Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 33
pengawalnya yang kuat telah siap untuk keluar dari
padukuhan di arah selatan. Mereka siap untuk menembus
kepungan yang tidak terlalu kuat di sisi selatan. Bahkan
mereka pun telah bersiap menghalau prajurit Pajang yang
berusaha menyumbat pintu gerbang di arah selatan itu.
Raden Suminar dengan orang-orang terpilih telah merintis
jalan, menyibak pasukan Pajang yang berusaha menyumbat
pintu gerbang. Dengan kemampuannya yang tinggi, Raden
Suminar bersama para pengikut Harya Wisaka telah berhasil
mendesak pasukan Pajang yang berusaha menahan mereka
untuk tetap berada di dalam padukuhan.
Tetapi para pengikut Harya Wisaka itu terkejut. Selagi
mereka berusaha membuka jalan serta siap untuk keluar dari
padukuhan, maka mereka telah mendapat serangan dari
belakang. Pangeran Benawa dan Paksi yang berhasil menyusup
memasuki padukuhan itu telah berhasil mengguncang para
pengikut Harya Wisaka yang akan menyertainya keluar dari
padukuhan dan menembus kepungan yang lemah di sisi
selatan. "Gila" geram Gadungbawuk, "siapakah mereka itu?"
"Prajurit Pajang" berkata salah seorang penghubung yang
memberikan laporan kepada Harya Wisaka.
"Siapakah pemimpinnya?" bertanya Harya Wisaka.
"Pangeran Benawa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran Benawa?" suara Harya Wisaka meninggi.
"Jangan cemas, Ngger" desis Kiai Gadungbawuk. "Aku akan
menghentikannya" Tetapi penghubung itu berkata pula, "Bersama Pangeran
Benawa adalah seorang anak muda yang berilmu tinggi"
"Siapa?" bertanya Harya Wisaka.
"Aku tidak tahu namanya" jawab penghubung itu.
"Raden Sutawijaya?" bertanya Harya Wisaka.
"Bukan" "Tentu Paksi" geram Harya Wisaka.
Ki Madujaelah yang menyahut, "Jadi ada gunanya pula aku
pergi bersama Harya Wisaka. Biarlah aku menghentikan anak
itu. Sebaiknya Harya Wisaka melanjutkan rencana memecah
kepungan di sisi yang paling lemah. Apalagi sebagian dari
mereka sudah berada di sisi. Biarlah Raden Suminar menjadi
ujung tombak kelompok yang akan mengantar Harya Wisaka"
"Baiklah, Ki Madujae" sahut Raden Suminar. "Percayalah,
bahwa aku dapat menghancurkan pasukan yang akan
menahan gerak kami" Demikianlah, maka Raden Suminar dan beberapa orang
kepercayaannya telah menembus perlawanan para prajurit
Pajang. Mereka berhasil keluar dari pintu gerbang padukuhan.
Dengan garangnya Raden Suminar yang berilmu tinggi itu
menyibak jalan dengan ujung pedangnya. Sementara itu
beberapa orang yang menyertainya bertempur dengan
garangnya seperti sekelompok serigala yang sedang lapar.
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi yang
berusaha untuk dapat menangkap Harya Wisaka di dalam
padukuhan telah bertempur dengan sengitnya. Mereka
berusaha untuk dapat menembus pertahanan para pengikut
Harya Wisaka yang bertempur tanpa mengenal surut. Mereka
benar-benar siap untuk mengorbankan apa saja yang mereka
miliki, termasuk tubuh dan nyawa mereka.
"Orang-orang itu benar-benar kehilangan pribadi mereka"
berkata Paksi di dalam hatinya. "Jika aku tidak berhasil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menemukan adikku, maka ia akan menjadi seperti orangorang itu" Gerak maju Pangeran Benawapun terhambat ketika
seorang tiba-tiba menghadangnya.
"Bukankah aku berhadapan dengan Pangeran Benawa?"
berkata Ki Gadungbawuk. Pangeran Benawa memandang orang itu dengan tajamnya.
Dengan nada datar iapun menjawab, "Ya. Aku adalah
Benawa" "Apakah Pangeran sedang memburu Harya Wisaka?"
"Ya. Aku memang sedang memburu Paman Harya Wisaka.
Paman adalah buruan yang harus ditangkap"
"Kenapa Harya Wisaka harus ditangkap?"
"Aku tidak mempunyai waktu untuk menjawab pertanyaan
seperti itu. Minggirlah. Jangan korbanku dirimu untuk
melindungi Paman Harya Wisaka"
Tetapi Ki Gadungbawuk tertawa. Katanya, "Siapakah yang
akan mengorbankan dirinya" Aku akan bertempur dengan
sungguh-sungguh. Siapa yang menghalangi aku, akan aku
singkirkan" Ki Gadungbawuk masih akan mengulur waktu untuk
memberi kesempatan Harya Wisaka meninggalkan padukuhan.
Karena itu, maka iapun berkata selanjutnya, "Karena itu, aku
mohon Pangeran mengurungkan niat Pangeran untuk
menangkap Harya Wisaka"
Pangeran Benawa sadar, bahwa orang itu sengaja
mengulur waktu. Karena itu, maka Pangeran Benawa tidak
berbicara lagi. Dengan tombak pendeknya Pangeran
Benawapun segera menyerang Ki Gadungbawuk.
Tetapi Ki Gadungbawuk sudah bersiap sepenuhnya. Karena
itu, ketika ujung tombak Pangeran Benawa mematuknya, Ki
Gadungbawukpun bergeser ke samping.
Namun ujung tombak Pangeran Benawa itupun berputar.
Seperti menggeliat, ujung tombak itu menyambar mendatar
ke arah dada Ki Gadungbawuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Gadungbawuk masih sempat meloncat surut,
sehingga dadanya tidak tersentuh.
Pangeran Benawa yang marah itupun memburunya. Ia
harus segera menyelesaikan pertempuran itu, agar ia tidak
kehilangan Harya Wisaka. Tetapi Ki Gadungbawuk bukan orang kebanyakan. Iapun
memiliki ilmu yang tinggi, sehingga perlawanannyapun benarbenar harus diperhitungkan oleh Pangeran Benawa.
Sementara itu, langkah Paksipun telah tertahan pula. Ki
Madujae berusaha untuk menghalanginya.
"Namamu siapa, anak muda?" bertanya Ki Madujae.
Paksi tidak menghiraukan pertanyaan itu. Ia tidak mau
kehilangan waktu sekejap pun. Karena itu, demikian
seseorang berdiri di hadapannya sambil bertolak pinggang,
maka Paksi yang telah mendapatkan sebatang tombak pendek
itu langsung menyerangnya.
"Jangan terlalu garang, anak muda" berkata Ki Madujae
sambil tersenyum. "Kau akan menjadi terlalu cepat tua"
Paksi tidak menghiraukannya. Serangannyapun kemudian
justru semakin garang. Ki Madujae berusaha untuk melawannya dengan
mengerahkan segenap tenaganya. Iapun seorang yang
berilmu tinggi dan terlatih untuk terjun di segala medan.
Meskipun demikian, Ki Madujae harus mengakui kelebihan
Paksi yang bergerak dengan tangkasnya. Tombaknya
berputaran dengan cepat, menyambar mendatar, kemudian
terjulur mematuk dengan cepat.
Ki Madujae harus mengerahkan kemampuannya untuk
mengimbangi ketangkasan anak muda itu. Ia tidak boleh
terlalu cepat tersinggung jika anak muda itu mendesaknya dan
bahkan ujung tombaknya mulai menyentuhnya.
Ia tidak boleh kehilangan akal sehingga penalarannya
menjadi kabur. Dengan demikian, maka perlawanannya akan
menjadi semakin lemah. Seperti Pangeran Benawa, maka Paksipun ingin segera
menyelesaikan lawannya agar ia sempat memburu Harya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisaka. Tetapi Ki Madujae ternyata tidak mudah
ditundukkannya. Dengan tangkasnya Ki Madujae berusaha
mengimbangi kemampuan Paksi yang masih sangat muda itu.
Dengan demikian, bagi Pangeran Benawa dan Paksi tidak
terlalu mudah untuk menyelesaikan lawan-lawan mereka. Ki
Gadungbawuk telah mengerahkan segenap kemampuannya
untuk menahan Pangeran Benawa. Setidak-tidaknya untuk
mengulur waktu. Meskipun ujung tombak Pangeran Benawa
sempat menyentuh tubuh Ki Gadungbawuk, namun
perlawanan Ki Gadungbawuk sama sekali tidak menyusut.
Demikian pula Ki Madujae. Ia tidak memikirkan dirinya
sendiri. Tetapi ia lebih banyak memikirkan keselamatan Harya
Wisaka. Sementara itu Harya Wisaka telah bergerak keluar dari
padukuhan. Raden Suminar dan para pengawal terpilihnya
telah berhasil menyibak para prajurit Pajang yang berusaha
menahan mereka untuk tetap berada di padukuhan.
Sementara itu, Pangeran Benawa dan Paksi masih belum
berhasil menghentikan perlawanan lawan-lawan mereka.
Demikian pula Raden Sutawijaya. Lawannya tidak lagi
hanya seorang Ki Santen Ireng. Tetapi dua orang murid Ki
Santen Ireng telah membantunya melawan Raden Sutawijaya.
Baru kemudian, setelah pasukan Ki Yudatama berhasil
menghancurkan sebagian dari lawan-lawannya, maka Ki
Yudatamapun telah bergabung dengan Raden Sutawijaya
menghentikan perlawanan Ki Santen Ireng dan muridmuridnya. Dengan demikian, maka Raden Sutawijaya dan Ki
Tumenggung Yudatama bersama pasukannya telah memasuki
Padukuhan Pandean. Di dalam padukuhan mereka masih
tertahan oleh beberapa orang pengikut Harya Wisaka. Namun
merekapun segera dapat diatasi.
Dengan cepat maka Raden Sutawijayapun bergerak ke
pintu gerbang di sisi selatan. Ternyata Pangeran Benawa dan
Paksi masih bertempur melawan Ki Gadungbawuk dan Ki
Madujae. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarlah aku ikut bermain, Adimas" berkata Raden
Sutawijaya ketika ia berada di belakang Pangeran Benawa
yang masih bertempur. Namun Pangeran Benawapun menjawab, "Susul Paman
Harya Wisaka. Ia berada di pintu gerbang padukuhan di
sebelah selatan" Dengan cepat Raden Sutawijayapun segera meninggalkan
Pangeran Benawa dan Paksi. Menurut pengamatannya,
Pangeran Benawa dan Paksi akan dapat menguasai lawanlawan mereka, meskipun masih memerlukan waktu.
Karena itu, maka Raden Sutawijayapun tidak merasa perlu
untuk membantu mereka. Namun ketika Raden Sutawijaya
sampai di pintu gerbang, maka yang ditemuinya adalah
pertempuran antara prajurit Pajang dan para pengikut Harya
Wisaka yang berusaha menahan mereka yang berusaha untuk
memburu Harya Wisaka itu. Tetapi Harya Wisaka sendiri
sudah tidak ada di arena pertempuran itu.
Raden Sutawijayapun kemudian bertanya kepada seorang
prajurit, "Di mana Paman Harya Wisaka?"
"Harya Wisaka berhasil melarikan diri keluar pintu gerbang
selatan" "Apakah tidak ada yang memburunya?"
"Kami tertahan dalam pertempuran ini" jawab prajurit itu.
Raden Sutawijaya menggeram. Bersama Ki Tumenggung
Yudatama dan beberapa orang prajurit terpilih, mereka
berusaha menyibak medan pertempuran yang menjadi
semakin tipis itu. Sejenak kemudian mereka telah berhasil
menerobos pintu gerbang dan keluar dari padukuhan.
Masih belum terlalu jauh dari pintu gerbang, Raden
Sutawijaya melihat arena pertempuran yang tidak begitu
besar. Hanya kelompok-kelompok kecil sajalah yang terlibat di
dalamnya. "Agaknya Paman Harya Wisaka ada di sana" berkata Raden
Sutawijaya. Dengan cepat Raden Sutawijaya bergerak diikuti Ki
Tumenggung Yudatama. Mereka berlari ke arah arena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertempuran di tengah-tengah bulak persawahan yang kering
itu. Namun langkah Raden Sutawijaya tertegun. Pertempuran
itu tidak berlangsung lama. Ketika Raden Sutawijaya
mendekat, maka rasa-rasanya semuanya telah selesai Harya
Wisaka itu berdiri dengan kepala tunduk. Raden Suminar
ternyata telah mengorbankan segala-galanya bagi Harya
Wisaka. Tubuhnya terkapar di tanah. Nafasnya pun telah
terhenti sama sekali. Di hadapan Harya Wisaka itu berdiri Ki Gede Pemanahan.
Beberapa orang pengiringnya, bertebaran di sekitarnya
bergabung dengan beberapa orang prajurit Pajang yang
datang bersama Ki Tumenggung Yudatama, mengepung
padukuhan itu. "Ayah" desis Raden Sutawijaya.
"Di mana Pangeran Benawa dan Paksi?"
"Mereka masih bertempur di padukuhan itu, Ayah.
Padukuhan itu adalah salah satu sarang Paman Harya Wisaka"
"Apakah mereka tidak memerlukanmu?"
"Tidak, Ayah. Aku baru saja menemui Adimas Pangeran
Benawa. Adimas Pangeran Benawa minta aku menyusul
Paman Harya Wisaka. Ternyata Ayah sudah ada disini"
Ki Gede Pemanahan mengangguk-angguk. Kemudian
dipandanginya Harya Wisaka yang menunduk. Dengan nada
dalam Ki Gede Pemanahanpun berkata, "Harya Wisaka, kau
lihat korban yang masih saja berjatuhan. Kematian demi
kematian mengiringi jejak langkahmu, kemana pun kau pergi.
Sekarang, Raden Suminar yang baru tumbuh itu sudah kau
korbankan pula" Harya Wisaka memandang tubuh yang terbujur itu.
Perlahan Harya Wisaka melangkah mendekatinya dan
berjongkok di sampingnya.
"Suminar" desisnya sambil meraba dahi tubuh yang
terbujur diam itu. Ditengadahkannya wajahnya sambil
berdesis, "Kau telah membunuhnya meskipun tidak dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanganmu sendiri. Tetapi prajurit-prajuritmu yang licik telah
mengeroyoknya dan membunuhnya dengan kejam"
"Suminar tidak mau mendengarkan peringatan-peringatan
yang diberikan kepadanya. Jika ia mau meletakkan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senjatanya, maka ia tidak akan terbunuh"
"Suminar adalah seorang laki-laki sejati. Ia pantang
menyerah meskipun harus mengorbankan nyawanya"
"Untuk apa" Apakah kau bangga bahwa Suminar bersedia
mati untukmu" Jika kau memerintahkannya menyerah, ia
tentu akan menyerah. Tetapi kau biarkan Suminar berbuat
sebagaimana kau sebut sebagai laki-laki sejati. Apakah
ukuranmu bagi seorang laki-laki sejati" Orang yang mau mati
untukmu, sementara kau hanya memburu keinginanmu sendiri
yang kau dasari nafsu ketamakan semata-mata?"
"Kau salah, Ki Gede" jawab Harya Wisaka. "Jika itu yang
terjadi, maka hanya orang-orang dungu saja yang mau
mendukung perjuanganku. Tetapi lihat, orang-orang berilmu
tinggi dan bernalar tajam bersedia berjuang bersamaku
karena mereka melihat kebenaran di dalamnya"
"Kebenaran yang dilihat dari satu sisi, tidak mungkin
dipaksakan bagi segala pihak di Pajang, Harya Wisaka. Kau
melihat kebenaran itu dari tempatmu berpijak tanpa
menghiraukan sisi-sisi lain. Sementara itu, orang-orang yang
mendukungmu, kau sangka mempunyai pandangan yang
sama dengan kau sendiri" Mereka mempunyai kepentingan
mereka sendiri, sementara yang lain terbius oleh harapanharapan yang kau taburkan meskipun kau sendiri tahu, bahwa
harapan-harapan itu kosong semata-mata"
"Itu dugaanmu, Ki Gede. Tetapi bagi aku dan kawankawanku, dugaanmu itu salah. Kami berjuang bersama-sama
untuk menegakkan satu cita-cita yang luhur"
"Harya Wisaka. Apakah kau tidak melihat, betapa
banyaknya korban yang telah jatuh dalam perselisihan ini"
Kematian bertebaran di mana-mana. Sementara itu tujuanmu
sangat kabur. Jika Kangjeng Sultan Hadiwijaya itu kemudian
duduk di atas tahta, bukankah itu sudah merupakan hasil satu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
permufakatan. Mungkin tidak memuaskan segala pihak.
Mungkin Sultan Hadiwijaya sendiri bukanlah orang yang tidak
bercacat. Tetapi itu adalah yang terbaik bagi Pajang. Terbaik
dari kemungkinan-kemungkinan yang lain. Katakan, bahwa
aku pun tidak merasa puas sepenuhnya atas kepemimpinan
Sultan Hadiwijaya. Bahkan anaknya sendiri, Pangeran Benawa
juga melihat cacat-cacat ayahandanya. Tetapi apakah kita
harus menghancurkan Pajang" Menebarkan kematian di
mana-mana?" Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian iapun berkata, "Adakah perjuangan tanpa
pengorbanan?" "Sesuaikah pengorbanan yang kau berikan dengan tujuan
perjuanganmu yang kabur dan tidak mendasar" Yang kau
berikan hanya berlandasan dendam dan kebencian" Dendam
karena kematian Harya Penangsang dan kebencianmu kepada
Sultan Hadiwijaya. Tetapi kau tidak mengingat orang-orang
yang terbunuh karenanya. Termasuk Raden Suminar. Seorang
anak muda yang akan dapat tumbuh menjadi pilar masa
mendatang. Tetapi tunas itu harus dipatahkan sekarang,
karena merambat di lanjaran yang salah"
Harya Wisaka memandang wajah Raden Suminar. Darah
membasahi tubuhnya, mengalir dari luka di dadanya, di
lambungnya, di bahunya dan di perutnya. Tetapi wajahnya
masih saja menunjukkan gereget perjuangannya yang
diyakininya. "Suminar" Harya Wisaka itu berdesis.
Tetapi Raden Suminar tidak mendengarnya.
Harya Wisaka itupun kemudian bangkit berdiri.
Dijulurkannya kedua tangannya sambil berdesis, "Jika Ki Gede
akan mengikat tanganku, ikatlah dengan apa saja"
"Tidak" berkata Ki Gede. "Kita akan bersama-sama pergi ke
istana menghadap Kangjeng Sultan Hadiwijaya. Kangjeng
Sultan bukan seorang pendendam. Ia akan berusaha untuk
tegak di atas paugeran"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, sebelum Ki Gede beranjak dari tempatnya
membawa Harya Wisaka langsung ke istana, maka Pangeran
Benawapun telah datang pula. Ketika ia melihat Ki Gede, maka
iapun berdesis, "Paman sudah disini?"
"Ki Tumenggung Yudatama telah memberikan laporan
kepadaku" berkata Ki Gede Pemanahan.
"Agaknya Paman datang tepat pada waktunya"
"Ya. Dan perhitungan para penghubungpun benar, bahwa
Harya Wisaka akan keluar dari padukuhan lewat arah selatan,
karena induk pasukan Pajang berada di sisi utara"
"Ya, Paman. Jika saja Paman datang beberapa saat
kemudian, maka semuanya tentu sudah lewat"
"Di mana Paksi, Pangeran?" bertanya Ki Gede kemudian.
"Paksi masih berada di padukuhan itu, Paman. Paksi
sedang mencari adiknya"
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Anak-anak
muda yang sedang tumbuh itu akan kehilangan pribadinya.
Mudah-mudahan Paksi dapat menemukannya"
Harya Wisaka menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba saja
dari sela-sela bibirnya terdengar ia berdesis, "Anak itu telah dibawa pergi. Ada tiga orang anak muda pergi bersamanya"
"Ke mana, Paman?" bertanya Pangeran Benawa. "Jika
Paman bersedia membebaskan mereka, Paksi tentu akan
sangat berterima kasih. Jika mereka tidak dapat dibebaskan
dari cengkeraman keyakinan Paman Harya Wisaka, maka
mereka akan kehilangan dirinya dan masa depannya"
"Anak itu akan dapat menjadi korban tanpa arti seperti
Suminar, Paman" berkata Raden Sutawijaya pula.
Harya Wisaka menarik nafas panjang. Sementara itu Ki
Gedepun berkata, "Apalagi setelah kau berada di tangan kami.
Perjuangan yang diyakininya pada dasarnya sudah terhenti.
Yang mereka lakukan kemudian tidak lagi bertujuan sama
sekali. Bahkan tujuan yang kabur pun tidak. Karena itu,
mereka akan dapat melakukan apa saja untuk mendapatkan
kepuasan batin, sementara itu batinnya dilandasi oleh
perasaan dendam dan kebencian, sehingga yang lahir dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ungkapan batinnya adalah nafsu menghancurkan apa saja
tanpa tujuan" Harya Wisaka termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata, "Aku tidak tahu pasti, ke mana mereka dibawa
pergi. Tetapi ada niat untuk membawa mereka kepada
seorang guru yang akan dapat menempa mereka menjadi
orang-orang yang berilmu tinggi"
"Siapakah guru yang dimaksud?"
Harya Wisaka nampak ragu-ragu. Namun kemudian iapun
berkata, "Ki Gede Lenglengan"
"Ki Gede Lenglengan" Aku belum pernah mendengar nama
itu" desis Ki Gede Pemanahan.
"Paman Harya, jika saja Paman Harya sudi menunjukkan,
ke mana Paksi harus pergi mencarinya?"
Harya Wisaka termangu-mangu sejenak. Ada dorongan di
dalam hatinya untuk mengatakan sesuatu.
"Tolonglah Paksi, Paman, agar adiknya, anak Ki
Tumenggung Sarpa Biwada tidak mengalami nasib seperti
Suminar. Bahkan Suminar masih dapat berbangga karena ia
mati untuk satu keyakinan. Apalagi ia mati di hadapan Paman
Harya Wisaka. Tetapi apa jadinya adik Paksi itu kelak jika
jiwanya tidak segera dapat diselamatkan. Apakah memang
tujuan Paman untuk membiarkan Paksi dan adik laki-lakinya
kelak saling mendendam dan seorang di antaranya membunuh
yang lain?" Tiba-tiba saja terasa kaki Harya Wisaka itu bergetar.
Dengan sendat iapun berkata, "Aku akan berkata dengan
jujur, Pangeran. Aku belum tahu letak padepokan Ki Gede
Lenglengan. Aku pun tidak tahu nama perguruannya, yang
aku dengar, padepokan itu berada di arah Gunung Merapi"
Pangeran Benawa memandang wajah Harya Wisaka
dengan tajamnya. Sebelum ia mengatakan sesuatu, Ki Gede
Pemanahanpun berkata, "Aku percaya kepadamu, Harya
Wisaka. Agaknya kau benar-benar belum tahu letak
padepokan yang dipimpin oleh orang yang menyebut dirinya
Ki Gede Lenglengan itu. Tetapi jika saja kau bersedia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatakan, siapakah di antara orang-orangmu yang
mengenal dan mengetahui letak padepokan itu?"
"Suminar adalah murid Ki Gede Lenglengan"
"Jika demikian, perguruan itu tentu sebuah perguruan yang
mempunyai tataran yang tinggi. Suminar adalah anak muda
yang berilmu tinggi"
"Apakah ada orang lain yang seperguruan dengan Suminar,
Paman?" bertanya Pangeran Benawa.
Harya Wisaka mengerutkan dahinya. Dipandanginya orangorangnya yang ada di sekitarnya. Namun kemudian iapun
menggeleng, "Aku tidak melihatnya sekarang, Pangeran.
Tetapi aku berjanji, jika aku dapat mengenali seseorang di
antara saudara seperguruan Suminar, aku akan
mengatakannya" "Terima kasih" Ki Gede Pemanahanlah yang menyahut,
"sekarang kita akan kembali ke kota, bahkan langsung ke
istana" Ki Gedepun kemudian memerintahkan untuk menyediakan
kudanya dan seekor kuda bagi Harya Wisaka.
"Apakah Pangeran akan kembali bersama kami?" bertanya
Ki Gede. "Tidak, Paman. Aku akan menunggu Paksi. Kami akan kembali
bersama-sama" Dengan demikian, maka Ki Gede Pemanahan segera
meninggalkan tempat itu sambil membawa Harya Wisaka.
Sekelompok prajurit pengawal yang kuat menyertainya.
Bagaimanapun juga mereka masih memperhitungkan
kemungkinan buruk dapat terjadi, karena para pengikut Harya
Wisaka yang mungkin masih berkeliaran.
Sementara itu, Raden Sutawijayapun sempat berceritera
kepada Ki Gede, apa yang terjadi di pintu gerbang kota ketika
ia membawa Harya Wisaka memasuki pintu gerbang itu.
Dalam pada itu, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan
Ki Tumenggung Yudatama masih tetap tinggal. Bukan saja
menunggu Paksi. Tetapi mereka harus merawat para prajurit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang terluka dan mengumpulkan mereka yang gugur di
pertempuran. Bahkan juga para pengikut Harya Wisaka.
Sementara yang menyerah telah dikumpulkan di banjar
padukuhan dengan tangan terikat di bawah pengawasan yang
kuat. Di banjar itu pula Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan
Paksi mengamati para tawanan. Sebagian dari mereka adalah
anak-anak muda yang sedang tumbuh. Namun ternyata
mereka telah terperangkap ke dalam lingkungan yang salah.
"Aku menjadi sangat cemas akan nasib adikku" berkata
Paksi kemudian. "Kesempatanmu untuk menemukan adikmu memang kecil
sekali, Paksi. Tetapi tidak tertutup sama sekali. Harya Wisaka pada saat-saat terakhir memberikan sedikit petunjuk yang
barangkali dapat dipakai sebagai alas usaha pencaharian itu"
berkata Pangeran Benawa. Paksi memandang Pangeran Benawa dengan karut di
kening. Dengan singkat Pangeran Benawapun kemudian telah
memberitahukan kepada Paksi, bahwa ada kemungkinan
adiknya berada di sebuah padepokan yang dipimpin oleh Ki
Gede Lenglengan. Padepokan yang berada di arah Gunung
Merapi. Tetapi Harya Wisaka tidak dapat memberikan
keterangan lebih banyak lagi, sementara itu, Suminar, salah
seorang pengikut setia Paman Harya Wisaka yang berasal dari
perguruan itu sudah terbunuh.
Paksi menarik nafas panjang. Ia menjadi semakin cemas,
bahwa adiknya akan berada di bawah bimbingan seorang guru
yang telah membentuk seseorang yang seakan-akan tidak lagi
sempat mempergunakan penalarannya meskipun ia berilmu
tinggi sebagaimana Raden Suminar.
"Anak itu harus diselamatkan" berkata Paksi seakan-akan
kepada diri sendiri. "Ya. Kau memang tidak akan dapat membiarkan anak itu
tenggelam di dalam dendam"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba tidak dapat menunda-nunda lagi, Pangeran.
Hamba harus segera pergi"
"Aku tahu, Paksi. Tetapi sebaiknya kita berbicara lebih
mendalam. Mungkin kita perlu berbicara dengan Guru, dengan
Paman Pemanahan dan mungkin dengan Ayahanda sendiri"
Paksi mengangguk hormat. Hampir tidak terdengar ia
berdesis, "Hamba, Pangeran"
Dalam pada itu, para prajurit Pajangpun telah sibuk dengan
kawan-kawan mereka yang terluka dan yang gugur. Lewat
tengah hari, telah datang pasukan baru yang akan
menggantikan pasukan yang letih itu. Pasukan yang baru itu
harus menyelesaikan tugas-tugas pasukan yang terdahulu,
yang akan segera kembali ke barak mereka.
Setelah serah terima tugas, maka Ki Yudatama dan
pasukan berkudanya segera kembali ke barak mereka.
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun berkuda
bersama mereka pula. Di pintu gerbang kota mereka berhenti.
Ki Yudatama bertanya kepada pemimpin prajurit yang
bertugas, siapakah yang memimpin tugas para prajurit di
pintu gerbang semalam. Dalam pada itu, Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan
Paksipun telah ikut pula memasuki barak Ki Tumenggung
Yudatama. Mereka merencanakan, menjelang malam mereka
akan mohon menghadap Kangjeng Sultan untuk melengkapi
laporan tentang tertangkapnya Harya Wisaka.
Sementara itu, pemimpin prajurit yang bertugas di pintu
gerbang semalam yang dipanggil oleh Ki Tumenggung
Yudatama telah menghadap pula.
"Kau kenal dengan ketiga orang ini?" bertanya Ki
Tumenggung Yudatama. "Ampun, Ki Tumenggung. Semalam aku tidak dapat
mengenal ketiganya" "Seandainya bukan mereka, kau telah menyebabkan Harya
Wisaka terlepas" "Ampun, Ki Tumenggung. Aku sama sekali tidak tahu,
bahwa orang itu adalah Harya Wisaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukankah Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
sudah memberitahukan bahwa yang ditangkap itu adalah
Harya Wisaka?" "Ya, Ki Tumenggung"
"Kau terlalu bernafsu untuk memiliki hadiah bagi siapa yang
dapat menangkap Harya Wisaka. Bahkan kemudian kau telah
terjebak oleh daging seekor kambing yang akan disembelih,
jadi kau tukar Harya Wisaka dengan seekor kambing"
"Ampun, Ki Tumenggung"
"Bukan itu saja. Tiga orang prajuritmu mati sia-sia di pintu
gerbang Padukuhan Pandean. Mereka terjebak karena
kebodohan dan ketamakanmu"
Pemimpin prajurit yang bertugas di pintu gerbang semalam
itu menundukkan kepalanya. Ia sangat menyesal. Tetapi
semuanya sudah terlanjur. Tiga orang kawannya meninggal
tanpa arti terjebak di sarang para pengikut Harya Wisaka.
"Sekarang pulanglah" berkata Ki Tumenggung. "Tetapi
setiap saat kau akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kebodohanmu itu"
"Aku pasrah, karena aku memang telah melakukan
kesalahan yang besar"
"Kau dapat membayangkan, karena kesalahanmu itu, maka
Harya Wisaka harus ditangkap setelah terjadi pertempuran
yang menelan banyak korban di kedua pihak. Jika kau tidak
melakukan kesalahan itu, maka Harya Wisaka sudah berada di
tangan kami tanpa harus menambah korban"
Wajah pemimpin kelompok prajurit itu menunduk dalamdalam. Waktu sudah berlalu, sehingga ia tidak akan dapat
mengulanginya lagi. Kematian itu sudah menerkam beberapa
orang dan menelannya, sehingga tidak akan dapat
dimuntahkan kembali. Yang kemudian harus dihadapinya
adalah pengadilan yang akan menentukan, hukuman apakah
yang harus disandangnya. Dalam pada itu, ketika malam turun, Pangeran Benawa,
Raden Sutawijaya, Paksi, diantar Ki Tumenggung Yudatama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah pergi menemui Ki Gede Pemanahan. Bersama-sama
mereka akan menghadap Kangjeng Sultan Hadiwijaya.
Berlima mereka diterima oleh Kangjeng Sultan Hadiwijaya
yang nampak letih. Kangjeng Sultan sendiri bersama Ki Gede
Pemanahan menjelang senja telah berbicara langsung dengan
Harya Wisaka. Namun Ki Gede Pemanahan telah
memberitahukan, jika diperkenankan, Pangeran Benawa,
Raden Sutawijaya dan Paksi akan mohon waktu untuk
menghadap. Meskipun Kangjeng Sultan merasa letih, tetapi Kangjeng
Sultan tidak menolak. Apalagi di antara mereka terdapat
Pangeran Benawa. Sebenarnya Pangeran Benawa sendiri
mempunyai kesempatan yang luas untuk menghadap
ayahandanya. Namun karena ia akan datang bersama Paksi,
maka ia memerlukan perkenan ayahandanya untuk
menerimanya. Pada dasarnya Kangjeng Sultan sendiri juga ingin
mendengar laporan langsung dari Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi yang telah berhasil menangkap Harya
Wisaka, dan yang kemudian harus dilepaskannya kembali.
Namun dengan demikian, mereka justru dapat menemukan
salah satu sarang dari para pengikut Harya Wisaka. Bahkan
beberapa orang terpenting di antara mereka telah menyerah
dan yang lain terbunuh di pertempuran.
Berganti-ganti Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
menceriterakan apa yang sudah terjadi sejak mereka bertemu
dengan adik laki-laki Paksi di rumahnya sehingga pertempuran
yang terjadi di Padukuhan Pandean serta kedatangan Ki Gede
Pemanahan serta tertangkapnya kembali Harya Wisaka.
Terakhir Paksi telah melaporkan, bahwa ia benar-benar
telah kehilangan adiknya.
Kangjeng Sultan Hadiwijaya mengangguk-angguk. Katanya,
"Aku telah berbicara dengan Harya Wisaka yang dibawa
menghadap oleh Kakang Pemanahan. Kakang Pemanahan
juga sudah menyinggung tentang adik Paksi yang sudah
terlanjur dibawa pergi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika hamba tidak segera dapat menemukannya, maka
nasib adik hamba itu tidak akan menjadi lebih baik dari nasib
Raden Suminar" "Nampaknya Harya Wisaka menyesali kematian Suminar"
berkata Kangjeng Sultan kemudian. "Agaknya ada sesuatu
yang tumbuh di hati Harya Wisaka. Ia berusaha memberikan
petunjuk sejauh yang diketahui tentang sebuah padepokan
yang mungkin akan menjadi tempat berguru adikmu, Paksi.
Mungkin Harya Wisaka juga sudah mengatakan kepadamu
serba sedikit tentang Ki Gede Lenglengan"
"Hamba, Sinuhun"
"Aku mengenal Ki Gede Lenglengan meskipun Kakang
Pemanahan nampaknya belum. Ki Gede Lenglengan di masa
kecilnya adalah seorang anak muda yang binal. Anak muda
yang tidak mau terikat oleh paugeran yang berlaku dalam
tatanan kehidupan. Aku pernah mengembara bersamanya.
Tetapi kami berselisih dan berkelahi. Aku hampir saja
membunuhnya. Nampaknya Lenglengan itulah yang kini mendirikan sebuah
padepokan di kaki Gunung Merapi itu"
Paksi mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Hamba ingin
mencari adik hamba" "Tetapi kau harus sangat berhati-hati berhubungan dengan
Lenglengan. Menilik kelebihannya di masa muda, Lenglengan
sekarang tentu memiliki ilmu yang sangat tinggi"
"Tetapi hamba tidak dapat membiarkan adik hamba berada
di tangannya. Hamba tidak dapat membiarkan adik hamba
mengalami nasib seperti Raden Suminar"
"Aku mengerti akan kecemasanmu itu, Paksi. Tetapi
sebaiknya kau berbicara lebih dahulu dengan guru-gurumu"
"Hamba, Sinuhun"
"Kau harus mendengarkan nasehat dan petunjukpetunjuknya. Tugas yang akan kau sandang mungkin akan
memerlukan waktu yang agak panjang"
"Hamba, Sinuhun"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Meskipun demikian, aku ingin berpesan kepadamu, Paksi.
Jika kau sudah mendapatkan kepastian bahwa kau akan
mencari adikmu, aku minta kau datang kepadaku"
"Hamba, Sinuhun"
"Kau juga harus minta diri kepada Ki Gede Pemanahan"
"Hamba, Sinuhun"
Demikianlah, maka Ki Gede Pemanahanpun minta diri.
Ternyata atas permohonan Pangeran Benawa, Raden
Sutawijaya dan Paksi malam itu diperkenankan bermalam di
istana. Karena itu, maka Ki Gede Pemanahan dan Ki Tumenggung
Yudatamapun segera minta diri.
"Mudah-mudahan dengan tertangkapnya Harya Wisaka,
keadaan akan dapat menjadi semakin tenang. Apalagi
beberapa orang pemimpinnya telah tidak berdaya pula.
Bahkan sebagian dari mereka telah terbunuh" berkata
Kangjeng Sultan. "Tetapi kita masih akan membersihkan Pajang dari sisa-sisa
pengikutnya, Sinuhun" sahut Ki Tumenggung Yudatama.
"Tentu, Ki Tumenggung. Semisal sapu lidi, mereka telah
kehilangan ikatannya. Tetapi bukan berarti bahwa semuanya
sudah selesai. Jika pada suatu saat tampil seorang kuat yang
sanggup mengikat mereka, maka mereka akan timbul lagi.
Bahkan mungkin yang timbul itu akan menjadi lebih keras dan
buas" berkata Kangjeng Sultan selanjutnya.
"Hamba, Sinuhun" Ki Tumenggung Yudatama mengangguk
dalam-dalam. Demikianlah, maka Ki Tumenggung Yudatama dan Ki Gede
Pemanahanpun segera meninggalkan istana. Mereka sepakat
untuk tidak mengendorkan usaha untuk menumpas sisa-sisa
para pengikut Harya Wisaka. Justru pada satu saat yang
sangat menentukan. Saat mereka kehilangan harapan dan
kehilangan tempat bergantung karena Harya Wisaka sudah
tertangkap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu, Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
bermalam di istana. Pangeran Benawa telah membawa
mereka ke kasatrian. Namun Pangeran Benawa tidak tidur di
dalam biliknya. Biliknya sebagai seorang putra terpenting dari Kangjeng Sultan Hadiwijaya. Tetapi Pangeran Benawa tidur
bersama Raden Sutawijaya dan Paksi di serambi samping
bangsal kasatrian Pajang.
Esok pagi-pagi mereka bertiga sudah bersiap untuk
meninggalkan istana kembali ke padepokan mereka di Hutan
Jabung. "Pergilah" berkata Kangjeng Sultan kepada mereka bertiga
ketika mereka minta diri. Lalu kepada Paksi Kangjeng Sultan
itupun berkata, "Aku ingin mengingatkan, jika kau pergi
mencari adikmu, jangan lupa, datanglah kepadaku dan kepada
Ki Gede Pemanahan" "Hamba, Sinuhun"
Sejenak kemudian, maka ketiga orang itupun telah
meninggalkan istana. Mereka masih saja mengenakan pakaian
orang kebanyakan dan berjalan kaki keluar pintu gerbang
kota. Para prajurit yang bertugas tidak memperhatikan mereka
bertiga. Merekapun tidak menghentikan mereka bertiga,
apalagi setelah Harya Wisaka tertangkap.
Namun seorang lurah prajurit yang bertugas memimpin
para prajurit yang bertugas itu sempat mengenali mereka.
Terutama Pangeran Benawa.
Karena itu, maka lurah prajurit itupun mengangguk hormat
sambil berkata, "Ampun, Pangeran. Kemana Pangeran ini
hendak pergi sepagi ini?"
"Kau kenal aku?" bertanya Pangeran Benawa.
"Hamba, Pangeran" jawab Lurah prajurit itu.
"Sudahlah. Kau simpan saja sendiri"
"Hamba, Pangeran"
Tetapi ketika Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan
Paksi itu melanjutkan perjalanan, prajurit-prajuritnyapun
bertanya, "Siapakah mereka, Ki Lurah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang dungu. Seorang di antara mereka adalah
Pangeran Benawa" "Jika demikian, yang seorang lagi itu tentu Raden
Sutawijaya dan yang satu lagi Paksi, anak Ki Tumenggung
Sarpa Biwada yang sudah tertangkap itu"
"Ya. Ya" Para prajurit itu hanya dapat memandang mereka dari
kejauhan. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksipun
sudah menjadi semakin jauh.
"Kenapa mereka berpakaian seperti orang kebanyakan?"
bertanya seorang prajurit.
Lurahnya menggeleng sambil berkata, "Entahlah. Namun
justru karena itu, pemimpin prajurit yang bertugas kemarin
malam telah melakukan kesalahan yang besar sekali"
"Mereka tentu sedang menyamar" berkata prajurit yang
lain. "Sebelum Harya Wisaka tertangkap, mereka tentu sedang
menyamar. Tetapi setelah Harya Wisaka tertangkap, mereka
masih saja mengenakan pakaian seperti itu"
"Mereka menyatakan dirinya sebagai cantrik padepokan di
Hutan Jabung" "Ya, kau benar" berkata lurah prajurit itu.
"Pakaian seperti itulah mungkin yang dianggap paling
pantas bagi seorang cantrik padepokan Hutan Jabung"
Ki Lurah tersenyum. Kawan-kawannyapun menganggukangguk. Sementara itu, Pangeran Benawa Raden Sutawijaya
dan Paksipun melangkah terus menuju ke Hutan Jabung.
Namun ketika mereka sampai di Hutan Jabung, yang ada
hanyalah Ki Panengah. Ki Waskita sendiri masih berada di
kota. "Sayang sekali. Ketika kami meninggalkan kota, kami tidak
berusaha menemui Ki Waskita lebih dahulu" desis Pangeran
Benawa. "Tidak apa-apa" sahut Ki Panengah. "Ki Waskita tentu akan
segera kembali" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Paksi masih belum menyatakan
keinginannya untuk pergi mencari adiknya. Ia menunggu Ki
Waskita datang di padepokan. Baru kemudian ia akan
mengatakan kepada kedua orang gurunya itu, bahwa ia akan
pergi mencari adiknya. Di sore hari, Ki Waskita ternyata sudah datang pula. Pada
hari itu Ki Waskita bertemu dengan Ki Gede Pemanahan untuk
mendapatkan penjelasan tentang tertangkapnya Harya
Wisaka. "Ki Gede mengatakan bahwa hari ini kalian bertiga
merencanakan untuk kembali ke Hutan Jabung. Karena itu,
maka aku pun segera menyusul kalian"
Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
mengangguk-angguk mengiakan. Sementara itu, Ki
Waskitapun berkata, "Selain itu, Ki Gede mengatakan, bahwa
ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan oleh Paksi
kepadaku dan kepada Ki Panengah"
"Ya, Guru" sahut Paksi.
"Apakah kau sudah mengatakannya kepada Ki Panengah?"
"Belum, Guru. Aku memang menunggu Guru, agar aku
dapat menyampaikannya sekaligus kepada kedua orang
guruku" "Sekarang kami sudah lengkap" berkata Ki Panengah. "Apa
yang ingin kau sampaikan kepada kami, Paksi?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Guru, aku
tidak berhasil menemukan adikku. Ketika aku ikut memburu Harya
Wisaka ke Padukuhan Pandean, ternyata adikku sudah dibawa
pergi. Karena itu, aku mohon ijin untuk pergi mencari adikku
itu" Ki Panengah menarik nafas panjang. Katanya, "Kemana kau
akan mencari, Paksi" Bukankah tidak seorang pun tahu,
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemana adikmu dibawa pergi"
"Ada beberapa petunjuk yang diberikan oleh Harya Wisaka,
Guru" "Harya Wisaka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Agaknya ada sentuhan-sentuhan halus di dalam
dadanya ketika ia melihat tubuh Raden Suminar yang
terbunuh di pertempuran"
"Raden Suminar?" desis Ki Panengah.
"Ya. Tubuhnya yang terbaring dipenuhi oleh luka-luka,
sehingga seluruh pakaiannya menjadi merah"
"Apa petunjuk Harya Wisaka?" bertanya Ki Waskita.
"Harya Wisaka menyebut sebuah perguruan yang mungkin
akan menjadi tempat persinggahan adikku, dan bahkan
mungkin ia akan berguru di perguruan itu"
"Perguruan apa, Paksi?" bertanya Ki Waskita pula.
"Harya Wisaka tidak dapat menyebut nama perguruan itu.
Ia hanya mengatakan bahwa letak perguruan itu di arah
Gunung Merapi. Sedangkan pemimpinnya bernama Ki Gede
Lenglengan. Tetapi Harya Wisaka tidak dapat memberikan keterangan
lebih jelas. Sedangkan Raden Suminar adalah salah seorang
murid dari perguruan itu"
"Ki Gede Lenglengan" Ki Waskita mengulang. "Aku belum
pernah mendengar nama itu" Sambil berpaling kepada Ki
Panengah, Ki Waskita itupun bertanya, "Apakah Ki Panengah
pernah mendengarnya?"
Ki Panengah menggeleng, "Belum, Ki Waskita"
"Kangjeng Sultan Hadiwijaya justru sudah mengenalnya"
Paksi menyela. "Keduanya justru bertengkar dan bahkan
Kangjeng Sultan selagi masih mudanya, hampir saja
membunuhnya. Tetapi Kangjeng Sultan berhasil mengekang
diri. Namun setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi.
Kangjeng Sultan menduga, bahwa Ki Gede Lenglengan itu
adalah kawannya mengembara yang bernama Lenglengan
pula" Ki Panengah dan Ki Waskita mengangguk-angguk. Dengan
nada datar Ki Waskita bertanya, "Memang mungkin sekali.
Nama itu jarang sekali dipakai orang, sehingga
kemungkinannya di Pajang, Demak dan sekitarnya hanya ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
satu orang yang bernama Lenglengan. Sejak dahulu sampai
sekarang. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa ada
orang lain yang bernama sama. Tetapi kemungkinannya kecil
sekali" "Ya, Guru" sahut Paksi.
"Jika demikian, apakah rencanamu?" bertanya Ki Waskita.
"Aku akan mohon diri, Guru. Aku ingin mencari adikku itu"
"Kau sadari jalan yang akan kau tempuh?"
"Aku sadari, Guru"
"Seandainya kau dapat menemukan padepokan itu, apakah
kau akan dapat mengambil adikmu keluar" Kau harus
memperhitungkan kemungkinan, bahwa orang-orang di
padepokan itu akan memusuhimu, apalagi jika mereka
mendengar bahwa salah seorang muridnya terbunuh di
pertempuran melawan orang-orang Pajang di Pandean.
Sedangkan kau berdiri di pihak Pajang, meskipun Ki
Tumenggung Sarpa Biwada berdiri di pihak Harya Wisaka
bersama-sama dengan Raden Suminar. Apalagi jika sikap
adikmu tetap memusuhimu"
"Aku mengerti, Guru. Tetapi aku tidak dapat berdiam diri
jika adikku akan mengalami nasib seperti Raden Suminar.
Meskipun Harya Wisaka sudah tertangkap, tetapi akan dapat
timbul orang lain untuk menggantikannya. Mungkin orang lain
itu mengemban keyakinan sebagai pengikut Harya Wisaka,
tetapi mungkin orang lain itu sekedar memanfaatkan keadaan.
Orang lain itu berhasil memasang kendali dan mengarahkan
gejolak yang sudah tersimpan sebelumnya untuk
kepentingannya sendiri, meskipun orang itu juga menyebutnyebut nama Harya Wisaka"
"Sukurlah jika hal itu kau sadari" berkata Ki Waskita.
"Dengan demikian kau pun menyadari, bahwa beban
tugasmu akan menjadi sangat berat"
"Ya, Guru" "Lalu apa rencanamu?"
"Aku akan mohon diri"
"Sendiri?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Guru" "Aku ikut bersamamu, Paksi" berkata Pangeran Benawa.
"Kita pernah menjelajahi kaki Gunung Merapi meskipun di sisi
selatan. Sekarang kita akan memanjat kaki Gunung Merapi di
sisi timur dan mungkin utara"
"Pangeran" berkata Paksi, "Pangeran tentu mempunyai
tugas-tugas tertentu di istana sebagai putera Kangjeng Sultan
Hadiwijaya yang kelak akan menggantikan kedudukan
ayahanda Pangeran. Sebaiknya hamba pergi sendiri"
"Tidak" berkata Pangeran Benawa, "aku tidak mempunyai
tugas apa-apa. Ketika masih muda, Ayah juga seorang
pengembara. Dengan demikian pengalamanku akan menjadi
semakin luas. Pengenalanku atas bumi Pajang akan menjadi
semakin akrab" "Tetapi jika terjadi sesuatu di perjalanan, taruhannya akan
menjadi sangat mahal. Pangeran mempunyai nilai yang sangat
tinggi bagi Pajang. Berbeda dengan hamba, Pangeran. Hamba
adalah seorang yang tidak mempunyai arti apa-apa bagi
Pajang. Persoalan yang hamba hadapi adalah persoalan
keluarga hamba. Persoalan yang sangat pribadi, yang tidak
selayaknya menyentuh ujung kain panjang Pangeran Benawa"
"Sudahlah, jangan berpikir terlalu jauh. Kita lanjutkan
pengembaraan kita yang sangat menarik itu. Aku senang
hidup di kaki Gunung Merapi yang sejuk itu"
Ki Waskita dan Ki Panengah mendengarkan pembicaraan
itu dengan jantung yang berdebaran. Dengan ragu-ragu Ki
Waskitapun kemudian menyela, "Pangeran, sebaiknya
Pangeran tidak pergi. Paksi akan pergi untuk waktu yang tidak
ditentukan. Perjalanannya pun sangat berbahaya. Sementara
itu persoalan yang dihadapinya adalah persoalan keluarganya.
Persoalan yang sangat kecil untuk menyangkut Pangeran
Benawa" "Ki Waskita jangan memilah-milahkan kepentingan
seseorang berdasarkan pada kedudukannya. Mungkin
persoalan yang ingin ditangani oleh Paksi adalah persoalan
keluarga dalam hubungannya dengan adik laki-lakinya. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persoalan ini menyangkut keselamatan seseorang. Mungkin
tidak hanya seorang adik Paksi, tetapi ada beberapa orang
anak muda yang harus diselamatkan jiwanya. Menurut Paman
Harya Wisaka, adik laki-laki Paksi itu telah dibawa ke
padepokan Ki Gede Lenglengan bersama-sama dengan tiga
orang anak muda. Setidak-tidaknya bertiga dengan adik lakilaki Paksi itu. Dengan demikian aku mempunyai kesimpulan,
bahwa selain mereka tentu sudah ada anak muda yang lain
yang dibawa ke padepokan Ki Gede Lenglengan itu"
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Namun dalam pada
itu, Ki Panengahpun berkata, "Jika Pangeran sudah kukuh
untuk pergi bersama Paksi, maka Pangeran harus minta ijin
lebih dahulu kepada Ayahanda. Jika Pangeran pergi tanpa ijin
Ayahanda, maka aku akan terbebani tanggung jawab, karena
selama ini Pangeran dianggap menjadi seorang cantrik di
padepokan ini" "Baik, Ki Panengah. Aku akan minta ijin Ayahanda" Sambil
berpaling kepada Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
berkata, "Tolong, bantu aku Kakangmas, agar aku diijinkan.
Baik oleh Ayahanda Sultan maupun oleh Paman Pemanahan"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya,
"Sebenarnya aku juga ingin pergi, Adimas. Tetapi tidak
mungkin. Ayah tentu tidak mengijinkan. Kami harus mulai
memikirkan Tanah Mentaok yang dibuka. Ayahanda Sultan
telah memberikan isyarat, jika persoalan Harya Wisaka selesai, maka Ayahanda Sultan akan mulai memikirkan Hutan
Mentaok" "Waktunya masih lama, Kakangmas. Ayah nampaknya
terlalu lamban menangani Hutan Mentaok. Setelah persoalan
Paman Harya Wisaka selesai, Ayahanda baru akan mulai
menangani Hutan Mentaok. Akan mulai bagi Ayahanda dapat
berarti setelah setahun tetapi juga dapat berarti setelah
sepuluh tahun" Raden Sutawijaya tersenyum. Katanya, "Tetapi jika akan
mulai itu tiba-tiba datang" Sayang sekali, Adimas. Dalam
keadaan seperti sekarang ini, aku tidak boleh pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan Pajang. Setiap saat aku dan Ayah Pemanahan
dapat dipanggil oleh Ayahanda Sultan untuk membicarakan
persoalan Hutan Mentaok"
"Baiklah, Kakangmas. Namun aku minta Kakangmas
membantu aku agar aku dapat pergi bersama Paksi ke kaki
Gunung Merapi" "Sampai kapan, Dimas?"
"Tentu tidak dapat menyebut, berapa lama aku akan
mengembara bersama Paksi"
Raden Sutawijaya menarik nafas panjang. Katanya
kemudian, "Baiklah, Dimas. Aku akan membantu. Mudahmudahan Ayahanda Sultan tidak berkeberatan sehingga Paksi
tidak pergi seorang diri"
"Besok kita menghadap Ayahanda. Bukankah Ayahanda
berpesan, jika Paksi jadi akan pergi mencari adiknya, ia harus minta diri kepada Ayahanda Sultan?"
"Ya. Kita besok menghadap Ayahanda. Bukankah begitu,
Paksi" Sesuai dengan pesan Ayahanda"
"Hamba, Pangeran"
"Baiklah, Paksi. Jika kau memang berkeras untuk pergi
mencari adikmu, demikian pula jika Pangeran Benawa
berkeras untuk pergi bersama Paksi, maka kami tidak akan
dapat mencegah kalian. Tetapi sebaiknya kalian jangan pergi
esok pagi. Esok pagi dapat saja kalian menghadap Kangjeng Sultan.
Tetapi kami, aku dan Ki Waskita, minta kalian masih kembali
ke padepokan ini. Besok malam kami akan memberikan
beberapa pesan kepada kalian berdua sebagai murid-murid
dari padepokan ini" Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah,
Ki Panengah. Paksi tentu juga tidak akan berkeberatan"
Demikianlah, maka Ki Panengah dan Ki Waskita telah
sepakat untuk melepaskan Paksi dan Pangeran Benawa pergi,
meskipun mereka menyadari, bahwa perjalanan yang akan
ditempuh oleh Pangeran Benawa dan Paksi itu adalah
perjalanan yang sangat berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi
tidur di barak mereka. Ketika mereka berada di tengah-tengah
para cantrik maka berganti-ganti mereka bertanya, bagaimana
mereka bertiga mampu menangkap Harya Wisaka yang
disebut memiliki ilmu yang tinggi. Bahkan Harya Wisaka itu
tidak sendiri pada saat itu. Ia dikawal oleh beberapa orang
pengawalnya yang setia. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi tidak mau
mengecewakan kawan-kawannya para cantrik padepokan
Hutan Jabung itu. Karena itu, maka berganti-ganti mereka
berceritera untuk saling melengkapi.
Para cantrik itupun menjadi sangat kagum kepada ketiga
orang itu. Namun mereka berkata di dalam hati, "Tentu saja
putera Kangjeng Sultan dan putera Ki Gede Pemanahan itu
mempunyai banyak kelebihan. Sedangkan Paksi telah
mendapat tempaan khusus dari Ki Panengah dan Ki Waskita"
Baru sedikit lewat malam para cantrik itupun pergi ke
pembaringan mereka masing-masing.
Di hari berikutnya, Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya
dan Paksi pergi menghadap Ki Gede Pemanahan dan Kangjeng
Sultan untuk mohon diri. Sebagaimana diperintahkan oleh
Kangjeng Sultan, jika Paksi benar-benar akan pergi mencari
adiknya, supaya datang menghadap untuk mohon diri.
Ki Pemanahan memang menjadi terharu melihat kesediaan
Paksi menempuh bahaya untuk menemukan adiknya. Dengan
nada berat Ki Gede Pemanahan itu berkata, "Kau sadari sikap
adikmu terhadapmu, Paksi?"
"Ya, Ki Gede. Selagi belum terlanjur, aku ingin
membawanya kembali dari jalan sesat yang dipaksakan
kepadanya itu, Ki Gede"
"Aku hormati ketetapan hatimu itu, Paksi. Kebesaran
jiwamu dan cintamu kepada keluargamu. Tetapi kau pun
harus menghargai hidupmu sendiri"
"Ya, Ki Gede" "Kau harus dapat menilai dengar wajar padepokan yang
dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan itu. Jika kau memasuki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padepokan itu, maka kau akan sama saja dengan memasuki
sarang ular naga yang siap menyambutnya dengan mulut
menganga" "Aku mengerti, Ki Gede"
"Pikirkan sepanjang perjalananmu cara terbaik untuk
membawa adikmu pulang, Paksi"
"Ya, Ki Gede" Setelah memberikan banyak pesan-pesan yang sangat
berarti bagi Paksi, maka Ki Gede itupun kemudian berkata,
Kita pergi ke istana untuk menghadap Kangjeng Sultan
sekarang, Paksi" Demikianlah, bersama Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya
dan Ki Gede Pemanahan, Paksipun pergi ke istana memenuhi
perintah Kangjeng Sultan.
Seperti Ki Gede Pemanahan, Sultan Hadiwijaya merasa
kagum akan kesetiaan Paksi terhadap keluarganya. Meskipun
ia sadar, bahwa padepokan itu merupakan tempat yang
sangat berbahaya, namun ia akan berusaha untuk
menemukan adiknya yang sudah tersuruk ke dalamnya.
Seperti Ki Gede, maka Kangjeng Sultan yang juga sudah
kenyang pengalaman pengembaraan di masa mudanya,
memberikan banyak sekali pesan-pesan yang sangat berarti
bagi Paksi. Namun tiba-tiba saja Pangeran Benawa berkata,
"Ayahanda,
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hamba ingin mohon ijin untuk menemani Paksi" Kangjeng
Sultan memang agak terkejut. Dipandanginya Ki Gede
Pemanahan untuk mendapatkan pertimbangannya.
"Pangeran" berkata Ki Gede Pemanahan, "Pangeran harus
mempersiapkan diri untuk tugas-tugas kerajaan mendatang"
"Apakah Ayahanda dahulu juga pernah mempersiapkan diri
seperti itu di istana?" Pangeran Benawa itu justru bertanya.
"Tetapi sebagai menantu Kangjeng Sultan Trenggana di
Demak, aku banyak belajar di lingkungan istana, Benawa"
sahut Kangjeng Sultan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baru setelah Ayah berada di istana. Tetapi sebelumnya"
Sampai kapan waktu itu Ayah mengembara?"
Kangjeng Sultan menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa darah pengembaranya telah mengalir di tubuh
anaknya. Meskipun berbeda dengan dirinya yang lahir di
padukuhan kecil yang bernama Tingkir, sedangkan Pangeran
Benawa lahir di istana, namun ia tidak dapat mencegah
mengalirnya darah pengembaranya ke tubuh anaknya.
Sementara itu Pangeran Benawa telah menggamit Raden
Sutawijaya, agar ia membantunya mendesak ayahnya, Ki
Gede Pemanahan dan ayahanda angkatnya, Kangjeng Sultan
Hadiwijaya, agar mereka mengijinkan Pangeran Benawa pergi
bersama Paksi. Namun ternyata Raden Sutawijaya tidak berkata apa-apa.
Bahkan Raden Sutawijaya itu justru semakin menunduk.
Karena itu, maka Pangeran Benawa itu berkata pula, "Hamba
mohon, Ayahanda" "Menurut ceriteramu, ketika kau mengembara bersama
Paksi sebelumnya, kau dan Paksi telah menyamarkan diri.
Tidak ada yang tahu bahwa kau adalah Pangeran Benawa.
Namun sekarang kau tidak dapat melakukannya, karena adik
Paksi itu akan dapat segera mengenalimu. Dengan demikian,
maka seisi padepokan itu akan segera tahu, bahwa kau adalah
anak Sultan Hadiwijaya yang memenjarakan Harya Wisaka.
Apalagi jika Ki Gede Lenglengan itu benar-benar Lenglengan
yang aku kenal. Ia sangat berhati-hati"
Kangjeng Sultan menarik nafas dalam-dalam. Namun
Kangjeng Sultan itupun kemudian berkata, "Baiklah, Benawa.
Kau boleh pergi bersama Paksi. Tetapi aku ingin
menasehatkan kepada Paksi dan kau, Benawa. Sebaiknya
yang kalian lakukan adalah sekedar mencari dan menemukan
padepokan itu. Kemudian setelah kalian menemukannya, maka kalian
harus membawa sekelompok prajurit untuk memasuki
padepokan itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksud Ayahanda, jika kami menemukan padepokan yang
dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan, kami harus kembali ke
Pajang untuk mengambil dan kemudian membawa
sekelompok prajurit menyerang padepokan itu?"
"Ya" Sementara itu Ki Gede Pemanahanpun berkata pula, "Itu
adalah jalan yang paling baik untuk ditempuh, Pangeran"
"Tetapi kalau Ki Gede Lenglengan tidak berniat memusuhi
kami?" "Bukankah pasukan itu tidak menyerang padepokan itu
dengan serta-merta. Kalian harus membuat hubungan dengan
Ki Gede Lenglengan. Jika Ki Gede Lenglengan tidak ingin
memusuhimu, maka dalam hubungan itu, ia tentu akan
bersedia menyerahkan adik laki-laki Paksi. Tetapi jika tidak,
maka persoalannya akan menjadi lain"
Pangeran Benawa termangu-mangu sejenak. Di luar
sadarnya ia berpaling kepada Paksi.
"Kalian tidak mempunyai pilihan lain" berkata Kangjeng
Sultan. "Jika kalian memaksa diri karena kemudaan kalian,
sehingga darah kalian mudah mendidih, maka kalian akan
mengalami kesulitan yang mungkin tidak teratasi"
"Bagaimana pendapatmu, Paksi?"
Paksi memang tidak dapat mengelak. Jika ia menolak
petunjuk Kangjeng Sultan, maka mungkin Kangjeng Sultan
justru tidak dapat mengijinkan Pangeran Benawa pergi.
Pangeran Benawa tentu akan menjadi sangat kecewa.
Karena itu, maka Paksipun kemudian berkata, "Segala
sesuatunya terserah kepada Pangeran"
Pangeran Benawa memandang Raden Sutawijaya sekilas.
Namun Raden Sutawijaya itu justru berkata, "Adimas,
nampaknya jalan itu adalah jalan yang terbaik. Kita tidak
dapat membanggakan diri melampaui keterbatasan kita
masing-masing. Padepokan Ki Gede Lenglengan tentu berisi
beberapa orang cantrik dan putut yang sudah mewarisi
sebagian besar ilmu Ki Gede Lenglengan sebagaimana Raden
Suminar. Karena itu, seberapa pun tinggi ilmu Adimas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran dan Paksi, namun adalah sangat berbahaya jika
Pangeran dan Paksi ingin memaksakan kehendak kalian
kepada Ki Gede Lenglengan di padepokannya sendiri yang
dikerumuni oleh para cantrik, putut dan jejanggan"
Akhirnya Pangeran Benawa mengangguk-angguk sambil
berdesis, "Baiklah, Ayahanda. Hamba dan Paksi akan
menjalankan petunjuk Ayahanda"
Kangjeng Sultan Hadiwijaya menarik nafas panjang.
Katanya, "Jika kalian berjanji, maka Benawa akan aku ijinkan
pergi bersama Paksi. Bagaimanapun juga Benawa mempunyai
kedudukan khusus di Pajang, sehingga keselamatannya harus
mendapat perhatian. Bukan berarti aku mengabaikan
keselamatan Paksi. Tetapi kedua-duanya tidak boleh
terperosok ke dalam panasnya api yang menyala di dalam
dada kalian. Aku sekarang selalu mengucap sukur, bahwa aku
dapat melampaui masa-masa gejolak mudaku dengan
selamat, karena waktu itu aku kadang-kadang hanyut dalam
arus kemudaanku, sehingga aku sering kehilangan penalaran
yang wajar. Karena itu, aku dapat memperingatkan kalian,
agar kalian lebih berhati-hati dari sikap dan tingkah lakuku di masa muda. Bahkan aku kadang-kadang masih merasa ngeri
atas sikap dan tingkah lakuku sendiri di masa muda itu"
Pangeran Benawa dan Paksi menundukkan wajah mereka.
Mereka mengerti maksud pesan-pesan Kangjeng Sultan
Hadiwijaya yang di masa mudanya telah melakukan
pengembaraan yang sangat panjang. Banyak sekali
pengalaman-pengalaman yang didapatnya dalam
pengembaraan itu. Namun Kangjeng Sultan itu berkata lebih
lanjut, "Jika aku mendapat kesempatan untuk menjadi muda
kembali, aku tidak akan berani melakukan sebagaimana
pernah aku lakukan itu"
Peringatan itu terasa sangat keras di hati Pangeran Benawa
dan Paksi. Namun dengan demikian, maka Pangeran Benawa
dan Paksi akan mempertimbangkan segala tingkah lakunya
dengan lebih seksama lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, maka Ki Gede Pemanahanpun berkata,
"Jika demikian, Kangjeng Sultan, hamba akan menyiapkan
sekelompok pasukan khusus. Hamba ingin mengumpulkan
kembali para prajurit yang pernah mendapat tempaan khusus
untuk memburu Harya Wisaka bersama Pangeran Benawa,
Sutawijaya dan Paksi. Mereka akan berada kembali dalam satu kelompok yang
siap untuk menjalankan tugas apabila datang perintah untuk
pergi ke padepokan Ki Gede Lenglengan"
"Baiklah, Kakang. Kakang dapat menyusun sebuah
kelompok khusus yang akan dilengkapi dengan kuda agar dapat
bergerak lebih cepat. Namun jika kekuatan padepokan Ki Gede
Lenglengan itu jauh lebih besar dari kelompok yang sudah
Kakang siapkan, maka Kakang akan dapat berhubungan
dengan Ki Yudatama. Bukankah sebagian dari pasukannya
terdiri dari pasukan berkuda yang akan dapat bergerak
dengan cepat pula?" "Hamba, Sinuhun" Ki Gede Pemanahan menganggukangguk. Kangjeng Sultan itupun kemudian bertanya kepada Paksi,
"Kapan kau akan berangkat, Paksi?"
"Secepatnya, Sinuhun. Jika guru-guru hamba
memperkenankan, hamba akan berangkat esok pagi"
"Baiklah. Aku akan berdoa untukmu, Paksi, agar kau
berhasil menemukan adikmu itu" Kemudian Kangjeng Sultan
itupun berpaling kepada Pangeran Benawa. "Bawalah bekal
secukupnya. Mungkin kalian memerlukan uang. Bukan saja
untuk bekal perjalanan, tetapi mungkin kalian dapat
mempergunakannya untuk memperlancar usaha kalian
membebaskan adik laki-laki Paksi. Bukan saja seorang anak
muda. Tetapi mungkin di perguruan itu ada beberapa anak
muda yang akan disiapkan untuk satu perjuangan berjangka
panjang. Dan bahkan mungkin di perguruan itu pula
diharapkan akan tumbuh tunas untuk menggantikan
kepemimpinan Harya Wisaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima Kasih, Sinuhun. Hamba mohon doa restu"
"Tugas yang dibebankan kepadamu kali ini bukan saja
menyangkut kepentingan pribadimu dan keluargamu, Paksi.
Tetapi juga untuk kepentingan yang lebih besar lagi bagi
Pajang" "Hamba, Sinuhun"
"Nah, sekarang persiapkan segala-galanya bersama
Benawa" "Hamba, Sinuhun"
Dengan demikian, maka Pangeran Benawa, Paksi dan
Raden Sutawijayapun mohon diri. Namun mereka tidak
langsung keluar dari lingkungan istana. Tetapi Pangeran
Benawa telah membawa mereka ke kasatrian. Sementara itu,
Ki Gede Pemanahan masih berbincang dengan Kangjeng
Sultan Hadiwijaya. Dalam pada itu, Pangeran Benawapun segera
mempersiapkan segala sesuatunya menjelang
keberangkatannya bersama Paksi untuk mencari padepokan
yang dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan. Padepokan yang
belum diketahui tempatnya selain sekedar arahnya saja.
Seperti pesan ayahandanya, maka Pangeran Benawa dalam
pengembaraannya akan membawa uang yang cukup. Bukan
saja sebagai bekal, tetapi juga untuk keperluan-keperluan
yang lain. "Sayang sekali, aku tidak dapat ikut bersama kalian"
berkata Raden Sutawijaya.
"Doakan saja kami dapat berhasil dan selamat di
perjalanan, Kakangmas"
"Tentu, Adimas. Aku yakin, kalian adalah pengembarapengembara yang berpengalaman. Meskipun demikian, jangan
lupa kalian mohon perlindungan serta petunjuk-petunjuk-Nya
di sepanjang jalan" "Ya, Kakangmas. Nampaknya perjalanan kami kali ini tidak
akan terlalu lama. Kami akan segera menemukan padepokan
Ki Gede Lenglengan. Seterusnya seperti kanak-kanak, kami
akan pulang sambil merengek-rengek menyampaikannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada orang tuanya tentang anak-anak yang nakal yang
tidak dapat kami lawan sendiri"
"Maksud Ayahanda tentu tidak begitu, Adimas. Tetapi
Ayahanda yang sudah sangat berpengalaman mengembara itu
justru ingin berhati-hati. Penglihatan Ayahanda tentang
padepokan itu memaksa Ayahanda untuk mengambil langkahlangkah pengamanan. Apalagi Adimas Pangeran Benawa
seperti yang dikatakan oleh Ayahanda mempunyai kedudukan
yang khusus bagi Pajang"
Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Kakangmas benar.
Kamipun akan mematuhinya"
Beberapa saat kemudian, maka Pangeran Benawapun telah
selesai. Karena itu, maka Pangeran Benawapun telah minta
diri kepada Raden Sutawijaya. Demikian pula Paksi.
"Selamat jalan" desis Raden Sutawijaya yang juga memiliki
pengalaman mengembara yang luas.
Seperti pada saat-saat mereka mencari Harya Wisaka,
maka keduanya telah mengenakan pakaian orang
kebanyakan. Mereka keluar dari pintu gerbang samping. Para
prajurit yang bertugas di pintu gerbang itu sama sekali tidak
menjadi heran melihat Pangeran Benawa mengenakan
pakaian yang lusuh itu, karena Pangeran Benawa memang
sering melakukannya. Dari istana, maka Paksi mengajak Pangeran Benawa untuk
singgah di rumah Paksi. Paksi ingin menemui ibunya sebelum
berangkat mencari adik laki-lakinya itu.
"Berapa lama kau akan pergi, Paksi?"
"Aku tidak dapat mengatakannya, Ibu"
"Bukankah kau berjanji untuk menemani kami tinggal di
rumah ini?" "Tetapi adikku itu harus diselamatkan dari tangan para
pengikut Harya Wisaka. Meskipun Harya Wisaka sudah
tertangkap, namun keyakinan sesatnya masih akan dapat
tumbuh lagi setiap saat. Karena itu, aku ingin adikku dan
mungkin beberapa orang anak muda yang lain, dapat terlepas
dari pengaruh yang jahat itu, Ibu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya mengangguk kecil. Sementara itu adik perempuan
Paksipun bertanya, "Kakang Paksi akan membawa Kakang itu
pulang?" "Berdoalah. Semoga aku dapat membawanya pulang"
"Tetapi Kakang Paksi juga harus pulang"
"Tentu. Doamu tentu akan didengar oleh Yang Maha
Agung, sehingga Kakang akan pulang dengan selamat"
"Paksi" berkata ibunya, "apa saja yang akan kau bawa" Kau
mempunyai simpanan yang dapat kau pakai sebagai bekal"
Paksi berpaling kepada Pangeran Benawa yang berdesis,
"Kau tidak usah membawa apa-apa, Paksi. Aku kira bekal kita
sudah cukup" Namun Paksi itupun menyahut, "Jika kita terpisah dengan
tiba-tiba tanpa kita kehendaki, maka aku akan kekeringan di
pengembaraan" Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Baiklah. Terserah
kepadamu" Paksipun kemudian telah menyiapkan bekal pula
sebagaimana ia menempuh pengembaraan yang terdahulu.
Ketika kemudian Paksi minta diri, maka mata adik
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perempuannyapun menjadi berkaca-kaca. Katanya, "Jangan
terlalu lama pergi, Kakang"
Paksi mencium adiknya di kening sambil berdesis, "Aku
akan segera pulang. Jangan menangis"
Ibunya serta adiknya melepas Paksi dan Pangeran Benawa
di regol halaman. Setelah berjalan beberapa langkah Paksi
berpaling sambil melambaikan tangannya. Adik perempuan
dan ibunya pun melambaikan tangannya pula.
Namun kemudian Paksi dan Pangeran Benawapun
mempercepat langkahnya. Mereka akan menuju ke Hutan
Jabung. Menurut kedua orang gurunya, malam itu mereka
diminta untuk berada di padepokan sebelum mereka
berangkat mencari sebuah padepokan yang dipimpin oleh Ki
Gede Lenglengan. Ketika malam turun, maka Pangeran Benawa dan Paksi
yang sudah berada di padepokan, segera menghadap Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panengah dan Ki Waskita. Kedua orang itu tidak hanya
sekedar memberikan beberapa petunjuk tentang perjalanan
yang akan mereka tempuh. Tetapi keduanya juga memberikan
beberapa petunjuk tentang ilmu yang sudah mereka kuasai.
Ki Panengah dan Ki Waskita telah membuka beberapa
celah-celah dari ilmu yang mereka ajarkan, yang masih
mungkin dikembangkan. Sehingga dengan demikian, mereka
akan dapat mencari tataran yang lebih tinggi dari tataran
sebelumnya. "Kalian berdua mempunyai banyak kesempatan di dalam
pengembaraan kalian untuk mencobanya. Tetapi kalian harus
berhati-hati. Kalian tidak boleh tergesa-gesa. Tetapi kalian
harus memperhitungkan segala kemungkinan yang dapat
terjadi. Kalian harus memperhitungkan kesediaan wadag
kalian mendukung perkembangan ilmu kalian, karena kalian
tidak dapat memaksa kemampuan kewadagan kalian
melampaui yang seharusnya"
Keduanya mengangguk-angguk. Sementara itu Ki
Panengahpun berkata, "Aku tahu, bahwa ilmu dan
kemampuan Pangeran Benawa sulit untuk dijajagi. Karena itu,
aku mohon Pangeran dapat membimbing Paksi
mengembangkan ilmunya melalui celah-celah yang sudah
kami sebutkan itu" "Terima kasih atas pujian ini, Ki Panengah. Tetapi apakah
yang dapat aku lakukan" Apakah aku mempunyai kelebihan
dalam olah kanuragan?"
Ki Panengah dan Ki Waskita tertawa. Dengan nada rendah
Ki Waskita berkata, "Jika saja kami belum mengenal
Pangeran" Pangeran Benawa hanya menarik nafas dalam-dalam.
Demikianlah mereka berbincang sampai jauh lewat tengah
malam. Ki Waskita bahkan berkata, "Kalian tidak usah tergesagesa beristirahat. Meskipun besok kalian akan pergi, tetapi
kalian tidak terikat oleh waktu. Kalian dapat saja berangkat
pagi-pagi sekali. Tetapi kalian dapat berangkat lewat tengah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari. Sementara itu jika kalian lelah di perjalanan, maka kalian dapat saja beristirahat kapan saja"
"Ya, Guru" desis Paksi.
Karena itu, maka Ki Panengah dan Ki Waskita masih saja
memberikan petunjuk-petunjuk terpenting bagi perjalanan
Paksi dan Pangeran Benawa serta petunjuk-petunjuk untuk
dapat mencapai tataran tertinggi dari ilmu mereka.
Baru ketika terdengar ayam jantan berkokok untuk yang
terakhir kalinya, Ki Panengahpun berkata, "Nah, sekarang
kalian boleh beristirahat"
Pangeran Benawa dan Paksipun telah pergi ke
pembaringan mereka. Namun malam tinggal sejemput lagi.
Meskipun demikian, keduanya masih sempat tidur beberapa
saat. Namun merekapun segera terbangun ketika kawankawannya, para cantrik padepokan itu bangun.
Pangeran Benawa dan Paksi memang tidak nampak
tergesa-gesa. Mereka dapat berangkat kapan saja. Jika
mereka ingin berangkat pagi-pagi, bukannya karena mereka
dikejar waktu. Tetapi mereka ingin berjalan sebelum sinar matahari
menggatalkan kulit mereka. Baru setelah matahari naik, serta
setelah mereka bersama-sama para cantrik makan pagi, maka
Pangeran Benawa dan Paksipun minta diri.
Ki Panengah memberikan ucapan selamat atas nama para
cantrik. Ia mengharap bahwa Pangeran Benawa dan Paksi
segera kembali ke padepokan.
"Kami akan segera kembali" berkata Paksi di hadapan para
cantrik dan kedua orang gurunya. "Selama ini Raden
Sutawijaya akan tetap berada di padepokan ini. Mungkin sore
nanti atau esok pagi, Raden Sutawijaya telah berada disini"
Kedua orang guru Paksi itu mengantarnya sampai ke regol
padepokan. Demikian pula para cantrik, bahkan beberapa
orang yang bertugas menyelesaikan padepokan itu.
Di regol, Ki Waskita sempat berdesis, "Sekarang kalian
benar-benar hanya berdua. Kami tidak dapat mengikuti
perjalanan kalian sebagaimana pernah kami lakukan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mengerti, Guru" jawab Paksi. "Kami mohon doa restu"
Demikianlah, maka kedua orang itu telah meninggalkan
padepokan mereka di Hutan Jabung. Mereka mengenakan
pakaian orang kebanyakan. Paksi membawa tongkatnya
sementara Pangeran Benawa siap dengan pisau belatinya
yang berada di bawah kain panjangnya. Gelang yang lebar
yang dikenakan di pergelangan tangannya di bawah bajunya
yang berlengan panjang. Keduanya memang tidak tergesa-gesa. Mereka
meninggalkan padepokan setelah matahari menjadi semakin
tinggi. Mereka berjalan menyusuri jalan di pinggir Hutan
Jabung. Perjalanan mereka memang belum perjalanan yang sangat
jauh. Tetapi jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang
rumit. Mereka menempuh perjalanan ke arah Gunung Merapi.
Padepokan yang mereka cari mungkin berada di kaki Gunung
Merapi. Tetapi mungkin pula berada di lambungnya. Mungkin
padepokan itu berada di lingkungan yang berpenghuni, tetapi
mungkin pula tidak. "Apakah kita akan melihat ladang kita di sisi selatan kaki
Gunung Merapi?" berkata Pangeran Benawa tiba-tiba. "Apakah
gubuk itu masih ada" Tanaman-tanaman yang kita tinggalkan.
Rumpun-rumpun pohon pisang. Air terjun dan goa di
belakangnya?" "Kita akan mencari padepokan itu lebih dahulu, Pangeran"
"Ya. Kita akan mencari padepokan itu dahulu"
Pangeran Benawa dan Paksi berjalan seenaknya saja.
Mereka sempat memperhatikan pohon-pohon raksasa yang
tumbuh di Hutan Jabung. Meskipun Hutan Jabung tidak terlalu
luas, tetapi Hutan Jabung adalah hutan yang tua. Pepohonan
yang terdapat di dalamnya adalah pohon-pohon yang sudah
tua pula, sehingga tumbuh menjadi pohon-pohon raksasa. Di
dalamnya terdapat pula binatang buas yang berkeliaran.
Pangeran Benawa dan Paksi yang berjalan di sebelah pohonpohon raksasa itu merasa diri mereka seperti orang-orang
kerdil. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali-sekali mereka menengadahkan wajah mereka
memandang rimbunnya dedaunan. Namun beberapa saat
kemudian, mereka meninggalkan jalan setapak di pinggir
Hutan Jabung. Mereka turun ke jalan yang sedikit lebih lebar
lagi melintas padang perdu yang ditumbuhi oleh gerumbulgerumbul liar. Di sana-sini masih terdapat beberapa pohon
yang besar. Bahkan berkelompok. Di dekat gumuk kecil,
terdapat sekelompok pohon-pohon raksasa yang tumbuh
mengitari sebuah belumbang yang airnya penuh dengan
reruntuhan daun-daun kering.
Namun di dalamnya terdapat ikan-ikan yang besar
berkeliaran di bawah permukaan, yang sekali-sekali
menyembulkan kepalanya. Ikan-ikan yang semakin lama
menjadi semakin besar, karena tidak seorang pun yang
pernah mengambil ikan di belumbang yang dianggap keramat
itu. Apalagi tempat itu memang agak jauh dari padukuhanpadukuhan yang berpenghuni.
Ketika matahari mulai turun, maka mereka telah berada di
sebuah bulak yang panjang. Panjang sekali. Jalannya yang
mulai naik perlahan-lahan, berkelok-kelok menghindari
gumuk-gumuk padas serta lereng sungai-sungai kecil terjal
dan licin. "Kita berada di daerah Manjung, Paksi" berkata Pangeran
Benawa. "Ya" Paksi mengangguk-angguk. "Nampaknya jalan ini
jarang dilalui orang. Hanya para petani yang sawahnya berada
di bulak ini sajalah yang sering melewati jalan ini"
"Jalan ini adalah jalan ke Nglungge"
"Nglungge?" "Ya. Jalan ini adalah jalan yang paling dekat untuk pergi ke
Nglungge. Sebenarnya jalan ini bukan jalan yang sepi. Dari
Nglungge orang dapat pergi memanjat kaki Gunung Merapi
atau melingkar ke Ponggok, Klalung, Jati Anom dan jika kita
melingkari Gunung Merapi sepanjang kakinya, dan sampai di
sisi selatan, kita akan sampai ke daerah pengembaraan kita
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi dari Nglungge kita akan meneruskan perjalanan
memanjat kaki Gunung Merapi. Kita tidak akan melingkar ke
sisi sebelah selatan"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Ia mengerti,
bahwa Paksi terlalu gelisah karena adik laki-lakinya yang
hilang itu. Sebenarnyalah jalan yang dilalui itu bukan jalan yang
terlalu sepi. Mereka menyusuri jalan itu menuju ke Manjung.
Dari Manjung mereka akan turun ke sebuah sungai yang tidak
terlalu besar untuk menyeberang.
Di sore hari mereka sampai di Manjung. Langit sudah mulai
nampak buram. Pakaian Pangeran Benawa dan Paksi yang
lusuh itu sudah menjadi basah oleh keringat. Meskipun
sebenarnya jarak ke Manjung tidak terlalu jauh, tetapi karena
jalan yang berkelok-kelok dan menanjak, maka perjalanan itu
mereka tempuh beberapa lama.
Dua orang berkuda mendahului Pangeran Benawa dan
Paksi yang menepi. Kuda-kuda itu tidak berlari terlalu
kencang. Agaknya jalan memang agak licin meskipun tidak
turun hujan. Lereng-lereng batu padas itu rasa-rasanya mengandung air
sehingga di satu dua tempat, batu-batu padas itu menjadi
basah. Bahkan titik-titik air seakan-akan meleleh dari lubanglubang kecil pada batu-batu padas itu.
"Di sini terdapat banyak air" desis Pangeran Benawa.
"Ya" Paksi mengangguk-angguk. "Parit itu tentu tidak
pernah kering" "Tanah persawahan itu juga merupakan tanah yang subur.
Batu-batu padas itu bagaikan menyibak dan berkumpul pada
gumuk-gumuk kecil yang terdapat di bulak itu"
"Tentu hasil kerja keras para petani"
"Ya" Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Ketika
keduanya akan memasuki padukuhan Manjung, mereka harus
menepi lagi. Dua orang berkuda yang lain telah mendahului
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka pula di pintu gerbang tanpa mau menunggu Pangeran
Benawa dan Paksi melewatinya.
"Kaki kuda itu hampir menginjak kakiku" desis Pangeran
Benawa. Paksi memandang kedua orang berkuda itu yang tanpa
berpaling melanjutkan perjalanan mereka menyusuri jalan
padukuhan Manjung. Ternyata Manjung adalah sebuah padukuhan yang cukup
besar dan ramai. Kesejahteraan para penghuninya pun
nampaknya tidak tertinggal dari para penghuni padukuhan
dekat pintu gerbang kota. Rumah-rumah di sebelahmenyebelah jalan induk padukuhan Manjung itupun terdiri dari
rumah-rumah yang cukup besar di halaman yang luas. Namun
sayang, bahwa rumah-rumah itu nampaknya kurang
terpelihara sehingga nampak kurang rapi dan kurang bersih.
"Kau pernah datang ke padukuhan ini, Paksi?" bertanya
Pangeran Benawa. "Belum, Pangeran. Hamba baru sekali pergi mengembara di
sisi selatan Gunung Merapi"
Demikianlah, keduanya memasuki Padukuhan Manjung
semakin dalam. Mereka mulai melihat isi dari padukuhan itu.
"Pangeran pernah datang kemari?"
"Beberapa tahun yang lalu. Tetapi padukuhan ini belum
seramai sekarang" "Apakah beberapa tahun yang lalu jalan ini belum
merupakan jalur perjalanan seperti sekarang?"
"Nampaknya sekarang jalan ini juga menjadi jalur
perdagangan" Paksi mengangguk-angguk. Paksi itu bahkan tertegun
ketika ia melihat sebuah kedai di pinggir jalan. Tidak hanya
satu. Tetapi dua dan bahkan tiga.
"Nampaknya kita akan sampai ke sebuah pasar" berkata
Paksi. "Ya. Memang ada pasar di pinggir padukuhan ini. Tetapi
seingatku, pasar di padukuhan ini adalah pasar yang hanya
ramai sepekan sekali"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin hari ini hari pasaran"
Pangeran Benawa itupun mengangguk-angguk. Katanya,
"Mungkin hari ini memang hari pasaran"
"Apakah Pangeran akan singgah?"
"Panggil aku Wijang"
"Wijang" ulang Paksi.
"Ya. Wijang. Kau kenal nama itu"
Paksi tersenyum. Tetapi ia harus mengingat-ingat, bahwa ia
berjalan bersama Wijang. Beberapa saat kemudian, mereka sudah menjadi semakin
dekat dengan pasar. "Pangeran" desis Paksi.
"Namaku Wijang"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian,
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wijang, langit sudah menjadi semakin muram. Tetapi
nampaknya pasar itu masih ramai"
"Tetapi suasananya lain, Paksi. Ramainya tidak seperti
ramainya pasar kebanyakan"
Paksi mengangguk-angguk. Namun keduanyapun melangkah terus. Ketika mereka
melewati kedai-kedai yang masih membuka pintunya, mereka
melihat ada beberapa orang yang berada di dalam kedai itu.
Mereka pun melihat beberapa ekor kuda yang terikat di
lorong sebelah pasar itu.
"Ada apa sebenarnya?" desis Pangeran Benawa yang lebih
senang dipanggil Wijang itu.
Paksipun merasa heran. Tetapi pasar itu nampak hidup
meskipun menjelang malam.
Paksi dan Wijangpun kemudian berhenti di pasar itu.
Mereka tidak masuk ke dalam sebuah kedai yang masih
terbuka dan melayani banyak orang. Tetapi Paksi dan Wijang
duduk di dekat seorang penjual nasi yang menjajakan
dagangannya di sebelah regol pasar.
"Ada minumannya, Bibi?" bertanya Wijang.
"Ada. Ada, Ngger. Wedang sere dengan gula kelapa"
"Aku haus, Bi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Satu atau dua mangkuk?"
"Dua mangkuk, Bi. Adikku ini juga haus"
Sejenak kemudian, keduanyapun sudah menghirup
minuman yang ternyata masih hangat.
"Nasinya, Ngger?"
"Nasi apa, Bi?"
"Nasi megana, Ngger"
"Baik, Bi. Beri kami dua pincuk nasi megana"
Sejenak kemudian, Paksi dan Wijangpun telah sibuk
menyuapi mulut mereka dengan nasi megana yang agak
pedas. Meskipun demikian Wijang itu masih sempat bertanya, "Ada
apa, Bi" Tempat ini nampaknya masih ramai meskipun
matahari sudah turun"
"Hari ini hari pasaran, Ngger"
"O. Tetapi aku tidak melihat lagi orang berjualan di pasar
seperti kebanyakan pasar. Tidak ada sayuran, tidak ada
barang-barang kerajinan bambu seperti tenggok, tenong, irig
dan sebagainya. Tetapi ada pula orang berjualan gula kelapa
kain tenun dan lain-lainnya"
"Tadi pagi ada, Ngger"
"Tetapi orang-orang itu masih belum pergi, Bi. Justru
orang-orang berkuda. Kedai-kedai itu masih banyak
pembelinya. Bahkan nampaknya Bibipun masih mengharap beberapa
orang pembeli lagi" "Apakah kalian berdua belum pernah datang sebelumnya di
pasar Manjung ini?" "Aku tahu di sini ada pasar, Bi" jawab Pangeran Benawa.
"Tetapi seingatku hanya ramai di hari pasaran di pagi hari"
Perempuan separo baya yang menjual nasi itu tersenyum.
Katanya, "Tadi pagi pasar ini ramai sebagaimana pasar yang
lain di hari pasaran. Sedangkan orang-orang yang sekarang
berada di pasar ini adalah orang-orang yang besok pagi akan
melanjutkan perjalanan ke Nglungge di seberang sungai. Dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sana mereka akan memencar menurut keperluan mereka
masing-masing" "O" Wijang mengangguk-angguk.
Sementara Paksipun bertanya, "Kenapa mereka harus
berhenti disini dan justru memilih hari yang sama berbareng
dengan hari pasaran?"
Perempuan itu tidak segera menjawab. Tiga orang duduk
pula di tikar yang dibentangkan di sebelah dagangannya
digelar. "Kalian akan pergi kemana lagi?" bertanya penjual nasi itu
kepada ketiga orang yang duduk di tikar itu pula. Nampaknya
ketiga orang itu sudah sering datang dan makan nasi megana.
"Kami mengantar pesanan Ki Demang Ponggok" jawab
seorang di antara mereka.
"Apa yang dipesannya?" bertanya penjual nasi itu.
"Bukan barang berharga, Yu. Bahkan bagi orang lain tidak
ada harganya sama sekali"
"Apa?" "Kain dan baju yang sudah terhitung tua"
"Untuk apa?" "Ki Demang sangat mencintai ibunya. Kain dan baju itu
adalah milik ibunya yang baru saja meninggal. Ki Demang
tidak minta warisan apapun, kecuali dua lembar kain panjang
dan baju yang sudah tua yang sering dipakai oleh ibunya
semasa hidupnya. Sementara itu ia merelakan rumah,
halaman dan sawah peninggalan orang tuanya dibagikan
kepada adik-adiknya. Menurut Ki Demang, ia sudah
mendapatkan warisan memangkunya"
"O" perempuan itu mengangguk-angguk. Namun kemudian
katanya sambil menunjuk Paksi dan Wijang, "Kedua anak
muda ini heran, kenapa banyak orang yang berkumpul di
pasar ini, sementara masa pasaran pagi tadi sudah lewat"
Ketiga orang itu memandang Wijang dan Paksi sejenak.
Seorang di antara merekapun bertanya, "Kalian dari mana,
anak-anak muda?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami adalah pengembara yang tidak mempunyai papan
dan tidak mempunyai tujuan tertentu"
"Asalnya. Kalian berasal dari mana?"
"Kami kakak beradik yang berasal dari Gunung Lawu.
Tetapi sepeninggal orang tua kami, maka kami pergi
mengembara. Beberapa lama kami tinggal di Pajang,
mengabdi kepada seorang tumenggung. Tetapi gejolak yang
terjadi di Pajang memaksa kami meninggalkan Ki
Tumenggung yang ternyata telah ditangkap"
"O" orang itu mengerutkan dahinya. Tanpa diduga oleh
Wijang, orang itupun bertanya, "Tumenggung siapa" Aku
mengenal nama beberapa tumenggung"
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Meskipun agak ragu,
namun iapun berdesis, "Ki Tumenggung Sarpa Biwada"
Orang itu mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Tumenggung
Sarpa Biwada memang sudah ditangkap"
"Jadi Ki Sanak juga tahu bahwa Ki Tumenggung Sarpa
Biwada itu ditangkap?"
"Ya. Aku mendengarnya. Waktu itu aku berada di dalam
kota mencari dagangan"
"Dagangan apa?" bertanya Paksi.
"Wesi aji. Aku adalah pedagang wesi aji. Tetapi kali ini kami
bertiga tidak membawa wesi aji itu. Yang kami bawa justru
kain dan baju yang sudah lusuh"
"Hanya kain dan baju yang sudah lusuh harus dibawa oleh
tiga orang?" bertanya penjual nasi itu.
Seorang di antara ketiga orang itu, yang rambutnya sudah
keputih-putihan, berkata, "Kain dan baju lusuh itu nilainya
lebih tinggi dari pusaka yang manapun juga bagi Ki Demang di
Ponggok" Tetapi perempuan penjual nasi itu mencibirkan bibinya.
Katanya, "Aku tidak percaya. Nampaknya kau mencurigai aku,
bahwa aku akan mengatakan kepada para penyamun itu
bahwa kau membawa barang berharga"
"Ah, kau ini aneh-aneh saja, Yu. Aku tidak pernah
mencurigaimu. Kenapa aku harus curiga kepadamu" Kau di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini mencari nafkah. Aku setiap kali lewat di sini juga mencari nafkah. Jadi buat apa kita menjadi saling curiga?"
Perempuan itu terdiam. Namun tangannya masih sibuk
membuat pincuk, menyenduk nasi dan kemudian
membubuhkan sayur-sayuran yang direbus bersama bumbu
megana yang pedas. "Jadi apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berkumpul
di sini sekarang kecuali makan-makan di kedai, duduk-duduk
sambil berbincang atau duduk makan lesehan seperti ini?"
bertanya Wijang. Salah seorang laki-laki itu berkata, "Jadi kau benar-benar
belum tahu, kenapa kami sekarang berkumpul disini?"
Wijang mengangguk. "Anak-anak muda, kita semuanya akan ke Nglungge.
Mungkin dari Nglungge kita akan menempuh jalan yang
berbeda. Tetapi kami akan bersama-sama menyeberang
sungai yang memisahkan Padukuhan Manjung ini dan
Padukuhan Nglungge" "Di atas sungai itu terbentang sebuah sasak bambu, karena
di atas sungai itu tidak ada jembatan, maka kami harus
berjalan melalui sasak itu jika kaki kami dan barangkali
pakaian kami tidak ingin basah"
"Jadi setiap orang yang menyeberang akan melalui sasak
itu?" "Ya. Kita akan dipungut uang untuk biaya memelihara
sasak itu" Wijang mengangguk-angguk. Namun Paksipun kemudian
bertanya, "Tetapi kenapa mereka yang akan menyeberang itu
harus berkumpul lebih dahulu disini, baru kemudian
menyeberang bersama-sama?"
Laki-laki itu memandang Paksi dan Wijang berganti-ganti.
Baru kemudian iapun berkata, "Anak-anak muda, dalam
keadaan yang biasa, memang tidak ada persoalan yang perlu
dirisaukan. Tetapi kadang-kadang terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Di kedua mulut sasak itu, kadang-kadang tidak
hanya berdiri para petugas yang akan mengumpulkan uang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagi mereka yang menyeberang. Tetapi ada sekelompok
orang yang berwajah garang dan berhati curang. Mereka tidak
sekedar memungut uang untuk memelihara sasak itu. Tetapi
mereka memaksa agar orang-orang yang menyeberang itu
memberikan apa saja yang mereka bawa.
Bahkan kuda-kuda mereka. Sehingga karena itu, maka
kami bersepakat untuk berkumpul di sini dan bersama-sama
menyeberang. Jika terjadi sesuatu, maka kami akan dapat
melawan bersama-sama. Selain itu kami telah mengupah
beberapa orang untuk menjaga keamanan kami di kedua
mulut sasak itu" "Penyamun?" bertanya Paksi dengan serta-merta.
"Ya. Penyamun" Paksi dan Wijang mengangguk-angguk. Dengan nada datar
Paksipun berkata, "Sekarang aku menjadi jelas"
"Ya" sahut Wijang, "untunglah bahwa kita tidak mempunyai
apa-apa yang dapat diminta oleh para penyamun itu"
"Kadang-kadang orang yang tidak membawa apa-apa
dapat menyeberang lewat sasak itu dengan selamat. Tetapi
kadang-kadang mereka yang tidak membawa apa-apa itu
akan menjadi bahan permainan para perampokan itu"
"Maksud Ki Sanak?" bertanya Wijang.
"Orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa itu sama
sekali tidak berarti bagi para perampok. Karena itu, orangorang yang tidak membawa apa-apa itu dapat diperlakukan
apa saja. Pernah seorang gadis yang tidak membawa
perhiasan ditangkap. Kakinya diikat dan kepalanya
dibenamkannya ke dalam air. Tentu saja gadis itu merontaronta. Tetapi di mata mereka, hal itu menjadi tontonan yang
lucu. Baru ketika gadis itu hampir mati, ia dilepaskan.
Dibiarkannya keluarganya membawanya pergi. Tetapi lebih
malang lagi nasib seorang anak muda. Ia justru dibunuh
dengan cara yang buruk sekali"
"Tetapi kenapa Ki Sanak masih juga akan menyeberang
dengan hanya membawa barang-barang yang tidak berguna
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali bagi para perampok itu. Apakah dengan demikian,
kalian tidak akan mengalami kesulitan"
Ketiga orang itu menjadi gagap. Tetapi seorang di antara
merekapun menyahut, "Kita akan menyeberang beramairamai. Para penyamun itu tentu akan berpikir ulang sebelum
ia benar-benar merampok. Selain itu, bahkan mungkin sama
sekali tidak ada perampokan. Karena itu, kami mempunyai
kemungkinan untuk keluar dengan selamat lebih besar
daripada kemungkinan untuk mengalami bencana di
perjalanan" Perempuan penjual nasi megana itu tertawa. Katanya,
"Ceriteramu berputar-putar. Kau tentu membawa wesi aji
yang sangat berharga, atau perhiasan yang nilainya tidak
terhingga, sehingga kalian bertiga harus bersama-sama
mengawalnya" "Ah, kau itu, Yu. Sudah aku katakan, aku tidak membawa
apa-apa selain kain dan baju yang lusuh"
"Mungkin kau memang tidak membawa apa-apa. Tetapi
kawanmu itu?" "Kawanku juga tidak. Yang seorang lagi juga tidak. Aku
sumpah, Yu" Penjual megana itu tertawa semakin keras. Katanya,
"Kenapa kau sumpah kepadaku" Membawa atau tidak
membawa, bukankah sama saja bagiku asal kau bayar harga
nasi megana yang kau makan itu"
Ketiga orang itupun tertawa pula. Bahkan Paksi dan Wijang
pun ikut tertawa. Sejenak kemudian, setelah selesai makan dan membayar
harganya, ketiga orang itupun minta diri. Namun Paksi dan
Wijang masih saja duduk di sebelah penjual nasi megana itu.
"Nampaknya Bibi mengenal mereka dengan baik" berkata
Wijang. "Mereka sudah sering lewat jalur ini. Tetapi aku juga tahu,
bahwa mereka adalah orang-orang yang sering menerima
upah untuk menyampaikan barang-barang berharga lewat
jalur yang berbahaya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut pengakuan mereka, kali ini mereka mengantar
kain dan baju yang lusuh itu"
Penjual nasi itu tertawa. Katanya, "Mereka selalu berkata
tidak sebenarnya. Mereka selalu merahasiakan apa yang
mereka bawa" "Tetapi apakah benar di mulut sasak di sungai itu sering
terdapat sekelompok penyamun?"
"Ya. Itu benar, anak-anak muda. Penyamun yang berharga"
"Sering atau pernah terjadi sekali saja?"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Seringkali, anak muda. Jalur ini adalah jalur yang ramai.
Namun setelah para pedagang serta mereka yang sering
mengantar barang-barang berharga itu berkumpul dahulu
sebelum menyeberang, maka perjalanan mereka menjadi lebih
aman. Perampokan menjadi semakin jarang. Apalagi setelah
mereka menemukan saat-saat menyeberang dari dua arah.
Besok, saat matahari sepenggalah, maka orang-orang yang
akanmenyeberang itu sudah harus berada di mulut sasak itu.
Baik yang menyeberang dari arah ini maupun dari arah yang
berlawanan. Merekapun kemudian menyeberang bergantian.
Dengan demikian, jika terjadi perampokan, maka para
perampok itu akan menghadapi jumlah orang yang lebih besar
lagi, karena mereka yang menyeberang dari kedua sisi itu
sepakat untuk bekerja bersama menghadapi perampokan di
sisi yang manapun" "Satu cara yang baik sekali untuk melindungi diri sendiri"
desis Wijang. Sementara itu, Paksipun bertanya, "Jadi baru esok pagi
menjelang matahari sepenggalah mereka baru menyeberang?"
"Ya" jawab penjual nasi megana itu.
Dalam pada itu, langitpun menjadi semakin muram. Cahaya
layung yang tajam nampak meliputi wajah langit. Perlahanlahan malampun turun menyelubungi Padukuhan Manjung.
Satu dua orang telah duduk pula di tikar yang terbentang di
sebelah penjual nasi megana itu. Sambil menghirup minuman,
merekapun makan nasi megana dalam pincuk daun pisang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka yang tidak cukup membawa bekal, atau mereka
yang sengaja ingin menghemat, memang lebih baik duduk
makan nasi megana atau nasi tumpang lesehan daripada
masuk ke dalam sebuah kedai yang harga minuman dan
makanannya tentu lebih mahal.
Pangeran Benawapun kemudian membayar harga nasi
megana yang dimakannya bersama Paksi, serta harga
minuman bagi mereka. Namun Pangeran Benawa yang dipanggil Wijang itu
berkata, "Apakah kami boleh duduk disini, Bibi?"
"Silahkan. Bukankah tikarku cukup luas?"
"Terima kasih, Bibi"
Beberapa saat Wijang dan Paksi masih duduk di atas tikar
di sebelah penjual nasi megana itu. Sementara itu masih saja
ada orang yang datang untuk membeli nasi megana.
Untuk menerangi dagangannya, penjual nasi megana itu
telah menyalakan lampu dlupak yang agak besar yang diisi
dengan minyak kelapa. Sementara itu, di regol pasar telah
dinyalakan oncor pula. "Di mana mereka nanti malam tidur, Bibi?" bertanya Paksi.
"Rumah yang panjang di sebelah pasar itu adalah sebuah
penginapan. Bukan saja orang-orang yang ingin
menyeberang. Tetapi juga para pedagang yang tadi siang
membawa barang dagangan dengan pedati, biasanya
bermalam di rumah panjang itu"
Paksi mengangguk-angguk. Ia melihat rumah panjang yang
dimaksud oleh penjual nasi megana itu. Iapun melihat
beberapa buah pedati yang berada di depan rumah yang
panjang itu. "Jika kau akan menginap pula di sana, kau harus
membayar, Ngger" berkata penjual nasi itu.
"Membayar?" "Ya. Di dalam rumah yang panjang itu ada amben yang
besar memanjang. Di tempat itu orang-orang yang menginap
itu tidur. Di belakang rumah yang panjang itu terdapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa buah pakiwan bagi mereka yang menginap jika
mereka akan mandi" Paksi mengangguk-angguk. "Kau akan menginap di sana?"
"Kami dapat tidur di mana saja, Bibi" jawab Paksi.
"Tidur di mana saja" Maksudmu" Apakah kau akan pergi ke
banjar dan mohon ijin untuk tidur di sana tanpa membayar"
Sia-sia. Sudah agak lama penunggu banjar itu sudah
mendapat perintah agar banjar itu tidak dipergunakan untuk
menumpang tidur di malam hari atau menumpang istirahat di
siang hari" Wijang dan Paksi saling berpandangan sejenak. Namun
kemudian Paksipun berkata, "Kami dapat tidur sambil duduk
bersandar dinding itu, Bibi. Kami dapat juga tidur berselimut
udara dingin. Sudah terbiasa bagi kami tidur di mana saja"
"Ngger, jika kalian mau, daripada kalian tidur di manamana, sementara kau harus membayar jika tidur di rumah
yang panjang itu, kau dapat tidur di rumahku. Tanpa
membayar. Meskipun rumahku tidak sebagus rumah yang
berjajar di pinggir jalan itu, tetapi aku dapat memberi tempat kepada kalian berdua. Asal kalian mau tidur di tempat yang
sederhana" "Terima kasih, Bibi. Terima kasih" sahut Paksi dengan
serta-merta. "Tetapi biarlah kami di sini saja"
Perempuan itu tersenyum. Katanya, "Terserahlah kepada
kalian. Tetapi di malam hari, dinginnya menggigit tulang.
Lebih-lebih lagi menjelang dini"
"Ya, Bibi. Bahkan sekarang pun rasa-rasanya sudah sangat
dingin" "Karena itu, jangan tidur di luar. Kalian akan dapat
kedinginan" Paksi tidak menjawab. Sementara itu Wijangpun berkata,
"Bibi, kami mengucapkan terima kasih atas kebaikan Bibi.
Kami sekarang mohon diri. Kami ingin melihat-lihat tempat
yang ramai di sepanjang hari ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya di hari pasaran, Ngger. Orang-orang itu
menyeberang bersama-sama setiap sepekan sekali. Agar
mereka mudah mengingat-ingat, maka waktunya dibuat
bersamaan dengan hari pasaran"
Wijang dan Paksipun kemudian meninggalkan penjual nasi
megana itu. Mereka melihat-lihat lingkungan pasar yang
menjadi semakin sepi. Tetapi kedai-kedai di pinggir jalan itu
masih membuka pintunya. Masih ada satu dua orang yang
datang untuk makan malam di kedai-kedai itu. Orang yang
mempunyai bekal yang cukup, sehingga mereka tidak mau
makan lesehan di pinggir pasar. Atau mungkin di antara
mereka terdapat orang-orang yang berkedudukan.
Di sebelah pasar itu terdapat sebuah halaman yang luas
berdinding rendah. Di halaman yang luas itu terdapat dua
buah rumah yang membujur panjang. Agaknya rumah itu
belum terlalu lama dibangun. Bahkan yang satu agaknya lebih
baru dari yang lain. "Mereka menginap di sini" berkata Wijang. "Ya" Paksi
mengangguk-angguk. "Aku ingin melihat keadaan di dalamnya"
"Apakah kita akan menginap di sini?"
"Ya. Kita tidak berkeberatan jika kita harus membayar"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
mengangguk sambil berdesis, "Ya. Kita akan membayar"
Wijangpun berpaling kepadanya sambil mengerutkan
dahinya. Sementara Paksi berkata, "Bukankah kau membawa
uang?" Wijang termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian
tertawa pendek sambil menjawab, "Kau juga membawa uang"
Sejenak kemudian, keduanya telah menemui orang yang
mengurusi penginapan itu untuk minta ijin bermalam. "Kau
tahu bahwa menginap di sini harus membayar?" bertanya
orang yang mengurusi penginapan itu. Seorang yang bertubuh
tinggi tegap dan berkumis lebat.
"Mengerti, Paman"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, kalian harus membayar lebih dahulu. Ada dua pilihan.
Yang tidur di amben lajur panjang atau di amben yang
terpisah-pisah masing-masing untuk seorang"
"Tentu memilih di amben yang terpisah-pisah"
"Membayarnya lipat dua"
Wijang memandang Paksi sekilas. Namun kemudian iapun
berkata, "Kami akan tidur di amben lajuran itu saja, Paman"
"Baiklah. Kau dapat memilih apakah kau akan tidur di
amben lajur yang berada di sebelah barat atau di sebelah
timur" Setelah membayar buat dua orang, maka keduanyapun
masuk ke dalam barak yang memanjang itu.
Keduanya berdiri termangu-mangu sejenak. Ada empat
amben panjang yang membujur di dalam ruang itu. Kemudian
beberapa amben yang terpisah-pisah buat seorang. Namun
agaknya amben yang terpisah itu tinggal beberapa saja yang
masih kosong. Namun agaknya tidak lama lagi, amben-amben yang
terpisah-pisah itu akan terisi penuh.
Keduanyapun kemudian pergi ke amben panjang yang
membujur di sebelah pintu. Beberapa orang sudah lebih
dahulu duduk-duduk di amben itu. Beberapa macam barang
bawaan terletak di amben itu pula. Beberapa bungkusan kebakeba yang terbuat dari daun pandan. Beberapa buah keba
kulit dan bahkan peti-peti kayu yang tidak begitu besar.
Memang tidak semua yang menginap di rumah yang
panjang itu akan menyeberangi sungai pergi ke Nglungge. Di
antara mereka terdapat beberapa orang pedagang yang di
hari pasaran itu menggelar dagangannya di pasar Manjung.
Di ujung amben itu, beberapa orang telah berbaring sambil
berbincang. Agaknya mereka adalah pedagang-pedagang
yang lelah setelah di pagi hari menunggu dagangan mereka,
kemudian membenahinya dan memuat di dalam pedati.
Di sisi yang lain, di amben-amben yang terpisah itupun
beberapa orang telah berbaring pula. Agaknya mereka adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedagang-pedagang yang lebih kaya. Atau orang-orang yang
berkedudukan, yang makan di kedai-kedai di pinggir jalan.
Wijang yang duduk sambil memeluk lutut di sebelah paksi
itupun berdesis, "Nampaknya keadaan ini menguntungkan
bagi Padukuhan Manjung dan barangkali juga orang-orang
Nglungge" Paksi mengangguk-angguk sambil menyahut, "Ya. Ada
pemasukan khusus setiap sepekan sekali. Orang yang memiliki
tanah ini ternyata penalarannya cukup trampil sehingga
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan di
lingkungannya. Rumah ini tentu menghasilkan lebih banyak
daripada jika tanah ini ditanami palawija atau pohon buahbuahan" "Tetapi untuk membangun rumah ini diperlukan modal
yang besar" Wijang mengangguk-angguk. Namun sambil mengamati
tulang-tulang bangunan itu, ia berdesis, "Semuanya kayu
glugu. Yang agaknya ditebang dari halaman ini sendiri"
Paksipun mengangguk-angguk pula.
Beberapa saat kemudian, beberapa orang telah memasuki
rumah yang panjang itu pula. Dari pembicaraan orang-orang
yang ada di sekitarnya, Wijang dan Paksi mengetahui, bahwa
rumah panjang yang satu lagi yang lebih kecil, dipergunakan
oleh orang-orang perempuan.
Ketika malam menjadi semakin dalam, maka orang-orang
yang ada di rumah panjang itu mulai membaringkan dirinya.
Berjajar di amben yang panjang pula. Sebagian besar dari
mereka adalah orang-orang yang sudah saling mengenal.
Seorang laki-laki yang bertubuh tinggi agak kekurus-kurusan
yang kemudian berbaring di sebelah Paksi yang masih duduk
bersama Wijang, bertanya, "Anak muda, aku belum pernah
melihat kalian sebelumnya. Siapakah kalian berdua dan kalian
akan pergi ke mana sehingga kalian harus bermalam di
tempat ini?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi saling berpandangan sejenak. Dengan
nada datar Wijangpun menjawab, "Kami tidak mempunyai
tujuan tertentu. Kami adalah pengembara yang menjelajahi
tanah ini menurut langkah kaki saja"
Orang itu tertawa. Dengan nada tinggi iapun berkata,
"Tetapi kalian mempunyai banyak uang sehingga kalian dapat
bermalam di tempat ini"
"Kami tidak mempunyai banyak uang. Tetapi kami tidak
mempunyai pilihan lain. Adikku ini tubuhnya terlalu lemah,
sehingga jika kami bermalam di udara terbuka, maka ia akan
dapat menjadi sakit"
"O" orang itu mengerutkan dahinya. "Jika adikmu sakitsakitan, kenapa kau ajak ia mengembara?"
"Kami sedang mencari satu lingkungan yang lebih baik. Di
dalam pengembaraan kami, mungkin kami dapat
menemukannya" "Kalian tadi yang membeli nasi megana di sebelah regol
pasar itu?" "Ya. Kami tadi membeli nasi megana di sebelah regol
pasar" Orang itu terdiam. Bahkan ia mulai memejamkan matanya.
Sementara itu malampun menjadi semakin malam. Paksi dan
Wijang telah berbaring pula. Orang-orang yang berada di
dalam rumah yang panjang itu sebagian besar juga telah
berbaring, meskipun masih ada yang berbincang perlahanlahan dengan orang yang berbaring di sampingnya.
Empat buah pintu dari rumah panjang tanpa sekat itu telah
ditutup dan diselarak dari dalam, kecuali satu yang dijaga oleh seorang petugas.
Dalam penglihatan Wijang dan Paksi, beberapa orang lakilaki yang bermalam di rumah panjang itu sebagian besar
membawa senjata. Bahkan para pedagang yang menggelar
dagangannya di pasar Manjung di hari pasaran itu juga
bersenjata. Mereka harus mengamankan uang hasil jualannya.
Tetapi mereka yang tidak akan menyeberang ke Nglungge,
tidak merasa begitu gelisah. Jalan-jalan yang menuju ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat lain tidak segawat sasak penyeberangan yang menuju
ke Nglungge. Sejenak kemudian, maka ruangan itupun menjadi sepi.
Yang terdengar kemudian adalah dengkur orang-orang yang sudah
tertidur lelap. Seorang yang gelisah karena tidak dapat tidur, telah bangkit dan turun dari pembaringannya. Perlahan-lahan
ia naik ke amben yang lain, yang masih tersisa tempat.
Agaknya ia tidak tahan mendengar dengkur orang yang tidur
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di sampingnya. Paksi dan Wijang berbaring diam. Tetapi mereka masih
belum tidur. Baru menjelang tengah malam, Wijang mulai
lelap. Tetapi Paksi masih belum tidur. Ia mulai memikirkan
adiknya yang berada di sebuah padepokan yang tidak
diketahuinya yang dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan.
Padepokan yang berisi orang-orang yang tentu merupakan
pendukung kuat dari Harya Wisaka.
Bahkan meskipun Harya Wisaka sudah tertangkap, namun
keyakinan mereka tentang perjuangan Harya Wisaka masih
melekat di hati mereka. Ketika udara malam menjadi semakin dingin, maka Paksi
menarik kain panjangnya untuk menyelimuti tubuhnya.
Matanyapun mulai terpejam. Kesadarannya perlahan-lahan
mulai menjadi kabur Tetapi tiba-tiba mata Paksi justru telah terbuka lagi. Ia
bahkan terkejut, karena ia mendengar suara burung kedasih
yang ngelangut. Tetapi suara burung kedasih itu agak aneh di
telinga Paksi. Terdengar agak tergesa-gesa dan gelisah. Paksipun
kemudian menggamit Wijang. Namun sebelum Paksi berkata
sesuatu, Wijang itupun berdesis perlahan, "Suara burung
kedasih itu?" "Aku kira kau tertidur" desis Paksi.
"Aku memang tertidur. Tetapi suara burung kedasih itu
cukup keras untuk membangunkan aku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi terdiam. Didengarkannya suara burung kedasih itu
dengan seksama. "Hati-hati, Paksi. Di mana tongkatmu?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Tongkatnya diletakannya
di sampingnya. "Apa yang harus kita lakukan?" bertanya Paksi.
"Menunggu. Kita tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
menunggu. Namun agaknya perkembangan keadaan yang
akan terjadi, bukan yang kita harapkan"
"Agaknya orang-orang yang terbiasa menunggu di sasak
penyeberangan itu menjadi tidak sabar lagi, sehingga mereka
akan datang kemari" "Selain itu, lawan merekapun tidak sebanyak jika mereka
menunggu di penyeberangan itu. Di sini tidak ada orang-orang
yang datang dari arah Nglungge. Bukankah mereka sepakat
untuk melawan bersama-sama, baik yang datang dari
Manjung maupun yang datang dari Nglungge"
"Ya. Mereka mempunyai beberapa keuntungan jika mereka
datang kemari. Selain orang-orang yang menyeberang, di sini
ada beberapa orang pedagang yang tadi pagi menjual
dagangannya di pasar ini"
"Ya. Jumlah mereka tentu tidak sebanyak orang-orang yang
akan menyeberang dari Nglungge. Namun uang yang ada
pada mereka tentu cukup banyak. Hasil penjualan dagangan
mereka pagi tadi" Keduanyapun kemudian berdiam diri. Nampaknya orang
yang bertugas jaga di satu-satunya pintu yang tidak diselarak
itu tertidur. Wijang itulah yang kemudian bangkit dan turun dari
pembaringannya. Kemudian perlahan-lahan ia berjalan ke
pintu. Dari celah-celah pintu dilihatnya orang yang menjaga
pintu itu duduk di sebelah pintu. Namun agaknya orang itupun
tertidur. Wijang menjadi ragu-ragu. Jika ia keluar dari rumah itu dan
mencoba membangunkan orang itu, maka orang itu akan
dapat mencurigainya kelak. Ia dapat dianggap keluar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah panjang itu untuk memberi isyarat kepada sekelompok
orang yang mungkin akan berniat jahat.
Karena itu, Wijang tidak keluar dari dalam rumah itu.
Tetapi Wijang telah mendorong pintu yang sedikit terbuka itu,
sehingga daun pintu lereg itu menyentuh orang yang bertugas
sehingga terbangun. Ketika orang itu menggeliat dan menguap, maka
Wijangpun segera kembali ke pembaringannya.
Orang yang bertugas itupun bangkit berdiri. Sambil
mengusap matanya ia melangkah hilir mudik untuk
menghilangkan kantuknya. Sekali ia menguap. Namun
kemudian, iapun duduk kembali di sebelah pintu.
Tetapi tiba-tiba saja ia terkejut. Petugas itupun mendengar
suara burung kedasih yang terdengar asing. Karena itu, maka
iapun segera bangkit berdiri.
"Suara itu terdengar semakin keras" berkata Paksi.
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia justru telah
berbaring kembali. Apalagi setelah ia mendengar langkah
petugas di luar pintu itu tergesa-gesa pergi.
"Kemana orang itu?" bertanya Paksi.
"Orang itu tentu akan melaporkan kepada kawankawannya. Mungkin kepada pemilik rumah ini"
"Orang yang menyuarakan isyarat itu bukan seorang
penghubung yang baik. Ia tidak dapat menirukan suara
burung kedasih dengan baik. Sebenarnya banyak cara untuk
menyampaikan isyarat. Tetapi nampaknya suara burung
kedasih sering dipergunakan"
"Ya. Suara burung kedasih, burung kulik atau tuhu.
Burung-burung yang berkeliaran di waktu malam. Sekali-sekali
ada yang mempergunakan suara burung hantu atau suara
anjing liar" "Itu tentu akan lebih baik"
Keduanyapun terdiam. Suara burung kedasih itu terdengar
semakin jelas. Tetapi justru karena itu, menjadi semakin jelas pula bahwa suara itu bukan suara seekor burung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian, tiga orang telah memasuki rumah
panjang itu. Seorang membawa pedang telanjang, seorang
membawa tombak pendek dan seorang membawa bindi.
Ketiga orang itupun telah membangunkan orang-orang yang
bermalam di rumah panjang itu.
"Ada apa?" bertanya seorang yang bertubuh gemuk.
"Bangunlah. Siapkan senjata kalian"
"Ada apa?" Ketiga orang itu telah mendekati seorang di antara mereka
yang tidur di amben yang terpisah itu. Dengan nada berat
seorang di antara mereka berkata, "Hati-hatilah, Ki Sudagar.
Aku mendengar suara burung yang aneh"
"Kenapa dengan suara burung" Apakah kau percaya bahwa
suara burung di malam hari mempunyai pengaruh buruk bagi
seseorang?" "Suara burung kedasih itu, Ki Sudagar"
"Bagaimana dengan burung kedasih" Bukankah suara
burung kedasih selalu seperti itu" Aku akan tidur. Jangan
ganggu aku lagi. Persetan dengan suara burung kedasih itu"
Seorang yang mengawal Ki Sudagar mendesak maju
dengan menyibak ketiga orang yang membangunkan mereka
itu. Katanya, "Ki Sudagar, dengar suara burung itu baik-baik"
"Ya. Kenapa dengan suara burung itu" Apakah kau juga
menjadi ketakutan seperti para petugas ini?"
"Ki Sudagar belum mendengarkan suara burung itu dengan
seksama" "Kenapa?" "Dengarlah" Ketika Ki Sudagar mulai mendengarkan suara burung itu,
maka suara itupun terdiam. Tetapi Ki Sudagar masih
mendengar suara itu dua tiga kali.
Tiba-tiba wajahnya menjadi tegang. Katanya, "Apakah itu
isyarat bahwa ada sekelompok penjahat yang akan datang
kemari?" "Kami belum tahu pasti, Ki Sudagar. Tetapi aku minta Ki
Sudagar berhati-hati. Jika orang-orang datang kemari malam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, tentu ada sebabnya. Selama ini mereka belum pernah
datang langsung kemari"
"Persetan. Tentu ada pengkhianatnya di antara kita"
"Belum tentu, Ki Sudagar. Mungkin mereka sudah
mengetahui bahwa malam ini Ki Sudagar ada di sini. Mereka
tentu mengira, bahwa Ki Sudagar tentu membawa barangbarang berharga. Mungkin barang yang diperjual-belikan.
Mungkin barang-barang berharga milik dan dikenakan oleh Ki
Sudagar sendiri" "Tidak seorang pun tahu bahwa aku akan menyeberang
esok" "Jangan berkata begitu. Banyak orang yang dapat
mengenali ujud Ki Sudagar. Mungkin mereka tidak sengaja
berkhianat. Tetapi pembicaraan dari mulut ke mulut yang
menyebut bahwa Ki Sudagar ada di sini ternyata sampai ke
telinga para penyamun itu"
"Lalu mereka datang kemari malam ini?"
"Kira-kira begitu, Ki Sudagar"
"Anak iblis. Tetapi bukankah kita dapat melawan?"
"Tentu. Kita sudah berjanji akan melawan bersama-sama"
Wajah Ki Sudagar menjadi sangat tegang. Dipandanginya
orang-orang yang bertugas di penginapan itu. Katanya,
"Bagaimana pendapat kalian?"
"Kita memang akan melawan bersama-sama. Mungkin Ki
Sudagar merupakan umpan terbesar sehingga memancing
mereka untuk datang kemari. Mereka tidak sabar menunggu
esok di sasak penyeberangan. Tetapi jika orang-orang jahat
itu datang kemari, berarti semua orang yang ada di sini akan
kehilangan" Dua orang pengawal Ki Sudagar yang lainpun telah
mendekat pula. Seorang di antara mereka bersenjata golok
yang besar. Dengan suara parau orang itu berkata, "Kita tidak
Pendekar Kidal 1 Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Sepasang Naga Lembah Iblis 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama