Ceritasilat Novel Online

Makam Bunga Mawar 25

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 25


merupakan pertanyaan. Yang juga dirundingkan dulu oleh
mereka supaya dapat mengambil tindakan selanjutnya."
Berkata Cin Lok Pho sambil tertawa.
Mendengar ucapan itu Hee Thian Siang lalu berkata Pengpek Sinkun sambil tertawa:
"Anak panah yang hendak Sinkun pergunakan untuk
sementara dapat dipergunakan, sedangkan musuh tangguh
sudah diambang pintu. Apakah tidak lebih baik kita lepas saja
dulu garis pertahanan pertama ini dan pindah ke goa Konghan-tong guna memastikan kawanan penjahat itu masuk jaring
sendiri, biar mereka rasakan dinginnya angin Kiu-kiong-hong
dan Co-ngo-im-hong!"
Peng-pek Sinkun juga tahu apabila kawanan penjahat
Ceng-thian-pay itu melanjutkan serangannya, tentu Pek-kut Ie
su yang dipilih lebih kuat biar menunggang burung garuda
untuk datang menyerbu, sebelum yang lain-lainnya. Maka
garis pertahanan pertama itu memang mungkin sukar
dipertahankan. Begitulah setelah berpikir sejenak, ia lalu
menyetujui juga usul Hee Thian Siang tadi katanya:
"Ucapan Hee laote ada benarnya, baiknya kita tinggalkan
saja garis pertahanan pertama ini dan mundur dulu ke goa
Kong-han-tong dengan mengandal jalan terowongan yang
menyesatkan dalam goa itu dan angin dingin dari hawa yang
berada di dalam goa untuk membuat kawanan penjahat Cengthian-pay terpukul habis-habisan, kemudian didepan garis
pertahanan terakhir barulah
kita semua turun guna mengadakan pertempuran yang menentukan."
Sehabis berkata demikian, lalu bersama Cin Lok Pho, Hee
Thian Siang, dan Mao Giok Ceng berempat diam-diam
meninggalkan kutub Hian-peng-goan dan pindah ke dalam
goa Kong-han-tong. Benar seperti apa yang diduga oleh Peng-pek Sinkun, tak
lama setelah mereka undurkan diri, dari kawanan penjahat
Ceng-thian-pay tampak orang yang memiliki kepandaian
paling tinggi yakni Pek-kut Ie su menunggang burung raksasa
melayang turun dari atas udara.
Begitu Pek-kut Ie su turun di Hian-peng-goan, lantas
mengawasi keadaan di sekitarnya. Namun sudah tidak tampak
bayangan seorangpun juga! Oleh karenanya, maka dalam hati
merasa harus buru-buru perintahkan burungnya turun lagi
untuk membawa semua orang Ceng-thian-pay naik satu
persatu. Thiat-koan Totiang sejak makan obat mujarab pemberian
Pek-kut Ie su, ditambah dengan kekuatan tenaga dalamnya
yang memang sudah sempurna, waktu itu luka di dalamnya
sudah cepat sembuh. Begitu tiba di puncak Hian-peng-goan
lalu berkata dengan suara keras:
"Pertahanan pertama ini sudah pecah, kita pasti dapat
menumpas orang-orang Swat-san-pay dan mencuci Hianpeng-goan dengan darah!"
Pek-kut Ie su segera memotong ucapannya, ia berkata
sambil menunjuk ke arah puncak gunung sambil mengoyanggoyangkan tangannya. "Hu Ciangbunjin, silahkan lihat sendiri, gunung Thay-swatsan ini keadaannya luar biasa, diatas gunung Hian-peng-goan
ini masih ada gunung tinggi, orang-orang Swat-san-pay
bersama Cin Lok Pho si setan tua dan Hee Thian Siang si
setan kecil sembunyikan diri entah kemana" Untuk
membunuh mereka barangkali tidak begitu mudah.
Tho-hoa Niocu Ki Liu Hiang dengan alis berkerut dan wajah
penuh amarah telah berkata:
"Kita disini punya banyak tenaga pilihan, disamping itu juga
masih ada Cit-po Thian-cun Goan-thong taysu, dan tiga jago
keluarga Liong yang membantu. Kita tak usah takut orangorang Swat-san-pay terbang kelangit!"
Kiranya tiga orang berpakaian aneh itu adalah
persaudaraan keluarga Liong yang menjadi tangan kanan
Hian Wan Liat. Semua orang menyebut mereka sebagai tiga
orang ganas keluarga Liong, tapi mereka sendiri telah
menyebut diri sendiri sebagai tiga jago keluarga Liong.
Setelah mendengar ucapan Tho-hoa Niocu Ki Liu Hiang
mengeluarkan nafas dari hidung. Selagi hendak menjawab,
tiga saudara keluarga Liong yang paling tua, Liong Thian
lantas berkata sambil tertawa:
"Ki Hujin jangan khawatir. Burung garudaku memiliki
pandangan mata yang sangat tajam, dapat melihat dari atas
setinggi ratusan tombak. Di tempat tinggi bagaimanapun ia
dapat melihat kelinci yang sembunyi di dalam rumput, atau
cacing kecil yang merambat diatas tanah. Baiklah perintahkan
dia guna mencari orang-orang Swat-san-pay. Sekalipun
mereka sembunyi di dalam air, pasti akan dapat diketemukan!"
Sehabis berkata demikian, matanya mengawasi burung
garudanya sambil bersiul panjang, dan burung garuda itu
segera terbang tinggi menuju puncak gunung yang diliputi
salju guna mencari jejak musuh.
Pek-kut Ie su yang menyaksikan keadaan demikian lalu
berkata kepada Thiat-koan Totiang sambil tertawa:
"Hu Ciangbunjin adanya burung garuda milik Liong Toa
sicu yang membantu pihak kita, sangat menguntungkan bagi
kita. Mungkin kita benar-benar akan menumpas orang-orang
Swat-san-pay untuk membalas sakit hati orang-orang yang
kena terjebak oleh mereka!"
Baru saja berkata demikian, tiba-tiba terdengar suara
nyanyian yang terdengar sangat nyata, tapi tidak diketahui dari
arah mana datangnya suara itu.
Orang dari golongan Ceng-thian-pay kecuali Pek-kut Ie su,
adalah Thiat-koan Totiang yang mengerti ilmu surat.
Mendengar suara nyanyian itu, lantas dapat mengenali bahwa
itu adalah nyanyian yang biasa dinyanyikan dalam
ketentaraan. Maka Pek-kut Ie su segera berkata:
"Kudengar kabar, Cin Lok Pho dimasa mudanya ikut dalam
ketentaraan, nyanyian itu berangkali dinyanyikan olehnya!"
Pek-kut Ie su baru saja menganggukkan kepala, suara
nyanyiannya tiba-tiba berubah, dan kali ini menyanyikan lagu
dari pujangga terkenal So Tong Po. Pek-kut Ie su yang
mendengar suara nyanyian itu, diwajahnya terlintas sikap
aneh seperti benci, tetapi juga seperti sayang. Ia lantas
menghela napas dan berkata sambil menggelengkan kepala:
"Setan kecil Hee Thian Siang itu benar-benar merupakan
bakat luar biasa dalam rimba persilatan pada dewasa ini. Ia
pandai ilmu silat dan pandai ilmu surat, lagi luar biasa
pintarnya. Dengarkah kau, ia telah menyanyikan syair dari
pujangga So Tong Po demikian bagusnya?"
Thiat-koan Totiang yang benci sekali pada Hee Thian Siang
sudah tentu tidak bisa berlaku seperti Pek-kut Ie su yang
merasa sayang akan kepandaiannya, ia menunjuk ke goa
kong-han-tong, lalu berkata kepada Khi Tay Cao:
"Khi Ciangbunjin, aku tadi perhatikan suara tadi, seperti
datang dari arah puncak gunung. Tetapi pihak sana agaknya
ada maksud hencak memancing kita. Apa kira-kira disana ada
jebakan sulit dilewati?"
"Kita sudah berani menyerbu kemari, perlu apa takut! Aku
juga dengar suara nyanyian tadi seperti keluar dari puncak
gunung es itu. Mari kita serbu dan bunuh mereka sepuaspuasnya!" kata Khi Tay Cao dengan alis berdiri.
Sehabis berkata demikian, dengan menenteng tongkat
bajanya lebih dahulu menuju ke goa Kong-han-tong.
Gerakan itu segera diikuti oleh yang lainnya, dan tibalah
mereka di depan goa yang digunakan orang-orang Swat-sanpay sebagai garis pertahanan kedua.
Oleh karena keadaan diatas gunung Thay-swat-san sangat
aneh, Hee Thian Siang jadi tidak terlalu yakin. Melihat orangorang Ceng-thian-pay sudah terpancing oleh suara nyanyiannya dan lantas menyerbu, lalu bertanya kepada Pang
pek Sinkun: "Sin-kun, sekarang ini kira-kira sudah pukul berapa ?"
"Sudah mendekati tengah hari!"
Orang-orang Ceng-thian-pay itu nasibnya bagus terus.
Mereka datang justru pada waktu angin Cu-ngo-im-hong itu
akan timbul. Sinkun dan Cin locianpwe, harap bersiap-siaplah
dahulu. Nanti kalau dengar suara siulanku tiga kali, bukalah
pesawat rahasianya untuk mengeluarkan angin itu, lalu
lekaslah keluar dari goa Kong-han-tong." Kata Hee Thian
Siang sambil tersenyum. "Kau sendiri Hee Laote, kau hendak memikul tugas apa?"
tanya Peng-pek Sin kun. "Aku hendak menyambut kedatangan musuh di depan pintu
goa, menunggu angin Cu-ngo-im-hong berhembus, barulah
membiarkan orang-orang Ceng-thian-pay itu masuk kedalam
goa Kong-han-tong." Kata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Mao Giok Ceng memandang Hee Thian Siang dengan
sikap penuh perhatian berkata sambil tersenyum:
"Hee laote, meskipun kau sudah mewarisi semua
kepandaian Pak-bin Sin-po, dan juga mendapat banyak
penemuan gaib, tapi sekali-kali janganlah kau terlalu pandang
rendah musuh. Kau dengan seorang diri bagaimana dapat
menahan serbuan musuh demikian banyak?"
"Mao Locianpwe, harap tidak usah terlalu kuatir, Hee Thian
Siang sudah mengetahui keadaan diri sendiri, asal tidak
mengganggu Pek-kut Ie su lebih dulu, iblis tua itu sudah tentu
akan banggakan diri dan kedudukannya, pasti merasa malu
untuk turun tangan lebih dulu! Kecuali dia yang lainnya
meskipun mereka itu sangat ganas dan telengas, tapi kalau
dalam waktu sanagt pendek untuk melukai diriku rasanya tidak
mungkin akan berhasil!"
Berkata sampai disitu, orang-orang Ceng-thian-pay sudah
meluruk semua ke depan puncak gunung.
Hee Thian Siang lalu mengganggukkan kepala sambil
tertawa kepada Peng-pek Sinkun, Mao Giok Ceng dan Cin
Lok Pho, kemudian beranjak keluar dari mulut goa.
Peng-pek Sinkun suami istri masih merasa kuatir, selagi
hendak mengikuti, Cin Lok Pho mendadak menggoyangkan
tangannya dan berkata dengan suara perlahan:
"Hee laote bukan saja cerdik, tapi juga tahu keadaan
sendiri dan keadaan lawan. Ia yang telah mengetahui keadaan
lawan, sudah tentu tak mungkin akan dirugikan. Sebaiknya
kita turuti apa yang dipesannya tadi, biar orang Ceng-thianpay itu merasakan bagaimana dinginnya hawa disini!"
Peng-pek Sinkun suami istri mendengar Cin Lok Pho
berkata demikian, terpaksa menurut dan mempersiapkan
senjatanya. Baru saja kawanan penjahat Ceng-thian-pay tiba didepan
mulut goa Kong-han-tong, sudah tampak Hee Thian Siang
seorang diri menyongsong keluar lambat-lambat dengan sikap
biasa-biasa saja. Khi Tay Cao yang benci sekali terhadap Hee Thian Siang
tetapi juga selalu pusing dibuatnya begitu melihat Hee Thian
Siang juga terkejut. Entah pemuda itu akan berbuat apalagi
kali ini. Ia melantangkan tongkat besi ditangannya, memerintahkan
kawan-kawannya supaya jangan bergerak lebih jauh.
Hee Thian Siang berjalan terus hingga terpisah kira-kira
satu tombak lagi dengan orang-orang Ceng-thian-pay barulah
berhenti. Matanya menatap Khi Tay Cao dan bertanya sambil
tersenyum: "Khi Cianghujin, kaliam beramai-ramai datang kemari dari
tempat demikian jauh tentunya sudah bertekad hendak
membasmi partai Swat-san-pay bukan" Tetapi mengapa
sekarang malah merandek dan tidak berani maju lagi" Apa
dengan kekuaran tenaga kalian yang sudah dikerubungi
semua itu, masih takut menghadapi aku Hee Thian Siang
seorang diri ?" Khi Tay Cao yang mendengar itu baru saja hendak
mengecam, Hee Thian Siang sudah berkata lagi dengan sikap
tenang: "Ini juga tidak dapat disalahkan sebab meskipun kalian
berjumlah tidak sedikit, juga terdiri dari orang-orang ganas,
tetapi diantaranya terdapat juga orang-orang yang seperti
kantong nasi, tak ada gunanya sama sekali!"
Tho-hoa Niocu yang paling mudah tersinggung mengira
bahwa Hee Thian Siang memaksudkan dirinya, maka lalu
berkata: "Setan kecil! Kau jangan buka mulut seenaknya saja
menghina orang! Siapa yang kaumaksud dengan orang
seperti kantong nasi yang tiada berguna itu?"
"Hendaknya kau Ki Liu Hiang jangan terlalu kuatir, yang
kumaksud itu bukanlah kau. Sebab, kau dengan
menggunakan kelakuanmu yang genit dan pandai memikat
orang lelaki, telah berhasil memakai Su-to Kheng sehingga
sudah terpikat padamu dan melampaui batas. Ia
mencelakakan paman gurunya sendiri, terakhir dirinya
terpaksa harus mati di bawah tangan saudara kandungnya
sendiri. Partai Tiam-cong-pay dari keadaan baik-baik saja,
juga menjadi berantakan karena perbuatanmu. Ini juga
menunjukkan besar pahalamu untuk Ceng-thian-pay!"
Kata-kata itu bukan saja memaki habis Tho-hoa Niocu
hingga tak bisa menjawab, Thiat-koan Totiang Lui Hwa sendiri
juga sudah merasa malu sendiri, hingga wajahnya menjadi
merah tanpa dirasa. Khi Tay Cao marah sekali, berkata dengan suara besar:
"Hee Thian Siang! Bukalah matamu dan lihatlah! Orangorang dimukamu sekarang ini terdiri dari tokoh-tokoh
kenamaan rimba persilatan, mana ada seperti apa yang kau
sebut tadi?" Hee Thian Siang yang sudah kadung maksudnya mencoba
kekuatan dan kepandaian orang dari luat perbatasan,
memang sengaja berkata demikian. Ketika mendengar ucapan
itu, ia menunjuk kepada tiga persaudaraan Liong dan katanya:
"Apa mahluk yang manusia bukan manusia bukannya setan
ini, bukankah itu orang-orang tidak berguna?"
Tiga persaudaraan Liong yang sifatnya kejam buas itu
mengetahui Hee Thian Siang menunjuk mereka, menjadi
kalap. Selagi hendak buka mulut, Khi Tay Cao sudah berkata
dengan suara bengis: "Hee Thian Siang! Kau ini benar-benar seorang yang


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai mata tapi tidak bisa gunakan matamu itu dengan
baik! Kau dengarlah! Tiga persaudaraan Liong ini adalah tiga
jago sebagai anak emas Hian Wan Pat-ho-hu!"
Hee Thian Siang pura-pura berlaku menghina, berkata
sambil dongakkan kepala tertawa:
"Jangankan mereka! Sekalipun Pat-bo Yao-ong Hian Wan
Liat sendiri, tak lain juga cuma orang ganas yang Cuma bisa
mengganas di luar perbatasan saja!"
Orang nomor dua dari persaudaraan Liong yang
mendengar ucapan itu, tidak dapat mengendalikan emosinya
lagi, lantas melesat sejauh tujuh kaki, kemudian berkata
sambil menatap wajah Hee Thian Siang:
"Sahabat Hee! Usiamu masih sangat muda sekali, tapi
kata-katamu sungguh tajam. Aku Liong Cay Yan ingin
meminta pelajaran darimu dalam hal ilmu silat golongan
Tiong-goan, aku ingin tahu sebetulnya sampai dimana sih
tingginya ?" Hee Thian Siang juga tahu bahwa tiga persaudaraan Liong
itu adalah orang penting dibawahan Hian Wan Liat,
kepandaian ilmu silat maupun kekuatan tenaganya pasti
hebat, maka meskipun diluarnya masih menunjukkan sikap
sombong, tetapi diam-diam sudah waspada. Ia balas bertanya
sambil tersenyum: "Kau hendak minta pelajaran didalam hal apa ?"
"Liong Cay Yan sebagai orang ganas diluar perbatasan
bagaimana mengerti tentang ilmu silat tinggi" Aku hanya ingin
mengadu tiga kali kekuatan tangan yang biasa saja."
Hee Thian Siang yang kadung maksud hendak mengobor
lawannya, lantas tersenyum. Dengan tenang berdiri sambil
mengawasi awan-awan dilangit, tapi diam-diam sudah
mengerahkan ilmu perguruannya Kian-thian Ceng-ke-khi
dengan sikap sombong sekali lalu berkata lambat-lambat:
"Tiga kali serangan tangan" Apa kau yakin akan sanggup
menyambut?" Benar saja Liong Cay Yan jadi marah sangat, hingga kumis
dan jenggotnya pada berdiri, jawabnya dengan suara marah;
"Bila saja Liong Cay Yan tidak sanggup menyambut tiga
kali seranganmu, selamanya aku akan diam di Pat-bo, tidak
akan memasuki daerah Tiong-goan lagi!"
Hee Thian Siang seolah-olah sudah yakin benar akan
dapat menundukkan lawannya, berkata sambil menundukkan
kepalanya: "Begitupun baik! Kalau kau bernama Liong Cay Yan,
sebetulnya harus tenang-tenang saja untuk mempelajari
ilmuku, perlu apa hendak mencari penyakit?"
Liong Cay Yan yang sudah lama mendapat ajaran dari Hian
Wan Liat, benar-benar merupakan seorang rokoh yang
memiliki kekuatan tenaga dalam yang sudah sangat
sempurna. Dalam keadaan amat marah demikian, dengan
tiba-tiba dapat menyadari bahwa dalam keadaan seperti itu
justru aneh sekali terjebak oleh lawannya, maka buru-buru ia
kendalikan amarahnya, segera mengganti wajahnya menjadi
setenang mungkin, katanya sambil tersenyum simpul:
"Kalau Liong Cay Yan tidak sanggup menahan tiga kali
seranganmu, selanjutnya akan berdiam di Pat-bo, tidak akan
keluar-keluar lagi. Tapi seandainya beruntung dapat
menyambuti seranganmu, lalu bagaimana?"
Hee Thian Siang yang menampak lawannya itu tadi jelas
sudah dalam keadaan mara-marah karena dibakar olehnya,
tapi dengan mendadak tenang kembali, juga diam-diam
memuji kecerdikannya maka lalu menjawab:
"Kalau kau kalah, kau lantas akan berdiam terus di Pat-bo.
Kalau aku yang kalah, biarlah Khi Ciangbunjin dengan tongkat
besinya itu hancurkan batok kepalaku!"
Liong Cay Thian yang menjadi saudara tertua dari tiga
persaudaraan itu ketika mendengar ucapan itu diam-diam
terkejut, lalu bertanya kepada Khi Tay Cao dengan suara
perlahan: "Khi Ciangbunjin, kepandaian ilmu silat Hee Thian Siang ini
sebetulnya sampai dimana tingginya" Mengapa dia berani
omong sebesar itu didepan kita semua?"
"Liong-toa-hia sebaiknya cepat peringatkan Liong-ji-hia,
sebaiknya berlaku hati-hati. Setan cilik Hee Thian Siang itu
adalah murid kesayangan Pak-bin Sin-po Hong Poh Cui,
selain daripada itu, ia juga telah menemukan banyak sekali
penemuan gaib. Baik kepandaian ilmu silatnya maupun
kekuatan tenaga dalamnya, sesungguhnya tidak boleh
dianggap ringan!" Karena mendengar Khi Tay Cao telah berkata demikian,
maka ia segera menyampaikan kepada Liong Cay Yan dalam
bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh Hee Thian Siang dan
yang lainnya. Hee Thian Siang lalu berkata kepada Liong Cay Yan:
"Kau sebetulnya tidak perlu kuatir. Terus terang saja kalian
tiga saudara maju semua, biarlah aku seorang Hee Thian
Siang menyambuti tiga serangan gabungan kalian!"
"Kau masih berbau air susu, sudah berani berlaku demikian
sombong. Apa kau sudah bosan hidup" Jikalau kau dapat
lolos dari pukulan saudaraku kedua, aku Liong Cay Thian
dengan sendirinya akan turun tangan juga untuk memberi
pelajaran kepadamu!" kata Liong Tay Thian dingin.
Sementara itu Hee Thian Siang diam-diam sudah
mengerahkan kekuaran tenaga dalam Kian-thian-ci-khie,
dipusatkan ke tangan kanannya. Mendengar ucapan itu,
lantas berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Kalian datang dari tempat ribuan pal jauhnya, jadi wajiblah
Hee Thian Siang disini mewakili tuan rumah untuk mencoba
kaki tangan Pat-bo Yao-ong sebetulnya mempunyai kekuatan
sampai dimana hingga berani menantang didepan begitu
banyak orang?" Sehabis berkata demikian, tangan kanannya didorong
keluar, dari situ mengeluarkan hembusan angin yang hebat
sekali, hembusan angin itu menyerbu ke dada Liong Tay Yan.
Liong Cay Yan oleh karena mendengar Hee Thian Siang
telah mengeluarkan ucapan sombong, diam-diam juga sudah
waspada, sedikitpun tidak berani pandang ringan lawannya
yang masih muda itu. Ketika melihat datangnya serangan, ia
buru-buru menyambut dengan satu tangan kanan juga.
Ketika dua kekuatan tenaga itu saling beradu saat itu juga
dapat diketahui siapa yang terlebih unggul.
Hee Thian Siang dengan kedua alis berdiri masih tetap
tegak tidak bergerak, sementara dibibirnya tampak seulas
senyum yang bersifat mengejek. Tapi Liong Cay Yan ternyata
sudah tidak berhasil pertahankan dirinya, tubuhnya agak
bergoyang, kaki kirinya tergeser kebelakang selangkah.
Hee Thian Siang dengan pukulannya yang pertama itu
sudah dapat menjajaki sampai dimana kekuatan pihak lawan,
yang ternyata jauh dibawah kebiasaannya, hatinya lantas
merasa lega. Dengan menggunakan kesempatan itu ilmu
Kian-thain Cin-khinya lantas dikerahkan lagi untuk
melancarkan serangan kedua. Diam-diam mengulurkan kedua
tangannya, mengeluarkan serangan dengan ilmu Kian-thianCi! Liong Cay Yan yang pertama kali sudah dikejutkan oleh
kekuatan tenaga sangat besar dari Hee Thian Siang juga
dikejutkan oleh perubahan gerakan yang demikian cepat dari
lawannya itu. Tetapi oleh karena ia adalah tangan kanan Patbo Yao-ong, didaerah luar perbatasan telah mendapat nama
baik, mendapat nama besar maka tentu tidak rela mundur
begitu saja. Pada waktu datang serangan kedua, ia
menggunakan dua tangannya guna menyambut lagi.
Kali ini nyata benar perbedaan kekuatan keduanya itu,
Liong Cay Yan sudah terdampar mundur demikian hebat,
hingga dari mulutnya mengeluarkan suara tertahan, sedang
kakinya juga sudah tak dapat dipertahankan lagi, berulangulang mundur sampai tiga langkah.
Dalam keadaan demikian, ilmu Kian-thian-ci yang sudah
disiapkan oleh Hee Thian Siang membuat Liong Cay Yan
mundur terhuyung-huyung dan dengan keadaan tidak berdaya
serangan jari tangan sudah dilancarkan lagi untuk yang ketiga
kalinya. Ketika Liong Cay Yan sedang memikirkan untuk balas
menyerang, untuk menjaga muka dan nama baiknya tiba-tiba
terdengar suara 'serr', ada kekuatan yang maha hebat
menggulung kearahnya menyambar ke bahu kanan!
Sudah tidak keburu mengelak atau menghindar, terpaksa
sambil kertak gigi mengerahkan tenaganya ke bahu kanan,
bersedia menyambut serangan tadi.
Tetapi serangan dengan jari tangan Kian-thian-ci itu
hebatnya benar-benar luar biasa! Meskipun tenaga Hee Thian
Siang masih belum pulih benar, tapi bagi Liong Cay Yan
artinya sangat besar sekali. Ia tidak sanggup bertahan lagi
seteleh menggeram demikian hebat karena tulang bahu
kanannya sudah remuk, orangnya juga sudah roboh ditanah!
Liong Cay Thian saudara tertua dari tiga persaudaraan
Liong itu, dan Liong Cay Kian saudara termuda yang
menyaksikan kejadian itu semuanya terkejut, hingga keduanya
lantas lompat keluar menyergap Hee Thian Siang.
Tidaklah kecewa Pek-kut Ie su mendapat gelar iblis
kenamaan. Ia sebagai penonton yang memperhatikan
jalannya pertandingan, jelas sudah ia dapat melihat bahwa
sejak pertemuan di gunung Ki-Lian dahulu, kini kekuatan
tenaga Hee Thian Siang ternyata jauh lebih maju. Kecuali ia
sendiri yang dapat menundukkan, walaupun Khi Tay Cao
turun tangan sendiri, juga belum tentu dapat merebut
kemenangan. Maka lalu berkata kepada dua saudara Liong
itu; "Liong-toa-hia dan Liong-sam-hoa tidak perlu marah,
sekarang yang penting sembuhkan dulu Ji-hia, biarlah pinto
yang turun tangan sendiri untuk mengirim setan cilik ini
menemui raja akherat!"
Liong Cay Thian yang pertama kali baru menginjak daerah
Tiong-goan, masih belum tahu sampai dimana kepandaian
Pek-kut Ie su. Tetapi Liong Cay Thian yang mendengar
ucapan itu, lalu berkata sambil tertawa:
"Kalau Cinjin suka turun tangan, setan cilik ini pasti akan
hancur menjadi debu!"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu sedikitpun
tidak menunjukkan rasa takut, ia masih berdiri dengan sikap
tenang, kemudian berkata sambil tertawa dingin:
"Belum tentu!" Pek-kut Ie su berjalan menghampiri lambat-lambat lalu
tertawa, matanya menatap Hee Thian Siang lalu bertanya
lambat-lambat: "Hee Thian Siang, kau boleh perhitungkan dulu baik-baik
kepandaian dan kekuatan tenagamu apakah dapat kau
bandingkan dengan Thian-goan Ceng-mo Tiong-sun Seng?"
Hee Thian Siang segera berdiri sambil turunkan kedua
tangannya, dan menjawab dengan sikap hormat sekali:
"Tiong-sun locianpwe dapat diibaratkan sebagai rembulan
diatas langit, sedangkan Hee Thian Siang hanya boleh
diumpamakan sebagai kelap-kelipnya sinar kunang-kunang!"
"Bagaimana kalau kau dibandingkan dengan Hong-hoat
cinjin ketua partai Bu-tong?" tanya pula Pek-kut Ie su.
Dengan sikap tetap sopan dan menghormat Hee Thian
Siang kembali menjawab: "Hong-hoat Cinjin adalah ketua dari salah satu partai besar,
baik kekuatan tenaga dalam maupun kepandaian ilmu silatnya
sudah mencapai taraf yang sangat tinggi, juga merupakan
orang tingkatan tua yang patut dihargai. Bagaimana Hee
Thian Siang dapat dibanding-bandingkan dengan beliau?"
"Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng telah beberapa kali
mengadu kekuatan denganku di dalam pertemuan besar
berdirinya partai Ceng-thian-pay. Waktu masih belum ada
yang kalah dan menang. Sedangkan dalam pertempuran
digunung, Hong-hoat Cinjin sudah terluka parah karena ilmuku
Pek-kut-sin-kang, hampir-hampir binasa saat itu juga.
Kepandaian mereka saja baru begitu saja, apalagi kau. . . . ."
Tidak menanti sampai habisnya perkataan Pek-kut Ie su,
Hee Thian Siang sudah memotong dengan alis berdiri:
"Pek Cianpwee tidak perlu terlalu unggulkan kepandaian.
Hee Thian Siang dapat mengukur sendiri kepandaian yang
kumiliki. Kalau dibandingkan dengan kau, seorang cianpwee
kenamaan, memang benar masih ada terpautnya, tetapi aku
masih mempunyai suatu andalan, maka berani menghadapi
dan melawan kau!" Pek-kut Ie su dalam herannya bertanya:
"Apa yang bisa kau andalkan sekarang?"
Dengan sinar mata tajam Hee Thian Siang melihat
kawanan penjahat itu sejenak, kemudian berkata dengan
suara lantang: "Kalian datang dari tempat jauh dengan jumlah yang
demikian banyak dan hendak membokong partai Swan-sanpay. Perbuatan ini adalah perbuatan yang paling rendah yang
amat memalukan! Atau boleh dikata tindakanmu ini tidak ada
artinya sama sekali! Dan aku Hee Thian Siang Cuma dengan
andalkan kebenaran dan keadilan serta keberanian membantu
pihak orang yang kalian hina! Itulah yang kuandalkan, jiwa
kebenaran dan keadilan yang harus kita junjung tinggi!"
Ucapan itu bukan saja telah membuat Khi Tay Cao dan
lain-lainnya merasa malu, sedangkan Pek-kut Ie su juga tidak
bisa membantah, sama sekali hingga ia menjadi tidak enak
sendiri. Tapi bagaimana pun juga ia adalah seorang tua yang
banyak pengalaman. Setelah dibungkamkan oleh ucapan Hee
Thian Siang tadi, tak lama kemudian segera bertanya:
"Kau pikir hendak bertempur dengan cara bagaimana?"
Sejak Pek-kut Ie su turun ke gelanggang, dalam hati Hee
Thian Siang ada dua persoalan yang hendak diselesaikannya.
Satu ialah hendak meminjam tangan iblis tua ini untuk
menguji kekuatan tenaganya yang didapatkan belakangan ini
sebenarnya telah mendapat kemajuan sampai dimana.
Yang lain ialah untuk menghindarkan jangan sampai
mengadu kekuatan dengan lawannya, sedapat mungkin
hendak pancing saja mereka semua masuk kedalam goa
Kong-han-tong supaya mereka dapat merasakan betapa
hebat kekuatan tenaga alam yang berupa angin dingin Cungo-im-hong. Dan kini Pek-kut Ie su sudah terang-terangan
mengeluarkan tantangan. Hee Thian Siang sudah
memperhitungkan benar-benar sebentar lagi justru adalah


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saatnya angin alam itu berhembus, maka hatinya menjadi
besar. Pertama ia mengambil keputusan hendak melayani
dulu lawan tangguhnya ini beberapa jurus, kemudian pancing
mereka masuk kedalam goa.
Setelah mengambil keputusan demikian, lalu berkata pada
Pek-kut Ie su sambil tertawa:
"Aku juga tak perlu mencari cara yang aneh-aneh seperti
yang tadi, bersedia menyambut pukulanmu sampai tiga kali."
Pek-kut Ie su perdengarkan sambil tertawa dirinya
berulang-ulang, lalu berkata sambil meniru cara bicara Hee
Thian Siang yang pernah diucapkan dihadapan Liong Cay Yan
tadi: "Tiga kali serangan tangan" Apa kau yakin akan sanggup
menyambuti?" Hee Thian Siang tertawa terbahak-bahak, kemudian
menjawab dengan sikap sombong:
"Hee Thian Siang meskipun masih terlalu muda dan rendah
tingkatnya tapi hatiku bagaikan matahari dan rembulan.
Jangankan pukulan sampai tiga kali, sekalipun kalian Pek-kut
Sam-mo datang semua, dan Hian Wan Liat datang sendiri,
aku juga tidak akan takut!"
"Aku hanya hendak mengadu tenaga denganmu bukan
akan beradu mulut. Lekaslah kau siap-siap! jadi atau tidak,
kalau cuma dengan satu pukulan aku membinasakan dirimu,
ini sesungguhnya tentu tidak menyenangkan!"
Hee Thian Siang tergerak pikirannya, ia berkata sambil
goyang-goyangkan tangannya:
"Sabar dulu! Sabar dulu! Aku masih ingin berunding dulu
denganmu!" Pek-kut Ie su tidak dapat menduga apa maksud Hee Thian
Siang, terpaksa berkata sambil angguk-anggukkan kepala:
"Kau ingin bicara dan rundingkan soal apa" Cepat
jelaskan!" "Aku ingin di dalam tiga pukulan itu, ditambah sedikit
variasi!" Pek-kut Ie su berkepandaian tinggi dan bernyali besar,
tidak banyak pikir sudah menjawab sambil menganggukkan
kepala: "Kau katakan saja, semuanya terserah kepadamu sendiri!"
"Aku pikir dalam pertandingan tiga kali pukulan tangan itu,
dibagi dan dilakukan di tiga tempat. Disini aku hanya hendak
menyambut satu kali pukulan!"
"Dan yang kedua?"
"Di dalam goa Kong-han-tong bagian dalam ini Hee Thian
Siang bersedia melayani kau lagi!?"berkata Hee Thian Siang
sambil menunjuk goa di belakang dirinya.
"Sekalipun orang-orang Swat-san-pay memasang jebakan
di dalam goa Kong-han-tong ini, aku juga tidak takut.
Sekarang coba kau terangkan dimana lagi kau hendak
menyambut serangan pukulan yang ketiga?"
"Pukulan yang ketiga harus dipindah di lain tempat,
waktunya juga dirubah pada malam Cap-go-meh tahun depan
di puncak gunung Tay-pek-hong di gunung Cong-lam-san!"
Pek-kut Ie su tahu bahwa Pat-bo Yao-ong Hian Wan Liat
pada malam Cap-go-meh tahun depan akan mengadakan
perjamuan hari ulang tahunnya diatas puncak Tay-pek-hong
yang tertinggi digunung Cong-lam-san, maka setelah mendengar ucapan itu, sesaat ia menjadi terkejut.
"Kau jangan heran, justru karena kau tahu Pak-bo Yao-ong
Hian Wan Liat pada malam Cap-go-meh tahun depan hendak
mengadakan peringatan ulang tahunnya, barulah aku bersedia
menyambut pukulanmu yang ketiga itu. Diatas puncak gunung
tertinggi gunung Cong-lam-san!" kata Hee Thian Siang sambil
tertawa. Pek-kut Ie su menggeleng-gelengkan kepalanya dan
berkata sambil tertawa dingin:
"Aku tidak percaya nyawamu begitu panjang bisa berlalu
dari kutub Hian-peng-goan ini dalam keadaan hidup apalagi
masih bisa hidup sampai malam Cap-go-meh tahun depan!"
"Pantas umur Hee Thian Siang masih belum tiba sampai
waktunya. Kalau waktunya belum tiba, raja akherat juga tidak
akan mau menerima kedatanganku dan setan-setan juga tidak
akan mendesak. Sekalipun aku ingin mati sendiri, juga tidak
akan tercapai!" berkata Hee Thian Siang sambil tertawa besar.
Pek kut Ie su menunjuk orang-orang Ceng-thian-pay
katanya dengan suara bengis:
"Pada saat dan tempat ini, diantara orang-orang Cengthian-pay tidak perduli siapa saja, semua merupakan utusan
raja akherat yang hendak mengambil nyawamu!"
Hee Thian Siang dengan sikapnya yang sombong sekali
mengawasi kawanan penjahat itu dengan sikap dingin,
katanya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Mereka mana boleh disebut utusan raja akherat" Palingpaling hanya kawanan rase yang tidak gagah dan kau juga
tidak lebih dari orang seperti hakim saja!"
Bagaimanapun sabarnya Pek-kut Ie su, dikocok demikian
oleh Hee Thian Siang juga menjadi marah, perlahan-lahan ia
mengangkat tangan kanannya dan membentak keras:
"Hee Thian Siang, kau tidak perlu banyak bicara! Lekas
siap sedia, aku akan segera mulai melancarkan pukulanku
yang pertama!" Hee Thian Siang melihat telapak tangan Pek-kut Ie su terus
berubah berwarna putih hingga ke bagian sikunya, warna itu
hampir serupa dengan warna salju yang ada di gunung itu. Ia
tahu benar hebatnya serangan dengan ilmunya Pek-kut-cuisim-ciang itu, berbeda dengan pukulan biasa. Maka ia tidak
berani berlaku sombong lagi, dengan memusatkan pikirannya,
seluruh kekuatan tenaganya dikerahkan, dipusatkan ke
telapak tangan kanannya, berdiri sambil tersenyum.
Meskipun Pek-kut Ie su benci sekali terhadap Hee Thian
Siang, tetapi ketika menyaksikan sikap gagah dan tenang dari
pemuda itu, diam-diam juga merasa kagum.
"Apa kau sudah siap?" demikian tanyanya.
"Rimba persilatan sedang menghadapi ancaman bahaya
dari orang-orang jahat, Hee Thian Siang tidak ada satu saat
tidak siap siaga. Silahkan kau lancarkan seranganmu!"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Pek-kut Ie su terus mengawasi sambil tertawa dingin, ia
menunggu sampai Hee Thian Siang habis bicara, telapak
tangannya yang diletakkan di depan dada, didorong perlahanlahan Gerakannya itu tidak cepat, juga tidak memancarkan
hembusan angin. Orang tidak bisa melihat dimana ampuhnya
serangan itu. Tapi tangan kanan Pek-kut Ie su baru bergerak, Hee Thian
Siang sudah merasakan ada kekuatan hebat yang menekan
dirinya. Serangan itu seperti mengandung hawa dingin luar
biasa, hampir saja ia tidak sanggup berdiri.
Dalam keadaan terkejut, ia juga menggerakkan tangan
kanannya dengan mengerahkan dua bagian ilmunya Kianthian-cin-ki. Telapak tangan kanan kedua orang itu didorong dengan
perlahan sekali, tetapi gerakan Hee Thian Siang agaknya lebih
perlahan dari Pek-kut Ie su. Khi Tay Cao yang menyaksikan
keadaan demikian diwajahnya segera menunjukkan sikapnya.
Ia tahu bahwa Pek-kut Ie su ternyata lebih tinggi kekuatan
tenaga dalamnya, dan lebih menang dari pada murid Pak-bin
Sin-po yang sangat nakal itu.
Saat telapak tangan dari kedua pihak akhirnya bertemu
satu sama lain, Pek-kut Ie su masih tersenyum dan berdiri
tidak bergerak, sedangkan Hee Thian Siang darahnya lantas
dirasakan berdesir, wajahnya menjadi merah dan tanpa
disadari kakinya mundur selangkah.
Pek-kut Ie su terus memandang Hee Thian Siang kemudian
berkata sambil mengangkat kepala dan tertawa :
"Kau ternyata sanggup menahan serangan Pek-kut-cui-simciang, sesungguhnya tidak kecewa menjadi murid golongan
Pak-bin, boleh dibilang sebagai bunga harapan rimba
persilatan! Sekarang kau lekas masuk kedalam goa untuk
mengadakan persiapan seperlunya. Kami akan segera
menyusul untuk menerjang tempat penting orang Swat-sanpay, dan sekalian hendak melihat ada pesawat rahasia apa
sebenernya disana!" Hee Thian Siang diam saja tidak menjawab dengan
merapatkan kedua tangannya, sudah undurkan diri masuk ke
dalam goa. Pek-kut Ie su mengawasi berlalunya Hee Thian Siang, ia
berkata sendiri sambil menggelengkan kepala:
"Setan cilik ini meskipun murid keturunan seorang guru
ternama, tetapi usianya masih terlalu muda, entah bagaimana
memiliki kekuatan tenaga demikian hebat?"
Khi Tay Cao lalu berkata sambil tertawa:
"Cinjin sudah berada di atas angin, Hee Thian Siang
undurkan diri tanpa mengucapkan sepatah kata, agaknya
sudah terluka parah bagian dalamnya!"
"Serangan tanganku tadi sudah menggunakan kekuatan
tenaga duabelas bagian, dalam kekuatan tenaga masih ada
selisih terlalu jauh, sudah tentu ia akan terluka! Tetapi pinto
yang pernah malang melintang di dunia Kang-ouw sekian
lamanya kecuali Thian-gwa cen- mo Tiong-sun Seng, setan
cilik inilah yang terhitung lawan sangat kuat bagiku!" berkata Pek-kut Ie su
sambil menghela napas. Ucapan Pek-kut Ie su itu memang bukan berlebihan, Hee
Thian Siang memang benar sudah terluka bagian dalamnya.
Setelah ia masuk ke dalam goa Kong-han-tong, tidak bisa
berdiri tegak, hingga hampir terjatuh ditanah.
Cin Lok Pho dan Peng-pek Sinkun serta istrinya yang
menyaksikan keadaan demikian, semuanya terperanjat, Cin
Lok Pho lalu bertanya: "Ilmu Pek-kut-cui-sim-ciang yang dipelajari oleh Pek-kut
Sam-mo sesungguhnya memang hebat sekali. Hee laote, kau
rasa bagaimana?" Hee Thian Siang masukkan tangannya ke dalam baju,
mengeluarkan sebutir obat pil yang diberi oleh Say-hao-kong,
lalu ditelannya, kemudian menjawab sambil tersenyum:
"Tidak halangan, hanya disebabkan serangan tenaga Pekkut Ie su itu terlalu kuat, hingga bagian dalamku agak
tergerak. Locianpwe sekalian apabila sudah siap semua, Hee
Thian Siang akan panggil kawanan penjahat itu masuk
kedalam goa dan Hee Thian Siang sendiri harus
menyambangi satu kali serangan Pek-kut Ie su!"
Mao Giok Ceng lalu menasehati padanya sambil
tersenyum: "Hee laote sudah terluka bagian dalam, seharusnya
menghindarkan pertempuran lagi dengan lawan tangguh,
serangan yang kedua ini baiklah jangan kau sambut lagi!"
"Seorang laki-laki harus dapat menepati janji sendiri, soal
mati hidup kita anggap ringan, Hee Thian Siang sekalipun
akan menjadi hancur lebur, juga harus menyambut lagi
serangan dari Pek-kut Ie su itu!" menjawab Hee Thian Siang.
Peng-pek Sinkun menepok-nepok bahu Hee Thian Siang,
katanya sambil tertawa besar:
"Hee laote, sikapmu yang jantan ini, sesungguhnya sangat
mengagumkan aku! Aku pikir hendak menghadiahkan kau
berupa barang, entah kau mau terima atau tidak?"
Mendengar ucapan Peng-pek Sinkun yang demikian
merendahkan diri, buru-buru memberi hormat dan menjawab
sambil tertawa: "Hadiah dari orang angkatan tua, Hee Thian Siang tidak
berani menolak disini lebih dulu Hee Thian Siang
mengucapkan banyak terima kasih! Dan mengharap supaya
Sinkun jangan anggap Hee Thian Siang sebagai seorang yang
terlalu sombong dan tidak tahu diri!"
Peng-pek Sinkun mengeluarkan sebutir pil warna merah
yang baunya harum sekali, diberikan kepada Hee Thian Siang
sambil tersenyum, dan minta supaya segera ditelannya.
Hee Thian Siang menurut, begitu pil itu masuk kedalam
perutnya, bau harum memenuhi mulutnya, dan saat itu juga
rasa sakit dibagian usus dan dadanya lenyap seketika,
semangatnya juga terbangun kembali.
Ia ada seorang yang sangat cerdik, dari warnanya pil dan
khasiatnya yang sangat kuat, segera menduga pil jenis apa itu
sebetulnya. Sambil mengawasi Peng-pek Sinkun, ia bertanya:
"Hee Thian Siang menerima budi terlalu berat, pil mujarab
ini barangkali merupakan pusaka yang terbuat dari benda
pusaka alam di Hian-peng-goan, pil ini tentunya terbuat dari
bunga Swat-lian yang menjadi idam-idaman orang rimba
persilatan, yang khasiatnya dapat menghidupkan orang yang
hampir mati!" Peng-pek Sinkun menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa: "Aku bersama istriku ketika pergi ke puncak gunung Oeysan untuk menghadiri pertemuan, ditengah jalan telah
dibokong oleh musuh dengan menggunakan duri beracun
Thian-kheng-cek, maka kami terpaksa balik kembali ke Hianpeng-goan untuk mengambil setangkai bunga Swat-lian merah
yang usianya paling tua, ditambah lagi dengan empat jenis
obat manjur kami buat tiga butir pil, aku bersama istriku
masing-masing makan sebutir untuk menghilangkan racun
dari dalam tubuh dan sisa sebutir, ini hari kebetulan dapat
kuberikan kepada Hee laote, untuk menyembuhkan luka
dalammu, juga dapat menambah kekuatan tenaga dalammu,
supaya kau dapat menghadapi Pek-kut Ie su dan memenuhi
janjimu untuk menyambut serangan tangannya lagi!"
Hee Thian Siang sambil memberi hormat dan mengucap
terima kasih, lalu berkata:
"Terima kasih atas budi Sinkun, tetapi Hee Thian Siang
yang menerima hadiah demikian berat. . . . . ."
Belum habis ucapannya, Mao Giok Ceng sudah berkata
sambil tertawa: "Kita satu sama lain lebih mementingkan persaudaraan
antara orang-orang rimba persilatan, harap Hee laote jangan
mengucapkan kata-kata yang merendahkan diri lagi! Kalau
mau dikata benar-benar menerima budi justru kami berdualah
yang sama sekali rasanya tidak dapat membalas budimu ini,
sebab jikalau bukan Cin locianpwe dan Hee laote yang
sengaja datang dari jauh-jauh untuk memberi kabar, kami dari


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Swat-san-pay yang sama sekali tidak berjaga-jaga,
kedatangan kawanan penjahat ini pasti akan merepotkan kami
dan mungkin seluruh Hian-peng-goan sudah akan menjadi
medan pertempuran!" Cin Lok Pho yang mendengar ucapan itu, lantas berkata
sambil tertawa: "Mao Sia hui dan Hee laote jangan bicara soal itu yang
sifatnya merendahkan diri lagi, sekarang sudah tiba waktunya
untuk memancing kawanan penjahat itu masuk ke dalam goa,
biar mereka merasakan hebatnya angin dingin Cu-ngo-imhong!" Hee Thian Siang lalu berkata kepada orang-orang Cengthian-pay yang berada di luar goa:
"Khi Ciangbunjin, semua tetamu disilahkan masuk ke dalam
goa Kong-han-tong!" Khi Tay Cao yang mendengar suara Hee Thian Siang
terkejut, ia bertanya kepada Pek-kut Ie su:
"Aku tadi melihat Hee Thian Siang sudah terluka parah
terkena pukulan Pek-kut-cui-sim-ciang, bagaimana dari
suaranya tadi sedikitpun tidak seperti orang terluka parah?"
Pek-kut Ie su juga tidak mengerti, dengan mengerutkan
alisnya, ia menjawab sambil tersenyum:
"Sekarang Khi Ciangbunjin lekas bagi orang-orang kita
untuk masuk ke dalam goa. Bukankah kita akan segera
mengetahui keadaan yang sebetulnya?"
Khi Tay Cao lalu menghitung-hitung orang di pihak sendiri,
kecuali Pek-thao Losat yang sudah tertawan, masih ada Thiatkoan Totiang, Lui Hoa, Cong Ki, Tho-hwa Niocu, Goan-hong
hwesio dan tiga persaudaraan keluarga Liong, ia sendiri
bersama Pek-kut Ie su, semua berjumlah sepuluh orang.
Maka setelah berpikir sejenak, lalu berkata kepada Liong
Cay Yan dan Thiat-koan Totiang:
"Tiong jiseng dan Hu Ciangbunjin, harap tunggu di luar goa.
Saudara-saudara yang lainnya, semua masuk ke dalam untuk
melihat-lihat orang-orang Swat-san-pay sebetulnya telah
mengadakan persiapan apa di dalam?"
Liong Cay Yan dan Thiat-koan Totiang sudah tahu bahwa
Khi Tay Cao yang mengatur barisan sebabnya ialah karena
meraka habis terluka dalam, tidak tepat kalau masuk ke dalam
gua Kong-han-tong lagi, karena itu berarti harus mengadakan
pertempuran hebat, apalagi di luar goa juga perlu ada orang
yang jaga dan kembali kalau ada bahaya, maka semuanya
mengangguk tanda menerima perintah itu.
Setelah diatur selesai lalu dipimpin oleh Pek-kut Ie su, Khi
Tay Cao, Goan-tong, dan Liong Cay Thian yang berjalan
dimuka, lalu diikuti dengan lainnya perlahan-lahan masuk
kedalam goa Kong-han-tong.
Setelah masuk ke dalam goa, dan melalui jalan berliku-liku,
tibalah mereka di dalam sebuah kamar batu yang sangat luas.
Tetapi sekitar kamar batu itu, terdapat banyak lobang, yang
merupakan jalanan seperti sarang tawon.
Ditengah-tengah kamar batu tampak berdiri empat orang,
mereka adalah ketua Swat-san-pay Peng-pek Sinkun, istrinya
Mao Giok Ceng, Hee Thian Siang, dan Cin Lok Pho.
Setelah kedua pihak bertemu muka, smeua merasa tidak
tahu bagaimana harus berbuat, hingga sesaat itu suasana
hening. Keheningan itu telah dipecahkan oleh Khi Tay Cao dengan
sinar mata tajam, ia menatap dan bertanya kepada Peng-pek
Sinkun: "Peng-pek Sinkun, Toa-suciku Pao Sam-kow apakah masih
selamat?" Peng-pek Sinkun meskipun benci sekali kepada kawanan
penjahat ini, tetapi ia masih berlaku sabar, jawabnya sambil
tersenyum: "Nenek Pao sekarang ini berada di dalam lembah Thianhan-kong, menjadi tetamu agung Swat-san-pay! Hanya
menunggu kedatangan Ciangbunjin di goa Kong-han-tong ini. .
. . ." Tidak menantikan Peng-pek Sinkun habis bicara, Pek-kut Ie
su sudah bertanya: "Didalam goamu Kong-han-tong ini, ada tempat apa yang
indah untuk kami lihat?"
Peng-pek Sinkun belum menjawab, Hee Thian Siang sudah
berkata sambil tertawa: "Goa Kong-han-tong ini, merupakan ciptaan alam yang
sangat indah, di dalamnya ada berisan Kiu-kiong-pat-kwa
yang sangat ajaib!" Khi Tay Cao tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Mengenai soal barisan Kiu-kiong-pat-kwa-tin, Khi Tay Cao
yang berkelana di dunia Kang-ouw selama beberapa puluh
tahun, entah sudah berapa kali menyaksikannya!"
Hee Thian Siang mengawasi ia sejenak, katanya dingin:
"Kalau benar demikian halnya, hari ini kau tidak halangan
untuk menambah pengetahuan sekali lagi."
Berkata sampai disitu, dengan tiba-tiba ia berpaling
bertanya kepada Peng-pek Sinkun, sementara Mao Giok
Ceng dan Cin Lok Pho sudah mengerti maksud Hee Thian
Siang. Mereka diam saja, membiarkan Hee Thian Siang bicara
terus. Hee Thian Siang berkata pula sambil berseru:
"Mereka ingin pesiar ke dalam goa Kong-han-tong ini,
Locianpwe bertiga bagaimana menurut kalian" Apakah mau
menyambut dengan baik?"
Peng-pek Sinkun bertiga yang. . . . . (Halaman robek
sebagian. . . . . .) Khi Tay Cao tidak menyangka bahwa tiga orang itu
sebelum melakukan pertandingan, mereka sudah menghilang,
tetapi oleh karena Peng-pek Sinkun bertiga semua adalah
orang-orang yang berilmu tinggi, sudah tentu mereka gesit
luar biasa, karena Khi Tay Cao bergerak agak lambat
sehingga tidak keburu menyandak, maka terpaksa mengawasi
Hee Thian Siang yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan
itu dengan heran: "Mengapa kau tidak lari bersama-sama tiga setan tua yang
bernyali besar itu?"
"Khi Ciangbunjin, mengapa kau demikian pelupa" Aku
dengan Pek-kut Ie su yang berbuat andalan, masih ada
perjanjian yang belum diselesaikan!" menjawab Hee Thian
Siang sambil tertawa dingin.
Pek-kut Ie su lalu berkata sambil tersenyum:
"Hee Thian Siang, janganlah kau mencoba berlaku gagahgagahan! Apakah kau tadi masih belum cukup merasakan
pukulanku yang pertama" Dan sekarang benar-benar kau
berani menyambut pukulanku yang kedua?"
Sepasang alis Hee Thian Siang berdiri, ia tertawa terbahakbahak, kemudian berkata: "Perlu apa kau selalu minta aku menyambuti seranganmu
Pek-kut-cui-sim-ciang"
Kalau kau coba menyambut seranganku Khian-thian-ceng-khi-kang akankah sama juga?"
Sejak ia makan pil bunga teratai merah pemberian Pengpek Sinkun, bukan saja luka-luka didalam tubuhnya sembuh
sama sekali, tetapi juga bertambah kekuatan tenaga
dalamnya, kini sudah leluasa menggunakan kekuatan tenaga
dan diisi dengan ilmu Khian-thian-ceng-khi untuk menghadapi
lawannya Pek-kut Ie su. Maka begitu habis ucapannya, tangan
kanannya segera bergerak, dengan melakukan dorongan,
membuat angin hebat meluncur ke arah Pek-kut Ie su dan
rombongan orang-orang Ceng-thian-pay. Bagi orang-orang
yang kekuatannya belum cukup seperti Tong Khie, Thao hwa
Niocu dan yang lain-lainnya meskipun berdiri sejarak
setombak lebih, tetapi semuanya masih merasa seakan
terdorong oleh kekuatan itu, sehingga tidak dapat
mempertahankan diri. Kekuatan tenaga yang terkandung dalam serangan Hee
Thian Siang itu telah diketahui oleh Pek-kut Ie su, ternyata
jauh lebih hebat dari pada yang semula, hingga diam-diam
merasa heran. Sekalipun seorang kenamaan, ia sedikitpun
tidak berani berlaku gegabah, lalu juga mengerahkan ilmu
Pek-kut-cui-im-ciang untuk menyambut serangan Hee Thian
Siang. Waktu pertama Hee Thian Siang baru terjun kedunia Kangouw, sikapnya memang agak sombong. Dengan ambisi yang
sangat besar, ia ingin menjagoi dunia Kang-ouw. Dalam
perjalanannya, setiap kali ketemu lawan kuat yang dimanapun
juga, ia pasti berkelahi mati-matian sampai pada akhirnya
lebih baik mati tidak mau kalah. Tetapi kini oleh karena sudah
banyak menjumpai lawan tangguh, telah berubah menjadi
seorang yang mengerti keadaan sendiri, dan juga mengetahui
keadaan lawan. Apalagi ketika di luar goa Kong-han-tong,
lebih dulu sudah mengadu kekuatan dengan Pek-kut Ie su
pernah merasakan betapa hebat pukulan Pek-kut Ie su. Ia
tahu benar, meskipun ia sendiri menemukan banyak kejadian
gaib, tetapi bagaimanapun juga, karena usianya masih muda,
kekuatannya masih agak kurang, waktunya belum sampai
baginya untuk menjadi seorang kuat benar-benar pada
dewasa ini, masih belum merupakan lawan yang setimpal
terharap orang-orang luar biasa seperti Pek-kut Ie su itu.
Karena itulah, sudah tentu ia tidak mau mengalami
kerugian lagi. Didalam serangannya, dengan menggunakan
ilmu Kian-thian-ceng-khi itu telah ditambah dengan variasi,
meskipun serangan itu dilakukan dengan cepat dan hebat,
tetapi juga bisa menarik kembali dengan cepat dimana dirasa
perlu. Ketika ilmu Pek-kut-cui-sim-ciang dari Pek kut Ie su
membentur ilmunya sendiri Khian-thian-ceng-khi, Hee Thian
Siang dengan tenang sudah lompat mundur, dan berada
dibagian Kian-kiong di dalam goa itu.
Pek-kut Ie su agak heran, hingga mengawasi pemuda itu,
Hee Thian Siang lantas berkata sambil tertawa nyaring:
"Pek-kut Sam-mo benar-benar bukan hanya nama kosong
belaka! Pukulan kita yang ketiga baiklah kita tunggu hingga
malam Cap-go-meh pada tahun depan! Diatas puncak Taypek-hong di gunung Cong-lam, kita nanti boleh mengadu
kekuatan sepuas-puasnya! Sekarang silahkan ikut aku masuk,
untuk belajar kenal dengan kekuaran tenaga dalam dari goa
Kong-han-tong ini!" Sehabis berkata, ia menggapai sambil tersenyum kepada
Pek-kut Ie su, dan lantas menghilang.
Pek-kut Ie su tentu saja tidak mau unjukkan kelemahannya
di hadapan Hee Thian Siang, maka lalu berkata kepada Khi
Tay Cao: "Khi Ciangbunjin, kita delapan orang, setiap orang boleh
masuk satu bagian, mari kita masuk dengan berpencaran
untuk mencoba bagaimana sebetulnya! Tetapi seandainya
ada menemukan bahaya benar-benar, boleh menggunakan
ilmu menyampaikan suara ke dalam telinga, untuk saling
mengabarkan!" Khi Tay Cao menganggukkan kepala sebagai tanda setuju,
Pek-kut Ie su lebih dulu bergerak mengikuti Hee Thian Siang,
masuk ke lingkaran bagian Kian-kiong.
Yang lainnya juga bergerak dengan berpencaran dalam
waktu sekejap, semua sudah masuk dalam goa Kong-hantong, goa yang sebagian merupakan ciptaan alam, sebagian
buatan manusia sehingga di dalamnya mempunyai jalanan
berliku yang dapat menyesatkan orang.
Sekarang kita bicarakan dulu bagaimana Pek-kut Ie su
setelah masuk ke dalam goa. Sudah tentu ia menjadi
tercengang, sebab Hee Thian Siang ternyata tidak jalan jauh,
ia masih menunggu di dalam goa.
Saat melihat Pek-kut Ie su masuk ke dalam, Hee Thian
Siang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, mulutnya
mengeluarkan kata-kata sindiran:
"Kekiri tiga, kekanan tiga, rahasianya ditengah-tengah.
Heran ia tidak terhingga, Pek-kut akan celaka!"
Sambil menyindir demikian, ia sudah bergerak dengan
cepat, kembali lari menuju ke goa bagian dalam.
Pek-kut Ie su yang mengandalkan kepandaian kekuatan
tenaga dalamnya sedikitpun tidak merasa takut, ia terus
mengejar sambil mengikuti dari gerakan Hee Thian Siang,
dengan mudah ia telah terpancing oleh Hee Thian Siang
hingga tiba di dekat tempat dimana angin Cu-ngo-im-hong
menghembus keluar. Hee Thian Siang yang tadi masih mengeluarkan suara
mendadak hilang jejaknya, sedangkan Pek-kut Ie su sudah
tiba di dalam kamar batu berbentuk bundar yang tidak begitu
luas. Kamar batu itu hanya dapat dimasuki oleh dua orang saja,
dan jalan masuk itu juga sangat sempit.
Tetapi ditengah-tengah dinding kamar batu itu, ada sebuat
plat baja bundar yang lebarnya satu kaki lebih, diatas plat
bundar itu terdapat enambelas huruf ditulis dengan cat putih:
"Kalau ingin tahu keadaan sebenarnya harap memutar plat
ini, tiga kali kekiri dan tiga kali kekanan, ajaibnya terdapat
ditengah-tengah!" JILID 27 Bagi sebagian besar orang rimba persilatan yang
kebanyakan sombong dan tinggi hati, apa yang semakin
dibesarkan oleh lawannya, makin menarik perhatian buat terus
diselidiki. Demikian dengan Pek-kut Ie-su. Ia juga tidak luput
dari sifat demikian. Mendapat peringatan bukannya menjadi
takut, malah semakin keras keinginannya untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya. Tetapi sebagai orang Kang-ouw kawakan yang sudah
banyak menghadapi lawan tangguh, banyak pula
pengalamannya. Sebelum menggerakkan tangannya untuk
memutar plat baja bundar itu, lebih dulu sudah memperhatikan
dan mempersiapkan jalan mundurnya, juga sudah
memperhitungkan apa-apa kiranya yang mungkin tersembunyi
dibalik plat bundar itu. Dalam otaknya Pek-kut Ie-su waktu itu, ada tersimpan
empat macam perkiraan. Tentu saja ia sama sekli tak
menduga bahwa plat bundar itu sebenarnya adalah penutup
pesawat pusat angin yang bila dibuka dapat menghembuskan
angin Cu-ngo-im-hong, yang paling dahsyat dan sulit ditahan.
Pek-kut Ie-su hanya menduga demikian : Pertama ialah
dibalik plat bundar itu mungkin ada tersimpan berbagai jenis
binatang berbisa. Tetapi kemudian setelah dipikirnya pula,


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat ini hawa udaranya sangat berlainan, dimana-mana
setiap saatnya pasti ada terdapat salju yang membeku,
meskipun di musim panas hawa udaranya tidak berbeda
dengan musim dingin. Maka dugaan akan adanya binatang
berbisa itu kemungkinannya sedikit sekali.
Dugaan kedua ialah dibalik plat mungkin ada tersimpan
senjata rahasia yang sangat ganas. Kalau ia mengerahkan
ilmu Hian-kangnya lebih dulu dengan dibantu ilmu Ceng khieji
yang dapat berubah menjadi uap tanpa wujud untuk
melindungi dirinya, ia sudah tidak khawatirkan serangan
senjata rahasia yang melesat keluar dari tempat itu.
Dugaan yang ketiga ialah didalam itu tersimpan sejenis
asap beracun. Untuk itu ia harus menutup pernapasannya,
maka juga tidak perlu ditakuti !
Dan dugaannya yang keempat ialah dibalik plat itu ada
tersimpan air bah. Tetapi ia boleh tidak usah takuti itu karena
ia pandai berenang. Tidak perlu khawatir ! Begitu pikirnya.
Berdasar atas dugaan-dugaan seperti diatas, ia merasa
bahwa dirinya sendiri tidak akan munkin sampai terjebak
dalam perangkap musuh yang bagaimanapun, apa lagi kamar
batu itu tidak luas, tempat keluarnya juga dekat. Seandai
benar ada bahaya luar biasa yang mengancam, dengan
kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya rasanya juga ia masih
bisa meloloskan diri. Setelah jalan mundur dan persiapan segala telah disiapkan
dengan baik, Pek-kut Ie-su dengan tenang berjalan ke depan
dinding, lalu memutar plat baja itu ke kiri tiga kali dan ke kanan tiga kali,
untuk mencoba pesawat apa ini sebenarnya yang
dibanggakan oleh orang-orang Swat san pay dan Hee Thian
Siang. Tetapi baru menyentuh plat baja itu, ujung jari tangannya
sudah merasakan hawa yang dirasanya luar biasa. Setelah
memutar selesai ke kanan tiga kali dan ke kiri tiga kali, plat
bundar itu mendadak copot sendirinya dari tempatnya, angin
dingin yang luar biasa dinginnya dibarengi dengan suara
hembusannya yang demikian hebat serta kekuatan dari
hembusannya yang sangat kuat telah menghembus keluar
dari balik plat baja yang berbentuk bundar tadi.
Menghembusnya angin dingin itu sungguh sama sekali
diluar dugaan Pek-kut Ie-su. Sekujur badannya jadi kedinginan
dan menggigil. Maksudnya lalu hendak menyingkir, apa mau
kekuatan alam itu, bukanlah seharusnya dilawan oleh tenaga
manusia, apalagi tempat itu merupakan pusat dari angin
dingin itu, maka saat itu Pek-kut Ie-su sudah terkurung oleh
kekuatan angin hingga sedikitpun tidak bisa bergerak.
Namun demikian, ia masih sangat penasaran. Dengan
mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya yang ada,
berulang-ulang ia mencoba, barulah berhasil cukup lumayan
setelah menggunakan ilmunya Kim kong koa tee.
Disandarkannya segernya di dinding batu, membiarkan dirinya
ditiup angin dingin. Dengan cara demikian, ia malah merasa
agak baik, tetapi asal ia sedikit bergerak saja, lantas membuat
dirinya terlibat lagi dan mungkin akan digulung oleh pusaran
angin yang demikian dahsyat dan dingin. Malah ada
kemungkinan akan digulung dan kebentur dinding batu
disekitarnya. Setelah mengetahui kekuatan tenaga alam itu
sesungguhnya tidaklah dapat dilawan dengan kekerasan,
kesombongan Pek-kut Ie-su jadi lenyap seketika. Ia jadi
bersandar terus di dinding batu dengan mengerahkan
kekuatan tenaga dalamnya. Sebisa-bisa seluruh hawa panas
dikumpulkannya di seluruh tubuhnya untuk menambah
serangan hawa dingin dari luar.
Kalau keadaan bagian pusat itu sudah demikian hebatnya,
di bagian-bagian yang lainnya juga tidak kalah hebatnya.
Hanya bedanya kekuatan tenaga hembusan angin dingin itu
agak berkurang sedikit dari apa yang terhembus dari pusat.
Dalam waktu sekejap mata, seluruh goa Kong han tong
sudah berubah menjadi tempat yang penuh hawa dingin, disitu
lantas timbul suara gemuruh dan jeritan orang.
Pada saat itu, Peng pek Sin kun suami istri, Cin Lok Pho
dan Hee Thian Siang semua sudah berkumpul di luar goa
dengan melalui jalan berliku-liku yang mudah menyesatkan
orang. Tempat dimana mereka berkumpul adalah dinding samping
goa itu, terpisah jauh dengan mulut goa. Jadi tidak mudah
diketahui oleh Thiat koan Totiang dan Liong Cay yan yang
menjaga di luar goa. Dua orang dari kawanan penjahat itu didekat rombongan
Peng pek Sin kun. Tetapi Hee Thian Siang yang memiliki
pandangan mata sangat tajam, sudah dapat melihat
bercokolnya dua orang jahat tersbut di tempat itu. Maka ia
lantas bertanya kepada Cin Lok Pho : "Cin Locianpwe, apakah
kita perlu bereskan dulu dua manusia buas ini ?"
Sebelum Cin Lok Pho menjawab, sudah didahului oleh Mao
Giok Ceng : "Hee laote, cukuplah kita lawan seorang Pek thao
Losat saja dulu. Dia saja cukup buat kita, dapat kita tahan
sebagai orang se. . . Orang-orang Ceng thian pay kini sedang
berjuang mati-matian melepaskan diri dari ancaman angin
dingin Cu ngo im bong, maka kita tidak perlu berbuat
keterlaluan !" Hee Thian Siang menghela napas, berkata sambil
menganggukkan kepala : "Mao locianpwe anggap demkian,
tetapi jika kita pindah tempat dan berbalik Khie Tay Cao yang
berada diatas angin, ia barangkali akan anggap penting untuk
membasmi kita sekalian. Inilah perbedaan antara orang
bijaksana dengan orang yang berhati ganas, juga
perbedaannya antara orang dari golongan kebenaran dan dari
golongan sesat !" Selagi bicara begitu, ditengah udara tiba-tiba terdengar
suara burung garuda tadi.
Mao Giok Ceng yang melihat burung garuda itu terbang
dari arah Thian han kok, lantas berkata sambil mengerutkan
alisnya : "Jikalau burung garuda ini tidak disingkirkan, akhirnya pasti akan
merupakan ancaman besar bagi kita. Tidak tahu
kenapa lagi Leng Pek Ciok. Sampai sekarang ia masih belum
mengantarkan panah dan anak panah yang kupesan suruh dia
ambilkan. Ada apa lagi dengan dia ?"
Peng pek Sin kun juga merasa kelambatan Leng Pek Ciok
itu sebagai hal yang mencurigakan maka bersama-sama Mao
Giok Ceng, Cin Lok Pho dan Hee Thian Siang, lalu pergi
secepat mungkin ke lembah Thian han kok.
Di luar lembah saja hawanya sudah terasa dingin. Apalagi
di dalam, tentu terlalu dingin sekali. Untuk berjaga-jaga dari
dari hal itu, Mao Giok Ceng lalu mengeluarkan dua butir pel
dari Swat san pay, lebih dulu minta Cin Lok Pho dan Hee
Thian Siang menelannya, kemudian bersama-sama masuk ke
dalam lembah. Tak disangka-sangkanya, begitu masuk ke dalam lembah,
sudah tertampak Leng Pek Ciok bertempur dengan Pek thao
Losat, kedua-duanya tampak sudah hampir kehabisan tenaga.
Peng pek Sin kun berkata dengan perasaan terheranheran. "Pao Sam kow tadi sudah ditotok roboh oleh Hee laotee,
siapa yang membuka totokannya ?"
Hee Thian Siang dapat menduga hal itu, lalu berkata sambil
tersenyum : "Orang yang membuka totokan Pao Sam kow,
barangkali ada Leng toako sendiri. . . . . . "
Leng Pek Ciok agaknya sudah melihat juga kedatangan
mereka, maka sambil bertempur dia berkata dengan suara
nyaring : "Kalau Leng Pek Ciok hari ini tidka dapat
membinasakan Pek thao Losat, aku tidak mau berhenti
bertempur ! Kalau ada yang berani turun tangan membantu
lagi, tidak perduli siapa aku akan bunuh diri disini juga !"
Peng pek Sin kun tampak mengerutkan alis, ia lalu
memanggil Swat hay jie yang sedang menyaksikan Leng Pek
Ciok. Panah yang ada ditangannya Swat hay jie segera
dimintanya. Lalu menanya bagaimana sampai bisa terjadi
pertempuran antara kedua orang itu.
Swat hay jie menjawab dengan sikap menghormat : "Ketika
Leng susiok membawa Pek thao Losat kemari, Pai Sam kow
terus memaki-maki tidak berhentinya dan menyindir-nyindir
Leng susiok. Katanya, kita mengandalkan jumlah banyak
menyerang dirinya. Dan katanya lagi, tertangkapnya itu
bukanlah mengandalkan kepandaian Leng susiok sendiri.
Leng susiok yagn disindir demikian tentu saja sangat marah,
ia mengambil panah dan anak panah ini, minta teecu
mengantarkan ke goa Kong han tong, kemudian membuka
totokan Pek thao Losat dan setelah itu mengadakan
pertempuran dengan dia sampai sekarang ini. Oleh karenanya
teecu menyaksikan pertandingan itu demikian dahsyat, maka
agak lambat pergi ke goa Kong han tong. Harap Ciang bun
Sucun suka memaafkan dosa teecu ini !"
Peng pek Sin kun dari tangan Swat Hay jie menerima
gendewa dan anak panahnya, kemudian bertanya pula :
"Semua suheng dan sutemu mengapa seorangpun tidak
tampak disini ?" Dengan sikap menghormat dan suara perlahan Swat hay
jie menjawab : "Suheng dan sute sekalian sudah mendapat
perintah Leng Susiok untuk sembunyi terus di dalam gudang
Thian han to kuo." "Gudang itu memang merupakan suatu tempar
persembunyian yang paling baik. Dengan demikian, aku boleh
tak usah pikirkan jauh-jauh dan bisa menghadapi orang-orang
Cong thian pay dengan lebih leluasa !" berkata Peng pek Sin
Kun sambil menganggukkan kepala.
Pada saat itu, Hee Thian Siang yang berdiri di samping
menonton pertempuran itu ada maksud hendak memberi
semangat kepada Leng Pek Ciok, maka lalu berkata dengan
suara nyaring : "Leng Toako jangan kuatir. Aku akan merebut
jasamu lagi. Kau mengeluarkanlah semua kepandaianmu dan
bertempurlah sepuas-puas hatimu. Kudoakan juga dari sini
agar bisa lekas mengirim Pek thao Losat ke akhirat !"
Leng Pek Ciok yang mendengar suara Hee Thian Siang itu,
benar saja semangatnya lantas terbangun, gerak tipu gerak
tipunya yang ampuh-ampuh sudah dikeluarkannya semua,
hingga Pek thao Losat tampak kewalahan dan terpaksa telah
mundur berulang-ulang. Pao Sam kow bukan saja merupakan toa. . . . Khie Tay
Cao, kepandaian ilmu silatnya juga sangat tinggi. Lagi pula ia
ada melatih semacam ilmu yang dapat membuat orang beku
bagaikan es. Dalam pertempuran kali ini dengan Leng Pek
Ciok sebetulnya kekuatan mereka berimbang, tetapi kini
perlahan-lahan Pek thao Losat mulai terdesak mundur, karena
pikirannya kalut sendiri dan hatinya merasa gentar.
Kalau pada jurus-jurus permulaan adalah Pek thao Losat
yang dalam keadaan mendongkol teru menerus, melakukan
penyerangan tetapi setelah Peng pek Sin kun bertiga datang
ke situ, dengan sendirinya Pak Sam kow merasa gentar, Leng
Pek Ciok juga sedikit demi sedikit sudah dapat mendapat
kembali posisinya, sedangkan Pao Sam kow terus menerus
harus mundur untuk menghindarkan serangan hebat
lawannya. Hee Thian Siang yang memperhatikan
jalannya pertempuran, mengertilah sudah semua perubahan itu, maka
lalu berkata kepada Peng pek Sin kun dengan suara perlahan
: "Sin kun, pertempuran ini tampak berbeda dengan
pertempuran di atas kutub Hian penggoan. Leng toako yang
selama hidupnya jarang menemukan tandingan, biarlah sekali
ini bertempur sepuas-puasnya dengan Pek thao Losat !"
Peng pek Sin kun juga sudah melihat Leng Pek Ciok mulai
menguasai keadaan, jadi terang tak mungkin mendapat
bahaya, maka lalu menganggukkan kepala sambil tersenyum
dan memberi isyarat kepada Mao Giok Ceng supaya
memperhatikan dan berjaga-jaga saja untuk Leng Pek Ciok.
Cin Lok Pho sementara itu bertanya sambil tersenyum :
"Sin kun, angin Cu ngo im hong didalam goa Kong han tong
itu, apakah kalau sudah lewat waktunya akan berhenti sendiri
?" "Sebentar lagi, orang-orang dari Ceng Thian pay itu ada
yang luka atau mati atau tidak, segera dapat kita ketahui !"
menjawab Peng pek Sin kun sambil tertawa.
Berkata sampai disitu, di tengah udara kembali terdengar
suara burung garuda tadi. Hee Thian Siang dengan cepat lalu
pasang mata ke atas. Tampak olehnya burung garuda raksasa
itu berputar putaran di angkasa, lalu berkata kepada Peng Pek
Sin kun : "Sin kun, sudah siapkah panahmu ditangan " Aku
pikir hendak aku pancing garuda itu biar dia terbang rendah,
ingin sekali kulihat kepandaianmu memanah burung !"
Sehabis berkata demikian, ia mengerahkan kekuatan
tenaga dalamnya dan mengeluarkan suara siulan panjang.
Burung garuda yang sedang terbang berputar-putaran di
angkasa mendengar suara siulan Hee Thian Siang. Benar
saja lantas terbang rendah ke atas lembah Thian han kok.
Gendewa ditangan Peng pek Sin kun sudah ditarik penuh
hingga tiga kali, anak panah sudah siap untuk dilepaskan.
Matanya terus menatap ke angkasa dan henda melepaskan
anak panah ditangannya. Benar dugaannya, burung garuda itu ternyata sangat
cerdik. Ketika terbang diatas lembah, mengetahui bahwa
orang-orang di bawah itu sedang mengincar dirinya, maka
hanya terbang berputaran di angkasa yang tinggi, tidak berani
ke bawah. Peng pek Sin kun sudah hendak mencoba kepandaiannya
memanah, tetapi ternyata tidak dapat digunakan, Hee Thian
Siang lalu berkata sambil tersenyum : "Sin kun, burung garuda ini terlalu tinggi
terbangnya, apalagi dia adalah binatang cerdik
dan sudah terdidik baik oleh Pat bo Yao ong, sama sekali
tidak gampang-gampang di panah !"
"Memang terlalu tinggi. Burung garuda itu sungguh sangat
cerdik, tidak mau terbang rendah. Terpaksa aku ingin
mencoba memanah dari sini sekali saja !" berkata Peng pek
Sin kun. "Sin kun, tidak perlulah kau begitu tergesa-gesa ! Kau terus
pasang mata ke angkasa, aku kira dengan melihat Pek thao
Losat terpukul jatuh oleh Leng toako, burung itu pasti akan
turun untuk membantu." berkata Hee Thian Siang sambil
menggelengkan kepala dan tertawa.
Peng pek Sin kun membenarkan ucapan Hee Thian Siang


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, ia menganggukkan kepala sambil tersenyum, tidak jadi
memanah. Hee Thian Siang membalikkan tubuhnya untuk melihat lagi
pertempuran kedua tokoh kuat itu, kini, Pao Sam kow sudah
beradai dalam kepungan ketat lawannya, pikirannya rupanya
juga sudah mulai takut hingga semangatnya menurun,
kekalahan sudah terbayang pasti berada di pihak penjahat.
Hee Thian Siang menyaksikan keadaan demikian, lalu
berkata sambil tertawa panjang : " Leng toako, mengapa kau
masih belum mengeluarkan seranganmu yang terampuh "
Kau keluarkanlah ilmumu Kiu coan thian haw kang !'
Leng Pek Ciok yang mendengar ucapan itu, lalu
mengeluarkan suara bentakan bengis, rambut dan jenggotnya
pada beterbangan, ia menghentikan serangannya, hanya
sepasang matanya yang bersinar tajam, ditujukan kepada
sepasang tangannya tanpa berkedip.
Perlu diketahui, dalam pertemuan pembukaan partai baru
Ceng thian pa dahulu, Pek thao Losat pernah dikalahkan
lantaran Leng Pek Ciok mengeluarkan ilmu Kiu coan thian
haw kang. Kini ketika menampak sepasang telapak tangan
Leng Pek Ciok perlahan-lahan telah berubah menjadi putih,
Pao Sam kow sudah dapat meramalkan bagaimana hebat
serangan selanjutnya yang sesungguhnya tidak mudah
disambut olehnya. Kecuali itu dia juga tahu bahwa Peng pek Sin kun, Mao
Giok Ceng dan Cin Lok Pho dan Hee THian Siang yang
menjadi musuh-musuh juga sedang memperhatikan dirinya,
maka sekalipun ia bisa lolos dari serangan mau Leng Pek
Ciok kalau ia mengadu ilmu dan kekuatan tenaga dalamnya
yang duah mempunyai latihan selama beberapa puluh tahun,
namun apakah musuhnya yang empat orang lagi itu, mau
mengerti begitu saja " Relakah mereka melepaskan dirinya
turun gunung dalam keadaan masih bernyawa "
Mengingat jalan hidupnya sudah buntu dalam
keputusasaannya, Pao Sam kaw telah mengambil suatu
keputusan. Sementara itu tangan Leng Pek Ciok sudah putih
semua, dengan perlahan sudah diangkat tinggi.
Orang ganas seperti Pek thao Losat itu, sudah pasti
memiliki sifat sangat kejam luar bisa, kalau benar bahwa
harapan hidupnya sudah tidak ada, sudah tentu tidak mau
menyerahkannya secara cuma-cuma.
Meskipun ia sudah tahu tidak bisa hidup lagi, ia masih pikir
hendak minta korban satu atau dua orang yang akan dibuat
konco untuk ia berangkat ke akhirat.
Di antara musuh-musuhnya sekalian itu kecuali Leng Pek
Ciok yang sudah menanam bibit permusuhan pada
pertempuran di gunung Kie lian dahulu, yang paling dibenci
oleh Pek thao Losat ialah Hee Thian Siang, maka dia jugalah
yang dimaui jiwanya. Sebelum menyambut serangan Peng
Pek Ciok, diam-diam sudah mempersiapkan serangannya
yang mematikan. Oleh karena sudah bertekad hendak turung tangan
terhadap Hee Thian Siang, maka selagi Peng Pek Ciok
berhenti melancarkan serangannya, gigi dimulutnya telah
dirontokkan sendiri dan dikulum dalam mulutnya dengan
mengandal ilmunya Kun goan cin khi, ia sudah siap hendak
menggunakan gigi-giginya sebagai ganti senjata rahasia untuk
menyerang Hee Thian Siang.
Baru saja tangan kanan Leng Pek Ciok diangkat tinggi, Pao
Sam kow dengan kecepatan bagaikan kilat sudah menotok ulu
hatinya sendiri dengan jari tangannya.
Tetapi sebelum ujung jari tangannya menyentuh jalan
darah terpenting di dirinya sendiri, terlebih dahulu Pao Sam
kow menyemburkan giginya yang berada dalam mulutnya,
ditujukan ke arah Hee Thian Siang !
Hee Thian Siang telah tahu, Pek thao Losat Pao Sam kow
pasti tidak mau menyerah mentah-mentah dan mati secara
cuma-cuma. Tetapi ia juga tidak pernah menduga, selagi
menghadapi serangan maut Leng Pek Ciok, terbalik sudah
menyerang dirinya. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Hee Thian Siang lebih-lebih tidak menduga Pao Sam kaw
akan menggunakan giginya sebagai ganti senjata untuk
menyerang dirinya. Jarak diantara mereka tidak terlalu jauh,
perobahan yang terjadi juga secara mendadak. Jadi sekalipun
Hee Thian Siang memiliki kepandaian luar biasa, juga sudah
tidak ada gunanya saat itu.
Pao Sam kaw telah menggunakan kekuatan yang berisi
ilmu Kun-goan-cin-khi, maka ketika gigi itu melesat keluar dari
mulutnya lalu berubah menjadi semacam senjata tajam yang
dapat menembus segala benda keras.
Peng pek Sin kun sedang mencurahkan perhatiannya
hanya kepada burung garuda yang terbang di angkasa. Tentu
saja tidak mengetahui sama sekali terjadinya perobahan itu.
Sementara Mao Giok Ceng dan Cin Lok Pho yang masingmasing mempunyai perhitungan cermat dan hati-hati,
keduanya siap-siap melindungi Leng Pek Ciok dari serangan
Pao Sam-kow. Dan kini ketika mengetahu bahaya maut timbul dengan
mendadak, Hee Thian Siang sudah berada dalam sangat
kritis, waktu itulah keduanya lantas turun tangan dengan
berbareng. Ilmu kiu-coan-thian-hang-kang dari Mao Giok Ceng dan
ilmu Pan-san-ciang dari Cin Liok Pho telah meluncur. Memang
mereka berhasil menyampok jatuh beberapa biji gigi-gigi Pao
Sam-kow, tetapi karena agak terlambat, masih ada tiga biji
yang mengenakan sasaran dengan telak. Hee Thian Siang
mengeluarkan keluhan tertahan dan mundur dua langkah.
Sewaktu orang-orang sedang kerepotan seperti itu, burung
garuda raksasa yang terbang diangkasa, tiba-tiba menukik ke
bawah ! Peng-pek Sin-kun sudah siap dengan panahnya. Degnan
keahliannya memanah, anak panah itu sudah meluncur dan
dengan beruntun melepaskan tiga batang anak panah.
Anak panah yang dilepaskan dengan beruntun itu, bukan
main hebatnya, sudah tentu sukar dielakkan.
Akan tetapi burung garuda itu adalah burung sangat cerdik
yang sudah terdidik dan terlatih baik. Meskipun dalam
keadaan bahaya seperti itu, masih berhasil menyampok jatuh
tiga batang anak panah yang dilepaskan oleh Peng-pek Sinkun dan masih tetapi melayang turun hendak menerkam Leng
Pek Ciok. Leng Pek Ciok saat itu baru saja mempersiapkan ilmunya
Kiu-coan-thian-han-kang hingga sebelas bagian. Baru hendak
menyerang Pao San-kow, perempuan ganas itu sudah bunuh
diri dengan menotok ulu hatinya sendiri dengan jari tangannya
dan Hee Thian Siang tahu terluka oleh serangan menggelap
Pao Sam-kow. Lagi dalam keadaan terkejut dan marah, tiba-tiba burung
garuda raksasa itu menerkam dirinya. Tangan kanan Leng
Pek Ciok segera dibalikkan dan ilmunya Kiu-coan-thian-hankang dilancarkan ke atas.
Burung garuda itu berhasil menyampok jatuh tiga batang
anak panah Peng-pek Sin-kung, tetapi tidak sanggup bertahan
dari serangan Kiu-coan-thian-han-kang dari Leng Pek Ciok
yang mengandung hawa dingin, terpaksa merubah
gerakannya hendak mengelak dari serangan itu.
Peng-pek Sin-kun tak mau menyia-nyiakan kesempatan
baik itu. Dengan cepat anak panahnya yang keempat melesat
ke atas. Kali ini anak panahnya telah berhasil menembusi
perut burung garuda itu, hingga burung raksasa itu jatuh
binasa seketika. Setelah Pek thao Losat Pao Sam-kow dan burung garuda
raksasa itu menggeletak sebagai bangkai, Peng-pek Sin-kun,
Mao Giok Ceng, Leng Pek Ciok dan Cin Lok Pho dengan
penuh perhatian menanyakan keadaan Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang menunjuk tangan kirinya, ia berkata
sambil tertawa getir : "Keberuntunganku masih terhitung baik, tiga gigi yang
digunakan untuk menyerangku tadi, ada dua biji
yang mengenakan jalan darah di depan dada yang terlindung
sisik naga pelindung jalan darah, hanya satu yang masuk di
lengan tangan kiriku, mungkin kini tulangnya telah remuk !"
"Hee laote jangan kuatir, Leng toakomu juga seorang ahli
bedah. Aku nanti akan bantu kau mengeluarkan gigi Pao Samkow dari dalam tanganmu. Di gunung Swat san sini juga ada
sedia banyak obat-obat manjur untuk menyambung tulang !"
kata Leng Pek Ciok sambil tertawa.
Cin Lok Pho berkata sambil menggelengkan kepala dan
menghela napas : "Orang-orang Kang-ouw sesungguhnya
terlalu jahat dan kejam. Kejahatan mereka tidak dapat diukur
dengan pikiran wajar ! Siapa bisa menyangka kalau Pek thao
Losat Pao Sam-kow tidak menggunakan senjata rahasianya
yang ampuh-ampuh seperti Kiu-yu-leng-hwee dan duri
beracun thian-keng-cek, sebaliknya menggunakan gigi sendiri
sebagai senjata rahasia ?"
Hee Thian Siang sudah mulai dibedah lukanya oleh Leng
Pek Ciok dengan menggunakan pisau batu giok. Matanya
mengawasi bangkai Pek thao Losat, berkata sambil menghela
napas panjang : "Inilah kejam dan ganasnya Pao Sam-kow.
Dia tahu aku memiliki jaring wasiat yang dapat digunakan
untuk menggagalkan serangan senjata berbisanya Kiu-yuleng-hwee dan Thian-keng-cek, lalu pikir mau menggunakan
gigi sendiri, dengan kekuatan tenaga Kun-goan-cin-khi hendak
membinasakan diriku !"
Peng-pek Sin-kun juga berkata kepada istrinya sambil
tertawa kecil. "Hal-hal yang tidak dapat dipikir dalam dunia ini sesungguhnya
terlalu banyak sekali. Seperti anak panahku,
yang dahulu belum pernah gagal. Hari ini ternyata sudah tiga
batang kugunakan tanpa ada hasil, baru yang terakhir dengan
secara kebetulan bisa membinasakan burung garuda itu."
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, berkata
sendiri sambil mengawasi bangkai burung garuda itu :
"Sayang ! Sayang. . . . . !"
"Hee laote, apa yang perlu disayangi ?" tanya Mao Giok
Ceng sambil tertawa. "Aku dengan enci Tiong-sun sudah pikir hendak
memelihara dan menjinakkan seekor burung garuda yang
cerdik, akan digunakan sebagai tunggangan untuk melayanglayang di tengah udara. Sekarang ada kesempatan
menemukan seekor burung garuda yang cocok ini, tetapi
sudah terbunuh oleh cin kun !" kata Hee Thian Siang sengit
menunjuk burung itu. Leng Pek Ciok yang mendengar ucapan itu, ia berkata
sambil tertawa : "Burung itu adalah burung ganas peliharaan
Pat bo Yao ong Hian Wan Liat, kurasa tidak mau menyerah
kepada Laote. . " Tidak menantikan sampai habis ucapan Leng Pek Ciok,
Hee Thian Siang sudah berkata : "Leng toako, apakah kau
tidak tahu bahwa enci Tiong-sun itu memiliki kepandaian ilmu
yang bisa menjinakkan segala macam binatang terbang dan
binatang buas ?" "Kalau benar demikian halnya, aku berjanji kepadamu akan
memberikan kau seekor burung rajawali besar !" berkata Leng
Pek Ciok sambil tertawa besar.
Sewaktu di goa kuno Hong-gu san dahulu, Hee Thian
Siang sudah pernah menyaksikan tengkorak burung rajawali
raksasa, ia tahu jauh lebih kuat daripada burung garuda ini,
maka ia sangat girang tanyanya : "Leng toako, kemana kau
hendak mencari burung rajawali raksasa yang hendak kau
berikan kepadaku itu ?"
"Dahulu waktu aku pesiar ke gunung Thian-san utara telah
berkenalan dengan seorang aneh yang menamakan diri Bu
kie Sianseng. . . ."
Cin Lok Pho lalu berkata : "Nama Bu kie Sianseng ini
kedengarannya sangat aneh !"
"Orang itu paling senang hidup di tempat-tempat
pegunungan yang banyak air dan batunya, yang banyak
binatang-binatang buas dan burung beraneka warna serta
pohon-pohon cemara yang tinggi menjulang ke langit, maka
menamakan dirinya Bu kie Sianseng !" berkata Leng Pek CIok
sambil menganggukkan kepala.
"Apakah Bu kie Sianseng itu udah memelihara burung
rajawali raksasa ?" bertanya Hee Thian Siang.
"Ada. Aku pernah menyaksikan sendiri ia memberi makan
seekor burung rajawali raksasa dengan buah mukjizat.
Kabarnya itu adalah burung raksasa bersayap emas !" berkata
Leng Pek Ciok sambil tertawa.
Hee Thian Siang kegirangan, katanya : "Leng toako,
bagaimana hubunganmu dengan Bu kie Sianseng itu " Kalau
toako hendak minta kepadanya seekor rajawali raksasa, apa
kiranya ia tidak akan keberatan ?"
"Aku dengannya ada hubungan sangat baik. Aku juga tahu
Bu kie Sianseng itu paling suka lukisan dan tulisan kuno. Jadi
asal diberikan lukisan simpanan Peng-pek Sin-kun dan tulisan
Budha Gouw To Cu, pasti suka memberikan seekor burung
rajawali raksasanya dan burung itu nanti yang akan
kuhadiahkan kepadamu." kata Leng Pek Ciok sambil tertawa.
Peng-pek Sin-kun lalu berkata : "Aku tidak akan sayang
untuk menukar lukisan tulisan kuno itu kepadanya. Leng heng
cari sendiri di gudang Thian- han- to- kao, ambil lukisan dan
tulisan itu supaya Hee laote bisa mendapatkan burung itu."
Hee Thian Siang bukan kepalang girangnya mendengar
ucapan itu, sampai ia lupa bahwa saat ini mereka sedang
menghadapi orang-orang jahat. Leng Pek Ciok memberi obat
kepadanya dan telah dibungkus luka-lukanya lalu berkata
sambil tersenyum : "Hee laote, tulang-tulang di lengan kirimu memang sudah remuk
karena nenek itu turun tangan terlalu
kejam. Tetapi kini setelah kuberikan obat mujizat dari Swat
san pay, sudah tidak halangan. Tetapi ingat baik-baik, dalam
waktu sepuluh hari tidak boleh kau menggunakan kekuatan
tenaga dalam !" Hee Thian Siang menganggukkan kepala sambil
tersenyum. Ia mendongakkan kepala melihat langit, kemudian
bertanya kepada Peng-pek Sin-kun.
"Sin-kun, sekarang ini rasanya sudah lewat tengah hari !"
"Sekarang memang sudah lama lewat waktu tengah hari !"
sahut Peng-pek Sin-kun sambil mengangguk.
"Kalau begitu, bukankah angin Cu-ngo-im-hong sudah lama
terhenti " Apakah orang-orang Ceng-thian-pay itu pasti ada
yang luka atau mati " Mengapa tidak terdengar suaranya


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedikitpun juga ?" tanya pula Hee Thian Siang.
Peng-pek Sin-kun seolah-olah baru dibikin sadar oleh
pertanyaan Hee Thian Siang. Ia diam-diam juga merasa
heran, sambil mengerutkan alisnya ia berkata : "Benar juga.
Mengapa tak terdengar suara atau gerakan dari orang-orang
Ceng-thian-pay " Benar-benar sangat ganjil ! Kita harus
segera kirim orang untuk pergi ke Kong-han-tong untuk
mengadakan pemeriksaan !"
"Jumlah musuh terlalu banyak. Kalau kita kirim orang
kesana, mudah sekali terkurung oleh mereka. Kalau memang
mau pergi, sebaiknya semua pergi !" kata Hee Thian Siang
sambil tertawa. "Luka di lengan kiri Hee laote masih belum sembuh sama
sekali. Sudahlah, tak perlu kita pergi ke sana !" berkata Leng Pek Ciok.
"Leng toako yang khawatir, aku tidak nanti akan
menurunkan tangan sembarangan. Dengan meninggalkan aku
seorang diri disini, bukankah sangat menyebalkan ?" berkata
Hee Thian Siang sambil tertawa.
Setelah mengadakan perundingan sebentar, kesemua
orang itu lalu meninggalkan lembah Thian-han-kok dan
berjalan menuju ke goa Kong-han-tong.
Di luar dugaan mereka, begitu tiba di goa Kong-han-tong,
goa itu ternya sepi sunyi. Sedangkan Thiat koan Totiang dan
Liong Cay yan yang menjaga dilura juga sudah tidak tampak
bayang-bayangnya. Peng-pek Sin-kun berempat denang perasaan terheranheran masuk ke dalam goa. Meraka melakukan pemeriksaan
dengan teliti, juga tidak menemukan tanda apa-apa.
Cin Lok Pho memejamkan matanya memikirkan persoalan
itu. Lama, baru ia bisa berkata sambil tersenyum : "Keadaan
seperti ini tidak berapa aneh. Mungkin setelah mengalami
serangan angin dingin Cu-ngo-im-hong, tentunya orang-orang
Ceng Thian itu telah mendapat pukulan hebat. Jikalau tidak
mereka yang datang dengan semangat berkobar dan penuh
ambisi, bisa berlalu secara diam-diam. Malah burung garuda
mereka dan Pek thao Losat ditinggalkan begitu saja.
Bukankan sangat mustahil ?"
Dugaan Cin Lok Pho ini, sedikitpun tidak salah. Di dalam
rombongan orang-orang Ceng Thian itu hanya Pek-kut Ie-su
sajalah yang memiliki kepandaian sangat tinggi. Juga Khie
Tay Cao si pemimpin rombongan masih bisa menahan
serangan hawa dingin itu. Yang lainnya seperti Tong Kie dan
Tho hwa N. . . ., karena kedua orang ini sudah lama berdiam
di gunung Kie lian yang hawanya dingin, jadi sudah biasa
hingga bagi mereka juga tidak begitu hebat pengaruh angin
Cu-ngo-im-hong. Akan tetapi orang-orang seperti Lui Hwa,
Liong Cay-yan dan Goan thong Hweshio berempat, mereka
telah kedinginan setengah mati sehingga hampir tidak dapat
mempertahankan jiwanya. Di bawah keadaan demikian, Pek-kut Ie-su dan Kie Tay
Cao takut kalau orang-orang Swat san pay nanti menyerbu
mereka dengan sepenuh tenaga, yang sendirinya akan
membawa kerugian lebih besar bagi pihaknya. Bahkan ada
kemungkinan besar akan ludas sama sekali, lantas minggat
dari gunung Swat san secara diam-diam.
Sudah tentu, karena mengingat keadaan sendiri sangat
berbahaya, sudah tidak ada pikiran lagi bagi mereka untuk
menolong Pek thao Losat dan memanggil burung garudanya.
Selagi Peng-pek Sin-kut dan lainnya semua menunjukkan
perasaan dan sikap girang, Hee Thian Siang malah tampak
berpikir keras sambil mengerutkan alisnya, sedang di
wajahnya menunjukkan sikap sedih.
Cin Lok Pho yang menyaksikan keadaan demikian, lalu
bertanya dengan terheran-heran. "Hee laote, apa yang sedang
kau pikirkan ?" "Permusuhan antara kedua pihak kini makin hari makin
dalam. Meskipun musuh besar kini sudah undurkan diri tetapi
ancaman bahaya di kemudian hari masih tetap ada. Pat bo
Yao ong Hian Wan Liat dan kawan-kawannya, entah kapan
pasti akan datang lagi ke daerah Tionggoan. Apakah Sin-kun
dan semua anak buah Sin-kun bisa tetap tinggal di kutub Hian
penggoan ini tanpa mengawatirkan gangguan musuh ?"
Ucapan Hee Thian Siang itu, membuat Peng-pek Sin-kun
dan istrinya yang mendengarkan saling berpandangan
sejenak, diwajahnya juga terlintas perasaan khawatir.
"Hee laote sudah memikirkan demikian jauh, kiranya ada
mempunya rencana untuk mengenai mereka ?" tanya Leng
Pek Ciok. "Aku kira kalau kita hendak membabat rumput bersih harus
dibabat akar-akarnya. Jikalah tidak melakukan pembasmian
sampai ke akar-akarnya, rimba persilatan pasti tidak akan
aman sentosa !" "Habis menurut pikiran Hee laote bagaimana kita dapat
membasmi sampai ke akar-akarnya ?" beratnya Cin Lok Pho
sambil tersenyum. "Aku pikir, biar partai-partai seperti Siao lim pay, Lo bu pay, Swat san pay dan
Ngo bie pay bersatu bersama-sama dengan
partai-partai kebenaran di rimba persilatan, beramai-ramai
keluar dengan alasan menuntut keadilan buat Bu tong,
mengadakan pertempuran dengan kawanan penjahat itu !"
"Itu merupakan siasat yang benar, alasannya juga teguh.
Tetapi untuk mengadakan pertemuan dengan berbagai partai
masih memerlukan banyak waktu. Apakah kiranya keburu ?"
tanya Cian Lok Pho. "Apakah Cin locianpwee anggap bahwa partai Siau lim, Lo
bu dan Ngo bie serta dari golongan kebenaran tidak akan
menyetujui usulku ini ?"
"Untuk pihak Lo bu pay, aku dapat pertanggungjawabkan,
Ngo bie pay dan Swas san pay juga pernah digempur oleh
kawanan penjahat itu. Sudah pasti menganggap orang jahat
itu sebagai musuh besarnya. Sedangkan Siao lim pay dan
beberapa orang dari golongan kebenaran juga selalu
menganggap dirinya kewajiban untuk membasmi kejahatan
sebagai tugas mereka yang utama, barangkali tidak ada orang
yang menentang pikiran laote ini !"
"Kalau benar tidak ada orang yang akan menentang,
rasanya tidak ada salahnya kalau kita menggunakan para
ketua dari berbagai partai menantang perang lebih dahulu
kepada partai Ceng thian pay. Kita boleh menetapkan suatu
hari, kemudian barulah memberitahukan kepada orang-orang
yang bersangkutan. Dengan demikian jadi tidak akan
menghambat atau terlambat waktunya !'
Peng-pek Sin-kun lalu berkata sambil menganggukkan
kepala. "Pikiran Hee laote ini baik sekali. Sekarang kita harus
mempelajari dahulu kapan kiranya kita bisa mengadakan
pertempuran dengan kawanan penjahat itu. Dan siapa yang
mengirim surat tantangan. Surat tantangan itu ditujukan
kepada siapa." "Soal hari dan bulannya, harus Sin-kun dan Mao locianpwe
serta Cin locianpwe dan Leng toako pikirkan dulu masakmasak. Tentang tugas untuk mengirim surat tantangan itu,
biarlah Hee Thian Siang sendiri yang akan melakukan !" kata
Hee Thian Siang sambil tertawa.
"Apakah Hee laote pikir akan berkunjung lagi ke goa Siang
swat tong di gunung Kie lian ?" tanya Mao Giok Ceng sambil
tersenyum. "Aku tidak akan pergi ke goa Siang swat tong, menunggu
setelah surat tantangan itu ditetapkan waktunya dan ditulis
pada perayaan tahun cap go meh tahun depan. Akan
kusampaikan sendiri ke puncak Tay pak hong di gunung Cong
lam san !" Peng-pek Sin-kun, Mao Giok Ceng dan Leng Pek Ciok
yang mendengar ucapan itu pada tersenyum. Cin Lok Pho lalu
memberikan keterangan kepada mereka :
"Malaman Cap go meh di tahun depan, ada bertepatan
jatuhnya hari ulang tahun keseratus dari Pat bo Yao ong Hian
Wan Liat. Orang-orang dari golongan sesat diluar dan dalam
negeri, pada malam itu hendak mengadakan perjamuan di
puncak gunung Tay pek hong gunung Cong Lam san untuk
merayakan hari ulang tahunnya !"
Mendengar itu, Peng-pek Sin-kun lalu bertanya sambil
menatap wajahnya Hee Thian Siang.
"Apakah Hee laote sudah pikir hendak mengantarkan surat
tantangan itu ke puncak gunung Tay pek hong, apakah Pat bo
Yao ong Hian Wan Liat juga kita tantang sekalian ?"
"Kalau ditilik dari pertempuran di gunung Swan san hari ini,
tiga persaudaraan keluarga Liong dan Goan thong Hweshio,
semua berada di barisan Ceng thian pay. Jelas bahwa
penjahat dari dalam dan luar negeri sudah berkumpul. Apalagi
Sin-kun sudah membinasakan burung garuda yang dipelihara
dan dididik oleh Wan Liat sendiri, ditambah ini permusuhan
kedua pihak semakin mendalam, sekalipun kita tidak tantang
ia, ia juga bisa datang. Daripada begitu, ada baiknya kalau kita
secara terang-terangan menantang iblis tua itu."
"Ucapan Hee laote ini memang benar. Tetapi Pat bo Yao
ong Hian Wan Liat itu bukan saja memiliki kepandaian ilmu
silat yang sudah tidak ada taranya, ia bahkan masih
memelihara banyak binatang-binatang buas dan burungburung aneh serta binatang-binatang beracun. Disamping itu
juga masih terdapat tokoh-tokoh luar biasa seperti tiga orang
kerdil dari negara timur, sepasang manusia aneh beracun dan
empat Thian cun dari negara barat, semua tunduk dibawah
perintahnya, pengaruh mereka besar sekali. Kalau kita sudah
hendak mengadakan pertempuran dengan mereka, agaknya
perlu mengadakan persiapan yang lebih seksama !" berkata
Peng-pek Sin-kun sambil menganggukkan kepala.
"Sayang suhu telah tiada, semoga ayah enci Tiong sun,
Tiong sun locinapwe masih bisa tinggal di dunia ini barang tiga
atau lima tahun lagi !" berkata Hee Thian Siang sambil
menghela napas panjang. "Walaupun Tiong sun tayhiap masih ada di dunia, ia juga
cuma dapat menghadapi Pek-kut Ie-su. Sedangkan disamping
Pek-kut Ie-su masih ada Pek-kut Sian-cu dan Pat bo Yao ong
serta yang lain-lainnya. . . ." berkata Mao Giok Ceng sambil
mengerutkan alisnya. "Ditilik dari keadaan dewasa ini, sekalipun orang-orang dan
partai-partai golongan kebenaran bisa bersatu, masih tidak
seperti golongan orang-orang golong sesat yang pengaruhnya
demikian besar ! Kita agaknya perlu berusaha untuk
mengundan Hong tim Ong-khek May Ceng Ong, Siang sian
Siangjin Lek Biauw Biauw dan Kiu thian Mo lie Teng san Siang
bertiga dari kediamannya dilembah Lecui kok di gunung Ko le
kong san !" berkata Cin Lok Po.
"Ketiga tokoh luar biasa rimba persilatan ini, meskipun
kepandaiannya ilmunya sudah tidak ada tandingannya, tetapi
paling-paling cuma bisa diimbangkan dengan Tiong sun
tayhiap, mungkin masih bukan tandingan Hian Wan Liat si iblis
tua itu !" berkata Leng Pek Ciok.
Hee Thian Sian yang mendengar ucapan itu, ia teringat
kepada ucapan suhunya yang mengatakan bahwa kepandaian
dan kekuatan suhunya terpaut sedikit saja dengan Pat bo Yao
ong. Maka kalau ditinjau dari sisi kepandaian dan kekuatan
Tiong sun Seng, Hong tim Ow khek dan lain-lainnya, pasti
juga masih bukan tandingan iblis tua itu yang dipandang
sebagai orang terkuat pada dewasa ini !
Mao Giok Ceng menampak Hee Thian Siang yang tiba-tiba
menundukkan kepala seperti sedang berpikir, lalu bertanya
sambil tersenyum : "Hee laote, kau sedang pikirkan apa lagi ?"
Hee Thian Siang tiba-tiba tergerak pikirannya, berkata
sambil tertawa : "Aku ingat, aku ingat ! Locianpwe, kalau nanti kau menulis
surat undangan itu, harinya sebaiknya ditetapkan agak lama
sedikit supaya aku dapat mencari seorang tokoh gaib
kenamaan, untuk menghadapi Pat bao Yao ong !"
"Hee laote, siapa yang kau maksudkan dengan tokoh gaib
kenamaan itu ?" bertanya Cin Lok Pho heran.
Hee Thian Siang lalu menceritakan dua tokoh luar biasa
yang sudah menyembunyikan diri. Thian Siangjin dan Sam
Ciok Cinjin. Ketika keduanya itu hendak menutup mata, tibatiba muncul seorang tua berbaju kuning Hee kouw Soan,
katanya sambil tersenyum :
"Orang tua ini, kepandaian ilmunya dan kekuatan tenaga
dalamnya sesungguhnya sudah mencapai ke tingkat yang
tidak ada taranya ! Tetapi ambisinya sangat besar, ia tidak
mau mengalah kepada siapa pun juga. Jikalau aku dapat
menemukan dia, pasti dapat memancing ia keluar untuk
bertanding dengan Pat bao Yao ong !"
"Orang tua she Hee kouw ini memang merupakan seorang
tokoh yang tepat untuk menghadapi Pat bao Yao ong. Tetapi
dia sudah mengadakan perjanjian dengan laote untuk
mengadakan pertemuan di gunung Tay san pada lima tahun
kemudian. Dan sekarang orangnya tidak menentu jejaknya,
dimana laote hendak mencari ?" bertanya Cin Lok Pho sambil
menganggukkan kepala. "Oleh karenanya, maka kuminta locianpwe sekalian,
supaya waktunya mengadakan pertempuran itu, di dalam
surat tantangan, supaya ditetapkan agak jauh sedikit !"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Peng-pek Sin-kun berpikir sejenak, lalu bertanya kepada
Hee Thian Siang : "Hee laote, kalau kita tetapkan harinya itu pada malam
Tiong ciu dua tahun kemudian, bagaimana " Apakah kau pikir
masih terlalu dekat ?"
"Rasanya tidak. Pada malam Cap go meh tahun depan,
setelah kuantarkan surat tantangan, masih ada waktu satu
tahun untuk mencari orang tua berbaju kuning itu. Dalam
waktu setahun itu rasanya masih boleh juga !"
"Kalau waktunya ditetapkan pada malaman Tiong-ciu dua
tahun lagi, tempatnya lalau kita tetapkan dimana ?" tanya
Peng-pek Sin-kun. "Tempatnya kupikir paling baik kita adakan di daerah Tiong
goan, jangan terpisah terlalu dekat dengan markas Pat bao
Yao ong dan sarang penjahat Ceng-thian pay !" kata Cin Lok
Pho. Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, dia berkata
sambil tersenyum : "Apa tidak lebih baik kita tetapkan saja di puncak Tay pekhong di gunung Cong lam yang digunakan oleh kawanan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penjahat itu untuk merayakan hari ulang tahun Pat bao Yao
ong ?" "Hee laote memang pintar, tempat itu sesungguhnya paling
tepat !" berkata Cin Lok Pho dengan pujiannya.
"Waktu dan tempatnya sudah ada keputusan. Sekarang
baiklah aku akan menulis surat tantangannya !" berkata Mao
Giok Ceng sambil tertawa.
"Yang menandatangani surat tantangan itu, ketua partaipartai Swat-san, Ngo-bie, Siao-lim dan Lo-hu. Sebaiknya
ditambah dengan nama-nama Tiong sun tayhiap, May Ceng
Ong, Leng Biauw Biauw dan Teng Sang Siang berempat !"
berkata Cin Lok Pho sambil tertawa.
Mao Giok Ceng baru saja menganggukkan kepala dan
tersenyum, Hee Thian Siang sudah berkata lagi "
"Mao locianpwe, masih perlu ditambah dua orang lagi !"
"Apakah ditambah dengan nama Hee laote dengan nona
Tiong-sun Hui-kehing ?" bertanya Mao Giok Ceng sambil
tertawa. "Kami hanyalah merupakan sebagian dari orang-orang
angkatan muda, meskipun tindakan pembasmian kawanan
iblis dan melindungi keadilan dan kebenaran sudah termasuk
tugas dan kewajiban kami, tetapi kami masih tidak berani
demikian jumawa ! Aku pikir minta Mao locianpwe supaya
ditambah dua nama, yang satui alah Hong hoat Cinjin dan
yang lain ialah Liong hui Kiam khek Su to Wie. Sebab mereka
akan mewakili partai Bu tong dan Tiam Cong !"
Mao Giok Ceng yang mendengar ucapan itu, menganggukanggukkan kepala dan segera mengambil keras dan alat tulis
untuk menulis surat tantangan.
Peng-pek Sin-kun berkata sambil menghela napas panjang
: "Partai Swat san pay jikalau bukan karena kedatangan Cin
locianpwe dan Hee laote yang jauh-jauh spesial hendak
memberi kabar dan memberi bantuan tenaga pula, pasti
sudah mengalami nasib sama dengan partai Bu tong. Dan kini
untuk sementara telah terhindar dari bahaya mau, sebaliknya
membuat aku teringat kepada ketua Bu tong Hong hoat Cinjin,
entah dia sekarang dalam keadaan selamat atau tidak. Dan
dimana ia sekarang berada."
"Nanti setelah mengantarkan surat tantangan, aku hendak
gunakan kesempatan ini untuk pesiar ke seluruh tempat guna
mencari orang tua berbaju kuning Hee kouw Soan, juga
hendak mncari jejak Heng hoat Cinjin, minta padanya supaya
jangan sampai putus asa, sebisa-bisa harus berusaha
membangun kembali partai Bu tong !" berkata Hee Thian
Siang. "Jikalau tiada halangan, nanti pada malaman Tiong-ciu dua
tahun lagi bisa menumpas kawanan penjahat di puncak
gunung Tay pek hong dan kita dapat melakukan upacara
bangun kembali partai Bu tong dan Tiam cong, bukankah ini
merupakan suatu hal penting bagi rimba persilatan ?" berkata
Cin Lok Pho sambil tertawa.
"Pikiran locianpwe ini sangat bagus, harapan seperti ini
pasti dapat terwujud. Sebab aku sangat yakin bahwa
kebenaran pasti selamanya akan menang dan kejahatan pasti
hancur !" berkata Hee Thian Siang.
Pada saat itu, Mao Giok Ceng sudah selesai menulis
suratnya, diberikan kepada Cin Lok Pho dan Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang membaca surat itu dan disimpannya di
dalam sakunya dan berkata pada Peng-pek Sin-kun :
"Sin-kun, tentang urusan Pek thao Losat yang bunuh diri,
sebaiknya untuk sementara disimpan rahasianya dulu rapatrapat, tidak perlu dibocorkan. . . . . "
"Hee laote jangan khawatir, kau barangkali kuatir Khie Tay
Cao yang memikirkan keselamatan sucinya, tidak berani
bergerak lagi terhadap Swat san pau, bukan " Baik, aku pasti
akan menurut pesanmu itu !"
Karena urusan disitu sudah selesai, Hee Thian Siang lalu
minta diri kepada Cin Lok Pho, Peng-pek Sin-kun suami isteri
dan Leng Pek Ciok. Peng-pek Sin-kun tahu Hee Thian Siang masih ada urusan
lain, maka tidak menahannya. Mereka mengantar sampai
dibawah gunung. Sebelum perpisahan, Leng Pek Ciok dengan penuh
perhatian memesan kepada Hee Thian Siang :
"Hee laote, janganlah sekali-kali kau lupakan tangan kirimu
yang belum sembuh betul. Sambungan di tulangmu itu belum
berapa kuat. Dalam sepuluh hari ini, janganlah kau
menggunakan kekuatan tenaga dalam !"
"Leng toako, aku tidak bisa lupa. Hara saja supaya kau juga
jangan lupa !" berkata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Leng Pek Ciok terkejut, tanyanya :
"Aku lupa apa ?"
Cin Lok Pho yang berdiri disampingnya berkata sambil
tertawa " "Bukankah saudara Leng sudah berjanji hendak
memberikan kepada Hee laote seekor burung rajawali besar
?" Leng Pek Ciok jadi tertawa terbahak-bahak, ia katanya
sambil menepuk-nepuk bahu Hee Thian Siang :
"Aku akan membantu Peng-pek Sin-kun suami isteri,
mengatur segala apa yang perlu disini dulu. Selesai dengan
tugasku, secepatnya aku akan pergi ke gunung Thian san
utara dengan membawa lukisan dan tulisan kuno, untuk
mencari Bu kie Sianseng dan minta kepadanya seekor burung
rajawali besar ! Aku rasa, sebelum pertemuan kita yang akan
datang, aku sudah dapat memenuhi janjiku !'
Keluar dari daerah gunung Tay Swat san, Hee Thian Siang
berkata pada Cin Lok Pho.
"Cin locianpwe, apakah locianpwe hendak pergi ke gunung
Lo bu untuk memberitahukan Peng sim Sin nie tentang
maksud kita mengadakan perjanjian bertempur dengan Pat
bao Yao ong ?" "Perjanjian itu waktunya masih lama, sekarang tidak perlu
tergesa-gesa. Aku akan mengawani Hee laote menyampaikan
surat tantangan ke puncak gunung Tay pak hong, setelah itu
baru pergi ke gunung Lo bu. Rasanya masih belum terlambat
!" kata Cin Lok Pho.
Hee Thian Siang merasa bahwa jawaban itu diluar
dugaannya, maka ia lalu bertanya sambil menatap orang tua
itu : "Cin locianpwe hendak mengawani boanpwe pergi ke
puncak gunugn Tay pek-hong "'
"Laote jangan kuatir, aku hanya ingin belajar kenal saja
dengan Pat bao Yao ong, Kim-hoa Seng-bo dan beberapa
tokoh dari kawanan orang luar perbatasan. Tidak nanti aku
akan mengganggu tugas laote !"
"Surat tantangan akan boanpwe antar pada malaman cap
go meh tahun depan, jadi masih banyak waktunya. Sekarang
baiknya kita pergi kemana " Apa locianpwe ada pikiran baik ?"
"Apakah laote hendak mencari nona Liok Giok Jie " Sudah
tentu kita harus pergi ke May yo kok dulu seperti apa yang
disebutkan oleh padri istana kesepian, untuk mencari seorang
yang bernama May yu Kie su."
"Boanpwe selalu merasa bahwa di dalam istana kesepian
itu, setiap orang mempunya adat masing-masing yang sangat
aneh. Apa sebabnya Liok Giok Jie justru pergi ke tempat itu,
menjadi putri istana kesepian ?"
"Laote adalah seorang pemberani, apa kau gentar terhadap
istana kesepian ?" Hee Thian Siang mengangguk-anggukkan kepalanya dan
berkata : "Boanpwe bukannya merasa gentar terhadap istana
kesepian, hanya merasa sangat tidak enak ! Coba saja nama
julukan orang yang menamakan diri Mau-yu Kie su itu, kalau
memang benar dia risau dan ruwet, apa perlunya harus
menyekap diri di istana kesepian " Mengapa tidak berkelana
untuk menghibur lara " Umpama mengandalkan
kepandaiannya dan senjatanya, pergi menuntut balas
dendam, bukankah lebih baik daripada harus bersikap
demikian. . . .?" "Orang yang berpikiran seperti laote ini adalah orang-orang
yang optimis progresif dan mereka adalah orang-orang yang
sudah putus asa hingga menjadi apatis !"
"Jikalau memang mereka benar-benar sudah putus asa dan
menjadi apatis, biarlah sudah saja. Artinya mereka sudah rela
menjalani hidup demikian tanpa berusaha untuk memperbaiki
nasib dirinya. Tetapi herannya, mengapa masih banyak juga
orang-orang dari istana kesepian itu yang bergerak bebas di
dunia Kang ouw ?" "Ucapan laote ini benar. Bila orang-orang dari istana
kesepian sudah anggap bahwa segala-galanya sudah tak ada
yang diharap hingga rela menyekap diri dalam kesepiannya,
mengapa masih sering muncul di dunia Kang ouw ?"
"Aku duga orang yang bertindak sebagai pemimpin istana
kesepian itu pasti mempunyai ambisi yang tidak dapat kita
ukur. Mereka meminjam nama 'kesepian' sebagai pelarian
saja untuk memancing tokoh-tokoh rimba persilatan yang
gagah dalam usahanya supaya dapat memperkuat
pengaruhnya !' "Kalau menurut pikiran seperti Hee laote ini, pemimpin
istana kesepian itu pasti bukan puteri kesepian !"
"Liok Giok Jie bagaimana dapat menjadi seorang
pemimipin " Dia paling-paling hanya dijadikan puteri istana
kesepian itu, yang kedudukannya tidak lain dari pada patung
saja !" "Kalau kita ada kesempatan memasuki istana kesepian
untuk menyaksikan di dalam istana itu, sebetulnya ada
tersembunyi berapa banyak orang aneh, juga merupakan
suatu hal yang sangat baik !"
"Kita memang ingin sekali masuk ke dalam istana kesepian,
tetapi barangkali bukanlah suatu hal yang mudah !"
"Padri kesepian yang pernah kita jumpai di lembah
kematian di gunung Cong-lam san bukankah pernah
mengatakan kepada kita bahwa kalau kita hendak menjumpai
May-yu Kie-su, boleh masuk ke istana kesepian saja ?"
"Locianpwe telah melupakah suatu hal. Setelah
menemukan May-yu Kie-su, pasti lebih dahulu menerangkan
urusan kita yang dianggap menyenangkan hati dan olehnya
baru diambil keputusan boleh atau tidak kita masuk ke dalam
istana kesepian itu !"
"Aku memang benar telah melupakan hal ini. Kalau
demikian halnya, soal niat kita hendak menjumpai May-yu Kiesu, apa masih perlu mengalami suatu kejadian yang sedih
lebih dulu ?" "Dalam hal ini ada baiknya locianpwe pikir dulu masakmasak. Sebab kita tidak biasa membohong. Sekarang
keadaan sangat memaksa, terpaksa berbuat demikian. Kalau
tidak kita rencanai dulu dan pikir masak-masak tentu akan
diketahui oleh mereka !"
"Apakah laote sendiri sudah dapat akal baik ?"
"Boanpwe rasanya tidak perlu harus mengarang lagi. Asal
pengalaman boanpwe selama ini tambah sedikit saja,
seharusnya sudah cukup sebagai bahan untuk
mengemukakan diri boanpwe sebagai orang yang selalu
kesepian !" Cin Lok Pho mendengar ucapan itu, menghela napas
panjang, kemudian berkata :
"Laote hendak menceritakan riwayat diri sendiri. Kalau
begitu, aku juga akan menceritakan kisah hidupku dimasa
lampau. Sama-sama saja kita gunakan kisah hidup sendiri
sebagai alasan untuk dapat masuk ke dalam istana kesepian
!" Keduanya setelah berunding masak-masak dalam
perjalanannya pulang ke timur, terus menuju ke lembah May
yo kok. Tiba di depan puncak Bun thian hong, Hee Thian Siang lalu
berkata : "Cin locianpwe, puncak gunung ini bukan saja tinggi
menjulang ke langit, di puncaknya sana agaknya ada banyak
orang juga yang tinggal. Nama yang dipakai untuk menyebut
puncak gunung ini benar-benar tepat sekali dengan
keadaannya !" "Nama tempat ini memang ada hubungan erat dengan
istana kesepian. Apakah kau sudah dapat memikirkan ?"
"Memang ada suatu syair yang menyebut tentang itu."
"Coba laote pikir. Pikir ditinjau dari nama-nama ini, istana
kesepian itu rasanya tidak bisa terlalu jauh terpisahnya dari
sini, pasti berada didekat-dekat puncak gunung Bun thian
hong sini !" "Kalau locianpwe sudah menduga pasti demikian, kita pergi
cari sendiri atau minta petunjuk dulu dari May yu Kie su ?"
Cin Lok Pho berpikir dulu sejenak, kemudian menjawab :
"Kita tidak perlu terlalu menghambur banyak tenaga.
Sebaiknya kita pergi cari May yu Kie-su dulu. Biar dia memberi
petunjuk. Rasanya lebih tepat !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, lantas
bejalan masuk ke dalam lembah dibawah puncak gunung Bun
thian hong. Baru saja tiba di mulut lembah, sudah menampak di
lamping gunung yang menjulang tinggi, ada beberapa tulisan
yang berbunyi : "Bunga tidak harum, burung tidak berkicau, air tidak
mengalir, air mata tidak terhentinya. Umpama masih belum
merasa putus asa benar-benar, tidak perlu datang disini !"
Hee Thian Siang berkata sambil menujuk tulisan itu :
"Cin locianpwe coba lihat. Kita barangkali sudah memasuki
negara orang-orang aneh !"
"Hee laote, disini masih terdapat sepasang tulisan Lian.
Kau barangkali masih belum melihat ?" berkata Cin Lok Pho
sambil menunjuk lamping gunung di sebelah kirinya.
Hee Thian Siang alihkan pandangannya ketempat itu.
Benar saja dilamping gunung itu terdapat sepasang tulisan
Lian, tetapi huruf-huruf itu sebagian besar sudah tertutup oleh
tanaman rumput-rumput. Tetapi kalau diperhatikan seksama
masih dapat dibaca. Hee Thian Siang setelah membaca tulisan itu, lantas
berkata : "Heh, Cin locianpwe. Menurut bunyi tulisan sepasang Lian
ini, apakah untuk menuju ke lembah itu masih harus


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menempuh jalan yang sangat jauh ?"
"Kita toh sudah tiba disini " Perduli apa dengan sepi sunyi
atau jalan yang panjang. Biar bagaimana juga, lembah ini toh
sudah berada di depan mata. Tidak perduli betapa dalamnya
juga, pasti akan ada dasarnya !"
Hee Thian Siang mengangguk dan tertawa. Lalu bersamasama Cin Lok Pho berjalan berdampingan menuju ke dalam
lembah May yu kok. Tak lama kemudian, tampak di lamping
gunung ada beberapa pokok tanaman bunga cempaka yang
sedang mekar. Cin Lok Pho berkata keheranan :
"Musim seperti ini, kenapa bisa ada bunga cempaka yang
mekar ?" "Locianpwe tidak perlu heran. Di dalam lembah aneh ini,
sudah tentu ada bunga yang aneh. Tetapi bunga cempaka itu
biasa disebut sebagai bunganya raja yang sangat harum,
boanpwe coba ingin tahu, apakah kata-kata yang ditulis
dimuka lembah tadi yang mengatakan bunga tidak harum,
burung tidak berkicau, air tidak mengalir, air mata tidak
berhenti. . . . . . . apakah itu benar semuanya ?"
Sehabis berkata demikian, ia lompat mendekati bunga
cempaka yang sangat indah itu kemudian diciumnya.
Tak disangka-sangkanya, begitu ia mencium bunga
cempaka itu, sepasang kakinya lantas lemas dan jatuh dari
lamping gunung. Kiranya bunga aneh yang berbentuk seperti bunga
cempaka itu, bukan saja sedikitpun tidak ada harum baunya,
bakan ada semacam bau yang pedas dan busuk. Begitu
masuk ke lubang hidung, segera membuat yang
mengendusnya menjadi pingsan dan sekujur badannya lemas.
Cin Lok Pho yang menyaksikan Hee Thian Sian mengalami
kejadian aneh itu, diam-diam ia terkejut. Buru-buru lompat
melesat dan ditengah udara menyambar tubuh Hee Thian
Siang kemudian baru melayang turun ke tanah.
Hee Thian Siang berulang-ulang menggelengkan kepala
untuk menghilangkan rasa yang seperti ngantuk, barulah
berkata sambil tertawa getir :
"Tidak disangka bunga yang demikian indah, ternyata
mempunyai bau demikian busuk !"
Tindakannya itu telah mengejutkan beberapa ekor burung
kecil yang sedang hinggap diatas pohon. Tetapi sungguh
benar-benar aneh, burung-burung itu sama sekali tidak ada
suaranya, bahkan lantas terbang begitu saja.
Cin Lok Pho berkata sambil tertawa :
"Tidak disangka bahwa di lembah May yu kok ini ada bunga
yang benar-benar tidak harum dan burung yang sama sekali
tidak bisa berkicau !"
"Bunga tidak harum, burung tidak berkicau, masih belum
terhitung apa-apa ! Jikalau ada bunga yang tiada rasa, dan
ada burung yang tidak bisa terbang, barulah benar-benar
merupakan dunia sepi seperti mati !"
Dua orang itu terus melanjutkan perjalanannya sambil
mengobrol. Lama mereka melalui jalan berliku-liku, masih
tidak tampak bayangan seorang pun juga.
Hee Thian Siang tiba-tiba teringat pesan padri kesepian,
maka lalu mengerahkan tenaga dalamnya. Dengan
menggunakan ilmunya menyampaikan suara ke dalam telinga,
memanggil tiga kali nama May yu Kie-su ke lembah bagian
dalam. Tidak lama setelah ia mengeluarkan panggilan untuk yang
Mutiara Hitam 7 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Rahasia Mo-kau Kaucu 1

Cari Blog Ini