Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting Bagian 2
lan, berdesak-desakan di muka pintu, dan melongok keluar dari jendela untuk melihat siapa orang yang berteriak-teriak itu.
Juga mendengarkan ka-ta-kata yang diucapkannya.
Nenek ini ketukkan tongkatnya tiga kali ke
tanah. Kemudian berkata lagi.
"Camkanlah, kata-kataku ini! Dan dengarkan baik-baik! Bila kalian menginginkan musibah
ini segera berakhir, lakukanlah apa yang aku perintahkan tadi! Dan... yang kedua, kalian harus
memberikan separuh dari hasil sawah dan ladang
kalian setiap musim panen!"
Seorang laki-laki beranjak mendekati wanita tua renta itu. Dan dengan memberanikan diri
dia berkata. "Apapun syarat itu akan kami penuhi...!
Tetapi sampai kapankah kami akan menaruh sesajen dan memberikan separuh dari hasil sawah
dan ladang kami" Juga dimana kami harus meletakkan sesajen, dan kemana kami harus membawa separuh hasil bumi itu?" Laki-laki ini bernama Prawira. Dia baru beberapa
hari menetap di desa
itu, karena mendengar laporan dari keluarganya
mengenai kejadian aneh yang menimpa desa kedua orang tuanya. Prawira adalah murid dari Pesantren Sawung Galing yang berada di kaki Gunung Honje. Orang tuanya adalah kepala desa di
desa itu. Nenek ini tatapkan matanya pada laki-laki
berpakaian serba putih itu. Kemudian perdengarkan suara tertawa terkekeh. Lalu menjawab pertanyaan itu. "Hik hik hik... mengenai lamanya aku belum bisa menentukan. Sesajen itu harap kalian
letakkan di samping rumah dengan digantung!
Dan hanya dilakukan setiap malam Jum'at saja,
dengan mempersembahkan pada Peri Ratu Kemuning yang diniatkan dalam hati dan diucapkan
dengan kata-kata. Sedangkan separuh hasil bumi
kalian antar ke hutan di sebelah Timur sana. Letakkan di sekeliling sebuah batu besar yang terdapat di situ...!" sahut si nenek tua renta dengan suara nyaring.
Sejurus lamanya Prawira tertegun. Diamdiam hatinya terkejut, karena jelas hal itu merupakan suatu hal yang disebut musyrik dalam
agama yang dianutnya. Hal ini serupa dengan
menyembah Iblis! Batu besar di dalam hutan itu
memang ada terdapat di tempat itu. Apakah batu
besar itu kini sudah dikuasai Peri Ratu Kemuning
seperti yang dikatakan nenek tua itu. Kalau syarat-syarat yang dikatakan si nenek adalah menjurus ke arah kesesatan, berarti Peri Ratu Kemuning adalah serupa dengan makhluk Iblis! Diamdiam dia justru mencurigai nenek itu yang tak diketahui dari mana asalnya. Dan dia berpendapat
adanya suatu muslihat tersembunyi yang digunakan untuk memeras penduduk, disamping merusak keimanan manusia terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Saat itu si nenek kembali perdengarkan suara tertawa terkekeh-kekeh.
"Hihik...hik...hik... tampaknya kau raguragu, orang muda! Bagiku tak soal dengan mau
atau tidaknya kalian mengerjakan syarat itu, karena aku hanya akan menolong kalian! Akan tetapi bila kalian tak memenuhi persyaratan itu,
aku khawatir musibah lainnya yang lebih menakutkan akan menimpa penduduk desa ini!" kata si nenek. Selesai berkata mendadak
sesuatu telah terjadi di depan mata penduduk desa itu. Tubuh
si nenek tiba-tiba lenyap berubah menjadi gumpalan asap putih. Ketika asap melenyap... terdengar suara mengikih tanpa ujud. Suara tertawa itu
kian lama kian menjauh, hingga akhirnya lenyap.
Para penduduk serentak berlompatan keluar dari masing-masing pondok. Beberapa orang
memburu ke arah Prawira. Diantaranya terdapat
ayahnya yaitu kepala desa itu.
"Suatu hal yang sangat aneh, ayah...!" kata Prawira menatap laki-laki tua,
ayahnya. "Hal ini sangat aneh! Aku curiga nenek tua renta itu bu-kannya mau
menolong penduduk, akan tetapi justru mau menjerumuskan ke arah kesesatan yang
nyata, dan ke lembah kesengsaraan yang lebih
parah...!"
"Aku sendiri tak mengetahui siapa nenek
tua itu. Tapi jelaslah dia bukan seorang manusia
biasa, karena dapat melenyapkan diri seperti hantu. Tapi... hm, marilah kita bicara di rumah saja!"
Pak Bajo membubarkan para penduduk yang
mengerumuni mereka, dengan memberi nasihat
agar tenang, dan jangan terburu-buru mengambil
keputusan seperti yang disarankan nenek tua
renta itu. Sementara dia akan mencari jalan keluar dari kejadian ini, serta munculnya musibah
di desa itu. Atau mungkin akan meminta bantuan
seorang Kyai yang dapat menangkal atau mengusir wabah kutukan.
Selesai membubarkan para penduduk, keduanya bergegas kembali ke rumah. Sementara
para penduduk segera kembali ke pondoknya
masing-masing dengan seribu pertanyaan dalam
benak. Siapakah nenek tua aneh itu" Apakah
seorang dukun sakti" Ataukah makhluk dedemit
penunggu hutan" Dan bermacam tafsiran lainnya
memenuhi kepala. Namun semua itu tak mampu
mereka memecahkannya...
7 Sore itu... seekor kuda keluar dari halaman
rumah kepala desa, berpenunggang seorang lakilaki. Dialah Prawira. Pemuda berusia tiga puluhan tahun ini membedal kudanya dengan cepat
ke arah barat. Agaknya Prawira mengejar waktu,
sehingga dia melarikan kudanya dengan melebihi
kecepatan yang biasa dia lakukan. Tampak wajahnya diliputi ketegangan yang luar biasa.
"Aku harus cepat tiba di kaki Gunung
Honje secepatnya untuk melaporkan kejadian ini.
Tapi sebaiknya aku menyimpang dulu ke Desa
Bojong Manik, mengabarkan hal ayah sakit mendadak pada paman Gagak Wulung!" kata. Prawira dalam hati dengan perasaan tidak
tenteram. Dan dilarikan kudanya sekencang-kencangnya bagai
dikejar setan. Saat itu sebuah bayangan putih berkelebat
dari dalam hutan bagaikan sebuah bayangan
hantu yang bergerak secepat hembusan angin.
Prawira tersentak kaget, karena tahu-tahu kudanya meringkik keras dan mengangkat kaki depannya. Nyaris dia terjungkal kalau dia bukan
seorang yang ahli menunggang kuda. Kejadian
aneh itu membuat Prawira terheran juga terkejut.
Tak biasanya kuda tunggangannya berbuat demikian. Prawira berusaha menjinakkan binatang itu
dengan menghentakkan kaki ke perut kuda serta
melecut binatang itu sambil menghardik-hardik.
Tapi kuda itu terus melonjak-lonjak dengan
memperdengarkan ringkikan tiada henti.
Laki-laki itu hampir hilang akal. Disaat itulah tiba-tiba terdengar suara tertawa mengikik,
dibarengi dengan munculnya sesosok bayangan
putih di hadapannya. Ternyata bayangan putih
itu adalah seorang wanita berbaju serba putih
dengan ikat pinggang warna hitam. Rambutnya
terurai sampai melebihi bahu. Prawira tersentak
kaget. "Hihihi... kau hendak kemana Prawira....?"
"Siapakah kau?" bentak Prawira. Heran ju-ga terkejut laki-laki ini karena tak
mengenali wanita itu, yang mengetahui namanya. Juga kemunculannya yang seperti hantu.
"Hihi... Prawira! Aku tahu kau murid Kyai
Rangga Jati! Kau tak mengenalku, tapi aku mengenalmu, karena aku pernah diusir dari Pesantren Sawung Galing!" menyahut wanita itu. Prawira tersentak kaget. Sepasang
matanya membelalak. "Kau... Galuh Ranti...?" sentak Prawira. Dia memang ada mendengar Kyai
Rangga Jati pernah
mempunyai seorang murid yang diusir dari Pesantren Sawung Galing, karena bertingkah laku
tidak senonoh, sehingga membuat malu orang tua
itu. Kejadian itu telah lewat lebih sepuluh tahun
yang silam. Prawira hanya mendengar dari Kyai
Rangga Jati yang menceritakan hal kejadian itu
kepadanya. "Benar apa yang kau duga itu! Aku memang Galuh Ranti! Tentu Kyai Rangga Jati telah
menceritakan padamu!"
"Hm, apa maksudmu menghadangku?"
tanya Prawira. Diam-diam dia sudah punya pirasat tidak baik dengan kemunculan wanita itu.
"Hihi... aku hanya mau bertanya, akan kemanakah kau" Tampaknya kau sangat tergesagesa?" sahut Galuh Ranti dengan sikap sangat genit. Usia wanita ini kira-kira
sekitar tiga puluh lima tahun. Dari sikap dan dandanannya yang
berpupur tebal serta alis hitam dan bibir bergincu, sudah dapat diterka kalau dia seorang wanita
jalang. Apalagi Prawira telah mengetahui watak
serta perbuatannya yang mencemarkan nama
Kyai Guru Rangga Jati, hingga sampai mengusir
wanita muridnya itu.
"Aku akan ke Pesantren Sawung Galing
menemui Kyai Guru! Ada hal penting yang akan
aku sampaikan...! Kuharap kau memberi jalan
dan tak menggangguku, Galuh Ranti!" sahut Prawira. Sementara kudanya telah
kembali tenang.
Entah hal apakah yang membuat binatang itu tiba-tiba meringkik keras dan nampak seperti ketakutan. "Hal penting apakah hingga kau nampak
begitu tergesa-gesa" Kalau boleh aku mengetahui.
Hm, siapa tahu aku bisa membantumu...?"
"Aku tak dapat mengatakannya! Hm, apakah kau berani datang ke Pesantren Sawung Galing setelah kau diusir oleh Guru?" Wanita itu tertawa dingin, seraya menyahut.
"Mengapa tidak" Mari kita kesana bersama-sama! Sudah lama aku tak melihat pesantren
itu, apakah murid Kyai Rangga Jati semakin bertambah" Dan tentu keadaan di sana telah banyak
berubah sejak aku tinggalkan..." Prawira jadi me-lengak. Tak menyangka kalau
Galuh Ranti menawarkan diri untuk turut bersama ke Pesantren
Sawung Galing. Dan tanpa disadari tatapan mata Galuh
Ranti yang mengandung kekuatan ghaib telah bekerja untuk mempengaruhi laki-laki itu. Saat itu
Prawira yang tadinya tak mau memperdulikan
wanita itu, mendadak merasa suatu kekuatan
aneh yang telah memaksa dia menatap pandangan mata Galuh Ranti, hingga dia tertegun mematung. Kekuatan yang hebat itu ternyata mampu
merobah pandangan mata lawan menjadi pudar.
Prawira seperti merasa pikirannya menjadi kosong. Dan satu bisikan halus tiba-tiba menyelinap ke daun telinganya.
"Prawira...! Tak tahukah kau bahwa aku
sangat mencintaimu" Aku sudah jatuh hati padamu sejak kau datang ke Pesantren Sawung Galing. Sayang aku dicemburui oleh Somala anak
angkat Guru pada sepuluh tahun yang lalu, hingga aku difitnah bahwa aku telah mengadakan hubungan badan dengannya. Padahal tujuannya
adalah agar segera dinikahkan padanya. Tapi justru aku telah diusir dari pesantren! Aku tak
mencintainya, Prawira...! Dan sampai saat ini aku masih mencintaimu... Apakah
kau akan membiarkan aku merana mendendam cinta sampai
kulit tubuhku menjadi keriput" Lihatlah aku
Prawira! Aku masih cantik, bukan" Dan sampai
saat ini aku masih perawan. Tak seorang lakilakipun yang menyentuh diriku. Karena aku masih mengharapkan kau..."
Kata-kata bermadu mengandung bisa itu
menyelinap ke telinga Prawira dan menyentakkan
hati laki-laki ini hingga terpana. Dan satu kekuatan ghaib telah membuat pemuda
ini perlahan- lahan turun dari punggung kudanya. Kemudian
melangkah mendekati wanita itu.
"Kau... kau memang masih sangat cantik,
Galuh Ranti. Masih cantik seperti dulu..." berkata Prawira dengan suara mendesis
dan mata tak berkejap menatap wanita di hadapannya. Dalam
pandangannya Galuh Ranti bahkan telah berubah
menjadi seorang gadis yang sangat cantik luar biasa. Disaat itulah tiba-tiba lengan Galuh Ranti
bergerak cepat menotok tubuh laki-laki itu. Akan
tetapi sebelum lengannya menyentuh tubuh Prawira, mendadak terdengar bentakan keras.
"Perempuan bejat!"
"Whuuuk...!" Mendadak sambaran angin
keras telah membuat tubuh wanita ini terhuyung
ke samping hingga gerakan tangannya luput untuk menotok Prawira. Dan tahu-tahu sesosok tubuh telah muncul di tempat itu. Prawira tersadar
seketika dari pengaruh kekuatan ghaib wanita
itu. Sebaliknya Galuh Ranti berubah pucat wa
Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jahnya melihat siapa orang yang telah berdiri di
hadapannya. "Guru...!" teriak Prawira dengan wajah girang. "Prawira! menyingkirlah! Murid
durhaka bukan tandinganmu!" berkata kakek tua berjubah hijau dengan tasbih di
tangannya itu. "Kyai Rangga Jati...!?" sentak Galuh Ranti dalam hati. Akan tetapi dia telah
melompat berdiri tegak dengan sikap waspada.
"Bagus! Aku tak perlu datang ke Pesantren
Sawung Galing untuk membalas perlakuanmu
mengusir diriku, kakek tua!" berkata Galuh Ranti dengan suara dingin.
"Hm, setelah kau menuntut ilmu dengan
seorang manusia sesat berilmu setan, apakah
masih juga mau merusak muridku yang lain?"
berkata Kyai Rangga Jati dengan sikap tenang.
"Hihihi.... syukurlah kalau kau mengetahui! Aku bebas menentukan pilihanku setelah
kau usir dari pesantren! Dan kau datang hanya
akan mengantar nyawa, kakek tua sok suci! Ketahuilah, sejak hari itu kau mengusirku, aku sangat mendendam. Dan dendam itu tak akan lenyap
sebelum aku menghancurkan orang-orang Pesantren Sawung Galing termasuk dirimu!" teriak Galuh Ranti dengan suara lantang.
Prawira tersentak dari pengaruh hebat
yang telah menyeret dirinya, dan hampir saja dia
kena perangkap halus wanita itu, kalau gurunya
tak muncul di tempat itu. Sesaat antaranya dia
tertegun. Tapi segera melompat ke hadapan Galuh Ranti dengan membentak keras.
"Perempuan setan! Hampir saja kau mempengaruhi diriku untuk berbuat maksiat denganmu! Sebelum kau menghancurkan kami, langkahilah mayatku terlebih dulu!" Prawira secepat kilat mencabut keris di balik
bajunya, dan menerjang wanita itu. Kyai Rangga Jati berteriak memberi peringatan. Akan tetapi terlambat. Galuh
Ranti gerakkan sepasang lengannya ke depan.
Cahaya kuning membersit... Detik itu juga terdengar teriakan Prawira. Tubuhnya terhuyung ke
belakang. Sepasang mata laki-laki itu membelalak. Dia merasakan sekujur tubuhnya seperti disengat ratusan binatang berbisa. Dan samarsamar pandangan matanya melihat ratusan kala
menggerumuti sekujur tubuh.
"Ilmu iblis..." sentak Prawira dengan terperangah. Akan tetapi saat itu juga
tubuhnya ter- jungkal roboh, dan berkelojotan sekarat. Dan dalam waktu singkat setelah meregang nyawa, lakilaki itupun hembuskan nafasnya. Ratusan kala
itu lenyap berbareng dengan lenyapnya kabut uap
kuning pada tubuh Prawira.
Kyai Rangga Jati terperanjat. Dia sudah
mengetahui kalau Galuh Ranti muridnya itu telah
menjadi murid seorang tokoh berilmu sesat. Dan
dia sudah menduga Prawira bukanlah tandingannya. Akan tetapi dia tak sempat menahan lakilaki itu yang menerjang Galuh Ranti setelah secepat kilat mencabut kerisnya.
"Perempuan bejat! Ternyata hatimu begitu
telengas! Kau benar-benar telah menjadi hamba
iblis!" bentak Kyai Rangga Jati dengan melangkah mundur setindak. Diam-diam dia
mempersiapkan diri dengan membaca kalimat-kalimat suci dalam
hati. Jari lengannya tak berhenti menghitung biji tasbih. "Hihi...hi... kelak
nyawamupun akan me-nyusul murid-muridmu, Kyai! Saat ini aku membiarkan kau hidup untuk sementara...!" berkata Galuh Ranti. Mendadak tubuhnya
lenyap berubah jadi gumpalan asap putih, dan lenyap dari pandangan mata Kyai Rangga Jati.
Laki-laki tua ini terperangah, dalam desis
suaranya memuji asma Tuhan. Sesaat dia terpaku menatap pada mayat muridnya. Hatinya diamdiam tersentak mendengar kata-kata Galuh Ranti
tadi. Kyai Rangga jati teringat pada anak angkatnya, Somala yang belum kembali ke pesantren sejak mohon diri untuk menyambangi saudaranya
ke kampung halamannya. Somala pergi dengan
tiga orang murid laki-lakinya.
Pada saat itulah sebuah bayangan berkelebat muncul. "Sobat Kyai...! Pergilah tinggalkan tempat
ini. Serahkan perempuan iblis dan gurunya padaku! Biar aku yang menumpas kedua manusia terkutuk itu!" terdengar suara bernada besar dan parau. Alangkah terkejutnya Kyai
Rangga jati ketika melihat di tempat itu telah berdiri seorang
kakek katai berjubah putih berkepala besar, mencekal tongkat berbentuk bulan sabit di bagian
ujungnya. "Ah...!" Kiranya anda sobat Badubala, si
Tongkat Bulan Sabit!" berkata Kyai Rangga Jati ketika mengenali kakek katai ini.
Kaum dunia Rimba Hijau memang mengenal siapa adanya kakek katai ini. Yaitu seorang tokoh yang sering
memisahkan diri dari kemelut dunia persilatan,
seperti juga Kyai Rangga Jati. Pergi dan munculnya tak lain karena suatu sebab. Yaitu mencari
isterinya yang dilarikan orang, atau melarikan diri dengan orang lain. Selama
lebih dari empat puluh
tahun hidupnya digunakan untuk mengembara
ke setiap pelosok. Selama puluhan tahun itu telah dua kali dia merambah wilayah
ini. Rupanya hanya berputar-putar saja di sekeliling wilayah
Pulau Jawa sampai hampir habis usianya. Sungguh dia seorang yang harus dikasihani. Dimana
dia muncul selalu membawakan sajak melalui senandungnya. Hingga bila mendengar suara senandung yang kalimatnya itu-itu juga, orang lantas tahu siapa yang datang. Bagi yang sudah sering berjumpa. Kyai Rangga Jati dengan menundukkan kepala. Tiba-tiba dia mengerutkan kening
seraya menatap pada kakek katai itu.
"Sobat Badubala... Aku yang lebih banyak
menggembleng murid-muridku dalam keagamaan,
tak mengerti dan tak banyak mengetahui lagi tentang keadaan dunia Rimba Hijau. Apakah kau
yakin kejadian yang melanda di beberapa tempat
dalam wilayah ini adalah perbuatan isterimu dan
muridnya?"
"Hm, walau aku belum yakin benar, tapi
sudah kukatakan aku telah mengendus bau tubuhnya! Maka, kukira sebaiknya kau kembali saja ke kaki Gunung Honje sambil menguburkan
jenazah muridmu! Mengenai kejadian di tempat
ini adalah urusanku!" kata si kakek katai. Sejenak Kyai Rangga Jati tercenung,
tapi kemudian berkata. "Kalau begitu, baiklah, sobatku...! Dan terima kasih atas bantuanmu.,.!" Selesai berkata Kyai Rangga Jati melompat
menghampiri ke arah
mayat Prawira. Kemudian memondong tubuh laki-laki itu, dan dibawanya berkelebat tanpa menoleh lagi. Kakek katai ini menatap sampai sosok tubuh Kyai tua itu lenyap dari pandangan mata. Sesaat dia menghela nafas, kemudian menekan
ujung tongkatnya. Dan bagaikan sebuah boneka
sebesar bocah kecil, tubuh kakek katai melayang,
kemudian lenyap tak kelihatan lagi...
8 Galuh Ranti berkelebat bagaikan sebuah
bayangan hantu ke arah hutan setelah sebelumnya menebarkan uap kabut kuning ke arah rumah kepala desa. Sementara tubuh wanita telengas itu lenyap merambas hutan, di dalam rumah
kepala desa terdengar suara jeritan seorang wanita. "Tidak! Oh, tidaaak! Tidaaaaak....!" Wanita isteri kepala desa ini melihat
ratusan kala berke-rumun di sekujur tubuh suaminya. Dengan mata
membelalak dia melihat kejadian aneh itu. Dan
menjeritlah wanita ini ketakutan melihat suaminya meregang sekarat berkelojotan di atas
pembaringan. Selang sesaat, nyawa laki-laki kepala desa itupun melayang. Dan... robohlah wanita ini tak sadarkan diri setelah mengetahui suaminya tewas. Beberapa orang penduduk melompat keluar dari dalam pondoknya. Lalu berlari ke arah
rumah besar kepala desa. Apa yang dilihat oleh
mereka membuat terperanjat beberapa laki-laki
ini. Dilihatnya isteri kepala desa dalam keadaan
pingsan tergeletak di pintu kamar. Sedangkan di
dalam kamar tampak kepala desa dalam keadaan
tewas dengan sekujur tubuh penuh dengan ratusan kala dan binatang berbisa lainnya. Tentu saja mereka segera berlarian
keluar, tanpa sempat
menggotong tubuh wanita tua itu.
Sesosok bayangan melesat di samping rumah, dan tahu-tahu telah berada di jendela kamar kepala desa itu. Ternyata tak lain dari si kakek katai. Mata kakek katai ini
tertuju pada mayat laki-laki kepala desa itu. Bibirnya berdesis.
"Keparat! Murid si Peri Ratu Kemuning
sungguh keterlaluan! Hm, kini sudah saatnya
memusnahkan kedua manusia guru dan murid
itu!" Selesai mendesis geram, tubuhnya berkelebat lenyap dari jendela kamar
tanpa seorangpun
yang mengetahui.
Menjelang malam tampak suatu kejadian
aneh terjadi di dalam hutan itu. Entah sejak kapan berdirinya, tahu-tahu telah tersembul sebuah
istana terbuat dari batu-batu yang kokoh kuat,
dengan tiga buah menara yang menjulang ke langit. Sebuah istana aneh yang tampak seperti dalam sebuah dongeng... Tapi hal itu tampak jelas
di depan mata si kakek katai yang memandang
dengan mata membelalak dan terperangah...
"Istana iblis...!" sentak Badubala si Tongkat Bulan Sabit dengan suara mendesis.
Berdiri di atas cabang pohon kayu besar dengan mata
membelalak lebar, kakek katai ini tertegun mematung. Di saat yang sama sesosok bayangan berkelebat di sisi hutan. Gerakannya ringan sekali.
Akan tetapi si kakek katai telah dapat mengetahui kemunculan orang itu. Matanya
yang besar berkejap-kejap memandang ke bawah ke arah sosok
bayangan itu. "Hm, siapa lagi yang muncul di malam begini" Manusia atau dedemit?" Berdesis si kakek katai. Mendadak tubuhnya melesat,
dan lenyap di kegelapan. Sementara itu sosok tubuh yang muncul di
sisi hutan itu, tengah tertegun menatap ke celah
semak belukar. Di antara keremangan cahaya bulan dia telah melihat adanya sebuah istana aneh
yang memiliki tiga buah menara tinggi. Siapa
adanya orang ini adalah seorang laki-laki yang
membungkus kepalanya dengan jilbab warna hitam. Berkumis dan berjenggot lebat berwarna kecoklatan. Mengenakan jubah berlengan panjang
berwarna gelap.
"Istana aneh! Istana gaib! Sungguh menakjubkan!" Terdengar laki-laki itu berkata sendiri.
Mendadak tubuh laki-laki berjilbab ini melesat ke udara, dan bersalto dua kali.
Tahu-tahu lenyap
tak kelihatan kemana berkelebatnya. Hal itu ternyata tak luput dari pandangan mata si kakek katai yang memperhatikan dari tempat gelap di balik semak. "He" Begitu cepatnya
dia menghilang"
Aneh! Kukira mataku masih tajam untuk melihat
jelas walaupun keadaan bagaimana gelapnya sekalipun..." berkata si kakek katai dalam hati. Sebagai seorang tokoh Rimba Hijau
yang sudah ka- wakan dan berilmu tinggi, walau jarang mengalami pertarungan, tapi kakek ini bermata tajam.
Gerakan sehalus apapun dapat dilihatnya di dalam gelap. Tapi kali ini dia benar-benar terkejut, karena tak melihat gerakan
laki-laki berjilbab itu kemana arahnya. Tahu-tahu lenyap di depan ma-ta.
"Hm, aku tak tahu dia kawan atau lawan...
Tapi dari kata-katanya dia juga terheran melihat
kemunculan istana aneh itu! Sebaiknya aku tak
terburu-buru bertindak. Ingin kulihat, apakah
esok pagi istana aneh itu akan lenyap lagi" Dugaanku keras bahwa semua ini adalah ulah perbuatan seorang perempuan tukang sihir yang kuduga adalah isteriku" memikir dan berkata dalam hati si kakek katai. Kemudian
diapun berkelebat
dari sisi hutan itu...
* * * Sementara itu di atas salah sebuah menara
istana aneh tampak tersembul sebuah kepala seorang wanita... Ternyata kepala si nenek tua renta yang tadi siang berteriakteriak di tengah desa.
Tampak nenek ini memandang ke bawah menara,
mengawasi hutan yang mengelilingi istana itu.
"Heheh...hik...hik... tak seorangpun akan
mengira Peri Ratu kemuning adalah aku sendiri.
Dan takkan seorangpun mengira kalau akulah si
penyebar bencana itu! Bagus...! Muridku Galuh
Ranti dapat diandalkan untuk melenyapkan manusia-manusia pembangkang yang mau menghalangi cita-citaku! Akan kudirikan sebuah kerajaan di atas kekuasaanku. Kekuasaan
seorang manusia penghamba iblis! Karena aku merasa iblis te
Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lah banyak membantuku! Semakin banyak pengikutku akan bertambah panjanglah usiaku, dan ...
hihik...hihik...hik... aku akan kembali menjadi
muda dan cantik lagi..!" berkata wanita tua bungkuk itu, dan tertawa terkekehkekeh. Mendadak seekor burung gagak terbang
dari arah luar sambil bersuara keras memekikmekik. Burung gagak ini hinggap di pundak si
nenek bungkuk. "Ada apa, manis..." Mengapa kau berteriakteriak" Katakanlah! Apakah ada sesuatu yang kau
lihat diluar sana?" bertanya si nenek pada burung gagak itu. Burung gagak
bagaikan mengerti pertanyaan nenek tua renta itu sambil memekikmekik terbang dari jendela menara. Tahulah si
nenek bahwa ada sesuatu yang telah membuat
burung gagak peliharaannya bersikap demikian.
Nenek ini mendengus, dan berdesis.
"Heh! Siapa manusianya yang berani memasuki pintu gerbang istanaku, berarti dia ingin
cepat mengantar nyawa...!" Sekejap tubuh Peri Ratu Kemuning lenyap jadi gumpalan
asap putih. Tahu-tahu telah berada di bagian bawah, tepat di
depan pintu gerbang. Akan tetapi mendadak sepasang mata nenek tua ini membelalak lebar, dan
wajahnya berubah kaget. Apakah yang dilihatnya" Ternyata burung gagak peliharaannya tampak terkapar mati menggeletak di tanah.
"Hah! Apa yang telah terjadi?" sentak wanita tua ini dengan suara berteriak
kaget. "Gagakku... oh, gagakku...?"?" teriaknya sambil berkelebat dan lengannya
menjumput bangkai burung yang barusan terbang ke bawah
menara itu. Tapi kini dijumpai dalam keadaan tak
bernyawa lagi. Saat itu sebuah bayangan berkelebat dari arah dalam ruangan.
"Apakah yang telah terjadi. Guru...?" Ternyata Galuh Ranti adanya. Tersentak
kaget wani- ta ini melihat bangkai burung gagak peliharaan
gurunya telah menjadi bangkai.
"Keparat! Siapakah yang telah melakukannya. Guru" Biar aku membekuk manusianya!"
berkata Galuh Ranti dengan wajah geram.
"Heh! Cari keparat itu di sekitar istana!"
berkata Peri Ratu Kemuning dengan suara lantang. Burung Gagak ditangannya dibantingnya ke
tanah. Akan tetapi terjadi sesuatu keanehan yang
seumur hidup baru terjadi di depan matanya. Burung gagak itu ternyata berubah menjadi sebuah
batu. Baik si nenek maupun Galuh Ranti sama
terkejut. "Keparat! Aku tertipu! Hm, ternyata ada
manusia yang telah memiliki ilmu sihir menelusup kemari. Siapakah dia?" sentak Peri Ratu Kemuning dengan wajah berubah
mengelam. "Siapakah orangnya. Guru" Apakah kirakira kau mengetahui?" Sejurus lamanya si nenek tercenung. Mendadak dia
berjingkrak dan meng-gerung dengan suara keras. "Keparat! Kurang
ajar...! Apakah dia si pemilik sihir putih?"
"Siapa yang kau maksudkan. Guru?" tanya Galuh Ranti. Nenek ini tak menjawab,
tapi segera merapal mantera-mantera. Mendadak bulan seperti lenyap disaput kabut hitam yang datang
bergulung-gulung. Dan perlahan-lahan istana
aneh itupun lenyap tertutup kabut hitam. Semua
jadi gelap pekat.
Ketika rembulan kembali muncul... tampak
istana aneh itu telah lenyap sirna. Tempat itu
kembali menjadi hutan rimba yang lebat seperti
asalnya. Dan kedua perempuan penganut ilmu iblis itupun lenyap pula entah kemana perginya...
Saat itu di atas dahan sebuah pohon besar,
tampak si laki-laki berjilbab yang berdiri menjublak terpaku, karena melihat
istana aneh yang
membuat dia terheran dan terkagum-kagum telah
lenyap sirna dari pandangan mata. Laki-laki berjilbab ini garuk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian lengannya mengusap kumis dan
jenggotnya. Aneh! Seketika jenggot dan kumis lebat berwarna kecoklatan itu tahu-tahu lenyap.
Siapa adanya laki-laki ini" Ketika dia melepaskan
jilbabnya, ternyata dia seorang pemuda berambut
gondrong. Dan siapa adanya orang berjubah ini
tiada lain dari si Dewa Linglung alias Nanjar.
"Heh...! Aku tak boleh kehilangan jejak kedua perempuan iblis itu! Jelas nenek tua renta itu adalah si Peri Ratu Kemuning,
si penguasa ilmu
sihir hitam seperti petunjuk suara gaib si Raja
Penyihir Sinting! Sungguh luar biasa hebatnya ilmu hitam perempuan tua itu... Hm, aku harus
berhati-hati agar tak terperangkap jebakan mereka..." berdesis Nanjar.
"Rupanya ada seseorang pula yang mengincar nyawa Peri Ratu kemuning dan muridnya.
Kakek katai yang pernah kujumpai bersenandung
di atas bukit itu, ternyata berada di wilayah ini.
Haha... bagus! Dia bisa dijadikan teman untuk
melabrak perempuan-perempuan iblis penyebar
bala itu!" kata Nanjar dalam hati. Tubuhnyapun berkelebat lenyap dari dahan
pohon itu... 9 Kakek Katai Badubala membentak keras.
Tubuhnya mendadak berkelebat dari atas wuwungan rumah...
"Perempuan kuntilanak! Berhenti kau!"
Bayangan putih yang berkelebat memasuki mulut
desa itu mendadak terhenti karena sesosok tubuh
telah berdiri menghadang. Tersentak kaget wanita
berpakaian serba kuning ini melihat seorang kakek katai telah berdiri dengan tatapan mata tajam
bagai menembus jantung menghalangi jalan. Ternyata dia seorang gadis berbaju kuning berwajah
cantik. "Siapakah kau, kakek pendek katai" Aku tak mengenalmu! Mengapa kau
menyebutku perempuan kuntilanak" Dan tahu-tahu menghadang langkah orang?" tanya gadis ini dengan
menjungkatkan alisnya.
"Heh...heh.... tak perlu kau menyamar segala dengan ilmu sihir hitammu! Aku telah mengenali bau tubuhmu, walaupun sudah empat puluh tahun kau merat (minggat) dari sisiku, karena kabur dengan laki-laki lain!"
bentak si kakek katai dengan suara dingin. "Tampakkan wajah asli-mu. Papulini!
Aku Badubala masih berhak menghukummu karena perbuatanmu itu, dan minta
ampunlah kepada Tuhan sebelum aku membunuhmu. Karena kau telah bersekutu dengan iblis,
dan menebar bencana di muka bumi ini!"
"Hihi...hi... bagus! matamu tajam, Badubala! Akan tetapi kau cuma inginkan kematian! Persoalan masa silam sudah lama basi! Akan tetapi,
aku masih punya rasa kasihan padamu, Badubala! Seharusnya kau tahu diri untuk tak terus
mengejarku... Tahukah kau bahwa aku menikah
denganmu empat puluh tahun yang lalu adalah
cuma berpura-pura saja?" sahut gadis ini. Selesai berkata tiba-tiba asap putih
mengepul... Dan sosok tubuh gadis cantik itu telah berubah menjadi
seorang nenek tua bungkuk.
"Hihik... hik... Badubala! Lihatlah ujud asliku! Aku telah menjadi seorang tua
bungkuk, buruk dan tak enak untuk dipandang. Tapi dengan ilmuku yang hebat, aku bisa merubah diri
menjadi seorang gadis jelita berusia belasan tahun...!" "Perempuan iblis! Tadinya aku mengira kau
akan sadar setelah menjelang usia tua! Seandainya kau tak mempelajari ilmu sesat dan menggunakannya untuk kejahatan dan kemaksiatan,
mungkin aku masih bisa memaafkanmu. Tapi
kau sudah bukan manusia lagi!" bentak si kakek katai dengan mata mendelik. Dan
dia sudah tak dapat menahan kemarahannya yang tersimpan
selama empat puluh tahun. Kakek ini menggerung keras. Tongkat bulan sabitnya menyambar
dahsyat! "Whuuuk..."
"Blasssh!"
Nenek tua bungkuk gerakkan lengannya
mengibas. Ujung lengan jubah menghantam mental tongkat si kakek katai. Sebelah lengannya
menghantam dengan pukulan yang membersitkan
uap kuning. Akan tetapi si kakek katai telah mencelat ke udara. Gerakan itu dibarengi dengan tendangan kaki ke arah kepala si nenek. Terkejut
wanita tua ini karena angin yang membersitkan
kekuatan tendangan yang hebat bertenaga dalam
penuh dari sebelah kaki kecil si kakek katai. Akan tetapi secepat itu pula
rambutnya mendadak menyambar untuk menggubat kaki lawan. Kakek katai terkejut. Secepat kilat dia menahan serangan.
Gerakan ini disusul dengan hantaman pangkal
tongkat ke arah batok kepala si nenek.
"Keparat!" maki perempuan tua ini. Mendadak dia melenyapkan diri menjadi gumpalan
asap... "Bhuk!" Satu hantaman keras tahu-tahu membuat tubuh si kakek katai
terjungkal dan terlempar berguling-guling. Dan terdengar suara tertawa-tertawa terkekeh tanpa ujud.
"Hihik...hik... mampuslah kau, Badubala!"
Kakek katai mengeluh panjang. Sesaat dia terpana dengan wajah menyeringai menahan sakit pada punggungnya yang seperti dihantam palu. Pukulan itu seperti membuat beku aliran darahnya.
"Manusia bejat! Aku akan adu jiwa denganmu!" bentaknya. Kakek katai rentangkan kedua tangannya. Menyambarlah kilatan
sinar pu- tih ke arah depan.
"Bhumm!" Terdengar ledakan keras mengguntur. Itulah jurus pukulan Halilintar yang telah dilontarkan si kakek katai.
Ternyata sepasang
mata kakek ini entah menggunakan ilmu apa, dia
dapat melihat di mana adanya sosok tubuh si nenek bungkuk. Ternyata wanita tua bekas isterinya
itu telah merentangkan pula kedua lengannya.
Uap kuning menyambar ke depan, dan terjadilah
ledakan tadi. Bersamaan dengan terdengarnya ledakan
itu, tampak tubuh si nenek terhuyung beberapa
langkah ke belakang. Tapi akibatnya sangat fatal
bagi si kakek katai. Tubuhnya terlempar belasan
tombak. Wanita tua bungkuk yang menggelari dirinya si Peri Ratu Kemuning ini tampak menyeringai. Wajahnya agak memucat, dan setetes darah mengalir di sudut bibirnya. Disaat itulah terdengar suara teriakan seorang
wanita. "Guru...!" Dan sebuah bayangan putih berkelebat muncul di tempat itu. Ternyata
yang da- tang adalah Galuh Ranti. Wanita ini menatap gurunya dengan tersentak kaget.
"Apa yang terjadi, Gitru..." Siapa yang telah melukaimu?" Belum lagi nenek tua
itu menjawab, terdengar gemboran suara bentakan keras di belakangnya. Wanita ini
balikkan tubuh dengan cepat, dan lengannya menghantam...
"Blug!" Terdengar jeritan merobek udara diiringi terlemparnya tubuh. Ternyata
entah sejak kapan datangnya seorang laki-laki berbaju hitam
telah muncul dan menyerang wanita itu.
"Kau... Somala...?" sentak Galuh Ranti menatap pada laki-laki yang tergeletak di
tanah me- nyeringai kesakitan. Sebuah pedang tampak tergeletak tak jauh di dekatnya. Keadaan laki-laki itu sangat mengenaskan, karena
beberapa tulang dadanya remuk. Cairan darah mengalir membasahi
bajunya yang hancur di bagian depan.
"Kau... perempuan bejat! Kau... telah membunuh Prawira. Sungguh keji hatimu... perempuan iblis..." terputus-putus suara laki-laki ini ketika berkata menatap Galuh
Ranti dengan mata
membelalak. "Hihi... kau terlalu gegabah menyerang dari
belakang, Somala,...! Sayang... tadinya aku masih mengharapkan kau, tapi kini
tak mungkin lagi!"
sahut wanita ini. Sebelah lengannya terulur. Dan
menyambarlah uap kuning ke arah laki-laki itu.
Uap kuning yang aneh itu sekejap telah membungkus tubuh Somala. Selang sesaat terjadilah
kengerian yang berlangsung di depan mata. Uap
kuning mendadak berubah menjadi ratusan ekor
kala dan binatang berbisa yang menyengat dan
mematuk sekujur tubuh laki-laki itu. Somala berteriak menyayat hati. Tubuhnya berkelojotan meregang nyawa. Selang tak lama jiwa pemuda malang itupun melayang
10 Sementara kejadian tadi tengah berlangsung, seorang pemuda gondrong entah sejak kapan telah berdiri beberapa tombak di tempat itu.
Sepasang lengannya menyangga tubuh si kakek
katai. Entah bagaimana ketika si kakek katai tadi terlempar belasan tombak
akibat benturan pukulan tenaga dalam yang telah dipapaki oleh Peri
Ratu Kemuning. "Pemuda gagah... siapakah kau..." berkata si kakek katai dengan nafas memburu.
Dia me-rasai sekujur tubuhnya seperti digigiti ratusan
semut dan sekujur tulang terasa ngilu, akibat
benturan kedua arus tenaga dalam tadi. Akan te
Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tapi sesaat antaranya ada hawa aneh yang telah
membuat rasa sakit itu lenyap. Ketika membuka
mata kakek katai tertegun karena tubuhnya berada dalam pondongan seorang pemuda berambut
gondrong. "Aku adalah orang yang kau temui tadi malam di sisi hutan itu, kakek...!" menyahut si Dewa Linglung. Tertegun Badubala
mendengarnya. Matanya membelalak lebar menatap wajah si pemuda. "Tapi kulihat wajahmu penuh jembros dan
kumis lebat...?" sanggah si kakek katai.
"Haha... aku cuma mengenakan kumis dan
jenggot palsu, sobat kakek pendekar... Oh, ya!
Bukankah kau yang bergelar si Tongkat Bulan
Sabit" Aku pernah menjumpaimu beberapa bulan
yang lalu ketika kau naik di punggung seekor keledai tua..." sambung Nanjar. Kemudian menurunkan kakek katai itu ke tanah.
"Dari mana kau mengetahui julukanku?"
sentak si kakek katai. Akan tetapi sebelum Nanjar menjawab, mendadak bersyiur
angin keras menyambar ke arah mereka.
Nanjar gerakkan lengan mendorong tubuh
kakek katai itu, sedangkan dirinya sendiri berkelebat ke samping dengan gerakan terhuyung. Ternyata serangkum angin berhawa panas telah menyerang mereka. Rambasan angin itu disusul
dengan bentakan keras si nenek bungkuk.
"Bocah edan! Katakan apa hubunganmu
dengan si tua bangka Raja Penyihir Sinting?" Ta-hu-tahu di hadapan mereka telah
berdiri si nenek
Peri Ratu Kemuning.
"Hai, nenek bau kentut! Lebih baik kau
merubah ujudmu jadi perawan ompong saja kalau
mau berhadapan denganku!" teriak Nanjar dengan hati mendongkol. Karena hampir saja dia kena sambaran pukulan uap kuning kalau tak bergerak cepat menghindarkan diri.
"Kunyuk sinting! Jawab pertanyaanku sebelum kukirim jiwamu ke liang Akhirat, atau ku
penjarakan seumur hidup seperti si Raja Penyihir
Sinting!" bentak nenek tua ini dengan menggeram marah karena ucapan si Dewa
Linglung. Diam-diam dalam hati pemuda ini tersentak mendengar
keterangan yang tanpa sengaja keluar dari mulut
wanita iblis itu.
"Jadi si Raja Penyihir Sinting dipenjarakan
seumur hidup oleh nenek bau kentut ini?" berkata Nanjar dalam hati.
Karena yang ditanya diam menjublak, nenek ini membentak lagi.
"Bocah gendeng! cepat katakan siapa kau
sebenarnya?"
"Nenek sombong! Tak perlu kau mengetahui siapa diriku, dan apa hubunganku dengan
orang yang kau sebutkan tadi! Katakan padaku di
mana kau menyekap orang tua itu?" kata Nanjar.
Peri Ratu kemuning tertawa terkekeh, kemudian
berkata. "Kalau kau mau bergabung dengan diriku,
aku akan memberitahukan! Kau pastilah muridnya. Dan kaulah orangnya yang telah mengecoh
aku tadi malam! Hihik..hik.. kau cukup tampan
untuk menjadi pendampingku, bocah gagah!" Seraya berkata itu diam-diam Peri Ratu
Kemuning mulai mempergunakan ilmu tenungnya melalui
pandangan matanya yang menyorot tajam menatap pemuda itu. Diam-diam diapun ingin mengetahui apakah benar pemuda itu yang telah mengecohnya menyihir sebuah batu hingga seperti
seekor burung gagak yang telah mati" Hal itu
sangat membuat terkejut dirinya, karena tak pernah dia mengalami kekeliruan dalam penglihatan.
Nyata ilmu orang yang mengecohnya tidak di bawah ilmu sihir hitam yang dimiliki. Dia telah
menduga suatu kemungkinan orang itu memiliki
ilmu sihir putih. Dan ilmu sihir putih itu hanya berada pada sebuah kitab yang
sampai saat ini
tak diketahui di mana adanya. Hanya si Raja Penyihir Sintinglah yang mengetahui. Untuk itulah
dia telah menyekap si Raja Penyihir Sinting di dalam penjara bawah tanah hingga
hampir sembilan
belas tahun, karena laki-laki itu tak mau bergabung dengannya.
Saat itu si kakek katai tertegun melihat perubahan sikap gondrong yang tampak terpaku
dengan mata menatap wanita iblis bekas isterinya. Rasa khawatir menyelinap di hati Badubala
pada pemuda yang telah menolongnya itu. Diamdiam dia mengumpulkan sisa-sisa tenaga dalam
yang dimilikinya. Akibat gempuran tadi telah melenyapkan sebagian tenaga dalam, dan membuat
dia terluka dalam. Ternyata dia telah mengetahui
kalau nenek tua itu mulai main ilmu hitam untuk
mempengaruhi si pemuda dengan kekuatan pancaran matanya. Dengan membentak keras, tiba-tiba kakek
katai menerjang... Kedua lengannya menghantam
ke depan, mengirim pukulan Halilintar. Akan tetapi didetik itu sebuah bayangan putih berkelebat. Sebelum sinar putih meluncur dari kedua telapak tangannya, kakek katai perdengarkan jeritan parau. Tubuhnya terlempar ke samping bergulingan. Ternyata Peri Ratu Kemuning telah gerakkan lengannya menghantam dengan pukulan
tenaga dalam yang telah dipersiapkan ke arah si
Tongkat Bulan Sabit. Gerakannya ternyata lebih
cepat dari serangan si kakek katai, karena diamdiam nenek tua ini sudah menduga akan hal itu.
Berbareng dengan terlemparnya tubuh Badubala, sebuah bayangan putih berkelebat muncul. Ternyata Galuh Ranti. Wanita ini membentak
marah. "Kakek katai! Kau mau main curang?" Ketika itu juga dari lengannya
menyambar uap kuning ke arah si kakek katai yang tubuhnya baru
saja berhenti berguling. Tak ampun lagi uap kuning merambas tubuh si kakek katai. Namun berbareng dengan kejadian itu, terdengar jeritan menyayat hati ketika didetik yang bersamaan tampak kilatan sinar putih membias udara... Apakah
yang terjadi" Ternyata teriakan menyayat hati itu terdengar dari mulut Galuh
Ranti. Gadis ini terhuyung ke depan dan roboh terjungkal. Tampak
sebuah keris telah terhunjam di punggungnya.
Ketika dengan tak terduga Galuh Ranti bergerak
bangkit, tampak ujung keris telah menembus ke
dada. Pucat pias wajah wanita ini. Sementara itu
di tempat itu telah berdiri sesosok tubuh berjubah hijau. Siapa adanya orang tak lain dari Kyai
Rangga jati. "Keparat...! kau... kau... kubunuh kau
Kyai...!" menggembor Galuh Ranti bagai seekor harimau terluka. Tubuhnya mendadak
bangkit berdiri. Sepasang lengannya menggetar terentang
untuk mengirim pukulan kearah laki-laki tua bekas gurunya itu. Akan tetapi untaian tasbih di
tangan Kyai Rangga Jati telah menyambar terlebih dulu. "Kau tak layak hidup lagi, murid murtad!"
membentak Kyai Rangga Jati. Kilatan sinar tasbih
menyambar... Galuh Ranti menjerit sekali lagi.
Dan kali ini terkapar tak bangkit lagi.
Sementara itu Peri Ratu Kemuning yang
mengadu kekuatan mata dengan Nanjar berhasil
memaksa pemuda itu melangkah mendekat.
Sayang disaat dia berhasil mempengaruhi pemuda itu dengan kekuatan tenungnya, kakek katai
Badubala telah mengecoh, hingga kekuatan ilmu
hitamnya mengendur. Apa yang dihadapi Nanjar
ternyata sangat mencengangkan. Karena pemuda
itu melihat sosok tubuh di hadapannya berubah
sangat menyeramkan. Nenek tua bungkuk itu berubah ujud menjadi makhluk mengerikan berkepala empat. Lidahnya menjulur panjang mengeluarkan lendir yang berbau busuk.
Empat lidah telah menjulur ke arah si Dewa Linglung untuk menggubat tubuhnya. Akan
tetapi ketika si kakek katai tadi menerjang wanita itu, tiga lidah mendadak
lenyap, juga empat buah
kepala yang menyeramkan itu tinggal sebuah lagi.
Hal ini telah menguntungkan Nanjar. Karena disaat yang membuat dia tercengang itu satu gelombang kekuatan dahsyat yang tak terlihat telah
merambas dan membelenggu kaki dan tangannya
hingga tak dapat digerakkan.
Tatapan mata nenek itu telah menegangkan urat syarafnya hingga dia tak mampu merapal mantera untuk melepaskan diri. Nyaris bahaya
besar dialami si Dewa Linglung. Disaat ketiga lidah lenyap, dia berhasil melepaskan diri dari belenggu ghaib dan syarafnya terbuka. Dilihatnya
lidah makhluk yang tinggal sebuah itu menyambar ke arah leher. Sedangkan di lain saat kedua
lengan Peri Ratu Kemuning yang telah berubah
menjadi sepasang lengan berbulu dengan kesepuluh jarinya yang berkuku runcing mencengkeram
ke arah batok kepalanya.
Di detik bahaya maut itulah si Dewa Linglung berkelebat ke samping. Dan secepat kilat
dia telah mencabut pedang mustika Naga Merah
dari balik punggung. Detik berikutnya tampak kilatan cahaya merah merambas udara...
"Jrosss!" Terdengarlah teriakan parau
mengerikan merambah udara. Pedang mustika
Naga Merah berhasil menublas punggung makhluk yang mengerikan itu. Darah menyembur dari
luka di punggung makhluk itu ketika Nanjar menyentakkan pedangnya.
"Grrr... keparat! Kuremukan kau...!" teriak makhluk itu. Tapi lagi-lagi kilatan
cahaya merah berkelebat. "Cras! Cras! Cras!" Darah memercik berhamburan. Tampak kejadian yang sangat mengerikan. Tubuh makhluk itu terpotong menjadi beberapa bagian. Akan tetapi bagian kepala makhluk itu yang putus sebatas leher kembali meluncur ke arah si Dewa Linglung.
Lidahnya menyambar...! Dan dari sepasang
matanya meluncur kilatan sinar biru. Namun sebelum sinar biru itu menyambar ke tubuh si Dewa Linglung terdengar bentakan halus diiringi bacaan suara tasbih memuji kebesaran Tuhan. Sinar hijau menyambar ke arah kepala makhluk
itu. Ternyata itulah serangan untaian tasbih di
tangan Kyai Rangga Jati yang mengakhiri pertarungan. Terdengar suara letupan keras. Kepala
makhluk itu berubah jadi gumpalan asap hitam.
Keadaan tiba-tiba jadi berubah. Cuaca menjadi
gelap gulita. Bumi serasa bergoncang. Petir menyambar-nyambar di angkasa, dibarengi bertiupnya angin keras...
Ketika cuaca kembali terang seperti semula, tampak tubuh mengerikan yang terpotongpotong itu telah berubah menjadi potongan tubuh
si nenek tua renta. Batok kepalanya hancur, dan
wajahnya tak berbentuk lagi.
Sesaat keadaan menjadi hening... Nanjar
terpaku menatap dengan hati bergidik ngeri. Kelihatannya kejam, tapi apa boleh buat. Dia terpaksa harus melakukan. Dan kematian manusia iblis
itupun telah dibantu oleh Kyai Rangga Jati. Orang tua ini beranjak mendekati
Nanjar setelah me-mungut tasbihnya yang tergeletak di tanah.
"Kyai aku kagum dengan ilmu yang kau
miliki. Nyaris aku menemui bahaya, dan aku masih sangsi dan bingung, bagaimana menumpas
makhluk yang mengerikan penjelmaan nenek tua
itu?" kata Nanjar. Matanya menatap potongan tubuh Peri Ratu Kemuning.
"Ah, tak ada dalam dunia ini ilmu yang hebat! Semua ilmu itu milik Tuhan Pencipta Alam
Semesta. Iblis pun diciptakan oleh Tuhan. Maka
hanya kemurahan Tuhanlah, hingga kita bisa
menumpas manusia yang telah dikuasai iblis
ini...!" sahut Kyai Rangga Jati. Nanjar manggut-manggutkan kepala. Mendadak
Nanjar teringat
pada si kakek katai yang turut punya andil dalam
pertarungan menumpas dua perempuan iblis itu.
Segera dia gamit lengan Kyai Rangga Jati,
dan mendahului berkelebat. Mereka menjumpai si
kakek katai Badubala telah tewas dengan mata
meram. Agaknya kematiannya belum lama, karena di saat pertarungan itu terjadi dia masih bisa pentang mata dengan nafas
tersengal menyaksi-kan kejadian di depan matanya. Dan dia merasa
puas meninggalkan alam fana, setelah mengetahui kematian manusia iblis bekas isterinya yang
telah meninggalkan dirinya empat puluh tahun
yang silam. * * * Matahari telah condong di arah Barat. Pegunungan seperti tegaknya pagar biru dan hijau
yang menampakkan kedamaian hati. Nanjar berpisah dengan Kyai Rangga Jati, setelah mereka
menguburkan jenazah kakek katai Badubala dan
seorang murid laki-laki yang juga anak angkatnya
Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bernama Somala itu. Dua mayat perempuan iblis
itu juga ditimbun disatu lubang.
"Kini akan pergi kemanakah aku...?" ber-gumam si Dewa Linglung. Lengannya menggaruk-garuk tengkuknya. Mendadak Nanjar merasa perutnya geli bagai digelitik. Dia merogohkan lengannya ke balik baju,
ketika lengannya keluar
lagi seekor tikus putih tampak bergelantung dengan kepala di bawah karena ujung ekornya dijepit
dua jari lengannya.
"Haha... kau lapar, manis" Hehe... akan
kucarikan makanan buatmu!" kata Nanjar sambil tertawa. Nanjar melangkah pergi
sambil mema-sukkan binatang itu ke sela bajunya. Ingatan si
Dewa Linglung melayang jauh ke tanah bersalju
di mana tikus putih itu telah mengganggu kemesraannya bersama gadis asing bermata biru.
"Ah, Yulian... seandainya kau berada di
sampingku..." desisnya sambil tersenyum-senyum sendiri....
TAMAT https://www.facebook.com/Du
niaAbuKeisel Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Naga Pembunuh 12 Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Amarah Pedang Bunga Iblis 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama