Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
"Patung_dewi_Kwam_Im_-_Kho_Ping_Hoo
1 PATUNG DEWI KWAM IN KHO PING HOO Pegunungan Thang-la mempunyai daerah
yang panjangnya ribuan lie dan lebarnya
ratusan lie, mempunyai puncak-puncak
bukit yang tak terhitung banyaknya.
Daerah Tibet memang terkenal sebagai
daerah yang kaya akan gunung-gunung
tinggi dan yang sudah diakui mempunyai banyak puncak yang
tertinggi di dunia. Selain Pegunungan Thang-la, masih banyak daerah-daerah
pegunungan seperti Kun-lun, Thai-san, dan lain-lain. Tempattempat
yang sangat tinggi dan sukar dicapai oleh manusia ini
dianggap sebagai tempat-tempat keramat kediaman para dewa
dan pertapa suci. Pegunungan Thang-la terletak di sebelah timur Tibet dan di
sebelah selatan Kun-lun-san. Dari pegunungan ini banyak terlahir
mata air sungai-sungai besar seperti Mekong, Sungai Sai-ween
dan lain-lain, juga Sungai Dretsyu yang menjadi permulaan
Sungai Yang-tze yang terkenal di Tiongkok.
Di daerah ini memang terjadi perubahan-perubahan iklim yang
sangat bertentangan dan menyolok perbedaannya. Pada musim
salju maka hawa yang diliputi salju demikian dinginnya hingga air
ludah yang diludahkan dari mulut telah beku sebelum tiba di tanah
dan jatuhnya mengeluarkan suara seperti batu dijatuhkan!
2 Kadang-kadang hawa dingin bahkan sampai menggigit putus
daun telinga orang yang tak terlindung baju tebal. Sebaliknya
pada musim panas tempat-tempat yang agak rendah berubah
menjadi neraka yang panas sekali, kecuali pada puncak-puncak
bukit yang tertinggi, di mana selamanya tertutup salju, baik musim
salju maupun musim panas. Hanya bedanya, pada waktu musim
panas, maka salju tebal yang menutup puncak menipis.
Selain hawa yang sukar ditahan oleh manusia itu, di daerah
Pegunungan Thang-la banyak terdapat binatang-binatang buas.
Hutan-hutan di pegunungan yang belum pernah terinjak kaki
manusia itu penuh dengan binatang-binatang liar, sedangkan di
atas puncak dikabarkan orang banyak terdapat binatang-binatang
aneh. Menurut kata beberapa orang terdapat biruang-biruang salju yang
berbulu abu-abu dan harimau salju yang berbulu putih dan sangat
ganas. Juga dengan takut-takut dan ngeri beberapa orang di
antara mereka tuturkan akan adanya manusia salju, yakni
manusia liar yang merupakan setengah manusia setengah
monyet besar dan yang berbulu putih pula.
Keadaan yang berbahaya inilah yang membuat tempat itu agak
terasing dan orang hanya berani tinggal di kaki-kaki gunung dan
hidup mereka sebagian besar menjadi pemburu.
Di antara sekian banyak puncak, yang tertinggi dan terkenal
paling banyak binatang buasnya ialah Puncak Harimau Salju. Dari
namanya saja orang dapat menduga bahwa di situ banyak
terdapat binatang-binatang buas yang aneh. Maka mendengar
3 namanya saja para pemburu sudah menjadi gentar dan tidak
berani mendekati bukit itu.
<> Pada suatu pagi dari dalam sebuah hutan di kaki Gunung Harimau
Salju terdengar suara nyanyian bersama yang gembira dan
gagah. Nyanyian itu diiringi suara ketukan kayu untuk menjaga
irama lagu. Ternyata mereka adalah serombongan pemburu muda yang
bergembira merayakan hasil buruan yang lumayan juga. Mereka
terdiri dari tujuh orang muda dan pada saat itu mereka duduk
mengelilingi api unggun di atas mana terpanggang daging rusa
muda yang masih utuh. Bau sedap daging panggang itu membuat mereka merasa lapar
sekali dan menambah kegembiraan mereka. Sambil menanti
matangnya daging itu mereka bernyanyi gembira dan dua orang
ketuk-ketuk gagang tombak membuat irama.
"Siauw Ma, hayo nyanyikan sebuah lagu agar daging ini lekas
matang!" "Benar, hayo nyanyi untuk kami, Siauw Ma. Nyanyi Pemburu Di
Bukit Salju." Orang yang dipanggil Siauw Ma atau Kuda Kecil itu adalah
seorang muda yang cakap. Seperti kawan-kawannya, ia memakai
pakaian dari kulit yang menutup seluruh tubuhnya. Biarpun musim
4 salju sudah lewat, namun pada pagi hari di tempat itu masih
sangat dingin. Mendengar desakan kawan-kawannya, Siauw Ma segera berdiri
dan sambil mengangkat dadanya yang tegap dan bidang ia
bernyanyi tunggal. Suaranya nyaring dan jernih, menggema di
dalam hutan, menembus di antara daun-daun pohon yang hijau
mencari jalan lepas ke angkasa.
Berbaju kulit hasil buruan,
Di tangan tombak peminum darah!
Menghitung langkah mengukur jarak
Mengintai, merunduk menyelinap, berlari!
Dada berdebar, tombak menggetar
Mata bersinar mengintai korban.
Biruang diterjang, harimau diterkam!
Takut" Tak kenal! Maju terus, tabah tak gentar,
Pemburu di bukit salju yang gagah berani!
"Bagus, bagus! Ulangi sekali lagi, Siauw Ma!"
"Ya, ulangi?" ulangi?"!"
Maka mengema sekali lagi suara nyanyian yang gagah dan indah
itu, mencerminkan jiwa pemburu yang tak kenal takut. Maka
dagingpun matanglah dan mereka makan dengan lahap dan
nikmatnya. 5 Demikianlah sifat pemburu sejati. Kerja keras, semangat
menyala, tak kenal takut, dan enak makan nyenyak tidur. Tapi
pada waktu berburu dan sedang mengikuti jejak calon kurbannya,
ada kalanya seorang pemburu harus berjalan terus turun naik
jurang dan keluar masuk hutan sampai dua hari!
Setelah daging rusa yang utuh itu habis dan lenyap ke dalam
perut ke tujuh orang itu, mereka melanjutkan percakapan dengan
gembira. Empat orang di antara mereka sudah meringkuk di atas
tanah dan terdengar dengkur mereka yang keras. Tiga orang
termasuk Siauw Ma, masih duduk di dekat api, seorang di
antaranya mengisap pipa tembakau.
"Kalian masih ragu-ragu" Aah, mudah-mudahan saja kalian
jangan bertemu dengan dia itu," terdengar si pengisap pipa
berkata. Ia adalah yang tertua di antara kawan-kawannya, berusia kurang
lebih empatpuluh tahun, tapi tubuhnya masih kokoh kuat dan
sepasang matanya bersinar-sinar. Kumisnya pendek tapi gemuk
dan kaku beracungan ke kanan kiri
"Bagaimana kau dapat berjumpa dengan dia, lopeh?" tanya Siauw
Ma. Yang ditanya mengisap pipanya beberapa sedotan 1alu
keluarkan asap putih bergulung-gulung ke atas dari mulut dan
lubang hidungnya, sambil kedap kedipkan mata dengan nikmat.
Ia telah berpengalaman dan tahu pula menahan cerita karena
dengan demikian akan makin tertariklah pendengarnya.
6 Kemudian setelah menengok ke kanan kiri seakan-akan takut
akan sesuatu, ia bercerita.
"Beberapa tahun yang lalu, kau masih belum diperkenankan ikut
dengan kami, Siauw Ma, aku berburu dengan empat orang
kawan. Karena kawan-kawanku dan aku di masa itu masih muda
dan kuat, juga tak kenal arti takut, tepat seperti yang telah
kaunyanyikan tadi, Siauw Ma, maka kami berlima mengambil
keputusan untuk mendaki Bukit Harimau Salju ini.
"Kami tahu bahwa bukit ini belum pernah dinaiki orang dan bahwa
semua pemburu takut menaikinya, tapi seperti kukatakan tadi,
kami tak kenal arti takut. Demikianlah, kami berlima lalu naik dari
sebelah barat." "Bagaimana jalannya, lopeh" Sukarkah" Apakah kau harus
gunakan tambang atau cukup dengan tongkat dan kaitan saja"
tanya Siauw Ma. "Dengarkan saja, Siauw Ma. Kau selamanya tidak sabar
mendengar cerita orang. Nanti juga kuterangkan tanpa kausela
ceritaku." "Lopeh benar, Siauw Ma. Dia kan pandai bercerita, dengarkan
saja. Teruskanlah, lopeh, dan maafkan Siauw Ma," kata kawan
yang seorang lagi yang memakai topi bulu domba.
Si pengisap pipa melanjutkan ceritanya.
"Memang tidak mudah mendaki Bukit Harimau Salju, terutama
dari sini yaitu dari jurusan selatan, agaknya tak mungkin dilalui
7 jalan ke atas yang terhalang banyak jurang dalam. Jangan tanya
lagi tentang hutan-hutan yang penuh binatang berbahaya.
"Kudengar di hutan yang tampak kehitam-hitaman dari sini itu
penuh dengan ular berbisa. Jangankan kita, sedangkan
harimaupun tak berani masuk ke sana. Tapi di antara ke empat
jurusan, dari baratlah yang agak mudah.
"Aku katakan mudah sebagai perbandingan dengan jurusan timur,
utara, atau selatan yang tak mungkin dilalui itu. Tapi kalau
dibandingkan dengan semua jalan pendakian di gunung lain, ah
jalan dari barat itu jauh lebih berbahaya dan sukar! Mula-mula
kami memasuki hutan di mana terdapat banyak binatang buas.
"Tapi itu masih belum hebat, yang berbahaya sekali ialah rawarawa
yang atasnya ditumbuhi rumput sehingga tampaknya seperti
tanah biasa. Tapi kalau kau salah injak, di bawah rumput itu
adalah air campur tanah endut yang dalam sekali!
"Seorang kawan kami yang jalan di depan tiba-tiba saja lenyap
dan amblas ke bawah sampai ke leher sebelum ia tahu apa yang
terjadi! Untung aku segera melempar tambang kepadanya dan
kami berempat berhasil membetotnya keluar dari tanah lumpur
yang tak terkira dalamnya itu.
"Sekali kaki masuk ke dalam lumpur itu, jangan kaukira mudah
untuk menariknya kembali. Makin keras kau berusaha
menariknya, akan makin dalamlah kau tenggelam."
8 Siauw Ma dan kawannya si topi bulu mendengarkan dengan
penuh perhatian. Mendengar keadaan-keadaan yang mengerikan
dan berbahaya itu mereka tak merasa gentar, bahkan agaknya
tertarik sekali! "Akhirnya setelah dapat loloskan diri dari berbagai bahaya, kami
keluar juga dari hutan itu. Di depan kami terbentang bukit-bukit
karang yang tajam dan keras hingga habislah sepatu dan kaos
kaki kami! "Setelah dapat melalui barisan batu karang itu, maka kaki kami
sampai luka-luka dan berdarah. Terpaksa kami berhenti untuk
merawat luka-luka itu dan makan bekal kami. Kemudian barulah
kami melanjutkan perjalanan. Tapi ternyata makin tinggi kami
mendaki, makin sukarlah perjalanan.
"Ada jalanan yang terputus oleh sebuah jurang yang tak terkira
dalamnya dan mulut jurang itu kurang lebih sepuluh tombak
hingga tak mungkin diloncati begitu saja. Kami hampir putus asa,
tapi tiba-tiba seorang kawan kami mendapat akal.
"Dengan bergantian kami lempar batu yang diikat dengan ujung
tambang ke seberang, dengan harapan mudah-mudahan
tambang itu akan menjangkau sesuatu yang kuat untuk menahan
tubuh kami. Berpuluh kali kami mencoba, tapi sia-sia, batu itu
membawa tambang ke seberang tapi tidak menyangkut apa-apa
hingga terpaksa kami tarik kembali. Akhirnya berhasil juga usaha
kami. 9 "Batu yang kami lempar dapat melampaui segundukan batu
karang dan batu itu menggelinding sedemikian rupa hingga
tambang dapat membelit karang. Kami berlima menarik tambang
itu sekuatnya untuk mencoba kekuatannya.
"Setelah yakin bahwa tambang itu membelit kuat pada karang di
seberang, kami ikatkan ujung yang tertinggal pada sebuah batu
karang besar. Maka jadilah sebuah jembatan istimewa yang
menghubungkan ke dua seberang.
Kalau orang tidak berhati tabah dan bersemangat besar, tak
mungkin berani menyeberang dengan jalan bergantungan pada
jembatan tambang itu. Tapi seperti kukatakan tadi, kami berlima
masih muda-muda, kuat lagi tabah hingga selamatlah kami
sampai di seberang. Kami tinggalkan tambang itu untuk
perjalanan pulang nanti."
Siauw Ma mendengarkan dengan muka berseri. "Aduh
senangnya kalau aku dapat ikut mengalaminya."
Si pengisap pipa memandangnya dengan senang. "Kau seperti
aku ketika muda dulu, Siauw Ma."
"Teruskan, lopeh," mendesak si topi bulu.
"Kemudian perjalanan harus dilakukan sambil merangkak."
"Sambil merangkak?" kedua anak muda itu bertanya heran.
Si pengisap pipa mengangguk-angguk.
10 "Ya, harus merangkak karena untuk jalan kaki sangat berbahaya.
Jalan merupakan permukaan batu karang yang tertutup salju
hingga menjadi licin sekali, sedangkan mulut jurang ternganga di
kanan kiri. Kurang lebih tiga lie kami harus merangkak seperti itu,
tapi akhirnya kami tiba di sebuah tempat yang membuat kami
berdiri diam terbelalak memandang ke depan tanpa dapat
mengeluarkan suara."
"Apa yang kaulihat, lopeh?" tanya Siauw Ma tertarik sekali.
"Ajaib! Betul-betul satu keajaiban yang sukar dipercaya. Ketika
kami berdiri di sana, di depan kami tampak lereng bukit yang hijau
dan di sana-sini terbentang luas lembah yang penuh dengan
pohon-pohon hijau. "Beberapa lapangan yang merupakan taman penuh bunga
beraneka warna membuat pemandangan yang indah sekali. Tapi
biarpun keindahan di situ menyaingi surga, agaknya kami takkan
demikian tercengang heran kalau kami tidak melihat peristiwa
yang mentakjubkan." "Kau melihat apa, lopeh?"
"Di dalam taman bunga terdekat, kami melihat dua makhluk aneh
sedang berdiri dengan menggerak-gerakkan tangan. Makhluk itu
bentuknya menyerupai manusia, tapi seluruh tubuhnya berbulu
putih dan tidak berpakaian sama sekali!"
"Manusia salju?" tanya Siauw Ma.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
11 "Mungkin, karena sampai sekarangpun kami tak dapat
menetapkan dengan pasti. Ketika kami masih berdiri terheran,
kedua makhluk itu lalu bergerak cepat dan ternyata mereka saling
serang dengan gerak kaki dan tangan seperti orang bermain silat!
Kami tertarik sekali dan maju mendekat.
"Tapi setelah kami berada dekat mereka, tiba-tiba saja mereka
berhenti bersilat dan menerjang kami! Kami tidak takut karena
kami berlima bukanlah orang-orang lemah yang tidak mengerti
silat. "Kami layani mereka dengan kepalan dan tombak. Tapi mereka
itu hebat sekali. Dengan sekali gebrakan saja senjata kami dapat
terampas semua dan kedua makhluk itu menuding-nuding ke arah
bawah gunung dengan, bersuara cecowetan seperti monyet.
"Kami mengerti bahwa mereka mengusir kami. Ternyata mereka
itu tidak jahat karena buktinya tidak membunuh sedangkan kalau
mereka mau, mudah saja mereka dapat membunuh kami
mengingat akan kepandaian mereka yang luar biasa itu.
"Kami lalu cepat-cepat kembali. Tapi tanpa senjata di tangan kami
tak berdaya dan perjalanan dilakukan dengah lebih sengsara.
Bahaya yang mengancam lebih besar dari pada di waktu
berangkat, terutama karena kami telah lelah sekali. Dan di dalam
perjalanan pulang ini tiga orang kawan kami tewas ketika kami
diserang segerombolan anjing liar. Hanya aku dan seorang
kawanku dapat mencapai kaki gunung dengan selamat.
12 Setelah si pengisap pipa berhenti bercerita, keadaan menjadi
sunyi karena kedua pendengarnya pun berdiam diri, tak kuasa
berkata-kata setelah mendengar pangalaman hebat dan aneh itu.
Tiba-tiba Siauw Ma bangkit berdiri dan berkata tegas, "Lopeh, aku
akan ulangi pendakianmu itu!"
"Kau" Seorang diri?"
"Kalau ada yang berani ikut, aku akan merasa lebih senang. Tapi
kalau tidak ada yang berani, biarlah aku sendiri pergi."
Si pengisap pipa memandangnya kagum tapi ia berkata dengan
khawatir, "Siauw Ma, perjalanan itu betul-betul berbahaya dan aku tidak
tahu apakah ada perubahan yang terjadi pada jalan-jalan itu
selama bertahun-tahun ini. Pula, manusia salju itu betul-betul
lihai. Tenaga mereka besar sekali dan kepandaian silat mereka
tinggi luar biasa!" Siauw Ma menghampiri sebatang pohon yang besarnya
sepelukan tangan kanan. Tiba-tiba ia gerakkan tangan meninju
pohon itu. Tinjunya tiba di batang pohon dengan keras sekali
hingga tergetar seakan-akan tertumbuk oleh dorongan seekor
kerbau mengamuk. "Sekeras itukah tinju mereka, lopeh?" kata Siauw Ma, kemudian
pemuda itu memeluk batang pohon dan gunakan tenaganya
menjebol. 13 Dengan keluarkan suara keras akar-akar pohon itu terlepas dari
tanah dan terangkat naik! Siauw Ma lemparkan batang pohon itu
sampai tiga tombak jauhnya dan ketika jatuh mengeluarkan suara
keras hingga empat kawannya yang sedang tidur mendengkur
menjadi terkejut dan bangun semua!
"Sekuat itukah mereka, lopeh?" kata Siauw Ma lagi.
Si pengisap pipa mengangguk-angguk dengan kagum. "Kau kuat
sekali, Siauw Ma." "Dapatkah kiranya aku melawan manusia salju, lopeh?" pemuda
itu bertanya gembira dan bangga.
Yang ditanya menyedot pipanya dan memandangnya dengan
ragu dan sangsi. "Mungkin dapat, tapi coba perlihatkan kemajuan
ilmu silatmu. Ketahuilah, ilmu silat mereka itu lihai sekali, Siauw
Ma." Siauw Ma segera buka baju kulitnya hingga ia hanya mengenakan
baju dalam yang pendek dan ringkas. Tampak jelas tubuhnya
yang padat berisi dan bagus bentuknya itu.
Kini semua kawannya telah duduk memandangnya dengan
senang. Memang Siauw Ma adalah seorang pemuda yang
terkenal pandai bernyanyi dan pandai bersilat pula, biarpun
usianya baru enambelas tahun.
Ia adalah anak yatim yang telah di tinggal mati ayahnya ketika
masih kecil. Tapi ibunya adalah seorang wanita yang bijaksana
dan pandai mendidik putera tunggalnya itu. Juga karena ayah
14 Siauw Ma dulu adalah ketua rombongan pemburu yang
terkenal.gagah dan disegani, maka ,jandanya juga mendapat
penghormatan dari para pemburu.
Demikianpun Siauw Ma, karena kedudukan ibunya dan karena
kemungilannya, menjadi kesayangan para pemburu yang
mendidiknya dalam keolaragaan dan cara-cara menjadi pemburu
yang gagah. Pernah seorang guru silat yang merantau bertemu dengan
rombongan pemburu itu dan guru silat itu tertarik dan suka sekali
kepada rombongan pemburu yang gagah berani itu. Ia bermalam
di situ dan dapat melihat Siauw Ma yang masih kecil.
Melihat keadaan anak itu, ia sangat kagum dan ia tahu bahwa
anak itu mempunyai bakat yang baik sekali untuk menjadi
seorang gagah. Maka dengan suka rela ia tinggal setahun dalam
kampung pemburu itu dan mendidik Siauw Ma dalam ilmu silat.
Ternyata guru silat itu adalah seorang ahli silat cabang Siauw-lim,
maka tentu saja ilmu silat yang diajarkan juga hebat. Demikianlah,
maka setelah menjadi dewasa, selain memiliki tenaga yang besar,
juga dalam hal ilmu silat, boleh dibilang Siauw Ma lebih lihai dari
pada semua kawannya. Setelah membuka baju luarnya, Siauw Ma lalu bersilat. Tubuhnya
bergerak cepat. Gerak dan langkah kakinya tetap dan kuat serta
pukulan-pukulan tangannya mendatangkan angin karena
kerasnya. Betul-betul ia gagah dan ke enam kawannya bertepuk
tangan memuji. 15 Tapi pada saat Siauw Ma tengah bersilat dan mengirim
tendangan berantai yang hebat, tiba-tiba terdengar suara memuji
tapi berbareng mencela. "Bagus ilmu silatmu, sayang sekali kurang matang dan tendangan
itu dilakukan salah!"
Siauw Ma masih muda dan darahnya masih panas. Mendengar
celaan ini, ia hentikan gerakannya dan cepat menengok ke arah
suara. Ternyata di bawah sebatang pohon berdiri seorang tua yang
bertubuh kekar dan berjenggot panjang. Kakek itu berpakaian
sebagai petani, tapi di punggungnya tampak gagang pedang.
Di sebelah kirinya berdiri seorang anak perempuan yang berusia
paling banyak duabelas tahun. Anak itu kurus dan pucat, jelas
tampak tanda-tanda kelelahan dan kesengsaraan, tapi bibirnya
tertutup rapat dan sepasang matanya mengeluarkan sinar hingga
di wajahnya yang cantik itu terbayang si?kap keras dan ketetapan
hati yang luar biasa. Siauw Ma adalah scorang pemburu yang belum pernah
menjelajah dunia dan pengalamannya masih dangkal sekali.
Melihat bahwa orang yang berani mencela permainan silatnya
hanya seorang petani tua, biarpun membawa-bawa pedang, ia
merasa penasaran dan mendongkol sekali!
16 "Eh, pencangkul tanah kering! Kenapa kau berani katakan ilmu
silatku kurang matang, dan apa yang salah dengan tendanganku
tadi?" tegurnya dengan mata melotot.
Kakek itu memandangnya dengan mata berseri dan mulut
tersenyum. "Kau baru belajar paling banyak setahun, mana ilmu
silatmu bisa matang" Dan tendanganmu tadi, mungkin untuk
menendang biruang atau harimau dapat berhasil baik, tapi kalau
untuk menendang orang yang mengerti sedikit saja ilmu silat,
tentu takkan berhasil!"
"Begitukah" Dan dapatkah kaubuktikan omonganmu ini, orang
tua?" "Kau mau bukti?" Kemudian kakek itu memandang anak
perempuan di sebelahnya dan berkata. "Eh, Lian Eng, kau sudah
lihat tendangan tadi?"
Gadis kecil itu mengangguk.
"Orang mau minta bukti bahwa tendangan itu tak berguna, kau
bisa buktikan, bukan?"
Gadis itu sekali lagi mengangguk.
Siauw Ma merasa gemas sekali, nyata orang telah memandang
rendah. Masa ia akan diadu dengan gadis cilik kurus lemah itu!
Sementara itu, kawan-kawannya yang tadinya hendak mencegah
Siauw Ma berlaku kasar, segera menunda maksudnya melihat
betapa kakek itu menghina Siauw Ma. Juga si pengisap pipa yang
17 telah berdiri dan hendak menyambut kakek itu secara ramah dan
baik-baik, tunda maksud baiknya karena ia juga merasa
penasaran. Siauw Ma, kebanggaan pemburu, anak muda yang gagah
perkasa itu hendak diadu dengan gadis cilik ini"
Ah, ia harus mencegahnya! Mungkin dalam kemarahannya,
Siauw Ma sampai salah tangan membunuhnya dan ia harus
cegah hal ini. Seorang pemuda gagah tidak seharusnya
membunuh seorang gadis kecil yang lemah tak berdaya, biar
dalam pertempuran adil sekalipun!
"Siauw Ma, jangan layani hinaan orang," tegurnya kepada
pemuda itu, lalu si pengisap pipa menghadapi kakek itu.
"Orang tua gagah, kalau benar kepandaian Siauw Ma ada
salahnya, harap kau orang tua suka memberi petunjuk padanya,
janganlah menghina dia dengan menyuruh ia memukul gadis kecil
ini, Siauw Ma bukanlah seorang pengecut."
Petani tua itu usap-usap jenggotnya dan mukanya berseri melihat
sikap dan mendengar ucapan si pengisap pipa yang menunjukkan
sifat laki-laki dan kejujuran itu.
"Siapa bilang dia pengecut" Anak muda ini minta bukti bahwa
tendangannya itu tiada guna, dan aku menyuruh cucuku ini
memberi bukti padanya. Apa salahnya?"
"Kau gegabah sekali, orang tua. Tendangan Siauw Ma sangat
kuat dan cukup keras untuk merobohkan seekor kerbau dengan
18 dua tiga kali tendang saja. Masa kau hendak suruh cucu
perempuanmu yang kecil dan lemah ini untuk mengujinya"
Apakah itu tidak berbahaya?" Si pengisap pipa membantah lagi.
"Sobat baik, kalau berbahaya masa aku menjerumuskan cucuku
sendiri" Kami tidak hendak menghina pemuda ini, karena kalau ia
satu kali saja dapat berhasil menendang cucu perempuanku,
barulah ia boleh membanggakan ilmu tendangnya dan barulah ia
terhitung seorang muda berkepandaian tinggi!"
"Apa susahnya menendang dia?" Siauw Ma berteriak marah.
"Mari, mari, kau yang kurus dan pucat ini, ke sinilah. Hati-hatilah
kau menghindari tendanganku dan jangan menangis kalau kena
tendang!" Gadis kecil itu tersenyum dan loncat ke tengah lapang lalu
gunakan jari telunjuknya untuk menuding-nuding hidung sendiri
sambil leletkan lidah kepada Siauw Ma dengan sikap yang sangat
mengejek dan mempermainkan. Melihat kelucuan gadis kecil itu,
semua orang tertawa hingga Siauw Ma menjadi makin marah.
Ia pasang kuda-kuda lalu berseru keras. "Awas tendangan!" kaki
kirinya diayun ke arah lutut gadis itu.
Biarpun hatinya panas dan marah, namun jiwa jantannya masih
tidak mengizinkannya untuk mencelakakan gadis itu maka ia
menendang dengan tenaga dua bagian saja, tapi cukup cepat
hingga ia merasa pasti bahwa tendangan perlahan ini akan cukup
membuktikan kelihaiannya.
19 Siapa kira dengan hanya kisarkan sedikit kaki kanannya, Lian Eng
telah dapat kelit tendangannya dengan mudah sekali. Kembali
gadis itu leletkan lidah padanya.
"Anak muda, jangan sungkan-sungkan. Tendanglah sekuatmu,
kutanggung bukan dia yang akan kena tendang, tapi kau
sendirilah yang akan terjungkal!" kakek petani itu berkata.
Siauw Ma makin marah, tapi ia masih tekan perasaannya dan
mengirim tendangan beruntun tiga kali dengan tenaga setengah
karena ia yakin kali ini pasti berhasil. Tapi kembali ia kecele
karena gadis kecil itu dapat loncat ke sana-sini dan hindarkan
tendangan berantai itu dengan mudah saja dan sedikitpun tidak
kelihatan gugup. Setelah berhasil meluputkan diri dari tendangan, Lian Eng
gunakan telunjuknya untuk tekan-tekan hidungnya yang mancung
hingga hidung itu melesek dan pesek dan lidahnya dileletkan lagi!
Tentu saja Siauw Ma menjadi marah sekali. Muka menjadi merah
karena malu dan marah sedangkan dadanya serasa hendak
meledak. Ia maju dan kini kerahkan semua tenaga di kaki kiri dan
kirim tendangan geledek sambil berseru.
"Awas tendangan maut!"
Lian Eng dengan senyum masih di bibir berkelit ke samping dan
pada saat kaki Siauw Ma menyambar di sampingnya, ia ulur
tangannya yang kecil dan putih lalu dorong kaki itu ke atas terus
didorong lagi ke belakang hingga tidak ampun lagi tubuh Siauw
20 Ma melayang ke belakang beberapa kaki dan jatuh terjungkal dan
bergulingan! Lian Eng berdiri sambil tepuk-tepuk tangannya. Para pemburu
berdiri tercengang dan kagum. Tak disangka sadikit juga bahwa
Siauw Ma yang mereka banggakan itu dipermainkan demikian
rupa oleh seorang gadis kecil lemah dan pucat.
Sebagai orang-orang jujur para pemburu itu bertepuk tangan
memuji kepandaian gadis cilik itu. Hal ini membuat hati Siauw Ma
makin gemas dan mendongkol, apa lagi ketika dilihatnya gadis
kecil itu tersenyum dengan manisnya dan mulutnya cengar-cengir
sambil telunjuknya menuding-nuding ke arah Siauw Ma seakan
sedang mentertawakan sesuatu yang lucu!
Dengan marah yang meluap-luap Siauw Ma meloncat maju dan
angkat tangan hendak menyerang, tapi entah mengapa, tiba-tiba
ia berhenti dan tidak lanjutkan serangannya. Ia lihat anak itu
demikian mungil dan manis, juga tubuhnya demikian lemah
tampaknya, maka hatinya tidak tega untuk menyerang. Ia lalu
menghadapi empek tua itu sambil berkata marah.
"Hei, pencangkul tanah tua! Kalau kau benar-benar seorang lakilaki,
janganlah kau bersembunyi di balik cucumu! Kau majulah
sendiri untuk buktikan bahwa ilmu kepandaianku rendah dan
salah. Majulah dan mari kita coba-coba sebagai laki-laki sejati."
Siauw Ma marah sekali dan tubuhnya sampai menggigil karena
menahan nafsu marahnya. 21 Kakek itu tertawa bergelak-gelak, mukanya berseri gembira dan
ia memandang kepada Siauw Ma dengan kagum. Ia suka sekali
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sikap jantan dari pemuda itu biarpun pemuda itu ia anggap
sombong dan sembrono. "Aku Souw Cin Ok selama menjadi orang belum pernah
membohong!" katanya dengan suara keras, tetapi senyumnya
masih belum meninggalkan wajahnya. "Memang betul seperti
yang kukatakan tadi ilmu silatmu masih mentah dan jauh dari
pada sempurna. Kalau kau mau bukti, sekarang begini saja.
"Coba kau dan kawan-kawanmu maju mengeroyokku. Kalau aku
sampai kena terpukul atau tertendang satu kali saja, aku
menyerah kalah dan kata-kataku tadi akan kutarik kembali
dengan pernyataan maaf. Nah, mulailah kalian bertujuh
menyerangku!" Para pemburu itu adalah orang-orang gagah yang setiap hari
menghadapi bahaya di dalam hutan dan yang sering bertempur
dengan binatang buas hingga hati mereka menjadi tabah dan
berwatak keras tidak mau kalah.
Kini mendengar tantangan seorang kakek, mereka merasa heran
sekali. Akan tetapi, si pengisap pipa yang sudah banyak
pengalaman dan dari gerak-gerik anak perempuan itu telah
maklum bahwa kakek ini tentu memiliki kepandaian tinggi, tidak
ragu-ragu lagi dan berkata kepada kawan-kawannya.
22 "Ada orang gagah hendak memberi petunjuk, mengapa sangsi
dan ragu-ragu" Hayo, majulah dan mari kita lihat sampai di mana
kelihaiannya!" Lalu dengan pipanya yang panjang ia menyerang. Ternyata pipa
itu dapat digunakan sebagai senjata yang ampuh karena dipakai
menotok jalan darah. Siauw Ma dan kawan-kawannya lalu maju berbareng
mengeroyok. Biarpun mereka itu bergerak dengan kasar dan
sungguh-sungguh, namun sedikitpun tiada terkandung dalam hati
mereka untuk mencelakakan orang tua itu, maksud mereka hanya
ingin merobohkannya untuk mendapat kemenangan.
Dengan demikian sikap mereka itu tiada ubahnya seperti anakanak
yang sedang bermain-main dan haus akan kemenangan.
Demikianpun Siauw Ma. Karena ia tadi dicela ilmu tendangannya,
kini ia khusus gunakan ilmu tendangan untuk mencoba
merobohkan orang tua itu.
Terhadap orang tua itu yang juga seorang laki-laki, Siauw Ma
tidak bersikap ragu-ragu lagi dan ia kerahkan semua tenaga serta
keluarkan seluruh kepandaiannya.
Sebetulnya tendangan berantai yang dilakukannya adalah
pecahan dari ilmu tendangan Soan-hong-twi atau Tendangan
Kitiran Angin, hanya yang belum diyakinkan sempurna jadi hilang
daya kekuatan dan kelihatannya. Para pemburu lain
menggunakan kepalan tangan untuk menyerang, jadi di antara ke
tujuh pengeroyok itu, hanya si pengisap saja yang menggunakan
23 senjata pipa, tapi itupun hanya untuk memperlihatkan
kemahirannya menotok belaka, sedangkan semua
serangannyapun bukan dilakukan untuk mematikan lawan.
Tapi pada saat mereka maju berbareng, mereka terkejut dan
pandangan mata mereka menjadi kabur karena tiba-tiba tubuh
kakek petani tua itu berkelebat dan lenyap. Ketika mereka sedang
bingung, terdengar suara tertawa kakek itu yang ternyata telah
berdiri sambil tolak pinggang di tempat kira-kira tiga tombak
jauhnya! Ketujuh orang pemburu itu lari mengejar dan beramai-ramai
menyerang lagi, tapi kini kakek tua yang mengaku bernama Souw
Cin Ok itu memperlihatkan ketangkasannya. Ternyata ilmu ginkangnya
sangat tinggi karena di antara sambaran tangan ke tujuh
orang lawannya, ia dapat berkelit ke sana ke mari dengan lincah
bagaikan burung terbang dengan enaknya menghindari semua
pukulan, dorongan, dan tendangan.
Gerakannya demikian cepat hingga kedua tangannya di mata ke
tujuh lawannya seolah-olah menjadi berpuluh yang dapat
bergerak dan menangkis semua pukulan! Lama-kelamaan ke
tujuh orang pemburu itu, terutama Siauw Ma yang menyerang
paling hebat, merasa pusing dan pandangan mata mereka
berkunang-kunang. Pada saat itu tiba-tiba terdengar jeritan Lian Eng. Jerit ini demikian
ganjil karena suaranya seakan-akan tertahan dan beda dengan
suara atau jerit lain anak perempuan.
24 Semua orang berhenti bergerak dan cepat menengok ke arah di
mana Lian Eng tadi berdiri. Juga Souw Cin Ok cepat membalik
dan memandang. Alangkah terkejut mereka ketika melihat seekor makhluk berbulu
putih yang aneh sekali. Makhluk itu tubuhnya seperti manusia,
tapi bulunya putih dan lebih tinggi sedikit setengah kaki dari pada
manusia biasa. Sepasang matanya mengeluarkan cahaya kilat dan hidung serta
mulutnya tertutup bulunya yang panjang. Kedua lengan
tangannya yang panjang memeluk Lian Eng dan memanggul
gadis kecil itu di pundaknya.
Lian Eng mengeluarkan suara ha-ha-hu-hu dan jari-jari tangannya
bergerak-gerak ke arah Souw Cin Ok.
Pada saat itu barulah semua pemburu dapat menduga bahwa
gadis itu sebenarnya adalah seorang gagu! Ketika si pengisap
pipa melihat makhluk yang aneh itu, tubuhnya menggigil dan
wajahnya berubah pucat. Tak terasa pipa yang terpegang di
tangannya terlepas dan jatuh ke atas tanah.
"Dia".. dia?". manusia salju".." bisiknya gagap. Kawankawannya
terkejut dan memandang ketakutan.
Souw Cin Ok melihat cucunya dipanggul oleh makhluk itu dan
agaknya hendak dibawa lari, segera berseru panjang dan keras
dan tahu-tahu tubuhnya telah meloncat melayang ke arah
makhluk itu. 25 "Lepaskan cucuku!" bentaknya lalu menyerang dengan kepalan
keras ke arah kepala makhluk itu dengan tangan kanan
sedangkan tangan kirinya bergerak hendak merampas cucunya.
Tapi alangkah heran dan terkejutnya ketika makhluk itu ternyata
gesit sekali, karena dengan loncat ke samping ia hindarkan
pukulan Cin Ok, sedangkan tangan kanannya bergerak
menangkis cengkeraman tangan kiri kakek itu! Ketika lengan
tangan mereka beradu, Souw Cin Ok merasa betapa tenaga
makhluk itu tidak di sebelah bawah tenaganya sendiri.
Souw Cin Ok bersilat dengan hati-hati karena ia tahu bahwa yang
berada di depannya dan hendak menculik cucunya bukanlah
sembarang binatang. makhluk itu ternyata bergerak menurut
gerakan ilmu silat yang sempurna sekali! Baik lwee-kang maupun
gin-kangnya, makhluk itu sungguh-sungguh luar biasa hingga
diam-diam Souw Cin Ok keluarkan keringat dingin.
Ia perhebat serangannya dan dengan jurus-jurus dari ilmu silat
Tat-mo-kun-hwat yang lihai dengan dibarengi dengan tiam-hwat
ia mencoba serang jalan darah di tubuh makhluk itu tapi lagi-lagi
ia tercengang karena makhluk itu agaknya paham juga akan ilmu
silat Tat-mo-kun-hwat dan dapat menangkis atau berkelit dengan
menggunakan tipu-tipu dan gerakan ilmu silat itu juga!
Souw Cin Ok makin bingung, karena selain harus kerahkan
tenaga dan kepandaian, ia juga harus berhati-hati jangan sampai
kena pukul cucunya sendiri yang masih digendong oleh makhluk
itu. 26 Tiba-tiba makhluk itu mengeluarkan suara nyaring dan keras, lalu
tubuhnya melesat ke depan. Gerakan ini luar biasa cepatnya, tapi
Souw Cin Ok cepat loncat mengejar.
Makhluk itu terus lari sambil berloncatan cepat sekali menuju ke
atas bukit! Souw Cin Ok terus mengejar tapi ketinggalan.
"Mereka menuju ke Bukit Harimau Salju!'' si pengisap pipa
berseru keras. Tiba-tiba Siauw Ma loncat maju, "Aku akan susul mereka!"
"Jangan, Siauw Ma! Kembalilah kau, berbahaya di sana, Siauw
Ma?".! Kembalilah!"
Tapi pemuda itu sudah lari jauh dan tak perdulikan teriakan si
pengisap pipa. Kini semua pemburu berteriak-teriak memanggil nama Siauw Ma
dan mereka ikut lari mengejar. Tapi sebentar saja Siauw Ma telah
lenyap di antara gerombolan pohon yang lebat hingga kawankawannya
yang tadinya mengejar menjadi ragu-ragu dan kembali
karena memang hutan di atas bukit itu merupakan hutan
berbahaya dan belum pernah mereka memasukinya.
"Ah, anak itu memang terlalu keras hatinya! Ia bisa berbuat apa
terhadap manusia salju yang hebat itu" Sedangkan Souw Cin Ok
lo-enghiong yang sedemikian lihainyapun tidak berdaya terhadap
manusia salju itu. Apa pula Siauw Ma yang terhadap gadis cilik itu
saja sudah kalah!" 27 Demikianlah, dengan bingung dan cemas ke enam pemburu itu
kembali ke kampung mereka dan menceritakan halnya Siauw Ma
kepada ibu anak muda itu. Ibunya menangis keras dan bingung
juga karena ia tidak tahu bagaimana nasib putera tunggalnya itu.
Tapi para pemburu menghiburnya dengan memastikan bahwa
Siauw Ma yang cerdik dan berhati baik itu tentu takkan mengalami
bencana. Sampai berhari-hari para pemburu itu tiada hentinya
mempercakapkan hal Souw Cin Ok yang lihai, gadis kecil yang
luar biasa dan gagu itu, lalu membicarakan Siauw Ma dengan hati
makin khawatir. <> Souw Cin Ok yang mengejar makhluk aneh yang menculik
cucunya itu gunakan ilmu lari Hui-hen-sui yang telah dipelajari
berpuluh tahun dan sudah hampir sampai di puncak
kesempurnaan, namun ia masih tak mampu mengejar makhluk
itu. Setelah sampai dalam sebuah hutan yang gelap, makhluk itu
telah lenyap dari pandangan mata hingga hatinya menjadi
bingung sekali. Namun ia tidak putus asa dan terus saja lari ke arah puncak bukit,
karena ia yakin bahwa di atas puncak itulah sarang makhluk aneh
itu. Ia telah ambil keputusan untuk bertempur mati-matian untuk
membela cucunya. Ketika ia sudah mendekati puncak bukit dan hutan makin liar, tibatiba,
dari belakang sebuah pohon menyambar keluar bayangan
28 yang besar dan berat menerkamnya! Biarpun sedang lari dengan
pikiran bingung, namun Souw Cin Ok yang telah berpengalaman
itu tidak kurang waspada.
Ia loncat ke samping sambil berkelit. Ternyata yang
menyerangnya adalah seekor biruang yang lain, beruang ini
bulunya berwarna putih, hanya moncongnya berwarna hitam dan
ujungnya yang merupakan bibir berupa merah darah.
Beruang itu karena tubrukannya meleset, berdiri di atas kaki
belakangnya sambil memandang kepada Souw Cin Ok dengan
menyeringai memperlihatkan gigi dan calingnya yang hebat dan
mengeluarkan suara geraman yang menggetarkan daun-daun
pohon. Tiba-tiba beruang yang telah puas memandang lawannya yang
kecil tapi gesit itu mengeluarkan gerengan dan menubruk
secepatnya. Kedua kaki depannya dengan kuku keluar
merupakan cakar yang menyeramkan bergerak ke arah dada dan
leher Souw Cin Ok. Tapi kakek tua itu cepat loncat ke kanan dan berbareng mengirim
tendangan dengan kaki kirinya ke arah perut beruang itu. Heran
sekali, beruang yang bertubuh besar dan berat itu ternyata dapat
bergerak hebat dan gesit. Sekali ia mengegos saja tendangan
Souw Cin Ok yang lihai itu dapat dikelitnya!
Timbul gemas dan marah dalam hati Souw Cin Ok. Hari ini benarbenar
ia sedang bernasib malang! Baru saja bertemu dengan
29 seekor makhluk aneh yang menculik cucunya, kini diserang oleh
seekor beruang yang luar biasa pula!
Ia lalu gunakan kegesitannya untuk mendahului gerakan binatang
itu yang bagaimanapun juga masih kalah jauh olehnya. Sebelum
beruang itu dapat memutar tubuh, Souw Cin Ok sudah
mendahului loncat ke sebelah kirinya dan kirim tonjokan ke arah
lambung. "Buk!" Dan beruang itu terpental setombak lebih sambil
menggereng kesakitan. Tapi di luar dugaan Souw Cin Ok binatang itu cepat bangun lagi
dan tampak masih segar dan gesit seakan-akan pukulannya tadi
tidak melukainya. Pada hal pukulan yang digunakan olehnya tadi
adalah pukulan Cian-kin-lat atau Tenaga Pukulan Seribu Kati!
Jangankan terpukul tepat pada lambungnya, baru keserempet
saja kalau lawannya seorang manusia yang tidak sangat tinggi
ilmu lwee-kangnya pasti akan roboh binasa atau setidak-tidaknya
mendapat luka dalam yang berat! Tapi binatang itu begitu jatuh
lantas bangun lagi seperti juga pukulannya tadi tak berarti apaapa
dan hanya berhasil membikin terpental belaka!
Souw Cin Ok penasaran dan marah sekali. Sambil berseru keras
ia mencabut po-kiamnya yang tertempel di punggung karena ia
merasa takkan dapat memperoleh kemenangan tanpa
menggunakan pedangnya. 30 Beruang itu agaknya tahu akan kelihaian po-kiamnya karena kini
ia bercuitan dan gerakannya lambat, seakan-akan sudah siap
hendak lari kabur. Tapi Souw Cin Ok tidak mau memberi hati
kepadanya. Ia serang beruang itu dengan hebat dan ganas.
Setelah beberapa bacokan dan tusukannya dapat dikelit atau
ditangkis, akhirnya ia berhasil juga menusuk tenggorokan
beruang itu hingga tembus dan binatang besar itu menggeletak
dan mati seketika itu juga.
Dengan terengah-engah Souw Cin Ok duduk mengaso dan
membersihkan pedangnya dari darah beruang. Ia memandang ke
arah puncak dan bergidik. Ternyata Puncak Harimau Salju itu
tertutup salju putih dan keadaannya penuh rahasia, seakan-akan
diliputi sesuatu yang menyeramkan dan tak mudah diterka
apakah yang terkandung oleh puncak itu.
Dengan tabah Souw Cin Ok lalu melanjutkan perjalanannya. Kini
ia melalui jalan yang tertutup salju tipis yang makin ke atas makin
tebal. Hawa bukan main dinginnya.
Setelah tiba di tempat yang tinggi di mana salju bertumpuk tebal
dan keadaan alam di sekitarnya seakan-akan mati, tanpa tampak
sesuatu yang bergerak dan tak terdengar sesuatu yang berbunyi,
ia berdiri diam bagaikan patung. Jalan mana yang harus diambil"
Puncak di situ banyak sekali, lebih dari delapan buah, yang satu
lebih tinggi dari yang lain. Ternyata bahwa Gunung Harimau Salju
adalah besar dan luas, serta mempunyai banyak puncak.
31 Tiba-tiba dari puncak terdekat terdengar suara auman harimau
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang ganjil bunyinya. Suara itu demikian rendah menggetarkan
hingga Souw Cin Ok yang berhati tabahpun merasa dadanya
berdebar. Tapi ia sudah nekat dan telah mengambil keputusan
lebih baik mati dari pada tidak berhasil menolong cucunya yang ia
sayang. Maka dengan hati tetap ia lalu lari di atas salju menuju ke puncak
dari mana terdengar suara auman keras tadi. Dari tempatnya
berdiri tadi, puncak itu tampak dekat dan tidak tinggi. Tapi setelah
dijalani ternyata luar biasa jauhnya dan sangat tinggi hingga
setelah matahari hampir menghilang di balik puncak tertinggi di
barat, ia baru sampai di lereng puncak itu!
Souw Cin Ok merasa lelah sekali karena selain harus lari cepat,
ia harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk membuat
darahnya mengalir cepat hingga tubuhnya menjadi hangat dan
dapat melawan serangan hawa dingin yang menyusup tulang.
Ketika ia sedang duduk di atas salju, tiba-tiba telinganya
menangkap suara tindakan dari balik karang es. Ia cepat berdiri
dan siap sedia menghadap segala kemungkinan.
Ternyata yang ke luar dari balik karang es itu adalah seekor
harimau yang luar biasa besarnya. Harimau itu putih meletak,
bulunya dan matanya mengeluarkan sinar kuning yang
berkeredepan. Lidahnya yang panjang dan merah terjulur keluar seakan-akan
seekor anjing sedang kepanasan! Harimau itu berdiri diam tak
32 bergerak, hanya dadanya turun naik karena pernapasannya dan
ke dua matanya memandang ke arah Souw Cin Ok dengan heran
dan tak acuh! "Celaka!" Souw Cin Ok diam-diam mengeluh. Ia melihat harimau
itu demikian besar dan tampaknya kuat sekali, jauh lebih kuat dari
beruang yang sudah dibunuhnya tadi! Mengalahkan beruang tadi
saja sudah sangat sukar baginya, apa pula harimau ini.
Aku harus mendahuluinya, pikirnya. Tanpa ragu-ragu lagi Souw
Cin Ok mencabut pedangnya dan dengan cepat sekali ia loncat
menerjang dan sabetkan pedangnya ke arah leher harimau itu!
Harimau salju itu tidak gugup, juga tidak berkelit, tapi ekornya
yang panjang bergerak menyampok dan pedang Souw Cin Ok
beradu dengan ekor itu yang tiba-tiba berubah menjadi keras
seperti toya baja! Souw Cin Ok rasakan tangannya tergetar dan bukan main heran
serta kagetnya melihat betapa harimau itu bertempur dengan cara
demikian luar biasa, bukan seperti harimau biasa yang mencakar
dan mengigit, tapi menggunakan ekor sebagai toya dan
gerakannya seakan-akan seorang ahli silat saja!
Ia menyerang lebih hebat, tapi ternyata binatang itu cerdik sekali.
Gerakannya lincah dan ekornya yang panjang dan besar berputar
cepat mengikuti gerakan pedangnya dan ekor itu dapat
melindungi seluruh tubuhnya. Kemudian, setelah beberapa lama
mempertahankan diri saja, tiba-tiba harimau itu menjadi marah
dan balas menyerang. 33 Dan bukan main hebatnya serangan balasan ini, karena binatang
itu sekaligus gunakan cakar, ekor, dan giginya untuk menyerang
Souw Cin Ok yang menjadi sibuk mempertahankan diri! Kini
harimau itulah yang menjadi penyerang dan perlahan-lahan Souw
Cin Ok mundur dengan napas terengah-engah karena
sesungguhnya ia sudah lelah sekali dan kini harimau aneh itu
menyerang dengan mempergunakan tenaga yang luar biasa
besarnya! Memang kalau dilihat lucu sekali. Ia, Souw Cin Ok yang sudah
terkenal di kalangan kang-ouw sebagai seorang tokoh persilatan
yang berilmu tinggi dan jarang tandingannya, kini terpaksa
mundur dan terdesak melawan seekor harimau saja, terus
diserang dengan hebat tanpa dapat membela sedikit juga.
Dan yang membuat Souw Cin Ok tak habis heran dan terkejutnya
ialah bahwa seakan-akan harimau ini kenal akan tipu-tipu ilmu
pedangnya! Agaknya harimau salju ini tahu ke mana pedangnya
hendak bergerak, dan tahu pula perubahan gerakan pedangnya.
Diam-diam ia mengeluh dan mulai menipislah harapannya untuk
terlolos dari desakan binatang itu
Pada suatu saat ketika ia loncat ke samping menghindarkan kuku
harimau yang mencakarnya, ia menusuk ke arah lambung
harimau itu dengan gerakan Han-ya-pok-cui atau Goak
Menyambar Air, sebuah tipu dari Ilmu Pedang Tat-mo-kam-hwat,
tiba-tiba ekor harimau itu menyambar dari samping demikian
kerasnya hingga pedang Souw Cin Ok terlepas dari
pegangannya! 34 "Matilah aku hari ini!" Kakek tua itu mengeluh dengan kaki lemas
karena tenaganya telah habis.
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring dan harimau yang
sudah siap menubruk itu tiba-tiba terduduk di atas kedua kaki
belakangnya dan ekornya digoyang-goyangkan tanda girang!
Dari balik batu es yang merupakan karang itu muncullah seorang
tua berpakaian seperti pelayan seorang pembesar.
Melihat pakaiannya yang rapi itu, Souw Cin Ok serasa dalam
mimpi karena orang itu lebih tepat berdiri dalam sebuah gedung
besar di kota melayani seorang pembesar. Tapi pelayan ini berdiri
di sini, di bukit salju yang sunyi senyap dan liar penuh binatang
buas yang luar biasa! Pelayan tua itu menjura memberi hormat kepada Souw Cin Ok
dan berkata dengan suara hormat.
"Maaf, Souw sianseng, kalau binatang peliharaan kami
menganggumu! Majikanku mempersilahkan tuan Souw masuk ke
istana. Silahkan ikut saya, tuan Souw."
Suara dan lagaknya tiada ubahnya seorang pelayan tulen dari
seorang pembesar tinggi di kota! Souw Cin Ok berdiri bengong
dan bagaikan dalam mimpi ia ikuti pelayan itu.
Pelayan itu dengan perlahan jumput pedang Souw Cin Ok yang
terpental tadi dan berikan pedang itu kepada Souw Cin Ok,
kemudian sambil berkata kepada harimau salju tadi.
"Hayo kita pulang!" ia berjalan cepat di atas salju!
35 Souw Cin Ok terpaksa gunakan ilmu lari cepat untuk mengejar
pelayan itu yang ternyata biarpun kelihatan berjalan biasa saja,
namun ia telah maju sangat pesatnya hingga harimau salju itu pun
harus lari keras agar jangan tertinggal!
Melihat Souw Cin Ok ketinggalan, pelayan itu berpaling dan
berhenti sambil tersenyum. Souw Cin Ok terlihat telah lelah sekali
karena merasa betapa perlahan-lahan tubuhnya terasa dingin,
tanda bahwa tenaga dalamnya hampir tak kuat menahan
serangan hawa dingin. Maka ia berkata,
"Tuan Souw sangat lelah. Silahkan naik ke punggung Pek-houw
saja. Hei, Pek-houw, mari sini!"
Harimau salju yang sudah lari di depan lalu putar tubuhnya dan
kembali menghampiri pelayan itu sambil goyang-goyangkan
ekornya. "Hayo kau gendong tamu kita yang terhormat ini. Ia sudah lelah
sekali!" Mula-mula harimau itu memandang kepada Souw Cin Ok dengan
mata curiga dan marah, tapi ketika sinar matanya bertemu
dengan pandang mata Souw Cin Ok yang kini tidak marah dan
benci padanya, ia segera menghampiri kakek tua itu dan setelah
dekat lalu membalikkan tubuh dan berlutut!
"Naiklah ke punggungnya, tuan Souw!" Pelayan itu
mempersilahkan. 36 "Nanti dulu, lauw-te," jawab Souw Cin Ok. "Sebetulnya siapakah
kau dan siapa pula yang menyuruhmu mengundangku?"
Pelayan itu tersenyum. "Saya ialah pelayan, tak lebih tak kurang.
Dan karena saya pelayan, maka tentu saya mempunyai majikan.
Dan saya diperintah oleh majikan saya untuk menjemput tuan.
"Tentang hal majikanku, biarlah tuan melihat sendiri nanti, karena
perintahnya supaya saya segera membawa tuan menghadap dan
saya tidak berani buang?buang waktu di jalan. Silahkan, tuan
Souw, si Pek-houw telah siap!"
Terpaksa karena memang sangat lelah, Souw Cin Ok duduk di
atas punggung harimau itu seperti naik kuda. Berlawanan dengan
kelihatannya, punggung harimau itu hangat dan empuk sekali
hingga enak benar duduk di atas punggungnya.
"Pegang lehernya, tuan Souw. Ia akan lari keras!"
Untung pelayan itu memberi peringatan, kalau tidak, mungkin
sekali Souw Cin Ok akan terpelanting jatuh karena tiba-tiba saja
harimau itu lari dan meloncat ke depan bagaikan terbang
cepatnya! Ketika Souw Cin Ok memandang ke arah pelayan itu,
ternyata si pelayan telah berada di samping harimau dan lari cepat
sekali hingga pelayan dan binatang itu lari berendeng selalu!
Bukan main kagum hati Souw Cin Ok dan diam-diam ia mengaku
kalah dalam hal ilmu lari cepat dengan binatang maupun dengan
pelayan itu. Kalau baru pelayannya saja kepandaiannya sudah
demikian hebat, apa pula majikannya! Demikianlah Souw Cin Ok
37 berpikir sambil pegang leher harimau kuat-kuat agar tak sampai
terpelanting jatuh. Ternyata mereka lari menuju ke puncak sebelah selatan. Tak
lama kemudian berhentilah mereka di depan sebuah gua yang
berpintu batu besar warna hitam.
Souw Cin Ok heran dan kagum melihat pintu batu itu karena pintu
itu terukir indah merupakan dua naga yang berebut mustika. Salju
di situ tebal sekali dan hawapun dingin bukan main. Souw Cin Ok
merasa betapa muka dan ujung jari tangannya bagaikan mati dan
beku. Pelayan itu menghampiri pintu batu dan dengan tangan kiri ia
dorong pintu itu hingga menggeser ke samping, masuk ke dalam
gua. Souw Cin Ok taksir bahwa pintu batu itu beratnya paling
sedikit tentu seribu kati, tapi dengan mudah saja tangan kiri
pelayan itu dapat mendorongnya ke samping!
Pertunjukan kekuatan ini kembali membuat ia diam-diam
menghela napas kagum. Harimau itu mendahului mereka
meloncat masuk ke dalam gua.
"Tuan Souw, silahkan masuk," pelayan itu berkata hormat.
Setelah Souw Cin Ok masuk, pelayan itupun masuk ke dalam gua
dan dari dalam ia geser pintu itu menutupi gua kembali. Tapi Souw
Cin Ok merasa heran sekali karena biarpun ditutup dari luar, di
dalam gua itu terang dan ia dapat melihat sekelilingnya dengan
38 jelas. Pelayan itu membawanya melalui sebuah terowongan yang
berlantai es tapi berdinding batu hitam.
Terowongan itu panjang, tapi di dalamnya tetap terang, entah dari
mana datangnya sinar yang menerangi terowongan itu. Setelah
berjalan melalui terowongan yang panjangnya tidak kurang dari
dua lie itu, mereka tiba di tempat yang luas, tapi Souw Cin Ok tahu
bawah tempat itu masih berada di bawah tanah atau merupakan
tempat di dalam gua yang luar biasa besarnya.
Yang membuat ia heran adalah hawa di situ tetap segar dan
keadaan terang sekali, tak berbeda dari keadaan di luar gua,
sedangkan jika ia melihat ke atas, jelas bahwa di atas mereka
adalah langit-langit dari batu karang berwarna hitam yang
mengkilap! Tempat apakah begini aneh"
Dari tempat yang luas itu mereka memasuki sebuah pintu di
sebelah kiri, pintu terbesar di antara banyak pintu-pintu di situ.
"Tuan Souw, silahkan masuk ke istana tai-jin!"
Biarpun merasa heran ada sebutan tai-jin yang artinya hampir
sama dengan pembesar atau paduka yang mulia dalam tempat
ajaib ini, Souw Cin Ok tidak berani membantah.
Ia mengulurkan tangan hendak membuka pintu itu, tapi tiba-tiba
ia meloncat mundur. Hatinya berdebar karena dari pintu kanan
keluarlah seekor makhluk tinggi besar berwarna putih. Inilah
makhluk yang menculik Lian Eng tadi!
39 Souw Cin Ok segera mencabut pedangnya dan siap hendak
menyerang! Tapi pelayan itu dengan halus menangkap lengan
tangannya mencegah. Souw Cin Ok merasa betapa telapak
tangan pelayan itu lunak bagaikan kapas tapi mengandung
tenaga dalam yang hebat. "Tuan Souw, sabarlah! Adakah seorang tamu terhormat hendak
mengacau rumah tangga tuan rumahnya?"
Souw Cin Ok menjadi malu dan mukanya berubah merah, tapi ia
membela diri, "Dia?" dia....... itu telah menculik cucuku!"
Pelayan itu tersenyum. "Bukan dia yang berbuat itu, tuan Souw.
Lihat yang betul. Dia ini betina, bukankah yang menculik cucumu
itu jantan?" Mendengar sebutan itu tahulah Souw Cin Ok bahwa yang
disangka manusia salju itu bukan lain ialah sebangsa monyet atau
orang hutan yang besar dan berbulu putih. Tapi bagaimana
pelayan ini tahu bahwa cucunya telah terculik" Rahasia semua ini
tentu terletak dalam tangan "majikan" istana ini!
Memikir demikian, Souw Cin Ok segera mendorong pintu itu dan
masuk. Di dalamnya terdapat sebuah ruangan besar yang takkan
pernah ia duga akan terdapat di tempat seperti itu.
Lantainya mengkilap, terbuat dari pada batu putih yang indah.
Dinding-dinding yang berwarna putih pula terhias lukisan-lukisan
indah dan di sana-sini tergantung twie-lian yang ditulisi syair-syair
kuno yang terkenal. 40 Di ujung ruangan sebelah dalam tampak duduk seorang yang
berpakaian sebagai seorang ti-hu. Orang itu bertubuh gemuk
pendek, pakaiannya berwarna kuning berkembang biru,
kopiahnya berwarna hitam.
Pada saat itu dia sedang duduk di atas sebuah bangku tebal yang
tampaknya bagaikan terbuat dari pada batu yang berwarna putih
mengkilap mengeluarkan sinar. Walaupun hawa di situ dingin
sekali, namun pembesar aneh itu duduk di atas batu putih itu
dengan pakaian terbuka di bagian dada dan Souw Cin Ok melihat
betapa dada itu basah karena peluh! Juga dari kepala dan leher
orang itu tampak uap mengepul ke atas.
Di sebelah kiri orang itu duduk seekor makhluk dan ketika Souw
Cin Ok memperhatikannya, ternyata ia adalah kera putih yang tadi
menculik cucunya. Dan betul saja, di sudut itu tampak Lian Eng sedang duduk
dengan anteng sambil menggerogoti sebutir buah warna merah
yang menyiarkan bau wangi dan sedap. Tampaknya Lian Eng
sedang menikmati buah itu karena ia tidak tahu bahwa
engkongnya masuk ke ruangan itu.
Souw Cin Ok merasa betapa dadanya berdebar keras, tapi ia
tahan nafsu hatinya yang hendak lari memeluk cucunya. Ia tahu
bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang berilmu tinggi,
maka ia tidak berani berlaku kasar.
Dengan hormat sekali ia maju menghampiri dan berlutut di depan
orang gemuk pendek itu sambil berkata.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
41 "Hamba Souw Cin Ok datang menghadap." Ia tidak tahu harus
menyebut apa kepada orang itu. Melihat wajahnya, orang itu tentu
lebih tua darinya sendiri, sedikitnya tentu enampuluh tahun
usianya. Orang gemuk itu batuk-batuk dan berkata dengan keras, "Ha,
bukankah kau Souw Cin Ok, kakek anak ini?"
Souw Cin Ok angkat muka memandang dan terkejutlah ia ketika
pandang matanya bertemu dengan sepasang mata yang
bagaikan sinar matahari membuat silau pandangan matanya! Ia
tunduk kembali dan berkata, "Benar tai-jin!" Ia teringat bahwa
pelayan tadi menyebut orang ini
Tiba-tiba kamar itu penuh dengan suara tertawa yang keluar dari
mulut si gemuk itu. "Jangan kau sebut aku tai-jin! Pelayanku boleh menyebut aku
demikian, tapi kau tidak! Dengar baik-baik, aku adalah Beng Beng
Hoatsu, karena dulu pernah menjadi ti-hu maka orang orang
masih menyebutku tai-jin saja.
"Ha-ha-ha! Dan aku memang paling senang disebut tai-jin dan
berpakaian seperti seorang ti-hu! Betapa tidak! Memang senang
menjadi pembesar yang adil. Hai, Souw Cin Ok! Bukankah kau
sedang mencarikan seorang guru yang pandai untuk mengajar
cucumu ini?" Ketika mendengar bahwa ia berhadapan dengan Beng Beng
Hoatsu, bukan main terkejut hati Souw Cin Ok. Pernah ia
42 mendengar dari suhunya bahwa Beng Beng Hoatsu adalah
seorang di antara orang-orang aneh dan gaib yang berilmu tinggi
sekali di zaman itu! Maka sikapnya makin hormat ketika ia menjawab, "Benar,
locianpwe, maksud teecu ialah mencari suhu di puncak bukit
Hong-lun-san di sebelah utara."
"Hmm, aku tahu, aku tahu! Bukankah suhumu adalah Hwat Kong
Tosu Si Tongkat Iblis! Ha-ha-ha! Kenapa harus jauh-jauh mencari
dia" Aku tidak kalah lihai darinya."
Ucapan tekebur ini membuat Souw Cin Ok merasa tak senang
dan berbareng kaget karena ia menduga tentu orang aneh ini
bermaksud buruk. "Apa?" apa maksud locianpwe?" tanyanya perlahan.
Tiba-tiba Beng Beng Hoatsu memandang tajam dan suaranya
menggema keras. "Anak perempuan gagu ini harus tinggal di sini. Ia berbakat baik
dan aku ingin ambil dia sebagai murid. Nah, sekarang kau
pergilah dari sini!"
"Maaf, locianpwe, biarpun dengan sangat menyesal, terpaksa
teecu tidak berani tinggalkan Lian Eng di sini."
"Apa katamu" Kau berani menghalangi kehendakku?"
43 Uap yang mengepul dari tubuh Beng Beng Hoatsu makin tebal
dan ketika Souw Cin Ok memandang lebih teliti, ternyata yang
diduduki orang aneh itu adalah sepotong es salju yang besar! Kini
es itu mulai lumer di bawah tubuh yang gemuk pendek sedangkan
dadanya yang terbuka makin basah karena peluhnya makin
banyak keluar, tanda bahwa tubuh itu panas sekali!
"Jangan kurang ajar! Hayo pergi dari sini dan jangan kembali
sebelum sepuluh tahun kemudian untuk menjemput cucumu!"
Beng Beng Hoatsu gerak-gerak-kan ujung lengan bajunya yang
lebar dan dari kebutan itu keluarlah tenaga yang besar sekali ke
arah Souw Cin Ok yang membuatnya terjengkang ke belakang!
Souw Cin Ok berdiri cepat dan memandang dengan tajam dan tak
kenal takut. "Baik, locianpwe! Teecu telah menerima kebaikanmu.
Sebulan lagi kita bertemu."
"Ha, ha! Kau mau panggil, gurumu" Baik, baik, sudah lama aku
tidak bertemu dengan Hwat Kong."
Souw Cin Ok melihat ke arah cucunya yang masih duduk di situ
dengan bengong. Anak perempuan itupun memandangnya dan
Souw Cin Ok merasa hatinya diremas-remas.
"Lian Eng, jaga diri baik-baik, ya!"
Gadis kecil itu hanya mengangguk-anggukkan kepala. Biarpun
gagu, namun Lian Eng dapat mendengar dengan baik, karena
sebenarnya yang tidak bekerja hanya alat pembunyi dalam
tenggorokannya. 44 Souw Cin Ok lalu selangkah keluar dari ruangan itu. Di luar pintu
sudah menanti pelayan tadi.
"Tuan Souw, kau hendak ke mana?"
"Pergi dari sini tentunya, ke mana lagi?" jawabnya singkat.
"Pergi" Bisakah kau pergi dari sini pada saat seperti sekarang?"
Souw Cin Ok tidak mengerti maksudnya tapi karena hatinya
jengkel, ia tidak memperdulikan pelayan itu, tapi terus lari keluar
dengan cepat. Ketika tiba di belakang pintu besar itu, ia mencoba
untuk mendorongnya ke samping. Tapi ternyata tenaganya belum
cukup untuk melakukan hal ini.
Ia mengeruhkan tenaga lagi, tapi sia-sia. Tiba-tiba terdengar
suara tawa tertahan di belakangnya. Ketika menengok, ia melihat
bahwa pelayan tadi telah berdiri di belakangnya.
"Kau mau keluar juga, tuan Souw" Biarlah saya bukakan pintunya
untukmu," pelayan itu berkata dan dengan mudah saja ia dorong
duun pintu itu ke samping.
Tapi ketika pintu sudah terbuka, Souw Cin Ok menjadi tercengang
dan menahan tindakan kakinya. Di luar gua gelap gulita, hitam
pekat tak tampak apa-apa. Hanya di langit tampak beberapa
puluh bintang berkelap-kelip.
Baru sekarang Souw Cin Ok teringat bahwa saat itu malam telah
lama tiba. Tak mungkin ia turun dari puncak itu dalam gelap,
45 karana perjalanan sangat berbahaya. Terpaksa ia harus
bermalam di gua itu. Souw Cin Ok menghela napas.
"Bagaimana, tuan Souw" Bukankah lebih baik bermalam di sini
saja" Majikanku telah pesan supaya saya menyediakan sebuah
kamar untukmu." Souw Cin Ok mengangguk sunyi. Ia tak kuasa berkata-kata lagi,
dan dengan lesu diikutinya pelayan itu masuk lagi ke dalam
setelah menutup pintu gua.
Mereka kembali ke ruang lebar itu dan pelayan itu membuka
sebuah pintu di kanan lalu mempersilahkan Souw Cin Ok masuk.
Kamar itu kecil saja dan segi empat, tapi cukup menyenangkan
dengan pembaringan kayu berada di ujung kamar
"Mengasolah, tuan Souw, dan besok pagi-pagi kau bisa
melanjutkan perjalananmu."
Habis berkata demikian, pelayan itu keluar dan menutup pintu
kamar itu perlahan. Souw Cin Ok telah penat sekali maka ia segera duduk di atas
dipan kayu itu dan bersila memulihkan tenaganya. Hampir
setengah malam ia duduk tak bergerak, mengheningkan cipta dan
menghisap hawa baru untuk menyegarkan tubuhnya kembali.
Setelah hawa hangat dan segar mengalir ke dalam tubuhnya,
baru dia berbaring untuk tidur.
46 Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali pelayan telah
membangunkannya. "Tuan Souw, hari telah siang, bangunlah."
Souw Cin Ok bangun dan ketika ia keluar dari kamar itu, pelayan
yang aneh itu telah berdiri menanti di luar pintu dan berkata,
"Sekarang, kau baru bisa berangkat, tuan Souw. Marilah kuantar
keluar." Setelah pintu batu dibuka dan berada di luar gua, Souw Cin Ok
melihat betapa tempat itu adalah puncak yang tinggi dan tertutup
salju. Matahari telah mengintip di ufuk timur.
"Bukankah Souw sianseng hendak ke Gunung Hong-lun-san?"
Souw Cin Ok memandangnya heran, tapi ia anggukkan kepala.
Pelayan itu menunjuk ke arah utara.
"Di sanalah letak gunung itu, tapi jangan kau turun dari bukit ini
dari sebelah utara, karena berbahaya sekali. Di sana banyak
sekali air beku yang tipis sekali dan banyak bahaya jika kau
melalui daerah itu. "Kalau kurang hati-hati kau bisa injak bagian yang tipis dan
tenggelam ke dalam air yang luar biasa dinginnya hingga sebelum
sempat keluar lagi kau sudah akan beku! Maka lebih baik kau
turun dari selatan, yakni dari tempat kita naik kemarin. Setelah
47 sampai di kaki bukit, barulah kau memutar dan menuju ke timur
lalu membelok ke arah utara."
Souw Cin Ok mengucapkan terima kasih, menjura kepada
pelayan itu lalu lari turun gunung dengan cepat sekali. Ia masih
ingat jalan yang kemarin maka kali ini dapat turun lebih cepat dan
lancar. Ketika ia sampai di tempat di mana ia bertempur melawan
beruang kemarin, ternyata bangkai beruang itu masih berada di
situ tapi di bagian paha binatang itu telah ada yang mengambil
dagingnya! Ia tidak perhatikan hal ini lebih jauh, hanya cepat lari
turun gunung. Sesampainya di dalam hutan di bawah gunung di mana ia
bertemu dengan Siauw Ma dan kawan-kawannya, ia melihat
bahwa para pemburu yang kemarin masih berada di situ!
Pemburu-pemburu itu melihat Souw Cin Ok, menjadi sangat
girang dan berlari-lari menyambutnya.
"Eh, lo-enghiong, kau sudah kembali dengan selamat?" si
pengisap pipa datang-datang menegur. "Bagaimana dengan
cucumu" Dan apakah kau bertemu dengan Siauw Ma" Di mana
dia kini berada?" Tentu saja Souw Cin Ok tidak tahu bahwa Siauw Ma telah
mengejarnya dan ikut naik gunung, maka ia tidak dapat
menjawab, hanya balas bertanya.
48 "Kalian sedang menunggu apa" Apakah sejak kemarin kalian
tidak tinggalkan tempat ini?"
Dengan singkat si pengisap pipa lalu ceritakan bahwa Siauw Ma
telah lari mengejar ke atas dan bahwa mereka telah
memberitahukan kepada ibu pemuda itu yang minta kepada
mereka untuk menanti di situ dan menunggu kedatangan atau
kembalinya Siauw Ma. Baru tahulah Souw Cin Ok bahwa Siauw Ma pemuda yang berani
dan jujur itu ikut mengejar ke atas. Diam-diam ia khawatirkan
keselamatan pemuda itu, karena pada saat itu ia sendiri sedang
bingung memikirkan nasib cucunya, ia menjawab singkat.
"Aku tidak bertemu dengan Siauw Ma. Kalian tunggu sajalah di
sini, kalau ia masih hidup tentu ia akan kembali. Tapi jangan
sekali-kali kalian naik menyusul ke atas."
Kemudian tanpa banyak kata lagi Souw Cin Ok lari pergi
tinggalkan Bukit Harimau Salju yang menjulang tinggi dan di mana
ia berkali-kali mendapat kenyataan betapa ilmu kepandaiannya
sebenarnya masih rendah sekali. Ia percepat langkahnya untuk
secepat mungkin menjumpai gurunya dan melaporkan segala
kemalangannya dan minta pertolongan suhunya itu untuk
merampas kembali cucunya!
<> Lian Eng semenjak diculik oleh kera salju dan dibawa ke dalam
gua itu dan dihadapkan kepada Beng Beng Hoatsu telah tahu
49 bahwa dirinya berada dalam tangan orang aneh dan luar biasa
yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari kakeknya. Walaupun ia
sendiri tidak dapat bicara, tapi dari semua percakapan yang
terjadi antara kakeknya dan pertapa gemuk itu, tahulah ia bahwa
kakeknya tidak berdaya dan bahwa terpaksa ia harus tinggal
dalam gua itu. Sebenarnya ada juga rasa takut dan sedih di dalam hati Lian Eng
ditinggal oleh kakeknya dan hidup seorang diri di antara orangorang
dan binatang-binatang aneh itu, tapi sebagai seorang gadis
yang waspada dan cerdik sekali, ia tahu bahwa jika ia menjadi
murid Beng Beng Hoatsu, maka kepandaiannya akan menjadi
tinggi dan bahkan lebih tinggi dari kepandaian kakeknya sendiri
yang sebelum ini sangat ia kagumi!
Maka di balik rasa takut dan sedih, ada juga rasa gembira dalam
hatinya yang tabah. Karena itu ia gunakan kecerdikannya dan
tidak perlihatkan wajah murung, bahkan sebaliknya ia selalu
tersenyum kepada Beng Beng Hoatsu, kepada pelayan aneh, dan
bahkan kepada dua ekor makhluk putih yang menjadi penghuni
gua itu juga dan membantu pekerjaan pelayan.
Setelah kakeknya pergi, Beng Beng Hoatsu serahkan Lian Eng
kepada pelayannya dan kepada kedua monyet putih besar yang
ternyata mempunyai nama juga, yakni yang jantan disebut Wan
Eng sedangkan yang betina bernama Wan Nio! Sedangkan
pelayan itu setelah mendapat perintah dari Beng Beng Hoatsu,
segera bawa Lian Eng keluar gua dan di tempat terbuka ia mulai
melatih gadis cilik itu dasar-dasar dari Ilmu Silat Sin-liong-kunhwat
yang luar biasa! 50 Ilmu silat ini adalah ciptaan Beng Beng Hoatsu, semacam ilmu
silat gabungan, yang diambilkan dasarnya dari gerakan Im dan
Yang sedangkan gerak kakinya menurutkan dasar peraturan Patkwa.
Beng Beng Hoatsu ketika mencipta Ilmu Silat Sin-liong atau
Naga Dewa, juga mencipta Ilmu Silat Pedang Sin-liong-kiam-sut
yang luar biasa lihainya hingga boleh dibilang pada zaman itu
sukar dicari tandingannya.
Pelayan aneh itu dulu memang pelayan Beng Beng Hoatsu, yakni
ketika pertapa aneh itu masih muda dan memangku jabatan ti-hu.
Pelayan itu sangat setia dan adatnya baik dan jujur. Maka ketika
Beng Beng Hoatsu telah menjadi pertapa, ia teringat akan
pelayannya itu dan mencarinya.
Dengan senang hati pelayan itu ikut padanya ke atas bukit dan
menjadi pelayannya yang setia lagi. Di samping menjadi pelayan,
juga ia belajar silat dari Beng Beng Hoatsu yang mengajarnya
secara sambil lalu saja, namun kepandaiannya sudah demikian
hebat dan lihai. Ini adalah karena biarpun sambil lalu, namun
Beng Beng Hoatsu telah memberi dasar-dasar dari ilmu silatnya
yang luar biasa. Juga kedua orang utan salju itu, Wan Eng dan Wan Nio, setelah
ditaklukkan oleh pelayan itu dibawa ke dalam gua, ternyata
mendapat didikan istimewa hingga mereka yang memangnya
cerdik sekali, dapat mengerti kata-kata manusia dan dapat
berpikir secara manusia pula.
Kedua binatang itu juga mendapat bimbingan ilmu silat dari Beng
Beng Hoatsu yang suka kepada mereka, hingga kedua binatang
51 tersebut memiliki ilmu silat tinggi yang tidak mudah dimiliki oleh
sembarang manusia! Kini melihat Lian Eng, gadis kecil yang cantik manis tapi gagu itu,
pelayan dan kedua binatang itu timbul rasa kasihan dan suka.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terutama Wan Eng dan Wan Nio, mereka anggap gadis itu
seakan-akan bangsanya sendiri yang tidak dapat bicara seperti
manusia biasa! Begitu mendapat ketika dan kesempatan, mereka segera
mendekati Lian Eng dan ajak gadis itu bercakap-cakap dengan
gerak jari tengah. Lian Eng memang seorang anak yang luar biasa
cerdiknya, pula karena gagunya, ia mempunyai perasaan yang
tajam dan halus, maka sebentar saja ia dapat membaca gerak jari
tangan kedua monyet itu dengan baik, bahkan dapat menyatakan
pikirannya dengan gerak yang serupa!
Tentu saja ke dua binatang itu menjadi girang sekali dan Wan Eng
lalu peluk tubuh Lian Eng dan angkat ia ke atas lalu lempar gadis
ke udara! Ketika tubuh gadis kecil itu turun, maka ia diterima oleh
sambutan kedua tangan Wan Nio yang melemparnya ke atas lagi.
Demikianlah, gadis kecil itu dipakai sebagai barang permainan
oleh kedua binatang yang menyatakan rasa sayangnya dengan
cara mereka sendiri itu. Tapi Lian Eng hanya tertawa riang
sungguhpun suara ketawanya tidak mengeluarkan suara keras,
hanya terdengar bagaikan suara monyet kecil.
Mendapat latihan dasar Ilmu Silat Sin-liong yang luar biasa itu,
Lian Eng sangat memperhatikan. Baginya latihan itu walaupun
52 sulit, tapi tidak terlalu sukar dikerjakan, karena ia sudah mendapat
latihan dasar-dasar Ilmu Silat Tat-mo-kun-hwat dari kakeknya,
semacam ilmu silat yang tidak boleh dipandang ringan. Namun,
bentuk dan macam pasangan kuda-kuda dan gerak kaki ilmu silat
baru ini sungguh-sungguh hebat dan jauh lebih sulit dari pada ilmu
silat yang pernah dipelajarinya.
Mendapat kawan seperti kedua binatang yang baik itu, Lian Eng
terhibur juga, sungguhpun ia tidak begitu senang kepada pelayan
yang selalu hormat dan pendiam itu. Lebih-lebih ia tidak senang
kepada Beng Beng Hoatsu yang jarang kelihatan dan jika keluar
selalu membuat ia merasa takut.
Selama beberapa hari, baru satu kali Beng Beng Hoatsu keluar
dan melihat latihannya, tapi pendeta gemuk itu hanya keluarkan
sepatah kata mencela. "Tak baik, tak baik?" pelajari lagi yang betul!" Lalu pendeta itu
tinggalkan dia dan masuk ke dalam gua lagi.
Tentu saja Lian Eng merasa gemas sekali dan ia makin tidak suka
kepada pendeta gemuk yang aneh itu.
Setelah tinggal di situ lebih satu bulan, Beng Beng Hoatsu
memanggilnya, dan dengan wajah sungguh-sungguh pertapa itu
berkata. "Lian Eng, biarpun kau baru belajar, sebulan dan belum belajar
langsung dariku sendiri, namun kau sudah menurut jalan yang
53 benar. Ketahuilah, ilmu silat yang kaupelajari ini tidak mudah
dipelajari begitu saja tanpa ketekunan.
"Sekarang, sebelum kau belajar lebih jauh, aku hendak
membawamu menemui seorang musuhku. Kau ikut saja dan
jangan berbuat apa-apa, harus taat kepada semua perintahku.
Kalau tidak, kau akan kulempar ke dalam jurang!"
Lian Eng hanya mengangguk. Maka berangkatlah Beng Beng
Hoatsu keluar dari gua dengan Lian Eng dalam gandengan
tangannya. Setelah keluar dari gua, Beng Beng Hoatsu lalu mengulur jari
tangannya dan menekan pundak Lian Eng. Gadis kecil itu hanya
merasa sedikit kesemutan pada pundaknya, tapi selanjutnya
tubuhnya tak merasa apa-apa lagi, seakan-akan ia sedang mimpi!
Pendeta itu lalu mengangkatnya dan memanggulnya di pundak,
la]u lari keras turun dari puncak bagaikan terbang saja!
Biarpun tubuhnya tak dapat bergerak, namun Lian Eng masih bisa
menggerakkan biji matanya, maka ia melihat betapa pohon-pohon
dan salju di bawahnya beterbangan cepat. Ia tidak merasa takut
ataupun dingin, karena tubuhnya telah tertotok dan agaknya
gurunya itu sengaja membuat ia demikian agar jangan terkena
serangan angin atau dingin.
Sebentar saja Beng Beng Hoatsu telah turun dari bukit itu dan
beberapa kali ia naik turun bukit, melalui jurang-jurang dan
lembah-lembah yang curam. Setelah berlari secepat kilat lama
sekali hingga mata Lian Eng tertutup sendiri karena lelah,
54 akhirnya Beng Beng Hoatsu terbang ke atas puncak bukit yang
sangat tinggi di mana salju menebal sampai beberapa kaki dari
tanah. Keadaan di situ sangat dinginnya dan sedikitpun tidak terdapat
pohon yang masih ada daunnya. Pohon-pohon yang ada hanya
cabang-cabangnya saja yang kini terbungkus salju tebal.
Ini adalah puncak bukit tertinggi di Pegunungan Thang-la, dan
disebut Bukit Dewi Api! Sungguh sebutan yang ganjil sekali,
karena di tempat yang begitu dingin tak tepatlah terdapat katakata
api! Jangankan api, sedangkan matahari saja cahayanya tak
dapat menembus kabut yang tebal dan dingin dan jarang sekali
matahari dapat muntahkan cahaya di bagian ini!
Beng Beng Hoatsu berhenti di tempat yang tertinggi di mana
terdapat sebuah gua yang sangat tinggi. Gua ini dari batu karang
berwarna putih kekuning-kuningan yang bersinar bagaikan
mengandung bahan emas murni.
Pertapa itu menurunkan Lian Eng dari gendongan sambil
menotok pundak gadis kecil itu hingga Lian Eng dapat bergerak
lagi seperti biasa. Setelah tidak terpengaruh totokan lagi, gadis itu
merasa sangat dingin hingga kedua kakinya menggigil.
"Makanlah dua butir obat ini," kata Beng Beng Hoatsu sambil
memberi dua butir obat berwarna merah.
Lian Eng menerima obat itu dan menelannya. Obat itu berbau
harum dan rasanya masam. Setelah obat itu memasuki perutnya,
55 maka datanglah rasa hangat di sekujur tubuhnya hingga sebentar
saja rasa dingin yang tadi menyerangnya telah lenyap. Setelah
merasa badannya enak, Lian Eng memperhatikan tempat itu.
Mereka telah berdiri di depan sebuah gua yang tinggi dan berpintu
batu yang besarnya dua kali lebih besar dari pada pintu gua Bukit
Harimau Salju. Batu inipun berwarna putih kekuningan dan di
atasnya terukir huruf-huruf yang berbunyi,
"Istana Dewi Api"
Beng Beng Hoatsu setelah memberi obat pemanas hawa kepada
Lian Eng, lalu berdongak dan memanggil dengan suara yang luar
biasa nyaringnya hingga Lian Eng merasa telinganya sakit.
"Huo Mo-li!! Keluarlah kau, aku telah datang!!!"
Suara ini bergema ke bawah gunung dan kumandangnya saling
sahut dari segenap penjuru. Setelah menanti sebentar tapi tidak
juga terdengar jawaban dari dalam, Beng Beng Hoatsu ulangi
teriakannya, kini lebih keras hingga Lian Eng terpaksa gunakan
kedua tangannya untuk menutup lubang telinganya.
"Huo Mo-li!!! Keluarlah, jangan sembunyi seperti perawan
kampung!!" Tiba-tiba dari dalam gua terdengar suara ketawa yang merdu
sekali, tapi nyaringnya tidak kalah dengan suara teriakan Beng
Beng Hoatsu tadi, lalu disusul suara seorang wanita berkata.
56 "Beng Beng! Kau selalu masih ugal-ugalan! Aku sedang sibuk,
kau masuklah saja!" Beng Beng Hoatsu berdongak dan tertawa bergelak-gelak, lalu
berkata kepada diri sendiri.
"Ah, ah?". ia masih tinggi hati. Tidak mau rendahkan diri
menyambutku. Baik?", aku masuk saja."
Setelah berkata demikian, Beng Beng Hoatsu maju mendekati
pintu gua yang besar itu dan gunakan sebelah tangannya
mendorong. Terdengar suara bergeret keras dan Lian Eng
rasakan betapa tanah yang diinjaknya bergerak karena batu berat
itu menggelinding ke samping gua.
Setelah pintu gua itu terbuka, dari dalam gua bersinar keluar
cahaya merah terang dan Lian Eng merasa hawa panas
menyerbu keluar. Tapi Beng Beng Hoatsu bahkan melangkah maju ke tengahtengah
pintu gua hingga tubuhnya terlanggar oleh cahaya merah
itu dan pertapa gemuk itu tertawa girang sambil berkata berkalikali.
"Hm, enak"... enak".. alangkah nikmatnya?" Huo Mo-li, kau
bikin aku mengiri tiada habisnya!"
Kemudian Beng Beng Hoatsu pegang lengan tangan Lian Eng
dan membawa gadis cilik itu memasuki gua.
57 Gua itu terang sekali karena cahaya merah yang menyorot keluar.
Kalau hawa di luar sangat dingin hingga membikin beku segala
yang cair, keadaan di dalam sebaliknya.
Di sini hawa panas hangat dan tidak tampak sedikitpun salju.
Ruang gua itu lebar sekali dan di atas tampak batu-batu karang
tajam bergantungan bagaikan ujung pedang dan tombak, dan dari
tiap ujung yang runcing itu menitik turun air yang berkeliauan
bagaikan butiran-butiran mutu manikam!
Titik-titik air itu jatuh ke bawah dan tempatnya segera diganti
dengan titik lain. Indah sekali pemandangan di situ hingga Lian
Eng merasa seakan-akan berada dalam dunia mimpi.
Dari sebelah dalam terdengar suara halus, "Silahkan, silahkan,
masuk saja!" Dan Lian Eng merasa betapa pegangan tangan gurunya makin
erat ketika mereka berjalan maju ke ruang sebelah dalam.
Makin dalam, keadaan di situ makin indah. Di kanan kiri tampak
batu-batu karang yang warnanya bermacam-macam. Ada yang
hijau, biru, putih, kuning dan kesemuanya itu tersorot oleh cahaya
merah yang menerobos dari dalam hingga mengeluarkan cahaya
aneka warna yang indah sekali. Juga hawa makin hangat dan
panas. Ruang terakhir adalah sebuah ruang paling lebar dan paling
indah, juga di situ terang sekali. Ukiran-ukiran dinding di sini luar
biasa karena lukisan-lukisan itu diukir merupakan orang-orang
58 dengan berbagai kedudukan kaki tangan yang tampak ganjil
seperti orang menari tapi bukan menari.
Ukiran-ukiran itu nampak kuno sekali dan orang-orang yang diukir
di situ seperti bukan orang pribumi. Lian Eng sama sekali tidak
mengerti, hanya tahu bahwa di situ indah dan menyenangkan
sekali. Di satu sudut tampak seorang laki-laki muda tengah
menggunakan kain warna kuning menggosok-gosok ukir-ukiran
itu. Agaknya ia seorang pelayan yang kerjanya menggosok dan
membersihkan semua lukisan dinding di situ, semua bersih dan
mengkilap! Tapi ketika Lian Eng melihat muka orang muda itu, tiba-tiba ia
pegang-pegang tangan gurunya sambil menunjuk. Beng Beng
Hoatsu pandang muridnya dengan heran karena ia melihat mata
gadis itu terbelalak heran tapi bibirnya yang manis tersenyum
lucu. Agaknya gadis itu kenal kepada orang muda itu.
"Eh, Lian Eng, kenalkah kau padanya?" tanyanya.
Lian Eng mengangguk-angguk dan dengan gerakan-gerakan
tangan ia menceritakan bahwa pemuda itu dengan dia pernah
pibu atau mengadu kepandaian. Tapi Beng Beng Hoatsu yang
tidak biasa bicara dengan bahasa gerak menjadi bingung dan
tidak mengerti, tapi ia tidak perhatikan pemuda itu lebih jauh.
Pemuda itu ketika mendengar suara Beng Beng Hoatsu, lalu
berpaling dan iapun terkejut ketika melihat Lian Eng tapi mukanya
59 menjadi berseri-seri menandakan bahwa pertemuan dengan
gadis itu membuat dia merasa girang sekali.
Pemuda itu bukan lain ialah Siauw Ma, pemuda pemburu yang
gagah berani dan yang sebulan yang lalu telah mengejar kera
putih yang menculik Lian Eng di kaki bukit Harimau Salju!
<> Bagaimana Siauw Ma bisa sampai ke situ dan tiba-tiba menjadi
tukang gosok dinding gua yang aneh dan indah ini" Marilah kita
berhenti dulu dan menengok ke belakang untuk melihat
pengalaman Siauw Ma semenjak berpisah dari kawan-kawannya
karena ia lari dengan nekat naik ke Bukit Harimau Salju untuk
mengejar dan menolong Lian Eng, gadis yang pernah menjungkirbalikkannya
itu! Ketika dulu melihat Lian Eng dibawa lari oleh manusia salju dan
dikejar oleh Souw Cin Ok, entah mengapa hati Siauw Ma tiba-tiba
menjadi cemas dan marah sekali hingga ia tidak pikir panjang lagi
dan dengan tekad bulat ia lari mengejar ke atas dengan maksud
membantu Souw Cin Ok dan menolong Lian Eng.
Mungkin hal ini digerakkan oleh hatinya yang merasa terharu
ketika ternyata padanya bahwa gadis kecil itu adalah seorang
gagu. Ia kagum berbareng iba melihat gadis yang tinggi ilmu
silatnya itu. Tapi karena ilmu kepandaiannya masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan Souw Cin Ok atau manusia salju itu, maka
60 ia tertinggal jauh. Namun Siauw Ma bukanlah anak muda yang
mudah putus asa atau mudah takut.
Ia terus saja lari ke atas ke mana saja kakinya membawa ia maju,
karena mereka yang dikejarnya sudah tak tampak bayangannya
sedikitpun dan ia tahu harus menuju ke mana. Ia tidak tahu bahwa
ia telah sesat jalan dan bukannya menuju ke puncak Bukit
Harimau Salju, tapi menuju ke bukit lain yang penuh dengan
beruang salju! Ia mulai terserang dingin hingga ia berjalan sambil menggigil
kedinginan. Tapi ia masih tetap keras kepada dan terus
melangkah maju. Memang setelah sampai di tempat itu, ia tidak dapat memilih lagi.
Jalan pulang agaknya lebih jauh dari pada jalan ke puncak.
Akhirnya setelah cuaca hampir gelap dan hawa dingin makin
menghebat, Siauw Ma tidak kuat lagi dan terpaksa menjatuhkan
diri duduk di atas salju. Ia mencoba menggerakkan kakinya, tapi
kakinya telah menjadi beku dan terbenam ke dalam salju sampai
di lutut. Dan pada saat ia sudah tak berdaya sama sekali itu, barulah ia
teringat akan ibunya dan teringat akan kawan-kawannya. Barulah
timbul rasa menyesal dalam hatinya. Bukan menyesal karena ia
berusaha menolong Lian Eng yang terculik manusia salju, tapi
menyesal karena ketidak mampuan sendiri.
61 Ia merasa bahwa ia pasti akan mati kedinginan di situ, maka
terbayanglah di depan matanya betapa ibunya menangis. Ibunya
yang kini terpaksa harus hidup seorang diri! Dua titik air mata
meloncat keluar dan membeku di bulu matanya!
Pada saat yang sangat berbahaya bagi Siauw Ma itu tiba-tiba
terdengar suara gerengan hebat dari sebelah belakang. Siauw Ma
masih kuasa menggerakkan kepala berpaling dan alangkah
terkejutnya ketika melihat seekor beruang salju yang besarnya
seperti kerbau, berdiri di atas dua kaki belakangnya dengan
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya yang sipit bergerak liar dan dari mulutnya yang bercaling
kuning tajam itu keluar air liur yang jatuh membeku di atas dada
yang penuh buluh putih itu.
Siauw Ma tak kuasa menggerakkan tubuhnya. Kakinya terbenam
dalam salju, tubuhnya setengah beku, apa yang dapat ia lakukan"
Beruang itu kini menurunkan kaki depannya dan sambil
merangkak ia mendekati Siauw Ma. Pemuda itu terpaksa
meramkan mata ketika moncong beruang itu menghembus
mukanya. Ia merasa hawa panas keluar dari mulut beruang dan mencairkan
dua butir air mata yang telah membeku di bulu matanya. Ia
merasa betapa lidah yang merah itu dengan tajam menyapunyapu
mukanya dan Siauw Ma hanya meramkan mata, menanti
datangnya maut setiap saat jika beruang itu menanamkan calingcalingnya
ke tubuhnya. 62 Tapi pada saat itu terdengar geraman keras yang merupakan
pekik mengerikan di dekat telinga. Siauw Ma membuka matanya
dan melihat beruang itu bergulingan di atas tanah beberapa kali
lalu rebah tak bergerak dan mati!
Dari leher binatang itu mengalir darah tapi hanya sebentar karena
luka di leher itu sebentar saja tertutup oleh darah yang telah keluar
dan membeku di luar. Siauw Ma melihat sesosok bayangan tubuh bergerak cepat
mendatangi dan sebelum ia jelas betul melihat orang itu, tahutahu
ia merasa tubuhnya telah terbetot keluar dari salju dan
iganya terasa ditotok orang. Ia merasa hawa panas bagaikan
dialirkan oleh jari yang menotoknya hingga di dalam tubuhnya
mengalir hawa panas yang mengusir lenyap semua kebekuan
tubuhnya. Tapi sebelum ia sempat bertanya atau bergerak, tiba-tiba orang
yang belum dilihatnya itu pegang leher bajunya sebelah belakang
dan ia merasa dirinya diseret di atas salju! Orang yang
menyeretnya itu lari cepat sekali bagaikan terbang.
Kedua kaki Siauw Ma tergantung di atas salju dan ia diseret cepat
sekali seakan-akan ia sendiri melayang sambil mundur! Entah
berapa lama ia ditarik sedemikian itu karena Siauw Ma tidak
berani sembarangan bergerak, tapi berdiam diri bagaikan patung,
takut kalau-kalau tubuhnya dilepas oleh yang menyeretnya.
Ia merasa ngeri sekali ketika orang yang menyeretnya itu
membawa ia melalui sebuah jalan salju yang lebarnya paling
63 banyak satu kaki sedangkan di kanan kirinya terdapat jurang salju
yang luar biasa curamnya.
Suram-suram di dalam gelap ia melihat betapa di bawah jurang
itu tampak batu-batu karang yang tajam bagaikan mata tombak
menanti kejatuhannya untuk dipanggang seperti sate! Maka
Siauw Ma tak kuat lagi membuka mata lebih lama. Ia meramkah
mata dan serahkan nasibnya kepada orang yang menyeretnya.
Setelah diseret beberapa lama, tiba-tiba Siauw Ma merasa orang
yang menariknya tidak lari lagi dan ia dilempar begitu saja di atas
salju! Cepat ia buka matanya dan melihat bahwa mereka telah
berada di depan sebuah gua yang tinggi.
Di dalam gelap ia melihat bayangan hitam seorang wanita yang
potongan tubuhnya ramping sekali. Wanita itu gunakan tangan
membuka atau mendorong batu yang menutup gua itu, lalu
bertindak masuk sambil berkata kepadanya.
"Hayo kau masuk!" Suaranya terdengar ketus dan galak, tapi
sungguh merdu dan nyaring.
Siauw Ma berdiri perlahan dan dengan taat ia masuk ke dalam
gua yang ternyata terang sekali di bagian dalamnya. Namun
wanita itu cepat gunakan tangan menutup batu tadi depan gua
lagi. Kini Siauw Ma melihat bahwa orang yang menolong dan
menyeretnya adalah seorang wanita yang luar biasa cantiknya,
seolah-olah bidadari yang baru turun dari kahyangan! Tapi
64 sepasang mata bintang yang sangat indah itu mengeluarkan
cahaya dingin yang membuat Siauw Ma diam-diam merasa
berdebar dan menggigil ketakutan.
"Kau siapakah?"
Wanita itu bertanya dan air mukanya yang berkulit putih halus
kemerah-merahan itu sedikitpun tidak bergerak atau
membayangkan perasaan hatinya seperti manusia biasa. Muka
itu lebih mirip dengan sebuah kedok yang manis tapi
menyeramkan. Dengan gagap Siauw Ma menjawab, "Saya...... saya..... Siauw
Ma. Di manakah kita" Apakah aku sudah"... sudah mati?"
Siauw Ma memang anggap dirinya mimpi atau sudah mati karena
ia tak percaya dapat tertolong semudah itu dan ada seorang
wanita dapat menyeretnya sambil lari seperti terbang di antara
jurang yang berbahaya itu. Atau".. tiba-tiba hatinya berdebar
takut?" mungkinkah wanita ini siluman"
Siauw Ma semenjak kecil hidup di dalam kampung dekat hutan
dan sering kali mendengar dongeng-dongeng tentang siluman
hingga sedikit banyak ada perasaan tahyul dalam hatinya.
"Siapa...... siapakah nona?"
Wanita itu tidak menjawab, bahkan bertanya lagi, seakan-akan ia
tidak biasa menjawab pertanyaan dan hanya bisa memerintah
dan bertanya. 65 "Apa yang kaukerjakan maka naik ke gunung beruang itu" Kau
mencari apa" Mencari siapa?"
Maka dengan singkat Siauw Ma menuturkan tentang
perjumpaannya dengan Souw Cin Ok dan betapa Lian Eng gadis
kecil gagu itu telah diculik oleh manusia salju dan dikejar oleh
Souw Cin Ok dan betapa ia sendiri karena merasa kasihan
kepada gadis itu lalu mengejar hingga sampai di situ.
"Hm, rupanya Beng Beng si tua bangka itu kembali hendak main
gila. Bagaimanakah keadaan gadis gagu itu" Coba ceritakan
keadaannya." "Saya tidak tahu banyak. Yang saya tahu bahwa dia manis dan
kurus pucat, tapi kepandaiannya".. eh?" aku pernah jatuh
dalam tangannya. Usianya paling banyak duabelas tahun dan
Souw Cin Ok adalah kakeknya. Gadis itu gagu, tak dapat bicara,
tapi ketika terculik oleh manusia salju, agaknya ia tidak takut."
Wanita itu menggigit bibir dengan giginya yang putih berkilau
bagaikan mutiara hingga ia tampak cantik sekali! Belum pernah
seumur hidupnya Siauw Ma melihat wajah sejelita itu.
"Dan kau ikut mengejar untuk menolongnya" Kau bisa apa
terhadap manusia salju itu sedangkan Souw Cin Ok sendiri tidak
berdaya terhadapnya?"
Siauw Ma tak dapat menjawab hanya tundukkan mukanya.
"Hm, kau agaknya mempunyai hati juga. Bagus, tak percuma aku
menolongmu. Tapi, sekarang kau harus berjanji padaku bahwa
66 kau takkan berkata kepada siapa juga tentang aku dan tentang
tempat ini!" Suaranya mengandung ancaman demikian keras hingga Siauw
Ma menjadi terkejut dan takut-takut.
"Tidak, tidak, aku takkan berkata kepada siapa juga."
"Dan besok pagi-pagi kau harus turun gunung dan pergi dari sini."
"Nona, kau berkepandaian tinggi. Apakah kau tidak mau
menolong Lian Eng" Mungkin ia mendapat bencana. Kasihan
gadis kecil itu," suara Siauw Ma penuh permohonan.
"Aku tidak suka usilan seperti kau. Nah, kau tidurlah di pojok
sana." Ia menunjuk ke sebuah pojok di mana terdapat sebuah batu besar
berbentuk bangku panjang. Kemudian wanita aneh itu lalu
meloncat ke dalam dan lenyap dari pandangan mata.
Siauw Ma mana bisa tidur setelah mengalami peristiwa aneh itu.
Ia hanya duduk di atas bangku itu sambil termenung.
Tiba-tiba ia tertarik kepada lukisan-lukisan atau ukiran-ukiran di
dinding. Tersorot cahaya merah, maka lukisan itu tampak indah
sekali dan kelihatan demikian aneh dan ganjil hingga Siauw Ma
menjadi tertarik dan bangun dari bangku batunya.
67 Ia berdiri di bawah ukiran itu dan memandang penuh perhatian
untuk melihat apakah sebenarnya lukisan itu. Tapi agaknya ukiran
di situ banyak tertutup debu putih hingga tidak jelas.
Karena sangat tertarik, Siauw Ma lalu angkat bangku batu itu.
Ternyata bangku itu beratnya ratusan kati hingga ia, harus
gunakan seluruh tenaganya untuk mengangkat dan
membawanya ke dekat dinding yang penuh dengan ukiran itu. Ia
lepaskan baju luarnya karena hawa di situ cukup hangat lalu
dengan bajunya ia bersihkan ukiran-ukiran itu dengan berdiri di
atas bangku. Setelah debu yang menutupi ukiran itu lenyap, maka tampaklah
bahwa ukiran-ukiran itu adalah lukisan manusia yang sedang
menari atau bersilat. Ia makin tertarik dan meneruskan
menggosok lain bagian. Siauw Ma memang cerdik biarpun ia berwatak agak kasar.
Dengan cepat ia dapat menduga bahwa lukisan-lukisan atau
ukiran-ukiran itu adalah lukisan orang sedang bersilat, dan bahwa
itu adalah ilmu silat yang luar biasa sekali.
Ternyata gambar orang itu banyak sekali dan tiap gambar
mempunyai gerakan yang menyambung gambar sebelahnya
hingga setelah menggosok bersih beberapa ukiran orang, ia
dapat merangkai gerakan itu. Ia turun dari bangku dan meniru
gerakan-gerakan seperti yang tertunjuk pada ukiran dan dapatkan
kenyataan bahwa gerakan itu adalah semacam tipu pukulan yang
aneh. 68 Untuk melengkapkan semacam gerakan maka dilakukan oleh
sedikitnya limabelas orang dalam gambar yang gerakannya
sambung menyambung. Ternyata olehnya bahwa pukulan yang
dimainkan oleh lukisan-lukisan orang itu sangat banyak cabang
atau jurusan dan berubah-ubah menyesatkan.
Siauw Ma makin girang dan semalam penuh ia tidak hentinya
menggosok-gosok ukiran baru sambil mempelajarinya. Ia tidak
merasa bahwa hari telah pagi.
Ketika ia sedang menggerak-gerakkan tangan menuruti gerakan
pukulan gambar yang baru saja digosoknya, tiba-tiba ia merasa
ada angin menyambar dari belakang. Dengan otomatis ia
lanjutkan gerakan yang telah dipelajari dari malam tadi dan
tubuhnya dapat berkelit sedemikian rupa.
"Eh, pencuri kecil! Kau sedang apa di sini?" tegur suara yang telah
dikenalnya malam tadi, karena ia tahu bahwa yang menegurnya
itu tentu wanita cantik yang menolongnya.
Ketika ia putar tubuh, benar saja di depannya telah berdiri
seorang wanita yang luar biasa cantiknya. Malam tadi ia tidak
dapat melihat tegas, tapi sekarang nyata sekali kecantikan wanita
itu yang berusia kurang lebih duapuluh tahun, tubuhnya berisi dan
potongannya ramping tinggi, wajahnya mengeluarkan sinar
sedemikian segar bagaikan setangkai bunga sedang mekarmekarnya,
tapi wajah yang sangat jelita itu seakan-akan mati tidak
memperlihatkan perasaan apa-apa!
69 Siauw Ma cukup mengerti bahwa wanita ini bukanlah seorang
sembarangan dan memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya,
maka ia tidak berani main-main, lalu menjura dan menjawab
dengan suara perlahan. "Nona, maafkan saya. Saya tidak mencuri apa-apa, hanya karena
melihat ukiran-ukiran yang demikian indahnya penuh tertutup
debu, maka saya berusaha membersihkannya."
"Dengan maksud apa kaubersihkan ukiran-ukiran itu?"
pertanyaan ini keras dan ketus.
"Maksudku hanya membalas budimu, nona."
"Apa maksudmu! Jangan kau main-main!"
"Siapa berani main-main dengan nona yang budiman dan gagah
perkasa" Saya telah kautolong dari bahaya maut, berarti jiwaku
telah berada dalam tanganmu, nona.
"Kini melihat keadaan dalam tempat tinggalmu demikian kotor,
hatiku tidak tega dan ingin membersihkannya. Bukankah kalau
bersih bagus dipandang?"
"Tapi mengapa kau tiru-tiru gerakan orang dalam lukisan ini?"
Mendengar pertanyaan ini, terkejutlah Siauw Ma. Ia dapat
menduga bahwa wanita aneh ini tentu telah ketahui rahasianya,
bahwa ia mempelajari pukulan-pukulan aneh yang terlukis di
dinding itu. Maka dengan nekat karena tiada jalan lain, tiba-tiba ia
menjatuhkan diri berlutut di depan wanita itu dan memohon.
70 "Ampunkan saya, nona. Saya?" saya ingin sekali memiliki
kepandaian silat yang agak berarti karena saya merasa betapa
rendahnya ilmu yang saya miliki sekarang. Dan".. gerakangerakan
dalam lukisan di dinding ini seakan-akan merupakan tiputipu
silat yang hebat, maka perkenankanlah aku membersihkan
semua dinding ini." "Hm, kau hendak mencuri ilmu silat yang kuciptakan?"
Siauw Ma makin terkejut. Jadi ukiran-ukiran itu adalah perbuatan
wanita ini" Ah, tak mungkin. Tiba-tiba timbul pikiran dalam
kepalanya. Ia angguk-anggukkan kepalanya hingga membentur
lantai. "Nona, kalau begitu?" siauwte mohon diterima menjadi murid."
"Apa" Kau gila! Siapa sudi mempunyai murid seperti engkau!
Pendeknya jangan banyak rewel, hayo angkat kaki dan pergi kau
dari sini!" Siauw Ma menjadi bingung, tapi hatinya yang keras dan pantang
mundur membuatnya tak kenal takut dan ia mendesak lagi.
"Nona, kalau aku tak cukup berharga menjadi muridmu, maka
biarlah aku kauperkenankan membersihkan seluruh dinding yang
ada di sini. Hitung-hitung sebagai balas budimu, nona. Setelah
semua dinding bersih, barulah siauwte hendak pergi tinggalkan
tempat ini. Siauwte takkan mengganggu kepada nona sedikitpun."
71 "Kau memang gila! Dinding di dalam gua ini luas sekali dan
agaknya berbulan-bulan kau baru akan dapat selesaikan jika kau
hendak menggosok semua ukiran!
"Tapi, melihat ketekunan dan keteguhan hatimu, biarlah aku beri
waktu padamu tiga bulan. Jika dalam tiga bulan ini kau berhasil
menggosok bersih semua ukiran, kau akan kuberi petunjuk
bagaimana untuk meniru gerakan-gerakan semua lukisan. Tapi
jika dalam tiga bulan kau belum selesaikan semua itu, jangan
mengeluh jika aku lempar kau ke dalam jurang!"
Mana Siauw Ma berani membantah" Ia tidak pikir panjang lagi,
lalu mengangguk-anggukkan kepala: "Baik, nona?" baik, nona."
Wanita itu lalu buka batu penutup gua dan keluar.
Siauw Ma lalu mulai menggosok-gosok lagi, lupa kantuk lupa
lelah. Ia menggosok dengan giatnya dan kini ia tidak berani lagi
turun dari bangku untuk meniru-niru gerakan ukiran itu karena
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
takut kalau-kalau ia tidak dapat selesaikan tugasnya.
Tapi diam-diam ia ingat semua lukisan itu dalam hati untuk
dipelajari kelak. Sehari itu ia terus menggosok tanpa makan apaapa
hingga pada sore harinya ia merasa lelah dan lapar, namun
ia tidak berani herhenti dari pekerjaannya. Ia telah mengambil
keputusan untuk terus bekerja, biarpun ia akan mati dalam
melakukan pekerjaannya itu.
Hatinya memang keras dan kemauannya membaja, maka
ketekunannya membuat ia kuat bertahan sampai hari menjadi
72 malam lagi. Tak terasa ia telah bekerja sehari semalam tanpa
berhenti dan tanpa makan! Tidak sembarang orang dapat
bertahan sampai sehari semalam bekerja keras tanpa istirahat
atau makan, kalau ia tidak mempunyai semangat yang bernyalanyala
dan ketetapan hati yang keras.
Maka ketika wanita itu pada tengah malam memasuki gua, ia
heran juga melihat Siauw Ma masih bekerja dan sehari semalam
itu telah berhasil bersihkan dinding sampai seluas kurang lebih
sepuluh kaki persegi! Wanita itu di tangan kirinya membawa
seekor burung besar yang macamnya seperti ayam hutan dan ia
lempar burung itu di dekat Siauw Ma sambil berkata.
"Kau makanlah dulu! Aku tidak mau kalau ada orang mati
kelaparan di dalam guaku!" Kemudian wanita itu menunjuk ke
dalam dan berkata, "Kalau kau sudah menggosok dinding sampai pada tirai bambu
yang menutup kamarku, kau harus pindah ke dinding lain yang
belum tergosok. Jangan kau sekali-kali berani membuka tirai
bambu itu, karena perbuatan itu berarti kematian bagimu!"
Setelah berkata demikian dengan suara yang merdu tapi
menyeramkan, ia tinggalkan Siauw Ma.
Pemuda itu berdiri bingung sambil memandang bangkai burung
besar yang menggeletak di atas lantai. Bagaimana ia harus
makan daging burung itu" Di situ tidak ada api untuk
membakarnya, tidak ada sepotongpun kayu untuk dijadikan
bahan bakar, apakah ia harus makan daging burung itu begitu
73 saja tanpa dimasak dulu" Siauw Ma lalu cepat membersihkan
bulu burung itu. Ternyata kulit dan daging burung itu berwarna putih kemerahan
dan tampaknya enak sekali. Namun ia masih ragu-ragu dan
merasa muak untuk makan daging mentah.
Alangkah nikmat dan lezatnya kalau daging yang gemuk itu
dimasak! Memikirkan ini, tak terasa air liur di mulutnya membuat
ia merasa makin lapar. Dengan perlahan ia cabut paha burung itu dan dengan meramkan
mata ia gigit dagingnya! Tapi setelah daging itu beradu dengan
giginya, ia buka mata lebar-lebar karena heran dan girang.
Daging itu ternyata enak sekali dan sedikitpun tidak berbau amis.
Rasanya seperti daging yang telah dimasak saja! Mimpikah ia"
Atau karena laparnya yang hebat itu maka ia merasa daging itu
enak seakan-akan sudah dimasak"
Ia tidak tahu bahwa burung itu memang mempunyai daging yang
tidak amis dan rasanya gurih seakan-akan daging yang telah
masak. Dengan bernapsu ia gerogoti semua daging dari tulangtulang
burung itu dan sebentar saja habislah semua daging
burung yang besar seperti seekor angsa itu!
Setelah perutnya kenyang Siauw Ma merasa senang dan ia
lanjutkan pekerjaannya menggosok dinding. Tapi baru saja mulai
menggosok, ia merasa lelah sekali dan ia rebahkan tubuhnya di
74 atas balai-balai batu. Sebentar saja terdengar suara dengkurnya
yang keras karena ia tertidur pulas sekali.
Menjelang tengah hari, tiba-tiba Siauw Ma terjaga dari tidurnya
ketika ia mendengar suara nyanyian yang nyaring dan merdu dan
ketika ia buka matanya ternyata sinar merah dalam gua itu makin
besar dan hebat. Ia sangka bahwa matahari tentu telah
menyinarkan cahayanya yang menembus gua itu dan tidak ambil
perduli lebih lanjut. Kini perhatiannya tercurah kepada lukisan-lukisan terukir pada
dinding yang telah ia bersihkan. Lukisan-lukisan itu tampak jelas
dan ia masih ingat akan janji wanita cantik kemarin.
Kalau ia dapat selesaikan semua penggosokan dinding itu dalam
tiga bulan, maka ia akan diberi petunjuk untuk main silat seperti
yang terlukis pada ukiran! Cepat Siauw Ma loncat bangun dan
mulai menggosok-gosok lagi secepat dan sekuat mungkin!
Siauw Ma bekerja rajin dan keras. Ia tak kenal lelah dan tak
pernah berhenti, kecuali kalau perutnya menagih dan ia makan
daging burung yang enak itu yang tiap dua hari sekali dibawakan
oleh wanita cantik itu, atau ia baru berhenti kalau matanya sudah
tak kuat menahan kantuknya lagi.
<> Demikianlah maka sebulan kemudian, ketika Beng Beng Hoatsu
ajak Lian Eng mengunjungi Huo Mo-li dan masuk ke dalam
guanya, mereka melihat Siauw Ma sedang menggosok dinding!
75 Siauw Ma melihat kedatangan Lian Eng secara tiba-tiba bersama
seorang gemuk pendek yang berwajah aneh dan pakaiannya pun
aneh pula, menjadi girang sekali. Ia girang melihat bahwa gadis
cilik itu ternyata selamat. Maka tanpa terasa ia angkat dan
melambaikan tangannya yang dibalas oleh gadis itu sambil
tersenyum manis. Karena ingin tahu apa yang hendak dilakukan oleh orang gemuk
itu dan Lian Eng, dengan tak terasa lagi Siauw Ma turun dari
bangkunya dan jalan mengikuti mereka menuju ke ruang di dalam
gua yang paling dalam. Tiba-tiba mereka membelok dan berdiri di depan sebuah tirai
bambu warna hijau yang menutup sebuah pintu. Siauw Ma
teringat akan ancaman wanita aneh kepadanya bahwa sekali-kali
tidak boleh membuka tirai bambu, dan kalau ancaman itu
dilanggar, ia akan dibunuh! Diam-diam Siauw Ma merasa ngeri
dan takut. Pertapa gemuk itu agaknya tidak berani membuka tirai itu, karena
ia berdiri di luar dan berkata dengan halus.
"Huo Mo-li, benar-benarkah kau tidak mau menyambut aku?"
Setelah hening sesaat dan gema suara Beng Beng Hoatsu telah
lenyap, suara wanita aneh itu terdengar dari balik tirai.
"Tunggulah sebentar, aku sedang mandi!"
"Kebetulan sekali! Huo Mo-li, sudah lama aku ingin melihat kau
mandi!" 76 Siauw Ma mendongkol sekali mendengar kata-kata pendeta ini
yang dianggapnya cabul dan kurang ajar, juga Lian Eng dengan
wajah merah tundukkan kepala dan menyesal akan sikap katakata
suhunya yang melewati batas kesopanan itu.
Tapi dari belakang tirai bambu, terdengar suara tertawa nyaring
yang disusul jawaban. "Begitukah" Akupun sudah mendengar bahwa kau seoranglah
yang paling tidak percaya akan kesaktianku dan memandang
rendah kepadaku!" "Jangan jumawa, Huo Mo-li. Beng Beng Hoatsu sepuluh tahun
yang lalu bukanlah Beng Beng Hoatsu yang sekarang berada di
luar kamarmu." Terdengar suara sindiran dari Huo Mo-li, "Hmm, siapa yang tidak
tahu bahwa kau menjadi kepala besar karena kepandaianmu Sinliongkiam-sut" Tapi aku tidak gentar."
Beng Beng Hoatsu menjadi tidak sabar. "Kalau begitu, keluarlah
kau dan mari kita penuhi janji kita sepuluh tahun yang lalu!" ia
menantang. "Kau ternyata masih tidak sabaran dan penakut seperti dulu juga.
Kau datang membawa seorang gadis kecil, tentu maksudmu
untuk melindungi jiwa monyetmu! Tapi sebelum aku keluar, kau
lihatlah dulu kesaktianku yang kau ragukan."
Pada saat itu terdengar suara ledakan kecil dan tirai bambu itu
dengan perlahan tergulung sendiri ke atas! Perlahan-lahan dari
77 dalam kamar yang terbuka itu memancar keluar sinar merah
terang yang menyilaukan mata hingga terpaksa Siauw Ma dan
Lian Eng gunakan tangan menutupi matanya.
Ternyata bahwa cahaya yang menerangi dalam gua sebenarnya
keluar dari kamar ini dan cahaya itu masih tertahan oleh mata
karena terhalang tirai bambu itu. Kini setelah tirai bambu terbuka,
maka keadaan demikian terang seakan-akan matahari tergantung
hanya beberapa tombak di atas gua itu!
Ketika Siauw Ma dan Lian Eng beranikan diri memandang melalui
celah-celah jari tangan, hampir saja mereka berteriak karena
kaget dan takut. Pemandangan yang mereka lihat di dalam kamar
itu betul-betul mengherankan dan membuat mereka merasa
seakan-akan bukan berada di dunia, tapi lebih pantas di dalam
neraka! Ternyata bahwa kamar itu terhias indah sekali, tapi di sudut kamar
yang lebar itu terdapat lubang besar di lantai yang lebarnya tidak
kurang dari tiga tombak. Lubang itu adalah sebuah kawah di
bawah tanah dan dari kawah inilah keluar api merah yang
menyala-nyala dan lidah api menjilat-jilat ke atas!
Dan apakah yang tampak" Di atas kawah itu tampak melintang
sebatang tongkat atau gala panjang yang entah terbuat dari pada
apa, karena gala itu ternyata kuat sekali dan tidak termakan api.
Dan yang paling hebat, Huo Mo-li si wanita cantik jelita itu berdiri
di atas gala itu hingga lidah api yang kuning kemerah-merahan
menjilat dan menyelubungi seluruh tubuhnya dari jari kaki sampai
78 ke ujung rambutnya yang terurai sampai ke pinggang! Ia
mengenakan pakaian longgar warna putih mengkilap bagaikan
terbuat dari pada benang perak dan rupanya pakaian itupun tahan
api! Huo Mo-li menghadapi mereka sambil angkat dada dan dengan
bangga sekali ia tersenyum manis dan memandang Beng Beng
Hoatsu dengan mata bercahaya!
Beng Beng Hoatsu dapat menindas perasaan herannya, dan ia
dongakkan kepala sambil tertawa bergelak-gelak.
"Pantas kau disebut Huo Mo-li atau Setan Api Wanita! Memang
kalau kau sedang mandi di dalam api macam ini, kau pantas
menjadi setan api! Nah, aku sudah lihat kesaktianmu, Huo Mo-li,
tapi tetap aku hendak menagih utangmu sepuluh tahun yang lalu!"
Huo Mo-li gerakkan tubuhnya dan ia loncat dari gala itu, kini berdiri
di depan mereka. Wajahnya nampak makin cantik dan kulitnya
makin segar seakan-akan seorang yang baru saja mandi bersih.
Siauw Ma dan Lian Eng tak terasa turunkan kedua tangan dan
memandang ke arah wanita itu dengan mata terbelalak dan mulut
ternganga. Lebih-lebih Siauw Ma.
Sedikitpun tak disangkanya bahwa wanita yang menolongnya itu
demikian lihai dan luar biasa hingga seakan-akan bukan manusia
lagi! Huo Mo-li memandang kepada Beng Beng dengan senyum
Pendekar Super Sakti 7 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Pertemuan Di Kotaraja 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama