Dewa Linglung 18 Iblis Pulau Hantu Bagian 2
Tentu saja Nanjar jadi terperanjat, dengan
mata membelalakkan kebingungan.
"Apa yang harus kulakukan" aku... aku belum menoreh kulitmu!" berkata Nanjar dengan sikap serba salah.
"Jauhkan pedang mustikamu! Dan... ce...
cepat kau urut disini! Aduuuh...! aku tak tahan sakitnya...."
"Di.. disini?" tanya Nanjar dengan tergagap.
Sementara hatinya sendiri berdebar tak keruan.
"Ya! cepat lakukan! oh..."
Lengan Seriti Hijau mencekal erat pergelangan tangan Nanjar, lalu diletakkan diatas dadanya. "Kerahkan hawa murnimu,
dan... urut sampai kebawah..." perintah wanita itu. Tentu sa-ja Nanjar seperti
gelagapan. Tapi mau tak mau
dia harus melakukan karena tak tega melihat wanita itu yang mengerang-ngerang merasakan sakit pada isi dalam tubuhnya.
Dengan menahan napas dia cepat lakukan
seperti yang diperintahkan wanita itu. Kemudian menyalurkan hawa murni dari
kedua lengannya.
Ternyata hal itu mengurangi rasa sakit si wanita.
Tampak Seriti Hijau mulai mengurangi menggeliatnya. Wajahnya tak sepucat tadi. Bahkan berangsur-angsur mulai memerah.
Sementara itu Nanjar sendiri seperti orang
yang serba salah. Hal demikian itu membuat darahnya serasa mengalir lebih cepat. Bahkan sekujur tubuhnya mulai mengucurkan
keringat. Mendadak Nanjar berhenti mengurut, karena melihat wanita itu mulai tenang.
"Apakah telah hilang rasa sakitmu?" tanya Nanjar penuh kekhawatiran. Seriti
Hijau membu- ka matanya. Sepasang mata itu tampak redup.
Sedangkan napasnya tampak memburu.
"Agak lumayan...!" sahutnya lirih. Nanjar menghela napas lega.
"Apakah sewaktu-waktu kau menderita kesakitan seperti ini?"
"Benar! Sejak sepekan ini hampir setiap
saat aku menderita. Dan baru bisa hilang rasa
sakit yang luar biasa itu setelah dilakukan cara seperti tadi. Aku... aku
melakukannya sendiri.
Tapi kali ini rasa sakit itu semakin bertambah sepuluh kali lipat. Aku tak
tahan, Nanjar! Oh! lebih baik aku mati saja...!" berkata Seriti Hijau seraya
mencoba duduk. Tapi dia mengeluh, dan terlentang lagi dengan menyeringai
kesakitan. "Jangan bergerak dulu...!" berkata Nanjar.
"Bagaimana" apakah aku boleh memulai
lagi?" tanya si Dewa Linglung setelah memperhatikan wanita itu sesaat. Dia harus
mengambil ke-putusan agar cepat mengeluarkan racun ditubuh
si wanita. "Jangan kau dekatkan lagi pedangmu,
Nanjar! Aku takut akan kejadian seperti tadi...!"
berkata wanita ini.
"Hm! jadi apa yang harus aku lakukan?"
tanya Nanjar serba salah.
"Kukira tak ada cara lain selain memakai
cara kedua..."
"Cara kedua" Ah, benar katamu! Nah! katakanlah cara kedua itu. Segera aku mengerjakan. Mungkin cara tadi tak dapat dipergunakan!"
"Kau mau melakukannya?" tanya Seriti Hijau lirih. "Demi kesembuhanmu, aku bersedia melakukannya!"
"Cara kedua adalah.... kau harus melakukan diriku seperti seorang suami terhadap istrinya..." berkata Seriti Hijau. Tentu saja Nanjar melengak. Hampir-hampir dia
berteriak kaget
mendengar apa yang dikatakan wanita itu.
"Kau... kau bicara benar atau ngaco?" sentak Nanjar dengan mata membelalak.
Seriti Hijau mengangguk perlahan. Wajahnya tak menampil-kan sikap dusta.
Pandangan matanya tampak polos. Bahkan tampak sepasang mata yang bulat
bening itu berkaca-kaca.
"Hal inilah yang diharapkan si Pendekar
Cendekiawan. Lalu apakah aku harus mengemis
padanya untuk melakukan penyembuhan dengan
cara ini padanya?" kata Seriti Hijau dengan suara tergetar.
Nanjar terpaku menatap wanita itu tak
bergeming. Lalu tertunduk dengan perbagai perasaan memenuhi benaknya. Apakah yang harus dilakukan" Membiarkan wanita itu tanpa memperdulikannya, atau melaksanakan pengobatan dengan cara gila itu"
"Aku telah berhutang budi padamu, nona
Seriti Hijau. Kalau tak ada cara lagi selain itu...
yah! apa boleh buat." akhirnya Nanjar berkata lirih. "Aku tak akan melupakan
budi kebaikan-mu, Dewa Linglung...." membisik Seriti Hijau dengan terharu. Dan
Nanjar pun segera meloloskan
pakaiannya.... TUJUH ADIPATI Rah SANCA menggamit pinggang
gadis cantik berkerudung hitam itu dengan terta-wa menyeringai.
"Hahaha... malam ini kau harus menerima
lamaranku, Larasati!"
Wajah gadis ini berubah pias. Dia berusaha
menepiskan lengan laki-laki abdi Kerajaan itu.
Tapi sekali sentak tubuh gadis itu sudah berada dalam pelukannya.
"Gusti Adipati! ini aku belum bersedia untuk itu!" berkata gadis ini seraya meronta.
"Heh! sampai kapan aku harus menunggu"
Selama ini aku masih bersikap sabar menunggu
jawabanmu. Apakah aku harus memakai kekerasan?" sungut Adipati Rah Sanca, seraya mendo-rong tubuh gadis itu hingga
membentur dinding
ruangan kamar. "Kekerasan bukanlah jalan yang dapat dibenarkan. Bukankah telah hamba katakan bahwa
hamba harus menunggu sampai ramanda hamba
pulang dari menjalankan- tugas. Hamba harus
mendapat restu dari ramanda..." kata gadis ini dengan sikap tenang.
Sepasang mata si gadis yang tersembul dari lipatan kerudung hitam yang menutupi wajahnya menatap sang Adipati dengan sorot tajam.
"Bagus! kau memang seorang yang sangat
menghormat orang tua. Tapi malam ini kau harus
melayaniku. Kau tak dapat menolak lagi dengan
alasan apapun!" berkata Adipati Rah Sanca dengan suara ditekan. Wanita
berkerudung ini tersebut mundur. "Gusti Adipati! Tak ada cara kekerasan dalam melamar orang. Apalagi memaksa melakukan
sesuatu yang diluar hukum. Apakah demikian
buruknya sikap seorang abdi Kerajaan?"
Sesaat Adipati ini melengak. Tapi segera
mengumbar tawa tergelak-gelak.
"Bagus! aku menyukai kekerasan hatimu.
Tapi terlambat! Kukira keteranganku ini bisa
membuat kau mengetahui bahwa kekuasaan diwilayah ini berada dalam genggaman tanganku.
Nah! dengar baik- baik, bocah manis. Ramandamu Tumenggung Banyuroto telah tewas ketika
menjalankan tugas. Berarti tak ada yang harus
kau tunggu-tunggu lagi!" berkata sang Adipati dengan tersenyum.
Adipati Rah Sanca cepat menyambung kata-katanya. "Tak usah bersedih. Bukankah kau berada
dalam perlindunganku" Ramandamu tewas sebagai kesatria. Gugur sebagai kesuma bangsa!"
Laki-laki Adipati ini mengira gadis itu akan
menjerit kaget, lalu menangis terisak-isak. Akan tetapi alangkah terkejutnya
ketika justru suara bentakan nyaring yang didengarnya.
"Manusia terkutuk! kaulah pembunuhnya!"
Sekali renggut gadis itu lepaskan kain kerundung penutup wajahnya. Adipati Rah
Sanca tersentak,
wajahnya berubah kaget.
"Hah! kau bukan Larasati" Siapa kau?"
bentaknya serasa melangkah mundur setindak.
"Hm! aku memang bukan Larasati. Tapi
aku adalah orang yang pernah kau jerumuskan
dalam kehinaan. Selama ini aku telah melacak jejakmu. Ternyata kau pandai
menyulap dirimu
menjadi seorang Adipati diwilayah ini! Heh! Namun kebusukanmu terbongkar karena
ulah per- buatanmu sendiri!"
Mata Adipati Rah Sanca melotot lebar menjalari sekujur tubuh wanita dihadapannya dari
ujung rambut sampai kekaki.
"Kau... kau GIRIRANTI...?" sentaknya terkesiap. Wanita dihadapannya tertawa
dingin. "Bagus! ternyata ingatanmu masih tajam, manusia
bejat! Masih ingatkah kau pada perbuatan yang
kau lakukan bersama empat orang saudara seperguruanmu, terhadap diriku?"
Rah Sanca menelan ludah. Kakinya kembali menyurut mundur. Akan tetapi tak lama dia
sudah dapat menguasai diri lagi.
"Ah, sudahlah, Giriranti...! Jangan mengingat masa lalu. Kau ternyata masih
tetap cantik seperti dulu. Kuakui memang akulah yang merusak kehormatanmu pertama kali. Tapi saat itu
aku dalam keadaan khilap. Sebenarnya aku kasihan melihat kau menjalani hukuman guru mendekam dipenjara besi bawah tanah! Pernah tersirat dalam benakku untuk menolongmu keluar dari tempat hukuman itu, untuk membawa lari kau.
Tapi.... apakah yang arus kuperbuat" Sukurlah
seseorang telah menolong dirimu. Kuharap kau
mengerti, aku... sangat mencintai dirimu..." kata Adipati Rah Sanca dengan suara
dibuat setenang
mungkin. "Gombal! laki-laki semacammu memang
pandai memutar lidah. Aku sudah dapat membaca jalan pikiranmu. Hm! kau kira semudah itu
mengakali aku?" membentak Girianti dengan suara dingin.
"Ketahuilah! kedatanganku adalah untuk
mengambil nyawamu! Dosamu sudah melebihi
takaran. Dengan jabatan Adipati yang kau sandang bahkan membuat kau semakin bertindak
sewenang-wenang. Kekuasaanmu telah kau pergunakan hanya untuk kesenangan hatimu belaka. Kau kira aku tak mengetahui perbuatanmu
selama ini" Selain kau, akupun akan mengirim
pula nyawa empat orang manusia keparat pengikutmu yang juga telah menodai diriku!" berkata Giriranti dengan napas memburu
dan wajah semakin kelam membesi.
"Hahaha... ilmu kepandaian macam apakah yang akan kau tunjukkan dihadapanku, bocah manis?" mengejek Adipati ini. Namun dalam hati Rah Sanca dia membathin.
"Selama lebih dari tiga tahun menghilang, tentu anak ini telah memiliki ilmu
kepandaian yang tidak boleh dianggap enteng, hingga berani sesumbar sedemikian
rupa. Entah siapa orang yang telah menolongnya keluar dari penjara bawah tanah itu..."
Tapi sedikitpun tak nampak keterkejutan
pada wajah Rah Sanca. Bahkan dengan bertolak
pinggang dia berkata mengejek. "Nah! segera kau tunjukkan kebolehanmu, anak
manis! Ingin sekali aku melihat, apakah ilmu kepandaianmu telah
semakin maju...!"
"Bagus! kau bersiaplah untuk menemui kematian!" membentak Giriranti.
Tanpa menunggu lagi Giriranti lancarkan
serangan dengan dua kepalan menghantam ke
arah dada lawan. Inilah jurus yang dinamakan
Dua Kepalan Dewa. Rah Sanca cepat mengegos
menghindari serangan. Tampaknya sangat menganggap enteng serangan bekas saudara seperguruannya ini. Tak dinyana angin pukulannya saja membuat tubuhnya terhuyung, dan
hawa panas menyerempet kulit tubuhnya.
"Gila! apakah tenaga dalamnya telah sedemikian tinggi?" sentak Rah Sanca dalam hati. Walau begitu Rah Sanca tak
memperlihatkan keterkejutannya. "Serangan bagus! Ternyata jurus Dua Kepalan Dewa telah dapat kau
mainkan dengan baik!" berkata Adipati ini.
"Hm! bukankah kau telah berhasil mencuri
kitab yang disembunyikan paman Jipang Galih,
dan telah menguasai isinya" Pergunakanlah ilmu
yang kau dapat itu untuk mempertahankan nyawamu!" kata Giriranti dingin.
"Bocah sombong!" maki Rah Sanca. Nafasnya memburu, karena dia merasa dianggap
en- teng oleh gadis bekas saudara seperguruannya
separtai. "Jaga seranganku!" bentaknya. Dan menerjanglah Rah Sanca dengan jurus-jurus maut yang
dilancarkan secara beruntun.
Giriranti telah siap untuk menghadapi serangan Adipati ini. Tentu saja dia segera mengim-banginya dengan mengeluarkan
jurus-jurus simpanannya. Sebentar saja ruangan itu telah menjadi ajang pertarungan.
Akibatnya tembok ruangan ambrol, dan
mereka meneruskan pertarungan diluar ruangan
gedung Tumenggung itu. Jelaslah kalau gadis itu tak dapat dengan mudah untuk
dirobohkan. Setiap serangan selalu dapat dihindarkan dengan
baik. Bahkan setelah lewat belasan jurus, tampak Rah Sanca mulai terdesak.
Dalam hati Rah Sanca terkejut bukan
main, karena setiap jurus yang dipelajari dalam kitab pusaka yang dicurinya
seperti telah dapat terbaca oleh Giriranti. Namun dia belum lagi
mengeluarkan jurus-jurus istimewa karena masih
mengharapkan gadis itu dapat dirobohkan tanpa
Dewa Linglung 18 Iblis Pulau Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terluka berat. Dalam benak laki-laki berotak kotor ini masih mengharap dapat
mengulang mencicipi
kehangatan tubuh sang dara.
Mendadak Rah Sanca berseru keras. Seketika dia merobah serangan dengan jurus-jurus tipuan. Inilah jurus-jurus yang
dinamakan jurus
Memancing Naga Meninggalkan Sarangnya. Giriranti agak terkecoh. Serangan-serangan tipuan ini agak membingungkan dia.
Apalagi saat itu hatinya dibakar dendam sedalam lautan untuk
membunuh lawannya.
Sebenarnya hal ini takkan terjadi, karena
dalam setiap pertarungan harus dapat bersikap
tenang serta konsentrasi yang baik. Kelebihan
emosi dapat membuat orang kehilangan kontrol,
dan dapat mengakibatkan kefatalan pada dirinya
sendiri. Tampaknya Rah Sanca tahu gelagat baik.
Hal itu cepat dimanfaatkan. Sambil menyerang
dia membuat ejekan-ejekan yang membuat panas
hati si gadis. Tentu saja Giriranti semakin berang.
Beberapa kali sudah dia terjebak serangan tipuan. Nyaris saja serangan lawan mengenai sasaran. Beruntung dia memiliki kegesitan yang luar biasa. Hingga tak sampai dia
kecolongan. Namun ketika pada saat Rah Sanca menyerang ke arah selangkangan dengan disertai ejekan yang menyakitkan hati, dia tak
dapat menahan emosi yang membakar dada. Giriranti sempat
menghindar dengan melompat dua tombak berjumpalitan. Tak dinyana serangan itu lagi-lagi
cuma tipuan. Justru Rah Sanca telah dapat
memperhitungkan kemana arah bergerak lawan.
Disaat itulah dia merobah gerakan. Kakinya menotol tanah. Dan tubuhnya melambung
keudara hampir bersamaan dengan lompatan salto Giriranti. Detik itulah kakinya bergerak menghantam.
BUK! Tak ampun tubuh dara itu terlempar melayang dan jatuh bergulingan di tanah. Rah Sanca tak berhenti sampai disitu.
Ketika kedua kakinya hinggap di tanah, langsung melompat mengejar
tubuh lawan yang berguling-guling.
Giriranti terperangah kaget. Tulang punggungnya serasa remuk terkena hantaman kaki
lawan. Ketika tubuhnya gulingan tubuhnya berhenti, secara reflek dia meloloskan pedang tipisnya yang terbelit dipinggang.
Saat itulah dengan mengumbar tertawa
Rah Sanca gerakkan lengannya menotok gadis
itu. Didetik itulah kilatan pedang Giriranti menyambar...
Rah Sanca terperangah kaget. Tapi terlambat. Pedang tipis gadis itu telah menghunjam ke-lambungnya. Terasa benda dingin
menembus daging tubuhnya, membuat rasa ngilu pada
ususnya. Tubuh laki-laki ini limbung. Matanya membelalak dengan wajah menyeringai menahan sakit
yang terasa sampai keubun-ubun. "Kau... kau..."
suara Rah Sanca tergetar.
"Saat kematianmu telah tiba, manusia dajal!" berkata dingin Giriranti. Dan sekali menyen-takkan pedangnya, seketika
darah memuncrat,
diiringi untaian usus yang ambrol keluar dari kulit perut laki-laki itu. Rah
Sanca mengerang bagaikan suara kerbau disembelih. Darah memancur dari luka lebar yang mengoyak lambung.
Tubuh laki-laki ini terhuyung-huyung. Matanya membeliak semakin lebar. Kemudian dengan suara teriakan parau, tubuh Adipati itu roboh terkapar di tanah. Setelah
mengalami sekarat, beberapa saat kemudian nyawanya pun melayang...
Giriranti tegak mematung bagai arca. Matanya menatap dingin pada sosok tubuh yang terlentang berkubang darah didekat kakinya. Tak
lama terdengar suara helaan napas gadis ini seperti lega dari perasaan yang menindih dadanya.
Dia mendongak menatap mega putih yang berarak dilangit. "Guru...! masih empat manusia lagi yang
harus kulenyapkan, untuk membayar lunas dendam kesumatku..." terdengar suaranya bergumam. Kemudian gadis ini cabut serangka
pedang yang membelit dipinggang. Pedang berlumur darah itu dibersihkan dirumput. Lalu memasukkan
kembali pedang tipisnya kedalam serangka. Kemudian berkelebat pergi dari tempat itu....
DELAPAN Dua pasang mata sejak tadi memperhatikan jalannya pertarungan itu, hingga berakhir dengan kematian sang Adipati
dengan lambung robek, dan isi perut membusai keluar. Ketika wani-ta itu berkelebat cepat
meninggalkan tempat itu, kedua sosok tubuh ini melompat keluar dari tempat
persembunyian. Mereka dua orang berlainan jenis. Satu perempuan satu laki-laki. Kiranya tak lain dari Nanjar dan wanita kawannya adalah
Seriti Hijau alias si Iblis Pulau Hantu. Bagaimana sampai mereka
berada di tempat ini" Tentu saja tak terlalu sukar diterka. Setelah Nanjar mau
tak mau terpaksa
melakukan cara gila demi menolong jiwa wanita
itu, maka terlihatlah tampak jelas buktinya. Ling-karan kehitaman di sekitar
dada dan perut Seriti Hijau hilang tanpa bekas.
Tapi sebaliknya racun jahat itu justru
mengendap dalam tubuh Nanjar. Akan tetapi ternyata Nanjar berakal cerdik. Selama mengobati
dia telah memindahkan racun dengan menyalurkannya kedalam badan pedang mustika yang digenggamnya. Dengan cara itu racun jahat tersebut cuma lewat melalui aliran darahnya dan langsung meresap ke dalam pedang.
Tampak badan pedang dalam genggamannya berubah menghitam, menutup sinar merah
pedang mustika Naga Merah itu. Proses lewatnya
racun itu tak urung membuat Nanjar terkulai terengah-engah, karena harus memporsir tenaga
dalam untuk menyedot racun melalui cara gila,
yang hampir-hampir membuyarkan konsentrasinya. Seriti Hijau melompat bangun, dengan air mata menggenang di pelupuk mata.
Lalu menarik kain selimut untuk menutupi tubuhnya. Nanjar
masih terlentang terengah-engah. Matanya terpejam. Sementara keringat hampir membasahi sekujur tubuhnya.
Wanita ini mulai merasakan perobahan
pada tubuh dan aliran darahnya, yang kembali
normal. Wajah yang tadi tampak pias itu kini berangsur-angsur kembali memerah.
Tampaknya Seriti Hijau masih belum pulih benar dari alam
kenyataan yang telah menyembuhkan luka dalamnya. Dalam proses pengobatan itu dia mengalami dua kali pingsan.
Sukmanya seperti entah melayang kemana
yang menyeret dirinya kealam mimpi.
Namun dalam keadaan setengah sadar tadi, dia mendahului melompat bangun dan menyambar jubah untuk menutupi tubuhnya. Namun kini berangsur-angsur ingatannya kembali
pulih. Air matanya menggenang ketika dia sadar
dari kenyataan itu. Seketika wajahnya berubah
memerah, dan semakin merah. Hampir semerah
seonggok darah yang menggenang diatas tikar.
Hati wanita ini tersentak. Lalu tundukkan
wajahnya. Terasa air hangat mengalir kepipi. Namun cuma sesaat. Tampak seulas
senyum terukir pada sudut bibirnya. Hatinya terasa lega. Dia tak merasa telah kehilangan.
Bahkan ada rasa baha-gia yang sukar terlukiskan tampak pada raut wajahnya. Seriti Hijau melompat berdiri, dan dengan
cepat mengenakan jubahnya dengan tubuh membelakangi Nanjar. Hampir bersamaan dengan bergeraknya wanita itu, si Dewa Linglung pun melompat bangun. Matanya membelalak melihat
keadaan dirinya sendiri. Hampir-hampir dia berteriak kaget. Tapi segera sadar dari linglungnya.
Cepat dia membereskan pakaiannya.
Baru saja selesai, suara lirih Seriti Hijau
menyibak keheningan dalam ruangan itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nanjar!
Kini aku yang berhutang budi padamu..." Nanjar garuk-garuk tengkuknya dengan
mata menatap tajam wanita dihadapannya.
"Kau telah sembuh dari pengaruh racun
itu?" tanyanya ragu. Seriti Hijau balikkan tubuh.
Tampak bibirnya sunggingkan senyuman, seraya
kepalanya mengangguk. Kemudian melangkah
mendekati si Dewa Linglung yang terpaku menatap wanita itu.
Dua langkah didepan Nanjar, wanita ini
berhenti. Mendadak wanita ini sibakkan jubahnya dibagian dada. Nanjar tersentak.
Benaknya memikir. "Apa lagi yang diinginkan gadis ini" Apakah dia mau mengulangi
perbuatan gila itu" Ah! gila!
benar-benar gila!"
Akan tetapi wanita itu segera berkata lirih.
"Kau lihatlah! tanda kehitaman disekitar
dada dan perutku telah lenyap...! Kau telah menolong jiwaku...! Entah bagaimana
caranya aku membalas budimu?" Benar saja. Ketika Nanjar memperhatikan, warna kehitaman itu
telah lenyap tanpa bekas. Dia manggut-manggutkan kepala. Dan Seriti Hijau segera melipat kembali jubahnya.
Barulah Nanjar sadar kalau dia telah mengalirkan racun ditubuhnya yang berhasil menyedot racun jahat pada tubuh wanita itu telah di-alirkan kepedang mustikanya.
Cepat dia balikkan tubuh dan menjumput pedang Naga Merah yang
menggeletak dibagian ujung tikar.
Lalu memperhatikan badan pedang yang
menghitam, menutup sinar merah pedang mustika itu. Nanjar berpikir sejenak. Tak lama tampak dia berdiri dengan menyilangkan
kedua lengan diatas dada dengan mencekal erat gagang pedang.
Sesaat terlihat tubuh si Dewa Linglung agak
menggetar. Ternyata dia tengah mempergunakan
cara untuk mengeluarkan racun yang terserap dipedang mustika itu.
Dengan kerahkan hawa murni serta kekuatan tenaga dalamnya, Nanjar mengusir keluar racun yang meresap dibadan pedang. Proses ini tak memakan waktu lama. Selang
sepeminuman teh,
tampak asap hitam mengepul dari ujung pedang
berbentuk ekor naga itu.
Perlahan-lahan warna hitam yang menutup
badan pedang tampak lenyap, dan pedang mustika itu menampakkan cahaya aslinya. Merah, semerah darah. Nanjar cepat masukkan pedang dalam serangkanya, tak lupa menyelipkan seruling tulangnya kebalik baju gombrongnya. Kemudian
memberi isyarat pada wanita itu seraya melompat mendekati.
"Tutup jalan pernapasanmu! kita harus secepatnya meninggalkan tempat ini!" bisik Nanjar.
Wanita itu mengangguk. kemudian menuruti perintah menutup hidungnya dengan cepat.
"Jalan sini!" bisik Seriti Hijau, ketika melihat Nanjar akan melompat ke arah
pintu batu. Seriti Hijau menekan sebuah batu persegi
yang menempel dinding ruangan. Sebuah lubang
menganga ketika dinding itu bergeser. Wanita ini cepat merundukkan kepala
memasuki lubang rahasia itu. Kemudian menyusul Nanjar.
Dengan mengikuti dibelakang si Seriti Hijau, Nanjar tak henti-hentinya memuji kecerdikan wanita itu. Demikianlah,
akhirnya mereka muncul dibelakang bukit dekat sebuah air terjun.
Mereka menyempatkan diri untuk mandi
membersihkan tubuh diair terjun. Tak dapat dice-ritakan lagi, bahwa keakraban
sebentar saja telah terjalin demikian erat diantara keduanya. Mereka
meninggalkan tempat yang membawa kenangan
itu dengan seribu satu kesan. Tampak Seriti Hijau menggelendot manja mencekal
erat lengan si De-wa Linglung ketika keduanya melangkah pergi dari tempat itu....
Sementara itu Lembu Teleng ternyata telah
mengatur rencana untuk mengerjai dua orang
yang berada diruang rahasia. Lembu Teleng
membawa sesuatu ketika keluar dari gudang
tempat menyimpan bahan makanan. Wajahnya
nampak menyeringai. Lalu berindap-indap mendekati ruangan dimana sang ketua mengurung diri. "Dasar otakku tumpul! aku tak ingat kalau
masih menyimpan sisa bahan peledak berisi obat
bius ini. Haha.. hehe... dengan cara ini aku akan membereskan mereka. Si Setan
cantik berilmu tinggi itu sudah kuketahui kalau dia terluka dalam. Markas rahasiaku rupanya
hanya digunakan
sebagai tempat persembunyian! Dengan bendabenda ini akan terbebaslah aku dari tekanan si
setan cantik itu. Dan kawannya si pendekar muda tampang bego itu segera kukirim nyawanya ke
Akhirat. Dan... haha... hehe.. aku akan dapat
mencicipi kehangatan tubuh si setan cantik!" pikiran-pikiran kotor Lembu Teleng memenuhi
otaknya. Tiba didepan pintu batu yang masih tertutup seperti tadi, Lembu Teleng siap menjalankan rencananya. Lengannya bergerak
menekan batu empat persegi di bawah pintu. Ketika pintu batu itu berderit menggeser terbuka,
cepat dia menggi-git tali-tali sumbu yang menjulur dikedua benda bahan peledak
ditangannya. Detik selanjutnya dengan cepat dia melem
Dewa Linglung 18 Iblis Pulau Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
parkan kedua buah benda bahan peledak itu kedalam ruangan tersebut. Kemudian segera menutup kembali pintu batu itu dengan menekan tombol rahasia. Lembu Teleng tak terus beranjak dari tempatnya. Lengannya siap menghantam bila orang
yang dikerjai menerobos lewat pintu itu. Tapi dia yakin akan keampuhan senjata
bahan peledak berisi obat bius itu yang mampu bekerja cepat.
Selang kira-kira sepenanak nasi, tak ada
tanda-tanda bergesernya pintu batu. Berarti rencana yang dijalankan berhasil
dengan baik. Demikian pikir laki-laki ini. Lembu Teleng menekap hidungnya dengan sehelai kain
Lalu menekan tombol pembuka pintu batu. Ketika pintu batu itu bergeser membuka, langsung dia
melompat kedalam ruangan.
Asap putih tipis masih tampak memenuhi
ruangan. Mata Lembu Teleng menjalari sekitar ruangan itu. Akan tetapi seketika
dia jadi tersentak kaget, karena tak menjumpai adanya dua orang
yang terkapar diruangan itu seperti yang dibayangkannya. "Setan belang! kemana perginya kedua kunyuk itu?" mendesis Lembu Teleng. Tiba-tiba dia melihat sebuah lubang menganga
didinding sebelah kiri ruangan. Sekali gerakkan kaki dengan
menekan tongkatnya, dia telah melompat mendekati. Alangkah terperanjatnya Lembu Teleng ketika menyadari bahwa kedua orang
itu telah meloloskan diri lewat pintu rahasia.
"Keparat! dua kunyuk itu telah minggat lewat pintu rahasia ini?"" Edan! Haih! otakku benar-benar tumpul! mengapa aku tak ingat kalau
dalam ruangan ini ada jalan rahasia...?"?"
Lembu Teleng membanting kakinya dengan
geram. Lalu melompat keluar dari ruangan itu....
SEMBILAN Siapakah perempuan yang hebat itu" Selain berilmu tinggi tampaknya dia juga sangat telengas!" berkata Nanjar. "Urusan
dendam seperti ini kita tak bisa mencampuri..."
"Benar! seperti yang telah kita dengar perempuan itu pernah dinodai Adipati ini,
bersama empat orang kawannya! Tampaknya mereka bekas satu perguruan! Jelas
Adipati ini pun bukan manusia baik-baik. Kematian dengan cara seperti ini cukup
setimpal dengan perbuatannya!" kata Seriti Hijau dengan wajah dingin menatap
sosok tubuh Rah Sanca yang membusai isi perutnya.
Nanjar manggut-manggutkan kepala, Tibatiba Nanjar tempelkan telunjuknya keatas bibir.
"Sssst! ada orang datang....! Cepat kita sembunyi!" Keduanya cepat berkelebat
kembali ketempat persembunyian yang tadi.
Benar saja! Selang dua kali sepeminuman
teh tampak empat orang berkuda mendatangi
tempat itu. Siapa sangka kalau mereka adalah
empat orang perwira kerajaan. Dan siapa adanya
mereka tak lain dari bekas orang-orang perguruan partai Rajawali Putih.
Melihat keadaan gedung Tumenggung yang
temboknya hancur, mereka sudah terkejut. Apalagi melihat seseorang yang terkapar di tanah
berkubang darah, lengkap dengan pakaian Adipati. Seketika mereka melompat turun dari atas
kuda masing-masing dan memburu ke arah
mayat itu. "Gusti Adipati?""... Hah! siapa yang telah membunuhnya?" sentak salah seorang
dengan wajah pucat. Keempat orang ini terperanjat kaget hingga berteriak tertahan.
Detik itulah tiba-tiba terdengar bentakan
keras melengking tajam.
"Setan-setan terkutuk! bagus, kalian datang mengantar nyawa!"
Disusul dengan berkelebatnya sesosok
bayangan dari belakang reruntuhan tembok gedung. Sekejap saja di tempat itu telah berdiri tegak sesosok tubuh. Siapa lagi
kalau bukan wanita tadi, yaitu Giriranti.
Ternyata Giriranti yang pergi dari tempat
itu, dikejauhan melihat empat ekor kuda mendatangi. Hatinya tersentak, dia menduga pastilah
empat penunggang kuda berpakaian perwira kerajaan itu akan menuju kegedung Tumenggung.
Walau belum dapat memastikan siapa
adanya mereka, tapi gadis ini segera berkelebat mendahului kembali ke arah
gedung. Lalu sembunyi direruntuhan tembok. Gerakan gadis inilah yang ditangkap pertama kali
oleh Nanjar. Dia tak menduga kalau kemudian
muncul empat penunggang kuda terdiri dari
orang-orang perwira kerajaan.
Kemunculan empat perwira ini membuat
Giriranti girang bukan main. Siapa mengira kalau musuh-musuh yang dicarinya
telah datang sendiri tanpa dia harus bersusah payah mencari. Sege-ra dia
mengenali wajah-wajah keempat orang bekas satu partai yang telah menodainya itu.
Empat orang ini terkejut melihat munculnya seorang gadis berwajah dingin bertolak pinggang dihadapan mereka.
"Siapakah kau, nona" mengapa menganggap kami setan-setan terkutuk?" bentak Ulo Rowo dengan terheran. Tapi hatinya
telah mendapat pi-rasat buruk.
"Huh! ternyata orang-orang partai Rajawali Putih pandai menyamar menjadi
perwira-perwira
kerajaan! Tapi samaran kalian sudah terbuka kedoknya. Akulah Giriranti. Hidupku takkan tenang sebelum melenyapkan nyawa kalian
yang telah banyak menumpuk dosa! Kalian segera akan menyusul manusia terkutuk tuan besarmu itu ke
Neraka!" Bagai melihat roh halus saja layaknya mereka belalakkan mata lebar-lebar terperangah.
"Giriranti" murid ketua partai Rajawali Putih?" sentak Ulo Rowo. Seketika
keempat perwira ini melangkah mundur dengan wajah pucat.
"Bagus! kalian masih ingat aku, berarti kalian juga masih ingat perbuatan
terkutuk kalian terhadap diriku!" bentak Giriranti dengan suara sedingin es
Tanpa dikomandokan lagi keempat perwira
ini serentak mencabut senjatanya. Ulo Rowo bersenjatakan sepasang tombak pendek. Sedangkan
ketiga kawannya mencabut klewang dari pinggang
masing- masing.
Detik selanjutnya mereka segera menerjang
gadis itu dengan tabasan-tabasan dan tusukan
maut. Namun Giriranti bukanlah gadis yang setaraf lagi ilmunya walaupun keempatnya telah bertambah pula ilmu kepandaiannya. Kakak seperguruan mereka Rah Sanca saja yang menguasai
penuh kitab pusaka Rajawali Putih menemui ajal
ditangan gadis itu. Apalagi mereka yang cuma sedikit saja mempelajari tak sampai
sebagian ilmu dalam kitab pusaka tersebut.
Kelebatan tubuh Giriranti bagaikan bayangan, bergerak lincah menghindari serangan. Kege-sitannya laksana seekor walet.
Hingga seranganserangan mereka hanya mengenai tempat kosong.
Nanjar dan Seriti Hijau terus memperhatikan jalannya pertarungan. Diam-diam dalam hati
mereka memuji kelincahan dan kegesitan gadis
itu. Selang waktu empat belas jurus, tiba-tiba Giriranti merobah gerakannya.
Tubuhnya men- dadak lenyap dari pandangan keempat lawannya.
Gerakan aneh dengan jurus Menipu
Bayangan itu membuat mereka kehilangan jejak
dan tak mengetahui kemana lawan mereka berkelebat. Ternyata bukan keempat perwira itu saja yang keheranan. Tapi juga gadis
itu sendiri terheran-heran. Jelas dia masih berdiri tegak diantara keempat
lawannya. Tapi aneh! justru empat perwira itu memburu ketempat kosong.
Sebenarnya tidaklah aneh! karena tampak
tadi bibir Seriti Hijau tampak bergerak-gerak.
Nanjar yang juga terkejut dengan sikap keempat
perwira itu akhirnya mengetahui kalau si Iblis Pulau Hantu yang tak berapa jauh
dari tempat persembunyiannya, telah mempergunakan ilmu
mengirim suara jarak jauh untuk membisiki gadis itu. Kesempatan baik itu segera
dipergunakan Giriranti untuk menggunakan pedang tipisnya.
Detik itu juga tubuhnya berkelebat. Kilatankilatan menyilaukan mata membilas udara. Dan...
seketika itu juga terdengarlah jeritan-jeritan men-gerikan merobek udara.
Darah memuncrat disana-sini diiringi robohnya empat perwira kerajaan itu. Selanjutnya
tampak perwira-perwira kerajaan itu berkelojotan meregang nyawa. Satu
diantaranya langsung tewas dengan leher hampir putus. Dua orang robek
lambungnya dan yang seorang mukanya berlumuran darah. Ternyata pedang tipis gadis itu telah membelah hampir sebagian
kepala perwira ini. Tak sampai hitungan dua puluh, keempat
perwira kerajaan itu sudah tak bergerak lagi, karena masing-masing nyawanya
telah melayang ke
alam Baka. Gerakan pedang Giriranti memang teramat cepat dan sukar diikuti pandangan mata
untuk mengakhiri pertarungan.
Saat itulah dua bayangan berkelebat melompat munculkan diri.
"Jurus permainan pedang yang hebat!"
berkata Nanjar dengan menggaruk-garuk tengkuknya. Dia telah berdiri didepan gadis itu.
Disebelah kiri si gadis terdengar pula suara. "Membunuh empat cecunguk rendah macam
begitu mengapa harus membuang-buang waktu?"
Gadis ini balikkan tubuhnya dan menatap
tajam orang yang bicara. "Hm! tentu kau yang telah mengajari aku tadi?" tanyanya
dengan alis menukik tajam.
"Hihihi... benar! Aku tak sabar melihat kau bertele-tele melenyapkan nyawa
perwira kentut itu!" menyahut Seriti Hijau.
"Itu adalah jurus Menipu Bayangan! Selama ini aku belum bisa memecahkan. Siapakah
kau" mengapa kau mengetahui jurus itu dan bisa
menguasainya?" kata Giriranti, yang dilanjutkan dengan pertanyaan.
"Aku tak punya nama asli. Sebut saja aku
Seriti Hijau, dan boleh dengan gelarku sekalian.
Aku bergelar si Iblis Pulau Hantu!"
"Iblis Pulau Hantu?"" sentak gadis ini dengan wajah berubah.
"Hihihi... mengapa kau tampak terkejut
mendengar gelar itu" Walau aku bergelar demikian, tapi watakku tak sejahat iblis! Dan... kau belum mengenal siapa adanya
kawanku ini" Dialah yang bergelar si Dewa Linglung, atau si pendekar Naga Merah.
Nama aslinya pendek saja.
yaitu Ginanjar! Tapi dia lebih senang dipanggil dengan nama yang lebih pendek,
yaitu Nanjar!"
Giriranti alihkan tatapannya pada si Dewa
Linglung yang kebetulan baru saja membetulkan
celana gombrongnya yang merosot. Cepat-cepat
gadis ini kembali memandang pada Seriti Hijau.
"Guruku pernah memberi tugas padaku
untuk mencari jejakmu. Ada persoalan apakah
kau dengan guruku?"
"Hm, siapakah gurumu?" balik bertanya Seriti Hijau.
"Guruku bergelar si Pendekar Cendekiawan. Dialah yang telah menyelamatkan aku dari
siksaan dalam penjara bawah tanah, dan melepaskan aku dari gangguan lima manusia terkutuk
yang menodai diriku!"
Keterangan Giriranti mendadak telah melenyapkan senyuman yang tersungging dibibir Seriti Hijau. "Bagus! tak ketemu
gurunya, muridnya pun tak mengapa. Gurunya berwatak licik, tentu
muridnya pun tak jauh berbeda. Kau tentu tak
lebih licik dan culas melebihi si pendekar palsu
itu!" membentak wanita ini.
Giriranti terkejut, seraya melangkah mundur. Pedangnya disilangkan didada. "Jangan menuduh seenaknya! Anggapanmu keliru
besar ka- lau kau menyamakan aku dengan guruku! Walaupun dia telah menolong ku dan mengangkat
aku sebagai murid, tapi aku tak suka dengan watak dan perbuatannya! Ketahuilah! aku telah melarikan diri dari pulau Hantu dengan tujuan mencari manusia-manusia yang telah
menodaiku. Dendamku sudah terlaksana! Aku tak mencampuri urusan kalian dengan guruku!" berkata Giriranti dengan sikap gagah.
Seriti Hijau tertawa dingin, dan berkata
mengejek. "Heh! apakah hal itu bukannya dianggap
sebagai pengkhianatan" Kau termasuk seorang
manusia yang tak tahu membalas budi!"
"Itu bukan urusanmu! Aku bebas menentukan sikapku, dan berhak memilih jalan mana
yang harus kutempuh!" kata Giriranti ketus.
Nanjar yang tahu gelagat bakal runyam,
segera melangkah ketengah mereka. "Kukira jalan terbaik adalah kita berdamai.
Mencari permusu-han sangat mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Mengalah adalah jalan terbaik!" kata Nanjar sambil mengangkat kedua
tangan. Lalu berpaling pada Seriti Hijau.
"Kukira pendapat nona Giriranti ini benar
juga. Jika langkah yang ditempuh gurunya adalah salah, dia berhak menentukan
sikap untuk tidak
mematuhi perintah. Walaupun dia dianggap seorang murid yang murtad atau seorang yang tak
tahu membalas budi...!"
"Heh! justru aku khawatir dia gunakan tipu daya. Dengan begitu dia bisa
meloloskan diri dan kabur dari tangan kita!" tukas Seriti Hijau membantah.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar bentakan keras diiringi berkelebatnya sesosok bayangan putih. "Murid murtad! sandiwaramu telah berak
Dewa Linglung 18 Iblis Pulau Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hir! Jangan kau menambah kericuhan lagi!" Tentu saja seketika Nanjar dan dua
wanita ini jadi terkejut melihat munculnya sosok tubuh berjubah putih di tempat itu.
Yang paling terkejut adalah Giriranti. Seketika wajahnya memucat pias bagai tak berdarah.
Tubuhnya menggeletar hingga nyaris pedang tipis yang digenggamnya terlepas.
Laki-laki berjubah putih ini berwajah pucat. Paras mukanya menampakkan usia muda
sekitar dua puluh lima
tahun. Tanpa kumis dan jenggot.
"Pendekar Cendekiawan!" sentak Seriti Hijau dengan terkesiap. Tentu saja Nanjar
terkejut mengetahui siapa adanya orang ini. Dia sudah
siapkan diri untuk menghadapi pertarungan.
"Bagus! kita tak susah-susah menya-troni manusia berkedok pendekar ini. Mari
kita hadapi bersama-sama!" bisik Seriti Hijau seraya melompat mendekati Nanjar.
Didetik itulah Girianti melompat ke depan. Pedangnya diacungkan
dengan ujungnya menghadap ke arah dadanya
sendiri Sepasang mata gadis ini tampak bersimbah
air mata. "Guru...! aku memang murid murtad yang
tak tahu membalas budi! Biarlah kuakhiri jiwaku!
Kau tentu telah membaca surat yang kutinggalkan dikamarku, bahwa aku akan mencari manusia-manusia yang telah menodaiku untuk melampiaskan dendamku. Kini dendam itu sudah terbalaskan! Aku rela mati sebagai penebus
pengkhianatanku!" berkata gadis ini dengan terisak-isak didepan laki-laki
berjubah itu. Selesai mengucapkan kata-kata itu pedang
tipisnya segera dihunjamkan ke arah dadanya.
Akan tetapi sebelum ujung pedang menyentuh kulit gadis itu, mendadak laki-laki berjubah putih itu mengangkat
tangannya. Secercah
kilatan putih meluncur dari bawah jubah menyambar bagai kilat
Tringng...! Pedang tipis yang siap mengantarkan nyawa gadis itu ke Akhirat mendadak terpental dan
terlepas dari tangan gadis itu.
"Bocah tolol!" membentak laki-laki ini. Sekali berkelebat si laki-laki berjubah
putih telah mengangkat bangun gadis ini. Tentu saja Giriranti bagai tak percaya
melihat sikap gurunya yang telah menyelamatkan jiwanya.
"Nyawamu lebih berharga dari perempuan laknat ini!" berkata si pendekar Cendekiawan seraya menunjuk pada Seriti
Hijau. Wanita ini mendelikkan matanya.
"Huh! mana lebih baik dari dirimu sendiri"
Belasan kaum pendekar telah kau jebak hingga
menemui kematian dipulau Tangkil. Nyaris saja
kaupun membinasakan kawanku ini! Pendekar
palsu berhati culas! Manusia hidung belang semacammu mana mungkin membiarkan muridnya
mati bunuh diri" Hihi.. apalagi gadis secantik mu-ridmu itu!" mengejek Seriti
Hijau. "Hm! sobat pendekar! kuharap kau tak
mencampuri urusan ini! Aku hanya mau membuka kedok kejahatan perempuan ini!" berkata dingin pendekar Cendekiawan seraya
menatap tajam pada si Dewa Linglung.
Tentu saja Nanjar jadi tak mengerti, dan
cuma bisa terlongong dengan mata sebentar menatap pada Seriti Hijau dan laki-laki berjubah itu silih berganti.
"Murid murtad! kau lihatlah siapa aku sebenarnya?" tiba-tiba pendekar Cendekiawan
membentak, seraya menjambret ke arah wajahnya. Selapis kulit yang menyerupai kulit manusia itu mengelupas. Sekejap saja
terlihatlah wajah as-li laki-laki berjubah putih ini.
Ternyata dia seorang kakek yang berwajah
penuh kerut, berkulit muka putih dengan sejumput jenggot memutih tanpa kumis.
Tentu saja selain Nanjar yang terkejut, terlebih-lebih lagi si Seriti Hijau.
SEPULUH "MAHA GURU...!?" tersentak Seriti Hijau si Iblis Pulau hantu dengan wajah pucat
bagai ker-tas. "Hm, murid durhaka! Tipu dayamu sungguh licik! Setelah kau
menjebak belasan pendekar dipulau Tangkil, kau mempitnah pula orang lain!
Perbuatanmu sangat terkutuk! Sifat iri dengkimu masih menguasai hatimu yang
kotor. Apakah kau
belum cukup setelah membunuh saudara seperguruanmu Jipang Galih dan muridnya" Setelah
kau berhasil membujuk dia untuk menyembunyikan kitab" Kemudian kau menjebak pula kakak
seperguruanmu Gubyar Parongga dipulau Tangkil, hingga dia tewas bersama belasan orang
kaum pendekar!"
"Kini setelah kau puas menghancurkan
perguruan partai Rajawali Putih, kau mau memperdayai pula seorang pendekar muda, yang tenaganya masih dibutuhkan para penegak kebenaran! Sungguh licik, jahat dan keji! Kejahatanmu telah melewati batas. Kebusukan
hatimu melebihi busuknya bangkai!" suara kakek ini bagaikan menghipnotis Seriti
Hijau, hingga dia cuma berdiri tegak dengan wajah pucat dan tubuh menggeletar memegangi tongkat tambangnya.
"Beruntung aku membuat kitab tiga jilid.
Kitab jilid pertama adalah yang dipelajari lima
murid berwatak bejat, yang telah ditukar oleh Jipang Galih, adik seperguruanmu.
Kitab jilid keti-ga kau rampas dari tangan Jipang Galih. Kemudian kau membunuh adik seperguruanmu beserta
muridnya yang bernama Suro Ragil itu.
Ternyata kau tidak puas dengan kitab jilid
kedua yang kau pelajari, hingga kau mencuri kitab jilid ketiga, yang sebenarnya tak seorangpun dari kedua saudara
seperguruanmu kuizinkan
menyentuh apalagi mempelajari kitab itu, sampai ada perintah dariku! Tapi dengan
lancang kau telah memperalat Jipang Galih untuk mencurinya!"
Sampai disini kakek berjubah putih itu
berhenti berkata untuk menghela napas. Wajahnya menampakkan kekecewaan yang mendalam
terhadap ketiga muridnya yang diharapkan dapat
membuat harum nama Perguruan Rajawali Putih.
Tapi karena ulah perbuatan murid perempuannya, partai yang punya pamor besar diwilayah timur itu punah dengan keadaan
menyedihkan....
Sementara itu Nanjar yang melihat situasi
jadi berubah sedemikian rupa, jadi serba salah.
Sebenarnya saking mendongkolnya karena merasa tertipu oleh Seriti Hijau, hampir saja lengannya bergerak menghantam ubunubun kepala wanita
itu. Mendadak saja wajahnya menjadi merah ketika teringat bahwa dirinya telah dipermainkan, hingga dia melakukan cara gila
didalam ruang bawah tanah markas Partai Iblis Berkaki Satu.
Akan tetapi teringat akan pesan si kakek
yang segera diketahui adalah maha guru perguruan partai Rajawali Putih, terpaksa dia menelan
ludah menahan geram. Sebelum wanita yang pucat pias dengan tubuh menggeletar itu menyadari, diam-diam dia telah berkelebat
melompat dari belakang wanita itu tanpa menimbulkan suara.
Dilain pihak, Giriranti terbelalak memandang wanita itu dan gurunya silih berganti. Tahulah dia kalau kakek itu adalah
maha guru perguruan Rajawali Putih. Guru dari bekas gurunya
sendiri, yaitu Gubyar Parongga. Tentu saja diam-diam dia menyimak semua katakata sang maha guru alias kakek gurunya itu dengan seksama.
Merah padam seketika wajah dara ini mengetahui kelicikan dan kebusukan wanita itu, yang masih termasuk bibi gurunya.
Sepasang mata gadis ini membinar menatap Seriti Hijau. Jelas sudah, pemuda yang dicin-tainya, Suro Ragil, telah
dibunuh oleh wanita itu.
Dalam keadaan menunduk, diam-diam Seriti Hijau mencari jalan untuk meloloskan diri.
Mencelos hatinya mengetahui Nanjar tahu-tahu
telah tak berada dibelakangnya. Ketika melirik ke arah Giriranti, tampak gadis
itu tengah melompat untuk memungut pedang tipisnya yang tergeletak
di tanah. Kesempatan itu dipergunakan sebaikbaiknya. Tiba-tiba tubuhnya berkelebat ke arah
gadis itu. Sekali lengannya bergerak, dia telah berhasil menangkap pinggangnya.
Dan detik beri-kutnya ujung tongkat tambangnya telah menempel dileher gadis itu. Giriranti terkesiap. Niatnya menjumput pedang miliknya
jadi gagal total! Bahkan kini dia dijadikan sandera oleh si Iblis Pulau
Hantu. "Lepaskan aku perempuan licik! pengecut!
Curang!" berteriak-teriak Giriranti. Namun tak ada artinya, karena sekali lengan
wanita itu bergerak menotok, dia tak mampu berbuat apa-apa
lagi. Kakek jubah putih ini tampak masih bersikap tenang. Sedikitpun tak
menampakkan terkejut dengan kejadian itu.
Bahkan dia berkata dengan suara sedingin
salju. "Tak ada jalan hidup bagimu lagi, murid durhaka. Selain kau harus menebus
kejahatanmu dengan kematian!"
Tapi dalam hati Seriti Hijau berkata lain.
"Heh! tak nantinya dia berani bertindak selama bocah perempuan ini menjadi
sanderaku!"
Tak menunggu waktu lagi Seriti Hijau cepat
melompat dari tempat itu. Kemudian berkelebat
melarikan diri dengan terus menyandera Giriranti dalam pelukan tangannya.
Seriti Hijau berkelebat kesana-kemari dengan gerakan melompat secara aneh. Seolah-olah
bayangan tubuhnya lebih dari satu, berkelebatan ke arah yang berlawanan.
Ternyata wanita itu mempergunakan Ilmu
Menipu Bayangan. Tak percuma dia bergelar si
IBLIS PULAU HANTU. Berkelebatnyapun bagai
bayangan hantu.
Tahu-tahu tubuhnya muncul direlung batu
bukit. Tampak wajahnya agak berseri dan bibirnya tersenyum menyeringai. "Hihihi... tak ada
tempat yang lebih bagus selain markas rahasia
partai Berkaki Satu!" mendesis Seriti Hijau. Dibalik bukit dihadapannya yang
berjarak sekitar dua ratus lie itu terletak air terjun. Tempat dia dan Nanjar
keluar dari terowongan Rahasia markas
Iblis Berkaki Satu. Jalan itu harus ditempuh dengan menerobos hutan yang kirakira lima belas
tembok lagi dibawah bukit.
Setelah memutar kepala memperhatikan
sekitarnya, wanita ini segera bergerak melesat da-ri tempat itu, dengan
memanggul tubuh Giriranti diatas pundak. Gerakannya cepat sekali menerobos hutan
belukar. Sengaja dia mengambil jalan berliku-liku untuk menghilangkan jejak.
Ternyata dia mengambil jalan memutar,
tak melewati bawah air terjun karena khawatir
diketahui jejaknya. Tak berapa lama lewat sepenanak nasi tampak dia sembulkan kepala dipuncak air terjun.
Dari atas bukit berbatu-batu itu dia mengawasi kebawah.
Mendadak timbul niat buruknya, karena
merasa sudah tak memerlukan lagi Giriranti sebagai sandera. Dengan tersenyum iblis perlahan
dia melangkah mendekati tepi tebing berbatu diatas air terjun.
Dan... sekali lengannya mengayun, melayanglah tubuh gadis itu dari puncak air terjun.
Akan tetapi bersamaan dengan melayangnya tubuh Giriranti, terdengar bentakan membelah udara. "Iblis telengas! kau berangkatlah ke Neraka!" bentakan itu disusul dengan berkelebatnya sebuah bayangan dibelakang wanita
itu. Alangkah terperanjatnya wanita itu ketika membalikkan tubuh, ternyata sang
maha guru telah berada di
tempat itu. Sebelum wanita ini sempat berbuat
sesuatu, kakek itu telah gerakkan lengannya.
Sinar ungu membersit menyambar tubuh
wanita itu, yang tak sempat mengelakkan diri la-gi. Terdengar suara jeritan
menyayat hati diiringi terlemparnya tubuh wanita itu melayang kedasar
air terjun yang penuh dengan batu-batu cadas.
Pukulan tenaga dalam yang dilontarkan kakek itu telah merenggutkan nyawa si
Iblis Pulau Hantu
ditengah jalan sebelum tubuhnya menghantam
batu-batu cadas.
Air yang mengalir deras dihulu sungai itu
berubah memerah. Tampak sosok tubuh si Iblis
Pulau Hantu tersembul timbul tenggelam terbawa
hanyut derasnya air terjun. Sekujur tubuhnya
remuk hampir tak berbentuk lagi. Tak lama sosok mayat itupun lenyap tenggelam
tak timbul lagi...
Bagaimanakah nasibnya Giriranti" Ternyata Yang Maha Pencipta belum mengizinkan dia
tewas. Karena disaat tubuhnya terlempar melayang kebawah bukit curam air terjun itu, sesosok bayangan berkelebat bagaikan
seekor burung elang yang menyambar.
Tahu-tahu tubuhnya telah berada dalam
pondongan seseorang yang jejakkan kaki diatas
batu disisi sungai. Siapa adanya orang itu tiada lain dari si Dewa Linglung.
"Haih! hampir saja jiwanya melayang! Perempuan setan pulau Hantu itu benar-benar berhati kejam!" bergumam Nanjar seraya letakkan tubuh gadis itu diatas batu.
Kemudian memeriksa pernapasannya. Ternyata Giriranti cuma pingsan, dan dalam
pengaruh totokan si Iblis Pulau Hantu.
Cepat dia gerakkan tangannya membuka
totokan dengan mengurut dibeberapa tempat tubuh gadis itu. Tak lama Giriranti pun membuka
matanya. Mendadak dia tersentak bangun.
"Oh!" dimana perempuan Iblis itu" Dan....
kau" Apa yang telah terjadi dengan diriku?" Nanjar tersenyum sambil berkata.
"Kau tak apa-apa bukan" Jangan khawatir
manusia culas berhati kejam itu telah pindah
tempat ke alam Baka! Kakek maha gurumu telah
Dewa Linglung 18 Iblis Pulau Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengirim jiwanya ke Akhirat! Secara kebetulan
aku melihat perempuan iblis yang menyanderamu
melemparkan tubuhmu dari atas air terjun itu.
Untunglah aku sempat menolongmu...!" kata Nanjar menjelaskan.
Giriranti membelalakkan matanya menatap
Nanjar. Entah perasaan apa yang berkecamuk dalam hati gadis itu. Yang jelas tampak bibirnya
bergerak-gerak seperti hendak mengucapkan kata-kata terima kasih. Tapi mendadak dara itu roboh terkulai tak sadarkan diri.
Nanjar cepat me-nyangganya.
Dari atas lamping batu bukit tampak si kakek berjubah putih berdiri tegak menatap ke arah bawah. Memandang si Dewa
Linglung yang melangkah perlahan meninggalkan tepian air terjun, kemudian
membawanya berkelebat cepat dari
tempat itu. Sebentar saja bayangan tubuh si Dewa Linglung lenyap terhalang rimbunnya hutan
lebat. Kakek jubah putih masih tetap berdiri tegak dilamping batu bukit. Tanpa
membuat gera- kan apa-apa. Tampak seulas senyum tersembul
dari bibirnya. Tatapan matanya dialihkan kelangit, menatap awan putih yang beriringan diantara langit biru yang memayungi
jagat. Terdengar suara helaan napasnya membias
udara. Pertanda hati kakek ini merasa lega. Tak lama orang tua itupun balikkan
tubuh, dan berkelebat lenyap dari puncak bukit itu....
TAMAT Scan/E-Book: Abu Keisel
Edited by Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Eng Djiauw Ong 31 Sumpah Palapa Karya S D Djatilaksana Pendekar Pengejar Nyawa 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama