Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 2
berbaju merah itu, tak nanti anak muda tersebut dapat
menghalangi niatnya untuk memasuki pintu gerbang
perkampungan. Siapa tahu ketika badannya mencapai tengah jalan, dan
ucapannya sampai separuh jalan, tiba-tiba saja dia merasakan
munculnya segulung tenaga tak berwujud yang menghalang
jalan majunya. Kontan saja dia menjadi terperanjat, sambil mundur tiga
langkah dengan sempoyongan serunya:
"Kau .....kau ......bocah keparat, kau sudah bosan hidup di
dunia ini heh"!"
Kelihayan dari anak muda itu telah mencekam perasaan si
kakek berbaju merah itu. Sementara itu, lelaki kekar berusia pertengahan itu telah
melirik sekejap ke arah si nona berbaju merah itu segera
menunjukkan mimik wajah yang sangat aneh. Sebaliknya
sikap Oh Put kui tenang sekali sekulum senyuman malah
menghiasi ujung bibirnya.
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku sudah bosan hidup?"
katanya tiba-tiba, kemudian sambil memandang wajah kakek
ceking itu, lanjutnya dengan nada hambar: "Kau telah hidup
tujuh delapan puluh tahun lamanya sedangkan aku baru
berusia dua puluh tahun, seandainya ada yang sudah bosan
hidup, sudah pasti orang itu bukan aku"
Berkilat sepasang mata kakek ceking itu, tapi dia masih
mencoba untuk menahan kobaran hawa amarahnya, kembali
ia membentak : "Bocah keparat, siapa namamu" Benarkah kau bukan
anggota perkampungan ini..."
"Aku adalah Oh Put kui dari bukit Inta san tebing cing peng
gay !" Baru saja dia habis berkata, si nona berbaju merah itu
sudah menyindir sambil tertawa merdu:
"Huuuh.....gayanya, soknya......."
Oh put kui segera berpaling dan melotot sekejap ke arah
gadis itu. Paras muka gadis itu segera berubah menjadi merah
padam, dengan tersipu dia menundukkan kepalanya dan tak
berbicara lagi, "Hmmm....rupanya kau hanya manusia tak bernama !"
terdengar kakek ceking itu mengengek tapi dia tahu meski tak
ternama, anak muda itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay,
buktinya dia sanggup menahan gerak maju tubuhnya,
Maka dengan nada yang berbeda, bentaknya keras-keras :
"Bocah keparat, siapa gurumu?"
"Aku tak punya guru" sahut anak muda itu sambil
menggelengkan kepalanya Pengemis tua yang hanya bersembunyi di belakang Oh Put
kui tiba-tiba menongol kan kepalanya sambil berseru:
"Suma Hian, gurunya bocah ini adalah nenek moyang
angkatan ke sepuluh...."
Begitu selesai berkata, dia lantas bersembunyi lagi ke
belakang Oh Put kui. Kalau dibilang pikun, kenyataannya pengemis itu tidak
pikun. Coba kalau dia tidak menyembunyikan diri dengan cepat,
bisa jadi batok kepalanya sudah kena dihajar keras-keras oleh
serangan lawan. Kakek ceking yang disebut Suma Hian tadi menjadi gusar
sekali setelah mendengar ejekan tersebut, dengan mata
memancarkan sinar berapi-api, dia melancarkan sebuah
pukulan ke depan. Tenaga pukulan yang disertakan dalam serangan itu benarbenar merupakan suatu kepandaian sakti yang jarang
dijumpai dalam dunia persilatan.
Seketika itu juga, terasa ada segulung hawa pukulan yang
amat panas bagaikan kobaran api dahsyat meluncur tiba.
Oh Put kui mendengus dingin, dengan cepat dia sambit
datangnya ancaman maut itu dengan kekerasan pula.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Hoa Tay siu
membentak keras. "Lote, cepat mundur, itulah pukulan Tok gan mi sim ciang
(pukulan api beracun pembingung sukma) dari ci ih mo kiam
(pedang iblis berbaju merah) Suma Hian, jangan sampai
tersentuh badan...hei, lote mengapa kau begitu gegabah......"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tampak
sesosok bayangan manusia menerjang tiba dengan kecepatan
luar biasa. Cuma saja ketika bayangan manusia itu tiba tak jauh dari
belakang tubuh Oh put kui, gerakan mana segera terbendung
dan tubuhnya terjatuh kembali ke tanah.
Seakan-akan di sana muncul selapis dinding baja yang tak
berwujud saja, ternyata terjangan orang itu tak berhasil
menembusinya. Dengan perasaan terperanjat, bayangan manusia yang tak
lain adalah Hoa tay siu itu segera berseru: "Lote kehebatanmu
benar-benar membuat lohu merasa terkejut sekali ..."
Oh Put kui masih tetap berdiri di situ dengan tenang, bukan
saja dia tidak terpengaruh oleh serangan pukulan api beracun
dari Suma hian malahan sekulum senyuman menghiasi
bibirnya. "Terima kasih banyak cengcu atas perhatianmu!" katanya
kemudian dengan suara hambar. Setelah hening sejenak,
mendadak dia berpaling lagi ke arah pedang iblis berbaju
merah, kemudian tegurnya!
"Apakah kau adalah pemimpin dari empat pengawal
pedang dari gedung Tong tian kui hu dimasa lalu?"
Kakek ceking itu tertawa seram.
"Benar, lohu adalah pedang iblis berbaju merah Suma
Hian, pemimpin dari empat pengawal pedang tanpa tandingan
dari Kui ong yang termasyhur dimasa lalu, bocah keparat kau
ketakutan?" "Haaaaahhhh..... Haaaaahhhh..... Haaaaahhhh..... Aku
memang sedikit merasa takut," sahut Oh put kui sambil
tertawa seram, "tapi yang membuatku ketakutan bukanlah kau
sebagai pengawal pedang tanpa tandingan, melainkan karena
takut akan mendapat malu....."
"Hei bocah keparat, dia sudah mendapat malu..." seru si
pengemis pikun tiba-tiba sambil tertawa.
Agaknya pengemis pikun ini merasa takut sekali terhadap
pedang iblis berbaju merah Suma Hian, begitu selesai berkata
dengan cepat dia menyembunyikan diri lagi.
Pada waktu itu kemarahan dari pedang iblis berbaju merah
Suma Hian telah mencapai berbaju merah suma hian telah
mencapai pada puncaknya, sambil tertawa dingin tiada
hentinya dia berkata : "Lok Jin ki, hati-hati kalau kau sampai terjatuh habishabisan ......." "Ciss, jangan sombong dulu", ejek si pengemis pikun
sambil menongolkan kepalanya dan tertawa, "tak mungkin kau
si iblis tua bakal mendapatkan kesempatan seperti ini."
"Bangsat, kau ingin mampus!" dengan mata melotot besar
Suma Hian segera mata melotot besar Suma Hian segera
menerjang ke depan cepat pengemis pikun menyembunyikan
dirinya kembali di belakang tubuh Oh put kui.
Pada dasarnya dia memang mempunyai perawakan tubuh
yang cebol lagi ceking, maka begitu bersembunyi di belakang
Oh put kui, otomatis terjangan dari Suma Hian ini menjadikan
tubuh Oh put kui sebagai sasarannya.
Dengan kening berkerut Oh put kui segera tertawa dingin,
jengeknya sinis: "Lebih baik kau tak usah repot-repot!"
Tangan kanannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan yang berhawa lunak dan dingin.
Ketika tubuh si pedang iblis berbaju merah Suma Hian
mencapai ditengah udara, seketika itu juga ia merasakan
badannya menjadi kencang, seakan-akan ada segulung angin
berbau harum menerpa hidungnya, seketika itu juga tenaga
serangannya menjadi buyar,
Dalam keadaan terkejut, buru-buru dia menghimpun sisa
tenaganya untuk mengerem gerakan tubuhnya itu.
Begitu tubuhnya mencapai kembali permukaan tanah,
paras muka Suma Hian telah berubah menjadi pucat pias
seperti mayat. "Bocah ..... bocah ..... keparat ......kau......telah berhasil
melatih ilmu Cian tham thian liong siang kang?"
Ucapan dari si Pedang iblis berbaju merah Suma Hian ini
segera menggemparkan pula semua jago persilatan yang
telah berkumpul di depan perkampungan Tang mo san ceng
itu. Benarkah pemuda she oh ini telah berhasil menguasai ilmu
tenaga dalam nomor satu dari kalangan Buddha"
Kenyataan ini benar-benar membuat orang sukar untuk
mempercayainya dengan begitu saja.
Dengan membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar,
nona berbaju merah itu bergumam tiada hentinya.
"Tidak mungkin, tidak mungkin....."
Tapi kenyataan telah membuktikan segala sesuatunya,
sekalipun tidak percaya, mau tak mau juga harus dipercayai.
Sementara itu Hoa tay siu sudah maju ke depan dengan
langkah lebar, sebab dia percaya kalau anak muda itu benarbenar berhasil menyakini kepandaian tersebut.
Kalau bukan demikian, mana mungkin Oh put kui yang
masih ingusan sanggup membantai beberapa orang gembong
iblis sekaligus" Dengan cepat Hoa tay siu memburu ke depan Oh put kui
serunya kemudian: "Lote, siapkah gurumu" Bersediakah kau untuk memberitahukan kepada kami, agar lohu tak sampai kurang
hormat kepadamu!" Ucapan ini amat diplomatis dan membuat orang sukar
untuk menampik permintaannya.
Akan tetapi, jawaban dari Oh put kui justru lebih jitu lagi :
"Guruku mengaku sebagai seorang pendeta liar yang
terlepas dari dunia persilatan, dengan sobat-sobat persilatanmu jarang yang kenal. Hoa cengcu tak usah kuatir
kalau sampai kurang hormat, apalagi usia yang berada di atas
diriku semuanya memang ku anggap sebagai cianpweku!"
"Kalau memang begitu, bagaimana kalau lohu memanggil
lote kepadamu?" ucap Hoa Tay siu dengan wajah berseri.
Oh put kui segera tertawa
"Aku tak berani menerima sebutanmu yang menghormati
itu....." Senyum di wajah Hoa Tay siu semakin menebal, baru saja
dia bersiap-siap mengucapkan sesuatu lagi, si lelaki
bercambang yang datang bersama si pedang iblis berbaju
merah Suma Hian telah membentak dengan suara keras :
"Hoa tay siu masih kenal dengan aku ?"
Hoa tay isu berkerut kening, kemudian sahutnya sambil
tertawa : "Sudara Kiong, nama besarmu Giok kiam sin mo
(iblis sakti pedang kemala) Kiong hua sik sudah lama kukenal,
masa aku orang she Hoa berani melupakannya" Aku toh
hanya ingin mengajak lote ini berbincang-bincang beberapa
patah kata. Mengapa Kiong heng merasa dengki dan tak
senang hati kepadaku?"
Ketika mendengar kata-kata tersebut, tanpa terasa Oh put
kui mengamati pula lelaki bercambang itu sekejap.
Tampaknya diapun seorang gembong iblis yang luar biasa.
Tanpa terasa sorot matanya beralih kembali ke wajah nona
berbaju merah itu, setelah memandangnya sekejap dia lantas
berpikir: "Usia nona ini belum begitu besar, apakah diapun seorang
gembong iblis perempuan..........."
Tampaknya Giok kiam sin mo Kiong hua sik adalah
seorang manusia yang berhati lurus, pertanyaan balik dari
Hoa tay siu itu kontan membuat dia menjadi gelagapan.
"Saudara Hoa" serunya kemudian. "Siaute merasa tidak
seharusnya kau pandang rendah kami sekalian....."
Ternyata dia memang seorang lelaki yang polos, buktinya
kata-kata semacam itupun dapat dia utarakan.
Hoa tay si segera tertawa terbahak-bahak
"Haaaahhhh....... Haaaahhhh.......Kiong heng, siapa bilang
kalau lohu memandang rendah kalian bertiga....a"
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah nona berbaju
merah itu, kemudian sambil menjura tegurnya:
"Nona Siau un, belakangan ini apakah siacu (pemilik
benteng) berada dalam keadaan baik-baik ?"
Ketika Oh put kui menemukan sikap Hoa tay siu yang agak
munduk-munduk kembali itu, tanpa terasa keningnya segera
berkerut, pikirnya : "Mungkinkah gadis ini mempunyai asal
usul yang jauh lebih besar dari pada kedua orang gembong
iblis itu" Sementara dia masih berpikir, nona berbaju merah itu
sudah berkata sambil tertawa.
"Ayahku selalu berada dalam keadaan sehat, cuma
belakangan ini dia seringkali pusing kepala...."
"Aaaah, masa sia cu pun bisa diidapi penyakit sakit kepala"
Apakah sudah makan obat?" kata Hoa tay siu sambil
tersenyum. Dengan cepat nona berbaju merah itu menggelengkan
kepalanya berulang kali "Untuk menyembuhkan sakit kepala dari ayahku ini,
berbagai macam obat telah dicoba, namun sama sekali tiada
sama sekali kemanjurannya, kecuali kalau aku pulang dengan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hasil sukses kali ini, penyakit ayahku rasanya sulit untuk
disembuhkan. "Benarkah itu?": satu ingatan dengan cepat melintas dalam
benak Hoa Tay siu, "tolong tanya, mengapa penyembuhan
dari penyakit yang diderita siacu tergantung pada sukses atau
tidaknya perjalanan nona" Dan lagi ....nona siau un,
kesuksesan apakah yang bisa kau raih dari perjalanannmu
kali ini?" Nona berbaju merah itu tersenyum. "Dalam kota kematian
di lembah Sin mo kok milik ayahku telah kekurangan beberapa
orang jago lihay sebagai pelindung hukum, bila aku berhasil
mendapatkan jago-jago lihay tersebut dan mengajaknya
pulang, sudah pasti sakit kepala dari ayahku akan sembuh
dengan sendirinya!" "Aku rasa nona pasti telah berhasil mengundang orangorang itu bukan .............?"
Dengan cepat nona berbaju merah itu menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Belum, aku belum berhasil mengundang kedatangan
usahamu itu!" Tiba-tiba nona berbaju merah itu tertawa merdu serunya :
"Jadi paman cengcu telah meluluskan permintaanku?"
"Aku?" Hoa Tay su benar -benar dibuat tertegun oleh perkataan
orang sehingga untuk beberapa saat lamanya dia menjadi
termangu-mangu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Oh put kui pun ikut tergerak hatinya setelah mendengar
perkataan tersebut. Karena dari nama Lembah Sin mo kok dan kota kematian,
lamat-lamat dia sudah dapat menduga asal usul dari nona
berbaju merah ini. Dia tahu lembah sin mo kok kota kematian dihuni oleh
seorang gembong iblis yang keterangannya tidak berada di
bawah kepopuleran pemilik gedung Tong thian kui hu ceng
thian kui ong (raja setan penggentar langit) Wi thian yang
orang menyebut pemilik kota kematian ini sebagai Ban mo ci
mo Tay lek kiam sin 'Raja diraja dari selaksa iblis pedang sakti
bertenaga raksasa' Kit Put sia.
Itu berarti nona berbaju merah yang berada di hadapan
matanya sekarang adalah si iblis perempuan yang disebut
orang sebagai "Thian mo giok li' gadis suci iblis langit Kit Siau
un. Andaikata apa yang diduganya ini benar, dus berarti asalusul dari nona itu memang besar sekali.
Berpikir sampai di situ, tanpa terasa dia mengamati iblis
perempuan itu beberapa kejap lagi.
Mendadak .....pipinya terasa panas dan jantungnya
berdebar keras, ternyata kit siau un pun sedang
mengawasinya ketika itu. Sejak dilahirkan dari rahim ibunya, pemuda ini boleh
dibilang tak pernah berhubungan dengan perempuan. Dalam
kehidupannya selama dua puluhan tahun, diapun belum
pernah berbicara dengan perempuan, meski semasa kecilnya
dulu dia punya teman, namun orang itupun tak bisa dianggap
perempuan . Sejak berusia lim tahun, ia telah diajak gurunya berdiam di
tebing Cing peng gay, dan sejak itu pula dia hampir tak pernah
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Gurunya sebagai orang pendeta yang disebut manusia
paling aneh dalam dunia ini lebih-lebih tak suka mengadakan
hubungan dengan kaum perempuan, maka tanpa terasa
terwujudlah suatu perasaan takut dan ngeri dalam hati
pemuda itu untuk mengadakan hubungan dengan lawan
jenisnya. Tapi suatu keanehan telah dialaminya hari ini, ternyata
reaksi yang timbul dalam hatinya sekarang jauh berbeda
dengan keadaan di waktu-waktu sebelumnya.
Tiba-tiba saja dia merasa kalau perempuan itu sesungguhnya tidak lebih mengerikan dari pada apa yang
dibayangkan semula, malah sebaliknya justru mendatangkan
suatu rangsangan aneh yang menimbulkan suatu perasaan
yang tek terlukiskan dengan kata-kata .........Akhirnya merah
padam selembar wajahnya lantaran jengah.
Sementara itu kit siau un telah berkata lagi sambil tertawa
cekikikan dengan suara yang merdu.
"Paman cengcu, kau perlu tahu, sumber sakit kepala yang
menyerang ayahku justru letaknya pada dirimu."
Tiba-tiba saja Hoa Tay siu menjadi paham dengan apa
yang dimaksudkan noa itu, tanpa terasa dia segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak.
"Haaahhh.... Haaahhh.... Haaahhh....nona Siau un tampaknya ayahmu benar-benar memandang tinggi akan
diriku!" Thian mo giak li segera memalingkan kepalanya sambil
tertawa manis, katanya kemudian " Paman cengcu, dapatkah
kau menyuruh teman-temanmu pun mengabulkan permintaan
kami ini?" "Ooh, nona Apakah kau mengira Lohu bersedia
mengabulkan permintaan itu?"
"Tentu saja kau mengabulkan kalau tidak mengapa kau
katakan kalau keponakan pasti akan berhasil?"
"Lohu tak pernah mengabulkan permintaanmu, "seru Hoa
Tay siau dengan kening berkerut, "nona harap, kau sampaikan
kepada ayahmu, perkampungan Tang mo san ceng kami ini
tak pernah memandang ayahmu sebagai musuh....."
Tiba-tiba Kit siau un menghela napas panjang.
"Aaaaa..............paman
cengcu, ayahkupun berkata demikian!" "Ternyata ayahmu cukup memahami diriku....."
Dengan cepat Kit Siau un menggelengkan kepalanya
berulang kali, sehingga mutiara yang menghiasi sanggulnya
bergoyang keras. "Paman cengcu, walaupun ayahku tidak memandang
dirimu sebagai musuh tandingannya, tapi....."
Mendadak sekali lagi dia menghela napas panjang,
terusannya: "Tapi....anak buah dari ayahku justru tak mau berpendapat
demikian..." Paras muka Hoa Tay siu segera berubah menjadi berat dan
sangat serius, agaknya masalah ini segera menjadi beban
pikirannya. Setelah berhenti sebentar, sambil menuding ke arah Suma
hian dan Kiong Hua sik, Kit Siau un berkata lebih jauh.
"Misalkan saja paman Suma dan Kiong toako, mereka tak
akan menyetujui hal ini!"
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay
siu, serunya kemudian : "Apakah kalian berduapun telah lari
ke kota kematian?" Sinar matanya yang menyapu lewat di atas wajah si
pedang iblis berbaju merah Suma Hian dan si iblis sakti
pedang kemala Kiong Hua sik pada hakekatnya jauh lebih
tajam daripada sebilah pisau belati, seolah-olah sorot mata itu
hendak menembusi ulu hati mereka.
Pedang iblis berbaju merah Suma Hian segera mendengus
dingin. "Kit siacu adalah raja diraja dari selaksa iblis, manusiamanusia macam lohu yang terhitung pula sebagai iblis, tentu
saja harus bergabung dengannya agar iblis hidup bersama
iblis pula." Pengemis pikun yang turut mendengarkan pembicaraan itu,
tiba-tiba bersiul berulang kali, kemudian teriaknya keras-keras
: "Huuuh.........bau , bau! Siapa lagi yang kentut.............siapa
lagi yang kentut?" Sebaliknya Hoa tay siu merasakan hatinya amat
terperanjat, dengan wajah serius dia lantas berkata :
"Saudara Suma, ucapanmu itu agak sedikit tidak benar.
"Kalau ucapanku salah, bukankah ucapan Tang mo
'pembasmi iblis' yang cengcu pergunakan lebih keliru lagi"
Tolong tanya, pernahkah perkampungan Tang mo san ceng
mu ini mengalami penyerbuan dari kawanan gembonggembong iblis..." Hoa Tay siu segera tersenyum
"Yaa, tampaknya kawan-kawan dari kalangan hitam
memang masih memberi muka kepada lohu,"
Tidak menunggu Hoa Tay siu menghabiskan perkataannya,
sambil tertawa dingin Suma Hian telah berseru:
"Sayang sekali kau Hoa cengcu justru tidak memandang
sebelah matapun terhadap sahabat-sahabat dari golongan
hitam, bukan saja mendirikan perkampungan Tang mo san
ceng, bahkan mendirikan pula papan pengumuman pembasmi
iblis, bukankah tindakan dari Hoa cengcu ini sangat
keterlaluan sekali!?"
Apa yang dikatakan olehnya itu memang kedengarannya
sangat beralasan dan bisa diterima dengan akal sehat.
Tapi dari pembicaraan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
pula bahwa para penjahat dari golongan hitampun
berpendapat bahwa mereka sebagai warga persilatan sudah
sewajarnya kalau mempunyai seperti yang mereka senangi.
Hoa Tay siu segera tertawa, sambil menuding ke arah
kawanan jago yang berdiri di belakang tubuhnya, dia berkata:
"Saudara Suma, percayakah kau bahwa teman- temanku
ini pun sependapat dengan aku orang she Hoa?"
"Haaahhh..... Haaahhh..... Haaahhh.....aku rasa kalian tak
lebih setali tiga uang!" sahut Suma Hian sambil mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Perkataan ini kontan saja membangkitkan kemarahan dari
Wan ciu beng. Dengan wajah dingin seperi salju, dia maju dengan langkah
lebar dan menghampiri gembong iblis itu.
"Suma Hian! Tempat ini bukan tempat bagimu untuk
mengumbar kekasaran dan kebuasanmu," hardiknya keraskeras. Pedang iblis berbaju merah Wan ciu beng, lalu tertawa
terbahak-bahak. "Haaaah.... Haaaahhh.... Haaaahh.... Wan lote, sewaktu
berada di depan Teng sim tong di bukit Thian cu hong bukit
Hia san, lohu pun pernah berbuat kasar dan kurang ajar,
apakah saudara menganggap kemampuanmu jauh lebih hebat
dari pada gurumu Bwe Tiang hong?"
Sepasang alis mata Wan ciu beng berkenyit kencang,
tampaknya dia merasa gusar sekali,
Mendadak ia membentak keras, sambil mengayunkan
tangannya sudah serangan jari tangan telah dilancarkan.
Wan ciu beng bergelar Kim ci butek atau jari emas yang
tiada tandingannya, bisa dibayangkan kepandaiannya didalam
ilmu jari benar -benar telah mencapai puncak kesempurnaan.
Serentetan hawa desingan yang tajam dengan cepat
membelah angkasa dan langsung menyergap jalan darah
penting di atas tenggorokan Suma Hian.....
Berubah hebat paras muka pedang iblis berbaju merah
Suma Hian ketika menyaksikan serangan maut Kim ci sin
kang dari Wan ciu beng telah menyambar tiba dengan
kecepatan luas biasa. Tahu akan dahsyatnya ancaman, cepat-cepat ia menarik
kembali kesombongan dan ketinggian hatinya.
Oh Put Kui yang menonton jalannya peristiwa dari sisi
arena, diam-diam lantas mengangguk pikirnya:
"Tampaknya gembong iblis ini, benar-benar mempunyai
kemampuan yang melebihi orang lain, pandai sekali melihat
gelagat," Sementara itu, ancaman jari tangan dari Wan ciu beng
sudah hampir menempel di atas tubuh lawan.
Suma Hian segera tertawa seram, telapak tangannya
dengan cepat diayunkan ke atas membabat tubuh lawan.
Serentetan cahaya berwarna merah dengan cepat
menyelimuti angkasa, sementara kekuatan serangan dari ajari
tangan tersebut segera punah tak berbekas.
Inilah ilmu pukulan Tok gan ciang 'pukulan api beracun'
yang maha dahsyat dan disegani oleh setiap orang persilatan.
Paras muka Wan ciu beng berubah hebat sambil
mendengus dingin secara beruntun dia lepaskan tiga buah
serangan jari. Ketiga buah serangan jari itu dilancarkan makin lama
semakin tajam dan dahsyat bagaimanapun dahsyatnya
ancaman tersebut, Suma Hian sedikitpun tak gentar, diam sih
tetap mempergunakan ilmu pukulan untuk memunahkan
serangan Kim ci sin kang yang tiada tandingannya dari Wan
Ciu beng tersebut. Dalam waktu singkat Wan cin beng sudah didesak berada
di bawah angin, ia betul-betul merasa keteter hebat.
Wajahnya yang dingin dan berwarna kehijau-hijauan itu,
sekarang telah berubah menjadi merah membara.
Oh Put kui merasa amat tak tega menyaksikan Wan ciu
beng mendapat malu di hadapan orang banyak, sebab
menurut anggapannya meski keangkuhan orang ini
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggemaskan, sesungguhnya dia merupakan seorang
manusia yang berhati lurus.
Dengan sinar mata memancarkan cahaya tajam. Segera
bentaknya suara rendah: "Benar-benar ilmu pukulan yang
hebat, tapi masih dalam perkampungan Tang mo san ceng ini.
Selama ini, sesungguhnya yang menjadi bahan rasa kuatir
dari pedang iblis berbaju merah Suma Hian adalah campur
tangannya pemuda ini, sebab didalam serangannya tadi ia
telah mengetahui sampai dimanakah taraf kesempurnaan
yang dimiliki musuhnya tersebut.
Maka begitu Oh put kui tampilkan dirinya, Suma Hian
segera dibikin tertegun "Bukankah kau menyebut dirimu
sebagai orang yang terlepas dari perkampungan Tang mosan
ceng?" Tampaknya pedang iblis berbaju merah Suma Hian tak
ingin berselisih dengan sang pemuda yang lihay, maka dia
berusaha kalau bisa menghindarkan diri dari suatu
pertarungan yang tak berguna.
Justru pada waktu itu Oh Put kui mempunyai pendapat
yang bertolak belakang dengannya, sambil tertawa hambar ia
menjawab : "Sekalipun aku bukan anggota perkampungan ini,
tapi aku adalah sahabat Hoa cengcu, oleh karena itu.........."
Mendadak ia berhenti sebentar, kemudian sambil menarik
muka lanjutnya dengan serius : "Aku melarang siapapun
berbuat semena-mena ditempat ini!"
Pendang iblis berbaju merah Suma Hian segera berkerut
kening, kemudian mendengus kening.
Sebagai seorang manusia yang berakal panjang dan licik,
dia tak ingin melangsungkan pertarungan yang kira-kiran tidak
memberikan keuntungan baginya.
Maka walaupun dia mendengus dingin berulang kali, tiada
tanggapan apapun yang diutarakan.
Pengemis pikun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang
sangat bagus itu untuk mengejek lawannya, dia segera
menongolkan dirinya dan bertepuk tangan sambil tertawa
tergelak ejeknya : "Hei Suma si cucu iblis, kali ini kau benarbenar sudah berjumpa dengan cousu yaya mu! Hayo cepat
menyembah dua kali dengan hormat kemudian mengundurkan
diri asal kau bersedia untuk melakukannya, siapa tahu aku si
pengemis tua dapat mintakan ampun bagimu dari cousu yaya
kecil, kita ini" Sekalipun Pedang iblis berbaju merah Suma Hian terdiri
dari manusia lumpurpun tentu akan berang setelah
mendengar perkataan itu, apalagi dia merupakan manusia
yang terdiri dari darah daging.
Sepasang matanya segera melotot besar cahaya tajam
yang menggidikkan hati memencarkan ke empat penjuru.
Pengemis pikun menjadi ngeri sendiri, sambil menjulurkan
lidahnya cepat-cepat dia menyembunyikan dirinya kembali.
Kalau Suma Hian masih bisa menahan diri untuk tidak
bertindak semua hatinya sendiri, berbeda dengan Kiong Hua
sik. Mendengar ejekan-ejekan tersebut, hatinya menjadi
berang, cambangnya pada berdiri semua bagaikan kawat,
sorot matanya memancarkan sinar berapi api yang
menggidikkan hati, sambil meloloskan pedang raksasanya.
diiringi suara bentakan yang menggelegar.
Dengan cepat Oh put kui menghalangi jalan perginya, lalu
menegur sambil tertawa: "Saudara, hendak pergi kemana kau
?" Giok Kiam sin kiam (pedang kemala iblis sakti) Kiong sin
adalah seorang manusia yang berhati lurus, ia menjadi
tertegun setelah mendengar pertanyaan tersebut.
"Mau apa" Tentu saja untuk pergi mengajar pengemis tua
itu," sahutnya kemudian Oh put kui segera tersenyum dia
memang paling suka berhubungan dengan manusia berhati
lurus seperti itu. Maka sambil menarik kembali serangannya, ia berkata
dengan suara hambar: "persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan
dirimu, bagaimana kalau saudara menunggu sebentar lagi?"
kembali ke kota kematian, sampaikan juga kepada ayahmu
agar selanjutnya jangan mencoba-coba untuk menyusahkan
orang-orang yang berada dalam perkampungan tang mo san
ceng ini, kalau tidak ..............Hm, aku pasti akan ..."
Belum habis dia berkata, Thian mo giok li kit siau un telah
mendepak-depakkan kakinya ketas tanah seraya menukas:
"Besar amat lagakmu, apa yang kau andalkan untuk
mencampuri urusan ini?"
Oh put kui segera tertawa terbahak-bahak.
Haaahh.... Haaah.... Haaahh melenyapkan kaum iblis dari
muka bumi merupakan kewajiban dari setiap orang, nona lebih
baik turuti saja perkataanku tadi.."
"Hmmm, aku sengaja tak mau menurut, mau apa kau ?"
seru Kit siau un dengan alis mata berkenyit.
Jawaban ini membuat Oh put kui tertegun, kemudian
serunya: "Nona, apakah kau berhasrat untuk memusuhi diriku?"
"Terserah apapun yang kau pikirkan, pokoknya aku bilang
tidak .........tidak ........."
Dengan perasaan agak serba salah Oh put kui segera
menundukkan kepalanya, ia menjadi termenung dan tak tahu
apa yang mesti dilakukan.
Kalau menyuruh dia taklukkan gadis ini dengan kekerasan,
sesungguhnya ia merasa agak keberatan.
"Tiba-tiba Kit siu un melompat kehadapan Oh put Kui
kemudian dengan lantang dia berseru: "Bebaskan jalan darah
panas Suma yang tertotok!"
Teriakan tersebut pada hakekatnya merupakan suatu
perintah yang tampaknya tak bisa dibantah lagi.
Oh put kui kembali menjadi tertegun haruskah dia menuruti
perkaranya itu" "Tidak, kau tak boleh menuruti perintah dari seorang iblis
perempuan yang masih asing bagiku......"
Tiba-tiba terdengar si pengemis pikun itu berseru dengan
suara lantang : "Hei, bocah keparat, jangan kau turuti perkataan dari iblis
perempuan itu, kalau tidak kau akan menyesal sampai
tua........." Namun, di dunia ini memang seringkali terdapat kejadiankejadian yang justru berada di luar dugaan setiap orang.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Oh put kui
mendekati pedang iblis berbaju merah, kemudian segera
menepuk bebas jalan darahnya yang tertotok.
Begitu jalan darahnya bebas, buru-buru Suma Hian
masukkan pedangnya ke dalam sarungnya lalu mundur sejauh
satu kaki lebih, terhadap pemuda ini boleh dibilang dia sudah
menaruh perasaan takut yang luar biasa.
Thian mo giok li kit siau un sendiripun sama sekali tidak
menyangka kalau Oh Put kui bakal menuruti permintaannya,
dan benar-benar membebaskan jalan darah si pedang iblis
berbaju merah yang sudah tertotok itu.
Tak heran kalau untuk berapa saat lamanya dia menjadi
berdiri tertegun dan hampir saja dia menjadi berdiri tertegun
dan hampir saja tidak percaya dengan apa yang dilihatnya di
depan mata. Beberapa saat kemudian dia baru berkata sambil tertawa
manis : "Oh Kongcu, ternyata kau sangat baik!" Oh put kui
tertawa hambar, sahutnya dengan suara rendah: "pergilah dari
sini nona, jangan membuat aku benar-benar menjadi gusar
sekali..............." Kit siau un tertawa manis sekali.
"Kau suruh aku pergi?"
"Benar, mumpung aku belum ingin membuat kesalahan
terhadap kesalahan terhadap nona, aku minta kalian bisa
cepat-cepat meninggalkan tempat ini......"
Setelah berhenti sebentar, dengan suara yang amat dingin
tiba-tiba dia berkata lagi: selesai berkata, tanpa menunggu
jawaban dari Kiong Hua sik lagi, segera ujarnya pula kepada
Suma Hian: "Aku telah berkata tadi, bahwa kau adalah
pemimpin dari empat pengawal pedangnya Beng Thian kui
ong wi thian yang, sejak wi thian yang tewas di tangan di
kakek malaikat konon kalian berempat pun telah hidup
mengasingkan diri, tak kusangka rupanya kalian telah
membuat keonaran kembali dengan bercokol dalam kota
kematian!" Sesungguhnya si pedang iblis berbaju merah Suma Hian
sudah diliputi oleh hawa amarah, apalagi setelah mendengar
ucapan tersebut, kemarahannya semakin berkobar napsu
membunuhnya segera menyelimuti di dalam benaknya.....
Mendadak ia meloloskan pedangnya, kemudian ke arah Oh
put kui, bentaknya dengan gusar:
"Urusan lohu lebih baik jangan kau campuri, hmmm....kalau
kau bersikeras ingin mencampuri terus, terpaksa lohu harus
menjagal kau lebih dulu sebelum membasmi perkampungan
Tang mo san ceng yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya
bumi ini!" Oh put Kui segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh...... Haaah..... Haaahh... memang perkataan inilah
yang kutunggu-tunggu!"
Begitu selesai berkata, mendadak ia menerjang ke depan
dengan kecepatan bagaikan kilat.
Lengan kanannya segera diayunkan ke depan, sebuah
serangan jari dengan cepat dilancarkan.
"Thian liong ci!" mendadak terdengar si pengemis pikun
berteriak tertahan. Sesungguhnya tatkala menyaksikan Oh put kui menyerbu
datang tadi, pedang iblis berbaju merah Suma Hian telah
mempersiapkan senjatanya, malah dia masih menertawakan
musuhnya yang terlalu memandang rendah pedang iblis
miliknya itu, dan tidak tahu betapa buas dan berbahayanya
senjata maut tersebut. Akan tetapi mendengar teriakan dari pengemis pikun
tersebut, sekujur tubuhnya baru bergetar keras lantaran
kaget/. Mendadak ia menarik kembali pedangnya yang memancarkan cahaya kemerah merahan itu, menyusul
kemudian tubuhnya yang ceking juga ikut melompat mundur
sejau tiga kaki lebih. "Bocah keparat...kau....kau adalah muridnya Thian liong
sang jin...?" Suara teriakan dari Suma Hian itu kedengaran gemetar
keras. "Thian liong sanjin?" sahut Oh put kui dengan mata
mendelik, "Nama itu terasa asing bagi pendengaranku....."
Walaupun dimulut dia berbicara, serangan maupun
gerakan tubuhnya sama sekali tidak menjadi lamban, bahkan
kalau dilihat dari mimik wajahnya jelas dia tidak berniat untuk
mengurungkan serangannya.
Maka, baru saja Suma Hian berseru, tahu-tahu dia sudah
berada dihadapannya sambil berseru: "Suma Hian, berdirilah
di sini dengan tenang...."
Belum habis Oh put kui berkata, dengan menurut sekali
Suma Hian sudah berdiri kaku di sana.
Jelas si pedang iblis berbaju merah ini tidak berhasil
menghindarkan diri dari serangan jari yang dilancarkan Oh put
kui tersebut. Dugaan itu memang tidak salah, rupanya jalan darah Hoa
kau hiat di depan dadanya sudah kena ditotok oleh Oh put kui
sehingga membuat gembong iblis tersebut meski merasa
gusar sekali, akan tetapi tak mampu banyak berkutik.
Oh put kui segera membalikkan badannya, kepada Thian
mo giok li yang sedang berdiri dengan wajah kaget bercampur
tercengang, ujarnya dingin:
"hari ini aku sedang matamu di perkampungan Tang mo
san ceng, aku tak ingin membunuh orang maka lebih baik
nona ajak pendekar ini untuk membunuh Suma Hian
"Beritahu kepada ayahmu, seperti apa yang telah
kukatakan tadi, harap nona jangan melupakannya!"
Sepasang alis mata kit siau un segera berkenyit, serunya
dengan suara merdu: "Seandainya aku tidak bersedia?"
"Kau tidak bersedia?" Oh put kui agak termangu untuk
beberapa saat lamanya. Dengan cepat dia berpikir : "Aku telah membebaskan jalan
darah dari pedang iblis berbaju merah Suma Hian, itu berarti
aku telah memberi muka kepadamu, masa kau tidak mau
memberi muka pula kepadaku?"
Darimana dia tahu kalau perasaan perempuan memang
paling susah diraba oleh manusia" Terdengar Kit siau un
tertawa cekikikan. "Aku datang karena mendapat perintah dari ayahku, atas
dasar apakah kau hendak menghalangi niatku ini" Apalagi bila
ayah ku tidak berhasil melenyapkan perkampungan Tang mo
san ceng ini maka lembah Sin mo kok akan mengalami."
Mendadak ia tidak melanjutkan perkataan itu, setelah
memandang sekejap ke arah anak muda itu, lanjutnya dengan
nada sedih: 'Oh kongcu, katakanlah, sebagai seorang putri yang
berbakti, harus kah aku memikirkan keselamatan dari ayah
ibuku?" "Tampaknya nona bersikeras ingin memusuhi diriku?" kata
Oh put kui sambil tertawa rawan.
Dengan cepat kit siau un menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Tidak aku tidak berniat untuk memusuhi dirimu........"
"Kalau memang nona tak ingin bermusuhan dengan diriku,
harap kau suka menuruti perkataanku dan segera mengajak
Suma sian seng dan kiong cuangcu untuk kembali ke lembah
sin mo kok." "Tidak mungkin!" seru Kit siau un sambil menggelengkan
kembali kepalanya. Lama kelamaan naik darah juga Oh put kui menghadapi
kejadian tersebut, dengan cepat dia berseru: "Nona, bila kau
bersikeras hendak melangsungkan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suatu pertarungan denganku, terpaksa aku harus bertindak kasar.........."
Untuk ketiga kalinya kit siau un menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Tidak aku tak ingin berkelahi denganmu, sebab aku tak
ingin berkelahi denganmu, sebab aku datang kemari untuk
mencari paman Hoa......"
Oh put Kui mengerutkan dahinya kemudian mendengus
dingin, tapi kali ini dia tidak berbicara lagi.
Si bocah dewa kebahagiaan Hoa Tau siu segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh......... Haaahh.... Haaahh.... keponakanku, persoalan lain mungkin saja lohu dapat mengabulkannya, tapi
hanya permintaan paksaan dari ayahmu ini yang tak mungkin
bisa lohu kabulkan dengan begitu saja......"
Senyuman yang semula menghiasi wajah kit siau un
dengan cepat lenyap tak berbekas, suara pembicaraannya
juga berubah menjadi dingin seperti es, katanya : "Paman
Hoa, bagaimanapun juga kau harus meluluskan permintaanku
hari ini........" "Lohu tidak percaya!"
"Ayahku meras pusing kepala oleh karena tulisan
"pembasmi iblis" yang paman Hoa pergunakan itu, bila nama
itu belum kau hapuskan, tak mungkin beliau bisa beristirahat
dengan tenang dan makan dengan enak oleh karena itu...."
Sorot matanya segera dialihkan ke arah kawanan jago
yang berdiri di belakang Hoa Tay siu, kemudian melanjutkan :
"Kedatangan tit li kali ini sudah disertai dengan rencana
yang matang, bila paman Hoa tahu gelagat, paling baik jika
tak usah saling bentrok dengan kekerasan........."
Gertakan demi gertakan yang diutarakan Thian mo giok li
disertai ancaman ini tanpa terasa membangkitkan kembali
semangat Hoa Tay siu untuk melenyapkan kaum iblis dari
muka bumi. Dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahh..... Haaahh... Haaahh..... Hian tit li, tak kusangka
kau begitu pandai berbicara, sayang sekali semenjak
dilahirkan lohu tak pernah tunduk kepada segala macam
gertak sambal yang tak ada gunanya, sebab aku lebih percaya
dengan kenyataan," Baru selesai berkata, si pengemis pikun telah melanjutkan :
"Benar, aku si pengemis tua nomor satu yang percaya
paling dulu terhadap ucapan dari Hoa Siau ko, Hei budak kit,
lebih baik turuti saja perkataan kami dan pulanglah sebelum
terlanjur kiamat!" Kit Siau un melototkan sepasang matanya bulat-bulat,
kemudian setelah tertawa dingin serunya:
"Paman Lok, apakah kau ingin mencari bencana buat
dirimu sendiri?" "Aaah......tidak, tidak ...." sahut si pengemis sambil
menjulurkan lidahnya dengan ketakutan.
"Heeehhh..... Heeehhh..... Heeehhh kalau memang tidak berani, lebih baik
jangan berbicara lagi!"
Pengemis pikun segera menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil mengomel: "Mulut toh berada di tubuhku
sendiri, mau berbicara atau tidak apa sangkut pautnya dengan
dia" Apalagi, aku toh tidak menantangmu untuk berkelahi.....masa marah?"
Ki siau un tidak memperdulikan omelan dari si pengemis
pikun lagi, dia segera mengalihkan sorot matanya ke arah Hoa
tay siu, kemudian setelah tertawa ujarnya:
"Paman Hoa, tit li mohon kepadamu agar berpikir tiga kali
lebih dulu sebelum mengambil tindakan!"
"Tak usah dipikirkan lagi!"
Kit siau un segera tersenyum.
"Paman Hoa, kau harus tahu kendatipun kekuatan dari lima
partai besar digabungkan menjadi satupun belum tentu
mampu untuk menandingi para jago lihay kalangan hitam yang
berkumpul dalam kota kematiannya ayahku, buat apa paman
Hoa mesti berkorban demi kepentingan orang lain ..."
Belum habis dia berkata, mendadak Hoa, kau harus tahu
kendatipun kekuatan dari lima partai besar digabungkan
menjadi satupun belum tentu mampu untuk menandingi para
jago lihay kalangan hitam yang berkumpul dalam kota
kematiannya ayahku, buat apa paman Hoa mesti berkorban
demi kepentingan orang lain..."
Belum habis dia berkata, mendadak Oh put kui yang
selama ini berdiri disamping arena, tertawa dingin tiada
hentinya. Kit siau un segera berpaling seraya menegur: "Oh kongcu,
apa yang kau tertawakan?"
"Aku menertawakan dirimu yang kelewat berkhayal, seolaholah dunia ini milikmu seorang." Kit siau un segera menghela
napas panjang katanya : "Oh kongcu, apa yang kuucapkan adalah kata-kata yang
sejujurnya, aku sama sekali tidak berniat untuk membohong
atau menggertak kalian."
Kembali Oh put kui tertawa dingin.
"Tapi sayang apa yang kau katakan sebagai ucapan yang
sejujurnya itu justru merupakan kata-kata bualan belaka bagi
pendengaranku" Dengan sedih kti siau un memandang sekejap ke arahnya,
lalu menggelengkan kepalanya berulang kali, kepada Hoa Tay
siu kembali dia berkata :
"Paman Hoa, percayakah kau?"
Hoa Tay siu segera tertawa.
"Lohu mah percaya dengan apa yang diucapkan nona...."
Jawaban ini sungguh berada diluar dugaan Oh put kui,
tanpa terasa dia memandang sekejap ke arah Tay siu.
Hoa Tay siu segera memahami keheranan anak muda itu,
sambil tertawa ia lantas berpaling ke arah Oh put kui,
kemudian ujarnya: "Lote kau harus tahu, dalam kota kematian
memang penuh dengan jago-jago yang berilmu tinggi, aku
tahu apa yang diucapkan nona kit bukan gertak sambal
belaka, kendatipun lima partai besar bergabung menjadi satu,
belum tentu kekuatan kami bisa menandingi mereka ..........."
"Hoa cengcu merasa putus asa?" seru Oh Put kui dengan
kening berkerut kencang. Hoa Tay siu segera tertawa lebar.
"Buat seorang ksatria, darah lebih baik mengalir daripada
kehormatan dicemooh orang!"
Mendengar jawaban tersebut, dengan perasaan OH put kui
segera manggut-manggut, Ucapan dari Hoa tay siu itu sudah cukup jelas artinya, dia
lebih baik mat di di medan laga, dari pada menghianati citacita sendiri. Para muka kit siau un segera berubah hebat.
"Paman Hoa, kau sungguh-sungguh tidak bersedia untuk
mengabulkan permintaanku?" Serunya.
"Sudah berulang kali lohu menerangkan pendirianku,
apakah Hian tit li mesti beritanya beberapa kali lagi?"
Mendengar jawaban tersebut, mendadak kit siau un
berpaling dan memandang sekejap kearah Oh put kui, lalu
tanyakan: "Oh Kongcu, kau berdiri dipihak yang mana?"
"tentu saja di pihak perkampungan Tang mo san ceng !"
Jawaban yang amat tegas ini seketika itu juga membuat Kit
siau un merasa muak bila melihat ada orang lelaki yang
menyanjung dan memuji-mujinya, diapun muak oleh sikap sok
gagah-gagahan dari kaum lelaki.
Oleh karena itu, setelah menyaksikan kesederhanaan dan
kepolosan pemuda itu, hatinya segera berdebar keras dan
diam-diam ia telah menaburkan benih cinta kepadanya..
Sayang benih cinta yang mulai tumbuh dalam hatinya itu
harus berumur amat pendek. Dalam waktu singkat, suatu
pertumpahan darah yang mengerikan akan segera berlangsung di sana. Untuk berapa saat lamanya dia menjadi termangu-mangu
seperti orang yang kehilangan, tapi akhirnya gadis itupun
menghela napas panjang. Pelan-pelan dia merogoh ke dalam
sakunya dan mengeluarkan sebuah bom udara, kemudian
sekali lagi dia mendongakkan kepalanya dan memandang
kerah Oh put kui dengan sinar mata keputus-asaan, ujarnya
kemudian : "Oh kongcu, kau bekal menyesal....."
Sejak Thian mo giok li kit siau un termenung sambil
melamun tadi, Oh put kui hanya bergendong tangan belaka
sambil memandang awan diangkasa setelah mendengar
ucapan tersebut tertawa hambar dan berkata:
"Aku tak akan menyesal, jika nona mempunyai suatu
tindakan yang telah dipersiapkan, silahkan saja kau
pergunakan kepadaku!"
Para muka kit siau un segera berubah menjadi dingin
seperti es, sambil menggertak dingin seperti es, sambil
menggertak gigi, bom udara itu dengan cepat dilepaskan ke
tengah udara..... Sekilas cahaya merah yang menyilaukan mata dengan
cepat membumbung tinggi ke angkasa, lalu meledak dengan
kerasnya beribu-ribu titik cahaya bintang yang berwarna warni
dengan cepat menyebar ke empat penjuru.
Menyusul suara ledakan bom udara tersebut, dari sekeliling
perkampungan Tang mo san ceng tersebut segera
bermunculan beratus-ratus sosok bayangan manusia yang
segera mengurung sekitar tempat itu dengan ketat.
Pada saat itulah Kit Siau un baru tertawa dingin, serunya:
"Paman Hoa, apakah kau benar-benar hendak memaksa tit
li untuk turun tangan mempergunakan kekerasan?"
Setelah menyaksikan ledakan bom udara yang dilepaskan
kit siau un tadi, Hoa tay siu segera mengundurkan diri tiga
langkah ke belakang. Diam-diam ia merasa terkejut sekali karena kehadiran
begitu banyak ibis dari Mo kau disekitar telaga Kiu liong tham
tanpa diketahui oleh mata-matanya, hal ini menunjukkan kalau
kepandaian silat yang dimiliki musuh-musuhnya luar biasa
sekali. Tapi sekarang kenyataan sudah berada di depan mata,
sekalipun merasa kaget atau takut, apalah gunanya"
Begitu ki siau un menyelesaikan perkataannya, Hoa Tay siu
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... Haaah... Haaah.... tak kusangka kalau Hian tit li
begitu lihay, cara untuk menggertak aku, bahkan sekarang
telah bersiap-siap untuk menggigit diriku pula .....
Dia lantas berpaling ke arah Juragan perahu dari Sam
siang Hee ji beng, kemudian perintahnya: "Hee Lote, harap
beritahu kepada para pemanah kita untuk bersiap-siap
menghadapi serbuan !"
Juragan perahu dari Sam sian Hee Jibeng segera
mengiakan dan buru-buru meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian terdengar bunyi lonceng yang bertalutalu bergema memecahkan keheningan.
Thiam mo giok li kit Siau un memutar biji matanya
memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, kemudian sambil
tertawa terkekeh kekeh katanya dengan lantang :
"Paman Hoa, tampaknya jumlah jagoan yang berada dalam
perkampunganmu tak sedikit jumlahnya....."
Walaupun ucapan tersebut diutarakan dengan santai,
padahal dalam hati kecilnya merasa terkejut sekali,
keyakinannya untuk berhasil memenangkan pertarungan
inipun menjadi tipis sekali.
Dalam waktu singkat dari atas dinding pekarangan di
sekeliling perkampungan Tang mo san ceng telah bermunculan lelaki kekar berbusur otomatis yang membawa
obor. Pemanah-pemanah tersebut telah mempersiapkan busur
masing-masing uang berpegas tinggi, bahkan anak panah
yang telah dipersiapkan itu lambat-lambat memancarkan
cahaya biru yang menggidikkan hati.
Itulah ciri khas dari panah-panah berapi!
Anak panah biasa saja sudah merupakan ancaman yang
mengerikan, apalagi panah-panah berapi, siapakah yang
sanggup menahan serangan panah berapi itu dengan anggota
tubuhnya" Tanpa terasa gadis itu segera berpaling dan memandang
sekejap ke arah Pedang iblis berbaju merah serta iblis sakti
pedang kemala. Dua orang gembong iblis ini pun saling
berpandangan sekejap dengan perasaan terkesiap, kemudian
sambil tertawa getir mereka menggelengkan kepalanya
berulang kali. Dalam pada itu, ratusan orang jago lihay dari lembah Sin
mo kok telah mengurung sekeliling perkampungan tersebut.
Asal Thian mogiok li melepaskan bom udara untuk kedua
kalinya maka serentak merasa akan maju untuk melancarkan
serangan. Tapi sampai lama sekali Thian mo giok li belum juga
melepaskan tanda tersebut.
Dalam pada itu, suara genta emas yang dibunyikan bertalutalu telah mengejutkan Hoa hujin yang berada di
perkampungan bagian belakang.
Pendekar perempuan yang menamakan dirinya Yau ti sian
li (Dewi cantik dari warna) lan tin go ini bukan saja orangnya
cantik, ilmu silatnya juga sangat lihay, dan kelihayannya, tak
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berada di bawah suaminya.
@oodwoo@ Jilid 4 SEKARANG, di bawah iringan putrinya Hoa Pek lian dan
menantunya Pek bin kimkong (raksasa berawajah seratus) Ku
Cu Jeng telah berjalan keluar dari dalam perkampungan.
Dengan cepat Oh Put kui menjumpai bahwa beberapa orang
tianglo dari partai-partai besar tersebut bersikap menghormati
sekali terhadap Hoa hujin ini, bahkan jauh lebih menghormati
dari pada sikap mereka terhadap Hoa tay siu.
Selain dari pada itu, diapun menemukan meski usia Hoa
hujin telah mencapai lima puluh tahunan, namun rambutnya
telah beruban semua sehingga sepintas lalu dia nampak
seperti seorang nenek yang telah berusia tujuh puluh tahunan.
Tanpa terasa pikirnya didalam hati: "Sepasang suami istri
benar-benar hebat sekali, yang satu lebih tua sedang yang
lain tampak lebih muda, belum pernah kujumpai kejadian
semacam ini sebelumnya....."
Pelan-pelan Yau ti sian li Lan tin go berjalan ke samping Ho
tay siu, setelah memandang sekejap ke arah Thian mogiok li
Siau un, pedang iblis berbaju merah dan iblis sakti pedang
kemala, ujarnya kemudian: "Siangkong, persoalan apakah
yang menyebabkan lonceng tanda bahaya dibunyikan?" Hoa
Tay siu segera tersenyum.
"Kau baru sembuh dari penyakit yang diderita, mengapa
harus turut keluar" Cukup aku seorang pun persoalan di sini
sudah bisa dibereskan, aku menyuruh Hee lote membunyikan
lonceng tanda bahaya karena ingin memberitahukan kepada
para pemanah agar bersiap-siap menghadapi serbuan
lawan...." mendengar keterangan tersebut, Lau Tin go baru
merasa agak lega, katanya kemudian : "Siangkong, bukankah
dia adalah Siau un titli dari keluarga Kit"
"Benar dan keponakan perempuan kita inilah yang telah
membawa kesulitan untuk kita!"
Baru saja Yau ti siau li Lan Tin go berseru tertahan, Kit Siau
un telah maju mendekat dan memberi hormat kepada Lan Tin
go, kemudian ujarnya dengan lembut : "Bibi, kuucapkan
selamat untuk kesehatan badanmu: "Apakah belakangan ini
Sia cu berada dalam keadaan baik-baik " Nona, mengapa
tidak masuk ke dalam perkampungan untuk duduk-duduk
dulu?" Kita Siau un segera tertawa. "Sebenarnya titli ingin
menyambangi bibit ke dalam perkampungan, tapi paman Hoa
justru bersikeras hendak mengajak titli untuk bermusuhan,
maka dari itu....coba lihatlah, akibatnya kita pun mesti bentrok
dan harus bermusuhan malah..."
Lan tin go berkerut kening, kemudian kepada Hoa tau siu
katanya: "Siangkong, sebenarnya apa..."
"Tin go," kata Hoa Tay siu dengan wajah membesi. "Kit Put
sia hendak menyapu perkampungan tang mo san ceng kita
dengan darah, coba kau lihat...."
Sambil menuding ke arah kawanan manusia berbaju hitam
yang mengelilingi sekitar tempat itu, lanjutnya sambil tertawa
dingin. "Orang-orang ini semua adalah kawanan jago dari
lembah Sin mo kok yang sengaja di kirim kemari, jelek-jelek
perkampungan Tang Mo san ceng terhitung jasa suatu
perkampungan yang kenamaan dalam dunia persilatan
apakah kita akan biarkan mereka menginjak-injak di atas
kepala kita....Apakah kita tak akan melakukan perlawanan?"
Lan Tin go tertawa hambar, sorot matanya segera dialihkan ke
wajah Kit Siau Uu, kemudian ujarnya: "Nona, benarkah
ayahmu hendak berbuat demikian?"
Kit Siau Un segera tersenyum, "Selama kata Tang mo tida
dihapuskan, siang malam ayahku tak akan merasa tenang..."
Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Lan Tin go
segera lenyap tak berbekas, katanya kemudian:
"Nona, benarkah ayahmu begitu tak memandang sebelah
matapun terhadap kami?"
"Aaaaah bibi, hal ini toh gara-gara dari kalian lebih dulu...."
"Hmmm., benar-benar selembar bibir yang tajam, "dengus
Lan Tin go. "sudah hampir empat puluh tahunan lamanya aku
mendirikan perkampungan Tang Mo San Ceng ini, mengapa
sampai sekarang ayahmu baru teringat"
Kit Siau un tertawa terkekeh-kekeh. "Hal ini disebabkan
karena sampai sekarang ayahku baru bermaksud untuk
membangun kembali kejayaan dari Mo kau, oleh sebab itu
dalam dunia persilatan tidak boleh sampai ada kata Tang mo
Pembasmi iblis yang dipergunakan !"
"Bagus, bagus sekali!" seru Lan Tin go dengan marah,
rambutnya yang berubah berdiri semua bagaikan landak,
"akan kulihat sampai dimanakah kemampuan kalian untuk
mencuci bersih perkampungan kami dengan darah!"
Seusai berkata mendadak ia menyerbu ke muka dan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Jangan dilihat usianya yang tua, lagi pula baru sembuh dari
sakit, namun serangan yang dilancarkan dalam keadaan
gusar ini benar-benar cepat bagaikan sambaran kilat.
Menghadapi ancaman tersebut, Kit Siau un segera tertawa
terkekeh, Kit Siau un segera tertawa terkekeh, kemudian
dengan cekatan menyingkir ke samping.
Dia cukup menyadari kalau Yau ti sian li adalah seorang
jagoan perempuan yang sukar ditandingi. Begitu serangannya
mencapai sasaran yang kosong, kemarahan Lan Tin go
semakin membara, bentaknya lantang :
"Kit Siau un, aku bersumpah akan membekukmu sampai
dapat......" Dengan suatu gerakan cepat ia menyerbu ke depan dan
mendekati Kit Siau un lagi.
Hoa Tay siu dia menghalangi gerakan dari istrinya ini dan
berkata sambil tertawa: "Tin go jangan sampai membuang tenaga dengan
percuma, kau jangan melakukan sendiri serangan tersebut...."
Ternyata dia memeluk tubuh Lan Tin go dan membopongnya mundur ke belakang
Merah padam selembar wajah Lau Tin go lantaran jengah,
bisiknya dengan suara lirih :
"Cepat lepaskan tanganmu......"
Agaknya Hoa Tay siu juga menyadari akan kekhilafannya
itu, dengan wajah merah pada seperti kepiting rebus, buruburu dia melepaskan rangkulannya. Mendadak dari kejauhan
san berkumandang datang suara gelak tertawa seseorang
yang amat lantang, menyusul kemudian seorang berseru:
"Si muka bocah membopong si rambut beruban, cerita ini
sudah diketahui setiap umat persilatan, Lan siancu, kenapa
mukamu menjadi merah.....yang memalukan justru adalah Kit
Siau un si budak sialan ini, baru melihat pemuda tampan
sudah kehilangan semangat,...... coba kalau lohu tidak datang,
sudah pasti masalah besar akan menjadi terbengkalai."
Walaupun orang itu masih berada beberapa li jauhnya dari
sana, namun setiap patah kata yang diutarakan olehnya dapat
didengar setiap orang dengan amat jelas, kejadian ini dengan
cepat mengejutkan semua jago yang hadir di arena.
Selain itu, dari pembicaraan tersebut mereka juga dapat
menangkap kalau orang itu berpihak pada golongan iblis dari
kota kematian, ini semua membuat mereka makin tercengang.
Oh put kui sendiripun diam-diam berkerut kening, ia dibuat
terkejut juga oleh kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki
orang itu. Thian mo giok li Kit siau un yang paling malu diantara
sekian banyak orang yang hadir di situ dengan wajah merah
padam lantaran jengah ia menundukkan kepalanya rendahrendah. Namun terlintas juga rasa gembira dibalik wajahnya yang
merah itu. Dari sini semakin terbuktilah kalau orang yang bertenaga
dalam amat sempurna itu adalah seorang jagoan lihay dari
golongan hitam. Ki lok sia tong Hoa Tay su mengerutkan dahinya rapatrapat, sambil memandang ke tempat jauhan, dia menghimpun
tenaga dalamnya kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Jago lihat dari manakah yang telah berkunjung datang "
mengapa tidak segera menampilkan diri untuk bertemu...."
Gelak tertawa panjang kembali berkumandang dari atas
puncak bukit itu: "Haaaaahhh.... haaaahh.... haaahh.... sekalipun Hoa lote
tidak mengundang, lohu juga tetap akan datang....."
Menyusul perkataan itu, dari atas bukit nampak sesosok
bayangan putih berkelebat datang dengan kecepatan
bagaikan kilat. Benar- benar cepat sekali gerakan tubuh dari orang itu.
Jarak yang beberapa li itu dilalui orang itu hanya diam
sekejap mata saja. Bagaikan sekuntum awan putih dengan cepatnya orang itu
melayang turun di atas tanah.
Ternyata dia adalah seorang kakek gemuk yang berbadan
cebol. Kakek cebol ini mempunyai kepala yang botak, bundar dan
besar, tinggi badanya tidak melebihi separuh kepala pengemis
pikun, tapi gemuknya justru dua kali lipat dibandingkan si
pengemis pikun. Alis panjang yang dikenakannya berwarna putih salju,
kakinya yang besar menggunakan sepatu terbuat dari rumput.
Senyuman lebar selalu menghiasi wajahnya yang cerah.
Oh Put kui tidak kenal siapakah kakek itu, tapi orang lain
semaunya kenal, meski tidak kenal secara langsung, namun
dapat mengenalinya dari bentuk wajah serta potongan
badannya. Bukan hanya Hoa Tay siu saja yang menjura kepada orang
itu, serentak hampir semua jago yang berada di sana samasama memberi hormat kepadanya.....
Tergerak hati Oh Put kui dia tahu kakek ini sudah pasti
mempunyai asal usul yang amat besar.
"Aku orang she Hoa mengira ada jago lihay darimanakah
yang telah datang, sehingga suara yang berada berapa li
jauhnya kedengaran seperti berada di depan mata, rupanya
Beng Sin ang yang telah datang, maaf jika aku orang she Hoa
suami istri tidak menyambut kedatanganmu dari kejauhan....."
selesai berkata, suami istri berdua itu segera menjura dalamdalam. Oh Put kui yang mendengar perkataan itu baru merasa
terkejut, pikirannya kemudian :
"Ternyata tua bangka ini adalah gembong iblis yang paling
sukar dihadapi dalam dunia ini, salah seorang dari dua
manusia aneh menangis dan tertawa yang ditakuti umat
persilatan, Tiang siau sin ang 'kakek sakti gelak tertawa' beng
Pek tim adanya...." Ketika ia mencoba untuk mengawasi wajahnya dengan
seksama, maka terasa olehnya kalau wajah orang ini memang
mirip sekali dengan Siau mo lek si Buddha tertawa.
Rupanya sebelum berbicara sudah tertawa panjang lebih
dulu merupakan ciri khas dari kakek sakti ini.
Bukan saja gelak tertawanya memekikkan telinga. Juga
amat membetot sukma. "Saudara Hoa" katanya kemudian, "tampaknya belakangan
ini nama besar kalian suami istri berdua sudah amat
termasyhur dalam dunia persilatan, sampai-sampai aku si
Tiang siau sin ang pun sudah tidak berada dalam pandangan
mata kalian berdua.!"
"Sin ang mengapa kau menyindir kami suami istri berdua,"
kota Hoa Tay siu sambil tersenyum, "entah didalam hal
apakah aku telah melakukan kesalahan terhadap Sian ang"
Tiang siau sin ang Beng Pek tim tertawa tergelak.
"Mana, mana, masa kalian berdua akan melakukan
kesalahan kepada lohu?"
"mungkin lohulah yang telah melakukan kesalahan
terhadap saudara Hoa, harap kalian suka memberi kemurahan
kepada kami "Mendadak si Pengemis pikun mengintip dari balik celahcelah kerumunan manusia, lalu panggilnya sambil tertawa
cekikikan: "Beng toako!" Sekarangj Tiang Siu sin ang baru menemukan kehadiran
pengemis pikun di sana, dia segera tertawa terbahak -bahak.
"Haaaahhh... haaaaahh... haaahhh.... saudara pikun,
rupanya kaupun berada di sini sungguh tidak kuduga!"
"Aku datang belum lama, Beng toako, ada urusan apa kau
datang ke tempat ini?"
"Pikun, masa kau belum dapat melihatnya"
Beng toako mu dianggap sahabat-sahabat persilatan
sebagai anggota kaum hitam, tentu saja akupun merasa tak
senang dengan penggunaan kata pembasmi iblis tersebut.!"
Sambil menggelengkan kepalanya pengemis pikun tertawa
keras. "Beng toako," katanya. "kata pembasmi iblis yang
digunakan Hoa cengcu toh bukan secara khusus ditujukan
kepadamu, yaa, sudah pasti delapan puluh persen kau kena
hasutan orang lain."
Oh Put Kui yang menjumpai kejadian itu diam-diam tertawa
geli pikirannya. "kala dibilang pengemis ini pikun tampaknya diapun tidak
terlampau pikun, bukti nya dia bisa mengucapkan kata-kata
semacam itu." Dalam pada itu, Tia siau sin ang sudah tertawa tergelak.
"Siapa yang dapat menghasut lohu" Hei, pikun. Kau jangan
membantu saudara Hoa untuk berbicara, pokoknya setelah
lohu datang kemari, nama dari perkampungan Tang mo san
ceng ini harus diganti dengan menggunakan nama lain."
Sepasang matanya yang sipit memandang sekejap ke
seluruh arena dengan pandangan hambar, kemudian ia
mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak lagi.
Melihat iti, si pengemis pikun menjadi tertegun.
"Hal ini mana boleh?" serunya, "Beng toa ko, kan........"
"Tak usah banyak bicara," tukas Tiang siau sin ang sambil
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertawa tergelak, "Pikun kecil, kau jangan menampilkan
kemarahanku, kalau tidak jangan salahkan kalau bahkan
kaupun akan turut menjadi sial...."
Pengemis pikun menjadi terperanjat sekali, kemudian
dengan cepat dia memandang ke arah Oh Put kui dan
menggelengkan kepadanya berulang kali, setelah menghela
napas. "Kecuali Sin ang untuk membunuh kami berdua...." Hoa
Tay siu menegaskan dengan serius.
Perkataan ini diutarakan dengan sikap yang gagah dan
nada yang berjiwa ksatria membuat hati orang terasa bergetar
keras. Tiang siau sing ang sedikitpun tidak terpengaruh oleh sikap
gagah orang, dia berkata lagi:
"Selamanya lohu hanya mengenal prinsip siapa menuruti
kehendakku hidup, siapa menentang keinginanku mati, jangan
toh baru membunuh kalian berdua, sekalipun harus mencuci
bersih seluruh perkampungan dengan darahpun, lohu anggap
kejadian ini sebagai suatu permainan kanak-kanak belaka.
Oh Put kui yang mendengar perkataan itu segera
mendengus dingin tiada hentinya.
Sementara kawanan jago yang berada di belakangan Hoa
Tay siu segera memancarkan sinar mata berapi api.
Hanya si Pengemis pikun saja yang memperlihatkan
senyuman aneh, diam-diam ia membisikkan sesuatu ke sisi
telinga Oh Put Kui, sikapnya sama sekali tidak kelihatan
tegang. Oh put kui segera tersenyum, lalu manggut-manggut.
Dalam pada itu, Thian mo giok li kit siau un juga sedang
membisikkan sesuatu kepada Tiang siau sia ang kemudian
tampak kakek itu menggelengkan kepalanya.
Sedangkan Hoa tay siu berbisik lirih dengan kawanan
jagonya. Agaknya suatu pertempuran berdarah yang mengerikan
segera akan berlangsung di sana,.....
Tiba-tiba Oh Put Kui tampil ke depan, kemudian katanya:
"Aku Oh Put Kui ingin memohonkan keringanan bagi orangorang ini, entah bersediakah kakek Beng mengabulkannya?"
Tiang siau sing ang memperhatikan sekejap anak muda
yang berada dihadapannya, kemudian membentak. Dap
boanpwe maka hari ini akupun atk akan mengusik dirimu, bila
benar-benar sampai membangkitkan kemarahan lohu, akupun
tak akan berpikir lebih panjang lagi....."
"Ucapanmu itu memang tepat sekali, sebab aku memang
berhasrat untuk mengajakmu bertarung.
Akhirnya Tiang siau sin ang tak kuasa untuk menahan diri
lagi, dia mendongakkan kepalanya dan tertawa keras. Bukan
hanya Tiang siau sin ang saja yang tertawa tergelak, bahkan
Thian mo giok li, pedang iblis berbaju merah dan iblis sakti
pedang kemalapun turut mendongakkan kepalanya dan
tertawa tergelak. Sebaliknya Hoa tay siu suami istri sekalian para jago
merasa terkejut bercampur terkesiap, meraka merasa anak
muda ini selain gegabah juga sangat tak tahu diri.
"Hei, bocah keparat !" Kata Tiang siau sin ang kemudian
sambil tertawa keras "Kau benar-benar seorang manusia yang
tak tahu diri, jangankan kau, sekalipun gurumu atau sucoumu
juga belum tentu berani mengucapkan perkataan semacam itu
kepadaku." Sekalipun dia dapat menangkap nada gagah dan tak gentar
dibalik ucapan dari Oh Put Kui tersebut, namun dia tak
mungkin merupakan seorang jagoan lihay, bahkan mungkin
saja anak muda itu hanya anak murid dari suatu perguruan
besar. Tak heran kalau dia anggap ucapan dari pemuda berbaju
putih itu sebagai latah dan tak tahu diri.
Oh Put Kui sama sekali tidak mau menunjukkan
kelemahannya, diapun tertawa terbahak-bahak.
"Si tua Beng, kalau berbicara kaupun harus sedikit tahu diri,
kalau tidak, akhirnya kau pasti akan merasa menyesal."
"Lohu uakin tak akan menyesal."
"Tapi aku yakin kau pasti akan menyesal pada akhirnya!"
"Bocah keparat, bukan lohu sengaja menyombongkan diri,
kalau kau ingin berbuat demikian, baiklah, aku akan memberi
batas sepuluh jurus untukmu, bila dalam sepuluh gebrakan
kau sanggup untuk mempertahankan diri tak sampai kalah,
maka lohu akan memenuhi permintaanmu itu, bagaimana"
Berani tidak?" Oh Pu kui tertawa hambar.
"Aaaah sepuluh jurus kelewat sedikit tidak adil!"
Ucapan dari si anak muda itu benar-benar membuat Tiang
sian ang Beng pek tim sangat berang, kemarahannya boleh
dibilang sudah memuncak sampai ke dalam benaknya
Sambil meraung keras, teriaknya:
"Bocah keparat, lohu kagum atas keberanianmu, kau
memang cukup berani, cukup tinggi hati, lohu merasa kagum
dan memuji akan kehebatanmu, justru karena itu aku bersedia
memberi kemurahan kepadamu coba dalam kesempatan lain.
Paling banter lohu hanya akan memberi kesempatan
sebanyak lima jurus belaka....."
Oh Put kui memandang sekejap ke arah kawanan jago
yang berada di belakannya, penampilan mimik wajah dari
orang-orang itu segera membuatnya menjadi percaya.
Sebab termasuk juga Hoa tay siu, setiap orang sedang
memandang ke arahnya dengan pandangan gelisah dan
cemas, hal ini menunjukkan kalau dalam hati kecil mereka pun
diliputi oleh perasaan yang amat gelisah serta tidak tenang.
Pemuda itu segera tersenyum, ia sama sekali tidak
terpengaruh oleh keadaan bahkan sikapnya seperti sama
sekali tidak gentar, hal mana membuat Tiang siau sin ang
diam-diam menjadi kaget. Oh Put kui manggut pelan, kemudian ujarnya sambil
ketawa : "Si tua Beng, aku percaya dengan ucapanmu itu, tapi
akupun yakin dalam sepuluh gebrakanpun aku tak menderita
kekalahan,......." "Bagus sekali, "tukas Tiang siau sin ang sambil tertawa,
"Lohu ingin mencoba, apa yang kau andalkan sehingga berani
mengibul di hadapanku! Begini saja, lohu akan meluluskan
sebuah syarat lagi, bila dalam sepuluh gebrakan kau tak
sampai menderita kalah, bukan saja lohu akan menuruti
janjiku dengan mengundurkan diri dari pertikaian ini bahkan
akupun akan melarang pemilik kota kematian Kit Pus sia
mengusik perkampungan tang mo sanceng lagi"
Sekian lama Oh Put kui membakar hati lawan, yang
ditunggu-tunggu justru adalah perkataan ini.
Sekarang, setelah tujuannya tercapai tentu saja dia tak
ingin membuang waktu dengan percuma lagi.
Sambil tersenyum di lantas menjura, kemudian katanya:
"Kakek Beng, kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih
dulu kepadamu....." Tiang siau sia ang tertawa terkekeh-kekeh dengan
seramnya. "Bocah keparat, kau betul-betul memiliki selembar bibir
yang pandai bersilat lidah," katanya kemudian, "baiklah, lohu
menyerah kalah, mari kita selesaikan dengan beradu tenaga
saja!" "Turut perintah!"
Oh Put kui lantas menurunkan buntalannya dan pedang
berkarat itu, kemudian sambil mengayunkan telapak tangan
tunggalnya, dia lepaskan sebuah pukulan keras.
Tiba - tiba Tiang siau sin ang berpaling ke arah pengemis
pikun sambil serunya: "Hei, si pikun cilik, kau yang menjadi tukang hitung....."
Seraya berkata, tubuhnya segera melompat mundur sejau
tiga depan dari posisi semula.
Ketika dilihantnya tenaga yang dilancarkan Oh Put kui amat
sederhana biasa, sama sekali tak menyolok, tanpa sadar ia
menjadi lengah, bahkan menyempatkan diri untuk berpaling
dan bercakap-cakap dengan si pengemis pikun.
Siapa tahu belum habis ucapan tersebut diutarakan,
mendadak dadanya terasa kencan, tahu-tahu tenaga pukulan
Oh Put kui yang dingin dan lembut itu seperti ambruknya bukit
karang segera menindih datang.
Masih untung ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh
sehingga ia masih sempat menolong diri. dengan tergopoh
gopoh badannya mundur sejauh depan lebih.
Nyaris dia menderita kerugian besar dan terluka di ujung
telapak tangan lawan......
"Bocah keparat, tak nyana kau punya lima simpanan
juga....." Ditengah gelak tertawa nyaring dari Tiang siau sin ang
dengan cepat dia mengayunkan pula telapak tangannya
melepaskan sebuah serangan balasan.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Put kui
menyaksikan serangan musuh yang melanda tiba, pikirannya:
"Ehmmmm, lihay sekali tua bangka ini!"
Sepasang telapak tangannya segera dirangkap menjadi
satu dengan jurus san cay pay hud 'Orang saleh menyembah
Budha, dia bungkukkan badan sambil rentangkan tangannya
ke muka, sebuah pukulan dahsyat segera memusnahkan
tibanya ancaman mau dari musuh.
Melihat serangannya kembali gagal, Tiang siau sin ang
terkesiap, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaahhh...haaaahhh...haaaahhh.....bagus, bagus sekali
bocah muda, kau adalah satu -satunya pemuda paling lihay
yang pernah lohu jumpai selama ini....."
Walaupun dimulut dia tertawa tergelak tiada hentinya,
gerak serangannya tidak menjadi kendor karena itu.
Dalam sekali kelebatan saja. Secepat kilat dia sudah
melancarkan tiga buah seranngan berantai.
Ketiga buah pukulan itu semuanya merupakan ilmu maut
yang paling diandalkan Tiang siau sin ang selama ini, orang
persilatan menyebutnya sebagai siau thian tui mia sam ciang
(tiga pukulan pengejar nyawa).
Hampir seluruh umat persilatan, kecuali beberapa orang
locianpwe angkatan paling tua belum ada seorang manusia
pun yang sanggup meloloskan diri dari ketiga buah
serangannya itu tanpa menderita kekalahan sayang,
kebiasaan semacam itu justru tidak berlaku pada hari ini.
Bukan Cuma dapat dihindari, bahkan masih mampu untuk
melancarkan serangan balasan.
Dikala Tinag siau sin ang sudah bersiap-siap melancarkan
ketiga buah pukulan mautnya tadi, secara diam-diam Oh put
kui telah mempersiapkan jalan mundur serta kesempatan
untuk melancarkan serangan balasannya secara jitu dan
sempurna. Begitu ia tahu akan musuhnya tak lain adalah Tiang siau
sin ang (kakek sakti tertawa panjang) Beng Pek Lim, serta
merta dia pun terbayang yang paling diandalkan. Oleh sebab
itu, sekalipun tenaga serangan dari Tiang siau sin ang amat
menggetarkan sukma serangan itu pun dilepaskan secara
cepat dan aneh, namun toh gagal untuk melukai lawannya.
Ditengah serangan yang begitu dahsyat dan menggetarkan
sukma itu, bahkan Oh Put Kui sempat melepaskan dua buah
serangan balasan. Kenyataan ini mau tak mau membuat Tiang Siau sin ang
terkesiap juga sampai termangu.
"Hei, anak muda, siapa gurumu?" ia segera hentikan
serangannya sambil menegur.
Dengan cepat Oh Put Kui menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Pertarungan sepuluh jurus belum habis maaf aku tak bisa
menjawab pertanyaan ini, lihat serangan!"
Tangan kirinya membuat gerakan melingkar, sementara
telapak tangan kanannnya tiba-tiba menerobos dari bawah
tangan kiri sambil melepaskan pukulan.
Waktu itu, batas sepuluh jurus sudah separuh diantaranya
lewat. Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Tiang siau
sin ang sambil tertawa terbahak-bahak serunya:
"Inilah pukulan Hwee sian ciang, hai bocah muda,
bukankah kau adalah anak murid Liu Thian cong?"
Tangannya segera diangkat untuk menyambut datangnya
ancaman dari Oh Put kui itu, kemudian katanya lagi:
"Pat hong pay siu 'kakek aneh delapan penjuru' bisa
mendidik seorang murid seperti kau, kejadian ini benar-benar
membuat lohu menjadi amat gembira...."
Belum selesai dia berkata secara beruntung ia lepaskan
kembali dua buah serangan berantai .
Kedua buah serangan ini jau berbeda dengan kehebatan
Siau thian ini mia sam ciang tadi.
Tenaga pukulan ini telah membentuk menjadi satu
kekuatan yang nyata yang jauh lebih keras dari pada batu
kemala, hampir saja seluruh tubuh Oh Put kui terkurung
dibalik lapisan hawa pukulan yang amat dahsyat itu.
Menjumpai keadaan seperti ini. Oh Put kui merasa terkejut
bukan kepalang. Sebenarnya dia tak ingin mengeluarkan kepandaian asli
dari perguruannya bilamana keadaan tidak mendesak kalau
bisa dia hendak mengandalkan pengetahuannya tentang
berbagai ilmu silat lain guna menghadapi Tiang siau sin ang.
Tapi sekarang, dia sudah mulai merasa bahwa Tiang siau
sin ang Beng Pek tim benar-benar merupakan musuh paling
tangguh yang pernah dijumpainya selama hidup.
Dalam keadaan kepepet, mau tak mau dia harus
menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk
menggunakan ilmu Cian tham thian liong sian kang pukulan
naga langit berbau harum.
Dimana segulung angin pukulan yang berbau sangat harum
berhembus lewat, dua buah pukulan dari Tiang siau sin ang
yang disertai dengan tenaga penuh itu langsung tersapu
lenyap tak berbekas. Sekujur badan Tiang siau sin ang gemetar keras, tanpa
sadar dia mundur dua langkah ke belakang.
Oh Put Kui kembali tertawa tergelak, bentaknya:
"Lihat serangan!"
Bersama dengan berkumandangnya bentakan itu, Oh Put
kui mengayunkan tangan kanannya melepaskan sebuah
totokan maut.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Paras muka Tiang siau sin ang kembali berubah hebat,
tergopoh gopoh dia melesat mundur hebat, tergopoh gopoh
dia melesat mundur sejauh satu kaki lebih.
"Bocah muda, inilah ilmu Thian liong ci!" serunya sambil
tertawa nyaring Oh Put kui tertawa ewa. "Bagus sekali, kakek Beng, tampaknya kau memang
mengenal nilai barang......"
Mendadak ia berpaling ke arah pengemis pikun sambil
serunya: "Saudaranya Lok, sudah penuh kah jumlah sepuluh jurus?"
"Haaahhh.... haaahhh.... haaaahhhh..... kebetulan persis
genap sepuluh jurus, tidak kelebihan juga tidak kurang," jawab
pengemis pikun sambil tertawa tergelak.
Oh Put kui ikut tertawa tergelak.
"Nah kakek Beng !Sekali lagi kuucapkan banyak terima
kasih atas kesediaanmu untuk mengalah!"
Setelah suasana berubah. Hoa Tay siu sekalian baru bisa
menghembuskan napas lega.
Sebaliknya Thiang siau sin ang pun untuk pertama kalinya
sejak kemunculannya, berhenti tertawa.
Dengan wajah penuh rasa hormat, ia maju mendekati Oh
Put kui lalu tegurnya: "Lote, apakah kau muridnya Thian Liong Sangjin?"
Kalau gembong iblis tua yang kepandaian silatnya hampir
tak terkalah pun sudah merubah sebutannya. Bisa
dibayangkan bertapa lihaynya anak muda kita ini.
Oh put Kui segera tertawa.
"Kau keliru" katanya. "Thian liong sang jin bukan guruku!"
Sebelum Oh Pu kui menjawab, pengemis pikun sudah
menimbrung lebih dahulu: "Beng toako, bukankah ucapan itu macam ucapan kentut"
Thian liong ci adalah ilmu andalah Thian liong Sang jin. Kalau
bukan sangjin sendiri yang mewariskan ilmu itu kepadanya,
siapa lagi yang bisa menggunakan kepandaian tersebut?"
"Haaahhh.... haaahhh... haaaahhh....tepat, tepat sekali!"
Thian siau sin ang tertawa terbahak-bahak. "Hei si pikun,
agaknya kau sudah semakin pintar sekarang!"
"Aaa,....masa kau belum tahu" Sekarang toh aku sudah
berganti nama menjadi si pengemis cerdik....."
Sambil mengoceh, dengan bangganya dia menggoyangkan
kepalanya kesana kemari persis keriangan.
"Yaaa, memang perlu dirubah memang perlu dirubah!"
Thian siau sin ang manggut-manggut "Lohu yang pertamatama setuju paling dulu...."
Setelah berhenti sejenak, dia baru berkata lagi kepada Oh
Put Kui sambil tertawa: Saudara cilik bila sadari tadi kau katakan kalau pandai ilmu
Thian liong ci, sudah pasti pertarungan sepuluh jurus itu tak
akan pernah berlangsung barusan lohu betul-betul telah
berbuat ceroboh...."
"Aaaah, justru kesediaanmu untuk mengalah itulah
membuat aku merasa amat berterima kasih ....."
Thiang siau sin segera tertawa terbahak-bahak
"Haaahhh.... haaahhh... haaahhh.... aku pernah berhutang
budi kepada Thian liong sangjin dimasa lalu, meski lote
enggan mengaku sebagai muridnya tapi dilihat dari
kemampuan lote menggunakan ilmu Thian Liong ci serta ilmu
Cian tham thian liong sian kang dapat diketahui kalau kau
punya hubungan yang erat dengan sangjin, atas dasar ini lohu
mana berani bertindak ceroboh?"
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa ia menggelengkan kepalanya berulang kali
"Dengan ilmu si at lote yang begitu lihat serta usiamu yang
masih begitu muda, seandainya bukan murid Thian liong
sanjin jago silat manakah dalam dunia persilatan dewasa ini
yang sanggup memberi pendidikan kepadamu?"
Oh Put kui segera tertawa, sambil mengalihkan pokok
pembicaraan ke soal lain katanya kemudian :
"Beng lo apakah kau bersedia menyelesaikan persoalan di
sini secara damai?" Tampaknya dia enggan untuk mengungkapkan asal usul
perguruannya, maka pokok pembicaraan sengaja dialihkan ke
masalah lain. Mendengar ucapan tersebut sudah barang tentu Tinag siau
sin ang merasa tak enak untuk mendesak lebih jauh, ia segera
tertawa kering. "Jangan toh lote adalah orang dekatnya sangjin, sekalipun
bukan dengan kekalahan ku dalam pertarungan sepuluh jurus
tadi sudah sepantasnya kalau lohu mesti menepati janji...."
Tiba-tiba Thian mo giok li gadis suci iblis langit kit siau un
yang semenjak melihat Oh Put kui berhasil menangkan
pertarungan sepuluh jurus merasa girang tapi juga kesal itu
berseru dengan suara gelisah :
"Beng kongkong benarkah kau akan mengundurkan diri
dari sini?" Tiang siau sin ang segera tertawa terbahak-bahak .
'Haaahhh.... haaahhh... haaahhh... tentu saja bukan cuma
hari ini saja kalian mesti mundur, sejak detik ii kalianpun tak
boleh mencari gara-gara lagi dengan pihak perkampungan
Tang mo san ceng entah dengan alasan apapun!"
"Tidak bisa jadi!" teriak Thian mo giok li dengan wajah
berubah. "Ayah tidak memperkenankan kami pulang dengan
tangan hampa......" "Aku yang akan menanggung!" seru Tiang siau sin ang
sambil tertawa dingin, mencorong sinar tajam dari balik
matanya. Tiba-tiba ia menuding ke arah Cu ih mokiam pedang iblis
berbaju merah Suma Hian sambil bentaknya:
"Mengapa kalian tak cepat pergi" Apakah ingin memusuhi
lohu?" Siapa yang berani memusuhi pentolan iblis tua ini" Suma
Hian merasa hanya bernyawa satu, sudah barang tentu dia
tak berani bermain-main dengan selembar jiwanya itu.
Ternyata Cu ihmo kiam sangat menurut mendengar
perintah itu ia segera menyahut dengan hormat :
"Boanpwee alam turut perintah !"
Sambil membalikkan badan, dia lantas menarik tangan giok
kiam sin mo iblis sakti berpedang kemala dan berlalu dari situ
dengan langkah lebar.... Baru saja thian mo giok lie hendak menghardik mereka
sambil tertawa seram Tiang siau sin ang sudah berseru lebih
dulu: "Budak cilik, bila kau tidak menuruti perkataanku lagi,
jangan salahkan kalau aku akan turun tangan terhadapmu!"
Kit siau un tampak sangat murung dengan wajah sedih ia
memandang sambil cemberut.
Akhirnya Tiang siau sin ang naik darah segera bentaknya:
"Hayo jalan!" Dengan wajah yang amat sedih Kit siau un memandang
sekejap ke arah Oh Put Kui lalu dengan perasaan apa boleh
buat pelan-pelan dia membalikkan badannya dan berlalu dari
sana. Tiang siau siu ang sama sekali tidak menggubris sikap
munduk-munduk dari Hoa Tay sia sekalian sambil tertawa
katanya kepada Oh Put Kui:
"Lote, bila berjumpa dengan Sangjin, jangan lupa
sampaikan salam lohu kepadanya."
Bayangan putih berkelebat lewat, dia lantas berlalu dari
sana. "Boanpwe pasti akan menyampaikan salam mu itu...." Oh
Put kui mengiakan sambil tertawa.
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOooSUATU ancaman bencana besar, akhirnya dapat diatasi
dalam suasana yang serba aneh
Oh Put kui dengan pengemis pikun pun berangkat
meninggalkan perkampungan Tang mo san ceng.
Kini, dalam saku pengemis pikun telah di penuhi oleh
delapan ribu tahil emas murni, seakan-akan ditindih oleh
delapan ton emas batangan saja, pengemis pikun dibuat
selalu panik dan tak tenang.
Setelah melangkah keluar dari wilayah Lusan, Oh Put kui
melanjutkan perjalanannya menuju ke timur.
Kemudian setelah melewati An hwei, menyeberangi bukit
Hong san, menembusi Thian bok dan Thian tay....."
Akhirnya sampailah mereka di sebelah utara bukit Gan tang
sun. Pada saat itulah, tak tahan pengemis pikun tersebut segera
bertanya: "Hei bocah muda, kita akan menuju ke rumahmu?"
Pengemis pikun jadi tertegun.
"Lantas mau apa kita datang ke bukit gan tang san ini Lok
lo kita Cuma melewati tempat ini saja....."
"Jadi kita masih akan melanjutkan perjalanan?" Pengemis
pikun mulai menggaruk-garuk kepalanya, "Tapi....jika perjalanan dilanjutkan, kita akan sampai di samudra bebas!"
"Yaaa, benar kita memang akan berpesiar ke tengah
samudra..." Kali ini, pengemis pikun benar-benar berdiri bodoh.
Bila ia disuruh pergi kemanapun, ia pasti berani untuk
mendatanginya. Tapi kalau dia disuruh pergi ke laut Tang
hay...sampai matipun ia tak berani kesana.
Sebab..... Jangankan disebutkan untuk membayarkan saja tak berani.
Pulau Neraka! Suatu nama yang betul-betul menggetarkan
hati siapa pun. Mendadak ia membalikkan badan, laau melarikan diri
terbirit-birit. Sayang gerakan tubuh Oh Put Kui jauh lebih cepat
daripada gerakannya, sekali melompat tahu tahu dia sudah
menghadang di hadapannya si pengemis pikun itu.
"Mau apa kau ?" pengemis pikun segera menjerit keras.
'bocah muda kau ingin merampas kembali uang emasmu"
Nih, semuanya kukembalikan kepadamu, aku si pengemis tua
memang sudah ditakdirkan miskin sepanjang hidup, mengantongi uang emas sebanyak ini Cuma akan membuat
jantung berdebar hati kuatir melulu...."
Sambil berkata, ia benar-benar mengeluarkan ke empat
lembar uang kertas emas itu dan disodorkan ke muka Oh Put
Kui, kemudian katanya lagi :
"Bocah muda, leluhur mudaku, siau uaua ku kemana pun
kau akan pergi, aku pasti akan menemanimu, tapi janganlah
menyewa perahu untuk berpesiar ke lautan timur, aku si pingin
tua masih pingin hidup masih pingin makan bakso, makan
ayam panggang jangan kau suruh aku mengorbankan
nyawaku......" Tampaknya ia benar-benar merasa takut untuk pergi
menghantar nyawa.....takut pergi mampus.....
Oh Put Kui tak kuasa menahan rasa gelinya lagi, dia
segera tertawa terbahak-bahak. "Saudara Lok, mau mungkin
juga percuma......." Katanya. "Ketika berada di perkampungan
Tang mo san ceng. Kau toh bilang sendiri, kemanapun aku Oh
put kui pergi, kau akan selalu mengikuti diriku....."
Pengemis pikun segera mencak-mencak macam kambing
kebakaran jenggot, segera teriaknya keras-keras :
"Haaah, aku betul-betul pernah bilang begitu" Ooh Lok jin
ki .......wahai lok in ki kau sungguh-sungguh seorang manusia
goblok, kau betul-betul pikun seratus persen ......mengapa kau
bersedia mengikuti seorang bocah keparat yang tak tahu asal
usulnya untuk pergi......"
Sambil berteriak sambil melompat, akhirnya sampai air
matapun turut jatuh bercucuran.
Dari sakunya Oh Put Kui mengeluarkan secarik sapu
tangan kumal untuk menyeka air matanya, lalu ujarnya sambil
tertawa: "Lok tua, bila sudah berjanji dengan seorang janganlah
sekali kali ingkar janji, apa lagi kalau ucapan itu diutarakan
oleh seorang pendekar besar yang sudah lama termasyhur
seperti kau, setiap ucapannya mesti dituruti, kalau tidak tentu
kau akan ditertawakan oleh semua orang yang ada dikolong
langit." Setelah berhenti sebentar, dia lantas sodorkan saputangan
kumal itu kepadanya: "Nah, sudahlah, jangan menangis terus kalau kau masih
menangis saja, tentu orang akan menganggap kau sebagai
pengemis pikun yang tidak pintar lagi!"
Ternyata pengemis pikun menurut sekali setelah mendengar perkataan itu, dia menerima saputangan kumal itu
untuk menyeka air mata dan ingusnya. Sebentar saja
saputangan itu sudah berubah menjadi hitam pekat dan kotor
sekali. Oh Put kui mendongakkan kepalanya memeriksa keadaan
cuaca, lalu dia mengambil selembar kertas uang yang bernilai
seribu tahil emas, setelah itu ujarnya lagi :
"Lok tua, mari kita ke kota Giok huan sian sia lebih dulu
untuk menukar selembar uang kertas emas ini!"
Pengemis pikun segera tertawa kembali sambil membuang
saputangan kumal itu jauh-jauh serunya:
"Betul ! Kita mesti menukar dengan uang agar bisa dipakai
untuk membeli sesaji guna menghormati kuil perut kita!"
Ketika selesai bersantap, Pengemis pikun sudah ada tujuh
bagian dipengaruhi oleh arak.
Selesai membereskan rekening, Oh Put kui segera
mengajak pengemis pikun keluar dari kota giok huan sia
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju ke dermaga kali ini ternyata pengemis pikun tidak
menunjukkan ulahnya lagi.
Tapi setibanya di dermaga, penyakit lamanya kembali
kambuh. Sebab dia sudah melihat air samudra yang luas sedang
menggulung-gulung di depan matanya.
"Bocah muda, dimanakah kita sekarang?" tanpa terasa
pengemis konyol itu bertanya.
"Di pantai lautan timur!" Oh Put Kui tertawa hambar.
"Mau apa datang kemari?"
"Membeli sebuah perahu dan kita akan berpesiar ke tengah
samudra !" "Jangan ..... jangan .....aku .....aku tak mau ikut .....aku tak
mau turut ke tengah laut....." tanpa membuang waktu, dia
segera putar badan dan mengambil langkah seribu......
Oh Put kui segera tertawa terbahak-bahak, dicengkeramnya tubuh pengemis itu sambil berseru:
"Tidak mau ikut" Sayang sudah terlambat Lok tua, kau
wajib mengikuti diriku!"
Pengaruh arak dalam benaknya kontan rontok separuh
bagian, pengemis tua kembali berkaok-kaok:
"Hei bocah munyuk, kau sudah bosan hidup?"
"Haaahhh.... haaahhh.... haaaahhhh... dalam lima puluh
tahun mendatang, aku masih belum pingin mampus!" pemuda
itu tergelak Dengan gemas pengemis pikun meludah ke tanah,
sumpahnya: "Tapi aku lihat, kau tak bakal bisa hidup melewati besok
siang!" Oh Put kui Cuma tertawa tanpa memperdulikan ocehan
pengemis pikun, Cuma tangannya saja yang masih
menggenggamnya kencang-kencang dan menyeretnya menuju ke dermaga untuk bertanya apakah ada perahu yang
akan dijual . Ketika pemilik-pemilik perahu itu mendengar kalau mereka
hendak menuju ke lautan ditengah malam, hampir sebagian
besar menolak menyewakan perahu mereka atau menjualnya
kepada kedua orang itu. Menghadapi keadaan seperti ini, mau tak mau Oh Put kui
mesti berkerut kening. Sebaliknya si pengemis pikun segera berjingkrak dan
menari-nari karena kegirangan suara tertawanya yang keras
hampir membelah keheningan malam yang mencekam.
"Ooh.....Lo thianya betul-betul punya mata....." gumannya.
"Hai bocah muda, tampak nasib aku si pengemis tua masih
agak mujur, umurku masih diberkahi usia panjang."
Oh Put kui hampir tidak menggubris seruan-seruan dari
pengemis pikun itu, dia masih saja berputar kian kemari
disekitar dermaga sambil berusaha untuk menemukan pemilik
perahu yang mungkin ingin mencari keuntungan besar.
Sesudah bersusah payah hampir setengah harian lamanya,
pada akhirnya apa yang diharapkan Oh Put kui dapat tercapai
juga. Tapi ongkos sewa yang diajukan betul-betul mengejutkan hari siapa pun jua.
Untuk lima belas hari lamanya, ongkos sewa perahu itu
mencapai seribu tahil emas murni.
Nilai tersebut betul-betul menjirat leher sebab berbicara
menurut nilai uang waktu itu, seribu tahil emas murni bisa
digunakan untuk membeli lima ratus buah sampan kecil tapi
tanpa berpikir panjang, oh Put kui segera menerima tawaran
gila itu. Dia berjanji akan berangkat menuju ke samudra pada
kentongan pertama malam nanti, bahkan minta kepada si
nenek pemilik perahu agar mencarikan dua orang pendayung
dengan ongkos yang diperhitungkan di luar beaya.
Sudah barang tentu, transaksi ini membuat si pengemis
pikun sakit dan marah. Buangkan saja, masa uang emas seribu tahil mesti
diserahkan dengan begitu saja kepada orang lain"
Bahkan dia masih bersedia membayar tukang pendayung
di luar beaya tersebut, peraturan darimanakah yang
menetapkan cara macam begitu"
Makin memikir si pengemis pikun merasa makin tak karuan
hatinya, tak tahan dia lantas berteriak:
"Hei bocah muda, rupanya kau jauh lebih pikun dari pada
aku si pengemis tua...." begitu selesai berkata, dia lantas
tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa sampai terpingkal-pingkal hingga air mata pun
turut jatuh bercucuran entah apapun yang diucapkan Oh Put
kui, dia masih tertawa saja tiada hentinya.
Agaknya dia seperti baru merasa kalau di dunia ini masih
terdapat seorang lain yang jauh lebih pikun dari pada dirinya,
maka saking gembiranya dia sampai tertawa tiada hentinya.
Ombak yang menggulung tiba dan memecah ketika
menumbuk perahu, menerbitkan suara yang keras dan amat
tak sedap di dengar Pengemis pikun sedang melingkar menjadi satu dan
bersembunyi dalam ruangan perahu, sedangkan Oh Put kui
dengan tenang berdiri di atas geladak perahu tanpa berkutik,
sepasang matanya yang tajam sedang mengawasi tempat
kejauhan sana, lautan luas yang dicekam oleh kegelapan.
Pendayungnya ada dua orang, seorang tua dan seorang
muda. Yang tua sudah berusia tujuh puluh tahun, berambut putih
mukanya penuh keriput, mungkin karena tiap hari kerjanya
berada di laut maka kulitnya hitam pekat seperti arang, tapi
kekuatannya masih tetap sehat bugar.
Yang muda adalah seorang bocah lelaki berusia dua puluh
tahunan, otot-otot badannya pada menonjol keluar semua,
agaknya dia adalah seorang jago silat.
Sejak berada di atas perahu itu. Oh put kui sudah
menemukan kalau kedua orang pendayung itu adalah
manusia-manusia luar biasa, namun dia tak ambil perduli.
Dia percaya dalam dunia persilatan dewasa ini, paling
banter hanya ada tujuh delapan orang jago saja yang mampu
mengancam keselamatan jiwanya. Oleh sebab itu, dia
selamanya tak pernah mengenal apa arti rasa takut itu.
Justru karena itu pula, dia baru bertekat untuk menyelidiki
Pulau Neraka yang ditakuti setiap orang itu.
"Pulau Neraka disebut pula pulau bis pergi tak akan
kembali......hmmm, benarkah bisa pergi tak akan kembali?"
Diam-diam dia tertawa sendiri karena geli. Sekalipun orang
lain bisa pergi tak akan kembali namun dia akan menciptakan
bisa pergi bisa pula kembali.
Selamanya dia tak percaya dengan tahayul tentu saja
diapun tidak percaya dengan segala macam dongeng yang
tersiar dalam dunia persilatan.
Sampan cepat itu melesat dengan cepatnya ke depan,
menembusi ombak yang menggulung dengan hebatnya.
Kentongan kedua sudah lewat, dari kejauhan sana nampak
bayangan sebuah bukit muncul dari balik kegelapan.
Itulah sebuah pulau! Pulau neraka yang diliputi keanehan,
keseraman dan kemisteriusan, perasaan Oh put kui mulai
bergelora keras, dia merasakan jantungnya berdebar keras.
Pengemis pikun seperti melongokkan kepalanya dan
menengok sekejap ke depan, kepalanya dan menengok
sekejap ke depan kemudian seperti burung unta, cepat-cepat
dia sembunyikan kembali kepalanya.
Melihat kejadian itu, Oh put kui jadi tertawa geli, pikirnya
kemudian dalam hati : "Heran, masa kau tak bisa
dibandingkan dengan kedua orang nelayan ini........." jelekjelek kau toh seorang jagoan juga?"
Sementara itu, nelayan tua yang telah berubah itu
meletakkan alat pendayungnya secara tiba-tiba, kemudian
selangkah demi selangkah berjalan menuju ke geladak
perahu. "Siangkong, apakah kau hendak menuju ke Pulau
neraka?" tegurnya kemudian.
Suara teguran dari nelayan tua itu amat nyaring, lantang
dan tajam didengar. Oh put kui segera manggut-manggut "Yaa, bukankah pulau
itu disebut pula pulau bisa pergi tak bisa kembali...........?"
bisiknya. Nelayan tua itu segera tertawa.
"Aaaah, itu kan sebutan orang persilatan terhadap pulau
tersebut, sedang buat kami nelayan disekitar tempat ini, pulau
tersebut masih tetap bernama pulau neraka!"
"Boleh aku tahu, siapa nama margamu?"
Oh put kui menegur lagi sambil tertawa hambar
"Lohan she cin!"
Berkilat sepasang mata Oh put kui, sambil tertawa dia
lantas berpaling seraya ujarnya: "Apakah Cin po tiong, cin
locianpwe?" Mendadak sekujur badan nelayan tua itu bergetar keras,
dengan suara gemetar sahutnya:
"Loo...... Lohan ....... lohan ....."
Tapi, bagaimana mungkin sikapnya itu bisa mengelabuhi
ketajaman mata dari Oh put kui.
Disamping itu, pertanyaan langsung dari Oh put kui yang
dilontarkan secara berterus terang ini justru merupakan cara
yang paling jitu untuk menghadapi para jago persilatan yang
enggan memberitahukan nama aslinya.
"Cin tua!" kembali Oh put kui berkata "Nama besarmu
sebagai Tang hau hi ang nelayan sakti dari lautan timur' sudah
lama kukagumi, sungguh beruntung hari ini aku bisa
berkenalan dengan istrimu, bahkan mesti merepotkan pula
dirimu untuk mendayung perahu buat kami, peristiwa ini boleh
di bilang benar-benar merupakan suatu peristiwa besar
.........." Karena rahasianya sudah terbongkar, terpaksa kakek
berambut putih itu hanya bisa tertawa getir sambil
menggelengkan kepala berulang kali.
"Saudara cilik, ketajaman matamu benar-benar lihay
sekali!" Kembali Oh Put Kui tertawa
"Sebenarnya persoalan ini mudah ditebak, andaikata bukan
si Nelayan sakti dari lautan timur Cin po tiong siapakah yang
berani keluar lautan ditengah malam buta begini?"
Dengan cepat Nelayan sakti dari lautan timur Cin po tiong
manggut-manggut. "Betul, agaknya lohu sudah lupa memikirkan persoalan
ini........." Setelah berhenti sejenak, kembali ia bertanya: "Saudara
cilik, siapa namamu?"
"Aku Oh put kui 'Oh tidak kembali!"
Dengan kening berkerut Cin Po tiong memandang sekejap
ke arahnya, kemudian tanyanya lagi :
"Kau sendirikah yang memberikan nama itu kepadamu?"
"Bukan nama itu pemberian guruku!"
"Waah, kalau begitu suhu mu pastilah seorang tokoh sakti
yang luar biasa sekali kata Cin po tiong setelah tertegun
sejenak Oh put kui segera tertawa.
"Aaaah, dia hanya seorang pendeta gunung, maaf
namanya tak dapat kusebutkan kepadamu!"
"Sudah empat kali lohu pergi kesana menyerempet
bahaya...." tiba-tiba dia berkata lagi sambil menuding ke arah
bayangan pulau ditempat kejauhan sana.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh put kui setelah
mendengar perkataan itu, serunya cepat:
"Kau orang tua pernah kesana?"
"Belum!" Jawaban ini cepat membuat Oh put kui kembali termangu.
Agaknya Cin po tiong bisa memahami keheranan orang,
mendadak dengan wajah menunjukkan rasa kaget bercampur
kuatir, bisiknya leb"
"Empat kali sebelum lohu tiba di tepi itu setiap kali aku
sudah dibikin kabur oleh orang karena kaget dan ngeri...."
Cin po tiong menundukkan kepalanya dan berpikir
sebentar, begitu tahu kalau tiada harapan baginya untuk
mengetahui hal-hal lebih detail, diapun segera tertawa
"Cin tua, siapkah yang telah membunuhmu kabur dengan
perasaan kaget bercampur ngeri?" tanya Oh put kui sambil
melototkan matanya bulat-bulat .
Mendengar pertanyaan tersebut, con po tiong segera
menunjukkan perasaan malu dan menyesal, sahutnya setelah
menghela napas panjang : "Aaaai.......kalau dijawab yang sesungguhnya, mungkin kau
tak akan percaya, pada hakekatnya lohu tak pernah
menyaksikan bayangan tubuh dari orang itu!"
Tentu saja jawaban ini membuat Oh put kui tidak percaya
sebab kejadian itu sama sekali tak masuk diakal.
@oodwoo@ Jilid 5 BERBICARA soal ilmu silat yang dimiliki si Nelayan sakti
dari lautan Timur Cin Po-tiong dalam dunia persilatan
sesungguhnya kepandaiannya tidak berada di-bawah kepandaian silat para ciangbunjin dari pelbagai partai, tapi
kenyataannya dia toh kena dipukul mundur oleh seseorang
yang tak pernah disaksikan bayangan tubuh-nya.
Sambil menuding pulau kecil ditempat ke jauhan sana, Cin
Po-tiong tertawa getir, katanya:
"Saudara cilik, sudah empat kali loohu ke sana, arah yang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuambil pun selalu berubah-ubah, tapi kejadian yang kualami
selalu sama saja. kegagalan selalu menghantui diriku ..."
"Cin tua. dengan cara apakah mereka mengundurkan
dirimu?" tanya Oh Put Kui kemudian sambil tertawa,
Terlintas perasaan takut dan ngeri dalam sorot mata Cin
Po-tiong, sahutnya setelah itu dengan suara dalam:
"Oleh semacam ilmu silat yang sangat aneh!"
Oh Put Kui jadi tertegun,
Kalau toh dipukul mundur oleh semacam ilmu silat yangsangat lihay, mengapa tidak nampak bayangan tubuh
musuhnya " Dengan termangu-mangu diawasinya wajah Tang-hay-ang
Cin poo-tioug tanpa berkedip,
"Cin tua, yakinkah kau kalau orang itu telah memukul
mundur dirimu dengan ilmu silat?"
Cin Poo-tiong mengangguk "Lohu rasa tak bakal salah lagi, memang beberapa macam
ilmu silat aneh yang dipergunakan."
Oh Put Kui termenung dan berpikir sebentar, tiba-tiba
katanya lagi sambil tertawa:
"Cin-tua, dapatkah kau mengisahkan kepadaku ke empat
kisah pengalamanmu itu?"
Cin Poo-tiong memperhatikan sejenak lelaki yang
memegang kemudi itu, kemudian memperhatikan arah
anginnya, setelah dilihatnya perahu itu melaju ke depan
mengikuti hembusan angin, dia baru tertawa lega.
"Saudara cilik." Ua berkata, "empat kali lohu kesana, empat
kali pula kujumpai empat macam ilmu silat yang jarang
dijumpai di dalam dunia persilatan, kalau tidak, mana aku
orang she Cin sampai dipukul mundur dengan ketakutan?"
"Benar, dengan nama besar Cin tua, kepandaian silat yang
biasa sudah pasti tak akan menakutkan dirimu."
"Ucapan itu segera mengejutkan hati Cin Poo-tiong.
Sekulum senyumanpun segera menghias wajahnya yang
tua : "Pertama kali datang kemari, baru saja perahu lohu
mencapai jarak sejauh tiga kaki dari pantai ...,...."
"Dari jarak sejauh ini, seharusnya kau dapat melompat naik
keatas pantai." Kata Oh Put Kui sambil tertawa.
"Tidak bisa," sahut kakek itu tersenyum,
"Bila lohu sampai melompat kedarat dan tiba-tiba disergap,
bisa jadi aku akan tewas seketika itu juga "
Oh Put Kui segera manggut-manggut.
"Yaa, betul, kewaspadaan memang perlu ditingkatkan !"
"itulah sebabnya, lohu segera mengincar umpat pendaratan
yang paling baik serta mendayung sampai menuju kesasaran,
siapa tahu pada saat itulah mendadak dari pulau
berkumandang suara nyanyian yang keras sekali."
"Hmmm, kalau begitu diatas pulau tersebut benar-benar
ada penghuninya." Ucap Oh Put Kui sambil manggutmanggut. "Tentu saja ada penghuninya ! Cuma ilmu silat yang
mereka miliki sudah mencapai tarap yang amat tinggi."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan "Baru saja lohu
tertegun karena mendengar suara nyanyian itu, mendadak
badanku terasa lemas dan kesadaranku menjadi hilang, lalu
tergeletaklah aku diatas perahu, Ketika mendusin kembali,
perahu itu sudah berapa li meninggalkan pulau !"
"0ooh..., sungguh tak kusangka ,." setelah berhenti
sebentar pemuda itu melanjutkan. "Cin tua, apakah kedua
kalinya kau pun dipukul mundur oleh suara nyanyian itu?"
Cin Poo-tiong menggeleng.
"Sewaktu datang lagi untuk kedua kalinya, lohu telah
memperhatikan keanehan dari suara nyanyian tersebut, oleh
sebab itu hawa murniku selalu kuhimpun untuk melindungi
pikiran dan perasaan."
Tiba-tiba ia menghela napas dan membungkam.
"Mengapa tidak kau lanjutkan ceritamu?" tanya Oh Put Kui
kemudian sambil tertawa. Cin Poo-tiong menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai, lohu tak pernah menyangka kalau dunia persilatan
terdapat seorang jago yang begitu lihay."
Setelah menghela napas dengan suara rendah, lanjutnya:
"Waktu itu lohu hanya teringat untuk melindungi jantungku
dan pikiranku, tapi teledor untuk berwas-was terhadap
datangnya serangan langsung,
"Kau berhasil menyaksikan pihak lawan?"
"Tidak, aku tidak berhasil menjumpainya," Kakek itu
menggeleng. "Tapi tenaga pukulan yang begitu dahsyatnya itu
benar-benar belum pernah menjumpai sebelumnya."
"Kalau begitu kau kena dilukai."
"Terluka sih tidak, Cuma serangan lawan yang dilancarkan
dari jarak sepuluh kaki itu ternyata bisa menghajar telak jalan
darah pingsan di tubuh lohu, kenyataan ini bila tidak kualami
sendiri, memangnya lohu bisa dibikin percaya?"
"Irama seruling itu memiliki kesanggupan untuk membetot
sukma, sebab itu walaupun lohu telah melindungi jantung dan
pikiranku, namun tak dapat melindungi sukma sendiri,
akhirnya aku pingsanketika berada lima kaki dari pantai."
"Bagaimana dengan pengalamanmu yang keempat
kalinya?" pemuda itu tertawa hambar.
Keadaanku makin parah dalam kesempatan yang keempat
kalinya itu!" perasaan ngeri kembali terlintas diwajahnya.
"Masa di dunia ini masih terdapat ilmu silat lain yang jauh
lebih lihay dari pada ke tiga macam kepandaian tersebut?"
Kakek itu manggut-manggut.
"Yaa, ke empat kalinya datang kesana, lohu telah
dihadapkan dengan ilmu pedang terbang seperti apa yang
sering kita dengar."
"Sungguh?" Tampaknya ilmu pedang terbang itu cukup menarik
perhatian serta kegembiraan Oh Put Kui,
"Masa ilmu pedang terbang yang sudah lama punah dari
dunia persilatan itu bisa mun cuI kembali disini?" Katanya
lebih jauh. "Siapa bilang tidak" waktu itu perahu lohu berada dua
puluh kaki jauhnya, tapi aku telah bertemu dengan..."
Sambil menggelengkan kepala pemuda itu menghela
napas panjang. "Waaah tenaga serangan ilmu pedang terbang itu sangat
kuat, buktinya dapat mencapai kejauhan dua puluh kaki lebih!"
selanya. "Yaa, benar. Kalau dihitung dari jarak antara pantai dengan
perahu yang lohu tumpangi, jaraknya memang dua puluh kaki,
tapi kalau dihitung dari tempat persembunyian orang itu,
sesungguhnya jarak tersebut mencapai dua puluh lima kaki
lebih." "Cin tua, apakah kau terluka?" pemuda itu menaruh rasa
kuatirnya. Cin Poo-tiong segera menggeleng.
"Tidak, aku tak sampai terluka, sejak ketika lohu saksikan
ada sekilas cahaya tajam menyambar datang dari pantai,
pada mulanya kukira sebangsa senjata rahasia dalam ukuran
besar, maka kuangkat dayangku untuk menangkis."
"Delapan puluh persen dayungmu lantas patah dan hancur
berkeping-keping." Entah sedari kapan, ternyata sipengemis pikun telah duduk
pula disitu sambil menimbrung.
Cin Poo tiong berpaling dan memandang pengemis itu
sekejap, kemudian sambil tertawa ia manggut-manggut.
"Perkataan saudara Lok memang benar, dayung besi ini
seketika hancur dan jadi beberapa keping."
"Hei, kau kenal dengan aku si pengemis tua?" tiba-tiba
pengemis pikun itu berteriak.
"Haaaa... haaa... haaa... saudara Lok, salahmu sendiri
mempunyai tampang sejelek ini, tampangmu itulah yang telah
membocorkan asal-usulmu."
"Ooh... kalau begitu aku si pengemis tua perlu menyaru
untuk merahasiakan wajahku."
Oh Put Kui turut tertwa, katanya:
"Lok tua, asal perbuatan seorang lelaki sejati tulus dan
jujur, mengapa takut dikenali orang?"
Mendengar perkataan itu, pengemis pikun segera bertepuk
tangan sambil bersorak sorai.
"Hei bocah keparat, kau benar-benar cacing dalam perutku,
apa saja yang kupikir, kau selalu dapat menebaknya dengan
jitu..." Oh Put Kui tersenyum, tiba-tiba katanya kepada Cin Pootiong: "Cin tua, setelah dayung itu patah, apakah hawa pedang itu
mengundurkan diri dari situ?"
"Tenaga dalam yang dimiliki orang itu sangat lihay, setelah
dayung itu patah, cahaya bianglala yang memancarkan sinar
tajam itu segera berputar sebanyak sepuluh kali lingkaran
diatas udara tepat diatus perahuku."
"Ooh, sungguh hebat!" paras muka Oh Put Kui turut
berubah hebat. Tiba-tiba saja dia menjumpai kalau tenaga dalam yang
dimiliki si pelepas pedang terbang itu hampir setaraf dengan
tenaga dalam yang dimiliki gurunya.
"Sejak lohu tahu kalau jago lihay yang menghuni di atas
pulau itu ternyata memiliki ilmu silat yang begitu lihay, lohu tak
pernah lagi datang kemari untuk melakukan pengintaian!"
"Yaa, memang tidak perlu lagi!" Oh Put Kui mengangguk
sambil tersenyum pelan. "Mengapa" Takut mati?" tiba-tiba sipengemis pikun
menyela. Oh Put Kui ikut tertawa. "Bukan begitu, kita sudah tahu kalau orang yang menghuni
diatas pulau itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, umat
persilatan didaratan Tionggoan pun sudah tiada yang sanggup
untuk menandinginya Iagi, jika mereka berhasrat untuk
mencelakai dunia persilatan, siapakah yang sanggup
membendung kekuatannya?"
"Tentu tak ada yang sanggup, sekalipun kau si bocah muda
juga tak mampu!" Sembari berkata, pengemis pikun segera mendongakkan
kepalanya sambil membusungkan dada, seolah-olah orang
yang melepaskan serangan dengan pedang terbang itu adalah
dia. Oh Put Kui kembali tertawa.
"Diantara para jago lihay dunia persilatan yang datang
menyelidiki pulau ini, kecuali sampah-sampah masyarakat
yang mempunyai maksud tertentu, terdapat pula manusia
seperti Cin tayhiap, tapi tujuan dari manusia semacam Cin
tayhiap ini bermaksud lain bukan" Tentu tujuan Cin tayhiap
kemari hanya untuk mengetahui apakah penghuni pulau ini
orang jahat atau orang baik."
Cin Poo-tiong cuma tertawa sambil manggut-manggut.
Sebaliknya sipengemis pikun segera berseru sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku rasa sudah pasti mereka bukan manusia jahat atau
iblis bengis, kalau tidak, mana makhluk tua ini masih bisa
hidup sampai sekarang."
"ltulah dia, kalau toh penghuni pulau itu bukan manusia
bengis atau iblis buas, mengapa Cin tua mesti pergi kesana
untuk mengganggu ketenangan orang ini?"
Dengan cepat pengemis pikun melompat bangun,
teriaknya: "Tepat sekali! Aku sipengemis setuju sekali dengan
pendapat itu, nah mari kita pulang saja."
Kalau dibilang pikun, ternyata pengemis ini hebat juga,
ternyata dia hendak menggunakan alasan tersebut untuk
menutupi rasa takutnya guna berkunjung ke pulau Neraka.
"Tidak! Kita masih tetap akan melanjutkan rencana kita,"
tukas Oh Put Kui sambil tertawa.
Kontan saja pengemis pikun melotot besar, bentaknya:
"Bocah keparat, apakah kau tidak kuatir kedatanganmu itu
akan mengganggu ketenangan orang?"
"Haaahhh..,haaahhh... haaahhh... Lok tua, tujuanku kesitu
tak lain hanya ingin mematahkan julukan pulau tersebut
sebagai pulau yang bisa didatangi tak bisa ditinggalkan."
Tiba-tiba pengemis pikun naik darah, teriaknya:
"Hmm, mana mungkin kan bisa mematahkan julukan bisa
pergi tak akan kembali itu" Sudah jelas hendak pergi
menghantar kematian, aku kena diseret juga untuk
menghantar nyawa..."
"Lok tua, bila kau tak ingin kesitu, aku-pun tak akan
memaksamu." ujar pemuda itu kemudian sambil tertawa.
Ucapan ini sangat menggirangkan hati si pengemis pikun
itu, jeritnya segera: "Benarkah itu" Bagus, sekarang juga aku si pengemis tua
akan pergi..." Tanpa banyak membuang waktu, dia segera membalikkan
badan dan lari dari situ.
Tapi, berapa jauhkah dia bisa lari diatas perahu yang begini
kecil bentuknya itu"
Memandang lautan yang luas dan gelap gulita, pengemis
tua i!u kontan saja berdiri bodoh.
Lama sekali dia tertegun, akhirnya baru meraung keras
sambil membalikkan badannya:
"Bocah keparat, nampaknya mau tak mau selembar
nyawaku mesti kuserahkan kepadamu."
"Aaah, jangan, aku tak berani menerima penyerahan itu,"
kata Oh Put Kui tertawa, "pokoknya asal kau bisa merenangi
samudra seluas puluhan li ini, silahkan kau pergi sesuka
hatimu sendiri, kalau tetap tinggal di-sini, berarti kaulah yang
bersedia sendiri untuk ikut bersamaku."
Hampir meledak dada pengemis pikun itu setelah
mendengar perkataan tersebut.
Tapi..apa lagi yang bisa dia lakukan ditengah samudra luas
yang tak bertepian itu" Yaa, kecuali membelalakkan matanya
lebar-lebar sambil mendepakkan kakinya ke tanah, ia bisa
berbuat apa" Mampukah dia renangi samudra yang begini luasnya itu"
Mungkin sampai penitisan mendatangpun dia tak akan
berani mengucapkan sesumbarnya.
Oh Put Kui sama sekali tidak berpaling.
Hal ini bukan dikarenakan dia berhati dingin atau segan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk berbicara lagi dengan pengemis itu, sebaliknya karena
tahu akan watak si pengemis aneh yang angin-anginan dan
pikun itu. Bila ia memanasi hatinya terus menerus, maka akhirnya
pasti akan membuat hatinya tak senang hati.
Jangan dilihat si pengemis pikun sedang mendepak
depakkan kakinya dengan kheki sekarang, padahal dalam hati
kecilnya dia amat mengagumi kecerdasan Oh Put Kui.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Kini perahu yang mereka tumpangi sudah berada setengah
li dari pulau Neraka. Dengan suara rendah Cin Poo-tiong lantas berbisik kepada
Oh Put Kui: "Saudara cilik, kita harus mulai berhati-hati "
Oh Put Kui tertawa. "Kecuali ilmu pedang terbang tersebut yang mungkin akan
memusingkan kepalaku, soal beberapa macam kepandaian
yang lain tentu tak akan pengaruh mempengaruhi kesadaran,
aku rasa belum mampu untuk mengapa-apakan diriku "
Tentu saja Cin Poo-tiong kurang percaya dengan
pernyataan tersebut. Hanya saja hal itu tidak diutarakan
secara berterus terang, hanya katanya seraya tertawa:
"Saudara cilik, kau mungkin saja tidak takut, tapi kami
bertiga toh tak akan mampu untuk mempertahankan diri!"
Oh Put Kui segera tertawa hambar, "Luas sampan ini paling
cuma dua kaki, aku percaya masih mampu untuk melindungi
keselamatan kalian bertiga agar tak sampai menderita
kerugian apa-apa." Berbicara sampai disitu, mendadak dia membungkam diri
dan tidak berbicara lagi.
Cin Poo-tiong menjadi amat terkejut setelah menyaksikan
keadaan sianak muda itu, cepat tanyanya :
"Saudara cilik, kenapa kau?"
"Tiba-tiba saja aku teringat oleh kawanan jago yang berada
di pulau ini bukan manusia jahat yang berhati bengis " Kata
Oh Put Kui sambil mendongakkan kepala.
"Ya betul, kalau tidak, masa kawanan jago persilatan yang
berani datang kemari hanya dibikin ketakutan saja agar
Hina Kelana 6 Prabarini Karya Putu Praba Darana Patung Emas Kaki Tunggal 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama