Ceritasilat Novel Online

Tengkorak Maut 22

Tengkorak Maut Karya Khu Lung Bagian 22


1468 Tapi urusan sudah didepan mata, sekalipun gelisah juga
percuma, maka perempuan itu kembali menunjukkan sikap
tidak habis mengerti, lalu bertanya:
"Boanpwe berdua merasa tak pernah melakukan sesuatu
kesalahan yang melukai locianpwe, kenapa locianpwe....?"
"Aku sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan
kepadaku." "Melaksanakan tugas" Locianpwe kau seorang jago yang
tersohor, dalam dunia persilatan dianggap seorang pemuka
dunia persilatan, masa benar kalau locianpwe sedang
menjalankan perintah" Aku tidak percaya kalau locianpwe
suka diperintah orang siapa yang memerintah dirimu?"
Hun si mo ong kelihatan merasa serba salah, ia lantas
membentak keras: "Aaah, kamu tak usah cerewet melulu, lihat seranganku ini.
Akan kubekuk dulu dirimu"
Dengan cepat tangannya yang besar seperti kipas dia
lantas mencengkeram tubuh Buyung Thay, bukan saja
cengkeraman tersebut cepat bahkan ganas dan luar biasa,
rasanya susah untuk menemukan orang yang sanggup
menghindari serangannya itu.
Buyung Thay terkesiap. ia putar badan sambil melejit ke
samping, manis sekali gayanya waktu menghindar.
Terkejut juga Hun si mo ong menghadapi kelincahan
musuhnya, ketika cengkeramannya mengenai sasaran yang
kosong dari serangan mencengkeram dia lantas merubah
menjadi serangan pukulan.
"Wess " Dengan dahsyatnya dia menghantam perempuan
itu. Untuk kedua kalinya Buyung Thay berkelit kesamping,
serunya: " Locianpwe, sudah dua kali boanpwe mengalah
kepadamu" 1469 Dua kali menemui kegagalan, hawa amarah Hun si mo ong
memuncak. dengan suara yang keras ia membentak.
"Bocah keparat, tak kusangka kau punya ilmu simpanan,
sambutlah lagi beberapa jurus seranganku ini"
sambil membentak keras, secara beruntun ia lancarkan tiga
buah serangan yang kesemuanya merupakan seranganserangan
mematikan yang bertenaga besar.
Buyung Thay cukup memahami kemampuan yang
dimilikinya, dia tak sudi menerima ancaman itu dengan keras
lawan keras, seperti bayangan sukma hanya sekali berkelejit
tahu-tahu dia telah melompat keluar dari lingkaran hawa
serangan, sampai saat itu Buyung Thay belum juga
melepaskan serangan balasan, sebab ia berusaha mengulur
waktu sepanjang-panjangnya.
Hun si mo ong tidak menyangka kalau musuhnya memiliki
ilmu silat yang setinggi itu, serangan beruntunnya sebanyak
tiga jurus yang dilancarkan dengan tenaga besar dan
kecepatan tinggi itu bisa dihindari dengan begitu saja, bicara
mengikuti peraturannya maka sekarang ia sudah tidak
mempunyai kesempatan untuk menyerang lagi.
Muridnya si malaikat hawa dingin Mo siu ing
memperlakukan peraturan yang mana tak akan membunuh
korbannya jika mampu menghindari tiga jurus serangannya,
dan sekarang perempuan baju merah itu sudah lolos dari tiga
jurus serangannya, menurut aturan dia harus segera angkat
kaki, tapi kali ini ia tak dapat berbuat begini sebab ia datang
untuk melaksanakan perintah dari Thian che kaucu.
Maka dalam malu dan gusarnya, ia menerjang maju lebih
ke depan, sepasang telapak tangannya direntangkan dan
langsung menyerang sekujur badan Buyung Thay.
Menghadapi serangan yang begitu ganasnya, terpaksa
nyonya cantik berbaju merah itu harus menggigit bibir
melakukan perlawanan, telapak tangan kirinya di ayunkan ke
1470 udara, sementara telapak tangan kanannya melepaskan
serangan kilat. Dengan adanya gerakan itu, Hun si mo ong yang sedang
melancarkan serangan segera merasakan munculnya suatu
tenaga hisapan yang membawa daya pukulannya
menghantam kesamping baru ia merasa kaget. segulung
tenaga pukulan yang kencang menyergap tiba dari depan,
terpaksa ia tarik kembali serangannya dan melompat ke
samping. Kejadian seperti ini baru dialaminya untuk pertama kali,
sebab selama bertempur melawan orang belum pernah ia
didesak sampai menghindarkan diri kesamping.
Pada saat tubuhnya menyingkir ke samping itulah,
mendadak sepasang telapak tangannya dilontarkan kembali
dengan melancarkan serangan ke depan dan melancarkan
bacokan gencar. Waktu itu Buyung Thay belum sempat menarik kembali
serangannya, ketika pukulan musuh yang gencar telah
menyerang datang terpaksa ia memutar tangannya didepan
dada dengan maksud memunahkan kekuatan lawan, apa mau
dikata tenaga dalam musuh setingkat lebih sempurna.
"Blang" ditengah benturan keras dia sendiri yang malahan
tergetar sampai mundur ke belakang beberapa langkah.
Hun si mo ong lebih terkejut lagi setelah menyaksikan
pihak musuh hanya terdorong mundur beberapa langkah saja
setelah menyambut serangannya itu dengan keras lawas
keras, bahkan sama sekali tidak menderita luka, pikirnya:
"Kalau tidak mampu membereskan bocah keparat
perempuan ini, nama besarku pasti akan tamat riwayatnya?"
Berpikir sampai disitu, hawa napsu membunuh lantas
menyelimuti wajahnya, ia melompat ke depan dan secara
beruntun melancarkan delapan buah serangan berantai.
1471 Delapan buah serangan berantai itu dilancarkan dengan
tujuan untuk membereskan nyawa lawan. kedahsyatannya
melebihi ombak samudra yang ketimpa angin puyuh, bahkan
delapan buah serangan datangnya dari delapan arah,
kecepatan serta kehebatannya mengerikan.
Paras muka Buyung Thay berubah hebat, ia mengerti tak
bisa menghindarkan diri lagi dari ancaman lawan, maka
hatinya jadi nekad, dia putar telapak tangannya dan
menyambut serangan tersebut dengan kekerasan"Blaang" diiringi jerit kesakitan yang memekikkan telinga
Buyung Thay mencelat sejauh satu kaki lebih dan muntah
darah segar. Tapi sewaktu tubuhnya hampir terbanting ke tanah tibatiba
ia berjumpalitan beberapa kali diudara, ketika jatuh
ketanah ia masih tetap dalam posisi berdiri.
Hun si mo ong tertegun, tapi sejenak saja ia sudah
melayang kembali delapan depa ke depan dan siap
melancarkan lagi serangan.
Buyung Thay mendengus dingin, tangan kanannya segera
diayun kemuka, segumpal jarum lembut seperti bulu kerbau
bagaikan hujan gerimis segera berhamburan keatas udara,
serangan itu sama sekali tidak menimbulkan suara kendatipun
musuhnya seorang musuh tangguh namun dalam kegelapan
untuk memukul rontok ancaman itu bukanlah suatu pekerjaan
yang terlalu gampang. Tapi Hun si mo ong memang seorang jago silat yang lihay,
dalam dunia persilatan ia menempati posisi ketiga, kendatipun
ditengah kegelapan namun matanya yang tajam dapat
menyaksikan segala sesuatunya seperti dalam keadaan tengah
hari saja, telapak tangannya segera diputar sedemikian rupa
membuat hujan jarum itu seketika tersapu rontok semua.
Buyung Thay tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang
sangat baik itu, sementara lawannya sedang kerepotan untuk
1472 memukul rontok ancawan tersebut, ia telah maju dan
menyerang lagi dengan tangan kirinya.
Tiba-tiba Hun si mo ong menarik diri dan melayang mundur
sejauh satu kaki lebih, teriaknya keras-keras: "Eeeh, tunggu
sebentar" Wajah Buyung Thay tampak menyeringai seram, biji
matanya memancarkan sinar penuh hawa pembunuhan,
ujarnya dengan dingini "Ada apa " sedap bukan rasanya jarum
toh hun ciam itu?""
Hun si mo ong tak menggubris ejekan musuhnya, dia
malahan berbalik bertanya: "Apa hubunganmu dengan Toh
hun sian li (dewi cantik pembetot sukma)?"
sekarang giliran Buyung Thay yang tertegun, sesudah
sangsi sebentar jawabnya: "Dia adalah mendiang guruku"
"Dia adalah mendiang gurumu?" teriak Hun si mo ong
setengah menjerit, tubuhnya yang tinggi besar kelihatan
gemetar keras "jadi-jadi dia sudah mati"
"Benar, ada apa?"
Hun si mo ong menggerakkan tubuhnya dan maju lima
depa ke depan. Buyung Thay kuatir dia melancarkan serangan lagi, maka
sambil mengayunkan telapak tangannya dia siap melancarkan
pula serangan jarum. "Eeeh Tahan Tahan" cepat Hun si mo ong berteriak "aku
bukan hendak menyerang, aku hanya ingin menanyakan
kepadamu, benarkah engkau adalah ahli waris dari Tok hun
sian ci?" "Kalau benar lantas mau apa?"
"sudah berapa tahun dia menghembuskan napasnya yang
penghabisan?" 1473 "Dua puluh tahun"
"Aaah sudah dua puluh tahun?" Hun si mo ong berpekik
sedih, ia lantas menengadah dan memandang angkasa
dengan wajah termangu- mangu, agaknya ia sedang
mengenang kembali kejadian masa lalu.
Buyung Thay jadi serba salah dibuatnya, ia tak tahu apa
hubungan antara Hun si mo ong dengan Toh hun sian ci
sebab semasa hidupnya Toh hun sian ci yaitu gurunya tak
pernah menyinggung tentang persoalan itu.
Hun si mo ong jadi kaku seperti sebuah patung arca,
sedikitpun tidak bergerak.
Andaikata Buyung Thay kejam dan mau turun tangan pada
waktu itu, niscaya Hun si mo ong akan tewas secara
mengenaskan, tapi ia tidak berpikir sampai kesana sebab ia
sedang memikirkan apa hubungannya Hun si mo ong dengan
gurunya, sebab dari sikap dan tingkah laku Hun si mo ong
sekarang dapat ia tarik kesimpulan bahwa hubungan mereka
bukan dalam soal dendam melainkan berhubungan dengan
soal cinta. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya:
"Kenapa tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini
untuk membinasakan dirinya" Asal dia mati bukankah adik
Han juga akan terhindar dari malapetaka?"" sebelum ia
laksanakan niat itu, Hun si mo ong telah bergumam lagi:
"Aaah... dia sudah mati, sungguh tidak kusangka dia sudah
mati.." sinar matanya yang hijau tajam segera dialihkan
kembali keatas wajah Buyung Thay, tanyanya lagi dengan
gemetar: "Jenazahnya dikebumikan dimana?"
Terbentur dengan sorot matanya yang menggidikkan hati,
Buyung Thay tercekat rasanya, bukan menjawab ia malahan
balik bertanya: 1474 "Locianpwe, sebelum kujawab pertanyaanmu itu, lebih dulu
ingin kutanyakan apa hubunganmu dengan mendiang
guruku?" "Aaai. orangnya saja sudah mati, segala sesuatunya telah
berlalu, apa gunanya kau tanyakan lagi?""
"Kalau memang begitu, maafkanlah boanpwe kalau tidak
dapat menerangkan kepadamu"
"Tidak Bagaimanapun juga kau... kau harus
memberitahukan persoalan itu kepadaku"
"Kalau memang demikian, lebih baik Locianpwe terangkan
dulu apa hubunganmu dengan mendiang guruku."
Sinar mata Hun si mo ong jadi redup, akhirnya dia
mengalah. "Baiklah akan kuterangkan kepadamu..."
Pada saat itulah tiba-tiba dari dalam ruangan
berkumandang suara jerit kesakitan yang menyayat hati.
Berdiri semua bulu kuduk Buyung Thay, ia merasa
jantungnya hampir copot segera jeritnya: "Aduh celaka..."
Ia menjejakkan kakinya ke tanah dan segera menerjang
masuk ke dalam ruangan. -ooo0dw0ooo- BAB 81 BARU saja Buyung Thay menggerakkan tubuhnya, kembali
Hun si mo ong telah menghadang jalan perginya seraya
berseru. "Lebih baik kita lanjutkan pembicaraan antara kita berdua,
kenapa kau mesti ikut campur dengan urusan yang terjadi di
dalam ruangan?""
"Tidak Aku harus masuk ke dalam"
1475 "Engkau akan selamatkan jiwanya?"
"Hmmm" Buyung Thay mendengus dingin "jika manusia
muka dingin sampai tertimpa malapetaka, perkumpulan Thian
che kau akan membayar hutang darah ini sepuluh kali lipat
lebih besar" Ucapan tersebut penuh dengan hawa napsu membunuh,
membuat siapapun yang mendengar merasakan jantungnya
berdetak keras. Dalam dugaannya pasti ada orang berhasil menyergap
masuk ke dalam ruangan itu, padahal ketika itu Han Siong Kie
sedang bersemedi untuk menyembuhkan lukanya, dalam
keadaan demikian jangankan seorang tokoh silat yang berilmu
sangat tinggi, kendatipun seorang jago silat biasa sudah cukup
untuk mencabut selembar jiwanya.
Maka dengan perasaan hati yang amat gelisah, dia
menjejakkan kakinya dan kembali akan melayang masuk ke
dalam ruangan rumah itu..
Hun si mo ong memang bermaksud menghalangi jalan
pergi nyonya cantik itu, sepasang telapak tangannya kembali
direntangkan untuk menghalangi jalan pergi Buyung Thay,
serunya: "Orang-orang perkumpulan Thian che kau telah bersumpah
tak akan melepaskan dirinya, dengan mengandalkan


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekuatanmu seorang tak nanti usaha mereka bisa kau
halangi?"" Buyung Thay benar-benar marah sekali, telapak tangannya
dilontarkan kemuka dan secara beruntun melancarkan dua
buah pukulan dahsyat, dalam melancarkan serangannya ia
telah sertakan tenaga dalam yang dimilikinya, hebat sekali
jadinya memaksa Hun si mo ong seketika itu juga terdesak
mundur. 1476 Menggunakan kesempatan itu Buyung Thay menyelinap
kedepan jendela dan melongok kedalam tapi apa yang terlihat
olehnya membuat perempuan itu tertegun.
Han Siong Kie yang dikuatirkan tewas atau terluka, masih
duduk di atas pembaringan dalam keadaan segar bugar, kabut
putih tengah menyelimuti ubun-ubunnya, ini menandakan
kalau semedinya tengah mencapai puncak yang paling tinggi,
sementara di samping pintu terkapar sesosok mayat dan
orang itu tak lain adalah salah seorang diantara delapan kakek
tua yang datang bersama Hun si mo ong itu.
Siapakah yang membinasakan orang itu " Mungkinkah Han
Siong Kie" Mustahil kalau dia bisa melancarkan serangan, tapi
kalau bukan dia, hasil karya siapakah itu"
sementara nyonya cantik baju merah itu masih termenung,
kembali ada tiga orang kakek tua menyerbu masuk ke dalam
ruangan. Buyung Thay tidak berisik, pun tidak mendatangkan suara
apapun, begitu melihat ada musuh menyerbu masuk
keruangan, segenggam jarum Toh hun ciam yang telah
disiapkan ditangannya segera diayun kedepan.
sebagaimana diketahui jarum Toh hun ciam lembutnya
seperti bulu kerbau, lagi pula mengandung racun yang jahat
sekali, di tambah pula sekali melepaskan serangan puluhan
batang telah dilancarkan tanpa menimbulkan suara, sebelum
tiga orang kakek itu menyadari apa yang telah terjadi, jarum
beracun itu sudah menyambar tiba.
Tiga kali jeritan kesakitan berkumandang memecahkan
kesunyian, dalam ruangan itu kembali telah bertambah
dengan tiga sosok mayat. Sementara itu Hun si mo ong telah tiba dibelakang Buyung
Thay, ketika menyaksikan kejadian itu ia jadi amat marah,
segera bentaknya: "Enyah kau dari sini"
1477 Sambil membentak jari tangannya langsung mencengkeram
tubuh perempuan itu dan melemparkannya satu kaki dari
tempat semula. Begitu berhasil menyisihkan musuhnya Hun si mo ong
segera mengayunkan telapak tangannya dari depan jendela,
langsung menghantam tubuh Han Siong Kie yang sedang
mengatur pernapasan. Bila serangan itu sampai terkena sasaran, niscaya Han
Siong Kie akan mampus dalam keadaan mengenaskan.
Tapi di saat yang amat kritis itulah tiba-tiba terasa desingan
angin tajam menyambar datang menyusul kemudian "Duuk."
serangannya terbentur oleh kekuatan lain yang
mengakibatkan Hun si mo ong tergetar mundur satu langkah
lebar. Sekarang terbuktilah sudah bahwa dalam ruangan itu telah
bersembunyi seorang tokoh silat yang berilmu sangat tinggi.
Sebelum gembong iblis tua itu sempat melakukan sesuatu
tindakan lagi, Buyung Thay telah melayang kembali ke
hadapannya, malahan kali ini dia berdiri dengan punggungnya
menyumbat dimulut jendela. "Minggir kau"
"Tidak Aku tidak akan menyingkir, kau mau apa?"
"Aku tak ingin melukai dirimu, lebih baik cepat-cepatlah
tinggalkan tempat ini"
"Tidak Aku tak mau menyingkir" Buyung Thay masih tetap
ngotot. Hun si mo ong marah, sepasang telapak tangannya kembali
siap diayunkan kemuka. Berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki Hun si mo ong,
untuk menghancurkan bangunan rumah yang terbuat dari
batu bata ini bukanlah suatu pekerjaan yang susah, dan asal
1478 rumah itu roboh niscaya Han Siong Kie akan mati secara
mengerikan- Tentu saja Buyung Thay jadi gelisah, dengan cepat jarum
Toh hun ciam dilontarkan kemuka.
Hun si mo ong menyingkir ke samping, kemudian setelah
berputar diudara ia menerjang kembali kesamping Buyung
Thay dan langsung mencengkeram nyonya cantik itu,
serangan tajam dan mengerikan, bila terkena niscaya
perempuan itu akan cidera.
Buyung Thay terdesak hebat, terpaksa dia harus
meninggalkan mulut jendela yang dilindunginya itu untuk
bergeser lima depa ke samping..
Memang itulah maksud tujuan Hun si moong, begitu
perempuan baju merah kena dipaksa untuk menyingkir,
sepasang telapak tangannya diayun kembali kedepan untuk
menghajar roboh dinding rumah.
"Kau berani?"" bentak Buyung Thay gusar.
Dengan menghimpun tenaga dalam yang dimilikinya, ia
menerjang kemuka, dalam serangannya ini dia telah
mempertaruhkan pula selembar nyawa sendiri.
Menghadapi ancaman nekat ini Hun si mo ong dipaksa mau
tak mau harus menarik kembali serangannya..
"Blanng" suatu benturan keras terjadi, dalam bentrokan
tersebut masing-masing terdesak mundur satu langkah lebar.
"Budak ingusan" gembor Hun si mo ong dengan suaranya
seperti geledek. "oleh sebab kau adalah murid Toh hun sian ci,
maka aku tak ingin terlibat pertarungan denganmu, lebih baik
cepatlah enyah dari sini"
"Tidak" kembali Buyung Thay membentak keras, "Hun si
moong, kau tak boleh melukai dia"
1479 "Aku harus membunuh bocah itu, karena aku sedang
menjalankan tugas serta kewajiban"
"Kalau begitu, musnahkan dulu aku kemudian baru kau
lakukan apa yang ingin kau lakukan" . .
"Baik Kalau engkau berkeras kepala terus dan tak mau
mendengarkan nasehatku, terpaksa akupun tak akan
memikirkan soal-soal yang lain lagi, terpaksa engkau harus
kusingkirkan dulu dari sini"
Sambil berkata, sekaligus dia melancarkan delapan belas
buah pukulan berantai kedepan, semua pukulan itu dahsyat
dan disertai tenaga yang amat sempurna.
seketika itu juga Buyung Thay terdesak hebat kembali dia
dipaksa untuk mundur sejauh satu kaki dari posisinya semula.
Setelah berhasil menyingkirkan lawan, Hun si-mo ong
memutar badan dan berusaha untuk merobohkan kembali
dinding bangunan itu. Sekarang Buyung Thay terjebak sehingga mati langkah,
untuk menghalangi niat musuhnya jelas sudah tak sempat
lagi, dengan nekat ia lantas membentak keras: "Aku akan
beradu jiwa dengan dirimu"
Sepasang tangannya diayunkan berulang kali, jarum Toh
hun ciam segera menciptakan selapis cahaya jarum yang
menyelimuti daerah seluruh lima kaki lebih.
Tak terkirakan marahnya Hun si Mo ong menghadapi
serangan maut yang dihadapinya, timbul kembali sifat
buasnya yang selama ini terpendam dalam dasar hati,
diputarkan sepasang tangan itu sekencang gasingan, dan
disapunya kabut jarum yang mengurung sekeliling lingkaran
tubuhnya, kemudian melejit ke udara, seperti burung elang
yang siap menyambar anak kelinci diterkamnya Buyung Thay
dengan ganas, telapak tangan kirinya langsung dibacok
kebawah. 1480 Cukup lama Buyung Thay mengenal keganasan manusia
yang bernama Hun si Mo ong, diapun cukup tahu akan
kehebatan angin pukulannya, dalam keadaan begini ia tak
mau menangkis serangan musuh secara bodoh, maka dengan
kelincahan tubuhnya dia melayang lima depa jauhnya dari
posisi semula, dari situ telapak tangannya baru diputar keatas
untuk menangkis.... Hun si Mo ong menjengek sinis, tubuhnya berpusing
kencing ditengah udara, lalu pada saat yang paling tepat
telapak tangan kanannya ikut membacok kebawah, Suatu
rangkaian serangan gabungan yang rapat dan tepat, seakanakan
jaring langit yang dipasang untuk menjebak seluruh
bumi. Betul juga, setelah diserang oleh pukulan kiri kanan secara
bersamaan waktunya, Buyung Thay jadi panik dan
kebingungan, dia mau melejit kesamping untuk
menghindarkan diri tak bisa, mau mundur juga tak sempat,
akhirnya disambutnya juga serangan itu dengan kekerasan.
"Duuk...." suatu benturan nyaring tak dapat dihindari,
perempuan itu mendengus tertahan, tubuhnya mundur
dengan sempoyongan, gumpalan darah meleleh keluar dan
membasahi ujung bibir serta pakaiannya.
Hun si Mo ong tertawa makin seram, tentu saja dia tak mau
melepaskan kesempatan baik itu dengan begitu saja,
sesampainya diatas permukaan tanah ia menerobos maju
kedepan lalu disodoknya kembali, tinju yang keras bagaikan
besi itu keperut lawan. "Duuk..." sekali lagi tinju maut itu
bersarang di perut perempuan genit itu.
Percikan noda darah telah membasahi seluruh wajah
Buyung Thay, ia sudah mundur beberapa langkah dengan
badan sempoyongan, tapi pancaran sinar matanya masih
tajam, sinar mata itu penuh diliputi rasa benci, dendam serta
napsu membunuh yang tebal, begitu tebal dan mengerikannya
1481 membuat gembong iblis yang disegani orang banyak itupun
jadi bergidik dan mengkirik hatinya.
Akhirnya gembong iblis yang disegani banyak orang itu
menghela napas panjang, katanya:
"Aaai... sudahlah, jangan mendongkol secara berlebihan,
katakan Mengapa kau bela mati matian bocah itu" Dia toh
bukan sanakmu, bukan keluarga mu juga... juga bukan
suamimu" "Aku cinta padanya Kau mengerti..." Aku cinta padanya
Kau paham tentang cinta?" teriak Buyung Thay sambil
menggertak gigi. Hun si mo-ong seperti terkena aliran listrik, sekujur
tubuhnya bergetar keras setelah tertegun sejenak seperti
orang bego, akhirnya ia mengangguk seraya bergumam:
"Yaa.. yaa.. aku tahu... aku tahu.... cinta... cinta .... "
Aneh sekali tingkah laku kakek itu, lagaknya betul-betul
seratus persen bego, malahan lebih mirip seperti orang sinting
yang lagi ngoceh.... Ini menyebabkan Buyung Thay malah tertegun dan dibuat
keheranan oleh musuhnya..
"Aaah .... masa iblis tua yang umurnya sudah mendekati
seratus tahun dan siap masuk liang kubur ini juga. mengerti
tentang cinta?" demikian ia berpikir, "atau mungkin, dimasa
lalu dia pernah mengalami pula suatu masa percintaan yang
menyedihkan...?" Tiba tiba ia teringat akan gurunya yang telah tiada.. "Toh
hun sian ci (Dewi genit pencabut nyawa) Yaa, benar, pastilah
urusan ini ada hubungannya dengan gurunya.
Timbul suatu keinginan aneh dalam hati kecilnya, tiba-tiba
saja ia berniat untuk membongkar rahasia gurunya itu ....
1482 "Baiklah " tiba tiba Hun si mo ong berseru sambil
mendepakkan kakinya ke atas tanah, "demi kau, kulepaskan
bocah muda itu Tapi .... hanya sekali ini saja, hanya satu kali
ini saja" "Memangnya aku butuh dua kali?" sumpah Buyung Thay
dihati, " cukup satu kali ini saja, memang hanya kubutuhkan
sekali ini, masakah dia bakal terluka dua kali" Kunyuk Monyet
tua. Kalau dia tidak terluka parah dan harus mengatur
pernafasan untuk menyembuhkan lukanya itu, kau Hun si mo
ong tak bakal menangkan dia, ilmu silatmu tak nanti
tandingannya ......"
Karena gembira dan lega, perempuan itu malah lupa
dengan luka dalam yang dideritanya, saat ini dia lebih
memperhatikan keselamatan sianak muda itu daripada dirinya
sendiri, maka segera tanyanya: "Berlakukah perkataanmu itu "
Kau tak akan mungkir lagi?"
"Kau anggap aku suka main-main" Kau anggap
perkataanku tidak berbobot..." Huuh, untung kupandang
wajahmu, kalau tidak...Kreeek sekali bacok habis sudah nyawa
bocah muda itu" "Baik Aku percaya dengan perkataanmu itu, tapi untuk
membuktikan bahwa kau tidak bermain-main, perintahkan
kepada sisa empat begundal Thian che kau yang masih ada
dalam ruangan itu agar segera mengundurkan diri dari situ"
"Aku pikir tak usah itu tak penting..."
"Kenapa?" teriak Buyung They agak marah.
"Masa kau tak tahu " Dalam ruangan itu kan sudah siap
sedia seorang jago lihay yang setiap saat melindungi
keselamatan bocah itu " Dengan kepandaian yang begitu
tinggi, aku pikir empat orang anak buahku tak mungkin bisa
menandinginya dengan seimbang"
1483 Buyung Thay berpikir sebentar, betul juga. Apa yang
dikatakan itu memang benar, tapi.. siapakah jago lihay yang
bersembunyi didalam ruangan itu" Akhirnya diapun
mengangguk tanda setuju. "Yaa, seandainya tiada perlindungan dari tokoh sakti yang
bersembunyi dibalik kegelapan itu, pukulan maut yang
dilancarkan Hun si mo ong lewat dinding ruangan tadi
memang sudah cukup untuk merenggut nyawa Han Siong Kie,
bocah itu pasti sudah tergeletak mampus pada saat ini."
Disekanya noda darah yang membasahi ujung bibirnya,
kemudian dengan nada menyelidik dan bertanya:
"Baik, untuk menghargai kebesaran jiwamu yang telah
mengampuni nyawa bocah muda itu, aku tetap menyebutmu
sebagai locianpwe. Locianpwe Bolehkah aku tahu, apa
alasanmu sehingga bersedia untuk melepaskan dia?""
Mimik wajah Hun si mo ong yang menyeramkan itu


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkejang-kejang sebentar seperti orang menahan kesakitan,
lalu katanya dengan sedih:
"Selama hidupnya aku telah berbuat salah kepadanya,
maka setelah dia mati, aku tak ingin melakukan segala
perbuatan yang dapat menambah ketidak tenangan arwahnya
dialam baka" "Dia...." siapa yang kau maksudkan sebagai "dia?"?" seru
perempuan itu keheranan. "siapa lagi" Yaa .... tentu saja gurumu, Toh hun sian ci si
perempuan genit pencabut nyawa"
"Oooh ....jadi kalau begitu antara locianpwe dengan
mendiang guruku ada ...."
"Orangnya saja sudah mati, buat apa dibicarakan lagi?"
tukas Hun si mo ong cepat, matanya berkaca kaca, hampir
saja air matanya meleleh keluar, "semua kenangan, semua
keindahan sudah ikut lenyap bersama berlalunya waktu ......."
1484 "Tapi kenangan toh selalu terasa baru" Kenangan manis
tak akan ikut terlarut bersama berlalunya sang waktu" Bukan
begitu locianpwe ...?" kata perempuan itu tertawa.
Hun si mo ong mengeluh, mengeluh penuh kepedihan yang
tak terkirakan, ditatapnya wajah Buyung Thay dengan sinar
mata yang redup lalu bisiknya lirih:
"Bocah manis, apakah kau hendak memaksa aku untuk
menggali kembali kenangan lama yang lama kupendam
didasar hati" Apakah kau memaksa aku untuk mengenang
kembali semua kejadian sedih, semua kejadian menyayat hati
yang telah kualami dimasa lampau?"
Nadanya setengah memohon belas kasihan, sama sekali tak
tercermin lagi kewibawaannya sebagai seorang gembong iblis
yang disegani orang. Buyung Thay tertunduk, ikut pedih hatinya melihat
kemurungan kakek tua itu, ia merasa Hun-si mo ong tidak
menakutkan lagi, hakekatnya dia tak lebih hanya seorang
kakek yang patut dikasihani ....
"Kalau toh locianpwee keberatan, tentu saja boanpwee tak
akan memaksa" sahutnya kemudian dengan suara yang lirih
hampir tak kedengaran. Hun si mo ong yang perkasa dan disegani banyak jago, kini
berubah jadi seorang kakek lemah yang tak berdaya dan patut
dikasihani, dia tertunduk sedih dan berkata lembut:
"Ya .... kejadian ini sudah berlangsung enam puluh tahun
berselang, ketika itu aku sedang mengejar gurumu Toh hun
sian ci, aku mengejarnya dan berusaha mendapatkan
cintanya, untuk itu aku telah mendatangi puncak Jit koan
hong dibukit Thay san dan melakukan pengacauan atas di
selenggarakannya pertemuan besar Kun cng hwe, dalam dua
gebrakan kuhajar mampus jago paling lihay dikolong langit,
lalu dalam beberapa ratus jurus kubantai seratus orang jago
1485 lebih, akhirnya gurumu bersedia untuk kawin dengan aku, tapi
kemudian-.. tapi kemudian-..."
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Buyung Thay dengan
perasaan ingin tahu. "Akhirnya aku telah kehilangan dia lagi"
"Kenapa?" Hun si mo ong tarik napas panjang panjang, agaknya ia
sedang berusaha untuk mengendalikan pergolakan hatinya
yang kencang, lalu baru katanya lebih jauh:
"Aku telah mencintai perempuan lain, aku terpikat, tergila
gila oleh kecantikan dan kepandaian merayu perempuan itu...
tapi, ketika akhirnya kuketahui tipu muslihat dibalik rayuan
maut perempuan rendah itu .... ketika kusadari bahwa tujuan
perempuan itu memikat aku tak lain adalah untuk menyadap
ilmu silat yang kumiliki kubunuh perempuan itu dengan penuh
kebencian, lalu kularl kembali kepangkuannya, tapi... sayang...
sayang aku terlambat, gurumu telah bersumpah tak akan
menemuiku seumur hidupnya lagi." Ia berhenti sebentar untuk
tukar napas, lalu sambungnya lagi lebih jauh:
"Aku benar-benar menyesal, menyesal sekali atas
perbuatan yang telah ku lakukan tapi .... nasi telah menjadi
bubur, menyesalpun tak ada gunanya, maka aku berkelana
kembali dalam dunia persilatan, aku berharap suatu ketika
gurumu akan berbalik hati dan mencintai aku lagi, setahun-..
dua tahun sepuluh tahun bahkan sampai sekarang... sampai
dia mati .... ooh, sampai dia mengakhiri hidupnya aku gagal
untuk mendapatkannya kembali, tahukah kau" Aku sangat
mendambakan kasihnya. Aku sangat berharap dapat
mengucapkan permintaan maafku kepadanya, tapi
kesemuanya itu kini tak mungkin terjadi lagi... Aku tahu,
didunia ini dia hanya mencintai aku seorang, diapun mengusir
masa hidupnya dengan penuh kesepian dan kesengsaraan, tak
terkirakan rasa sesal yang bertumpuk dalam hatiku, dan aku
1486 ingin mengutarakan kesemuanya itu kepadanya, tapi dia ....
dia telah mati ...."
Dua titik air mata jatuh berlinang membasahi paras muka
Hun si mo ong yang mulai keriput.
Buyung Thay benar-benar merasa terharu sekali, ia tak
pernah menyangka kalau gembong iblis yang disegani banyak
jago dalam dunia persilatan ini sebetulnya adalah seorang
yang romantis, dia pun tak menyangka kalau itulah alasannya
mengapa ia bersedia memberi muka kepadanya, walau hanya
untuk kali ini. "Locianpwe" katanya kemudian dengan sikap amat
menghormat, "bila arwah guruku dapat mengetahui isi hati
cianpwe ini, aku yakin arwah suhu pasti akan tersenyum dan
terhibur" Hun si mo ong termenung untuk beberapa saat lamanya, ia
seperti lagi memikirkan sesuatu, kemudian tanyanya:
"Siapa namamu?""
"Boanpwe bernama Buyung Thay"
"Ehmm... Buyung Thay ...jenasah gurumu dikebumikan
dimana?"" "Pek im wu dibukit Thiam cong san"
"Pek im wu dibukit Thiam cong san maksudmu" gembong
iblis itu menegaskan lagi.
"Benar" Sesaat suasana jadi hening, lalu setelah berpikir sebentar
Hun si mo ong berkata lagi:
"Tentunya kau tak akan keberatan bukan bila jenasahku
besok juga dikubur disisinya?"
Buyung Thay mengangguk. meski tiada kata kata yang
diucapkan lagi. 1487 "Aaai... kalau memang begitu, Aku akan mohon diri lebih
dulu, semoga kita dapat bertemu lagi tak lama kemudian "
kata kakek itu lirihi Baru beberapa langkah gembong iblis itu berlalu, ketika
Buyung Thay tiba-tiba berteriak:
"Locianpwe, tunggu sebentar Boanpwe masih ingin
menanyakan sesuatu hal kepadamu"
(Cerita mengenai hubungan cinta antara Hunsi mo ong dan
Toh hun sian ci tidak dikisahkan dalam buku ini, harap
pembaca maklum). "Apa yang hendak kau tanyakan lagi?" tanya Hun si mo ong
terheran heran- "Boanpwe ingin bertanya kepada locianpwe, karena
persoalan apakah sehingga engkau munculkan diri kembali
dalam dunia persilatan?"
Mimik wajah Hun si mo ong yang keriputan agak diliputi
emosi, tapi hanya sebentar ia sudah dapat mengendalikan
perasaannya lagi, sahutnya dengan suara dalam:
"Muridku tertangkap dan tertawan dalam Benteng maut,
karena persoalan ini mau tak mau aku harus terjun kembali
kedalam dunia persilatan untuk menolongnya....."
"Muridmu" siapakah dia...."
"Tentunya kau pernah mendengar manusia yang bernama
Im yang-siang sat bukan?"
"Sepasang malaikat hawa dingin dan panas?"
"Betul" sahut gembong iblis tua itu seraya mengangguk.
"mereka adalah suami istri yang saling mencintai, tapi sejak
delapan belas tahun berselang Yang sat (si malaikat hawa
panas ) Ko su ki telah lenyap dengan begitu saja hingga tak
berbekas, dan baru baru ini im sat ( si malaikat hawa dingin )
Mo siu ing berhasil mendapat kabar yang mengatakan bahwa
1488 suaminya disekap dalam benteng maut, dan sekarang aku
telah di undang untuk membantunya ...."
"Oooh.... jadi muridmu disekap dalam benteng maut?"
ulang Buyung Thay dengan wajah tercengang bercampur
ngeri. "Betul.. Beberapa waktu berselang telah mengajak Mo siu
ing untuk bersama-sama menyerbu benteng maut...."
"Aku dengar ilmu silat yang dimiliki pemilik benteng maut
luar biasa lihaynya, bahkan tiada tandingannya lagi dikolong
langit, bagaimana akhir dari penyerbuan kalian itu?"
"Waah... alat rahasia yang diatur dalam benteng itu
memang luar biasa lihaynya, hampir saja aku jatuh kecundang
ditangan mereka, yaa bukan saja penyerbuan kami itu gagal,
malahan muridku Mo siu ing ikut terjebak pula didalam
benteng maut, kejadian itu benar-benar merupakan
pengalaman pahit bagiku, perahuku sudah terbalik dalam
selokan..." "Apa rencana locianpwe selanjutnya setelah terjadinya
peristiwa itu... ?" tanya Buyung Thay kemudian"Apalagi" Tentu saja akan kubumi ratakan benteng maut
itu dengan permukaan tanah" sahut Hun si mo ong sambil
menahan geramnya. Buyung Thay termenung sesaat, tiba-tiba ia bertanya lagi:
"Aku dengar locianpwee telah menjadi pelindung hukum
dari perkumpulan Thian che kau, boleh aku tahu apa
sebabnya kau terima kedudukan serta jabatan tersebut?"
"Karena aku mendapat pesan dari seseorang untuk
melakukannya" "Siapakah orang yang menyuruh locianpwe itu" Apakah aku
boleh ikut tahu namanya?"
1489 Hun si mo ong cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak
Nama orang itu tak usah kau ketahui" katanya.
"Tapi locianpwe, masa engkau tak memberitahu nama
orang itu kepadaku..." Boanpwe kan cuma ingin tahu saja..."
Hening suasana disekitar tempat itu, tampaknya gembong
iblis itu sedang putar otak untuk mempertimbangkan
persoalan tersebut, tapi akhirnya dia mengalah, sahutnya:
"Baiklah, kalau toh engkau cuma ingin tahu saja, aku dapat
memberitahukan nama orang itu kepadamu, tapi kau harus
janji bahwa berita ini tidak akan kau bocorkan kepada orang
lain, setuju?" Buyung Thay membungkam, tapi dia mengangguk.
"Orang itu adalah Huan yu it koay (Manusia paling aneh
dari seluruh jagad)." bisik gembong iblis tua itu kemudian.
"Apa" Huan yu it koay ...?" Teriak Buyung Thay hampir saja
melompat ke udara saking kagetnya, rasa kejut dan ngeri
yang dirasakan hatinya sekarang benar benar sukar dilukiskan
dengan kata-kata. Huan yu it koay adalah seorang pemuka persilatan yang
muncul sejaman dengan Hun si mo ong, kelihayan ilmu silat
dari kedua orang gembong iblis itu luar biasa sekali sehingga
hampir seluruh dunia persilatan berada dibawah kekuasaan
mereka. "Jadi manusia yang bernama Huan yu it koay itu masih
hidup dikolong langit...?" bisik perempuan itu lagi.
"Benar Dia memang masih hidup didunia ini, pernah kau
dengar dengan kata sesumbar yang pernah dia ucapkan
tempo hari?"" "Kata sesumbar apa?"
"Dulu dia pernah sesumbar kepada orang banyak. katanya
suatu ketika seluruh dunia bakal tunduk dibawah perintahnya,
1490 tapi kemudian dalam suatu pertarungan yang terjadi melawan
ouwyang Beng pemilik benteng maut itu, ia terhajar sampai
cacad, maka cita-citanya itu terpaksa harus dilaksanakan oleh
ahli warisnya" "siapakah ahli warisnya?""
"Yu Pia lam. Kenal bukan dengan orang itu?""
"Kau maksudkan ketua dari perkumpulan Thian che kau?""
"Benar, itulah orangnya"
"Waaah, kalau memang begitu, tidaklah aneh kalau
perkumpulan Thian che kau bersumpah tak akan berdiri
berdampingan dengan pihak Benteng Maut, mereka tentunya
saling bermusuhan bukan?"
"Tepat sekali terkaanmu itu"
"Lantaran demikian, maka locianpwe tak segan-segan
untuk menurunkan derajat sendiri dan bersedia untuk
menjabat sebagai pelindung hukum dari perkumpulan itu?"
"Boleh dibilang begitu, tapi yang pasti tujuanku yang
terutama adalah menghancurkan benteng maut dari muka
bumi" "Lantaran manusia mengakibatkan bencana... Hun si mo
ong Wahai Hun si mo ong .... rupanya kaupun cuma manusia
begitu begitu juga" serentetan teguran yang dingin bagaikan
es tiba-tiba berkumandang memecahkan kesunyian.
Dengan jantung berdebar keras lantaran terperanjat Hun si
mo ong berpaling, ia tak menyangka kalau ilmu silat yang
dimiliki pendatang itu sangat lihay sehingga kedatangannya
sama sekali tak terasa olehnya.
"Titi...." Buyung Thay sontak menjerit kegirangan begitu
melihat munculnya orang itu.
1491 Memang benar, orang itu tak lain adalah Han Siong Kie,
jago muda kita. Mula mula Hun si mo ong agak tertegun,
menyusul kemudian sambil tertawa seram katanya:
"Bocah keparat, sebenarnya aku ada maksud untuk
melepaskan engkau dalam keadaan selamat"
"Locianpwe" sebelum kakek itu menyelesaikan katakatanya,
Buyung Thay telah menukas dengan cepat,
"bukankah perkataan yang telah kau ucapkan lebih berat dari
bukit Thay san" Bagaimana kalau sekarang juga kupersilahkan
kepada locianpwe untuk tinggalkan tempat ini?"


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelam Hun si mo ong sempat menjawab, Han Siong Kie
telah berkata lagi dengan nada dingin.
"Hun si mo ong dengarlah baik baik Aku merasa berterima
kasih sekali atas pertolongan yang telah kau berikan kepadaku
dalam peristiwa tempo hari, hari ini kuputuskan untuk tidak
melayani dirimu dalam segala bentuk pertarungan macam
apapun" Sontak Hun si mo ong melotot besar, sinar matanya yang
berwarna hijau tampak mengerikan katanya:
"Bocah keparat, tempo hari kutolong engkau lantaran
kaupun pernah memberi bantuan kepada muridku yang
bernama Mo siu ing, maka tentang soal itu tak usah kau
persoalkan lagi, sebab kita sudah impas kita sama sama tak
punya hutang" Buyung Thay sangat kuatir bila sampai terjadi pertarungan
lagi ditempat itu, ia tahu itu tidak menguntungkan pihaknya
sebab Han Siong Kie baru sembuh dari lukanya sedang dia
sendiri sedang terluka parah, maka dengan gerakan cepat ia
menghadang dihadapan anak muda ia lalu serunya tanpa
sungkan-sungkan lagi: "Locianpwe, silahkan pergi dari sini"
Sekali lagi Hun si-mo ong menatap sekejap ke arah Han
Siong Ki, akhirnya dia putar badan dan bersuit nyaring.
1492 "Apakah engkau sedang panggil rekan-rekanmu" tiba-tiba
Han Siong Ki bertanya dengan dingin.
"Ehm, ada apa...?"
"Tak usah dipanggil lagi. sebab pada saat ini mereka sudah
tak dapat bicara lagi"
"Jadi mereka sudah tewas semua ditanganmu?" teriak Hun
si mo ong dengan geramnya.
"Benar" "Baik, ingatlah baik-baik bocah muda Urusan kita akhirnya
sampai disini saja, bila dikemudian hari kita berjumpa lagi,
hati-hati dengan selembar jiwa anjingmu"
"HeeH.... HeeeH.... HeeeH sama-sama, sama-sama,
kaupun musti berhati-hati dengan selembar jiwa anjingmu."
Dengan geram penuh kemarahan Hun si moong mendepakdepak
kakinya keatas tanah, lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun dia putar badan dan berlalu dari situ, dalam waktu
singkat bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan.
Menanti jago tua yang disegani banyak orang-orang itu
sudah menghilang dari pandangan, Han Siong Ki baru
berpaling kearah Buyung Thay sambil katanya:
"Cici, terima kasih banyak atas perhatianmu, terutama atas
bantuan dan pembelaan yang telah kau lakukan dengan
mempertaruhkan selembar jiwamu sendiri"
"Oooh.. adikku sayang jangan berkata demikian, aku sudah
merasa puas melihat kau sehat wal'afiat kembali .... oooh
adikku sayang, kau telah segar kembali bukan?" bisik
perempuan itu lembut. Han Siong Ki mengangguk.
"Bagaimana dengan cici sendiri". Kaupun terluka parah?"
"Luka memang iya, cuma tidak parah dan tidak terlampau
serius, ooh iya bagaimana dengan...."
1493 "Siapa yang kau maksudkan?" Pemuda itu bertanya dengan
wajah tercengang dan tidak habis mengerti.
"Itu... orang yang berada dalam kamarmu"
"Orang,..." orang yang mana..." siapakah dia?" anak muda
itu semakin kebingungan. "Entahlah, aku sendiripun tak tahu Aiii... andaikata ia tidak
melindungi keselamatanmu secara diam-diam, mungkin aku
sudah kehabisan akal untuk membendung serbuan mereka
dan mungkin engkaupun sudah menemui ajalnya secara
mengerikan" Terkesiap juga hati Han Siong Kie setelah mendengar
perkataan itu, ia tak tahu siapakah tokoh sakti yang secara
diam-diam melindungi keselamatan jiwanya itu, dia cuma
ingat dikala semedinya baru selesai dan matanya dibuka
kembali, pandangannya yang tertuju pada empat sosok mayat
yang menggeletak ditepi pintu, waktu itu dia mengira pastilah
mayat mayat itu adalah hasil karya dari Buyung Thay.
Kemudian dia keluar dari kamar, dan ditemuinya orang
bersembunyi disamping rumah, karena curiga ia menghampiri
mereka lalu setelah menegaskan bahwa orang-orang itu
adalah musuhnya, dengan suatu ilmu kepandaian yang sangat
tinggi ia bunuh keempat orang kakek itu dengan cara paling
keji, kemudian diapun munculkan diri ditengah arena.
Mendengar kisahnya itu, sekarang giliran Bu yung Thay
yang merasa terperanjat, ia melongo dan untuk sesaat tak
tahu apa yang musti dikerjakan. Han siang Ki sendiripun
termenung dengan pikiran kalut.
"Siapa gerangan orang yang membantu diriku secara diamdiam
itu" Siapakah dia?" pikiran tarsebut selalu berkecamuk
dalam benaknya.. setelah termenung beberapa saat, akhirnya
ia mengemukakan pendapatnya:
1494 "Cici, mungkinkah orang itu adalah si pengirim surat
peringatan" sebab aku rasa kecuali dia tak ada yang bisa
dicurigai lagi" Buyung Thay tidak langsung menjawab, diapun termenung
sejenak sebelum akhirnya mengangguk:
"Ehmm ....mungkin juga orang itu"
"Kalau toh benar orang itu, mengapa secara diam diam ia
tinggalkan pula tempat ini?"
"Yaaa aku sendiripun tak tahu, aku tak dapat memecahkan
teka teki yang memusingkan kepala ini"
Han Siong Ki masih coba berpikir dan berusaha untuk
menemukan orang itu, tapi akhirnya toh menyerah juga,
sambil menghela napas dan gelengkan kepalanya berulang
kali keluhnya: "Aaai.. terlalu banyak sudah hutangku kepada orang lain,
entah sampai kapan semua hutang itu baru dapat kubayar
lunas?" "Adikku sayang, aku harap perkataanmu itu tidak
menyangkut juga cicimu..." tiba-tiba perempuan itu menyela.
"Kenapa?" "Ah tidak apa apa ...."
-ooo0dw0ooo- BAB 82 "CICI, karena aku, kau telah berjuang dengan
mempertaruhkan jiwa raga, sampai matipun aku Han Siong
Kie tak akan melupakannya" bisik anak muda itu sangat
terharu. 1495 Buyung Thay tersenyum, tersenyum penuh kehangatan dan
kemesraan, bagaikan tatapan seorang istri terhadap suaminya.
"Titi, aku hanya minta padamu agar mau selalu teringat
akan satu hal asal kau dapat mengingatnya terus, hatiku akan
merasa gembira dan terhibur" bisiknya.
"Mengingat soal apa cici?""
"Ingatlah selalu, sepanjang masa, bahwa aku cinta
padamu" Bergetar sekujur badan Han Siong Kie sehabis mendengar
perkataan itu, sekarang ia baru merasa bahwa persoalan yang
dihadapinya adalah suatu urusan serius, dia harus segera
tinggalkan perempuan ini, sebab kalau tidak maka selamanya
....yaa selamanya dia akan terjerumus dalam lingkaran setan
yang tiada habisnya, dia akan selalu terikat oleh perempuan
ini dan selamanya tak akan terlepas lagi.
Tak dapat diragukan lagi, dia bakal terus melakukan
perbuatan yang memalukan, perbuatan yang membuat
kecewa Go siau bi dan Tonghong Hui jika hubungan abnormal
itu dilanjutkan, bagaimana pertanggungan jawabnya nanti
dihadapan "Manusia kehilangan sukma" yang menyayanginya
bagaikan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya itu"
Ia pernah berhubungan intim dan mesra dengan
perempuan itu, hubungan yang menggetarkan seluruh
persendiannya yang belum pernah dilakukan sebelumnya
dengan Tonghong Hui maupun calon istrinya, Go Siau bi,
malah dengan nyonya inilah dia berhubungan suami istri yang
sebenarnya. Berpikir sampai kesitu, Han Siong Kie tak dapat melamun,
ia tersadar dari lamunannya dan bergidik, sekujur badannya
merinding .... Untunglah pada saat yang kritis, satu ingatan tiba tiba
melintas dalam benaknya .... membalas dendam Benar, ia tak
1496 dapat melupakan soal ini, membalas dendam bagi kematian
keluarganya Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba
saja ia jadi lebih bersemangat, dia merasa lebih teguh
imannya untuk mengambil keputusan dan menerima
kenyataan yang terpampang didepan matanya.
"Cici....hari sudah terang" bisiknya kemudian.
Buyung Thay menengadah memandang langit yang mulai
terang di ufuk sebelah timur, lalu mengangguk dengan pedih.
"Benar, hari sudah terang tanah, marilah adikku sayang,
kita kembali kekamar"
"Tidak Kita tak usah masuk kedalam ruangan itu lagi, kita
harus segera tinggalkan tempat ini" bisik Han Siong Kie lirih.
"Pergi " Kita harus pergi tinggalkan tempat ini"
"Tentu saja Masa kita akan bercokol terus ditempat ini?"
pemuda itu tersenyum, senyum yang dipaksakan.
"Tapi.. bagaimana dengan mayat mayat yang menggeletak
dalam ruangan itu.... masa kita biarkan-...."
"Tak usah kau pikirkan lagi cici, aku telah membereskan
segala sesuatunya dengan baik dan mayat-mayat itu telah
kusingkirkan semua dari ruangan"
Buyung Thay tertunduk sedih, biji matanya yang jeli mulai
berkaca-kaca, ditatapnya paras muka anak muda itu tajamtajam,
kemudian bisiknya: "Adikku sayang, sekarangkah kita
harus pergi dari sini?""
Suara itu amat lirih, terselip nada yang mengharukan,
membuat orang merasa bahwa perempuan itu seakan-akan
mengharapkan sesuatu, menginginkan sesuatu dan
menunggu-nunggu akan tibanya sesuatu, suatu bisikan yang
penuh daya rangsangan, daya pikatan yang amat besar ....
1497 Han Siong Kie tergoda, dia merasakan debaran jantungnya
berdetak makin kencang, hampir saja keputusannya goyah
kembali...yaa, hakekatnya meninggalkan perempuan itu
memang merupakan suatu pekerjaan yang sangat menderita,
suatu perbuatan yang memedihkan hatinya, tapi... membalas
dendam. Dua patah kata itu serasa menimbulkan suatu kekuatan
yang sangat besar, dan kekuatan tersebut dengan cepat telah
mengendalikan kembali rangsangan yang timbul dalam
hatinya. setelah termenung sesaat, akhirnya pemuda itu
mengangguk juga. "Benar, cici ....sekarang juga kita harus
pergi" "Kemanakah kau akan pergi setelah meninggalkan tempat
ini?" tanya Buyung Thay setelah termenung sebentar.
"Aku harus berkunjung ke benteng maut, benteng besar
yang disegani umat persilatan"
"Mengunjungi benteng maut?""
"Benar, benteng maut"
"Mau apa kau kesitu" Tahukah adikku sayang, tempat itu
berbahaya, belum pernah ada orang yang dapat lolos dari situ
dalam keadaan selamat"
"Aku tak ambil peduli Pokoknya aku harus mengunjungi
benteng maut, aku harus membalas dendam" seru Han Siong
Kie dengan suara berat dan mata berapi api penuh perasaan
dendam. "Ooooh...jadi kau ada hubungan sakit hati dengan pemilik
benteng maut?" Buyung Thay tertegun seperti orang
keheranan. "Benar, aku mempunyai sakit hati sedalam lautan dengan
pemilik benteng maut, dendam berdarah itu harus kutagih
walau selembar jiwaku sebagai pertaruhan"
1498 Buyung Thay terdiam sejenak lalu termenung dan
memikirkan sesuatu. "Adikku katanya kemudian, tahukah kau bahwa Hun si mo
ong belum lama berselang telah berkunjung pula ke benteng
maut untuk mencari jejak muridnya yang bernama Malaikat
hawa panas Ko su khi" Tapi alhasil bukan saja gagal untuk
menolong muridnya, malahan muridnya yang lain Malaikat
hawa dingin Mo siu ing ikut tersekap juga dalam benteng
maut, dia sendiri kendati berhasil meloloskan diri dari bahaya,
tapi kerugian yang dideritanya cukup parah.
Han Siong kin mendengus dingin.
"Hmm Apakah lantaran pihak musuh terlampau lihay,
lantaran sudah banyak jago jatuh kecundang ditangannya
maka aku harus mengakhiri perjuanganku sampai disini saja"
Apakah aku harus mengesampingkan soal pembalasan
dendam dan tidak memikirkannya lagi untuk selamanya?"
"Tentu saja bukan begitu maksudku titi, aku toh tidak
melarang kau untuk membalas dendam?"
"Aku hanya berharap agar kau bertindak lebih hati-hati lagi
sehingga tidak menderita kerugian besar"
"Terima kasih banyak atas perhatian dan nasehat cici, aku
rasa dalam persoalan ini sudah tak ada masalah lain yang
perlu dipertimbangkan lagi"
"Baiklah, kalau memang begitu ijinkanlah aku untuk
menemani kau pergi" bisik Buyung Thay kemudian sambil
menggigit bibirnya menahan emosi yang bergolak. .
Han Siong Kie berpaling dan menatap perempuan itu
dengan penuh rasa berterima kasih.
"Tidak cici, kau tak boleh ikut" katanya sambil menggeleng.
"Kenapa tidak boleh" Katakanlah mengapa aku tak boleh
mengikuti dirimu pergi kesitu?"
1499 "Karena aku tak mau menggunakan tenaga dan kekuatan
orang lain untuk menyelesaikan tugas dan kewajiban itu, aku
hendak membalas dendam dengan menggunakan tenaga
serta kemampuan yang kumiliki sendiri"
"Tapi .... aku toh tidak tentu harus turun tangan
membantu" Aku kan cuma menemani kau saja..."
-ooo0dw0ooo- Jilid 40

Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIAP patah katanya penuh disertai pancaran kasih yang
mendalam, dapat diketahui bahwa perempuan itu memang
benar benar jatuh cinta kepada anak muda tersebut.
Dalam keadaan begini hampir boleh dibilang Han Siong Kie
tak berani menatap paras muka lawannya, ia menunduk
rendah-rendah. "Tidak, kau tak boleh ikut" serunya tetap
kukuh. "Adikku.... jadi.... jadi kau akan tinggalkan aku seorang
diri?" bisik Buyung Thay dengan nada yang memilukan hati,
matanya berkaca kaca hampir menangis, wajahnya yang
melankolis mendatangkan perasaan iba bagi siapapun yang
memandangnya. Han Siong Kie tertegun dengan jantung berdebar keras,
kata kata cinta yang diucapkan dengan nada pedih dan
memilukan hati itu hampir saja meluluhkan hatinya, pemuda
itu hampir saja tak dapat mengendalikan golakan perasaan
hatinya. "Adikku sayang" Kata Buyung Thay selanjutnya "aku masih
ingat kau pernah berkata kepadaku bahwa kau masih
mempunyai seorang calon istri dan seorang kekasih yang akan
kau cintai sampai mati, sebaliknya aku... usiaku satu kali lipat
1500 lebih tua daripada engkau, bahkan pernah menikah sekalipun
sampai sebelum kejadian di lembah hitam itu aku tetap suci
dan bersih... aaai adikku, aku tak berani mengharapkan yang
muluk muluk, aku sudah merasa puas bila kau bersedia
menyebut aku sebagai cicimu ...."
"Oooh... ciciku manis, hakekatnya akupun mencintai
dirimu... tapi maafkanlah aku, maafkanlah kesalahanku, aku
tak dapat menerimamu sebab aku harus membalas dendam
Aku harus membalas dendam bagi kematian ayahku" seru Han
Siong Kie penuh emosi. Buyung Thay tertawa lirih, rawan
sekali tawanya itu. "Adikku aku tak mau tahu tentang yang lain, aku sudah
puas bila kau ijinkan diriku untuk menempati pula suatu posisi
dalam hati kecilmu, sekalipun itu cuma sebagai seorang kakak
......" "Cici, aku tak akan melupakan kau, selama-lamanya"
"Mungkinkah kita dapat bertemu kembali"." perempuan itu
menengadah dan ditatapnya wajah sang pemuda yang
tampan dengan lembut. "Pasti. Kita pasti akan bertemu lagi, selama aku masih
hidup didunia ini..."
"Kalau begitu, pergilah adikku Akan kunantikan kesempatan
baik itu ...." "Cici...." Dia ingin mencium perempuan itu, sebab ia dapat
membaca suara hati peremuan itu, namun ia tidak berbuat
demikian, sekuat tenaga ditekannya pergolakan hatinya yang
hampir tak terkendalikan itu, lalu mengangguk tanpa berkata
kata dan berlalu dari situ dengan kecepatan penuh.
Helaan napas sedih berkumandang dari belakang, suara itu
mengenaskan hati membuat hati orang ikut menjadi sedih.
1501 Han Siong Kie tidak berpaling, ia kabur ke depan dengan
sekuat tenaga, agaknya dia hendak ngebut untuk
menghilangkan perasaan dan pikirannya yang kalut, ia
berusaha keras untuk mengendalikan diri, untuk tidak
memikirkan dia lagi. semua pikiran dan ingatannya dialihkan kesoal lain, sambil
melakukan perjalanan cepat ia coba menduga siapa gerangan
orang-orang yang mengirim surat peringatan kepadanya itu.
"Kalau dilihat dari gaya tulisannya, sudah pasti orang itu
adalah seorang perempuan" demikian ia berpikir, "dalam
keadaan terluka tentu saja aku tak dapat menangkap gerakan
tubuhnya, tapi Buyung Thay kan bukan manusia
sembarangan, dia adalah seorang jago lihay yang berilmu
tinggi, tapi toh orang itu berhasil meninggalkan surat
peringatan dan berlalu tanpa diketahui jejaknya, ini terbukti
kalau perempuan tersebut adalah seorang manusia luar biasa
yang berilmu tinggi, tapi siapakah dia?"
Setelah termenung beberapa saat lamanya, pemuda itu
berpikir lebih jauh: "Perempuan itu sudi meninggalkan surat peringatan
untukmu, dus berarti orang itu pasti bukan orang yang
terlampau asing bagiku, tapi siapakah dia...?"
Pemuda itu benar benar tak habis berpikir, ia tak dapat
menemukan perempuan manakah diantara orang orang yang
dikenalnya itu memiliki ilmu silat yang begitu tinggi"
Selain itu, diapun tak tahu siapakah tokoh sakti yang diam
diam melindungi keselamatan jiwanya dalam ruangan tadi"
Mengapa orang itu segera berlalu setelah menyelesaikan
tugasnya" "Andaikata orang yang meninggalkan surat peringatan itu
tak lain adalah si pelindung keselamatannya dalam ruangan,
mengapakah orang itu harus bersikap semisterius itu?"
1502 Ketika akhirnya pemuda itu tidak berhasil menemukan
sebab musababnya, maka pikirannya lantas beralih ke soal
lain, sekarang dia memikirkan tentang Hun si mo ong,
gembong iblis tua yang disegani banyak orang itu.
Menurut keterangan dari Buyung Thay, katanya gembong
iblis tua yang berusia seratus tahun ini telah bergabung
dengan pihak Thian che kau, bahkan Mo siu ing si malaikat
hawa dingin telah tersekap dalam benteng maut, ini
menunjukan bahwa kepandaian silat yang dimiliki Hun si mo
ong masih bukan tandingan dari pemilik benteng maut.
Gurunya ketua dari perkumpulan Thian che kau, Yu Pia lam
telah dihajar sampai cacad oleh ouyang Beng, pemilik benteng
maut angkatan pertama, dan sekarang Yu Pia lam telah
merencanakan suatu pembalasan dendam untuk membumi
hanguskan benteng maut, itulah akibat dendam dibalas
dengan dendam. Padahal ia tahu, pemilik benteng maut angkatan pertama
ouyang Beng berdiam dilembah kematian, kecuali dia Hek pet
sian yau juga mengetahui akan hal ini, diapun sadar bahwa
persoalan itu menyangkut suatu rahasia dunia persilatan yang
tak mungkin akan diketahui orang lainDengan kekuatan dari perkumpulan Thian che kau serta
kepandaian silat yang dimiliki Yu Pia lam, melenyapkan
benteng maut bukanlah suatu pekerjaan yang menyulitkan,
apalagi selama ini bukan Yu Pia lam sendiri yang
menyelesaikan tugas-tugas perkumpulannya tapi
penggantinyalah yang mengerjakan kesemuanya itu, sedang
ia bersama ke sepuluh orang utusan khususnya
menyembunyikan diri selama belasan tahun, dapat
dibayangkan sampai dimanakah kemajuan ilmu silat yang
dimilikinya selama ini. Sebelum melakukan serbuan ke Benteng maut,
perkumpulan Thian che kau telah menyikat dulu perkumpulanperkumpulan
lain yang bercokol dalam dunia persilatan,
1503 kemudian menggertak pula partai partai besar lainnya untuk
tunduk dibawah perintahnya, dari sini dapat diketahui bahwa
Yu Pia lam memang mempunyai ambisi besar untuk
menguasai seluruh jagad dan mengangkat diri jadi kaisar
dunia kangouw. Berpikir sampai disitu, tak kuasa lagi Han Siong Kie tertawa
dingin tiada hentinya, sekali lagi dia membayangkan semua
sakit hati, semua perselisihannya d engan pihak Thian che
kau, baik dalam sengketa baru maupun dalam perselisihan
lama. Hari sudah lama terang tanah, namun tidak nampak cahaya
sang surya yang menongol dari balik awan.
Udara masih gelap dan diliputi awan mendung yang kelabu,
saat itu dua ratus li sudah dia melakukan perjalanannya.
Angin dingin berhembus dengan kencangnya menerpa
mukanya yang murung, dari ke lapat-lapat terdengar bunyi
gemuruh dan geledek yang memekikan telinga.
Awan gelap berhembus lewat dari delapan penjuru lalu
menggumpal diudara, membuat angkasa makin gelap karena
awan hitam. Han Siong Kie memperlambat gerakan tubuhnya, lalu
menengadah dan memandang keadaan cuaca sekitarnya.
"Aaai... awan mendung telah menyelimuti angkasa, hujan
badai sebentar lagi akan tiba " gumamnya.
Dia coba memandang sekitar tempat itu, namun tiada
perumahan yang dilihatnya, dia masih jauh dari dusun
terdekat. Sebercak sinar keemasan melintas ditengah udara, disusul
dengan suara gemuruh yang memekikkan telinga. satu
ingatan terlintas dalam benaknya
Hujan segera akan turun, aku harus cari tempat berteduh...
1504 Dengan gerakan cepat ia maju kedepan dan berusaha
mencari tempat yang pantas untuk menghindarkan diri dari
hembusan air hujan. Kilat menyambar-nyambar, suara guntur menggelegar
diseluruh permukaan bumi, disusul angin ribut dan hujan yang
amat deras, dalam waktu singkat seluruh jagad sudah
terbungkus oleh badai yang mengamuk dengan dahsyatnya,
air hujan bagai ditumpahkan dari atas langit.
Han Siong Kie kabur sipat kuping ditengah hujan angin
yang deras, dalam waktu singkat sekujur badannya sudah
basah kuyup, Air hujan membasahi kepalanya, menetes dan membasahi
pula mukanya, membuat pandangan matanya jadi kabur dan
samar-samar. Kembali sebercak kilat berwarna keemas-emasan
membelah angkasa. Tiba-tiba ia menemukan sesuatu, seperti tersambar
halilintar Han Siong Kie berdiri tertegun dengan tubuh
gemetar. Ia telah melihat sesuatu, itulah tanah pekuburan dengan
tulang-tulang putih yang berserakan di mana-mana....
Angin ribut, hujan badai, gelegarnya guntur sambaran
halilintar, tempat yang sepi ... tulang yang berserakan...
Tiba-tiba ia seperti teringat akan setahun berselang ....
kejadian yang pernah dialaminya belum lama, untuk sesaat ia
berdiri tertegun. Setahun berselang, suatu malam yang gelap dengan hujan
angin yang turun dengan derasnya, ia dengan membopong
susioknya yang sakit parah dan hampir mati ....si tangan naga
beracun Thio Lin telah mengunjungi perkampungan keluarga
Han yang penuh dengan tulang belulang yang berserakan,
waktu itu paman gurunya telah membongkar tabir rahasia
1505 tentang asal usulnya, membongkar pula dendam kus umat
sedalam lautan yang telah menimpa keluarganya.
Kini, setahun sudah lewat... tapi dendam kesumat sedalam
lautan itu belum juga terbalas.
Dua ratus sosok lebih tulang belulang yang berserakan,
masih tercecer ditengah puing-puing yang berserakan dalam
perkampungan keluarga Han. Air mata bercampur dengan air
hujan menetes keluar membasahi wajahnya yang tampan.
Ia menjerit keras, larinya makin kencang, sekarang tak
diperdulikan lagi betapa derasnya angin dan hujan yang
menerpa tubuhnya, dia berganti arah dan lari sekuatnya...
Esoknya ketika senja telah menjelang tiba, sianak muda itu
sudah tiba didepan sebuah perkampungan yang porak
poranda, itulah perkampungan keluarga Han, tempat dimana
dia dilahirkan-Dinding bangunan itu sudah banyak yang roboh sarang
laba-laba menghiasi tempat-tempat itu, bunyi cengkerik
ditambah pula kunang-kunang yang terbang kian kemari
bagaikan api setan, menambah seram dan ngerinya
perkampungan yang dilupakan orang itu.
Dengan penuh kesedihan dan menahan air mata yang
terasa meleleh keluar, Han Siong Kie berjalan diantara semak
liar yang menyelimuti sekitar tempat itu, akhirnya ia berhasil
temukan tulang-tulang manusia yang berserakan dimanamana..
Itulah tulang belulang dari sanak saudaranya, itulah
tengkorak dari anggota perkampungannya.
Ia merasa sekujur tubuhnya menjadi kaku dan kejang,
kakinya terasa berat bagaikan diberi bandulan besi seberat
beberapa ratus kati, sukar rasanya untuk melangkah kedepan.
1506 Ia pejamkan matanya rapat-rapat dan mengatur nafasnya
yang terengah-engah, kemudian selangkah demi selangkah
pelan-pelan meneruskan perjalanannya masuk kedalam.
Ruang tengah masih berdiri tegak seperti sedia kala, cuma
jendelanya sudah makin hancur, sarang laba-laba dan rumput
ilalang tumbuh dimana- mana membuat ruangan tersebut
tampak begitu mengerikan seperti kuburan yang tak terawat.
sementara pemuda itu masih termenung menyaksikan
segala sesuatu yang terpapar didepan matanya, mendadak ia
mendengar suatu gerakan yang aneh...
Semua perhatiannya lantas dipusatkan jadi satu, ia
berusaha mengamati suara itu dengan teliti akhirnya dapat
dikenalinya suara itu sebagai suara isak tangis seseorang yang
tertahan tahan suara itu berasal dari ruang belakang.
Tak kuasa lagi berdirilah seluruh bulu kuduk Han Siong Kie
ia tahu pasti bahwa gedung itu kosong dan terbengkalai,
kecuali tulang tulang manusia yang berserakan dimana mana
tak seorang manusia hiduppun yang tinggal disitu, tapi .... dari
mana datangnya suara tangisan itu"
Mungkinkah sukma sukma penasaran yang masih
gentayangan didunia telah munculkan diri untuk menyatakan
protesnya" Han Siong Kie pun cukup mengetahui jelas, kecuali dia dan
ibunya yang telah kawin lagi yaitu say siang go (si siang go
cantik) ong cui ing, boleh dibilang semua anggota keluarganya
sudah tewas dalam keadaan mengerikan, kalau dibilang isak
tangis itu berasal dari orang yang berziarah kesitu, lalu
siapakah dia" Isak tangis masih berkumandang di udara sekalipun hanya
sayup-sayup sampai, namun mendatangkan perasaan yang
makin mencekam bagi pendengarnya.
1507 Suara itu makin jelas sekarang, Han Siong Kie tahu suara
itu adalah suara tangisan dari seorang perempuan.


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda itu untuk sesaat agak ragu ragu tapi toh.. akhirnya
dia maju juga ke muka dan memasuki ruangan itu.
Isak tangis yang terdengar tadi sontak berhenti, suasana
jadi hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Sekali lagi Han Siong Kie merasakan sekujur badannya
gemetar keras. "Manusia atau setan orang itu?" pikirnya.
Tapi ketika sinar matanya terbentur dengan sosok kerangka
manusia yang terletak ditengah ruangan, pemuda itu lupa
akan segala-galanya, ia menubruk masuk kedalam ruangan
dan menangis tersedu-sedu, sebab pemuda itu masih ingat
jelas kedua sosok tulang belulang itu tak lain adalah tengkorak
dari ayahnya Han si wi dan tengkorak dari paman gurunya si
Tangan naga beracun Thio Lin.
Meledaklah isak tangis si anak muda itu, semua kesedihan
dan kemurungan yang menekan jiwanya selama ini semua
dilampiaskan keluar, air mata bagaikan bendungan yang jebol
mengucur keluar dengan derasnya, membasahi wajah dan
pakaiannya. Entah beberapa lama sudah lewat, akhirnya ia berhasil
mengendalikan perasaannya, isak tangisnya kian berkurang
dan akhirnya berhenti. Sambil menyela air mata, pelan-pelan ia menengadah,
bekas sepasang telapak tangan dan selembar kain yang basah
oleh air mata, tiba-tiba dijumpainya dibalik reruntuhan
ruangan itu. "Manusiakah disitu?" teriak Han Siong Ki dengan suara
parau, ia tahu bekas telapak tangan dan kain itu tentu milik
perempuan yang sedang menangis tersedu-sedu tadi.
"Nak kau tak usah ketakutan, akulah disini" seseorang
berbisik lirih. 1508 Menyusul berkumandangnya suara itu muncullah seorang
perempuan berkerudung dari balik puing puing yang
berserakan disana. "Oooh... cianpwe rupanya kau" Han Siong Ki berteriak
kaget begitu mengetahui siapa yang munculkan diri
Memang benar perempuan berkerudung itu tak lain adalah
orang yang kehilangan sukma, manusia misterius itu.
"Mengapa ia datang kemari ....?" pikiran tersebut cepat
melintas dalam benak anak muda itu.
Memang kejadian tersebut memang sangat aneh, apa
sebabnya orang yang kehilang sukma mengunjungi
perkampungan keluarga Han yang penuh dengan tulang
berserakan itu ditengah malam buta" Apa pula sebabnya ia
menangis dengan sedihnya".
Tampaknya orang yang kehilangan sukma masih diliputi
oleh kesedihan, ketika mendengar seruan tersebut dia
menyahut dengan suara yang pedih dan penuh kepiluan hati:
"Benar anakku akulah yang barada disini"
Untuk sesaat Han Siong Ki bsrd iri tertegun ia tak tahu apa
yang musti dilakukan dalam keadaan begini.
"Kalau begitu.... kalau begitu isak tangis yang kudengar
tadi adalah suara tangisan dari cianpwee ...." bisiknya
kemudian- "Benar, akulah yang sedang menangis"
"Ada urusan apa cianpwe berkunjung ke perkampungan
yang telah porak poranda ini ditengah malam buta?"
"Aaai .... nak bukankah aku pernah berkata kepadamu
bahwa aku mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
keluargamu" Tentu saja aku datang kemari untuk berziarah"
1509 Kecut rasa hati sianak muda itu sehabis mendengar
perkataan itu, namun tiada air mata yang menetes keluar,
karena air matanya telah mengering.
"Cianpwe, sebetulnya hubungan apakah yang terikat antara
cianpwe dengan keluargaku almarhum" pintanya.
"Aku tak dapat mengatakannya sekarang nak. tapi dilain
waktu kau akan tahu dengan sendirinya."
Sesak rasanya pernapasan Han Siong Ki membuat ia agak
tersengkal, kemudian ditunjuknya tengkorak yang terkapar
disebelah kanan dan tegurnya: "Locianpwee tahukah
engkau...." "Tak usah kauterangkan, aku tahu dia adalah jenasah dari
paman gurumu si tangan naga beracun Thio Lin"
Dengan satu tatapan yang penuh perasaan heran
bercampur kaget Han Siong Ki menatap wajah orang yang
kehilangan sukma tanpa berkedip. ia tahu dewasa ini hanya
orang yang kehilangan sukma seorang yang tahu tentang
rahasia dibalik misteri bunuh dirinya Thio Lin setahun
berselang, dan hanya dia pula yang mengerti ucapan yang
dikatakan paman gurunya sebelum bunuh diri, sebab
perempuan ini seakan akan menguasai semua persoalan yang
membingungkan hatinya. Tentu saja anak muda itupun tahu bahwa orang yang
kehilangan sukma tak nanti akan memberitahukan semua
rahasia itu kepadanya, kendati demikian rasa ingin tahu yang
bergelora dalam dadanya benar benar tak terkendalikan lagi,
segera serunya dengan emosi:
"Cianpwe, aku benar-benar merasa tidak habis mengerti
dengan tindak tanduk dari cianpwe"
"Nak keadaannyalah yang memaksa aku untuk berbuat
demikian, ketahuilah, saat terbukanya semua rahasia besar itu
tak akan lama lagi, nantikan saja kesempatan itu"
1510 "Boanpwe tak ingin tahu semua rahasia tersebut sekaligus,
pada saat ini boanpwe hanyi ingin mengetahui satu persoalan,
apakah cianpwe bersedia untuk menerangkan?"
"Apa yang ingin kau ketahui" Coba katakan"
"Sesaat sebelum susiok si tangan naga beracun Thio Lin
bunuh diri, beliau pernah berguman katanya sampai hari itu
tecu baru bisa melaksanakan perintah suhu, katanya pula ia
mati demi perintah perguruan, sampai detik ini boanpwe
masih belum memahami tentang soal ini, apakah cinapwe
bersedia membuka rahasia dibalik teka-teki itu?" orang yang
kehilangan sukma menghela napas sedih.
"Aaai.... apa yang dilakukan susiokmu memang benar, akan
tetapi ......" "Akan tetapi kenapa?"
"Dia mati terlalu mengenaskan, kematiannya adalah
kematian yang penasaran-.."
"Mengapa bisa begitu?"
"Bila arwahnya di alam baka mengetahui akan hal ini,
mungkin selamanya ia tak dapat memejamkan matanya"
"Kenapa" Cianpwe belum kau terangkan apa sebabnya
begitu...." seru si anak muda itu dengan panik,
Sekujur badan orang yang kehilangan sukma gemetar
keras, rupanya pergolakan emosi yang di alami cukup hebat
hingga nyaris tak kuat menahan diri
"Nak" akhirnya setelah termenung lama sekali dia baru
berkata, "susiokmu langsung mati oleh siasat keji dari musuh
besarmu itu, tapi boleh juga dikatakan bahwa ia mati oleh
karena peraturan perguruan yang terlampau ketat".
"Boanpwe tidak mengerti, apakah cianpwe sudi lebih
menjelaskan duduknya perkara?" pinta Han Siong Kie dengan
wajah seperti orang kehilangan.
1511 "Maafkanlah aku nak, aku hanya bisa berkata sampai disitu
dan lagi apa yang kuucapkan tadi sudah terlampau
berlebihan" "Tapi...cianpwe, boanpwe ingin tahu perguruan dari
mendiang ayahku, bersediakah engkau untuk memberi
keterangan?" "Maafkanlah aku nak. aku tak dapat memberitahukan soal
itu kepadamu" "Kenapa tak dapat" Kenapa .....?" Kenapa.....?"
Han Siong Kie hampir berteriak kalap saking penasarannya.
"Tenangkan hatimu nak" bisik orang yang kehilangan
sukma coba menghibur " jangan emosi dan memburu hawa
kemarahan, suatu saat kau toh akan mengetahui semua
secara komplit" Buat apa musti panik disaat yang tak
menguntungkan?" "selain daripada itu....."
"Apa lagi yang ingin kau tanyakan?" tukas orang kehilangan
sukma.. "Sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan
susiok berpesan kepadaku agar jangan membalas dendam,
tak boleh membereskan tulang-tulang yang berserakan disini,
mengapa begitu?" Mengapa..?"
"Menurut jalan pemikirannya waktu itu, apa yang dia
lakukan memang benar, tapi... yaa, sampai matipun dia masih
belum sadar bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya keliru
besar" "Dimanakah letak kekeliruannya cianpwe?"
"Tentang soal ini .... maafkanlah daku nak, sudah
terlampau banyak yang kukatakan"
1512 Dengan perasaan apa boleh buat Han Siong Ki menghela
napas, tapi ia tak mau menyerah dengan begitu saja.
"Cianpwe" katanya lebih jauh, "kalau engkau memang
benar benar mengetahui duduknya persoalan ini dengan jelas,
mengapa tidak kau cegah niat susiok boanpwe yang hendak
bunuh diri itu?" "Aku sama sekali tak menduga nak kalau dia bakal berbuat
begitu Tapi ada satu hal dapat kukatakan kepadamu,
kematian susiokmu si tangan naga beracun Thio Lin yang
amat penasaran itu telah mendatangkan perasaan sedih yang
tak terkirakan bagiku, mungkin rasa sedihku itu tidak berada
dibawah kesedihanmu, mengertikah kau?"
Dengan hati yang bimbang Han Siong Kie mengangguk,
sekalipun ia sudah melakukan gerakan yang menyatakan dia
mengerti, hakekatnya dia sama sekali tidak tahu apa yang
telah diketahui atau dimengerti olehnya.
"Nak, bila suatu ketika kau dapat membalas dendam
dengan tanganmu sendiri, kau harus membangun kembali
perkampungan keluarga Han ini serta mengubur semua tulang
belulang yang berserakan dimana mana itu" kata orang yang
kehilangan sukma lagi. "Tentu cianpwe" sahut Han Siong Kie sambil menggigit
bibir, "boanpwe sudah mempunyai rencana yang masak
tentang soal itu, dan aku tak akan melupakan nasehat dari
cianpwe itu" "Baik Kalau begitu akupun harus tinggalkan tempat ini, kau
sendiri juga tak perlu lama lama berdiam disini lagi."
"Cianpwe mau pergi." "
"Benar .... oh iya, ada satu hal hendak kukatakan
kepadamu, hampir saja kelupakan"
"Apakah engkau marasa amat menyesal dengan kejadian
dibukit Thay huang san tempo hari" Apakah kau merasa
1513 kurang senang karena harus bertunangan dengan nona Go
siau bi?" "Tentang soal ini .... tentang soal ini ...."
"Katakan saja secara terus terang, utarakan semua suara
hatimu secara blak-blakan"
Han Siong Kie tidak langsung menjawab, dalam hati
kecilnya diam-diam ia berpikir:
"Huuh, buat apa banyak bicara" Memangnya aku tak tahu
kalau kesemuanya ini adalah hasil karyamu seorang" sekarang
nasi telah menjadi bubur, kurang senang mau apa" Kecewa
lantas kenapa?" Tentu saja diapun tak dapat membungkam melulu maka
selang sejenak kemudian diapun menyahut:
"Soal kurang senang atau kecewa lebih baik kita
kesampingkan, yang boanpwe khawatirkan justru lantaran
peristiwa ini, aku akan menjerumuskan masa depan nona Go
ke jurang kehancuran"
"Nak ketahuilah Go siau bi dapat menjadi seorang istri yang
bijaksana bagimu" "Aku tahu dan aku rasa itu memang benar"
"Nak kalau sudah tahu begitu kuharap agar kau jangan
menyia-nyiakan cinta kasihnya lagi, selain itu kaupun harus
ingat pelajaran orang kuno yang mengatakan bahwa ketidak
berbaktian ada tiga"
"Akan boanpwe ingat selalu dihati" sahut Han Siong Kie
sambil tertawa getir.. "Nah, kalau memang begitu, baik-baiklah jaga diri, aku
akan pergi lebih dulu" Begitu selesai berkata ia lantas bangkit
dan berlalu dari situ. 1514 Memandang kepergian perempuan misterius itu Han Siong
Ki cuma berdiri termangu- mang u, akhirnya diapun bangkit
berdiri, menghampiri dinding ruangan membersihkan debu
yang melekat d isana dan terlihatlah kembali lambang
tengkorak maut yang masih terpampang disana.
Darah yang mengalir dalam tubuhnya mendadak berputar
dengan kencangnya, entah mengapa ia merasa timbulnya
suatu perasaan aneh dihati kecilnya, hawa napsu membunuh
yang tebalpun seketika menyelimuti seluruh tubuhnya.
Sekali lagi ia jatuhkan diri berlutut, kemudian bisiknya
dengan lirih: "Ayah, susiok, semoga arwah kalian beristirahat dalam
ketenangan, bila putramu yang berbakti berhasil membalas
dendam, pasti akan kudatangi kembali tempat ini untuk
mengebumikan tulang belulang kalian semua"
Selesai berdoa dengan perasaan hati yang pedih danpenuh
dengan penderitaan berangkatlah anak muda itu
meninggalkan perkampungan keluarga Han dan menuju
benteng maut. Sepanjang perjalanan ia terbayang kembali akan diri
Tonghong Hui yang amat mencintainya, ia merasa cinta
kepada dara itu bahkan cintanya tak akan padam walau
sampai matipun, akan tetapi sekarang, dia akan pergi
membalas dendam, dia akan pergi membunuh ayahnya... yaa
begitulah kalau takdir berbicara lain... kadangkala takdir
memang keji terhadap umatnya ....
Hakekatnya niat pemuda itu untuk membalas dendam
boleh dibilang ibaratnya teguhnya bukit karang, tapi ....
manusia tetap manusia, penderitaan batin memang tak dapat
dihindari dengan begitu saja.
Ia sangat berharap agar pemilik benteng maut bukanlah


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuh besar pambunuh ayahnya, tapi kenyataan telah
mencabik cabik lamunannya itu, Tonghong Hui tak pernah
1515 mengutarakan bantahannya terhadap segala tuduhan yang
pernah dilontarkan kepada dara itu.
"Selesai membalas dendam, aku akan bunuh diri sebagai
pernyataan setiaku padanya" entah berapa ratus kali kata-kata
tersebut berkumandaug dalam hati kecilnya.
Yaa, memang benar Hanya kematianlah yang dapat
membebaskan pemuda itu dari simpul mati tersebut.
Demi membalas dendam atas kematian ayahnya, anak
muda itu harus membinasakan ayah dari kekasihnya,
sedangkan Tonghong Hui demi cintanya tak dapat
membalaskan dendam bagi orang tuanya dia hanya bisa
menggunakanjiwanya untuk menebus dosa ketidak
berbaktinya, maka untuk membayar semua pengorbanan sang
dara, pemuda itupun harus menebusnya dengan selembar
nyawa sendiri. Ia masih ingat ketika bertemu lagi dengan Tonghong Hui
ditepi sungai, ia merasa amat bahagia karena gadis itu lolos
dari kematian, tapi wajahnya ketika itu serta nada ucapannya
seakan-akan mengandung nada perpisahan, atas kejadian
tersebut, sampai sekarangpun dia masih merasa heran
bercampur curiga. Tiba-tiba ..... satu ingatan terlintas dalam benaknya, ia
teringat dengan lembaran kertas yang pernah diserahkan Hek
pek siang-yau kepadanya sewaktu masih berada dalam
lembah kematian tempo hari, dalam kertas itu tertera
beberapa huruf yang ditulis oleh ouyang Beng, pemilik
benteng maut angkatan pertama yang pandai meramal itu.
"Tipu muslihat banyak tersebar dalam dunia persilatan.
Bencana timbul dari persaudaraan. Dikala dendam sakit hati
terbongkar. Musnahlah penghianat dari muka bumi"
Tapi apakah makna dari empat bait syair itu, sampai
sekarang ia masih tak paham, ouyang Beng memiliki ilmu
1516 meramal yang amat lihay itu berarti tak mungkin ramalan
tersebut diberikan kepadanya tanpa sebab sebab tertentu.
Sepanjang perjalanan pelbagai ingatan serasa berkecamuk
dalam benaknya, membuat pikirannya jadi kalut dan tak
tenang. Akhirnya suatu hari, ketika senja baru menjelang tiba,
benteng maut telah muncul didepan matanya.
Ombak menggulung ketepi pantai dan menumbuk diatas
batu karang, lalu membuyar dan memercikkan busa-busa air
yang banyak. diatas batu karang itu berdirilah sebuah
bangunan besar yang kokoh mendatangkan perasaan ngeri
bagisiapapun yang melihat, itulah benteng maut
Pemandangan disekitar gedung itu tetap seperti sedia kala,
sama sekali tak berubah, tapi manusia nya telah mengalami
perubahan besar. Keadaan Han Siong Kie dewasa ini sudah jauh berbeda jika
dibandingkan dengan keadaan masa lalu, sekarang ia datang
kembali ke dalam benteng maut dengan bekal ilmu si mi
sinkang yang maha dahsyat, ia berkeyakinan menagih kembali
hutang darahnya dari pamilinya"
Ketika sinar matanya dialihkan kesamping, memandang
batu raksasa yang berdiri dengan angker nya tak jauh dari
pantai, tiba-tiba saja sekujur badannya bergetar keras.
Disanalah dia mengikat diri sebagai saudara angkat dengan
Tonghong Hui, disana juga mereka mengikat janji sehidup
semati, disitulah mereka memupuk cinta.
Batu cadas itu masih berdiri seperti sedia, kala, tapi
manusianya telah berubah, peristiwanya pun ikut berubah.
-ooo0dw0ooo- BAB 83 1517 WAKTU itu, mungkinkah ia pernah menyangka kalau
Tonghong Hui adalah putrinya musuh besar pembantai
keluarganya" Malahan waktu itu mereka saling mengutarakan cinta kasih,
saling membentuk kasih sayang yang tak terkirakan besarnya.
Tapi sekarang, dia hendak membunuh ayahnya, inilah
kekejaman takdir, karena kesemuanya itu takdirlah yang
mengatur. "Adik Hui, maafkanlah daku" ia bergugam lirih.
Sambil mengertak gigi tubuhnya bergerak lebih jauh
kedepan, diseberanginya jembatan batu itu, gerbang benteng
yang mengerikan itu. Sebuah lambang kepala tengkorak warna merah darah
yang terpancang diatas dinding benteng membuat pemuda itu
teringat kembali akan lambang yang sama yang tertera diatas
dinding ruang tengah perkampungan keluarga Han, lambang
itu telah mengakibatkan terbengkalainya hampir dua ratus
sosok tulang belulang anggauta keluarga Han.
Peredaran darah dalam tubuhnya mengalir makin cepat,
jantungnya berdebar makin kencang napsu membunuh yang
tebal muncul dari dasar hatinya dan menyelimuti seluruh
wajahnya. Secepat sambaran kilat ia melejit keudara lalu meluncur
kedalam benteng itu, berada diangkasa kakinya cepat
menjejak dinding benteng dan menerobos masuk kedalam
halaman sebelah dalam. Baru saja ia melayang turun ketika segulung hawa pukulan
yang maha dahsyat menerpa datang dari depan, menyusul
kemudiai muncullah sesosok bayangan hitam didepan
matanya. Han Siong Kie tertawa sinis, dengan suatu ayunan tangan
yang cepat dia punahkan datangnya sergapan tajam yang
1518 muncul dari arah depan itu kemudian dengan sinar mata
setajam sembilu di tatapnya penyerang itu tanpa berkedip.
Dia tak lain adalah simanusia aneh berambut panjang yang
pernah ditemuinya dalam benteng tempo hari, dia pula orang
yang memapak pulang Tong hong -Hui ketika ada ditepi
sungai tempo dulu dan oleh gadis itu dipanggil sebagai siau
suhengnya. Manusia aneh berambut panjang itu sendiri berdiri dengan
wajah menggidikkan hati, sinarmatanya tajam menyeramkan
membuat siapapun yang memandangnya jadi bergidik dan
ketakutan. Tentu saja Han Siong Kie tidak akan ketakutan dibuatnya,
sambil menggertak gigi dia malah membentak keras.
"Panggil keluar gurumu, suruh dia kemari untuk temui aku"
Manusia aneh itu berdiri kaku tanpa bergerak barang
sedikitpUn jua, seolah-olah tidak diacuhkan teriakan tersebut
sementara matanya yang mengidikkan hati itu mengawasi
gerak gerik Han Siong Kie tanpa berkedip.
"suruh tengkorak maut unjukkan diri" sekali lagi Han Siong
Kie membentak keras. Manusia aneh masih belum juga beranjak dari tempatnya
semula, malahan kali ini sambil berpekik aneh dia lancarkan
tiga buah pukulan berantai yang maha dahsyat.
Dahsyat sekali angin pukulan yang dihasilkan oleh serangan
tersebut, bukan saja cepat bahkan kehebatannya membuat
nyali orang jadi rontok rasanya.
Han Siong Kie tertawa dingin, ketika serangan lawan
hampir mencapai pada sasarannya, tiba-tiba tangan kirinya
berputar kencang untuk punahkan dua buah serangan yang
mengancam keselamatan tubuhnya itu, menyusul kemudian
telapak tangan kanannya disodok kemuka menyongsong
tibanya serangan ketiga dari musuh.
1519 "Blaaang..." suatu benturan yang dahsyat tak dapat
dihindari lagi, oleh benturan tersebut si manusia aneh
berambut panjang itu terlempar ke belakang dan mundur
beberapa langkah. "Uwaaak..." sambil berkaok aneh, tiba-tiba manusia aneh
itu rentangkan kembali sepasang lengannya, setelah
membentuk gerakan melingkar yang saling bersilang didepan
dada, dia menolaknya kemuka.
Hembusan angin panas yang menyengat badan seketika itu
juga memancar kemuka dan menekan dada lawannya dengan
kekuatan bagaikan gulungan ombak disamudra bebas.
Han Siong Kie terkesiap. dia tahu pukulan yang
dipraktekkan si manusia aneh itu pastilah ilmu silat aliran
khusus dari benteng maut, jago lihay kelas satupun belum
tentu dapat menahan gempuran yang sangat mengerikan itu.
Untuk menghindari sebala kemungkinan yang tak
diinginkan, anak muda itu tak berani bertindak gegabah,
dihimpunnya ilmu sakti si mi sin kang sampai delapan bagian
besarnya, kemudian ditolaknya kedepan untuk membendung
serangan lawan. Suatu ledakkan dahsyat kembali menggelegar diangkasa,
kali ini manusia aneh tersebut tak kuasa menahan diri lagi,
sambil berpekik nyaring karena kesakitan tubuhnya mencelat
sejauh dua kaki kebelakang, darah segar memancar keluar
bagaikan semburan mata air.
Han Siong Kie mendengas dingin, dia tak sudi menengok
keadaan musuhnya lagi, begitu simanusia aneh itu
terjengkang dalam keadaan luka, sontak ia lanjutkan
perjalanannya lagi maju kedepan.
Keheningan yang luar biasa mencekam sekeliling tempat
itu, suasana penuh diliputi ketegangan, kengerian dan
1520 kegelapan, jalan jalan raya yang sempit, rumah-rumah batu
yang tersebar disana sini terasa begitu kelabu, mendatangkan
perasaan ngeri dan menggidikkan hati bagi siapapun yang
menemuinya.. Selang sesaat kemudian, ia sudah tiba disebuah
persimpangan jalan, pemuda itu mulai sangsi, kemana ia
harus pergi " Ia cukup menyadari kelihayan rumah-rumah batu itu, sebab
semua rumah batu yang ada disitu dibangun sesuai dengan
sebuah barisan yang maha dahsyat, dan tempo hari dia
pernah merasakan kelihayan dari barisan rumah-rumah batu
itu Selain barisan sakti, diapun tahu bahwa dibalik rumahrumah
berbatu yang tertutup rapat itu mendekam jago-jago
lihay dunia persilatan yang disekap disana, Im yang siang sat
termasuk dua diantaranya.
Menerjang masuk kedalam benteng dengan mendobrak
barisan rumah batu" Pemuda itu cukup mengetahui
kemampuan sendiri, tak mungkin baginya untuk menembusi
barisan aneh itu dengan mudah.
Atau mungkin membumi ratakan saja rumah-rumah batu
itu " Tentu saja dengan kemampuan yang dimilikinya
sekarang, bukan pekerjaan yang terlampau sulit baginya
untuk melaksanakan itu, tapi diapun tahu akibatnya.
Orang-orang yang disekap dalam rumah-rumah batu itu
pasti akan mampus semua, sebagai korbannya.
Sementara anak muda itu masik sangsi, tiba-tiba dari arah
belakang tubuhnya ia mendengar sesuatu yang aneh.
"Malaikat penyakitan. Nyalimu benar-benar terlampu besar,
kembali kau muncul disini" dingin dan mengerikan sekali suara
teguran itu. 1521 Tak terkirakan rasa kaget yang dialami Han Siong Ki waktu
itu, suara tersebut cukup dikenal olehnya sebab itulah dari
pemilik benteng maut, si tengkorak maut adanya.
Malaikat panyakitan adalah nama samarannya ketika ia
datang memenuhi tugas yang dibebankan gurunya Mo tiong ci
mo tempo dulu, tentu saja diapun tahu bahwa malaikat
penyakitan masih berlaku bagi sebutannya.
Dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran petir
ia putar badan, tapi apa yang kemudian terpapar dihadapan
matanya membuat ia tercekat dan hampir saja berseru kaget.
Kurang lebih dua kaki didepan matanya berdiri seorang
kakek berjubah hijau, dialah pemilik benteng maut, hanya kali
ini kerudung wajahnya telah dilepas hingga tampaklah raut
wajah aslinya. Betul betul setajam sembilu sinar mata orang itu, wajah
Han Siong Kie yang ditatapnya itu seakan-akan mau ditelan
secara bulat. Han Siong Kie sendiripun dipengaruhi pergolakan emosi,
berhadapan muka dengan musuh besar pembantai
keluarganya, ia merasa peredaran darah dalam tubuhnya
mengalir makin cepat, matanya merah berapi api, napsu
membunuh yang menyelimuti wajahnya membuat ia tampak
menyeringai seram, lebih seram dari malaikat buas macam
apa pun. "Malaikat penyakitan, kau masih berani datang kemari...."
tegur pemilik benteng maut dengan suara berat.
"Tengkorak maut, dengarkan baik baik, teriak pemuda itu
sambil menggertak gigi, tempo hari aku datang kemari untuk
melaksanakan tugas guruku maka aku bernama Malaikat
penyakitan, tapi ini hari aku datang untuk urusan pribadiku,
maka kugunakan nama asliku sendiri Han Siong Kie"
"Han Siong Kie?"
1522 "Benar, aku Han Siong Kie datang kemari untuk
menyelesaikan hutang darah yang telah kau lupakan dimasa
lalu." "Hutang darah ...." HaaaHh... haaaHh... haaah.... selama
hidup entah berapa banyak sudah hutang darah yang kubuat,
banyak pula penagih-penagih nya datang kemari menuntut
pokok dan bunganya tapi.... hehehe.... Aku rasa belum pernah
ada yang pulang dalam keadaan segar bugar nah, katakanlah
dengan cara apa hutang darahmu itu akan kau tagih
kembali?" "Hutang darah bayar darah, hutang nyawa bayar nyawa"
Mendengar jawaban tersebut sekali lagi pemilik benteng
maut tertawa terbahak bahak, mengerikan sekali suaranya.
"Bagus, bagus boleh saja kau lakukan asal kemampuanmu
cukup untuk menagihnya kembali" Dalam keadaan begini
boleh dibilang seluruh benak dan perasaan Han Siong Kie
hanya dipenuhi oleh ingatan untuk membalas dendam,
terhadap pesan yang diucapkan orang yang kehilangan sukma
berulang kali itu boleh dibilang sama sekali telah terlupakan,
sekarang dia hanya membutuhkan pembalasan dendam, lain
tidak.

Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tengkorak maut akan kucincang tubuhmu berkepingkeping,
lalu kuhancurkan badanmu jadi abu" teriaknya dengan
suara geram. "Hmm, silahkan dicincang." jengek pemilik benteng maut
dengan senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya, tentu
saja ia tak pandang sebelah matapun terhadap lawannya ini
karena sudah dua kali ia berhasil membikin musuhnya itu
keok. Han Siong Kie mendengus dingin, dia lancarkan pula
sebuah pukulan maha dahsyat, kalau bisa inginnya dia bunuh
musuh yang dibencinya itu dalam satu pukulan, karena itu dia
telah menyertakan tenaga pukulannya sebesar sepuluh bagian
1523 lebih, dapat dibayangkan betapa dahsyatnya getaran angin
pukulan yang dihasilkan dari serangan tersebut.
Terkejut juga pemilik benteng maut menghadapi ancaman
yang tak terkirakan dahsyatnya itu, sebagai seorang jago yang
berpengalaman, cukup dalam sekali pandangan saja ia telah
tahu bahwa Han Siong Ki yang dihadapinya sekarang bukanlah
Han Siong Ki yang dulu, tenaga dalam yang dimilikinya
sekarang berkali kali lipat lebih hebat daripada apa yang
pernah dikenalnya. Berada dalam keadaan seperti ini ia tak berani bertindak
gegabah, serta merta telapak tangannya diputar untuk
menangkis tibanya ancaman-ancaman yang menggetarkan
itu... "Duuk.... Blaaang" benturan dahsyat tak terhindar lagi,
deras dan nyaring ledakan yang kemudian terjadi hingga
memekikkan telinga orang, kedua belah pihak sama sama
tergetar mundur selangkah oleh daya pantulan yang dihasilkan
oleh gempuran itu. Han Siong Ki tak mau menyerah dengan begitu saja, ia
melejit lantas menerkam kemuka, dengan jurus Ngo ong kou
ciat (raja iblis menyembah loteng istana) ia lepaskan lagi
sebuah pukulan dengan mengerahkan segenap kemampuan
yamg dimilikinya. Pemilik benteng maut mendengus dingin- sepasang
tangannya ditebaskan berbareng ke muka, bukan saja ia
berhasil memusnahkan serangan maut yang ganas dan maha
dahsyat itu, malahan digunakan kesempatan yang sangat baik
itu untuk melepaskan pula tiga buah serangan balasanPertarungan sengitpun segera berkobar, pertempuran ini
betul betul berjalan dengan seru dan mendebarkan hati,
selama ratusan tahun belakangan belum pernah terjadi
pertarungan sedahyat itu, bumi serasa ikut bergoncang, debu
1524 beterbangan kemana-mana, membuat orang yang sempat
mengintip jalannya pertarungan itu ikut bergetar karena ngeri.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu boleh dibilang
sama-sama sempurnanya, setelah saling bertempur dengan
mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya,
terlihatlah begitu dahsyat dan mendebarkan hati.
Deruan angin pukulan menyapujagad bagaikan amukan
taufan, batu dan pasir bermuncratan keempat penjuru, debu
beterbangan menyelimuti seluruh angkasa, menambah seram
dan tegangnya pertarunganKian lama pertarungan itu kian bergeser mendekati dua
buah rumah batu yang ada disekitar sana, termakan oleh
deruan angin pukulan yang maha dahsyat itu, bangunan
rumah rumah itu bergoncang dan bergetar keras seperti
tertimpa gempa. Terkejut juga pemiilik benteng maut menghadapi seranganserangan
itu, ia merasa telah berjumpa dengan lawan
tandingan yang belum pernah di alaminya selama hidup, dan
mimpipun dia tak menyangka kalau pihak musuh memiliki
tenaga dalam sehebat itu.
Dalam waktu singkat seratus gebrakan sudah lewat tanpa
terasa, makin bertarung Han Siong Kie semakin gigih, tenaga
dalamnya mengalir ke luar tiada habisnya dan semua
serangan yang dipakai rata rata adalah serangan mematikan
yang mengerikan. Sementara itu, pemilik benteng maut sendiri makin
bertempur hatinya merasa makin bergidik, lima puluh
gebrakan kemudian posisinya makin keteter hebat, ia dipaksa
berada dibawah angin dan mundur terus tiada hentinya...
Tiba tiba pemilik benteng maut membentak keras, jurus
serangannya segera dirubah, secara berun ia lancarkan tiga
buah serangan berantai yang memaksa Han Siong Kie mundur
sejauh lima depa dari tempat semula, sepasang tangannya itu
1525 di sodok dan ditarik secara berlawanan, dan segulung
hembusan angin yang anehpun menyambar kemuka.
Perubahan jurus serangan ini boleh dibilang dilakukan
sangat cepat dan sama sekali diluar dugaan.
Han Siong Kie cukup berpengalaman untuk menghadapi
serangan serangan musuhnya, dari gerakan yang dilakukan
kakek itu dia lantas mengerti bahwa musuh akan
menggunakan ilmu Coan hiat sin goan ciang yang dapat
membuat orang tak mampu menghimpun tenaganya itu untuk
menghadapinya, ia terkesiap serentak tubuhnya melejit ke
samping dan berusaha untuk menghindarkan diri.
Tampaknya pemilik benteng maut sudah memperhitungkan
gerakan yang bakal dilakukan lawan, sementara Han Siong Ki
bergeser kearah samping ternyata serangan anehnya itupun
memapak dari samping pula, dengan demikian bukan saja Han
Siong Ki tak dapat menghindarkan diri dari ancaman itu, dia
malahan menyongsong datangnya ancamanDetik itu juga sianak muda itu merasakan sekujur badannya
bergetar keras, hawa murninya terasa seperti tersumbat
sesuatu, sadarlah ia bahwa gelagat tidak menguntungkan.
"Aduh celaka..." bisiknya dihati.
Dipihak lain, pemilik benteng maut telah melanjutkan
dengan serangan berikutnya, segulung hembusan angin yang
maha dahsyat segera menggulung kemuka dan menghantam
tubuh musuh. "Duuk..." dalam keadaan tenaga murni yang membuyar,
sulit bagi Han Siong Kie untuk menghindarkan diri, serangan
itu bersarang telak diatas dadanya ....
Pemuda itu menjerit tertahan, sambil muntah darah
tubuhnya tergentar mundur sejauh delapan langkah lebih
kebelakang. 1526 Berhasil dengan serangannya yang pertama, pemilik
benteng maut menyusul kemuka lebih jauh jari-jari tangannya
bagaikan pancingan secepat kilat mencengkeram kedepan.
Han Siong Kie terancam bahaya, ia betul-betul terdesak
hebat, apalagi menderita luka parah ini menyebabkan
posisinya tidak menguntungkan, tapi ia tak sudi menyerah
dengan begitu saja, jari-jari tangannya balas menyodok
kedepan dengan ilmu jari Tong kim ci yang maha dahsyat itu.
Tindakan ini sama sekali diluar dugaan pemilik benteng
maut, seketika itu juga tubuhnya terhajar oleh beberapa buah
desiran angin jari yang amat tajam itu.
Untunglah ilmu sinkang peindung badannya cukup
sempurna, selain daripada itu serangan tadi pun dilancarkan
Han Siong Ki dalam keadaan tergesa-gesa, otomatis tenaga
serangan yang dilancarkan dalam serangan itupun jauh lebih
lemah dari keadaan semula, kalau tidak begitu, mungkin
tubuh pemilik benteng maut sudah bertambah dengan
beberapa buah lubang besar....
Terkena serangan tadi, pemilik benteng maut mendengus
tertahan, tubuhnya segera melompat mundur ke belakang.
Kali ini Han Siong Kie tak mau mengalah lagi, ia menerjang
maju kedepan, tenaga sakti si mi sin kang yang dimilikinya
dihimpun mencapai dua belas bagian, kemudian pelan-pelan
dilontarkan kedepan. Gulungan kabut berwarna putih yang cukup tebal segera
memancar keudara dan menggulung di sekeliling badan
lawan. Menghadapi ancaman maut itu, Pemilik benteng maut
merasa hatinya bergidik, tak kuasa lagi dia berseru kaget.
"Haaah... " Ilmu sakti Si mi sinkang...?""
Sekalipun demikian, kakek sakti itu tiada maksud untuk
menghindar ataupun berkelit, sepasang tangannya balas
1527 diayun kedepan, telapak kanannya berubah jadi putih
bagaikan pualam, sedang tangan kirinya hitam pekat melebihi
angus, dengan dua macam pukulan yang berbeda ia sambut
tibanya gulungan kabut putih yang sedang menyerang datang
itu. Tentu saja untuk menghindarkan diri dari segala macam
kemungkinan yang tak diinginkan, ia telah mengerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya dalam serangan tersebut.
Dengan demikian, menang kalahpun segera akan
diputuskan dalam benturan tersebut
Ledakan dahsyat yang kemudian terjadi sangat
menggetarkan sukma, diantara desingan angin tajam yang
mencabik-cabik udara, terdengar seseorang menjerit kesakitan
.... "Blaaang.... braakl.." akibat dari gempuran hawa pukulan
yang menyebar ke empat penjuru, dua buah bangunan rumah
batu yang berada dihadapannya terhantam telak dan roboh ke
tanah. Paras muka Han Siong Kie berubah jadi hijau membesi,
tubuhnya mundur kebelakang dengan sempoyongan, dan titik
darah menodai ujung bibirnya.
Pemilik benteng maut sendiri jatuh terduduk satu kaki dari
posisinya semula, ia muntah darah berulang kali, paras
mukanya berubah jadi pucat mengerikan.
Untuk sesaat suasana jadi hening tak kedengaran sedikit
suarapun, tapi akhirnya Han Siong Kie berjalan maju kedepan,
pelan pelan tangannya di angkat ke udara lalu dihampirinya
pemilik benteng maut yang masih menggeletak ditanah ....
"Sreet sreet... sreet... Tiga langkah kakinya yang bergesek
di atas tanah menimbulkan ketegangan yang makin
mencekam hati, hawa pembunuhan semakin tebal
menyelimuti sekeliling tempat itu.
1528 Terbalik pemilik benteng maut duduk dengan mata melotot
lebar, diawasinya gerak gerik Han Siong Kie yang sedang
bergeser maju selangkah bumi selangkah itu, tangan
kanannya tiba tiba diayun ke atas, jari tengahnya ditempelkan
tepat diatas jalan darah Thay yang hiat sendiri, tentu saja
sebagai seorang jago kawakan yang bernama besar, ia tak
sudi mampus ditangan seorang bocah ingusan yang tak
bernama. Gelisah sekali Han Siong Kie menghadapi kejadian tersebut,
sebab andaikata pemilik benteng maut sampai membunuh diri,
itu berarti akan hilanglah satu satunya kesempatan baginya
untuk membalas dendam dengan tangannya sendiri.
Karena kuatir bercampur panik, tiba-tiba satu ingatan
terlintas dalam benaknya, secepat sambaran petir jari
tangannya disentil kedepan, segulung angin serangan yang
amat cepat dan dahsyat segera meluncur ke depan dan
menyerang musuhnya itu. Pemilik benteng maut mendengus tertahan, lengan
kanannya tersambar angin totokan itu hingga terkulai
kebawah, menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah
dia melompat ke depan dan menghampiri musuhnya yang
masih duduk dengan wajah terkejut itu.
Mula mula Pemilik benteng maut masih melotot dengan
sinar mata penuh perasaan benci, dendam dan sakit hati, tapi
sesaat kemudian ia sudah tertunduk dengan wajah sedih,
mimpipun ia tak menyangka kalau begitulah akhir dari masa
kejayaan nya. Pelan pelan matanya dipejamkan, ia pasrah....... ia pasrah
pada nasib dan akan menerima apa yang bakal menimpa atas
dirinya. "Hei Tengkorak maut" Han Siong Ki membentak nyaring
"sayang kau hanya akan mati satu kali, kalau tidak....
1529 heeehhh....heeehh... heeehh.... akan kusuruh kau merasakan
bagaimana kalau mampus sebanyak seratus kali"
"Kau tak usah banyak bicara mau turun tangan ayolah
cepat turun tangan ...."
Suara itu hanpir diucapkan dengan setengah berbisik,
begitu lirih, rendah dan layu, sedikitpun tidak mirip sebagai
suara dari seorang gembong iblis yang ditakuti setiap orang
persilatan. Telapak tangan Han Siong Ki telah terangkat di tengah
udara, asal tenaga serangannya dilontarkan niscaya gembong
iblis yang lihay itu akan mati secara mengenaskan ......
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, ini
membuat tangannya yang sudah terangkat keudara segera
diturunkan kembali, tiba-tiba saja ia teringat akan diri
Tonghong-Hui, kekasih hatinya yang telah bersumpah akan
sehidup semati dengannya.
Ia terbayang pula ketika dirinya terjebak dalam wilayah
Lian huan tan hingga akhirnya ia pura pura mati dengan ilmu
Ku si tay hoat, Tonghong-Hui telah buatkan batu nisan
didepan kuburannya diatas batu nisan itu ia meninggalkan
tulisan yang mengatakan bahwa dia akan membalaskan
dendam bagi kematiannya, lalu akan bunuh diri untuk
menyusulnya. Setelah itu, ketika ia dipaksa oleh Tengkorak maut
gadungan terjun kedalam jurang diluar lembah kematian,
tanpa ragu-ragu Tonghong-Hui ikut terjun pula kedalam
jurang. Sekalipun kedua-duanya tak sampai mengakibatkan
kematiannya, tapi dari sini terbuktilah sudah bahwa ia sangat
mencintai dirinya dengan sepenuh hati.
Tapi sekarang.... dia harus membunuh ayahnya ..... dan
kejadian ini tak mungkin bisa dihindari lagi ....
1530 Yaaa, betapa tidak " seluruh anggota keluarganya
sebanyak dua ratus jiwa telah dibantai secara keji, apakah
sakit hati sedalam lautan ini harus diabaikan dengan begitu
saja" Sekujur tubuhnya terasa mengejang keras, ia merasa
sangat menderita, tersiksa hingga hatinya terasa sakit sekali.


Tengkorak Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hey Tengkorak maut" tegurnya selang sesaat kemudian, "
apakah kau ada pesan-pesan terakhir yang hendak
diutarakan?"" "Ada ...." jawab pemilik benteng maut dengan sedih.
"Kalau memang ada, ayo katakan saja mumpung masih ada
kesempatan, asal permintaanmu tidak kelewat batas, bisa saja
kukabulkan" "Pertama, aku harap kau bersedia melepaskan putri
kesayanganku Tonghong-Hui, sekarang dia kusekap dibenteng
belakang" "Akan kupenuhi permintaanmu itu" Han Siong Kie berjanji,
meskipun dengan hati yang pedih.
"Kedua, di ruang belakang benteng ini terdapat jenasah
dari istriku yang diawetkan, aku harap jenasah itu jangan kau
ganggu ataupun engkau rusak"
"Ehmm, soal inipun dapat kupenuhi"
Sekilas senyuman lega terpancar diatas wajah pemilik
benteng maut yang berkeriput, tampaknya ia merasa beban
beratnya telah terlepas dari bahunya, dia pun berbisik lirih:
"Kalau memang kau bersedia penuhi permintaanku itu, Nah
sekarang boleh kau cabut nyawaku ini"
Han Siong Kie menggertak giginya, sekali lagi dia angkat
telapak tangannya ke udara dan siap dibabat kebawah.......
1531 "Han Siong Kie, jangan...." tiba tiba serentetan teriakan
tajam berkumandang datang memecahkan keheningan yang
mencekam sekitar tempat kejadian itu.
Dengan hati terkejut Han Siong- Kie menarik kembali
telapak tangannya dan berpaling, Tonghong Hui... benar
Tonghong Hui yang dicintainya itu tiba-tiba muncul dihadapan
matanya. Gadis itu kelihatan pucat pias seperti mayat tubuhnya kurus
kering tinggal kulit pembungkus tulang, bukan begitu paras
mukanya tempo hari hampir saja anak muda itu tidak
mengenalnya lagi, tapi ia tahu dara itu memang kekasihnya, ia
berdiri di depan bangunan rumah batu yang ambruk
tersambar angin pukulan itu.
"Adik Hui, kau .... kau.." untuk sesaat anak muda itu
tergagap hingga tak mampu melanjutkan kembali kata
katanya. "Kau ... kau.... tak boleh..."
"Adik Hui, aku mohon kepadamu maafkanlah daku,
persoalan ini tak mungkin dapat diselesaikan dengan begitu
saja" kata Han Siong Kie dengan hati pedih, "kau tak usah
kuatir adik Hui, selesai kulaksanakan tugasku ini, aku pasti
akan memberikan pertanggungan jawab kepadamu, dan
sekarang aku mohon kepadamu, mundurlah dari sini"
"Budak ingusan, enyah kau dari tempat ini" tiba-tiba pemilik
benteng maut membentak pula dengan lantang.
Tonghong-Hui memutar biji matanya, dua baris air mata
jatuh berlinang membasahi pipinya.
"Ayah Aku bukannya tak mau turuti perkataanmu, tapi aku
hendak mengatakan sesuatu, ketahuilah dia adalah Han..."
"Enyah Aku tak mau mendengarkan perkataanmu, ayoh
segera tinggalkan tempat ini...."
1532 "Tapi.... tapi.... ayah, dia adalah putra dari jisuko, Han si
wi" akhirnya gadis itu berteriak keras.
Han Siong Kie terkesiap. ia merasa sekujur tubuhnya jadi
dingin dan menggigil keras, ia merasa badannya seperti kena
listrik bertegangan tinggi, hampir tak dipercayainya suara
yang terdengar barusan ....
"Ji suko" kakak seperguruan nomor dua?" Jeritnya dihati,
"ia memanggil ayahku sebagai Ji-suko" Wah, kalau begitu...
buu.... bukankah ini berarti..."
Sebelum ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
Pemilik benteng maut telah melototkan sepasang matanya
lebar-lebar, menggidikkan sinar mata yang terpancar dari
matanya itu. "Apa yang kau bilang?" bentaknya.
"Dia adalah putra tunggal dari ji suko Han si Wi"
"Putranya" "Benar Putranya..."
"Mengapa tidak kau katakan semenjak tadi?"
"Tapi ayah kan tidak memberi kesempatan kepadaku untuk
berbicara" kedatangan bibi ke benteng kitapun lantaran
persoalan ini, tapi ayah tidak memberi kesempatan kepadanya
untuk menerangkan persoalan ini, sebelum bibi berkata apaapa,
ayah telah mengusirnya dari benteng kita, andaikata siau
suheng tidak melepaskan aku keluar dari sekapan mungkin
akibatnya mengerikan sekali."
Han Siong Kie mendengar pula perkataan itu, sontak
kepalanya terasa pusing, matanya jadi gelap. dengan
sempoyongan tubuhnya mundur sejauh lima kaki, hampir saja
dia jatuh terjengkang keatas tanah saking kagetnya.
Mimpipun ia tak menyangka kalau ayahnya tak lain adalah
anggota perguruan dari Benteng maut.
1533 Keheningan segera menerkam seluruh udara, siapapun tak
buka suara lagi, masing-masing orang terjerumus dengan
jalan pikirannya sendiri-sendiri
Teka teki yang selama ini selalu menghantui pikiran dan
perasaan Han Siong Kie, akhirnya sebagian telah peroleh
jawabannya. Sekarang ia baru mengerti apa sebabnya sebelum bunuh
diri, paman gurunya si tangan naga beracun Thio Lin melarang
dia untuk membalas dendam, diapun baru paham mengapa
paman gurunya berkata bahwa semuanya itu adalah kehendak
perguruan, tidaklah aneh kalau pembunuhnya tak lain adalah
gurunya sendiri. Orang yang kehilangan sukma selalu menganjurkan
kepadanya agar berkunjung kebenteng maut dan menuturkan
asal usulnya, sekarangpun dia sudah mengerti apa alasannya.
Selain itu diapun mulai memahami mengapa orang yang
kehilangan sukma selalu berusaha untuk mewujudkan
perkawinannya dengan Go siau-bi, dan ia selalu menentang
hubungannya dengan Tonghong Hui, bahkan mengatakan
pula bahwa hubungan itu akan mengakibatkan kejadian yang
tragis. Sekarang ia baru sadar ternyata Tonghong-Hui adalah
sukohnya sendiri, tentu saja seorang keponakan murid tak
mungkin bisa kawin dengan bibi gurunya sendiri, apalagi
tradisi pada jaman itu masih ketat sekali.
Berpikir sampai disini, tanpa sadar lagi ia berpaling dan
mengerling sekejap ke arah Tonghong-Hui, kebetulan
Tonghong Hui sendiripun sedang mengerling kearahnya
dengan sinar mata yang redup dan penuh dengan kepedihan
hati. Ketika empat mata saling bertemu, pemuda itu merasakan
hatinya pedih dan amat sakit, hampir saja ia melelehkan air
1534 mata saking tak tahannya buru-buru ia tarik kembali
pandangannya dan melengos kearah lain.
Sekarang ia teringat kembali akan diri Tengkorak maut ....
mengapa sekejam itu hatinya" mengapa begitu tega hatinya
uatuk membantai keluarga muridnya dengan cara yang begitu
keji" dari paman gurunya, si tangan naga beracun Thio Lin
juga mengalami nasib yang sama, mengapa paman gurunya
tidak menyesal atau mendendam" Malah ia bunuh diri dan
mengatakan bahwa ia melakukan kesemuanya itu demi
melaksanakan perintah gurunya.
Iapun tahu bahwa orang yang kehilangan sukma
mengetahui semua latar belakang dari peristiwa berdarah itu,
tapi anehnya mengapa ia membungkam terus" Mengapa tak
pernah ia bongkar rahasia dibalik kesemuanya itu.
Pemilik benteng maut sendiripun berdiri termangu seperti
orang yang kehilangan semangat, lama sekali ia baru
menegur. "Anak Hui, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Semua anggota keluarga dari Ji suko dan sam suko telah
dibantai orang pada hari Tiong yang lima belas tahun
berselang, semua anggota keluarga dibunuh secara keji, dan
diatas dinding ruangan tertera lambang dari tengkorak maut."
Tiba tiba sekujur badan pemilik benteng maut bergetar
keras, ia seperti terkejut mendengar kabar itu, lalu setelah
mendengus dengan marah ia muntah darah segar.
"Keluarga mereka dibantai orang dengan kejam?" jeritnya
sambil berusaha meronta bangun.
"Benar" Tonghong-Hui mengangguk dengan sedih, "sebab
itulah Han Siong Kie datang kemari untuk membalas dendam"
Dengan sempoyongan Pemilik benteng maut coba bangkit
berdiri, tapi badannya terlampau lemah ia terduduk kembali
ditanah. 1535 "Sudah dua puluh tahun lebih aku tak pernah tinggalkan
pintu gerbang benteng ini" teriaknya dengan suara keras,
"sungguh tak kusangka ada orang mencatut namaku untuk
melakukan kejahatan HHmm, bagaimana dengan toa
suhengmu Sim si kiat?""
"Jejaknya sudah menghilang dari dunia persilatan"
"Bagaimana pula dengan suci mu ong cui ing?""
Agak terkejut perasaan Han Siong Kie ketika nama ibunya
disinggung, sekarang ia baru tahu kalau dia dan ayahnya
adalah sesama saudara perguruan yang kemudian menikah.
Tonghong Hui tidak langsung menjawab, ia melirik sekejap
kearah sianak muda itu. "Su suci telah menikah lagi dengan Thian che kaucu"
sahutnya kemudian. "Dia kawin lagi dengan Thian che kaucu?"
"Benar" Tiba tiba Han Siong Kie mengeluh, ia tak dapat
mengendalikan perasaannya yang bergolak lagi, akhirnya
pemuda itu jatuhkan diri berlutut di hadapan pemilik benteng
maut itu. "oooh... sucou, ampunilah cucu muridmu yang berdosa"
serunya dengan air mata bercucuran, "ampunilah kelancangan
cucu muridmu yang telah berbuat kasar padamu...."
Pemilik benteng maut tersenyum, ia tak sakit hati atau
mendendam oleh peristiwa yang baru saja berlangsung,
wajahnya malahan kelihatan bertambah cerah.
"Bangunlah anakku, dalam peristiwa ini kau tak dapat
disalahkan, tindakanmu itu adalah benar" bisiknya.
Han Siong Kie tidak langsung berdiri, kembali dia
anggukkan kepalanya sampai tiga kali sebelum akhirnya
bangkit berdiri 1536 Pemilik benteng maut menatap tajam wajah si anak muda
itu, sesaat kemudian ia bertanya:
"Tempo hari aku kan sudah menotok jalan darahmu
dengan ilmu totokan khusus" siapa yang telah membebaskan
Kelelawar Hijau 4 Tusuk Kondai Pusaka Liong Hong Po Cha Yan Karya S D Liong Bukit Pemakan Manusia 8

Cari Blog Ini