Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 16
memang tidak dapat dipandang enteng. Begitu mereka
menerjang. In Hong memang kelabakan sekali. Melihat itu
Kim Yu Ci cepat loncat menerjang mereka.
Tiba2 In Hong terkejut karena melihat seorang naik kuda
dan meninggalkan tempat itu.
"Pang Kim." seru In Hong. Dia hendak ngejar tetapi
barisan berkuda sudah mengepung dan menyerangnya.
Terpaksa dia harus melayani mereka.
Prajurit beikuda itu memang merupakan prajurit pilihan.
Meieka dipi!ih dari prajunt2 yang gagah dan ditugaskan
sebagai pengiring Sou li. Di samping itu Sou tihu juga
memperkerjakan beberapa jago silat, termasuk Pang Kim
dan Lim Tong, Dia tahu bahwa sekalipun Thay-guan sudah
diduduki pasukan Ceng, tetapi keamanan belum terjamin
penuh. Masih terdapat beberapa gerakan dari jago2 silat
hiap-gi yang menentang pendudukkan prajurit Ceng. Untuk
menjaga keselamatan maka Sou tihu khusus membayar
beberapa jago silat untuk menjaga keselamatan dirinya.
Tetapi berhadapan dengan In Hong yang dibantu Kim
Yu Ci, sudah tentu keduapuluh prajurit berkuda itu tak
banyak gunanya. Dalam pertempuran itu banyaklah mereka
yang gugur. Sisanya tinggal beberapa orang. Mereka takut
dan melarikan diri. "Tak perlu," seru Kim Yu Ci mencegah In Hong yang
hendak mengejar. "Kenapa"' '"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini" kata Kim Yu Ci,
"mereka tentu akan membawa bala bantuan yang besar
jumlahnya untuk menangkap kita."
"Apa takut menghadapi mereka?"
'Bukan takut," kata Kim Yu Ci, "tetapi tiada gunanya.
Kita membasmi prajurit kerucuk saja, tiada gunanya. Yang
penting kita harus menolong Han lo-cianpwe."
"Benar, adik Hong," Han Bi Ing mendukung, "jangan
kita membuang tenaga secara sia2 karena hanya membunuh
prajurit2 kerucuk. Tenaga kita masih diperlukan untuk
menghadapi jago2 peliharaan tihu dan perwira2 dari
markas pasukan Ceng yang menahan ayahku."
Mendengar itu barulah In Hong menurut.
"Adik Hong, mengapa tiba2 engkau dapat muncul untuk
menghadapi keparat tadi?" tanya Han Bi Ing.
"Waktu aku masih menggeletak di ruangan, tiba2
muncul seorang kakek pincang. Dia terus nyusupkan
beberapa pil ke mulutku dan berkata, "selekas tenagamu
kembali, lekaslah engkau keluar dan menunggu di mulut
jalanan didekat hutan?""
"Siapa kakek pincang itu?"
"Siapa lagi kalau bukan kakek pincang yang pernah
muncul di biara itu."
'O," seru Han Bi Ing, "dan apakah engkau nurut
perintahnya?" "Bermula aku tak menggubris," kata In Hong, tapi eh,
tahu2 tenagaku pulih kembali. Aku dapat berdiri dan
bergerak seperti biasa lagi. Sudah tentu akupun harus
menurut pesannya. Dan ternyata tak lama kemudian
muncullah keparat tadi yang hendak melarikan diri."
"O, kakek pincang itu aneh sekali," kata Han Bi Ing.
"Kim toako, bagaimana engkau juga dapat muncul
disini?" tanya Han Bi Ing kepada Kim Yu Ci.
"Marilah kita cari tempat yang aman. aku kuatir tak lama
tentu datang pasukan Ceng kemari," kata Kim Yu Ci.
"Benar," sahut Han Bi Ing. Keduanya terus hendak
angkat kaki. "Tunggu," tiba2 In Hong berteriak.
"Kenapa sih?" "Apakah engkau mau membantu aku mengerjakan
sesuatu?" tanya In Hong kepada Kim Yu Ci.
"Ya, soal apa?"
"Kita kan akan menyerbu markas pasukan Ceng,
bukan?" "Ya." "Nah, sebaiknya kita dapat menyamar sebagai prajurit
Ceng. Dengan begitu kita dapat bergerak dengan leluasa
masuk kedalam markas mencari paman Han."
"Ya, benar, engkau cerdik juga," puji Kim Yu Ci.
"Ih, aku tak perlu pujian tetapi perlu bantuanmu."
"Untuk melucuti pakaian prajurit2 Ceng itu, bukan"''
Kim Yu Ci tertawa. "Engkau juga pintar," seru In Hong.
"Aku tak membutuhkan pujian tetapi perintah," sahut
Kim Yu Ci tertawa. Ia hendak menambahkan kata2 yang
dipakai In Hong tadi kepada dara itu.
"Sudahlah, lekas," seru In Hong. Dia terus mengajak
Han Bi Ing berjalan lebih dulu.
"Nih, aku mendapatkan empat stel seragam prajurit yang
masih utuh dan bersih. Yang lain2 belepotan darah,"
beberapa saat kemudian Kim Yu Ci sudah menyusul kedua
gadis itu. "Ya, kita kan hanya bertiga. Mengapa perlu banyak?"
kata In Hong. Mereka bertiga lanjutkan perjalanan. Tetapi tiba2 Han Bi
Ing berhenti. "Kenapa ci Ing?" In Hong heran.
"Kita kembali ke rumahku lagi."
"Lho, kenapa?" "Aku ingat, ayah telah membuat sebuah kamar-rahasia.
Tempat itu sesuai sekali untuk tempat kita bersembunyi,"
kata Han Bi Ing. In Hong dan Kim Yu Ci terpaksa menurut. Setelah
masuk kedalam gedung, Han Bi Ing menuju ke taman
belakang. Disitu terdapat sebuah batu yang dibentuk seperti
gunungan palsu. "Kim toako, tolong engkau dorong batu gunungan ini,"
kata Han Bi Ing. Kim Yu Ci menurut. "Ke timur, baik, tarik mundur lagi," seru Han Bi Ing.
Setelah Kim Yu Ci melakukan perintah, nona itu berseru
lagi, "sekarang dorong ke barat .... bagus, tarik mundur lagi.
Sekarang ke utara .... baik, tarik mundur lagi. Dan sekarang
ke selatan .... tarik mundur lagi .... "
Serentak terdengar bunyi berderak-derak di batu
gunungan itupun bergerak mengisar ke samping. Tempat
dimana batu gunungan itu terletak, terbuka sebuah lubang.
Dalam lubang terdapat batu titian yang menurun kebawah.
"Terima kasih Kim toako, hayo kita masuk kebawah,"
kata Han Bi Ing seraya mendahului turun. Setelah Kim Yu
Ci dan In Hong ikut turun, maka Han Bi Ing meminta
kepada Kim Yu Ci, "Kim toako, tolong tekan palang besi
ini kebawah. Pada dinding terowongan terdapat sebuah besi bulat
sebesar bambu. Kim Yu Ci menekanbesi bulat itu kebawah.
Terdengar bunyi berderak-derak dan lubang diatas pun
tertutup oleh batu gunungan lagi.
Han Bi Ing mengajak kedua kawannya turun ke bawah.
Ternyata pada ujung bawah titian itu merupakan sebuah
lantai jalan yang menuju kesebuah ruangan. Ruangan itu
bersih dan teratur rapih dengan perabot yang lengkap.
Disitu terdapat tiga buah kamar.
Kim Yu Ci dan In Hong terkejut. Ruangan itu tidak
memakai lampu tetapi cukup terang. Begitu pula hawanya
tidak pengap melainkan segar.
''Ci In, ini kamar rahasia dibawah tanah?" tanya In
Hong. "Ya." "Aneh. mengapa sama dengan kamar di rumah biasa.
Dari mana penerangannya ini?" tanya In Hong pula.
"Tuh, lihatlah," Han Bi Ing menunjuk pada sudut
tembok ruang, "pada setiap sudut ruang ayah memasang
sebuah mutiara Ya-beng-cu. Mutiara yang dapat
memancarkan cahaya terang,"
"O," In Hong terkejut, "tetapi mengapa hawa disini juga
segar ?" "Lihatlah diatas itu," kembali Han Bi Ing menunjuk pada
langit2. Bukankah terdapat beberapa lubang ?"
"Ya." "Nah. Iubang2 itu membubung keatas dan tembus pada
kolam didalam taman bunga tadi."
'O," In Hong terkejut," mengapa air kolam tak masuk
kedalam sini ?" "Jika engkau memperhatikan keadaan kolam tadi,
engkau tentu melihat di permukaan kolam itu terdapat
beberapa patung dan bunga teratai yang terbuat daripada
batu. Baik patung maupun bunga teratai batu yang
menghias kolam itu semuanya berlubang. Nah, hawa sejuk
disini berasal dari lubang2 patung dan bunga2 teratai batu
itu. Karena patung dan teratai batu lebih tinggi dari air
maka airpun tak dapat masuk kemari. Sepintas orang tentu
tak mengira bahwa lobang2 itu sebenarnya merupakan
lubang hawa." "Wah, sungguh hebat sekali ayah ci Ing itu.
"Memang sudah jauh-jauh, ayah merasa bahwa kelak
pasti akan ada hari2 seperti sekarang ini. Maka sebelumnya
ayah telah membuat sebuah kamar rahasia ini."
"Lalu ,?".."
"Jangan kuatir adik Hong, dikamar rahasia pun telah
disediakan bahan makanan kering yang lengkap. Tiap hari
engkau boleh makan enak, Han Bi Ing tertawa, lalu
berbangkit. "Kemana ci Ing ?"
"Menyiapkan minuman," kata Han Bi Ing. In Hong
mengikuti. Tak lama kedua gadis itu sudah keluar
membawa hidangan teh. "Kim toako, silakan minum," kata Han Bi Ing, "apakah
toako mau mandi?" "Apakah ada air disini?" Kim Yu Ci heran.
"Serba lengkap. Dari air sampai keperluan hidup seharihari
ada semua. Jika toako ingin mandi air hangat, biar aku
kugodokkan air," kata Han Bi Ing seraya berbangkit.
"Ah, tak usah repot2. Aku biasa mandi air dingin," kata
Kim Yu Ci. Demikian setelah dipersilakan masuk kedalam kamar
masing2 dan mandi, mereka lalu duduk ngobrol di ruang
tengah. Ternyata disitu Han Bi Ing sudah menyiapkan
hidangan mi kuah. Ketiganya makan dengan lahap sekali.
"Ah, rasanya baru kali ini aku makan enak sekali," kata
Kim Yu Ci memuji. "Ih," In Hong cebirkan bibir, "tentu saja. siapa yang
masak?" "Adik Hong !" Han Bi Iug tersipu-sipu dan mencubit
lengan dara itu. "Mengapa mencubit aku " Memang mi kuah ini rasanya
bukan main," kata In Hong.
"Bukan begitu," sahut Han Bi Ing, "soalnya Kim toako
dan engkau sedang lapar. Kalau lapar masa masakan yang
sederhana saja sudah terasa enak sekali."
"Bukan kegitu," bantah In Hong, "terutama karena ada
kawan makan seperti ci Ing....."
"In Hong, kau?".!" kembali Han Bi Ing mencubit paha
In Hong sehingga dara itu menjerit kesakitan. Kim Yu Ci
hanya ganda tertawa saja melihat kelakar kedua gadis itu.
Selesai makan maka Han Bi Ingpun menagih janji, "Nah,
sekarang silakan Kim toako menceritakan pengalaman
toako ke rumah-makan itu dan mengapa tiba2 muncul di
rumahku." "Baik," kata Kim Yu Cu. Ia mulai bercerita.
Setelah berpisah dengan kedua gadis, Kim Yu Ci yang
menyaru sebagai pedagang sayur, menuju ke rumah makan
Sin-gwat-wan yang termasyur.
"Tidak beli," sahut pelayan ketika Kim Yu Ci
menawarkan ko-cay dan sawi.
"Eh, loji, kocay dan sawi ini tanamanku sendiri. Lain
dari yang lain. Kalau nanti tak enak besok boleh engkau
minta ganti kerugian kepadaku. Nanti aku bayar dua kali
lipat." "Eh, bung, enak saja kalau ngomong," tegas pelayan
yang bertubuh gemuk," tak mungkin engkau mau nongol
lagi kemari. "Boleh cari aku ke desa sana."
''Edan ! Untuk mencarimu berapa banyak duit yang
harus kukeluarkan untuk ongkos perjalanan. Belum waktu
dan tenagaku." "Kalau begitu, bung beli sajalah ko-cay dan sawi ini.
Biarlah kukasih harga murah."
"Berapa harganya ?"
"Terserah bung mau bayar berapa."
"Lho, koq aneh, mengapa orang jualan koq terserah pada
yang beli. Bagaimana kalau kuambil saja ?" tanya pelayan
berseloroh. "Silakan, boleh saja," kata Kim Yu Ci tertawa lebar,
"Benar?" "Ya." "Baik," kata pelayan terus hendak mengambil-sayur.
Tetapi tiba2 Kim Yu Ci mencegah. Nanti dulu bung."
"Ye, menyesal, ya ?" pelayan deliki mata.
"Tidak," sahut Kim Yu Gi, "aku hanya minta tolong
supaya engkau sampaikan kapada majikanmu bahwa sayur
ini dari daerah tenang."
"Buat apa?" "Sudahlah, kalau engkau tak mau akupun takkan
memberikan sayur ini kepadamu. Nenti paman Liang tentu
senang mendengar kabar itu."
"Eh, engkau sudah kenal kepada majikanku?"
"Dulu kami berasal sedesa. Lekaslah, tolong beri tahu
kepadanya," kata Kim Yu Ci.
Pelayan itu masuk dan tak lama kemudian nampak dia
bergegas keluar," Bung, tuan mengundang engkau masuk."
"Terima kasih. Ambillah semua ko-cay dan sawiku," kata
Kim Yu Ci terus mengikuti pelayan masuk kedalam.
Rumah itu cukup panjang dan dalam. Bagian muka
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang digunakan untuk rumanmakan dan rumah
penginapan. Sedang pemiliknya sendiri menempati
dibagian belakang, sebuah bangunan tersendiri yang
dipisahkan dengan lingkaran pagar tembok.
Setelah pelayan disuruh keluar, tuanrumah atau majikan
rumahmakan yang bernama Liang Beng San segera
mengundang Kim Yu Ci duduk didalam. Dia seorang lelaki
setengah tua, berwajah bersih dan ramah.
"Benarkah sayur yang engkau bawa itu berasal dari
daerah tenang?" Liang Beng San memulai pembicaraan.
"Benar aku disuruh Giok Sian suthay untuk menemui
tuan," kata Kim Yu Ci.
"O, apakah anda mempunyai kesulitan?"
"Benar," dengan terus terang Kim Yu Ci lalu
menceritakan tentang kedatangannya di kota Thay-goan
untuk mencari tahu keadaan Han Bun Liong.
"O, apakah nona Han juga datang?" Lian Beng San
terkejut." "Ya." "Ah, berbahaya sekali," kata pemilik rumahmakan itu,
"kota ini penuh dengan prajurit Ceng dan mata2 mereka.
Setiap pendatang tentu akan diikuti mereka."
"Benar, tetapi dengan menyaru sebagai tukang sayur dan
nikoh, rasanya kami telah lolos dari kecurigaan mereka."
'Tentang Han wan-gwe, memang para ho-han golongan
hiap-gi sudah berusaha untuk membebaskan. Tetapi sayang
selama ini masih belum berhasil. Han wan-gwe telah
disekap dalam sebuah perjara dibawah tanah."
"Dimana?" Kim Yu Ci terkejut.
"Di markas pasukan Ceng yang menduduki kota ini.
"Lho, bukankah mereka telah mengangkat seorang tihu,
perlu apa mereka masih menempatkan pasukan disini?"
"Jangan heran," kata Liang Bun San, "mana kerajaan
Ceng mau percaya seratus persen pada orang Han. Di tiap
kota besar mereka masih menempatkan pembesar tentara
yang berpangkat tau-tok ( penilik ) untuk mengawasi
pekerjaan, sekalian untuk menjaga keamanan kota."
Seorang pelayan perempuan muncul membawa nampan
hidangan arak. Setelah pelayan pergi Liang Bun San lalu
menuang arak ke dalam sebuah cawan. Mengangkat cawan,
dia menghaturkannya kearah Kim Yu Ci.
Kim Yu Ci terkejut melihat cara tuanrumah
menghaturkan arak. Cawan arak itu seperti terbang
melayang ke arah Kim Yu Ci.. Dia terkesima karena
ternyata pemilik rumahmakan itu juga memiliki ilmu
tenaga-dalam yang hebat sekali. lapun tahu kalau
tuanrumah hendak mengujinya.
"Ah, mengapa lo-jin-ke (sebutan menghormat untuk
orangtua) harus sibuk melayani aku terima kasih," seru Kim
Yu Ci. Diapun hendak unjuk kepandaian. Pada waktu
cawan masih berada pada jarak satu kaki dari mulutnya, ia
menggunakan tenaga-dalam menyedot arak itu. Dan ketika
cawan menghampiri ke muka ternyata sudah kosong.
Cawan itu ditiupnya ke muka sehingga melayang kembali
kepada Liang Beng San, "terima kasih atas penghargaan lojinke kepadaku. Liang Beng San terkejut, Dia hendak menyambuti cawan
itu. Tetapi pada saat cawan tersentuh tangan, tiba2 cawan
itu pecah berhamburan ke meja.
Merah muka Liang Beng San, "Ah, siauhiap sungguh
hebat sekali," serunya dengan tertawa "inilah yang disebut
'ombak sungai Tiang-kiang yang dibelakang mendorong
yang dimuka', ha, ' ha....."
Yang dimaksudkan dengan perumpamaan bak sungai
Tiang-kiang itu tak lain berarti yang muda akan
menggantikan yang tua. "Ah, cianpwe merendah diri," kata Kim Yu Ci,
"masakan aku mampu menandingi kesaktian cianpwe."
Keduanya tertawa. "Siau-hiap, bolehkah aku mengetahui siapa nama siauhiap?"
tanya Liang Beng San. "Aku yang rendah orang she Kim nama Yu Ci. Yu
mempunyai, Ci cita-cita."
"Ah, Yu Ci mempunyai cita2, sunggah suatu nama yang
bagus. Tetapi .... she Kim " Apakah siauhiap mempunyai
hubungan keluarga dengan Kim Thian Cong tayhiap ?"
"Dia adalah ayahku."
"Oh ..........," serta merta Liang Beng San berbangkit dan
memeluk Kim Yu Ci, "oh, siau-tit ternyata engkau ini
putera Kim tayhiap ........"
"Apakah lo-jin-ke kenal dengan ayahku ?"
"Dia adalah in-jin (penolong) yang telah menyelamakan
jiwa keluargaku. Menurut pesan ayah, apabila berjumpa
dengan Kim tayhiap aku harus membalas budi. Jika Kim
tayhiap sudah meninggal, harus kepada anak cucunya.
Karena dulu waktu keluarga dirampok penjahat, Kim
tayhiaplah yang telah menolong dan menyelamatkan jiwa
seluruh keluargaku."
"Ah, harap lojin-ke tak usah mengingat hal itu. Sudah
layak apabila kaum persilatan itu memberi pertolongan
kepada orang yang sedang ditimpa kesulitan. Dan sudah
menjadi kewajiban bagi kaum persilatan untuk membasmi
kejahatan, maka kuharap jangan lo-jin-ke memperlakukan
aku terlalu istimewa."
Liang Beng San tertawa," Baiklah, siauhiap. Memang
benar kata sebuah pepatah 'Harimau tentu beranak
harimau'. Kim tayhiap seorang pendekar besar, puteranya
juga seorang pendekar yang hebat."
"Ah, lo-jin-ke," kata Kim Yu Ci kikuk, "rasanya malu
sekali hatiku apabila terus menerus menerima pujian lo jinke.
Bagaimanapun juga aku seorang muda yang masih
kurang pengalaman. Dalam hal ini kumohon lo jin-ke suka
memberi petunjuk." Demikian keduanya segera tampak amat akrab sekali.
Kemudian setelah membicarakan soal Han Bun Liong.
berkatalah Liang Beng San, "Dalam menolong Han wangwe,
memang diperlukan suatu pemikiran yang terarah.
Karena tempat itu ibarat sebuah sarang harimau dan naga."
"Baik," kata Kim Yu Ci, "siapakah nama dari pembesar
Ceng yang menjadi kian-tok di kota ini ?"
"Panglima Taras."
"Mengapa Han cianpwe tak dibunuh ?"
"Bukan saja tak membunuhnya, pun bahkan panglima
Ceng itu menyiarkan berita tentang ditangkap dan
ditawannya Han wan gwe dalam penjara di markas
mereka." '"O, apa maksudnya ?"
"Untuk menjebak kaum persilatan yang hendak
menolong Han wan-gwe !"
"O, pintar sekali panglima itu," seru Kim Yu Ci, "tetapi
apakah sudah ada kaum persilatan yang hendak menolong
Han cianpwe ?" 'Tidak sedikit," kata Liang Beng San, "tetapi tak pernah
ada yang keluar lagi."
"Ah?"" Kim Yu Ci terkejut, "jika demikian tentulah
penjara itu dijaga ketat sekali."
"Benar," jawab Liang Beng San, "berpuluh-puluh jago
persilatan golongan hitam telah dipekerjakan untuk
menjaga dan menangkap setiap kaum persilatan yang
datang hendak menolong Han wan-gwe."
Kim Yu Ci termenung diam. Dia membayangkan betapa
sukar untuk melaksanakan usaha pertolongan kepada Han
Bun Liong itu. "Hola, aku ingat," tiba2 pemilik rumahmakan itu berseru
sehingga Kim Yu Ci terkejut dan memandangnya.
"Dua hari lagi, akan ada perayaan besar di kota ini," kata
Liang Beng San, "sejak kemarin sudah ada pengumuman
bahwa nanti dua hari lagi, seluruh penduduk Thay-goan
harus mengibarkan bendera. Dan paginya diharuskan
berkumpul di lapangan halaman markas tentara Ceng untuk
ikut menghadiri upacara."
"Perayaan apa saja ?"
"Perayaan untuk memperingati ulang tahun Raja Ceng
dinobatkan sebagai raja kerajaan Ceng di kota Pak-khia,
sekali gus merupakan hari kemenangan tentara Ceng," kata
Liang Beng San "pada malam harinya akan ada pawai besar
antara lain barong-say dan liang-liong .........."
'O, bagus, terima kasih lopeh," kata Kim Yu Ci,
"bukankah maksud lopeh, pada hari itu penjagaan penjara
tentu agak longgar bukan ?"
"Mudah-mudahan begitu, siauhiap," kata Liang Beng
San, "mereka tentu sibuk uutuk menghadiri rapat besar dan
menyaksikan pawai penghormatan itu. Terutama panglima
Taras tentu sibuk." "Tetapi......" belum sempat Kim Yu Ci beikata, Liang
Beng San sudah membuka suara lagi.
"Tetapi bagaimana, lopeh ?"
"Siau-hiap hanya bertiga, apakah mungkin dapat
menyelundup kedalam penjara itu ?"
"Sudah tentu akan kuselidiki dulu tempat itu baru nanti
kurencanakan bagaimana tindakanku selanjutnya."
"Ya, benar, tetapi kalau hanya tiga orang kurasa tentu
sukar berhasil. Maaf, bukan aku merendahkan kemampuan
siauhiap tetapi penjara itu benar2 dijaga amat kuat sekali.
Aku menguatirkan keselamatan siauhiap bertiga."
"Ya, akan kuperhatikan pesan lopeh. Tetapi sudah
menjadi tekad kami bertiga jauh-jauh datang kemari, adalah
karena hendak menyelamatkan Han cianpwe. Bahwa usaha
itu akan gagal dan akan meminta korban jiwa, kamipun
sudah siap." Liang Beng San mengangguk. Dia diam beberapa saat,
kemudian berkata, "Begini saja. Karena usaha menggempur
penjara itu termasuk suatu peristiwa besar maka aku hendak
menghubungi beberapa tokoh persilatan yang sehaluan
untuk membantu usaha siauhiap. Bagaimana, apakah
siauhiap dapat menerima?"
"Terima kasih, lopeh," kata Kim Yu Ci, "sudah tentu
kami akan menyambut dengan gembira bantuan mereka."
"Baik jika begitu, besok malam kuharap siau-hiap suka
berkunjung kesini lagi untuk mendapat pastian dari
usahaku." Begitulah setelah mencapai sepakat, Kim Yu Ci lalu
minta diri. Sebenarnya Liang Beng San minta agar Kim Yu
Ci menginap di rumahnya tetapi Kim Yu Ci tak mau. Hal
itu akan membahayakan keselamatan Liang Beng San
karena mata-mata Ceng banyak berkeliaran di kota itu.
Dari rumahmakan, Kim Yu Ci terus langsung menuju ke
pagoda tua, tempat dimana dia dan kedua gadis akan
bertemu. Tetapi sampai hampir tengah malam belum juga
kedua gadis itu muncul. Dia heran dan gelisah.
Tiba2 muncul seorang tua pincang dan bertingklangtingklang
karena dikejar oleh dua orang lelaki.
Begitu tiba dihadapan Kim Yu Ci, Orang pincang itu
berkata, "Apa engkau mau menolong aku?"
Kenapa?" "Sudahlah nanti kuceritakan. Aku dikejar hendak
ditangkap kedua mata2 Ceng itu, tolonglah!"
"Baik, lekas engkau lari ke belakang pagoda," kata Kim
Yu Ci yang terus menghadang tengah jalan.
"Hai, siapa engkau?" tegur kedua lelaki yang mengejar
orangtua pincang tadi. "Tak perlu tanya," jawab Kim Yu Ci, "mengapa engkau
mengejar orangtua yang kakinya pincang itu?"
'Dia mencuri!" "Mencuri apa?" "Uang dan kuncir kami berdua!"
"O," kini Kim Yu Ci baru tahu kenapa orangtua pincang
itu dikejar-kejar. Dia terka mengapa orangtua pincang itu
mencuri kuncir rambut orang," bagaimana mungkin
seorang tua pincang dapat mencuri uang dan kuncirmu."
"Ini buktinya," salah seorang dari kedua pengejar itu
balikkan tubuh. Memang kuncir di belakang kepalanya
hilang. "Mengapa dia mampu melakukan itu?"
"Bermula aku kasihan karena dia minta uang. Waktu
kuberi tiba2 dia menjerit dan menunjuk ke belakang .... '
hai, setan itu .......... ' . Sudah tentu aku dan kawanku
terkejut dan berputar tubuh ke belakang. Ternyata tidak ada
apa2. Aku marah. Tetapi orangtua pincang itu mengatakan
kalau dia benar2 melihat sesosok bayangan hitam melesat
kedalam gerumbul pohon. Lalu aku dan kawanku
memeriksa kedalam gerumbul. Juga tak melihat suatu apa.
Ketika kami balik ternyata orangtua pincang itu sudah
lenyap. Dan pada waktu itu kawanku menjerit mengatakan
kalau kuncirku hilang. Aku juga berteriak dan mengatakan
bawa kuncirnya juga hilang. Saat itu baru kami sadar kalau
dipermainkan bangsat pincang itu .... "
'"Ha, ha, ha," Kim Yu Ci tertawa, "mengapa engkau
marah" Uangmu berapa, akan kuganti."
"Bukan uangnya yang penting tetapi kuncir itu. Kalau
tak pakai kuncir kami berdua tentu akan dihukum oleh
atasan kami. Undang-undang negara mengatakan bahwa
setiap orang lelaki harus memelihara kuncir. Barangsiapa
yang tidak pakai kuncir akan dijebloskan dalam penjara."
"Engkau kan orang Han, mengapa harus tunduk pada
perintah orang Boan!"
'Tutup mulutmu!" bentak orang itu, "enak saja engkau
ngomong. Bukankah sekarang yang berkuasa ini kerajaan
Ceng." "Lho, apa engkau kerja pada pemerintah Boan?"
"Ya." "Jadi antek atau jadi mata-mata?"
"Bangsat, jangan menghina! Kami berdua ini orang
kepercayaan panglima Taras yang berkuasa di kota Thaygoan."
"Bukan di kota Thay-goan tetapi di markasnya. Sebab
kalau disini, aku yang berkuasa."
"Gila engkau!" teriak orang itu deliki mata.
"Lihat," Kim Yu Ci memutar kepalanya, aku juga tak
pakai kuncir. Perlu apa engkau takut?"
"Engkau pemberontak!"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan," bentak Kim Yu Ci, "aku bukan pemberontak
tetapi pembela tanah-air. Kalianlah yang antek dan
penghianat. Sudahlah, pulang saja, jangan mengejar
orangtua itu. Dia tak salah. Dia malah memberi peringatan
baik kepada kalian bahwa sebagai orang Han kalian jangan
pakai kuncir. Apa itu salah?"
"Bangsat!" orang itu berteriak terus memukul Kim Yu Ci.
Kim Yu Ci menghindar. "Silakan kalian maju berdua saja. Biar cepat kuringkus,"
seru Kim Yu Ci. "Bangsat engkau !" orang yang keduapun memaki dan
terus ikut menyerang. Tetapi kedua mata2 itu hanya jago2 kelas dua. Sudah
tentu tak tahan lama melawan Kim Yu Ci. Keduanya dapat
dirubuhkan. "Ampun hohan, jangan bunuh kami," keduanya meratap
minta ampun. "Mengapa minta ampun?"
"Hamba masih mempunyai tanggungan keluarga. Kalau
hohan membunuh hamba, keluarga hamba pasti
berantakan." "Apa kalian tak pernah membayangkan bagaimana
resikonya orang yang jadi antek musuh itu?"
"Ya, tetapi apaboleh buat, Hamba harus mencari makan
untuk keluarga." "Apakah menjadi antek orang Boan itu satu-satunya
jalan untuk mencari makan ?"
"Maaf, hohan, kami sudah biasa hidup dikota. Tetapi
kami termasuk orang miskin. Tak punya modal berdagang
terpaksa harus bekerja. Cari pekerjaanpun sukar maka
terpaksa menjadi mata-mata."
"Hm, baik," kata" Kim Yu Ci. "kalian harus
memberitahu dengan sejujurnya. Apa saja yang saat ini
kalian dapatkan dari usaha kalian " Maksudku, apakah ada
suatu peristiwa atau orang yang kalian curigai ?"
"Kami memang hendak menyusul pimpinan kami ke
gedung keluarga Han."
"Gedung keluarga Han Bun Liong?" Kim Yu Ci menegas
kaget. "Benar," kata kedua orang itu," pimpinan kami memberi
perintah agar anakbuahnya semua mengepung gedung itu.
Dan kedua pimpinan kami akan masuk kedalam gedung
itu." "Mengapa?" "Karena kami telah melaporkan bahwa dua orang nikoh
muda masuk kedalam gedung itu. Padahal gedung itu
sudah sejak lama kosong."
"Siapa kedua pimpinan kalian itu ?"
"Pang Kim dan Lim Tong, pengawal peribadi Sou tihu."
"O, kalian ini menjadi mata2 yang bekerja pada tihu ?"
Kedua orang itu mengiakan.
"Benarkah keterangan kalian ini?"
"Kalau ada sepatahpun yang bohong, hamba bersedia
dipotong kepala." "Hmm. baiklah, apa kalian masih akan kembali ke
tempat tihu ?" "Tidak, hohan. Setelah hamba tak berkuncir, hamba
takut kembali ke sana, karena tentu dihukum."
"Hm, mengingat kalian mau memberi keterangan, aku
dapat memberi ampun"... Tatapi ingat kalau lain waktu
aku masih mendapatkan kalian sebagai mata2 tihu, kalian
tentu kubunuh !" Kedua orang itu mengiakan.
"Terimalah uang ini, sekedar untuk bekal hidup. Pergilah
ke desa dan bertanilah saja," kata Kim Yu Ci sembari
menyerahkan beberapa tail keping uang perak. Kedua orang
itupun tersipu-sipu menghaturkan terima kasih dan terus
tinggalkan tempat itu. Kim Yu Ci teringat kakek pincang yang disuruhnya
bersembunyi dibelakang pagoda. Dia sepera mencari tetapi
kakek itu tak berada disitu.
"Oh, apa kakek pincang itu bukan kakek pincang yang
muncul di biara Ceng-leng-kwan itu?" tiba2 Kim Yu Ci
teringat, "ah, biarlah. Aku harus cepat2 mencari kedua
gadis itu. "Itulah sebabnya mengapa aku muncul di halaman
gedung keluargamu. Ing-moay," kata Kim Yu Ci.
"Lagi2 kakek pincang, lagi2 kakek pincang, siapakah
gerangan orang itu " Mengapa dia terus membayangi
langkah kita saja ?" gerutu In Hong.
"Kukira dia seorang kawan yang membantu kita secara
tersembunyi," kata Han Bi Ing.
"Mengapa ci Ing mengatakan begitu ?"
"Seperti peristiwa yang dialami Kim toiko, apakah tidak
berarti kekek itu memang sengaja memancing kedua mata2
itu supaya dibekuk Kim toako?"
"Apa perlunya begitu ?"
"Eh, engkau ini bagaimana. Karena dapat membekuk
kedua mata2 itu maka Kim toako bisa memperoleh
keterangan tentang kita berdua berada disini....."
"O, benar. Tetapi mungkin saja, belum pasti. Pokoknya
kalau bertemu dengan kakek pincang itu, tentu akan
kuringkusnya." "Kenapa ?" tanya Kim Yu Ci.
"Dia harus memberi keterangan tentang perbuatannya
selama ini. Kalau dia memang lawan, kita bunuh saja.
Tetapi kalau kawan, juga akan kutampar mulutnya."
"Ih, kenapa ?" seru Han Bi Ing.
"Kalau memang kawan mengapa tak mau unjuk diri
secara terang-terangan saja " Mengapa harus
mempermainkan kita?"
"Ya, benar, Memang kakek pincang itu harus engkau
hajar, biar kapok," kata Kim Yu Ci.
"Eh, Kim toako, mengapa engkau malah menganjurkan
begitu ?" tegur Han Bi Ing.
"Karena tak mungkin nona In mampu menangkapnya.
Dia memiliki ilmu gin-kang yang luar biasa."
"Jangan menghina bung. Mentang2 engkau dipanggil
toako oleh ci Ing, engkau terus mengejek aku. Lihat saja
nanti . , .... aduh "."
Tiba2 dara itu menjerit karena lengannya di cubit Han Bi
Ing, "Awas, kucubit mulutmu nanti "."
"Ai cici suka mencubit. Awas lho engkau !" In Hong
meiirik kepada Kim Yu Ci.
Dahulu Kim Yu Ci hanya ditempa dalam ilmu silat dan
keksatryaan. Dan kemudian setelah menjadi ketua partai
Seng-lian-kau dia banyak bergaul dan hidup dalam
lingkungan kaum silat Pikirannya hanya terisi dengan
ambisi menjadi ketua dunia persilatan dan menjatuhkan
setiap lawan yang berani menentangnya. Masa remaja habis
dalam dunia kependekaran.
Tetapi kini setelah dia kembali ke dunia yang tenang,
menjadi seorang pemuda biasa dan bergaul dengan jenis
lawannya, maka terbukalah alam pikirannya, bahwa di
dunia ini masih terdapat suatu keindahan lain daripada
dunia persilatan dengan segala kekerasannya.
Terutama karena secara kebetulan dia bertemu dengan
Han Bi Ing yang halus budi pekerti dan In Hong yang
centil, semangatnyapun makin lain. Dia mempunyai
pandangan lain dari dulu, terhadap dunia. manusia dan
terutama terhadap kaum gadis. Mungkin hal itu disebabkan
dari nalurinya sebagai seorang anakmuda yang sudah cukup
umur. Maka dia pun berobah sabar dan mengalah kepada si
centil In Hong dan mengindahkan terhadap Han Bi Ing.
"Sudahlah, jangan guyon saja. Sekarang kita rundingkan
bagaimana tindakan kita?" tukas Kim Yu Ci.
"Menurut keterangan pemilik rumahmakan dua hari lagi
kota ini akan mengadakan perayaan besar, memperingati
hari ulangtahun berdirinya kerajaan Ceng. Memang itu
merupakan suatu kesempatan untuk menerobos penjara.
Tetapi kita hanya bertiga, mungkinkah kita mampu
menolong ayah?" "Hal itu memang sudah menjadi pemikiran Liang lopeh.
Itulah sebabnya besok pagi aku minta datang kesana lagi
Mungkin dia akan ngadakan hubungan dengan beberapa
kawan," kata Kim Yu Ci.
"Kalau aku, mudah saja," tiba2 In Hong nyelutuk,
"diwaktu perayaan, kita bakar saja markas itu. Waktu
mereka sibuk mengurusi api, kita serbu penjara dan
menolong Han peh-hu. Mudah dan praktis, bukan "''
"Lu ngomong enak saja," kata Kim Yu apa engkau
anggap mereka itu hanya patung2 saja dan membiarkan
engkau membakar markas mereka?"
'"Memang mereka bukan patung, tetapi apa sih susahnya
melawan prajurit2 kantong nasi begitu?" bantah In Hong.
"Ah, mana engkau tahu," kata Kim Yu Ci, markas
mereka tidak hanya dijaga prajurit tetapi juga jago2 silat
yang berilmu tinggi. Sedang panglima Taras sendiri,
kabarnya juga sakti."
"Akulah yang akan menghadapinya!" In Hong
menantang. Kim Yu Ci hanya tertawa dan geleng2 kepala.
"Adik Hong," kata Han Bi Ing, "jika bertempur satu
lawan satu seperti di kalangan kaum persilatan, kupercaya
engkau dapat menghadapi panglima itu. Tetapi tak
mungkin mereka akan menurut engkau ajak bertempur cara
begitu. Mereka tentu akan menyerbu engkau seperti dalam
tandan perang. Engkau kan hanya punya dua buah tangan.
Mampukah engkau menghadapi berpuluh-puluh tangan
mereka?" "Cici, untuk menolong peh-hu, aku bersedia
mengorbankan jiwaku!" seru In Hong.
"Hong adikku yang tersayang," seru Han Bi Ing penuh
haru, "aku tahu bagaimana hati dan pribadimu. Justeru
karena begitu besar rasa pengorbananmu kepada ayahku,
aku juga wajib memikirkan keselamatan dirimu. Aku tak
setuju dengan caramu yang hanya berarti akan
mengantarkan jiwa itu."
"Begini saja," kata Kim Yu Ci, "besok pagi aku akan
keluar untuk melakukan penyelidikan, baik mengenai
penjagaan dalam penjara itu, keadaan markas dan
kemungkinan2 masuk ketempat Han peh-hu. Setelah itu
sekalian aku akan menemui Liang lopeh. Sepulangnya lagi
kemari, baru nanti kita tentukan langkah."
Han Bi Ing dan In Hong menyetujui. Kemudian In Hong
bertanya, "Ci Ing apakah di kota ini engkau tak kenal
dengan seseorang yang menjadi sahabat baik Han peh-hu ?"
"Kenal," kata Han Bt Ing, "lalu apa maksudmu ?"
"Apabila tuan Kim hendak melancong".......
"Eh, dara centil, mengapa panggil orang dengan sebutan
'tuan' segala ?" teriak Kim Yu Ci.
"Kan yang berhak memanggil toako adalah ci Ing ".......
"In Hong ?" Han Bi Ing menjerit dengan pipi yang
merah, "jangan bergurau saja !"
"Ya, ya, maaf," In Hong mengikik, "kalau dia besok pagi
hendak keluar melakukan penyelidikan, kita berdua kan
juga tak betah kalau harus mengeram disini. Lebih baik kita
juga coba menghubungi sahabat baik dari Han pehhu "
'Ya, baiklah," kata Han Bi Ing.
"Tetapi apa tidak berbahaya kalau kalian keluar .... hm,
kalau memang hendak keluar kalian harus mengenakan
pakaian nikoh lagi agar tidak dicurigai mereka," kata Kim
Yu Ci." Pendapat Kim Yu Ci itu disetujui. Setelah omong2
beberapa saat. mereka lalu masuk tidur.
Barongsay rakus Keesokan harinya ketika duduk minum teh, bertayalah
Kim Yu Ci, "Ing-moay, apakah ruang rahasia ini tiada jalah
lain kecuali dari pintu diatas tadi?"
"Ada," sahut Han Bi Ing, "tetapi sudah tidak dipakai,
mungkin lorong itu kotor."
"Lorong "* "Ya, lorong terowongan yang tembus kesebuah hutan."
"Mari," kata Han Bi Ing seraya berbangkit menuju ke
kamarnya." "Ci Ing," teriak In Hong," kita ini akan masuk
kekamarmu, lho !" "Ya, kenapa "."
"Bukankah engkau hendak menunjukkan lorong
terowongan rahasia itu ?"
"Ya," Han Bi Ing tetap melangkah masuk dalam
kamarnya. Ia menurunkan sebuah pigura dan menekan
dindingnya. Dinding itu segera terbuka dan didalam
dinding yang sebesar kotak kecil itu terdapat sebuah
tombol. Ketika tombol ditekan, tiba2 lantai dimuka ranjang,
amblong kebawah. Dan tampaklah sebuah titian batu.
"Inilah," kata Han Bi Ing
"Mari kita turun," kata In Hong. Mereka bertiga lalu
menuruni titian. Sampai dibawah mereka berhadapan
dengan sebuah lubang terowongan. Dengan menggunakan
obor, mereka menyusur' terowongan itu. Untung
terowongan itu tidak begitu kotor. Dan akhirnya mereka
muncul disebuah hutan kecil.
"Ah, Han peh-hu benar2 luar biasa!" Kii Yu Ci berseru
memuji. "Tetapi mengapa sampai tertangkap?" tanya In Hong.
"Ayah seorang yang sabar tetapi keras pendirian.
Kemungkinan dia tentu memimpin rakyat untuk menghalau
serangan tentara Ceng dan akhirnya terluka lalu ditawan
mereka." "Lalu bagaimana kita sekarang ini?" tanya Han Bi Ing.
"Baik kita lakukan rencana tadi. Aku akan masuk ke kota
untuk melakukan penyelidikan kalian berdua menyaru
sebagai nikoh apabila hendak mengunjungi salah seorang
sahabat Han pek-hu dalam kota," kata Kim Yu Ci.
Mereka setuju. Setelah masuk ke kota mereka berpisah
dan malam nanti akan kembali ke dalam kamar rahasia
lagi. Kim Yu Ci yang menyelidiki ke tempat markas pasukan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ceng ketika melalui sebuah tempat yang ramai, melihat ada
sebuah warung minuman yang penuh tetamu. Tiba2 ia
mendapat pikiran, Biasanya dalam warung2 atau kedai
minum, sering dapat mendengar berita2 yang menarik. Ia
pun singgah di warung itu.
Saat itu masih pagi. Orang2 yang berkunjung ke warung
itu kebanyakan membutuhkan sarapan pagi. Warung itu
terkenal dengan bubur ti-tenya. Banyak tetamu yang sedang
menikmati hilangan bubur itu.
Kim Yu Ci mengambil tempat duduk di dekat jendela
dan pesan bubur juga. "Hai, Lo Siang, apa besok engkau tak turut main liangliong?"
terdengar seorang lelaki yang duduk dengan
beberapa orang berseru. "Tentu saja," . sahut seorang lelaki bertubuh kekar yang
dipanggil Lo Siang itu. "Tetapi kabarnya orang Hek-liong-pang juga akan keluar.
Malah katanya mereka mendapat tambahan beberapa jago
silat yang hebat," kata orang yang pertama.
"Ya," sahut Lo Siang atau tepatnya Siang Ji "biar mereka
cari jago, tetapi perkumpulanku tidak."
"Wah, jangan meremehkan kekuatan Hek-liong-pang
(perkumpulan Naga Hitam). Kabarnya Hek-liong-pang
mendapat dukungan dari tihu. Benarkah itu "
"Ya, karena ketua Hek-liong-pang bersedia membantu
pada tihu. "Wah, kali ini perkumpulanmu tentu menghadapi ujian
yang berat. Selain Hek-liong pang, kabarnya kali ini Cengliongpang juga akan keluar. Sudah beberapa tahun Cengliong
pang (perkumpulan Naga Hijau) tidak muncul. Kalau
kali ini mereka berani keluar, jelas tentu sudah menyusun
kekuatan." "Ya, kalau memang begitu keadaannya, pun terpaksa
harus menghadapi.'' "Benar, Lo Siang," kata orang itu, "perkumpulanmu
sudah dikenal sebagai yang terkuat selama beberapa tahun
ini, Kalian harus jaga nama dengan sungguh2."
"Wah, besok malam kita bakal menyaksikan tiga
perkumpulan liang-liong yang akan memperebutkan juara,"
seru beberapa orang. Kim Yu Ci mendengarkan dengan penuh perhatian.
Namun ia tak tahu mengapa perkumpulan liang liong harus
saling berebut kejuaraan Setelah Siang Ji Un keluar, Kim Yu Ci segera membayar
makanannya dan mengikuti orang itu. Ia hendak meminta
keterangan tentang kumpulan2 liang liong di kota
Thaygoan. Ketika membiluk kesebuah lorong yang sepi, Kim Yu Ci
hendak mengejar tetapi tiba2 dari arah muka muncul
sekawanan pemuda yang berpakaian hitam. Kopiah dan
sabuknya juga terbuat dari pada kain hitam. Bahkan
sepatunya juga hitam Ketika berhadapan dengan Siang Ji Un, salah seorang
dari kawanan pemuda itu berseru kepada kawannya, "Hai,
kawan, kabarnya anakbuah Pek-liong-pang itu gagah berani
?" "Ya, kata orang,"
"Kata orang itu hanya desas desus yang tidak benar.
Nyatanya, kalau tidak bergerombol dengan kawankawannya,
anakbuah Peng-liong-pang itu seperti tikus yang
melihat kucing." "Salah !" sahut seorang pemuda baju hitam yang lain.
"Apanya yang salah ?"
"Bukan seperti tikus melihat kucing, tetapi memang
benar2 tikus yang melihat kucing."
"Kawanan tikus mau jadi anggauta perkumpulan liangliong,
huh ,...!" "Tikus memang licik !"
Mendengar itu Siang Ji Un tak kuasa menahan
kemarahannya lagi. Serentak dia menegur, "Hai, kamu,
siapa yang kamu katakan tikus itu " ayo bilang!"
"Engkau tikus atau bukan?" sahut pemuda yang bermata
sipit. "O, rentanglah matamu lebar2, aku ini tikus atau
bukan!" seru Siang Ji Un.
"Engkau?" seru pemuda mala sipit, "engkau manusia
tikus, ha, ha, ha .......... ! "
"Bangsat!" bentak Siang Ji Un, "jangan menghina orang.
Mentang2 engkau berkawan banyak."
"Lho, engkau menantang" Biar berkawan banyak tetapi
kalau hanya menghadapi engkau aku sendiri sanggup!"
"Hm, jelas engkau hendak cari perkara," kata Siang Ji
Un, "bukankah engkau ini anakbuah Hek-liong-pang?"
"Kalau sudah tahu mengapa engkau tak lekas minta
maaf!" seru pemuda mata sipit.
"Huh, siapa sudi minta maaf pada seekor monyet seperti
engkau!" "Bangsat engkau!" pemuda mata sipit itu terus
menerjang. Dan terjadi pertempuran antara dia dengan
Siang Ji Un. Sementara pemuda2 lain segera mengepung
Siang Ji Un. Mereka memang tidak ikut mengeroyok tetapi
bicara tak keruan memaki dan menghina Siang Ji Un.
Dalam suatu kesempatan Siang Ji Un berhasil menyapu
kaki lawan sehingga pemuda mata sipit itu jatuh
terjerembab kebelakang. Siang Ji Un hendak menghampiri
tetapi tiba'2 tengkuk bajunya ditarik sekuat-kuatnya dari
belakang, "Jangan kurang ajar, tikus!"
"Inilah, dukkkk ....... , " ketika tubuh Siang Ji Un
terpelanting ke belakang, sedang pemuda baju hitam sudah
siap menyambut dengan tinjunya. Auhhhh .... Siang Ji Un
mendekap perut dan terhuyung-huyung kebelakang, plak
....... seorang pemuda baju hitam yang lain menendangnya.
Duk .... yang lain menghantam punggungnya. Demikian
Siang Ji Un telah dijadikan bulan2an sasaran tinju dan kaki
kawanan pemuda baju hitam itu.
"Uhhhh ....... , " ketika seorang pemuda baju hitam
hendak menendang, tiba2 tengkuk leher bajunya ditarik ke
belakang oleh sebuah tangan yang kuat. Dan pemuda baju
hitam lain yaug hendak mengangkat tinjunya, juga ditarik
ke belakang oleh tangan kuat itu sehingga pemuda itu jatuh
bangun sampai beberapa kali.
Serentak berhentilah pemuda2 yang tengah
mempermainkan Siang Ji Un.
"Hai, siapa engkau" Apakah engkau kawannya?" seru
pemuda bermata sipit. 'Ya," kata Kim Yu Ci, "kalian terlalu kejam dan pengecut
sekali. Masakan beberapa orang bengeroyok seorang."
"Itu urusanku, jangan ikut campur kalau engkau minta
selamat!"' "Ya, aku memang minta tidak selamat. Silahkan kalian
maju semua saja!" tantang Kim Yu Ci.
Kelima pemuda baju hitam yang masih belum terluka itu
segera menyerang Kim Yu Ci. Tetapi mereka hanyalah
pemuda2 yang belum berapa tinggi ilmusilatnya. Sudah
tentu mereka tak tahan lama menghadapi Kim Yu Ci.
Untung Kim Yu Ci tak mau melukai mereka. Cukup hanya
dengan menempeleng dan menampar saja, mereka sudah
lari tunggang langgang. "Terima kasih, hohan," kata Siang Ji Un yang mukanya
bengap2. "Ah, tak apa. Siapakah mereka ?"
"Mereka adalah anakbuah perkumpulan liang liong Hekliongpang." "Mengapa mereka mencari perkara kepadamur*
"Ya, karena persoalan liang-liong Di kota Thay-goan
terdapat beberapa perkumpulan liang liong. Tetapi yang
terbesar adalah tiga yakni, Pek hong-pang, Hek-liong-pang
dan Ceng-hong pang, Kim Yu Ci mengangguk dan minta keterangan mengapa
mereka sampai bermusuhan.
"Sudah menjadi adat naluri di kota ini. tiap tahun tentu
diadakan perayaan liang-liong. Bermula diantara beberapa
perkumpulan liang liong itu bermula karena ingin
menunjukkan kebolehannya, terjadi bentrokan kecil.
Mereka berebut daerah. Yang menang menguasai daerah
'basah'." "Apa artinya daerah 'basah' itu ?"
"Daerah "basah' yalah daerah tempat tinggal orang kaya.
Disitu penduduknya mampu menyediakan 'ang-pau'
(bingkisan kertas merah) yang berharga," kata Siang Ji Un,
"karena selalu terjadi keributan maka tihu malah sengaja
mengadakan perlombaan adu ketangkasan, Pemenangnya
akan mendapat hadiah seluruh angpau dari penduduk
kota," "Apa yang dimaksuk dengan perlombaan adu
ketangkasan itu ?" tanya Kim Yu Ci.
"Pertarungan antara dua liang-liong yang disaksikan oleh
seluruh penduduk dan pembesar negeri."
"Apakah hal itu masih berlangsung selama kota ini sudah
diduduki pasukan Ceng ?" tanya Ki Yu Ci pula.
"Bermula tidak tetapi kemudian diadakan lagi, malah
secara besar-besar. Syaratnyapun lebih hebat. Kalau dulu
pertarungan itu terbatas apabila bagian kepala dari liangliong
sudah rubuh akan dinyatakan kalah. Tetapi kalau
sekarang diboleh lebih ganas lagi. Yang menang boleh
menghancurkan seluruh anak buah liang-liong yang kalah
sampai mati !" "Ah, kejam!" seru Kim Yu Ci, "mengapa harus begitu"
Kalau fihak lawan sudah kalah, tak perlu harus
dihancurkan sampai mati."
"Rupanyu pembesar2 Ceng suka melihat mayat2
anakbuah liang-liong itu berserakan di tanah."
"Hm, begitulah tujuan mereka. Mereka suka kalau orang
Han saling berbunuhan sendiri sehingga mudah dikuasai.
Kalian yang tak menyadari hal itu, tentu akan "terjebak
dalam nafsu keinginan untuk menang saja," kata Kim Yu
Ci. Kemudian dia menanyakan dimanakah pusat dari
perkumpulan liang-liong Naga Putih dan siapakah
ketuanya. "Ketua kami bernama Cin Tek Po yang berilmu silat
tinggi. Tetapi baru2 ini entah bagaimana dia telah
menderita sakit sehingga tubuhnya kurus dan wajah pucat."
"O, apakah engkau mau membawa aku ke sana ?" tanya
Kim Yu Ci. "Maksud hohan ?"
"Aku ingin berkenalan dengan ketuamu. Mungkin aku
dapat memberi bantuan kepada perkumpulanmu."
"O, terima kasih hohan," Siang Ji Un gembira sekali. Dia
segera mengajak Kim Yu Ci menuju ke pusat perkumpulan
Pek-liong-pang. Pek liong-pang mempunyai berpuluh-puluh anakbuah
yang kebanyakan terdiri dari buruh kasar. Ketuanya, Cin
Tek Po menyambut kedatangaa Kim Yu Ci dengan ramah.
Dia menghaturkan terima kasih atas bantuan Kim Yu Ci
kepada Sian Ji Un. "Memang sudah sering kali terjadi bentrokan antara
anakbuah kami dengan mereka," kata Cin Tek Po.
"Apakah tak pernah paman laporkan kepada pembesar
setempat ?" "Ah," dengus Ciu Tek Po, "dulu memang begitu. Tetapi
setiap kali, tihu tentu memutuskan kami yang salah. Sejak
itu kuperintahkan kepada anakbuahku agar jangan mudah
terpancing oleh ejekan orang2 Hek-liong-pang."
"Ya, tetapi Siang-heng tadi memang layak kalau marah
karena anakbuah Hek-liong-pang menghinanya begitu
rupa." Cin Tek Po mengangguk. "Paman, besok paman akan
memimpin anak buah Pek-liong-pang dalam lomba adu
ketangkasan bukan ?"
"Ya," "Tetapi kulihat paman kurang sehat. Apakah sakit
paman belum sembuh ?"
"Sudah baik tetapi tenagaku masih belum pulih," Cin tek
Po menghela napas, "mungkin kali ini Pek-liong-pang akan
menderita kekalahan."
"Paman," kata Kim Yu Ci, "apa sebab paman menderita
sakit perut itu ?" "Sepulang dari perjamuan yang diadakan pembesar
pasukan Ceng untuk memperkenalkan diri, maka lalu
menderita sakit perut sampai beberapa kali Beberapa sinshe
yang kuundang, tak dapat menyembuhkan. Mereka
mengatakan aku keracunan makan tetapi tak tahu jenis
racun apa yang menyerang aku ini,"
Kim Yu Ci kerutkan dahi. Ia curiga kalau hal itu
memang dibuat oleh pembesar Ceng. Ia lalu meminta
keterangan apakah Pek-liong-pang pernah diminta supaya
bekerja pada pemerintah Ceng.
"Ya, pernah," kata Cin Tek Po, "tetapi kami menolak."
Kim Yu Ci mengangguk. Dia makin percaya kalau
peristiwa sakitnya ketua Pek-liong-pang iu memang dibuat
oleh fihak lawan. "Apalagi kabarnya fihak Hek-liong-pang telah mendapat
tambahan beberapa jago silat yang lihay. Aku makin
berkecil hati. Demi menyelamatkan jiwa anakbuahku
sebenarnya aku sudah menarik diri tak mau ikut dalam
perlombaan itu tetapi tidak diidahkan oleh tihu. Kalau
berani tidak ikut, berarti tak mau merayakan hari
kemenangan kerajaan Ceng. Dan itu berarti menentang.
Pek liong pang akan dibubarkan dan semua anakbuahnya
akan ditangkap." Kim Yu Ci mengangguk. "Berapa banyak anakbuah paman yang akan ikut dalam
permainan liang-liong nanti ?"tanyanya,
"Duapuluh orang anakmuda yang bertenaga kuat dan
telah mendapat didikan ilmusilat."
"Apakah paman mengidinkan kalau aku memeriksa
mereka?" tanya Kim Yu Ci
Cin Tek Po mempersilakan. Berderet-deret anakbuah
Pek-liong-pang tegak berdiri di ruang Lian-bu-thia (ruang
tempat berlatih silat) ketika Kim Yu Ci dengan didampingi
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketua Pek-liong-pang melakukan pemeriksaan.
"Apakah saudara2 sekalian bersedia untuk ikut serta
dalam liang-liong kita besok malam?" tanya Kim Yu Ci.
Mereka serempak menyatakan sedia.
"Apa saja yang saudara2 lakukan dalam persiapan besok
malam itu?" "Kami berlatih ilmusilat dan tata-barisan liang-liong."
"Baik, kuminta saudara2 mempertunjukkan gerak
barisan yang saudara latih itu," kata Kim Yu Ci.
Duapuluh anakmuda segera maju dan ber-gerak2
memainkan tangan dan tata-langkah seperti orang bermain
liang-liong. "Song-liong-ceng cu!" seru Kim Yu Ci, "tetapi masih
kurang rapi dan kokoh. Song-liong- ceng- cu artinya Sepasang-naga-rebutmustika.
Sekalian anakbuah Pek-liong-pang terkejut ketika
Kim Yu Ci dapat mengucapkan gerak barisan liang-liong
itu. Lebih terkejut pula ketika anakmuda tetamu mereka itu
dapat membari kritik yang tajam.
"Coba, seranglah aku," seru Kim Yu Ci. Kedua puluh
anakbuah Pek-liong-pang segera bergerak dalam gaya
seperti memainkan liang-lion untuk menyerang Kim Yu Ci.
Tetapi dengan bergerak maju mundur dan ke kanan kiri,
serangan mereka dapat dihindari Kim Yu Ci. Dan pada
satu saat, sekali kaki Kim Yu Ci berputar maka susul
menyusul, kedua puluh anakmuda itupun terpelanting
jatuh. Kaki mereka disapu oleh gerak kaki Kim Yu Ci.
"Luar biasa, Kim siauhiap!" ketua Pek-lion pang berseru
memuji, "tata barisan itu tahun yang lalu dapat
mengalahkan semua lawan. Ternyata begitu mudah dapat
Kim siauhiap rubuhkan."
Kim Yu Ci hanya tersenyum, "Apabila paman tak
keberatan, akan kulatih mereka dengai sebuah tata barisan
baru." "Bagus Kim siauhiap. Sudah tentu aku sangat berterima
kasih sekali atas bantuan siauhiap," seru ketua Pek-liongpang.
Kim Yu Ci lalu mengajarkan mereka sebuah tata barisan
permainan liang-liong. Dengan tekun dan penuh perhatian
kedua puluh anakbuah Pek liong-pang itu berlatih sampai
sehari penuh. "Gerak barisan liang-liong ini disebut Boan liong-can-san
atau Naga-melingkar-memapas-gunung," kata Kim Yu Ci,
"jika kalian berlatih dengan sungguh2, lawan tentu tak
dapat lolos dari kepungan kalian."
Setelah selesai memberi pelajaran dan petunjuk, Kim Yu
Ci masuk kedalam ruangan untuk makan siang. Dalam
kesempatan beromong-omong, Kim Yu Ci bertanya apakah
Cin Tek Po kenal dengan Han Bun Liong.
"Sudah tentu kenal, siauhiap," kata ketua perkumpulan
Pek-liong pang itu, "kami banyak berhutang budi kepada
Han wan-gwe." "Tahukah paman dimana dia ditahan saat ini?"
"Kabarnya dalam penjara di bawah tanah, terletak di
belakang markas pasukan Ceng. Sukar sekali untuk
menerobos pertahanan mereka."
"Dimanakah permainan lian-liong akan diadakan besok
malam?" "Di halaman markas pasukan Ceng."
"Apakah panglima Tarass akan hadir?"
"Kabarnya begitu. Tihu juga akan berada di markas
mereka." "Bagus." "Siauhiap, sudah terlanjur siauhiap memberi bantuan
kepada kami maka maaf kalau kami hendak mengajukan
permohonan lagi." "Apa?" "Karena tenagaku masih belum pulih, apabila siauhiap
tak keberatan, kumohon engkau suka mengepalai
rombongan anakbuah kami....."
Kim Yu Ci termenung diam.
"Ah, maaf, siauhiap. Ini hanya apabila siauhiap tidak
repot. Aku tak berani memaksa "
"Bukan begitu, paman," kata Kim Yu Ci, "memang aku
ingin membantu begitu. Tetapi ?""
"Tetapi bagaimana?"
"Baiklah," cepat Kim Yu Ci berkata, "aku yang pegang
ekor saja. Tak perlu pegang kepala."
Sebenarnya Kim Yu Ci, mempunyai rencana untuk
menghancurkan Taras. Tetapi ia kuatir akibatnya akan
mencelakai Pek- liong-pang. Akhirnya ia merobah rencana.
Demikian setelah tercapai kata sepakat, Kim Yu Ci lalu
pamit dan menuju ke markas pasukan Ceng di pusat kota
Thay-goan. Tampak di halaman gedung markas itu telah
disiapkan panggung yang yang sekelilingnya dihias dengan
warna warni panji dan bendera. Juga gedung markas
pasukan Ceng telah dihias begitu indah dan mewah.
Kim Yu Ci berusaha untuk menyelidiki letak penjara di
bawah tanah, tetapi tak berhasil. Terpaksa pada sore itu dia
berkunjung ke rumah makan milik Liang Beng San.
Ketika diajak masuk ke gedung kediaman pemilik
rurnahmakan itu, Kim Yu Ci terkejut karena di situ sudah
menunggu dua orang lelaki. Liang Beng San
memperkenalkan kedua orang itu kepada Kim Yu Ci.
Lelaki setengah tua yang berwajah bersih dan tumbuh
tahi- lalat pada pipi kirinya, bernama Tan ku Hau bergelar
Pat-lui-pit siucay atau Sasterawan Pit-delapan-geledek.
Orangnya ramah, penuh senyum,
Yang satu, juga setengah tua, tangan kirinya buntung.
Bernama Gin Leng, gelar Toan-pi- kui-to atau Tanganbuntung
si setan giok. Wajah keren, jenggot dan kumis
memanjang, tubuh kurus. Ah, sungguh berun ung sekali aku dapat bertemu dengan
putera Kim Thian Cong tayhiap," seru Pat-lui-pit Tanku
Hau. "Ah, janganlah cianpwe merendah. Aku hanya seorang
muda. Jauh sekali bedanya apabila dibanding dengan sianhu
(mendiang ayah)," Kim Yi Ci merendah diri.
"Ah, harap Kim sutit jangan merendah diri," sasterawan
Tanku Hau tertawa, "Liang-heng tadi telah menceritakan
tentang kesaktian tenaga- dalam sutit. Ya, memang kita
yang tua ini harus rela menyerahkan peranan kepada
angkatan muda. Sebenarnya, aku sudah ingin
mengasingkan diri di gunung tetapi Liang-heng
memanggilku. Apalagi Kim sutit adalah putera dari
mendiang Kim Thian Cong yang kukagumi, sudah tentu
aku harus membantu."
"Benar, memang demikian," kata Gan Leng pula
"Seperti diriku seorang tua yang berlengan buntung ini
sebenarnya sudah tak banyak gunanya lagi. Tetapi karena
permintaan Liong-heng akupun terpaksa nongol lagi."
"Ah, harap lopeh jangan mengatakan begitu. Tiada
manusia yang tak berguna. Masing2 mempunyai kegunaan.
Apalagi dalam soal perjuangan. Semua tenaga patriot
sangat dibutuhkan." kata Kim Yu Ci.
Demikian setelah pembicaraan secara basa-basi selesai,
mereka lalu merundingkan cara untuk menyerbu penjara.
Atas pertanyaan kedua jago tua itu, Kim Yu Ci
menerangkan, "Sebenarnya aku mempunyai rencana begini.
Aku akan ikut dalam rombong liang-liong Pek-liong-pang,
Dalam kesempatan yang baik, aku akan menabur panglima
Taras dengan senjata rahasia ......"
"Ah?".," tiba2 kedua jago itu mendesah.
"Harap paman berdua jangan salah mengerti." cepat Kim
Yu Ci menjelaskan, "bukan aku gemar menggunakan
senjata rahasia. Selama ini aku tak pernah menggunakan
senjata gelap. Ini bukan laku seorang pendekar. Tetapi
dalam keadaan seperti saat ini, apa boleh buat. Sekalipun
begitu, aku hanya sekekar melukai sedikit dan takan
membunuhnya." "Ah, jangan salah mangerti Kim siautit," kata Tanku
Hau," aku bukan tak menyetujui engkau menggunakan
senjata rahasia. Terhadap musuh kita orang Boan. jangan
diberi ampun lagi !"
"Benar," seru Gan Leng menambahkan, "salah satu
keganasan mereka inilah ..... " ia menunjukkan lengan
kirinya yang buntung, "maka segala cara boleh engkau
gunakan untuk menghancurkan mereka !"
Kim Yu Ci mengucap terima kasih. Kemudian ia
menjelaskan rencananya lebih lanjut, "Setelah mengacau
suasana di tempat perayaan, aku akan menyelundup masuk
kedalam markas dan mencari penjara itu ...."
"Ah," berbahaya !" seru Liang Beng San.
"Ya," kata Kim Yu Ci, "tetapi pada saat itu aku akan
menyaru sebagai seorang prajurit Ceng. Kebetulan waktu
aku datang ke gedung kediaman Han ciarpwe, aku diserang
oleh sekawan prajurit dan berhasil menewaskan mereka.
Pakaian mereka kulucuti. Pakaian itu akan kugunakan
dalam rencana masuk kemarkas musuh nanti."
"Bagus, siautit," seru Tanku Hau; "jika demikian aku
bersama Gan-heng akan membantumu untuk mengadakan
kekacauan dalam markas musuh. Di beberapa tempat
dalam gedung markas itu akan kubakar agar prajurit2
bingung menolong api. Dengan demikian dapat membantu
engkau agar leluasa masuk kedalam penjara."
"Tempi tidakkah sangat berbahaya untuk menolong Han
wan-gwe melarikan diri itu ?" seru Liang Beng San, "dia
dalam keadaan terluka. Dan pasukan Ceng tentu akan
melakukan pengejaran. Apakah hal itu tidak menyulitkan
siau-hiap ?" "Terima kasih paman," kata Kim Yu Ci "dalam hal itu
aku sudah mempunyai rencana. Untuk sementara waktu
Han peh-hu akan kami sembunyikan disebuah tempat yang
sangat terahasia. "Bagus, siautit, kali ini kita tak boleh gagal!" seru Gan
Lang. "Ah," Kim Yu Ci menghela napas..
"Mengapa ?" "Jika dalam perjuangan ini aku harus berkorban jiwa, itu
sudah selayaknya karena memang begitulah resiko seorang
pejuang. Tetapi aku kuatir, huru hara itu akan
menimbulkan akibat amat luas."
"Akibat bagaimana yang engkau maksudkan?"
"Tentulah pemerintah Ceng akan marah mengadakan
pembersihan besar-besaran kepada penduduk. Tidakkah hal
itu berarti kita yang mencelakai para penduduk itu ?"
"Ah, hal itu tak perlu diresahkan, siautit" kata Tanku
Hau, "dalam masa perang seperti saat ini, memang semua
orang menderita. Yang penting kita harus menumpas
sumber dari penyebab malapetaka itu. Dan sudak tentu
segala perjuangan itu harus meminta pengorbanan!"
Demikian setelah berunding maka Kim Yu Cipun segera
pamit. Dia menuju kehutan dan akan masuk kedalam
terowongan yang tembus ke ruang rahasia dibawah tanah
dari gedung keluarga Han.
Ternyata Han Bi Ing dan In Hong sudah berada disitu
dan menunggu kedatangan Kim Yu Ci untuk diajak makan
malam. "Bagaimana hasil penyelidikan toako ?" tanya Han Bi
Ing. Kim Yu Ci menceritakan apa yang telah dirundingkan di
rumahmakan Liang Beng San. Tetapi dia tak mau
menuturkan tentang rencananya dengan perkumpulan
Jiang-liong Pek-liong-pang. Ia kuatir hal itu akan membuat
Han Bi Ing cemas. "Dan bagaimana dengan hasil kalian ?" ia balas bertanya.
"Beres deh," kata In Hong dengan mengangkat bahu,
"pokoknya, lihat saja, siapa yang akan lebih dulu
membebaskan Han peh-hu."
"Lho, apa aku tak boleh tahu bagaimana rencana kalian
?" ia memandang Han Bi Ing.
"Tetapi aku sudah diikat janji oleh adik Hong tak boleh
mengatakan kepadamu, Kim toako. Kami akan
menghaturkan suatu kejutan kepadamu besok malam," kata
Han Bi Ing. Kim Yu Ci geleng2 kepala, "Kata orang, "dekat arang
tentu hitam, dekat gincu tentu merah' ternyata memang
betul." "Apa makudmu ?" seru In Hong.
"Tidak apa2 kecuali hanya mengatakan bahwa setiap
penyakit itu tentu menular. Ing-moay sekarang sudah
engkau tulari penyakitmu angi-anginan." Kim Yu Ci
tertawa. "O, itu," kata In Hong, "memang aku yang melarang ci
Ing mengatakan kepadamu. Aku melihat siapa sih yang
lebih dulu dapat menolong Han peh-hu."
Kim Yu Ci tahu bahwa Han Bi Ing itu cerdik dan teliti.
Tentu tak mungkin nona itu akan menyetujui rencana In
Hong apabila rencana itu berbahaya. Maka diapun diam
saja. "Bagaimana kalau kita nanti, baik aku maupun kalian
berdua, dapat menolong Han peh-hu" Kemanakah kita
akan menyembunyikannya ?" tanya Kim Yu Ci.
"Lebih baik kita sembunyikan dalam kamar rahasia ini,"
kata Han Bi Ing. "Benar," seru Kim Yu Ci, "kita bawa Han-pehhu kemari
saja. Mereka tentu akan melakukan pengejaran dan
penggeledahan keseluruh rumah penduduk. Setelah jejak
Han peh-hu hilang suasana reda, barulah kita pikirkan lagi
bagaimana membawanya lari ke luar daerah."
Demikian setelah mencapai kesepakatan, maka lalu
masuk tidur. Keesokan harinya merekapun segera berangkat. Kim Yu
Ci menuju ke markas perkurnpulan Pek-Liong-pang untuk
mengadakan latihan yang terakhir. Sedang Han Bi Ing, dan
In Hongpun pergi sendiri. Karena kedua gadis itu tetap
merahasiakan tempat tujuannya, Kim Yu Cipun tak mau
mendesak. Dalam pemeriksaan tentang latihan barisan Song-liongcengcu dari anakbuah Pek-liong-pang, ternyata Kim Yu Ci
puas. Dalam waktu dua hari anakbuah Pek Liong-pang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah dapat melakukan gerak barisan itu dengan baik.
Demikianlah tak terasa, mataharipun sudah mulai
terbenam dan malampun tiba. Naga dari perkumpulan Pekliongpang itu amat besar dan berat. Sesuai dengan
namanya maka naga itupun dibuat dari kain putih.
Setelah semua persiapan selesai maka berangkatlah
rombongan perkumpulan liang-liong Pek-liong pang
menuju ke markas pasukan Ceng. Indah dan meriah sekali
rerotan liang-liong itu. Diiringi oleh tambur dan kekencer
yang berisik, sepanjang jalan liang-liong itu bermain
bagaikan naga yang sedang berjalan.
Memang pada malam itu kota Thay-goan tengah dalam
suasana pesta pora. Semua penduduk berbondong-bondong
menuju ke lapangan markas pasukan Ceng untuk
menyaksikan acara pertandingan liang-liong yang ramai.,
Walaupun pertandingan itu tiap tahun diadakan, tetapi kali
ini penduduk tahu bahwa pertandingan adu liang liong itu
tentu lebih ramai dari tahun2 yang lalu. Mereka mendengar
perkumpulan Hek-liong pang telah mengundang beberapa
jago silat untuk memperkuat barisan mereka. Rupanya Hekliongpang sangat bernafsu sekali untuk menebus
kekalahannya pada tahun lalu.
Selain itu, kabarnya perkumpulan liang-liong Ceng-liongpang
juga akan keluar. Perkumpulan itu sudah lima tahun
tak muncul. Apabila kali ini mereka berani keluar, tentulah
sudah yakin akan kekuatannya.
Lapangan dimuka markas pasukan Ceng pusat kota
Thay-goan penuh sesak dengan ribuan manusia ......
-ooo0dw0oo- Jilid 25 Huru hara Pada tahun Masehi 1644, ketika tentara Boan leng
berhasil menduduki kotaraja Pak-kia (Peking) maka
pindahlah kerajaan Ceng ke Pak-kia.
Setahun yang lalu baginda Hong-thay-ci dari kerajaan
Boan-ceng telah meninggal di kotaraja Sim-yang, wilayah
timur laut. Oleh karena itu maka yang mengantikannya
adalah puteranya yang bernama Fulin. Dia dinobatkan jadi
raja dengan gelar baginda Sun Te, Pada waktu itu dia baru
berumur 6 tahun. Pemerintahan dipegang oleh Torgun,
putera ke sembilan dari Nurhacha, pemimpin besar suku
Tartar Boan. Pada tahun 1641 ketika raja Hong-thay-ci memimpin
pasukannya menyerang daerah San-hay-wan kerajaan Beng
telah mengirim dua orang jenderal perangnya yang pandai
yaitu Ang Seng Co dan Go Sam Kui.
Tetapi dalam pertempuran di kota Siong san-koan,
pasukan kerajaan Beng telah dihancurkan dan jenderal Ang
Seng Co menyerah. Ternyata raja Hong-thay-ci menghargai
sekali kepada jenderal taklukan itu. Dia diangkat sebagai
jenderal, pembantu panglima besar Torgun.
Ang Seng Co merupakan algojo dari rakyat dan penekar
kerajaan Beng yang berani menentang kerajaan Ceng.
Dalam sejarah perjuangan kerajaan Ceng untuk menduduki
negara Tiong-goan, Ang Seng Co memberikan andil yang
besar kepada kerajaan Ceng.
Kini sudah setahun lamanya raja kecil Sui Te duduk
ditahta singgasana. Ulang tahunnya akan dirayakan secara
besar-besaran. Di seluruh wilayah yang telah diduduki
pasukan, penduduk diharuskan merayakannya dengan
meriah. Itulah sebabnya maka kota Thay-goan yang sudah jatuh
ke tangan pasukan Ceng, pada malam itu sedang bermandi
dalam suasana perayaan yang besar. Rakyat diharuskan
memasang teng (lampion) pada rumahnya. Setiap orang
harus mengenakan pakaian baru dan semua toko2 serta
perdagangan, harus libur. Penduduk harus mengeluarkan
beraneka pawai. Liang-liong, barongsay, jeng-i dan
bermacam-macam tari-tarian tak ketinggalan. Puncak
perayaan berlangsung di lapangan markas besar tentara
Ceng. Memang meriah sekali suasana saat itu. Di ruang muka
gedung markas tampak panglima Taras dalam pakaian
kebesaran duduk disebuah kursi yang tinggi. Sedang
dibawahnya terdapat deretan kursi yang diduduki oleh para
pembesar militer dan sipil dari kota Thay-goan.
Diantaranya tampak residen Sou Kian Hien. Ruang tempat
pembesar2 itu dijaga oleh prajurit2 bersenjata lengkap.
Setiap kelompok pawai lewat di depan panglima Taras,
mereka berseru dengan gegap gempita .....
"Ban-swe ! Seri baginda Sun-te banswe!"
"Panglima Taras yang gagah perkasa, banswe !"
Ban-swe artinya panjang usia atau dirgahayu.
Setelah rerotan pawai yang panjangnya hampir tiga KM
itu lewat maka yang terakhir, terdengarlah suara genderang
dan kencer yang gempar. Rombongan liang-liong dan
barongsay tiba. Itulah puncak acara yang ditunggu-tunggu
oleh penonton. Yang didepan sendiri terdiri dari lima buah am-su atau
barongsay. Kelima barong-say itu dapat dibedakan dari
pakaian anakbuahnya. Ada barongsay yang pelakunya
berpakaian warna kuning, ada yang merah, ada yang hijau,
biru dan hitam. Mereka terdiri dari lima perkumpulan
barong-say. Berhamburanlah dua buah barong-say maju ke hadapan
panglima. Mereka mempertunjukkan keahlian bermain.
Barong-say merah dan hijau itu sama2 tangkas dan garang.
Keduanya mendapat sambutan tepuk tangan yang meriah.
Setelah itu mereka lalu mundur, diganti dengan barong-say
merah dan hitam. Juga kedua barong-say itu mendapat
sambutan yang megah. Terakhir baru barong-say kuning.
Barongsay kuning itu bermain sendiri. Gayanya tidak
bersemangat dan hanya lari berputar-putar seperti anak
kecil. Sudah tentu penonton tidak memberi tepuk tangan.
Terdengar genderang dipukul dengan gencar sekali. Pada
lain saat kelima barong-say itupun maju ke tengah
gelanggang dan mereka segera bertempur.
Ternyata saat itu di depan para pembesar telah
digantungkan sebuah kain merah sebesar karung. Karung
merah itu berisi uang hasil derma dari para penduduk. Juga
untuk barong-say kini diadakan lomba ketangkasan.
Barangsiapa yang, dapat merubuhkan keempat lawannya,
dialah yang, berhak "mencaplok" karung merah itu.
Pertempuran secara acak-acak itu sudah tentu
berlangsung seru sekali. Mereka bingung mencari lawan.
Barong-say merah menyerang barongsay hijau, tetapi dia
juga diserang barong say kuning dan barong-say kuning
juga diserang barongsay hitam. Pendek kata, mereka
menyerang kalang, kabut, siapa yang. tampak didepan saja.
Ramai, seru, dahsyat dan gempar benar pertempuran itu.
Gelak tawa kalau melihat sebuah barong-say gentayangan
karena didupak barongsay yang lain, tepuk tangan setiap
kali melihat sebuah barong-say dengan gaya yang indah
dapat merobohkan atau menghindari serangan lawan tak
henti-hentinya bergema menggetarkan lapangan. Selama
bertahun-tahun belum pernah mereka melihat suatu
pertunjukan yang istimewa semacam itu. Barong-say
bertempur lawan barong-say. Sekaligus lima barong-say
bertempur secara acak-acakan,
Dan puncak dari kegemparan adalah ketika panglima
Taras memerintahkan supaya prajurit2 melempari mercon
kepada kelima barong-say itu. Suasana di tengah lapangan
benar2 seperti medan pertempuran yang dahsyat.
Bagaimanapun dahsyatnya sebuah pertempudan namun
akhirnya tentu akan mencapai penyelesaian. Siapa menang
siapa kalah tentu akan segera kelihatan.
Demikian pula pada pertempuran barong-say itu. Dari
lima barong-say, kini hanya tinggal tiga. Barong-say hijau
dan hitam sudah keok dan melarikan diri.
Jika tadi dalam mempertunjukkan keahlian bermain
barongsay, barons-say kuning tampak lemah ternyata dalam
pertempuran itu dialah yang paling lincah dan gesit. Dan
dialah juga yang merobohkan barongsay hijau dan hitam.
Rupanya barong-say merah dan biru tahu dan menyadari
hal itu. Tanpa bersepakat, kedua barong-say itu seolah-olah
setuju untuk tidak saling menyerang dulu. Keduanya sama2
menyerang barong-say kuning.
"Bagus," kata pelaku yang memegang kepala barong-say
kuning. Dia sengaja berlincahan mundur, menghindari
serangan kedua lawannya. Tetapi dia tidak mundur ke luar
melainkan mundur ke dalam ruangan, mendekati deretan
kursi para pembesar. Terdengar genderang berdentang keras dar kedua
barong-say itu menyerang dari kanan ke kiri. Barong-say
kuning loncat menghindar ke belakang dan brakkkkkk , dia
menimpah kursi beberapa perwira. Barong-say kuning
dengan tangkas melenting bangun. Tetapi dia diserang lagi.
Barong-say kuning itu menghindar ke samping tepat
menelungkupi kepala residen Sou Kian Hin.
Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Karena menghindari
serangan, barong-say kuning itu beberapa kali
menelungkupi beberapa pembesar.
Sepintas barong-say kuning itu memang kocar-kacir
menghadapi serangan kedua lawannya. Tetapi yang jadi
bulan-bulanan jatuhnya barong itu adalah tempat duduk
para pembesar. Sudah tentu hal itu menyebabkan barisan
keamanan, menjadi sibuk. "Hai, jangan masuk ke tempat duduk para tayjin," seru
sekelompok prajurit bersenjata seraya menghalau dengan
tombak. Tetapi suara kawanan prajurit itu seperti hilang ditelan
suara genderang dan kencer yang me ledak-ledak memecah
telinga. Suasana sangat berisik sekali.
Tiba2 barong-say kuning itu berloncatan dan
menyelimpat dari serangan lawan, terus melarikan diri.
Melihat itu terdengarlah sorak sorai dari penonton.
Tetapi ditengah gema sorak sorai itu terlgarlah jerit terkejut
dari beberapa pembesar yang duduk di deret kursi yang
terdepan, ".Hai . . .. auh ... , . astaga ... ,"
Tetapi jeritan mereka itu tak terdengar dan hilang ditelan
sorak sorai rakyat. Yang jelas beberapa pembesar tampak
merabah-rabah tengkuknya. Wajah mereka tegang dan
keringat bercucuran membasahi tubuh.
"Mati aku . , .. ," seru residen Sou Kian Hin setelah
merabah tengkuknya. Ternyata kuncirnya lenyap .....
Dia melihat ke beberapa pembesar yang duduk di
sebelahnya, pun juga kehilangan kuncir. Untung suasana
saat itu sangat berisik sekali hingga tiada seorangpun yang
sempat memperhatikan keadaan beberapa pembesar itu.
Tetapi karena panglima Taras duduk di belakang mereka
dan di kursi kebesaran yang tinggi, mereka menjadi
kelabakan setengah mati. Mereka duduk membelakangi
panglima, bukankah setiap saat penglima akan tahu tentang
kuncir mereka yang hilang itu.
Rasiden Son Kian Hin seperti semut yang berada di kuali
panas. Rasanya kursi yang didudukinya itu seperti tumbuh
beribu jarum yang menusuk pantatnya
Residen Sou dan beberapa pembesar itu tak tahu siapa
yang telah "mencuri" kuncir mereka. Yang jelas mereka tadi
telah di "rubuhi- barong-say kuning. Apakah barong-say
kuning itu yang mencaplok kucir mereka "
"Ah,......... uh......... . mereka tak dapat menemukan
jawaban kecuali mendesah dan mendesuh.
Sementara pertandingan berlangsung antara barong-say
merah lawan barong-say biru. Kesudahanya barong-say
merahlah yang menang. Belum gema sorak sorai menyambut kemenangan
barong-say merah itu reda, bagaikan gelombatag- air laut
yang tengah pasang, maka berhamburan barisan liang-liong
dengan diiringi genderang dan kecer yang gegap gempita.
Apabila barong-say atau singa melambangkan
kejantanan yang perkasa, adalah liong atau naga
memperlambangkan kejantanan yang dahsyat.
Suasana saat itu benar2 seperti di medan perang. Lima
buah rombongan liang-liong maju ke lapangan di muka
para pembesar. Pertama liang-liong putih atau Pek-liongpang,
lalu rombongan liang-liong Hitam atau Hek-liongpang,
lalu rombongan liang-liong hijau atau Ceng-liongpang;
lalu Ang-bong-pang atau liang-liong merah dan
terakhir Hong-liong-pang atau naga kuning.
Kelima rombongan liang-liong itu lebih dulu saling
mempertunjukkan kemahiran mereka dalam permainan.
Setelah itu, lalu bertanding.
Berbeda dengan pertandingan barong-say yang sekali gus
semua turun ke gelanggang, tidaklah demikian dengan
barisan liang-liong. Sebagai juara tahun lalu maka liangliong
Putih, di beri kebebasan bertanding dalam babak
pertama. Yang bertanding dulu adalah keempat liang-liong
itu, Hasilnya liang-liong Hek-liong-pang dan Ceng-liongpang
yang menang, Hal itu memang sudah dapat diduga
lebih dulu. Kini liang-liong Pek-liong-pang akan bertanding satu
demi satu melawan kedua rombongan liang-liong yang
menang itu. Ketika rombongan anakbuah Pek-liong-pang turun ke
tengah gelanggang, sorak sorai makin menggempa. Dia
adalah juara tahun yang lalu wajiblah kalau mendapat
sambutan yang hangat. Rombongan Ceng-liong-pang pun segera meluncur ke
dalam gelanggang. Bagaikan dua ekor naga yang saling
bertempur, kedua liang-liong itu pun segera saling lilit
melilit, lingkar melingkar dan senang menyerang.
Tampaknya liang-liong Naga Hijau bingung menghadapi
gerak barisan yang dimainkan Pek liong-pang. Mereka
terkepung dan tak mampu loloskan diri dan pada puncak
penyelesaian kepala dari liang-liong Naga Hijau itupun
tersabat rubuh oleh ekor dari Pek-liong-Pang.
Terdengar sorak sorai bergemuruh. Namun liang-liong
Pek-liong-pang itu tak mau melanjutkan serangan untuk
menghancurkan lawan. Mereka malah bergerak-gerak
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melepaskan belitannya. Rupanya liang-liong Naga Hijau tahu hal itu. Mereka
lalu bergerak meloloskan diri dan terus meninggalkan
lapangan. Sebelum sorak menyambut kemenangan liang-liong Pekliongpang itu reda maka meluncurlah rombongan liangliong
Hek-liong-pang ke dalam gelanggang.
Sorak soraipun meledak bagai gunung rubuh sehingga
gedung markas itu seolah bergetar-getar.
Pertandingan antara Pek-liong-pang lawan Hek-liongpang
memang merupakan pertunjukan yang paling menarik
setiap tahun. Kedua perkumpulan liang-liong itu
merupakan sepasang seteru bebuyutan
Prajurit2pun segera menghujani kedua liang liong itu
dengan mercon. Permainan Hek-liong-pang memang
tampak lincah. Naga Hitam itu seperti seekor naga yang
hidup. Sedangkan Naga putih kali ini memang tampak
lemah. Naga itu melingkar-lingkar dan maju mundur untuk
menghindari serangan Naga hitam. Tetapi walaupun Naga
hitam lebih beringas dan ganas melakukan serangan, tak
pernah naga itu mampu merobohkan lawan, Dan para
penonton segera melihat suatu adegan yang mengherankan.
Naga putih dengan gerakannya yang mengherankan,
pelahan-lahan mundur mengurung lawan, sehingga ruang
gerak naga hitam makin lama makin sempit.
Rupanya pimpinan Naga hitam yang memang bagian
kepala liang-liong terkejut. Ia tak tahu barisan apa yang
sedang dimainkan Naga putih.
"Celaka," diam2 dia gelisah. "kalau dibiarkan begini,
kemungkinan anakbuahku tentu mati-langkah. Aku harus
melakukan suatu serangan dahsyat untuk menghancurkan
mereka. Tiba2 ia bersuit nyaring dan serempak dengan
genderang, tambur dan kencer yang di pukul gencar, liangliong
hitam itu bergerak melakukan pemberontakan yang
dahsyat. bagaikan seekor naga yang hendak melepaskan diri
dari lilitan lawan. Rupanya usaha pimpinan liang-liong hitam itu berhasil.
Anakbuah liang-liong putih yang memegang bagian kepala
terkejut dan mundur dengan langkah sempoyongan. Karena
kepala bergerak, badan liang-hongpun ikut bergerak
mundur. Bagian ekor dengan gerak yang bergeliatan kian
kemari, tiba2 melesat dan menghantam kepala liang-liong
hitam. Darrrrr......... . , Tepat pada saat terjadi benturan antara ekor liang-liong
putih dengan kepala liang-liong hitam, terdengarlah letusan
mercon yang keras. Dan di tengah ledakan dahsyat itu
terdengar lengking jeritan yang tajam, pun sayup2 terdengar
suara mengaduh. Penonton sibuk melekatkan pandang matanya mengikuti
kesudahan dari pertempuran adu kekerasan itu. Mereka tak
sempat memperhatikan keadaan dalam ruang tempat para
pembesar. Ternyata dalam ruang depan markas, telah terjadi suatu
peristiwa yang menggemparkan. suara orang mengaduh
yang timbul dari ruang tempat duduk para pembesar,
tepatnya dari kursi kebesaran yang diduduki panglima
Taras. Kedua pangawal-pengawal yang berdiri di kanan
kirinya terkejut ketika panglima itu menjerit dan mendekap
matanya. Kedua. pengawal itu gopoh menolong,
"Ciangkun, mengapa......... ,"
"Aduh......... lekas bawa aka kedalam ruangan," kata
panglima Ceng itu. Dengan sigap kedua pengawal itu lalu membopong
panglima dan yang satu membuka jalan. Sudah tentu semua
pembesar terkejut dan kacau. Merekapun mendengar juga
jeritan panglima itu. Tetapi mereka tak tahu apa yang
terjadi pada panglima dan tak tahu pula bagaimana harus
menolong keadaan. Mereka segera berbangkit dan
mengikuti panglima kedalam ruangan.
Panglima Taras dibawa masuk kedalam ruang dan
dibaringkan disebuah tempat tidur. Salah seorang pengawal
memberanikan diri untuk bertanya, "Maaf, ciangkun,
apakah yang terjadi pada ciang kun ?"
"Lihat !" panglima membuka mata kirinya. "Oh ..... "
pengawal itu menjerit kaget, "jarum bwe-hoa-ciam !"
"Lekas cabut !"
Pengawal itu dengan hati2 menjemput jarum dan
pelahan-lahan mencabutnya. Darah bercucum dari biji mata
panglima. Pengawal itu lalu mengeluarkan bungkusan obat
dan dipoleskan pada biji mata panglima lalu dibalut dengan
kain putih. "Ada musuh gelap telah menyerang aku!" kata panglim
Taras, "adakah kalian tak melibat orang itu ?"
"Maaf, ciangkun, hamba benar2 tak melihat gerak gerik
orang yang mencurigakan," kata pengawal.
"Jelas, dia hendak mengarah nyawaku. Lekas lakukan
penangkapan pada orang yang mencurigakan ?"
"Baik. ciangkun," pengawal itu memberi hormat lain
keluar. Dia berunding dengan kawannya yang seorang,
"wah, sukar sekali ini."
"Ya, apa boleh buat. Tangkap saja semua anakbuah
liang-liong itu !" kata kawannya.
"Tetapi mereka tak bersalah."
"Lalu siapa yang harus kita tangkap " Kalau kita tak
melakukan penangkapan tentu akan dipersalahkan
ciangkun." "Yah, apa boleh buat," kata pengawal itu.
Tetapi pada saat keduanya berlari keluar, tiba2
berlarianlah beberapa prajurit masuk.
"Hai, kenapa engkau !" tegur pengawal.
"Kami hendak menghadap ciangkun."
"Hendak melaporkan bahwa empat penjuru markas
militer telah dibakar orang ...."
Hai !" teriak pengawal, "Baik, lekas siapkan kawan2
untuk memadamkan api !"
"Hm, jelas kaum pemberontak hendak menyerang
markas ini," kata pengawal.
"Ya, malam ini memang berbahaya. Suasana yang begini
berisik dan kacau memang merupakan kesempatan yang
bagus bagi kaum pemberontak untuk mengadakan aksi."
"Kita lakukan perintah ciangkun untuk menangkap
semua orang yang kita curigai. Soal kebakaran dan
serangan musuh, sudah ada perwira-perwira yang akan
menghadapi." Keduanya terus menuju ke ruang depan. Suasana disitu
masih kacau balau. Kedua liang-liong putih dan hitam tadi
sudah tak tampak penontonpun kacau, saling desak
mendesak untuk meninggalkan lapangan. Kedua pengawal
itu bingung. "Hayo, kita kejar kedua liang-liong itu," kata kawannya.
Keduanya lalu tetjun kedalam lautan manusia. Mereka
mengamuk tak keruan sehingga terdengar jerit dan pekik
dari rakyat yang keterjang. Rakyat tak tahu siapa kedua
pengawal itu dan tak mengerti mengapa keduanya
mengamuk tak keruan. Beberapa anakmuda yang malah
melihat perbuatan kedua pengawal itu, segera maju
mengeroyoknya. Tetapi pemuda2 itu tak kuat menghadapi
kedua pengawal. Sebagai pengawal peribadi dari panglima
Taras sudah tentu keduanya dipilih dari jago silat yang
tinggi kepandaiannya. Yang satu bernama Ting Piau, bekas kepala begal dari
gunung Ngo-tay-san yang termasyhur dalam ilmu naik kuda
bertempur dengan tombak dan seorang jago memanah dan
melepaskan senjata rahasia yang hebat. Te-it-sin-piau atau
jago nomor satu dalam ilmu melepas sanjata piau, demikian
Rimba Persilatan atau dunia penyamun memberinya gelar.
Yang kedua adalah Pui Ki, murid kesayangan dari tokoh
sakti Thay-heng siansu di puncak gunung Thay-heng-san.
Dia bergelar Ceng-gau-sin-eng atau Garuda-sakti-bermatabiru.
Memiliki ilmu tenaga-dalam yang tinggi dan terutama
termasyhur dalam ilmu silat Thay- kek-kun.
Kedua orang itu tergiur akan bujukan residen Sou Kian
Hu dan mau bekerja pada pemerintah Ceng, diangkat
sebagai pengawal pribadi dari panglima Taras.
Menghadapi kedua jago seperti itu sudah tentu para
pemuda dari kerumunan penonton, tak berdaya. Mereka
banyak yang bonyok. Kedua jago itu berusaLa untuk menerobos lautan
manusia. mengejar kedua rombongan liang-liong.
Jika di luar gedung markas terjadi kekacauan yang
memakan banyak korban penonton tak berdosa, pun dalam
markas sendiri juga tak kalah kacaunya.
Kebakaran di empat penjuru gedung, menyebabkan
prajurit2 lari pontang-panting hilir-mudik. Mereka tak tahu
asal-usul api itu. Sementara itu panglima Taras masih berbaring
dikamarnya. Jarum bwe-hoa-ciam yang menyusup ke biji
matanya itu cukup membuatnya sakit kelintingan. Untung
jarum itu tidak beracun, andaikata beracun, biji mata
panglima Ceng itu tentu sudah membusuk. Karena
kesakitan. pikirannya kacau dan tak sempat memikirkan
apa2 lagi kecuali ingin tidur agar rasa sakit berkurang.
Diluar kamar panglima, dijaga empat penjaga itu bengis
bentak terhadap siapa saja yang hendak masuk kedalam
kamar panglima. "Berhenti !" salah seorang prajurit yang tangannya
berbulu, "mau apa kalian ?"
"Maaf, tuan, kami hendak mengantarkan minuman
untuk ciangkun," kata pelayan yang seorang. Dia seorang
gadis yang manis dan tangkas bicara.
"Dan engkau ?" tegur prajurit itu kepada pelayan yang
lain. "Hamba mengantarkan air wangi dan handuk untuk
ciangkun. Demikianlah kebiasaan ciang kun setiap malam
apabila hendak tidur," jawab gadis itu.
Perwira beralih kepada pelayang yang pertama tadi,
"Coba buka !" "Eh, mengapa pakai arak ?" tegur perwira setelah kain
penutup dibuka oleh pelayan.
Pelayan itu tersenyum manis, "Begini tuan, ciangkun tak
gemar, minum arak. Sebenarnya dua buah guci arak wangi
ini hendak hamba berikan kepada tuan."
"Mengapa ?" perwira terbeliak.
"Karena hamba bingung dengan keadaan markas yang
kacau Ini," "Eh, mengapa bingung ?"
"Hamba takut kalau kaum pemberontak melancarkan
serangan Ciang-kun menderita serangan gelap dari musuh.
Tidakkah hal itu membahayakan keselamatan ciangkun "
Oleh karena itu hamba sengaja membawakan arak wangi
agar tuan dapat menjaga ruangan ciangkun dengan
semangat......... ." pelayan itu menutup keterangannya
dengan melontarkan senyum dan lirikan mata yang
menggiurkan. "A......... ," desah perwira dalam hati Apabila tidak
dalam suasana saat itu, tentulah dia akan membawa
pelayan itu ke kamarnya. "Lo Ceng, ambillah, biar kita dapat melek sampai pagi,"
seru perwira yang lain. Perwira itupun mengambil kedua guci arak. Satu guci
untuk dua orang. "Nanti sehabis mengantarkan minuman kepada ciangkun
kalau tuan menghendaki apa2 lagi, pasti akan - hamba
antarkan," kata pelayan yang genit itu.
Dengan langkah lenggang kedua pelayan itu-pun masuk
kedalam kamar. Terdengar pelayan yang cantik menghela
napas longgar. "Kenapa, Ci Ing ?" tegur kawannya, pelayan yang genit.
"Tidak apa2," sahut yang ditanya dengan suara berbisik,"
hanya melonggarkan napas yang sesak."
"Masih ada yang lebih menegangkan lagi," kata pelayan
genit," itu dia orangnya sedang rebah di tempat tidur."
"Adik Hong," bisik pelayan yang cantik," kita harus
bekerja yang cepat tetapi hati2."
"Tak perlu kuatir, ci Ing," sahut pelayan genit," kawanan
penjaga itu kan sudah mendengkur seperti babi."
"Ya, mudah-mudahan saja mereka segera minum arak
itu," sahut pelayan yang cantik.
Saat itu keduanya tiba di muka pembaringan, panglima
Taras menggeli at," S!apa itu !"
"Hamba ciangkun," sahut pelayan genit, hendak
mengantarkan hidangan teh wangi untuk ciangkun."
"Heh. mana Ah Ling . ..
"Ci Ah Ling sedang bingung karena tempat nya dimakan
api, ciangkun." "Api " Apakah terjadi kebakaran?"
"Empat penjuru markas ini telah dibakar orang ,
"Bedebah . . .!" mendengar itu panglima Taras terus
hendak bangun tetapi, "Auh .. . , ia merintth kesakitan dan
mendekap matanya. Rupanya luka pada matanya itu
merekah lagi waktu dia bergerak, Terpaksa ia berbaring
pula. " Mana Ting Piau dan Pui Kit?" tanya panglima.
" Maaf, ciangkun. hamba tak tahu."
"Lekas panggil kedua pengawalku itu!" bentak panglima
Taras. "Baik, ciangkun . . . ," sahut pelayan genit seraya
beringsut dari tempat pembaringan panglima. Ia
memandang kawannya dan kawannya memberi anggukan
kepala. Tiba2 pelayan genit itu loncat dan cret, dia menutuk
jalandarah pada tengkuk belakang panglima. Seketika
pingsanlah panglima itu. Dengan cepat gadis itu segera
mengikat kaki dan tangan panglima, lalu menyumbat
mulutnya dan setelah itu ditutup dengan selimut.
"Geledah badannya," kata pelayan cantik.
"Ihh," desis pelayan genit itu seraya merah mukanya.
"Kenapa ?"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku jijik menyentuh tubuh orang Boan. suruh menusuk
sih mau." "Hus, adik Hong. ini perjuangan. Kita sebagai gadis
persilatan harus berani membuang segala rasa jijik. Biar aku
yang menggeledahnya," pelayan cantik itu terus merogoh
saku baju dan celana panglima Taras tetapi tak menemukan
sesuatu. "Tentu di meja tulisnya," seru pelayan genit .La1u
menghampiri sebuah meja tulis yang terbuat dari kayu
cendana. Dengan merusak kunci, dapatlah ia membuka
lacinya dan, "Ini dia......... !"
Pelayan itu menghampiri kawannya,"Bukankah ini cap
nama panglima Boan ini ?"
Pelayan yang cantik menyambuti dan memeriksa. 'Ya,
benar." Keduanya bekerja cepat. Menggeledah laci, mereka
menemukan tumpukan kertas yang bertulis huruf "LENG"
(perintah). Setelah mengambil sehelai lalu dicap dengan cap
nama panglima. Sisanya, dimasukkan ke dalam kantong
baju pelayan genit. Begitu pula cap nama.
"Cepat kita ke luar," kata pelayan cantik. Ketika ke luar
dari pintu, ternyata keempat perwira tadi sudah
menggeletak tidur pula. Kedua pelayan itu tak lain adalah Han Bi Ing dan In
Hong. Ternyata kedua gadis itu dengan bantuan seorang
sahabat dari Han Bun Liong telah berhasil diselundupkan
kedalam markas pasukan Ceng, menyamar sebagai pelayan.
Yang menyelundupkan adalah Ay Ling, gadis yang
terpaksa mengorbankan raganya untuk dijadikan pemuas
nafsu panglima Taras. Gadis Ay Ling ternyata merupakan
seorang anggauta dari perhimpunan Hong-hian-hoa atau
wanita Bunga Penghibur. Itulah sebabnya mengapa In Hong dan Han Bi Ing tak
mau memberitahu apa rencana mereka kepada Kim Yu Ci.
Kedua gadis itu malu karena harus menjadi pelayan
panglima Taras. Kini setelah dapat menabereskan panglima Taras dan
merampas cap namanya, kedua gadis itu langsung menuju
ke bagian belakang tempat penjara dibawah tanah.
Sebenarnya In Hong hendak membunuh panglima Taras
tetapi Han Bi Ing tak setuju," Besar sekali akibatnya kalau
sampai panglima Boan itu kita bunuh. Pemerintah Boan
tentu marah dan tentu akan mengadakan pembunuhan
besar2-an kepada rakyat Thay-goan."
Disepanjang jalan yang penuh dengan lorong, keduanya
melihat betapa kesibukan prajurit2 dalam markas itu.
Mereka lari kian kemari mancari air dan alat2 pemadam
api. Penjaga itu terletak di bagian paling belakang. Disitu
terdapat sebuah bangunan yang dijaga oleh prajurit.
"Kabarnya; penjara itu dijaga oleh berpuluh jago silat
tetapi mengapa saat ini mereka tak kelihatan semua ?" pikir
Han Bi Ing. Memang keadaan di rumah penjagaan itu sepi. Yang
jaga disitu berjumlah enam orang. Mereka menghadang
kedatangan kedua gadis. Cepat In Hong mengeluarkan kertas Leng yang ber-cap
nama panglima Taras, "Inilah amanat dari panglima supaya
aku menemui pesakitan dan membawa menghadap kepada
ciangkun." Prajurit terkejut ketika melihat Leng yang ada cap nama
panglima Taras. "Pasakitan yang mana ?"
"Apakah terdapat banyak pesakitan ?"
"Eh, mengapa engkau tak tanya " Tentu saja di dalam
penjara rahasia ini terdapat banyak sekali kaum
pemberontak." "Ciangkun menitahkan membawa menghadap orang she
Han," kata In Hong. "Han Bun Liong ?"
"Ya." "Tetapi dia masih terluka belum dapat. berjalan."
"O, kalau begitu, aku dititahkan panglima untuk
membujuknya supaya mau menanda-tangani surat Tanda
kesetyaan." Prajurit itu memandang In Hong dengan tajam. Sudah
tentu In Hong merasa muak tetapi diam2 dara itu juga
cemas. Cepat dia berseru keras, "Lekas ! Ciangkun sudah
menunggu pesakitan penting itu ! Apa engkau tak mau
memberi jalan kepadaku......... ?"
Melihat pelayan itu begitu ketus dan memegang surat
perintah ber-cap nama panglima, sudah tentu penjaga
memberi jalan. "Tunjukkan aku ruangannya," seru In Hong pula dengan
garang. Penjaga itupun menurut.
Mereka melalui sebuah lorong yang cukup panjang dan
gelap. Akhirnya tiba di sebuah banngunan yang diberi
penerangan lampu. Saat itu Han Bi Ing berdebar keras
sekali jantungnya ketika penjaga berhenti di muka sebuah
kamar sel yang berpagar terali besi kohoh.
"Han Bun Liong, kemarilah !" seru penjaga perjara itu
dengan bengis. Ingin sekali saat itu Han Bi Ing menampar mulut penjaga
itu yang begitu kasar sikapnya kepada ayahnya. Namun ia
tenangkan hatinya. Terdengar bunyi berkerincingan dari langkah yang sarat
dan pada lain saat muncullah seorang tua, Hampir Han Bi
Ing tak dapat mengenali lelaki itu. Seorang lelaki tua yang
rambutnya terurai, kumis dan jenggotnya memanjang,
pakaian compang camping, wajah kuyu pucat dan
tubuhnya kurus sekali. Pesakitan tua itu bersinar matanya ketika melihat
pelayan cantik. Sampai beberapa saat dia masih menatap
pelayan itu yang bukan lain adalah Han Bi Ing. Tampak
bibir Han Bun Liong bergerak-gerak gemetar retapi tak
mengeluarkan suara. Menghadapi adegan saat itu hampir Han Bi Ing menjerit.
Untuk menahan perasaannya, ia mencengkeram tangan In
Hong kencang. In Hong rasakan tangan gadis itu dingin
sekali dan gemetar. In Hong tahu perasaannya cicinya.
"Han Bun Liong, panglima memanggil!" dengan
tababkan hati In Hong berseru.
"Kena . kenapa ?" seru Han Bun Liong kenan suara
lemah. "Panglinaa perlu bicara dengan engkau !" "Hm," Han
Bun Liong mendengus. "Kenapa ?" "Tidak !" In Hong terbeliak, "Tidak " Engkau tak mau mengbadap
panglima ?" "Aku bukan prajurit."
"lh ,......... ," In Hong mendesis, "tetapi engkau
tawanan," "Aku hanya menurut perintah yang berkuasa di rumah
penjara ini." "Ah, panglimalah yang,......... berkuasa di sini."
"Suruh dia kemari !"
"Ah, jangan membangkang perintah panglima," terpaksa
In Hong main gertak. "Siapa yang membangkang ?"
"Engkau." "Siapa yang hendak bicara, panglimamu atau aku?"
"Panglima." "Dia yang perlu, suruh dia datang kemari.
In Hong terkesiap. Ia tak menyangka bahwa dalam
keadaan yang menderita siksa sebagai seorang tawanan
tetapi ternyata semangat jago tua itu masih kokoh seperti
baja. Dia tak gentar dan pantang menundukkak kepala. In
Hong benar-benar kagum. Andaikata tak ada penjaga disitu,
tentu sudah berlutut dihadapan orang tua itu.
"Penjaga," tiba2 In Hong 'mendapat pikiran "buka borgol
kaki dan tangannya !"
Penjaga terkejut, "Telapi aku belum mendapat perintah
dari ciangkun." "Siapa yang memegang kuncinya ?"
"Aku." "Berikan kepadaku !"
Kembali penjaga itu bersangsi, "Tidak. Perintah
ciangkun hanya untuk mengambil tawanan tetapi tidak
disuruh membuka borgolannya."
"Hm, baiklah," dengus Ia Hong, "tetapi apa yang melekat
pada dadamu itu ?" tiba2 In Hong menunjuk ke baju orang.
Karena mengira ada sesuatu pada bajunya, penjga itupun
menunduk memeriksa dadanya, "Uahhh ," tiba2 ia menjerit
tertahan dan terus rubuh karena lehernya dihantam In
Hong. "Cepat bawa Han lopeh keluar," kata In Hong serayamenyeret
penjaga itu kedalam ruangan sel, mengikat tangan
dan kakinya, menyumbat mulut lalu dibaringkan di sudut
ruangan seperti orang tidur miring. Ia merogoh saku baju
penjaga itu dan menemukan seuntai anak kunci.
Saat itu Han Bi Ing tengah memeluk Han Bun Liong dan
menangis tersedu-sedu. "Ci Ing, kita sekarang masih dalam penjara. Setiap saat
penjaga dapat datang kemari. Simpan lah airmata cici
sampai nanti dirumah. Sekarang kita harus lekas membawa
Han lopeh keluar," In Hong memberi peringatan.
Han Bi Ing tersadar. Ia segera memapah tubuh ayahnya
untuk berjaIan. "Tunggu," kata In Hong, "diluar masih ada penjaganya.
Biarlah aku memanggilnya."
In Hong, terus keluar, "Penjaga". Lekas bantu kami
menggotong pesakitan tua itu."
Penjaga itu menurut. Begitu masuk kadalam sel diapun
segera berjongkok untuk mengangkat kaki Han Bun Liong
yang saat itu diminta untuk rebah di lantai oleh Han Bi Ing.
Crek......... sebuah pukulan yang keras pada tengkuk si
penjaga, hingga pingsan. Saat itu amat menegangkan sekali.Untung lah keadaan
di penjara itu sunyi senyap dari penjaga. Setelah keluar dari
penjagaan, In Hong bingung. Hendak ke manakah dia akan
menuju" Ia tak tahu seluk beluk gedung markas yang amat
besar dan luas. Ia menuju ke belakang dengan harapan akan
keluar dari tembok pagar.
Belum berapa jauh, mereka berjalan, sekonyong-konyong
dua sosok bayangan berlari-lari cepat. Dan dalam beberapa
kejab mereka sudah tiba di hadapan In Hong.
"Jangan merintangi aku! " bentak In Hong, seraya
menyambut kedua pendatang itu dengan serangan pedang.
Ternyata kedua pendatang itu mengenakan kedok muka.
Yang satu wajahnya tersenyum dan yang satu merah
wajahnya. ''Jangan kurang ajar, budak hina!" bentak pendatang
yang berkedok muka merah. Dia menghindar dan
mencengkeram tangan In Hong. Tetapi In Hong geliatkan
pedang untuk membabat jari orang.
"Kim toako . . . !" tiba2 Han Bi Ing berteriak. Orang
berkedok merah tertegun, "Engkau, Ing . .. " belum selesai
ia bicara, pedang In Hong sudah menabas mukanya.
Jarak mereka amat dekat dan pedang melancar cepat
sekali. Han Bi Ing menjerit karena mengira orang yang
berkedok merah itu tentu akan terbelah pedang In Hong.
Karena ngeri membayangkan hal itu dia sampai pejamkan
mata. Trang . . . terdengar bunyi berdering yang tajam dan
disusul dengan desis mulut In Hong. Han Bi Ing membuka
mata dan terkejut ia melihat adegan yang disaksikan saat
itu. In Hong tegak tertegun, pedangnya jatuh ke tanah.
Sementara jari pendatang bermuka merah itu meluncur ke
arah mata In Hong. "Kim toako, jangan! Dia In Hong . . . !" teriak Han Bi
Ing terkejut. Orang itu menyurut mundur selangkah dan tertawa, "Ya,
kutahu, Ing- moay." "Siapa engkau" Engkau Kim toa ". tuan Kim?" In Hong
membelalakkan mata. "Nona Han jauh lebih jeli daei pada engkau," orang
bermuka merah itu tertawa.
"Sudahlah, jangan bergurau di sini. Nanti saja kalau
sudah berada di tempat yang aman," tiba2 orang bermuka
putih berseru." Orang bermuka merah mengangguk, "Ing-moay, idinkan
aku menggendong peh-hu. Dan ikutilah aku ke luar dari
neraka ini." "Engkau .. . , " baru In Hong hendak membuka mulut,
orang berwajah putih sudah memegat, "sudahlah, jangan
banyak ngomong saja, anak perempuan. Ikutlah pada Kim
siauhiap. Aku yang menahan mereka di sini!"
Tanpa menunggu jawaban Han Bi Ing, orang bermuka
merah terus memanggul tubuh Han Bu Liong dan berseru,
"Sekelompok prajurit sedang menuju ke penjara ini. Lekas
ikut aku. Biar cianpwe ini yang mengurusi mereka !' "
Habis berkata orang bermuka merah itu terus melesat pergi.
Oleh karena Han Bi Ing mengikuti, terpaksa In Hong juga
ikut. Mereka tiba di pagar tembok belakang. Pagar tembok itu
lebih kurang 10-an meter tingginya, "Apakah engkau
mampu memanjat ke atas ?" tanya orang itu kepada In
Hong. Iii Hong diam tak menyahut. Dia hanya memandang
kepuncak dinding. "Ing-moay, terimalah ayahmu dulu. Aku hendak
memanjat tembok ini. Nanti akan kuulurkan tambang agar
kalian dapat kutarik keatas," kata orang bermuka merah
seraya menyerahkan Han Bun Liong kepada Han Bi Ing.
Dengan melekatkan kedua telapak tangan ke tembok
mulailah orang itu merayap keatas. Gayanya mirip dengan
seekor cicak. Dan memang ilmu yang digunakan itu disebut
Bik-hou-kang, atau tenaga-sakti cicak.
Han Bi Ing terkejut dan kagum akan kepandaian orang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Sebenarnya demikian juga In Hong. Tetapi dasar dara
bandel, walarpun dalam hati kagum tetapi bibirnya tetap
mencibir. "Ing-moay, ikat tubuhmu dengan tali ini. Pangullah Han
lopeh, akan kutarik kalian keatas," seru orang itu.
Han Bi Ing menurut dan akhirnya dapatlah ia mencapai
puncak tembok. Kemudian menyusul In Hong. Waktu
turun ke luar tembok, Han Bi Ing menggunakan tali tetapi
In Hong terus langsung melayang ke bawah, Sedang orang
bermuka merah itu sambil memanggul Han Bun Liong
loncat turun. Mereka bertiga lalu menuju ke gedung
keluarga Han dan masuk kedalam ruang rahasia dibawah
tanah. Ketika masuk kedalam ruangan, bukan kepalang kejut
mereka kedok muka itu tak lain adalah kedok yang dipakai
oleh orang yang mukanya putih cerah tadi.
"Gila," teriak In Hong, "dia sudah tahu tempat ini !"
Tetapi orang berkedok muka merah itu tak
menghiraukan. Ia meletakkan Han Bun Liong di
perbaringan. Sebelumnya ia suruh Han Bi Ing untuk
mengganti pakaian ayahnya dan memberinya minum.
Setelah itu orang berkedok muka merah lalu memberinya
minum sebutir pil dan mengurut-urut tubuhnya.
"Silahkan Han lopeh tidur dulu," katanya setelah selesai
mengurut, Setelah Han Bun Liong tidur, ketiga anakmuda
itu lalu duduk diluar. "Hai, siapakah engkau !" tegur In Hong karena melihat
orang itu tetap masih mengenakan kedok muka.
Orang itu tertawa lalu membuka kedok mukanya dan
segera tampaklah sebuah wajah berseri bersih yang cakap.
"Ih. engkau !" seru In Hong setelah yakin bahwa orang
itu bukan lain adalah Kim Yu Ci.
"Ya," kata Kim Yu Ci tertawa, "untung aku tak sampai
mati engkau bacok." "Ih, salah siapa ?" bantah In Hong, "mengapa engkau tak
mau unjuk muka ?" "Hm, benar2 gadis bodoh," kata Kim Yu Ci, "memang
aku dan ciangpwe tadi sengaja memakai kedok muka agar
jangan dikenal musuh."
"Cianpwe ?" ulang In Hong, "cianpwe siapa yang engkau
maksudkan ?" "Ini," kata Kim Yu Ci menunjuk kedok muka betwarna
putih. "Siapa dia ?" "Sahabat lamamu."
"Siapa ?" "Sahabalmu yang lama."
"Eh, jangan bergurau eagkau," seru In Hong cemberut,
"aku tak punya sahabat lama,"
"Memang engkau sudah tahu bahkan sudah bartempur
tetapi belum mengenalnya."
"Kim toako, siapakah cianpwe itu ?" karena ingin tahu,
Han Bi Ing ikut bertanya.
"Dia bukan lain adalah si kakek pincang yang beberapa
kali telah menggoda nona In," kata Kim Yu Ci.
"Dia ?" In Hong melengking kaget.
Kim Yu Ci mengangguk. "Siapakah dia " Bukankah dia pernah berkelahi dengan
engkau dan juga dengan aku ?"
"Dia adalah Ban Leng Jiu yang termasyhur itu," kata
Kim Yu Ci. "Eh, bagaimana engkau dapat berkenalan dengan dia "
Mengapa dia tahu tempat ini ?"
"Ah, orang itu memang luar biasa. Ban Leng jiu artinya
si Tangan-serba-bisa. Dia dapat melakukan pekerjaan apa
saja yang dikehendakinya. Aku juga baru berkenalan
dengan dia ketika hendak menyerbu ke dalam markas
musuh." "Kim toako, kumohon engkau suka menceritakan
pengalamanmu tadi." pinta Han Bi Ing.
Kim Yu Ci mengangguk, "tetapi akupun juga minta
kalian menceritakan pengalaman kalian."
"Baik," kata Han Bi
Kim Yu Ci lalu bercerita Pertama dia menuturkau tentang pertemuannya dengananak
buah liang-liong Pen-hang-pang sampai bertemu
dengan ketuanya dan kemudian diminta untuk memimpin.
Kemudian di pergi kepada pemilik, rumahmakan dan
diperkenalkan dengan dua orang cianpwe yang sanggup
membantu usahanya meaggempur penjara.
Kim Yu Ci memang ikut dalam menjalankan liang-liong
Naga Putih. Dia pegang bagian ekornya. Pada waktu
bertempur dengan liang-liong Hek-liong-pang, dia
mendapat kesempatan untuk melepaskan jarum bwe-hoaciam
dan dapat melukai mata panglima Taras.
Dalam suasana yang kacau, ia suruh rombongan liangliong
Naga Putih pulang, sementara dia terus masuk
kedalam markas. Saat itu dalam markas telah berlangsung pertempuran
seru. Dia melihat kedua cianpwe yang bersedia
membantunya itu tengah bertempur melawan berpuluhpuluh
jago2 silat yang bekerja pada markas pasukan Ceng.
Waktu aku hendak turun tangan, kedua ciangpwe itu terus
lari dan dikejar oleh rombongan jago2 silat markas musuh.
Sebenarnya aku hendak mengejar tetapi tiba2 terdengar
suara halus yang mengiang dalam telinga, ' Jangan ikut
mengejar. Kedua orang itu memang memancing supaya
kawanan jago2 silat itu meninggalkan markas. Hayo lekas
masuk kedalam penjara ....."
Kim Yu Ci terkejut. Diapun segera menuju kebelakang.
Disitu dua orang jago silat memergokinya dan menyerang.
Tetapi berkat kepandaiannya yang sakti, dapatiah Kim Yu
Ci merubuhkan mereka. Kemudian muncul seorang kakek.
"Engkau terlalu barani siauhiap," katanya, "di markas
pasukan Ceng ini, engkau seperti berada dalam sarang
harimau dan serigala yang buas."
"Siapakah lopeh ini ?" Kim Yu Ci.
"Siauhiap pernah mengejar aku ketika di biara Cenglengkwan tempo hari," sahut kakek itu.
"O, engkau Ban Leng Jiu cianpwe ?" seru Kim Yu Ci,
"lalu apa maksud lopeh ?"
"Pakailah kedok muka ini," dia terus melemparkan
sehelai kulit kepada Kim Yu Ci, sedang dia sendiri juga
mengenakan kedok kulit. "jangan mereka sempat melihat
wajah kita yang sebenarnya sehingga gerak-gerik kita tak
leluasa." Kim Yu Ci menurut. "Apakah lopeh tahu dimana letak penjara rahasia itu ?"
tanya Kim Yu Ci. "Ikut aku," kata Ban Leng Jiu. Keduanya segera menuju
ke belakang dan tepat pada saat itu In Hong din Han Bi lag
keluar dengan memanggul Han Bun Liong.
Demikian cerita Kim Yu Ci.
"Siapakah yang membakar markas itu, toako?" tanya
Han Bi hag. "Beberapa jago yang diundang oleh pemilik
rumahmakan untuk membantu usaha kita," kata Kim Yu
Ci. "Apakah sahabatmu Ban Leng Jiu itu tak menyinggung
aku ?" tanya In Hong.
"Ya," sahut Kim Yu Ci, "dan mengatakan agar
kusampaikan kepadamu si dara cantil .. "
"Eh, engkau menghina aku, ya?" tukas In Hong.
"Bukan, kata2 itu memang berasal dari dia jangan marah
kepadaku," "Hm, teruskan," seru In Hong dengan lagak seperti
nyonya besar. Dia tak tahu siapa Kim Yu Ci itu dulu.
Untung sekarang Kim Yu Ci sudah berobah sekali
perangainya. Dia sabar dan ramah
"Dia mengatakan, nanti kalau keadaan sudah
mengidinkan, dia tentu akan melaksanakan taruhannya."
"Taruhan apa?" In Hong terkejut,
"Bukankah engkau pernah bertaruh dengan aku kalau
engkau sanggup manampar pipi orang itu?"
"0, itu!" ter:ak In Hong, "bagaimana dia tahu" Ah, tentu
engkau yang bilang!"
"Tidak," bantah Kim Yu Ci, "aku tak pernah
mengatakan hal itu kepadanya tetapi dia tahu sendiri. Dia
malah menantang engkau, kalau engkau mampu
mengejarnya, dia nanti akan pay-kui (berlutut) dan
mengangkat engkau sebagai guru."
"E, dia menantang begitu?" seru In Hong mulai naik
darah, "boleh, kuterima tantangannya!."
Kim Yu Ci tertawa. "Mengapa tertawa" Siapa suruh tertawa?" tegur In Hong
yang sudah terlanjur muring.
"Aku geli mendengar ceritanya," kata Kim Yu Ci "waktu
dia mengatakan bahwa engkau pernah pay kui
dihadapannya dan minta ampun . . . "
"Ngaco!" bentak In Hong, "siapa yang mengatakan
begitu" Biarpun dia Ban-leng-jiu atau Ban-leng-ceng, aku
tak sudi memberi hormat."
"Ha, ha, ha," Kim Yu Ci tertawa makin geli, "tetapi
nyatanya engkau pernah berlutut minta ampun kepadanya."
In Hong marah dan hendak ke luar tandukrya, melihat
itu Han Bi Ing cepat berkata, "Kim toako, cobalah engkau
ceritakan apa saja katanya."
"Begini," kata Kim Yu Ci, "itu waktu In Hong kan pergi
ke biara Ceng-leng-kwan untuk mencuri pakaian nikoh,
Nah, coba saja tanyakan kepadanya bagaimana waktu dia
kepingin hendak mengambil buah li (peer) di meja
sembahyangan sampai dia bertekuk lutut membungkukkan
tubuh dihadapan patung Dewi Koan Im."
"Satan, itu dia yang mengerjain aku ?" teriak In Hong.
Kim Yu Ci tertawa gelak2. Han Bi Ing juga
"Hm, kakek pincang itu memang kurang ajar," seru In
Hoag, "sampaikan kepadanya, kalau ketemu tentu akan
kupotong kakinya yang satu, biar dia lumpuh !"
Setelah puas tertawa, Kim Yu Ci lalu minta Han Bi Ing
menceritakan pengalamannya.
Han Bi Ing bercerita. Waktu dia bersama In Hong menyaru sebagai nikoh
masuk kota, ada dua peristiwa yang dialaminya.
"Ah, memang prajurit2 Ceng itu terlalu kurang ajar
sekali," kata Han Bi Ing, masakan terhadap rahib mereka
juga berani mengganggu. Itu waktu, ada sekelompok
prajurit yang berjalan dengan tingkah tengik. Rupanya
mereka habis minum arak. Melihat kami, salah seorang
prajurit itu menghampiri dan terus hendak mengganggu.
Melihat itu In Hong tak dapat menahan kemarahannya.
Ditamparnya muka prajurit itu hingga menjerit-jerit
kesakitan. Mulutnya berdarah dan dua buah giginya putus
....." Tiga prajurit yang lain segera menyerang In Hong.
Tetapi In Hong melawan. Kemudian ada pula seorang
prajurit yang hendak menangkap Han Bi Ing.
"Jangan mengganggu seorang nikoh," tiba2 muncul
seorang pemuda. "Huh. engkau berani mencampuri urusanku?" bentak
prajurit itu seraya layangkan tinjunya kepada pemuda itu,
Pemuda itu melawan tetapi karena prajurit mengbunus,
pemuda itu terbacok bahunya dan rubuh, Prajurit terus
hendak membunuhnya, "Jangan," seru Han Bi Ing, "bawalah aku, jangan ganggu
dia!" Prajurit itu tertawa menyeringai lalu menghampiri Han
Bi Ing dan terus ulurkan tangan. Tampaknya Han Bi Ing
juga ulurkan tangan seperti orang menyambut. Tetapi tiba2
prajunt itu menjerit keras dan terus terjerembab jatuh.
Apa yang terjadi " Ternyata untuk kesekian kalinya, Han Bi Ing telah
menggunakan tusuk kundainya untuk menusuk telapak
tangan orang yang tepat mengenai jalandarah Lau-kionghiat.
Tak ampun lagi lenyaplah tenaga prajurit itu bagai
balon yang gembos. Pada saat itu In Hongpun sudah dapat menyelesaikan
prajurit2 yang mengeroyoknya. Han Bi Ing dan In Hong
menolong pemuda itu. Walaupun gagal tetapi Han Bi Ing
tetap berterima kasih kepada pemuda yang tak gentar
menghadapi prajurit demi hendak menolongnya.
Pemuda itu bernama Cip Li, seorang murid dari
perkumpulan barong-say Kuning. Seperti halnya liangliong,
pun di kota Thay-goan terdapat beberapa
perkumpulan barong-say, Sebenarnya perkumpulan2 liangliong
maupun barong-say, adalah perguruan silat. Tetapi
karena takut ditangkap, merekapun menggunakan nama
perkumpulan liang-liong dan barong-say. Oleh karena itu
setiap anakmurid perkumpulan lian-liong dan barong-say
tentu memiliki ilmusilat.
Pemuda itu juga kagum akan kepandaian In Hong yang
mampu mengalah tiga orang prajurit. Ia menghela napas.
"Kenapa ?" tegur Han Bi Ing.
"Andaikata perkumpulan kami bisa mendapat bantuan
tenaga seperti suhu berdua, tentulah kali ini kami dapat
merebut juara." "0, apakah dalam perayaan nanti juga diadakan lomba
kejuaraan ?" "Ya, akan ada adu liang-liong dan adu barong-say."
"Jika begitu, antarkan kami kepada ketuamu," kata In
Hong. Demikian kedua gadis itu segera dibawa ke markas
perkumpulan barong-say kuning. Ketuanya sangat gembira
sekali menerima kedatangan kedua nikoh itu. Han Bi Ing
dan In Hong dengan terus terangpun menyatakan siapa
dirinya yang sebenarnya. Dan In Hong menyatakan
bersedia menyumbangkan tenaga untuk ikut memainkan
barong-say. Sudah tentu ketua dan anakbuah perkumpulan
barong-say kuning amat gembira sekali mendengar hal itu.
Disamping itu ketua perkumpulan barongsay kuning
yang bernama Hun Siok dapat memperkenalkan kedua
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Anak Pendekar 26 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Naga Sasra Dan Sabuk Inten 38
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama