Ceritasilat Novel Online

Pedang Angin Berbisik 18

Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 18


Ketika melihat dua orang yang paling dia percayai, Ma Songquan dan Chou Liang rupanya sepikiran, dengan sedih dia pun
menggelengkan kepala dan mengeluh, "Hahh" apa jadinya jika terhadap teman pun kita masih harus saling mencurigai?"
"Hmmm" kami pun berharap, satu saat nanti semua ini akan terbongkar. Kukira waktunya yang paling mungkin bagi orangorang yang bersembunyi dalam gelap ini untuk muncul adalah saat pemilihan Wuling Mengzhu nanti. Jika ada orang-orang
yang berpura-pura saja menjadi teman, hal itu akan terlihat pada saat pemilihan itu terjadi.", ujar Ma Songquan.
"Benar, aku pun berpendapat demikian, kita semua tahu bahwa tokoh misterius itu kemungkinan besar adalah Ren Zuocan.
Jika dia bergerak setelah Ketua Ding Tao berhasil merebut kedudukan Wulin Mengzhu, maka hal itu sudah sangat terlambat.
Jalan terbaik baginya adalah menempatkan orangnya untuk memenangkan kedudukan Wulin Mengzhu dan jika itu tidak
mungkin, maka jalan kedua adalah dengan menggunakan pemilihan Wulin Mengzhu untuk mengadu domba orang-orang
kita.", sambung Chou Liang.
"Dan dengan kecurigaan yang timbul di antara kita, hal itu tidak sulit untuk dilakukan.", keluh Ding Tao menyesali keadaan.
"Hm" hal itu tidak akan terjadi, setidaknya tidak di partai kita ini. Di sini semuanya sudah ada dengan lengkap. Ada Ketua Ding Tao yang mempercayai setiap orang, tapi ada pula Chou Liang yang mengawasi setiap orang.", ujar Ma Songquan
sambil memutar bola matanya disambut tawa oleh ketiga orang yang lain.
Demikianlah dengan segala kerumitannya, hari-hari menjelang pemilihan Wulin Mengzhu pun jadi semakin dekat. Apakah
Ding Tao dan Partai Pedang Keadilan akan mampu muncul sebagai pemenang" Ataukah kedudukan itu akan direbut oleh
kelompok lain" Kunjungan Guang Yong Kwang ke Jiang Ling mungkin adalah peristiwa paling menghebohkan yang terjadi sebelum
diadakannya pemilihan Wulin Mengzhu. Namun rentetan kejadian akibat dari tersebarnya berita itu tidaklah sedikit. Salah satu yang patut dicatat adalah kunjungan wakil ketua perguruan Emei ke Jiang Ling, salah satu yang bisa dikatakan
istimewa adalah kunjungan Biksuni Huan Sin justru untuk bertemu Murong Yun Hua, bukan bertemu Ding Tao yang menjadi
ketua. Nama Murong Yun Hua memang melambung tinggi sejak kejadian tersebut, bukan hanya jadi buah bibir di kalangan
pengikut Partai Pedang Keadilan tapi juga sampai di kalangan luar. Perguruan Emei yang sebagian besar anggotanya adalah perempuan termasuk salah satunya. Sedemikian harum nama Murong Yun Hua, hingga Biksuni Huan Sin menyempatkan
diri untuk bertemu. Di lain pihak meskipun kekalahan Kunlun semakin mengokohkan kedudukan Partai Pedang Keadilan di antara partai-partai
lurus di masa itu, gerombolan perampok dan tokoh-tokoh sesat pun dikabarkan menyatukan kekuatan untuk ikut bersaing
dalam pemilihan Wulin Mengzhu.
Para pimpinan Partai Pedang Keadilan pun tidak pernah berhenti bekerja untuk memperkokoh kedudukan mereka. Di 7 kota besar di bagian selatan daratan, nama Partai Pedang Keadilan menjadi sosok pemimpin di antara partai-partai lain dalam
dunia persilatan. Tidak ada penjahat yang berani menampakkan batang hidungnya di mana Partai Pedang Keadilan
membangun cabang. Nama-nama seperti Ma Songquan, Chu Linhe, Liu Chun Cao, Sun Liang, Tang Xiong dan Wang Xiaho
menjadi momok yang menakutkan bagi kaum penjahat. Kelihaian mereka tidak terlepas dari semakin meningkatnya ilmu
Ding Tao sendiri semenjak dia mempelajari koleksi kitab-kitab milik Murong Yun Hua. Meskipun Ding Tao tidak pernah ikut menampakkan diri, nama besarnya mampu menggetarkan hati setiap lawan. Di saat para pengikutnya bekerja keras di
luaran, Ding Tao tidak kalah sibuknya dengan latihan-latihan pribadinya. Sedikit demi sedikit, ilmu-ilmu yang dia pelajari semakin melebur dalam dirinya. Setiap kali ada waktu, pengikut-pengikut utamanya akan menemani dia berlatih. Sejak
kunjungan Guang Yong Kwang ke Jiang Ling, sekarang ini tentu selalu akan ada satu atau beberapa pengikut utama Ding
Tao yang berjaga di Jiang Ling, demikian juga ilmu barisan yang dilatih oleh pengikut Partai Pedang Keadilan yang lain
sudah semakin matang, sehingga Ding Tao bisa berlatih dengan tenang.
Berkembangnya Partai Pedang Keadilan tentu saja memiliki bebannya sendiri, semakin hari semakin sulit bagi Chou Liang
untuk mengamati dan menilai mereka-mereka yang bergabung dalam partai. Oleh sebab itu pada salah satu pertemuan
antar pimpinan, Chou Liang menegaskan sekali lagi, bahwa segala urusan kelompok inti Partai Pedang Keadilan harus
sangat dirahasiakan. Jumlah mereka pun sudah tidak akan ditambahkan lagi dalam waktu dekat ini, mengingat dengan
semakin besarnya partai semakin sulit untuk menyeleksi pengikut-pengikut yang ada.
Kebesaran Partai Pedang Keadilan tampil dalam seluruh kesemarakannya pada saat diadakan pesta sebagai tanda syukur
atas kelahiran putera Ding Tao yang pertama. Dari 7 cabang hadir perwakilan-perwakilan bersama dengan para pimpinan
partai-partai dari daerah-daerah yang berdekatan, yang mengakui kepemimpinan Partai Pedang Keadilan. Dari enam
perguruan besar pun hadir untuk mengucapkan selamat, meskipun yang datang bukanlah pimpinan perguruan, namun
kedudukan mereka yang dikirim pun tidaklah rendah. Tidak seperti perayaan didirikannya Partai Pedang Keadilan, tidak ada tamu yang datang dengan niat mencoba-coba.
Yang mungkin tidak diketahui oleh seorangpun adalah hadirnya Dewa Obat Hua Ng Lau dengan anak angkat dan muridnya.
Duduk bercampur di antara para pengunjung yang datang tanpa undangan, Hua Ng Lau, Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu
tampil dengan sangat sederhana. Layaknya orang persilatan tidak ternama yang datang sekedar untuk melihat. Di antara
mereka bertiga tentu saja yang paling menyolok adalah Hua Ying Ying yang cantik, untuk itu khusus Hua Ying Ying, Hua Ng Lau memberikan sedikit samaran. Hua Ng Lau memang tabib yang ahli, pengetahuannya tentang berbagai macam
tumbuhan membuat dia pandai meramu berbagai jenis obat-obatan, termasuk ramuan yang sangat berguna bagi mereka
yang ingin menyamar. Kulit Hua Ying Ying yang putih mulus, dengan cermat dibuatnya sedikit lebih gelap dengan beberapa
noda yang membuat wajahnya tidak menarik meskipun tidak sampai menjijikkan sehingga menarik perhatian, meskipun
dalam bentuk yang berbeda. Pakaian yang kebesaran dan terbuat dari bahan yang kasar, menyempurnakan dandanan Hua
Ying Ying. Tidak terlalu berlebihan hindda menarik perhatian, di saat yang sama orang yang mengenal Hua Ying Ying pun
tidak akan menoleh dua kali untuk melihat gadis itu.
Seandainya ada yang mengenali gadis itu, mungkin orang itu adalah Ding Tao, namun sebagai tuan rumah Ding Tao lebih
sibuk menerima dan bercakap-cakap dengan tamu-tamu undangan yang jumlahnya tidak sedikit. Tidak ada waktu baginya
untuk menyapa tamu-tamu yang datang tanpa diundang. Jumlah tamu-tamu seperti itupun sangat banyak, mereka yang
datang untuk melihat keramaian atau sekedar ingin menambah pengalaman dan melihat tokoh-tokoh yang mereka kenal
namanya tanpa pernah melihat orangnya.
Hua Ng Lau, Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu mengikuti perayaan tersebut di meja mereka dengan banyak berdiam diri.
Tidak banyak kata yang mereka ucapkan, selain basa basi sewajarnya dengan tamu-tamu lain yang duduk semeja dengan
mereka. Mereka datang hanya sekedar untuk memenuhi keinginan Hua Ying Ying untuk melihat Ding Tao terakhir kalinya,
sebelum memutuskan seluruh pertalian dengan masa lalunya. Selesai perayaan, mereka pun ikut bersama dengan tamutamu yang lain membubarkan diri dan beristirahat di penginapan tempat mereka menginap beberapa hari sebelumnya.
Kamar itu sudah mereka pesan selama seminggu penuh, Hua Ng Lau yang berpengalaman sudah bisa membayangkan
bagaimana ramainya Kota Jiang Ling pada saat perayaan itu dan berangkat jauh-jauh hari. Sudah seperti itupun, mereka
cukup kesulitan untuk mencari penginapan yang baik, sehingga akhirnya mereka bertiga harus cukup puas dengan satu
kamar saja. Tapi hal itu tidak membuat mereka mengeluh, justru pengaturan seperti itu sesuai dengan keadaan mereka saat itu. Hua Ng Lau memandang Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu belum sepenuhnya siap untuk terjun dalam dunia persilatan. Hanya
karena rengekan Hua Ying Ying saja maka akhirnya Hua Ng Lau mengalah dan mengajak mereka berdua ke Jiang Ling
untuk menilik keadaan Ding Tao.
Usai membersihkan diri ala kadarnya, mereka pun duduk berkumpul di kamar itu. Sementara Hua Ying Ying terlihat diam
dalam lamunan, Huang Ren Fu tidak berani menegurnya dan Hua Ng Lau pun untuk beberapa lama membiarkan Hua Ying
Ying berpikir. Baru setelah Hua Ng Lau melihat adanya perubahan pada roman muka Hua Ying Ying, orang tua itu membuka
mulutnya. "Nah" Anak Ying, kau sudah melihat bagaimana keadaan Ding Tao. Apakah hatimu sudah merasa lega?", tanya orang tua
itu dengan sabar. Hua Ying Ying menengok ke arah Hua Ng Lau dan terdiam beberapa lama sebelum menjawab, "Kakak Ding Tao memang
terlihat baik-baik saja, keluarganya harmonis dan kedudukannya pun menanjak dengan cepat, tapi entah mengapa, aku
merasa bahwa dia tidak sepenuhnya bahagia."
Huang Ren Fu yang sejak tadi terdiam pun bertanya, "Maksud Adik Ying tidak bahagia bagaimana" Bisa dikatakan hampir
semua yang diinginkan seorang laki-laki telah dia dapatkan, bukan hanya cukup tapi bahkan berlimpah. Kekayaan,
kekuasaan, ketenaran dan segala macam keinginan lainnya."
Huang Ren Fu tidak sampai hati untuk berkata wanita, meskipun dalam benaknya hal itu termasuk dari deretan keinginan
laki-laki pada umumnya yang telah didapatkan Ding Tao dengan kedudukannya saat ini. Hua Ng Lau pun memandang puteri
angkatnya dengan rasa tertarik.
Hua Ying Ying terdiam berusaha mengerti apa yang dia rasakan dan merangkaikannya dengan kata-kata, "Maksudku"
entahlah", mungkin hanya perasaan saja, tapi Kakak Ding Tao", rasanya dia bukan orang yang akan berbahagia berada di
bawah sorotan banyak orang seperti yang kita lihat hari ini. Bisa kubayangkan seandainya dia boleh memilih, dia akan lebih bahagia mencangkul lahan dan menebar benih-benih, mencampur kotoran kuda dengan tanah untuk dijadikan pupuk atau
mencabuti tanaman-tanaman liar hingga bersih."
Huang Ren Fu menggelengkan kepala tak percaya, "Adik Ying" Adik Ying", perasaanmu itu hanya timbul karena dalam
hatimu hanya ada Ding Tao yang dulu yang masih menjadi seorang tukang kebun di rumah kita. Tidak mungkin dia lebih
bahagia mencampur kotoran kuda daripada menjadi ketua dari sebuah partai yang besar."
Hua Ying Ying hanya bisa tersenyum lemah sambil mengangkat pundak mendengar ucapan Huang Ren Fu, "Mungkin
memang begitulah yang sesungguhnya" Entahlah?"
Justru Hua Ng Lau yang membela puteri angkatnya itu, orang tua yang sudah kenyang makan asam garamnya kehidupan
itu berkata, "Memang pada umumnya kita berpikir demikian, namun sebenarnya bahagia atau tidaknya seseorang tidak bisa
disama ratakan. Ada orang yang lebih berbahagia dengan kehidupan yang sederhana namun jauh dari konflik. Ada pula
orang yang merasa bahagia dengan menaklukkan tantangan demi tantangan. Orang seperti apa Ding Tao itu, aku tentunya
tidak mengenal dia sebaik kalian berdua. Jadi akupun tidak bisa mengatakan pendapatku mengenai hal ini."
Huang Ren Fu mengerutkan alis dan bertanya, "Guru, sekalipun Ding Tao mungkin lebih memilih kehidupan yang damai,
bukankah dia juga memiliki kewajiban untuk mengamalkan bakat dan kebisaaan yang dia miliki untuk kepentingan yang
lebih besar" Jika seseorang memiliki kelebihan namun tidak mengamalkannya, bisakah dia hidup dengan bahagia" Tidakkah
hidupnya akan dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan dan penyesalan?"
Hua Ng Lau tersenyum mendengar pertanyaan Huang Ren Fu, "Jalan berpikir orang itu bermacam-macam, demikian pula
apa yang mereka pikirkan tentang apa maksudnya mengamalkan kepandaian."
Setelah berucap demikian Hua Ng Lau tidak langsung melanjutkan, dia terlebih dahulu menyeruput the hangat yang
disajikan Hua Ying Ying untuk mereka bertiga, "Umurmu dan umur Ding Tao tidak berbeda jauh, dari cerita yang kudengar
tentang dia, bisa kubayangkan pendiriannya mengenai kewajiban dan tanggung jawab, juga pengalamannya dalam hidup.
Dalam hal ini kurasa engkau benar, sekalipun dia lebih berbahagia hidup dengan damai, jauh dari konflik, jika saat ini dia melakukan hal yang demikian, hati nuraninya tentu akan merasa bersalah karena merasa tidak berbuat apa-apa."
"Ayah, apakah tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menolongnya?", ujar Hua Ying Ying tiba-tiba.
Hua Ng Lau tidak segera menjawab, dia termenung memandangi gadis itu. Hua Ying Ying yang ingat bahwa dia sudah
berjanji untuk melupakan masa lalunya setelah menilik keadaan Ding Tao untuk terakhir kalinya pun jadi terdiam dan
menundukkan kepala. Huang Ren Fu-lah yang kemudian memecahkan kediaman itu, "Guru"aku ingat apa yang dikatakan Adik Ying Ying sebelum
guru setuju untuk datang ke Jiang Ling ini, tapi sebenarnya bukan hanya Adik Ying Ying, aku pun merasakan hal yang sama.
Jika Ding Tao berada pada kedudukannya yang sekarang. Sebuah situasi yang sebenarnya tidak dia kehendaki, namun tetap
dia terima karena rasa tanggung jawab dan kepeduliannya. Bagaimana dengan diriku" Tidakkah aku juga memiliki
kewajiban" Apakah aku ini bukan seorang laki-laki seperti dirinya?"
Hua Ng Lau pun mengalihkan pandangannya, dipandanginya wajah Huang Ren Fu yang bernyala-nyala dengan semangat
seorang muda. Lama dia memandang dalam diam, kemudian dia pun menghela nafas dan memalingkan muka. Huang Ren
Fu dan Hua Ying Ying tidak berani mengatakan apa-apa, mereka ikut berdiam, menunggu Hua Ng Lau membuka suara.
"Hahh". Mungkin umurku memang sudah mulai tua, sehingga semangatku pun mulai padam?", ujar Hua Ng Lau sambil
menghela nafas. "Ayah" siapa bilang usia ayah sudah tua, kalaupun benar sudah tua, toh ayah tidak kalah dengan kami-kami yang masih
muda. Coba saja ayah adu lari dengan Kakak Ren Fu, pasti ayah yang menang.", ujar Hua Ying Ying dengan manja sambil
meraih tangan Hua Ng Lau yang sudah penuh keriput seperti kulit jeruk.
"Heheheheh, kamu ini bisa saja?", ujar Hua Ng Lau sambil terkekeh geli.
Huang Ren Fu ikut tersenyum melihat gurunya tertawa, suasana yang tadinya sedikit muram jadi kembali ceria, meskipun
semuanya diam. Hua Ng Lau termangu-mangu cukup lama sebelum akhirnya menengadahkan kepala.
"Baiklah, kalian memang anak-anak yang bandel. Akan ku ikuti kemauan kalian, sebagai gantinya kalian harus benar-benar
mendengarkan perkataanku.", ujarnya dengan bibir tersenyum namun serius.
"Wah" ayah memang benar-benar berjiwa muda, terima kasih ayah.", sorak Hua Ying Ying sambil merangkul Hua Ng Lau,
gadis ini dengan cepat menjadi akrab dengan Hua Ng Lau.
"Terima kasih guru", ujar Huang Ren Fu dengan singkat namun matanya yang berbinar-binar berbicara jauh lebih banyak
tentang perasaannya. Sungguhpun mereka baru berkumpul dalam hitungan bulan saja, namun dalam waktu yang relatif singkat itu, sifat Hua Ng
Lau yang kebapakan, terbuka dan penyabar, membuat Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu menjadi akrab dengan cepat.
"Hahahaha, jangan terlalu cepat merasa senang, kalian toh belum mendengar bagaimana caranya kita membantu dia.", ujar
Hua Ng Lau sambil tertawa.
"Memangnya dengan cara seperti apa ayah ingin membantu Kakak Ding Tao?", tanya Hua Ying Ying dengan sedikit was was.
"Pertama-tama aku tetap berpendapat bahwa sebaiknya Ding Tao tidak mengetahui tentang keberadaan kalian, apakah
kalian setuju dengan hal ini?", ujar Hua Ng Lau.
Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu berpandangan sejenak sebelum menganggukkan kepala. Bukankah hal itu sudah mereka
putuskan sejak mereka pertama kali mendengar tentang keadaan Ding Tao dari Hua Ng Lau" Dengan berjalannya waktu
hidup bersama Hua Ng Lau, sepasang kakak beradik itu pun makin bisa menghargai dan menikmati kehidupan Hua Ng Lau
yang sederhana. Sehingga saat ini tidak setitikpun melintas dalam hati mereka, keinginan untuk mendapatkan kembali
kehidupan mereka sebagai keluarga Huang yang kaya raya dan berkuasa.
"Bagus" hal yang kedua sangat berkaitan dengan hal yang pertama tadi. Karena kita tidak ingin Ding Tao mengetahui
tentang keberadaan kita, maka cara kita membantunya pun harus dengan diam-diam. Perlu kalian sadari, saat ini
kedudukan Ding Tao dalam dunia persilatan sangatlah kuat, tidak ubahnya kedudukan ketua dari enam perguruan besar.
Sehingga sebenarnya kekuatan kita bertiga bisa-bisa dikatakan tidak ada hitungannya.", ujar Hua Ng lau menjelaskan.
"Kalau begitu, bantuan seperti apa yang bisa kita berikan?", tanya Huang Ren Fu dengan bergumam.
"Sebagai sebuah partai yang besar, kesulitan yang paling besar tentu saja dalam mengawasi pengikut-pengikut dan sekutusekutunya. Mereka tidak kekurangan tenaga, namun apakah ada pengkhianat di antara kumpulan mereka" Apakah ada
yang menyalah gunakan nama partai mereka untuk kepentingan sendiri" Itulah yang sulit untuk diawasi, karena sedemikian
besarnya jumlah pengikut dan sekutu mereka.", jawab Hua Ng Lau.
"Hmm" jadi menurut ayah, kita akan bekerja diam-diam, mengawasi dan mengamati orang-orang Partai Pedang
Keadilan?", tanya Hua Ying Ying.
"Ya, begitulah, kukira itu adalah cara yang paling baik untuk sedikit menyumbangkan tenaga buat Ding Tao tanpa perlu
menunjukkan keberadaan kita.", jawab Hua Ng Lau.
"Tapi seperti yang guru katakan, jumlah mereka begitu banyak, lalu siapa yang harus kita awasi terlebih dahulu" Atau di wilayah mana kita beroperasi?", tanya Huang Ren Fu sambil mengerutkan alis.
"Heheheheh, tentang hal itu, kita harus sadar bahwa kita hanyalah manusia biasa bukan dewa yang bisa melihat segala
sesuatunya secara bersamaan dari satu tempat. Baiklah kita memilih salah satu kota di mana Partai Pedang Keadilan
memiliki cabangnya. Kemudian kita akan tinggal di sana sebagai salah satu penduduk dari kota itu, sambil hidup seperti
biasa, kita buka mata dan telinga kita lebar-lebar.", ujar Hua Ng Lau dengan ringan.
Hua Ying Ying pun ganti mengerutkan alis, "Ayah" kenapa kedengarannya apa yang kita lakukan tidak ada bedanya dengan
biasanya?" "Heheheheh, apakah kau memiliki saran yang lebih baik?", Hua Ng Lau ganti bertanya.
Hua Ying Ying pun terdiam, tadinya dia membayangkan bisa melakukan sesuatu yang besar, namun penjelasan Hua Ng Lau
mengenai kebesaran Ding Tao saat ini menyadarkan dirinya. Demikian juga Huang Ren Fu, meskipun usulan Hua Ng Lau
tidaklah tepat benar di hatinya yang muda dan penuh semangat, namun diapun tidak menemukan usulan lain yang lebih
bagus. "Janganlah hal ini membuat kalian kecil hati, sekarang yang penting, sekecil apa pun kita bisa ikut menyumbangkan tenaga dan pikiran demi kebaikan negeri ini. Asalkan kalian tekun berlatih, dalam hitungan tahun kalian pun akan memiliki
tingkatan yang patut diperhitungkan dan bisa lebih banyak berbuat.", ujar Hua Ng Lau yang bisa melihat keraguan akan diri sendiri membayangi perasaan Huang Ren Fu.
Huang Ren Fu menganggukkan kepala dengan tekad yang kuat. Saat ini dia tertinggal jauh dengan Ding Tao yang sudah
terlebih dahulu melesat melebihi dirinya. Namun dia berjanji dalam hati, akan bekerja keras untuk menutup
ketertinggalannya itu dan suatu saat dia pun bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi negerinya dan mengharumkan
nama keluarganya. Hua Ying Ying sendiri tidak terlalu memikirkan masalah itu, dia lebih berpikir tentang hubungannya
dengan Ding Tao. Memang benar dia sudah memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya yang lama sebagai Huang Ying
Ying, namun melihat Ding Tao meskipun hanya dari kejauhan membuat dia kembali mempertanyakan keputusannya. Logika
dan hatinya saling bertentangan, menurut akal sehatnya inilah jalan yang terbaik, tapi hatinya masih sulit untuk menerima.
Diam-diam Hua Ng Lau memperhatikan sikap Hua Ying Ying dan berusaha meraba perasaan gadis itu. Mulutnya sempat
terbuka hendak bertanya, namun setelah berpikir sejenak lamanya, dia memutuskan untuk membiarkan Hua Ying Ying
merenungkan sendiri masalahnya.
Dalam benaknya Hua Ng Lau sudah merencanakan banyak hal untuk kedua anak muda yang ada di hadapannya itu. Mereka
berdua adalah generasi penerus yang akan meneruskan nama besar Hua dalam dunia persilatan. Sungguh ajaib memang,
bagaimana sebuah tujuan bisa membuat seseorang lebih bersemangat dalam menjalani hidup.
Hua Ng Lau bertiga akhirnya memutuskan untuk tidak menunggu sewa kamar mereka habis sebelum mereka pergi dari
Jiang Ling. Ketiganya sudah tidak sabar untuk mengerjakan apa yang sudah mereka rencanakan. Malam itu juga mereka
sudah menentukan kota tujuan mereka berikutnya dan pagi-pagi benar. Orang tua dan dua orang anak muda itu sudah
mengosongkan kamar dan pergi meninggalkan Jiang Ling. Mereka bertiga pergi ke kota Gui Yang, cabang ke-7 dari Partai
Pedang Keadilan baru saja didirikan di sana. Dengan pertimbangan bahwa di cabang yang baru dibentuk, tentu lebih banyak hal yang perlu diluruskan, dibandingkan dengan cabang yang sudah mapan, mereka bertiga pun memutuskan untuk
membantu Ding Tao secara diam-diam, mengawasi perilaku pengikut Partai Pedan Keadilan yang ada di Gui Yang.
Dua bulan lagi, pemilihan Wulin Mengzhu akan dilakukan. Waktu dua bulan memang terhitung singkat, Hua Ng Lau sendiri
tidak yakin apakah yang mereka kerjakan akan meberikan pengaruh besar pada jalannya pemiihan. Tidak seperti Hua Ying
Ying dan Huang Ren Fu yang bersemangat untuk melakukan sesuatu, meskipun kecil, untuk membantu Ding Tao
menyelesaikan tugas-tugasnya. Hua Ng Lau sebenarnya lebih berpikir demi kedua orang anak muda itu. Harapannya adalah
di sisa umurnya dia bisa mewariskan sebanyak mungkin ilmu yang dia miliki pada dua orang anak muda itu.
"Ren Fu, gerakan kakimu kurang mengalir, terlalu kaku, dengan demikian ada waktu yang terbuang saat dirimu berpindah
dari satu kedudukan ke kedudukan yang lain. Ingat, dalam penggunaan jurus ini, kaki harus bergerak dengan cepat tanpa
mengerahkan tenaga secara berlebihan.", seru Hua Ng Lau setelah Huang Ren Fu dan Hua Ying Ying selesai mempraktekkan
jurus-jurus dari ilmu yang sedang dia ajarkan.
"Sedangkan kau Ying Ying, gerakan tubuh bagian atas, kurang serasi dengan gerakan tubuh bagian bawah. Akibatnya pada
saat perpindahan dari satu kedudukan ke kedudukan yang lain, banyak lubang kelemahan yang terbuka dan dapat diserang
lawan. Bagaimana, kalian mengerti?", tanya Hua Ng Lau setelah menjelaskan pada dua orang muridnya.
Huang Ren Fu dan Hua Ying Ying menjawab hampir bersamaan.
"Kami mengerti ayah"
"Kami mengerti guru"
"Bagus, kalau begitu coba ulangi sekali lagi gerakan kalian. Kali ini cobalah melakukannya dengan lebih perlahan, sebisa mungkin lakukan dahulu gerakannya dengan benar, baru kemudian kita coba melakukannya lebih cepat."
"Baik ayah" "Baik guru" Sekali lagi kedua orang anak muda itu bergerak, memperagakan ilmu yang sedang diajarkan Hua Ng Lau. Keduanya
termasuk cerdas dan cepat sekali dalam menghafalkan jurus-jurus yang diajarkan. Demikian juga dengan teori yang
melatar belakangi setiap gerakan, sehingga dalam waktu yang beberapa bulan mereka sudah mampu menghafalkan dengan
lengkap ilmu langkah ajaib yang hendak diwariskan Hua Ng Lau. Tinggal bagaimana mereka berlatih agar tubuh mereka
mengingat setiap gerakan dengan tepat, sehingga dalam pertarungan yang sengit pun secara otomatis mereka akan
bergerak dengan sempurna.
Sambil memperhatikan gerakan kedua orang muda itu, Hua Ng Lau sesekali memberikan petunjuk.
"Jangan berlebihan dalam memperhatikan bagian tubuh tertentu. Perhatian kalian harus luas dan tidak terbatas. Ying Ying, tanganmu terlambat bergerak."
Tidak berapa lam kemudian, ganti Huang Ren Fu yang mendapatkan teguran, "Ren Fu, gerakan kakimu sudah cukup
mengalir, namun sekarang kau ketularan Ying Ying. Awasi gerakan tubuh bagian atas."
Sebagai seorang guru Hua Ng Lau berlaku tegas dan keras, kedua orang anak muda itu digemblengnya tanpa ampun.
Sepanjang perjalanan dari Jiang Ling ke Gui Yang, di setia ptempat yang memungkinkan dia akan memerintahkan keduanya
untuk berlatih. Dengan sengaja Hua Ng Lau memilih jalan yang melewati hutan belukar, gunung dan sungai-sungai yang
deras. Fisik kedua anak muda itu pun jadi terlatih oleh kondisi alam yang sulit. Otot-otot kaki mereka menjadi kokoh,
keseimbangan mereka pun jadi semakin baik.
Setelah sampai di Gui Yang pun, Hua Ng Lau tidak membuang-buang waktu, saat mereka belum mendapati tempat tinggal
yang cocok, dia memilih untuk tinggal jauh di luar di perbatasan kota. Di tempat yang sepi itu dia lebih bebas untuk melatih kedua tanpa takut terlihat orang.
Segera setelah dia mendapatkan tempat yang cocok untuk ditinggali dan juga berlatih, barulah mereka tinggal di dalam
kota Gui Yang. Hua Ng Lau yang terlihat sederhana rupanya memiliki simpanan uang yang cukup banyak. Hal ini tidaklah aneh,
kepandaiannya dalam mengobati orang tentu saja membuat dia mudah untuk mengumpulkan uang. Pada pasien yang
miskin memang dia lebih suka memberikan pengobatan secara Cuma-Cuma, dengan imbalan seikhlas pasiennya. Namun
terhadap orang yang kaya, Hua Ng Lau tidak sungkan-sungkan untuk membebankan biaya yang cukup mahal. Sementara
Hua Ng Lau sendiri hidup secara sederhana. Dengan sendirinya setelah bertahun-tahun, uang simpanannya pun jadi
lumayan besar. Kali ini demi menggunakan waktunya yang tersisa dengan sebaik-baiknya, Hua Ng Lau tidak segan-segan
menghabiskan uang simpanannya untuk membeli sebuah rumah yang cukup besar. Rumahnya sendiri sederhana, namun
ada pekarangan dan ruangan yang luas untuk dia menanam tanaman obat-obatan dan melatih Huang Ren Fu dan Hua Ying
Ying. Demikianlah di kota Gui Yang muncul satu toko obat yang baru. Selain menjual obat, Hua Ng Lau pun membuka
pemeriksaan gratis. Demi menjaga kerahasiaan, Hua Ng Lau mengganti namanya jadi Lau Peng, Hua Ying Ying pun jadi
bernama Lau Hoa dan Huang Ren Fu sekarang dikenal sebagai Lau Pai.
Agar tidak terlalu mencolok, Hua Ng Lau sebisa mungkin menyembunyikan kepandaiannya baik dalam hal ilmu bela diri
maupun dalam hal pengobatan. Tidak jarang dia harus menelan rasa bersalah dengan menolak pasien yang sakitnya sudah
cukup berat. Meskipun dia bisa menyembuhkan pasien itu, namun Hua Ng Lau tahu, jika dia menyembuhkan pasien dengan
penyakit seberat itu, namanya akan dikenal orang dengan cepat. Untuk mengurangi rasa bersalahnya, Hua Ng Lau diamdiam menguji tabib-tabib yang ada di Gui Yang, terkadang dengan menyamar sebagai seorang pasien. Ada kalanya dia
berpura-pura bertanya sebagai rekan seprofesi. Dengan cara itu, Hua Ng Lau pun tidak sekedar menolak pasien dengan


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyakit yang berat, tapi dia juga bisa mengarahkan mereka untuk menemui tabib-tabib yang cukup pandai untk
menyembuhkan penyakit mereka.
Berbeda dengan Huang Ren Fu yang lebih sering mengurung diri di ruang latihan dan rajin berlatih ilmu bela diri, Hua Ying Ying yang juga mempelajari ilmu pengobatan lebih sering terlihat bersama Hua Ng Lau di tokonya. Penampilannya yang
menarik, meskipun telah dipermak sedemikian rupa oleh Hua Ng Lau, membuat toko Hua Ng Lau cukup laris, terutama laris
didatangi oleh anak-anak muda yang tertarik dengan Hua Ying Ying atau sekarang dikenal sebagai Lau Hoa. Hua Ng Lau
tentu saja tahu bahwa hati Hua Ying Ying beum bisa melupakan Ding Tao sepenuhnya, oleh karena itu Hua Ng Lau pun
memasang aksi sebagai seorang ayah yang galak.
Terkadang saat mereka bertiga makan malam bersama, cerita lucu mengenai pemuda yang dibuat lari ketakutan oleh
kegalakan Hua Ng Lau membuat mereka tertawa terbahak-bahak. Hal-hal kecil seperti ini tanpa terasa membuat Hua Ying
Ying dan Huang Ren Fu terhibur, sehingga mereka melewati hari-hari di Gui Yang dengan gembira. Tanpa terasa hampi satu
bulan mereka sudah tinggal di Gui Yang, di sela-sela pekerjaan dan latihan mereka, seperti yang sudah direncanakan,
mereka pun memasang mata dan telinga, mengawasi gerak-gerik orang-orang Partai Pedang Keadilan yang ada di Gui
Yang. Sebenarnya jika tidak diingatkan oleh murid dan anak angkatnya, mungkin Hua Ng Lau tidak akan terpikir untuk
melakukan hal itu. Tapi hari-hari mereka berlalu tanpa ada kejadian penting. Nama besar Partai Pedang Keadilan rupanya
memberikan pengaruh yang cukup besar di Gui Yang. Tidak ada tokoh persilatan yang berani mencari perkara di kota itu. Di lain pihak, mereka yang bernaung di bawah panji-panji Ding Tao pun tidak banyak berulah. Reputasi Chou Liang dan
jaringan mata-matanya membuat mereka berpikir dua kali untuk mencatut nama Partai Pedang Keadilan demi keuntungan
sendiri. Semuanya berjalan dengan baik dari hari ke hari, sampai satu hari di mana Hua Ng Lau, puteri angkat dan muridnya sedang berjalan-jalan melepaskan lelah di kota.
Pagi hari itu Hua Ng Lau bangun dengan perasaan yang ceria. Selesai membersihkan diri, seperti biasa dia duduk di teras, menghadap ke pekarangan yang besar dan mulai dipenuhi tanaman obat-obatan. Sambil menyeruput teh hangat, tabib tua
itu menikmati segarnya udara pagi.
"Hmmm" langit begitu cerah, udara juga terasa lebih segar daripada hari-hari biasanya. Rasanya sayang kalau harus
menghabiskan waktu di toko yang pengap dan bau obat.", gumam Hua Ng Lau sambil menyandarkan tubuhnya di kursi tua
yang sudah reyot, yang berkeriyut-keriyut setiap kali Hua Ng Lau mengubah posisi tubuhnya.
Semakin dipikir, semakin Hua Ng Lau ingin berjalan-jalan menikmati hari dan beristirahat sejenak dari kesibukan yang rutin mereka lakukan setiap harinya.
"Kalau diingat-ingat, sejak tinggal di Gui Yang, kami belum pernah berjalan-jalan di kota. Huang Ren Fu menghabiskan
waktunya untuk berlatih sedangkan Ying Ying jika tidak berlatih atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tentu akan
membantu di toko.", gumam tabib tua itu, mengingat-ingat kegiatan mereka sehari-hari.
Memikirkan hal itu, diapun melompat bangun dan bergegas menuju ke dapur, di waktu pagi seperti ini Hua Ying Ying tentu
sedang memasak di sana. "Ying Ying" Ying Ying" apakah kau ada di dapur?", seru tabib tua itu saat dia sudah hampir sampai di sana.
Tergopoh-gopoh, Hua Ying Ying pun berlari keluar, "Ya ayah" aku ada di sini. Ada apa?"
Hua Ng Lau tidak menghentikan langkahnya, "Hahaha, rajin benar anak ayah yang satu ini. Apakah kau tahu di mana
kakakmu berada?" Sembari bertanya Hua Ng Lau terus berjalan menuju ke dapur diikuti oleh Hua Ying Ying yang masih belum mengerti apa
yang sedang dipikirkan oleh ayah angkatnya itu. Kebetulan Huang Ren Fu juga sedang berada di dalam dapur, membantu
adiknya meniup kayu bakar agar cepat menyala. Mendengar suara gurunya, pemuda ini pun bergegas menyelesaikan
pekerjaannya. Saat Hua Ng Lau sudah di depan pintu, Huang Ren Fu pun sudah siap untuk keluar menyambut,
"Hoo, rupanya kau di sini juga. Bagus, jadi laki-laki memang harus ringan tangan dan tidak segan-segan membantu di mana pun itu dilakukan.", ujar Hua Ng Lau dengan senyum lebar.
"Ah, selamat pagi guru, ada apakah gerangan" Tidak biasanya pagi-pagi begini guru mencari-cari kami.", jawab Huang Ren
Fu sambil tidak lupa memberikan hormat pada gurunya.
Sikap Huang Ren Fu terhadap Hua Ng Lau memang lebih formal dibandingkan Hua Ying Ying, jangankan Hua Ng Lau yang
penyabar, terhadap ayah kandungnya sendiri Tuan besar Huang Jin yang cenderung keras terhadap anak-anaknya pun, dia
satu-satunya yang bisa bersikap manja tanpa mendapat teguran.
"Hehehe, hari ini kalian jangan bekerja, Ying Ying tidak perlu memasak, Ren Fu tidak perlu berlatih. Cepatlah mandi dan merapikan diri, kita akan berjalan-jalan di kota. Melihat-lihat pasar dan keramaian. Aku akan membelikan dua setel baju baru. Kemudian kalau lapar kita mampir ke rumah makan." , ujar Hua Ng Lau dengan penuh semangat.
"Wah" ada apa dengan ayah" Mengapa tiba-tiba jadi suka pelesiran begini?", ujar Hua Ying Ying tidak bisa
menyembunyikan keheranannya, meskipun dia ikut bersemangat dan merasa senang dengan ajakan Hua Ng Lau.
"Hahaha, tidak ada apa-apa, hanya saja saat bangun tadi pagi perasaanku terasa sangat baik dan aku teringat, semenjak
kita tinggal di Gui Yang belum pernah sekalipun kita berjalan bersama-sama, sekedar mencari kesenangan tanpa banyak
memikirkan pekerjaan.", jawab Hua Ng Lau.
"Ehmm" guru, apakah guru tidak keberatan jika aku tinggal saja di rumah?", tanya Huang Ren Fu hati-hati.
"Tinggal di rumah" Kenapa?", tanya Hua Ng Lau.
"Aku masih ingin melatih kembali ilmu yang baru guru ajarkan. Ada beberapa bagian dari teori yang guru ajarkan, yang
masih belum bisa kupahami dengan sempurna.", jawab Huang Ren Fu.
"Hmm" tidak bisa, tidak bisa. Kalian berdua harus ikut. Dengar Ren Fu, bukan tanpa alasan aku mengajak kalian berdua
untuk bertamasya. Kalian perlu ingat, baik tubuh maupun pikiran, keduanya memiliki batas-batas kekuatan. Jika terus
menerus dipaksa bekerja, hasilnya justru akan menjadi buruk. Seperti kapak yang sudah tumpul dipakai untuk menebang
kayu. Hari ini mari kita mengistirahatkan pikiran dan tubuh kita dari rutinitas sehari-hari.", kata Hua Ng Lau menjelaskan.
"Hmm" baiklah guru, aku mengerti.", jawab Huang Ren Fu.
"Nah kalau begitu, pergilah kalian bersiap-siap.", ujar Hua Ng Lau untuk kemudian meninggalkan dapur dan kembali
menikmati teh hangatnya. Akhirnya mereka bertiga pun berkeliling di kota Gui Yang dengan santai. Puas melihat-lihat berbagai keramaian, Hua Ying Ying seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Beda dengan Hua Ying Ying, Huang Ren Fu hanya tertawa geli
mengamati tingkah laku adiknya, tanpa benar-benar menikmati perjalanan mereka.
"Hee" sepertinya kau tidak terlalu senang.", tanya Hua Ng Lau.
"Tidak juga guru, aku cukup menikmati, sesekali melihat keramaian di luar setelah begitu lama mengurung diri dalam ruang yang tertutup rasanya cukup menyenangkan juga.", jawab Huang Ren Fu sambil tersenyum.
"Ah" syukurlah kalau begitu", ujar Hua Ng Lau.
"Cuma memang aku lebih suka bertamasya di alam bebas dengan pemandangan yang indah, daripada berjalan-jalan di
tengah kota.", ujar Huang Ren Fu.
"Kalau begitu lain kali, kita sempatkan waktu u ntuk melihat-lihat Danau Baihua, bagaimana?"
"Boleh juga guru", jawab Huang Ren Fu.
Begitulah guru dan murid itu bercakap-cakap sendiri, sementara Hua Ying Ying melihat-lihat barang dagangan yang dijual di sebuah toko kain yang terbesar di kota Gui Yang. Huang Ren Fu hanya tertawa lebar saat akhirnya Hua Ying Ying keluar
dengan membawa beberapa gulung kain.
"Hei" jangan hanya tertawa-tawa, bantu aku membawa barang-barang ini.", seru Hua Ying Ying yang kesulitan membawa
semua barang yang dia beli.
Selesai menemani Hua Ying Ying memuaskan dirinya, mereka bertiga pun pergi ke salah satu rumah makan yang cukup
terkenal di kota itu. Hua Ng Lau dengan royal memesan berbagai macam masakan yang mahal. Sambil menunggu pesanan
mereka datang, ketiga orang itu pun bercakap-cakap ringan di antara mereka sendiri. Di saat mereka bersenda gurau, tiba-tiba wajah Hua Ng Lau berubah. Perubahan itu sendiri tidak terlalu kentara, namun Hua Ying Ying dan Huang Ren Fu yang
sudah mulai mengenal tokoh tua ini dengan dekat melihatnya.
"Ayah, ada apa?", tanya Hua Ying Ying dengan suara perlahan.
"Hmmm" ini sedikit aneh", jika tidak salah yang barusan masuk dan duduk di sana itu adalah salah seorang pendekar
Kunlun dan di sebelahnya bukankah dia salah seorang pimpinan Partai Pedang Keadilan di Kota Gui Yang ini.", jawab Hua
Ng Lau dengan suara setengah berbisik.
"Dari mana guru bisa tahu bahwa orang yang datang itu adalah murid Kunlun?", tanya Huang Ren Fu ingin tahu.
"Kalian perhatikan gagang pedang yang dia bawa, lihat bentuk dan simbol yang ditatahkan di ujungnya. Itulah pedang milik perguruan Kunlun, yang membawanya kemungkinan besar adalah anak murid perguruan Kunlun.", jawab Hua Ng Lau.
Huang Ren Fu menganggukkan kepala tanda mengerti, selintas dia mencoba memperhatikan gagang pedang orang yang
baru datang diam-diam. Setelah beberapa kali mencuri pandang, dapatlah dia melihat ciri-ciri yang membedakan gagang
pedang milik murid Kunlun dengan gagang pedang pada umumnya.
Pada umumnya perguruan-perguruan yang cukup besar dengan jumlah murid yang sudah lewat lebih dari dua generasi
dengan perguruan yang lebih dari satu cabang, memang membuat tanda-tanda semacam ini. Tanda-tanda ini dibuat dengan
maksud untuk memudahkan mereka saling mengenal saat berkelana dalam dunia persilatan. Tentu saja ada kemungkinan
orang luar dengan sengaja meniru-niru tanda tersebut. Itu pula sebabnya dalam setiap perguruan selalu ada orang-orang
yang khusus ditugaskan untuk menjadi penegak peraturan. Selain untuk mengamati murid-murid sendiri agar tidak berbuat
onar di luar, mereka juga bertugas untuk memastikan tidak ada orang yang memalsukan tanda perguruan mereka dan
merusak nama perguruan. Mereka ini keras bertindak pada murid perguruan yang berbuat onar, tapi lebih keras lagi pada
orang luar yang berani memalsukan tanda perguruan mereka. Kalaupun orang itu dibiarkan hidup, tentu sudah dalam
keadaan cacat dan jadi orang yang tidak berguna. Satu-satunya kegunaannya adalah untuk memberi tahukan pada orang
lain, betapa mengerikannya hukuman buat orang yang memalsukan ciri perguruan itu.
"Apa yang aneh dengan pertemuan mereka itu" Bukankah sejak beberapa bulan yang lalu, Kunlun sudah menjadi sekutu
Partai Pedang Keadilan?", tanya Huang Ren Fu.
"Memang begitu yang terjadi, namun bukankah dari kabar yang beredar, hal itu terjadi karena mereka terpaksa, terikat oleh satu kesepakatan yang merugikan mereka. Tapi sekarang kita lihat seorang pendekar Kunlun bercakap-cakap akrab dengan
seorang dari Partai Pedang Keadilan.", jawab Hua Ng Lau.
"Memang agak mencurigakan" apakah menurut guru ada kemungkinan orang-orang Kunlun berusaha membuat rusuh
Partai Pedang Keadilan dari dalam, dengan menarik orang-orang penting di dalamnya ke pihak mereka?", tanya Huang Ren
Fu. "Hmm" apakah tidak mungkin , mereka ini kebetulan saja bersahabat" Atau mungkin Kunlun benar-benar berusaha
menjalin hubungan yang lebih baik dengan Partai Pedang Keadilan?", Hua Ying Ying menyela.
"Bisa jadi hal itu terjadi, tapi bayangkan sebuah perguruan ternama dengan sejarah ratusan tahun seperti Kunlun harus
mengakui kekalahan di tangan sebuah partai yang baru muncul. Mengenal sifat-sifat orang di dunia persilatan yang
mengagungkan nama baik, apakah menurutmu mereka akan menerima hal itu begitu saja?", tanya Huang Ren Fu pada
adiknya. "Hmmm".kalau begitu apa yang akan kita lakukan?", tanya Hua Ying Ying.
"Sebaiknya kita amati saja dulu mereka, sebisa mungkin aku akan berusaha mendengarkan isi pembicaraan mereka. Kalian
berdua bersikaplah yang wajar agar tidak menarik perhatian.", bisik Hua Ng Lau.
Menguping pembicaraan orang memerlukan ketrampilan tersendiri, apalagi di tempat keramaian. Yang jadi masalah
bukanlah suara orang yang terlalu pelan, tapi bagaimana memisahkan satu suara dengan suara yang lain. Hua Ng Lau yang
sejak muda berkelana sendirian terbilang ahli dalam bidang menguping pembicaraan orang. Bukan hanya membedakan
suara, dia juga bisa membaca gerak bibir. Ketika suara tidak terdengar, maka mata yang menjadi telinga. Dengan dua
keahlian itu, maka Hua Ng Lau pun mampu mengikuti pembicaraan kedua orang yang ada di hadapannya, meskipun hanya
sepotong-sepotong saja. ?"kenapa terlambat" " persediaan di rumahku sudah hampir habis?"
?"ada kesulitan" kurasa dia anak buah Chou Liang?"
?" sudah curiga?"
"Tidak" masih aman" berhasil kukecoh?"
?"perlu tambahan?"
?" ada rekan lain ... tapi akhirnya berhasil kubujuk juga ?"
?" bagus, ketua pasti akan senang mendengarnya ?"
Mereka masih bercakap-cakap untuk beberapa lama, namun dari potongan yang dia dengar sampai saat ini Hua Ng Lau
sudah bisa mendapatkan gambaran dari keadaan yang terjadi di Gui Yang. Huang Ren Fu dan Hua Ying Ying yang bercakapcakap dengan riang, sebenarnya juga ikut berusaha mendengarkan. Kesulitan mendengarkan, mereka hanya bisa
mengamati raut wajah Hua Ng Lau. Melihat wajah Hua Ng Lau yang makin lama makin tegang, dengan sendirinya mereka
pun ikut merasa tegang. "Sebaiknya kita keluar sekarang", ujar Hua Ng Lau mengambil keputusan.
Tanpa menunggu jawaban dari anak angkat dan muridnya, dia menggamit seorang pelayan yang kebetulan melewati meja
mereka, "Pelayan, tolong bungkus sisa makanan yang belum habis."
Sambil menyisipkan uang tips buat pelayan tersebut Hua Ng Lau menambahkan, "Cepat ya, aku sedang ada urusan
penting." Uang memang jadi raja buat sebagian besar manusia, kebetulan pelayan tersebut termasuk salah satu di antaranya,
bergegas dia membungkuk-bungkuk hormat dan menjawab, "Baik tuan, baik, tunggu di sini sebentar."
Sambil menunggui pelayan itu membereskan meja dan membungkus makanan mereka, setiap kali ada kesempatan, Hua Ng
Lau serba sedikit memberi tahukan apa yang sudah dia dengar pada Huang Ren Fu dan Hua Ying Ying. Tidak lama mereka
menunggu, semua makanan yang belum habis sudah selesai dibungkus rapi. Hua Ng Lau bertiga pun meninggalkan rumah
makan itu, setelah berada di luar barulah Huang Ren Fu berani bertanya.
"Guru, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?", tanya pemuda itu.
"Pertama, kita pastikan dulu bahwa benar yang datang itu adalah anak murid perguruan Kunlun. Untuk itu aku butuh kau
untuk mencari perkara dan bergebrak beberapa jurus dengannya. Tapi ingat, kau berkelahi untuk mengingat-ingat jurus
yang dia pakai, bukan untuk mencari kemenangan. Jangan segan untuk mengalah dan merendahkan diri.", jawab Hua Ng
Lau "Lalu bagaimana dengan aku ayah" Apakah ada tugas juga untukku?", tanya Hua Ying Ying dengan perasaan harap-harap
cemas. "Ya, tugasmu membawa barang-barang yang kaubeli dan makanan yang sudah dibungkus ini ke rumah", jawab Hua Ng Lau
sambil menyengir. "Ah ayah", jangan bercanda yah", keluh Hua Ying Ying.
"Hehe, tapi tidak juga, untuk sementara ini kukira hanya itu yang bisa kau lakukan, tidak mungkin aku mengajakmu untuk
menguntit lawan misalnya dengan bawaan yang banyak itu. Jangan memikirkan besar kecilnya tugas, tapi lakukan saja apa
yang menjadi tugasmu dengan sebaik-baiknya.", Hua Ng Lau terkekeh melihat Hua Ying Ying kecewa.
"Ya sudahlah, lalu ayah sendiri, apa yang akan ayah lakukan?", tanya Hua Ying Ying.
"Aku akan mencoba mengikuti orang Partai Pedang Keadilan dari kejauhan, jika dia bilang ada rekannya yang berhasil
dibujuk, mungkin dia akan menemui rekan barunya ini untuk membicarakan hasil pertemuannya. Mungkin juga tidak, tapi
siapa tahu?", jawab Hua Ng Lau pula.
"Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau aku mengawasi Kakak Ren Fu dari kejauhan, siapa tahu nanti dia butuh bantuan.
Mungkin saja anak murid Kunlun yang datang ini termasuk berdarah panas dan tidak mau berhenti sebelum melihat darah
tertumpah, aku kan bisa membantu melerai mereka.", ujar Hua Ying Ying.
"Hmm.. boleh juga demikian. Ren Fu, kau ingat baik-baik ya, kau mencari perkara hanya untuk menyelidiki asal-usul orang itu saja. Setelah kau merasa cukup meilhat jurus-jurusnya, segera mengalah saja dan sebisa mungkin merendahkan diri
supaya dia puas dan berhenti. Jangan terlampau jauh mendesak lawan, kita tidak ingin memancing kecurigaan lawan-lawan
kita.", ujar Hua Ng Lau.
"Aku mengerti guru.", jawab Huang Ren Fu.
"Baiklah kalau begitu, kita mencari tempat untuk menunggu mereka keluar dari rumah makan tanpa terlihat.", ujar Hua Ng
Lau. Akhirnya ketiga orang itu berhenti di sebuah toko yang menjual berbagai macam hiasan rumah. Hua Ying Ying kembali sibuk melihat-lihat, sementara Huang Ren Fu dan Hua Ng Lau memperhatikan pintu keluar rumah makan yang baru saja mereka
tinggalkan. Sembari menunggu Hua Ng Lau pun membisikkan nasihat-nasihat untuk Huang Ren Fu.
"Pada saat berkelahi gunakanlah gerakan kaki yang baru saja aku ajarkan pada kalian, tapi kombinasikan dengan ilmu
pukulan keluarga Huang. Keduanya memiliki sumber yang sama dengan ilmu Lohan Chuan dari Shaolin. Meskipun
merugikan dirimu karena kelebihan dari kedua ilmu itu jadi berkurang faedahnya tapi dengan menggabungkan kedua ilmu
itu, akan sedikit mengaburkan ilmu apa sebenarnya yang kau pakai."
"Aku mengerti guru, tugasku untuk menyelidiki asal usul ilmu lawan dan jangan sampai lawan bisa meraba asal-usulku
sendiri." "Benar, ingatlah hal itu baik-baik. Demikian juga sewaktu membuntuti lawan, bila kau lihat tiba-tiba orang yang kau ikuti itu berhenti, kemungkinan besar dia sedang mengamati apakah ada orang yang mengikutinya. Jika dua atau tiga kali dia
berhenti dan dia melihat orang yang sama sedang berhenti beberapa jauh darinya, maka tahulah dia bahwa dia sedang
diikuti." Sejenak Huang Ren Fu memikirkan hal itu sebelum mengangguk dengna bersemangat, "Ya, aku mengerti. Cara itu bagus
sekali, lain kali jika aku dalam perjalanan yang penting, cara itu bisa kugunakan."
"Hehehe, itu baru cara paling umum untuk memeriksa apakah kita sedang diikuti orang atau tidak", ujar Hua Ng Lau sambil tertawa terkekeh.
Ketika hendak bertanya lagi, Huang Ren Fu melihat dua orang yang hendak mereka kuntit keluar dari rumah makan.
"Guru mereka sudah keluar", ujarnya.
"Pergilah kau mengikuti mereka, aku akan menyusul beberapa saat lagi", jawab Hua Ng Lau.
"Baik guru", jawab Huang Ren Fu dan dia pun bergegas mengikuti mereka diam-diam.
Hua Ng Lau sendiri terlebih dahulu mengabari Hua Ying Ying sebelum diam-diam mengikuti. Hua Ying Ying sesuai pesan Hua
Ng Lau, menunggu beberapa saat sebelum menitipkan barang-barangnya dan ikut keluar mengikuti Huang Ren Fu. Kedua
orang yang diikuti itu berpisah dan mengambil jalan yang berbeda segera setelah mereka sampai di satu persimpangan.
Sejak keluar dari rumah makan pun keduanya sudah bersikap seperti orang yang tidak saling mengenal. Karena sudah
membagi tugas sebelumnya, maka tanpa banyak cakap, Huang Ren Fu mengikuti orang yang dicurigai merupakan anak
murid perguruan Kunlun, sementara Hua Ng Lau mengikuti yang seorang lagi.
Huang Ren Fu sambil terus mengikuti orang yang ada di depannya, terus berpikir bagaimana caranya dia hendak mencari
perkara dengan orang itu. Ketika dia melihat orang yang diikutinya berhenti sebentar di seorang penjual kipas dan macam-macam kerajinan tangan lainnya, Huang Ren Fu teringat dengan nasihat Hua Ng Lau.
"Hmm" apakah dia sedang melihat ke sekelilingnya" Mengingat-ingat orang-orang yang ada di sekitarnya, jika aku
menunggu sampai dia memeriksa keadaan untuk kedua kalinya, bukankah ada kemungkinan dia akan mencurigaiku?", pikir
Huang Ren Fu. "Tunggu dulu" bukankah tugasku sekarang ini bukan membuntuti dia, tapi mencari perkara dan menguji ilmu silatnya?",
berpikir demikian Huang Ren Fu pun membuat keputusan.
Pemuda itu terus saja berjalan, tidak berusaha bersembunyi tidak pula ikut berhenti menunggu. Dia berjalan saja tenangtenang, padahal seluruh panca inderanya bekerja dengan tajam. Pemuda itu mengamati keadaan di sekelilingnya, apa yang
dilakukan orang-orang di sekitar itu, terutama mengamati juga gerak-gerik orang yang sedang dia incar. Dia pun
menyesuaikan gerakannya dengan gerakan mereka. Hal ini sulit tapi masih dalam kemampuan Huang Ren Fu, karena
mereka yang bergerak pun sedang bergerak dengan normal dan sesuai dengan yang diinginkan Huang Ren Fu, dirinya pun
berjalan melintas murid Kunlun yang sedang dia incar, menubruk orang di depannya dan terpental menabrak murid Kunlun
tersebut. "Hei !" "Hei, hati-hati!"
Brak! Krak" suara meja yang tertumbuk dan barang terinjak.
Suasana pun jadi ricuh dan pedagang yang merasa dirugikan pun meminta ganti rugi. Murid Kunlun yang ditumbuk Huang
Ren Fu tentu saja tidak mau tubuhnya didorong-dorong orang seenaknya, dengan sebelah tangan dia menangkis tubuh
Huang Ren Fu yang terhuyung ke arahnya. Huang Ren Fu yang mencari perkara mandah saja didorong, malah dia
menjatuhkan diri ke arah dagangan orang. Pedagang yang barang dagangannya terinjak sudah tentu tidak mau rugi, cepatcepat dia meraih baju Huang Ren Fu dan menahannya.
"He.. anak muda jangan ngacir dulu, kau harus ganti barang daganganku!", seru pedagang itu sambil meraih lengan baju
Huang Ren Fu. Pemuda itu pun mengibaskan tangannya, "He bukan aku yang salah!"
Bergegas dia menghadang jalan anak murid Kunlun yang rupanya juga tidak berniat cepat-cepat pergi seakan pencuri yang
takut ditangkap orang. Berdiri dengan tenang dia menunggu kericuhan itu selesai. Huang Ren Fu cepat-cepat menghadang
di depan murid Kunlun itu dan berkacak pinggang.
"Hei kau yang mendorongku ke arah barang dagangan orang itu! Apa sebenarnya maumu?", tegur dia dengan telunjuk
terarah ke depan wajah lawan.
Melihat sikap orang demikian kurang ajar, tentu saja wajah pendekar dari Kun Lun tersebut berubah angker oleh rasa
marah, "Hmph! Dirimu sendiri yang tidak berjalan dengan hati-hati mengapa menyalahkan orang lain?"
"Terserah apa katamu, kalau menurut kataku, kaulah yang salah dan kau yang harus mengganti kerugian orang itu.", ujar
Huang Ren Fu dengan tandas.
"Hahahaha, tidak disangka ada anak ayam berani mengaum, bukankah kau harusnya berciap-ciap. Hei anak muda, dengar
baik-baik, sedari tadi tanganku sudah gatal ingin menghajarmu, tapi baik kuberi kau kesempatan sekali lagi untuk
bertobat.", ujar pendekar Kunlun tersebut sambil tertawa mengejek.
Orang-orang yang berada di sekitar mereka dengan cepat menjauh begitu menyadari kejadian tersebut. Dari lagak lagu
mereka berdua, sudah jelas keduanya adalah orang dunia persilatan atau setidaknya seorang dari mereka berdua adalah
pendekar pedang. Daripada jadi sasaran mata pedang yang lewat lebih baik mundur menjauh dan menonton dari jarak yang
aman. Sementara itu Huang Ren Fu yang berhadapan muka dengan lawannya sekarang bisa mengamati lawannya lebih
jelas. Wajah orang itu terbakar matahari, matanya tajam dengan urat kening menonjol, menurut taksirannya usia lawan
tentu sudah mendekati 30 akhir atau awal 40-an. Melihat dari gerak-gerik orang dan keyakinan orang itu pada dirinya
sendiri, pemuda itu yakin orang di hadapannya itu tidak bisa diremehkan. Jika dia belum pernah mempelajari ilmu dari Hua Ng Lau, jelas dia sama sekali bukan tandingan orang tersebut. Namun Hua Ng Lau sudah memberinya tugas, Huang Ren Fu
pun yakin tentu gurunya sudah punya pertimbangan yang cukup mantap. Dengan kepercayaan pada gurunya, hati Huang
Ren Fu pun jadi lebih mantap.
"Hah! Karena kau membawa-bawa pedang sikapmu jadi sombong, tapi apa kau berani adu kepalan denganku?", jengek
Huang Ren Fu. "Anak muda, biar kuperingatkan dirimu sekali lagi, aku ini salah seorang murid perguruan Kunlun, sedikit ilmu silat yang mungkin pernah kau pelajari dari guru di kota ini atau dari orang tuamu, jangan kau pandang terlalu tinggi.", ujar pendekar dari Kunlun itu sekali lagi, meskipun hatinya sudah panas ingin menghajar Huang Ren Fu, dia masih mengingat derajatnya
sebagai murid perguruan ternama dan tak hendak sembarangan menghajar orang.
"Hahaha" kau bilang murid Kunlun" Aku pernah pula bertemu orang yang mengaku pernah belajar ilmu dari Kunlun,
nyatanya dia jatuh terjungkal terkena bogem tanganku. Jangan-jangan kau inipun sejenis jadi-jadian seperti dia,
membawa-bawa pedang tapi hanya dipakai untuk menggertak orang.", jawab Huang Ren Fu dengan kurang ajar.
"Anak tidak tahu diri, rupanya tuan besarmu harus memberi sedikit hajaran sebelum kau mau bertobat.", dengus pendekar
Kunlun itu dengan menahan geram.
Sadar lawan tidak bisa diremehkan dan di saat yang sama dia harus bertarung sambil menyamarkan sumber ilmunya
sendiri, Huang Ren Fu memutuskan untuk mengambil inisiatif terlebih dahulu.
"Jangan banyak bicara, makan saja kerasnya kepalan tanganku!", seru Huang Ren Fu sambil meloncat maju ke depan dan
mengirimkan sebuah pukulan.


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jarak antara Huang Ren Fu dan pendekar dari Kunlun itu masih ada beberapa langkah, tapi jarak itu ditutup dengan satu
lompatan yang sangat cepat. Inilah hasil latihan yang diberikan oleh Hua Ng Lau, ilmu Hua Ng Lau adalah ilmu warisan keluarga Hua yang bersumber dari dua orang tokoh silat besar di masa lampau, yaitu Huang Shi Zhou dan Feng Mianwu,
yang seorang adalah tokoh dari partai pengemis dan yang seorang lagi adalah ahli silat Lohan Chuan dari Shaolin. Tapi
kedua tokoh ini bukan menurunkan ilmu yang mereka pelajari dari guru mereka, melainkan bersama-sama menciptakan
satu ilmu baru berdasarkan apa yang mereka pelajari dan pengalaman mereka selama berkelana di dunia persilatan.
Lahirlah sebuah ilmu dengan gerak kaki mengikuti aturan Bagua dan gerakan atas menyesuaikan dengan kedudukan bagian
bawah tubuh. Keturunan Hua Tuo memulai pelajarannya di umur yang tidak muda namun dia memiliki kelebihan berupa
otaknya yang cerdas, untuk itu kedua tokoh itupun menciptakan ilmu yang mengandalkan kecepatan dan kerumitan, untuk
mengalahkan lawan yang memiliki hawa murni lebih kuat. Ilmu keluarga Hua ini pun lebih menitik beratkan pada
pergerakan untuk memasuki kelemahan lawan, cepat masuk ke dalam jarak serang, cepat menyerang dan cepat pula keluar
dari jarak serang. Huang Ren Fu sudah melatih ilmu ini lebih dari setengah tahun lamanya dan pemuda ini pun berlatih
dengan tekun dan pikiran yang tidak bercabang. Keluarganya sudah tidak ada, harta kekayaan tidak ada, bagi pemuda ini,
satu-satunya jalan yang terbuka bagi dia untuk menjejakkan kakinya di dunia adalah ilmu ajaran Hua Ng Lau ini. Ditunjang dengan bakat yang cukup baik, maka perkembangannya dalam menjalani ilmu ini sangatlah pesat. Memang Hua Ng Lau
selalu saja menemukan kekurangan dalam apa yang dia lakukan, namun hal itu muncul karena Hua Ng Lau menanggapi
semangat yang terpancar dari diri Huang Ren Fu dengan menuntut kesempurnaan dari muridnya itu. Hua Ng Lau sendiri
merasakan usia yang sudah makin menggerogoti dirinya dan tidak ingin meninggalkan muridnya dengan ilmu yang
setengah matang. Itu sebabnya Hua Ng Lau tidak mau menyibukkan Huang Ren Fu dengan ilmu obat-obatan, hal itu bisa
dipelajari Huang Ren Fu nanti setelah ilmunya lengkap. Kalaupun Hua Ng Lau keburu meninggal sebelum hal itu terjadi,
Huang Ren Fu masih bisa mempelajarinya dari Hua Ying Ying dan buku yang akan diwariskan Hua Ng Lau nanti.
Demikian cepat gerak tubuh Huang Ren Fu hingga pendekar Kunlun yang sudah kenyang makan asam garam itu pun
terkejut dibuatnya. "Celaka" apakah dia murid orang ternama?", pikir pendekar Kunlun itu sambil buru-buru menghindar ke belakang tanpa
sempat berpikir panjang. Sejenak setelah dia bergerak, menyesallah pendekar Kunlun tersebut karena sadar gerak menghindarnya menyisakan
terlampau banyak lubang dalam pertahanan dan merugikan dia dan mengeluh dalam hati, "Kalau sampai aku terjungkal di
bawah kepalan anak muda ini, bisa jatuh nama Kunlun oleh perbuatanku."
Tapi saat dia melihat serangan yang dilontarkan, pikirannya pun berubah," Hei" mengapa dia menyerang dengan serangan
setengah matang" Hmm" mungkin aku menilai pemuda ini terlalu tinggi. Biarlah aku mengalah dulu beberapa kali untuk
melihat lebih jauh."
Maka dalam beberapa jurus selanjutnya pendekar Kunlun itu pun tampak terdesak hebat oleh serangan Huang Ren Fu.
Meskipun sudah berniat hanya untuk mengamati saja, namun gerak kaki Huang Ren Fu memang cepat dan mengejutkan,
sehingga beberapa kali jalan mundur pendekar Kunlun itu pun terpotong dan dia harus menangkis atau ganti menyerang
untuk membuka jalan. Pertarungan pun jadi seru untuk dilihat.
"Hmm" rupanya ilmu pemuda ini lebih mengandalkan kecepatan kakinya saja, serangannya sendiri tidak perlu ditakutkan.
Tapi sungguh gerak kakinya sangat cepat, tidak heran dia menjadi besar kepala.", pikir pendekar Kunlun itu dalam hati.
Di lain pihak Huang Ren Fu berpikir berbeda, "Sejak tadi belum bisa kudesak dia untuk mengeluarkan ilmu-ilmu andalannya, apakah sebaiknya kutingkatkan kecepatan dan kerumitan gerak tubuhku" Namun jika aku meningkat pada jurus langkah
tingkat dau atau tiga maka dia akan bisa meraba asal-usulku. Bagaimana baiknya ini?"
Sedang Huang Ren Fu masih menimbang-nimbang, pendekar Kunlun itu telah sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada lagi
yang bisa dilihat dari serangan Huang Ren Fu yang telah beberapa kali mengulang jurus yang sama.
"Rupanya gerak kaki berdasarkan Bagua, pemuda ini cukup rajin berlatih hingga gerak kakinya cepat dan mengalir, sayang
perkembangannya terlalu sedikit dan sederhana. Belum sampai 30 jurus sudah bisa kuperhitungkan setiap kombinasi yang
dia miliki. Baiklah kukira ini waktunya bagiku untuk menghajar adat anak ini", pikir pendekar Kunlun tersebut.
Setelah berpikir demikian, mulailah pendekar Kunlun itu bergerak menyerang dengan jurus-jurus andalannya. Ilmu
perguruan Kunlun memiliki latar belakang Taoism yang kental, Bagua justru berasal dari Kunlun, itu sebabnya menilik
gerakan Huang Ren Fu yang mengambil inspirasi dari Bagua, pendekar dari Kunlun ini dapat dengan cepat memecahkan
gerak kaki Huang Ren Fu. "Hah! Anak muda berbekal sedikit pengetahuan tentang Bagua kau mau membangga-banggakan ilmu warisanmu. Cobalah
rasakan pukulanku ini Qian Long Xi Kong Quan.", seru pendekar Kunlun itu.
Tubuhnya tiba-tiba melambung ke atas, pukulannya bagaikan memenuhi udara di sekitar Huang Ren Fu mengurung pemuda
itu dari segala penjuru. Qian Long Xi Kong Quan atau Tinju Ribuan Naga Bermain di Udara sungguh tepat penamaan jurus
itu. Menggabungkan gerakan langkah yang mengurung ke delapan penjuru lawan, tinju bergerak menyerang dan menutup
ruang gerak lawan. Jurus ini tepat sekali mematikan langkah Huang Ren Fu yang lincah. Segera saja tubuh Huang Ren Fu
menerima pukulan lawan di berbagai tempat.
Sambil menggertakkan gigi Huang Ren Fu menyilangkan tangan di atas kepala dan di depan dada, mengerahkan hawa
murni untuk melindungi tubuhnya dari pukulan lawan yang jatuh seperti cucuran air hujan.
"Luo Yan Zhang!", seru pendekar Kunlun itu dengan suara menggelegar.
Seketika itu juga pandangan Huang Ren Fu berkunang-kunang, kepalanya seperti dijatuhi batu seberat ratusan kati.
Meskipun sudah melindungi dirinya dengan hawa murni tidak urung keseimbangannya tergoncang hebat. Bagusnya
reaksinya tidaklah lambat, sepersekian detik begitu lawan berseru, dia merasakan ancaman di bagian ubun-ubun kepalanya, buru-buru pemuda itu menghentakkan hawa murninya ke bagian punggung dan menyembunyikan kepalanya di antara dua
tangan dan punggungnya, Dai Ji Dun atau Tameng tempurung kura-kura, ilmu melindungi tubuh ciptaan Hua Ng Lau.
Dipandang sekilas tidak ubahnya anak kecil yang ketakutan dan menutupi kepalanya dengan dua belah tangan. Namun
jurus yang tidak sedap dipandang ini sudah menyelamatkan nyawa Huang Ren Fu. Luo Yan Zhang atau Tapak Jatuh Burung
Bangau, adalah sebuah pukulan dengan telapak tangan terbuka, memukul dari atas ke bawah dengan seluruh kekuatan
terpusat pada telapak tangan. Pukulan khas Kunlun ini memiliki daya hancur yang kuat.
Pendekar Kunlun itu dengan cerdiknya mengurung Huang Ren Fu hingga tak dapat berkisar dari tempatnya dengan Qian
Long Xi Kong Chuan sebelum memberikan pukulan akhir dengan pukulan andalannya Luo Yan Zhang.
Sesosok tubuh tiba-tiba menyibakkan kumpulan penonton yang melingkar di sekitar arena pertarungan.
"Kakak !!!", jerit Hua Ying Ying sambil menghambur ke depan, menghampiri tubuh kakaknya yang sudah tak berdaya.
Huang Ren Fu jatuh dengan kedua kaki dalam posisi bertelut, menengkurap di tanah dengan tangan menutupi kepalanya,
tidak bergerak-gerak lagi. Warna kemerahan terlihat mewarnai permukaan tanah di sekitar kepala Huang Ren Fu. Pendekar
Kunlun itu berdiri diam di tempatnya, Hua Ying Ying yang memeluk tubuh Huang Ren Fu dan menangis menggerunggerung, dan keyakinannya terhadap keampuhan pukulannya yang mematikan, membuat dia diam di tempatnya. Ketika
melihat tangis Hua Ying Ying tidak juga berhenti, pendekar Kunlun itu pun memutuskan untuk pergi. Bisa dia bayangkan
nona muda itu sudah mendapati kakaknya tidak bernafas lagi.
Sebelum pergi, pendekar dari Kunlun itu melontarkan sebuah keping emas pada Hua Ying Ying dan berkata, "Nona, dunia
persilatan adalah dunia yang keras. Saudaramu sudah menantangku untuk bertarung dan kerasnya kepalan tangan atau
tajamnya pedang adalah resiko yang harus kami terima sebagai orang yang hidup dalam dunia persilatan yang keras. Ku
akui kegagahan saudaramu, kau pakailah uang ini untuk mencari tabib yang baik dan merawatnya. Kuharap hari ini
saudaramu belajar untuk lebih berhati-hati dengan mulutnya."
Selesai berkata-kata dia pun pergi, melanjutkan kembali perjalanannya. Tidak ada seorangpun yang berani menahan
kepergiannya. Lagipula awal pertarungan itu dimulai sendiri oleh Huang Ren Fu yang sekarang terbaring tak bergerak.
Sambil berbisik-bisik dan bergumam tak jelas, satu per satu dari mereka yang tadi berkerumun mulai bubar. Takut
berurusan dengan yang berwajib, mereka pun meninggalkan tempat itu. Yang berdagang cepat-cepat membereskan barang
dagangannya, yang berencana untuk membeli cepat-cepat pergi ke pasar yang lain dan yang sekedar lewat cepat-cepat
melanjutkan kembali perjalanannya, meninggalkan Hua Ying Ying sendirian menangisi kakaknya yang tengkurap mencium
tanah dan tidak bergerak-gerak lagi. Mereka yang merasa kasihan pada gadis itu hanya bisa menepuk pundaknya, ada juga
yang menjatuhkan beberapa keping uang atau sekedar berbisik menghibur gadis yang menangis tanpa henti itu, sebelum
pergi menghilang, tak ingin tersangkut paut dengan sebuah pembunuhan.
Ketika keadaan sepi, perlahan-lahan Hua Ying Ying berbisik, "Semua orang sudah pergi?"
"Uuhh" kepalaku seperti terbelah dua?", keluh Huang Ren fu dengan suara berbisik.
"Salahmu sendiri kurang hati-hati?", bisik Hua Ying Ying.
"Kau memang adik yang kejam?", keluh Huang Ren Fu.
"Hmm" memangnya kau pikir aku tidak mengenal ilmu kura-kura mu itu?", balas Hua Ying Ying.
"Hei" berani kau menghina ilmu ciptaan guru?", tanya Huang Ren Fu sambil perlahan-lahan menegakkan kepala.
Hua Ying Ying hanya meleletkan lidah sebagai jawaban, sebenarnya gadis ini juga merasa khawatir dengan keadaan
kakaknya. "Apa kakak bisa berjalan atau harus merangkak seperti kura-kura?", ujarnya menggoda.
"Hmph"! Tentu saja berjalan, aku toh masih seorang manusia", jawab Huang Ren Fu sambil berusaha bangkit berdiri.
Kakinya goyah dan cepat-cepat Hua Ying Ying bergerak untuk menyangga supaya dia tidak sampai jatuh. Perlahan-lahan
sambil dipapah oleh adiknya Huang Ren Fu menjauh dari tempat itu, masuk ke sebuah gang sempit dan sepi yang mereka
temui pertama kali. Perlahan-lahan mereka menyusuri jalan yang kecil itu, sebelum kemudian menemukan sebuah tempat
yang lebih tersembunyi lagi. Huang Ren Fu menggamit tangan adiknya dan memberi tanda untuk berhenti. Hua Ying Ying
segera berhenti dan perlahan-lahan mendudukkan Huang Ren Fu di tanah. Tanpa banyak bicara Huang Ren Fu segera
memejamkan mata dan bersila. Pemuda itu pun mulai mengerahkan dan menggerakkan hawa murni dalam tubuhnya untuk
menyembuhkan luka-luka dalam yang dia derita. Hua Ying Ying dengan cekatan segera menajamkan panca inderanya dan
berjaga, memastikan bahwa kakaknya tidak terganggu.
Cukup lama Huang Ren Fu bersila dan mengatur hawa murni sebelum tubuhnya mulai mendapatkan kembali
keseimbangannya. Ketika dia membuka mata, wajahnya sudah tampak lebih segar. Hua Ying Ying dengan segera
mengangsurkan sebuah pil buatan Hua Ng Lau.
"Ini kak, obat untuk melindungi kepala dari cedera yang berbahaya."
Tanpa banyak cakap Huang Ren Fu menelannya, baru setelah itu dia berkata, "Ayolah kita cepat kembali ke rumah,
meskipun sekarang terasa jauh lebih baik, aku tidak ingin berkelahi untuk beberapa waktu."
Cepat-cepat kakak beradik itupun mencari jalan pulang, beberapa kali mereka salah mengambil jalan dan butuh waktu
beberapa saat sebelum mereka menemukan jalan yang mereka kenal. Meskipun menghabiskan banyak waktu, akhirnya
mereka pun sampai di rumah. Hua Ng Lau yang menantikan kedatangan mereka dengan cemas, segera menyambut kedua
kakak beradik itu dengan penuh rasa syukur.
"Ren Fu" bagaimana keadaanmu" Ying Ying, kau tidak apa-apa kan?"
"Aku tidak apa-apa ayah, tapi Kakak Ren Fu menderita luka dalam yang cukup berat.", jawab Hua Ying Ying sambil
memapah Huang Ren Fu ke sebuah bangku dibantu oleh Hua Ng Lau.
"Tidak apa-apa guru, memang kepalaku masih terasa sedikit pusing tapi kukira tidak terlalu parah, sebelum telapak
tangannya menghajarku, aku masih sempat mengurangi kerasnya benturan dengan melengkungkan badan, sehingga
sebagian tumpuan telapak tangannya tertahan oleh punggungku.", ujar Huang Ren Fu berusaha menenangkan Hua Ng Lau.
Memang tepat sekali jika Huang Ren Fu menggunakan ilmu Dai Ji Dun untuk menahan Luo Yan Zhang milik pendekar dari
Kunlun itu. Dalam Luo Yang Zhang, yang menjadi ujung penggada adalah telapak tangan, pangkal serangan yang menjadi
sumber kekuatan ada di panggul dan bahu, sementara lengan menjadi perpanjangan. Dengan melengkungkan punggung
sehingga sebelum telapak tangan lawan sampai di tujuan, lengan sudah terlebih dahulu tertahan oleh punggung Huang Ren
Fu, sehingga tenaga yang tersalurkan ke telapak tangan jadi berkurang jauh. Selain itu gerakan punggung yang
melengkung, seperti gerakan memutar, sehingga tenaga yang jatuh ke bawah, sebagian lagi digeser arahnya ke depan.
Dengan demikian, saat telapak tangan lawan membentur tangan Huang Ren Fu yang disilangkan di atas kepala, tenaganya
sudah jauh berkurang dan hanya sebagian kecil saja yang berhasil menerobos masuk menghantam kepala Huang Ren Fu.
Tapi yang sedikit itu pun sudah cukup untuk mengguncang isi kepala Huang Ren Fu. Bisa dibayangkan apa yang akan
terjadi jika pukulan itu dengan telak menghantam Huang Ren Fu, mungkin tengkorak kepalanya sudah remuk dan isi
otaknya berhamburan keluar.
"Hmm" anak pintar?" ucap Hua Ng Lau sambil meraba denyut nadi di pergelangan tangan Huang Ren Fu.
Jarinya yang peka bisa mengamati keadaan tubuh Huang Ren Fu hanya lewat denyut nadi yang dia rasakan.
"Hmm". Kejam sekali" Apa saja yang kau lakukan hingga dia semarah ini?", tanya Hua Ng Lau pada Huang Ren Fu.
Huang Ren Fu pun hanya bisa tersenyum kecut sambil mengangkat bahu. Hua Ng Lau menepuk-nepuk pundak pemuda itu
dengan rasa sayang. Bisa dia bayangkan pertarungan yang terjadi, muridnya yang satu ini selalu mengerjakan tugasnya
dengan kesungguhan yang sulit ditemui. Hua Ng Lau merasasakit melihat luka-luka yang dialami pemuda itu, tapi di saat
yang sama merasa bersyukur bahwa dia tidak salah memilih pewaris.
"Coba ceritakan pertarungan itu sendiri", ujar Hua Ng Lau sambil bang kit berdiri.
Beberapa saat kemudian Huang Ren Fu menceritakan jalannya pertarungan itu, sementara Hua Ng Lau dibantu Hua Ying
Ying, sibuk menyiapkan obat-obatan untuk merawat luka Huang Ren Fu.
"Qian Long Xi Kong Chuan" dan Luo Yan Zhang", tidak diragukan lagi dia seorang murid dari perguruan Kunlun.", gumam
Hua Ng Lau. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang Ayah?", tanya Hua Ying Ying.
"Pertama aku harus memastikan dahulu, bungkusan apa yang diberikan pendekar Kunlun itu pada orang dalam Partai
Pedang Keadilan. Menilik pembicaraan mereka, kukira obat itu tentu adalah sejenis obat penakluk jiwa. Setelah itu, hasil temuan itu sebaiknya aku sampaikan pada Bai Chungho, Ketua dari Partai Pengemis.", ujar Hua Ng Lau setelah berpikir
beberapa saat. "Mengapa tidak langsung ayah sampaikan saja pada Kakak Ding Tao?", tanya Hua Ying Ying.
Hua Ng Lau memandang puteri angkat dan muridnya dengan penuh kasih lalu menjawab, "Aku sudah tua, sebisa mungkin
aku tidak ingin lagi terlibat dengan urusan dunia persilatan. Lagipula Bai Chungho memiliki hubungan yang baik dengan
Ding Tao, tentu Ding Tao akan lebih mudah mendengarkan dia daripada mendengarkan pendapat orang yang baru dia
kenal." "Oh begitu" lalu apa rencana ayah untuk mengetahui isi bungkusan itu?", Hua Ying Ying mengangguk-angguk, namun
dengan cepat kembali bertanya.
"Aku sudah mengikuti orang itu diam-diam, sampai di rumah kediamannya. Nanti malam aku akan mencoba menyatroni
rumahnya dan mencuri sedikit dari isi bungkusan itu.", jawab Hua Ng Lau.
"Tapi guru, apakah hal itu tidak terlampau sulit" Pertama guru tidak tahu di mana bungkusan itu disembunyikan. Setelah
menemukan obat-obatan dalam rumah itu pun, guru belum tahu pasti apakah obat itu yang dibawa oleh pendekar dari
Kunlun tersebut.", ujar Huang Ren Fu sambil mengerutkan alis.
"Memang" sudah kupikir-pikirkan sejak tadi. Tadinya aku berharap bisa mengutil sedikit isi bungkusan itu saat menguntit orang itu. Siapa sangka, orang itu sangat waspada, tidak kutemukan kesempatan semacam itu.", jawab Hua Ng Lau sambil
menghela nafas. Mereka bertiga pun terdiam, tiba-tiba Hua Ying Ying memecahkan suasana, "Ayah, bagaimana kalau kita culik saja orang
itu, kemudian kita paksa dia memberikan keterangan."
Huang Ren Fu ikut memandang Hua Ng Lau penuh harap, namun Hua Ng Lau hanya tersenyum lemah, "Cara itu kurang
baik, dengan cara apa kita memaksa dia memberikan keterangan" Dengan ancaman" Dengan siksaan" Apakah kita bisa
yakin bahwa keterangan yang diberikan itu benar atau sekedar untuk menyelamatkan dirinya saja" Lalu apa yang akan kita
lakukan setelah dia memberikan keterangan" Apakah kita akan membebaskan dia" Bagaimana jika dia membocorkan
keberadaan kita pada orang-orang Kunlun. Bukankah usaha kita akan jadi sia-sia?"
"Tidak sia-sia begitu saja guru, setidaknya setelah mendapatkan bukti-bukti yang kuat, kita bisa meyakinkan Ding Tao dan para pengikutnya untuk mewaspadai orang-orang Kunlun.", jawab Huang Ren Fu.
"Hee" janganlah terlalu memandang rendah Ding Tao dan pengikutnya. Mereka bisa bekerja bersama, mendirikan satu
partai yang besar dalam waktu yang relatif sangat singkat. Bukankah di antara mereka ada Pendeta Liu Chun Cao yang
sudah terkenal berkelana, malang melintang di dunia persilatan sendirian. Ada juga yang disebut titisan Zhuge Liang, si Penasihat Chou Liang, ada juga Sun Liang yang bijaksana dan masih ada orang-orang lain yang menonjol. Mereka ini orang
yang teliti dan berpengalaman, aku yakin mereka sudah tahu dan mewaspadai persekutuan mereka dengan orang-orang
Kunlun.", ujar Hua Ng Lau dengan sabar.
"Jika demikian, bagaimana bisa orang-orang Kunlun mendekati pengikut Kakak Ding Tao yang ada di kota Gui Yang ini"
Bahkan siapa tahu hal ini terjadi bukan hanya di Gui Yang.", tanya Hua Ying Ying penasaran, karena ayah angkatnya selalu saja merendah.
Hua Ng Lau pun menjawab dengan sabar, "Jika kalian ingat apa yang aku ceritakan mengenai percakapan kedua orang itu.
Bukankah pendekar dari Kunlun itu sempat bercerita bahwa ada orang Chou Liang yang berusaha mengikuti jejaknya" Tapi
tampaknya orang-orang yang dilatih Partai Pedang Keadilan masih kalah pengalaman dengan orang-orang dari Kunlun.
Kalaupun ada orang-orang yang berpengalaman, jumlah mereka tidak seimbang dengan besaran dari partai mereka.
Akibatnya orang-orang Kunlun bisa dengan mudah menemukan celah dalam organisasi mereka. Hal ini memang sulit
diatasi, tidak seperti Kunlun dan perguruan besar lainnya yang memiliki puluhan bahkan ratusan tahun untuk menata diri, partai bentukan Ding Tao dan sahabat-sahabatnya, meningkat pesat dalam waktu kurang dari 1 tahun."
"Hmm" guru, bukankah seperti dalam berlatih ilmu bela diri yang pernah guru jelaskan. Peningkatan kemampuan yang
tidak mempertimbangkan keseimbangan keseluruhan, justru merugikan.", ujar Huang Ren Fu yang sejak tadi
mendengarkan dengan tekun.
"Murid pintar, murid pintar", ujar Hua Ng Lau dengan mata penuh rasa sayang, "Benar, seperti seorang yang sangat kuat
namun tidak luwes. Atau yang memiliki banyak jurus namun melupakan kekuatan."
"Ayah", jika Chou Liang benar-benar titisan Zhuge Liang, masa dia tidak menyadari hal sesederhana ini" Bukankah itu
artinya ayah masih lebih bijaksana dari dia?", tanya Hua Ying Ying.
Hua Ng Lau mengelus rambut gadis manja itu dan menjawab, "Kupikir bukan demikian yang terjadi, mereka pun tentunya
menyadari hal ini, namun waktu yang tidak berpihak pada mereka. Mereka dipaksa berpacu dengan waktu jika ingin
berpartisipasi dalam pemilihan Wulin Mengzhu."
"Huuh" apa sih pentingnya kedudukan itu" Mengapa setiap orang begitu menginginkannya" Sampai-sampai Kakak Ding Tao
pun ikut-ikutan mengejar kedudukan dan nama.", dengus Hua Ying Ying dengan kesal.
"Hahahaha, kau ini kadang-kadang seperti anak kecil saja. Kedudukan itu sangat berarti jika Ding Tao ingin berhadapan
dengan Ren Zuo Can dan sesuai ceritamu, bukankah itu adalah salah satu tugas yang dibebankan oleh Guru Ding Tao
kepadanya?", jawab Hua Ng Lau merasa geli.
"Guru benar Ying Ying, kurasa Ding Tao melakukan ini semua bukan karena keinginannya pribadi dan itulah perbedaan Ding
Tao dengan orang-orang lain yang memburu kedudukan itu.", ujar Huang Ren Fu.
"Benar juga sih" Kalau dipikir-pikir Paman Gu Tong Dang memberi tugas kok keterlaluan ya?", ujar Hua Ying Ying dengan
bibir mengerucut. Hua Ng Lau tersenyum lebar dan dalam hati merasa terenyuh karena dia sadar bahwa dalam hatinya yang terdalam Hua
Ying Ying masih mencintai Ding Tao, "Anak Ying" kukira guru Ding Tao melihat potensi yang ada dalam diri anak muda itu, demikian juga sifatnya yang tidak mementingkan diri sendiri. Itu sebabnya dia memberikan tanggung jawab yang
sedemikian besar padanya."
Mendengar jawaban Hua Ng Lau, Hua Ying Ying mengangguk-angguk puas. Puas karena ayah angkatnya sudah memuji
pemuda idamannya. Di lain pihak Huang Ren Fu menundukkan kepala dan tercenung, sikap Huang Ren Fu ini tidak lepas
dari perhatian Hua Ng Lau. Orang tua yang bijak ini dengan cepat memahami isi hati murid satu-satunya itu.
Dengan penuh rasa sayang dia menepuk pundak Huang Ren Fu, "Jangan salah paham, kau pun adalah pemuda pilihan. Jika
tidak masakan aku akan mempercayakan ilmu warisan keluarga Hua turun temurun kepadamu dengan hati mantap" Jika
saat ini aku masih menahan semangatmu yang meluap, maka kau pun harus ingat, saat Ding Tao sudah merasakan
pahitnyakehidupan dan menempa dirinya kau masih tinggal dalam lindungan keluargamu. Dia sudah mendahuluimu
beberapa tahun, karena itu janganlah membandingkan dirimu dengan dirinya."
Hati Huang Ren Fu merasa terhibur oleh ucapan Hua Ng Lau dengan lirih dia menjawab, "Terima kasih guru, atas
kepercayaan guru. Aku berjanji akan berusaha agar tidak membuat kecewa guru."
Hua Ng Lau mengangguk-angguk puas dan menjawab, "Aku percaya padamu, aku bahkan sudah melihat hasilnya hari ini.
Memang hari ini kau kalah melawan pendekar dari Kunlun itu, tapi coba perhitungkan dalam syarat-syarat yang kutetapkan
dan mengekang dirimu untuk bertarung dengan sepenuh hati. Di lain pihak pendekar Kunlun itu tanpa ragu menggunakan
ilmu-ilmu simpanannya untuk melawanmu. Jika pertarungan itu dilakukan tanpa batasan, aku yakin kau bisa
memenangkannya." "Guru terlalu memuji", ujar Huang Ren Fu dengan wajah memerah.
"Hahaha baiklah aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi, aku yakin kau tidak akan lupa diri oleh sedikit pujian. Kau juga tidak akan patah semangat karena merasa kalah dibandingkan orang lain. Teguhkan saja tekadmu, satu saat nanti kau akan
berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh nomor satu dalam dunia persilatan."
Wajah Huang Ren Fu memerah oleh rasa bangga. Seandainya bisa malam itu pun dia ingin memulai berlatih kembali, tapi
dia tidak berani melanggar perintah gurunya untuk beristirahat 2-3 hari lamanya. Hua Ying Ying pun meremas tangan
kakaknya itu dengan hangat, gadis ini turut merasa bahagia melihat kepercayaan ayah angkatnya pada kakak satu-satunya
itu. Hua Ng Lau melanjutkan, "Pada saat itu, maka satu saja pesanku. Jangan lupa dengan apa yang terjadi saat manusia
mementingkan segala cara untuk meraih tujuannya. Keluargamu sudah ikut menyaksikan apa yang terjadi saat hal itu
terjadi." Huang Ren Fu dan Hua Ying Ying tercenung beberapa lama, kemudian dengan khidmat Huang Ren Fu menjawab, "Kami
mengerti guru", kami akan mengingat baik-baik petuah guru."
Hua Ying Ying ikut mengangguk, mengiyakan.
"Baguslah, aku percaya dengan kalian. Jawabanmu itu membaut hatiku merasa tenang", jawab Hua Ng Lau.
"Ayah" lalu bagaimana dengan rencana ayah untuk menyatroni rumah orang itu?", tanya Hua Ying Ying.
"Aku akan mulai menyelidiki keadaan rumah mereka malam ini. Waktu memang mendesak tapi aku tidak mau bekerja
dengan serampangan. Sebisa mungkin aku ingin mendapatkan kepastian tanpa membiarkan mereka sadar bahwa rencana
mereka sudah terbongkar.", jawab Hua Ng Lau.
"Guru, apakah yang akan guru lakukan setelah mendapatkan obat itu" Apa saja yang bisa kita dapatkan dari contoh obat
itu?", tanya Huang Ren Fu ingin tahu.
"Aku tahu apa yang bisa dilakukan dengan obat itu", ujar Hua Ying Ying tiba-tiba.
"Oho, bagus coba katakan pada kami, apa saja yang bisa kita lakukan dengan obat itu di tangan kita?", ujar Hua Ng Lau
tertarik. "Kita bisa meneliti obat itu dan mencari pemunahnya, dengan begitu kita bisa membebaskan mereka yang sudah terlanjur
jatuh dalam pengaruh obat itu.", jawab Hua Ying Ying.
"Hmmm boleh juga" tapi ada hal lain yang lebih penting. Coba pikirkan apa hal itu?", tanya Hua Ng Lau lebih lanjut.
Huang Ren Fu yang tidak terlalu mengerti masalah obat-obatan hanya mendengarkan saja, sementara Hua Ying Ying
berpikir keras, "Mendapatka pemunah obat itu memang hanya memecahkan sebagian masalah saja. Mereka yang jatuh
dalam pengaruh obat itu, pada dasarnya adalah orang yang kurang setia pada Kakak Ding Tao?"


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berpikir demikian, tiba-tiba terbukalah pikiran gadis itu sambil tersenyum lebar dia menjawab, "Nah" aku tahu apa yang
akan guru lakukan setelah mendapatkan contoh obat itu."
"Hahaha, sepertinya kau yakin sekali, baiklah apa coba katakan.", ujar Hua Ng Lau.
"Ayah akan meneliti obat itu, melihat apa pengaruhnya pada tubuh manusia, kemudian ayah akan tahu dengan cara
bagaimana ayah bisa membedakan, siapa yang sudah meminum obat itu dan siapa yang belum jatuh dalam pengaruh obat
itu. Dengan cara itu, ayah dapat memberi tahukan pada Kakak Ding Tao, bagaimana caranya dia bisa tahu, siapa orang
dalam partainya yang bekerja sama dengan orang-orang Kunlun dan siapa yang setia padanya.", jawab Hua Ying Ying
dengan nada menang. "Hahahahaha, benar sekali. Kau memang puteri ayah yang cerdas", puji Hua Ng Lau sambil tertawa berkakakan.
Jawaban Hua Ying Ying rupanya tepat kena sasaran, menghadapi pengkhianatan dari dalam, adalah penting bagi Ding Tao
dan para pimpinan Partai Pedang Keadilan untuk mengetahui siapa-siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak bisa
dipercaya. Selain itu dengan mengenali sifat dari obat yang mereka minum, Hua Ng Lau ingin tahu apa yang membuat
mereka jatuh dalam pengaruh obat itu. Apakah mereka meminumnya dengan suka rela, ataukah mereka jatuh dalam
jebakan dan terpaksa mengkonsumsi obat itu untuk menyambung hidup. Obat yang digunakan untuk membuat seseorang
tunduk pada orang lain sangat banyak macamnya. Partai Matahari dan Bulan yang diketuai Ren Zuocan terkenal dengan
cara-cara sesat mereka, salah satunya adalah obat atau lebih tepatnya racun yang digunakan untuk memastikan kesetiaan
seseorang. Hua Ng Lau dengan pengalamannya yang luas, mengenal beberapa macam racun atau obat perampas jiwa yang
mereka gunakan. Jika obat yang diberikan oleh pendekar Kunlun itu termasuk obat-obatan yang dipakai oleh Partai
Matahari dan Bulan, maka ada bukti kuat bahwa mereka sudah menjalin hubungan dengan Ren Zuocan. Bukti ini juga bisa
dipakai untuk menelusuri lebih jauh, siapa-siapa saja yang sudah jatuh di bawah pengaruh Ren Zuocan.
Salah satu hal yang mencemaskan di dunia persilatan saat ini adalah adanya kabar burung bahwa Ren Zuocan telah berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan di daratan. Tapi siapa saja mereka itu dan dengan cara bagaimana
mereka jatuh dalam pengaruh Ren Zuocan" Mereka semua masih berada dalam kegelapan dan keragu-raguan dan
timbulnya kecurigaan di antara orang sendiri bisa dikatakan merupakan kerugian yang terbesar bagi mereka. Sejak
mendengar percakapan pendekar Kunlun dengan orang Partai Pedang Keadilan itu, muncul kecurigaan dalam hati Hua Ng
Lau bahwa Ren Zuocan melakukannya lewat obat perampas jiwa yang dimilikinya. Hua Ng Lau pun melihat dengan cara
bagaimana dia dan murid-muridnya bisa menyumbangkan kepandaian mereka bagi keselamatan banyak orang. Hua Ng Lau
bertekad untuk membongkar rahasia bungkusan yang disebarkan orang Kunlun secara diam-diam kepada para pengikut
Partai Pedang Keadilan. Setelah dia mempelajari dan mengetahui apa yang diakibatkan obat itu pada tubuh manusia, barulah Hua Ng Lau berani
meminta bantuan tokoh-tokoh lain dalam dunia persilatan. Karena jika tidak, Hua Ng Lau khawatir dia akan mempercayakan
rahasia itu pada orang yang salah. Jika perguruan yang terkenal lurus dan bergengsi tinggi seperti Kunlun bisa jatuh dalam pengaruhnya, lalu siapa yang bisa dipercaya"
Itu sebabnya meskipun di luaran Hua Ng Lau masih tampak tenang dan tertawa-tawa, sesungguhnya isi dadanya
bergemuruh. Perasaannya saat ini, mirip dengan apa yang dia rasakan saat hendak menghadapi pertarungan hidup mati
dengan lawan yang kuat. Apakah Hua Ng Lau akan berhasil membongkar rahasia tersebut" Waktu terus berjalan, tidak menunggu Hua Ng Lau
memecahkan rahasia tersebut lebih dahulu. Ding Tao dan pengikut-pengikutnya pun harus terus berjalan menghadapi
pemilihan Wulin Mengzhu yang semakin dekat tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi dalam tubuh partai mereka.
-------------------------------- o --------------------------------Hari pemilihan Wulin Mengzhu itu pun akhirnya datang. Siap atau tidak siap waktu terus berjalan tanpa menanti satu
orangpun. Mereka yang menyadari bagaimana waktu berjalan tanpa pernah menengok kembali ke belakang, memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya. Mereka tidak menyesali masa lalu, tapi belajar dan mengambil hikmah dari kesalahan di masa lalu.
Mereka tidak larut dalam impian akan masa depan, tapi bertekun dalam membangun masa depan mereka.
Ding Tao dan sahabat-sahabatnya adalah manusia-manusia serupa itu, mereka tidak mengangankan masa depan tanpa
bekerja. Cita-cita yang tinggi di masa depan, mereka raih dengan membangun di masa sekarang. Mereka tidak patah arang
oleh seberapa tinggi apa yang mereka capai, dibandingkan dengan seberapa tinggi yang ingin mereka raih. Keyakinan
mereka adalah apa yang mereka bangun sekarang tidak akan hilang sia-sia. Kalaupun mereka tidak nanti menggapainya
saat maut menjemput, mereka percaya ketulusan mereka akan menyentuh hati seseorang yang akan meneruskan
perjuangan mereka. Bukan soalan jika mereka tidak pernah menikmati masa indah yang mereka cita-citakan, karena masa
indah yang mereka cita-citakan itu bukanlah demi kesenangan pribadi mereka sendiri.
Hari itu mereka semua bersiap untuk berangkat menuju ke kaki gunung Songshan, tempat pemilihan Wulin Mengzhu akan
diadakan. Gunung Songshan adalah pusat utama perguruan Shaolin, lepas dari keadaan dunia persilatan yang diselimuti
oleh kabut keraguan dan ketidak percayaan, nama besar Shaolin tidak tergoyahkan. Bukan hanya reputasi akan kekuatan
mereka tapi juga keberadaan Shaolin sebagai sebuah biara, tempat berkumpulnya bhiksu-bhiksu yang lurus dan tidak
tergoda oleh gemerlapnya dunia. Shaolin juga terkenal sebagai tempat yang melahirkan patriot-patriot bangsa. Jika ada
yang mengatakan bahwa Shaolin menjadi penkhianat bangsa dan menjadi sekutu Partai Matahari dan Bulan, maka tidak
ubahnya dia mengatakan matahari terbit dari barat dan tenggelam di timur. Tidak akan ada seorang pun yang percaya.
Ding Tao berdiri tegap, memandangi orang-orang yang berdiri, berkumpul di hadapannya. Wajah-wajah yang sudah dia
kenal dalam waktu yang cukup lama, tapi lebih dari sekedar lamanya waktu, mereka inilah orang-orang yang dia percayai
sepenuh hati. Rencananya sebelum mereka berangkat bersama-sama, Ding Tao akan memberikan sepatah dua patah kata sebagai
penyemangat dan pengantar. Namun sekarang saat berhadapan dengan mereka, tiba-tiba semua kata-kata yang sudah dia
persiapkan terasa hambar di hatinya. Sebaliknya dalam diam, hati mereka berpaut menjadi satu. Tanpa kata mereka bisa
merasakan semangat yang sama yang bergelora dalam dada mereka masing-masing. Itu sebabnya Ding Tao pun terdiam,
hanya berdiri dan saling menatap.
"Ayolah kita berangkat", akhirnya dia berkata.
Tiga kata yang pendek itu tentu saja tidak cukup untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan, apa yang sudah mereka
kerjakan, apa yang akan mereka pertaruhkan hari ini dan apa yang ingin mereka capai. Tapi ribuan kata pun tidak mampu
menjabarkannya. Yang tidak dikatakan, yang dirasakan, saling pengertian yang terbangun, mengubah tiga kata yang
pendek itu menjadi kata sakti. Tiga kata saja dikatakan, balasannya bahkan lebih pendek lagi. Bukan kata, hanya dengusan dalam dada dan pandang mata yang menyala. Rombongan itu pun berangkat dalam segala kemegahannya. Kemegahan
yang terbangun dari perlengkapan dan jumlah mereka yang cukup besar, hanyalah kulit yang tidak berarti. Tapi kemegahan
yang bisa dirasakan setiap orang yang berpapasan dengan mereka, kemegahan yang terbangun dari semangat berkobar
puluhan orang dengan satu cita-cita itu, yang membubung tinggi ke atas langit, yang menusuk dalam kalbu, itu yang
menyilaukan mata mereka yang bertemu pandang dengan mereka.
Sesungguhnya ada banyak yang bisa diceritakan mengenai keberangkatan mereka kali ini. Di mata umum, Partai Pedang
Keadilan adalah partai yang kuat dengan dukungan dari beberapa perguruan ternama. Seakan-akan tidak ada yang perlu
mereka khawatirkan dalam pemilihan Wulin Mengzhu ini. Bahkan ada sebagian orang yang berpendapat, bahwa bagi Ding
Tao, kedudukan itu tidak ubahnya seperti buah yang tinggal dipetik.
Berbeda dengan pendapat umum, mereka yang menjadi pimpinan-pimpinan dalam Partai Pedang Keadilan justru
memahami benar betapa istana megah yang mereka bangun sesungguhnya adalah istana dari kaca.
Bayangan gelap yang menyelimuti dunia persilatan belum lagi berhasil mereka bongkar. Beberapa kegiatan dari perguruan
Kunlun yang sempat tertangkap oleh mata mereka justru membangkitkan kecurigaan, meskipun belum ada bukti kuat yang
mereka dapat. Dengan berbagai pertanyaan ini, dengan persekutuan yang meragukan, mereka berangkat ke kaki Gunung
Songshan. Itu sebabnya mereka pun membuat perhitungan mereka sendiri dan akhirnya diputuskan, seluruh anggota yang
dapat dipercaya benar akan diajak untuk ikut menyertai Ding Tao menuju ke kaki Gunung Songshan. Keputusan ini diambil
karena mereka tidak ingin memecah kekuatan inti mereka.
Apa yang terjadi bila ternyata yang dianggap sekutu adalah musuh dalam selimut. Bagaimana jika di dalam partai mereka
sendiri telah menyusup musuh-musuh yang menyamar" Jika benar demikian, maka yang berangkat ke kaki Gunung
Songshan akan berada dalam bahaya. Mereka yang ditinggalkan pun akan berada dalam bahaya. Jika memang harus
membuat pertaruhan dengan nyawa, biarlah mereka semua maju bersama. Demikianlah yang mereka pikirkan, semua yang
ikut dalam perjalanan ini menyadari keadaan tersebut. Namun resiko yang sedang mereka hadapi, mereka hadapi dengan
dada tegak. Niat mereka sudah teguh tercacak, tidak goyah oleh segala kemungkinan.
Keluarga-keluarga yang ditinggalkan sudah pula diamankan di tempat-tempat rahasia yang memang disiapkan. Beserta
mereka adalah orang-orang yang bekerjanya memang di bawah bayangan. Di luar dua kelompok ini pun masih ada
kelompok Guru Chen Wuxi, Fu Tong dan Song Luo yang dilarang untuk memunculkan dirinya. Mereka inilah yang menjadi
kekuatan tersimpan, yang akan menjaga bara api cita-cita mereka, seandainya Ding Tao dan mereka yang mengikutinya
binasa dalam usaha mereka merebut kedudukan Wulin Mengzhu.
Sedemikian cermat Chou Liang mengatur segala sesuatunya, sehingga tiap-tiap kelompok tidak mengetahui di mana
kelompok yang lain bersembunyi. Dengan demikian, seandainya ada satu tempat yang bocor ke telinga lawan, tidak akan
mudah bagi lawan untuk menelusuri dan menangkap kelompok-kelompok yang lain.
Ketegangan mewarnai perjalanan itu, bukan hanya mereka yang melakukan perjalanan saja. Ketegangan yang sama
bahkan mungkin lebih, mewarnai perasaan mereka yang ditinggalkan.
Sudah beberapa lama kelompok itu berjalan dalam diam, hanya sesekali terdengar gumaman dan kalimat-kalimat pendek
diucapkan. Tanpa terasa mereka pun sudah meninggalkan ramainya kota Jiang Ling. Berjalan menderap tanpa henti, sebuah
desa kecil yang berbatasan dengan Jiang Ling baru saja mereka tinggalkan. Di kiri dan kanan jalan yang mereka lewati,
terlihat pepohonan yang tumbuh jarang-jarang, di antara lebatnya rumput liar. Tidak ada satu pun rumah terlihat lagi, jika mereka tetap berjalan dengan kecepatan yang sama, baru tengah hari nanti mereka baru akan menjumpai desa yang lain.
Rasa tegang bercampur semangat semakin menekan mereka yang sedang berjalan. Terutamanya mereka yang belum
matang, baik dalam kehidupan ataupun dalam ilmu bela diri yang menuntut pengendalian diri. Di saat seperti itu, tiba-tiba terdengar seorang muda menyeletuk, pemuda itu adalah Qin Baiyu.
"Saudara Sun Gao, lihatlah langit begitu cerah", katanya sambil menghirup udara dalam-dalam.
Kedua orang muda yang dengan cepat menjadi sahabat yang tak terpisahkan itu pun menengadahkan kepala, memandangi
langit biru dan luas. "Ya" sungguh hari yang menyenangkan untuk memulai satu perjalanan.", jawab Sun Gao.
Keduanya berpandangan sejenak dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak sambil saling memukul bahu, "Sahabat baik! Hari
yang baik!" Dengan beberapa kata itu, ketegangan kedua orang muda itu tiba-tiba menjadi cair. Meskipun dengan suara setengah
berbisik, kedua orang muda itu mulai bercanda dan bercakap-cakap dengan bebas. Ketegangan yang sempat mewarnai hati
mereka hilang sirna begitu saja. Tinggal semangat, gurauan, ketertarikan pada segala hal khas orang muda yang meluapluap. Beberapa orang saling pandang dan bertanya-tanya, namun ketika mereka mulai saling memandang perlahan-lahan mereka
pun mulai bisa memahami apa yang terjadi. Merasakan hal yang sama yang dirasakan oleh Sun Gao dan Qin Baiyu. Mereka
yang lebih matang hanya tersenyum maklum.
Apa yang sebenarnya mereka rasakan"
Dari persiapan yang dilakukan, dari cara para pimpinan mereka menyampaikan, mereka pun bisa meraba-raba keadaan
yang akan mereka hadapi. Dengan demikian merekapun mulai berhitung dan menyadari apa yang sudah disadari terlebih
dulu oleh para pimpinan mereka. Jumlah mereka yang sungguh-sungguh bida dipercaya dan sekarang diajak ikut serta ke
kaki Gunung Songshan tidak sampai 100 orang. Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan murid-murid 6
perguruan utama. Bahkan jika dibandingkan dengan nama-nama besar dari keluarga yang turun temurun memiliki reputasi
di dunia persilatan, jumlah tersebut bukanlah satu jumlah yang bisa dibanggakan. Memang benar Perguruan Kunlun sudah
menjanjikan dukungan mereka, tapi apakah perkataan mereka bisa dijadikan sandaran" Sedangkan tadinya mereka datang
untuk menundukkan Partai Pedang Keadilan. Bagaimana dengan Perguruan Hoasan" Dengan mereka pun ada ganjalan yang
tidak mudah dihilangkan yaitu hilangnya nyawa Pan Jun ketua mereka yang terdahulu di tangan Ding Tao. Lebih-lebih lagi
jika mereka memperhitungkan Perguruan Kongtong, yang diam-diam sudah dipandang oleh setiap orang, ikut bertanggung
jawab dalam pembantaian di Wuling. Memang wibawa Shaolin bisa jadi jaminan bagi berjalannya pemilihan dengan aman
dan lancar. Tapi siapa tahu lawan di mana dan kapan lawan akan menyerang"
Dengan demikian, jika mereka harus berhitung dengan cermat, kartu yang bisa mereka andalkan tidaklah banyak.
Kepergian mereka ini tidak ubahnya sebuah perjudian dengan maut. Bisa jadi satu langkah mudah meraih apa yang
berusaha diraih, tapi bisa juga satu perjalanan bunuh diri.
Jika yang terburuk terjadi, maka bukan tidak mungkin mereka pergi untuk menghadapi kegagalan dan banyak kehilangan.
Untuk kembali pulang dan mendapati rumah mereka pun sudah direbut orang.
Memang tekad yang teguh dan tidak tergoyahkan sudah terpatri di dalam dada mereka. Tapi sebagai manusia mereka pun
tidak lepas dari perasaan tertekan. Setiap kali satu langkah menapak ke depan, mereka merasa satu tapak lebih dekat
dengan kematian. Tidak heran perlahan-lahan suasana jadi semakin menekan. Tawa Sun Gao dan Qin Baiyu menyadarkan
mereka. Memandang ke kiri dan kanan mereka melihat orang-orang yang mereka percayai dengan sepenuh hati. Melihat ke depan,
mereka melihat orang-orang yang mereka kagumi. Ada berbagai cara untuk mati, mati dalam perjuangan bersama orang
yang kau kagumi dan sahabat yang kau percayai adalah kematian yang jauh lebih menyenangkan dibandingkan puluhan
cara mati yang lain. Memikirkan hal itu, langit memang terlihat lebih cerah, hati pun hangat oleh persahabatan yang
mengelilingi mereka. Suasana perjalanan yang penuh ketegangan itu pun tersapu pergi.
Tanpa terasa satu hari pun berlalu, tidak banyak yang terjadi selama satu hari perjalanan mereka itu, informasi-informasi baru berkenaan dengan pemilihan Wulin Mengzhu tidak pernah berhenti datang, Setiap kali Chou Liang mendapatkan berita
baru, tentu dia akan menyampaikannya pada Ding Tao dan yang lain lewat seorang pembawa pesan. Berita itu bisa sampai
dengan relatif cepat untuk keadaan di jaman itu. Hal itu bisa terjadi karena sejak memulai membangun jaringan, Chou
Liang sudah menyiapkan orang-orang yang memelihara merpati pos untuk mengirimkan berita dengan cepat. Tidak diijinkan
oleh Ding Tao untuk ikut serta, Chou Liang akhirnya memilih untuk menyumbangkan tenaganya dengan sebisa mungkin
menyediakan berita terbaru pada mereka yang pergi. Di tempat lain Tabib Shao Yong memilih untuk menemani Murong Yun
Hua dan Murong Huolin. Tabib tua itu bertekad untuk menggunakan sisa hidupnya memastikan keselamatan keluarga dan
terutama putera Ding Tao, seandainya terjadi sesuatu dengan Ding Tao dan rombongannya.
Dari berita yang dikirimkan Chou Liang, Ding Tao dan yang lain mendengar majunya seorang pendekar pedang terkenal dari
utara yang mendapatkan dukungan dari banyak pendekar di daerah bagian utara untuk maju menjadi Wulin Mengzhu,
namanya Huang Zhuyu. Di pihak lain, justru dari ke enam perguruan terbesar tidak ada seorangpun yang mengajukan diri
untuk menjadi Wulin Mengzhu.
"Menurut kalian, apakah berita ini bisa dipercaya" Mengapa tidak satu pun dari enam perguruan besar mengajukan diri?",
tanya Ding Tao. Saat itu Ding Tao dan pimpinan lain Partai Pedang Keadilan berkumpul di satu ruangan yang cukup besar di rumah yang
mereka sewa. "Kalau tidak salah ayah Huang Zhuyu dulu pernah juga menjadi murid Perguruan Kunlun, sebelum kemudian mendirikan
perguruannya sendiri.", ujar Wang Xiaho.
"Bisa jadi, tapi dari berita yang disampaikan Chou Liang, dia maju sebagai pribadi, tidak membawa nama Kunlun", sahut
Tang Xiong. "Kukira mereka sadar bahwa pemilihan Wulin Mengzhu ini adalah sebuah perjudian. Tidak ada yang bisa memastikan siapa
menang siapa kalah. Katakanlah kita yakin dengan kemampuan kita, bukankah orang lain pun terus mengasah
kemampuannya?", jawab Liu Chun Cao.
"Benar, untuk mengetahui tingkatan tokoh-tokoh dalam dunia persilatan bukan barang yang mudah. Kebanyakan dari
mereka yang sudah memiliki nama dan reputasi, tidak lagi mencari-cari pertarungan, mereka hanya bertarung ketika ada
yang menantang.", ujar Wang Xiaho.
"Tentu saja mereka enggan bertarung jika tidak terdesak, kalau kalah bukankah reputasi yang dibangun dengan susah
payah akan runtuh seketika itu juga" Ke enam perguruan besar pun tidak ada bedanya dengan mereka, jika mereka ikut
maju dan kalah dalam pemilihan Wulin Mengzhu ini, bukankah akan menjatuhkan reputasi yang sudah dibangun?", ujar Ma
Songquan. "Aku tidak akan heran, jika nanti salah satu dari mereka tiba-tiba akan ikut mengajukan diri setelah semua calon yang
datang saling bertarung.", tiba-tiba Sun Liang memberikan pendapat.
"Ya" mereka akan menunggu sampai mereka melihat ringan beratnya lawan yang akan dihadapi, hanya jika mereka
memiliki keyakinan bahwa mereka bisa menang barulah mereka mengajukan diri.", gumam Sun Gao puteranya.
"Kalau begitu, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama?", tanya Qin Baiyu.
"Dalam hal ini, nama besar yang sudah dipupuk selama ratusan tahun memberikan mereka kelebihan dibanding tokohtokoh di luar ke enam perguruan tersebut. Kita yang terhitung baru ini, tentunya harus membuktikan diri terlebih dahulu sebelum dianggap layak untuk ikut dalam pertarungan. Sedangkan mereka, cukup dengan sejarah yang mereka bawa,
sudah membuat mereka berada dalam posisi yang layak pilih.", ujar Liu Chun Cao.
Dalam benak Qin Baiyu pun terbayang, bagaimana Ding Tao dan tokoh-tokoh lain yang maju dalam pemilihan bertarung
habis-habisan. Kemudian saat tenaga mereka terkuras dan tubuh sudah dihiasi luka-luka, tiba-tiba salah seorang dari enam perguruan ternama itu bangkit berdiri dan berkata, "Aku kecewa dengan kemampuan mereka yang maju dalam pemlihan
Wulin Mengzhu ini. Tadinya aku berharap bisa melihat orang yang layak maju memimpin kita tapi menilik kemampuan
kalian, terpaksa aku mengajukan diriku sendiri."
Membayangkan hal itu emosi Qin Baiyu jadi meluap dan dengan kesal dia menggeram, "Tidak adil?"
Ma Songquan tersenyum dan berkata, "Sejak kapan dunia persilatan mengenal kata keadilan?"
Ding Tao mengerutkan alis dan berkata, "Apakah benar demikian" Menilik apa yang dilakukan Ketua Guang Yong Kwang
beberapa bulan yang lalu, aku bisa membayangkan dia atau Ketua dari Kontong melakukannya, tapi kurasa tokoh-tokoh lain
seperti Biksu besar Khongzhen, Pendeta Chongxan, Tetua Xun Siaoma yang bisa dipercaya."
Beberapa dari mereka menganggukkan kepala setuju, tapi ada juga beberapa yang lain yang hanya diam dan menyimpan
pendapat mereka sendiri. Ma Songquan dan Chu Linhe yang bermasa lalu gelap, hanya tersenyum sinis, jelas buat mereka
semua orang dari perguruan besar sama busuknya. Kalau dipikirkan, sebenarnya sepasang kekasih ini sudah jauh lebih
baik, setidaknya ada orang-orang yang mereka percayai, Ding Tao dan yang lain, sementara dulu satu orang pun tidak.
Ding Tao yang barusan berkata, melihat reaksi mereka yang berbeda-beda hanya bisa menghela nafas.
"Sudahlah, apa pun yang harus kita hadapi, kita hadapi. Kalaupun harus berhadapan dengan seluruh tokoh dalam dunia
persilatan, bukankah kita sedang berusaha melakukan apa yang benar menurut hati nurani kita?", kata Ding Tao pada
akhirnya. "Ya, kukira, dipikirkan pulang pergi pun tidak akan ada banyak gunanya. Sejak awal kita sudah bersiap untuk menghadapi
apapun juga, pun jika tidak ada pihak lain yang berdiri bersama kita.", ujar Ma Songquan.
Kali ini semuanya menganggukkan kepala, mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu memang tidak ada gunanya. Yang
terpenting mereka tahu untuk tujuan apa mereka pergi ke kaki Gunung Songshan. Setelah bercakap-cakap lagi untuk
beberapa lama, membahas ini dan itu, baik masalah dunia persilatan maupun soalan lain sebagai sesama teman, akhirnya
mereka pun pergi beristirahat. Selama beberapa hari tidak banyak peristiwa penting yang dapat diceritakan. Yang cukup
mengejutkan adalah jumlah nama orang yang berangkat untuk ikut terjun dalam pemilihan Wulin Mengzhu ternyata
bertambah dengan cepat dari hari ke hari.
Mungkin karena mereka yang tadinya ragu untuk maju, mendengar bahwa jumlah mereka yang maju mencalonkan diri
sebagai Wulin Mengzhu tidaklah banyak, juga dari ke-enam perguruan besar tidak ada yang mencalonkan diri. Ada juga
yang memang tadinya kurang terdengar karena mereka maju hanya dengan mengandalkan kepandaian semata tanpa
menggalang dukungan dari pihak lain. Dalam 4 hari saja, jumlah mereka yang dikabarkan ingin mencalonkan diri sebagai
Wulin Mengzhu sudah menjadi 20-an orang jumlahnya. Itu baru dari berita yang ditangkap Chou Liang, belum mereka yang
luput dari pengamatannya. Setiap ada berita baru dari Chou Liang akan jadi bahan pembicaraan. Nama-nama yang muncul
ada yang memang banyak dikenal, ada pula yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan. Ada pula nama-nama baru
dari generasi seumuran Ding Tao. Demikianlah mereka menghabiskan hari-hari itu, semakin lama semakin dekat pada
tujuan. Mereka baru saja meninggalkan propinsi Hubei dan memasuki Hunan, ketika mereka melihat 18 orang bhiksu menghadang
jalan mereka. Delapan belas orang bhiksu menghadang jalan mereka, berdiri di depan mereka seorang Bhiksu bertubuh tinggi besar
dengan senyum ramah. Dari kejauhan pun Ding Tao dan para pengikutnya dengan cepat melihat mereka. 18 orang berpakaian khas bhiksu dengan kepala yang licin berkilauan berdiri berjajar tentu saja sangat menyolok. Di lain pihak Ding Tao berjalan diiringi sejumlah orang yang jumlahnya hampir 100 orang juga merupakan rombongan yang mencolok.
Mereka masih berada di jalan antara satu propinsi dengan propinsi yang lain, tempat yang dipilih ke 18 bhiksu itu untuk menghadang, adalah sebuah tempat yang lapang. Tidak ada bangunan di kiri dan kanan mereka, bahkan tidak tampak ada
rumah sejauh mata memandang. Ketika rombongan Bhiksu itu melihat hadirnya rombongan Ding Tao, mereka segera
bergerak menyambut. Melihat orang datang mendekat, hati Ding Tao dan yang lainnya jadi bertanya-tanya. Siapakah mereka" Apa tujuan
mereka" Apakah mereka memang sengaja menunggu di sana"
"Amitaba, Salam saudara, apakah benar saudara adalah Ketua Ding Tao dari Partai Pedang Keadilan?", ucap Bhiksu yang
bertindak sebagai pemimpin dari ke-18 orang bhiksu tersebut sambil merangkapkan tangan di depan dada, memberi salam,
bukan hanya pada Ding Tao tapi juga mengangguk ke kiri dan ke kanan, kepada mereka yang mengikuti Ding Tao.
Ding Tao yang ditanya dengan sopan merangkapkan tangan di depan dada, membalas salam mereka dan menjawab,
"Benar, nama siauwtee Ding Tao, boleh tahu siapa nama bapak Bhiksu yang terhormat dan bolehkah tahu ada urusan apa?"
Maling Budiman Berpedang Perak 1 Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Pendekar Guntur 9

Cari Blog Ini