Ceritasilat Novel Online

Naga Sasra Dan Sabuk Inten 38

Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja Bagian 38


dengar, baik dari Mahesa Jenar maupun Kebo Kanigara
tentang Pasingsingan yang rangkap tiga. Juga dari Gajah
Sora tentang pengalamannya di Demak, serta dari Ki Ageng
Sora Dipayana, Pandan Alas dan Titis Anganten tentang
lenyapnya laskar hitam dari Pamingit. Namun agaknya
malam telah jauh. Dan pertemuan itu pun bubarlah.
Masing-masing dibawa ke pondok yang sudah disediakan,
meskipun berpencar-pencar.
Malam menjadi sepi. Namun Ki Ageng Gajah Sora tidak
segera dapat beristirahat. Di halaman, anak-anak Banyubiru
benar-benar menantinya, sehingga ia masih memerlukan
waktu untuk menemui mereka. Berbicara dengan mereka,
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, yang kadangkadang aneh-aneh. Tetapi dari mereka Gajah Sora juga
mendengar bahwa anaknya, Arya Salaka, benar-benar luar
biasa. Jaladri pernah melihat Arya Salaka bertempur
melawan Lawa Ijo. Tidak saja dalam pertempuran besar
beberapa hari yang lalu, tetapi di Gedong Sanga pun
pernah dilihatnya. Ia sama sekali tidak menyangkal ceritera
itu. Bukan sekadar ceritera yang berlebih-lebihan, namun
ceritera itu benar-benar terjadi. Dirinya sendiri pernah
membuktikan betapa anak muda yang bernama Arya Salaka
itu mampu melawannya. Selagi Ki Ageng Gajah Sora duduk bersama dengan anakanak Banyubiru, sebelum ia diantar ke pondoknya, Arya
Salaka telah mendahuluinya bersama gurunya dan Kebo
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kanigara. Tetapi ia pun tidak segera dapat tidur. Ketika
gurunya dan Kebo Kanigara telah berbaring di ruang dalam,
Arya Salaka masih duduk di muka pintu menunggu
kedatangan ayahnya, yang juga harus beristirahat di
tempat itu bersama-sama mereka. Sedang di pondok
sebelah adalah tempat untuk beristirahat kedua prajurit dari
Demak, Paningron dan Gajah Alit.
Ketika Arya Salaka sedang merenungi titik-titik yang jauh
di dalam gelap malam, tiba-tiba dilihatnya seseorang lewat
di muka pondoknya. Seorang tua yang berjalan seperti
perempuan. Orang itu berhenti sejenak, lalu melambaikan
tangannya kepada Arya Salaka. Arya Salaka yang sudah
mengenalnya segera berdiri mendekatinya. Sambil membungkuk hormat, ia bertanya, "Adakah sesuatu, Eyang
Titis Anganten?" "Aku ingin mengatakan kepadamu dalam pertemuan tadi,
namun aku tidak sampai hati merusak suasana yang
gembira itu. Sebenarnya masih ada sesuatu yang
ketinggalan dari keluarga Banyubiru dan Pamingit," jawab
Titis Anganten. Cepat hati Arya bergeser ke ibunya. Dahulu orang tua
itulah yang memberitahukan kepadanya, bahwa ibunya
selamat. Dan sekarang ia berkata tentang keluarga
Banyubiru dan Pamingit yang tercecer.
"Ya," sahut Arya, "Agaknya Eyang Sora Dipayana tidak
ingat lagi kepada ibu."
"Ah. Jangan berkata begitu Arya," potong Titis Anganten,
"Eyangmu sudah tahu, kalau ibumu aku selamatkan.
Agaknya ia segan untuk dengan tergesa-gesa menyuruhku
mengambilnya. Karena itu dibiarkannya saja sampai aku
datang membawanya kembali."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Arya menundukkkan wajahnya. Terasa bahwa ia agak
terlanjur menyangka eyangnya melupakan ibunya.
"Sekarang..." Titis Anganten meneruskan, "Aku ingin
mengembalikan ibumu. Justru ayahmu sudah lebih dahulu
datang tanpa disangka-sangka."
"Terimakasih, Eyang," jawab Arya, "Di manakah Ibu
sekarang?" "Masih di pengungsiannya," sahut Titis Anganten, "Aku
kira keadaan telah benar-benar baik. Kalau kau tak
keberatan, jemputlah. Tak usah orang-orang tua seperti
aku." "Baik Eyang," sahut Arya, "Tunjukkan aku tempatnya."
"Tidak terlalu jauh. Ibu serta bibimu aku sembunyikan di
Sarapadan," jawab Titis A nganten.
"Sarapadan," ulang Arya.
"Ya, desa kecil yang tak berarti. Aku memang
menyangka desa itu tak akan menarik perhatian. Dan
ternyata memang demikian. Orang-orang dari golongan
hitam itu sama sekali tak tertarik untuk singgah. Dan hanya
itulah satu-satunya kemungkinan yang dapat aku lakukan
waktu itu. Untunglah, segera laskar Pamingit datang dari
Banyubiru bersama-sama dengan eyangmu. Apalagi
akhirnya laskarmu datang pula bersama gurumu dan Kebo
Kanigara yang mengaggumkan itu," kata Titis Anganten.
"Di mana letak dusun itu?" tanya Arya.
Titis Anganten memberinya sekadar petunjuk, namun
kemudian katanya tanpa berprasangka, "Ah, aku kira lebih
baik pergi bersama-sama dengan Sawung Sariti."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Arya mengerutkan keningnya. Sesuatu berdesir di dalam
hatinya. Ia tidak tahu, perasaan apa yang mengganggunya
apabila ia mendengar nama saudara sepupunya. Namun ia
tidak dapat berkata sesuatu kepada Titis Anganten.
"Arya..." Orang tua itu meneruskan, "Aku kira Sawung
Sariti telah mengenal semua sudut daerah Pamingit ini. Aku
kira ia pun mengenal Sarapadan. Apalagi ibunya pun di
sana." Arya masih berdiam diri, dan agaknya Titis Anganten
tidak memperhatikan anak muda itu. Sebab ia segera
berkata pula, "Berkatalah kepada gurumu. Kalau kau temui
Sawung Sariti ajaklah dia, kalau kau perlukan aku, aku pun
bersedia." "Baiklah Eyang," jawab Arya. Namun tidaklah baik
baginya untuk mengajak orang tua itu. Dengan demikian ia
akan menjadi anak manja yang tak dapat melakukan
sesuatu tanpa pertolongan orang lain, namun pergi
bersama Sawung Sariti pun ia agak segan-segan.
"Tetapi anak itu sudah baik," pikirnya. Sementara itu
kakinya melangkah tlundak pintu langsung ke pembaringan
gurunya. "Paman," katanya perlahan-lahan ketika ia melihat
gurunya masih belum tidur.
Mahesa Jenar mengangkat kepalanya, "Ada apa Arya?"
Maka dikatakannya apa yang didengar dari Titis
Anganten. "Kau akan pergi?" tanya Mahesa Jenar.
Arya Salaka menganguk sambil menjawab, "Ya, Paman."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kau tidak menunggu Ayah?" tanya Kebo Kanigara yang
berbaring di bale-bale, di samping Mahesa Jenar.
Tiba-tiba Arya ingin mengejutkan ayahnya. Kalau ayah
datang nanti mudah-mudahan ia telah kembali bersama
ibunya. Bukankah Sarapadan tidak begitu jauh" Meskipun
seandainya ayahnya dahulu datang, kemudia baru ibunya
pun, akan dapat menggembirakan hati ayahnya itu.
Karena itu ia menjawab, "Tidak Paman. Aku ingin
mengejutkan hati A yah."
"Dengan siapa kau akan pergi?" tanya Mahesa Jenar.
"Eyang Titis Anganten bersedia mengantarkan aku kalau
aku memerlukannya. Kalau tidak, maka Eyang menyuruhku
mengajak Sawung Sariti," jawab Arya Salaka.
Mahesa Jenar bangkit dan duduk di bale-bale itu.
Tampak ia sedang berpikir. Di dalam dadanya berdesir pula
perasaan seperti perasaan di dada Arya Salaka. Namun ia
pun berdiam diri. "Aku segan untuk meminta Eyang Titis Angenten
mengantarku," kata Arya Salaka.
"Apakah Sarapadan tidak jauh?" tanya Kebo Kanigara.
"Tidak," sahut Arya, "Menurut eyang Titis Anganten,
Sarapadan hanya berantara empat bulak besar kecil."
"Pergilah," kata Mahesa Jenar kemudian, "Tetapi berhatihatilah. Jarak itu tidak terlalu jauh. Kau dapat membawa
siapapun. Tidak perlu eyangmu Titis Anganten. Biarlah ia
beristirahat. Juga tidak perlu Sawung Sariti. Setiap orang
Pamingit akan dapat menunjukkan letak desa itu."
"Baiklah Paman," sahut Arya. Kemudian ia pun minta diri
kepada gurunya dan kepada Kebo Kanigara. Ia bermaksud
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
untuk pergi saja seorang diri. Sarapadan tidak terlalu jauh.
Jalur jalannya pun telah ditunjukkan oleh Titis Anganten.
Sehingga ia akan dengan mudah menemukannya, atau
tidak akan dapat bertanya kepada siapa saja yang akan
ditemuinya di perjalanannya. Peronda atau penjaga gardu.
----------o-dwkzOarema-o---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
III Maka segera Arya pun berangkat. Malam menjadi
semakin dalam. Namun bintang di langit bertebaran di
segala penjuru. Angin malam yang dingin bertiup
menghancurkan suara-suara anjing liar yang berebut
makanan. Sekali-kali di kejauhan terdengar suara buruang
hantu menggetarkan udara.
Tiba-tiba di sudut desa, Arya terhenti. Dilihatnya dua
orang berdiri sebelah-menyebelah di kedua sisi jalan.
Namun segera Arya mengenal mereka berdua, Sawung
Sariti dan pengawalnya yang setia, Galunggung.
"Bukankah kau ini Kakang Arya Salaka?" sapa Sawung
Sariti. "Ya, Adi," jawab Arya.
"Ke manakah Kakang akan pergi di malam begini?" tanya
Sawung Sariti pula. Arya Salaka menjadi ragu-ragu. Kalau ia berkata
sebenarnya maka ada kemungkinan Sawung Sariti akan ikut
serta. Padahal, meskipun ia telah berusaha untuk
melupakan, namun berjalan bersama-sama dengan adiknya, ia masih terasa segan. Tetapi ia tidak menemukan
jawaban lain, karena itu ia terpaksa menjawab dengan
berterus terang. "Aku akan menjemput Ibu ke Sarapadan."
"Adakah Bibi Gajah Sora di Sarapadan?" bertanya
Sawung Sariti. "Ya," jawab Arya singkat.
"Kalau demikian, ibuku juga di sana?" tanya Sawung
Sariti pula. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Ya," jawab Arya pula.
"Dari mana Kakang tahu?" desak Sawung Sariti.
"Eyang Titis Anganten," sahut Arya Salaka.
Sawung Sariti mencibirkan alisnya. Ia berpikir sejenak.
Kemudia ia berkata, "Aku pergi bersama-sama dengan
Kakang." Arya menarik nafas. Ia pasti tidak akan dapat menolak.
Karena itu ia menjawab, "Suatu kebetulan bagiku, Adi. Aku
belum pernah melihat tempat itu. Sekarang kalau kau akan
menemani aku, aku akan berterima kasih."
Sawung Sariti mengangkat wajahnya. Dengan sudut
matanya ia memandang wajah kasar orang kepercayaannya. Kemudian terdengar ia berkata, "Kita
ikut." "Marilah Angger." Terdengar suara Galunggung berat.
Maka kemudian pergilah mereka bertiga berjalan
beriring-iringan. Galunggung sambil menyeret pedangnya
yang tersangkut di lambungnya. Sekali-kali Arya mengerling
kepada adiknya itu. Pedangnya berjuntai-juntai hampir
menggores tanah. Pedang itu hampir setiap keadaan tak
pernah terlepas dari pinggangnya.
Sebenarnya kalau Arya bercuriga, itupun cukup
beralasan. Ia menyesal bahwa ia tidak membawa tombak
pusaka Banyubiru. Namun hatinya kemudian menjadi besar,
ketika terasa didalam bajunya terselip sebuah pisau belati
panjang terbalut dengan klika kayu. Pisau belati pusaka
Pasingsingan yang bernama Kiai Suluh.
"Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu" pikirnya. Dan
kadang-kadang ia terpaksa tersenyum sendiri atas
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kecurigaannya itu. Sedang Sawung Sariti berjalan saja
dengan enaknya, melenggang dalam dingin malam.
Tetapi tiba-tiba Arya mengangkat alisnya. Dan berkatalah
ia dengan serta merta, "Adi apakah benar jalan ini jalan ke
Sarapadan?" Sawung Sariti menoleh. Ia berhenti melangkah,
kemudian menjawab pertanyaan Arya dengan heran, "Ya
inilah jalan itu. Kenapa?"
Arya mengamat-amati keadaan sekelilingnya. Dikejauhan
di wajah taburan bintang dilangit ia melihat sepasang
pohon siwalan. Katanya, "bukankah kita harus melewati
jalan kecil diantara pohon siwalan itu?"
"Siapa bilang?" bertanya Sawung Sariti.
"Eyang Titis Anganten" jawab Arya Salaka.
"Eyang Titis Anganten keliru" sahut Sawung Sariti.
Tetapi Arya adalah seorang muda yang hampir seluruh
hidupnya berada dalam perjalanan. Iapun tahu benar,
bahwa Titis Anganten adalah seorang perantau, sehingga ia
yakin bahwa tak mungkin orang tua itu salah.
Karena keyakinannya itu maka Arya menjawab, "Adi,
eyang Titis Anganten adalah seorang perantau, yang
kerjanya berjalan dari satu ujung, kelain ujung dari pula ini.
Karena itu apakah eyang Titis Anganten akan salah jalan


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam jarak empat lima bulak saja?"
"Aku adalah anak Pamingit" jawab Sawung Sariti, "sejak
bayi aku bermain-main ditempat ini. Adakah aku tidak
mengenal Sarapadan" Memang, sebenarnyalah demikian.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Seharusnya Arya percaya bahwa Sawung Sariti mengenal
daerah ini dengan baik. Tetapi ada sesuatu dipojok hatinya
yang berbisik, "Pilihlah jalan sendiri."
Karena itu Arya berkata, "Adi, barangkali ada jalan lain
ke Sarapadan. Jalan yang barangkali ditempuh oleh Eyang
Titis Anganten pada saat itu."
"Agaknya kakang Arya Salaka lebih percaya kepada
orang tua itu daripada kepadaku?" bertanya Sawung Sariti.
Arya menjadi beragu. Untuk beberapa saat ia berdiam
diri. Agak sulit baginya untuk menjawab pertanyaan itu.
Meskipun demikian akhirnya ditemukannya juga jawabannya, "Adi, baiklah aku mencoba membuktikan,
apakah Eyang Titis A nganten benar-benar seorang perantau
yang baik. Sedangkan apabila nanti jalan itu tak aku
ketemukan, aku akan kembali ke Pamingit. Mengajak orang
tua itu pergi bersama-sama dan mengatakan kepadanya,
bahwa perantau itu kini telah menjadi pelupa dan tak dapat
mengenal jalan antara Pamingit dan Sarapadan meskipun ia
dapat menemukan jalan kembali ke Banyuwangi yang
menurut eyang Titis Anganten jaraknya beribu-ribu kali
lipat." Wajah Sawung Sariti menjadi panas. Terasa sindiran
halus pada kata-kata Arya. memang sebenarnya bahwa
jalan terdekat ke Sarapadan adalah jalan kecil diantara
sepasang pohon Siwalan itu. Karena agaknya Arya Salaka
telah berkeras hati untuk menempuh jalan itu, maka
akhirnya ia berkata, "Baiklah kakang Arya, kau lewat
jalanmu, aku lewat jalan yang sudah aku kenal baik-baik.
Meskipun barangkali kakang akan sampai ke Sarapadan,
namun jalan yang akan kau tempuh itu agak terlalu jauh."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak apalah adi" jawab Arya, "lalu bagaimana dengan
adi Sawung Sariti?" "Aku akan mengambil jalan ini" sahut Sawung Sariti.
"Baik. Kalau demikian biarlah kita berjanji untuk saling
menunggu di tempat pengungsian ibu kami, supaya kita
bisa pulang bersama-sama" berkata Arya Salaka.
"Tidak perlu" jawab Sawung Sariti, "kita sudah berselisih
jalan di sini. Biarlah kita jemput ibu kita masing-masing.
Aku jemput ibuku, kau jemput ibumu."
Arya menarik nafas panjang. Adiknya memang terlalu
kaku. Namun Arya masih mencoba berkata, "Apakah kata
ibu-ibu kita itu nanti. Mereka mengungsi bersama-sama,
biarlah mereka pulang bersama-sama."
"Ibuku bukan perempuan cengeng," jawab Sawung
Sariti, "Kalau ibuku tak mau, biarlah ia pulang sendiri tanpa
Sawung Sariti." "Hem!" terdengar A rya mengeluh.
Tetapi ia tidak sempat berbicara lagi. Sawung Sariti telah
pergi meninggalkannya. Galunggung berjalan di belakangnya hampir meloncat-loncat. Sekali dua kali
dilihatnya kedua orang itu menoleh, tetapi lalu berjalan
semakin cepat. Perlahan-lahan Arya memutar tubuhnya. Ia melangkah
kembali ke jalan kecil di antara pohon Siwalan itu. Ia harus
berjalan terus ke selatan, kemudian di simpang tiga ia harus
membelok ke kiri. Setelah beberapa langka akan ditemuinya
parit. Ia dapat menempuh dua jalan. Terus lewat jalan kecil
itu, atau menyusur tepi parit. Namun kedua jalan itu akan
bertemu kembali di bawah pohon nyamplung yang besar di
tepi sebuah sungai kecil. Setelah itu, ia hanya akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menyusur satu jalan terus sampai dimasukinya desa
Sarapadan. "Mungkin Adi Sawung Sariti benar," pikirnya, "Jalan itu
pun akan sampai ke Sarapadan."
Dengan demikian Arya agak menyesal. Mungkin ia terlalu
berprasangka. Namun sebenarnya Arya telah berbuat hati-hati.
Firasatnya telah dapat memberinya beberapa pertimbangan
dalam mengambil keputusan. Kalau ia berjalan bersamasama dengan Sawung Sariti, akibatnya akan berbahaya
sekali. Sawung Sariti telah membawanya lewat jalan yang
sepi, menyusur lewat pereng yang terjal. Di sana segala
sesuatu akan dapat terjadi. Satu sentuhan di kakinya, akan
dapat mengantarkannya ke dasar jurang yang dalam dan
berdinding runcing seperti gerigi. Dan hal yang demikian
itu, akan dapat terjadi. Untunglah, Tuhan telah membawanya lewat jalan lain.
Di jalan itu, Sawung Sariti berjalan sambil mengumpatumpat. Sedang Galunggung pun menggeram tak habishabisnya. Ketika Sawung Sariti membelok, dan memilih
jalan itu, hatinya yang kelam segera dapat menebak
maksud momongannya. Bahkan ia telah bersiap di belakang
Arya, menyentuhnya sedikit dan kemudian bergegas-gegas
berlari-lari ke Pamingit, memberitahukan kecelakaan yang
terjadi, bahwa Arya Salaka terpeleset ke dalam jurang, atau
dibiarkannya, tak seorangpun mengetahuinya.
Namun rencananya ternyata urung. Arya memilih jalan
lain. Karena itupun mereka harus mempunyai rencana lain.
Namun telah terpateri di dalam kepala anak muda dari
Pamingit itu, bahwa Arya Salaka harus dilenyapkan. Sudah
tentu dengan diam-diam. Dengan demikian kedatangan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Gajah Sora tak akan berpengaruh. Kelak, sudah pasti
bahwa Pamingit dan Banyubiru akan dikuasainya. Apalagi
kini golongan hitam yang menghantui mereka telah lenyap
pula. "Kakang Arya akan membelok di simpang tiga," bisik
Sawung Sariti. "Ya," jawab Galunggung singkat.
"Lalu, mungkin akan dipilihnya jalan di tepi parit,"
Sawung Sariti meneruskan.
"Belum pasti" jawab Galunggung, "anak itu lebih senang
berjalan di jalan, daripada menyusur pematang dan
tanggul-tanggul" Sawung Sariti berpikir sejenak. Hatinya benar-benar
sudah dikuasai oleh nafsu yang menyala-nyala. Yang
berada di dalam kepalanya hanyalah usaha terakhir untuk
menyingkirkan kakak sepupunya.
Galunggung dapat mengetahui apa yang bergolak di
dalam hati anak muda itu. Karena itu iapun turut berpikir.
Ia mengharap bahwa Sawung Sariti kelak benar-benar
dapat menguasai Pamingit dan Banyubiru. Dengan
demikian, ia pun akan mendapat tempat yang baik. Jauh
lebih baik daripada yang sekarang dimiliki. Mungkin akan
didapatnya tanah dua kali lipat dari tanah yang diterimanya
sekarang. Juga kekuasaan yang diperoleh akan berlipatlipat pula. Setelah mereka berdiam diri sejenak, maka berkatalah
Galunggung, "Angger Sawung Sariti. Kita masih mempunyai
kesempatan. Kita dapat menempuh jalan memisah, lewat
pematang dan menyusup di bawah uwot parit sebelah.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Aku juga berpikir demikian," sahut Sawung Sariti, "Kita
cegat Kakang Arya di simpang tiga, sebelum kita harus
memilih jalan mana yang dilewati."
"Terlalu tergesa-gesa," jawab Galunggung, "Kita cegat
Angger Arya di sebelah pohon nyamplung."
Kembali Sawung Sariti berpikir. Kemudian sambil
mengangguk-angguk ia berkata, "Mungkin baik juga."
"Kalau demikian," Sawung Sariti meneruskan, "Kita harus
segera menyusul Kakang Arya Salaka. Kita ambil jalan
pematang." Sawung Sariti tidak menunggu jawaban Galunggung.
Cepat ia meloncati parit kecil di tepi jalan. Kemudian
menyusur pematang, menyusup di antara batang-batang
jagung muda. Namun meskipun demikian, Sawung Sariti
harus berhati-hati, supaya Arya tak dapat melihatnya.
Demikianlah, dengan bergegas-gegas kedua orang itu
berjalan memotong arah. Mereka berjalan di atas
pematang-pematang, tanggul-tanggul parit untuk dapat
mendahului A rya Salaka. Karena Sawung Sariti telah terlalu
biasa dengan daerah ini, maka ia dapat memperhitungkan
jarak yang dilewatinya itu cukup jauh dari jalan yang dilalui
Arya, sehingga ia tidak usah khawatir dapat diketahuinya.
Ketika mereka harus memotong jalan, barulah mereka
berjalan dengan sangat hati-hati, menyusur batang-batang
jagung sambil membungkuk-bungkuk. Akhirnya mereka
terjun ke anak sungai, dan lewat di bawah uwot dari kayu
yang bersilang di atas anak sungai itu, mereka memotong
jalan. Mereka mengharap, bahwa dengan demikian mereka
akan dapat mendahului Arya Salaka sampai di bawah pohon
nyamplung. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Arya Salaka yang tidak tahu, apa yang sedang
direncanakan oleh adik sepupunya, berjalan seenaknya
sambil menikmati angin malam. Langit tidak terlalu bersih,
namun di beberapa sudut bintang masih tampak
berkeredipan menghias malam. Dengan cermatnya ia
memperhatikan tanda-tanda yang diberikan oleh Titis
Anganten. Jalan manakah yang seharusnya dilewatinya.
Namun jalan itu tidak terlalu sulit baginya. Sehingga ia pun
tidak usah cemas, bahwa ia akan tersesat.
Kemudian Arya sampai di simpang tiga. Di simpang tiga,
ia membelok ke kiri. Beberapa langkah kemudian
ditemuinya parit. Dan ia harus memilih, apakah akan
berjalan di sepanjang jalan kecil itu, ataukah akan memilih
jalan tanggul di sepanjang parit.
Arya kemudian berhenti sejenak. Dilihatnya air yang
memercik di dalam parit itu. Mengalir dengan tenangnya.
Maka timbullah keinginannya untuk berjalan menyusur parit
itu sambil memperhatikan airnya.
Dalam pada itu, Sawung Sariti telah sampai di bawah
pohon Nyamplung. Dengan hati-hati ia menempatkan
dirinya di tepi jalan. Telah diperhitungkannya, bahwa
dengan satu loncatan, ia harus sudah dapat mencapai Arya
Salaka dengan pedangnya. Demikian juga Galunggung,
harus sudah siap. Meskipun kemampuan bertempur
Galunggung jauh berada di bawah kemampuan Arya
Salaka, namun dengan menyerangnya secara tiba-tiba
bersama-sama dengan Sawung Sariti maka mereka
mengharap, bahwa mereka tidak usah mengulangi dengan
serangan kedua. Dengan demikian, Sawung Sariti dan Galunggung dengan
tenangnya mengendap di tepi jalan, di bawah pohon
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Nyamplung yang rimbun. Gemersik angin malam yang
mengusik daun-daun di atasnya, terdengar seperti keluh
kesah yang sedih. Bahkan kemudian terdengar seperti
orang yang berbisik-bisik, menyampaikan kabar yang
mengerikan. Beberapa saat Sawung Sariti dan Galunggung mengendap di sisi jalan itu, terasa betapa waktu berjalan
lambat sekali. Menunggu memang merupakan pekerjaan
yang menjemukan. Apalagi mereka berdua dicekam oleh
ketegangan yang setiap saat menjadi semakin memuncak.
Mata mereka seperti tersangkut di tikungan jalan di
samping parit yang menyilang jalan kecil. Dari sanalah Arya
Salaka akan muncul. Kalau tidak dari jalan kecil itu, pasti
akan muncul dari tanggul di tepi parit.
Tetapi Arya Salaka agaknya berjalan terlalu lambat.
Seharusnya ia kini telah muncul dan berjalan lurus di
hadapan mereka yang menunggunya dengan gelisah.
Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa tiba-tiba saja
Arya ingin mencuci kakinya di dalam parit yang bersih itu
dan untuk beberapa saat ia bermain-main dengan percikan
airnya. Tetapi, akhirnya dari balik tikungan itupun muncul
sebuah bayangan. Seorang yang berjalan melenggang
dalam keremangan malam. Bayangan itu berjalan dengan
tergesa-gesa, lewat jalan kecil di muka pohon nyamplung
itu. Sawung Sariti dan Galunggung menjadi bertambah
gelisah. Segera mereka menarik pedang masing-masing,
dengan sangat berhati-hati. Sesaat yang akan datang,
pedang mereka harus melakukan tugas-tugas mereka yang
berat. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi mata Sawung Sariti yang tajam itu menjadi liar. Ia
melihat perbedaan yang kecil pada bayangan itu. Ia
menjadi ragu-ragu. Apakah orang itu Arya Salaka. Beberapa
kali Sawung Sariti mengedipkan matanya, namun ia
menjadi bertambah bimbang.
Semakin dekat bayangan itu, semakin gelisah hati


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sawung Sariti, sebab ia menjadi semakin yakin, bahwa
bayangan itu sama sekali bukan Arya Salaka. Meskipun
orang yang datang itu juga bertubuh tegap, namun Sawung
Sariti dapat membedakan, bahwa Arya Salaka berjalan
dengan gaya yang berbeda.
Ketika beberapa langkah orang itu menjadi semakin
dekat, makin jelas, bahwa orang itu memakai pakaian yang
lain. Galunggung pun akhirnya mengetahui juga, bahwa
yang datang itu bukanlah yang mereka tunggu.
Dengan nafas yang memburu ia berbisik perlahan,
"Bukan itu orangnya, Angger."
"Setan!" Sawung Sariti mengumpat, "Ada juga malammalam orang berkeliaran di daerah yang masih belum
tenang sama sekali ini."
"Agaknya ia akan mengairi sawah," bisik Galunggung.
"Tidak. Tidak ada orang yang mempertaruhkan
nyawanya untuk keperluan yang dapat dilakukan siang
hari," sahut Galunggung.
"Lalu siapakah dia?" tanya Galunggung pula.
"Apa pedulimu terhadap orang itu. Yang penting kita
tunggu Arya Salaka," jawab Sawung Sariti.
Galunggung pun kemudian berdiam diri. Orang itu sudah
semakin dekat. Sawung Sariti menahan nafasnya. Biarlah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
orang itu berlalu. Kemudian orang yang lewat di
belakangnya, pastilah Arya Salaka.
Tetapi Sawung Sariti menjadi marah, ketika tiba-tiba
orang itu berhenti. Ia menoleh ke belakang, seakan-akan
ada yang ditunggu-tunggunya. Bahkan kemudian dengan
enaknya orang itu duduk di bawah pohon nyamplung itu, di
sisi jalan yang lain, sambil memeluk lututnya.
Sawung Sariti menggeram perlahan-lahan. "Gila!"
pikirnya, "Apa kerjaannya orang itu?"
Namun disabarkannya hatinya untuk sesaat. Barangkali
orang itu akan segera pergi. Sebab, pada saat orang itu
muncul di tikungan, nampaknya ia akan tergesa-gesa.
Namun kenapa tiba-tiba orang itu duduk saja dengan
enaknya di hadapannya"
Sesaat sudah berlalu. Sawung Sariti masih mencoba
menunggu. Tetapi akhirnya ia menjadi gelisah dan semakin
marah. Arya Salaka pasti hampir tiba. Kalau orang itu masih
duduk di situ, maka ia dapat mengganggu pekerjaannya,
atau kalau terpaksa orang itu pun harus ditiadakan, untuk
menghilangkan jejak. Maka akhirnya Sawung Sariti tidak
sabar lagi. Ia takut kalau Arya Salaka segera akan datang.
Karena itu, tiba-tiba ia meloncat dengan garangnya, sambil
mengacungkan pedangnya kedada orang itu. "Apa
pekerjaanmu di sini?" bentaknya.
Orang itu terkejut bukan main. Tiba-tiba ia menjadi
gemetar, jawabnya, "Aku, aku tidak apa-apa."
"Kalau begitu. Tinggalkan tempat ini segera," perintah
Sawung Sariti. "Kenapa?" tanya orang itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak ada-apa," jawab Sawung Sariti "Tetapi pergi
sekarang." Orang itu pun berdiri dan akan melangkah pergi ke arah
darimana ia datang. "Jangan ke sana," bentak Sawung Sariti. Ia takut kalau
orang itu akan berpapasan dengan Arya Salaka dan akan
memberitahukan apa yang terjadi dengan dirinya.
"Ke mana?" tanya orang itu.
"Ke sana," kata Sawung Sariti menunjuk ke arah yang
berlawanan. "Aku tidak punya keperluan di sana," jawab orang itu.
"Aku tidak peduli. Pergi ke sana, cepat," Sawung Sariti
menjadi semakin marah "Kau datang dari arah sana, kemudian apa perlumu kalau
kau tidak mempunyai keperluan ke arah yang lain."
"Aku hanya akan datang ke bawah pohon nyamplung
ini," jawab orang itu, "Aku telah bermimpi, bahwa aku pada
saat ini harus berada di sini."
"Jangan banyak cakap. Pergi sekarang," bentak Sawung
Sariti. Orang itu menjadi bingung. Karena itu malahan ia berdiri
saja seperti patung. Galunggung akhirnya tidak sabar sama sekali melihat
orang itu masih berdiri di sana dengan mulut ternganga. Ia
pun kemudian melangkah maju sambil berkata, "Binasakan
saja orang itu, sebelum anak itu datang."
"Jangan, jangan!" teriak orang itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Jangan berteriak," bentak Sawung Sariti. Ia takut kalau
Arya mendengarnya. Namun dengan demikian waktu
mereka menjadi semakin sempit. Dan sejalan dengan itu,
pikiran Sawung Sariti pun menjadi semakin kisruh. Ia tidak
mau gagal kali ini. Karena itu, akhirnya ia sependapat
dengan Galunggung. Orang itu harus disingkirkan.
Meskipun demikian ia masih mencoba sekali lagi
membentaknya, "Pergi, cepat!"
Tetapi orang itu tidak segera pergi. Ia masih berdiri saja
seperti orang yang kehilangan kesadaran. Karena itu maka
Sawung Sariti tidak bisa berbuat lain daripada menyingkirkannya dengan paksa. Karena itu katanya,
"Singkirkan dia, Galunggung."
Galunggung yang sejak tadi sudah kehilangan kesabaran segera menggeram sambil meloncat. Pedangnya tepat
mengarah ke hulu hati orang
yang masih berdiri kebingungan itu. Tetapi terjadilah suatu peristiwa
yang tak pernah dibayangkan. Dalam mimpi pun tidak. Orang itu, dengan
tangkasnya memiringkan tubuhnya. Dengan demikian,
maka pedang Galunggung menyentuhpun tidak. Sehingga Galunggung terseret oleh
kekuatan sendiri dan terhuyung-huyung beberapa langkah
ke depan. Pada saat ia berusaha memperbaiki keseimbangannya, tiba-tiba terasa sebuah genggaman
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mencengkam rambutnya. Dan oleh sebuah tarikan yang
kuat, ia terseret kedepan. Ia kemudian tidak mampu
menolong dirinya, ketika tiba-tiba terbanting tertelungkup,
masuk persawahan yang basah.
Sawung Sariti melihat peristiwa itu dengan mata yang
terbelalak, yang dilihatnya adalah Galunggung itu
terjerembab. Karena itulah, hatinya menjadi menyala-nyala.
Pedangnya pun cepat bergerak ke dada orang yang
menyakitkan hati itu. Tetapi sekali lagi Sawung Sariti terkejut, pedangnya pun
sama sekali tak menyentuh orang itu. Dengan demikian
Sawung Sariti akhirnya mengetahui, bahwa orang itu
bukanlah sekadar seorang yang berkeliaran di malam hari
dalam keadaan yang belum tenang benar. Dengan gerakangerakannya dan caranya membebaskan diri, baik dari
tikaman pedang Galunggung maupun dari tusukan
pedangnya sendiri, tahulah Sawung Sariti, bahwa orang itu
sebenarnya orang yang berilmu.
Dengan demikian, Sawung Sariti menjadi bertambah
gelisah dan marah. Usahanya untuk membinasakan Arya
Salaka belum berhasil, dan kini dijumpainya lawan yang tak
dapat diperingan. Ternyatalah kemudian, ketika Sawung Sariti mengulangi
serangannya, maka dengan tangkasnya orang itu berkisar
dan meloncat, namun terdengar mulutnya berkata, "Ki
Sanak, aku tidak mempunyai persoalan dengan kalian.
Kenapa kalian berusaha untuk membunuh aku."
Sawung Sariti sudah benar-benar dibakar oleh nyala
kemarahannya, maka terdengar ia menjawab, "Kau telah
mengganggu pekerjaanku. Karena itu kau harus binasa."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Aku tidak mengganggu Ki Sanak. Aku hanya sekadar
memenuhi mimpiku sore tadi, bahwa aku harus datang di
bawah pohon nyamplung ini," sahut orang itu.
"Omong kosong!" bentak Sawung Sariti, sementara itu
pedangnya berputar semakin cepat dalam ilmu keturunan
Pangrantunan. Suatu ilmu yang sukar dicari bandingnya.
Apalagi Sawung Sariti memiliki kelincahan yang cukup,
sehingga pedangnya seakan-akan berubah seperti asap
yang bergulung-gulung melanda lawannya.
Lawannya itu pun berusaha sekuat tenaga untuk
menyelamatkan dirinya. Seperti bayangan saja, ia
meloncat-loncat dengan cepatnya, seakan-akan tubuhnya
sama sekali tak memiliki berat. Ia meloncat dari sana
kemari, berputar dan melingkar, kemudian mirip dengan
seorang yang sedang bermain-main berputar di udara. Ia
selalu menghindari saja setiap serangan yang datang.
Dalam pada itu Galunggung pun telah bangun kembali.
Wajahnya dikotori oleh lumpur liat yang basah. Beberapa
kali ia mengibas-kibaskan rambutnya. Ikat kepalanya telah
hilang terlempar jauh. "Setan!" geramnya. Tetapi ia pun terbelalak ketika ia
melihat orang yang akan dibunuhnya itu bertempur
melawan Sawung Sariti. Ia tidak dapat mengerti,
bagaimana mungkin orang itu dapat menyelamatkan diri
sampai beberapa lama. Sedangkan agaknya Sawung Sariti
telah benar-benar berusaha membunuhnya.
Karena itu, maka timbullah maksud Galunggung untuk
membantu momongannya. Dengan hati-hati mendekati
pertempuran itu. Ia melihat pedang Sawung Sariti
bergulung-gulung seperti asap putih yang melibat
lawannya, namun ia melihat lawannya itu seperti anak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kijang yang menari-nari keriangan di padang rumput yang
hijau. Berloncatan kian-kemari, bahkan sekali-kali orang itu
berkata nyaring, "Katakanlah Ki Sanak. Apa salahku?"
"Persetan!" teriak Sawung Sariti. Ia sudah lupa bahwa
Arya Salaka akan dapat mendengar teriakannya itu. Bahkan
pedangnya menjadi semakin cepat berputar.
Galunggung kemudian tak mau membiarkan pertempuran itu berlangsung lama lagi. Ia masih ingat
bahwa kedatangan mereka di tempat itu adalah menunggu
Arya Salaka. Karena itu, sekuat-kuatnya, ia ingin membantu
Sawung Sariti. Sebab sebenarnya Galunggung pun memiliki
kemampuan yang harus diperhitungkan.
Dengan garangnya Galunggung meloncat sambil menggeram. Pedangnya lurus memotong gerakan bayangan yang sedang menghindari serangan Sawung
Sariti. Namun malanglah nasibnya. Tiba-tiba terasa sebuah
pukulan yang dahsyat mengenai pelipisnya. Demikian
dahsyatnya, sehingga terasa seakan-akan bintang-bintang
yang melekat di langit rontok bersama-sama menimpa
dirinya. Sekali lagi Galunggung terlempar ke sawah. Kini ia
jatuh terlentang. Namun, tiba-tiba dadanya berdesir ketika
terasa bahwa pedangnya sudah tak berada di tangannya
lagi. Dengan susah payah ia mencoba menguasai dirinya.
Perlahan-lahan Galunggung mengangkat wajahnya. Dan
sekali lagi jantungnya berdentang keras ketika dilihatnya,
pedangnya sudah berada di tangan lawan Sawung Sariti itu.
Dengan demikian, kini ia menyaksikan sebuah pertarungan
pedang yang nggegirisi. Masing-masing bergerak dengan
tangkas dan tangguhnya. Namun akhirnya terasa bahwa
lawan Sarung Sariti itu memiliki kekuatan dan kecepatan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
melampaui Sawung Sariti sendiri. Dengan demikian,
beberapa saat kemudian, Sawung Sariti sudah harus
mengumpat-umpat di dalam hatinya. Ternyata ia telah
salah langkah. Sebelum melawan Arya Salaka, sudah harus
ditemuinya lawan yang tangguh dan bahkan memiliki tata
gerak yang melampauinya.

Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam kesibukan angan-angannya, tiba-tiba bagai seleret
pedang Sawung Sariti melihat bayangan yang muncul dari
tanggul parit yang menyilang jalan kecil itu. Dalam sekejap,
segera Sawung Sariti dapat mengetahuinya, bahwa orang
itu adalah Arya Salaka. Karena itu dadanya menjadi
berdebar-debar karena kegelisahan dan kecemasan bercampur baur dengan kemarahan yang meluap-luap.
Namun Sawung Sariti adalah anak muda yang licik. Tibatiba ia tersenyum di dalam hatinya, ketika terpikir olehnya,
"Baiklah Kakang Arya kujadikan kawan kali ini. Urusan kita
dapat kita selesaikan besok atau lusa."
Sebenarnyalah yang datang itu adalah Arya Salaka. Mulamula ia berjalan saja seenaknya sambil menikmati sejuknya
angin malam. Namun tiba-tiba ia terkejut ketika dilihatnya
di bawah pohon nyamplung, dua orang yang sedang
bertempur mati-matian. Apalagi keduanya telah memegang
pedang ditangan. Karena itu Arya menjadi tertegun
sejenak. Siapakah mereka yang bertempur itu" Dengan
hati-hati ia melangkah mendekati. Tanpa disengaja
tangannya meraba-raba lambungnya. Dan terasa sebuah
benda tersentuh tangannya, Arya menjadi tenang. Sebab ia
tidak tahu, siapakah yang bertempur dengan senjata itu.
Kalau perlu ia harus melibatkan diri, di lambungnya terselip
Kyai Suluh. Pusaka Pasingsingan yang ngedab-edabi.
Dengan demikian Arya melangkah semakin dekat. Dan
alangkah terkejutnya ketika ia mengenal kedua orang yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bertempur itu. Karena itu tiba-tiba ia berteriak, "Adi Sawung
Sariti, apakah yang terjadi" Kakang Karang Tunggal,
berhentilah." Sawung Sariti tidak mendengar teriakan Arya Salaka. Ia
bertempur terus, bahkan ia mengharap Arya membantunya.
Tetapi ketika sekali lagi ia mendengar Arya memanggil
namanya dan nama Karang Tunggal, Sawung Sariti menjadi
bimbang. Apakah Arya Salaka telah mengenal lawannya itu.
----------o-dwkzOarema-o---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
IV Karang Tunggal pun segera meloncat mundur beberapa
langkah untuk membebaskan dirinya dari libatan serangan
Sawung Sariti yang mengalir seperti banjir, sambil berkata
nyaring, "Selamat datang A di Arya Salaka."
Akhirnya Sawung Sariti pun terpaksa berhenti bertempur.
Dadanya berdegup ketika ternyata Arya benar-benar telah
mengenal lawannya itu. Maka ia pun bertanya, "Apakah Kakang Arya telah
mengenal orang ini?"
"Ya," jawab Arya Salaka, "Ia adalah Kakang Karang
Tunggal." "Hem!" geram Sawung Sariti. Pikirannya menjadi
berputar-putar dilibat oleh berbagai pertanyaan. Kalau
orang ini telah mengenal Arya Salaka, maka adakah
hubungannya dengan kehadirannya di bawah pohon
nyamplung ini" "Kakang Karang Tunggal, apakah yang terjadi sehingga
Kakang bertempur melawan adi Sawung Sariti?"
"Bertanyalah kepada adikmu," jawab Karang Tunggal.
Arya mengalihkan pandangannya kepada Sawung Sariti.
Matanya menyorotkan pertanyaan yang bergolak di hatinya.
Untuk beberapa saat Sawung Sariti berdiam diri. Ia agak
bingung, bagaimana ia harus menjawab pertanyaan itu.
Sehingga terpaksa terluncurlah pertanyaan dari mulut Arya,
"Kenapa Adi Sawung Sariti bertempur dengan kakang
Karang Tunggal?" "Aku belum mengenalnya," desis Sawung Sariti.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Apalagi Adi belum mengenalnya," desak Arya Salaka.
"Aku tidak tahu apa sebabnya," jawab Sawung Sariti,
"Tiba-tiba saja aku telah bertempur dengan orang itu."
Arya mengerutkan keningnya. Sedang Karang Tunggal
tertawa perlahan-lahan. "Aneh," desisnya. "Aku juga tidak
tahu, kenapa tiba-tiba saja aku sudah bertempur melawan
Adi yang kau sebut Sawung Sariti itu."
Wajah Sawung Sariti menjadi merah mendengar sindiran
itu. Tetapi sebelum ia berkata sesuatu, terdengar Karang
Tunggal meneruskan, "Aku merasa bahwa aku telah
diserangnya." "Kau mengganggu aku," bantah Sawung Sariti.
"Menyentuhpun aku tidak," sangkal Karang Tunggal.
Arya menjadi bingung. Tetapi ia merasa, bahwa
keduanya belum berkata sebenarnya.
"Suatu kesalahpahaman," desis Arya. "Memang hal itu
mungkin sekali terjadi. Namun sekarang aku perkenalkan
kalian masing-masing."
"Bukan kesalahpahaman," jawab Karang Tunggal,
"Tetapi adi Sawung Sariti sengaja menyerang aku tanpa
sebab." "Bukan tanpa sebab," sahut Sawung Sariti yang mulai
merah kembali, "Kau mengganggu aku."
"Apamu yang aku ganggu?" tanya Karang Tunggal.
Sawung Sariti terdiam. Sudah tentu ia tidak dapat
mengatakan apa yang sebenarnya sedang dilakukan.
Namun keringat dinginnya mengalir semakin deras ketika
Karang Tunggal berkata, "Aku hanya datang kemari dan
duduk di bawah pohon nyamplung ini. Apa salahku?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sawung sariti masih belum dapat menjawab. Namun
terdengar giginya gemeretak.
Yang terdengar adalah kata-kata Karang Tunggal, "Dan
kenapa aku kau usir dari sini tanpa sebab" Dan aku harus
berjalan ke jurusan yang kau tentukan?"
Sawung Sariti menggeram. Namun ia belum menemukan
jawaban yang tepat. Sedang Karang Tunggal berkata terus,
"Apakah dengan demikian aku mengganggumu" Apakah
kau sedang menunggu seseorang di sini dengan pedang
terhunus?" Dada Sawung Sariti semakin berdebar-debar. Sedang
Arya mengangkat alisnya. Apakah benar yang dikatakan
oleh Karang Tunggal itu" Sawung Sariti menunggu
seseorang dengan pedang terhunus" Kalau demikian
siapakah yang ditunggunya" Pertanyaan itu tiba-tiba datang
mengganggunya. Tiba-tiba terdengarlah Sawung Sariti membentak keraskeras, "Jangan mengigau!"
"Aku berkata sebenarnya," sahut Karang Tunggal. Tibatiba kembali Arya diganggu oleh angan-angan yang tak
menyenangkan hatinya. Apakah maksud Sawung Sariti
sebenarnya" Dan kenapa tiba-tiba saja anak itu telah
mendahuluinya" Karena itu tiba-tiba terloncat dari mulut
Arya, "Apakah yang sebenarnya terjadi?"
"Sudah aku katakan," sahut Karang Tunggal, "Anak
muda itu menunggu seseorang dengan pedang terhunus."
"Apa pedulimu?" tukas Sawung Sariti, "Daerah ini adalah
daerah yang belum tenang. Orang-orang dari gerombolan
hitam setiap saat berkeliaran di daerah ini. Apa salahnya
aku duduk di bawah pohon ini dengan pedang terhunus?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Karang Tunggal tertawa. Tertawa seorang
pemuda yang berdarah jantan, namun darah itu masih
belum mengendap di dasar jantungnya. Ia sebenarnya telah
mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh Sawung Sariti.
Mula-mula ketika ia melihat Arya Salaka, ia ingin menyusul
sahabatnya itu, yang berjalan bersama-sama dengan adik
sepupunya, namun maksudnya diurungkan, ketika dilihatnya Arya berpisah dengan Sawung Sariti. Bahkan
timbullah kecurigaannya kepada adik sepupu Arya. Dengan
demikian ia mengikutinya dan mendengarkan semua
percakapannya dengan Galunggung. Karena itulah sengaja
ia mendahului A rya dan duduk di bawah pohon nyamplung
itu. Ia tahu benar bahwa dengan demikian Sawung Sariti
akan marah kepadanya. Tetapi tidak mengapa. Sebab dengan demikian ia sudah
berusaha mencegah kemungkinan itu terjadi. Meskipun ia
sendiri tidak yakin, apakah dengan serangan diam-diam itu
Arya akan dapat dikalahkan, namun hal yang demikian itu
benar-benar berbahaya. Terbawa oleh sifat-sifatnya yang aneh, yang dipenuhi
oleh api yang menyala-nyala di dalam dadanya, Karang
Tunggal yang juga bernama Mas Karebet dan mempunyai
sebutan Jaka Tingkir itu memandang kehidupan sebagai
suatu kancah perjuangan. Namun kejantanannya menuntut
setiap perjuangan harus dilakukan dengan adil dan jujur.
Karena itulah maka ia menjadi muak melihat cara
Sawung Sariti untuk mencapai maksudnya. Ia pernah
mendengar dari Ki Lemah Telasih, apa yang sebenarnya
terjadi di Banyubiru. Pergolakan antarkeluarga. Pergeseran
kamukten dan perjuangan untuk mempertahankan pusaka.
Tafsirannya yang tepat mengatakan, bahwa apa yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
terjadi sekarang ini adalah rentetan dari peristiwa-peristiwa
itu. Dengan demikian, akhirnya ia berkata di antara suara
tertawanya yang berderai, "Hai anak-anak muda. Kenapa
kalian menyembunyikan tangan kalian di balik punggung.
Kenapa kalian tidak berani mengangkat dada, berkata
dengan lantang" Ayo kita pertaruhkan tanah ini. Banyubiru
dan Pamingit. Sadumuk bathuk, sanyari bumi. Mukti atau
mati." Darah Sawung Sariti menjadi mendidih di dalam
dadanya. Ia kini hampir tak dapat mengelak lagi. Agaknya
Karang Tunggal telah mengetahui seluruhnya. Karena itu ia
menggigit bibirnya, sedang tangannya memegang pedangnya semakin erat. Di dalam hati ia berkata, "Apa
boleh buat. Kalau aku harus berhadapan dengan Arya
Salaka. Aku laki-laki juga seperti dia."
Arya Salaka masih berdiri tegak di tempatnya. Ia dapat
menangkap apa yang dikatakan oleh Karang Tunggal. Dan
kini ia tahu benar apa yang sedang dilakukan oleh Sawung
Sariti. Karena itu dadanya pun berdesir cepat.
Di tempat itu, di bawah pohon nyamplung yang rimbun,
berdirilah tiga orang anak muda yang masih berdarah
panas. Anak-anak muda yang mudah terbakar oleh
perasaan sendiri. Mereka masih mengukur harga diri
dengan sifat-sifat kepahlawanan yang sempit. Dalam
kesempitan perasaan, mereka menilai diri masing-masing
dengan keberanian mereka melihat darah.
Demikianlah maka terjadilah ketegangan yang memuncak. Masing-masing menyiapkan diri untuk mempertaruhkan diri demi kehormatan nama mereka
dengan gegayuhan mereka. Mereka tidak sadar, bahwa di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dunia ini ada cara lain yang jauh lebih baik daripada cara
yang mereka tempuh. Dalam keadaan yang demikian,
mereka melupakan bahwa ayah-ayah mereka akan dapat
menyelesaikan persoalan dengan cara yang baik, dengan
laki-laki sejati, tanpa setetes darah pun yang tertumpah.
Seandainya, pada saat itu hadir seorang dari ayah-ayah
mereka, atau Mahesa Jenar, atau Kebo Kanigara, maka
keadaannya pasti akan berbeda. Namun yang terjadi
adalah, tak seorang pun dari mereka yang hadir. Tak
seorang pun yang dapat memberi peringatan kepada anakanak itu. Yang tertua diantara mereka adalah Karang
Tunggal. Namun Karang Tunggal adalah seorang anak
muda yang sifat-sifatnya yang aneh.
Akhirnya Sawung Sariti tidak tahan lagi membiarkan
hatinya bergolak tanpa ujung pangkal. Karena itu dengan
lantangnya ia berkata kepada Karang Tunggal, "Hai anak
perkasa, apa maksudmu sekarang?"
"Tidak apa-apa," jawab Karang Tunggal, "Aku hanya
ingin melihat seseorang berlaku jantan. Tidak dengan
sembunyi-sembunyi dan curang."
"Persetan dengan ocehanmu!" bentak Sawung Sariti,
"Kau kira aku tidak berani berhadapan seperti laki-laki?"
"Nah, itulah kata-kata jantan," sahut Karang Tunggal,
"Apa katamu Adi Arya Salaka?"
Mulut Arya Salaka tiba-tiba seperti terkunci. Ia sama
sekali tidak mengharapkan hal yang demikian itu terjadi.
Tetapi ia pun tidak mau, apabila kelak ia benar-benar
menjadi korban tusukan dari belakang. Dalam saat yang
pendek itu pun segera ia dapat menangkap maksud yang
tersirat dari perbuatan adik sepupunya itu. Menyingkirkan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dirinya, untuk kelak memiliki Pamingit dan Banyubiru
sekaligus. Karena Arya masih berdiam diri, maka berkatalah
Sawung Sariti, "Kakang A rya Salaka, apa boleh buat. Biarlah
aku tidak tedheng aling-aling. Aku ingin kemukten atas
tanah Banyubiru sekaligus selain tanah Pamingit."
"Hem!" Hanya itulah yang terdengar dari mulut Arya
Salaka. Apabila selama ini, ia sudah berusaha melupakan


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segenap peristiwa yang terjadi atas dirinya karena pokal
adik sepupunya itu, maka kini tiba-tiba terungkit kembali.
Peristiwa demi peristiwa. Pada saat dirinya hampir saja
dicincang di halaman rumah sendiri, kemudian setelah ia
menyingkir, ia pun selalu dikejar-kejar. Apabila seorang
yang bernama Sarayuda tidak menolongnya, maka ia pun
kini tidak akan dapat melihat bintang-bintang yang
bertaburan di langit. Juga dikenangnya apa yang terjadi di
Gedangan. Kenangannya itulah yang perlahan-lahan
membakar dirinya. Dan kini, adiknya itu berdiri di
hadapannya dengan pedang terhunus.
"Jawab permintaanku," sambung Sawung Sariti, "Banyubiru, Pamingit dan nyawamu."
"Adi Sawung Sariti," jawab Arya dengan gemetar,
"Jangan memaksa aku membela diri."
"Aku sebagai saksi!" Tiba-tiba Karebet berteriak, "Siapa
pun yang kalah dan menang, harus menghindarkan diri dari
dendam yang menimpa dari kalian terbunuh, adalah nasib
malang yang menimpa diri. Aku tidak akan membuka
mulutku kepada siapa pun. Tetapi kematian adalah bukan
tujuan kalian terbunuh. Karena itu hindarkanlah. Namun
kalian harus berjanji, bahwa kalian akan menerima
keputusan yang kalian buat bersama."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Suasana di bawah pohon nyamplung itu menjadi
bertambah tegang. Dada ketiga anak muda itu bergetar
cepat karena darah mereka yang bergolak. Pada saat itu
Galunggung masih terkapar di tanah liat yang becek, di
antara tanaman-tanaman jagung muda. Kepalanya masih
terasa pening. Dengan susah payah ia berusaha untuk
dapat duduk dengan tegak. Dalam keadaan itu, hatinyapun
bertambah tegang. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam pada itu terdengar Karang Tunggal berkata,
"Pertemuan yang demikian adalah jauh lebih baik daripada
dendam yang membara di hati kalian. Tetapi sekali lagi aku
peringatkan bahwa aku adalah saksi. Dan kalian tidak akan
mendendam di hati. Dengan demikian, setelah pertemuan
ini selesai, selesailah urusan kalian. Laki-laki sejati tidak
akan menelan ludahnya kembali."
Darah Sawung Sariti kini benar-benar telah mendidih.
Sedang Arya Salaka dapat memaklumi maksud Karang
Tunggal. Anak muda itu tidak mau melihat pertentangan
dan dendam yang berlarut-larut. Namun cara penyelesaian
ini pun sangat tidak menyenangkan hatinya. Yang sudah
bulat hatinya adalah Sawung Sariti. Hidup atau matinya
telah dipertaruhkan untuk mencapai maksudnya.
Demikianlah maka ketika darahnya telah bergelora
membakar kepalanya, terdengarlah ia berteriak, "Kakang
Arya Salaka. Melawan atau tidak melawan, aku akan
menyerangmu dan berusaha membunuhmu. Itu adalah
ketetapan hatiku. Dan aku telah menantimu di sini."
Arya tidak sempat menjawab ketika ia melihat Sawung
Sariti meloncat maju ke hadapannya. Beberapa langkah
saja dimukanya dengan pedang yang terjulur lurus ke
depan. Dengan gerak naluriah Arya mundur selangkah.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tangannya sudah siap mencabut pusaka Kyai Suluh. Namun
sebelum itu dilakukan terdengarlah Karang Tunggal
berkata, "Biarlah perkelahian ini menjadi adil. Kalian berdua
tidak bersenjata, atau kalian berdua memegang pedang."
Sawung Sariti dan Arya Salaka tidak segera menjawab.
Mereka masih berdiri di atas kaki masing-masing yang
renggang. Namun sepintas lalu, berkisarlah di otak Karang
Tunggal. Ia telah mendengar ilmu Sasra Birawa yang
dimiliki oleh Arya Salaka dan ilmu Lebur Saketi di dalam diri
Sawung Sariti. Agaknya kedua ilmu itu lebih berbahaya
daripada pedang. Dengan demikian mereka tidak akan
mempergunakan ilmu-ilmu yang dahsyat itu. Apabila
mereka akan mempergunakan, mereka harus melepaskan
senjatanya, sehingga dengan demikian ada kesempatan
padanya untuk mencegah terbenturnya kedua ilmu itu.
Sedang pertempuran dengan pedang antara dua orang
yang selincah Sawung Sariti dan Arya Salaka, biasanya tidak
akan sampai pada bahaya yang sebenarnya terhadap jiwa
mereka. Ia akan dapat mencegahnya apabila perlu, juga
apabila salah seorang darinya telah terluka dan meneteskan
darah. Karena itu, segera ia berkata, "Adi Arya, pakailah pedang
ini." Karang Tunggal tidak menunggu jawaban. Segera ia
meloncat dan menyerahkan pedang Galunggung kepada
Arya Salaka. Seperti orang yang terbius oleh keadaan yang
dihadapinya, Arya menerima pedang itu dengan hati yang
kosong. "Nah, di tangan kalian telah tergenggam pedang," kata
Karang Tunggal, "Terserah kapan kalian akan mulai. Tetapi
setetes darah yang mengalir dari tubuh kalian, akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
merupakan keputusan jantan. Dan kalian harus menerima
keputusan itu tanpa syarat."
Arya Salaka dapat mengerti arti kata-kata Karang
Tunggal. Namun Sawung Sariti sudah tidak mau
mendengarnya. Ketika ditangan Arya telah tergenggam
pedang, maka ia tidak menunggu lebih lama lagi. Dengan
kecepatan kilat ia meloncat dan menusuk dada kakak
sepupunya. Namun Arya Salaka telah membayangkan
bahwa hal yang demikian itu akan terjadi. Karena itu segera
ia menghindar. Pedang Galunggung di tangannya itupun
segara bergerak menyambar seperti elang di udara.
Sawung Sariti segara meloncat ke samping. Matanya telah
menjadi merah oleh api kemarahan dan nafsu. Karena itu
kemudian kembali ia melontarkan dirinya menyerang Arya
Salaka seperti datangnya angin ribut.
Demikianlah maka keduanya tenggelam dalam perkelahian yang dahsyat.
Arya Salaka dan Sawung Sariti adalah anak-anak muda yang sedang tumbuh. Tenaga jasmaniah mereka sedang berkembang dengan suburnya. Perkembangan tubuh yang selalu dipupuk
dan dipelihara dalam cara
masing-masing. Arya Salaka
telah berkembang dalam lingkaran ilmu keturunan Pengging, sedang Sawung Sariti menjadi perkasa karena ilmu keturunan Pangrantunan. Dua ilmu yang dahsyat, yang pada masaSH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
masa lampau menjadi pasangan yang mengerikan untuk
menghadapi kekuatan golongan hitam.
Karang Tunggal menyaksikan pertempuran itu dengan
seksama. Ia melihat betapa keduanya sambar-menyambar
dengan tangkasnya seperti sepasang burung rajawali yang
bertempur di udara. Namun sesaat kemudian keduanya
telah berubah menjadi seekor harimau yang garang dengan
kuku-kukunya yang tajam melawan seekor banteng yang
kokoh kuat dengan tanduk-tanduknya yang runcing
mengerikan. Tetapi Karang Tunggal sama sekali tidak
mencemaskan mereka. Ia melihat kekuatan dan ketangkasan pada kedua belah pihak. Karena itu ia
bersyukur bahwa keduanya telah bertempur dengan
senjata. Kalau saja mereka bertempur dengan tangan
mereka, maka ia pasti akan melihat bahwa tiba-tiba saja
akan berbenturanlah ilmu Sasra Birawa dan Lebur Saketi.
Kalau ilmu itu tidak seimbang maka salah seorang di
antaranya pasti akan hancur lumat bagian dalam tubuhnya.
Pedang di tangan Sawung Sariti berputar dengan
cepatnya. Semakin lama menjadi semakin cepat dan
membingungkan. Bahkan kemudian seakan-akan berubah
menjadi ribuan mata pedang yang menusuk dari ribuan
arah. Namun Arya Salaka adalah murid dari perguruan
Pengging lewat seorang yang bernama Mahesa Jenar.
Karena itu pedangnya pun mampu membentengi dirinya
seperti sebuah bola baja yang melingkari tubuhnya. Tak
seujung jarum pun dapat ditembus oleh tajam pedang
lawannya. Bahkan Arya Salaka tidak saja mampu mengurung
dirinya dengan bola baja yang kokoh dan kuat, namun
sekali-kali serangannya pun menyambar dengan SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dahsyatnya. Tidak terlalu sering, namun setiap sambaran
pedangnya cukup mendebarkan hati lawannya.
Demikianlah mereka tenggelam semakin dalam, dalam
pertempuran yang menyeramkan itu. Masing-masing telah
mengerahkan segala tenaga dan kemampuannya. Mereka
melingkar-lingkar dan berputar-putar dalam satu daerah
yang dilindungi oleh rimbunnya pohon nyamplung. Sekalikali mereka berloncatan sambar-menyambar, mengelilingi
pokok pohon nyamplung yang besar itu. Pedang mereka
berkilat-kilat seperti tatit yang beterbangan di langit.
Benturan-benturan kedua senjata itu sedemikian dahsyatnya sehingga bunga api memercik di udara.
Karang Tunggal akhirnya mengagumi juga ketangkasan
mereka. Kelincahan dan keprigelan Sawung Sariti dan
ketangguhan serta ketangkasan Arya Salaka merupakan
tanding yang dapat menghentikan denyut jatung.
Namun kekuatan jasmaniah Arya Salaka ternyata
melampaui kemampuan Sawung Sariti. Tempaan yang
bertahun-tahun disepanjang perantauan, menuruni lembah
dan tebing-tebing, perburuan di hutan-hutan dan pergulatan melawan ombak lautan, telah menjadikan tubuh
Arya Salaka sekokoh belit karang. Otot-ototnya seakan-akan
telah mengeras, sekeras besi. Kulitnya yang merah
kehitam-hitaman terbakar matahari setiap hari itu seolaholah menjadi lapisan tembaga yang melindungi tubuhnya
dari setiap bahaya yang menyentuhnya.
Karena itulah maka akhirnya kesegaran tubuh Arya
Salaka telah ikut serta menentukan pertempuran itu.
Benturan-benturan yang terjadi di antara kedua pedang itu
tampak, bahwa keadaan Arya Salaka masih lebih baik
daripada Sawung Sariti. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Demikianlah pada suatu ketika, Sawung Sariti kehilangan
keseimbangan sesaat setelah pedangnya beradu dengan
pedang Arya Salaka. Karena dorongan yang keras, Sawung
Sariti terdesak selangkah surut, serta tubuhnya terputar
setengah lingkaran. Pada saat yang demikian, dengan
kecepatan yang luar biasa pedang Arya Salaka terjulur ke
dadanya. Sawung Sariti cepat berusaha menghindarkan diri.
Ia memutar tubuhnya setengah lingkaran pula dalam arah
yang sama, sedang ia mengangkat pedangnya, berusaha
untuk menangkis serangan lawannya. Sebagian Sawung
Sariti berhasil. Pedangnya memukul pedang Arya Salaka ke
samping. Namun kekuatan Sawung Sariti pada saat ia
melingkar tidaklah sepenuh kekuatan Arya Salaka. Sehingga
dengan demikian, pedang Arya masih menyentuh pundak
kanannya. Sebuah goresan telah menyobek kulit Sawung
Sariti. Dan dari luka itu melelehlah cairan yang berwarna
merah segar. Darah. Sawung Sariti terkejut, ketika terasa sebuah goresan
menyengat pundaknya. Ia segera meloncat mundur. Tanpa
disengaja tangan kirinya meraba pundaknya. Dan cairan
yang hangat terasa di telapak tangannya. Terdengarlah ia
menggeram dan giginya gemeretak.
Pada saat itu Karang Tunggal meloncat ke depan dan
berdiri di antara mereka. Dengan lantang ia berkata,
"Keputusan telah jatuh. Darah telah menetes dari luka."
Sawung Sariti memandang Karang Tunggal dengan mata
yang berapi-api. Darahnya serasa mendidih di dalam
dadanya. Katanya tidak kalah lantangnya,

Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksudmu?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Perjanjian kita mengatakan, keputusan diambil secara
jantan. Kalau darah telah menetes, pertempuran berakhir,
dan selesailah persoalan kalian," sahut Karang Tunggal.
"Apa keputusan itu?" tanya Sawung Sariti.
"Seperti yang kita janjikan. Bukankah kalian sedang
bertaruh di atas tanah Pamingit dan Banyubiru?" jawab
Karang Tunggal. Mata Sawung Sariti menjadi semakin menyala. Kemarahannya kini telah benar-benar memuncak.
"Tidak ada pertaruhan apa-apa!" Tiba-tiba terdengar
suara Arya Salaka yang sudah berhasil menenangkan diri.
"Marilah kita lupakan persoalan kita."
Karang Tunggal mengerutkan keningnya. Namun
kemudian ia tersenyum. Betapa besar jiwa sahabatnya itu.
"Bagus," katanya, "Kalian tetap pada kedudukan kalian
masing-masing sebagai putra kepala daerah perdikan yang
terpisah." Bagi Sawung Sariti semuanya itu seakan-akan merupakan ejekan atas kekalahannya. Didorong oleh harga
diri dan dilambari oleh nafsu yang melonjak lonjak, maka
Sawung Sariti telah lupa pada segalanya. Lupa pada
keadaannya, lupa pada darahnya yang bersumber dari
saluran yang sama dengan Arya Salaka. Lupa akan sifat
kepribadian yang sejak lama mencekam tata kehidupan
daerah ini. Ia sudah tidak memperdulikan lagi segala
galanya. Dengan suara nyaring ia berkata "Laki laki tidak
mengenal darah yang menetes dari luka. Ayo kakang Arya
Salaka, bersiaplah. Kita bertempur antara hidup dan mati."
Dada Arya bergetar mendengar tantangan ini, ia tidak
menghendaki hal demikian terjadi. Namun terasa pula
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa dendam yang membara didada adiknya itu tak akan
padam. Karena itu ia menjadi bingung. Apa yang harus
dilakukan" Ia menyesal mengapa tidak mengajak gurunya
atau ayahnya menjemput ibunya. Kalau demikian keadaannya mungkin berbeda. Tetapi didalam hatinya
melontarlah kata-kata "kalau Sawung Sariti tidak melakukannya sekarang, maka akan akan datanglah
saatnya pertentangan yang memuncak. bara api yang
tersimpan didalam dada anak itu bagai bara api yang
tersembunyi didalam sekam. Setiap saat akan berkobar
membakar dirinya." Dalam pada itu Karang Tunggalpun menjadi kecewa.
Sawung Sariti ternyata tidak berjiwa besar. Karena itu
akhirnya ia berkata "kenapa kau mengingkari janji ?".
"Aku tidak pernah berjanji. Dan aku sudah berkata,
melawan atau tidak, aku akan bunuh kakang Arya Salaka,"
jawab anak muda yang mata gelap itu.
Suasana dibawah pohon nyamplung kini benar benar
dicekam oleh ketegangan yang memuncak. Gemersik daun
daunnya yang rimbun terdengar seperti lagu maut yang
membelai hati ketiga anak-anak muda yang sedang berdiri
mematung dibawahnya. Arya Salaka masih berdiri dalam kebimbangan hati. Apa
yang harus dilakukan"
Tiba-tiba terdengar Sawung Sariti berkata seperti guruh
dimulai hujan. "Jangan tegak seperti patung. Aku ulangi,
melawan atau tidak, aku akan membunuhmu. Bersiaplah.
Aku akan mulai." "Tunggu dulu," sahut Arya Salaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi Sawung Sariti sudah tidak mau mendengarkan
lagi. Ia telah meloncat seperti seekor serigala lapar
menerkam mangsanya. Demikian cepat dan tiba-tiba
sehingga Arya dan Karang Tunggal menjadi terkejut
karenanya. Arya sama sekali tidak menduga Sawung benarbenar akan mengancam jiwanya pada saat ia sedang
mencoba mencegah perkelahian. Karena itu ia agak gugup.
Ia melihat pedang adik sepupunya yang besar dan panjang
tiba-tiba saja terjulur kedadanya. Dengan segala kemampuan yang ada padanya ia mencoba memukul
pedang tersebut. Namun terlambat. pedang Sawung
berhasil mematuk dadanya. Kemudian sebuah goresan yang
panjang membekas menyilang. Perasaan pedih menjalar
menyusur segenap sarafnya. Arya berdesis perlahan.
Untunglah ia tangkas, sehingga goresannya tidak dalam.
Namun demikian darah yang mengalir dari luka itu, seakan
akan minyak yang akan menyiram api kemarahan anak
muda dari Banyubiru. Arya Salaka bukan anak dewa
ataupun malaikat dari langit. Karena itu, maka iapun
memiliki sifat-sifat anak muda pada umumnya. Darahnya
yang panas, serta jiwanya yang meledak-ledak. Selagi Arya
Salaka masih memiliki sifat-sifat manusia pada umumnya.
Marah, dendam dan nafsu mempertahankan diri.
Demikian akhirnya Arya telah kehilangan semua
kesabaran serta kelunakan hati. Yang didalam dadanya kini
adalah kemarahan yang menyala nyala seperti api
membakar hutan kering di lereng bukit dalam arus angin
yang kencang. Hilanglah kini pengamatannya atas adik
sepupunya. Yang ada di hadapannya kini adalah lawan yang
sedang mempertaruhkan hidup atau mati. Karena itulah
maka sambil menggeram keras Arya meloncat dengan
tangkasnya, kemudian seperti badai ia menyerang Sawung
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sariti. Namun Sawung Sariti telah bertekad bulat untuk
bertempur mati-matian. Namun, Sawung Sariti pun telah bertekad bulat. Ia telah
memutuskan untuk bertempur mati-matian. Ia tidak akan
mau hidup bersama-sama dengan kakak sepupunya dalam
lingkungan langit yang sama. Kakak sepupunya atau ia
yang harus mati. Maka terulang kembali pertempuran sengit dibawah
pohon nyamplung. Pertempuran antara dua anak muda
yang darahnya sedang mendidih sampai kekepala.
Karang Tunggal kini berdiri seperti tonggak. Ia benarbenar menjadi kecewa. Ia kini tidak bisa berharap bahwa
dendam diantara keduanya akan terhapus karena ucapan
jantan. Karena itulah ia melangkah perlahan-lahan menepi
dan duduk ditepi jalan bersandar pokok pohon nyamplung.
Untuk menghilangkan kejengkelan hatinya, tiba-tiba
Karang Tunggal berteriak keras-keras, "Aku tidak peduli lagi
dengan kalian. Apa yang terjadi kemudian, aku tidak turut
campur. Juga seandainya kalian mati bersama-sama, aku
akan berdendang lagu Kinanti, sama sekali bukan
Megatruh!" Meskipun kata-kata Karang Tunggal itu bergetar
memenuhi udara, namun Sawung Sariti dan Arya Salaka tak
mendengarnya. Perhatian mereka sepenuhnya telah
tertumpah pada perjuangan mereka untuk mempertahankan hidup masing-masing.
Pertempuran kali inipun semakin lama menjadi semakin
memuncak. Masing-masing telah melepaskan segenap ilmu
pedang mereka. Ilmu pedang dari perguruan Pengging
melawan ilmu pedang dari perguruan Pangrantunan. Dua
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ilmu yang seimbang dan dimiliki oleh dua orang anak muda
dalam tataran yang seimbang pula.
Namun, sekali lagi nampak, betapa kekuatan jasmaniah
Arya Salaka berada selapis lebih dari Sawung Sariti. Itulah
sebabnya maka Sawung Sariti berusaha mempergunakan
kelincahannya untuk memukul lawannya. Namun agaknya
Sawung Sariti tidak akan berhasil. Sebab Arya Salaka pun
mampu bertempur dalam kelincahan yang mengagumkan.
Bahkan kemudian keduanya seakan-akan berubah menjadi
bayangan yang melayang-layang secepat sikatan menyambar belalang. Pedang Sawung Sariti bergerak dalam bidang-bidang
yang mendatar, mematuk dan kemudian berputar seperti
baling-baling. Sedangkan pedang Arya Salaka mengambil
garis-garis silang untuk mematahkan serangan Sawung
Sariti dan kemudian bergerak melingkari dirinya, untuk
kemudian dengan dahsyatnya, sedahsyat angin pusaran,
pedang itu melibat lawannya. Dalam benturan-benturan
yang terjadi, semakin jelas, betapa kekuatan tubuh Arya
Salaka melampaui kekuatan lawannya. Maka ketika Arya
Salaka tidak lagi dapat mengendalikan diri, pedangnya
menyambar dengan cepat dan kerasnya ke arah leher
lawannya. Namun kelincahan Sawung Sariti pun tidak kalah
daripada lawannya. Cepat ia merendahkan diri dan
pedangnya menyilang, melindungi tubuhnya. Terjadilah
suatu benturan yang dahsyat. Seperti bunga api
menghambur di udara. Dalam benturan itu, Arya telah
mengerahkan segenap kekuatannya, bahkan ia telah
mempergunakan ayunan pedangnya serta berat badannya
untuk memperkuat serangannya. Dengan demikian,
kekuatan yang menghantam pedang Sawung Sariti jauh
melampaui kekuatan Sawung Sariti. Dengan demikian, ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
terlontar mundur, sedang pedangnya bergetar cepat.
Terasa jari-jarinya menjadi panas dan nyeri. Cepat ia
berusaha untuk memperbaiki keadaannya, namun secepat
itu pula sekali lagi pedang Arya Salaka memukul pedang
Sawung Sariti. Kali ini Sawung Sariti tak dapat lagi
menyelamatkan pedangnya. Dengan kerasnya pedangnya
terpukul jatuh ditanah. Sawung Sariti menggeram keras
karena terkejut dan nyeri-nyeri ditangannya.
Dengan cepatnya ia melontar mundur sejauh-jauhnya.
Namun Arya pun mampu bergerak secepat itu, sehingga
ketika Sawung Sariti berjejak di atas tanah, ujung pedang
Arya seakan-akan telah melekat di dadanya. Sekali lagi ia
mencoba menjauhkan diri dari ujung pedang itu, namun
Arya Salaka pun melontar maju dengan kecepatan yang
sama. Akhirnya Sawung Sariti berhenti. Tangannya
bergetar, namun tak sesuatu dapat dilakukan. Sedang
ujung pedang Arya masih saja menekan dadanya.
Melihat keadaan kedua anak muda yang bertempur itu,
Karang Tunggal menjadi tegang. Tanpa sesadarnya, ia
meloncat berdiri dengan wajah tegang menanti apa yang
akan terjadi. ----------o-dwkzOarema-o---------SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
V Pada saat itu, Arya benar-benar telah menguasai
lawannya. Dengan satu gerakan yang sederhana, ujung
pedangnya akan menembus dada adik sepupunya itu.
Namun tiba-tiba tatit dari ujung langit memancar di udara.
Seleret sinar jatuh di wajah adiknya yang tegang kaku.
Bergetarlah dada anak muda dari Banyubiru itu. Ia pernah
melihat wajah yang sedemikian itu di Gedangan, beberapa
tahun lampau. Kalau ia mau, pada saat itu Sawung Sariti
telah terbunuh dengan ujung tombak pusakanya. Tetapi
pada saat itu ia tidak dapat membunuhnya. Perasaannya
dirisaukan oleh kenangan masa-masa silam. Masa kanakkanak dan masa-masa mereka bergaul sebagai saudara.
Seperti juga pada saat yang serupa, kini tangan Arya Salaka
yang memegang pedang itu bergetar, bergetar karena
getaran di dalam jiwanya. Getaran perasaan seorang kakak.
Betapa pun kemarahan telah membakar dadanya, namun
Arya masih sadar, bahwa Sawung Sariti adalah adik
sepupunya. Dalam kerisauan itu tiba-tiba terdengar suara Sawung
Sariti lantang, seperti apa yang dikatakan beberapa tahun
yang lampau, "Kakang A rya Salaka. Bunuhlah aku."
Arya Salaka memandang wajah adiknya. Tangannya
masih bergetar. Namun mulutnya tiba-tiba seperti terkunci.
Bahkan kemudian kembali terdengar Sawung Sariti berkata,
"Kali ini bunuhlah aku, supaya aku tidak membunuhmu
kelak." NAFAS Arya Salaka berjalan semakin cepat. Bukan
karena kelelahan, tetapi karena perasaannya yang bergolak
demikian dahsyatnya. Bergolakan perasaan yang telah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menggoncangkan nalarnya. Dengan mata yang suram ia
mengamat-amati wajah adiknya dengan seksama. Wajah


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang masih memancarkan perasaan dendam dan benci.
Namun karena itulah maka Arya Salaka menjadi kasihan
melihatnya. Ia menangkap getaran perasaan adiknya.
Betapa ia tidak rela menerima keadaan itu. Karena itu tibatiba terdengarlah suaranya gemetar, "Adi Sawung Sariti.
Berjanjilah demi Tuhan Yang Maha Tahu, bahwa kau akan
melupakan gegayuhan yang sesat itu. Kemudian biarlah kita
menikmati hidup tenang. Lepas dari rasa dendam dan
prasangka." "Kakang," jawab Sawung Sariti, "Aku sudah berkata, kau
atau aku yang harus lenyap. Kita tak akan dapat hidup
bersama di bawah cahaya matahari yang sama."
Arya Salaka mengangkat alisnya. Dadanya berdentang
keras mendengar jawaban Sawung Sariti.
Dalam pada itu, Karebet pun menjadi heran melihat
peristiwa itu. Alangkah bersih jiwa Arya Salaka. Sebaliknya,
betapa keras kepala adik sepupunya itu. Dengan demikian,
Karang Tunggal pun terpaksa menahan nafasnya, menanti
apa yang kira-kira akan terjadi. Di dalam lumpur yang
becek, Galunggung masih duduk dengan mulut ternganga.
Pertempuran yang terjadi benar-benar telah merampas
segenap kesadarannya. Dan kini ia melihat Sawung Sariti
dalam bahaya. Arya Salaka masih tegak di tempatnya. Pedangnya masih
melekat di dada adiknya dengan gemetar. Secepat getaran
di dadanya sendiri. Bahkan tiba-tiba tangannya menjadi
lemas, dan karena itu pedangnyapun semakin tunduk ke
tanah. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sawung Sariti melihat keadaan kakaknya. Ia melihat
pedang itu semakin renggang dan tunduk. Mula-mula ia
merasa aneh, kenapa kakaknya itu tidak membunuhnya,
seperti beberapa tahun yang lalu, meskipun ia telah
mengancamnya. Kemudian ia merasakan sesuatu yang tak
dapat dimengerti sendiri menjalar di hatinya. Perasaan
segan dan lebih dari itu.
Meskipun demikian Sawung Sariti tidak mau dipengaruhi
oleh perasaannya. Ia tidak mau disebut sebagai seorang
pengecut, yang takut menentang maut. Karena itu ia masih
mencoba berkata, "Jangan menjadi laki-laki cengeng. Aku
telah mengangkat dadaku. Bunuhlah aku." Namun suara
Sawung Sariti sudah tidak selantang tadi. Bahkan suara itu
terasa bergetar dan ragu.
"Hem!" Arya Salaka menggeram. Kini pedangnya sudah
benar-benar terkulai. Dengan mata yang sayu ia berkata,
"Adi Sawung Sariti, masihkah hatimu segelap itu?"
Kembali terasa sesuatu berdesir di dada Sawung Sariti.
Kakaknya itu benar-benar tak mau membunuhnya. Tetapi ia
berkata tidak seperti getaran-getaran di hatinya, "Apa
pedulimu tentang hatiku" Kalau kau sobek dadaku, akan
kau lihat warna hati itu."
Arya menjadi kecewa. Seperti Karang Tunggal juga
menjadi sangat kecewa. Karena itu Arya berkata putus asa,
"Baiklah Adi. Ambillah pedangmu. Kita tentukan sekali lagi.
Siapakah yang akan mati di antara kita."
Sekali lagi dada Sawung Sariti bergoncang. Kesempatan
itu masih didapatnya. Aneh. Apakah Arya Salaka tidak
melihat kemungkinan dadanya sendiri, akan tembus oleh
pedangnya, atau barangkali kakaknya itu yakin bahwa ia
tak akan dapat mengalahkannya" Namun bagaimanapun
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
juga, kesempatan itu benar-benar mengacaukan perasaannya. Dan karena itulah ia tidak segera bergerak
memungut pedangnya. Malahan matanya dengan penuh
pertanyaan memandang Arya dan Karebet berganti-ganti.
Getaran di dalam dadanya semakin lama menjadi semakin
keras. Akhirnya terdengarlah suara lamat-lamat jauh dari
dalam relung hatinya berbisik, "Sawung Sariti, alangkah
luasnya hati Arya Salaka, seluas lautan yang sanggup
menampung air dari mana pun datangnya." Dan karena
itulah maka ia masih berdiri mematung.
Dalam kesepian yang mencekam itu, tiba-tiba terdengarlah dari balik gerumbul-gerumbul di tepi parit,
seseorang berkata, "Persetan kalian, perempuan- perempuan cengeng." Semua yang mendengar suara itu terkejut. Serentak
mereka menoleh ke arahnya. Dan tampaklah sebuah
bayangan yang bergerak-gerak di balik gerumbul-gerumbul
di tepi parit. Dan suara itu berkata lagi, "Aku telah mencoba
menyabarkan diri, menunggu kalian saling membunuh.
Tetapi aku tidak telaten. Kalian berperasaan seperti
perempuan cengeng. Kenapa kalian tidak bertempur dan
membunuh secara jantan?"
Dada ketiga anak muda yang berdiri di bawah pohon
nyamplung itu menjadi semakin berdebar-debar, dan
bayangan itu masih saja berada di sana sambil meneruskan
kata-katanya, "Aku telah menunggu untuk mengurangi
darah yang melumuri tanganku. Setidak-tidaknya aku hanya
tinggal membunuh dua di antara kalian bertiga atau satu,
apabila kalian laki-laki dan bertempur seperti laki-laki.
Tetapi tidaklah demikian. Karena itu maka kalian telah
memberatkan pekerjaanku. Membunuh kalian bertiga
dengan tanganku." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tidak seorang pun dari ketiga orang dibawah pohon
nyamplung itu yang bergerak. Semua berdiri mematung
dengan hati yang tegang. Mereka menunggu untuk
mengetahui siapakah yang berbicara itu.
Berdesirlah dada mereka, dan darah mereka seakan-akan
membeku ketika mereka melihat bayangan di belakang
gerumbul itu meloncat dengan tangkasnya, melangkahi
pohon-pohon perdu seperti seekor burung gagak yang
berwarna kelam di malam yang gelap. Mereka menjadi
semakin terkejut lagi ketika bayangan itu telah berdiri di
antara mereka, di bawah pohon nyamplung itu. Ternyata
bayangan itu adalah seorang yang bertubuh bongkok dan
berwajah mengerikan, seperti wajah hantu.
"Bugel Kaliki," desis Sawung Sariti.
Orang bongkok dari lembah Gunung Cerme itu tertawa
berderai. Katanya, "Kau pasti mengenal aku dengan baik."
Dada Arya Salaka berdesir mendengar kata-kata itu.
Kemudian hantu bongkok itu berkata pula, "Nah, aku juga
ingin melihat bahwa kau dan anak murid Mahesa Jenar ini
laki-laki. Tetapi aku kecewa. Karena itu biarlah aku yang
membunuhmu. Dan yang seorang ini aku tidak tahu,
apakah hubunganmu dengan kedua anak ini. Namun karena
kau hadir juga di sini, maka kau pun akan aku binasakan."
Karang Tunggal pun pernah mendengar tentang Bugel
Kaliki. Ia tahu benar bahwa Bugel Kaliki adalah tokoh sakti
dari golongan hitam seperti Pasingsingan, Sima Rodra tua,
Sura Sarunggi dan sebagainya. Namun terdorong oleh jiwa
kejantanannya yang meluap-luap dalam dadanya, seperti
sifat-sifatnya yang melonjak-lonjak dipenuhi oleh daya
hidupnya, maka ia pun marah bukan buatan. Dengan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berdiri tegak dan bertolak pinggang, ia berkata lantang,
"Hai Bugel Kaliki, kalau kau belum mengenal aku, akulah
yang bernama Karang Tunggal, yang disebut juga Mas
Karebet dalam panggilan Jaka Tingkir."
Bugel Kaliki mengerutkan keningnya. Ia menjadi heran
melihat sikap anak muda yang seakan-akan tak mengenal
takut kepadanya itu. Maka katanya, "Sudahkah kau kenal
nama Bugel Kaliki dengan baik?"
"Aku sudah cukup mengenal," jawab Karebet, "Bugel
Kaliki adalah tokoh sakti dari lembah Gunung Cerme."
Bugel Kaliki tertawa. Katanya di antara derai tertawanya,
"Bagus, kau telah mengenal namaku. Tetapi kenapa kau
berani bertolak pinggang di hadapanku?"
Kemarahan Karebet menjadi semakin memuncak.
Jawabnya, "Aku tidak mau kau hinakan dengan katakatamu. Apakah kau kira membunuh kami bertiga ini
semudah membunuh cacing?"
Sekali lagi Bugel Kaliki tertawa, lebih keras dari semula,
sehingga tubuhnya berguncang-guncang.
"Diam!" bentak Karebet, "Aku muak melihat tampangmu.
Apalagi kalau kau sedang tertawa."
Bugel Kaliki terkejut, sehingga tertawanya berhenti.
Bukan main. Anak itu berani membentak-bentaknya. Karena
itu matanya mejadi buram dan redup. Dipandangnya
Karang Tunggal dengan seksama. Perlahan-lahan ia
berjalan ke arah anak muda itu. Arya Salaka dan Sawung
Sariti tiba-tiba menjadi tegang. Apakah ia harus berdiri
membiarkan Karang Tunggal mengalami bencana. Tiba-tiba
terasa pula perasaan dendam di antara mereka. Mereka
merasa bahwa kini nasib mereka serupa. Mereka bersamaSH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sama akan mengalami bencana, apabila Bugel Kaliki benarbenar bertindak atas mereka. Apalagi di dalam relung hati
Sawung Sariti telah memancar sepercik api yang menerangi
kegelapan hatinya itu. Maka ketika mereka melihat Bugel
Kaliki melangkah perlahan-lahan mendekati Karang Tunggal, tanpa mereka sengaja, Arya dan Sawung Sariti
pun melangkah maju. Melihat kedua anak muda yang lain bergerak, Bugel
Kaliki berhenti. Pandangan matanya yang buas bergantiganti hinggap diwajah Arya dan Sawung Sariti. Kedua anak
muda inipun ternyata tidak gentar menghadapinya.
Sehingga dengan demikian Bugel Kaliki menjadi semakin
marah. Dan terdengarlah ia berteriak, "Apakah kalian
bertiga tidak takut menghadapi aku, Bugel Kaliki dari
Gunung Cerme?" "Selama kami berpijak pada kebenaran, tak ada yang
kami takuti," jawab Arya Salaka.
"Gila!" geram Bugel Kaliki, "Kau berdua telah terluka.
Membunuh kalian akan sama mudahnya dengan membunuh
semut." "Aku sudah siap untuk mati sejak tadi," sahut Sawung
Sariti, "Namun jangan mimpi, kami akan menyerahkan leher
kami tanpa perlawanan. Dan kalau aku mati karena
tanganmu, maka aku akan mendapat penghormatan
sebagai seorang laki-laki dari Pamingit. Bukan karena
pertentangan antara keluarga sendiri. Aku sekarang
menyesal bahwa aku telah melawan kakang Arya Salaka."
Arya Salaka dan Karang Tunggal bergetar hatinya
mendengar pengakuan yang tiba-tiba itu. Ketika mereka
memandangi wajah Sawung Sariti, tampaklah betapa ia
berkata dari dasar hatinya. Karena itu didalam dada Arya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Salaka terdengar suara berbisik, "Terimakasih adikku.
Mudah-mudahan kau mendapat sinar terang dari Tuhan
Yang Maha Pengasih."
Dalam pada itu Bugel Kaliki menjadi bertambah-tambah
marah juga. Ia mengharap bahwa seharusnya ketiga anak
muda itu menjadi ketakutan, menggigil dan berjongkok
minta ampun. Tetapi ternyata mereka telah menengadahkan dada mereka. Bahkan anak yang bernama
Karang Tunggal itu masih saja berdiri bertolak pinggang.
Karena kemarahannya itu tiba-tiba Bugel Kaliki berkata
nyaring, "Hai tikus-tikus yang tak tahu diri. Kalian telah
berbuat kesalahan pada akhir hayat kalian.Hem. Alangkah
menyenangkan apabila aku melihat kalian meronta-ronta
dan menderita sakit pada saat ajal tiba."
Kata-kata itu diucapkan oleh seorang iblis yang
mengerikan. Karena itu, maka dada ketiga anak muda itu
pun berdesir pula. Namun mereka bukanlah tikus-tikus
seperti yang dikatakan oleh orang bongkok dari Gunung
Cerme itu. Karena itu, meskipun desiran didada mereka
terasa seperti menggores jantung, namun mereka tidak
menjadi gentar. Terdengarlah Karang Tunggal menjawab, "Omong
kosong. Kau ingin menakut-nakuti kami, supaya kami
menjadi menggigil dan kehilangan nafsu perlawanan kami."
Jawaban itu benar-benar membakar hati Bugel Kaliki.
Seperti tatit ia meloncat dan menampar mulut Karang
Tunggal. Gerakan Bugel Kaliki benar-benar demikian
cepatnya dan tidak terduga-duga sehingga tak seorang pun
mampu mencegahnya, bahkan Karang Tunggal pun tak
mampu mengelakkan. Namun gerakan Bugel Kaliki
bukanlah serangan yang sebenarnya. Ia menampar saja
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
karena marah, meskipun demikian tangan Bugel Kaliki
adalah tangan hantu yang seakan-akan gumpalan timah
yang keras. Karena itulah maka tamparan itu pun seolaholah seperti ayunan bandul timah yang berat, menghantam
pipi Karang Tunggal. Meskipun Karang Tunggal mencoba mengelak, namun
kecepatannya bergerak tidak dapat memadai kecepatan


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bugel Kaliki, sehingga karena itu maka tangan Bugel Kaliki
itu pun tak dapat dihindari. Namun demikian, Jaka Tingkir
itu tak terpelanting dan terbanting jatuh. Kepalanya hanya
tergeser sedikit dan ia terdorong mundur beberapa langkah.
Bugel Kaliki melihat kenyataan itu. Ia sudah mengatur
kekuatan geraknya. Menurut dugaannya anak yang
sombong itu akan terpelanting dan jatuh berguling ditanah.
Tetapi Karebet ternyata tidak demikian. Bahkan terasa
seolah-olah ada lambaran yang membatasi tangannya dan
tubuh anak itu. Karena itu, maka Bugel Kaliki menjadi
berdebar-debar. Dengan pandangan mata yang buas ia
memandang Karebet seperti hendak ditelannya hiduphidup. Dari mulutnya tiba-tiba terlontar kata-katanya,
"Setan, dari mana kau miliki aji Lembu Sekilan itu?"
Karebet kini telah tegak kembali. Ia telah mengetrapkan
ilmunya sejak ia melihat kedatangan hantu yang dapat
bergerak secepat tatit itu. Memang ia sudah menyangka,
bahwa Bugel Kaliki pada suatu saat akan bergerak secepat
itu. Karena itu, ia pun selalu bersiaga. Namun ia tidak
menjawab pertanyaan hantu bongkok itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Arya Salaka pun tergetar melihat peristiwa itu. Sejak
pertemuannya yang pertama dengan Karang Tunggal, ia
telah mengagumi ketangguhan dan ketangkasannya. Kini ia menyaksikan betapa Karebet
berhasil mempertahankan keseimbangannya dari dorongan tangan Bugel Kaliki. Apalagi Sawung Sariti.
Dadanya bergoncang ketika
ia mendengar Bugel Kaliki
berkata, bahwa anak muda yang bernama Karang Tunggal itu memiliki aji Lembu Sekilan. "Kalau demikian," Pikirnya, "ia tidak
bersungguh-sungguh ketika melawan aku. Alangkah
bodohnya aku ini. Kalau ia terapkan Lembu Sekilan, maka
aku pasti sudah binasa karena pedangnya. Sebab aku tak
dapat mengenalinya, dan ia dapat sekehendak hatinya
menusuk dadaku dari arah yang disukainya"
Dalam pada itu terdengar Bugel Kaliki berkata, "Kalau
demikian, kaulah yang harus dibinasakan lebih dahulu.
Sebab ajimu itu, apabila kelak benar-benar dapat kau
matangkan, maka kau akan menggulung jagad. Tetapi
sekarang, belum. Ternyata kau masih bergetar karena
dorongan tanganku. Kalau aku hantam sekuat tenagaku,
meskipun kau melambari dirimu dengan Lembu Sekilan,
namun iga-igamu rontok seluruhnya."
Karang Tunggal masih tetap berdiam diri, namun ia
benar-benar telah bersiaga. Kalau datang serangan yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tiba-tiba dan dengan sepenuh tenaga, ia pun telah bersiap
mengelak. "Nah, bersiaplah untuk mati. Kalian bertiga akan aku
binasakan secepat-cepatnya sebagai pembalasan dendam
atas kematian sahabat-sahabatku," kata Bugel Kaliki
seterusnya. Karang Tunggal, Arya Salaka dan Sawung Sariti sadar
bahwa Bugel Kaliki pasti berusaha untuk melaksanakan
kata-katanya. Karena itu segera mereka pun bersiap. Tanpa
berjanji Arya Salaka dan Sawung Sariti bergerak mengambil
tempat masing-masing. Mereka berdiri sebelah menyebelah
dari hantu Bongkok itu, sehingga mereka dapat mengambil
garis perkelahian yang berbeda-beda. Sekali lagi terdengar
Bugel Kaliki mendengus dan kemudian tertawa pendek.
Setelah itu, ia pun mulai bergerak menyerang Karang
Tunggal. Namun Karang Tunggal telah benar-benar siap. Ia
kali ini berusaha membebaskan dirinya dari tangan Bugel
Kaliki. Dan ketika Bugel Kaliki mencoba mengulangi
serangannya, datanglah serangan Arya Salaka dan Sawung
Sariti bersama-sama. Bugel Kaliki menggeram marah.
Terpaksa ia menghindari kedua ujung pedang itu. Namun
gerakannya sedemikian tangkasnya, sehingga sesaat
kemudian ia pun telah berhasil meloncat menyerang Arya
Salaka. Ia menyilangkan pedangnya di muka dadanya.
Tetapi Bugel Kaliki menggeliat di udara, dan serangannya
telah berubah mengarah lambung. Arya terkejut melihat
perubahan itu. Untunglah Sawung Sariti dengan pedangnya
yang panjang menyerang langsung dengan garis mendatar,
memotong gerakan Bugel Kaliki. Sekali lagi Bugel Kaliki
menggeram. Ternyata anak-anak itu benar-benar bukan
anak-anak kecil. Ketika ia melihat perkelahian antara Arya
Salaka dan Sawung Sariti, memang ia telah mendapat
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
gambaran tentang ilmu kesaktian anak itu, namun kini ia
telah membuktikannya. Namun Bugel Kaliki adalah seorang iblis yang mengerti.
Ketika pedang Sawung Sariti itu terjulur, Bugel Kaliki
melantingkan kesamping. Dengan demikian Sawung Sariti
terseret kekuatannya yang dikerahkan seluruhnya. Bugel
Kaliki terkejut. Ia melihat Sawung Sariti sedang mencoba
mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan yang
demikian ia menyerang, melihat serangan itu, tetapi ia
terhalang oleh adiknya. Yang kemudian dilakukan adalah
menjulurkan pedangnya, diatas punggung Sawung Sariti
menanti kedatangan Bugel Kaliki. Tetapi perlawanan itu tak
banyak berarti bagi Bugel Kaliki. Dengan cepatnya ia
melontar diri ke arah anak muda dari Pamingit itu. Tetapi
sekali lagi Bugel Kaliki menggeram, bahkan mengumpatumpat tak habis-habisnya ketika tiba-tiba tubuhnya
tertumbuk dengan Karang Tunggal yang sengaja menghalang-halangi geraknya. Dengan demikian Bugel
Kaliki terhenti ditempatnya, namun Karang Tunggal
terpelanting beberapa langkah dan jatuh berguling-guling.
Untunglah bahwa ia berhasil menempatkan dirinya sehingga
tidak menimpa Sawung Sariti dan Arya Salaka.
"Gila!" teriak Bugel Kaliki, "Kau tidak mati karena
benturan ini?" "Sebagaimana kau lihat," sahut Karang Tunggal yang
sudah berhasil berdiri. Ternyata aji Lembu Sekilan telah
menyelamatkannya, meskipun ia terpaksa terpelanting
jatuh. Namun ia tidak mengalami luka pada tubuhnya.
Kesempatan itu dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh
Sawung Sariti dan Arya Salaka. Secepat-cepatnya mereka
mempersiapkan diri mereka untuk menanti seranganSH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
serangan yang baru. Tetapi pertempuran yang baru
sebentar itu telah memberi mereka gambaran bahwa umur
mereka tidak akan terlalu panjang lagi.
Bugel Kaliki segera bersiap maju. Matanya menjadi
bertambah merah karena kemarahan yang menyala di
dadanya semakin menjadi-jadi pula. Ketika anak muda itu
ternyata mampu bertahan beberapa saat menghadapinya.
Karena itu ia menggeram tak henti-hantinya dan
mengumpat tak habis-habisnya.
Ketika Bugel Kaliki telah siap dengan serangannya, tibatiba ia terkejut sehingga ia tegak mematung. Ia melihat
anak yang bernama Karang Tunggal itu meraih sesuatu dari
dalam bajunya dan ketika tangannya itu ditariknya, ia telah
menggengam sebilah keris yang memancarkan cahaya yang
buram, seperti bara. Dan tiba-tiba pula dari mulutnya
terdengarlah ia berdesis, "Sangkelat."
"Ya," sahut Karang Tunggal, "Inilah Kyai Sangkelat."
"Setan!" Hantu itu bergumam. Namun hatinya berdebardebar cepat sekali. Apalagi ketika ia melihat keris itu tidak
bercahaya berkilat-kilat seperti pernah didengarnya. Dan
pernah juga ia mendengar ceritera, bahwa Sangkelat yang
demikian itu menyatakan bahwa jiwa keris itu telah luluh
dalam jiwa pemegangnya. Apalagi ketika ia mendengar
bahwa Karang Tunggal membenarkan dugaannya bahwa
yang dipegang itu adalah Kyai Sangkelat.
Arya dan Sawung Sariti pun berdebar-debar pula melihat
keris itu. Meskipun mereka belum pernah mengenalnya,
namun terasa bahwa wesi aji yang bercahaya buram itu
mempunyai pembawaan yang luar biasa. Apalagi ketika
mereka mendengar Bugel Kaliki menyebut nama keris itu,
"Sangkelat." Dan nama keris itu pernah didengarnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Bagi Arya Salaka, keris yang bernama Kyai Sangkelat itu
telah memperingatkan kepadanya bahwa ia pun membawa
pusaka yang dapat diandalkan pula, meskipun belum
setingkat Kyai Sangkelat. Karena itu, dengan gerak diluar
sadarnya, pedang di tangannya berpindah ke tangan
kirinya, dan tiba-tiba tangan kanannya telah memegang
sebuah pisau belati panjang yang bercahaya kekuningkuningan. Melihat pisau itu, Bugel Kaliki terkejut untuk kedua
kalinya. Sekali lagi mulutnya berdesis, "Kyai Suluh."
"Ya," sahut Arya pendek.
"Hem!" geram Bugel Kaliki, "Dari mana kalian mendapat
benda-benda aneh itu" Sangkelat dan Suluh. Bukankah Kyai
Suluh itu pusaka Pasingsingan?"
"Ya," sahut Arya.
"Persetan dengan pusaka-pusaka itu!" Tiba-tiba ia
berteriak. Suara menggema berulang-ulang. Namun terasa
dalam nada suaranya bahwa kedua pusaka itu benar-benar
mempengaruhi perasaannya.
Melihat kedua kawan senasibnya memegang pusakapusaka yang dapat mempengaruhi lawannya, Sawung Sariti
berbesar hati pula. Dengan demikian perlawanan mereka
pasti akan bertambah panjang. Mudah-mudahan ada
sesuatu yang dapat merubah keseimbangan pertempuran
itu. Maka karena itulah ia berkata dengan suara nyaring,
"Kakang, berikan pedang itu kepadaku apabila tak kau
pergunakan lagi." Arya memandangi adiknya. Ia telah memegang pusaka
yang cukup menggetarkan. Karena itu, dengan tidak
berkeberatan diserahkannya pedang di tangan kirinya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kepada adiknya. Sambil menerima pedang itu Sawung Sariti
bergumam, "Akan aku coba ilmu pedang rangkap yang
pernah diturunkan Eyang Sora Dipayana kepadaku."
"Pusaka-pusaka itu tak ada artinya bagi kalian. Bahkan
aku akan berterima kasih kepada kalian, karena setelah
kalian mati, maka pusaka-pusaka itu akan menjadi milikku,"
kata Bugel Kaliki pula. Karang Tunggal yang mempunyai sifat-sifat aneh itu
tertawa. Jawabnya,"Jangan berpura-pura. Suaramu gemetar." Bukan main marahnya hantu dari Gunung Cerme itu
mendengar hinaan yang keluar dari mulut anak-anak.
Karena itu ia pun segera meloncat, membuka serangan
yang dahsyat. Namun anak-anak muda pun telah bersiaga. Segera
anak-anak itu bergerak pula memberikan perlawanan yang
gigih. Kyai Sangkelat, Kyai Suluh, dan permainan pedang
rangkap Sawung Sariti, yang mengagumkan. Kedua pedang
itu tampaknya seperti saling membelit dan mematuk-matuk
berganti-ganti. Tetapi di antara mereka bertiga Bugel Kaliki
seakan-akan dapat bergerak-gerak seperti asap yang tak
dapat mereka sentuh dengan senjata-senjata mereka.
Namun meskipun demikian, Bugel Kaliki pun tak dapat
berbuat sekehendak hatinya atas ketiga lawan-lawannya
yang masih sangat muda itu. Meskipun ketiga-tiganya
bukan berasal dari satu perguruan, namun mereka dapat
bekerja bersama dalam susunan yang rapi. Mereka
mencoba sekuat-kuat mungkin saling mengisi dan saling
memperkuat serangan diantara mereka. Apalagi dengan
kedua pusaka yang menggetarkan hati di tangan Karebet
dan Arya Salaka, maka Bugel Kaliki benar-benar harus
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berhati-hati. Meskipun demikian ia adalah tokoh tua yang
sudah kenyang makan pahit getir perkelahian, pertempuran
dan segala macam kekerasan. Bugel Kaliki dapat
membunuh lawannya dan kemudian duduk di atas bangkai
itu sambil makan seenaknya.
Demikianlah pertempuran itu menjadi semakin sengit.
Dalam keadaan demikian, seakan-akan kedua belah pihak
berada dalam keseimbangan. Karang Tunggal ternyata
berada dua tiga lapis diatas kemampuan Arya Salaka. Aji
Lembu Sekilannya, meskipun tidak dapat melawan kekuatan
tenaga Bugel Kaliki sepenuhnya, namun ia dapat
menghindarkan dirinya dari sentuhan-sentuhan kecil hantu
dari Gunung Cerme itu. Dengan demikian, maka seakanakan Karebetlah yang memimpin kedua kawannya yang
lain. Ialah yang mengambil sikap dan menentukan
permainan yang mengagumkan, namun telah membuat


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bugel Kaliki bertambah marah.
Tetapi, setelah mereka bertempur beberapa saat,
tampaklah tenaga Sawung Sariti mulai susut. Selain
kelelahan yang telah menjalari seluruh tubuhnya, darah
juga mengalir dari lukanya. Meskipun tidak terlalu deras,
namun apabila ia menggerakkan tangannya sepenuh
tenaga, darah itu meleleh semakin banyak. Demikian juga
darah dari dada Arya yang telah tergores oleh pedang
Sawung Sariti. Namun ketahanan jasmaniahnya ternyata
lebih besar daripada adik sepupunya itu. Melihat keadaan
itu, Karebet menjadi berdebar-debar. Dengan demikian ia
harus bekerja sekuat tenaganya. Tenaga yang seakan-akan
mempunyai persediaan yang tak kering-keringnya didalam
tubuhnya. Memang selain sifat-sifatnya yang aneh, tubuh
Karebet pun aneh pula. Meskipun ia memeras segenap
kekuatan dan tenaganya sejak pertempuran itu dimulai,
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
namun semakin lama, seakan-akan ia menjadi semakin
segar dan kuat. Bugel Kaliki yang bermata tajam, setajam burung hantu,
melihat kelemahan itu. Karebet adalah anak yang sangat
berbahaya dengan Kiai Sangkelat di tangannya. Karena itu
maka yang pertama-tama harus disingkirkan supaya tidak
mengganggu adalah Arya Salaka atau Sawung Sariti.
Dalam pada itu, terasalah tekanan-tekanan yang erat
pada Arya Salaka dan Sawung Sariti. Bugel Kaliki telah
mangerahkan serangan-serangannya kepada kedua anak
itu berganti-ganti sambil menghindarkan diri dari seranganserangan Kiai Sangkelat yang menyambar-nyambarnya
dengan dahsyatnya. Ketika mereka sedang sibuk dengan pertempuran itu,
dimana perhatian mereka seluruhnya terampas oleh usaha
mereka mempertahankan diri, terjadilah suatu peristiwa
yang tak mereka duga-duga. Galunggung, yang duduk
lemas ditanah yang becek, ketika melihat kehadiran hantu
dari Gunung Cerme itu, menjadi seakan-akan membeku. Ia
tahu benar siapakah Bugel Kaliki. Dengan demikian ia
menjadi putus asa. Semua impiannya kini telah benar-benar
menjadi lenyap seperti awan disapu angin. Impiannya
tentang tanah yang berpuluh-puluh bahu. Kekuasaan atas
Pamingit dan Banyubiru. Kekayaan dan kemewahan. Sebab
dengan kehadiran hantu bongkok itu harapan untuk hidup
bagi Sawung Sariti menjadi semakin tipis. Tetapi ketika ia
melihat pertempuran di antara mereka, di antara Bugel
Kaliki melawan ketiga anak-anak muda itu hatinya menjadi
hidup kembali. Darahnya serasa mulai mengalir. Ia melihat
bagaimana ketiga anak muda itu dengan gigih mempertahankan diri mereka. Bahkan anak muda yang
bernama Karebet itu dapat bergerak menyambar-nyambar
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
seperti burung alap-alap di langit. Dengan demikian
pikirannya perlahan-lahan dapat berjalan kembali. Mulamula ia ingin mencoba membantu melawan Bugel Kaliki
namun hal itu tidak akan berarti. Apalagi senjatanya kini
tidak ada di tangannya lagi.
Tiba-tiba timbullah pikirannya yang bersih. Dengan sagat
hati-hati ia merangkak masuk ke dalam tanaman jagung
muda itu semakin dalam. Kemudian tiba-tiba kekuatannya
seperti kembali menjalari tubuh. Dengan serta merta, ketika
ia sudah cukup dalam di balik pohon-pohon jatung itu
Galunggung meloncat dan berlari sekencang-kencangnya
seperti dikejar hantu, kembali ke Pamingit. Siapa pun yang
akan dijumpainya pertama-tama, akan diberitahukan
kepadanya bahwa Arya Salaka dan Sawung Sariti sedang
bertempur melawan Bugel Kaliki.
Pada saat itu keadaan Sawung Sariti telah bertambah
payah. Perlawanannya telah menjadi semakin kendor.
Kedua pedangnya yang semula bergerak seperti gumpalan
asap yang bergulung-gulung melindungi dirinya, kian lama
menjadi kian kendor. Sedangkan serangan Bugel Kaliki
menjadi semakin garang pula.
Demikianlah, pada suatu saat Bugel Kaliki berhasil
menerobos lawan-lawannya langsung menyerang Sawung
Sariti. Dengan kecepatan yang masih dapat dilakukan,
Sawung Sariti menyilangkan kedua pedangnya dengan
kekuatan raksasanya, sehingga tiba-tiba kedua pedangnya
itu pun bergetar dan jatuh di tanah. Sawung Sariti menjadi
gugup. Pada saat itu Bugel Kaliki mengulangi serangannya
langsung ke dada Sawung Sariti. Serangan itu datang
sedemikian cepatnya, sehingga Sawung Sariti telah benarbenar kehilangan kesempatan untuk menghindar.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karang Tunggal dan Arya menjadi terkejut pula melihat
Bugel Kaliki dapat bergerak secepat itu, menerobos
serangan-serangan mereka. Dengan secepat yang dapat
dilakukan, Karang Tunggal meloncat menyerang sejadijadinya. Kyai Sangkelat langsung terjulur lurus ke lambung
Bugel Kaliki. Sedang Arya, yang berada dalam jarak yang
lebih jauh, tak mampu meloncat mencapai lawannya. Maka
ia hanya berusaha untuk menyelamatkan Sawung Sariti
yang sedang kehilangan keseimbangannya.
----------o-dwkzOarema-o---------Editing oleh Ki Arema SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Jilid 25 SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
I Dengan cepat ia mendorong adiknya ke samping. Kedua
gerakan Karebet dan Arya ada juga pengaruhnya, Bugel
Kaliki terpaksa menggeliat menghindari Kyai Sangkelat.
Namun sentuhan itu mengenai dada kiri Sawung Sariti.
Tetapi sentuhan itu adalah sentuhan tangan iblis ganas dari
Gunung Cerme. Karena itu akibatnya pun mengerikan.
Dada Sawung Sariti sebelah kiri yang tersentuh tangan
Bugel Kaliki itu serasa seperti terhantam reruntuhan bukit
Merbabu. Karena itu Sawung Sariti terlempar dan terbanting
di tanah. Sebuah keluhan yang pendek terdengar. Sekali ia
menggeliat kemudian terdengar ia mengerang kesakitan.
Bugel Kaliki yang telah berhasil menjatuhkan satu
lawannya tertawa berderai, membelah sepi malam. Ia
yakin, bahwa anak kepala daerah perdikan Pamingit itu tak
akan mampu bertahan diri meskipun hanya ujung jarinya
saja yang menyentuhnya. Pertempuran itu untuk sesaat terhenti dengan sendirinya.
Sawung Sariti masih bergerak-gerak menahan sakit. Namun
dari mulutnya telah mengalir darah yang merah.
Sesaat kemudian, ketika Arya Salaka menyadari apa yang
terjadi, menggelegaklah dadanya seperti akan meledak.
Betapa prasangka yang tersimpan di dalam hatinya
terhadap adik sepupunya itu, namun gumpalan darah
dagingnya itu telah menuntut pembelaan padanya. Anak itu
adalah sisiran kulit dagingnya. Sehingga bencana yang
menimpanya berarti bencana pula baginya. Apalagi tangan
yang telah melukai adiknya itu adalah tangan orang dari
gerombolan hitam. Karena itu, maka tiba-tiba terdengar
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
giginya gemeretak. Ia telah melupakan hidup matinya
sendiri. Yang terukir di hatinya adalah, menuntut balas.
Demikianlah Arya Salaka berteriak nyaring sambil
meloncat dengan garangnya. Pisau belatinya yang berwarna
kuning berkilau itu menyambar dengan cepatnya, seperti
tatit di udara. Tetapi yang diserangnya adalah Bugel Kaliki.
Dengan cekatan seperti burung sikatan yang menghindar.
Suara tertawanya masih menggetar memenuhi udara.
Namun suara itu kemudian berhenti ketika datang serangan
Karang Tunggal yang tidak pula dapat menahan
kemarahannya. Kyai Sangkelat yang terkenal itu berputarputar cepatnya mematuk tubuh Bugel Kaliki. Melawan
kelincahan Karang Tunggal, Bugel Kaliki terpaksa memusatkan perhatiannya. Seandainya anak itu tidak
memegang Kiai Sangkelat, Karang Tunggal pun bukan
lawan yang perlu mendapat banyak perlawanan darinya.
Tetapi kini ia terpaksa berhati-hati menghadapinya.
Sentuhan keris itu di ujung rambutnya, akan berarti maut
baginya. Maka terulang kembalilah pertempuran yang sengit di
bawah pohon nyamplung itu. Meskipun lawan Bugel Kaliki
telah berkurang seorang, namun kini Karang Tunggal dan
Arya Salaka mengamuk sejadi-jadinya. Mereka telah
tenggelam dalam kemarahan yang tak terkendali. Cedera
yang menimpa Sawung Sariti adalah kesalahan mereka
bersama, sehingga dengan demikian, mereka yang masih
sempat mengadakan perlawanan, harus memperbaiki
kesalahan mereka. Membalas kekalahan itu, atau hancur
lumat bersama-sama. Dengan demikian, pekerjaan Bugel
Kaliki itu pun tidak berkurang, namun ia telah melihat titik
kemenangan di pihaknya. Yang segera harus dilakukan
adalah membinasakan Arya Salaka. Setelah itu maka ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
akan berhadapan dengan anak yang keras hati yang
bernama Karebet itu. Ia ingin menangkapnya hidup-hidup,
memeras keterangan darinya, di mana ia mendapatkan Kyai
Sangkelat dan di manakah ia mendapat ilmu Lembu Sekilan.
Baru apabila keterangan-keterangan itu telah didapatnya,
akan dibunuhnya anak itu dengan caranya.
Tetapi membinasakan Arya Salaka pun tidak semudah
yang diduga. Anak itu benar-benar menyimpan angin di
dalam dadanya. Meskipun Arya telah bertempur matimatian, namun nafasnya masih mengalir wajar. Apalagi Mas
Karebet. Sedangkan Sawung Sariti agaknya benar-benar terluka
parah. Ia sudah tidak mampu lagi menggeser dirinya dari
tempatnya, meskipun ia berusaha. Beberapa kali ia
mencoba bangun namun sekian kali pula dengan lemahnya
ia terkulai ditanah. Pada saat yang demikian itulah Galunggung melihat
Pamingit terbentang jauh di kaki langit. Ia sudah tidak
mampu lagi berlari sekencang-kencangnya. Nafasnya telah
memburu secepat kakinya bergerak. Bahkan sekali-kali
langkahnya telah gontai, dan malahan beberapa kali ia
jatuh terjerembab. Dengan susah payah ia bangkit, dan
mencoba untuk berlari kembali.
Ketika matanya menjadi semakin kabur, hatinya menjadi
cemas. Namun tiba-tiba saja tidak jauh lagi di hadapannya
dilihatnya orang berjalan. Hatinya melonjak kegirangan.
Setidak-tidaknya orang itu dapat dimintanya untuk
menyambung kabar yang dibawanya, menyampaikan
secepat-cepatnya ke Pamingit. Tetapi tiba-tiba hatinya
berdebar cepat, pikirnya, "Bagaimanakah kalau orang itu
kawan Bugel Kaliki yang mencegat perjalananku?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Galunggung memperlambat langkahnya. Nafasnya saling
berkejaran dari lubang hidungnya. Meskipun demikian, ia
mencoba untuk menentramkan diri, mengatur aliran
nafasnya itu. Kalau orang hitam, maka sudah pasti ia tidak
akan menyerahkan nyawanya begitu saja, meskipun
tenaganya benar-benar sudah hampir habis dan nafasnya
sudah hampir putus. "Tiga orang" desisnya di antara deru nafasnya.
Tetapi tiba-tiba ia berteriak sekeras-kerasnya karena
kegembiraan yang meledak. Orang itu, ketika menjadi
semakin dekat padanya, menjadi semakin jelas pula,
"Tuan..." suaranya terputus oleh nafasnya yang berdesakdesak. Orang yang ditemuinya itu tertegun sejenak. Semula
mereka pun bersiaga, siapakah orang yang berlari-lari ke
arah mereka itu. Tetapi kemudian mereka pun mengenalnya. Galunggung. "Kenapa kau Galunggung?" tanya salah seorang.
Galunggung menghentikan langkahnya. Namun tenaganya benar-benar telah habis. Karena itu dengan
lemahnya ia terjatuh di tanah. "Tuan..." desisnya. Nafasnya
masih saja berkejaran. "Bugel Kaliki."
"Bugel Kaliki?" sahut mereka bertiga hampir bersamaan.
"Di mana dan mengapa?"
Pada saat itu Galunggung sudah menjadi semakin lemah.
Jawabannya pun sangat lemah pula, hampir tidak
terdengar. "Di bawah pohon nyamplung."
"Pohon nyamplung?" ulang salah seorang dari mereka
bertiga. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Galunggung sudah tidak dapat menjawab lagi. Dengan
lemahnya ia jatuh terbaring. Pingsan.
Ketiga orang itu tertegun sejenak. Namun kemudian
terdengarlah salah seorang berkata, "Di manakah pohon
nyamplung itu?" "Di tepi jalan ke Sarapadan Kulon" jawab yang lain.
"Bawalah Galunggung ke Pamingit, kami akan menyusul
Arya," kata yang lain lagi. "Berilah aku ancar-ancar."
Diberinya orang itu ancar-ancar. Kemana ia harus pergi


Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk sampai dibawah pohon nyamplung. Begitu ia selesai
berbicara, meloncatlah yang dua orang berlari sekencangkencangnya seperti angin. Bahkan di dalam kegelapan
malam, keduanya tampak seperti sebuah bayangan yang
melayang dan hilang di balik tabir kegelapan sebelum orang
yang melihatnya sempat berkedip.
Kedua orang itu adalah Mahesa Jenar dan Kebo
Kanigara. Ketika Mahesa Jenar kepanasan oleh udara
malam, dan matanya masih belum mau dipejamkan,
bangkitlah ia dan berjalan keluar. Sesaat kemudian Kebo
Kanigara menyusulnya pula. Dalam kejemuan mereka,
mereka berjalan saja menyusur jalan-jalan desa. Akhirnya
Mahesa Jenar ingat kepada muridnya. Dan tiba-tiba hatinya
menjadi tidak tenang. Kalau Arya pergi bersama Sawung
Sariti, tersimpan prasangka yang kurang menyenangkan.
Karena itu tiba-tiba saja timbullah keinginannya untuk
berjalan-jalan ke Sarapadan. Kebo Kanigara pun sependapat. Ketika ditemuinya seorang Pamingit yang
sedang duduk-duduk di regol pagar halaman, diajaknya
serta sebagai penunjuk jalan. Tetapi orang itu terpaksa
kembali, membawa Galunggung di pundaknya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Di bawah pohon nyamplung itu, perkelahian antara Bugel
Kaliki melawan Mas Karebet dan Arya Salaka masih berjalan
dengan serunya. Masing-masing telah mengerahkan
segenap kemampuan mereka untuk mengalahkan lawannya. Namun bagaimanapun juga, akhirnya kedua
anak muda yang perkasa itu harus mengakui di dalam
hatinya, bahwa hantu bongkok itu benar-benar berbahaya.
Meskipun umurnya sudah berlipat-lipat dari umur mereka,
namun tenaganya masih juga luar biasa. Bahkan semakin
lama terasa, bahwa tenaga Bugel Kaliki seperti bertambahtambah. Karena beberapa lama kemudian Bugel Kaliki yang
sudah matang itu melihat dengan jelas, di manakah
kelemahan-kelemahan dan kekuatan kedua lawannya yang
pantas menjadi cucunya itu.
Dan tiba-tiba saja terdengar hantu itu tertawa berderai
mengerikan, seolah-olah daun pohon nyamplung yang lebat
itu ikut bergetar karenanya. Meskipun suara tertawa itu
jauh berbeda dari suara tertawa Pasingsingan maupun
Lawaijo, yang didalamnya dilontarkan pula aji GelapNgampar, namun suara tertawa Bugel Kaliki itu benarbenar menyakitkan hati. Karena itulah maka Jaka Tingkir menjadi bertambah
marah. "Tutup mulutmu hantu bongkok. Jangan terlalu
sombong. Kalau kau tertawa sekali lagi, aku sobek mulutmu
dengan Kiyai Sangkelat ini."
Suara tertawa itu terhenti. Tetapi hanya sesaat,
kemudian kembali suara itu menggetarkan udara malam.
Bahkan kemudian Bugel Kaliki berkata, "kalau kau mampu
berbuat begitu anak yang perkasa, pastilah sudah kau
lakukan." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karang Tunggal menjadi bertambah marah. Namun
Bugel Kaliki benar-benar tak dapat disentuhnya. Orang yang
bongkok itu masih mampu meloncat-loncat dengan
lincahnya menghindari setiap serangan yang datang ke
tubuhnya. Bahkan sekali-kali iapun mampu menyerang
dengan garangnya. Untunglah bahwa hantu itu benar-benar
tak mampu melawan. Karena ia masih menunggu setiap
kesempatan yang terbuka. Dan kesempatan itu semakin
lama semakin terbuka lebar baginya. Kedua anak muda itu
berada diambang bahaya. Tetapi dengan tak mereka sangka, dari tanggul parit
Si Kumbang Merah 14 Elang Pemburu Karya Gu Long Pahlawan Harapan 11

Cari Blog Ini