Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 26
ketiga kalinya, dari dalam lembah bagian dalam lantas
terdengar suara nyanyian. Hee Thian Siang dan Cin Lok Pho
pasang telinga untuk mendengarkan suara itu dengan
seksama. Hee Thian Siang lalu berkata :
"Cin locianpwe, ini adalah nyanyian kesepian. Orang yang
membuat syair itu, pasti adalah May yu Kie-su sendiri !"
"Aku ingat syair yang dinyanyikan oleh padri kesepian
diluar lembah kematian di gunung Cong lam san, Tay lak thian
cun Siong Seng Hud pernah menimpali syairnya dengan
syairan juga. Cobalah Hee laote tirulah perbuatan Siong Seng
Hud. Timpalilah nyanyian May yu Kie su tadi !"
"Boleh juga kita timpali, tetapi tidak perlu harus sama. Aku
akan meminjam permulaan dari syairannya, itu saja sudah
cukup." Setelah berkata demikian, benar-benar ia lantas nyanyikan
lagu syairan yang dikarangnya sendiri. Hanya bagian kepala
yang meniru nyanyian May yu Kie su tadi.
Baru saja suara nyanyian Hee Thian Siang tadi berhenti,
dari bagian dalam lembah itu mendadak muncul seorang
orang tua berbaju hitam dalam roman sedih sekali sehingga
air matanya tampak mengucur begitu deras seolah-olah
benar-benar merasa sedih sekali setelah mendengar nyanyian
Hee Thian Siang tadi. Cin Lok Pho lalu mengangkat tangan memberi hormar
seraya bertanya sambil tersenyum :
"Apakah tuan ini adalah May yu Kie-su " Lantaran apa kau
sampai demikian bersedih ?"
Orang tua berbaju hitam itu masih belum menjawab, Hee
Thian Siang sudah berkata terlebih dahulu :
"Apa Cin locianpwe lupa ada tulisan dilamping gunung ini
yang mengatakan bahwa air tidak mengalir, air mata tidak
berhenti ?" Orang tua berbaju hitam itu dengan sikap siap sedia
menjawab : "Aku si orang tua benar adalah May yu Kie-su. Bolehkah
aku numpang tanya nama tuan-tuan yang mulia " Apa pula
maksud tuan-tuan datang kemari ?"
Hee Thian Siang mendengar orang tua itu menerangkan
nama dirinya, tanpa banyak dipikir, ia menjawab dengan
sejujurnya : "Aku bernama Hee Thian Siang, dan tuan ini adalah Cin
Lok Pho. Tentang maksud kedatangn kami kemari, agaknya
tidak perlu ditanya lagi tentu kau sudah tahu. Kami sudah
masuk ke lembah May yu kok, sudah tentu ada maksud
hendak mengubur kesedihan kami !"
May yu Kie-su mengangkat lengan baju hitamnya untuk
menyeka air matanya, sedang matanya menatap kepada Hee
Thian Siang dan Cin Lok Pho bergiliran, kemudian bertanya
dengan suara perlahan sekali :
"Kalian datang kemari hendak mengubur perasaan sedih "
Siapa yang memberi petunjuk itu pada kalian ?"
"Di lembah kematian di gunung Cong-lam-san, setelah
bertemu dengan seorang padri yang menamakan dirinya padri
kesepian. Dialah yang menunjukkan jalan kepada kami."
May yu Kie-su kembali menatap wajah Hee Thian Siang
sekian lama kemudian baru berkata :
"Tadi pada nyanyianmu yang terakhir, ada mengatakan
bahwa kau pernah menjelajahi gunung hingga air mata tidak
kering, masih tidak dapat menemukan negara kesepian.
Apakah itu benar " Bila benar-benar ada negara kesepian,
sukakah kalian berdua pergi kesana ?"
"Maksud kami memang hendak mencari negara kesepian,
harap Kie-su suka memberi petunjuk !" berkata Cin Lok Pho.
"Untuk masuk ke negara kesepian, tidak susah. Hanya
memerlukan dua rupa syarat. Apakah syaratnya itu kalian
sudah tahu ?" bertanya May yu Kie-su.
"Apakah syaratnya " Harap Kie-su suka memberi petunjuk
lagi." "Syarat pertama ialaha kalau bukan orang yane mempunyai
kesedihan besar, tidak boleh masuk ke negara kesepian !"
kata May-yu Kie-su. "Syarat pertama ini kami dapat segera memenuhi ! Apakah
syaratnya yang kedua itu ?" tanya cin Lok Pho.
"Syarat kedua ialah orang biasa tidak boleh masuk ke
negara kesepian. Jadi orang itu harus memiliki kepandaian
surat juga kepandaian silat !" kata May-yu Kie-su pula.
Hee Thian Siang mendengar ucapan itu makin lama makin
mendekati apa yang telah diduganya bahwa pemimpin istana
kesepian itu pasti hendak menggunakan tempat itu untuk
mengumpulkan orang-orang rimba persilatan yang berbakat
dan berkepandaian tinggi untuk memperkuat pengaruhnya.
Berpikir sampai disitu dengan alis berdiri menatap May-yu
Kie-su, Hee Thian Siang kemudian bertanya :
"Orang biasa dan orang bukan biasa, orang yang memiliki
kepandaian silat dan yang mengerti ilmu surat. Bagaimana
bisa dibedakannya ?"
"Aku yang hendak mengujinya. Bila kuanggap memenuhi
syarat, aku akan segera menulis surat perkenalan untuk
memperkenankan orang itu masuk ke negara kesepian. Tetapi
masih harus menunggu sampai datang surat panggilan putri
kesepian, orang itu baru boleh masuk ke negara kesepian !"
menjawab May-yu Kie-su. Hee Thian Siang terkejut mendengar jawaban itu, tanyanya
pula : "Negara kesepian ini, apakah dipimpin dan dikuasai oleh
putri kesepian ?" "Negara kesepian, juga dinamakan istana kesepian,
semuanya dibawah pimpinan puteri kesepian !" menjawab
May-yu Kie-su sambil menundukkan kepala.
Cin Lok Pho berdiri disamping lalu bertanya :
"Bagaimana kebaikan dari istana kesepian itu " Mengapa
tidak mudah dimasuki ?"
"Barang siapa yang mengalami kedukaan hebat pasti
merasa kesepian. Setelah masuk kedalam istana kesepian,
perlahan-lahan akan biasa dengan kesepian hingga segala
penderitaan dan kesedihan yang sudah lampau berubah
menjadi kesenangan !"
"Waw, kalau memang ada mengandung kebaikan
demikian, kami juga bersedia menerima ujian !" berkata Hee
Thian Siang. Mendengar ucapan itu, May-yu Kie-su lalu berkata kepada
Cin Lok Pho : "Sahabat Cin, harap ceritakan dulu kisahmu yang
menyedihkan !" Cin Lok Pho lebih dulu menghela napas panjang, kemudian
menyanyikan sebuah sajak :
"Perwira dari satu negara yang pecah menyanyikan lagu
berduka. Menteri yang tinggal seorang diri sulit untuk
menjamin utuhnya negara, kejadian dan pengorbanan yang
hebat menimpa telah membuat hati dingin, dimana-mana
banjir air mata ! Istri dan anak telah berpisah berpencar atau
binasa dalam kerusuhan, yang masih hidup tinggal
mengenangkan kesedihannya dengan mengeramkan diri
dengan air kata-kata, dari kesepian hendak tanam segala
kedukaannya. . . ." May-yu Kie-su baru mendengar sampai disitu sudah
berkata : "Kiranya sahabat Cin dahulu pernah menjadi perwira dari
kerajaan Beng. Pengalaman dan penderitaanmu ini, sudah
cukup memenuhi syarat pertama. Sekarang Hee laote
mempunyai kedukaan apa ?"
Hee Thian Siang merasa bahwa tindakan Cin Lok Pho yang
mengutarakan kesedihannya dengan sajak, dianggapnya
tepat sekali. Maka ia lalu meniru membacaka sajak juga :
"Begitu mendusin, segala impian buyar. . . . "
May-yu Kie-su lalu berkata sambil menganggukkan kepala :
"Aku memang sudah dapat menduga bahwa seorang yang
masih muda belia seperti Hee laote ini, kalau toh memang
mempunyai kedukaan, sudah pasti cuma lantaran urusan
perempuan !" Hee Thian Siang meneruskan nyanyian sajak :
"Kenangan yang memenuhi perasaan harus diceritakan
kepada siapa. . . . . ."
May-yu Kie-su lalu berkata :
"Aku si orang tua ini paling suka mendengar orang
menceritakan kedukaan hatinya. Kalau Hee laote hendak
menumpahkan perasaanmu, tumpahkan dihadapanku !"
Ia berdiam sejenak, kemudian berkata pula :
"Kalian berdua sudah memenuhi syarat pertama. Sekarang
aku hendak menguji kalian dengan syarat kedua !"
"Kau hendak menguji ilmu surat ataukah ilmu silat ?" tanya Hee Thian Siang.
"Tadi kalian sudah menceritakan kedukaan masing-masing
dalam sajak itu, sudah kuketahui bahwa kalian berdua
memiliki ilmu surat yang sangat dalam. Dan kini sudah cukup
dengan menunjukkan kepandaian ilmu silat masing-masing !"
Hee Thian Siang memandang Cin Lok Pho sejenak, lalu
berkata : "Ilmu terampuh Pan sian ciang golongan Lohu Cin
locianpwe sudah mencapai ke taraf sepuluh bagian lebih.
Boleh coba dahulu, nanti Hee Thian Siang akan menyusul !"
Cin Lok Pho mendengar ucapan Hee Thian Siang jadi
tergerak hatinya. Jelas pemuda itu yang ilmu Pan sian ciang
nya sudah mencapai. . atau yang lebih dari itu, tetapi
semacam saja dia menyebut sepuluh bagian saja. Sudah
tentu lantas dapat tertebak maksudnya ialah supaya
menyediakan tenaga cadangan supaya May-yu Kie-su tidak
dapat menduga pasti sampai dimana sebenarnya ilmunya
yang sejati. Oleh karenanya, maka ia lalu menganggukkan kepala dan
segera menggerakkan tangannya ke tengah udara melakukan
satu gerakan menekan diatas sebuah batu yang segera
tampak tanda telapakan tangannya.
Tanda telapakan tangan itu tidak begitu dalam tetapi sudah
jelas menunjukkan sampai dimana hebat kekuatan tenaga
dalamnya. May-yu Kie-su yang menyaksikan itu, tanpa
menyadari telah merubah wajahnya yang selama itu kelihatan
seperti orang sedih dengan tiba-tiba satu senyuman gembira
tersungging di bibirnya. Hee Thian Siang yang menyaksikan itu, diam-diam
menganggukkan kepala. Kemudian tangan kanannya
bergerak melancarkan satu serangan hebat. Serangan yang
dilancarkan dari jarak jauh telah membuat batu besar tadi
hancur menjadi lima enam potong.
May-yu Kie-su yang menyaksikan itu sampai bertepuk
tangan memuji kepandaian Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang lalu bertanya :
"Tuan, tanda telapakan tangan Cin locianpwe tadi tidak
dalam dan benturan batu yang Hee Thian Siang buat tadi juga
tidak sama besarnya. Apakah sudah cukup memenuhi syarat
yang tuan tetapkan ?"
May-yu Kie-su menjawab sambil menganggukkan kepala :
"Sudah cukup, sudah cukup ! Sekarang aku hendak
mengabarkan kepada putri kesepian akan maksud
kedatangan kalian berdua !"
Hee Thian Siang mendengar itu lantas diam. Ia mulai
memperhatikan gerakan orang. Bagaimana dia memberi
kabar. Dan dimana kiranya letak istana kesepian itu.
May-yu Kie-su lalu bersiul. Suara siulannya itu kedengaran
amat nyaring dan mencapi ke jarak yang jauh. Kemudian dari
dalam sakunya ia membuka segulungan kertas dan alat tulis
yang rupanya sudah sejak tadi dia siapkan lalu menulis nama
Cin Lok Pho dan Hee Thian Siang dan mencatat juga asal
usul mereka dengan jelas.
Habis menulis, tampak seekor burung kecil berbulu lima
warna yang mirip dengan burung kakaktua tetapi bukanlah
kakaktua burung itu. Yang turun dari puncak gunung Bun thian
hong dan terbang masuk ke dalam lembah.
May-yu Kie-su segera menggulung kertas tulisan tadi dan
disambitkan ke tengah udara, disambut burung kecil berbulu
lima warna tadi. Dengan gerakan gesit sekali, lantas
menyambarnya dan terbang lagi ke puncak Bun thian hong.
Hee Thian Siang menyaksikan semua itu, diam-diam
berkuatir : Kalau begitu, istana kesepian letaknya adalah di
puncak gunung Bun thian hong.
May-yu Kie-su lalu berkata :
"Harap tuan-tuan jangan terlalu gelisah. Begitu surat
panggilan puteri kesepian sampai, aku si orang tua akan
segera mengantarkan sendiri kalian untuk masuk ke istana
kesepian dan selanjutnya kujamin kalian akan dapat
kenikmatan yang amat sempurna dalam kesepian disana !"
"Apakah puteri kesepian itu tidak melarang kita masuk ke
istana kesepian ?" tanya Hee Thian Siang.
"Barangkali tidak mungkin kalian ditolak. Siapa saja yang
sudah kuperkenalkan dengan laporan surat biasanya belum
pernah ada yang ditolak oleh puteri istana kesepian !"
menjawab May-yu Kie-su sambil menggelengkan kepala.
Hee Thian Siang menggunakan kesempatan ini menanya
lagi dengan maksud hendak mencari keterangan :
"Jadi kekuasaanmu kalau begitu lebih besar dari puteri
istana kesepian ?" Sejenak May-yu Kie-su tampak terkejut. Antara sesaat ia
tak dapat menjawab. Lama baru ia berkata sambil
menggoyang-goyangkan tangannya :
"Puteri istana kesepian berhak atas segala apa di dalam
istana. Aku hanya sebagai seorang pesuruh yang tidak punya
nama. Mana dapat dibandingkan dengan puteri ?"
Cin Lok Pho juga telah menggunakan kesempatan itu
mengajukan pertanyaan padanya :
"Kalau memang puteri kesepian memegang kekuasaan dan
hak demikian besar, tentu istana kesepian ini dibangun juga
olehnya, bukan ?" May-yu Kie-su ternyata seorang sangat licin, sedikitpun
tidak mau membuka rahasia. Jawabnya sambil
menggelengkan kepala : "Segala benda yang ada di dalam istana kesepian,
semuanya dirahasiakan. Sedikitpun tidak boleh bocor. Asal
kalian berdua sudah masuk ke dalam istana, nanti sudah tentu
akan mengerti sendiri !"
Lama mereka bicara, burung kecil berbulu lima warna itu
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali muncul diatas puncak gunung, kemudian melayang
ke bawah. May-yu Kie-su lalu berkata :
"Surat panggilan puteri datang !"
Waktu itu, Hee Thian Siang dan Cin Lok Pho yang juga
telah melihat di paruh burung kecil itu ada terjepit sepucuk
surat berwarna kuning, burung itu terus melayang turun ke
bawah hingga bahu May-yu Kie-su.
May-yu Kie-su mengambil surat dari paruhnya, lalu
dibacanya. Sedang burung kecil berbulu lima warna tadi
kembali terbang ke puncak gunung.
Hee Thian Siang menampak May-yu Kie-su sehabis
membaca surat itu, sikapnya menunjukkan perasaan aneh.
Maka lalu bertanya : "Apakah dugaanku tadi benar puteri istana kesepian tidak
mengijinkan kami masuk ke istana kesepian ?"
Mau-yu Kie-su dengan sikap terkejut dan terheran-heran,
memperlihatkan surat yang ditulis di atas kertas warna kuning,
kemudian berkata : "Tuan-tuan berdua silahkan baca sendiri. Aku si orang tua
juga heran. Untuk pertama kali ini selama hidupku mendapat
surat jawaban dari puteri yang demikian bunyinya !"
Hee Thian Siang dan Cin Lok Pho segera membaca surat
itu, diatas kertas kuning tertulis dengan kata-kata sebagai
berikut : "Cin Lok Pho diijinkan masuk ke istana kesepian,
sedangkan Hee Thian Siang harus diusir keluar dari lembah
May yo kok !" Di bawah tulisan itu terdapat cap dengan tinta merah darah.
Jelas kalau orang yang menulis surat itu masih menghargai
tamunya. Hee Thian Siang yang melihat tulisan diatas kertas itu
meskipun sangat indah, tetapi bukan tulisan tangan Liok Giok
Jie. Maka lalu bertanya pula :
"Surat ini apakah ditulis oleh puteri sendiri ?"
May-yu Kie-su menjawab sambil menggelengkan kepala :
"Puteri selamanya mengatakan sesuatu secara lisan. Ini
juga adalah tulisan dari sekretaris pribadinya yang selalu
mengurus surat menyurat puteri."
"Karena dalam surat sudah dinyatakan demikian, sudah
tentu sulit dirubah. Apa kau hendak bertindak menurut
perintahnya ?" tanya pula Hee Thian Siang.
May-yu Kie-su berpikir dulu sebentar, baru menjawab :
"Kecuali kalau sahabat Cin ini mau segera ikut aku pergi
menjumpai puteri. Sebab Hee laote datang dari jauh,
sesungguhnya tidak mudah dipulangkan begitu saja. Aku
bersedia akan melanggar puteri, tidak akan mengeluarkan
ucapan pengusiran terhadapmu, hanya mempersilahkan kau
keluar dari lembah ini saja !"
Cin Lok Pho berkata sambil tertawa :
"Oleh karena Hee laote tidak diijinkan masuk, maka aku
juga tidak ingin pergi ke istana kesepian lagi !"
May-yu Kie-su yang mendengar ucapan itu, yang diluar
dugaan, dengan sinar mata tajam mengawasi tamunya dan
berkata : "Kalian tidak boleh berpikir seenaknya saja, datang dan
pergi semau sendiri !"
Hee Thian Siang tertawa terbahak-bahak, kemudian
berkata : "Di dalam dunia ini banyak gunung-gunung terkenal yang
ada pemandangan indah, siapa yang menjadi pemiliknya " Di
empat penjuru lautan siapa saja boleh pergi pesiar ! Apakah
kalian orang-orang yang karena luka hati kesepian sendiri lalu
merubah hendak menguasai daerah pengunungan ini ?"
Mendengar ucapan Hee Thian Siang yang agak tajam itu,
May-yu Kie-su juga segera berubah wajahnya, katanya dingin
: "Meskipun daerah-daerah pegunungan terkenal didunia
tidak ada pemiliknya, tetapi lembah May yo kok ini tetap aku
tidak mengijinkan orang masuk sesukanya ! Cin Lok Pho
boleh datang tetapi tidak boleh pergi, sedang Hee Thian Siang
sebaliknya, boleh pergi tetapi tidak boleh datang !'
"Hmmm ! Dengan hak apa kau hendak mengusir aku " Dan
menahan dia ?" bertanya Hee Thian Siang.
"Dengan berdasar atas kepandaian ilmu silatku dan akal
muslihatku !" menjawab May-yu Kie-su sambil tertawa dingin.
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu tertawa
terbahak-bahak sambil mendongakkan kepala, kemudian
berkata : "Kalau hendak berbicara soal akal muslihat, kau belum
tentu dapat menangkan Cin Lok Pho, dan dalam soal ilmu
silat, kau belum tentu lebih kuat dari aku, Hee Thian Siang !"
"Kalau kutilik dari kepandaian ilmu kalian yang tadi kalian
tunjukkan, sudah tentu bukan tandinganku. Sebaiknya kau
baik-baik dengar kataku !" berkata May-yu Kie-su.
Cin Lok Pho yang sejak tadi diam saja, dengan menatap
wajah May-yu Kie-su ia bertanya :
"Menurut pandanganmu, kira-kira bearpa jurus kau dapat
menangkan kita ?" May-yu Kie-su menyapu dua orang itu sejenak, kemudian
berkata dengan sombong : "Menangkan kau memerlukan 30 jurus, menangkan dia
sudah cukup dengan 10 jurus !"
Ucapan May-yu Kie-su itu, di dalam pendengaran Cin Lok
Pho dan Hee Thian Siang benar-benar sangat mengejutkan.
Terhadap May-yu Kie-su ini mau tak mau mereka harus sedikit
waspada. Sebab kepandaian ilmu silat yang tadi dua orang itu
pertunjukkan meskipun belum seluruhnya tetapi sudah
merupakan ilmu-ilmunya yang ampuh. May-yu Kie-su setelah
menyaksikannya ternyata masih berani mengucapkan perkataan sombong demikian, mungkin benar-benar
mempunyai kepandaian yang berarti.
Hee Thian Siang kini tidak berani bersikap sombong lagi, ia
bertanya sambil menatap wajah May-yu Kie-su :
"Kalau kau sudah berani omong besar, apakah berani
bertaruh dengan kita ?"
"Bagaimana cara pertaruhannya ?" bertanya May-yu Kiesu. "Cara pertaruhan masing-masing, jikalau kau benar-benar
bisa menangkan aku dalam waktu 30 jurus, aku akan berdiam
di istana kesepian ini, tidak akan mengikuti pergi dengan Hee
Thian Siang lagi !" berkata Cin Lok Pho sambil tertawa.
"Jikalau dalam waktu 30 jurus aku tidak dapat menangkan
kau, kau boleh mengambil pula apa yang kau hendaki ?"
berkata May-yu Kie-su. "Jikalau kau tidak dapat menangkan aku, sudah tentu aku
akan bertindak menurut sesukaku sendiri, dengan demikian
boleh dijadikan pertaruhan ?" bertanya Cin Lok Pho sambil
tertawa. "Habis bagaimana menurut pikiranmu ?" bertanya May-yu
Kie-su. "Jikalau dalam tiga puluh jurus, kau tidak dapat menangkan
kau, maka kau harus menjawab pertanyaanku dengan
sejujurnya." May-yu Kie-su berpikir dahulu sejenak, kemudian berkata
sambil menganggukkan kepala :
"Baiklah, pertaruhan antara kita ini, kita tetapkan demikian
saja." Hee Thian Siang yang berdiri disamping, berkata kepada
Cin Lok Pho sambil tertawa :
"Cin locianpwe, urusanmu sudah selesai, biarlah aku
sekarang yang hendak berbicara soal pertaruhan ini
dengannya !" May-yu Kie-su dengan sikap memandang rendah
mengawasi padanya sejenak, kemudian berkata :
"Aku beri nasehat padamu, sebaiknya kau tidak usah turut
pertaruhan sebab aku merasa jumlah sepuluh jurus itu, sudah
cukup banyaknya !" "Kau jangan melihat titik-titiknya macan tutul saja. Menurut
pandanganku, dalam pertaruhan dua kali pertandingan ini, kau
pasti akan kalah seluruhnya dengan secara mengenaskan !"
"Hmm ! Kalau kau memang anak yang tidah tahu diri, boleh
juga kau belajar kenal sedikit ! Jikalau kau kalah. . . . . . . ."
berkata May-yu Kie-su. Hee Thian Siang segera memotong :
"Jikalau dalam sepuluh jurus aku kalah ditanganmu, aku
akan menurut kehendakmu, keluar dari lembah May-yo kok ini
!" "Kalau kau kalah sudah tentu kau harus pergi. Bagaimana
ini boleh dibilang pertaruhan ?" bertanya May-yu Kie-su sambil tertawa dingin.
Hee Thian Siang yang sengaja hendak mencoba hatinya,
bertanya dengan mengikuti nada May-yu Kie-su :
"Habis menurut pikiranmu, bagaimana ?"
"Aku ingin supaya kau bersumpah selama-lamanya tidak
akan masuk ke lembah May-yo kok lagi !" berkata May-yu Kiesu. Hee Thian Siang menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa : "Aku setuju pertaruhan yang kau usulkan ini. Tetapi jikalau
dalam 10 jurus kau tidak dapat menangkan aku, aku juga akan
berlaku seperti Cin locianpwe tadi, aku minta supaya kau
menjawab degnan sejujur-jujurnya pertanyaanku !"
Pertanyaan-pertanyaan yang kalian hendak tanyakan,
rasanya tidak sedikit jumlahnya !"
"Hanya satu pertanyaan saja, apakah kau masih tidak
berani ?" berkata Hee Thian Siang.
"Siapa kata aku tidak berani menerima permintaan " Dua
macam pertaruhan ini, semuanya sudah kita tetapkan secara
demikian, sekarang diantara kalian siapa yang ingin
bertanding denganku lebih dahulu ?"
"Aku akan menerima pelajaranmu lebih dahulu !" berkata
Cin Lok Pho sambil tertawa.
May-yu Kie-su memandang padanya dengan sikap dingin,
kedua tangannya diluruskan hingga tubuhnya nampak
lempeng, seolah-olah sebuah bangkai yang berdiri tidak
bergerak. Cin Lok Pho diam-diam terkejut, ia sedang memperhatikan
entah itu cara pembukaan dari ilmu silat golongan mana.
Rasanya mirip dengan pembawaan dari ilmu silat yang
dinamakan Kiang-see Ngo-tok-jiauw yang sudah lama
menghilang di dunia Kang-ouw.
Tetapi ilmu silat ini, ciri-cirinya ialah sekujur badannya
lempeng keras bagaikan bangkai, sedang kulit putih bagaikan
salju, kedua tanganya dengan siku ke bawah, samar-samar
berubah menjadi lebih gelap ! Sekarang tangan May-yu Kie-su
ini hitam, kulitnya juga tidak putih, hanya tubuhnya saja yang
berdiri kaku, entah menggunakan ilmu silat apa.
Sudah kebiasaan dalam orang rimba persilatan sebelum
mengetahui baik keadaan musuhnya, tidak akan bergerak
dengan sembarangan. Maka itu, Cin Lok Pho hanya
meletakkan kedua tangannya dihadapan dadanya, juga berdiri
bagaikan gunung Tay san. Hee Thian Siang juga sudah melihat bahwa kepandaian
ilmu silat May-yu Kie-su itu agak aneh, maka diam-diam ia
juga memperhatikan segala gerak geriknya.
Dari wajah May-yu Kie-su yang seperti bangkai itu, tampak
sikapnya yang mengandung senyum, kemudian bertanya
dengan nada suara dingin :
"Cin Lok Pho, apakah kau tidak mengenali aliran ilmu silaku
sehingga tidak berani turun tangan ?"
"Peribahasa ada kata, bagaimana kuatnya sang tetamu,
tidak boleh menghina tuan rumah. Sebabnya CIn Lok Pho
menunggu kau turun tangan lebih dahulu hanya menurut
peraturan dunia Kang-ouw, yang mau tak mau harus kita
mentaatinya ! Sementara tentang ilmu silatmu ini, kecuali
kulitmu yang tidak berubah putih, dan tanganmu tidak berubah
hitam, gerakanmu ini mirip dengan ilmu Kiang-see Ngo-tokjiauw dari Bo Cu Keng dahulu !"
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx "Kau dapat mengenali nama ilmu silat Kiang-see Ngo-tokjiauw, sudah terhitung seorang yang memiliki pengetahuan
luas !" berkata May-yu Kie-su sambil tertawa.
"Apakah kau murid atau cucu murid dari Bo Cu keng ?"
tanya Hee Thian Siang. "Bo Cu Keng masih belum terhitung apa-apa. Hanya
kepandaian ilmu silatnya yang dinamakan Kiang-sie Cit-khaociu ini, juga tidak tahu berapa kali lipat dari ilmu Kiang-sie
Ngo-tok-jiauwnya Bo Cu Keng !" berkata May-yu Kie-su.
"Semuanya hanya merupakan gerak tipu-gerak tipu yang
aneh-aneh di dalam mataku. Burung kutilang setinggi apa
yang kau katakan !" kata Hee Thian Siang sambil tertawa.
"Tinggi atau tidak, hebat atau tidak, lebih dulu aku akan
menggunakan dirimu sebagai percobaan. Kau boleh rasakan
sendiri !" berkata May-yu Kie-su marah.
Baru habis ucapannya, badannya segera bergerak. Lima
jari tangan kanannya diulurkan, ujung kuku jari tangannya
sudah menerkan ke ulu hati Cin Lok Pho.
Oleh karena Cin Lok Pho tahu benar hebatnya serangan
yang menggunakan kuku yang dinamakan Kiang-sie Ngo-tokjiauw itu, begitu mengenakan korbannya bisa membawa maut.
Sedangkan ilmu silat yang digunakan oleh May-yu Kie-su ini
agaknya juga merupakan ilmu silat dari satu aliran dengan
ilmu silatnya Bo Cu Keng, maka ia tidak berani menyambut
dengan kekerasan. Dengan satu gerakan yang sangat lincah,
cuma mengelakkan serangan May-yu Kie-su tadi, kemudian
mengulurkan dua jari tangannya, menotok pergelangan
tangan May-yu Kie-su. May-yu Kie-su memperdengarkan suara tertawanya yang
aneh, tangan kanannya secepat kilat ditariknya kembali, lalu
mengulurkan tangan kirinya. Seperti yang pertama ujungujung jari kuku tangannya dibalik menggores pergelangan
tangan Cin Lok Pho. Cin Lok Pho yang menampak lawannya itu sekujur
tubuhnya seperti kaku, tetapi gerakannya dapat dilakukan
demikian cepat dan lincah sekali hingga diam-diam juga
merasa terkejut. Untung gerakannya yang lincah sewaktu
mengelakkan serangan lawannya tadi masih belum dibunakan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluruhnya, maka tangan kanannya secepat kilat diturunkan
ke bawah, sedang tangan kiri serong keluar. Dengan
menggunakan ilmu andalannya dari golongan Lo bu pay,
menyerang May-yu Kie-su dari jarak jauh. Ia tidak berani
memandang ringan lawannya. Oleh karenanya semua
serangannya itu sudah menggunakan kekuatan tenaga lebih
dari takeran. May-yu Kie-su dapat merasakan betapa hebat serangan
lawannya, maka juga terpaksa menarik kembali kedua
tangannya dengan cepat, dipakai untuk menyambut serangan
Cin Lok Pho dengan sepenuh tenaga pula.
Dua jenis kekuatan tenaga dalam telah berbenturan
ditengah udara. Betapa hebatnya benturan yang dapat
dibuktikan dari timbulnya kekuatan angin yang menderu-deru
yang telah membuat batu-batu ditanah pada beterbangan.
May-yu Kie-su dan Cin Lok Pho, kedua-duanya juga sudah
pada mundur sepuluh langkah.
Hee Thian Siang terkejut menyaksikan kejadian itu, sedang
wajah Cin Lok Pho juga menunjukkan perobahan.
Pengaduan kekuatan tenaga dengan keras lawan keras
tadi, kalau dipandang sepintas lalu, meski seperti berimang
tetapi kejadian yang sebenarnya, Cin Lok Pho sudah kalah
tidak sedikit. Sebab, sewaktu Cin Lok Pho melancarkan serangan tadi, ia
sudah menggunakan kekuatan tenaga yang lebih dari takaran,
sedangkan May-yu Kie-su waktu menyambut serangan tadi
dilakukan dengan tergesa-gesa. Jadi dia tidak menggunakan
kekuatan tenaga seperti lawannya. Perbandingan keadaan
seperti inilah, jelas menunjukkan bahwa orang yang
menamakan diri May-yu Kie-su itu memiliki kekuatan dan ilmu
silat tinggi sekali. Ditinjau dari itu pula, kekuatan tenaga
dalamnya masih jauh lebih tinggi entah berapa lipat dari pada
kekuatan ilmu Pan-sian-ciang dari Lo bu pay yang sudah
terkenal didalam rimba persilatan itu.
Sementara itu, May-yu Kie-su sendiri juga agak
tercengang. Ia berkata sambil menganggukkan kepala dan
menatap Cin Lok Pho : "Cin Lok Pho, aku tidak menduga bahwa kau ada memiliki
kekuatan dan pikiran demikian dalam. Tadi sewaktu aku
menguji kepandaianmu, ternyata kau masih menyimpan
kepandaian. Jadi kau masih menyembunyikan kepandaianmu
yang belum kau keluarkan seluruhnya ?"
Cin Lok Pho hanya sambut ucapan lawannya itu dengan
senyum saja May-yu Kie-su sementara itu sudah berkata lagi :
"Walaupun kau masih menyimpan kepandaianmu yang
belum kau keluarkan seluruhnya, juga tidak mungkin dapat
lolos dari seranganku dalam 30 jurus !'
Cin Lok Pho sudah mencoba sendiri hebatnya kepandaian
lawannya. Kini ia semakin waspada dan hati-hati, katanya
sambil menganggukkan kepala :
"Mungkin juga demikian, tetapi kau ingin menangkan aku
dalam waktu 30 jurus. Barangkali masih perlu mengeluarkan
kepandaianmu yang lain lagi !"
"Tidak perlu menggunakan yang lain, ilmu silatku Kang-sie
Cit-kahow-ciu saja sudah cukup untuk menjatuhkan kau dalam
30 jurus." berkata May-yu Kie-su sambil menggelengkan
kepala. Setelah berkata demikian, kedua tangannya lalu melakukan
gerakan mencengkeram, baru tiga kali ini ia menggunakan
serangannya yang sangat aneh itu, dlama serangannya yang
sangat aneh dan ganas, dalam waktu sekejap Cin Lok Pho
sudah terkurung di dalam serangannya yang hebat dan
mengandung hawa dingin itu.
Hee Thian Siang yang berdiri sebagai penonton dengan
sendirinya dapat melihat dengan nyata segala perubahan. Ia
dapat kenyataan bahwa ilmu silat Kiang-sie, Cit-khao-ciu Mayyu Kie-su memang luar biasa anehnya. Cin Lok Pho telah
mengeluarkan seluruh kepandaiannya, masih ia dapat
melayani serangan lawannya. Tetapi kelihatannya sudah agak
kewalahan, hingga beberapa kali terancam bahaya. Memang
benar ada kemungkinan tidak bisa lolos dari serangan
lawannya dalam 30 jurus. Andai pertandingan ini dimenangkan oleh May-yu Kie-su,
apakah benar Hee Thian Siang tega membiarkan Cin Lok Pho
berdiam seorang diri dalam istana kesepian "
Hee THian Siang yang menyaksikan pertandingan itu
sambil mengerutkan alisnya. Diam-diam mengharap supaya
Cin Lok Pho jangan sampai dikalahkan. Jikalau dalam tempo
30 jurus Cin Lok Pho sampai terkalahkan oleh lawannya,
maka ia sendiri terpaksa akan berusaha menambah
pertaruhannya, untuk menebus kekalahan Cin Lok Pho ini.
Sementara itu, pertandingan antara dua jago ini, sudah
tampak hasilnya. Cin Lok Pho tampak mengerutkan sepasang
alisnya, di wajahnya menunjukkan sikap agak malu.
Sedangkan May-yu Kie-su masih memegangi potongan
ujung baju Cin Lok Pho ditangannya dan berkata sambil
tertawa bangga : "Jumlah 30 jurus, baru setengahnya saja kita jalani, sudah
tampak ada keputusan siapa yang menang dan kalah. Kau
barangkali sudah menepati janjimu sendiri, harus jadi
penghuni istana kesepian ini."
Cin Lok Pho menatap wajah Hee Thian Siang, berkata
sambil menghela napas panjang.
"Sebagai seorang laki-laki, tidak mungkin aku akan menjilat
ludah sendiri. Sudah tentu aku akan menepati janjiku, untuk
berdiam didalam istana kesepian !"
Sehabis berkata demikian, Hee Thian Siang tiba-tiba
tertawa terbahak-bahak dan berkata :
"Cin locianpwe, sabar dulu. Meskipun kau sudah kalah
dalam pertaruhan ini, tetapi siapa tahu aku masih bisa
menang ?" May-yu Kie-su yang mendengar ucapan itu, berkata
dengan sikap bangga : "Dalam waktu 15 jurus aku dapat mengalahkan Cin Lok
Pho, apakah 10 jurus tidak cukup banyak buat menangkan
kau ?" "Kau takkan mungkin dapat menangkan aku. Malah
mungkin, akulah yang akan menjatuhkan kau !" kata Hee
Thian Siang sambil tertawa.
"Kau ini benar-benar seorang bocah yang tidak tahu
tingginya langit, tebalnya bumi. Ucapanmu ini seperti kau
keluarkan seenakmu saja !" kata May-yu Kie-su.
"Sekarang apakah kau berani menambah pertaruhannya
lagi denganku ?" tanya Hee Thian Siang dengan sikap
sombong. "Menambah pertaruhan tidak halangan. Tapi aku tidak tahu
kau hendak menambah pertaruhan dengan cara bagaimana."
bertanya May-yu Kie-su. Oleh karena Hee Thian Siang tadi sudah menyaksikan
sendiri betapa tinggi kepandaian ilmu silat May-yu Kie-su, lagi
pula dalam ilmu silat itu ada terdapat keanehan, meskipun
dalam hati masih belum yakin benar dapat menjatuhkan
lawannya, akan tetapi karena ia pikir guna menolong Cin Lok
Pho dalam kesulitan yang dihadapi sekarang ini kecuali
menempuh bahaya untuk mencoba sudah tidak ada jalan lain
lagi. Maka ia terpaksa hendak bertinak menurut rencana yang
sudah dipikirkan lebih dahulu, katanya :
"Jikalau dalam 10 jurus aku bisa menangkan kau, maka
kau harus segera membatalkan kemenanganmu tadi terhadap
Cin locianpwe. Akulah yang akan mengambil keputusan
tentang Cin locianpwe, ia harus tetap tinggal disini atau
berlalu." May-yu Kie-su menganggap bahwa Hee Thian Siang yang
masih sangat muda tentu kekuatan tenaga dalamnya terpaut
jauh dengannya, tentu tidak mungkin pula lebih tinggi
kepandaiannya dari pada Cin Liok Pho. Tetapi anehnya,
pemuda ini sudah menyaksikan pertandingan antara May-yu
Kie-su dengan Cin Lok Pho tadi, dan dia masih bisa bersikap
demikian sombong. Ini yang benar-benar mengherankan
sekali. May-yu Kie-su dalam herannya mengamat-amati Hee
Thian Siang sejenak, lalu berkata sambil menganggukkan
kepala : "Baik ! Kalau aku yang kalah, akan kuhapus
kemenanganku tadi dalam pertandingan dengan Cin Lok Pho,
membiarkan Cin Lok Pho bebas dari sini. Tapi bagaimana
kalau kau tidak dapat menangkan aku ?"
Hee Thian Siang masukkan tangannya ke dalam sakunya
sendiri, mengeluarkan jaring wasiat warna merah yang
mempunyai khasiat luar biasa itu, dilemparkannya benda
wasiat itu ke atas batu seraya katanya :
"Jikalau aku tidak dapat menangkan kau, maka jaring
wasiatku ini akan kuberikan kepadamu !"
May-yu Kie-su yang melihat jaring wasiat warna merah itu,
sikapnya menunjukkan perasaan terkejutnya, tanyanya :
"Bukankah itu jaring wasiat warna merah milik Thina-gwa
Ceng-mo Tiong-sung Seng "'
"Benar ! Khasiat dari pada jaring merah ini luar biasa sekali
! Benda ini juga merupakan benda yang paling berharga
dalam diriku. Aku tidak tahu, apakah kau mau menyetujui
pertaruhan dengan cara ini." berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala. "Sudah tentu aku setuju ! Tapi mengapa kau segoblok itu "
Ini berarti, kau hendak mengadu telor dengan batu. Mengapa
kau mau menghadiahkan barang pusakamu ini dengan cumacuma ?" bertanya May-yu Kie-su sambil tertawa.
"Kekalahan Cin locianpwe tadi hanya lantaran kurang hatihati. Tetapi sekarang kau ketemu aku, Hee Thian Siang.
Kaulah yang harus berlaku hati-hati sekali, mungkin aku hanya
memerlukan tiga empat gebrakan saja, akan dapat membuang
kegembiraanmu seluruhnya !"
May-yu Kie-su tertawa dingin, kedua tangannya diluruskan
ke bawah. Kembali memperlihatkan cara pembukaan dengan
berdiri tegak bagaikan bangkai hidup.
Hee Thian Siang yang sudah memperhitungkan masakmasak, diam-diam berpikir bahwa ilmu silatnya tiga jurus
bunga mawar, ada satu jurus yang dapat mematahkan ilmu
silat lawan itu dan didalam ilmu silatnya yang didapat dari
Thian-ie Siangjin, dalam tiga jurus itu hampir semuanya
mengandung kekuatan serangan yang hebat sekali. Bila dua
jenis ilmu itu dibangkan dan digunakan dengan berbareng dan
andai kata masih belum dapat menangkan May-yu Kie-su,
maka terpaksa ia akan mengeluarkan ilmu silat Cian-khio-citkhao dan ilmu jari tangan Kian-thian-cie dari perguruan
sendiri. Setelah mengambil keputusan demikian, dan menampak
May-yu Kie-su kembali mengeluarkan ilmunya seperti bangkai
tadi, maka ia juga tidak sungkan-sungkanlagi lantas bergerak
lebih dahulu, dengan menggunakan ilmu silatnya bunga
mawar sudah melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga.
Serangan itu memang luar biasa sekali. Dahulu didalam
pertemuan besar di gunung Kie lian, tokoh kuat seperti Pe-kut
Thian-kun juga menjadi kewalahan menghadapinya, betapa
hebatnya serangan itu, disini dapat dibayangkan. Sedangkan
May-yu Kie-su terkejut, bahkan pada waktu menghadapi
serangan pertama itu, sehingga mulutnya sampai menganga.
Ia tidak berani lagi menyambut serangan Hee Thian Siang
dengan sembarangan. Sepasang kakinya menjejak ke tanah
dan melesat setinggi dua tombak untuk melepaskan diri dari
serangan Hee Thian Siang yang mengandung hembusan
angin hebat itu. Hee Thian Siang tertawa terbahak-bahak, dia berkata :
"Kau jangan lari ! Aku yang salah omong ataukah kau "
Sebenarnya siapa yang harus mengatakan telor diadu dengan
batu ?" Setelah berkata demikian, ia mengejar lawannya untuk
melancarkan serangan lagi. Sekali ini ia menggunakan ilmu
silatnya yang lain, dengan kecepatan bagaikan kilat, tiga kali
dilancarkan dengan beruntun. Serangan itu sejurus demi
sejurus dilancarkan dan sejurus demi sejurus semakin hebat.
Disamping itu, ia juga menggunakan ilmu perguruannya
sendiri yang disusunkan oleh gurunya ialah serangan jari
tangan Kian-thian-cie. Dalam babak permulaan saja, Hee Thian Siang sudah
menggunakan ilmu silatnya yang luar biasa dan melancarkan
serangan-serangannya yang hebat-hebat. Hal mana telah
membuat May-yu Kie-su agak gelagapan, karena tidak
menduga apa lagi sama sekali menyangka ilmu silat apa yang
telah digunakan oleh pemuda itu. Itu pulalah sebabnya
mengapa ia mengelak, ia hendak memikir dan ingin tahu lebih
dahulu asal usul ilmu itu sebelum balas menyerang, supaya
jangan ia dikalahkan oleh Hee Thian Siang yang masih muda
belia. Akan tetapi baru saja ia meluncur turun, serangan Hee
Thian Siang yang penuh angin sudah masuk ke dalam
telinganya, maka hatinya benar-benar merasa tidak enak dan
wajahnya terasa panas. Maka ia lantas pikir hendak
menggunakan ilmu silatnya yang tunggal untuk balas
menyerang lawannya. Yang ia tidak sangka pada saat ia sedang memikirkan
hendak balas menyerang, seluruh tubuhnya telah terkurung
oleh serangan tangan Hee Thian Siang yang demikian luar
biasa aneh dan hebatnya. Yang digunakan oleh Hee Thian
Siang itu adalah ilmu silat warisan Thian-ie Siangjin dulu, yang
pernah menjagoi rimba persilatan tanpa tandingan selama
beberapa puluh tahun lamanay. Dan lagi Hee Thian Siang
dalam waktu belakangan ini sudah mendapat banyak
kemajuan kemampuannya maupun kekuatan tenaga
dalamnay, maka hebatnya serangan itu semakin membuat
lawannya tidak berdaya. Satu jurus saja May-yu Kie-su sudah tak sanggup
menyambut, apalagi tiga jurus telah diluncurkan Hee Thian
Siang dengan beruntun, May-yu Kie-su lantas dibuat kusut
pikirannya, matanya berkunang-kunang, hatinya berdebaran.
Diam-diam ia terkejut oleh ilmu silat pemuda itu. Sungguh ia
tidak mengerti entah darimana Hee Thian Siang mendapatkan
kepandaian yang demikian rupa tingginya.
May-yu Kie-su belum mengetahui asal usul ilmu silat itu,
dengan sendirinya jadi tidak berani sembarangan memberikan
perlawanan. Terpaksa ia mengeluarkan seluruh kepandaian
ilmu silat golongannya, kembali melesat setinggi beberapa
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tombak untuk melepaskan diri dari libatan serangan Hee Thian
Saing. Sewaktu masih berada di tengah udara, May-yu Kie-su
telah mendengar suara ejekan Cin Lok Pho dan suara tertawa
terbahak-bahak yang keluar dari mulut Hee Thian Siang.
May-yu Kie-su melayang turung lagi ke tanah, lalu memutar
tubuhnya. Selanjutnya, ia melancarkan serangan tangannya
yang mengandung hawa dingin luar biasa. Tindakannya itu
dilakukan demi untuk menjaga jangan sampai terkejar dan
keduluan diserang lagi oleh Hee Thian Siang.
Tapi serangannya itu ternyata sia-sia belaka, sebab
kemana saja serangannya sampai, ternyata cuma
mengenakan tempat kosong, tidak tampak bayangan orang
yang diserang. Muka May-yu Kie-su kembali dirasakan panas, matanya
menatap Hee Thian Sian yang masih berdiri tegak ditempat
asalnya dengan muka berseri-seri. Dalam marahnya May-yu
Kie-su lalu berkata : "Hee Thian Siang, seranganmu tadi cukup hebat. Tapi kau
bisa berbuat apa dengan kepandaianmu yang cuma sebegitu
terhadap diriku " Mengapa kau sekarang merasa bangga ?"
"Hmmm ! Aku sudah menaruh belas kasih terlau besar
terhadap dirimu. Berapa tebalkah mukamu sehingga kau tidak
mau mengaku kalah ?" kata Hee Thian Siang sambil tertawa.
"Aku sudah memberikan kesempatan padamu menyerang
sampai empat jurus. Belum lagi aku yang menyerang.
Bagaimana kalu latnas mengatakan aku sudah kalah " Dan
dimana letak kekalahanku ?" berkata May-yu Kie-su marah.
Cin Lok Pho yang menyaksikan pertandingan itu, lalu
berkata sambi tertawa : "Hee Thian Siang laote pernah mendapat wasiat dari
seorang jago kenamaan pada jaman dahulu, dalam dunia ini
ilmu silatnya sudah tidak ada orang kedua yang mampu
menandingi. Kau bertanya dimana letakk kekalahanmu.
Mengapa tidak kau raba dulu dirimu sendiri " Sekarang
setelah kau periksa bagian jalan darah dibelakang
punggungmu, disitu ada terdapat tanda apa ?"
May-yu Kie-su lantas meraba dengan tangannya pada
bagian jalan darah dibelakang punggung. Wajahnya lalu
berubah seketika. Kiranya, bajunya di bagian luar, di bagian
jalan darah diraba ternyata sudah terkena totokan jari tangan
Kian-thian-cie dari Hee Thian Siang, sehingga terdapat
sebuah lubang kecil. . . .
Menampak perubahan muka lawannya, Hee Thian Siang
lalu bertanya sambil tersenyum :
"Sekarang kau barangkali sudah mengerti, bukan " Sebuah
lubang kecil ada dibajumu, namun tidak sampai melukai jalan
darahmu. Aku sengaja bertindak begitu karena tidak ingin
mengambil jiwamu !" May-yu Kie-su tidak dapat membantah, terpaksa dengan
wajah dining berkata lambat-lambat :
"Baik, aku mengaku kalah karena kurang hati-hati. Dan
juga kunyatakan kebebasan Cin Lok Pho untuk kemenangan
dalam pertandingan ini !"
"Itu masih belum cukup. Kau hendak membebaskan Cin
locianpwe, itu memang wajar. Tapi ingat, itu cuma sekedar
tambahan dalam pertaruhan kita tadi. Aku masih ingin kau
melaksanakan janji pertama dari dari pertaruhan kita yang
semula, sebab diantara kita masih ada pertaruhan yang belum
diselesaikan !" berkata Hee Thian Siang.
"Oh, apakah ka ingin aku menjawab pertanyaanmu ?"
bertanya May-yu Kie-su. "Aku telah bertanding setengah harian, kau pikirlah sendiri,
apakah gunanya bila cuma untuk mendapatkan kebebasan
Cin locianpwe ?" May-yu Kie-su tidak bisa berbuat lain, ia lalu berkata sambil
menganggukkan kepala : "Baiklah ! Kau hendak tanya apa tanyakan saja ! Tetapi,
aku cuma dapat menjawab apa yang kutahu !"
JILID 28 "Kau tak usah kuatir. Pertanyaanku sangatlah sederhana,
tetapi memerlukan jawaban yang sejujur-jujurnya, tidak
boleh. . . " "Kau jangan lantaran mendapat sedikit kemenangan saja
lantas mau pandang ringan semua orang ! Aku masih belum
mau bertindak demikian, untuk membohongi orang-orang
seperti kau !" Hee Thian Siang mengambil kembali jaring wasiatnya yang
diletakkan diatas batu, setelah itu ia berkata sambil tertawa :
"Memang baik sekali kalau kau tidak mau bohong. Apa
yang hendak kutanyakan ialah siapa puteri kesepian yang
berada di dalam istana kesepian ?"
May-yu Kie-su mengerutkan sepasang alisnya, dan diam
saja. Hee Thian Siang tidak senang menampak May-yu Kie-su
tidak menjawab, katanya :
"Kau jangan lupa bahwa ini adalah soal pertaruhan !"
Mendengar disebutnya pertaruhan, May-yu Kie-su terpaksa
menjawab sambil mengerutkan alisnya :
"Puteri kesepian di dalam istana kesepian itu adalah Liok
Giok Jie !" Hee Thian Siang yang sudah menduga atas diri Liok Giok
Jie, maka ketika mendengar jawaban itu, sedikitpun tidak
merasa heran atau terkejut, hanya saling pandang dengan Cin
Lok Pho sejenak, kemudian bertanya pula kepada May-yu Kiesu : "Apakah istana kesepian itu letaknya diatas puncak gunung
Bun thian hong ?" May-yu Kie-su menatap wajah Hee Thian Siang sejenak,
mulutnya lantas mengeluarkan suara tertawa aneh yang
kedengarannya sangat menyeramkan.
"Mengapa kau tertawakan aku demikian rupa ?" bertanya
Hee Thian Siang. "Aku sudah memenuhi janjiku menjawab satu
pertanyaanmu, tapi kau masih hendak tanya ini itu lagi.
Bukankah ini sangat keterlaluan ?" berkata May-yu Kie-su.
Hee Thian Siang yang bertanya secara sembarangan, tidak
diduganya mendapat sindiran keras dari May-yu Kie-su, maka
sambil tertawa kemaluan ia lantas berkata :
"Bertanya atau tidak itu adalah urusanku, kau mau
menjawab atau tidak, itu terserah padamu. Mengapa kau
harus bersikap demikian " Aku tak percaya hanya dengan
petunjukmu kami baru bisa menemukan istana kesepian !"
"Orang yang ada jodoh, masuk ke istana kesepian seolaholah masuk ke pulau nirwana. Tetapi bagi orang yang tidak
ada jodoh, masuk ke dalam istana kesepian seperti juga
masuk ke dalam neraka ! Karena aku masih mengingat
perkenalan kita tadi, maka sekarang cuma bisa memberi
nasehat kepada kalian, janganlah kalian coba-coba hendak
menempuh bahaya !" berkata May-yu Kie-su sambil tertawa
dingin. "Hee Thian Siang adalah seorang yang suka membongkar
segala macam rahasia, segala tempat yang mengandung
rahasia selalu Hee Thian Siang ingin tahu. Sekalipun tenmpat
itu sudah pasti adalah suatu tempat semacam neraka, juga
masih ingin Hee Thian Siang menyaksikan dengan mata
kepala sendiri !" kata Hee Thian Siang sambil tertawa.
May-yu Kie-su merangkapkan kedua tangannya, sedang
mulutnya kemak-kemik memuji nama Budha, kemudian
berkata : "Kalau kalian memang demikian bandel, maka lebih dulu
aku memujikan dan membacakan doa-doa untuk mengiringi
kehendak kalian !' Sehabis berkata demikian, ia lalu memutar tubuhnya dan
lambat-lambat berjalan menuju ke bagian dalam di lembah
May-yu kok. Oleh karena Hee Thian Siang mempunyai rencana lain,
maka tidak menanya lebih jauh kepada May-yu Kie-su, juga
bersama-sama Cin Lok pho berjalan keluar dari lembah itu.
Selama berjalan, Cin Lok Pho berkata kepada Hee Thian
Siang : "Tidak kusangka May-yu Kie-su ternyata memiliki ilmu silat
demikian tinggi. Terutama ilmu silatnya yang dinamakan
Kiang-sie Cit-khao-ciau boleh dibilang termasuk salah satu
ilmu silat yang luar biasa anehnya. Kalau begitu, kekuatan
tenaga bao-ie. . . . . . . "
Hee Thian Siang tahu bagaimana lapangnya sekalipun hati
Cin Lok Pho, sebagai seorang tingkatan tua dari salah satu
partai besar sampai kalah dalam 15 jurus oleh lawannya,
dalam hatinya sedikit banyak tentu merasa tidak enak juga.
Maka ia buru-buru menjawab sambil tertawa.
"Locianpwe, janganlah kau mengatakan perkataan itu
sekali lagi. Hee Thian Siang cuma bisanya mengandalkan ilmu
silat warisan Duta Bunga Mawar dan Thian-ie Siangjin, tidak
bisa disebut telah mendapat kemenangan. Bila May-yu Kie-su
tadi meloloskan diri dari empat jurus serangan Hee Thian
Siang, Hee Thian Siang juga tidak berdaya menghadapinya.
Kalau sudah begitu, kekalahan Hee Thian Siang barangkali
akan lebih hebat dari pada apa yang locianpwe alami
barusan. . . . . " "Perkembangan di rimba persilatan, memang selamanya
harus mengikuti jaman. Jago-jago sudah seharusnya pula
terdiri dari angkatan muda. Kukira laote adalah satu-satunya
orang luar biasa dalam rimba persilatan dewasa ini. Janganlah
kau terlalu merendahkan diri, juga jangan sekali-kali
menganggap bahwa lantara aku kalah lantas dalam hati
merasa tidak enak ! Kepandaian ilmu silat lawanku itu
memang kuakui terlalu tinggi. Biarpun kalah juga aku sudah
rela. Aku hanya curiga, May-yu Kie-su memiliki kepandaian
ilmu silat demikian tinggi, entah dari golongan mana dia
sebenarnya." "Kecurigaan locianpwe ini memang sudah pada tempatnya.
May-yu Kie-su memiliki kepandaian demikian hebat, kalau
dipikir benar-benar sudah tentu tidak mungkin dia rela berada
dibawah kekuasaan orang lain. Kalau begitu, apa sebabnya
dia mau mendengar perintah Liok Giok Jie ?"
Cin Lok Pho berpikir dulu, barulah berkata sambil
menggelengkan kepala : "Akut idak percaya nona Liok Giok Jie yang baru saja
masuk kedalam istana kesepian sudah lantas menajdi puteri
dan dapat memberikan perintah kepada orang-orang yang
berada di dalam istana itu !"
Hee Thian Siang tiba-tiba tertawa kemudian berkata :
"Cin locianpwe, apakah locianpwe berani menerjang pintu
neraka ?" "Aku yang sudah berusia demikian lanjut, memang sudah
tidak jauh lagi dalam perjalanan menuju akherat. Perlu apa
kau harus tanya berani atau tidak " Apa Hee laote ada
maksud hendak menengok ke istana kesepian ?"
"Jikalau kau tidak berusaha untuk mengunjungi sendiri
pintu neraka yang dikatakan May-yu Kie-su tadi, apakah
doanya tadi bukan berarti cuma-cuma saja ?"
Cin Lok Pho mendongakkan kepala mengawasi puncak
gunung Bun-thian-hong yang tinggi menjulang ke langit,
kemudian berkata sambil mengerutkan alisnya :
"Untuk menengok istana kesepian, tidak menjadi soal.
Cuma apa benar, istana itu berada di puncak Ban-thian-hong
?" "Burung kecil yang diperintahkan memberi kabar dengan
surat pergi datang melalui puncak gunung itu. Jadi, istana
kesepian itu tidak bisa berada di lain tempat !"
"Kali ini kita mendaki ke puncak gunung harus berangkat
sekarang juga atau perlu harus tunggu sampai nanti malam ?"
"Buat menyerepi dahulu, dengan sendirinya lebih baik kita
berangkat malam. Tapi puncak itu tinggi sekali, lebih baik kita
tunggu sampai matahari mulai silam lalu berangkat. Tiba di
puncak gunung mungkin pada waktu tengah malam."
Cin Lok Pho menganggukan kepala sebagai tanda mufakat.
Dua orang itu lalu mencari tempat di dekat-dekat situ untuk
beristirahat sambil menantikan silamnya matahari, barulah
melakukan perjalanan ke puncak gunung.
Setelah malam tiba, mereka mulai melakukan perjalanan.
Tiba di puncak gunung, benar saja cuaca sudah gelap sekali.
Keadaan malam itu sepi sunyi. Ditempat mereka berpijak,
kecuali batu-batu besar yang aneh bentuknya, tak terdapat
sebuah bangunan pun, begitu juga dengan letaknya istana
kesepian itu entah ada dimana mereka juga tidak tahu.
Hee Thian Siang mengerutkan alisnya, berkata sambil
tertawa getir : "Orang-orang ini, benar-benar berlaku sangat misteri
seperti kelakuan hantu saja."
Belum habis ucapannya, tiba-tiba terdengar suara yang
aneh, lalu disusul dengan munculnya bayangan hitam
bagaikan roda kereta dengan tiba-tiba menyambar atas kepala
Hee Thian Siang. Hee Thian Siang mengira ada orang membokong, apalagi
waktu itu sedang dalam keadaan mendongkol, maka diamdiam sudah mengerahkan ilmu jari tangannya Kian-thian-cie,
ditujukan kepada bayangan hitam yang berada ditengah udara
itu. Bayangan hitam itu menimbulkan suara tajam yang
melayang turun ke dalam lembah, kiranya itulah seekor kalong
yang besar. Hee Thian Siang jadi geli sendiri, sementara bayangan
kedua sudah muncul lagi dihadapannya yang menyambar
dengan cepat. Cin Lok Pho yang pengalamannya jauh lebih banyak dari
pada Hee Thian Siang, buru-buru berkata memperingati
padanya : "Hee laote awas ! Kali ini yang datang bukan binatang lagi
!" Hee Thian Siang yang agak lalai, sedikitpun tidak
melakukan penjagaan. Setelah diperingatkan oleh Cin Lok
Pho, bayangan hitam itu sudah berada dekat sekali di batang
lehernya ! Kalau orang lain, tentu saja tidak mungkin keburu
mengelakkan sambaran bayangan hitam yang demikian
hebat. Tetapi Hee Thian Siang bukanlah sembarang orang, ia
memiliki kepandaian ilmu meringankan tubuh hebat sekali,
apalagi gerak badannya sangat lincah, maka dengan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggerakkan bagian badannya ke belakang, lagi pula
dengan satu gerakan membalikkan diri ke samping sudah
berhasil mengelak ke kanan beberapa kaki.
Hee Thian Siang berhasil mengelakkan ancaman itu dan
menjadi sangat marah. Tetapi baru saja hendak bertindak,
kembali tampak empat lima buah bayangan hitam yang
terbang melayang ke arahnya !
Hee Thian Siang kini tunjukkan serangannya kepada
bayangan hitam yang menyerang dirinya. Mula-mula serangan
itu ditujukan degnan sepenuh tenaga.
Serangan dengan melalui tengah udara itu membuat
bayangan hitam itu mengeluarkan suara mengaung dan
terbang miring ke sebelah kiri tetapi seolah-olah suatu barang
hidup yang bisa bergerak dengan lincah, begitu miring dan
mengeluarkan suara menganung lalu melayang balik lagi
menyambar bahu kiri Hee Thian Siang dan kemudian
melayang turun. Empat buah bayangan hitam lainnya juga terbang dari
empat penjuru hingga kini Hee Thian Siang turun ditengahtengah. Cin Lok Pho yang menghadapi situasi demikian, tidak bisa
turun campur tangan. Menampak Hee Thian Siang sudah
terkurung oleh bayangan hitam itu, dianggapnya ringan atau
parah Hee Thian Siang pasti akan terluka, maka ia hanya
dapat menghela napas saja.
Di luar dugaannya, sesosok bayangan orang bagaikan
naga sakti melesat ke tengah udara, kemudian disusul oleh
suara beradunya barang hitam dan percikan sinar api.
Kiranya Hee Thian Siang dalam keadaan sangat berbahaya
tadi sudah menggunakan ilmu silat warisan Duta Bunga
Mawar, dengan satu gerakan yang indah sekali, sudah
terbang satu tombak lebih.
Begitu ia melesat tinggi, empat bayangan hitam yang
mengurung dirinya tadi lalu saling bentrok di tengah udara
hingga mengeluarkan suara beradunya barang logam, ada
yang jatuh dan menyambar ke atas batu-batu aneh hingga
menimbulkan percikan api.
Hee Thian Siang dan Cin Lok Pho semula karena udara
gelap sehingga tidak dapat melihat apa-apa, kini baru tahu
bahwa bayangan hitam yang datang dari berbagai penjuru itu
ternyata adalah senjata rahasia yang berupa piring terbang
yang tajam sekali ! Suara beradunya barang logam tadi mulai sirna, begitu pula
percikan api juga sudah tidak nampak lagi hingga keadaan
dan suasana dipuncak gunung Bun-thian-hong kini kembali
menjadi sepi sunyi. Kini Hee Thian Siang tidak berani berlaku gegabah lagi. Ia
telah mengerahkan ilmunya Kian-thian-ceng-kie untuk
melindungi sekujur tubuhnya, sementara ia berkata dengan
suara lantang : "Kawanan manusia tidak tahu malu, mengapa tidak berani
unjuk muka " Cara kalian yang menyerang dengan
membokong itu, apakah masih terhitung orang gagah ?"
Ia berdiri diatas puncak gunung dan diwaktu malam sepi
sunyi seperti itu, suaranya yang lantang tadi hanya
mendapatkan jawaban dari suaranya sendiri yang menggema
di tengah udara. Hee Thian Siang semakin mendongkol, ditujukan
pandangan matanya ke tempat disekitar dirinya.
Puncak gunung Bun-thian-hong itu meskipun tidak
seberapa luas tetapi kecuali batu-batu aneh yang terjal,
hampir tidak terdapat sebatang pohon pun juga.
Hee Thian Siang dalam hati menghitung-hitung sendiri
beberapa piring terbang yang menyerang dirinya tadi,
seharusnya dilancarkan dari sebuah tempat yang tinggi yang
letaknya kira-kira dua tombak disebelah kirinya.
Maka ia lalu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya ke
tangan kanan sambil menarik Cin Lok Pho, ia berjalan lambatlambat menuju ke kiri. Ia sengaja berbicara dengan suara
keras kepada Cin Lok Pho :
"Cin locianpwe, May-yu Kie-su tadi telah menggambarkan
puncak gunung Bun-thian-hong ini sebagai neraka. Ini rasanya
memang tidak salah. Sekarang ini kita seolah-olah
berhadapan degnan beribu-ribu hantu yang tidak berani
bertemu muka dengan manusia !"
Sementara itu, orangnya sudah berjalan terpisah dengan
sebuah batu besar yang diduga dibelakangnya ada
bersembunyi orang. Hee Thian Siang dengan bergerak secepat kilat, sudah
berada disebelah kanan batu besar itu.
Benar saja dibelakang batu besar itu ada sembunyi
sesosok bayangan putih. Dugaan Hee Thian Siang ternyata tidak keliru. Maka ia lalu
membentak sambil tertawa besar :
"Sahabat, walaupu kau ini benar-benar adalah hantu atau
setan, sekarang ini barangkali sudah tidak bisa pulang ke
akherat lagi !" Kata-katanya itu disusul dengan serangannya yang
merupakan kekuatan tenaga Kian-thian-ceng-kie yang
ditujukan ke bayangan putih yang sembunyi dibelakang batu
besar tadi. Bayangan orang yang berada di belakang batu besar
ternyata tidak takut oleh serangan hebat Hee Thian Siang tadi,
ia sedikitpun tidak melakukan sesuatu gerakan pun.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian, ia
diam-diam juga heran dan mengerti pula ada apa-apanya
yang aneh. Benar saja, dimana serangannya tadi sampai, bayangan
putih itu berterbangan ke empat penjuru dan dibelakang batu
besar tadi ternyata tidak nampak bayangan orang berbaju
putih, hanya tulang-tulang kerangka manusia yang sudah
bertahun-tahun. Apa yang mengherankan ialah tulang-tulang itu setelah
diserang dan buyar, telinganya lalu mendengar suara cit cit
seperti suara setan yang kabur disekitarnya, kemudian dari
sebelah utara dan selatan tampak dua bayangan putih yang
berlari bagaikan manusia, tetapi bukan manusia.
Dua sosok bayangan putih itu setelah muncul ke depan
Hee Thian Siang lalu bergerak-gerak dan menari-nari tidak
berhentinya sambil mengeluarkan suara aneh terhadap Hee
Thian Siang dan Cin Lok Pho, membuat berdiri bulu roma
mereka. Hee Thian Siang pernah ada sama-sama dalam satu peti
mati dengan bangkai manusia. Tetapi waktu itu ia dalam
keadaan tidak ingat diri, jadi sama sekali tidak tahu. Tetapi kini dalam keadaan
sadar, ia menyaksikan pemandangan aneh
demikian rupa, sekalipun dia seorang pemberani, sedikit
banyak ada juga rasa takutnya.
Cin Lok Pho sebagai seorang Kang-ouw ulung yang
banyak pengalaman, ia sedikitpun tidak merasa gentar. Ia
pasang mata benar-benar memperhatikan bentuk dua buah
tengkorak tadi, lalu berkata dengan suara perlahan kepada
Hee Thian Siang : "Hee laote, ini adalah permainan orang-orang Kang-ouw
yang menggunakan cuaca gelap di puncak gunung ini,
menggunakan tengkorak-tengkorak manusia yang diberikan
sedikit pakaian hendak mempermainkan kita. Jadi bukanlah
setan atau hantu benar-benar."
"Hemmm ! Kalau demikian halnya, asal kita berhasil
menyambar salah satu diantaranya, agaknya dapat membuka
rahasia ini !" berkata Hee Thian Siang.
"Kita satu orang menyambar satu. Aku hendak menangkap
yang disebelah utara dan kau boleh tangkap yang sebelah
selatan. Tetapi kau harus hati-hati jangan sampai
membunuhnya, supaya kita dapat menangkap hidup untuk
minta keterangannya !"
Sehabis berkata demikian, secepat kilat sudah bergerak
untuk menyerbu kepada tengkorak yang berada disebelah
utara. Hee Thian Siang juga bertindak seperti apa yang diusulkan
oleh Cin Lok Pho, tetapi begitu ada didekatnya, ternyata
sudah terjadi hal-hal diluar dugaannya.
Kiranya baru sajaia bergerak, suara setan seperti menangis
tadi lantas berhenti, tetapi tulang-tulang tengkorak itu masih
tetap menari-nari tidak ada berhentinya.
Hee Thian Siang yang kini sudah berada sangat dekat
sekali, dapat melihat denan nyata, bukanlah seperti apa yang
diduga dengan Cin Lok Pho yang dikatakan adalah orang
Kang-ouw yang memakai pakaian spesial mirip dengan
tengkorak manusia. Ternyata benar-benar adalah tulangtulang tengkorak manusia yang dagingnya sudah kering
berdiri di atas tanah, sedang kaki dan tangannya bergoyanggoyang tidak berhentinya.
Keadaan demikian kembali menimbulkan keresahan Hee
Thian Siang. Ia lalu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya
untuk mendorong perlahan-lana kepada tengkorak itu.
Tengkorak tadi jatuh terlentang di tanah, bahkan hancur
berantakan dan tidak bisa bergerak lagi.
Menghadapi kejadian yang aneh itu, Hee Thian Siang
terpaksa hendak minta keterangan kepada Cin Lok Pho, maka
lalu berseru : "Cin locianpwe !"
Berulang-ulang ia memanggil, tetapi tidak mendapat
jawaban dari Cin Lok Pho.
Hee Thian Siang terkejut, lalu memutar tubuh. Ternyata
disitu sudah kosong melompong, tidak terdapat bayangan Cin
Lok Pho ! Meskipun ia tadi sedang menghadapi kejadian yang luar
biasa, tetapi dengan daya pendengarannya yang tajam, ia
belum pernah mendengar suara apa-apa. Bagaimana Cin Lok
Pho bisa menghilang dengan mendadak "
Hee Thian Siang sejak terjun ke dunia Kang-ouw, meskipun
sudah banyak mengalami gelombang besar dan bahaya maut
berkali-kali, tetapi belum pernah menjumpai kejadian aneh
seperti apa yang dialaminya hari ini.
Dalam keadaan terkejut dan terheran-heran, sebagai
tindakan pertama sudah tentu ia lantas menyergap ke tempat
dimana ada muncul tengkorak manusia tadi.
Tiba ditempat itu, ia memeriksa dengan seksama. Kecuali
batu-batu yang aneh-aneh bentuknya, disitu ternyata tidak
terdapat apa-apa lagi, tengkorak yagn tadi bergerak-gerak
juga sudah lenyap sekalian.
Hee Thian Siang tidak mau mengerti. Tentu ia tak mau
membiarkan Cin Lok Pho hilang tanpa bekas begitu saja,
maka ia lalu bergerak ke atas puncak gunung Bun-thian-hong
untuk menyelidiki seorang diri.
Tetapi usahanya itu ternyata sia-sia belaka, ia tidak dapat
menemukan sedikit tanda apa pun juga disana.
Berbagai-bagai pertanyaan timbul dalam otaknya.
Benarkah yang muncul tadi itu setan atau hantu "
Ataukah. . . . . " Hati Hee Thian Siang sangat risau, tetapi juga sangat
mendongkol. Jikalau Cin Lok Pho terbinasa ditangan Pek-kut Ie-su
dahulu didalam pertempuran di gunung Kie lian, bukan suatu
hal yang menyedihkan hatinya. Bahkan sebaliknya Cin Lok
Pho akan mendapat nama baik di dunia Kang-ouw.
Akan tetapi sekarang dengan lenyapnya dia ini, bagaimana
ia harus menjelaskan kapada ketua Lo bu pay Peng-sim
Sunnie dan Ca Bu Khao "
Hee Thian Siang berdiri bingung seorang diri, benar-benar
tak habis pikir atas kejadian yang aneh itu. Ia ingin sekali
mencari tahu siapa kiranya yang menculik Cin Lok Pho yang
hendak digempurnya mati-matian. Tetapi, di atas puncak
gunung Ban-thian-hong itu sedikitpun tidak terdapat bayangan
orang, apa yang ada hanya batu-batu aneh yang berdiri
berserakan di tanah. Justru dalam keadaan sunyi sepi seperti itu, tiba-tiba
terdengar suara setan dah hantu yang terdengar di empat
penjuru. Sementara Hee Thian Siang terbangun, diam-diam
mengerahkan ilmunya Kian-thian-cie sambil menggertak gigi,
ia pasang mata untuk menantikan perubahan selanjutnya.
Akan tetapi suara-suara hantu itu hanya terdengar
suaranya saja, tidak tampak wajahnya bahkan suara
menangis itu semakin lama semakin memiriskan hati.
Hee Thian Sian waktu itu benar-benar bingung memikirkan
semua kejadian itu, hatinya juga resah sekali. Ia mengerahkan
kekuatan tenaga dalamnya dengan menggunakan ilmu
menyampaikan suara ke dalam telingan, berkata ke arah
puncak gunung : "Kalian main gila di dalam gelap, tidak berani unjuk muka
terang-terangan. Benar-benar merupakan orang-orang yang
tidak berguna !" Usahanya itu ternyata berhasil, sebab diantara tumpukan
batu-batu aneh itu, setitik demi setitik dan perlahan-lahan
muncul percikan api berwarna putih kebiru-biruan.
Begitu muncul percikan api itu, keadaan di puncak gunung
Bun-thian-hong nampak semakin menyeramkan.
Hee Thian Siang berpikir keras sambil mengerutkan alisnya
tetapi tidak menemukan tempat sembunyinya orang-orang
diatas puncak gunung itu, terpaksa ia mengerahkan kekuatan
tenaganya lagi dan berkata dengan suara nyaring :
"Hee Thian Siang berani menerjang pintu neraka, berani
menyerbu istana di akherat, bagaimana dapat digertak oleh
permainan yang tidak ada artinya ini " Jikalau kalian masih
mau mengaku orang-orang yang memiliki jiwa jantan, lekaslah
unjuk diri kita melakukan pertandingan secara jantan !"
Setelah berkata demikian, tampak api-api yang berkeliaran
itu ternyata perlahan-lahan berkumpul menjadi satu.
Hee Thian Siang pasti akan ada perobahan lain, maka ia
menarik napas dalam guna menenangkan pikirannya sambul
menantikan perkembangan selanjutnya.
Sungguh aneh, api-api yang bertebaran ditengah udara itu
setelah berkumpul menjadi satu ternyata kemudian berubah
menjadi 16 huruf yang memancarkan sinar yang berkilauan !
Huruf-huruf itu berbunyi sebagai berikut :
"Istana kesepian sudah menerima Cin Lok Pho, pintu
neraka tidak terima Hee Thian Siang !"
Huruf-huruf itu berkelap-kelip tidak berhentinya seperti
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengejek kepada Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang dengan murka melesat ke arah huruf yang
terbuat dari percikan api itu dan melancarkan serangan tangan
kosong. Kira sessat sinar api itu lalu pada, suasana kembali sepi
sunyi hingga puncak gunung seperti kota mati keadaannya
tetapi jauh disebelah timur tampak sinar merah agak remangremang. Hee Thian Siang berdiri seperti patung, terus juga sinar
matahari pagi itu menyinari puncak gunung. Barulah dapat ia
menarik napas lega. Sebabnya ia menarik napas lega ialah dari kata-kata yang
ditujukan oleh huruf bersinar tadi yang mengatakan bahwa
"Istana kesepian sudah menerima Cin Lok Pho, pintu neraka
tidak terima Hee Thian Siang", ia jadi mengetahui bahwa Cin
Lok Pho kini dalam keadaan selamat hanya kini sudah ada di
dalam istana kesepian. Kapan sebabnya ia menggertak gigi ialah karena
mengetahui bahwa Liok Giok Jie benar-benar telah menjadi
puteri istana kesepian. Mengapa dia itu bukan saja tidak mau
menjumpai dirinya bahkan menggunakan rupa-rupa cara
untuk menolak dirinya "
Tak lama kemudian, sudah mulai terang tanah. Hee Thian
Siang masih penasaran, kembali melakukan penyelidikan
dengan seksama diatas puncak gunung itu.
Tetapi ia masih tetap tidak menemukan tanda apa pun
yang lebih aneh. Apa yang dinamakan istana kesepian itu seolah-olah
berada diantara ada dan tiada.
Semua kejadian tadi malam yang tidak habis dipikir itu,
kalau diingat-ingat kembali seolah-olah orang baru bangun
mimpi. Dengan kecerdikan dan kecerdasan otak yang dimiliki oleh
Hee Thian Siang, toh masih belum sanggup menjawab
pertanyaan yang mengandung maksud misteri ini dengan
sendirinya ia merasa malu, mendongkol dan bingung.
Suara siulan panjang keluar dari mulutnya, hati
mendongkol, ia bergerak menuju ke puncak gunung Bunthian-hong. Setiap orang jikalau berada dalam keadaan sedih tentu
akan teringat keapda orang yang terdekat. Hee Thian Siang
demikian pula keadaannya waktu itu. Tetapi oleh karena orang
yang terdekat itu justru ialah suhunya sendiri yang sudah
wafat, lalu Liok Giok Jie yang berkelakuan aneh, begitu juga
Hok Sin In yang belum diketahui nasibnya. Jadi tinggal lagi
orang satu-satunya yang terdekat dalam hatinya dengan
sendirinya hanya Tiong sun Hui Kheng. Hee Thian Siang yang
teringat kepada diri Tiong sun Hui Kheng, maka perjalanannya
itu dengan sendirinya ditunjukan ke selat Bu hiat di sungai
Tiang-kang. Sebab, sewaktu berpisahan dengan Thian sun Hui kheng,
ia pernah mengadakan perjanjian. Nanti setelah satu sama
lain muncul lagi di dunia Kang-ouw, lebih dahulu harus
berkunjung ke puncak Tiauw In hong di gunung Bu san.
Disana di tempat kediaman It pun Sin ceng bersama Bu-san
Sian-cu Hwa Jie Swat. Di tempat itulah akan memberitahukan
kepada It pun Sin ceng dan Hwa Jie Swat jejak selanjutnya,
supaya mudah mencarinya. Sewaktu baru turun dari gunung Pak hin, Hee Thian Siang
sudah pikir akan pergi ke puncak gunung Tiauw in hong, tetapi
karena mendadak mendapat kabar buruk yang menimpa
partai Bu tong, maka ia buru-buru memberi kabar kepada
partai Lo bu, terpaksa ia robah rencananya semula. Dan kini
dengan hilangnya Cin Lok Pho di istana kesepian, ia merasa
asing berada terus seorang diri karena mengingat pula bahwa
waktu pertemuan di malam Cap go meh masih cukup,
ditambah lagi perjalanan itu harus melalui ke. . . she, maka
dengan sendirinya Hee Thian Siang majukan pikirannya ke
selat Bu hiat. Meskipun ia telah melalui tempat-tempat bersejarah yang
terkenal, tetapi ia tiada maksud untuk mengunjungi, langsung
ia melakukan perjalanan ke timur dengan mengambil jalan air.
Dalam perjalanannya yang mengambil jalan air itu, diatas
perahu ia teringat kepada tempat dimana Hok Sin In dulu
pernah mendapat kecelakaan. Menurut cerita Oe-tie Khao,
Hok Sin In lebih dulu yang terluka parah setelah merubuhkan
lawannya yakni wanita kesepian, keduanya lantas terjatuh dari
tebing tinggi. Keadaan seperti itu, walaupun tidak sampai mati,
juga pasti sudah remuk tulang-tulangnya atau sudah kecebur
ke dalam air sungai. . . . .
Mengingat bahwa Hok Sin In sudah tidak mungkin masih
hidup, bagaimana pula mendadak bisa si wanita berbaju hitam
yang membawa-bawa pedang Liu-yap hian-sie kiam dan
kemudian mati di dalam lembah kematian di gunung Cong-lam
" Ini benar-benar merupakan satu kejadian sangat ajaib
hingga membuat kusut pikiran Hee Thian Siang. Selain dari
pada itu, Hee Thian Siang juga teringat kepada
permohonannya dihadapan Makam Bunga Mawar di gunung
Bin-san, setelah dari itu dalam perjalanannya ke dunia Kangouw, di tepi sungai ia telah berpapasan dengan pelayang
berambut putih Lam Kiong Houw.
Lam Kiong Houw sebetulnya adalah seorang pendekar dari
telaga Tong peng, kemudian merubah namanya menjadi Lam
Kiong Houw dan mengasingkan diri di tepi daerah Su-coan,
jelas karena kejadian-kejadian
menyedihkan yang menimpanya. Waktu itu meski ditanya oleh Hee Thian Siang,
tetapi Lam Kiong Houw selalu tidak mau memberi keterangan
dan kini sewaktu Hee Thian Siang datang ke tempat itu, ia
teringat pada diri orang tua itu, apakah ia masih hidup.
Air sungai mengalir deras, tanpa disadari ia telah tiba
dibawah puncak gunung Tiauw-in hong.
Hee Thian Siang teringat ketika pertama kali ia berjumpa
dengan Bu-san Sian-cu Hwa Jie Swat sajak yang diyanyikan
oleh Hwa Jie Swat waktu itu, justru sama dengan keadaan
sendiri yang memikirkan diri Hok Sin In, maka ia juga segera
menyanyikan sajak yang memilukan hati itu.
Baru saja habis menyanyi, sinar emas berkelebat di tengah
udara kemudian menyusul seutas rantai emas yang ujungnya
sangat tajam, menancap di atas perahunya.
Tukan perahu terkejut dan terheran-heran. Hee Thian
Siang sudah dapat mengenali bahwa rantai emas berbentuk
aneh ituadalah rantai Hwa Jie Swat. Maka sambil
menggoyangkan tangan kepada tukang perahu, sebagai tanda
supaya si tukang perahu jangan terkejut, ia sudah berkata
dengan suara nyaring : "Enci Hwa, Siaote Hee Thian Siang ada disini !"
Di belakang pohon cemara di tepi sungai mendadak
muncul diri seseorang, dia bukan lain dari Bu-san Sian-cu
Hwa Jie Swat dengan tangan membawa rantai emasnya yang
luar biasa itu, telah menarik perahu yang ditumpangi oleh Hee
Thian Siang, perlahan-lahan diseret ke tepi sungai.
Hee Thian Siang setelah berada di tepi sungai segera
memberikan ongkos perjalanan kepada tukang perahu dan
suruh tukang perahu itu pulang sendiri.
Hwa Jie Swat lalu berkata sambil tertawa :
"Tadi aku begitu mendengar suara nyanyian sajak itu,
segera mengetahui bahwa nyanyian itu keluar dari mulutmu !
Tetapi kau datang dari gunugn Pek bin, seharusnya berlayar
ke atas. Mengapa sekarang berbalik menuju ke bawah ?"
Sebelum Hee Thian Siang menjawab, Hwa Jie Swat
bertanya pula : "Dan lagi, kau terhadap enci Tiong-sunmu sudah pasti
selalu mengingatnya. Seharusnya kau menyanyikan sajaksajak yang bergembira."
"Sajak siaote tadi adalah siaote tujukan kepada Hok Sin In
yang mendapat nasib buruk, bukan kutujukan kepada enci
Tiong-sun ! Enci Tiong-sunku seharusnya merupakan bulan
purnama yang selalu bulat, semua halnya seperti bunga yang
selalu mekar !" berkata Hee Thian Siang sambil tertawa kecil.
Hwa Jie Swat sambil mengajak Hee Thian Siang berjalan
bersama-sama menuju ke puncak Tiauw-in-hong, berkata :
"Enci Tiong-sunmu itu memang benar dapat disamakan
sebagai rembulan purnama yang selalu bundar dan bunga
yang selalu segar. Tetapi hal itu agaknya juga tidak mungkin
seorang yang pendek umur, aku anggap ucapanmu tadi,
harusnya kau rubah sedikit ! Diain waktu pada kapan
waktunya untuk bertemu kembali, bukan merupakan suatu
kejadian yang menggembirakanmu ?"
"Kalau kami dapat dipertemukan kembali, memang benarbenar merupakan suatu hal yang amat menggembirakan.
Tetapi kemungkinan demikian terlalu sedikit sekali. Siaote
denan Hok Sin In barangkali untuk selamanya sudah tiada
harapan untuk saling berjumpa lagi !" berkata Hee Thian Siang sambil menghela
napas. Hwa Jie Swat juga tidak dapat menemukan kata yang tepat
untuk menghibur hati Hee Thian Siang, terpaksa ia berusaha
mengalihkan pembicaraannya ke soal lain.
Hingga hampir sampai dihadapan kediaman Hwa Jie Swat
di Tiauw-in-hong, pikiran Hee Thian Siang baru perlahanlahan mulai tenang, ia berkata sambil tersenyum :
"Enci Hwa, apakah It-pun Sin-ceng baik-baik saja "
Mengapa hari ini kau seorang diri pergi ke tepi sungai ?"
Belum habis ucapannya, Hwa Jie Swat sudah mengangkat
tangannya sambil menunjukkan serenceng ikan hidup
ditangannya seraya berkata :
"Terima kasih atas perhatianmu. It-pun Sin-ceng baik-baik
saja dan sekarang sedang membaca kitab suci di dalam
gubuknya. Oleh karena aku sudah habis duluan membaca
kitab suci, maka seorang diri lalu pergi ke tepi sungai untuk
menangkap beberapa ekor ikan sebagai teman dia minum
arak nanti !" "It-pun Sin-ceng adalah seorang beribadat tinggi dari
golongan Budha dalam rimba persilatan dewasa ini. Mengapa
masih tidak pantang makan barang berjiwa dan minum arak
segala ?" bertanya Hee Thian Siang sambil tertawa.
Hwa Jie Swat tersenyum-senyum saja, masih belum
menjawab. Dari Tiauw-in-kiong sudah terdengar suara It-pun
Sin-ceng yang berkata dengan suara nyaring :
"Peribahasa ada kata : Arak dan daging berlalu melalui
usus, Budha bersemayan didalam hati, Hee laote seorang
yang demikian romantis, apakah kau masih mempunyai
pikiran demikian kolot " Mau memakan orang yang menjadi
padri harus pantang makanan berjiwa dan arak ?"
Hee Thian Siang angkat muka, tampak It-pun Sin-ceng
yang berwajah tampan dan bertubuh tegap sedang berjalan
perlahan-lahan dari Tiauw-in-kiong.
Hee Thian Siang lalu memberi hormat dan berkata sambil
tersenyum : "Bukan maksudku hendak minta taysu pantang
menyediakan ingin minta disediakan arak yang baik."
It-pun Sin-ceng menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa : "Adik baik selalu saja, biarlah enci Hwamu yang
menyediakan sedikit arak baik itu, kemudian kita memilih
suatu tempat yang baik untuk kita sama minum sepuaspuasnya !" Setelah It-pun Sin-ceng berkata begitu, ia lalu pegi ke
dalam dapur sambil membawa ikannya. Baru berjalan
beberapa langkah, ia berpaling dan berkata sambil tertawa :
"Hee laote, kalian sebaiknya pergilah ke tebing di sebelah
sana untuk minum arak. Aku sudah perintahkan pelayan untuk
menyediakan meja kursi serta barang-barang lainnya sebab
tempat itu tempat yang dahulu kau pilih buat kau terjun ke
dalam sungai !" Hee Thian Siang teringat kembali kepada kenangan di
masa lampau, wajahnya menajdi merah, ia bertanya kepada
It-pun Sin-ceng sambil tersenyum :
"Taysu, dimanakah sebetulnya tempat kediaman Tiong-sun
locianpwe dan enci Tiong-sun " dan akan memerlukan waktu
berapa waktu lagi supaya kekuatan tenaga enci Tiong-sun
menjadi sempurna " Apakah taysu tahu ?"
It-pun Sin-ceng menggelengkan kepala, dan menjawab
sambil tertawa " "Jejak Tiong-sun locianpwe dan putrinya itu dirahasiakan.
Ada orang kata berada digunung Heng-san di Pak-gak, tetapi
juga ada orang kata di gunung Bin-san, tempat Makam Bunga
Mawar dahulu. Tapi sebetulnya mana yang lebih tepat, aku
sendiri juga tidak tahu !"
"Dan menurut pandangan taysu, enci Tiong-sun kapan baru
berhasil menyempurnakan pelajarannya dan akan datang ke
Tiauw-in-hong ini ?"
"Enci Tiong-sunmu seorang yagn cerdas dan mudah
mengerti, agaknya mempunyai bakat lebih baik dari kau
sendiri. Aku duga akhir tahun ini barangkali bisa datang
kemari untuk mencari kau !"
Hee Thian Siagn yang mendengar ucapan itu, dalam hati
merasa sangat gembira. Katanya :
"Kalau bisa datang kesini sebelum akhir tahun itulah yang
paling baik, jikalau tidak barangkali kita tidak keburu bertemu
muka !" It-pun Sin-ceng merasa heran, tanyanya :
"Laote, sebetulnya ada urusan penting apa " Mengapa
mengharapkan enci Tiong-sunmu datang kemari pada
sebelum akhir tahun ?"
"Sebab aku pikir hendak mengajak enci Tiong-sun pergi
bersama-sama mengunjungi pertemuan besar antara kawankawan setan dan hantu !"
Setelah itu Hee Thian Siang lalu menceritakan bagaimana
manusia jahat dari Ceng-thian pay dan kawanan orang
golongan sesat dari daerah luar perbatasan yang pada
malaman cap go meh di tahun depan hendak mengadakan
perjamuan di puncak Tay-pek-hong di gunung Cong-lam untuk
merayakan hari ulang tahun Pat-bao Yao ong Hian Wan Liat
dan Kim-hwa Seng-ho. Ia menceritakan dengan jelas semua
apa yang diketahuinya kepada It-un Sin-ceng.
It-pun Sin-ceng yang mendengar penuturan itu tampak
berpikir, kemudian berkata :
"Orang-orang golongan sesat dari daerah dalam negeri dan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daerah luar perbatasan hendak berkumpul di puncak Tay-pekhong di gunung Cong-lam. Sudah tentu jumlahnya banyak
sekali, kekuatan mereka juga tidak boleh dianggap remeh.
Laote dan nona Tiong-sun Hui Kheng, meskipun merupakan
tunas-tunas harapan bagi rimba persilatan dewasa ini, tetapi
kalau hanya kalian berdua saja yang menghadapi mereka
agakanya terlalu berbahaya !"
"Taysu barangkali belum tahu, bagi aku sendiri aku tidak
boleh tidak harus pergi kesana, sekalipun aku tidak dapat
menunggu kedatangan enci Tiong-sun, juga akan pergi
seorang diri !" berkata Hee Thian Siang sambil
menggelengkan kepala dan tertawa.
"Hee laote ternyata masih suka sekali mengurusi urusan
demikian !" "Soalnya, bukanlah aku suka mengurusi urusan atau tidak,
melainkan ada sebuah surat penting yang harus kusampaikan
sendiri kepada Pat-bao yao ong Hian Wan Liat !"
Saat itu Hwa Jie Swat sudah keluar dari dapur, sambil
duduk dikursinya ia bertanya :
"Hee laote, surat apakah yang kau katakan sangat penting
tadi ?" Hee Thian Sian lalu mengeluarkan surat tantangan itu dan
diberikan kepada It-pun Sin-ceng dan Hwa Jie Swat, ia juga
menceritakan semua apa yang terjadi atas partai bu-tong,
partai Ngo-bie dan pertempuran hebat diatas gunung Tayswat san serta hilangnya Cin Lok Pho di puncak gunung Bunthian-hong secara sangat misterius.
It-pun Sin-ceng setelah membaca surat itu dan mendengar
lagi keterangan yang keluar dari mulut Hee Thian Siang, lalu
berkata sambil menatap wajah Hwa Jie Swat :
"Kalau mendengar cerita Hee laote ini, ancaman bencana
bagi rimba persilatan agaknya sudah tidak dapat dielakkan
lagi, bahkan sudah berada di hadapan mata ! Kita tidak
seharusnya selalu berada diluar garis dengan enak-enak saja,
rasanya perlu juga menyumbangkan segala kepandaian yang
ada pada kita demi untuk membela keadilan dan kebenaran
dan guna menumpas pengaruh kejahatan !"
Hwa Jie Swat berkata kepada Hee Thian Siang sambil
tertawa : "Laote, kau benar-benar seorang hantu yang selalu
mencari bencana sja. Baru mendaki di puncak gunung Tiauwin-hong sudah menggerakkan hatiku dan suamiku padri ini,
selalu saja membicarakan urusan duniawi !"
"Enci Hwa dan It-pun taysu jikalau dapat ikut dalam barisan
yang membela keadilan dan kebenaran untuk menumpas
kejahatan, ini benar-benar suatu perbuatan yang membawa
bahagia bagi rimba persilatan, jasa siaote kali ini rasanya
bukan kecil !" berkata Hee Thian Siang sambil tersenyum.
"Sekarang masih ada waktu untuk menantikan kedatangan
malam Cap go meh dimana orang dari golongan sesat itu
hendak mengadakan pertemuan dan perjamuan untuk
merayakan ulang tahun Pat-bao Yao ong dan selama waktu
itu, adik Siang pikir bagaimana harus dilewatkan ?"
"Siaote tidak berani lagi menimbulkan urusan, sebab sejak
siote turun dari gunung Pak bin, lebih dulu telah menemukan
ancaman bahaya di lembah kematian di gunung Cong-lam.
Disitu telah kehilangan senjata terampuh laote Kian-thian-peklek, kemudian dikutub Hian-penggoan, diatas gunung Tay
swat san, kembali terluka ditangan Pek-kut Ie-su, maka itu
Sioate merasa bahwa kepandaian yang siaote miliki masih
belum cukup. Maka siaote pikir hendak berdiam dikediaman
enci Hwa ini supaya dapat mempelajarinya secara baik-baik,
disamping itu juga sambil menunggu kedatangan enci Tiongsun !" berkata Hee Thian Siang sambil mengerutkan alisnya.
Hwa Jie Swat yang mendengar ucapan itu, berulang-ulang
menganggukkan kepala dan berkata sambil tersenyum :
"Dari keterangan adik Siang ini, aku sudah tahu bahwa baik
dalam pelajaran ilmu silat maupun dalam hal bertambahnya
pengalaman dunia Kang-ouw, kau sesungguhnya sudah
mendapat kemajuan banyak ! Tempat ini tenang dan tentram,
pemandangan alamnya juga indah sekali. Kami menerima kau
dengan kedua tangan terbuka, hanya kau dapat
memperdalam pelajaran ilmu silatmu secara baik-baik ?"
It-pun Sin-ceng juga turut berkata sambil tertawa :
"Hee laote, kalau kau akan mempelajari pelajaran ilmu
silatmu ditempat ini, sebaliknya dengan aku. Aku hendak turun
gunung untuk melakukan suatu urusan !"
"Taysu hendak mengurus soal apa ?" bertanya Hee Thian
Siang. "Laote adalah seorang pintar, coba sekarang kau duga,
urusan apa kiranya yang paling penting pada dewasa ini ?"
bertanya It-pun Sin-ceng sambil tersenyum.
Hee Thian Siang tampak berpikir dahulu, kemudian baru
menjawab : "Pengaruhnya orang-orang golongan sesat baik dari dalam
negeri maupun dari luar perbatasan kini semakin merajalela.
Maka jikalau mau berbicara soal yang penting pada dewasa
ini, agaknya perlu berusaha memperkokoh barisan dan
kekuatan tenaga dari orang-orang golongan kebenaran !"
It-pun Sin-ceng mengangguk-anggukkan kepala dan
berkata sambil tertawa : "Dugaan laote sedikitpun tidak salah, akan tetapi untuk
memperkokoh dan memperkuat tenaga, hal ini tidaklah
mudah. Setidak-tidaknya kita harus mengurangi kekuatan
tenaga yang sekarang ada !"
"Apakah taysu ingin mengundang keluar Hong-tim Ongkhek May Ceng Ong, Sian Swat Siangjin Long Biauw Biauw
dan Kiu-thian Mo lie Teng San Siang bertiga cianpwe dari
tingkatan tua itu ?" bertanya Hee Thian Siang yang seolaholah sudah sadar. "Kalau ditilik dari sifat dan kepribadian Ong-tim Ong-khek
May Ceng Ong, kini rimba persilatan sedang menghadapi
bencana besar. Sebenarnya tidak mengijinkan mereka
mengasingkan diri dan berpeluk tangan. Dan ditinjau dari
urusan pribadi, anak perempuan mereka yaitu Liok Giok Jie,
tindakannya sangat misteri, sedang Hok Sin In masih belum
diketahui bagaimana nasibnya, juga tidak seharusnya mereka
tinggal diam begitu saja !" berkata It-pun Sin-ceng sambil
menganggukkan kepala dan tersenyum.
"Jikalau bisa bertemu muka dengan tiga locianpwe itu, aku
juga dapat menggerakkan hati mereka, tetapi goa Bo cu sek
itu sudah ditutup. Meskipun tempat itu tampaknya dekat, tetapi
susah untuk mengadakan perhubungan. . . ." berkata Hee
Thian Siang sambil mengerutkan alisnya.
"Hee laote tidak perlu khawatir, aku sudah ada akal !"
"Apakah taysu sudah memiliki kepandaian ilmu untuk
membuka batu gunung itu ?"
Hwa Jie Swat yang berdiri disamping lalu tertawa dan
kemudian berkata : "Meskipun ia tidak memiliki kepandaian ajaib yang dapat
membuka batu dan membelah gunung tetapi ilmunya yang
ampuh dari golongan kebenaran jauh lebih tinggi dari pada
ilmu menyampaikan suara ke dalam telinga, dengan ilmu itu
dapat digunakan untuk berbicara dengan Ong-tim Ong-khek
meskipun terpisah dengan lautan atau gunung !"
Hee Thian Siang yang mendengarkan itu sangat gembira,
katanya : "Taysu, kalau sudah memiliki ilmu semacam itu, itulah yang
paling baik. Siaote justru merasa sedih karena tidak mendapat
berita pasti dari Liok Giok Jie dan Hek Sin In untuk
memberitahukan kepada tiga locianpwe itu !"
Hwa Jie Swat tiba-tiba berkata kepada It-pun Sin-ceng :
"Kau hendak turun gunung, pergi ke Bo cu-sek, mengapa
tidak sekalian pergi ke lembah May-yu kok dan puncak
gunung Bu-thian-hong di gunung Lo san untuk mencari
keterangan asal usul dari May-yu Kie-su ?"
Ke gunung Ko-le-kong-san terpisah tidak jauh dengan
gunung Lo-san, sudah tentu aku akan sekalian pergi ke sana.
Tetapi kuharap jangan sampai aku dijadikan padti kesunyian
di dalam istana kesepian oleh May-yu Kie-su." berkata It-pun
Sin-ceng sambil menganggukkan kepala dan tertawa.
"Kalau kau menjadi padri kesepian, aku juga terpaksa akan
pergi ke istana kesepian untuk menjadi padri disana !" berkata Hwa Jie Swat
sambil tertawa. Hee Thian Siang yang mendengar ucapan Hwa Jie Swat itu
sangat lucu, juga tertawa geli.
It-pun Sin-ceng bangkit dan masuk kedalam kamarnya
mengambil sebuah caran batu giok kecil lalu dituangkan arak
dan diberikan kepada Hee Thian Siang seraya berkata :
"Hee laote, aku sudah akan turun gunung. Untuk
melakukan perjalanan jauh, sebelum aku berangkat, lebih dulu
aku hendak menghormat padamu secawan arak bagus !"
Hee Thian Siang tidak mengerti mengapa It-pun Sin-ceng
menukar cawan lain, maka diam-diam ia merasa heran.
It-pun Sin-ceng berkata sambil tertawa :
"Laote tidak perlu banyak curiga, setelah kau minum habis
arak ini, baru aku nanti akan menerangkan sebab-sebabnya
kepadamu !" berkata It-pun Sin-ceng sambil tertawa.
Hee Thian Siang menerima cawan arak itu, lalu
diminumnya sampai kering. Tiba-tiba dapat dirasakan bahwa
arak dalam cawan itu jauh lebih harum dari pada yang
diminumnya tadi. It-pun Sin-ceng tertawa terbahak-bahak dan berkata :
"Apakah laote sudah lupa janjiku sewaktu dalam pertemuan
besar di upacara pembukaan partai baru Ceng thian pay
dahulu ?" Hee Thian Siang segera teringat bahwa dalam pertemuan
di gunung Kie-lian itu dahulu, It-pun Sin-ceng pernah
mengumumkan di hadapan orang banyak, ia hendak
menghadiahkan sisa dua lembar daun pohon Leng-cie
kepadanya dan juga kepada Tiong-sun Hui Kheng untuk
menambah kekuatan tenaganya dan supaya digunakan untuk
kepentingan dalam pembasmian kawanan orang jahat dan
melindungi keadilan dan kebenaran.
Maka saat itu ia merasa sangat girang sekali, tanyanya :
"Apakah di dalam arak tadi, sudah taysu campur dengan
getah dari pada daun pohon Leng-cie itu ?"
"Dalam arak itu tercampur dengan getah selembar daun
Leng cie yang sudah kuperas. Masih ada selembar daun lagi,
kutinggalkan untuk keperluan dan untuk kuberikan kepada
enci Tiong-sunmu nanti !" menjawab It-pun Sin-ceng sambil
menganggukkan kepala. Bukan kepalang girangnya Hee Thian Siang, baru saja
hendak mengucapkan terima kasihnya, dengan tiba-tiba
perutnya merasa panas, demikian pula sekujur tubuhnya.
It-pun Sin-ceng lalu berkata sambil tersenyum :
"Hee laote, kau sekarang boleh atur pernapasanmu dan
tenangkan semua pikiranmu. Terhadap segala perobahan
yang terjadi atas dirimu, kau boleh tidak perlu menghiraukan !"
Hee Thian Siang tahu bahwa It-pun Sin-ceng hendak
menggunakan kekuatan tenaga dalamnya yang sudah tidak
ada taranya itu untuk mempercepat mengalirnya getah pohon
leng-cie yang berada dalam tubuhnya. Maka ia menurut dan
duduk tenang untuk melakukan semedi.
Begitu kedua matanya dipejamkan, tangan It-pun Sin-ceng
sudah ditempelkan diatas kepalanya. Dari telapakan
tangannya itu mengalir hawa hangat yang menyusup terus
melalui batok kepalanya dan menyusuri sekujur tubuhnya.
Sementara itu Hwa Jie Swat sendiri juga turut
membantunya. Ia meletakkan tangan kanannya kepada
belakang punggung Hee Thian Siang untuk membantu supaya
obat mujarab itu lebih cepat bekerjanya.
Hee Thian Siang semula merasa sangat enak, tetapi hawa
panas yang menyusupi sekujur tubuhnya itu semakin lama
semakin kuat, sehingga ia merasa agak berat untuk
menerimanya, semua tubuhnya dirasakan sakit sekali.
Ia yang memang memiliki dasar baik sekali dan kekuatan
tenaga dalamnya sendiri juga sudah cukup sempurna, apalagi
lebih dahulu ia telah diberi tahu oleh It-pun Sin-ceng, sudah
tentu tidak membawa kesulitan banyak baginya, juga rasa
sakit itu, tidak dihiraukannya sama sekali.
Rasa sakit itu perlahan-lahan mulai berkurang, lalu
timbulkkan perasaan segar dalam tubuhnya. Setelah tubuh
Hee Thian Siang dirasakan nyaman, baginya sudah berada
dalam keadaan menemukan dirinya sendiri.
Entah berapa lama sang waktu telah berlalu. Ketika Hee
Thian Siang membuka matanya, tiba-tiba terdengar suara
Hwa Jie Swat yang berkata padanya sambil tertawa :
"Adik Siang, kuhaturkan selamat kepadamu. Dengan
demikian, kau nanti kalau menggunakan ilmumu Kian-thian-jie
dan Thian-kian-ciat-khao dan lain-lainnya ilmu silatmu yang
aneh-aneh dan hebat, kau pasti mendapat hasil jauh lebih
banyak daripada yang sudah-sudah !"
Hee Thian Siang juga merasakan bahwa keadaannya
waktu itu jauh berbeda dari pada dahulu. Sekujur badannya
dirasakan kekar dan sehat sekali hingga ia tahu sudah
mendapat tambahan kekuatan tenaga tidak sedikit. Maka
buru-buru membuka lebar matanya dan berkata sambil
tertawa : "Taysu dan enci Hwa telah memberikan bantuan tenaga
terlalu banyak bagi siaote. . ."
Belum habis ucapannya, tiba-tiba diam sebab
dihadapannya kini hanya tampak Hwa Jie Swat seorang.
Tidak lagi tampak jejak It-pun Sin-ceng.
Hwa Jie Swat lalu berkata sambil tertawa :
"Adik Siang terkejut ?"
"Dimana It-pun Sin-ceng sekarang ?" bertanya Hee Thian Siang.
"Adik Siang, kau tadi telah melakukan semedi sehingga
mendapat hasil seperti sekarang ini. Selama kau dalam
keadaan semedi, tadi ia sudah turun gunung untuk melakukan
perjalanannya yang jauh, sekarang barangkali sudah berada
di tempat sejauh ribuan pal dari sini !"
Hee Thian Siang terkejut, tanyanya :
"Kurasa aku tadi seperti semedi dalam waktu tidak lama,
apakah It-pun Sin-ceng memiliki ilmu sakti yang dapat
memperciut bumi " Jikalau tidak bagaimana ia bisa berjalan
demikian pesat ?" Hwa Jie Swat menggelengkan kepala dan berkata sambil
tertawa : "Dari mana ia memiliki ilmu untuk memperciut bumi " Adik
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang, apakah kau kira bahwa kau tadi semedi hanya dalam
waktu sangat pendek " Sebetulnya kau tadi melakukan
semedi entah sudah berapa jauh kau melakukan perjalanan
dalam keadaan tidak ingat diri sendiri, oleh karenanya, barulah
kau sekarang kelihatannya bersemangat dan kekuatan tenaga
sudah bertambah banyak !"
Wajah Hee Thian Siang kemerah-merahan, tanyanya :
"Menurut keterangan enci Hwa ini, apakah aku tadi
bersemedi lama sekali ?"
"Sejak adik Siang mulai bersemedi, matahari yang
sekarang sudah mendoyong ke barat ini, sudah berputar tiga
kali lamanya !" berkata Hwa Jie Swat sambil menunjuk
matahari yang sudah mendoyong ke barat.
Hee Thian Siang terkejut mendengar keterangan itu, sebab
di dalam semedinya yang dikatakan hanya tidak berapa lama,
ternyata sudah tiga tiga malam lamanya.
Mulai hari itu, Hee Thian Siang bertekun mempelajari
ilmunya yang baru dan memperdalam ilmunya yang suda ada.
Tak dirasa, sudah hampir setahun lamanya berada di gunung
Bu san itu. Selama itu, bukan saja Tiong-sun Hui Kheng masih
belum muncul, sedangkan It-pun Sin-ceng yang melakukan
perjalanan jauh juga belum kembali.
Oleh karena sudah dekat waktunya dengan malam Cap go
meh, maka Hee Thian Siang tidak menunggu lagi. Ia lalu
minta diri keada Hwa Jie Swat sambil menyatakan terima
kasihnya. "Adik Siang boleh pergi. Jangan memikirkan selainnya.
Jikalau enci Tiong-sunmu nanti datang, aku pasti suruh dia
menyusul ke puncak Tay-pek-hong di gunung Cong-lam-san
untuk menjumpai kau !" berkata Hwa Jie Swat sambil tertawa.
"It-pun taysu sudah lama pergi, hingga kini belum kembali.
Bagaimana enci Swat tidak merasa khawatir " Apakah kau
juga tidak perlu melakukan perjalanan ke In-lam barat untuk
mencari dia ?" bertanya Hee Thian Siang sambil tersenyum.
Hwa Jie Swat menggeleng-gelengkan kepala dan berkata
sambil tertawa : "Ia dalam hidupnya selalu berpedoman welas asih.
Meskipun memiliki kepandaian ilmu silat tinggi sekali, belum
pernah ia menyombongkan diri atau mempertontonkan
kepandaiannya. Kedua tangannya belum pernah kecipratan
sedikit pun darah manusia. Bagaimana aku merasa khawatir "
Tentang kepergiannya yang demikian lama belum kembali,
kukira pasti ada urusan penting, di dunia Kang-ouw yang luas
ini, kemana kau harus pergi buat mencari padanya ?"
Mendengar jawaban demikian, Hee Thian Siang senyumsenyum saja. Lalu minta diri sambil memberi hormat.
Hampir setahun lamanya Hee Thian Siang berdiam di
kediaman Hwa Jie Swat hingga hubungan mereka semakin
erat. Namun hubungan itu seperti saudara sendiri. Maka
sewaktu hendak pergi, Hwa Jie Swat juga seperti kehilangan.
Ia mengantar sendiri dan berkata padanya sambil tersenyum :
"Adik Siang, setelah kau makan getah dari pohon Long-cie
itu, kemudian kau bertekun mempelajari ilmu silatmu dan
memperdalam kepandaianmu, bukan saja ilmu Kian-thian-cie
perguruanmu sudah mencapai hasil baik sekali, sedangkan
ilmu silatmu Bunga Mawar dan Phian-kim-ngo-sek-in-mao
juga semakin hebat !"
"Semua ini adalah berkat jasa enci Swat yang mendorong
aku untuk mempelajarinya." berkata Hee Thian Siang sambil
tertawa. "Meskipun kepandaia ilmu silatmu sudah mencapai banyak
kemajuan, tetapi sekali-kali jangan menyombongkan diri
terutama kau harus pantang kepada sikap sewenang-wenang
kapada yang lemah selama perjalananmu ke puncak gunung
Tay-pek-hong kali ini. . . . "
"Aku mengerti maksud enci Swat, bukankah enci Swat
suruh aku berlaku sabar sedapat mungkin dan berlaku hatihati sekali terhadap Pat bao Yao ong dan Kim-hoa Seng-bo,
tidak boleh bertindak gegabah !"
"Adik Siang, kau hanya menebak jitu separohnya saja !"
"Harap enci Swat jelaskan. Siaote bersedia mendengarkan
!" "Pat bao Yao ong Hian Wan Liat dan Kim-hoa Seng-bo
suami isteri itu telah disanjung-sanjung dan dijunjung tinggi
oleh kawanan golongan sesat dari dalam negeri dan luar
negeri. Pasti memiliki kepandaian ilmu yang luar biasa.
Dengan sendirinya adik Siang tidak boleh gegabah membuat
onar kepada mereka. Sekalipun terhadap orang-orang
bawahannya, juga tidak boleh kau abaikan begitu saja. Kau
harus tahu bahwa binatang tawon peliharaannya itu, meskipun
binatang itu amat kecil, tetapi bisanya cukup untuk membuat
sulit manusia. . . "
"Peringatan enci Swat ini memang benar ! Waktu bagi
orang-orang golongan kebenaran dan golongan sesat dalam
rimba persilatan untuk mengadakan pertemuan yang
memutuskan akan dilangsungkan pada musim Tiong-ciu dua
tahun lagi. Dan sekarang dengan sendirinya aku tidak akan
dengan secara gegabah mencari setori kepada siapapun juga.
Karena dengan tindakan itu berarti memberi kesempatan
kepada orang-orang golongan sesat dapat mengetahui
kekuatan tenaga kita." berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala. "Adik Siang, kau bisa mendengar kata-kataku ini paling
baik. Aku bukan saja minta supaya kau berlaku sabar sedapat
mungkin, dan jangan menonjolkan kepandaianmu, bahkan
minta supaya kau mengerti filsafat hidup manusia !"
"Maksud enci Swat, apakah suruh aku terhadap orangorang jahat itu masih harus jangan bertindak terlalu kejam
supaya bisa memberi kesempatan kepada mereka untuk
memperbaiki kesalahannya ?"
"Ada suatu pepatah yang mengatakan begini : Jikalau ingin
menanya apa yang telah dilakukan dalam hidupmu di masa
yang lampau, tengoklah apa yang diterima olehnya sekarang.
Jikalau ingin menanya apa yang akan terjadi di kemudian hari,
lihatlah apa yang dilakukan olehnya dimasa hidup sekarang.
Dunia Kang-ouw yang penuh bahaya dan kejahatan, memang
merupakan suatu tempat yang setiap hari terdapat
pembunuhan, juga merupakan arena yang penuh dosa tetapi
juga merupakan tempat yang paling baik untuk menguji
kekuatan iman manusia. Aku harap adik Siang dalam
usahamu menegakkan keadilan dan kebenaran dan
membasmi kejahatan dalam dunia Kang-ouw dalam segala
hal harus bisa kendalikan diri." berkata Hwa Jie Swat sambil menganggukan kepala
dan tertawa. "Enci Swat dahulu pertama kali bertemu muak dengan
siote, dari gerak, sikap dan kelakuanmu masih menunjukkan
keganasanmu. Tetapi kini setelah berkumpul dan bersamasama mempelajari pelajaran ilmu Budha dengan It-pun taysu,
bukan saja keganasan itu sudah lenyap seluruhnya, dalam
pembicaraan enci bahkan terdapat banyak pelajaran Budha
yang sangat berharga. Dalam hati enci juga sudah penuh cinta
kasih hingga siaote merasa menerima ilmu pelajaran banyak
sekali. Maka dengan ini siaote akan menerima baik pesan tadi
!" "Orang hidup harus berlaku sebagaimana yang ditentukan
oleh Tuhan. Terhadap orang lain, kita harus bisa bersikap
memberi maaf ! Adik Siang, baik sifat maupun bakatmu,
semua boleh dibilang termasuk sebagai orang dari golongan
atas, hanya dalam urusan memberi maaf ini, agaknya kalau
disandingkan dengan enci Tiong-sunmu, masih kalah
setingkat. Maka selanjutnyakau harus berusaha belajar
banyak untuk memberi maaf kepada orang lain ! Aku yang
menjadi encimu, pesanku hanya sampai disini saja. Harap kau
berlaku baik-baik dan kini aku tidak akan mengantar kalu lebih
jauh lagi !" berkata Hwa Jie Swat sambil menghela napas.
Selama itu mereka sudah berada di bwah kaki puncak
Tiauw-in-hong, Hee Thian Siang yang sudah berkumpul agak
lama dengan Hwa Jie Swat kini tiba-tiba harus berpisah
hendak melakukan perjalanan jauh, maka agaknya merasa
berat. Katanya lambat-lambat :
"Siaote kali ini perpisahan dengan enci barangkali harus
pada nanti malaman Tiong-ciu dua tahun kemudian, sewaktu
orang-orang dari golongan sesat mengadakan pertemuan di
atas puncak Tay-pek-hong di gunung Cong-lam san, baru bisa
berjumpa lagi !" "Belum tentu harus menunggu sampai waktu itu, aku akan
menunggu kedatangan enci Tiong-sunmu disini. Nanti setelah
kuberitahukan jejakmu, mungkin juga akan segera terjun ke
dunia Kang-ouw untuk menyumbangkan sedikit tenaga buat
orang-orang golongan baik yang hendak menegakkan
kebenaran dan keadilan !" berkata Hwa Jie Swat sambil
tertawa. Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, lalu mohon
diri kepadanya sambil menjura. Setelah itu lalu melakukan
perjalanannya ke gunung Cong-lam san.
Dari propinsi Su-coan ke propinsi San-see, banyak jalan
dapat dilalui Hee Thian Siang yang mengandalkan ilmunya
meringanknan tubuh yang hebat. Maka ia mengambil jalan
yang menyusuri daerah pegunungan Tay-pu-san. Dari situ
langsung menuju ke kota Kang-goan, barulah menuju ke timur
utara dan langsung menuju ke puncak Tay-pek-san di gunung
Cong-lam san. Meskipun jalan itu agak pendek, tetapi harus melalui
perjalanan pegunungan, maka juga masih memerlukan
banyak waktu. Ketika Hee Thian Siang tiba di dekat puncak Tay-pek-hong,
sudah tanggal 13 bulan satu, hanya tinggal dua hari lagi akan
tibalah waktunya bagi Pat-bao Yao-ong untuk merayakan hari
ulang tahunnya. meskipun hari itu belum tiba waktunya diadakan suatu
keramaian, tetapi di daerah sekitar puncak Tay-pek-hong
sudah berkumpul banyak orang rimba persilatan dari golongan
yang sebagian besar dari golongan sesat.
Keterangan-keterangan yang dapat dikumpulkan oleh Hee
Thian Siang, unuk memberi selamat kepada Pat-bao Yao-ong
suami istri itu, ternyata melalui banyak liku-likunya yang
ternyata tidak sederhana. Kalau hendak sampai ke puncak
gunung Tay-pek-hong itu masih memerlukan tiga pos
penjagaan di tempat-tempat yang penting.
Pos pertama merupakan tempat penerimaan barang yang
didirikan di bawah kaki puncak gunung Tay-pek-hong. Bila
barang antara yang dibawa orang bukanlah emrupakan
barang-barang berharga dan jarang ada di dalam dunia, sama
sekali tidak diijinkan mendaki ke puncak gunung untuk
memberi selamat, hanya boleh minum tiga cawan arak yang
disediakan di bawah kaki puncak gunung itu.
Pos penjagaan kedua, ialah suatu tempat atau tebing yang
tingginya dua tiga puluh tombak. Di tebing yang tinggi itu
penuh tumbuhan rumput yang sangat licin, orang harus
memiliki ilmu meringankan tubuh luar biasa, baru bisa
mendaki diatasnya. Jikalau tidak, hanya dapat
memandangnya dari bawah sambil mengeluh saja.
Pos ketiga lebih istimewa, ialah barang antaran bukan saja
harus merupakan barang-barang sangat berharga dan
istimewa, juga harus orang yang memiliki kepandaian ilmu
tinggi sekali. Setelah berhasil mendaki tebing yang tinggi dan
licin itu, harus orang yang menjaga di pos itu nama dan asal
usulnya, barulah oleh penjaga tadi dilaporkan kepada pat-bao
Yao-ong suami istri. Jikalau diterima, boleh langsung naik ke
puncak situ dan akan dijamu dengan perjamuan makan dan
minum. Jikalau tidak dapat ijin masuk, hanya diperbolehkan
turut makan perjamuan biasa yang diadakan dibawah bukit.
Setelah mendapat keterangan itu, Hee Thian Siang diamdiam mengerutkan alisnya. Sebab untuk memenuhi syarat
penjagaan pertama ialah memberi barang antaran yang
berharga, bagaimana ia menyediakannya !
Meskipun ia sendiri memiliki banyak harta pusaka istimewa,
seperti bulu burung Phian-kim-ngo-sek-in-mao dan jaring
wasiat warna merah, tetapi barang-barang itu bagaimana
dibuat sebagai barang antaran " Apalagi diberikan kepada
Pao-bao Yao-ong yang menjadi pemimpin golongan sesat.
Tentu tidak boleh jadi. Dalam keadaan seperti itu, Hee Thian Siang terpaksa
mengambil keputusan akan bertindak dengan melihat gelagat.
Pada tanggal 15 bulan satuitu, Hee Thian Siang sudah
berada diantara orang banyak yang hendak memberi selamat
kepada Pat-bao Yao-ong. Waktu itu orang-orang rimba persilatan yang datang dari
berbagai penjuru sudah berkumpul tetapi barang-barang
hadiah yang mereka bawa kebanyakan merupakan barangbarang biasa saja, maka yang diperbolehkan naik ke puncak
untuk menjumpai Pat-bao Yao-ong boleh dikata tidak ada
seorang pun juga. Hee Thian Siang mengawasi orang-orang itu, ternyata
sebagian besar adalah orang-orang dari golongan sesat,
orang-orang dari golongan baik-baik tidak terdapat seorang
pun juga. Hee Thian Siang yang berada diantara orang banyak
golongan sesat itu, sengaja hendak menunjukkan
kemahirannya meringankan tubuh. Dengan mendadak ia
lompat melesat sejauh tujuh tombak dan turun di hadapan
meja tempat menerima barang antaran lalu berdiri dengan
muka berseri-seri. Benar saja, kemahirannya ilmu meringankan tubuh itu telah
mengejutkan semua orang yang ada disitu. Kalau tadi
terdegnar suara riuh dimana-mana, kini mendadak jadi sunyi
senyap dengan semua mata ditujukan kepadanya.
Anak buah Pat-bao yao-ong yang ditugaskan menerima
barang antaran juga dikejutkan oleh perbuatan Hee Thian
Siang tadi, bertanya sambil menjura hormat :
"Apakah sahabat hendak memberi selamat kepada Hiat
Wan Liat Pat-bao Yao-ong ?"
Hee Thian Siang hanya tertawa dingin tidak menjawab dan
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Anak buah Pat-bao Yao-ong menyaksikan Hee Thian Siang
demikian, tampak terkejut. Tanyanya pula :
"Kalau sahabat bukan hendak memberi selamat kepada
Hian Wan Liat Pat-bao Yao-ong, memang kebetulan bisa
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang kemari ?" "Ada dua hal yang lebih penting dari pada memberi selamat
kepada Hian Wan Liat Pat-bao Yao-ong yang memaksa aku
tidak boleh tidak harus pergi ke puncak Tay-peng-hong !"
menjawab Hee Thian Saing sambil tersenyum.
"Sahabat ada urusan pentin apa " Bolehkah kiranya
sahabat memberitahukan kepada kami ?" tanya pula anak
buah Pat-bao Yao-ong. "Urusan kesatu adalah : dahulu aku pernah mengadakan
perjanjian dengan pelindung hukum Ceng thian pay Pek-kut
Ie-su, sudah berjanji pada hari ini akan mengadakan
pertandingan di puncak gunung Tay-pek-hong !" menjawab
Hee Thian Siang sambil tertawa.
Orang-orang yang ada disitu, hampir semua pernah
mendengar nama besar Pek-kut Ie-su, maka ketika
mendengar ucapan Hee Thian Siang, semua mata lantas
ditujukan kepadanya dengan perasaan terkejut dan tidak
percaya. Hee Thian Siang kemudian mengeluarkan lagi surat
tantangan yang ditulis oleh May Giok Ceng, diperlihatkan
kepada anak buah Pat-bao Yao-ong seraya berkata :
"Urusan kedua ialah aku diperintahkan oleh ketua para
partai Siao lim, Bu tong, Lo bu, Swat san dan Ngo-bie serta
Mao Ceng ong locianpwe datang untuk menyampaikan surat
kepada Pat-bao Yao-ong. Apakah kalian berani merintangi
perjalananku, tidak mengijinkan aku naik ke puncak gunung ?"
Sehabis berkata demikian, ia lalu mengeluarkan siulan
panjang. dengan satu gerakan yang indah, sudah melesat
tinggi lima tombak lebih, kemudian beberapa kali lompatan
pula sudah berada di tempat setinggi tujuh delapan belas
tombak. Semua anak buah Pat-bao Yao-ong tidak berani merintangi
perbuatan Hee Thian siang, terpaksa melepaskan tiga batang
anak panah sebagai tanda laporan.
Hee Thian Siang yang telah terluka ketika mengadu
kekuatan dengan Pek-kut Ie-su diatas gunung Tay-swat san,
pernah memakan sebutir pel teratai Swat lian buatan Pengpek Sin-kun, di atas puncak Tauw-in-hong di gunung Bu-san
kembali makan getah pohon Leng-cie yang diberikan oleh Itpun Sin-ceng, ditambah lagi latihannya yang tidak berhentihentinya selama beberapa lama berdiam di gunung Bu san,
maka kekuatan tenaga dalamnya sudah mendapat kemajuan
pesat sekali. Diwaktu bisa ia tidak dapat merasakan itu, tetapi
kini setelah ia mengerahkan ilmu tubuhnya, meringankan baru
tahu bahwa sudah mendapat kemajuan demikian pesat, maka
diam-diam juga merasa girang.
Gunung setinggi 22 tombak lebih itu, dalam waktu sangat
singkat sudah dicapai sampai diatas tebing, mereka
mengawasi Hee Thian Siang dengan sikap terkejut dan
terheran. Hee Thian Siang yang menyaksikan dandanan kaum padri
berjubah kuning itu, segera dapat menduga asal usulnya,
maka lalu memberi hormat dan bertanya sambil tersenyum :
"Taysu berdua, bukankah Tee it Thian cun . . sie Thian cun
dari Su-thian kiong Kie-Jie-ouw ?"
Padri berjubah kuning itu, begitu mendengar pertanyaan
Hee Thian Siang yang ternyata dapat menyebutkan asal
usulnya, diam-diam merasa heran. Satu diantaranya yang
berdiri di sebelah kiri, lalau menjawab sambil mengulapkan
tangannya : "Pinceng adalah Goan Ceng. Orang-orang memberi nama
julukan pada pinceng Tiat Cee Thian cun Leng bin hud dan dia
ini adalah suteku Goan Tek, nama julukannya Sam Ciok Thian
cun Bu Tek hud. Entah bagaimana nama sebutan Siauw siecu
?" Hee Thian Siang tersenyum hambar, kemudian menjawab
dengan lantang : "Namaku Hee Thian Siang, murid Pek bie Sin-po Hong-poh
Cui. Kedatanganku kali ini ialah dititah oleh Thian gwa Ceng
mo Tiong sun Seng, Hong-tim Ong khek May Ceng Ong serta
beberapa locianpwe lainnya untuk mengantar surat kepada
Hian Wan Liat ong !"
Goan Ceng Taysu tidak tahu kalau waktu ia menjawab
pertanyaannya, Hee Thian Siang sudah menggunakan
ilmunya menyampaikan suara ke dalam telinga. Maka
ucapannya tadi saat itu juga sudah tiba dan masuk ke dalam
telinga Pat-bao Yao-ong sendiri !
Sementara itu, Goan Ceng Taysu sambil merangkapkan
kedua tangannya sudah berkata lagi :
"Hee laote, kalau benar kedatanganmu adalah atas
perintah Tiong-sun Seng dan beberapa tokoh rimba persilatan
daerah Tiong-goan, mungkin Hian Wan Liat ong akan
menemui kau. Tunggulah sebentar, pinceng akan perintahkan
perihal kedatanganmu ini. . . . . "
Belum habis ucapannya, dari puncak gunung terdengar
suara yang sangat nyata :
"Hee laote adalah muridnya seorang guru ternama,
merupakan seorang tokoh luar biasa dari angkatan muda
dalam rimba persilatan pada dewasa ini. Jangankan kau
datang sekarang ini kau membawa perintah, sekalipun tidak,
kalau kau sudah tiba disini, aku si orang tua juga ingin jumpai !
Pedang Kiri 5 Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama