Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 29

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 29


Teranglah itu ada bungbung yang muat kertas, atau surat warta berita.
Sebisa bisa Boe Wie Yang tenangkan diri untuk tidak
kentarakan goncangan hatinya karena burung2 itu pasti membawa berita penting.
Thian kong chioe Bin Tie, hiocoe dari Ceng Loan Tong, dan Pat pou Leng po Ouw Giok Seng, hiocoe dari Kim
Tiauw Tong, tak tunggu titah lagi dari ketuanya, sudah bertindak untuk pungut kedua bangkai burung itu, mereka tidak balik kedalam rombongannya hanya terus saja mereka lari kebelakang bagaikan terbang.
Dimatanya pihak tetamu, teranglah sudah, pihak tuan
rumahnya pasti sedang menghadapi urusan besar, karena kalau tidak, tidak nanti hiocoe2 dari Lwee Sam Tong
bertindak secara demikian ter gesa2. Tidak mestinya
dihadapan tetamu mereka bawa sikap tidak kenal
kehormatan itu. Coe Hoei Siansoe telah ketahui baik keadaannya Hong
Bwee Pang, maka itu, tanpa tunggu tindakannya Boe Wie Yang, ia hampirkan ketua itu untuk kata padanya "Pinceng sudah mengalah satu babak, maka sekarang silahkan Pang coe undurkan diri, supaya pinceng bisa layani manusia jumawa ini dengan dua tiga jurus!"
Kata2 kasar dari pendeta Siauw Lim ini membangkitan
amaran Wah Po Eng si Pembalasan Hidup. Untuk ketua
Hong Bwee Pang ini, datangnya Coe Hoei membikin ia
dapat alasan untuk undurkan diri. Tidak perduli ia pun gusar sangat tapi ia ingin lekas ketahui apa sudah dibawa oleh tiga burung dara tadi.
"Siangkoan In Tong," katanya, tanpa berlaku sungkan
lagi, "urusanku Boe Wie Yang denganmu tidak habis
sampai disini saja! Sebentar masih aku hendak mencari
keputusan! Sekarang loosiansoe hendak bertanding denganmu, maafkan aku, tak dapat aku temani terus
padamu!" Lantas ketua ini putar tubuhnya, untuk undurkan diri. Ia terus panggil Sim A Eng dan Sim A Hiong, kepada mereka ia bicara bisik .
Dua boca ini, yang cerdik, manggut, tetapi tak dapat
mereka umpatkan wajah mereka, yang terang telah
berubah, suatu tanda mereka pun kaget, lantas saja mereka lari kedalam Ceng Giap San chung.
Terutama mulai dari datangnya burung2 dara itu,
pihaknya Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe ada sangat
perhatikan Boe Wie Yang, hingga mereka tampak tegas
sikap dan gerak geriknya tuan rumah itu. Mereka tidak tahu apa yang sudah terjadi diluar Ceng Giap San chung, akan tetapi mereka bisa duga mestinya hebat, sebab pihak Hong Bwee Pang kena dibikin bingung. Mungkin kejadian itu ada atau akan menguntungkan pihak mereka. Maka terus
mereka menaruh perhatian.
Pada itu waktu, Siangkoan In Tong sudah bicara kepada Coe Hoei.
"Loosiansoe, benar2 kau tidak hendak lepaskan aku si
melarat!" katanya. "Baiklah! Memang kita harus lekas2
mencari keputusan. Kau lihat, suasana di Ceng Giap San chung ini sungguh tidak membikin orang gembira! Awan
yang mendung dan kabut yang menyeramkan, sudah
menawungi seluruh San chung ini, melihat itu, tak puas hatiku, hingga barang makanan dari pesta tadi, dalam
perutku ini tidak mau hancur. Tadinya aku pikir, setelah gerecoki Boe Pang coe, aku berniat undurkan diri. Aku sudah pikir, umpama hari ini aku masih bisa hidup terus, aku hendak segera berlalu dari Ceng Giap San chung.
Umpama kata aku tidak dapat hidup terus, maka tidak
perduli disini langit ambruk dan bumi melesak, aku tidak akan perdulikan lagi. Loosiansoe, dengan hong pian
canmu, kau ingin sangat main2 dengan sepasang gelang
bobrok dari aku si melarat, maka loosiansoe, silahkan kau mulai dengan seranganmu, aku nanti siapkan jiwaku untuk dikorbankan, guna temani kau dua sampai tiga jurus!"
Meskipun ia mengucap demikian, In Tong tidak
lepaskan hoencweenya yang istimewa itu, ia masih
menyekalinya. Coe Hoei Siansoe sudah ditantang, orang telah
menerima baik menggunai gelang Lie hoen Coe bo kian,
akan tetapi selama gelang itu belum dikeluarkan, tidak dapat ia mulai dengan penyerangannya. Ia tak sudi
dikatakan cupat pikiran. Siangkoan In Tong berlaku ayal2an ketika ia cantel pula kantong tembakaunya kepada hoen cweenya itu, setelah
mana pipa panjang itu, ia tancap ditempat nya, sesudah itu, baharu ia selipkan ujung bajunya dipinggang nya. Sembari berlaku demikian, mulutnya tidak diam saja.
"Kau menjadi pendeta Siauw Lim Sie yang dihormati
kaum Rimba Persilatan, mengapa kau demikian tidak
hargai muka terangmu?" demikian katanya. "Aku telah
persilahkan kau turun tangan tapi kau masih saja ter
bengong2 mengawasi aku si melarat! Apa mungkin kau juga sebagai aku, masih belum sampai takdir untuk menerima pembalasan" Apakah yang kau hendak tunggu lagi?"
Bukan kepalang gusarnya hweeshio itu.
"Siangkoan In Tong, kau benar2 ngaco belo!" ia
membentak. "Sebenarnya pinceng masih pakai aturan!
Didalam Ceng Giap San chung ini aku hendak bikin kau
mampus meram, akan tetapi apabila kau tidak keluarkan
Lie hoen Coe bo kian, jangan kau harap pinceng akan turun tangan. Aku biasa taat kepada kebiasaanku dalam kalangan kang ouw, aku suka mengalah, supaya kaulah yang
bergerak lebih dulu. Tidak nanti pinceng kena kau jebak!
Pinceng hendak bikin kau tidak punya muka buat keluar dari Ceng Giap San chung, untuk menemui lagi sahabat2
Rimba Persilatan, umpama kata kau niat cari mampusmu
sendiri, tidak nanti pinceng ijinkan itu! Sebenarnya aku hendak lihat dan mencoba senjatamu yang liehay itu!"
Pendeta ini belum tutup mulutnya atau Siangkoan In
Tong sudah tertawa ter bahak2, suara tertawanya itu mirip dengan suaranya burung malam, yang sangat tak sedap
masuknya kedalam kuping. Sehabis tertawa, terus ia
berludah, ketanah. "Hweeshio, kau terlalu pandang enteng kepadaku
Siangkoan In Tong!" berkata dia. "Siapa yang akan hilang jiwa, sekarang ini masih belum dapat ditentukan, tetapi untuk kau main2 dengan Lie hoen Coe bo kian, maksudmu belum tentu bakal kesampaian. Baik aku jelaskan, sampai sebegitu jauh, apa yang aku katakan semua untuk bergurau saja! Aku Siangkoan In Tong apabila tidak punyakan
kepandaian untuk layani kau dan golonganmu, tidak nanti aku berani membuat malu diriku sendiri didalam Ceng
Giap San chung dari Cap jie Lian hoan ouw ini! Melulu dengan aku gunai sepasang kepalanku yang berdarah
daging ini, masih belum tentu kau akan dapat capai maksud hatimu. Sanjataku Lie hoen Coe bo kian, apabila dipakai untuk melayani hong pian can, aku kuatir senjatamu itu bukanlah tandingannya! Jikalau kau tidak percaya, kau boleh coba2 lihat! Asal kau geraki senjatamu, kau akan dapatkan buktinya! Cobalah kau buka matamu!"
Coe Hoei Siansoe sudah sebal sekali akan tingkahnya
orang, hatinya mendongkol bukan main, sekarang ia tidak
dipanggil dengan bahasa "siansoe" lagi, ia dipanggil
hweeshio, me luap2lah hawa amarahnya, maka kapan ia
geraki senjatanya, hong pian can itu perdengarkan suara berisik.
"Kau menghina aku, pit hoe! Sekarang pinceng akan
seberang bebaskan padamu!" ia berseru sesudah mana, ia lompat kedepan Siangkoan In Tong, dengan senjatanya itu ia kemplang kepalanya lawan.
Itulah serangan yang hebat luar biasa.
Tatkala itu, tangan kanannya In Tong masih tersesap
dalam bajunya. Ia ber ayal2an untuk tarik keluar tangannya itu. Kapan serangan mengancam dia, dia berseru "Hei,
apakah begini kelakuannya satu pendeta dari Siauw Lim Sie?" Terus ia berlompat kekiri, lalu kekanan, segera ia putar tubuhnya dengan cepat, hingga ujung bajunya jadi tersingkap dan ikut berputaran juga. Adalah disaat itu ia pentang kedua tangannya, berbareng dengan mana
terdengarlah suara berkontrangan, sebab sekarang kedua gelangnya, Lie hoen Coe bo kian, atau "gelang yang
menceraikan roh", telah tercekal dikedua tangannya!
Alat senjata istimewa itu bundar bagaikan gelang tangan orang perempuan, cuma lobang bundarannya jauh lebih
besar, batang gelangnya besar dan berat, terbuat dari baja pilihan. Setiap gelang terdiri dari dua gelang yang
bersambung satu dengan lain mirip rantai, dan yang dicekal ditangan, bundarannya ada terlebih kecil. Karena ini, asal di kasi bergerak, kedua gelang lantas perdengarkan suara nyaring.
Setelah tancap kaki kiri dan kaki kanannya diangkat,
Siangkoan In Tong rangkap kedua tangannya, hingga kedua gelangnya bentrok satu dengan lain, kembali gelang itu perdengarkan suara keras dan berisik, tak kalah nyaringnya
dengan suara hong pian can. Kemudian gelang kanan
diangkat ketinggi, gelang kiri di lintangkan didepan dada.
Secara demikian, jago ini jadi berdiri dengan sikap "Kim kee tok lip "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki".
Tidak perduli Coe Hoei Sian soe sudah banyak
pengalamannya, sekali ini ia toh kena "dijual" Siangkoan In Tong. Ia sangka benar2 In Tong hendak layani ia dengan tangan kosong, akan tetapi, justeru ia menyerang, orang lompat dan berputaran untuk keluarkan senjatanya itu.
Tentu saja ia jadi gusar karena ini berarti ia sudah
dipermainkan. Akan tetapi disebelah itu, mau atau tidak, ia heran juga akan menyaksikan senjata istimewa itu, yang ia baharu pernah lihat. Suara gelang saja bisa membuat
bingung hati orang. Oleh karena ia sudah mulai menyerang, Coe Hoei
Siansoe tidak berhenti karena menampak sikap lawannya itu. Ia maju dengan kaki kiri, ia mengulangi serangannya kearah dada atau iga kiri lawannya itu.
Sekarang Siangkoan In Tong sudah siap sedia. Melihat
datangnya serangan, ia turunkan kaki kirinya bergerak untuk mengimbangi. Berbareng dengan itu, gelang kiri
dikasi naik sebatas kepala, gelang kanan dikasi turun, hingga kedua gelang bentrok satu pada lain. Lalu dari arah kiri gelang menyampok hong pian can. Kedua senjata
hendak keras lawan keras.
Coe Hoei Siansoe mau berlaku hati2, ia tidak sudi
benturkan senjatanya itu. Ia tarik pulang hong pian can dengan ia mundurkan kaki kanannya untuk terus berputar tubuh, secara demikian ia bisa teruskan ayun senjatanya, untuk kembali dipakai menyerang dengan sasarannya
kepada kempolan atau paha lawan.
Siangkoan In Tong berkelit kekiri, dengan lompatan kaki kirinya, dengan sebat ia bergerak lebih jauh, hingga ia jadi berada disamping dan disebelah belakang lawannya itu.
Tapi hong pian can telah menyambar terus, karena Coe
Hoei dengan tubuh berputar bisa bergerak dengan leluasa.
Menghadapi ancaman itu, In Tong menangkis dengan
gelang kanannya, untuk bentur ujung senjata lawan, dilain pihak, gelang kirinya dipakai menyerang pendeta itu. Ia telah bikin dua gerakan berbareng menangkis sambil
menyerang. Ini adalah tipu silat "Kie eng cin ie" atau
"Garuda lapar menggeraki bulu", yang beda daripada
"Thay peng tian ie" (Burung garuda pentang sayap) dan
"Pek hoo liang cie" (Burung hoo putih membuka sayap).
Gerakan "Thay peng tian ie" adalah kedua tangan
dipentang tak mendatar, akan tetapi tangan kiri keatas, tangan kanan kekanan, dan "Pek hoo liang cie", kedua
tangan dibuka mendatar, menyerangnya dengan kedua
tangan miring. "Kie eng tian ie" adalah kedua tangan
dibuka, tangan kanan menyampok, tangan kiri menyerang.
Coe Hoei Siangsoe ada punya pengalaman dari empat
puluh tahun, walaupun ia terancam, ia tidak menjadi
gugup. Lekas2 ia turunkan senjatanya untuk hindarkan
benturan, berbareng dengan itu, ia geser kaki kiri kekiri dengan tubuh miring, secara demikian, ia pun luput dari serangan. Meski begitu, saking cepatnya Siangkoan In
Tong, ujung hong pian can toh tersampok juga oleh gelang Lie hoen Coe bo kian Tapi dengan sikapnya "Tie goe bong goat", atau "Badak memandang bulan", Coe Hoei Siansoe kumpul tenaganya ditangan, untuk pertahankan senjatanya itu. Maka setelah benturan itu, ia kasi melayang
gegamannya itu keatas, untuk segera diturunkan lagi akan gempur batok kepala musuh!
Demikian pertempuran mereka, sebat lawan sebat, tipu
lawan tipu, mereka saling balas. Gerakannya pendeta ini yalah yang dinamakan, "dalam kekalahan merebut
kemenangan". Dikatakan "kalah" karena ia sedang terancam malapetaka. Siangkoan In Tong telah bergerak kekedua jurusan, atas dan bawah, satu menangkis dan satu menyerang, akan
tetapi kapan ia dibalas diserang, ia masih punyakan
kesebatan untuk angkat kedua gelangnya. berbareng keatas untuk menangkis serangan kepada batok kepalanya itu. Ia lagi2 hendak keras lawan keras, ia tak kuatir akan adu senjatanya itu dengan hong pian can, untuk ukur tenaga kekuatan kedua pihak.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe terperanjat melihat
keberaniannya Siangkoan In Tong karena disaat itu bisa dimengarti tenaga yang dikerahkan Coe Hoei Siansoe,
sebab pukulannya itu adalah dari ayunan tangan dari
bawah keatas, lalu dari atas turun kebawah, sedangkan hong pian can adalah senjata herat. Gerakan cepat dari pendeta ini juga dimaksudkan agar lawannya kalah sebat.
Dalam keadaan yang sangat mengancam itu, Siangkoan
In Tong ternyata berlaku cerdik, sebaliknya dari tancap kuda2 untuk bantu tenaga tangkisannya, ia justru
pindahkan kaki dan menggeser tubuh kekanan.
Dengan menerbitkan suara keras dan nyaring, kedua
senjata beradu satu kepada lain. Kesudahannya, hong pian can telah terpental balik, meskipun benar kedua pihak kerahkan tenaga masing2 akan tetapi tangkisan gelang ada terlebih hebat.
Dengan kesudahan itu, Coe Hoei Siansoe terang ada
dipihak yang kalah, tetapi ia sedang sengit, ia turuti saja
napsu amarahnya hingga ia tak perdulikan tangannya yang barusan tergetar, ia ingin sangat melakukan pembalasan.
Dengan menahan sakit pada telapakan tangan kiri,
dengan tangannya itu, Coe Hoei Siansoe cekal pula dengan keras hong pian can, lalu ia bergerak dari arah kiri. Ia cekal senjatanya dengan tangan kiri didepan dan tangan kanan dibelakang, selagi bergerak, tubuhnya turut berputar sedikit.
Untuk dapat mendekati lawan, ia telah majukan kaki
kanannya. Siangkoan In Tong dilain pihak, setelah gelangnya
membentur senjata lawan, sudah bergerak terus dengan
geser kaki kirinya kekiri, terus dengan "Kim lie hoan po"
atau "Tambra emas membalik gelombang," ia melenggak
untuk lompat jumpalitan. Secara begini, ia bersiap lebih dulu untuk jauhkan diri dari lawannya, lu tidak berani pandang enteng pendeta itu, melainkan dimulut saja ia menggoda. Begitulah ia dapat tampak aksi lebih jauh dari pendeta Siauw Lim itu, ia bisa duga akan niat jahat yang tak kunjung padam dari
lawannya. Melihat serangan lebih jauh dari si pendeta, Siangkoan In Tong geser kaki kanannya secaru memutar kebelakang, dengan begitu, tubuhnya jadi turut berputar juga, lalu ia pindahkan kaki kanannya kekiri, jauh satu tindak, hingga tubuhnya jadi ikut kekiri, berputar pula satu kali lagi. Secara demikian, ia pisahkan diri sejauh enam kaki dari lawannya.
Meski juga musuhnya menyingkir siang2, dengan
sambarannya, Coe Hoei Siansoe bikin ujung hong pian can menyambar ke arah pundak kiri dari musuh yang ia benci itu. Kalau serangan ini mengenai tepat pada sasarannya, walaupun tidak binasa, lawannya itu mestinya terluka.
Sesudah ia mencoba menyingkir, tidak mau Siangkoan
In Tong menyingkir terlebih jauh. Malah ia berseru "Kau gerembengi aku secara mati2an, baik kita dikubur disini bersamas saja!" Sambil berseru demikian, ia menangkis dengan gelang kiri. Ia tidak gunai tenaga besar, sebab ini hanyalah tangkisan untuk menjaga. Adalah berbareng
dengan itu, ia kerahkan tenaga digelang kanan, gelang mana dipakai untuk menghajar senjata lawannya itu.
Satu bentrokan dahsyat segera terjadi, suara nyaring
mengaung bagaikan pandai besi sedang menggunai palunya yang paling besar, lelatu api muncrat berhamburan!
Sekali ini, tak perduli tenaganya yang besar, Coe Hoei Siansoe tidak sanggup cekal lebih lama hong pian cannya itu. Tadi dia telah kesakitan pada telapakan tangannya yang kiri, kekuatannya mengandal tangan yang kanan, sekarang telapakan kanan itu kena tergempur juga, senjatanya
terlepas dari cekalannya, sebab rasa sakitnya bukan
kepalang. Maka dengan menerbitkan suara keras, hong pian can jatuh terbanting dengan keras, sampai pasir dan tanah pun meletik berterbangan keempat penjuru!
Coe Hoei Siansoe berdiri dengan muka pucat sekali, lalu menjadi merah bahna malunya. Kedua tangannya pun
masih saja dirasakan sakit. Ia memutar tubuh kepada
lawannya. "O mie to Hoed!" ia memuji. "Selama empat puluh
tahun pinceng berkelana dalam dunia kang ouw, belum
pernah pinceng menemui tandingan, maka tidak disangka malam ini pinceng rubuh ditanganmu! Baiklah, dalam
tempo tiga tahun pinceng akan bertemu pula denganmu,
untuk mencoba pula Lie hoen Coe bo kianmu. Sampai kita bertemu pula!"
Pendeta itu terus rangkap kedua tangannya kepada
lawannya itu untuk memberi hormat sambil menjura,
setelah itu, ia berpaling kepada ketua Hong Bwee Pang, untuk melanjutkan berkata "Pinceng datang kemari dengan niatan membantu kepada Pang coe, tidaklah pinceng
sangka bahwa pinceng justru mendatangkan malu bagi
Hong Bwee Pang, maka itu, walau kulit mukaku tebal,
tidak nanti pinceng berani berdiam lebih lama pula disini.
Boe Pang coe, harap kau memberi maaf padaku. Turut
penglihatanku, didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, tak dapat Boe Pang coe berdiam lebih lama pula, dari itu
sukalah Pang coe memikirkannya. Boe Pang coe, biar kita nanti bertemu pula didunia kang ouw, harinya tidak jauh lagi! Tak nanti pinceng lupa akan budi Pang coe ini!"
Segera pendeta ini putar tubuhnya, untuk bertindak
keluar. Boe Wie Yang terkejut, lekas ia berkata "Loosiansoe,
menang atau kalah toh ada perkara umum, mengapa kau
anggap kejadian ini secara demikian sungguh" Silahkan Loosiansoe menanti, Boe Wie Yang sendiri ingin coba
melayani Lie hoen Coe bo kian!"
Coe Hoei sudah jalan beberapa tindak, ia lantas
menoleh, sambil miringkan tubuh ia ulapkan tangannya.
"Boe Pang coe, putusanku sudah tetap, harap Pang coe
tidak menahan padaku," katanya.
Auwyang Siang Gee menyusul beberapa tindak.
"Loosiansoe, tunggu!" berkata hiocoe ini, yang bersatu pikiran dengan ketuanya. "Tee coe juga ingin main2 dengan Lie hoen Coe bo kian, dari itu harap siansoe tunggu
sebentar saja! Teecoe ingin ber sama2 Loosiansoe berdiam atau pergi dari sini!"
"Harap jangan cegah aku!" ada jawabannya hweeshio
dari Siauw Lim Pay itu. "Selama napasku masih ada, dalam tempo tiga tahun aku nanti tetapkan janjiku akan bertemu pula dengan dia! Saat ada genting sekali, gunakanlah baik2, supaya kemudian hari kita bisa bertemu pula!"
Sehabisnya berkata demikian, Coe Hoei Siansoe segera
berlalu sambil berlompat.
Kembali kumat peranginya Siangkoan In Tong, karena
ia berulang2 dengar kata2 yang menunjukkan kesengitan terhadap dirinya. Maka berkatalah ia "Eh. hweeshio,
jikalau kau hendak pergi, pergilah dengan tubuh bersih!
Kenapa kau bikin muncrat air berlumpur" Kalau baharu
tempo perjanjian tiga tahun, masih dapat aku menunggunya! Akan tetapi apabila kau menyebutkan tiga puluh tahun, mungkin aku sudah tak dapat hidup lebih
lama lagi! Eh, ya, apakah kau juga tidak hendak bawa pergi pekakasmu untuk meminta derma ini?"
Dia maksudkan senjata hong pian can dari Coe Hoei itu.
Coe Hoei Siansoe sudah berlompat ketika ia tahan
tubuhnya untuk segera memutar diri, dengan jari
telunjuknya ia lantas tuding Wa Po Eng si Pembalasan
Hidup. "Setan alas!" dia membentak. "Kau mana tahu aturan
dari Siauw Lim Sie! Hong pian can telah kalah dari Lie hoen Coe bo kian, aku tidak membutuhkan nya lagi! Aku pasti bukan tak tahu malu seperti kau! Senjata itu biarlah ditinggalkan di Ceng Giap San chung ini! Nanti, setelah tiga tahun kemudian, kita berdua kelak akan bertemu pulu
didunia kang ouw, itu waktu aku akan bikin kau buka
matanya untuk senjataku yang baru, untuk menetapkan
pula saat mati atau hidup kita berdua! Siangkoan In Tong, sekarang kau boleh berjumawa, pinceng tidak sudi bersikap
seperti kau! Tunggulah saat dari pertemuan kita, saat hidup atau matimu!"
Tidak tunggu lagi sambutan dari Siangkoan In Tong,
segera Coe Hoei Siansoe balikkan tubuhnya untuk
berlompat pergi, akan lari dengan cepat sekali. Ia ada gesit sekali walaupun tubuhnya besar. Ia lompat naik keatas para2 dimana sekejab kemudian ia menghilang.
Boe Wie Yang jadi sangat ibuk, ia lantas beri perintah akan lepas terbang seekor burung merpati pembawa berita, kepada burung mana diikatkan tek hoe, supaya semua pos penjagaan ketahui kepergiannya pendeta itu, agar dia tidak dirintangi atau diganggu.
Diantara Auwyang Siang Gee dan Coe Hoei Siansoe ada
perhubungan laksana murid dan guru, maka kekalahannya pendeta Siauw Lim itu membikin hiocoe ini jadi sangat malu, karena itu, ia berkeinginan keras untuk mencari balas. Bagitulah ia lantas hadapi Siangkoan In Tong.
"Siangkoan Loosoe, bukanlah nama kosong belaka yang
senjatamu ini telah peroleh nama besar," berkata dia. "Aku harap Loosoe sudi melayaninya. ingin aku minta
pengajaran tiga jurus dari senjatamu itu!"
Siangkoan In Tong awasi Siang Gee, ia tertawa dingin.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Auwyang Hiocoe, aku tidak sesalkan yang kau telah
menantang aku," jawabnya. "Memang aku si melarat,
segala perbuatanku ada tidak menuruti kehendak orang, tidak cocok dengan undang2 Thian yang maha kuasa, tidak mengenal pergaulan, tidak mengakui sahabat! Memang
biasanya aku bekerja sendiri dengan menuruti rasa hatiku.
Disepanjang jalan biasa aku membeli barang, belum pernah aku salah beli! Sebenarnya sudah lama aku dengar tentang kau, yang aku hargai, sebab kau terkenal sebagai sahabat karib kang ouw nomor satu, maka aku si melarat tidak
pandang rendah padamu. Hiocoe adalah ketua dari Lwee
Sam Tong, aku harap kau tidak berlaku pura2 terhadapku!
Bukankah urusan rumah sendiri adalah penghuninya
pribadi yang ketahui jelas" Sekarang ini didalam Cap jie Lian hoan ouw sedang mengeram ancaman bencana besar,
mustahil kau tidak ketahui" Hoay Yang Pay dan See Gak Pay dengan Hong Bwee Pang tidak punyakan permusuhan
begitu besar hingga tak dapat kita sama bernawung
dikolong langit, urusan kita
bukannya tak dapat diselesaikan secara damai, maka kenapa kau hendak bikin kedua pihak celaka dan musnah bersama" Aku si melarat sudah berkelana dalam dunia kang ouw tak kurang dari
empat puluh tahun, jangan kau anggap mulutku penuh
ocehan kosong belaka, akan tetapi juga tentang peri
kemanusiaan, perihal peri budi luhur, dapat aku
membicarakannya! Aku insyaf akan pembilangan menolong kesukaran orang, mewujudkan kebaikannya orang itu!
Sudah banyak aku lakukan kebaikan semacam itu,
sebaliknya aku tak ingin lakukan apa yang mencelakai lain orang, yang tak baik untuk diri sendiri, dan tak suka aku celakai lain orang melulu untuk keuntungan diri sendiri, aku takut akan pembalasan Thian! Aku ada seorang
melarat, akan tetapi dengan andalkan sepasang gelangku ini, aku ingin ada orang yang sudi mendengar kata terhadap aku! Kenapa kedua pihak tidak mau lakukan sesuatu yang ada faedahnya untuk sesama manusia" Kenapa sekarang
Hong Bwee Pang tidak hendak sudahi sengketanya dengan Hoay Yang Pay supaya kami bisa lekas berlalu dari Cap Jie Lian hoan ouw, dan kamu bisa bereskan rumah tanggamu"
Tidakkah itu ada tindakan yang akan mendatangkan
kebaikan untuk kita kedua pihak" Kenapa kita tak mau
menyelesaikan urusan sekarang juga" Apakah kau mau
tunggu marah bahaya sampai diujung alis" Jikalau kau
berayal dan bencana keburu datang, menyesalpun akan
sudah kasep! Bagaimana pendapatmu, Auwyang Hiocoe"
Aku peserah kepada satu saja dari ucapanmu! Hal kau ingin men coba2 gelang bobrokku ini untuk main2 dua atau tiga jurus, itulah ada barang yang tersedia, pasti aku akan menemaninya, untuk itu tidak nanti aku bikin kau hilang harapan!"
Setelah berkata demikian, Siangkoan In Tong awasi
hiocoe itu dengan tajam, ia menanti jawaban.
Kata Siangkoan In Tong ini membuat heran banyak guru
silat dipihak Hoay Yang Pay, benar2 mereka tak dapat
mengarti maksudnya orang aneh ini. Akan tetapi Auwyang Siang Gee, mendengar itu hatinya tergerak. Ia merasa
manusia jail itu bukan cuma hendak adu mulut dengan nya, bukan! Didepan mata hiocoe ini telah berpeta bayangan yang sebenarnya dari keadaan didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, hingga ia kuatir segera bakal terjadi suatu
perubahan yang sangat besar, yang membahayakan Hong
Bwee Pang. Akan tetapi waktu itu, saatnya ada lain sekali.
Disaat seperti itu ia ada seumpama orang sedang
menunggang harimau, turun salah, tidak turun salah juga.
Jangankan Boe Wie Yang, ia sendiri pun sebagai hiocoe, ketua Lwee Sam Tong, akan berkeberatan untuk berdamai.
Disaat terakhir dari mati hidupnya Ceng Giap San chung, bagaimana ia bisa keluarkan kata2 perdamaian" Bukankah itu berarti ia tunduk dibawah pengaruh pihak luar, mengaku kalah dan menyerah" Kalau itu sampai terjadi, apa mereka tak malu terhadap semua anggauta Hong Bwee Pang
lainnya" Keadaan Hong Bwee Pang itu ada suram untuk
Auwyang Siang Gee sendiri. Suasana ada sangat tegang dan mengancam. Lapuran telah masuk saling susul dan Hoen
coei kwan, mengabarkan kejadian2 yang mencurigai, akan tetapi tak dapat dipastikan, bahwa semua kejadian itu ada
perbuatan sengaja atau bukan dari Hoay Yang Pay dan Seo Gak Pay untuk mengacau pikiran, untuk memaksakan
Hong Bwee Pang tunduk karenanya. Maka dalam keadaan
ragu2 seperti itu, ia lebih terdorong kepada sikap untuk peserah kepada Thian saja, untuk tidak me nimbang2 lagi untung ruginya, beruntung atau bercelaka. Bagaimana
dapat ia berdamai" Maka akhirnya hiocoe ini berkata pada Siangkoan In
Tong. "Siangkoan Loosoe, tak usah kau puji aku, jangan kau
angkat aku hingga setinggi langit. Aku adalah tak lebih tak kurang satu anggauta Hong Bwee Pang saja. Siangkoan
Loosoe, sayang kata2 ini telah terlambat dikeluarkannya.
Kalau ucapanmu ini dikeluarkan selagi baharu kau hendak turun tangan, sebelum kita bertanding, sebelum dibikin pertaruhan dengan tiga pertempuran yang memutuskan,
maksud baikmu ini tidak nanti kami sia2kan, sudah tentu, biar bagaimana juga, kami akan memberi muka kepadamu, suka kami menghatur perdamaian. Tapi sekarang sudah
berjalan dua pertandingan, Lie hoen Coe bo kian sudah beraksi mengalahkan Coe Hoei Siansoe dari Siauw Lim Sie, dalam keadaan seperti ini, dimana bisa kita dapat
menyudahinya saja" Maka sekarang baik Loosoe simpan
kembali maksud baikmu itu, tunggu sampai kita sudah
bertanding, baharu kita damaikan pula. Aku Auwyang
Siang Gee ingin terima pengajaran beberapa jurus dari kau.
Silahkan kau mulai, aku sudah siap sedia!"
Auwyang Siang Gee berkata demikian, tapi tangannya
masih kosong, hanya sehabis mengucap, ia menoleh kepada pihaknya akan gapekan satu orangnya, untuk perintah dia itu pergi ke para2 akan ambil sepasang poan koan pit, senjata yang mirip dengan pit, alat tulis Tionghoa.
Siangkoan In Tong tahu, Auwyang Siang Gee kesohor
untuk ilmu pedangnya, sekarang ia tampak orang pilih poan koan pit, ia bersenyum Ia dapat ade hiocoe itu hendak gunai kegesitan tubuhnya kepesatan gerak gerik tangannya, untuk bisa takluki Lie hoen Coe bo kian. Ditangan satu ahli, poan koan pit bisa dipakai menotok jalan darah.
Auwyang Siang Gee sambuti poan koan pit untuk lebih
dahulu dirangkap menjadi satu, disenderkan pada bahu
kirinya. Beda daripada yang biasa, senjata buatan Hong Bwee Pang ini ada sedikit lebih panjang, ialah satu kaki delapan dim, sedang yang biasa hanya satu kaki lima dim.
Mengawasi hiocoe itu, dengan sikap sewajarnya,
Siangkoan In Tong berkata "Auwyang Hiocoe, ilmu
pedangmu telah mencapai puncak kesempurnaannya, akan
tetapi sekarang kau hendak hadapi aku dengan senjata
semacam ini, apabila aku tidak salah menduga, tentunya kau hendak hajar aku si melarat pada tigapuluh enam jalan darahku! Ini pun bagus! Tadi loosiansoe itu sudah ngoceh tidak keruan, kesudahan ocehannya itu tak berwujud
sebagaimana yang dia katakan, karenanya, bagaimana aku tidak menjadi sebal terhadapnya" Maka mana aku sudi
omong baik dengannya" Auwyang Hiocoe, silahkan mulai.
Aku mengiringi, supaya tidaklah sia2 aku datang kemari.
Tetapi bertanding dengan kau seorang yang kenamaan, tak selayaknya untuk aku bicara harga. Auwyang Hiocoe,
umpama aku rubuh celaka ditanganmu ini, hitung2 saja tiga huruf Wa Po Eng, pada hari dan jam ini, telah menemui saatnya yang terakhir! Sebenarnya aku telah membalas
diriku sendiri, hingga tak dapat aku membalas pula
terhadap lain orang. Tidak percuma, Auwyang Hiocoe,
andaikata kau beli tiga nama julukanku itu. Hanya ingin aku menanya, umpama aku beruntung menangkan kau, apa
nanti katamu ?" Mendengar perkataan itu, didalam hatinya Auwyang
Siang Gee kata "Kau benar liehay! Dengan kata2mu ini kau hendak desak aku. Tidak, Auwyang Siang Gee tidak akan dapat dijebak olehmu!" Maka ia lantas menjawab
"Siangkoan Loosoe, kau ada seorang kenamaan, dengan
bicaramu demikian rupa, kau mirip dengan orang yang
cupat pikirannya. Mustahil dalam pertandingan kaum
Rimba Persilatan, orang main bicara harga. Itulah benar2
aneh! Sekarang kita jangan omong lainnya lagi. Coe Hoei Siansoe sudah wakilkan Hong Bwee Pang menetapkan tiga macam pertandingan, kalah atau menang, itulah keputusan nya, sekarang tinggal pertandingan yang terakhir. Dalam hal ini. meskipun aku ada jadi ketua dari Thian Hong Tong, tak dapat aku berkuasa sendiri, segalanya aku menurut kepada putusannya Boe Pang coe. Maka tak perduli pihak Hong Bwee Pan, Hoay Yang Pay atau See Gak Pay, andai
kata ada yang tidak puas, tidak dapat satu diantaranya mencegah salah seorang anggautanya hendak turun tangan sendiri. Demikian, Siangkoan Loosoe, umpama aku dapat dikalahkan, untuk keputusannya, tidak ada ditanganku atau ditanganmu. Hal ini baiklah kau dapat mengerti Sekarang, silahkan loosoe mulai!"
Siangkoan In Tong tertawa geli.
"Auwyang Loosoe, kau benar ada seorang jujur, kau
telah bicara terus terang!" katanya. "Karenanya, harus aku, si orang she Siangkoan, melayaninya secara sungguh2,
sebab kekalahan atau kemenangan kita, kesudahannya tidak ada hubungannya dengan kedua belah pihak! Melainkan
satu hal aku masih kurang jelas. Aku dengan kau, tidak bermusuh tidak berdendam, akan tetapi sekarang kita
berdua hendak adu jiwa, untuk apakah itu?"
"Siangkoan Loosoe, jikalau begini kau menanya aku, tak dapat aku menjawabnya," sahut Auwyang Siang Gee.
"Maka kalau kau inginkan juga, jawaban itu adalah
sebentar jikalau diantara kedua poan koan pit dan Lie hoen Coe bo kian sudah ada keputusannya. Lihat, loosoe, hu jan dan angin segera bakal datang, justeru cuaca masih cukup baik, mari kita lekas bereskan urusan kita. Siangkoan Loosoe, silahkan! Tak usah kita omong banyak hingga jadi men sia2kan ketika. Silahkan!"
Undangan itu ditutup oleh Auwyang Siang Gee dengan
gerakan kaki kirinya dimajukan kedepan dan dua
tangannya yang sudah lantas menyekal masing2 sebatang poan koan pit, yang kanan ditaruh didepan dadanya, yang kiri diangkat hingga kedekat kuping kirinya.
Melihat demikian, Siangkoan In Tong tidak berani
ayal2an untuk menyambutnya. Ia rangkap kedua tangannya hingga Coe bo kian bentrok seraya menerbitkan suara
nyaring, diteruskan dengan tangan kiri diangkat naik, tangan kanan ditaruh didepan perut, kaki kiri diangkat, hingga ia bersikap pula "Kim kee tok lip," "Ayam emas berdiri dengan satu kaki".
"Auwyang Hiocoe," katanya. "sekarang tak usah kita
main ber pura2 murah hati lagi, silahkan maju, aku si melarat ingin saksikan sampai dimana liehaynya sepasang alatmu untuk menulis itu!"
Tantangan ini diakhiri dengan gerakan tangan lebih jauh, yaitu tangan kanan diturunkan terus kebawah, tangan kiri diputar, hingga kembali kedua gelang bentrok bersuara, suaranya lebih nyaring daripada tadi. Menyusul ini, In Tong geser tubuh miring kekiri, kaki kirinya berjingke, setelah itu, ia berputar seputaran, gerakannya gesit sekali.
Melihat sikap lawan, Auwyang Siang Gee juga turut
berputar kekiri dengan tidak kalah sebatnya, kemudian dengan tindakan "Lian kie pou", atau "Tindakan cabang
berantai , ia maju tujuh tindak, dengan kaki kanan didepan ia dekati Siangkoan In Tong, hingga jarak di antara mereka tidak sampai lima kaki.
"Siangkonn Loosoe, maafkan aku!" berseru hiocoe itu
seraya majukan pula kaki kirinya, kedua tangannya
bergerak dengan berbareng, menuju kepada pundak kanan dan pilingan kanan dari lawannya itu. Serangannya ini cepat sekali.
Tubuhnya Siangkoan In Tong masih agak miring ketika
serangan datang maka segera ia perbaiki diri, diwaktu mana, serangan kepada pilingannya hampir paja sampai.
Sungguh hebat kalau totokan poankoan pit mengenai
sasarannya. Cepat ia lenggakkan sedikit kepalanya,
berbareng dengan mana, gelang ditangan kanannya, dari bawah menyambar keatas, hingga musuhnya mesti lekas
tarik pulang serangannya, yang dua duanya. tidak
memberikan hasil disebabkan gerakan yang sebat dari si orang aneh ini.
Auwyang Siang Gee tidak berhenti karena kegagalannya
itu. Ia maju kekiri, lalu kekanan, untuk mendesak.
Tapi juga Siangkoan In Tong tidak diam diri. Setelah
pecahkan kedua serangan lawan, ia hunjuk kesebatannya, ia bertindak kekanan, dengan "Jiauw pou poan soan" atau
"Tindakan berputar". Selagi ia berputar, dua gelangnya ia amproki satu dengan lain, hingga terdengarlah suara
nyaring yang menulikan kuping, sesudah mana, sepasang gelang liehay itu menyambar kekiri, kepada iga kiri dari lawannya itu.
Melihat datangnya sepasang gelang, Auwyang Hiocoe
kertak gigi, ia kumpulkan tenaganya di lengan, ia sengaja menangkis dengan keras, hingga empat senjata bentrok
dengan menerbitkan suara nyaring sekali.
Saking kerasnya sampokan poankoan pit, sepasang
gelang mental keatas. CXL Diam2 Siangkoan In Tong damprat Auwyang Siang
Gee, karena hiocoe itu benar2 bertempur secara adu jiwa, hingga gelangnya kena dibentur demikian rupa. Dalam
hatinya, ia kata "Kau berani turun tangan begini rupa, nyata sekali kau pandang hina kepadaku si melarat. Apakah kau anggap aku tidak punya daya untuk lawan padamu!
Sekarang aku hendak bikin kau rasai bagaimana sarinya Liehoen Coe bo kian!"
Lalu menggunai ketika senjatanya itu terpental, yang
tapinya tidak terlepas dari tangannya, ia maju untuk
menyerang pula, hingga selanjutnya mereka kedua jago jadi bertanding dengan seru. masing2 kerahkan tenaganya
masing2 hunjuk kegesitannya, terutama kepandaian
mereka. Menyaksikan itu, semua penonton jadi gegetun.
Mereka juga insaf akan kata2 "Kalau dua harimau
berkelahi, salah satu mesti terluka".
Untuk pihak Hong Bwee Pang sendiri, inilah baharu
yang kedua kali mereka saksikan Auwyang Siang Gee
hunjuk pula kepandaiannya. Yang pertama adalah ketika ia bersama ketuanya mulai membangun pula Hong Bwee
Pang, tatkala ia dipilih dan diangkat menjadi ketua dari Lwee Sam Tong. Didalam Hong Bwee Pang, kecuali Boe
Wie Yang, dialah anggota yang paling berpengalaman dan berkuasa, karena kedudukannya yang tinggi itu. Malah
kalau lain hiocoe bisa berganti kedudukan, dia tidak pernah.
Sekarang orang telah saksikan ia umbar kemurkaannya,
karena ia ingin uji Siangkoan In Tong yang kenamaan
untuk ilmu silat nya, untuk liehaynya mulutnya juga. Ia bisa
menggunai pedang, akan tetapi pun poan koan pit,
ditangannya menjadi senjata yang tak kalah liehaynya.
Juga Siangkoan In Tong, menghadapi ketua dari Thian
Hong Tong, tidak bersikap seperti biasanya ia layani lain2
lawannya, sama sekali ia tidak mau menyindir atau
bergurau. Ia berkelahi dengan sungguh2, dengan waspada.
Ia telah perlihatkan kegesitan tubuhnya. Beberapa kali ia berlaku luar biasa, ialah disaat kedua senjata mau bentrok, ia luputkan itu secara tiba2, atau tidak ke ruan2 ia
benturkan sepasang gelangnya satu pada lain hingga
menerbitkan suara yang seperti menulikan kuping. Atau ia berkelit untuk melulu meneruskannya menyerang musuh.
Begitulah beberapa kali Auwyang Siang Gee hampir2
kena diliciki hingga hiocoe itu jadi semakin panas hati.
Selama bertanding itu, sepuluh jurus lebih sudah
dilewatkan, setelah itu Auwyang Siang Gee merasa, tak boleh pertandingan diantap ber larut2 secara demikian, bahwa ia mesti tempuh kematian untuk rebut kemenangan terakhir. Ia berkuatir sendirinya untuk men sia2kan tempo karena awan mendung yang mengancam Hong Bwee Pang.
Iapun merasa tak ada muka akan menemui lagi semua
anggota Hong Bwee Pang apabila ia sampai rubuh dalam
pertempuran ini, ia mesti malu sendiri terhadap kawan2
kaum kang ouw lainnya. Demikianlah, ia telah ambil suatu keputusan untuk menempuh bencana, untuk dari kekalahan merebut kemenangan"..
Mulailah sekarang, selagi mencoba mendesak, Auwyang
Hiocoe keluarkan totokan yang berbahaya, akan cari jalan darah lawan. Ia memang kenal tiga puluh enam jalan darah seperti Siang koan In Tong sudah sebutkan tadi. Ia gunai ini tanpa perdulikan lawan telah ketahui kepandaiannya itu.
Sebab ia tidak ingin membiarkan lawan tangguh ini lolos
dari sepasang poan koan pit nya. Kecuali bentrokan yang dahsyat luar biasa, tidak pernah ia mau kelit diri.
"Ah, Auwyang Siang Gee, benar2 kau hendak adu
jiwamu!" kembali Siangkoan In Tong mendamprat dalam
hatinya. Ia lihat tegas kebulatan tekad dari lawan ini, yang telah menjadi nekat.
"Benar2 kau rela untuk kita binasa bersama! Baik,
Auwyang Hiocoe, kau bukalah matamu!"
Siangkoan In Tong telah ambil putusan akan gunai ilmu silat "Kiauw ta cap jie kiong" atau "Dengan kecerdikan memukul jalan darah dari lawan liehay itu. Begitulah kalau ada datang serangan langsung dari sepasang poan koan pit, ia rangkap kedua gelangnya, untuk menjaga diri. Beda
daripada biasanya, sekarang ia jarang adu kedua gelangnya.
Atau sekalinya dia adu itu, ia terbitkan suara nyaring hingga mengaung bagaikan lonceng gereja atau harimau
menggeram, lalu ia ulangi ini beberapa kali!
Belasan jurus telah dilewatkan pula, masih keduanya
belum dapat capai maksud hatinya, terutama tidak
Auwyang Siang Gee, yang berkelahi secara nekat. Ia mesti menghadapi kelicinannya sang lawan, yang tetap masih
perlihatkan kegesitan tubuhnya, menyingkir dari sesuatu serangan yang berbahaya, kecuali kapan ada ketikanya, baharulah ia balas menyerang dengan tidak kurang
hebatnya. Satu kali datanglah waktu yang baik dan Auwyang Siang Gee segera gunai itu. Dengan tangan kiri ia serang jalan darah in tay hiat, dengan tangan kanan ia menotok jalan darah tan thiah hiat. Kalau ia berhasil".
Siangkoan In Tong geraki tangan kanannya keatas,
tangan kirinya kebawah, akan halau kedua serangan,
kemudian tangan kanan itu diteruskan akan balas serang
jalan darah hoa kay hiat dari lawannya itu, atas mana dengan "Tiat so hong cioe", atau "Merantai perahu
nyimpang", Auwyang Siang Gee sambut serangan balasan
dari lawannya itu. Kali ini ia berhasil.
Memang sudah sekian lama, Auwyang Siang Gee arah
lobang gelang dari Siangkoan In Tong, ia ingin tusukkan pitnya kedalam lobang gelang itu, supaya dengan satu
totokan yang diteruskan, ia bisa totok berhasil lawannya itu.
Maka mendapati ketika yang baik ini, ia kerahkan
tenaganya pada pitnya itu.
Tidak gampang untuk Siangkoan In Tong menarik
pulang gelangnya untuk meloloskan pit, guna hindarkan diri dari totokan yang membahayakan, akan tetapi jago ini tidak menjadi gugup.
"Awas!" berseru hiocoe dari Thian Hong Tong.
Ujung poan koan pit sudah lantas menghampirkan
pundak kiri. "Bagus!" Siangkoan In Tong iyuga berseru, selagi
pundaknya terancam bahaya itu. Dengan tiba saja, dengan tenaga penuh, ia angkat tangannya keatas sambil
diputarkan, hingga poan koan pit jadi kena terlilit.
Selagi tangan kanannya bekerja, tangan kiri Auwyang
Siang Gee juga tidak diam saja, dengan poan koan pit
ditangan sebelahnya ini ia menotok jalan darah sam lie hiat dibawahan bukuh lengan kanan dari lawan itu, serangannya datang dari bawah naik keatas.
Serangan tangan kiri Auwyang Hiocoe menyusuli
seruannya Siangkoan In Tong. Siangkoan In Tong yang
lihat serangan itu segera egos tubuhnya kekiri, tapi meski demikian, gelang dan poan koan pit masih tetap melilit, maka sambil berkelit, dengan gelang kirinya ia balas
menyerang pundak kanan dari lawannya itu. Mereka
berada dekat sekali satu dengan lain, dan karena pitnya belum juga terlepas, Auwyang Siang Gee jadi terancam
bahaya, mungkin tulang tulangnya remuk atau patah.
Dalam saat yang genting itu, sekonyong konyong
terdengar seruan "Hiocoe, kasilah aku yang menggantikannya!" Seruan itu disusul datangnya satu tubuh yang mencelat keantara mereka, lalu sepasang gaetan Houw tauw kauw
menyelak diantara kedua lawan yg. sedang berkutet itu.
Itulah satu cara penyerangan untuk memisahkan.
Oleh karena datangnya orang yang ketiga ini, Siangkoan In Tong putar balik gelangnya, sambil berbuat demikian, ia berlompat mundur. Ia bisa berbuat begitu karena
putarannya itu berarti terlepasnya lilitan gelang terhadap poan koan pit.
Kapan Auwyang Siang Gee tarik pulang senjatanya, ia
lantas berpaling kepada orang ketiga itu, yang berdiri dengan tegak, romannya bengis, yang ia lantas kenali
sebagai Pek gan Hong liong Coei Gie, tocoe yang
diandalkan dari Soen kang Cong tocoe Ceng kang ong Ang Giok To, ketua pusat perondaan di Hoen coei kwan,
dimana bahagian ronda dipecah antara dua belas cabang.
Coei Gie adalah anggauta lama dari Hong Bwee Pang,
tugasnya adalah mengikuti Ang Giok To. Dia gagah, sebab kalau dengan tangan kosong dia paham ilmu pukulan "Sin kang Soe sie ciang" atau "Empat Tangan Malaikat",
bersenjata dia liehay dengan sepasang gaetannya berkepala macan2an, Houw tauw kauw, ilmu silat mana ia peroleh
dari Keluarga Ca yang kesohor.
Oleh karena tugasnya diluar, tidak biasanya Coei Tocoe ini masuk kedalam, apa pula ke Ceng Giap San chung,
kalau sekali ini ia datang dengan tiba2, itulah disebabkan suasana genting diwilayah perondaannya. beberapa kali ia melepas burung merpati untuk memberi laporan, masih ia tidak peroleh jawaban. Disebelah Ang Giok To, dia mesti bertanggung jawab terhadap Siang ciang Hoan in Coei
Hong, tapi dia ini telah masuk kedalam Cap jie Lian hoan ouw, maka tak berani ia bertanggung jawab sendiri, dari itu, lantaran tidak bisa menantikan lagi balasan kabar dari pusat umum, terpaksa ia masuk ke Ceng Giap San chung, untuk beri laporan langsung. Ditengah jalan ada orang Hong
Bwee Pang yang beritahukan padanya bahwa pertempuran
di Ceng Giap San chung sudah mendekati saat terakhir, sedang kedua hiocoe dari Ceng Loan Tong dan Kim Tiauw Tong ada dibelakang Ceng Giap San chung tengah
memberi titah2. Dijelaskan juga, adalah Liong Tauw Pang coe sendiri dan hiocoe dari Thian Hong Tong yang sedang layani musuh. Setelah ini, ia dianjurkan menemui kedua hiocoe dibelakang San chung itu.
Sebagai orang Hong Bwee Pang, Coei Gie tidak berani
menyalani aturan, maka sebelum masuk ke Ceng Giap San chung, ia pergi dahulu kebelakang untuk menemui Bin Tie dan Ouw Giok Seng, kedua hiocoe dari Ceng Loan Tong


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Kim Tiauw Tong. Kedua hiocoe ini tidak tegur
kelancangannya ia meninggalkan tugas, sebab laporannya ada lain dari biasanya, terutama laporannya mengenai hal dua buah perahu yang mencurigai, yang kemudian disusul oleh yang lainnya sampai berjumlah lima perahu,
antaranyapun ada perahu2 nelayan, yang semua aku diri sedang pesiar dan menangkap ikan, tetapi diperahu nelayan ada kedapatan alat2 palsu. Coei Gie sangat curiga dan kuatir, maka terpaksa ia datang sendiri, katanya. Ia kuatir jumlah perahu "pesiar" itu bertambah tambah hingga sulit untuk ia mengurusnya.
Ia mau menduga bahwa perahu2 nelayan itu adalah
perahu2 negara, dari pasukan air pemerintah.
Bin Tie dan Ouw Giok Seng pun curigai sepak terjang
dari pemerintah, yang mungkin berniat menyerbu dan
menindas Hong Bwee Pang. Mereka tanya apa pihak
perondaan sanggup mengatasi serbuan. Coei Gie jawab,
sampai sebegitu jauh, kekuatiran belum ada, tetapi entahlah nanti. Karena ini, kedua hiocoe itu lantas kirim kabar ke Hoen coei kwan, untuk pelbagi pusat memasang mata dan bersiap2. Mereka ini niat bertindak kalau pertandingan di Ceng Giap San chung sudah berakhir. Sehabis itu Bin Tie minta Ouw Giok Seng ajak Coei Gie pergi ke Ceng Giap
San chung, utk. menghadap hiocoe dari Thian Hong Tong atau Liong Tauw Pang coe sendiri. Tapi mereka ini sampai di dalam justeru pertandingan sedang berlangsung secara membahayakan kedua pihak diantara Auwyang Siang Gee
dan Siangkoan In Tong. Boe Wie Yang telah perlihatkan roman murka apabila ia saksikan jalannya pertandingan diantara hiocoenya dan jago yang liehay dari pihak tetamu itu.
Ouw Giok Seng menonton sekian lama, lalu ia kisiki
Coei Gie "Kelihatannya kita mesti tunggu dulu sebentar sebelum bisa memberi laporan kepada Pang coe.
Pertandingan ada membahayakan sekali. Mungkin kau
tidak kenal pihak musuh itu?"
"Tee coe belum pernah lihat dia", jawab Coei Gie,
"tetapi tentang senjatanya, pernah teecoe mendengarnya.
Apakah dia bukannya Wa po eng Siangkoan In Tong yang
kesohor karena senjata Lie hoen Coe bo kiannya itu" Dialah yang menggetarkan Liauw tong. Mengapa dia datang
kemari" Untuk di Kanglam, belum pernah orang menemui
dia. Pasti dia datang karena undangan Hoay Yang Pay
untuk membantui". "Itulah mungkin" Giok Seng manggut. "Gelangnya itu
sangat berbahaya. Jangan hiocoe dari Thian Hong Tong
bukan tandinganya...."
Coei Gie lihat pertempuran makin membahayakan,
maka ia kata pada Ouw Giok Seng "Hiocoe, sukakah kau
bertanggung jawab untukku" Dengan sepasang gaetanku,
aku ingin lakukan pertempuran yg memutuskan dengan dia itu! Disini aku seorang tak berarti, syukur jikalau aku menang, jasa mana aku tidak harapkan, tapi apabila aku rubuh dibawah Lie hoen Coe bo kian, kekalahanku tidak akan merugikan nama baik kaum kita. Kalau aku
sembarang maju, itu berarti kelancangan dan melanggar aturan, maka itu maukah hiocoe bertanggung jawab?"
Ouw Giok Seng anggap perkataannya tocoe ini betul
juga. Ia pun harap Coei Gie akan berhasil. Mengingat Coei Gie hendak berkurban untuk kaum sendiri, ia percaya Boe Pang coe tidak akan mempersalahkan padanya untuk
kelancangannya menanggungkan to coe itu. Karena ini, ia anggukkan kepala.
Begitulah sudah terjadi, disaat paling genting dari
pertempuran, setelah serukan Ouw Hiocoe, Coei Gie
lompat menyelak diantara dua jago seraya gunai sepasang gaetannya, hingga Auwyang Siang Gee dan Siangkoan In
Tong jadi terpencar. Siangkoan In Tong gusar terhadap orang baru ini, lantas saja dia kata "Kau datang, ini lah bagus! Rupanya
namamupun sudah tercatat dalam daftar takdir, hingga tak usah aku cari lagi, kau sudah datang sendiri! Kau berani main2
dihadapan Siangkoan Loosoe, aku kagum terhadapmu! Apa kau bukannya sahabat dari Hoen coei
kwan" Aku si melarat pernah lihat kau! Disini bukannya tempat omong hal persahabatan, apakah dengan sepasang gaetanmu itu kau niat tandingi gelangku" Baik, orang she
Coei, silahkan kau keluarkan ilmu gaetanmu itu, supaya aku si melarat dapat membuka mataku! Hayolah maju, aku ingin layani kau beberapa jurus. Silahkan, sahabat!"
Siangkoan In Tong lantas mundur setindak, kedua
gelangnya dirangkap hingga menerbitkan suara nyaring.
Coei Gie segera pasang kuda2nya. Sebenarnya ia tidak
punya kepastian akan berhasil rebut kemenangan, tapi ia tahu benar bahwa sepasang senjatanya itu sepasang gaetan Houw tauw kauw adalah alat istimewa untuk takluki
pelbagai senjata luar biasa lainnya. Iapun ingin gunai antero kepandaiannya dalam pertandingan ini. Maka ia siap tanpa ragu2. Setelah pasang kuda2, ia geraki sepasang gaetanya itu, ia maju dengan menginjak tiong kiong, jalan dipintu hong boen.
Dilain pihak Siangkoan In Tong masih saban2 adu kedua gelangnya, dengan suaranya makin lama makin keras dan nyaring, kapan ia tampak lawan bergerak, iapun segera bertindak
maju, hingga keduanya jadi saling menghampirkan satu pada lain.
Tanpa sungkan2 lagi Coei Gie geraki tangan kirinya,
akan menyabet kebawah, berbareng dengan mana, gaetan
kanannya menyambar keatas. Sebenarnya ini adalah
ancaman belaka. Siangkoan In Tong berkelit kekanan, selagi menggeser
kaki, kakinya itu diangkat sedikit tinggi, dengan begitu, luputlah ia dari sabetan gaetan. Selagi berkelit, tangan kanannya menyambar gaetan lawan yang menjurus
kemukanya, hingga kedua senjata jadi beradu.
Cepat luar biasa, Coei Gie tarik pulang kedua gaetannya, untuk terus diayunkan kekiri kepada iga kiri dari jago itu.
Inilah gerakan "Siang liong kian bwee", atau "Sepasang
naga melilit ekor". Serangan itu sampai bersambarkan
angin. Siangkoan In Tong hindarkan diri dengan lompat
mencelat tinggi setumbak lebih, setelah turun lagi, ia telah terpisah enam atau tujuh kaki dari penyerangnya itu.
Coei Gie serbu sasaran kosong, maka ia lantas putar
tubuhnya, untuk majukan kaki kanan, lalu terus berlompat akan hampirkan musuh. Dua kali ia mencelat, ia sudah
lantas datang dekat, sepasang senjatanya menyerang lagi, keduanya turun dari atas kebawah. Ia telah gunai tipu serangan "Lioe seng kan goat" atau "Bintang memburu
rembulan." Meskipun Siangkoan In Tong diserang lebih dahulu,
bahkan dengan serangnya yang dahsyat, namun, ia masih sempat berseru "Bagus! Inilah bagus!" Dengan sebat ia angkat kedua gelangnya kedada, untuk diangkat terus akan sambut senjata musuh yang hendak dikalungi dengan
gelangnya itu. Selagi diangkat kedada, kedua gelang bentrok satu
dengan lain hingga bersuara nyaring.
Coei Gie telah berlatih baik dengan sepasang gaetannya, ia tahu tenaganya pun besar, akan tetapi ia tidak sudi sembarang adu senjatanya dengan senjata lawannya itu, maka melihat tangkisan lawan, ia cepat2 mengadakan
perubahan. Masih ia tidak hendak tarik pulang lantas
senjatanya itu. Ia batal menyerang, gaetan kirinya ia buka kesamping, tetapi gaetan kanannya ia putar, untuk terus dipakai menyambar gelang kiri dari lawannya itu, supaya ia bisa gaet dan betot, untuk diteruskan pula dengan serangan gaetan kiri.
Tocoe ini cerdik, ia memikir baik, gerakannya juga
sangat cepat, akan tetapi disebelah itu, ia kini berhadapan
dengan seorang cerdas luar biasa. Siangkoan In Tong
saksikan perubahan gerak tangan dari lawannya itu, ia tidak mau kalah gesit, ia tidak sudi mengasi hati, ia segera mendahului. Ia menyambar dengan gelang kiri, untuk bikin gelangnya kena digaet atau dicantel, tetapi berbareng dengan itu gelang kanannya ia buang kekiri, hingga gelang itu bersuara sendirinya, lalu terus ia hajar lengan kanan dari Pek gan Hong liong si Naga Mata Biru.
Dibalas secara demikian, benar2 Coei Gie repot, akan
tetapi ia masih punya kesebatan untuk elakkan diri, akan halau ancaman bahaya. Ia berkelit kekanan dengan geser kakinya, lalu gaetan kirinya ia barengi menyerang bahu kanan dari lawannya.
Melihat cara bersilat dari musuh ini, Siangkoan In Tong insyaf musuh tak dapat dipandang ringan, ia berlaku hati2.
Begitulah atas serangan itu, ia berkelit sambil mendek, sepasang gelangnya dibawa naik keatas, setelah keduanya saling bentur, ia teruskan menyabat kebawah, akan sambar kedua paha lawan.
Coei Gie bisa luputkan diri dari sabetan kekakinya itu, ia telah berlompat kekanan, niatnya untuk balas menyerang, ia tidak sangka bahwa ia sudah didului lawannya, yang meneruskan dengan tipu pukulan "Siang liong tam coe,"
atau "Sepasang naga mencari mutiara," menyerang kearah kedua pundaknya.
Sambil mendek Coei Gie lompat mundur kebelakang,
dengan begitu pundaknya lolos dari ancaman bencana.
"Oys&ng she Coei, tak dapat kaif memikir untuk berlalu dari sini !"
Siangkoan In Tong bentak lawannya. "Disini ada tempat dimana tubuhmu bakal dikubur atau juga tempat tulang ku bakal dipendam! Kau sambutlah!"
Bentakan ini disusul dengan lompatannya si pembentak
sendiri, yang menyusul lawannya itu, akan tetapi Coei Gie segera memutar tubuh, untuk mendahului menghajar
lawannya itu. Demikian mereka bertempur, saling serang. Coei Gie
telah menjadi nekat. Ia insyaf. ia bertempur tanpa perkenan dari Boe Wie Yang cuma dengan setahunya Ouw Giok
Seng, apabila ia rubuh, tak ada muka untuk ia keluar dari Cap jie Lian hoan ouw. Maka ia berkelahi secara sungguh2.
Sesudah bertempur sebelas jurus, Siangkoan In Tong
perkeras desakannya, saban2 ia ambil kesempatan akan
benturkan gelangnya satu dengan lain hingga sering
terdengar suara nyaring dan mengaung yang menulikan
kuping, mirip dengan menggelugur nya sang guntur. Maka lagi enam atau tujuh jurus, Coei Gie merasa bagaimana ia telah terdesak, hingga apabila ia tidak mencoba untuk rebut ketikanya yang terakhir, mesti ia rubuh.
Suasana disekitar Ceng Giap San chung terus ber
tambah2 buruk hingga Boe Wie Yang menjadi sangat ibuk.
Saban terdengar suara suitan samar2, datangnya bukan dari satu jurusan saja. Pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay pun dapat dengar suara itu. Umumnya orang2 Hong Bwee
Pang yang hadir didalam San chung itu telah perlihatkan wajah dari kekuatiran atau sedikitnya, roman tidak
tenteram, malah antaranya ada yang saling bisik2.
Diatas udara juga suka tertampak terbang datangnya
burung dara, rupanya dari Hoen coei kwan atau Cap jie Lian hoan ouw, semua menuju kebelakang Ceng Giap San
chung, akan tetapi ada diantaranya yang kena terpanah, dan rubuh entah oleh siapa, karena ini, hampir tidak ada orang yang perhatikan Coei Gie dan Siangkoan In Tong
yang sedang bertempur disaat2nya yang genting sekali.
Apakah ada ancaman marah bahaya yang sedang
mendatangi" Demikian orang umumnya berpikir.
Dalam saat dari suasana buruk itu, tiba2 terlihat satu orang muncul dari belakang gunung2an dari Ceng Giap San chung, dia ber lari2 mendatangi, sebelah tangannya
memegang sebuah bendera merah. Dia seperti nerobos saja.
Menampak demikian, Pat pou Leng po Ouw Giok Seng
memapaki untuk mencegat, karena mana, berdua mereka
bicara pelahan sekali satu dengan lain, setelah mana, dengan satu gerakan tangan, Ouw Hiocoe suruh pembawa
bendera itu segera undurkan diri. Giok Seng sendiri lantas kembali untuk hampirkan Boe Wie Yang, untuk berikan
laporarnnya. Menyusul ini kembali terdengar suara, suitan, beruntun sampai tiga kali. Dan kali ini, suara itu datangnya dari tempat lebih dekat, dari jurusan barat utara.
Menghadapi semua itu, Boe Wie Yang telah tak dapat
kendalikan diri lagi. Ia segera menoleh kepada Eng Jiauw Ong, niatnya untuk bicara. Tapi justeru itu dimedan
pertempuran, pertandingan juga telah sampai dibabak
terakhir. Coei Gie menginsafi benar2 bahwa ia bukan tandingannya Siangkoan In Tong, akan tetapi ia tetap tidak sudi mundur, malah ia hendak adu jiwanya. Karena ini, ia mencoba menenangkan diri, supaya ia bisa gunai sepasang gaetannya dengan berhasil.
Telah timbul pikiran jahat didalam hatinya, supaya
lawannya terbinasa bersama ia didalam Ceng Giap San
chung ini. Begitulah, ia mencoba untuk mendesak. Tibalah saatnya Siangkoan In Tong bergerak dalam "Siang liong coe soei,"
atau "Sepasang naga keluar dari lautan," kedua gelangnya diajukan, untuk menyerang dada.
Pek gan Hong liong tidak menangkis, ia tidak juga jaga dirinya, hanya ia meluputkan diri dengan menyedot kosong perutnya sambil tubuh mundur sedikit, berbareng dengan itu, kedua gaetannya dikasi bekerja untuk ancam senjata musuh. Tapi ini ada gertakan saja.
Siangkoan In Tong memecah kedua tangannya, tapi
justeru itu, gaetan kiri menyambar mukanya dan gaetan kanan menyerang jalan darah in tay hiat. Ia mengarti
musuh telah jadi nekat, ia pun telah dengar suara suitan ber ulang2, ia menduga pada keadaan yang mengancam,
karena itu, ia juga telah ambil suatu keputusan. Maka dalam keadaan demikian, ia mesti paksakan satu akhir
pertandingan. Sepasang gelang dari jago ini sudah keluar, ia lantas terancam houw tauw kauw, maka dengan sebat ia menarik pulang keduanya, untuk dipakai bergerak pula. Gelang
kanannya sengaja dimajukan, untuk cari gaetan kiri dari Coei Gie, dan gelang kirinya dipakai menyambut gaetan kanan. Gerakan ini ada cepat sekali.
Dalam serangannya, Pek gan Hong liong berbalik kena
diserang, senjatanya terancam hebat, umpama houw tauw kauw tidak kena dihajar terpental atau terlepas, sedikitnya ia akan kena dibikin kehilangan daya. Dalam keadaan
sangat terpaksa itu, ia gunai tenaganya, ia tarik pulang sepasang gaetannya.
Apa lacur untuk si Naga Mata Biru, datangnya sepasang gelang adalah dari bawah selagi gaetan nya ditarik pulang, kedua gelang membarengi membuka kedua gaetan, lalu
sebat luar biasa dari atas, kedua gelang itu menyambar kedada, keperut. Serangan
berlaku bagaikan kilat menyambar. Kedua gaetan terpisah kekiri dan kanan, dada telah terbuka, tidak ampun lagi sepasang Lie hoen Coe bo kian menggempur dengan hebat, hingga terdengar suara
keras. Dalam saat itu, tak sempat Coei Gie membuang diri
kebelakang, kalau toh tubuhnya mundur, itu adalah akibat gempuran yang membuat ia terhuyung empat lima tindak, lantas ia rubuh terjengkang, karena tak sanggup ia
pertahankan diri, kedua senjatannya terlepas jatuh. Begitu ia rubuh terbanting, dari mulutnya menyembur darah hidup tingginya sampai satu kaki.
Gaetan kanan telah terpental jauh, kearah rombongan
Hong Bwee Pang, hingga mereka ini kaget, syukur mereka masih sempat berkelit, dengan begitu dengan terbitkan suara nyaring senjata itu jatuh kelantai.
Orang2 Hong Bwee Pang jadi sangat gusar karena
kesudahan yang sangat hebat itu, hingga ada beberapa yang menjerit "Kami dari Hong Bwee Pang ada bermusuhan apa dengan kau maka kau turunkan tangan jahat ini" Saudara2, mengingat persaudaraan kita, baiklah dia ini jangan dikasi keluar pula dari Ceng Giap San chung!"
Atas seruan ini, belasan orang segera muncul dengan
senjata terhunus. Siangkoan In Tong sehabis pertempurannya yang
memutuskan itu, dengan sikap tenang seperti tidak ada sesuatu kejadian, sudah lantas hadapi Eng Jiauw Ong.
"Ceng Hong Po coe, aku harap kau sudi buka mata lebih terang!" katanya. "Keadaan ada begini rupa, apa lagi kau hendak tunggu jikalau urusan dalam Cap jie Lian hoan ouw ini tidak segera diselesaikan" Tiga pertandingan sudah berakhir, apa yang kita bilang, dapat kita jalankan, maka
silahkan kau bicara kepada Pang coe dari Hong Bwee Pang untuk keputusannya! Tak dapat kita menanti lagi!"
Eng Jiauw Ong juga Insyaf akan keadaan genting itu, ia tidak bersangsi pula, akan tetapi selagi ia hendak bicara kepada Boe Wie Yang, Ouw Giok Seng telah dului ia.
Pat pou Leng po giris menyaksikan kebinasaannya Coei
Gie, orang terhadap siapa ia bertanggung jawab, tidak perduli adalah kehendak Pek gan Hong liong sendiri untuk tempur lawannya. Bagaimana ia tegah atas kebinasaannya tocoe yang kosen itu" Maka ia niat mencari balas. Akan tetapi iapun insyaf liehaynya Lie hoen Coe bo kian, yang tak dapat dikalahkan oleh pedang atau lainnya senjata pula.
Ia bertambah ibuk kapan ia ingat suasana buruk, karena mengartilah ia sekarang, kecuali didalam ada musuh2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, diluar, lain musuh yang belum ketahuan siapa, ada sedang melakukan penyerbuan dan
penyerbuannya itu agaknya tidak kurang mengancamnya.
Diserang dari dalam dan luar, apa mungkin Hong Bwee
Pang dapat bertahan" Dari itu, ia menjadi nekat. Dan ia hendak andalkan jarum rahasianya, Bwee hoa Toat beng
ciam jarum perampas jiwa "Bunga Bwee."
Pada ketika Hoay Yang Pay mulai masuk ke Kim Tiauw
Tong, gedung Garuda Emas, dalam pertandingan diempang teratai, pernah Giok Seng gunai jarumnya yang liehay itu, hanya karena untuk jaga nama baik Hong Bwee Pang, ia
berlaku sembunyi2 walau kemudian musuh ketahui itu,
namun perbuatannya itu tidak di tarik panjang, selanjutnya tidak ada yang timbulkan lagi.
Sekarang, dalam keadaan terpaksa, ia ingat jarumnya itu, tak lagi ia ingat kepada derajat. Begitu, dengan tidak menghiraukan mayatnya Coei Gie masih menggeletak,
tanpa bicara lagi pada ketuanya, ia minta sebatang pedang
dari salah satu orangnya, lalu ia hampirkan Siangkoan In Tong.
"Siangkoan Loosoe, Lie hoen Coe bo kianmu benar2
sangat liehay!" katanya. "Akan tetapi disebelah itu, Loosoe, tanganmu ternyata keliru sekali! Bukankah Coei Tocoe ini tidak mendendam atau bermusuh denganmu" Kenapa kau
turunkan tangan jahatmu terhadapnya, hingga kau
membangkitkan kemurkaan umum" Siangkoan Loosoe, apa
mustahil kau tidak memikir untuk berlalu dari Ceng Giap San chung ini?"
Selagi Ouw Hiocoe berkata2, selagi Siangkoan In Tong
belum hunjuk sikapnya, Eng Jiauw Ong telah wujudkan
niatnya bicara dengan ketua Hong Bwee Pang.
"Boe Pang coe!" katanya, dengan suara nyaring, "hari
ini kita melakukan pertempuran persahabatan, kedua pihak sudah berjanji terang bahwa tiga pertandingan terakhir adalah yang memberi putusan, mengenai itu pihak kami
telah bersedia menerima janji itu, sekarang tiga pertandingan telah berakhir, mengapa pihakmu masih saja tidak mau menyudahi" Dipihakmu, jumlah anggauta ada
banyak sekali, jikalau semua orangmu ingin juga turut ambil bagian, sampai kapan pertempuran akan dianggap
telah selesai" Boe Pangcoe, aku minta kau berikan putusan mu!"
Sulit untuk Boe Wie Yang berikan jawabannya, karena
suasana ada demikian mendesak. Bila diwaktu2 biasa, pasti segera ia bisa lantas menjawabnya. Terang sekali ia telah kehilangan ketenteraman dirinya. Justeru ia sedang
berpikir, Ouw Giok Seng sudah sampai didepannya dan
Hiocoe ini segera wakilkan ia bicara.
"Ong Loosoe, kau menegur kami, inilah tak dapat kami
terima", katanya. "Pang coe kami, dalam segala hal dapat
dipercaya, tidak nanti dia menyangkal. Memang telah
dijanjikan keputusan dalam tiga pertandingan terakhir, akan tetapi toh telah dibicarakan juga, siapa sanggup angkat senjata dan dia berani maju, diapun ada mempunyai hak untuk bertanding dan kita tidak dapat mencegahnya. Janji kita sebenarnya ada untuk tidak memendam kepandaian,
sebaliknya justeru untuk berikan ketika sesuatu orang2
perlihatkan kepandaiannya itu! Ong Loosoe, urusan kita kedua pihak, keputusannya akan segera tertampak didepan mata! Sepasang Lie hoen Coe bo kian dari Siangkoan
Loosoe sudah menindih semua jago, dalam Hong Bwee
Pang kami mungkin tak ada yang berani melayaninya lebih jauh, akan tetapi aku
sendiri adalah lain. Aku memberanikan diri untuk turut bicara! Aku ingin menjadi juru penyelesai dari pihak Hong Bwee Pang, kehormatan dan kehinaan kami terakhir, suka aku menanggung
jawabnya! Bukankah ini ada keputusan terakhir?"
Setelah mengucap demikian, tanpa tunggu jawabannya
Eng Jiauw Ong, Ouw Giok Seng segera hadapi Siangkoan
In Tong, akan berkata pula "Siangkoan Loosoe, aku Ouw Giok Seng ingin menjadi orang terakhir yang menerima
pengajaran dari senjatamu, Lie hoen Coe bo kian, supaya dalam pertemuan didalam Ceng Giap San chung ini kau
dapat pegang tetap namamu yang kesohor! Boleh dibilang, seluruh Cap jie Lian hoan ouw ini telah didorong oleh tanganmu, hingga disini tidak ada lagi hari pertemuan lainnya pula! Aku juga tidak memikir untuk tempatkan pula namaku sebagai boe beng siauw coet didalam kalangan
kang ouw, aku ingin serahkan semua kepandaianku
dihadapan gelangmu". Siangkoan Loosoe, karena ini ada pertandingan yang terakhir, aku kira kau pasti tidak sayang akan berikan pengajaranmu kepadaku?"
Selama tadi orang bicara kepada ketua Hoay Yang Pay,
Siangkoan In Tong telah dapat dengar itu dengan nyata, tetapi ia tidak memperdulikannya, ia justeru gunai ketika akan berbisik dengan Ban Lioe Tong, adalah setelah orang habis menutup mulut, baharu ia tertawa dingin. Ia telah lihat sikapnya orang, ia merasa pasti juga hiocoe ini hendak adu jiwa.
"Ouw Hiocoe, kau hendak bertanggung jawab untuk
Hong Bwee Pang, kau ingin mencari keputusan untuk
urusan kita kedua pihak, inilah aku si melarat tidak
sangka!" katanya. "Akan tetapi kau bersikap secara begini terbuka, sikapmu membikin aku si melarat puas sekali.
Ouw Hiocoe, bukankah kau hendak adu jiwa dengan
keluarkan semua kebisaanmu" Sayang aku tadi telah
perlihatkan semua kepandaianku hingga sekarang aku telah jadi sangat letih. Sebenarnya tak dapat aku terima kebaikan hatimu ini. Sebetulnya aku merasa beruntung yang sampai saat ini aku tetap masih hidup, sedang tadinya tidak pernah aku pikir bahwa aku akan dapat keluar pula dari Ceng Giap San chung! Ouw Hiocoe, sungguh kau baik hati berani
bertanggung jawab untuk pertempuran terakhir dan yang memutuskan ini, maka biarlah, semua tulang2ku si melarat, aku peserahkan kepadamu! Umpama aku rubuh, aku akan
rubuh dengan puas, biarlah hari ini menjadi juga hari terakhir dari Lie hoen Coe bo kian hidup dalam dunia, kang ouw! akan tetapi, Ouw Hiocoe, kau hendak wariskan
semua kepandaianmu kepadaku, coba kau jelaskan dulu
bagaimana caranya, supaya kalau sebentar aku mati,
tidaklah aku jadi setan gentayangan".
"Siangkoan Loosoe, harap kau tidak obral mulutmu
terhadap aku," kata Pat pou Leng po. "Kau tidak memikir pula untuk keluar lagi dari Ceng Giap San chung ini, itulah menandakan pandanganmu yang jauh, itulah bukti
bagaimana hatimu telah terbuka! Memang harapan ada
kecil sekali yang kau akan bisa keluar dengan baik2 dari sini! Demikian memang ada pikiranku sendiri. Maka


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang, aku rasa, kita sudah bicara jelas. Aku Ouw Giok Seng, bukannya seorang kenamaan dari Rimba Persilatan, aku tidak punya kepandaian yang mengejutkan langit dan menggetarkan bumi, aku melainkan andalkan pedangku
didalam tanganku ini dan dua rupa senjata rahasia didalam kantongku. Sudah sekian lama aku berkelana, tahulah aku tentang diriku sendiri, aku merasa pasti, dibawah Lie hoen Coe bo kian, tidak nanti aku punyakan harapan baik. Tapi kau telah binasakan Coei Gie, dia adalah orang sebawahan di Kim Tiauw Tong, maka tak dapat aku tidak urus
perkaranya itu. Aku tidak bicara perkara menuntut balas, melainkan dengan antero kepandaianku aku ingin main2
dengan kau. Siangkoan Loosoe, bisakah gelangmu
menyambut dua rupa senjata rahasiaku" Namanya saja
senjata rahasia, sebenarnya dipakainya tidak secara
menggelap." Siangkoan In Tong tertawa dingin, ia meng angguk2.
"Tidak kecewa kau menjadi hiocoe dari Lwee Sam
Tong!" katanya. "Kau jujur, kau membuat orang kagum
terhadapmu! Segala apa dibicarakan terlebih dahulu, ini baharu kelakuannya satu enghiong, satu hoohan! Aku si melarat paling suka pilih barang, membeli kepada satu akhli aku memang sedang cari akhli dagang semacam itu, inilah, kebetulan. Baik aku terangkan, sebenarnya aku kuatir orang nanti tertawai aku atau cela aku pandai timbulkan gara2
tapi gelangku ini, sejak mulai aku melatih nya ialah
diutamakan untuk menggempur senjata2 rahasia, maka
kebetulan sekali, sekarang aku berada didalam Ceng Giap San chung ini. Maka, Ouw Hiocoe, kau hendak ajarkan aku dengan senjata rahasia, aku sangat gembira! Ouw Hiocoe,
baik jangan berayal pula, silahkan kau mulai hunjuk
kepandaianmu itu, umpama kata aku terbinasa dibawah
senjata rahasiamu, aku rela!"
"Kau baik sekali, Siangkoan Loosoe", kata Ouw Giok
Seng. "Kau sudi mengajari aku, suka aku menerimanya,
maka tak ingin aku berlaku sungkan pula. Aku menggunai pedang, harap dengan Lie hoen Coe bo kianmu kau
menaruh belas kasihan terhadapku, supaya, walaupun kita mencari keputusan, kesudahannya ada baik sekali!"
Dengan kata2nya ini, Ouw Giok Seng hendak tutup
mulutnya si jail, karena ia kuatir sangat orang nanti ngoceh terus. Iapun lantas mundur tiga tindak, untuk mulai pasang kuda, pedangnya didepan dada, tangan kirinya dampingi pedangnya itu. kemudian sambil mempersilahkan, ia
lonjorkan pedangnya, tangan kirinya digeser kejidat.
Dengan begitu, ia perlihatkan sikap "Sian jin cie lou", atau
"Dewa menunjukkan jalan". Ia telah menggeser kaki kanan kekanan, dan kaki kiri hanya jarisnya saja yang menginjak tanah.
Siangkoan In Tong juga sudah lantas turut bersikap,
gelangnya dibentrokkan sampai tiga kali, hingga suaranya jadi saling susul. Ia menggeser kekanan juga. Maka
keduanya lalu berputaran.
Hiocoe dari Kim Tiauw Tong benar2 tidak hendak
mensia siakan ketika, baharu seputaran ia sudah
kesampingkan tubuh, untuk maju menghampiri lawannya,
untuk lantas menyerang dengan satu tikaman kepada dada.
Siangkoan In Tong menyambuti pedang dengan gelang
kanan, berbareng dengan itu, ia serang iga kanan yang sedang kosong dari lawannya itu.
Giok Seng gesit, ia berkelit kekiri, pedangnya ditarik kebawah, untuk diputar naik keatas, guna diteruskan
menyerang bahu kanan dari lawannya itu siapa, kendati juga ia telah bertempur beberapa kali terus menerus, masih tetap sebat dan gesit.
Kali ini Siangkoan In Tong tidak menangkis, ia hanya
mengelak diri kekiri, sebelah gelangnya dipakai melindungi dirinya, setelah ia memutar tubuh, dengan gelang kiri itu ia menyerang dengan cepat kearah pinggang lawan.
Giok Seng juga luputkan diri sambil berkelit, habis itu baharulah ia menyerang pula dengan pelbagai tipu dari ilmu pedang Kie boen kiam. Ia perlihatkan kecepatan tangan dan kepesatan tubuh, untuk maju atau mundur, maka itu, ia bisa layani gelang Lie hoen Coe bo kian serta kegesitannya Siangkoan In Tong.
Dipihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay orang pun
agak berkuatir terhadap Siangkoan In Tong, sebab Ouw
Giok Seng dengan terang2 bilang bahwa dia juga hendak gunai senjata rahasianya. Entah senjata rahasia apa. Orang beranggapan Ouw Hiocoe telah menanam bibit kebencian, sedang salah satu senjata rahasianya adalah jarum kembang bwee yang liehay. Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe juga telah menduga, hiocoe ini lah yang telah gunai jarum
rahasia di empang, maka mereka kuatirkan Siangkoan In Tong kalah licik. Karena ini, diam2 pendeta wanita dari Pek Tiok Am ini telah siapkan mutiaranya, See boen Cit poo coe.
Eng Jiauw Ong sedikitnya masih berkepercayaan untuk
liehaynya Wa Po Eng itu, dari itu kapan ia tampak
persiapannya Coe In Am coe, ia membagi perhatiannya
kelain arah. Ia bercuriga untuk suasana yang semakin buruk disekitarnya. Ceng Giap San chung itu, yang tak tenang lagi sebagaimana mereka baru2 memasukinya. Tidakkah
burung merpati terbang datang hampir tak hentinya dan juga ada orang2 yang datang dengan laporannya" Tidakkah
Boe Wie Yang sendiri agaknya telah terganggu ketabahan hatinya"
Kedua orang yang bertempur sudah lakukan pertempurannya sampai delapan belas jurus, semua itu
kelihatan nyata Ouw Giok Seng gunai sungguh2
keentengan tubuhnya, karena selain berkelit, terang ia ambil ketika untuk loncat sana dan loncat sini, hingga ia seperti telah jajah seluruh bidang pertempuran itu. Ia bersilat dengan "Yoe hong hie loei", atau "Tawon permainkan
bunga". Mungkin ia hendak bikin lelah atau bingung
lawannya itu. Segera datang babak yang kesembilan belas. Maju
mendekati lawan. Giok Seng tancap kaki kanan, kaki
kirinya menyusul maju, berbareng dengan mana ujung
pedangnya menikam ke dada Siangkoan In Tong.
Dengan tenang tapi gesit In Tong berkelit. Dia belum
sempat membalas, tahu2 hiocoe itu sudah menceiat ke
timur utara, terus keutara sekali, hingga ia jadi berada di timur para2.
In Tong pun loncat akan susul lawannya itu. Jarak
diantara mereka ada satu tumbak lima atau enam kaki.
Selagi berputar, Giok Seng telah pindahkan pedangnya
ketangan kiri, tangan kanannya merogo kantong senjata rahasia. Karena ia memutar tubuh, sukar terlihat aksinya kedua tangannya itu. Jarumnya terisi dalam sebuah
bungbung mungil. Justeru orang mendatangi, ia lompat
jumpalitan, selagi tubuh berputar, tangan kanannya
terayun. Tidak ragu2 lagi hiocoe dari Kim Tiauw Tong sudah
lantas menyerang dengan lima batang jarum yang
mengarah atas, tengah, yawah, kiri dan kanan. Rupanya ia
tidak mau bekerja kepalang tanggung, ia tutup jalan berkelit dari lawannya.
Siangkoan In Tong merangsek dengan kedua gelangnya
ditaruh didepan dada, ia tidak sangka bahwa orang akan serang ia secara demikian telengas. Ia terkejut, akan tetapi dasar sudah banyak pengalaman, ia tidak menjadi gugup. Ia tidak bisa berkelit lagi kekedua sampingnya, maka ia lantas pengkeratkan diri bagaikan anak kecil, kedua gelangnya dipakai menangkis cepat ketengah dan bawah. Ia antap
yang dikiri dan kanan, ia biarkan yang diatas lewat,
mengenai tihang para2. Sementara itu, yang dikiri dan kanan telah dihajar jatuh oleh mutiaranya Coe In Am coe sebelum jarum itu sampai pada sasarannya.
Sangat gusar adiklah Siangkoan In Tong, hingga ia
membentak "Ouw Giok Seng, kau berani gunai senjata
rahasiamu secara begini, inilah tanda sudah sampai batas takdirmu! Kemana kau hendak pergi?"
Kata yang terakhir itu dibarengi dengan loncatnya In
Tong, yang mencelat menghampiri musuhnya, sepasang
gelangnya disiapkan untuk rampas jiwa musuh.
Ouw Giok Seng sambut bentakan dengan tertawa dingin,
dan tidak tunggu orang sampai padanya, ia mendahului
menyerang pula dengan jarum rahasianya, sebab sebat luar biasa, setelah penyerangannya yang pertama, ia siapkan yang kedua. Serangan ini ada diluar dugaannya Siangkoan In Tong. Maka jago ini jadi sangat terancam. Ia benar gesit tapi ia insaf liehaynya hiocoe itu.
Baharu saja Ouw Giok Seng geraki pundaknya, untuk
ayun tangannya atau lebih benar melepas jarumnya
mendadak ada terdengar seruan "Awas!" yang keras sekali dari arah para2 bunga, seruan mana disusul dengan
menyambarnya batu2 halus kearah hiocoe dari Hong Bwee
Pang itu yang mengenai bebokong kanannya dan muka
sebelah kanannya juga, hingga karenanya, ketika jarum2
menyambar, semua jadi menuju kebawah, sedang ia sendiri merasakan sakit karena batu2 halus itu.
Sementara itu Siangkoan In Tong telah melesat terus
kearah musuh, didepan siapa segera ia kirim serangannya, yang tidak kurang hebatnya, sebab iapun sedang murka dan keras niatnya melakukan pembalasan.
Ouw Giok Seng terkejut. Ia berniat untuk loncat
menyingkir tapi tak sempat ia lakukan itu, karena ia tidak pernah sangka, bahwa musuhnya bakal lolos dari bahaya, sebab ia percaya betul serangan susulannya ini tidak akan meleset. Pun serangan batu halus, walaupun itu melukainya enteng sekali, membuat ia kaget dan bingung. Dalam saat sangat mengancam itu tapinya ia masih berdaya untuk
berkelit. Dalam saat Ouw Giok Seng menghadapi ancaman
keruntuhannya itu, mendadak Siangkoan In Tong merasakan sambaran angin dibelakang kepalanya, hingga ia menjadi sangat kaget. Memang, selama bertempur ia
senantiasa berlaku hati2.
Tentu saja, paling perlu adalah menolong diri dahulu.
Terpaksa ia mesti batalkan serangannya terhadap Ouw
Giok Seng. Syukur baginya, ia masih punyakan kesempatan. Maka ia lantas berkelit sambil mendek sedikit kedepan, lalu ia memutar diri untuk menangkis dengan
kedua gelangnya. Tepat sekali ia telah hajar rubuh sebatang panah tangan daa sebuah piauw, yang keduanya tersampok jatuh ketanah.
Ouw Giok Seng pun telah mencelat jauh, terutama
karena liehaynya ilmu mengentengkan tubuhnya.
Siangkoan In Tong segera memasang mata, tetapi tak
dapat ia cari siapa musuh2 gelap itu, yang telah bokong padanya.
Pihak Hoay Yang Pay jadi gusar sekali karena orang
bermain curang, mereka hendak tegur Boe Wie Yang.
Selagi suasana ada demikian panas, cuaca terus berubah, ancaman hujan segera dibuktikan kapan satu kali sang
geledek menggelegar keras sekali. Air langit segera
menimpah mukanya orang. Dan menyusul guntur itu, di empat penjuru terdengarlah suara suitan saling sambut, yang tidak lantas berhenti.
Mukanya Boe Wie Yang menjadi merah padam, terang
ia ada sangat mendongkol berbarengpun bimbang karena
suara suitan itu. Ia insaf akan ancaman bahaya, meskipun ia belum merasa pasti, bencana bakal datang dari pihak mana.
Eng Jiauw Ong berpaling kepada tuan rumah.
"Boe Pang coe!" dia memanggil.
Hanya sebegitu yang ketua Hoay Yang Pay dapat
ucapkan, kata2 selanjutnya dirintangi oleh dua suara
dahsyat yang datangnya masing2 dari arah timur utara dan selatan dimana ada terdapat banyak pohon2 tua, pohon2
mana memang seperti mengitari Ceng Giap San chung.
Gemuruh itu ambil tempat dibalik deretan pohon2 itu.
Kehebatan lain masih menyusul. Sehabis gemuruh itu,
tiba2 ada api berkobar, seperti menyambar nyambar kearah San chung sekali, habis mana segera terdengar suara berisik dari pertempuran diempat penjuru.
Dan dalam kekacauan itu, samar terdengar seruan
"Kawanan penjahat Hong Bwee Pang! Siapa dari kamu
berani tidak taat kepada undang2 negara dan berani
lakukan perlawanan atau kabar, kamu berarti cari jalan mampus sendiri! Seluruh gunung ini sudah dikurung! Maka lemparkan alat senjatamu dan menyerah, nanti kamu luput dari hukuman mati!"
Dua suara gemuruh tadi juga diikuti dengan mengepul
dan ber gulung2nya asap berbau belirang, yang terus
melayang berhamburan. Orang lantas tahu, itulah asapnya obat pasang, obat dari senjata apinya tentera negeri.
Apakah benar Cap jie Lian hoan ouw telah terkurung"
Inilah yang membuat kekacauan pihak Hong Bwee Pang
menjadi memuncak. Meskipun adanya gemuruh itu, tapi tempat pertempuran
itu masih terpisah cukup jauh.
Boe Wie Yang gusar hingga dadanya seperti mau
meledak, dalam bingungnya ia menyangka Hoay Yang Pay
dan See Gak Pay sekongkol dengan pembesar negeri. Ia
anggap ia sudah di diyual".
"Ong Too Liong!" berseru dia, tanpa ia perdulikan
teguran orang tadi. "Bagaimana kau berani jual sahabat baik" Nyatalah aku sudah buta melek! Kamu datang
kemari, tiada niatku untuk menahan kamu disini, siapa sangka, kamu berani berbuat begini hina! Ong Too Liong, tidak nanti Boe Wie Yang hendak sudah saja!"
Ketua Hong Bwee Pang benar2 berkepala batu, sampai
disaat seperti itu, ia masih tetap tak sudi menyerah kalah dia masih hendak memberikan pukulan kepada lawannya!
Begitulah dengan satu jejakan kaki, ia lon cat kepada ketua Hoay Yang Pay, untuk serang musuh ini dengan kedua
tangannya. Ia memang ada punya sepasang tangan yang
liehay dan sikapnya itu adalah "Houw poksie," atau sikap
"Terkaman harimau".
Eng Jiauw Ong lihat orang berloncat kepadanya dan
sepasang kepalan mengarah dadanya. Ia juga tahu benar, sekarang bukan waktunya lagi untuk bicara. Ia menginsyafi suasana buruk tapi ia tidak sangka kekacauan bakal ambil tempat demikian cepat, maka dengan sendirinya iapun
berkuatir. Sebagai Boe Wie Yang, ia juga tidak tahu pasti, penyerang yang datangnya mendadakan demikian siapa
adanya. Tapi melihat orang serbu padanya, ia ketahui
dengan baik, musuh ini ada bagaikan binatang mogok.
Dalam keadaan seperti itu, tak sempat untuk ia berpikir pula. Tentu sekali iapun tidak sudi mengasi hati kepada musuh telengas semacam ini.
Ketua Hoay Yang Pay tidak hendak tangkis serangan
berbahaya itu. Begitu serangan sampai, ia egos tubuh
kekanan, lalu dari kanan dengan kedua tangannya ia
membarengi menggempur lengan musuh. Tentu sekali ia
telah gunai tenaganya Eng jiauw lat, "Tenaga Burung
Garuda", yang untuk beberapa tahun ia telah latih sambil keram diri.
Boe Wie Yang tidak mau kasi kedua tangannya kena
terhajar, ia turunkan kedua tangannya itu, tapi meski begitu, kedua tangan mereka masing2 berbentrok juga, atas mana, Eng Jiauw Ong kagum. Tidak percuma Thian lam It Souw kesohor, benar2 kedua tangannya kuat, Ong Too
Liong sampai rasakan tangannya tergetar.
Setelah kasi turun tangannya itu, Boe Wie Yang
meneruskan memutar naik. Iapun berbareng menggeser
kakinya kekanan, dengan begitu, dengan gerakan "Hong
hong tian chie" atau "Burung hong pentang sayap", ia bisa teruskan menyerang pula dengan cepat sekali. Tangan
kirinya telah sambar iga kiri dari lawannya itu!
Ong Too Liong bebaskan diri dengan majukan kaki
kanannya satu tindak kedepan, sambil berpaling, dengan
dua jari tangan kirinya, ia juga membarengi menyerang kepundak kiri jago Hong Bwee Pang itu, akan totok jalan darah kin ceng hiat.
Kekalutan sementara itu berjalan terus dengan semakin bertambah. Malah dari pintu depan segera muncul
serombongan orang Hong Bwee Pang, diantara siapa
separuh ada membawa luka2 pada tubuhnya.
Orang Hong Bwee Pang didalam Ceng Giap San chung
menjadi kaget, tetapi dalam kaget nya mereka tak jadi gugup, malah menyontoh ketuanya, mereka lantas hunus
senjata akan mulai terjang pihak tetamu, hingga pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay tak dapat bertahan diri lagi, mereka menyambutnya.
Dalam kekacauan itu, orang2 kenamaan Hong Bwee
Pang seperti Ouw Giok Seng dan beberapa hiocoe dari Hok Sioe Tong tidak turut turun tangan, karena mana Ban Lioe Tong bersama Coe In Am coe dan Siangkoan In Tong juga tidak turut ceburkan diri, kedua pihak melainkan memasang mata, bersiap sedia untuk cari jalan mundur.
Waktu itu dari empat penjuru ada terdengar suara
tembakan senapan, semakin lama semakin seru, sedang
cuaca menjadi semaking gelap, hingga sering terlihat
berkelebatnya sinar terang dari tembakan, disusul oleh bergumpalnya asap. Karena tembakan itu, mimispun jatuh berhamburan kesana sini.
Boe Wie Yang dan Eng Jiauw Ong masih bertempur
terus, sudah lima jurus, dan mereka juga dengar suara2
tembakan itu dan insaf akan ancaman bahaya.
Dijurusan timur selatan, suara pertempuran terdengar
semakin nyata. Itulah bukti bahwa dijurusan itu orang sedang merangsek hebat. Selagi api berkobar, juga hujan turun.
Boe Wie Yang berlaku sangat telengas, karena ia umbar amarah dan napsu hatinya untuk rubuhkan ketua Hoay
Yang Pay. Begitu dijurus ke enam, ia incar perutnya Eng Jiauw Ong, untuk disangsut dengan kedua kepalannya,
untuk mana ia berhasil mendesak.
Dengan kedua tangannya, yang berat, Ong Too Liong
gempur lengan musuh, akan halau serangan berbahaya itu, setelah itu kedua tangannya digeraki lebih jauh, tangan kanan menyambar kemuka, tangan kiri mencari jalan darah hoa kay hiat.
Boe Wie Yang berkelit seraya memutar tubuh
kebelakang, selagi berputar, kedua tangannya turut terayun, maka setelah berbalik, dengan tenaga penuh ia bisa balas serang iga kanannya Eng Jiauw Ong, gerakannyapun ada
sangat cepat. Eng Jiauw Ong lihat serangannya gagal, sebaliknya pula ia dibalas didesak. Ia insyaf telengasnya lawan itu, maka ia anggap, ia pun mesti berlaku keras keras lawan keras.
CXLI Lekas2 ketua Hoay Yang Pay geser kaki kirinya kekiri, untuk hindarkan serangan hebat dari lawan. Ia berlaku gesit, akan tetapi ketua Hong Bwee Pang bukan musuh
sembarang, benar selagi ia berkelit tangan musuh telah mengenai
bajunya, anginnya serangan mengenai bebokongnya selagi ia hendak memutar tubuh. Tapi ia
berkelit bukan untuk menyingkir, maka begitu lekas kaki kirinya injak tanah, tubuhnya terus diputar, tangannya menyambar.
"Peng see lok gan" atau "Dipasir datar, burung gan
turun," adalah serangannya Eng Jiauw Ong, dengan kedua
tangannya, dengan jari2 tangan yang bertenagakan "Eng jiauw lat," "Tenaga kuku garuda," ia totok kedua lengan dari penyerangnya.
Tak sudi Boe Wie Yang ditotok musuh, ia membebaskan
diri dengan buka kedua tangannya itu. Iapun tidak
membuka jauh, begitu lekas ia sudah luput dari totokan, ia segera balas hajar jalan darah thian tie hiat di bawahan kedua tete lawannya.
"Peng seo lok gan" dari Eng Jiauw Ong bukan hanya
serangan se mata2, itupun ada semacam tipu untuk
memancing keluar tangan musuh. Umpan ini ternyata
berhasil, sebab Boe Wie Yang tidak berkelit hanya untuk berkelit, tapi untuk membalas menyerang pula. Ini justeru ada hal yang diharap Eng Jiauw Ong.
Selagi ia diserang pula, Eng Jiauw Ong mendahului
bergerak. Ia telah pasang kuda2nya, ia gunai tenaga tangan
"Kim kong ciang lat," atau "Tenaga tangannya Kim
Kong." Kembali ke dua2 tangannya digunai.
Bukan kepalang kagetnya Thian lam It Souw, si "Orang
tua dari Selatan." Itulah serangan sangat hebat. Ia terancam kematian atau entengnya luka parah. Akan tetapi ia
bukannya seorang lemah. Ia kumpul tenaga pada kedua
lengannya, berbareng dengan itu ia mencelat mundur,
tubuhnya melenggak sebagai ia terjatuh celentang. Inilah liehaynya ilmu tubuh enteng atau kegesitannya. Secara demikian ia coba elakkan "Kim kong ciang lat" yang sangat mengancam itu.
Eng Jiauw Ong heran berbareng kagum. Benar2 tak
kecewa raja dari Cap jie Lian hoan ouw ini kesohor kosen dan dimalui kaum kang ouw. Karenanya, ia jadi sayangi akan kepandaiannya lawan itu. yang tak mudah
dipelajarinya. Maka ketika ia merangsek, ia tidak memikir pula akan rampas jiwanya lawan itu.
"Kim lie to coan po" atau "Tambra emas tembusi
gelombang" adalah ilmu silat berkelit yang Boe Wie Yang gunai itu, ia benar berhasil lolos dari bahaya sebagian karena kegesitannya sebagian lagi disebabkan timbulnya liangsim dari Eng Jiauw Ong, tidak urung ia toh terjerunuk tiga empat tindak. Dengai begitu luputkah ia dari ancaman hilang jiwa atau luka parah.
Selagi dua jago ini bertarung orang2 mereka yang
bertempur bergumpalan masih bertarung terus, suara


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka berisik sekali, tapi disebelah itu, tak kalah hebatnya berisiknya suara tentara negeri, yang mandatangi makin dekat dari empat penjuru. Sebagai juga tentara negeri ketahui baik, Ceng Giap San chung adalah sarang tulen dari Hong Bwea Pang, mereka menuju langsung ke san chung
ini. Suara tembakan tetap tak hentinya terdengar, hingga cahaya merah saban2 saling sambar di Ceng Loan Tong,
Kim Tiauw Tong dan Thian Hong Tong. Terutama di
udara yang kosong, semakin nyata tampak cahaya
tembakan itu, hingga turunnya peluru mimis bagaikan
turunnya air langit. Gemuruh senjata api juga seperti menulikan kuping, membuat hati orang gentar dan kuncup.
Sebenarnya Ceng Giap Sanchung ada satu daerah buntu,
akan tetapi kawanan Hong Bwee Pang itu mundur kedalam san chung, karena lainnya jalan sudah tidak ada.
Dalam keadaan yang rnengancam itu, selagi Ouw Giok
Seng dan lainnya hiocoe memasang mata, Thian kong chioe Bin Tie dengan sepasang Jit goat loen, senjata model
matahari dan bulan, muncul dari belakang, terus saja ia bersuara memberi tanda kepada Boe Wie Yang. Tentu saja ia telah bicara dengan kata2 rahasia kaumnya sendiri.
Boe Wie Yang baharu saja kena dikalahkan Ong Too
Liong, ia rupanya insaf, harapannya sudah lenyap, maka setelah dengar perkataannya Bin Hiocoe, ia kata kepada ketua Hoay Yang Pay, yang sedang berdiam diri, karena Eng Jiauw Ong tidak meneruskan menyerang kepadanya.
"Ong Too Liong," demikian Thian lam It Souw, "Cap
jie Lian hoan ouw yang tangguh bagaikan gentong besi
telah runtuh ditangan kamu kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, akan tetapi walaupun demikian, asalkan aku
masih mempunyai napas, dilain waktu masih ada harinya kita kedua pihak akan bertemu pula, untuk perebutkan
kembali mati dan hidup kita! Hong Bwee Pang tak dapat menaruh kaki pula dalam kalangan kang ouw, karenanya
akupun hendak bikin Hoay Yang Pay dan See Gak Pay
hancur lebur juga, supaya kamu musnah ber sama2 kami!
Hari ini didalam Ceng Giap Sanchung ini aku menyerah.
kalah, dari itu, sampai ketemu pula!"
Lalu, menoleh kepada rombongannya, ketua ini
menyerukan "Mundur!"
Boe Wie Yang mengepalai sendiri orang2nya mundur
kepaseban. Pertempuran yang kacau itu berhenti sendirinya,
titahnya ketua itu ditaati semua.
Sementara itu, selagi semua orang Hong Bwee Pang
mundur ke Ceng Giap San chung, maka dua orangsatu
lelaki dan yang lain perempuan dengan diam2 telah kabur dari dalam ruangan Heng tong dari Gwa Sam Tong, Tiga
Gedung Luar, mereka menyerbu diantara perahu2 "Jie cap pat sioe", mereka kabur dari Cap jie Lian hoan ouw. Dan kaburnya dua orang ini ada diluar sangkaannya Boe Wie Yang, Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe semua. Sebab si wanita adalah Lie touw hoe Liok Cit Nio, si perempuan
cabul, yang tadi diputuskan hukuman mati, dan yang lelaki adalah Hay niauw Gouw Ceng, hiocoe dari Heng tong,
yang tadinya kesohor kejujuran dan kekerasan hatinya!
Liok Cit Nio telah membangkitkan kemurkaan umum
dari pihaknya sendiri, maka itu, apabila dia berani mencoba meloloskan diri dan kabur dari Ceng Giap San chung, dia akan lantas dibinasakan didalam paseban San chung,
dimuka umum. Hampir semua orang Hong Bwee Pang yang setia kepada
ketuanya sudah siapkan senjata rahasianya masing2,
apabila Cit Nio berontak, dia akan segera diserang, tak ampun lagi. Maka syukur, dia menyerah, dia antap dirinya digiring keruang Heng tong, tempat menjalankan hukuman.
Terutama Sim Ah Eng dan Sim Ah Hiong, kedua murid
tersayang dari Boe Wie Yang, benci sekali perempuan cabul ini. Kalau Liok Cit Nio berani mencoba kabur, pasti mereka akan turun tangan dengan segera.
Akan tetapi disebelah itu, matanya Hay niauw Gouw
Ceng ada tajam sekali. Dengan tiba2, dia dapatkan sinar mata lain, atau perobahan wajah, dari Sim Ah Eng, yang usianya lebih tua daripada Sim Ah Hiong. Dan semua ini sudah terjadi karena liehaynya Liok Cit Nio membawa aksi.
Karena disaat teracihr itu, perempuan licin ini masih berdaya
menggunai kecantikan dan aksinya akan membangkitkan rasa tertarik, rasa kasihan dari anak muda itu yang belum tahu asam garamnya dunia, sedang dengan usianya yang mulai menanjak, Ah Eng telah mulai akil
balig, tidak sebagai adiknya yang masih polos.
"Lekas, lekas!" demikian Gouw Ceng, mengajak, ketika
ia giring Cit Nio keruang Heng tong.
Begitu lekas mereka sudah lewati pintu Ceng Giap San
chung, Gouw Ceng si Burung Laut menghela napas
panjang, tanda dari lega hatinya, diam2 ia meng geleng2
kepala sendirinya. Ia telah ingat Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie dan Siang chioe Kim piauw Lo Sin dengan siapa ia
bersahabat dan ketahui baik halnya mereka berdua.
Dua orang dari angkatan tua itu, masing2 mamak dan
ayahnya Liok Cit Nio, telah memasuki dunia kang ouw
sejak mereka masih muda, akan tetapi walau mereka
kesasar dalam Rimba Hijau, derajat mereka ada jauh
terlebih tinggi daripada orang2 segolongannya. Lo Sin, sang mamak, bisa bersikap keras berbareng lembek, menghadapi sesamanya, dia bisa berlaku licin. Tidak demikian dengan Lo Gie sang ayah sejati selama duapuluh tahun didaerah Ouwlam. Ouwpak, Soecoan, Inlam dan Koeicioe, dia telah menjadi satu jago Rimba Hijau kenamaan karena sifat
jantannya, akan tetapi karena tabeatnya keras, dia telah berbentrok dengan beberapa orang segolongan. Toh ia biasa berlaku ramah tamah kepada siapa yang suka bergaul
kepadanya. Hingga tidaklah selayaknya dia mempunyai
satu anak gadis yang buruk sebagai Cit Nio, yang telah cemarkan namanya itu. Hingga ada orang yang mau
menyangka, karena dia mempunyai kepandaian istimewa
Sam im Ciat hoe ciang, "Tangan Kematian" yang
menyebabkan ia seperti terkutuk itu. Sebab tangannya yang liehay itu tentu membinasakan lawan, atau ringannya
orang akan bercacad anggota badannya. Tapi toh, kalau benar dia terkutuk, kutukan mesti menimpa dirinya sendiri, tidak terhadap anaknya, anak perempuan, hingga namanya kedua keluarga Liok dan Lo jadi ternoda.
Demikian, sembari jalan mengiringi, Hay niauw Gouw
Ceng pun pikirkan "peruntungannya" Lo Gie dan Lo Sin
itu, terutama Lo Gie dengan siapa ia bergaul rapat sekali, melainkan hal ini sedikit orang yang mengetahui nya,
jikalau tidak, berhubung dengan berontaknya Lo Gie dan Pauw Coe Wie terhadap Hong Bwee Pang, niscaya lapun
akan siang2 terdesak untuk angkat kaki juga dari Cap jie Lian hoan ouw. Iapun ingin dapat berlalu dari sarang Hong Bwee Pang itu, karena kuatir orang nanti ketahui hal
hubungannya dengan Sam im Ciat hoe ciang itu. Mengenai dirinya sendiri terhadap Hong Bwee Pang ia tak kuatir suatu apa, sebagai anggota, ia tidak mengecewakan, sebab sejak turut partainya, ia selalu setia dan bekerja baik untuk ketuanya. Yang ia sangat kuatirkan adalah orang nanti curigai ia, dan satu kali ia dicurigai, kedudukannya jadi terancam, apa pula sekarang selagi Hong Bwee Pang
menghadapi ancaman bencana, sampaikan Boe Wie Yang
sendiri nampak tidak tenteram hatinya.
Selama bertugas didalam Heng tong, Gouw Ceng
terkenal untuk kejujuran dan kesetiaannya terhadap
tugasnya itu, maka sekarang ia menyesal mesti berurusan dengan Liok Cit Nio. Wanita ini bersalah, dia harus terima dosa nya. Tapi Gouw Ceng berhutang budi dari Lo Gie, ia malu akan hukum anak gadis sahabatnya itu. Toh ia mesti jalankan tugasnya!.
Selagi mengiringi, Gouw Ceng jalan dengan terpisah
sedikit jauh dari Cit Nio siapa ia kuatir nanti mengucap apa2, hingga katasnya si nona bisa tambah mempersulit kepadanya. Mereka berada bukannya berdua saja, sudah
tentu tak boleh ia menjawab sembarangan.
Jalanan yang diambil bukan jalanan yang banyak pohon
cemaranya hanya satu jalanan kecil yang memutar diarah selatan barat Ceng Giap San chung, terus menuju kekanan
Thian Hong Tong. Disitu ada keletakannya Gwa Sam
Tong, tempatnya gedung Heng tong, gedung Lee tong dan gedung Cit tong.
Cit Nio berjalan dengan diapit oleh anggota2 Heng tong yang goloknya masing2 terhunus. Jalanan disini sunyi
walaupun dilain bagian, pertempuran rupanya asyik
berlangsung. Cuacapun gelap, melainkan halilintar yang berkelebtan dan guruh mendengung terus. Kalau tidak ada sinar kilat, ada sukar untuk melihat satu pada lain dijalanan yang gelap itu.
Cit Nio insyaf bahwa ia seperti sedang mendatangi Kwie boen kwan "Kota pintu iblis." Bahwa setindak demi
setindak, dia mendatangi semakin dekat. Itu pun berarti jiwanya berkurang setiap tindak, bahwa begitu lekas sampai di Heng tong, akan tamatlah lelakon hidupnya, karena
darahnya bakal muncrat di ruang untuk menjalankan
hukuman itu. Sekalipun semut masih menyayangi jiwanya, apapula ia satu manusia! Justeru ia ada satu wanita cantik dan cerdik melebihi yang lain2! Maka dalam saat itu ia masih belum lepas semua harapannya. Ia anggap ia masih punyakan ketika baik sebab ia tidak dibunuh lantas di Ceng Giap San chung hanya dikirim dulu ke Heng tong.
Dengan sengaja Cit Nio ber tindak dengan ayal2an, tak perduli dikiri dan kanannya orang bentak ia pergi pulang agar ia jalan cepat. Ia tidak jerih terhadap pengiring2 itu, malah menghadapi mereka, ia bersenyum tawar. Ia ber
pura2 tak dengar teguran, ia gunai sisa temponya yang terakhir itu untuk asah otak.
Selagi mendekati jalanan yang terakhir, tiba2 Cit Nio berpaling kebelakang, ia miringkan tubuh, ia perlihatkan roman lesu yang bisa mendatangkan rasa kasihan orang.
Iapun perdengarkan suara sangat sedih ketika ia buka
mulutnya. "Soeko Gouw Ceng, kau benar tidak punya liangsim...."
katanya. "Selama didalam Ceng Giap San chung aku
berlaku baik terhadapmu, tidak perduli kau bersikap sangat bengis terhadapku, aku diamkan saja. Aku tahu sikapmu itu disebabkan kau mesti taati aturan kaum kita, kau memang mesti berbuat demikian. Sekarang kita tidak lagi berada di Ceng Giap San chung, mengapa kau diam saja" Lihat
soemoaymu, yang terfitnah ini, yang bakal mati penasaran". Darahku yang merah bakal berlumuran
membasahi ruang Heng tong. Apakah benar kau ada begitu tegah, hingga tak mau kau tanya aku, apa pesanku terakhir, supaya kau bisa wujudkan pesanku itu" Soeko Gouw Ceng, dalam kalangan kang ouw kau ada satu enghiong satu laki2, dan didalam Heng tong kau menjadi hiocoe, mustahil kau benar2 melupai budi kebaikan orang, tidak ingat
persahabatan kita dulu2, kau tidak berkasihan sedikit juga kepadaku?"
Mukanya Gouw Ceng menjadi merah sendirinya karena
jengah. Disitu ada dua "saudara" yalah orang sebawahannya terhadap siapa ia biasa berlaku keras
menuruti bunyinya aturan Hong Bwee Pang. Sekarang
didepan mereka itu, perempuan licin ini telah bawa aksinya, telah ucapkan kata2nya itu, yang tak sedap didengarnya.
"Liok Lo Kim In, aku harap kau ingat akan
kehormatanmu!" kata ia dengan keren. "Didalam partai
kita, Couwsoe telah berlaku murah hati kepadamu, walau kau hanya seorang perempuan, tapi kau bukan satu anggota biasa, kau justeru ditugaskan memegang pimpinan pusat rangsum di Liang Seng San. Kenapa kau sia2kan
kemurahan hati Couwsoe" Kenapa kau tampik kebaikan
Pangcoe" Kau sudah langgar larangan, kau membuat malu kepada partai kita, hingga kedua musuh kita, Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, jadi ada punya alasan untuk satroni
kita! Karena kau, banyak orang kita yang mendapat malu besar! Maka sekarang kau tak dapat ucapkan apa2 pula kau mesti terima dosamu, karena kau cari sendiri dosa itu! Kau mesti pergi ke Heng tong, untuk terima hukuman! Apa
perlunya kau bersikap begini macam" Sekarang ini, Liok Lo Kim In, meskipun aku pernah terima budinya keluarga Lo, tak dapat aku berbuat suatu apa. Aku tak sanggup
menolong kau. Gouw Ceng ada anggauta Hong Bwee
Pang, aku cuma bisa taati titahnya Pang coe."
Waktu itu mereka sudah keluar dari jalan kecil, ketiga gedung dari Gwa Sam Tong sudah lantas tertampak
gedung2 yang berendeng tiga, dua didepan sama rata, yang ketiga ditengahi sedikit mundur. Dimuka itu ada
pekarangan luas dengan rumput yang hijau. Leetong,
gedung upacara, adalah yang di tengah, Heng tong
dibaratnya, dan Cit tong ditimurnya.
Dengan tiba2 Cit Nio hentikan tindakannya.
"Liok Kim In, lekas!" membentak kedua pengiring,
dengan golok mereka tetap terhunus. "Lekas jalan! Jikalau kau masi ngoceh saja, jangan salahkan, kita tidak mengenal kasihan, kita nanti kasi rasa padamu!"
Tak berubah wajahnya Cit Nio sama sekali ia tak gentar, Sebaliknya ia perlihatkan roman menggiurkan.
"Hm, loosoehoe beramai!" demikian katanya, "harap
kamu tidak bentak2, aku" Jikalau masih ada jalan satu tindak, mengapa kamu tidak ingat sesama manusia" Aku
pasti bakal mati inilah tak usah diragukan lagi, maka kenapa kalian tak sudi memandang muka Couwsoe, untuk
berlaku murah kepada seorang perempuan yang malang
nasibnya" Loosoehoe beramai adalah orang2 kang ouw
yang kosen, aku merasa pasti, kamu tidak akan mempersulit seorang perempuan yang tak berdaya" Sekarang kita
sudah sampai dimuka Heng tong, itulah tempat kematianku. Gouw Hiocoe ini ada punya hubungan rapat
sekali dengan keluarga Lo, maka selagi aku bakal mati tidak nanti aku hendak bikin susah orang. Kalian telah, ikuti Gouw Hiocoe untuk banyak tahun, dan sekarang
dihadapan kita semua kalian bisa saksikan sikapnya Gouw Hiocoe. Hanya aku tak puas melihat kedudukan Gouw
Hiocoe sekarang ini. Aku bakal mati, tak dapat aku tidak bicara sedikit. Loosoehoe beramai, kasilah ketika kepadaku.
Ditempat seperti ini, gampang sekali orang menggagalkan urusan, dan tak berduli orang bagaimana baik, tak dapat ia mempuaskan semua orang. Setelah nanyak bulan dan
tahun, orang bekerja bersama, mesti ada apa2 yang
menerbitkan ganjalan sesuatu orang. Hay niauw Gouw
Ceng biasanya jujur, berurusan dengan sebawahannya
mungkin pernah ia berlaku keras melewati batas maka
keadaan sekarang ini adalah waktunya yang tepat akan
orang atau orang2, yang tak puas kepadanya, melampiaskan dendamannya, untuk bikin dia celaka...."
Kata2nya Cit Nio ada mengandung kebenaran, kata2 itu
mempengaruhi pengiring2nya. Memang karena kejujurannya, taat kepada aturan, Gouw Teng pernah
membangkitkan rasa tak puas sejumlah sebawahannya yang anggap dia keterlaluan. Kalau dulu orang diam saja telan kemendongkolan, sekarang bisa menjadi saat untuk udal itu. Demikian diantara mereka yang tidak puas adalah
Lauw Thian Sioei salah satu pengiring. Dia ingin membuat malu kepada hiocoe itu. Untuk ini, dia sedang tunggui ketikanya".
Cit Nio jalan ayal2an, karena itu, Gouw Ceng dapat
susul padanya. Ia lantas menoleh, dengan roman yang
harus dikasihani, dengan suara yang lemah ia berkata pula.
"Gouw Soeko, jangan kuatir," demikian katanya
"percayailah saudara seperguruanmu yang akan mati ini tidak akan rembet2 padamu. Di Heng tong kaulah yang
berkuasa. Siapa bisa ganggu padamu" Kau jangan kuatir suatu apa. Mustahil ada halangannya kalau aku bicara
denganmu?" "Sudahlah, Lo Kim In, jangan kau omong lebih banyak
pula!" Gouw Ceng melarang. "Jangan kau coba desak atau pengaruhi aku. Memang benar pernah aku terima budi
ayahmu, akan tetapi dalam hal itu aku tidak kuatir suatu apa. Aku selalu bekerja dengan jujur. Umpama ada orang dakwa aku dimuka Pangcoe, aku juga tidak takut, sebab aku selalu bekerja baik dan tak pernah aku melanggar
aturan. Tidak pernah aku berkongkol untuk urusan
pribadiku sendiri, belum pernah aku melepas budi diluar garis. Ayahmu berontak kau sendiri berbuat tak kepantasan, itupun ada urusan kamu sendiri, dengan aku tidak ada
hubungannya. Semua orang tahu, belum pernah aku
meninggalkan Cap jie Lian hoan ouw, hingga tidaklah ada alasan andai kata ada orang niat memfitnah aku. Maka, Cit Nio, jangan kau coba bujuk atau pengaruhi aku supaya aku tolong padamu untuk kasi kau lolos. Umpama niatku ada, tak berani aku mewujudkannya. Aku merasa aku benar.
Maka sekarang, hayo jalan, kau harus lekas terima
hukumanmu!" Cit Nio tertawa dingin. "Oh satu enghiong, satu hoo han berpengalaman!"
katanya dengan berani. "Gouw Ceng, begini rupa kau
bicara, mana ilangsim mu" Lo Kim In ada satu wanita tapi dia tak takut mati, dia tak temahai hidup, tidak nanti dia meratap memohon2 ampun! Tapi aku bicara untukmu,
soeko. Bukankah persahabatan kita ada rapat luar biasa, ada dasarnya" Bukankah kau ketahui jelas. keluarga Lo
tiada mempunyai keturunannya yang lelaki" Bukankah
ayahku, mamakku juga, cuma punyai aku satu turunan
perempuan" Dan sekarang, bukankah aku ada sisa mati"
Aku hanya bersedih kalau aku ingat bagaimana keluarga Lo soedah bekerja dengan setia kepada Hong Bwee Pang,
sampaipun suamiku, Liok Kie, yang setia dan taat kepada partai, telah binasa berkurban juga. Karena aku berjasa, sehingga Pang coe angkat aku jadi ketua di Liang Seng San, suatu kedudukan bukan sembarang. Toh sekarang, aku
sedang menghadapi kematian". Aku bukannya menuduh
tetapi aku tahu ada orang yang mengirih dan ingin rampas kedudukanku itu, sebegitu jauh orang itu tak dapat berbuat suatu apa selama Pang coe masih membutuhkan aku.
Sekarang adalah lain, maka hasutan dan tuduhan telah
memakan! Asal aku rubuh, tempatku bakal dipunyakan dia!
Inilah perkara sangat terang dan siapa pun dapat
melihatnya! Dasar nasibku, maka aku mesti menderita
hebat, apa mau Hong Bwee Pang punyakan Hoay Yang
Pay dan See Gak Pay sebagai musuh. Liang Seng San ada tempat penting, tidak heran, untuk runtuhkan Hong Bwee Pang, lebih dahulu mereka gempur aku. Didalam See louw Cap jie to, orang sudah tidak bersatu hati. Umpama Hong Loen dan kambratnya, terangnya mereka lawan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, akan tetapi dibalik itu mereka kasi ketika akan musuh2 menyerbu dengan berhasil, hingga
kesudahannya aku kehilangan tempatku menaruh kaki.
Karenanya, aku ada punya berapa batok kepala maka aku berani pulang ke Pusat Umum" Kendati begitu, aku toh
tidak takut, malah aku berniat pulang akan menemui Pang coe, guna tuturkan duduknya hal yang benar, supaya aku bebas dari fitnah, supaya kebersihan diriku dapat
dipulihkan." Kim In berhenti sebentar, untuk kemudian melanjutkan.
"Cerita burung tersiar demikian luas, sampaipun ayah
dan mamakku kena dijual juga, hingga mereka percaya aku berbuat sesat, ketika aku menemui mereka, aku justeru dikatakan poet hauw -tidak berbakti. Soeko ketahui sifatku, yang berhati keras, hingga selama aku belum menikah, tak pernah aku mau tunduk kepada siapa juga, hingga orang jadi benci aku, mereka semakin membusuki aku. Ditambah pula kedua pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay juga
bantu menjeleki aku. Coba soeko pikir, mana dapat aku lolos dari kepungan mereka itu" Dasar aku satu wanita, tak sanggup aku lawan mereka. Aku telah kena mereka tawan, aku jadi dapat malu besar. Maka itu, soeko, aku memang tak ingin hidup pula. Aku menyesal bagi ayahku yang keras tabeatnya, aku malu untuk marhum suamiku, terutama
terhadap leluhur she Lo. Aku tidak ingin minta
pertolonganmu, soeko, sebab benar seperti katamu, walau kau berniat, kau tidak punyai kesanggupan. Aku telah tidak berdaya, buat apa aku rembet2 kau" Aku hanya sesali Pang coe, begitupun Auw yang Hiocoe yang kesohor adil, sudah tidak bertindak akan periksa perkaraku sampai diakhirnya, dengan gampang saja aku telah dijatuhi hukuman mati.
Soeko, aku bakal mati penasaran, aku harus dikasihani.
Aku minta, setelah saat akhirku ini, kau percaya
Misteri Rumah Berdarah 7 Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Pedang Tanpa Perasaan 12

Cari Blog Ini