Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 14
"Saudara Hee, kipasmu kini kukembalikan, dilain waktu nanti
kita bicara lagi, sebab partai Kun lun kini hendak melakukan
pembersihan terhadap orang sendiri!"
Menurut peraturan dunia Kang ouw, setiap urusan
mengenai pembersihan dalam partai sendiri, tiada mengijinkan
orang luar turut serta atau berada disitu ! Hee Thian siang
mengerti ucapan Tio Giok itu, merupakan suatu alasan supaya
minta ia berlalu dari tempat itu. akan tetapi ketika ia menerima
kipas, sambil tersenyum ia berkata : "Hari ini secara kebetulan Hee Thian siang
bertemu dengan saudara Tio, kecuali minta
kembali kipas itu, juga ingin menjadi saksi bagi nona Liok Giok
jie seperti apa yang dikatakan olehnya tadi !" Tio Giok terkejut mendengar
ucapan itu, tanyanya : "Saudara Hee hendak
menjadi saksi dalam soal apa ?" "Nona Liok Giok jie dengan ketua partaimu Tie hu
cu, dan susiokmu Siauw Tek yang
pernah ada dendaman sakit hati dan permusuhan oleh karena
secara kebetulan waktu itu aku justru berada d isitu, aku
mengetahui keadaan sejelas jelasnya !"
Sepasang mata Liok Giok jie ditujukan kepada Hee Thian
siang, ia berkata sambil menganggukkan kepala dan tertawa:
"Benar, benar! Pada hari Tie hui cu menemui ajalnya, dia
justru berada ditempat itu !"
Tio Giok, phoa sa dan In Ya Hok bertiga ketika mendengar
ucapan itu tampak terkejut,
selagi mereka hendak menanyakan kepada Hee Thian siang, dengan tiba tiba
terdengar suara serangan yang datang dari jurusan dimana
Siang Biauw yan sembunyikan diri, suatu itu timbul karena
serangan duri berbisa thian keng cek yang dilancarkan oleh
Siauw yan. Duri-duri berbisa itu mengurung kepada Hee thian siang
dan Liok Giok jie bagaikan gasing.
Liok Giok jie benar-benar tidak menduga, bahwa in Tio
giok, phoa san dan in ya hok, telah ada Siang Biauw yan yang
bersembunyi di atas tebing, dan kini menyerang dirinya secara
tiba-tiba! Oleh karena duri berbisa itu dilancarkan dengan jumlah
demikian banyak, hingga ia benar-benar hampir tidak ada
kesempatan untuk menyingkir dari bahaya! Akan tetapi bagi
Hee Thian siang ia sudah tahu dan siap pula, apalagi dari
semula ia sudah ambil perhatian kepada Siang Biauw yan
yang sembunyikan diri ditempat gelap, maka ketika serangan
duri berbisa itu mengancam dirinya, ia segera menggunakan
jaring wasiatnya yang berwarna merah, untuk menangkap
duri-duri berbisa itu, hingga sesaat kemudian duri berbisa
yang dilancarkan oleh Siang Biauw yang terjatuh ke dalam
jaringnya! Hee Thian siang menarik kembali jaringnya, didalam jaring
wasiat itu jatuh sembilan buah duri berbisa, kemudian baru
angkat kepala dan berkata ke arah tebing di seberangnya:
"Siang Biauw Yan cianpwe, mengapa kau turun tangan
demikian kejam" Silahkan keluar supaya Hee Tian siang bisa
menceritakan apa yang terjadi dan yang kulihat dengan mata
kepala sendiri di depan goa Siang swat tong tentang ketua
partaimu Tie hui cu, yang meninggal dunia pada waktu itu !"
Sesaat itu, Siang Biauw yan sudah melayang turun dari
persembunyiannya, dengan sinar mata dingin mengawasi Hee
Thian siang dan Liok Giok jie, namun tiada sepatah katapun
keluar dari mulutnya. Hee Thian siang mengangkat tangan memberi hormat
kepada Siang Biauw yan, lalu bertanya sambil tersenyum:
"Hee Thian siang hendak menanyakan sesuatu kepada Siang
Biauw yan cianpwe, segala persoalan permusuhan didalam
dunia kang ouw, permusuhan apakah yang termasuk paling
utama ?" Siang Biauw yan masih belum menjawab, sudah didahului
oleh In ya hok: "Permusuhan terhadap ayah bunda yang dibinasakan oleh
orang, itulah yang merupakan permusuhan yang paling besar
di kalangan kang ouw !"
Hee Thian siang berkata sambil mengangguk anggukkankepala: "Sebab musababnya nona Liok Giok pandang Tie hui
cu dan Siauw tek dipandang sebagai musuh besarnya, adalah
karena hendak menuntut balas sakit hati ibunya, bahkan Tie
hui cu karena merasa malu atas perbuatannya sendiri dimasa
lampau, maka telah mengambil keputusan membunuhnya diri
sendiri di hadapan orang banyak, sedangkan kematian Siauw
Tek juga tidak langsung di bawah tangan nona Liok!"
Siapakah ibunya" bagaimana bisa memendam sakit hati
terhadap Ciangbun suheng ?" tanya Siauw Biauw yan terkejut,
sambil menunjuk pada Liok Giok jie.
Ibu nona Liok, adalah Liok Liem Lihiap yang oleh pejabat
ketua Kun lun pay pada waktu dahulu ditunjuk sebagai ketua
yang akan menggantikan kedudukannya, Tie hui cu yang tidak
mendapat kedudukan ketua, dengan secara rahasia
memerintahkan kepada Siauw tek didalam suatu kesempatan
telah mendorong Liok Liem Lihiap dari puncak gunung
sehingga terjatuh kedalam jurang yang curam!" berkata Hee
Thian siang sambil tertawa.
Selama mendengarkan penuturan itu, Siang Biauw yan
menggeleng gelengkan kepala, dan kemudian berkata sambil
tertawa dingin : "Ucapanmu ini, apakah bukan kau sengaja mengarang
sendiri untuk membebaskan nona Liok Giok jie" mana
buktinya ?" Didepan goa Siang swat tong aku pernah mendengar
sendiri Tie hui cu pernah mengakui kelakuannya, dan
kemudian menghabisi jiwanya sendiri karena merasa malu !"
menjawab Hee Thian siang.
Siang Biauw yan masih tak mau percaya tanyanya: Segala
keteranganmu ini apakah sudah boleh berharap sebagai suatu
kebenaran " Supaya orang boleh percaya ?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu sepasang
alisnya berdiri, katanya sambil tertawa besar: "Hee Thian
Siang meskipun seorang yang tak berarti, hingga ucapannya
tak dipandang orang dan tidak dapat dipercaya, tetapi orang
yang waktu itu turut menyaksikan bersama-sama dan turut
mendengar semua ucapan tie-hui-cu, masih ada Swat-san
Peng-lo Leng Pek Ciok dari Swat-san-pay, Hok Siu Im salah
satu jago pedang golongan Ngo-bi dan Oe-tie Khao. kalau
Siang locianpwe sudi menggunakan waktu, tidak halangan
mencari mereka dan tanyakan satu-satu kebenarannya untuk
membuktikan bahwa ucapan Hee Thian Siang ini betul
ataukah Bohong?" Siang Biauw yan mendengar Hee Thian Siang mengajukan
banyak nama sebagai saksi, ia tahu bahwa keterangan itu
bukanlah bohong, terpaksa ia memandang kepada Liok Giok
Ji dengan sinar mata gemas, dengan mulut bungkam.
Bagi Liok Giok Ji sendiri sejak munculnya Hee Thian Siang,
selama itu diam saja, tetapi kini dengan mendadak lantas
berkata: "Siang Biauw yan!"
Siang Biauw Yan yang dipanggil demikian tampak terkejut.
Ia balas bertanya: "Kau panggil aku Siang Biauw Yan?"
Liok Giok Ji dengan jari tangannya menunjuk kepada In Ya
Hok, Tio Giok dan Phoa Sa, kemudian berkata dengan nada
suara dingin. "Aku masih mau memanggil mereka suheng dan suci.
tetapi aku tidak sudi memanggilmu susiok."
Dengan muka pucat Siang Biauw yan bertanya: "Kenapa?"
Sebab mereka itu berhati bersih, masih memperlihatkan
wataknya orang-orang Kang-ouw!"
Wajah Siang Biauw yan semakin tidak sedap, ia bertanya
dengan suara marah: "Apakah aku sudah kehilangan watakku
sebagaimana orang Kang-ouw?"
Liok Giok Ji hanya tertawa dingin, tidak menjawab.
Sebaliknya bertanya kepada Siang Biauw Yan: "Kematian Tiehui-cu meskipun merupakan kematian dengan jalan
membunuh diri, tetapi siapakah sebetulnya yang bersalah?"
Sekujur badan Siang Biauw Yan gemetaran hatinya marah
sekali, dengan tangan menunjuk pada Liok giok Ji, ia berkata
dengan suara bengis: "Kematian Cianbun suhengku, sudah
tentu kesalahannya ada di pihakmu!"
Dengan alis berdiri Liok giok Ji balas menanya pula: "Ketua
partai Kie-lian-pay Khie tay Cao telah menerima sepucuk surat
rahasia, dalam surat itu kecuali menjelaskan jejak Tie-hui-cu
juga diterangkan bahwa ilmu pukulannya Tong-cian-lek,
bagian tangan kirinya yang paling lemah. mata kiri Tie-hui-cu
juga pernah mendapat penyakit, hingga pengawasannya agak
longgar. Jikalau musuh mencecar serangannya dibagian kir,
itulah yang paling tepat! Dengan demikian, maka orang-orang
Kie-lian-pay dengan berdasarkan surat itu, barulah
mengerahkan orang-orangnya yang kuat, dari sebelah kiri
menyerang dengan senjata-senjata rahasia duri berbisa thiankeng-cek dan dengan demikian pula, barulah bisa berhasil
menawan Tie-hui-cu!"
Sian Biauw Yan saat itu sekujur badannya sudah
gemetaran karena marah, tanyanya: "Kau. . kau. . perlu apa
menceritakan hal ini kepadaku?"
Mata Liok Giok Ji menyapu Tio Giok, Phoa Sa dan In Ya
Hok bertiga, lalu berkata sambil tertawa dingin: "Partai Kun-lun dalam generasi
ini, rupanya masih ada orang yang
mengandung maksud hendak merebut kedudukan ketua. Tiehui-cu telah mencelakakan ibuku, lalu merebut kedudukannya
sebagai ketua, dan sekarang Siang Biauw yan kembali
menggunakan akal keji mencelakakan tie-hui-cu, maksudnya
juga hendak merebut kedudukannya sebagai ketua!"
Ucapan Liok Giok Ji itu dalam telinga Tio-Giok, Phao Sa
dan In ya Hok, benar-benar bagaikan suara geledek disiang
hari bolong. Mata mereka semua ditujukan kepada Siang
Biauw yang yang masih merupakan susiok atau paman guru
mereka dengan perasaan terheran-heran!
Sebaliknya dengan Siang Biauw Yan, waktu itu mengawasi
Liok Giok Ji dengan sinar mata yang berapi-api, katanya
sambil menggertak gigi: "Kau jangan memfitnah orang dan
hendak mengadu domba kepada orang sendiri!"
"Tulisan dalam surat rahasia itu, jelas merupakan tulisan
tanganmu, apakah kau kira aku tak dapat mengenali?"
Berkata Liok Giok Ji dingin.
Sepasang mata Siang Biauw Yan memancarkan sinar yang
buas, napsunya membunuh berkobar-kobar. Katanya dengan
suara bengis: "Jikalau kau bisa mengeluarkan buktinya,
selanjutnya aku akan mengasingkan diri dan meninggalkan
dunia Kang-ouw untuk selama-lamanya. Jikalau tidak, aku
akan bertindak terhadap kau bersama bocah she Hee ini,
untuk mencincang kalian menjadi berkeping-keping!"
Liok Giok Ji tertawa dingin, dari dalam sakunya
mengeluarkan sepucuk surat, lalu diberikan kepada Tio Giok,
Phoa Sa dan In Ya Bok. Siang Biauw Yan begitu melihat surat itu, wajahnya
berubah sekitika, hingga tak berani bersuara lagi. Dengan
tiba-tiba ia melesat kedalam sebuah rimba lebat hingga
sebentar kemudian tidak tampak bayangannya lagi!
Tio Giok, Phoa Sa dan In Ya Hok melihat tulisan dalam
surat itu, mereka dapat mengenali memang benar tulisan
tangan Siang Biauw Yan. Ditambah lagi dengan perginya
susiok itu dalam kemarahan, maka urusan itu sudah menjadi
jelas. Mereka saling berpandangan dan tertawa getir serta
menggeleng-gelengkan kepala.
Liok Giok Ji juga merasa terharu, ia berkata sambil
menghela nafas panjang: "Tio suheng, Phoa suci dan in
suheng tidak perlu berduka, Siang Biauw yan telah berlalu
karena merasa malu, orang-orang tingkatan tua dari partai
Kun-lun-pay semuanya sudah tidak karuan! Suheng dan suci
bertiga harap supaya mengundang semua partai Kun-lun,
dengan hati-hati mengadakan pemilihan ketua, setelah itu
lebih baik kita menutup pintu, jangan lagi terlibat urusan dunia
Kang-ouw. Sepuluh atau dua puluh tahun kemudian, partai
Kun-lun barangkali akan menjadi partai baru dengan orangorang baru. Bagiku, oleh karena dendam sakit hati dan
permusuhan yang belum tahu kapan baru selesai, maka
biarlah sampai di sini dulu kita berpisahan!"
Tio Giok, Phoa Sa dan In Ya Hok kini sudah tidak ada
mengandung permusuhan lagi terhadap Liok Giok Ji,
semuanya merasa menyesal ditinggalkan olehnya.
Setelah ketiga saudara seperguruannya pada berlalu, Liok
Giok Ji memungut sembilan buah duri berbisa yang
bertebaran ditanah, lalu berkata kepada Hee Thian Siang
sambil tertawa: "Dengan cara bagaimana kau bisa muncul
secara kebetulan seperti ini, hingga sudah membantu aku
untuk keluar dari kesulitan?" Sehabis berkata demikian
matanya mengawasi duri berbisa di tangannya, katanya pula
sambil tertawa: "Siang Biauw jan sesungguhnya seorang yang
sangat kejam! Barangkali ia tahu bahwa aku mempunyai obat
pemunah untuk duri berbisa ini, maka di atas duri berbisa ini
ditambah lagi secara diam-diam dengan selapis racun lain!"
Hee Thian Siang mendengar ia berkata demikian, warna
duri berbisa itu yang biru kehitam-hitaman kini ditambah lagi
selapis sinar hijau. Maka lalu berkata sambil menggelenggelengkan kepala: "Kun-lun Gek-su Siang Biauw Jan ini
sesungguhnya terlalu kejam dan jahat, jelas ia sudah bertekad
hendak membunuh kau!"
Sepasang mata Liok Giok Ji mengerling pada Hee Thian
Siang, kemudian berkata sambil tersenyum: "Bagaimana kau
seorang diri berada disini" Dimana Hok Siu Im adikku itu
sekarang?" Hee Thian Siang kini telah berhadapan dengan Liong Giok
Ji yang ramah-tamah, tidak lagi seperti dahulu yang galak,
hingga merasakan seperti jauh berbeda sifatnya, maka lalu
menjawab: "Hok Siu Im balik pulang ke gunung Ngo-bie, untuk
menyampaikan berita kepada ketuanya tentang pendirian
partai baru Ceng-thiam-pay yang akan diadakan nanti pada
tanggal enam belas bulan dua tahun depan, ia hendak
mengundang pula tokoh-tokoh rimba persilatan untuk
menghadiri upacara itu!"
"O! Ada sesuatu hal, yang selama itu masih menjadi tandatanya dalam hatiku dan ingin menanyakan kepadamu!"
"Urusan apa" Apakah ada hubungannya denganku?"
"Sudah tentu ada hubungannya denganmu. Apa sebab
berulangkali kau menanyakan kepadaku, apakah aku pernah
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggang kuda berbulu hijau" Apakah aku pernah berada
digunung Kiu-gie-san membunuh empat setan dari golongan
Kie-lian?" Wajah Hee Thian Siang menjadi merah. Ia kini merasa sulit
untuk memberi jawaban, terpaksa alihkan pertanyaan itu,
sambil menunjuk kuda tunggangan ketua Kie-lian-pay, ia
berkata: "Dahulu yang kau naiki bukankah kuda ini?"
"Khie tay Cao telah memandang kuda ini bagaikan jiwanya
sendiri. Selama ini ia tak mau meminjamkan kepada orang,
tetapi terhadap aku itu ada kekecualian. Waktu aku
menunggang kuda dan selagi melewati gunung Kiu-gie-san,
justru lantaran kuda ini, sehingga menimbulkan salah faham
empat setan dari Kie-lian, mereka coba merintangi
perjalananku, karena mulut mereka mengeluarkan perkataan
mesum menghina diriku, maka barulah aku menjadi marah
dan semua kubunuh dengan senjataku Thian-keng-cek!"
"dengan sekejap mata kau telah membunuh empat orang
itu, apakah dalam hatimu tidak merasa tidak enak?"
"Empat setan dari Kie-lian itu biasanya sangat kejam, buas
dan suka berbuat tidak senonoh terhadap kaum wanita.
Mereka bukanlah orang baik-baik. Orang-orang sebangsa itu
meskipun dibunuh begitu banyak juga tidak menjadi halangan,
bahkan dunia Kang-ouw bisa menjadi lebih aman!"
Hee Thian Siang melihat gadis itu jelas telah berada
segaris dengan Khie tay Cao, tetapi kini dari nada suaranya,
agaknya merasa tidak senang terhadap kawanan penjahat
golongan Kie-lian, maka dalam hati diam-diam merasa
bingung dan terheran-heran sendiri. Pada saat itu, kudanya
Cian li-kiok-hwa-ceng meringkik dan menghampiri Liok giok Ji,
kuda itu mengangkat setinggi kaki depannya dan memberi
isyarat kepada Liok Giok Ji. Hee Thian Siang yang
menyaksikan itu lalu berkata: "Kuda ini juga sangat cerdik, ia seolah-olah ingin
bicara denganmu!" "Dia memang benar adalah seekor kuda jempolan yang
sangat cerdik, apakah kau ingin mencoba kekuatan tenaga
larinya?" Berkata Giok Ji sambil menganggukkan kepala
dengan tertawa. "Tidak mau, sewaktu digunung Oey-san secara kebetulan
aku telah bertemu dengan Khie Tay Cao, aku pernah
menunggang dia, akhirnya aku pernah dilempar dua kali di
tanah!" Menjawab Hee Thian Siang sambil menggelengkan
kepala dan tertawa getir.
Liok giok Ji yang mendengar itu juga tertawa geli, kemudian
berkata: "Kau jangan takut, aku akan memberitahukannya
lebih dahulu, dia tak akan melemparkan kau lagi!"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, dengan tibatiba ia teringat bahwa dirinya sendiri pernah mempelajari
bahasa binatang dari Tiong-sun Hui Kheng dan ini adalah
waktunya yang tepat untuk mencoba pelajarannya itu, berhasil
atau tidak. Maka lalu berkata kepada Liok Giok Ji sambil
tersenyum: "Untuk memberi pesan kepada kuda ini aku sendiri
bisa!" Liok Giok Ji agaknya tidak percaya, memandang beberapa
kali, kemudian berkata sambil tertawa: "Kau benar-benar
seorang yang pintar dalam segala-galanya. Sampai pun
bahasa binatang juga kau faham!"
"Kau jangan memuji dulu, aku hanya baru belajar dua patah
saja, dapat dimengerti atau tidak masih merupakan suatu
pertanyaan!" Berkata Hee Thian Siang sambil tertawa:
Sehabis berkata demikian, tangannya mengelus-elus bulu
panjang Cian-lie-kiok-hwa-ceng, disamping telinganya dengan
sikap sungguh-sungguh ia berkata dengan suara perlahan:
"Haki-rimo, Moki-riba, Hakimomokurung!"
Sungguh aneh, kuda itu yang semula mengawasi Hee
Thian Siang dengan mata marah, tetapi setelah mendengar
ucapan itu kemarahannya tiba-tiba lenyap dan diganti dengan
sikap lunak. Liok Giok Ji yang menyaksikan itu benar-benar terheranheran, ia berkata sambil tertawa: "Kata-katamu ini benar-benar sangat manjur,
dia sekarang sudah baik terhadapmu!"
Hee Thian Siang merasa bangga, dengan tangan
memegang kendali lantas lompat ke atas punggung kuda.
Kuda itu benar-benar tidak menunjukkan kebinalannya,
kepalanya diangkat, kembali meringkik kepada Liok Giok Ji.
Hee Thian Siang tahu bahwa kuda yang cerdik itu, dua kali
mengeluarkan suara ringkikan dengan demikian nyaring, pasti
bukan tidak ada sebab! Selagi hendak mempelajari soal itu,
dengan tiba-tiba tampak wajah Liok giok Jie menjadi pucat,
tangannya meraba-raba pundak kanannya, bandannya terhuyung-huyung hendak roboh!
Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini terjadinya
sangat aneh, Hee Thian Siang terkejut menyaksikan kejadian
itu, ia buru-buru lompat turun dan bertanya kepada Liok Giok
Ji: "Nona Liok, kau . . . . kau kenapa?"
Liok Giok Ji sambil menggertakkan gigi, dengan tangan
kirinya ia mencabut dari pundak kanan sebuah duri berbisa
Thian-keng yang berwarna biru kehitam-hitaman serta
mengandung sinar hijau, lalu berkata sambil mengerutkan
alisnya: "Aku. . . Aku telah terkena serangan Siang Biauw
Yan. ." Hee Thian Siang kini baru ingat, ketika dirinya didalam goa
pernah dengar Siang Biauw Yan pernah berkata bahwa ia
membawa sepuluh biji duri berbisa. Semula yang digunakan
untuk menyerang dan terjatuh dalam jaringnya hanya ada
sembilan biji, kalau begitu Siang Biauw yan belum pergi jauh,
tentunya sembunyi ditempat gelap, dengan sisa sebiji yang
masih ada digunakan menyerang Liok Giok Ji secara
menggelap. Cian-li-kiok-hwa-ceng barangkali sudah melihat jejak
musuhnya itu, maka baru dua kali ia mengeluarkan ringkikan,
sayang ia sendiri dan Liok Giok Ji waktu itu karena terlalu
lengah, sehingga mengalami kejadian serupa ini!
Belum hilang pikiran Hee Thian Siang sepertinya dari
dalam rimba sejauh tiga tombak dari tempatnya, sudah
muncul diri Siang Biauw Yan, sambil tertawa bangga imam itu
lompat melesat ke atas tebing dan menghilang.
Hee Thian Siang meskipun benci sekali terhadap perbuatan
rendah imam itu, tetapi karena Liok Giok Ji waktu itu sudah
terkena duri berbisa dan segera perlu ditolong, maka ia tidak
lalu mengejar Siang Biauw Yan. Dengan alis dikerutkan ia
bertanya kepada Liok giok Ji yang sedang mengambil obat
didalam sakunya untuk ditelannya: "Nona Liok, setelah kau
makan obat, bagaimana perasaanmu" Apakah. . "
Liok Giok Ji dengan muka pucat menjawab sambil tertawa
getir: "Aku barangkali masih bisa hidup dua jam lagi!"
"Bagaimana bisa demikian hebat?" Bertanya Hee Thian
siang kaget. "Siang Biauw Yan adalah seorang ahli menggunakan
barang berbisa didalam partai Kun-lun, dia juga sudah punya
maksud hendak mengambil jiwaku, maka di atas duri berbisa
Thian-keng-cek dilapis lagi dengan racun yang lebih ganas,
sudah tentu senjata berbisa itu lebih jahat lagi! Kecuali dua
orang tua berambut panjang yang kau lihat di goa Siang-swattong itu, barangkali sudah tak ada orang lain yang sanggup
memunahkan racunnya!" Menjawab Liok Giok Ji sambil
tertawa getir. Hee Thin Siang mengawasi kuda berbulu hijau sebentar,
lalu bertanya: "Kuda Cian-lie-kiok-hwa-ceng ini merupakan
kuda jempolan yang bisa lari pesat. Aku akan mengantarkan
kau ke goa Siang-swat-tong dengan menunggang kuda itu,
sukakah kau?" Liok Giok Ji saat itu agaknya sudah tak sanggup menahan
sakitnya, perlahan-lahan rebahkan diri di atas batu, katanya
sambil menggelengkan kepala: "Dengan rebah tenang seperti
ini mungkin aku masih bisa hidup dua jam lagi. Apabila harus
menunggang kuda dan lari demikian kencang, dalam waktu
satu jam saja barangkali aku sudah tak bisa hidup lagi. lagi
pula, goa Siang-swat-tong di gunung Kie-lie-san itu terpisah
dari sini masih ribuan pal jauhnya. Betapapun pesat larinya
kuda ini juga tak bisa mencapai ke tempat itu sebelum aku
menarik nafas yang penghabisan. .!"
Hee Thian Siang adalah salah seorang yang sangat
romantis, menyaksikan gadis cantik yang dahulu pernah
menggoda hatinya sehingga ia perlu kepada Makam Bunga
Mawar untuk minta bantu supaya bisa mendapatkannya, kini
berada dalam keadaan sangat mengenaskan dan hampir mati,
hatinya sangat gelisah, maka ia berkata sambil mengepal
tinjunya: "Kalau begitu. . bagaimana kita harus bertindak?"
Liok Giok Ji meskipun dirinya kemasukan racun berbisa
sudah bernapas, namun sikapnya lebih tenang daripada Hee
Thian Siang sendiri. Ia menghela nafas panjang, katanya
dengan suara sedih: "Jika kau sudi membantu aku, carilah
sebuah goa yang bersih, bawalah aku masuk kedalamnya,
biarlah aku bisa mati dengan pikiran yang lebih tenang!"
Hee Thian Siang teringat kepada goa yang ia pernah
sembunyikan diri didalamnya, goa itu ternyata keadaannya
sangat tersembunyi dan bersih sekali. Maka dengan hati-hati
sekali ia menggendong tubuh Liok Giok Ji dan dibawanya
kedalam goa itu. Liok Giok Ji memandang keadaan sekitar itu dengan
matanya yang sayu, agaknya merasa puas, dengan nafas
yang masih lemah ia berkata kepada Hee Thian Siang,
dengan suara perlahan: "Kau ini benar-benar baik sekali,
sudah mencarikan aku sebuah tempat yang terang untuk
tempatku bersemayam selama-lamanya!"
Hee Thian Siang yang mendengar gadis itu mengucapkan
perkataan demikian, hatinya merasa pilu, dengan mata
menatap Liok Giok Ji ia bertanya dengan suara lemah lembut:
"Nona Liok, kau jangan berpikir demikian, meskipun badanmu
terkena racun berbisa, namun barangkali masih ada jalan
untuk ditolong, siapa tahu?"
Berkata sampai di situ, tiba-tiba alisnya dikerutkan
tanyanya pula dengan hati cemas: "Nona Liok, duri berbisa
tadi mengenai lengan kananmu, apakah kau sudah menutup
jalan darahmu untuk mencegah mengalirnya racun?"
"Jikalau aku tidak buru-buru menutup jalan darah yang
terkena racun tadi, saat ini niscaya aku sudah tidak bisa lagi
berbicara dengan kau."
"Kalau begitu, maka apabila keadaan sudah memaksa, baik
nona Liok korbankan saja sebelah lenganmu, dengan
demikian nyawamu akan tertolong."
Liok Giok Ji tahu bahwa maksud Hee Thian Siang
menghendaki ia memotong lengan tangannya sendiri, agar
jiwanya tertolong namun gadis yang berhati keras itu lantas
menggelengkan kepala, lalu berkata sambil tertawa getir:
"Kaum wanita sifatnya suka kecantikan, kecuali memang yang
memiliki wajah buruk sejak dilahirkan sehingga tidak bisa
berbuat apa-apa. Siapakah yang tak akan membanggakan
kecantikannya sendiri" Apabila aku harus kehilangan satu
lengan saja, sekalipun aku bisa hidup sampai ratusan bahkan
ribuan tahun, apa gunanya?"
Hee Thian Siang melihat sikap Liok Giok Ji yang demikian
kukuh, tak bisa berbuat apa-apa. maka saat itu ia hanya bisa
menundukkan kepala sambil memeras otak untuk mencari
jalan keluar. Dipikir bolak-balik ia tak dapat menemukan suatu cara yang
lebih baik untuk memunahkan racun dalam tubuh gadis itu.
Maka ia hanya berjalan mondar-mandir dalam goa itu,
berulang-ulang menggabrukkan kakinya sendiri. Liok Giok Ji
yang menyaksikan sikap demikian dari pemuda itu, bertanya
dengan heran: "Waktu pertama kali aku berjumpa dengan mu
di kaki gunung Kun-lun-san, aku pernah menggunakan duri
berbisa untuk menyerang kau, bagaimana kau tidak ingat
dendam sakit hati itu, sebaliknya kau sekarang demikian
memperhatikan keselamatanku?"
Dalam keadaan apa boleh buat, ia berkata pada Liok Giok
Ji: "Nona Liok, sukakah kau dengar aku menceritakan suatu
kisah?" "Waktuku hidup dalam dunia sudah tidak lama lagi, untuk
mendengar kisa baik juga. Tetapi kisah yang mengenai orangorang rimba persilatan yang haus darah amis aku sudah
bosan. Kuminta saja kau menceritakan kisah yang sangat
indah dan menarik hati!" Berkata Liok Giok Ji sambil
menganggukkan kepala dan tertawa.
Sehabis berkata demikian, dengan tiba-tiba ia merintih dan
kemudian berkata pula: "Aiiya, mengapa tubuhku demikian
dingin?" saat itu, tubuhnya sudah menggigil, giginya juga
bercatrukan. Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian
sangat tidak tega, ia tahu bahwa hawa dingin itu adalah
bekerjanya racun didalam tubuhnya, ia lantas duduk di tanah,
membuka baju panjangnya sendiri dan mengangkat tubuh
Liok Giok Ji diletakkan dalam pelukannya. Ia mengerahkan
ilmunya tenaga dalam dengan hawa murni tubuh sendiri,
untuk mengusir hawa dingin itu. Kira-kira setengah jam
kemudian tubuh Liok Giok Ji yang menggigil agak reda. Dan
dengan menatap wajah Hee Thian Siang dengan sinar mata
berterima kasih, ia berkata sambil tertawa getir: "Kau demikian baik sekali
terhadapku, aku suka menyebut kau engko Siang
seperti halnya dengan adik Siu Im!"
Hee Thian Siang yang memang suka kepada Liok Giok Ji,
apalagi didalam keadaan demikian, sudah tentu ia tidak ingin
membuat sedih hatinya. Maka setelah mendengar ucapan itu,
ia menganggukkan kepala sambil tersenyum, bahkan
memeluk semakin erat tubuh gadis itu.
Liok Giok Ji yang berada didalam pelukan Hee Thian
Siang, agaknya merasa terhibur. Perlahan-lahan ia membuka
matanya dan matanya terlihat sangat sayu.
Tetapi begitu matanya itu dibuka, dengan tiba-tiba
memandang kepada Hee Thian Siang, lalu menunjukkan
senyumnya yang menawan hati, katanya lambat-lambat:
"Engko Siang, kau tadi berkata hendak menceritakan kisah
kepadaku. Jikalau kau tidak mulai sekarang, mungkin aku
sudah tidak bisa mendengarnya lagi."
Hee Thian Siang semula berpikir, karena Liok Giok Ji
dahulu pernah turun tangan ganas kepada dirinya sendiri,
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap gadis itu masih agak takut, tetapi sekarang setelah
menyaksikan sikapnya yang masih jujur dan tiada
mengandung maksud jahat, sifat gadis ini mirip benar dengan
sifat Hok Siu Im, maka perasaan cintanya semakin bertambah.
Ia lalu menceritakan bagaimana ia sendiri pertama kali melihat
gadis itu di gunung Kiu-gi-san dan mulai saat itu entah
bagaimana ia merasa tertarik dan jatuh cinta sepihak saja.
Namun karena tidak mengetahui asal-usul gadis itu, ia tak
dapat mengutarakan isi hatinya. Maka ia lalu pergi ke gunung
Bu-san di hadapan Makam Bunga Mawar, hendak minta doa
restunya supaya dapat menemukan gadis yang dilihatnya baru
sekali saja itu. Liok Giok Ji yang mendengar kisah itu membuka lebar
sepasang matanya, ia menatap wajah Hee Thian Siang dan
berkata sambil tertawa sedih: "Engko siang, kau benar-benar
bisa menghibur hatiku, tetapi kisahmu itu meskipun sangat
indah dan menarik, namun agaknya membuat orang sudah
untuk percaya!" Waktu itu karena Hee Thian siang sudah tak berdaya
memunahkan racun dalam tubuh Liok Giok ji, dan tampak jiwa
nona itu sudah terancam bahaya maut, sudah tentu hatinya
merasa pilu, kasihan, dan cinta ! Ketika mendengar
ucapannya bahwa ia tidak percaya kepada kisahnya sendiri,
saat itu menjadi gelisah.
Liok Giok ji yang menampak sikap pemuda itu, lalu berkata
sambil tertawa : "Engko Siang, kau jangan cemas, aku
percaya ceritamu yang indah itu !"
Saat itu Hee thian siang seolah-olah baru sadar, ia teringat
kepada Duta Bunga Mawar, maka dari dalam sakunya ia
mengeluarkan "Lambang" yang baru dikembalikan oleh Hwa Ji swat, lambang bunga
mawar itu diberikan kepada Liok Giok
jie, katanya sambil tertawa: "Adik, Giok, kau lihat sendiri,
lambang bunga mawar batu giok warna ungu ini adalah benda
yang diberikan oleh Duta Bunga Mawar kepadaku !"
Liok Giok jie senang sekali kepada lambang bunga mawar
itu, barang itu digenggamnya dan dibuat main, lalu berkata
Hee Thian siang sambil tersenyum : "Engko siang, warna batu
giok yang berbentuk bunga mawar ini alangkah indahnya,
sudikah kau memberikan kepadaku ?"
Oleh karena menampak keadaan gadis itu yang sudah
demikian menyedihkan, hatinya sangat pilu, bagaimana ia
tega menolak permintaannya " Maka ia lalu mengangguk
anggukkan kepala sambil mengusap usap rambut di
kepalanya, katanya sambil tertawa : "Sudah tentu boleh, tetapi racun yang
mengenai dirimu, betulkan tak bisa ditolong lagi "
Dengan kau sendiri sedikitpun tak merasa khawatir ?"
Liok Giok jie melihat Hee Thian siang suka memberikan
lambang Bunga Mawar itu kepadanya. Batu itu diletakkan di
bibirnya sendiri, berulang ulang diciumnya, seolah-olah sangat
girang sekali. Ketika ditanya oleh Hee Thian siang, wajah dan sikap Liok
Giok jie dari girang tiba-tiba berubah menjadi sedih, matanya
dipejamkan, dari dua matanya mengalir airmata, katanya
dengan nada suara sedih :
"Engko siang, aku dilahirkan sebagai anak piatu, apa yang
ku alami selama hidupku, juga sangat aneh dan ajaib,
Disamping itu juga mengandung pertentangan satu sama lain,
maka aku sudah lama merasa tidak senang dengan
kehidupan ini. Mengapa harus takut mati ?"
Berkata sampai disitu, matanya terbuka lagi. dengan sinar
matanya yang bisa membuat orang tergiur, mengawasi Hee
Thian siang dan berkata dengan suara pelahan : "Engko
Siang, aku tidak mempunyai perasaan benci apa apa. aku
hanya menyesal, mengapa hingga hari ini bisa bertemu dan
demikian baik terhadapmu ! Sekarang, sekarang sekujur
badanku sudah merasa segar, barangkali itu adalah firasat
menjalarnya racun berbisa itu. . "
"Adik Giok, dapatkah kau mengerahkan ilmu Hiu Khie kang
untuk melawan racun dalam tubuhmu. Aku masih bisa
mencarikan akal untuk menolong jiwamu!" Bertanya Hee
Thian siang dengan penuh perhatian.
Liok Giok ji menggelengkan kepala, katanya sambil
tersenyum getir: "Sejak aku terkena racun berbisa itu,
kekuatan tenagaku sudah susah dikerahkan, sama sekali aku
tidak tahu racun didalam tubuhnya itu kapan hendak bekerja.
Mungkin akan mati sesaat kemudian, mungkin juga masih bisa
bertahan satu atau dua jam lagi. Engko Siang, kau peluklah
aku erat-erat, biarlah aku menikmati kehangatan dan
kemesraan untuk pertama kali ini dalam hidupku, supaya aku
bisa mati didalam pelukanmu dengan menyungging
senyuman!" Hee Thian siang yang memang seorang pemuda
berperasaan, kini ketika mendengar gadis dalam pelukannya
itu berkata demikian menyedihkan maka ia menuruti
permintaannya, dan memeluk erat-erat tubuh gadis itu, ia
menundukkan kepalanya dan menciumnya. bahkan dari
matanya meneteskan air mata.
Air mata itu justru meneter di pipi Liok Giok ji, Liok Giok ji
agaknya merasa sangat terharu, katanya dengan airmata
berlinang: "Engko Siang, kau benar-benar baik sekali
terhadapku, sayang aku yang bernasib malang, tiada
mempunyai rejeki untuk menerima kebaikanmu, Setelah aku
mati, kecintaan dan kebaikan terhadap diriku ini, biarlah kau
berikan kepada adik Siu Im saja, kuminta supaya kau baikbaik mencintai dirinya!"
"Adik Giok, dengan adik Im kau baru pertama bertemu
muka, dengan cara bagaimana sudah demikian besar
perhatianmu terhadap dirinya?" Bertanya Hee Thian siang
heran. "Kita memang bersaudara !" menjawab Liok Giok jie sambil tertawa. "Jadi kalian
berdua adalah. . bersaudara ?""
Liok Giok jie balas memeluk Hee Thian siang makin erat,
katanya dengan suara perlahan: "Kita adalah satu ayah dan
lain ibu. Tetapi rahasia ini adik Siu Im masih belum tahu !"
Jawaban itu benar-benar di luar dugaan Hee Thian siang.
Ia bertanya sambil menatap Liok Giok jie : "Ibumu bukankah
pendekar wanita Kun-lun Liok Liem yang didorong oleh Siauw
Tek di puncak gunung Kun-lun atas perintah Tie-hui ?"" ?"
Di wajah Liok giok jie, saat itu terlintas sikap yang aneh,
katanya : "Liok Liem adalah nama asli ibuku, tetapi ia sudah
merubah she dan namanya sejak beberapa puluh tahun
berselang." "Oo ! Jadi ibumu yang didorong oleh Siauw tek dari atas
puncak gunung ke dalam jurang ternyata masih. . "
Belum habis ucapannya Hee Thian siang, Liok Giok jie
sudah memotongnya sambil tertawa : "Ibu didorong oleh
Siauw Tek ke dalam jurang, meskipun tidak binasa, tetapi
sejak saat itu ia telah menjumpai kejadian gaib, dari seorang
yang mendapat gelar Kun-lun Lihiap, telah berubah menjadi
iblis wanita yang menakutkan !"
Iblis wanita yang menakutkan, ketika Hee Thian siang
mendengarnya, sepasang alisnya dikerutkan, otaknya bekerja
keras: Liok giok jiw yang melihat ia berpikir demikian, lantas
berkata sambil tertawa: "Mengenai ibuku, kau toh sudah
pernah melihatnya. Ibu mempunyai kepandaian ilmu yang
sangat tinggi sekali, dahulu namanya pernah menggemparkan
dunia kang-ouw, namanya sangat terkenal sekali! Apakah kau
yang demikian pintar masih belum dapat menduga, siapakah
adanya ibu itu ?" Hee Thian siang mendengar ucapan itu, yang katanya ia
pernah melihat ibu Liok Giok jie, hatinya lantas tergerak, lalu
teringat kepada dua orang tua berambut panjang jago Siangswat-tong, bukan saja sangat tinggi sekali kepandaian
ilmunya, tetapi suaranya juga amat aneh. maka lantas
bertanya : "Ooo, ibumu bukankah salah satu dari dua orang
tua berambut panjang yang waktu itu duduk di sebelah kiri ?"
JILID 15 "Kau benar-benar sangat pintar, dugaanmu ini sedikitpun
tidak salah. Orang tua berambut panjang berbaju kuning yang
duduk di sebelah kiri adalah ibuku, sedang yang duduk di
sebelah kanan, adalah ibu kandung adik Siu Im!"
Hee Thian Siang setelah mendengar keterangan Liok Giok
Ji baru tahu bahwa dua orang berambut panjang berjubah
kuning yang dilihatnya di depan mulut goa Siang-swat-tong,
semua adalah orang perempuan yang menyamar. Sadarlah ia
kini, maka katanya pula: "Aku kini sudah mengerti, ibumu pasti adalah Kiu-thian
Mo-lie Tan Siang Siang. Sedangkan ibu Hok
Siu Im adalah Siang-swat Siang-len Leng Biauw Biauw."
"Dugaanmu ini justru sebaliknya. Ibuku adalah Siang-swat
Siang-len, sedang ibu adik Im adalah Kiu-thian Mo-lie Tang
Sian Siang!" Setelah mendengar keterangan itu, Hee Thian Sian coba
mengorek lagi keterangan yang lainnya, ia teringat sewaktu di
atas puncak gunung Keng-bun-san, pendekar pemabokan Bo
Bu Ju pernah berkata bahwa Hong-tien Ong-khek May Ceng
Ong tidak suka bertemu muka dengan Hok Siu Im, dan ia
sendiri kali ini, sewaktu bertemu muka dengan May Ceng Ong
di suatu rumah minum di desa kecil, apa yang didengarnya
dari mulut May Ceng Ong dalam keadaan mabok, semuanya
itu dibanding-bandingkannya, lalu bertanya kepada Liok Giok
Ji: "Kalau demikian halnya, ayah adik Giok dan adik Im,
apakah bukan Hong-tien Ong-khek May Ceng Ong Locianpwe?"
Alis Liok Giok Ji dikerutkan, tangannya menekan dada
sendiri, lalu menarik nafas panjang kemudian baru menjawab:
"Ayahku memang benar Hong-tien Ong-khek May Ceng Ong,
tetapi mengenai urusannya, terlalu panjang ceritanya. ."
Hee Thian Siang melihat sikap Liok Giok Ji kurang baik,
maka ia mengeluarkan pil yang dibuat oleh Say Han Kong,
seluruhnya dikeluarkan dan diberikan kepadanya. Dengan
penuh perhatian ia bertanya: "Adik Giok, keadaanmu ada
sedikit kurang baik, bagaimana perasaan dalam tubuhmu?"
Dengan mata yang sayu Liok Giok Ji berkata sambil
tertawa. "Tadi perasaanku memang kurang enak, mungkin racun
dalam tubuhku hendak bekerja, tetapi setelah aku menelan
dua butir pilmu tadi sudah banyak baik!"
"Pil itu adalah buatan Tabib sakti pada dewasa ini Say Han
Kong locianpwe, dalam pil itu juga dicampuri dengan setetes
getah pohon Lingci, pil itu sangat mujarab sekali, sayang aku
hanya memiliki dua butir saja. ."
Mendengar keterangan Hee Thian Siang bahwa pil yang
hanya tinggal dua butir itu seluruhnya diberikan kepadanya,
dalam hati Liok Giok Ji merasa sangat berterima-kasih,
sementara itu lambang batu Giok Bunga Mawar yang berada
ditangannya, diletakkan dalam bibirnya, dan berulang-ulang
diciumnya, katanya sambil tertawa: "Engko Siang, setelah aku
makan pil mu yang mujarab itu, rasanya tubuhku banyak
segar, biarlah nanti kuceritakan kepadamu, hal ikhwal yang
menyangkut diri ayah ibuku."
Melihat keadaan Liok Ciok Ji demikian rupa, Hee Thian
Siang merasa sangat kasihan, katanya sambil tersenyum:
"Adik Giok, kau sudah terkena racun berbisa, kalau banyak
bicara mengganggu kesehatanmu. Biarlah kau istirahat dulu.
Kalau kau sudah agak baik, nanti kau boleh ceritakan lagi!"
Liok Giok Ji menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Aku tahu benar bahwa Siang Biauw Yan itu sangat kejam,
senjata rahasia duri berbisa masih perlu ditambah dengan
racun yang sangat berbisa, racun itu bukanlah dua butir obat
mujarabmu ini yang dapat memunahkan. Jika sebelum mati
aku tak menceritakan kepadamu, maka rahasia diriku ini kau
nanti tak bisa mendengar lagi!"
Hee Thian Siang tidak berdaya, terpaksa memeluk erat-erat
mendengar ceritanya. Liok Giok Ji mulai berkata: "Jurang yang sangat dalam di
bawah puncak gunung Kun-lun ada berdiam seorang luarbiasa dari golongan sesat, orang itu namanya Bu-siang Mo-su
Kong Jan In!" "Aku sudah pernah dengar cerita mengenai diri orang itu,
tinggi kepandaian ilmunya dalam dunia pada dewasa ini tiada
tandingannya, tetapi ia sudah menutup mata pada beberapa
puluh tahun berselang!" Berkata Hee Thian Siang.
"Ibuku telah didorong oleh Siauw Tek sehingga terjatuh ke
dalam jurang itu, tetapi sesaat itu dengan secara kebetulan
telah ditolong oleh Bu-Siang Mo-su Kong Jang In, orang tua
itu karena suka dengan ibuku yang memiliki tulang-tulang baik
dan berbakat baik pula untuk mempelajari ilmu silat, maka
olehnya diberi makan sebutir obat pil yang dapat melupakan
keadaannya sendiri, sehingga sehabis makan pil itu lupa asalusul dirinya sendiri dan kemudian dipungutnya menjadi murid.
Dan nama ibu telah dirubah menjadi Siang Biauw Biauw.
Dengan seorang gadis yang merupakan muridnya orang tua
itu juga yang bernama Tang Siang Siang, sama-sama
mempelajari ilmu kepandaian Kong Jang In!"
"Oo, pantas dahulu ibumu pernah malang melintang di
dunia Kang-ouw, namanya pernah menggetarkan rimba
persilatan, tetapi selama itu belum pernah mencari Tie-hui-cu
dan Siaw Pek untuk menuntut balas dendam. Kiranya karena
ibumu sudah makan obat pil dari golongan sesat sehingga
melupakan asal-usul dirinya sendiri!"
Berkata sampai di situ ia merasa heran, maka ia bertanya:
"Tetapi sekarang dengan bagaimana tiba-tiba bisa ingat pula"
Apakah obat pil dari orang tua itu setelah melalui proses
demikian lama sudah hilang khasiatnya?"
"Engko Siang, mengapa kau demikian terburu nafsu"
Dengarlah ceritaku perlahan-lahan, nanti kau akan mengerti
sendiri!" Muka Hee Thian Siang agak merah, sambil tertawa ia
mendengarkan Liok Giok Jie bercerita terus: "Ibuku bersama
Tan Siang Siang telah menyelesaikan pelajarannya kepada
Kong-yang In lalu terjun kedunia Kang-ouw, sejak saat itu
namanya menggemparkan dunia Kang-ouw, tetapi sejak
berjumpa dengan ayahku Hong-tien Ong-khek May Ceng Ong,
satu sama lain lantas jatuh cinta!"
"Mereka sama-sama orang-orang yang memiliki nama
besar dalam rimba persilatan, sudah tentu merupakan
pasangan yang setimpal. Seharusnya merupakan suatu
perkawinan yang bahagia. Dengan cara bagaimana bisa
berubah menjadi musuh?"
"Ayahku meskipun cinta kepada dua ibuku, tetapi karena ia
mempertahankan kedudukan dan nama baiknya sebagai
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang pendekar besar, maka menganggap kedua ibuku itu
yang keluaran dari golongan sesat, bisa merendahkan
derajatnya. Dua ibuku itu yang sudah terlibat oleh jaring
asmara, maka diam-diam telah menggunakan obatnya yang
tiada berwujud untuk membikin ayahku lupa kepada dirinya
sendiri, akhirnya diantara ayah dan kedua ibuku telah
melakukan perkawinan dan sama-sama berdiam didalam
taman Bo-hiu di lembah Leng-ci-kok di gunung Ko-le-kongsan!" "Sudah menjadi suami-istri, bagaimana kemudian
bermusuhan lagi" Apakah ada orang yang mengadu domba?"
Bertanya Hee Thian Siang heran.
Liok Giok Ji mengangguk-anggukkan kepala dan berkata:
"Dugaanmu ini tepat, orang yang mengganggu dan mengadu
domba itu bahkan kau kenal baik dengannya. Tidak lain
adalah pendekar pemabokan Bo Bu Ju!"
"Kalau begitu Bo Bu Ju locianpwe dijadikan patung beku
didalam goa Siang-swat-tong, juga ada sebab musababnya.
Mengapa ia harus mengadu domba rumah-tangga orang
lain?" "Bo Bu Ju keliru pendapatnya, karena desas-desus yang
tersiar di kalangan Kang-ouw ia menganggap kedua ibuku itu,
karena keluaran dari golongan sesat sehingga dirinya tidak
bersih. Maka berulang-ulang ia menasehati ayahku supaya
jangan sampai terlibat oleh jaring asmara, dan mau hidup
bersama-sama dengan dua gadis golongan sesat yang tak
tahu malu, jangan sampai nama baiknya sebagai pendekar
dinodakan olehnya!" Berkata Liok Giok Ji sambil menghela
nafas. "Apakah ayahmu percaya begitu saja keterangan Bo Bu Ju
yang tanpa bukti itu?"
"Ayahku sebetulnya tidak percaya, tetapi tidak sanggup
karena selalu dibujuk oleh Bo Bu Ju. Maka dalam keadaan
setengah percaya tidak, akhirnya ia minta keterangan kepada
kedua ibuku!" "Kalau toh memang hanya desas-desus di kalangan Kangouw, perlu apa takut ditanya?"
"Desas-desus itu meskipun merupakan desas-desus, tetapi
memang sebagian adalah sebenarnya, tidak disangka bahwa
kedua ibuku itu memang orang-orang dari golongan sesat.
Tetapi ada sebagian yang dibuat-buat sendiri yang oleh ayah
tidak enak untuk ditanya langsung. Yang ditanyakan hanya
soal kecil-kecil saja. Kedua ibuku itu, karena berhati lapang,
maka telah menjawab dengan terus-terang. Dengan demikian
ayah lantas percaya kepada ucapan Bo Bu Ju. Perlahan-lahan
ayah mulai pandang rendah dan jemu kepada kedua ibuku!"
"Apakah ayah dan ibumu itu dengan demikian lantas
menjadi bercidera?" "Meskipun ayah dan ibumu itu dengan demikian lantas
menjadi bercidera?" "Meskipun ayah sudah mulai berubah pikirannya, tetapi
oleh karena saat itu kedua ibuku itu masing-masing sudah
mengandung, terpaksa bersabar, setelah aku dan Hok Sui Im
kedua-duanya lahir, pendekar pemabokan Bo Bu Ju
berkunjung lagi untuk memberi nasehat kepada ayah, supaya
memutuskan hubungan cinta dengan ibu dan jangan sampai
kedua bayi yang masih kecil itu nanti juga berubah menjadi
iblis wanita!" "Bo Bu Ju locianpwe ini sesungguhnya memikirkan terlalu
jauh. ." Berkata Hee Thian Siang sambil menghela nafas.
"Di bawah desakan Bo Bu Ju demikian rupa, akhirnya ayah
telah mendengar perkataannya, bersama aku dan adik Siu Im
yang baru lahir satu bulan, telah turun-tangan keji terhadap
kedua ibuku!" "Turun-tangan keji bagaimana?"
"Selagi kedua ibuku itu tidak berjaga-jaga sama sekali,
ayah telah memusnahkan ilmunya dengan membawa aku dan
adik Siu Im, ayah meninggalkan kamar Bo-ciu di lembah Lengcui-kok itu!" "Ayahmu kalau benar sudah membawa pergi kalian,
seharusnya ia pelihara sendiri dan mendidik hingga besar.
Mengapa kau bersama adik Hok ditinggalkan di bawah
gunung Ngo-bie dan satu lagi ditinggalkan di bawah kaki
gunung Kun-lun?" "Engko Sian, kau tidak tahu. Ketika ayahku baru saja
meninggalkan gunung Ko-le Kong-san, Bu Siang Mo Su telah
tiba di kamar Bo-ciu, ketika menyaksikan keadaan itu ia
sangat marah sekali, ia telah mengatakan hendak mencari
ayah tidak peduli kemana saja, bahkan ia akan membunuh
sekalian aku bersama adik Siu Im!"
"Oo, kiranya May locianpwe yang meninggalkan kau dan
adik Hok itu sebabnya ialah takut menghadapi Kong Jan Ik,
maka ia harus sembunyikan diri terus menerus, dan untuk
keselamatanku dan adik Im, maka diam-diam ia
mengantarkan kepada partai Ngo-bie dan Kun-lun!" Berkata
Liok Giok Ji sambil menganggukkan kepala.
Berkata sampai di situ pipi Liok Giok Ji nampak merah,
napasnya memburu, agaknya racun yang mengeram didalam
tubuhnya sudah mulai bekerja.
Hee Thian Siang terkejut, buru-buru bertanya: "Adik Giok,
sekarang bagaimana perasaanmu?"
"Engko Siang jangan kuatir, untuk sementara aku masih
tidak halangan, tidak nanti sebelum ucapanku habis aku bisa
mati mendadak!" "Adik Giok, kau jangan bicara lagi, istirahatlah dengan
baik!" "Engko Siang jangan menghalangi aku, aku yang hidup
sebagai anak sebatang kara, selama hidupku penuh
kegetiran, sebelum aku mati biarlah segala penderitaan ku itu
kuucapkan sepuas-puasnya kepadamu, jika tidak, bagaimana
aku bisa mati meram?"
Mendengar ucapan yang sangat menyedihkan itu Hee
Thian Siang merasa pilu, hingga kembali mengucurkan
airmatanya. Liok Giok Ji melihat Hee Thian Siang demikian pilu, lalu
mengulurkan tangannya dan mengusap-usap mukanya,
dengan mata ditujukan kepada sudut timur dalam goa,
katanya sambil tertawa: "Engko Siang, kau jangan menangis,
dengan adanya airmatamu ini, Liok Giok Ji meskipun mati juga
tidak akan menyesal! Di sudut timur dinding goa ini, ada
tumbuh bunga yang sangat indah. Cobalah kau ambil untuk
aku!" Hee Thian Siang menengok ke tempat yang ditunjuk, benar
saja di suatu sudut goa itu, ada tumbuh sebuah pohon yang
bunganya tumbuh tergantung ke bawah, bunga itu bentuknya
agak aneh, mirip dengan bunga seruni, namun warnanya
warna lima. Ia perlahan-lahan meletakkan Liok Giok Ji, lantas
lompat untuk memetik bunga itu dan diberikan kepada Liok
Giok Ji. Sewaktu Liok Giok Ji memandang bunga itu, hidungnya
dapat mencium bahwa bunga itu sangat harum sekali baunya,
disamping itu ia lalu melanjutkan ceritanya: "Sejak waktu itu, ayah lantas
memulai penghidupannya yang tak menentu
jejaknya, tindakkan itu diambil semata-mata hendak
menyingkiri Kong Jang Ik. Akan tetapi tak lama kemudian
Kong Jang Ik sudah menutup mata. Kitabnya yang dinamakan
Bu-siang Mo-keng diwariskan kepada kedua ibuku, tetapi
kedua ibuku itu mulai saat itu lantas tinggal mencar, yang satu
berdiam di goa Siang-swat-tong dan yang lain berdiam digoa
Cian-khek-cian di gunung Kiu-gi-san.
Dengan menurut kitab peninggalan Kong Jang Ik yang
dinamakan Bu-sing Mo-keng itu, kedua ibuku kembali
mempelajari dan memulihkan kekuatan dan ilmunya yang
dimusnahkan oleh ayah. Disamping itu juga mempelajari
beberapa kepandaian ilmu yang luar biasa!"
Waktu itu Hee Thian Siang yang mendengarkan cerita Liok
Giok Ji, tampak wajah gadis itu makin lama makin merah,
selagi hendak menasehati ia agar jangan banyak bicara lagi,
Liok Giok Ji sudah melanjutkan ucapannya lagi: "Hingga
paling belakang ini, karena belajar dengan tekun dan sungguh
hati, bukan saja kepandaian ilmu silat yang lama pulih kembali
keduanya, tetapi juga obat yang melupakan dirinya dahulu
juga hilang khasiatnya, hingga pulih kembali ingatannya
seperti sedia kala. Oleh karena waktu itu Pek-thao Lo-sat Sam kow dari Kielian-pay juga berdiam didalam goa Siang-swat-tong melatih
ilmunya, maka lantas berkenalan dengan orang golongan Kielian. Ibu telah bertekad hendak mencari ayah, pendekar
pemabokan Bo Bu Ju dan Tie-hui-cu serta Siauw Tek untuk
membalas dendam sakit hatinya!"
Hee Thian Siang mendengarkan sampai di situ barulah
mengetahui rahasia rimba persilatan yang membawa akibat
sangat tragis itu, maka dengan memeluk erat tubuh Liok Giok
Ji, ia bertanya pula sambil tersenyum: "Adik Giok, apakah
ucapanmu ini sudah habis?"
"Engko Siang, jangan keburu nafsu. Kisahku ini masih ada
bagian yang terakhir yang belum kujelaskan kepadamu!"
Dengan sikapnya yang lemah-lembut dan penuh cinta kasih
ia memandang Hee Thian Siang bertanya sambil tersenyum:
"Aku yang berkelana di dunia Kang-ouw telah kesalahan
masuk digoa Siang-swat-tong, waktu itu ibuku karena melihat
aku, wajahnya mirip dengan wajahku sendiri, lalu menanya
keterangan diriku. Disitulah kami ibu dan anak mulai bertemu
kembali! Ibu lalu minta pinjam kuda Cian-kie-kiok-hwa-ceng milik
ketua Kie-lian-pay, suruh aku pergi ke gunung Kiu-gie-san
untuk mencari ibuku yang lain ialah Kiu-thian Mo lie Tang
Siang Siang, minta ia supaya berkunjung kegunung Kie-lian
untuk merundingkan siasat bagaimana harus menghadapi Cehui-cu, Siau Pek, untuk menuntut balas dan paksa ayah unjuk
diri untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya dahulu
dikamar Bo-ciu." Berkata sampai disitu, Liok Giok Ji terdiam, kepalanya
mendongak dengan mata bersinar tajam mengawasi Hee
THian Siang, kemudian berkata pula: "Engko Siang, kisahku
ini sudah selesai. Selanjutnya, sebagian besar kau sudah tahu
sendiri hingga tidak perlu aku ceritakan lagi!"
Hee Thian Siang mengangguk-anggukkan kepala, oleh
karena melihat wajah Liok Giok Ji yang merah itu, ia
sangsikan bahwa racun didalam tubuhnya itu kembali
memberikan tanda-tanda bekerjanya maka dengan penuh
perhatian ia bertanya: "Adik Giok, kulihat wajahmu seperti
sangat pucat, apakah kau merasakan apa-apa yang kurang
enak" Ayahmu barangkali berada ditempat dekat-dekat sini,
mari aku gendong dan naik kuda untuk mencari dia, mungkin
dengan kekuatan tenaga dalamnya yang sudah sempurna
bisa membantu menghilangkan racun dalam tubuhmu!"
Liok Giok Ji terheran-heran mendengar ucapan Hee Thian
Siang, tanyanya: "Bagaimana kau tahu ayahku berada
ditempat dekat-dekat sini?"
"Aku pernah minum bersama-sama dengannya. Lalu
datang kemari untuk membantu kau. Mungkin juga ia yang
memberi petunjuk kepadaku!"
Liok Giok Ji berpikir sejenak, lalu berkata sambil
menggelengkan kepala: "Walaupun ayahku berada dekat sini,
aku juga tak suka menjumpainya!"
"Apa sebabnya?" Bertanya Hee Thian Siang heran.
Liok Giok Ji menghela nafas panjang, katanya sambil
tertawa getir: "Engko Siang, coba kau pikir sendiri, dua orang tuaku itu adalah
ayah dan ibu yang melahirkan diriku. Kau
suruh aku membantu pihak yang mana?"
Hee Thian Siang mendengar ucapan itu juga merasa
memang benar agak sulit kedudukan seperti Liok Giok Ji itu.
Selagi mengerutkan alisnya untuk berpikir, Liok Giok Ji
memberikan bunga aneh warna merah itu ditaruh di depan
hidung Hee Thian Siang, katanya sambil tertawa: "Engko
Siang, coba kau cium, betapa harumnya bunga ini"
Mungkinkah ini adalah bunga ajaib yang terdiri dari dua jenis
hawa?" Hee Thian Siang menciumnya beberapa kali memang
benar bunga yang bentuknya aneh itu baunya sangat harum
sekali! Yang mengherankan ialah, begitu mencium bau harum
itu, sekujur badannya dirasakan segar, dalam badannya
merasa hangat!" Ia lalu berkata kepada Liok Giok Ji sambil tertawa: "Adik
Giok, kau benar. Bunga yang berwarna lima ini, benar-benar
harum sekali baunya! Kau tadi setelah mencium bau harum ini
apakah badanmu merasa enak dan segar?"
Liok Giok Ji mengangguk-anggukkan kepala sambil
tersenyum, sikapnya waktu itu sangat menggiurkan, hingga
Hee Thian Siang yang menyaksikan tidak dapat
mengendalikan perasaannya lagi. Ia menundukkan kepala dan
menciumnya. Mereka tidak tahu bahwa bunga yang tumbuh didalam
hutan dan warnanya aneh itu bukanlah tumbuhan dari hawa
mukjizat, melainkan tumbuh dari dua jenis hawa yang
mengandung perangsang. Bunga itu biasanya dinamakan Cuisin-hwa, bau harum yang keluar dari bunga itu mengandung
daya perangsang sex yang sangat hebat!
Diluar kesadarannya, Hee Thian Siang dan Liok Giok Ji
yang merasa suka dan mencium bunga itu kedua-duanya
sudah terkena pengaruhnya. Hingga tanpa disadari pengaruh
perangsang yang terkandung dalam bunga itu telah
menguasai dirinya. Apalagi keduanya demikian dekat dan
saling berciuman, seluruh budi pekertinya telah terpengaruh
oleh bunga itu, dengan demikian kedua-duanya telah lupa
segala-galanya dan terjerumus ke dalam perbuatan asusila.
Setelah mereka melakukan perbuatannya yang tidak
dikehendaki itu, pengaruh dari bunga itu perlahan-lahan juga
mulai lenyap. Begitu kembali pikirannya jernih, Hee Thian
Siang merasa sangat malu sekali, hingga keringat dingin
membanjiri dirinya. Liok Giok Ji sendiri oleh karena tadi baru terluka parah,
maka sehabis melakukan perbuatan itu, keadaannya semakin
menyedihkan! Hee Thian Siang yang menghadapi keadaan demikian, ia
menyesali dirinya sendiri, maka buru-buru keluar dari dalam
goa, ia lari ke tempat dekat sekitar itu dengan pengharapan
bisa menemukan Hong-tim Ong-khek May Ceng Ong yang
mungkin bisa menolong jiwa Liok Giok Ji.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi sia-sia saja ia mencari kemana-mana, ia tak
dapat menemukan orang yang dicari.
Dalam keadaan tak berdaya ia kembali ke dalam goa, ia
sesungguhnya sudah tidak ada muka lagi untuk menjumpai
Liok Giok Ji. Selagi hendak menghabiskan jiwanya sendiri,
tiba-tiba teringat kepada pesan Duta Bunga Mawar, ia juga
ingat bagaimana kepandaian orang tua yang sangat misteri
itu. Karena ingat kepada diri Duta Bunga Mawar semangatnya
terbangun lagi. Ia lalu membatalkan maksudnya untuk masuk
ke dalam goa, kemudian berjalan ke tempat yang agak tinggi.
Dengan menggunakan ilmunya menyampaikan suara ke
dalam telinga, ia memanggil-manggil nama Duta Bunga
Mawar. Duta Bunga Mawar itu setiap kali Hee Thian Siang
menemui kesulitan, pasti akan muncul untuk memberi
petunjuk, kali ini agaknya tidak perdulikan kepada dirinya lagi.
Hee Thian Siang yang dengan pengharapan bisa
menemukan Duta Bunga Mawar, namun apa yang didapat
olehnya usahanya tadi hanyalah suara mengaungnya dari
suaranya sendiri saja. Dalam keadaan putus asa, kembali timbul maksudnya
hendak bunuh diri. Tetapi baru saja hendak terjun dari
tempatnya berdiri, matanya telah tertumbuk oleh tempat
dimana kuda Cian-lie-ciok-hoa-ceng tadi beristirahat, kini
ternyata sudah tak tampak lagi bayangannya.
Hee Thian Siang tahu benar bahwa kuda yang sangat
cerdik itu, jika tanpa sebab, tidak mungkin ia meninggalkan
majikannya. Maka ketika mengetahui menghilangnya kuda itu,
ia lantas tahu pasti ada terjadi perubahan apa-apa atas diri
Liok Giok Ji. Oleh karenanya, maka ia terpaksa menebalkan
muka masuk ke dalam goa. Begitu masuk kedalam goa, Hee Thian Siang lantas berdiri
melongo! Karena Liok Giok Ji yang tadi dalam keadaan payah,
ternyata juga sudah tiada ditempatnya lagi, lambang Bunga
Mawar batu giok juga dibawa pergi, hanya bunga Cui-siemhwa sudah diremas-remas sehingga menjadi hancur berantakan ditanah. Apa yang mengejutkan baginya ialah
didalam dinding tembok waktu itu terdapat huruf yang ditulis
dengan jari tangan, huruf-huruf itu berbunyi: "Jodoh ataukah
durhaka?" Hee Thian Siang yang menghadapi pemandangan itu
disamping terkejutnya juga timbul curiga dan girang.
Ia terkejut karena didalam waktu yang sangat singkat
ternyata sudah ada orang yang membawa dan menolong Liok
Giok Ji. Dan yang mencurigakan ialah siapa orangnya yang
datang dan membawa pergi Liok Giok Ji" Liok Giok Ji waktu
itu masih dalam keadaan pingsan, dengan cara bagaimana
orang yang masih asing dengan kuda Cian-lie-giok-hwa-ceng
mau dinaiki begitu saja"
Yang menyedihkan baginya, ialah ia sendiri yang terkena
pengaruh kembang mudjizat tadi, pikirannya menjadi kalut,
sehingga melakukan perbuatan gila-gilaan itu, bukan saja ia
merasa berdosa terhadap Tiong-sun Hui Kheng, Hok Siu Im,
tetapi juga merasa menyesal terhadap diri Liok Giok Ji. Yang
menggirangkan ialah menurut tanda-tanda yang dihadapinya
sekarang dan tulisan-tulisan yang ditulis dengan jari tangan
itu, meskipun kesucian Liok Giok Ji sudah ternoda oleh
dirinya, tetapi jiwanya masih selamat, hanya dibawa pergi oleh
penolongnya. Hee Thian Siang yang dalam keadaan demikian, tiba-tiba
mendengar suara orang yang memanggil dirinya. Suara itu
kedengarannya sangat samar-samar, tetapi agaknya tidak
asing baginya. Hee Thian Siang yang mendengar suara itu
lantas membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju kemulut
goa. Tetapi sebelum ia keluar dari goa, suara kedua terdengar
pula. Kali ini kedengarannya lebih nyata. Suaranya juga bukan
dari luar, melainkan dari dalam goa. Goa itu merupakan goa
mati, tiada jalan lain daripada mulut goa. Tetapi ada suara dari
dalam, sudah tentu ia merasa terkejut dan terheran-heran
hingga dianggapnya suara dari setan atau hantu. Ketika suara
ketiga itu terdengar pula, kali ini Hee Thian Siang dapat
mengerti dengan nyata sekali, suara itu ternyata keluar dari
belakang dinding goa. Dengan perasaan heran ia berjalan ke depan dinding, baru
saja matanya ditujukan untuk mencari-cari tanda-tanda di
dinding goa itu, tiba-tiba mendengar suara orang itu berkata:
"Dinding dalam goa ini merupakan pintu hidup, kau boleh
mendorong dengan sekuat tenaga, maka nanti akan tergerak
sendiri!" Hee Thian Siang masih setengah percaya setengah tidak,
ia mendekati dinding goa, dengan menggunakan ilmunya
Thian-thian Khie-khang, mendorong sekuat-kuatnya. Dinding
batu yang tampaknya utuh itu, benar saja lantas bergerak.
Dinding batu itu memutar, depan matanya tampak sinar
terang. Hee Thian Siang sudah berada didalam kamar yang
lain. Kamar dalam goa itu tidak seberapa luas, kira-kira hanya
setombak persegi saja, tetapi lampu minyak yang berada
didalam kamar itu terang-benderang, sehingga menerangi
seluruh kamar itu. Dalam ruangan itu tidak ada barang apa-apa lagi, hanya
sebuah tempat duduk untuk bersemedi yang tebal, di atas
tempat duduk itu duduk bersila seorang padri tua berpakaian
jubah abu-abu yang wajahnya menunjukkan kelemahannya.
Padri tua itu sedang mengawasi Hee Thian Siang sambil
tersenyum. Hee Thian Siang meskipun sifatnya agak tinggi hati, tetapi
begitu melihat sikap agung padri tua itu, ia lantas tahu bahwa
padri tua itu adalah orang yang luar biasa, maka ia segera
menjura untuk memberi hormat, kemudian berkata sambil
tersenyum: "Seorang baru dalam rimba persilatan Hee Thian
Siang, di sini menjumpai taisu. Hee Thian Siang bolehkah
numpang tanya sebutan taisu yang mulia?"
Padri tua itu balas menanya kepada Hee Thian Siang
sambil tersenyum: "Hee laote, kau ini benar sudah linglung,
ataukah karena terlalu girang sehingga sudah menjadi
pelupa" Apakah kau sudah tak mengenali aku lagi?"
Suara yang keluar dari padri tua itu tadi melalui dinding
tembok, maka Hee Thian Siang meskipun merasa tidak asing,
namun merasa samar-samar. Dan kini setelah berhadapan,
mendengar suaranya, lantas mundur setengah langkah,
matanya menatap padri tua itu, dan tanyanya dengan heran :
"Locianpwe. . Apakah kau Duta Bunga Mawar ?"
Padri tua itu yang memang benar Duta Bunga Mawar
adanya, menganggukkan kepala dan berkata sambil tertawa :
"Tadi bukankah kau memanggil manggil aku di luar goa ?"
Mata Hee thian siang menatap Duta Bunga Mawar yang
baru pertama kali dilihatnya, lalu bertanya dengan agak
menyesal : "Locianpwe telah sembunyikan diri ditempat ini,
mengapa tadi tidak lekas keluar ?"
"Jikalau aku unjuk diri terlalu pagi, bagaimana harus dapat
melunaskan hutang rindumu " Dan bagaimana pula bisa
membuktikan kemanjuran restu dari Makan Bunga Mawar ?"
Berkata Duta Bunga Mawar sambil tertawa.
Dengan wajah ke merah merahan, Hee Thian siang
berkata: "Oo ! Aku semula mengira bahwa May Ceng Ong
Locianpwe yang mengantarkan aku ke tempat ini. Kiranya
adalah Locianpwe yang sudah mengatur lebih dahulu !"
"May Ceng Ong sekalipun seorang bermuka tebal, tetapi
sebagai ayah tidak pantas kalau menjual anak perempuannya
sendiri. Apalagi orang yang dirundung kesedihan dan
gampang sekali mabok. keadaannya waktu itu juga seperti
dengan kau yang tidak tahu apa-apa lagi. Hanya orang yang
seperti aku ini, yang suka menjodohkan orang, barulah
melakukan perbuatan itu. Supaya kalian bisa tercapai maksud
semula, dan menunaikan kerinduan hatimu !"
"Apakah Locianpwe tidak takut racun yang mengeram di
tubuh Liok Giok jie nanti bekerja dengan mendadak, sehingga
membahayakan jiwanya ?"
"Lambang Bunga mawar batu giok yang kuberikan
kepadamu itu, kau telah berikan kepadanya, lambang bunga
mawar itu mempunyai khasiat dapat memunahkan segala
jenis racun, ia setelah menerima dari tanganmu, berulang
ulang diciumnya, mengapa harus takut racun dalam tubuhnya
?" Mendengar jawaban itu Hee Thian siang baru tahu bahwa
Lambang Bunga Mawar itu mempunyai khasiat yang demikian
mujizat, tetapi dengan kata katanya itu ia juga mengerti bahwa
Duta Bunga Mawar yang menyaksikan semua adegan yang
tidak beres dengan Liok Giok jie, maka saat itu wajahnya
merah membara, katanya dengan suara gelagapan :
"Locianpwe, apakah Liok Giok jie pergi sendiri ?"
"Liok Giok jie telah diketemukan oleh Pek tao Lo-sat Pao
Sam-kow dari Kie-lian-pay, ketika perempuan itu jalan melalui
sini, ia lihat ada Cian-lie-ciok-hwa-ceng yang berada dimulut
goa, dalam kecurigaannya ia lalu masuk kedalam goa dan
membawanya pergi !" Hee Thian siang baru menganggukkan kepala, kata Duta
Bunga Mawar sudah berkata lagi : "Hee laote, jika Liok Giok
jie itu kecipatan sifat dan watak ibunya, sedikit banyak ada
ketularan sifat iblisnya, diwaktu biasa ia merupakan seorang
pendekar wanita yang mempunyai pikiran waras. Tetapi
apabila sifat iblisnya itu timbul, segala tindakannya tidak dapat
diukur dengan ukuran biasa. Apalagi anak perempuan
kebanyakan sifatnya tinggi hati dan sombong, suka jaga
muka, perbuatannya denganmu itu apa mau telah kepergoki
oleh Pao Sam Kow, apabila Liok Giok Ji merasa malu dan
marah, ada kemungkinan perasaan cintanya berbalik menjadi
dendam sakit hati. Itulah yang dikatakan jodoh ataukah
durhaka" Sekarang ini masih terlalu pagi untuk diduga-duga,
sebaiknya laote di kemudian hari jikalau bertemu muka
dengannya, berlakulah lebih hati-hati!"
"Locianpwe, dengan cara locianpwe yang menjodohkan
orang secara paksa semacam ini sesungguhnya membuat
diriku terjepit dalam kesulitan! Tiong-sun Hui Kheng dan Hok
Siu Im, dua gadis itu apabila mengetahui perbuatanku yang
gila-gilaan ini, bagaimana aku harus menempatkan diri, apa
ada muka untuk bertemu dengan mereka?"
"Jodoh yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, begitu bertemu
lantas jadi. Laote, kau seorang yang mempunyai rejeki besar.
Tidak perlu banyak kuatir!" Berkata Duta Mawar sambil
tertawa. Berkata sampai di situ, sepasang matanya memancarkan
sinar aneh, bertanya pula kepada Hee Thian Siang: "Hee
laote, kau sangat pintar, apakah kau dapat menduga
bagaimana hari ini aku bersedia bertemu muka denganmu?"
Hee Thian Siang yang ditanya secara tiba-tiba demikian,
tampak berpikir agak lama, kemudian berkata sambil
menggelengkan kepala. Duta Bunga Mawar berkata pula sambil tertawa: "Sebab, ini
adalah pertemuan muka kita yang terakhir!"
Hee Thian Siang baru sadar, tanyanya: "Apakah locianpwe
juga sama dengan dua cianpe Duta Bunga Mawar yang lain,
sudah tiba waktunya untuk naik ke sorga?"
"Hari ini adalah saatku untuk kembali ke dalam pangkuan
Tuhan dan kamar didalam goa ini merupakan tempatku yang
terakhir." Berkata Duta Bunga Mawar sambil menganggukkan
kepala dan tertawa. Hee Thian Siang yang sudah banyak mendapat bantuan
Duta Bunga Mawar, mendengar ucapan itu hatinya merasa
pilu, katanya sambil mengucurkan air mata: "Locianpwe baru
pertama kali bertemu muka denganku, kini sudah akan
berpisah untuk selama-lamanya, bagaimana Hee Thian Siang
tak akan sedih?" "Hee laote, kau benar-benar seorang yang baik, tetapi
manusia siapakah yang tidak akan mati" Apalagi orang
sebagai aku ini, kematian itu seolah-olah meninggalkan badan
kasarku, tetapi toh sudah kembali kepada pangkuan Tuhan,
inilah yang diidam-idamkan bagi orang yang memeluk agama
Budha seperti aku ini. Laote seharusnya merasa turut gembira
dengan hasilku itu, tidak perlu terlalu banyak pikiran!" Berkata Duta Bunga
Mawar sambil tertawa Namun demikian, wajah Hee Thian Siang masih tetap
diliputi oleh kedukaan, ia bertanya: "Sebelum locianpwe
meninggalkan Hee Thian Siang, bolehkah locianpwe
memberitahukan nama locianpwe yang mulia?"
"Laote, coba pikirkan sendiri baik-baik, mungkin bisa
menebak sendiri." Hee Thian Siang dengan tiba-tiba teringat kepada ucapan
Oe-tie Khao yang berkata padanya, bahwa dua puluh tahun
berselang ada tiga tokoh pria dan dua tokoh wanita yang
namanya menggemparkan rimba persilatan. Diam-diam ia
pikir, dua orang tua berambut panjang berjubah kuning itu
kalau benar adalah tokoh wanita yang disebutkan oleh Oe-tie
Khao itu, pasti adalah Siang-swat Siancu Leng Biauw Biauw
dan Kiu-thian Mo-lie Tang Siang Siang, sedangkan Duta
Bunga Mawar ini mungkin adalah orang yang disebut sebagai
tiga tokoh pria ialah Go Boan ciu yang mempunyai julukan
pelajar romantis, Bo Chun-Yang yang mempunyai julukan Buceng Kiam-khek dan Ce Hiang Po, yang mempunyai julukan
Cian-ceng Kiesu. Dan Duta Bunga Mawar yang di hadapan
matanya itu salah seorang dari tiga tokoh.
Berpikir sampai di situ, ia lalu coba bertanya kepada Duta
Bunga Mawar: "Apakah locianpwe salah seorang dari Go
Boan Ciu, Bo Chun Yang dan Ce Hiang Po?"
"Dugaan ini tepat sekali, pelajar romantis Go Boan Ciu
adalah Duta Bunga Mawar yang ke satu, Bo Chun Yang
adalah Duta yang nomor dua. Sedangkan aku, Duta Bunga
Mawar nomor tiga, adalah Ce Hiang Po!"
"Locianpwe bertiga, dahulu merupakan musuh bebuyutan
yang sama-sama memiliki kekuatan dan kepandaian yang luar
biasa, dengan cara bagaimana bisa bersatu hati, berubah
menjadi Duta Bunga Mawar?"
"Hee laote, tahukah kau apa sebabnya aku bersama Go
Boan Ciu menjadi musuh bebuyutan?"
Oleh karena dahulu Hee Thian Siang sudah pernah dengar
cerita dari Oe-tie Khao, maka ia lantas menjawab: "Locianpwe
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertiga telah kebentrok lantaran urusan julukan nama!"
"Duta Bunga Mawar menggeleng-gelengkan kepala dan
berkata sambil tertawa: "Orang-orang dalam dunia Kang-ouw
yang tidak tahu seluk beluknya, mengira kami bertiga menjadi
musuh lantaran urusan julukan nama. Sebetulnya, kami
bertiga dari puncak gunung Ngo-gak yang tertinggi, bertempur
terus hingga gunung Ngo-bie, kami bertempur mati-matian
sampai enam kali, semua itu semata-mata lantaran saling
cemburu!" Jawaban itu sesungguhnya di luar dugaan Hee Thian
Siang, maka ia lalu bertanya dengan heran!
"Lantaran cemburu?"
"Orang-orang yang bersangkutan dahulu, hanya aku
seorang yang masih hidup, sudah tentu sebelum aku menutup
mata harus menceritakan kisah ini kepadamu, supaya tidak
akan menjadi rahasia untuk selama-lamanya!"
Urusan yang menyangkut diri tiga Duta Bunga Mawar itu
ternyata mengandung kisah yang sangat menarik. Sudah
tentu ia senang sekali mendengarkannya. Lebih-lebih orang
yang menceritakan itu justru adalah orang yang bersangkutan
sendiri. Sementara itu Duta Bunga Mawar sudah berkata: "Aku
dengan Go Boan Ciu dan Bo Jun Yang sebabnya cemburu,
ialah lantaran tiga orang itu sama-sama jatuh cinta kepada
pendekar wanita Bunga Mawar, yang pada waktu itu
merupakan seorang pendekar wanita tercantik didalam rimba
persilatan!" "Apakah pendekar Bunga Mawar itu adalah sahabat karib
suhu boanpwe pada dua puluh tahun berselang, tetapi
kemudian telah menghilang dengan tiba-tiba" Menurut suhu,
pendekar Bunga itu bernama Gwie Cie Liem!"
"Dia memang betul sahabat karib suhumu, Giw Cie Liem.
Lantaran dia, kita bertiga pernah melakukan pertempuran
sampai lima kali di puncak gunung Ngo-gak yang tertinggi.
Namun dalam pertempuran itu tidak ada yang menang atau
kalah. Dan akhirnya kita berjanji untuk mengadakan
pertempuran lagi di atas puncak gunung Ngo-bi. Dan
sebelumnya, kita sudah menetapkan suatu perjanjian, apabila
belum ada yang mati salah satu, pertempuran tak boleh
berhenti! Jadi, diantara tiga orang, hanya boleh ada seorang
saja yang hidup, supaya bisa menikah dengan pendekar
Bunga Mawar yang jelita itu!"
"Dalam pertarungan sengit yang terjadi berulang-ulang kali
itu, mengapa locianpwe bertiga belum ada seorangpun yang
tewas" Sebaliknya bekerja-sama menjadi Duta Bunga
Mawar?" "Diatas gunung Ngo-bi yang tertinggi, kita bertempur
selama tiga hari dan kita semuanya terluka parah, namun
masih terus berusaha untuk memperoleh kemenangan yang
terakhir. Pada saat itu pendekar Mawar Gwie Cie Liem
dengan tiba-tiba datang ke situ dan ia menjelaskan bahwa
terhadap kita bertiga, ia sama-sama cintanya, cinta itu susah
baginya untuk membedakan. Oleh karena ia tidak b isa
membagi dirinya, maka terpaksa hendak mengorbankan
jiwanya sendiri untuk menyelesaikan persoalan cinta segi
empat itu. Ia mengharap dengan perbuatannya itu supaya kita
mengakhiri permusuhan dan selanjutnya bekerja sama untuk
kepentingan umat manusia!
Sehabis mengucapkan perkataan itu, ia meninggalkan
kepada kita sebuah tanda mata yang berupa Bunga Mawar
batu giok sebagai tanda kenang-kenangan kita. Setelah itu
lantas ia melompat dari atas gunung, ke dalam jurang yang
curam! Aku bersama Go Boan Ciu, Bo jun Yang sudah tentu
pada terkejut dan terharu. Maka kita bertiga lalu bersepakat
dan mendirikan Makam Bunga Mawar di lembah Kim-giok-kok
di gunung Bin-san, makam itu kita kubur setengah tangkai
Bunga Mawar batu giok dan setengah yang lainnya dibagi
tiga. Kita lalu bersumpah setiap orang dengan bergiliran menjadi
penjaga makam itu untuk tiga tahun lamanya dan kita
namakan diri Duta Bunga Mawar yang bertugas untuk
melaksanakan restu Bunga Mawar yang diminta oleh setiap
orang. Oleh karena pengalaman pahit dalam asmara yang
sudah kita alami sendiri, maka kita mempunyai hasrat, barang
siapa yang meminta restu supaya bisa terkabul maksudnya
dalam soal asmara dan kami akan membantu sedapat
mungkin agar maksudnya itu bisa terkabul."
Hee Thian Siang yang mendengar itu tak henti-hentinya
menghela nafas, dalam hatinya juga merasa sangat kagum
akan keputusan yang telah diambil oleh ketiga lelaki gagah itu.
"Pendekar wanita Bunga Mawar itu, telah mengorbankan
jiwanya sendiri guna kepentingan seluruh umat manusia yang
bercinta-kasih, semangat ini sungguh agung dan locianpwe
bertiga yang mengingat pengalaman pahit diri sendiri juga bisa
mengambil keputusan demikian untuk membantu orang-orang
yang putus asa, agar mencapai cita-citanya, tindakan ini
sesungguhnya patut kami junjung tinggi dan kami hargai!"
Demikian ia berkata. "Nama dan asal-usulku, serta dengan bagaimana aku bisa
menjadi Duta Bunga Mawar, sudah kujelaskan semua,
sekarang tiba giliranmu dengan maksudku memanggil kau
datang kemari." "Apa masih ada pesan lain lagi?"
"Hee laote, kau coba duga. Dalam golongan iblis pada
dewasa ini siapakah yang menurut anggapanmu paling lihay?"
Hee Thian Siang berpikir dulu, lama baru menjawab: "Ketua
Tiam-cong-pay Thiat-kwan totiang, ketua Kie-lian-pay Khie tay
Cao, Pek-thao Lo sat Pao Sam-kow, semua merupakan tokohtokoh golongan kelas satu. Tetapi yang lebih lihay, harus
terhitung Siang-swat Sian-cu Leng Biauw Biauw dan Tang
Siang Siang yang menyamar sebagai orang tua berambut
panjang berbaju kuning!"
"Dugaanmu ini keliru. Siang-swat Sian-cu Leng Biauw
Biauw dan Kiu-thian Mo-lie Tang Siang Siang, meskipun
sangat lihay, tetapi bagaimanapun juga dengan Hong-tien
Ong-khek May ceng Ong pernah ada hubungan sebagai
suami-istri. Asal May Ceng Ong mau mandah dan mau
menerima kesalahannya, mereka ada kemungkinan
membatalkan maksudnya yang semula. Dengan demikian ada
kemungkinan pula, suami-istri bertiga itu, bisa rujuk kembali
dan sama-sama pergi mengasingkan diri! Berkata Duta Bunga
Mawar sambil menggelengkan kepala.
Hee Thian Siang dapat menangkap maksud yang
terkandung dalam ucapan Duta Bunga Mawar itu kemudian ia
bertanya: "Jika kudengar ucapan locianpwe ini, maksudnya
apakah ada kawanan iblis yang lebih lihay lagi yang akan
muncul didalam rimba persilatan?"
Duta Bunga Mawar menganggukkan kepala dan berkata:
"Kie-lian dan Tiam-cong, dua partai itu sudah menggabungkan
diri dan membentuk partai yang baru Ceng-thian-pay, sesudah
partai itu terbentuk, Khie Tay Cao dan Thiat-kwan totiang nanti
pasti akan mengadakan perundingan, mereka akan
merasakan hanya dengan mengandalkan Siang-swat Sian-cu
Leng Biauw dan Kiu-thian Mo-lie Tang Siang Saign dua orang
saja yang menunjang dibelakang layar untuk menghadapi
jago-jago rimba persilatan, dianggapnya masih kurang kuat
kedudukannya. Maka mereka akan putar otak dan berusaha
untuk mengundang lagi tiga orang yang pada tiga empat puluh
tahun berselang pernah menggetarkan rimba persilatan untuk
menjabat sebagai anggota pelindung hukum tertinggi dari
partai Ceng-thian-pay."
"Siapakah orangnya yang sangat lihay itu, yang sudah
empat puluh tahun belum pernah muncul dalam dunia Kangouw?" Bertanya Hee Thian Siang.
"Apakah kau belum pernah dengar suhumu menceritakan
tentang diri Pek-kut Sam-mo atau tiga iblis tulang putih?"
"Boanpwe belum pernah dengar nama Pek-kut Sam-mo ini.
Harap locianpwe sudi menerangkan lebih jelas." Menjawab
Hee Thian Siang sambil menggoyangkan kepalanya.
"Apa yang disebut sebagai Pek-kut Sam-mo itu terdiri dari
tiga orang manusia yang perbuatannya lebih jahat daripada
iblis, mereka adalah Pek-kut Thian-kun dari gunung Tay-pasan, Pek-kut I-su dari gunung Lao-san dan Pek-kut Thian-cu
dari lembah Cu-tek-kok dari gunung Tay-lao-san. ."
"Bagaimana kepandaian ilmu silat tiga iblis itu?"
"Tiga iblis itu, dahulu namanya sama-sama terkenal dengan
Bu-siang Mo-su Kong Yang Ek, kepandaian ilmu silat mereka
sudah tentu telah mencapai ketaraf yang tiada taranya!"
"Locianpwe, menurut pemandangan locianpwe, bagaimana
kepandaian suhu kalau dibandingkan dengan kepandaian tiga
iblis itu?" "Aku sudah memperhitungkan kekuatan dan kepandaian
mereka kedua fihak. Suhumu dapat melawan Pek-kut Thiankun, termasuk orang paling lihay dalam barisan tiga iblis itu.
Sedang Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng, dapat melawan
Pek-kut I-su, sementara tokoh-tokoh dari Bu-tong, Lo-hu,
Siao-lim, Ngo-bie dan Swat-san, boleh menghadapi kawanan
penjahat dari partai Ceng-thian-pay. Tentang murid-murid
Pek-kut Sam-mo, Hong-tim Ong-khek May Ceng Ong
bersama Siang-swat Sian-cu Leng Biauw Biauw dan Kiu-thian
Mo-lie Tang Siang Siang yang sudah akur lagi tak perlu
dibicarakan. Hanya tinggal seorang yang sulit dihadapi ialah
Pek-kut Sian-cu, tiada orang yang sanggup menghadapi!"
Hee Thian Siang mendengar keterangan itu, matanya
menatap Duta Bunga Mawar, sementara itu Duta Bunga
Mawar sudah berkata lagi sambil tertawa.
"Aku sebetulnya boleh menyumbangkan sedikit tenaga.
Tetapi oleh karena batasku sudah sampai sebentar lagi aku
akan pulang ke alam baka, maka aku sengaja memanggilmu
untuk datang kemari. . "
Sebelum habis ucapannya, Hee Thian Siang mendengar
gelagat tidak baik, dalam terkejutnya ia lantas berseru:
"Locianpwe, apakah maksud locianpwe menyuruh aku yang
masih muda dan berkepandaian tidak berarti ini, bertugas
menghadapi Pek-kut Thian-kun?"
"Dugaanmu ini meskipun bukan seluruhnya benar tetapi
juga selisih tidak jauh!" Aku bukan saja menghendaki kau
menghadapi Pe-kut Sam-mo, tetapi juga menghendaki kau
bertukar tempat dengan suhumu, biarlah Pak-bin Sin-po yang
menaklukkan Pek-kut Sian Sian-cu dan kau yang harus
menghadapi Pek kut Thian-kun yang paling lihay!"
"Oo!" Demikian Hee Thian Siang berseru sambil tertawa."
"Aku mengerti, maksud locianpwe ini ialah hendak
menggunakan akal yang dilakukan dizaman dahulu, dimana
Thian Kie dan raja She Ong berlomba pacuan kuda, dengan
aku seorang rendah, menghadapi seorang yang paling lihay,
tetapi dengan demikian bukankah aku Hee Thian Siang akan
menjadi korbannya yang lebih dahulu?"
"Ini bukan rencana Thian Kie berpacu kuda." Berkata Duta Bunga Mawar sambil
tertawa. Sebab Pek-kut Thian-kun itu
sudah mengandalkan ilmu Sin-kang, orangnya terlalu
sombong, tidak pandang mata kepada siapapun juga. Maka
lalu aku pikir hendak menggunakan kau untuk mengobor dia
supaya tidak ada muka turun tangan dan merasa malu sendiri,
akhirnya pasti akan kabur! Bagi orang-orang golongan kita,
kalau sudah pergi seorang musuh tangguh seperti itu, dengan
sendirinya banyak kesempatan untuk merebut kemenangan
dan membasmi kawanan penjahat itu!"
"Locianpwe pikir suruh aku dengan cara bagaimana untuk
memanaskan hati Pek-kut Thian-kun itu?"
"Seorang seperti kau yang masih muda belia dan orang
dari tingkatan muda, asal di hadapan orang banyak sanggup
menyambut tiga kali pukulannya Pek-kut Thian-kun, dia sudah
pasti merasa tiada muka untuk menjadi jago lagi. Dan dengan
sendirinya pasti akan mengundurkan diri karena merasa
sangat malu." "Kalau locianpwe sudah berkata demikian, baiklah pada
waktu upacara pembukaan partai baru Ceng-thian-pay nanti
aku akan berusaha membakar Pek-kut Thian-kun untuk
bertanding dengan aku. Dan aku akan mengerahkan seluruh
kekuatan tenagaku guna menyambuti pukulannya sampai tiga
kali." Duta Bunga Mawar dengan melihat sikap Hee Thian Siang
yang tidak kenal takut, lalu tertawa geli, katanya: "Hee laote kau ini benarbenar seperti anak sapi yang baru lahir, tidak
takut kepada harimau yang buas! Dengan kepandaian yang
kau miliki sekarang ini, jangankan tiga jurus, satu jurus pun
kau juga tidak sanggup menyambut serangan Pek-kut Thiankun itu." Hee Thian Siang yang mendengar ucapan Duta Bunga
Mawar bahwa ia sendiri tidak sanggup menghadapi serangan
Pek-kut Thian-kun sejurus saja, dalam hati merasa penasaran.
Selagi hendak menyatakan pikirannya, Duta Bunga Mawar
sudah berkata lagi sambil tertawa: "Hee laote, kau jangan
merasa penasaran dulu, kekuatan dan kepandaian ilmu silat
seseorang tak boleh dipaksa, coba kau pikir sendiri, ketika kau
di gunung Tiam-cong-san, kau telah mendapat serangan
hebat hanya sejurus saja dari ilmu Thiat-sin Sin-kang Thiatkwan totian dan hampir saja kau kehilangan nyawamu.
Apalagi kekuatan dan kepandaian ilmu Pek-kut Thian-kun
masih jauh lebih tinggi daripada ketua Tiam-cong-pay itu!"
Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu mukanya
merah seketika, lanjutnya: "Kalau begitu, mengapa locianpwe
minta aku menyambut serangan Pek-kut Thian-kun sampai
tiga kali?" "Aku sebetulnya hendak berangkat besok pagi tetapi aku
sekarang telah mengambil keputusan untuk lebih cepat
beberapa jam. Aku hendak menurunkan kepandaian dan
kekuatan tenaga dalamku kepadamu. Disamping itu aku juga
akan menurunkan ilmuku tiga jurus gerakan Bunga Mawar.
Barangkali kau bisa lolos dari tiga kali serangan Pek-kut
Thian-kun!" Sebagai murid Pak-bin Sin-po Hee Thian Siang hampir
setiap hari dengar tentang ilmu-ilmu, seakan pengetahuan dan
pengertian dalam ilmu persilatan sangat luas sekali, ia tahu
benar bahwa untuk menyalurkan kekuatan tenaga dalam dari
salah satu aliran lain merupakan suatu usaha yang paling sulit
sekali. Orang yang menurunkan kekuatan tenaga itu harus
mengerahkan tenaga sepenuhnya, sedangkan orang yang
menerima kekuatan tenaga itu hanya dapat menerima
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setengahnya saja. Dan lagi, orang yang menyalurkan harus
lebih sungguh-sungguh dan tidak boleh lengah sedikitpun
juga. Dalam keadaan seperti itu kadang-kadang bisa
membahayakan dirinya sendiri.
Dengan lain perkataan, apabila Duta Bunga Mawar tidak
menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya kepadanya sendiri,
bisa hidup sampai besok pagi. Tetapi apabila ia berbuat
demikian, sesudah menyalurkan kekuatan tenaganya, pasti
akan meninggal dunia. Perbuatan seperti itu, sesungguhnya berarti mengorbankan
jiwanya sendiri demi kepentingan orang lain. Dan sudah tentu
Hee Thian Siang merasa berat untuk menerimanya. Baru saja
ia mengatakan ucapan "Locianpwe. ." namun Duta Bunga
Mawar itu sudah dapat menduga isi hatinya. Maka lantas
berkata sambil tertawa: "Hee laote, kau tak perlu
menguatirkan diriku. Coba kau pikir dulu, bagaimanapun juga
aku toh akan pulang ke rahmatullah, lebih lama beberapa jam,
atau lebih cepat beberapa jam, apalah artinya" Toh ada
baiknya jikalau aku mewariskan kepandaian dan kekuatan
tenagaku kepadamu, supaya kau bisa menjadi seorang yang
berguna dalam tingkatan muda pada dewasa ini!"
Meskipun alasan yang diberikan itu sangat tepat, namun
Hee Thian Siang masih menggeleng-gelengkan kepala, tidak
mau menerima hadiah yang berarti mengorbankan orang lain
itu. Lama Duta Bunga Mawar membujuknya, melihat Hee Thian
Siang kukuh dengan pendiriannya, maka ia pura-pura marah
dan berkata: "Hee laote, jika kau tidak mau mendengar
perkataanku lagi, aku terpaksa akan menggunakan kekerasan
kepadamu!" "Apakah menyalurkan kekuatan tenaga juga bisa
menggunakan kekerasan?"
"Maksudku sudah tetap, tetapi kau tidak mau mendengar,
terpaksa aku harus menotok dulu jalan darahmu dengan
kekerasan aku menyalurkan kekuatan tenagaku! Tetapi
dengan cara demikian, karena satu sama lain tak mau bekerja
sama, hasilnya mungkin agak kurang, jikalau kau menurut
dengan baik, sudah pasti sedikitnya akan mendapat lima
bagian. Tetapi jika aku secara paksa, kau hanya akan
mendapat tiga bagian saja, itu yang paling banter!"
Dalam keadaan demikian, meskipun ia merasa berat, ia
menerima juga. Katanya sambil mengangguk-anggukkan
kepala: "Locianpwe, demikian besar budi locianpwe kepadaku.
Hee Thian Siang merasa tak sanggup membalas budimu itu.
Maka aku hanya hendak bersumpah di hadapan locianpwe,
Hee Thian Siang bersedia meneruskan cita-cita locianpwe,
dalam hidup Hee Thian Siang akan berusaha untuk membantu
setiap muda-mudi yang cinta kasihnya tak kesampaian supaya
satu sama lain dapat mencapaikan maksudnya!"
"Ucapan ini aku merasa girang sekali dapat mendengar dari
mulutmu sendiri. Mari, mari, mari, waktunya sudah tidak
banyak! Sebelum aku menyalurkan ilmu kekuatan tenagaku
kepadamu, lebih dulu aku hendak mengajarkan kau tiga jurus
ilmu silat Bunga Mawar!"
Hee Thian Siang tahu benar, apabila sudah menyalurkan
kekuatan tenaga dalamnya, Duta Bunga Mawar pasti akan
menutup mata. Maka lebih dulu harus menurunkan ilmu
silatnya tiga jurus gerak tipu Bunga Mawar, maka ia buru-buru
mengerahkan pikirannya untuk menerima pelajaran.
"Tiga jurus ilmu silat" Bunga Mawar itu adalah ciptaanku sendiri selama aku ada
waktu luang. Gerak tipu ke satu dalam
ilmu itu dinamakan perempuan Han menangisi dandanannya.
Kedua dinamakan Bun-kun mencuci putra dan ketiga
dinamakan Bunga Mawar berterbangan."
Hee Thian Siang yang memiliki kepandaian ilmu silat dan
ilmu surat sama baiknya, ia tahu bahwa nama-nama dari tiga
jurus itu diambil dari kitab kuno, nama bunga mawar
berterbangan itu sangat baru, ditambah dengan Duta Bunga
Mawar, Restu Bunga Mawar, Makam Bunga Mawar. Jelas
Cian-ceng In-su Ci Hiang Po ini tindak-tanduknya, selama sisa
hidupnya semata-mata untuk mengenangkan kekasihnya,
ialah pendekar Bunga Mawar yang sudah menutup mata
sebagai korban asmara! Sementara itu Duta Bunga Mawar sudah melanjutkan katakatanya: "Gerak tipu pertama, khusus digunakan untuk
menangkis atau menggagalkan berbagai jenis pukulan yang
hebat. Dan gerak tipu kedua khusus untuk melakukan
serangan balasan yang hebat. Sedangkan jurus ketiga,
digunakan apabila dalam keadaan sudah berbahaya betul,
untuk melepaskan diri dari bahaya maut!"
Sehabis berkata demikian, ia bangkit dari tempat duduknya
dan memainkan ilmu silatnya tiga jurus di hadapan Hee Thian
Siang. Hee Thian Siang begitu menyaksikan pertunjukan ilmu silat
itu, ia dapat memahami bahwa ilmu silat tiga jurus itu
sesungguhnya bagus sekali dan jarang ada sebelumnya,
maka lantas diingatnya baik-baik, setelah itu ia berkata sambil
tersenyum: "Locianpwe, aku sudah dapat menduga bahwa
locianpwe menyuruhku dengan
cara bagaimana menggunakan ilmu silat tiga jurus Bunga Mawar itu untuk
menghadapi serangan Pek-kut Thian-kun yang paling lihay!"
Duta Bunga Mawar memandangnya sejenak, kemudian
berkata sambil tersenyum.
"Aku tahu, kau memang pintar sekali dan banyak akalnya.
Tetapi urusan ini menyangkut nasib seluruh rimba persilatan,
runtuh atau bangunnya orang-orang golongan kebenaran,
tergantung dalam pertempuran kali ini, maka tindakanmu nanti
mengandung arti yang besar sekali! Sebaiknya ceritakanlah
dulu kepadaku, dengan cara bagaimana kau nanti akan
melawan Pek-kut Thian-kun, ini rasanya lebih aman!"
Hee Thian Siang merasa sangat kagum akan tindakan Duta
Bunga Mawar yang demikian teliti dan sangat hati-hati. Ia lalu
berkata sambil tersenyum.
"Aku nanti setelah membakar hati Pek-kut Thian-kun dan
mengajaknya bertarung dengan suatu syarat menerima
serangannya sampai tiga kali. Iblis yang terlalu sombong dan
tinggi hati itu, sudah tentu akan menghina aku sebagai
seorang muda yang masih belum pengalaman. Serangan
pertama paling-paling hanya menggunakan enam bagian dari
kekuatan tenaganya!"
Duta Bunga Mawar mengangguk-anggukkan kepala dan
berkata sambil tertawa. "Dugaanmu demikian ini, meskipun masuk akal, tetapi kau
masih menduga ia menggunakan tenaga enam bagian,
sebaiknya kau perhitungkan sampai tujuh bagian, baru aman!"
"Dalam tiga jurus gerak tipu Bunga Mawar, gerak tipu
pertama khusus untuk memunahkan berbagai jenis serangan
hebat. Apalagi aku sudah mendapat tambahan kekuatan
tenaga locianpwe, walaupun Pek-kut Thian-kun menggunakan
kekuatan tenaga tujuh bagian, barangkali juga tidak menjadi
halangan!" "Walaupun demikian, tetapi setelah kau menerima saluran
kekuatan tenagaku, masih perlu banyak berlatih. Setiap kali
mengalami pertempuran seru, berarti tambah sedikit kekuatan
tenaga. Jikalau kau tidak banyak berlatih, nanti tiba saatnya,
barangkali masih menguatirkan!"
"Jadi, maksud locianpwe menyuruhku untuk mencari orang
guna diajak berkelahi" Hal ini memang paling ku gemari.
Tunggu saja setelah aku nanti mengantarkan locianpwe
pulang, aku akan segera mencari orang-orang golongan Tiamcong dan Kie-lian untuk ku ajak berkelahi. Mulai saat ini, aku
akan melakukan pertempuran terus, sehingga tanggal enam
belas bulan dua tahun depan!"
Duta Bunga Mawar telah dibuat geli oleh sikap Hee Thian
Siang itu, sehingga tertawa sendiri. Dan sementara itu, Hee
Thian Siang telah berkata lagi: "Nanti setelah serangan Pekkut Thian-kun ku gagalkan dengan gerak tipu pertama dari
ilmu Bunga Mawar, pasti akan terperanjat. Dan serangan yang
kedua dengan sendirinya akan ditambah kekuatannya.
Mungkin dia akan menggunakan tenaga sampai delapan atau
sembilan bagian!" Duta Bunga Mawar diam mengakui bahwa perhitungan Hee
Thian Siang itu memang tepat!
Hee Thian Siang berkata pula sambil tertawa: "Dalam
keadaan demikian, maka aku nanti akan segera mengerahkan
gerak tipu kedua yang khusus untuk melancarkan serangan
pembalasan dengan kekuatan tenaga yang hebat, aku akan
menggunakan sebaik-baiknya, bahkan seluruh kekuatan
tenaga yang locianpwe salurkan ke dalam tubuhku, ditambah
lagi dengan ilmu Kian-Thian Khie-kang dari perguruanku,
mungkin jika bertanding yang ketiga kalinya, iblis yang
sombong itu nanti akan terkejut dan akan mengambil langkah
seribu, lari terbirit-birit!"
"Kepandaian ilmu silat, jikalau sudah mendapat kemajuan,
gampang maju pesat. Kau nanti setelah mendapat tambahan
kekuatan tenagaku, ilmu Kian-thian Khie-kang dengan
sendirinya pasti akan bertambah. Kau boleh berusaha
sepenuh tenaga, seharusnya dapat menyambut Pek-kut
Thian-kun, meskipun ia menggunakan sembilan bagian
tenaganya! Tetapi jika serangan dua kali tidak berhasil, Iblis
Pek-kut Thian-kun itu dalam keadaan terkejut, malu, akan
marah, serangannya yang ketiga itu pasti merupakan
serangannya yang terhebat dan dilakukan dengan sepenuh
tenaga!" "Kekuatan tenaga dalam iblis tua itu memang sudah
mencapai taraf tertinggi. Sedangkan aku hanya mengandalkan
nasibku yang beruntung, sudah tentu, pertandingan latihan
aku masih kalah jauh, mana sanggup menyambuti
serangannya yang dilakukan dengan sepenuh tenaga" Maka
aku harus menggunakan jurus ketiga yang khusus digunakan
untuk meloloskan diri dari bahaya maut!"
Duta Bunga Mawar yang mendengar keterangan itu di
wajahnya tersungging senyuman puas, katanya: "Besok pada
tanggal enam belas bulan dua tahun depan, di pertemuan
pembukaan partai baru Ceng-thian-pay, jikalau laote benarbenar bisa melakukan apa yang kau katakan tadi, sudah pasti
akan dapat membuat Pek-kut Thian-kun lari terbirit-birit karena
merasa marah dan malu. Jikalau ia sudah kabur, maka untuk
membasmi kawanan penjahat dan iblis itu, kiranya tidak terlalu
sulit. Tindakan itu nanti akan membuat dunia persilatan
menjadi aman kembali, sedikitnya dalam waktu dua puluh
tahun! Sekarang, waktunya sudah tidak banyak. Marilah kita
memulai baik-baik dengan gerak tipu Bunga Mawar itu!"
Sehabis berkata demikian, oleh Duta Bunga Mawar
ditunjukkan satu persatu, biar Hee Thian Siang bisa melatih
dengan bebas. Hee Thian Siang yang mempunyai bakat, ditambah dengan
otaknya yang cerdas, hanya menggunakan waktu satu jam
lebih saja, sudah berhasil memahami seluruh gerak tipu dari
ilmu silat Bunga Mawar yang ampuh itu.
Duta Bunga Mawar merasa terhibur, ia menarik nafas lega,
lalu duduk lagi di atas tempat duduknya dan menyuruh Hee
Thian Siang duduk berhadapan dengannya. Mereka berdua
duduk bersila. Duta Bunga Mawar kemudian berkata sambil
tersenyum. "Kau sudah ingat betul tiga jurus pukulan Bunga Mawar ini.
Dan sekarang aku akan memulai menyalurkan kekuatan
tenagaku ke dalam tubuhmu. Asal kau dengar perintahku,
untuk menerima saluran kekuatan tenagaku, dalam waktu
singkat sudah akan berhasil. Dan selanjutnya diantara kita
akan berpisah untuk selama-lamanya!"
Hee Thian Siang waktu itu sudah pandang Duta Bunga
Mawar ketiga itu sebagai ayahnya sendiri yang tersayang,
maka ketika mendengar ucapan itu, sepasang matanya lantas
merah, airmatanya hampir mengalir keluar.
"Hee laote, jangan sedih. Tadi sudah kukatakan bahwa aku
ini hanya merupakan seorang yang akan meninggalkan badan
kasarku, aku hendak pulang ke Rahmatullah, ini adalah hasil
dari jerih payah sebagai murid Budha, kau seharusnya merasa
gembira atas hasilku itu!"
Dengan perasaan berat, Hee Thian Siang berkata sambil
menghela nafas: "Ucapan locianpwe ini sekalipun benar, tetapi bagiku yang baru
saja bertemu muka dengan locianpwe dan
harus tinggal untuk selama-lamanya, apalagi Hee Thian Siang
yang sudah menerima budi begitu besar, bagaimana tidak
merasa pilu?" Mendengar ucapan memilukan itu, Duta Bunga Mawar juga
merasa terharu. Tetapi dengan cepat sudah pulih kembali
seperti biasa, sambil menatap Hee Thian Siang dan
tersenyum, ia berkata lambat-lambat:
"Hee laote, jangan berpikir demikian, kau jangan lupa
ucapan Enci Tiong-sun mu itu: "Diwaktu berkumpul kita
berkumpul, diwaktu berpisah harus berpisah. ."
Hee Thian Siang mendengar ucapan itu, dengan tiba-tiba
sadar bahwa orang beragama itu, sebelum berhasil mencapai
tingkatan demikian tinggi, paling pantang ada orang
membicarakan soal asmara dan perhubungan antara orang
lelaki dan perempuan, supaya hatinya jangan sampai
tergoyah. Maka terpaksa ia menguatkan perasaannya sendiri,
agar jangan sampai mengganggu perjalanan Duta Bunga
Mawar. Oleh karenanya, maka ia segera menenangkan kembali
pikirannya dan duduk bersila di hadapan Duta Bunga Mawar.
Duta Bunga Mawar yang menyaksikan keadaan demikian,
berkata sambil menggelengkan kepala: "Hee laote, usiamu
memang masih sangat muda sekali, dengan cara dan sikapmu
seperti itu, hati mudah terganggu oleh kawanan iblis, maka
sebaiknya kau bikin sikapmu yang sewajar mungkin.
Latihanku dan pelajaran agamaku selama beberapa puluh
tahun tak akan terusak oleh sikapmu yang menyedihkan
tadi. ." Berkata sampai di situ ia berdiam sejenak, matanya
mengamat-amati Hee Thian Siang, lalu berkata lagi sambil
tertawa: "Tetapi setelah aku mulai usahaku untuk menyalurkan
kekuatan tenagaku, tidak boleh berbicara lagi. Apakah kau
masih ingin bertanya sesuatu hal kepadaku?"
Hee Thian Siang berpikir dulu, kemudian baru menjawab:
"Locianpwe memiliki kepandaian dan pengetahuan yang
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian hebat, seolah-olah segala urusan sudah diketahui
lebih dahulu. Tahukah locianpwe, dimana Tiong-sun Hui
Kheng ku itu sekarang berada?"
"Meskipun aku sudah mempelajari agama Budha, tetapi
tidak mempunyai pengetahuan seperti dewa. Darimana aku
mempunyai kepintaran untuk mengetahui hal-hal yang belum
terjadi" Akan tetapi mengenai diri Tiong-sun Hui Kheng,
karena dia telah mendapat perintah untuk mencari Hong-tim
Ong-khek May Ceng ong, maka kuduga dia tentu berada tidak
jauh dari lembah Ling-ciu-kok digunung Ko-le-kong-san!"
"Hee Thian Siang menganggukkan kepala, sementara itu
Duta Bunga Mawar sudah berkata lagi: "Aku sekarang hendak
mulai menyalurkan kekuatan tenagaku, terhadap segala
kejadian yang terjadi disekitar dirimu, semua jangan
dihiraukan. Asal kau tenangkan pikiranmu dan kerahkan
seluruh pikiranmu untuk menerima saluran dari kekuatan
tenagaku, itu sudah cukup."
Hee Thian Siang menurut. Duta Bunga Mawar lalu
mengulurkan tangannya, diletakkan di atas kepala Hee thian
Siang, setelah itu ia berkata pula: "Tulang-tulang laote nanti kalau sudah
mengeluarkan suara sampai tiga ratus enam
puluh lima kali, itu berarti sudah berhasil. Aku juga sat itu akan berangkat
pulang. Kau nanti boleh mendorong dinding
sebelah kiri dengan sekuat tenaga, lalu bisa keluar dari dalam
kamar ini, tetapi setelah kau keluar dari sini, harap kau
ditengah-tengah dinding kanan, melakukan serangan keudara
satu kali!" Baru habis perkataannya, Hee Thian Siang segera dapat
merasakan bahwa telapak tangan duta mawar mengandung
hawa hangat dari atas kepalanya, perlahan-lahan menyusup
ke dalam tubuhnya, Maka dia buru-buru menenangkan
pikirannya dan mengerahkan tenaganya. Dengan hawa murni
yang ada dalam tubuhnya sendiri untuk memancing hawa
hangat yang keluar dari tangan Duta Bunga Mawar. Hawa
hangat itu dirasakan menyelusuri sekujur tubuhnya dan
seluruh urat nadinya! Tetapi saat kedua kalinya dimulai Hee Thian Siang lantas
merasakan bahwa hawa hangat yang telah keluar telah
berubah menjadi demikian panas, sehingga dia sendiri hampir
tidak tahan, tulang sekujur tubuhnya dirasakan pada pegalpegal dan linu, saat itu juga menimbulkan suara gemeratakan.
Hee Thian Siang telah tau bahaya, maka buru-buru
menenangkan pikirannya dan melupakan segalanya, segala
hawa panas dan penderitaan lain yang mengganggu tubuhnya
semua tak dihiraukannya. Sungguh aneh, tulang sekujur tubuh Hee Thian Siang telah
berbunyi tiga ratus enam puluh lima kali, hawa panas yang
dirasakan dan segala penderitaannya itu semua telah lenyap
dan diganti dengan rasa nyaman segar dan sehat. Ia tidak
lantas bangkit, tetapi duduk bersemedi lagi hingga perasaan
tubuhnya semakin segar, baru saja pelan-pelan membuka
mata hatinya merasa pilu lagi dari matanya keluar air mata
yang deras. Kiranya Duta Bunga Mawar saat itu sudah tidak bernafas
lagi. Hee Thian Siang meskipun merasa sedih dan
mengucurkan air mata, ia khawatir sukma Duta Bunga Mawar
masih belum pergi jauh, maka ia tidak berani maengeluarkan
suara untuk mengganggu, terpaksa ia memandang dan
memberi hormat yang penghabisan kali kepada orang tua
yang telah melepas budi demikian besar kepada dirinya.
Perlahan-lahan dia bangkit, mendorong dinding sebelah kiri
dan kembali lagi dalam goa di luar kamar itu. Setelah berada
di luar kamar, menurut petunjuk Duta Bunga Mawar
mengayunkan tangan kanan, menggunakan kekuatan tenaga
delapan bagian melancarkan serangan ke tengah-tengah
dinding. Dinding itu segera terdapat telapak tangannya
sedalam satu dim lebih samar-samar juga terdengar suara
gemuruh. Hee Thian Siang maju ke depan lagi, tangannya
mendorong dinding batu namun sedikitpun tidak bergerak,
hingga ia tahu kamar rahasia itu telah tertutup lagi dengan
demikian jenazah Duta Bunga Mawar telah terkubur di dalam
kamar goa itu selama-lamanya.
Ketika lagi melihat lagi tanda telapak tangan di dinding
tembok, ia tau pengalamannya sendiri terlalu gaib. Hanya
dalam waktu setengah hari saja ia telah mendapat tambahan
kekuatan tenaga demikian hebat, seperti melakukan latihan
dua tiga puluhan tahun lamanya. Kita tidak tahu bagaimana
perasaan hatinya pada waktu itu, untuk menyatakan terima
kasihnya kepada Duta Bunga Mawar, di tempat itu juga dia
lantas berlutut dan menjura beberapa kali.
Setelah selesai melakukan upacara penghormatan, ia
teringat kembali kepada pengalamannya selama sehari itu.
Mula-mula pertemuannya dengan Hong-tiem Ong-khek May
Ceng Ong dalam sebuah rumah minum didesa kecil. Dalam
keadaan mabuk ia sudah tak tau apa yang telah terjadi. Tetapi
ketika ia mendusin tahu ia telah berada di dalam goa. Dari situ
ia bertemu dengan Liok Giok Jie dan akhirnya Liok Giok Jie
telah terkena racun berbisa.
Setelah itu oleh karena bunga perangsang yang ditemukan
tanpa disengaja akibatnya telah melakukan hubungan di luar
batas dengan Liok Giok Jie, kemudian oleh Duta Bunga
Mawar di terangkan bahwa semuanya itu adalah takdir. Dan
dari itu ia telah mendapatkan pelajaran ilmu silat serta
mendapatkan tenaga tambahan dari orang tua gaib itu.
Pengalaman Hee Thian Siang selama setengah hari itu
benar-benar seperti di dalam mimpi, maka dengan perasaan
itu ia lantas berlalu meninggalkan
goa yang juga meninggalkan banyak kenangan bagi dirinya. Sekeluarnya
dari tempat itu hatinya teringat pula kepada Tiong-sun Hui
Kheng dan Hok Siu Im, ia khawatir karena hubungannya
dengan Liok Giok Jie tidak akan dapat pengertian dari Tiongsun Hui Kheng dan Hok Siu Im, kalau mau menjelaskan dan
memberi pengertian barangkali tidak begitu mudah.
Menurut dugaan duta Bunga Mawar, Tiong-sun Hui Kheng
melakukan perjalanan ke Gunung Ko-le-kong-san, maka ia
tujukan arahnya ke propinsi In-lam, maksudnya adalah untuk
pergi ke lembah Lang-cui-kok tempat kediaman May Ceng On
dahulu untuk mencari Tiong-sun Hui Kheng. Tak disangkanya
baru saja memasuki propinsi In-lam sudah menemukan suatu
pengalaman yang di luar dugaannya lagi. Hee Thian Siang
yang melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa siang dan
malam, waktu lohor tiba-tiba di tempat sejauh sepuluh tombak
di depannya di bawah suatu bukit tertampak sesosok
bayangan putih yang bergerak cepat sekali!
Bayangan putih itu sangat kecil dan gesit sekali
gerakannya, sangat mirip dengan Siaopek monyet peliharaan
Tiong-sun Hui Kheng yang dahulu cemburu kepadanya.
Dalam girangnya Hee Thian Siang mengerahkan kekuatan
tenaga dan memanggil dengan suara nyaring : "Siaopek
jangan pergi, aku berada di sini!" Bayangan putih itu ketika
mendengar seruan Hee Thian Siang malah naik ke bukit tanpa
menoleh sama sekali. Hee Thian Siang mengira bahwa monyet itu masih marah
kepadanya hingga tidak menghiraukan panggilannya. Oleh
karenanya maka Hee Thian Siang lalu mengejar. Bayangan
putih itu melihat ada orang yang mengejar, lantas melompatlompat dengan gesitnya menuju ke selatan.
Hee Thian Siang karena sudah melihat dengan tegas,
memang bayangan putih itu berupa seekor monyet berbulu
putih, ia telah mengikuti ke arah larinya monyet tersebut dan
juga mengejarnya dengan kencang-kencang.
Meskipun ia telah menemui pengalaman ajaib dan
kekuatan tenaganya telah bertambah beberapa kali lipat tetapi
karena waktunya masih singkat belum bisa mengerahkan
seluruhnya, maka laju larinya hanya sanggup mengimbangi
monyet itu. Selama itu masih terpisah kira-kira sepuluh
tombak. Kejar-kejaran seperti itu dari waktu lohor sehingga esok
pagi entah berapa banyak tempat dan bukit yang telah di
lewatinya, Hee Thian Siang juga tidak tahu ia telah mengejar
sampai dimana. Saat itu ia baru tahu bahwa ia sudah berada
di suatu lembah yang letaknya di apit oleh bukit-bukit yang
menjulang tinggi ke langit, monyet putih itu begitu masuk ke
dalam lembah tiba-tiba berhenti, tidak berjalan lagi.
Ia berpaling dan unjukkan sikapnya mengejek kepada Hee
Thian Siang, bahkan menggerakkan kakinya seolah-olah
hendak menyergap. Ketika kera putih itu berhenti dan
membalikkan tubuhnya serta mengejek sedemikian rupa, Hee
Thian Siang baru nampak tegas, ternyata monyet itu bukanlah
Siaopek milk Tiong-sun Hui Kheng. Kiranya bentuk badan
monyet itu memang mirip benar dengan Siaopek, hanya
warna sepasang matanya yang lain. Kalau matanya Siaopek
berwarna merah sedang monyet itu berwarna hitam legam.
Setelah Hee Thian Siang melihat tegas bahwa kera putih
itu bukanlah Siaopek, di tertawa geli sendiri. Ia telah
menyesali dirinya yang demikian bodoh, apakah itu sudah
dibingungkan oleh perasaan sendiri, karena mengingat
kepada diri Tiong-sun Hui Kheng, sehingga pikirannya menjadi
kabur" Ia tak mau berpikir ke situ dulu, sudah mengejar
secara membabi buta, dan sekarang setelah melakukan kejarkejaran semalam suntuk, ia juga tidak tahu dimana ia berada
saat itu. Kera putih itu memandang marah kepada Hee Thian Siang
sebentar, dan tiba-tiba mengeluarkan suara nyaring, sepasang
kaki depannya di angkat tinggi dan benar-benar telah
menyerbu kepada Hee Thian Siang. Hee Thian Siang yang
menyaksikan gerakan yang gesit kera putih itu mendapat
pikiran aneh, ia sengaja menyamai Tiong-sun Hui Kheng yang
dapat menundukkan seekor monyet.
Karena ada maksud demikian, maka Hee Thian Siang tidak
balas menyerang melainkan menghindar dengan gesit untuk
mengelakkan serangan dari kera putih itu.
Kera putih itu meskipun memiliki gerakan yang sangat
lincah dan kepandaian yang cukup tinggi tetapi karena sudah
dikejar semalaman oleh Hee Thian Siang tampaknya sudah
letih sekali, setelah menyerbu beberapa kali tidak berhasil
tampak tegas keletihannya. Ia berdiri dengan nafas tersengalsengal tidak mampu bergerak lagi. Hee Thian Siang tiba-tiba
teringat bahasa binatang yang pernah di ajarkan oleh Tiongsun Hui Kheng, maka dengan sinar mata dan sikap yang
bersungguh-sungguh, menatap kera putih itu dan dengan
ucapan yang sungguh-sungguh pula ia berkata dengan lemahlembut : "Ha-ki-ri-mo, mo-ki-ri-ha. .ha-ki-mo-mo-ku-. "
Sambil mengucapkan bahasa binatang itu perlahan-lahan
ia berjalan menghampiri monyet putih itu. Kera putih itu tidak
menduga Hee Thian Siang tiba-tiba sikapnya berubah
demikian untuk dirinya, sepasang matanya yang hitam besar
di kedip-kedipkan sikapnya jelas kebingungan.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian lalu
mengira bahwa perkataannya tadi membawa hasil, ia merasa
sangat bangga lalu mengulurkan tangan kanannya hendak
mengelus-elus kepala kera putih itu. Kera putih melihat Hee
Thain Siangs emakin mendekati dirinya, sebetulnya ia sudah
siap siaga, maka begitu melihat Hee Thian Siang mengulur
tangannya lagi dianggapnya pemuda itu akan bertindak tidak
baik kepadanya, dalam keadaan terkejut tangannya dengan
kukunya yang tajam di ulurkan untuk menyambar dada Hee
Thian Siang. Hee THiang Siang yang sudah mabok oleh pikirannya
sendiri, maka dalam keadaan sangat bangga, ketika di serbu
demikian sudah tentu tak berhasil untuk menghindarkan diri.
Di dalam keadaan terdesak sedemikian rupa dengan tiba-tiba
teringat gerak tipu ilmu silat bunga Mawar yang khusus di
gunakan untuk meloloskan diri dari bahaya. Buru-buru
menggerakkan kekuatan tenaga dalamnya kakinya di putar
dan orangnya lompat melesat sejauh lima tombak. Kera Putih
itu karena serangannya yang dilancarkan berkali-kali itu selalu
tidak berhasil terhadap Hee Thian Siang sudah mulai merasa
gentar, maka selagi Hee Thian Siang melompat mundur ia lari
ke bagian dalam. Hee Thian Siang meskipun sudah tahu
bahwa kera putih itu bukanlah siaopek peliharaan Tiong-sun
Hui Kheng, tetapi oleh karena sudah tiba di tempat itu ia juga
melanjutkan perjalanannya masuk ke dalam ia ingin melihat
tempat apakah yang sebetulnya di dalam lembah itu.
Sembari berjalan dengan perlahan-lahan, ia memikirkan
apa sebab bahasa binatang Tiongsun Hui Kheng mendadak
hilang kemanjurannya" Seandainya ia belum mendapat
pelajaran barunya dari Duta Bunga Mawar bukankah tadi di
koyak dadanya oleh kera putih tadi" Ia berpikir bolak-balik
dengan tiba-tiba menemukan sebab musababnya. Wajahnya
merah seketika ia sesalkan dirinya sendiri yang menganggap
pintar tetapi sebetulnya bodoh.
Tiga patah kata bahasa binatang itu adalah diperuntukkan
buat kuda. Tetapi ia menggunakannya untuk bangsa monyet
sudah tentu tidak berhasil. Pada saat itu ia sudah tiba di suatu
tikungan, ketika ia melalui jalan tikungan itu di hadapan
matanya terbuka suatu lapangan luas, dengan pemandangan
alamnya yang sangat indah. Dari tempat agak jauh tampak
bangunan rumah bersusun yang terletak di lereng bukit
dengan dihiasi oleh air mancur.
Tempat yang memiliki pemandangan yang demikian indah
sangat mengejutkan Hee Thian Siang. Apa yang lebih
mengejutkan adalah dalam lembah itu tempat dimana tumbuh
pohon bambu, pohon itu seluruhnya berwarna merah, berbeda
dengan daun bambu biasa yang berwarna hijau.
Baru pertama kali ini Hee Thian Siang melihat daun bambu
berwarna merah. Tetapi hatinya seolah-olah mendapat firasat
bahwa bambu merah yang dinamakan Cu-tek, juga berarti
bambu merah, nama itu seperti pernah dengar.
Menghadapi tempat yang demikian indah pemandangan
Dewi Sungai Kuning 1 Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Golok Bulan Sabit 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama