Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 14
Ternyata saat itu Blo'on telah mengangkat gundukan batu
tadi lalu dilontarkan kedalam mulut buaya. Batu masuk
kedalam mulut dan buaya itupun tak dapal mengatupkan
mulutnya lagi. Karena bingung, buaya itu menggelepar-gelepar sehingga
menimbulkan gelombang air yang dahsyat.
"Enak, enak, sejuk sekali. Hayo, teruslah engkau
menyemprot air ke badanku," bukannya takut, Blo'on malah
tertawa gembira sekali. "Engkoh Blo'on. engkau ini bagaimana ?" teriak Liok kejut2
heran, "berbahaya sekali kalau ekor buaya itu sampai
menyabat tubuhmu." Tetapi Blo'on tak menggubris. Ia membiarkan dirinya
didampar oleh hamburan air yang timbul dari amukan buaya.
Beberapa waktu lamanya akhirnya buaya itu berhenti.
Rupanya dia lelah juga. Percuma dia ngamuk tak keruan
karena batu itu tetap mengganjel didalam mulutnya.
"Hai, mengapa engkau berhenti ?" teriak Blo"on seraya
berenang menghampiri ke tempat buaya. Karena buaya itu
diam saja, Blo'on marah. Segera ia menyambar ekor buaya itu terus ditariknya naik
kedarat. Rupanya buaya itu sudah menyerah. Dia diam saja.
Kalau melawan ia kuatir orang itu akan menyiksanya. Mulut
terus menganga tak dapat ditutup sudah merupakan siksaan
berat baginya. Naik di darat, Blo'on menyeret buaya itu beberapa puluh
langkah lalu membalikkan badan buaya itu.
"Nah, sekarang cobalah engkau bertingkah," serunya.
Selama itu Liok hanya terlongong-longong melihat tingkah
polah Blo'on. Ia benar2 heran mengapa secara tiba2 Blo'on
seperti orang kerangsokan setan. Memiliki tenaga yang luar
biasa kuatnya dan menjerit - jerit kepanasan badannya.
"Engkoh Blo'on" Liok cepat menghampiri tetapi ia hentikan
langkah ketika Blo'on memandang kepadanya.
"Ih, mengapa matamu berwarna semerah itu?" teriak Liok
ketika memperhatikan bagaimana merah kedua bulu mata
Blo'on. Blo'on tidak menjawab melainkan terus lari,. dan loncat lagi
ke dalam sungai. "Aduh .... panas sekali .... tubuhku seperti dipanggang
api....." ia berteriak-teriak.
"Engkoh Blo'on, kenapa engkau ini ?" Liok menghampiri ke
tepi, "dalam sungai itu banyak buayanya."
"Lebih baik berkelahi dengan buaya tetap badanku dingin
daripada kalau di darat aku seperti dibakar api" sabut Blo'on.
'Engkau ini kenapa?"
"Siapa tahu !", sahut Blo'on," aku merasa badanku tiba2
panas seperti dibakar api "
"Ih, aneh," gumam Liok. "engkau makan apa?"
"'Makan ?" Bio"on mengkal, "sejak kecemplung di sungai,
sampai saat ini aku belum makan apa2".
"Lalu apakah engkau terus menerus hendak membenam diri
dalam sungai ?" "Habis bagaimana ?", balas Blo'on.
Tiba2 segunduk benda hitam mengapung di permukaan air
dan makin lama makin menghampiri ke tempat Bloon.
"Engkoh Blo'on. apakah itu ?" teriak Liok seraya menunjuk
benda hitam itu. "Ular !" teriak Blo'on ketika melihat benda hitam itu
menjulurkan kepalanya. "Bukan" seru Liok, "itu kura2 raksasa. Ya, kura2 yang
engkau naiki itu, engkoh Blo"on"
"Hai. mengapa dia memandang aku begitu buas " Tuh lihai,
mulutnya merah. Hui. kurang ajar, dia hendak menggigit aku
... " teriak Bio"on terus berenang silam ke dalam air.
Kuak ... kuak ..... Kura raksasa itu berbunyi keras sekali. Rupanya ia marah
karena Blo'on menghilang, segera la berputar tubuh lalu
menyelam ke dalam air untuk mencari Blo'on.
Liok terkejut. Namun hendak menolong Blo'on ia tak dapat
karena ia tak dapat berenang.
Karena bingung. Liok segera jatuhkan diri berlutut dan
pejamkan mata. Ia berdoa semoga Tuhan melindungi jiwa
Blo'on. Cepat ia membuka mata ketika mendengar suara air
tersibak keras dan bukan main kejutnya ketika menyaksikan
pemandangan yang di depan mata.
"Hai. engkoh Blo'on". " teriaknya seraya lari menghampiri.
Ternyata saat itu Blo'on tengah mengangkat kura2 raksasa
itu diatas kepalanya. Ia gunakan kedua tangannya. Sambil
mengangkat ia naik ke daratan, berlari-lari lalu meletakkan
kura2 itu di atas tanah. Kura2 raksasa itu meronta-ronta keras tetapi tak berdaya
menelungkupkan tubuhnya yang telentang.
Hampir Liok tak percaya bahwa Blo'on memiliki tenaga yang
sedemikian luar biasa. "Engkoh ... " "Siapa engkau !" cepat Blo'on membentak pemuda Liok
yang hendak bicara padanya. "Aku Liok"
Tiba2 Bloon loncat menerkam Liok. Untunglah Liok cukup
tangkas untuk menghindar ke samping.
"Engkoh Bloon, kenapa engkau?" teriaknya.
"Akan kulempar engkau kedalam laut !" teriak Blo"on terus
loncat menyergapnya lagi.
Liok sempat memperhatikan bahwa bola mata Blo'on telah
membalik dan berwarna merah. Liok duga pikirannya telah
dihantui oleh bayangan sesuatu, cepat menduga bahwa Blo'on
tentu diganggu. Iapun menyadari bahwa apabila ia sampai tertangkap oleh
Bloon, tentu akan celaka. Jelas Blo'on saat itu memiliki
kekuatan yang luar biasa.
Untunglah gerak tubrukan Blo'on itu secara ngawur tak
teratur. Maka dengan mudah dapatlah Liok menghindarinya.
Tetapi makin lama Blo'on makin ganas sedang Liok merasa
lelah. Akhirnya Liok lari kedalam rumah karang. Blo'on tetap
memburunya. Di dalam ruang tengah, tampaklah orang aneh itu masih
duduk menghadap anak lelaki berpaian indah.
"Lo cianpwe, tolonglah aku ... " teriak Liok ketika lari
menghampiri. Tetapi orang itu diam saja.
Liok makin gugup. Akhirnya ia mendapat akal. Cepat ia
membalik tubuh dan berdiri membelakangi orang aneh itu.
Jaraknya hanya lima enam langkah dari orang itu.
Secepat tiba, Blo'on terus loncat menerkam Tetapi Liok
yang sudah siap pun cepat menghindar ke samping.
Blo'on memang benar2 seperti orang gila. Luput menerkam
Liok, karena melihat sesosok tubuh orang, iapun terus
menubruknya. "Huh , . " Blo'on terpental mundur beberapa langkah. Tetapi
orang itupun tergetar tubuhnya.
Blo'on maju lagi. Kali ini dengan gerak Ioncatan menerkam
yang keras, la tersurut mundur dua tiga langkah tetapi orang
itupun mulai terayun ayun tubuhnya.
Ketika yang ketiga kalinya Blo'on menubruk orang itupun
dalam keadaan masih tetap duduk, melayang ke muka anak
lelaki dan secepat itu ia berputar untuk melindungi di muka
anak lelaki itu. "Hah ?" Blo'on terkesiap melihat wajah orang itu. Seorang
tua berwajah merah, kumis dan jenggotnya sudah putih
semua. Blo'on tak mau menegur ataupun menanyakan siapa orang
tua itu. la maju menghampiri. Tiba2 matanya tertumbuk pada
piring berisi benda2 putih sebesar buah kelengkeng. Seketika
timbullah nafsunya. Cepat ia menyambar piring itu dan terus
menghabiskan isinya, Wut ..... Tiba2 orangtua itu tamparkan tangannya. Segelombang
arus tenaga pukulan yang tak bersuara melanda dan piring
itupun terlempar ke udara. Sisa biji2 putih, berhamburan
jatuh. Blo'on terkejut. Tetapi dia diam saja. Beberapa saat
kemudian tiba2 ia rubuh. Liok terkejut dan terus hendak menolong tetapi orangtua
berwajah merah itu berseru : "Jangan menjamah tubuhnya"
Liok tertegun. "Lo cianpwe, apakah saudaraku mati ?" seru Liok cemas
Orang tua itu gelengkan kepala. Kemudian ia bertanyakan
diri Liok dan Blo'on. Liokpun menuturkun semua
pengalamannya. "Ah ?"orangtua itu menghela napas, "jodoh memang sukar
ditolak" Liok terkejut serunya : "Apa maksud lo-cianpwe?"
"Ya, ya. dia tentu telah makan hati Ceng Liong ciangkue,"
kata orangtua itu. "Apa ?" teriak Liok makin terkejut, "apakah yang lo-cianpwe
maksudkan ?" "Tahukah engkau berada dimana engkau ini tanya orangtua
itu. "Sukalah lo-cianpwe memberi penerangan kepadaku" sahut
Liok. "Engkau saat ini berada dalam istana Hay-sim-kiong"
"Hay sim kiong ?" Liok mengulang kaget. Hay sim-kiong
artinya Istana-dipusar laut.
"Ya," jawab orangtua itu. "memang tak mungkin manusia
didunia kenal akan Hay sim-kiong. Dan kalian orang pertama
yang dapat masuk kemari, Liok tertegun pula. "Dan dia adalah orang pertama yang dapat menikmati
kegaiban2 dalam istana ini," kata orangtua itu pula seraya
menunjuk kepada Blo'on. "Kegaiban ?" ulang Liok.
"Ya," sahut orangtua itu, "kalian telah masuk kedalam perut
Ceng Liong ciangkun....... "
"Siapakah Ceng Liong ciangku itu ?" seru Liok. Ceng Liong
artinya Naga Hijau dan ciangkun jenderal. Jenderal Naga
Hijau. "Istana Haysim-kiong mempunyai lima jenderal yalah
jenderal Naga Hijau, jenderal Buaya, jenderal Kura2. jenderal
Ikan, jenderal Udang dan jenderal Gurita. Mereka membawahi
pasukannya masing2, untuk menjaga keamanan istana ini."
"Pasukan istana " Dimanakah mereka ?" tanya Liok.
"Mereka menjaga di tempat masing2 dan bergiliran
menjaga istana ini. Apabila dikerahkan datang semua, pulau
ini tak cukup menampung mereka."
"Huh, manusia tentu akan mati apabila masuk kemari." kata
Liok leletkan lidah. "Masuk " Hmm, sebelum masuk tentu sudah jadi tahi
udang." "Tetapi mengapa kami tak mati ?" tanya Liok dengan penuh
keheranan. Orang tua itu menghela napas.
"Ah, jin swi put ji Thian ting. Perhitungan manusia tak
dapat mengalahkan ketentuan Tuhan. Seperti yang telah
terjadi pada thay-sweeya....."
"Thayswe-ya ?" ulang Liok terkejut, "bukankah locianpwe
hendak maksudkan putera mahkota?"
Orangtua itu mengangguk. "Ya, yang duduk di kursi batu mutiara itu ialah pangeran
kecil putera baginda Tay Sung dari kerajaan Song. Karena tak
kuat menghadapi serangan Kubilai Khan, akhirnya menteri dan
panglima kerajaan Sung selatan segera membawa putera
mahkota melarikan diri naik perahu. Tetapi angkatan laut
Mongol tetap mengejar dan menyerang habis habisan ....".
"Demi menyelamatkan putera mahkota, mentri Wei telah
membawa putera mahkota loncat kedalam laut....."
"Oh," Liok mendesuh kejut. Sesaat kemudian ia teringat,
serunya "tetapi peristiwa itu bukankah sudah berselang
seratusan tahun " Mengapa putera mahkota Sung masih
berada disini?" "Keajaiban Thian telah menyelamatkan jenazah putera
mahkota dari kehancuran ....."
"O, jadi putera mahkota itu sudah meninggal?", seru Liok
makin heran. "Apakah engkau kira beliau masih hidup?", balas orangtua
itu. "Mengapa wajah dan tubuh pangeran mahkota masih utuh
seperti orang hidup ?"
"Keajaiban Tuhan, kesaktian pusaka."
"Apa maksud locianpwe ?" tanya Liok.
"Jenazah pangeran mahkota secara ajaib telah dibawa oleh
ikan masuk kedalam gunung Hay-sim-san ini."
"Apa " Apakah tempat ini sebuah gunung di pusar laut " "Mengapa setiap kali engkau terkejut?", kata orangtua itu,
"ketahuilah, dunia ini penuh dengan keajaiban yang sukar
dipercaya orang. Karena selama ini manusia belum pernah
mengetahui rahasia alam semesta. Tahukah engkau apakah
bintang2 di langit itu " Dan apakah langit itu" Engkau dan
manusia2 di dunia hanya dapat memandang setiap malam
tetapi belum tahu apakah sesungguhnya keadaan di langit itu.
bukan'" Liok mengiakan. "Demikian pula dengan keadaan di dasar laut. Orang tentu
mengira bahwa hanya di darat saja yang terdapat gunung dan
kehidupan alam. Tetapi mereka tak menyangka bahwa dalam
laut pun terdapat juga gunung dan kehidupan. Seaneh isi
jagad, seaneh itu pula isi samudera itu."
"Benar, lo-cianpwe."
"Baiklah karena engkau sudah mengalami sendiri maka
engkau tentu percaya bahwa tempat ini sebuah gunung di
pusar laut. Di gunung ini. penuh dengan alam kehidupan
seperti diatas daratan."
Liok mengangguk-angguk penuh kekaguman.
"Akupun diseret oleh ikan dan secara kebetulan atau
memang belum ditakdirkan, aku tak mati. Rupanya aku
dititahkan untuk....."
"Nanti dulu." Cepat2 Liok rnenyelutuk," siapakah lo cianpwe
ini " "Aku?" orangtua itu mengulang lalu merenung. Sesaat
kemudian ia menghela napas," aku adalah salah seorang dari
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rombongan mentri istana ketajaan Sung yang ikut lari
menyelamatkan pangeran mahkota. Ketika pangeran mahkota
dibawa terjun kedalam laut, aku dan beberapa mentri serta
panglima2 Sung yang setia, segera berhamburan ikut terjun
kedalam laut." "Oh," desah Liok, "siapakah nama mulia dari lo cianpwe ?"
"Sudahlah, tak perlu engkau tahu namaku. Nama itu sudah
tak penting lagi karena aku toh takkan muncul di dunia lagi.
Cukup engkau mengetahui tentang asal usulku diriku itu saja.
"Baiklah, locianpwe."
'Entah bagaimana, cukup kukatakan saja bahwa hal itu
memang suatu keajaiban dari kekuasaan Tuhan, bahwa aku
masih hidup. Tetapi waktu kuketemukan pangeran mahkota,
ternyata pangeran sudah meninggal. Karena tiada tanah kubur
maka kubaringkan jenazah pangeran di guha karang. Aneh,
sampai bertahun - tahun jenazah pangeran mahkota itu tetap
utuh, sedikitpun tak mengunjuk tanda2 busuk atau rusak"
"Ya, mengapa begitu aneh" seru Liok pula.
"Aku segera menyelidiki sebabnya. Akhirnya kuketemukan
hal itu. Ternyata pada tubuh pangeran mahkota terdapat cap
kerajaan Sung. Cap kerajaan itulah yang mengawetkan
jenazah pangeran dari kerusakan"
"Oh," seru Liok "terbuat dari apakah cap kerajaan itu
sehingga mempunyai khasiat sedemikian hebat ?"
"Tio Kong in, cikal bakal kerajaan Sung atau Song thaycou
semasa mudanya banyak berkelana untuk memperluas
pengalaman dan mencari kepandaian. Ketika berkelana
kedaerah suku Hua didaerah barat, ia telah berjumpa dengan
seorang pertapa. Pertapa itu mengajarkan dia supaya bertapa
memohon restu kepada Thian agar kelak dapat menjadi
manusia yang termasyhur. Tio Kong in bermimpi didatangi
seekor binatang yang aneh. Mirip dengan kepala naga tetapi
kecil dan berkaki dilipat. Tiba2 binatang aneh itu
menyemburkan sebuah benda bulat kearah Tio Kong-in. Tio
Kong-in terkejut dan terjaga. Alangkah kejutnya ketika
dipangkuannya terdapat sebilah benda keras yang berwarna
putih kehijau-hijauan. Ditanyakannya benda itu kepada sang
pertapa. Serta rnerta pertapa itu segera berlutut memberi hormat
kepada Tio Kong in. "Bansweya, hamba menghaturkan hormat" pertapa itu.
Banswe ya berarti sebutan terhadap raja. Sudah tentu Tio
Kong-in terkejut : "Aku bukan raja!"
Pertapa itu dengan hormat segera menerangkan: "Benda
yang tuan peroleh dari mimpi itu adalah cu atau mustika dari
binatang kilin (wadali). Yang mendapat mustika ki-lin tentu
akan menjadi raja" Liok tertarik benar akan cerita itu. Kemudian ia bertanya
lebih lanjut : "Lalu bagaimana dengan mustika kilin itu ?".
"Mustika kilin itu oleh baginda Song thay-ong dijadikan cap
kerajaan" "Oh. dengan demikian cap kerajaan yang ada pada putera
mahkota itu juga mustika kilin?" seru Liok terkejut.
"Ya," sahut orangtua itu. "kegaiban mustika kilin itu mampu
mengawetkan jenazah putera mahkota sampai berpuluh tahun
takkan rusak" Liok tertegun. "Dan mengapa lo-cianpwe juga tetap awet hidup dan awet
muda ?" tiba2 Liok bertanya pula.
"Telah kukatakan bahwa dalam laut ini terdapat kehidupan
yang tak kalah anehnya dengan diatas daratan" kata orangtua
itu, "bertahun-tahun kubangun istana ini dan kubuat juga
sebuah kursi mahligai untuk tempat duduk putera mahkota,"
Liok mengangguk-angguk. "Suatu keajaiban pula terjadi di istana ini. Entah bagaimana
penghuni laut serta merta tunduk pada putera mahkota. Oleh
karena itu maka kubentuk dan kuangkat lima jenderal tadi
untuk pasukan istana Hay-sim-kiong berpuluh-puluh tahun aku
tinggal disini, dapatlah aku mengenal bahasa mereka. Aku
dapat langsung memberi perintah kepada mereka."
"Oh," untuk kesekian kalinya Liok mendesuh pula.
"Kehidupan di pulau karang ini tenteram damai. Akupun
mempunyai kesempatan untuk menjelajah perut gunung ini.
Ah.. terdapat banyak sekali jenis tanaman laut yarig aneh" dan
berkhasiat. Jamur laut yang umurnya entah berapa ribu tahun
telah memberikan aku kekuatan dan kesehatan yang luar
biasa sehingga aku dapat hidup panjang umur sampai saat
ini." "Tetapi lo-ciaupwe," tiba2 Liok bertanya, "bukankah
manusia hidup itu memerlukan hawa udara " Bagaimana
mungkin lo-cianpwe hidup dalam perut gunung dipusar laut ini
?" "Engkau bertanya baik sekali, anak perempuan." kata orang
tua itu, "sudah seratusan tahun aku tak pernah bicara dengan
manusia sehingga banyak kata2 yang lupa. Saat ini aku
gembira sekali dapat bertemu dengan manusia dari darat.
Akan kuceriterakan semua keadaan dalam kerajaan kecil
dipusar laut ini dan akan kujawab semua pertanyaanmu."
"Terima kasih, lo-cianpwe"
"Mustika kilin itu mempunyai daya khasiat yang luar biasa
sekali. Merupakan salah sebuah mustika yang tiada keduanya
didunia. Bukan saja dapat mengawetkan jenazah orang
sampai beratus tahun, dapat pula menundukkan semua
penghuni laut pun juga memberi hidup dalam air. Berkat
mustika itu maka air laut itu tak dapat masuk kedalam
kerajaan ini. Lalu kubuat sebuah saluran agar air laut itu dapat
masuk kemari dan membentuk diri yang mengitari istana ini.
Hanya saja air laut itu dengan khasiat mustika kilin, telah
berobah menjadi air bening seperti yang engkau dapatkan
ketika engkau melalui terowongan itu, bukan"."
"Benar, locianpwe", kata Liok.
"Ada pula suatu keajaiban dari perut gunung di pusat laut
ini. Pada sebuah guha terdapat kebuah lubang yang tembus
ke daratan, Pernah kumasuki terowongan itu dan akhirnya tiba
disebuah puncak bukit di sebuah tempat di daratan. Dari
situlah hawa udara itu dapat mengalir masuk. Dan andai kata
tidak, pun aku tidak kuatir. Karena dengan menemukan
sejenis rumput laut yang ribuan tahun umurnya. Dengan
memakan rumput itu dapatlah aku bernapas dalam air seperti
ikan" "Ah. keajaiban dunia" kembali Liok mendecak-decak mulut
keheranan. "Demikian keadaan dalam istana Hay-sim ki ong ini " kata
orangtua itu mengakhiri penuturannya. "maka kukatakan
kalian berdua ini adalah manusia pertama yang masuk kemari
dengan masih bernyawa. Kunamakan hal itu suatu jodoh.
Tanpa berjodoh atau mempunyai rejeki. tak mungkin kalian
dapat datang kemari "
"Lo-cianpwe, tiadakah obat untuk menghidupkan kembali
pangeran mahkota itu ?" tanya Liok"
Orang tua menghela napas : "Ah, memang manusia telah
menemukan banyak sekali obat2an yang berkhasiat luar biasa.
Bermacam penyakit yang aneh2 telah dapat disembuhkan
berkat kepandaian manusia. Tetapi hanya satu yang tak dapat
terjangkau otak manusia yaitu menentang maut. Putera
mahkota sudah meninggal tak mungkin dapat kuhidupkan
lagi." "Mengapa lo-cianpwe tak mau keluar dari tempat ini dan
hidup sebagai manusia selayaknya di daratan ?"
"Aku seorang mentri kerajaan. Kerajaan Sung hancur,
menteripun binasa. Dan pula aku sudah tua, apa perlunya aku
muncul di dunia lagi ?"
"Aku sudah senang hidup disini Istana ini pun mempunyai
rakyat yang berjenis-jenis tetapi yang setya pada kami."
Liok diam2 mengakui ucapan orangtua itu memang benar.
Tinggal di istana Hay sim-kiong itu memang terasa tenang.
Lain halnya dengan hidup di dunia daratan. Penuh dengan
manusia2 yang sukar diduga hatinya. Manusia2 yang penuh
dengan nafsu dan keinginan sehingga menyebabkan dunia
ruwet dan penuh derita. "Lo-cianpwe" tiba2 ia teringat akan Blo'on yang sampai saat
itu belum juga sadar dari pingsannya, "bagaimanakah dengan
saudaraku itu " "Dia?" kata orangtua itu, "memang harus pingsan selama
sehari semalam. Tetapi jangan kuatir, dia tentu akan terjaga
juga" "Mengapa tadi dia mendadak seperti orang kemasukan
setan " Pada hal biasanya dia tak suka mengamuk dan tak
punya tenaga yang sedemikian kuatnya" tanya Liok pula,
"Menurut ceritamu tadi, engkau telah masuk kedalam
sebuah guha berdinding lunak yang berwarna merah.
Bukankah begitu ?" Liok mengiakan. "Demikian juga anak itu ?" orangtua menunjuk Blo"on
"Benar" "ahut Liok pula.
"Tahukah engkau, tempat apa yang kalian masuki itu ?"
"Entahlah" "Kalian berdua telah masuk kedalam perut jenderal Naga
Hijau ... " "Locianpwe ... " Liok menjerit kaget.
"Memang begitulah," kata orangtua itu.
"Bagaimana locianpwe dapat memastikan hal itu ?"
"Aku telah mendapat laporan dari anakbuah jenderal Naga
Hijau itu bahwa Ceng liong ciangkun atau jenderal ini telah
mati ... " "Hai !" teriak Liok terkejut mati "mati" Siapa yang
membunuhnya ?" "Anak itu !" orangtua menunjuk Blo"on.
Liok tergetar. Seketika berobahlah wajahnya. Menurut kata
orangtua itu, Ceng Liong ciangkun atau jenderal Naga Hijau
adalah salah seorang panglima istana Haysim-kiong. Kalau
jenderal itu terbunuh, tentulah orangtua itu akan marah.
"Ah, tak mungkin, lo-cianpwe." bantahnya. "kutahu
saudaraku itu seorang anak yang baik hati tak pernah
berkelahi" Orangtua itu menghela napas : "Ya, segala apa itu memang
sudah takdir. Engkau tahu siapakah Geng Liong ciangkun itu
?" "Tidak lo cianpwe"
"Dia adalah seekor ular naga yang sudah ratusan mungkin
seribu tahun umurnya. Sejak istana Hay sim kiong berdiri, dia
setya menunggu di dasar laut. Tak mau lagi berkeliaran
muncul ke permukaan air"
"Ah. bagaimana aku dapat masuk kedalam perut jenderal
ular itu ?" tanya Liok dengan perasaan ngeri.
"Menurut laporan yang kuterima, peristiwa itu berlangsung
begini " kata orangtua itu "di dekat muara masuknya sungai
Kuning ke Laut Kuning, terdapat sebuah kisaran air yang
berbahaya. Orang ataupun perahu takut untuk melalui kisaran
itu. Sebenarnya kisaran itu memang atas perintahku yang
telah dilaksanakan dengan baik sekali oleh Ceng Liong
ciangkun. Jenderal itu telah memerintahkan kepada
anakbuahnya para ular2 besar supaya tiap hari menyedot air
laut. Pekerjaan itu dilakukan secara gilir. Pada hari itu yang
mendapat giliran untuk menyedot air yalah regu kuda laut.
Ketika tubuh kalian hanyut dibawa arus sungai dan tiba di
kisaran itu kalian silam dan tersedot kedalam pusar air. Anak
itu" ia menunjuk pada Blo'on "telah tersedot masuk kedalam
perut seekor kuda laut ... "
"Ih" Liok mendesuh ngeri "apakah aku juga masuk kedalam
perut kuda laut itu ?"
"Tidak" kata orangtua, "engkau terputar-putar dalam
kisaran air dan saat itu Ceng Liong ciangkunpun tengah
ngangakan mulutnya membantu pekerjaan membuat kisaran
air. Entah bagaimana biasanya dia memang senang tidur
bertapa. Tetapi saat itu rupanya dia mempunyai selera untuk
menyedot air. Engkau telah tersedot masuk kedalam
perutnya." "Ih....." Liok mendesah seram.
"Rupanya memang sudah ditakdirkan oleh perjalanan
hidupnya. Ceng Liong ciangkun biasanya tidak pernah
melakukan hal itu. Sepanjang tahun dia hanya melingkar tidur
bertapa." "Lalu bagaimana saudaraku itu dapat tersedot masuk
kedalam perut ular itu" tanya Liok pula.
"Setelah berada dalam perut kuda laut, rupanya anak itu
tersadar dari pingsannya lalu meronta ronta, menarik2 jantung
dan usus kuda laut. Karena kesakitan, kuda laut muntahkan
tubuh anak itu keluar. Karena kerasnya kuda laut itu muntah,
anak itu melayang ke udara dan kebetulan telah tersedot
kedalam perut Ceng Liong ciangkun."
"O, kemungkinan memang begitu." kata Liok setelah
teringat kembali peristiwa itu.
"Ya, memang begitu, karena aku sudah mendapat laporan,"
kata orangtua itu, "begitu berada dalam perut Ceng Liong
ciangkun, anak itu main gila lagi. Dia merabah dan menariknarik
usus, meremas-remas jantung dan paru"
"Ya, memang saudaraku itu agak blo'on, lo-cianpwe." kata
Liok. "rambutku juga dijambak."
"Yang terakhir anak itu bahkan membetot hati Ceng Liong
ciangkun, terus dimakanya."
"Ihhhh?"".."
"Sudah tentu Ceng Liong ciangkun kesakitan. Dia
menggelepar-gelepar sekuat-kuatnya dan meregang-regang
dahsyat sekali sehingga gua tempat tinggalnya itu hancur
lebur. Dan terakhir ia semburkan tubuh kalian keluar ....... "
"Benar, benar, !o-cianpwe," Liok menyelutuk, "memang
saat itu aku seperti dilajangkan ke udara dan tahu2 jatuh
kedalam sebuah guha karang. Aku tak ingat apa yang terjadi
karena saat itu aku pingsan. Hanya ketika aku membuka
mata, ternyata aku sedang berada diatas punggung seekor
buaya yang tengah mengarungi sungai.....".
"Tahukah engkau siapa buaya itu?" tanya siorang tua.
"Entahlah." "Dia adalah Gok ciangkun atau jenderal Buaya."
"Dan siapakah kura2 raksasa yang dinaiki saudaraku itu "'"
"Kui ciangkun atau jenderal Kura2," kata siorangtua,
"seekor kura2 raksasa yang umurnya sudah ribuan tahun."
"O.." desuh Liok, "apakah jenderal Buaya itu juga sudah
berumur ratusan tahun ?",
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orangtua itu mengiakan : "Kelima jenderal istana Huy-siin
kiong ini, rata2 berumur seribu tahun, bahkan ada yang lebih.
He ciangkun merupakan seekor udang raksasa, raja udang,
besarnya sama dengan seekor kerbau. He ciangkun. juga raja
ikan, besarnya sama dengan sebuah perahu. Dan jenderal
Gurita itu, besarnya sama dengan sebuah rumah."
''Ihhh....." kembali Liok mendesis ngeri.
"Tetapi jangan takut," kata orangtua itu, "walaupun mereka
merupakan raja2 dari jenis kaumnya, tetapi mereka adalah
binatang2 yang sudah jinak dan memiliki kesadaran. Mereka
lebih banyak memendam diri dalam tempatnya masing2 untuk
bertapa. Mereka tak mau mengganggu manusia."
"Oh!" Liok bernapas longgar, "apakah mereka, tak dapat
mati ?" "Sudah tentu akan mati. Oleh karena itu mereka tekun
sekali mencari Jalan Kematian itu agar kelak mereka dapat
menitis menjadi mahluk yang lebih tinggi derajatnya."
"Lo-cianpwe, bukankah karena makan hati Ceng Liong
ciangkun, tenaga saudaraku itu menjadi bertambah luar biasa
kuatnya ?" "Benar," orangtua itu mengiakan, "hati seekor ular naga
yang sudah ribuan tahun umurnya merupakan obat yang
berkhasiat luar biasa. Saudaramu akan kebal terhadap hawa
yang dingin dan akan memiliki tenaga yang luar biasa
dahsyatnya." "Tetapi dia tak dapat ilmu silat dan memang tak mau
belajar ilmu silat. Pada hal ayahnya seorang tokoh silat nomor
satu didunia," kata Liok.
"Itu lebih bagus," kata orangtua itu, "cobalah engkau
tunjukkan, orang gagah, jago silat manakah dalam dunia ini
yang takkan mengalami hari2 kematiannya secara
menyedihkan" Bukankah mereka pada masa hidupnya selalu
diincar oleh musuh2 yang tak terhitung banyaknya" Kalau
memang dia tak mau mengikuti jejak ayahnya sebagai jago
silat, biarlah. Dia akan menempuh jalan hidupnya menurut
cara yang dikehendakinya sendiri. Tetapi apabila dia mau
belajar silat, setelah makan hati ular naga Ceng Liong
ciangkun itu, dia pasti akan menjadi jago silat yang tiada
lawannya di dunia. Yang penting harus dijaga, baik dia belajar
silat maupun tidak, sekali-kali jangan sampai dia terjerumus
dalam dunia kejahatan. Sekali dia menjadi orang jahat, dia
pasti akan menjadi momok durjana yang paling ganas."
"Baiklah, locianpwe," Liok mengangguk. Sesaat kemudian ia
bertanya, "Locianpwe, apakah lo-cianpwe takkan menghukum
saudaraku karena telah membunuh jenderal Naga Hijau"*
"Menghukum anak itu ?" seru orangtua aneh itu, "tidak,
anak perempuan tidak ! Aku tak kan menghukumnya bahkan
kebalikannya malah akan memberi hadiah kepada anak itu"
"Memberi hadiah ?" Liok berseru kaget.
"Ya," sahut orangtua itu "seperti telah aku katakan tadi
para jenderal2 istana Ban sim kiong itu merupakan raja2 dari
jenis kaumnya yang sedang bertapa untuk mencari jalannya
Kematian. Berkat umur dan pertapaannya yang sudah
beratus-ratus tahun itu, mereka telah memperoleh
penerangan. Bahwa hanya dengan jalan bertapa. barulah
mereka kelak akan mendapat kematian yang baik sehingga
kelak akan menitis menjadi makhluk yang lebih tinggi
derajatnya." "Dapatkah mereka kelak menjelma menjadi manusia ?"
tanya Liok. "Entahlah," sahut orangtua itu, "tetapi mereka percaya dan
memiliki kepercayaan yang teguh bahwa kelak mereka tentu
akan menjelma menjadi mahluk yang tinggi derajat. Itu suatu
keyakinan mereka. Orang boleh percaya, boleh tidak percaya."
"Dengan terbunuhnya Ceng Liong ciangkun oleh
saudaramu," orangtua itu melanjutkan pula, "terbebaslah ular
naga itu dari karma hidupnya. Dari penderitaannya menjelma
sebagai seekor binatang ular. Dengan begitu saudaramu telah
menolong Ceng Liong ciangkun. Dia telah membantu
melepaskan jiwa jenderal itu lepas dari badannya. Akupun
girang karena salah seorang jenderal istana Ban sim-kiong
telah bebas dari karma hidupnya. Oleh karena itu layaklah
kalau aku akan memberi hadiah kepada saudaramu itu."
'Tetapi lo cianpwe" kata Liok "bukankah dengan begitu
saudaraku itu berhutang jiwa" Bukankah kata orang, hutang
jiwa itu harus membayar dengan jiwa ?"
"Ah. jangan risau, anak perempuan" kata orangtua itu,
"bukankah engkau mengatakan bahwa saudaramu itu seorang
anak yang blo'on pikirannya " Tak mungkin dia sengaja
mengandung pikiran hendak membunuh, bukan " Dan kedua,
dia tentu tak tahu berada diruang saat itu, Dan diapun tak
tahu benda apa yang ditarik dan dimakannya itu. Kalau tahu
tentu dia takkan melakukannya. Dengan begitu jelas, dia
memang tak sengaja dan tak tahu. Maka dapatlah kita
simpulkan bahwa saudaramu itu memang hanya sebagai alat
atau jalan yang diberikan oleh Thian untuk membebaskan jiwa
Ceng Liong ciangkun"
"Tetapi bukankah saudaraku itu tetap berdosa" Dan
bukankah kelak dia akan menerima pembalasan ?" masih Liok
membantah. "Sudahlah, anak perempuan " kata orangtua itu" jangan
risaukan hal itu. Karma atau hutang jiwa, tak perlu engkau
pikir. Peristiwa itu telah terjadi dan biarlah terjadi. Yang
penting engkau harus dapat menyadarkan saudaramu itu agar
dia menuntut penghidupan yang baik Dengan begitu dia
takkan menyianyiakan pemberian Ceng Liong ciangkun. ya.
Ceng Liong ciangkun telah memberikan hatinya kepada
saudaramu itu hingga saudaramu akan memiliki tenaga
sebesar ular naga. Ceng Liong ciangkun tentu akan puas mati
asal pemberiannya itu dapat dimanfaatkan saudaramu untuk
tujuan hidup yang baik dan berguna kepada umat manusia"
Seketika sadarlah pikiran Liok akan peristiwa yang telah
dialami bersama Bloon. Diam2 ia berjanji akan memberi
penjelasan hal itu kepada Blo'on.
"Terima kasih, lo-cianpwe. Sekarang aku sudah jelas"
katanya, "Tetapi lo-cianpwe, " tiba2 Liok berseru puIa "saudaraku
telah mencelakai jendral Buaya, mulut jenderal Buaya telah
disumbat dengan batu karang sehingga tak dapat menutup
lagi. Pun saudaraku juga telah menterbalikkan badan jenderal
kura2. Kedua jenderal itu sekarang masih terlentang di tepi
pulau ini" "Itu hanya kesalahan paham saja " kata orangtua aneh itu.
"karena melihat engkau dan saudaramu lari keluar dari istana
ini lalu saudaramu terjun ke dalam sungai, kedua jenderal itu
mengira kalau saudaramu hendak melarikan diri. Atau
mungkin menerka kalau saudaramu telah mengacau istana ini
maka mereka lalu menyerangnya. Nanti setelah saudaramu
sadar, kita ajak dia supaya meminta maaf. Kedua jenderal itu,
binatang yang sudah bertapa ratusan tahun. Mereka tentu
mau memaafkan saudaramu."
"Terima kasih, lo-cianpwe," kata Liok, "lalu apakah yang
dimakan oleh saudaraku tadi sehingga ia jatuh pingsan sampai
begitu lama ?" "Itulah yang disebut Cian lian-hay-te-som atau buah som
dari dasar laut yang umurnya ribuan tahun. Makan sebutir
buah som itu akan menambah kesehatan. Dua butir akan
menambah umur panjang. Tiga butir akan menambah kuat
tenaga dalam. Empat sampai lima butir, akan membuat
tenaga-dalamnya sama dengan jago silat yang berlatih ilmu
Iwekang selama dua tigapuluh tahun. Makan enam sampai
delapan butir, seluruh jalandarahnya akan tembus dengan
tenaga dalam, bahkan jalan-darah Seng si-hian-kwan yang
merupakan jalan darah yang sukar ditembus, sukar ditembus
oleh setiap orang yang melatih ilmu lwekang, juga akan
terbuka. Dengan begitu saudaramu pasti akan memiliki
tenaga-dalam yang luar biasa hebatnya."
Diam2 Liok girang dalam hati. Ia tahu bahwa Blo'on itu
sebenarnya adalah putra dari suhunya yang telah lenyap sejak
beberapa tahun. Waktu suhunya menutup mata, Blo"on tak
sempat diketemukan. Mudah mudahan anak itu kelak akan
mengikuti jejak ayahnya, menjadi seorang pendekar budiman.
"Lo-cianpwe," katanya, "berapa butirkah saudaraku telah
memakan buah som ?" tanyanya.
"Entahlah." sahut orangtua itu, "mungkin lebih dari sepuluh
butir. Untung segera kutampar. Bila tidak dia tentu akan
memakannya semua dan entah bagaimana akibat kalau
makan keliwat ukuran itu."
Dari girang kini Liok berbalik cemas. Blo'on makan lebih dari
sepuluh biji. Bagaimanakah akibatnya nanti "
"Lo-cianpwe, bagaimana kalau saudaraku ....."
"Tenanglah, anak perempuan," kata orang tua itu, "segala
apa tergantung pada rejekinya. Baiklah kita nanti saja."
"Anak perempuan, ambillah biji buah som yang berceceran
di tanah itu." katanya pula.
Setelah mengumpulkan biji2 som itu maka Liokpun
menyerahkan kepada oreng tua itu.
"Makanlah" seru si orangtua, "agar engkau memiliki
kekuatan yang hebat"
"Tidak lo-cianpwe." diluar dugaan Liok menolak.
"Engkau tak mau " Mengapa ?"
"Cian-lian-hay te som itu merupakan buah yang jarang
terdapat di dunia. Karena tak tahu maka saudaraku telah
memakannya. Bahwa lo-ci-anpwe tidak marah saja, aku sudah
bersyukur. Masakan aku masih berani menerima pemberian
dan lo-cianpwe lagi ?"
Orangtua itu tertawa : "Engkau terlalu polos, anak
perempuan. Di dunia daratan memang manusia membelenggu
diri dalam adat istiadat dan naluri tata susila. Tetapi di Istana
Hay sim-kiong sini kita tiada mengenal soal itu. Anak
perempuan, kuberikan kepadamu lima butir buah som sebagai
tanda perkenalan kita"
"Terima kasih, locianpwe" sahut Liok. "tetapi maaf aku tak
dapat menerima pemberian itu"
"Hah "' orangtua itu menyalangkan mata. "mengapa ?"
"Bukankah maksud locianpwe agar aku memiliki tenagadalam
yang hebat " Tidak, locianpwe. aku memang
menginginkan agar dapat memiliki ilmu lwekang yang tinggi.
Tetapi hal itu akan kucapai dengan jerih payah latihan2 yang
keras dan tekun. Aku tidak menyukai sesuatu yang datangnya
secara tiba2 dan ajaib"
Orangtua itu terkesiap. "Bagus, anak perempuan" serunya sesaat ke mudian,
"mungkin engkaulah orang satu2nya di dunia yang telah
menghapus prasangkaku terhadap manusia didaratan. Pada
hal umumnya orang persilatan tentu saling berebut untuk
mendapatkan buah mujijat semacam ini. Bahkan kalau perlu
mereka saling bunuh membunuh. Tetapi engkau, anak
perempuan dengan alasan yang mengesankan hatiku telah
menolak pemberian itu"
"Harap lo cianpwe memakainya sendiri agar lo cianpwe
dapat tambah panjang umur " kata Liok pula.
"Ah, engkau menyindir aku, anak perempuan.
"Menyindir " Apakah maksud lo-cianpwe ?"
"Setelah kematian dari Ceng Liong ciangkun, aku
memperoleh penerangan batin. Mengapa aku harus berusaha
untuk memperpanjang umur" Bukankah aku sudah bosan
hidup ratusan tahun" Mengapa aku masih temaha hidup
sampai seribu tahun " Tidak, anak perempuan, aku ingin
mengikuti jejak Ceng Liong ciangkun itu. Aku sudah bosan
hidup ..." "Locianpwe," katanya, "mengapa lo-cianpwe tidak mau
tinggalkan tempat ini dan kembali hidup di masyarakat ramai "
Locianpwe, akupun sudah sebatang kara apabila lo cianpwe
suka kembali ke daratan, aku sungguh bahagia sekali
mempunyai seorang kakek seperti locianpwe".
Orangtua itu tertawa kering. "Anak perempuan, dapatkah
engkau menghidupkan bangkai ?" tanya orangtua aneh itu.
Liok kerutkan dahi: "Apakah maksud lo-cianpwe ?"
"Dahulu akupun mempunyai keluarga, anak dan isteri.
Tetapi sejak aku ikut mencebur ke dalam lautan, aku sudah
hidup seratusan tahun disini. Mereka tentu sudah meninggal.
Maka kutanamlah wajah2 dan kenangan2 mereka dalam
taman hatiku. Jika engkau menghendaki aku kembali ke dunia
ramai lagi,. berarti engkau hendak menghidupkan kembali
kenang2 yang sudah membangkai didalam hatiku itu. Tidak,
anak perempuan, aku ingin mati disini sebagai seorang
menteri yang setya terhadap raja keturunan baginda Sung
yang terakhir." "Locinpwe, engkau benar2 seorang yang berhati emas,"
seru Liok penuh kekaguman.
Demikian dalam waktu yang amat singkat orangtua dan
Liok telah terikat dalam perasaan yang menyukai peribadi
masing2. Liok menaruh hormat atas kesetiaan orangtua itu
sebagai seorang menteri kerajaan. Dan orang tua itupun
menyukai sifat Liok yang polos dan tak temaha.
"Baiklah, anak perempuan," kata orangtua itu, "aku masih
takkan masih tak kan mundur dari keinginanku untuk
memberikan sesuatu kepadamu".
"Ah, harap lo-cianpwe jangan sibuk2 memikirkan soal itu.
Asal kami berdua dapat keluar dari istana ini dan kembali lagi
ke daratan dengan selamat, kamipun amat bersyukur hati."
Orangtua itu tak bicara lagi melainkan terus berlutut
dihadapan jenazah putera mhkota Sung dan mulutnya
berkemak kemik berdoa. Entah apa yang diucapkan. Beberapa
saat kemudian ia mengeluarkan dua keping batu datar, mirip
sepasang kepingan jeruk. Kedua benda itu dilontarkan keatas.
"Terima kasih, shayswe ya," seru orangtua itu seraya
memberi hormat dengan membungkuk tubuh sampai ke
tanah. Kemudian ia menghampiri ke tempat pangeran
mahkota itu lalu mencabut pedang yang terselip di pinggang
pangeran mahkota. Setelah memberi hormat pula, dia lalu
menghampiri Liok. "Anak perempuan, thayiweya telah meluluskan
permohonanku untuk menghadiahkan pedang pusaka kerajaan
Song ini kepadamu," serunya.
"Lo cianpwe," teriak Liok." bagaimana hal itu dapat
kuterima " Tidak lo cianpwe, aku tak ingin mendapat apa2."
"Anak perempuan," tiba2 orangtua itu berkata dengan nada
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sarat." jika demikian berarti engkau menolak permintaan dari
pangeran kerajaan Song."
"Apakah maksud lo-cianpwe?" tanya Liok.
"Pedang pusaka kerajaan Song yang akan diberikan
kepadamu itu mengandung makna bahwa engkau diminta
untuk menggunakannya membantu cita2 pangeran mahkota."
"Apukah cita2 pangeran mahkota itu ?" "Walaupun kerajaan
Song sudah lenyap tetapi cita2 kerajaan itu harus tetap
terpancar ke dunia. Cita2 itu tak lain tak bukan hanyalah untuk
menentramkan negara dan menjaga kepentingan rakyat.
Menegakkan keadilan, membela kebenaran, membasmi
kejahatan, menumpas kelaliman, menjunjung
perikemanusiaan berdasarkan cinta kasih."
"Oh." desus Liok.
"Demikian cita2 yang terkandung dalam hati pangeran
mahkota," kata orangtua itu.
"Tetapi lo-cianpwe, apakah tidak ada kekurangan dalam
keterangan lo-cianpwe itu ?"
"Apakah yang kurang ?" balas bertanya orang tua itu.
"Bukankah kerajaan Song dihancurkan oleh Kubilai Khan
yang kemudian mengangkat diri sebagai raja Goan". Tidakkah
pangeran mahkota bercita-citakan untuk membalas sakit hati
kepada pemerintah Goan ?"
"Oh," orangtua itu mendesah napas, "ketahuilah anak
perempuan: Bahwa raja dan kerajaan itu memang sudah
digariskan oleh Takdir Yang Kuasa. Dahulu ketika Tio Kong cu
akan menjadi pendiri kerajaan Song, maka muncullah seekor
kilin. Kubilai Khan bahkan pernah memerintahkan kepada
prajuritnya untuk menangkap binatang itu. Tetapi gagal
karena ki-lin itu lenyap."
"Dengan munculnya kilin itu jelas sudah, bahwa Kubilai
Khan memang telah direstui oleh Thian untuk menjadi raja.
Dengan demikian keruntuhan kerajaan Song itu memang
sudah digariskan dalam ketentuan kodrat. Adakah kita akan
menentang kodrat " Tidak, anak perempuan, pangeran
mahkota telah merelakan kerajaan warisannya itu lenyap.
Namun pangeran tetap meginginkan agar cita2 kerajaannya
itu terpancar didunia."
"Suatu cita2 yang luhur, lo-cianpwe," seru Liok.
"Dan karenanya engkau tentu bersedia membantu bukan ?"
sambut orangtua itu. "Baiklah, lo cianpwe," sahut Liok, "aku akan berusaha
sekuat tenaga untuk melaksanakan cita2 pangeran mahkota
itu karena cita2 itupun senapas dengan cita2 kaum pendekar
budiman." "Pedang pusaka ini disebut Pek liong Kiam atau pedang
Naga Putih. Dahulu ketika baginda Tio Kang in berkelana
didaerah hutan yang didiami suku Biau, dia telah membantu
suku itu membunuh sepasang ular besar. Setelah terbunuh,
ternyata dalam sarang ular itu terdapat sepasang pedang yang
aneh. Yang satu batangnya memancarkan sinar putih
cemerlang dan yang satu berwarna hitam. Ternyata sepasang
pedang itu merupakan pedang pusaka yang luar biasa
tajamnya ?" "Oleh karena berasal dalam sarang ular yang besarnya
menyerupai seekor naga, maka baginda lalu menamakan
sepasang pedang itu Pek-Liong - kiam dan Hlek liong -kiam.
Dengan pedang pusaka Naga Putih dan Naga Hitam itu
mulailah baginda membentuk anakbuah dan pengikut2 lalu
mulai menggerakkan pasukan untuk mempersatukan raja2
kecil dan pemberontakan2 yang berlangsung selama limapuluh
tahun sejak setelah raja kerajaan Tong yang terakhir mati
terbunuh". "Setelah menjadi raja maka turun temurun sepasang
pedang pusaka ini menjadi pusaka kerajaan. Pada waktu
melarikan diri dalam perahu. tak lupa pangeran mahkota pun
membawa juga pedang pusaka itu. Tetapi tiba di istana Hay
sim-kiong sini ternyata yang masih terbawa oleh pangeran
mahkota hanya pedang Pek Iiong kiam saja. Pedang Hek liong
kiam entah tenggelam dimana. Dan sungguh kebetulan sekali
Pek liong kiam itu berada di bawah dekaman ular betina dan
Hek-liong kiam itu di bawah tubuh ular jantan. Maka tepatlah
kalau Pek-liong kiam ini engkau yang memakainya".
Tak pernah disangkanya bahwa Liok bakal menghadapi
peristiwa aneh semacam itu. Namun karena sudah berjanji
maka iapun menerima juga pedang pusaka itu.
Orangtua itu meminta Liok supaya memberikan janjinya di
hadapan jenazah pangeran mahkota bahwa ia akan
melaksanakan pesan pangeran mahkota itu dengan sungguh2.
Setelah selesai maka kedua orang itupun duduk pula.
Dalam kesempatan itu. Liok mendapat penjelasan pula dari
orangtua itu. "Ada pula sebuah hal yang perlu kuberitahu kepadamu,"
kata orangtua itu. "dahulu baginda Kong in itu gemar sekali
menuntut ilmusilat dari seorang sakti, beliau telah mendapat
sebuah kitab pelajaran ilmu pedang To liong-kiam-sut. Ilmu
pedang membunuh naga. Naga disitu diartikan sebagai
durjana yang ganas dan sakti. Tetapi sayang ketika pasukan
Mongol menyerbu istana, kitab itu tak sempat dibawa dan
terjatuh ditangan Kubilai Khan. Pada waktu itu kudengar
bahwa Kubilai telah menyimpan banyak sekali ilmu pelajaran
silat dan pedang dari tanah Tiong-goan. Katanya, simpanan
kitab2 pusaka itu ditaruh di Kuil Kuning istana raja Goan di
Pakkhia. Berusahalah untuk merebut kembali kitab2 pusaka
peninggalan kerajaan Beng itu. Dengan memiliki kitab2 pusaka
itu engkau akan memperoleh ilmu silat dan llmupedang yang
tiada taranya. Berarti akan membantu usahamu untuk
melaksanakan pesan pangeran mahkota itu"
"Baik lo-cianpwe, mudah-mudahan semua pesan dan
petunjuk lo-cianpwe itu dapat kulaksanakan dengan sebaikbaiknya"
kata Liok. Kemudian Liokpun menanyakan apakah masih ada lain
pesan dari menteri tua itu yang akan diberikan kepadanya.
"Tidak ada lagi" kata orangtua itu, "sekarang silahkan
engkau beristirahat. Mudah-mudahan besok saudaramu itu
sudah terjaga." Liok tahu apakah saat itu siang atau malam Tetapi karena
ia merasa letih dan ngantuk maka dalam beberapa saat
kemudian, iapun tidur pulas.
Entah berapa lama. ketika Liok membuka mata ia dapatkan
Bloon duduk melengong lengong. Memandang kian kemari
seperti orang keheranan. Cepat Liok menggeliat bangun dan berseru girang :
"Engkoh Blo"on, engkau sudah terjaga?".
Blo'on berpaling memandang Liok, menyalangkan mata
memandangnya dengan dahi berkerut.
"Engkoh Blo'on " Liok menegurnya pula
"Siapa yang engkau panggil ?" tiba2 Blo'on balas bertanya.
"Engkau !" "Aku ?" "Ya, bukankah engkau ini engkoh Blo'on ?" seru Liok.
"O. apakah namaku Blo'on ?"
"Eh. engkau ini bagaimana. Punya nama masakan lupa ?"
gumam Liok. "O, namaku Blo'on" pemuda itu mengulangi pula, "lalu
siapakah namamu ?" "Ha ?" Liok mendesah kaget, "engkau tak ingat namaku"."
"Siapa yang tahu " Ketemupun baru sekarang, masakan
aku sudah tahu", balas Bloon.
Liok terkejut. Mengapa tiba2 Blo'on berobah begitu bloon.
Apakah yang menyebabkan dia begitu "
"Hai ... apakah karena dia minum buah som itu"'" tiba Liok
teringat. "Engkoh Bloon, aku bernama Liok, sumoaymu. Ya, adik
seperguruanmu. Mengerti ?"
"Mengerti" sahut Blo'on. "lalu siapakah guruku?"
"Gurumu bernama Kim Thian-cong".
"O. baiklah." Mendengar itu timbullah kesan pada Liok, Blo'on mengalami
perobahan yang aneh. Dia lupa semua peristiwa yang lampau.
Tetapi dia dapat mengingat dan mau menerima semua
keterangan yang diberikan kepadanya. Beda dengan yang lalu
dimana Blo'on itu seperti orang yang kehilangan ingatan,
sekarang pikirannya terang.
"Celaka, aku harus selalu memberi keterangan kepadanya
"diam2 Liok mengeluh. Tetapi dia pun bergirang karena Blo'on
mengalami perobahan yang menggembirakan.
"Engkoh Blo'on, tahukah siapa nama orang tuamu"'* tanya
Liok memancing-mancing. "Tidak". "Bagaimana perasaan pikiranmu?" tanya Liok "Aku seperti
manusia baru. Tak tahu apa2"
"Engkau percaya kepadaku " Engkau percaya semua
keterangan yang kuberikan kepadamu?"
"Sudah tentu percaya karena engkau adalah sumoayku"
kata Bloon. Liok tertawa gembira. Sepercik rasa bahagia menyentuh
sanubarinya. "Baiklah, engkoh Bloon. Akan kututurkan semua riwayatmu"
kata Liok. "Dengan panjang lebar Liok segera menuturkan asal usul
Blo'on, siapa ayahnya dan bagaimana peristiwa aneh yang
menimpali diri ayahnya itu. Pengalaman2 yang dialaminya
Blo"on selama berkelana ini, sampai menjadi penganten untuk
menolong kesulitan kepala desa Hong ke cung, kecebur dalam
muara Sungai Kuning, masuk kedalam istana Hay-sim-kiong
hingga sampai Blo'on disedot ke dalam perut ular lalu makan
buah som. "Apakah engkau dapat mengingat semua yang kuceritakan
itu ?" tanya Liok mengakhiri ceritanya.
"Mengapa tidak ?" balas Blo'on. "lalu dimana orangtua disini
itu ?" "Tadi dia berada di sini menunggu putera mahkota Song
tetapi entah kemana mereka sekarang ?" kata Liok.
Ternyata saat itu orang tua dan pangeran mahkota sudah
tak berada diruang itu entah kemana.
"Hayo. kita mencarinya" kata Liok seraya menghampiri
kemuka, tetapi ternyata ruangan itu buntu. Tiada pintu dan
jalan. "Aneh, kemanakah orangtua itu ?" kata Liok lalu mengajak
Blo'on keluar. Tiba dipintu istana karang, mereka terkejut. Halaman istana
yang merupakan dataran karang luas yang mencapai tepi
sungai, tidaklah berupa kurang melainkan penuh dengan
barisan buaya dan kura2. Mereka tengah merayap2 hendak
menghampiri ketempat Blo'on.
"Ih " Liok mendesih ngeri "mereka tentu akan menyerang
kita" "Kita hajar saja binatang itu" seru Bloon. Tetapi dicegah
Liok : "Jangan mereka tentu hendak menuntut balas karena
raja mereka telah engkau terbalikkan di daratan"
"O". kalau begitu, biarlah kukembalikan letak tubuh raja
mereka" kata Blo'on terus hendak melangkah keluar.
"Jangan" kembali Liok mencegah, "lapangan penuh dengan
buaya dan kura2 yang marah. Bagaimana engkau bendak
mencapai tempat itu ?"
Beberapa ekor buaya dengan nekad merayap naik ketitian
batu. Dengan menggelepar-gelepar binatang2 itu berusaha
untuk naik dan menghampiri ke tempat Blo'on.
Liok ngeri melihatnya. Cepat ia menyurut masuk kedalam
ruangan lagi. Tidak demikian dengan Blo'on. Ia tenang2 saja melihat
tingkah laku buaya2 yang marah itu. Bahkan ketika sudah
tinggal dua tiga langkah di hadapannya, Blo'on tetap diam
saja. Seekor buaya yang panjang dan besar cepat tiba di dekat
Blo'on, tiba2 binatang itu menyambar kaki Blo'on.
"Hm.." Blo'on berkisar menghindar mundur. Buaya itu masih
memburu dengan mulutnya. "Huh." Bloon mendengus seraya loncat keatas kepala buaya
itu. Serentak mulut buaya itupun terkatup kencang, seperti
tertindih oleh benda berat. Binatang itu coba menggeleparkan
ekornya namun sia2 saja. Dia tak dapat terlepas dari injakan
kaki Bloon. Buaya yang seekor segera merayap maju. merentang mulut
lebar dan terus melonjak menyambar kaki Bioon.
"Huh," kembali BIo un mendengus seraya loncat keatas
kepala buaya itu. Seperti kawannya buaya itupun tak dapat
berkutik lagi. Buaya yang ketigapun demikian. Begitu dia hendak
menyambar, Bloon terus loncat menginjak mulutnya,
Blo'on tak menyadari bahwa kakinya itu dapat memijak
hebat sekali, jauh lebih hebat dari ilmu Cia kin tui atau
Injakan-seribu-kati. Sebuah ilmu injakan kaki yang dilambari
dengan tenaga dalam. Bloon berlincahan loncat dari atas mulut seekor buaya ke
lain mulut buaya. la tak menyadari mengapa buaya itu
menjadi tak berkutik apabila diinjaknya.
Setelah beberapa ekor buaya, kini ia berhadapan dengan
beberapa ekor kura2. Pun caranya sama. Ia berloncatan dari
satu ke lain punggung kura2. sambil menuruni titian batu.
Karena sudah terlanjur turun di lapangan, Blo'on tak mau
kepalang tanggung. la lanjutkan perjalanan melintasi lautan
buaya dan kura2. la hendak mencari si raja buaya dan raja kura2 atau Gok
ciangkun dan Kui ciangkun ...
-ooo0dw0oooTiraikasih website http://kangzusi.com.
Jilid 21 Dengan berlincahan loncat dari satu ke lain buaya, akhirnya
Blo'on dapat juga mendekati tempat Gok ciangkun atau si Raja
Buaya. Tetapi alangkah kejut Blo'on ketika ia tak melihat raja
buaya itu. Yang ada hanya sebuah bukit buaya. Beribu ribu
ekor buaya saling tindih menindih membentuk diri menjadi
sebuah tumpukan buaya yang setinggi dua meter. Tumpukan
buaya itu melingkari sekeliling rajanya.
"Mengapa kawanan buaya itu bertumpuk-tumpuk begitu
tinggi ?" kata Blo'on seorang diri.
"Oho, rupanya mereka membentuk dinding untuk
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melindungi rajanya," sesaat kemudian ia menjawab sendiri.
"Hai, kawanan buaya, menyingkirlah, "dia berteriak keras,
"aku tak akan menganggu rajamu tetapi akan menolongnya.
Aku sudah merasa bersalah, sekarang aku hendak minta maaf
kepada rajamu." Sudah tentu kawanan buaya itu tak dapat menangkap
Bahasa manusia. Mereka hanya tahu bahwa seorang manusia
datang dan serempak merekapun merentang mulut lebar2
siap hendak menerkam. "Kurang ajar," bentak Bloon, "mengapa kalian hendak
mencaplok aku " Aku akan menolong rajamu, tahu !"
Tetapi kawanan buaya itu tak mau menghiraukan dan
memang takdapat menghiraukan omongan Blo'on. Mereka
tetap siap mengangakan mulut dan merentang mata
memandang Blo'on. "Hai, buaya gila, mengapa engkau memandang aku begitu
rupa " Apakah engkau marah ke padaku " Tulikah engkau
bahwa aku akan menolong rajamu ?" Blo'on berteriak-teriak
seperti orang gila. Namun kawanan buaya itu tetap tak merobah sikapnya.
Bahkan seekor buaya yang besar segera meluncur turun ke
tanah dan maju menghampiri Blo'on.
Tiba2 buaya itu merangkak cepat sekali terus menyambar
kaki Blo"on. "Huh ... !" Blo'on berteriak dan melambung ke atas lalu
meluncur turun hendak menginjak kepala buaya itu.
Tetapi buaya besar itu beda dengan buaya2 yang dibuat
jalan Blo'on tadi. Begitu Blo'on hendak meluncur keatas
kepalanya, buaya itupun cepat menyurut mundur, ngangakan
mulut lebar2 untuk menyambut kaki Blo'on.
"Celaka ... " Blo'on mengeluh kejut. Cepat ia bergeliatan,
membuang kakinya keatas sehingga tubuhnya melambung ke
udara lagi. Dia tak menyadari mengapa dia dapat mengayunkan
kakinya ke udara sehingga tubuhpun ikut melambung keatas
lagi. Dia hanya merasa bahwa tubuhnya ringan sekali.
Ketika meluncur turun, kembali ia menjerit: "Celaka, buaya
itu masih ngangakan mulut saja"
Kembali ia ayunkan kedua kakinya ke atas dan
tubuhnyapun ikut melambung ke udara lagi. Sampai tiga
empat kali ia terpaksa harus berbuat begitu karena mulut
buaya masih tetap terpentang lebar.
"Wah, kalau terus menerus berjumpalitan begini, aku bisa
lemas" ia mengeluh. Ia mencari akal bagaimana menghadapi buaya itu. Pikirnya
: "Aku harus dapat menundukkan buaya itu tetapi tak boleh
membunuhnya. Aku sudah bersalah kepada rajanya, janganlah
sampai membunuh seekor buaya lagi... "
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu
yang nekad dan berbahaya.
"Apa boleh buat, tiada lain jalan lagi, kecuali dengan gerak
tipuan itu," katanya.
Setelah mengayun kaki keudara membawa tubuh naik ke
atas, ia meluncur ke bawah. Tetapi tiba2 ia berjumpalitan
sehingga kaki melayang keatas dan kepala dibawah. Dalam
keadaan itulah ia menukik ke bawah, ke arah mulut buaya
yang menganga itu. Blo'on tak memperhitungkan lagi adakah ia mampu
melakukan hal itu atau tidak. Dalam pikirannya hanya
tercantum bahwa ia hendak mengatupkan mulut buaya itu.
Dengan gerak kecepatan yang tak disadarinya ia merentang
kedua tangannya, mencengkeram kedua mulut buaya lalu
cepat2 dikatupkan rapat2.
Plok ..... Rupanya buaya itu terkejut ketika mulutnya ditutup. la
meronta, menyabatkan ekornya keras2 Maksudnya hendak
menyabat Blo'on. Tetapi walaupun ekornya dapat bergerak,
mulutnya tetap tak dapat terlepas dari cengkeraman Blo'on.
"Hem, buaya ini memang bandel sekali. Baiklah kuberinya
hajaran" kata Blo'on.
Tanpa menyadari bahwa apakah ia kuat atau tidak, seketika
itu juga ia mengangkat buaya itu keatas, lalu dilontarkan
kedalam sungai byurrr. lapun tak terkejut mengapa ia mampu melakukan hal itu.
Pada hal buaya itu beratnya ratusan kati. Ia hanya merasa
bahwa ia harus menghajar buaya itu dengan melemparkannya
ke dalam sungai. Dan setelah berhasil melemparkan buaya besar itu,
timbullah keinginannya untuk melemparkan kawanan buaya
yang menganak bukit itu. Tetapi tidaklah mudah untuk melemparkan mereka:
Kawanan buaya itu mengangakan mulut semua, siap untuk
menerkam. "Kurang ajar," damprat Blo'on. Ia merenung untuk mencari
akal. Tetapi karena tak mendapat akal, iapun jengkel.
Wut, wut ..... Segera ia ayunkan tangannya menampar
tumpukan buaya itu. Sesungguhnya ia tak tahu apakah
tamparannya itu akan dapat merobohkan dinding buaya yang
sedemikian rapat dan tinggi. Tetapi ia tak mau banyak pikir. Ia
tak dapat menemukan jalan lain kecuali begitu dan cepatlah ia
mengerjakannya. Terdengar suara macam batu roboh ketika buaya yang
mendekam pada lapisan atas, berhamburan jatuh menimpah
raja buaya yang rebah telentang di dalam lingkungan pagar
buaya itu. Blo'on tidak heran mengapa ia memiliki tenaga sedemikian
hebat. Ia anggap, pukulannya itu sudah wajar kalau dapat
merobohkan kawanan buaya.
Sedangkan sisanya, berupa pagar buaya yang tinggal
semeter tingginya itupun berhamburan ke empat penjuru.
"Hai, kemanakah raja buaya itu ?" teriaknya ketika melihat
di tengah tingkatan pagar itu tak tampak raja buaya yang
diterbalikkan tadi, melainkan hanya gundukkan buaya yang
malang melintang tumpang tindih.
Rubuhnya pagar dibagian muka, menyebabkan seluruh
pagar buaya itu kacau. Beberapa buaya yang marah segera
berhamburan menyerang Blo'on tak tahu apa sebab ia tak
takut menghadapi sekian puluh buaya yang marah. Ia hanya
merasa bahwa kawanan buaya itu harus disapu bersih agar ia
dapat menolong raja buaya.
Maka berloncatan ia kian kemari untuk menghindar
sambaran mulut buaya. Secepat menghindar ia terus
menyambar ekor lawan lalu dilemparkan ke arah sungai.
la tak tahu mengapa ia kuat menarik ekor buaya dan
melemparkannya ke sungai. Ia hanya merasa bahwa buaya2
itu tak berapa berat. Demikian terdengar suara air mendebur keras, setiap kali
seekor buaya terlempar jatuh ke sungai. Kini Blo'on dapat
melihat si raja buaya masih telentang.
"Raja buaya, maafkan kesalahanku tadi," katanya,
"sekarang aku hendak menolongmu."
Segera ia mendorong tubuh buaya itu dan dapatlah buaya
itu tengkurap lagi. Buaya itu diam saja. Tiba2 binatang itu
membuka kedua matanya dan memandang Blo'on.
"Maafkan aku, raja," seru Blo'on gopoh ketika melihat mata
buaya itu seperti menitikkan airmata.
Buaya itu tidak menjawab melainkan mengatupkan mata
lalu membukanya lagi. "O, engkau sudah terlalu lama berada di darat, marilah
kuangkat ke dalam sungai," kata Blo'on lalu mengangkat
buaya itu dan dibawanya ke tepi sungai.
Aneh tetapi memang nyata. Buaya yang panjangnya hampir
lima meter itu diam saja ketika diangkat oleh Blo'on.
Dengan hati2 sekali Blo'on meletakkan buaya itu di dalam
air ..... Seketika muncullah ratusan buaya yang dilempar Blo'on
tadi. Mereka berbaris dipermukaan sungai untuk menyambut
dan mengiringkan raja mereka kembali ke dalam dasar laut.
Blo'on tak sempat memperhatikan barisan buaya itu lagi.
Cepat ia lari menghampiri raja kura2 Tetapi alangkah kejutnya
ketika di tempat itu pun telah dijaga ketat oleh barisan kura2.
Rupanya barisan itu mempunyai pemimpin juga. Sepasang
kura2 hitam dan putih yang lebih besar dari kura2 lain.
Begitu Blo'on datang, kedua kura2 itupun segera
menjulurkan kepalanya, menengadah tegak dan memandang
Blo"on dengan bengis.
"Jangan marah kepadaku, aku bukan musuh tetapi hendak
menolong rajamu," kata Blo'on dengan nada ramah.
Tetapi kedua kura2 besar itu diam saja
"Huh, mengapa engkau masih memandang aku begitu rupa
?"' seru Blo'on pula, "apakah engkau tak mendengar
omonganku " Dengarkan yang terang, aku tak memusuhi
kalian tetapi akan menolong rajamu."
Namun kura2 itu tetap memandangnya.
Melihat itu Bloon jengkel, la tak menghiraukan lagi sikap
kedua kura2 itu lalu terus melangkah maju.
Ngokkk ..... Tiba2 kura2 putih mendengkung keras sekali sehingga
Blo'on terkejut mundur selangkah.
"Kurang ajar, engkau membikin aku kaget " teriak Blo'on. Ia
melangkah maju lagi. Kali ini bukan saja mendengkung keras, pun kura2 putih itu
menyemburkan segumpal asap putih.
"Kurang ajar, berani menyembur aku ?" teriak Blo'on
lalu.balas menyembur dengan mulutnya. Sudah tentu bukan
asap yang keluar melainkan angin doang. Tetapi angin bukan
sembarang angin karena angin itu sampai menimbulkan suara
menderu. Seketika asap putih itupun tertiup lenyap.
Kura2 putih itu marah. Berulang kali ia mendengkung dan
menyembur asap putih tetapi tiap kali itu pula Bloon dapat
meniupnya lenyap. Demikian terjadi adu semburan mulut antara seekor kura2
putih yang besar dan Blo'on. Padahal Blo'on tidak menyadari
mengapa semburan mulutnya itu dapat menghembuskan
angin kuat yang mampu membuyarkan gumpalan asap putih.
Dalam pikirannya hanyalah, karena kura2 putih menyembur
maka iapun harus balas menyembur. Tanpa diketahui bahwa
semburannya itu mampu juga untuk menghamburkan batu
dan pasir di sekeliling tempat itu.
Ngokkkk Sekonyong konyong kura2 hitam mendengkung dan terus
loncat menyambar Blo'on. Sudah tentu Blo'on terkejut sekali.
Ia tak pernah menyangka bahwa kura2 hitam dapat loncat
menyambarnya. Karena terkejut, ia tamparkan tangan2-nya, Prak ... kura2
hitam itu terlempar sampai setombak jauhnya.
Melihat itu, kura2 putihpun loncat menyambar juga. Tetapi
secepat itu Blo'on ayunkan tangan kirinya. Prak ..... kura2
putih terlempar sampai beberapa meter.
"Kurang ajar, masakan kalian hendak menyambar perutku"
teriak Blo'on tanpa menyadari mengapa ia memiliki tenaga
pukulan yang dapat melemparkan kura2 besar yang berumur
ratusan tahun. Dalam pemikirannya, karena dirinya hendak
disabar, ia harus menghalau.
Kura2 hitam dan putih tidaklah jera karena terlempar itu.
Setelah mendengkung, mereka merayap dengan cepat ke
tempat Blo'on lagi. Entah bagaimana ketika kedua kura2 itu mendengkung
dengkung maka puluhan ekor kura2 segera mengepung Blo'on
di tengah2. Sementara kura2 putih tetap berada di muka,
adalah kura2 hitam lalu merayap menyelinap kebelakaug
Blo'on. "Eh, kurang ajar, mereka hendak mengepung aku," kata
Blo'on seorang diri, "kalau mereka menyerang serempak,
celakalah aku". Tetapi Blo'on tak mempunyai banyak waktu untuk
mengoceh seorang diri. Saat itu terdengarlah kura2 hitam dan
kura2 putih mendengkung keras dan serempak pada saat itu;
berhamburanlah berpuluh-puluh kura itu menerjang Blo'on.
Prak ...-. Yang paling ditakuti Blo'on hanya kedua ekor kura besar
hitam dan putih itu. Karena kedua binatang itu dapat loncat
menerkam. Maka ketika kura putih loncat ke arahnya, Blo'on
pun cepat loncat melambung ke udara. Kemudian dia
melayang dan meluncur sampai beberapa belas langkah dari
kawanan kura2 itu. Ternyata pada saat kura2 putih loncat, kura2 hitampun juga
loncat. Karena yang diserang melambung tinggi ke udara,
kedua ekor kura2 saling berbentur sendiri lalu jatuh menimpali
kura2 yang berada di bawah.
Seketika terjadilah kekacauan dalam kawanan kura2 itu.
Karena tertimpah oleh dua ekor kura2 yang besar dan berat
maka kawanan kura2 itu menjadi macet. Beberapa kura2 yang
tertindih tak dapat berkutik lagi. Bahkan ada yang terpental
dan terbalik badannya hingga tak dapat berbuat apa2 lagi.
Melihat itu timbullah pikiran Blo'on. Kini ia tahu bagaimana
untuk menyelesaikan kawanan kura2 itu. Cepat2 ia mulai
bekerja untuk menterbalikkan kura2 itu semua. Setelah
mereka tak dapat berkutik barulah Blo*on melemparkannya ke
dalam sungai. Dalam beberapa kejab saja, bersihlah tempat
itu dari kawanan kura2. Kini barulah Blo'on dapat melihat Kui ci-ciangkun atau
panglima Kura2 yang masih terbalik badannya menelentang di
tanah. "Raja Kura2" kata Bloon, "jangan marah. Karena badanku
seperti dibakar maka tadi aku telah mengamuk dan
menterbalikkan engkau. Sekarang aku hendak menolongmu".
Blo'on terus maju menghampiri.
"Eh, mengapa bibirmu begitu merah?" tiba2 ia menegur,
"eh, engkau bisa tertawa ?"
Ternyata kura2 yang berumur seribu tahun itu mempunyai
mulut yang merah. Dalam anggapan Blo'on, raja kura2 itu
seperti tertawa. Blo'on mendorong totok kulit kura2 itu dan dapatlah
binatang itu tengkurap lagi. Setelah tengkurap, kura itu
menjulurkan kepalanya memandang Bloon.
"Ha, ha" Blo'on tertawa, "mengapa engkau selalu
menyungging senyuman ?"
"Baiklah kukembalikan kura ini ke dalam air lagi." pikir
Blo'on. Segera ia mengangkat badan kura yang beratnya
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa ratus kati lalu diangkatnya dan dimasukkan ke
dalam air lagi. Setelah itu ia kembali ke istana karang.
Ia heran mengapa si Liok yang berdiri diatas batu titian
dimuka halaman istana tadi, tak tampak lagi.
Sambil melangkah masuk kedalam ruang, ia berseru : "Liok
sumoay, dimanakah engkau ?"
Ruangan itu kosong melompong, sunyi senyap. Tiada
tampak orangtua tadi, maupun putera mahkota.
"Hai, kemanakah gerangan mereka?" teriak Blo'on lalu
berulang kali memanggil Liok.
Setelah kerongkongannya hampir pecah, barulah Blo'on
berhenti. Ia mulai menyelidiki tempat itu. Sebuah ruangan,
batu karang yang buntu, tiada pintu dan jalanan ke belakang.
Blo'on keluar dari istana itu menuju kehalaman.
Memandang kesekeliling, dilihatnya empat penjuru pulau
karang itu dikelilingi oleh sungai.
"Ah, tak mungkin sumoay tinggalkan tempat ini. Dia tentu
tak dapat menyeberangi sungai yang penuhi dengan buaya
dan kura2. Dia tentu masih berada dalam istana karang sini,"
ia menimang-nimang. "Tetapi aneh. kemanakah dia " Dan kemana pula orangtua
yang mengaku sebagai menteri kerajaan Song itu?" kembali
timbul pertanyaan dalam hatinya.
Segera ia berjalan jalan meagelililingi istana karang itu.
Tetapi tiada, juga ia melihat barang sebuah pintu atau
terowongan, Istana itu seolah-olah merupakan segunduk batu
karang yang pepat. Dengan bersungut sungut dan berulang kali berkata aneh.
Blo'on terpaksa kembali ke dalam ruang depan istana itu. Ia
tahu apakah saat itu malam atau siang hari. Karena hatinya
kesal tak berhasil mencari Liok, iapun rebahkan diri diatas
lantai karang. Tak berapa lama ia terlena tidur.
Entah berapa lama ia tertidur, ketika membuka mata ia
terkejut karena dataran pulau karang itu penuh dengan
bermacam-macam binatang laut. Mereka berkerumun menurut
jenisnya masing2 dan menyerupai sekelompok barisan.
Udang, kepiting, katak, ular, kuda laut, beberapa jenis ikan.
Bahkan buaya dan kura2 seperti kemarin itu, pun tampak lagi.
Dan yang mengerikan ikut hadirnya barisan gurita.
"Hai, mengapa mereka muncul disini ?" Bio"on terkejut,
"apakah mereka hendak menyerangku?"
Cepat Blo"on melonjak bangun dan lari keluar halaman.
"Ah, apa ini ?" tiba2 tangannya menyentuh sebuah benda
pada pinggangnya. Cepat ia mengambilnya.
'Hai. sebuah pedang "' serunya heran ketika ia mencabut
benda itu. Seperti telah dikatakan dibagian muka. keadaan Blo'on saat
itu berbeda dengan di waktu ia belum tenggelam ke dasar
laut. Kalau dulu ingatannya blo'on, sekarang tidak. Tetapi dia
merasa seperti orang baru. Tidak ingat apa yang telah terjadi
dulu. Yang diingatnya hanyalah apa yang diketahuinya
sekarang. Demikian pula dengan pedang yang berada pada
pinggangnya itu. Ia tak ingat lagi bahwa pedang itu disebut
Ceng-liong-kiam atau pedang Naga Hijau pedang pusaka dari
partai Kay-pang yang dititipkan kepadanya oleh seorang desa
(bacalah jilid 17). Ia merasa senang karena mendapat pedang tanpa
menghiraukan darimanakah asal pedang itu. Baginya, yang
penting mendapat pedang, perlu apa harus mengingat-ingat
dari mana asalnya pedang itu.
"Dengan memiliki sebuah pedang, rasanya aku dapat lebih
baik menjaga diri apabila kawanan binatang laut itu
menyerang." Tetapi ditunggu sampai beberapa saat, ternyata kawanan
binatang itu tak bergerak menuju ke tempatnya.
"Kurang ajar, mengapa mereka tak mempedulikan aku ?"
akhirnya ia mulai jengkel lalu ayunkan langkah menuruni batu
titian. Ia menghampiri barisan udang. Barisan itu diam saja, lalu
beralih menghampiri barisan kura2. Juga diam saja. Dari satu
ke lain barisan, kawanan binatang laut itu tidak menghiraukan
kedatangan Blo'on. Blo'on makin heran. Mengapa binatang2 itu diam saja dan
memandang ke muka " Apakah yang mereka perhatikan "
Karena tertarik hatinya, Blo'on mengikuti arah yang dihadap
dan dipandang oleh kawanan binatang laut itu. Seketika ia
terkesiap. Pada samping istana ruang, tampak dua ekor
binatang tengah mendekam di kedua sisi sebuah lubang
besar. Yang satu seekor gurita dan yang satu seekor ular.
Tertarik perhatiannya, Blo'on secara menghampiri ke
tempat itu. "Ah, sebuah pintu," serunya terkejut. Karena tadi waktu
menyelidiki sekeliling istana karang, ia tak melihat barang
sebuah lubang pun. Melihat kedatangan Blo'on, gurita dan ular segera
meregang tegakkan kepalanya, bersikap hendak menyerang.
"Mengapa mereka ini ?" kata Blo'on dalam hati. Serentak
timbul keinginannya untuk masuk kedalam lubang pintu itu.
Tetapi ketika hampir dekat, tiba2 ular itu segera
menyambarnya. Uh ,.... cepat Blo'on loncat menghindar mundur.
"Eh, rupanya mereka menjaga lubang itu dan melarang
orang masuk," pikir Blo'on.
Tetapi dengan rintangan itu bukan menyebabkan takut,
bahkan kebalikannya ia malah ngotot ingin tahu dalam lobang
pintu itu. Sekali ayunkan tubuh, iapun sudah tiba di-hadapan gurita.
Gurita cepat rangsangkan tangannya untuk melibat tubuh
Blo'on tetapi dengan sebat sekali, Blo'on membabatkan
pedangnya. Cres, cres.....
Sebuah jari gurita itu kutung seketika. Darah berwarna
hitam segera membasahi tanah.
Melihat itu gurita gerakkan salah sebuah tangannya lagi
untuk memeluk kepala Blo'on tetapi tangkas sekali Blo'on
melangkah maju dan membabat tangan binatang itu. Cres....
kali ini darah makin deras karena yang terbabat itu pangkal
targan yang besar. Rupanya kali ini gurita tampak kesakitan. Jika tadi hanya
semacam jarinya yang hilang sekarang ini tangannya. Dan
marahlah gurita itu. Serentak ia gerakkan semua tangannya
untuk menerkam. Di lain fihak karena mendapat hasil semangat Blo'on
tambah besar. Melihat dirinya hendak ditelungkupi oleh
berpuluh tangan gurita, cepat berputar-putar diri seraya
ayunkan pedangnya. Cres, c es, cres ..... Terdengar bunyi macam besi panas dibenam dalam air
ketika pedang Naga Hijau membabat kutung puluhan jari2
tangan gurita itu. Blo'on tak menyadari bahwa gurita yang menjaga lubang
pintu itu bukan sembarang gurita! Badannya yang lbesar dan
umurnya yang jauh lebih tua dari gurita2 yang berkerumun
dalam barisan itu, menyebabkau gurita itu terpilih sebagai
kepala barisan. Dalam istilah ketentaraan adalah seorang
senopati atau panglima. Badannya terbunuh oleh bulu hitam, demikian pula dengan
jari2 tangannya. Kulitnyapun tebal, dan keras sekali.
Adalah karena Naga Hijau itu merupakan pedang pusaka
yang tajam sekali, dapatlah jari2 tangan gurita itu terbabat.
Blo'on tak menyadari hal itu. Tidak pula ia menyadari
bahwa gerak perputaran tubuhnya tadi ternyata, merupakan
suatu gerak yang luar biasai cepatnya. Andaikata orang biasa,
walaupun membekal pedang pusaka semacam pedang Naga
Hijau, tetapipun tentu kalah cepat dengan gerakan jari2
tangan gurita yang berpuluh-puluh buah jumlahnya.
Gurita ngelumpruk di tanah. Namun binatang itu masih
nekad hendak menelan Blo'on. Melihat gurita terbenam dalam
darah hitam, Blo'on tak sampai hati membunuhnya. Ia
lepaskan sebuah hantaman lalu loncat mundur.
"Hai, kemanakah gerangan ular tadi ?" serunya heran ketika
tak melihat ular itu berada di samping pintu.
Memang ia tak memperhatikan apa yang terjadi sekeliling
ketika ia sibuk berhantam dengan gurita.
Pada waktu jari2 tangan gurita terbabat pedang, ada
sebuah jari yang terlempar dan melayang jatuh tepat
mengenai kepala ular itu. Sebenarnya ular tak mungkin mati
karena terlimpah benda semacam itu. Tetapi darah yang
mengucur dari kutungan jari gurita itu telah mengucur ke
mata ular. Seketika ular itu merontak sekuat-kuatnya. Kedua
matanya serasa gelap karena darah hitam gurita. Binatang itu
tak dapat melihat apa lagi. Dia buta. Rasa sakit dan mata buta
telah menyebabkan ular mengamuk. Dengan buas ia hendak
menerjang Blo'on. Tetapi pada saat itu Blo'on tengah loncat
mundur sehingga yang diterjang adalah gurita tanpa jari itu.
Dengan buas, ular itu menyeret gurita dibawa lari Sekuatkuatnya
tanpa arah tujuan yang tertentu.
Barisan binatang2 laut geger. Yang diterjang segera lari
berhamburan bubar dan masuk ke dalam sungai.
Blo'on tak mengacuhkan kekacauan itu. Ia terus melangkah
masuk pintu itu. Ah, akhirnya ia tiba disebuah ruang yang
besar dan indah. Dikata indah karena ruang itu penuh dengan sinar
bergemerlapan dan batu2 mutiara yang sebesar telur itik.
Bahkan ada yang besarnya hampir segenggam largan orang.
Dan yang lebih mengherankan pula, mutiara2 itu
memancarkan sinar warna-warna. Hijau, biru, putih, kuning,
ungu..... Blo'on tertegun dan terhenti langkahnya. Ketika
memandang ke muka, hampir ia menjerit kaget.
Seekor buaya raksasa, kura raksasa, udang raksasa, ikan
raksasa dan gurita besar tengah berjajar menghadap sebuah
altar yang agak tinggi. Diatas batu altar itu tampak seorang
tua tengah berlutut kearah dua buah kursi berhias mutiara.
Kursi itu diduduki oleh seorang anak lelaki dan seorang dara.
"Hai, itulah si kakek tua !" teriak Blo'on ketika mengenali
kakek itu sehagai orangtua yang berada dalam ruang, depan
istana. Ia melangkah maju dan : "Hai, putera mahkota!" serunya
pula. Ia maju dua tiga langkah lagi dan seketika berteriaklah ia
sekeras-kerasnya. '"Liok sumoay engkau ,....!" teriaknya seraya lari
menghampiri. Tetapi secepat itu udang raksasa melenting, menghadang
jalan. "Apakah artinya ini ?" teriak B'n'on.
Namun udang raksasa itu diam saja dan hanya menegakkan
sepasang sungutnya yang tajam.
"Liok sumoay, mengapa engkau diam saja " teriak Blo'on
pula seraya hendak menerjang.
Udang raksasa itu mempunyai sepasang supit yang amat
besar dan beberapa sungut yang runcing. Begitu Blo'on
melangkah maju, cepat udang raksasa itu layangkan
sungutnya untuk menusuk tubuh Blo'on.
Blo'on loncat ke atas tetapi secepat itu ia segera disambut
oleh supit kiri udang raksasa itu.
Cret ... untunglah Blo'on merundukkan kepala sambil
menekuk kedua kaki lalu mengayunkan tubuhnya
berjumpalitan melayang. "Berhenti ... !" tiba2 orang tua itu bersuit nyaring seraya
berteriak. Blo'on tegak memandang orangtua yang saat itu berpaling
kebelakang. "Orangtua, apa maksudmu ?" teriak Blo'on.
"Aku hanya melaksanakan perintah putera mahkota untuk
meminang dara itu sebagai permaisurinya."
"Apa ?" teriak Blo'on.
"Saat ini istana Hay-te kiong sedang merayakan pernikahan
agung dari putera mahkota kerajaan Song dengan nona Liok."
"Apa " Bukankah putera mahkota itu sudah meninggal ?"
Blo'on berseru kaget, "bagaimana orang mati hendak menikah
dengan manusia hidup!".
"Aku hanya melakukan perintah putera mahkota saja.
Sebagai seorang menteri tua, aku terpaksa harus menurut."
"Bohong !" teriak Blo'on. "dia sudah mati, bagaimana dapat
memberi perintah kepadamu ?"
"Yang mati adalah jasadnya tetapi jiwanya masih hidup.
Melalui mimpi yang memancar dalam tidurku kemarin malam
maka putera mahkota memerintahkan supaya beliau
dijodohkan dengan gadis Liok, sumoaymu itu. Bukankah
engkau setuju ?" "Tidak !" bentak Blo'on. "aku tidak setuju!"
"Mengapa ?" "Karena tak mungkin kalau Liok sumoay bersedia menikah
dengan orang yang sudah mati berpuluh-puluh tahun !"
"Yang menikah itu engkau atau sumoaymu tanya orang tua
itu pula. "Sumoay !" "Kalau dia setuju lalu engkau bagaimana''"
"Tidak mungkin I" teriak Blo'on.
"Kalau dia setuju T'
"Tidak mungkin, jangan ngaco belo !"
"Hm, engkau tidak percaya ?" orangtua itu menegas,
"silahkan engkau bertanya kepadanya. Tetapi sebelumnya aku
hendak minta janjimu, bagaimana kalau dia setuju ?"
"Tidak mungkin "
"Blo'on, jangan selalu mengatakan tidak mungkin saja.
Bagaimana kalau mungkin ?"
"Maksudmu ?" "Begini " kata orangtua itu. "kalau sumoaymu tidak setuju,
silahkan mengajaknya pergi. Aku takkan mengganggunya.
Tetapi kalau setuju, engkau harus merelakannya. Bagaimana?"
Karena yakin bahwa sumoaynya tentu tak setuju, tanpa
banyak pikir lagi Blo'on terus menyanggupi : "Baik, aku terima
perjanjian apapun yang hendak engkau ajukan "
"Aku tak menghendaki apa2 dari engkau kecuali hanya
minta supaya engkau jangan menganggu pernikahan ini" kata
orang tua itu. "nah, silahkan engkau bertanya kepadanya"
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Liok sumoay " seru Blo'on dengan lantang.
Tampak gadis Liok mengangkat muka dan memandang
Blo'on dengan terlongong.
"Liok sumoay ... "
"Siapa engkau ?" tukas gadis itu.
"Engkau lupa kepadaku " Ah, aku suhengmu si Bloon."
"O ... " gadis Liok mendesuh.
"O. bagaimana " Engkau ingat sekarang ?"
"Ya ... " sahut gadis Liok singkat.
"Aku hendak bertanya kepadamu, sumoay. Apakah benar
engkau setuju dijadikan isteri oleh putera mahkota itu ?"
"Mengapa tidak ?"
Mendengar penyahutan itu Blo'on melonjak kaget.
"Apa katamu " Cobalah engkau ulangi sekali lagi?"
"Apa yang harus kuulangi ?" seru gadis Liok.
"Jawabanmu atas pertanyaanku tadi ?"
"O, engkau bertanya " Apakah yang engkau tanyakan
kepadaku ?" Blo'on makin terbelalak. Mengapa mendadak Liok
sumoaynya yang biasanya lincah dan tangkas bicara, menjadi
seperti seorang gadis pelupa !.
"Aku tadi bertanya, apakah engkau mau di peristeri putera
mahkota itu ?" "Mengapa tidak mau ?" balas gadis Liok.
"Engkau gila, Liok sumoay " teriak Blo'on, bukankah dia
sudah mati " Apakah engkau mau menikah dengan orang
mati?" "Terserah ..." "Terserah " Terserah kepada siapa ?" teriak Blo'on.
"Cukup !" tiba2 orangtua itu mengerat kata "pertanyaanmu
sudah dijawabnya, jangan engkau bertanya macam2 lagi."
"Tidak !" tenak Blo on, "kurasa ada sesuatu yang tidak
wajar pada diri sumoay. Akan kuperiksanya."
"Jangan," seru orang tua gopoh.
"Mengapa ?" "Ketahuilah bahwa saat ini engkau berada dalam istana Hay
te-kiong tempat kediaman putera mahkota kerajaan Song.
Dan saat ini sedang dilangsungkan pernikahan agung dari
putera mahkota. Mentri dan seluruh panglima kerajaan sedang
hadir lengkap. Bahwa engkau berani sembarangan masuk
saja, sudah melanggar dan seharusnya dihukum. Mengapa
engkau masih berani hendak mendekati permaisuri ?"
"Kentut!" teriak Blo'on, "aku tak peduli engkau ini menteri
atau kakek sinting. Aku tak peduli tempat ini istana atau
karang. Aku pun tak peduli anak lelaki itu putera mahkota itu
mayat, pokoknya aku hendak membawa sumoayku tinggalkan
tempat ini. Kalau engkau menghalangi, aku terpaksa akan
mengamuk." "Hm, engkau ingkar janji ,...."
"Aku tidak ingkar tetapi jelas ada sesuatu yang tidak wajar
pada Liok sumoay. Aku hendak bicara dengan dia secara
empat mata. Mengapa engkau berani menghalangi ?" balasnya
pada orangtua itu. "Ketahuilah, bahwa menurut undang2 kerajaan Song,
pergaulan antara wanita dan pria itu mempunyai batas.
Seorang pria tidak boleh bicara sendirian dengan seorang
wanita yang sudah menjadi isteri orang."
"Persetan !" teriak Blo'on, "dia adalah sumoayku. Menurut
keterangannya sejak kecil dia sudah bergaul dan bermainmain
dengan aku. Hubungan kita sudah seperti saudara.
Mengapa sekarang engkau berani menghalangi ?"
Habis berkata Blo'on terus ayunkan langkah.
"Berhenti !" teriak orangtua itu pula, "hm, engkau kira
tempat ini sebuah guha karang yang boleh engkau masuki
sekehendak hatimu. Sekali kuberi perintah maka keempat
ciangkun istana Hay - te - kiong segera akan menghancurkan
engkau." "Kakek tua," seru Blo'on. "engkaupun harus tahu, bahwa
menurut keterangan sumoayku, aku ini orang yang tak senang
setori maupun berkelahi. Tetapi kalau terpaksa harus
berkelahi... selalu tentu menang,"
"Hm, jangan bermulut besar". "
"'Kalau tak percaya, boleh cobalah!" sambut Blo'on.
"Baik," kata orangtua itu, "engkan boleh pilih salah satu di
antara jenderal2 istana Hay-te-kiong itu menjadi lawanmu.
Kalau engkau menang, engkau boleh minta apa saja. Kalau
kalah engkau harus tinggal di sini selama-lamanya .."
"Tinggal disini?" Bio"on menegas," kerja apa aku disinl ?"
"Menjadi wakilku dan kelak menggantikan aku melayani
putera mahkota apabila aku sudah mati."
"Tidak sudi!", teriak Blo'on.
"Kalau, begitu engkau menangkan pertandingan itu."
"Tentu." sahut Blo'on. "silahkan mereka maju. Engkau boleh
tentukan sendiri." "Mengingat engkau seorang tetamu, dan memandang muka
sumoaymu, maka kuberi kamu kelonggaran untuk memilih
lawan," kata orangtua itu.
Blo'on tak mau banyak bicara lagi. Segera ia menuding
Gurita : "Itu ...!"
Orangtua itu terkejut: "Jenderal Gurita ! Ho, mengapa
engkau memilih jenderal yang paling kuat"''
"Makin kuat makin menyenangkan," sahut Blo'on, "dan lagi
kalau dengan jendral Kura2 atau jenderal Buaya, aku sudah
pernah bertempur. Mungkin mereka tak mau berkelahi dengan
sepenuh hati karena merasa telah kutolong."
"Ah," orangtua itu menghela napas, "baiklah karena engkau
memilih sendiri, silahkan engkau menghadapinya."
'Ya." iahut Blo'on lalu bersiap.
"Nanti dulu," tiba2 orangtua itu berseru.
"Apa lagi ?" "Hati-hatilah kalau menghadapinya," seru orang tua itu.
Blo'on kerutkan alis. Bukankah orangtua itu lebih suka kalau
dia kalah dengan jenderal Gurita" Mengapa dia masih
memesan supaya berhati hati" Huh, pura-pura, pikirnya.
"Ya," sahutnya, "kalau menghadapi bangsa gurita atau
binatang yang ganas, aku tak tak takut. Tetapi kalau
menghadapi manusia, aku paling takut."
"Mengapa ?" orangtua itu karutkan alis.
"Karena manusia itu mahluk yang paling licin dan licik.
Mulutnya semanis madu, tetapi hatinya semaut tuba."
"Ho, engkau menyindir aku "
"Bukan menyindir tetapi engkau memang termasuk salah
satu dari manusia yang kumaksudkan itu."
"Dalam laut dapat diduga, hati manusia siapa yang tahu,"
orangtua itu bersenandun sendiri.
Blo'onpun tak mau menghiraukan melainkan terus berdiri
dihalaman tengah dari ruang itu.
Orangtua itu bercuit-cuit aneh seperti orang bersuit dan
segera Gurita itupun merayap menghampiri ke muka Blo'on.
Blo'on terkejut melihat perwujudan gurita raksaan itu.
Besarnya hampir tiga kali dari dirinya. Kepalanya hitam kelam,
penuh dengan bulu2 yang panjang, kaku, keras dan lebat.
Demikian pula beratus ratus akar jari tangannya.
Tiba2 pula Blo'on terbeliak kejut ketika memperhatikan
bahwa gurita itu hanya mempunyai sebuah kelopak mata.
Kelopak mata yang sebelah kanan telah kosong.
"Apakah dia buta sebelah matanya ?" pikir Blo'on.
Tetapi Blo'on tak mempunyai waktu untuk melanjutkan
pematangannya karena saat itu sebuah tangan gurita mulai
terangkat dan menjulur ke arahnya.
Pertempuran dengan gurita yang menjaga pintu tadi telah
memberi pelajaran pada Blo'on. Paling tidak ia sudah memiliki
pengetahuan bagaimana cara untuk menghadapi binatang itu.
Ia tak berani memandang ringan lawan. Karena menilik
besar dan pangkatnya, jelas gurita itu tentu raja gurita.
Sebagaimana halnya dengan kura2 dan buaya yang ia
terbalikkan kemarin. Segera ia mencabut pedang Naga Hijau dan siap
menghadapinya. Tetapi raja gurita itu pun tak mau bergerak
melainkan hanya menarikan jari-jari tangannya kian kemari
sehingga saat itu Blo'on merasa seperti dilanda oleh ribuan jari
hitam. Blo'on memusatkan seluruh perhatiannya.
Tanpa disadarinya ia telah memiliki suatu perasaan bahwa
lebih baik jangan bergerak menyerang dulu. Tetapi selekas
lawan bergerak, ia harus cepat2 mendahului untuk
menindasnya. Sebenarnya itulah suatu inti rahasia dari ilmu Thay-kek-kun
yalah. Dengan ketenangan menghadapi gerakan lawan. Musuh
diam kitapun diam Musuh menyerang, kita mendahului
menindas gerakannya. Tetapi Blo'on tak mengerti apakah hal itu termasuk inti
rahasia suatu ilmu silat yang sakti atau bukan. Pokoknya, ia
merasa saat itu harus bersikap demikian untuk menghadapi
seekor gurita raksasa. Seperti telah dikatakan, sejak sadar dari pingsannya karena
terlalu banyak makan buah som laut yang berumur ribuan
tahun, maka jadilah blo'on seorang manusia baru tidak ingat
lagi apa yang telah terjadi pada masa yang lalu. Termasuk
ilmu musilat Hang-liong-sip-pat pat ciang atau Delapan belas
tamparan menundukkan naga, yang diajarkan kepadanya oleh
kakek Kerbau Putih ketika menghadapi barisan Lo han kun
dari paderi Siau lim-si tempo hari, ia juga lupa.
Demikian jalur2 jari tangan gurita itu berayun-ayun
bagaikan orang menari, makin lama-lama dekat dan makin
penuh membayangi sekeliling penjuru tempat Blo'on berdiri.
Namun Blo'on tetap diam saja. Bahkan sampai ujung jari
gurita itu menyentuh-nyentuh tubuhnya, ia tetap diam. Adalah
setelah ujung jari binatang itu mulai meraih lalu hendak
melibat, sekonyong-konyong Blo'on berputar-putar amat deras
sekali, cres, cres, cres .... ujung jari gurita berhamburan
rontok terpapas pedang Naga Hijau.
Gurita itu menyurutkan tangannya. Rupanya dia merasa
kesakitan juga. Sesaat kemudian ia gerakkan tangannya pula
untuk melibat Blo'on. Cepat Blo'on ayunkan kaki melambung ke udara dan
hinggap diatas kepala Gurita itu.
Memang apabila didalam laut atau air, tak mudahlah Blo'on
hendak melawan gurita itu. Pertama, karena gurita itu dapat
menyelam kebawah laut dan lincah pula gerakannya.
Sedangkan Blo'on tentu tak dapat tahan lama berada dalam
air. Tetapi keadaan di dalam ruang itu memang lain dan
menguntungkan Blo'on. Gurita tak dapat bergerak lincah. Yang
diandalkannya hanya jalur2 jari tangannya yang berjumlah
banyak dan keras itu. "Cep ....." Blo'on dapat berdiri diatas kepala gurita itu.
Gurita berusaha untuk menkepak-kepakkan kepalanya agar
Blo'on jatuh. Tetapi Blo'on cukup cerdik. Cepat ia
mencengkeram bulu2 hitam yang tumbuh melebat diatas
kepala gurita itu. Gurita tetap berusaha keras menggerak-gerakkan dan
menggentak-gentakkan kepalanya supaya Blo'on jatuh.
"Huh," Blo'on mendesah kaget ketika tangannya terlepas
karena bulu yang dicengkeramnya itu tercabut. Namun cepat
pula Bloon mencengkeram lagi lalu ayunkan pedang pusaka
menghantam kepala gurita itu. Crek, crek . Blo'on terkejut. Ternyata pedang itu tak mampu melukai kepala gurita. Tulang kepala guna
itu laksana baja kerasnya.
Karena sampai sekian lama belum berhasil menggelincirkan Bio'on dari atas kepalanya, rupanya gurita itu mulai tak sabar. Ia menggeliatkan kepalanya ke kanan lalu ke kiri dengan keras dan cepat sekali. Hasilnya, Blo'on tergelincir
jatuh. Kali ini gurita memang sudah bergerak dengan sungguh2.
Sebelum Blo'on sempat bangun, tubuhnya sudah dilibat oleh
tangan gurita. Makin lama libatan itu makin mengencang
keras. "Celaka, mati aku sekarang ... " diam2 Blo"on mengeluh
dalam hati. Karena merasa sakit dan membayangkan bahaya
tubuhnya akan remuk digenggam jari2 gurita. Blo'on kerahkan
tenaganya untuk memperkeras badannya agar dapat menahan
cengkeraman lawan. Guritapun penasaran Ia memperkeras cengkeramannya.
Dan terjadilah adu kekerasan tenaga antara Gurita lawan
Blo'on. Tanpa disadari, Blo'on telah mengembangkan daya khasiat
dari buah cian lian hay-te-som atau buah som laut yang
berumur ribuan tahun. Paling tidak sepuluh butir buah som
yang dimakannya sehingga badannya panas seperti dibakar
dan akhirnya dia pingsan.
Lima enam butir makan buah som itu maka jalan darah
Seng-si hian kwan dalam tubuh orang tentu terbuka dan
berarti dia akan memiliki ilmu tenaga dalam yang sama
dengan seorang tokoh sakti yang telah meyakinkan ilmu
Iwekang selama tiga empatpuluh tahun.
Tetapi karena makan lebih dari takeran maka terjadilah
suatu keajaiban dalam tubuh Blo'on. Dia memiliki suatu
tenaga-dalam yang aneh dan belum pernah terdapat dalam
dunia persilatan. Kosong2 isi, demikian sifat tenaga-dalam
yang mengeram dalam tubuhnya. Artinya, kosong tetapi isi, isi
tetapi kosong. Kosong atau isi, hanya menurut sekehendak
pikiran Blo'on. Jika ia merasa bahwa dia tak kuat menahan pukulan lawan
ataupun takut terkena pukulan, maka tubuhnyapun lemas
lunglai seperti daging tak bertulang. Dipukul, rubuh. Ditendang
mencelat. Tetapi kalau perasaannya mengatakan bahwa ia sanggup
melawan pukulan lawan yang dahsyat, bahwa ia mampu
menahan gunung rubuh, seketika tenaga dalamnyapun
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengembang dan meluap-luap setingkat seperti yang
dikehendaki. Ia menghendaki menghantam hancur segunduk
batu dan ia percaya tentu mampu, maka batu itupun tentu
hancur dipukulnya. Jadi dia memiliki suatu ilmu tenaga-dalam yang aneh dan
luar biasa. Mungkin tiada keduanya dalam dunia persilatan
sehingga sukar untuk menggolongkan nama ilmu tenagadalam
yang dipunyai Blo'on itu.
Andaikata Blo'on tahu dan menyadari, mungkin dia akan
menyebut tenaga-dalam itu dengan nama Songsi atau kosong
isi. Orangtua menteri kerajaan Song itupun tak menyangka
akan timbulnya suatu tenaga-dalam istimewa dalam tubuh
Blo'on. Karena ia sendiri tak tahu bagaimana akibatnya orang
yang makan buah som laut sampai lebih dari sepuluh butir.
Jangankan orangtua itu, bahkan Blo'on sendiripun tak
menyadari hal itu. Mengapa ia mampu melempari kawanan
buaya dan kura2 kedalam sungai, mengapa ia mampu
mengangkat raja buaya dan raja kura2 yang beratnya ribuan
kati. ia lak mengerti sebabnya. Hanya dalam perasaannya ia
kasihan dan harus memindahkan kedua raja binatang itu
kedalam sungai. Karena sampai sekian jenak belum juga raja gurita mampu
meremas hancur tubuh Blo'on, dia tampaknya marah sekali.
Tangannya yang menyerupai belalai keras itupun segera
bergerak-gerak membawa tubuh Blo'on kearah mulutnya.
Rupanya dia hendak menelan saja manusia yang bandel itu.
"Tidak !" teriak Blo'on ketika mengetahui apa maksud gurita
itu. Serentak hatinyapun berontak dan meluaplah seluruh
tenaga-dalamnya. Saat itu ia memperhatikan dirinya sudah hampir tiba
dimulut gurita. Sejak tadi ia sudah memperhatikan bahwa
sebelah mata gurita itu kosong melompong. Maka bersiapsiaplah
ia. Begitu terangkat naik ke muka gurita, dan pada saat
genggaman tangan gurita itu agak mengendor, secepat kilat
Blo"on pun segera taburkan pedang pusaka Naga Hijau ke
mata kiri gurita itu. Tar "..! Terdengar bunyi keras macam bola meledak ketika biji mata
gurita itu pecah berhamburan karena tertabur pedang pusaka
Naga Hijau. Rasa sakit dan karena tak dapat melihat, raja gurita itu
berontak sekuat-kuatnya. Bum, bum, " tangannya
menghantam dinding dan lantai ruang.
Puing dan debu serentak berhamburan memenuhi ruang
dan ruang itupun bergetar keras seperti dilanda gempa bumi.
Orangtua cepat bersuit keras dan bercuit-cuit aneh.
Rupanya, dia memberi perintah kepada gurita itu. Tetapi raja
gurita tampaknya sudah kalap dan tak mau menghiraukan
lagi. Dia tetap mengamuk hebat. Sambil merayap keluar, ia
menampar-namparkan tangannya kian kemari. Bum ... !
pintupun ambrol dan raja gurita itu terus mengamuk di luar
terus menuju ke sungai. Ketika terjun ke dalam sungai, air
muncrat tinggi dan warnanya pun berobah hitam.
Orangtua itu memburu sampai diluar pintu. Setelah raja
gurita lenyap ke dalam air, ia berlutut, merentang kedua
tangan dan tengadahkan kepalanya ke langit.
"O. Thian, adakah ini merupakan alamat kehancuran istana
Hay-te-kiong ?" ia meratap dengan suara rawan, "jenderal
Naga telah mati di tangan anak itu sekarang jenderal Gurita.
Adakah Thian memang mengutus anak itu untuk
menghancurkan sisa keturunan raja Song .. ?"
Setelah bermenung diri bebetapa saat, ia berjalan masuk
kedalam ruang lagi. Alangkah kejutnya ketika ia melihat apa yang berlangsung
dalam ruang itu. Blo'on tengah berdiri di belakang kursi batu
yang diduduki putera mahkota. Sedang gadis Liok tegak
termangu memandangnya dengan mencekal sebatang pedang
bersinar putih. "Awas, jika engkau tak melemparkan pedangmu itu, anak
lelaki ini tentu kuhancurkan" seru Blo'on sambil
mengacungkan tinju keatas kepala putera mahkota,
"Berhenti !" cepat orangtua itu berseru gopoh dan lari
menghampiri. "Berhenti !" bentak Blo'on kepada orangtua, "selangkah lagi
engkau berani maju, anak ini tentu kupukul kepalanya !"
Orangtua itu terpaksa berhenti. Ia memandang Blo'on lalu
beralih memandang gadis dengan terlongong-longong heran.
Ternyata ketika raja gurita mengamuk, diam2 Blo"on telah
menyelinap ke sudut ruang lalu maju menghampiri ke altar.
Maksudnya hendak menepuk bahu Liok lalu hendak diajaknya
lari. "Siapa engkau !" bentak dara itu ketika bahu ditepuk,
"hayo, pergi !"
Blo'on terkejut. "Eh, engkau ini bagaimana, sumoay " Bukankah aku Blo'on
suhengmu sendiri?" kata Blo'on ramah. "Marilah kita cepat
tinggalkan tempat ini."
"Tidak" bentak gadis Liok pula, "hayo, enyah dari sini orang
gundul !" "Eh. kurang ajar, masakan engkau berani memaki aku ?"
Blo'on deliki mata. "Siapa engkau ! Bukankah kepalamu gundul. Hayo pergi,
kalau tetap membangkang terpaksa kuhajar," bentak gadis
Liok. Blo'on makin terkejut. "Eh, sumoay, apakah engkau benar2 tak kenal lagi
kepadaku " Bukankah kemarin engkau mengatakan bahwa
aku ini Blo'on suhengmu. Mengapa sekarang engkau bilang
tak kenal ?" "Sudah, jangan banyak bicara ! Engkau mau pergi atau
tidak !" bentak Liok pula.
Blo'on terkejut ketika memandang wajah dara itu
memberingas bengis sekali. Dan lebih terkejut pula ketika
gadis itu sudah menghunus pelang.
"Celaka, rupanya dia benar2 hendak membunuh aku. Aku
harus mendahului untuk meringkusnya" pikir Blo'on.
Tetapi Bloon terlambat. Saat itu juga gadis Liok sudah
loncat menerjangnya. Untunglah Blo'on masih dapat loncat
mundur. Rupanya gadis Liok terkejut melihat ketangkasan Blo"on.
Segera ia mainkan pedang segencar angin puyuh untuk
memburu Blo'on. Suatu peristiwa aneh terjadi. Pedang yang dipegang gadis
Liok yalah pedang Pek-Iiong-kiam atau pedang Naga Putih,
pusaka kerajaan Song. Pada saat pedang itu berhamburan
menjadi segulung sinar putih yang menyilaukan mata, ruangan
itupun berobah dingin hawanya.
Dan tiba2 jenderal2 istana Hay-te-kiong yalah Udang
raksasa, Buaya raksasa, Kura2 raksasa dan Ikan raksasa,
segera berhamburan lari keluar.
Blo"on tak sempat memperhatikan mereka karena ia harus
menyelamatkan diri dari serangan sumoaynya. Untunglah ia
masih mempunyai keinginan untuk hidup. Dan keinginan2
itulah yang merangsang tenaga-dalamnya untuk
mengantarkan tubuh Blo'on berloncat ke kiri kanan dan ada
kalanya melambung ke udara.
"Wah, kalau terus menerus begini, tenagaku tentu makin
habis. Apabila terbabat pedang sumoay, aku tentu mati"
pikirnya. Tiba2 ia melihat jenazah putera mahkota ke-rajaan Song
masih duduk dikursinya. Cepat ia mendapat akal. Sekali
ayunkan tubuh ia melayang ke atas altar lalu secepat kilat
menyelinap kebelakang tempat duduk putera mahkota itu.
"Berhenti, kalau tidak anak ini tentu kuhancurkan," serunya
memberi perintah kepada Liok seraya mengangkat tinju ke
atas kepala putera mahkota.
Gadis Liok tertegun; Dan pada saat itu kakek tuapun
masuk. "Apa kehendakmu ?" seru orangtua itu, "kalau engkau
berani menganggu tubuh putera mahkota, aku tentu mengadu
jiwa dengan engkau !"
"Mengadu jiwa itu urusan nanti. Tetapi yang jelas, putera
mahkota ini tentu lenyap," seru Blo'on;
"Katakan permintaanmu !"
"Tidak banyak dan tidak sulit." kata Blo'on, "kembalikan
sumoayku dalam keadaan seperti semula. Kulihat dia jelas
telah menderita sakit ingatan. Jika tidak, putera mahkota ini ...
, ." "Tentu saja kuterima permintaanmu itu," kata orangtua itu.
Kemudian ia berpaling memandang gadis Liok.
"Anak perempuan, lepaskan pedangmu !" serunya memberi
perintah. Aneh benar. Dengan serta merta gadis Liok masukkan
pedangnya ke pinggang lagi. Setelah itu si orangtua lalu
mengeluarkan lima biji buah som laut dan diberikan.
"Anak perempuan, makanlah habis," serunya. Gadis itu
benar2* menurut kata. Ia segera menelan kelima butir buah
som laut itu. Orangtua itu menyuruh Liok duduk dikursi dan tak berapa
lama gadis Liok pun jatuh pulas.
"Blo'on sumoay tak kurang suatu apa. Apabila ia bangun,
tentu sudah akan sembuh ingatannya," kata orangtua itu
tertawa. "Engkau tidak bohong "' Blo'on menegas.
"Kalau aku bohong, silahkan engkau menghancurkan putera
mahkota," kata kakek itu".
Mendengar nada dan sikap orangtua itu berobah ramah,
Blo'onpun turunkan tinjunya dan melangkah ke hadapan
orangtua itu. Orangtua itu tertawa dan mempersilahkan Blo'on duduk.
"Semua rencana telah berjalan lancar," katanya dengan
nada riang. "Apakah artinya ucapanmu "' tanya Blo'on.
"Ketahuilah," kata orangtua itu." sesungguhnya semua ini
telah kami rencanakan."
"Kami siapa ?" tanya Bln'on.
"Aku dan anak perempuan itu."
"Apakah rencana kalian ?"
"Apa yang kukatakan kepadamu bahwa putera mahkota
telah memberi titah melalui mimpi dalam tidurku, memang
benar," orangtua itu menerangkan, "seketika itu timbullah
gagasanku untuk melakukan suatu rencana yang akan
rnembawa kebaikan kedua belah fihak."
Blo'on diam mendengarkan.
"Sebagai seorang mentri, aku harus melaksanakan titah
putera mahkota, "kata orangtua itu lebih lanjut," tetapi
disamping itu aku ingin memberi kebaikan kepada
sumoaymu." "Kebaikan apa ?"
"Kutahu bahwa sumoaymu pasti menolak apabila akan
kujodohkan dengan putera pangeran," kata orangtua itu,
"padahal putera mahkota ingin memperisterinya. Karena itu
terpaksa kugunakan tipu."
"Bagaimana ?" "Telah kurenungkan, kuputuskan. Sumoaymu tentu tak mau
maka terpaksa harus ditundukkan. Segera kupanggil raja
Gurita. Kuceritakan tentang perintah putera mahkota dan
kuminta kesediaannya untuk menyerahkan sebuah biji
matanya untuk kujadikan obat bius. Agar sumoaymu menjadi
hilang ingatan dan menurut semua perintahku "."
"O, itulah sebabnya," tukas Blo'on.
"Raja Gurita itu dengan sukarela menyerahkan sebuah biji
matanya. Biji itu kutumbuk halus lalu kuminumkan kepada
sumoaymu." "Tidak mungkin!" bantah Blo'on, "mana sumoay begitu
menurut kata kepadamu ?"
"Memang," sahut orangtua itu, "maka sebelumnya kuambil
sejemput bubuk mata itu lalu kubakar dan kumasukkan
kedalam kamar sumoaymu."
"O, apakah ia engkau masukkan kedalam kamar rahasia ?"
Orangtua itu mengangguk. "Setelah dia pingsan barulah kuminumkan bubuk hitam itu.
Dan sejak saat itu dia hilang ingatannya dan menurut
perintahku." "Mengapa engkau melakukan hal itu?" Blo'on deliki mata,
"bukankah apabila aku mati ditelan gurita itu, sumoayku tetap
engkau jadikan istri bocah lelaki itu ?"
"Benar," dengan jujur orangtua itu mengakui, "memang hal
itu hanya tergantung pada nasib kalian berdua. Bukankah
engkau sendiri yang memilih bertanding lawan gurita itu "
Nah, diam2 kuserahkan hal itu kepada Thian Yang Maha
Kuasa. Apabila engkau menang, jelas engkau bakal menjadi
seorang manusia yang sukar dilawan."
"Apa sebabnya ?" tegur Blo'on.
"Kerena belasan butir buah som laut yang telah engkau
makan itu, belum kuketahui batas mana khasiatnya," kata
orangtua itu, "dan kemenanganmu itu akan kujadikan suatu
pegangan bahwa Thian memang tak mengizinkan perjodohan
itu." "Ternyata engkau menang," kata orangtua itu pula, "aku
harus taat pada takdir. Sumoaymu kuberi minum lima butir
som laut. Kelak ia pun akan menjadi seorang pendekar wanita
yang sukar dilawan."
"Hm," dengus Blo'on.
"Masih ada pula sebuah keuntungan bagi kalian," kata
orangtua itu, "seluruh rakyat dalam lautan mengetahui bahwa
sumoaymu menjadi permaisuri raja dari istana Hay-te-kiong.
Oleh karena itu, mereka akan melindungi sumoaymu untuk
selama-lamanya". "Selama-lamanya ?" Blo'on berseru kaget.
"Ya." "Walaupun sumoay sudah berada didaratan?"
"Ya," orangtua itu mengangguk "setiap kali sumoaymu
berlayar di laut, rakyat lautan tentu akan melindunginya."
"Ah, jangan omong melantur," kata Blo'on. "bagaimana
binatang laut kenal akan diri sumoay"
"Akan kuberikan bubuk mata gurita itu kepadanya. Tiap
waktu apabila sejemput bubuk ini dilemparkan ke dalam laut,
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka rakyat laut seluruhnya akan tahu."
"Baiklah." kata Blo'on, "tetapi kalau ketentuanmu itu
bohong, aku terpaksa tak sungkan2 kepadamu dan akan
menghancurkan istana ini"
"Anakmuda " kata orangtua itu tersenyum, "jangan suka
membiasakan dirimu dengan ucapan yang tekebur. Aku sudah
amat tua, matipun tak sayang. Engkau kira apabila
kuperintahkan seluruh jenderal2 istana Hay-te-kiong untuk
menyerang, engkau takkan binasa " Tetapi aku tak mau
karena kulihat engkau harus hidup untuk melakukan pekerjaan
besar dan berguna di dunia daratan. Dan mengapa aku harus
berkata bohong kepadlamu " Tunggulah setelah sumoaymu
sadar, engkau tentu akan tahu sendiri ......."
Blo'on terpaksa menunggu di dekat tempat duduk
sumoaynya. Entah sampai berapa lama Blo'on sendiri tertidur,
ketika ia membuka mata dilihatnya gadis Liok sudah
menunggu disampingnya. "Engkau sudah bangun engkoh Blo'on" tegur gadis itu.
Blo'on terkejut : "O, engkau sudah dapat mengenali aku
lagi?" Gadis Liok mengangguk : "Ya, orangtua tadi telah
menuturkan semua yang terjadi disini kepadaku."
Tiba2 Blo'on melonjak bangun dan memandang kian
kemari: "Hai. dimanakah kakek tua dan putera mahkota itu ?"
"Mereka sudah kembali ke dalam istana."
"Hayo, kita cari !" teriak Blo'on.
"Tak perlu, suheng," kata Liok, "orangtua itu sudah
memberi petunjuk kepadaku."
"Petunjuk apa ?"
"Cara kita akan keluar dari istana ini, dipersilahkan memilih
dua jalan. Pertama, melalui perjalanan air, diantar oleh buaya
atau kura2. Dan kedua, melalui sebuah terowongan yang
tembus ke daratan." "O," desah Blo'on, "apakah kawanan binatang laut Hu mau
mengantar kita ?" "Asal aku yang memberi perintah, mereka tentu tunduk
semua," kata gadis Liok.
Blo'on diam merenung. "Bukankah tujuan kita hendak kembali ke daratan ?"
katanya, "daripada harus menempuh jalan air, lebih baik kita
langsung tiba di daratan saja dengan melalui terowongan itu !"
Gadis Liok mengangguk: "Memang benar. Tetapi resikonya
lebih berat." "Mengapa ?" "Menurut keterangan orangtua itu, ada sebuah jalan
terowongan yang menembus ketepi laut. Tetapi dalam
terowongan itu terdapat seekor binatang yang mengerikan."
"Binatang apa ?"
"Kelelawar." "O, apakah kelelawar itu ?" tanya Blo'on.
"Kelelawar sejenis binatang yang bentuknya menyerupai
tikus tetapi bersayap sehingga dapat terbang."
"Jika sebesar tikus saja, mengapa kita takut," kata Blo'on.
"Ah, menurut keterangan orangtua itu, kelelawar yang
tinggal dalam terowongan, bukan kelelawar biasa melainkan
seekor kelelawar raksasa yang besarnya menyamai burung
garuda. Dan yang mengerikan, kelelawar itu suka menghisap
darah manusia atau binatang yang menjadi korbannya."
Blo'on merenung diam lagi. Sesaat kemudian ia berseru :
"Lebih baik kita coba menempuh jalan terowongan itu"
Gadis Liok mengiakan. Sesuai yang ditunjukkan oleh orangtua itu maka tibalah Liok
dan Blo'on di sebuah lubang yang berada dibelakang istana
karang Hay te-ki-ong. "Berapakah panjangnya terowongan itu sampai mencapai
tepi laut ?" tanya Blo'on.
"Menurut keterangan orangtua itu, panjangnya antara dua
tiga li." kata gadis Liok.
Demikian kedua suheng dan sumoay itu segera menyusup
kedalam terowongan. "Ah, makin lama makin gelap. Bagaimana kita mampu
melanjutkan perjalanan ?" teriak Blo'on.
"Jangan kuatir." sahut gadis Liok. "aku membawa obor dan
korek." ''Dari mana engkau memperolehnya ?"
"Pemberian dari orangtua itu," jawab gadis Liok, "pun dia
juga memberi aku sebutir mutiara besar yang dapat
memancarkan cahaya terang."
"O, kalau begitu pakailah mutiara itu saja," seru Blo'on,
Liok mengambil sebutir mutiara yang besarinya humpir
menyerupai telur ayam. Benar juga, dalam terowongan yang
gelap, dapatlah mutiara itu memancarkan penerangan.
"Ah dunia ini memang penuh keajaiban. Begitu pula kita
manusia sering mengalami peristiwa2 aneh yang tak terdugaduga,"
kata Liok memecah kesunyian perjalanan.
"Apa yang engkau alami "'' tiba2 Blo"on bertanya.
"Ih, engkau ini bagaimana suheng ?" Liok terbeliak heran,
"masakan engkau lupa..... tiba2 ia hentikan kata-katanya
karena teringat bahwa saat itu Blo'on memang menjadi
seorang manusia baru. Apa yang dideritanya pada waktu lalu,
tak teringat lagi, "Misalnya seperti dirimu sendiri, suheng," kata Liok
mengalihkan pe,bicaraannya, "dulu sebelum masuk kedalam
istana dibawah laut itu, engkau seorang Blo'on, seorang tolol
yang linglung pikiran. Tetapi setelah engkau keluar dari istana
dibawah laut, engkaupun menjadi manusia yang aneh.
Otakmu tidak blo'on tetapi engkau lupa apa yang telah engkau
alami pada masa lampau "
"Entah," sahut Blo'on, "aku memang merasa begitu."
"Dan lagi, sskarang ini engkau memiliki tenaga dalam yang
luar biasa. Engkau mampu melemparkan raja buaya dan raja
kura2. Lalu engkau dapat mengalahkan raja gurita. Apabila
engkau mau belajar ilmusilat, wah, dunia tak ada yang
sanggup melawan engkau !"
"Belajar ilmusilat " Untuk apa harus berlajar ilmusilat itu ?"
teriak Blo'on. "Ilmasilat yalah ilmu bela diri. Disamping untuk
menyehatkan badan, pun engkau dapat memiliki suatu ilmu
tata-kelahi yang hebat."
"Liok sumoay, jangan engkau bicara seenak lidahmu
bergoyang," tegur Blo'on.
Gadis Liok atau lengkapnya Liok Sian terbelalak : "Apa
kesalahanku ?" "Engkau menceritakan bahwa ayahku seorang jago silat
yang tiada lawannya di dunia persilatan ..... "
"Ya. benar." "Tetapi mengapa ayah meninggal secara begitu
mengenaskan " Bukankah jenazahnya telah curi orang ?"
"Ya." "Dengan begitu, seorang jago silat itu lebih malang
nasibnya dari orang biasa. Orang biasa kalau meninggal masih
dapat dikubur baik2 tapi kalau jago silat mengapa tidak ?"
"Ah, tidak semua jago silat bernasib seperti suhu," bantah
Liok Sian-li, "ada juga yang dikubur secara meriah."
"Mengapa jenazah ayah hilang " Tentu dicuri orang dan
orang itu tentu musuh2 ayah. Jadi makin seorang jago itu
tinggi kepandaiannya, makin banyak dia akan mengikat
permusuhan. Bukankah begitu sumoay ?"
Liok Sian li agak terkejut. Tetapi diam2 ia girang bahwa
nyata pikiran Blo'on sekarang sudah mulai terang.
"Ya, memang demikian," sahut gadis itu, "tetapi'dapatkah
engkau melihat dengan berpeluk tangan apabila ada seorang
yang jatuh " Engkau diamkan saja orang itu ataukah engkau
menolongnya ?" "Akan kutolong," sahut Bloon.
"Jika engkau melihat seorang yang bertenaga kuat
memukuli seorang lemah, apakah engkau tinggal diam ?"
"Tidak." "Kalau engkau melihat seorang penjahat menganiaya orang
atau merampas harta bendanya, apakah engkau berpeluk
tangan melihati saja?"
"Tidak !" "Kalau engkau melihat seorang wanita diganggu lelaki yang
kurang ajar bahkan hendak merusak kehormatan wanita itu,
apakah engkau pejamkan mata saja ?"
"Akan kulemparkan lelaki kurang ajar itu."
"Kalau eugkau melihat seorang diperlakukan tidak adil,
misalnya, dia dituduh mencuri atau membunuh, pada hal tidak
melakukan perbuatan itu, apakah engkau diam saja?"
"Akan kubela orang itu."
"Bagus, bagus, suheng," seru Liok Sian li, "ternyata engkau
seorang pemuda yang memiliki hati budi yang luhur dan jiwa
ksatrya." "Tidak, sumoay," bantah Blo'on, "aku bukan seorang
manusia berbudi luhur bukan pula seorang ksatrya perwira.
Tetapi namaku Blo'on, Bagi B'o'on, bukan soal budi luhur atau
jiwa ksatrya yang dipentingkan, tetapi mata dan perasaan.
Apabila mataku melihat sesuatu yang menurut perasaan
hatiku tidak baik, aku akan berusaha untuk menolong."
Sian-li tertawa. "Mengapa engkau tertawa, sumoay ?" tegur Blo'on.
"Memang sederhana sekali keteranganmu itu suheng.
Tetapi ketahuilah, bahwa manusia didunia dengan segala
tingkah laku dan warna warni hatinya itu, sukar diduga
dengan penglihatan mata saja. Kelak apabila engkau
berkelana didunia persilatan, engkau tentu akan banyak
menderita kecela dan kekecewaan. Yang engkau lihat benar
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 1 Senopati Pamungkas I Karya Arswendo Atmowiloto Kilas Balik Merah Salju 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama