Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 4

Pedang Sinar Emas Kim Kong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


Biarpun sedang duduk bersamadhi namun Bun Sam yang amat tajam pendengarannya itu dapat membedakan perubahan napas dari suhengnya, maka ia membuka matanya sebentar. Dilihatnya peluh memenuhi jidat suhenenya itu dan wajah suhengnya yang rusak dan bercacat itu menjadi makin menyeramkan. Ia menghela napas panjang. Sudah terlalu sering ia melihat suhengnya berhal demikian dan karena ia pernah mendengar riwayat suheng nya, maka maklumlah ia akan kedukaan yang kadang kadang mengganggu pikiran bekas jenderal yang bernasib malang ini. Tiba tiba ia menjadi amat terharu. Dengan perlahan Bun Sam turun dari pembaringannya, menghampiri Yap Bouw dan menggunakan saputangannya untuk menghapus peluh yang memenuhi jidat Yap Bouw dengan perasaan penuh kasih sayang seperti seorang anak terhadap ayahnya atau seorang adik terhadap kakaknya.
Perbuatan Bun Sam ini mendatangkan keharuan besar kepada Yap Bouw, akan tetapi sekaligus juga menghilangkan kesedihannya karena dalam diri pemuda ini ia mendapatkan pengganti putera yang amat dikasihinya. Dengan gerakan tangannya ia mengisaratkan agar pemuda itu kembali ke pembaringannya dan mengaso.
Kembali mereka duduk bersamadhi sampai menjelang tengah malam. Keadaan sangat sunyi dan hotel yang hanya didatangi sedikit orang tamu itu telah menjadi sepi. Semua orang termasuk penjaga hotel, telah tidur pulas dalam malam yang dingin itu.
Tiba tiba terdengar suara dari kamar Bun Sam, "Bocah sumbong, lekas keluar, kami menunggu!"
Bun Sam mengenal suara Mo bin Sn kun, maka cepat ia melompat turun dari pembaringannya. Ternyata bahwa Yap Bouw juga sudah melompat turun dan keduanya saling pandang dengan heran mengapa gerakan Mo bin Sin kun di atas genteng sama sekali tidak pernah terdengur oleh mererka. Hal ini telah membuktikan bahwa Tangan Sakit Bermuka Iblis ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat tinggi.
Bun Sam membuka daun jendela, lalu melompat keluar diikuti oleh suhengnya. Memang mereka semenjak tadi telah bersiap sedia dan tidak menanggalkan pakaian ketika naik ke pembaringan.
Selelah tiba di luar hotel, mereka melihat bayangan berkelebat turun dari atas genteng dan nampaklah dua bayangan orang berdiri menanti mereka. Malam itu terang bulan, akan tetapi cahaya bulan belum cukup terang untuk menerangi wajah kedua orang itu.
Bun Sam mengenal bahwa yang melompat turun dari atas genteng tadi adalah Mo bin Sin kun. Biarpun tidak nyata mukanya, namun ia masih dapat mengenal pakaian serba putih dan kemudian dari leher ke atas hanya hitam saja itu. Ketika ia memandang kepada orang ke dua, diam diam ia merasa mendongkol sekali. Apakah Mo bin Sin kun hendak mempermainkannya"
Jilid V ORANG yang berdiri di dekat Mo bin Sin kun bertubuh langsing kecil dan pendek, melihat bentuk tubuhnya, ia menaksir bahwa, murid itu usianya tidak akan lebih dari dua tiga belas tahun. Seorang anak kecil, bagaimana ia mempunyai muka untuk melawan seorang anak kecil"
Dengan muka terasa panas pada malam sedingin itu, Bun Sam lalu melompat ke depan dua sosok bayangan itu, tetap diikuti oleh Yap Bouw yang juga merasa aneh.
Benar saja, yang berpakaian putih dan yang melayang turun tadi adalah Mo bin Sin kun yang berdiri sambil bertolak pinggang dan wajahnya tidak kelihatan saking hitamnya. Di sebelah kanan berdiri seorang yang sekaligus membuat Bun Sam menjadi bengong. Orang yang dikiranya anak kecil tadi ternyata seorang gadis kecil yang bermuka bulat telur, bertubuh cilik ramping dan padat dan pada mukanya yang elok itu membayangkan keberanian besar yang kini, ditujukan kepadanya dengan sikap menantang!
"Eh, siapakah dia ini" Dan mengapa selalu berada di sampingmu seperti seorang pelindung?" tiba tiba Mo bin Sin kun bertanya dan karena Bun Sam kini telah berdiri dekat dan matanya sudah biasa dengan keadaan yang suram itu, ia dapat melihat betapa sepasang mata dari si muka iblis tangan sakti ini memperlihatkan sinar kasihan terhadap suhengnya! Juga dalam mengajukan pertanyaan ini, suaranya terdengar halus dan tidak galak. Mendengar ucapan itu, si gadis cilik juga menengok dan memandang kepada muka Yap Bouw. Terdengar ia menahan jeritan kaget dan ngeri.
Bun Sam menoleh kepada gadis cilik itu dan ketika melihat betapa gadis itu seakan akan hendak menyembunyikan pandangan matanya dari muka suhengnya yang rusak dan cacat, ia berkata,
"Betapapun juga, kerusakan muka suhengku tidak seburuk muka gurumu!" Bua Sam menunjukkan kata kata ini kepada gadis yang tampaknya jijik melihat muka suhengnya dan ia sudah mengkhawatirkan bahwa Mo bin Sin kun akan menjadi marah karena ucapan ini, akan tetapi aneh, Mo bin Sin kun tidak menjadi marah, bahkan menarik napas panjang dan berkata,
"Kasihan dia.... memang, tidak hanya dia yang buruk rupa di dunia ini, maka tak perlu dijadikan kekecewaan. Akan tetapi, siapakah dia dan mengapa dia tak pernah bicara ?"
"Dia adalah suhengku dan dia tak pernah bicara karena memang dia tidak bisa bicara."
"Ah....." Hampir berbareng terdengar seruan ini dari Mo bin Sin kun dan muridnya dan kembali, Bun Sam mengerutkan keningnya. Tak salah lagi Mo bin Sin kun ini tentu seorang wanita seperti muridnya itu pula!
"Belum pernah aku mendengar Kim Kong Taisu mempunyai seorang murid yang cacad dan gagu. Ada aku mendengar dia mempunyai murid seorang yang....... ah, tak perlu dia disebut sebut, dia sudah tewas sebagai seorang pahlawan bangsa." Sambil berkata demikian Mo bin Sin kun menengok ke arah muridnya yang berdiri sambil menundukkan muka. Untuk sesaat keadaan sunyi dan semua orang diam saja, seakan akan mengenangkan sesuatu yang menyedihkan hati. Tentu saja dapat diduga betapa hancur hati Yap Bouw mendengar ucapan itu. Ia maklum bahwa yang dimaksudkan oleh Mo bin Sin kun tadi tentu dia sendiri!
"Sudahlah, sudahlah, di waktu terang bulan seperti ini tidak layak membicarakan hal hal yang telah lalu. Hai, bocah sombong, apakah benar benar kau berani menghadapi muridku ini ?"
Bun Sam mengerling kepada gadis cilik itu. "Sebenarnya aku merasa enggan dan malu harus melawan seorang anak perempuan yang masih begini kecil, paling banyak baru dua belas tahun dan......."
"Usiaku sudah empatbelas! Dan aku tidak takut kepadamu, buyung !" tiba tiba gadis cilik itu mendampratnya dan suaranya ternyata keras dan nyaring sekali.
Tadinya Bun Sam mengira bahwa gadis ini galak dan sombong, akan tetapi tidak demikian. Gadis itu bicara dengan sikap sungguh sungguh dan nampak tetap tenang saja, tidak memandang rendah, juga tidak takut. Menghadapi seorang gadis cilik yang dapat bersikap hati hati seperti ini, ia harus berlaku wapada pikirnya.
"Mo bin Sin kun, karena kau yang membawa dia ke sini dan kau pula yang menantangku mengadakan pibu dengan muridmu, baiklah kuterima tantangan ini. Akan tetapi taruhannya. Ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu harus kau ajarkan kepadaku!"
Mo bin Sin kun nampak terkejut. "Dari mana kau bisa tahu bahwa ilmu pukulan itu adalah Soan hong pek lek jiu?"
"Kalau bukan suhu yang memberi tahu kepadaku siapa lagi yang akan mengenal ilmu pukulan mu yang lihai itu?"
Mo bin Sia kun mengangguk angguk. "Memang matamu tajam sekali. Baiklah. Soan hong pek lek jiu akan kuajarkan kepadamu kalau kau dapat mengalahkan muridku ini. Akan tetapi bagaimana kalau kau yang kalah?"
"Kalau aku kalah,....?" Bun Sam memandang kepada gadis cilik itu, kemudian kepada Mo bin Sin kun dan memutar otaknya, "kalau aku kalah, biar aku berlutut di depanmu delapan kali dan mengangkat kau sebagai guruku yang ke dua !"
Mo bin Sin kun tiba tiba tertawa terbahak bahak dengan suara ketawanya yang merdu, lalu katanya geli.
"Kau memang tukang bujuk yang pandai !" Kemudian ia berpaling kepada muridnya dan berkata, "Lihat, menghadapi seorang pemuda seperti ini di kemudian hari, kau harus berhati hati." Lalu ia kembali berkata kepada Bun Sam. "Baiklah, hendak kulihat sampai di mana Kim Kong Taisu mengajar muridnya dan biar kusaksikan dulu apakah kau berbakat untuk menerima Soan hong pek lek jiu."
Sementara itu, gadis cilik murid Mo bin Sin kun ini yang sudah mendengar dari suhunya bahwa ia hendak diadu dengan pemuda sombong itu, sudah melompat ke tempat yang lapang dan bersiap sedia.
"Majulah, buyung !"
Bun Sam mendongkol juga karena berkali kali disebut buyung oleh gadis itu, seakan akan gadis itu jauh lebih tua daripadanya. "Bocah masih ingusan! Kau sombong sekali. Tunggu aku akan menjewer telingamu sampai mulur !" Iapun menyusul dan melompat ke lapangan itu, menghadapi lawannya.
Betapapun juga tenangnya, murid Mo bin Sin kun hanya seorang anak perempuan yang lebih mudah tersinggung hatinya. Mendengar sindiran dan ejekan Bun Sam ini, tiba tiba marahlah dia. Sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi dan tanpa banyak bercakap lagi ia lalu menerjang Bun Sam sambil membentak, "Lihatlah pukulan!"
"Bagus sekali!" jawab Bun Sam sambil cepat mengelak dan membalas dengan serangan kilat pula.
Maka bertempurlah kedua orang remaja itu dan ternyata oleh Mo bin Sin kun dan Yap Bouw yang menonton di situ bahwa keduanya memiliki kegesitan yang setingkat. Yap Bouw yang semenjak tadi menatap wajah anak perempuan itu dan memperhatikannya, diam diam memuji. Bagaimana seorang anak perempuan yang belum dewasa dapat memiliki ilmu kepandaian setinggi itu" Dalam hal ilmu silat, ia harus mengakui bahwa dia sendiri kalah tinggi oleh gadis cilik itu. Apalagi ginkang nya, sungguh hebat karena bertempur melawan Bun Sam, gadis itu merupakan seekor burung walet yang lincah dan gesit sekali, yang menyambar nyambar dari segala jurusan untuk merobohkan Bun Sam.
Akan tetapi, Bun Sam telah mempelajari Ilmu Silat Sin tiauw ciang hwat dan Siauw hong kun hwat ciptaan gurunya dari pertempuran antara ular besar dan burung rajawali, maka gerakannya selain tenang seperti ular juga gesit seperti burung rajawali. Tadinya Bun Sam tidak mengeluarkan ilmu silat ini, hanya memainkan ilmu silat biasa yang mengandalkan tenaga dan kegesitan. Akan tetap setelah dilihatnya betapa lawannya benar benar hebat sekali gerakannya dan. khawatir kalau kalau ia sampai kalah segera ia mengeluarkan Ilmu silat Siauw liong kun hwat yang diseling seling dengan Ilmu Silat Sin Tiauw ciang hwat. Dengan demikian kadang kadang tubuh pemuda itu diam dan tegak dengan amat tenangnya, hanya menanti datangnya lawan yang lain ditangkis juga berbareng diberi serangan balasan, akan tetapi kadang kadang tubuhnya bergerak gerak dengan lompatan lompatan tinggi seperti seekor burung sedang terbang.
Menghadapi dua macam ilmu silat ini, barulah anak perempuan itu terdesak dan bingung. Bahkan Mo bin Sio kun terdengar berseru perlahan, "Bagus sekali gerakan gerakan itu."
Gadis cilik itu terdesak mundur terus, tidak kuat menghadapi serangan serangan Bun Sam yang mengeluarkan ilmu silat baru yang belum pernah terlihat oleh dunia luar ini. Tiba tiba ia berseru, "Bolehkah teecu mempergunakan Soan hong jiu?"
Mo bin Sin kun menjawab, "Apa boleh buat, lawanlah dengan Soan hong pek lek jiu!"
Tiba tiba gadis itu melompat ke belakang dan berjungkir balik beberapa kali. Ketika ia menurunkan kedua kakinya, ia telah terpisah dua tombak lebih dari tempat Bun Sam berdiri. Pemuda ini tidak takut dan maju mengejarnya dan pada saat itu gadis cilik ini lalu memasang kuda kuda setengah berjongkok, menyimpan kedua tangan di bawah pangkal lengan, kemudian ia berseru keras sambil mendorang kedua lengannya dengan tiba tiba ke depan.
Bun Sam mencoba untuk mempertahankan diri dari serangan angin pukulan yang luar biasa itu. Ia menggerakkan tubuh ke atas, melompat dengan gerak tipu Lee hi ta teng (Ikan Lehi Melompat Ke Atas) kemudian dari atas ia melanjutkan gerakannya dengan tipu Sin tiauw kiun jiauw (Rajawali Sakti Menyabetkan Cakar) sebuah tipu dari Ilmu Silat Sin tiauw ciang hwat.
Gadis cilik ini terkejut sekali ketika ia mengerahkan pukulan Soan hong jiu ke arah pemuda yang menyambarnya, tiba tiba tangan kanannya kena terpegang oleh Bun Sam. Sekali pemuda itu membetot, gadis itu tak dapat mempertahankan diri dan terhuyung ke depan. Tentu ia akan jatuh terjerembab ke depan kalau Bun Sam tidak cepat cepat menjambret bajunya dan menahannya.
Merahlah muka gadis cilik itu. Ia telah kena diakali dan hampir saja ia jatuh tertelungkup. Akan tetapi ia terheran karena ia tadi merasa betul bahwa pukulannya telah mengenai pundak kanan pemuda itu. Apakah pemuda itu kebal dan dapat menahan pukulan Soan hong jiu"
Sebetulnya tidak demikian, karena pada saat itu Bun Sam meraba raba pundaknya sambil meringis ringis kesakitan. Tadi ketika ia menggunakan gerak tipu Sin tiauw kian jiauw, ia telah memapaki pukulan Soan hong jiu yang hebat dan merasa pundaknya sakit seperti tertusuk jarum. Ketika ia merabanya, rasa sakit itu bukan main, seakan akan tulang tulang pundaknya telah terluka hebat!
Terdengar Mo bin Sin kun tertawa nyaring. "Kalau dipandang dari sudut pibu (adu kepandaian silat), kau kalah karena kau telah terluka oleh pukulan Soan hong jiu. Akan tetapi, dipandang dari sudut ukuran, ternyata kepandaianmu lebih baik setingkat dari kepandaian muridku. Dan biarpun kau sudah terluka, kau masih mau menolong, sehingga muridku tidak jatuh, ini menunjukkan bahwa Kim Kong Taisu tidak keliru memilih murid. Baiklah, bocah bernasib baik, aku akan menurunkan Soan hong jiu kepadamu!"
Bukan main girangnya hati Bun Sam dan cepat cepat ia menjatuhkan diri berlutut di depan Mo bin Sin kun. Akan tetapi ketika ia berlutut, tiba tiba ia meringis lagi karena pundaknya yang terluka terasa sakit sekali.
"Mari kau ikut aku masuk ke kamarmu. Malam hari ini kau harus sudah dapat menghafal ilmu pukulan Soan hong jiu. Besok pagi pagi aku akan pergi dan bisa atau tidak menghafal Soan hong jiu tergantung kepadamu sendiri, waktunya hanya semalam ini!"
Memang amat aneh watak Mo bin Sin kun ini, akan tetapi Bun Sam yang tahu bahwa orang orang pandai di dunia ini memang berwatak aneh, tidak menjawab, hanya mengangguk dan beramai mereka lalu masuk ke dalam kamar Bun Sam di hotel itu. Adapun gadis cilik itu seperti sudah berjanji dengan suhunya, tanpa memperlihatkan muka iri atau kesal pergi duduk di atas bangku yang berada di luar kamar Bun Sam.
Yap Bouw yang semenjak tadi memperhatikan gadis itu dengan mata bersinar kagum, juga ikut masuk, akan tetapi ia tidak segera masuk ke dalam kamarnya, melainkan duduk di depan kamarnya pula, di atas bangku dan terus menerus memandang ke arah gadis cilik yang duduk di depan kamar Bun Sam. Agaknya ingin sekali ia mengajak gadis itu bicara, akan tetapi karena gagu, ia menahan kehendaknya itu dan hanya menatap dengan penuh perhatian.
Gadis itu tentu saja merasa betapa orang itu memandangnya terus menerus. Ia tidak takut melihat wajah orang itu, karena ia sudah biasa melihat wajah jurunya yang lebih buruk lagi, akan tetapi dipandang terus menerus, ia merasa gelisah juga. Beberapa kali ia mencoba untuk tersenyum kepada Yap Bouw, akan tetapi si muka tengkorak itu tidak membalas senyumannya, bahkan memandang makin tajam.
Memang elok sekali wajah gadis cilik itu. Mukanya bulat telur, dagunya runcing manis, air mukanya terang dengan bibir tipis dan mata bersinar sinar. Sebuah titik merah semacam tahi lalat menghias leher di bawah dagunya, menambah ke manisannya. Rambutnya halus, hitam dan panjang, dikuncir dua dan kuncir itu digelung di kanan kiri kepalanya.
"Orang tua, kenapa kau memandang saja kepadaku?" akhirnya gadis itu menjadi tak sabar dan bertanya juga kepada Yap Bouw yang tiba tiba merasa gugup sekali. Gadis cilik itu melihat sikap Yap Bouw seperti orang malu malu dan gelisah, menjadi terheran dan timbul perasaan kasihan kepada orang bermuka rusak ini. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan dengan lenggang halus menghampiri Yap Bouw yang menundukkan mukanya.
"Lopeh (uwak)," katanya sambil menyentuh tangan Yap Bouw. "Apakah yang kau pikirkan" Apakah kau tidak setuju melihat sutemu (adik seperguruanmu) menerima latihan Soan hong jiu hwat dari garuku?"
Yap Bouw menggeleng gelengkan kepalanya dan matanya hanya sekali sekali saja memandang wajah gadis cilik itu.
"Lopeh, kau tidak bisa bicara, apakah semenjak lahir kau sudah menjadi gagu" Siapakah namamu, lopeh dan apakah kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada sutemu tadi?" Gadis itu menghujani Yap Bouw dengan pertanyaan pertanyaan lupa bahwa yang ditanyanya tentu saja tak dapat menjawab. Ketika ia melihat pandangan mata Yap Bouw yang seakan akan merasa tertusuk hatinya, gadis itu cepat berkata.
"Ah, benar. Kau tidak bisa menjawab pertanyaan penrtanyaanku, lopeh. Aku..... entah mengapa, aku merasa kasihan sekali kepadamu dan ingin sekali bercakap cakap dengan kau. Kau kelihatan sabar dan baik hati, lopeh."
Yap Bouw makin suka kepada anak perempuan ini. Ia teringat bahwa anak sebesar ini sudah semestinya tidur pada waktu itu; maka ia lalu menunjuk ke kamarnya dan memberi tanda dengan isarat tangannya bahwa gadis itu boleh tidur di dalam kamarnya dan ia sendiri akan duduk di luar saja.
Gadis itu ternyata cerdik sekali dan sekali pandang saja ia mengerti isarat tangan si gagu ini. Ia tersenyum dan melihat senyum gadis cilik; ini terpaksa Yap Bouw memeramkan matanya untuk menghilangkan perasaan dan bayangan yang bukan bukan.
"Lopeh, kau baik sekali, benar seperti dugaanku. Kau tentu lebih baik daripada sutemu yang sombong dan keras kepala! Aku tidak mau tidur, lopeh, sudah biasa aku tidur sampai jauh malam. Kalau kau mengantuk, tidurlah kau."
Yap Bouw menggelengkan kepala dan untuk beberapa lama keduanya berdiam saja. Gadis itu memandang dan menatap wajah Yap Bouw, sedangkan orang tua yang gagu ini hanya menundukkan mukanya. Benar benar pemandangan yang amat aneh.
"Lopeh, tahukah kau bahwa aku amat benci kepada suhumu, kepada Kim Kong Taisu?" tiba tiba gadis cilik itu berkata.
Yap Bouw terkejut sekali dan memandang kepada gadis itu dengan mata penuh pandangan menyelidik.
"Kau tentu heran, lopeh. Akan tetapi aku harus membenci suhumu yang belum pernah kulihat itu. Bahkan guruku sendiripun amat benci, kepadanya dan ingin sekali sewaktu waktu mengadakan pertandingan untuk menentukan siapa yang lebih unggul kepandaiannya."
Kembali Yap Bouw terheran, bahkan kali ini tanpa disengaja bibirnya bergerak mengucapkan kata kata, "Mengapa?" yang tidak bersuara.
Wajah gadis itu berseri girang. "Ah, dahulu kau tentu dapat bicara, lopeh. Orang yang gagu semenjak lahir tentu tak dapat menggerakkan bibir untuk mengucapkan kata kata! Kau ingin tahu mengapa guruku dan aku membenci Kim Kong Taisu?" Gadis itu menghentikan kata katanya dan keningnya berkerut, tanda bahwa ia sedang berpikir pikir dan mempertimbangkan apa yang hendak dikatakan selanjutnya. Yap Bouw menatap wajah yang elok dan manis itu dan kembali hatinya berdebar keras dan aneh. "Ah, haruskah aku menceritakan hal ini kepadamu?" kata gadis itu pula dengan perlahan, kepada diri sendiri.
"Biarlah, aku kasihan dan tertarik kepadamu, lopeh dan kau tentu tak dapat menceritakan hal ini kepada lain orang. Pula siapa tahu kala u kata u kau dapatmenuturkan sedikit tentang orang yang akan kuceritakan ini," kembali anak itu lupa bahwa yang diajak bicara adalah seorang gagu dan dengan sendirinya takkan dapat menuturkan apa apa kepadanya! Gadis itu menarik napas, panjang kemudian melanjutkan penuturannya.
"Kau tentu masih ingat betapa guruku heran mendengar bahwa kau adalah murid dari Kim Kong Taisu, kemudian guruku menyatakan pula tentang murid Kim Kong Taisu yang sudah tewas sebagai seorang pahlawan bangsa........ "
Makin berdebar hati Yap Bouw mendengar kata kuta ini dan pandangan matanya makin tajam.
"Kalau kau benar benar murid dari Kim Kong Taisu, tentu kau kenal orang itu, entah dia itu suhengmu (kakak seperguruanmu) atau sutemu (adik seperguruanmu). Nah, orang itu telah tewas oleh kawan kawan Ulan Tanu Si Alis Merah dari Mongolia dibantu pula oleh Seng Jin Siansu si jahat! Akan tetapi gurumu itu, Kim Kong Taisu orang tua yang lemah dan pengecut, dia tidak menuntut pembalasan bahkan menyembunyikan diri di atas puncak Gunung Oei san! Bukankah itu amat menjengkelkan?"
Yap Bouw mengangguk angguk. Tentu saja cerita ini bukan hal yang asing baginya karena orang yang diceritakan itu sebenarnya tak lain adalah dia sendiri! Akan tetapi mengapa Mo bin Sin kun dan muridnya menjadi jengkel dan membenci Kim Kong Taisu karena kakek ini tidak membalaskan sakit hati Yap Bouw" Ini benar benar aneh. Saking herannya, Yap Bonw lalu menghampiri meja dan menggunakan telunjuknya untuk menggurat gurat meja itu. Ternyata dia telah menuliskan beberapa huruf di atas meja dengan bantuan kuku telunjuknya!
Gadis cilik itu menghampiri meja dan membaca; "Apakah yang kau maksudkan dengan orang itu adalah Yap Bouw bakas jenderal" Kalau betul mengapa kau dan gurumu menaruh perhatian ?"
Gadis itu memegang lengan Yap Bouw dengan girang. "Jadi kau kenal dia....! Kau benar benar saudara seperguruan ayahku.... ?"
Kalau ada geledek menyambarnya saat itu belum tentu Yap Bouw akan menjadi sekaget ini. Biarpun tadinya ia telah merasa tertarik dan curiga melihat wajah gadis ini sama benar dengan wajah isterinya dan melihat tahi lalat merah di leher itu yang dulu juga dimiliki oleh anak perempuannya sebagaimana diceritakan oleh isterinya kepadanya dalam surat, namun ia masih ragu ragu. Dahulu isterinya menyurati bahwa sepeninggalnya, isterinya yang berada dalam keadaan mengandung itu telah melahirkan sepasang anak kembar, laki laki dan perempuan dan yang perempuan ada tahi lalatnya di leher dan yang laki laki ada tahi lalatnya di dagu. Akan tetapi tahi lalat di leher anak perempuan itu merah, sedangkan tahi lalat di dagu anak laki laki itu hitam.
Kini, mendengar bahwa anak ini menyebut ayah kepada Yap Bouw yang ia tuliskan namanya di atas meja, tentu saja Yap Bouw menjadi terkejut, girang, terharu dan juga terpukul hebat hatinya. Tubuhnya tiba tiba menjadi lemas, ia terhuyung huyung dan merangkul anak perempuan itu di dekapnya kepala gadis cilik itu ke dadanya diciumi rambut di kepalanya.
Gadis itu yang tiba tiba merasa dirangkul dan dipeluk oleh orang yang buruk rupanya ini, menjadi keheran heranan. Ia tidak marah karena pelukan orang ini bukan pelukan yang bersifat kurang ajar, bahkan ketika ia memandang, pipi yang kisut dan buruk hitam itu basah oleh air mata! Tak terasa pula gadis itupun menangis, teringat akan ayahnya yang dikabarkan telah tewas dalam perang, ia mengira bahwa orang ini tentu saudara seperguruan mendiang ayahnya dan bahwa orang ini amat girang mendengar bahwa dia adalah puteri Yap Bouw, Akan tetapi alangkah terkejutnya hati anak ini ketika merasa betapa tubuh orang yang memeluknya menjadi lemas dan tiba tiba orang itu terkulai dan roboh pingsan! Tentu saja anak itu menjadi heran sekali. Akan tetapi sebagai murid seorang sakti, ia tidak menjadi gugup. Dengan perlahan ia lalu mengurut belakang leher Yap Bouw dan menggerak gerakkan kedua lengannya secara teratur sekali. Tak lama kemudian Yap Bouw siuman kembali dari pingsannya dan ia bangkit sambil mengeringkan air matanya dengan ujung bajunya yang hitam.
Ia dapat menetapkan hatinya dan setelah mereka duduk kembali di atas bangku, gadis itu bertanya, "Susiok (paman guru), karena kau adalah seudara seperguruan mendiang ayahku, lebih baik kusebut kau susiok atau supek (uwak guru) saja. Alangkah senangnya hatiku kalau aku dapat mendengar kau bercerita tentang ayah di waktu dia masih hidup. Sutemu itu tentu tidak mengenal ayah karena usianya masih muda sekali, ketika ayah meninggal dunia tentu dia masih bayi." Gadis cilik itu. tersenyum kembali dan Yap Bouw merasa kagum melihat watak anaknya yang demikian lincah dan gembira. Seperti ibunya, pikirnya dengan hati sebesar gunung. Betapa seorang ayah tidak akan menjadi bangga dan girang melihat anaknya telah menjadi seorang gadis cilik yang selain cantik manis, juga pandai dan berwatak menyenangkan!
Ketika Yap Bouw hendak menulis di atas meja, minta anaknya itu menceritakan riwayatnya, tiba tiba pintu kamar Bun Sam terbuka dan keluarlah pemuda itu mengiringkan Mo bin Sin kun yang wajahnya nampak terang.
"Sutemu ini benar benar berotak terang!" katanya kepada Yap Bouw dengan suara ramah. "Sebentar saja dia telah dapat menghafal teori Soan hong jiu hwat. Tidak percuma ia menjadi murid dari Kim Kong Taisu. Akan tetapi," katanya sambil berpaling kepada Bun Sam, "kau harus ingat sumpahmu tadi bahwa di dalam pertandingan silat, baik perkelahian sungguh sungguh maupun hanya pibu menghadapi muridku, sekali kali tidak boleh menggunakan Soan hong jiu hwat itu! Juga apabila diadakan pibu besar besaran kelak yang kurencana kan, kau tidak boleh mengeluarkan ilmu pukulan ini!"
Bun Sam menjatuhkan diri berlutut, menyatakan setuju dan menghaturkan terima kasih. Wajah pemuda ini berseri girang, dan gadis cilik itu berkata kepadanya.
"Jadi sekarang kau terhitung suteku!"....
"Tidak bisa," Bun Sam membantah, "usiaku lebih banyak daripadamu, manakau boleh menyebut sute (adik seperguruan)?"
"Biarpun usiamu lebih tua, akan tetapi di dalam urutan murid guru kami, kau adalah nomor dua kau harus menyebut aku suci (kakak seperguruan perempuan)."
Bun Sam membantah dan keduanya bersitegang, tidak mau saling mengalah. Akhirnya Mo bin Sin kun ikut campur, tersenyum dan berkata, "Kalian ini di dalam satu hal amat bersamaan. Sama sama keras kepala! Untuk apakah segala macam peraturan sebutan yang menjemukan itu" Panggil saja nama masing masing, bukankah itu lebih mudah dan lebih baik?"
Bun Sam mengangguk dengan girang karena inilah jalan terbaik baginya untuk tidak mengaku kalah terhadap gadis cilik itu. Memang menurut patut, melihat bahwa dia hanya malam ini saja menjadi murid Mo bin Sin kun dan hanya menerima latihan satu macam ilmu pukulan, ia terhitung murid kedua dan harus menyebat suci kepada gadis ini. Sekarang Mo bin Sin kun memberi jalan keluar baginya. Dengan girang ia berkata,
"Nah, itu baru baik dan adil namanya. Namaku Bun Sam, lengkapnya Song Bun Sam. Siapakah namamu?" tanyanya kepada gadis itu.
"Namamu jelek." gadis itu mengejek, "nama kakakku lebih bagus."
"Hm. siapa nama kakakmu?" tanya Bun Sam dan tanpa diketahui oleh siapapun juga, diam diam Yap Bouw mendengarkan dengan penuh perhatian dan hatinya makin berdebar.
"Nama kakakku Thian Giok, bukankah lebih gagah" Namaku sendiri Lan Giok, she Yap!"
"She Yap?"" Bun Sam bertanya dengan mata terbuka lebar lebar, kemudian ia teringat akan keadaan suhengnya dan dapat menekan gelora hatinya. Dengan cerdik ia lalu bertanya pala, "Dan mana kakakmu yang kau katakan bernama gagah itu?"
"Engko Thian Giok" Dia tidak da di sini, dia adalah kakak kembarku, dan...... eh, mengapa kau menjadi pucat" Sakitkah kau?" tiba tiba gadis cilik itu menatap wajah Bun Sam yang benar benar menjadi pucat. Biarpun Bun Sam sudah dapat menduga, namun keterangan yang menetapkan bahwa gadis ini adalah pateri dari suhengnya, membuat hatinya terguncang dan mukanya pucat.
Juga Mo bin Sin kun dapat melihat hal ini, maka ia lalu maju dan bertanya, "Bun San, siapa kah suhengmu ini?"
"Dia.... dia tidak mau diperkenalkan mamanya."
"Bun Sam, kau sudah menjadi muridku, tidak perlu lagi menyimpan rahasia. Ayoh katakan, siapa nama suhengmu ini!"
Bun Sam menjadi bingung dan pada saat itu tiba tiba Yap Bouw menyambar lengannya dan menariknya cepat, diajak lari pergi dari terapat itu! Biarpun tengah malam telah lama lewat dan fajar mulai menyingsing disambut oleh kokok ayam namun udara masih amat, gelap, sehingga sebentar saja bayangan Yap Bouw dan Bun Sam lenyap dari pandangan mata.
Lan Giok menarik napas panjang dan menahan siatnya hendak mengejar. "Sayang sekali, si muka tengkorak itu kesal dengan mendiang ayah teecu dan baru saja teecn membujuk agar ia suka menceritakan keadaan ayah di waktu dahulu. Siapa tahu kalau kalau dia tahu pula di mana makam ayah......."
Mo bin Sin kun mengerutkan kening. "Orang itu benar benar berwatak aneh dan penuh rahasia. Lain kali kalau bertemu dengan dia, sebelum dia mengaku aku takkan mau melepaskannya," katanya gemas.
"Suthai, mengapa kau membebaskan Sin beng Ngo hiap" Mengapa tidak dibasmi saja orang orang macam itu?" Lan Giok memang berwatak lincah dan tidak menggunakan banyak peraturan dalam pembicaraannya, sehingga terhadap guru nya ia berani ber-engkau saja! Kalau Bun Sam mendengar panggilan gadis ini kepada gurunya tentu pemuda ini akan terheran dan maklum bahwa sesungguhnya Mo bin Sin kun adalah seorang wanita!
Mo bin Sin kun menggeleng gelengkan kepalanya "Mengapa harus membunuh mereka" Yang menjemukan dan harus dibunuh adalah Ngo jiauw eng Lui Hai Siong, murid Bouw Ek Tosu, Eh, Lan Giok, kau selalu turut padaku dan belum pernah bekerja sendiri. Sanggupkah kau melakukan tugas ini?"
"Tugas yang bagaimana, suthai?" tanya gadis itu penuh kegembiraan dan semangat.
"Melenyapkan Ngo jiauw eng dari muka bumi!"
"Tentu saja sanggup, suthai! Di mana aku dapat mencarinya?"
"Pengkhianat itu telah mendapat pangkat touw tong dan menjadi pembesar di kota Tong seng kwan. Setelah kau berhasil membasmi orang Jahat itu, kau ambillah jalan melalui kota raja, mungkin sekali kau akan bertemu dengan kakakmu di sana. Kakakmu juga sedang menjalankan tugas yang sama, mencari. dan membunuh Toa to Hek too yang berada di kota raja,"
"Baiklah, suthai; sekarang juga aku akan berangkat."
"Berangkat dan hati hatilah, jangan terlalu memandang rendah lawan yang kau jumpai di jalan."
Sementara itu, fajar telah barganti pagi dan udara pagi itu amat cerah menimbulkan kegembiraan. Maka berangkatlah Lan Giok setelah menerima petunjuk petunjuk dari gurunya, berangkat dengan hati besar dan semangat bergelora. Diam diam ia mengharapkan untuk dapat segera bertemu kembali dengan Bun Sam dan si muka tengkorak itu, karena ia ingin mendengar penuturan si muka tengkorak tentang ayahnya.
Dilihat begitu saja, memang agaknya Mo bin Sin kun terlalu gegabah dan sembrono, memberi tugas seberat itu kepada muridnya, seorang gadis cilik yang usianya baru empat belas tahun! Akan tetapi sangkaan ini akan lenyap kalau orang mengetahui bahwa diam diam orang aneh itu segera mengikuti muridnya dan memperhatikan serta mengawasi gerak geriknya! Dengan jalan ini, ia hendak melatih praktek kepada muridnya yang masih hijau itu, tetapi selalu menjaganya dengan penuh perhatian.
Biarpun usianya baru empatbelas tahun, Lan Giok sudah nampak cantik manis laksana setangkai bunga mawar mulai mekar. Tubuhnya yang terlatih itu padat dan otaknya yang dijejali pelajaran pelajaran oleh gurunya, membuat ia dapat berfikir seperti seorang yang sudah cukup dewasa. Juga ilmu silatnya sudah cukup tinggi.... karena semenjak kecil, dia dan kakak kembarnya, Yap Thian Giok setiap hari digembleng. oleh Mo bin Sin kun, seorang di antara Lima Tokoh Besar di dunia persilatan itu.
Setelah kini mendapat kesempatan oleh gurunya untuk melakukan semacam tugas seorang diri tentu saja hatinya gembira sekali, la telah terlepas bagaikan seekor burung bebas di udara dan tidak seperti biasanya di mana ia selalu menurut petunjuk gurunya dan pikirannya tidak dapat bergerak. Kini gurunya melepaskannya, berarti bahwa kepandaiannya tentu telah sempurna, demikian pikir gadis cilik yang lincah ini.
Sambil menggendong buntalan berisi pakaian dan uang bekal pemberian gurunya, berangkatlah Lan Giok menuju ke kota Tong seng kwan. Seperti biasa ia tidak berbekal senjata, karena memang gadis ini tidak memerlukan sesuatu senjata. Melihat bakatnya, Mo bin Sin kun menitikberatkan latihan ilmu pukulan tangan kosong kepada Lan Giok, sungguhpun ini bukan berarti bahwa gadis cilik ini tidak mahir bermain senjata. Keliru dugaan ini, karena Lan Giok sanggup memainkan delapenbelas macam senjata persilatan! Dan memainkan dengan ___ akan tetapi khusus mempelajari ilmu silat tangan kosong dari gurunya, yang memang terkenal dengan ilmu silat tangan kosongnya, sehingga mendapat julukan Sin kun (Tangan Malaikat).
Lan Giok melakukan perjalanan dengan cepat. Kalau melewati dusun atau kota, pendeknya kalau banyak orang, ia berjalan cepat dengan tenaga biasa agar jangan menimbulkan keheranan. Akan tetapi kalau melewati tempat sunyi dan tidak ada orang yang melihatnya, gadis cilik ini lalu mengerahkan seluruh kepandaiannya dan berlari secepat terbang dengan Ilmu Lari Cepat Liok te hui teng (Lari di Atas Bumi Seperti Terbang).
Pada masa itu, yakni di dalam pemerintahan Dinasti Goan tiauw, keadaan rakyat jelata amat menderita dan oleh karena itu, kekacauan terjadi di mana mana. Melakukan perjalanan di masa itu sangat tidak aman. Bukan saja kesengsaraan membuat di jalan jalan sunyi banyak muncul perampok perampok dan di waktu malam dari banyak muncul pencuri pencuri, akan tetapi juga pembesar pembesar Goan tiauw dan tentaranya merupakan gangguan gangguan besar bagi orang yang melakukan perjalanan jauh.
Lan Giok tidak terkecuali. Gadis ini sering menerima gangguan, akan tetapi selalu para pengganggunya yang sebaliknya terganggu! Beberapa kali ia dihadang perampok perampok yang hendak merampas buntalannya, tetapi bukan Lan Giok yang kehilangan barangnya, bahkan, selelah melabrak para perampok itu, gadis cilik ini buntalannya bahkan bertambah dengan barang barang berharga yang "disitanya" dari tangan para perampok itu! Juga beberapa kali orang orang jahat dan tentara tentara negeri yang mencoba untuk mengganggunya karena tertarik oleh kecantikannya, dipukul mundur jatuh bangun oleh murid dari Mo bin Sin kun yang lihai ini.
Akan tetapi ketika ia tiba di luar tembok kota raja, ia menyaksikan peristiwa yang amat mengherankan hatinya. Dari jauh ia sudah mendengar suara ribut ribut dan ketika ia mempercepat langkahnya, ia melihat seorang pemuda cilik tengah dikeroyok hebat oleh belasan orang tentara Goan. Akan tetapi pemuda cilik ini luar biasa sekali ilmu silatnya, sehingga biarpun pemuda itu hanya berdiri di tengah tengah kepungan, tiap kali ada yang mendekatinya, lawan ini segera roboh terguling atau terpental jauh! Juga terdengar pemuda Ini tertawa tawa geli, seperti anak kecil yang mendapatkan permainan yang lucu dan menyenangkan.
Tadinya Lan Giok mengira bahwa ia tentu Song Bun Sam, pemuda yang dijumpainya, karena memang potongan tubuhnya hampir sama besarnya. Akan tetapi setelah ia datang dekat, ternyata bahwa pemuda itu sama sekali bukan Bun Sam melainkan seorang pemuda yang bermata sipit dan wajahnya kepucat pucatan, membayangkan sifat yang amat licik dan nakal. Akan tetapi, suara ketawanya amat merdu dan menyenangkan hati, sehingga Lan Giok yang berwatak gembira, mendengar suara ketawa ini tanpa disengaja ikut tertawa juga.
Pendengaran pemuda cilik itu benar benar lihai. Biarpun ia sedang dikeroyok oleh banyak orang, namun ia dapat mengetahui akan kedatangan Lan Giok Ia menoleh dan sambil mengejapkan sebelah mata kearah Lan Giok, ia berkata, "Hei, ketawamu manis sekali !"
Lan Giok tidak menjawab hanya diam diam merasa senang mendengar pujian ini. Ia melihat betapa belasan orang itu kini menjadi makin marah dan mengeluarkan golok, menyerang hebat kepada pemuda itu. Oleh karenanya, Lan Giok lalu berdiri agak jauh, siap untuk membantu apabila perlu, akan tetapi agaknya tidak perlu, karena pemuda itu benar benar lihai. Menghadapi serangan belasan golok ini ia lalu mencabut sebatang suling yang bentuknya seperti ular, lalu mengobat abitkan suling ini. Aneh, tiap kali suling itu membentur golok seorang pengeroyok, orang berteriak kaget dan kesakitan, goloknya terlempar dan orangnya lalu roboh pula!
Sebentar saja, dengan sulingnya yang luar biasa ___ muda itu telah merobohkan tujuh orang tinggal delapan orang itu menjadi gentar Pada saat itu, dari jurusan kota raja datang dua ekor kuda yang dilarikan dengan cepat. Penunggangnya ada seorang gadis muda yang cantik dan berpakai merah, sedangkan orang ke dua adalah seorang muda tampan berpakaian biru yang mewah dan gagah.
Lan Giok yang memandang ke arah gadis baju merah itu, terpesona saking kagumnya. Gadis baju merah itu benar benar hebat dan elok sekali, sampak bagaikan setangkai bunga teratai merah yang sedang mekar. Begitu cantik, begitu halus, namun begitu gagah. Ketika sepasang remaja ini melihat serombongan tentara dihajar habis habisan oleh seorang pemuda yang memegang suling, mereka cepat melarikan kudanya ke tempat pertempuran itu.
"Manusia liar dari manakah berani melawan alat negara?" terdengar bentakan halus dan nyaring dari gadis baju merah dan tahu tahu berkelebatlah sinar merah ketika ia melompat dari atas kudanya dan langsung menghadapi pemuda pemegang suling tadi.
"Bagus!" Lan Giok memuji melihat gerakan yang indah dan lompatan yang jauh itu. Ia maklum bahwa hanya orang yang sudah pernah mempelajari ilmu lompat jauh Liok te hui teng kanghu saja yang akan dapat melakukan lompatan langsung ari atas kuda sejauh itu jaraknya.
Pemuda yang memegang suling itu menghadapi nona baju merah dan senyumnya melebar. Kemudian ia menoleh ke arah Lan Giok yang masih bediri menonton pertempuran, maka katanya jenaka,
"Baik sekali untungku hari ini, kedua duanya cantik jelita. Akan tetapi apakah kau juga alat negara?" Kata kata ini diucapkannya dengan tidak karuan dan nona baju merah yang usianya masih amat muda, paling banyak enam belas tahun itu, menjadi makin marah.
"Buka matamu lebar lebar! Kau berhadapan dengan puteri Panglima Besar Bucuci! Ayoh lempar sulingmu dan menyerah kepada rombongan tentara ini !" kata gadis baju merah itu sambil mencabut sebatang pedang pendek dari pinggangnya dangan lagak menantang dan gagah.
Kembali pemuda aneh itu tertawa. "Ha, ha, ha! Baiknya suhu sedang tidur dan tidak melihat dan mendengar ini! Ha, ha, kalau dia melihat ini, suhu bisa mati saking gelinya !"
Nona baju merah itu makin marah dan ketika ia menggerakkan tangannya, maka ia telah menyerang dengan gerak tipu Hek in koan yang (Mega Hitam Menutup Matahari). Lan Giok yang melihat gerakan ini diam diam terkejut juga karena gerakan nona baju merah itu amat cepat dan ganas. Agaknya sukarlah ditangkis pedang pendek yang di putar cepat, merupakan gulungan sinar yang seperti naga hendak menelan tubuh pemuda cilik yang aneh itu! Kembali ia menjadi kaget dan heran melihat ilmu pedang nona ini. Baru saja tiba di luar tembok kota raja, ia telah menyaksikan seorang pemuda yang aneh dan sangat lihai. Sekarang datang lagi seorang gadis muda baju, merah yang ilmu pedangnya amat tinggi pula. Alangkah banyak nya orang orang berkepandaian tinggi di kota raja ini, pikirnya dengan hati gembira.
Memang pemuda aneh itu lihai sekali. Biarpun ia diserang oleh nona baju merah yang memainkan pedang secara hebat, ia berlaku tenang saja, bahkan mengejek, "Hek in koan yang yang kau mainkan ini tidak menakutkan aku, nona manis. Betapapun tebalnya mega hitam, tak mungkin dapat menutup matahari selamanya. Lihat, aku si matahari akan membuyarkan mega hitam!" Setelah mengeluarkan ucapan yang sifatnya seperti olok olok, tetapi yang sekaligus menyatakan bahwa ia mengenal baik ilmu serangan lawannya, pemuda ini lalu memutar tongkatnya dan benar saja, setelah jurus Hek in koan yang habis dimainkan, pemuda itu sama sekali tidak dapat dikalahkan dan ilmu pedang itu buyar sendiri, oleh tangkisan tangkisan dan serangan balasan yang tepat dari suling ular itu.
Nona baju merah itu menjadi makin marah. Ia berseru keras dan tiba tiba tubuh nya lenyap terbungkus oleh sinar pedangnya yang bergulung gulung dengan ganasnya. Kembali Lan Giok tertegun. Ilmu silat nona baju merah itu benar benar hebat dari ia sendiri belum tentu akan dapat menang dengan mudah. Tetapi, ilmu silat dari pemuda aneh itu lebih hebat lagi, bukan hebat karena tingginya tenaga lweekang atau ilmu ginkangnya yang setingkat dengan nona baju merah itu, tetapi yang hebat adalah keanehan ilmu silat yang dimainkannya dengan sebatang suling ular itu. Gerakan sulingnya berlenggak lenggok meniru gaya ular sungguh merupakan senjata aneh yang selain kuat sekali dalam pertahanan, juga aneh dan tak terduga datang nya serangan serangan yang dilancarkannya.
Lan Giok segera dapat melihat bahwa ilmu silat dari pemuda itu masih lebih aneh dan lebih tangguh daripada nona baju merah yang memegang pedang. Benar saja setelah pertempuran berjalan puluhan jurus, perlahan lahan gulungan sinar pedang nona baju merah itu makin mengecil. Hal ini terlihat dengan bergantinya sinar. Kalau tadi ketika mula mula menyerang, sinar merah dari pakaiannya hampir tertutup oleh sinar putih dari perakan pedangnya, sekarang sinar putih itu mulai berkurang cahayanya dan mulai tertutup oleh sinar merah dari pakaiannya, tanda bahwa nona ini mulai mengandalkan ginkangnya untuk berkelebat ke sana ke mari menghindarkan diri dari serangan balasan pemuda bersuling itu.
"Sumoi biar aku membantu kau menangkap tikus kecil ini!" terdengar seruan pemuda baju biru yang semenjak tadi menonton saja. Seruan ini dibarengi dengan berkelebat nya tubuhnya, sehingga nampak sinar kebiruan dari pakaiannya. Di kedua tangannya telah nampak sepasang golok tipis yang berkilauan, karena sepasang golok ini terbuat dari pada emas!
"Ha, ha, jadi nona manis baju merah masih punya suheng" Bagus majulah semua, jangan kira aku Gan Kui To takut bermain main dengan kalian. Waduh waduh! Memegang kim siang to (sepasang golok emas) " Anak hartawan mana lagi yang maju ini ?"
"Tutup mulut dan terimalah nasibmu!" bentak pemuda baja biru itu dan benar saja, terpaksa pemuda aneh yang bukan lain adalah Gan Kui To itu harus menutup mulut karena gerakan sepasang golok emas ini benar benar sangat hebat, jauh lebih berbahaya daripada gerakan pedang pendek dari nona baju merah! Kembali Lan Giok terheran. Ada lagi pemuda yang berkepandaian tinggi, pikirnya. Timbul kegembiraan hatinya melihat tiga orang pemuda itu bermain silat demikian indah dan gesitnya. Sayang tidak seimbang, pikirnya, seorang saja dikeroyok dua.
Dan tanpa disadarinya pula, karena amat gembiranya melihat orang orang mengadu kepandaian, Lan Giok tahu tahu telah menggerakkan tubuhnya, sepasang kakinya yang kecil menotol tanah dan melayanglah ia ke arah baju biru yang memagang sepasang golok emas!
Melihat berkelebatnya bayangan kecil yang gesit ke arahnya pemuda baju biru ini mengangkat golok emasnya dan membabat ke arah Lan Giok, tetapi dengan sangat lincahnya bayangan itu telah mengelak ke kiri dan mengirim tendangan yang cepat bagaikan kilat menyambar!
Pemuda baju biru itu terkejut sekali dan segera melompat untuk menghindarkan diri dari tendangan berbahaya ini, kemudian ia memandang dengan penuh perhatian.
"Eh eh, kau ini siapa lagi" Apakah konco dari tikus gila ini?" tanyanya sambil memandang ragu ragu.
Lan Giok tersenyum mengejek. "Dua orang mengeroyok seorang, di mana keadilan" Dan lagi kurang gembira, maka aku masuk untuk menggenapi jumlah !"
"Ha, ha, ha, nona cilik yang manis ternyata lihai juga! Mari kita sikat anak anak manja dari hartawan berpangkat ini, agar mereka tidak lagi memandang rendah kepada orang lain !" kata Gan Kui To sambil tertawa sombong.
Lan Giok memang berwatak nakal gembira, maka mendengar ajakan ini, iapun memberikan senyuman manis kepada Kui To dan tiba tiba ia menyerang pemuda baju biru itu dengan Ilmu Pukulan Soan hong jiu hwat. Sepeti diketahui. Ilmu Pukulan Soan hong pek lek jiu hwat adalah ilmu silat dengan pukulan tangan yang mengandalkan lweekang yang tinggi. Hebatnya tidak terkira.
Pemuda baju biru itu tidak mengira bahwa ilmu pukulan gadis cilik itu demikian hebatnya, maka sambil tersenyum mengejek ia maju menubruk dengan goloknya. Tetapi, tiba tiba pukulan yang dilakukan oleh Lan Giok, biarpun belum mengenai tubuhnya, angin pukulannya telah.mendorongnya ke belakang, sehingga hampir saja ia terjengkang roboh! Baiknya pemuda ini memiliki ke pandaian tinggi. Ia maklum bahwa pukulan lawannya itu mengandung tenaga lweekang berbahaya, maka cepat ia mengumpulkan napas dan mengerahkan tenaga lweekang untuk menolak pukulan ini agar tidak sampai terluka di bagian dalam tubuh, tetapi biarpun ia dapat menolong nyawanya, tetap saja ia terlempar ke belakang dan hanya dengan berlompatan jungkir balik, ia terhindar dari malu dan hina karena roboh dalam sejurus saja.
Kembali Gan Kui To gelak tertawa sambil melayani nona baju merah. Di dalam ketawanya, yakni mentertawakan pemuda baju biru, tersembunyi kekejutan dan keheranan besar melihat ilmu pukulan yang hebat dari Lan Giok itu.
Sementara itu, pemuda baju biru itupun menjadi kaget dan berhati hatilah dia. Tak pernah di sangkanya bahwa gadis yang usianya masih muda ini telah memiliki kepandaian sehebat itu. Ia lalu menyerang lagi dengan kim siang to di tangannya dan dengan gembira sekali Lan Giok menyambut serangannya, dengan Ilmu Silat Soan hong pek lek jiu hwat yang ampuh. Gadis cilik ini tahu bahwa lawannya memiliki kepandaian hebat maka hanya dengan Ilmu Pukulan Geledek dan Angin Puyuh ini sajalah kiranya ia dapat mengimbangi serangan sepasang golok emas yang lihai itu.
Pertempuran terpecah dua dan terjadi dengan hebatnya. Semua tentara yang tadi mengeroyok Gan Kui To berdiri bengong dan tidak seorangpun berani mencoba ikut bertempur. Mata mereka berkunang kunang karena tidak dapat membedakan mana kawan mana lawan. Empat orang muda itu seakan akan telah berputar putar menjadi dua gulungan sinar yang saling serang, tubuh mereka lenyap terbungkus oleh sinar senjata!
Siapakah adanya gadis baju merah dan pemuda baju biru yang lihai itu" Para pembaca kiranya sudah dapat menduga atau mengira ngira siapakah mereka ini" Memang betul, gadis baju merah itu bukan lain adalah Sian Hwa, yakni anak dari Can Goan yang diambil anak oleh Bucuci dan kini mendapat nama keturunan ibu angkatnya menjadi she Tan, karena isteri dari Bucuci bernama Tan Kui Eng. Seperti telah dituturkan di bagian depan, Sian Hwa diambil murid oleh Liem Po Coan atau Jenderal Liem yang berjuluk, Pat jiu Giam ong, seorang di antara lima Tokoh Besar! Adapun pemuda baju biru itu ialah Liem Swee, putera tunggal dari Pat jiu Giam ong. Setelah dapat mengetahui siapa adanya dua orang anak muda ini, tentu saja tidak mengherankan lagi apabila ilmu kepandaian mereka amat tinggi.
Akan tetapi yang paling hebat adalah kepandaian dari Gan Kui To, anak yang di waktu kecilnya telah membunuh ayahnya sendiri ini. Semenjak dibawa pergi dari bukit Oei san oleh Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu, orang yang paling jahat dan licik juga berbahaya dari Lima Tokoh Besar, ia menerima gemblengan ilmu silat dan ilmu hitam dari suhunya. Memang telah menjadi harapan dari Lam hai Lo mo untuk menurunkan seluruh kepandaiannya kepada murid tunggalnya ini, agar kelak di kemudian hari Gan Kui To akan menjagoi di seluruh dunia. Watak anak ini memang cocok sekali dengan wataknya, maka Seng Jin Siansu mengasihinya dengan sepenuh hatinya.
Kalau dibuat perbandingan antara empat orang anak muda yang sedang ramai bertempur ini, memang yang paling unggul adalah kepandaian Gan Kui To. Tidak saja karena memang ia memiliki bakat yang baik dan cocok sekali untuk menerima ilmu kepandaian dari Seng Jin Siansu, tetapi terutama sekali karena memang ilmu silat dari suhunya amat aneh. Kalau dibandingkan dengan Liem Swee atau Sian Hwa, ia masih menang setingkat. Adapun jika dibandingkan dengan Lan Giok, biarpun kepandaian Lan Giok juga hebat, tetapi gadis cilik ini masih kalah latihan, karena usia Kui To memang lebih tua dua tiga tahun daripadanya.
Pertempuran antara Lan Giok dan Liem Swee berjalan lebih seimbang daripada pertempuran antara Sian Hwa dan Kui To, karena suling ular di tangan Kui To kini telah mengurung dan menekan sinar pedang dari Sian Hwa lagi, sehingga gadis baju merah yang cantik jelita itu menjadi terdesak hebat.
"Swee ji dan Sian Hwa, mundurlah dan jangan bertempur dengan saudara sendiri!" tiba tiba terdengar bentakan keras. Tanpa diketahui oleh siapa pun juga, seorang laki laki tua tinggi besar yang berpakaian seperti seorang pembesar militer telah berdiri di dekat tempat pertempuran. Dia ini bukan lain adalah Pat jiu Giam ong Liem Po Coan jenderal yang berkepandaian tinggi itu. Liem Swee dan Sian Hwa cepat melompat ke belakang. Sian Hwa cepat bertanya ragu ragu, "Suhu, manakah dia yang suhu bilang masih saudara sendiri?"
Liem Goanswe sambil tertawa berkata menuding ke arah Kui To.
"Kau tidak kenal gerakannya" Dia Ini tentulah murid dari supekmu (uwak gurumu), kalau bukan, bagaimana dia bisa memainkan Siang cu kiam hwat sedemikian baiknya?"
Adapun Kui To yang cerdik, ketika melihat seorang tinggi berpakaian jenderal, segera dapat menduga dengan siapa ia berhadapan, maka segera ia memberi hormat sambit berkata, "Teecu Gan Kui To menghaturkan hormat kepada susiok (paman guru)."
Sementara itu, Lan Giok yang menyaksikan kejadian ini, menjadi mendongkol sekali. Susah payah ia mencampuri urusan ini karena tidak dapat mendiamkan saja melihat Kui To dikeroyok dan karena timbul kegembiraannya melihat tiga orang muda yang berilmu tinggi itu, tidak tahunya mereka itu masih saudara seperguruan. Tanpa mengucapkan suara lagi, ia menggerakkan tubuhnya dan melompat pergi dengan cepat.
Pat jiu Giam ong tidak memperdulikan gadis cilik itu, melainkan bertanya kepada Kui To, "Anak, tidak mengecewakan kau menjadi murid Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu. Di mana gurumu?"
Kui To berdiri membalikkan tubuhnya, lalu menahan napas dan mengerahkan khikangnya. Ketika ia membuka mulut untuk berseru memanggil suhunya, suaranya terdengar tidak keras tetapi mengggetar dan ternyata bahwa anak ini telah menggunakan, ilmu mengirim suara yang disebut Coan im jip bit,
"Suhu"! Di sini ada susiok menanyakan suhu,..!"
Suara itu menggema sampai jauh dan untuk beberapa lama keadaan menjadi sunyi. Kemudian jauh sekali asalnya, terdengar suara Lam hai Lo mo Seng Jiu Siansu berkata, "Kui To, kau kembalilah ke sini. Tidak perlu aku bertemu dengan Liem goanswe (jenderal Liem)! Bagaimana aku dapat bertemu dengan seorang pembesar tinggi sedangkan aku seorang jembel ?" Suara ini biarpun dikirim dari tempat jauh datangnya masih nyaring menyakitkan telinga.
Mendengar ucapan ini, Kui To lalu melompat pergi, sedangkan Pat jiu Giam ong yang sudah mengenal adat dan watak suhengnya tidak berani mengejar, hanya menggeleng gelengkan kepalanya.
"Kepandaian suheng sudah bertambah berlipat kali. Juga anak itu telah memiliki kepandaian tinggi, baru ilmunya Coan im jip bit tadi saja sudah memperlihatkan bahwa ia masih menang setingkat daripada kalian berdua." Kemudian jenderal ini lalu mengajak pulang anak dan muridnya itu. Setibanya di dalil M gedungnya ia lalu berkata dengan muka sungguh sungguh.
"Supek kalian memang berwatak aneh sekali dan orang seperti dia sukar diduga sikapnya. Aku sendiri tidak tahu apakah dia itu kelak merupakan kawan atau lawan. Kulihat murid tunggalnya tadi pun berwatak aneh, tidak berbeda dengan gurunya. Oleh karena itu, kalau kalian tidak mau tertinggal jauh oleh orang lain, mulai sekarang kalian harus berlatih lebih bersungguh sungguh, agar empat lima tahun lagi kalian akan mewarisi seluruh kepandaian ku."
Liem Swee dan Sian Hwa menyatakan kesanggupannya, sungguhpun di dalam hati, kedua orang muda ini tidak percaya kalau kepandaian supek mereka yang dikabarkan setengah gila itu lebih tinggi daripada kepandaian Pat jiu Giam ong. Sebaliknya jenderal tua ini agaknya dapat membaca keraguan pada wajah putera dan muridnya, maka katanya dengan sungguh sungguh,
"Ketahuilah kalian bahwa di antara semua tokoh persilatan, pada waktu ini agaknya hanya supekmu itulah yang telah mencapai tingkat tinggi dan mungkin telah menyusul tingkat dari Kim Kong Taisu, akan tetapi karena Kim Kong Taisu telah mencuci tangan dan bertapa menjadi manusia suci, agaknya hanya supekmu itulah yang menjagoi. Kalau dia menurunkan seluruh kepandaiannya kepada murid tunggalnya itu, pasti kelak kalian bukan lawannya. Sayang.... sungguh sayang bahwa Bu Tek Kiam ong hanya tinggal namanya saja......."
"Suhu, apakah Bu Tek. Kiam ong ?" tanya Sian Hwa dengan penuh perhatian.
Kembali Pat jiu Giam ong menarik napas panjang. "Orang tua itu sajalah yang dapat mengatasi . kepandaian Lam hai Lo mo supekmu itu, bahkan mengatasi pula kepandaian Kim Kong Taisu. Di atas dunia ini tidak ada ilmu silat yang sanggup menghadapi ilmu pedang dari Bu Tek Kiam ong Si Raja Pedang itu !"
"Apakah dia, sudah meninggal dunia, suhu" Dan kalau dia masih ada juga, apa artinya" Mengapa suhu menyatakan sayang?" Kalau gadis baju merah itu amat memperhatikan, adalah Liem Swee sama sekali tidak mau perduli. Memang amat jauh perbedaan sifat antara dua orang ini. Sian Hwa amat bernafsu untuk mempertinggi ilmu kepandaiannya, adapun Liem Swe yang memang lebih tinggi tingkatnya, berwatak sombong dan tidak mau kalah menganggap kepandaiannya sendiri yang sudah paling tinggi!
"Aku tidak dapat memastikan apakah dia sudah mati, akan tetapi kalau ia masih hidup, usia nya tentu hampir seratus tahun. Kalau ia masih hidup:.... kalau saja kalian bisa mewarisi ilmu pedangnya, kalian tak usah takut menghadapi jago silat yang manapun juga, bahkan tidak perlu takut menghadapi murid murid Kim Kong Taisu atau murid supekmu."
"Ayah, mengapa melamun dan mengharapkan sesuatu yang tidak ada" Ilmu kepandaian ayan sendiri sudah amat tinggi dan belum dapat kami warisi semua, mengapa mencari yang jauh jauh" Aku lebih suka mewarisi ilmu kepandaian ayah daripada ilmu kepandaian siapapun juga !" kata Liem Swee yang . membuat ayah nya tersenyum.
Pat jiu Giam ong menganguk angguk. "Betul juga katamu, Swee ji, tak perlu kita merendahkan diri sendiri memperkecil semangat. Asalkan kalian berlath sungguh sungguh, kiranya masih banyak ilmu pukulan yang dapat kalian pelajari dari aku."
Sian Hwa lalu minta diri dan kembali ke rumah orang tuanya, yakni panglima Bucuci yang sebagai mana pernah dituturkan di bagian depan, telah berpindah ke kota raja pula dan mendapatkan sebuah gedung dari Liem goanswe.
Mari kita ikuti perjalanan Lan Giok, gadis berusia empatbelas tahun.yang lincah dan tabah itu. Setelah mengalami pertempuran dengan anak anak muda yang berkepandaian tinggi itu, diam diam gadis cilik ini berpikir bahwa ilmu kepandaiannya sendiri masih jauh daripada memuaskan. Aku harus belajar lebih giat lagi, pikirnya. Belum lama ini ketika bertemu dengan Bun Sam, murid dari Kim Kong Taisu, ia kena dikalahkan. Dan sekarang bertemu dengan murid murid Pat jiu Giam ong dan Lam hai Lo mo, ia harus mengakui bahwa kepandaiannya sendiri belum dapat mengatasi mereka, terutama pemuda bersuling ular itu. Ia pernah mendengar dari gurunya bahwa di atas dunia ini, yang paling dipandang dan disegani oleh gurunya hanyalah empat orang tokoh persilatan, yakni Kim Kong Taisu, Pat jiu Giam ong, Lam hai Lo mo dan seorang lagi yang dipandang tinggi, yakni Bu tek Kiam ong. Murid Lam hai Lo mo telah ia jumpai dan mereka itu ternyata memang berkepandaian tinggi. Lebih lebih lagi murid Bu tek Kiam ong, sampai di mana hebatnya kepandaiannya"
Biarpun ia sudah berada di luar tembok kota raja, namun Lan Giok tidak masuk ke dalam kota raja, karena tujuan perjalanannya memang bukan ke situ, melainkan ke kota Tong seng kwan untuk mencari Ngo jiauw eng Lui Hai Siong yang menjadi touw tong di kota itu.
Akan tetapi setelah tiba di kota Tong seng kwan, ia mendengar bahwa orang yang dicarinya itu telah dua hari pergi ke kota raja, sehingga gadis ini menjadi gemas sekali. Ia telah lewat di luar tembok kota raja, sama sekali tidak tahu bahwa orang yang dicarinya berada di dalam kota otu!
"Lopek, tahukah kau di mana aku dapat bertemu dengan Lui ciangkun di kota raja?" tanyanya kepada penjaga yang memberitahu kepadanya tentang kapergian perwira she Lui itu. Penjaga itu tidak merasa aneh melihat seorang gadis cilik mencari Lui ciangkun, oleh karena perwira ini memang banyak mengadakan perhubungan dengan orang orang jadi kalangan kang ouw yang menjadi pembantu atau kawan kawannya, ia hanya memandang sambil tersenyum, nampak kekaguman akan. keberanian dan kecantikan gadis itu, membayang dalam pandangan matanya.
"Nona kecil, kalau kau di kota raja mencari di rumah panglima Bucuci, tentu kau akan bertemu dengan Lui ciangkun."
"Terima kasih, lopek," kata Lan Giok dan sebelum penjaga itu sempat menjawab, gadis cilik itu berkelebat dan lenyap dari pandangan matanya. Tentu saja penjaga itu menjadi terbelalak heran. Biarpun hari telah malam dan gelap, tetapi bagaimana mungkin orang dapat menghilangkan diri begitu saja dari depan hidungnya"
"Jangan jangan dia bukan manusia, melainkan iblis yang sengaja datang menggangguku !" penjaga tua itu bersungut sungut, lalu ia membaca mantera yang pernah dipelajarinya dari hwesio di kelenteng, mulutnya berkemak kemik membaca doa pengusir Iblis !
Malam hari itu Lan Giok bermalam di sebuah rumah penginapan dan pada keesokan hari nya, pagi pagi ia telah berangkat ke kota raja untuk menyusul Ngo jiauw eng Lui Hai Siang, orang yang harus dibasminya menurut perintah gurunya. Ia sendiri tidak kenal siapa adanya Ngo jiuw eng dan hanya mendengar dari suhunya bahwa orang itu adalah seorang penjahat yang.telah menggunakan kesempatan berdirinya pemerintah Goan tiauw untuk menjilat dan mencari kedudukan dengan jalan mengorbankan patriot patriot bangsa sendiri.
Ketika Lan Giok tiba di jalan besar yang menuju ke kota raja dan sedang berjalan cepat, tiba tiba ia melihat lima orang yang aneh aneh bentuk tubuh maupun corak pakaiannya. Empat di antara mereka adalah orang orang tua lekiki dan seorang pula adalah wanita. Ketika ia memandang dengan penuh perhatian, maka teringatlah ia akan cerita gurunya dan tahulah dia bahwa mereka itu bukan lain adalah Sin beng Ngo hiap (Lima Pendekar Malaikat) yang terkenal di dunia kangouw! Gadis cilik ini tahu bahwa orang yang tertua, yang berpakaian seperti tosu dengan baju berkembang dan bertubuh tinggi kurus, adalah Bouw Ek Tosu atau guru dari Ngo jiauw eng yang hendak dibunuhnya! Akan tetapi, gadis yang tidak kenal akan arti takut ini berjalan seperti biasa saja, tanpa mengurangi kecepatan berlarinya. Lima orang tokoh persilatan itupun sedang menuju ke kota raja dan karena mereka berjalan dengan cepat, maka mereka tidak melihat Lan Giok. Gadis ini memang memiliki watak ingin mencoba kepandaian orang. Ia telah mendengar bahwa lima orang tokoh persilatan itu namanya kurang bersih dan pernah pula mereka dihajar habis habisan oleh gurunya, maka dengan berani ia lalu sengaja mempercepat larinya dan menyusul mereka. Bagaikan seorang pembalap kuda yang melampaui lawannya, sengaja menyusul dan melampaui lima orang tua itu, tanpa menoleh sedikitpun kepada mereka.
Terdengar seruan heran dan kaget dari Sin beng Ngo hiap ketika mereka melihat seorang gadis cilik yang cantik dan manis berlari cepat sekali melampaui mereka.
"Eh, siapa kau" Tunggu dulu!" Hwa Hwa Niocu yang merasa amat tertarik dan suka melihat gadis cilik yang lincah ini, lalu melompat ke depan sambil mengulurkan tangan hendak menangkap lengan gadis itu. Akan tetapi alangkah herannya ketika, tanpa menengok gadis cilik itu dapat mengelakkan lengannya yang hendak tertangkap, bahkan segera melarikan diri lebih cepat lagi!
Tidak hanya Hwa Hwa Niocu yang merasa heran, juga suheng suhengnya merasa heran dan terkejut, lalu mempercepat lari mereka mengejar ke depan. Lan Giok yang mengetahui bahwa lima orang itu mengejarnya, lalu menengok dan tersenyum manis. Senyum ini tentu saja dianggap ejekan bagi Sin beng Ngo hiap yang menjadi gemas juga.
"Setan cilik kau berani menjual lagak?" Bouw Ek Tosu mengebutkan lengan bajunya dan ia mendahului adik adik seperguruannya mengejar dengan cepat sekali ke depan. Betapapun tinggi kepandaian ilmu lari cepat dari Lan Giok tentu saja ia masih belum dapat mengatasi kepandaian Bouw Ek Tosu yang sudah berlatih puluhan tahu lamanya. Setelah kejaran dilakukan beberapa lama, akhirnya Tosu itu sudah hampir dapat memegang Lan Giok.
"Setan cilik, kau tetap tidak mau berhenti ?" bentak tosu itu sambil menggunakan kebutannya yang berbulu panjang digerakkan ke depan.
Ujung kebutan yang lemas dan panjang itu meluncur ke depan dan hendak melibat tangan Lan Giok. Gadis ini terkejut karena kalau sampai tangannya terlibat, berarti ia kalah dan tak dapat lari lagi, maka cepat ia lalu membalikkan tubuhnya dan sambil setengah berjongkok ia melancarkan serangan pukulan Soan hong pek lek jiu!
Hal ini tentu saja sama sekali tak pernah disangka oleh Bouw Ek Tosu, sehingga biarpun tosu ini menarik kembali hudtim (kebutan) dan mengelak ke samping. Tetap saja sambaran angin pukulan dengan telak telah mengenai pangkal lengan kanannya, ia merasa betapa lengannya seperti lumpuh dan kebutan nya terlempar jauh. Cepat ia menyalurkan lweekangnya ke dalam lengan itu dan berhasil menolak kembali tenaga hawa pukulan anak gadis yang aneh ini, akan tetapi saking kagetnya ia lalu melompat mundur setombak lebih. Di situ ia memandang dengan mata terbelalak, kemudian membentak.
"Gadis liar. Jadi kau adalah murid Mo bin sin kun?" Bouw Ek Tosu dapat mengenal Soan hong pek lek jiu dari Mo bin Sin kun, maka ia dapat menduga bahwa gadis liar ini tentulah murid dari Si Tangan Malaikat Bermuka Iblis itu. Empat orang adik seperguruannya yang sudah menyusul ke situ pula, mendengar seruan ini lalu memandang dengan mata mengancam. Akan tetapi Lan Giok tetap tersenyum tabah.
"Kalau betul, kenapa gerangan" Kalian ini Sin beng Ngo hiap, yang terkenal sebagal tokoh tokoh tua di dunia persilatan. Untung hanya hudtim mu saja yang terlempar, kalau yang terlempar itu kepala, kan menjadi berabe juga."
"Gadis liar kurang ajar! Kau benar benar kejam dan ganas seperti setan, seperti..... gurumu!" Bouw Ek Tosu membentak marah sambil mengambil kembali hudtimnya yang terlempar tadi. "Baru saja bertemu kau telah melancarkan pukulan Soan hong pek lek jiu, apa kaukira pinto takut kepadamu?"
"Aduh galaknya. Siapa yang mulai lebih dulu" Aku berlari seorang diri, tidak mengganggumu, tidak memandangmu, tidak menegurmu. Mengapa kalian orang orang tua ini seperti gila mengejar ngejarku" Mau apakah?" tanyanya sambil menantang.
"Anak iblis!" Hwa Hwa Niocu berseru. "Tadinya aku tertarik kepadamu, tidak tahunya kau jahat seperti iblis! Betapapun juga, karena kau adalah murid Mo bin Sin kun, biarlah kau ikut dengan kami untuk merobah adatmu yang rusak itu !"
Lan Giok tertawa, sehingga dua buah lesung pipit membayang di kanan kiri mulutnya. "Benar benar galak kalian ini, apa dikira aku belum tahu bagaimana kalian dihajar jatuh bangun oleh guruku" Sudahlah, lebih baik kalian pergi dan jangan menggangguku, kalau aku habis sabar, jangan jangan kalian untuk kedua kalinya akan menerima hajaran!"
Tentu saja lima orang itu menjadi marah sekali. Muka mereka menjadi merah dan masing masing telah meraba senjatanya.
"Anak iblis macam kau ini harus dibasmi lebih dulu sebelum kelak menjadi iblis tulen!" teriak Coa Hwa Hwa atau Hwa Hwa Niocu. Sambil berkata demikian, ia telah mencabut pedangnya dan membacok kepala Lan Giok dengan gerak tipu Liong teng thi cu (Ambil Mutiara di Kepala Naga).
"Ayaaa .... !" Lan Giok berseru ___ sambil dengan lincahnya ia _____ cu hoan sin ___________ Niocu menyerang, kini dengan sebuah tusukan ke arah dada anak tanggung itu akan tetapi kembali Lan Giok mengelak dan kini tiba tiba kepalan tangan kanannya menyambar ke depan mengarah pusar lawan. Gerakan pukulannya kini hebat dan cepat sekali datangnya, juga didahului oleh menyambarnya hawa pukulan yang aneh dan berbahaya. Memang, karena maklum bahwa kelima orang lawan ini bukan merupakan lawan yang boleh dipandang ringan, biarpun pada mulutnya Lan Giok menyindir dan memandang ringan, namun sekali maju ia telah mengeluarkan ilmu Silat Soan hong pek lek jiu, kepandaian simpanannya.
Hwa Hwa Niocu, seperti juga Bouw Ek Tosu tadi, memandang rendah kepada anak ini dan melanjutkan serangan tanpa memperdulikan pukulan anak yang datang itu. Akan tetapi, tiba tiba ia terbetot dari belakang dan tubuhnya terpental ke belakang dibarengi oleh suara twa suhengnya, "Sumoi, hati hati ! Pukulan Soan hong pek lek jiu tak boleh dibuat gegabah !"
Kembali terdengar Lan Giok tertawa geli, sedangkan Hwa Hwa Niocu menjadi merah mukanya. Kalau tadi Bouw Ek Tosu tidak membetotnya ke belakang, mungkin ia sudah kena dirobohkan oleh gadis cilik ini. Ia menjadi semakin penasaran dan sambil berseru keras ia lalu memutar pedangnya dengan hebat, menyerang Lan Giok dengan nafsu membunuh.
Melihat betapa gadis cilik ini memang amat lihai dan merasa khawatir kalau kalau sumoinya akan kalah dan mendapat malu besar, maka sepasang hwesio kembar yang gemuk, yakni Lam san Siang mo bergerak cepat dan dengan sepasang golok di tangan, mereka ikut menyerbu. Mereka pikir daripada sumoi mereka kalah dan mendapat malu, lebih baik sebelum ada orang yang melihat, mereka mengeroyok dan membinasakan murid dari Mo bin Sin kun yang pernah menghina mereka ini.
Ketika empat buah golok dan sebuah pedang menyambar ke arahnya barulah Lan Giok merasa sibuk juga. ia mengandalkan ginkangnya untuk mengelak ke sana ke mari, tubuhnya berkelebat bagaikan seekor burung walet yang amat gesit, menyambar di antara gulungan sinar senjata lawan sambil membalas dengan pukulan Soan hong pok lek jiu. Akan tetapi, karena tiga orang lawannyapun bukan orang orang lemah, gadis cilik ini maklum bahwa, kalau dilanjutkan, keadaannya akan menjadi berbahaya juga. Ia memutar otaknya mencari akal.
"Bagus, bagus! Tiga orang tua bangka dari Sin beng Ngo hiap yang bernama besar mengeroyok seorang muda! Pantas memang nama besar Sin beng Ngo hiap hanya nama besar palsu belaka. Awas, sebentar lagi kalau guruku datang, kalian tentu hanya tinggal namanya saja!"
Benar saja, mendengar ucapan ini, lima orang itu menjadi terkejut sekali. Serangan, sepasang hwesio kembar dan Hwa Hwa Niocu menjadi lemah dan Bouw Ek Tosu bahkan menengok ke kanan kiri, melihat kalau kalau Mo bin Sin kun sudah berada di situ.
"Lebih baik kita tinggalkan iblis kecil ini !" katanya kepada keempat adik seperguruannya, karena merasa takut akan ancaman yang keluar dari mulut gadis cilik tadi.
"Mengapa takut, twa suheng," kata Hwa Hwa Niocu. "Lebih baik kau bantulah membereskan anjing kecil ini, kalau sudah, kita lalu berlari ke dalam kota raja mengunjungi Pat jiu Giam ong, Kalau kita sudah di sana, hendak kita lihat Mo bin Sin kun akan berani berbuat apa?"
Sambil berkata demikian Hwa Hwa Niocu menyerang lagi lebih hebat dengan pedangnya dan suheng suhengnyapun tanpa malu malu lagi lalu mendesak gadis cilik itu, dengan maksud cepat cepat merobohkannya atau menangkapnya untuk membalas penghinaan yang mereka terima dari Mo bin Sin kun. Akan tetapi Lan Giok terlalu lincah bagi mereka, sehingga biarpun lima orang itu memiliki kepandaian tinggi, tak mungkin mereka dapat mengalahkan gadis yang licin bagaikan belut itu dalam waktu singkat.
Betapapun juga, Lan Giok sudah kewalahan sekali, jidatnya yang berkulit halus itu telah penuh oleh keringat. Akan tetapi mulutnya makin, tersenyum senyum dan terus menerus mengejek dan memaki maki nama Sin beng Ngo hiap yang di makinya monyet tua bangka pengecut dan lain lain.
Pada saat itu, tiba tiba terdengar suara keras, "Tak patut lima orang tua bangka mengeroyok seorang muda!" dan berkelebatlah bayangan orang. Biarpun suaranya seperti orang yang sudah tua, tetapi ternyata yang mengeluarkan kata kata teguran itu adalah seorang pemuda remaja, bukan lain adalah Gan Kui To, murid dari Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu !
Biarpun di dalam hatinya ia merasa girang dengan datangnya pemuda yang hendak membantunya ini, namun keangkuhannya membuat Lan Giok berkata, "Mau apa kau mencampuri urusan ku ?"
Kui To tertawa gelak gelak dengan lagak seperti suhunya ketika ia mendengar suara merdu ini yang terdengar galak, tetapi manis dan melihat gadis cilik yang amat manis itu sudah mandi keringat akan tetapi masih hendak menolak bantuan. "Ha, ha, ha, burung murai yang cantik, kau lupa bahwa beberapa hari yang lalu kau telah membantuku dalam pertempuran. Sekarang melihat kau di keroyok lima, bagaimana aku harus tinggal diam saja" Inilah kesempatanku membalas budi dan memperlihatkan bahwa aku Gan Kui To bukanlah orang yang berwatak buruk. Ha, ha, ha!" Sambil berkata demikian, suling ularnya bergerak cepat menangis kebutan di tangan Bouw Ek Tosu yang dilihatnya paling lihai di antara semua pengeroyok nona itu.
Tentu saja Bouw Ek Tosu memandang rendah pemuda yang seperti anak gila. Melihat kebutannya yang menyerang Lan Giok ditangkis oleh suling si pemuda, ia lalu sengaja menggerakkan ujung kebutannya itu untuk menangkap dan dengan tenaga gerakan "cam" (membelit melibat) ia berhasil menangkap suling itu dengan kebutan, tadi melihat betapa pemuda itu agaknya tidak sadar bahwa sulingnya sudah tertangkap, ia lalu menggunakan tenaga gerakan "coan" (memutar). Ujung kebutannya terputar cepat dan maksudnya membuat suling itu ikut terputar dan terlepas dari tangannya si pemuda. Akan tetapi, jangankan terputar atau terlepas, bahkan tiba tiba pemuda itu berseru dengan suara yang amat berpengaruh.
"Yauwto (tosu iblis) bandel ! Tidak kau lepaskan hudtim kebutan itu mau tunggu kapan lagi?"" Seruan ini dibarengi dengan tenaga betotan yang hebat sekali. Bouw Ek Tosu yang sedang menggunakan tenaga memutar, cepat mengerahkan tenaga untuk mempertahankan kebutannya, akan tatapi entah mengapa, seruan atau bentakan pemuda tadi telah membuat tangannya terasa lemas dan akhirnya tanpa dapat dicegah lagi kebutannya "ikut" terbang dengan suling dan tahu tahu telah berada di tangan pemuda itu !
Bouw Ek Tosu adalah seorang ahli silat yang sudah puluhan tahun menjelajah di dunia kang ouw, maka bukan kepalang herannya melihat kelihaian pemuda ini. Ia tidak percaya bahwa pemuda tangguh ini dapat memiliki lweekang yang lebih tinggi dari dia, maka setelah memandang sebentar teringatlah ia akan bentakan pemuda tadi dan tahu bahwa pemuda ini tentu mahir akan ilmu hoat lek (ilmu sihir atau ilmu gaib) ia menjadi marah sekali.
"Anak setan, kembalikan hudtimku !" serunya sambil menyerang dengan kedua ujung lengan bajunya. Serangan ini ditujukan ke arah kepala Kui To dan biarpun hanya ujung lengan baju yang dipergunakan oleh Bouw Ek Tosu, namun kalau sekiranya mengenai kepala mungkin akan hancur lah kepala pemuda itu. Kui To cepat melompat ke belakang dan tiba tiba hudtim tadi meluncur dari tangannya ke arah dada tosu itu.
"Hebat!" seru Bouw Ek Tosu ketika mengena gerakan ini karena inilah gerakan yang disebut Sin liong hian bwee (Naga Sakti Mempertahankan Ekornya). Gerakan seperti ini berasal dari cabang persilatan Hoa san pai, yakni bagian ilmu pedang nya dan gerakan aslinya tentu saja melemparkan pedang ke arah lawan. Cepat Bouw Ek Tosu miringkan tubuhnya dan mengulurkan tangan dari samping untuk menangkap gagang kebutan nya dan kembali ia terkejut karena merasa betapa kulit tangannya panas saking cepat dan lajunya hudtim itu dilemparkan!
Sementara itu, Lan Giok tentu saja senang melihat betapa tosu yang terlihai di antara pengeroyoknya itu dapat dihadapi oleh Kui To, akan tetapi untuk meninggikan harga diri, ia tetap berkata, "Kalau kau tidak ingin disebut sebagai manusia bong im pwe gi (manusia tak kenal budi) dan ingin membalas budi, sesuka hatimulah! Akan tetapi jangan kira bahwa aku membutuhkan bantuan atau bahwa aku takut menghadapi keroyokan lima tikus tua ini."
Kembali Kui To tertawa geli. "Baiklah, siapa yang takut menghadapi lima ekor tiks tua ini" Aku hanya ingin ikut mempermainkan mereka."
Bukan main marahnya Sin beng Ngohiap mendengar ucapan kedua orang anak muda ini. Mereka berlima adalah tokoh tokoh besar yang pernah menggemparkan dunia persilatan, nama nama mereka merupakan nama yang disegani dan ditakuti oleh orang orang gagah di dunia kang ouw, bagaimana sekarang mereka menghadapi dua orang anak tanggung yang berani mempermainkan dan menghina mereka" Ini adalah pengalaman pertama kali semenjak mereka hidup dan tentu saja wajah kelima orang ini menjadi pucat saking marahnya.
Si Pacul Kilat Kui Hok yang berpakaian petani, memang paling hati hati dan cerdik diantara saudara saudaranya. Melihat gerakan ilmu silat pemuda yang baru datang, mudah saja ia dapat menduga bahwa pemuda inipun tentulah murid seorang sakti dan agaknya kepandaiannya tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaian murid Mo bin Sin kun. Maka sebelum berlaku lancang lebih baik bertanya lebih dulu, pikirnya.
"Tahan dulu !" seru nya kepada saudara saudara nya, kemudian ia menghadapi Kui To sambil berkata dengan suara ramah, "Siauwko (saudara kecil), kau masih muda sudah begini lihai, sebetulnya siapakah nama gurumu yang mulia ?"
Karena lima orang itu berhenti menyerang, Lan Giok dapat beristirahat dan menyeka peluh di keningnya dengan sehelai saputangan sutera. Melihat keadaan nona kecil yang nampaknya lelah ini, Kui To lalu tertawa dan berkata, "Kalian mana mengenal siapa suhuku" Dengarlah!" Setelah berkata demikian, anak muda ini lalu duduk bersila di atas tanah dan meniup sulingnya! Mula mula suara suling, lemah dan halus, enak didengar, sehingga Lan Giok menjadi tertarik dan tak terasa pula maju mendekat, akan tetapi, lambat laun suara suling itu menjadi makin meninggi dan keras sehingga menusuk nusuk anak telinga ! Lan Giok mengerahkan tenaganya, akan tetapi anak telinganya masih terasa sakit, maka cepat ia lalu merobek saputangannya menjadi dua dan menggunakan robekan kain itu untuk disumbatkan ke dalam telinganya.
Adapun kelima orang Sin beng Ngo hiap menderita seperti yang dialami oleh Lan Giok, sehingga mereka merasa terkejut sekali. Yang didemonstrasikan oleh pemuda tanggung itu adalah tenaga khikang yang luar biasa, yang menjadi pecahan daripada Ilmu Coan im jip bit (Kirim Suara Dari Jarak Jauh). Tenaga khi kang yang didorong oleh lweekang yang tinggi, membuat pemuda itu dapat meniup suling sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan suara nada setinggi tingginya dan sekecil kecilnya, sehingga dapat merangsang anak telinga siapa yang mendengarnya. Jangan dikira bahwa hal ini hanya menyakitkan pendengaran, karena sesungguhnya, gendang telinga bisa pecah karenanya!
Lima orang tua ini sudah memiliki lweekang yang tinggi, akan tetapi betapapun juga mereka mengerahkan tenaga, tetap saja di dalam telinga mereka tergetar hebat dan buru buru mereka lalu mempergunakan telunjuk untuk disumbatkan ke dalam telinga dan mencegah getaran itu merusak anak telinga mereka! Selagi mereka hendak menyerang pemuda itu agar menghentikan tiupan sulingnya. tiba tiba terdengar bunyi berdesis beberapa kali dan nampaklah tiga ekor ular senduk datang dari tiga jurusan, melenggang lenggok menghampiri Kui To.
Lan Giok, sebagaimana umumnya seorang anak perempuan, merasa jijik dan ngeri, maka cepat cepat ia melompat menjauhi dengan bulu tengkuk meremang. Adapun Sin beng Ngo hiap memandang dengan mata terbelalak. Tiga ekor ular itu agaknya tertarik oleh bunyi suling yang ditiup oleh Kui To dan melihat bentuk suling yang seperti ular itu, tiga ekor binatang ini lalu mengagkat kepala tinggi tinggi dan menari nari dengan lengang lenggok lemas di depan Kui To, seakan akan hendak berlagak dan hendak menarik perhatian "ular" yang dapat mengeluarkan suara merdu itu.
Setelah memainkan sulingnya beberapa lama dan matanya berseri memandang ke arah tiga ekor ular senduk yang menari nari itu, Kui To menghentikan tiupan sulingnya. Tiga ekor ular itu nampaknya marah dan berbareng menyerang ke arah sulingnya. Dengan gerakan yang indah dan cepat, Kui To lalu menggerakkan sulingnya dengan gerak tipu Lian cu sam kiam (Gerakan Berantai Tiga Pedang), maka terdengar bunyi "tak tuk tak!", kepala ketiga ekor ular itu telah kena ditotok oleh ujung suling. Ular ular itu roboh dan setelah menggeliat beberapa lama lalu tak bergerak lagi, mati dengan kepala remuk"
"Sudah tahukah kalian siapakah guruku?" Kui To berkata bangga.
Akan tetapi biarpun amat kagum melihat kelihaian pemuda tanggung ini, Sin beng Ngo hiap masih juga tidak dapat menduga siapa adanya pemuda ini. Mereka hanya saling memandang dengan muka ragu ragu.
Adapun Lan Giok yang melihat betapa pemuda itu membunuh tiga ekor ular yang tadi dapat menari nari demikian indahnya, menjadi terkejut dan tiba tiba saja ia merasa benci sekali kapada Kui To yang telah berlaku keji. Kini melihat lagak Kui To yang sombong, ia lalu berkata,
"Cih, sungguh menjemukan !" Lalu gadis cilik ini melompat pergi menuju ke kota raja.
"Siauw niauw (burung kecil), jangan pergi dulu!" seru Kui To yang mengejar Lan Giok.
Jilid VI "KAU belum mengaku siapa suhumu," Bouw Ek Tosu dan empat orang adiknya juga melompat dan menahan Kui To yang menjadi gemas sekali. Pemuda ini membalikkan tubuhnya, berdiri sambil bertolak pinggang dan sepasang matanya memancarkan sinar yang amat berpengaruh, sehingga lima orang tokoh kang ouw itu menjadi ragu ragu untuk turun tangan.
"Guruku adalah Iblis! Iblis Tua Laut Selatan, kalian mau apa" ?" bentak Gan Kui To dengan marah sekali.
Bukan main terkejutnya hati Sin beng Ngo hiap mendengar keterangan ini.
"Apa".." Suhumu Lam hai Lo mo Seng jin Siansu....?""
"Hanya ada satu saja Lam hai Lo mo !" jawab Kui To. Berubahlah wajah kelima orang itu. Pantas saja pemuda ini demikian lihai seperti setan, tidak tahunya dia adalah murid dari tokoh besar atau datuk persilatan dari selatan itu. Bouw Ek Tosu cepat mengangkat kedua tangan ke dada dan memberi hormat dituruti pula oleh empat orang adiknya.
"Maaf, maaf, pinto berlima sama sekali tidak tahu bahwa taihiap (pendekar besar) adalah murid dari locianpwe itu. Kami Sin beng Ngo hiap benar benar merasa tunduk atas kelihaian taihiap."
Akan tetapi Gan Kui To hanya menggerakkan hidungnya dan sepasang matanya yang sudah sipit menjadi makin kecil lagi dalam tarikan muka menghina, kemudian tanpa banyak cakap ia lalu berlari menyusul Lan Giok yang sudah lenyap dari pandangan mata. Gerakannya amat cepat, sehingga sebentar saja ia sudah berada jauh.
Bouw Ek Tosu menarik napas panjang.."Aah, kita ini orang orang tua benar benar seperti katak katak di dalam sumur, tidak tahu lebarnya dunia dan kemajuan kemajuannya. Betul kata orang bahwa makin tua usia, segala menjadi makin mundur dan makin lemah. Anak anak sekarang memiliki kepandaian yang hebat dan sebentar saja mereka itu akan jauh meninggalkan kita."
"Kita tidak perlu merasa penasaran," menghibur Kui Hok Si Pacul Kilat. "anak anak muda yang kita jumpai dan yang memiliki ilmu kepandaian hebat adalah murid murid dari Ngo gak (Lima Gunung Besar) atau Ngo thai locianpwe (Lima Orang Tua Gagah). Anak perempuan tadi adalah murid dari Mo bin Sin kun, adapun pemuda tadi adalah murid dari Lam hai Lo mo, tentu saja kepandaian mereka amat luar biasa. Mengapa mesti malu kalau sampai kita tidak dapat mengalahkan mereka?"
Tiba tiba Hwa Hwa Niocu teringat akan sesuatu dan mukanya berubah."Ah, cela ka"!" katanya.
Kakak kakaknya menahan tindakkan kaki mereka dan memandang dengan heran."Mengapa kau bilang celaka ?" tanya Bouw Ek Tosu.
"Kita tak bisa ke kota raja"
"Mengapa ?" Si Pacul Kilat bertanya.
"Suheng, bukakah bahwa anak yang bernama Kui To itu adalah murid dari Lam hai Lo mo" Betapapun juga, kita telah bertempur melawan dia dan sekarang diapun pergi ke kota raja. Pat jiu Giam ong adalah susioknya (paman gurunya), maka tentu anak itu pergi ke sana pula. Kalau kita bertemu dengan dia di sana dan Pat jiu Giam yang telah mendengar tentang pertempurannya dengan kita, bukankah kita akan menghadapi suasana yang amat tidak enak?"
Teringatlah kakak kakaknya akan hal itu dan mereka saling memandang dengan bingung.."Apalagi kalau Lam hai Lo mo sendiri berada di sana!" seorang diantara sepasang hwesio kembar berkata menambahkan.
"Habis, kalau kita tidak ke sana, bagaimana dengan rencana kita tentang harta terpendam itu" Dan rencana kita untuk mengadukan Pat jiu Giam ong dengan Mo bin Sin kun?" kata Bouw Ek Tosu sambil memandang kepada adik adik seperguruannya minta pertimbangan.
"Lebih baik kita serahkan urusan ke dua itu kepada muridmu, Twa suheng," kata Kui Hok yang cerdik. "biarlah Ngo jiauw eng muridmu itu yang menjadi pembantu Pat jiu Giam ong, memberi laporan tentang kehendak Mo bin Sin kun membasmi bekas orang orang Ang bi tin ! Adapun tentang harta terpendam dari bekas Jenderal Yap itu, karena lain orang tidak ada yang tahu, mengapa kita harus tergesa gesa" Lain kali saja kalau keadaan sudah aman, tak dapatkah kita mengambilnya" Demikianlah, mereka lalu mengambil jalan wenuju ke kota Tong Seng kwan untuk mencari Ngo jiauw eng !
Kita ikuti perjalanan Song Bun Sam dan suhengnya muka tengkorak Yap Bouw yang masuk ke dalam kota raja dengan maksud hendak mengambil harta pusaka yang disimpan oleh Yap Bouw di dalam kebun bunga bekas gedungnya. Menurut hasil penyelidikan Bun Sam di waktu siangnya, karena Yap Bouw menyembunyikan diri agar mukanya tidak menarik perhatian orang, mereka mendapat keterangan bahwa rumah gedung bekas tempat tinggal Jenderal Yap Bouw itu kini ditinggali oleh seorang Panglima Goan tiauw bernama Bucuci.
"Kita harus bekerja hai hati, sute," kata Yap Bouw dengan bahasa gerak jarinya. "aku pernah mendengar bahwa Panglima Bucuci itu amat lihai ilmu silatnya."
Setelah hari menjadi malam yang gelap, kedua orang ini lalu pergi menyelidiki ke gedung Panglima Bucuci. Mereka langsung menuju ke bagian bela kang, melompati pagar tembok dan mengintai ke dalam kebun kembang yang indah itu. Dengan hati terharu Yap Bouw melihat betapa taman bunga yang dulu amat disnyanginya dan yang diaturnya sendiri itu masih sama seperti dulu. Alangkah anehnya melihat kenyataan yang kadang kadang membuat manusia harus berpikir dalam dalam. Bangsa apapun juga, biarpun mereka itu boleh saling menggempur, saling membenci dan saling bermusuhan, ternyata selalu memiliki kesenangan yang sama, sama sama suka memelihara kembang, suka melihat pemandangan indah, pendeknya semua manusia di dalam dunia ini, tidak perduli bangsa apa, tidak perduli beragama apa atau berpolitik apa tetap saja yang dikehendaki ialah suasana yang menyenangkan jasmani dan rohaninya!
Seperti halnya semua bunganya ini demikian Yap Bouw berpikir. Aku dulu amat snyang pada taman bunga ini dan agaknya penghuni barunya, panglima dari Mongol itu, juga amat snyang, buktinya pada taman bunga ini terawat baik baik dan modelnya masih sama dengan dulu.
"Harta itu terpendam di bawah sebatang pohon yangliu (cemara) yang berada di sudut barat taman, di dekat empang teratai," demikian keterangan yang diberikan oleh Yap Bouw kepada Bun Sam. Oleh karena itu, setelah melihat betapa keadaan di taman yang kini diberi penerangan di empat penjuru itu sunyi saja, Bun Sam dan suhengnya lalu melompat turun dan mengeadap endap menuju ke ujung barat taman itu.


Pedang Sinar Emas Kim Kong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika mereka tiba di dekat tempat itu, tiba tiba mereka mendengar suara orang dan secepat kilat Bun Sam telah bersembunyi di belakang serumpun pohon bunga, adapun Yap Bouw lebih cepat lagi telah melompat ke balik tembok dan keluar dari taman!
Ketika Bun Sam Mengintai, ia melihat seorang gadis duduk di bawah pohon yang liu, di dekat empang teratai yang indah itu. Di atas pohon itu digantungi sebuah lampu yang cukup terang, bahkan di empat penjuru empang teratai yang banyak ikan masnya itu juga terdapat empat buah lampu teng yang kecil, akan tetapi berwarna merah indah, sehingga sinarnya di sekeliling empang itu nampak ke merah merahan.
Akan tetapi, semua pemandangan yang indah ini terlewat saja. oleh pandangan Bun Sam, karena yang menjadi pusat perhatian pandangan matanya adalah gadis itu sendiri ! Gadis itu berpakaian sebagai seorang cian kim siocia, seorang puteri bangsawan yang tarpelajar, dengan pakaiannya yang terbuat daripada sutera halus dan berwarna indah.
Bajunya berkembang, berwarna merah sehingga nampak mukanya yang bekulit putih dan amat cantiknya. Gaun di bawah berwarna kuning gading, dengan celana lebar berwarna kebiruan dan ikat pinggang yang panjang berwarna keemasan. Rambutnya disanggul dengan model terakhir, amat manis dan sedap dipandang.
Bagaikan terpesona, Bun Sam pemuda tanggung berusia enam belas tahun itu berdiri ditempat sembunyinya dengan mata terbelalak penuh kegairahan. Ia merasa seakan akan melihat seorang bidadari dari kahyangan dan sekaligus hatinya jatuh oleh kecantikan gadis itu.
Tanpa berani bergerak Bun Sam melihat betapa gadis cantik itu tengah menggunakan sebatang pit menulis sesuatu di atas kertas. Hati Bun Sam berdebar ketika ia melihat gadis itu mengerutkan kening sebentar sebentar menghentikan tulisannya, memandang ke dalam empang atau menggunakan bibir dan giginya yang putih untuk menggigit tangkai pit, lalu menulis lagi. Aduh, alangkah indahnya pemandangan yang terbentang di hadapan matanya itu. Bun Sam benar benar terpesona.
Agaknya nona baju merah yang cantik itu telah selesai menulis, karena ia lalu mengangkat kertas yang penuh tulisan itu, dibacanya perlahan tanpa menggerakkan bibirnya sambil menengadah untuk lebih jelas melihat tulisannya di bawah sinar lampu dari pohon yang liu. Karena wajahnya kini tersamar penuh oleh lampu, maka Bun Sam seakan akan merasa napasnya terhalang dan debar dadanya makin mengeras. Nona itu benar benar cantik dalam pandangan matanya, jauh lebih cantik daripada nona yang manapun juga yang pernah dilihatnya baik dalam kenyataan maupun dalam mimpi. Kemudian, bagaikan dalam mimpi, ia melihat bibir itu bergerak dan mendengar suara yang merdu membaca tulisan yang ternyata adalah serangkaian sajak.
Bagi telinga Bun Sam, semua bunyi yang tadi terdengar olehnya, yakni suara jengkerik yang bersembunyi di dalam rumput, suara burung malam yang kadang kadang terdengar dari jauh, juga suara ikan yang melompat ke permukann air, lenyap sama sekali dan udara penuh oleh suara gadis itu yang halus dan merdu. Saking terpesona dan penuh perhatian Bun Sam dapat menangkap jelas isi syair itu dan mendengar jelas perkataan perkataannya satu demi satu,
"Ikan kecil bersisik emas bermata Intan
Alangkah senangnya hidupmu, ikan !
Berenang di air jernih dibawah teratai indah
Bermain dengan bayangan bulan dan lampu
Merah. Alangkah bahagia hidupmu!
Benarkah kau berbahagia"
Atau hanya sangkaanku belaka"
Benarkah aku terkurung di dalam empang"
Bukankah segala keinginan hatimu terhalang"
Ah, ikan, agaknya kau seperti aku pula,
Nampaknya gembira namun" hati diliputi
duka ! Sunyi, sunyi sekali bagi Bun Sam setelah gadis itu selesai membaca sajaknya. Sunyi dan sedih sehingga helaan napas yang halus dari gadis itu terdengar nyata olehnya, seakan akan berada di depan mukanya.
Tak terasa pula, Bun Sam ikut menghela napas. Sayang, pikirnya, gadis yang cantik dan terpelajar, yang dapat membuat sajak demikian indahnya, diliputi kedukaan. Akan tetapi sesungguhnya pikiran pemuda ini salah sama sekali, karena siapakah gadis itu" Bukan lain adalah Tan Sian Hwa, puteri dari Panglima Bucuci atau murid terkasih dari Pat jiu Giam ong! Sama sekali bukanlah seorang gadis terpelajar yang lemah, melainkan seorang gadis yang berkepandaian tinggi, ahli silat juga ahli surat!
Maka alangkah kaget hati Bun Sam ketika tiba tiba gadis itu bangkit berdiri, tangan kanannya mengepal ngepal kertas yang tadi ditulisi, sehingga kertas itu menjadi sekepal benda bulat. Tiba tiba Sian Hwa memutar tubuh dengan cepat dan ketika tangan kanannya terayun, kertas yang telah menjadi bal bulat itu meluncur cepat bagaikan pelor besi ke arah gerombolan pohon kembang yang menutup tubuh Bun Sam !
Di dalam kagetnya, Bun Sam mengulur tangan menyambut."pelor kertas" ini dan makin terkejutlah dia ketika merasa betapa telapak tangannya seperti menerima sebutir pelor baja saja dan betapa tenaga sambitan itu amat kuat !
"Bangsat atau pencuri manakah yang berani mati sekali memasuki taman orang?" gadis itu membentak marah dan tahu tahu gadis ini telah memegang sebatang pedang yang tadi ditaruh di dekat bangku yang didudukinya.
Bun Sam menjadi serba salah. Untuk melarkan diri sudah tidak keburu lagi karena orang telah mengetahui di mana ia bersembunyi. Ia tidak ingin bertempur dan ia tidak ingin timbul salah pengertian diantara mereka. Ia datang bukan bermaksud berkelahi, melainkan hendak mencari harta terpendam dari suhengnya. Maka ia lalu terpaksa bertindak keluar dari gerombol itu, dengan muka merah dan kepalan kertas tadi masih berada d tangannya.
Kebetulan sekali Bun Sam keluar di tempat yang diterangio oleh sinar lampu, maka Sian Hwa dapat melihat jelas wajah seorang pemuda yang tampan dan gagah, wajah yang tunduk kemerahan dan nampak malu malu sekali dan yang memegang kertas tulisannya yang di sambitkannya tadi. Untuk sejenak gadis ini memandang dengan mata terbuka lebar. Tadinya ia mengira bahwa yang akan muncul dari balik rumpun itu tentulah seorang laki laki kasar seperti biasanya muka seorang pencuri atau penjahat, sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa yang akan muncul adalah seorang pemuda remaja yang demikian tampan dan gagah nya, yang berdiri sambil menundukkan muka ke malu maluan!
"Siapa kau" Mengapa malam malam masuk ke sini" tanyanya, tetapi suaranya tidak segalak tadi.
"Mohon maaf sebanyaknya, nona. Aku"." Bun Sam menjadi bingung karena kalau ia mengaku, tentulah rahasia suhengnya akan terbongkar dan ia tidak menghendaki hal ini. Pikiran yang cerdik itu bekerja cepat, lalu disambungnya ucapannya yang terputus tadi.."Aku adalah seorang pelancong yang.... kesasar, nona. Barusan aku..... aku mendengar kau membaca sajak yang yang". amat indah, sehingga tanpa mendapat izin aku lancang masuk ke sini. Mohon kau memberi maaf sebanyak banyaknya, nona!"
Sian Hwa memandang dengan tajam dan pandangan matanya penuh selidik, ia juga bukan seorang gadis yang bodoh dan mendengar ucapan yang sopan santun dan merendah ini, ia sudah dapat menduga bahwa semua yang dikatakan tadi tentu bohong semata. Akan tetapi, entah mengapa, melihat pemuda ini hatinya tertarik dan ia ingin sekali mengetahui lebih banyak tentang pemuda ini. Apalagi tadi ia telah melihat betapa pemuda ini dengan mudah saja dapat menyambut sambitan kertasnya yang telah dikepal dan dilontarkan dengan lweekang yang kuat.
"Hm, jadi kau seorang perantau yang kesasar?" Sian Hwa mengulang keterangan pemuda itu sambil memandang acuh tuk acuh. "dan kau seorang terpelajar yang pandai membuat sajak, maka kau tertarik oleh sajak yang kubaca tadi?"
Karena sudah kepalang tanggung, Bun Sam mengangguk. Mukanya berseri karena ia dapat melepaskan diri dan keadaan yang amat tidak enak.
"Sekali lagi maafkanlah aku, nona. Aku adalah seorang dusun yang baru masuk kota. Sesungguhnya baru kali ini aku masuk ke kota raja, sehingga tidak tahu aturan. Maafkan kelancangaaku telah masuk ke sini."
"Tidak demikian mudah, kawan," kata Sian Hwa dan kini gadis inipun melempar senyun, karena ia merasa geli melihat tingkah laku pemuda yang ia tahu berpura pura bodoh ini."Kau telah mencuri dengar sajakku dan juga mencuri masuk ke tamanku. Karena kau adalah seorang terpelajar yang tentu pandai membuat sajak, maka sebelum kau membaca sebuah sajakmu, kau tak boleh pergi begitu saja dan tidak akan mudah mendapatkan maafku."
Bun Sam terkejut dan pura pura memperlihatkan muka ketakutan.
"Aduh, nona. Bagaimana kalau aku tidak dapat membuat sajak" Aku aku adalah seorang dusun yang bodoh. Pelajaranku masih amat dangkal!"
"Kalau tidak dapat berarti bahwa kau memang sengaja masuk untuk mencuri. Nah, kau bersajak lah atau kusuruh penjaga menangkapmu dan memasukkan kau dalam penjara!"
Celaka, pikir Bun Sam, akan tetapi hatinya berdebar girang. Tak disangkanya bahwa ia akan mendapat kesempatan berlawan tutur dengan gadis yang makin lama makin menarik dan jelita ini.
Ia tidak takut kepada gadis ini, juga tidak takut apabila gadis ini memanggil para penjaga, akan tetapi lebih baik jangan membuat permusuhan dengan gadis yang semolek ini, apalagi karena ia dan suhengnya hendak mengambil harta terpendam. Ia pernah mempelajari ilmu surat ketika ia masih berada di puncak Oei san, bahkan suhengnya banyak pula memberi petunjuk kepadanya. Pernah ia menghabiskan tiga buku sejarah yang ditulis Oleh Yap Bouw sendiri di mana terdapat pula sajak sajak peperangan yang bersemangat. Di antaranya masih ada yang diingat di luar kepalanya, maka ia lalu berkata.
"Baiklah, akan tetapi karena aku hanya seorang bodoh, harap nona jangan mentertawakan padaku kalau sajakku terdengar buruk dan kasar." Ia lalu mengingat ingat, kemudian ia mendeklamasikan sajak yang diingatnya di luar kepala, yakni sajak dari seorang panglima gagah di zaman Sam kok.
"Bila golok telanjang berada di tanganku,
dan pakaian perang menempel di tubuhku,
aku bisa menjadi seorang manusia!
Bila golokku berwarna merah,
dan pakaian perangku berbau darah,
aku merasa sehat gembira !
Napas dan tetes darah terakhir,
kusediakan untuk tanah air!"
Sian Hwa bergidik."Ah, sajakmu mengerikan sungguh tidak suka aku mendengarnya."
Bun Sam tersenyum. Ia makin suka kepada gadis ini dan juga merasa betapa lucu sikap gadis yang pandai menyambit dengan tenaga lweekang, akan tetapi tidak suka akan sajak sajak perang ini.
"Mengapa kau terenyum" Kalau kau bermaksud kurang ajar"." kembali Sian Hwa meraba gagang pedangnya yang sudah disarungkannya kembali.
"Bagaimanakah aku berani berlaku kurang ajar, nona" Kau begini halus, begini peramah, begini lemah lembut dan pemurah, suka memaafkan seorang kelana yang tersasar, biar sampai matipun aku takkan berani berlaku kurang ajar. Akan tetapi.... aku terpaksa tersenyum karena kau memang lucu, nona. Kau membawa pedang dan tampak gagah seperti seorang ahli silat, akan tetapi kau merasa ngeri mendengar sajak perang."
Sian Hwa cemberut. "Bodoh, aku buku merasa ngeri karena takut, hanya karena sajak itu tidak cocok dengan jalan pikiranku. Siapa orangnya yang demikian bodoh untuk memikirkan mati saja dalam hidupnya" Apakah hidup ini memang hanya untuk menanti datangnya maut?"
"Nah, itulah, noaa. Cocok sekali dengan pendapatku. Hidup tak perlu mengeluh, masih banyak jalan untuk mencari kebahagiaan. Biar ikan di airpun akan dapat merasai kebahagiaan hidupnya asalkan dia tidak mudah berkeluh kesah...." tiba tiba Bun Sam menahan ucapannya dan merasa betapa ia telah lancang sekali. Ia melihat betapa gadis itu menatapnya dengan mata terbuka lebar maka tahulah bahwa dia telah menyinggung nyinggung bunyi sajak yang mengenai keadaan diri gadis itu.
"Hem, kau bukan orang biasa. Kaukira mataku buta, sehingga aku tidak tahu bahwa kau bukanlah seorang dusun sebagaimana yang kaukatakan" Kau tentu sudah lama masuk ke taman ini dan mengintai karena kalau baru saja kau masuk tentu aku telah mendengarmu. Kau tidak masuk karena tertarik oleh bunyi sajakku, Ayoh katakan! Siapa kau dan apa perlumu ke taman ini?"
Sebelum Bun Sam yang menjadi kebingungan itu sempat menjawab, terdengar suara dari arah bangunan gedung. "Sian Hwa, dengan siapa kau bicara?" Ucapan ini disambung oleh suara kerincingan yang riuh.
"Celaka, ayah datang dan kau tentu akan dibunuhnya!" gadis itu berbisik dengan wajah pucat.
Sebalum kedua orang muda itu dapat berbuat sesuatu, berkelebatlah bayangan dan suara kerincingan makin jelas terdengar dan tahu tahu di depan Bun Sam telah berdiri seorang pendek yang berpakaian perang dan banyak kerincingan di pasang pada pakaiannya ini. Orang ini adalah Panglima Bucuci.
"Sian Hwa, siapa dia ini ?" Bucuci bertanya dengan kening dikerutkan.
Gadis itu tentu saja tidak mau tercemar namanya dalam pandangan ayah tirinya, maka ia menjawab. "Siapa tahu, ayah" Dia tahu tahu telah bersembunyi di dalam taman dan ku baru saja menegur dan bertanya kepadanya ketika ayah datang!"
"Bangsat, kau tentu maling ya" Berani sekali kau masuk ke dalam tamanku. Apakah kau mempunyai nyawa lebih dan satu?"
Sambil berkata demikian, dengan amat tiba tiba Bucuci bergerak maju sambil memukul kepala pemuda itu. Diam diam hati Sian Hwa menjerit karena ia menaruh hati kasihan terhadap pemuda itu dan biarpun ia dapat menduga bahwa pemuda itu tentu mengerti ilmu silat, akan tetapi bagaimana dapat menahan serangan ayah tirinya yang mempunyai ilmu silat yang amat ganas"
Akan tetapi segera gadis itu dan ayah tirinya menjadi heran sekali ketika melihat betapa dengan hanya menggoyangkan sedikit lehernya, Bun Sam telah dapat menghindarkan diri dari serangan ke arah kepalanya.
"Ciangkun...... maaf". siauwte tidak sengaja masuk ke taman ini:...." katanya dengan bingung, karena sesungguhnya perkembangan kedadaan yang amat buruk ini tidak diingini sama sekali oleh Bun Sam.
"Bangsat muda, kau memiliki kepandaian juga, maka berani lancang masuk ke sini, ya" Nah, terimalah ini !" Kembali perwira Mongol yang lihai ini maju dan melakukan serangannya yang ganas dan cepat. Bun Sam melihat betapa lawannya ini menggunakan ilmu pukulan yang menyerupai ilmu silat Siauw kin na jiu hwat, yakni ilmu silat yang berdasar tangkapan dan cengkeraman (semacam Jiu yit su) ia cepat mengelak ke belakang dan mempergunakan ginkangnya untuk menjauhi penyerangan itu. Oleh karena tahu bahwa panglima ini adalah ayah dari gadis yang menarik hatinya, ia tidak mau membalas serangan lawan dan hanya mengelak ke sana ke mari ketika serangan Bucuci makin menghebat. Kini perwira itu tidak hanya mempergunakan sepasang tangannya saja untuk mencengkeram dan menangkap, bahkan menambah serangannya dengan tendangan tendangan maut yang amat berbahaya.
Akan tetapi, alangkah herannya ketika tubuh pemuda itu tiba tiba lenyap dari pandangan matanya dan berkelebatan ke sana ke mari diantara sambaran tangan kakinya. Juga Sian Hwa menjadi terkejut sekali ketika melihat betapa pemuda yang kelihatan bodoh itu ternyata memiliki ginkang yang agaknya tidak akan kalah oleh kepandaiannya sendiri. Bucuci makin marah. Tiba tiba ia berseru keras sekali dan kerincingan yang tadinya masih berbunyi riuh, kini tidak berbunyi sama sekali, tanda bahwa ia telah mengerahkan seluruh ginkang dan lweekang nya untuk menyerang lawannya yang muda itu. Kalau tadi Bucuci hanya berusaha untuk menangkap hidup hidup pemuda itu, kini ia menyerang dengan pukulan pukulan mematikan. Akan tetapi, jangankan merobohkan pemuda itu, bahkan sekali pernah ia berhasil menangkap pergelangan lengan Bun Sam akan tetapi dengan licin melebihi belut tangan yang dipegangnya itu dapat terlepas dengan sekali betot saja. Itulah Ilmu Sia kut hwat (Melepaskan Tulang Melemaskan Tubuh) tingkat tinggi, sehingga pemuda ini dapat membuat bagian bagian tubuh nya menjadi licin seperti belut.
"Ciangkun, maafkan siauwte yang lancang, Siauwte tidak berani melawan lebih lanjut," kata Ban Sam dan tiba tiba tubuhnya berkelebat keatas tembok dan lenyap di dalam gelap.
"Sian Hwa, kejarlah dia!" teriak Bucuci kepada anaknya karena ia maklum bahwa ilmu kepandaian anaknya ini sekarang sudah lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri. Apalagi dalam hal ginkang, terang bahwa Sian Hwa jauh lebih pandai. Akan tetapi gadis itu hanya melompat ke atas tembok dan ketika melihat bayangan Bun Sam dan bayangan seorang lagi yang lebih besar berlari jauh, ia hanya memandang. Untuk apa aku harus mengejarnya" Demikian pikir gadis ini dan semacam perasaan aneh terhadap pemuda itu timbul di dalam hatinya ia melompat turun kembali dan ketika ayah tirinya bertanya, ia tetap tidak bercerita terus terang dan hanya mengatakan bahwa tahu tahu pemuda itu telah bersembunyi di dalam taman dan tepergok olehnya.
Sementara itu, dengan gerak jari tangannya, Yap Bouw menegur adik seperguruannya. "Bun Sam, kau terlalu sembrono. Mengapa kau memancing keributan di dalam taman dengan Panglima Bucuci" Dengan adanya keributan itu Panglima Bucuci tentu menjadi curiga dan makin sukarlah usaha untuk menggali harta itu."
Sepasang Naga Penakluk Iblis 10 Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat Pendekar Sakti 17

Cari Blog Ini