Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 17
"Bagaimana dengan mutiara cakar bajanya?"
Begitu perkataan tersebut diutarakan ia baru merasa kalau telah salah bicara maka cepat-cepat siluman tua itu tutup mulut lagi.
"Terima kasih atas pemberitahuan mu itu," ucap Sik Tiong Giok sambil tertawa, "ketiga puluh enam mutiara tersebut memang ku peroleh dari bawah telapak kaki baja kelabang langit tersebut."
Walaupun siluman tua itu kurang percaya dengan perkataan tersebut, tak urung dia toh ingin tahu lalu tanyanya lagi :
"Selain itu masih ada barang apa lagi?"
"Aku telah mencabut ke tujuh otot kelabang langit yang bisa ku gunakan sebaga senjata ruyung, tak salah lagi benda itu merupakan senjata yang luar biasa."
Pemuda itu semakin berbicara, Makhluk tua sembilan cacad semakin tak sanggup untuk mengendalikan diri, rambutnya yang merah berdiri semua bagaikan landak, sepasang matanya melotot besar bagaikan gundu, lama sekali dia mengawasi batu besar yang menyumbat pintu gua itu tanpa berkedip.
Mendadak ia membentak keras, sepasang telapak tangannya didorong ke muka dengan sekuat tenaga menyusul kemudian tubuhnya ikut menerjang pula ke dalam.
'Blaam!' Kembali terjadi suara ledakan keras yang menghancurkan batuan kerikil dari dinding gua, sekali lagi terdengar suara dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan.
Akibat terjerambab ke atas tanah seluruh badan siluman tua itu pun menjadi kotor semua karena terkena darah kelabang yang berceceran di atas tanah.
Tampaknya suara yang keras itu menyebabkan Huan Li ji mendusin dari semedinya, pelan-pelan ia membuka matanya lebar-lebar.
Kebetulan Makhluk tua sembilan cacad baru bangkit berdiri dari atas tanah tatkala sorot matanya saling bertemu sorot mata Huan Li ji tiba-tiba saja ia merasakan hatinya berdebar keras.
Ternyata sorot mata Huan Li ji telah berubah menjadi biru dan memancarkan sinar yang amat tajam yang amat mengerikan hati membuat siapa pun yang memandang jadi bergidig rasanya.
Melihat akan hal ini, siluman tua itu segera berpekik di dalam hati
: "Aduh celaka, rupanya budak ingusan ini benar-benar telah menelan mutiara mustika kelabang langit itu."
Sementara ia masih termenung memikirkanpersoalan itu, Huan Li ji telah bangkit berdiri dan berkata dengan suara yang dingin :
"Hey siluman tua, telah kau apakan Pangeran Serigala?"
"Tidak apa, aku hanya mengalahkan dia."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Sik Tiong Giok telah menukas dengan penuh amarah :
"Kentut busuk, siapa yang telah mengalahkan aku?"
MAKHLUK TUA SEMBILAN segera berpaling ke arah mana
datangnya ucpan tersebut, segera terlihat olehnya Sik Tiong Giok sedang duduk di sudut ruangan sambil menikmati daging asap dengan penuh kenikmatan,hal ini membuatnya semakin
mendongkol, teriaknya kemudian dengan penuh kegusaran :
"Buktinya aku berhasil mengalahkan dirimu, ada apa" Kau tak puas" Hayo kalau memang bernyali kita lanjutkan pertarungan di luar gua."
Sik Tiong Giok segera membanting daging yang berada di tangannya itu ke atas tanah, kemudian sambil bangkit berdiri serunya : "Hayolah, kau anggap aku takut kepada mu?"
Tiba-tiba Huan Li ji menghalangi jalan perginya seraya berkata :
"Engkoh Giok, serahkan babak pertama ini kepada ku!"
"Apakah kau sanggup?" tanya pemuda itu cemas.
Huan Li ji segera tersenyum.
"Kalau tiga hari berselang, aku memang tidak mampu, tapi hari ini aku tak bakal takut kepadanya, lagi pula ia telah menyiksa ku selama beberapa hari, aku wajib membalas sakit hati ini."
Makhluk tua sembilan cacad segera tertawa terbahak-bahak :
"Haa... haaah... haah... budak ingusan, kau benar-benar tak tahu diri."
"Tahu diri atau tidak bukan urusanmu, pokoknya asal aku mampu mengalahkan dirimu itu sudah cukup, atau kau mungkin merasa ketakutan?"
Dipanasi hatinya dengan perkataan itu Makhluk tua sembilan cacad menjadi naik darah, teriaknya kemudian dengan penuh amarah :
"Hmm, siapa yang takut kepadamu" Orang akan tertawa geli bila Siang Yu Wan takut dengan seorang budak ingusan macam dirimu, baik hayo kita ke puncak bukit."
Keadaan di tepi telaga pada puncak bukit itu tak jauh berbeda dengan keadaanpada tiga berselang, Huan Li ji dan Makhluk tua sembilan cacad berdiri saling berhadapan tanpa bergerak sedikit pun juga, hanya keadaannya tidak berlangsung terlalu lama.
Mendadak Makhluk tua sembilan cacad menggerakkan tubuhnya dengan amat cepat, bagaikan segulung asap ia bergerak sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Sebalik Huan Li ji tetap berdiri tak bergerak dari posisinya semula sementara sepasang matanya mengawasi siluman tua itu tanpa berkedip, seakan-akan ia berusaha menembusi hatinya.
Seperti juga apa yang dilakukan terhadap Sik Tiong Giok tempo hari, sepasang telapak tangannya didorong bersama ke muka menghantam permukaan air kemudian di antara ayunan
tangannya dua gulung air segera menyembur ke atas dan menggulung ke tubuh Huan Li ji.
Ketika menyerang Sik Tiong Giok dengan mengerahkan tangan sebelah tempo hari pun daya serangannya sudah teramat hebat bagaikan amukan badai, apalagi dia menyerang dengan kedua belah tangannya sekarang. Kedua gulung pancaran air yang menyembur ke atas itu ibaratnya dua ekor naga sakti yang menembusi angkasa, kehebatannya benar-benar luar biasa sekali.
Sik Tiong Giok yang menontong jalannya pertarungan itu dari sisi arena segera bermandikanpeluh dingin setelah menyaksikan kejadian itu pekiknya tanpa terasa :
"Hati-hati adik Li!"
Baru selesai ia berteriak tampak Huan Li ji telah miringkan tubuh ke samping sambil membalik sepasang telapak tangannya ke atas, dua gulung air menyembur pula ke tengah udara.
Kalau dibicarakan sebenarnya memang sangat aneh, hanya di dalam tiga hari tiga malam saja tenaga dalam yang dimiliki Huan Li ji telah meningkat beberapa kali lipat.
Begitu serangannya saling bersentuhan dengan kekuatan lawan, bukan saja ia berahasil menahan datangnya ancaman, bahkan sebaliknya berhasil pula mendesak mundur siluman tua itu sejauh beberapa kaki.
Dengan cepat Makhluk tua sembilan cacad menjadi sadar bahwa tenaga dalam yang dimiliki gadis itu telah mengalami kemajuan yang pesat akibat daya kerja mutiara kelabang, ini berarti tenaga dalam yang dimilikinya sudah bukan tandingan lawan lagi.
Berpikir sampai disitu tanpa terasa ia teringat kembali dengan sisa tulang kelabang yang masih tertinggal di dalam gua, seandainya benda-benda tersebut berhasil didapatkan dan digunakan sebagai senjata andalan, sudah pasti tiada tandigannya di dunia ini, paling tidak bisa dipakai untuk beradu kepandaian dengan budak tersebut.
Begitu keputusan diambil, dia segera memanfaatkan kekuatan tenaga serangan yang dilancarkan lawannya untuk meluncur turun dari atas tebing secara tiba-tiba.
Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnyayg sempurna serta hapalnya terhadap jalanan di sekitar sana, dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Tindakan tersebut sama sekali di luar dugaan Sik Tiong Giok berdua hingga untuk sesaat mereka lupa melakukan pengejaran sampai bayangan tubuh Makhluk tua sembilan cacad sudah lenyap dari pandangan, mereka baru sadar akan apa yang telah terjadi, menanti akan melakukan pengejaran keadaan sudah terlambat.
Lama sekali mereka berdua berdiri termangu-mangu
sebelumtiba-sebelumtiba Sik Tiong Giok teringat kembali dengan sisa tulang kelabang langit yang masih tertinggal di dalam gua.
Tanpa banyak bicara lagi dia segera menarik tangan Huan Li ji dan diajaknya lari turun dari tebing.
Menanti mereka masuk ke dalam gua sambil melakukan
pemeriksaan, Sik Tiong Giok segera menghentak-hentakkan kakinya ke atas tanah sambil berseru :
"Aduh celaka, ternyata dugaankutak meleset!"
"Engkoh Giok apa yang telah terjadi?" tanya Huan Li ji dengan wajah kebingungan.
"Apakah tidak kau lihat tulang belulang kelabang langit telah hilang lenyap tak berbekas?"
"Kalau sudah hilang yaa sudahlahtoh tak menjadi soal."
"Siapa bilang tak menjadi soal" Kau tahu setiap sisik dan cakar dari tubuh kelabang langit itu meski sama sekali tak berguna di tangankita berdua tapi akan menjadi suatu bencana besar apabila sampai jatuh ke tangan makhluk tua itu."
"Aku tidak percaya kalau benda yang amis dan berlumuran darah itu mempunyai kegunaannya."
"Dia dapat mempergunakan sisa tulang belulan gitu untuk dibuat menjadi senjata rahasiyg amat beracun, andaikata sampai terjadi begitu bukankahkah halini akan mendatangkan bencana besar bagi umat persilatan?"
Huan Li ji baru merasa tertegun sesudah mendengar penjelasan tersebut, segera serunya :
"Seandainya benar-benar demikian kita tak boleh membiarkannya mendapatkan benda-benda tersebut."
"Tapi sekarang dia telah berhasil melarikan tulang belulang itu..."
"Ayo berangkat sekarang juta, kita lakukan pengejaran!"
Sik Tiong Giok menghela napas panjang.
"Aaai orangnya saja sudah pergi jauh hingga tak nampak lagi bayangan tubuhnya, kemana kita harus mengejarnya?"
Setelah saling berpandangan sekejap, kedua orang itu mengundurkan diri dari balik gua dengan cepat lalu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing mereka menuruni tebing tersebut.
Baru sampai di tengah jalan, tiba-tiba dari bawah tebing situ terlihat bayanganmanusia saling menyambar, suara bentakan dan jeritan kesakitan bergema tiada hentinya.
Mendadak Huan Li ji berseru :
"Engkoh Giok, cepat lihat makhluk tua belum sempat melarikandiri dari sini."
Sik Tiong Giok segera mengalihkan sorot matanya ke depan, betul juga Makhluk tua sembilan cacad tampak sudah dikepung para pendekar secara ketat, pertempuran sengit agaknya segera akan berkobar dengan amat ramainya.
"Coba lihat siluman tua itu sudah terkepung," seru Sik Tiong Giok kemudian , "api heran kenapa orang-orang itu hanya mengepungnya tanpa melakukan penyerangan."
"Bukankah dia membawa tulang belulang dari kelabang langit"
Bau busuk yang menusuk hidung membuat siapakah yang berani mendekat?"
"Benar kalau begitu, ayo kita cepat kesana! Jangan biarkan silumantua itu berhasil kabuar lagi."
Sambil berkata mereka berdua segera menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk meluncur ke bawah tebing dengan kecepatan luar biasa.
Dalam pada itu Makhluk tua sembilan cacad sudah dibuat naik darah karena terkepung sekian waktu, apa mau dikata para pengepungnya adalah kawanan jago persilatanyg rata-rata berilmu tinggi, dengan mengandalkan daya kemampuannya tak mungkin ia dapat menembusi kepungan tersebut secara mudah.
Untung saja dia mengandalkan bau busuk yang tersiar keluar dari tulang belulang kelabang langit sehingga kawanan pendekartsb tak berani mendekatinya kelewat dekat, dengan begitu ia dapat menghadapinya secara susah payah.
Mendadak ia saksikan ada dua sosok bayangan manusia
meluncur turun dari atas tebing, setelah mengetahui siapakah kedua orang tersebut ia menjadi makin terperanjat.
Dalam keadaan begini cepat-cepat dia mengeluarkan sepasang sumpit dari kelabang langit itu untuk dipakai melakukan serangan, dengan susah payah ia berhasil membuka sebuah jalan berdarah untuk meloloskan diri dari situ.
Sementara kawanan jago itu masih tertegun, tampak dua sosok bayangan manusia meluncur datang dengan cepatnya.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok berseru keras, "sisa tulang belulang dari kelabang langit telah dilarikan siluman tua itu, hayo kita kejar dengan cepat."
Para pendekar itu menjadi amat gelish setelah mendengar kalau sisa tulang belulang kelabang langit telah dilarikan siluman tua tersebut.
Sebab mereka tahu apabila sisa tulang belulang itu sampai terjatuh ke tangan siluman tersebut dan membiarkan dia mengolahnya selama seratus hari sudah pasti badai pembunuhan yang bakal melanda dunia persilatan tak akan teratasi oleh siapa saja.
Karena itu diiringi suara bentakan nyaring kawanan jago itu serentak melakukan pengejaran.
Dalam waktu singkat, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, pengejaran secara besar-besaran segera berlangsung.
Berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki siluman tua tersebut, terpautnya dengan para jago tak seberapa karena itu begitu terjadi pengejaran maka selisih jarak di antara mereka pun tidak berbeda jauh.
Matahari telah tenggelam di langit barat, keadaan siluman tua itu bagaikan seekor ikan yang terlepas dari jaring, pelarian yang dilakukan sekian lama membuat napasnya sudah tersengal-sengal dan seluruh badannya basah oleh air peluh.
Tapi kawanan jago yang melakukan pengejaran dari belakang meski rata-rata sudahlelah semua, nyatanya tak seorang pun di antara mereka yang mengendorkan larinya, mereka semua tetap melakukan pengejaran secara ketat.
Pada saat inilah tiba-tiba dari balik bukit di depan sana muncul seseorang yang berdandan sebagai sastrawan namun
keadaannya amat mengenaskan, pakaiannya tinggal separoh bagian dan mukanya penuh dengan noda luka.
Begitu bersua dengan orang itu, Makhluk tua sembilan cacad segera merasakan semangatnya berkobar kembali, dia seakan-akan telah bertemu dengan bintang penolong, sepasang tangannya segera digoyangkan berulang kali, sebentar ia menuding sisa tulang belulang kelabang langit lalu menuding pula ke arah para pengejarnya di belakang.
Orang itu segera memandang sekejap ke depan dengan wajah termangu akhirnya dia manggut-manggut dan maju ke depan menghalangi jalan pergi para pengejar tersebut.
Tiba-tiba terengar si kakek naga langit menjerit kaget :
"Hey kenapa gembong iblis ini belum mati kena ledakan..."
Sik Tiong Giok mencoba untuk memperhatikan ke depan, dalam sekilas pandangan saja dia telah mengenali orang itu sebagai Sastrawan bisu tuli, kontan saja hatinya terkesiap.
Cepat-cepat ia berbisik kepada Huan Li ji yang berada di sisi tubuhnya :
"Gembong iblis tersebut merupakan seorang musuh tangguh, menyingkirlah dahulu, biar aku yang bertarung dulu
melawannya." Sembari berkata dia telah meloloskan pedangnya dan bersiap sedia maju ke depan untuk bertarung melawan Sastrawan bisu tuli.
Tapi si Sastrawan bisu tuli hanya membelalakan sepasang matanya lebar-lebar tanpa memperhatikan ke arahnya, ternyata pandangan matanya sedang tertuju ke arah Li Peng yang berada disampingnya si Rase sakti Li Keng kiu.
Si Rase sakti Li Keng kiu menjadi teramat gusar, dengan suara keras segera bentaknya :
"Hey binatang, apa yang hendak kau perbuat?"
Li Peng telah meloloskan pula pedangnya sambil mengawasi pihak lawan dengan pandangan penuh amarah.
Tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi ujung bibir Sastrawan bisu tuli yang penuh dengan luka itu, ia bukan tertawa melainkan mengejek sambil membuat muka seram.
Sik Tiong Giok semakin sukar melihat tingkah lakunya itu, sambil menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya tajam, tiba-tiba ia melancarkan sebuah sergapan kilat.
Jangan dilihat Sastrawan bisu tuli itu sudah bisu lagi tuli, ternyata daya tangkatnya amat tajam, baru saja serangan itu menyergap tiba dengan suatu gerakan cepat ia telah mundur selangkah kemudian dipandangnya wajah pemuda tersebut dengan penuh amarah.
Diiringi suara pekikan rendah seperti erangan binatang buas, sepasang tangannya meraba ke pinggang dan... 'criiing' ia telah meloloskan pula sebuah senjata berbentuk aneh.
Para pendekar menjadi amat terkejut setelah menyaksikan kejadian tersebut, serunya tanpa terasa :
"Aaaaah...!" Setiap umat persilatan tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki Sastrawan bisu tuli sangat lihay namun sekian lama belum pernah ada yang melihat orang ini menggunakan senjata.
Tapi hari ini dia meloloskan sebuah ruyung yang berbentuk sangat aneh, bukankah hal ini merupakan suatu kejadian aneh"
Sik Tiong Giok sama sekali tak ambil perduli atas hal tersebut, semenjak melihat tingkah laku Sastrawan bisu tuli yang cabul terhadap Gi Liong kuncu ketika berada di bukit Gi liong san, ditambah lagi melihat sikap tengiknya terhadap Li Peng hari ini, tiba-tiba timbul saja suatu perasaan yang tak sedap di dalam hatinya yang membuat ia menjadi amat gusar.
Maka sambil membentak keras, pedangnya segera menyambar ke depan seperti seekor naga sakti yang bermain di udara diiringi kilauan cahaya tajam sebuah tusukankilat telah dilancarkan.
Sastrawan bisu tuli segera menggetarkan ruyung lemas berbentuk anehnya menciptakan selapis bianglala panjang yang sangat menyilaukan mata, disambutnya ancaman yang tiba dengan kekerasan.
'Criiingg... criingg... criiiing....!"
Beberapa kali bentrokan nyaring bergema memecahkan
keheningan, akibatnya kedua orang itu sama-sama terdorong mundur sejauh satu langkah lebih.
Rase kaget dan tercengang segera menyelimuti wajah Sastrawan bisu tuli, sekali lagi ia berpekik rendah, tiba-tiba tubuhnya mendesak ke muka, ruyung lemasnya digetarkan hingga
mengeras bagaikan sepasang tombak yang langsung ditusukkan ke dada lawan.
Dengan cekatan Sik Tiong Giok miringkan tubuhnya sambil berkelit, pedangnya segera diayunkan melepaskan serangan balasan. Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang membentak dengan suara merdu :
"Hey siluman tua, mau mencoba kabur dari sini" Hmmm tak akan segampang itu, tinggalkan dulu nyawamu sebelum beranjak dari tempat ini!"
Ketika semua orang berpaling, tampak Huan Li ji telah menghadang jalan pergi Makhluk tua sembilan cacad.
Dua menusia jelek dari Szuchuan merasa tak lega hati melihat kejadian tersebut, dengan cepat dia melompat ke depan serta berjaga-jaga di kedua belah sisi nona kecil itu.
Menantu bermuka jelek Huan Sim segera berseru :
"Anak Li cepat mundur dulu, biar aku yang memberesi siluman tua ini."
Huan Li ji segera tertawa.
"Kau tak usah kuatir ayah ku dan paman jie-ok cukup berdiri di samping arena saja sambil melindungiku, jangan biarkan siluman tua ini kabur dari sini. Dia tak akan menahan seratus jurus serangan ku."
Tampak Makhluk tua sembilan cacad telah sadar bahwa mustahil baginya untuk meloloskan diri dari situ, dia segera mengeluarkan sisa tulang kelabang langit itu, kemudian berseru sambil tertawa seram :
"Heeeehh, heeeeh, heeeh budak busak, kau anggap aku benar-benar takut kepada mu?"
"Mengapa tidak kita selesaikan dengan pertarungan saja?"
tantang Huan Li ji. "Baik!" Tiba-tiba si Makhluk tua sembilan cacad itu membalikkan badan sambil meloloskan sepasang alat penyumpit dari kelabang langit, kemudian sambil membalikkan badan ia terjang Huan Li ji secara ganas.
Gerakan yang dilakukan oleh siluman tua itu benar-benar amat cepat, di antara hembusan angin berbau amis dan pancaran darah berbau anyir, dia menyerang lawannya secara garang.
Menghadapi bau busuk tersebut, Huan Li ji tetap berdiri tak bergerak di tempat semula, sebaliknya dua manusia jelek dari Szuchuan segera mengundurkan diri sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
Huan Li ji sama sekali tidak takut menghadapi alat penyumpit dari kelabang langit, diiringi bentakan nyaring pedangnya diayunkan ke depan melancarkan sebuah tusukan kilat, sementara pergelangan tangan kanannya kembali digetarkan, dengan jurus 'menyingkap awan melihat matahari' dia lepaskan lagi sebuah tusukan kilat ke dada lawan.
Makhluk tua sembilan cacad segera berteriak penuh amarah :
"Budak setan, cepat serangan pedangamu!"
Di tengah teriakan keras tubuhnya bergerak mundur sambil berputar kencang untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut, menyusul kemudian dia merendahkan badan ambil memutar senjatanya melancarkan serangan balasan.
Huan Li ji tertawa dingin, dengan jurus 'membendung sungai mencegat rembulan' dia serang senjata lawan sambil mendesak lebih ke muka.
"Hendak kabur kemana kau?" bentak Huan Li ji dengan suara keras.
Ia menerjang pula ke depan secara kalap, sehingga dalam waktu singkat kedua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Di pihak lain pertarungan antara Sik Tiong Giok melawan Sastrawan bisu tuli pun sudah berlangsung dengan serunya.
Sik Tiong Giok dengan pedangnya berulang kali melancarkan serangkaian serangan dahsyat yang ditujukan ke bagian-bagian yang mematikan di tubuh lawan.
Sebaliknya ilmu silat yang dimiliki Sastrawan bisu tuli pun amat dahsayt, ruyung lemasnya diputar sedemikian rupa untuk membungkus diri dalam suatu pertahanan yang ketat.
Beberapa kali ia kena terdesak hingga berada di bawah angin, tapi setiap kali berhasil diimbangi kembali dengan jurus yang hebat di luar dugaan.
Pertarungan sengit yang berlangsung saat ini boleh dibilang merupakan pertarungan yang terseru selama puluhan tahun terakhir ini.
Para pendekar yang menonton jalannya pertarungan ini menjadi lupa diri, lambat laun mereka bergerak lebih ke depan sehingga akhirnya mengurung mereka berdua di tengah arena.
Sastrawan bisu tuli yang menyaksikan kejadian ini menjadi amat terkejut, dia sadar apabila ia gagal mengungguli Sik Tiong Giok pada hari ini, maka sulit baginya untuk meloloskan diri.
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba ia menghimpun kembali semangatnya dan memutar ruyung lemas itu sedemikian rupa menyerupai hujan badai yang menyerang tiada hentinya.
Bersamaan dengan waktunya dia menggerakkan pula telapak tangan kirinya yang dikombinasikan dengan deruan angin serangan dari ayunan ruyung untuk menyerang Sik Tiong Giok secara gencar dan hebat.
Sik Tiong Giok yang menjumpai serangan gencar dari lawannya dengan cepat dapat menduga kalau pihak lawan berusaha untuk meraih kemenangan secepatnya, satu ingatan segera melintas lewat dan dia pun mengembangkan permainan jurus pedangnya secara menghebat. Hanya saja ia telah merubah taktik pertempuran dengan suatu pertarungan bergerilya, tentu saja tujuannya untuk menguras tenaga lawan sampai habis,
disamping itu diapun memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk melancarkan serangan balasan. Bagi orang jago yang ahli dalam sekilas pandangan saja orang akan tahu bahwa Sik Tiong Giok sudah memegang posisi yang lebih menguntungkan, sekarang ia mengikuti lawannya dengan sikap tenang, bila hal ini berlangsung lama, pada akhirnya Sastrawan bisu tuli lah yang akan menderita kekelahan.
Sastrawan bisu tuli sebagai seorang yang berpengalaman luas, tentu saja menyadari akan keadaan tersebut, ia tahu bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung lebih lama, tenaga dalam yang hilang pasti akan bertambah banyak, dengan sendirinya tindakan semacam ini bukan suatu tindakan yang baik.
Akan tetapi keadaannya sekarang ibarat menunggang di punggung harimau, apabila ia mengendorkan serangannya, niscaya keadaan akan bertambah runyam.
Dalam keadaan begini, terpaksa ia harus menyerang dengan sepenuh tenaga dan berusaha mencari kemenangan dengan menyerempet bahaya, bisa dibayangkan betapa dahsyat dan gencarnya serangan yang dilancarkan kemudian.
Sekilas pandangan, tubuh Sik Tiong Giok seakan-akan sudah terkurung di bawah bayangan ruyung serta angin pukulannya, padahal pemuda itu masih dapat menghadapi lawannya dengan santai.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung ratusan jurus, lambat laun si Sastrawan bisu tuli mulai tak sanggup menahan diri lagi.
Mendadak timbul niat jahatnya, dengan memanfaatkan
kesempatan di saat memutar badannya, diam-diam ia merogoh segenggam pasir baja dan menggunakan peluang di sat
melancarkan serangan, ia lepaskan sebuah bacokan maut.
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya, dia telah menghisap pasir besi itu sehingga menempel pada telapak tangannya.
Sik Tiong Giok jadi tertegun ketika menyaksikan telapak tanganlawan yang dipakai untuk melancarkan serangan itu berubah jadi hitam pekat, diam-diam pikirnya :
"Jangan-jangan Sastrawan bisu tuli melatih semacam ilmu pukulan beracun..."
Berpikir sampai disitu, pedangnya segera diayunkan ke atas, dia menghindarkan diri dari serangan ruyung musuh kemudian sambil membalikkan badan, ia tusuk telapak tangan lawan dengan menggunakan ujung pedangnya.
"Aaaah...!" Tiba-tiba Sastrawan bisu tuli menjerit aneh, telapak tangannya segera diayunkan ke depan dan segulung pasir besi memancar ke tubuh lawan dengan hebatnya.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok memutar pedangnya untuk
melindungi seluruh badan, semua pasir besi yang datang menyerang kontan jatuh berhamburan kemana-mana.
Akan tetapi Sastrawan bisu tuli telah menduga bahwa serangan pasir besinya tak akan mampu melukai Sik Tiong Giok, dia pun telah menduga kalau Sik Tiong Giok tentu akan memutar pedangnya untuk menahan serangant sb.
Maka dari itu setelah menghamburkan pasir besinya tadi, ruyung lemasnya langsung diayunkan ke depan, sebelum jurus serangan itu berakhir di tengah jalan ia merubah lagi jurus serangannya dengan menggetarkan ekor ruyung ke atas serta melilit pedang anak muda tersebut.
Lalu sambil kerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya, kembali dia berteriak aneh :
"Aaah...!" Teriakan aneh tersebut seolah-olah berarti menyuruh Sik Tiong Giok melepaskan genggamannya.
Sik Tiong Giok tidak menduga sampai kesitu, tahu-tahu saja ia merasa ada tenaga besar yang membetot tangannya.
Padahal dalam saat yang bersamaan dia harus menghindarkan diri dari sergapan pasir besi, ini berarti tenaga dalamnya tidak mungkin bisa dihimpun seutuhnya, tak kuasa lagi kelima jari tangannya segera mengendor.
Sekilas chaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman.
Tak terlukiskan rasa terkejut Sik Tiong Giok menghadapi kejadian tersebut, cepat-cepat dia mundur selangkah ke belakang, kemudian telapak tangan kanannya didorong ke depan
melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat.
Sastrawan bisu tuli sangat gembira karena keberhasilannya merampas pedang lawan, sambil berpekik aneh, ia bersiap-siap menghajar tubuh Sik Tiong Giok dengan ruyung serta pedang hasil rampasan.
Tapi dia tak menyangka kalau Sik Tiong Giok dapt melancarkan seranganny secepat itu, tahu-tahu segulung tenaga pukulan yang kuat telah menyergap datang serta mengancam lima buah jalan darah penting di depan dadanya.
Dalam keadaan seperti ini, tentu saja ia harus mengutamakan keselamatan jiwa sendiri, tiba-tiba lengannya digerakkan ke atas.
Siapa tahu belum juga pedang itu tergetar lepas kembali segulung desingan angin tajam menyerang jalan darah kaku di bawah sikutnya.
Dalam gugup dan terdesaknya, ia segera membuang senjata ruyungnya serta melompat mundur ke belakang.
Belum lagi kakinya mencapai permukaan tanah, angin pukulan Sik Tiong Giok yang tak sesmpat menghajar tubuhnya telah menggulung kedua macam senjata tersebut serta membuangnya ke tengah angkasa.
Pada saat ini mereka berdua mempunyai pikiran yang sama, siapa pun tak membiarkan lawannya merebut kembali senjata andalan tersebut. Akibatnya untuk beberapa saat mereka saling berpandangan tanpa bergerak barang sedikit pun juga.
Mendadak Sik Tiong Giok membentak keras :
"Beranikah kau beradu pukulan denganku?"
Sastrawan bisu tuli mengangguk berulang kali, lalu sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah, ia melejit setinggi lima depan dan sepasang telapak tangannya diayunkan kembali melepaskan serangkaian serangan yang gencar dan dahsyat.
Dalam pada itu, Huan Li ji dengan permainan pedangnya telah berhasil mengurung Makhluk tua sembilan cacad serta
mendesaknya sampai berkaok-kaok keras.
Sayang sekali tenaga dalam yang dimili gadis cilik ini telah memperoleh kemajuan sepuluh kali lipat daripada
kemampuannya dua hari berselang, sekali pun siluman tua itu berkaok-kaok keras, dia tak pernah berhasil menembusi kabut pedang lawan.
Mendadak terdengar saura jeritan kaget yang tinggi melengking bergema memecahkan keheningan.
Para jago yang menonton jalannya pertarungan jadi tertegun dan segera berpaling, tampak Sik Tiong Giok sedang mengejar sesosok bayangan hitam yang sedang melarikan diri diiringi saura pekikan penuh amarah.
Ternyata Sastrawan bisu tuli telah melakukan suatu gerakan seakan-akan hendak beradu jiwa dengan Sik Tiong Giok, sipaa tahu dia justru mengarahkan suatu gerakan tubuh yang sakti untuk menerjang ke arah Li Peng, lalu setelah
mencengkeramurat nadi pada pergelangan tangan gadis tersebut, dia segera kabur dari situ.
Peristiwa ini berlangsung sangat tiba-tiba, dan siapa pun tidak menyangka kalau gembong iblis tersebut akan bertindak selicik ini dengan membekuk sandera sebelum melarikan diri.
Sementara semua orang masih diliputi perasaan kaget dan tertegun, sekali lagi berkumandang datang jeritan ngeri yang menyayat hati, di antara percikan darah segar yang menyembur ke empat penjuru, Makhluk tua sembilan cacad telah tewas dengan kepalanya terpisah dari badan.
Tanpa berpaling barang sekejap pun, Huan Li ji segera berlarian meninggalkan tempat itu sambil berteriak keras :
"Engkoh Giok, tunggu aku sebentar..."
Bagaikan seekor burung nuri, dia terbang melintas di udara dan meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Di belakang gadis tersebut menyusul pula si Rase sakti Li Keng kiu yang melakukan pengejaran dengan amarah yang meluap-luap.
Sementara beberapa orang lainnya bermaksud menyusul dari belakang, mendadak terdengar Siong hee lojin berseru keras mencegah kepergian mereka.
"Kalian tak perlu repot-repot! Biar pun mereka yang terlibat dari ikatan budi dan dendam untuk menyelesaikan sendiri
persoalannya, percuma kita turut campur dalam persoalan ini."
"Maksudmu Sastrawan bisu tuli adalah..."
Sebelum perkataan dari si kakek cebol berjaln di bawah tanah selesai diucapkan, Siong hee lojin telah menukas :
"Benar, walaupun dia ska dengan perempuan, tapi hingga kini masih berstatus perjaka, jangan kalian anggap dia benar-benar bisu dan tuli, sesungguhnya dia tidak bisu ataupun tuli, cuma rada kalap."
"Aku tidak mengerti, kenapa ia harus berbuat demikian," tanya kakek naga langit dengan perasaan tidak mengerti.
"Orang yang sedih biasanya memang aneh tingkah lakunya."
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Pek Im lojin, buru-buru ujarnya :
"Apakah dia adalah Wi ong pia yang terjun ke dalam sungai dari puncak tebing itu?"
Dengan wajah sedih Siong hee lojin segera mengangguk.
"Benar, Sik Tiong Giok sendiri tak lain adalah adik Kaisar Tio pie, jadi mestinya dia Tio Hui..."
oooOOOooo MENJELANG senja, di atas bukit Lau san tampak ada bebeapa sosok bayangan hitam sedang saling berkejaran dengan kecepatan tinggi, di bawah timpaan cahaya matahari yang kemerah-merahan bayangan itu nampak berkilauan.
Orang-orang itu tak lain adalah Sik Tiong Giok yang sedang mengejar si Sastrawan bisu tuli, di belakangnya mengikuti Huan Li ji.
Pelan-pelan langit pun menjadi gelap, pemandangan di sekitar tempat itu pun mulai kabur dan samar-samar.
Sastrawan bisu tuli yang berusaha melarikan diri dari pengejaran orang, selalu memilih jalan setapak yang sempit dan berbahaya.
Sebaliknya si pengejar berusaha keras menolong orang yang tertawan dengan kecang mereka melakukan pengejaran secara ketat.
Mendadak dari depan situ berkumandang datang suara pekikan yang amat keras.
Baru saja suara pekikan itu bergema, dari sisi tebing segera bermunculan belasan sosok bayangan hitam.
Sik Tiong Giok menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam pikirnya :
"Jangan-jangan ia telah mencapai sarangnya" Kalau tidak, dari mana datangnya hantu-hantu sebanyak ini?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba dari empat penjuru berhembus lewat deruan angin topan yang amat dahsyat, disusul kemudian tampak belasan sosok bayangan hitam itu melakukan terjangan dengan hebatnya.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok melompat mundur sejauh beberapa kaki serta menyembunyikan diri dai balik sebuah batu cadas, ketika ia mengintip keluar, tampaklah bayangan hitam yang menerjang datang itu tak lain adalah belasan ekor binatang yang berbentuk aneh.
Makhluk-makhluk aneh itu berwajah seperti kuda dengan tubuh seperti beruang, rambutnya amat panjang dan perawakannya tinggi kekar serta kelihatan buas sekali, di atas kepalanya tumbuh sebuah tanduk tunggal, sepasang matanya yang melotot besar kelihatan berwarna merah, keadaannya sangat
mengerikan. Dalam pada itu Huan Li ji telah menyusul pula ke situ, sambil bersandar di sisi tubuh Sik Tiong Giok,tanyanya dengan perasaan terkejut bercampur gugup :
"Engkoh Giok, binatang aneh apakah itu?"
"Apakah kau belum pernah menjumpainya" Binatang itu disebut kuda beruang, merupakan hasil silangan dari kuda dengan induk beruang, sifatnya buas dan ganas, dalam sekali rentangan tangan, mereka mampu mencabik-cabik seekor harimau ganas."
"Sungguh tak nyana Sastrawan bisu tuli memiliki kepandaian sehebat ini dengan berhasil menjinakkan binatang buas tersebut dalam jumlah yang begini banyak, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Sik Tiong Giok termenung sebentar, kemudian sahutnya :
"Apakah kau mempunyai keyakinan untuk menghadapi seekor binatang buas di antaranya?"
"Sekali pun menghadapi dua tiga ekor sekaligus, rasanya juga masih mampu, tapi kalau lebih dari itu, mungkin aku tak sanggup."
"Aku mempunyai sebuah cara yang bodoh, cara tersebut kupelajari dari para pemburu ketika masih di bukit serigala tempo hari," kata Sik Tiong Giok.
"Sudah pasti cara tersebut merupakan sebuah cara yang hebat dan luar biasa."
"Tidak! Cara ku ini justru merupakan sebuah cara yang sangat bodoh," Sik Tiong Giok kembali tertawa.
"Coba katakanlah!"
"Kita cukup membunuh seekor binatang di antaranya kemudian dengan membopong bangkai binatang tersebut terjun ke bawah tebing sekali pun tebing itu sangat dalam tapi dengan bangkai binatang tersebut sebagai tameng tak nanti tubuh kita akan terluka, kawanan kuda beruang itu pasti akan membubarkan diri setelah melihat kita terguling ke bawah tebing nanti."
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Huan Li ji segera berkerut kening setelah mendengar perkataan itu, pelan-pelan ujarnya :
"Aku rasa hal ini belum tentu bisa ku lakukan secara baik, belum pernah aku melatih diri dengan kemampuan seperti itu."
"Tak menjadi soal, kau boleh meniru cara ku ini..."
Seraya berkata ia segera melompat keluar dari tempat persembunyiannya.
Baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah, seekor binatang kuda beruang yang amat besar telah menerjang ke hadapannya dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.
Sambil membentangkan sepasang lengannya lebar-lebar dan mempersiapkan tanduk tunggalnya yang bersinar tajam ia terkam Sik Tiong Giok secara ganas.
Walaupun terkaman dari binatang tersebut tidak diembel-embeli dengan gerak tipu namun kedahsyatan dan keganasannya sewaktu menerang tiba tak kalah dengan kehebatan seorang jago silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Sik Tiong Giok telah mempersiapkan diri secara baik-baik, dengan mengeluarkan ilmu Ki na jiu hoat dari bukit serigala, ia berteriak keras :
"Adik Li, perhatikan baik-baik!"
Di tengah teriakan tersebut, sepasang telapak tangannya segera diayunkan bersama-sama dari kiri dan kanan.
Binatang kuda beruang ini selain memiliki tenaga yang berat, kulit tubuhnya pun tebal dan keras, tenaga serangan berbobot tiga sampai lima ratus kati yang dilancarkan jago persilatan biasa tak akan mampu melukai dirinya.
Akan tetapi tenaga pukulan yang dimiliki Sik Tiong Giok jauh berbeda dengan kemampuan yang dimiliki kawanan umat
persilatan pada umumnya, dalam dua ayunan tangan saja, serangan dahsyat itu sudah bersarang telak di dada binatang tersebut.
'Bluuuk... bluukk!' Termakan oleh serangan yang maha dahsyat itu, binatang aneh tadi menjerit keras, kepalanya segera ditandukkan, lalu dengan menggunakan tanduk tunggalnya dia terjang dada Sik Tiong Giok.
Menyaksikan kejadian itu, cepat-cepat Sik Tiong Giok mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam jari tangan, lalu sambil merendahkan badannya meloloskan diri dari tandukan binatang itu, tangannya segera disodorkan ke dalam perut lawan.
Setelah menderita luka parah untuk kedua kalinya, binatang tersebut tak mampu menahan diri lagi, kembali ia menjert aneh dengan suara yang melengking.
Tanpa mencabut keluar jari tangannya, ia terjang kembali binatang tadi dengan tumbukan bahunya, hal ini membuat binatang tadi tertumbuk sejauh dua kaki lebih dari tempat semula.
Memanfaatkan kesempatan tersebut, Sik Tiong Giok segera menyambar pinggang binatang tadi dan dibawanya terjun ke bawah tebing jurang.
Huan Li ji mengikuti kejadian tersebut dengan jelas,dengan cepat dia munculkan diri serta membinasakan seekor binatang lainnya, setelah itu dengan bangkai binatang itu sebagai penahan badan, ia terjun pula ke dalam jurang.
Sementara itu, Sastrawan bisu tuli yang berhasil menahan pengejaran Sik Tiong Giok dengan barisan binatang kuda beruangnya, dengan cepat mempercepat langkahnya menelusuri jalan setapak menuju ke kanan, tak lama kemudian ia sudah tiba di dalam sebuah lembah.
Ketika ia menundukkan kepalanya memperhatikan Li Peng yang berada dalam bopongannya, ternyata gadis itu sudah pingsan saking kagetnya.
Sastrawan bisu tuli segera tertawa dengan suara rendah, tiba-tiba dengan wajah berubah ia memandang ke depan situ.
Dari balik pepohonan yang lebat, tampak setitik cahaya api memancar keluar dari balik kegelapan.
Tanpa terasa dia pun berpikir dengan perasaan terkesiap :
"Aneh, sudah berpa hari aku tak pernah pulang, kenapa dalam rumah bisa muncul cahaya api?"
Berpikir sampai disitu, dia segera mempercepat larinya maju ke depan.
Di kaki bukit terdapat sebuah bangunan rumah yang terbuat dari batu, dari balik cealh batu itu memancar keluar setitik cahaya lentera.
Sambil mendekati bangunan rumah itu, Sastrawan bisu tuli mencoba untuk mengintip ke dalam dan ingin tahu siapa yang telah bersembunyi dalam rumahnya.
Mendadak... 'Tooook, toook, toook...'
Suara bok hi yang dipukul bergema nyaring dari balik ruangan.
Dengan perasaan tertegun Sastrawan bisu tuli segera berpikir kembali :
"Sungguh aneh, baru berapa hari aku tidak pulang ke rumah, mengapa rumah kediaman ku bisa berubah menjadi ruang sembahyang" Pendeta liar dari mana yang telah mangkal disini?"
Sementara dia masih termenung, suara pukulan bok hi kembali bergema memecahkan keheningan di tengah kegelapan suara tersebut menyebar di angkasa dan menambah suasana sepi dan hening di sekeliling tempat itu.
Dalam kaget bercampur keheranan, Sastrawan bisu tuli segera meneruskan langkahnya mendekati rumah batu itu.
Mendadak suara bok hi berhenti, kemudian terdengar seseorang menegur :
"Apakah anak Pia telah pulang?"
Pertanyaan tersebut semakin mencengkam hati si Sastrawan bisu tuli sehingga untuk sesaat lamanya ia berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar-lebar.
Dengan cepat dia mendekati pintu serta menerobos masuk ke dalam.
Ternyata rumah batu yang semula merupakan tempat tinggalnya kini benar-benar sudah berubah menjadi sebuah ruang
sembahyang. Di atas dinding persis berhadapan dengan pintu depan, bertengger sebuah patung Budha, di bawahnya terletak sebuah hiolo yang terbuat dari tembaga yang menyiarkan asap hijau tipis.
Di bawah patung Budha, duduk bersila seorang nikou tua, tapi berhubung ia duduk membelakangi pintu sehingga tak nampak jelas bagaimanakah bentuk mukanya.
Tiba-tiba nikou tua itu menegur dingin :
"Siapa yang berada dalam boponganmu itu" Mengapa tidak kau turunkan dengan segera?"
Walaupun hanya dua patah kata, namun di balik ucapan tersebut justru mengandung nada yang amat berwibawa, membuat
Sastrawan bisu tuli yang mendengarnya pelan-pelan menurunkan tubuh Li Peng ke atas lantai.
"Siapakah kau?" tanpa terasa dia menegur.
Dengan suara dingin nikou tua itu berkata :
"Tak nyana Sastrawan bisu tuli pun pandai berbicara, hal ini menandakan kalau sifat mulia mu belum lenyap sama sekali, apakah kau sudah tidak mengenali diriku lagi?"
Sambil berkata tiba-tiba nikou tua itu membalikkan badannya menghadap ke arah Sastrawan bisu tuli, dapat dilihat wajahnya diliputi hawa amarah.
Baru sekarang Sastrawan bisu tuli dapat melihat wajah lawannya dengan jelas, mendadak ia menjatuhkan diri berlutut dengan ketakutan, serunya kemudian sambil menyembah berulang kali :
"Anak Pia patut dihukum mati, ternyata aku tak tahu akan kedatangan Ong koh!"
"Kenangan indah bagikan impian," kata nikou tua itu dengan suara dingin, "Tian an sencu di masa lalu telah tewas dalam suasana kacau, aku yang berada di hadapan mu sekarang adalah Gho hui lonie!"
"Wi ong pia yang berjaya di masa lampau telah tewas pula di tengah samudra bersama Lio Tay hu, aku yang masih hidup sekarang tak lebih hanya Sastrawan bisu tuli."
"Sekarang pun kau sudah tak ada pikiran untuk mengembalikan kekuasan Kerajaan lama, paling tidak harus punya ingatan untuk melepaskan budi di dunia ini, hmmm, perbuatan yang kau lakukan selama banyak tahun terakhir ini benar-benar kelewat batas."
"Bangsa Mongol sedang melakukan pencarian secara besar-besaran, apabila aku tidak berperan demikian, bagaimana mungkin bisa melepaskan diri dari intaian mereka?"
"Banyak cara untuk menyembunyikan diri, bersikap terbuka pun ada batasnya, mengapa kau bertindak cabul dan tak tahu malu?"
"Anak Pia dtak berani bertindak ceroboh, percayalah selama ini aku tidak bertindak cabul."
"Hmmm, aku dengar kau gemar bermain perempuan dimana-mana kau lakukan keonaran sehingga perempuan dimana pun takut menjumpai dirimu, benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Apa yang dikatakan dalam dunia persilatan memang benar, tapi hingga kini anak Pia masih tetap seorang perjaka."
Tiba-tiba Gho hui lo nie melotot besar, bentaknya dengan penuh kegusaran :
"Siapakah yang barusan kau culik itu" Kalau toh kau masih perjaka, apa gunanya kau culik nona kecil itu?"
Sastrawan bisu tuli segera menoleh dan memandang sekejap ke arah Li Peng yang berbaring di atas lantai itu, lalu sahutnya sambil tertawa :
"Harap Ong koh jangan gusar, anak Pia sama sekali tidak mempunyai pikiran jahat, aku tak lebih hanya ingin bergurai dengan si Rase sakti Li Keng kiu, sebab budak ini adalah putrinya yang bernama Li Peng, aku ingin membuatnya gelisah dan panik sehingga dapat melampiaskan rasa mendongkol ku terhadapnya sewaktu berada di bukit Gi liong san."
"Apakah Li Keng kiu telah menyusul kemari?"
"Memang ada yang menyusul kemari, tapi orang bukan Li Keng kiu melainkan seoran gpemuda tampan yang bernama Pangeran Serigala langit..."
Tiba-tiba Gho hui lonie berkata sambil tersenyum :
"Tahukah kau siapah Pangeran Serigala itu?"
"Aku dengar dia adalah putra kakek serigala langit yang bernama Sik Tiong Giok."
"Ucapanmu memang tepat, tapi yang sesungguhnya dia masih punya darah keturunan keluarga Tio."
"Apa?" Sastrawan bisu tuli tertegun setealh mendengar perkataan tersebut, "jadi dia pun merupakan keturunan dari keluarga Tio kami...?"
"Bnar, dia adalah putra raja selatan Tio Si yang bernama Tio Hui, di saat Thio Tay hu tenggelam ke sungai bersama perahunya, ia telah ditolong oleh kakek serigala langit.
Tanpa terasa Sastrawan bisu tuli tertawa gelisah setelah mendengar ucapan tersebut, segera serunya :
"Kami sudah bertarung hampir setengah harian lamanya, tapi tidak menyangka sama sekali kalau kami berdua masih
bersaudara." Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari luar pintu terdengar pula seseorang berseru sambil tertawa terbahak-bahak
: "Haaaahhh... haaaahhh. haaaahhh. sudah tiga puluh tahun lamanya aku mengenali dirimu, tak disangka kau Sastrawan bisu tuli ternyata dapat berbicara serta mendengar."
Sastrawan bisu tuli menjadi sangat terkejut, baru saja dia hendak menerjang keluar,Gho hui lonie telah berseru sambil memuji keagungan Sang Budha.
"Omitohud, kalau toh Li sicu telah datang, mengapa tidak duduk dulu di dalam ruangan?"
Orang yang berbicara di luar pintu itu memang tak lain adalah si Rase sakti Li Keng kiu, kembali ia tertawa tergelak setelah mendengar perkataan tersebut.
"Lo suthay, mengapa kau pun muncul di tempat yang terpencil seperti ini..."
Sambil berkata dia segera melangkah masuk ke dalam rumah batu itu.
Baru saja dia melangkah masuk dan belum selesai berkata, tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, lalu kedengaran seseorang berseru :
"Iblis hidung belang, nona akan beradu jiwa denganmu."
Sambil berseru, sebuah serangan segera dilontarkan ke depan dengan hebatnya.
Li Keng kiu sama sekali tidak menduga sampai disitu, menanti ia sadar akan datangnya ancaman keadaan sudah terlambat.
'Blaaam!' Dengan telak serangan tersebut bersarang di tubuhnya.
Untung saja dia memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna sehingga ancaman itu tidak sampai merenggut jiwanya, naamun tak urung isi perutnya menderita luka juga, dengan sempoyongan tubuhnya tergetar mundur sejauh tiga empat langkah ke belakang.
Menanti ia dapat melihat dengan jelas bahwa si penyerang tak lain adalah Li Peng, putrinya sendiri, segera bentaknya keras-keras :
"Anak Peng, apakah kau sudah gila?"
Setelah melancarkan serangannya, Li Peng baru sadar kalau dia salah memukul dan menghajar ayah kandung sendiri, maka tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia segera membalikkan badan dan balik menerjang ke arah si Sastrawan bisu tuli.
Kali ini si Sastrawan bisu tuli telah mempersiapkan diri baik-baik, tentu saja ia tidak membiarkan dirinya terhantam, sambil mengegos ke samping serunya sambil tertawa :
"Nona, jangan mengumbar amarahmu lebih dulu, bila hendak menyampaikan sesuatu katakan saja perlahan-lahan."
Mendadak Li Peng jadi tertegun dan berdiri melongo, dia tak menduga kalau seseorang yang bisu tuli ternyata dapat berbicara.
Sementara itu Li Keng kiu telah berjalan masuk ke dalam ruangan setelah mendehem, katanya :
"Anak Peng, berat amat pukulan yang kau lancarkan terhadap diriku itu."
Sambil mengerdipkan matanya yang jeli Li Peng cepat-cepat berseru :
"Aku kan tak sempat melihat dengan jelas wajahmu, ayah...
kenapa kau tidak membantu untuk meringkus manusia keparat itu?"
Li Keng kiu segera tertawa.
"Kau maksudkan si Sastrawan bisu tuli" Padahal dia adalah orang sendiri!"
"Orang sendiri" Kenapa dia begitu jahat?"
Kembali Li Keng kiu tertawa.
"Dia hanya ingin bergurau dengan kita sambil melampiaskan rasa mendongkolnya, tapi tak ada maksud apa-apa..."
Kemudian sambil menoleh ke arah Sastrawan bisu tuli, kembali dia berkata :
"Sekarang, tentunya kau sudah tak keki lagi bukan" Hmmm, mencari penyakit buat diri sendiri, sekarang malah mangkel dengan ku, betul-betul tidak adil."
Sastrawan bisu tuli segera tertawa.
"Seandainya kau tidak memancing ku memasuki telaga Gi Liong oh, tak mungkin aku menjadi begini mengenaskan bahkan hampir saja kehilangan selembar nyawaku."
"Seandainya kau tidak terpikat oleh perempuan, mana mungkin akan mengalami musibah semacam itu?" balas Li Keng kiu sambil tertawa pula.
Tiba-tiba Gho hui sinni menukas sambil menghela napas panjang
: "Aai... ulah dari Pia ji selama beberapa tahun belakangan ini memang kebangetan, semoga kau bisa mawas diri di kemudian hari sehingga jangan sampai orang lain mengutuk dan
membencimu." Sastrawan bisu tuli segere mendengus :
"Ong koh, masa kau tidak dapat melihat, kekuasaan siapakah yang memerintah dunia saat ini?"
"Yaa, walaupun bangsa Mongol bukan termasuk suku bangsa kita namun berjuta-juta rakyat yang hidup di bawah kekuasaannya merupakan anak keturunan dari kasir Huang tee, kendati pun kita tak mampu mengembalikan dinasti kita ke tampuk pimpinan, namun kita tak boleh mengabaikan kehidupan rakyat kita yang sengsara; sayang Leng kong tak tahu beritanya hingga tak diketahui firman sri baginda almarhum telah jatuh ke mana."
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Li Peng, dengan cepat dia berseru :
"Tio Leng kong telah tewas di tepi sungai Bok lo kang, sedangkan Firman Sri Baginda almarhum diserahkan kepada Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok."
"Stg... jadi mereka ayah dan anak bertemu muka..." seru Gho hui lonie dengan perasaan terkejut.
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia melotot ke arah Sastrawan bisu tuli sambil berseru :
"Bukankah kau mengatakan bahwa dia telah mengejar dari belakang" Mengapa hingga sekarang belum nampak juga?"
"Bisa jadi mereka telah dihadang oleh kawanan beruang kuda, sebentar lagi toh akan menyusul kemari."
"Tapi bisa juga tak akan kemari," sambung Li Keng kiu dengan cepat.
"Mengapa begitu?" tanya Sastrawan bisu tuli tertegun.
"Siapa tahu kalau dia telah dihadang oleh tetangga kita" Sewaktu kemari tadi, aku sempat mendengar suara pekikan panjang tadi, oleh sebab persoalan itu tak ada sangkut pautnya dengan diri ku, maka aku pun tidak mencampur lebih jauh, tapi bila ku bayangkan kembali sekarang, bisa jadi mereka sudah terjerumus ke dalam lembah seratus binatang..."
"Apakah kau maksudkan Pek siu sin kun Long Siang?" tanya Gho hui lonie.
"Kecuali dia, siapa lagi yang memiliki kemampuan sehebat itu..."
"Kalau memang demikian, lebih kita segera menyusul kesana, aku kuatir bocah itu bukan tandingannya," seru Sastrawan bisu tuli kemudian.
"Yaa, kalau memang mau berangkat, kita segera berangkat, aku memang amat menguatirkan keselamatan putri ku yang satu itu."
Kedua orang itu segera membalikkan badan dan berlarian keluar dari ruangan.
Mendadak Gho hui lonie berseru pula "
"Walaupun sudah banyak tahun aku tidak mencampuri urusan keduniawian tapi demi keturunan keluarga Tio, hari ini aku akan pergi bersama kalian."
Tentu saja kedua orang jagoan itu merasa gembira sekali setelah mendengar perkataan itu, bahkan Li Peng pun turut merasa amat kegirangan.
Maka berangkatlah ke empat orang itu menuju ke lembah seratus binatang.
Sementara itu, Sik Tiong Giok serta Huan Li ji memang sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit melawan Pek siu Sin kun.
Rupanya ketika mereka berdua mengelinding ke dalam jurang sambil memeluk bangkai beruang kuda tadi, pada hakekatnya mereka tak sadar kalau dasar jurang itu sebetulnya merupakan daerah terlarang dari lembah seratus binatang.
Semenjak Pek siu sin kun Leng siang suami istri berdiam dalam lembah tersebut, mereka telah mengumumkan peraturan yang ketat sekali, yaitu barang siapa yang berani memasuki daerah lembah seratus binatang, perduli siapa saja orangnya,akan ku bunuh sampai mati.
Sebagai jago-jago muda, tentu saja Sik Tiong Giok dan Huan Li ji tidak mengetahui tentang peraturan tersebut, sekali pun tahu, mereka pun tidak mengenali dimanakah letak lembah seratus binatang tersebut.
Dan kini, tanpa disadari mereka justru memasuki lembah seratus binatang yang terlarang itu.
Baru saja mereka berdua mencapai di atas tanah, mendadak terdengar seseorang membentak keras :
"Siapa disitu" Berani amat memasuki lembah seratus binatang."
Sik Tiong Giok cepat-cepat menjawab :
"Maaf bila kami telah mengusik ketenangan anda, sesungguhnya tanpa sengaja kami telah sampai disini, harap anda sudi memberi petunjuk agar kami bisa meninggalkan tempat ini."
"Hmm, setelah sampai disini, apakah kau masih berharap dapat keluar dengan selamat?" jengek orang itu dingin.
"Ada apa" Jadi kau bermaksud menahan kami berdua di tempat ini?"
Mendadak terdengar suara tinggi melengking nyaring bergema disitu :
"Semenjak kami suami istri berdua berdiam di lembah seratus binatang, telah kami umumkan kepada seluruh dunia persilatan bahwa barang siapa berani memasuki lembah kami barang selangkah saja, maka jiwanya akan kami cabut."
"Siapa sih yang menetapkan peraturan semacam itu?" tanya Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Kami suami istri yang menetapkan," sahut suara yang dingin kaku itu cepat.
"Siapakh kalian?"
"Pek siu sin kun!"
Mendadak Sik Tiong Giok berkata :
"Pek siu sin kun hanya pantas mengurusi berbagai jenis binatang, masa manusia pun turut kau urusi" Mulai hari ini, peraturan tersebut harus kalian hapus untuk selamanya."
Pek siu sin kun tertawa melengking :
"Bocah keparat, besar amat bacot mu, semenjak peraturan tersebut berlaku di dalam lembah ini, sudah ada seratus tujuh orang yang menemui ajalnya di tempat ini, bila ditambah dengan kedua butgir batok kepala kalian hari ini, maka jumlahnya akan berubah menjadi seratus sembilan biji, ha... ha... ha... ha...
sungguh menyenangkan, sungguh menggembirkan hati..."
"Hmmm, manusia biadab macam kalian hanya pantas berkawan dengan binatang-binatang buas, lebih baik jangan menyebut diri sebagai manusia lagi," umpat Huan Li ji dengan suara keras.
"Budak sialan, siapa yang sedang kau maki?" bentak Pek siu hujin gusar.
"Selain kalian berdua, siapa pula yang berada disini" Tentu saja kalian yang ku maksudkan."
Mendadak Pek siu sin kun tertawa terbahak-bahak :
"Haa... haa... haa, hujin, apakah dia sedang mengumpatmu?"
"Mengumpat diriku sama artinya dengan mengumpat dirimu sendiri," sambung Pek siu hujin segera.
"Dalam tiga puluh tahun terakhir ini, belum pernah kami dengar umpatan yang dialamatkan kepada kita berdua."
"Yaa, hari ini merupakan suatu pengecualian, baru pertama kalinya tradisi itu dipecahkan."
Mendadak Pek siu sin kun bertepuk sebealh tangan keras sambil berseru :
"Sungguh merupakan suatu kejadian yang luar biasa, bukan hanya berani memaki kita, malah berani pula datang kemari sambil menuding ke arah kita, haaahhh... haaahhh... haahhh..."
Selesai mengucapkan perkataan tersebut, dia segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Pek siu hujin benar-benar merupakan pasangan yang cocok, begitu Pek siu sinkun tertawa tergelek, dia pun turut tertawa terbahak-bahak.
Gelak tertawa kedua orang ini yang satu tinggi melengking sementara yang lain rendah berat, satu nyaring yang lain melengking tajam seperti beribu-ribu ekor kuda yang lari bersama, keadaannya sungguh mengerikan.
Dalam sekali pendengaran saja, dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki ke dua orang itu amat sempurna, agaknya mereka berniat menaklukkan Sik Tiong Giok serta Huan Li ji dengan suara tertawanya yang sangat besar itu.
Tentu saja Sik Tiong Giok tak akan takut menghadapi mereka, sambil berpekik nyaring, gelombang suaranya segera menembus ke balik gelak tertawa yang keras tersebut, suaranya seperti pekikan naga, sebentar nyaring sebentar lembut.
Sebelum terjadi bentrokan secara fisik, ke dua belah pihak telah beradu dalam lebih dulu melalui adu suara.
Beberapa saat kemudian, daria tas sebatang pohon besar melayang turun dua sosok tubuh manusia yang berdiri berjajar di bawah pohon, gelak tertawa mereka sama sekali tidak berhenti, suaranya tetap nyaring dan membetot sukma.
Sik Tiong Giok tak berani berayal, suara pekikannya semakin lepas dan keras, dibantu pula oleh Huan Li ji dari samping, suar pekikan yang tajam seakan-akan menembusi awan.
Biarpun kedua belah pihak terpisah pada jarak satu kaki dan berdiri tak bergerak di posisi semula, namun di satu pihak tertawa, di lain pihak berpekik, mereka justru telah melangsungkan pertarungan sengit antara mati dan hidup dengan mengandalkan tenaga dalam yang sempurna.
Kejadian ini berlangsung hampir setengah jam lamanya, namun menang kalah masih belum dapat ditentukan.
Namun akibat dari pertarungan itu, seluruh lembah seratus binatang menjadi gempar dan bergetar keras, pekikan dan teriakan binatang liar sampai membuat suasana jadi gegap gembita, keadaannya tak berbeda seperti terjadinya gempa bumi dahsyat.
Mendadak Pek siu hujin menarik kembali gelak tertawanya seraya berkata :
"Hey, tidak kusangka tenaga dalam yang dimiliki bocah ini benar-benar sangat hebat!"
"Yaa, baru pertama kali ini ku jumpai musuh yang tangguh selama tiga puluh tahun terakhir ini," sambung Pek siu sinkun sambil menghentikan pula gelak tertawanya, "manusia hebat semacam ini lebih-lebih tak boleh dibiarkan hidup terus."
"Bila kita berhasil menggantung batok kepalanya sepasang muda mudi itu di muka lembah, maka selanjutnya tak akan ada orang yang berani mengganggu kita berdua lagi."
Pek siu sinkun tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhh... haaaahhh... haaahhh. hujin sudah lama aku tak makan hati manusia, coba kau terka, hati mereka berdua empuk atau tidak?"
Tanya jawab di antara berdua orang itu berlangsung secara santai, seakan-akan di sekitar sana tiada orang ke dua.
Sik Tiong Giok yang mencoba memperhatikan sepasang suami istri yang aneh itu dengan seksama, diam-diam merasakan hatinya bergidik, bulu kuduknya tanpa terasa pada bangkit berdiri.
Tampak olehnya Pek siu sinkun memiliki selembar wajah yang hijau pucat, rambutnya panjang sebahu, mengenakan kulit binatang beruang kuda yang menyeramkan itu, hanya bedanya di atas kepalanya tidak bertanduk.
Bentuk muka Pek siu hujin lebih aneh lagi, ia bertelanjang dada, telanjang kaki dan cuma mengenakan selembar kulit binatang untuk menutupi bagian tubuhnya yang paling rahasia, mukanya bersemu kuning emas tapi dipoles dengan panca warna sehingga tampaknya tak berbeda jauh seperti kuntilanak.
Sementara dia masih mengawasi kedua orang itu dengan seksama, Pek siu hujin telah meloloskan buah ruyung ular yang segera digetarkan ke muka langsung menyambar kaki Huan Li ji.
Ketika merasakan datangnya desingan angin tajam yang menyergap dirinya, Huan Li ji segera melejut ke tengah udara sambil meloloskan pedangnya dan langsung disayatkan ke atas ruyung lawan.
Ruyung lemas milik Pek siu hujin itu mempunyai panjang mencapai satu kaki, bentuknya tak berbeda seperti seekor ular, apalagi setelah digetarkan, gerakkannya nampak amat lincah dan cekatan.
Akan tetapi Huan Li ji bukan bocah sembarangan, dia telah memperoleh warisan dari empat orang tokoh sakti dunia persilatan, kepandaian silat yang dimilikinya benar-benar amat dahsyat.
Begitu pedangnya digetarkan ke depan sekuntum bunga pedang langsung melilit ke ruyung tersebut menempel terus secara ketat bagaikan seekor tikus yang menggit ekor saja.
Merasakan ruyungnya terjepit oleh serangan lawan, dengan sekuat tenaga Pek siu hujin menggetarkan senjatanya ke belakang.
Namun Huan Li ji sudah mempunyai perhitungan sendiri, ketika pihak lawan menggetarkan senjatanya ia sama sekali tidak mengeluarkan tenaga tapi membiarkan senjatanya tergetar ke tengah udara oleh gerakan ruyung lemas itu.
Di tengah udara dengan cepat ia meminjam teanga lawan untuk melejit kembali lalu telapak tangan kirinya mendayung ke bawah membuat satu gerakan lingkaran busur lalu secara tiba-tiba diayunkan ke bawah dengan sepenuh tenaga.
Angin pukulan yang menderu-deru dahsyat dengan cepat mengurung seluruh badan Pek siu hujin.
Sementar itu Pek siu hujin sedang merasa gembira karena berhasil melemparkan tubuh Huan Li ji ke tengah udara, ia baru terperanjat setelah merasakan datangnya segulung kekuatan yang maha dahsyat bagaikan ambruknya langit langsung menindih ke atas kepalanya dan membuatnya hampir saja tak mampu bernapas kembali.
Di dalam gugup dan gelisahnya cepat-cepat dia mengambil tindakan yang drastis, ruyung lemasnya dilemparkan ke angkasa sementara tubuhnya cepat mundur ke belakang.
Pek siu sinkun merasa sangat gusar melihat istrinya dikalahkan oleh seorang nona cilik tak sampai satu gebrakan, sambil meraung keras ia mengayungkan telapak tangannya sambil melancarkan terkaman.
Melihat kejadian tersebut, Sik Tiong Giok segera berseru keras :
"Hati-hati adik Li!"
Belum habis perkatan tersebut diucapkan, tiba-tiba terasa desingan angin tajam menyergap dari belakang tubuhnya, cepat-cepat dia merendahkan badan sambil mengayunkan pedangnya ke belakang.
Siapa sangka sasaran yang dituju oleh Pek siu sinkun bukanlah Sik Tiong Giok, ia bermaksud untuk merampas kembali ruyung panjang milik Pek siu hujin yang terjatuh ke atas tanah itu.
Melihat Pek siu sinkun berusaha menyambar ruyung tersebut, dengan cepat Sik Tiong Giok merendahkan pergelangan
tangannya, kemudian menerkam ke depan dan turut menyambar pula senjata ruyung panjang tadi.
Akibatnya kedua belah pihak turun tangan bersama-sama, seorang berhasil menyambar gagang ruyung sementara yang lain berhasil menyambar ujung ruyung, pada saat yang bersamaan kedua bleah pihak sama-sama membetot dengan sepenuh
tenaga. Dalam waktu singkat ruyung lemas yang panjangnya satu kaki itu sudah terbetot sampai lurus dan kencang bagaikan tombak, apalagi ketika mereka berdua sama-sama menarik dengan sekuat tenaga, mendadak...
'Kraaakk!' Ruyung lemas itu sudah patah menjadi dua bagian.
Berhubung kedua belah pihak sama-sama menggunakan tenaga dalam sampai sepuluh bagian, maka begitu ruyung lemas itu patah menjadi dua bagian mereka jadi kehilangan keseimbangan badannya.
Di bawah terjangan tenaga besar yang memantul balik, Sik Tiong Giok tak mampu berdiri tegak lagi, ia tergetar sedikit tubuhnya dan mundur selangkah ke belakang.
Sebaliknya Pek siu sinkun harus mundur sejauh dua tiga langkah lebih sebelum berhasil berdiri tegak.
Dengan terjadinya peristiwa ini, maka tinggi rendahnya tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu pun menjadi jelas.
Pek siu sinkun menjadi amat terperanjat, segera teriaknya keras-keras :
"Bocah keparat, tampaknya kau memang sangat hebat!"
Di tengah seruan tersebut, kedua ujung bajunya segera dikebaskan cepat, tahu-tahu di atas tangannya telah bertambah dengan sepasang senjata penggaris baja.
Satu dari atas yang lain dari bawah, dengan jurus 'kuda liar membelah suri' ia langsung menerjang ke depan dan mengancam jalan darah cian kang hiat dan Hoa kay hiat di tubuh Sik Tiong Giok.
Pada saat yang bersamaan Pek siu hujin membentak pula, sepasang telapak tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan terjangan pula.
"Huuuh, tak tahu malu, kalian hendak main keroyok?" bentak Huan Li ji lantang.
Di tengah bentakan tersebut, dia bersiap-siap melancarkan serangan.
Tapi Sik Tiong Giok segera berseru sambil tertawa :
"Adik Li,lebih baik kau lindungi aku dari sisi arena, lihat sajaaku taklukkankedua orang siluman ini seorang diri, jangan kau biarkan mereka lolos dari sini dengan selamat."
"Tak usah kuatir," sahut Huan Li ji sambil tertawa, "mereka tak akan lolos dalam keadaan selamat."
Sudah tiga puluh tahun lamanya Pek siu sinkun suami istri berdiam dalam lembah tersebut, kepandaian silat yang mereka miliki memang amat hebat, terutama sekali dalam suatu serangan kerja sama yang hebat, kombinasi jurus-jurus serangan yang mereka gunakan betul-betul luar biasa hebatnya.
Sebaliknya Sik Tiong Giok dengan mengandalkan tenaga murni yang diwariskan si kakek serigala langit yang merupakan hasil latihan selama puluhan tahunitu pun bukan manusia
sembarangan, lebih menguntungkanlagi dia memiliki kecerdasan otak yang luar biasa sehingga perubahan jurus serangannya sering kali berada di luar dugaan orang.
Baru saja Pek siu sinkun menyerang dengan jurus 'kuda liar membelah beruang suri', pesh dengan jurus 'burung nuri menubruk comberet' telah menyusul tiba.
Berada dalam keadaan seperti ini, apabila Sik Tiong Giok menangkis datangnya ancaman senjata penggaris besi dari Pek siu sinkun maka tubuhnya tentu akan berputar dan di saat tubuhnya sedang berputar itulah dia tak mungkin lolos dari ancaman telapak tangan Pek siu hujin. Dalam sekilas pandang saja Sik Tiong Giok sudah mempunyai gambaran tentang tindakan berikut yang harus dilakukan, sambil berpekik nyaring tiba-tiba tubuhnya melejit tinggi satu kaki lebih ke tengah udara, lalu dari atas dia lepaskan sebuah bacokan kilat ke bawah dengan disertai tenaga serangan dahsyat.
Menyaksikan kejadian tersebut, mendadak Pek siu hujin menjerit kaget :
"Aaa...! Kenapa kedua orang bocah itu bisa menggunakan jurus tersebut..."
Di tengah teriakan tadi, cepat-cepat tubuhnya menyingkir ke samping untuk menghindarkan diri.
Orang bilang sekali terpagut ular, tiga tahun takut dengan tali.
Setelah ia menderita kerugian di tangan Huan Li ji dalam jurus serangan tersebut hingga kehilangan ruyung panjangnya, maka setelah melihat Sik Tiong Giok menggunakan kembali jurus yang sama, ia menjadi amat terperanjat dan ketakutan.
Sik Tiong Giok yang melihat Pek siu hujin ketakutan dibuatnya, segera menyusul di belakangnya, berada di tengah udara ia melancarkan sebuah tusukan ke bawah dengan jurus 'burung manyar menyambar pasir' untuk menghadang jalan pergi perempuan aneh itu, lalu pedangnya digetarkan menciptakan selapis cahaya tajam yang berkilauan langsung menusuk dada lawan.
Dalam kaget dan ngerinya Pek siu hujin makin terkesiap setelah melihat datangnya ancaman cahaya tajam yang meluncur ke arah dadanya, ia segera menjerit keras :
"Aaaah..." Dalam gugup dan gelisahnya cepat-cepat dia menarik dada sambil mundur selangkah, kemudian sepasang telapak tangannya digerakkan bersama, kelima jari tangan kirinya seperti kaitan mencengkeram bahu Sik Tiong Giok, sementara tangan kanannya melancarkan sebuah pukulan menghantam punggung pedang pemuda itu.
Dalam satu jurus terdapat dua gerakan yang jitu, boleh dibilang tindakannya ini benar-benar merupakan suatu sistem pertahanan sambil menyerang yang hebat.
Sik Tiong Giok segera terenyum setelah melihat hal ini, tiba-tiba dia merendahkan tubuhnya ke bawah dengan jurus 'angin kencang menggugurkan daun', dia membabat sepasang kaki Pek siu hujin.
Mimpi pun Pek siu hujin tidak menyangka kalau pihak lawan dapat merubah jurus serangannya secepat itu,tanpa terasa ia menjadi bergidik hatinya.
Dalam gugup dan gelisahnya, cepat-cepat dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melejit sejauh satu kaki lebih dari posisi semula, kemudian teriaknya dengan perasaan gelisah :
"Anjing budukan, kenapa kau tidak ikut maju?"
"Jangan tergesa-gesa, hari ini kita tak akan melepaskan bocah keparat itu dengan begitu saja."
"Hey, jangan berbicara sesumbar," jengek Sik Tiong Giok, "kalau memang hebat hayo majulah ke depan!"
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil berseru dia memutar badan sambil mendesak ke muka, dalam waktu singkat ke tiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit.
Lambat laun kegelapan malam telah hilang, fajar pun mulai menyingsing di ufuk timur, pada saat itulah dari mulut lembah Pek siu muncul serombongan manusia yang dipimpin oleh Gho hui lonie.
Ke empat orang itu menonton jalannya pertarungan sekejap, kemudian terdengar Gho hui lonie berseru memuji keagungan sang Budha sambil serunya :
"Omitohud, anak Giok cepat hentikan seranganmu."
Suara itu amat nyaring dan bergema di empat penjuru membuat ketiga orang yang sedang terlibat dalam pertarungan sengit itu bersama-sama menghentikan serangannya.
Sik Tiong Giok memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, tapi begitu bertem dengan si Sastrawan bisu tuli, hawa amarahnya tak dapat dibendung lagi, sambil berteriak penuh kegusaran serunya :
"Iblis cabul, mau kabur kemana kau?"
Menyusul seruan tadi, dia menerjang ke arah Sastrawan bisu tuli sambil mengayunkan pedangnya.
Terjangan yang dilakukan Sik Tiong Giok ini dilakukan dalam keadaan gusar, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang disertakan, dalam keadaan tidak siap, meskipun Sastrawan bisu tuli memiliki kepandaian yang bagaimana pun hebatnya, sulit juga rasanya untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Tampak sambaran pedang tersebut segera akan bersarang di tubuh si Sastrawan bisu tuli, hal tersebut membuat si Rase sakti Li Keng kiu dan Li Peng bersama-sama menjerit kaget.
Untung di saat yang kritis itulah, mendadak Gho hui sinni mengayunkan senjata kebutannya dan menyebarkan beribu-ribu lembar bulu ekor kuda yang kuat itu untuk melindungi seluruh badan si Sastrawan bisu tuli, menyusul kemudian muncul segulung tenaga kekuatan yang maha dahsyat mementalkan tubuh Pangeran Serigala langit ke belakang.
Sik Tiong Giok baru saja merasa girang karena serangan pedangnya segera akan mencapai hasil ketika secara tiba-tiba muncul segulung tenaga kekuatan yang maha dahsyat
mementalkan tubuhnya ke belakang.
Dalam terkejutnya ia segera berpaling ke tengah arena dimana berasalnya serangan tersebut.
Tapi apa yang kemudian dilihatnya membuat ia terkejut bercampur gembira, buru-buru serunya :
"Su thay... kau, ku..."
Gho hui lonie mengangguk, ucapnya :
"Nak, mengapa kau bertindak begitu gegabah?"
Sik Tiong Giok segera melotot besar, serunya :
"Suthay, orang ini sudah terlalu banyak melakukan kejahatan di dalam dunia persilatan, dia menjadi kutukan setiap manusia di dunia ini, apakah manusia durjana semacam ini kita biarkan hidup terus di dunia ini?"
"Thian adalah maha pengasih, mengapa kita tidak berbuat kebajikandg memafkan mereka yang telah bertobat?"
"Tidak, berbuat cabul adalah kejahatan nomor wahid di dunia ini, dia adalah orang bajingan cabul, manusia terkutuk seperti ini tak boleh diberi kesempatan hidup."
"Aku tak percaya kalau dia telah berbuat cabul."
"Tapi aku telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri."
"Sekalipun kau telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, rasanya sulit bagi mu untuk membersihkan noda tersebut sampai tuntas."
"Aku tidak mengerti!"
Gho hui lonie menghela napas panjang :
"Aaaai, tahukah kau siapakah orang ini?"
"Dia adalah sbtyg sangat tersohor karena kebusukan namanya."
"Dia adalah kakak mu Wi ong pia, yaitu Kaisar terakhir dari dinasi Song!"
"Aku dengar Wi ong pia sudah tewas pada tiga puluh tahun berselang ketika didorong oleh Liok Siu hu terjun ke dalam lautan, aku tak percaya kalau dia adalah kakakku."
"Tapi akulah yang telah menyelamatkan jiwanya dari dalam lautan, seperti juga ketika kau diselamatkan oleh kakek serigala langit, bukankah hingga sekarang pun kau masih tetap hidup di dunia ini?"
Sik Tiong Giok tetap merasa tidak puas, serunya dengan suara dingin :
"Kalau memang dia adalah seorang Raja dari suatu Dinasti, terlepas dari gagal atau berhasil memegang tampuk pemerintah tak sepantasnya kalau ia berbuat cabul dengan melakukan pelbagai perbuatan yang mesum sehingga menyedihkan
perasaan berjuta-juta rakyatnya."
Sekali lagi Gho hui lonie menghela napas panjang :
"Aaai, manusia sedih manakah yang tak menjadi kalap, justru karean hal itulah dia menyebut diri sebagai Sastrawan bisu tuli yang tak mau mendengar, tak mau berbicara dan melakukan semua perbuatan menurut suara hati sendiri, padahal yang pasti dia hanya seorang manusia kalap yang pantas dikasihani, perbuatannya tidak sejahat apa yang kau bayangkan semula."
Sik Tiong Giok termenung beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan bangkit berdiri dan berkata dengan suara dingin :
"Baik, selanjutnya aku tak akan mencarinya lagi."
Selesai berkata dia segera membalikkan badan beranjak pergi dari situ.
Mendadak Gho hui lonie membentak dengan suara keras :
"Berhenti!" Sik Tiong Giok segera berhenti setelah mendengar bentakan tersebut, lalu membalikkan badan dan menatap dengan wajah sedingin salju.
Dengan suara perlahan Gho hui lonie segera berkata :
"Nah, sekalipun kau tak bersedia mengakuinya sebagai seorang Kaisar, apakah kau pun juga tak bersedia menganggapnya sebagai saudara kandung mu sendiri?"
Sik Tiong Giok segera mendengus dingin :
"Dia adalah seorang anak keturunan dari keluarga Tio, sedangkan aku cuma seorang murid perguruan serigala langit, air sungai tidak mengganggu air sumur, hubungan apa pula yang terjadi di antara kami berdua?"
"Apakah kau sudah lupa bahwa diri mu pun dari marga Tio?"
"Tida, aku dari marga Sik."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Gho hui lonie sudah dibuat naik pitam, dengan suara keras segera bentaknya :
"Binatang, kau berani."
Menyusul bentakan tersebut, senjata kebutannya sudah diayunkan ke depan, bulu-bulu kudanya yang kuat sepertikawan langsung mengancam dada Sik Tiong Giok.
Pada saat itulah mendadak terdengar dua kali jeritan kaget, disusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dua orang manusia telah muncul di hadpaan Sik Tiong Giok, mereka adalah Huan Li ji serta Li Peng.
"Suthay, ampunilah selembar jiwanya," teriak mereka berdua bersama-sama.
Gho hui suthay segera memejamkan matanya rapat-rapat sementara dua buir air matanya jatuh berlinang membasahi wajahnya, pelan-pelan dia berkata :
"Baiklah, kalian boleh pergi dari sini! Tapi ingat, ia boleh saja tidak mengaku dari marga Tio, tapi jangan lupa Tio Leng kong yang mati secara mengenaskan adalah ayah kandungnya."
Mendadak Sik Tiong Giok berseru :
"Siapakah ibuku?"
"Dia adalah Hui keng sithay dari Ko hoa san, belia sudah lama berpulang ke alam baka, moga-moga kau bisa berbuat amal dan kebajikan bagi seluruh umat persilatan."
Belum habis ia berkata, mendadak terdengar si Rase sakti membentak keras :
"Hey, mau apa kau?"
Menyusul kemudian terasa segulung desingan angin tajam menyambar-nyambar di angkasa, ketika semua orang berpaling, tampaklah si Rase sakti Li Keng kiu telah saling bertarung dengan si Sastrawan bisu tuli.
Paras muka si rase sakti Li Keng kiu penuh diliputi rase kaget dan gugup, sebaliknya Sastrawan bisu tuli tertawa seram tiada hentinya, gerak gerik maupun tingkah lakunya tak berbeda seperti orang yang tak waras otaknya. Hanya di dalam dua kali gebrakan saja, si rase sakti Li Keng kiu elah berhasil mencengkeram pergelangan tangan Sastrawan bisu tuli tapi ia masih saja tertawa seram tiada hentinya sedangkan tubuhnya sempoyongan sambil gemetar keras.
Baru sekarang semua orang mengerti ternyata kedua orang itu bukan sedang bertarung tapi si rase sakti Li Keng kiu sedang berusaha mencegah Sastrawan bisu tuli melakukan bunuh diri.
Ternyata Sastrawan bisu tuli merasa amat sedih setelah melihat Sik Tiong Giok tidak bersedia mengakui dirinya sebagai kakak kandungnya, apalagi bila teringat akan perbuatan yang dilakukan selama ini, serta kehancuran dinasti yang dipimpinnya, kesemuanya ini mendatangkan pukulan batin yang amat berat bagi dirinya.
Maka setelah berpikir sejenak, dia pun mengambil keputusan untuk memutuskan nadi sendiri serta melakukan bunuh diri, andaikata perbuatannya tidak segera diketahui si rase sakti Li Keng kiu, mungkin ia sudah tewas sendiri tadi.
Dengan suatu gerakan cepat Gho hui lonie menyelinap ke sisi tubuhnya dan menempelkan telapak tangannya di atas jalan darah Leng tay hiat pada punggungnya, lalu sambil menghela napas dia berkata :
"Walaupun dinasti kita telah hancur namun rakyat kita tetap utuh, tanah air kita pun masih terbentang megah di dunia ini, mengapa sih kau harus mengambil keputusan pendek?"
Sastrawan bisu tuli tertawa getir :
"Anak Pia sadar bahwa diriku memang tak becus sehingga menyia-nyiakan pengharapan Sri Baginda almarhum, akupun merasa tak punya muka lagi untuk bertemu dengan rakyat ku, kalau tidak mati apa yang harus kuperbuat?"
"Jalan pemikiranmu kelewat sempit, mengapa kau tidak memanfaatkan kekuatan dan kemampuan yang kau miliki serta rasa dendam yang membara di dalam dadamu untuk
mempersatukan segenap ksatria dan pendekar yang ada di dunia ini untuk bersama-sama mengusir kaum penjajah dari muka bumi" Tidakkah kau merasa bahwa perbuatan tersebut jauh lebih bermanfaat daripada mencari mati dengan jalan pendek?"
Sastrawan bisu tuli tertawa getir :
"Sayang sekali perkataanmu itu kau ucapkan kelewat terlambat, aku... mungkin aku sudah tak tahan lagi."
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, sepasang matanya telah dialihkan ke wajah Sik Tiong Giok.
Sementara Sik Tiong Giok sendiri pun sedang dicekam oleh perasaan yang amat sedih, walaupun dia merasa amat tak puas terhadap perbuatan yang dilakukan Sastrawan bisu tuli selama ini namun timbul juga rasa sedih dan pedih di dalam hatinya setelah menyaksikan keadaannya waktu itu.
Diam-diam pikirnya kemudian :
"Bagaimanapun juga dia toh tetap merupakan kakak kandungku, hanya karena salah berpikir sehingga terjerumus ke jalan yang sesat, bagaimana pun juga kesalahan yang diperbuatnya masih pantas dimaafkan, buat apa sih aku mesti memojokkan
posisinya." Berpikir sampai disitu, dia segera berjalan menghampiri ke sisi tubuh Sastrawan bisu tuli kemudian sambil berjongkok, panggilnya dengan suara lirih :
"Koko..." Belum habis dia memanggil, air matanya telah bercucuran membasahi wajahnya.
Sambil tertawa getir Sastrawan bisu tuli berkata :
"Adik Hui, kesemuanya ini merupakan kesalahanku, aku telah menodai nama baik keluarga Tio, apakah kau masih
membenciku?" Dengan mata berkaca-kaca Sik Tiong Giok menjawab :
"Aku hanya terdorong oleh emosi saja sehingga bersikap kasar kepadamu, aku tak akan membencimu."
Sekulum senyum segera tersungging di ujung bibir Sastrawan bisu tuli, dia berkata lagi :
"Akupun merasa tenang setelah mendengar perkataan itu, aku akan mati dengan mata meram, semoga kau bisa berjuang lebih baik lagi sehingga mengangkat kembali nama baik keluarga Tio kita..."
Ketika berbicara sampai disitu, suaranya sudah menjadi lemah dan parau, mendadak tubuhnya berkelejotan kemudian
membungkam dan tak pernah bersuara lagi.
Dengan gugup si rase sakti Li Keng kiu berusaha memayang tubuhnya itu.
Sedangkan Gho hui lonie segera berbisik dengan suara lirih :
"Dia telah berpulang ke alam baka..."
Belum habis perkataan tersebut diucapkan, Sik Tiong Giok sudah menangis tersedu-sedu dengan amat sedihnya.
Fajar sudah mulai menyingsing, sinar matahari memancarkan sinar keemas-emasannya menyinari seluruh angkasa tapi suasana di tempat itu sangat hening, semua orang terbungkam dalam seribu bahasa.
Sampai lama kemudian mereka baru menggali liang tanah untuk menguburkan Kaisar dari dinasti Song yang terakhir itu, kemudian setelah memanjatkan doa bagi keberangkatannya ke alam baka semua orang baru berlalu dari situ dengan membawa perasaan hati yang pedih.
Pek siu sinkun suami isri tetap tinggal di lembah seratus binatang meneruskan tradisinya, karena mereka sudah terbiasa hidup memencilkan diri dari keramaian dunia.
Hanya kini, di atas sebidang tanah yang mereka huni, telah bertambah dengan kuburan dari seorang kaisar yang malang.
Sebaliknya Pangeran Serigala langit meneruskan perjuangannya berusaha mengusir kaum penjajah dari tanah airnya, sekalipun usahanya itu tidak mencapai hasil yang diharapkan, namun tujuannya berhasil juga terwujud beberapa ratus tahun kemudian, di saat bangsa Han berhasil mengusir kaum penjajah dari tanah airnya.
Sementara nama besar Pangeran Serigala pun jadi termashur di seluruh dunia persilatan.
T A M A T Jakarta, 07 Juli 2011 Holistik Iblis Dan Bidadari 3 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Walet Emas Perak 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama