Ceritasilat Novel Online

Pedang Hati Suci 12

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 12


akan2 mendidih, saking tak tahan, akhirnja ia mengaku: "Ja, be". benar! Memang akulah jang
membunuh Djik Tiang-hoat!"
"Dan dimanakah djenazah guruku?" tanja Tik Hun pula. "Sebenarnja telah kau buang kemana
djenazah beliau?" "Aku?"?" aku telah memasukkan majatnja kedalam liang sini, mungkin?".. mungkin
benar2 ada majat hidup lagi", sahut Tjin-san.
Dengan bentji Tik Hun pandang manusia durhaka itu, teringat olehnja derita sengsara dirinja
selama beberapa tahun ini, semuanja gara2 perbuatan kedua orang ajah dan anak she Ban
dihadapannja ini, dan kini Ban Tjin-san mengaku pula telah membunuh Djik Tiang-hoat,
keruan rasa gusar Tik Hun seperti api disiram minjak. Sjukur pertemuannja kembali dengan
Djik Hong ini telah membuat hatinja lebih suka daripada dukanja, kalau tidak, sekali gablok
tentu ia sudah hancurkan kepala Ban Tjin-san itu.
Tiba2 Tik Hun menggertak gigi dengan gemas, terus saja ia angkat tubuh Ban Tjin-san dan
dilemparkan 'blang', ia lempar orang she Ban itu kedalam liang dinding. Karena lubangnja agak
sempit hingga beberapa potong bata ambrol tertumbuk oleh badan Ban Tjin-san, habis itu
barulah ia terguling masuk ke dalam liang dinding buatannja sendiri itu.
Dan selagi Djik Hong menjerit kaget, Tik Hun sudah lantas seret Ban Ka pula dan didjedjalkan
kedalam liang dinding, katanja: "Ini namanja ada ubi ada talas, ada benci kudu membalas!
Mereka berdua telah membunuh suhu secara kedji, maka kitapun memperlakukan mereka
dengan cara jang sama".
SERIALSILAT.COM ? 2005 416 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Lalu ia gunakan bata jang terserak dilantai itu untuk merapatkan kembali dinding itu.
Memangnja disitu sudah komplit tersedia peralatan tukang batu, maka hanja sebentar saja Tik
Hun sudah selesai memasang tembok itu, bahkan ia kapur pula hingga putih bersih.
"Su".Suko", kata Djik Hong dengan suara ter-putus2, "akhirnja engkau telah dapat membalas
sakit hati ajah. Dan tentang djenazah ini, bagaimana harus diselesaikan?" ~ dan majat Go Him
lantas dituding olehnja. "Sudahlah, kita tinggal pergi saja, peduli apa dengan dia", kata Tik Hun.
Tapi Djik Hong berkata lagi: "Dan mereka berdua jang tertutup didalam dinding itu belum lagi
mati, kalau ada orang datang menolong mereka?".".
"Orang lain darimana bisa tahu kalau di dalam dinding situ terdapat dua orang?" ujar Tik Hun.
"Andaikata melihat dinding itu baru saja dipasang dan dikapur juga tentu orang akan menduga
tembok ini habis diperbaiki, tidak nanti orang menjangka dibalik dinding ada rahasianja.
Apalagi kalau kita pindahkan majat Go Him, orang lain lebih2 takkan mentjurigai kamar batja
ini". Habis berkata, segera ia angkat majatnja Go Him dan keluar kamar batja itu, katanja kepada
Djik Hong: "Marilah kita pergi sadja!".
Segera mereka melompat keluar dari pagar tembok taman keluarga Ban itu, Tik Hun
lemparkan majat Go Him ketanah, katanja: "Sumoay, kini sebaiknja kita harus pergi kemana?".
"Menurut pendapatmu, apakah ajahku benar2 telah dibunuh oleh mereka?", tanja Djik Hong.
"Ja, kuharap semoga Suhu masih hidup sehat walafiat," ujar Tik Hun. "Tapi menurut utjapan
Ban Tjin-san tadi agaknja kemungkinan itu sangat tipis".
"Aku harus kembali kerumah untuk mengambil sesuatu, harap kau menunggu aku di dalam
Su-theng bobrok disana itu", kata Djik Hong.
"Biarlah aku mengawani kau", ujar Tik Hun.
"Tidak, djangan!", sahut Djik Hong. "Pabila kita dilihat orang tentu akan menimbulkan
sangkaan djelek". "Tapi lebih baik aku mengawani kau saja, Ban Tjin-san masih mempunjai murid2 jang lain dan
tiada seorangpun diantara mereka adalah manusia baik2," kata Tik Hun.
"Tidak, tidak apa, aku tidak takut pada mereka," kata Djik Hong. "Harap kau pondong Khongsim-djay dan tunggu aku di sana".
SERIALSILAT.COM ? 2005 417 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Karena mengalami kedjadian2 jang menakutkan tadi, sementara itu Khong-sim-djay sudah
bobok njenjak didalam pangkuan sang ibu.
Biasanja Tik Hun memang suka menuruti segala permintaan Djik Hong, maka kini iapun
enggan membantah, terpaksa ia pondong sidara tjilik Khong-sim-djay dari tangan Djik Hong.
Kemudian sang Sumoay lantas melompat masuk lagi kerumah keluarga Ban itu, dan ia sendiri
lantas menudju kerumah berhala jang ditundjuk itu, ia dorong pintunja jang sudah rejot itu dan
masuk kedalam untuk menunggu datangnja Djik Hong.
Selang tjukup lama, masih tidak kelihatan kembalinja sang Sumoay, Tik Hun mulai gopoh dan
bermaksud menjusul kerumah Ban Tjin-san. Tapi ia kuatir kalau nanti diomeli Djik Hong,
maka ia menjadi bingung, ia pondong Khong-sim-djay dan berjalan mondar-mandir diserambi
rumah berhala itu dengan rasa tak sabar.
Se-konjong2 didengarnja didalam ruangan rumah berhala itu ada suara kelotakan dua kali, suara
orang mengerdjakan sesuatu.
Tjepat Tik Hun menjisir kepinggir dan berdiri disamping jendela dengan diam saja. Selang
sebentar, terdengarlah pintu dalam sana dibuka, lalu muntjul seseorang.
Mata Tik Hun tjukup tadjam meski ditengah malam gelap, ia dapat melihat djelas bahwa
orang itu adalah seorang pengemis wanita jang berambut kusut masai dan berbaju tjompangtjamping. Semula Tik Hun agak was-was dan kuatir kedatangan musuh, tapi demi melihat orang adalah
pengemis perempuan jang umum, iapun tidak menaruh perhatian lagi. Pikirnja: "Rumah
berhala bobrok ini adalah tempat meneduh pengemis wanita ini, kedatanganku ini berarti telah
mengganggu padanja. Ai, mengapa Djik-sumoay masih belum datang kembali?"
Dalam pada itu, mendadak Khong-sim-djay mendjerit tangis dalam mimpinja sambil memanggil2: "Ibu, ibu!".
Ketika mendadak mendengar suara lengking orang, semula pengemis wanita itu terperandjat
hingga mengkeret ketakutan dipodjok serambi sana sambil menangkup kepalanja sendiri.
Kuatir kalau Khong-sim-djay mendusin, pelahan2 Tik Hun menepuk bahu dara tjilik itu
menimang: "Anak manis, djangan menangis! Segera ibu akan datang, djangan menangis, anak
manis!". Sesudah mengetahui bahwa jang berteriak tadi adalah seorang dara tjilik, pula melihat Tik Hun
tiada bermaksud djahat padanja, maka pengemis wanita itu mendjadi tabah, bahkan ia lantas
membantu menimang Khong-sim-djay, katanja: "O, anak manis, anak pintar! Djanganlah
menangis, segera ibu akan kembali!".
SERIALSILAT.COM ? 2005 418 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kemudian ia berkata pada Tik Hun dengan suara rendah: "Seorang dikala tidurnja memang
sering melihat setan. Ada orang ditengah malam buta suka bangun untuk pasang tembok, o,
djang?"?"djangan kau tanja?"?"djangan kau tanja padaku". ~ demikian ia takut2
pula dan me-njisir2 hendak pergi.
Mendengar utjapan orang aneh itu, segera Tik Hun bertanja: "Apa jang kau katakan?".
"Ah, tidak?""tidak apa2", kata pengemis wanita itu. "Loya telah mengusir aku, ia tidak sudi
padaku lagi. Padahal, dahulu, diwaktu aku masih muda djelita, beliau sangat".sangat suka
padaku. Kata orang: "Mendjadi suami-isteri semalam akan tjinta seratus malam, menjadi suamiisteri seratus malam, tjinta kasih semakin mendalam". Maka?"maka aku tidak putus asa,
pada suatu hari tentu?"..tentu Loya akan mentjari padaku lagi. Ja, memang, menjadi suamiisteri semalam akan timbul tjinta seratus malam, mendjadi suami-isteri seratus malam, tjinta
kasih keduanja semakin mendalam?"?".
Mendengar sipengemis wanita itu ber-ulang2 menjebut 'menjadi suami-isteri semalam timbul
tjinta kasih seratus malam, menjadi suami-isteri seratus malam, tjinta kasih keduanja akan
makin mendalam', seketika hati Tik Hun tergetar, pikirnja mendadak: "Ai, djika begitu
djangan2 tjinta Hong-moay kepada suaminja djuga takkan terputus begini saja?".
Karena perasaan itu, segera ia pondong Khong-sim-djay dan berlari keluar dari rumah berhala
itu. Sudah tentu sedikitpun tak terduga oleh Tik Hun bahwa pengemis wanita jang dekil itu tak
lain tak bukan adalah Tho Ang atau si Mirah jang dahulu pernah mempitenahnja hingga
membuatnja hidup merana itu.
Begitulah Tik Hun berlari kembali kerumah Ban Tjin-san, segera ia melompat pagar tembok
dan memburu kekamar batja Ban Tjin-san.
Keruan kejut Tik Hun tak terkatakan, tjepat ia menjalakan pelita diatas meja, dibawah sinar
pelita itu dapat dilihatnja dengan jelas antero badan Djik Hong sudah mandi darah. Pada
perutnja masih menantjap sebilah belati.
Waktu Tik Hun periksa sekitar kamar itu, dilihatnja lantai berserakan potongan2 bata dan
kapur pasir, dinding jang baru dipasang itu telah terbongkar pula hingga berlubang dan Ban
Tjin-san serta Ban Ka sudah tak kelihatan batang hidungnja, entah sudah menghilang kemana.
Sambil berjongkok Tik Hun berlutut disamping Djik Hong, seruanja: "Hong-moay! Hongmoay!". ~ tapi saking kagetnja hingga ia gemetar dan suaranja menjadi serak.
Ia tjoba meraba mukanja Djik Hong, ia merasa masih hangat, hidungnja djuga masih bernapas
pelahan sekali. Tik Hun tenangkan diri sedapat mungkin, lalu berseru pula: "Hong-moay!".
SERIALSILAT.COM ? 2005 419 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pe-lahan2 tampak Djik Hong membuka mata, wadjahnja sekilas menampilkan senjum getir,
katanja lemah: "Su"..Suko, ma?"maafkanlah aku!".
"Sudahlah, kau djangan bitjara, aku?"aku akan menolong kau", kata Tik Hun.
Segera ia letakkan Khong-sim-djay, dengan tangan kanan ia rangkul dan bangunkan tubuh Djik
Hong, tangan kiri lantas memegang belati jang menantjap diperut Djik Hong itu, ia bermaksud
mentjabut belati itu. Tapi ketika ditegaskan pula, ia melihat belati itu menantjap hampir seluruhnja didalam tubuh
Djik Hong, kalau belati ditjabut, bukan mustahil njawa Djik Hong seketika djuga akan
melajang. Maka ia mendjadi ragu2 dan tidak berani mentjabut belati itu, dalam gugupnja ia
menjadi bingung. Ber-ulang2 ia hanja bertanja: "Bagaimana baiknja ini" Siapa".. siapakah jang
mentjelakai kau?" "Suko", kata Djik Hong dengan senjum pahit, "kata orang: menjadi suami-isteri semalam?"
Ai, sudahlah, tak perlu dikatakan pula, harap"..harap kau maafkan aku, karena aku
tidak?"tidak tega, maka aku telah melepaskan suamiku, tapi dia"..dia?""
"Dia"..dia malah menusuk kau dengan belati ini, betul tidak?" Tik Hun menegas dengan
mengertak gigi. Djik Hong tersenyum getir dan memanggut.
Tik Hun pedih bagai di-sajat2 menjaksikan djiwa Djik Hong hanja tinggal dalam waktu singkat
sadja, tublesan belati Ban Ka itu sedemikian dalam dan lihay, terang jiwa sang Sumoay susah
ditolong lagi. Dalam hati ketjilnja Tik Hun merasa di-gigit2 oleh sematjam rasa iri hati jang tak
terhingga, diam2 ia menggerutu: "Ja, betapapun toh kau tetap tjinta kepada?"?".kepada
suamimu, dan?"".dan kau lebih suka korbankan dirimu sendiri untuk menjelamatkan dia".
"Suko", demikian terdengar Djik Hong berkata pula, "berjanjilah padaku bahwa engkau akan
menjaga baik2 pada Khong-sim-djay dan akan menganggapnja sebagai".. sebagai anakmu
sendiri". Tik Hun tidak mendjawab, dengan wajah pedih ia hanja mengangguk. Kemudian dengan
mengertak gigi ia bertanja: "Dan bangsat itu telah?"?"telah lari kemana?"
Namun sinar mata Djik Hong sudah membujar, suaranja menjadi katjau mengigau, terdengar ia
berkata dengan lemah: "Di dalam gua itu ada dua ekor kupu2 hitam, itu?" San-pek dan Engtay! Suko, lihatlah".lihatlah! Jang seekor itu adalah kau, dan jang seekor adalah diriku.
Kita?"kita akan terbang kian kemari dengan bebas dan selamanja tak terpisah. Kau setudju
bukan" Makin lama makin lemah suara Djik Hong dan makin lemas pula napasnja hingga akhirnja
mengembuskan napasnja jang penghabisan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 420 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dengan air mata bertjutjuran Tik Hun mendekap diatas tubuh sang Sumoay, untuk sekian
lamanja ia ter-menung2 disamping djenazah Djik Hong.
Akhirnja ia mengertak gigi, ia pondong Khong-sim-djay dan sebelah tangan lain mengempit
djenazah Djik Hong, ia melompat keluar dari pagar tembok keluarga Ban itu. Sebenarnja ia
bermaksud membakar habis rumah Ban Tjin-san jang megah dan besar itu, tapi lantas terpikir
olehnja: "Djika aku membakar habis rumah ini, tentu Ban-si-hutju (ajah dan anak she Ban)
takkan pulang lagi kesini dan untuk mentjarinja menjadi lebih susah. Kalau hendak membalas
sakit hati Sumoay, rumah ini lebih baik dibiarkan begini sadja".
Begitulah ia lantas berlari ketaman bobrok jang luas, dimana Ting Tian telah meninggal itu. Ia
menggali sebuah liang dan mengubur Djik Hong disitu. Ia simpan baik2 belati jang
menghabiskan djiwa Djik Hong itu, ia bertekad akan mentjabut njawa Ban-si-hutju dengan
belati itu pula. Saking berduka hingga air mata Tik Hun serasa sudah kering, sungguh ia menjesal sekali, ia
memaki dirinja sendiri mengapa tadi tidak lantas membunuh sadja Ban-si-hutju jang terkutuk
itu, habis itu barulah dilemparkan kedalam liang dinding" Ja, mengapa begitu gegabah hingga
kini terdjadilah peristiwa jang menjesalkan selama hidup baginja"
Dalam pada itu Khong-sim-djay telah ber-teriak2 menangis mentjari ibunda, suara tangis dan
djerit dara tjilik itu membuat pikiran Tik Hun semakin gundah. Ia bermaksud mengintai
disekitar rumah Ban Tjin-san itu untuk menunggu kembalinja mereka, tapi dengan suara tangis
Khong-sim-djay, terang mereka akan kabur lebih djauh pula.
Maka ia pikir harus mengatur dulu diri dara tjilik itu. Ia mendapatkan suatu keluarga petani
diluar kota Heng-tjiu, ia memberikan 20 tahil perak kepada wanita tani itu dan minta dia
merawat Khong-sim-djay. ******** Sang tempo lewat dengan tjepat, sudah sebulan lamanja siang-malam Tik Hun mengintai
disekitar rumah Ban Tjin-san itu. Tapi selama itu tidak nampak batang hidung Ban-si-hutju.
Jang lebih aneh lagi, bahkan bajangan anak murid Ban Tjin-san jang lain seperti Loh Kun, Pang
Tan, Tjiu Kin dan lain2 djuga tidak kelihatan sama sekali.
Sebaliknja selama itu didalam kota Heng-tjiu (atau dengan nama lain kota Kang-leng) telah
berkumpul tidak sedikit orang2 Bu-lim dari berbagai golongan dan aliran dengan aneka
ragamnja pula, tua-muda, laki-perempuan, sedikitnja ada be-ratus2 djumlahnja.
Pada suatu petang, disuatu rumah makan Tik Hun mendengar pertjakapan dua orang
Kangouw jang menarik hati.
SERIALSILAT.COM ? 2005 421 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kata jang seorang: "Kiranja Soh-sim-kiam-boh itu terdapat didalam kitab: 'Tong-si-soan-tjip',
dan empat huruf kuntji utama dari rahasia Kiam-boh itu berbunji 'Kang-leng-seng-lam',
apakah kau sudah tahu?"
"Ja, sudah tentu tahu," sahut kawannja. "Selama beberap hari ini entah betapa banjak tokoh
Bu-lim telah berdatangan di kota Kang-leng ini. Tapi selama ini masih tiada seorangpun jang
tahu bagaimana lanjutan tulisan2 dibelakang keempat huruf itu".
"Ha, kalau menurut aku, peduli apa huruf dibelakang istana itu" Asalkan kita mentjari saja di
Kang-leng-seng-lam (selatan kota Kang-leng), kita tunggu di sana, bila melihat ada orang
berhasil menemukan sesuatu harta karun apa, segera kita turun tangan merampasnja. Ini
namanja maling ketemu perampok! Mereka malingnja, kita rampoknja. Hahahaha!".
"Benar", sahut jang lain, "Andaikan kita tak mampu merampas dari mereka, paling tidak kita
djuga dapat minta bagiannja. Ini sudah merupakan undang2 golongan kita jang tak tertulis".
"Hehe, kalau dibitjarakan sungguh gila!" kata jang duluan tadi. "Apa kau tahu bahwa semua
toko buku didalam kota selama beberapa hari ini telah ketomplok rejeki" Semua orang ingin
mentjari 'Tong-si-soan-tjip'. Malahan pagi tadi, baru saja aku melangkah masuk ke toko buku,
pegawai disitu sudah lantas menegur: Apakah tuan akan membeli 'Tong-si-soan-tjip'" Kita itu
baru saja kami datangkan lagi dari Han-kau, barangnja masih hangat2, kalau ingin beli
hendaklah lekas, kalau tidak tentu sebentar akan kehabisan. Tentu saja aku heran, kutanja
darimana dia tahu aku hendak mentjari Tong-si-soan-tjip. Dan tahukah kau apa katanja?"
"Entah, apa jang dia katakan", sahut kawannja.
"Kurang ajar! Pegawai itu bilang: Harap tuan maklum, karena selama beberapa hari ini toko
kami telah banjak kedatangan tuan2 jang gagah perkasa dengan bersendjata, sebelas dari
sepuluh orang jang datang tentu jang ditjari adalah Tong-si-soan-tjip. Oleh karena itu, kita itu
benar2 seperti pisang goreng larisnja, djika tuan djuga ingin membeli silahkan lekas sadja,
harganja lima tahil perak setiap buku".
"Keparat, masakah ada kitab semahal itu?" maki kawannja tadi.
"Apakah kau tahu harga buku" Apakah kau pernah beli buku" Darimana kau tahu harga itu
terlalu mahal?" "Hahaha! Darimana aku tahu! Huruf segede telur djuga aku tidak kenal satu bakul banjaknja,
selama hidup inipun tidak pernah masuk toko buku, buat apa aku membeli buku" Selama
hidup Ingsun hanja suka berdjudi, kalau beli kartu sih berani, beli buku mah terima kasih.
Hehehehe!". Begitulah diam2 Tik Hun membatin: "Rupanja rahasia tentang Soh-sim-kiam-boh sudah
tersebar hingga semua orang sudah tahu. Siapakah gerangan jang menjiarkan rahasia itu" Ah,
SERIALSILAT.COM ? 2005 422 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tahulah aku, tentu Ban-si-hutju membitjarakan rahasia itu dan telah didengar oleh Loh Kun
dan lain-lain, ketika Ban Tjin-san menguber mereka, anak muridnja lantas kabur dan dengan
begitu berita tentang harta karun dalam Soh-sim-kiam-boh lantas tersiar".
Teringat kepada Soh-sim-kiam-boh, segera iapun teringat pada waktu ia meringkuk didalam
penjara bersama Ting Tian dahulu, dimana juga banjak orang2 Kang-ouw meretjoki Ting Tian
dengan tujuan hendak memperoleh rahasia Soh-sim-kiam-boh, tapi satu persatu orang2 Kangouw itu telah dibinasakan oleh Ting Tian.
"Ai, kenapa aku menjadi lupa" Ting-toako telah pesan agar aku menguburkan abu tulangnja
bersama djenazah Leng-siotjia, maka tugas itu harus kulaksanakan dahulu", demikian ia lantas
teringat kepada pesan tinggalan saudara angkat jang ditjintainja itu.
Segera ia mulai menjelidiki dimana letak kuburannja Leng-siotjia.


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagai puteri Tihu (bupati) dari kota Kang-leng, dengan sendirinja kuburan Leng-siotjia itu
mudah ditjari. Tik Hun hanja mentjari tahu kepada toko2 penjual peti mati jang besar dan
tukang batu pembuat batu nisan jang terkenal didalam kota, maka dengan gampang ia sudah
mendapat tahu letak tempat kuburan Leng-siotjia itu. Tempat itu adalah diatas sebuah bukit
ketjil diluar pintu timur kota, djaraknja kira2 dua belas li.
Setelah membeli dua buah tjangkul, segera Tik Hun keluar timur kota dan tidak terlalu susah
kuburan Leng-siotjia itu telah dapat diketemukan.
Ia lihat di atas batu nisan itu tertulis: "Kuburan puteri tertjinta: Leng Siang-hoa". Sekitar
kuburan itu tandus merata tiada sesuatu tanaman apa2, baik pohon maupun bunga2an. Padahal
dimasa hidupnja Leng-siotjia paling suka pada bunga, namun sesudah meninggal, satupun
ajahnja tidak menanam bunga disekitar kuburannja itu.
"Hehe, puteri tertjinta" Apa betul2 kau tjinta pada puterimu ini?" demikian Tik Hun
mengejek Leng-tihu jang kedjam itu. Dan bila teringat kepada Ting Tian dan Djik Hong, tak
tertahan lagi air matanja bertjutjuran bak hujan.
Memangnja bajunja sudah pernah lepek oleh air mata tangisannja kepada Djik Hong tempo
hari, sekarang didepan kuburan Leng-siotjia telah bertambah dibasahi air mata jang baru.
Disekitar bukit itu tiada rumah penduduk, djauh terpentjil pula dari djalan raja dan tiada orang
berlalu disitu. Tapi tidaklah pantas menggali kuburan disiang hari. Maka terpaksa ia menunggu
sesudah magrib barulah ia menggali. Setelah membongkar batu penutup liang kubur itu, maka
tertampaklah peti matinja.
Sesudah mengalami derita sengsara selama beberapa tahun ini, sebenarnja Tik Hun bukan lagi
seorang jang mudah berduka dan gampang mengalirkan air mata. Tetapi dibawah sinar bulan
jang remang2 itu demi melihat peti mati itu, ia lantas teringat kepada kematian Ting-toako
SERIALSILAT.COM ? 2005 423 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
jang djusteru akibat peti mati itu, jaitu kena ratjun jang dipoles diatasnja, mau tak mau Tik
Hun berduka pula dan tak bisa mentjutjurkan air mata lagi.
Ia tahu Leng Dwe-su telah melumasi peti mati itu dengan ratjun 'Hud-tjo-kim-lian' jang maha
djahat, meski sudah lewat sekian tahun lamanja, apalagi peti mati itu telah digotong dan
dipendam disitu, besar kemungkinan ratjun diatasnja sudah dihapus lebih dulu. Namun begitu
ia tetap was-was, ia tidak mau terima resiko untuk menjentuh tutup peti mati itu. Maka
segera ia lolos Hiat-to (golok merah) milik Hiat-to Lotjo dahulu. Pe-lahan2 ia masukkan golok
mestika itu kegaris tutup peti mati dan disajat keliling.
Golok mestika itu dapat memotong besi sebagai merajang sajur, maka dengan gampang sekali
semua paku dan pantek peti mati itu telah disajat putus. Ketika ia tjungkel dengan golok itu,
segera tutup peti mati bergeser dan mentjelat djatuh keluar liang kubur.
Se-konjong2 dilihatnja dibawah tutup peti mati itu dua buah tangan jang sudah berwudjut
tulang kering itu menegak ke atas, ketika tutup peti mati mentjelat, kedua rangka tulang
tangan itu lantas djatuh berantakan kedalam se-akan2 bisa bergerak sendiri.
Keruan Tik Hun terkedjut biarpun njalinja tjukup tabah. Pikirnja: "Diwaktu djenazah Lengsiotjia dimasukkan peti mati, mengapa kedua tangannja bisa terangkat keatas" Aneh, sungguh
aneh?" Ketika ia periksa isi peti mati itu, ia tidak melihat sebangsa bantal guling, mori belatjo jang
pada umumnja dipakai orang mati. Jang ada tjuma pakaian tipis biasa dan serangka tulangbelulang. Diam2 Tik Hun mendoa: "Ting-toako, Leng-siotjia, diwaktu hidupnja kalian tak dapat menjadi
suami isteri, sesudah meninggal tjita2 kalian agar terkubur bersama kini telah tertjapai. Djika
arwah kalian mengetahui hal ini di alam baka, dapatlah kiranja kalian merasa puas hendaknja".
Lalu Tik Hun menanggalkan buntalan jang dibawanja, ia tebarkan abu jenazah Ting Tian diatas
kerangka tulangnja Leng-siotjia. Ia berlutut dan menjura empat kali dengan penuh hormat, lalu
ia berdiri dan hendak mengangkat tutup peti mati untuk ditutup kembali seperti semula.
Dibawah sinar bulan jang remang2 itu, tiba2 dilihatnja di bagian dalam tutup peti mati itu
samar2 seperti penuh tulisan. Waktu Tik Hun mendekati dan memperhatikannja, ia lihat
tulisan2 itu mentjang-mentjeng tak teratur, diantaranja tertulis: "Ting-long, biarlah kita
mendjadi suami isteri pada pendjelmaan jang datang!".
Tik Hun terkesiap dan terduduk lemas ketanah. Beberapa huruf itu terang diukir dengan kuku
djari. Sesudah dipikirnja sedjenak, segera iapun paham duduknja perkara. Kiranja Leng-siotjia
itu sebenarnja belum meninggal waktu itu, tapi dia telah dipendam hidup2 oleh ajahnja sendiri
dan dimasukkan kedalam peti mati setjara paksa. Beberapa huruf itu terang diukirnja dengan
kuku pada waktu ia belum meninggal. Sebab itulah, sampai saat matinja kedua tangannja
SERIALSILAT.COM ? 2005 424 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
masih terangkat keatas, jaitu karena dia lagi mengukir tulisan dibagian dalam tutup peti mati.
Sungguh susah untuk dipertjaja bahwa di dunia ini ternjata ada seorang ajah jang begitu
kedjam. Dengan segala tipu daja Leng Dwe-su telah berusaha mendapatkan Soh-sim-kiam-koat
dari Ting Tian, tapi selama itu Ting-toakonja tidak mau tunduk, sedangkan Leng-siotjia djuga
tidak mau mengingkari Ting-toako, dan karena sudah ditunggu dan tunggu lagi tetap tipu
muslihat Leng Dwe-su tak berhasil, akhirnja ia menjadi gemas dan setjara kedji telah kubur
puterinja sendiri dengan hidup2.
Ia tjoba meneliti tulisan2 diatas tutup peti itu, ia melihat dibawah pesan kepada Ting Tian tadi
tertulis beberapa angka pula seperti: 4, 51, 33, 53, 18, 7, 34, 11, 28 dan banjak lagi.
Tik Hun menarik napas dingin, katanja didalam hati: "Ah, tahulah aku. Ternjata sampai detik
terakhir Leng-siotjia masih ingat tjita2nja jang ingin berkubur bersama dengan Ting-toako.
Leng-siotjia pernah berdjandji kepada siapapun asal dapat menguburkan dia bersama Ting
Tian, maka ia akan memberitahukan rahasia Soh-sim-kiam-boh kepadanja. Ting-toako juga
pernah mengatakan kuntji rahasia itu kepadaku, tapi belum lagi habis beliau sudah keburu
meninggal. Sedangkan Kiam-boh jang diperoleh suhu dan terdapat kuntji rahasianja justeru
telah di-robek2 oleh Ban-si-hutju, tadinja kukira rahasia itu sudah tiada orang jang tahu lagi di
dunia ini dan untuk seterusnja akan lenjap, siapa tahu Leng-siotjia telah mentjatat setjara
lengkap disini". Maka diam2 Tik Hun berdoa: "Leng-siotjia, engkau benar2 seorang jang bisa pegang djandji.
Terima kasihlah atas maksud baikmu. Tetapi aku sendiri sekarangpun lagi putus asa, kalau bisa
sungguh akupun ingin bisa menggali suatu liang kubur, lalu membunuh diri disini untuk
menjusul kau dan Ting-toako. Tjuma sampai sekarang sakit hatiku belum terbalas, aku harus
membunuh dulu Ban-si-hutju serta ajahmu, habis itu barulah aku rela mati. Adapun tentang
harta benda bagiku adalah mirip tanah dan sampah sadja jang tiada artinja".
Segera ia angkat tutup peti mati dan hendak ditutupkannja kembali. Tapi se-konjong2 timbul
suatu akalnja: "He, bukankah aku sedang sulit mentjari Ban-si-hutju" Dan kalau sekarang aku
menuliskan kuntji rahasia tentang dimana letak penjimpanan harta karun itu, kutuliskan
huruf2 itu ditempat jang menjolok, dapat dipastikan Ban-si-hutju pasti akan mendengar serta
datang melihatnja. Ja, benar, aku harus menggunakan kuntji rahasia Soh-sim-kiam-boh ini
sebagai umpan untuk memantjing kedatangan Ban-Tjin-san dan Ban Ka. Walaupun Ban-sihutju tentu akan tjuriga djuga, namun betapapun juga mereka pasti ingin mengetahui rahasia
Soh-sim-kiam-boh, tentu mereka akan menempuh bahaja dan datang kemari".
Setelah ambil keputusan itu, ia taruh lagi tutup peti mati itu, ia apalkan dengan baik angka2
kuntji Soh-sim-kiam-boh itu, bahkan ia ukir pula angka2 itu digagang tjangkul dengan
goloknja. Selesai mengukir, untuk selamatnja ia mentjotjokkan sekali pula, habis itu barulah ia
tutup kembali peti mati itu serta menguruki lagi tanah pekuburan seperti semula.
"Tjita2ku jang terpenting ini kini sudah terlaksana, tugasku kepada Leng-siotjia dan Ting-toako
sudah kupenuhi. Nanti bila aku sudah membalas sakit hati, tentu aku akan datang lagi kesini
untuk menanami beberapa ratus pohon bunga seruni disini. Memang bunga seruni adalah
SERIALSILAT.COM ? 2005 425 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
bunga kesajangan Ting-toako dan Leng-siotjia dimasa hidup mereka", demikian Tik Hun
berjanji pada diri sendiri.
Besok paginja, diatas dinding benteng selatan kota Kang-leng tepat di atas pintu gerbang jang
menjolok mata djelas tertampak beberapa angka jang tertjoret dengan kapur.
Huruf2 itu besar2 hingga dapat terlihat djelas dari djauh, angka2 itu antara lain dan didahului: 4,
51, 33, 53?"?"?""..
Anehnja huruf2 itu tertulis di atas tembok jang tingginja belasan meter, mungkin diseluruh
kota Kang-leng tak terdapat tangga sepandjang itu untuk mentjapai dinding dan menulisnja,
ketjuali orang dikerek dari atas benteng dan orang itu menulis di dinding benteng itu dengan
tergantung. Djauh ditepi djalan raja jang menuju ke pintu gerbang kota itu tampak ada seorang pengemis
sedang sibuk mentjari tuma dibadjunja jang rombeng dan berbau sambil mendjemur diri
dibawah sinar matahari. Orang itu adalah Tik Hun. Dan tulisan ditembok jang tinggi itu adalah perbuatannja.
Pintu gerbang selatan itu sangat ramai dengan orang jang berlalu lalang, apalagi diwaktu pagi,
banjak bakul2 dan tukang2 sajur dari desa sama menuju kepasar di dalam kota. Maka orang2
desa dan penduduk kota merasa heran juga ketika melihat tulisan diatas tembok jang sangat
tinggi itu, hanja dalam waktu singkat saja gemparlah seantero kota Kang-leng, baik dirumah
makan, baik diwarung kopi dan maupun dipasar, semua orang geger membitjarakan kedjadian
jang aneh itu, bahkan banjak jang ber-bondong2 datang kepintu gerbang untuk melihat tulisan
itu. Dan sudah tentu tulisan2 itu tiada jang luar biasa, ketjuali letaknja jang sangat tinggi itu,
tulisan2 itu pada hakekatnja tidak mengherankan dan menarik, maka banjak diantara
penonton2 itu sesudah membatja sekadarnja, lalu menggerutu dan tinggal pergi.
Sebaliknja banjak juga orang2 Kang-ouw dan tokoh2 Bu-lim jang tidak lantas tinggal pergi,
mereka masing2 tampak membawa sedjilid 'Tong-si-soan-tjip', mereka mentjatat semua angka2
jang tertulis didinding kota itu, lalu mengkerut kening memikirkan arti angka2 itu.
Tik Hun sendiri masih asjik memitas tuma jang diketemukannja dari badjunja, tapi
perhatiannja tidak pernah meninggalkan orang2 Bu-lim jang datang kesitu itu.
Akhirnja dapatlah dilihat Sun Kin dan Sim Sia telah datang, kemudian Loh Kun tiba pula.
Tapi mereka tidak tahu urutan2 djurus permainan Soh-sim-kiam-hoat, pula tidak tahu sjair
mana jang mendjadi indeks daripada djurus ilmu pedang itu. Maka sekalipun mereka masing2
djuga membawa sedjilid 'Tong-si-soan-tjip', walaupun mereka dapat membatja angka2 jang
tertulis didinding kota dan tahu pula bahwa keempat angka pertama itu adalah kuntji rahasia
SERIALSILAT.COM ? 2005 426 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
didalam Soh-sim-kiam-boh itu, bahkan meski mereka sudah mendengar djuga pertjakapan
guru mereka dengan puteranja dikala memetjahkan angka2 kuntji itu, namun mereka tidak
tahu setiap angka itu harus djatuh atau ditjari di dalam sjair jang mana.
Maklum, untuk bisa mengetahui sjair mana jang dimaksudkan dari djurus2 Soh-sim-kiam-hoat
itu didunia ini hanja Ban Tjin-san, Gan Tiat-peng, dan Djik Tiang-hoat bertiga jang tahu.
Tertampak Loh Kun dan para sutenja itu sedang bitjara, rupanja sedang saling tukar pikiran.
Tapi sampai sekian lamanja tiada sesuatu kesimpulan jang dapat mereka tarik dari angka2 itu.
Karena djaraknja agak djauh, Tik Hun tidak dapat mendengar apa jang dipertjakapkan mereka.
Ia lihat sesudah Loh Kun dan lain2 berunding lagi sebentar, kemudian mereka masuk kembali
keota. Selang tidak lama, tertampak Loh Kun bertiga keluar lagi, tapi kini sudah menjamar
semua. Jang satu menjamar sebagai tukang rudjak dengan memakai memikul suatu dasaran
jang banjak terdapat ketimun, nanas, djeruk, dan sebagainja. Seorang lagi menjaru sebagai
tukang sajur, pikulannja penuh terisi sajur2an dan seorang lain pula menjamar sebagai petani
jang habis pulang dari mendjual hasil taninja di kota.
Setiba diluar pintu kota, mereka lantas pura2 mengaso disitu, tapi jang mereka perhatikan
adalah orang2 jang berlalu-lalang.
Tik Hun dapat meraba maksud tudjuan mereka, tentu mereka ingin menunggu kedatangan
Ban Tjin-san. Mereka sendiri tak dapat memetjahkan angka2 rahasia Soh-sim-kiam-boh itu,
maka mereka hendak membontjeng sang guru sadja. Pabila Ban Tjin-san berhasil menggali
harta karun itu, biarpun mereka tak dapat mengangkangi, paling tidak djuga akan kebagian
redjeki. Beberapa angka kuntji pertama dari 'Soh-sim-kiam-boh' itu adalah: 4, 51, 33 dan 53. Angka2 itu
mempunjai arti sebagai 'Kang-leng-seng-lam' atau selatan kota Kang-leng, hal ini sudah tersiar
luas di kalangan orang Kang-ouw melalui mulutnja Bok Heng dan Sim Sia jang dapat
mendengar dari guru mereka itu. Dan kini angka2 itupun djelas tertulis diatas dinding kota itu,
bahkan dibelakangnja ber-turut2 masih banjak angka2 jang lain lagi, melihat itu, biarpun orang
jang paling goblok djuga akan dapat menduga bahwa angka2 itu pasti adalah rahasia didalam
Soh-sim-kiam-boh jang ditjari itu.
Begitulah maka orang2 jang datang kepintu selatan kota itu, makin siang makin banjak. Ada
jang menjamar, ada jang blak2an menurut muka asli mereka.
Diam2 Tik Hun menghitung djumlahnja dan seluruhnja ada 78 orang. Selang tak lama lagi, ia
lihat Bok Heng dan Pang Tan djuga sudah datang. Bahkan diantara mereka entah sedang
mempertjektjokkan urusan apa, muka mereka tampak merah beringas, katjeknja mereka tidak
sampai berkelahi. Tapi akhirnja mereka dapat sabar kembali dan duduk ditepi sungai jang
mengelilingi benteng kota itu sambil merenungkan apa arti angka2 jang tertulis diatas dinding
itu. SERIALSILAT.COM ? 2005 427 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sampai sore hari, masih tetap Ban-si-hutju tidak kelihatan batang hidungnja. Bahkan sampai
dekat magrib, masih djuga Ban Tjin-san dan Ban Ka tidak nampak muntjul. Banjak diantara
orang2 itu kedengaran mentjatji-maki dengan kata2 kotor.
Dan ketika hari sudah hampir gelap, tiba2 tertampak seorang jang berdandan sebagai guru
sekolah telah datang dengan langkahnja mirip 'gojang sampan'. Guru sekolah itu membawa
pensil dan setjarik kertas pula. Setiba diluar pintu gerbang situ, ia lantas mentjatat semua
angka2 jang dapat dibatjanja diatas dinding itu.
Ada seorang laki2 berewok dan bermuka bengis memangnja lagi mendongkol tak
terlampiaskan lantaran sudah sekian lamanja menunggu dan masih tidak melihat muntjulnja
Ban Tjin-san, terus sadja ia gunakan guru sekolah itu sebagai alat pelampias marahnja, segera ia
bekuk guru sekolah itu sambil membentak: "Buat apa kau menurun angka2 itu?".
"E-eh, seorang laki2 sedjati hanja boleh pakai mulut dan tidak boleh memakai tangan",
demikian sahut guru sekolah itu sambil meringis karena tengkuknja ditjengkeram laki2 kasar
tadi. "Persetan kau laki2 atau perempuan," bentak orang itu, "Nah, djawablah, buat apa kau
mentjatat angka2 itu?"
"Sudah tentu ada gunanja bagiku, orang lain mana bisa tahu," sahut guru sekolah itu.
"Keparat, makanja aku tanja!", teriak laki2 kasar itu dengan mendongkol, "Nah, kau mau
mengaku tidak, kalau tidak, segera kutondjok kau. Nih!". ~ dan segera ia atjungkan bogemnja
ke depan hidung guru sekolah itu.
Rupanja guru sekolah itu mendjadi takut, katanja dengan gemetar: "Ja, ja, kan".akan
kukatakan. Aku tjuma?"tjuma orang suruhan sadja".
"Siapa jang suruh kau?", bentak orang itu.
"Seorang?"seorang tua. Ja, kukatakan terus terang saja, orang jang menjuruh aku itu adalah
tokoh terkemuka didalam kota ini, beliau jalah?"?"..jalah, eh, kalau kukatakan, jangan
kau gemetar, lho! Beliau jalah?".jalah Ban Tjin-san, Ban-loyatju!", demikian tutur guru
sekolah itu. Demi mendengar nama 'Ban Tjin-san' disebut, seketika gemparlah semua orang. Tik Hun pun
ikut bergirang, tapi diantara rasa girang itu lebih besar rasa dendam kesumat dan rasa dukanja.
Begitulah guru sekolah itu lantas digusur be-ramai2 oleh orang banjak kedalam kota, ia
diharuskan menunjukkan dimana beradanja Ban Tjin-san. Maka dalam sekedjap saja ratusan
orang telah pergi hingga djauh. Mereka ingin mentjari Ban Tjin-san untuk memaksanja
memberitahu dimana tempat penjimpanan harta karun itu, mereka akan menggalinja untuk
dibagi sama rata. SERIALSILAT.COM ? 2005 428 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sudah tentu laki2 berewok itu mendapat banjak pujian dari para petualang jang lain, mereka
memudjinja: "Saudara ini sungguh sangat tjerdik, kami sama sekali tidak menduga Ban Tjin-san
bisa menjuruh orang untuk menurun angka2 rahasia ini. Tjoba kalau tiada kau saudara, biarpun
kita menunggu tiga hari tiga malam suntuk disini djuga akan sia2 belaka, sebaliknja kesempatan
itu sudah digunakan oleh sikeparat Ban Tjin-san untuk menggali harta karun itu".
Dengan sendirinja makin dipudji, makin berseri siorang berewok itu, katanja dengan bangga:
"Memangnja sedjak muntjulnja pelajar ketjut ini aku sudah menduga pasti ada sesuatu jang
tidak beres. Dan njatanja memang benar!".
Dalam suasana remang2nja magrib itu, rombongan orang2 itu telah pergi hingga djauh, maka
diluar pintu gerbang kota itu kembali sunji-senjap. Mestinja Tik Hun bermaksud ikut diantara
orang banjak itu, tapi ia mendjadi ragu2, ia merasa Ban Tjin-san jang litjik dan litjin itu tidak
mungkin berlaku begitu goblok menjuruh seorang guru sekolah jang begitu gampang lantas
ditangkap dan mengaku terus terang dimana ia berada. Bukan mustahil dibalik itu ada sesuatu
tipu muslihatnja. Karena itulah maka ia tidak jadi berbangkit untuk ikut diantara orang banjak itu. Dan selagi ia
ragu2 apakah usahanja itu akan gagal begitu sadja atau masih harus diteruskan lagi hingga
besok, tiba2 dilihatnja ditepi sungai dekat pintu gerbang kota itu, berkelebat suatu bajangan
orang. Dengan tjepat bajangan orang itu terus lari kearah barat setjepat terbang.
Pikiran Tik Hun tergerak, segera iapun melesat kedepan, diam2 ia menguntit dibelakang
bajangan orang itu dengan Ginkang jang tinggi hingga tak diketahui siapapun juga.
Ternjata Ginkang orang itupun sangat hebat, namun Tik Hun sekarang bukan lagi Tik Hun
dulu, betapapun kepandaian orang itu masih selisih djauh kalau dibandingkan pemuda itu.
Maka sama sekali orang itu tidak merasa bahwa ada seorang lain lagi sedang menguntit
dibelakangnja. Tik Hun terus menguntit hingga sampai didepan sebuah rumah ketjil. Ia lihat orang itu masuk
kedalam rumah. Segera Tik Hun menjisir madju, sampai disamping rumah, ia mendjaga disitu
djika orang itu keluar lagi. Tapi ternjata orang itu tidak keluar, sebaliknja didalam rumah lantas
kelihatan sinar terang, orang itu telah menjalakan pelita.
Tik Hun terus menggeser keluar djendela, ia mengintip dari sela2 djendela, maka dapat
dilihatnja bahwa orang tadi adalah seorang tua, Tjuma berdirinja membelakangi djendela, maka
mukanya tidak kelihatan. Orang itu berduduk menghadap medja, diatas medja terletak sedjilid


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buku. Begitu memandang segera Tik Hun tahu buku itu adalah 'Tong-si-soan-tjip'. Buku berisi
pilihan sjair jaman Tong itu dalam beberapa hari terakhir ini telah merupakan barang paling
laris di dalam kota Kang-leng, maka tidak mengherankan djika orang tua itupun memiliki
suatu djilid. SERIALSILAT.COM ? 2005 429 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dalam pada itu, terlihat orang tua itu lagi memegang sebatang pensil, lalu sedang menulis
diatas sehelai kertas kuning, jang ditulis adalah empat huruf 'Kang-leng-seng-lam' atau selatan
kota Kang-leng, kemudian terdengar dia menjebut sebuah judul sjair dan menjebut suatu
angka, habis itu ia lantas mem-balik2 halaman kitab sjair kuno itu mulai menghitung huruf2
dari sjairnya. Terdengar ia menjebut: "Satu, dua, tiga, empat?"".., sebelas, dua belas?""
lima belas, enam belas, tudjuh belas, delapan belas." ~sampai disini ia lantas menulis satu huruf
diatas kertasnja. Diam2 Tik Hun terkejut melihat gerak-gerik orang tua itu, ia heran mengapa orang juga paham
Soh-sim-kiam-hoat" Kalau dilihat dari belakang, terang orang ini bukanlah Ban-Tjin-san.
Karena pakaian orang tua itu berwarna kelabu jang sangat umum, maka Tik Hun djuga tidak
dapat menjelami siapakah gerangan si kakek.
Begitulah terlihat orang tua itu mem-balik2 terus halaman kita 'Tong-si-soan-tjip', lalu menghitung2 dan mencatat sampai akhirnja keseluruhannja ia telah menulis 28 huruf diatas kertas.
Ketika Tik Hun memperhatikan tulisan2 itu, sjukur ia dapat membatjanja. Ke-28 huruf itu
maksudnja kira2 begini: "Diruangan belakang Se-tjong-si diselatan kota, bersudjudlah didepan
patung Budha, panjatkanlah doa suci dan mohon Budha memberkahi agar dapat mencapai
nirwana dengan selamat".
Setelah mencatat ke-28 huruf itu dan habis membacanya, orang tua itu menjadi gusar,
mendadak ia banting pensilnja kemedja sambil mengguman sendiri: "Huh, masakah suruh
orang bersudjut kepada patung kaju jang tak berdjiwa, katanya agar diberkahi keselamatan, dan
ada pula tentang 'mencapai nirwana' apa segala. Hahaha, kurangadjar, masakah dapat 'mencapai
nirwana', bukankah itu berarti menjuruh orang menghadap radja akhirat alias mati sadja".
Dari suara gerundel kakek itu, Tik Hun merasa suara orang seperti sudah dikenalnja. Tengah ia
meng-ingat2, tiba2 orang itu miringkan mukanja. Tjepat Tik Hun mendak kebawah djendela
sambil membatin: "Ha, kiranja adalah Dji-supek Gian Tat-peng. Pantas dia paham djurus2 Sohsim-kiam-hoat. Dan rahasia apakah didalam tulisan jang diperolehnja dari angka2 kuntji rahasia
itu" Bukankah tjuma untuk mempermainkan orang belaka" ~ berpikir demikian mau tak mau
ia menjadi geli: "Haha, djadi sudah sekian banjak pikiran dan tenaga jang dikeluarkan oleh
orang banjak itu, mereka tidak segan2 membunuh guru, mentjelakai sesama orang Bu-lim dan
membinasakan kawan, tapi akhirnja jang diperoleh ternjata hanja suatu kalimat jang
mempermainkan orang sadja".
Begitulah Tik Hun tidak sampai ketawa, tapi didalam rumah Gian Tat-peng sudah ter-bahak2
dan berkata: "Hahahaha! Suruh aku mendjura dan bersudjud kepada patung, agar berdoa pada
patung lempung atau kaju ini supaja memberkahi redjeki padaku" Hahaha, keparat, Lotju
disuruh menuju nirwana! Padahal kami bertiga saudara seperguruan sampai melakoni
membunuh guru, kemudian kami bertiga saling rebut dan saling gasak, ternjata jang
diperebutkan melulu untuk 'mentjapai nirwana'. Dan beberapa ratus kesatria Bu-lim jang
berkumpul dikota Kang-leng dan saling berebut itu, jang ditudju djuga demi untuk 'mentjapai
nirwana'. Hahahahahaha!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 430 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Suara tertawa Gian Tat-peng itu ternjata penuh rasa pilu, penuh rasa sesal, dan sembari
tertawa seraja me-robek2 kertas jang dibuatnja menulis itu hingga hantjur.
Mendadak, ia berdiri tegak tanpa bergerak, kedua matanja memandang keluar djendela dengan
terkesima. Lalu terdengar ia mengguman sendiri: "Keadaan sudah terlanjur begini, tiada
djeleknja djuga kalau aku tjoba memeriksa Se-tjong-si itu. Memang disebelah barat dari pintu
selatan kota itu terdapat sebuah kelenteng kuno seperti apa jang dimaksudkan itu".
Segera ia padamkan pelita dan keluar dari rumah itu, dengan Ginkang jang tinggi ia lantas
menudju kesebelah barat sana.
Tik Hun menjadi ragu2, pikirnja: "Apakah aku harus mentjari Ban Tjin-san saja atau menguntit
Gian-supek" Ah, Ban-supek toh sudah dirubung oleh serombongan orang, maka aku lebih baik
mengawasi tindak-tanduk Gian-supek saja".
Maka iapun tjepat menjusul dibelakangnja Gian Tat-peng.
Tik Hun sendiri tidak tahu Se-tjong-si jang dimaksudkan itu terletak dimana, tapi Gian Tatpeng sudah beberapa tahun mentjari dan mendjelajahi kota Kang-leng, segala tempat jang
mentjurigakan telah diselidikinja semua, maka keadaan sekitar kota baginja boleh dikata
seperti rumah sendiri sadja. Maka tidak terlalu lama, sampailah ia diluar kelenteng itu.
Gian Tat-peng memang seorang tjerdik, ia tidak lantas masuk kelenteng itu, tapi ia tjelingukan
kian kemari, lalu mendengarkan apakah didalam kelenteng ada sesuatu suara atau tidak,
kemudian ia mengelilingi pula kelenteng itu, habis itu barulah ia mendorong pintu masuk
kedalam. Letak Se-tjong-si itu sangat terpentjil, disekitar itu sunji-senjap, pula kelenteng itu tidak
terawat, tiada Hwesio dan penghuni lain. Waktu Gian Tat-peng sampai diruangan tengah,
segera ia menjalakan geretan api dan hendak menjulut lilin diatas medja sembahjang.
Se-konjong2 dibawah sinar api itu dilihatnja sumbu lilin itu masih basah2 dan diudjung itu agak
lumer. Hatinja tergerak, tjepat ia tjoba memegang ujung lilin itu, benar djuga terasa masih
hangat dan lemas, terang tidak lama berselang baru sadja ada orang menjalakan lilin itu. Ia
menjadi tjuriga dan tjepat memadamkan api. Dan selagi ia hendak melangkah keluar untuk
memeriksa keadaan kelenteng itu. Tiba2 punggungnja terasa sakit sekali, sebilah belati telah
menantjap ditubuhnja, ia hanja sempat mendjerit sekali terus roboh binasa.
Sementara itu Tik Hun djuga sudah melintasi pagar tembok kelenteng dan sembunji
dibelakang pintu depan sana. Ia lihat sinar api menjala, lalu sirap lagi dan disusul jeritan ngeri
Gian Tat-peng. Dalam kagetnja segera Tik Hun tahu Gian-supek sudah kena disergap musuh.
Kedjadian itu berlangsung terlalu tjepat hingga dia sama sekali tidak sempat bertindak dan
menolong. Maka iapun tidak djadi bergerak, tapi terus sembunji disitu untuk melihat siapakah
gerangan jang menjergap Gian Tat-peng disitu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 431 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Di dalam keadaan gelap, maka terdengarlah suara seorang sedang tertawa dingin. Tik Hun
merasa mengkirik oleh suara tawa orang jang menjeramkan itu, tapi ia merasa suara orang
seperti sudah dikenalnja juga.
Se-konjong2 sinar api berkelebat, orang itu telah menjalakan lilin hingga tubuh orang kelihatan
djelas. Pelahan2 orang itupun berpaling kearah sini. Dan?"..hampir saja Tik Hun mendjerit:
"Suhu". Kiranja orang itu memang betul Djik Tiang-hoat adanja.
Maka tertampak Djik Tiang-hoat telah mendepak sekali majatnja Gian Tat-peng, bahkan ia
melolos pedang dan menusuk beberapa kali pula dipunggung orang jang sudah mati itu.
Melihat gurunja begitu kedji dan kejam membunuh sesama saudara perguruan sendiri, maka
jeritan "Suhu" jang hampir diteriakkan Tik Hun itu segera ia telan kembali mentah2.
Terdengar Djik Tiang-hoat sedang tertawa dingin pula, katanja: "Dji-suko, djadi kau juga sudah
dapat memetjahkan rahasia didalam Soh-sim-kiam-boh, ja" Haha, Dji-suko, kata kalimat
didalam Kiam-boh itu bahwa: "Budha akan memberkahi kau hingga mentjapai nirwana, dan
sekarang bukankah kau benar2 sudah menuju nirwana" Bukankah Budha sudah memberkahi
dan memberi redjeki padamu" Hahahahaha?".
Kemudian ia berpaling pula, ia pandang patung Budha jang berwajah senjum simpul itu,
dengan penuh mendongkol ia mendamperat: "Kau patung tjelaka ini, kau telah permainkan
aku selama ini dan membikin aku menderita sengsara, akhirnja tjuma begini saja djadinja".
Dan segera ia melompat keatas altar patung itu dengan pedang terhunus, "trang-trang-trang",
be-runtun2 ia membatjok tiga kali diperut patung Budha jang gendut itu.
Pada umumnja sesuatu patung terbuat dari tanah liat atau ukiran dari kaju, paling2 ukiran dari
batu. Tapi ketiga kali batjokannja itu ternjata menimbulkan suara njaring suara benturan
logam. Untuk sedjenak Djik Tiang-hoat tertegun, tapi ia segera membatjok dua kali lagi, ia merasa
tempat jang terkena pedang itu sangat keras. Segera ia ambil lilin untuk menerangi bekas
batjokan diatas perut patung itu. Ia lihat dari guratan bekas batjokan itu mengeluarkan sinar
kuning mengkilap. Ia terkesima sejenak. Ia tjoba mengkerik dengan kuku-djarinja ditempat
bekas batjokan itu, ia lihat warna kuning mengkilap itu lebih njata lagi, ternjata didalamnja
adalah emas murni belaka.
Seketika Djik Tiang-hoat mendjerit tertahan: "Ha, ini adalah patung emas raksasa, seluruhnja
terbuat dari emas, emas murni seluruhnja!".
SERIALSILAT.COM ? 2005 432 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Patung Budha itu tingginja 4-5 meter, lengannja besar dan perutnja gendut, jauh lebih besar
daripada patung raksasa umumnja. Dan bila patung ini seluruhnja terbuat dari emas murni,
maka dapat ditaksir paling sedikit ada 40-50 ribu kati beratnja. Dan emas sebanjak itu kalau
bukan harta-karun namanja harus disebut apa lagi"
Dan sesudah memikir sedjenak, segera Djik Tiang-hoat mengitar pula kebelakang patung
Budha itu, ia tjoba mengkerik pula dengan pedangnja, ia lihat dibagian pinggang patung itu
seperti ada sesuatu pintu rahasia ketjil. Ber-ulang2 ia mengkerik dan memotong pula hingga
debu kotoran diatas patung itu tersapu bersih, bahkan bagian pinggang patung itupun tertjatjah
beberapa goresan, sesudah itu barulah bagian itu tampak bersih dan kelihatan pintu rahasianja.
Segera Djik Tiang-hoat masukkan pedangnja ke-sela2 pintu rahasia itu, ia tjungkil beberapa
kali, tapi pintu rahasia itu teramat kentjang hingga sedikitpun tidak bergeming, ia tjoba
menjongkel lebih keras, tapi sedikit kurang hati2, 'pletak', pedangnja patah malah.
Namun ia tidak putus asa, dengan pedang patah itu ia mentjungkil lagi sela2 pintu rahasia sisi
lain. Dan sesudah berkutetan agak lama, lambat-laun pintu rahasia mulai longgar dan pelahan2
tertjungkil keluar. Djik Tiang-hoat membuang pedangnja jang patah itu, segera ia pegang pintu
rahasia itu dan pelahan2 ditarik hingga terbuka. Ketika ia menerangi dengan lilin, ia lihat
didalam perut patung Budha itu penuh terisi emas-intan dan batu permata jang gemilapan
menjilaukan mata. Melihat betapa besar perut patung itu, sungguh susah dinilai berapa banjak
harta benda jang tersimpan didalam situ.
Saking kesima Djik Tiang-hoat menelan ludah sendiri beberapa kali. Segera ia bermaksud
meraup beberapa bidji batu permata didalam perut patung itu untuk diperiksa, tapi mendadak
ia merasa altar patung itu pelahan2 berguntjang sedikit.
Djik Tiang-hoat adalah seorang jang sangat tjerdik dan waspada, segera ia tahu keadaan tidak
beres, tjepat ia melontjat turun dari altar patung itu. Tapi baru sebelah kakinja mengindjak
tanah, seketika perutnja terasa sakit, njata ia telah kena disergap orang dan tertutuk. Tanpa
ampun lagi ia roboh terguling dan takbisa berkutik.
Maka tertampaklah seorang menerobos keluar dari bawah altar, dengan tertawa hina orang itu
berkata: "Djik-sute, kiranja kau belum mati dan akhirnja sampai disini. Lo-dji (sinomor dua,
maksudnja Gian Tat-peng) juga mentjari kemari, tapi mengapa kalian tidak memikir bahwa
Toa-suheng kalian djuga pasti akan mentjari kesini" Hahahaha!".
Orang itu ternjata bukan lain daripada Ban Tjin-san. Setjara diam2 ia sudah sembunji didalam
kelenteng sebelum kedua Sutenja datang.
Karena mendadak ketomplok rejeki hingga Djik Tiang-hoat jang biasanja sangat hati2 dan
pandai berhitung itu mendjadi lupa daratan dan sedikit lengah itu dia kena disergap oleh Ban
Tjin-san. Iapun tjukup kenal kekedjian sang Suheng itu, ia tahu tiada gunanja minta ampun
segala, maka dengan gemas ia berkata: "Sudah pernah satu kali kau tak bisa membinasakan aku,
tak tersangka akhirnja tetap mati djuga ditanganmu".
SERIALSILAT.COM ? 2005 433 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ban Tjin-san senang sekali, katanja: "Memangnja aku lagi heran atas dirimu. Eh, Djik-sute,
bukankah kau sudah mati kutjekik, dan kumasukkan kedalam liang dinding berlapis itu,
mengapa kau bisa hidup kembali?"
Namun Djik Tiang-hoat bungkam saja tidak mendjawab, bahkan ia terus pedjamkan mata
sekalian dan tidak menggubris.
"Ha, kau tidak mau menerangkan, apakah dikira aku tidak tahu?", ujar Tjin-san dengan tertawa
dingin. "Tentu waktu itu kau pura2 mati dengan menahan napasmu. Dan sesudah kumasukkan
kau kedalam dinding berlapis itu, lalu kau membobol tembok dan melarikan diri, sebelumnja
kau merapatkan kembali dinding itu lebih dulu. Hehe, kau benar2 lihay dan litjik, dengan mata
kepalamu sendiri kau menjaksikan puterimu telah mendjadi anak menantuku, tapi selama itu
kau tetap tidak undjuk diri. Nah, ingin kutanja padamu, sebab apakah kau menghilang" Sebab
apa?". Se-konjong2 Djik Tiang-hoat meludahi sang Suheng dengan riaknja jang kental dan tidak
mendjawab. Namun Tjin-san sempat berkelit, katanja dengan tertawa: "Lo-sam, bolehlah kau
pilih sendiri, kau ingin mati dengan tjepat dan enak atau ingin binasa pelahan2 dan menderita?"
Bila teringat betapa kedji dan kedjamnja Suhengnja itu, mau-tak-mau air muka Djik Tianghoat menampilkan rasa seram djuga. Katanja kemudian: "Baiklah, biar kukatakan padamu.
Sebabnja aku tidak pedulikan puteriku itu djusteru karena aku ingin menjelidiki duduknja
perkara. Dan kini dapat diketahui bahwa puteriku itulah jang telah mentjuri Kiam-boh jang
kusimpan itu, nah, katakanlah apakah puteriku itu anak jang baik atau bukan" Pendek kata,
orang she Ban, boleh kau bereskan aku dengan tjepat sadja".
"Baik, akan kubereskan kau dengan tjepat," kata Ban Tjin-san dengan senjum iblis, "Menurut
pantasnja, mestinja aku tidak mungkin memperlakukan kau semurah ini, tapi mengingat jelek2
kau adalah besanku, pula akupun tidak punja tempo terlalu banjak, aku masih harus
menyelesaikan partai harta karun ini. Nah, baiklah Sute jang baik, kuhaturkan selamat djalan
padamu". ~ habis berkata, terus sadja ia ajun pedangnja hendak menusuk kedada Djik Tianghoat. Tapi se-konjong2 suatu bajangan merah mendahului berkelebat, tahu2 buah kepala Ban Tjinsan sendiri sudah terbang, menjusul tubuhnja jang tak berkepala itu kena didepak orang hingga
roboh terguling. Kiranja orang menjelamatkan djiwa Djik Tiang-hoat itu tak lain tak bukan adalah Tik Hun
dengan golok merah setjepat kilat ia telah tabas kepala Ban Tjin-san.
Kemudian ia lantas membuka Hiat-to sang guru jang tertutuk itu dan menjapa: "Suhu,
baik2kah engkau?" SERIALSILAT.COM ? 2005 434 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Perubahan itu sunggu terlalu tjepat djadinja hingga Djik Tiang-hoat ter-mangu2 sampai sekian
lamanja. Dan kemudian barulah ia dapat mengenal Tik Hun, dengan suara ter-putus2 entah
girang entah sedih ia berseru: "Ha, kiranja?""kiranja kau, Hun-dji".
Tik Hun sudah berpisah sekian tahun dengan gurunja itu. Kini mendengar kembali panggilan
'Hun-dji' itu tak tertahan lagi rasa dukanja bergolak pula dalam hatinja. Sahutnja kemudian:
"Ja, suhu, memang murid adanja!".
"Jadi, kau telah ikut menjaksikan semua kedjadian barusan ini?" tanja Djik Tiang-hoat.
"Ja, sedjak tadi murid sudah berada disini", sahut Tik Hun tanpa pikir. "Adapun
Sumoay?"?""..Sumoay"..dia?"dia telah?"?", ~tapi ia tidak sanggup meneruskan
lagi, air mata lantas bertjutjuran.
Ternjata Djik Tiang-hoat sama sekali tidak tertarik oleh penuturan Tik Hun tentang puterinja
itu, ia sedang memperhatikan majat kedua Suhengnja jang menggeletak dilantai itu.
"Hun-dji", katanja kemudian, "untunglah kau telah menolong aku tepat waktunja, sungguh aku
tidak tahu tjara bagaimana harus berterima kasih padamu. Eh, Hun-dji, apakah itu?".
~demikian tiba2 ia menuding kebelakang Tik Hun.
Tanpa tjuriga apa2 Tik Hun lantas berpaling, tapi tiada sesuatu jang dilihatnja, dan selagi ia
merasa heran, tiba2 punggung terasa agak sakit.
Namun Tik Hun kini sudah bukan Tik Hun dahulu lagi, betapa tjepat dan tangkas reaksinja,
sekali tangannja meraup ke belakang seketika pergelangan tangan musuh jang membokong itu
kena dipegangnja. Tjepat ia lantas berpaling kembali, ia lihat tangan penjerang itu memegang
sebilah belati, siapa lagi dia kalau bukan Djik Tiang-hoat, gurunja sendiri.
Sesaat itu Tik Hun menjadi bingung, katanja: "Su?"?"Suhu, apakah kesalahan?"
kesalahan Tetju hingga Suhu hendak?""hendak membunuh aku?"
Baru sekarang Tik Hun ingat bahwa tusukan belati gurunja itu sebenarnja sudah tepat
mengenai punggungnja, untung dia memakai Oh-djan-kah, dengan badju mestika jang tidak
mempan sendjata tadjam itu, maka djiwanja sekali lagi telah lolos dari lubang djarum.
"Bagus, bagus!. Sekarang kau sudah mendjadi djagoan, ja" Ilmu silatmu sudah hebat sekali
hingga gurumu tak terpandang sebelah mata lagi olehmu!" demikian Djik Tiang-hoat
mengedjek dengan dendam. "Nah, lekaslah kau membunuh aku sadja, lekas, mengapa tidak
lekas membunuh aku?"
Tapi Tik Hun lantas melepaskan tangan sang guru, malah ia tetap tidak paham, sahutnja:
"Mana murid berani membunuh suhu?".
SERIALSILAT.COM ? 2005 435 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Huh, buat apa kau mesti pura2 dungu?", djengek Djik Tiang-hoat. "Kalau aku tidak dapat
membunuh kau, maka akulah jang akan kau bunuh, kenapa mesti dibuat heran" Harta
karunnja sudah djelas didepan matamu, patung Budha ini adalah emas murni tulen, didalam
perutnja djuga penuh terisi intan-permata jang tak ternilai. Nah, kenapa kau tidak lantas
membunuh aku" Kenapa tidak lekas membunuh aku?".
Demikian ia ber-teriak2 suaranja penuh mengandung sifat angkara-murka dan penuh
penjesalan. Suaranja itu hakikatnja bukan suara manusia lagi, tapi lebih mirip suara lengking
serigala jang terluka, dan mendekati adjalnja.
Namun Tik Hun menggojang kepala sambil mundur beberapa langkah, katanja: "Djadi
sebabnja Suhu hendak membunuh aku adalah lantaran patung Budha raksasa buatan dari emas
murni ini?" Begitulah sekilas Tik Hun mendjadi paham seluruhnja, demi harta benda Djik Tiang-hoat
tidak segan2 mentjelakai gurunja sendiri, tidak segan membunuh Suhengnja, bahkan
mentjurigai puterinja sendiri, dan sudah tentu membunuh seorang murid lebih2 bukan menjadi
soal baginja. Seketika dalam benak Tik Hun menggema kembali utjapan Ting Tian dahulu: "Gurumu


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjuluk 'Tiat-soh-heng-kang', urusan apa jang tak mungkin diperbuatnja?"
Dan sesudah melangkah mundur dua tindak pula, Tik Hun berkata lagi: Suhu, aku tidak ingin
membagi redjeki jang kau peroleh ini, boleh kau menjadi hartawan sendirian sadja. Silahkan!".
Hampir2 Djik Tiang-hoat tidak pertjaja pada telinganja sendiri, sungguh ia tidak pertjaja bahwa
didunia ini ada manusia jang tidak kemaruk kepada harta. Ia menduga sibotjah Tik Hun pasti
mempunjai tipu muslihat apa lagi. Maka dengan tidak sabar lagi ia lantas membentak: "Tik
Hun, kau hendak main gila apa" Bukankah ini adalah suatu patung emas, didalam perut patung
penuh terisi harta mestika, kenapa kau tidak mau" Apakah kau masih mempunjai tipu
muslihat lain lagi?"
Tik Hun hanja gojang2 kepala sadja dan selagi ia hendak tinggal pergi, tiba2 terdengar suara
ramai orang banjak sedang mendatangi. Tjepat ia melompat keatas rumah dan memandang
keluar. Maka terlihatlah serombongan orang ada ratusan banjaknja dengan membawa obor
sedang mendatangi dengan tjepat. Terang itulah orang2 Kangouw dan tokoh2 Bu-lim jang
berkumpul dikota Kang-leng selama hari2 terakhir ini.
Bahkan terdengar ada diantaranja sedang membentak dan memaki: "Ban Ka, keparat kau, lekas
djalan, lekas! Setan kau!"
Sebenarnja Tik Hun berniat tinggal pergi, tapi demi mendengar nama 'Ban Ka' disebut,
seketika ia urungkan maksudnja, ia masih harus membalas sakit hatinja Djik Hong.
SERIALSILAT.COM ? 2005 436 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah rombongan orang itu kemudian telah membandjir masuk kedalam kelenteng. Djelas
terlihat oleh Tik Hun bahwa Ban Ka kena dipegang oleh beberapa laki2 kekar serta di-dorong2.
Ia lihat hidung Ban Ka botjor, mulut keluar ketjapnja dan mata matang-biru, terang habis
kenjang dihadjar orang2 itu, tapi badannja masih memakai badju sebagai guru sekolah.
Maka tahulah Tik Hun akan duduknja perkara. Djadi Ban Ka sengadja menjamar sebagai guru
sekolah untuk memantjing dan membilukkan perhatian orang2 Kangouw jang berkerumun
diluar pintu gerbang selatan kota itu, dengan begitu agar Ban Tjin-san sempat datang ke
kelenteng bobrok ini untuk menggali harta karun.
Tapi karena dibawah pengusutan orang banjak, akhirnja tipu muslihat Ban-si-hutju itu
terbongkar. Sesudah dihadjar hingga babak belur, orang2 Kang-ouw itu mengantjam djiwa Ban
Ka pula ketjuali kalau ia menundjukkan tempat rahasia penjimpanan harta karun dan akhirnja
mereka sampai djuga ke Se-tjong-si.
Dalam pada itu, ketika mendengar suara orang banjak, segera Djik Tiang-hoat melompat
keatas altar patung dengan maksud hendak menghilangkan bekas batjokan pedang diatas
patung agar sinar emas tidak dilihat oleh orang2 itu. Namun sudah agak terlambat, beberapa
orang diantaranja sudah keburu berlari masuk. Dan demi nampak perut patung Budha itu
berwarna kuning kemilauan, terus sadja mereka ber-teriak2 dan berlari kepatung itu, mereka
membersihkan debu tanah diatas patung serta mem-batjok2 dan mengkerik pula dengan
senjata mereka, maka dalam sekedjap sadja tubuh patung itu lantas bersih dan mengeluarkan
tjahaja emas jang gemilapan.
Menyusul ada orang melihat pula pintu rahasia dipunggung patung itu, segera ada orang
membuka pintunja terus meraup segenggam batu permata terus dimasukkan kantong sendiri.
Melihat kawannja kebandjiran redjeki, sudah tentu jang lain tidak mau ketinggalan, segera
orang kedua menggentak minggir orang pertama dan dia sendiri lantas mentjedok dengan
kedua tangannja hingga setangkup emas-berlian dikantongi olehnja.
Keruan orang ketiga mendjadi merah matanja segera ia dorong pergi kawannja itu dan dia juga
menjerbu harta mestika itu. Bahkan ia lebih serakah lagi, be-runtun2 ia meraup dan mencomot
dengan kedua tangannja secara bergiliran dan dimasukkan kedalam badjunja, dan sesudah
kantong badjunja penuh segera ia gunakan ujung badju untuk mewadah batu permata itu.
Begitulah suasana seketika menjadi kacau dan gempar, orang2 itu saling berebut mengambil
harta mestika itu, mereka ber-djedjal2 dan desak-mendesak, jang tidak sempat mendesak
madju kepintu rahasia patung untuk mengambil sendiri, segera mereka merebut milik kawan,
kalau kawan melawan, segera digendjot?""..
Se-konjong2 diluar kelenteng terdengar suara tiupan terompet, pintu kelenteng lantas
terpentang, berpuluh peradjurit tampak menjerbu masuk, sambil berteriak: "Tihu-taydjin tiba,
siapapun dilarang bergerak, diam semua!".
SERIALSILAT.COM ? 2005 437 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Menjusul masuklah seorang dengan pakaian kebesaran dan bersikap angkuh, itulah dia Leng
Dwe-su, Tihu dari kota Kang-leng, ajahnja Leng-siotjia.
Tapi demi melihat harta mestika jang menjilaukan mata itu, para orang Kang-ouw sudah lupa
daratan, djangankan tjuma seorang Tihu, biarpun radja jang datang djuga tidak mereka gubris
lagi. Mereka masih tetap saling berebut dengan mati2an.
Maka seluruh ruangan kelenteng itu penuh terserak harta mestika jang kemilauan, ada mutiara
mestika, ada emas-intan, ada batu permata, djamrud, merah delima, ada biru safir, ja, mungkin
djuga ada koh-i-noor?"?"?"..
Peradjurit2 jang dibawa datang oleh Leng Dwe-su itu djuga manusia, dan manusia mana jang
tidak ngiler akan harta karun seperti itu" Keruan saja tanpa komando peradjurit2 itu ikut
berebut, bahkan perwiranja djuga tidak mau ketinggalan.
Keadaan menjadi makin katjau, Djik Tiang-hoat lagi berebut harta mestika itu, Ban Ka djuga
lagi berebut, malahan tuan besar Leng Dwe-su akhirnja djuga tak tahan oleh rangsangan harta
karun jang memangnja telah ditjari sekian lamanja itu. Ia kuatir kehabisan, segera iapun ikut
berebut. Tik Hun melihat diantara orang2 Kang-ouw jang berebut harta karun itu terdapat pula Ong
Siau-hong dan Hoa Tiat-kan.
Dan sekali sudah saling berebut, dengan sendirinja saling hantam dan sekali saling hantam
sudah tentu ada jang terluka dan terbinasa. Anehnja, dalam pertarungan sengit itu, akhirnja
mendadak ada orang menubruk keatas patung Budha emas itu, patung itu dirangkul terus digigit2 seperti andjing gila. Ada jang menggunakan kepalanja untuk membentur patung dan ada
jang meng-gosok2kan mukanja.
Tik Hun sangat heran, andaikan orang2 itu sudah buta pikiran oleh harta karun itu djuga tidak
perlu sampai gila sedemikian rupa.
Dan memang betul, orang2 itu memang sudah gila, mata mereka merah membelalak, mereka
saling gendjot, saling gigit dan betot. Mereka telah berubah seperti segerombol binatang buas
atau anjing gila. Tiba2 Tik Hun paham duduknja perkara: "Ja, tentu diatas harta mestika itu telah dilumasi
ratjun jang sangat lihay oleh raja jang menjimpannja dahulu".
Tik Hun tidak sudi menjaksikan lebih djauh kelakuan manusia gila jang memuakkan itu,
segera ia tinggal pergi. Ia membawa Khong-sim-djay dengan menunggang kuda terus menudju
djauh kearah barat sana. Ia hendak mencari suatu tempat jang sunji untuk mendidik Khongsim-djay agar kelak mendjadi seorang manusia jang berguna, seorang manusia baru.
SERIALSILAT.COM ? 2005 438 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Akhirnja ia sampai dilembah saldju diperbatasan Tibet dahulu itu. Saat itu lagi hudjan saldju
dengan lebatnja, tapi ia dapat mencapai gua jang dahulu.
Se-konjong2 dari djauh dilihatnja didepan gua itu telah berdiri seorang gadis djelita. Itulah Tjui
Sing adanja!. Dengan muka ber-seri2 Tjui Sing berlari memapak sambil berseru: "Sudah sekian lamanja aku
menunggumu Tik-toako! Aku jakin akhirnja engkau pasti akan kembali ke sini. Selama ini
aku?" aku tidak pernah meninggalkan lembah ini!".
Sesudah kedua muda-mudi itu saling berhadapan, Tik Hun pegang erat2 kedua tangan Tjui
Sing sambil memandang Khong-sim-djay dalam pangkuannja itu dengan tersenjum.
Dan apa jang terdjadi selandjutnja, tak perlu ditjeritakan djuga, para pembatja akan tahu
sendiri?"?""..
TAMAT SERIALSILAT.COM ? 2005 439 Pendekar Guntur 17 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Kisah Pedang Di Sungai Es 23

Cari Blog Ini