Ceritasilat Novel Online

Raja Silat 20

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 20


diriku... Hmm! Aku Pouw Siauw Ling tidak akan membiarkan
diriku terkurung di dalam gunung berbatu ini!"
Berpikir sampai di sini dia lantas tertawa dingin, dari
pinggangnya dia mengambil ke luar sebuah cambuk berwarna
putih, kemudian meluncur ke atas gunung.
Kurang lebih tiga kaki di atas gunung berbatu itu akhirnya
pemuda tersebut menemukan juga sebuah jalanan seperti
usus kambing yang amat kecil sekali memanjang ke atas.
Dengan mengikuti jalan kecil itu, Pouw Siauw Ling
melanjutkan perjalanannya.
Nampaklah jalan kecil itu membelok dan menurun ke
bawah, sewaktu hatinya merasa ragu-ragu itulah tiba-tiba dari
belakang tubuhnya terdengar suara desiran yang amat tajam.
Dengan gesitnya Pouw Siauw Ling memutar badannya,
terlihatlah dua titik cahaya keemas-emasan dengan cepat
meluncur ke arahnya. Terburu-buru dia miringkan kepalanya ke samping, titik
cahaya enas itu dengan disertai desiran tajam berkelebat dari
samping telinganya. Pouw Siauw Ling segera tertawa dingin: "Kawan, apakah
kau orang anggota perkumpulan dari Sin Beng Kauw" Hmm!"
serunya. "Cayhe adalah Pouw Siauw Ling yang sengaja datang
untuk menyambangi kauw cu kalian. Bahkan, Be Su ya Be Ci
Hoa salah satu pelindung lukisan kalian sudah melaporkan
urusan ini kepada kauw cu. Harap kawan suka memberi
jalan!" Sembari berkata Pouw Siauw Ling mernperhatikan keadaan
di sekeliling tempat itu. Melihat senjata rahasia tersebut
meluncur keluar dari arah di balik batu, dia pun lantas
mengawasi tempat tersebut dengan tajam.
Sedikit pun tidak salah, di balik batu itu memang ada orang
yang lagi bersembunyi terdergar suara yang berat
berkumandang keluar. "Be Su ya sudah mengirim perintah dan kami telah
mengetahui urusan ini, tetapi kenapa kau datang seorang diri"
Dimanakah saudara kami yang bertindak sebagai penunjuk
jalanmu itu?" "Sebentar lagi dia bakal tiba," sahut Pouw Siauw Ling
dengan cepat, "Kawan; kau tidak usah menaruh curiga, aku
Pouw Siauw Ling bukanlah manusia semacam itu."
"Heee... heee... kawan, kalau memangnya kau bermaksud
untuk menyambangi kauw cu kami, kenapa saudara tersebut
kau tinggalkan di tengah jalan dan berangkat kemari lebih
dulu" Lebih baik untuk sementara waktu saudara menunggu
dulu disini, menanti setelah saudara kami tiba di sini, kalian
baru masuk ke dalam lembah bersama-sama."
Sehabis berkata mendadak dia mengambil keluar
serulingnya dan mulai meniup kencang-kencang.
Melihat kejadian itu, Pouw Siauw Ling menjadi amat
terperanjat, bentaknya: "Kawan, aku masuk ke dalam lembah Boe Beng Ku ini
untuk mengunjungi Sin Beng Kauw cu, sama sekali tidak
bermaksud jahat. Harap kau jangan memandang diriku sepertf
memandang musuh!" Dengan cepat cambuknya menutul tanah dan tubuhnya
dengan cepat meluncur ke balik batu besar, gerakannya amat
gesit dan cepat, sedikitpun tidak menimbulkan suara apa pun.
Siapa tahu sewaktu tubuhnya tiba di balik batu, di tempat
itu sama sekali tidak tampak adanya bayangan manusia.
Hatinya benar-benar merasa amat terperanjat, pikirnya :
"Seorang penjaga gunung dari Sin Beng-Kauw saja memiliki
ilmu yang demikian dahsyatnya, aku tidak boleh memandang
terlalu rendah kekuatan mereka!"
Tetapi dia tidak berhenti sampai di situ, cambuk
panjangnya dibabat ke depan, tubuhnya pun dengan
mengikuti gerakan tersebut meloncat ke depan dengan
mengambil jalan usus kambing itu, dia lanjutkan perjalanan ke
atas gunung. Belum sempat dia meloncat untuk ketiga kalinya, suara
seruling di belakang tubuhnya bergema kembali diikuti suara
bentakan keras dari seseorang.
"Hey orang she Pouw! Kau orang janganlah nekad begitu
rupa dengan melanjutkan terjanganmu ke dalam lembah.
Kami orang-orang Sin Beng kauw tak akan membiarkan orang
asing keluar masuk seenaknya di tempat kami. Hmm! Kalau
tak cepat-cepat menghentikan gerakanmu, nanti kau orang
akan menyesal." Siapa tahu baru saja suara bentakan tersebut selesai
diucapkannya, mendadak suara jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang keluar.....
Dengan terperanjat Pouw Siauw Ling menoleh, tampaklah
di tengah kegelapan berkelebat lewat sesosok bayangan hitam
yang hanya di dalam sekejap saja sudah lenyap dari
pandangan. Dalam hati pemuda itu tahu bahwa suatu peristiwa telah
terjadi, tanpa pikir panjang lagi dia pun meluncur ke tengah
gunung dengan cepatnya. Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya saat ini, bilamana tak ada rintangan hanya di dalam
sekejap saja dia sudah tiba di dalam puncak gunung tersebut.
Dengan meminjam cahaya rembulan yang samar-samar,
matanya mulai menyapu keadaan tempat itu, secara samarsamar
tampak olehnya di bawah puncak tersebut merupakan
sebuah lembah buntu. Di tengah lembah tampak sebuah
selokan kecil memanjang ke depan.
Di samping sungai tersebut, tumbuhlah pepohonan dengan
amat lebatnya dengan sebuah kuil kecil muncul di antara
tumbuhan tersebut. Diam-diam di dalam hati Pouw Siauw Ling mulai
mengadakan perhitungan, dia tahu kauw cu dari Sin Beng
Kauw yang disebut Boe Beng Tok Su itu pastilah berdiam di
ruangan belakang, tetapi dia orang yang bermaksud untuk
menyambangi orang itu dengan terang-terangan, dalam hati
dia mulai mengambil keputusan untuk muncul dari ruangan
depan. Sewaktu dalam hati sedang berpikir itulah mendadak di
sekelilingnya muncul empat orang berbaju hitam yang
mencekal pedang panjang dan berdiri kurang lebih tiga kaki
dari dirinya. Saat itu mereka sedang mengawasi pemuda
tersebut dengan amat tajamnya.
Melihat kejadian itu, Pouw Siauw Ling jadi melengak,
serunya dengan rasa keheranan:
"Apakah Be Su ya Be Ci Hoa dari perkumpulan Sin Beng
Kauw tak memberitahu kepada kalian kalau malam ini ada
orang yang hendak masuk ke dalam lembah untuk
menyambangi kauw cu?"
"Sudah tentu Be Su ya sudah memberitahukan hal ini
kepada kami," sahut si orang berbaju hitam yang ada di
sebelah selatan dengan suara dingin. "Tetapi sebelum
menemui kauw cu, kau harus memecahkan dulu tiga
rintangan dari lembah ini."
Mendengar perkataan itu, Pouw Siauw Ling segera
mengerti kalau Be Ci Hoa sudah menaruh rasa gemas dan
mendongkol terhadap dirinya terasa lagi dia tertawa terbahakbahak.
"Haa ... ha... haa ... Baiklah mulai!! Jago-jago lihay Sin
Beng kauw silakan mulai melancarkan serangan tetapi harus
kita jelaskan dulu, mulai sekarang bilamana kalian sampai
terbinasa di tanganku maka kalian tidak boleh mencari garagara
lagi dengan diriku. Bagaimana?"
"Soal ini sudah tentu," seru orang berbaju hitam yang ada
di sebelah utara sambil tertawa dingin. "Asalkaa kau bisa
melewati ke tiga rintangan ini maka Sin Beng kauw akan
menganggap kau sebagai tetamu terhormat."
Pada saat itulah lelaki berbaju hitam yang ada di sebelah
timur mendadak melompat dua kaki ke depan kemudian
melancarkan satu tusukan mengancam ulu hati pemuda
tersebut. "Tidak usah banyak cakap lagi, terima seranganku ini!"
bentaknya keras. Dengan tenangnya Pouw Siauw Ling mundur setengah
langkah untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut.
Pada saat itulah kembali dari samping tubuhnya terasa
sambaran angin serangan yang amat tajam, pundaknya
dengan cepat dikebaskan lalu berputar satu lingkaran ke
depan. Serangan pedang dari belakang yang dilancarkan lelaki
berbaju hitam di sebelah Barat itu pun mengenai sasaran
kosong. "Hmm! gerakan bagus!" dengus lelaki yang ada di sebelah
Timur dengan dinginnya. Pedangnya menekan ke bawah dan dilanjutkan dengan
mencukil ke atas, ujung pedang dengan cepat mengancam iga
dari Pouw Siauw Ling. Dengan cepat pemuda itu menggeserkan kaki kirinya ke
samping menanti. Serangan pedang dari lelaki yang ada di
sebelah Timur kembali mencapai pada sasaran yang kosong,
baru dia tertawa: "Aku Pouw Siauw Ling yang baru saja menginjak wilayah
kekuasaan kalian sebagai penghormatan aku sudah mengalah
tiga jurus kepada kalian, mulai saat ini harap kalian sedikit
waspada karena cayhe mau turun tangan!"
Selesai berkata cambuk putihnya segera digetarkan;
mendadak senjatanya tegak bagaikan pit dilintangkan di
depan dada. Lelaki yang ada di sebelah Timur melihat serangannya
mengalami kegagalan, hawa amarahnya malai memuncak
kembali. Dia menyerbu ke depan sambil melancarkan
beberapa kali sambaran. Diikuti ketiga orang lainnya, dari arah Selatan, Barat serta
Utara mereka maju mengerubut ke depan. Di antara
berkelebatnya sinar pedang mereka pada menyerang jalan
darah kematian dari pemuda tersebut.
Dengan cepat Pouw Siauw Ling memutar cambuknya untuk
melindungi seluruh tubuh, seketika itu juga angin serangan
menderu-deru laksana tiupan angin topan.
Sampai waktu itu Pouw Siauw Ling sama sekali tidak
menyerang dengan sepenuh tenaga, dia bermaksud untuk
mempermainkan terlebih dahulu musuh-musuhnya itu.
Tetapi waktu semakin lama, mendadak dia memaki dirinya
sendiri: "Kenapa aku harus membuang waktu disini dengan
percuma?" Berpikir akan hal itu tenaga murninya pun segera
disalurkan keluar. Sambaran angin serangan semakin menghebat sedang
bayangan cambukpun berputar menyilaukan mata dan
seketika itu juga mengurung keempat orang itu di dalam angin
serangannya. "Saudara berempat, kalian jangan salahkan aku lagi. Aku
pergi terlebih dulu!" serunya kemudian sambil tertawa.
Mendadak pergelangan tangannya digetarkan, cambuknya
segera melingkar ke atas dan menyabet ke samping.
"Lepas tangan!" bentaknya.
Keempat orang lelaki berbaju hitam itu hanya merasakan
pedangnya tergetar amat keras, pergelangannya jadi kaku
sedang pedang mereka telah mencelat ke tengah udara,
diikuti berkelebatnya sesosok bayangan manusia. Pouw Siauw
Ling sudah meloncat sejauh satu kaki lebih.
"Haaa ... haaa... kalian berempat masih kurang lihay, maaf
aku tak punya waktu lagi untuk melayani lebih lanjut,"
ejeknya. Ujung kakinya segera menutul tanah, tubuhnya dengan
amat cepat meluncur masuk ke dalam lembah tak bernama
itu. Sewaktu mereka berempat lagi berdiri termangu-mangu
disana, saat itulah kembali terasa bayangan hitam berkelebat
.... "Plak... Plok... Plok... setiap orang sudah kena digaplok
sekali di atas mulutnya membuat mereka berempat jadi sadar
kembali. Walaupun begitu mereka tak berhasil melihat jelas siapakah
gerangan tangan jahil tersebut, terasa bayangan hitam
berkelebat tahu-tahu mereka sudah kehilangan jejak
musuhnya. Akhirnya mereka cuma berdiri melongo-longo sambil saling
tukar pandangan dengan benak penuh tanda tanya.
Kita balik pada Pouw Siauw Ling. Setelah meninggalkan
empat orang itu; hanya di dalam sekejap saja dia sudah
menuruni bukit tersebut dan kini perjalanannya terhalang oleh
sungai dengan airnya yang amat jernih. Semangat pemuda itu
berkobar kembali, tiba-tiba teriaknya:
"Hey Sin Beng Kauw cu Boe Beng Tok Su Cianpwee, harap
kau orang suka unjukkan diri, cayhe Pouw Siauw Ling sengaja
datang menyambangi dirimu!"
Lututnya segera ditekuk lalu menjejak permukaan tanah
dan meluncur ke depan dengan gerakan "Lok Yen Huan Cau"
atau burung walet kembali ke saraug dengan cepatnya
menyeberangi sungai tersebut.
Sungai itu luasnya tidak sampai tiga kaki, buat Pouw Siauw
Ling sebenarnya tidak sulit untuk melewatinya. Siapa tahu
sewaktu tubuhnya lagi meloncati sungai itulah, mendadak dari
tepi seberang berkelebat pula beberapa sosok bayangan
manusia. Hanya sekejap saja di tepi pantai seberang sudah berdiri
delapan orang tua berbaju hitam dengan wajah meringis
kejam. Melihat perubahan yang terjadi secara mendadak, Pouw
Siauw Ling segera mengerti kalau suatu pertempuran yang
amat sengit tidak akan terhindarkan lagi. Dia tidak berani
menempuh bahaya dengan gegabah, lengannya segera
menekan ke bawah dan dengan menggunakan kekuatan
tersebut dia bersalto beberapa kali di tengah udara.
Di antara sambaran cambuk panjang, tubuhnya melayang
kembali ke tempat semula. Semua gerakan tersebut dilakukan
hanya di dalam sekejap saja, tapi hasil yang diperoleh pun
luar biasa. Jilid : 38 Begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah mendadak
terdengar suara seseorang dari antara delapan orang itu
membentak keras : "Setan cilik nyalimu sungguh tidak kecil,


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam ini kau bisa datang jangan harap bisa pergi dalam
Keadaan selamat." Diikuti suara bentakan tersebut cahaya emas berkelebat
menyilaukan mata, senjata rahasia yang menyilaukan mata
dengan disertai suara sambaran angin yang tajam menghajar
tubuh Pouw Siauw Ling. Untung saja Pouw Siauw Ling memiliki kepandaian silat
yang amat lihai dan nyali yang besar pula, dengan sedikitpun
tidak gugup cambuk panjangnya digetarkan ke depan
membentuk bunga-bunga cambuk yang amat banyak
melindungi seluruh jalan darah di tubuhnya; diikuti suitan
nyaring dan berseru dengan lantangnya:
"Tindakan dari Sin Beng Kauw sungguh kejam sekali, aku
Pouw Siauw Ling hendak meminta beberapa petunjuk dari
kalian." Siapa tahu baru saja dia selesai berkata mendadak . . .
"Aduuh ...!" teriaknya keras, di atas kakinya tanpa terasa
sudah kena dihajar sebatang senjata rahasia; seketika itu juga
dia merasa kakinya jadi kaku.
Dalam hatipun dia lantas tahu kalau senjata rahasia
tersebut mengandung racun jahat, tubuhnya sedikit
menggetar, tak kuasa lagi dia jatuhkan diri ke dalam sungai.
Dia orang mimpipun tidak pernah menduga kalau sebelum
rintangan kedua ini berhasil ditembusi, kakinya sudah terhajar
senjata rahasia berbisa, teringat akan jerih payahnya selama
setahun ini di atas gunung Soat san ditambah pala dendam
ayahnya belum terbalas membuat Hatinya merasa amat
kecewa. Matanya mulai berkunang-kunang, kepala terasa amat
pusing sukar ditahan sedang badan pun jadi amat lemas,
mendadak dia jadi sadar kembali; sambil menggigit kencang
bibirnya ia berseru: "Siauw Ling! Siauw Ling! Apa kau rela menemui ajalmu
dengan demikian saja" Apakah kau tidak mencari kesempatan
untuk mempertahankan hidupmu?"
Setelah pikiran tersebut dengan cepat berkelebat di dalam
benaknya, semangat pun berkobar kembali, mendadak dia
membentak keras: "Baik! hari ini biar aku Pouw Siauw Ling sebelum harus
menemui ajalnya di dalam lembah tak bernama ini, harus
kubasmi kalian bajingan-bajingan terkutuk!"
Sehabis membentak tubuhnya yang hampir terjatuh ke
dalam sungai itu kembali mencelat ke atas, cambuk Pek Kuk
Mo Piannya dengan membawa angin serangan yang menderu
segera menubruk ke arah delapan orang lelaki berbaju hitam
itu. Hanya di dalam sekejap saja dia sudah berhasil memukul
mundur mereka berdelapan diikuti cambuknya digetarkan
membentuk tombak panjang bagaikan kilat cepatnya meluncur
ke arah Be Ci Hoa. Melihat datangnya serangan itu, Be Ci Hoa jadi amat
terperanjat; kaki kirinya bergeser ke samping mundur
setengah langkah untuk menyingkir.
Siapa tahu gerakan cambuk dari Pouw Siauw Ling ini amat
aneh dan dahsyat sekali, di tengah getaran pergelangan
tangannya, cambuk itu mendadak memutar dan tepat
melingkar bagian leher Be Ci Hoa.
Terburu-buru dia lantas mencengkeram cambuknya siap
untuk melepaskan diri dari libatan tersebut.
"Be Ci Hoa!" terdengar Pouw Siauw Ling membentak keras.
"Tahun besok adalah ulang tahun yang pertama dari
kematianmu!" Dia menarik napas panjang panjang; cambuk itu digetarkan
lalu ditarik ke belakang. Seketika itu juga telapak tangan dari
Be Ci Hoa yang sedang mencekal tubuh cambuk itu tergetar
pecah diikuti cambuk tersebut bagaikan seekor ular melibat ke
lehernya semakin kencang.
"Akh ...!" di tengah suara teriakan yang amat mengerikan
tubuhnya rubuh ke atas tanah dengan lidah terjulur keluar,
dari mata hidung serta mulutnya mengucur keluar darah segar
dengan banyaknya. Waktu itu wajah Pouw Siauw Ling sudah berubah
menghijau, dia tahu racun yang bersarang di dalam tubuhnya
sudah mulai bekerja. Hatinya jadi semakin gusar setelah cambuknya berhasil
membinasakan diri Be Ci Hoa kembali menyerang ke depan.
Waktu itulah mendadak segulung angin pukulan menerjang
dari belakang tubuhnya, di dalam keadaan terkejut buru-buru
ia putar cambuknya ke belakang lalu menyapu ke arah bawah.
Dengan mengambil kesempatan itulah tubuhnya meluncur
ke depan, bagaikan kilat cepatnya dia menggerakkan
tangannya menyambar ke kiri kanan dengan dahsyatnya
seketika itu juga cambuknya sudah memecah jadi tiga bagian
menyerbu ke empat penjuru.
Kedelapan orang berbaju hitam itu bukan lain adalah
kedelapan pelindung lukisan perkumpulan Sin Beng Kauw
yang semula adalah manusia-manusia yang tak bernama
sudah tentu mereka tak akan bisa menahan serangan cambuk
dari Pouw Siauw Ling yang menggunakan ilmu cambuk Suo
Kuk Mo Pian ini. Waktu itu juga terdengar dua orang menjerit ngeri, dada
dan pundaknya sudah kena ditembusi oleh serangan dari
Pouw Siauw Ling sehingga satu mati satu terluka.
Tidak sampai disitu saja, Pouw Siauw Ling kembali
memutar cambuknya ke depan dan melancarkan jurus-jurus
serangan yang mematikan sedang diam-diam dia mulai
mengerahkan tenaga dalam Kioe Im Tong Ci Lo Han Kangnya
yang amat lihai. Hanya di dalam sekejap mata saja sisanya lima orang kena
dikurung di dalam serangan cambuk yang dahsyat itu. Waktu
ini bilamana dia bermaksud untuk membereskan nyawa
mereka berlima sangat gampang sekali bagaikan membalik
telapak tangan saja. Tetapi pikirannya waktu itu sudah berubah mendadak,
permainan cambuknva diubah tampaklah bayangan putih
berkelebat menyilukan mata di antara orang-orang itu.
Belum sempat kelima orang itu mengerti apa yang sudah
terjadi tahutahu tubuhnya terasa jadi lemas, mereka sudah
kena ditotok jalan darah lemasnya.
Dengan membawa serta cambuknya Pouw Siauw Ling
melanjutkan kembali gerakannya meloncat sejauh beberapa
depa dan meluncur ke arah pintu kuil itu.
Baru saja dia bermaksud untuk melewati tembok,
mendadak kepalanya terasa semakin pening. Dia tahu daya
racun tersebut sudah mulai bekerja di dalam tubuhnya!
Terburu-buru tenaga murninya disalurkan untuk mendesak
racun itu ke sudut sedang tubuhnya melanjutkan gerakannya
melompat ke depan pintu kuil.
Waktu itu pintu kuil terpentang lebar lebar, dua orang
penjaga yang ada di sana sudah tertidur dengan pulasnya di
samping. Walaupun Pouw Siauw Ling merasa keheranan dengan
kejadian itu tapi tidak ada waktu baginya untuk berpikir lebih
lanjut, tubuhnya dengan cepat menerjang masuk ke dalam
kuil. Setelah melalui sebuah halaman yang luas sampailah dia
orang di dalam sebuah ruangan yang besar.
Waktu itulah mendadak telinganya dapat menangkap suara
bentrokan senjata yang amat ramai diselingi suara bentrokan
keras berkumandang keluar dari belakang kuil.
Pouw Siauw Ling jadi melengak dibuatnya, dengan cepat
tubuhnya melayang ke depan dan lari ke ruangan belakang.
Tampaklah olehnya seorang perempuan dengan ikat kepala
hijau sedang dikurung oleh dua orang lelaki berbaju hitam
dengan lukisan obor berwarna biru, kedua orang lelaki itu
berjenggot panjang, sedang usianya ada lima, enam puluh
tahunan sedangkan perempuan tersebut bukan lain adalah
perempuan yang ditemuinya sewaktu ada di rumah makan
tadi. Selagi Pouw Siauw Ling berdiri murung itulah mendadak
terdengar gedis berbaju hitam itu membentak keras:
"Eeeei... buat apa berdiri termenung di sini" cepat masuk
ke dalam ruangan paling belakang untuk menemui kauwcu.
Untuk sementara biarlah aku orang ikut dulu kedua orang
jagoan dari tingkatan warna biru ini."
Setelah diperingatkan oieh gadis tersebut, Pouw Siauw Ling
jadi sadar kembali dengan cepat dia putar tubuh dan
menyingkir ke samping untuk lari ke belakang ruangan.
Mendadak: "Liem Tou, kau tidak akan berhasil melarikan diri dari sini,"
teriak seorang lelaki tua berbaju hitam dengan kerasnya.
Sebatang senjata rahasia dengan disertai suara desiran
yang amat tajam dengan dahsyatnya menyambar datang.
Pouw Siauw Ling yang kena dihajar oleh senjata rahasia
dalam hati sudah menaruh dendam terhadap pelepas senjata
rahasia itu, dia sebenarnya sudah melangkah keluar dari
tempat itu mendadak berhenti dan putar badannya kembali,
lalu dengan pandangan dingin dia melototi orang tua tersebut.
"Kalian berdua sungguh goblok dan buta matamu, aku
beritahu kepadamu dia bukanlah Liem Tou," terdengar gadis
berbaju hitam itu menegur.
Kembali dia melancarkan pukulan dahsyat mendesak kedua
orang itu mundur tiga langkah ke belakang; setelah itu kepada
Pouw Siauw Ling ujarnya: "Cepat pergi .... cepat pergi! Buat apa kau balik kembali
kemari" Walaupun mereka berdua sangat lihay tetapi belum
tentu bisa melukai diriku."
Kembali Pouw Siauw Ling tertawa dingin.
"Terima kasih atas perhatian yang nona berikan kepaaaku;
aku Pouw Siauw Ling merasa sangat berterima kasih sekali
tetapi kedua orang bajingan tua ini harus aku hajar dulu,
harap nona suka menyingkir untuk sementara waktu."
Gadis berbaju hitam itu memangnya tidak tahu kalau Pouw
Siauw Ling sudah kena racun; melihat dia orang tidak suka
pergi bahkan hendak menempuri mereka berdua diapun lantas
mengundurkan dirinya ke samping kalangan.
Pouw Siauw Ling mendengus dingin mendadak kakinya
menginjak kedudukan Tiong-Koan lalu bergeser ke kedudukan
Hong Bun, lalu dengan hebatnya menyerang ke arah si orang
tua yang ada di samping kanan.
Tetapi waktu itulah pukulan si orang tua yang ada di
sebelah kiri sudah meluncur datang.
Melihat serangan tersebut diam-diam Pouw Siauw Ling
lantas berpikir : "Biarlah aku menerima datargcya pukulan tersebut dengan
keras lawan keras." Telapak kirinya dengan cepat dibabat ke depan menangkis
datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
"Brak . . . !" dengan cepstnya dua gulung angin pukulan
menjadi satu. Si orang tua yang baru saja melancarkan serangan itu
kontan kena digetar mundur sejauh dua langkah ke belakang
sebaliknya Pouw Siauw Ling merasa tubuhnya tergetar amat
keras, matanya berkunang-kunang sedang kepalanya terasa
amat pening. Kakinya jadi lemas sehingga tak kuasa lagi tubuhnya mulai
gontai, dia tahu racun yang bersarang di dalam tubuhnya
sudah mulai bekerja. Teringat akan dirinya yang berada dalam keadaan bahaya
pemuda itu dengan paksakan diri menggigit kencang bibirnya
lalu dengan sempoyongan menyingkir ke pintu.
"Aku sudah kena racun, harap nona suka mencegat mereka
berdua aku pergi dulu," teriaknya.
"Baik! kau pergilah dulu, mereka tak akan lolos dari
tanganku," sahut gadis berbaju hitam itu.
Sepasang telapak tangannya dengan cepat dibabat ke
depan melancarkan serangan berantai menutup jalan pergi
dari kedua orang itu, setelah itu memberi kesempatan kepada
Pouw Siauw Ling untuk meloncat keluar dari kalangan.
Mereka berdua yang tadi sudah merasakan pahit getirnya
di bawah serangan pukulan gadis itu, saat ini melihat dia
orang menghalangi perjalanannya terpaksa pada menarik
kembali serangannya dan mundur kebelakang?
Dengan cepatnya Pouw Siauw Ling lari keluar dari ruangan
tersebut, dia mengerti tiga rintangan sudah berhasil dilalui
olehnya tetapi luka yang dideritapun terasa semakin parah.
Dengan menahan rasa sakit yang amat luar biasa dia
masuk ke ruangan belakang dengan langkah sempoyongan.
Sembari berjalan teriaknya dengan keras:
Hey Boe Beng Tok Su! Kau sungguh kejam, ayoh cepat
keluar, aku mau bertanding dengan dirimu."
Dia berhenti sebentar untuk mengatur napas. Setelah itu
sambungnya lagi; "Sebetulnya aku mau bertemn dengan dirimu dengan
menggunakan peraturan, tak disangka tindakanmu amat
kejam sekaii. Walaupun mati, akupun tak rela. Ayoh cepat
keluar, aku mau lihat seberapa ilhai kepandaian silatmu!"
Sesampainya di ruangan belakang, tampakllah sebuah
pintu kecil muncul di hadapannya.
Pemuda itu tak pedulikan apakah disana ada penjaganya
atau tidak dengan cepat tubuhnya menerjang ke depan.
Di balik pintu adalah sebuah halaman, walaupun tidak luas
tapi diatur dengan amat rapi dan bersihnya.
Kurang lebih tiga puluh kaki di depan halaman itu kembali
muncul suatu ruangan yang amat megah dengan di atasnya
terpancang sebuah papan nama dengan ukiran kata-kata "Boe
Beng Tong." Dalam hati pemuda itu lalu mengerti ruang an inilah tempat
peristirahatan dari Boe Beng Tak Su itu.
Samhil menarik napas panjang-panjang tubuhnya dengan
cepat meluncur ke depan ruangan itu, bentaknya:
"Hey Boe Beng Tok Su. Ayoh lekas menggelinding keluar.
Seorang kauwcu dari suatu perkumpulan apakah penakut
seperti cucu kura-kura semacam kau" Kalau kau tidak suka
keluar juga jangan salahkan aku bakar habis sarang kurakuramu
ini..>" Walaupun Pouw Siauw Ling sudah berteriak beberapa kali
tetap tak terdengar juga suara sahutan, hawa amarah yang
bergolak di dalam tubuhnyapun tak bisa dikuasai lagi.
Tubuhnya dengan cepat menerjang ke depan dengan


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalapnya. Baru saja beberapa tindak dia berjalan, tubuhnya
kembali sempoyongan sukar untuk berdiri.
Hatinya jadi amat cemas sekali pikirnya :
Bilamana aku Pouw Siauw Ling harus mati didalam lembah
tak bernama ini tanpa bisa menemui wajah Boe Beng Tok Su
itu bukankah diriku sangat tak berharga "
Berpikir sampai disini tak kuasa lagi dia menghela napas
panjang, kakinya semakin lemas . . .
Waktu itulah mendadak dari dalam ruangan Boe Beng tong
berkumandang keluar suara tertawa terbahak-bahak yang
amat keras membuat pemuda itu merasakan telinganya
tergetar dengan amat keras sekali.
Dengan paksakan diri dia menggigit bibirnya kencangkencang,
matanya melotot lebar-lebar sedang tubuhnya
dengan paksakan diri berdiri tegak.
"Haa ... haa ... Thian sungguh punya mata!" terdengar
orang yang ada di dalam ruangan itu berseru dengan
suaranya yang amat berat. "Liem Tou! Aku dengar kau hendak
membuka suatu perjamuan di atas gunung Cing Shia untuk
mengawini putri dan murid dari Lie Seng si capgkul sakti. Aku
memangnya lagi mencari dirimu kini kau mendatangi tempat
ini sendiri heee... hee... hee ..., kau tak bakal lolos dari
tanganku." Walaupun pada saat ini Pouw Siauw Ling masih berdiri
tegak tapi kesadarannya sudah mulai punah, kini setelah
mendengar nama Liem Tou, rasa dendam yang tersimpan di
dalam dadanya kembali tergolak keras.
"Liem Tou! Kau ada dimana" Aku bunuh dirimu!" bentaknya
tak terasa lagi. Tubuhnya tidak kuasa untuk mempertahankan diri lebih
lama lagi, begitu kata-kata terakhir diucapkan keluar,
tubuhnyapun ikut rubuh ke atas tanah.
Pouw Siauw Ling sama sekali tidak menyangka kalau
perkataan terakhir yang diucapkan dalam keadaan tidak sadar
itu sudah menolong nyawanya dari kematian.
Sewaktu tubuhnya belum rubuh ke atas tanah itulah
tampak sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya
meluncur datang melancarkan serangan menotok ke tujuh
buah jalan darah penting di tubuh Pouw Siauw Ling diikuti
tangannya menyambar membawa dirinya masuk ke dalam
ruangan Bie Beng Tong. "Keponakan Ci Sie!" Tiba-tiba terdengar suara yang amat
nyaring dari seorang perempuan bergema dari balik pohon.
"Jangan kau kira setelah bersembunyi di dalam lembah ini
maka tak akan ada orang yang bisa menemukan dirimu, aku
sekarang mau bertanya padamu, apakah tujuan dari
perkumpulan Sin Beng Kauwmu ini" Orang yang ada di
tanganmu ini kau orang siap hendak apakan dirinya?"
Kiranya Kauw cu dari perkumpulan Sin Beng Kauw ini
bukan lain adalah Sun Ci Sie, anak murid dari si hweeshio
gundul tujuh jari itu. Setelah dia terluka dan melarikan diri ke gunung dengan
membawa kitab pusaka 'Cian Tok Kian Toh' setengah tahun
lamanya dia mendalami ilmunya dengan mempelajari kitab itu,
walaupun kepandaiannya belum mencapai kesempurnaan tapi
separuh bagian boleh dikata sudah berhasil dia kuasai
terutama sekali ilmu menyambit senjata rahasia beracun,
boleh dikata sangat mahir sekali.
Setelah lewat setengah tahun dia mulai membentuk
perkumpulan Sin Beng Kauw dengan siang cu. Ciang koan dan
Ketua cabang yang terdiri dari para anak buah si Hweeshio
tujuh jari tempo hari. Demikianlah sejak itu dia bertindak sebagai Kauw cunya
dan malang melintang di dunia kangouw.
Berkat kepandaian yang lihai maka hanya di dalam
setengah tahun saja pengaruhnya sudah amat luas sekali di
dalam dunia kangouw. Boe Beng Tok Su yang mendengar perkataan tersebut dia
pun lantas mengerti kalau suara itu berasal dari nada suara
bibinya si perempuan tunggal yang berkawan dengan Liem
Tou karenanya tempo hari sudah perseni jarum emas
kepadanya. Sama sekali tak disangkanya ini hari mendadak bisa muncul
kembali di sini untuk mencari dirinya.
Boe Beng Tok Su sama sekali tidak menunjukkan reaksi
apa-apa; dengan perlahan dia angkat kepalanya dan melirik
sekejap ke arah gerombolan pepohonan, pikirnya:
"Kini dia orang sudah menunjukkan dirinya di dalam
lembah tanpa nama ini, sudah tentu Liem Tou si bangsat cilik
itu pun sudah tiba pula!"
Dengan perlahan kepalanya menoleh dan memandang
sekejap ke arah Pouw Siauw Ling, pikirannya kembali
berputar. "Tadi dia orang berteriak hendak membinasakan Liem Tou,
jelas bukanlah satu komplotan dengan bangsat tersebut. Lalu
siapakah dirinya" Be Ci Hoa bilang dia adalah Liem Tou
padahal dia bukanlah bangsat cilik itu, aku sama sekali tak
kenal dengan dirinya. Ada urusan apakah dengan menempuh
bahaya dia orang masuk ke dalam lembah tanpa nama untuk
menemui diriku?" Walaupun pikirannya sudah diperas beberapa waktu
lamanya tak didapatkan juga jawabnya.
Waktu itulah terdengar si perempuan tunggal Touw Hong
sudah berseru: "Ci sie! Aku mau bertanya padamu, apakah tujuan dari
perkumpulan Sin Beng Kauw" Kau hendak mencelakai dunia
kangouw?" Boe Beng Tok Su yang mendengar berulang kali dia
meneriakkan sebutan Ci Sie, hatinya sudah amat gusar sekali.
Justru dia menggunakan nama Boe Beng Tok Su adalah
bermaksud hendak melupakan namanya yang semula Sun Cie
Sie, kini mendengar si perempuan tunggal Touw Hong
berulang kali sebut dia begitu, air mukanya berubah hebat.
Beberapa saat kemudian tampak ranting bergoyang,
sesosok bayangan hitam dengan cepatnya meloncat keluar
lalu melayang turun ke atas tanah.
"Siapa yang bernama Ci Sie?" terdengar Boe Beng Tok Su
membentak gusar. "Apa sangkut pautnya tujuan Sin Beng
Kauw dengan dirimu?"
Sepasang telapak tangannya bersama-sama diayunkan ke
depan. Sepuluh batang jarum beracun bagaikan kilat meluncur
keluar dari antara kesepuluh jarinya dan mengancam seluruh
jalan darah kematian dari si perempuan tunggal. Si
perempuan tunggal yang mengetahu Sun Ci Sie telah
memperoleh kitab pusaka 'Cian Tok Kian Toh" dalam hati pun
mengerti kalau dia pasti memiliki serangan yang mematikan,
sejak semula dia sudah mengadakan persiapan.
Begitu melihat Boe Beng Tok Su menggerakkan pundaknya;
dengan cepat tangan kirinya menyambar sebatang ranting
kayu dan meminjam kesempatan itu meloncat kembali ke
dalam gerombolan pepohonan.
"Ci Sie! Tak kusangka kau orang sudah berubah begitu tak
berbudi bagaikan seekor binatang," serunya dengan serius.
"Aku sudah pergi kemana-mana pun untuk mencari jejakmu
bahkan menggunakan waktu setahun untuk mencari dirimu ke
dalam lembah ini; siapa sangka kau bersikap begitu kurang
ajar dan kejam terhadap diriku. Ci Sie! Kau tidak suka
mengenal diriku, aku tak mengapa, tapi terhadap ibumu kau
tak mau mengenalinya kembali" dimanakah liangsimmu itu?"
Boe Beng Tok Su yang melihat serangan jarum beracunnya
tidak berhasil mengena sasaran dalam hati meraba amat
gemas, tetapi dia pun tidak berani melanjutkan serangannva
karena dia tahu si perempuan tunggal bukanlah manusia yang
mudah diganggu. "Heee . . . heee . . . kau tidak bermaksud jahat" Lalu
apakah kau bersikap baik terhadap diriku?" serunya sambil
tertawa dingin tiada hentinya. "Dimanakah Liem Tou" Ayoh
suruh dia keluar! Kau kira aku tidak tahu akan urusan ini?"
Mendengar perkataan tersebut si perempuan tunggal jadi
ragu-ragu, pikirnya: "Selama di dalam perjalanan aku belum pernah menemui
LiemTou, tetapi jika didengar dari pekataaanya itu apakah
Liem Tou sudah datang kemari?"
Tetapi pikirannya kembali berputar: "Aakh, tidak benar!
Tadi aku masih dengar Sun Cie Sia bilang Liem Tou
mengadakan perjamuan di gunung Cing Shia untuk
memperingati hari pernikahannya dengan Lie Siauw Ie serta si
gadis cantik pengangon kambing, bagaimana mungkin bisa
tiba di sini" terang-terangan dia berkata demikian untuk
mempertahankan kedukaannya."
Setelah mengetahui jelas akan urusan ini si perempuan
tunggal semakin kecewa lagi. Mendadak bentaknya keras:
"Sun Ci Sie. kau binatang ... kau manusia tak berbudi.
Baiklah, aku tidak akan mencampuri urusanmu lagi; tetapi kau
harus ingat bila mana perbuatanmu tidak kau rubah maka
sewaktu-waktu terjadi gerakan di dalam dunia kangouw untuk
menumpas kejahatan, waktu itu sekalipun kau merasa
menyesal juga tak ada gunanya..."
Selesai berkata dia enjotkan tubuhnya, dengan amat cepat
si perempuan tunggal itu sudah berlalu dan lenyap di tengah
kegelapan. Boe Beng Tok Su hanya tertawa dingin saja melihat
kepergian dari si perempuan tunggal itu. Setelah itu sambil
memandang kearah wu wungan dihadapannya dia tertawa
dingin: "Hmm! aku berani membentuk perkumpulan sudah tentu
berani pula menghadapi segala macam rintangan," gumamnya
seorang diri. "Baiklah kali ini aku lepaskan dirimu pergi tapi
lain kali jangan coba-coba kembali lagi. Hmm! Hmm! Kalau
tidak, akan kubunuh dirimu! Lembah tanpa nama bukannya
tempat yang bisa dilalui dengan begitu mudah."
Sebentar kemudian air mukanya sudah berubah hebat,
mendadak bentaknya keras:
"Coe siang cu, Liuw siang cu kalian ada dimana?"
Dari samping rerumputan segera muncullah dua orang tua
yang kena dicegat oleh si perempuan tunggal itu. Dengan
amat hormatnya mereka berdua mendekati Boe Beng Tok Su
dan menjura dengan sangat hormatnya:
"Siauw cu ada perintah apa?" serunya berbareng.
Walaupun sikap mereka sangat menghormat tetapi
tubuhnya gemetar amat keras, agaknya dalam hati mereka
merasa amat ketakutan. Boe Beng Tok Su mendengus dingin, sewaktu dilihatnya
sikap mereka berdua amat mengenaskan sekali, diapun lantas
mengulapkan tangannya. "Sana mundur!" bentaknya keras. "Kalau bukannya
memandang di atas wajah suhumu tempo hari ini, hari ini aku
orang tak akan meng ampuni diri kalian."
Diam-diam kedua orang itu menghembuskan napas lega,
tanpa mengucapkan kata-kata lagi mereka mengundurkan diri
dari ruangan. Setelah kedua orang itu berlalu, Boe Beng-Tok Su baru
menggendong tubuh Pouw Siauw Ling masuk ke dalam
ruangan dan memberi obat penawar kepadanya.
Menanti Pouw Siauw Ling mulai membuka matanya itulah
mendadak Boe Beng Tok Su kembali menggerakkan
tangannya menekan ke atas dada pemuda tersebut.
"Kau punya sangkut paut apa dengan diri Liem Tou" Ayoh
cepat bicara! Kalau tidak jangan salahkan aku hajar
badanmu," bentaknya dengan keras.
Dengan perlahan Pouw Siauw Ling menghembuskan napas
panjang dan kesadarannya pun pulih kembali.
Mendengar suara bentakan dari Boe Beng Tok Su ini, tak
terasa lagi dia sudah berseru keras:
"Aku mau bunuh dirinya! Dia sudah membinasakan
ayahku." Boe Beng Tok Su jadi amat girang. Dia mengerti, inilah
salah seorang pembantunya yang amat kuat."
Tetapi sewaktu melihat cambuk bertulang putih yang
digunakan oleh Pouw Siauw Ling itu, dalam hati kembali
terasa tergetar pikirnya :
"Bagaimana mungkin orang ini bisa menggunakan senjata
ini" Apakah dia adalah anak muridnya?"
Sinar matanya secara tiba-tiba memancarkan cahaya yang
amat tajam dan serasa menusuk tulang; dengan tanpa
berkedip melototkan matanya ke arah Pouw Siauw Ling.
Pouw Siauw Ling yang waktu itu kesadarannya sudah pulih
kembali; melihat pihak lawan melototi dirinya, dia pun balas
melototi orang itu. Empat mata bertemu, diam-diam masing-masing pihak
merasa terkejut. Dan pada saat itulah mendadak Pouw Siauw Ling meloncat
bangun lalu mundur tiga langkah ke belakang; cambuk Suo
Kuk-Piannya dilintangkan di depan dada, siap-siap
menghadapi serangan. Melihat kejadian itu, Boe Beng Tok Su segera mendengus
dingin, ujarnya dengan ketus:
"Kau orang tidak usah bersikap begitu tegang; bilamana
aku bermaksud membinasakan dirimu, apakah kau bisa hidup
sampai waktu ini?" "Siapakah kau" Kenapa kau menolong diriku?" teriak Pouw
Siauw Ling dengan penuh rasa curiga.
Mendadak sinar matanya terbentur dengan sesuatu; Dia
melihat orang ini pun memakai baju hitam dengan sebuah
obor berwarna merah darah menghiasi dadanya, tidak terasa
lagi dia lantas berpikir:
"Apakah orang ini adalah kauw cu dari Sin Beng Kauw; Boe
Beng Tok Su?" Tapi sewaktu melihat usianya yang masih muda, dalam hati
merasa rada ragu-ragu, dia menganggap tidak mungkin
seorang muda bisa menjabat sebagai kauw cu atau ketua
perkumpulan. Tampaklah Boe Beng Tok Su tertawa tawar:
"Kau tidak usah tanya dulu siapakah diriku. Jawab dulu
pertanyaanku, apakah maksud tujuanmu datang ke lembah
tak bernama ini untuk menemui Sin Beng kauw cu?"
Pouw Siauw Ling kembali memperhatikan sekejap ke arah
Boe Beng Tok Su, setelah itu menarik kembali senjata cambuk
Suo Kuk Piannya. "Jika didengar dari nada suaramu, tentu kau orang adalah


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin Beng kauw cu Boe Beng Tok Su sendiri bukan" Ataukah
kau adalah orang kepercayaan?"
"Boleh dibilang begitulah!" sahut Boe Beng Tok Su sambil
mengangguk. "Jika ada perkataan silahkan bicara dengan aku
saja. Terus terang saja aku jelaskan, untuk menemui kauw cu
pribadi bukanlah suatu perbuatan yang mudah dilakukan.
Untung sekali nasibmu ini hari lagi mujur. Kauw cu sudah buka
satu jalan untuk mengampuni nyawamu."
Pouw Siauw Ling termenung sejenak, mendadak ujarnya:
"Baiklah, kalau memangnya kau hendak menyampaikan
kepada kauw cu, sebetulnya aku pun tidak usah tahu apakah
kau adalah kauw cu atau bukan. Yang jelas, aku sama sekali
tak ada urusan yang penting; cuma saja sewaktu mendengar
perkataan dari Be Ci-hoa, salah seorang dari delapan
pelindung lukisan itu, agaknya kauw cu kalian ada ikatan
permusuhan yang sedalam lautan dengan Liem Tou, sedang
aku pun sama seperti dirimu, benci pada Liem Tou.Karena itu
aku sengaja datang untuk menyambanginya; aku bermaksud
bilamana kauw cu kalian benar benar ada permusuhan dengan
Liem Tou, kita bisa bekerja sama untuk mencari balas."
Berbicara sampai di sini, pemuda itu berhenti sebentar
untuk kemudian sambungnya lagi:
"Ditambah pula sewaktu ayahku mendekati ajalnya, dia
pernah meninggalkan pesan; "Bilamana hendak membalas
dendam kecuali mendapatkan kitab Cian Tok Toh," kini kitab
tersebut sudah terjatuh di tangan kauwcu kalian, aku
sendiripun tidak mau merebutnya kembali. Karena itu
bilamana kauwcu kalian mengijinkan aku untuk belajar isi
kitab tersebut sehingga bisa membalaskan dendam ayahku,
maka selama hidupku, aku Pouw Siauw Ling akan berbakti
buat perkumpulan Sin Beng kauw."
Setelah mendengar perkataannya sampai di situ, Boe Beng
Tok Su lantas tersenyum tapi sebentar kemudian wajahnya
sudah jadi dingin kembali. Dengan perlahan dia menoleh
keluar jendela dan termenung beberapa saat lamanya,
kemudian baru memandang ke arah pemuda itu lagi.
"Apakah perkataan dari Pouw heng ini sungguh-sungguh?"
tanyanya. "Selamanya cayhe belum pernah berbohong!" sahut Pouw
Siauw Ling dengan kukuh. Boe Beng Tok Su segera mendengus dingin, dia kembali
bungkam dalam seribu bahasa. Kali ini dia termenung lebih
lama lagi. Walau pun Pouw Siauw Ling tidak tahu apa yang
sedang dipikirkan olehnya tetapi melihat sikapnya yang serba
susah dia tahu urusan yang sedang dipikirkan di dalam hatinya
tentu merupakan suatu urusan yang sangat besar, karenanya
dia pun termenung tak bercakap sedang matanya memandang
ke arah Boe Beng Tok Su tak berkedip.
Kurang lebih seperminuman teh kemudian baru terdengar
Boe Beng Tok Su bertanya kembali:
"Pouw heng! senjata yang kau gunakan adalah cambuk Suo
Kuk Pian, tentunya kau pun tahu akan diri Suo Kuk Mo Pian
dan Thiat Bok Thaysu dua orang bukan?"
Mendengar perkataan itu, Pouw Siauw Ling segera
merasakan hatinya tergetar amat keras, baru saja dia hendak
memberitahukan hubungan antara dirinya dengan kedua
orang itu, mendadak dia menemukan sinar mata Boe Beng
Tok Su amat aneh. Tak terasa lagi perkataan yang hendak
diucapkan ketelan kembali, pikirnya;
"Jika dilihat dari sinar matanya, jelas dia tak bermaksad
baik, lebih baik untuk sementara waktu jangan aku jelaskan
dulu." Setelah berpikir demikian, diapun lantas menjawab:
"Walaupun nama besar dari Suo Kuk Mo Pian serta Thiat
Bok Thaysu pernah aku dengar tetapi belum pernah menemui
orangnya. Bila mana di kemudian hari ada kesempatan aku
tentu akan menemui kedua orang itu."
Dengan dinginnya Boe Bsng Tok Su mendengus dingin,
mendadak jari tangannya bagaikan kilat cepatnya
melancarkan serangan menotok jalan darah Sin Kau Hiat pada
tubuh Pouw Siauw Ling. Pouw Siauw Ling yang berada dalam keadaan tidak bersiap
sedia melihat datangnya serangan itu jadi amat terperanjat
untuk menghindar tak sempat lagi, terpaksa dia membentak
keras; "Bangsat cilik, kau sungguh tak punya malu!"
Telapak kirinya dibabat ke depen menghajar urat nadi dari
Boe Beng Tok Su bersamaan pula telapak kanannya dengan
menggunakan jurus "Tui San Tiam Hay" mendorong gunung
menggolak samudra menyambar ke depan.
Boe Beng Tok Su melancarkan totokan bagaikan angin,
sedang telapak tangannya membabat bagaikan kilat, serangan
orang berkepandaian tinggi justru terletak peda kecepatan
gerak, hanya di dalam sekejap saja mereka berdua sudah
bergebrak dengan amat serunya.
Boe Beng Tok Su adalah anak murid dari si hweeshio tujuh
jari.Setahun yang lalu kepandaian silatnya pun seimbang
dengan kepandaian dari si cargkul pualam Lie Siang, walaupun
saat ini dia melancarkan serangan dengan menggunakan
kesempatan sewaktu Pouw Siauw Ling tidak bersiap sedia
tetapi dia pun tahu kalau orang ini memiliki kepandaian silat
yang lumayan. Jari tangannya yang menyerang ke depan mendadak di
balik ke bawah berubah jadi telapak tangan kembali, dengan
keras lawan keras dia menangkis datangnya serangan angin
pukulan dari perlawanan Pouw Siauw Ling itu.
Kali ini dia melancarkan serangan dengan sepasang telapak
sedang Pouw Siauw Ling menerima dengan tangan tunggal,
bilamana sampai terbentur maka Pouw Siauw Linglah yang
bakal menderita kerugian.
Perubahan jurus yang dilakukan oleh Boe Beng Tok Su ini
benar-benar amat cepat sehingga membuat Pouw Siauw Ling
tak sempat untuk menarik kembali telapak tangannya.
Terpaksa dia menarik napas panjang panjang telapak
kirinya berputar lalu meluncur ke depan mengiringi telapak
tangan yang lainnya. "Braak....!" di tengah suara ledakan yang amat keras
terasalah gulungan angin bagaikan ambruknya gunung Thay
san serta bergolak nya ombak di tengah samudera memenuhi
seluruh angkasa. Baik tubuh Boe Beng Tok Su maupun Pouw Siauw Ling
segera tergetar, lantas mundur tiga tingkah ke belakang
karena bentrokan ini, masing-masing dengan mata melotot
pada memperhatikan pihak lawannya sedangkan dalam hari
merasa terkejut akan kedahsyatan dari tenaga dalam yang
dimiliki lawannya itu. Sewaktu mereka berdua lagi berdiri tertegun itulah
mendadak Boe Beng Tok Su tertawa terbahak-bahak dengan
kerasnya membuat Pouw Siauw Ling jadi kebingungan sekali
dibuatnya. "Haa. . . haa. . . haa . . . sudah, sudah jangan bergebrak
lagi! Kau sanggup, kau benar benar sanggup! Asalkan ada kita
berdua bekerjasama maka Liem Tou tidak bakal bisa berkutik
lagi; Terus terang ssja aku beri tahu padamu, akulah Kauwcu
dari Sin Beng kauw ini. Baiklah! Aku mengijinkan Pouw heng
masuk jadi anggota perkumpulan dan menduduki jabatan
sebagai pimpinan dari seluruh siang cu, bagaimana" Apakah
Pouw heng suka menerima jawaban ini?"
Pouw Siauw Ling yang mendengar perkataan ini benarbenar
merasa di luar dugaan, untuk sesaat lamanya dia berdiri
termangu mangu tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Boe Beng Tok Su pua tahu kalau Pouw Siauw Ling sudah
dibuat kebingungan oleh sikapnva yang aneh itu, dengan
cepat ia maju ke depan mencekal tangannya:
"Maaf, tadi Cayhe sudah berbuat kurang ajar terhadap
dirimu," ujarnya sambil tertawa. "Tempat ini bukanlah tempat
yang baik untuk bercakap-cakap. Mari masuk ke dalam
ruangan untuk berunding. Kali ini aku tidak bakal melepaskan
Liem Tou lagi! Haa... haa... Pouw heng, dendam kita pasti
akan terbalas!" Sehabis berkata sambil menarik tangan Pouw Siauw Ling
untuk diajak masuk ke dalam ruangan, bersamaan itu pula dia
perlihatkan jari tangan sebelah kiri yang tinggal empat.
"Pouw heng coba kau lihat jari tanganku tinggal empat
buah. Hmm! Inilah perbuatan dari Liem Tou bangsat
tersebut," teriaknya dengan gusar, "Walaupun dendam antara
diriku dengan Liem Tou tidak sedalam Pouw heng, tetapi aku
bersumpah harus membalas sakit hati ini."
Pouw Siauw Ling yang mendengar perkataan tersebut
hanya mengangguk dan tertawa pahit.
oo) dw (oo Tiga bulan kemudian . . .
Angin musim Chiu bertiup sepoi-sepoi, di tengah jalan raya
Gong Si tampaklah dua belas ekor kuda berwarna putih
dengan dua belas orang lelaki berbaju hitam sebagai
penunggangnya melakukan perjalanan cepat.
Orang yang paling depan adalah Sin Beng Kauw cu Boe
Beng Tok Su yang pada punggungnya menyoren sebilah
pedang hitam dengansimbol obor berwarna merah darah pada
dadanya. Di sampingnya tampak seorang pemuda yang bukan lain
adalah Pouw Siauw Ling, saat ini dia pun memakai baju hitam
dengan simbol obor berwarna biru di dadanya, cambuk Pek
Kuk Piannya dilingkarkan pada pinggangnya sehingga
kelihatan sikapnya yang amat gagah.
Saat itu mereka lagi melakukan perjalanan menuju ke
gunung Cing Shia. Mendadak Boe Beng Tok Su yang berjalan paling depan
menghentikan kudanya lalu kepada Pouw Siauw Ling ujarnya:
"Hari Tiong Chiu masih ada tiga hari lamanya, kita harus
mengadakan suatu persiapan yang cermat agar nantinya
berhasil menjebak mereka masuk ke dalam perangkap kita.
Menurut perhitunganku, malam ini jaraknya tak jauh lagi dari
gunung Cing Shia. Malam harinya kita menginap dulu di kota
Boen Chuan untuk kemudian kita mengadakan penyelidikan
terlebih dahulu dan baru kita berangkat besok pagi ke atas
gunung tersebut." Setelah memberikan wanti-wanti, Boe Beng Tok su lantas
menyentak tali les kudanya melanjutkan perjalanan ke depan
disusul kesebelas orang anak buahnya.
Mereka sama sekali tidak menduga kalau pada jarak satu li
di belakang mereka terdapat seekor kuda berwarna abu-abu
yang sedang menguntit dan selalu mengawasi gerak-gerik
mereka. Orang itu bukan lain adalah si Perempuan tunggal
Touw Hong. Sejak meninggalkan lembah Boe Beng Kok ia tidak pergi
menjauh sebaliknya malam bersembunyi di sekitar lembah
tersebut untuk me ngawasi gerak-gerik dari Sin Beng Kauw,
ini hari sewaktu didengarnya Boe Beng Tok su hendak turun
gunung dengan membawa kedua belas orang pengiringnya,
secara diam-diam ia lantas menguntit dari belakang.
Hanya sayang, perempuan ini cuma mengetahui kalau
kepergian Boe Beng Tok su meninggalkan gunung Ciong Lam
sekali ini hendak membereskan satu persoalan besar. Dia tak
mengetahui kalau kepergiannya ini hendak mencari Liem Tou
untuk menuntut balas. Bilamana ia sampai tahu akan hal ini, apakah perempuan
itu berani menguntit dengan seenaknya tanpa memberikan
kabar terlebih dulu sehingga Liem Tou dapat mengadakan
persiapan" Untuk sementara waktu kita tinggalkan mereka, kita balik
pada lembah mati hidup di gunung Heng San.
Pagi hari itu dari tengah lembah berkumandang datang
suara suitan yang amat keras disusul berkelebatnya sesosok
bayangan manusia dengan cepatnya.
Dengan pandangan yang amat tajam orang itu berhenti di
atas puncak tebing yang curam sambil memperhatikan ketujuh
puluh lima puncak yang terdapat di atas gunung Heng San itu.
Lama sekali dia termenung dalam lamunan akhirnya tak
kuasa lagi ia menghela napas panjang, kakinya yang tinggal
sebelah dengan cepat menutul permukaan tanah lalu meloncat
setinggi lima kaki. Kiranya orang itu hanya mempunyai kaki sebelah saja yang
bukan lain adalah murid ke empat dari Si Golok Naga Hijau Sie
Piauw tauw, Oei Poh adanya.
Tubuhnya yang di tengah udara dengan cepat
berjumpalitan beberapa kali, sewaktu tubuhnya hendak
melayang ke atas tanah itulah mendadak tubuhnya meletik
sedang sepasang telapaknya dengan ringan diayunkan ke
belakang. Sekali lagi tubuhnya meluncur sejauh tiga kaki; diikuti sang
badan memutar dengan menggunakan gaya "In Yen Cuan
Liang" atau burung walet menembusi pagar, dengan amat
ringannya bagaikan daun kering melayang ke atas permukaan
tanah. Kembali sewaktu kakinya hendak menempel di tanah,
sepasang telapak tangannya dipentangkan lebar-lebar lalu
dengan menggunakan jurus 'Ku Lang Hun Poo' atau ombak
besar pecah bergelombang membabat ke depan.
Segulung angin pukulan yang amat keras laksana tindihan
gunung Thay san meluncur keluar dari telapaknya.
Tubuhnya kembali meloncat setinggi lima kaki; tubuhnya
memutar punggung melengkung dengan tangan dipentangkan
ke depan menggunakan kesepuluh jarinya yang kuat
melancarkan serangan yang ketiga.
Hanya di dalam sekejap saja dia orang telah melancarkan
tiga buah serangan berturut-turut, dan setiap jurus memiliki
perubahan yang sukar diduga, hal ini benar-benar
menunjukkan bagaimana dahsyatnya gempurannya itu.
Sewaktu Oei Poh selesai melancarkan serangannya yang
ketiga itulah, dari dalam lem bah mati hidup mendadak
berkelebat datang sesosok bayangan hijau yang amat cepat
bagaikan sambaran kilat. Melihat munculnya orang itu, buruburu
pemuda itu merangkap tangannya menjura:
*Aaakh, kedatangan dari enci Cing sungguh tepat sekali,
baru saja aku merasa ketiga jurus serangan maut tersebut
sudah memperoleh kemajuan yang pesat, siauw to memang
lagi membutuhkan petunjuk-petunjuk yang berharga dari
dirimu." Sehabis berkata tubuhnya kembali bergerak siap-siap


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlatih kembali. Orang yang baru saja datang itu bukan lain adalah putri
kesayangan dari It Tiap Cin jien dari gunung Heng san, Siauw
Giok Cing adanya, begitu ia mendengarkan perkataan
tersebut, diatampak mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Tidak usah berlatih lagi," cegahnya. "Asalkan kau berlatih
dengan giat dan tekun, sudah tentu bakal memperoleh
kemajuan yang pesat! Heei . . beberapa hari ini hatiku merasa
sangat tidak tenang, entah apa sebabnya?"
"Sejak kepergian Liem Tou itu si bangsat cilik, setiap hari
enciCing selalu merasa murung dan tidak merasa senang,"
sahut Oei Poh setelah berpikir sebentar. "Selama setahun ini
enci Cing pun sudah ada dua kali menaiki gunung Cing Shia
secara diam-diam tan pa menemui Liem Tou ada disana, dari
hal ini saja sudah cukup menunjukkan kalau Liem Tou sama
sekali tidak bakal kembali ke gunung tersebut sejak
meninggalkan tempat ini. Enci Cing! Buat apa kau pikirkan
terus seorang bocah yang perkataannya tidak bisa
dipercaya?"" Dengan dinginnya Giok Cing mengirim satu kerlingan mata
ke arah pemuda tersebut. Wajahnya kelihatan senaakin
murung dan tidak senang hati. Dia selama setahun ini ia
hampir-hampir boleh dikata sudah berubah menjadi seorang
yang lain. Sifat polos serta kekanak-kanakannya sudah lenyap
berganti dengan wajah yang selalu murung.
Kini setelah mendengar perkataan dari Oei Poh itu, wajah
yang semula diliputi kesedihan segera berubah hebat. Dengan
gusar, makinya: "Oei Poh! Berapa kali aku sudah peringatkan kepadamu
untuk jangan sebut lagi soal Liem Tou si bangsat cilik itu.
Kenapa kau lupakan hal ini terus menerus" Bilamana sampai
kau bicarakan lagi soal ini, jangan salahkan kalau aku tidak
sudi gubris dirimu lagi!"
"Enci Cing!" seru Oei Poh dengan penuh dihiasi senyuman
pahit, "Janganlah dikarenakan urusan ini kita beribut kembali,
anggap saja ini kesalahanku, sudah! Tetapi enci harus ingat
bahwa dia adalah musuh besarku, bagaimana juga aku harus
membereskan hutang sakit hati itu."
Air muka Giok Clng kontan berubah amat hebat; hatinya
benar-benar terpukul keras sehingpa tampaklah air mukanya
berubah pucat pasi. "Oei Poh!" teriaknya gusar, "Aku sudah bilang; mau balas
dendam atau tidak, aku tidak akan ikut campur, tapi aku
larang kau menjelek-jelekkan atau menghina dirinya di
hadapanku ...." Belum habis Giok Cing bicara, agaknya Oei Poh sudah tahu
apakah kata-kata selanjutnya yang hendak dikatakan olehnya,
karena iiu buru-buru sambungnya:
"Cing jie, jangan sebutkan lagi kata-katamu itu, bukankah
kau hendak berkata bahwa Liem Tou sama sekali tidak
bersalah" Aku tidak bakal sudi mendengarkan perkataan itu,
sekalipun siapa saja yang coba memberi penjelasan kepadaku;
aku tetap tidak sudi mendengarkan, karena bilamana
bukannya gara-gara Liem Tou ikut campur maka suhuku tidak
bakai mati; aku anggap kematian suhuku adalah di tangan
Liem Tou. Bila aku tak mencari dia untuk menuntut balas,
harus pergi mencari siapa lagi?"
Saking terharu oleh bakaran hatinya tanpa terasa semakin
berkata suaranya semakin keras, sebentar kemudian dia
merasa sikapnya rada keterlaluan, buru-buru ia tutup mulut
dan termenung beberapa saat lamanya.
"Enci Cing! Maafkan perbuatan dari aku si orang cacad, ada
kalanya memang hatiku sangat jahat; tidak seharusnya aku
membuat kesalahan di hadapan enci Cing!" katanya lagi
dengan perlahan. Cing jie yang mendengar beberapa patah perkataannya ini
di dalam hati jadi amat sedih sekali, dengan gemas serunya:
"Hmmm! Gara-gara Oei Tiap supek membawa kau datang
ke gunung Heng san ini benar benar membuat aku jadi
kesusahan dan payah, bilamana kakimu tidak putus karena
soal ini, Hnmm . . . ! tidak bakal aku orang jadi bersikap
begitu baik terhadap dirimu."
Selesai berkata dengan perlahan dia menundukkan
kepalanya dan menghela napas panjang.
Kembali mereka berdua berdiam diri beberapa saat
lamanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya Cing
jie tidak kuasa untuk bersabar lebih lama lagi, pundaknya
sedikit bergerak, tahu-tahu sudah melayang sejauh tiga kaki.
"Persediaan daging kita sudah hampir habis, aku hendak
pergi menangkap beberapa ekor kijang!" serunya sambil
menoleh. "Enci Cing tunggu dulu, ada perkataan hendak aku
sampaikan kepadamu!!" tiba-tiba seru Oei Poh mencegah
kepergian dari gadis tersebut.
Dengan rasa keheranan Cing jie segera menghentikan
gerakannya dan balik ke tempat semula.
"Ada urusan apa?" tanyanya. "Kalau ditinjau dari perubahan
air mukamu, agaknya urusan ini sangat penting sekali, ayoh
cepat katakan!" Oei Poh termenung berpikir sejenak, setelah mengetukngetuk
kaki kayunya ke atas batu gunung, ujarnya serius:
"Enci Cing. Kini aku ingin segera berangkat ke gunung Cing
Shia." "Apa kau bermaksud hendak mencari Liem Tou" Apakah
kau tahu kalau dia kini sudah kembali ke gunung Cing Shia"
Kalau memangnya sudah tahu, kenapa kau tidak suka
memberitahukan kepadaku?"
"Heei ... Aku tidak tahu apakah dia sudah kembali ke
gunung Cing Shia atau belum," sahut Oei Poh sambil
gelengkan kepalanya berulang kali. "Aku cuma merasa tempo
hari Liem Tou sudah menipu enci Cing" Kalau katanya pada
malam Tiong Chiu yang lalu ada urusan tapi ternyata tak
tampak orangnya maka malam Tiong Chiu tahun ini aku
kepingin pergi ke sana untuk melihat-lihat, bilamana dia
memang ada di sana aku pun harus menyelesaikan dulu
persoalan kita." Cing jie segera melototkan sepasang matanya lebar-lebar
dan memandang tajam pemuda tersebut, mendadak tanyanya
dengan nada mendesak: "Apakah kau merasa sudah yakin
bisa menangkan dirinya" Apakah kau merasa begitu tega
untuk menghantam seorang yang tidak memiliki kekuatan
untuk mengadakan perlawanan?"
Oei Poh yang mendengar teguran tersebut pada wajahnya
terlintaslah rasa jengah, tapi hanya di dalam sekejap saja
sudah lenyap kembali dari mukanya.
"EnCi Cing; aku tidak akan memperdulikan hal ini,"
teriaknya keras. Tiba-tiba tubuhnya meloncat ke tengah udara, di antara
berkelebatnya bayangan tajam, tahu-tahu dia sudah berada di
tempat yang amat jauh sekali.
Melihat kejadian itu, Cing Jie jadi amat terkejut, bentaknya
keras: "Oei Poh! Kau tidak bakal berhasil!"
Dan terlihatlah bayangan hijau berkelebat, kiranya dia pun
ikut melayang keluar dari lembah mati hidup tersebut dan
menuruni gunung Heng san.
Kita balik kembali pada Sin Beng kauw cu, Boe Beng Tok su
serta Pouw Siauw Ling sekalian berdelapan. Setibanya di
sebuah rumah penginapan untuk beristirahat dan karena jarak
dengan malam Tiong Chiu itu masih ada tiga hari lamanya
maka untuk manghindarkan diri dari terbongkarnya jejak
mereka terdengarlah Boe Beng Tok su memberi wanti-wanti
kepada tujuh orang Toa Siang cu nya:
"Pada kentongan ketiga malam ini, aku serta Pouw Siang
cu akan berangkat dulu untuk meninjau keadaan daerah serta
gerak-gerik di perkampungan Ie He San Cung sedang kalian
semua boleh berangkat besok malam saja langsung menuju
puncak kedua gunung Cing Shia. Setibanya malam Tiong Chiu,
kami bisa bergabung kembali dengan kalian untuk membagi
tugas lebih lanjut."
Para siang cu pun segera mengiakan.
Di tengah malam yang amat sunyi, angin bertiup sepoisepoi
menyejukkan badan. Sengan rembulan jauh berada di
tengah angkasa; tampaklah dua sosok bayangan hitam
berkelebat dari atas atap rumah penginapan menuju ke arah
sebelah Utara. Mereka bukan lain adalah Boe Beng Tok su serta Pouw
Siauw Ling yang sedang berangkat menuju ke gunung Cing
Shia. Baru saja kedua sosok bayangan hitam itu berangkat,
belum lenyap dari pandangan mata muncullah di tengah
kegelapan malam di atas atap rumah penginapan itu sesosok
bayangan hitam yang lagi menjerit tertahan kemudian
memperhatikan tajam-tajam bayangan punggung dari Boe
Beng Tok su serta Pouw Siauw Ling yang hampir lenyap dari
pandangannya itu. "Ehm ... kemana mereka hendak pergi?" gumamnya
seorang diri. "Kenapa sisanya tak dibawa sekalian untuk
melakukan perjalanan bersama-sama?"
Bayangan hitam ini bukan lain adalah si perempuan tunggal
Touw Hong yang selama ini selalu membuntuti terus diri Boe
Beng Tok su, setelah ragu-ragu sejenak dia lantas berpikir;
"Perduli mereka berdua hendak pergi ke mana saja baiknya
aku buntuti terus diri mereka."
Berpikir sampai di sini ia pun segera enjotkan badannya
dengan beberapa kali loncatan mengejar ke sebelah Utara.
Tidak lama kemudian tampaklah olehnya di tempat
kejauhan Boe Beng Tok Su dan Pouw Siauw Ling sedang
melakukan perjalanan berdampingan dengan gerakan yang
amat aneh dan cepat laksana mengalirnya air di sungai.
Si perempuan tunggal Touw Hong pun dengan cepat
mengerahkan ilmu meringankan tubuh Liuw Im Hwee Sin
untuk membuntuti terus diri mereka.
Kurang lebih satu kentongan lamanya sampailah mereka di
suatu tempat yang terhalang oleh sebuah sungai dengan
ombak yang amat besar. Dengan mengikuti aliran sungai itu kembali Boe Beng Tok
Su serta Pouw Siauw Ling melanjutkan perjalanannya sejauh
tujuh, delapan lie, si perempuan tunggal Touw Hong yang
melihat mereka berdua tidak menunjukkan tanda-tanda untuk
berhenti walaupun dalam hati mereka keheranan bercampur
curiga atas kemisteriusan gerak-gerik mereka berdua tetapi ia
pun tak bisa berbuat apa-apa kecuali menguntit terus dengan
kencangnya. Kembali mereka melanjutkan perjalanannya beberapa saat,
mendadak kedua orang itu menghentikan larinya dan
memperhatikan ke tengah sungai.
Si perempuan tunggal Touw Hong tidak berani berlaku
gegabah, maka buru-buru dia bersembunyi di balik sebuah
gundukan tanah di samping sungai untuk mengawasi mereka
dengan tajam. Di tengah sorotan sinar rembulan yang sangat terang,
tampaklah dari atas sungai berlayar datang sebuah perahu
kecil yang tidak berpenghuni, perahu itu tidak besar
sedangkan ruangan perahu pun terbuat dari bambu dengan
cepatnya meluncur datang.
Lama sekali Boe Beng Tok Su dan Pouw Siauw Ling
memperhatikan ke tengah sungai, mendadak Pouw Siauw Ling
enjotkan badannya meluncur ke arah perahu itu dengan
gerakan cepat; setibanya di atas perahu gerakannya tidak
berhenti sebaliknya dengan cepat dia menerjang masuk ke
dalam ruangan perahu yang lalu menyeret keluar sebuah
benda berwarna putih. Sehabis meletakkan benda putih itu kembali dia meloncat
ke buritan dan kirim satu pukulan ke permukaan air untuk
menjalankan perahu tersebut menuju ke tepian.
Setibanya di tepi pantai Pouw Siauw Ling segera meloncat
ke daratan dan membisikkan sesuatu di samping telinga Boe
Beng Tok su yang kemudian mereka berdua lantas meloncat
ke dalam perahu. sejenak kurang lebih seperminum teh
kemudian tampak kedua orang itu sudah meloncat lagi ke atas
daratan dan melanjutkan perjalanannya kedepan dengan
mengikuti terus aliran sungai itu.
Menanti kedua orang itu sudah pergi jauh si perempuan
tunggal Touw Hong baru munculkan dirinya dari balik
gundukan tanah dan mencoba mendekati perahu tersebut,
saking tertariknya dia kepingin juga melihat apakah gerangan
yang ada di sana. Tetapi sebentar kemudian dia sudah buang muka dengan
wajah jengkel, kiranya di atas geladak perahu itu berbaringlah
sesosok mayat lelaki yang kurus kering dalam keadaan
telanjang bulat. Adakah keanehan pada mayat itu, si perempuan tunggal
Touw Hong tidak berani memperhatikan lebih lama, buru-buru
dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh melanjutkan
pengejarannya ke depan. Akhirnya di atas deretan bambu yang ada di tengah sungai
gadis itu menemukan kembali Boe Beng Tok su lagi bercakapcakap
dengan Pouw Siauw Ling. Dengan besarkan nyali, si perempuan tunggal Touw Hong
segera menerobos melalui tumbuhan alang-alang mendekati
mereka. Terdengar waktu itu Pouw Siauw Ling lagi berkata dengan
nada suara yang amat kaget.
"Sungguh aneh sekali, yang satu adalah Hek Loo jie yang
merupakan salah satu anggota dari Siok to Siang Mo sedang
yang lain adalah Loo toa dari Heng san Jie Yu. Mereka berdua
pada memiliki kepandaian silat yaug amat lihay, bagaimana
mungkin bisa mati bersama-sama" Bahkan jika ditinjau dari
kematian mereka jelas tak tampak tanda-tanda terluka. Hal ini
benar-benar merupakan satu peristiwa yang sangat
mengherankan sekali."
Si Boe Beng Tok su segera mendengus dingin sehabis
mendengar perkataan dari Pouw Siauw Ling ini.
"Ada kemungkinan peristiwa ini hanya terjadi secara
kebetulan saja. Mungkin mereka berdua menderita sakit lalu
mati di tengah jalan, bahkan menurut pemikiranku ada
kemungkinan mereka sedang melakukan perjalanan untuk
menghadiri hari pernikahan dari Liem Tou si bangsat itu!"
Pendapat dari kauw cu cayhe rasa kurang sesuai," seru
Pouw Siauw Ling kemudian setelah termenung sebentar.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bilamana mati dikarenakan sakit kenapa setelah menemui
ajalnya mereka berdua dapat berada di dalam keadaan
telanjang bulat tanpa memakai selembar benang pun" Bahkan
mereka berdua dalam keadaan yang sama. Hal ini sedikit pun
tidak masuk di akal!"
Si perempuan tunggal Touw Hong yang secara diam-diam
bersembunyi di tepi sungai sehabis mendengar perkataan
tersebut diam-diam amat terkejut, terhadap Hek Loo jie dari
Siok To Siang Mo dia orang tidak pernah menemui maupun
mengerti asal-usulnya tetapi terhadap Loo toa dari Heng San
Jie Yu, dia pernah menemuinya dengan kepala mata sendiri
bahkan boleh dikata dia pun merupakan ciang bunjien dari
partai Heng san pay, bagaimana mungkin kini bisa menemui
ajalnya dalam keadaan tidak jelas"
Setelah mendengar kalau Liem Tou hendak merayakan hari
perkawinannya, di hatinya pun dan dia baru tahu kalau kedua
orang itu pasti lagi akan menuju ke gunung Cing Shia.
"Pouw siang cu, lebih baik tidak usah pikirkan urusan orang
lain! Mari kita lanjutkan perjalanan kita!" sambung Boe Beng
Tok su dengan cepat. "Sebelum kentongan keempat atau
kelima kita harus sudah tiba di gunung Cing Shia."
Selesai mendengar perkataan itu, si perempuan tunggal
Touw Hong pun mengerti kalau dugaannya sama sekali tidak
meleset dan sewaktu teringat dendam serta sumpah yang
pernah diucapkan oleh Sun Ci Sie sambil menebas jari
tangannya sendiri pada setahun yang lalu, hatinya jadi
berdebar, pikirnya: "Liem Tou hendak kawin" Apakah hendak kawin dengan Lie
Siauw Ie . . ." Berpikir sampai di sini wajahnya segera terasa
jadi panas, hatinya rada berdebar-debar . . .
Sewaktu hatinya berhasil ditenangkan kembali dan
dongakkan kepalanya waktu itulah jejak dari Boe Beng Tok-su
serta Pouw Siauw Ling sudah tidak kelihatan lagi. Saking
cemasnya dengan cepat dia enjotkan badannya melakukan
pengejaran kembali. Kurang lebih mendekati kentongan ketiga dia berhasil
menyandak diri Boe Beng Tok Su serta Pouw Siauw Ling,
terlihatlah di hadapannya pada saat ini terdapat sebuah kuil
sedangkan Boe Beng Tok Su berdua sudah berada tidak jauh
dari pintu kuil tersebut.
Pada saat itulah mendadak dari atas tembok kuil itu
berkelebat sesosok bayangan dan munculnya seorang berbaju
putih-putih. "Siapa?" bentak Pouw Siauw Ling dengan cepat.
Bayangan putih yang berdiri di atas tembok itu bergoyang
dengan lemasnya laksana pohon Liuw yang tertiup angin. Baru
saja suara tersebut bergema keluar terdengarlah suara
tertawa yang amat merdu menindas suara bentakan tersebut
disusul dengan suara seorang perempuan lagi berseru:
*Eeeei . . . orang yang melakukan perjalanan, kenapa kau
begitu kasar dan begitu berangasan" Apakab kalian tidak takut
ditertawakan orang?"
Dengan gesit dan ringannya bayangan putih itu segera
melayang turun ke atas permukaan tanah di hadapan Boe
Beng Tok Su serta Pouw Siauw Ling, pinggangnya yang halus
dan lemas bergoyang laksana pohon Liuw yang tertiup angin.
Hal ini benar-benar amat menggiurkan sekali.
Boe Beng Tok Su dan Pouw Siauw Ling yang melihat
perempuan berbaju putih itu dapat melayang turun ke atas
tanah tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dalam hati jadi
amat terkejut, mereka mengerti kalau perempuan ini pasti
memiliki ilmu silat yang amat tinggi sekali bahkan tidak
diketahui asal-usulnya. Tak tahan lagi mereka berdua pada
mundur dua tiga langkah ke belakang.
Si Boe Beng Tok su yang sejak kecil dididik oleh si Hwesio
tujuh jari pada saat ini dibuat melengak juga. Dia merasa
bahwa gadis berbaju putih yang ada di hadapannya ini adalah
seorang perempuan tercantik yang pernah dijumpai selama
ini, kecuali itu tidak ada perasaan lain yang berkecamuk di
hatinya. Perasaan ini lain lagi di hati Pouw Siauw Ling. Sebelum naik
ke gunung Soat san dia merupakan seorang pemuda yang
gemar akan pipi licin; tempo hari sewaktu bertemu muka
dengan si gadis cantik pengangon kambing, dia pernah
merasakan kalau itu adalah yang paling cantik. Tetapi kini
setelah berjumpa dengan gadis berbaju putih ini dia merasa
perempuan ini lebih cantik lagi dan lebih genit beberapa kali
lipat jika dibandingkan dengan gadis cantik pengangon
kambing sehingga tanpa terasa dia sudah melototi dirinya
dengan pandangan terpesona.
Apalagi si gadis berbaju putih itu sedang kirim satu
senyuman yang amat manis ke arahnya membuat Pouw Siauw
Ling merasa seluruh tubuhnya jadi lemas dibuatnya,
sukmanya boleh dikata kini sudah terhisap oleh kecantikan
gadis berbaju putih tersebut.
"Saudara berdua kenapa tidak beristirahat sebentar di
dalam rumahku ini?" ujarnya halus, lalu dengan langkah yang
lenggak-lenggok menggiurkan dia berjalan mendekat.
-oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid: 39 Wajah yang penuh dihiasi senyuman itu semakin kelihatan
bertambah cantik. Belum sampai di hadapan Boe Beng Tok-su
serta Pouw Siauw Ling mereka berdua sudah merasakan
segulung bau yang amat harum menusuk hidungnya.
Pouw Siauw Ling begitu mencium bau harum itu seperti
orang mabok saja, dengan hati kacau mulai menggerakkan
kakinya menyambut datangnya perempuan tersebut.
Mendadak terdengarlah Boe Beng Tok-su mendengus
dingin; dengan nada yang amat dingin bagaikan es
bentaknya; "Dengan malam yang sunyi ini apalagi kita tidak pernah
saling berkenalan buat apa nona mengganggu kami" Lebih
baik kau pulang saja ke rumah, kami masih ada urusan
penting yang harus diselesaikan; terima kasih atas
kebaikanmu itu." Sehabis berkata dia lantas menarik tangan Pouw Siauw
Ling dan mengundurkan diri sejauh beberapa kaki, di dalam
hatinya kembali berkelebat berpuluh-puluh pikiran
membingungkan, pikirnya: "Sungguh aneh sekali, di tengah malam buta seperti ini
apalagi di tempat yang begini sunyi, bagaimana mungkiu bisa
muncul seorang gadis cantik yang usianya delapan, sembilan
belas tahunan. Hal ini benar-benar merupakan satu peristiwa
yang belum pernah aku alami."
Mendadak ia teringat kembali akan mayat dari Hek Loo jie
dari Siok to Siang Mo serta Loo toa dari Heng San Jie Yu yang
berada di sungai dalam keadaan telanjang bulat, walaupun dia
sendiri adalah seorang iblis pembunuh manusia tanpa
berkedip tidak urung hatinya rada bergidik juga. Rasa
curiganya terhadap gadis berbaju putih yang ada di
hadapannya ini semakin tebal.
Sewaktu dia menoleh dan melihat sikap dari Pouw Siauw
Ling yang kesemsem sehingga tak sadarkan diri bahkan
sampai saat ini masih melototi gadis berbaju putih itu terus
dengan pandangan terpesona, dengan cepat dia berjalan
mendekat dan menepuk pundaknya dengan keras.
"Pouw Siang cu, ayo cepat lanjutkan perjalanan; waktu tak
panjang lagi," serunya keras.
Pouw Siauw Ling yang kena ditabok oleh Boe Beng Tok su
ini segera jadi sadar kembali, hatinya pun merasa amat malu.
"Baik, kita pergi saja!" serunya kemudian dengan rasa
penuh penyesalan. Selesai berkata dengan langkah lebar mereka berdua
segera menerjang ke depan.
Siapa tahu mendadak gadis berbaju putih itu
mementangkan sepasang tangannya merintangi jalan pergi
dari mereka berdua. "Heee... heee... kalian berdua sudah lewat pintu rumahku
tanpa mampir, bukankah sama saja dengan tidak memandang
sebelah mata pun kepadaku!?" teriaknya sambil tertawa
terkekeh-kekeh, "Lebih baik kalian berdua jangan pergi dulu,
tapi minumlah secawan air teh !"
Sewaktu berbicara seluruh tubuhnya ikut bergoyang
terutama anggauta terlarangnya itu turut menggetar amat
keras, membuat setiap orang yang melihat pasti merasa napsu
birahinya terangsang. Pouw Siauw Ling yang dasarnya memang seorang yang
gemar akan pipi licin mana kuat menahan godaan tersebut"
Napsu birahi mulai berkobar di hatinya.
"Kauw cu!" ujarnya kemudian kepada Boe Beng Tok su.
'Mari kita ikuti saja permintaannya untuk minum air tehnya
dulu. Hanya duduk-duduk sebentar, bukannya tak mengapa?"
Terhadap diri Pouw Siauw Ling agaknya Boe Beng Tok su
memang sudah rada murka, kini melihat dia orang tidak suka
mendengarkan perintahnya dia jadi semakin gusar.
"Pouw sian cu! Apa maksud perkataanmu itu?" bentaknya
keras"Di tengah malam buta, bagaimana mungkin bisa muncul
seorang gadis cantik di tengah kuil yang sunyi" Bukankah kau
sudah melihat mayat..."
Sebetulnya dia ingin mengungkap soal ditemuinya mayat di
tepi sungai untuk, menyadarkan Pouw Siauw Ling, tetapi
kembali satu ingatan berkelebat di hatinya, perkataan yang
hendak diucapkan pun dibatalkan kembali.
Pouw Siauw Ling yang mendengar perkataan terakhir dari
Boe Beng Tok su ini pikirannya jernih kembali, saking
terperanjatnya keringat dingin mulai mengucur deras keluar
membasahi wajahnya. Lama sekali dia termenung kemudian dengan hormatnya
menjura ke arah perempuan berbaju putih itu.
"Cayhe hanya sedang lewat saja di tenpat ini, dengan nona
pun sama sekali tidak kenal, apakah kiranya nona sudi
memberitahukan namamu agar di kemudian hari kalau ada
waktu cayhe akan datang menyambangi?" tanyanya.
Gadis berbaju putih itu rada tertegun setelah mendengar
perkataan tersebut, tetapi sebentar kemudian sudah tertawa
kembali. "Kau si manusia goblok! Aku adalah seorang gadis yang
tinggal di dalam kuil seorang diri, buat apa kau tanya nama
segala?" Sehabis berkata dengan menggunakan sepasang biji
matanya yang jeli dia mengerling sekejap ke arah Boe Beng
Tok su lalu tertawa. Tetapi sebentar kemudian senyuman yang semula
menghiasi bibirnya kembali lenyap tidak berbekas berganti
dengan wajah yang sangat serius, ujarnya;
"Terus terang saja aku beritahukan kepada saudara
berdua; siauwli sendiri tahu perbuatanku menghalangi
perjalanan orang di tengah malam buta adalah suatu
perbuatan yang memalukan sekali, tetapi hal ini terpaksa
harus aku lakukan. Dan sebetulnya siauw li adalah penduduk
daerah Sam Siang yang hidupku bergantung dari menjual silat
dengan ayah, tak disangka sewaktu melakukan perjalanan
melewati tempat ini, ayahku menderita sakit dan tidak bisa
bangun lagi, terpaksa kami meminjam pondokan kuil ini untuk
merawat sakit. Untuk makan sehari tiga kali serta membeli
obat buat ayah, uang kami akhirnya habis juga. Bilamana
kalian suka membantu . . ."
Bicara sampai di sini tidak tertahan lagi dia melelehkan air
mata dan menangis dengan amat sedihnya, hanya di dalam
sekejap saja seorang gadis genit dan merangsang sudah
berubah menjadi manusia penuh air mata, keadaannya pada
saat ini benar-benar menyedihkan.
Boe Beng Tok su yang mendengar kisahnya itu walaupun di
luarnya masih mendengus dingin tapi rasa gusar yang
berkecamuk di hatinya pun sudah rada tenang beberapa
bagian. Sebaliknya Pouw Siang Ling yang mendengar perkataan ini
jadi amat girang, dengan nada penuh kegembiraan ujarnya
kepada Boe Beng Tok su: "Kauwcu! Coba kau dengar, kiranya dia adalah seorang
perempuan miskin yang patut dikasihani. Marilah kita masuk
ke dalam untuk melihat-lihat sebentar. Ada kemungkinan dia
memang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan kita."
"Pouw siangcu! kalau kau hendak pergi, pergilah sendiri.
Aku tidak punya banyak waktu lagi untuk ikut mengurusi
urusan tetek bengek!" ujar Boe Beng Tok su kheki.
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambil mendengus
dingin sambungnya: "Kalau kau orang memang bermaksud untuk menolong
dirinya, kenapa tidak lemparkan saja sekeping uang perak"
Kita masih ada urusan penting yang harus diselesaikan
secepat mungkin. Jangan dikarenakan dirinya kau sudah
menyia-nyiakan waktu yang berharga."
Pouw Siauw Ling yang melihat Boe Beng Tok su benarbenar
dibuat gusar oleh perbuatannya sendiri tidak berani
banyak tingkah lagi maka dari dalam sakunya segera
mengambil keluar sekeping uang perak dan dilemparkan
kepada gadis berbaju putih itu.
Dengan sebatnya gadis berbaju putih itu menerima uang
perak tersebut, dan mendadak dia tertawa keras dengan suara
seramnya. Suara tertawanya kali ini mirip dengan jeritan setan
yang memekikkan telinga! Baik Pouw Siauw Ling maupun Boe Beng Tok su yang
mendengar suara tertawa ini segera menjerit kaget. Kiranya
bukan saja suara tertawa tersebut tidak enak didengar bahkan
membuat telinga terasa amat sakit sekali.
Begitn merasa keadaan tidak beres, buru-buru mereka
pada mengerahkan tenaga dalamnya untuk menindas suara
tertawa tersebut. Pada saat itulah tangan gadis berbaju putih yang mencekal
uang perak itu dirapatkan sehingga membuat uang tersebut
kontan jadi hancur lebur bagaikan kapur disusul tangannya
diayunkan ke depan. Dengan menimbulkan suara desiran
angin yang amat tajam sekali, hancuran perak itu meluncur ke
depan mengancam seluruh tubuh kedua orang itu.
Bersamaan itu pula tubuh gadis berbaju putih itu bagaikan
kilat cepatnya menerjang ke hadapan mereka berdua; di
antara ayunan sepasang telapak tangannya tahu-tahu dia
sudah mengancam jalan darah "Sian Khie" di depan dada


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka berdua. Boe Beng Tok su segera membentak keras, tubuhnya
memutar dan meluncur ke samping sedang tangan kirinya
dengan cepat balik mencengkeram urat nadi dari gadis
berbaju putih itu. Agaknya si gadis berbaju putih itu sama sekali tidak
menyangka kalau Boe Beng Tok su memiliki kepandaian silat
yang demikian dahsyatnya bahkan kecepatan geraknya tidak
ada taranya. Setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya
dia baru alihkan pandangannya ke arah orang itu.
Dengan mengambil kesempatan itulah Pouw Siauw Ling
sudah mengundurkan diri lima langkah ke belakang. Di antara
berkelebatnya bayangan tangan tahu-tahu dia kini sudah
mencabut keluar cambuk Pek Kut Mo-Piannya kemudian
dengan mengerahkan tenaga murni yang dahsyat dia
menusuk dada gadis berbaju putih itu.
Dengan lincahnya gadis berbaju putih itu menyingkir ke
samping kemudian tertawa keras lagi dengan seramnya.
Kepada Boe Beng Tok su lantas ejeknya:
"Hee . . . heee ... lebih baik kau pun cabut keluar senjata
tajammu." Walau dalam hati Boe Beng Tok su merasa terperanjat
akan kecepatan gerak dari gadis berbaju putih itu dan
kesempurnaan dari tenaga dalamnya, tetapi pandangannya
masih dingin, dengan perlahan dia baru mencabut keluar
pedangnya dan bertanya: "Hmm, lebih baik sebutkan dulu asal-usulmu sebelum
bergebrak!'' "Aee.....hee . . . Lo nio adalah Boen Ing; apakah kau belum
kenal" Bilamana kini sudah tahu diriku, lebih baik dengan baikbaik
menurut saja perintahku untuk masuk ke dalam kuil, aku
tanggung pasti kau bakal merasakan nikmatnya sorga dunia
sehingga hati jadi terasa mau copot.
Boe Beng Tok su sama sekali belum pernah mendengar
nama dari Boen Ing ini, apalagi sebagai seorang kauw cu
suatu perkumpulan besar, sudah tentu dia orang tidak suka
menunjukkan kelemahannya.
Di tengah suara tertawanya yang amat keras tampak sinar
gelap berkelebat, pedang hitamnya sudah dicabut keluar dari
sarungnya sehingga memancarkan hawa yang dingin
menyeramkan. Sekali pandang saja, perempuan berbaju putih
itu lantas tahu kalau pedang itu pasti adalah sebilah pedang
pusaka yang sangat berharga.
Sejak Boen Ing kena dikurung selama seratus tahun
lamanya di dalam gua kemudian untuk pertama kalinya keluar
dari gua kelima jarinya sudah kena ditabas oleh pedang
pusaka Lan Beng Kiam, hal ini boleh dikata membuat hatinya
merasa mendendam terhadap setiap pedang pusaka. Kini
begitu melihat Boe Beng Tok su mencabut keluar pedang meh
Kiamnya, bukan saja membuat hatinya jadi terperanjat bahkan
amat gusar sekali. Ujung bajunya yang berwarna putih itu dengan cepat
diayunkan ke depan melancarkan tiga serangan sekaligus, Boe
Beng Tok su segera merasakan kalau setiap serangan yang
menyambar datang ke arahnya itu dahsyatnya bagaikan
ambruknya gunung dan longsornya tanah.
Dia tidak berani bertindak gegabah, maka pedangnya
dengan cepat diputar sedemikian rupa sehingga membentuk
kabut hitam yang melindungi seluruh tubuhnya.
Boen Ing yang melihat tiga buah serangan dahsyatnya itu
tidak berhasil menguasai diri Boe Beng Tok su maka kini
hatinya semakin gusar, dengan diselingi suara jeritan yang
sangat mengerikan, gerakannya telah berubah. Tubuhnya
dengan cepat berkelebat dan berputar tiada hentinya
disekeliling tubuhnya, dan dengan aneh, ujung bajunya
melancarkan serangan-serangan tiada hentinya.
Di dalam keadaan seperti ini terpaksa Boe Beng Tok su
hanya bisa memutar pedangnya sedemikian rupa sehingga
angin dan hujan tak mungkin bisa tembus, tubuhnya dengan
terpaksa harus mengikuti gerakan Boen Ing untuk berputar.
Ini lama kelamaan membuat hatinya jadi cemas, diam-diam
pikirnya: "Ilmu silatnya ini bagaimana mungkin bisa begitu aneh"
Suhuku pun tempo hari belum pernah membicarakan kalau
ada ilmu silat yang demikian anehnya!"
Sembari memainkan pedang hitamnya, pikirannya terus
berputar, dia merasa gemas juga terhadap Pouw Siauw Ling
yang tidak turun tangan memberi bantuan kepadanya.
Matanya dengan cepat melirik keluar kalangan. Tampaklah
pada waktu itu Pouw Siauw Ling sedang mementangkan
matanya lebar-lebar berdiri melongo-longo di samping
kalangan. Jika ditinjau dari sikapnya jelas kalau ia tidak
bermaksud untuk turut tangan memberi bantuan.
Semakin lama Boe Beng Tok-su semakin gusar, akhirnya
tak kuasa lagi ia membentak keras:
"Pouw Siauw Ling, kau lagi berbuat apa?"
Mendengar suara bentakan tersebut Pouw Siauw Ling jadi
amat kaget dan tersadar kembali dari lamunannya.
"Aneh! sungguh aneh sekali !" teriaknya berulang kali. "Di
kolong langit, mana mungkin ada cara bergebrak semacam
ini" Aku tidak tahu seharusnya ikut melancarkan serangan dari
arah sebelah mana?" Walaupun pada mulutnya berbicara begitu tetapi cambuk
panjangnya tetap digetarkan membentuk tiga kuntum bungabunga
cambuk yang dengan cepat menghajar tubuh Boen Ing.
Siapa sangka kalau gerakan dari Boen Ing jauh lebih cepat
dari dirinya. Belum sampai ujung cambuk tersebut mengenai
tubuhnya, segulung angin pukulan yang amat dahsyat sudah
menyambar keluar dari ujung bajunya yang memaksa Pouw
Siauw Ling untuk meloncat mundur sejauh tujuh, delapan
depa untuk menghindarkan diri.
Waktu itulah Boen Ing kembali sudah berputar satu
lingkaran, menanti Pouw Siauw Ling hendak menubruk ke
depan untuk kedua kalinya, mendadak Boen Ing tertawa
keras. "Haaa . . . haa ... haaa ... kalau kau berani maju lagi, aku
tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu,"
bentaknya keras. Di antara kebutan kebutan ujung bajunya tahu-tahu dia
sudah berada di sudut lain dan melihat akan hal itu Pouw
Siauw Ling mulai berpikir;
"Biarlah aku coba-coba menerima datangnya pukulan
tersebut dengan keras lawan keras, sekalipun kepandaian
silatnya amat lihay rasanya tidak akan bisa mengapa-apakan
diriku!" Berpikir sampai di sini diam-diam dia pun mulai
mengerahkan tenaga sakti 'Kioe Im Tong Ci Lo Han Kang'nya
ke arah telapak tangan, menanti Boen Ing memutar badannya
kembali mendadak dia membentak keras:
"Cambuk di tangannya dibabatkan ke depan laksana
sambaran ular keperak-perakan, sesaat ujung cambuknya itu
mendekati tubuh lawan, telapak kirinya bagaikan kilat
cepatnya sudah melancarkan satu pukulan dahsyat
menyambut datangnya tubuh musuh.
Dengan kepandaian silat yang dimiliki Pouw Siauw Ling
pada saat ini walaupun belum bisa dikatakan telah mencapai
pada taraf kesempurnaan tetapi orang kangouw biasa saja bila
mana terkena pukulannya ini tentu tidak bakal tahan.
Cuma sayang, Boen Ing bukanlah manusia yang mudab
dapat dirubuhkan, kembali terdengar dia tertawa seram lalu
meloncat ke samping laksana meletiknya ikan lele saja, dan
bukannya sedang melancarkan serangan sebaliknya meloncat
ke arah lain, hal ini tanpa terasa sudah memancing pukulan
dari Pouw Siauw Ling ini mengancam tubuh Boe Beng Tok su.
Melihat kejadian tersebut dengan perasaan kaget dan
terperanjat buru-buru ia menarik kembali serangannya itu dan
mundur ke belakang. Waktu itulah Boen Ing tanpa mengeluarkan sedikit suara
pun sudah putar badan dan mendorong telapak tangannya ke
depan. Pouw Siauw Ling sama sekali tidak mengetahui kalau kini
Boen Ing sedang melancarkan serangan dahsyat. Menanti dia
orang siap-siap melancarkan serangan untuk ketiga kalinya,
mendadak segulung angin pukulan yang amat dahsyat sudah
menerjang dari belakang punggung, dengan hati yang amat
terperanjat tubuhnya segera memutar ke belakang.
Apa yang dia lihat" Sesosok bayangan manusia pun tak
kelihatan di belakang tubuhnya. Kiranya dia sama sekali tidak
mengetahui kalau dirinya sudah kena ditipu oleh pukulan
Hwee Sian Ciang yang amat lihay dari aliran Heng san.
Dan karena dia putar tubuhnya inilah sudah membuang
suatu kesempatan yang bagus untuk menghindarkan diri.
Walaupun serangannya itu amat dahsyat dan kelihatannya
sudah hampir mencapai pada tubuhnya, Pouw Siauw Ling
yang sebagai anak murid dari seorang jagoan, sudah pasti
tidak sampai jadi bingung; dengan cepat tubuhnya miring ke
samping, bersama itu pula telapak diayunkan ke samping
memunahkan datangnya terjangan angin pukulan "Hwee Sian
Ciang" dari Boen Ing ini.
Sekali pun begitu, tubuhnya tak kuasa lagi untuk berdiri
tegak maka kakinya bergeser mundur setengah langkah ke
belakang sedang darah di dalam dadanya bergolak amat
keras. Buru-buru dia atur pernapasannya untuk meredakan hawa
murninya yang bergejolak itu.
Semula Boe Beng Tok su bukannya menemui kekalahan di
tangan Boen Ing hanya selama bertempur dia terus bertahan
karena belum mengetahui jalannya ilmu silat dari Boen Ing.
Kini melihat Pouw Siauw Ling dapat dikalahkan hanya dalam
tiga jurus saja, hawa amarahnya lantas memuncak, teriaknya:
"Pouw siaag cu! Malam ini sekalipun harus rugi, aku tetap
akan batalkan rencana semula. Dan sebelum berhasil
mengalahkan dia orang, aku tidak akan berhenti. Aku mau
adu jiwa dengan dirinya."
Pouw Siauw Ling yang melihat kawannya Boe Beng Tok su
sudah nekat, buru-buru memberi peringatan.
"Kauw cu! Lebih baik sedikit berhati-hati, serangannya
amat kukoay dan ganas."
"Hmm!! Bagaimana kalau dibandingkan dengan Liem Tou?"
dengus Boe Beng Tok-su dingin.
"Sama sekali beda!! Sama sekali beda! sahut Pouw Siauw
Ling sesudah berpikir sejenak. "Jika dibandingkan dengan
Liem Tou sama sekali berbeda walaupun kepandaian silat Liem
Tou amat tinggi tapi jalannya jurusnya masih bisa diraba;
sebaliknya serangan yang dilancarkan oleh perempuan ini
sungguh-sungguh sukar diraba. Terang-terangan dia
melancarkan serangan ke depan, bagaimana mungkin angin
pukulannya bisa memutar ke belakang punggung" Sungguh
telah ketemu setan!"
Boe Beng Tok-su yang mendengar perkataan itu seperti
teringat akan sesuatu urusan, mendadak wajahnya berubah
hebat, pedang hitam di tangannya kembali berputar semakin
santar lagi laksana amukan angin taufan serta hujan badai.
Boen Ing pun dengan cepat membentak keras, ujung
bajunya berturut-turut melancarkan kebutan-kebutan berantai
yang membuat angin pukulan menderu-deru dan menggulung
seluruh ruangan seluas tiga kaki dari dirinya.
Melihat datangnya angin pukulan yang amat dahsyat itu,
Boe Beng Tok-su jadi nekad, tanpa menghindarkan diri lagi,
pedang di tangannya digetarkan sehingga beribu-ribu rentetan
cahaya tajam menembusi ujung baju Boen Ing menusuk ke
depan. Dengan amat cepatnya pedang hitam itu sudah berada di
dada dada perempuan tersebut, tiba-tiba ujung pedangnya
berubah jadi berpuluh-puluh bunga pedang bersama-sama
mengurung seluruh tubuh bagian tengah dan atas dari
perempuan tersebut. Boen Ing sama sekali tidak menyangka kalau Boe Beng
Tok-su berani melakukan tindakan nekad, saking terdesaknya
terpaksa dia menarik kembali ujung bajunya ke belakang.
Mengambil kesempatan itulah Boe Beng Tok su segera
meloneat keluar dari kalangan dan membentak keras:
"Tahan! Apakah nona adalah anak murid dari Heng san
Pay?" "Perduli aku adalah murid dari siapa" Buat apa kau ikut
campur?" sahut Boen Ing dengan wajah dingin seram. "Aku
lihat ilmu pedangmu lumayan juga. Mari... mari... mari kita
bergebrak kembali!" Selesai berkata kembali dia merentangkan tangannya siapsiap
melancarkan serangan kembali.
Boe Beng Tok-su mana suka dikurung kembali olehnya"
Maka dengan cepat dia melompat mundur ke belakang dan
berdiri sejajar dengan Pouw Siuw Ling.
"Ilmu pukulan Hwee Sian Ciang dari Heng San pay sudah
lama lenyap hampir mendekati seratus tahun lamanya.
Terang-terangan malam ini nona menggunakan ilmu telapak
tersebut; apakah kau kira masih bisa mengelabuhi juga diri
kami?" bentaknya gusar.
Mendadak Boen Ing tertawa terbahak-bahak dengan amat
kerasnya. Haa... haa... kalau sudah tahu ilmu yang baru saja nona
besarmu gunakan adalah Hwee Sian Ciang dari Heng San Pay
seharusnya kalian pun tahu bilamana nonamu tidak menaruh
belas kasihan terhadap kalian, sejak tadi kamu berdua sudah
tak bernyawa lagi!" Dengan cepat Boe Beng Tok-su mendengus dingin, bahan
pembicaraan pun segera berganti.
"Nona! sebetulnya apa maksudmu" Di antara kita tidak
saling mengikat dendam atau pun permusuhan, kenapa
sikapmu begitu ketus dan bersikeras untuk menahan kami di
sini" Hmm! Kau harus tahu, aku Sin Beng Kauw cu bukanlah
manusia yang takut mati, apalagi menghadapi kau seorang
perempuan yang berada sendirian."
"Sin Beng Kauw" Haaa... haa... selama ini aku Boen Ing
baru mendengarnya..... Kau punya berapa orang sih" Ayoh,
suruh mereka keluar semuanya....."
Berbicara sampai di sini mendadak dari tempat kejauhan
terdengar suara derapan yang semakin lama semakin
mendekat; tak terasa lagi ia mengirim satu kerlingan mata ke
arah Boe Beng Tok su kemudian sambungnya lagi:


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi aku tadi dengar kau menyebutkan nama Liem Tou,
apakah kau kenal dengan dirinya" Dan sekarang dia ada di
mana" Aku pun memang sedang mencari dirinya."
Suara derapan itu pun semakin mendekat lagi bahkan
suaranya semakin jelas... Bagi Boen Ing yang memiliki tenaga
dalam hasil latihan seratus tahun sudah tentu dapat
mendengarnya dengan amat jelasnya.
"Oouw ... ada orang datang lagi, apakah orang orang dari
Sin Beng kauw kalian?" Haa ... haa... Kalau begitu sangat
kebetulan sekali!!" ujarnya lagi.
Waktu itu kentongan ketiga sudah berlalu, bilamana ingin
mempercepat larinya masih ada waktu untuk tiba di atas
gunung Cing Shia, maka dengan cepat Boe Beng Tok-su
memutar pikirannya lalu katanya:
"Kalau nona memang bermaksud akan mencari Liem Tou,
marilah kita berangkat bersama-sama. Dia kini berada di
perkampungan Ie Hee San Cung di bukit Ha Mo San di gunung
Cing Shia, dan nanti pada malam Tiong Chiu ini dia akan
menikah dengan si gadis cantik pengangon kambing, puteri
kesayangan si cangkul pualam serta Lie Siauw Ie, muridnya.
Kau suka pergi atau tidak, itu urusanmu. Sekarang aku tidak
punya waktu lagi untuk menemani dirimu lebih lama lagi."
Sambil berkata sambil menarik tangan Pouw Siauw Ling,
mereka lantas berlalu dengan langkah lebar.
Sungguh aneh sekali, kali ini Boen Ing sama sekali tidak
menghalangi mereka berdua bahkan menyingkir dua langkah
ke samping serta memberi jalan.
"Apakah perkataanmu itu sungguh-sungguh?" tanyanya
kemudian. "Buat apa kauw cu menipu dirimu?" seru Pouw Siauw Ling
dengan cepat. Setelah berhasil melewati diri Boen Ing, mereka pun lantas
dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
meloncat sejauh dua puluh kaki lebih.
"E e e i .... tunggu aku sebentar, aku hendak berangkat
bersama-sama kalian," tiba-tiba Boen Ing si perempuan
berbaju putih itu berteriak.
Baru saja perkataannya selesai diucapkan tubuhnya sudah
meloncat ke samping tubuh mereka berdua.
"Ayo jalan!" ajaknya sambil tertawa.
Boe Beng Tok-su serta Pouw Siauw Ling lantas miringkan
badannya menyingkir ke samping sejauh tiga depa lalu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kembali melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan.
Jika ditinjau dari gerak-geriknya, Boen Ing sama sekali
tidak membuang banyak waktu tetapi selama ini belum pernah
ia ketinggalan dari kedua orang itu bahkan sering kali menoleh
dan mengirim senyuman manis ke arah mereka.
Kurang lebih satu li kemudian jalan yang mengikuti tepi
sungai itu pun sudah berubah jadi tebing gunung dan akhirnya
merupakan sebuah gunung yang tinggi, keadaannya amat
curam dan bahaya sekali. Mendadak Boe Beng Tok-su menghentikan langkahnya.
"Nona, silahkan kau berlalu dulu," serunya.
"Ouuw..... kalian masih takut padaku?" goda Boen Ing
sambil tertawa manis dan menggoyang-goyangkan badannya.
"Terus terang saja aku katakan, setelah mengetahui jejak dari
Liem Tou aku sama sekali tidak tertarik dengan kalian. Ayoh
jalan!" Ternyata gadis itu tak suka banyak omong lagi. Dia pun
berjalan terlebih dulu, tetapi baru saja berjalan beberapa
langkah, mendadak dia membentak keras, ujung bajunya
diayunkan ke atas melancarkan dua pukulan dahsyat sedang
tubuhnya pun dengan cepat melayang mundur sejauh tiga,
empat langkah melalui atas kepala Boe Beng Tok-su serta
Pouw Siauw Ling. Perubahan yang terjadi secara mendadak ini seketika itu
juga membuat Boe Beng Tok-BU maupun Pouw Siauw Ling
jadi melengak karena mereka sama sekali tidak menyangka
kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Boen Ing ternyata
sudah mencapai pada taraf yang demikian sempurnanya.
Pada saat itulah terdengar suara tindakan kaki yang keras
disusul munculnya sesosok bayangan manusia di sana.
Pouw Siauw Ling yang melihat munculnya orang itu seperti
menjerit kaget; "Oei Poh!!" Orang yang baru saja datang memang Oei Poh adanya.
Setelah ia meninggalkan lembah mati hidup di atas gunung
Heng san, dengan cepat menuju ke gunung Cing Shia.
Tetapi waktu itu Liem Tou belum pulang ke gunung
sehingga walaupun sudah mencuri masuk sebanyak dua kali
tidak ditemui juga pemuda musuh besarnya itu.
Kalau begitu di atas perkampungan sudah ada si cangkul
pualam Lie siang serta Cung cu dari perkampungan Ie Hee
Cung si "Hauw Jiauw" Lie Kiam Poo yang sedang repotrepotnya
mendirikan rumah baru dan menghiasi
perkampungan serta mengatur ruangan Cie Ing Tong.
Bukan begitu saja, bahkan seluruh anak murid
perkampungan yang mengerti kepandaian silat sudah dikirim
turun gunung untuk mengirim surat undangan kepada para
ciangbunjien partai-partai besar serta jago-jago kenamaan
untuk ikut menghadiri perkawinan dari Liem Tou ini.
Sebetulnya Oei Poh menaruh rasa dendam yang amat
mendalam dengan diri Liem Tou, tetapi penyelidikannya
selama dua kali naik ke gunung dan baru berhasil
membuktikan kalau Ang In Sin Pian benar-benar sudah
dibunuh mati oleh Liem Tou bahkan saat saat kematiannya
persis seperti yang dikatakan Liem Tou. Tanpa terasa lagi,
dendam di hatinya ikut musnah juga separuh bagian.
Dengan demikian terhadap maksudnya untuk membalas
dendam pun jadi goncang, dia tidak mengerti kini harus
berbuat bagaimana baiknya, sehingga hatinya benar-benar
jadi amat sedih. Karena jaraknya dengan malam Tiong Cbiu masih ada
beberapa hari lagi maka dia pun lantas jalan-jalan menyusuri
tepi sungai, dia tidak ingin menyudahi dengan begitu saja
sakit dirinya, karena dia merasa kakinya yang terputus ini pun
adalah gara-gara Liem Tou.
Tidak disangka, malam ini di tepi surgai dia bertemu
kembali dengan Pouw Siauw Ling serta Boen Ing dan terhadap
kedua orang ini dia memang pernah bertemu tapi terhadap
Boe Beng Tok su sama sekali tidak pernah kenal.
Oei Poh yang begitu melihat Pouw Siauw Ling jadi amat
terkejut, karena teringat dia adalah putra dari pembunuh
ayahnya. Dendam lama pun mulai berkobar di dalam hatinya,
matanya memerah lalu tertawa keras dengan seramnya:
"Pouw Siauw Ling! Kau masih ingat bukan dengan aku Oei
Poh" di manakah kini yayamu?"
Oei Poh adalah orang yang berhasil lolos dari cambuk Pouw
Siauw Ling, apalagi dia tidak tahu kalau pemuda itu kini sudah
belajar ilmu silat di gunung Heng san, sudah tentu terhadap
dirinya dia tidak memandang sebelah mata pun.
"Haaaa . . . haaa . . . Oei Poh! Kalau sudah tahu buat apa
tanya lagi?" serunya sambil tertawa sombong. "Apa
maksudmu menghalangi perjalanan dari kauw cu serta diriku?"
"Heee . . . heee . . . Kauw cu! Siang cu siapa yang jadi
kauw cu" Siapa yang jadi Siang cu?" teriak Oei Poh sambil
tertawa seram. "Yang aku maui cuma Pouw Siauw Ling kau
bangsat terkutuk! Aku tidak perduli kauw cu maupun siang
cu!" Mendadak ujung kakinya yang merupakan kayu itu menutul
permukaan tanah, telapak tangannya dengan menimbulkan
segulung angin pukulan yang dahsyat menghajar tubuh Pouw
Siauw Ling. Melihat datangnya serangan tersebut Pouw Siauw Ling
tertawa dingin. "Oei Poh! Kau adalah manusia yang tidak tahu kekuatan
sendiri, kau sendiri sekarang yang cari mati," bentaknya.
Menanti angin pukulan Oei Poh hampir mendekati
tubuhnya, tanpa menghindar lagi dia memperkuat kuda kuda
kemudian dengan u pukulan gencar ke depan.
"Brakk . . . !" dengan amat dahsyatnya kedua gulung angin
pukulan itu terbentur satu sama lainnya membuat tubub Oei
Poh tidak kuasa untuk bertahan diri dan kena terdesak
mundur satu langkah ke belakang.
Kembali Pouw Siauw Ling tertawa terbahak-bahak dengan
amat kerasnya. "Oei Poh" Haa . . . haa . . . tidak kusangka perpisahan kita
selama setahun ini kau masih tetap goblok seperti gentong
nasi haa . . . haa ... agaknya walaupun sepuluh tahun lagi
tidak bakal kau bisa mengapa-apakan diriku! Sana pergi!
Pergi! Jangan menjual malu di hadapan orang lain!"
Saking gusarnya seluruh tubuh Oei Poh gemetar amat
keras; dia tidak menyangka kalau selama setahun ini Pouw
Siauw Ling pun mendapat kemajuan yang amat pesat
sehingga dia teta p jauh lebih kuat dari dirinya.
Pikirannya dengan cepat berputar mendadak angin pukulan
berubah dengan menggunakan ilmu pukulan "Hwee Sian
Ciang-hoat" dari Heng san pay yang berhasil dipelajari dari
Cing jie. Pouw Siauw Ling yang berlaku gegabah kembali kena
dihantam punggungnya. Walau pukulan ini tidak sampai menimbulkan luka dalam
tetapi cukup membuat pemuda itu jadi gembar-gembor dan
mencak-mencak saking gusarnya.
"Wuah ... waah . . . ketemu setan! Ketemu setan! Cucu
kura-kura, anak sundal! Kentut!" makinya. "Oei Poh! Apakah
ilmu pukulan ini pun berhasil mempelajarinya dari suhumu
yang sudah mati?" Oei Poh tahu kalau Pouw Siauw Ling tidak bakal bisa
menahan pukulan 'Hwee Sian Ciang' yang amat aneh ini tanpa
mengucap kata-kata lagi sepasang telapak tangannya kembali
melancarkan tiga pukulan dahsyat dengan mengambil arah
dari samping badan pemuda tersebut menggencet ke depan.
Agaknya dia punya maksud untuk menghabiskan nyawa
Pouw Siauw Ling, maka serangannya yang ke depan kembali
menjadi jurus; sepasang telapak tangannya merangkap
dengan tubuhnya menekan ke bawah, suatu pukulan yang
menghasilkan tenaga pukulan yang amat dahsyat menekan ke
depan. Sewaktu Oei Poh melancarkan pukulan Hwec Sian Ciang ini
untuk ke tiga kalinya Pouw Siauw Ling, sudah merasa keadaan
tidak beres bahkan gerak-geriknya mulai kacau dan kalang
kabut; sewaktu pukulan yang keempat menerjang datang
itulah dirinya baru merasa kena digencet sehingga tak ada
cara lagi untuk menangkis.
Di dalam keadaan yang amat kritis itulah mendadak tampak
bayangan putih berkelebat, mendadak Oei Poh berteriak keras
dan mundur sejauh tujuh, delapan langkah ke belakang
dengan sempoyongan. Dengan rasa terperanjat dan mangkel Boen Ing munculkan
dirinya di sana, lalu sambil menuding ke arah Oei Poh
makinya: "Kau! Cing moay sudah mengajarkan berapa banyak
kepadamu" Sehingga kau berani mencari gara gara?"
Terhadap Boen Ing si perempuan berbaju putih itu, Oei Poh
memang rada jeri. Begitu mendengar perkataan tersebut
bukannya menjawab sebaliknya malah putar badan dan pergi.
Terdengarlah dia bergumam seorang diri:
"Aku tidak akan bergebrak dengan dirimu! Aku tidak akan
bergebrak dengan dirimu !"
Baru saja berjalan dua langkah ke depan, mendadak dia
putar badan dan membentak lagi:
"Pouw Siauw Ling! Malam ini aku ampuni dulu nyawamu."
Sehabis berkata dia lantas enjotkan badannya dan
melayang setinggi lima kaki.
Tubuhnya yang ada di tengah udara segera berjumpa'itan
beberapa kali dan meluncur ke arah depan.
Melihat kejadian itu, Boen Ing segera enjotkan badannya
pula ke atas sedang ujung bajunya dengan menimbulkan satu
pukulan yang dahsyat menghantam Oei Poh yang masih
berada di tengah udara itu.
Di dalam anpgapannya, Oei Poh tak bakal berhasil
meloloskan diri dari kebutannya itu, siapa tahu tiba-tiba Oei
Poh tekuk badannya sedangkan sepasang telapak tangannya
mengebut pula ke bawah dan meluncur kembali setinggi tiga
kaki dengan amat manisnya dia berhasil menghindarkan diri
dari serangan kebutan tersebut.
"Bangsat cilik, ternyata kau punya simpanan juga!" bentak
Boen Ing sambil tertawa dingin.
Kakinya kembali menjejak tanah membuat tubuhnya
meluncur setinggi dua kaki dari sana dia kembali melancarkan
serangan dengan menggunakan ujung bajunya.
Dengan perbuatan dari Boen Ing ini, pemuda tersebut jadi
kegirangan. Dia memangnya mengharapkan perempuan itu
agar berbuat demikian. Tiga jurus mematikan dari Heng san
pay selama ini belum pernah dipelajari oleh Boeu Ing hingga
sekalipun ilmu meringankan tubuh darinya amat lihai pun tidak
lebih cuma bisa mencelat dua kali saja di tengah udara.
Oei Poh melihat Boen Ing mengejar dirinya diam-diam
lantas tertawa dingin, terlibatlah tubuhnya sedikit menggetar
dengan amat lincahnya sudah memutar ke belakang
punggung Boen Ing lalu bagaikan kilat cepatnya melancarkan
satu serangan menghajar jalan darah Giok Coe Hiat pada
punggung perempuan itu. Boen Ing pun bukan manusia sembarangan, begitu merasa
adanya angin pukulan yang menyambar punggungnya,
dengan cepat dia mengerahkan ilmu bobot seribu kati
meluncur ke bawah. lnilah suatu kesempatan yang tidak mudah didapati selama
ribuan tahun, sudah tentu Oei Poh tidak akan melepaskannya
dengan begitu saja, tubuhnya ikut meluncur ke bawah,
sedang sepasang telapak tangannya melancarkan babatan
berantai. Hanya di dalam sekejap saja Boen Ing segera merasakan
adanya angin pukulan bagaikan air bah hebatnya mengurung
seluruh tubuhnya yang membuat dia tak sempat untuk
menghindar lagi. Dalam hati dia lantas tahu kalau keadaan tak beres maka
itu tubuhnya buru-buru diluncurkan ke bawah, dia bermaksud


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan tenaga jatuhan itu untuk melancarkan satu
serangan balasan ke arah dirinya Oei Poh.
Sekalipun dalam hati tahu kalau tenaga dalamnya tak bisa
menangi perempuan itu tapi Oei Poh mana suka melepaskan
begitu saja" Telapak tangannya dengan amat dahsyat
mengirim satu pukulan menghajar punggung Boen Ing sedang
tangan kanannya menghantam pundaknya.
Boen Ing yang kena dua buah pukulan dahsyat itu mana
kuat bertahan diri" Terdengar dia menjerit ngeri, tubuhnya
sudah terlempar sejauh tiga kaki oleh tenaga pukulan Oei Poh
itu dan jatuh ke atas tanah sehingga untuk beberapa saat
lamanya tak bisa bangun. Dengan meminjam tenaga pantulan dari pukulannya tadi
Oei Poh melayang turun ke atas sebuah batu cadas di
samping kirinya. Begitu mencapai tanah buru-buru dia tarik
napas panjang-panjang lalu enjotkan badannya kembali
meluncur ke bawah gunung dan lenyap di tengah kegelapan.
Penderitaan yang diterima oleh Boen Ing kali ini benarbenar
amat besar sekali, ketiga pukulan tadi membuat darah
di dadanya bergolak keras sedang matanya berkunang-kunang
dan kepalanya jadi pening, cuma untung sekali tenaga dalam
yang dimiliki Oei Poh tak begitu tinggi sehingga tak sampai
membuat dia terluka parah. Bilamana harus berganti dengan
Cing jie mungkin dia bakal mati atau sedikitnya terluka parah.
Lama sekali dia duduk di atas tanah sambil mengatur
pernapasannya, sedang dalam hati merasa gemas karena ini
hari harus jatuh kecundang di tangan seorang pemuda yang
tidak bernama. Boe Beng Tok su serta Pouw Siauw Ling yang melihat dia
berada dalam keadaan bahaya untuk menolong tadi tidak
sempat maka kini buru-buru mereka mendekat dan bertanya:
"Nona bagaimana dengan lukamu" Tak mengapa bukan?"
Boen Ing sama sekali tidak menggubris terhadap omongan
mereka itu, sebaliknya hanya bergumam sendiri.
"Apakah suhu masih ada simpanan yang tidak diturunkan
kepadaku" Tentu dia orang tua sudah tinggalkan sedikit
sekali." Tetapi sebentar kemudian dia sudah gelengkan kepalanya
berulang kali dan berkata kembali;
"Tidak mungkin! Jurus serangan yang demikian
sempurnanya itu belum pernah suhu menggunakannya, kalau
begitu pastilah Liem Tou yang turunkan kepadanya, tetapi dia
tidak akur dengan Liem Tou, bagaimana mungkin Liem Tou
suka memberi pelajaran ilmu silat kepadanya?"
Sewaktu dulu Boen Ing berhasil melarikan diri. dari lembah
mati hidup, dia masih menganggap Liem Tou masih ada di
dalam lembah itu. Oleh karena itu, dia jadi punya pikiran
demikian. Boe Beng Tok su serta Pouw Siauw Ling yang melihat
pertanyaan mereka sama sekali tidak digubris oleh Boen Ing si
perempuan berbaju putih itu jadi melongo lalu saling bertukar
pandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Nona, sebetulnya bagaimanakah lukamu?" tanya Boe Beng
Tok su kemudian dengan sinis. "Bilamana lukamu tidak berat,
baiklah melanjutkan kembali perjalanan, kalau tidak kami akan
berangkat lebih dulu."
Setelah termenung beberapa saat lamanya, dengan
perlahan Boen Ing baru dongakkan kepalanya; tetapi sewaktu
dilihatnya Oei Poh sudah pergi dari situ dengan gemasnya lalu
berseru; "Lain kali bilamana berjumpa kembali dengan diriku, tidak
bakal semudah ini kau orang bisa meloloskan diri."
Sehabis berkata dan melirik sekejap ke arah Boe Beng Tok
su kemudian dengan perlahan baru merangkak bangun.
Waktu itulah dia mulai merasakan seluruh badannya sakit,
sehingga tak terasa lagi sudah kerutkan alisnya rapat-rapat.
Mendadak sinar matanya dialihkan ke atas wajah Boe Beng
Tok-su. Boe Beng Tok su yang melihat sikapnya yang sangat aneh
itu hatinya jadi rada tidak sabaran, bentaknya dengan suara
rendah: "Nona Boen, sebetulnya kau mau pergi tidak" Terus terang
saja aku beritahu kepadamu, aku tidak butuh dengan segala
macam pelukan mesra dari dirimu. Bila kau tidak suka pergi,
biarlah kami segera akan berangkat lebih dulu."
"Kauw cu! Apakah kau adalah seorang lelaki yang masih
jejaka?" tanya Boen Ing secara tiba-tiba dengan nada yang
amat aneh sekali. Han Bu Kong 3 Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Bara Naga 12

Cari Blog Ini