benar
sekali nak!" "Tidakkah kalian berdua rasakan bahwa tindakan tersebut
terlalu keji dan buas?" desak Oh Put Kui lebih jauh dengan
kening berkerut. Samwan To segera tertawa.
"Nak, apakah kau beranggapan bahwa tidak seharusnya
kami mendesak ayahmu sekalian untuk hidup terpencil di
pulau neraka?"

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimanapun juga, boanpwee menganggap tindakan
yang dilakukan kalian berdua kelewat batas!"
"Nak, aku rasa tindakan ini tidak kelewat batas.." kata
Samwan lojin sambil tertawa.
Kakek latah awet muda yang ikut mendengarkan dari
samping segera mengernyitkan alis matanya yang putih
sambil menyela: "Anak muda, sebenarnya apa yang sedang kalian
bicarakan?" Oh Put Kui tertawa hambar dan secara ringkas
menceritakan bagaimana ayahnya bertujuh dipaksa hidup
terpencil di Pulau Neraka dan baru boleh meninggalkan pulau
itu bila ia sudah mengunjungi mereka.
Ketika selesai mendengarkan penjelasan tersebut, Kakek
latah awet muda nampak tertegun, lalu serunya kepada
Samwan To: "Lote berdua benar-benar gemar mencari urusan, buat apa
sih kalian mesti berbuat begitu?"
"Saudara Ban. ha! ini terjadi karena ada suatu alasan
tertentu," kata Samwan To sambil tertawa.
Ibun Hau ikut menimbrung pula dengan senyum dikulum:
"Saudara Ban, bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya kurang leluasa untuk dibicarakan pada saat ini,
tapi aku berani menjamin kehidupan mereka selama delapan
belas tahun di pulau terpencil tersebut justru mendatangkan
keuntungan yang besar bagi ketujuh manusia aneh dari dunia
persilatan itu." "Apa maksud perkataanmu itu?" seru Kakek latah awet
muda sambil tertegun, "masa seseorang yang disekap dalam
pulau terpencil justru mendatangkan keuntungan baginya,
mana ada kejadian semacam ini?"
Tiba tiba Ibun Hau berpaling kearah Oh Put Kui dan
berkata sambil tertawa: "Bukankah keponakan telah berkunjung ke pulau tersebut"
Tentunya kau mengetahui bukan sampai dimanakah
kepandaian silat yang dimiliki ketujuh orang Kakek tersebut?"
"Yaa, ilmu silat mereka telah mencapai tingkatan yang
paling sempurna!" "Nah bagaimana saudara Ban?" Ibun Hau tertawa,
"bagaimana pula dengan ilmu silat yang mereka miliki tempo
dulu" Bukan aku sengaja menghina, tapi kenyataanya saja
meski mereka tergolong jago kelas satu di dalam dunia
persilatan, namun belum mencapai tingkatan yang sempurna,
tapi sekarang andaikata aku diharuskan bertarung satu lawan
satu, belum tentu aku dapat menangkan pertarungan itu."
Kemudian setelah ebrhenti sejenak, katanya pula kepada
Oh Put Kui sambil tersenyum:
"Keponakanku, tahukah kau sebelum mereka disekap
dalam pulau neraka, dengan kemampuanku seorang masih
sanggup untuk mengungguli kerubutan mereka bertiga
sekalipun!" Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya.
Ia jadi teringat dengan perkataan dari Thian-hiang Huicu
yang berpesan agar dia tidak menjemput ketujuh orang Kakek
itu sebelum sembahyang Bakcang, mungkinkah mereka
memang mempunyai suatu maksud tujuan tertentu?"
Sementara dia masih termenung, Kakek latah awet muda
telah berkata sambil tertawa:
"Tampaknya lote berdua telah membantu ketujuh manusia
aneh itu untuk memenuhi pengharapan mereka?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... saudara Ban, kesemuanya ini bukan jasa kami," kata Samwan To sambil
tertawa tergelak. "melainkan pemberian dari toa kuncu..."
Tapi secara tiba tiba dia menggeleng dan berkata lagi
sambil tertawa: "Aaaai, aku memang sukar untuk merubah panggilan itu...
Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut
segera tertawa tergelak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... apa salahnya memanggil" Asalkan saja tidak salah menyebut sewaktu
berada di ibu kota, aku percaya tak akan ada orang yang
mencap dirimu sebagai penghianat..."
Sambil tertawa Ibun Hau segera berkata:
"Saudara Ban, sebagai pembesar dari negara yang telah
ditumpas, lebih baik kalau tidak mempergunakan sebutan
semacam itu lagi." "Terserah kalian. pokoknya aku memang tak pernah suka
dengan cara semacam itu!"
"Tentang urusan tujuh manusia aneh dari dunia persilatan,
kalau toh nona Ki sudah memberi petunuk, aku rasa tak bakal
salah lagi." Tiba tiba Oh Put Kui berkata sambil tertawa:
"Ban tua, Ki locianpwee pernah berpesan kepada
boanpwee agar datang lebih lambat ke pulau tersebut."
-oo0dw0oo- "Benarkah" Bukankah kau pernah bilang kalau bapakmu
telah membangun pagoda menanti putra di pulau tersebut"
Mengapa kau justru agak terlambat kesana" Lagipula
bukankah barusan kau seperti hendak mencari gara gara
dengan kedua orang bekas pembesar ini sebenarnya karena
apa sih?" Sambil tertawa Oh Put Kui menyahut:
"Sebelum duduknya persoalan menjadi jelas, sedikit
banyak boanpwee merasa tak senang hati juga karena
persoalan itu..." Samwan To segera tertawa tergelak:
"Haaaahhh... haaahhh... haaahh... sebagai anak muda,
tidak seharusnya kau kaya akan perasaan permusuhan,
tentunya keponakan sudah paham bukan sekarang?"
"Ya, setelah mendengar menjelasan dari locianpwee
berdua, ditambah lagi dengan pesan dari Ki locianpwee serta
bukti bahwa ayah bertujuh yang tinggal di pulau neraka
memang memiliki kepandaian silat yang amat sempurna,
maka aku percaya bahwa apa yang telah dijelaskan
locianpwee berdua memang tidak bermaksud untuk membohongi boanpwee..."
Ibun Hau segera tertawa tergelak:
"Haaah... haaah... haaahh.. jika keponakan masih belum
juga mengerti, aku berdua tentu akan kena didamprat..."
Merah padam selembar wajah Oh Put Kui dibuatnya, baru
saja dia hendak mengucapkan terima kasih, tiba-tiba Kakek
latah awet muda telah berseru kepada Samwan To dan Ibun
Hau sambil tertawa: "Nah mereka telah datang!"
"Siapa?" tanya Ibun Hau tanpa terasa.
"Siapa lagi, tentu saja sahabat yang mengundang
kedatangan kalian berdua!"
"Aaah betul, ternyata sudah datang..." kata Samwan To
pula sambil tertawa. Sementara itu Oh Put Kui juga sudah merasa kalau dari
kejauhan saja berkumandang datang suara air yang memecah
kesepian. Dengan kening berkenyit Ibun Hau kembali berkata:
"Saudara Samwan, tampaknya Wi Thian-yang tidak datang
seorang diri..." "Setelah menderita kerugian satu kali, mana mungkin Wi
Thian-yang sudi tertipu lagi" Mungkin kedatangannya hari ini
disertai dengan suatu perencanaan yang matang..."
Kalau memang demikian, hal ini lebih baik lagi." kata Ibun
Hau tertawa tergelak, "siaute memang ingin sekali
menyaksikan kawanan setan dan kepala kerbau mukakuda
dari Tong-thiau-kui-hu, ingin kulihat sampai dimanakah
kemampuan yang mereka miliki."
Belum habis Ibun hau berbicara, dari kejauhan sana telah
berkumandang datang suara tertawa dingin.
Sekalipun suara tertawa dingin itu tidak begitu keras,
namun cukup membuat kelima orang yang berada dalam
ruang perahu itu berubah wajahnya.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda segera berkata:
"Sungguh tak disangka setelah berpisah selama empat
puluh tahun, kemampuannya bisa bisa berubah menjadi begini
sempurnanya..." Rupanya suara tertawa dingin tadi telah dipancarkan
dengan disisipkan dalam pancaran hawa murni, membuat
kawanan jago tersebut merasakan hatinya sangat bergetar.
Benarkah Wi Thian yang memiliki kemampuan yang begitu
sempurna" Tak aneh kalau Kakek latah awet muda pun merasa kurang
percaya dengan kenyataan tersebut.
"Hal ini sulit untuk dikatakan..." kata samwan To sambil
menggelengkan kepalanya Tapi Ibun Hau segera menyela sambil tertawa:
"Saudara Ban, orang ini bukan Wi Thian-yang!"
"Kalau bukan Wi Thian-yang lantas siapa?" tanya Kakek
latah awet muda dengan wajah tertegun.
"Sekalipun Wi Thian-yang pernah memperoleh pengalaman
luar biasa, namun sulit baginya untuk menguasai hawa murni
Hian-im-cing-khi tersebut hingga mencapai tingkat macam ini,
karena itu kuyakin suara tertawa dingin itu berasal dari orang
lain..." Belum selesai dia berkata, seseorang telah menyambung:
"Tak nyana kalau jago tanpa kemurungan berbaju putih
Ibun Hau memiliki kemampuan yang begitu hebat, bilamana
ada kesempatan aku harus meminta petunjuk darimu..."
"Haaah... haaah... haaahh... saudara terlalu memuji, Ibun
Hau pasti akan mengulangi setiap saat..." jawab Ibun Hau
sambil tertawa keras. Sementara pembicaraan masih berlangsung, dua buah
peranu besar telah meluncur mendekat.
Cahaya lentera yang terang benderang menerangi seluruh
perahu besar itu. Ketika jaraknya tinggal dua kaki perahu itu telah berhenti
berlayar bahkan menurukan jangkar.
Menyusul kemudian Raja setan penggetar langit Wi Thianyang dengan perawakan tubunya yang tinggi besar telah
munculkan diri diujung geladak.
Pada saat itulah Kakek latah awet muda berkata kepada
sepasang jago dari Thian-tok ini sambil tertawa.
"Lote berdua, aku tak usah munculkan diri daripada pihak
lawan menuduh kita mengandalkan jumlah yang banyak,
cuma kau boleh saja mengajak serta bocah muda ini..."
"Apa yang diperintahkan saudara Ban tentu akan kami
turuti!" sahut Samwan To tertawa.
Ibun Hau juga segera bertanya kepada Oh Put Kui sambil
tertawa: "Keponakanku, pernahkah kau berjumpa dengan Wi Thianyang sebelum pertemuan hari ini?"
"Pernah, bahkan sudah pernah bentrok satu kali."
"Kalau didegnar dari nada pembicaraan keponakan,
tampaknya Wi Thian yang tidak berhasil mendapatkan
keuntungan apa-apa?"
Oh Put Kui hanya tertawa hambar tanpa menjawab.
Sambil manggut-manggut Ibun Hau segera berkata:
"Kalau begitu akupun tak usah kuatir..."
Tampaknya dia tetap menguatirkan kepandaian silat dari
Oh Put Kui, takut dia sebagai seorang pemuda yang berdarah
panas akan mencari gara-gara sehingga merugikan pihaknya
sendiri, bila pemuda itu sampai celaka, niscaya merekalah
yang akan merasa tak enak.
Sementara itu Samwan To telah berkata pula lirih:
"Keponakanku, andaikata jago lihay yang tak diketahui
namanya munculkan diri nanti, harap kau jangan berkeras
kepala untuk menghadapinya lebih dulu, tampaknya
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang itu tidak
berada dibawah kemampuan Kakek Ban."
"Boanpwee mengerti," Oh Put Kui tertawa hambar.
Padahal pikirannya berpendapat lain, dia justru ingin
mencari kesempatan untuk mencoba kemampuan yang
dimiliki orang yang memperdengarkan suara tertawa dingin
tadi. Baru selesai mereka bertiga berbicara, dari arah seberang
telah terdengar lagi suara Wi Thian-yang sedang berkata
sambil tertawa: "Samwan To, Ibun Hau, mengapa kalian berdua belum juga
menampakkan diri" Apakah kalian berdua tahu diri dan
bersedia menerima hukuman dariku?"
Sambil tertawa terbahak-bahak Samwan To segera
munculkan diri dari perahunya, lalu sambil mengelus
jenggotnya dia berkata: "Wi lote, hadiah sebuah jari tanganku ternyata tak pernah
kau lupakan selama empat puluh tahun terakhir ini, daya
ingatmu yang begitu hebat dan tekadmu yang begitu membara
sungguh membuat aku merasa amat kagum!"
Kemudian setelah berhenti sejenak dan kembali tertawa
tergelak, terusnya: "setelah kau undang kehadiran kami hari ini, bisakah
kutahu dengan cara bagaimana kau hendak menyelesaikan
perselisihan ini?" Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram:
"Bagaimana pula menurut penapat saudara Samwan untuk
menyelesaikan perselisihan ini?"
"Haaah... haaah... haaah... masa aku yang mesti
memutuskan penyelesaian persoalan ini" Bila kuusulkan


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menyudahi saja peristiwa tersebut, apakah kau bisa
menyanggupinya?" "Keterus terangan saudara ternyata masih tetap seperti
sedia kala, sungguh mengagumkan hati orang saja," Wi Thianyang tertawa, "kalau toh saudara Samwan enggan
mengajukan usul, baiklah kalau aku saja yang mengajukan
suatu usul untuk menyelesaikan masalah ini, bagaimana
menurut pendapatmu?"
"Aku akan mendengarkan dengan seksama!"
Setelah tertawa seram raja setan penggetar langit berkata
lagi: "Dahulu saudara Samwan telah melukai diriku dengan ilmu
Sam-yang-ci, maka hari ini akupun bersedia mempergunakan
ilmu Tong-thian-ci untuk bertempur melawan saudara
Samwan." "Baik, baik sekali, aku setuju!"
Kemudian setelah berhenti sejenak terusnya:
"Cuma perlu kutanyakan, pertarungan ini dibatasi saling
menutul ataukah bertarung sampai salah satu diantara kita
mampus?" Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa nyaring:
"Tempo hari saudara hanya melukai aku, mengapa pula
pertarungan yang akan berlangsung hari ini harus diakhiri bila
satu pihak sudah mampus" Tapi, bila saudara Samwan
berkeinginan untuk melangsungkan pertarungan ini sampai
ada yang mampus, sudah barang tentu aku bersedia
mengiringinya." Oh Put Kui yang mencuri dengar pembicaraan tersebut dari
balik perahu menjadi terkejut bercampur keheranan.
Bagaimana pun juga ia dapat menangkap betapa liciknya
manusia yang bernama Wi Thian-yang ini.
Seolah-olah saja dia datang karena memenuhi undangan,
sehingga bagaimanakah akhir dari pertarungan tersebut ia
melepaskan diri dari segala pertanggungan jawabnya.
Dari sini pula bisa disimpulkan betapa licik, berbahaya dan
menakutkannya orang ini. Selain itu, Oh Put Kui pun teringat kembali dengan masalah
tentang ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersbut.
Tiba-tiba saja dia seperti mendapat suatu firasat, bahwa
antara Wi Thian-yang dengan majikan muda dari Sian honghu yaitu Nyoo Ban-bu pasti mempunyai suatu hubungan yang
luar biasa. Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, dari luar ruang
perahu telah berkumandang datang suara gelak tertawa
Samwan To yang amat keras:
"Wi lote, setelah memunculkan diri kembali ke dalam dunia
persilatan, mengapa caramu berbicara berubah menjadi begini
merendah" Tampaknya aku harus meningkatkan kewaspadaanku..." Mendengar hal itu, Wi Thian-yang segera tertawa:
"Saudara Samwan, setelah empat puluh tahun lamanya
duduk menghadap ke dinding, manusia baja pun pasti akan
berubah menjadi manusia tanah liat, semua keberangasan
dan kekejamanku dulu, kini sudah tersapu habis bersamaan
dengan berputarnya waktu selama empat puluh tahun."
Samwan To merasa amat gembira sekali, segera ujarnya
cepat: "Buddha berkata: Siapa yang bersedia meletakkan golok
pembunuh, dia akan diterima kembali sebagai murid Buddha,
bila Wi lote benar-benar sudah berubah menjadi seorang yang
lain karena hidup dalam pengasingan selama empat puluh
tahun, bukan saja aku perlu bersyukur demi kebahagiaan
umat persilatan, terlebih-lebih harus mengucapkan selamat
buat Wi lote sendiri!"
"Saudara Samwan terlalu memuji!" tukas Wi Thian-yang
sambil tertawa. Kembali Samwan To tertawa terbahak-bahak:
"Kalau toh Wi lote sudah dapat melenyapkan sifat dan
perangaimu yang dahulu, menurut pendapatku lebih baik
anggap saja aku yang kalah dalam pertarungan hari ini dan
anggap saja urusan dulu sebagai sudah beres, entah
bagaimana menurut pendapatmu?"
Ternyata nada pembicaraan dari Samwan To ikut pula
berubah menjadi amat sungkan.
"Haaahhh... haaahh... haaahh... tidak bisa jadi!" seru Wi
Thian yang kembali sambil tertawa, "sebab niat pertamaku
setelah terjun kembali ke dunia persilatan adalah membereskan masalah budi dan dendamku di masa lalu,
siapa yang merasa berhutang, dia harus membayar kembali
hutang tersebut..." Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Samwan To
kembali telah menyela: "Wi lote, buat apa sih kau mesti berbuat demikian" Masalah
budi dan dendam akan beres dan terselesaikan dengan
sendirinya, bila kita bersedia untuk berlapang dada, bila
urusan semacam inipun masih diributkan, bukankah hal ini
akan merusak suasana?"
"Biarpun segala sesuatunya akan menjadi hambar, soal
budi dan dendam harus diselesaikan dahulu hingga tuntas!"
teriak Wi Thian-yang dengan suara lantang.
Kemudian setelah berhenti sejenak tiba-tiba dia menjura
kepada Samwan To sambil ujarnya lagi:
"Saudara Samwan, bagaimana kalau kita selesaikan
dahulu perselisihan tersebut?"
Melihat kekerasan kepala orang, Samwan To menghela
napas panjang: "Aaai, kalau toh Wi lote bersikeras hendak menyelesaikan
dahulu perselisihan tersebut, sudah barang tentu aku tak
dapat menampik terus, tapi bagaimanakah cara kita untuk
bertarung diatas permukaan air telaga ini?"
"Bagaimana kalau kita saling melancarkan ilmu jari kita ke
tengah udara dalam jarak dua kaki ini?"
Samwan To yang mendengar usul tersebut, diam-diam
kembali merasa terkejut. Dia tahu kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya
masih jauh melebihi gembong iblis tersebut.
Tapi kenyataannya sekarang, gembong iblis itu berani
menantangnya untuk saling beradu ilmu jari ditengah udara,
itu berarti seandainya ia tidak peroleh kemajuan yang sangat
pesat dalam ilmu silatnya selama empat puluh tahun
belakangan ini, sudah jelas iblis tersebut telah berhasil
memperlajari sejenis ilmu silat yang lain.
Tentu saja diapun sudah mempertimbangkan bahwa cara
ini dipergunakan karena gembong iblis ini telah bertobat
sehingga dia mengajak penyelesaian cara begitu untuk
membereskan persoalannya secara damai saja.
Berpikir demikian, Samwan To pun segera berkata sambil
tertawa nyaring: "Setelah hidup mengasingkan diri selama empat puluh
tahunan dipegunungan yang terpencil. aku kira ilmu silat yang
dimiliki Wi lote pasti sudah peroleh kemajuan yang pesat,
padahal aku sudah lama melalaikan latihanku. karenanya
didalam pertarungan yang berlangsung hari ini, kuharap lote
sudi melepaskan budi untukku."
Selesai berkata, dia segera menghimpun segenap
kekuatan yang dimilikinya dan bersiap sedia menghadapi
segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Nah, berhati-hatilah saudara Samwan!" seru Wi Thianyang kemudian dengan lantang.
Seusai berkata, dia segera melepaskan sebuah serangan
jari kearah depan. Tiba-tiba Samwan To berkelebat kesamping dan berseru
sambil tertawa : "Wi lote, kita harus membuat suatu perjanjian lebih dulu
sebelum melangsungkan pertarungan ini."
Gagal dengan serangannya, Wi Thian-yang menegur:
"Perjanjian apa lagi?""
"Kita harus membatasi masing-masing pihak dengan
berapa jurus serangan saja."
"Betul, kita memang harus membuat pembatasan."
Kemudian setelah berpikir sebentar katanya lagi:
"Samwan To, bagaimana kalau kita membatasi dengan
sepuluh jurus serangan sjaa?"
"Sepuluh jurus" Menurut pendapatku, lima juruspun sudah
lebih dari cukup!" "Baik, kalau begitu kita tetapkan lima jurus saja!"
"Wi lote" Samwan To kembali berkata, "kita akan
melancarkan serangan bersama-sama ataukah setiap orang
dibatasi dengan lima buah serangan lebih dulu?"
"Haaah... haaah... haaah... paling baik kalau kita
melancarkan serangan bersama-sama, selain itu..."
Tiba-tiba dia tertawa seram dan menambahkan:
"Sewaktu pihak lawan melancarkan serangannya, maka
dilarang untuk menghindarkan diri."
Dari perkataan tersebut, Samwan To mengetahui kalau
lawannya sedang mengejek dirinya karena menghindarkan diri
tadi. Namun Samwan To sama sekali tidak menggubris ejekan
itu, katanya segera: "Tentu saja, aku menyetujuinya sama sekali."
"Haaahhh.. haaahh... haaahh... kalau begitu maaf saudara
Samwan!" Tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah serangan jari
tangan ke arah depan. Samwan To tertawa hambar, diapun menggerakkan jari
tangannya sambil balas melancarkan sebuah serangan.
Tenaga serangan yang dihasilkan dari lima Sam-yang ci ini
benar-benar sangat hebat, diiringi desingan suara yang amat
tajam dan menggidikkan hati, angin serangan tersebut
meluncur ke muka dengan kecepatan luar biasa.
Namun tenaga serangan dari Tong-thian-ci ternyata tidak
menimbulkan bekas apapun.
Dalam waktu singkat tenaga serangan keras dan lunak itu
telah saling bertemu satu sama lainnya pada jarak berapa kaki
ditengah udara... "Bluuukkk!" Diiringi suara benturan keras, kedua belah pihak samasama tertawa lebar. Samwan To segera berseru:
"Wi lote benar-benar hebat, tampaknya empat puluh tahun
hidup mengasingkan diri membuat tenaga seranganmu dalam
ilmu Tong-thian-ci ini bertambah sempurna, mau tak mau aku
harus menyatakan juga akan kekagumanku..."
Wi Thian-yang segera berseru pula dengan suara keras:
"Ilmu jari Sam-yang-ci dari saudara Samwan jauh lebih
menggidikkan hatiku!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, diiringi suara tertawa
yang memanjang ia berseru kembali:
"Saudara Samwan, lihatlah serangan jariku yang kedua!"
Baru selesai dia berkata, angin serangan telah memancar
keluar dengan hebatnya. "Saudara benar-benar sangat hebat!" bentak Samwan-to
dengan sorot mata berkilat.
Tangan kanannya segera diayunkan ke muka, dengan
mengerahkan seluruh kekuatan Sam-yang-ci nya dia
melepaskan sebuah totokan kilat.
"Blummm..." Lagi-lagi bentrokan tersebut menghasilkan keadaan yang
seimbang alias setali tiga uang.
Pada saat itulah mendadak sekulum senyuman licik
tersungging diujung bibir Wi Thian-yang.
"Saudara Samwan," katanya, "aku lihat susah juga buat kita
untuk menentukan siapa menang siapa kalah dalam
pertarungan ini... aaai, aku sungguh merasa malu dan
menyesal, ternyata latihan tekunku selama empat puluh tahun
belum berhasil juga membawa kepandaian silatku mencapai
puncak kesempurnaan!"
Samwan-to segera tertawa tergelak:
Wi lote, kalau toh kau sudah mengerti bahwa menang kalah
adalah sudah ditentukan, bagaimana kalau kita sudahi saja
pertarungan ini sampai disini saja?"
"Tidak bisa, budi harus dibalas budi, dendam harus dibayar
dendam, hutangmu dulu harus dibayar dulu sampai lunas!"
Kembali dia melepaskan serangan ilmu Tong-thian-ci untuk
ketiga kalinya. "Berhati-hatilah saudara!" serunya keras.
Setelah dua kali bentrokan tadi, Samwan-to telah
mengetahui bahwa ilmu jari Tong-thian-ci dari lawannya ini
meski tangguh manum masih belum mampu untuk
mengungguli kehebatan dari Sam-yang-ci andalannya.
Oleh sebab itu sahutnya sambil tersenyum:
"Wi lote, tampaknya pertarungan ini pun harus diakhiri
dengan seimbang dan sama kuat."
Tapi secara tiba-tiba saja perkataan dari Samwan to itu
terhenti sampai ditengah jalan.
Disusul kemudian ia membentak penuh kegusaran:
"Besar amat nyalimu, kau berani bemain gila denganku..."
"Blaaammm..." Tahu-tahu saja tubuh Samwan-to yang itnggi besar itu
sudah roboh terjengkang ke atas geladak.
Sedangkan Wi Thian-yang yang berada di perahu seberang
segera tertawa seram: "Samwan-to, kau tak menyangka akan mengalami nasib
seperti hari ini bukan..."
Ketika peristiwa yang berlangsung digeladak tersebut
terlihat oleh Ibun Hau, tokoh sakti yang gemar mengenakan
baju berwarna putih ini benar-benar merasa amat terkejut.
Sebenarnya permainan setan apakah yang sedang
dilakukan oleh Wi Thian-yang"
-oo0dw0oo-

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Secepat sambaran petir Ibun Hau menyelinap keluar dari
ruangan perahu. Oh Put Kui ikut menerjang keluar dari tempat
persembunyiannya dan langsung menghampiri Samwan-to
yang terluka. Ketika denyut nadinya diperiksa, ia segera berseru dengan
wajah berubah: "Ibuh cianpwee, Samwan lojin terkena racun hawa dingin!"
Ibun Hau mendengus dingin, lalu katanya:
"Nak, bopong dia masuk kedalam, Ban tua pasti dapat
menyembuhkan lukanya..."
Oh Put Kui mengangguk dan segera membopong masuk
Samwan-to kedalam ruang perahu.
Sedangkan Ibun Hau sendiri dengan wajah dingin bagaikan
es dan hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya
membentak kearah Wi Thian-yang dengan suara keras:
"Wi Thian-yang, kau betul-betul tak tahu malu!"
"Saudara Ibun, mengapa kau berkata demikian?" seru Wi
Thian-yang sambil tertawa seram, "bukankah tempo hari
Samwan-to juga melukai dengan serangan ilmu jarinya" Tidak
pantaskah bila empat puluh tahun kemudian Wi Thian-yang
balas melukainya dengan ilmu jariku?"
Ibun Hau tertawa dingin, tegurnya lagi:
"Wi Thian-yang, ilmu jari apakah yang barusan kau
pergunakan...?" "Ilmu jari Tong thian ci!"
"Betulkah ilmu jari Tong-thian-ci?" seru Ibun Hau sambil
tertawa dingin, "aku yakin kau lebih mengerti daripadaku,
belum pernah kudengar kalau dibalik kekuatan ilmu jari Tongthian-ci, terselip pula hawa dingin beracun Peng-pok-han tok!"
"Haaah... haaah... haaah... saudara Ibun, ilmu jari Tongthian-ci ku ini memang jauh berbeda dengan kepandaian lain,
selain terselip hawa murni cing-khi yang murni, sesungguhnya
terselip juga hawa dingin beracun Peng-pok-han-tok..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya
sambil tertawa dingin: "samwan-to terlalu sombong dan ingin mencari penyakit
buat diri sendiri, apa sangkut pautnya denganku?"
"Enak amat pembicaraan itu... sayang sekali Ibun Hau rada
kurang percaya." "Kalau kurang percaya lantas apa yang hendak kau
perbuat?" seru Wi Thian-yang sambil tertawa dingin.
"Aku ingin sekali mencoba kelihayan ilmu jari Tong-thian-ci
mu itu..." "Haaah... haaah... haaah... apakah kau memang lebih
hebat daripada Samwan-to" Ibun Hau, bukan aku she Wi
sengaja memandang rendah dirimu, tapi aku yakin kau pun
tak nanti mampu untuk bertahan atas serangan jariku ini..."
Belum habis perkataan tersebut diucapkan, tiba-tiba saja
Ibun Hau telah berkerut kening.
Lalu ujung bajunya dikebaskan kedepan dan segulung
tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak
besar ditengah samudra langsung menyambar kedepan.
Bersamaan itu juga terdengar Ibun Hau membentak keras:
"Wi Thian-yang, kau harus merasakan dulu kelihayanku
ini..." Perkataan dari Wi Thian-yang yang belum selesai
diutarakan itu segera berhenti di tengah jalan, cepat-cepat dia
mengebaskan pula sepasang ujung bajunya dengan mata
melotot besar. Sekalipun begitu, dia toh belum juga mampu untuk
menahan serangan dahsyata dari Ibun Hau, seketika itu juga
tubuhnya tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Akibatnya Wi Thian-yang menjadi naik pitam, seluruh
rambut dan jenggotnya pada berdiri kaku semua bagaikan
landak. "Ibun Hau, main sergap secara licik seperti apa yang kau
lakukan hanya akan memalukan dirimu, apakah kau tidak
kuatir merosotkan pamormu?"
Ditengah bentakan tersebut, tiba-tiba tubuhnya maju ke
muka, lalu dengan telapak tangan di katan dan jari tangan di
kiri, dia serang dada Ibun Hau dengan dahsyatnya.
Baru saja Ibun Hau tertawa tergelak sambil membentak:
"Wi Thian-yang, kau tak usah berlagak..."
Mendadak... sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menyusup ke
hadapan tubuhnya. Kebasan ujung baju dari Ibun Hau segera ditarik kembali
dengan cepat, ringan dan indah.
Kemudian sambil bergendong tangan ternyata dia
mengundurkan diri kesamping.
Dengan demikian, pukulan telapak tangan dan serangan
jari tangan dari Wi Thian-yang tersebut langsung menghantam
keatas bayangan tubuh yang menerjang tiba itu.
Disaat tubuhnya hampir termakan oleh serangan musuh
yang maha dahsyat itu, ternyata dia malahan berpekik
nyaring. Bahkan pekikan tersebut keras dan kuat, ditengah
keheningan malam yang mencekam telaga Phoa-yang-oh
tersebut, suaranya dapat berkumandang sampai jarak sejauh
sepuluh li lebih. Tanpa terasa Wi Thian-yang mengerutkan dahinya.
Siapa gerangan orang itu"
Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya sambil
memperhatikan orang tersebut dengan seksama, tapi dengan
cepat paras mukanya berubah sangat hebat.
Oh Put Kui... Hampir saja dia berteriak keras, tapi bagaimana mungkin
bocah keparat itu bisa berada bersama-sama Thian tok-siangcoat" Wi Thian-yang dengan julukannya si Raja setan memang
tak perlu takut terhadap Thian-tok-siang-coat, tapi terhadap
Oh Put Kui yang cuma seorang berandal dunia persilatan ini
justru merasa segan untuk memusuhinya.
Tanpa terasa dengan kening berkerut dia termenung sambil
memutar otak. Apakah dia harus memanfaatkan peluang di saat masih
berpekik nyaring itu diam diam ia lepaskan sebuah
serangan..." Tapi akhirnya dia berhasil mengendalikan diri dan tidak
melepaskan serangan mautnya.
Sebab dia cukup tahu diri bagaimana pun dia
menyergapnya tak mungkin bocah tersebut dapat dilukainya.
Dalam pada itu suara pekikan panjang dari Oh Put Kui
telah terhenti. Dengan sorot mata yang tajam ditatapnya wajah Wi Thianyang tajam-tajam, lalu tegurnya sambil tertawa:
"Wi tua, baik-baikkah kau selama ini?"
Wi Thian-yang tertawa tergelak:
"Lote, mengapa kaupun datang ke Phoa-yang-oh" Kau
Pedang 3 Dimensi 6 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Pendekar Sadis 17

Cari Blog Ini