Ceritasilat Novel Online

Pusaka Pulau Es 8

Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


h gAku harus menyelamatkan Sribaginda Kaisar. peliau
terancam bahaya maut! h gAh, benarkah itu" Bahaya apa yang mengancamnya"
h Keng Han lalu bercerita tentang ucapan-ucapan Pangeran Tao Seng yang hendak membunuh kaisar dan pangeran majikota dan betapa kini di rumah pangeran Itu telah berkumpul datuk-datuk sesat seperti Swat-hai Lo-kwi, Tung-hai Lo-mo, dan Lam-hai Koai-jin. Juga di sana terdapat Gulam Sang yang lihai.
gKalau begitu, kita harus memberi peringatan kepada Pangeran Tao Kuang. Hanya beliau yang dapat mengatur semua penjagaan agar jangan sampai terjadi pembunuhan itu.
h gBaik, mari kita menghadap beliau.
h gKeng Han, sudah kaupikirkan masak-masak semua ini" Ingat, jika kau bertindak begini, itu berarti bahwa engkau melawan ayah kandungmu sendiri!
h gAyah kandung atau siapa saja yang bertindak salah, harus ditentang. Ayahku itu telah menyia-nyiakan kehiupan ibuku sehingga ibu hidup merana dan selalu menanti di Khitan.
Kemudian ayahku itu telah bertindak curang hendak membunuh adiknya sendiri, apalagi Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
271 sekarang dia telah bertindak sedemikian jauhnya untuk membunuh ayahnya sendiri dan juga adiknya yang menjadi pangeran mahtkota. Tentu saja aku menentengnya!
hMendengar ini, Cu In termenung. Hampir bersamaan nasib yang dialami oleh Keng Han dan ia sendiri. Hanya bedanya, kalau yang menyusahkan hati Keng Han itu ayahnya, ia lain lagi. Ibu kandungnya yang membuatnya bersusah hati. Ibunya mendidiknya sebagai murid, menghasutnya agar ia membunuh ayah kandungnya! Akan tetapi dapatkah ia membenci ibu kandungnya"
gKeng Han, apakah engkau membenci ayahmu itu"
h gTidak, aku tidak membenci orangnya, melainkan perbuatanya. Maka perbuatannya yang kutentang.
gBagaimana kalau ayahmu itu mau mengubah sikapnya dan tidak lagi melakukan
kejahatan" h gAku sudah membujuknya, bahkan hendak memaksanya untuk ikut bersamaku menemui ibu di Khitan. Akan tetapi usahsuku itu dihalangi oleh para datuk. Kami berkelahi dan aku dikeroyok empat sampai akhirnya aku tertawan.
h gJadi engkau akan memaafkan ayahmu kalau dia mengubah sikapnya"
h gTentu saja kalau perbuatannya sudah benar maka dia itu ayahku dan aku harus berbakti kepadanya.
h gAhhh....! g gKau kenapakah, Cu In"
h tanya Keng Han khawatir melihat gadis itu
seperti tertegun. gTidak apa-apa. Marilah kita menghadap Pangeran Mahkota.
h gSebetulnya aku merasa sungkan dan malu menghadap beliau. Baru kemarin aku berusaha untuk membunuhnya!
h gJangan khawatir. Ada aku yang akan menjelaskan kepadanya.
h Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke istana Pangeran Tao Kuang. Ketika mereka hampir tiba di istana itu, Keng Han kembali bertanya,
gCu In, mengapa engkau begini baik
terhadap diriku" Kanapa engkau begini membela aku"
h gHemmm, mengapa" Karena
engkau pun baik sekali kepadaku. Ingat, engkau pun pernah menolongku, bukan"
h gCu In, suci-mu mengatakan bahwa engkau lebih kejam daripada ia, akan tetapi aku melihat engkau sama sekali tidak kejam, bahkan engkau lembut hati dan mulia. Aku menyebut namamu begitu saja, bukan menyebut Su-I (Bibi Guru), engkau pun tidak marah.
Aku sungguh kagum kepadamu sejak pertama kali kita bertemu, aku.... aku terpesona melihat sinar matamu dan aku suka sekali kepadamu. Apakah engkau akan marah dan membunuhmu kalau aku mengatakan bahwa aku suka kepadamu"
h Sepasang mata itu mencorong, akan tetapi hanya bentar. Tadinya Cu In hendak marah sekali karena ia sudah terbiasa menganggap bahwa kalau ada pria menyatakan suka kepadanya, maka pria itu hanya merayu saja dan pernyataannya itu palsu adanya separti yang sering kali Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
272 dikatakan gurunya. Akan tetapi kemudian ia teringat bahwa gurunya atau ibunya itu bersikap demikian karena sakit hati terhadap kekasihnya, maka kemarahannya pun hilang. Ia tidak perlu percaya lagi kepada semua pendapat ibunya. Ia sendiri tidak dapat menyangkal bahwa ia pun suka sekali kepada Keng Han. Baru sekarang ia menyadari bahwa pria pun sama saja dengan wanita, ada yang baik dan ada yang jahat. Dan Keng Han ini jelas bukan laki-laki yang jahat. Ia menyadari bahwa kebiasaannya mengenakan cadar agar mukanya jangan sampai terlihat lakl-laki itu merupakan kebiasaan yang keliru. Akan tetapi sekarang sudah kepalang, bahkan hal itu dapat dipakainya untuk menguji sampai di mana rasa suka Keng Han terhadap dirinya.
gAku tidak marah dan tidak akan membunuhmu karena pernyataan itu, Keng Han. Akan tetapi bagaimana mungkin engkau mengatakan bahwa engkau suka kepadaku pada hal engkau belum pernah melihat wajahku"
h gAku tidak peduli akan wajahmu, Cu In. Bagaimanapun bentuk wajahmu aku tetap akan merasa suka kepadamu. Aku kagum akan kepribadianmu, watakmu, cara engkau bicara, gerak-gerikmu, dan sinar matamu.
h gTidak, Keng Han. Jangan katakan begitu. Aku.... aku tidak berharga bagimu. Aku gadis kang-ouw, petualang yang hidup menyendiri, sedangkan engkau seorang putera pangeran!
Tidak, aku sama sekali tidak sebanding denganmu.
h gCu In, jangan merendahkan diri sampai demikian! Aku cinta padamu, bukan karena rupa atau kedudukan. Aku mencinta dirimu, pribadimu, tidak peduli engkau berwajah bagaimana dan dari golongan apa.
gAh, engkau akan menyesal kelak dan kalau engkau menyesal aku kembali akan menjadi pembenci pria yang teryata berhati palsu, kata-katanya tidak dapat dipercaya.
h gAku tidak akan menyesal, Cu In. Aku cinta padamu dan tidak ada apa pun yang dapat mengubah cintaku.
h gAkan tetapi wajahku buruk sekali, Keng Han. Aku seorang wanita yang cacat
mukanya. h gAku tidak percaya! Dan andaikata benar wajahmu cacat, aku tetap akan mencintamu.
h gBenarkah" Ingin aku melihat apakah pendapat guruku tantang pria benar, bahwa pria hanya merupakan perayu besar yang tidak setia dan palsu. Kau lihatlah baik-balk, Keng Han!
h Setelah berkata demikian, Cu In menyingkap cadarnya memperlihatkan mukanya dari hidung ke bawah. Keng Han memandangnya dan pemuda itu terbelalak, terkejut dan heran. Tak disangkanya sama sekali bahwa wajah yang di bagian atasnya demikian cantik jelita, bagian bawahnya mengerikan. Wajah itu totol-totol hitam, seperti bekas luka yang memenuhi permukaan wajahnya sehingga biarpun hidung dan mulutnya berbentuk sempurna, namun karena bertotol-totol hitam menjadi buruk untuk dipandang.
Cu In menutupkan kembali cadarnya dan berkata dengan nada suara mengejek,
gEngkau terkejut" Engkau ngeri" Wajahku seperti setan, bukan" Nah, apakah masih ada ada rasa cinta di dalam hatimu, Keng Han"
h Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
273 Keng Han sudah dapat menyadari lagu keadaannya dan menguasai perasaannya yang terkejut.
gAku tetap mencintamu, Cu In. Buarpun wajahmu cacat, engkau tetap Cu In yang tadi, yang bercadar, yang kucinta. Akan tetapi mengapa wajahmu sepertu itu, Cu In" Aku merasa iba kepadamu dan aku akan berusaha agar supaya cacat di wajahmu dapat hilang. Akan kucarikan tabib terpandai di dunia ini yang akan dapat menyembuhkanmu.
h gKau tidak benci kepadaku" Tudak jijik melihat mukaku!
h tanya Cu In, suaranya mengandung keheranan. Keng Han mendekat dan memegang kedua tangan gadis itu.
gSudah kukatakan, aku mencinta pribadimu, bukan sekedar kecantikanmu. Aku tetap mencintaimu biarpun wajahmu cacat. Jadi itulah sebabnya engkau memakai cadar selama ini! Agar mukamu yang cacat tidak kelihatan orang lain.
h gBenar, aku tidak ingin ada orang melihat mukaku dan kemudian
membenciku. Engkau benar- benar tidak peduli akan cacat di mukaku"
h tanya Cu In tanpa melepaskan pegangan Keng Han pada kedua tangannya.
Aku bukan tidak peduli, akan tetapi aku bahkan kasihan sekali padamu dan ingin membantumu mencarikan obat untuk menghilangkan bekas luka di wajahmu itu. Akan tetapi cacat di mukamu itu tidak mengubah perasaan hatiku yang mencintamu.
h Cu In melepaakan kedua tangannya dan membalikkan tubuhnya membelakangi pemuda itu.
gAku.... aku tidak percaya....
h suaranya mengandung isak.
gKenapa engkau tidak percaya" Kenyataan bahwa engkau murid Ang Hwa Nio-nio dan sumoi Bi-kiam Nio-cu yang jahat dan kejam itu pun tidak mengubah cintaku padamu, pada hal aku sama sekali tidak menyukai watak mereka. Aku bersumpah bahwa aku tetap mencintamu Cu In.
h gSsttt, sudahlah. Soal itu dapat kita bicarakan kemudian. Sekarang ada pekerjaan yang lebih penting. Mari kita menghadap Pangeran MaMo ia Tao Kuang.
h Baru teringat oleh Kan Han betapa lama mereka berhenti di jalan yang sunyi itu. Dia tersenyum kepada Cu In dan berkata,
gPeraaaan hati kita lebih penting dari segala urusan,
Cu In. Aku sudah mengutarakan isi hatiku dan hal ini melegakan sekali. Walaupun aku belum tahu bagaimana tanggapanmu terntang perasaanku, namun kini aku merasa lega bahwa engkau mengetaihui akan perasasn hatiku kepadamu. Nah, mari kita lanjutkan perjalanan kita.
h Ketika mereka tiba di istana Pangeran Tao Kuang, mereka segera disambut oleh Sang Pangeran sendiri yang ditemani oleh Kwi Hong dan ibunya, juga Kai-ong dan muridnya, Yo Han Li masih berada di situ. Melihat munculnya Keng Han bersama Cu In, Kwi Hong segera meloncat ke depan ayahnya dengan pedang terhunus di tangan. Han-ko, apakah engkau hendak membunuh ayahku"
h bentaknya. Keng Han tersenyum. Sudah lama dia mengetahui bahwa . Kwi Hong adalah adiknya sendiri, adik sepupu dan semarga. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata.
gTidak, Hong-moi. Aku bahkan datang untuk minta maaf kepada ayahmu.
h Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
274 Lega hati Kwi Hong mendengar ini dan ia pun segera melangkah ke pinggir dekat ayahnya.
gSaya datang pertama-tama untuk mohon maaf kepada Paman Pangeran!
h kata Keng Han sambil memberi hormat kepada Pengeran Tao Kuang.
Pangeran itu tersenyum dan berkata,
gAku maafkan engkau, Keng Han. Engkau kemarin
bersikap demikian karena hasutan orang. Apakah engkau sekarang sudah mengerti benar akan duduknya perkara"
h gSudah, Paman. Bahkan bukan itu saja. Kami, yaitu Cu In dan saya, mengetahui hal-hal lain yang amat membahayakan keselamatan Paduka dan juga keselamatan Yang Mulia Kaisar. Ada komplotan yang hendak membunuh Paman dan Kaisar.
h Pangeran Tao Kuang terkejut mendengar ini dan segera mengajak Cu In dan Keng Han ke ruangan dalam untuk membicarakan hal itu.
Setelah tiba di ruangan dalam Keng Han menceritakan semua pengalamannya, menceritakan pula rencana ayahnya yang hendak membunuh Pangeran Mahkota dan Kaisar.
gDia yang kini memakai nama Hartawan Ji telah mengundang datuk-datuk besar yang berilmu untuk melaksanakan pembunuhan itu. Karena itulah maka kami berdua segera menghadap Paman untuk menghadapi komplotan pembunuh itu. Di antara mereka yang bersekutu itu terdapat pula seorang Tibet bernama Gulam Sang yang agaknya sudah mengadakan persekutuan dengan pihak Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Mungkin mereka akan mengadakan penyerbuan ke kota raja. Juga Bu-tong-pai bekerja sama dengan mereka.
Keadaan ini gawat sekali kalau tidak dipersiapkan penjagaan yang ketat.
h demikian antara lain Keng Han berkata. gUntuk menjaga keselamatan Paduka, di sini sudah terdapat adik Kwi Hong, adik Han Li dan Locianpwe Kai-ong, Akan tetapi untuk menjaga keselamatan Kaisar, perlu ada tenaga yang boleh diandalkan untuk mencegah terjadinya pembunuhan.
h kata Cu In. gWah, ini perkara penting sekati. Aku harus segera menghubungi ayahanda Kaisar dan para panglima untuk melakukan penjagaan dan untuk menyelidiki gerakan musuh di luar kota raja.
Bagaimana kalau kami minta bantuan kalian, Keng Han dan Cu In, untuk ikut menjadi pengawal Kaisar untuk sementara waktu"
h gSaya bersedia, Paman. h kata Keng Han. gKalau memang dibutuhkan, saya pun suka membantu,
h kata pula Cu In penuh semangat. gBagus, kalau begitu sekarang juga kalian berdua ikut dengan aku menghadap Kaisar. Kwi Hong, engkau menjaga di rumah dan saya mohon bantuan Locianpwe Kai-ong dan nona Yo untuk membantu Kwi Hong.
h gBaik, Ayah. Aku dan ibu akan siap siaga.
h gHa-ha-ha, setelah siang malam makan dan tidur dengan enak di sini kami tentu saja suka membantu. Ada pekerjaan itu baik sekali, makan tidur saja setiap hari membuat aku menjadi Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
275 malas! h kata Kai-ong. Maka berangkatlah Pangeran Tao Kuang menuju ke istana Kaisar, dikawal oleh Keng Han dam Cu In. Setelah tiba di istana dan diterima oleh Kaisar, Pangeran Tao Kuang menceritakan keadaan yang berbahaya itu. Mendengar laporan ini, Kaisar yang sudah tua itu memukul dengan kursinya.
gAahhh, anak-anak macam apa Tao Seng dan Tao San itu" Mereka sudah
dihukum, tidak jera malah membikin ulah lagi. Kami serahkan penanggulangan pengacau ini kepadamu, Tao Kuang. Selesaikan sampai tuntas urusan ini. Aaahh, kalau kami yang harus memikirkan masalah anak-anak durhaka ini, hanya akan mendatangkan penyesalan saja di dalam hati!
h gBaik, Ayah. Serahkan saja semua ini kepada hamba. Di sini hamba mengajak dua orang pendekar yang menjadi saksi usaha pemberontakan itu dan hamba harap agar Ayah menerimanya sebagai pengawal sementara untuk menghadapi mereka yang berani masuk ke Istana.
h Kaisar menerima Keng Han dan Cu In dengan senang. Akan tetapi melihat Cu In yang bercadar, Kaisar mengerutkan alisnya dan berkata,
gKenapa gadis ini memakai cadar"
Sebaiknya kalau cadar itu dilepas agar kami dapat melihat wajahnya. h
Ampun.., Yang Mulia. Hamba telah bersumpah untuk tidak membuka cadar ini. Yang berhak melakukan hanya suami hamba kelak" kata Cu In. Keterangannya ini tidak seluruhnya bohong karena di dalam hatinya ia pun mengambil keputusan bahwa yang berhak membuka cadar adalah tangan suaminya. Mendengar ini Keng Han merasa jantungnya berdebar. Gadis ini sudah membuka cadar di depannya, bukankah itu menunjukkan bahwa gadis ini setuju dia menjadi calon suaminya"
Hemm.., sumpah yang aneh. Akan tetapi sudahlah, karena putera kami yang membawamu ke sini, engkau boleh bercadar. akhirnya Kaisar berkata sambil mengangguk walaupun merasa heran akan sumpah yang aneh itu.
Keng Han dan Cu In ditinggalkan dalam istana untuk menjadi pengawal pribadi kaisar.
Walaupun kaisr sudah mempunyai pasukan pengawal pribadi, namun hadirnya dua orang muda yang oleh puteranya diperkenalkan sebagai dua orang pendekar yang berilmu tinggi, kaisar suka menerimanya dan hal ini. menambah tenang hatinya.
Pangeran Tao Kuang sendiri lalu membawa sepasukan pengawal untuk mengawalnya. Dia tidak. segera pulang melainkan mendatangi rumah panglima The Sun Tek yang dikenalnya sebagai Panglima besar yang memiliki ilmu silat tinggi. Kepada panglima itu dia menceritakan tentang usaha persekutuan yang dipimpin oleh Pangeran Tao Seng dan dia menyerahkan penyelidikan dan pembasmian gerombolan pemberontak yang mungkin
bersembunyi dekat kota raja untuk mehcegah gerombolan itu menyerbu kota raja. Setelah Panglima The Sun Tek menyatakan siap untuk melaksanakan perintah Kaisar melalui Pangeran Mahkota itu, Pangeran Tao Kuang baru pulang ke rumahnya, dikawal pasukan pengawal dengan ketat.
Panglima The Sun Tek mengerahkan pasukan istimewa untuk menambah kekuatan penjagaan di istana, lalu menyebar penyelidik untuk menyelidiki apakah ada gerombolan yang bersembunyi di sekitar kota raja. Kaisar Cia Cing yang usianya sudah lebih dari tujuh puluh lima tahun itu nampak tenang saja mendengar bahwa dirinya terancam bahaya maut. Apalagi Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
276 dengan adanya Keng Han dan Cu In, dia merasa aman. Adapun penambahan pengawal istana membuat dia lebih tenang lagi karena penjagaan ketat sekali.
Keng Han dan Cu In sama sekali tidak menyangka bahwa di antara pengawal istana itu terdapat Tung-hai Lo-mo dan Lam-hai Koai-jin. Mereka ini di selundupkan oleh panglima yang sudah dipengaruhi Pangeran Tao Seng, yaitu Panglima Cau, ke dalam pasukan pengawal istana! Adapun Swat-hai Lo-kwi oleh Panglima Ciu diselundupkan ke dalam pasukan penjaga istana Panyeran Mahkota. Tentu saja ketiga orang datuk sesat ini menyamar sehingga kelihatan muda dan seperti anggauta pasukan biasa. Dua orang datuk, Tung-hai Lo-mo dan Lam-hai Koai-jin, bertugas untuk membunuh kaisar dan bersama dengan mereka
diselundupkan pula anak buah Pek-lian-pai sebanyak selosin orang untuk membantu usaha dua orang datuk itu. Sedangkan Swat-hai Lo-kwi dibantu oleh selosin pera jurit pula, yaitu para anggauta Pat-kwa-pei. Gulam Sang sendiri memimpin pasukan Pek-lian-pai dan Patkwa-pai bersama para tokoh kedua gerombolan itu, mempersiapkan pasukannya di luar kota raja, siap untuk membantu apabila saatnya tiba. Penyerbuan itu akan dibarengi dengan gerakan pasukan Panglima Ciu dari dalam dan kalau saatnya tiba, Panglima Ciu alan melepaskan anak panah berapi di udara sebagai tanda kepada gerombolan yang bersembunyi di luar kota raja. Penyerbuan akan dilakukan pada malam hari. Pangeran Tao Kuang yang sudah menerima keterangan sejelasnya dari Keng Han dan Cu In, berhubungan terus dengan Panglima The Sun Tek. Panglima ini adalah seorang panglima perang yang sudah hafal akan liku-liku siasat perang. Maka dia tidak terpancing keluar dan mengerahkan pasukannya keluar kota raja. Dia menaruh curiga kalau-kalau pihak pemberontak telah menyelundupkan banyak pasukan. ke dalam kota raja. Mudah saja untuk menyusup dengan menyamar sebagai pedagang atau petani yang menjual hasil ladang mereka ka kota raja. Maka dia pun membagi pasukannya menjadi dua bagian. Yang satu bagian diperuntukkan membasmi gerombolan yang berada di luar kota raja, sedangkan sebagian lagi tetap menjaga di kota raja kalau-kalau pihak musuh sudah menyelundupkan pasukan ke dalam kota raja untuk menyerbu istana.
Penjagaan di istana diperketat.
Malam itu teramat indah. Biarpun tidak ada bulan di angkasa namun malam itu penuh bintang. Langit bersih sehingga semua bintang nampak di angkasa bagaikan butir-butir mutiara di hamparan beludu hitam. Kalau ada orang yang menengadah, maka akan nampaklah keindahan yang luar biasa, nampaklah kekuasaan Tuhan yang tiada taranya. Bintang-bintang itu - berkelap-kelip, ada yang berkejap ada pula yang tenang diam tanpa sinar gemerlapan.
Cahaya sekian banyaknya bintang di angakasa, tidak terhitung banyaknya, membuat cuaca di bumi nampak remang-remang. Cahaya bintang-blntang itu demikian lembut sehingga malam terasa sejuk. Kalau ada angin semilir, barulah terasa betapa dinginnya hawa udara di saat itu.
Dingin dan sunyi, penuh pesona dan rahasia. Kadang nampak bintang meluncur lalu lenyap membuat kita bertanya-tanya apa sebenarnya yang ter jadi jauh di atas itu. Benarkah pendapat kuno bahwa setiap bintang itu mewakili seorang manusia. Agaknya pendapat kuno ini berlebihan. Buktinya banyak bintang yang sudah beratus tahun masih nampak cemerlang di angkasa sedangkan manusia sudah berganti beberapa generasi. Apakah di bintang itu terdapat mahluk hidup" Mungkin, siapa tahu. Tuhan Maha Kuasa, maka tidak ada hal yang tidak mungkin. Kalau Tuhan menghendaki, mungkin saja di antara bintang-bintang itu ada bintang yang seperti dunia kita ini.
Malam yang indah. Akan tetapi malam yang mencekam bagi para penjaga di istana. Beberapa orang melihat berkelebatnya bayangan orang di luar kamar tidur Kaisar. Akan tetapi ketika diperiksa, ternyata tidak ada siapa-siapa. Ketika mendengar laporan para penjaga itu, Keng Han dan Cu In siap siaga dengan penuh kewaspadaan. Keng Han menyuruh para perajurit Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
277 pengawal untuk mengepung kamar tidur kaisar, sedangkan dia sendiri bersama Cu In sudah melayang naik ke atas atap, menjaga kalau-kalau ada yang menyerbu dari atas. Penjagaan itu demikian ketatnya sehingga siapapun yang akan memasuki kamar kaisar, dari luar maupun dari atas, pasti akan ketahuan. Kecuali kalau ada yang masuk melalui bawah tanah, suatu hal yang tidak mungkin.
Tengah malam tiba. Bintang-bintang semakin jelas kelihatan, membuat Keng Han dan Cu In yang berada di atas atap menjadi kagum bukan main. Terutama sekali Keng Han. Sudah sering dia melihat malam penuh bintang, akan tetapi entah bagaimana, belum pernah nampak seindah malam ini. Dia tersenyum seorang diri, maklum mengapa hatinya demikian tenteram dan bahagia, walaupun menghadapi tugas yang berbahaya. Bukan lain karena Cu In berada di situ, di dekatnya!
Terdengar bunyi langkah dua losin perajurit pengawal datang dari arah luar. Mereka itu adalah seregu perajurit pengawal yang datang untuk menggantikan para perajurit yang sudah berjaga sejak sore tadi. Setelah komandan perajurit yang baru datang menerima laporan dari komandan perajurit yang diganti bahwa tadi nampak bayangan mencurigakan berkelebat akan tetapi kini suasana aman dan tenang dan bayangan itu tidak dapat ditemukan.
gMungkin hanya bayangan burung yang terbang lewat, h komandan itu menutup
keterangannya kepada komandan yang baru. gBetapapun juga, harap menjaga dengan hati-hati dan waspada. h gDia tidak menceritakan bahwa Keng Han dan Cu In berada di atas atap karena dia sendiri tidak tahu di mana dua orang peagawal pribadi kaisar itu bersembunyi.
Pergantian pengawal sudah dilakukan dan para perajurit pengawal yang baru nampak masih segar dan mereka mengepung kamar kaisar, bahkan kadang melakukan perondaan di sekeliling tempat itu.
Keng Han dan Cu In mendengar suara mereka dan melongok ke bawah. Mereka tahu bahwa ada pergantian pengawal, maka mereka tidak mengacuhkan lagi.
Tak lama kemudian mereka mendengar suara gedebak-gedebuk seperti orang jatuh. gCu In, cepat kau periksa di bawah, biar aku yang menjaga di sini! h kata Keng Han. Cu In melayang turun dan terkejutlah ia melihat beberapa orang perajurit pengawal menyerang kawankawannya sendiri! Dia sama sekali tidak tahu bahwa di antara dua losin perajurit itu, yang empat belas orang adalah anak buah Pek-lian-pai yang menyamar sebagai perajurit, dan juga dua orang datuk sesat, Tung-hai Lo-mo dan Lam-hai Koai-jin! Melihat sepuluh orang perajurit diserang oleh perajurit yang lain dan empat orang sudah roboh tak bergerak lagi Cu In berseru, gTahan....!! h
Akan tetapi, para perajurit penyerang itu bahkan menyerangnya dan seorang di antara mereka yang memegang ruyung berseru, gLo-mo, cepat bergerak dari atas! h
Tung-hai Lo-mo mengenal Cu In yang bercadar. Tahu betapa lihainya wanita itu, dia menyerahkannya kepada Lam-hai Koai-jin dan selosin anak buah Pek-lian-pai. Maka mendengar seruan Lam-hai Koai-jin, Tung-hai Lo-mo segera meloncat naik ke atas atap.
Diperhitungkannya, kalau memasuki kamar lewat atap tentu tidak ada yang tahu dan kalau dia dapat membunuh kaisar dengan tangannya sendiri, tentu pahalanya besar dan Pangeran Tao Seng akan memberi hadiah yang besar.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
278 Akan tetapi, begitu kakinya menginjak atap, terdengar bentakan yang mengejutkan hatinya.
gBerhenti, siapa engkau" h
Kiranya Keng Han sudah berdiri di depannyai Dia segera mengenal Keng Han, akan tetapi pemuda itu sendiri tidak mengenalnya karena kakek Itu memakai samaran sebagai seorang perajurit biasa. Melihat Keng Han menghadang dengan pedang bengkok di tangan, Tung-hai Lo-mo segera menggerakkan tombaknya. Sebagai perajurit tentu saja dia tidak mungkin membawa-bawa dayungnya, maka dia memilih memegang tombak daripada lain senjata karena tombak itu dapat dipergunakan sebagai senjata dayungnya.
Melihat perajurit itu menyerangnya dengan tombak, Keng Han menangkis dengan pedang bengkoknya. gTranggg....! Keduanya terdorong mundur tiga langkah. Keng Han terkejut.
Orang, yang dikirim ayahnya untuk membunuh kaisar ini ternyata lihhai dan memiliki tenaga sunkang yang kuat!
Maka dia pun mengerahkan tenaganya dan segera mainkan pedangnya dengan ilmu silat Hong-in-bun-hoat. Pedang itu menyambar-nyambar dengan gerakan aneh seperti mencorat-coret di udara membuat huruf-huruf, akan tetapi akibatnya hebat, Tung-hai Lo-mo segera terdesak mundur. Datuk sesat ini berpikir bahwa kalau bertempur di atas, berbahaya baginya.
Selain atap itu licin dan miring, juga dia tidak mempunyai kawan. Kalau di bawah terdapat selosin anak buah Pek-lian-pai dan ada pula Lam-hai Koai-jin. Maka, dia membabatkan tombaknya menyerampang kedua kaki lawan. Ketika Keng Han meloncat untuk
menghindarkan sambaran tombak, kesempatan ini dipergunakan oleh Tung-hai Lomo untuk meloncat turun ke bawah!
Pembunuh jahat, engkau hendak lari ke mana" bentak Keng Han dan dia pun meloncat ke bawah melakukan pengejaran. Melihat Keng Han meloncat turun. Tung-hai Lo-mo
menggunakan tombaknya menyambut dengan tusukan yang cepat dan kuat sekali. Akan tetapi Keng Han sudah waspada dan melihat lawannya menyambutnya dengan tusukan, dia pun memutar pedang bengkoknya untuk melindungi tubuhnya.
Trang-tranggg.... Bunga api berpercikan ketika kedua senjata itu bertemu dan mereka segera bertanding lagi dengan serunya.
Sementara itu, pertandingan antara Cu In melawan Lam-hai Koai-jin juga berlangsung seru.
Akan tetapi karena Cu In membantu para perajurit pengawal yang diserang oleh orang-orang Pek-lian-pai yang menyamar, ia jadi terkeroyok dan ruyung di tangan Lam-hai Koai-jin membuatnya terdesak. Akan tetapi dengan sabuk suteranya, gadis ini berhasil merobohkan lima orang anak buah Pek-lian-pai sehingga kini jumlah mereka tinggal tujuh orang lagi dan mereka itu dapat dilawan para perajurit pengawal yang tulen dan Cu In hanya menghadapi Lam-hai Koal-jin seorang saja!
Lam-hai Koai-jin adalah seorang datuk selatan yang gendut pendek. Permainan ruyungnya menggiriskan. Senjata berat itu dapat dia gerakkan dengan cepat sehingga mengeluarkan suara berdesing-desing. Namun, lawannya adalah Cu In yang memiliki ginkang yang luar biasa. Kecepatan gerakan Cu In membingungkan Lam-hai Koai-jin. Sabuk sutera putih yang dimainkan Cu In bagaikan kilat menyambar-nyambar, atau bagaikan seekor naga bermain di angkasa. Ujungnya melecut dan menotok sehingga datuk gendut pendek itu seolah terkepung oleh belasan ujung sabuk yang menyerangnya secara bertubi-tubi. Baik Tung-hai Lo-mo maupun Lam-hai Koai-jin kini maklum bahwa usaha mereka mengalami gangguan. Apalagi Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
279 kini berdatangan pasukan pengawal lain yang mendengar akan perkelahian itu dan mereka datang berbondong-bondong untuk membantu teman-teman mereka. Melihat ini, Tung-hai Lo-mo berseru, Lari....! Dia sendiri sudah meloncat jauh ke belakang untuk melarikan diri.
Lam-hai Koai-jin juga meloncat jauh mengikuti jejak kawannya. Para anak buah mereka juga ingin lari, akan tetapi kini bantuan sudah datang dan mereka terkepung dengan ketat sehingga tak lama kemudian, dua belas orang anak buah Pek-lian-pai yang menyamar sebagai perajurit pengawal itu dapat dirobohkan. Di antara mereka ada yang belum tewas dan hanya terluka, maka yang terluka lalu ditawan.
Pintu yang menuju ke kamar tidur kaisar terbuka dari dalam. Dua orang thaikam muncul.
Mereka tadi mendengar suara ribut-ribut di luar kamar, maka mereka membuka pintu untuk melihat apa yang terjadi. Kaisar pun sudah terjaga dari tidurnya dan memerintahkan thaikam untuk memeriksa keadaan di luar.
Para pembunuh menyamar sebagai perajurit pengawal datang menyerang, akan tetapi mereka semua sudah tertangkap! Keng Han melapor kepada para thaikam dan mereka itu dapat melapor kepada Kaisar.
Siapa yang menyuruh kalian" Hayo cepat katakan! Keng Han membentak kepadaempat orang penyerbu yang terluka dan sudah diikat kedua tangannya. Akan tetapi empat orang itu diam saja tidak mau menjawab.
Katakan kalian dari golongan apa" tanya lagi Keng Han.
Seorang di antara mereka kini mengangkat muka memandang kepada Keng Han dan
menjawab singkat. Kami anggauta Thian-li-pang!
Keng Han dan Cu In terkejut sekali. Anggauta Thian-li-pang" Mereka teringat kepada Han Li yang berada di rumah Pangeran Mahkota. Gadis itu puteri ketua Thian-li-pang!
Mungkin mereka berbohong. Kita undang Han Li ke sini untuk mengenali mereka. kata Cu In dan Keng Han menyetujui. Keadaan kini sudah aman. Tidak mungkin ada pembunuh yang dapat masuk dari luar istana yang sudah dijaga ketat oleh pasukan. Kalau tadi mereka kebobolan adalah karena para penjahat itu menyamar sebagai perajurit-perajurit pengawal istana.
gBenar, di sini sudah aman. Kita serahkan para perajurit untuk menjaga keamanan selanjutnya dan kita harus cepat pergi ke rumah Pangeran Mahkota. Siapa tahu mereka membutuhkan bantuan. h kata Keng Han.
Keduanya lalu pergi meninggalkan istana. Dari para penjaga di luar istana mereka mendapat kabar bahwa dua orang pembunuh yang lihai dan menyamar sebagai perajurit-perajurit itu telah berhasil lolos. Mereka tidak mempedulikannya lagi. Penjahat-penjahat itu pasti tidak berani masuk kembali ke istana, pikir mereka. Dengan cepat mereka lalu menuju ke istana Pangeran Tao Kuang.
Di istana ini pun terjadi keributan. Menjelang tengah malam, ada bayangan tiga belas orang memasuki istana lewat pagar tembok dibelakang taman. Mereka segera ketahuan karena penjagaan sudah diatur dengan ketat dan terjadi pertempuran antara tiga belas orang itu dengan para perajurit. Akan tetapi tiga belas orang itu ternyata lihai, terutama sekali seorang Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
280 di antara mereka seorang kakek yang memegang pedang. Banyak Perajurit penjaga roboh di tangan kakek ini yang bukan lain adalah Swat-hai Lo-kwi. Akan tetapi Pangeran Tao Kuang segera dilapori penjaga dan Tao Kwi Hong bersama ibunya Liang Siok Cu, ditemani pula oleh Han Li dan Kai-ong Lu Tong Ki dengan cepat pergi ke tempat di mana terjadi pertempuran, yaitu di taman bunga. Sedangkan Pangeran Tao Kuang sendiri yang nyawanya terancam, telah masuk ke dalam kamar rahasia yang tidak akan dapat ditemukan orang luar.
Swat-hai Lo-kwi mengamuk dan dia mencari kesempatan untuk menerobos masuk ke dalam istana itu mencari Pangeran Tao Kuang. Pedangnya membabat ke sana sini.
gTranggg....! h tiba-tiba pedangnya bertemu dengan sebatang tongkat bambu. Biarpun hanya tongkat bambu, ternyata mampu membuat pedang di tangan Swat-hai Lo-kwi terpental dan tangannya terasa panas. Datuk sesat ini segera memandang penuh perhatian kepada penangkisnya dan ternyata yang menangkis pedangnya adalah seorang kakek tinggi kurus berpakaian tambal-tambalan dan memegang sebatang tongkat bambu, berdiri sambil tertawa bergelak dan mengelus jenggotnya dengan tangan kiri.
gHa-ha-ha-ha-ha! Kiranya Swat-hai Lo-kwi yang memimpin penyerbuan ini. Tidak aneh kalau Swat-hai Lo-kwi dapat diperalat kaum pemberontak, tentu dengan janji pahala yang muluk-muluk! h kata Kai-ong Lu Tong Ki.
gKai-ong, jangan mencampuri urusanku. Apakah engkau telah menjadi anjing peliharaan penjajah Mancu" h
gHeh-heh-heh, tidak perlu engkau berpura-pura bersikap sebagai seorang patriot yang mencinta tanah air dan bangsa. Aku, Kai-ong, sudah lama mengenal isi perutmu! h gKeparat, mampuslah engkau! h Swathai Lo-kwi menyerang dengan tangan kirinya, memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Kai-ong. Pukulan ini bukan sembarang serangan, melainkan serangan maut karena tangan itu terisi tenaga sakti yang amat dingin.
gHaiiiiit....,! h Swat-hai Lo-kwi mengeluarkan tenaga saktinya sambil memekik dahsyat.
gHemmm....! h Kai-ong juga mengerahkan tangan kirinya, menyambut pukulan tangan terbuka dengan tangannya sendiri.
gDesssss....! h Kedua tangan bertemu dengan dahsyatnya. Akibatnya, Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Kai-ong yang bergoyang-goyang saja tubuhnya akan tetapi dapat bertahan sehingga tidak sampai terdorong mundur.
gHaiiiiit! h Kembali Swat-hai Lo-kwi memekik dan kini pedangnya menyambar. Kai-ong juga menggerakkan tongkat bambunya dan kedua orang tua ini sudah saling serang dengan hebatnya. Gerakan mereka tidak cepat, bahkan nampak lamban, akan tetapi setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat, menyambar-nyambar bahkan terasa oleh mereka yang berada dalam jarak tiga meter dari mereka.
Sementara itu, Kwi Hong dan ibunya Liang Siok Cu, dibantu oleh Han Li, sudah mengamuk menghadapi dua belas orang anak buah Pat-kwa-pai yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Para perajurit penjaga merasa lega dengan munculnya tiga orang wanita ini dan mereka segera membantu dengan pengeroyokan.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
281 Liang Siok Cu menggunakan senjata sebuah tongkat kecil. Ia adalah seorang ahli tiam-hiat-to (menotok jalan darah) dan tongkatnya merupakan senjata andalannya karena tongkat itu menyambar-nyambar mengarah jalan darah para lawannya. Tak lama kemudian, dua orang anak buah Pat-kwa-pai sudah roboh tak berkutik terkena totokan tongkat nyonya selir Pangeran Mahkota itu. gHeh-heh-heh, tidak perlu engkau berpura-pura bersikap sebagai seorang patriot yang mencinta tanah air dan bangsa. Aku, Kai-ong, sudah lama mengenal isi perutmu! h
gKeparat, mampuslah engkau! h Swathai Lo-kwi menyerang dengan tangan kirinya, memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Kai-ong. Pukulan ini bukan sembarang serangan, melainkan serangan maut karena tangan itu terisi tenaga sakti yang amat dingin.
gHaiiiiit....,! h Swat-hai Lo-kwi mengeluarkan tenaga saktinya sambil memekik dahsyat.
gHemmm....! h Kai-ong juga mengerahkan tangan kirinya, menyambut pukulan tangan terbuka dengan tangannya sendiri.
gDesssss....! h Kedua tangan bertemu dengan dahsyatnya. Akibatnya, Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Kai-ong yang bergoyang-goyang saja tubuhnya akan tetapi dapat bertahan sehingga tidak sampai terdorong mundur.
gHaiiiiit! h Kembali Swat-hai Lo-kwi memekik dan kini pedangnya menyambar. Kai-ong juga menggerakkan tongkat bambunya dan kedua orang tua ini sudah saling serang dengan hebatnya. Gerakan mereka tidak cepat, bahkan nampak lamban, akan tetapi setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat, menyambar-nyambar bahkan terasa oleh mereka yang berada dalam jarak tiga meter dari mereka. Sementara itu, Kwi Hong dan ibunya Liang Siok Cu, dibantu oleh Han Li, sudah mengamuk menghadapi dua belas orang anak buah Pat-kwa-pai yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Para perajurit penjaga merasa lega dengan munculnya tiga orang wanita ini dan mereka segera membantu dengan pengeroyokan.
Liang Siok Cu menggunakan senjata sebuah tongkat kecil. Ia adalah seorang ahli tiam-hiat-to (menotok jalan darah) dan tongkatnya merupakan senjata andalannya karena tongkat itu menyambar-nyambar mengarah jalan darah para lawannya. Tak lama kemudian, dua orang anak buah Pat-kwa-pai sudah roboh tak berkutik terkena totokan tongkat nyonya selir Pangeran Mahkota itu. gHeh-heh-heh, tidak perlu engkau berpura-pura bersikap sebagai seorang patriot yang mencinta tanah air dan bangsa. Aku, Kai-ong, sudah lama mengenal isi perutmu! h
gKeparat, mampuslah engkau! h Swathai Lo-kwi menyerang dengan tangan kirinya, memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Kai-ong. Pukulan ini bukan sembarang serangan, melainkan serangan maut karena tangan itu terisi tenaga sakti yang amat dingin.
gHaiiiiit....,! h Swat-hai Lo-kwi mengeluarkan tenaga saktinya sambil memekik dahsyat.
gHemmm....! h Kai-ong juga mengerahkan tangan kirinya, menyambut pukulan tangan terbuka dengan tangannya sendiri. gDesssss....! h Kedua tangan bertemu dengan dahsyatnya. Akibatnya, Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Kai-ong yang bergoyang-goyang saja tubuhnya akan tetapi dapat bertahan sehingga tidak sampai terdorong mundur.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
282 gHaiiiiit! h Kembali Swat-hai Lo-kwi memekik dan kini pedangnya menyambar. Kai-ong juga menggerakkan tongkat bambunya dan kedua orang tua ini sudah saling serang dengan hebatnya. Gerakan mereka tidak cepat, bahkan nampak lamban, akan tetapi setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat, menyambar-nyambar bahkan terasa oleh mereka yang berada dalam jarak tiga meter dari mereka.
Sementara itu, Kwi Hong dan ibunya Liang Siok Cu, dibantu oleh Han Li, sudah mengamuk menghadapi dua belas orang anak buah Pat-kwa-pai yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Para perajurit penjaga merasa lega dengan munculnya tiga orang wanita ini dan mereka segera membantu dengan pengeroyokan.
Liang Siok Cu menggunakan senjata sebuah tongkat kecil. Ia adalah seorang ahli tiam-hiat-to (menotok jalan darah) dan tongkatnya merupakan senjata andalannya karena tongkat itu menyambar-nyambar mengarah jalan darah para lawannya. Tak lama kemudian, dua orang anak buah Pat-kwa-pai sudah roboh tak berkutik terkena totokan tongkat nyonya selir Pangeran Mahkota itu. gHeh-heh-heh, tidak perlu engkau berpura-pura bersikap sebagai seorang patriot yang mencinta tanah air dan bangsa. Aku, Kai-ong, sudah lama mengenal isi perutmu! h
gKeparat, mampuslah engkau! h Swathai Lo-kwi menyerang dengan tangan kirinya, memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Kai-ong. Pukulan ini bukan sembarang serangan, melainkan serangan maut karena tangan itu terisi tenaga sakti yang amat dingin.
gHaiiiiit....,! h Swat-hai Lo-kwi mengeluarkan tenaga saktinya sambil memekik dahsyat.
gHemmm....! h Kai-ong juga mengerahkan tangan kirinya, menyambut pukulan tangan terbuka dengan tangannya sendiri. gDesssss....! h Kedua tangan bertemu dengan dahsyatnya. Akibatnya, Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Kai-ong yang bergoyang-goyang saja tubuhnya akan tetapi dapat bertahan sehingga tidak sampai terdorong mundur.


Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gHaiiiiit! h Kembali Swat-hai Lo-kwi memekik dan kini pedangnya menyambar. Kai-ong juga menggerakkan tongkat bambunya dan kedua orang tua ini sudah saling serang dengan hebatnya. Gerakan mereka tidak cepat, bahkan nampak lamban, akan tetapi setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat, menyambar-nyambar bahkan terasa oleh mereka yang berada dalam jarak tiga meter dari mereka.
Sementara itu, Kwi Hong dan ibunya Liang Siok Cu, dibantu oleh Han Li, sudah mengamuk menghadapi dua belas orang anak buah Pat-kwa-pai yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Para perajurit penjaga merasa lega dengan munculnya tiga orang wanita ini dan mereka segera membantu dengan pengeroyokan.
Liang Siok Cu menggunakan senjata sebuah tongkat kecil. Ia adalah seorang ahli tiam-hiat-to (menotok jalan darah) dan tongkatnya merupakan senjata andalannya karena tongkat itu menyambar-nyambar mengarah jalan darah para lawannya. Tak lama kemudian, dua orang anak buah Pat-kwa-pai sudah roboh tak berkutik terkena totokan tongkat nyonya selir Pangeran Mahkota itu. gHeh-heh-heh, tidak perlu engkau berpura-pura bersikap sebagai seorang patriot yang mencinta tanah air dan bangsa. Aku, Kai-ong, sudah lama mengenal isi perutmu! h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
283 gKeparat, mampuslah engkau! h Swathai Lo-kwi menyerang dengan tangan kirinya, memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Kai-ong. Pukulan ini bukan sembarang serangan, melainkan serangan maut karena tangan itu terisi tenaga sakti yang amat dingin.
gHaiiiiit....,! h Swat-hai Lo-kwi mengeluarkan tenaga saktinya sambil memekik dahsyat.
gHemmm....! h Kai-ong juga mengerahkan tangan kirinya, menyambut pukulan tangan terbuka dengan tangannya sendiri.
gDesssss....! h Kedua tangan bertemu dengan dahsyatnya. Akibatnya, Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Kai-ong yang bergoyang-goyang saja tubuhnya akan tetapi dapat bertahan sehingga tidak sampai terdorong mundur.
gHaiiiiit! h Kembali Swat-hai Lo-kwi memekik dan kini pedangnya menyambar. Kai-ong juga menggerakkan tongkat bambunya dan kedua orang tua ini sudah saling serang dengan hebatnya. Gerakan mereka tidak cepat, bahkan nampak lamban, akan tetapi setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat, menyambar-nyambar bahkan terasa oleh mereka yang berada dalam jarak tiga meter dari mereka.
Sementara itu, Kwi Hong dan ibunya Liang Siok Cu, dibantu oleh Han Li, sudah mengamuk menghadapi dua belas orang anak buah Pat-kwa-pai yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Para perajurit penjaga merasa lega dengan munculnya tiga orang wanita ini dan mereka segera membantu dengan pengeroyokan.
Liang Siok Cu menggunakan senjata sebuah tongkat kecil. Ia adalah seorang ahli tiam-hiat-to (menotok jalan darah) dan tongkatnya merupakan senjata andalannya karena tongkat itu menyambar-nyambar mengarah jalan darah para lawannya. Tak lama kemudian, dua orang anak buah Pat-kwa-pai sudah roboh tak berkutik terkena totokan tongkat nyonya selir Pangeran Mahkota itu.
Kwi Hong mengamuk lebih hebat lagi. Dengan pedangnya ia mainkan Ngo-heng Sin-kiam dan lawan-lawannya menjadi repot melindungi dirinya dari sambaran pedang yang ampuh itu.
Tak lama kemudian tiga orang lawan telah dapat dirobohkan oleh pedang di tangan Kwi Hong.
Han Li memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi dibandingkan Kwi Hong atau ibunya. Ia telah mewarisi banyak ilmu silat dari ayah dan ibunya. Akan tetapi menghadapi para penyerbu ini, ia menyerang mereka dengan setengah hati. Bahkan ia tidak mencabut pedangnya, melainkan hanya membagi-bagi tamparan dan tendangan saja. Namun, biarpun ia tidak bermaksud membunuh orang-orang yang menentang penjajah, tamparan, dan tendangan sudah cukup membuat empat orang terpelanting roboh. Para perajurit mengeroyok tiga orang sisa para penyerbu dan mereka pun roboh menjadi korban senjata para perajurit. Sekarang tinggal Swat-hai Lo-kwi seorang yang masih bertanding melawan Kai-ong. Ketika Kwi Hong hendak membantu kakek itu, lengannya dipegang Han Li.
Jangan, Suhu tidak memerlukan bantuan. Dia tidak akan kalah.
Mendengar ucapan Han Li itu, Kwi Hong menghentikan gerakannya. Gadis yang suka bertualang di dunia kang-ouw ini mengerti bahwa banyak tokoh besar persilatan tidak suka Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
284 dibantu apabila sedang bertanding satu lawan satu, tidak mau bersikap curang melakukan pengeroyokan. Maka, membantunya dapat juga diartikan penghinaan. Ia pun berdiri menonton pertandingan yang hebat itu.
Akan tetapi sekarang ternyata betapa perlahan-lahan Swat-hai Lo-kwi terdesak hebat oleh tongkat Kai-ong. Mereka bergerak cepat sekali. Yang nampak hanya dua gulungan sinar pedang dan sinar tongkat. Tiba-tiba terdengar suara nyaring gtranggg....! h dan sesosok tubuh mencelat keluar dari medan pertandingan. Yang meloncat itu adalah Swat-hai Lokwi dan dari bibir sebelah kiri mengalir darah dan tangannya menekan dadanya. Jelas bahwa dia telah terkena tongkat itu pada dadanya sehingga menderita luka dalam.
gSekarang aku mengaku kalah, Kai-ong. Akan tetapi akan datang saatnya aku membalas kekalahan ini! h Dan dia pun sudah melompat jauh, melarikan diri dalam kegelapan malam.
Setelah semua musuh tidak dapat melakukan gerakan lagi, dua belas orang itu ada yang tewas dan ada yang hanya terluka, Pangeran Tao Kuang lalu diberi tahu. Pangeran itu keluar dari tempat persembunyiannya. Dia memerintahkan pengawal untuk menyeret seorang di antara mereka yang terluka dan dibawa ke depan Pangeran Tao Kuang.
gKamu datang dari perkumpulan mana" h
gDari Thian-li-pang! h jawab orang itu dengan lantang.
gBohong! h bentak Yo Han Li sambil menghampiri orang itu. gKalau engkau dari Thian-li-pang, coba katakan siapa aku ini! h
Orang itu memandang kepada Han Li dan tidak menjawab.
gHayo katakan, siapa aku! h kembali Han Li membentak dan kini gadis yang marah itu telah mencabut pedangnya dan menodongkan ke dada orang itu.
Orang itu menjadi pucat wajahnya, lalu menggeleng kepalanya dan menjawab,
gTidak....tidak tahu.... h
gNah, Paman Pangeran, jelas bahwa dia berbohong ketika mengaku sebagai anggauta Thian-li-pang. h Setelah berkata demikian, pedangnya membuat gerakan.
gBret-bret-bret....! h Baju bagian dada orang itu terbuka sehingga di bawah sinar lampu dapat terlihat jelas di dada itu ada cacahan gambar pat-kwa (segi delapan).
gDia dari Pat-kwa-pai! h seru Kwi Hong yang mengenal tanda gambar itu.
Han Li mengangguk. gBenar. Aku mendengar bahwa di Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai terdapat pasukan berani mati. Sampai mati pun mereka tidak mau mengaku bahwa mereka murid Pat-kwa-pai, maka sengaja tadi dia menyebut Thian-li-pang untuk mengalihkan kesalahan kepada Thian-li-pang. h
Pangeran Tao Kuang mengangguk-angguk dan memerintahkan para pengawal untuk
menyingkirkan mayat-mayat itu dan untuk menawan mereka yang masih hidup.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
285 Pada saat itulah muncul Keng Han dan Cu In. Melihat pangeran berada di taman bersama Kwi Hong, ibunya dan Han Li. bersama gurunya, juga melihat banyak orang menggeletak berserakan di tempat itu mereka dapat menduga bahwa penyerangan terhadap diri Pangeran Mahkota juga telah dapat digagalkan.
gMereka mengaku dari perkumpulan apa" h tanya Keng Han.
gAda yang mengaku dari Thian-li-pang, akan tetapi nona Yo Han Li telah membuktikan bahwa mereka adalah anak buah Pat-kwa-pai. Lihat tanda di dadanya itu. h
Keng Han dan Cu In melihat tanda gambar pada dada orang itu dan Cu In mengangguk-angguk. gSudah kami duga! Akan tetapi kami tidak menduga bahwa ada tanda gambar perkumpulan mereka di dada. Orang-orang yang menyerbu ke istana juga mengaku dari Thian-li-pang. h
Ah, kita harus dapat membuktikan bahwa mereka bukan dari Thian-li-pang. kata Han Li.
Aku harus menjadi saksi di sana.
Untuk itulah kami datang ke sini. Selain untuk melihat keadaan di sini juga untuk menjemput engkau adik Han Li. Hanya engkau yang dapat memastikan bahwa mereka bukan dari Thian-li-pang. Baik, mari kita berangkat. kata Han Li tegas. Gadis ini tentu saja ingin membersihkan nama perkumpulannya dari fitnah yang dilontarkan para calon pembunuh kaisar dan pangeran itu.
Setelah mereka tiba di istana, seorang penyerbu yang terluka yang tadi mengaku dari Thian-lipang, dibawa menghadap Han Li yang telah diterima menghadap Kaisar sendiri. Orang itu didorong dan dipaksa berlutut di depan Kaisar. Han Li lalu menghampiri orang itu dan bertanya, Engkau dari perkumpulan apa"
Orang itu menjawab tanpa ragu-ragu lagi, Dari Thian-li-pang! Han Li lalu bertanya sambil mencabut pedangnya, ditodongkan ke arah dada orang itu. Kalau engkau dari Thian-lipang, katakan siapakah aku"
Orang itu berdongak memandang wajah Han Li. Akan tetapi dia tidak mengenalnya dan menggeleng kepala sambil berkata, Saya tidak tahu.
Han Li memberi hormat kepada Kaisar. Nah, Yang Mulia. Orang ini jelas berbohong. Kalau dia orang Thian-li-pang pasti dia mengenal siapa hamba. Hamba adalah puteri ketua Thian-lipang.
Setelah berkata demikian, pedangnya bergerak beberapa kali dan baju di bagian dada tawanan itu pun robek-robek. Semua orang memandang dan melihat cacahan gambar berbentuk bunga teratai di dada itu.
Dia seorang anggauta Pek-lian-kauw, Yang Mulia. kata Han Li.
Benar, dia anggauta Pek-lian-kauw! kata Cu In. Sekarang bagi mereka jelaslah bahwa selosin anak buah yang menyerbu istana adalah anak buah Pek-lian-pai sedangkan selosin yang menyerbu istana pangeran adalah anggauta Pat-kwa-pai! Maka terhapuslah dugaan bahwa Thian-li-pang yang mengirim orang-orangnya untuk membunuh kaisar dan pangeran Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
286 mahkota. Akan tetapi sudah terlanjur tersiar berita yang datangnya dari para pengawal yang menjadi saksi ketika tawanan-tawanan itu mengaku bahwa mereka orang Thian-li-pang sehingga umum berpendapat bahwa Thian-li-pang sudah mulai dengan pemberontakannya dan mengutus orang-orangnya untuk membunuh kaisar dan pangeran mahkota.
Setelah membuka rahasia para penyerbu itu di depan Kaisar sendiri, Keng Han dan Cu In berpamit kepada kaisar. Kaisar hendak memberi hadiah kepada mereka dan memberi anugerah pangkat, namun keduanya dengan hormat dan halus menolaknya. Mereka keluar dari istana dan waktunya sudah jauh lewat tengah malam.
Mendadak mereka melihat panah api diluncurkan orang di udara. gApa itu" h tanya Cu In.
gPanah api! h Tentu menjadi suatu tanda yang dilakukan orang di dalam kota raja untuk mereka yang berada di luar kota raja. Aku khawatir penyerbuan akan dimulai. h gKenapa khawatir" Bukankah menurut Pangeran Mahkota, semua itu telah di aturnya dengan baik" Kita melihat saja. Kalau memang mereka menyerbu dan kota raja terancam, kita berdua membantu. h
gKau benar, Cu In. Biarpun yang menggerakkan semua ini ayah kandungku sendiri, akan tetapi terpaksa aku harus menentangnya. Dia memberontak untuk dapat merampas tahta kerajaan dengan cita-cita menjadi kaisar! Andaikata yang memberontak itu para pejuang bangsa Han, , biarpun aku keturunan Mancu dan Khitan, aku tidak akan membantu siapa-siapa. h
Cu In mengangguk. gAku setuju sekali dengan pendapatmu itu, Keng Han. pernberontak dilakukan oleh orang-orang yang berambisi mengangkat diri sendiri menjadi penguasa, dan mereka telah mengnggunakan tokoh-tokoh sesat dan kumpulan-perkumpulan jahat seperti Pek- lian-pai dan Pat-kwa- pai. Kalau Thian-li-Pai yang bergerak, tentu bukan menggunakan cara ini dan di belakangnya tentu mendapat dukungan rakyat jelata. Mari kita melihat lagi ke istana Pangeran Mahkota untuk mendapat petunjuk dari pangeran. h
Keduanya berlari cepat menuju ke istana Pangeran Tao Kuang. Ternyata mereka semua tidak beristirahat melainkan berkumpul di ruangan depan, juga menanti sesuatu yang pasti akan terjadi.
gKami melihat panah api diluncurkan ke udara. h kata Keng Han setelah mereka berdua menghadap sang pangeran.
gKami juga sudah mengetahui. Tentu itu merupakan tanda bagi pemberontak yang berada di dalam kota raja. Semua telah diatur oleh The Ciang-kun. Dia telah mengetahui semua siasat pemberontak dan sudah siap siaga menghadapi pemberontak, baik di dalam kota raja maupun yang berada di luar. h
Terkejut Cu In mendengar bahwa yang memimpin pertahanan adalah The-Ciang
kun. hApakah yang dimaksutkan itu adalah ciangkun yang bernama The Sun Tek" h tanyanya.
gBenar, h jawab Pangeran Tao Kuang. gDia adalah seorang panglima besar yang pandai Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
287 ilmu silat dan ilmu perang, dan juga setia. Apakah engkau mengenalnya, Nona" h gSaya mengenalnya dengan baik, Pangeran. h kata Cu In.
gBagus, kalau begitu kalian pergilah membantunya. Nona Yo Han Li dan Kai-ong biar tetap di sini untuk menjaga kemungkinan penyerbuan mata-mata musuh. h
gBaik, h kata Keng Han dan Cu In. Mereka lalu keluar dari, istana itu. gCu In, benarkah engkau mengenal Panglima The itu" h
gTentu saja mengenalnya. Dia itu ayah kandungku. h kata Cu In terus terang.
gEhhh...." h Keng Han menghentikan langkahnya dan memandang Cu In. Wajah bercadar itu hanya nampak garis-garisnya saja dalam malam yang hanya diterangi bintang-bintang itu.
gBukankah engkau pernah bercerita kepadaku bahwa ayah ibumu sudah mati terbunuh musuh, dan engkau mencari musuh itu" h
gMemang benar, akan tetapi belum waktunya aku menceritakan kepadamu. Lihat, di sana sudah terjadi pertempuran! h Mereka lari ketempat itu dan ternyata yang bertempur itu adalah pasukan anak buah Panglima Ciu yang mempertahankan benteng mereka yang sudah dikepung pasukan anak buah Panglima The. Sementara- itu, tempat persembunyian pasukan Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai di luar kota raja juga sudah ditemukan para penyelidiki dan begitu ada tanda panah api, sebagian pasukan Panglima The yang sudah mengepung tempat itu bertindak menyerbu.
Tiba-tiba terdengar suara lantang. gPanglima Ciu! Di sini Panglima The dengan semua pasukannya yang kuat.
Lebih baik engkau menyerah karena semua persekutuanmu dengan pihak pemberontak telah kami ketahui. Heiii, para perajurit dalam benteng! Kalau kalian tidak menyerah, tentu kalian semua akan mati ditumpas pasukan kami! h
Mendengar seruan ini, banyak pasukan dari benteng berlari keluar tanpa membawa senjata dan merigacungkan kedua tangan ke atas. Mereka membiarkan diri mereka ditangkap dan ditawan. Panglima Ciu yang maklum bahwa terlibatnya dalam persekutuan pemberontak itu tentu tidak akan mendapat pengampunan, dengan nekat memimpin anak buahnya yang masih setia untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi karena kalah banyak jumlahnya juga para anak. buahnya sudah kehilangan semangat, dengan mudah pasukannya dapat dihancurkan dan Panglima Ciu sendiri dengan pedang di tangan menyerang Panglima The. Cu In dan Keng Han melihat ini dan mereka tidak memberi bantuan karena melihat bahwa pasukan Panglima The jauh lebih kuat dari pada musuh. Juga ketika Panglimai Ciu bertanding melawan Panglima The, Cu In hanya menonton tidak membantu ayah kandungnya. Memang tidak perlu dibantu karena belum sampai lima puluh jurus, pedangnya sudah menyambar dan memenggal leher Panglima Ciu.
gMemang benar, akan tetapi belum waktunya aku menceritakan kepadamu. Lihat, di sana sudah terjadi pertempuran! h Mereka lari ke tempat itu dan ternyata yang bertempur itu adalah pasukan anak buah Panglima Ciu yang mempertahankan benteng mereka yang sudah dikepung pasukan anak buah Panglima The. Sementara- itu, tempat persembunyian pasukan Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai di luar kota raja juga sudah ditemukan para penyelidiki dan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
288 begitu ada tanda panah api, sebagian pasukan Panglima The yang sudah mengepung tempat itu bertindak menyerbu.
Tiba-tiba terdengar suara lantang. gPanglima Ciu! Di sini Panglima The dengan semua pasukannya yang kuat.
Lebih baik engkau menyerah karena semua persekutuanmu dengan pihak pemberontak telah kami ketahui. Heiii, para perajurit dalam benteng! Kalau kalian tidak menyerah, tentu kalian semua akan mati ditumpas pasukan kami! hMendengar seruan ini, banyak pasukan dari benteng berlari keluar tanpa membawa senjata dan merigacungkan kedua tangan ke atas.
Mereka membiarkan diri mereka ditangkap dan ditawan. Panglima Ciu yang maklum bahwa terlibatnya dalam persekutuan pemberontak itu tentu tidak akan mendapat pengampunan, dengan nekat memimpin anak buahnya yang masih setia untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi karena kalah banyak jumlahnya juga para anak. buahnya sudah kehilangan semangat, dengan mudah pasukannya dapat dihancurkan dan Panglima Ciu sendiri dengan pedang di tangan menyerang Panglima The.
Cu In dan Keng Han melihat ini dan mereka tidak memberi bantuan karena melihat bahwa pasukan Panglima The jauh lebih kuat dari pada musuh. Juga ketika Panglimai Ciu bertanding melawan Panglima The, Cu In hanya menonton tidak membantu ayah kandungnya. Memang tidak perlu dibantu karena belum sampai lima puluh jurus, pedangnya sudah menyambar dan memenggal leher Panglima Ciu.
Seorang pembantunya mengangkat kepala Panglima Ciu tinggi-tinggi dengan sebatang tombak dan berseru. gHentikan perlawanan kalian. Panglima kalian telah tewas! h Mendengar dan melihat ini, para perajurit hilang nyalinya. Mereka membuang senjata dan menjatuhkan diri berlutut tanda menyerah.
Sementara itu, pertempuran yang terjadi di luar kota raja juga tidak berlangsung lama. Jumlah para pemberontak itu jauh lebih kecil dibandingkan pasukan pemerintah. Biarpun di antara mereka terdapat Gulam Sang yang dibantu Liong Siok Hwa dan beberapa orang tokoh Peklian-pai dan Pat-kwa-pai, namun karena dikeroyok banyak sekali orang, akhirnya Gulam Sang mengajak Liong Siok Hwa untuk melarikan diri! Demikianlah watak seorang yang licik.
Demi memperoleh kedudukan tinggi dia mau melakukan perbuatan apa pun, akan tetapi begitu melihat usahanya gagal, dia lebih dulu melarikan diri. Gulam Sang mengajak Siok Hwa melarikan diri ke Bu-tong-pai di mana dia menyamar sebagai Thian It Tosu, ketua Butong-pai yang tua itu. Liong Siok Hwa yang datang bersama Gulam Sang itu, diterima oleh para tokoh Bu-tong-pai dengan hormat. Bahkan setelah Thian It Tosu muncul keluar dari tempat pertapaannya, dia mengumumkan kepada para anggauta bahwa mulai hari itu, Liong Siok Hwa diterima menjadi muridnya. Sebagai murid Thian It Tosu, tentu saja Siok Hwa boleh tinggal di perkampungan Bu-tong-pai sesuka hatinya.
Beberapa hari kemudian Bu-tong-pai kedatangan banyak tamu, antara lain Ji Wan-gwe, Swathai Lo-kwi, Tung-hai Lomo, Lam-hai Koai-jin dan banyak orang lagi. Mereka semua adalah pelarian, setelah kalah dan gagal dalam usaha mereka menyerbu istana dan membunuh kaisar dan putera mahkota. Thiat It Tosu menerima. mereka dengan senang hati dan mereka menjadi tamu-tamu kehormatan Bu-tong-pai. Mereka semua pergi ke Bu-tong-pai setelah kalah dan mereka berkumpul di situ pertama kali untuk menyembunyikan diri, kedua untuk dapat mengadakan pertemuan dan berunding.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
289 Dalam perundingan mereka, Ji Wangwe atau Pangeran Tao Seng menyesalkan para
pembantunya yang ternyata sama sekali gagal dalam tugas mereka.
gAkan tetapi semua kegagalan itu bukan kesalahan kami, melainkan karena rahasia kita telah bocor dan pihak musuh mengetahui akan semua rencana kita. Aku yakin bahwa yang mengkhianati kita adalah Tao Keng Han! h
Tung-hai Lo-mo mengangguk dan berkata, gMemang benar. Kalau tidak ada pemuda itu tentu kami telah berhasil membunuh Kaisar! Pemuda itu telah mengkhianati Pangeran, ayahnya sendiri. h
Pangeran Tao Seng mengepal tinjunya. gKalau tahu akan begini jadinya ketika dia tertawan dulu, sudah kubunuh dia! h
gTidak ada gunanya Ayah marah-marah. Kita masih mempunyai rencana kedua. Kalau rencana ini berhasil, keadaan kita menjadi semakin kuat sehingga kita akan mampu mengobarkan pemberontakan. h
gHemmm, rencana apakah itu, Kongcu" h tanya Swat-hai Lo-kwi dan para tokoh lain yang juga ingin mengetahuinya.
gBegini, h kata Pangeran Tao Seng. gBu-tong-pai telah sepenuhnya kita kuasai. Dengan membonceng nama Bu-tong-pai kita dapat mengumumkan bahwa Bu-tongpai mengadakan pemilihan bengcu (pemimpin rakyat) baru. Tentu saja harus diusahakan agar supaya GuLam Sang yang. akan menang dan menjadi bengcu baru. Nah, kalau kedudukan bengcu sudah di tangan kita, kiranya akan mudah bagi kita untuk menggerakkan semua orang di dunia kangouw untuk mulai dengan gerakan pemberontakan yang besar. h
gPikiran yang bagus! Akan tetapi bagaimana dengan bengcu yang sekarang" h tanya Tung-hai Lo-mo.
gDalam pemilihan bengcu sepuluh tahun yang lalu, sebagian besar orang memilih Pendekar Tangan Sakti Yo Han yang kini menjadi ketua Thian-li-pang. Akan tetapi dia tidak bersedia menjadi ketua. Maka pilihan lalu dijatuhkan kepada Bhe Seng Kok, seorang pendekar Siauw-lim-pai. Nah, kalau kita hendak merampas kedudukan bengcu, lebih dulu kita harus singkirkan Bhe Seng Kok ini. Kalau bengcu yang lama sudah tewas, tentu harus diadakan pemilihan bengcu baru. Dan Bu-tong-pai yang akan mempelopori pemilihan itu. h kata Gulam Sang.
Semua orang memandang pemuda Tibet ini dengan kagum. Dia agaknya tahu akan segala peristiwa di dunia persilatan. gAkan tetapi siapa yang akan menyingkirkan ketua Bhe Seng Kok" Aku pun mendengar bahwa murid Siauw-lim-pai itu tangguh sekali! h
gAku yang akan melakukannya, dengan bantuan Tung-hai Lo-mo. Kalau kita berdua yang menghadapinya, aku tanggung dia akan tewas! h kata pula Gulam Sang.
Pangeran Tao Seng mengerutkan alisnya. gMurid Siauw-lim-pai" Ah, kalau sampai Siauw-lim-pai mengetahuinya dan memusuhi kita, akan celakalah. Kekuatan mereka besar sekali dan nama mereka sudah terkenal sehingga lain-lain aliran tentu akan berpihak kepada Siauw-lim-Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
290 pai. h gHarap Paduka tidak khawatir. Pembunuhan itu harus dilakukan dengan menggelap dan menyamar sehingga kalau pun ada yang melihatnya mereka tentu tidak akan mengenal kami.
Kami membunuh dengan alasan sebagai balas dendam musuh lama. Sebagai seorang pendekar, kalau sampai Bhe Seng Kok terbunuh oleh orang-orang yang mendendam, tentu tidak mengherankan semua orang dan hal itu wajar saja terjadi. h demikian kata Gulam Sang.
Mendengar ini, Pangeran Tao Seng menjadi lega hatinya dan dia menyerahkan saja urusan itu kepada anak angkat yang sudah dipercaya sepenuhnya itu. Dia tidak tahu bahwa kalau Gulam Sang masih setia kepadanya padahal perebutan tahta tidak berhasil, hal ini adalah karena Gulam Sang masih, membutuhkan harta kekayaan untuk membiayai rencananya. Setelah selesai perundingan itu, Swat-hai Lo-kwi dan Lam-hai Koai-jin berpamit untuk pulang ke tempat masing-masing dengan janji bahwa kelak pada pemilihan bengcu mereka pasti akan hadir dan siap membantu Gulam Sang. Tung-hai Lo-mo tinggal di situ untuk membantu Gulam Sang.
Keng Han meninggalkan istana dan kota raja bersama Cu In. Biarpun tidak berjanji keduanya ternyata melakukan perjalanan bersama dan setelah mereka berada jauh dari kota raja, Keng Han menunda langkahnya dan berhenti. Melihat ini Cu In juga berhenti melangkah. Keduanya saling pandang dan Keng Han bertanya, suaranya mengandung kekhawatiran kalau-kalau gadis itu akan meninggalkan dia lagi.
gCu In, ke manakah tujuan perjalananmu kali ini" hCu In tidak menjawab, menengok ke depan dan kanan kiri seperti orang mencari jawabannya dari pohon-pohon dan sawah ladang yang berada di kanan kirinya.
gDan engkau sendiri, Keng Han. Engkau hendak kemanakah" h akhirnya ia bertanya kembali tanpa menjawab pertanyaan pemuda itu.
Keng Han menghela napas panjang. gTujuan perjalananku meninggalkan Khitan adalah untuk mencari ayah kandungku dan mengajaknya pulang karena ibu sangat merindukannya.
Akan tetapi kenyataannya, ayahku seorang ambisius yang memberontak dan melakukan perbuatan jahat dengan usaha pembunuhan, pembunuhan itu. Bahkan sekarang ayah telah menjadi seorang pelarian dan buruan pemerintah, dan aku tidak tahu dia berada di mana. Aku tidak tahu ke mana harus pergi, dan aku akan mengikuti saja ke mana engkau pergi, Cu In. h Gadis itu menghela napas panjang, lalu duduk di atas sebuah batu di tepi jalan. Keng Han juga mengambil tempat duduk di depannya.
gAku sendiri belum tahu ke mana aku harus pergi" h kata Cu In.
gCu In, bukankah engkau mempunyai ayah dan ibu" Engkau berjanji akan menceritakan kepadaku tentang pengalamanmu. Dahulu engkau mengatakan bahwa engkau yatim piatu dan engkau hendak membalas dendam kepada pembunuh orang tuamu. Akan tetapi kemudian engkau mengatakan bahwa engkau telah bertemu dengan ayah bundamu. Bagaimanakah ini" h
Cu In menghela napas panjang lagi. Kalau bukan kepada Keng Han, ia segan menceritakan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
291 persoalan ayah ibunya. Akan tetapi ia amat tertarik dan percaya kepada Keng Han, maka ia merasa tidak tega untuk berbohong.
gSejak kecil sekali aku dipelihara subo (ibu guru) dan subo selalu mengatakan bahwa ayah ibuku telah terbunuh orang. Setelah aku dewasa, subo mengatakan kepadaku bahwa pembunuh ayah bundaku adalah The Sun Tek yang tinggal di kota raja. h
gAhhh....! h Keng Han berseru heran. gKau maksudkan The-ciangkun yang memimpin pembasmian pemberontak itu" h
gBenar, dialah orangnya. Aku dapat mencarinya di kota raja dan aku sudah siap untuk membunuhnya, akan tetapi The-ciangkun menceritakan tentang hubungannya dengan Ang Hwa Nio-nio. Ternyata bahwa suboku adalah bekas kekasih The Sun Tek, dan bahwa aku adalah puteri mereka berdua! Muncul guruku atau ibuku yang memaksa aku harus membunuh The Sun Tek. Karena aku sudah tahu bahwa aku anak The-ciangkun, maka aku tidak mau melakukannya. Subo marah dan hendak membunuhku, akan tetapi dicegah ayahku. Hatiku demikian sakit rasanya. Kiranya ibuku mendendam sedemikian hebatnya kepada ayahku sehingga ia mendidik aku sebagai muridnya hanya dengan maksud agar setelah dewasa aku akan membunuh ayahku sendiri! Pembalasan dendam yang amat keji. Karena hatiku sakit, aku lalu meninggalkan mereka. h
Keng Han mendengarkan penuh perhatian, menghela napas dan berulang kali menggeleng kepalanya. gDan bagaimana engkau dapat terlibat dalam keluarga Putera Mahkota" h gAku bertemu dengan adik Yo Han Li yang sekereta dengan Kwi Hong. Ia memanggilku dan mereka membujuk aku agar suka berkunjung ke rumah Kwi Hong. Demikianlah, maka aku berada di sana ketika engkau hendak membunuh Pangeran Mahkota. h
Kembali Keng Han menghela napas. gNasib kita hampir sama, Cu In. Engkau disuruh membunuh ayahmu oleh ibumu sendiri, dan aku hampir saja membunuh pangeran yang tidak bersalah. Engkau mendapat kenyataan betapa kejam ibumu, dan aku pun mendapat kenyataan betapa kejam ayahku. Hemmm, sekarang aku mulai mengerti mengapa Bi-kiam Nio-cu begitu membenci pria dan kalau ada pria mencintanya harus dibunuhnya. Tentu engkau pun demikian, bukan" h
gMemang suboku atau ibuku selalu mendidik kami agar membenci kaum pria.
Dikatakannya bahwa laki-laki itu semua palsu dan bohong, tukang bujuk rayu yang berbahaya, maka kami diharuskan menjauhkan diri dari laki-laki dan kalau ada laki-laki yang menggoda, harus dibunuh! Akan tetapi semenjak aku.... bertemu denganmu, pandanganku sudah berubah. Seperti juga wanita, laki-laki itu ada yang jahat dan ada yang baik. Apalagi setelah aku mengetahui mengapa ibu demikian membenci pria, aku tahu bahwa sebabnya hanya karena ia sakit hati dan dendam kepada seorang pria. h
gAkan tetapi, bagaimana ibumu dahulu sampai berpisah dari The-ciangkun" h
gAyahku dilarang orang tuanya mengambil ibuku seorang wanita kang-ouw sebagai isteri, dan dia sudah ditunangkan dengan wanita lain, seorang gadis bangsawan. Ayah membujuk ibu agar suka menjadi selir, akan tetapi ibu tidak mau dan mereka berpisah ketika ibuku sudah mengandung aku tiga bulan. h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
292 Keng Han merasa terharu dan ikut bersedih akan nasib gadis ini.
gAh, sekarang aku mengerti pula mengapa engkau menutupi mukamu dengan cadar. Tentu agar tidak terlihat pria sehingga kalau ada yang melihat dan menggodamu engkau akan terpaksa membunuhnya" h
Cu In mengangguk membenarkan. Pada saat itu terdengar seruan orang, gCu In....! Engkau di sini" Aku mencarimu ke mana-mana, kiranya engkau berada di sini. Sungguh aku girang sekali dapat menemukan anakku di sini! h
Keng Han dan Cu In menoleh dan ternyata yang mengeluarkan ucapan itu bukan lain adalah Panglima The Sun Tek! Cu In bangkit berdiri dan Keng Han juga bangkit berdiri.
gEngkau tentu pemuda bernama Tao Keng Han, aku sudah mendengar banyak tentang dirimu dan aku kagum sekali, orang muda. h
Keng Han memberi hormat pula. gSebaliknya saya pun mendengar bahwa berkat pimpinan Paman maka pemberontak dapat diruntuhkan. h
gDan ada urusan apakah engkau mencariku, Ciangkun" h tanya Cu In, suaranya dingin.
gAh, Cu In. Engkau adalah puteriku. Aku ayah kandungmu! Tentu saja aku mencarimu. h gIbuku sendiri tidak mengakui aku sebagai anaknya, maka ayahku juga sebaiknya demikian.
Biarlah aku menganggap diriku ini tidak mempunyai ayah dan ibu lagi.... h Dalam suaranya terkandung isak tangis.
gCu In, harap engkau tidak berpendirian seperti itu. Ayahmu adalah seorang yang terhormat, gagah dan terpandang. Dan dia sudah bersusah payah mencarimu. Aku sendiri, kalau ayahku bersikap sebaik ayahmu, tentu akan menyambutnya dengan bahagia sekali, h kata Keng Han membujuk.
gAkan tetapi apa artinya seorang ayah bagiku, tanpa seorang ibu" Ibuku memusuhi ayah, apakah aku harus mengkhianati ibuku" h Pertanyaan Cu In ini ditujukan kepada ayahnya.
gCu In, ketahuilah bahwa ibumu bersedia menghabiskan sisa hidupnya bersamaku, akan tetapi dengan satu syarat bahwa aku harus dapat mengajakmu pulang menemuinya. Karena itu, demi kebahagiaan kita, marilah kita pergi mengunjungi ibumu di Beng-san. h gAh, itu bagus sekali! Aku ikut merasa girang, Cu In. Aku mau menemanimu ke sana.
gSebaiknya kita semua ke sana, h kata The Sun Tek. gKai-ong dan muridnya juga sudah berangkat. Ketahuilah bahwa Bu-tong-pai mengundang semua orang kang-ouw untuk datang ke sana untuk mengadakan pemilihan bengcu baru. h
gBengcu baru" h tanya Keng Han heran. gLalu ke mana perginya bengcu yang
lama" h gEntahlah, itu pun menjadi pertanyaan dalam hatiku. Beng-san tidak jauh dari Butong-san. Setelah aku dapat memboyong isteriku, kita semua dapat singgah di Bu-tong-san untuk menghadiri pertemuan besar itu dan di sana tentu akan dapat terjawab mengapa diadakan pemilihan bengcu baru dan ke mana perginya bengcu yang lama. Bukankah yang Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
293 menjadi bengcu adalah Bhe Seng Kok, tokoh Siauw-lim-pai" h
gBenar, Paman. Saya pun mendengar bahwa bengcu yang sekarang bernama Bhe Seng Kok. h
gKalau begitu, mari kita berangkat, Cu In. Kita kunjungi ibumu dan aku akan
memboyongnya ke kota raja. Dari sana kita sekalian pergi ke Bu-tong-pai untuk melihat pemilihan bengcu baru. h
Akhirnya setelah dibujuk oleh Keng Han, Cu In mau juga pergi bersama ayahnya dan Keng Han. Mereka bertiga melakukan perjalanan ke Beng-san dan Cu In menjadi penunjuk jalan.
Dan selama dalam perjalanan ini, The Sun Tek mengerti dari sikap dan kata-kata Keng Han dan Cu In bahwa kedua orang muda ini saling menaruh hati! Akan tetapi dia diam-diam merasa girang karena diketahuinya bahwa Keng Han seorang pemuda yang baik sekali, walaupun dia itu putera Pangeran Tao Seng yang memberontak.
Bhe Seng Kok adalah seorang pria berusia empat puluh lima tahun dan tinggal di kota Cian-an. Sepuluh tahun yang lalu, ketika diadakan pemilihan bengcu, dia juga hadir. Tadinya semua orang memilih dan menunjuk Pendekar Sakti Yo Han untuk menjadi ketua baru, akan tetapi Yo Han yang sudah menjadi ketua Thian-li-pang menolak. Kemudian atas usul Yo Han yang mengenal baik Bhe Seng Kok, pendekar Siauw-lim-pai inilah yang dipilih menjadi bengcu. Bhe Seng Kok menerimanya dan sejak itu dialah yang menjadi bengcu. Tugas seorang bengcu adalah mengepalai seluruh dunia kang-ouw dan kalau terjadi bentrokan antara orang kang-ouw, bengcu inilah yang akan menyelesaikannya. Akan tetapi ketika terjadi perang antara pemberontak dan pemerintah, dia sama sekali tidak mau mencampurinya.
Biarpun banyak anggauta kang-ouw yang terlibat, akan tetapi Bhe Seng Kok menganggap itu urusan pemerintah dan dia tidak mau melibatkan diri, hanya mendengar laporan dari orangorang kang-ouw saja.
Bhe Seng Kok, hidup menyendiri, tidak mempunyai keluarga dan tidak pernah menikah.
Bahkan ada keinginan dalam hatinya untuk kembali ke biara Siauw-lim-pai dan menjadi hwesio di sana.
Pada suatu hari Bhe Seng Kok sedang duduk sendiri di dalam rumahnya yang tidak besar.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki orang di depan rumahnya dan dia cepat keluar untuk menyambut tamu yang datang. Ternyata yang datang adalah dua orang, seorang pemuda yang gagah dan seorang kakek tinggi kurus yang memegang sebatang dayung baja. Bhe Seng Kok yang menjadi bengcu tentu saja mengenal hampir semua orang kang-ouw, apalagi tokoh-tokoh yang tua. Maka begitu melihat kakek yang memegang dayung baja, dia teringat dan segera menyambut dengan ramah.
gAh, kiranya Tung-hai Lo-mo yang datang berkunjung. Selamat datang dan marilah kita duduk di dalam agar dapat bicara dengan leluasa. h
gTerima kasih, Bengcu. h kata Tunghai Lo-mo dan dia masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Gu Lam Sang, pemuda gagah itu.
gSilakan Ji-wi (Kalian berdua) duduk! hBhe Seng Kok mempersilakan dua orang tamunya.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
294 gTerima kasih, Bengcu. h kata Tunghai Lo-mo sambil tersenyum. gPerkenalkan pemuda ini bernama GuLam Sang, seorang pemuda yang memiliki ilmu silat tinggi bukan main. h Bhe Seng Kok mengangguk dan memandang kepada GuLam Sang sambil berkata,
gMaafkan kalau aku belum mengenal Sicu, karena Sicu masih muda dan baru muncul di dunia. kang-ouw. Tunghai Lo-mo, keperluan apakah yang membawamu datang ke tempat ini" h
gYang mempunyai keperluan justeru GuLam Sang kongcu ini. Aku hanya
mengantarkannya saja. h gAh, begitukah" Sicu, ada keperluan apakah maka Sicu datang menemuiku" h
GuLam Sang tersenyum mengejek. gAku mendengar bahwa engkau adalah bengcu yang mengepalai seluruh dunia kang-ouw. Benarkah" h
Benar, dan aku menjadi bengcu karena dipilih dan didorong oleh para saudara di dunia kangouw. h
gSeorang bengcu tentu mempunyai ilmu silat yang tak terkalahkan. Karena tertarik dan ingin sekali membuktikan sendiri bagaimana hebatnya ilmu silat bengcu, maka aku sengaja datang untuk menantangmu mengadu ilmu silat! h kata Gu Lam Sang terus terang. Bhe Seng Kok tersenyum lebar dan berkata, gOrang muda, menjadi bengcu bukan diukur dari ilmu silatnya saja, melainkan harus pula memiliki kebijaksanaan dan rasa keadilan. Bengcu bukan jagoan yang membanggakan ilmu silatnya, maka tidak perlu kita harus mengadakan pibu (mengadu ilmu silat). h
gMaaf, Bengcu. Kurasa pendapat itu tidak benar, kata Tung-hai Lo-mo. gKongcu GuLam Sang ini datang dari jauh di Barat. Kalau permintaannya untuk pibu tidak dipenuhi, tentu dia akan menceritakan kepada semua orang bahwa Bengcu takut bertanding dengan dia. h GuLam Sang tertawa. gHa-ha-ha, kalau memang Bengcu takut bertanding melawanku, akuilah saja. Asalkan engkau suka berlutut memberi hormat tiga kali padaku, aku tidak akan memaksamu lagi.
Berkerut alis Bhe Seng Kok. gTidak ada yang takut dan tidak ada yang perlu berlutut! Aku menolak diadakan pibu hanya karena menyayangkan Sicu yang masih muda. Kalau sampai Sicu terluka dalam pibu, aku akan ditertawakan orang sedunia. Seorang bengcu melayani tantangan seorang pemuda yang tidak ternama tanpa alasan. Tidak, aku tidak mau pibu denganmu! h
Gu Lam Sang bangkit dan mencabut pedangnya. Engkau telah menghinakui Pendeknya, mau atau tidak engkau harus melawanku untuk menentukan siapa di antara kita yang lebilh lihai! hMelihat kenekatan Gu Lam Sang, Bhe Seng Kok mengerutkan alisnya dan
mengangguk-angguk. gBegitukah yang kaukehendaki" Kalau begitu terpaksa aku akan melayanimu! h Setelah berkata demikian, Bhe Seng Kok menyambar pedangnya yang tergantung di dinding. gMari kita pergi ke kebun di belakang agar lebih leluasa bertanding! h
Mereka pergi ke kebun di belakang rumah itu. Di kebun ini biasanya Bhe Seng Kok bercocok tanam. gNah, di sini tempatnya luas dan engkau boleh mulai, orang muda! h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
295 gBengcu, jagalah seranganku! h kata Gu Lam Sang dan dia sudah menyerang dengan ganasnya. Melihat serangan ini, diam-diam Bhe Seng Kok terkejut karena dia mengenal ilmu silat yang dahsyat. Maka dia pun menangkis dengan pedangnya lalu membalas serangan itu.
Gu Lam Sang juga dapat menghindarkan diri dan mereka sudah bertanding dengan seru.
Melihat betapa semua serangan Gu Lam Sang bukan sekedar untuk menguji kepandaian, melainkan benar-benar menyerang dengan serangan maut yang berbahaya, Bhe Seng Kok terpaksa mengimbanginya dengan ilmu pedangnya yang kokoh kuat. Bengcu ini adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai maka tentu saja ilmu silatnya sudah mencapai tingkat tinggi.
Akan tetapi sekali ini dia bertemu dengan Gu Lam Sang yang pernah mempelajari ilmu-ilmu dahsyat dari Dalai Lama, maka pertandingan itu berlangsung seimbang dan amat hebatnya.
Sinar kedua pedang itu bergulung-gulung dan dua orang yang bertanding itu merasa betapa tangguh lawannya. Seratus jurus telah lewat tanpa ada yang terdesak dan ternyata tingkat mereka seimbang!
Tiba-tiba sebatang dayung baja yang kuat dan berat menyambar ke arah Bhe Seng Kok.
Bengcu itu terkejut bukan main. Dia mengelak dengan cepat dan menahan pedangnya menudingkan telunjuknya kepada Tung-hai Lo-mo sambil berseru, gLo-mo, kau....! h Akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Gu Lam Sang telah menyerangnya dari belakang.
Bhe Seng Kok sedang mencurahkan perhatiannya kepada Tung-hai Lo-mo, maka dia tidak tahu akan kecurangan itu dan tahu-tahu punggungnya telah ditembusi pedang. Bengcu itu roboh terlentang, matanya mendelik ke arah kedua orang itu dan berseru, gKalian keji dan curang....! h Dan dia pun terkulai, menghembuskan napas terakhir.
gBagus! h kata Tung-hai Lamo. gPerkelahian ini tidak nampak oleh orang lain. Mari cepat pergi (dari sini, jangan sampai terlihat orang lain! h
Keduanya lalu melarikan diri, menyusup-nyusup di antara pohon-pohon kemudian melompat keluar dari pagar tembok rumah itu. Tidak ada orang lain yang melihatnya dan baru beberapa hari kemudian mayat Bhe Seng Kok ditemukan tetangganya yang mencium bau mayat. Tidak ada orang mengetahuinya siapa yang membunuh bengcu itu. Melihat bengcu itu tewas dengan luka di punggung dan masih memegang sebatang pedang, semua orang tahu bahwa bengcu itu terbunuh dalam perkelahian akan tetapi tidak ada yang tahu siapa pembunuh itu.
Matinya beng-cu ini segera tersiar ke seluruh pelosok negeri. Dan dua hari setelah kematian beng-cu itu, Thian It Tosu dari Bu-tong-pai mengundang para tokoh kang-ouw dan partai-partai besar untuk datang ke Bu-tong-pai. Bu-tong-pai hendak menjadi pelopor untuk pemilihan beng-cu baru. Undangan ini pun tersiar cepat sehingga terdengar sampai ke kota raja. Maka The Sun Tek juga mendengar tentang undangan Bu-tong-pai itu walaupun dia belum mendengar akan kematian Bhe Seng Kok. Orang yang memiliki pamrih besar yang dia sendiri sebut sebagai cita-cita, memang mempunyai seribu satu macam akal untuk mencapai apa yang dituju. Dia tidak peduli lagi akan caranya, segala macam cara dianggap halal dan pantas dilakukan demi mencapai apa yang dicita-citakan. Seperti Gulam Sang dan kawankawannya itu. Baru saja dia gagal dalam usaha membunuh kaisar dan pangeran mahkota, juga penyerbuan ke kota raja gagal, mereka kini sudah menjalankan siasat lain dan untuk keberhasilan siasat itu, mereka tidak segan-segan membunuh orang yang sama sekali tidak bersalah. Siapapun yang dianggap menghalangi jalan mereka tentu akan dihancurkan.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
296 Mereka bertiga melakukan perjalanan dengan cepat dan pada suatu hari tibalah mereka di kaki Beng-san. The Sun Tek berjalan di depan, kemudian di belakangnya Cu In berjalan di samping Keng Han.
Cu In yang menjadi penunjuk jalan. gDi depan itu terdapat jalan simpangan ke kiri. Jalan itulah yang harus diambil Ayah. Membelok ke kiri. h Kini Cu In sudah tidak asing lagi menyebut ayah kepada The Sun Tek dan hal ini benar-benar membahagiakan hati panglima itu dan juga menyenangkan hati Keng Han.
gKita sudah berjalan lebih dari setengah hari, apakah tidak baik kalau kita beristirahat lebih dulu" h Keng Han mengusulkan. Dia sendiri sebetulnya masih dapat bertahan, akan tetapi dia melihat betapa dahi Cu- In sudah berkeringat dan dia merasa kasihan kepada gadis itu.
Mendengar ini, The Sun Tek tersenyum dan menghentikan langkahnya. gEngkau benar, Keng Han. Saking besarnya semangatku hendak. cepat-cepat bertemu isteriku, aku sampai lupa akan kelelahan, dahaga dan kelaparan. Mari kita beristirahat sejenak sambil makan bekal kita. h
Cu In diam saja akan tetapi juga tidak membantah, mereka memilih tempat yang teduh di bawah pohon besar dan duduk di atas batu yang terdapat di situ. Keng Han lalu membuka.
buntalan dan mengeiuarkan beberapa potong roti kering dan dendeng kering. Juga seguci anggur dan tiga buah cawan. Tanpa banyak cakap lagi mereka duduk makan dan minum.
Karena mereka sudah lelah dan lapar, maka makanan sederhana itu bagi mereka terasa nikmat sekali. Setelah selesai makan mereka lalu duduk beristirahat melepas lelah.
gCu In, anakku. Engkau mengenakan cadar di mukamu karena tekanan ibumu agar mukamu tidak sampai terlihat pria yang dianggapnya semua jahat. Akan tetapi, kukira sekarang pendapat ibumu itu lain lagi, maka pantangan itu pun harus kau buang jauh-jauh. Tidak semua pria jahat. Contohnya Keng Han ini. Apakah engkau dapat mengatakan bahwa dia seorang laki-laki yang jahat" h
gTidak, Ayah. h kata Cu In sambil menundukkan mukanya.
gApakah engkau menganggap ayahmu ini laki-laki yang jahat pula" h
gTidak juga, Ayah. h gNah, kalau begitu kenapa engkau selalu memakai cadar itu rnenyembunyikan mukamu dari kami" h Aku ayahmu, Cu In. Aku ingin sekali melihat mukamu. Maka kuminta, bukalah cadar itu, Cu In. h
Melihat gadis itu menjadi bingung, Keng Han lalu berkata dengan lembut. gCu In, bukalah cadarmu dan biarkan ayahmu melihatmu. Seorang ayah yang baik tentu akan tetap menyayang anaknya, bagaimanapun juga wajah anaknya itu g
gAyah, kau berjanji tidak akan membenciku atau malu mengakui aku sebagai anakmu setelah melihat wajahku" h
gAh, bagaimana mungkin" Engkau anakku, tidak peduli bagaimanapun bentuk wajahmu.
Bukalah cadar itu sebentar saja, untukku. h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
297 Cu In lalu menghadapi ayahnya dan berkata, gLihatlah Ayah, betapa buruk rupaku! h Ia menyingkap cadarnya dan The Sun Tek sampai melangkah mundur dua langkah saking kagetnya.
gEngkau.... jijik melihatku, Ayah" h
gTidak, ah, tidak....! h Ayah itu menghampiri dan memeluk Cu In yang sudah menutupkan lagi cadarnya. Aku tetap sayang kepadamu, bahkan aku iba kepadamu. Kenapa mukamu sampai begini, anakku" Kenapa" h
gKetika kecil aku diserang penyakit cacar yang berat sehingga setelah sembuh mukaku bercacat seperti ini. h
gNah, apa kataku, Cu In. Orang yang mencinta dengan hati tulus tidak akan berubah hanya karena melihat muka yang dicintanya itu cacat. Bahkan rasa iba memperdalam rasa cinta itu.
Jangan khawatir, kelak aku akan mengobati dan menghilangkan cacat di mukamu itu! h Dari ucapan ini The Sun Tek dapat menduga bahwa pemuda itu pun sudah pernah melihat muka anaknya yang cacat. Sudah melihat bahwa muka gadis itu mengerikan akan tetapi tetap mencintanya,sungguh merupakan seorang pemuda yang sulit dicari keduanya di dunia ini.
gUcapan Keng Han benar, anakku. Kami akan mencarikan tabib terpandai untuk
mengobatimu. Nanti setelah kita hidup serumah dengan ibumu, aku akan menyebar anak buahku untuk mencarikan tabib itu. Nah, setelah sekarang engkau melihat buktinya bahwa kami tidak berubah sikap terhadapmu setelah melihat mukamu yang cacat, tentu engkau menyadari bahwa tidak semua laki-laki di dunia ini jahat seperti yang diajarkan ibumu. Baru dua orang yang melihat wajahmu, yaitu aku dan Keng Han, akan tetapi kami tidak menjadi jijik atau membencimu. h
gBukan baru Ayah dan Keng Han yang melihatnya. Ada seorang lain yang melihatnya dan begitu dia melihatku, langsung saja aku akan dibunuh. h
gSiapakah orang itu, Cu In" h tanya Keng Han dengan cepat.
gTung-hai Lo-mo. Kau ingat, Keng Han ketika engkau menolongku dari tangan Tung-hai Lo-mo dan Swat-hai Lokwi" Nah, ketika itu Tung-hai Lo-mo yang menawanku telah membuka cadarku dan begitu melihat wajahku, dia hendak membunuhku. Baiknya engkau datang dan menolong. h gTung-hai Lo-mo" Datuk sesat itu memang orang jahat. Biarpun tidak membuka cadarmu pun dia tetap seorang jahat yang harus dibasmi! Orang laki-laki macam dia tidak masuk hitungan, Cu In. Seperti juga julukannya, dia memang seorang iblis! h kata The Sun Tek marah.
gAku sendiri akan membunuhnya, Ayah, sesuai dengan sumpahku dahulu bahwa siapa yang berani membuka cadarku, dia harus mati di tanganku. h
gAh, sumpah itu mengerikan sekali anakku. Aku sendiri dan Keng Han juga sudah melihat wajahmu, apakah engkau juga akan membunuh kami" h
gTidak, Ayah. Sumpahku itu sudah kuanggap habis begitu aku bertemu dengan Keng Han Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
298 dan kemudian melihat bahwa kebencian ibuku terhadap pria hanya sekadar pelampiasan amarahnya terhadapmu. Akan tetapi perkenankan aku memakai cadar ini, Ayah. Pertama, karena aku sudah terbiasa memakainya sehingga kalau ditanggalkan aku merasa malu seolah telanjang, dan kedua kupakai agar tidak menjadi perhatian orang. Ketiga, agar engkau dan Keng Han tidak akan menjadi malu. h
gAku" Malu" Kenapa aku harus malu. h
gPunya anak yang cacat wajahnya. h
gAku adalah seorang yang berani menghadapi kenyataan betapapun pahitnya, Cu In.
Cacatnya wajahmu tidak mengurangi kasih sayangku kepada engkau sebagai puteriku! h gDan kenapa aku harus malu, Cu In" h tanya Keng Han dengan suara mengandung
penasaran. gKalau orang-orang melihat wajahku lalu mendengar bahwa engkau.... cinta padaku, bukankah engkau akan menjadi bahan tertawaan" h .
Keng Han terkejut. Gadis ini membuka rahasia hatinya begitu saja di depan ayahnya! Dia menjadi tersipu dan salah tingkah, lalu memandang kepada The Sun Tek. Panglima ini juga memandangnya wajah berseri dan mulut tersenyum, lalu kepalanya mengangguk perlahan.
gCu In, apa pun yang terjadi padaku, aku tidak peduli. Orang boleh menertawakan aku sesuka hati mereka, namun aku tetap seorang sahabat yang amat mencintamu. h
gAyah, kaudengar itu" Apakah ucapan seperti itu dapat dipercaya" Bagaimana mungkin seorang pemuda yang tampan dan gagah tanpa cacat dapat mencinta aku yang berwajah buruk mengerikan ini" Aku belum dapat percaya sepenuhnya! h
gCu In, engkau belum mengerti tentang cinta. Bagaikan aku dan ibumu. Apa pun yang telah dilakukan ibumu, aku tetap mencinta dan menyayangnya. Bagi seorang yang mencinta dengan tulus, segala macam cacat pada diri orang yang dicintanya tidak ada artinya. Bukankah begitu, Keng Han" h gBenar sekali, Paman. Aku mencinta Cu In karena kepribadiannya, bukan karena wajahnya. Setelah melihat wajahnya, aku bahkan merasa semakin sayang karena iba, dan kelak aku akan mencarikan tabib yang pandai untuk mengobati cacatnya itu. h gNah, anakku. Engkau beruntung sekali menemukan pemuda seperti ini. Cintanya tulus dan suci, dan aku pun setuju sekali kalau dia menjadi mantuku! h
gAyah. Apakah Ayah telah tahu siapa dia" Dia adalah putera Tao Seng, pangeran yang memberontak itu! Nah, apakah Ayah masih setuju juga berbesan dengan pengkhianat Pangeran Tao Seng itu" h
gMenilai orang dengan melihat ayahnya adalah picik. Belum tentu seorang ayah yang baik budi memiliki anak yang baik pula dan tidak semua ayah yang jahat memiliki anak yang jahat pula. Aku tidak peduli calon mantuku itu anak siapa yang penting asal pribadinya baik. Dan kulihat Keng Han seorang pendekar yang baik dan gagah perkasa. h
Cu In menundukkan mukanya, akan tetapi terlihat betapa sepasang mata itu mencorong berseci. gAku sendiri tidak dapat menjawab sekarang. Kita lihat nanti sajalah. Sekarang Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
299 yang penting kita harus bertemu ibu dulu. Masih ada ibuku yang memiliki hak untuk menentukan siapa calon mantunya. h
Keng Han diam saja akan tetapi The Sun Tek mengerutkan alisnya. Dia sudah tahu akan watak isterinya yang keras. Kalau isterinya tidak menyetujui Keng Han, sampai mati pun ia tentu tidak akan menyetujuinya!
Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang wanita yang cantik jelita. Usianya kurang lebih dua puluh tiga tahun, cantik jelita kulit mukanya putih mulus, pipinya kemerahan, mata dan bibirnya begitu manisnya sehingga setiap orang pria pasti akan tertarik. Rambutnya yang dibiarkan terurai panjang di punggungnya itu diikat sutera merah dekat kepala. Punggungnya membawa sebatang pedang.
gSuci kiranya engkau! h tegur Cu In. Keng Han merasa tidak enak juga kalau tidak menyapa wanita itu. gSubo....! h katanya, terpaksa menyebut subo kepada Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok karena dia pernah diberi pelajaran cara menghindarkan totokannya yang amat lihai.
Akan tetapi Bi-kiam Nio-cu mengerutkan alisnya dan memandang kepada Keng Han dengan mata bersinar marah. Ia sudah merendahkan diri begitu rupa terhadap pemuda itu, bahkan menemani pemuda itu sampai dapat menghadap Dalai Lama, akan tetapi apa balasan Keng Han kepadanya" Diajak berjodoh dan lari minggat meninggalkan subonya, pemuda itu tidak mau! Dan sekarang nampak bergaul akrab sekali dengan sumoinya!
Nio-cu menudingkan telunjuknya yang runcing ke arah muka bercadar itu dan terdengar suaranya lantang. gSumoi, apa artinya ini" Engkau bukan saja telah melanggar pantangan subo, bahkan engkau berani membawa dua orang laki-laki ke sini! Apa kau sudah bosan hidup" Hayo lekas bunuh dua orang laki-laki itu, atau aku akan segera melaporkan kepada subo! h
gKebetulan sekali kalau begitu, Suci. Cepat laporkan kepada subo bahwa aku datang menghadap bersama ayahku dan saudara Keng Han yang sudah berulang kali menyelamatkan diriku. h
gApa kaubilang" Ayahmu...." h Nio-cu mengamati The Sun Tek dengan penuh perhatian.
gYa, Ayahku. Sudahlah jangan bertanya panjang lebar. Beritahukan saja bahwa aku datang bersama ayahku dan sahabat baikku tentu subo akan mengerti. h
Betapapun marahnya, Niocu yang galak dan kejam ini masih jerih terhadap Cu In yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi darinya.
gBaik, dan kalian tentu akan dibunuh semua! h Ia. pun berkelebat dan pergi.
gCu In, itukah yang terkenal dengan julukan Bi-kiam Nio-cu" g tanya The Sun Tek kepada puterinya.
gBenar, Ayah. Ia su-ciku dan ia pun patuh sekali kepada guru kami sehingga ia melaksanakan semua perintah guru. Entah berapa banyak laki-laki yang berani bersikap ceriwis kepadanya telah dibunuhnya. h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com


Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

300 The Sun Tek menghela napas panjang. gMudah-mudahan aku dapat menghentikan semua perintah ibumu yang keterlaluan itu. h
Mereka mendaki bukit Beng-san dengan cepat. gKita mengambil jalan pintas, Ayah, agar supaya lebih dekat. Akan tetapi kita harus berhati-hati karena daerah ini termasuk wilayah yang dilindungi oleh keluarga Gak. h
gKeluarga Gak adalah keluarga yang sakti. Paman Gak Ciang Hun sendiri adalah seorang yang dekat dengan keluarga Pulau Es, ilmu silatnya lihai sekali. Juga isterinya memiliki ilmu silat yang hebat. Bahkan subo sendiri kalau tidak perlu sekali tidak mau lewat daerah ini. h Keng Han tertarik sekali. gKalau begitu, dia tentu mengenal baik Paman Yo Han. h gKiranya demikian. Sudah lama aku mendengar akan nama besar Pendekar Tangan Sakti Yo Han. Apalagi isterinya yang berjuluk Bangau Merah, adalah seorang wanita sakti.
Kabarnya ia pernah belajar dari locianpwe Suma Ceng Liong yang merupakan keturunan langsung dari Keluarga Pulau Es. h
Keng Han mengangguk-angguk. gKalau begitu tidak salah lagi bahwa Pulau Hantu itu adalah Pulau Es yang dulu tenggelam dan kini muncul lagi. Paman Yo Han mengenal semua ilmu silat yang kupelajari dari pulau itu. h gAh, kalau begitu engkau adalah pewaris ilmu-ilmu keluarga Pulau Es! h seru The Sun Tek dengan kagum.
gAh, hanya kebetulan saja aku menemukan dan mempelajari, Paman. Dibandingkan dengan orang-orang keturunan keluarga itu tentu kepandaianku tidak ada artinya. Aku belajar sendiri tidak ada yang membimbing. h
gJangan merendahkan diri, Keng Han. Aku sendiri sudah melihat betapa hebatnya ilmu kepandaianmu, dapat menandingi ilmu silat para datuk sesat. h
gEngkau terlalu memuji, Cu In. ilmumu sendiri juga hebat sekali" h Dua orang muda itu saling memuji dan saling merendahkan dirinya sehingga The-ciangkun yang mendengarnya menjadi senang. Pertanda baik bagi orang yang saling mencinta dan calon berjodoh.
Akan tetapi mereka tidak menemi halangan sehingga mereka menduga bahwa keluarga Gak itu disegani dan ditakuti orang karena adalah pendekar-pendekar yang lihai. Akan tetapi mereka sendiri tidak pernah usil mencampuri urusan orang lain sehingga biarpun ada orang asing memasuki wilayah mereka asal orang asing itu tidak mengganggu, juga tidak dilarang.
Ketika mereka tiba di pondok tempat tinggal Ang Hwa Nio-nio ternyata wanita itu sudah menunggu di serambi depan bersama Bi-kiam Nio-cu. Dan wanita itu agaknya mengenakan pakaian yang masih baru dan rambutnya tersisir rapi dengan hiasan kembang merah. Agaknya ia sudah diberitahu oleh Niocu akan kedatangan Cu In, Keng Han, dan laki-laki setengah tua itu. Ketika melihat The-ciangkun, Ang Hwa Nio-nio menyambutnya dengan ucapan dingin.
gHemmm, kiranya engkau memenuhi janjimu, menemukan dan membawa Cu In ke sini. h Mendengar sikap dan mendengar ucapan yang nadanya dingin itu, Cu In yang merasa marah sekali kepada wanita yang menjadi ibu dan gurunya itu berkata, gKalau tidak dibujuk Ayah dan Keng Han, sampai mati pun aku tidak akan mau datang ke sini lagi! h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
301 Ang Hwa Nio-nio memandang kepada Cu In. Hatinya seperti ditusuk rasanya. Puteri kandungnya sendiri berkata seperti itu!
gCu In, jangan berkata begitu, Nak! h katanya.
gMengapa baru sekarang ibu memanggilku seperti itu" Kenapa ibu mengingkari dan mengatakan bahwa aku yatim piatu dan dipungut menjadi murid, kemudian bahkan disuruh membunuh ayah kandungku sendiri" Mengapa" h Kini dalam suara gadis berkerudung itu terdengar isak tangis.
Ang Hwa Nio-nio menghela napas panjang. gEngkau tidak mengetahui penderitaanku selama itu, Cu In. Hidup seorang diri, menahan semua rasa rindu. Bahkan peristiwa itu membuat aku membenci dan ingin membunuh semua pria! Akan tetapi setelah bertemu dengan ayahmu, aku menginsyafi kekeliruanku.
Ternyata tidak semua laki-laki itu jahat. Juga ayahmu sama sekali bukan seorang laki-laki jahat. h
Mendengar semua itu, Bi-kiam Niocu Siang Bi Kiok menjadi terheran-heran. Ia
membelalakkan matanya yang indah, memandang kepada The Sun Tek, lalu kepada gurunya.
gJadi.... Paman ini.... dia suami Subo" h tanyanya dengan suara lirih terputus-putus.
Ang Hwa Nio-nio hanya mengangguk dan kedua matanya menjadi basah, berlinang air mata!
Makin heranlah Niocu. Belum pernah selama ini ia melihat subonya menangis. gAku.... aku memang bersalah diracuni sakit hatiku, Cu In. Maafkan ibumu, Nak.... h
The Sun Tek berkata, gSudahlah, mari kita lupakan semua yang terjadi dan memulai hidup baru yang penuh kasih sayang dan berbahagia. Cu In, ibumu telah minta maaf. Cairkan perasaan hatimu yang membeku itu. h
gBenar, Cu In. Bagaimanapun juga, beliau adalah ibu kandungmu yang melahirkanmu kemudian memeliharamu sampai menjadi dewasa. h kata Keng Han membujuk.
Sejak melihat ibunya menangis dan bicara dengan suara terputus-putus mengakui kesalahannya, Cu In sudah menangis tanpa suara. Air matanya bercucuran akan tetapi tidak kelihatan ia menundukkan mukanya. Kini mendengar bujukan ayahnya dan Keng Han, ia lalu bangkit dan berlari menubruk kedua kaki ibunya.
gIbuku....! h gCu In.... Cu In.... engkau anakku, anak tunggal. Kau maafkan aku, ya" h Ibunya juga merangkul dan keduanya bertangisan.
gTidak ada yang perlu dimaafkan, Ibu. Aku dapat memaklumi perasaan Ibu. h
gSubo, bagaimanakah ini" Jadi Sumoi adalah puteri Subo sendiri dan Paman ini adalah suami Subo" h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
302 Keng Han melangkah maju menghampiri Niocu sambil berkata, gSesungguhnya begitulah, Subo h
gJangan kau panggil subo kepadaku! Seperti orang mengejek saja. Panggil saja Niocu seperti dulu. Siapa tidak tahu bahwa Ilmumu jauh lebih tinggi dari Ilmuku" Jangan sekali-kali panggil subo atau aku akan menganggap engkau menghinaku. h
Ang Hwa Nio-nio yang tahu benar bahwa hati para muridnya itu penuh kebencian kepada pria seperti yang sejak dulu ia tekankan, tahu pula akan watak Bi-kiam Niocu. gBi Kiok, sudahlah. Mulai sekarang, jangan membenci setiap orang pria. Hanya yang jahat saja boleh kau benci. Akan tetapi kalau pria itu baik, tidak ada salahnya menjadi sahabatnya. h gIbu, bagaimana kalau ada pria yang mencinta Suci" Apakah dia harus dibunuh" h
gTidak, tidak. DuluiItu aku sudah gila. Jatuh cinta bukanlah hal yang jahat. Kalau Bi Klok tidak membalas cintanya, jauhi saja dan katakan terus terang. h
gBagaimana kalau teecu yang jatuh cinta, Subo" Apakah pria itu harus dibunuh" h gTidak! Kalau engkau mencinta seseorang dan orang itu pun mencintamu, maka tiada halangannya engkau berjodoh dengan, dia. h
gAih, terima kasih, Subo! Adik Cu In, mulai sekarang engkau tidak perlu menutupi mukamu lagi. Kutukan itu telah dihapuskan oleh Subo! h
gSuci, aku tidak mau menjadi buah tertawaan dengan mukaku yang penuh cacat ini! Tidak, aku kini mempunyai sumpah bahwa aku tidak akan membuka cadar ini sebelum aku menikah.
Dalam malam pengantin aku membuka dan membuang cadarku untuk selamanya! h
gSumoi....! h kata Niocu sambil memandang kepada Keng Han. Dari sikap mereka ia dapat menduga bahwa keduanya saling mencinta. Akan tetapi kalau kelak Keng Han melihat wajah sumoinya itu, apakah Keng Han akan mau menjadi suaminya"
gBi Kiok, Cu In sudah mempunyai pendirian begitu, engkau tidak boleh
mencampurinya! hkata Ang Hwa Nio-nio sambil tersenyum. Niocu memandang bengong.
Belum pernah dilihatnya gurunya itu tersenyum apalagi tertawa dan ia melihat wajah subonya itu kini penuh senyuman dan ternyata gurunya itu masih cantik walaupun usianya sudah lima puluh tahun!
gHong Bwe, anak kita ini sudah mempunyai calon jodohnya bahkan sudah pernah melihat mukanya. h
gAyah....! h Cu In berseru dan dahinya nampak kemerahan.
gCu In, engkau tidak dapat menyembunyikan perasaanmu di depan ayahmu, Ha-ha-ha! h gBenarkah itu" h Ang Hwa Nio-nio berseru, nada suaranya gembira bukan main,
gSiapakah laki-laki yang bijaksana itu" h
gOrangnya dekat di sini, apa engkau tidak dapat menduganya, Hong Bwe" h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
303 gAh, engkaukah, orang muda" Benarkah engkau mencinta Cu In dengan setulus hatimu" h Biarpun perasaan sungkan dan tersipu, Keng Han menjawab dengan lantang, Benar, Bibi.
Saya mencinta Cu In dengan segenap jiwa ragaku. h
gAh, tidak mungkin!! h tiba-tiba Bikiam Nio-cu berseru nyaring. gSama sekali tidak mungkin! h tentu saja ia merasa terkejut sekali mendengar ucapan Keng Han itu. Ia pernah mencinta Keng Han dan mengharapkan pemuda itu menjadi suaminya. Akan tetapi Keng Han menolaknya. Dan sekarang Keng Han menyatakan bahwa dia mencinta Cu In" Rasanya tidak mungkin. Ia sendiri seorang wanita cantik dan ia menyadari benar akan hal Ini. Sebaliknya, ia sudah melihat wajah sumoinya yang totol-totol hitam, buruk sekali. Kalau Keng Han pernah melihat wajah itu, bagaimana mungkin dia jatuh cinta kepada wanita yang wajahnya sedemikian buruknya"
The Sun Tek berkata, suaranya tegas dan berwibawa, gMengapa tidak mungkin" Ada dua macam cinta di dunia ini. Yang pertama cinta murni yang tidak dipengaruhi oleh buruknya rupa, buruknya nama atau kemiskinan. Yang kedua adalah cinta nafsu yang digerakkan oleh keadaan yang dicinta seperti wajah elok, terkenal, berkuasa atau hartawan. Dan cinta Keng Han seperti cinta yang pertama tadi. h
gUcapan suamiku ini benar, Bi Kiok. Lihat cinta suamiku kepadaku. Biarpun namaku buruk dan terkenal sebagai seorang yang disebut kejam dan sesat, namun cintanya kepadaku sama sekali tidak pernah berkurang. Usahakan agar engkau menemukan seotang pria seperti itu, yang mencintamu bukan sekedar pelampiasan nafsu belaka! h
The Sun Tek berkata kepada Ang Hwa Nio-nio, gHong Bwe, sebaiknya engkau berkemas dan sekarang juga kita pergi ke kota raja, pulang ke rumah kita. h
gPulang...." h Ang Hwa Nio-nio bertanya suaranya seperti orang kebingungan, seperti dalam mimpi.
gYa, pulang ke rumah kita di kota raja. h
gAku sudah bersiap-siap, lama sebelum engkau datang, h kata Ang Hwa Nio-nio dengan kedua pipinya berubah kemerahan. gAku hanya membawa sebuah buntalan saja. h gSubo, apakah Subo akan pergi meninggalkan tempat ini" h tanya Bi-kiam Nio-cu.
gBenar, Bi Kiok. Aku akan pergi, akan pulang ke kota raja, meninggalkan Beng-san dan tidak akan kembali ke sini lagi. Rumah beserta isinya ini kutinggalkan kepadamu, menjadi milikmu. hAng Hwa Nio-nio lalu mengambil buntalan yang menjadi bekalnya, kemudian mengajak suami dan puterinya untuk segera berangkat.
Keng Han tidak ikut. gPaman, sebagai seorang anak, saya harus mencari ayah saya, membujuknya agar dia menghentikan usahanya memberontak dan mengajaknya pulang ke Khitan. Setelah itu barulah orang tua saya akan mengajukan piminangan resmi atas diri Cu In.
The Sun Tek mengangguk-angguk, diam-diam memuji calon mantunya itu, gItu adalah suatu niat yang mulia sekali. Pergilah, kami akan menantimu di kota raja. Memang sudah semestinya kalau orang tuamu merestui perjodohanmu. hThe Sun Tek, Ang Hwa Nio-nio Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
304 dan Cu In segera berangkat. Akan tetapi belum jauh mereka pergi, Cu In membalikkan tubuhnya dan lari menghampiri Keng Han. gKeng Han, kuharap engkau suka menyimpan ini baik-baik! h Ia meloloskan sabuk suteranya yang putih. gSelama ini sabukku menjadi teman yang setia. h
Keng Han merasa terharu sekali ketika menerima sabuk sutera putih itu. Dia pun lalu mengambil pedang bengkoknya dan diserahkan kepada Cu In.
gTerima kasih, Cu In. Dan ini pedangku harap kausimpan baik-baik. Pedang ini pemberian ibuku dan biarlah sekarang untuk sementara disimpan oleh calon isteriku yang tercinta. h gSelamat tinggal, Keng Han. h kata Cu In sambil menerima pedang bengkok itu.
gSelamat jalan dan selamat berpisah untuk sementara, Cu In. h kata Keng Han. Gadis itu lalu pergi dengan cepat menyusul orang tuanya.
gHi-hi-hik, sungguh lucu. Seperti orang bermain sandiwara saja. Alangkah mesranya, Keng Han! h Bi-kiam Nio-cu mengejek sambil tertawa.
gKalau dua hati sudah bertemu dalam cinta, tentu saja timbul kemesraan, Niocu g gAku heran sekali. Apakah matamu sudah buta, Keng Han" h
gNiocu, harap engkau jangan menghinaku. Mengapa engkau mengatakan mataku buta" h gBenarkah engkau sudah menyaksikan bagaimana bentuk wajah sumoi Cu In" h
Petualang Asmara 4 Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Pendekar Remaja 7

Cari Blog Ini