Pedang Keadilan Karya Tjan I D Bagian 1
" Pedang Keadilan Karya: Tjan ID Pedang Keadilan Bagian Pertama
BAB 1. Pil Mustika tercuri.
Kanglam di bulan tiga terhitung bulan yang paling
permai, Aneka bunga tumbuh dengan indahnya, pohon
nan hjau berdesakan memanjang di sepanjang sungai
Tiang kang. Di karesidenan Kang-poh yang terletak dekat sungai
Tiang kang, terhampar sebuah hutan seluas ratusan
hektar yang bernama hutan Tho-hoa-lin. Tiap hari
banyak pelancong yang mampir di hutan tersebut sambil
2 menikmati satu dua cangkir embun bunga Tho yang
tersohor Pesanggrahan Tho-hoa-kit merupakan sebuah
penginapan dan rumah makan yang termashyur di
wilayah itu. Pemilik pesanggrahan dengan minuman
khususnya Embun Bunga Tho menambah kepopuleran
tempat itu. Pemilik pesanggrahan tersebut bukan hanya
mempopulerkan tempatnya dengan minuman khas
tersebut jauh di tengah hu-tan Tho-hoa-lin, iapun
mendirikan bangunan-bangunan loteng yang sangat
megah dengan aneka bunga menghiasi sekeliling
bangunan. Rangkaian bambu yang membentuk
jembatan, sungai-sungai kecil dengan air jernih membuat
panofama tempat itu makin memikat untuk didatangi.
Dari deretan bangunan-bangunan megah itu, boleh
dibilang loteng "Gi-hong", loteng "Hui-jui-lo" serta loteng
"Thia-chan-thay" merupakan bangunan yang paling
terkenal di sana. Hari ini menjelang tengah hari dari jalan raya sebelah
Selatan muncullah dua ekor kuda yang dilarikan kencang.
Lelaki yang berada di depan adalah seorang bocah lelaki
berusia dua atau tiga belas tahunan, ia mengenakan baju
hitam pekat dengan rambut yang dikuncir, sambil
melarikan kudanya bocah itu menengok ke kiri kanan
3 dengan wajah riang gembira, sekan-akan apa yang
dilihatnya sepanjang jalan merupakan hal baru baginya.
Kuda yang ditungganginya berwarna merah darah.
Bulunya mulus tanpa campuran warna lain, dalam
sekejap pandangan saja-orang segera tahu kalau kuda
itu merupakan seekor kuda jempolan.
orang yang mengikuti di belakang kuda merah tadi
adalah seorang pemuda berbaju putih berusia dua puluh
tahunan, wajahnya sangat tampan dengan tubuh yang
tinggi, tegap dan kekar. sayangnya wajah tampan itu
kelihatan serius, alisnya selalu berkerut dan tak nampak
secuwil senyumanpun menghiasi bibirnya. Agaknya ia
sedang di-rundung banyak masalah.
Kuda yang ditunggangi pemuda itu berwarna putih
bagaikan saiju. Biarpun sudah menempuh perjalanan
jauh, binatang itu masih dapat berlari dengan tegap dan
penuh semangat. Kedua orang ini, meski datang berbareng namun jelas
menunjukkan sikap yang berbeda. Kalau si bocah selalu
menampakkan senyum dikulum dan mendatangkan rasa
sayang bagi yang melihat, sebaliknya pemuda itu amat
murung, Keningnya selalu berkerut sehingga
mendatangkan kesan berat bagi yang memandang.
Ketika tiba di depan papan nama "Tho hoa-kit",
mendadak bocah berbaju hitam itu menarik tali les
4 kudanya sambil memutar ke belakang, kepada pemuda
berbaju putih itu ia berbisik:
"Toako, pemandangan tempat ini sungguh indah,
Bagaimana kalau kita minum teh dulu sebelum
melanjutkan perjalanan?"
"Ehm...." Pemuda itu berpikir sebentar, "Baiklah"
Bocah berbaju hitam itu tertawa girang, dia segera
melompat turun dari kudanya, Lalu sambil menuntun
kuda pemuda berbaju putih itu, ia kembali berseru.
"Hayo toako, turun"
Perlahan-lahan pemuda itu turun dari kudanya, Gerak
geriknya amat lamban, bagaikan orang yang tak punya
tenaga saja. Dua orang pelayan segera maju
menyambut. "silahkan masuk tuan berdua" katanya sambil
menerima tali les kuda dari kedua tamunya.
"Jangan" tampik bocah berbaju hitam itu seraya
menggeleng, "Kuda tunggangan kami bukan binatang
sembarangan Mana bisa kalian menuntunnya. Kalau
sampai kena sepak. wah bisa runyam"
Dengan agak kaget kedua pelayan itu menarik kembali
tangan mereka, Lalu setelah mengamati kuda-kuda itu
sekejap, salah seorang menyahut sambil tertawa: " Yaa,
5 sudahlah kalau begitu, silahkan tuan cilik menuntun
sendiri" Pesanggrahan Tho-hoa-kit dibangun agak jauh
menjorok ke dalam hutan, kira-kira tiga empat kaki
jauhnya dari tepi jalan raya, sebuah jalan beralas batu
putih membentang dari sana hingga ke depan pintu
Pesanggrahan, sementara bunga Tho yang harum
semerbak tumbuh di kedua sisinya.
Bocah berbaju hitam itu menambatkan kedua ekor
kudanya di sebuah pohon Tho besar, lalu melangkah
masuk. Tiba-tiba seorang pelayan maju menghadang jalan
pergi bocah tadi sambil serunya: "Tuan kecil, harap lewat
sini." sambil berkata, ia menuding sebuah jalan setapak
yang membentang di samping jalan utama.
"Heei, bagaimana kamu?" Bocah itu mendelik,
"Mengapa kami harus melewati jalan setapak?"
"Maaf, Tuan kecil," pelayan itu tertawa, " Ruang
utama sebelah kiri amat ramai dan gaduh. Pada
umumnya dipakai kaum pedagang keliling dan kuli kasar,
sedang jalan setapak ini khusus diperuntukkan tamu
terhormat" 6 "ooooh, begitu rupanya" Bocah itu tersenyum. Dengan
langkah lebar dia menelusuri jalan setapak tadi menuju
ke tengah hutan. Pelayan itu membawa kedua orang tamunya ke
sebuah ruang kecil yang amat artistik selain bersih dan
rapi, di luar jendela belakang terbentang sebuah sungai
kecil dengan air yang jernih.Jauh di belakang sana,
samar-samar terlihat sudut bangunan loteng.
"Tuan berdua ingin pesan apa?" tanya sang pelayan
kemudian. Pemuda berbaju putih itu hanya membungkam, Bukan
saja pemandangan alam yang begitu indah tidak
membuyarkan kemurungannya, bahkan mimik mukanya
pun tetap dingin, kaku dan murung, Bocah berbaju hitam
itu berpikir sejenak. lalu jawabnya: "Apa sajalah yang
enak boleh dikeluarkan"
Mula-mula pelayan itu agak. tertegun, lalu ujarnya
sambil tertawa: "Tampaknya tuan berdua datang dari jauh sehingga
tidak mengenal kepopuleran tempat kami. Bukan hamba
sengaja membual, tak satu pun hidangan kami yang tak
enak. terutama Embun Bunga Tho, betul-betul sudah
populer sampai di mana-mana...."
7 "sudahlah, tak usah banyak bicara, cepat keluarkan"
potong bocah tadi tak sabar.
sambil menyahut, buru-buru pelayan itu berlalu. Tak
lama kemudian, sayur dan arak telah dihidangkan.
Perlahan-lahan pemuda berbaju putih itu memenuhi
cawannya dengan arak. Tapi sebelum diteguk isinya,
tiba-tiba ia meletakkan kembali cawannya ke meja.
"Toako... toako" bisik bocah berbaju hitam itu sambil
menggeleng, "Mengapa sih kau murung sepanjang hari"
Bukan cuma membungkam, wajahmu kelihatan kusut,
benar-benar membuat perasaan orang tak sedap
melihatnya." Dengan wajah menyesal pemuda berbaju putih itu
memandang bocah itu sekejap, tiba-tiba ia berkata:
"Coba dengar, dari mana dagangnya suara orang belajar
di tempat keramaian semacam ini?"
Bocah berbaju hitam itu coba memusatkan
perhatiannya, Betul juga. Dari balik hutan bunga Tho itu
lamat-lamat terdengar suara orang membaca, bahkan
diiringi suara tali kecapi, Hal ini segera menimbulkan rasa
heran dalam hatinya. "Hemmm, rupanya ada orang gila di situ," dengusnya,
"Masa mau belajar malah datang ke tempat ramai
macam ini. Betul-betul merusak suasana. Coba dengar,
8 dia malah memetik kecapi untuk mengiringi syairnya.
Benar-benar sinting"
"Adik Liong, jangan memaki orang lain," tegur si
pemuda berbaju putih sambil menengok ke luar jendela,
"Suara kecapi datangnya dari arah Barat, sedang suara
syair datang dari Barat Daya, Kedua suara itu berasal
dari dua tempat yang berbeda."
Bocah berbaju hitam itu mencoba memperhatikan
dengan seksama, sesaat kemudian serunya: "Betul juga
Heran, mengapa dari balik hutan Bunga Tho dapat
muncul suara kecapi dan syair" Bagaimana kalau
kuperiksa?" "Kau ingin mencari gara-gara?"
"Tak usah kuatir, Aku kan cuma menengok sebentar,
ditanggung tak akan mencari gara-gara." kata si bocah
sambil ter-tawa. Biarpun pemuda berbaju putih itu tidak menyetujui
namun ia pun tidak berusaha mencegah.
Dengan sekali tekan ke permukaan meja, bocah
berbaju hitam itu segera melesat keluar dari jendela
dengan kecepatan luar biasa. Tampak bayangan manusia
berkelebat lewat di antara bunga-bunga, tahu-tahu ia
sudah lenyap dari pandangan.
9 Memandang bayangan tubuh yang menjauh itu,
pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang:
"Aaai.... dasar bocah nakal"
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang tergesagesa,
lalu tirai disingkap dan muncullah seorang gadis
berambut panjang yang masuk dengan wajah gelisah.
Belum lagipemuda berbaju putih itu menegur, gadis
baju hijau itu sudah menggoyangkan tangannya
berulangkali melarang ia berbicara. Gadis itu cepat-cepat
bersembunyi di belakang tubuhnya, menarik jubahnya
yang panjang dan menutupi sepasang kakinya yang
nampak dari luar. Biarpun ia sebenarnya merasa kesal tapi dasar
pemuda ini memang tak suka banyak bicara maka dia
pun tidak menggubris lagi, Perlahan-lahan ia angkat
cawannya dan menikmati Embun Bunga Tho.
Belum habis secawan embun diteguk. kembali tirai
bergoyang, seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan
melangkah masuk ke dalam ruangan, Lelaki itu bermata
besar Alis matanya tebal. Mulutnya lebar dan wajahnya
tampan, sewaktu melangkah masuk. tak terdengar
langkahnya, jelas ia memiliki ilmu silat yang tinggi.
Dengan matanya yang besar tajam ia memandang
sekejap ke sekeliling ruangan Kemudian tanpa
10 mengucapkan sepatah kata pun ia duduk di bangku yang
dipergunakan bocah berbaju hitam tadi.
Terhadap tingkah laku lelaki tersebut, pemuda berbaju
putih itu tidak menegur atau pun menggubris, ia hanya
memandangnya sekejap lalu perlahan-lahan meneguk isi
cawannya, sebaliknya lelaki itu pun tidak mau bertegur
sapa. Tanpa sungkan ia sambar poci arak di hadapannya,
Diisinya cawan kosong di hadapannya sampai penuh,
sekali teguk saja isi cawan itu langsung habis tak tersisa.
Kedua orang itu saling berpandangan tanpa berbicara
apa-apa, seakan-akan mereka kuatir ucapan mereka
akan merusak suasana tegang dan misterius yang
sedang mencekam tempat itu.
Angin berhembus membawa harum bunga nan
semerbak. suara petikan kecapi di kejauhan sana pun
kedengaran semakin nyaring.
Tiba-tiba lelaki itu menyambar poci arak di meja,
kemudian tanpa berhenti ia teguk semua isi poci itu
hingga ludas. Menyaksikan tingkah polah orang itu, kembali pemuda
berbaju putih tadi mengerutkan dahinya, tapi ia tetap
membungkam. "Hahahaha...." sambil meletakkan poci arak ke meja,
lelaki itu tertawa keras.
11 "Nama besar Embun bunga Tho benar-benar bukan
nama kosong belaka, betul-betul minuman enak"
Pemuda itu tidak menggubris. ia sumpit sepotong
kentang, mengunyahnya perlahan-lahan dan kembali
membuang pandangannya ke luar jendela.
sekali lagi lelaki itu tertawa tergelak. Kali ini dia
menyambar sumpit dan menyapu bersih semua hidangan
di meja, seakan-akan dialah yang memesan hidangan
tersebut. sekejap mata kemudian semua hidangan telah
berpindah ke dalam perutnya, Pemuda berbaju putih itu
tetap tidak bicara. ia hanya bangkit berdiri, menjura lalu
membuat gerakan menghantar tamu.
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa?" Lelaki itu terbatuk-batuk, "Kau mengusir
aku?" Pemuda berbaju putih itu mengangguk. la tetap
membungkuk "Tidak usah sungkan kalau ingin aku pergi," kata lelaki
itu sambil tertawa, "Tapi kau harus memberi kesempatan
kepadaku untuk makan dan minum sekenyangnya lebih
dulu." Dengan sikapnya lelaki tersebut seolah menyatakan
bahwa dia tak akan pergi dari situ sebelum dibiarkan
makan minum sepuasnya. 12 Tampaknya pemuda berbaju putih itu sudah tak dapat
mengungkap isi hatinya dengan gerakan tangan saja,
perlahan-lahan ujarnya: "Kau harus tahu, aku punya
seorang saudara yang agak berangasan wataknya, jika ia
keburu datang aku-takut kau tak bisa pergi lagi dari sini
dalam keadaan selamat."
"Ooh, masa iya" Kalau begitu aku harus menunggunya
sampai dia balik. ingin kulihat sampai di mana sih
kehebatannya." Dengan mata mendelik pemuda berbaju putih itu
mengawasi orang yang tampak bersikap menantang, lalu
serunya lagi: " Kalau kau tetap membandel jangan
salahkan aku kalau menderita kerugian nanti"
Tiba-tiba lelaki itu menundukkan wajahnya, lalu
bergumam: "Menyembunyikan buronan, melarikan gadis
orang, apa kau sudah tak menggubris soal hukum?"
Ucapan tersebut kontan membuat pemuda itu
tertegun, tanpa sadar ia menunduk dan menengok ke
bawah, saat itulah sambil tertawa terbahak-bahak lelaki
tersebut menjulurkan tangannya menyambar ke muka.
Dengan perawakannya yang jangkung dan tangannya
yang panjang, biarpun terhalang sebuah meja, ternyata
sekali sambar ia telah mencengkeram tubuh nona
berbaju hijau itu dan menyeretnya keluar.
13 Belum sempat pemuda berbaju putih itu menghalangi
si nona berbaju hijau itu telah menjerit: "Kakak..."
"Hahaha... budak binal, ayoh ikut aku pulang" seru
lelaki itu sambil tertawa, Kemudian sambil memberi
hormat kepada pemuda berbaju putih itu, katanya lagi, "
Kalau kami dua bersaudara telah mengganggu
ketenangan tuan, mohon dimaafkan"
Pemuda berbaju putih itu manggut-manggut sebagai
balasan hormat, sementara dalam hatinya ia berpikir: "
Rupanya mereka adalah dua bersaudara, kalau begitu
aku si orang luar lebih baik jangan mencampuri urusan
orang." sementara ia masih berpikir, lelaki tadi sudah
menyeret si nona meninggalkan ruangan dengan langkah
cepat Memandang mangkuk dan cawan yang berserakan
di meja, mendadak satu ingatan melintas dalam benak
pemuda itu, cepat-cepat ia merogoh ke dalam sakunya
dan mengeluarkan secarik kertas.
Di atas kertas itu tertera beberapa kalimat surat yang
berbunyi sebagai berikut:
"Kami dua bersaudara membawa tugas untuk mencuri
pil musiika berusia seribu tahun yang sedang tuan bawa.
Untung jalanan kami tidak sia sia. Kutinggalkan secarik
sapu tangan sebagai tanda terima kasih, harap
14 dimaafkan dunia persilatan amat berbahaya dan
menakutkan semoga tuan bisa menjaga diri baik-baik"
Di bawah surat itu tidak tercantum nama, tapi
terpampang sebuah gambar burung elang bermata besar
dan seekor kupu-kupu yang sedang mementangkan
sayap. Tampaknya pemuda berbaju putih itu menjadi
sangat terkejut oleh tulisan di atas kertas tersebut hingga
kehilangan semangat ia termangu- mangu dan
gelagapan, tak tahu apa yang mesti diperbuatnya, selang
berapa saat kemudian ia baru merogoh ke dalam
sakunya untuk memeriksa. Benar juga .Botol porselen putih berisi pil mustika
yang disimpan di situ, kini sudah lenyap tak berbekas,
Sebagai gantinya ia menemukan selembar sapu tangan.
sapu tangan itu berwarna putih bersih. Pada sudut
bawah sebelah kanan terdapat sebuah sulaman berwarna
hijau yang membentuk sebuah kupu-kupu sedang
mementang sayap. sulamannya sangat indah dan hidup, jelas hasil karya
seorang seniman kenamaan. Bau harum semerbak keluar
dari sapu tangan itu dan menusuk penciuman.
Lama sekali pemuda berbaju putih itu memandang
sapu tangan tersebut dengan wajah tertegun, sementara
paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, jelas sudah ia sedang merasa sedih, pedih, dan
15 amat emosi. setiap huruf yang tertera di atas kertas
bagaikan beribu-ribu batang pisau tajam yang
menghujam telak di atas ulu hatinya.
sinar matanya seolah memancarkan cahaya yang
menakutkan Perlahan-lahan darah segar menetes keluar
dari ujung kelopak matanya dan membasahi wajah serta
bajunya yang putih. Entah berapa lamanya sudah lewat, tiba-tiba bocah
berbaju hitam itu menyusup masuk lewat jendela dengan
wajah berseri-seri, Namun begitu melihat rekannya
penuh darah, dengan rasa kaget ia berteriak lalu
menubruk ke hadapannya. Teriakan keras itu seketika mengejutkan pelayanpelayan
pesanggrahan tersebut, seorang pelayan lari
masuk sambil berseru: "Tuan, apa yang terjadi.,.?" Tapi
begitu menyaksikan keadaan pemuda berbaju putih itu,
cepat-cepat dia menambahkan:
"Tuan ini pasti kesurupan. jangan diusik, hamba
segera mencari tabib.,." seraya berkata, cepat-cepat dia
lari ke luar. Tak terlukiskan rasa panik, kesal dan marah si bocah
berbaju hitam itu, dengan penuh kegusaran serunya:
"Hmmmm jika terjadi sesuatu atas toakoku, akan
kuhancur lumatkan pesanggrahan Tho-hoa-kit ini..."
16 Cepat-cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya ke
telapak tangan, lalu secepat kilat menotok beberapa
jalan darah penting di tubuh pemuda berbaju putih itu.
Tak berapa lama setelah bocah berbaju hitam itu
melakukan hal tersebut, terdengar pemuda berbaju putih
itu menghembuskan napas panjang-panjang. ia putar
dulu biji matanya beberapa kali, kemudian baru
mengeluh. "Aaai.. Habis sudah, habis sudah...."
"Toako, apa yang telah terjadi?" tanya si bocah
berbaju hitam itu agak cemas, meski dia lega juga
sesudah melihat rekannya sadar
Perlahan-lahan kesadaran pemuda beri baju putih itu
pulih kembali, diambilnya sapu tangan serta secarik
kertas dari meja, kemudian setelah menghela napas
panjang, ia berkata pada bocah tersebut: "Adik Liong,
hari ini sudah tanggal berapa?"
"Rasanya sudah tanggal tujuh" sahut si bocah setelah
berpikir sebentar. "Hmmm.,." pemuda itu manggut-manggut sambil
bergumam. " Kalau kita tempuh perjalanan tanpa
berhenti, dalam sehari sudah bisa mencapai bukit Ciong
san, itu berarti kita masih punya waktu tiga hari."
"Hay, apa yang sedang kau katakan?" si bocah agak
tertegun, "Aku sama sekali tak mengerti maksudmu"
17 Perlahan-lahan pemuda itu menyeka darah dari
wajahnya, setelah itu bisiknya lirih: "Pil mustika seribu
tahun kita telah dicuri orang"
"Apa" Dicuri orang?" Bocah berbaju hitam itu amat
terkejut. "Yaa, dicuri orang"
"Lantas, bagaimana sekarang?"
Pemuda berbaju putih itu termenung dan berpikir
sebentar, kemudian ujarnya lagi lirih:
"Kita masih punya waktu selama tiga hari, Tapi dunia
begini luas, ke mana kita harus kejar pencuri itu..?"
pandangannya dialihkan ke atas sapu tangan tersebut,
tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali
ia berkata: "Adik Liong, aku punya sebuah cara,
sekalipun belum tentu mendatangkan hasil, tapi dalam
keadaan terdesak begini tak ada salahnya kalau kita coba
dulu." "Apa caramu itu, cepat katakan?"
"Pil mustika seribu tahun itu menyangkut mati hidup
supek kita, kalau sampai tak ditemukan, aku mesti
menebus dosa besar ini dengan kematian...."
18 "Toako," bisik si bocah sambil melelehkan air mata,
"Apabila kau mati, aku pun tak ingin hidup terus di dunia
ini." Pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang, ia
membisikkan sesuatu ke sisi telinga si bocah, setelah itu
ia berteriak keras, dan tahu-tahu tubuhnya beserta
bangku yang didudukinya terjengkang ke belakang.
"Toako.. Toako,." jerit bocah berbaju hitam itu keraskeras
sambil menangis sedih. Kegaduhan tersebut dengan cepat memancing
perhatian pemilik pesanggrahan maupun pelayanpelayannya.
Begitu mendengar jerit tangis bocah berbaju
hitam itu, berbondong-bondong mereka lari masuk ke
dalam sambil bertanya: "Tuan kecil, apa yang terjadi" KaU jangan menangis
dulu, sebentar tabib sampai di sini...."
"Huhuhuhu,., hidangan di pesanggrahan Tho-hoa-kit
ini pasti ada racunnya." teriak bocah itu sambil menangis
tersedu-sedu, "sekarang toako sudah mati keracunan...
oooh, Toako Matimu sungguh mengenaskan."
sambil menangis, dengan marah ia tendang meja kursi
di hadapannya, Mangkuk cawan segera mencelat dan
hancur berserakan di atas lantai, sedang meja di
19 hadapannya mencelat keluar lewat jendela, menumbuk di
atas pohon dan menggugurkan bunganya.
"Waaah, hebat amat tendangan bocah ini," pikir para
pelayan agak tertegun karena kaget. " Kalau aku yang
kena tendangan itu, niscaya tubuhku akan mencelat
sejauh tiga empat tombak...."
Cepat-cepat mereka menjura berulang kali sambil
berseru: "Tuan kecil, kaujangan ribut-ribut dulu, Yang
penting sekarang bagaimana menyelamatkan
saudaramu, biar tabib melakukan pemeriksaan dulu. Kita
lihat penyakit apa yang diderita saudara-mu...."
"Aku tak ambil perduli penyakit apa yang dideritanya,"
kata bocah berbaju hitam itu sambil menurunkan
tangannya dari wajah, "Pokoknya saudaraku tewas dalam
pesanggrahan Tho-hoa-kit kalian, bagaimana pun hutang
ini kucatat atas nama kalian, Hmmm, jangan dilihat aku
Yu siau-liong masih kecil, jangan harap aku bisa
dipermainkan seenaknya"
"Tuan Yu, minggirlah dulu. Biar tabib melakukan
pemeriksaan atas saudaramu itu."
"Toakoku sudah tewas" seru Yu siau-liong sambil
mundur. "Tabib ong, silahkan" ujar sang pelayan sambil
memberi jalan, 20 Dengan sepasang kaca mata yang tebal bertengger di
atas batang hidungnya, tabib ong berjongkok dan mulai
memeriksa denyut nadi pada pergelangan tangan
pemuda berbaju putih itu, kemudian sambil menggeleng
katanya. "Aaah, terlambat sudah Anggota tubuhnya mulai
mendingin, denyutan nadinya juga sudah berhenti, aaaai
Lebih baik siapkan saja upacara penguburan baginya...."
Lalu tanpa bicara lagi dia ngeloyor pergi dari situ.
"ooooh, masa secepat itu" seru si pelayan tertegun.
Dengan geram Yu siau-Liong menyambar perg elangan
kiri si pelayan, sambil menariknya keras-keras ia
berteriak: "Pasti ulah pesanggrahan Bunga Tho kalian,.."
"Aduhh... Tuan Yu Perlahan sedikit," teriak pelayan itu
kesakitan, "Pergelanganku itu bisa patah oleh
cengkeramanmu itu...."
"Hmmm, kau harus menebus nyawa toako- ku lebih
dulu, kemudian baru aku mencari majikanmu untuk
membuat perhitungan. Akan kubakar pesanggrahan
Bunga Tho ini sampai rata dengan tanah"
"Yu siauya... jangan emosi dulu, ada urusan dapat
dirundingkan," cegah si pelayan mulaipanik, "Aduuh,.,
aduh... harap perlahan sedikit, lengan kiriku bisa
cacad...." Melihat pelayan itu kesakitan sampai peluhnya
bercucuran, Yu Siau-liong mengendorkan
21 cengkeramannya, serunya: "Kalau begitu cepat panggil
ke mari majikan kalian, Bagaimana pun toakoku tewas di
pesanggrahan Bunga Tho ini, aku tak bisa berpangku
tangan belaka tanpa menuntut kerugian"
setelah merasakan pahit getir di tangan bocah
tersebut, sudah barang tentu pelayan itu tak berani
berlama-lama lagi di sana, Cepat-cepat dia menjura
sambil berkata: "Harap tuan kecil menunggu sebentar di
sini, aku segera memanggil majikanku asal dia sudah
sampai di sini pasti ada pertanggungan-jawab untukmu."
Tanpa mengunggu jawaban lagi, cepat-cepat dia
ngeluyur pergi dari situ diikuti rekan-rekannya .
Menyaksikan para pelayan berlarian meninggalkan
tempat itu, tak tahan Yu siau-liong tertawa geli, ia segera
berjongkok sambil bisiknya: "Bagaimana sekarang?"
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik Liong." kata pemuda berbaju putih itu sambil
membuka matanya kembali "Persoalan ini amat penting
dan serius, jangan kau anggap seperti permainan kanakkanak.
Paling tidak kau mesti tunjukkan wajah yang
sedih dan kehilangan" Lalu tanpa menanti jawaban dia
pejamkan kembali matanya.
selang beberapa saat kemudian, pelayan tadi muncul
kembali dengan membawa seorang kakek berusia enam
puluh tahunan, Kakek itu mempunyai dahi yang tinggi
dan dagu yang lancip. sekejap pandangan saja siapa pun
22 akan tahu kalau orang ini ulet dan punya perhitungan
yang amat mendalam. Dengan pandangan dingin Yu siau-liong memandang
kakek itu sekejap. lalu tegur-nya: "Jadi kaulah pemilik
pesanggrahan Bunga Tho ini?"
"Benar" jawab si kakek sambil mengangguk
"sekarang kakakku tewas dalam Pesanggrahan Bunga
Tho ini, Aku tak bisa menerima kejadian seperti ini."
"Aaaai...." Kakek itu menggeleng sambil menghela
napas panjang, "cuaca saja sukar diramalkan apalagi
nasib manusia, Aku turut berduka cita atas kematian
kakakmu di tempat kami, tapi sebab-sebab kematiannya
toh sukar diduga, Dari mana tuan Yu bisa menuduh kalau
kematiannya disebabkan keracunan hidangan kami" jelas
tuduhan tanpa dasar seperti ini sangat merugikan nama
baik perusahaan kami...."
Biarpun Yu siau-liong termasuk seorang bocah yang
pintar, bagaimanapun juga usianya. masih sangat muda,
lagi pula pengalamannya masih rendah. sudah barang
tentu tak bisa menang berdebat dari si kakek yang sudah
kenyang makan asam garam itu, Perkataan tersebut
kontan saja membuatnya amat marah, Dengan mata
membara ia membentak keras.
23 "Aku tak mau tahu Pokoknya kakakku tewas di
pesanggrahan Bunga Tho ini Jadi kalau kau tak mau
bertanggung jawab, selain kubunuh dirimu, akan kubakar
juga tempat usaha ini hingga rata dengan tanah"
"Hahahaha..." sambil mengelus jenggotnya kakek itu
tertawa. "Dipandang dari dandanan tuan kecil, rasanya
kau tentu punya asal usul yang luar biasa. Ketahuilah aku
membuka usaha pesanggrahan Bunga Tho ini hanya tahu
mencari untung, Aku tak pernah menipu langganan,
kedua aku pun tak melakukan kejahatan apa pun, jadi
kata-kata semacam tuan kecil tak akan membuat aku
menjadi jeri...." Dibantah semacam ini, Yu siau-liong jadi gelagapan
Untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya,
Kembali kakek itu menghela napas panjang.
"Aku tahu, banyak kesulitan akan dijumpai mereka
yang sedang bepergian Jadi apabila tuan kecil
menjumpai kesulitan, aku bersedia memberi bantuan
secukupnya." Dengan usia semuda itu, boleh dibilang Yu siau-liong
belum pernah menjumpai hal semacam ini. sekalipun tadi
ia sudah mendapat petunjuk dari pemuda berbaju putih
itu, tapi tak urung dibuat gelagapan juga.
24 untuk sesaat Dia tak tahu bagaimana caranya
menyampaikan beberapa pesan titipkan pemuda tersebut
kepadanya tadi. "Tuan kecil" Kakek itu berkata lagi sambil menggeleng
dan tertawa. "sudah hampir empat puluh tahun lamanya
aku berusaha di sini, mulai dari pangeran, saudagar
kaya, para pengawal barang sampai kuli kasar dan
perampok boleh dibilang pernah singgah di
Pesanggrahan kami...."
Tiba-tiba ia merendahkan suaranya dan meneruskan:
"Jika kulihat dari dandanan kalian berdua yang
membawa senjata dan menungang kuda jempolan, jelas
kalian bukan saudagar, Bisa jadi kematian kakakmu ada
sangkut pautnya dengan perselisihan dunia persilatan. Eh
saudara kecil, aku tahu meski umurmu masih kecil tapi
ilmu silatmu sudah mencapai tingkatan yang luar biasa,
aku harap kau mau mempertimbangkan kembali
perkataanku tadi." " Licik benar orang tua ini." pikir Yu siau-1iong.
"Untung dia belum tahu kalau kakakku cuma pura-pura
mati...." Maka dengan berlagak sedih katanya: "soal
dendam atas kematian kakakku, aku bisa mengatasinya
sendiri dan kakek tak usah turut campur, cuma... aku
mempunyai satu permintaan harap kakek bersedia
mengabulkan." "Katakan saja tuan kecil"
25 "Terus terang saja bagi kami orang-orang persilatan,
mati hidup bukan persoalan besar karena kami sudah
terbiasa hidup di bawah ancaman senjata, tapi sebabsebab
kematian kakakku sangat aneh. Dia bukan mati
karena terkena senjata rahasia, dia pun bukan terbunuh
dalam suatu pertempuran, jadi kami harus menunggu
sampai ketua kami tiba di sini dan menyelidiki sebabsebab
kematiannya baru bisa meninggalkan tempat ini,
jadi aku berharap kakek bersedia meminjamkan tempat
yang sepi untuk menyimpan jenazah kakakku sementara
waktu, Begitu ketua kami tiba dan berhasil mengetahui
sebab-sebab kematiannya, jenazah kakakku segera kami
kuburkan." Kata-kata itu segera memberikan reaksi yang cukup
besar, Buru-buru kakek itu manggut berulang kali, "Tak
usah kuatir tuan kecil, segala sesuatunya akan kuatur
hingga beres" sambil menitahkan anak buahnya untuk
menggotong pergi jenazah pemuda berbaju putih itu, dia
berkata lagi kepada Yu siau-liong sambil terawa:
"Soal jenazah kakakmu pasti akan kami selesaikan
sesuai dengan tata cara, cuma... aku pun mengharapkan
bantuan dari tuan kecil"
Biarpun hati kecilnya keheranan, Yu siau-liong tidak
menunjukkan reaksi apapun. Katanya kemudian: "Kalau
kakek ingin menyampaikan sesuatu, silahkan
diutarakan." 26 "Apabila ketua kalian sudah sampai di sini, aku harap
tuan kecil bersedia memberi kabar kepadaku hingga aku
bisa menyiapkan perjamuan untuk menyambut
kedatangannya." Dengan pengalamannya yang puluhan tahun, kakek
itu sadar betapa menakutkannya peristiwa bunuh
membunuh di dalam dunia persilatan, siapa saja kalau
sampai terlibat niscaya keluarganya akan tertimpa
bencana. "Ehmm... Kalau soal ini...." Yu siau liong berpikir
sejenak, "Begini saja, akan kuberi kabar setelah
melaporkan persoalan ini kepada ketua kami."
"ooh... tentu saja, tentu saja."
sementara pembicaraan masih berlangsung, jenazah
pemuda berbaju putih itu sudah digotong menelusuri
hutan menuju sebuah bangunan terpencil yang sepi tapi
bersih. Bangunan itu berdiri sendiri dengan pintu
berwarna merah dan atap berwarna hijau,
Perabot dalam ruangan amat sederhana, selain kain
tirai berwarna putih, di ruang tengah telah membujur
sebuah peti mati berwarna merah, sesaji dan lilin sudah
tersedia lengkap. Kakek itu memerintahkan anak buahnya menggotong
jenasah pemuda berbaju putih itu ke dalam peti mati,
27 kemudian sambil menjura kepada Yu Siau liong, ia
berkata: "Bila tuan kecil masih membutuhkan sesuatu,
perintahkan saja kepada pelayan kami tanpa sungkan."
Yu siau-liong pura-pura berpikir sebentar, kemudian
katanya: "Tolong siapkan kain putih sepanjang satu kaki,
peralatan tulis menulis, bambu panjang yang lebih tinggi
satu kaki dari hutan bunga Tho, kain belacu serta lampu
teng-tengan..." "Baik, baik...." Kakek itu mengangguk berulang kali,
"Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu, sebentar aku
pasti akan mengajak anak istriku untuk datang melayat"
"oya,., soal kuda-kuda kami."
"soal ini tak usah tuan kecil kuatirkan, Telah
kuperintahkan para pelayan untuk membawanya ke istal
dan diberi makan...."
" Kalau begitu terima kasih banyak. Tolong senjata
kami diantar sekalian ke sini...."
Bicara sampai di situ, dia menjura dalam-dalam, Lalu
tambahnya: "Atas bantuan ini, suatu ketika pasti akan
kubayar." 28 Ketika sepasang tangannya merangkap di depan dada,
segulung angin pukulan segera dilancarkan ke luar,
langsung menghantam sebatang pohon bunga Tho yang
berada di hadapannya, Pohon Tho itu seketika
terguncang keras, Beribu-ribu kuntum bunga Tho segera
berguguran ke atas tanah bagaikan hujan gerimis. Mulamula
kakek itu nampak tertegun, lalu sambil menjura
katanya: "Luar biasa Luar biasa Tak kusangka dengan
usia semuda tuan kecil, ternyata sudah memiliki ilmu silat
yang begitu daksyat."
Tergopoh-gopoh ia meninggalkan ruangan tersebut
Tak lama kemudian seorang pelayan dengan pakaian
berkabung muncul dalam ruangan sambil menyerahkan
keperluan yang dipesan tadi.
Yu siau-liong segera menggelar kain putih itu di atas
tanah, lalu ditulisnya beberapa huruf di atas kain
tersebut dengan tulisan besar:
"TEMPAT JENAZAH LIM HAN KIM"
Lampu Teng dipasang di sisi kain tadi, lalu diikatkan
pada bambu panjang dan ditegakkan diluar-ruangan.
Dengan demikian siapa saja yang berada di sekitar
pesanggrahan Bunga Tho dapat membaca tulisan di atas
kain putih itu dengan amat jelas, Kepada pelayan itu Yu
siau-liong berkata: "sampaikan kepada majikan kalian,
cukup aku seorang saja yang menjaga di depan layon
kakakku" 29 " Kalau memang begitu hamba mohon diri" kata si
pelayan segera meminta diri "sampaikan juga kepada
majikanmu, tolong agak cepat mengambilkan senjata
kami." Tak lama pelayan itu sudah muncul lagi dengan
membawa dua bilah pedang dan sebatang pena baja.
setelah menerima senjatanya, Yu siau-liong berpesan:
"sebelum mendapat panggilan dariku, siapa saja dilarang
mendekati ruangan ini, mengerti?"
Pelayan itu mengiakan berulang kali dan segera
mengundurkan diri, setelah sekeliling tempat itu tak ada
orang lain, Yu siau-liong baru mendekati peti mati sambil
ber-bisik: "Toako, mirip tidak lakonku?"
"Adik Liong, kau tak boleh gegabah," kata Lim Han
kini memperingatkan, " Ketahuilah musuh kita sangat
licik dan pintar. Ayo cepat mundur"
setelah mundur dua langkah, kembali Yu siau-liong
berbisik: "Toako, aku jadi teringat suatu kejadian yang
sangat mencurigakan"
"Kejadian apa yang mencurigakan?"
"Dua orang pelajar yang berada di loteng Tia-chanthay
rata-rata memiliki sinar mata yang amat tajam dan
30 dahi yang menonjol tinggi sudah jelas mereka memiliki
tenaga dalam yang amat sempurna, Anehnya, ketika aku
mendekati bangunan tersebut ternyata mereka tidak
menengok sekejap pun ke arahku, seolah-olah mereka
tidak menyadari kedatanganku. ... "
"oya?" sela Lim Han kim, "Berapa usia mereka" Laki
atau perempuan?" "Kedua-duanya lelaki seorang berusia empat puluh
tahunan, sedang yang lain berusia antara dua puluh tiga,
empat tahunan." "Aah, salah orang yang mencuri pil mustika kita adalah
seorang pria dan seorang wanita...." Kemudian setelah
berhenti sejenak, tambahnya:
"Ayo cepat mundur, jangan sampai perbuatanmu
ketahuan orang, jika sampai dicurigai sia-sia saja usaha
kita selama ini." "Tapi sekarang kan masih pagi. Lagipula tak seorang
manusia pun di sekeliling tempat ini Apa salahnya kalau
kita bercakap-cakap dahulu, dan lagi orang yang telah
mencuri obat kita toh belum tentu balik ke mari."
Lim Han kim tidak menggubris lagi dia pejamkan mata
dan mulai mengatur pernapasan Terbentur batu terpaksa
Yu siau-liong angkat bahu dan masukkan sebilah pedang
31 ke dalam peti mati, lalu menuju Ke depan sembahyang
membakanr sedikit dupa dan mulai duduk termenung.
Entah berapa saat sudah lewat, langit perlahan-lahan
menjadi gelap. cahaya lentera yang tergantung di sisi
kain putih di depan ruangan sana kelihatan bertambah
terang dan Mendadak kedengaran suara orang berbatukbatuk,
disusul kemudian suara langkah kaki memasuki
ruangan seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil
menggoyangkan kipasnya perlahan-lahan berjalan masuk
ke ruangan. BAB 2. Keluarga persilatan Dari Hong-san
Dalam sekali pandang Yu siau-liong sudah mengenali
orang ini sebagai salah satu pelajar yang ditemuinya di
loteng Tia-chan-thay tadi, Dengan sinar matanya yang
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tajam bagaikan pisau pemuda berbaju biru itu menyapu
sekejap seluruh ruangan, kemudian tegurnya dingin:
"Siapa yang sedang tidur dalam peti mati?" Yu siau-liong
agak tertegun, tapi segera jawabnya:
"Kurang ajar benar bicaramu itu Kau anggap peti mati
dipakai untuk tiduran?"
"Oooh... kalau begitu orang yang berada dalam peti
mati itu adalah orang mati?"
32 "Tentu saja orang mati, kalau masih hidup buat apa
berbaring dalam peti mati?"
"Kalau memang sudah mati, mengapa peti mati itu
tidak ditutup?" "Aku tak senang melihat kau mencampuri urusanku."
teriak Yu siau-liong marah. "Lebih baik cepat-cepat pergi
dari sini." "Waaah.,, berangasan amat watak saudara kecil ini,"
kata si pemuda berbaju biru sambil tersenyum, Perlahanlahan
ia berjalan mendekati peti mati.
"Hey, mau apa kau?" teriak Yu siau-liong sambil
mementangkan tangan kanannya menghalangi
perjalanan orang itu. " Kematian maupun perkawinan merupakan kejadian
besar bagi tiap manusia, belum pernah ada yang
menolak." kata pemuda itu tertawa, ia berkelit ke
samping, lalu dengan lincahnya sudah tergelak dan
melanjutkan terjangannya ke muka.
Yu siau-liong bertambah geram, dengan gerakan
cepat dia cengkeram bahu pemuda itu. seakan-akan
kepalanya bermata, tanpa berpaling barang sekejap pun
pemuda berbaju biru itu miringkan bahunya ke samping,
lalu dalam sekali lompatan sudah melayang turun ke sisi
peti mati. 33 Begitu cengkeramannya gagal dan melihat lawan
sudah melayang turun di samping peti mati, Yu siau-liong
amat terperanjat cepat-cepat dia melompat ke muka
menerkam musuhnya. Gerak gerik pemuda berbaju biru itu kelihatan sangat
lamban, padahal cepatnya bukan kepalang, sekali
menggeser langkah-nya, tahu-tahu ia sudah menyingkir
ke sisi lain dan melongok ke dalam peti mati itu.
"Waah, ternyata betul-betul sudah mati" serunya
kemudian. "Tentu saja sudah mati, buat apa aku
membohongimu?" Pemuda berbaju biru itu mengawasi Yu siau-liong
sekejap. lalu ujarnya lagi: " Kalau memang sudah mati,
lebih baik tutup saja peti mati itu. Kalau tidak orang
tentu akan curiga dan menyangka saudaramu itu masih
hidup." Biar sepintar apa pun usia Yu siau-liong masih amat
muda, untuk berapa saat ia tak dapat mengerti apa
makna di balik ucapan pemuda berbaju biru itu, diamdiam
pikir-nya: "Benar juga perkataan ini Jika peti mati
itu tidak kututup, orang lain tentu akan menaruh
curiga...." 34 Ketika angkat kepalanya kembali, ia jumpai pemuda
berbaju biru itu sedang melangkah keluar dari ruangan
sambil menggoyangkan kipasnya, ia seperti bergumam
tampak juga seperti bersenandung, hanya tak
kedengaran apa yang sedang diucapkan.
Memandang hingga bayangan orang itu lenyap dari
pandangan Yu siau-liong tetap merasa kuatir, dia ke luar
dan memeriksa sekejap tempat itu, setelah yakin pemuda
itu pergi, ia baru balik ke samping peti dan bertanya:
"Toako, perlukah kututup peti mati ini?"
Perlahan-lahan Lim Han-Kim membuka matanya,
jawabnya: "Aku lupa berpesan kepadamu tadi,
seharusnya kau tutup peti mati ini sejak tadi"
Kemudian setelah berhenti sebentar, lanjutnya: "Ilmu
silat yang dimiliki orang itu bagus sekali, mungkin saja ia
satu komplotan dengan gadis pencuri obat mustika itu.
Adik Liong, Kau mesti berhati-hati-."
Yu siau-liong termenung dan berpikir sebentar, tibatiba
katanya sambil menghela napas: "Ya... benar, dua
kali aku gagal mencengkeram bahunya. jelas sudah kalau
ilmu silat yang dimilikinya amat tangguh dan jauh di atas
kemampuanku." "setelah kau tutup peti mati ini, lebih baik jangan
dibuka-buka lagi, semisalnya ada orang ke mari, kau pun
35 tak perlu menunjukkan sikap tegang atau panik, daripada
menimbulkan kecurigaan orang lain."
Yu siau-liong tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki
saudaranya jauh lebih sempurna ketimbang
kepandaiannya, maka ia tutup peti mati itu sambil
ujarnya: "Apa yang mesti kulakukan andaikata ada
persoalan penting yang perlu kusampaikan?"
"Asal kau perkeras nada pembicaraan- mu, aku pasti
ikut mendengar" "Seandainya komplotan pencuri obat itu yang ke
mari?" "Lebih baik kau berlagak tidak kenal mereka Jaga saja
pintu keluar, sedang soal lain serahkan penyelesaiannya
kepadaku. Aaaai.... Celakalah jika mereka tak datang..."
setelah menutup rapat peti mati itu, Yu siau-liong
duduk bersila di sampingnya sambil meng atur
pernapasan setelah pengalamannya menghadapi pemuda
berbaju biru tadi. Kini sikapnya jauh lebih berhati-hati,
pedangnya segera dipersiapkan di sampingnya.
Matahari semakin tenggelam di langit Barat,
Kegelapan malam pun mulai menyelimuti jagad raya.
pemandangan dalam ruangan mulai bertambah suram
dan takjelas, Tiba-tiba kedengaran suara langkah kaki
36 manusia bergema mendekat. Cepat-cepat Yu siau-liong
menyambar pedangnya bersiap sedia.
Ternyata yang muncul adalah pemilik pesanggrahan
Bunga Tho. Dia disertai seorang nyonya berusia empat
puluh tahunan. Di belakang kedua orang itu menyusul
seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan yang
mengenakan baju berwarna hijau. seorang pelayan
dengan membawa lilin berwarna putih, berjalan paling
depan membuka jalan. "Aaah... merepotkan kakek saja" kata Yu siau-liong
sambil cepat-cepat menyingkir ke samping.
"Aaah, mana boleh...." pemilik pesanggrahan itu
menjura, "Terlepas apa yang menyebabkan kematian
kakakmu, yang jelas aku turut berduka cita atas
kematian saudaramu di pesanggrahan Bunga Tho kami,
Semoga salam hormat kami sekeluarga dapat
meringankan penderitaan anda."
Yu Siau-liong mencoba memperhatikan nona berbaju
hijau itu. Ternyata ia mempunyai paras yang cantik, kulit
tubuhnya putih bersih, kepalanya tertunduk agak malumalu
menambah daya pesonanya. Setelah memberi
hormat kepada peti mati, pemilik pesanggrahan itu
berbisik kepada anak buahnya: "Sulut lilin putih dan
persembahkan krans bunga"
37 Pelayan itu mengiakan, ia letakkan bunga di meja,
menyulut lilin putih, kemudian setelah menjura dalamdalam
ke hadapan peti mati, baru ia mengundurkan diri
keluar dari ruangan. Yu Siau-liong hanya mengawasi semua gerak gerik
orang dari samping, Terlihat olehnya Pemilik
pesanggrahan dan istrinya memberi hormat dalamdalam,
tapi si nona berbaju hijau tidak turut memberi
hormat, dia hanya berdiri diam di belakang kedua orang
tuanya. Selesai memberi hormat, pemilik pesanggrahan baru
berpaling ke arah Yu Siau-liong sambil ujarnya: "Apabila
ketua kalian sudah datang, tolong saudara cilik bersedia
menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan tolong bantu
aku untuk memberi keterangan."
"Soal ini kakek tak usah kuatir"
"Apakah tuan cilik masih ada permintaan lain" Biar
kuperintahkan orang untuk segera menyiapkan"
"Terima kasih banyak atas perhatian kakek. aku tak
berani mengganggu lagi...."
" Kalau begitu aku mohon diri" Bersama istri dan
putrinya ia memohon diri dari situ.
38 Tiba-tiba Yu siau-liong teringat sesuatu, teriaknya: "
Kakek. tunggu sebentar." ia segera menyusul ke luar
ruangan dengan langkah lebar.
"Tuan Yu masih ada pesan lagi?" tanya si kakek sambil
berpaling. "Jejak ketua kami sukar di lacak. Ia seperti naga sakti
di tengah awan, siapa tahu malam ini dia bisa muncul
secara tiba-tiba di sini, jadi semisalnya malam nanti
terdengar suara gaduh, harap kakek jangan gugup atau
bingung...." Lalu setelah berhenti sebentar, terusnya:
"Paling baik kalau di sekitar lima kaki dari ruang jenasah
ini, bebas dari keluyuran orang luar."
"Baik Akan kuperintahkan mereka untuk menutup
pesanggrahan Tho-hoa-kit lebih awal"
Memandang hingga bayangan punggung beberapa
orang itu lenyap di balik hutan sana, Yu siau-liong baru
balik ke dalam ruangan, melihat lilin putih yang menyala
serta uang kertas yang dibakar, tanpa terasa ia tertawa
geli sendiri Rembulan dan bintang sudah mulai menampakkan
dirinya, langit yang semula gelap pun mulai bercahaya,
Di bawah sorotan sinar lilin di depan meja sembahyang,
pemandangan seluas empat lima kaki dari pintu gerbang
dapat terlihat dengan jelasnya. suara kentongan
39 dibunyikan bertalu-talu, menandakan pukul dua tengah
malam sudah menjelang tiba.
Yu Siau-liong mulai menggeliat mengendorkan otototot
badannya, lalu menyandarkan diri di samping peti
mati dan memejamkan matanya, Bagaimanapun juga
sifat kekanak-kanakan bocah ini belum hilang, apalagi dia
pun tahu kalau kakaknya cuma berlagak mati, dengan
sendirinya tidak terpancar sinar kesedihan apapun di
wajah-nya. setelah duduk berlama-lama, rasanya
mengantuk pun mulai menyerang datang.
Entah berapa waktu sudah lewat, tiba-tiba ia
dikejutkan suara gemerincingan lirih yang bergema di
samping tubuhnya. Ketika membuka mata, ia jumpai
seorang gadis cantik telah berdiri di depan meja
sembahyang dengan wajah serius.
Yu siau-liong segera merasakan semangatnya bangkit
kembali, rasa kantuknya hilang seketika, diam-diam ia
meraba pedang yang tergeletak di sisi tubuhnya,
Mendadak terlihat bayangan manusia berkelebat lewat,
sesosok manusia tinggi besar telah menyusup masuk ke
dalam ruangan itu. Ketika diamati, ternyata adalah seorang lelaki berusia
tiga puluh tahunan yang membawa golok di
punggungnya, Ketika melihat Yu siau-liong terjaga dari
tidurnya, lelaki itu segera berbisik: "Nona, bocah itu
sudah terjaga" 40 Tampaknya gadis berbaju hijau itu sama sekali tak
memandang sebelah mata pun terhadap Yu siau-liong,
tanpa berpaling jawabnya: "Ehmmm, aku sudah tahu."
Ia merangkap tangannya di depan dada untuk
memberi hormat, lalu sambil membakar uang kertas
gumamnya lirih: "Lim siang kong, apabila arwahmu di
alam baka masih mengetahui kehadiranku, harap kau
sudi memaafkan perbuatanku yang telah mencuri obat
mustika itu...." Tak terlukiskan rasa girang Yu Siau-liong mendengar
perkataan itu, segera pikirnya: "oooh, rupanya perbuatan
dia" sambil menyambar pedangnya ia segera melompat
bangun. "Braaak.,."
Diiringi suara benturan yang amat keras, mendadak
penutup peti mati itu mencelat ke atas menyusul
kemudian Lim Han- kim melompat keluar dari peti mati.
Meskipun gerakan mereka berdua amat cepat, namun
gerakan nona berbaju hijau itu jauh lebih cepat lagi,
Begitu sadar kalau, terjebak, cepat-cepat dia melompat
mundur dari sana. Baru saja Yu siau-liong melompat
bangun dan Lim Han- kim melompat keluar dari peti
matinya, gadis berbaju hijau itu sudah sampai di muka
pintu. Dalam kegelapan malam yang mencekam, ditambah
lagi dengan pepohonan bunga Tho yang begitu lebat,
41 andaikata gadis tersebut sampai dapat kabur ke luar
ruangan, jelas untuk menangkapnya bukan suatu
pekerjaan mudah. Dalam cemasnya Lim Han- kim
membentak: "Berhenti"
Dengan sekali totokan ke atas tanah, bagaikan burung
manyar menyambar ikan di laut ia sudah melesat ke luar
ruangan dengan kecepatan luar biasa. Gerakan tubuh si
nona berbaju hijau itu tak kalah cepat-nya, sekali melejit
dia pun sudah berada di luar ruangan, "saudara Lim tak
usah kuatir," Kedengaran seseorang berseru sambil
tertawa ringan, "Dia tak akan bisa lolos dari sini"
seg ulung angin pukulan yang amat keras segera
menyambar tiba. serangan itu datangnya sangat
mendadak dan sama sekali di luar dugaan. Baru saja
gadis berbaju hijau itu hendak kabur ke dalam hutan,
tahu-tahu serangan dahsyat itu sudah menerkam ke
dadanya. Dalam posisi begini, mau tak mau terpaksa dia
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mesti sambut datangnya pukulan itu dengan kekerasan.
"Plaaaak..." Menyusul bentrokan sepasang telapak
tangan, terdengar bunyi nyaring bergema memecahkan
keheningan Tubuh si nona berbaju hijau itu segera
terpental ke belakang dan meluncur turun ke tanah.
Terhadang oleh pukulan itulah, Lim Han- kim dan Yu
siau-liong tahu-tahu sudah menyusul ke luar ruangan
dan mengepung gadis tersebut sementara itu lelaki
42 berbaju hitam itu sudah mencabut goloknya dan siap
melancarkan serangan. Dengan pandangan dingin nona berbaju hijau itu
memandang sekejap sekeliling arena, lalu ujarnya
kepada Lim Han- kim: "Hmmm sebagai seorang lelaki
sejati, apakah kau tak malu dengan berlagak mampus?"
Lim Han- kim berkerut kening, dia seperti ingin
mengucapkan sesuatu namun akhirnya diurungkan.
sebagai pemuda yang tak suka bicara, kalau dapat tak
menjawab dia memang memilih lebih baik membungkam.
Lain halnya dengan Yu siau-liong, sejak tadi ia sudah
tak mampu menahan amarahnya, dengan garang teriaknya:
"Bagus sekali sudah mencuri barang milik kami,
sekarang kau masih memaki kakakku, Hmmm Kau
sendirilah perempuan tak tahu malu"
Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris
makian Yu siau-liong, ia lolos pedangnya sambil diputar
membentuk sekilas cahaya tajam, kemudian katanya lagi
kepada Lim Han- kim: " Kalau dilihat kau sudah
mempersiapkan jagoan di sekeliling hutan, nampaknya
kau telah memperhitungkan bahwa aku pasti akan
datang ke mari." "Nona Gwat" Tiba-tiba lelaki bergolok itu menukas,
"Seandainya kau menuruti permintaanku tak mungkin
kita terjebak oleh perangkap mereka."
43 Dengan tatapan tajam Lim Han- kim tiada hentinya
mengamati wajah si nona berbaju hijau dan lelaki
bergolok itu, tampaknya ia berusaha mengenali apakah
mereka berdualah orang yang telah mencuri obat
mustikanya, setelah itu ia berkata: "Di sini hanya ada
kami berdua..." " omong kosong" teriak gadis berbaju hijau itu marah,
" Kalau cuma kalian berdua lantas siapa yang telah
melancarkan serangan bokongan ke arahku tadi?"
Lim Han- kim tertegun seketika, ia tak mampu
menjawab sepotong kata pun. Tiba-tiba terdengar
seseorang tertawa ringan lalu menyela: " Harap nona
jangan marah, yang melancarkan serangan terhadapmu
tadi hanya orang luar yang ingin nonton keramaian."
Menyusul ucapan tadi, seorang pemuda ganteng berkipas
perlahan-lahan muncul dari balik kegelapan, lalu dengan
santainya berjalan mendekati arena pertarungan.
Lim Han- kim coba mengamati wajah orang itu,
namun dia tak kenal siapakah orang tersebut sementara
itu si nona telah mendengus: "Hmmm Kalau memang
ingin nonton keramaian, mengapa kau mesti mencampuri
urusan orang lain?" Yu siau-liong segera mengenali pemuda itu sebagai
salah satu pelajar dari loteng Tia-chan-thay yang telah
dijumpainya siang tadi. sambil menggoyang-goyangkan
kipasnya, pemuda berbaju biru itu menjawab: "Tepat
44 sekali perkataanmu itu, satu hobbi yang paling kugemari
adalah mencampuri urusan orang lain"
"Hmm, mungkin kau anggap umurmu kelewat
panjang?" Tiba-tiba Lim Han- kim menukas: "Maaf saudara,
urusan ini timbul dari masalahku pribadi, aku tak ingin
orang lain ikut menjadi repot"
"ooooh, rupanya kaupun pandai bicara." ejek si nona
berbaju hijau itu sambil berpaling, " Kukira kau bisu"
Lim Han- kim menjulurkan tangan ke hadapannya, lalu
katanya: "Mari, kembalikan kepadaku Aku tak ingin
bertarung dengan siapa pun."
"Apanya?" ejek si nona sambil tertawa dingini
"Pil jinsom seribu tahun Ketahuilah obat itu teramat
penting bagiku..- cepat kembalikan".
"Maaf, pil jinsom itu pun teramat penting bagiku,
kalau tak penting, buat apa aku mesti mencurinya
darimu?" "Tapi obat itu akan kupakai untuk menyelamatkan jiwa
seorang tua yang amat kuhormati"
"sama saja, aku pun akan memakai obat tersebut
untuk menyelamatkan jiwa nona kami"
45 "Nona" kata Lim Han- kim agak tertegun, "Meskipun
kau membutuhkan obat itu, tapi... benda itu kan milikku"
"sekarang sudah berada di tanganku, berarti obat
mustika itu sudah menjadi milikku" jelas sudah ia ngotot
hendak mempertahankan barang curiannya.
Dengan alis berkerut dan penuh amarah Lim Han- kim
menghardik: "Nona, sebetulnya hendak kau kembalikan
tidak obat itu?" "Kalau tidak, mau apa kau?"
Dengan gerakan sangat cepat Lim Han- kim mendesak
maju ke muka, telapak tangan kanannya dipersiapkan
melancarkan serangan, Gadis berbaju hijau itu segera
menyarungkan kembali pedangnya, lalu sambil
menyilangkan tangan kirinya di depan dada, ia berkata:
"Aku tak ingin menggunakan senjata untuk melawan
kau yang bertangan kosong, Aku tak ingin meraih
kemenangan dengan mengandalkan senjata, mari, kalau
ingin bertarung dengan tangan kosong, akan kulayani...."
Dalam beberapa saat paras muka Lim Han-kim
berubah beberapa kali, tapi akhirnya dia menghela napas
panjang: "Aku tak terbiasa bertempur melawan kaum
wanita, Nona Asal kau bersedia mengembalikan pil
mustika itu, aku pun tak akan menuntut perbuatan
mencurimu itu" 46 "Huuuh, besar amat bicaramu" teriak gadis berbaju
hijau itu gusar, Dengan mata melotot menahan marah,
dia ayunkan tangannya melepaskan sebuah pukulan ke
tubuh lawan. Dengan gesit Lim Han-kim mengepos ke
samping, namun ia tetap tidak membalas.
Gagal dengan serangan pertamanya, gadis berbaju
hijau itu bertambaii gusar, secara beruntun sepasang
tangannya melancarkan bacokan dan babatan berulang
kali Dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah
pukulan dahsyat. Lim Han-kim sama sekali tidak membalas, tubuhnya
ber-gontai di antara bayangan pukulan yang menyelimuti
tubuhnya. Begitu ringan ia bergerak. sekalipun tidak
bergeser lebih jauh dari satu depa ternyata ketujuh buah
pukulan gadis itu dapat dihindarinya semua.
Habis sudah kesabaran Yu siau-liong ketika melihat
kakaknya belum juga mau membalas, tak tahan ia
berteriak: "Toako, jika kau tak cepat-cepat
membekuknya, kalau sampai berhasil kabur susah bagi
kita untuk merampas kembali obat mustika itu."
Terkesiap Lim Han-kim mendengar teguran itu, tibatiba
saja sebuah sodokan keras dilepaskan ke muka.
serangan balasan ini betul-betul cepat dan dahsyat
bukan kepalang, gadis berbaju hijau itu merasakan
pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu
seluruh kekuatan tubuhnya telah punah.
47 Pemuda berbaju biru yang menonton di tepi arena itu
menghela napas panjang goyangan kipasnya juga
berhenti secara mendadak jelas perasaan hatinya turut
bergetar oleh pukulan dahsyat yang dilancarkan Lim
Han-kim barusan. Dalam pada itu Lim Han-kim sudah melompat mundur
sambil berbisik: "Adik Liong, cepat geledah sakunya"
Bentakan menggeledek menggema membelah
keheningan malam, sambil mengayunkan goloknya tahutahu
lelaki berbaju hitam itu sudah menerjang ke muka
melancarkan bacokan. "Traaang..."
Dengan jurus "Awan Gelap Menelan Rembulan" Yu
siau-liong menyapukan pedangnya menangkis serangan
tersebut, lalu dengan sebuah tendangan kilat dia paksa
musuhnya mundur, jangan dilihat umurnya masih muda,
ternyata gerak serangannya betul-betul cepat dan ganas.
Berbarengan dengan tendangan kilat itu, pedangnya
memakai jurus "Membelah Bunga Membelai Pohon Liu"
menyapu ke dada musuh, terasa selapis bunga pedang
membias di udara, serangan yang begitu cepat
datangnya itu memaksa lelaki berbaju hitam itu
menyurut mundur sejauh lima depa dengan perasaan
kaget. 48 Dengan cepat Lim Han-kim melangkah ke depan, lalu
hardiknya: "Adik jangan melukai orang, yang penting jin
som berusia seribu tahun itu."
Yu siau-liong tertawa terkekeh, sekali membalikkan
badan ia menyusup ke sisi tubuh gadis berbaju hijau itu,
lalu serunya: "Di mana kau simpan pil mustika itu?"
sekalipun urat nadi si nona berbaju hijau itu sudah
terluka oleh totokan jari tangan Lim Han-kim, namun
sikapnya yang angkuh sama sekali tidak mengendor
"Hemm, pil mustika?" jengeknya dingin, "Mungkin sudah
berada ratusan li dari sini.,,."
"Sebenarnya kau simpan di mana" Cepat katakan"
bentak Yu siau-liong semakin gusar,
Dengan sorot mata yang dingin seperti es, gadis
berbaju hijau itu mengawasi Yu siau-liong sekejap.
mulutnya tetap membungkam .
"Bagus" teriak Yu siau-liong, "Rupanya kau memang
lagi mencari penyakit buat dirimu sendiri..." Dia
sarungkan kembali pedangnya. lalu dengan tangan kiri
mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona,
tangan kanannya mulai mencengkeram ruas-ruas tulang
gadis tersebut, ujar-nya: "Jadi kau ingin merasakan
bagaimana kalau ruas-ruas tulang sikutmu terlepas...?"
49 Dalampada itu, lelaki berbaju hitam tadi sudah
menerjang kembali ke depan sambil mengayunkan
goloknya, sekali lompat Lim Han-kim menghadang jalan
pergi lelaki itu, kembali bentaknya lirih: "Adik Liong,
jangan bertindak sembarangan, cepat geledah saku-nya,
asal pil mustika itu sudah ditemukan, kita segera
tinggalkan tempat ini...."
Tiba-tiba lengan kirinya menerobos maju ke depan,
lalu sambil membalik badan melepaskan satu pukulan.
Terdengar lelaki berbaju hitam itu menjerit kesakitan,
tahu-tahu goloknya sudah teriepas dari genggaman,
Secepat kilat Lim Han-kim memutar ke belakang
tubuhnya, lalu sekali sodok ia totok jalan darah Ciankenghiat di bahu lelaki itu. Melepaskan serangan, menjatuhkan golok lawan lalu
melepaskan totokan jalan darah, boleh dibi-lang
beberapa gerakan itu dilakukan begitu cepat hampir
bersamaaan waktunya. Yu Siau-liong tak berani membuang waktu lagi, meski
masih muda, ia sadar akan situasi yang amat serius.
Tanpa banyak bicara ia mulai menggeledah isi saku gadis
berbaju hijau itu. Dengan wajah tegang Lim Han-kim
mengikuti semua gerakan Yu Siau-liong, ia bernarap pil
mustika miliknya dapat segera ditemukan. Pada saat itu
pemuda ganteng berbaju biru itu hanya menonton
semua kejartian tanpa berbicara apa-apa.
50 Si nona berbaju hijau yang keras hati, tiba-tiba saja
menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil
pejamkan mata, ia biarkan Yu Siau-liong menggeledah
seluruh isi sakunya tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Ketika selesai menggeledah isi saku gadis itu
dan ternyata pil mustika yang dicari belum ditemukan
juga, Yu Siau-liong jadi naik pitam, teriaknya penuh
amarah: "Kau sembunyikan di mana pil mustika itu?"
Periahan-lahan gadis berbaju hijau itu membuka
matanya kembali, sinar amarah memancar dari balik
matanya, ia tatap wajah Lim Hah-kim tajam-tajam lalu
katanya: "Sedari tadi aku toh sudah terangkan bahwa pil
mustika itu sudah kusuruh orang mengirimnya pulang,
lebih baik kalian tak usah membuang tenaga lagi. Hmm,
kami sadar bahwa ilmu silat yang kami miliki masih
belum memadai, mau bunuh mau cincang silahkan...."
"Dunia persilatan memang amat licik dan berbahaya."
tukas lelaki berbaju hitam itu, "Nona Gwat, coba kau
menuruti nasehatku, mungkin saat ini kita sudah berada
ratusan li dari sini Aaaai... Apa mau dibilang kau berhati
lemah, sudah mencuri barang orang, masih menyesali
kematiannya dan ngotot hendak menyambangi jenazahnya,
Coba lihat sekarang, apa akibatnya bagi kami
berdua...." "Hmmm siapa suruh kau ikut ke mari, pengecut yang
takut mampus" bentak gadis itu marah.
51 sementara itu Lim Han-kim sudah bertanya kepada
saudaranya: "Adik Liong, sudah kau periksa dengan
teliti?" "Yaaa, sudah kuperiksa semua"
"Kalau begitu bebaskan totokan jalan darahnya dan
biarkan mereka pergi dari sini"
"Apa?" teriak Yu siau-liong tertegun.
"Lepaskan dia, biarkan ia pergi dari sini"
Kali ini Yu siau-liong dapat mendengar semua katakata
tersebut dengan jelas, sekali pun hatinya diliputi
kebingungan, namun ia tak berani membangkang
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perintah kakaknya. Maka setelah menepuk bebas
tototokjalan darah di tubuh gadis tersebut, ia segera
menyingkir ke samping. Dengan langkah lebar Lim Han-kim menghampiri lelaki
berbaju hitam itu, di-pungutnya golok yang tergeletak di
tanah itu lalu disarungkan kembali ke punggung
pemiliknya, kemudian sambil membebaskan totokan jalan
darahnya ia berkata: "Silahkan kalian berdua pergi dari
sini, maaf kalau aku tak bisa menghantar...."
Tidak menunggu jawaban lagi, ia membalikkan badan
dan melangkah masuk ke dalam ruangan, Dengan
termangu- mangu gadis berbaju hijau dan lelaki berbaju
hitam itu mengawasi bayangan punggung Lim Han-kim,
52 mereka tak tahu mesti terkejut atau gembira
menghadapi kenyataan ini.
Dari kejauhan terlihat baju putih yang dikenakan Lim
Han-kim bergetar keras, rupanya ia sedang merasakan
guncangan hati yang luar biasa. Tak lama kemudian,
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Lelaki berbaju hitam itu segera menghadiri gadis
berbaju hijau itu, bisiknya kemudian: "Nona Gwat, kita
harus pergi dari sini" Gadis berbaju hijau itu manggutmanggut,
ia membalikkan badannya lalu melangkah
pergi dari situ dengan lamban, sebentar kemudian
bayangan tubuhnya juga lenyap di balik pepohonan.
"Kongcu" seru lelaki berbaju hitam itu kemudian
sambil menjura ke arah ruangan, "Budi kebaikanmu hari
ini tak akan kamu lupakan, suatu ketika nanti, kebaikan
ini pasti akan kami balas."
Yu siau-liong menghela napas panjang.
"Lebih baik kau cepat-cepat meninggaikan tempat ini,
jangan sampai membuat gusar hatiku. Hmmm Kalau
sampai aku tak dapat mengendalikan diri, jangan
salahkan kalau kau sampai kubunuh"
Lelaki berbaju hitam itu sadar bahwa apa yang
diucapkan bocah tersebut kemungkinan bisa benar-benar
terjadi, maka tanpa membuang waktu lagi ia membalik
53 badan dan pergi dari situ. Memandang hingga bayangan
tubuh kedua orang itu lenyap daripandangan, Yu siauliong
baru kembali ke ruangannya.
"saudara cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba terdengar
seseorang menegur dengan suara rendah.
Yu siau-liong berhenti sambil berpaling, sambil
tersenyum dan menggoyangkan kipasnya, pemuda
ganteng itu melangkah ke muka dan manggut-manggut.
"Ada apa kau memanggilku?" tegur bocah itu sambil
berkerut kening. Lantaran pikirannya sedang gundah, otomatis nada
suaranya juga tak sedap didengar Pemuda ganteng itu
tersenyum. "Eeei, saudara cilik Usiamu masih muda, buat apa
emosimu meledak-ledak macam begitu...?"
"Mengapa" Ketahuilah, hatiku sedang gundah, paling
baik jangan mengganggu ketenanganku. "
Agaknya pemuda ganteng itu memang sengaja
hendak mencari gara-gara, sambil berjalan mendekat,
kembali ujarnya sambil tersenyum: "Tolong sampaikan
kepada kakakmu, katakan Li Bun-yang dari Hong-san
ingin berjumpa dengannya."
"Bagaimana sih kamu ini" Bukankah kau telah tahu
bahwa kakakku sedang murung dan kesal karena
54 kehilangan pil mustika, mau apa kau mengganggunya
sekarang?" Li Bun-yang tertawa tergelak
"sejak terjun ke dalam dunia persilatan, banyak sudah
jago tangguh yang pernah kujumpai, tapi tak seorangpun
tokoh-tokoh silat kenamaan itu berani bertindak kurang
ajar kepadaku...." "Harap saudara Li jangan marah." Tiba-tiba terdengar
Lim Han-kim berseru dengan nada murung, "Adik
seperguruanku ini memang sudah terbiasa latah, Bila ia
sudah bersikap kurang sopan, harap memandang di atas
wajahku. Maafkanlah kali ini."
"saudara Lim." kata Li Bun-yang tertawa, " Aku rasa
bendera duka citamu sudah waktunya diturunkan sebab
kalau dibiarkan terus bisa memancing rasa ingin tahu
jago-jago persilatan yang kebetulan sedang lewat di
tempat ini" "Terima kasih banyak atas petunjuk saudara Li...."
sahut Lim Han-kim. setelah memandang Yu siau-liong
sekejap. ia meneruskan bicaranya, "Adik Liong, cepat
turunkan bendera duka cita itu Kita harus segera
meneruskan perjalanan."
Yu Siau-liong mengiakan dan segera melaksanakan
perintah kakak seperguruannya itu.
"saudara Lim...." kembali Li Bun-yang menyapa.
55 "Apakah saudara Li masih ada persoalan lain?"
Li Bun-yang maju menghampirinya, setengah berbisik
katanya: "sebetulnya aku punya sebuah masalah yang
ingin mohon bantuan dari saudara Lim, aaai
sesungguhnya sudah hampir sebulan aku berdiam di
loteng Tiachan-thay gara-gara urusan ini..."
"Maaf saudara Li." tampik Lim Han-kim sambil
menggeleng, "Aku sendiri pun sedang menghadapi
masalah penting dan harus segera pulang ke kota Kimleng...."
"Yaa sudahlah." kata Li Bun-yang dengan wajah
berubah, "Kalau toh saudara Lim enggan membantu, aku
pun tak ingin mengganggumu lebih lama lagi." ia segera
membalikkan badan dan berlalu dari situ.
"Tunggu sebentar saudara Li" Lim Han-kim menghela
napas. "Apa yang ingin saudara Lim sampaikan?"
Sambil menghampiri pemuda itu, Lim Han-kim
berkata: "Sering kudengar ibuku membicarakan tentang
keluarga persilatan dari Hong-san yang katanya
merupakan keluarga pendekar nomor wahid di kolong
langit" "Terima kasih, terima kasih."
56 "Keluarga persilatan dari Hong-san amat tersohor di
kolong langit, entah bantuan macam apa yang saudara
butuhkan?" Li Bun-yang berpikir sebentar, lalu bisik-nya:
"Sekilas pandangan pesanggrahan bunga thotak lebih
hanya sebuah rumah penginapan dan rumah makan,
Tahukah kau bahwa di balik kesemuanya itu tersembunyi
suatu rencana besar yang amat keji, jahat dan
mengerikan yang diatur justru dari dalam hutan bunga
tho ini." "Aaah, masa iya?" Lim Han-kim berkerut kening.
"Saudara Lim baru kali ini berkunjung ke mari, tentu
saja kau belum tahu tentang rahasia pesanggrahan Thohoakit ini. sepintas lalu gadis-gadis yang tersedia di
loteng Gi-hong-kek dan Hui-jui-lo memang rata-rata
cantik, lemah lembut dan pandai menari, tapi... tahukah
kau bahwa gadis lemah lembut itu justru memiliki ilmu
silat yang amat tinggi" Tak sedikitjago-jago tangguh
persilatan yang terbuai di balik lemah gemulainya tubuh
gadis-gadis itu kemudian musnah tanpa sempat
mengeluarkan suara apa pun...."
Berkilat sepasang mata Lim Han-kim setelah
mendengar uraian itu, jelas ia sudah tertarik oleh kasus
tersebut, Dengan senang hati Li Bun-yang memeriksa
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan.
57 "Di dalam loteng Tia-chai-thay tersedia beribu- ribu
jilid buku yang boleh dibaca siapa pun, tapi siapa yang
akan menduga bahwa mereka justru menggunakan
umpan kitab-kitab itu untuk memancing kedatangan
jago-jago silat dan kemudian menjebaknya ke dalam
perangkap mereka." "saudara Li, atas dasar apa kau menuduh demikian"
Menurut pendapatku, meski pemilik pesanggrahan itu
agak licik dan susah diraba isi hatinya, agaknya ia tidak
termasuk anggota dunia persilatan" Li Bun-yang
tersenyum. "Kedatangan saudara Lim tepat waktunya. Hari ini
adalah saat pertemuan yang mereka selenggarakan
setiap tiga bulan satu kali, Boleh dibilang semua
pimpinan yang punya kedudukan akan berdatangan ke
mari, Menurut hasil penyelidikanku pertemuan yang
diselenggarakan sekali setiap tiga bulan ini mempunyai
arti penting bagi mereka. sampai sekarang, walaupun
aku telah mengerahkan banyak pikiran dan tenaga pun
belum berhasil mendapat tahu siapakah pemimpin di
balik organisasi rahasia itu, itulah sebabnya saat
kedatangan saudara Lim, keadaan di sini sangat
tenang...." "saudara Li, menurut penuturanmu tadi, di balik
pesanggrahan Bunga Tho ini sedang disusun suatu
58 rencana keji yang akan mempengaruhi dunia persilatan
Boleh aku tahu, apa yang kau maksudkan?"
"Panjang sekali untuk dibicarakan, aku rasa tempat ini
bukan tempat yang cocok untuk bercakap. Begini saja,
apabila saudara Lim berminat, mari kita pergi berpesiar
sambil menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan
duduk perkara yang sebenarnya."
Lim Han-kim termenung sebentar, akhirnya dia
mengangguk "Baiklah, akan kuturuti kemauanmu"
sementara itu Yu siau-liong telah selesai menurunkan
bendera duka cita dan sedang melangkah masuk ke
dalam ruangan. "Adik Liong." Lim Han-kim segera berbisik, "Cepat kau
tuntun ke luar kuda-kuda kita...."
Tapi sebelum perkataan itu selesai, tiba-tiba terdengar
ada suara langkah kaki manusia yang berjalan mendekat
Ketika menengok ke luar, ia saksikan dua orang pelayan
dengan membawa lampu lentera berjalan di muka
mengiringi pemilik pesanggrahan yang menyusulnya di
belakangnya dengan langkah tergesa-gesa.
"Toako" bisik Yu siau-liong, "Pemilik pesanggrahan
datang lagi, cepat kau berbaring ke dalam peti mati"
"Aku rasa kemunculanku sudah diketahui mereka,"
59 "Tidak apa-apa." bisik Li Bun-yang. "Tadi aku sudah
mewakili saudara Lim untuk memeriksa keadaan di
sekeliling sini, semua jago-jago yang mereka siapkan di
situ sudah kuhabisi semua, memang ada baiknya jika
untuk sementara waktu saudara Lim bersembunyi lagi
dalam peti mati, mari kita lihat permainan apa lagi yang
hendak mereka perlihatkan"
Lim Han-kim mengangguk tanda setuju, kepada
adiknya ia berpesan: "Adik Liong, jangan lupa minta balik
kuda-kuda tunggangan kita, sebab kita akan melanjutkan
perjalanan malam ini juga."
Selesai berkata, ia totokkan kakinya ke tanah dan
seperti sambaran petir tubuhnya sudah meluncur ke
depan, langsung menyusup masuk ke dalam peti mati,
Baru saja ia selesai menyembunyikan badan, dengan
langkah terburu-buru pemilik pesanggrahan itu sudah
muncul di dalam ruangan. Li Bun-yang segera menyembunyikan diri di belakang
pintu, sementara Yu siau-liong maju dengan langkah
lebar menghadang di depan pintu, Dengan pedang
melintang di depan dada dan mata mencorong sinar
tajam, Yu siau-liong menegur: "Di tengah malam buta
begini, ada urusan apa kalian datang ke mari?"
Dengan cepat dua orang pelayan itu menyebar ke
kedua belah sisi, sementara pemilik pesanggrahan maju
dengan langkah lebar, setelah mengamati bocah itu
60 sekejap ujarnya: "Di depan orang berpengalaman lebih
baik jangan main tipu muslihat. Aku tak pingin terjungkal
dalam selokan, Harap saudaramu segera tampil di depan,
aku ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan
kepadanya." Bagaimana pun Yu siau-liong masih muda dan tidak
mengenal kelicikan dunia persilatan Termakan gertak
sambal kakek itu, tanpa sadar ia melirik sekejap ke arah
peti mati, lalu jawabnya seraya menggeleng: "Tidak bisa,
kalau kau ada urusan lebih baik sampaikan saja
kepadaku" Li Bun-yang yang bersembunyi di belakang pintu
kontan saja mengerutkan dahi-nya, pikirnya: " Goblok
amat bocah ini, bukankah ia sama saja sudah mengaku?"
Kedengaran pemilik pesanggrahan itu mendehem
berulang kali, kemudian tanya-nya: "saudara cilik, kau
masih muda, aku takut kau tak dapat mengambil
keputusan." "Hey, bagaimana sih kamu ini, mana ada orang yang
sudah mati sanggup berbicara lagi?"
Pemilik pesanggrahan itu tertawa dingin "saudara cilik,
lebih baik minum arak kehormatan dari pada arak
hukuman jika kau enggan menyingkir, jangan salahkan
kalau aku si orang tua akan bertindak kasar kepadamu."
61 "Mengapa?" teriak Yu siau-liong sambil mendelik.
"Kaupingin berkelahi" Bagus, itu malah kebetulan sekali
bagiku" Agaknya pemilik pesanggrahan itu tak menyangka
bahwa dalam usia semuda itu ternyata Yu siau-liong
amat kasar dan susah dilayani, untuk sesaat dia malah
termangu dibuatnya, "Ehmm... jarang sekali ada bocah
kecil yang begitu keras kepala dan tak tahu diri macam
kau...." "Tak usah banyak bicara lagi dengan-nya...." Tiba-tiba
terdengar suara seorang gadis menukas. Menyusul suara
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu, dari balik pepohonan muncullah seorang gadis
berambut panjang yang memakai baju serba hijau.
Ketika Yu siau-liong amati gadis itu, ia segera
mengenalinya sebagai gadis yang datang melayat
mengikuti pemilik pesanggrahan tadi, sementara itu
gadis berbaju hijau itu sudah melangkah datang dengan
lemah gemulai. Baru saja Yu siau-liong hendak menghardik tiba-tiba ia
dengar Li Bun-yang berbisik dengan suara lembut:
"saudara cilik, sementara waktu tahan dulu emosimu,
lebih baik kita ikuti saja kemauan mereka, Kalau
dugaanku tak salah" kedatangan mereka tentu ada
maksud-maksud tertentu, dan lagi kau pun tak usah
banyak melayani pembicaraan mereka, daripada
rahasiamu terbongkar"
62 Melihat Yu siau-liong sama sekali tidak menggubris
perkataannya, bahkan lagaknya seolah-olah tidak
mendengar sama sekali, tak tahan lagi meluaplah
amarah gadis berbaju hijau itu. Tanpa membuang waktu
ia melejit ke depan, langsung menerjang masuk ke
dalam ruangan. Pedang Yu-Siau liong yang semula melintang di depan
dada, secepat kilat menyambar miring ke samping.
Terasa cahaya tajam berkilauan membentuk seberkas
bianglala berwarna perak, sebuah babatan maut
menyapu kedepan menghadang jalan masuk gadis
berbaju hijau itu. Si nona yang sedang menerkam ke
muka serentak menghentikan gerak badannya lalu
mundur dua langkah, sambil tertawa dingin jengeknya:
"Tak heran kau latah dan sombong, nampaknya ilmu
silat yang kau miliki cukup tangguh".
Baru saja Yu Siau-liong hendak meradang, tiba-tiba ia
teringat dengan nasehat Li Bun-yang, maka sambil
menahan hawa amarah, jawabnya seraya tertawa
tergelak: "Ha, ha, ha, ha.... Tak mudah kalau pingin
nerobos masuk ke dalam, begini saja, coba kau jelaskan
apa maksud kedatangan kalian. Asal masuk di akal, tentu
kuijinkan kalian masuk ke mari."
Diam-diam Li Bun-yang tertawa geli, pikirnya: "Tak
kusangka bocah ini susah dihadapi..."
63 Dalam pada itu gadis berbaju hijau tersebut sudah
bertanya lagi sesudah berpikir sebentar: "Apakah kalian
datang dari Hua-san?"
Yu Siau-liong tertegun, tapi segera jawabnya: "Betul,
darimana kau bisa tahu?"
Nona berbaju hijau itu tersenyum. "Apakah kakakmu
yang pura-pura mati bernama Lim Han kim..."
"Betul juga, mengapa?"
"Kalau begitu tak salah lagi" kata si nona sambil
manggut-manggut. "Apanya yang tak salah?"
"Tak ada salahnya kuterangkan, bukankah kakakmu
yang berlagak mati membawa sebotol jinsom berusia
seribu tahun" Kami sudah periksa semua bekalan dan
pelana kudamu, tapi obat itu belum juga ditemukan. Aku
pikir pasti ada di sakunya, bukan begitu?"
BAB 3. Sapu tangan penyelamat.
"Aneh benar kejadian ini." Diam-diam Yu siau liong
berpikir sambil berkerut kening.
"Darimana mereka tahu kalau kami membawa obat
mustika seribu tahun" Padahal kejadian ini amat
dirahasiakan..." 64 sementara ia masih berpikir, gadis berbaju hijau itu
sudah melanjutkan kata-katanya: "Sebenarnya kami siapsiap
hendak merampasnya di dermaga penyeberangan
sungai Tiang kang. Tak nyana ternyata kalian malah
menginap di pesanggrahan Tho Hoa kit ini..."
Berbicara sampai disini, tiba-tiba dengan suara lebih
keras dan nyaring serunya: "Sekarang aku telah
menjelaskan kepada kalian. Nah, tinggal kamu berdua
pilih sendiri jalan kehidupan atau jalan kematian yang
hendak dipilih. Kalau ingin pergi darisini dalam keadaan
selamat, lebih baik serahkan pil jinsom seribu tahun itu
kepadaku..." "Waah... seram amat" ejek Yu siau-liong sambil
tertawa, "sayang, aku tak pernah takut mati, jadi
bagaimana kalau kupilih jalan kematian saja?"
" Kecil orangnya besar amat lagaknya, hmmm
Tampaknya susah amat melayani manusia macam
kau...." "Terima kasih, terima kasih." kata Yu Siau-liong sambil
angkat bahu, "Aku rasa umur nona tak lebih tua
beberapa tahun dariku, ditambah pula kau adalah kaum
wanita, Tak nyana perempuan muda macam kau pun
berani merampok orang... sayang sekali kau telah salah
mencari sasaran." 65 "salah mencari sasaran?" tanya gadis berbaju hijau itu
tertegun, "jadi perkataanmu tadi cuma bohongan...."
"Bukan, bukan begitu" Yu siau-liong menggeleng
sambil tertawa, "Aku tak pernah berbohong, apa yang
kalian katakan memang sudah betul semua dan tepat,
Hanya saja... meskipun kami membawa sebotol pil
mustika seribu tahun, yang menjadi persoalan sekarang
adalah mampukah kau merampasnya dari tangan kami."
Gadis berbaju hijau itu mengernyitkan keningnya,
sambil mencabut pedangnya ia menjengek dingin: "
Kalau begitu aku harus mencobanya dulu"
Baru saja ucapannya selesai diutarakan, tubuh beserta
pedangnya sudah menerjang ke tubuh Yu siau-liong yang
menghadang di depan pintu.
Memandang cahaya pedang yang menyambar
dadanya, Yu siau-liong segera bentangkan senjatanya
dengan jurus "Angin Puyuh Menyapu saiju" untuk
membendung serangan itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau
itu menarik kembali senjatanya di tengah jalan, sambil
mundur dua langkah, ujarnya: "Aku harus mengajukan
pertanyaan dulu sebelum melanjutkan pertempuran
denganmu^ " Kalau tak mampu mengalahkan aku, buat apa
bertanya lagi. Huuuh Benar-benar manusia tak tahu
malu" 66 Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris
sindiran tersebut, kembali tanyanya lantang: "Benarkah
pil mustika seribu tahun itu masih tersimpan dalam saku
kakakmu yang berlagak mampus itu?"
"Apa gunanya cerewet terus, kalau tak mampu
mengalahkan aku, lebih baik cepat menggelinding pergi
dari sini" bentak Yu siau-liong gusar.
"Baiklah." kata gadis berbaju hijau itu kemudian
setelah memutar pedangnya membentuk sebilas cahaya
bianglala, "Kalau kau enggan menjawab, akan kugeledah
sendiri saku kakakmu" sebuah tusukan kilat kembali
dilancarkan. "Traaaangg.."
suara benturan nyaring bergema di tengah kegelapan,
sepasang pedang itu saling beradu dengan kerasnya.
Gadis berbaju hijau itu segera merasakan lengan
kanannya menjadi kaku dan kesemutan, badannya
tergetar sampai mundur dua langkah.
Yu siau-liong sendiri pun merasakan badannya
bergetar keras, untung ia masih sanggup berdiri tegak di
depan pintu. Dengan penuh amarah gadis berbaju hijau itu melotot
ke arah lawannya, namun kali ini dia tidak melancarkan
serangan lagi. 67 Untuk sementara waktu, kedua belah pihak berdiri
saling berhadapan tanpa melakukan sesuatu gerakan
pun. Tiba-tiba Yu siau-liong mendengar suara lembut
berbisik di sisi telinganya: "saudara cilik, tak usah ribut
lagi dengan budak itu, Lebih baik cepat ajak kakakmu
untuk mengundurkan diri dari tempat berbahaya ini."
Jelas bisikan itu berasal dari Li Bun-yang yang
bersembunyi di belakang pintu dan menyampaikan
dengan ilmu menyampaikan suara.
selesai mendengar ucapan itu, Yu siau-liong
memandang gadis berbaju hijau itu sekejap. lalu
bentaknya: " Kalau tak berani berkelahi, mengapa masih
berdiri di situ?" "Kalau aku tak mau pergi, mau apa kau?"
"Kalau kau tak pergi, biar aku saja yang pergi dari sini"
Gadis berbaju hijau itu memandang rekan- rekannya
sekejap. lalujengeknya dingini "Kau yakin punya
kepandaian untuk meninggalkan pesanggrahan Tho-hoakit
ini?" Kalau dilihat dari sikapnya itu, mungkin ia sedang
menunggu datangnya bala bantuan.Yu siau-liong
mengerutkan dahinya. 68 setelah menyarungkan kembali pedangnya, ia berdiri
dengan sikap santai di depan pintu sambil memandangi
bunga Tho yang tumbuh di hadapannya.
Mendadak... sekali melejit, bocah itu sudah melompat
ke depan pemilik pesanggrahan lalu dengan gerakan
mencengkeram ia tangkap pergelangan tangan kakek itu,
setelah berhasil menguasai musuhnya, baru ia berkata
sambil mendengus dingini "Hmmm inilah cara yang akan
kami gunakan untuk meninggalkan pesanggrahan Thohoakit" "Hmmm, dia cuma seorang yang tak pandai silat, dan
lagi ia tak punya kekuasaan apa-apa, biarpun dibunuh
juga tak ada gunanya"
"Aku akan memaksanya untuk menyerahkan kembali
perbekalan serta kuda-kuda kami"
sambil berkata ia kerahkan tenaga dalamnya untuk
menggencet pergelangan tangan musuh makin keras,
Tak ampun pemilik pesangrahan itu berteriak kesakitan
Biar begitu ia tak berani mengucapkan sepatah kata pun,
hanya sinar matanya dialihkan ke wajah nona berbaju
hijau itu, jelas sudah nona berbaju hijau itu bukan putri
pemilik pesanggrahan. Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menghela napas
panjang, ujarnya kemudian: "Kembalikan kuda-kuda itu
kepada mereka, biarkan mereka pergi dari sini...."
69 Bagaikan menerima firman, cepat-cepat pemilik
pesanggrahan itu berseru keras: "Tuan kecil, lepaskan
aku dulu, akan kuperintahkan mereka untuk mengambil
kuda-kuda kalian?" "Baiklah, aku juga tak kuatir kau akan kabur dari sini"
Seraya berkata ia kendorkan cengkeramannya .
Sambil melemaskan otot-ototnya yang sakit, pemilik
pesanggranan itu memberi perintah kepada pelayannya:
"cepat ambilkan perbekalan serta kuda milik tuan kecil
ini." "Hmm, jangan lupa barang-barang milik kakakku."
sela Yu Siau-liong. "Sekalipun dia sudah mati, aku tak
ingin barangnya berkurang satu pun."
Pemilik pesanggrahan itu mengangguk berulang kali,
Selang beberapa saat kemudian dua orang pelayan
masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa, lalu lapornya:
"Kuda sudah disiapkan, perbekalan juga ada di sini,
silahkan tuan kecil periksa dulu."
Yu Siau-liong sendiri tak tahu berapa banyak
perbekalan yang mereka bawa, tapi ia berlagak
memeriksanya dengan seksama, sesudah itu baru
bertanya: "Di mana kudanya?"
"Sekarang kudanya ada di... di...." ia tak berani
meneruskan perkataan tersebut hanya sorot matanya
70 dialihkan ke wajah nona berbaju hijau serta pemilik
pesanggrahan. "Ehmmm, lepaskan mereka" Akhirnya nona berbaju
hijau itu mengangguk Maka pelayan itu pun melanjutkan
"Sekarang kuda-kuda itu sudah disiapkan di luar hutan
Tho...." Saat itulah Li Bun-yang yang bersembunyi di balik
pintu mengirim pesannya lagi lewat ilmu menyampaikan
suara: "Saudara cilik, lebih baik suruh mereka gotong ke luar
juga peti mati yang berisi kakakmu, letakkan di
punggung kuda dan cepatlah pergi dari tempat ini...."
Sebetulnya Yu Siau-liong sedang bingung dan tak tahu
apa yang harus dilakukan, semangatnya jadi bangkit
kembali setelah mendapat petunjuk dari Li Bun-yang.
Maka dengan suara keras ia memberi perintah: "Kalian
gotong juga peti mati itu"
"Hanya kami berdua?" tanya kedua orang pelayan itu
tercengang, "Kalian akan kubantu"
Dua orang pelayan itu berjalan menuju tepi peti mati
dan menggotong dari satu sisi, sedang Yu Siau-liong
menggotong dari sisi yang lain, Begitu keluar dari hutan.
Tho, benar juga, dua ekor kuda telah dipersiapkan di
sana. 71 Sesuai dengan petunjuk dari Li Bun-yang, Yu Siauliong
meletakkan peti mati itu di atas punggung kuda.
setelah mengikat semua perbekalannya, baru ia
melompat naik ke punggung kuda.
Pada saat itulah bayangan manusia nampak
berkelebat lewat, gadis berbaju hijau itu sudah menyusul
datang sambil bertanya: "Apakah kakakmu benar-benar
sudah mati?" "Hmmm Mati hidup adalah kejadian luar biasa, buat
apa aku bicara sembarangan?"
Gadis berbaju hijau itu berjalan menghampiri peti
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mati, tiba-tiba ia menghantam peti mati itu keras-keras,
setelah itu baru ujarnya:
" Untung dia membawa pil jinsom berusia seribu tahun
yang berkasiat menghidupkan kembali orang mati, mogamoga
kakakmu bisa hidup kembali setelah menelan pil
mestika tersebut." Yu siau-liong temukan di atas peti mati itu samarsamar
tertera bekas lima jari yang terukir nyata, Tapi ia
percaya penuh dengan kepandaian silat yang dimiliki
kakaknya, meski sadar bahwa nona berbaju hijau itu
sudah melepaskan serangan gelap. namun hal itu tidak
terlalu dipikirkannya di dalam hati. Tanpa membuang
tempo lagi dia tuntun kudanya dan bergerak
meninggaikan tempat itu. 72 Malam semakin kelam angin berhembus kencang
membawa udara yang sangat dingin, Yu siau-liong tak
ingin berada terlalu lama di situ, ia percepat lari kudanya
menembusi kegelapan, Entah berapa jauh sudah jarak
yang ditempuh, suara air sungai mulai kedengaran dari
depannya. Ketika ia alihkan pandangannya ke muka, terlihatlah
bentangan air sungai yang amat lebar telah menghadang
perjalanannya, Ternyata ia telah tiba di tepi sungai
Tiang- kang. "saudara cilik, berhentilah sebentar." Tiba-tiba
terdengar suara teguran yang rendah dan berat bergema
dari arah belakang. Cepat-cepat Yu siau-liong menghentikan lari kudanya
sambil berpaling, tapi ia menjadi amat terperanjat,
ternyata Li Bun-yang yang berada di sampingnya, tanpa
ia sempat menyadari kapan datangnya orang itu.
"Waaah... cepat nian gerak tubuh orang ini" pikirnya.
sementara itu Li Bun-yang telah berkata lagi sesudah
memandang peti mati itu sekejap: "Kita sudah jauh
meninggaikan hutan Thoa-hoa-tin, aku rasa kita tak perlu
bersandiwara seperti ini lagi, Cepat buka peti mati itu,
kita lihat apakah saudaramu telah terlu...."
Belum selesai perkataan itu, penutup peti mati di atas
punggung kuda tiba-tiba sudah mencelat ke udara,
73 menyusul kemudian tampak Lim Han-kim melompat ke
luar dari peti mati tersebut.
sebagai pemuda yang kurang senang bicara, kali ini
pun ia tak banyak cakap. hanya ditatapnya Li Bun-yang
sambil manggut-manggut dan tertawa.
Biarpun senyuman mulai membentuk di ujung
bibirnya, namun tidak melenyapkan kemurungan yang
menyelimuti wajahnya. "Ada apa?" tanya Li Bun-yang agak tertegun "Apakah
kau terluka?" Lim Han-kim menggeleng, ia tetap
membungkam. "Maaf saudara Li." Yu siau-liong cepat-cepat menyela,
" Kakakku paling tidak suka banyak bicara. Aku saja yang
sudah belasan " tahun berkumpul dengannya juga
mendapat perlakuan yang sama. Biasanya ia tak banyak
bicara, kalauperlupun ia cuma bicara sepatah dua patah
kata saja." "Aku dapat memaklumi wataknya itu," Li Bun-yang
tertawa, "setiap orang memang mempunyai watak aneh
yang berbeda. Kalau toh saudara Lim enggan banyak
bicara, aku pasti tak akan memaksa..."
Tiba-tiba Lim Han-kim menghela napas panjang,
selanya: "saudara Li, kalau ada persoalan katakan saja
sekarang, Aku siap mendengarkan"
74 "saudara Lim." kata Li Bun-yang setelah mendehem
beberapa kali. "setelah mengalami sendiri peristiwa yang
baru saja berlangsung, tentunya kau mengerti bukan
bahwa tuduhanku bukannya tanpa dasar."
Lim Han-kim manggut-manggut, setelah memandang
lawan bicaranya sekejap. Li Bun-yang melanjutkan:
"semula kukira saudara Lim dan saudara cilik ini telah
celaka oleh perbuatan manusia-manusia keji Tho-hoa-kit
sehingga aku segera memburu datang untuk memberi
bantuan. Tapi setelah menyaksikan ilmu silat saudara
Lim, baru kusadari bahwa kalian adalah jago-jago
tangguh yang tidak membutuhkan bantuanku, saudara
Lim, bukan aku sengaja memujimu, tapi beberapa jurus
serangan yang kau pergunakan tadi benar-benar hebat,
Belum pernah kujumpai jago setangguh kau sebelum
ini." Lim Han-kim menggerakkan bibirnya seperti ingin
mengucapkan kata merendah, tapi hanya bibirnya yang
bergerak. tak kedengaran sedikit suara pun yang terucap
ke luar. Kembali Li Bun-yang termenung sambil
mengawasi wajah pemuda itu, lalu terus-nya:
"Sebenarnya aku ingin minta bantuan dari saudara Lim
untuk menyelidiki siapa gerangan otak di belakang layar
Tho-hoa-kit. Tapi sekarang aku sudah berubah pikiran."
"Mengapa berubah pikiran?" tanya siau-liong
keheranan 75 "Menurut hasil analisisku, meskipun rencana keji yang
sedang diatur pihak Tho-hoa-kit mempunyai dampak
yang sangat besar terhadap keamanan dunia persilatan
namun mereka tak bakal melaksanakan rencananya
dalam waktu singkat. sebaliknya saudara Lim telah
menempuh perjalanan jauh dengan membawa pil
mustika seribu tahun menuju kota Kim-ling. Aku yakin
kau pasti sedang mengemban suatu tugas maha penting
bukan?" Lim Han-kim manggut-manggut, sebelum ia
memberikan jawabannya, Yu siau-liong telah menyela
lebih dulu: "Ya a, kami sedang menuju kuil Cing-im-koan
di kota Kim-ling untuk menghantar obat buat seorang
tua, tapi sekarang obatnya sudah hilang, Aaai Biasanya
toako sudah jarang bicara dan selalu bermuram durja,
apalagi setelah mengalami kejadian ini, bisa dibayangkan
apa yang akan terjadi dengannya."
"Ketua Cing-im-koan ada hubungan yang cukup akrab
dengan keluargaku, Bagaimana kalau kudampingi
perjalanan kalian berdua sehingga bila perlu dapat
memberikan bantuannya?"
"Aaaai.,." Lim Han-kim menghela napas panjang,
"Guruku harus membuang banyak pikiran dan tenaga
untuk membuat sebotol jinsom seribu tahun, Bahkan ia
sampai terluka parah dan butuh istirahat yang cukup
untuk memulihkan tenaganya gara-gara pembuatan obat
76 tersebut, tapi sekarang... aku tak mampu melindungi
obat tersebut, bahkan dicuri orang pun tanpa kusadari.,.,
Aku benar-benar tak punya muka untuk bertemu lagi
dengan guruku...." Tiba-tiba sorot mata tajam terpancar ke luar dari balik
wajahnya yang murung, terusnya: "Biarpun obatnya
sudah hilang, tapi aku tetap akan melanjutkan
perjalananku menuju kuil Cing-im-koan. Aku harus minta
maaf dulu kepada orang tua itu kemudian baru kembali
ke lembah Yap-hong-kok untuk menjalankan
hukuman...." "Untuk sementara saudara Lim tak usah terlalu sedih
dan menyiksa diri, Menurut apa yang kuketahui, ilmu
pengobatan yang dimiliki ketua Cing-im-koan sangat
hebat, Lebih baik tunggu saja sampai aku bertemu
dengan beliau dan merundingkan apakah masih ada obat
lain yang bisa menggantikan, baru kau mengambil
keputusan." Lim Han-kim tertawa hambar, sinar tajam di balik
matanya telah meredup, wajahnya kembali nampak
murung. Pada saat yang sama Yu siau-liong telah menurunkan
peti mati itu dari punggung kudanya dan membuang ke
tepi jalan, kepada Lim Han-kim ia berbisik:
77 "Kebaikan dan kebajikan kakaklah yang menyebabkan
kau menderita seperti ini. Kalau menurut pendapatku,
lebih baik kita tangkap laki perempuan pencuri obat itu,
Aku tak percaya dengan siksaan yang berat mereka
enggan menunjukkan tempat obat itu disembunyikan
Nah, kalau jejaknya sudah ketahuan, tidaklah sulit buat
kita untuk merebutnya kembali."
Lim Han-kim hanya memandang saudaranya sekejap.
ia tetap membungkam. "Aku rasa." kata Li Bun-yang pula, "Hal terpenting
yang sedang kita hadapi adalah menghadapi manusiamanusia
laknat dari pesanggrahan Tho-hoa-kit. Aku yakin
mereka tak akan melepaskan kalian berdua dengan
begitu saja, bisa jadi mereka sedang melakukan
pengejaran sekarang, Menurut pengamatanku secara
diam-diam, dalang di balik semua ini pastilah seorang
jago tangguh yang licik, keji, sadis dan berilmu silat serta
ilmu sastra yang tangguh, Boleh dibilang mata-mata
mereka sudah tersebar di seantero jagad.
sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba
kedengaran suara keleningan perak berdentang
memecah keheningan Tanpa terasa Lim Han-kim dan Yu
siau-Iiong mengalihkan pandangan matanya ke arah asal
suara itu, tapi kegelapan malam amat pekat Meski pun
mereka berdua memiliki ketajaman mata yang luar biasa,
tetap tak terlihat dengan jelas apa yang telah terjadi.
78 Tiba-tiba Li Bun-yang mengeluarkan sebuah sumpritan
dari sakunya lalu ditiup kencang-kencang, suara yang
terpancar ke luar kedengaran jangat nyaring dan
menusuk pendengaran Yu siau-liong jadi tertarik dengan
permainan itu, tak tahan tegurnya: "Hey, apa yang
sedang kau tiup?" "Mungkin burung merpati yang dilepas adikku" sahut
Li Bun-yang sambil tertawa.
"Yaa, aku pernah dengar cerita ini dari guruku," ujar
Yu siau-liong manggut-manggut "Katanya di dalam dunia
persilatan terdapat sejenis burung merpati yang dapat
menyampaikan berita sampai jauh sekali..."
Belum lagi selesai berkata, kedengaran suara sayap
burung membelah angkasa, seekor merpati putih yang
besar dan kekar telah menukik turun dan hinggap di atas
bahu Yu siau-liong. Dari bawah sayap merpati itu Li Bunyang
melepaskan sebuah tabung bambu kecil.
Dari dalam tabung itu dikeluarkan secarik kertas. ia
segera menyalakan sebatang obor api dan membaca isi
surat itu dengan pandangan cepat.
Selesai membaca, ia menulis beberapa huruf di balik
kertas putih tadi dengan arang, lalu setelah
memasukkannya ke tabung bambu dan mengikatnya di
sayap merpati, serunya sambil tertawa: "Bunga putih...."
79 Burung merpati itu pun segera melesat ke udara dan
terbang menjauh, Yu siau-liong coba memperhatikan,
tapi ia jadi keheranan ketika tidak mendengar suara ke
leningan tak tahan tanyanya:
"Bukankah di tubuh merpati itu diikat keleningan"
Mengapa tak kedengaran suaranya?"
Li Bun-yang segera tertawa, "saudara cilik, adikku
paling suka memelihara pelbagai unggas dan burung,
siBunga Putih tadi merupakan salah satu burung
kesayangan adikku, selain gesit juga amat cerdik,
memang di kaki kirinya terdapat keleningan Tapi
biasanya merpati itu baru mematuk putus tali
pengikatnya apabila orang yang sedang dicari tidak
ditemukan, dengan begitu suara keleningan bisa
memancing perhatian orang yang dicari. Tadi aku telah
bantu mengikatkan kembali keleningan tersebut jadi kau
tak mendengar lagi suara keleningannya."
"Waaah... sungguh hebat siBunga Putih itu" gumam
Yu siau-liong sambil menghela napas, "Tak nyana dia
pun bisa mencari orang, konon...." sambil gelengkan
kepalanya Li Bun-yang menukas:
"Bagaimana pun cerdiknya toh ia cuma seekor burung
merpati, mana bisa dibandingkan dengan manusia"
SiBunga Putih memang jagoan di antara burung merpati,
ia cerdik dan hebat, tapi tidak seperti yang didongengkan
orang, bisa mencari orang di tempat jauh."
80 "Lantas bagaimana caranya ia bisa mencarimu di
pesanggrahan Tho-hoa-kit ini?"
" Ketika hendak meninggalkan rumah, adikku telah
serahkan burung merpati itu kepadaku sebagai persiapan
kalau perlu digunakan Ketika aku tinggal di loteng Tiachanthay dan menemukan bukti bahwa orang-orang di
pesanggrahan Tho-hoa-kit bukan hanya berdagang, lalu
dalam beberapa kali penyelidikan menemukan juga
gadis-gadis yang menyanyi dan menari di loteng Gihonglo serta Hui-jui-lo rata-rata memiliki ilmu silat
tangguh, maka secara diam-diam kukirim pesan lewat
burung merpati itu untuk mengundang adikku datang
membantu. Aku takut bila sampai terjadi pertarungan di sarang
jago-jago tersebut aku tak sanggup menahan diri, siapa
tahu tunggu punya tunggu burung itu belum balik juga.
Tak disangka baru malam ini kuterima surat
jawabannya." "Kalau begitu lebih baik saudara Li tinggal di sini saja
menanti kedatangan adikmu." tukas Lim Han-kim tibatiba.
"Biar kami berdua meneruskan perjalanan ke Cingimkoan." "Kau tak usah kuatir." kata Li Bun-yang tertawa,
"Dalam surat balasan tadi aku telah mengajaknya
bertemu di kuil Cing-im-koan. Ketua Cing-im-koan paling
sayang dengan adikku bahkan pernah mewariskan ilmu
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
81 silat kepadanya. selain itu adikku amat cerdik, ia
menguasai ilmu pertabiban dan pengobatan, siapa tahu
kehadirannya justru sangat membantu saudara Lim...."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
" Waktu sudah siang, marl kita melanjutkan
perjalanan" "saudara Li." Tiba-tiba Yu siau-liong berkata sambil
menepuk kudanya. " usia mu lebih tua beberapa tahun
dariku, silahkan melanjutkan perjalanan dengan
menunggang kudaku" "Hahaha... terima kasih atas kebaikan-mu" seru Li
Bun-yang tertawa, ia segera melangkah ke depan
meneruskan perjalanan Terpaksa Lim Han-kim dan
Yusiau-liong menuntun kudanya masing-masing
mengikuti di belakangnya, Dalam sekejap mata mereka
telah tiba di tepi sungai.
ombak sungai nampak menggulung-gulung bagaikan
selaksa kuda yang sedang berkejaran sepanjang mata
memandang hanya air sungai yang terbentang hingga ke
ujung langit sana. "sudah tengah malam begini, dari mana kita bisa
mendapat perahu untuk menyeberang?" kata Yu siauliong.
82 "Tempat ini memang bukan tempat penyeberangan
jangan lagi di tengah malam begini, biarpun di siang hari
juga tak akan menemukan perahu tambang di sini."
Pada saat itulah kedengaran suara langkah kaki
manusia berkumandang dari kejauhan sana, Dengan
sigap ketiga orang itu berpaling dan mengawasi
datangnya suara tersebut.
Tampak dua sosok bayangan manusia berkelebat
datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat,
Hanya dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
sampai di hadapan mereka bertiga.
Kedua orang itu adalah gadis-gadis berambut panjang,
satu di antaranya tak lain adalah nona berbaju hijau yang
pernah tarung dengannya dipesanggrahan Tho-hoa-kit
tadi, sedang rekannya adalah seorang gadis berbaju biru.
Baik usia, paras muka maupun perawakan tubuhnya
tak jauh berbeda dengan gadis berbaju hijau itu, hanya
dia membawa sebilah pedang yang tersoren di
punggungnya. Li Bun-yang tak ingin raut mukanya dikenali dua orang
gadis itu, cepat-cepat ia berdiri membelakangi mereka.
sedangkan Yu siau-liong sebera menegur sambil
tertawa dingin: "Mau apa kalian mengejar ke mari?"
83 Dengan sinar mata tajam nona berbaju hijau itu
mengawasi mereka bertiga, kemudian tanyanya: "siapa
di antara mereka adalah kakakmu?"
"Kedua-duanya Ada apa?" Gadis berbaju hijau itu
tertegun, serunya tanpa terasa: "Banyak benar kakakmu"
"sudah, tak usah banyak cakap." tukas Yu siau-liong
sambil mencabut pedangnya, "Mau apa kalian mengejar
ke mari?" "Hmmm ingin minta suatu barang."
"Barang apa?" "Pil jinsom berusia seribu tahun."
"Hmmm Kalau begitu tanya dulu pada-saudaraku ini."
seru Yu siau-liong sambil memutar pedangnya,
Nona berbaju hijau itu sudah pernah bertarung
melawan Yu siau-liong, ia tahu apa yang diucapkan
bukan gertak sambal belaka, berbeda dengan gadis
berbaju biru itu, ia menjadi amat gusar. "sreeeetttt..."
Pedangnya diayunkan ke muka melancarkan serangan,
bentaknya nyaring: "Kaupingin mampus rupanya"
Dengan jurus "Gadis Langit Memutar Tombak" ia
langsung tusuk dada bocah itu.
Selapis bunga pedang menyelimuti angkasa, Yu Siauliong
segera memutar pedangnya dengan jurus "Cahaya
84 Emas Bagaikan Awan" untuk membendung datangnya
tusukan itu. "Traaaang.,."
Di tengah benturan nyaring, tusukan pedang nona
berbaju biru itu sudah tertangkis oleh serangannya,
"Waaah... aku pingin hidup sampai delapan puluh tahun,
masa disuruh mampus sekarang...." ejeknya sambil
tertawa. Di tengah ejekan, pedangnya telah melancarkan
serangan balik yang tak kalah dahsyatnya, sejak
membendung tusukan gadis berbaju biru itu, secara
beruntun Yu siau-liong telah melancarkan tiga jurus
serangan. seketika itu juga gadis berbaju biru itu dipaksa
mundur sejauh satu langkah.
Tampaknya gadis berbaju biru itu sama sekali tak
mengira kalau seorang bocah secilik itu ternyata memiliki
jurus serangan yang begitu ganas dan kejam. Tak
terlukiskan rasa kaget yang menyelimuti hatinya. Cepat
dia melirik nona berbaju hijau itu sekejap, lalu bisiknya:
"Cici, cepat kau pulang mencari bala bantuan, aku
akan mencoba bertahan melawan mereka...."
"Hmmm jangan harap kalian bisa meninggalkan
tempat ini" tukas Yu siau-liong berteriak.
setelah mengatur napas sebentar, gadis berbaju biru
itu kembali sudah menerjang ke depan, pedangnya
85 dibabat berulang kali menyerang Yu siau-liong habishabisan.
Gerak serangan yang digunakan gadis itu benarbenar
ganas dan aneh, lagi pula dia mulai
menyerang dengan sepenuh tenaga, tampaknya ia
sudah siap-siap beradu nyawa.
Boleh dibilang semua sasaran yang dituju ujung
pedangnya merupakan jalan-jalan darah penting di
seluruh tubuhnya. Dalam keadaan begini, sekalipun ilmu pedang yang
dimiliki Yu siau- liong jauh lebih tangguh daripada
lawannya, tapi untuk mengalahkannya dalam waktu
singkat juga bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Suatu pertempuran sengit pun segera berlangsung,
masing-masing pihak berusaha mengerahkan segenap
kemampuannya untuk menjatuhkan lawan, Tampak
cahaya putih menyelimuti seluruh angkasa, selapis kabut
pedang mengelilingi tubuh kedua orang itu, sepanjang
pertarungan itu berlangsung, nona berbaju hijau itu
memusatkan seluruh perhatiannya ke tengah arena,
wajahnya nampak sangat tegang.
Mendadak terdengar Yu siau-liong membentak keras,
cahaya putih yang saling menyambar itu tiba-tiba lenyap
tak berbekas, Dua sosok bayangan manusia yang semula
bergumul pun tahu-tahu berpisah satu sama lainnya
86 Yu siau-liong berdiri dengan pedang melintang di
depan dada, wajahnya amat keren dan serius. sebaliknya
nona berbaju biru itu nampak bergetar keras sekujur
tubuhnya, kemudian ia terhuyung-huyung mundur sejauh
lima langkah, pedangnya terlepas dari genggaman,
sedang tangan kirinya menekan di atas bahu kanannya
yang berdarah. Agaknya gadis berbaju hijau itu sudah menduga kalau
rekannya akan terluka oleh pedang Yu siau-liong,
sehingga ia sama sekali tidak tercengang, sambil
menghela napas sedih ia berjalan menghampirinya, lalu
bertanya perlahan: "Parahkah lukamu?"
"Ehmm... lukaku cukup parah." Nona berbaju biru itu
manggut-manggut sambil menahan sakit "Mungkin
lengan kananku akan cacad selamanya."
"Aku mengerti, bahkan akupun tak sanggup
mengalahkan dia." bisik Nona berbaju hijau itu sambil
memungut kembali pedangnya yang tergeletak di atas
tanah. Bersandar di tubuh gadis berbaju hijau itu,
nampak nona berbaju biru itu berbisik lagi:
"Cepatlah kabur menyelamatkan diri, toh kembali ke
markas pun tidak mungkin kau bisa hidup,"
Nona berbaju hijau itu tertawa getir.
87 "Aku harus kabur ke mana" Mata-mata mereka
tersebar di seantero jagad, biar bersembunyi di ujung
langit pun akhirnya toh tertangkap juga."
Di tepi sungai yang sepi, kegelapan malam yang
kelam, dua orang gadis itu berdiri saling berhadapan
dengan air mata bercucuran pemandangan ini benarbenar
menghibakan hati, Yu siau-liong berpaling sekejap
ke arah kakaknya, setelah menyarungkan kembali
pedangnya kepada dua orang gadis itu katanya:
"Kalian boleh pergi" Gadis berbaju hijau itu
mengeluarkan secarik sapu tangan untuk membalut luka
di bahu rekannya, kemudian sambil menggandeng
tangan gadis berbaju biru itu ia berjalan menuju ke tepi
sungai. Yu siau-liong jadi sangat keheranan, pikirnya: "Masa
mereka berdua akan menyeberang ke tepi seberang
dengan berenang.." Kalau tidak mengapa menuju ke tepi
sungai?" sementara ia masih berpikir, kedua orang gadis itu
dengan membusungkan dada telah berjalan menuju ke
tengah sungai sikap mereka begitu pasrah seakan-akan
kematian tidak menakutkan bagi mereka berdua.
"Nona, tunggu sebentar" bentak Lim Han- kim tibatiba,
dengan cepat ia melompat ke depan. Begitu cepat
gerakan tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas
88 dari busurnya, dalam sekejap mata ia sudah tiba di
depan kedua orang gadis itu, lalu sekali cengkeram ia
tarik kedua orang itu ke tepi sungai.
"Mau apa kau?" tegur nona berbaju hijau itu sambil
menoleh ke arah Lim Han- kim.
Perlahan-lahan Lim Han- kim mundur dua langkah,
ujarnya:"Buat apa kalian berdua mencari mati?"
"Kau tak usah turut campur...." Tapi ketika dirasakan
ucapan tersebut kelewat tak sopan, buru-buru ia
menambahkan: "Tidak terbentang jalan kehidupan lagi buat kami
berdua, apa salahnya kalau kami mencari mati saja?"
Lim Han- kim menghela nafas panjang: "Delapan
sampai sembilan puluh persen kehidupan manusia di
dunia ini tidak membahagiakan, apalagi nona berdua
cuma gagal memperoleh obat jinsom mustika yang
sebetulnya sudah kedahuluan dicuri orang. Bagi kamu
berdua sama sekali tak ada rugi-nya, mengapa kalian
lantas mengambil keputusan pendek" Apakah kamu
berdua tidak merasa bahwa tindakan semacam ini sangat
tidak menghargai kehidupan kalian sendiri?"
Tiba-tiba gadis berbaju biru itu menangis dengan air
mata bercucuran, katanya.
89 "Kami tak sanggup mengalahkan kalian, berarti selama
hidup kami tak punya harapan lagi untuk memperoleh pil
mustika itu, daripada pulang ke rumah hanya menderita
akibat tiga siksaan, lebih baik mati saja di sini."
"Apa sih yang kau maksudkan tiga siksaan?" tiba-tiba
Li Bun-yang menyela. Kedua orang gadis itu saling berpandangan sekejap.
setelah manggut-manggut nona berbaju hijau itu
berkata: "Kami toh akan mati, tak ada salahnya kalau
kuterangkan kepadamu, yang dimaksud tiga siksaan
adalah siksaan air, siksaan api dan siksaan manusia...."
Lim Han-kim bukanpemuda yang suka bicara, bila tak
terpaksa ia segan bertanya, begitu juga dengan
sekarang. walaupun tidak mengerti, dia pun enggan
banyak ber-tanya. sambil menggoyangkan kipasnya, Li
Bun-yang berkata: "Dari sebutan siksaan air dan siksaan api, kita tak
sukar untuk membayangkan siksaan macam apakah itu,
tapi siksaan manusia" Aku belum pernah mendengar
sebelumnya, apakah kalian berdua bersedia memberi
penjelasan agar menambah pengetahuanku?"
Tiba-tiba paras muka kedua orang gadis itu berubah
jadi merah padam, kepalanya tertunduk malu dan tak
90 seorang pun bersedia menerangkan Li Bun-yang bukan
orang bodoh, dari sikap kedua orang gadis itu ia segera
menyadari apa yang dimaksud.
"Baiklah" ujarnya kemudian "Kalau kalian segan
menjelaskan tak apalah, Tapi dunia begitu luas, di mana
pun kalian bisa menyembunyikan diri, mengapa kamu
berdua tetap putus asa?"
"Aaaai...." Gadis berbaju hijau itu menghela napas
panjang, "Kami saksikan banyak sekali saudara senasib
yang mencoba melarikan diri, tapi belum pernah
kujumpai seorang pun di antara mereka yang berhasil
dengan cita-citanya. Begitu tertangkap dan dikirim
balik, penderitaan serta siksaan yang mereka terima
sungguh tak terbayangkan oleh siapa pun...."
Begitu sampai di situ, tiba-tiba ia bergidik dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Li Bun-yang berpikir sebentar, kemudian tanyanya:
"Apa yang harus kuperbuat sehingga kalian berdua
melepaskan niat untuk bunuh diri" Katakan saja, asal
sanggup pasti akan kubantu."
Nona berbaju hijau itu melirik Lim Han- kim sekejap.
kemudian biru menjawab: 91 " Kecuali tuan itu bersedia menghadiahkan pil jinsom
seribu tahun itu kepada kami, dengan begitu kami dua
bersaudara baru dapat lolos dari tiga siksaan berat itu."
Dengan nama dan kedudukan keluarganya dalam
dunia persilatan, pemuda itu mengira kedua orang gadis
tersebut tentu minta bantuannya untuk mencarikan
Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat persembunyian siapa sangka yang diminta kedua
gadis itu adalah pil jinsom dari Lim Han- kim. Lim Hankim
justru tertawa lebar. "sayang kalian berdua terlambat, pil jin-som seribu
tahun itu sudah dicuri orang."
" Kalau memang jinsom seribu tahun itu telah dicuri
orang, mengapa kau masih pura-pura mati?"
Lim Han- kim mengerutkan dahinya, dari sakunya ia
keluarkan sapu tangan putih, lalu berkata:
"setelah memeriksa sapu tangan itu, kalian berdua
tentu akan mengerti bahwa apa yang kuucapkan benar."
Setelah menerima sapu tangan itu dan membaca isi
surat serta meneliti lambang kupu-kupu dan elang di
akhir surat, gadis berbaju hijau itu berkata:
"Tuan, asal kau bersedia menghadiahkan sapu tangan
itu kepadaku, mungkin jiwa kami dapat diselamatkan."
92 Lim Han- kim tertegun, untuk sesaat ia tak mampu
menjawab, Perlu diketahui, pil jinsom seribu tahun itu mempunyai
hubungan yang amat besar dengan keselamatan
jiwanya, sedang sapu tangan itu merupakan satusatunya
jejak yang bisa menerangkan siapa pencuri obat
tersebut Bila jejak tersebut sekarang dihadiahkan orang
lain, berarti dia akan kehilangan jejak sama sekali.
Menyadari bahwa persoalan ini serius, untuk beberapa
saat ia tak mampu mengambil keputusan Nona berbaju
hijau itu serahkan kembali saputangan tersebut, lalu
katanya: "Kalau tuan keberatan, kami pun tak akan memaksa,
cuma kami harap kalian jangan menghalangi niat kami
untuk bunuh diri lagi."
sambil menggandeng nona berbaju biru itu, ia
meneruskan langkahnya menuju ke tengah sungai, Di
tengah aliran arus sungai yang begitu deras dan pukulan
ombak yang begitu besar, jika kedua gadis itu sampai
tercebur ke dalam sungai, niscaya jiwa mereka akan
hilang. "Nona berdua, harap tunggu sebentar." teriak Lim
Han- kim tiba-tiba sambil mengejar.
93 "Tuan, kumohon biarlah kami berdua bunuh diri,
sebab hanya jalan inilah yang bisa menyelamatkan
jenazah kami dari kenistaan."
"Yakinkah kalian berdua bahwa sapu tangan tersebut
bisa menyelamatkan jiwa kamu berdua?" tanya Lim Hankim
serius. Gadis berbaju hijau itu manggut-manggut.
" Lambang kupu-kupu serta elang yang tertera di akhir
surat itu pasti merupakan lambang dari pencuri obat
mustika itu, dengan adanya jejak tersebut berarti kami
bisa pulang untuk memberi laporan kepada nona kami"
" Kalau memang begitu, ambillah Gunakan untuk
memberi laporan kepada nona kalian," sambil berkata
demikian Lim Han-kim menyodorkan sapu tangan
tersebut. Nona berbaju hijau itu mengulurkan tangan untuk
menerima, tapi sebelum menyentuh sapu tangan
tersebut, tiba-tiba ia menarik tangannya kembali sambil
serunya: "Kau sungguh-sungguh akan
menghadiahkannya kepada kami?"
Dengan air mata bercucuran dia awasi wajah Lim Ha
kim tanpa berkedip. seakan-akan tidak percaya. "Tentu
saja sungguh" 94 setelah menerima sapu tangan itu, gadis berbaju hijau
tersebut segera tertawa gembira, kepada rekannya ia
berseru: "Kita tak usah mati"
Bentrok Rimba Persilatan 12 Si Pemanah Gadis Karya Gilang Anak Berandalan 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama