Ceritasilat Novel Online

Pinangan Iblis 2

Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis Bagian 2


gan mengirim suara jarak jauh.
"Renggana! manusia busuk! jangan lari...!"
Suara itu sampai ke telinga Renggana. Diam-diam hatinya tersentak kaget, karena suara
bentakan itu mengandung kekuatan tenaga dalam
yang menggetarkan gendang telinga. Jelas si pengirim suara seorang berilmu tinggi. Akan tetapi
tampak bibirnya tersenyum.
"Bagus! kau kejarlah aku! Ingin kulihat
apakah kau mampu mengungguli ilmu lariku ...?"
mendesis Renggana, seraya mempercepat gerakan
larinya. Dalam beberapa lompatan saja tubuhnya
lenyap menyusup ke dalam hutan di balik bukit.
Akan tetapi Renggana terlalu menganggap
remeh pengejarnya. Si Pendekar Dewa Linglung
ternyata memiliki gerakan tak kalah cepat. Sebelum tubuh Renggana lenyap ke dalam hutan, Nanjar telah jejakkan kaki terlebih dulu di atas bukit.
Kemudian berkelebat mengejar pemuda itu yang
jaraknya semakin dekat. Bahkan dengan sangat jelas dia bisa melihat punggung Renggana, dan sebagian tubuh seorang wanita yang menggemblok
di atas pundak pemuda itu.
Renggana memang tak mengetahui kalau si
pengejar memiliki ilmu yang tak hanya satu macam. Nanjar yang memiliki gerakan seperti seekor kera, dengan mudah dapat
mendahuluinya. Hingga ketika tahu-tahu si Dewa Linglung meluncur
turun dari atas pohon tepat menghadang di hadapan Renggana. "Haha..hehe... sudah kukatakan kau tak
akan mampu lolos dari kejaranku, Renggana!" berkata Nanjar dengan bertolak
pinggang mengejek.
Sikapnya masih mirip seekor kera, menggarukgaruk kepala sambil tertawa cengengesan.
Mendelik mata Renggana dengan wajah berubah merah padam. Tapi hatinya tersentak ketika mengetahui siapa yang mengejar.
Ciri-ciri pemuda di hadapannya memang persis seperti yang dikatakan gurunya
mengenai siapa adanya pemuda ini.
"Heh! kiranya kau si Dewa Linglung?" bentak Renggana dengan tampang sinis.
"Lho" kau mengenalku juga rupanya! siapa
yang memberitahu kalau aku si Dewa Linglung?"
kata Nanjar pura-pura bodoh.
"Hm, guruku Datuk Patilongga! Sayang aku
telah dipesan guru untuk tidak mengadakan bentrokan dengan anda. Tapi tak ada salahnya kita
main-main sejurus dua jurus. Aku ingin tahu juga kehebatan orang yang namanya
terkenal dikalangan Rimba Hijau seperti kau!"
Nanjar melengak. Tapi hatinya girang, karena dugaannya tepat. Renggana memang murid
manusia yang menjadi musuh besar Kyai Jaran
Goyang alias Kapilatu. Seperti diceritakan di bagian depan, Nanjar telah
diangkat menjadi murid
kakek ghaib itu. Suatu hal yang cukup aneh kedengarannya, karena Nanjar cuma berguru selama
empat puluh hari. Akan tetapi waktu sesingkat itu telah menambah ilmu si Dewa
Linglung. Terutama
dalam hal ilmu-ilmu keghaiban.
"Bagus! Aku tak menolak kalau kau menginginkan bentrok denganku...?" tanya Nanjar.
Renggana mendengus tanpa mengalihkan
tatapan matanya yang tajam seperti mau menelan
pemuda keluaran lereng gunung Rogojembangan
itu. "Hm, kau boleh bertanya pada guruku setelah selesai urusan kita!" sahut
Renggana dengan suara ketus.
"Urusan kita sih mudah, tapi lepaskan dulu
perempuan itu. Aku tak ingin melihat ada korban
lagi di tanganmu!' kata Nanjar dengan tak kalah
ketusnya. "Heh! Akupun sudah hilang selera dengan
perempuan istri Adipati ini!" kata Renggana seraya melemparkan tubuh wanita itu
ke semak belukar.
"Mari kita bertarung sepuluh jurus! Kalau
kau mampu bertahan dalam waktu yang sedikit
itu, kau layak menghadang guru. Tapi kalau nyatanya ilmu kepandaianmu tak mampu mengungguli ilmuku, maka kau lebih layak mampus!' ujar
Renggana berkata. "Sanjungan orang tentang na-ma besarmu hanyalah karena kau
memiliki pe- dang mustika Naga Merah. Kini pedang mustika
itu telah jatuh ke tangan guru. Heh! tanpa pedang itu kau bukanlah manusia lagi,
Dewa Linglung!"
Tantangan Renggana ditanggapi Nanjar, segera dia berkata.
"Baik, aku setuju! Dengan cara ilmu apa kita bertarung?" tanya Nanjar.
"Jurus apapun boleh kau pergunakan! Nah,
bersiaplah Dewa Linglung!" bentak Renggana. Nanjar berpikir sejurus. Mendadak...
"Tunggu! Bertarung di tempat yang banyak
pohon begini kurang leluasa. Nah! kau lihat, di sa-na pohon agak jarang. Kita
saling menguji kepandaian di tempat itu!" kata Nanjar seraya mendahului melompat.
Renggana yang dadanya telah dibakar api
kecemburuan. Entah sebab apa. Yang jelas dia tak ingin pemuda pendekar Linglung
itu bergabung dengan mereka. Seperti yang diketahui Renggana,
gurunya memang berniat memperalat pemuda si
Pendekar Naga Merah untuk mencapai cita-citanya
menguasai dunia persilatan.
Tak ayal dia segera berkelebat menyusul. Di
saat itulah sesosok bayangan berkelebat dari balik sebatang pohon ke arah
tergeletaknya wanita istri Adipati itu.
Ketika kedua pemuda itu telah saling berhadapan, terdengar suara seseorang berkata.
"Silakan kalian bertarung secara jujur, biar aku yang menjadi wasit!"
Nanjar tersenyum menatap kearah datangnya suara. Sedangkan Renggana tampak masamkan mukanya. Tampak seorang nenek bungkuk telah berdiri di belakangnya dengan memanggul tubuh wanita istri Adipati. Siapa lagi kalau bukan si Iblis Bungkuk Lembah
Jerangkong. "Heh! kau tak perlu campur tangan dalam
urusan ini, Iblis Bungkuk Lembah Jerangkong! Silakan kau bawa pergi perempuan itu!" bentak Renggana dingin.
"Hihik..hik siapa yang melarang kalau aku
mau ikut campur urusan orang" Apalagi bocah
macam kau sudah ketahuan jahat dan liciknya.
Bahkan kau lebih licik lagi dari gurumu si tua
bangka Datuk Patilongga!" sahut si nenek seraya tertawa mengekeh.
"Tutup bacot busukmu, anjing bungkuk!"
menggembor marah Renggana. Mendadak lengannya terangkat. Segelombang angin keras menderu
diiringi semacam kabut tipis berwarna hitam.
"Heh!" pukulan Uap beracun!" sentak nenek itu, seraya kibaskan lengan jubahnya.
Kabut hitam buyar seketika.
Si nenek cepat sambar tongkat bercagaknya
yang tadi dilepaskan, karena harus menangkis serangan Renggana.
Diam-diam Nanjar terkejut karena melihat
pemuda itu memiliki jurus-jurus pukulan yang
bukan saja dahsyat, tapi juga mengerikan. Kalau
si nenek bungkuk tak berlaku cepat dan memiliki
tenaga dalam tinggi akan sangat membahayakan
diri si nenek itu, terutama wanita istri Adipati itu.
"Nenek bungkuk! biarlah pertarungan ini
tak usah kau Wasiti. Kau urus saja perempuan istri Adipati itu. Tak usah mengkhawatirkan aku.
Kalau dia gunakan cara licik, masakan si Dewa
Linglung mampu dibodohi...?" berkata Nanjar mengirim suara jarak jauh pada nenek
bungkuk Lembah Jerangkong.
"Baiklah, hati-hati dengan tipu daya iblis
tua guru bocah geblek ini, sobat pendekar muda...!" Selesai berkata dengan menggunakan juga cara mengirim suara jarak jauh
yang hanya bisa
didengar Nanjar. Nenek bungkuk segera angkat
kaki dari tempat itu. Dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya lenyap dari hutan kecil itu.
"Nenek keparat! Suatu saat aku akan menguliti kulit kepalamu!" teriak Renggana menahan kemarahan. Akan tetapi segera
berpaling pada si
Dewa Linglung. "Sudah siapkah kau pendekar gagah?" bentaknya dingin.
"Hm, silahkan kau mulai lebih dulu!" sahut Nanjar seraya pasang kuda-kuda dengan
sebelah kaki diangkat sebatas lutut. Kedua lengannya menekuk mirip paruh burung.
"Aku akan melayanimu dengan jurus-jurus
Bangau dan Kera!" kata Nanjar seraya merobah kuda-kuda. Kini mirip seekor kera
yang sedang mencari kutu di kepala kawannya.
Renggana meludah dan tersenyum sinis seraya mengejek. "Dengan jurus-jurus jelek semacam itu bisa
mengangkat dirimu dimata kaum Rimba Hijau"
Huh! benar-benar menggelikan!"
"Kau hadapi jurus Cakar Iblis dan
Cengkraman Kelelawar Penghisap darah ini!" bentak Renggana. Wajah Renggana
mendadak beru- bah mengelam. Kedua lengannya terlentang dengan sepuluh jari merenggang kaku agak membengkok. Urat leher pemuda ini tampak menggembung pertanda dia tengah mengerahkan tenaga dalam dan hawa sakti mengandung racun. Sekejap
tampak kedua lengan Renggana berubah hijau
kemerah-merahan. Sementara sorot matanya bagaikan menimbulkan cahaya api, membuat Nanjar
agak tersentak.
"Hm, dia gunakan ilmu hitam. Untunglah
Eyang guru Kyai Jarang Goyang telah membekali
aku ilmu Penolak Iblis!" berkata Nanjar dalam hati.
Kemudian cepat gunakan kekuatan bathin untuk
menangkis tatapan mata Renggana, sementara bibirnya mengucapkan lafat. Do'a seperti yang diajarkan Kyai Jaran Goyang. Nanjar melakukannya
dengan gerakan membalikkan tubuh, tentu saja
Renggana tak melihat kalau bibir Nanjar bergerak-gerak ketika mengucapkan lafal
do'a itu. Ternyata Renggana pun merapal manteramantera sesaat yang telah digunakan untuk
menghadapi Nanjar. Walau dia belum mengetahui
kehebatan si pendekar Dewa Linglung, namun hatinya agak gentar juga. Yang membuat nyalinya
cukup besar adalah karena Nanjar tak memiliki
pedang mustika Naga Merah.
"Lihat serangan!" mendadak Renggana
membentak keras. Tubuhnya meloncat ke depan.
Sepasang lengan dengan jari terkembang membentuk cakar menyambar ke arah Nanjar.
Whuuuuk! Whuuuk!
Kalau saja saat itu ada yang menonton pertarungan, akan melihat sepasang Cakar Iblis
Renggana berubah menjadi tangan-tangan raksasa
yang menyambar dahsyat mengepulkan uap hitam. Akan tetapi Nanjar telah merapal aji Penolak Iblis. Dengan gerakan Bangau
Sakti Mengipas Mega dia memapaki serangan.
Whuuut! Whuuut!
Sepasang lengan Nanjar mengibas. Renggana terkejut ketika merasakan deru angin dahsyat
yang menyambar ke lengannya. Cepat-cepat dia
menarik serangan. Lalu tubuhnya melejit ke udara. Kembali dia lancarkan serangan mencengkeram batok kepala lawan.
Sementara angin kibasan "Sayap Bangau"
yang dilepas Nanjar telah membuat tiga empat batang pohon roboh tersapu kerasnya bersitan angin yang ditimbulkan dari jurus
yang dahsyat ini.
Renggana memang sangat cekatan, tahutahu selepas menghindar dia telah mengirim serangan berikutnya. Serangan Cakar Iblis yang menyambar ke arah batok kepala telah dibarengi
dengan hantaman pukulan Iblis Gila Sambar Nyawa. Tampak kepalan pemuda itu memancarkan
cahaya biru menggidikan.
Nanjar terkesiap. Barulah dia tahu kalau
manusia bernama Renggana ini selain memiliki ilmu-ilmu yang tinggi, tapi juga telengas! Serangan yang dilakukan seperti mau
menyudahi nyawanya
dengan segera. Terpaksa dalam saat yang kritis itu Nanjar gunakan jurus Langkah
Dewa Mabuk, dibarengi dengan jurus Ular Sakti Memeluk Mega.
Tubuh Nanjar terhuyung-huyung seperti diterpa angin. Blllar! Cras...!
Tanah di belakang Nanjar menyemburat
membentuk lubang besar, ketika serangan maut
itu lolos. Dan pukulan Iblis Gila Sambar Nyawa
menghantam tunggul pohon kayu yang seketika
hancur berserpihan.
Gerakan Langkah Dewa Mabuk itu berhasil
menolong diri Nanjar. Tapi sesuatu yang tak terduga oleh Renggana adalah mendadak kakinya seperti dibelit oleh seekor ular. Dia tersentak kaget melihat si Dewa Linglung
tahu-tahu telah mengge-lindingkan tubuhnya, lalu secepat kilat memeluk
sebelah kakinya.
"Keparat!" desis Renggana tersentak. Detik itu juga kaki yang dipeluk erat si
Dewa Linglung tiba-tiba mengayun keras.
Gerakan ini adalah untuk melepaskan kakinya dari Nanjar.


Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Whuuuk! Usaha ini berhasil baik. Nanjar terlempar ke
udara. Tubuhnya melambung setinggi sembilan
tombak. Renggana sesaat tertegun. Tapi segera
berkelebat memburu ke arah depan, dimana beberapa saat lagi tubuh si Dewa Linglung akan meluncur turun. Sepasang lengannya telah disiapkan untuk
melepaskan pukulan maut. Akan tetapi Renggana
terpana dengan mata membelalak, karena melihat
lurukan tubuh Nanjar seperti tertahan. Tubuh
Nanjar seperti melayang dan urung menyentuh tanah. Bahkan melambung lagi ke atas. Inilah ilmu
"Terbang" yang digunakan Nanjar. Salah satu dari kehebatan ilmu dari gurunya, si
Raja Siluman Bangau. "Ciluuuuk... Ba! Haha...hehe... mau memburu durian jatuhan, ya" Haha... sayang duriannya nggak jadi jatuh!" kata Nanjar dengan tertawa gelak-gelak. Sesaat tubuhnya
meluncur turun de-lapan tombak di depan Renggana.
"Hayo bertarung lagi!" teriak Nanjar. Renggana mendelik gusar. Dari jarak jauh
dia mele- paskan pukulannya.
Whuuuuk! Whuuuuk!
Bummm...! Bummm...!
Angin keras membersit merambas udara.
Dua ledakan terdengar berturut-turut. Dan dua
buah lubang menganga lebar mengepulkan asap
hitam yang menghanguskan tanah.
Tapi si Dewa Linglung telah lenyap dari
tempat itu. Gerakan berkelebatnya sangat mengagumkan Renggana. Dengan dua kah lompatan salto diudara si Dewa Linglung telah berdiri di puncak
pohon. Kemudian melayang turun.
Renggana gertak gigi. Urat lehernya mengembung menahan marah. Api kecemburuan tampak memancar dari tatapan matanya. Akan tetapi
sinar mata yang menggidikan itu segera menyurut
ketika telinga Renggana mendengar suara membisik ditelinganya.
"Bocah bodoh! mengapa kau mengumbar
nafsumu, Renggana" Pemuda gagah itu bakal kita
habisi nyawanya setelah kita memperalat dia. Kini belum saatnya kau bertindak.
Apakah kau mau meludaskan impian kita menguasai dunia persilatan" Tenaga pemuda itu bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan kita! Kau bujuklah dia agar datang ke Lembah Seribu Iblis!"
Renggana tersentak. Itulah suara gurunya,
Datuk Patilongga. Sementara itu Nanjar telah melompat kembali kehadapan pemuda itu.
"Haha... Renggana! masih adakah jurusjurus permainanmu yang lain?" kata Nanjar dengan sikap orang bodoh.
"Cukup Dewa Linglung! Bukankah kita
hanya saling mengukur kepandaian" Seperti pesan
guruku, aku tak diperkenankan bentrok denganmu. Kau tentu mau meminta kembali pedang Mustika Naga Merah, bukan" Nah! silahkan menemui
guruku..." sahut Renggana.
"Heh! aku memang mau menemui Datuk
Patilongga untuk meminta pedangku. Baik dengan
cara kekerasan atau cara damai. Yang penting
benda itu tak boleh jatuh ke tangan orang lain. Karena hanya akulah orang yang
berhak memili- kinya!" berkata si Dewa Linglung dengan dada di-busung-busungkan.
"Hahaha... kau memang pendekar aneh,
Dewa Linglung. Selain bernyali macan juga berani
mati! Apakah kau berani memasuki Lembah Seribu Iblis tempat bersemayam guruku?" tanya Renggana. Nanjar jungkatkan alisnya.
Mendadak dia tertawa gelak-gelak.
"Haha... Lembah Seribu Iblis" Nama lembah
itu kurang seram. Jangankan lembah Seribu Iblis
walau lembah Sepuluh Ribu Iblis, setan, dedemit, genderuwo dan kuntilanak
sekalipun akan kuda-tangi. Nah! Antarkan aku kesana!" sahut Nanjar dengan
mencibir. Padahal dalam hati diam-diam
dia terkejut. Nama lembah itu saja sudah menyeramkan. Tentu bukan sedikit bahaya terdapat di
sana. Apalagi yang dihadapi adalah seorang Datuk Sesat, yang memiliki ilmu-ilmu
iblis. Tapi rasa percaya diri serta dengan bekal
ilmu-ilmu warisan Kyai Jaran Goyang, Nanjar
membesarkan hati. Karena memang resiko dan
bahaya mautlah yang harus ditempuhnya. Apabila
Datuk Patilongga adalah manusia sesat yang sudah menjadi tugas dia untuk melenyapkan, di
samping tugas yang dibebankan gurunya, Kyai Jaran Goyang, juga demi kemanusiaan.
"Bagus! kalau begitu kau ikutlah aku!" kata Renggana seraya berkelebat dari
tempat itu. Nanjar tak menunggu lagi, segera menyusul sosok tubuh Renggana. SEMBILAN DATUK PATILONGGA tertawa terkekehkekeh menatap sosok mayat Ambarani yang terbaring membugil dalam peti mati terbuat dari batu putih yang tembus cahaya.
Ruang goa itu diterangi cahaya lampu minyak yang tergantung ditengah
ruang. Seluruh ruangan kamar terbuat dari batu
putih penuh tonjolan dan lekukkan. Karena ruangan itu adalah sebuah ruangan goa. Di sinilah
tempat bersemayamnya Datuk Patilongga yang selama ini mengeram diri.
Goa itu terdapat pada dinding batu tebing
yang terdapat di dalam lembah. Itulah Lembah Seribu Iblis. Lembah yang sangat terkenal keangkerannya dan tak pernah dirambah manusia. Datuk
Patilongga menekan sebuah tombol. Maka pintu
ruangan bergeser tertutup. Tak lama Datuk Patilongga berkelebat keluar goa. Dia memang tengah
menanti kedatangan si Dewa Linglung. Kakek berjubah abu-abu ini berdiri di depan mulut goa di
tengah hamparan lembah yang dikelilingi hutan
rimba, diapit oleh dua tebing curam.
Kemunculan Nanjar yang dinantikan kedatangannya tak memakan waktu lama. Kira-kira
dua kali penanak nasi, si kakek yang duduk menjublak di atas batu besar tampak melompat bangkit berdiri. Dua bayangan sosok tubuh tampak mendatangi dari sisi lembah. Tak lama semakin mendekat. Tampaklah siapa adanya mereka. Tak lain dari Nanjar dan Renggana.
"Bagus! saatnya sudah tiba..." berkata sang Datuk dalam hati.
"Guru... aku datang bersama si Dewa Linglung!" kata Renggana seraya bungkukkan tubuh.
"Ah, selamat datang pendekar gagah! Aku
memang tengah menanti kedatanganmu..." ujar kakek ini seraya menjura.
"Kau pasti mau meminta pedang mustika
Naga Merah itu, bukan?" sambungnya dengan tersenyum mengelus jenggotnya.
Sikapnya sangat
aneh, karena tampak sekali banyak perubahan.
"Hm, datuk sesat! Tak usah berbasa-basi!
kalau kau sudah mengetahui, mengapa tak segera
kau serahkan benda itu padaku?" ujar Nanjar dengan suara agak ditekan.
Datuk Patilongga tertawa mengekeh, lalu
berkata. "Sabar... sabar sobat pendekar Dewa Linglung. Aku telah mengundangmu secara baik-baik,
dan kau mau datang ke tempatku yang buruk ini
adalah suatu kehormatan buatku untuk memperlakukan seorang tamu dengan layak..."
"Hm, kelicikan apa lagi yang akan kau lakukan terhadapku" Setelah kau menipu aku hingga aku tersesat di lembah tak berujung, kemudian kau merebut pedang Naga Merah
dari tanganku, lalu apakah kau mau mengulangi akal bulusmu?"
berkata Nanjar dengan menyerocos.
"Semua itu ada dasarnya, sobat pendekar
Dewa Linglung. Sedikitpun aku tak berniat jahat!
Niatku baik. Terserah dengan dugaan orang lain.
Kuharap kau tak salah tafsir...!" sahut Datuk Patilongga. "Mari silahkan masuk,
sobat Dewa Linglung. Dan kau Renggana, ajaklah sahabat kita itu ke ruang dalam!"
kata sang Datuk.
Sesaat Nanjar tertegun. "Aneh...! Sikapnya
sedemikian ramah. Ada apa lagi ini" Hm, sebaiknya aku harus berhati-hati."
"Tampaknya kau khawatir aku mencelakaimu, sobat pendekar gagah" Haii! Tak usah
khawatir. Seorang pendekar gagah semacam kau
yang sudah banyak makan asam-garam di dunia
persilatan tak nantinya termakan jebakan macam
apapun!" ujar sang Datuk dengan tertawa mengekeh. Dasar Nanjar yang sifatnya
terkadang ugalugalan. Kewaspadaannya mendadak lenyap. Dengan tertawa gelak-gelak dia berkata.
"Haha.. haha siapa yang takut oleh jebakan
busukmu" Mari antar aku ke dalam, Renggana!"
Renggana mengangguk seraya melangkah memasuki mulut goa. Nanjar dengan langkah lebar mengikuti di belakang Renggana. Tak lama Datuk Patilongga segera menyusul masuk.
Nanjar mendapatkan sebuah ruangan goa
yang lebar. Di tengah ruangan goa ada terdapat
empat buah batu persegi empat, yang merupakan
empat buah tempat duduk. Di bagian tengah terdapat meja batu berbentuk bulat. Renggana yang
mendapat isyarat kedipan mata oleh Datuk Patilongga segera beranjak masuk ke satu lorong goa, dan lenyap dalam lorong itu.
"Heheh..heh.. silahkan duduk, sobat pendekar Dewa Linglung. Mari kita bicara baik-baik!"
ujar sang Datuk mempersilahkan Nanjar duduk.
Nanjar yang masih berdiri mengamati seluruh
ruangan goa cepat balikkan tubuh. Diam-diam dia
terkejut karena baru sadar kalau tadi dia telah
bertindak gegabah.
Apa mau saat itu Datuk Patilongga telah
mempersilahkan duduk. Sejak Nanjar mulai memasuki goa, pengaruh kekuatan iblis Datuk Patilongga mulai bekerja.
"Cukuplah, datuk sesat! segera kau berikan
pedang mustika Naga Merah padaku. Tak usah
bertele-tele!" berkata Nanjar tanpa bergerak dari berdirinya. Dalam benak Nanjar
berfikir. "Menem-pur datuk sesat saat ini sungguh sulit. Dia tak
menampakkan reaksi buruk. Tapi tunggulah saatnya..." Kakek tua itu tertawa terkekeh mengelus janggutnya yang kaku.
"Tampaknya kau masih menaruh curiga
padaku, sobat pendekar muda" Heheh... tak apalah. Hal itu wajar, karena aku pernah mengakali
kau. Tapi sebenarnya aku berniat baik. Aku akan
mengangkat dirimu menjadi Ketua Rimba Hijau!
Untuk itulah aku menahan pedang Naga Merah.
Bukankah itu suatu jabatan yang luar biasa" Semua tokoh baik kaum hitam atau putih akan tunduk di bawah kekuasaanmu. Nah! cukuplah penjelasanku untuk kau ketahui, dan dapat kau pertimbangkan, apakah niatku itu suatu hal yang buruk?" berkata Datuk Patilongga.
Nanjar terpaku mendengar kata-kata sang
Datuk. Mendadak dia tertawa geli terpingkalpingkal. "Haha... aneh! Sungguh aneh! Kau akan
mengangkat aku menjadi ketua kaum persilatan"
kedengarannya sungguh lucu!"
"Tak ada yang lucu, sobat pendekar muda!
Aku bersungguh-sungguh, Dan saat ini juga aku
akan berikan pedang mustika Naga Merah padamu. Terserah dengan tawaranku, apakah kau
akan menyetujui atau tidak. Setelah kau mendapatkan pedangmu, kau boleh angkat kaki dari
lembah ini, atau menerima tawaran baikku itu!"
kata Datuk Patilongga dengan nada bersungguhsungguh. Lagi-lagi Nanjar tercengang. Aneh! saat itu
Nanjar seperti mendengar suara bisikan-bisikan
yang menyentuh hatinya. "Terima saja tawaran itu, Dewa Linglung. Kapan lagi"
Bukankah dengan jabatan ketua itu akan menambah pamor nama Dewa Linglung di mata para tokoh kaum Rimba Hijau?" Nanjar tersentak. Tapi saat itu hati nura-ninya, membantah.
"Pamor" Hm, tampaknya hal semacam itulah yang menjadi keinginan setiap manusia. Tapi
apakah artinya pamor, kekuasaan dan sebagainya" Jika tak dilandasi kebenaran, pasti akan hancur!"
"Mengapa termenung, sobat pendekar muda?" bertanya Datuk Patilongga. "Kau tak boleh bersikap ragu-ragu dalam
mengambil keputusan.
"Aku telah merencanakan akan mengundang semua tokoh Rimba Hijau untuk menyaksikan pengangkatanmu. Kalau kau menolak, aku tak bisa
memaksa. Mungkin Renggana yang akan kujadikan penggantinya!" lanjut Datuk Patilongga.
"Renggana...?" sentak Nanjar.
"Benar! Dia cukup punya ambisi untuk itu!"
sahut sang Datuk. Nanjar sejenak tertegun. Kembali kekuatan sesat dan lurus bertarung dihati
Nanjar. "Apakah kau menginginkan aku mengem-balikan pedangmu sekarang juga?"
tanya sang Datuk. "Bagus! kukira itu lebih baik! Mengenai ta-waranmu akan
kupikir-pikir dulu..." kata Nanjar dengan wajah girang.
Dari bawah bangku batu yang didudukinya
Datuk Patilongga menekan sebuah tombol. Mendadak batu di depan Nanjar bergeser terbuka.
Ternyata itulah ruang goa tempat menyimpan peti mati berisi mayat Ambarani. Di sebelah


Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang peti mati dari batu tembus cahaya tampak pedang mustika Naga Merah menempel di
dinding. "Ambillah! Itu pedangmu!" berkata Datuk Patilongga. Sejenak Nanjar ragu-ragu.
Tapi jelas memang itulah pedang mustika Naga Merah. "Hm, apakah datuk sesat ini
menggunakan ilmu sihir
menciptakan pedang itu" Dan mayat siapa dalam
peti mati itu?" berkata Nanjar dalam hati.
Agaknya sang Datuk dapat membaca apa
yang tersirat dalam hati Nanjar. Tampak senyum
kemenangan dibibirnya. "Heheh..heh... kau tak usah khawatir aku tipu. Kalau aku
mau menipu siang-siang kau tentu sudah mengetahui, sobat
pendekar muda! Apakah kau takut dengan isi peti
mati itu?"
"Mayat siapakah di dalam peti itu?" tanya Nanjar. Datuk Patilongga tak menjawab.
Dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Datuk Patilongga! apakah kau tak mendengar pertanyaanku?"
"Hm, pendekar Dewa Linglung! Aku telah
berbaik hati padamu. Kalau kau takut mati, lebih baik kau tinggalkan tempat
ini!" berkata kakek ini dengan suara dingin.
Merahlah wajar Nanjar. Mendadak lagi-lagi
hatinya seperti ada yang membisik. "Haha... kau pengecut Dewa Linglung! Percuma
kau bergelar pendekar. Lebih baik kau copot gelar Pendekar Na-ga Merahmu, dan berhenti jadi
seorang pendekar!"
"Setan! Aku tak sepengecut itu!" teriak Nanjar. Dan... dia telah berkelebat
masuk ke ruang goa itu.
SEPULUH Dengan hati mangkel Renggana meninggalkan goa lembah seribu iblis. Rasa iri hati masih tetap terbayang pada raut
mukanya sebentar saja
dia telah berada jauh di luar lembah.
"Walau bagaimana aku tetap kurang percaya dengan kata-kata guru... Aku merasa hanya
dijadikan alat saja. Tak ubahnya seperti si Dewa Linglung. Setelah datuk itu
berhasil mencapai cita-cita, tentu dia tak diperlukan lagi...!" berkata Renggana
dalam hati. Mendadak Renggana berhenti berlari. Benaknya memikir. "Heh! alangkah
bodohnya aku! Bukankah dengan melepaskan diri
dari dia aku bisa bebas, dan tak ada yang memerintah aku lagi" Hm, perduli dengan jasa baiknya menerima aku sebagai murid!"
desis Renggana.
"Benar! Lama-lama semakin terasa guruku
bukan seperti manusia lagi. Ah ... selama ini aku telah tersesat jauh dan banyak
menebar bala kejahatan. Datuk itulah yang telah menanamkan benih kebencian di hatiku terhadap Adipati Haryo
Geni. Kematian ayah kukira bukan karena terlalu
berat bekerja, tapi karena beliau sakit karena memikirkan aku yang pergi tanpa
pamit. Karena aku
tak menyukai pekerjaan sebagai tukang kuda. Padahal ayah telah berjanji akan mengajukan aku
untuk melamar pekerjaan sebagai prajurit Kadipaten..." Renggana merenung. Terdengar pemuda ini menghela napas.
Pada saat itulah terdengar bentakan menggeledek menggetarkan udara. "Renggana! manusia iblis busuk! kau tak dapat lolos
dari tanganku!"
Bentakan itu disusul dengan mendesingnya benda
tipis ke arah batang lehernya. Renggana yang tengah tenggelam dalam lamunan
tersentak kaget.
Namun dengan cekatan dia berhasil melempar tubuhnya bergulingan, hingga loloslah dia dari bahaya maut. Ketika dia melompat berdiri, tampaklah seorang laki-laki setengah umur berdiri di hadapannya dengan wajah merah padam. Siapa adanya laki-laki ini tiada lain dari Adipati Haryo Geni. Di tangan Adipati ini tergenggam
sebuah klewang panjang yang memancarkan cahaya berkilatan
terkena pantulan cahaya matahari.
Mendadak dari balik semak belukar berlompatan beberapa sosok tubuh. Lebih dari sepuluh prajurit Kadipaten segera mengurung Renggana. "Manusia busuk tak tahu membalas budi!
Atas dasar apa kau menculik istriku dan membakar gedung Kadipaten" Mengapa kau lakukan kekejian dimana-mana" Ketahuilah, ayahmu jatuh
sakit hingga sampai meninggal dunia adalah karena memikirkan kepergianmu. Kau tinggalkan surat
pada ayahmu, bahwa kau tak sudi melakukan pekerjaan hina menjadi tukang kuda di gedung Kadipaten. Hm, pekerjaan itu kau anggap hina" Mana lebih hina dengan semua perbuatan yang kau
lakukan. Menculik, memperkosa perempuan, merampas hak orang lain dan perbagai kejahatan
lainnya"!"
Kata-kata Adipati Haryo Geni terdengar lantang menggetarkan udara. Dadanya naik turun karena menahan hawa amarah. Sepasang matanya
membersitkan kemarahan yang luar biasa.
"Dendam apakah yang terpendam di hatimu, hingga kau menculik istriku, membunuh prajurit Kadipaten dan membakar gedung milik Kerajaan" Kesalahan apakah yang telah aku lakukan
terhadap keluargamu" Ayahmu adalah seorang gelandangan yang hidup dalam kemiskinan. Ibumu
mati karena sakit malaria ganas, akibat makan
dan tidur yang tak menentu. Lalu aku membawanya ke Kadipaten, dan memberinya pekerjaan
sebagai tukang kuda. Kuberi gaji yang sesuai,
tempat beristirahat dan segala macam keperluan
hidup lainnya. Lalu salahkah aku" Kau bukannya berterima kasih, tapi setelah menghilang selama empat
tahun lebih, kini muncul membuat keonaran!"
Renggana terpaku ditempatnya dengan menundukkan kepala. Para prajurit Kadipaten tak sa-tupun yang bergerak, karena
Adipati Haryo Geni
belum memberi perintah. Sementara Adipati itu
sendiri masih tetap berdiri dengan klewang terhunus di tangan.
"Jawablah Renggana, sebelum aku mengambil tindakan! Jauh sebelum kau membuat
keonaran di Kadipaten, aku telah mendengar kau
banyak melakukan perbuatan keji. Menculik gadis-gadis, memperkosa, membunuh dan lain sebagainya. Ketahuilah, saat ini kaum pendekar dan
pihak kerajaan telah bersatu untuk melenyapkan
manusia bernama Datuk Patilongga. Seorang manusia sesat yang bercita-cita bukan saja menguasai kerajaan, tapi juga menguasai seluruh kaum
tokoh golongan Rimba Hijau. Sebuah ambisi gila!
Aku mengkhawatirkan kau menjadi pengikut manusia iblis itu!"
Renggana mengangkat mukanya. Tampak
disudut kelopak matanya menitik setetes air bening. "Kanjeng Gusti Adipati masih adakah kesempatan buat hamba untuk memperbaiki kesalahan" Aku kini sadar, bahwa langkahku selama ini
berada di jalan yang sesat. Karena aku telah salah memilih guru. Orang yang
Kanjeng Gusti Adipati
sebut-sebut itu adalah guru hamba..." berkata Renggana dengan suara bergetar.
Adipati Haryo Geni tersentak kaget. Tapi tak menampakkan keterkejutan pada wajahnya.
Sejenak Adipati terdiam. Tapi kemudian
berkata, setelah menghela napas. "Kalau kau bersungguh-sungguh, mungkin kaum
pendekar akan mengampuni kesalahanmu. Bagi diriku pribadi,
memandang jasa ayahmu yang telah mengabdikan
diri pada kerajaan, aku bisa memaafkan kesalahanmu. Sukurlah kau tak mengganggu istriku.
Seorang pendekar wanita tua bergelar Iblis Bungkuk Lembah Jerangkong telah membantu memadamkan api yang membakar gedung Kadipaten,
dan menyelamatkan istriku... Tapi kau harus
membuktikan bahwa kau benar-benar akan mencuci kesalahanmu dengan suatu perbuatan!"
"Hamba mengerti, Kanjeng Gusti Adipati..."
kata Renggana seraya menekuk lutut dan merangkap kedua tangannya. "Terimakasih atas pengam-punan paduka Kanjeng Gusti
Adipati. Hamba akan
pertaruhkan jiwa raga hamba untuk menumpas
Datuk Patilongga!" Kata Renggana dengan suara tergetar. Sikap dan kejujuran
pemuda itu nampak
di mata Adipati Haryo Geni yang bijaksana. Air
mata yang mengalir di pipi Renggana tak dapat di-bohongi, bahwa pemuda itu
benar-benar berniat
mencuci diri. Adipati segera memberi tanda agar para
pengawal merenggangkan kurungan terhadap pemuda itu. Lalu melangkah mendekati setelah menyarungkan klewangnya.
"Bangunlah, Renggana! Katakan apa yang
kau ketahui..." ujar sang Adipati.
"Gusti Adipati... Saat ini pendekar Dewa Linglung dalam bahaya besar. Dia akan
diperalat oleh Datuk Patilongga untuk mencapai tujuannya!"
berkata Renggana. Penuturan Renggana membuat
wajah Adipati ini seketika berubah.
Pada saat itu tiba-tiba berlompatan beberapa sosok tubuh. Tiga laki-laki berbaju kulit srigala menyandang pedang, dan dua
laki-laki berwajah
kembar bersenjata golok, serta seorang nenek tua renta yang tak lain dari si
Iblis Bungkuk Lembah Jerangkong.
"Aku si Iblis tua bungkuk siap mengawal
pemuda bernama Renggana itu, gusti Adipati!" ujar si nenek bungkuk seraya
mengetukkan tongkatnya
ke tanah. Disusul oleh dua laki-laki kembar yang berkata seraya menjura. "Kami
Dua Pendekar Golok Kembar siap menyabung nyawa menumpas datuk sesat itu!"
Kemudian tiga laki-laki setengah umur bersenjata pedang turut menjura. Salah seorang berkata, "Kami yang rendah punya silang sengketa dengan datuk sesat itu. Kami
dijuluki si Tiga Srigala Gunung Sumbing!"
"Bagus! Kalian memang kuperlukan bantuannya. Terima kasih atas kesediaan kalian menyumbang tenaga!" kata Adipati dengan wajah girang. "Haiiiit! hehe.. haha..
hihi... Aku si penga-men pasar, Dandang Gulali mengapa mau dikesampingkan" Hehe.. haha.. hihi.. Akupun punya
andil untuk membekuk manusia iblis itu!" Tiba-tiba seorang kakek berpakaian
pengemis membawa Rebab meluncur dari atas pohon dan jejakkan
kaki di depan Adipati Haryo Geni.
"Kakek Rebab Sakti...!" sentak Tiga Srigala Gunung Sumbing hampir berbareng.
Ternyata mereka mengenali kakek pembawa alat musik itu.
"Hehe.. haha.. hihi... si Datuk Patilongga itu pernah memutuskan seutas tali
rebabku. Heh! dia harus mengganti dengan urat nadinya!" berkata si kakek pengemis ini dengan tertawa
terkekeh-kekeh. "Ah, tak dinyana hari ini banyak berdatangan tokoh-tokoh kosen
kaum Rimba Hijau. Atas
nama Kerajaan, aku Adipati Haryo Geni mengucapkan terima kasih atas bantuan anda sekalian..." kata Adipati Haryo Geni seraya menjura pada para kaum pendekar yang
berkumpul di tempat itu. "Kalau begitu sekarang juga kita berangkat!
Dan kau Renggana sebagai penunjuk jalan!" kata Adipati Haryo Geni. Renggana
mengangguk. Kemudian mendahului berkelebat. Disusul oleh si
nenek bungkuk Lembah Jerangkong, dan para
pendekar lainnya. Adipati Haryo Geni segera menyusul setelah memerintahkan para prajurit pengawalnya kembali ke kadipaten.
SEBELAS Nanjar tertegun menatap mayat seorang
wanita membugil di dalam peti mati batu tembus
cahaya itu. Darahnya tersirap. "Apakah ini mayat Ambarani, anak gadis Demang
Sambiloto?" sentak Nanjar dalam hati. Akan tetapi Nanjar tak mem-perdulikan
jenazah dalam peti mati itu. Lengannya bergerak menyambar pedang mustika Naga
merah yang tergantung didinding.
Aneh! lengan Nanjar menyambar angin. Pedang itu lenyap. Pada saat itulah mendadak sepasang mata mayat wanita dalam peti mati tiba-tiba membeliak terbuka. Dan cahaya
biru menyorot menembus tutup peti mati menerpa tubuh Nanjar.
Satu kekuatan ghaib yang tak kelihatan telah membuat Nanjar berdiri terpaku. Sekujur tubuhnya dilingkari cahaya biru. Ketika cahaya biru itu melenyap, Nanjar tak
ubahnya bagaikan sebuah patung hidup yang berdiri tak bergerak, dengan sepasang
mata agak membelalak dan mulut
setengah terbuka menatap ke arah jenazah Ambarani. Perlahan-lahan mayat gadis itu bangkit.
Lengannya menjulur membuka tutup peti mati.
Lalu dengan tubuhnya terangkat. Sekejap telah
berdiri. Ternyata pedang mustika berada dalam genggaman tangan mayat Ambarani.
"Hihihi... julurkan lenganmu pendekar Dewa Linglung...!" terdengar suara mayat gadis itu.
Satu kekuatan sihir yang amat hebat telah memaksa lengan Nanjar bergerak terangkat. Dan...
Nanjar merasakan lengan mayat yang dingin mencekal pergelangan tangannya.
"Hihihi... bagus! kini resmilah pertunangan kita. Kau telah menerima
pinanganku...!" berkata mayat Ambarani.
Nanjar tersentak. Napasnya tersengal. Keringat dingin mengembun di tengkuknya. Dia berteriak dan berusaha menggerakkan tubuh untuk
melepaskan diri dari satu kekuatan hebat yang
membelenggu tubuhnya.


Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidaaak! lepaskan tanganku... Aku tak
mau bertunangan dengan Iblis!" Akan tetapi suara Nanjar hanya tersekat
dikerongkongan.
Sementara itu Datuk Patilongga terus membaca mantera-mantera sesat yang ditujukan pada
si Dewa Linglung. Ternyata suara mayat itu adalah suaranya sendiri yang
disalurkan dengan kekuatan sihir pada mayat Ambarani.
"Kau tak dapat menolak lagi, pendekar Dewa Linglung. Kita telah menjadi bagian dari jiwa Datuk Patilongga dan kau harus
patuh pada setiap perintahnya..." berkata mayat gadis itu.
"Tidak! Lepaskan aku! Lepaskan tanganku...!" teriak Nanjar terengah-engah. Mendadak dia bisa berteriak, ketika Nanjar
berhasil membaca
mantera do'a seperti yang diajarkan Kyai Jaran
Goyang, guru ghaibnya.
Datuk Patilongga tersentak kaget. Pada saat
itulah tiba-tiba dari luar goa terdengar teriakan.
"Datuk sesat! Keluarlah kau untuk menerima kematian! Kau telah terkepung! Tak ada jalan
keluar bagimu!"
"Hah!" Setan keparat! Siapa yang berani
mati datang ke lembah kekuasaanku?" sentak
sang Datuk dengan wajah berubah karena terkejut. Dengan kekuatan mata bathinnya, pandangan mata kakek ini mampu menembus dinding batu goa. Menggeram gusar sang Datuk, ketika melihat beberapa tokoh kaum Rimba Hijau telah mengepung di sekitar goa. Yang lebih membuat dia
terkejut adalah adanya Renggana diantara mereka.
BLARRR! Satu hantaman dahsyat dari angin pukulan telapak tangan Renggana telah membuat dinding goa hancur berlubang besar. Datuk Patilongga secepat angin telah berkelebat
ke luar goa. "Bocah edan, keparat! Dewa mana yang
mempengaruhimu, hingga membawa orang memasuki lembah seribu Iblis" Kau sudah berubah pikiran, Renggana"!" membentak Datuk
Patilongga. Tetapi pada saat itu juga Tiga Srigala Gunung Sumbing telah berlompatan mengurung dengan pedang terhunus.
"Datuk sesat! Hutang jiwa adik seperguruan
kami harus kau bayar sekarang juga dengan nyawa iblismu!" Seiring dengan bentakan itu mereka lantas menerjang secara
berbareng. "Bagus! kalian cari mampus!" bentak sang Datuk. Tiga larik sinar berkredepan
dari cahaya pedang Tiga Srigala Gunung Sumbing memapas
udara. Datuk Patilongga kibaskan jubahnya. Maka
menyambarlah hempasan angin keras ke arah tiga
penyerang. Tapi Tiga Srigala Gunung Sumbing secara
serentak lakukan gerakan melompat dan bersalto
diudara. Gerakan ini disusul dengan gerakan menusuk secepat kilat yang dilakukan secara berbareng. Crass!! Tiga buah pedang menancap di tubuh Datuk Patilongga. Satu diubunubun kepala, dan
dua pedang lagi menembus leher dan dada. Akan
tetapi tiba-tiba terjadilah keanehan.
Mendadak tubuh sang Datuk lenyap berubah menjadi segumpal asap hitam.
Ketiga pendekar ini terperangah kaget. Detik
itulah tiba-tiba terdengar suara tertawa terkekeh Datuk Patilongga.
"Heheh... heheh... tiga pendekar konyol! te-rimalah kematian kalian!" Cahaya
biru tampak membersit dari kedua telapak tangan Datuk sesat
yang tiba-tiba muncul di belakang Tiga Srigala
Gunung Sumbing. Pukulan dahsyat sang datuk
tak dapat dihindarkan lagi. Ketiga pendekar itu
terjungkal roboh. Tubuh mereka terpental beberapa tombak dengan keadaan hangus.
DUABELAS Iblis terkutuk! aku takkan mengampuni selembar jiwamu!" bentak nenek bungkuk Lembah Jerangkong, seraya menyerbu dengan
sambaran tongkatnya. Menyusul dengan berkelebatnya Pendekar
Dua Golok Kembar, dan si kakek pengemis Rebab
Sakti. "Bagus! Kalian semua mencari mampus, da-ri pada hidup bersatu dalam
pimpinanku!" bentak sang Datuk.
"Tutup bacotmu, manusia iblis! Siapa sudi
menjadi budak manusia sesat macam kau?" Membentak nenek bungkuk Lembah
Jerangkong yang
menahan serangannya. "Hehe.. haha.. hihi.. serahkan iblis tua ini padaku,
sobatku. Ingin kulihat apakah urat nadinya bisa dipakai pengganti tali
Rebabku yang putus sepuluh tahun yang lalu?"
mendadak kakek Rebab Sakti melompat ke depan
sang Datuk. Terpaksa nenek ini memberi isyarat pada
pendekar Dua Golok Kembar untuk menyingkir.
Dan dia sendiri melompat mundur.
"Bagus! Bagus! Kau boleh menghinaku, Rebab Sakti! Apakah kau mampu melawan ilmu sihir
ku?" bentak datuk Patilongga. Mendadak dia melangkah setindak ke belakang.
Bibirnya komatkamit membaca mantera sesat. Mendadak tubuhnya memancarkan cahaya biru yang menggidikkan. Akan tetapi kakek Rebab Sakti cepat menggesek tali rebabnya sambil bersenandung. Katakata dalam nyanyiannya dibarengi gesekan tali
Rebab tak lebih dari mantera penolak ilmu Iblis.
Tampak tubuh Datuk Patilongga terhuyung,
seperti terseret oleh irama yang membuat dia ingin menari. Sementara sang Datuk
sendiri merasakan
kekuatan yang hebat membuyarkan manteramanteranya. Pada detik itulah, si kakek memberi isyarat
pada nenek bungkuk Lembah Jerangkong untuk
menghantamkan pukulannya.
Nenek ini mengerti isyarat itu. Lengannya
yang telah terisi kekuatan tenaga dalam diarahkan ke tubuh sang Datuk.
WHUUUK....! BHLARRR...! Tampak tubuh Datuk Patilongga tercecer
menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang. Pukulan sakti yang sangat mengerikan telah dilontarkan si Iblis Bungkuk Lembah Jerangkong.
Suasana dicekam ketegangan. Semua memandang ke arah serpihan-serpihan tubuh itu
mendadak lenyap menjadi gumpalan asap. Tahutahu nenek bungkuk ini menjerit parau merobek
udara. Tubuhnya terlempar bergulingan. Ketika
berhenti, nenek ini mencoba bangkit. Tapi kemudian roboh menggabruk. Nyawanya lepas dengan
darah kental mengalir dari mata, telinga, hidung dan mulutnya. Ternyata datuk
sesat itu masih
berdiri segar-bugar, dan melepas pukulan maut
menghabisi nyawa nenek Lembah Jerangkong.
"Iblis tua! serahkan urat nadimu!" satu bentakan keras merambah udara, diiringi
berkelebat- nya sosok tubuh kakek pengemis Rebab Sakti. Jago tua ini lepaskan pukulan dan hantaman ganas
senjata Rebabnya yang terbuat dari perunggu.
Sementara pendekar Dua Golok Kembar tak
dapat menahan kemarahannya. Mereka menerjang
dengan tabasan-tabasan golok besarnya merencah
tubuh sang Datuk. Tapi semua itu seperti juga tak
berarti. Lagi-lagi sosok tubuh Datuk Patilongga lenyap. Dan dua jeritan merabas
udara diiringi teriakan kaget kakek Rebab Sakti
Plak! Rebab terbuat dari perunggu itu remuk berderak. Kakek ini terhuyung beberapa langkah. Jubahnya tampak hangus di bagian dada sebelah kirinya. Serangan Datuk Patilongga yang tak terlihat itu tak dapat dihindarkan
olehnya. Sedangkan si
Pendekar Dua Golok Kembar terjungkal roboh.
Tubuhnya mereka ambruk dan berkelojotan bagai
ayam disembelih. Ternyata tulang lehernya remuk.
Tak lama kedua pendekar ini lepaskan nyawa.
Saat itu Renggana seperti tengah berusaha
melepaskan diri dari belenggu ghaib yang tiba-tiba membuat tubuhnya tak dapat
digerakkan. Satu
demi satu dia melihat para tokoh kaum pendekar
roboh melepas nyawa.
Saat itu Adipati Haryo Geni yang telah menyusul ke tempat itu hanya terpaku memandang
pertarungan. Jelas dia melihat kehebatan ilmu iblis Datuk Patilongga sangat luar
biasa. Kini tinggal kakek Rebab Sakti saja yang
masih mencoba menyabung nyawa dengan sang
Datuk. Tampaknya datuk ini sengaja memperlambat kematian sang kakek pengemis. Dia melayaninya dengan gerakan berkelebatan menghindari
pukulan si kakek yang hanya bertangan kosong,
disertai ejekan demi ejekan.
"Renggana! apakah daya kita" Datuk sesat
itu sukar dirobohkan. Dan apa yang terjadi denganmu...?" Adipati Haryo Geni menggoncanggoncang tubuh Renggana yang pucat pias. Dahinya mengucurkan keringat dingin.
"Aku tertawan oleh belenggu Iblis! Seluruh
lembah ini telah dikuasai ilmu-ilmu ghaib sesat
guruku..." sahut Renggana dengan napas tersengal. Sedikitpun dia tak mampu
menggerakkan anggota tubuhnya.
"Celaka...!" bagaimana dengan pendekar
Dewa Linglung?" desis Adipati Haryo Geni dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Dia berada di dalam goa... Cepat kanjeng
Gusti Adipati menyelinap ke dalam. Datuk Patilongga tak dapat dibunuh, karena... dia memiliki ilmu Ganti Nyawa..." kata
Renggana mengeluh.
Mendadak Renggana berbisik "Cuma ada satu jalan. Aku mengetahui rahasia
kematiannya. Nyawanya telah dipindahkan pada mayat Ambarani,
anak gadis Demang Sambiloto. Mayat gadis itu berada dalam goa! Tapi sangat berbahaya kalau si
Dewa Linglung kena dipengaruhi kekuatan Iblis
Datuk Patilongga. Dia bisa diperalat datuk sesat itu!" "Cepat gusti Adipati!
sebelum Datuk Iblis itu melihat kemunculanmu!" bisik Renggana dengan suara serak
parau. Tampak bibir pemuda ini mulai meneteskan darah kental berwarna hitam.
Tak berlaku ayal Adipati Haryo Geni berkelebat melompat melalui reruntuhan batu, dan lenyap masuk ke dalam goa.... Pada saat itulah
Renggana berhasil melepaskan diri dari belenggu
Iblis. Akan tetapi hal itu bersamaan dengan terjungkalnya tubuh si kakek Rebab Sakti.
"Renggana! Murid murtad! Kau harus menebus kebodohanmu dengan jiwamu!" bentak sang Datuk. Mendadak cahaya merah
kebiru-biruan menyambar ke arah Renggana. Datuk sesat ini telah lepaskan pukulan mautnya ke arah Renggana.
BHUMMMM...! Tanah menyemburat berlubang besar.
Renggana berteriak parau. Tubuhnya berkelebat
menghindari serangan. Tetapi hawa pukulan masih menyerempet kulit tubuhnya. Bajunya terbakar hangus, dan kulit pundak sebelah kiri terkelu-pas. Sementara itu si Dewa
Linglung dalam keadaan gawat. Dua kekuatan saling tarik menarik,
antara kekuatan iblis dan kekuatan ghaib yang
mulai terhimpun sedikit demi sedikit di tubuh
Nanjar. Mantera-mantera suci ajaran Kyai Kapilatu alias kyai Jaran Goyang mulai
memperlihatkan keampuhannya. Kini si Dewa Linglung mulai menampakkan kewajarannya. Kekuatan ghaib yang
berlandaskan kesucian mulai dapat menangkis
kekuatan sesat yang mempengaruhi sirkuit otak
Nanjar. Sekali menyentakkan tangan maka lepaslah cekalan tangan mayat Ambarani.
Dan dengan gerakan cepat dia berhasil merampas pedang mustika Naga Merah dari tangan sang mayat.
Saat itulah Adipati Renggana muncul. Mata
laki-laki ini membelalak melihat mayat membugil
yang meloncat dari dalam peti mati mengejar si
Dewa Linglung. Tahulah dia kalau itu mayat gadis anak Demang Sambiloto yang
bernama Ambarani,
dan telah diculik dari pekuburan oleh Datuk Patilongga. Melihat mayat gadis itu
mengejar, Nanjar ti-ba-tiba berbalik. Dan ... JROS! Sekali mengayun
pedang, senjata mustika Naga Merah meluncur deras, dan menembus dada mayat Ambarani, tepat di
jantungnya. Mayat gadis itu roboh berbareng dengan jeritan parau membelah langit terdengar dari luar
goa. Nanjar dan Adipati Haryo Geni yang telah dikenal pemuda ini sejenak saling
pandang. "Mari kita lihat keluar!" kata Adipati. Tak menunggu sampai kata-kata Adipati
itu habis, Nanjar telah berkelebat ke luar goa. Apa yang mereka lihat di luar goa membuat
mata mereka membelalak. Tampak Datuk Patilongga terhuyung-huyung memegangi dadanya yang menyemburkan darah. Sepasang matanya membeliak, mulutnya membuka menyeringai. "Kep... parat! Kau ... berhasil menge..
tahui... raha... sia..
ku... Dew... a Ling..lung..." Aaakhh..."
Kata-kata sang Datuk sesat itu terputus.
Tubuhnya terjungkal roboh. Setelah berkelojotan
sesaat, nyawanya pun berangkat ke Akhirat.
Nanjar terpaku menatap mayat-mayat berkaparan di depan mulut goa. Saat itu Adipati
Haryo Geni telah melompat ke arah Renggana yang
tergeletak tertelungkup di atas batu besar.


Dewa Linglung 20 Pinangan Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Renggana...!" sentak Adipati ini. Kakinya terpaku menatap tubuh pemuda itu yang
tak ber- gerak-gerak. Saat itu Nanjar telah berkelebat
memburu. Cepat Nanjar membalikkan tubuh pemuda itu. Wajah si Dewa Linglung tampak muram.
"Dia telah tewas..." kata Nanjar mendesah.
Sejenak keduanya saling pandang. Ketika menatap
ke arah mayat Datuk Patilongga mereka tersentak
kaget. Tampak tubuh kakek itu menjadi cair, menimbulkan bau busuk menusuk hidung. Cairan
daging tubuh sang Datuk sesat memakan proses
tak lama. Dalam beberapa saat saja sosok tubuh
kakek sesat itu telah berubah menjadi sebuah kerangka tengkorak.
"Haih! sungguh kejadian yang sangat aneh!
Nyatalah kalau datuk Patilongga itu sudah benarbenar bukan manusia ..." berkata Nanjar dengan menggaruk-garuk tengkuknya.
"Tapi kita bersyukur manusia sesat itu dapat terbinasakan, walau harus dengan banyak
pengorbanan..." ujar Adipati Haryo Geni trenyuh.
Nanjar manggut-manggut.
"Mari gusti Adipati, kita tinggalkan tempat ini... Ah, berdiam lama-lama di
lembah menye-ramkan ini sungguh hal yang sangat tidak menyenangkan!" berkata Nanjar.
Ketika Matahari mulai menggelincir ke belakang bukit.....
"Kau akan terus kemana, sobat Dewa Linglung?" tanya Adipati Haryo Geni. Mereka sudah berada diperbatasan Kota Raja.
"Aku akan terus ke Tenggara gusti Adipati.
Nah, aku hanya mengantar sampai di sini. Sampai
bertemu lagi bila Tuhan masih mempertemukan
kita..." sahut Nanjar.
"Nanjar! singgahlah dulu dirumah adikku
Tumenggung Haryo Rono. Oh, ya! akan kuperkenalkan kau pada anak gadisnya. Kau pasti tak kecewa bila sudah melihatnya..."
Nanjar tertawa, "Haha.....apakah gusti Adipati mau meminangku untuk menjadi suaminya?"
berkata Nanjar.
"Mungkin juga begitu. Gadis anak adikku
itu cantik lho! Benar-benar cantik!" Adipati Haryo Geni tampak bersungguhsungguh. "Wah, wah, wah ...! bukannya aku menolak,
tapi aku masih sawan, karena baru saja dipinang
oleh iblis! Untunglah aku tak jadi menikah dengan mayat... Hiiii..." Nanjar
menggerakkan tengkuknya yang bergidik seram.
"Mudah-mudahan kejadian itu tak akan terulang lagi terhadapmu, sobat Nanjar. Baiklah!
aku tak dapat menahanmu, semoga kau selamat
dalam perjalanan..." kata Adipati Haryo Geni.
Nanjar menjura dengan tertawa, kemudian
setelah mohon diri segera berkelebat meninggalkan perbatasan Kota Raja. Adipati
Haryo Geni mengantar dengan pandangan matanya.
TAMAT Scan/E-Book: Abu keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Pendekar Aneh Naga Langit 11 Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Pendekar Patung Emas 21

Cari Blog Ini