Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es Bagian 2
mengejar terus dengan tongkat mautnya.
Hingga ketika dia menghindari
serangan beruntun dari ceceran tongkat orang buta itu, satu pukulan telah
mengenai sasarannya, tepat di
punggung. Untunglah pukulan itu tak begitu keras. Dia terjungkal dengan
berteriak tertahan. Saat itu tongkat si buta telah meluncur deras ke arah batok
kepalanya. Berguling-guling tubuh Nogo Prakoso menghindari
sambaran tongkat Badar Sora. Akan tetapi saat itu juga di lengan Nogo Prakoso
telah tergenggam sejumput paku beracun. Di saat yang tepat ketika dia berhasil
menghindar kesisi dengan cepat dia cepat melontarkan paku-paku beracun itu ke
arah Badar Sora. Nogo Prakoso mengira serangan
senjata rahasianya tak akan luput dari sasaran. Akan tetapi sungguh tak
diduga kalau pendengaran laki-laki buta itu amat peka. Detik itu juga dia
telah berkelebat melompat seraya
putarkan tongkatnya yang menimbulkan angin keras. Berhamburanlah paku-paku
beracun itu buyar kebeberapa penjuru.
Akan tetapi pada kesempatan itu
Nogo Prakoso telah berkelebat tanpa menimbulkan suara, lalu mendekam
dibalik batu. Keadaan menjadi sunyi hening. Badar Sora putarkan tubuh dan
miringkan kepala untuk mencari dimana jejak musuhnya.
"Manusia bejat! jangan kira kau mampu meloloskan diri dari tanganku!
Sakit hati adik perempuanku Sukowati hari ini akan kubalaskan! Tahukah kau,
akibat perbuatan terkutukmu dia telah nekat membunuh diri" Kini kau mau
memperkosa pula adik seperguruanku!
Sungguh kau manusia bejat yang pantas untuk dilenyapkan dari muka bumi ini!
Unjukkan dirimu keparat! Apakah kau bernyali tikus" Bukankah kau murid si Nini
Blorong" Tunjukkan ilmu-ilmu kedigjayaanmu!" berteriak-teriak Badar Sora dengan
suara parau. Akan tetapi tiada sahutan.
Tempat itu hening mencekam. Nogo
Prakoso masih tak beranjak dari tempat persembunyiannya. Bahkan mengeluaran
suara napaspun dengan hati-hati
khawatir terdengar oleh si buta. Akan tetapi wajah pemuda ini tampak
menyeringai. Diam-diam dia telah
merencanakan satu cara yang akan
menghabisi nyawa Bandar Sora
sekaligus! Tampak dia salurkan tenaga dalamnya dengan diam-diam ke arah kedua
lengan. Uap hitam terlihat
mengepul tipis dari kedua lengan
pemuda itu. Nyatalah memang Nogo
Prakoso mempunyai ilmu pukulan beracun yang ganas.
Pelahan-lahan dia bangkit
berdiri. Sepasang matanya berkilat menatap Badar Sora yang masih tegak berdiri
dengan kepala dimiringkan ke setiap arah. Tampaknya dia masih sabar menunggu
reaksi selanjutnya. Karena yakin Nogo Prakoso masih berada
ditempat itu! Sementara itu di udara pada jarak lima puluh kaki tampak seekor burung elang besar berputar-putar diatas
tebing terjal itu. Bayangan hitam yang lewat sekilas di tanah membuat Nogo
Perkoso menengadah memandang ke atas. Agak terkejut Nogo Prakoso kerena baru sekali ini melihat
seekor burung Elang sebesar itu.
"Apakah itu bukannya seekor burung Rajawali" Ah" begitu besarnya...?"
berkata dia dalam hati.
Akan tetapi pemuda ini tak
sempat berlama-lama untuk berdiam diri. Lengannya bergerak pelahan untuk
menjumput sebongkah batu. Benda itu dilemparkan ke sebelah kiri Badar Sora.
Suara batu berderak itu membuat
Badar Sora tersentak, Dan serta-merta dia telah membentak keras disertai gerakan
tubuhnya untuk melompat.
Tongkatnya menyambar ke arah suara itu yang dibarengi dengan sambaran pukulan
bertenaga dalam. Whuuut! Whuuuuk...! Bhlarrrr! Batu-batu berhamburan hancur
terkena hantaman tongkat dan hantaman pukulan Badar Sora yang menimbulkan hawa
panas! Disaat itulah Nogo Prakoso melesat ke belakang Badar Sora.
"Mampuslah kau, si buta tolol!"
membentak Nogo Prakoso berbareng
dengan hantamkan pukulan mautnya ke punggung dan ke arah batok kepala Badar
Sora. Kali ini serangan bokongan Nogo Prakoso pasti tak akan luput lagi.
Akan tetapi didetik yang
menentukan hidup matinya Badar Sora, segelombang angin dahsat telah
menolakkan tubuh Nogo Prakoso dari arah kanan. Terhuyung seketika tubuh pemuda
itu, hingga angin pukulannya melesat tak mengenai sasaran. Bahkan tubuh pemuda
itu terbanting ketanah.
Pada detik itulah tiba-tiba
Nogo Prakoso menjerit ngeri. Karena tongkat Badar Sora telah membenam di dadanya.
Badar Sora yang terkesiap kaget
ketika mendengar suara bentakan di
belakangnya dan deru angin yang
membuat dia bergidik.
Akan tetapi terkejut dia
mendengar suara teriakan dan jatuhnya benda berat di dekatnya.
Itulah suara Nogo Prakoso. Tak
ayal lagi dia telah gerakkan
tongkatnya mengirim tusukan maut! Tak dapat dielakkan lagi serangan mendadak itu
oleh Nogo Prakoso. Seketika dia menjerit parau ketika tongkat Badar Sora
menembus dadanya. Darah segar memuncrat ketika
Badar Sora mencabut tongkat, dan
mengelepar-gelepar tubuh Nogo Prakoso bagai ayam disembelih. Lalu terkulai tak
berkutik. Napas pemuda itu telah putus seketika dengan wajahnya yang berubah
menyeramkan. Sepasang matanya mendelik. Mulutnya terbuka dengan wajah yang
berubah menjadi kehijauan.
Entah sejak kapan ditempat itu
telah berdiri sesosok tubuh laki-laki muda berbaju compang-camping. Berambut
gondrong dengan ikat kepala dan ikat pinggangnya dari kulit ular. Siapakah
adanya pemuda ini" Dia tak lain dari Najar alias di Dewa Linglung.
"Sukurlah kau selamat, sobat!
Dan musuhmu berhasil kau binasakan!
Manusia bejat semacam dia memang pantas mampus!" berkata Nanjar.
"Siapakah anda" Oh, pasti anda yang
telah menyelamatkan jiwaku!"
tersentak Badar Sora mendengar suara laki-laki di belakangnya.
"Namaku ... oh, tunggu dulu! Aku akan menolong istrimu!" Kata-kata Nanjar
dibarengi dengan berkelebat tubuhnya ke
arah Ranggaweni yang
terlentang di rerumputan. Sekilas Nanjar dapat mengetahui kalau wanita itu terkena totokan. Terkejut
Ranggaweni melihat seorang laki-laki telah berada di hadapannya. Sesaat Nanjar
terpaku menatap. Dia seperti mengenai wanita itu. Akan tetapi tak ayal dia telah
membungkuk dan gerakkan tangannya membuka totokan.
Begitu merasa totokan ditubuhnya
terbuka, Ranggaweni melompat bangun untuk segera menutupi bagian tubuhnya yang
terlarang. Sepasang matanya
menatap pada laki-laki muda berambut gondrong dan berbaju compang-camping di
hadapannya. "Kau... kau siapakah" Aku
seperti pernah melihatmu.... Ah,
apakah kau... kau kak NANJAR?"
setengah berteriak Ranggaweni ketika mengenali siapa adanya laki-laki itu.
"Hahaha... benar! Dan bukankah kau RANGGAWENI?" berkata Nanjar ketika segera
mengenali pula siapa adanya gadis itu. Entah dorongan apa yang membuat tiba-tiba
Ranggaweni melompat dan serta merta memeluk erat pemuda itu.
Selanjutnya gadis itu telah
menangis terisak-isak.
"Ah, kak Nanjar... kalau kau...
kau tak datang menolong, entah apa yang terjadi dengan kakang Badar Sora.
Dan.... aku tak tahu lagi bagaimana nasibku di tangan manusia bejat itu!"
terisak-isak Ranggaweni berkata.
"Haiiih, sudahlah jangan nangis!
Kalau melihat orang menangis justru aku jadi bingung!" berkata Nanjar dengan
mata dibesarkan karena dua buah benda kenyal itu menekan didadanya, membuat
darahnya tersirap. Agaknya kata-kata Nanjar menyadarkan dirinya bahwa tidak
pantas dia berlaku demikian. Seketika wajahnya berubah merah. Dan dia telah melompat untuk
melepaskan pelukan. Selanjutnya
tersipu-sipu malu dia tundukkan wajah dengan lengannya kembali menutupi bagian
dadanya yang terbuka. Akan tetapi diam-diam dia tersenyum karena Nanjar
menyangka Badar Sora suaminya.
Badar Sora melalui pendengarannya segera mengetahui siapa nama si penolongnya itu. Dia beranjak
menghampiri, seraya menjura.
"Terima kasih atas pertolongan itu sobat Nanjar...! Sungguh tak
kuduga kalau kalian telah saling
mengenal!" ujarnya dengan tersenyum.
"Ah, aku hanya kebetulan berada di atas tebing ini. Apakah kau yang
bernama Badar Sora?" berkata Nanjar yang dilanjutkan dengan pertanyaan.
"Benar, sobat! Ranggaweni adalah adik seperguruanku. Nyaris saja
perbuatan cemar dilakukan pemuda
keparat yang sudah mampus itu.
Beruntung aku datang kemari. Akan tetapi mautpun nyaris merenggut jiwaku kalau
kau tak datang menolong. Budi baikmu entah dengan apa aku
membalasnya!" ujar Badar Sora. Dan sekali lagi dia menjura dalam-dalam pada
Nanjar. "Haiiih! Hidup adalah untuk
saling tolong-menolong. Sudahlah sobat Badar Sora, mengenai pertolonganku itu
baiknya kita bersukur pada Tuhan, karena semua nasib manusia adalah Tuhan yang
menghendaki. Kalau umurmu masih panjang ada saja jalannya untuk kau bisa
selamat!" berkata Nanjar dengan tersenyum. Dia agak rikuh
karena berkali-kali Badar Sora menjura padanya.
"Oh, ya... apakah Ranggaweni itu bukannya istrimu?" tanyanya kemudian.
Sementara kepalanya berpaling menatap pada Ranggaweni.
"Hihihi... siapa yang telah
menikah" Kami adalah kakak dan adik seperguruan
seperti yang telah dikatakan Badar Sora tadi!" tukas gadis itu dengan tertawa geli.
DELAPAN Nanjar jadi garuk-garuk kepala.
Akan tetapi dia bergirang karena
Ranggaweni masih tetap seorang gadis.
Pada saat itu di udara terdengar suara mengiyak santar. Badar Sora pasang
telinganya dengan sikap waspada.
Adapun Nanjar segera menengadah
berbareng dengan Ranggaweni. Tampaklah burung elang besar yang tak lain dari si
Rajawali peliharaan Nanjar terbang berkeliling agak merendah. Mulut gadis itu
seketika jadi ternganga.
"Ah" Bukankah itu burung
Rajawali yang pernah membawa terbang kau, kak Nanjar?" bertanya dia memandang
dengan mata membelalak.
"Ah" dugaanmu salah! Burung yang dahulu itu telah mati tenggelam di laut akibat
pukulan si Raja Siluman Naga. Burung yang ini adalah anaknya, dan sudah menjadi
peliharaanku!" Burung yang dahulu itu bernama JABUR.
Akan tetapi burung anaknya inipun kuberi nama
JABUR seperti nama induknya!" berkata Nanjar seraya gerakkan tangannya kearah mulut. Dan
terdengarlah suara suitan nyaris dari mulut pemuda itu.
"Jabur! kau turunlah...!" teriak Nanjar.
Mendengar suara suitan
majikannya saat itu juga Jabur telah menukik dan terbang lebih rendah
mengelilingi Nanjar. Kemudian hinggap diatas batu tak jauh dari pemuda itu.
Burung raksasa itu keluarkan
suara mengiyak melihat kedua orang yang berada disitu.
"Hahaha.... Jabur! mereka kawan kita. Yang ini adalah nona Ranggaweni dan yang
ini adalah sobat Badar Sora."
Akan tetapi si Rajawali masih
sibuk menjerit-jerit. Ternyata yang dilihatnya adalah mayat Nogo Prakoso.
Nanjar maklum, karena baru
pertama kali Jabur melihat bangkai manusia. Nanjar menoleh pada Badar Sora dan
Ranggaweni. "Bagaimana pendapat kalian"
Apakah mayat laki-laki itu mau kalian kuburkan?" bertanya Nanjar.
Ranggaweni mendengus. "Tak layak rasanya mayat manusia bejat itu bila
dikuburkan. Biarkan saja dia mati tak berkubur!" berkata Ranggaweni dengan wajah
kesal. Masih nampak dendamnya pada Hang Gada alias Nogo Prakoso walau manusia
itu sudah menjadi mayat.
Sedangkan Badar Sora cuma diam tanpa memberi jawaban.
"Baiklah! Kalau begitu....."
Nanjar tak teruskan kata-katanya.
Karena dia telah menoleh pada sang burung Rajawali.
"Jabur! lemparkan mayat itu ke laut!" berkata Nanjar pada si Jabur.
Burung Rajawali raksasa itu
mengeluarkan suara memekik beberapa kali. Tiba-tiba dia melesat terbang untuk
kemudian menyambar tubuh Nogo Prakoso. Kejap selanjutnya tubuh
pemuda yang tewas itu telah dibawa terbang
dalam cengkeraman kakinya,
menuju ke tengah laut. Dan dari tempat ketinggian dua puluh kaki, mayat Nogo
Prakoso dilepaskan si Rajawali
kepermukaan laut. Tak lama burung Rajawali itu telah kembali lagi.
Setelah berputar-putar lalu terbang merendah, dan hinggap diatas tempat dia
bertengger tadi. "Aih, burung Rajawali yang
hebat! Ah, betapa senangnya kalau aku memilikinya!" berkata Ranggaweni diluar
sadar. Dia tampak amat kagum pada kecerdikan si Jabur yang mengerti kata-kata
manusia. Begitu patuhnya si Jabur pada sang tuan majikannya.
"Hahaha... kalau kau mau aku akan memberikannya padamu!" berkata Nanjar dengan
tersenyum menatap Ranggaweni. "Betulkah?" tersentak girang Ranggaweni. Menatap Nanjar seperti tak percaya.
"Mengapa tidak?" sahut Nanjar bersungguh-sungguh.
"Ah, dengan apa aku membalas kebaikan hatimu, kak Nanjar" Kau
begitu baik sekali terhadapku...!"
Girangnya sukar dilukiskan hati gadis itu. Hingga dia menatap Nanjar dengan mata
membelalak berbinar-binar.
"Cukup dengan kau mengakui aku sebagai kakak kandungmu sendiri, dan kau harus
patuh pada perintah dan nasihatku!" ujar Nanjar dengan kata-kata tegas. Hal itu
memang diucapkan dengan sungguh-sungguh. Tentu saja membuat Ranggaweni tertegun.
Akan tetapi cuma sesaat. Karena
selanjutnya gadis itu sudah jatuhkan dirinya untuk berlutut dihadapan
Nanjar. Mulutnya keluarkan kata-kata yang menggeletar.
"Kakak Nanjar! aku bersedia
Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan syaratmu itu. Dan aku akan memegang teguh janjiku. Aku akan
mengakui kau kakak kandungku sendiri dan aku berjanji akan mematuhi setiap
nasihatmu!" Diucapkan kata-kata itu oleh Ranggaweni dengan rasa girang yang amat
luar biasa, bercampur rasa haru. Dia memang telah menganggap kakak sendiri pada
Nanjar sejak pemuda itu berdiam di rumah keluarganya pada beberapa tahun yang
silam. Ayahnya Ki Ronggo Alit semasa
hidupnya pun amat menyayangi pemuda itu. Tentu saja dia tak menolak kalau hanya
untuk memiliki si Jabur dengan
menganggap Nanjar sebagai kakak
kandungnya sendiri. Sedangkan apa yang diucapkan Nanjar adalah memang
bersungguh-sungguh, karena berdasarkan janjinya pada si Raja Pengemis (guru
Ranggaweni) yang tewas oleh si Raja Siluman Naga. Disaat menjelang
kematiannya si Raja Pengemis memang telah memohon pada Nanjar agar Ranggaweni yang telah dianggap cucunya sendiri, agar Nanjar mau menjaganya.
(Baca : Serial Dewa Linglung nomor perdana RAJA-RAJA GILA).
*** Udara cerah. Langit tak berawan.
Matahari semakin menggelincir ke arah barat. Puncak tebing itu kembali sunyi
ketika ketiga orang di atas tebing tersebut beranjak meninggalkan tempat itu.
Nanjar tak menolak ketika
Ranggaweni dan Badar Sora mengajaknya untuk singgah kepesanggrahan Gunung Putri.
Sementara di udara terbang mengikuti si Rajawali raksasa kearah tiga sosok tubuh
manusia di bawahnya.... TIGA HARI berada di pesanggrahan
Gunung Putri, Nanjar mengakrabkan Jabur pada Ranggaweni yang nampak sangat
gembira sekali. Sejak dia masih bersama si Raja Pengemis memang gadis itu hampir
sering bermimpi memiliki
burung Rajawali raksasa yang pernah dilihatnya di atas bukit. Kiranya impian itu
menjadi kenyataan! Berdiamnya Nanjar dipesanggrahan itu karena dia ingin bertemu dengan Ki Bonang
Luhur, yang masih belum kembali dari turun gunung.
Tentu saja selama itu mereka
masing-masing tuturkan pengalamannya.
Tak lupa Nanjar menceritakan kejadian di pulau terpencil serta menceritakan
tentang kematian si Raja Siluman Naga.
Gadis itu agak kecewa mendengar
penuturan Nanjar. Karena dia memang berambisi untuk membalaskan kematian gurunya
pada si Raja Siluman Naga!
Akan tetapi dia juga menyadari kalau ilmu kepandaiannya belum apa-apa.
Buktinya menghadapi Hang Gada alias Nogo Prakoso dia dapat dijatuhkan cuma dalam
tiga jurus. Melihat begitu lemahnya ilmu
beladiri yang dimilikinya, Ranggaweni memohon pada Nanjar untuk mengajarinya
beberapa jurus ilmu kepandaian silat, sambil menunggu kedatangan Ki Bonang
Luhur. Nanjar tak keberatan, bahkan dia amat menyetujui usul itu, karena Nanjar
memang telah menganggap
Ranggaweni adik kandungnya sendiri.
Juga dia merasa berhutang budi pada Ki Ranggo Alit ayah Ranggaweni.
Demikianlah! Hingga lebih dari
tiga pekan Nanjar berada di
pesanggrahan Gunung Putri. Selama itu Ranggaweni telah berhasil menghafalkan
jurus-jurus silat dari Nanjar. Yaitu beberapa jurus silat Raja Siluman Harimau
dan jurus-jurus ilmu silat Raja Siluman Bangau.
Cuma ilmu "terbang" si Raja Siluman Bangau sajalah yang Ranggaweni belum mampu
menguasai. Ilmu itu harus dilengkapi dengan latihan tenaga dalam yang amat
tinggi. Akan tetapi dengan sedikit tambahan ilmu silat dari
Nanjar itu telah membuat Ranggaweni amat bergirang hati. Sementara
keakrabannya dengan si Jabur sang Rajawali raksasa itu semakin akrab.
Kini burung itu telah mulai jinak dan menyukai pada Ranggaweni. Bahkan mau
mematuhi perintahnya.
Akan tetapi Badar Sora, lakilaki itu lebih banyak menyendiri. Dia amat senang dengan adanya Nanjar
dipesanggrahan itu. Dan melihat
kemajuan-kemajuan Ranggaweni yang mendapat tambahan ilmu kedigjayaan dari si
pemuda itu. Akan tetapi
hatinya tak dapat tenteram. Karena dia selalu memikirkan keadaan gurunya yaitu
Ki Bonang Luhur yang hingga sampai saat ini belum kembali.
Dihari keempat puluh, Badar Sora
mendatangi ke tempat mereka biasa berlatih. Melihat kedatangan Badar Sora,
Ranggaweni segera menyongsongnya. Adanya Nanjar di
pesanggrahan itu memang membuat gadis ini hampir melupakan laki-laki buta itu.
Karena dia selalu sibuk menekuni ilmu-ilmu silat yang dipelajari dari Nanjar.
Juga sibuk mengurus si Jabur yang telah semakin akrab dengannya.
Bahkan telah beberapa kali gadis itu mencoba menaiki punggung si Rajawali
raksasa untuk berputar-putar ditempat itu. Rasa ngeri telah berangsur-angsur
lenyap ketika berada di udara. Ranggaweni benar-benar amat girang luar biasa
dapat mengendarai si Jabur.
Hari itu mereka hanya berlatih
sebentar. Bahkan Nanjar lebih banyak mengajaknya bercakap-cakap mengenai masalah
yang dihadapi Ki Bonang Luhur yang sampai saat ini masih belum
kembali. Pada saat itulah Badar Sora muncul menghampiri.
"Ada apakah kakang Badar Sora"
Tak biasanya kau kemari" Apakah ada suatu hal yang penting?" bertanya Ranggaweni
seraya menyongsong kedatangan sang kakak seperguruan.
"Benar, adikku!" menyahut Badar Sora.
"Oh, ya! Mari kita duduk di
bangku kayu itu...!"
berkata Rangaweni, seraya membimbing lengan laki-laki buta itu dan menuntunnya mendekati
bangku kayu bulat disisi
padang rumput. Sementara Nanjar sudah beranjak mendekati.
"Apa khabar sobat Badar Sora"
Ah, kau selalu menyekap diri dalam kamar. Sukurlah hari ini kau mau
keluar!" ujar Nanjar tersenyum.
"Aku sehat-sahat saja! Bagaimana keadaan kalian?" balik bertanya Badar Sora.
"Kamipun baik-baik saja!"
menyahut Nanjar dan Ranggaweni hampir berbareng. Keduanya sama menatap dan
masing-masing sama tersenyum.
Tak lama kemudian ketiganya
telah terlibat dalam pembicaraan
serius. "Kamipun tengah memperbincangkan kepergian guru, kakang Badar Sora.
Menurutmu pergi kemanakah beliau?"
bertanya Ranggaweni.
"Aku sendiri tak mengetahui..."
sahut Badar Sora. "Apakah guru tak ada berkata-kata padamu mengenai maksudnya turun gunung?" tanya
lagi Ranggaweni. Badar Sora gelengkan kepala,
seraya uja-nya, "Beliau tak mengatakan apa-apa, kecuali berpesan menjaga
pesanggrahan baik-baik sepeninggalnya!
Yang membuat aku penasaran adalah sampai lebih satu bulan beliau tak kembali.
Dan lagi aku teringat akan kata-kata si Hang Gada yang sebenarnya dengan berguru
di Gunung Putri ini adalah punya maksud mencuri Peta
Rahasia mengenai pedang Pusaka INTI ES! Di samping dia memang berniat jahat
terhadapmu!" tutur Badar Sora.
"Manusia itu sebenarnya bernama Nogo Prakoso, murid Nini BLORONG dari Goa
Larangan. Menurutnya guru pemuda itu ada permusuhan dan menyimpan dendam kesumat
pada guru kita!" sambung laki-laki buta itu dengan serius.
"Heh! Lagi-lagi Pedang INTI ES!"
berkata Nanjar dalam hati. "Apakah Ki Bonang Luhur guru kalian benar
menyimpan peta rahasia mengenai Pedang INTI ES itu?" tanya Nanjar menatap
Ranggaweni dan Badar Sora berganti-ganti.
"Entahlah, aku tak mengetahui!
Apakah kau mengetahui hal itu, kakang Badar Sora?" tanya Ranggaweni pada lakilaki kakak seperguruannya. Badar Sora menggelengkan kepala.
"Aku juga tak tahu-menahu
tentang hal itu! Cuma aku pernah
mendengar guru berkata sendiri ketika beliau berada dalam bilik kamarnya!"
"Apakah yang dikatakannya?"
desak Ranggaweni ingin tahu.
"Beliau mengatakan demikian.
"Ah, dimana gerangan aku menyimpannya"
Aku benar-benar lupa....!" Badar Sora menirukan apa yang diucapkan oleh Ki
Bonang Luhur. "Apakah kakang tak menanyakannya pada waktu itu?"
"Tidak! Karena guru tak bertanya apa-apa padaku. Aku mengira guru
mencari tasbihnya yang dia lupa
meletakkannya. Karena guru tak pernah bertanya apa-apa aku mengira benda yang
dicarinya itu telah diketemukan!"
sahut Badar Sora. "Apakah waktu kejadian itu si Hang Gada telah berada dipesanggrahan ini?" tanya
Ranggaweni lagi. "Ya! dia sudah berada di tempat ini kurang lebih sekitar lima-enam bulan!"
"Hah! kalau begitu benda yang hilang itu bisa diduga adalah peta rahasia
mengenai Pedang Pusaka INTI ES
itu! Jangan-jangan si Hang Gada edan itulah yang telah mencurinya!"
"Akupun beranggapan demikian.
Sayang waktu itu dia keburu tewas sebelum sempat aku menanyainya!"
berkata laki-laki buta ini dengan menghela napas.
"Tunggu dulu! ada suatu hal yang akan kuceritakan pada kalian!" Tiba-tiba Nanjar
memotong pembicaraan.
Nanjar yang mendengarkan sedari tadi segera teringat akan orang-orang
Perguruan Tapak Nenggala yang diketuai oleh JAKA NINGRAT yang mendatangi pulau
tempat dia berdiam. Tujuan
mereka adalah mencari pedang Pusaka
INTI ES itu, melalui petunjuk sebuah peta. Segera Nanjar ceritakan kejadian itu
pada mereka. "Apakah peta di tangan orang-orang Perguruan Tapak Nenggala itu adalah peta
rahasia yang dimiliki Ki Bonang Luhur" tanya Nanjar.
"Entahlah!" menyahut Badar Sora setelah termenung sejurus.
"Kau tak menanyakannya dari mana mereka mendapatkan peta itu?" bertanya
Ranggaweni seraya memandang tajam pada Nanjar.
"Aku telah menanyakannya! Akan tetapi Jaka Ningrat si ketua perguruan Tapak
Nenggala itu cuma mengatakan peta rahasia itu didapatkan dari
seseorang yang tak mau menyebutkan namanya!" jawab Nanjar.
"Kau tak mendesaknya?"
"Hm, aku malas untuk mendesaknya dan tak berniat mencampuri urusan mereka.
Bahkan aku segera pergi
meninggalkan pulau terpencil itu!"
"Ah, sayang sekali...! gumam Ranggaweni.
SEMBILAN Hasil dari pembicaraan akhirnya
mereka mempunyai dugaan kuat kalau peta rahasia di tangan Jaka Ningrat adalah
peta rahasia milik Ki Bonang Luhur yang dicuri oleh Hang Gada alias Nogo
Prakoso. Mungkin saja kalau
pemuda itu telah memberikan pada
gurunya si Nini Blorong. Nanjar
berpendapat adalah lebih baik mendatangi tempat kediaman Nini Blorong untuk
membuktikan dugaan mereka.
"Ah, usul yang sangat baik
sekali! Aku setuju! kukira itulah jalan yang terbaik. Bukankah si Hang Gada itu
mengatakan kalau dia murid si Nini Blorong" Dan dia mengatakan kalau gurunya
mempunyai dendam kesumat yang amat dalam dengan guruku" Siapa tahu tujuan guru
adalah ke tempat nenek itu dan telah terjadi apa-apa disana!"
ujar Ranggaweni. Nanjar dan Badar Sora manggut-manggut.
"Apakah kalian mengetahui dimana letak Goa Larangan tempat tinggal si Nini
Blorong?" bertanya Nanjar.
Ternyata Badar dan Ranggaweni sama-sama tak mengetahui.
"Aku ada saran, bagaimana kalau kita berdua mencarinya?" tiba-tiba Ranggaweni
berkata seraya mencolek lengan Nanjar. Nanjar jadi garuk-garuk
kepala tidak gatal. Dia memang sudah merasa bosan tinggal di Gunung Putri.
Niatnya mencari Ki Bonang Luhur yang belum ketahuan dimana rimbanya tentu akan
banyak kesulitan diperjalanan.
Adanya Ranggaweni menyertai dia dalam perjalanan itu akan membuat dia kurang
leluasa bergerak. Disamping itu Nanjar amat kasihan pada Badar Sora, yang
tentunya sepeninggal mereka akan
merasa kesunyian seorang diri.
Diam-diam dihati Nanjar timbul
satu keinginan, yaitu menjodohkan Badar Sora dengan Ranggaweni.
Dari sikap Ranggaweni terhadap
Badar Sora, dia melihat gadis itu amat menyayangi laki-laki buta itu. Apakah
mustahil kalau Ranggaweni menolak bila dia menjodohkannya" Bukankah dengan
demikian dia sudah termasuk menunaikan janjinya pada si Raja Pengemis" Oleh
sebab itulah Nanjar tak segan-segan mengajari Ranggaweni beberapa jurus-jurus
silat padanya. Juga menghadiahkan si Jabur padanya,
walaupun dia amat menyayangi burung Rajawali itu.
"Adik Ranggaweni! Bukannya aku tak mau pergi mencari gurumu bersama-sama. Akan
tetapi kukira lebih baik aku pergi seorang diri. Aku
berpendapat sebaiknya kau tetap berada disini. Apakah kau tak kasihan pada
kakang Badar Sora" Dia tinggal sendiri
tak mempunyai teman bercakap-cakap.
Percayakanlah hal gurumu itu padaku.
Dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mencarinya...!" berkata Nanjar dengan
suara lembut. Mendengar kata-kata Nanjar,
sejenak Ranggaweni tercenung. Lalu terdengar dia menghela napas. Akan tetapi
mendengar kata-kata Nanjar, tiba-tiba Badar Sora bangkit berdiri.
"Sobat Nanjar, aku tak keberatan bila adik Ranggaweni akan turut serta.
Mengenai diriku tak usah kalian
pikirkan!" Akan tetapi Nanjar segara berkata.
"Tidak, sobatku! Adik Ranggaweni harus tetap berada disini menemanimu.
Bukankah begitu Ranggaweni?" ujar Nanjar seraya menatap pada gadis itu.
"Kalau kakak Nanjar menginginkan demikian, aku hanya menurut saja!"
Sahut Ranggaweni dengan suara datar dan tundukkan kepala.
"Bagus! itu baru seorang adik yang baik! Nah! Tunjukkan padaku
bagaimana ciri-ciri gurumu Ki Bonang Luhur agar aku mudah mengenalinya dalam
pencarian jejaknya!"
Tanpa diperintah dua kali Ranggaweni segera beritahukan pada Nanjar ciri-ciri Ki Bonang Luhur. Dari
perawakan sampai wajah dan pakaian yang biasa dikenakan.
"Baiklah! aku akan berangkat sekarang juga!" ujar Nanjar seusai Ranggaweni
menuturkan perihal ciri-ciri gurunya.
"Apakah kakak Nanjar akan
membawa Jabur turut serta?" tanya gadis itu tiba-tiba.
"Tidak! Bukankah si Jabur sudah kuhadiahkan padamu" Nah, rawatlah dia sebaikbaiknya agar kalian lebih akrab lagi. Ajarkan kalimat-kalimat lain padanya agar
dia mengerti apa yang kau perintahkan! Nah, adik Ranggaweni, sobat Badar Sora
aku berangkat!"
Selesai ucapkan kata-kata tubuh Nanjar berkelebat melesat ...
Dan dalam beberapa kejap saja
sudah tak kelihatan lagi menuruni lereng puncak Gunung Putri.
Gadis ini tertegun memandang
dimana bayangan tubuh Nanjar
Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghilang. Setitik air bening
menyembul di pelupuk mata. Ah, betapa inginnya dia selalu berdekatan dengan
pemuda itu. Pemuda yang amat baik hati yang diam-diam telah pula merebut
hatinya. Akan tetapi dia segera
menghela napas dalam-dalam. Baginya tak mungkin untuk memikirkan hal-hal yang
terlalu jauh. Bukankah Nanjar telah mengangkat dia sebagai adik kandungnya
sendiri" Ketika teringat adanya Badar
Sora ditempat itu, cepat-cepat dia
menghapus air matanya. Dan berkata pada Badar Sora dengan suara yang dibuat
seperti tak terjadi apa-apa.
Kalau saja Badar Sora bisa melihat, tentu dia akan melihat wajah gadis itu masih
jelas membayangkan kesedihan.
"Oh, ya! Kakang Badar Sora. Hari sudah siang begini. Apakah kau telah lapar"
Segera kuambilkan makanan
untukmu...!" "Terima kasih, adik Ranggaweni.
Nanti sajalah. Aku belum merasa lapar.
Oh, ya... Aku amat kagum padamu, kau seorang gadis yang amat patuh pada kakak
angkatnya! Apakah kau tak kecewa karena tak dapat turut serta?"
"Mengapa aku harus kecewa" Aku sadar bahwa apa yang diinginkan kak Nanjar adalah
jalan yang terbaik. Dan aku tak kecewa tak dibolehkan ikut.
Aku senang menemanimu di sini!" ujar Ranggaweni dengan suara lembut.
"Apakah kata-katamu keluar
dengan setulus hati?" Pertanyaan Badar Sora seperti menembus kedalam sanubari
Ranggaweni. Seperti ingin mengetahui lebih jelas dan lebih dalam lagi.
"Ya, aku berkata setulus
hati..." Tempat itu kembali sunyi lengang. Keduanya sama-sama terdiam.
Entah perasaan apa yang berada
direlung hati masing-masing.
Suara mengiyak diudara memecah
keheningan. Membuat Ranggaweni
menengadah menatap ke atas. Dilihatnya si Jabur terbang merendah. Entah dari
mana dia. Dikakinya tampak
tercengkeram seekor anak Rusa. Dengan menimbulkan angin keras burung raksasa itu
menukik turun dan hinggap ditanah dihadapan Ranggaweni.
"Hai" Jabur...! kau habis
menangkap rusa rupanya! Kebetulan!
Apakah kau akan memberikan anak rusa itu pada kami?" berkata Ranggaweni seraya
melompat mendekati. Burung raksasa itu menggerak-gerakkan
kepalanya seolah mengangguk-angguk.
"Oh, Jabur! kau baik sekali.
Terima kasih Jabur! kau amat pandai mencari makanan. Tentunya kau sudah kenyang
makan, bukan?" Ranggaweni amat girang. Serta-merta dia memeluk leher burung
Rajawali itu, mengelus-elusnya dan menciuminya dengan kasih sayang.
"Wah! hari ini kita akan makan besar!" berkata Badar Sora dengan perlihatkan
wajah berseri. "Benar, kakang Badar Sora!
Segera aku akan mengulitinya. Sebentar sore kau bisa menikmati panggang
daging anak rusa!" berkata Ranggaweni.
Dan... gadis itu telah bergegas
mengangkat rusa muda itu untuk segera dibawa berlari kearah pesanggrahan.
Sementara si Jabur terbang mengikuti.
Laki-laki buta itu tersenyum. Tak lama
diapun beranjak meninggalkan padang rumput itu...
SEPULUH Nanjar seperti seekor kancil
yang lepas dari kurungan, berkelebatan cepat menuruni lereng gunung tanpa
menoleh lagi. Hati pemuda ini amat girang karena dia seperti terbebas dari
kejemuannya tinggal dipuncak gunung putri. Dia tak tahu arah kemana yang harus
dituju. Akan tetapi hatinya mantap untuk menuju kearah utara.
Entah beberapa saat dia berlari-lari, bahkan melompat dan "terbang" melewati
jurang dan ngarai dalam, seolah Nanjar mau mempertunjukkan kehebatan ilmu
kepandaiannya. Namun sebenarnya
tidaklah demikian. Karena Nanjar ingin lekas tiba di tempat permukiman yang
banyak manusia. Selama ini dia
mengurung diri di pulau terpencil dan menetap beberapa bulan di gunung
Putri, serasa dia sudah jemu dengan kesunyian.
Nanjar ingin menikmati keramaian
lagi seperti pada masa pengembaraannya dulu. Di samping itu dia perlu
petunjuk dalam mencari jejak Ki Bonang Luhur yang tak diketahui dimana
rimbanya. Perjalanan ke utara itu
ternyata harus menembus sebuah hutan rimba. Akan tetapi bagi Nanjar hal itu
tiada menjadi halangan! Dengan ilmu melompatnya yang diwarisi si Raja Siluman
Kera, dengan mudah dia
berkelebat kepuncak pohon.
Tak lama kemudian Nanjar sudah
melompat dari pohon ke pohon dengan gerakan gesit seperti seekor kera saja
layaknya. Ternyata sambil melompat pemuda itu masih sempat menyambar buah-buahan
masak yang bergelantungan di dahan pohon. Persis seekor kera saja layaknya,
karena sambil melompat-lompat mulutnya tak berhenti
menggayam. Di ujung hutan itu ternyata ada
sebuah desa yang terlihat beberapa wuwungan rumahnya. Dari atas dahan Nanjar
memperhatikan. "Bagus! hari sudah sore. Aku bisa numpang menginap di desa ini!"
berkata Nanjar dalam hati. Dan
berkelebat dari batang pohon diujung hutan itu....
*** Sepekan sepeninggal Nanjar yang
turun dari puncak gunung Putri, tampat belasan orang mendaki lereng puncak
gunung itu. Gerakan mereka nampak gesit. Nyata sekali kalau para
pendatang ini adalah tokoh-tokoh
persilatan yang berkepandaian tinggi!
Dalam waktu yang tidak lama belasan sosok tubuh itu telah berada di atas puncak
gunung Putri. Tampaknya mereka adalah
sekelompok orang-orang yang akan
menyerbu pesanggrahan tempat kediaman Ki Bonang Luhur. Terbukti masing-masing
mereka telah menyiapkan senjata di tangannya. Akan tetapi mereka tidak sembrono
untuk segera bertindak
meyerbu. Mereka seperti mengatur
rencana. Lalu dengan serentak menebar kelapan penjuru mengurung pesanggrahan Ki
Bonang Luhur. Siapakah gerangan mereka" Mudah diterka dengan melihat beberapa
orang yang pernah kita kenal muncul di pulau terpencil tempat
berdiam Nanjar. Diantara belasan orang itu ternyata adalaii si laki-laki jubah
kuning bernama KULIPALA, si ketua perguruan Tapak Nenggala JAKA NINGRAT, dan
tiga orang murid kepala dari perguruan Tapak Nenggala, yaitu JALANTRA, KEBOJALU
dan BENDOWO. Selanjutnya adalah orang-orang yang belum dikenal.
Jaka Ningrat mendahului melompat
ke halaman pesanggrahan. Lengannya
memberi tanda isyarat pada Jalantra, Kebojalu dan Bendowo untuk memasuki pintu
pesanggrahan. Tak menunggu dua kali, ketiga laki-laki berperawakan kekar ini
berkelebatan melompat memasuki pintu depan yang terbuka.
Gerakan mereka tak menimbulkah suara.
Sementara beberapa orang yang
menyelinap dari kanan-kiri dan
belakang pesanggrahan telah pula
berlompatan melalui jendela. Terdengar suara pintu didobrak di
bagian belakang pesanggrahan. Bahkan satu sosok tubuh telah melompat keatas wuwungan
pesanggrahan itu. Jaka Ningrat menunggu hasil yang
sudah direncanakan akan memuaskan.
Akan tetapi tak terdengar apa-apa.
Bahkan yang keluar adalah ketiga
muridnya diiringi Kulipala dan sosok-sosok tubuh kawannya.
"Pesanggrahan ini kosong, guru!
Tak kami jumpai sepotong manusiapun!"
berkata Bendowo. Sosok tubuh yang berada diatas
genting tiba-tiba melompat turun.
Gerakannya ringan sekali bagai tak bersuara jejakkan kaki ditanah.
Ternyata dia seorang kakek tua yang menyeramkan. Berwajah pucat. Hidungnya
melengkung bagai paruh burung betet.
Rambutnya panjang sebatas bahu.
Kumisnya mirip kumis tikus dan bermata merah.
Siapa adanya kakek berjubah
hitam ini yang di pinggangnya melingkar seutas rantai berbandulan kepala tengkorak terbuat dari baja hitam.
Dialah seorang tokoh hitam yang
sangat telengas, yang berjulukan si IBLIS TENGKORAK BOLONG, Kakek ini adalah
guru dari laki-laki jubah
kuning yang bernama KULIPALA itu.
Kakek ini menatap pada Jaka
Ningrat. Dan berkata dengan mendengus.
"Hm, jelas mereka sudah minggat dari tempat ini! He! Jaka Ningrat!
boleh kubertanya" Apakah kau
mengetahui jelas kalau si Nogo Prakoso telah memberikan peta rahasia Pedang INTI
ES yang asli milik Ki Bonang Luhur itu?"
"Aku kurang percaya! Buktinya kau tak dapat menemukan pedang pusaka itu di pulau
terpencil itu! Jangan-jangan kau telah ditipunya! Aku memang akan membayar mahal
bila kalian dapat menemukan pedang INTI ES itu. Karena benda itu berasal dari
negeri TIBET! Atas pesanan seorang bangsawan Tibet itulah maka aku sangat mengharapkan sekali
benda itu. Karena bukan saja imbalan harta benda, tapi juga
penghargaan yang amat tinggi akan diberikan padaku dengan diketemukannya benda
itu!" Yang maju menjura adalah
Kulipala. "Guru! sejak aku terikat menjadi anggota perguruan Tapak Nenggala dan menganggap
Jaka Ningrat adalah saudaraku sendiri, aku merasa Jaka Ningrat tidak dapat dipersalahkan
dalam hal ini. Karena akupun telah melihat tanda-tanda kebenaran peta rahasia
itu. Benar tidaknya peta itu aku tak mengetahui. Juga apakah sobat Jaka Ningrat
telah ditipu kami tak mengetahui. Yang jelas kami telah berusaha mencarinya. Dan
sobat Jaka Ningrat tidak
sedikit mengorbankan
harta bendanya untuk memberi imbalan pada Nogo Prakoso yang berhasil
mencuri peta itu dari tangan Ki Bonang Luhur!" ujar Kulipala.
"Di samping itu penemuan mayat Nogo Prakoso di tengah laut itulah yang membuat
kami menyatroni tempat kediaman Ki Bonang Luhur di Gunung Putri ini. Karena kami
yakin kematiannya ada sangkut pautnya dengan pemuda bernama Nanjar yang mendiami pulau terpencil itu! Pemuda yang
mempunyai peliharaan burung
Rajawali raksasa itu mempunyai
potongan pedang yang kami curigai adalah potongan pedang Pusaka INTI ES!
Aku menduga si pembunuh Nogo Prakoso adalah pemuda bernama Nanjar itu!
Karena berdasarkan penyelidikan
orang-orang perguruan Tapak Nenggala juga banyak penduduk desa, mereka melihat
adanya seekor burung elang besar yang berada dipuncak Gunung Putri! Jadi
jelasnya kami mengajak guru kemari adalah demi membantu kami menghadapi si
pemuda itu yang telah
bergabung dengan Ki Bonang Luhur dan para muridnya!"
Kulipala berhenti sejenak
berkata untuk menoleh pada Jaka Ninggrat yang manggut-manggut
membenarkan. Lalu lanjutkan katakatanya lagi. "Bocah muda bernama Nanjar itu adalah murid si EMPAT RAJA GILA, akan tetapi
tepatnya guru pemuda itu adalah si ENAM IBLIS PULAU KAMBANGAN. Karena adanya
enam buah kuburan yang berada di
atas bukti di tengah pulau terpencil itu! Juga menurut pengakuan pemuda itu!" demikian tuturkan Kulipala.
Hal itu diungkapkan pada gurunya
karena mereka menjumpai si Iblis
Tengkorak Bolong, guru dari Kulipala ini di
tengah perjalanan, ketika
mereka akan berangkat ke Gunung Putri.
Di samping itu Kulipala khawatir kalau sang guru murka. Dia mengenal watak kakek
itu yang amat telengas, dan mengkhawatirkan Jaka Ningrat jadi pelampiasan
kemarahannya karena tak menjumpai Ki Bonang Luhur di
pesanggrahannya. Mendengar penuturan muridnya, si
Iblis Tengkorak Bolong jadi
terlongong. Iblis Tengkorak Bolong sudah sejak lama malas keluar dari tempat
persembunyiannya karena dia merasa perlu melatih diri untuk
menambah kekuatan berkenaan dengan usianya yang sudah menua. Hingga untuk urusan
itu dia mempercayakan pada muridnya.
Karena ditunggu-tunggu Kulipala
tak munculkan diri, dia bermaksud mengunjungi tempat perguruan Tapak Nenggala.
Memang dia telah mengetahuikalau Kulipala bersahabat baik dengan Jaka Ningrat. Jaka Ningrat
adalah adik seorang Adipati yang
mempunyai pengaruh cukup besar dibeberapa wilayah. Ternyata dalam perjalanan dia berjumpa dengan
rombongan orang-orang perguruan Tapak Nenggala yang berangkat menuju ke Gunung
Putri. Tanpa bertanya lagi dia mengikuti. Dia memang telah mendengar kabar
tentang berhasilnya Kulipala dan Jaka Ningrat mendapatkan peta rahasia pedang
Pusaka INTI ES itu, dari bertanya pada salah seorang murid Jaka Ningrat.
Sang murid perguruan Tapak
Nenggala yaitu Bendowo, cuma
mengatakan mau menangkap seseorang yang berdiam di pesanggrahan Ki Bonang Luhur,
di puncak Gunung Putri. Orang yang ditangkapnya itu ada hubungannya dengan
pedang Pusaka INTI ES.
Demikianlah hingga dia berada diantara rombongan muridnya itu. Adapun
Kulipala mengetahui gurunya mengikut di
antara rombongan sengaja tak
menjumpainya dan merasa kebetulan dengan adanya kakek kosen gurunya itu berada
diantara mereka. Berarti akan lebih mudah menangkap Nanjar serta membekuk Ki
Bonang. Mendengar disebutkanya nama si
Enam Iblis Pulau Kambangan seketika wajah-wajah si Iblis Tengkorak Bolong yang
semula terlongong, tiba-tiba berubah cerah.
"Hehehe.... bagus! kalau bocah itu murid si Enam Iblis Pulau
Kambangan sangat kebetulan sekali. Aku bersahabat baik pada mereka pada dua
puluh tahun yang silam. Biarkanlah kucari dia. Bukankah kau mengatakan bocah itu
mempunyai peliharaan seekor burung Rajawah raksasa" Tentu akan mudah untuk
menemukannya!" berkata si Iblis Tenggkorak Bolong dengan tertawa terkekeh.
Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
SEBELAS KULIPALA yang mendengar maksud
gurunya mengusulkan untuk membakar pesanggrahan itu. Adanya asap mengepul dari
puncak gunung Putri tentu akan menarik perhatian. Hingga Nanjar
munculkan diri. Laki-laki itu
berpendapat walaupun nanti Nanjar tak bisa diajak berdamai dengan gurunya,
untuk meringkus pemuda itu akan tidak begitu sukar!
Usul itupun disetujui. Hingga
tak lama kemudian pesanggrahan itupun segera dibakar. Api berkobar, dan asap
mengepul tebal mengalun keudara. Benar saja! Tak seberapa lama segera
terlihat sebuah titik putih diudara.
Semakin lama semakin dekat! Itulah seekor burung besar, yang tak lain dari
burung Rajawali raksasa.
Burung Rajawali itu memang benar
si Jabur adanya. Karena terlihat si penunggang burung adalah seorang gadis
cantik yang tak lain dari Ranggaweni.
Burung Rajawali itu terbang
merendah mengitari pesanggrahan yang terbakar hebat dengan perdengarkan suara
mengiyak tiada henti. Adapun Ranggaweni yang berada di punggung burung itu
terkejut melihat terbakarnya pesanggrahan tempat
tinggalnya. "Hah" apakah yang telah terjadi"
Mengapa pesanggrahan bisa terbakar?"
tersentak kaget gadis ini. Matanya memandang kebawah memperhatikan
sekitar tempat di sekeliling pesanggrahan yang penuh dengan kobaran api.
Tentu saja yang dicarinya adalah laki-laki buta bernama Badar Sora itu. Dia amat
mengkhawatirkan keselamatannya.
Gadis ini memang sering pergi dengan menunggangi si Jabur ke pesisir pantai
di atas tebing karang itu. Tempat dimana dia sering termangu memandang laut.
Semua itu adalah untuk mengisi
kekosongan hatinya. Karena sejak
sepeninggal Nanjar, Badar Sora jarang keluar. Bahkan dalam beberapa hari ini
selalu menyekap diri dalam kamar.
Karena itulah Ranggaweni sering pergi dengan menunggangi burung Rajawalinya.
Terkadang dia melatih diri dengan ilmu-ilmu silatnya yang baru
dipelajari dari Nanjar. Terkadang cuma duduk termangu memandang laut. Serasa tak
sabar dia menanti kedatangan
Nanjar. Juga tak sabar dia menanti khabar berita gurunya yang tak
ketahuan kemana rimbanya.
Pagi itu seperti biasa,
Ranggaweni pergi dengan menunggang si Jabur. Jabur baru saja selesai berburu
ikan di laut. Bahkan dia baru saja selesai memanggang ikan dan tengah
menyantapnya. Disisakan beberapa ekor panggang ikan untuk Badar Sora.
Sementara si Jabur bertengger dibatu cadas mengeringkan bulunya yang basah,
dengan membentangkan sayapnya.
Tiba-tiba dia melihat ada asap
mengepul dari arah puncak gunung
Putri. Terkejut gadis ini. Wajahnya seketika berubah pucat! Dan serta-merta dia
melompat menghampiri si Jabur. Melompat ke atas punggungnya dan
memerintahkan burung Rajawali itu untuk terbang pulang... Demikianlah!
hingga ketika melihat keadaan
pesanggrahan yang terbakar membuat Ranggaweni terkesiap.
Diperhatikan disekitar
pesanggrahan tak dijumpai adanya
sesosok tubuh manusiapun. "Ah, jangan-jangan kakang Badar Sora..." Dia tak
teruskan gumamnya karena si Jabur telah menukik merendah, dan hinggap di tanah.
Tak berayal lagi dia segera melompat dari punggung binatang itu.
Matanya jelalatan mencari Badar
Sora. Akan tetapi baru saja dia mau berteriak memanggil, tiba-tiba
berkelebatlah beberapa sosok tubuh keluar dari balik semak belukar.
Bahkan saat itu juga sebuah bayangan hitam telah berkelebat ke arahnya.
Terkejut dia melihat seorang kakek berjubah hitam berwajah menyeramkan tengah
julurkan lengannya untuk
menotok. Akan tetapi detik itu juga dia telah membentak keras.
"Hah!" siapa kalian?" Tubuhnya mendadak melejit ke atas. Loloslah serangan
barusan. Itulah salah satu jurus melompat dari gerakan si Raja Siluman Bangau,
yang baru dipelajari dari Nanjar.
"Hebat!" puji si Iblis Tengkorak Bolong yang terkejut karena gerakan menotoknya
gagal. Di samping dia heran, karena orang yang dinantikan kedatangannya dan yang pernah menjadi murid
si Enam Iblis Pulau Kambangan itu bukannya seorang pemuda, melainkan seorang
gadis. Ranggaweni jejakkan kakinya ke
tanah. Segera dia melihat belasan orang telah mengurungnya dengan
senjata-senjata di tangan. Kecuali si kakek seram berjubah hitam yang
barusan menyerangnya tak mencekal senjata. Namun di pinggang kakek itu terbelit
seutas rantai berbandulan kepala tengkorak!
"Siapakah kalian" Heh! pastilah kalian yang telah membakar
pesanggrahan ini!" bentak Ranggaweni.
"Benar! Kami sengaja membakar pesanggrahan ini adalah untuk
memancing keluarnya bocah laki-laki bernama Nanjar sipemilik burung
Rajawali itu! Akan tetapi ternyata kau bocah perempuan yang muncul! Kemanakah
gerangan si bocah laki-laki
dan siapakah kau?" berkata Iblis Tengkorak Bolong dengan ajukan pertanyaan,
karena herannya. "Tak perlu kalian mengetahui siapa aku! Apa hubungannya kalian dengan pemuda
itu"., Dan segera kalian katakan, apakah yang telah kalian lakukan pada seorang
laki-laki buta yang berada di
kamar dalam pesanggrahan ini!" berkata Ranggaweni
dengan suara keras menandingi
gemuruhnya api yang melalap tiang-tiang kayu pesanggrahan itu.
"Hehehe... disini tak kujumpai seorang manusia. Apalagi seorang laki-laki
bermata buta! Segera akan
kuberitahukan siapa kami setelah
meringkusmu, bocah cantik!" terutama menyeringai si Iblis Tengkorak Bolong.
Dan serentak dia beri isyarat pada belasan orang yang mengurung si gadis untuk
segera meringkusnya.
"Tangkap dia hidup-hidup. Awas jangan sampai kalian melukai kulitnya!
Burung Rajawali itu adalah bagianku!"
berkata si kakek. Kepalanya menengadah keatas, karena dia segera melihat si
Jabur terbang ke arahnya dengan memekik-mekik keras. Benar saja burung Rajawali itu telah menyerangnya dengan
sambaran dahsyat. Akan tetapi dengan melompat
gesit dia telah menghindarkan diri.
Bahkan lengannya bergerak menghantam kearah burung itu.
Angin keras bertenaga dalam itu
menerjang Jabur. Namun Jabur dengan gesit menghindari, walau agak
menyerempet angin pukulan itu
merontokkan beberapa helai bulunya.
Gusar bukan main si Jabur. Dia
terbang memutar dan kembali menyambar dahsyat. Kakinya siap mencengkeram.
paruhnya siap mematuk.
"Hehehe... akan kuajak main-main burung Rajawali...!" mendesis mulut sikakek
ini. Kembali dia melompat menghindar. Gerakan melompat kakek ini sengaja
menjahui tempat itu. Dan si Jabur terpancing untuk mengejar.
Sementara itu beberapa orang
yang mengurung Ranggaweni telah
menerjang untuk meringkus gadis itu.
Tentu saja gadis ini tak mau rnandah saja membiarkan dirinya diringkus.
Dengan kertak gigi dia gerakkan lengannya menghantam kesana-kemari.
Bendowo yang tak menyangka akan
serangan si gadis demikian hebat, kena hantam punggungnya. Menggelinding tubuh
laki-laki yang sembrono ini dengan mengaduh kesakitan.
Melihat demikian, Jalantra dan
Kebojalu menerjang serentak.
Ranggaweni lakukan salto dengan gesit menghindar. Namun dia tak luput dari
sambaran tangan Kulipala yang mencengkeram kearahnya. Kulipala memang telah
menyimpan kembali senjata rantai Trisula, karena mau menangkap gadis ini hiduphidup. "Menyerahlah kau, gadis cantik!
Percuma kau melakukan perlawanan!"
berkata Kulipala dengan menyeringai.
Tentu saja Ranggaweni tak mau biarkan tubuhnya kena tercengkeram laki-laki
bertampang ceriwis itu. Jurus Harimau Lapar Menerkam Mangsa segera
dipergunakan setelah dia berhasil menghantam sepasang lengan Kulipala.
"Haiiii?" terkejut Kulipala, sebaik dia akan lakukan serangan lagi ke arah kaki, justru lengah dara itu telah
sampai didepan mukanya. Dan....
Breeet! Mengaduh laki-laki ini seraya
menyampok. Namun toh kuku-kuku tangan Ranggaweni telah menggores mukanya.
Beruntung dia telah membuang tubuhnya untuk menghindar. Kalau tidak, tentu
lehernya kena dicengkeram.
"Hati-hati paman Kulipala! Aku datang membantu!" teriak Jaka Ningrat.
Laki-laki berkumis tipis
berwajah tampan ini melompat kehadapan Ranggaweni. Lengannya terulur untuk
menangkap pinggang. "Wahai, rampingnya pinggangmu, nona! Baiknya kau menyerah
saja untuk jadi istriku!"
Membentak Ranggaweni seraya
secepat kilat mencabut pedangnya di pinggang. Itulah pedang buntung yang selalu
dibawanya. Yaitu pedang pusaka milik si Raja Pengemis yang patahan ujungnya
berada pada Nanjar. "Laki-laki ceriwis! Ini
bagianmu!" teriak gemas Ranggaweni.
Terkejut Jaka Ningrat melihat
kilatan pedang menyambar lengannya.
Kejap itu juga dia telah batalkan serangan seraya membuang tubuh ke samping.
Sambaran lengan itu berubah
menjadi tangkisan untuk menepiskan pedang dengan mendorong kuat
pergelangan tangan Ranggaweni.
Terhindarlah dia dari sambaran pedang yang ganas itu.
"Serahkan dia pada kami!" Lima sosok tubuh berkelebat kebelakang Ranggaweni.
Masing-masing lengan
kelima orang itu mencekal sebuah jala sutera. Sementara senjata-senjata mereka
terselip dipunggung. Kelima orang ini adalah tak lain dari si Lima Harimau
Gunung Setan! Ternyata kelima tokoh golongan sesat itu ikut serta dalam
rombongan Jaka Ningrat. Tentu saja dia cuma mengharap upah besar.
Memang mereka kerjanya sebagai tukang-tukang bunuh bayaran yang di sewa oleh
Jaka Ningrat untuk urusannya.
Ranggaweni balikkan tubuhnya dan
menatap gusar pada kelima manusia itu.
"He" Pedangmu buntung" Apakah kau tak punya senjata yang baik, nona"
Bagaimana kalau kami pinjamkan senjata untukmu?" berkata salah seorang yang
bernama Brengos Suto. Sementara dia sudah putar-putar jalanya untuk
meringkus sang gadis.
Akan tetapi pada saat teriakan
dari belakang si Lima Harimau.
"Tahan! aku mau bicara dulu pada gadis ini!"
Dan sesosok tubuh berkelebat.
Ternyata tak lain dari Kulipala. Lakilaki ini baret-baret mukanya dan masih mencucurkan darah, bekas kena goresan
kuku tangan Ranggaweni.
"Eh, nona...! boleh aku tahu, apakah pedang buntungmu ada
hubungannya dengan potongan pedang ditangan si pemuda bernama Nanjar itu?"
"Huh! Apa perlumu menanyakan hal itu?" bentak Ranggaweni melotot gusar.
"Hm, hal ini ada sangkut-pautnya dengan urusan
kami. Karena kami menyatroni kemari adalah untuk
merampas potongan pedang di tangan pemuda bernama Nanjar itu!" berkata Jaka
Ningrat. "Untuk hal itu kami telah
membayar mahal. Bukan saja
harta-benda, akan tetapi tenaga dan bahkan jiwa menjadi taruhan kami untuk
mendapatkan pedang Pusaka INTI ES!"
"Jadi kau mengira pedang buntung ini dan potongan pedang di tangan kawanku itu
adalah pedang Pusaka INTI ES?" tanya Ranggaweni lantang bercampur kaget.
Kulipala menjawabnya dengan ketus.
"Benar! kuharap kau serahkan saja pedangmu, dan kau takkan mendapat resiko lagi
menghadapi kami!" Diam-diam laki-laki ini terkejut melihat pedang buntung itu
mempunyai sinar kehijauan, mirip dengan potongan ujung pedang ditangan Nanjar
yang pernah ditunjukan padanya di pulau terpencil beberapa bulan yang lalu.
"Hm, potongan pedang yang berada ditangan pemuda itu memang masih satu badan
dengan pedang ini! Akan tetapi pedang ini bukanlah pedang Inti Es yang kalian
maksudkan!" berkata Ranggaweni. Kini jelaslah duduk
persoalannya mereka membakar
pesanggrahan dan menyatroni ke Gunung Putri.
Pada saat itulah Jaka Ningrat
telah memberi isyarat pada si Lima Harimau Gunung Setan untuk meringkus si
gadis. Dan serentak kelima orang itupun merangsak maju seraya tebarkan jala!
dengan dibarengi peringatan pada Kulipala.
"Menyingkirlah sobat Kulipala!
Biar kami ringkus dulu gadis ini! Akan tetapi pada saat itu tiba-tiba
terdengar jeritan saling susul. Kelima penyerang ini telah terjungkal roboh.
Bahkan sebelah lengan Kulipala pun telah terpapas putus, ketika kilatan-kilatan
cahaya berkelebatan di hadapan Ranggaweni yang timbulkan hawa dingin luar biasa.
Sesaat saja tubuh kelima Harimau
Gunung Setan itu tejah berkelojotan meregang nyawa. Masing-masing lehernya
terpapas hampir putus. Dan jala-jala mereka bertebaran disana-sini.
DUA BELAS Semakin terperangah Ranggaweni
karena seketika tubuh-tubuh si Lima Iblis Gunung Setan telah menjadi kaku dengan
kepulkan uap dingin. Bahkan darah yang mengalir dari luka di leher merekapun
membeku. Dan di situ telah berdiri sesosok tubuh yang membuat matanya
membelalak. "Kakang Badar Sora...!"
berteriak kaget Ranggaweni melihat siapa adanya sosok tubuh itu, yang memang tak
lain dari Badar Sora.
Akan tetapi Badar Sora yang
dihadapanya bukanlah Badar Sora yang bermata buta. Melainkan Badar Sora yang
bermata melek, menatapnya dengan pandangan mata tajam bersinar bening.
Di tangannya tercekal sebuah pedang bersinar perak.
"Hahaha...adik Ranggaweni!
Jangan terkejut melihat aku! Nanti segera kau akan mengetahui siapa aku
sebenarnya!" selesai berkata laki-laki aneh itu berkelebat. Dan dia telah
melompat di hadapan Jaka Ningrat dan Kulipala, serta beberapa orang yang telah
mencabut senjata dengan
memandang tercengang pada laki-laki itu.
"Hm, apakah kalian menginginkan pedang pusaka Inti Es" Inilah pedang
itu! Silakan kalian merebutnya!"
berkata Badar Sora, seraya putarkan pedangnya. Segera saja hawa dingin
mengembara ke sekitar tempat itu membuat tubuh orang dihadapannya
Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggigil. Dan tanpa terasa mereka menyurut mundur beberapa langkah.
Kulipala menggertak gigi,
menahan sakit pada lengannya yang darahnya beku. Hawa dingin itu membuat dia
tambah menggigil. Akan tetapi dia telah loloskan
senjatanya, seraya membentak.
"Hayo, bunuh dia! Rampas pedang pusaka Inti Es itu!"
Serentak saja mereka menerjang
dengan senjata masing-masing.
Akan tetapi seperti menerjang putaran angin salju yang membuat aliran darah
membeku, mereka terpacak ditanah
dengan mata membelalak kaget.
Akan tetapi cuma sesaat, karena
segera terdengar jeritan mereka saling susul! Dibarengi bergelimpangannya tubuhtubuh mereka bagai batang pisang yang roboh ditebang, ketika kilatan-kilatan
cahaya kembali berkelebatan menyilaukan mata. Ternyata dalam
sekelebatan cahaya kembali berkelebatan menyilaukan mata.
Ternyata dalam sekelebatan saja Badar Sora telah menghabisi jiwa-jiwa
mereka. Mayat-mayatpun bergelimpangan
ditempat itu dengan keadaan tubuh yang membeku!
Sementara kejadian itu
berlangsung, Ranggaweni tak sempat memperhatikan lagi. Karena dia telah
berkelebat melesat ke arah lereng gunung. Di
sana tengah terjadi pertarungan seru antara si Jabur dan seorang kakek kurus berjubah hitam yang
bersenjatakan seutas rantai
berbandul tengkorak!
Siapa lagi kalau bukan si Iblis
Tengkorak Bolong. Apa yang membuat kakek itu tampak terdesak adalah di punggung
burung Rajawali itu menunggang sesosok tubuh manusia yang mencecarnya dengan pukulan-pukulan ganas!
Sukar diduga kalau sipenunggang
burung Rajawali raksasa itu adalah Ginanjar alias Nanjar adanya. Bahkan balas
menyerang dengan senjata
mautnya. "Hahaha.... kakek Iblis
Tengkorak Bolong! Lebih baik kau ganti gelarmu menjadi si kakek Iblis Liang
Kubur! Karena sudah pantas kalau kau segera masuk kubur!" ejek Nanjar.
Rajawali terbang memutar, lalu
menukik deras. Iblis Tengkorak Bolong menggerung keras. Bandulan tengkorak baja
hitamnya meluncur menghantam ke arah Nanjar.
"Mampus kau keparat!" teriak si kakek.
Akan tetapi tiba-tiba Nanjar
telah melompat untuk menangkapnya.
Dan.... Wrrrrrr! Tubuh Nanjar meluncur terbawa
sentakan kuat rantai tengkorak itu yang di betot keras oleh si
pemiliknya. Tentu saja terperangah
kakek ini karena bandulan kepala
tengkorak itu justru mengarah ke batok kepalanya!
"Edan!?" teriak si
kakek terkejut. Kalau dia tak lompat
menghindar, tentu batok kepalanya hancur lumat. Sementara Nanjar sudah melompat
dengan bersalto beberapa kali setelah menghantamkan bandulan itu ke arah lawan.
Sekejap kemudian sepasang
kakinya telah hinggap di tanah. Namun kembali tubuh pemuda itu melejit
dengan gerakan jurus melompat Bangau Sakti Bentangkan Sayap. Sekejap dia telah
tiba di hadapan si Iblis Tengkorak Bolong. "Hayo, kakek! kita main-main lagi!" teriak Nanjar.
Mendelik mata si Iblis Tengkorak
Bolong. Sungguh memalukan kalau dia harus jadi bulan-bulanan dipermainkan
seorang bocah muda yang baru berhenti
ingusan. Lengannya menyelinap ke balik saku jubah. Dan........
Bhussss! Benda yang dilempar kearah
Nanjar meletup, menimbulkan asap hitam yang menyengat hidung. Sekejap tubuh
Nanjar telah terbungkus oleh kepulan asap hitam itu. Pemuda ini berguling beberapa tombak.
"Kakek sialan! kau main
curang...! licik!" teriak Nanjar terbatuk-batuk. Dia melompat
lagi untuk berdiri. Akan tetapi tubuhnya terhuyung roboh.
"Hehehe... yang penting siapa cepat dia yang menang! Kau masih kurang pengalaman, bocah! Dalam
pertarungan pakai cara apapun boleh!
Hehehe... kini terpaksa aku
menotokmu!" berkata sikakek. Tubuhnya berkelebat. Lengannya terjulur....
Akan tetapi tiba-tiba terdengar
jeritan parau merobek udara. Dan
berbareng dengan teriakan itu tubuh si Iblis Tengkorak Bolong telah roboh
terjungkal. Darah memuncrat ke
beberapa penjuru. Selanjutnya tubuh kakek itu sudah menggoser-goser
meregang nyawa. Akan tetapi sesaat kemudian uap tampak mengepul di
sekujur tubuh Iblis Tengkorak Bolong.
Dan kejap berikutnya tubuh kakek itu tela berubah beku terlapisi es. Hawa
dingin menebar merambah sekitar tempat itu.
Sesosok bayangan tubuh yang
melesat cepat telah menghabisi nyawa si Iblis Tengkorak Bolong. Itulah sosok
tubuh BADAR SORA yang telah berada di
tempat itu dengan menggenggam pedang INTI ES di
tangannya. Bersamaan dengan itu
terdengar suara teriakan Ranggaweni yang memburu ke tempat itu.
"Kakak NANJAR......!" Teriakan gadis itu mengusik keheningan. Sejenak dia
menatap pada sosok tubuh si Iblis Tengkorak Bolong yang terkapar beku.
Lalu menatap pada laki-laki yang tegak berdiri dihadapannya, yang mencekal
pedang INTI ES. Bibir gadis ini
menggetar berucap kata.
"Ka..kakang Badar Sora....!
kau..." Dia tak sempat teruskan kata-katanya karena segara berpaling
menatap Nanjar yang masih terlentang tak berkutik.
"Oh!" kakak Nanjar....!"
teriakan bercampur isak terdengar dari mulut dara ini. Dia melompat untuk
memburu ke arah sosok tubuh yang amat dirinduinya itu. Betapa dia amat
mengkhawatirkan keselamatannya. Akan tetapi, tiba-tiba satu hal yang amat ganjil
dan diluar dugaan terjadi
didepan mata. Mendadak Nanjar telah melompat
berdiri diiringi suara gelak tertawa pemuda itu.
"Hahaha... belum mati sudah
ditangisi! Haiiih! Ranggaweni jangan khawatir, kakakmu masih hidup dan segar
bugar!" Tentu saja membuat mata dara ini
jadi membelalak. Akan tetapi hatinya amat girang sekali karena Nanjar tak
mengalami kejadian apa-apa.
Kini dia menatap pada Nanjar dan
Badar Sora berganti-ganti. Sungguh tak mengerti dia melihat kedua orang itu
justru sama-sama tersenyum,
menatapnya. "Kakang Badar Sora, aku tak mengerti. Mengapa kedua matamu bisa
melihat lagi" Dan dari mana kau peroleh pedang pusaka INTI ES itu" Dan kau kakak
Nanjar! Apakah kau telah berhasil menemukan guruku Ki Bonang Luhyr" Mengapa
kedatanganmu bertepatan dengan kedatanganmu bertepatan dengan kedatangan Badar
sora?" Ranggaweni ajukan pertanyaan.
"Hahaha... nantilah kami
ceritakan. Mari kita tinggalkan tempat ini! Puncak Gunung Putri sudah tak sesuai
lagi untuk tempat tinggal
kita!"berkata Badar Sora.
Nanjar mengangguk seraya menepuk pundak gadis itu. "Ya, marilah kita tinggalkan
tempat ini. Kita menuju ke
GOA LARANGAN !" berkata Nanjar dengan tersenyum menggamit lengan dara itu.
"Ke Goa Larangan..?" tanyanya tersentak. "Ketempat tinggal NINI BLORONG?"
bertanya Ranggaweni.
"Benar! Sambil perjalanan, nanti kakang Badar Sora akan bercerita!"
Dengan masih terheran-heran,
tepaksa Ranggaweni tak dapat tidak menuruti mereka meninggalkan puncak gunung
Putri. Sementara si Jabur telah terbang keudara mengikuti ketiga orang
dibawahnya. Sebentar-sebentar terbang merendah, terkadang berhenti
bertengger dipuncak pohon. Lalu
terbang lagi mengikuti. Matanya tajam, selalu tak lepas mengawasi kemana arah
langkah ketiga orang yang telah
menjadi tuannya. Dalam perjalanan itulah Badar
Sora bercerita pada Ranggaweni.
"Sebenarnya mataku tidaklah buta, adik Ranggaweni..." Badar Sora memulai
ceritanya. Lalu dengan panjang lebar laki-laki itu mengisahkan kejadian
sebenarnya dan siapa gerangan dirinya.
Ternyata "kebutaan" mata Badar Sora adalah untuk mengelabui Hang Gada alias Nogo
Prakoso. Jauh-jauh sebelum Nogo Prakoso menjadi murid Ki Bonang Luhur, sudah
bakal diketahui kedatangannya. Nogo Prakoso yang di utus oleh Nini Blorong dari Goa Larang untuk
berguru pada Ki Bonang Luhur.
Akan tetapi bukanlah untuk mencuri peta rahasia pedang INTI ES. Melainkan untuk
mengelabui kaum golongan hitam yang menjadi musuh Nini Blorong, yaitu si Iblis
Tengkorak Bolong. Sebenarnya tak ada permusuhan
atau dendam antara Nini Blorong dengan Ki Bonang Sepuh. Nogo Prakoso
sebenarnya adalah anak angkat Adipati KALA BRAJA, yang menjadi kakak kandung
Jaka Ningrat. Adipati Kala Brama
mengetahui perihal sebuah benda pusaka yang bernama pedang INTI ES. Tapi hal itu
bocor di telinga Nogo Prakoso.
Ternyata Nogo Prakoso yang menjadi anak angkat adipati Kala Brama
mempunyai akhlak buruk. Didalam Kota Raja dia berbuat alim. Akan tetapi diluaran
dia melakukan berbagai kejahatan. Bahkan berkomplot dengan orang-orang golongan hitam.
Oleh sebab itu Adipati Kala
Braja mengirim anak angkatnya berguru pada Nini Blorong, di goa larangan.
Nini Blorong memang pernah ada tali persaudaraan dengan guru Adipati yang sudah
wafat belasan tahun. Dan dari gurunya itulah diketahuinya tempat penyimpanan
Pedang Pusaka INTI ES, setelah secara tak sengaja membongkar kitab-kitab
peninggalan sang guru. Dan diketemukannya sebuah petunjuk
mengenai adanya Pedang pusaka INTI ES
di suatu tempat. Ternyata kebocoran itu telah
sampai ke telinga si Iblis Tengkorak Bolong dan muridnya. Juga telah sampai ke
telinga JAKA NINGRAT. Adipati Kala Braja yang khawatir benda itu jatuh ketangan
orang-orang golongan hitam, telah menitipkan peta pedang INTI ES
pada Nini Blorong, akan tetapi tanpa setahu Nogo Prakoso.
Karena kejahatan watak Nogo
Prakoso telah menyeba rkemana-maha.
Adipati diam-diam telah menitahkan Nini Blorong untuk membunuh saja
pemuda bejat itu. Apalagi setelah diketahui asal usul pemuda itu, dia adalah
anak keturunan seorang
pengkhianat Kerajaan!
Diam-diam Nini Blorong telah
mengorek keterangan dari Nogo Prakoso, yang menceritakan siapa dirinya. Dia
memang ada berniat membalas dendam pada Raja karena ayah-ya mati di tiang
gantungan! Nini Blorong yang
bersahabat baik dengan Ki Bonang Luhur segera diam-diam mengadakan hubungan
dengan kakek penghuni pesanggrahan di Gunung Putri itu. Ki bonang Luhur adalah
seorang bekas Patih Kerajaan.yang sudah lepaskan
jabatannya. Demikianlah, mereka berdua
berembuk mengatur rencana. Hingga kemudian muncul Nogo Prakoso di gunung Putri
yang mengaku bernama Hang Gada.
Saat itu Ranggaweni telah berguru pada kakek itu, Dan dia tak mengetahui kalau
"kebutaan" mata Badar Sora adalah tipu muslihat saja. Bandar Sora adalah bekas
seorang kepala prajurit Kerajaan. Dia tahu jelas siapa adanya JAKA TIRTA, yang
tak lebih dari anggota komplotan para begal yang pernah membobol uang kas Kerajaan.
Peta rahasia palsu yang memang
sengaja, telah dibuat oleh Ki Bonang Luhur kemudian dicuri oleh Hang Gada alias
Nogo Prakoso. Lalu diberikan pada Jaka Tirta dengan imbalan yang cukup
memuaskan. Semua itu tak luput dari sepengetahuan Badar Sora dan Ki Bonang
Luhur. Sedangkan Ki Bonang Luhur sebenarnya sengaja menghilang dari gunung Putri
untuk tindakan pengamanan. Sedangkan tugas membunuh Nogo Prakoso telah diserahkan oleh Badar
Sora. Demikianlah, hingga tewasnya
Nogo Prakoso di tangan Badar Sora, yang secara kebetulan saat itu muncul Nanjar
yang membantu serta menolongnya. Badar Sora memang mau menjalankan tugas itu kalau dengan bukti yang
sudah jelas di depan matanya. Kemudian diceritakan pula pada
Ranggaweni bahwa dia dan Nanjar diam-diam sering bertemu. Dan Badar Sora telah
menceritakan semua prihal
rencana mereka melenyapkan manusia-manusia perongrong Kerajaan itu.
Jadi pantaslah kalau Ranggaweni
tak mengetahui. Bahkan Nanjar
sendiripun tahu akan hal itu, kalau Badar Sora tak menceritakannya.
"Nah! jelaskah kau, adik
Ranggaweni"! Badar Sora mengakhiri ceritanya. Ranggaweni tercenung
mendengarkan kisah itu.
"Lalu bagaimana sampai kalian bisa muncul dengan berbareng di puncak gunung
Putri" Bukankah sepekan yang lalu kak Nanjar pergi turun gunung.
Sedang kau tak mengetahui kemana dia perginya?" bertanya Ranggaweni.
"Hahaha... itukan cuma siasatku saja! Padahal aku cuma berjaga-jaga di sekitar
gunung Putri, karena kami telah menduga kedatangan orang-orang perguruan Tapak
Nenggala yang bakal menyatroni kepesanggrahan Gunung
Putri. Tentu saja mencari peta yang asli. Tapi ternyata dia menyangka pedang
buntung kita adalah pedang pusaka INTI ES!" berkata Nanjar.
Ranggaweni manggut-manggut
tersenyum. "Lalu dari mana kakang Badar Sora punya ilmu demikian hebat"
Dan pula telah memiliki pedang pusaka Inti Es?" pertanyaan terakhir itu dijawab
gelak-gelak oleh Badar Sora.
"Hahahaha... haha... aku adalah murid tunggal Nini BLORONG! Tentu saja
pedang pusaka itu bisa berada di
Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanganku, karena telah lama guruku mendapatkannya."
Ternganga Ranggaweni. "Ah,
betapa hebatnya gurumu! Muridnya saja begini hebat. Apalagi gurunya?" Gadis itu
geleng-gelengkan kepalanya menatap kagum pada laki-laki gagah itu.
"Sudah, sudah! Jangan lama-lama menatap, nanti kau bisa jatuh cinta!"
gurau Nanjar sambil cengar-cengir.
"Akan tetapi jatuh cintapun
boleh!" sambung Nanjar, seraya melompat. Lengannya menyambar buah mangga di
ujung dahan pohon di tepi jalan itu. Lalu menggrogotinya dengan rakus.
Sementara keduanya jadi samasama tersenyum menatap Nanjar yang persis kera memakan buas. Apa lagi buah
mangga itu asam dan masih muda.
Mulut pemuda itu jadi menyeringai persis kera!
Akan tetapi kemudian mereka
sama-sama menatap. Dan sorot dua
pasang mata itu saling bertemu.
"Oooooh, cintaaaa...! Nguk!
nguk! nguk!" Nanjar berteriak-teriak seraya berjingkrakan menyindir kedua mudamudi itu dengan berjumpalitan mirip kera, bahkan keluarkan suara yang amat mirip
dengan kera. Ranggaweni jadi tersipu dan
menundukkan wajahnya.
"Hihihi.... kak Nanjar, kau
persis monyet yang kesurupan!" teriak Ranggawuni, yang tak kuat menahan gelinya
hingga dia tertawa terpingkal-pingkal. Badarpun tertawa terbahak-bahak. Nanjar
ulangi kata-katanya.
"Oooooh, cintaaaaaa! nguk! nguk!
nguk! nguk!" TAMAT Scan/Convert/E-Book : Abu Keisel
Tukang Edit : Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Jejak Di Balik Kabut 26 Bende Mataram Karya Herman Pratikto Si Kumbang Merah 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama