Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bloon 21

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 21


dahulu para hadirin diminta untuk menusuk jarinya sampai
mengucurkan darah selaku tanda masuk menjadi anggauta
perkumpulan Thian-tong-kau, telah menimbulkan kegemparan
besar. Beratus-ratus jago2 silat yang berkumpul di bawah
panggung hiruk memberi tanggapan.
"Para hohan yang terhormat!" kembali pengacara itu
berseru untuk menindas kehingaran suasana, "Thian-tong-kau
bertujuan luhur hendak mengangkat derajat kaum persilatan
kearah kedamaian dan ketenangan serta persatuan. Sudah,
berpuluh bahkan beratus tahun, tak pernah dunia persilatan
reda dari pertempuran dan pertumpahan darah. Adakah
demikian tujuan kita untuk mempela jari ilmu silat ?"
"Tidak, saudara2," seru pengacara itu pula," Thian-tong-kau
menolak anggapan begitu. Dunia persilatan harus
diselamatkan dari bencana yang sudah melatah beratus-ratus
tahun. Kuncinya, terletak pada kita semua. Mengapa kita
harus saling berbunuh-bunuhan " Mengapa kita tak mau
bersatu dan hidup rukun " Untuk mencapai cita2 itulah maka
Thian-tong-kau berdiri dengan tugas yang suci"
Tiada sambutan apa2 dari para hadirin.
"Oh", teriak pengacara itu pula, "adakah sau dara2 masih
kukuh pada gengsi " atau apakah saudara2 merasa bahwa
saudara memiliki kepandaian silat yang paling sakti sehingga
segan untuk bernaung dibawah panji Thian-tong-kau " Ah,
mungkin demikian. Jika begitu, Thian-tong-kaupun takkan
memaksa kepada saudara. Tetapi demi untuk menyelamatkan
muka Thian-tong-kau, maka setiap saudara, dari golongan
ataupun partai persilatan atau perseorangan, yang memiliki
perasaan demikian akan diberi kebebasan pulang bahkan akan
diantar dengari penuh kehormatan oleh barisan pengawal
Thian-tong-kau. Syaratnya hanya mudah saja. Saudara
diminta untuk bertanding dengan anak murid Thian-tong-kau.
Jika menang, saudara kami persilahkan pulang dengan penuh
kehormatan Jika kalah, secara jujur saudara harus rela masuk
menjadi anggauta Thian-tong-kau. Bukankah syarat itu sudah
lebih dari pantas bagi kaum,persilatan -Nah, kami persilahkan
saudara menentukan pilihan Jangan takut, jangan ragu. Thiantongkau tak mengadakan paksaan . . "
Belum sirap gema suara pengacara itu mengalun di udara
seorang lelaki bertubuh tinggi besar telah loncat melayang ke
atas panggung. Gerakannya amat gesit sekali. Di antara pekik
teriak para hadirin yang terkejut, orang itu segera
mengenalkan diri. "Aku yang rendah Ko Beng Hwat, seorang kasar dan bodoh
dari wilayah Hek-liong-kiang."
"Oh, ketua perkumpulan Hek-liong-pang ?" seru pengacara.
"Ya," sahut orang itu.
"Apa maksud Ko pangcu naik ke panggung " Apakah Ko
pangcu hendak mempelopori bersembahyang atau . . "
"Maafkan" kata Ko Beng Hwat, "aku telah menerima
undangan dari Thian-tong-kau kaucu dan dengan segenap
tenaga, aku berusaha untuk memenuhi datang. Sebelumnya
kami tak tahu akan maksud undangan tersebut kecuali
disebutkan bahwa kami diminta untuk menghadiri upacara
peresmian berdirinya partai Thian-tong-kau ?"
"Hm," pengacara mendesuh, "kemudian setelah pangcu
mengetahui maksud tujuan Thian-tong kau mengundang para
hohan sekalian ?" "Hek-liong-kiang sebuah wilayah yang masih terbelakang.
Tetapi justeru karena keadaannya yang terbelakang itu,
wilayah Hek-liong-kiang selama ini aman tenteram. Hek-Iiongpang
berdiri untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan
rakyat Hek liong-kiang dari gangguan kaum persilatan dari
mana pun juga Hek-Iiong-pang tak mengandung cita2 lain
kecuali hanya untuk menjaga ketenteram dan kesejahteraan
wilayah Hek-liong-kiang."
"Harap pangcu suka menjelaskan bagaimana pendirian
partai kaucu terhadap ajakan Thian-tong kau" seru pengacara,
"agar dapat kami sampaikan kehadapan kaucu kami"
"Hek-liong pang berpendapat bahwa selama ini wilayah Hek
liong-kiang selalu aman Pendirian kami, kami menghormati
partai persilatan lain tetapi kamipun meminta supaya partai
lain menghormati wilayah kami. Kami bersedia bersahabat
dengan partai persilatan ataupun dengan tokoh silat yang
manapun, atas dasar jangan mengganggu ketentraman
wilayah Hek-liong-kiang".
"Harap ditegaskan, adakah Hek-Iiong-pang ber sedia masuk
menjadi anggauta Thian-tong-kau atau. tidak" setu pengacara.
"Telah kami terangkan, bahwa kami ingin bersahabat tetapi
ingin kebebasan. Karena dengan mengikatkan diri pada suatu
partai persilatan berarti bahwa wilayah Hek-liong-kiang itu,
akan kemasukan partai persilatan dari luar daerah. Itu-pun
masih mempunyai akibat, bahwa partai sahabat itu tentu akan
mengikat permusuhan dengan lain partai persilatan. Dengan
begitu Hek-liong-pang tentu akan terseret dalam kancah
permusuhan dengan lain partai persilatan. Dan sekali mengikat
permusuhan, maka tak mungkin wilayah Heng-li-ong-kiang
akan mengenyam Ketenangan dan ketenteraman lagi".
"Hm," desuh pengacara itu" pandangan Ko pangcu memang
tepat. Tetapi Ko pangcu hanya memandang pada umumnya
atau apa yang telah berlangsung dalam dunia persilatan, dan
belum tahu bagaimana kekuatan Thian-tong kau. Apabila
pangcu sudah memiliki pengetahuan itu. rasanya akan
berobahlah pangdangan pangcu "
"Apa maksud saudara ?" Ko Beng Hwat menegas.
"Thian-tong-kau adalah sebuah wadah dari semua partai
persilatan. Thian-tong-kaulah yang akan mempersatukan,
memimpin dan bertanggungjawab atas setiap tindakan
anggautanya. Sudah tentu pula Thian tong-kau akan menjaga
kerukunan dan keselamatan setiap anggautanya. Dengan
demikian kiranya kekuatiran pangcu itu tak perlu diresahkan
lagi.?" K o Beng Hwat tertawa. "Tetapi memang sudah menjadi pendirian Hek liong pang
sejak beberapa puluh tahun yang lalu bahwa Hek-liong-pang
akan tetap bersahabat dengan partai persilatan yang manapun
dan dengan tokoh silat dari aliran manapun, atas dasar saling
menghargai". "Maksud pangcu ?"
"Hek-liong-pang suka bersahabat tetapi tak ingin
bersekutu," sahut jago tinggi besar yang menjadi ketua dari
Hek-liong-pang atau perkumpulan Naga Hitam.
"Thian-tong-kau hendak meningkatkan persahabatan
menjadi persekutuan yang lebih erat" seru pengacara.
"Jika demikian, maafkan kami" sahut Ko Beng Hwat.
Pengacara tertawa kecil. "Harap pangcu jangan meminta maaf. Karena kami Thiantongkau sudah mempunyai peraturan. Bukan maaf yang
dapat kami terima tetapi hanya syarat peraturan itu yang kami
minta pangcu penuhi."
Dengan kata2 itu jelas pengacara maksudkan bahwa Ko
Beng Hwat boleh mempertahankan pendiriannya asal bersedia
diadu dengan salah seorang anakbuah Thian-tong-kau.
"Baiklah, walaupun cara itu berbau paksaan, tetapi karena
tak dapat ditawar lagi, akupun terpaksa harus mentaati juga",
seru ketua Hek-liong-pang.
"Seorang ksatrya harus menghormat ksatrya. Seru
pengacara ini. "sekarang silahkan pangcu memilih sendiri
siapa yang pangcu kehendaki menjadi lawan pangcu."
Merah muka jago dari Hek-liong-kiang itu. Kata2 pengacara
itu dapat diartikan sebagai memandang rendah kepadanya.
Jelasnya, murid Thian tong-kau yang manapun tentu dapat
menghadapi Ko Beng Hwat. Namun sebagai seorang tetamu, ia tak mau unjuk sikap
kasar. "Aku seorang tetamu, sudah tentu akan menyerahkan
persoalan itu kepada tuan rumah, siapa2 yang akan
mengalahkan aku." "Jika demikian" kata pengacara itu, "akan kutanya kepada
mereka, siapakah yang bersedia me layani pangcu ber-main2".
Habis berkata pengacara itu terus berpaling ke arah
rombongan anakmurid Thian-tong-kau, serunya : "Hai, kalian,
siapa yang bersedia melayani Ko pangcu"
Seorang bocah lelaki kecil lari menghampiri dan, tegak
berdiri di depan pengacara : "Hamba, Siau Lim senang untuk
melayani pangcu". Bocah itu tak lain adalah salah seorang dari rombongan
kelompok baju Ungu. "Eh, Siau Lim, engkau berani ?" tegur pengacara setengah
bergurau, "apakah engkau tak takut kepalamu pecah nanti ?"
"Mengapa ?" tanya bocah baju Ungu itu. "Engkau tahu,
ketua Hek-liong-pang itu ada Uh Ko pangcu yang bergelar
Tok-gan-hong !?" "Ih." pe-kik si bocah, "Naga mata satu" Yang kanan atau
yang kiri ?" "Jangan kurang ajar, Siau Lim," seru pengacara itu,
"mengapa engkau bertanyakan soal mata. Sekalipun hanya
memiliki sebuah mata tetapi Ko pangcu mempunyai sepasang
senjata cakar naga yang hebat sekali".
Bocah itu tertawa : "O, sungguh menyenangkan sekali
dapat melayani Ko pangcu agar aku bisa bertambah
pengalaman " Pertama melihat bahwa yang tampil untuk menghadapi
dirinya itu hanya seorang bocah lelaki, Ko Beng Hwat sudah
mendongkol. la merasa diremehkan sekali. Dan kemudian
setelah mendengar dirinya dijadikan bulan2 percakapan,
marahnya tak dapat ditahan lagi.
"Bocah, engkau terlalu sombong !" serunya, seraya maju
menghampiri. "Harap Ko pangcu suka berlaku murah mengingat dia hanya
seorang bocah" kata pengacara.
"Hm," dengus Ko Beng Hwat, "jika demikian lebih baik
suruh yang lain saja maju".
"Tidak, Ko pangcu" tiba2 bocah baju Ungu itu berteriak,
"biarlah, tak perlu Ko pangcu memberi kemurahan. Bahkan
kuminta Ko pangcu jangan pelit mengeluarkan kepandaian
agar aku dapat menerima pelajaran. Tak apa, aku takkan
menyesal andai kepalaku sampai hancur. Itu bukan salah Ko
pangcu tetapi salahku sendiri"
Ko Beng Hwa mendengus. "Ko pangcu", bocah yang disebut dengan nama Siau Lim
atau Lim kecil itu, berseru, "pangcu hendak ber-main2 dengan
pakai apa " Tangan kosong atau pakai senjata ?"
Untuk yang ketiga kalinya, Ko Beng Hwat mengkal sekali
mendengar tingkah laku bocah itu. Jika tak diberi hajaran, dia
tentu belum tahu rasa dan orang2 Thian tong-kau tentu
semakin congkak Demikian pikirnya.
"Pakai tangan kosong saja karena kalau senjata itu
berbahaya. Senjata tak bermata, salah sedikit tentu hilang
nyawa kita," sahut Ko Beng Hwat
"Baiklah, Ko pangcu, aku hanya menurut perintah pangcu
saja," seru bocah itu terus mengambil di hadapan Ko Beng
Hwat. "Silahkan Ko pangcu mulai !" serunya.
"Tidak bisa." sahut Ko Beng Hwat, "pertama aku seorang
tetamu. Kedua, aku lebih tua bagaimana aku yang menyerang
lebih dulu " Bukankah aku akan ditertawai orang ?"
"Baiklah, jika begitu, "tanpa banyak sungkan lagi bocah
itupun segera memasang kuda2 lalu meluncur maju
menyerang. Ko Beng Hwat hanya mendengus dingin. Ia melihat bocah
itu menggunakan jurus Thui-jong-eng-gwat atau Mendorongjendelamelihat-rembu-l.in, sebuah ilmusilat yang sederhana
dan dilancarkan dengan gerak yang bersahaja sekali.
Pikir ketua Hek-liong-pangitu, ia hendak memper-main2kan
bocah itu sampai napasnya habis baru nanti ia tempeleng
kepalanya. Ko Beng Hwat loncat menghindar. Tetapi tiba2 anak itu
menarik pulang dorongannya setengah jalan terus secepat
kilat ia gunakan jurusan Hok-hou-cau-sim atau Macan-hitammenerkamhati. Dengan sebuah gerak yang amat cepat,
bocah itupun loncat kebelakang Ko Beng Hwat dan menerkam
punggungnya. Ko Beng Hwat terkejut. Ia loncat maju tetapi seperti
bayangan bocah itupun tetap berada di belakangnya.
Setelah berloncatan empat lima kali tetap tak dapat
menghindari si bocah, Ko Beng Hwat mulai heran.
"Setan, mengapa dia selalu membayangi dibelakangku ?"
gumamnya dalam hati. Akhirnya ia memutuskan untuk
menghalau bocah itu. Secepat loncat ke muka ia terus
melenting ke udara dan berjumpalitan lalu melayang turun ke
tanah. Kini ia berhadapan dengan bocah itu. Tetapi alangkah
kejutnya ketika ia tak melihat bocah itu berada di depannya.
Kemanakah dia " Belum sempat ia menemukan jawaban tiba2 punggungnya
terasa disambar oleh angin. Segera ia tahu bahwa bocah itu
sudah berada di belakang dan tengah menerkamnya lagi.
Diam2 ketua dari Hek-liong-pang itu terkejut. Setitikpun ia
tak pernah menyangka bahwa bocah yang sekecil itu memiliki
ilmu gin-kang atau meringankan-tubuh yang sedemikian
lihaynya. Rasa memandang rendah, seketika hapus dari
pikiran Ko Beng Hwat. Setelah merenungkan cara untuk memecahkan serangan
bocah itu, akhirnya ia menjejakkan kaki dan dengan sebuah
gerak yang menyerupai naga, ia ayunkan tubuh ke udara,
berjungkir balik dan melayang turun.
Bocah itu terkejut juga menyaksikan ketangkasan lawan.
Serangannya menemui tempat kosong agar jangan sampai
diserang musuh ia loncat kemuka baru berputar tubuh.
Ternyata Ko Beng Hwat masih tetap berdiri di tempat, tak mau
mengejarnya. "Ko pangcu, terima kasih atas ilmu pelajaran ilmu gin-kang
yang begitu hebat" seru si bocah.
Ko Beng Hwat merah mukanya, Jika tak menggunakan
siasat jungkir balik ke belakang, tentu ia masih dibayangi dari
belakang oleh bocah itu. "Bocah kecil" seru Ko Beng Hwat, "ginkang mu lihay sekali,
aku mengaku kalah, Lalu apa kepandaianmu lagi selain itu ?"
"Silahkan Ko pangcu menyebutkan !"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Imu pukulan ?"' seru Ko Beng Hwat.
'"Ih, dapat juga walaupun tak sehebat Ko pangcu." sahut si
bocah. Ko Beng Hwat menawarkan suatu pertandingan adu
pukulan dan bocah itupun menerimanya.
Kini keduanya mulai melancarkan pukulan, makin lama
makin seru dan gencar. Bocah itu memang tangkas dan lincah
sekali. Serangan KoPeng Hwat yang segencar hujan mencurah
sedahsyat badai mendampar ternyata dapat dihindari semua.
Tiba2 bocah itu loncat ke samping gelanggang dan
menghadap pengacara. "Mengapa ?" tegur si pengacara heran.
"Sudah selesai" sahutnya.
"Sudah selesai ?" seru pengacara lalu berpaling ke arah Ko
Beng Hwat yang tampak tegak terlongong, "benarkah sudah
selesai Ko pangcu?" Ko Beng Hwat gelengkan kepala.
"Jika anak itu sudah lelah, biarlah dia mengasoh dan
silahkan memanggil lagi yang lain", se runya.
Pengacara itu kerutkan dahi.
"Dalam peraturan kami, setiap orang hanya dibenarkan
untuk bertempur melawan seorang anak murid kami. Apabila
anak murid Thian-tong-kau kalah maka orang itupun boleh
berlalu. Demikian pula dengan Ko pangcu, apabila Ko pangcu
merasa sudah dapat mengatasi bocah laki itu, silahkan Ko
pangcu pulang." "Ya, kurasa aku berhak untuk pulang." seru ketua Hekliongpang seraya hendak ayunkan langkah turun dari
panggung. "Tunggu pangcu" tiba2 bocah itu berseru seraya maju
menghampiri, "maaf, aku telah menjambret sebuah kancing
baju pangcu". Bocah itu segera menghaturkan sebuah kancing baju.
Seketika gemparlah seluruh tokoh2 yang berada di bawah
panggung. Dengan perkataan lain bocah itu berhasil
merubuhkan lawan tanpa membikinnya sakit. Andaikata mau
menggunakan kekerasan, tentulah dada Ko Beng Hwat sudah
terluka. "Siau Lim, engkau benar2 kurang ajar !" seru pengacara
dengan nada cerah, "hayo. lekas haturkan maaf kepada Ko
pangcu" Sementara itvi Ko Beng Hwat masih ter-longong2 seperti
patung, la benar" tak mengira bahwa bocah itu berhasil
mencopot sebuah kancing bajunya tanpa ia merasa apa2. Dan
ia tahu apa artinya itu. "Baiklah," serunya dengan lantang, "aku Ko Ikng Hwat, hari
ini telah mengalami hari naas ka rena kalah dengan seorang
anak murid kecil dari Ihian-tong-kau. Ko Beng Hwat seorang
lelaki, karena kalah akupun harus menyerah. Tetapi akupun
tetap hendak memegang pendirianku sebagai pimpinan HekTiraikasih
website http://kangzusi.com.
iiong-pang. Hek-liong-kiang tak boleh dikotori oleh partai
persilatan yang manapun. Maka Thian-tong-kau kaucu,
terimalah penyerahan Ko Beng Hwat ini . . prak . . "
Sebelum tahu apa vang terjadi, tiba Ko Beng Hwat
menghantam ubun2 kepalanya sendiri. Seiring dengan letupan
batok kepala pecah, darahpun berhamburan dan rubuhlah Ko
Beng Hwat. Gemparlah sekalian tokoh2 dibawah panggung, Bahwa
bocah baju Ungu itupun menjerit dan terus menyambar tubuh
Ko Beng Hwat :"Ko pangcu mengapa engkau senekad ini . ,"
Ko Beng Hwat seorang jantan yang berhati jujur dan keras.
Ia tak sudi tunduk pada Thian-tong-kau tetapi iapun tak mau
ingkar janji. Maka ia menempuh jalan mati. Mati sebagai
seorang ksatrya ! Tiba2 dua orang lelaki loncat melayang ke atas panggung.
Keduanya mengenakan pakaian warna hitam dan mencekal
tongkat berkepala naga. "Hai, bocah berikan jenasah Ko pargcu kami atau kami akan
mengobrak abrik pertemuan ini !" seru salah seorang.
Sebelum si bocah menjawab, pengacara sudah mendahului
: "Siapakah kalian ini ?"
"Kami berdua pengawal peribadi Ko pangcu
"O, orang Hek-liong-pang ?" seru pengacara "apa
kedudukanmu '?" "Pengawal pangcu !"
"Apakah engkau hendak menyerah masuk menjadi
anggauta Thian-tong-kau ?"
"Aku tak mengatakan begitu, aku hanya minta jenasah
pangcu supaya diserahkan akan kubawa pulang ke Hek-liongkiang"
"Boleh" seru si pengacara, "tetapi ada syaratnya"
"Katakan !' "Engkau harus mengajak anakmurid dan ang gauta2 Hekliongpang masuk kedalam Thian-tong-kau"
"Itu soal mereka. Aku hanya menyampaikan saja, terserah
keputusan mereka" "Siau Lim, berikan jenasah Ko pangcu kepada mereka" seru
pengacara. Dan bocah baju Ungu itupun segera melakukan
perintah. Kedua pengawal baju hitam itu segera membawa jenasah
pangcu mereka loncat turun ke bawah panggung.
Beberapa saat kemudian setelah hiruk pikuk suara para
tokoh mempercakapkan peristiwa Ko Beng Hwat. maka
pengacarapun berseru pula :
"Saudara2 sekalian, Ko Beng Hwat pangcu memang
seorang gagah yang perwira Sekalipun ia khilaf menilai
pendirian Thian-tong-kau, tetapi kami dapat menghargai
sikapnya.' Berhenti sejenak pengacara itu melanjutkan lagi :
"Sekarang apabila masih ada saudara yang mempunyai
pendapat lain silahkan naik ke panggung. Apabila tidak maka
akupun akan mengundang saudara supaya naik ke panggung
untuk mengadakan upacara masuk menjadi anggauta Thianlongkau." Ucapan itu segera disambut dengan loncatnya lima sosok
tubuh ke atas panggung. "Oh, San-se Ngo-kiat" sambut pengacara dengan nada
datar, "adakah saudara berlima mempunyai lain pendapat ?"
San-se Ngo kiat atau Lima-jago-gagah dari propinsi San-se
terdiri dari lima saudara, Un Gi Un Siang, Un Beng, Un Tiong
dan Un Tat, Kelima saudara itu dikenal sebagai pendekar yang
suka menolong orang miskin dan benci pada kejahatan.
Karena melihat peristiwa Ko Beng Hwat bunuh diri di atas
panggung, kelima saudara itu tak dapat menahan hatinya lagi,
Seremcak mereka berhamburan loncat ke atas panggung.
"Benar" sahut Un Gi, Ngo-kiat yang tertua, "peristiwa Ko
pangcu dari Hek-liong-pang tadi telah memberi kesimpulan
kepada kami. bahwa Jhi-an-tong-kau akan menekan partai2
dan tokoh2 persilatan supaya masuk menjadi anggautanya.
Benar kah kesimpulan kami itu ?"
"Ko pangcu telah bunuh diri sendiri karena dia hendak
menepati janji kepada Thian-tong-kau. Telah kusebutkan tadi,
bahwa Thian tong-kau tak mau memaksa orang tetapi
barangsiapa hendak tinggalkan gunung ini. asal lebih dulu
bertanding dan memenangkan salah seorang murid Thiantong
kau, dia boleh bebas pergi. Ini sudah menjadi peraturan
Thian-tong-kau. Barangsiapa melanggar, pasti akan menderita
sendiri". "Jika kami tetap hendak tinggalkan gunung ini ?" Un Gi
menegas. Pengacara tertawa hambar : "Untuk datang menghadiri
rapat di gunung Thay-san memang jalan terbuka lebar. Tetapi
untuk turun gunung tanpa perkenan kami, lebih mudah naik
tangga ke langit daripada melakukan hal itu"
"Maksudmu ?" Un Si n berseru.
Seluruh jalan2 turun gunung, telah dijaga ketat oleh
anakbuah Thian-tong-kau. Jangankan manusia, lalatpun tak
mungkin lolos dari penjagaan itu"
"Hm, aku tetap hendak mencobanya !"
"Berhenti" teriak pengacara ketika kelima Ngo-kiat itu
berputar tubuh hendak loncat turun panggung. Kemudian
pengacara itupun bertepuk tangan dan lima orang dara baju
biru serentak berhamburan menghampiri.
"Tahanlah kelima hohan itu supaya jangan pergi " seru
pengacara pula. Lalu berseru kepada San-se Ngo-kiat, "jika
kalian berlima mampu lepas dari rintangan kelima dara itu
silahkan kalian tinggalkan gunung ini!"
Kelima saudara dari San-se menggeram. Di wilayah San-se,
mereka berlima sangat disegani dan dihormati baik oleh
tokoh2 aliran putih maupun hitam. Bahwa di panggung itu
mereka seperti diperlakukan macam anak kecil, meluaplah
kemarahan mereka. "Jika kami berlima tak mampu mengundurkan kelima anak
perempuan itu. kami rela bunuh diri ... . "
"Tidak !" teriak pengacara, "bukan bunuh diri yang kami
inginkan tetapi kalian harus bersedia masuk menjadi anggauta
Thian-tong-kau. Tujuan Thian-tong-kau bukan hendak
membasmi para jago2 persilatan tetapi kebalikannya hendak
menghimpun mereka dalam sebuah wadah persatuan !
Un Gi tak menghiraukan. Ia terus berpaling kepada kelima
dara baju biru itu dan berseru :
"Hai, kalian berlima apakah kalian hendak menghadang
kami ?" "Kami diperintahkan begitu".
"Majulah !" seru Un Gi
"Baik" seru kelima dara itu seraya terus berhamburan
menyerang, Setiap dara menyerang seorang Ngo-kiat,
Pertempuran itu berlangsung seru dan cepat sekali.
Tetapi beberapa saat kemudian San-se Ngo-kiat tampak
lenyap ditelan bayangan warna biru. Kelima jago dari San-se
itu telah dikuasai oleh ke lima lawannya.
Memang dalam ilmu pukulan, kelima saudara Un tak begitu
sakti. Mereka menumpahkan latihannya pada ilmu pedang.
"Berhenti !" tiba2 pengacara berseru memberi perintah dan
kelima dara itupun serentak loncat mundur melepaskan lawan
yang sudah terkurung. "San-se Ngo kiat, kudengar saudara berlima yang hebat.
Silahkan saudara memberi ilmu pedang kepada mereka !"
"Hai, kalian dara2 baju biru, layani kelima saudara Un itu
bermain pedang !" seru pengacara kepada kelima dara itu.
"Baik, loya" sahut kelima dara itu. Un Gi sudah terlanjur
naik panggung. Dan iapun tahu bahwa anakmurid Thian-tongkau
memang tak boleh dibuat main2. Buktinya, seorang ketua
Hek Iiong-pan pun harus jatuh ditangan seorang bocah murid
Thian-tong-kau. Demikian dalam adu ilmu pukulan tadi kelima
saudara Un itu menyadari bahwa kelima dara itu memiliki
ketangkasan dan kecepatan gerak yang luar biasa.
"Hm, berhadapan kawanan kurcaci Thian-tong-kau, tak
perlu harus banyak sungkan" pikir Un Gi demikian pula
keempat saudaranya. "Silahkan, nona2," seru Un Gi yang sementara itu telah
membisikkan beberapa patah kata dengan ilmu Menyusupsuara,
"bentuk barisan Ngo-lieng-tin"
Kelima dara itu terkejut ketika melihat susunan posisi
kelima San-se Ngo-kiat. Tetapi sesaat kemudian wajah mereka
tampak tenang pula. "Sumoay, mari kita terjang barisan Ngo-heng tin" seru
seorang dara yang bertubuh langsing dan mempunyai sebuah
tahi lalat disisi hidungnya. Rupanya dia adalah pemimpin dari
kelompok kelima dara itu.
Shan-se Ngo-kiat telah siap dengan pedang di tangan.
Begitu melihat kelima dara itu mulai bergerak maka San-se
Ngo-kiatpun mulai bergerak-gerak, berputar-putar.
Ngo-heng-tin atau barisan Lima Unsur alam terdiri dari Kim,
Bok, Cui, Hwe dan Thoa atau Emas (logam), kayu, air, api dan
tanah. Ngo-heng tin diciptakan oleh Cukat Bu-hou alias Khong
Beng seorang penasehat militer yang cemerlang dijaman Sam
Kok atau Tiga Negeri. Tetapi alangkah kejut sekalian tokoh silat! yang
menyaksikan bagaimana dengan gerak yang lemah gemulai
dan langkah yang sedap, kelima dara itu mampu menerjang
masuk kedalam barisan pertama.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata kelima dara itu
hanya bergeliatan menghadapi gerak putaran pedang San-se
Ngo-kiat. Sepintas pandang menyerupai kupu2 yang
beterbangan dibawah curahan hujan.
Kelima saudara dari San-se itu benar2 terkejut sekali.
Mereka telah menaburkan pedang sederas hujan dan telah
menduduki posisi barisan yang tepat, tetapi ternyata kelima
dara itu mampu menghindari dan mampu menerobos masuk.
Pada hal mereka tak menggunakan pedang sama sekali.
Hampir terganggu ketenangan kelima saudara itu.
Terutama Un Tat yang paling bungsu. Dia berangasan dan
keras. Melihat kelima dara itu berhasil dapat melewati pintu
pertama. Dengan meraung keras. Un Tat terus hendak
tinggalkan posisinya untuk menerjang kelima gadis itu. Tetapi
cepat2 Un Gi mencegahnya dengan ilmu Menyusup-suara :
"Ngo-te. jangan terangsang kemarahan. Tetap tenang dan
jalankan barisan seperti biasa"
Dengan kelincahan yang luar biasa, kelima dara itupun
berhasil melewati lagi pintu yang kedua.
San-se Ngo-kiat benar2 tergetar hatinya, Bertahun2 mereka
mengangkat nama di wilayah San-se, belum pernah mereka
menderita pengalaman seperti saat itu. Betapapun mereka
menyerang dan menusuk, menahas dan membabat, tetap
kelima dara itu dapat menghindar.
Demikian pintu ketiga dan keempat, telah di lalui kelima
dara. Sampai pada saat itu serentak timbullah gagasan dalam
pikiran Un Siong, saudara nomor dua dari San-se Ngo-kiat.
Menilik gerak ulang kelima dara itu, jelas mereka tentu sudah
faham akan barisan itu. Jika dilanjutkan tentu akan sia2
belaka. * "Toako, bubarkan barisan Ngo-heng-tin dan terjang saja
mereka" serunya dengan ilmu Menyu-sup-suara.
Sebenarnya saudara2nya juga mempunyai pikiran begitu.
Tetapi sebelum Un Gi memberi komando, Un Siong dan Un Tat
sudah tak dapat menahan nafsu terus loncat menerjang
keiima dara itu. Menjeritlah kelima dara itu karena kejut. Mereka tak
menyangka akan menderita serangan yang begitu mendadak


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan cepat. Mereka sedang bersiap2 hendak melalui pintu
kelima atau yang terakhir. Merekapun masih terkepung di
tengah2 barisan. Un Siong dan Un Tat seperti harimau menerkam mangsa.
Keduanya menikam dan membabat tubuh kelima gadis itu.
Yang menggunakan jurus Heng-soh-cin-kun atau membabatseribulasykar. Yang satu menggunakan jurus Jun-hong-Iokyap
atau Angin-musim-semi-merontok-daun. Yang satu
membabat kaki, yang satu menaburkan sinar pedang menabas
kepala. Kelima dara itu benar2 terkejut sekali. Untuk menghindar
jelas tak mungkin karena di sebelah kanan, kiri dan belakang
dijaga oleh Un Gi, Un Beng dan Un Tiong.
Sekalian tokoh di bawah panggung pun berteriak gempar.
Mereka percaya dan mengharap kelima dara itu pasti akan
tercincang. Tetapi suatu peristiwa yang luar biasa telah terjadi. Seiring
dengan jerit lengking yang memekakkan telinga, berhamburan
kelima dara itu melambung ke udara sampai dua tombak
tingginya. Mereka saling berpegangan tangan dan merupakan
sekuntum kelopak bunga yang timbul keatas kemudian
dengan saling mendorong, tubuh mereka berhamburan
tersebar ke lima penjuru, berjumpalitan di udara dan
melayang turun di belakang kelima saudara Un.
Waktu menyaksikan kelima dara itu berhamburan loncat ke
udara, San-se Ngo-kiat terlongong kesima. Mereka baru
terkejut setelah kelima dara itu berhamburan meluncur turun
di belakang mereka. Cepat mereka berpaling tetapi terlambat.
Kini merekalah yang dikepung oleh kelima dara itu. Dari yang
mengepung kini mereka dikepung.
"Silahkan tuan2 keluar dari kepungan ini !", seru sidara
bertahi lalat. Di bawah panggung terdengar teriakan gempar dari
sekalian tokoh. Mereka benar2 kesima menyaksikan ilmu
ginkang yang luar biasa dari kelima dara itu. Mereka masih
dara remaja, mengapa sudah memiliki ilmu kepandaian yang
sedemikian tingginya ".
"Kepungan ini disebut barisan Kim-ong-hang thian atau
Jaring-emas-mencurah-dari-iangit" seru dara bertahi lalat pula.
San-se Ngo-kiat merah mukanya. Diam2 mereka terkejut
juga mendengar nama barisan yang seaneh itu.
Sepengetahuan mereka, tak ada barisan yang bernama seperti
itu. Namun karena sudah maju di gelanggang, mereka pantang
mundur. Apalagi lawan hanya sekelompok dara2 remaja.
Sungguh malu kalau sampai kalah.
Terutama Un Siong dan Un Tat yang sama2 berwatak
berangasan itu, hampir meledak dadanya mendengar ucapan
gadis itu. Serentak tanpa komando tokaonya lagi, kedua
saudara itu terus lari menerjang.
Dua dara yang hendak ditabas pedang menyiak ke samping
tetapi serempak dengan itu Un Siong dan Un Tat rasakan
tengkuk kepalanya tersambar angin keras. Cepat keduanya
berputar tubuh seraya menabas. Tring . . .
Kedua saudara itu terkejut ketika dua buah benda yang
selincah ular hendak menyambar mukanya. Mereka menabas
sekuatnya. Terdengar bunyi pedang mendering karena
tertampar. Un Siong dan Un Tat menyurut mundur setengah
langkah untuk memeriksa pedangnya. Ketika mengangkat
muka lagi, mereka terkejut karena melihat dara2 itu tengah
menarik pulang kain ikat pinggangnya Dengan demikian jelas,
tadi kedua saudara itu diserang dengan ikat pinggang dan
yang berbentur dengan batang pedang tadi juga ikat pinggang
mereka. Sebenarnya pada waktu kedua dara menamparkan ikat
pinggang ke tengkuk kepala Un Siong dan Un Tat, ketiga
saudara Un yang lain terkejut dan cepat2 menyerang kedua
dara itu. Tetapi yang diserang menyiak ke samping, yang
menyerangpun menderita tamparan angin tajam pada tengkuk
kepalanya. Un Gi,Un Beng dan Un Tiong cepat berpaling dan sambil
berputar tubuh, berputar pula pedang mereka menabas ikat
pinggang tiga orang dara. Tring, tring, tring . , walaupun
hanya kain ikat pinggang dari sutera tetapi ketika berbenturan
dengan batang pedang, telah mengeluarkan dering suara yang
menggemerincing seperti kepingan baja.
Ketiga saudara Un itu terkejut. Hampir mereka tak percaya
bahwa dara2 yang masih begitu muda belia ternyata memiliki
ilmu lwekang yang sedemikian tinggi, ikat pinggang dari kain
yang lemas ditangan mereka telah menjadi senjata yang
keras. Ketika San-se Ngo-kiat itu terpaksa harus menghentikan
longongnya ketika kelima dara itu segera menyerang dengan
gencar. Mereka menggunakan kain Ikat pinggang untuk
menampar dan melibat senjata lawan.
Sekalian tokoh2 dibawah panggung yang mengikuti
pertandingan itu, ter-heran2 juga. Yang pertama seorang
kacung atau bocah, kini lima orang dara. Pada hal mereka
tentu anak murid yang rendah tingkatannya dalam Thian tongkau.
Belum lagi barisan pengawal itu. Dan ketua Thian-tong
kau sendiri. Entah berapa tinggikah ilmu kesaktiannya nanti.
Perasaan cemas, gentar, gelisah dan gemetar segera
mencengkam hati sekalian jago2 silat. Termasuk pula Hoa Sin
ketua Kay-pang. Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay, Ceng Sian
suthay ketua Kun j lun-pay dan Pang To Tik dari Hoa-san-pay.
Sekonyong-konyong diatas panggung telah terjadi suatu
peristiwa yang mengejutkan dan mengherankan. Tiba2 kelima
dara itu berhamburan loncat mundur. Anehnya kelima saudara
Un itu hanya berdiri tegak di tempatnya, tak mau mengejar.
Sebelum sekalian orang tahu apa yang terjal di tiba2 salah
seorang dara berseru lantang :
"Mengapa kalian masih tegak seperti patung" Hayo, lekas,
tusuk tanganmu dengan pisau, kemudian beri hormat kepada
kaucu" Entah bagaimana dengan serta merta kelima saudara Un itu
segera menghampiri kemuka meja sembahyangan, mengambil
pisau lalu menusuk sedikit tangannya dan mengucurkan darah
ke dalam panci besar. Setelah itu merekapun berjalan
menghampiri ke muka kaucu Thian-tong-kau dan memberi
hormat. "Apakah kalian sudah bersedia masuk menjadi anggauta
Thian-tong-kau ?" seru Kiam Thian cong kaucu dari Thiantongkau itu. Mereka serempak mengiakan. "Bagus, saudara2
telah mendapat kesadaran untuk menuju ke jalan yang terang.
Thian-tong kau akan menjadi penyelamat dunia persilatan dan
umat manusia" seru kaucu Thian-tong-kau pula.
Kembali kelima saudara Un itu memberi hormat dan terus
dipersilahkan berdiri di samping.
Sudah tentu peristiwa itu menggemparkan seluruh jago2
silat yang hadir, Timbul berbagai pertanyaan dalam hati
mereka. Adakah kelima San-se Ngo-kiat itu terluka " Ataukah
terkena tutukan kelima dara itu " Jika melihat keadaannya,
mereka masih dapat berjalan dan bicara. Jelas tak menderita
luka ataupun tutukan. Tetapi mengapa mereka tiba2 berobah
sikapnya begitu patuh pada perintah kelima dara itu " Apakah
yang telah terjadi pada mereka.
Keheranan para jago2 silat itu tak pernah terjawab. Mereka
benar2 bingung dan tak mengerti apa yang telah terjadi.
Bahkan para ketua dari empat partai besar itupun ter-heran2.
"Kenapakah mereka itu ?" bisik Hong Hong tojin.
"Ada sesuatu yang telah terjadi pada mereka tetapi kita
masih belum tahu" sahut Hoa Sin. Ceng Sian suthay
mengernyit alis "Kemungkinan dara itu mempunyai ilmu tutuk
yang luar biasa sehingga lawan tak berdaya, menurut apa saja
yang diperintahkan" kata Pang ['o Tik,
"Bagaimana pendapatmu suthay ?" tegur liong Hong tojin,
Ceng Sian suthay berkata : "Kemungkinan seperti yang
dikatakan Pang tayhiap memang dapat juga terjadi, Tetapi . .
" "Tetapi bagaimana ?" desak Hong Hong to-jin ketika Ceng
Sian hentikan kata2nya. "Kemungkinan lain mereka menggunakan semacam ilmu
sihir aiiran Hitam untuk menundukkan pikiran orang" kata
ketua Kun-lun-pay itu. "O" desuh Hong Hong tojln. "benar, benar. Memang ada
suatu ilmu yang disebnt Sip-hun-tol beng (ilmu Perangkapnyawaperenggut-jiwa). llmu itu dapat disalurkan melalui
pukulan atau tutukan ataupun doa mantra. Sejenis Ilmu hitam
yang sakti. Ceng Siansuthay dapat membenarkan. Demikian pula Pang
To Tik Tetapi Hoa Sin diam saja. Ketua partai Pengemis itu
bahkan pejamkan mata. "Hoa pangcu, apakah yang sedang engkau pikirkan ?" tegur
Hong Hong tojin. "Ada sesuatu, totiang" sahut Hoa Sin, "aku sedang
membayangkan pertempuran mereka tadi Bukankah kelima
dara itu menggnnakan kain ikat pinggang ?"
Hong Hong tojin mengiakan.
"Adakah totiang memperhatikan kain ikat pinggang mereka
?" Hong Hong tojin terkesiap. Sesaat kemudia ia menjawab :
"Rasanya ikat pinggang merekapun biasa seperti ikat pinggang
kaum wanita yang umum dipakai"
"Tidak, totiang" bantah Hoa Sin, "setelah merenung dan
membayangkan lagi, jelas kain ikat pinggang mereka,
ujungnya berpatam (plisir) segombyok benda putih macam
serabut perak. Tentu serabut perak itu yang mengandung
sesuatu". "Apakah pangcu hendak mengatakan bahwa untaian
serabut perak itu suatu atat rahasia ?", tanya Hong Hong tojin.
"Memang patut diduga demikian", sahut Hoa Sin, "bila ada
kesempatan, akan kuselidiki hal itu".
Tiba2 pula Ceng Sian suthay berkata ; "Apa yang Hoa
pangcu duga memang benar. Menilik perobahan yang
mendadak dan mengherankan dari sikap San-se Ngo-kiat itu,
tentulah mereka telah terkena suatu pengaruh yang berada
diluar kehendak mereka. Jika tidak ilmu sihir tentulah
semacam bubuk bius yang menghilangkan kesadaran pikiran
orang." Selagi keempat tokoh dari partai persilatan besar itu
berbincang-bincang maka terdengarlah hadirin berteriak ketika
seorang lelaki bertubuh ramping, melayang ke atas panggung
dengan gaya mirip seekor kupu2 terbang.
Ringan sekali orang itu melayang turun di panggung
sehingga hampir tak menimbulkan suara.
"Oh, kiranya Mo pangcu dari Ou-tiap-pang!" seru
pengacara, Orang itu tertawa mengiakan "Ah, janganlah tuan
menyanjung diriku setinggi itu. Aku yang rendah memang Mo
Gay Ti. kepala dari Ou-tiap-pang di Poting wilayah Hopak".
"Ah, sudah lama mendengar nama Mo pang cu yang
termayhur. Baru hari ini kami dapat berhadapan muka. Atas
nama Thian-tong-pay, kami ucapkan banyak terima kasih atas
perhatian pang cu yang telah memerlukan datang dari tempat
begitu jauh untuk menghadiri upacara peresmian Thian-tongkau".
"Ah, sudah tentu kuperlukan datang memenuhi undangan
perkumpulan Thian-tong-kau" kata Mo Gay Ti dengan nada
merendah. "Lalu apakah maksud Mo pangcu naik keatas panggung "
Adakah Mo pangcu hendak menerima tawaran Thian-tong-kau
membangun sebuah dunia persilatan yang aman dan damai "
Ataukah Mo pangcu mempunyai lain pandangan ?" seru
pengacara itu. Mo Gay Ti tertawa. "Sesungguhnya tujuan Thian-tong-kau itu memang mulia.
Hanya sayang cara2nya masih bersifat setengah memaksa
kebebasan orang" kata M Gay Ti.
Pengacara itu tak sedikitpun mengunjukkan rasa kejut atas
pernyataan ketua ;Ou-tiap-pang tau partai Kupu-kupu itu.
Bahkan dia malah te tawa datar.
"Mo pangcu" serunya, "memang sudah jaman bahwa setiap
pendirian itu tentu akan disambut oleh dua macam tanggapan.
Yang setuju dan yang tidak setuju. Betapapun baiknya
pendirian itu tetapi tentu masih ada yang menentang."
Mo Gay Ti balas tertawa. "Baik itu menurut anggapan masing2. Tetapi yang
sesungguhnya baik, tentu akan diterima oleh orang banyak,
Tanpa dipaksa, tanpa dianjurkan, orang tentu akan menuju
dan mencari yang baik itu"
"Aha" pengacara tertawa, "tak kira kalau Mo pangcu
memiliki kata2 yang selincah gaya silat Kupu-kupu yang
pangcu yakinkan itu, Sekarang kumohon pangcu suka
memberi petunjuk, dalam hal apakah Thian-tong-kau itu
dianggap tidak baik?"
"Penuh dengan selubung rahasia!" seru ketua Ou-tiap-pang
dengan tegas. "Selubung rahasia ?" kali ini nada sipengacara benar2
berobah kaget, "apakah rahasia yang menyelubungi partai
kami ?" Mo Gay ti tertawa. "Ah, adakah saudara tak merasakan hal itu"
"Tidak", sahut pengacara, "Thian-tong-kau sebuah
perkumpulan yang terang. Tak ada rahasia apa2. Silahkan
pangcu memberi petunjuk !"
"Baiklah" kata Mo Gay Ti, "tulung tanya, siapakah ketua dan
Thian-tong-kau itu?".
"Ah, sudah tentu Kim Thian Cong kaucu. Bukankah hal itu
sudah jelas tertera pada undangan kami "*'
"Justeru itulah yang menimbulkan pertanyaan", sahut Mo
Gay Ti, "diri Kim Thian Cong kaucu itulah yang penuh rahasia
bagi seluruh kaum persilatan. Bukankah Kim Thian Cong
tayhiap itu sudah meninggal dunia di gunung Lo-hou-san
beberapa tahun yang lalu " Mengapa sekarang Kim tayhiap
muncul di gunung Thay-san sebagai kaucu dari Thian-tongkau
?" Pertanyaan itu telah menimbulkan reaksi gempar pada
seluruh tokoh2 persilatan yang hadir. Bahkan keempat ketua
dari partai persilatan besar tampak tergugah semangatnya.
"Bagus, ketua Ou-tiap-pang telah mewakili kita untuk
mengungkap rahasia itu" kata Hong Hong tojin.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang menarik sekali pertanyaan itu dan jawabannya
nanti' kata Hoa Sin ketua Kaypang.
Pengacara tidaklah gugup atau bingung menerima
pertanyaan dari ketua Ou-tiap-pang. la malah tertawa.
"Mo pangcu" serunya "orang yang mati memang tak
mungkin hidup lagi. Tetapi sebagai seorang tokoh persilatan
apalagi seorang ketua dari sebuah perkumpulan silat seperti
Ou-tian-pang. masakan pangcu tak tahu akan sebuah ilmu
menutup pernapasan dalam ilmu ginkang yang disebut Pit
kang" Ah, kasihan jika Mo pangcu tak tahu ilmu itu."
Merah muka Mo Gay Ti menerima sentilan dari pengacara.
Tetapi cepat ia menindas kemarahannya dan berkata :
"Apakah saudara hendak maksudkan bahwa Kim Thian Cong
pangcu yang sekarang mengepalai Thian-tong-kau, sama
dengan Kim Thian Cong tayhiap yang diangkat sebagai
pemimpin dunia persilatan oleh partai2 persilatan yang lalu.?".
"Pit-gi-kang artinya ilmu Menutup-pernapasan. Dengan ilmu
itu orang dapat menghentikan pernapasannya sampai
beberapa hari. Belumkah Mo pangcu dapat menangkap arti
dari kata2ku itu?" "'Katakan yang jelas !" seru Mo Gay Ti mulai keras.
"Ah," pengacara itu mendesah, "nama memang bisa
kembar. Mungkin didunia ini terdapat bukan satu, dua atau
tiga tetapi bahkan ber-puluh2 nama Kim Thian Cong. Tetapi
adakah didunia ini terdapat orang yang serupa nama dan
serupa pula ilmu kepandaiannya seperti Kim Thian Cong
tayhiap dengan Kim Thian kaucu ?"
"Maksudmu, Kim kaucu dari Thian-tong-kau ini adalah Kim
tayhiap yang sudah meninggal itu"
seru Mo Gay Ti. "Jangan seperti anak kecil yang me-rengek2 minta
didongengi, Mo pangcu "
"Apa buktinya !" teriak Mo Gay Ti.
"Bukti ?" ulang pengacara, "mengapa perlu dibuktikan dan
buat apa harus dibuktikan?"
"Kim Thian Cong tayhiap dulu, adalah seorang pendekar
besar yang budiman. Seorang peribadi yang diindahkan oleh
seluruh kaum persilatan sehingga tanpa diminta dia telah
diangkat oleh kaum persilatan sebagai pemimpin dunia
persilatan. Tetapi . . "
"Tetapi Kim kaucu dari Thian-tong-kau ini tidak budiman,
bukankah begitu maksudmu, Mo pangcu?" cepat pengacara itu
menukas, "hm, dalam hal apa Kim kaucu kurang budiman.
Beliau telah mendirikan perkumpulan Thian-tong-kau demi
untuk menyelamatkan dunia persilatan dari bencana
pertumpahan darah. Tidakkah hal itu sama dengan tindakan
Kim tayhiap dulu ?" "Serupa tetapi tak sama" sahut Mo Gay Ti, "memang
sepintas pandang keduanya sama dalam pendirian, tetapi
nyatanya tak sama dalam tindakan Jika Kim tayhiap tanpa
menggunakan kekerasan, tanpa meminta telah diangkat oleh
dunia persilatan sebagai pemimpin, adalah Kim kaucu yang
sekarang ini harus membentuk partai baru dani memaksa
orang untuk masuk menjadi anggautanya."
"Mo pangcu" sahut pengacara, "hidup itu tak kekal,
demikian pula dengan manusia. Pikiran dan pendiriannya tak
mungkin kekal. Sering mengalami perobahan. Demikian pula
dengan diri Kim Thian Cong. Beliau melihat bahwa dunia
persilatan masih belum bebas dari pertikaian dan
pertumpahan darah. Oleh karena itu maka beliau memutuskan
untuk membentuk sebuah wadah baru guna mengamankan
dunia persilatan" "Baik," seru Mo Gay Ti "dengan begitu, kesimpulannya Kim
kaucu yang sekarang ini tak lain adalah Kim tayhiap yang
dahulu. Jika demikian aku. Mo Gay Ti dan segenap anakbuah
partai Ou tiap-pang, dengan sepenuh hati akan masuk
menjadi anggauta Thian-tong-kau".
"Bagus !" seru pengacara dengan gembira, "Mo pangcu
benar2 seorang tangkas bicara tangkas bertindak. Thian-tongTiraikasih
website http://kangzusi.com.
kau menghaturkan selamat datang kepada Mo pangcu. Dan
siiahkan Mo pangcu begera melakukan upacara masuk
anggauta". Mo Gay Ti tertawa datar. "Tetapi kami dari partai
Ou-tiap-pang menghendaki sebuah syarat !" serunya.
"Syarat apa ?" "Aku mohon untuk berhadapan muka dengan Kim kaucu
dan mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya."
"Oh," pengacara terbeliak. Sampai beberapa jenak ia tak
melanjutkan kata2nya. "Soal itu . .
"Eh, apakah saudara ini mempunyai kedudukan yang tinggi
dalam Thian-tong-kau sehingga saudaralah yang seolah
berhak mempertimbangkan pemintaanku itu ?".
"Kim kaucu telah menyerahkan kepercayaan penuh
kepadaku untuk melaksanakan upacara ini dan mewakilinya
menerima pemasukan anggauta".
"Tetapi tentu tidak untuk memutuskan permintaan
semacam yang kuajukan itu bukan?" sahut Mo GapTi.
"Hmm, baiklah" kata pengacara kemudian, "a-kan
kuhaturkan permintaan Mo pangcu kehadapan kaucu kami"
Ia terus berjalan menuju kehadapan Kim Thian Cong.
memberi hormat lalu mengucapkan kata2 yang tak dapat
terdengar oleh sekalian orang yang berada di bawah
panggung. Mo Gay Ti sendiripun tak dapat menangkap
pembicaraan mereka. Sesaat kemudian pengacara itu balik kembali ketempatnya
lagi dan berkata : "Kim kaucu mengatakan bahwa permintaan
Mo pangcu itu dapat diluluskan setelah nanti upacara
peresmian berdirinya Thian-tong-kau dan penerimaan
anggauta sudah selesai"
"Mengapa ?" seru Mo Gay Ti.
"Saat ini hanya dipersilahkan memilih. Mo pangcu bersedia
masuk menjadi anggauta Thian- tong-kau tahu tidak"
"Aku mau masuk setelah berhadapan empat mata dengan
Kim pangcu". "Tidak ada pengecualian bagai semua orang termasuk Mo
pangcu. Kim kaucu akan merasa tersinggung kehormatannya
apabila Mo pangcu berkeras hendak melaksanakan
permintaanmu tadi". "Ah, inilah yang kukatakan sebagai selubung rahasia tadi"
seru Mo Gay Ti, 'Jika memang bersih dan suci, mengapa takut
berhadapan dengan orang, Habis berkata ia terus ayunkan
langkah menghampiri ke tempat Kim Thian Cong. Kedua belas
bocah baju biru dan merah segera hendak menghadang tetapi
pengacara melambaikan tangan dan merekapun menyingkir ke
samping memberi jalan. Demikian juga dengan rombongan dara baju kuning dan
hijau. Merekapun serempak berjajar-jajar menghadang. Tetapi
setelah pengacara memberi isyarat tangan, merekapun
menyingkir. Anehnya, rombongan pengawal baju putih dan merah,
masih tetap berdiri diam di tempatnya. Mereka seperti patung
atau manusia yang tak bernyawa. Maka dengan lenggang
dapatlah Mo Gay Ti melanjutkan langkah kemnuka.
Lebih kurang tujuh delapan langkah dari tempat Kim Thian
Cong, sekonyong-konyong pengaca ia bersuit nyaring dan
serempak dengan itu kedua ekor harimau gembong segera
mengaum dahsyat dan terus loncat menerkam Mo Gay Ti.
Ketua Ou-tiap-pang terkejut bukan kepalang. Dua ekor
harimau yang besar dan mengerikan sedang menerjang
dengan gaya yang menyeramkan. Yang satu dari kanan dan
yang satu dari kiri. Tetapi Mo Gay Ti juga seorang ketua partai persilatan. Ilmu
ginkangnya telah mencapai tataran yang amat tinggi. Serentak
ia menjejak tanah dan tubuhnya segera melambung sampai
dua tiga tombak di udara. Sambil berjumpalitan ia menukik ke
bawah seraya taburkan kedua tangannya kearah kedua ekor
harimau gembong itu. Senjata rahasia yang disambitkan Mo Gay Ti itu adalah Outiappiau atau piau Kupu2. Tetapi kedua ekor harimau itu
ternyata hebat sekali. Mereka cepat melihat ou-tiap-piau itu
dan serentak kedua binatang itupun loncat mundur.
Dua buah peristiwa telah terjadi di panggung dan kedua
peristiwa itu memang mengejutkan sekalian orang. Dua ekor
harimau dapat menghindari timpukan piau dan yang kedua
ou-tiap-piau it. Begitu luput mengenai sasarannya, kedua
batang ou-tiap-piau itupun seperti kupu2 hidup, segera
terbang ke udara dan kembali kepada tuannya lagi.
Selekas Mo Gay Ti melayang turun kepanggung, kedua ekor
harimau itupun segera menyerang lagi dari muka dan
belakang. Mo Gay Ti terkejut melihat gaya serangan mereka.
Bukan hanya menerkam sembarang menerkam tetapi
terkaman mereka bergaya ilmu silat dan mirip dengan jurus,
Hok-hou-ciau-sim atau harimau-mendekam-menerkam-uluhati.
Kedua kaki depan binatang itu menjulur ke muka, menerkam
dada. sedang harimau di belakang menerkam kaki. Untuk
menghindar terkaman maut itu, kembali Mo Gay Ti
mengeluarkan ilmu ginkangnya, melambung ke udara, Tapi
kali ini walaupun berjumpalitan dia tak mau menaburkan
senjata rahasia lagi, melainkan terus luncur turun dibelakang
salah seekor harimau. Sebelum kaki tiba di lantai panggung, iapun sudah lepaskan
sebuah hantaman ke pantat harimau.
Harimau yang dihantam itu memang hendak berputar tubuh
tetapi karena tak sempat, ia terus loncat keudara
berjumpalitan dan menukik kebawah menerkam kepala Mo
Gay Ti. Sedang harimau yang satunya pun cepat loncat
menerkam lagi. Jika tadi Mo Gay Ti diserang dari muka dan belakang,
sekarang dia diserang dari atas dan bawah. Ketua Ou-tiappang
itu cepat2 membuang diri ke samping.
Sesungguhnya saat itu ia dapat menggunakan senjata
rahasia ou-tiap-piau untuk menghajar kedua harimau itu,
Tetapi ia tak mau. Ia hendak pegang gengsi sebagai seorang
ketua partai persilatan sekalipun tak setenar partai Siau-lim si
dan partai2 lainnya. Apalagi dia merasa telah berani naik kepanggung untuk
menentang Thian-tong-kau dan membuka kedok Kim Thian
Cong. Betapa malu apabila hanya berhadapan dengan dua
ekor harimau saja ia harus menderita kekalahan.
Juga timbul lain pemikiran dalam hati Mo Gay Ti, bahwa
saat itu hampir seluruh tokoh2 dan partai2 persilatan
berkumpul di gunung Thav-san. Apabila dapat mengobrakabrik
Thian-tong-kau, nama Ou-tiap-pang pasti akan
menggemparkan dunia persilatan.
Mo Gay Ti segera mengeluarkan senjatanya sepasang khik
atau trisula yang bentuknya mirip dengan sepasang kupu2,
mempunyai sayap baja dan bagian mulutnya runcing. Dengan
sepasang Ou-tia khik atau trisula kupu2 itu ia segera maju
menyerang. Kedua ekor harimau itu segera beringsut memencar diri ke
samping Mo Gay Ti. Dengan demikian sukarlah Mo Gay Ti
hendak menyerang. Jika menyerang yang di samping kanan,
harimau disamping kiri tentu akan menerkam. Demikian pula
jika ia menyerang harimau yang disamping kiri.
"Setan, mereka dapat berpikir juga," diam2 Mo Gay Ti
mengutuk. Namun ia sudah membulatkan tekad, tak gentar
menghadapi kedua lavvannya itu. Pikirnya, sebuas-buasnya
harimau tentu masih kalah berbahaya dengan jago silat sakti
yang pernah dihadapinya selama ini.
Serentak berpaling ke kiri, iapun terus menerjang. Memang
apa yang diduganya itu tepat. Harimau di sebelah kanan,
segera bergerak menerkamnya Mo Gay Ti sudah siap
menghadapi ancaman itu. Dan memang ia sedang
menggunakan siasat serangan pada harimau di sebelah kiri itu
hanya pura2 saja. Yang ia tunggu adalah serangan harimau
sebelah kanan. Ketika menyerang ke kiri, harimau beringsut mundur.
Menggunakan kesempatan itu, Mo Gay Ti pun cepat berputar
tubuh menyambut terkaman harimau dari belakang dengan
sebuah jurus Heng-soh-cian-kun atau Menyapu-seribu-lasykar.
Sambil bergeliat kesamping untuk menghindari terkaman, ia
segera membabat perut harimau itu.
Tetapi alangkah kejutnya ketika harimau itu tiba2 dapat
meluncur turun kebawah lalu berputar , menerkam kaki Mo
Gay Ti. Mo Gay Ti memekik kaget, la tak menyangka sama
sekali bahwa harimau itu dapat melakukan gerak seperti ilmu
silat. Untuk menghindari, terpaksa ia melambung ke udara
lagi. Maksudnya hendak menggunakan ilmu tian-kin-tui atau
Tindihan-seribu kati, meluncurkan tubuh kebawah untuk
menginjak kepala harimau itu. Tetapi kembali ia terkejut lagi
ketika harimau yang satunya, tiba2 mengaum dan loncat ke
udara menerjangnya. Dalam keadaan yang gawat itu, terpaksa Mo Gay Ti
meginjakkan kaki kanan ke kaki kiri, dengan meminjam tenaga
pijakan itu tubuhnya melambung lagi setombak tingginya.
Dengan cara itu pullah ia menghindari terkaman harimau.
Diudara ia berjumpalitan lalu hendak meluncur turun.
Tetapi alangkah kejutnya ketika kedua harimau gembong itu
sudah siap menunggu dibawah. Calaka, sebelum menginjak
lantai, ia tentu sudah menyambar kedua binatang itu, pikirnya.
Mo Gay Ti pun cepat mengempos semangat. Ia
berjumralftan lagi lalu dengan kepala dibawah dan kaki diatas,
ia menukik turun seraya julurkan sepasang senjatanya untuk
menusuk kedua lawannya. Kedua harimau itu memang lihay sekali. Melihat lawan
mengancamkan senjata, kedua binatang itupun menyurut
mundur dua langkah tetapi tetap bersiap-siap.
Mo Gay Ti dapat memperhatian gerak gerik kedua binatang
itu. Diam2 ia mengeluh. Seharusnya apabila hampir tiba di
lantai, ia harus berjumpalitan, menggeliatkan tubuh agar
kakinya terbalik kebawah lagi dan kepala diatas. Tetapi karena
kedua binatang itu masih menunggu, apabila ia melakukan
gerakan itu, tentu mereka akan menerkamnya. Namun apabila
tidak melakukan gerai bergeliatan itu, dia harus turun dengan
kedua tangannya mendarat di lantai. Itupun sangat berbahaya
sekali. Karena kedua harimau itu dapat loncat menerkam
kedua kakinya yang masih menjulang diatas. Dalam keadaan
begitu, sukarlah bagi dia untuk membela diri.
Untung dalam keadaan bahaya itu, Mo Gay Ti tak
kehilangan kesadaran pikirannya. Cepat ia memindahkan outiap

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

khek ditangan kanan ke tangan kiri lalu secepat kilat ia
lepaskan sebuah hantaman ke lantai. Bum .... lantai bergetar
keras dan dengan meminjam tenaga pukulan itu Mo Ga, Ti
melambung lagi ke udara lalu berjumpalitan turun ke lantai
beberapa meter jauhnya dari tempat kedua harimau.
Pukulan Mo Gay Ti telah menimbulkan getaran keras dan
lantai papanpun pecah berhamburan sehingga kedua harimau
itu terpaksa beringsut mundur. Itulah sebabnya Mo Gay Ti
dapat meluncur turun dengan tiada mendapat gangguan.
Pertarungan antara ketua Ou-tiap pang melawan dua ekor
harimau itu telah menimbulkan kegemparan dikalangan jago2
yang berada dibawah panggung. Mereka mendapat kesan
bahwa kedua harimau itu ternyata telah mendapat latihan
yang hebat sehingga mereka dapat berkelahi dengan gaya
llmusilat. Tetapi kepandaian gin-kang dari ketua Ou-tiap-pang
itupun mendapat sambutan yang meriah dari sekalian jago2
silat. Demikan pertarungan antara manusia dengan sepasang
harimau berjalan dengan seru dan dahsyat. Berkat ilmu ginkang
yang tinggi, dapatlah berulang kali ketua Ou-tiap-pang
menyelamatkan diri dari maut. Tetapi kedua harimaupun
beberapa kali hampir celaka karena senjata out-tap-khik.
Beberapa saat kemudian tiba2 terjadi suatu adegan yang
mendebarkan. Ketika menghindari terkaman seekor harimau,
tiba2 harimau yang lain menerkam dari belakang. Dalam
keadaan terdesak, Mo Gay Ti taburkan trisula-kupu2 kemata
harimau itu. Tetapi harimau itu cepat menampar. Terdengar,
aum dahsyat dan harimau itupun berguling-guling di lantai.....
Ternyata taburan trisula itu lebih cepat, telapak tangan
harimau terpanggang senjata itu dan harimau itupun
meraung-raung kesakitan. Mo Gay Ti tertegun. Tiba2 ia rasakan punggungnya dilanda
oleh desir angin tajam. Cepat ia berbalik tubuh hendak
menaburkan trisula-kupu2 yang berada ditangan kirinya.
Tetapi kalah cepat. Sebelum sempat mengayunkan tangan,
harimau itu sudah menggigit lengan kirinya, kres .... darahpun
segera menyembur keluar mengiring separoh lengannya yang
putus. Pandang mata Mo Gay Ti serasa gelap tetapi dengan
keraskan hati, ia empos semangat dan mengerahkan seluruh
sisa tenaganya ke kaki, Plak, sebuah tendangan diarahkan
keperut harimau itu Harimau terlempar ke belakang tetapi Mo
Gay Ti pun rubuh tak sadarkan diri.
Pengawal baju putih tiba2 bergerak, menggotong Mo Gay Ti
dibawa masuk kedalam. Dalam gemuruh hiruk suara yang bergema dibawah
panggung, tiba2 sesosok tubuh melayang ke atas panggung.
Seorang paderi tua, tegak menghadap ke arah Kim Thian
Cong. "Kim kaucu," serunya dengan suara lantang "apa yang
diminta oleh Mo pangcu tadi, sesungguhnya memang layak . .
" "Oh, kiranya Liau Liau taysu dari biara Leng hun-kwan
gunung Ngo-tay-san," seru pengacara menukas kata2 paderi
itu. Namun Liau Liau taysu tak menghiraukan dan tetap
menghadap ke arah Kim Thian Cong : "Memang menjadi
pertanyaan dalam setiap hati para hohan yang berkumpul di
bawah panggung untuk berhadapan muka dengan Kim kaucu.
Hal itu untuk menambah kepercavaan mereka agar lebih
mantap untuk masuk menjadi anggauta Thian-long kau".
Kim Thian Cong hanya tersenyum tetapi tak menyahut.
"Taysu" kembali pengacara itu berseru, "Kim kaucu telah
menyerahkan semua pelaksanaan acara disini kepadaku. Kini
kaucu takkan menerima langsung semua laporan ataupun
pembicaraan" Liau Liau taysu tetap tak mengacuhkan dan tetap
melanjutkan kata2 kepada Kim Thian Cong :
"Kiranya hal itu sudah jamak apabila sebagai pendiri dari
sebuah perkumpulan baru, Kim kaucu suka tampil
memperkenalkan diri".
"Jika taysu tetap tak mengacuhkan, terpaksa Akan kuambil
tindakan" seru pengacara.
"Dengan tindakan kaucu untuk menghukum pangcu dari
Ou-tiap-pang tadi, apakah takkan memberi kesan kepada
sekalian hohan bahwa Thian-tong-kau itu bertindak sewenang2,
atau sekurang-kurangnya memberi kesan bahwa
kaucu tak berani berhadapan dengan mereka ?"
"Pengawal Putih yang terdepan, majulah untuk menghajar
adat pada paderi itu" tiba2 pengacara berteriak.
Serentak seorang pengawal baju putih melangkah maju
kehadapan Liau Liau taysu. Tanpa berkata apa2 ia terus
menghantam paderi dari biara Leng-hun-kwan.
Barisan pengawal baju putih maupun baju merah, semua
memakai cadar atau kerudung muka sehingga tak kelihatan
bagaimana wajah mereka. Liau Liau taysu terkejut atas serangan orang itu. Bukan saja
dilancarkan dengan cepat, pun pukulannya mengandung
tenaga-dalam yang bukan olah2 hebatnya. Sepanjang
ingatannya, jarang sekali tokoh silat yang memiliki ilmu
tenaga-dalam sedemikian hebatnya itu.
Tetapi Liau Liau tak sempat merenung lagi karena hanya
sekejap saja ia terkesiap, angin pukulan itu sudah hampir
melanda dadanya. Terus ia dorongkan sepasang tangannya
untuk membendung. Bum . . terdengar letupan keras dan tahu2 tubuh Liau Liau
telah terdorong mundur sampai empat lima langkah dan huak
. , . ia muntah segumpal darah segar.
Kegemparan diantara para tokoh2 silat yang berada
dibawah panggung, jauh lebih gempar dari yang tadi, Dalam
sekali pukul saja, Liau Li telah rubuh. Pada hal paderi kepala
biara Leng-hun-kwan itu juga tergolong seorang tokoh yang
berilmu tinggi. Pengawal baju putih itu terus maju lagi hendak
menghantam Liau Liau taysu. Melihat itu Hoa Sin meluap
kemarahannya. Tanpa berunding lagi dengan ketiga rekannya
ia terus hendak loncat keatas panggung tetapi tiba2 sesosok
tubuh sudah mendahului melayang keatas panggung seraya
ayunkan tangannya. Sebuah gelombang angin keras segera
melanda pengawal baju putih itu. Pengawal itupun tertegun
berhenti. Selekas tiba di panggung orang itupun segera berseru :
"Hai, orang Thian-tong-kau, jangan sewenang-sewenang
terhadap sesama kaum persilatan"
"Oh, kiranya Auyong Kun ketua partai Tiang pek-pay" seru
pengacara, "hai, berhentilah engkau kembali kebarisanmu
lagi" serunya kepada pengawal baju putih.
Rupanya nengawal baju putih itu amat penurut sekali
kepada pengacara. Dia segera kembali ke tempat barisannya.
"Apakah yang Auyong pangcu katakan bahwa kami
bertindak se-wenang2 itu?" seru pengacara pula.
"Liau Liau taysu sudah terluka, mengapa pengawal baju
putih itu hendak menyerang lagi " Bukankah tujuan Thiantongkau hendak mencari anggota tapi mengapa melakukan
pembunuhan " Sekarang katakanlah, hendak bersekutu atau
hendak membasmi kaum persilatan" Jika akan membasmi aku
Auyong Kun, yang pertama akan melawan".
Pengacara itu mendecak mulut : "Ah.Auyong pangcu salah
faham. Sama sekali Thian-tong-kau tak menginginkan
pertumpahan, tak menginginkan permusuhan dan berniat
membasmi kaum persilatan. Bahkan kebalikannya, Thian-tongkau
hendak mengajak seluruh kaum persilatan untuk bersatu
padu menyelamatkan dunia persilatan",
Berhenti sejenak, pengacara itu melanjutkan :i "Bahwa Liau
Liau taysu telah menderita luka itu, tak lain karena
tindakannya sendiri yang tak memandang mata kepada
peraturan Thian-tong kau. Sudah kuperingatkan namun dia
masih tak menggubris diriku. Jika peraturan dibiarkan saja di
injak2 orang, bagaimana Thian-tong-kau akan menegakkan
kewibawaannya ?" "Tetapi mengapa dia menyerang orang yang sudah terluka
?" desak Auyong Kun. Pengacara itu menghela napas, "Barisan
pengawal baju putih dan merah dari Thian-tong-kau itu
memang manusia2 yang luar biasa. Sekali bergerak, mereka
terus akan bergerak kecuali mendapat perintah baru.
Sebenarnya aku pun sudah hendak memerintahkan dia
berhenti tapi Auyong pangcu keburu datang".
Ketua Tiang-pek-pay tertawa hambar. "Bagaimana dengan
ketua Ou-tiap-pang dan kelima San-se Ngo-kiat itu ?"
"Ah. harap Auyong pangcu tak usah kuatir akan merawat
luka mereka sampai sembuh".
Auyong Kun kerutkan alis. Beberapa saat kedengaran ia
berkata pula : "Bagaimana juga, kuanggap pendirian Thiantongkau ini tetap rnenyangsikan".
"O," desuh pengacara, "dalam soal apa " Apakah Auyong
pangcu juga menghendaki seperti Mo pangcu dari Ou-tiappang
tadi ?" "Ya," sahut Auyong Kun "disamping juga menuntut supaya
beberapa orang yang ditawan tadi dikeluarkan dan
dipulangkan ketempat masing2. Hanya dengan tindakan itu.
aku baru mau percaya pada Thian-tong-kau."
"Aha", seru pengacara, "tuntutan Auyong pangcu ternyata
lebih banyak dan lebih berat untuk kami luluskan. Hak apakah
Auyong pangcu mengajukan tuntutan semacam itu ?"
"Atas nama partai Tiang-pek-pay dan segenap kaum
persilatan yang masih menjunjung keadilan dan kebenaran"
seru ketua' Tiang-pek-pay.
"Cet, cet", pengacara men-decak2, "adakah Auyong pangcu
msnganggip Tiang-pek-pay itu mampu mewwakili kaum
persilatan seluruhnya " Adakah Tiang-pek-pay itu jauh lebih
berpengaruh dari ketujuh partai besar dalam dunia
persilatan?" "Keadilan dan kebenaran, bukanlah milik sebuah partai
persilatan ataupun beberapa tokoh persilatan tetapi milik
mereka yang benar2 masih mempunyai jiwa ksatrya !"
"O, sungguh hebat engkau, Auyong pangcu!' seru
pengacara memuji." Tiba2 wajah Auyong Kun mengerut gelap dan dengan suara
keras ia berseru : "Atas dasar dan hak apakah Thian-tong-kau
hendak mempersatukan dunia persilatan ?"
Serentak wajah pengacarapun mengerut serius. "Auyong
pangcu menanyakan dasar dan hak partai Thian-tong-kau ?"
serunya. "baik, dengarkanlah. Dasarnya yalah hendak
menyelamatkan dunia persilatan dari bahaya latah yang tak
pernah habis. Bahaya dari pertumpahan darah, bunuh
membunuh. Agar dunia persilatan dan umat manusia dapat
mengenyam ketenteraman dan hesejahteraan hidup. Apakah
hak Thian tong-kau " Thian-tong-kau cukup layak untuk
mendapatkan hak itu karena dalam soal keagamaan. Thiantongkau mempunyai ajaran yang suci untuk mengarah
kehidupan Thian-tong (Nirwana). Dalam perlengkapan ilmu
kesaktian, Thian-tong-kau laksana sebuah telaga yang penuh
dengan naga dan harimau. Tidakkah Auyo pangcu
menyaksikan sendiri beberapa kepandai yang telah
dipertunjukkan oleh beberapa murid dan pengawal Thiantongkau tadi " Tidakkah Thia tong-kau berhak untuk
mempersatukan dunia persilatan ?"
Auyong Kun tertawa. "Berbicara soal agama, negara kita
kaya akan ilmu ajaran falsafah yang tinggi, kebatinan dan
agama. Bukankah tiga aliran atau Sam-kau yang Hud-kau
(Buddha), To-kau dan Khong-kau (Confucius) sudah cukup
mencangkum aliran agama di negara ini ?"
"Aha," pengacara berseru mencemoh. "adakah sudah
digariskan oleh Thian bahwa di negara ini hanya diizinkan
berkembang ketiga aliran itu " Ah, tidak, Auyong pangcu.
Orang bebas untuk memiliki suatu kepercayaan apapun, asal
kepercayaan itu berdasar pada Ke-Tuhanan. Thian-tong-kau
akan menyumbangkan ilmu ajarannya menuju ke arah keTuhan-an, membimbing kesucian dan menciptakan
ketenangan hidup". '"Tetapi mengapa Thian-tong-kau mengadakan tindakan
memaksa kepada orang untuk masuk menjadi anggautanya "
Engkau mengatakan bahwa orang bebas memilih kepercayaan
masing2. tidakkah kata2mu itu hanya kosong belaka ?"
"Jangan lupa" sahut pengacara dengan tenang, "bahwa
sejak tadi telah kutandaskan bahwa kami tak mengadakan
paksaan apa2. Hanya telah tercantum dalam peraturan Thiantongkau, bahwa setiap orang yang menolak ajakan kami
harus benar2 dapat membuktikan bahwa dia lebih unggul
dalam segala apa dari Thian-tong-kau."
"Maksudmu harus dapat mengalahkan anak murid Thiautongkau ?" Auyong Kun menegas.
"Khusus kepada kaum persilatan. Thian-tong kau memang
mengadakan peraturan begitu, agar mereka dapat
membuktikan bahwa Thian-tong-kau bukan sebuah pendirian
yang boleh diremehkan. Peraturan itu berlaku untuk semua
tetamu2 yang kami undang dalam pertemuan ini, tak
terkecuali juga Auyong pangcu"
"Memang tegaknya diriku di panggung ini tak lain karena
hendak mematuhi peraturan itu" jawab Auyang Kun.
"O." seru pengacara, "jika demikian agar dapat menghemat
waktu, sukalah Auyong pangcu bersiap untuk menghadapi
salah seorang pengawal baju merah kami"
"Hai, pengawal baju merah disebelah depan majulah layani
Auyong pangcu ini!" seru pengacara. Dan serentak seorang
pengawal baju merah maju kehadapan Auyong Kun. Juga
pengawal baju merah itu mengenakan cadar kain merah
sehingga mukanya tak kelihatan.
Auyong Kun pasang kuda2. Dan pengawal baju merah itu
tanpa berkata apa2, terus maju. Walaupun heran atas sikap
orang itu, tetapi Auyong Kun menyadari bahwa orang itu tentu
lihay, maka setelah menyalurkan tenaga-dalam ketangan, ia
segera membuka serangan pertama dengan jurus Liat-biathoasan atau dengan tenaga-penuh-menghantam-gunungHoasan. Pukulan tangan kanan diayunkan ke arah kepala
orang itu. Orang itu beringsut kesamping untuk menghindari tetapi
secepat itu pula Auyong Kun sudi mengganti dengan jurus
Thui-jong-ong-gwat atau mendorong-jendela-melihatrembulan.
Dengan kedua tangannya ia menghantam dada


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang itu sekuat-kuatnya, bluk .
Pengawal baju merah itu hanya mengerang pelahan dan
tersurut mundur setengah langkah tetapi secepat kilat ia terus
menyambar kedua tangan Auyong Kun, ditarik lalu didorong
lagi. Apa yang terjadi benar2 menggemparkan sekalian tokoh2
yang berada dibawah panggung. Tubuh Auyong Kun ketua
Tiang-pek-pay telah terlempar sampai beberapa belas langkah
dan jatuh kebawah panggung. Untung seorang tokoh
berdandan sebagai seorang sasterawan menyanggapi tubuh
ketua Tiang-pek-pay itu. "Auyong pangcu, bagaimana engkau ?" tanya orang itu
yang tak lain adalah Siau-bin-su-seng atau Sasterawanberwajah
tertawa Li Seng Pun. Beberapa tokoh silat yang berada di dekat tempat itu
segera menghampiri untuk memberi pertolongan. Tampak
Auyong Kun pejamkan mata napasnya lemah, wajah pucat
lesi. Setelah memeriksa nadi pergelangan tangan Auyong Kun,
seorang tetamu setengah tua dan dadanannya sebagai
seorang saudagar, menghela napas . "Ah, Auyong pangcu
telah menderita luka-dalam yang sangat parah".
Tokoh berdandan seperti saudagar itu segera merogoh
kedalam saku bajunya dan mengeluarkan sebutir pil merah
sebesar kacang, lalu disusupkan kemulut Auyong Kun.
"Pil Siok-beng-po-gi kim-tan ini tak dapat menyembuhkan
luka Auyong pangcu yang begini parah tetapi mampu
mempertahankan jiwanya sampai tujuh hari," kata orang itu.
"Jika begitu baiklah kita suruh anakbuahnya untuk
membawa pulang," kata seorang lain.
"Jangan," jawab orang yang memberi pil. Dia adalah Thay
goan It-kiam atau Pedang-tunggal dari Thay-goan, Leng Siang
In. "Sepanjang jalan turun gunung ini, telah dijaga ketat oleh
anakbuah Thian-tong-kau. Tanpa izin mereka, Auyong pan-cu
tentu akan diserang. Lebih baik untuk sementara biar disini
sampai pertemuan ini selesai."
"Saudara2, tulung rawatlah Auyong pangcu kata jago
pedang dari Thay-goan itu lalu ayunkan tubuh loncat
melayang keatas panggung.
"Oh," pengacara mendesah, "adakah Thay goan It-kiam
Leng Siang In tayhiap juga hendak mengemukakan pendapat
?" 'Pendapat sudah cukup banyak diutarakan tadi," sahut
Leng Siang In, "dan hasilnya tak banyak, hanya jatuhnya
beberapa korban saja."
"Lalu apa maksud Leng tayhiap naik ke panggung " Apakah
Leng tayhiap hendak meluluskan permintaan kami masuk
menjadi anggauta Thian tong kau?"
"Terima kasih," sahut Leng Siang In, "memang ada
keinginan itu dalam pikiranku, tetepi sayang?"
"Mengapa?" seru pengacara.
"Bahwa pedang yang mendampingi aku selama berpuluh
tahun ini," ia menunjuk pada pedang yang tersanggul
dibelakang punggung, "menuntut lain, ia meminta supaya
diizinkan berkenalan dulu dengan pedang dari anakmurid
Thian-tong-kau agar kelak dapat lebih erat hubungannya."
"Ah, ah," pengacara tertawa, "indah sekali Leng tayhiap
menggunakan kata2 kiasan. Baiklah, jika menang begitu yang
tayhiap kehendaki, kami-pun akan mengiringkan saja."
"Hai pengawal baju putih yang ketiga dari depan, layanilah
Leng tayhiap," seru pengacara pula.
Seorang lelaki bertubuh kurus segera tampil kehadapan
Leng Siang In. Dalam baju dan kain cadar putih, sukarlah
untuk melihat bagaimana wajahnya dan berapa umurnya.
"Leng tayhiap hendak menggunakan pedang, harap engkau
mengeluarkan pedang juga," seru pengacara.
Pengawal baju putih itu tak berkata apa2, melainkan
merogoh kedalam baju dan mengeluarkan sebatang pedang
pendek. "Silahkan saudara mulai" seru Leng Siang In seraya
mencabut pedangnya. Sepercik sinar kemilau memancar ketika
tertimpah cahaya obor yang menerangi sekeliling panggung
itu. Warna sinar pedang itu kemerah-merahan, tangkainya
berhias sutera merah. Tampak mata pengawal baju putih itu berkilat sejenak
ketika melihat pedang tetamunya. Namun ia tak mengucap
apa2 dan terus memutar pedangnya. Gerak pembukaan itu
menimbulkan lingkaran sinar pedang yang mengejutkan.
Diam2 Leng Siang In terkejut juga menyaksikan gerak pedang
orang yang sedemikian cepat dan dahsyat.
Serangan segera dibuka oleh pengawal baju putih itu
dengan Gwat-kong-boan-thian, atau Sinar rembulanmemenuhilangit. Sinar pedang berhamburan laksana hujan
mencurah ke arah kepala Leng Siang In.
Walaupun dalam hati terkejut namun Leng Siang In dengan
tenang segera memutar pedang untuk menghapus hujan sinar
itu. Pedang dimainkan dalam ilmupedang Suan-hong-kiam
atau angin-puyuh. Bagaikan angin menderu-deru, lingkaran sinar pedang Leng
Siang In itu telah mengurung lingkaran sinar pedang lawan,
makin lama makin mengecil dan akhirnya lenyap.
Terdengar dua buah seruan tertahan dari pengawal baju
putih dan Leng Siang In. Pengawal baju putih terkesiap karena
melihat ilmu pedang dari jago Thay-goan itu. Leng Siang
Inpun terkejut karena mengagumi ilmupedang lawan.
Walaupun telah dikurung dan dijepit namun lawan dapat
menyelamatkan pedangnya dari benturan. Sekali lawan berani
meugadu pedang, tentulah ia dapat memapas kutung
pedangnya. Tampak pengawal baju putih pejamkan mata kemudian
berdiri tegak, meluruskan pedang kemuka dada, ujungnya
mengurus ke depan. Pandang matanya mencurah ke ujung
pedang. Gelar Thay-goan It-kiam atau pedang nomor satu dari
Thay-goan, bukan diperoleh dengan mudah. Leng Siang In
memang seorang tokoh ilmu pedang yang cemerlang. Ia
faham beberapa ilmu-pedang dari beberapa partai persilatan.
Dan dari berbagai ilmupedang itu ia berhasil menciptakan
sendiri sebuah ilmu pedang yang diberi nama Hoan thian -tohaykiam atau ilmupedang membalik-langit-menjungkir-laut.
Walaupun hanya terdiri dari dua jurus tetapi dua jurus itu
dapat dipecah lagi menjadi berpuluh-puluh gerak perobahan
yang luar biasa, dimana segala ilmu pedang dalam dunia
persilatan telah tercangkum didalamnya.
Disamping itu diapun memiliki sebatang pedang Ang-liongkiam
atau pedang Naga-merah sebuah pedang pusaka yang
diperolehnya dari seorang sakti. Pedang itu luar biasa
tajamnya, dapat memapas logam seperti memapas tanah liat
saja. Melihat pengawal baju putih itu mengambil sikap begitu
rupa, diam2 Leng Siang In terkejut. Sebagai seorang tokoh
ilmu pedang, cepat ia dapat mengetahui bahwa lawan sedang
bersiap mengeluarkan ilmupedang yang sakti. Ujung pedang
menjurus lurus ke muka dan seluruh perhatian dicurahkan
pada ujung pedang itu merupakan gerak ilmu pedang yang
tinggi. Seluruh tenaga-dalam telah dipancarkan ke batang
pedang. Jelasnya, lawan telah menumpahkan seluruh
perhatian dan tenaga-dalam ke ujung pedang.
Diam2 Leng Siang Inpun bersiap. Ia juga kerahkan tenagadalam
ke lengan. Setelah itu ia mulai membuka serangan. Ia
tahu bahwa musuh akan menunggu serangannya dan serentak
terus akan melancarkan suatu serangan dahsyat. Oleh karena
itu Leng Siang In pun membuka serangannya dengan jurus
sederhana. Ia hendak menunggu juga apa yang akan
dimainkan. Selekas Leng Siang In ayunkan pedang, tafnpa menunggu
tibanya serangan, pengawal bajuputih itu segera hamburkan
pedangnya dalam kecepatan yang tak pernah diduga lawan.
Leng Siang In terkejut, cepat ia taburkan pedangnya untuk
menghalau, tetapi terlambat.
Dalam pertarungan pedang maupun pukulan tangan kosong
yang dilakukan jago2 golongan ko-jiu, sedikit lubang dari
kelambatan lawan cukup sudah untuk merobah posisi
pertarungan. Demikian dengan Leng Siang In. Ia membuka serangan
dengan jurus sederhana tetapi lawan telah menyerangnya
dengan dahysat. Leng Siang In tak sempat lagi untuk
memperkokoh pertahanannya. Saat itu dia dikurung oleh
lingkaran sinar pedang lawan yang menyelubungi kaki sampai
ke kepalanya. Masih untung dia mempunyai senjata pusaka
seperti Ang-liong-kiam sehingga lawan tak berani beradu.
Tetapi sekalipun begitu, ia tak dapat melepaskan diri dari
kurungan sinar pedang yang setiap saat akan bersarang ke
tubuhnya. Dan yang lebih hebat, serangan pedang pengawal
baju putih itu selalu mengarah pada jalandarah berbahaya di
tubuh Leng Siang In. Leng Siang In benar2 sibuk sekali sehingga tubuhnya mandi
keringat, la tak sempat lagi mengembangkan ilmupedang
Hoan-thian-to-hay-kiam, yang paling diandalkan karena ia
berada di fihak yang diserang habis-habisan, la hanya dapat
bertahan untuk menyelamatkan jiwanya.
Tersengsamlah sekalian tokoh2 silat yang menyaksikan
dibawah panggung. Mereka mengagumi ilmupedang Thaygoan
It-kiam yang begitu hebat tetapi lebih mengagumi juga
pada ilmu pedang pengawal baju putih yang dahsyat.
Pertarungan berjalan makin lama makin seru. Leng Siang In
lebih banyak bertahan daripada menyerang. Walaupun sampai
berpuluh-puluh jurus belum juga ia menderita kekalahan,
tetapipun ia tak mampu meloloskan diri dari lingkaran pedang
lawan. Tampak wajah jago dari Thay-goan mulai merah dan
keringat seperti banjir. "Omitohud ! Kiranya dia"..," tiba2 Hong Hong tojin berseru
tertahan dan terus ayunkan tubuh melayang ke atas
panggung. Pengemis-sakti Hoa Sin, Ceng Sian suthay dan Pang To Tik
terkejut...... O^^odwo^^O Jilid 32 Penemuan Saat itu Leng Siang In sedang sibuk menghadapi serangan
pedang dari pengawal baju putih.. Leng Siang In bergelar
Thay-goan It-kiam atau Pedang-tunggal dari Thay-goan. Ia
telah mengeluarkan ilmupedang simpanannya Hoan-thian-tokiam
atau ilmupedang Membalik-langit-menjungkir-laut,
sebuah ilmupedang buah ciptaannya sendiri.
Ilmupedang itu hebatnya bukan kepalang. Sesuai, dengan
namanya bahwa jurus2 serangannya selalu berlawanan arah.
Untuk beberapa saat pengawal Baju Putih yang mukanya
bertutup kain cadar putih itu agak bingung. Tetapi beberapa
saat kemudian ia merobah gaya permainannya dan sejak
perobahan itu maka Leng Siang lnpun mulai terdesak. Semua
serangannya dapat dihalau dan dihindari lalu balas diserang.
Pada saat itu Leng Siang In terpaksa harus bertahan. Ia tak
mampu balas menyerang bahkan bertahanpun ia harus
menumpahkan seluruh kepandaiannya.
Detik yang menegangkan segera menjelang ti ba. Tabasan
pedang pengawal baju-putih yang melancar ke arah kepala
Leng Siang In, tiba2 berganti dengan menusuk ke dada.
Pergantian yang mendadak itu mengejutkan Leng Siang In...
Ia sudah terlanjur menjungkatkan pedangnya keatas untuk
melindungi kepalanya sehingga dadanya tak terlindung.
Serangan itu meluncur cepat sekali dan sekalian orang sudah
menjerit karena memastikan kalau jago dari Thay-goan itu
tentu terluka kali ini. "Gunakan jurus Thiat-pian kio dan tendangkan kaki kiri,"
tiba2 terdengar suara orang berseru.
Leng Siang In tak sempat meneliti siapakah yang berseru
itu. Tetapi ia percaya bahwa apa. yang diajarkan orang itu
memang satu2nya jalan, untuk lolos dari bahaya maut. Sambil
ayunkan tubuh ke belakang dari gerak Thiat-piah-kio atau
Jembatan-besi gantung, kaki kirinya menendang siku lengan
lawan. Pengawal baju putih itu terkejut karena lawan tiba2 rubuh
kebelakang sehingga ujung pedang nya menusuk angin dan
sesaat itu siku lengannya tersambar angin tendangan.
Pengawal Baju Putih itu tak gugup. Menyurut mundur dua
langkah, secepat kilat ia menabas kaki Leng Siang In.
Tetapi Leng Siang In bukan jago sembarangan. Iapun
bertekad untuk mengadu jiwa. Andaikata kakinya terpapas,
iapun dapat melukai lawan. Dengan keputusan itu ia segera
ayunkan kaki kanan untuk menendang bawah perut orang itu.
Ditendangan yang disertai dengan tenaga-dalam penuh itu,
dipercaya tentu akan menghancurkan alat vital lawan.
Rupanya pengawal Baju Putih itu terkejut juga menyaksikan
tindakan lawan. Jarak keduanya amat rapat sehingga tak
mungkin ia dapat menghindar.
Sring". Karena sudah terlanjur membabat, ia terpaksa mengurangi
tenaganya dan. terus loncat mundur.
"Leng Siang in berjumpalitan "beberapa kali kebelakang lalu
melenting berdiri tegak. Memandang ke bawah, ia mengeluh.
Ujung sepatunya yang kiri telah terpapas. Sehingga sebuah
jari kelingking kakinya ikut terbabat kutung.
Setelah menyurut mundur, pengawal Baju-Putih hendak
bergerak menyerang lagi tetapi saat itu sesosok tubuh loncat
menamparnya. Orang itu bukan lain adalah Hong Hong tojin.
Dialah.. ,yang meneriaki Leng Siang In supaya menggunakan
jurus Thiat-pian-kio beserta Lian-hoan-thui atau tendangan
berantai. Begitu melayang kepanggung ia segera memberi
petunjuk kepada Leng Siang In dan kini melihat pengawal
Baju Putih hendak menerjang. Iapun cepat2 loncat
menamparnya untuk menahan.
Pengawal Baju Putih itu terkesiap, ketika dirinya dilanda
oleh angin pukulan yang tajam dan kuat. Terpaksa ia memutar
pedang untuk menghapus angin tamparan itu.
"Cianpwe," seru Hong Hong tojin setelah berdiri tegak
dihadapan pengawal Baju Putih itu. "Harap jangan salah
mengerti. Aku tak bermaksud menyerangmu melainkan
hendak menghentikan pertempuran ini."
Pengawal Baju Putih itu terkesiap, menatap wajah Hong
Hong tojin.. Sinar matanya tampak hampa, Hong Hong tojin


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkejut. Ia makin cenderung pada dugaannya.
"Cianpwe," serunya pula, "mohon tanya, jika tak salah
ilmupedang yang cianpwe mainkah tadi adalah ilmu pedang
Gun-goari-kiam-sut . Ia berhenti sejenak untuk melihat reaksi orang, tetapi
pengawal Baju Putih itu hanya terbelalak tanpa mengucap
sepatah kata. "Cianpwe" Hong Hong tojin berseru pula, "ilmu pedang
Gun-goan-kiam-hwat adalah ilmupedang pusaka dari partai
persilatan Go-bi-pay. Di kalangan murid2 Bu-tong-pay. tidak
banyak yang menguasai ilmupedang tersebut. Angkatan murid
yang sekarang ini, tak ada seorangpun yang mampu
mempelajarinya. Hanya angkatan yang keduapuluh empat,
ada seorang murid Go-bi-pay yang berhasil memahaminya ... "
HongHong tojin hentikan pula kata2nya. Ia memperhatikan
bagaimana tanggapan pengawal Baju Putih. Tetapi ternyata
orang itu tetap tertegun dengan mata yang hampa.
Diam2 Hong Hong tojin heran. Mengapa sinar mata
pengawal Baju Putih itu tak memancarkan suatu reaksi apa2.
Mengapa dia seperti sebuah patung bernyawa" "
"Murid Go-bi-pay angkatan keduapuluh empat itu adalah
sute dari ketua Go-bi-pay pada masa itu. Dan ketua dari Gobipay angkatan keduapuluh empat itu bukan lain adalah
suhuku, Dengan demikian sute dari guruku adalah paman
guruku yang bernama Biau Hun totiang"
Tetapi pengawal Baju Putih itu termangu hampa.
"Dan kalau tak salah, Biau Hun susiok itu adalah totiang
sendiri " tiba2 Hong Hong tojin berseru.
Orang itu terkesiap tetapi tiba2 terdengarlah pengacara
bersuit nyaring lalu berseru memberi perintah : "Pek-i sucia,
usirlah imam itu dari panggung."
Pek-i su-cia atau Duta Baju Putih itu segera memberingas
lagi, Tanpa berkata apa2 pengawal itu terus taburkan pedang
menyerang Hong Hong tojin.
"Susiok ... " teriak Hong Hong tojin seraya menghindar.
Tetapi orang itu tak mempedulikan Diserangnya ketua Go-bipay
itu dengan gencar. Melihat itu Leng Siang In memberingas, lapun hendak
membalas pertolongan Hong Hong tojin tadi. Pedang Angliongkiam atau naga merah segera, ditaburkan menjadi
lingkaran sinar pedang yang memercikkan be-ratus2 bunga
api. "Leng tayhiap, tahan" seru Hong Hong tojin seraya
menampar kearah jago Thay-goan itu. Sudah tentu Leng Siang
In terkejut. Ia tak tahu mengapa Hong Hong tojin malah
menyerangnya. Cepat ia loncat kesamping untuk menghindar.
"Leng tayhiap, jika tak keliru dugaanku, orang berbaju putih
itu adalah paman guruku Biau Hun tojin yang telah lama
menghilang," kata Hong Hong tojin dengan menggunakan
Coan-im-jip-bi a-tau ilmu Menyusup suara..
Leng Siang In terkesiap. Namun ia menurut juga
permintaan orang. Dalam pada itu Hong Hong tojin harus
melayani serangan pengawal Baju Putih yang makin lama
makin gencar. "Leng tayhiap, silahkan turun dari panggung", kembali Hong
Hong tojin menggunakan ilmu Menyusup suara, "sukalah Leng
tayhiap memandang muka pinto dan izinkan pinto yang
menghadapi susiok pinto"
Sesungguhnya Leng Siang In berada dalam persimpangan.
Jika ia lanjutkan menempur pengawal Baju Putih itu, tentulah
ia akan menderita kekalahan yang hebat. Tetapi sebagai
seorang ksatrya seorang jago nomor satu dari Thay-goan malu
kalau harus mundur. Ia lebih suka memilih jalan maut. Kini
setelah mendapat permintaan dari Hong Hong tojin, iapun
mau juga menurut. Diam2 ia berterima kasih, kepada ketua
Go-bi-pay itu yang telah menyelamatkan mukanya. Dan ia pun
tak enak hati kalau berkeras hendak menempur pengawal
Baju Putih yang menurut dugaan adalah paman guru dari
Hong Hong tojin atau ketua partai Go-bi pay yang sekarang.
Demikian dengan beberapa pertimbangan, itu, Leng Siang
Inpun enjot tubuhnya melayang turun dari panggung.
Memang bagi seorang tokoh semacam Leng Siang in tidaklah
mudah untuk mundur dari suatu pertarungan besar yang
disaksikan oleh be-ratus2 kaum persilatan. Tetapi dengan
adanya Hong Hong-tojm turun tangan itu, Leng Siang In tak
sampai menderita malu. Pertempuran diatas panggung makin memuncak. Hong
Hong tojin masih dapat melayani pengawal Baju Putih itu
sampai duaratus jurus Semakin lama ia semakin yakin bahwa
permainan pedang pengawal baju putih itu jelas berasal dari
partai Go-bi-pay. Hanya walaupun jurus2nya telah diketahui
tetapi setiap kali Hong Hong tojin masih harus terkejut dan
peras keringat untuk menghindari. Walaupun jurusnya sudah
diketahui tetapi dimainkan oleh pengawal Baju Putih itu, jurus
itu menjadi berlipat ganda dahsyatnya.
Diam2 Hong Hong tojin putar otak. Ia harus berusaha untuk
membuktikan bahwa Pengawal Baju Putih itu adalah susioknya
yang hilang beberapa tahun yang lalu. Tetapi bagaimana
untuk melaksanakan rencananya itu, ia kehilangan akal..
Untuk mengalahkan dan menawannya, jelas tak mungkin. Ia
merasa kepandaian susioknya itu jauh dua tingkat dari dirinya.
Namun jika tak dapat menangkapnya. Tentu ia tak dapat
membuktikan diri pengawal Baju Putih itu.
Dalam pada itu. Hong Hong tojinpun makin mendapat
kesan bahwa Pengawal Baju Putih itu seperti seorang manusia
yang tak wajar, tak sadar pikirannya. Berulang kali diajak
bicara tak mau menyahut. Berapa kali diberi penjelasan, tetap
saja menyerang. "Ah, tentu terjadi sesuatu dengan susiok," akhirnya ia
menarik kesimpulan, "menilik pandang matanya yang kosong
dan sikapnya seperti manusia patung itu, ia tentu kehilangan
kesadaran pikirannya. Jelas orang Thian-tong-kau tentu yang
melakukan hal itu dan mempergunakannya sebagai alat
pengawal mereka". Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dulu. la
hendak berunding dengan ketiga ketua partai rekannya. Ia
duga keadaan barisan pengawal Baju Putih dan Baju Merah
tentu tak jauh dengan susioknya.
Demikian setelah menghindar dari sebuah serangan yang
berbahaya, Hong Hong tojinpun segera loncat turun ke bawah
panggung. Hiruk pikuk para tokoh persilatan menyambut
peristiwa itu. Mereka tak tahu-apa yang sesungguhnya terjadi.
Mereka hanya mengira bahwa ketua Go-bi-pay itu naik
panggung untuk menolong Leng Siang In yang terdesak.
"Bagaimana totiang" sambut Pengemis-sakti Hoa Sin
kepada Hong Hong tojin, Ketua Go-bi-pay itu menghela napas: "Peristiwa ini
menyangkut seluruh dunia persilatan. Jika dugaanku tak salah,
pengawal Baju Putih tadi adalah susiokku."
Hoa Sin, Ceng Sian suthay dan Pang ToTik terkejut. Berkata
Hoa Sin : "Jika demikian barisan pengawal Baju Putih dan Baju
Merah itu tentu mengandung rahasia besar. Kemungkinan
mereka tentu tokoh2 persilatan juga yang telah ditawan dan
diperalat oleh Thian-tong-kau." . ?"
"Tepat!", seru Hong Hong tojin, "dugaanku memang begitu
juga." "Hai !" tiba2 Pang To Tik menjerit sehingga ketiga rekannya
terkejut memandangnya dengan penuh keheranan.
"Apa maksud Pang tayhiap ?" tegur Hoa Sin. "Adakah
kematian Kam sute ciangbunjin itu layak diragukan?"
"Apa katamu!" kali ini Pengemis-sakti Hoa Sian terkejut. ,
"Dalam kematian Kam sute yang lalu seorang pemuda
bloon telah dituduh sebagai pembunuhnya. Tetapi menurut
keterangan murid dan para tianglo Hoa-san-pay, tuduhan itu
hanya didasarkan bahwa pemuda bloon itu berada diguha
tempat sute melakukan semedhi dan mencekal pedang
berlumur darah. Tetapi kalau menilik kepandaian pemuda itu,
tak mungkin dia mampu melakukan pembunuhan kepada Kam
sute." "Oh, Peng tayhiap hendak mengatakan bahwa kematian
Kam pangcu itu mencurigakan sekali ?" tanya Hoa Sin-pula.
"Bukan mencurigakan, tetapi memang dia tidak mati!"
"Atas dasar apa Peng tayhiap menarik dugaan begitu,"
tanya Ceng Sian suthay."
"Karena jenazah Kam sute itu sukar dikenali. Andaikata para
tianglo dan murid2 Hoa-san-pay memastikan bahwa jenasah
itu betul jenasah Kam sutepun, hal itu bukan sesuatu yang
mustahil. Bisa saja dicarikan orang yang wajahnya mirip
dengan Kam sute." "Dan Kam pangcu ?" seru Ceng Sian suthay.
"Diculik oleh gerombolan Thian-tong-kau, Hong Hong tojin
bertegas menyahut. "Jika demikian," kembali Pengemis-sakti Hoa Sin buka
suara, "bukan mustahil pula beberapa tokoh dari beberapa
partai persilatan yang menghilang jejaknya itu ternyata
memang ditawan oleh Thian tong-kau."
"Adakah dalam partai Hoa pangcu juga terdapat tokoh yang
hilang ?" cepat Hong Hong tojin bertanya.
"Dugaan bahwa toa-suheng Han-jiat-sin-kay Suma kian
yang hilang tak berbekas itu layak dikaitkan dengan hilangnya
beberapa tokoh2 partai persilatan lain dan timbulnya Thiantongkau dengan, barisan pengawalnya yang sakti", sahut Hoa
Sin. "Jika demikian halnya," kata Pang To Tik, "kita harus
membongkar rahasia besar itu."
Hong Hong tojin mendukung.
"Tetapi barisan pengawal Thian-tong-kau itu merupakan
manusia2 yang sudah hilang kesadaran pikirannya. Mereka
tak. kenal orang kecuali hanya mendengar perintah dari
pengacara itu," kata Hong Hong tojin, "untuk menghadapi
mereka, hanyalah dengan jalan mendapatkan obat atau ilmu
untuk memulihkan kesadaran pikiran mereka. Jika dengan
kesaktian ilmu silat, mungkin gagal."
Tiba2 mereka dikejutkan oleh suara hiruk dari para tokoh2
yang berada disekeliling. Ketika memandaug ke muka,
ternyata saat itu sesosok tubuh sedang melayang keatas
panggung... Bahwa seorang tokoh silat naik ke panggung, sudah terjadi
beberapa kali. Tetapi tidaklah segempar kali ini. Keempat
ketua partai persilatan cepat melihat apa yang menyebabkan
kegemparan itu. Seorang lelaki tua, rambutnya putih, jenggotnyapun putih
menjulai kedada tetapi anehnya sepasang rambut alisnya
masih hitam. Jika beberapa tokoh yang loncat ke atas
panggung tadi menggunakan gerak ilmu ginkang, tidaklah
demikian dengan pak tua itu. Dia membawa sebatang galah
panjang menyerupai batang kail, dari bambu kuning. Ia
mengayunkan bambunya keatas dan tubuhnya ikut
melambung ke atas. Dengan dua tiga kali mencambukkan
batang bambu kuning itu, tibalah sudah ia diatas panggung.
"Hola, Hong-ho-tiau-soh In Tiong Sik lohi-apsu hendak
memulai melakukan upacara sembahyang!" tiba2 pengacara
berseru nyaring. Teriakan pengacara itu memberi keterangan kepada seluruh
tokoh2 yang hadir, siapakah orang tua yang naik panggung
saat itu. Benar, dia memang In Tiong Sik yang oleh kaum
persilatan digelari sebagai Hong-ho-tiau-soh atau Tukang
pancing ikan dari bengawan Sungai Kuning.
In Tiong Sik dikenal sebagai seorang tokoh silat yang aneh.
Tak suka cimpur urusan dunia persilatan tetapi selalu hadir
dalam setiap perselisihan sebagai juru damai. Dia tak suka
diganggu orang tetapi sering mengganggu orang.
Yalah orang2 jahat yang berani mengacau ketenangan
daerah perairan Sungai Kuning. Setiap rayat nelayan perairan
Sungai Kuning memujanya tetapi setiap kaum perompak dan
penjahat, mengutuknya. "Ha, ha." In Tiong Sik tertawa lebar, "saudara terlalu
memuji aku situkang kail. Dan sudah tentu, aku harus tahu
diri. Masakan tukang kail tua semacam diriku berani
mempelopori melakukan upacara sembahyang pada dewa2
Thian-tong !" "O," seru pengacara dengan nada yang menyembunyikan
keheranan, lalu apakah yang lo-hiap su hendak lakukan disini
?" "Ha, ha," Ih. Tiong Sik tertawa, "sekali menjadi tukang
pancing, tetap tukang pancing. Dimana dan diwaktu apa saja."
Pengacara terbeliak : "Apakah lo-hiapsu juga akan
memancing disini " "Betapa tidak?" seru In Tiong Sik, "dimana tempatpun aku
dapat memancing." "Ah, harap lo-hiapsu jangan bergurau," seru pengacara
pula, "disini bukan Sungai Kuning tetapi panggung
kehormatan untuk melakukan upacara sembahyang masuk
menjadi anggauta. Thian-tong-kau."
"Itulah," seru In Tiong Sik, "harap saudara ketahui bahwa
aku tukang mancing tua ini memancing segala apa saja yang
ada. Bukan melulu hanya ikan."
"O," desuh pengacara, "apakah lo-hiapsu hendak
memancing orang disini ?"
"Jika yang ada orang, apa boleh buat," sahut In Tiong Sik,
"akupun tak dapat menolak."
Tiba2 pengacara itu tertawa gelak2.
"Bagus, bagus," serunya, "jika lo-hiapsu bermaksud begitu,
itulah mudah. Diatas panggung ini banyak sekali orang yang
dapat lohiapsu pancing. Silahkan pilih saja yang mana!"
"Terima kasih," seru In Tiong Sik; "tetapi bagaimana kalau
aku hendak memancing saudara saja karena aku senang
melihat pakaian saudara yang indah itu."
"Aku?" teriak pengacara terkejut tetapi pada lain saat ia
tertawa, "jika lo-hiapsu hendak memancing aku, apakah lohiapsu
tak sayang kalau upacara ini akan kacau " Siapa yang
akan memimpin upacara nanti " "
"Ah, jangan saudara menguatirkan hal itu," kata In Tiong
Sik," bukankah Thian-tong-kau masih mempunyai puluhan
anggauta yang dapat menggantikan tempat saudara ?"
Pengacara terdiam sejenak lalu berseru : "O benar-benar.
Tetapi apakah kail lo-hiapsu benar2 kuat untuk menampung
tubuhku?". Sambil menggentak-gentakkan bambu kuning, In Tiong Sik
berseru : "Jangan memandang bambu pengailku ini kecil dan


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemas, tetapi jangankan tubuh manusia, sekalipun ikan paus
dapat juga terkail. Jangan kuatir, tentu takkan mengecewakan
hati saudara." "In Tiong Sik, jangan berlaku kurang tata," bentak
pengacara itu dengan nada bengis, "disini bukan panggung
sandiwara untuk mempertunjukkan ilmu badut:...."
Belum sempat ia meneruskan kata-katanya, tiba2 In Tiong
Sik gerakkan bambu pancingnya. Singng..... terdengar angin
mendesing tajam melanda pengacara;
"Ah, jangan membadut, engkau !" seru pengacara seraya
menampar. Tamparan itu tampaknya pelahan dan tak
bertenaga. Tetapi diluar dugaan, galah bambu kuning dari In
Tiong Sik terpental ke belakang:
In Tiong Sik terkejut. Ia merasakan angin tamparan
pengacara itu bukan kepalang hebatnya. Dalam mengayunkan
bambu kuningnya tadi, ia telah menggunakan tiga bagian dari
tenaganya. Ia ingin menguji dulu sampai dimana tenaga orang
itu. Ternyata pengacara itu memiliki tenaga-dalam yang hebat
sekali. "Bagus, ternyata engkau pandai juga untuk menjadi ikan.
Memang biasanya kawanan ikan itu menggelepar-gelepar
meronta dari kailku. Tetapi akhirnya mereka akan dapat juga
kutangkap," seru In Tiong Sik.
la menutup kata-katanya dengan mengayunkan bambu
kuningnya lagi. Kali ini desing suaranja lebih tajam.
"Ali, tukang pancing, mengapa keras sekali kepalamu !"
seru pengacara seraya menampar pula. Setiap gelombang
angin segera melanda. *Dan terjadi suatu adegan yang
mengejutkan. Tangan In Tiong Sik masih tetap menjulurkan
batang kail ke muka, tetapi ujung bambu itu melengkung ke
belakang makin lama makin kebelakang.
Terkejut In Tiong Sik menderita hal itu. Itulah suatu adu
tenaga-dalam yang hebat. Akibatnya, bambu kuninglah yang
menderita. Jika In Tiong Sik tak mau melepaskan, jelas bambu
itu pasti Jikan putus. Namun kalau ia melepaskannya, ujung
bambu itupun tentu akan meluncur ke dadanya, pada jaraknya
dengan dada hanya selengan jauhnya.
Sekalian tokoh2 di bawah penggungpun terkejut juga
menyaksikan peristiwa itu. Mereka mengagumi ilmu lwekang
dari Hong-ho-tiau-soh In Tiong Sik, tetapi lebih terkejut
menyaksikan tenaga-dalam pengacara itu.
"In Tiong Sik," seru pengacara itu," jika engkau tetap tak
mau melepaskan pancingmu, jangan menyesal kalau engkau
sampai menderita malu !"
Tetapi In Tiong Sik tak menjawab. Rupanya ia sedang
menumpahkan seluruh perhatian dan Jenaganya untuk
mempertahanken bambu kuningi
Tiba2 pengecara itu ayunkan tangan kirinya, tarr.....ujung
bambu meledak pecah dan In Tiong Sikpun terjungkal ke
belakang, jungkir balik , boberapa kali baru dapat berdiri tegak
lagi. Wajahnya merah padam tetapi pada lain saat ia tenang
kembali. "Seumur hidup baru pertama kali ini aku mengalami
peristiwa begini, "katanya," ah, memang aku harus dapat
menarik pelajaran dari Sungai Kuning, bahwa ombak sungai
yang dibelakang itu seialalu mendampar ombak yang dimuka.
Aku sudah tua, sudah seharusnya menyisiri ke samping "."
"Ah, lo-hiapsu tak usah kecewa. Thian-tong kau tetap akan
menyambut kedatangan lo-hiapsu dengan penuh
kehormatan," kata pengacara itu, "kita kaum tua, pun akan
mendapat tempat yang sesuai dalam wadah Thian-tong-kau.
Dengan kepandaian dan pengalaman lo-hiapsu, Thian-tongkau
yakin tentu dapat membangun sebuah dunia persilatan
yang baru, bebas dari pertumpahan darah dan pembunuhan
agar kita dapat hidup tenang dan damai menuju ke tempat
tujuan terakhir di thian-tong."
"Terima kasih atas kebaikan budi Thian-tong kau," kata
Hong-ho-tiau-soh lu Tiong Sik, "aku udah biasa hidup sebagai
tukang cari ikan di Sungai Kuning. Akupun sudah tua pula. Aku
ingin menikmati sisa hidupku dengan tenang dan bebas. Aku
tak ingin cari nama. Karena apa guna nama itu, bukankah
hanya kosong melompong" Aku hanya ingin bebas, ingin
menikmati sisa hidupku bersama penghuni2 Sungai Kuning.,,"
"Ah, lo-hiapsu salah," kata pengacara itu, "kita manusia
harus melakukan dharma. Hidup itu suatu kewajiban, suatu
dharma. Sedetik kita masih bernafas, sedetik itu pula kita
harus menunaikan dharma kewajiban itu. Lo-hiapsu ingin
bebas, tetapi dunia penuh kekacauan! Lo-hiapsu ingin hidup
tenang, tetapi dunia persilatan tetap pergolak. Lo-hiapsu tak
ingin cari musuh, tetapi kaum persilatan tak pernah
melupakan lo-hiapsu terutama mereka yang pernah kalah
dengan lo-hiapsu. Jika dulu lo-hiapsu menuntut penghidupan
sebagai orang biasa. Itu lain soal. Tetapi karena lo-hiap sudah
terlanjur berkecimpung dalam dunia persilatan, sukarlah lohiapsu
untuk keluar. Daripada berdiam diri, lebih baik kita
bergerak. Marilah lo-hiapsu, kita jadikan Thian-tong-kau
sebuah wadah untuk menenteramkan dunia persilatan."
"Tidak," sahut In Tiong Sik, "aku tetap ingin bebas. Jika ada
yang hendak memaksa mengikat kebebasanku, tua sekalipun
In Tiong Sik, tetap akan menentangnya sampai tulang2 tua ini
hancur lebur." "Jika demikian silahkan lo-hiapsu melaksanakan peraturan
Thian-tong-kau. Jika lo hiapsu dapat mengalahkan salah
seorang anakmurid Thian-tong-kau, silahkan lo-hiapsu
tinggalkan gunung Thay-san sini dengan bebas."
"Baik." sahut In Tiong Sik, "memang sebelum memperoleh
ikan, aku tak mau pulang. Begitulah yang kulakukan selama
berpuluh tahun menjadi tukang pancing di Sungai Kuning.
Disinipun demikan juga."
"Jika demikian, silahkan pilih saja mana engkau yang
engkau senangi," seru pengacara.
"Seperti telah kukatakan tadi, aku senang ikan emas merah
seperti pakainmu itu," seru In Tiong Sik.
"Hm," dengus pengacara itu. "memang orang yang keras
kepala tentu tetap keras kepala... Baiklah, akan kulihat apakah
tulang2 lo-hiapsu juga sekeras kepalamu."
"Engkau telah mematahkan bambu kuning yang menyertai
aku selama berpuluh tahun, maka engkau harus
menggantinya," seru In Tiong Sik seraya bergerak menyerang.
Pengail dari Sungai Kuning itu menyerang dengan tangan
kosong. Gayanya aneh sekali. Tidak memukul atau menampar
tetapi menutuk. Dan tutukannya itu menggunakan jari
telunjuk dan jari kelingking. Baik tangan kanan maupun
tangan kiri juga demikian.
Pengacara terkejut menerima serangan ilmu tutukan jari
yang seaneh itu. Sambil berlincahan untuk menghindar dan
menampar, ia masih sibuk mempelajari ilmusilat yang
dimainkan kawan itu. Belum pernah ia melihat dan mendengar
nama ilmusilat semacam itu.
Sekalian tokoh2 dibawah panggungpun tak kurang
herannya. Mereka tak mengerti, ilmusilat apa dan aliran
manakah yang dimainkan jago tua duri Sungai Kuning itu.
Memang In Tiong Sik telah mengeluarkan ilmusilat
ciptaannya sendiri. Berpuluh-puluh- tahun ia duduk di tepi
sungai mengail ikan,, dapatlah ia memperhatikan kehidupan
binatang2 dalam sungai itu. Diantaranya yang menarik adalah
binatang yuyu atau kepiting. Gerak kedua supit kepiting itu
merupakan senjata ampuh bagi binatang itu, baik berburu
makanan maupun dalam menghadapi lawan yang hendak
membunuhnya. Setelah memahami gerak2 binatang itu, mulai
ia menuangkan dalam sebuah ciptaan ilmusilat yang
disebutnya He-sia-kun aiau ilmusilat Udang-kepiting. Unsur
gerakan ilmu silat itu berdasarkan gerakan kepiting dan
udang. Sebagai supit maka digunakannya dua buah jari, jari
telunjuk dan jari kelingking pada tangan kanan dan tangan
kiri. Mulailah pengacara itu bingung menghadapi serangan yang
aneh dan bertubi-tubi dan In Tiong. Sik. Tetapi In Tiong Sik
sendiri diam2 juga terkejut mengetahui kesaktian pengacara.
Ternyata pengacara itu memiliki tenaga-dalam yang hebat
sekali. Dengan kelebihan itu, dia mampu menghalau setiap
serangan berbahaya dari lawan.
Pertandingan itu cukup menarik dan amat seru. Sekalian
tokoh2 persilatan menikmati suatu adegan pertempuran yang
jarang mereka saksikan dalam dunia persilatan. .
Apabila In Tiong Sik dengan ilmusilat ciptaannya itu,
menghidangkan suatu permainan yarg mempesonakan adalah
pengacara itu dengan tenaga dalamnya yang luar biasa
mampu membendungnya. "Hoa pangcu", tiba2 Ceng Sian suthay berbisik. "kalau
menilik kepandaian pengacara itu rasanya sukar dipercaya dia
hanya seorang pengacara biasa."
"Benar, suthay" kata Hoa Sin, "memang kepandaiannya
patut untuk disejajarkan dengan seorang ketua persiiatan
partai." "Siapa kiranya pengacara itu ?" tanya Ceng Sian suthay.
Hoa Sin menghela napas, "Ah, orang2 Thian tong-kau itu
serba misterius. Untuk membongkar rahasia mereka tiada lain
jalan kecuali harus dapat menangkapnya".
"Ah," Hong Hong tojin mendesah keluhan, "rasanya
kekuatan mereka di luar kekuatan kita, kecuali ... "
"Kecuali bagaimana, totiang?" tanya Hoa Sin "Kecuali
semua tokoh2 silat yang berada di tempat ini bersatu padu
untuk menyerang mereka." Hoa Sin mengangguk.
"Suatu saran yang bagus tetapi sukar dilaksanakan,"
katanya. "Maksud Hoa pangcu ?"
"Pertama, kita belum tahu apakah sekalian tokoh2 itu mau
mendukung ajakan kita. Kedua, adakah andai kita berhasil
mempersatukan diri apakah mampu menandingi kekuatan
Thian-tong-kau?" "Ah, dalam perjuangan menentang keburukan tak harus
kita memperhitungkan, untung rugi," desuh Hong Hong tojin.
"Ini menyangkut kepentingan berpuluh bahkan beratus
kaum persilatan dan nasib dunia persilatan. Untuk itu, mau tak
mau kita harus memperhitungkan untung rugi. Bukan untung
rugi karena takut mati tetapi untung rugi untuk
menyelamatkan jiwa kaum persilatan dari bencana
kehancuran". "Hoa pangcu", tiba2 Pang To Tik ikut sambung, "adakah
kalau kita menyerah pada Thian-tong-kau kita akan selamat
dan terhindar dari kehancuran " Apakah artinya terhindar dari
kehancuran apabila kita harus mengenyam perbudakan " Dan
kedua-kalinya, apakah Hoa pangcu sudah yakin bahwa
kekuatan dari sekalian tokoh yang berada di tempat ini akan
kalah dengan Thian-tong kau. Jika sam-wi setuju, aku
bersedia untuk naik panggung dan mengumumkan ajakan kita
kepada para hohan dibawah panggung".
"Terima kasih, Pang tayhiap" kata Hoa Sin dengan tenang,
"memang ingin sekali aku menurut usul dari Hong Hong
pangcu agar Thian-tong-kau lenyap. Dan untuk
mengumumkan ajakan kepada para tokoh silat yang hadir
disini, siapapan tentu dapat. Tetapi yang penting dia harus
seorang tokoh yang berwibawa dari partai persilatan yang
termasyhur. Dengan begitu baru dapat menggerakkan
perhatian mereka. Tentang kekuatan Thian-tong-kau, bukan
aku terlalu memuji mereka dan meremehkan kekuatan dari
kawan2 kita sendiri tetapi marilah kita melihat kenyataan.
Beberapa jago ternama tadi telah naik keatas panggung dan
ternyata semua dikalahkan oleh murid Thian-tong-kau. Bahkan
tadi. Hong Hong kaucupun telah menyatakan kecurigaannya
bahwa pengawal Baju Putih mereka tadi, adalah susiok dan
Hong Hong kaucu sendiri yang sudah ber-tahun2 menghilang.
Lalu pengawal2 Baju Putih yang lainnya dan Pengawal Baju
Merah itu" Siapakah mereka ?"
Bantahan Hoa Sin itu, telah membungkam Hong Hong tojin
dan Pang To Tik. "Kitapun wajib untuk menyelidiki, membongkar rahasia
mereka dan menyelamatkan mereka, dari genggaman orang
Thian-tong-kau. Untuk hal itulah maka aku mempergunakan
perhitungan" kata Pengemis-sakti pula.
"Lalu bagaimana pendapat Hoa pangcu ?" akhirnya Hong
Hong tojin mundur selangkah.
"Dalam hal ini kita harus menggunakan siasat." kata Hoa
Sin. "Adakah Hoa pangcu sudah memikirkan siasat itu ?"
Hoa Sin mengangguk. Tiba2 ia hentikan kata-katanya.
Terdengar suara hingar dari sekalian hadirin yang memandang
keatas panggung. Ternyata. pertempuran diatas panggung
telah mengalami perobahan yang mengejutkan.
Walaupun In Tiong Sik tampak masih melakukan tekanan
kepada lawan tetapi anehnya, gerakan jago dari Sungai
Kuning itu, tampak lambat sekali," seolah seperti orang yang
terhalang oleh tekanan tenaga berat.
Sedang pengacara itupun masih tetap mainkan kedua
tangannya untuk menampar dan menghalau.
Memang agak membingungkan pertempuran itu. Tetapi
bagi mata tokoh2 kelas satu, cepatlah hal itu dapat diketahui.
Ternyata tamparan yang dilakukan pengacara itu
menimbulkah suatu tenaga dalam yang menyedot tangan
orang. Oleh karena In Tiong Sik berusaha untuk
membebaskan diri dari tenaga sedotan itu, maka
gerakannyapun tampak lamban dan lambat sekali.
Memang tenaga-dalam atau lwekang terdiri dari beberapa
jenis. Di antaranya jalah yang dapat digunakan untuk
menyedot tenaga Iawan. In Tiong Sik berusaha keras untuk bertahan tetapi rupanya
tenaga-dalam pengacara itu lebih unggul sehingga makin lama
gerakan In Tiong Sik makin pelahan dan makin maju merapat
pada lawan. "Lo-hiapsu, mengapa engkau berkeras kepala" Jika
kukehendaki, saat ini dapat kuhancurkan tubuhmu," kata
pengacara itu dengan ilmu Menyusup-suara, "tetapi Thiantongkau bukan bermaksud membunuh melainkan hendak
menerima anggauta. Marilah, lo-hiapsu, kita bekerja sama ...."
Tiba2 terdengar In Tiong Sik memekik keras dan terjungkal
ke belakang. Gemparlah sekalian orang. Sesosok tubuh cepat
melambung dan loncat keatas panggung. Tetapi pengacara
sudah mendahului menyuruh pengawal baju merah untuk
mengangkut In Tiong Sik kedalam.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata orang itu tak mau mengejar melainkan berseru
kepada sekalian hadirin dibawah panggung.
"Saudara2 sekalian, marilah kita bersatu padu untuk
menghadapi Thian-tong-kau, atau kita akan diperbudak
mereka. Lihatlah, nasib dan beberapa tokoh persilatan
ternama yang mereka jadikan pengawal Baju putih dan Baju
merah itu !" "Pengawal Merah, ringkuslah orang itu!" teriak pengacara.
Dan seorarg pengawal Baju Merah segera menghampiri orang
itu. Ternyata orang itu adalah seorang lelaki berwajah hitam,
tubuh gagah. Karena mengenakan pakaian orang persilatan
warna hitam, tampaknya seperti setan hitam. Terdengar suara
hiruk dari bawah panggung. Bukan suara pernyataan
mendukung atau menolak tetapi rasa keheranan karena
sebagian besar tak kenal kepadanya.
Pengawal Baju Merah tanpa mengucap apa2 terus
menyerang dengan sebuah pukulan dahsyat. Orang hitam itu
mencabut ruyung. Begitu ditebarkan ruyung itu menjulur
panjang sampai setombak. Ternyata ruyung itu terdiri dari
sembilan ruas, terbuat dari pada baja hitam dan dibentuk
menurut ukiran seekor naga sembilan tubuh.
"Oh, Kiu-ciat-hek-hong-pian !" seru beberapa jago. silat
dibawah panggung," dia tentulah Kui Hok."
Memang benar, jago berkulit hitam yang naik dipanggung
dan mengajak semua tokoh silat untuk menggempur Thiantong
kau, bukan lain adalah Kui Hok gelar Kiu-ciat hek-liongpian
atau Ruyung-naga-sembilan ruas. Seorang, pendekar
aneh yang tiada tempat tinggal tertentu melainkan
mengembara ke mana2. Hitam sekalipun orangnya tetapi pikiran dan pendiriannya
tidak ikut hitam. Dia terkenal sebagai seorang pendekar yang
membela kebenaran dan keadilan. Ia marah setelah
mengetahui sepak terjang orang Thian tong-kau yang hendak
memaksa orang menjadi anggauta. Terutama ia marah karena
beberapa tokoh silat telah dilukai oleh mereka. Cepat ia loncat
naik ke atas panggung, Sesaat In Tiong Sik rubuh. Tetapi ia
tak mau mengejar melainkan menggunakan kesempatan
selagi orang2 Thian-tong-kau memperhatikan Ih Tiong Sik, ia
terus melancarkan tawarannya kepada sekalian tokoh dibawah
panggung. Tetapi karena kebanyakan mereka belum
mengenal, maka tawaran itupun tak bersambut sebagaimana
yang diharapkan. Tring, tring .... terdengar iuyung-naga-sembilan ruas itu
bergemerincingan diudara untuk menghalau serangan orang
dengan menghantam kepalanya. Tetapi pengawal Baju Merah
itu tak mau menghindar. Ia mengangkat tangan kiri untuk
menangkis ruyung dan tangan kanannya tetap maju memukul.
Kui Hok terkejut sekali karena pengawal Baju Merah itu
mampu menangkis hantaman ruyung.
"Celaka, dia memiliki ilmu kebal Thiat-poh-san," keluh Kui
Istana Yang Suram 12 Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto Kisah Si Rase Terbang 16

Cari Blog Ini