Ceritasilat Novel Online

Geger Pedang Inti Es 1

Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es Bagian 1


Dia datang Sebagai seorang pendekar.
Dia aneh & bertindak seperti
orang linglung Para ksatria menyebut dia
Si DEWA LINGLUNG Pendekar sakti yang Digembleng 'lima' tokoh aneh
Di Edit oleh : Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
SATU Panas matahari seperti membakar
bumi. Pulau itu tampak lengang seperti tiada penghuni. Akan tetapi sebenarnya
tidak demikian. Karena tampak diatas bukit tertinggi di pulau itu dua orang
laki-laki. Yang seorang adalah seorang kakek berjubah sisik yang gemerlapan.
Bertubuh besar berkepala botak.
Kumisnya yang putih berjuntai bagai misai naga. Siapa lagi kakek itu kalau bukan
si Raja Siluman Naga.
Sedangkan yang seorang lagi
adalah seorang laki-laki yang masih muda. Bertampang gagah. Rambutnya gondrong
terjuntai kebawah. Sementara tubuhnya dalam keadaan terbalik dengan posisi kaki
diatas dan kepala dibawah.
Sedangkan sikakek bermisai panjang itu enak-enakan duduk bersila sambil meram
melek ditempat teduh, membiarkan
pemuda itu dalam keadaan demikian berjemur dipanas matahari yang
menyengat kulit. Pemuda itu tak lain dari
Ginanjar adanya yang kini mempunyai panggilan Nanjar. Apakah yang
sebenarnya terjadi dengan pemuda itu"
Tak lain dia tengah menerima
gemblengan ilmu-ilmu kedigjayaan dari si Raja Siluman Naga, yaitu tengah
melakukan latihan pernapasan tenaga dalam terbalik. Hal seperti itu telah
dilakukan selama enam hari berturut-turut. Hari ini adalah hari ketujuh atau
hari terakhir dia melakukan
latihan. Tentu saja dia hampir tak kuat menjalaninya, karena selama
berturut-turut tujuh hari dia
melakukan demikian dari matahari
terbit hingga terbenam.
Keringat yang mengucur dari
sekujur lubang pori-pori dari tubuhnya membuat batu tempat dia berjungkir itu
basah. Sementara hawa panas yang
menyengat kulit harus dirasakan selama melakukan latihan itu. Sungguh suatu
pekerjaan yang amat berat. Namun hal itu dilakukan Nanjar dengan tiada mengeluh.
Bahkan secara diam- diam Nanjar pancarkan hawa murni dari
pusarnya kesekujur tubuh.
Untuk menahan hawa panas yang
luar biasa itu. Hawa yang dikeluarkan itu adalah hawa tenaga dalam yang bernama
hawa inti Es. Hingga dia tak merasakan panasnya matahari yang
menyengat kulit. Kalau saja Nanjar tahu apa yang
berada dalam benak si Raja Siluman Naga, tentu dia siang-siang sudah
meninggalkan pulau itu atau mungkin membunuh mati kakek itu. Karena ....
"Hehehe .... bocah ingusan yang tolol! selesai kau menguasai ilmu
tenaga dalam sungsang (terbalik) ini, bila kau telah kena kukibuli dan
seluruh tenaga dalammu berpindah masuk kedalam tubuhku, maka aku sudah tidak
memerlukan kau lagi!" berkata Raja Siluman Naga dalam hati. Sementara matanya
meram-melek seperti tengah merasakan kenikmatan.
Mulutnya sebentar-sebentar menggayam panggang daging kelinci yang baru saja matang.
Daging kelinci itu hasil buruan
Nanjar, yang selama ini telah
menyediakan puluhan kelinci yang
ditangkapnya untuk santapan si kakek itu.
Raja Siluman Naga ternyata
mengalami kelumpuhan pada kedua
kakinya, akibat pertarungan dan
benturan tenaga dalam dengan si Raja Siluman Bangau. Itulah sebabnya dia menahan
Nanjar agar tetap tinggal di pulau itu, dengan menjanjikan akan menurunkan ilmuilmu kedigjayaannya pada pemuda itu.
Nanjar meneguk air liurnya
mengendus wanginya bau panggang daging kelinci, perutnyapun mendadak berbunyi
keruyukan. Dengan sudut matanya dia melirik si kakek yang asik menggayam
santapannya dengan lahap. Tentu saja diam-diam pemuda ini menggerutu dalam hati.
"Kakek sialan! mengapa dia makan di depanku seenaknya saja" Tunggulah,
kalau aku telah menyerap ilmu-ilmu kepandaianmu akan kubalas
perlakuanmu!" mengancam dia dalam hati. Sementara dia segera kembali
konsentrasikan lagi latihannya. Diam-diam Nanjar kerahkan kekuatan tenaga dalam
inti Esnya dengan menambah
sepertiga lagi. Maka segera saja hawa dingin menebar kesekitarnya. Begitu
hebatnya tenaga dalam inti Es yang dikeluarkan Nanjar, hingga sampai-sampai si
kakek terkejut dan terlonjak kaget karena dia merasakan hawa dingin merembes
kesekujur tubuhnya. "Bocah! apa yang telah kau
lakukan?" teriak Raja Siluman Naga.
Matanya melotot menatap pada
pemuda yang tengah berjungkir balik itu. Akan tetapi mulutnya jadi
ternganga karena tubuh pemuda itu sendiri seperti terlapis oleh es, yang
menimbulkan hawa dingin luar biasa.
"Hei! bocah gendeng! kau gunakan ilmu tenaga dalam Inti Es secara
berlebihan! celaka....! kau bisa
mampus!" teriak si kakek terkejut.
Serta,merta dia gerakkan lengannya menghantam ketubuh pemuda itu.
Buk! Akan tetapi menjerit si kakek
ini. Tubuhnya terlempar kebelakang beberapa torhbak dan terkapar tak berkutik.
Apakah yang terjadi"
Ternyata tubuh si Raja Siluman Naga
seketika menjadi beku dan tampak
sekujur tubuhnya dilapisi oleh es.
Adapun Nanjar yang telah
menggunakan ilmu tenaga dalam Inti Es hampir tigaperempat bagian itu juga
terkesiap, karena seketika dia merasa tubuhnya menjadi beku. Dalam keadaan kaget
itu tahu-tahu dia rasakan
hantaman pukulan si kakek yang menjadi gurunya itu. Namun yang didengarnya
adalah suara jeritan si kakek Raja Siluman Naga itu. Kemudian dia tak mendengar
apa-apa lagi. Karena ketika dia melakukan
penambahan tenaga dalam adalah dengan memejamkan mata, hingga Nanjar tak
mengetahui kalau si kakek telah
terjengkang ketika tenaga pukulannya beradu dengan tubuhnya. Tanpa dia sadari
kalau itu adalah akibat ilmu Tenaga Dalam Sungsang yang telah
dimilikinya dan dalam keadaan
dipergunakan. Akibatnya adalah fatal bagi si Raja Siluman Naga, karena dia harus
menerima resiko terhadap dirinya sendiri.
Nanjar sendiri dalam keadaan
megap-megap tak bisa bernapas, karena lapisan es yang berada disekujur
tubuhnya. Untunglah dalam saat
demikian otaknya yang encer masih bisa bekerja. Seketika dia cepat merobah
tenaga dalam Inti Es menjadi Tenaga dalam Inti Api. Sekejap saja lapisan
es itu mencair lagi. Dan dalam keadaan bisa bernapas lagi itu, segera Nanjar
cepat melompat untuk jejakkan kedua kakinya ke tanah.
"Huaaah! hampir aku celaka!"
pekik Nanjar terengah-engah.
Akan tetapi baru saja dia
memulihkan kekuatan dan mengendurkan urat-urat tubuhnya, matanya membelalak
menjadi besar ketika melihat sosok tubuh si Raja Siluman Naga dalam
keadaan terkapar tak berkutik.
"Guru....!" kenapa kau?"
teriaknya terkejut. Dan serta-merta dia melompat menghampiri.
Tersentak kaget pemuda ini
ketika melihat sekujur tubuh si Raja Siluman Naga dalam keadaan beku dan
dilapisi es. Sekali lengannya bergerak maka hancurlah lapisan es itu meleleh
menjadi cair. "Guru! guru....!" teriak Nanjar seraya mengguncang-guncangkan tubuh kakek itu.
Sesaat antaranya terdengar suara keluhan si Raja Siluman Naga.
Tubuhnya tampak bergerak. Dan dia melompat duduk. Sepasang matanya
melotot menatap Nanjar yang berjongkok dihadapannya.
"Bocah sinting! apa yang kau perbuat hampir saja merenggut jiwamu dan jivvaku
sendiri!" bentak kakek itu seraya melompat duduk dengan bersila.
Kakek ini memang tak dapat berdiri karena kelumpuhan yang dideritanya.
"Haha..... hehe.... maafkan aku, guru. Aku iseng-iseng menambah tenaga dalam
Inti Es yang aku pelajari dari almarhum guruku Ki Dharma Tungga. Aku memang
mempergunakannya untuk
melenyapkan hawa panas sengatan
matahari. Tak kusangka kalau aku
hampir mati terbungkus lapisan es!"
berkata Nanjar dengan cengar-cengir.
"Dan hampir saja kau
membunuhku!" bentak si Raja Siluman Naga.
"Hahaha.. salah sendiri, mengapa kau menghantamkan pukulanmu?" tertawa Nanjar.
"Setan! aku bermaksud
menolongmu!" berkata si kakek dengan mendongkol. Sementara diam-diam dia
bersukur karena dirinya telah
terhindar dari kematian. Kalau saja pemuda itu tak menolongnya, mungkin siangsiang dia sudah berangkat ke Akhirat. Akan tetapi di samping
terkejut Raja Siluman Naga juga
terheran. Bagaimana pemuda itu bisa memiliki ilmu tenaga dalam Inti Es yang
sedemikian hebat" Seumur hidupnya baru dia melihat ilmu yang begitu tingginya,
hingga sampai-sampai tubuh pemuda itupun terbungkus lapisan es yang nyaris
merenggut nyawanya. "Hm, bocah muridku, apakah kau memang memiliki ilmu sehebat itu
didalam kesadaranmu sendiri?" bertanya si kakek.
"Oooo, tentu! tentu,guru! Sudah sejak lama aku memilikinya!" sahut Nanjar
berdusta. Sementara mulutnya masih tetap cengar-cengir. Kakek itu kerutkan
keningnya seperti kurang yakin akan kata-kata Nanjar.
DUA "Mengapa kau termenung, guru"
Apakah kau tak percaya pada
keteranganku?" bertanya Nanjar.
"Ya....! aku percaya. Siapapun akan percaya, karena kau pernah
menjadi murid Ki Dharma Tungga si Ketua Rimba Persilatan itu!" sahut Raja
Siluman Naga ketus. Akan tetapi dengan hati mendongkol.
"Dengan ilmu apa kau mencairkan gumpalan es pada tubuhmu, dan
tubuhku?" tanya si kakek.
"Tentu saja dengan lawannya, yaitu ilmu tenaga dalam Inti Api!"
sahut Nanjar dengan jumawa. Lalu
bangkit berdiri. Tiba-tiba dia
berpaling kearah sebuah pohon besar disebelah kirinya.
"Lihatlah! pohon ini akan kubuat beku terlapisi es!" berkata Nanjar.
Segera dia kerahkan ilmu tenaga dalam inti Esnya. Hawa dingin menebar.
Plak! Nanjar menepuk batang pohon itu.
Sesaat dia menunggu reaksinya. Daun pohon itu berhamburan jatuh terkena
goncangan. Akan tetapi tak ada
perubahan apa-apa. Batang pohon itu masih tetap utuh tanpa terlapisi es.
Nanjar tersentak kaget. Seketika
wajahnya berubah merah. Pada saat itulah terdengar suara tertawa
terbahak- bahak si Raja Siluman Naga.
"Hahaha..... hehe.....
hahaha.... mana buktinya" Hahah....
kau ngibul! sudah kuduga kau bisa lakukan pukulan itu di luar
kesadaranmu! Tentu ada hubungannya dengan ilmu Tenaga Dalam Sungsang yang kau
pelajari dariku!" berkata Raja Siluman Naga. Sementara diam-diam kakek itu amat
bergirang, karena telah menemukan ilmu langka hasil perpaduan Ilmu Tenaga Dalam
Sungsang dengan ilmu Tenaga Dalam Inti Es, walaupun baru sebagian dugaan saja.
"Tunggu dulu, guru! kau
lihatlah!" teriak Nanjar. Kali ini Nanjar kerahkan tenaga dalam Inti Es sampai
tigaperempat bagian. Hawa dingin membuat tubuh si Raja Siluman Naga menggigil.
Dan.... BRRAAAKK! Batang pohon itu patah berderak,
dan terlempar dengan suara berdebum berkerosakan. Akan tetapi tetap tak ada
lapisan es. Cuma butir-butir air saja yang mengembun melekat di batang pohon.
Melihat demikian Nanjar jadi
garuk-garuk kepala tidak gatal dan tersipu-sipu malu. Sementara si Raja Siluman
Naga kembali tertawa terbahak-bahak karena merasa mendapat
kemenangan. "Hahaha.... apa kataku" kau cuma pintar ngibul! Apakah kau masih mau bilang
kalau kau menguasai ilmu
pukulan tenaga dalam Inti Es yang dapat membuat korban pukulan terbungkus es
secara mutlak dan kau
ketahui?" Kali ini Nanjar tak dapat
menjawab. Wajahnya semakin memerah.
"Nah, coba kau gunakan Tenaga Dalam Sungsang, seperti yang selama ini kau
pelajari. Dan gunakan pukulan Inti Esmu untuk memukul batu besar itu!" ujar Raja
Siluman Naga seraya menunjuk pada batu besar tak jauh dari tempat itu.
Tak ayal, Nanjar segera jalankan
perintah gurunya. Dengan beberapa kali bersalto dia tiba didekat batu besar itu.
Kejap selanjutnya dia telah
jungkir balik dengan kepala dibawah
dan kaki diatas. Kepalanya digunakan untuk pengganti kedua kakinya menempel di
tanah. Segera dia gunakan ilmu Tenaga
Dalam Sungsang. Dan menghantam batu besar di hadapannya dengan pukulan Inti
Esnya. PLAK! Hantaman jarak jauh itu mengenai
sasaran. Tampak uap mengepul di
sekeliling batu itu.
Dan.... dalam sekejap saja batu
besar itu telah terlapisi oleh es.
Tertolonglah Nanjar dengan hasil yang demikian itu.
Sepasang matanya membelalak.
Nyatalah kalau kata-kata si Raja
Siluman Naga itu benar. Ilmu pukulan Tenaga dalam Inti Es yang dapat
membuat sasaran menjadi beku terlapisi es memang ada hubungannya dengan ilmu
Tenaga Dalam Sungsang ciptaan Si Raja Siluman Naga!
"Nah! apakah kau masih tak
percaya dengan kata-kataku?" teriak si kakek seraya melompat mendekati pemuda
itu. "Aku percaya, guru! Hehehe....
aku memang mengibuli kau! harap kau memaafkan aku yang bodoh!" berkata Nanjar
seraya melompat berdiri.
Tiga bulan berada di pulau itu
telah membuat bertambahnya ilmu
kedigjayaan Nanjar yang berhasil
menyerap ilmu-ilmu si Raja Siluman Naga.


Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi tetap saja Nanjar
tak mengetahui rencana busuk si Raja Siluman Naga. Hingga pada suatu
hari..., "Muridku! kukira cukuplah sudah kau mewarisi ilmu-ilmu kedigjayaanku.
Selama ini kau telah bertambah
pengetahuan dengan beberapa macam ilmu. Akan tetapi janganlah kau
mengira kalau kau sudah tak dapat terkalahkan. Karena sesungguhnya
tenaga dalammu masih teramat rendah!"
berkata sang guru. Nanjar cuma manggut-manggut.
Dalam hati memang dia mengakui akan kata-kata gurunya dengan berpedoman dari
guru-guru lainnya yang dia pernah berguru padanya. Karena di atas langit masih
ada lagi langit! "Seperti kau telah ketahui,
sepasang kakiku telah mengalami
kelumpuhan akibat pertarungan dengan si Raja Siluman Bangau. Rasanya aku sudah
bosan untuk berpetualang di Rimba Persilatan. Biarlah, aku menetap dipulau
ini..." ujar si Raja Siluman Naga.
"Jadi aku sudah boleh angkat kaki dari pulau ini, guru?" tanya Nanjar dengan
wajah berubah girang.
"Nanti dulu, bocah! jangan kau potong penuturanku!" bentak si kakek.
Nanjar yang semula sudah mau
berjingkrak jadi menyurut lagi duduk dengan menundukkan kepala.
"Bukankah kau menginginkan anak burung Rajawali itu?" bertanya Raja Siluman
Naga. "Benar, guru....! Akan tetapi tak mungkin aku membawanya. Dia belum berapa
pandai terbang. Aku khawatir akan menyusahkan saja, bila aku
membawanya!" sahut Nanjar. Raja Siluman Naga manggut-manggut.
"Kau memang kuperbolehkan
meninggalkan pulau ini. Akan tetapi tidak sekarang! Dan anak burung
Rajawali itu biarlah aku yang
merawatnya!" "Bagaimana kau akan merawatnya, guru" sedangkan kau sendiri..." tukas Nanjar.
Akan tetapi si kakek tertawa terkekeh.
"Hehehe.... apakah kau kira aku tak mampu berbuat apa-apa dengan
kelumpuhan kedua kakiku ini?" berkata Raja Siluman Naga.
"Apakah kau mengira tanpa kau merawatku aku akan mati" Hahaha...
tidak sama sekali bocah! Aku memang sengaja menahanmu karena sudah
kukatakaan yaitu aku akan mewariskan ilmu-ilmu kedigjayaanku padamu! Kau amat
berkenan di hatiku, karena selama hidupku baru aku menemui seorang bocah yang
semacam kau!" Nanjar cuma membisu tak berkatakata. Sementara wajahnya semakin
memerah karena malu. Dia pernah
bergurau pada si Raja Siluman Naga dan menduga kakek itu menahannya di pulau itu
karena berharap dapat
memperpanjang umurnya dengan adanya Nanjar ditempat itu.
"Atas kebaikan hati guru, tentu saja aku amat berterima kasih" berkata Nanjar.
"Lalu apakah yang selanjutnya harus kulakukan, guru?" tanya Nanjar, setelah
sekian lama si Raja Siluman Naga termangu-mangu sambil mengelus kumisnya yang
panjang menjuntai. Kakek itu menghela napas, lalu ujarnya.
"Mendekatlah kemari, bocah!"
berkata dia. Nanjar turutkan perintah itu
dengan menggeser duduknya mendekati si kakek. Sementara hatinya bertanya-tanya,
apakah yang akan dilakukannya terhadapku?" pikir Nanjar dalam hati.
"Nanjar, muridku! aku merasa terlalu banyak kelebihan tenaga
dalamku. Dan kukira bagiku kini tak begitu memerlukannya lagi. Oleh sebab itu
aku akan memberikan separuh tenaga dalamku padamu!" berkata si Raja Siluman
Naga. Nanjar terhenyak menatap kakek
tua itu dengan mata mendelong.
"Kau akan mewariskannya padaku?"
tanya Nanjar seperti tak percaya.
"Ya, kukira kau tak usah
menolaknya. Aku ingin kau membawa bekal didunia persilatan agak cukupan.
Karena musuh-musuhmu bukanlah sedikit yang berilmu tinggi!" sahut si kakek.
Nanjar termangu sejenak. Tapi
lalu berkata. "Yah, terserahlah. Kalau kau memaksa mana aku bisa menolak?"
ujarnya sambil manggut-manggut. Akan tetapi diam-diam Nanjar bergirang hati atas
kebaikan si kakek gurunya ini.
Nanjar turutkan perintah gurunya
untuk duduk bersila dengan menghimpun tenaga dalamnya dipusar. Sementara telapak
tangannya beradu menempel dengan telapak tangan si Raja Siluman Naga.
"Nah! kendurkan pernapasanmu, dan bersikaplah biasa saja, sementara aku akan
menyalurkan tenaga dalamku kesekujur tubuhmu. Bila kau merasakan hawa hangat
mengalir melalui telapak tanganmu, itu tandanya tenaga dalamku tengah menyalur
ke tubuhmu. Kau harus sebarkan tenaga dalammu yang berada di pusar untuk
menyambutnya agar tenaga dalamku segera menyatu dengan tenaga dalammu. Tapi
ingatlah! Kau harus pergunakan ilmu Tenaga Dalam
Sungsang!" ujar Raja Siluman Naga
memberi penjelasan yang juga termasuk perintah.
Nanjar kerutkan alisnya.
"Mengapa aku harus pergunakan ilmu Tenaga Dalam Sungsang, guru?" tanya Nanjar
terheran. "Bukankah kalau aku akan mempergunakan tenaga dalam itu harus dalam
keadaan jungkir balik?"
"Hehehe....kau turuti sajalah perintahku!" berkata si kakek.
Walaupun dalam keadaan terheran
dan tidak mengerti, namun Nanjar tak berani melanggar perintah. Diapun turutkan
apa yang diperintahkan
gurunya. Ketika dia rasakan hawa
hangat memasuki telapak tangannya dan mengalir kesekujur urat-urat darahnya,
Nanjar segera keluarkan tenaga dalam dari pusar untuk menyambut. Tentu saja dia
gunakan ilmu Tenaga Dalam Sungsang seperti yang diperintahkan si Raja Siluman
Naga itu. Akan tetapi mendadak dia
merasakan darahnya tersedot tenaga aliran hangat itu. Dalam keadaan
demikian di tersentak kaget. Dalam keadaan beberapa detik itu
otak warasnya bekerja. "He" jangan-jangan dia bermaksud mencelakakanku!"
Akan tetapi terlambat. Disaat
dia berusaha menghentikan aliran
tenaga dalam dari pusat, mendadak tubuhnya seperti terkena aliran
listrik. Pemuda ini menjerit parau.
Dan tubuhnya terkulai, lalu jatuh terjengkang tak berkutik lagi.
Nanjar rasakan tubuhnya seperti
dilolosi tulang-belulangnya. Pandangan matanya menjadi gelap dengan mendadak.
Dan dia terkapar tak sadarkan diri.
Disaat sebelum dia pingsan lapat-lapat dia mendengar suara tertawa si Raja
Siluman Naga. "Hahaha.... hehehe....
hahaha.... bocah tolol! habislah sudah tenaga dalammu. Sia-sialah semua ilmu
kepandaian yang kau miliki! Hahaha...
kini tenaga dalamku telah bertambah berlipat ganda. Kelumpuhanku akan segera
sembuh tak berapa lama lagi.
Hahaha.... kau memang bocah sial yang membawa keberuntungan padaku!"
Nanjar terkesiap mendengar katakata itu. Akan tetapi dia sudah tak berdaya. Karena detik selanjutnya dia sudah
tak tahu apa-apa lagi....
Tampak si Raja Siluman Naga
setelah puas tertawa dengan
kemenangannya yang telah berhasil mengelabui pemuda itu, segera gerakkan kedua
lengannya seperti membentuk lingkaran diudara. Gerakan itu telah menimbulkan
munculnya uap putih dan merah yang semakin lama semakin
banyak. Setelah melakukan tiga kali putaran itu, sepasang tangan si kakek
bergerak mencekal kedua betis kakinya.
Apakah yang terjadi" Uap-uap itu kini
berpindah dan keluar dari pembuluh-pembuluh darah dikedua kaki Raja
Siluman Naga. Selang tak lama kira-kira
sepeminum teh si Raja Siluman Naga melepaskan cekalan pada kedua betis kakinya.
Sementara uap putih merah itu
pelan-pelan mulai kembali lenyap.
Tiba-tiba orang tua itu
perdengarkan suara melengking keras disertai melambungnya tubuhnya
keudara. Saat berikutnya.... jleg! Si Raja Siluman Naga telah jejakkan
sepasang kakinya di tanah. Begitu kekarnya kedua kaki itu hingga
tanahnya yang dipijak amblas sebatas mata kaki. Hebat, dan aneh! Dalam waktu
sekejapan saja kedua kaki si kakek itu telah sembuh dari
kelumpuhannya! "Hahaha....hehehe... kini Raja Siluman Naga telah kembali menjadi seekor Naga
yang utuh. Bahkan bertambah tenaga dalamnya!" tertawa berkakakan kakek itu, hingga kumisnya yang
panjang menjuntai itu bergerak-gerak bagai misai Naga! Akan tetapi pada saat itu
terdengar suara bentakan. "Naga pengkor! pengecut busuk!
kedua kakimu akan tetap
pengkor!" Dua sinar berkelebat.
Dan... Krraaak! Krraakk! Raja Siluman Naga menjerit parau
seperti suaranya mau menembus langit.
Tubuh tinggi besar itu tiba-tiba
ambruk ketanah. Dan tampak dua potong kaki yang hancur berserpihan membaur
dengan menyemburatnya darah ke setiap penjuru.
Berguling-guling dan meraungraung si Naga Siluman Naga memegangi kedua kakinya yang putus dan dalam keadaan
hancur bersimbah darah.
Ketika dia menatap kehadapannya
yang tampak hanya punggung seorang kakek kurus tua renta yang memondong tubuh
Nanjar dan berkelebat dari
tempat itu.... TIGA Mendelik lebar mata si Raja
Siluman Naga. Serta merta dia
menggembor keras. Lengannya bergerak menghantam punggung kakek kurus itu.
"Raja kunyuk! mampuslah kau!"
Berbareng dengan bentakan keras itu serangkum angin dahsyat menyambar dari
lengan kakek Raja Siluman Naga.
Bllarrrr! Pohon besar itu tumbang dengan
batang hancur. Nyaris saja dua korban melayang jiwanya kalau pada detik itu
si kakek kurus tidak bertindak cepat mengelak dengan melompat. Hebat
gerakan melompat sikakek kurus itu.
Walaupun dengan membawa beban di
pundak, namun masih bisa lakukan salto yang baik sekali. Lengannya yang
panjangnya melebihi panjang lengan manusia biasa menjangkau ujung ranting pohon,
lalu berayun melesat kepohon lainnya. Dalam beberapa kejap saja bayangan si
kakek kurus itu sudah lenyap di balik kerimbunan hutan
Menggeram gusar si Raja Siluman
Naga. Rasa sakit yang luar biasa pada kedua kakinya yang hancur tak
dirasakan lagi. Dalam sekilas saja dia telah mengetahui kalau orang itu
adalah si Raja Siluman Kera. Mana mau dia melepaskan manusia yang telah membuat
hancur kedua kakinya begitu saja" Detik itu juga dia gerakkan lengannya menotok
kedua lututnya untuk menghentikan darah. Kejap berikut tubuhnya telah mencelat
ke udara mengejar ke arah berkelebatnya tubuh Raja Siluman Kera.
Sementara itu Nanjar yang dalam
keadaan tak sadarkan diri tak
mengetahui lagi apa yang terjadi pada dirinya.
Kakek penolongnya itu memang tak
lain dari Si Raja Siluman Kera. Kakek kurus ini membawa tubuh Nanjar
berkelebat turun dari puncak pohon,
tepat di sisi tebing. Ternyata dia tak meneruskan langkahnya.
"Aku harus memeriksanya dulu.
Tubuh bocah ini dingin sekali. Aku khawatir jiwanya tak dapat
tertolong...." menggumam kakek ini.
Dia tampak amat khawatir sekali dengan keselamatan si pemuda. Akan tetapi baru
saja dia mau memeriksa tubuh pemuda itu yang digeletakkan dirumput, pada saat
itu juga terdengar suara berkerosokan disusul berkelebatnya sosok tubuh tubuh
yang hinggap ditanah dengan kedua lengannya terlebih dulu.
Siapa adanya sosok tubuh itu tak lain dari si Raja Siluman Naga!
"Kunyukitu sial dangkalan!
jangan harap kau bisa lolos dari
tanganku!" menggembor si Raja Siluman Naga dengan bentakan menggeledek.
Pucat seketika wajah kakek kurus ini.
Akan tetapi dia tampak tenang dalam situasi yang demikian itu. Diam-diam dia
telah pasang kuda-kuda dan
bersikap waspada untuk segera
menghadapi pertarungan.
"Kunyuk tua licik! pengecut curang! mengapa kau membokongku"
Menyerang orang yang dalam keadaan lengah itu adalah suatu perbuatan pengecut!"
bentak pula si Raja Siluman Naga yang telah duduk bersila diatas rumput.
"Hehehe....nguk! nguk! nguk!
Perbuatan licik memang harus dibalas licik! perbuatan curang pun harus dibalas
curang! Bukankah itu namanya adil" Kau telah mengelabui bocah ini yang sudah
jelas kau tipu mentah-mentah! Apakah perbuatanmu itu tidak keterlaluan?"
menjawab si Raja Siluman Kera dengan mulut cengar-cengir. Akan tetapi sepasang
matanya memancarkan cahaya kebencian pada si Raja Siluman Naga.
"Tutup bacotmu! mengapa kau ikut campur urusan orang" Hm, bersiaplah kau untuk
mampus siang-siang Raja Kunyuk! Akan tetapi sebelum kau pulang ke Akhirat aku
mau bertanya, apakah kau datang bersama ketiga orang
kawanmu?" "Heh, aku cuma seorang diri!
Hm....aku tahu tentunya kau takut untuk berhadapan dengan Empat Raja Gila
sekaligus!" ejek si kakek ini.
"Grrrrh.... jangan kata empat, seratus orang macam kau aku masih sanggup
mengirim nyawanya ke Akhirat!"
teriak Raja Siluman Naga. Dan
bersamaan dengan itu dia telah
menerjang dahsyat dengan cengkeraman ganas. Hawa dingin yang luar biasa menerpa
kearah si Raja Siluman Kera.
Raja Siluman Kera yang memang
sudah waspada tak berayal lagi untuk segera berkelit. Akan tetapi karena
khawatir si Raja Siluman Naga lakukan serangan yang bisa mencelakai pemuda
bernama Nanjar itu, Dia telah
memapakinya dengan hantaman pula.
Menderu angin dahsyat dari
sepasang lengan Raja Siluman Kera.
Namun ternyata Raja Siluman Naga tak mau mengadakan benturan. Justru dia
miringkan tubuh untuk segera berguling ke sisi. Dilain kejap dia sudah dalam
keadaan jungkir balik berdiri dengan kepala menempel di tanah. Dan dengan gerak
cepat yang telah disiapkan itu, Raja Siluman Naga telah gunakan
pukulan Tenaga Dalam Sungsang!
Terkesiap Raja Siluman Kera.


Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sungguh dia tak menduga akan tipuan yang digunakan lawan dalam waktu cuma satu
jurus saja. "Celaka....!?" dia membathin dalam hati.
Sungguh sukar diduga kalau Raja
Siluman Naga tiba-tiba mencabut lagi serangannya. Sepertinya dia sudah menduga
kalau si Raja Siluman Kera akan melompat ke arah kiri. Benar saja. Gerakan
melompat si Raja Siluman Kera itu memang amat luar biasa
gesitnya. Dengan gerakan melompat yang begitu cepat kakek kurus itu melompat ke
sisi. Akan tetapi justru Raja Siluman Naga telah mendahuluinya
berada disana. Belum lagi Raja Siluman Kera jejakkan kaki di tanah, tiba-tiba
pukulan Tenaga Dalam Sungsang telah menghantam kearah dadanya....
Menjeritlah si Kakek Raja
Siluman Kera dengan suara parau.
Pukulan dahsyat itu telak mengenai dadanya. Itulah pukulan tenaga dalam Inti Es
yang telah dipergunakan dengan digabungkan dengan ilmu Tenaga Dalam Sungsang!
Tak ampun lagi tubuh kakek kurus itu terlempar beberapa tombak dan terkapar tak
berkutik lagi. Sementara hawa dingin seperti membuat beku sekitar tempat itu. Apa yang terlihat
adalah di antara uap yang menyelimuti sekitar pertarungan itu tampak terkapar
tubuh si Raja Siluman Kera dalan keadaan terbungkus oleh lapisan es!
Kejadian barusan itu ternyata
telah dilihat oleh Nanjar yang pada saat itu baru saja siuman
dari pingsannya. Akan tetapi dia tak dapat gerakkan tubuh bahkan kaki dan
tangannya. Semua persendian tulangnya serasa lemah lungiai tak bertenaga.
Tenaganya serasa punah semua. Dia cuma bisa menatap keadaan sesosok tubuh yang
terbungkus oleh lapisan es. Tubuh siapakah gerangan dia tak mengetahui sama
sekali. Sementara yang membuat heran adalah dia melihat si Raja
Siluman Naga yang dalam keadaan
jungkir balik memperlihatkan sepasang kakinya yang telah hancur putus!
Tahu-tahu kakek tinggi besar itu
sudah berkelebat ke arahnya. Kakek ini melototkan matanya menatap Nanjar.
Nanjar cepat-cepat berbuat seolah-olah masih tak sadarkan diri.
"Huh! kau masih hidup, bocah!
Ternyata kesialanmu telah merembet padaku!" berkata Raja Siluman Naga dengan
hati mendongkol pada Nanjar.
Bret! bret! Kakek ini tiba-tiba merobek
jubahnya. Dan dengan duduk di rumput itu dia membalut kedua kakinya yang putus
itu. Sementara Nanjar yang dalam keadaan baru tersadar itu sipitkan matanya
mengintip apa yang dilakukan kakek itu. Sementara dia mulai
mengingat-ingat kejadian yang dialami.
Dia mulai teringat akan katakata si Raja Siluman Naga yang tertawa terbahak-bahak disaat sebelum dia
pingsan. "Hahaha.... haha.... bocah tolol! Habislah sudah tenaga dalammu!
Sia-sialah semua ilmu kepandaianmu yang kau miliki ! Hahaha....kau memang bocah
sial yang membawa keberuntungan padaku! Kelumpuhan kakiku akan segera sembuh tak
berapa lama lagi ! Kau memang bocah sial yang membawa
keberuntungan padaku!"
Ya! kata-kata itu masih
terngiang ditelinganya!
"Siluman tua ini telah menipuku!
Tapi mengapa justru kedua kakinya
hancur sedemikian rupa" dan siapa orang yang terkena pukulan Inti Es itu?" pikir
Nanjar dalam benak. Namun Nanjar dapat menduga kalau orang yang terkapar itulah
yang telah mengakibatkan kehancuran kedua kaki si Raja Siluman Naga.
Diam-diam Nanjar mengeluh dalam
hati. "Celaka....! Ternyata manusia ini tak lain dari manusia telengas.
Aku terjebak dalam perangkap karena kurang waspada. Haiiih! betapa
dungunya aku. Entah apa lagi yang akan diperbuatnya padaku. Aku sudah tak
berdaya...." Walaupun pemuda ini mengeluh
dalam keputus asaan namun tidaklah dia mandah saja menerima nasib. Diam-diam dia
kerahkan sisa tenaganya. Lengannya digerakkan untuk menggapai sebongkah batu
sebesar kepalan tangan didekatnya ketika si Raja Siluman Naga tengah sibuk
membalut kakinya dengan
menyeringai menahan sakit. Usahanya berhasil. Kini batu sebesar kepalan tangan
itu telah berada dalam
genggaman tangannya. Nanjar berusaha menghimpun sisa-sisa tenaga dalam untuk
disalurkan kelengan. Hati pemuda ini membathin. "Manusia ini ternyata selain
jahat juga licik. Kalau dia berani mendekat untuk menganiayaku atau membunuhku,
batu ini bisa kupergunakan! Kalau toh akhirnya aku
harus mati, tapi aku puas karena
setidak-tidaknya aku telah membuat cacat pada mukanya!"
Tekad Nanjar ternyata membawa
hasil. Sisa-sisa tenaga dalamnya
ternyata berhasil dikumpulkan pada lengan kanannya yang mencekal batu.
Nanjar masih berusaha berbuat agar tangan kirinya bisa di gerakkan. Akan tetapi
ternyata dia tak mampu untuk memindahkan tenaganya ke lengan kiri.
Kekuatan terakhir yang diandalkan Nanjar hanyalah pada tangan kanannya yang
mencekal batu itu saja.
Hati Nanjar kebat-kebit menanti
saat-saat yang menentukan, menunggu selesainya si Raja Siluman naga
membaiut kakinya. Dan saat-saat tegang itupun
akhirnya tiba.... Kakek berkumis bagai misai Naga
ini telah selesai membalut kakinya.
Dia menoleh menatap Nanjar yang masih terkapar tak berkutik menyender di dinding
batu gunung. Raja Siluman Naga tertawa
menyeringai. "Heheheh...dalam keadaan seperti sekarang ini rupuanya aku masih
memerlukan kau bocah! Terpaksa aku mengulur waktu kematianmu. Akan tetapi kau
harus menjadi seorang yang lupa akan asal-usulmu, juga lupa pada apa yang pernah
kau alami! Heheheh...."
berkata si Raja Siluman naga dengan suara mendesis. Dia mengira kalau Nanjar
masih dalam keadaan tak
sadarkan diri. Kakek ini beringsut mendekati
Nanjar. Semakin dekat semakin kebat-kebit hati pemuda ini.
Tiba-tiba Raja Siluman Naga
ulurkan tangannya kearah kepala Nanjar. "Hehehe........ totokan pada urat
syarafnya ini akan membuat dia menjadi orang yang linglung. Dia
takkan mengetahui kalau aku telah memperdayainya!" berkata Raja Siluman Naga
dalam hati. Akan tetapi beberapa inci lagi sebelum jari tangan si kakek
menyentuh kulit kepala Nanjar, tiba-tiba Nanjar gerakkan tangannya
menghantam ke arah mukanya. Kejadian yang di luar dugaan itu terlalu cepat.
Si kakek tak dapat mengelakkan diri lagi. Dia menjerit parau ketika benda keras
menghantam mukanya. Terdengar suara tulang yang hancur beradu dengan batu. Darah
memuncrat seketika. Namun jeritan kesakitan si Raja
Siluman naga berbareng pula dengan keluhan Nanjar,karena toh jari-jari tangan si
Raja Siluman Naga masih sempat menotok urat syarafnya.
Seketika Nanjar rasakan kepalanya seperti digigiti ratusan semut.
Pandangannya menjadi nanar. Dan....
dia kembali roboh tak sadarkan diri.
Adapun si Raja Siluman Naga
meraung panjang mengerikan. Tubuhnya berguling-guling dan berkelojotan bagai
ayam disembelih. Namun tak
berlangsung lama karena sesaat
kemudian tubuh si Raja siluman naga diam tak berkutik. Darah merah masih
menggelogok keluar dari mukanya.
Keadaan muka kakek itu amat
mengerikan, karena tulangnya telah hancur melesak ke dalam hingga sudah tak
berbentuk lagi. Denyut nadinya ternyata telah berhenti. Nyawanya telah
melayang....! Tempat itu kini sunyi mencekam.
Senja kian merayap jua. Pelahan-lahan Mataharipun tenggelam di balik bukit.
Sementara puluhan kelelawar terlihat bermunculan mengitari puncak bukit....
EMPAT EMPAT MUSIM telah lewat
berturut-turut. Waktu berlalu seperti melesatnya anak panah. Di pertengahan
musim dingin itu tampak lima buah perahu bergerak mendatangi palau
terpencil itu. Kelima perahu itu
masing-masing pada bagian depan tegak berdiri salah seorang dari belasan orang
yang berada pada tiap-tiap
perahu. Siapakah adanya mereka ini"
Dan ada maksud apakah mendatangi pulau terpencil itu" Marilah kita ikuti....
Perahu yang berada dibagian
tengah mempunyai ukuran lebih besar dan tampak lebih bagus dari yang
lainnya berada paling depan di antara semua perahu. Hingga kelihatannya barisan
perahu itu membentuk ujung tombak. Dilihat dari sikap orang yang berdiri didepan
perahu itu, dapatlah diduga kalau laki-laki berpakaian serba ungu itu adalah
sipemimpin dari rombongan itu.
"Kita segera mendarat!" berkata laki-laki itu. Usia laki-laki ini dapat ditaksir
yaitu berusia sekitar tiga puluhan tahun lebih. Sikapnya gagah dan berwibawa.
Memanglah dia tak lain dari ketua rombongan ini.
"Apakah ketua yakin pulau ini yang dimaksud dalam peta?" bertanya salah seorang
yang duduk di belakang laki-laki ini tanpa memegang dayung.
Dia seorang laki-laki berjubah kuning.
Usianya sekitar 40 tahun, berwajah lancip dengan sejumput jenggot
didagunya. "Aku yakin pulau inilah yang dimaksud, paman KULIPALA! Apakan kau berpendapat
ada pulau lagi ditempat ini?" balik bertanya laki- laki itu.
Yang ditanya putarkan kepala memandang ke sekitar tempat di perairan itu dengan
bangkit berdiri. Lalu kembali menatap kedepan.
"Kukira tak ada lagi selain pulau ini, ketua!"ujarnya pelahan. "Akan tetapi
entah kalau di belakang pulau ini ada lagi sebuah pulau....!"
"Hm, nanti kita periksa. Nah, kalian kayuhlah lebih cepat. Aku sudah tak sabar
untuk memeriksa pulau ini!"
berkata sang ketua. Perahu dibagian tengah itu tampak melaju lebih cepat, yang
segera diikuti oleh empat perahu yang mengiringnya.
Hingga dalam waktu tak seberapa
lama kelima perahu itupun mendarat di pulau tersebut. Dan serentak para awak
perahu itupun berlompatan ke pasir.
Sementara laki-laki ketua ini telah melompat lebih dulu. Dari saku bajunya
dikeluarkan secarik kertas kulit. Lalu tampak dia mengamati kertas kulit itu
yang tak lain dari sebuah peta.
Lima orang pemimpin dari masingmasing regu yang mengetuai belasan anak buah, segera berkumpul
mengelilingi sang ketua itu.
"Kalian berlima segera
berpencar. Bawalah masing-masing anak buah kalian untuk melacak situasi pulau
ini. Kita perlu mengetahui ada tidaknya penghuni di pulau ini
dan...." ujar sang ketua seraya menunjuk setelah sejak tadi menatapkan
pandangannya pada puncak bukit yang tertinggi itu. Nah, aku beri
kesempatan beristirahat beberapa saat.
Bubarlah! Nanti setelah ada tanda isyarat dariku, kalian mulai jalankan tugas!"
berkata laki-laki ini. Kelima orang itu menyahut serempak.
"Baik, Ketua....!"
Lalu mereka bubar. Masing-masing
kembali ke kelompoknya. Kecuali laki-laki tua berjubah kuning itu yang masih
berada didekat sang ketua.
Akan tetapi baru saja kelima
orang itu bubar, tiba-tiba terdengar suara para anak buah mereka menjadi riuh.
Masing-masing kepala menengadah keatas. Apakah yang dilihat mereka"
Kiranya seekor burung Rajawali yang cukup besar terbang mengitari di atas kepala
mereka disertai suara berkiak-kiak.
"Rajawali raksasa...." Ah, baru sekali ini aku melihat burung sebesar itu!"
berkata laki-laki ketua itu dengan mendongak ke atas memandang kagum.
"Santapan lezat! Dagingnya tentu enak!" berkata si laki-laki tua jubah kuning.
Tiba-tiba lengannya bergerak kebalik jubah. Seutas rantai yang berbandulan
sebuah trisula hitam telah berada dalam genggaman tangannya.
Ketika putaran burung rajawali itu berada di atas kepalanya, laki-laki bernama
Kulipala ini mendadak
lemparkan trisula itu ke udara....
Suara mendesing yang disertai
menyamba-nya senjata itu kearah leher, membuat burung Rajawali itu terkejut.
"Keaaaaakk!"
Rajawali itu mengiyak panjang.
Sayapnya digunakan untuk menghempas benda pembawa maut itu. Hempasan sayap
burung itu menimbulkan angin keras hingga trisula maut itu miring ke kiri. Dan
dia berhasil menghindarkan diri. Tentu saja dia jadi marah karena ada yang
mengganggunya. Tiba-tiba sekali memutar, dia telah menukik menyambar si jubah
kuning. Cakarnya terentang memperlihatkan kuku-kukunya yang runcing. Paruhnya
terbuka mengeluarkan suara yang mengiyak
nyaring. Terkesiap seketika si jubah
kuning karena tak menduga serangannya akan menemui kegagalan, dan diluar dugaan
justru si burung Rajawali itu justru telah menyerangnya dengan
ganas. Akan tetapi pada saat itu
terdengar suara suitan nyaring yang diiringi kata-kata. "JABUR! jangan kau
kurang ajar! Tetamu yang datang
biarlah aku yang menyambut!"
Mendengar suara suitan itu si
burung rajawali seketika batalkan serangannya. Dia terbang kembali ke udara dan
berputar-putar, lalu
meluncur terbang untuk hinggap di
puncak pohon. Namun tiada hentinya dia mengeluarkan bunyi keras mengiyak.
Saat itu sesosok bayangan tubuh
manusia berkelebat. Dan membelalak mata si jubah kuning karena
dihadapannya telah berdiri tegak
seorang laki-laki muda berambut
gondrong. Memakai ikat kepala dan ikat pinggang kulit ular. Bajunya compangcamping tapi bertampang gagah.
"Hahaha.... daging burung itu tidak enak sobat! Harap kau tidak
menginginkannya!" berkata pemuda ini.
Siapakah adanya laki-laki ini" Dialah Ginanjar alias Nanjar, yang selama ini
menetap di pulau itu.
"Apakah anda pemilik burung
Rajawali itu?" bertanya Kulipala dengan memandang tajam.
"Hm, benar! Aku juga penghuni tunggal di pulau ini!" Sahut Nanjar.
"Ada apakah kalian datang beramai-ramai ke pulauku?" tanya Nanjar dengan
krenyitkan dahi memandang puluhan orang di tempat itu. Cepat-cepat si laki-laki
ketua dari rombongan itu menjura dihadapan Nanjar seraya berkata.
"Kami adalah orang-orang dari perguruan Tapak Nenggala, Aku sendiri sebagai
ketuanya. Namaku JAKA NINGRAT.
Dalam Rimba Persilatan orang
menggelari diriku si Jalak Emas!
Kedatangan kami kemari adalah mencari
tahu kebenaran tentang adanya sebuah benda pusaka di pulau ini yang kami ketahui
dengan petunjuk sebuah peta!
Bolehkan aku tahu siapa anda?"
"Benda pustaka?" tersentak Nanjar. "Benda pustaka apakah yang mereka maksudkan?"


Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata Nanjar dalam hati. Karena selama dua tahun lebih dia menetap di pulau
itu dia tak mengetahui adanya benda pusaka itu ditempat itu.
Melihat sikap Nanjar yang
terpaku heran itu, kedua orang itu saling pandang. Sementara nanjar jadi garukgaruk kerjala seraya berkata.
"Namaku Nanjar! Aku tak
mengerti, benda apakah yang kalian maksudkan" Dan darimana peta itu
kalian dapatkan?" tanya Nanjar.
"Hm... sobat! Kami mengira pulau ini adalah pulau kosong. Tak tahunya berpenghuni.
Benda yang kami cari itu adalah sebuah Pedang Pusaka yang
bernama Pedang Pusaka INTI ES! Peta ini kami dapatkan dari seseorang yang tak
mau menyebutkan namanya!" sahut Jaka
Ningrat dengan memperhatikan
wajah pemuda itu seperti menyelidik, apakah pemuda gondrong itu sebenarnya sudah
mengetahui ataukah pura-pura tidak tahu"
"PEDANG INTI ES?" Nanjar terheran-heran
"Aku baru mendengar
nama pedang Pusaka demikian. Aneh! Aku
tak tahu adanya benda Pusaka itu di pulau ini. Hm, jangan-jangan kau kena
dikibuli orang itu. Di pulau ini tak ada sepotongpun benda pusaka!" berkata
Nanjar. Mendengar jawaban Nanjar kembali
Jaka Ningrat saling pandang dengan Kulipala. Orang tua jubah kuning itu
mendengus. "Heh! Apakah kami bisa percaya begitu saja pada kata-katamu" Kau tentu tidak
seorang diri tinggal di pulau ini. Kalau kau punya guru, tentu gurumu
mengetahui! Ketahuilah! kami tidak akan pulang kembali tanpa Pedang Pusaka INTI
ES itu di tangan kami!"
berkata ketus Kulipala.
Mendengar kata-kata Kulipala,
Nanjar jadi tertawa tergelak-gelak hingga tubuhnya terguncang-guncang.
Adapun para anak buah perguruan Tapak Nenggala segera saja telah membuat pagar
betis mengelilingi Nanjar.
Masing-masing siap menerima perintah untuk meringkus pemuda berbaju
compang-camping itu. Akan tetapi
belasan orang tetap berjaga dengan senjata terhunus untuk menghadapi segala
kemungkinan dari serangan si burung Rajawali yang masih bertengger di puncak
pohon. Setelah reda dari tertawa
gelinya, Nanjar berkata.
"Di pulau ini takkan kalian
jumpai siapa-siapa kecuali aku
sendiri. Aku memang mempunyai enam orang guru. Tetapi kesemuanya sudah berdiam
di dalam tanah. Kalau kalian tidak percaya, silahkan periksa
seluruh tempat. Di atas puncak bukit tertinggi itu kalian akan dapati
sebuah goa, dan enam buah kuburan yang berjajar. Selain enam buah kuburan itu
kalian takkan dapat menemukan siapa-siapa. Haha... kalau toh keenam guruku
mengetahui semasa hidup, tentu benda Pusaka itu sudah ada di tanganku!"
ujar Nanjar dengan suara agak keras.
Lengannya menunjuk ke
arah bukit tertinggi di tengah pulau.
Hampir semua mata menatap kesana. Suasana sejenak menjadi
hening. "Kami akan memeriksa!" tiba-tiba suara Jaka Ningrat memecah keheningan.
"Silahkan! silahkan! aku tak keberatan. Kalau kalian dapatkan benda apa saja di
atas bukit itu ambil saja kalau kalian mau!" ujar Nanjar.
"Hm, Paman Kulipala dan kalian Bendowo, Jalantra dan Kebojalu serta dua regu
berada disini. Yang lain ya ikut aku!" perintah Jaka Ningrat pada anak buahnya.
Segera saja anak buah itu memecah menjadi dua rombongan.
Rombongan yang sebagian segera
mengikuti di belakang Jaka Ningrat.
Dan yang lainnya tetap berjaga di tempat itu.
LIMA Nanjar memperhatikan semua itu
dengan tersenyum. Dilihatnya semua anak buah
Jaka Ningrat seperti
mengawasi dirinya. Akan tetapi tampak pula ada yang mengawasi si Jabur
dengan sikap waspada.
Diam-diam di hati Kulipala timbul niatnya untuk mengetahui sampai di mana ilmu kedigjayaan Nanjar. Akan
tetapi dia tak secara langsung
melaksanakan niatnya. Dia melangkah mendekati seraya berkata.
"Sobat muda. Bolehkah aku tahu siapa adanya kelima orang gurumu yang sudah kau
katakan mati itu?"
"Hm,aku tak pernah merahasiakan tentang diriku. Mereka adalah si EMPAT
RAJA GILA, Raja Siluman Naga, dan yang seorang lagi adalah si Raja Siluman
Bangau. Tepatnya mereka adalah para RAJA-RAJA GILA!"
Tentu saja mendengar jawaban
Nanjar seketika wajah Kulipala jadi berubah pucat pias.
"Empat Raja gila" Raja Siluman Naga"
Dan Raja Siluman Bangau?"
Kulipala terperanjat.
"Hahaha... benar! apakah engkau pernah mendengar nama-nama itu?" tanya Nanjar
dengan cengar-cengir.
"Apakah mereka yang pernah
mendapat julukan si ENAM IBLIS PULAU
KAMBANGAN pada puluhan tahun yang silam?" bertanya Kulipala.
"Hehehe... betul! tidak salah!
Ketiga guruku si Raja Siluman Ular, Raja Siluman Harimau, dan Raja Siluman
Biawak pernah bercerita padaku!" ujar Nanjar serentak.
"Oh, maafkan kebodohanku sobat muda. Aku tak mengetahui kalau kau adalah murid
mereka. Guruku bersahabat baik dengan keenam orang gurumu itu!"
"Hm, begitukah" siapa nama
gurumu?" tanya Nanjar dengan memandang tajam.
"Beliau adalah Ki BROJOL IRENG, yang bergelar si Iblis Tengkorak
Bolong!" Sahut Kulipala dengan wajah berkeringat.
"Hahaha... kalau begitu kita adalah sahabat!" berkata Nanjar.
"Ya! Kita adalah sahabat!"
berkata Kebojalu dan kedua kawannya.
Serentak ketiga orang itu menjura dihadapan Nanjar. Nanjar balas
menjura. Akan tetapi tiba-tiba
melompat mundur, seraya berkata.
"Eh, nanti dulu! Keempat guruku memang berasal dari golongan sesat, akan tetapi
telah lama cuci tangan dan
tak memunculkan diri di dunia
persilatan hingga akhir khayatnya.
Adapun si Raja Siluman Naga dan Raja Siluman Bangau aku tak mengetahui perbuatan
apa yang dilakukan di luar.
Gurumu si Iblis Tengkorak Bolong
adalah seorang manusia keji dan sadis!
seperti yang pernah diceritakan ketiga guruku yaitu Raja Siluman Ular,
Harimau dan Biawak! Aku tak bisa
mengaku kalian sebagai sahabat, karena aku belum tahu tindak tanduk apa yang
kalian lakukan diluar!" berkata Nanjar.
"Hm, kau sok alim, sobat! Di dunia ini susah menjadi orang baik-baik! Gurumu
pernah menjadi seorang sesat, bahkan dua orang gurumu kau tak mengetahui
tindakannya yang dilakukan di luar. Apakah tak mungkin kalau guru-gurumu
mewariskan kejahatan
kepadamu?" sambar berkata Kulipala, yang segera ditimpali dengan anggukan kepala
ketiga orang kawan seperguruannya. "Yah, kalau begitu terserah
kalian sajalah! yang penting aku bisa mengakui kalian sahabatku bilamana
tindakan kalian dijalan yang benar!"
berkata Nanjar dengan garuk-garuk kepala. Dia tak dapat berdebat lebih jauh.
"Baik! baik! hal itu bisa
kuterima! Kita bicara yang lain saja!"
ujar Kutipala. Kali ini dia sudah unjukkan sikap seperti biasa lagi.
"Kau selalu menyebut
keempat orang gurumu si empat Raja Gila dengan hanya menyebut tiga orang saja
tanpa mengikut sertakan si Raja Siluman Kera. Apakah yang terjadi dengan gurumu
yang satu itu" Apakah pula yang menyebabkan kematian keenam orang gurumu?"
bertanya Kulipala. Nanjar tertekun sejenak
mendengar pertanyaan itu, lalu dia menghela napas. "Kisahnya cukup panjang
sobat. Tapi baiklah, aku akan ceritakan secara singkat mengenai kematian
mereka..." ujar Nanjar lirih.
"Akan kuceritakan yang seingatku saja!" sambung Nanjar dengan tersenyum
pedih.Tampak wajah pemuda itu agak berubah trenyuh mengingat nasib
gurunya si EMPAT RAJA GILA.
Demikianlah, secara singkat
Nanjar ceritakan kejadian kematian keempat gurunya si Empat Raja Gila.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Nanjar dalam keadaan tak
sadarkan diri telah terkena totokan pada urat syaraf di bagian kepalanya oleh si
Raja Siluman Naga. Akan tetapi dengan sebongkah
batu sebesar kepalan tangan, Nanjar berhasil membuat Raja Siluman Naga menemui
kematian. Sementara Raja
Siluman Kera masih tetap terkapar terbungkus lapisan es tanpa diketahui nasibnya.
Mungkin saja Nanjar akan tinggal
namanya saja di dunia ini kalau menjelang pagi tidak muncul tiga orang ke pulau yang terpencil itu. Mereka
adalah Raja Siluman Ular, Raja Siluman Harimau dan Raja Siluman Biawak.
Nanjar mendapat pertolongan ketiga orang kakek itu. Akan tetapi mereka tak dapat
menyelamatkan nyawa Raja Siluman Kera yang telah tewas!
Dengan usaha ketiga orang
gurunya yang amat menyayanginya itu, Nanjar bisa memiliki lagi kekuatan tenaga
dalamnya. Hampir empat bulan Dia mendapat rawatan ketiga "Raja"
itu, hingga kesehatanmya berangsur pulih.
Dalam kesempatan itu mereka
banyak bercerita mengenai riwayat mereka pada Nanjar. Begitu terharu Nanjar
ketika ketiga kakek itu
menyatakan bersedia memberikan masing-masing tenaga dalam mereka padanya,
setelah bersusah-payah memulihkan ingatan Nanjar yang nyaris jadi
linglung! Pada kesempatan itulah setelah
ingatan Nanjar kembali pulih, dalam suatu gurauan ketiga orang gurunya mengolokolok dengan panggilan si bocah linglung. Dan Nanjar seketika
ingat akan kisah dirinya yang pernah mempunyai julukan si Dewa linglung.
Mendengar olok-olok gurunya itu
Nanjar tertawa dan menceritakan kisah lucu tentang dirinya itu. Tentu saja
seketika ketiga kakek itu tertawa terbahak-bahak. Dan selanjutnya ketiga gurunya
menjuluki Nanjar si DEWA LINGLUNG. Akan tetapi gelak-tawa dan
kegembiraan mereka ternyata adalah awal dari perpisahan. Karena ketiga kakek
yang amat menyayanginya itu didapati Nanjar telah tewas setelah memberikan
tenaga dalam mereka secara serempak pada Nanjar. Demikianlah!
Nanjar dengan hati sedih menguburkan jenazah ketiga gurunya itu di atas bukit
tertinggi di pulau itu
berdekatan dengan kuburan si Raja Siluman Bangau, Raja Siluman Naga,dan Raja
Siluman Kera yang telah lebih dulu tewas.
Ketiga "Raja" itu walaupun mengetahui si Raja Siluman Naga
berhati busuk, akan tetapi tidak
mengubur jasad si kakek yang pernah menjadi kawannya itu dengan kuburan yang
terpisah. Namun sengaja membuat kuburan
para Raja-raja Gila itu bersatu.
Ternyata disaat mereka semua tewas, Enam Iblis Pulau Kahyangan itu tetap
terkubur berdampingan. Walaupun sejak
beberapa belasan tahun mereka hidup sendiri-sendiri. Kecuali Empat Raja Gila
yang masih tetap bersatu!
Nanjar mengakhiri penuturannya
dengan helaan napas panjang.
"Itulah sekedar riwayat singkat mengenai kematian mereka!" ujar Nanjar. Semua
anak buah perguruan Tapak Nenggala sama mendengarkan
penuturan Nanjar dengan seksama.
"Apakah kesemua gurumu tak ada yang menceritakan perihal Pedang
Pusaka INTI ES itu padamu?" tanya Kulipala dengan kening dikerutkan.
Nanjar gelengkan kepala, sambil tertawa.
"Hahaha... kau masih saja
mencoba mengorek keterangan dariku mengenai segala pedang pusaka tai kucing!
Apakah kau kira aku membual"
Aku tak menyembunyikan senjata apapun kecuali potongan pedang ini!" berkata
Nanjar seraya loloskan sepotong kayu yang terselip di punggungnya.
Justru mata Kulipala sejak tadi
memperhatikan terus potongan kayu itu.
Tentu saja semakin tercekat hati
Kulipala mendengar Nanjar mempunyai sepotong pedang.
Tak banyak bicara Nanjar segera
keluarkan dari belahan kayu itu sebuah benda. Itulah potongan pedang yang selalu
dibawanya. Lalu diperlihatkan dihadapan
Kulipala yang memandang dengan mata dibesarkan.
Begitu pula Kebojalu,
Bendowo dan Jalantra rurut
memperhatikan. "Apakah itu bukannya potongan pedang INTI ES?" berkata Kulipala dengan nada
curiga. "Hm, aku tak tahu! benda ini punya sejarah yang amat penting bagiku yang tak
perlu kalian mengetahui!"
berkata Nanjar seraya kembali
menyimpan benda itu dalam belahan kayu itu.
"Berikan padaku, aku akan
memeriksa lebih jelas!" berkata Kulipala dengan nada berubah kasar.
"He" kalian tak berhak memaksa orang! Kukira sudah saatnya aku pergi dari pulau
ini! Aku tak mau tahu dengan segala macam urusan kalian!"
berkata Nanjar seraya menyimpan benda itu.
"Huh! kau kira semudah itu kau angkat kaki dari sini?" membentak Kulipala. Detik
itu juga dia memberi isyarat pada kawan-kawannya untuk mengurung. Serentak
ketiga laki-laki itu telah cabut senjata masing-masing.
Sementara Kulipala sendiri telah
loloskan senjata rantai Trisula
hitamnya. Akan tetapi Nanjar cuma tersenyum. Tiba-tiba dia bersuit
keras. Segera saja terdengar sahutan
suara burung Rajawali yang segera terbang
menghampiri. Kulipala
tersentak. Tapi senjatanya telah
menyambar deras kearah Nanjar.


Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hahaha... aku tak ada selera untuk bertarung, sobat!" Ucapan Nanjar dibarengi
dengan melompatnya tubuh pemuda itu ke udara. Terbelalak mata keempat orang itu
dan puluhan orang-orang perguruan Tapak Nenggala, karena melihat pemuda itu
melesat seperti "burung" menyongsong kedatangan si Rajawali.
Dan sungguh mengagumkan. Karena
kejap berikutnya sipemuda berambut gondrong itu telah hinggap di punggung burung
Rajawali raksasa itu.
"Hahaha... lain kali kita
berjumpa lagi, sobat-sobat! Sudah kurencanakan hari ini aku harus
meninggalkan pulau ini!" teriak Nanjar dengan tertawa terbahak.
Dan belum lagi, mereka berbuat
sesuatu, terdengar pemuda itu
berteriak keras. "Jabur! Mari kita pergi!"
Selanjutnya mereka cuma bisa
melihat dengan mulut ternganga
memandang ke arah burung Rajawali yang terbang pesat membumbung ke udara
meninggalkan pulau itu. Kulipala
membanting kakinya dengan kesal, serta memaki-maki panjang pendek.
"Setan alas! Dedemit! dia
berhasil meloloskan diri!" Akan tetapi dalam hati diam-diam dia mengagumi
kehebatan ilmu "terbang" pemuda itu.
Seandainya terjadi pertarungan pun dia merasa belum tentu mereka dapat
meringkus pemuda itu untuk merampas potongan pedang. Apalagi dengan adanya
burung Rajawali raksasa itu...
ENAM Sesosok tubuh tegak berdiri di
ujung tebing curam. Dibawahnya
berdeburan ombak laut menghantam
karang. Angin keras bersiutan menerpa tubuh semampai itu hingga rambutnya yang
tergerai panjang berkibaran.
Dia ternyata seorang wanita dan
tampaknya masih seorang gadis. Apa yang dilakukan gadis ini tak lain dia
menatapkan pandangannya ke arah laut lepas. Ke arah batas cakrawala yang seolah
tempat pertemuan langit dengan lautan. Dia berdiri tak bergeming dengan sesekali
terdengar helaan napas panjang. Gadis ini kenakan pakaian singsat seperti
layaknya pakaian kaum persilatan. Di pinggangnya terselip sebuah pedang pendek
dengan sarungnya yang terbuat dari gading.
Setitik air bening tampak
tersembul dari sudut kelopak matanya, dan tampak sepasang mata dara itu telah
berkaca-kaca. Tampaknya dara ini tengah mengalami kesedihan yang
berkecamuk dalam dadanya. Akan tetapi wajah yang seperti mau menangis itu
mendadak berubah menjadi kaku lagi.
Titik air bening yang siap turun
kepipinya cepat dihapuskan oleh
tangannya. Dan dia menggigit bibir, seperti menahan gejolak kesedihan yang
mengamuk dalam dada!
Dia berhasil! Kekerasan hatinya
telah membuat gadis itu batal
menangis. Dia balikkan tubuh dan
alihkan pandangannya dari laut lepas.
Gadis itu ternyata seorang yang
berparas cantik. Bibirnya melengkung bak busur panah. Matanya jeli dengan bulu
mata yang lentik. Hidungnya
mancung dengan raut muka bulat sirih.
Dari usianya gadis ini dapat
diperkirakan berusia diantara sembilan belas atau dua puluh tahun. Cukup dewasa
bagi usia seorang dara remaja!
Pada saat itu juga tiba-tiba
terdengar suara tertawa menyibak
kelengangan. Dara ini menoleh kearah datangnya suara itu.
Sesosok tubuh berkelebat muncul
dari balik batu cadas. "Hahaha...
apakah yang tengah kau lamunkan kakak manis" Dari tadi kau kulihat termangumangu memandang kearah laut! Apakah kau terkenang pada seorang laki-laki yang
menjadi kekasihmu?"
"Huh! Kau Hang Gada! Ada apa kau menyusulku kemari?" terkejut gadis ini
mengetahui siapa yang datang.
"Aha, tidak bolehkan aku kemari menyusulmu" Aku ingin bercakap-cakap agak
leluasa denganmu! Selama ini kita selalu mendalami latihan tanpa sempat
bercakap-cakap. Waktu yang baik ini kukira sangat berharga untuk kita
membicarakan masalah lain, selain masalah ilmu-ilmu kedigjayaan!"
berkata laki-laki itu. Ternyata Hang Gada ini adalah seorang pemuda gagah
berkumis tipis dengan pakaian serba putih yang terbuat dari kain kasar.
Siapakah adanya gadis itu" Dia
tak lain dari RANGGAWEN1. Seperti telah diceritakan pada judul perdana Serial
Dewa Linglung, Ranggaweni pergi meninggalkan pulau terpencil itu
dengan dendam tersemat dalam dada.
Kematian si Raja Pengemis gurunya oleh si Raja Siluman Naga, telah membuat
Ranggaweni menyimpan dendam kesumat dalam dadanya. Dia bertekad menuntut ilmu
kedigjayaan untuk suatu saat kelak membalaskan kematian sang guru.
Hang Gada adalah saudara
seperguruannya yang belum lama
dikenalnya beberapa bulan yang lalu, sejak dia menjadi murid seorang kakek
bernama Ki Bonang Luhur dipesanggrahan Gunung Putri.
Ki Bonang Luhur mempunyai tiga
orang murid. Murid pertama adalah Badar Sora, seorang lelaki berusia tiga
puluhan tahun bermata buta.
Sedangkan Ranggaweni secara
kebetulan bertemu dengan Ki Bonang Luhur, yang kemudian mengajaknya untuk
tinggal di Pesanggrahan Gunung Putri.
Selama setahun dia berguru, muncullah Hang Gada ke pesanggrahan Gunung Putri
yang memohon untuk menjadi murid Ki Bonang Luhur. Kakek itu dengan senang hati
menerima Hang Gada menjadi
muridnya, karena sopan santun serta tutur kata Hang Gada yang lemah lembut
menarik hati kakek itu.
Demikianlah. Selama tiga tahun
lebih Ranggaweni berdiam di
Pesanggrahan Gunung Putri memperdalam ilmu-ilmu kedigjayaan pada Ki Bonang
Luhur. Hingga sampai saat ini.
Mendengar kata-kata Hang Gada,
Ranggaweni tersenyum. Dalam hati dia memang menyukai pemuda yang berwajah
ganteng ini, akan tetapi dia belum mengenai benar wataknya. Apalagi sejak dia
selalu bersama si Raja Pengemis dimasa gurunya itu masih hidup, si kakek sering
menasihati agar selalu berhati-hati dengan seorang laki-laki.
Karena ketampanan wajah bukanlah
ukuran dari pribadi seseorang. Rupanya
bagus belum tentu sama dengan hatinya.
Oleh sebab itulah Ranggaweni tak
begitu mengakrabi Hang Gada. Bahkan dia lebih dekat dengan Badar Sora sang kakak
seperguruan yang buta mata. Dia sering mengajak bercakap-cakap. Akan tetapi yang
dibicarakannya tak berkisar dari ilmu-ilmu kedigjayaan.
"Apakah yang kau mau percakapkan denganku, Hang Gada" Aku cuma senang melihat
laut hingga aku sering datang ketempat ini!" berkata Ranggaweni.
"Aku juga senang melihat laut!
Akan tetapi lebih senang bila sambil duduk bercakap-cakap di samping
seorang perempuan secantikmu, kakak yang manis...!" Timpal Hang Gada dengan
tertawa memperlihatkan sederetan giginya yang putih rata.
"Ah, kau mulai bicara macammacam. Sayang sekali aku justru mau pulang. Aku khawatir guru sudah
kembali, dan kau tinggalkan kakang Badar Sora seorang diri
dipesanggrahan" Kasihan...! Dia tak ada yang menemani dan tak ada yang
mengajaknya bercakap-cakap!" berkata Ranggaweni seraya beranjak melangkah untuk
menuruni tebing. "Tunggu, kakak Ranggaweni!
Tidakkah kau mau memberi kesempatan padaku untuk membicarakan sesuatu padamu?"
berkata Hang Gada seraya
melompat tepat dihadapannya. Ranggaweni merandek.
"Apakah yang mau kau bicarakan?"
"Duduklah dulu. Nah itu ada batu besar. Kita duduk disana!" ujar pemuda ini
seraya menunjuk ke sebelah kirinya. "Mengapa tidak disini saja" Toh sama saja! Apa sih yang akan kau
bicarakan itu?" Lagi-lagi Ranggaweni ulangi pertanyaan. Akan tetapi cepat sekali
Hang Gada menangkap pergelangan tangan gadis itu. Karena cepatnya dan secara tak
diduga Ranggaweni tak dapat mengelakkan diri.
Dengan tertawa Hang Gada menarik
lengan Ranggaweni seraya berkata.
"Ayolah, hari masih siang
begini. Kukira besok pun belum tentu guru kembali dari menyelesaikan
urusannya!" Wajah Ranggaweni memerah. Akan
tetapi dia tak dapat menolak untuk menuruti keinginan Hang Gada. Sesaat kemudian
mereka telah sama-sama duduk diatas batu besar itu.
"Nah, katakanlah apa yang kau mau katakan!" berkata Ranggaweni ketus.
"Ah, kakakku yang manis, kalau kau cemberut seperti ini sungguh kau tampak lebih
cantik!" merayu Hang Gada. Lengannya masih mencekal
pergelangan tangan Ranggaweni. Dan
diam-diam terasa jemari tangan si pemuda itu bergerak-gerak meremasnya.
Berdesir darah Ranggaweni. Tak ayal dia segera tepiskan tangannya. Gadis ini
mulai berprasangka tidak baik dengan adik seperguruannya itu.
Dinilai dengan usia memang tampaknya masih lebih tua Hang Gada. Akan tetapi
karena Ranggaweni berguru pada Ki Bonang Luhur setahun lebih dulu, maka Hang
Gada termasuk adik seperguruan.
"Kakak Ranggaweni, mengapa kau tampaknya selalu menjauhi aku" Kau lebih suka
berlama-lama dalam bercakap-cakap dengan kakang Badar Sora!" Hang Gada mulai membuka percakapan.
"Hm, itukah yang kau mau
katakan" Kakang Badar Sora adalah seorang tuna-netra. Dia banyak
pengalaman dalam hal ilmu-ilmu
kedigjayaan. Apakah salahku kalau lebih banyak mendekatinya" Kukira bisa
menambah pengalamanku dalam ilmu yang aku pelajari!" sahut Ranggaweni polos.
"Heh! Bagaimana mungkin
kepandaian ilmu silat orang buta dapat kau samakan dengan ilmu orang melek"
Selama ini aku belum pernah melihat dia berlatih atau mempertunjukkan ilmu yang
telah dimilikinya!" berkata Hang Gada dengan wajah kaku. Tampak dari sikap dan
sinar matanya pemuda ini seperti cemburu pada Badar Sora.
Bahkan dari kata-kata itu jelas dia mengejek sang kakak seperguruan. Sikap dan
kata-kata adik seperguruannya itu membuat Ranggaweni mendongkol, dan berkata
ketus. "Hm, kau tampaknya meremehkan dia" Boleh coba kalau kau mau
mengujinya!" "Tidak perlu! Aku bukan seorang murid yang kurang ajar untuk
menantangnya bertarung! Akan tetapi apakah kau mengira aku akan dapat dia
jatuhkan dengan begitu mudah" Hahaha
... Hang Gada bukanlah Hang Gada kalau cuma berkata tanpa ada buktinya!" Pemuda
itu tertawa gelak-gelak. Tentu saja melihat kesombongan pemuda adik
seperguruannya itu hati Ranggaweni semakin mendongkol.
"Hm, selama ini kita cuma
berlatih tanpa bertarung sungguhsungguh. Aku lihat kau masih banyak kelemahan. Tapi kata-katamu terlalu sombong!
Ilmu apakah yang kau punyai hingga kau menjadi sombong sekali?"
berkata Ranggaweni dengan membentak.
"Lho" mengapa kau yang marah"
Hm, aku tahu kini. Kau tentu diam-diam telah jatuh cinta pada si buta itu!
Pantas kau selalu menjauhi dariku!
Nyatanya kau telah menganggap remeh diriku. Hahaha... Ranggaweni! Aku akan
buktikan dengan menjatuhkan kau dalam
tiga jurus!" Tentu saja sesumbar Hang Gada membuat gadis ini naik pitam.
"Bagus! bersiaplah untuk
bertarung! Ingin kulihat bukti kata-katamu manusia sombong!" membentak
Ranggaweni. Dan dia telah melompat berdiri. Hang Gada yang sejak tadi telah
berdiri menatap sang kakak
seperguruan dengan tersenyum sinis.
"Aku sudah siap! Silahkah kau menyerang terlebih dulu!"
Tentu saja Ranggaweni semakin
mendongkol atas sikap pemuda itu.
Tanpa menunggu waktu lama lagi, dia telah lancarkan serangan dengan
pukulan beruntun kearah Hang Gada.
Itulah jurus Kilat Menyambar Gunung!
Hebat serangan itu. Ayal sedikit saja kepala dan dada Hang Gada akan remuk kena
hantaman dahsyat bertenaga dalam luar biasa dari serangan Ranggaweni.
Akan tetapi aneh. Dengan ringan
melejit kesana-kemari serangan itu lolos. Bahkan Hang Gada balas
menyerang kearah pangkal paha.
Serangan itu membuat Ranggaweni
terkejut karena menimbulkan hawa
panas. Dan yang membuat lebih terkejut lagi adalah sebelah lengan Hang Gada
mengarah ke dada. Percuma dia mempelajari bermacam
ilmu tata kelahi selama tiga tahun.
Serangan balasan Hang Gada berhasil dihindarkan dengan gerakan gesit
miringkan tubuhnya ke
kiri. Lalu lakukan salto untuk menghindari
serangan tendangan ke arah pangkal paha.
"Bagus! Jaga serangan
selanjutnya!" teriak Hang Gada.
Kembali dia melompat... Yang dituju adalah kaki. Gerakan seperti mau
menangkap kaki itu membuat Ranggaweni melompat ke udara. Akan tetapi sekejap
tubuhnya telah menukik. Sepasang
lengannya terarah ke bawah menghantam dengan pukulan tenaga dalam. Inilah jurus
Haramau Sakti Menerkam Mega.
"Gila!?" membathin Ranggaweni dengan terkejut. Karena sosok tubuh Hang Gada
sudah menggelinding kearah belakang tubuh melewati
di bawah tubuhnya yang siap menghantam. Serangan barusan ternyata telah terbaca oleh Hang
Gada. Tahu-tahu disaat
kakinya menyentuh tanah dan dia
batalkan serangan, berdesir angin pukulan ke arah punggungnya.
"Haiiiit!" Ranggaweni berteriak, seraya kembali mengegos ke samping.
Dia lakukan beberapa kali salto
menghindari serangan. Dalam dua jurus ini dia berhasil menyelamatkan diri.
Akan tetapi pada jurus ketiga, dia dibuat terperangah karena tak berhasil
mengejar kelebatan tubuh Hang Gada yang berkelebat cepat sekali
mengelilinginya. Disaat itulah, tahutahu dia rasakan angin bersyiur ke arah belakang leher. Dan tahu-tahu dia
mengeluh dan berteriak tertahan.
Tubuhnya mendadak roboh terhuyung. Dan saat berikutnya dia telah berada dalam
pondongan Hang Gada yang cepat
menyangga tubuhnya sebelum menyentuh tanah.
"Hati-hati, kakakku yang
manis...! Haiih! hampir kau jatuh!"
Ranggaweni tak berdaya, karena
totokan Hang Gada tepat mengenai


Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sasaran. Gadis itu rasakan sekujur anggota tubuhnya lumpuh tak dapat digerakkan.
"Hahaha... aku telah buktikan kata-kataku, Ranggaweni! Kini apa yang mau kau
katakan?" berkata Hang Gada dengan menyeringai.
"Lepaskan aku!" teriak gadis itu dengah wajah pucat.
TUJUH Hahaha... alangkah bodohnya aku
kalau melepaskan makanan yang sudah berada di tangan!" berkata pemuda itu dengan
menyeringai. Percuma gadis itu berteriak-teriak, toh Hang Gada
bukannya melepaskan totokannya bahkan membawanya dan memondongnya ke tempat yang
rimbun di balik semak belukar.
Di atas rumput tebal tubuh
Ranggaweni dibaringkan. Dan....
Breeet! Baju bagian dada gadis itu telah
disentakkan dengan kuat hingga robek.
Seketika dua buah benda bulat menonjol yang putih lunak itu tersembul.
Teriakan Ranggaweni terputus ketika, sekali lagi lengan Hang Gada bergerak
menotok. Lenyaplah suara gadis itu karena Hang Gada telah menotok urat suaranya.
"Hahaha... Ranggaweni! Sudah lama aku mengagumi kecantikanmu.
Hingga aku berniat suatu saat aku akan mengecap kenikmatan dan
kehangatan tubuhmu yang mulus. Dan... hari ini terkabul sudah apa yang aku idam-idamkan
sejak lama!" berkata Hang Gada seraya lengannya menjulur untuk
membelai dua buah bukit kembar itu.
Ranggaweni menjerit akan tetapi
suaranya hanya mendesis. Matanya
membeliak dengan wajah pucat-pias melihat apa yang dilakukan Hang Gada.
Sementara Hang Gada seperti sudah tak sabar untuk menunaikan hasrat nafsu
kebinatangannya. Saat berikutnya dia telah membukai pakaiannya.... Napasnya
berdesahan akibat hawa nafsu yang telah bergejolak di dalam dada.
Akan tetapi pada saat itu juga
tiba-tiba terdengar suara bentakan keras parau menggeledek.
"Bajingan tengik! Manusia kotor!
Apakah yang akan kau lakukan
terhadapku kakak seperguruanmu
sendiri"!"
Bentakan itu diiringi dengan
suara bersyiuranya angin keras ke punggung Hang Gada. Terkejut pemuda ini karena
itulah sambaran tongkat yang meluncur deras untuk menggebuk punggungnya.
Tentu saja membuat Hang Gada
tersentak kaget. Namun dengan gerakan sebat dia miringkan tubuh, untuk
jatuhkan diri bergulingan. Loloslah serangan itu.
Ketika dia melihat ke arah si
pembokong terkejut bukan main dia karena seorang laki-laki bertubuh jangkung
bermata buta yang telah
dikenalnya berdiri di tempat itu.
Siapa lagi orang itu kalau bukan BADAR
SORA sang kakak seperguruan yang
bermata buta. "Hahaha.... kiranya ada orang buta tersasar kemari! Kasihan! Apakah kau tersesat
mencari jalan" Kalau begitu akan kutunjukkan padamu arah jalan yang betul, yaitu
jalan menuju ke Akhirat!" berkata Hang Gada dengan tertawa terbahak-bahak.
Sementara dalam hati diam-diam dia membathin.
"Aneh!" Bagaimana mungkin dia dapat mengetahui aku berada di tempat ini?"
Namun begitu Hang Gada tak
menunjukkan sikap terkejut. Bahkan dengan mengumbar tertawa dia sengaja mengejek
Badar Sora. "He! kiranya kau musang berbulu ayam! Sungguh tak kuduga kalau kau punya niat
jahat. Selama ini kami telah tertipu. Sungguh amat kusesalkan guru telah
menerimamu menjadi muridnya! Katakan padaku manusia
jahanam, siapakah kau sebenarnya?"
membentak Badar Sora dengan suara menggeledek parau. Tubuhnya berguncang karena
gusarnya. "Hm, baiklah! Kukira kini sudah saatnya aku membuka rahasia siapa adanya
diriku!" berkata Hang Gada.
"Aku adalah murid Nini BLORONG dari Goa Larangan! Namaku sebenarnya adalah NOGO
PRAKOSO! Guruku punya dendam yang amat mendalam pada Ki Bonang Luhur.
Tahukah kau apa sebabnya aku berguru pada Ki Bonang Luhur" Hahaha...
kesatu, aku tertarik pada murid
perempuannya yang cantik yaitu
Ranggaweni. Kedua aku memang tengah menjalankan tugas guruku mencari
kesempatan baik mencuri sebuah peta yang berada di tangan Ki Bonang Luhur.
Yaitu peta rahasia tempat tersimpannya sebuah pedang Pusaka yang bernama Pedang
Pusaka INTI ES!"
Sampai disini Badar Sora tak
dapat menahan kemarahannya. Tiba-tiba wajahnya berubah merah padam.
"Bajingan keparat! Jadi kaulah yang bernama Nogo Prakoso" Bagus! Aku tak perlu
jauh-jauh mencari manusia dajal yang telah memperkosa adikku!
Bersiaplah kau untuk mampus!"
Bentakan Badar Sora disusul
dengan gerungan hebat. Lengannya
bergerak menghantam ke depan.
Whuuuk! Blharrr! Hantaman pukulan jarak jauh
mengandung kekuatan tenaga dalam yang luar biasa hebatnya itu membuat tanah
menyemburat berlubang, dan hawa panas merambah ke sekitar tempat itu. Akan
tetapi dengan gerakan gesit Hang Gada alias Nogo Prakoso telah melesat ke udara
setinggi hampir sepuluh tombak.
Tubuhnya menukik bagai elang
alap-alap. Sepasang lengannya bergerak menghantam melontarkan pukulan ganas.
Uap hitam seketika menggulung ke arah batok kepala Badar Sora. Itulah
pukulan ganas yang mengandung racun.
Akan tetapi laki-laki bermata
buta itu cukup peka dengan serangan itu. Tongkatnya digerakkan berputar bagai
baling-baling. Seketika
menderulah angin keras bagai taufan yang bergulung-gulung menghantam buyar
serangan itu. Bahkan ujung-ujung
tongkat itu bagaikan bermata mengejar ke
arah mana tubuh Nogo Prakoso
berkelebat. Nogo Prakoso tak menyangka kalau
gerakan Badar Sora yang bermata buta itu begitu hebat. Bahkan serangan-serangan
amat berbahaya mengandung maut! Keringat dingin mulai membasahi tengkuknya. Dia
bergerak agak ayal karena mencari jalan untuk menerobos kepungan Badar Sora yang
Raja Silat 16 Lentera Maut ( Ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Renjana Pendekar 5

Cari Blog Ini