Ceritasilat Novel Online

Mutiara Hitam 18

Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


Kiang Liong terkejut, bangkit berdiri, mengalungkan yang-khim di punggung dan
membalikkan tubuh. Mereka berdiri ber-hadapan, pandang mata mereka bertemu, masing-masing seperti hendak menjenguk isi hati. Perlahan-lahan kedua pipi Kwi Lan menjadi merah.
Dalam nyanyian tadi dia merasa seakan-akan pemuda ini bi-cara kepadanya, seakan-akan dari dialah pemuda itu mengharapkan sepatah kata pengusir gelap dan resah! Dengan perasa-an wanitanya yang kini amat tajam ka-rena berkali-kali menerima pernyataan cinta, Kwi Lan merasa bahwa pemuda yang perkasa ini, pemuda yang terkenal di kota raja, pemuda idaman setiap wa-nita remaja, murid Suling Emas, agaknya juga.... jatuh cinta kepadanya! Jelas tersinar dari pandang mata itu! Kwi Lan menun-duk, lalu berkata.
"Kiang-kongcu, kau telah menolongku, membebaskan aku daripada malapetaka. Terimalah ucapan syukur dan terima kasihku, Kongcu."
Kiang Liong menjura, "Ah. Nona mengapa banyak sungkan" Kita sudah pernah senasib sependeritaan di dalam kamar tahanan Bouw Lek Couwsu, kita bersama sudah lolos dari lubang jarum di sana. Apa artinya perbuatanku tadi" Agaknya memang nasib Nona harus mengalami banyak kaget dan ancaman bahaya, namun selalu terhindar ini mem-buktikan bahwa orang baik selalu dilin-dungi Thian."
Kwi Lan bergidik. "Tidak sangka...., Suheng makin gila...."
"Maafkanlah dia, Nona. Suhengmu atau adik misanku itu patut dikasihani. Dia tidak normal dan.... dan baru saja kehilangan ibunya...."
Kwi Lan menggerakkan pundak. Sukar baginya untuk memaafkan Suma Kiat, biarpun ia tahu bahwa pemuda itu gila, setelah apa yang diiakukan Suma Kiat terhadap dirinya. Menggigil ia kalau ingat pipinya dicium, tubuhnya dipeluk semalaman. Hih, masih untung tidak tercapai maksudnya yang keji! Cepat-cepat ia mengusir kenangan mengerikan ini dan mengalihkan percakapan.
"Apa yang terjadi di markas Bouw Lek Couwsu, Kongcu" Bagaimana Kongcu dapat lolos dan bagaimana dengan.... Pangeran.... dan teman-teman yang lain?" Berdebar jantung Kwi Lan teringat akan Pangeran Talibu, penuh kekhawatiran.
"Suhu datang setelah gurumu tewas dan berhasil menewaskan Bu-tek Siu-lam. Sungguh harus diakui kecerdikan Hauw Lam. Karena ketajaman lidahnya dan kecerdikannya memanaskan hati gurumulah kita semua selamat! Gurumu berhasil membunuh Bu-tek Siu-lam, akan tetapi tewas pula oleh pengeroyokan yang lain. Kemudian muncul guruku bersama pasukan-pasukan Khitan yang besar jum-lahnya. Pasukan Khitan menghancurkan orang-orang Hsi-hsia, sedangkan guruku dikeroyok empat kakek-kakek sakti. Aku tidak tahu bagaimana selanjutnya karena aku dibebaskan Suhu dan disuruh, menge-jar Suma Kiat untuk menolongmu.".
Kwi Lan mengerutkan kening. Ia per-caya akan kesaktian Suling Emas dan besar harapan Pangeran Talibu dan yang lain-lain akan selamat. Akan tetapi mengapa Kiang Liiong disuruh Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 428
menolong-nya" "Gurumu menyuruhmu mengejar Suma suheng dan menolongku?"
"Aku sendiri tidak mengerti, Nona. Begitu datang, Suhu bertanya kepadaku tentang kau.
Ketika aku memberi tahu bahwa kau dibawa lari Suma Kiat, Suhu membebaskan aku dan menyuruh aku cepat mengejar. Suhu agaknya amat memperhatikammu."
Kwi Lan tidak mengerti, akan tetapi ia tidak memusingkan hal itu lebih lanjut karena ia masih mengkhawatirkan kese-lamatan yang lain-lain. "Bagaimana de-ngan mereka" Ah, jangan-jangan...."
"Tak usah khawatir, Nona. Suhu tidak akan menyuruh aku pergi kalau beliau tidak yakin akan kemenangannya. Kurasa mereka semua selamat. Sekarang aku akan kembali ke kota raja mencari berita tentang mereka. Dan engkau, hendak ke manakah, Nona" Kalau tidak
berke-beratan, kita melakukan perjalanan ber-sama," Pandang mata pemuda itu penuh harapan.
Kwi Lan tersenyum. Semua pemuda yang dijumpainya selalu ingin melakukan perjalanan bersamanya. Semua mencinta-nya. Tapi di sana ada Pangeran Talibu! Selain Pangeran ini, kalau disuruh memi-lih, sungguh amat sukar. Semua mempu-nyai kelebihan dan kebaikan masing-ma-sing!
"Aku ingin ke Khitan, akan tetapi, baiklah kita ke kota raja dulu, karena aku pun ingin sekali mendengar bagaima-na dengan akhir pertempuran di markas orang Hsi-hsia itu," Tentu saja, bagai-mana ia dapat pergi ke Khitan menyusul Pangeran Talibu kalau ia belum mendengar tentang keadaan Pangeran itu"
Berangkatlah mereka ke kota raja. Kiang Liong mempersilakan Kwi Lan naik kuda sedang ia sendiri ber jalan di sam-ping kuda. Pemuda itu nampak gembira bukan main. Besar
harapannya melihat sikap gadis itu yang selalu manis dan ramah kepadanya. Ia merasa betapa hati-nya benar-benar jatuh terhadap Kwi Lan. Belum pernah selamanya ia menaruh simpati begini besar terhadap seorang gadis, yang kehadirannya membuat matahari bersinar lebih terang, bunga-bunga mekar lebih indah. Ia tidak mau secara sembrono menyatakan cinta kasihnya, dan mengharap senyum itu dapat dimengerti gadis ini. Kelak kalau sudah tiba saat-nya, ia akan mengajukan lamaran secara resmi!
Dapat dibayangkan betapa besar rasa kegembiraan mereka, terutama hati Kwi Lan, ketika mereka tiba di luar kota raja, mereka sudah mendengar berita tentang kesudahan pertempuran di markas Bouw Lek Couwsu. Mereka mendengar berita bahwa markas orang Hsi-hsia
dihancurkan oleh Suling Emas dan pasukan Khitan, bahwa Pangeran Talibu dan Pu-teri Mimi yang ditahan di sana telah dibebaskan dan kembali ke Khitan, juga tentang kematian Siauw-bin Lo-mo dan Pak-sin-ong oleh Suling Emas yang di-bantu oleh seorang kakek cebol berkepala raksasa yang amat aneh dan lihai!
Dua orang muda itu menduga-duga dan Kiang Liong berkata, "Tak salah lagi, kakek aneh itu tentulah Bu-tek Lo--jin!"
"Guru Berandal" Betul-betul dia da-tang?" tanya Kwi Lan, tertawa geli ka-lau teringat kepada Hauw Lam. Muridnya begitu ugal-ugalan, entah bagaimana gurunya!
"Tentu dia, siapa lagi kakek begitu aneh yang dapat menandingi orang-orang seperti Siauw-bin Lo-mo" Akan tetapi, agar dapat mendengar keterangan lebih jelas, mari kita memasuki kota raja. Mungkin Suhu masih berada di kota raja."
Mereka melanjutkan perjalanan. Di depan pintu gerbang kota raja, mereka disambut pasukan kota raja sebanyak dua losin orang yang dikepalai seorang komandan. Begitu bertemu, komandan itu lalu membentak.
"Kiang Liong, lebih baik engkau me-nyerah!"
Kiang Liong terkejut bukan main. ia mengenal komandan ini, seperti juga komandan yang lain. Dia sudah terkenal dan selalu dihormati mereka. Bagaimana sekarang komandan ini Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 429
membentak suruh ia menyerah"
"Heii, apa maksudmu?" ia balas ber-tanya, terheran-heran.
Komandan ini berkata angkuh, "Lekas berlutut dan dengarkan firman Kaisar!"
Melihat betapa komandan itu menge-luarkan segulung surat perintah, Kiang Liong segera berlutut, mendengarkan bagaikan mimpi suara komandan itu yang lantang membacakan surat perintah. Hampir tidak percaya ia ketika men-dengar bahwa surat perintah itu adalah pernyataan Kaisar bahwa dia adalah se-orang pemberontak yang memancing per-musuhan dengan bangsa Hsi-hsia dan tidak mentaati perintah damai dari Kai-sar! Ia termenung tak dapat berkata--kata. Ketika komandan menghampirinya membawa belenggu, ia menyerahkan ke-dua lengannya tanpa membantah, wajah-nya pucat.
"Heii, lepaskan dia!" Tiba-tiba Kwi Lan menerjang maju dan Si Komandan terpental jauh, jatuh bergulingan dan pingsan! Dua losin tentara mengurung, namun Kwi Lan mengamuk.
Begitu kaki tangannya bergerak, enam orang tentara sudah terpelanting, roboh!
"Nona, jangan....!" Kiang Liong ber-seru menahan.
"Jangan bagaimana" Kiang Liong, engkau mengapa begini lemah" Biar kai-sar biar setan kalau perintahnya tidak benar perlu apa ditaati" Kau tidak ber-salah hendak ditangkap, masa menyerah begitu saja" Kau boleh menyerah, akan tetapi aku tetap tidak membiarkan kau ditangkap!"
Kiang Liong bingung, apalagi melihat nona itu mengamuk terus dan setiap orang tentara yang mendekatinya tentu terpelanting roboh. Ia menghela napas, kemudian mengambil keputusan untuk sementara lari dan mencari suhunya min-ta pertimbangan agar mencegah Mutiara Hitam mengamuk yang dapat menimbul-kan bencana lebih besar lagi.
"Baiklah, Mutiara Hitam. Mari kita lari!" Mereka berdua lalu kabur dengan ilmu lari cepat.
Pasukan yang kehilangan komandan karena komandan itu masih pingsan menjadi bingung dan hanya dapat menolong mereka yang terluka dan ping-san.
Setelah lari jauh, dengan suara penuh harapan Kiang Liong bertanya, "Mutiara Hitam, engkau.... mengapa kau menolong-ku mati-matian?"
Kwi Lan tersenyum. "Siapa bicara tentang tolong-menolong" Bagaimana aku dapat melihat kau ditangkap begitu saja" Nah, kita berpisah di sini. Aku akan terus ke Khitan."
"Aku mendengar bahwa Nona adalah puteri Ratu Khitan. Nona hendak me-nemui ibumu?"
Di dalam hatinya, Kwi Lan sebetulnya bukan hanya ingin menemui ibunya, me-lainkan terutama sekali menyusul.... Pa-ngeran Talibu. Akan tetapi ia menjawab dengan anggukan kepala dan melanjutkan, Nah, sampai jumpa."
"Sampai jumpa, Mutiara Hitam dan terima kasih. Kelak aku akan berkunjung ke Khitan."
Ketika Mutiara Hitam membalapkan kudanya, Kiang Liong berdiri mengikuti-nya dengan pandang mata sampai ba-yangan manusia dan kuda lenyap ditelan debu yang mengebul tinggi. Kemudian Kiang Liong melanjutkan perjalanan, bertanya-tanya dan akhirnya mendengar bahwa Suling Emas setelah menghadap kaisar lalu meninggalkan kota raja de-ngan wajah muram. Ada tokoh pengemis yang mengetahui bahwa Suling Emas pergi
menyusul Yu-pangcu ke Kang-hu. Berangkatlah Kiang Liong ke Kang-hu.
*** Pagi hari itu kota Kang-hu kebanjir-an.... pengemis! Dari segenap penjuru kota berbondong-bondong datang para pengemis, bahkan banyak pula datang dari luar kota. Berita telah tersiar luar, berita yang amat aneh, yang menarik perhatian bukan saja para pengemis baju kotor, bahkan para pengemis baju bersih, golongan kaum sesat, dan para tokoh kang-ouw juga tertarik. Maka pada hari itu, kota Kang-hu tidak hanya kebanjiran kaum pengemis, bahkan bermacam orang kang-ouw datang berkunjung. Berita apa-kah yang begitu menarik" Bukan lain adalah berita penantangan Yu Kang Tiang-lo kepada Suling Emas! Sha-gwee Cap-go.
Bulan tiga tanggal lima belas, itulah harinya!
Perkumpulan pengemis Khong-sim Kai-pang sudah mempersiapkan panggung besar di depan Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 430
rumah perkumpulan. Se-buah panggung dari papan yang luas, yang biasa disebut panggung tempat pi-bu (adu silat). Yu Siang Ki atau Yu-pangcu sendiri yang mengatur segalanya, sesuai dengan pesan Suling Emas. Dan malam tadi Suling Emas sudah datang, kini berada di dalam rumah perkumpulan, mengenakan pakaian tambal-tambalan. Bagi mereka yang mengerti duduknya persoalan, menjadi tegang dan gelisah. Yu Kang Tianglo sudah meninggal dunia dan yang kini menggunakan nama Yu Kang Tianglo adalah Suling Emas yang sebenarnya, menantang Suling Emas pal-su! Yu Kang Tianglo tidak ada dan kini berarti Suling Emas tulen berhadapan dengan Suling Emas palsu, atau lebih tepat, Yu Kang Tianglo palsu berhadapan dengan Suling Emas palsu!
Yu Siang Ki sendiri yang menyampai-kan surat tantangan dari "Yu Kang Tiang-lo" kepada
"Suling Emas" di Lem-bah Ang-san-tok di Gunung Heng-tuan--san, dan mendapat jawaban siap oleh "Su-ling Emas" bahkan menentukan jamnya di waktu pagi!
Demikianlah, ketika jam penentuan sudah dekat, Suling Emas yang berpakai-an sebagai pengemis itu keluar dari da-lam rumah perkumpulan, lalu duduk di atas sebuah bangku di atas panggung. Sorak-sorai para pengemis menyambut munculnya tokoh ini, terutama dari para anggauta Khong-sim Kai-pang yang me-ngenal bahwa tokoh besar inilah sesung-guhnya Suling Emas tulen! Yang tidak tahu duduknya persoalan dan tidak me-ngenal Suling Emas, mengira bahwa to-koh ini benar-benar Yu Kang Tianglo tokoh Khong-sim Kai-pang. Suling Emas duduk di atas bangku, hatinya tegang karena ia masih belum mengerti apa maksunya orang memalsukan namanya dan menantang Yu Kang Tianglo! Tentu ada rahasia
tersembunyi di balik kejadian ini. Juga ia merasa penasaran dan ingin menguji kepandaian orang yang memalsu-kan namanya.
Tepat pada jam yang ditentukan, tiba-tiba terdengar bunyi melengking tinggi dari jauh, disusul suara, orang. "Suling Emas tiba! Adakah Yu Kang Tianglo sudah tiba?"
Suling Emas terkejut. Bukan main suara itu. Jelas bahwa orang itu memi-liki ilmu kepandaian tinggi, memiliki khi-kang yang hebat, mampu mengirim suara dari jauh, bahkan mampu menirukan lengkingnya yang khas Suling Emas! Ia lalu bangkit berdiri dari bangkunya, ber-dongak dan membusungkan dada, kemudi-an menjawab dengan pengerahan khi-kang
sehingga suaranya dapat mencapai tempat jauh, ke arah dari mana suara tadi terdengar.
"Yu Kang Tianglo siap menerima kunjungan Suling Emas!"
Keadaan menjadi hening. Mereka yang hadir dan memenuhi tempat di bawah panggung
menjadi tegang. Tak lama ke-mudian tampak berkelebat bayangan dan bagaikan seekor burung besar, di atas panggung itu muncul seorang laki-laki tua yang meloncat turun seperti burung terbang cepatnya. Ketika semua orang memperhatikan, terdengar suara ketawa di sana-sini. Laki-laki itu sudah tua, lebih tua sedikit daripada Suling Emas, tubuhnya kurus sekali, jenggotnya pan-jang, hidungnya mancung dan mulutnya membayangkan keangkuhan.
Akan tetapi yang lucu adalah pakaiannya. Pakaian itu terlalu besar gedobyoran akan tetapi di bagian dadanya jelas tersulam sebatang suling dengan latar belakang bulan pur-nama, persis seperti tanda gambar pada pakaian Suling Emas! Bahkan Yu Siang Ki sendiri terheran-heran dan mendong-kol menyaksikan pemalsuan yang men-tertawakan ini. Orang ini bukan muncul seperti Suling Emas yang terkenal kega-gahan dan ketampanannya, melainkan se-bagai seorang badut! Betapapun juga, harus ia akui bahwa cara laki-laki tua ini datang benar amat mengagumkan, sesuai dengan ilmunya yang tinggi.
Kalau semua orang memperhatikan dan mentertawakan, adalah Suling Emas yang
memandang dengan serius dan ter-kejut. Orang ini bukan semata-mata hen-dak memalsukan namanya, pikirnya. Pe-malsuan yang dibuat untuk berolok-olok, memperolok Suling Emas karena orang ini jelas sengaja memakai pakaian yang kebesaran dan kedodoran seperti hendak memperlihatkan bahwa Suling Emas ha-nya seorang badut. Ia cepat menyambut dengan kedua tangan di depan dada, sambil memandang tajam ia bertanya.
"Benarkah yang saya hadapi ini adalah Suling Emas yang menantang Yu Kang Tianglo?"
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 431
Sambil bicara, Suling Emas sengaja hendak menguji lawannya, me-ngerahkan sin-kang pada kedua tangannya yang mendorong.
Orang itu balas menjura, menangkis dengan sin-kang pula, dan biarpun tubuh orang itu agak doyong ke belakang sedi-kit, namun Suling Emas harus mengakui bahwa tenaga sin-kang orang itu tidak lemah. Orang itu pun biar tahu bahwa lawannya benar bertenaga hebat, tidak kelihatan takut, bahkan tersenyum meng-ejek dan balas bertanya.
"Sebelum saya menjawab, saya hendak bertanya apakah yang saya hadapi ini benar-benar Yu Kang Tianglo yang gagah perkasa?"
Suling Emas tercengang, menduga-duga siapa gerangan orang ini. Ia merasa disindir dan menjadi tidak enak sekali. Bagaimana ia dapat menuduh orang palsu kalau ia sendiri juga palsu" Segera ia berkata lagi, suaranya tetap halus.
"Sepanjang ingatanku, di antara Yu Kang Tianglo dan Suling Emas terjalin persahabatan yang erat, bagaimana se-karang terjadi permusuhan" Apa kehen-dak yang tersembunyi di balik kelakuan-mu, sobat?"
"Tidak salah!" Orang itu menjawab, matanya menentang tajam, "Memang dahulu terjalin persahabatan yang erat, akan tetapi persahabatan erat dapat putus kalau seorang di antara mereka berkhianat!"
Suling Emas makin tidak enak. Pan-dang mata orang itu biarpun membayang-kan kekerasan hati, namun menyinarkan keberanian dan kejujuran! Maka ia me-rasa tidak perlu pura-pura dan berkata.
"Sobat, terus terang saja, aku tidak mengenalmu. Tidak perlu memalsukan nama Suling Emas, lebih baik mengguna-kan nama sendiri. Ingat, Suling Emas masih hidup!"
Orang itu tertawa bergelak, suara ketawanya nyaring sekali, tanda bahwa lwee-kangnya sudah matang, "Ha-ha-ha-ha! Alangkah lucunya! Memalsukan nama orang yang sudah mati saja ada orang berani lakukan, mengapa memalsukan nama orang yang masih hidup tidak be-rani"
Sedikitnya, yang terakhir ini lebih jujur dan berani dari yang terdahulu!"
Merah Suling Emas. Ia merasa disin-dir-sindir. Apa hak orang ini menyindir-nya kalau ia mengaku bernama Yu Kang Tianglo" Sedikitnya tidak merugikan Yu Kang Tianglo yang sudah mati, dan ia pun menyamar bukan dengan maksud buruk. Maka ia lalu maju selangkah dan berkata.
"Sobat, engkau Suling Emas palsu. Akulah Suling Emas!"
Kembali orang itu tertawa, "Begitu-kah" Apakah engkau ini sebangsa bunglon bisa saja berganti-ganti nama seenaknya" Kemarin mengaku Yu Kang Tianglo kini mengaku Suling Emas" Ho-ho, tidak be-gitu mudah, sobat. Akulah Suling Emas!"
Suasana menjadi makin tegang dan di antara para pengemis Khong-sim Kai-pang sudah ada yang berteriak, "Hantam saja Suling Emas palsu ini!"
"Enyahkan si badut!"
"Buka kedoknya!"
Suling Emas makin mendongkol, "Hemm, kalau kau berkeras berarti eng-kau menghendaki kekerasan?"
"Terserah! Demi kebenaran, aku tidak takut kepadamu!"
"Baik! Majulah!" bentak Suling Emas.
Dua orang itu lalu bergerak maju. Suling Emas yang ingin mencoba kepan-daian orang itu sudah menerjang dengan pukulan-pukulan berat. Namun orang itu ternyata lincah sekali, dapat mengelak cepat dan menangkis, bahkan balas me-nyerang! Ternyata bahwa ilmu silat tangan kosong orang ini cukup lihai dan memiliki daya tahan yang kuat luar biasa sehingga kalau ia melanjutkan pertan-dingan tangan kosong itu tentu makan waktu yang lama. Apalagi kalau ia pikir bahwa tidak sekali-kali ia ingin mencela-kakan orang ini sebelum ia mengetahui apa latar belakang perbuatannya yang aneh. Maka ia lalu mengirim pukulan sambil
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 432
melangkah maju, ketika melihat betapa lawannya menerima pukulannya dengan jari terbuka itu dengan dorongan yang sama agaknya untuk mengadu te-naga, ia mengerahkan tenaga.
Dua tela-pak tangan bertemu keras sekali dan akibatnya...., tubuh keduanya terpental ke udara dan mencelat ke belakang! Hanya bedanya, kalau Suling Emas hanya ber-jungkir balik satu kali saja, lawannya berjungkir balik sampai tiga kali baru turun ke atas papan panggung!
Sorak-sorai tepuk tangan menyambut demons-trasi ini. Dalam penglihatan mereka yang kurang tinggi ilmunya, gerakan "Suling Emas" itu lebih indah karena sampai tiga kali berjungkir balik, akan tetapi dalam pandangan yang mengerti, kakek yang memalsu nama Suling Emas itu jelas kalah kuat tenaganya.
Kini mereka sudah berhadapan lagi. Suling Emas ingin menguji apakah pemal-suannya juga mempunyai suling, maka sekali tangannya bergerak, sebatang su-ling emas berkilauan berada di tangan kanannya.
"Ha-ha-ha-ha! Lucu sekali! Yu Kang Tianglo yang sudah mati kini hidup lagi dan senjatanya berubah menjadi suling emas! Sebaliknya Suling Emas yang sudah puluhan tahun tenggelam entah ke mana kini muncul dengan tongkat di tangan!" Berkata demikian, kakek itu mengeluar-kan sebatang tongkat rotan kecil dari tangannya, dan langsung menyerang Suling Emas. Tongkat rotan kecil itu ketika digerakkan mengeluarkan bunyi meleng-king-lengking!
Melihat ini, Suling Emas dan Yu Siang Ki mengeluarkan seruan kaget. Suling Emas cepat menangkis dengan su-lingnya dan ketika lawannya menerjang terus sampai belasan jurus secara ber-tubi-tubi, ia cepat mencelat ke belakang sambil berseru,
"Tahan dulu! Sobat, pernah apakah engkau dengan Yu Kang Tianglo almar-hum?"
Orang itu memandang Suling Emas dengan mata melotot, "Kau sudah tahu almarhum, kenapa masih tega memalsu-kan namanya" Suling Emas adalah se-orang pendekar sakti yang
dikagumi se-luruh dunia kang-ouw, mengapa menjadi pengecut, menyembunyikan diri seperti penjahat dikejar, kemudian menyelinap bersembunyi di bawah nama Yu Kang Tianglo"
Mengapa orang yang sudah mati diganggu, biarpun oleh sahabatnya sen-diri" Seorang laki-laki sudah berani ber-buat berani bertanggung jawab, tidak nanti melarikan diri daripada tanggung jawab. Yang tidak berani mengakui se-mua perbuatannya, yang tidak berani menghadapi kenyataan pahit sebagai akibat perbuatannya, tidak patut disebut laki-laki! Hayo, kalau mau dilanjutkan aku akan melayani sampai mati!"
Suling Emas seperti ditusuk jantung-nya. Ia memejamkan mata menahan ke-perihan hati.
Kata-kata tadi amat me-nusuk perasaannya karena tepat sekali menyindir keadaannya.
Puluhan tahun menyembunyikan diri, melarikan diri dari Ratu Yalina, dari musuh-musuh mendiang ibunya. Kemudian ia melihat akibat perbuatannya dengan terlahirnya Kiang Liong, terlahirnya Talibu dan Kwi Lan. Akan tetapi ia tetap masih menyem-bunyikan semua itu, dengan dalih men-jaga nama baik mereka! Ah, lebih tepat menjaga nama baiknya sendiri. Ia me-mang pengecut selama ini!
"Sudahlah!!" katanya dengan keluhan berat dengan dua titik air mata memba-sahi matanya dan sekali renggut robeklah jubah pengemis dan tampak pakaian ase-linya, pakaian Suling Emas! "Akulah Su-ling Emas dan memang aku pernah mem-pergunakan nama mendiang
sahabat Yu Kang Tianglo! Akan tetapi hal ini tidak menyinggung siapapun juga. Siapakah engkau ini yang mencampuri urusanku?"
"Tidak menyinggung orang lain akan tetapi menyinggung aku, Suling Emas!" kata kakek itu sambil merobek pula ju-bah "Suling Emas"nya dan ternyata ia berpakaian ringkas sederhana,
"Namaku adalah Ong Toan Liong dan aku suheng dari Yu Kang Tianglo! Ketika engkau menyamar sebagai Yu Kang Tianglo, aku besusah payah membantu Kauw Bian Cinjin
membalaskan kehancuran Beng-kauw! Dan engkau enak-enak saja mem-permainkan kaum
pengemis dengan pe-nyamaranmu.
Suling Emas tertegun dan pada saat itu, Yu Siang Ki melompat naik ke atas papan panggung, langsung berlutut di depan kakek itu sambil berseru, "Ong- supek (Uwa Seperguruan Ong)....!
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 433
Mendiang Ayah banyak bercerita tentang Supek.... kenapa baru sekarang Supek
memperkenalkan diri?"
Ong Toan Liong atau yang terkenal dengan julukan Hui-to-ong (Raja Golok Terbang) mengelus kepala dan pundak murid keponakannya, "Aku sudah tua dan tadinya ingin
mengaso di pegunungan. Siapa tahu timbul urusan kehancuran Beng-kauw dan urusanmu di sini. Ayahmu dulu sering menyatakan kepadaku bahwa ia ingin sekali melihat puteranya menjadi seorang gagah, akan tetapi tidak perlu melanjutkan hidup sebagai pengemis. Siapa kira, Suling Emas yang kukagumi malah menjadi gara-gara kau diangkat menjadi pangcu."
Suling Emas berdiri melamun dengan hati duka. Pada saat itu, di antara para penonton meloncat naik seorang pemuda yang langsung berlutut di depan Suling Emas sambil berseru,
"Suhu....!" Suling Emas memandang dan ketika mengenal bahwa pemuda ini adalah Kiang Liong hatinya seperti diremas dan kem-bali dua titik air mata meloncat keluar ke atas pipinya, "Liong-ji...., (Anak Liong....), mengapa kau menyusulku....?"
Kiang Liong melangkah heran. Baru kali ini suhunya memanggilnya Liong-ji dengan suara menggetar seperti itu. Tidak biasanya gurunya memperlihatkan kelemahan. Alangkah herannya ketika ia merasa kepalanya dielus-elus dan dibelai, dan lebih terkejut lagi melihat dua titik air mata di atas pipi gurunya.
Kiang Liong memang sedang bingung dan berduka karena ia menjadi orang buruan
pemerintah. Maka kini dielus-elus dan melihat gurunya terharu, ia pun tak dapat menahan hatinya dan betapa-pun ia menggigit bibir, tetap saja air matanya jatuh berderai.
"Suhu.... Suhu.... teecu...., ahhh...."
Barulah Suling Emas terkejut dan sadar akan keadaannya. Tentu telah ter-jadi peristiwa yang amat hebat maka muridnya yang biasanya tenang ini sam-pai menangis. Ia cepat
membalikkan tu-buh menjura ke arah Ong Toan Liong dan berkata.
"Cukuplah, Ong-twako. Maafkan se-mua kesalahanku dan selamat berpisah. Siang Ki, kauturutlah semua petunjuk supekmu. Hayo Liong ji, kita pergi!" Ia menarik tangan Kiang Liong dan mereka berdua meloncat jauh dan lenyap dalam sekejap mata.
Sepeninggalan Suling Emas dan murid-nya, Yu Siang Ki lalu membubarkan per-temuan, kemudian ia mempersilakan supeknya masuk ke dalam. Di situ supek dan murid keponakan itu menceritakan pengalaman masing-masing. Akhirnya atas permintaan Siang Ki, sesuai pula dengan keinginan ayahnya agar ia tidak menun-tut penghidupan pengemis. Siang Ki mo-hon kepada supeknya agar sudi membim-bing Khong-sim Kai-pang karena ia sendiri ingin merantau memperluas penge-tahuannya. Ong Toan Liong yang tahu pula bahwa kedudukan kaum kai-pang terancam oleh kaum sesat, menyanggupi, maka secara resmi Ong Toan Liong di-angkat menjadi Ketua Khong-sim Kai--pang. Beberapa hari kemudian Yu Siang Ki lalu pergi merantau, tentu saja tujuan pertama perjalanannya adalah menyusul Song Goat, tunangannya!
Adapun Suling Emas membawa murid-nya keluar kota. Di tempat sunyi jauh di luar kota, mereka berhenti, duduk di pinggir jalan dan Kiang Liong lalu menceritakan pengalamannya, semenjak ia mengejar Suma Kiat sampai ia hampir ditangkap oleh pasukan kota raja.
"Tidak sekali-kali teecu hendak mem-berontak terhadap perintah Kaisar, Suhu. Akan tetapi Mutiara Hitam mengamuk dan merobohkan para perajurit, kemudian memaksa teecu untuk melarikan diri. Teecu bingung dan terpaksa lari, lalu teecu mencari Suhu untuk mohon pertim-bangan. Teecu dianggap pemberontak dan tidak mentaati Kaisar. Kalau memang Suhu memutuskan bahwa teecu harus menyerahkan diri, sekarang juga teecu akan berangkat ke kota raja."
Suling Emas termenung. Kemudian dengan suara berat ia berkata, "Kiang Liong, sebelum aku bicara tentang hal itu, lebih du'lu kau bersiaplah menerima pembukaan rahasia besar hidupmu.
Liong-li, ketahuilah, Nak, bahwa engkau ini sebenarnya adalah puteraku sendiri."
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 434
"Suhu....!" Wajah Kiang Liong menjadi pucat sekali ketika ia menengadah dan menatap wajah gurunya.
Suling Emas tersenyum. Kini hatinya bebas tidak terdapat ganjalan seperti biasanya kalau ia berhadapan dengan puteranya ini. Ong Toan Liong memang betul. Orang tidak perlu
bersembunyi dari kenyataan, baik manis maupun pahit. Orang tidak bisa lari daripada pertang-gungan-jawab perbuatannya. Sudah berani berbuat harus berani menanggung risiko, betapapun beratnya. Setelah dihadapi ke-nyataannya malah tidak seberat kalau dijadikan ganjalan hati.
"Bukan suhu, melainkan ayah, Anakku. Dengarlah baik-baik dan engkau tidak perlu
tersinggung atau malu karena cinta kasih antara ibumu dan aku dahulu ada-lah cinta kasih yang murni, yang dipu-tuskan orang karena paksa. Dahulu sebelum menikah dengan ayahmu, ibumu dan aku saling mencinta...." Suling Emas lalu menceritakan semua pengalamannya dengan Suma Ceng, ibu Kiang Liong (dalam cerita Cinta Bernoda Darah).
"Demikianlah, cinta kasih antara kami direnggut. Kami dipisahkan dengan paksa, sedangkan ibumu telah mengandung eng-kau, Anakku. Hanya untuk menjaga nama baik keluarga ayah bundamu, maka eng-kau diberi she Kiang seperti ayahmu. Padahal engkau adalah puteraku, dan hal ini agaknya diketahui pula oleh ayahmu maka dia membesarkan engkau menjadi muridku."
Makin lama mendengar cerita Suling Emas, makin pucat wajah Kiang Liong, dan akhirnya ia menubruk kaki Suling Emas sambil mengeluh "Ayahhh...."
"Liong-ji, anakku. Mulai sekarang, kita tidak perlu berpura-pura, tidak perlu bersembunyi, kausebut ayah padaku, ja-ngan suhu. Aku sudah bosan untuk berpura-pura bersih. Kita tidak perlu ber-paling lagi dari kenyataan."
"Ayah...., kiranya Ayah demikian men-derita oleh asmara. Ah, semoga saja tidak menurun kepadaku, Ayah."
Merah wajah Suling Emas. Ah, Anak-ku engkau tidak tahu, aku belum berce-rita tentang Ratu Yalina! Akan tetapi ia menekan perasaannya dan berkata, "Ada terjadi apakah, Liong-ji?"
"Ayah, terus terang saja, setelah mengetahui bahwa engkau adalah ayahku, dan karena Kaisar menganggap aku pem-berontak, aku segan kembali ke kota raja. Aku.... aku.... mohon Ayah sudi me-lamarkan...."
"Ah, engkau mempunyai pilihan hati" Semoga engkau bahagia, tidak seperti ayahmu.
Siapakah gadis itu, Liong-ji" Tentu Ayah akan melamarkan untukmu, karena engkau sudah cukup dewasa."
"Dia bukan orang lain, masih anak keponakan Ayah sendiri, yaitu Mutiara Hitam." kata Kiang Liong sambil menun-dukkan muka. Dan untung bagi Suling Emas bahwa pada saat itu Kiang Liong menundukkan muka, kalau tidak tentu akan melihat betapa wajahnya menjadi pucat sekali dan matanya terbelalak lebar. Harus diakui bahwa Suling Emas adalah seorang pendekar besar yang su-dah menguasai perasaan hatinya, tenang dalam segala hal, bahkan dalam meng-hadapi bahaya maut sekalipun. Akan tetapi, mendengar betapa puteranya jatuh cinta dan minta dilamarkan puterinya, ia hampir pingsan! Timbul penyesalan yang amat besar di hatinya, semua ini terjadi sebagai tamparan bagi mukanya, tampar-an yang keluar dari mulut Ong Toan Liong. Mengingatkan ia akan semua pe-ristiwa dahulu, semua perbuatannya, ka-rena hal-hal ini timbul sebagai akibat daripada perbuatannya dahulu. Akan te-tapi mengakui sekarang di depan Kiang Liong bahwa pemuda ini melamar adik sendiri" Ah, ia tidak tega. Ia sendiri mengakui semua perbuatannya, bersedia memetik buah tanamannya sendiri, namun mengingat puteranya, ia tidak sampai hati. Dengan suara halus ia berkata.
"Liong-ji, kau tidak usah kembali ke kota raja. Dan tentang perjodohan, mari-lah kau ikut bersamaku ke Khitan." Ha-nya sekian Suling Emas berkata, tidak sanggup bicara panjang karena khawatir kalau-kalau lidahnya tak kuasa memben-dung pertahanan hatinya.
*** Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
435 Seperti juga mendiang ibunya, betapa-pun tidak waras otak Suma Kiat namun ia mempunyai kecerdikan dan kelicinan yang luar biasa. Setelah maksud hatinya memperisteri Kwi Lan secara paksa di-gagalkan Kiang. Liong, Suma Kiat melari-kan diri dan pemuda ini terus menuju ke Khitan! Untuk kembali ke kota raja, ia tidak berani karena, ia tentu akan ditang-kap sehubungan dengan persekutuannya dengan Bouw Lek Couwsu. Pula, ia pergi ke Khitan bukan tanpa tujuan. Ia harus mendahului Kwi Lan menemui Ratu Khi-tan yang menurut ibunya adalah adik ibunya sendiri, jadi bibinya!
Suma Kiat melakukan perjalanan tak kunjung henti dan ia tiba di kota raja Khitan dalam keadaan lelah dan lapar. Pakaiannya kotor dan robek-robek, muka-nya pucat kurus. Ketika para pengawal mendengar bahwa orang asing ini hendak menghadap Ratu, ia ditangkap dan Suma Kiat sama sekali tidak melakukan per-lawanan. Karena para pengawal menaruh curiga, ia dihadapkan kepada Panglima Kayabu.
"Saya ingin menghadap Ratu Khitan dan ingin bicara empat mata. Saya ada-lah anak keponakannya!" Berkali-kali Suma Kiat berkata dan akhirnya oleh Panglima Kayabu sendiri di bawah ke istana menghadap Ratu Khitan.
Begitu berhadapan dengan ratu yang masih cantik dan bersikap agung itu, serta merta Suma Kiat menjatuhkan diri berlutut dan menangis menggerung-gerung. "Aduh, Bibi....,
keponakanmu ini mengalami penderitaan yang hebat."
Ratu itu berkata dalam bahasa Han yang fasih, sedikit pun tidak kaku seperti kalau orang Khitan lain bicara, "Orang muda, tenanglah. Engkau siapa?"
"Ibu saya bernama Kam Sian Eng...."
"Ahhh....!" Ratu Yalina lalu memberi isyarat dengan matanya kepada Panglima Kayabu agar meninggalkan mereka ber-dua. Panglima yang setia ini bangkit, mengangguk lalu pergi meninggalkan ratunya bersama orang muda itu. Biarpun ia masih menaruh curiga kepada pemuda itu, namun mendengar bahwa pemuda itu putera Kam Sian Eng, pemuda itu benar keponakan Sang Ratu. Pula, ia tidak perlu khawatir karena ilmu kepandaian ratunya amat tinggi sehingga tak mungkin diganggu lawan apalagi se-perti orang muda itu.
Ratu Yalina bergetar hatinya, akan tetapi ketika mengamat-amati wajah pemuda itu, ia teringat akan Suma Boan dan teringatlah ia betapa dahulu kakak angkatnya, Kam Sian Eng, terbujuk dan tergila-gila kepada putera pangeran yarig bernama Suma Boan yang kemudian menipunya. Karena patah hati, Kam Sian Eng menjadi gila, secara aneh mendapat-kan ilmu-ilmu yang hebat, dan bersama dia membunuh Suma Boan. Akan tetapi hubungannya dengan Suma Boan itu telah membuat Kam Sian Eng mengandung dan dalam keadaan mengandung Kam Sian Eng lari minggat entah ke mana. Kiranya inikah puteranya"
"Siapa namamu?" tanyanya kepada pemuda yang masih menangis.
"Nama saya Suma Kiat...." Ratu Ya-lina tersenyum dan yakinlah ia sekarang bahwa ini memang putera Suma Boan. Ternyata kakak angkatnya itu masih mengakui bekas kekasihnya dan memberi she Suma kepada puteranya.
"Ah, kalau begitu engkau benar ke-ponakanku. Kiat-ji (Anak Kiat), setelah bertemu bibimu, kenapa kau menangis?"
"Aduh, Bibi, yang mulia, kasihanilah hamba.... yang sudah sebatangkara ini."
"Heh" Ke mana Ibumu?"
"Ibu.... Ibu tewas dalam membela dan menyelamatkan puteri Bibi...."
".... puteriku" Siapa....?" Wajah Ratu Yalina berubah tegang.
"Siapa lagi kalau bukan Kwi Lan Si Mutiara Hitam?"
Berdebar jantung Ratu Yalina. jadi benarkah puterinya yang hilang itu ber-juluk Mutiara Hitam"
"Bagaimana engkau bisa tahu dia pu-teriku?" tanyanya makin tegang.
"Mendiang Ibu yang menceritakan. Ibu mengambilnya ketika masih bayi dan Kwi Lan
menjadi muridnya...."
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 436
"Ceritakan semua...., lekas ceritakan semua, anakku!" Ratu Yalina berseru sam-bil menyambar tangan Suma Kiat dan menariknya masuk ke ruangan dalam. Ia berseru
memanggil pelayan untuk menye-diakan makan minum bagi orang, muda ini. Para pelayan terheran-heran dan diam-diam Suma Kiat terkejut karena tangan halus yang mencekal lengannya itu mengandung tenaga dalam yang hebat luar biasa!
Sambil makan minum, berceritalah Suma Kiat tentang Kwi Lan. Tentu saja ia menonjolkan kebaikan-kebaikan ibunya dan dia sendiri. Akhirnya ia mencerita-kan peristiwa di markas Bouw Lek Couwsu dan dengan akal cerdik ia ber-kata, "Saya hanya ikut dengan ibu dan agaknya ibu yang termasuk seorang di antara Bu-tek Ngo-sian kena bujuk Bouw Lek Couwsu untuk memusuhi Kerajaan Sung. Akan tetapi ketika ibu melihat bahwa di markas Bouw Lek Couwsu itu terdapat tahanan-tahanan penting, yaitu Pangeran Talibu dan Puteri Mimi...."
"Untung mereka sudah bebas dan se-dang berangkat pulang. Aku telah men-dengar laporan dari pembawa berita, akan tetapi tidak jelas. Hanya mendengar bahwa Talibu dan Mimi ditawan orang--orang Hsi-hsia akan tetapi kini telah bebas. Bagaimana sesungguhnya yang ter-jadi?"
"Saya sendiri tidak tahu jelas, Bibi. Hanya kalau tidak salah, mereka itu ditawan karena Bouw Lek Couwsu hendak memaksa Khitan membantunya kalau dia menyerbu Kerajaan Sung."
Ratu Yalina mengangguk-angguk, "Hemmm, begitukah" Kalau begitu Bouw Lek Couwsu
belum mengenal watak bangsa Khitan yang perkasa! Nah, lanjut-kan ceritamu, anakku!"
"Ketika ibu melihat Pangeran Talibu dan Puteri Mimi ditahan, apalagi ketika melihat Sumoi Kwi Lan ditahan pula dan hendak diperhina Bu-tek Ngo-sian, ibu lalu marah dan membunuh Bu-tek Siu-lam. Akan tetapi ibu dikeroyok banyak orang sakti sehingga tewas dalam usaha menolong Sumoi!"
Tak terasa lagi kedua mata Ratu Ya-lina menjadi basah air mata. Biarpun Enci Sian Eng telah menculik bayiku, akan tetapi akhirnya dia mengorbankan nyawa untuk anaknya. Kasihan Enci Sian Eng. Demikian keluh hatinya.
"Lanjutkan, anakku." katanya meman-dang Suma Kiat dan kini wajah pemuda itu kelihatan tampan dan simpati.
"Saya lalu membawa pergi Sumoi. Sampai di tengah jalan, karena Ibu telah tidak ada, saya sampaikan pesan terakhir Ibu kepada Sumoi. Siapa kira.... Sumoi menjadi marah-marah dan hampir saja saya dibunuhnya.... uuh-huk-huk.... Bibi, lebih baik Bibi bunuh saja saya agar tidak menanggung malu dan sengsara lebih lama lagi. Kalau saya tidak dapat memenuhi pesan terakhir Ibu, apa guna-nya hidup menjadi seorang anak puthauw (durhaka)?" Pemuda ini menangis lagi.
Ratu Yalina menjadi terheran. "Ah, kau tenanglah, Kiat-ji. Apakah pesan ter-akhir Ibumu?"
"Ibu berpesan kepada saya bahwa saya dan Sumoi harus menjadi suami isteri."
"Aahh...., begitukah?" Kembali Ratu Yalina mengangguk-angguk. "Dan Kwi Lan menolak?"
"Tidak hanya menolak, bahkan marah dan hampir membunuhku."
Di dalam hatinya Ratu Yalina tertegun. Puterinya yang berjuluk Mutiara Hitam itu agaknya liar dan galak, seperti.... eh, dia dahulu. Selalu menurutkan kehendak hati sendiri, tidak terkekang, seperti kuda liar.
"Kau.... kalah olehnya" Bukankah kau suhengnya?"
"Sumoi lihai sekali, dan saya.... saya tidak tega untuk melawannya...."
Ratu Yalina kembali memandang wa-jah tampan itu. Ia makin kasihan dan makin suka kepada pemuda ini. Kalau Enci Sian Eng sudah berpesan demikian.... hemm, akan kulihat nanti kalau berjumpa dengan Mutiara Hitam.
"Tenangkan hatimu, Kiat-ji. Aku menghargai pesan ibumu, dan urusan ini baik ditunda lebih dulu. Kelak kalau aku bertemu dengan puteriku, akan kita bi-carakan lagi. Kau mengasolah."
Ratu Ya-lina memanggil pelayan dan pemuda itu lalu dipersilakan mengaso di sebuah kamar indah di kompleks istana, diberi pakaian serba indah dan hidangan-hidang-an lezat. Terhibur Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 437
juga rasa hati Suma Kiat yang selama ini mengalami keseng-saraan.
Tentu saja Kwi Lan sama sekali tidak pemah menduga bahwa Suma Kiat telah
mendahuluinya ke Khitan. Tidak seperti Suma Kiat yang melakukan perjalanan siang malam, ia menuju ke Khitan tidak tergesa-gesa, sambil melihat pemandangan indah. Maka ketika ia tiba di Khitan, Suma Kiat sudah lama berada di sana, bahkan Pangeran Talibu dan Puteri Mimi sudah lama pula kembali ke kota raja Khitan. Kwi Lan yang sudah merasa rindu sekali kepada Pangeran Talibu, lalu -bertanya-tanya di mana adanya Pangeran ini. Karena yang bertanya adalah seorang wanita yang agaknya baru saja belajar bahasa Khitan, dan melihat wajah Kwi Lan memang patut menjadi peranak-an Khitan, orang-orang yang ditanyai tidak menaruh curiga, mengira bahwa nona itu memang seorang pelancong yang ingin tahu saja.
Akhirnya Kwi Lan mendapat keterangan bahwa Pangeran Talibu tinggal di sebuah gedung indah di ling-kungan Istana, di sebelah kiri dimana terdapat pertamanan luas mengelilingi gedungnya. Mendengar ini, Kwi Lan men-cari kesempatan di waktu pagi hari yang masih sunyi, dengan menggunakan kepandaiannya ia melompat masuk melalui dinding yang
mengelilingi taman luas. Karena Istana selalu aman dan dinding itu tinggi, maka penjagaan tidak begitu ketat sehingga Kwi Lan dapat melompat masuk tanpa diketahui penjaga.
Berdebar jantung Kwi Lan. Bagaimana nanti pene-rimaan Pangeran Talibu" Bagaimana ka-lau tidak mau menerimanya" Ah, tidak mungkin. Terbayang olehnya semua peristiwa di kamar tahanan ketika dia dan Pangeran Talibu diberi racun. Terbayang-lah kemesraan dan cinta kasih Pangeran itu kepadanya yang tidak hanya terpan-car dari sinar mata dan sentuhan tangan, dekapan dan ciuman, akan tetapi juga dari kata-katanya. Masih berkumandang di telinganya suara Pangeran itu meng-getar penuh perasaan. "Demi Tuhan! Aku mencintamu, Mutiara Hitam. Aku cinta kepadamu seperti kepada diri sendiri....!"
Ia menyusup-nyusup dan menyelinap di antara pohon-pohon dan bunga. Kemudian tampak olehnya sebuah pondok kecil di tengah taman. Pondok itu sudah tua dan tidak begitu mewah, bahkan dindingnya ada yang sudah robek-robek kulitnya. Agaknya memang dibiarkan
demikian karena tampak lebih artistik (nyeni). Ia berindap-indap mendekati dan jantungnya berdebar tidak karuan ketika ia men-dengar suara orang yang dirindukan sela-ma ini. Suara Talibu di sebelah belakang pondok. Ia cepat menghampiri dan me-mutari pondok, lalu mengintai. Benar saja dugaannya. Pangeran itu berada di belakang pondok, diruangan luar.
Alang-kah tampannya. Alangkah gagahnya. Pa-kaiannya begitu cermerlang indah, serba mengkilap dan berkilauan. Topinya ter-hias naga emas yang aneh, bentuknya, dadanya bergambarkan Dewa Matahari. Pedangnya panjang dengan gagang terukir indah, dari emas bertabur batu permata. Sejenak Kwi Lan terpesona dan terharu. Demikian tampannya pria ini sampai menimbulkan haru di hati. Akan tetapi hatinya mulai panas terbakar ketika ia melihat siapa teman Pangeran bercakap--cakap. Puteri Mimi lagi! Dan mereka duduk bersanding di bangku dengan sikap begitu mesra! Mereka saling berpegangan tangan saling pandang, dan dari gerak--gerik, pandang mata, dari seluruh pribadi kedua orang itu jelas memancarkan cinta kasih menggelora!
Pening rasa kepala Kwi Lan. Ia me-mejamkan matanya dan hampir terguling roboh kalau ia tidak cepat-cepat me-nekan dinding pondok dengan tangan tanpa disadari mulutnya
mengeluarkan suara keluhan perlahan. Namun suara ini cukup untuk membuat Pangeran Talibu dan Puteri Mimi bangkit dan membalik-kan tubuh.
" eh, kau.... Mutiara Hitam....!" seru Puteri Mimi dengan suara girang.
Namun Pangeran Talibu tidak berkata apa-apa, hanya memandang dengan mata terbelalak. Ia dapat melihat kemarahan, kehancuran hati, terbayang pada wajah dan pandang mata itu dan ia tahu apa sebabnya. Maka ia lalu berkata gagap, "Mutiara Hitam, sudahkah kau bertemu ibunda Ratu...." Mari kuantar kau meng-hadap...."
"Tidak perlu! Semua orang boleh saja tidak pedulikan diriku....!" Dengan isak tertahan Kwi Lan membalikkan tubuh dan meloncat pergi. Hatinya perih dan patah. Kekasihnya direnggut Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 438
orang! Ingin ia mengamuk. Memang ia akan meng-amuk, akan menemui Ratu Khitan,
menuntut bahwa dia sebagai puteri disia-siakan! Dengan kemarahan meluap-luap ia keluar dari taman mencari jalan ke is-tana.
"Sumoi....!" Kwi Lan terhenti seperti disambar kilat. Di depannya telah berdiri Suma Kiat dengan wajah berseri dan pakaian indah! Sungguh ia terheran-heran dan tidak dapat mengeluarkan kata-kata, hanya memandang dengan mata lebar.
"Ah, Sumoi, kau baru datang" Kami sangat mengharap-harap kedatangan-mu....!"
"Kau...." Di sini....?" Kwi Lan akhir-nya dapat menegur.
Wajah Suma Kiat berseri-seri, "Sudah lama aku tinggal di sini. Bibi Ratu me-nerimaku dan....
dan pesan mendiang ibu disetujui. Ya, adikku sayang. Dengan perkenan Bibi Ratu, kita dijodohkan. Kau dan aku! Akhirnya kita berjodoh juga, Adikku dan aku akan menjadi pangeran mantu!"
Wajah Kwi Lan menjadi merah sekali, matanya menyorotkan kemarahan hebat. Jadi inikah sebabnya" Inikah sebabnya mengapa Pangeran Talibu menerimanya begitu dingin" Pantas saja Pangeran Ta-libu mengajak dia bertemu dengan Ratu, kiranya ada urusan ini! Tentu Suma Kiat telah membujuk bibinya tentang perjo-dohan dan Ibunya.... ah, ibunya yang sejak ia kecil menyia-nyiakan itu telah menye-tujuinya. Tentu saja Pangeran Talibu sudah tahu akan hal ini dan memutuskan pertalian cinta.
"Keparat....!" Tubuhnya menerjang ke depan menyerang Suma Kiat.
"Eh.... eh, Sumoi.... eh....!" Suma Kiat mengelak dan menangkis. Namun Kwi Lan tidak main-main dan serangannya bertubi-tubi dan hebat. Akhirnya sebuah pukulan membuat Suma Kiat roboh. Kwi Lan menubruknya dan menghujani pukul-an. Kalau tidak ingat bahwa orang ini putera gurunya, tentu ia sudah mengirim pukulan maut. Dia masih ingat ini dan pukulan-pukulannya hanya pukulan dengan tenaga luar saja yang membuat Suma Kiat mengaduh-aduh. Mulut dan hidung pemuda itu mengucurkan darah, mukanya bengkak-bengkak dan kaki tangannya lumpuh karena ditotok. Kwi Lan dengan hati sakit dan gemas bukan main terus memukul sampai Suma Kiat pingsan!
Kemudian ia menyeret leher baju pemuda itu, terus menarik dan menyeretnya me-nuju ke pondok di mana tadi ia melihat Pangeran Talibu.
Pangeran Talibu dan Puteri Mimi sedang membicarakan Mutiara Hitam. Hati Pangeran itu gelisah sekali melihat sikap Mutiara Hitam. Ia sudah menceritakan segalanya kepada Mimi dan gadis ini sampai menangis saking terharu ke-pada Kwi Lan yang nasibnya begitu bu-ruk, dipermainkan keadaan. Dia sendiri begitu bahagia, kehilangan kakak kandung mendapatkan tunangan. Cinta antara saudara berubah menjadi cinta asmara! Pangeran Talibu mengajaknya menyusul Mutiara Hitam, karena menurut Mimi, tidak mengapalah kalau Pangeran itu sendiri menjelaskan duduknya perkara, membuka rahasia saudara kembar kepada Mutiara Hitam.
Akan tetapi, pada saat mereka hen-dak keluar dari pondok, tampak Mutiara Hitam datang menyeret tubuh Suma Kiat yang pingsan! Pangeran dan puteri itu kaget sekali, memandang dengan mata terbelalak. Kwi Lan menyeret terus kemudian melempar tubuh Suma Kiat ke depan kaki Pangeran Talibu, suaranya dingin matanya berapi ketika ia berkata.
"Orang inikah yang hendak dijodohkan denganku" Aku tidak sudi! Aku bukan seorang yang begitu mudah berubah, bukan seorang yang tidak setia. Biar Ratu sendiri yang menentukan, tetap kutentang. Sekarang juga hendak kusam-paikan kepada Ratu Khitan!" Sebelum
Pangeran Talibu sempat bicara, Mutiara Hitam sudah melompat pergi dan lari meninggalkan tubuh Suma Kiat yang menggeletak pingsan dengan muka beng-kak-bengkak dan hidung mulut berdarah.
Kwi Lan berlari terus memasuki Ista-na. Penjaga-penjaga tercengang dan hen-dak melarang akan tetapi gadis itu ter-lalu cepat sehingga sebentar saja ia sudah sampai di ruangan tengah.
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 439
Penga-wal dalam sebanyak tiga orang cepat menghadang dan hendak menangkapnya, akan tetapi dengan gerakan yang luar biasa cepatnya Kwi Lan sudah menang-kap seorang di antara mereka, mengerah-kan lwee-kang membuat tubuh pengawal itu terangkat dan diputar ke arah dua yang lain. Mereka bertiga roboh bergu-lingan dan gadis ini menyelinap masuk terus.
"Tangkap penjahat....!" para pengawal berseru dan sebentar saja Kwi Lan ter-kurung belasan pengawal yang mencabut senjata.
"Boleh tangkap aku kalau mampu! Aku Mutiara Hitam hendak bertemu dengan Ratu Khitan, siapa pun kalau mengha-langi akan mampus di ujung pedangku!" Ia sudah mencabut pedang dan siap mengamuk.
Pada saat itu terdengar bentakan halus dan semua pengawal lalu mundur dengan wajah terheran. Kwi Lan meng-angkat muka dan memandang wanita yang berjalan dengan langkah ringan menghampirinya. Wanita setengah tua yang cantik jelita berpakaian indah. Me-reka saling pandang, seperti terkena pesona, keduanya menduga, menaksir, menyelidiki.
"Engkau Mutiara Hitam....?"
"Engkau Ratu Khitan....?"
Pertanyaan mereka hampir berbareng terucapkan. Ratu Yalina terhuyung maju, kedua dengan dikembangkan hendak me-meluk, wajahnya pucat dan matanya penuh air mata. Akan tetapi Kwi Lan dengan cemberut mengelak, pandang matanya penuh tantangan, penuh tuduhan, penuh penyesalan.
Menggigil bibir Ratu Yalina menahan tangis, menahan jerit hatinya, "Kau.... kau...., telah belasan tahun menyiksa hatiku.... kau...." Ia tak dapat melanjut-kan, tubuhnya lemas, kakinya gemetar, air matanya bercucuran.
Kwi Lan tetap cemberut. Kekecewa-annya tentang Pangeran Talibu masih menyesak di dada.
"Siapa yang menyakit-kan hati" Siapa yang menyia-nyiakan anak" Siapa yang membuang anak begitu saja seperti orang membuang sampah?"
"Haaahhh....!" Ratu Yalina menahan jerit, hampir mencekik leher sendiri de-ngan tangannya, matanya terbelalak me-mandang gadis itu. "Begitukah kiranya" Kau belum mengerti" Aduh, Kwi Lan.... Mutiara Hitam.... mari kita bicara...." Ia maju memegang tangan Kwi Lan untuk diajak masuk kamar, akan tetapi Kwi Lan merenggut lepas tangannya dan ber-jalan di belakang orang yang menjadi ibu kandungnya ini. Ia kagum dan timbul rasa sayang dan haru, akan tetapi semua perasaan ini terbendung oleh kemarahan-nya. Selain menyia-nyiakannya, kini ibu ini masih menjodohkan dia dengan se-orang gila macam Suma Kiat!
Sampai di dalam kamar Ratu Yalina yang gemetar kakinya itu duduk memper-silakan Kwi Lan duduk. Akan tetapi Kwi Lan tetap berdiri di depan Ratu, tidak mau duduk, siap mendengarkan.
"Kau anakku.... ah, betapa rinduku kepadamu. Akan tetapi baiklah kaude-ngarkan
penuturanku agar kau tidak salah paham. Ketika kau terlahir dan dibawa oleh perawat, kau diculik oleh Enci Sian Eng yang membunuh perawat itu. Pada waktu itu tidak ada seorang pun tahu siapa penculiknya, tahu-tahu Si Perawat itu mati dan kau lenyap. Betapa sengsara hatiku, betapa selama belasan tahun hatiku tersiksa. Sudah kuperintahkan semua panglimaku untuk pergi mencari, menyelidiki, namun hasilnya sia-sia bela-ka, kini kau datang.... Anakku, kenapa kau bersikap begini...." Aku ibumu, ibu yang melahirkanmu, aku.... betapa rindu-ku....
ah, Anakku...." Melihat wanita itu menangis terisak-isak, Kwi Lan menjadi terharu. Akan tetapi ia masih marah dan dua macam perasaan ini mengaduk hatinya, membuat ia lemas dan akhirnya ia menjatuhkan diri di bangku lalu menangis tersedu-sedu, menutupi muka dengan kedua tangan. Air matanya mengalir keluar mela-lui celah-celah, jarinya.
Ratu Yalina bangkit berdiri, meng-hampiri anaknya. Ia tahu bahwa anak ini memiliki watak aneh dan keras sekali, tidak kalah oleh wataknya dahulu ketika muda. Betapapun inginnya ia memeluk, ia menahan hati dan ingin memecahkan persoalan yang mengganggu hati puterinya Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 440
lebih dahulu. "Ada apakah, Anakku" Engkau agak-nya bingung dan marah. Ada apakah?"
"Ibu.... Ibu terlalu! Sudah menyia-nyia-kan hidupku sehingga terpaksa aku hidup seperti setan bertahun-tahun lamanya di istana bawah tanah, kini setelah aku dewasa, tanpa bertanya-tanya Ibu.... menjodohkan aku dengan iblis jahanam ma-cam Suma Kiat! Begini bencikah Ibu kepadaku?"
Ratu Yalina mau tak mau tersenyum geli di balik keharuannya. Ia memegang pundak Kwi Lan, dengan halus berkata, "Tidak, Anakku. Aku sama sekali tidak memutuskan tentang perjodohanmu. Memang Suma Kiat bilang bahwa men-diang ibunya berpesan begitu. Akan tetapi aku tidak akan mengambil keputusan mengenai perjodohanmu dengan siapapun juga.
Tentang perjodohan kuserahkan ke-padamu, kalau kau tidak cocok dengan siapa pun Ibumu takkan melarang...."
Timbul harapan di hati Kwi Lan, akan tetapi karena malu, ia masih menutupi mukanya ketika berkata, "Aku tidak mau menikah dengan siapapun juga di dunia ini kecuali dengan Pangeran Ta-libu!"
Kalau ada halilintar menyambar ke-palanya di saat itu, kiranya Ratu Yalina tidak akan sekaget ketika mendengar ucapan ini. Ia terhuyung ke belakang, tangan kanan meraba dada yang seakan-akan berhenti berdetik, kepalanya pening. Pada saat itu, dari pintu menerobos masuk Pangeran Talibu. Melihat keadaan ibunya yang pucat terbelalak seperti hampir roboh dan Kwi Lan yang duduk menangis menutupi muka, ia berseru me-manggil, "Ibu....!" Dan melompat meng-hampiri.
Kehadiran Pangeran ini mendatangkan tenaga baru bagi Ratu Yalina. Ia cepat memegang tangan Pangeran Talibu seper-ti mencari bantuan tenaga, kemudian berkata, suaranya menggigil, "Talibu.... dia.... dia cinta padamu.... dia.... ingin menikah denganmu.... oohh, Anakku....!" Kini Ratu Yalina tak dapat menahan kehancuran hatinya lagi. ia menubruk dan memeluk leher Kwi Lan, menciumi muka gadis itu sehingga muka Kwi Lan yang sudah basah oleh air matanya sendiri kini makin basah oleh air mata ibunya.
"Kwi Lan.... Anakku.... aduhhh, kasihan sekali kau.... ketahuilah, Anakku.... dahulu kau terlahir kembar.... engkau terlahir tak lama setelah kakakmu terlahir. Ke-mudian engkau diculik Enci Sian Eng.... dan.... dan kakakmu.... kakak kembarmu.... dia Pangeran Talibu...."


Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara melengking menyayat hati ketika tubuh Kwi Lan roboh tergu-ling dari atas kursinya, pingsan! Ibunya dan kakaknya menubruk, menangis dan berusaha menyadarkannya.
Tapi setelah sadar, Kwi Lan meloncat ke atas men-jauhi mereka, rambutnya terlepas awut-awutan, matanya liar, hidungnya kem-bang-kempis seakan-akan sukar bernapas. Ia
memandangi mereka bergantian, de-ngan mata terbelalak seperti seekor kelinci yang ketakutan.
".... Anakku.... Kwi Lan anakku...." Ratu Yalina mengembangkan tangannya, hatinya hancur oleh keharuan dan kece-masan melihat Kwi Lan, khawatir kalau--kalau gadis itu berubah ingatan karena duka.
".... Adikku.... Kwi Lan...." suara Pangeran Talibu parau, pipinya basah, akan tetapi ia memandang adiknya de-ngan senyum penuh kasih. Melihat ini, naik sedu-sedan dari dada Kwi Lan memenuhi kerongkongannya, kemudian ia meloncat ke depan Talibu, tangannya bergerak menampar.
"Plak-plak....!" Dua kali tangannya menampar pipi kanan kiri Pangeran itu, membuat Talibu terhuyung-huyung.
"Kwi Lan....!" Ratu Yalina menjerit. Kwi Lan membalik, memandang ibunya, kemudian menubruk kaki ibunya sambil menangis meraung-raung seperti anak kecil. Ibunya juga duduk di lantai, balas memeluk, maka bertangisanlah ibu dan anak ini. Ratu Yalina memegang kedua pipi puterinya, diangkatnya muka itu, dipandangnya penuh selidik, penuh kasih, penuh rindu, Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 441
diciuminya di antara tangis dan tawa.
Pangeran Talibu masih berdiri, me-mandang pertemuan yang mengharukan itu dan terdengar ia berkata lirih, suara-nya menggetar, "Adikku.... sudah selayak-nya kaupukul aku.... kalau belum puas pukullah lagi.... aku seperti mempermain-kanmu.... di dalam tahanan Bouw Lek Couwsu.... aku sudah tahu engkau adikku, seharusnya kuberi tahu, akan tetapi,kalau rahasia itu ketahuan Bouw Lek Couwsu keadaanmu sebagai puteri Ratu Khitan lebih berbahaya lagi.... dan tentang.... tentang peristiwa itu.... kau tahu kita keracunan.... Adikku, maukah engkau me-maafkan kakakmu....?"
Satu-satu kata-kata itu keluar, seperti pisau tajam menusuk-nusuk hati Kwi Lan. Gadis itu melepaskan pelukan ibunya, membalik dan menubruk kaki kakaknya. "Kanda Talibu....
kaulah yang harus me-maafkan adikmu....!"
Talibu tertawa, lalu menangis dan merangkul adiknya. Dibelai-belainya ram-but yang kusut itu, dicubitnya pipi yang kemerahan, dicubitnya pula hidung Kwi Lan, lalu dicium pipinya,
"Adikku sa-yang ketika aku mengaku cinta demi Tuhan, aku katakan dengan setulus ikhlas hatiku karena aku sudah tahu bahwa engkau adalah adik kembarku. Kita masih saling cinta, bukan" Bahkan cinta yang suci murni tidak terpatahkan oleh apa-pun juga. Bukankah kita sekandungan dan lahir bersama" Ah, Adikku sayang....!" Mereka berpelukan.
Ratu Yalina bangkit berdiri dan duduk di kursi. Dua orang anaknya itu menu-bruk mereka dengan penuh kasih sayang. "Anak-anakku...., anak kembarku...., ah, betapa kalian sudah menderita. Terutama Kwi Lan, sampai mencinta kakak sen-diri...., ini semua akibat dosaku...."
Pada saat itu terdengar suara yang halus tapi gemetar penuh perasaan, "Ti-dak, Lin-moi....
tidak.... bukan kau yang salah. Aku yang berdosa.... ya, aku yang berdosa....!"
Yang bicara ini adalah Suling Emas yang mendengar ucapan Ratu Yalina tadi. Ia melangkah masuk dengan gontai, tubuhnya lemas penuh kedukaan dan di-belakangnya ikut masuk pula seorang pe-muda yang bukan lain adalah Kiang Liong. Para pengawal sudah mengenal Suling Emas, maka tidak menghalangi pendekar ini bersama pemuda itu masuk istana dengan bebas, sungguhpun mereka saling pandang dengan heran namun tidak berani melarang.
Melihat Suling Emas Ratu Yalina lalu menarik bangun Kwi Lan, diajaknya menghampiri Suling Emas sambil berkata lirih, "Anakku.... Kwi Lan...., beri hormat-lah kepadanya.... ini dia.... ayah kandungmu....!"
Suling Emas menjatuhkan diri di atas bangku, dan Kwi Lan berdiri terbelalak memandang pendekar sakti ini. Matanya terbelalak, tak disangka-sangkanya se-ujung rambut pun bahwa Suling Emas adalah ayahnya! Begitu bahagia rasa hatinya begitu malu, dan juga heran sehingga sampai lama ia tidak dapat ber-gerak. Akhirnya ia menjatuhkan diri ber-lutut di depan kaki Suling Emas sambil berteriak lirih. "Ayahku....!"
Teriakan Kwi Lan ini berbareng de-ngan keluhan Kiang Liong yang pingsan di dekat kaki ayahnya. Suling Emas me-rangkul Kwi Lan, merangkul Kiang Liong, kemudian memukuli dadanya sendiri dengan air mata berlinang-linang, "Dosa-ku.... semua dosaku laki-laki pengecut, berani berbuat tak berani bertanggung jawab.... menyembunyikan dosa dan no-da....
sampai anak-anak sendiri saling cinta...., ya Tuhan, masih belum cukupkah hukuman hamba....?" Dan Suling Emas muntahkan darah segar sambil terbatuk--batuk.
Pemandangan di dalam kamar Ratu Yalina itu amat menusuk perasaan. Se-mua menangis dan semua merangkul Suling Emas. Juga Kiang Liong yang sudah siuman kini merangkul Kwi Lan, suaranya penuh getaran hati yang patah,.... kau adikku...., adikku...."
Setelah keadaan mereda, semua ber-bahagia, kecuali Kiang Liong dan Kwi Lan karena kebahagiaan kedua orang muda ini menyembunyikan hati yang remuk-redam, patah dan luka, oleh as-mara gagal. Orang-orang yang dicinta sepenuh hati dan jiwa ternyata adalah saudara-saudara sendiri! Hari itu merupa-kan hari di mana sekeluarga menumpah-kan segala macam Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 442
perasaan yang selama ini terpendam dan keputusan yang di-ambilkan merupakan obat manjur bagi sakit hati Suling Emas. Yalina dan dia siap untuk mengumumkan dan membuka rahasia mereka selama ini. Mereka akan menghadapi kenyataan dengan muka terang. Untuk ini, Pangeran Kayabu yang menjadi sahabat setia dipanggil dan di-ajak berunding.
*** Pesta-pora diadakan di seluruh Ke-rajaan Khitan. Untuk keperluan pesta itu, persiapannya dibuat sampai berbulan-bulan. Undangan dibagi-bagi sampai jauh ke selatan. Adapun yang dirayakan ada-lah bermacam-macam. Terkumpulnya kembali keluarga Ratu, dan terutama sekali perjodohan antara Pangeran Talibu dan Puteri Mimi serta diangkatnya Pa-ngeran ini menjadi Raja Khitan menggantikan ibunya yang hendak mengundurkan diri.
Ketika hari dan saat upacara tiba, alun-alun yang luas depan istana yang biasanya dipergunakan untuk berlatih baris telah penuh dengan rakyat Khitan, sebagian besar tentara.
Juga para tamu juga sudah memenuhi ruangan yang di-sediakan khusus untuk mereka.
Tempat dihias indah dengan bunga-bunga, daun--daun dan kertas berwarna. Sejak pagi tadi bunyi-bunyian musik ramai meme-riahkan suasana.
Ketika keluarga Ratu Yalina muncul di panggung, sorak-sorai rakyat Khitan menyambut mereka. Ratu Yalina mema-kai pakaian kebesaran, lengkap dengan pedang tanda kekuasaan.
Kepalanya me-makai mahkota yang indah gemerlapan. Wanita ini nampak lebih cantik daripada biasa karena kebahagiaan.... hatinya ber-sinar-sinar pada wajahnya, membuat pipi-nya kemerahan dan matanya bersinar-sinar seperti bintang. Di sampingnya berjalan Suling Emas, dengan pakaian yang khas, yaitu pakaian model pemberian Kaisar Sung untuk Suling Emas, de-ngan gambar suling dan bulan di dada, Suling emas terselip di pinggangnya, Sikapnya tenang, wajahnya tersenyum dan kelihatan agung dan penuh wibawa, tidak
canggung berdiri di dekat Ratu yang berkekuasaan besar itu. Kemudian muncul Pangeran Talibu dengan wajahnya yang tampan berseri, pakaiannya yang indah dan gagah. Di
sampingnya berjalan Mu-tiara Hitam, juga amat indah pakaiannya dan gagah sikapnya. Di belakangnya ber-jalan Kiang Liong, wajahnya masih mem-bayangkan bekas kehancuran hati, namun yang ditutup dengan senyum pula. Lalu tampak Pangeran Kayabu bersama isteri dan puterinya yang cantik jelita, Puteri Mimi yang wajahnya cerah, senyumnya mendatangkan kegembiraan di hati setiap orang Khitan.
Setelah menerima penghormatan rak-yatnya yang bersorak-sorai, keluarga ratu ini mengambil tempat duduk yang sudah disediakan sambil mengangguk sedikit sebagai jawaban
penghormatan para tamu yang bangkit berdiri menyambut mereka. Kemudian Panglima
Kayabu bangkit ber-diri, maju ke pinggir panggung sehingga tampak oleh semua yang hadir, dengan suara lantang mengumumkan bahwa Sri-paduka Ratu yang mulia berkenan hendak menyampaikan amanat kepada rakyatnya. Tepuk-sorak gegap-gempita menyambut
pengumuman ini, terus bergemuruh ketika Ratu Yalina bangkit berdiri di pinggir panggung dengan sikap agung. Ratu ini tersenyum lebar, deretan giginya putih kemilau dan matanya bersinar-sinar, hatinya terharu menyaksikan cinta kasih dan penghormatan rakyat Khitan kepada-nya. Ia mengangkat lengan ke atas dan berhentilah sorak-sorai itu. Keadaan menjadi sunyi sekali, seolah-olah di situ tidak ada orang, seolah-olah semua orang yang hadir menahan napas untuk men-dengarkan suara ratu mereka.
"Rakyatku sekalian," terdengar suaranya, lantang nyaring dan merdu, ter-dengar oleh semua yang hadir sampai di ujung-ujung karena Ratu ini bicara sam-bil mengerahkan khi-kang,
"Kalian semua sudah tahu untuk apa pesta ini diadakan, yaitu untuk merayakan beberapa hal yang menggirangkan hati keluarga kami. Akan tetapi, tentu kalian bertanya-tanya dalam hati apa sebetulnya yang terjadi dan mengapa tiba-tiba ratu kalian dapat berkumpul dengan keluarganya. Karena itu, aku mengambll keputusan untuk bicara dengan kalian untuk menceritakan keada-an kami sesungguhnya agar jangan terjadi salah tafsir."
Ratu Yalina berhenti sebentar untuk menarik napas panjang. Suasana tetap hening, semua Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 443
telinga ditujukan kepada-nya.
"Kalian semua tentu sudah tahu bah-wa sebelum menjadi Ratu Khitan, saya tinggal di selatan.
Dan supaya kalian ketahui bahwa sesungguhnya yang mem-buat sampai kini ratu kalian tidak me-nikah adalah karena di selatan saya per-nah bersuami, dan suami saya adalah dia ini...."
Ratu Yalina mempersilakan Suling Emas berdiri. Pendekar ini tersenyum, kagum
menyaksikan keberanian kekasih-nya mengumumkan rahasia itu, maka ia pun dengan tenang melangkah maju di sebelah Ratu Yalina. Sejenak semua orang tercengang, agaknya heran, kaget dan bingung. Akan tetapi siapa orangnya di Khitan yang tak pernah mendengar akan Suling Emas" Pendekar besar yang berkali-kali merupakan penolong bangsa Khitan. Maka meledaklah sorak-sorai, tangan melambai-lambai, topi dan pel-bagai benda dilempar ke atas seperti ramainya orang menonton pertandingan sepak bola!
"Hidup Suling Emas, suami Ratu Khitan....!" Demikian teriakan-teriakan ter-dengar yang makin lama makin meng-gema.
Suling Emas dan Ratu Yalina saling pandang. Dua titik air mata membasahi pelupuk mata Ratu itu. Hal yang paling gawat telah diucapkan dan hasilnya jauh lebih melegakan hati daripada yang me-reka khawatirkan. Ratu Yalina mengang-kat dengan kembali dan rakyat pun diam. Keadaan kembali hening.
"Kami mengaku telah melakukan ke-salahan bahwa hal ini dahulu kami raha-siakan. Akan tetapi hari ini akan kami umumkan semua rahasia. Pernikahan kami sebetulnya telah dikurniai dua orang anak, yang pertama sejak kecil diam--diam kami serahkan kepada Panglima Kayabu untuk dirawat, dan yang kemudian kami angkat menjadi putera, yaitu Pangeran Talibu! Dia adalah putera kandung kami!"
Talibu yang sudah diberi tahu segera bangkit berdiri, tegak dan gagah di se-belah kiri ibunya, tersenyum memandang ke bawah, ke arah rakyatnya yang akan dipimpinnya, rakyat yang dicintanya. Kembali meledak sorak-sorai, kini lebih gemuruh karena rakyat amat bersukacita mendengar bahwa ternyata Pangeran Mahkota itu bukan putera angkat ratu, melainkan putera kandung. Untuk sejenak Ratu Yalina membiarkan rakyatnya ber-sorak-sorai, kemudian ia mengisyaratkan mereka diam.
"Adapun putera kami yang ke dua adalah seorang wanita dan yang kini sudah berkumpul pula di samping kami, bernama Kam Kwi Lan dan yang terke-nal dengan julukan Mutiara
Hitam....!" Kwi Lan meloncat dan berdiri disamping ayahnya. Rakyat kembali ber-sorak-sorai, penuh kekaguman dan kebanggaan, terdengar teriakan-teriakan
"Hidup Sang Puteri Mutiara Hitam....!"
Kwi Lan mengerling ke arah kakaknya, Pangeran Talibu tersenyum kepadanya dan matanya menjadi basah. Ia merasa seperti dalam mimpi, disebut puteri!
"Selesailah tugas kami membuka ra-hasia ini. Hati kami menjadi lapang ka-rena telah membuka rahasia dengan pe-ngumuman resmi sehingga rakyat dan semua tamu dari pelbagai kerajaan men-dengar akan keadaan kami. Betapapun juga, aku merasa bersalah telah menyim-pan rahasia ini dari rakyat sampai ber-tahun-tahun. Oleh karena inilah, meng-ingat bahwa usiaku pun makin bertambah, hari ini pula aku mengundurkan diri dari singgasana dan mahkota kerajaan kuserahkan kepada Pangeran Mahkota Talibu!"
Kini sorak-sorai yang terdengar men-jadi kacau-balau. Ada yang bergembira karena mendapat raja baru yang mereka juga sayang, ada yang kecewa karena ratu yang mereka cinta mengundurkan diri. Ratu Yalina yang tidak ingin mem-perlihatkan keharuan hati dan menangis di depan rakyatnya, segera mengajak mundur suami dan dua puteranya. Ia tadi tidak menyebutkan bahwa Talibu dan Kwi Lan adalah saudara kembar, karena hal ini akan
mendatangkan keributan. Me-nurut tradisi dan kepercayaan turun-te-murun, saudara kembar laki wanita harus dljodohkan. Dan ia mengerti bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan bahwa selain Suling Emas juga kedua orang anak itu sendiri tidak akan melakukan-nya.
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 444
Mereka kembali mundur dan duduk di tempat masing-masing.
Panglima Kayabu kini maju ke muka dan dengan lantang mengumumkan per-talian jodoh antara puterinya, Puteri Mimi dengan Pangeran Talibu, yang akan dirayakan bersamaan dengan pengangkat-an Talibu menjadi Raja Khitan. Kembali rakyat bersyukur dan bersorak gembira. Puteri Mimi yang tadinya tersenyum--senyum, mendengar pengumuman itu,
menundukkan muka dengan pipi merah dan mata basah sehingga ia digoda oleh Kwi Lan yang duduk di dekatnya.
"Kakak ipar yang baik, mengapa me-nangis?" kata Kwi Lan menggoda.
Mimi melirik, menggigit bibir dan mencubit lengan Kwl Lan. Akan tetapi mereka segera berangkulan dan keduanya menangis! Pada detik itu, habislah sudah rasa tidak enak di hati masing-masing, terganti kasih sayang antara saudara yang mesra.
Dan dimulailah pesta itu. Musik di-mainkan makin gencar. Pertunjukan pun dimulai, yaitu demonstrasi pasukan Khi-tan, ketangkasan naik kuda, memanah, dan lain-lain. Pihak tamu bergiliran datang menghampiri tempat kehormatan ratu untuk memberi selamat yang dibalas oleh Ratu Yalina dan Suling Emas sebagai-mana mestinya. Setelah para tamu yang memberi selamat habis, tampak seorang pemuda yang tersenyum lebar, matanya bersinar-sinar penuh kegembiraan, keluar dari rombongan tamu menghampiri tem-pat kehormatan itu bersama seorang wanita setengah tua dan seorang kakek cebol berkepala besar.
"Bibi Bi Li....!" Kwi Lan bangkit dan lari menubruk wanita itu, yang ditariknya menghadap ibunya. "Ibu, inilah dia Bibi Bi Li yang merawatku sejak kecil."
Nyonya itu memang Phang Bi Li dan kini ia menjatuhkan diri berlutut depan Ratu Yalina.
Oleh Yalina ia ditarik bangkit dan dipersilakan duduk di dekat-nya. Dengan terharu dan halus Ratu Yalina berkata.
"Kakak yang baik. Karena engkau mewakili aku menjadi ibu perawat anak-ku sejak kecil, kau adalah keluarga sen-diri. Duduklah di sini." Mereka lalu bercakap-cakap dan betapapun juga, nyonya itu kelihatan sungkan dan malu-malu karena duduk di lingkungan keluarga besar.
"Hauw Lam, kau Berandal!" Pangeran Talibu dan Kiang Liong menegur sambil tertawa dan menyambut pemuda itu. Akan tetapi Hauw Lam lebih dulu mem-beri hormat kepada Ratu Yalina dengan berlutut.
Ratu Yalina tertawa. "Baiklah, Beran-dal. Aku sudah banyak mendengar ten-tang dirimu.
Engkau merupakan tuan penolong anakku. Bangkit dan duduklah, kita di antara orang sendiri!"
Hauw Lam bangun dan menjura ke-pada Talibu, "Pangeran!" lalu kepada Kiang Liong sambil berkata, "Haii, Kiang-kongcu!"
"Heiii, dia bukan Kiang-kongcu lagi, melainkan Kam-kongcu! Dia putera ayah-ku dan kakakku sendiri, kenapa kau me-nyebut Kiang-kongcu."
"Wah, sampai terpeleset lidah ini. Maafkan, Kam-kongcu....!" Sikap Hauw Lam yang lucu membuat dua orang pe-muda bangsawan itu tertawa.
Sementara itu, kakek cebol berkepala besar sudah disambut Suling Emas yang menjura dan berkata, "Selamat datang, Locianpwe. Sungguh kehadiran Locianpwe merupakan kehormatan besar."
Kakek itu longak-longok, bahkan menghampiri panggung dan menjenguk ke bawah,
membuat banyak orang tertawa. Akan tetapi kaum tua di Khitan yang melihat kakek ini menjadi terkejut, me-reka berbisik-bisik. Dahulu pernah kakek ini, puluhan tahun yang lalu, membikin geger Khitan dengan perbuatan-perbuatan yang lucu dan mengagumkan (dalam ce-rita SULING EMAS). "Heh-heh-heh, tidak ada perubahan di Khitan, bahkan di ba-wah pimpinan Ratu Yalina tampak makin maju saja. Heh-heh-heh!"
Melihat kakek ini, Ratu Yalina bang-kit dan tersenyum lebar. "Wah-wah, kalau ini bukan Bu-tek Lo-jin entah siapa lagi!"
Bu-tek Lo-jin membalik ke arah ratu, membungkuk sedikit dan berkata, "Re-jekimu besar, Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 445
Ratu Yalina. Suamimu pendekar sakti yang hebat, anak-anakmu pun hebat. Asal saja kau tidak meman-dang rendah muridku, aku datang untuk mengajukan lamaran atas diri puterimu Si Mutiara Hitam yang galak itu agar menjadi isteri Tang Hauw Lam."
Kata-kata yang lantang ini membuat semua keluarga Ratu berhenti bercakap--cakap. Suasana hening, bahkan Hauw Lam yang biasanya pandai bicara, kini hanya menundukkan muka akan tetapi lirak-lirik ke arah Kwi Lan. Suling Emas dan Yalina maklum akan watak aneh dan keras dari Kwi Lan, maka urusan ini harus diserahkan kepada Kwi Lan sendiri. Sepanjang yang mereka dengar, sepak terjang Hauw Lam memangtidak mengecewakan sebagai se-orang pemuda gagah perkasa, akan tetapi mereka tidak berani memutuskan, apalagi mengingat akan pengalaman-pengalaman pahit yang menimpa diri Kwi Lan, yang pernah mencinta kakak kembar dan di-cinta kakak tiri seayah! Kedua orang ini setelah saling pandang lalu menoleh ke arah Kwi Lan.
Phang Bi Li tadinya merasa berat untuk memenuhi permintaan anaknya yang minta supaya dilamarkan puteri Ratu Khitan! Akan tetapi setelah ada kesanggupan dari Bu-tek Lo-jin yang akan bicara, ia terpaksa mau diajak ser-ta. Kini melihat keadaan di situ dan mendengar ucapan pinangan kakek itu yang begitu sederhana dan jujur tanpa banyak cing-cong lagi ia menjadi keta-kutan dan kembali ia menjatuhkan diri berlutut di depan Ratu Yalina.
"Mohon Paduka sudi mengampuni ke-lancangan kami...."
Yalina cepat-cepat membangunkan Phang Bi Li. "Ah, jangan begitu. Urusan jodoh ini kami serahkan keputusannya kepada anak kami sendiri."
Kwi Lan yang kini menjadi pusat per-hatian bangkit berdiri dari bangkunya. Wajahnya pucat, matanya terbelalak, sebentar memandang Talibu, lalu Kam Liong, kemudian ke arah Hauw Lam. Si Berandal! Si Berandal meminangnya. Ia tahu bahwa Berandal ini mencintanya. Kalau ia membuat perbandingan, orang yang pertama-tama ia akan pilih andai-kata bukan saudara, tentu Talibu. Orang ke dua agaknya Kam Liong. Setelah ter-nyata bahwa kedua orang muda itu ada-lah saudaranya sendiri, ia tidak tahu siapa yang berkenan di hatinya. Yu Siang Ki juga mencinta, akan tetapi pemuda itu sendiri bertunangan dengan Song Goat, dan ia tidak suka mempunyai sua-mi pengemis. Siangkoan Li, entah bagai-mana jadinya pemuda itu yang dahulu terseret ke dalam dunia sesat. Ia me-mandang Hauw Lam, teringat akan se-mua pengalamannya dengan pemuda ini, teringat betapa pemuda ini menyelamat-kannya dari Bu-tek Siu-lam, dan ia teringat kepada pemuda ini ketika terancam oleh Suma Kiat. Pemuda yang lucu, yang selalu mendatangkan kegembiraan pa-danya, bahkan yang lirak-lirik kepadanya dengan sikap wajar namun lucu. Tiba-tiba Kwi Lan tertawa bebas sehingga mengejutkan semua orang, akan tetapi tidak mengejutkan ayah bundanya. Gadis ini persis Lin Lin dahulu, Ratu Yalina sekarang.
Hauw Lam yang menanti dengan te-gang, melihat Kwi Lan tertawa ini, lalu bangkit dan berkata kepada gadis itu, "Mutiara Hitam, dahulu engkau menyebut aku Berandal dan aku menyebut engkau Mutiara Hitam, keadaan kita dahulu se-derajat. Akan tetapi sekarang, engkau seorang puteri kerajaan dan aku.... tetap Berandal maka kalau engkau tidak setuju terus terang sajalah."
Kwi Lan menjawab, "Sekarang pun masih sama, apa bedanya?"
"Jadi....?" "Jadi...., apa....?"
"Jadi kau setuju....?"
Kwi Lan menggigit bibir, lalu meng-angguk! Hauw Lam saking girangnya hanya melongo!
"Tapi terus terang saja, biarpun aku suka menjadi isterimu, aku tidak cinta padamu, Berandal!"
Luar biasa percakapan antara dua orang muda ini. Di depan begitu banyak orang bicara tentang cinta seperti orang bicara tentang pakaian atau topi saja! Mereka kecelik kalau Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 446
mengira Hauw Lam terpukul oleh pengakuan ini. Sama sekali tidak, ia menjawab dengan suara sewajarnya.
"Orang macam aku mana boleh ba-nyak mengharap" Aku mencintamu bukan karena ingin kaucinta. Aku mencintamu karena ingin melihat kau bahagia, ingin membikin hidupmu cemerlang penuh ke-gembiraan. Aku ingin seperti matahari, memberi penerangan dan kehangatan kepadamu tanpa mengharap kauingat atau cinta padaku. Aku ingin menjadi suamimu agar aku dapat selalu menjagamu, melindungimu, menghiburmu, melihat engkau bahagia, karena kebahagiaanmulah yang menjadi dasar kebahagiaanku. Hebat pengakuan ini, dalam hati mereka yang jatuh cinta merupakan sindiran dan pe-tuah yang amat menusuk hati.
Memang sebagian besar orang muda kalau bercin-ta terlalu egois, hanya ingin meminta, meminta dan meminta. Minta dicinta, minta diperhatikan, minta dimanja. Lupa untuk memberi! Cinta itu adalah kasih sayang. Cinta itu sifatnya memberi, bukan meminta. Cinta yang meminta itu bukan mencinta orang lain namanya, melainkan mencinta diri sendiri terdorong hasrat ingin memiliki, ingin memonopoli dia yang dicinta. Cinta macam ini seper-ti cinta akan benda yang indah.
"Kalau aku kelak meninggalkanmu?"
"Engkau takkan meninggalkan aku tanpa sebab, karena aku akan selalu berusaha
menyenangkan hatimu, tak usah kautinggal, kau minta saja aku pergi sendiri."
"Kalau aku mati?"
"Aku akan ikut! Aku takut kau di sana akan kesepian dan susah...."
Meledak suara ketawa Bu-tek Lo-jin, "Huah-ha-ha-ha-ha! Coba cari, di dunia ini mana ada pencinta seperti mu-ridku" Mutiara Hitam, kalau engkau ti-dak menerima dia, engkau akan kehilang-an! Ha-ha-ha!"
"Aku suka sekali mempunyai adik ipar Si Berandal!" Tiba-tiba Pangeran Talibu yang suka sekali kepada pemuda ini ber-kata.
"Saudara Tang Hauw Lam memang patut menjadi suami Kwi Lan," kata Kam Hong.
Kwi Lan tidak merasa terdesak oleh ucapan-ucapan ini, memang ia sudah mengambil
keputusan. Ia tidak suka ting-gal di dalam istana, terikat oleh segala macam peraturan. Tadi saja ia sudah merasa canggung dan kikuk, tidak bebas. Kalau bersama Berandal, ia akan seperti burung. Sepasang burung terbang di ang-kasa, bercumbu dengan angin.
"Aku terima pinanganmu, Berandal. Selanjutnya terserah Ayah Ibu," kata Kwi Lan sambil duduk kembali.
"Terima kasih," jawab Hauw Lam sambil duduk juga, wajahnya makin ber-seri-seri.
Semua orang tertawa. Belum pernah selamanya mereka mendengar, apalagi melihat,
peminangan dan penerimaan seperti yang dilakukan kedua orang muda itu. Suasana makin gembira ketika kakek cebol itu dijamu oleh Suling Emas. Kini Puteri Mimi mendapat kesempatan mem-balas Kwi Lan dengan godaan-godaannya. Dua orang gadis ini berbisik-bisik dan cekikikan sendiri, entah apa yang dibica-rakan kedua calon pengantin itu.
Dalam kegembiraan ini, Kam Liong teringat akan adik misannya, Suma Kiat. Ia menarik napas panjang, diam-diam menaruh kasihan kepada putera bibinya itu. Setelah terjadi peristiwa dengan Kwi Lan dan setelah Ratu Yalina mendengar pengakuan Kwi Lan akan semua perbuatan Suma Kiat yang amat tidak patut, pemuda itu diusir. Akan tetapi Ratu Yalina masih ingat kepada keponakannya, memberi kuda yang baik dan perbekalan, yang cukup, ditambah sekantung emas. "Ah, kalau saja Suma Kiat tidak mewarisi kegilaan Ibunya, tentu kini ikut bergembira pula, sebagai anggauta keluarga. Gembirakah dia" Entah, dia sendiri tidak tahu. Kenyataan bahwa Kwi Lan adalah adik seayah, merupakan hantaman batin yang membuat hatinya kini kosong melompong. Ia tidak mungkin dapat seperti Hauw Lam, ia terlalu romantis dan sela-lu ingin dicinta wanita!
Selagi semua orang bergembira dan berpesta tiba-tiba muncul dua orang kakek tua renta yang Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 447
aneh bersama se-orang pemuda yang tampan berambut panjang. Dua orang kakek itu
pakaiannya tidak karuan, juga rambutnya awut-awut-an seperti dua orang gila, yang seorang bermuka putih, yang kedua bermuka merah.
Hauw Lam dan Kwi Lan segera me-ngenal pemuda itu. Siangkoan Li! Dan dua orang kakek itu adalah manusia-manusia sakti Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, guru Siangkoan Li! Suling Emas juga mengenal dua orang kakek ini. Hatinya tidak enak. Dua orang kakek ini terkenal tukang bikin ribut, seperti Bu-tek Lo-jin. Hanya bedanya kalau Bu-tek Lo-jin suka melucu dan tidak mau berlaku jahat, adalah dua orang kakek ini tidak peduli apakah per-buatan mereka termasuk baik ataukah jahat. Cepat ia bangkit menyambut dan menjura.
"Selamat datang di Khitan, Ji-wi Sian-ong (Sian-ong Berdua). Silakan du-duk."
"Ha-ha, Suling emas, kau makin gagah saja. Kabarnya kau menjadi suami Ratu Khitan. Ha-ha, kionghi-kionghi (selamat)! Tidak usah duduk. Aku dan Pek-bin-twa-ko ini datang hanya karena ditangisi murid kami, Siangkoan Li ini. Kami da-tang hendak meminang Mutiara Hitam!" kata Lam-kek Sian-ong sambil menunjuk muridnya yang sudah menjatuhkan diri berlutut ke arah keluarga tuan rumah.
Suling Emas terkejut. Benar, saja du-gaannya. Dua orang kakek ini datang untuk membikin ribut. Memang benar mereka baru datang dan tidak tahu bah-wa puterinya telah dijodohkan dengan Hauw Lam, namun cara mereka datang ini jelas menantang keributan. Biarpun maklum akan kelihaian mereka berdua, namun pendekar sakti ini tidak takut. Dengan hormat ia menjawab.
"Mutiara Hitam adalah puteriku. Ba-nyak terima kasih saya ucapkan atas kecintaan Ji-wi Sian-ong dan kehormatan yang diberikan, akan tetapi hendaknya maklum bahwa baru saja anakku ini telah dljodohkan dengan pemuda lain."
Siangkoan Li mengangkat muka, me-mandang ke arah Kwi Lan yang juga memandang
kepadanya. Wajah yang tampan itu kelihatan merah, dan matanya bergerak-gerak menyapu mereka yang hadir. Diam-diam Kwi Lan merasa heran karena sikap pemuda ini berbeda jauh sekali dengan dahulu, biarpun masih pen-diam dan serius, namun matanya liar!
"Bunuh saja si penghalang!" terdengar Pak-kek Sian-ong berkata, suaranya di-ngin sekali, mengerikan.
"Ho-ho-ha-ha-ha! Sepasang tua bangka gentayangan masih belum mampus, sudah mendekati neraka masih belum merasa panas. Ho-ho-ha-ha!" Bu-tek Lo-jin yang sedang duduk di bangku menenggak arak, tertawa dan... bangku yang ia duduki terbang dan turun ke depan dua orang kakek itu. Dia sendiri masih minum arak dari guci. Setelah arak habis ia turun dari bangkunya, menghadapi dua orang Sian-ong itu.
"Mutiara Hitam gadis galak telah men-jadi calon isteri muridku. Kalian mau apa" Ho-ho, kita tua sama tua, mau mengajak apa kalian" Bertengkar saling maki" Boleh! Gelut" Pukul-pukulan" Apa saja kulayani, minta lagu apa kuturuti. Hayoh....!" Bu-tek Lo-jin memang terke-nal mempunyai hobby (kegemaran) berke-lahi. Ia senang berkelahi baik saling maki maupun saling gasak!
"Ji-wi Sian-ong harap sudi memaafkan dan memaklumi keadaan. Ji-wi datang terlambat dan jodoh adalah di tangan Thian. Harap tidak menimbulkan keribut-an," kata Suling Emas, sikapnya dan suaranya halus, namun di balik kata-ka-tanya mengandung peringatan.
Dua orang kakek saling pandang. Me-reka tentu saja tidak gentar biarpun berada di negara orang. Akan tetapi mereka mengenal siapa kakek cebol ini. Bu-tek Lo-jin adalah orang ke dua setelah Bu Kek Siansu yang memiliki tingkat lebih tinggi daripada mereka. Mungkin dengan maju berdua, mereka akan dapat mengimbangi Bu-tek Lo-jin, akan tetapi harus diingat bahwa di situ hadir pula Suling Emas yang lihainya luar biasa pula. Belum lagi Ratu Yalina yang ka-barnya hebat ilmunya, dan orang-orang muda murid orang-orang sakti.
"Ha-ha-ha! Bu-tek Lo-jin, kami sung-kan membikin ribut rumah orang. Urusan antara kita ini kelak kita bereskan. Su-ling Emas, memang murid kami tidak ada jodoh dengan puterimu!
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 448
Hayo, Siang-koan Li, kau bocah sial dangkalan. Per-gi!" Lam kek Sian-ong menarik lengan muridnya, bersama Pak-kek Sian-ong lalu pergi dari situ tanpa pamit lagi.
Gangguan ini menimbulkan rasa tidak enak, akan tetapi hanya sebentar saja dan pesta dilanjutkan dengan meriah.
Beberapa bulan kemudian, pernikahan ganda dirayakan di Khitan. Pernikahan antara Talibu dengan Mimi dan Hauw Lam dengan Kam Kwi Lan. Setelah me-nikah, Talibu lalu diangkat menjadi raja baru di Khitan.
Tang Hauw Lam bersama Kwi Lan lalu meninggalkan Khitan untuk pergi merantau seperti yang dikehendaki Kwi Lan, seperti burung di angkasa. Adapun Suling Emas yang sudah resmi menjadi suami Ratu Yalina, mengundurkan diri menikmati hari tua di sebuah puncak yang indah dari Pegunungan Go-bi-san. Phang Bi Li tidak mungkin dapat ikut puteranya merantau, oleh Yalina diminta tinggal di istana Khitan di mana ia hidup tenteram dan melayani Mimi dengann kasih sayang.
Kam Liong meninggalkan Khitan, pergi merantau. Ia sudah mengambil keputusan untuk tidak menikah selamanya. Akan tetapi tentu saja ia tidak kehilangan watak romantisnya dan sewaktu-waktu bersedia melayani kasih sayang seorang wanita cantik di mana saja,hanya sebagai keisengan belaka, bukan karena dorongan asmara. Namun, kese-nangan ini pun tidak membuatnya menye-leweng daripada kebenaran. Tak pernah ia mengganggu dan memaksa wanita, tak pernah membujuk. Dan di samping ini, ia tidak pernah lupa untuk berdarma bakti sebagai seorang pendekar. Dari Kaisar Sung ia sudah mendapat pengampunan berkat
permohonan Suling Emas yang diperkuat oleh Ratu Yalina sehingga namanya terhapus sebagai orang buruan, dan ia dapat bebas menengok ibunya di kota raja.
Bagaimana dengan Yu Siang Ki" Pe-muda ini mencari Song Goat di dalam kuil, bertemu dan bahkan Song-yok-san--jin berada pula di situ. Akhirnya Siang Ki bersama Song Hai berhasil membujuk dan mencairkan kemarahan hati Song Goat, dan dua orang muda ini pun meni-kah.
Siang Ki yang sudah menyerahkan urusan kai-pang kepada supeknya, Ong Toan Liong, meninggalkan dunia kai-pang dan hidup sebagai pengusaha toko obat yang dipimpin oleh ayah mertuanya.
Mereka bertiga hidup penuh kebahagiaan, dan cinta kasih yang murni dari Song Goat akhirnya mendapat kemenangan dengan menghidupkan cinta kasih di hati Siang Ki. Kadang-kadang kalau teringat akan Kwi Lan, Siang Ki suka menggeleng kepala sendiri dan baru sekarang terbuka matanya bahwa andaikata ia menjadi suami Kwi Lan yang keras hati dan aneh wataknya, belum tentu ia akan sebahagia di samping Song Goat yang lemah lembut dan halus ini.
Suma Kiat tidak ada kabar ceritanya lagi, entah ke mana perginya pemuda yang bernasib malang itu. Banyak orang yang suka mengenangkan keadaannya dan menaruh kasihan, akan tetapi juga kha-watir kalau-kalau pemuda yang tidak waras otaknya dan memlliki kepandaian tinggi itu akan menimbulkan huru-hara di tempat lain.
Kam Siang Kui dan Kam Siang Hui, dua orang puteri mendiang Kam Bu Sin, kini ikut bersama paman kakeknya, Kauw Bian Cinjin yang berdiam di puncak Tai--liang-san. Dua orang gadis yang malang ini selalu berdua dan gelisah kalau ter-ingat akan adik mereka, Kam Han Ki. Kemanakah perginya Kam Han Ki" Se-perti kita ketahui, anak ini dibawa oleh kakek sakti setengah dewa Bu Kek Sian-su dalam keadaan terluka parah dan bagaimana nasib anak ini selanjutnya, tunggu saja dengan sabar sampai penga-rang cerita ini menyusun sebuah cerita baru yang hebat!
Sampai di sini cerita MUTIARA HI-TAM ini berakhir, dengan harapan pe-ngarang semoga merupakan bacaan hiburan bermanfaat bagi para pembaca dan sampai jumpa di lain cerita!
TAMAT Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 449
Bandung, awal April 1970 Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 450
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 10 Pengemis Tua Aneh Ouw Bin Hiap Kek Karya Kho Ping Hoo Harimau Kemala Putih 14

Cari Blog Ini