Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 24

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 24


sini, tujuannya jelas mengadakan kembali keonaran dan kejahatan, tadi sudah kusuruh Tu Hong seng agar tetap menginap di losmen
Liong kip, dan secara diam2 menyelidik dan mengawasi gerak-gerik mereka, kau orang baru, jelas pihak musuh belum ada yang
mengenalmu, maka tugas ini kuserahkan padamu seluruhnya . . . .
. ...." "Berkat kebijaksanaan Jongtai, maka tugas yang diserahkan
padaku pasti akan kukerjakan sekuat tenaga," demikian Lim Cu jing memberikan janjinya.
"Tugas Lim-heng yang pertama sekarang adalah, kaupun harus menginap ke Losmen Liong kip itu, secara diam2 kau boleh
mengadakan kontak dengan Tu Hong seng, bila menemukan orang
yang patut dicurigai, Tu Hong seng tidak leluasa bertemu muka
dengan mereka, maka tugasmulah yang menyelidikinya secara
diam2 lalu kau mengadakan hubungan dengan Pui Hok-ki, cuma
ada satu hal harus Lim heng perhatikan, yaitu jangan terburu nafsu mengejar pahala, supaya tidak mengejutkan pihak lawan."
"Hamba mengerti," sahutLimCu jing.
"Baik, setelah kau baca habis laporan ini boleh segera berlalu, bila tiada urusan penting tidak usah kau sering kembali ke markas sini, supaya jejak asal usulmu tidak konangan musuh," lalu dia berpaling dan bicara kepada Pui Hok-ki: "Tugas ini seluruhnya kuserahkan kepada barisan kesatu, dari sini kau boleh langsung
bawa Lim-heng ke kesatuanmu, supaya anak buahmu mengenal
wakilmu dan Lim-heng kenal juga anak buahnya, bila di luar
markas bertemu dalam menjalankan tugas, mereka harus tunduk
pada perintah Lim-heng,"
Pui Hok-ki mengiakan, sambil munduk2.
Dikala mereka bicara Lim Cu-jing sudah baca laporan Tu Hongseng, kejadian hancurnya Hek-liong-hwe seperti yang ditulis dalam laporan Tu Hong-seng memang sesuai dengan kenyataan. Cuma
demi kepentingan pribadinya dia terlalu menonjolkan jasa2 pribadi sendiri, bagaimana dia tertawan musuh oleh obat bius keluarga Un, bagaimana pula dia berusaha menipu musuh tidak gugup
sedikitpun meski menjadi tawanan, dan akhirnya berhasil melarikan diri setelah mengelabui musuh Diam2 Lim Cu-jing menghela napas, pikirnya: "Bila manusia sudah kemaruk pangkat dan harta, sampai matipun dia tidak akan insaf akan kesalahannya."
Akhirnya dia tutup laporan itu serta menaruhnya di atas meja,
katanya: "Hamba sudah membacanya, Jongtai."
"Dalam laporan Tu Hong seng ini cukup jelas, wajah, usia dan ciri para pemberontak, ini banyak membantu bagimu dalam
menjalankan tugas, kau mengingatnya semua"
"Beberapa orang penting sudah kuingat dengan baik," sahut Lim Cu-jing.
"Baiklah, sekarang kalian boleh berangkat,"ucap Ki Sengjiang.
Pui Hok-ki dan Lim Cu jing menjura bersama dan
mengundurkan diri. Setelah kembali di tempatnya, Pui Hok-ki lantas mengumpulkan
anak buahnya dan memperkenalkan Lim Cu-jing kepada mereka,
terutama kepada komandan ketiga kelompok pasukannya, yaitu
kepala kelompok pertama bernama Go Jong-gi, berusia empat
puluhan, muka putih tubuh kurus kecil, mirip pelajar yang lemah lembut. Kepala kelompok kedua bernama Ko Siang seng,
perawakan sedang, mukanya lonjong kurus, usianya sekitar lima
puluhan. Kepala kelompok ketiga bernama Thio Ih-bin, agak
gemuk, usianya juga sudah empat puluh lebih.
Akhirnya Pui Hok-ki berkata: "Baiklah, sekarang tiada urusan lain, kalian boleh bubar, Go Jong-gi, kau saja yang tinggal di sini."
-Kemudian berkata pula Pui Hok-ki kepada Go Jong-gi: "Lim-heng akan menginap di Tang sun-can untuk melakukan tugas rahasia,
untuk ini kutugaskan kau selalu mengadakan kontak dengan Limheng, ada pesan dan petunjuk apapun dari Lim-heng harus segera
kau laksanakan." "Hamba mengerti " sahut Go Jong-gi lalu ia berputar
menghadap Lim Cu-jing, katanya: "Jilingpan entah ada pesan apa?"
"Setiap malam setelah makan malam kuharap Go-lingpan
datang ke kamarku, supaya hubungan tetap diadakan, kalau ada
kejadian atau urusan mendadak satu sama lain bisa berunding,
entah bagaimana pendapat Go heng?"
"Jilingpan bekerja secara rapi, sudah tentu hamba terima
petunjuk saja." "Di luar markas harap Go heng tidak memanggilku demikian
lagi, kita saling membahasakan saudara saja, untuk ini Go-heng
tidak boleh lalai " Melihat hari sudah sore, Lim Cu-jing lantas menjura kepada Pui
Hok-ki, katanya: "Toalingpan, waktu sudah mendesak, biarlah hamba mengundurkan diri."
"Ya, demitugas, bolehlahsegeraberangkat,"ucapPui Hok ki.
Setelah minta diri kepada Pui Hok-ki, bersama Go Jong-gi
mereka terus keluar markas menuju ke istal, kuda tunggangan Lim Cu jing sudah disiapkan, dia cemplak ke punggung kuda dan
berpisah dengan Go Jong-gi, langsung dibedal ke Tang-sun-can.
Waktu itu sudah magrib, pelayan yang bertugas di luar segera
menyongsong kedatangan Lim Cu-jing dan menyapa dengan
tertawa : "Lim-ya, kau sudah kembali lagi."
Lim Cu jing mengangguk, dengan tangkas dia melompat turun,
tanyanya: "Masih ada kamar?"
"Silah Lim-ya tanya saja di kantor, hamba tugas di luar, kurang terang keadaan didalam."
Waktu Lim Cu jing melangkah masuk, kasir hotel ter gopoh2
menyambutnya, Lim Cu-jing bertanya pula: "Ciangkun, masih ada kamar istimewa?"
Kasir ini bersikap hormat berlebihan, katanya munduk2: "Hamba tidak tahu bahwa Lim-ya adalah tamu agung sehingga pelayanan
kurang baik, harap Lim-ya memberi maaf sebesar2nya, rekening
Lim-ya beberapa hari yang lalu sudah dilunasi seluruhnya oleh Jin loya, kamar yang Lim-ya perlukan sekarang masih ada, mari
silakan periksa, entah mencocoki selera Lim ya tidak?"
Tang-sun-can adalah hotel terbesar di seluruh Jiat-ho dengan
restorannya pula, waktu itu lampu baru saja dipasang, restorannya bertingkat lima dengan lima ruangan makan yang besar, luas dan
nyaman, seluruhnyasudahhampirdipenuhitetamu.
Dengan enteng, Lim Cu-jing melangkah ke atas loteng, seorang
pelayan menyambutnya dengan tertawa: "Tuan hanya seorang diri, silahkan ikut hamba." -Lalu dia berlari kecil di depan, dalam suasana yang riuh ramai dan penuh sesak, untuk mencari tempat
dudukdiruang makanseluasini memangbukansoal gampang.
Pelayan membawa Lim Cu-jing ke sebuah meja yang dekat
jendela menghadap jalan raya, setelah menarik kursi dia
menyilakan dengan tertawa: "Silakan tuan duduk di sini saja, tamu cukup banyak, terpaksa satu sama lain saling mengalah."
Pada meja itu sudah ada dua orang, pedagang yang sedang
makan minum sambil berundang soal dagang. Maka merekapun
tidak hiraukan kedatangan Lim Cu-jing, Cu-jing juga tidak
pedulikan mereka, seorang diri dia pesan makanan serta
menunggu dengan sabar. Dikala dia berduduk itulah, sekilas dilihatnya dimeja sebelah
kanan sana duduk tiga orang. Seorang nenek sudah ubanan
rambutnya, seorang lagi nyonya muda jelita, dari dandanan
mereka seperti ibu mertua dengan menantunya, Seorang lagi yang
duduk di depan mereka adalah kakek kurus bermuka kuning, meski
semeja tampaksikapnyaamathormatdan munduk2.
Begitu melihat ketiga orang ini, hampir saja Lim Cu-jing
berteriak. Soalnya ketiga orang ini adalah samaran ibunya, Bok-tan dan Ting Kiau. Walau mereka sudah berganti rupa, tapi Lim Cu-jing tetap dapat mengenalnya.
Mengapa ibu juga berada di Jiat-ho" Demikian dalam hati dia
bertanya2. Maka Lim Cu-jing angkat poci menuang secangkir teh, dengan
pura2 menikmati air teh panas yang dihirupnya sedikit demi sedikit Lim Cu jing gunakan ilmu gelombang suara berkata kepada nenek
itu: "Bu, bagaimana kaupun datang kemari?"
Nenek itu memang samaran Thi-hujin, mendengar bisikan suara
Ling Kun-gi, sekilas tampak dia melengak, lekas sekali dia
berpaling, segera iapun dapat melihat Lim Cu-jing. Karena dia
sedang makan, sudah tentu orang lain tidak perhatikan bila
bibirnya lagi bergerak bicara, dengan ilmu yang sama dia
menjawab: "Anak Gi, kau sudah menemukan Ki Seng-jiang"
Sorenya setelah kau berangkat, nona Pui mendadak minggat,
mungkin diapun menyusul ke Jiat-ho ini, maka ibumu bersama
Un-cengcu dan Cu-cengcu terbagi dalam tiga rombongan mencari
jejaknya kemana2, sayang tidak ketemu."
Mencelos hati Lim Cu jing mendengar kabar ini, Tu Hong-seng
bilang di jalanan pernah melihat beberapa kelompok kaum
pemberontak, jelas yang dilihat adalah rombongan ibunya dengan
rombongan Un-cengcu dan Cu cengcu. Untung Ki Seng-jiang
serahkan tugas ini padaku, kalau tidak bukankah segala
persoalannya akan terbongkar, Yang menjadi beban pikirannya kini adalah Pui Ji-ping, memang nona itu pernah belajar ilmu rias untuk menyamar ala kadarnya, bila ketiga rombongan orang yang
mencarinya ini bertemu muka secara langsung juga pasti tidak
mengenalnya lagi. Nona ini memang binal, sifat kanak2 masih menghayati setiap
gerak langkahnya yang suka iseng, apa saja yang dipikirkan lantas dikerjakannya. Yang dikuatirkan adalah si nona bertindak secara ceroboh. bukan saja bakal menggagalkan rencananya, malah
membawa kesulitan pula. Sesaat pikirannya jadi kusut dan gelisah, dia memegang cangkir
pura2 seperti orang minum pelan2, dengan ilmu gelombang suara
dia ceritakan pengalamannya selama berada di sini.
Thi-hujin terdiam sebentar, katanya kemudian: "Anak Gi apa kau tidak merasakan semua ini terlalu mudah kau peroleh" Bukan
mustahil pihak lawan memang sengaja mengatur semua ini untuk
menjebakmu kedalamperangkapnya?"
"Ibu tidak usah kuatir, hal ini tidak mungkin, anak juga tidak semudah itu kena tipu mereka."
"Ini daerah kekuasaan mereka, apapun kau harus hati2,"
demikian pesan Thi-hujin.
Bok tan duduk di samping Thi-hujin, sudah tentu segera diapun
merasakan adanya tanda2 yang tidak beres ini, tak tahan dia
bertanya:"Apakahpopokurangselera makanhidangandisini?"
Dengan tersenyum Thi-hujin menggeleng lalu memberi tahu
dengan suara lirih. Bok-tan menjadi jengah dan melirik ke arah Lim Cu-jing.
Selanjutnya Lim Cu-jing beritahu bahwa Tu Hong-seng juga
sudah berada di Jiat-ho sini serta telah melaporkan kepada Ki Seng jiang tentang jejak mereka, maka dia anjurkan setelah menemukan Pui Ji ping harus cepat2 meninggalkan Jiat-ho supaya tidak
mengganggu rencananya, juga jangan menginap di hotel, carilah
rumah penduduk saja. "Baiklah, besok kami akan pindah keluar kota," demikian ucap Thi-hujin, "ibu belum sempat mengadakan kontak dengan Un-cengcu dan Cu-cengcu, entah di mana sekarang mereka berada,
tapi ini soal sepele, asal ibu meninggalkan tanda rahasia akhirnya pasti dapat bertemu dengan mereka."
Lim Cu-jing mengucapkan syukur. Kebetulan pelayan datang
membawakan pesanan makanannya.
Thi-hujin, Bok-tan dan Ting Kiau sudah selesai makan, beriring
mereka berdiri, Ting Kiau merogoh kantong membayar rekening
dan turun ke bawah. Tak lama kemudian Lim Cu jing pun turun dari loteng. Saat itu
suasana di jalan raya masih ramai. Sekeluar dari Tang-sun-can,
Lim Cu jing langsung menuju ke losmen Liong kip.
Losmen Liong-kip jauh lebih kecil, letaknya juga di ujung gang, maka tamu2 yang menginap di sini kebanyakan adalah kaum
pertengahan atau orang2 yang kurang mampu keuangannya. Pada
hal dalamgang ini masih ada delapan hotelyang lain, Tu Hong seng justeru menginap di losmen yang paling kecil dan murah,
tujuannya sudah tentu supaya tidak diperhatikan orang.
Seperti lazimnya pelayan segera menyambut kedatangan Lim
Cujing dengan sikap ramah yang berkelebihan, "Toaya ingin
kamar, meski keciltapi kamar kami cukupbersih untuk istirahat."
"Cayhe hanya ingin mencari seorang teman saja," ucap Lim Cu jing.
Mendengar orang bukan cari kamar, tawa dan sikap ramah si
pelayan seketika kuncup, tapi melihat dandanan dan perawakan
Lim Cu-jing gagah, tak berani dia bersikap sembarangan,
tanyanya: "Toaya hendak cari siapa?"
"Adakah seorang tuan Tu yang menginap di sini?"
Mendengar orang she Tu yang menginap di kamar kelas satu
yang dicari, kembali mekar tawa si pelayan, katanya sambil
munduk2 pula: "Ada, ada, kiranya tuan adalah kenalan Tu-toaya, silakan, silakan, biar kutunjukkan tempatnya."
Dengan langkah lebar segera si pelayan berlari2 ke dalam serta
berteriak: "Tu-ya, ada kenalan-mu mencarimu."
"Siapa?" pintu kamarpun terbuka, begitu melihat Lim Cu jing, sekilas Tu Hong-seng tertegun, lekas dia menjura dan menyapa:
"O, kiranya Ji.."
Cepat Lim Cu-jing melangkah maju, tukasnya dengan tertawa:
"Cayhe Lim Cu-jing, Tu-heng tidak kira akan kedatanganku
bukan?" -Sembari bicara berulang kali dia memberi tanda kedipan mata, maksudnya supaya tidak membocorKan rahasia dirinya di
depan pelayan. Sebagai kawakan Kangouw, segera Tu Hong-seng paham
maksudnya, maka dia tertawa katanya:
"Sungguh tak nyana kedatangan Lim-heng, lekas silakan duduk di dalam. Hahaha, inilah yang dinamakan dirantau ketemu orang
sekampung." Lengan Lim Cu-jing digenggam serta digoyang2kan, lalu menyilakan tamunya masuk. dia berpesan kepada pelayan:
"Pelayan, lekas bikin teh."
Pelayan mengiakan dan mengundurkan diri.
Tu Hong-seng segera tutup pintu, cepat dia menjura, katanya:
"Hambatidaktahu kedatanganJilingpan, harapdimaafkan."
Lim Cu-jing mengulap tangan, katanya tertawa bangga: "Tuheng, memangnya tempat apa di sini" Lebih baik kita saling
membahasakan saudara saja."
"Ya. . . . . silakan duduk Lim-heng," sejenak Tu Hong-seng tergagap.
Lim Cu jing tidak sungkan, dia duduk di kursi sebelah sana.
Pelayan telah datang pula membawa dua cangkir kosong dan
sepoci teh wangi panas. Tu Hong-seng mengisi secangkir penuh, dengan sikap menjilat
segera dia aturkan ke depan Lim Cu jing, katanya: "Silakan minum Lim-heng."
"Terima kasih," ucap Lim Cu-jing, lalu dia duduk dengan bersikap kereng, katanya tegas: "Laporan Tu-heng sudah kubaca dengan seksama." Padahal laporan Tu Hong-seng diserahkan
kepada Ki Seng jiang, bahwa dia mengatakan sudah membaca
laporan itu, berarti dia adalah orang terpercaya dari Ki Seng-jiang.
Dari Ki Lok, kacung Ki Seng-jiang, Tu Hong-seng sudah
mendapat tahu bahwa Jilingpan yang baru ini adalah utusan dari
istana Hok, asal usulnya tentu luar biasa. Sudah tentu sikapnya sangat hormat, lalu ia mohon petunjuk, katanya: "Entah
bagaimana pendapat dan petunjuk Lim-heng?"
Lim Cu jing tertawa tawar, mendadak dia berbisik: "Jongtai serahkan perkara ini padaku untuk menyelesaikannya , ada
beberapasoalyangingin kutanyakankepadaTu heng."
"Ada soal apa yang kurang jelas, boleh Lim-heng tanyakan, bila kutahu tentu kujelaskan."
"Yang ingin kutanyakan adalah beberapa kelompok orang2 Pek hoa pang yang pernah Tu heng lihat di tengah jalan itu, entah di mana Tu-heng melihat mereka" Berapa orang dan siapa saja
mereka?" "Tengah hari kedua setelah aku keluar dari perbatasan, di
daerah kim kou-tun kulihat seorang tua dan muda beserta dua
nona, laki2 tua muda itu aku tidak mengenainya, tapi kedua nona itu sudah kukenal baik."
"Siapa kedua nona itu?"
"Lim-heng sudah melihat laporanku itu, tentunya juga tahu
bahwa dari Ceng liong tam Yong King-tiong dan Ling Kun-gi pernah menolong dua laki dan dua perempuan, dua nona yang kulihat itu
adalah nona2 yang ditolong keluar dari Ceng-liong-tam itu, kalau tidakkeliru sheTongdan sheCu."
"Laki2 tua muda yang dimaksud tentu Cu Bun-ho dan Tong
Siaukhing," demikian pikir Lim Cu-jing. Dengan mengangguk dia memberi komentar, "Ya, tapi belum tentu mereka menuju ke
Jiat-ho sini, apakah mereka pernah melihat Tu-heng?"
"Tidak," tutur Tu Hong-seng lebih lanjut. "waktu aku melihat mereka, mereka sudah naik kuda hendak berangkat, kuatir jejakku konangan, maka aku menginap di hotel, petangnya kulihat pula
rombongan orang lain."
"Siapa pula rombongan ini?"
"Dua laki2 kurus membawa seorang gadis, mereka menunggang
kereta keledai, merekapun menginap di Kim-kau-tun, gadis itu juga sudah kukenal juga, dia bernama Un Hoan-kun, orang dari
keluarga Un di Ling lam yang pandai menggunakan obat bius, aku
pernah merasakan kelihayan obat bius si budak centil itu, karena itulah aku menjadi tawanan mereka."
"KemudianTu-heng melihat kelompoksiapapula?"
"Tidak, karena hari kedua sebelum terang tanah aku sudah
buru2 melanjutkan perjalanan ke Jiat-ho sini."
Lim Cu jing tersenyum, katanya: "Di tengah jalan Tu-heng
hanya melihat beberapa gadis yang kau kenal itu, berdasar apa
kau berani menyimpulkan bahwa tujuan mereka ke Jiat-ho" Dan
lagi hanya beberapa nona2 manis belaka, memangnya apa yang
bisa mereka lakukan?"
"Benar," sahut Tu Hong-seng yakin, "jelas mereka bertujuan ke Jiat-ho, walau hanya dua kelompok ini saja yang kulihat, tapi
kuduga pasti ada beberapa rombongan yang lain pula, termasuk
Ling Kun-gi di dalamnya, bocah she Ling itu katanya murid
Hoan-jiu ji lay. ilmu silatnya tinggi, lawan yang paling tangguh di antara mereka."
"Bahwa Pek hoa-pang bermusuhan dengan Hek-liong bwe itu
merupakan pertikaian orang2 Kangouw, sebetulnya tiada alasan
mereka meluruk ke Jiat-ho sini."
"Lim-heng, mungkin kau belum tahu, tujuan mereka ke Jiat-ho ini mungkin hendak menuntut balas kepada Jongtai."
Pura2 kaget dan heran Lim Cu-jing, ia bertanya: "Kawanan
pemberontak ini berani menuntut balas apa kepada Jongtai"
Apakah mereka bermusuhan dengan Jongtai?"
"Agaknya Lim-heng memang tidak tahu, dulu Hek-liong-hwe
didirikan untuk melawan pemerintahan kerajaan kita, beberapa
jago kosen dari istana raja menjadi korban di sekitar sarang
Hek-lionghwe, waktu itu Ki-jongtai baru berpangkat kelas tiga di pasukan bayangkari, dia pula yang ditugaskan untuk mengusut
perkara ini, dialah yang membujuk aku dan kawan2 lain untuk
menyerah dan berbakti kepada kerajaan sehingga Hek-liong-hwe
akhirnya dapat kita gempur dan duduki, belakangan kerajaan
mengangkat Kijongtai secara resmi sebagai komisaris
Hek-liong-hwe, akupun dinaikkan pangkat menjadi Koan-tai."
Diam2 Lim Cu jing membatin: "Jadi yang menjual Hek-liong-hwe dulu kaupun ikut ambil bagian, kau memang pantas mampus."
Tapi Cu-jing pura2 melenggong, lekas dia merangkap tangan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya: "Jadi selama dua puluhan tahun ini Tu-heng sudah ikut Jongtai, maaf Cayhe berlaku kurang hormat."
"Mana berani," terbayang rasa bangga pada mimik muka Tu Hong-seng, katanya: "Coba Lim-heng bayangkan. Maha Pangcu
Pek-hoa pang adalah puteri Thi-hwecu Hek-liong-hwe yang dulu,
setelah Hek liong-hwe kita rebut, mana mereka mau melepaskan Ki jongtai?"
Lim Cu jing mendengus, katanya: "Memangnya mereka berani
berontak di wilayah Jiat-ho?"
Tujuan Lim Cu jing kemari adalah untuk melicinkan jalan dalam
peranannya untuk bermain sandiwara menyelidiki beberapa
kelompok pemberontak sesuai yang dilaporkan Ki Seng-jiang oleh
Tu Hong seng, sudah tentu dia harus mencari hubungan pada Tu
Hong-seng serta membuktikan alibinya malam ini berada di tempat Tu Hong-seng, Tapi dari pembicaraan ini, secara tak terduga dia memperoleh dua bahan pertimbangan yang amat berharga.
Pertama, Tu Hong-song ternyata adalah salah satu dari anggota
Hek-liong-hwe yang khianat, menjual perkumpulan dan
pemimpinnya kepada kerajaan, mungkin Yong King-tiong sendiri
tidak tahu akan hal ini. Kedua, Tu Hong-song hanya melihat jejak kelompok Cu Bun-hoa
dan Un It-hong di Kim-kou-tun, jejak mereka selanjutnya belum
diketahui dengan pasti. Setelah mengobrol sekian lamanya pula, maka Lim Cu jing
berdiri, katanya: "Tiba saatnya aku harus mohon diri, supaya tidak menarik perhatian lawan, aku menginap di bilangan belakang
Tang-sun-can, perkara ini oleh Jongtai sudah diserahkan padaku
dan Tuheng diminta membantu, bila Tu-heng menemukan apa2
harap sewaktu2 memberi kabar ke sana"
"Sudah tentu," ucap Tu Hong-seng dengan sungguh2,
"Lim-heng adalah orangnya Ki-jongtai dan juga atasanku, aku akan tunduk dan patuh pada segala perintah Lim-heng."
Setiba di depan pintu Tu Hong seng masih mau mengantar
keluar. Lekas Lim Cu-jing berkata: "Tu-heng tak usah mengantar, jangan kita perlihatkan jejak di sini." -Lalu dia tarik daun pintu menutupnya dari luar terus melangkah pergi.
Waktu tiba di hotel, kentongan pertama sudah lalu, setelah
memadamkan lampu, lekas Lim Cu-jing lepas jubah, segesit kucing dia menyelinap keluar melalui jendela. Dengan Ginkang yang tinggi laksana segumpal asap dia melambung .tinggi ke atas terus
berlompatandiantarawuwunganrumah ke arahutara.
Tak lama kemudian, Pit-siok-san-ceng yang megah dan angker
sudah kelihatan dari kejauhan. Diam2 Lim Cu-jing melompat turun ditempat gelap, dengan meminjam bayang2 rumah penduduk dia
menyelinap kian kemari dan akhirnya tiba di tempat sepi, dengan gerak kecepatan yang luar biasa dia meluncur kekaki tembok,
tanpa mengeluarkansuara, denganringandiahinggapditembok
istana. Pagi tadi dia sudah apalkan letak asrama pasukan bayangkari,
matanya yang tajam sekilas menyapu pandang sekelilingnya,
tempat di mana ia berada kebetulan di sebelah selatan, dari sini ada sebuah jalanan datar menjurus ke asrama pasukan bayangkari
itu, jalan lebar ini dipagari pohon2 tua dan tinggi besar, sangat baik untuktempat sembunyi.
Tapi jarak pepohonan itu masih ada puluhan, tombak dari
tembok, di tengah masih dipisahkan sungai kecil. Tapi Lim Cu-ling tidak banyak pikir, ia meneliti sebentar, seringan burung ia menutul permukaan air, terus melambung tinggi pula dan hinggap di
seberang sungai. Hanya sekali tutul pula badannya meluncur maju dan sekali berkelebat ia sudah meluncur ke pinggir hutan di bawah bukit, sebat sekali bayangannya ditelan kegelapan dibalik hutan, setangkas kera dia lompat ke atas pohon terus berlompatan di
antara pucuk pohon. Untung dia berlompatan seperti terbang. di pucuk pohon, dari
sini didapatinya jalan berbatu di bawah, pada setiap pengkolan
pasti dijaga oleh dua orang. Malah ada pula barisan ronda yang
mondarmandir. Betapapun villa di sini adalah tempat kediaman raja, meski
baginda jarang menetap di sini, tapi aturan dinas tetap berlaku, maka penjagaan tetap amat ketat dan keras.
Berlompatan terbang di atas pohon Lim Cu-jing tidak perlu
kuatir jejaknya akan konangan, apalagi tanpa rintangan, cepat
sekali dia sudah membelok ke lamping gunung dan tiba di
belakang pekarangan besar di belakang asrama pasukan
bayangkari. Dari ketinggian dia menyapu pandang sekelilingnya,
lalu seringan daun jatuh dia menukik turun menyusur tanah lapang yang bersemak2, sekali kakinya menutul, kembali ia melambung ke atap rumah. Asrama pasukan bayangkari amat luas, luar dalam
seluruhnya ada tiga lapis bangunan, untung siang tadi Lim Cu-jing pernah kemari, sedikit banyak dia masih apal tempat ini. Dengan gerakan yangluarbiasacepat, langsung dia menuju ke kamarKiSeng
jiang. Selamanya keadaan di sini tetap aman, tak pernah terjadi onar,
mimpipun mereka tak mengira ada orang yang berani
menyelundup kemari, walau ada penjagaan, hakikatnya mereka
tidak waspada. Maka dengan leluasa Lim Cu-jing terus maju ke
depan tanpa konangan. Sebelah utara kamar buku merupakan kebun bunga yang luas,
karena kamar buku merangkap kantor kerja Ki Seng jiang, maka
kebun itu dipagari tembok. Dengan enteng Lim Cu jing melayang
turun di kebun bunga ini, sekali berkelebat dia menyelinap maju ke bawah jendela, kertas jendela dia tusuk berlubang dengan jari lalu mengintip ke dalam.
Waktu sudah menjelang kentongan kedua, sudah tentu kamar
buku itu kosongtiadaorang. Pelan2LimCujing menyongkeljendela
lalu melejit masuk ke kamar buku. Matanya dapat melihat jelas
ditempat gelap, maka langsung dia menghampiri kursi yang
berlapis kain sutera tempat duduk Ki Seng-jiang, sekilas dia
meneliti meja, laporan Tu Hong-seng tiada lagi, maka pelan2 dia berduduk, pelahan ia menarik laci.
Pada detik2 itulah tiba2 ia mendengar suara "trak, trak", dari sandaran kursi mendadak menjepret keluar tiga jepitan baja.
Batangan besi menerobos dari bawah ketiak kanan kiri menjepit
dada, yang kedua menjepit pinggang dan yang ketiga menjepit
kaki kanan kiri. Sudah tentu pada sandaran tangan masing2 juga
menjepit keluar borgol tangan, tapi kedua tangan Lim Cu-jing tadi sedang menarik laci sehingga tidak terborgol.
Kejadian amat mendadak, keruan Lim Cu jing kaget setengah
mati. Laci sudah tertarik, tumpukan kertas laporan Tu Hong-seng memang berada dalam laci. Tapi badan Lim Cu jing sudah terjepit di kursi, kecuali kedua tangan, sekujur badan tak mampu bergerak lagi.
Untunglah kedua tangan masih bebas, hal inilah yang
menghibur dan menabahkan hatinya, ia yakin dirinya masih
mampu meloloskan diri. Lebih celaka lagi begitu ketiga jepitan itu membelenggu badannya, agaknya alat rahasiapun telah bekerja,
tepat di atas dinding di belakang kursi itu mendadak terdengar
dering kelinting yang berbunyi ramai. Malam gelap nan sunyi,
maka suara alarm ini kedengaran jelas dan berkumandang jauh,
sebentar lagi seluruh penghuniasramainiakanbangundan
memburukesini. Lim Cu jing agak gugup, dia coba membetot jepitan di depan
dada, tapi jepitan ini teramat kukuh, maklumlah terbuat dari besi baja. Cepat ia keluarkan Seng-ka-kiam, pedang disusupkan,
"Creeng", dengan mudah jepitan baja di depan dada dan pinggang terpotongputus, sigapsekali LimCu-jingterusberdiri.
Didengarnya dari kamar sebelah berkumandang bentakan keras:
"Pemberontak beryali besar, berani bertingkah di istana raja." -Kain gorden tersingkap, tampak Ki Seng-jiang dengan pakaian ringkas
menerobos masuk sambil menenteng Yu-liong-kiam dan langsung
menubruk ke arah Lim Cu-jing.
Lim Cu-jing semakin gelisah, dari kejauhan tangan kiri menepuk
menyongsong kedatangan Ki Seng-jiang, cepat2 tangan kanan
menggerakkan pedang pendek untuk memutus jepitan yang
mengacip kakinya, dengan mudah kedua jepitan inipun dia
putuskan. Ki Seng-jiang memang tidak malu sebagai komandan pasukan
bayangkari, gerak-geriknya gesit dan tangkas, padahal dia sedang menubruk dengan sengit, tapi begitu melihat Lim Cu jing
menyongsong dengan pukulan tangan, deru angin kencang terasa
mengiris mukanya, badan yang terapung itu, lekas2 miring
kesamping, sementara pedang ia pindahkan ke tangan kiri, cepat
sekalitangan kanan memukul kedepan.
Dua angin pukulan bentrok mengakibatkan suara keras
menimbulkan pusaran kencang, terasa oleh Lim Cu-jing, meski Ki
Seng jiang melontarkan pukulan dikala badannya terapung,
ternyata kekuatannya setanding dengan tenaga angin pukulannya,
mau tidak mau dia merasa kagum dan mencelos hatinya.
Pada saat itulah tampak cahaya benderang, Ki Lok berlari keluar dari balik kamar sebelah sambil membawa lampu sorot jarak jauh, sasarannya tepat ke badan Lim Cu-jing.
Kedua mata Ki Seng-jiang tampak mendelik tajam menatap Lim
Cu-jing, setelah menggeram sekali dia tanya: "Anak muda, siapa kau?"
Tak perlu kau tanya siapa aku," jengek Lim Cu-jing. Sembari bicara pelan2 tangan kanan menekan ke dalam laci di mana
laporan Tu Hong-seng berada. Soalnya laporan ini menyangkut
jiwa beberapa orang, jika Ki Seng-jiang sampai melaporkannya ke istana, tentu buntutnya teramat panjang.
Melihat orang mengulur tangan ke dalam laci, Ki Seng jiang
mengira orang hendak mencuri laporan itu, keruan ia gusar,
hardiknya: "Lepaskan!"
Sekali berkelebat dia menubruk tiba, tangan kanan terayun,
sinar pedangpun menyapu tiba.
Tapi Lim Cu-jing tidak mundur juga tidak berkelit, pedang
pendek memancarkan cahaya gemilang, begitu kedua sinar pedang
saling bentrok menimbulkan suara nyaring menusuk telinga, hanya sekejap saja kedua orang sudah saling bergebrak tiga kali.
Tampak selarik sinar pedang dingin menggaris lewat di antara
perut dan dada Ki Seng-jiang. Selama hidupnya belum pernah Ki
Seng jiang menghadapi ilmu pedang seaneh dan selihay ini, keruan darahnya tersirap, lekas dia menarik napas mendekuk dada serta
menyurut mundur sekuatnya, tapi tak urung baju di depan
dadanya koyaktergoresolehtajampedang pendek LimCujing itu.
Dikala pedangnya berhasil paksa mundur Ki Seng-jiang inilah,
mendadak Lim Cu-jing mendengar sebuah suara halus lirih: "Lekas mundurLim-heng, kalautertundapastitakkeburulagi!"
Karena, suara bisikan teramat lirih dan halus, sukar bagi Lim Cu jing membedakan suara siapa?"
Muka Ki Seng jiang tampak membesi hijau, pedang melintang di
depan dada, hardiknya bengis: "Kau ini Ling Kun-gi!" -Hanya murid Hoan-jiu ji-lay yang mahir menggunakan pedang dengan tangan
kiri, maka segera ia dapat mengenalnya. . .
"Tidak salah," sahut Lim Cu jing, Mendadak pedangnya
mendahului bergerak menjadi selarik sinar kilat menerobos jendela diikuti luncuran badannya.
Berdiri alis Ki Seng-jiang, hardiknya: "Masih ingin lari ke mana kau?" -Segera ia mengudak dengan suatu tubrukan. Tapi dikala hampir saja mencapai jendela, mendadak didengarnya sebuah
suara membentak: "Awas!" -Serangkum jarum lembut tahu2
bertaburan ke arah dirinya.
Maklumlah dikala Cu-jing menyentuh alat rahasia sehingga
menimbulkan dering alarm sampai dia menerjang keluar jendela
terpaut hanya beberapa kejap saja, begitu mendengar suara
peringatan tadi, tahu2 segenggam jarum menyongsong mukanya
dari sebelah atas, sebagai jago yang berpengalaman, lekas Ki Seng jiang kebutkan lengan baju disertai angin pukulan kencang,
sementara dengan paksa dia mengerem tubuhnya terus mencelat
balik delapan kaki jauhnya. .
Pada saat itu pula, dua orang penjaga di luar telah memburu
datang. Demikian pula para pimpinan utama dari ketiga barisan
pasukan bayangkari karena mendengar dering peringatan be
ramai2 juga memburu tiba Ki Seng-jiang mencak2 gusar seperti
kebakaran jenggot, bentaknya murka: "Kalian gentong nasi semua, hayo lekas kejar!"
Waktu Lim Cu jing menerobos keluar dari jendela, dilihatnya di
atas tembok di taman belakang sana berdiri seorang pelajar
berjubah putih tengah memberi tanda lambaian tangan kearahnya,
berbareng ia pun mendengar suara lembut lirih: "Lekas kemari Limheng, mundurlah dariarahdatangmu tadi."
Semula Lim Cu-jing mengira ada seorang kenalan atau orang
pihak sendiri yang membantunya, kini setelah jarak agak dekat
baru dia lihat bahwa pemuda pelajar ini selamanya belum pernah
dikenalnya, keruan ia melengak, tanyanya:"Saudaraini......."
"Jangan banyak tanya," kata pemuda pelajar baju putih, "lekas kau menyingkir dulu."
"Dan kau. . . . "
"Lekas pergi aku tidak apa2" habis berkata mendadak dia melambung tinggi, berbareng menghardik: "Awas!" -Tangan terayun, diahamburkan segenggamjarumkearah jendela.
Lim Cu-jing tidak sempat bicara lagi, segera ia melambungkan
tubuh setinggi mungkin, kaki kembali menutul di atas tembok,
seenteng burung ia melayang turun di tanah berumput, sekali
lompat lagi dia menerobos masuk ke dalam hutan. Waktu dia
berpaling, bayangan pemudi pelajar baju putih sudah tidak
kelihatan lagi, tapi dilihatnya tujuh delapan bayangan orang sama muncul dari kamar Ki Seng-jiang mengejar ke arah yang
berlawanan dengan arah dirinya ini."
Lim Cu-jing maklum bahwa pemuda pelajar baju putih sengaja
memancing musuh mengejar ke arah yang berlawanan, supaya
dirinya dapat melarikan diri dengan leluasa. Bila dia tidak apal akan seluk beluk villa raja ini, tak mungkin dia dapat menolong dirinya, memangnya siapakah dia"
Benak berpikir sementara langkah Lim Cu-jing tak pernah
berhenti, dengan mengembangkan Thin-liong-ih-bong-sin-hoat dia
berlompatan dari pucuk pohon yang satu melayang kepucuk pohon
yang lain. Meski terjadi geger dan keributan besar di villa raja itu, tapi seperti apa yang dikatakan pemuda baju putih, sepanjang
jalan ini keadaan tetap tenang tidak terlihat adanya gerakan sama sekali.
Dengan leluasa akhirnya Lim Cu jing mengundurkan diri dari villa raja langsung kembali ke dalam kamarnya terus tidur.
Dalam hati dia masih memikirkan keselamatan pemuda pelajar
baju putih, entah orang sudah selamat meninggalkan tempat itu
tidak" Padahal dirinya tidak mengenalnya, entah dari mana dia
tahu dirinya she Lim" Tengah layap2 hampir tertidur, tiba2 di
dengarnya derap kaki orang mendatangi dan berhenti di depan
kamarnya. Terdengar pelayan berkata, "Lim-ya tinggal di dalam kamar ini, mungkin sudah tidur, biar hamba mengetuk pintu." -Lalu terdengar daun pintu diketuk pelahan dari luar dua tiga kali
pelayanpun berteriak dengan suara tertahan: "Lim-ya, Lim-ya, engkau bangunlah sebentar."
Dengan suara di buat2 Lim Cu-jing bertanya: "Siapa?"
"Ada seorang teman datang mencarimu, katanya ada urusan
penting," sahut pelayan.
Maka didengarnya suara Go Jong-gi berkata: "Lim-heng, inilah aku, Go Jong-gi."
Lim Cu-jing membuka pintu dengan mata masih kelihatan sepat,
melihat Go Jong-gi, dia terbelalak, serunya: "Memangnya ada urusan apa?"
Agaknya Go Jong -gi gugup dan tidak sabar, lekas dia tarik
orang masukke kamar, katanya:
"Ada huru-hara di villa, Ki-to suruh aku kemari memanggilmu sebentar."
Lekas Lim Cu-jing pakai jubah luarnya, tanyanya: "Ada huru hara apa?"
"Ki-to sedang menunggu, biar nanti kuceritakan di tengah
jalan," ujar Go Jong gi.
Lim Cu-jing mengiakan, bergegas mereka ke-luar, sementara
pelayan sudah menyiapkan kuda Lim Cu-jing. Go Jong-gi juga
datang naik kuda, langsung mereka kembali ke istana.
Di tengah jalan secara ringkas Go Jong-gi ceritakan kejadian
yang diketahuinya. Yang dikuatirkan Lim Cu-jing adalah
keselamatan pemuda baju putih, maka dia pura2 kaget dan
bertanya: "Ada kejadian begini" Entah tertangkap tidak penyatron itu?"
"Entahlah, Jongtai mendesakku kemari menjemput Lim-heng,
agaknya pembuat onar itu belum tertangkap, seluruh kekuatan
dipencar untuk mencari jejaknya."
Tergerak hati Lim Cu-jing, pikirnya: "Dari nada bicaranya, agaknya Ki Seng-jiang menaruh curiga terhadap diriku" Hm,
soalnya aku kurang leluasa turun tangan membunuhnya di istana,
karena kejadian ini akan menimbulkan banyak kesukaran lain, bila samaranku betul2 konangan, hanya pengawalnya yang
berkepandaian cakar ayam itu memangnya mampu mengurung
dan menangkapku?" Cepat sekali mereka sudah tiba di istana, suasana terasa
tegang, penjaga berbaris dengan senjata terhunus, anak panah
terpasang di busur, semuasiapsiaga mirip menghadapiserbuan
musuh. Go Jong-gi bawa Lim Cu-jing langsung ke asrama pasukan
bayangkari di belakang istana. Lampu tampak terang benderang di kamar Ki Seng-jiang, tapi suasana hening, tampak Ki Seng jiang
dengan muka bersungut, duduk di kursinya.
Lim Cu-jing masuk diiringi Go Jong-gi. Lim Cu-jing menjura,
katanya:"Jongtaimemanggil hamba, pastiadapesanapa2."
"Duduklah," ucap Ki Seng-jiang mengulap tangan. "Ada pembunuh yang membuat onar di sini, kau sudah tahu?"
"Di jalan hamba mendengarceritaGo lingpan,"sahutCu-jing.
Ki Seng jiang tertawa dingin, dia tuding kursi kebesarannya,
katanya: "Coba kau periksa."
Cu jing maju dan pura2 kaget, katanya: "Kursi Jongtai dirusak orang,"
"Kursiku ini dibuat seorang ahli dari kota raja, di dalamnya terpasang alat rahasia, kecuali aku siapapun yang duduk di situ pasti akan terbelenggu oleh jepretan besi, tak nyana Ling Kun gi keparat itu ternyata bernasib mujur, meski sudah terbelenggu tapi kedua tangannya masih bebas. Kalau orang lain, karena jepitan
besi itu terbuat dari baja, betapapun tak mungkin bisa meloloskan diri, tapi keparat itu memiliki pedang pusaka, dengan mudah dia berhasil memotong putus jepitan besi . . . . " lalu dia
menyambung: "Coba kautarik laciitu."
Cu-jing segera menarik laci, sekilas dia berpaling ke arah Ki
Seng-jiang, maksudnya minta petunjuk apa yang harus dia lakukan lagi.
"Coba kau periksa, apakah kertas laporan Tu Hong-seng itu ada kelainan?"
Hamba tidak melihat adanya tanda2 tidak benar" Memangnya
ada orang yang menukarnya?"
"Coba kau balik satu lembar pertama "
Segera Lim Cu-jing ulurkan tangan tapi setumpukan kertas
laporan yang kelihatan utuh itu begitu tersentuh jari lantas remuk menjadi bubuk, keruan dia berjingkat kaget, teriaknya: "He, apa yang terjadi?"
Ki Seng-jiang terkekeh, katanya : "Inilah Tu-yang-kang, salah satu daripada ke 72 ilmu Siau-lim-pay, kekuatannya dapat melebur emas dan meremuk batu."
"JadiLingKun-giadalah muridSiau-lim-pay?"seruLimCujing.
"Dia murid Hoan jiau ji-lay. Hoan-jiau ji-lay pernah berdiam dua puluh tahun di Siau lim si, konon selama seratusan tahun ini tiada seorangpun murid Siau-lim si yang mampu sekaligus mempelajari
beberapa ilmu sakti, tapi Hoan-jiau ji-lay sendiri sekaligus dapat mencakup sepuluh macam lebih, malah seluruhnya amat mahir."
Lim Cu jing angkat kepala, katanya-"Laporan Tu Hong-seng ini sudah hancur, apakah perlu suruh dia bikin lagi?"
Ki Seng-jiang mengangguk, katanya: "Betul, maka itulah
kusuruh kau kemari, kalau laporan Tu Hong-seng dihancurkan,
maka keselamatan jiwa Tu Hong-seng sendiri pasti terancam,
keadaannya jelas amat berbahaya, tapi kemungkinan Ling Kun-gi
dan kawan2nya belumtahu jejaknya, maka tugas utama yang
terpenting sekarang selekasnya harus kau suruh dia bikin pula
laporan itu, lalu suruh seluruh anggota kelompok pertama


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyamar dan berpencar di Liong-kip untuk melindunginya secara
diam2, kita gunakan dia sebagaiumpan. . . . . . . "
Belum habis bicara didengarnya langkah orang mendatangi,
terdengar Pui Hok-ki berseru di luar: "Hamba Pui Hok-ki dan Pi Sihay datang melapor."
"Masuk!" sahutKiSeng-jiang.
Pui Hok-ki dan Pi Si-hay beriring masuk, melihat kehadiran Lim
Cu-jing, mereka menyapa dengan anggukan kepala.
Sebelum kedua orang itu berbicara, Ki Seng-jiang mendahului
tanya: "Bagaimana hasil pemeriksaan kalian?"
Pui Hok-ki menjura, katanya: "Hamba sudah periksa seluruh
pelosok, tapitiadatampak jejakpenyatronitu."
Ki Seng-jiang melirik ke arah Pi Si-hay, tanyanya: "Pemuda baju putih itu membantu Ling Kun-gi dan lari ke arah barat, apa kalian berhasil mengejarnya?".
Sikap Pi Si-hay tampak kikuk, katanya: "Hamba sudah periksa seluruh istana bilangan barat, dari depan sampai belakang, tapi jejak musuh tidak kelihatan . . . . . . .. "
Sebelum orang bicara habis, Ki Seng-jiang sudah berjingkrak
gusar: "Memangnya mereka tumbuh sayap dan bisa terbang
menghilang?" Tiba2 terdengar seorang berseru didepan pintu: "Hamba Hok Ji-liong datang melapor."
"Masuk,"bentak KiSeng-jiang.
Baru saja Hok ji-liong melangkah masuk, Ki Seng-jiang sudah
tanya: "Kaupun tidak berhasil menemukan jejak pembunuh itu, betul tidak?"
HokJi-liong menunduk sambil mengiakan..
"Blang", Ki Seng-jiang menggebrak meja dengan gusar,
teriaknya: "Kalian gentong nasi semua, pemberontak mengacau ke asrama kita, mereka hanya dua orang, sedang kalian berpuluh
orang tak berhasil menangkapnya?"
Tiga pimpinan utama dari ketiga barisan pasukan bayangkari
sama menunduk tanpa berani bersuara. Sesaat kemudian, Pui Hokki pula yang berkata: "Lapor Jongtai, menurut pandangan hamba, Ling Kun gi dari orang berbaju putih itu teramat apal akan seluk beluk istana ini, mereka buron ke jurusan Jiang-ciok, daerah
belukar yang sepi dan jarang diinjak manusia, penjagaan kitapun terlemah di sebelah sana, asal lolos ke balik gunung sana, maka sukarlah ditemukan."
Ki Seng-jiang mengiakan, lalu katanya dengan tetap muring2:
"Pi Si-hay, tugaskan sekelompok barisanmu keJiang-ciok,
penjagaan di daerah belukar itu harus diperketat, beritahukan pula kepada komandan regu yang bertugas di sana, Liok-koantai, suruh dia memperkuat penjagaaan, jangan lalai."
PiSihay mengiakansambil membungkuk.
Sesaat Ki Seng jiang berpikir, katanya kemudian: "Kukira orang berbaju putih itu adalah Pek-hoa-pangcu Bok-tan, cuma bagaimana mungkin mereka begitu apal akan seluk beluk istana kita ini?"
Pui Hok ki kaget dan heran, tanyanya: "Jong-tai mengira si baju putih itu perempuan?"
Kata Ki Seng jiang sambil mengelus jenggot: Waktu Ling Kun-gi
menerobos keluar, baru saja aku hendak mengejar, kudengar dia
membentak "awas", meski sengaja dia tekan suaranya, tapi mana dapat kelabui aku" Jelas itu suara orang perempuan, dan lagi Bwe-hong-ciam yang ia sambitkan itu kebanyakan dipakai oleh kaum
perempuan, perawakan orang itupun ramping semampai,
kemungkinan dia malah Pek-hoa-pang Pangcu."
Diam2 Lim Cu jing merasa heran, mengingat kejadian semalam,
nyata pengalaman Ki Seng-jiang memang luas, apa yang dikatakan
tidak salah, pelajar baju putih itu berperawakan ramping, suaranya juga nyaring merdu, tidak mirip suara laki2. Tapi jelas dia tahu bahwa pemuda pelajar baju putih bukan Bok-tan, malah belum
pernah dikenalnya. Lalu siapa dia"
"Peduli siapa mereka, kota Jiat-ho ini jangan disamakan dengan Hek liong hwe," demikian Ki Seng-jiang menggebrak meja pula,
"pemberontak takkan kubiarkan bertingkah di depan hidungku, dalam tiga hari kuminta kalian harus membekuk Ling Kun-gi dan
orang berbaju putih itu, paling tidak kalian harus melapor jejak mereka kepadaku."
Ketiga pimpinan utama pasukan bayangkari mengiakan
bersama. Ki Seng-jiang menoleh, katanya: "Lim-heng boleh pulang, dua hal kuserahkan padamu. Pertama, lindungilah keselamatan Tu
Hongseng secara diam2, suruh dia membuat laporan itu pula
secepatnya. Kedua, periksalah seluruh losmen dan hotel di kota ini, adakah orang2 yang patut dicurigai."
"Hamba terima tugas," sahut Lim Cu jing terus mengundurkan diri.
Ki Seng-jiang berkata pula: "Go Jong gi, lekas kau bawa anak buahmu ke kota, suruh mereka berdandan menurut keinginan
masing2, sebelum malam tiba sudah harus berpencar memasuki
losmen Liong-kip. Beritahu mereka supaya hati2 jangan
menimbulkan perhatian orang lain atas penyamaran mereka dan
lagi mereka dilarang berjudi dan berkumpul lebih dari tiga orang, dilarang minum2, siapa melanggar perintah akan kupenggal
kepalanya." Go Jong-gi meluruskan badan dan mengiakan, segera dia
hendak keluar. Tunggu sebentar. Ki Seng jiang menanyainya, "setelah kau
sampaikan perintahku ini harus lekas kembali, masih ada perintah lain untukmu."
Kembali Go Jong-gi mengiakan terus mengundurkan diri.
Ki Seng-jiang menyapu pandang ketiga pimpinan utama barisan,
katanya: "Kalian boleh pergi istirahat, setelah terang tanah perintahkan seluruh anak buahmu keluar untuk mencari info. Ohya, harus ingat, Lim Cu-jing sudah kuperintahkan mengawasi setiap
penginapan, maka tugas kalian perhatikan saja rumah2 penduduk."
"Jongtai. . . ."HokJi-liongragu2 untuk bicara.
"Jangan banyak bicara," Ki Seng-jiang menukas sambil
mengulap tangan, "kerjakan menurut perintah, tapi ingat, jangan memukul rumput mengejutkan ular."
Meski hati merasa heran dan tidak tahu ke mana juntrungan
perintah Jongtai, tapi tiga pimpinan utama ini tak berani banyak bicara lagi, serempak mereka mengiakan dan mengundurkan diri.
Tak lama kemudian Go-Jong-gi sudah kembali setelah
menyampaikan perintah. Ki-Seng jiang lantas bertanya: "Waktu kau tiba di Tang-sun-can tadiapakahJilingpan tidur di kamarnya?"
Go Jong gi melengak, cepat dia membenarkan. "Pelayan hotel yangmengantarmu kekamarnya?" tanyaKiSeng jiangpula.
"Betul," sahut Go Jong gi.
"Kau yang mengetuk pintu atau pelayan yang mengetuk?"
"Pelayan yang mengetuk."
"Jilingpan tidur nyenyak?"
"Agaknya, tapi pelayan mengetuk dua kali Jilingpan lantas
membuka pintu." "Kau ikut masuk ke kamarnya?"
"Jilingpan memang suruh hamba masuk."
"Apa saja yang dia katakan padamu?"
"Setelah Jilingpan suruh pelayan pergi, dia lantas tanya hamba ada urusan apa" Hamba bilang disuruh Jongtai mengundangnya
pulang,"laludiaceritakan kejadian tadidengan jelas.
Ki Seng-jiang hanya mengangguk2 mendengar ceritanya:
"Apakah hamba berbuat salah?" tanya Go Jong-giwas2.
Ki Seng-jiang tersenyum, katanya: "Tidak, aku hanya ingin tahu apakah Jilingpan cukup cerdik dalam menunaikan tugasnya" Dia
kutugaskan ke Tang-sun-can secara rahasia, asal-usul kita sekalian tidak boleh bocor. Sudah tiada urusan lain, kau boleh pergi. Tapi jangan kau bocorkan pertanyaan yang barusan kuajukan padamu,
tahu tidak?" Go Jong-gi mengiakan dan mengundurkan diri.
Ki Seng jiang mondar-mandir dalam kamarnya sambil
menggendong tangan, mulutnya menggumam: "Kalau begitu, jadi aku yang terlalu banyak curiga padanya."
Dalam pada itu setelah meninggalkan istana, Lim Cu-jing terus
larikan kudanya, waktu itu baru menjelang kentongan keempat.
jalan raya masih sepi lenggang tiada orang, kudanya berlari
kencang lagi, dalam sekejap saja dia sudah kembali ke Tang-suncan. Kacung yang biasa mengurus kuda belum lagi bangun,
seorang pelayan melihat dia kembali segera lari menyambut serta menerima kudanya.
Lim Cu-jing langsung kembali ke kamarnya, baru saja
melangkah masuk pintu, mendadak terasa olehnya ada seseorang
berada di kamarnya, keruan dia melengak, tapi tenang saja dia
menutup daun pintu lalu dengan suara kereng membentak:
"Siapa?" Dari pojok dinding yang gelap sana berkelebat keluar bayangan
seorang, sahutnya lirih: "Inilah aku Ting Kiau."
Kini Lim Cu-jing dapat melihat jelas orang yang sembunyi di
kamarnya ini memang Ting Kiau yang menyamar jadi kakek, dia
bertanya heran: "Ada keperluan apa Ting-heng sampai kemari?"
"Baru sekarang Ling-heng kembali, dari mana kau?" tanya Ting Kiau.
"Cayhe baru kembali dari istana. setelah terang tanah seluruh pasukan bayangkari akan menggeledah kota dengan pakaian
preman, Ting-heng jangan lama2 tinggal di dalam kota."
"Lohujin sudah pindah ke Pek-hun-an di luar kota, cuma beliau kuatir akan keselamatanmu maka suruh aku kemari memberi kabar
padamu. Ki Seng-jiang adalah komandan tertinggi pasukan
bayangkari, kalau turun tangan di istana, perkaranya bisa menjadi besar dan pasti menimbulkan akibat yang luar biasa, maka Lingheng dipesan supaya tidak turun tangan di istana . . . ."
Lim Cu jing alias Ling Kun-gi tertawa, katanya: "Ibu terlalu kuatir bagiku, maksud beliau cukup kupahami. Kalau tidak malam
tadi sudah kubunuh keparat she Ki itu."
"Aku disuruh memberitahu kepada Ling-heng bahwa keluarga Ki Seng-jiang tidak di sini, tapi dia punya seorang gundik yang tinggal di taman keluarga Kauw di barat kota, dalam sepuluh hari
sedikitnya adalima haridiangendon dirumah gundiknyaitu."
"Darimana Ting-heng tahu hal ini?" tanya Cu-Jing heran.
Ting Kiau tertawa, ucapnya: "Kudengar Pangcu Pek-hoa-pang
telah menyelundupkan seorang dara kembangnya yang bernama
Ing-jun, sekarang dia bekerja di sana."
Nama Ing jun tidak asing lagi bagi Lim Cu-jing, waktu di Coatseng-san-ceng dulu yang melayani dirinya juga Ing-jun adanya.
Akhirnya dia meng-hela napas, ujarnya: "Pek-hoa-pang cukup lihay dalam menanam mata2nya ke pihak musuh."
"Hari hampir terangtanah, akuharuslekas menyingkir darisini."
"O, Ting heng, ada suatu hal, sekembali nanti tolong kau
tanyakan kepada nona Bok-tan, dulu gubernur Shoatang yang
bernama Kok-thay punya seorang sekretaris yang bergetar Im-siboan koan Ci Kun jin, konon kini menyembunyikan diri di Jiat ho sini, entah dia tahu tidak hal ini" Sudah beberapa hari ini kucari tahu, hasilnya nihil."
"Baiklah soal ini akan kusampaikan, bila ada kabarnya segera kulaporkan kemari," habis berkata Ting Kiau tarik pintu terus menyelinap keluar.
Setelah Ting Kiau pergi, Lim Cu-jing bersemadi sebentar,
haripun terang tanah. Setelah makan pagi Lim Cu jing keluar dari Tang-sun-can
langsung menuju losmen Liong-kip. Di depan pintu dia melihat
anggota2 barisan kesatu yang menyamar sebagai pedagang,
seorang mengenakan topi berbentuk runcing tinggi, mengenakan
baju pendek dari kain kasar, tangan memegang pecut, mirip kusir kereta dengan lahapnya tengah makan pagi. Agaknya kamar
losmen penuh dihuni tamu, karena belum ada kamar kosong,
terpaksa mereka menunggu di luar.
Lim Cu-jing anggap tak kenal mereka, langsung dia berlenggang
ke dalam menuju ke pintu kamar Tu Hong-seng, sekilas dilihatnya Go Jong-gi juga menyamar dan tinggal di kamar sebelah Tu Hongseng, pintu kamarnya terbuka lebar. Pelan2 Lim Cu-jing lewat di depankamarnya,GoJong-gitersipu2maju menyambut.
Lim Cu jing celingukan, dilihatnya tiada orang, segera dia
merendahkan suara bertanya: "Semuanya sudah menginap di
sini?" "Di sini hanya ada lima kamar kelas satu, seluruhnya sudah dihuni orang, sisanya yang lain hanya kamar2 biasa." Sahut Go Jong-gi.
Lim Cu jing mengangguk, katanya: "Baiklah, kau tidak usah cari hubungan dengan Tu heng."
Go Jong gi mengiakan terus mengundurkan diri tanpa bersuara
lagi. Lim Cu jing langsung mendekati pintu dan mengetuk pelahan dua kali, teriaknya: "Tu-heng, sudah bangun?"
Mendengar suara Lim Cu jing, lekas Tu Hong-seng menyahut:
"Lim-heng, sejak tadi aku sudah bangun!. silahkan masuk!" -Cepat dia membuka pintu menyilakan orang masuk, lalu menutup pintu
pula, katanya: "Silahkan duduk Lim heng."
Lim Cu jing duduk di kursi dekat jendela, lalu tuturnya:
"Semalam ada onar di istana."
Terbelalak kaget Tu Hong-seng, tanyanya: "Ada onar di istana, ada orang menyelundup ke sana?"
"Ya," jawab Lim Cu-jing, "dengan Tun-yang-kang
menghancurkan laporan Tu heng, dengan pedang pusaka yang
tajam luar biasa dia memotong besi belenggu di kursi Jongtai pula, setelah bergebrak tiga jurus pedang dan sekali pukulan dengan
Jongtai, dia melarikan diri."
"Berhasil meloloskan diri?" seru Tu Hong seng kaget, "tujuannya ke sana untuk menghancurkan laporanku itu, bahwa dia mampu
lolos dari tangan Jongtai, maka ilmu silatnya pasti amat tinggi, entah siapa dia?"
Lim Cu jing menengadah, katanya: "Ling Kun-gi."
"Ling Kun gi," tanpa terasa Tu Hong-seng bergidik ngeri, mukanya mengejang, mulutpun menggumam: "Masa dia, betulkah dia sudah datang kemari?"
"Agaknya Tu-heng amat takut padanya?" tanya Cu-jing.
"Bila dia sudah tiba di Jiat-ho, pasti takkan memberi ampun padaku. kalau laporanku telah di hancurkan, memangnya dia
mandah membiarkan mulutku bercerita lagi?"
Lim Cu jing tertawa dingin: "Tu-heng kan seorang kawakan
Kangouw yang kenyang mengecap pahit getirnya kehidupan,
kepandaian silatmu cukup tinggi, kenapa menyinggung Ling Kun-gi lantas ketakutan begini rupa?"
Tu Hong keng menyengir, katanya: "Ada yang tidak Lim-heng
ketahui, bocah she Ling itu adalah murid Hoan-jiu-ji-lay.
Han-hwecu juga bukan tandingannya, dengan sedikit
kepandaianku ini mana aku mampu menandangi dia."
Dalam hati Lim Cu-jing membatin: "Mungkin tiga jurus saja
jiwamu akan melayang " -Dengan bertopang dagu lalu dia berkata:
"Tu-heng mengagulkan dia begitu lihay, aku jadi ingin
menjajalnya." -Dengan tertawa tawar dia lantas menambahkan:
"Tapi Tu-heng tak usah kuatir, Jongtai sudah pikirkan kesulitanmu ini, maka aku diperintahkan melindungimu. pagi hari ini
kawan2pun telah kukerahkan kemari, dengan menyamar mereka
juga menginap di losmen ini, asal dia berani datang, entah mati atau hidup pasti kubekuk dia."
Sedikit lega hati Tu Hong-seng, katanya sambil menghela
napas: "Entahadapetunjuk apapuladari Jongtaiuntukku?"
Lim Cu-jing tertawa, katanya: "Ya, ada perintah dari Jongtai supaya kau mengulangi laporanmu,"
"Ya, ya, pasti segera kuselesaikan," sahut Tu hong-seng, lalu tanya: "Apakah Jongtai membatasi berapa lama harus kuselesaikan laporanku?"
?"Batas waktu sih tidak ada, kupikir lebih baik Tu-heng kerjakan secepatnya."
"Lim-hengbenar, pastisegerakukerjakan,"
"Baiklah, lekas Tu heng tulis," ucap Cu jing berdiri, "aku tidak mengganggumu lagi, kau boleh bekerja dengan tenang, sekeliling
kamarmu ini sudah dijaga ketat, apabila di siang hari bolong, pasti diatakkan beranibertindak, nanti malamakudatangpula."
"Selamat jalan Lim-heng, aku tidak mengantar," seru Tu Hong-sing.
Sekeluar dari losmen Liong-kip, diam2 Cu jing berpikir, jejak Ki Seng jiang sudah diketahui, entah di mana pula Im-si-boan-koan Ci Kun-jin itu menyembunyikan diri" Sebelum menemukan jejak Cu
Kun-jin, tak mungkin dia turun tangan membunuh Ki Seng jiang.
Sebab begitu Ki Seng-jiang mampus, seluruh kota Jiat-ho ini pasti gempar dan begitu mendengar berita kematian Ki Seng-jiang, Ci
Kun-jin akan segera angkat langkah seribu, maka tugasnya akan
lebih sulit lagi. Menurut laporan Ting Kiau, Ki Seng-jiang punya seorang gundik
yang tinggal di taman bunga keluarga Kauw di sebelah barat kota, untuk ini dia merasa perlu untuk menyelidik ke sana. Kini dia
memperoleh tugas menyelidiki penduduk, kebetulan bisa
digunakan sebagaialasanuntuk keluyurankian-kemari.
Dia berlenggang di jalan raya seperti orang tamasya, setiap
jalan pasti dia perhatikan dengan seksama, entah itu warung
makan, kedai minum, sarang judi, atau tempat mesum. Tapi
hakikatnya dia tidak kenal tampang Ci Kun-jin, kota Jiat-ho sebesar ini, laksana mencari jarum dalam lautan belaka. Akhirnya dia tiba di kota sebelah barat, haripun sudah lewat lohor.
Kota barat letaknya lebih menjurus ke utara, rumah penduduk
cukup padat. Berdiri pada persilangan jalan, Lim Cu-jing jadi
bingung sendiri. Soalnya Ting Kiau hanya memberitahu bahwa
gundik Ki Seng-jiang ada di taman keluarga Kauw di kota barat,
padahal dimana letak taman keluarga Kauw dia sendiri tidak tahu, orang yang lalu lalang di jalan raya sinipun tidak banyak, apalagi kurangleluasauntuk mencaritahupadapenduduksetempat.
Bahwa sekarang dia belum punya rencana turun tangan pada Ki
Seng-jiang, bila yang dia tanyai kebetulan ada hubungan keluarga dengan keluarga Kauw, bukankah urusan bisa runyam malah.
Sebagai komandan tertinggi pasukan bayangkari, Ki Seng-jiang
cukup disegani penduduk kota Jiat-ho, tempat kediaman pribadinya di rumah gundiknya itu tidak diumumkan secara terbuka, tapi hal ini sudah menjadi rahasia umum, bila keluarga Kauw itu ada
hubungan dengan gundiknya, bukan mustahil kaki tangan
kepercayaannya juga melindungi keluarga itu"
Akhirnya Lim Cu-jing ambil keputusan akan maju lebih lanjut
untuk menyelidiki daerah ini. Tak tersangka baru beberapa langkah dia beranjak, dilihatnya di pinggir jalan di ujung gang sana
terdapat sebuah batu pertanda perbatasan dari satu jalan dengan jalan yang lain, di atas batu tertulis "batas milik keluarga kauw".
Kiranya gang yang lebarnya cukup untuk jalan dua buah kereta
berjajar ini bukan jalan umum, tapi milik pribadi keluarga Kauw.
Maklum gang yang beralas batu gunung putih licin ini menjurus ke pintu gerbang sebuah bangunan gedung yang besar.
Gang ini panjangnya ada seratusan meter, daun pintu gerbang
yang bercat merah tertutup rapat, sepasang gelang baja warna
hitam bergantung di daun pintu. Tak perlu disangsikan lagi di
sinilah letak gedung keluarga Kauw. Agaknya orang she Kauw
pemilik gedung dan taman ini punya pangkat dan harta yang
berlimpah. Sebagai tokoh yang disegani maka Ki Seng-jiang mendapat
pinjam tempat yang biasanya untuk istirahat para pembesar yang
lagicutidiJiat-ho sini. Jalan yang cukup lebar ini dipagari pohon yang tinggi, suasana
di sini sunyi, tanpa terasa Lim Cu-jing menyusuri lorong panjang ini dan akhirnya membelok ke kanan menyusuri sebuah sungai kecil,
menyeberang jembatan batu dan maju lebih lanjut, di sana
keadaan agak belukar, tapi di kejauhan sana tampak tembok kota.
Lim Cujing maju lagi beberapa jauh, kini dia berada di sebelah
belakang taman atau gedung megah keluarga Kauw.
Akhirnya Lim Cu-jing naik sebuah bukitan yang cukup tinggi,
dari sini dia dapat melihat jelas keadaan sekelilingnya, ternyata tanah milik ke-luarga Kauw bagian belakangnya dipagari tembok
tinggi, di luar tembok mengalir sebuah sungai kecil, cuaca memang sudah remang2, tapi masih tampak adanya pepohonan, tanaman
bunga, gardu dan tempat duduk di tengah taman serta bangunan
berloteng. . Setelah menyaksikan sendiri letak tempat yang dicari, maka
legalah hati Lim Cu jing, dia merasa tidak perlu lama2 tinggal di sini, menyusurijalandatangnyatadiiakembali menujukearahtimur.
Waktu itu hari sudah petang, penduduk mulai menyulut pelita,
tiba di jalan raya timur, suasana malam ini mulai ramai pula,
tengah dia mengayun langkah tiba2 ia mendengar seorang
menghardik lirih: "Awas!" -Lenyap suara peringatan itu, didengarnya pula samberan angin kencang yang mengarah
belakang kepalanya. Terkejut Lim Cu-jing, di tengah jalan raya seramai ini kiranya
ada juga orang berani menyerang dirinya. Sudah tentu Cu-jin tidak gentar menghadapi sergapan siapapun, tanpa menoleh tangan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kirinya seperti meraih ke belakang, dengan mudah dia sambut
serangan senjata rahasia itu.
Begitu senjata rahasia itu terpegang, seketika ia merasakan
bobot senjata rahasia ini amat ringan, tidak mirip senjata rahasia umumnya, kiranya itu hanya segulung kertas. Apalagi suara
peringatan"awas"tadi cukup merdu sepertisudahdikenalolehnya.
Pemuda pelajar baju putih yang muncul mendadak malam itu,
waktu menimpukkan segenggam Bwe-hoa-ciam ke arah Ki Sengjiangjuga menghardikdengankatayangsama,jelasnadakeduanya
mirip. Ki Seng-jiang yang cukup kawakanpun dapat membedakan
suara itu keluar dari mulut seorang gadis.
Reaksi Lim Cu-jing cukup cekatan dan cepat, sigap sekali dia
sudah berputar balik. Tapi suasana pasar malam saat itu masih
ramai, orang berjubal di jalan raya, sudah tentu jejak pelajar baju putih tak dilihatnya. Mungkin malam ini dia tidak berpakaian putih, pendek kata Cu-jing tak berhasil menemukan orang yang
diharapkan. Gulungan kertas tergenggam di telapak tangan, dia tahu melalui
secarik kertas ini orang ingin menyampaikan sesuatu khabar
padanya, semalam dia sudah muncul membantu dirinya
meloloskan diri darisini dapatdisimpulkanbahwadia kawandan
bukan lawan. Sungguh semalam ia tak menduga bahwa Ki seng-jiang tidur
dikamar bukunya, bila tiada bantuan pelajar baju putih, untuk
menerjang keluar dari kepungan musuh jelas tidak mudah.
Memangnya siapakah nona ini, kenapa begini misterius"
Malam ini dia menyambitkan gulungan kertas ini, memangnya
ada berita penting apa yang hendak disampaikannya padanya" Kini dia harus mencari tempat untuk membuka dan membaca gulungan
kertas ini. Segera dia ayun langkah ke depan serta perhatikan kiri-kanan
jalan raya, kebetulan tak jauh dilihatnya ada sebuah warung arak, langsung dia masuk ke sana dan duduk di meja paling pojok serta memesan makanan.
Sekilas Lim Cu-jing celingukan, dilihatnya tiada orang
memperhatikan dirinya, pelan2 dia buka gulungan kertas serta
membaca tulisan di kertas itu.
Seketika berubah air mukanya. Surat itu berbunyi:
"Temanmu menginap di rumah penduduk di pintu selatan
jejaknya sudah konangan, kalau tidak lekas ditolong mungkin
terlambat!" Dibagian bawahnya ada sebaris huruf kecil berbunyi:
"Kian Te-jin alias Ci Kun-jin ialah Cukong yang memiliki Tang-sun-can, bersama ini kusampaikan keterangan rahasia ini."
Kejut dan girang bukan main hati Lim Cu-jing di samping kuatir
pula akan keselamatan temannya, tapi siapakah teman yang
dimaksud dalam tulisan ini" Apalagi jejaknya sudah konangan,
padahal hari sudah gelap, dirinya tidak tahu di rumah penduduk
mana temannya menginap" Bagaimana pula mencarinya" Iapun
girang karena Ci Kun-jin yang dicarinya ubek2an selama beberapa hari ini akhirnya diperoleh beritanya dengan mudah. Karena
senang hampir saja dia lupa pada pesanan makanannya, untung
pelayan datang menyuguhkan arak, ia hanya minum dua teguk,
tak sempat dia makan hidangan yang dipesan terus berbangkit,
setelah meninggalkan beberapa keping uang perak, tanpa pamit
dia berlari keluar. Setiba ditempat sepi dan tiada orang, cepat dia mengusap
mukanya, obat rias di mukanya seketika rontok, lalu ia berlari ke pintu selatan. Dia tidak tahu di mana letak Ki-ti-pong" Maka dia tanyapenjualmiditepijalan, lalumenujukesana.
Ki-ti-pong adalah sebuah gang, rumah2 yang memagari gang
sempit ini kebanyakan gubuk2 reyot, setiba di ujung gang
dilihatnya di tempat gelap sana berdiri satu orang. Orang ini
berpakaian biru, bertopi lebar yang ditekan rendah, melihat ada orang datang, orang itu melangkah ke depan pelan2.
Sebelum orang buka suara Lim Cu-jing sudah mendahului tanya
dengan suara rendah: "Kau dari barisan keberapa?"
Orang itu tampak melenggong dan menatap tajam Lim Cu-jing,
tanyanya kemudian: "Apa katamu, siapa saudara?"
"Kau tidak mengenalku, tapi pasti kenal ini?" ucap Cu-jing sambil membuka tangannya, di telapak tangannya menggeletak
sebentuk medali perak, melihat medali perak itu, orang itu
tertegun dan bersuaralirih: "0, kau Jilingpan . . . . "ter-sipu2dia menjura.
Cu-jing pegang lengan orang, katanya: "Di sini jangan
disamakan di dalam, saudara tidak usah banyak adat, mari kita
bicara sambil berjalan supaya tidak menimbulkan curiga orang."
Dengan gugup orang itu perkenalkan diri: "Hamba Thio Si-jut, anggota kelompok ketiga dari barisan ke satu, barusan berlaku
kurang adat harap ......"
Cu jing tertawa: "O, kiranya Thio heng kita sama2 belum kenal, kesalahanmu bukan soal, aku Lim Cu-jing, baru kemarin malam
memangku jabatan ini, kali ini Jongtai menyerahkan penyelidikan rumah2 penduduk padaku, barusan kuterima perintah rahasia
Jongtai, adakah sesuatu yang mencurigakan dalam pengawasan
Thio-heng di tempat ini?"
Menurut laporan, rumah kelima di depan sana kemarin malam
datang seorang tua dan seorang muda mengiringi dua nona, logat
merekadaridaerahselatan,gerak-gerik merekamencurigakan."
Cu-jing pikir tua-muda dan dua nona, jelas itulah Cu Bun-hoa
bersama Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Cu Ya-khim. Sambil
menganggukdiabertanya:"Mereka mengadakan gerakanapa"
"Tiada gerakan apa2" sahut Thio Si-jut, "sejak kemarin mereka tidakpernah muncul."
Lim Cu-jing pura2 mengerut kening, katanya: "Lingpan hanya suruh kau seorang saja?"
"Ada seorang lagi berjaga di ujung sana, dia bernama Kiang It kui."
Lim Cu-jing mendengus, katanya: "Mereka ada empat orang.
Lingpan kalian hanya menugaskan dua orang di sini, bukankah
terlalu ceroboh?" "Ya, ya," Thio Si jut unjuk senyum getir, "hamba hanya diperintahkan mengamati gerak gerik mereka secara diam2.
Lingpan sudah memberi laporan kepada Toalingpan, katanya pada
kentongankeduanantiakan membekukmereka."
"Kalau keempat orang ini bukan kaum pemberontak
bagaimana?" tanya LimCu jing.
"Toalingpan pernah berpesan, lebih baik salah menangkap
seratus orang, daripada seorang pemberontak lolos."
"Memang betul ucapannya." ujar Lim Cu-jing, "coba kau tunjukkan tempatnya padaku."
Thio Si jut kaget. katanya "Jilingpan, kau ........ dia mengawasi Lim Cu-jing, lalu berkata pula: "barusan Toalingpan ada pesan, karena tenaga belum terkumpul, kami dilarang bergerak supaya
tidak menggagalkan rencana."
"Aku tahu, Jongtai langsung memberi perintah padaku untuk
menyelidiki keadaan di sini, kau harus tunjuk tempatnya supaya
aku bisa ikut mengawasi, kalau sampai mereka melarikan diri, kau berani tanggung jawab?"
Thio Si jut tak mau menanggung risikonya, lekas dia munduk2:
"Ya, ya, biarlah hamba tunjukkan tempatnya." -Lalu dia mendahului memasuki gang sempit itu.
Tujuh delapan langkah kemudian mendadak Thio Si jut berhenti,
katanya dengan lirih: "Rumah di depan itulah."
Cu jing melihat rumah yang ditunjuk adalah sebuah gubuk
bobrok, di depan pintu ada sebuah gerobak dorong yang sudah
rusak, sekali pandang orang lantas tahu bahwa penghuni rumah ini adalah penjaja kelilingan.
Tiada sinar pelita dalam rumah, keadaan gelap gulita dan tak
terdengar suara apapun, mungkin penghuninya sudah tidur
nyenyak "Itukan rumahpedagang kelilingan,"ucap LimCu jing.
"Ya, memang rumah itulah," sahut Thio Si-jut.
Mendadak Lim Cu-jing menutuk belakang kepala Thio Si-jut,
berbareng tangan kanan mencengkeram lengan orang, sekali
kempit dia bawa orang melejit maju ke depan pintu, terus
mengetuk pintu. Tapi dari dalam rumah tiada reaksi apa2. Cu-jing jadi gelisah,
kembali dia mengetok dua kali. Tetap tiada terdengar suara orang di dalam rumah. Cu jing kerahkan tenaga pada jari terus menonjok daun pintu, sekali tutul daun pintu lantas tembus dan berlobang, dia dekatkan mulutnya ke lubang serta bersuara dengan
Lwekangnya kedalamrumah: "Adakahorangdidalam."
Orang di luar rumah takkan mendengar suaranya, tapi yang
berada di dalam dapat mendengar dengan terang. Betul juga,
terdengar seorang tua bersuara serak bertanya: "Siapa di luar"
Tengah malam buta ada keperluan apa?"
Diam2 Lim Cu-jing geli mendengar suara ini, itulah suara Ciamliong Cu Bun-hoa, betapa-pun dia masih mengenalnya dengan
baik. "Waktu amat mendesak, lekas Cu-cengcu buka pintu," desis Cujing.
Sayup2 terdengar suara gemerisik lambaian pakaian orang, jelas
ada beberapa orang memburu keluar dari belakang rumah,
semuanya berjaga dan sembunyi di belakang pintu. Sudah tentu
semua ini takkan dapat mengelabui pendengaran Lim Cu-jing yang
tajam menyusul sinar api menyala, langkah berat dan pelahan
terdengar beranjak ke-luar, tak lama kemudian daun pintupun
pelan2 terbentang. Seorang laki2 bungkuk berdiri di tengah pintu, katanya: "Saudara ada urusan apa?"
Sekali pandang Lim Cu-jing lantas kenal kakek yang pura2
bungkuk ini memang Ciam-liong Cu Bun-hoa adanya, sebelum
orang melanjutkan pertanyaan, segera ia menyelinap masuk
dengan mengempit Thio Si jut sambil berkata lirih: "Cu-cengcu lekas tutup pintu."
Pada pintu yang menembus ke belakang berdiri seorang gadis
remaja, dia bukan lain adalah Cu Ya khim. Di belakang pintu
samar2 terlihat sembunyi dua orang lagi, jelas mereka adalah Tong Siaukhing dengan Tong Bun-khing yang menyamar.
Baru saja Lim Cu-jing berdiri di ruang tamu, Tong Siau-khing
sudah lekas2 merapatkan pintu, berempat mereka mengepung Lim
Cu-jingditengah, agaknya merekasiap bertindak bilaperlu.
Tapi belum lagi Cu Bun-hoa bertanya pula, semua orang kini
dapat melihat jelas siapa orang yang menyelinap masuk sambil
mengempit seorang lagi. Hampir bersamaan Tong Bun-khing, Cu
Ya khim dan Tong Siau-khing berseru girang: "He, Kau!"
Mata Cu Bun-hoa bercahaya, katanya tertawa: "Darimana kau
tahu kami berada di sini" Eh, siapa dia?"
Setelah meletakkan Thio Si-jut di lantai, Lim Cu jing menjura
kepada Cu Bun-hoa, katanya: "Cu-cengcu, duduk persoalannya kini tak sempat kujelaskan jejak kalian di sini sudah konangan musuh, orang ini adalah cakar alap2 dari pasukan bayangkari, pada
kentongan kedua nanti mereka akan menggerebek kalian, maka
Cucengcu berempat harus lekas menyingkir, ibu kini tinggal di Pek hun-am di luar pintu kota barat, sementara lebih baik kalian pindah ke sana saja. Cayhe masih ada urusan penting lain yang harus
segera kubereskan, baiklah aku mohon diri dulu." Lalu dia putar badan hendakpergi.
"Kau mau ke mana?" lekas Tong Bun khing bertanya.
"Disebelah lorong sana masih ada seorang cakar alap2, Cayhe akan bereskan dia."
"Bagaimana kitabereskan orang ini?"tanyaCuBun-hoa.
"Sudah kututuk hiat-to kematiannya, biarkan dia di sini, lekas kalian berangkat saja, setelah urusanku selesai Cayhe akan
menyusul ke Pek-hun-am."
Habis bicara Cu-jing tarik daun pintu terus menyelinap keluar
dan menghilang. Dengan cepat Lim Cu-jing tiba di ujung gang, dari kejauhan dia
melihat adanya bayangan orang yang berdiri di bawah emper.
Betapa cepat gerakan Lin Cu-jing, dikala orang itu terkejut
karena merasa kedatangan orang, tahu2 Lim Cu-jing sudah berada
di depannya. Ternyata orang ini cukup cerdik, sebat sekali dia
berkisar, berbareng tangan kanan meraba golok di pinggangnya,
tegurnya dengan kaget: "Siapa kau?"
"Kau ini Kiang It-kui, betul tidak?" kata Lim Cu-jing dengan suara kereng.
Keadaan gelap gulita, orang itu tak dapat melihat jelas muka
Lim Cu-jing, tapi mendengar Lim Cu-jing menyebut namanya, dia
bertanya kaget: "Kau kenal aku" Kau . . . ."
Terbukti bahwa orang ini Kiang It-kui, maka Lim Cu-jing tidak
mau banyak omong lagi, mendadak ia menutuk Hiat-tonya
sehingga semaput, dia raih badan orang terus dikempitnya dan
dibawa lari. Waktu dia kembali ke gubuk bobrok itu, Cu Bun hoa berempat
sudah tak kelihatan bayangannya, kiranya mereka sudah pergi.
Setelah menurunkan Kiang it hui, Cu jing tutup pintu depan, lalu dia buka jendela belakang dan keluar dari situ, dengan cepat ia kembali ke penginapannya.
Sudah tentu anggota pasukan bayangkari yang ditugaskan di
losmen Liang-kip untuk melindungi keselamatan Tu Hong-seng
tiada yang berani tidur, mereka tidak berani minum arak atau
berjudi. Biasanya bila mereka kumpul bersama, kalau tidak judi
pasti minum arak, ini sudah merupakan kerja rutin mereka, tapi
malam ini tiada satupun yang berani melanggar perintah.
Go Jong gi adalah pimpinan mereka, sudah tentu dia kelihatan
lebih sibuk, daun pintu kamarnya hanya dirapatkan saja,
jangankan tidur, rasa kantukpun harus ditahan. Dia tahu betapa
berat tugas mereka melindungijiwaTuHong-seng.
Kelompok pertama barisan bayangkari merupakan satuan yang
paling unggul daripada seluruh pasukan, bukan saja mereka pandai silat dan mememiliki Ginkang tinggi, merekapun mahir
menggunakan senjata rahasia, kini mereka sudah tersebar di
sekitar kamar Tu Hong-seng dan menunggu datangnya musuh.
Tapi ini hanya merupakan salah satu langkah permainan Ki
Sengjiang yang banyak muslihatnya.
Dia masih ada langkah kedua, yaitu seluruh anggota kelompok
kedua dan ketiga di bawah pimpinan masing2 juga terpencar
menginapdihotel2 sekitar losmen Liong-kip.
Menurut perhitungan Ki Seng-jiang, asal Tu Hong-seng mampu
bertahan dua tiga jurus terhadap Ling Kun-gi, maka orang yang
bertugas jaga di losmen Liong-kip akan berbondong2 keluar
membantunya. Begitu terjadi kegaduhan di losmen Liong-kip, maka orang2yangsembunyidihotel2 lainpunakansegera memburu tiba.
jangankan manusia, burungpun jangan harap bisa lolos dari
kepungan ketat ini. Ki-Seng-jiang sudah memberi pesan, mati atau hidup Ling Kun-gi harus ditangkap. Langkah kedua yang diatur Ki Seng-jiang ini cukup rahasia dan hati2 sekali, sampaipun Lim
Cu-jing danGoJong-gipuntidaktahusama sekali.
Dikala Lim Cu-jing beranjak memasuki gang di mana letak
deretan hotel2 itu, di ujung jalan sudah berdiri seorang laki2 kekar berpakaian hijau tua, melihat Cu-jing, lekas ia memapak maju,
sapanya dengan tertawa: "Apakah ini Lim-ya?"
Lim Cu-jing melenggong, tanyanya: "Kau ......"
Belum habis Cu-jing bicara orang itu sudah menambahkan
dengan tertawa: "Hamba mendapat perintah Jin-suya, ada sepucuk surat harus disampaikan kepada Lim-ya," dari sakunya dia
mengeluarkansepucuksuratdan diaturkan dengankedua tangan.
Jin-suya adalah Jin Ci-kui. Sekilas Cu jing berpikir, lalu ia terima suratitu. Setelahmemberihormatorang itupun melangkahpergi.
Diam2 Cu-jing berpikir: "Kini sudah hampir kentongan pertama, untuk keperluan apa Jin Ci-kui suruhan orang mengantar surat
padaku?" -"Ai, tidak benar, darimana dia tahu aku baru kembali lalu suruhanorang menunggudisini?"
Dilihatnya laki2 tadi berjalan dengan cepat, bayangannya sudah
lenyap ditelan kegelapan.
Hati Cu jing semakin heran dan curiga, lekas dia sobek sampul
surat, hanya secarik kertas sempit dan beberapa huruf yang
berbunyi: "Awas hati2, Ki Seng-jiang telah pasang kaki tangannya secara diam2 di hotel2 sekitar losmen Liong-kip, langkahmu harus hati2."
Tulisan ini tiada dibubuhi tanda tangan, tapi dari gaya tulisannya jelas mirip peringatan semalam dengan timpukan gulungan kertas
itu, maka dapatlah diterka bahwa penulisnya adalah satu orang.
Mau tidak mau Cu-jing melenggong heran, siapakah orang ini"
Berulang dia membantu dan menyampaikan peringatan, darimana
pula dia peroleh berita rahasia sepenting ini"
Cu-jing merobek kertas itu, dengan langkah lebar dia lantas
memasuki Tang-sun-can. Ia mendekati kamar Go Jong-gi, lekas
sekali Go Jong gi membukakan pintu, melihat yang datang Lim Cujing, dia menghela napas lega. katanya sambil membungkuk: "Limheng telah datang."
Cujing mengangguk, tanyanya:"Di sinitiadaterjadi apa2?"
"Aman, orang2 kita berjaga ketat siang malam, syukur Lim heng telah kemari."
"Aku akan menengok Tu heng, masih ada tugas penting lain
yang harus kubereskan selekasnya," lalu Cu jing . menuju kamar Tu Hong-seng serta mengetuk dua kali.
Sudah tentu Tu Hong-seng belum tidur, lekas dia membuka
pintu. Lim Cu-jing melangkah masuk, katanya tertawa: "Tu-heng belum tidur?"
Cepat Tu Hong-seng merapatkan pintu, katanya: "Semula aku
merasa aman di sini, tapi melihat gelagatnya aku merasa tidak
tenteram." "Sekeliling kamar Tu heng sudah dijaga ketat, kukira Tu heng tidak usah kuatir."
Kecut senyum Tu Hong-seng, katanya: "Lim-heng bukan orang
luar, biarlah kubicara terus terang, Ki-jongtai sengaja suruh
kutinggal di sini, tujuannya adalah membuat perangkap, aku
dijadikan umpan untuk menjebak Ling Kun-gi. Padahal kutahu ilmu pedang Ling Kun-gi amat tinggi, paling-paling hanya beberapa
jurus saja dapat ku-tandingi dia. Barusan aku berbaring sambil
memeluk pedang." Memang Lim Cu-jing melihat di ranjang menggeletak sebilah
pedang, tanpa terasa dia tertawa, katanya: "Tu heng terlalu hati2, bukankah Tu-heng yakin sanggup menandingi beberapa jurus" Bila
dia berani masuk ke kamar ini, Tu-heng boleh berteriak saja dan kawan2pastiakan keluar membantumu?"
"Teori memang demikian, tapi aku harus waspada, kabarnya
Ling Kun-gi pandai menyamar, maka se hari2an ini sampaipun
kacung yang mengantar minum dan makan juga kucurigai,
sebetulnya aku harap2 cemas supaya dia lekas datang, dengan
kekuatan orang banyak dapat kita menumpasnya maka legalah
hatiku," lalu dia menuding gulungan kertas di pinggir ranjang serta menambahkan "Barusan Jongtai suruh orang mengantar petasan, katanya bila melihat jejak Ling Kun-gi, aku harus lemparkan
petasan itu keluar jendela, orang2 yang membantuku akan segera


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdatangan." Diam2 Lim Cu jing berpikir: "Surat rahasia yang disampaikan pelajar baju putih itu kiranya tidak salah, bila petasan meledak, orang2 yang dipendam dalam hotel sekitar sini pasti akan segera memburu tiba." -Dengan tersenyum ia lantas berkata:
"Perhitungan Jongtai memang baik, tapi bila Ling Kun gi betul2
datang, mungkin Tu-hengtakada kesempatan
melemparkanpetasanitu."
Tu Hong-seng berjingkat kaget dan ketakutan. Dengan
tersenyum Cu-jing berkata pula: "Bukankah Tu-heng barusan
bilang Ling Kun gi pan-dai menyamar" Mungkin sekarang dia sudah berdiri didepanmu dan kausendiri masihbelumtahu."
Sedikit berubah air muka Tu Hong-seng.
Cu jing melangkah maju setindak, katanya katanya: "Mungkin, Cayhe inilah Ling Kun-gi."
Berdetak jantung Tu Hong-song, keringat dingin sudah
mengucur, katanya dengan menyengir: "Ah, Lim heng suka guyon saja dengan aku."
Meski Lim Cu-jing lagi mendekat selangkah, tapi karena dia
adalah Jilingpan, maka Tu Hong-seng tidak berani menyurut
mundur. Tangan kiri Lim Cu jing secepat kilat bergerak mencengkeram
uratnadiTu Hong-seng. "Kau . . . . " Tu Hong-seng berteriak kaget.
Tanpa memberi kesempatan bicara Cu-jing menutuk pula Yabun-hiat yang membuatnya bisu, katanya tertawa: "Sekarang Tu-hengsudahtahusiapaaku inibukanbukan?"
Karena urat nadi dipencet, Tu Hong-seng menjadi lemas, kulit
mukanya berkerut gemetar, keringat dingin berketes2 membasahi
jidat dan mukanya. Lim Cu-jing merendahkan suara dan berkata dengan kalem:
"Mungkin Yong lopek tidak tahu bahwa dulu kaupun menjual Hekliong hwe, lantaran kau juga salah satu daripada ke 36 panglima maka beliau mengampuni kau. Tentunya kini masih ingat pesan
dan petuah apa yang diberikan Yong-lopek sebelum melepasmu
pergi, kita adalah keturunan Ui-te, bangsa Han yang jaya, maka
kau diharapkan menjadi manusia baik2, tak nyana jiwamu ini
kemaruk harta dan pangkat, watak bejat-mu memang sukar
diperbarui, baru sekarangkauharus mengalaminasibjelekini."
Tu Hong-seng ber kedip2 mukanya yang pucat ketakutan, ber
gerak2 seperti mau minta ampun atau ingin membela diri, tapi
suaranya tidak keluar. Habis bicara Lim Cu-jing lantas menutuk ulu hatinya, berbareng
tangan kiri menarik tubuh orang dan dilempar ke atas ranjang dan ditutupi selimut seperti orang tidur layaknya. Lalu dia menarik daun pintu, lalu cepat2 ia menuju kamar Go Jong-gi, langsung dia
dorong pintu dan masuk: "Go-heng, segera kau pilih enam orang yang mahir menggunakan senjata rahasia, suruh mereka ikut aku."
Go Jong gi mengiakan, tanyanya sambil mengawasi Lim Cu jing:
"Lim-henghendaksuruh merekakemana?"
"Sudah kuselidiki pada sebuah rumah penduduk ada sembunyi
kaum pemberontak, akan kubawa mereka untuk membekuk orang,
kau tak usah banyak tanya."
Toalingpan pernah berpesan agar seluruh anggota bayangkari
tunduk pada perintah dan petunjuk Lim Cu-jing, maka Go Jong gi
tak berani banyak bicara, setelah mengiakan dan bertanya pula:
"Lim-hengsuruh merekaberkumpuldimana?"
"Suruh mereka keluar dari pintu belakang hotel ini, setiba di ujung jalan sana, mereka harus tunggu perintahku di tempat
gelap, sementara kau dan empat orang yang lain harus tetap siaga di sini, setapakpun tak boleh pergi."
Go Jong-gi mengiakan terus bergegas keluar.
Lim Cu jingpun segera keluar, tidak lama dia menunggu di ujung
jalan kecil sana, maka orang2 yang dia inginkan pun berdatangan.
Cu jing memberi tanda gerakan tangan, segera beberapa orang
berlari mendatangi. Cu jing membawa mereka ke suatu tempat
gelap yang tersembunyi, dia hitung jumlah orangnya ada enam
orang, katanya: "Barusan apakah Go lingpan sudah menjelaskan kepada kalian?"
Salah seorang menjawab sambil membungkuk: "Lapor Jilingpan, Go-lingpan sudah pesan, katanya Jilingpan akan memberi tugas
khusus kepada kami, maka kami disuruh tunduk pada perintahmu."
"Betul," ucap Cu-jing dengan menahan suara, "tadi sudah berhasil kuselidiki suatu rumah penduduk yang menyembunyikan
kaum pemberontak, mereka akan bertemu pada kentongan kedua
malam nanti, kita harus siapkan lebih banyak senjata rahasia, pada saatnya nanti tanpa bersuara dapat kita bereskan mereka dengan
senjata rahasia. Keenam orang itu serempak mengiakan.
"Baiklah, kalian sekarang ikut aku," ucap Lim Cu jing. Lalu dia mendahului melompat ke sana diikuti keenam orang itu, cepat
sekali merekasudahtiba ditempatyangdituju.
Melihat cuaca Cu jing taksir temponya sudah dekat kentongan
kedua, kira2 setengah jam lagi gerakan akan segera dilaksanakan, maka dia pimpin keenam orang itu memasuki jalan sempit yang
jorok itu. Sebelumnya dia menerawang keadaan di sekitar sini maka dia
sebar keenam orang itu ke atas wuwungan rumah penduduk di
sekitarnya, masing2 di pesan menyiapkan senjata, diserukan
sebelum lawan mendekati rumah penduduk nomor lima mereka di
larang turun tangan. "
Setelah mengatur, diam2 Lim Cu jing bergembira, pikirnya:
"Setelah kentongan kedua nanti, biarlah kalian saling cakar dan baku hantamsendiri."
Sigap sekali Cu-jing melompat turun, dengan mengembangkan
Ginkanglangsungdiaberlarisekencangangin menujukekotabarat,
tujuannya adalah kebun bunga keluarga Kauw.
Malam pekat, tembok tinggi memagari taman yang lebat
ditanamipepohonan, alamsemestaditabiri kabuttebal.
Karena taman ini menjadi kediaman pribadi komandan pasukan
bayangkari macam Ki Seng-jiang yang cukup berkuasa dan
disegani, meski berkepandaian tinggi dan nyalinya besar,
betapapun Cu jing tidak berani gegabah, setelah hinggap di atas tembok, dengan seksama dia periksa keadaan sekeliling-nya,
setelah itu baru melayang turun.
Letak di mana dia turun kebetulan berada di sisi sebuah
gunung2an yang tersembunyi, sebuah jalan beralas batu putih
tampak menjurus ke sana menuju sebuah gardu kecil gardu
pemandangan kecil ini dikelilingi pepohonan yang terawat baik
dengan daunnya yang rimbun menghijau.
Sudah tentu Cu-jing tidak sempat perhatikan panorama indah
dalam taman, baru saja dia hendak melompat ke sana, tiba2
didengarnya nyekikik tawa geli seseorang, suaranya nyaring
merdu, jelas suara seorang perempuan.
Di tempat seperti ini, meski itu hanya cekikik tawa seorang
perempuan, tapi bagi pendengaran Lim Cu-jing sungguh amat
mengejutkan, lekas dia berhenti beraksi serta pasang mata ke
sekelilingnya. Sebetulnya tak perlu dicari lagi, karena di tengah pepohonan
yang rimbun sana pelahan2 telah muncul sesosok bayangan
semampai. Belum lagi Cu-jing melihat jelas siapa bayangan
ramping itu, orang berbadan semampai itu, sudah bersuara:
"Lim-kongcu baru datang, sudah lama hamba menunggu di sini."
Nona ini berpakaian hijau pupus dengan gaun putih mulus,
perawakannya tinggi semampai, kuncirnya yang besar dan kelam
tampak menjuntai di kedua pundaknya, cuma kedua tangannya
menutupi muka sambil miringkan badan lagi sehingga tak terlihat jelas roman mukanya. Dandannya mirip seorang pelayan.
Sekilas melenggong Lim Cu jing lantas bertanya dengan
merendahkan suara: "Nona . . . . ." Bayangan ramping. itu cekikikan pula, katanya: "Memangnya Ling-kongcu sudah tidak mengenal-ku lagi" Hamba adalah Ing jun." -Baru sekarang dia berputar menghadap kemari.
Betul, memang dia Ing-jun adanya, kini Cu-jing dapat melihat
jelas, raut muka bundar laksana biji kwaci yang manis, bola
matanya yang jeli, waktu tertawa sungguh menggiurkan.
Lim Cu-jing menghela napas lega, tanyanya sambil menatap Ing
jun. "Dari mana nona tahu Cayhe akan datang?"
Ing-jun tertawa manis, katanya dengan nada misterius: "Kongcu takusahtanya, waktuamat mendesak, lekasikuthamba."
Tindak tanduknya aneh dan misterius serta tetap nakal seperti
waktu berada di Coat-sin-san-ceng, tiada pertanyaan yang
dijawabnya secara langsung, habis bicara terus putar tubuh
melangkah pergi, dari laporan Ting Kiau, Cu-jing tahu bahwa Ingjun adalah mata2 yang ditanam di sini oleh Pek-hoa-pang, maka
dia tidak menaruh curiga, tapi dia tetap waspada, tanyanya:
"Kemanakah nona hendak membawaku?"
Sambil berjalan Ing-jun menjawab: "Hamba akan membawamu
ke suatu tempat untuk menolong seseorang."
"Menolong orang" tanya Cu-jing heran. "Menolong siapa" ."
"Setiba di tempat tujuan, Kongcu akan tahu sendiri," dia tetap tidak mau menjelaskan.
Sambil bicara merekapun telah beranjak cukup jauh, diam2 Cujing merasa heran dan bingung, karena Ing-jun berlenggang
dengan cepat dan terang2an seperti tidak takut dilihat orang, mau tidak mau hal ini menimbulkan rasa curiga, maklumlah Ing-jun
hanya seorang pelayan pribadi, mungkin dia memperoleh kisikan
dari sang Pangcu Bok-tan agar menunggu dan menyambut dirinya,
tapi itu mestinya dilakukan dengan sembunyi2, membawa seorang
luar, apalagi di tengah malam buta, tapi dia berjalan seperti berada di rumah sendiri, tidak kuatir dilihat orang. Walau merasa urusan agak mencurigakan, tapi dia berkepandaian tinggi, nyalipun besar, apalagi tujuan kedatangannya memang hendak mencari Ki
Seng-jiang, peduli musuh bersiap atau tidak menunggu
kedatangannya, akhirnya toh harus bergebrak mati2an.
Dengan langkah mantap Cu-jing terus mengikuti langkah
Ing-jun dengan cepat, tak lama kemudian tiba di depan sebuah
bangunan mungil berloteng.
Mendadak Ing jun berhenti dan menuding ke atas loteng,
katanya: "Orang yang harus Kongcu tolong berada di loteng ini, biarlah hamba berjaga di sini, silakan kau naik ke atas."
Lebih jelas lagi bahwa Ki Seng-jiang memang telah mengatur
perangkap di loteng ini. Diam2 Cu-jing tertawa dingin, pikirnya: "Ki Seng-jiang, seumpama kau sembunyi di sarang harimau dan rawa
naga tetap akan kupancung kepalamu, hanya sebuah loteng sekecil ini memangnya dapat mengurung aku?"-Meski berpikir demikian, tapi dia bersikap wajar dan tertawa malah, katanya: "Terima kasih atas petunjuk nona."
"Kongcu harus lekas bekerja, biarlah hamba menunggu di sini saja" ujar Ing-jun tersenyum penuh arti.
Cu-jing tidak bicara lagi, dengan enteng dia meloncat ke atas
dan hinggap di serambi loteng tingkat kedua. Lantai kedua ini ada tiga deret kamar, semua gelap gulita tiada tampak sinar lampu dan tak terdengar suara orang, daun pintu yang terukir indah hanya
sedikit dirapatkan saja. Sejenak Lim Cu-jing merandek, lalu dia mengeluarkan Le liong-cu dan mendorong pintu sambil melangkah
masuk. Le-long-cu memancarkan cahaya kemilau di tempat gelap, di
bawah penerangan mutiara ini Cu-jing dapat keadaan kamar,
seketika ia melenggong. Kamar pertama rupanya ruangan kerja,
kamar ke-dua kamar tidur yang dipajang indah dan mewah, tapi
keadaansunyisenyaptakterlihatbayanganseorangpun, jelasdisini tak ada perangkap apapun.
Disamping curiga Cu-jing menjadi bingung pula, di lihatnya di
sebelah kanan terdapat sebuah pintu, kerai menjuntai menutupi
pintu, karena cahbaya Le liong-cu rentengan mutiara itu
menimbulkan kemilau yang beraneka warnanya.
Tiba2 Cu-jing tersentak kaget dan teringat pada orang yang
harus ditolongnya seperti apa yang di katakan Ing jun, katanya
berada di atas loteng, mungkin berada di kamar sebelah, cepat ia menyingkap keraidan masuk.
Baru saja maju selangkah, hidangnya dirangsang bau harum
semerbak, ada almari pakaian berkaca, sebuah meja rias mungil,
ranjang berkelambu sutera yang bersulam indah.
Inilah kamar perempuan. Sekilas Cu-jing melenggong, baru saja
timbul niatnya hendak keluar. Tiba2 dilihatnya tak jauh di depan ranjang sana tanpa bergerak dan tidak bersuara rebah seorang
perempuan tua berbaju hijau, sekilas pandang bagi seorang ahli
akansegeratahubahwaperempuantua ini tertutukhiat-tonya.
Cu-jing membatalkan niatnya mundur, rasa curiganya
bertambah tebal, dengan langkah lebar dia melejit maju,
didapatinya di atas ranjang rebah pula seorang perempuan.
Perempuan yang rebah di ranjang ini ditutupi kemul yang bersulam sepasang burung Hong, yang kelihatan hanya wajahnya yang putih
halus, rambutnya terurai awut2an.
"bola mata orang yang jeli tengah terbeliak mengawasinya,
mulutnya mengeluarkan suara "Uh, uh," agaknya dia telah meronta di dalam kemul. Begitu pandangan Lim Cu jing bentrok dengan
wajah perempuan di dalam kemul itu seketika dia terjingkrak
kaget. Diabukan lain adalahPuiJi-ping adanya.
"Ping-moay," seru Cu-jing gugup, tanpa ayal dia memburu ke depan ranjang, berbareng terus menyingkap kemul.
Begitu kemul tersingkap seketika Cu-jing tersirap kaget, selebar mukanya seketika merah jengah. Ternyata Pui Ji-ping yang
terbungkus selimut telanjang bulat tidak mengenakan seutas
benangpun, kaki dan tangannya terpentang lebar dan terikat oleh tali sehingga badannya telentang dengan kaki tangan terpentang
lebar. Badannya yang montok putih dengan bagian tubuh yang
menggiurkan terpampang di depan matanya,
Tidak sedikit Cu-jing berkenalan dengan gadis2 cantik, tapi
adegan bugil seperti yang dilihatnya sekarang belum pernah
terjadi, keruan jantung terasa hampir melompat keluar, sesaat dia tertegun dan tak tahu apa yang harus dilakukan, akhirnya dengan tersipu2 diatarik kemulpulauntuk menutup badansinona.
Melihat orang yang muncul mendadak ini adalah Ling-toako
yang dirindukannya siang dan malam, kini terlihat keadaan dirinya yang bugil begini, keruan malu Ji-ping tak terkatakan, tapi dia juga kejut dan girang. Malu karena keadaan yang bugil ini sudah
terpampang di depan orang, selanjutnya bagaimana dia harus
menjadi orang" Kejut dan girang karena Ling-toakonya akhirnya
dapat menemukan dia dan menolongnya.
Kedua pipinya tampak merah, matanya terpejam rapat, tak
terasa air matapun meleleh.
Lekas Lim Cu jing tenangkan hati, dia ingat menolong orang
harus cepat. Apabila mulut Pui Ji-ping hanya bersuara "uh-uh", mungkin mulutnya tersumbat sesuatu.
Cepat Cu jing mengangkat dagu orang, tangan yang lain
mengorek mulut si dara dan mengeluarkan segumpal kapas.
Saking gugup dan malu hampir saja Pui Ji-ping menangis,
katanya mewek2: "Toako, kau tidak perlu ragu, lekas lepaskan ikatan kakitanganku."
Betul, berada disarang harimau, sembarang waktu kemungkinan
dipergoki musuh. Tanpa ayal Cu-jing segera bekerja, tapi dia tidak berani
menyingkap kemul lagi, hanya kedua tangan yang terjulur masuk,
dia kerahkan tenaga pada jari2 tangan, sejak mulai dari
pergelangan tangan yang terasa, halus terus naik ke lengan, satu persatu dia jepit putus tali pengikatnya.
Celakanya ditubuh Pui Ji-ping masih ada empat tali pengikat,
untuk memutus keempat tali inilah dia merasa serba susah. Tali
pertama melingkar dari depan dada tepat di atas "bukit" Pui Ji-ping terus melingkar ke belakang, tali kedua melingkari pinggangnya, dua tali yang lain masing2 membelenggu paha dan pergelangan
kaki. Meski teraling kemul, tetap tangannya akan menyentuh bagian
badan yang montok dan lunak itu, tidak kepalang malu Pui Ji-ping, tepaksa dia pejamkan mata, jantungnya berdetak laksana deburan
ombak samudra. Untunglah tali yang mengikat dadanya lekas sekali sudah
terputus. Sudah tentu Cu-jing dapat merasakan gerakan badan Pui Ji-ping sehingga kedua tangan yang memang gemetar itu semakin
bergetar, jantungnya serasa mau melompat keluar. Untunglah
putusnya tali pengikat telah menyadarkan pikirannya, diam2 dia
merasa malu sendiri, lekas dia meraba ke bagian pinggang,
beruntun dia putus pula tali pengikatnya. Kini dia tinggal memutus tali yang melingkari paha dan kaki. Mungkin sudah teramat lama
Pui Ji-ping terbelenggu hingga jalan darahnya terganggu, badan
terasa kemeng, seketika kaki tangan tak mampu bergerak, dia
meringkuk dalam kemul serta berseru pelahan: "Toako. lekas carikan pakaianku . . . ."
"O, ya" sahut Cu-jing, dilihatnya di atas kursi sana ada setumpukan pakaian, lekas dia memburu kesana serta
melemparkannya ke ranjang.
"Toako," seru Ji-ping. Malu2, "lekas kau putar ke sana."
Tanpa bicara Cu-jing berputar membelakanginya.
Bergegas Pui Ji-ping kenakan pakaiannya, memakai kaos kaki
dan sepatu, lalu melompat turun dari ranjang, begitu berdiri lantas dilihatnya perempuan tua yang menggeletak di pinggir ranjang,
seketika dia naik pitam, bentaknya: "Keparat yang pantas
mampus!" -Kakinyaterus mendepakdadaperempuan tuaitu.
"Ping-moay," seru Cu-jing, "apa yang kau lakukan?"
Merah mata Pui Ji-ping, katanya: "Toako, kau tidak tahu, untuk menjilat majikannya perempuan bejat ini membelejeti aku dan
mengikatku di atas ranjang, bila kau datang terlambat, mungkin
aku ..... terpaksa harus mati saja." Habis bicara pecahlah tangisnya, lantas dia menubruk ke dalam pelukan Lim Cu-jing alias Ling Kun-gi.
Dalam perjalanan tadi dia sudah mengusap obat riasnya,
dengan wajah adanya sebagai Ling kun-gi dia hendak menuntut
balas sakit hati keluarga dan dendam seluruh anggota
Hek-liong-hwe. Sejak kini Ling Kun-gitidak perlu menggunakan
namasamaranlagi. Kiranya tanpa sengaja Pui Ji-ping yang minggat ini akhirnya tiba juga di Jiat-ho dan mendapat tahu tempat tinggal Ki Seng-jiang, maka secara diam2 dia menyelundup ke dalam taman ini hendak
membunuh Ki Seng-jiang, sayang dia tertawan malah. Ki
Seng-jiang membuka kedoknya dan tahu bahwa dia seorang
perempuan, dasar bandot, maka timbul niatnya yang jahat hendak
berbuat tidak senonoh. Loteng mungil ini memang tempatnya
untuk berfoya2 dan melakukan perbuatan mesumnya, entah
berapa banyak perempuan baik2 telah ternoda olehnya. Jelas
perempuan tua itu adalah pembantunya yang melakukan
kejahatan, depakan Pui Ji-ping tadi ternyata membuatnya muntah
darah, jiwapun melayang seketika.
Dengan kasih sayang Kun-gi membelai rambut Pui Ji-ping,
katanya: "Hayolah Ping-moay, kita buat perhitungan dengan
bangsat tua itu." "Sayang tiada pedang di sini, aku harus cari senjata dulu."
"Kau ingin bersenjata, nah, pakailah pedangku ini," dia keluarkan Seng-ka-kiam untuk Ji-ping.
Mereka melompat ke bawah loteng, Ing-jun ternyata masih
berdiri di bawah pohon, melihat mereka turun cepat dia memapak


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maju, katanya dengan tertawa: "Selamat Ling-kongcu berhasil menolong nona Pui."
"Siapa kau?" bentak Pui Ji-ping sambil menuding dengan pedangnya.
"Ping-moay, dianona Ing-jun, orang Pekhoa-pang."
"Toako, jelas dia sekomplotan dengan nenek bejat itu, diapun membantunya mengikat aku."
"Memang betul," ujar nona Ing-jun, "tapi nona Pui jangan lupa, Liu-pocu aku pula yang menutuknya roboh, sebetulnya sejak lama
aku bisa membebaskan nona, soalnya majikanku berpesan,
katanya biarkan nona menderita sedikit, tunggu saja biar
Ling-kongcu yang menolongmu."
Merah jengah muka Ji-ping, tanyanya dengan bersungut: "Siapa majikanmu?"
Ing-jun tertawa penuh arti, katanya: "Hamba menunggu di sini untuk membawa kalian menemui majikanku."
"Ki Seng-jiang berada di mana?" tanya Kun-gi.
"Ling-kongcu dan nona Pui tak usah banyak tanya, mari ikut hamba saja," ucap Ing-jun.
"Baiklah," akhirnya Kun-gi mengangguk, "silakan nona tunjukkan jalan."
Dengan tersenyum Ing-jun beranjak pergi, Kun-gi dan Ji-ping
sama mengintildibelakangnya.
Pepohonan dalam taman betul2 rimbun, malam gelap lagi,
meski banyak gardu2 pemandangan yang tersebar di sana sini, tapi hanya kelihatan bayangannya saja tanpa terlihat ada sinar pelita, akhirnya mereka di depan sebuah gedung bertingkat lima.
Gedung ini serba ukiran, dikombinasikan dengan cat warna
warni yang serasi, maka kelihatan megah dan angker. Di depan
terdapat lima susun undakan batu marmer. Taman seluas ini
seluruhya gelap gulita, hanya gedung berloteng inilah cahaya lilin masih terang benderang, mungkin di sinilah
KiSeng-jiangbertempattinggal.
Ing-jun membawa kedua orang berhenti di depan pintu serta
membungkuk, serunya: "Ling-kong-cu, nona Pui silakan masuk!"
Walau berbagai persoalan mengganjal hatinya, tapi Ling Kun-gi
bersikap wajar seperti tak acuh, dengan langkah lebar dia masuk kedalam. Itulah sebuah pendopo yang besar, meski tidak semewah
ruang atau kamar yang lain, tapi meja kursi yang ada di sini semua serba antik, di ruang pendopo inipun tak kelihatan bayangan
seorangpun, sudah tentu hal ini membuat Kun-gi bertambah
bingung dan keheranan, memangnya Ki Seng-jiang sedang main
kucing2an dengan dirinya"
Tatkala dia masuk ke ruang pendopo itulah, dari balik pinto
bundar di sebelah kanan sana muncul seorang laki2 kurus tua
berpakaian kuning tembaga, kulit mukanya merah, tulang pipinya
menonjol, sorot matanya berkilat tajam, berdiri sambil
menggendong kedua tangan, katanya sambil menggapai: "Ling
hiantit, kenapa baru sekarang datang?"
Kun-gi melenggong sejenak, cepat dia menjura, serunya:
"Kiranya kau paman mertua."
Laki2 kurus tua berjubah kuning tembaga ini memang Jicengcu
keluarga Un dari Ling-lam, Un It-kiau adanya.
Un It-kiau tertawa, katanya: "Semua sudah berada di sini, lekas kemari."
Bertambah bingung hati Kun-gi, sambil mengiakan dia ikut ke
sana, Pui Ji-ping dan Ing-jun ikut di belakangnya.
Itulah sebuah kamar buku, lilin besar terpasang terang
benderang, kecuali Un It-kiau, di dalam kamar buku masih ada tiga orang, begitu melangkah masuk seketika Kun gi tertegun pula. Ketiga orang itu adalah Un It-hong Un locengcu, Un Hoan-kun dan
Bok-tan. Di atas kursi ukiran berlapis kulit di sana, duduk dengan lunglai seorang yang tengah dicarinya, yaitu komandan pasukan
bayangkari di istana raja kota Jiat-ho ini, Ki Seng-jiang adanya.
Meski dia duduk di kursi kebesarannya, tapi kedua bola matanya
terbeliak, mukanya menampilkan rasa gusar, kaget dan takut pula.
Bagi seorang ahli sekali pandang akan tahu bahwa Hiat-tonya telah tertutuk sehingga tidak bisa berkutik kecuali biji matanya yang jelilatan.
Dalam hati Kun-gi sudah maklum apa yang telah terjadi, dengan
kehadiran Un-locengcu di sini, seluruh penghuni taman keluarga
Kauw ini pasti sudah terbius seluruhnya, tak heran sepanjang jalan dirinya tak pernah menemui rintangan. Lekas dia memburu maju
dengan membungkuk diri, serunya: "Siausay (menantu)
menghadap Gakhu (mertua)."
Dengan muka jengah lekas Pui Ji ping berlari ke arah Bok-tan
dan Un Hoan-kun, teriaknya: "Cici, ternyata kalian juga datang."
"Adik Ji-ping, bikin susah kau saja," ujar Bok-tan, lalu dia berbisik di telinganya: "Sejak tadi aku datang bersama Un-cici, sebetulnya kami sudah harus menolongmu, tapi Un-Cici usul
supaya dia saja yang menolongmu, ini keputusan yang kita ambil
setelah disepakati bersama, adikku yang baik, meski kau agak
tersiksa tapi imbalannya cukup memadai, kautidaksalahkan kami
bukan?" Sudah tentu Ji -ping maklum kemana juntrungan kata2 Bok tan
itu, sebagai gadis suci masih muda sampai dilihat dan diraba oleh Ling Kun-gi dalam keadaan bugil, memangnya kepada siapa dia
harus menikah" Kiranya semua ini memang dirancang oleh Bok-tan
dan Un Hoan-kun, maksud mereka memang baik, hati Ji-ping
menjadi terharu. Dengan muka merah dan melelehkan air mata dia
tetap pura2 mengomel: "Kalian memang berengsek, selanjutnya bagaimana aku harus jadi manusia?"
Dengan suara lirih halus Un Hoan-kun membujuk: "Adik Ji-ping, jangan menangis, urusanmu serahkan saja kepada kami."
Mereka bertiga saling berbisik, sementara di sebelah sana Un Ithong tengah berkata kepada Ling Kun-gi: "Hiansay, waktu amat mendesak, orang she Ki sudah kupunahkan ilmu silatnya, kini
tinggaltunggu kedatanganmu, lekaslah kauturuntangan."
Berlinang air mata Ling Kun-gi, katanya dengan dada sesak dan
tersengal haru: "Malam ini Siausay mencarinya untuk membuat perhitungan kematian ayah dan para pahlawan Hek-liong-hwe,
berkat bantuan Gakhu, Siausay merasa sangat berterima kasih."
Lalu dia melangkah maju, bentaknya dengan mendelik dan
menuding Ki Seng jiang: "Bangsat keparat she Ki, kau tahu siapa aku?"
"Ling-hiantit," kata Un It-kiau. "Hiat-to bisunya tertutuk, dia tak bisa bersuara."
Kun-gi angkat sebelah tangannya menepuk jidat orang, Hiat-to
bisu orang dibukanya. Ki Seng-jiang segera menggeram gusar,
teriaknya: "Kalian kaum pemberontak ini berani bertingkah di sini, kalian berani membunuh Lohu, mungkin kerajaan takkan memberi
ampun pada kalian." "Tua bangka keparat," hardik Kun-gi, "kematian di depan mata masih berani kau menggertak orang dengan nama kerajaan" Sejak
kecil kau dididik oleh Ciok-boh Lojin dari Ui-san, Ciok-boh Lojin terkenal bajik dan mempunyai cita2 luhur demi negara dan bangsa, beliau adalah salah satu dari kedelapan Houhoat Thay-yang-kau,
sungguh tak kira kau manusia berjiwa kerdil, gila pangkat dan
tamak harta, sudi menjadi antek bangsa lain, menindas rakyat
bangsa sendiri demi mengejar pahala untuk junjunganmu, tak
segan2 kau menjual Hek-liong-hwe sehingga menimbulkan banyak
korban jiwa, hari ini aku menuntut balas sakit hati ayahku dan
menuntut keadilan bagi para patriot Hek-liong-hwe. Ketahuilah,
setiap penghianat bangsa adalah beginilah akhirnya, Tu Hong-seng sudah kubunuh, segera aku akan mencari Ci Kun jin pula,
kepalamu harus ku penggal dan kubawa pulang. Pelan2 dia terima
pedang dari Pui Ji-ping, pedang pendek yang kemilau itu tampak
mengkilapkan hawa ke hijau2an.
Pucat pasi muka Ki Seng-jiang karena kejahatannya dibeber,
tapi dia seorang yang sudah kenyang makan asam garamnya
kehidupan, meski pedang sudah mengancam tenggorokan dan
tidak mengunjukkan rasa takut dan jeri bentaknya malah: "Nanti dulu, Lohu ingin bertanya padamu."
"Katakan! Bentak Kun-gi.
Kau inilah Ling Kun-gi?"
"Tidak salah." "Katamu kau telah membunuh Tu Hong-seng?"
"Kau kira Tu Hong-seng dijadikan umpan di hotel untuk
memancingku masuk perangkap" Ketahuilah, secara terang2an aku
berlenggang masuk ke sana, setelah kubunuh Tu Hong-seng
dengan berlenggang pula aku keluar, sampaipun petasan yang kau
kirim kepadanyapuntakpernahsempatdiusiknya, kaupercaya?"
"Itu tidak mungkin." teriak Ki Seng-jiang serak.
Kun-gi tersenyum, katanya: "Biar kuberitahu padamu, dengan sedikit menggunakan akal, barisan kesatu dari barisan ketiga
pasukan bayangkari kebanggaanmu itu telah kubikin saling bunuh
sendiri." "Kau...."desisKiSeng-jiangdengan menggreget.
Sebelum orang bicara lagi Kun-gi sudah merogoh keluar sebuah
medali perak dari sakunya, katanya sambil membentang telapak
tangan ke muka orang: "Karena aku ini Jilingpan, maka punya hak dan kuasa untuk memerintah mereka, sekarang kau sudah
mengerti?" Mendelik mata Ki Seng-jiang, suaranya gemetar geram: "Kau
Lim Cu-jing!" "Betul, karena tidak ingin membunuhmu di dalam istana, maka kubiarkan kau hidup sehari lebih lama," habis berkata pedang pendeknya bekerja, batok kepala Ki Seng-jiang seketika
menggelinding jatuh. Sejak tadi Un It-kiau sudah siapkan sebuah kantong kertas
minyak, lekas dia masukkan batok kepala Ki Seng-jiang ke dalam
kantong kertas minyak itu. Un It-hong keluarkan sebotol Hoa-kut-san, dengan ujung jarinya dia mencukil sedikit bubuk obat terus ditaburkan ke leher Ki Seng-jiang yang putus, lekas sekali sekujur badan Ki Seng-jiang lumer menjadi cairan darah.
Kun-gi simpan pedangnya, katanya: "Gakhu kalian harus lekas keluar kota dari bergabung dengan ibu di Pek-hun-am, Siausay
akan mencari Ci Kun-jin dan membuat perhitungan dengannya,
paling lambatsebelumterangtanahpasti akan kususul kalian disana."
"Biar aku ikutkau,"sela Boktan.
"Akujuga mauikut,"UnHoan-kuntidakmauketinggalan..
Biasanya Pui Ji-ping pasti tidak mau ketinggalan, tapi malam ini dia hanya menunduk saja dengan muka merah dan tak berani
bersuara. "Ci Kun-jin adalah majikan Tang-sun-can," ujar Kun-gi, "untuk membunuh dia aku seorang diri sudah lebih dari cukup. kalian tak usah ikut, tunggu saja di luar kota bersama ibu." -Lalu dia menjura pada Un-cengcu berdua, sekali berkelebat bayangannya melayang
keluar jendela dan lenyap ditelan kegelapan.
0-00-0dw0-00-0 Tang-sua-can adalah bangunan tujuh deret, setiap deret
dibatasi pekarangan luas. Lapis ketujuh dan terakhir adalah daerah tempat tinggal sang majikan, untuk bangunan lapis ketujuh ini
dibuat sedemikian rupa sehingga terasing dari enam lapis yang
lain. barisan depannya dipagari tembok setinggi dua tombak, di
luar tembok mengalir selokan lebar dan dalam, pepohonan tampak
rindang dan tumbuh subur serta terawat baik, tanahnya jauh lebih luas pula dari keenam lapis yang lain, pintunya terbuat dari papan besi yang bercat merah, dua singa2an tembaga bertengger di kirikanan pintu, mungkin setiap hari dibersihkan hingga kelihatan
mengkilap. Kedua daun pintu besi ini sepanjang tahun tertutup
rapat, untuk masuk ke bilangan terakhir ini dari Tang-sun-can ini harus lewat pintu samping terus masuk lengkong dan serambi
panjang sejak mulai deretan rumah kelima. Seperti diketahui lapis keenam merupakan kamar2 hotel yang khusus diperuntukkan
orang2 yang berduit, maka pintu2 di sini yang menembus ke
segala penjurupun selalu terkunci.
Biasanya majikan Tang-sun-can jarang keluar menerima tamu,
umpama terpaksa harus keluar juga selalu dikawal oleh lima laki2
kekar jago silat. Tidak banyak orang yang pernah melihat tampang majikan
Tang-sun-can, mungkin dia sadar kejahatan yang pernah dia
lakukan dulu teramat banyak, dosanya bertumpuk, takut musuhnya
menuntut balas, maka selamanya dia mengeram diri bersama para
Kucing Suruhan 12 Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Pendekar Pedang Sakti 9

Cari Blog Ini