Ceritasilat Novel Online

Tamu Dari Gurun Pasir 5

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 5


Cu Giok Im diam2 merasa heran, ia lalu menanya pada dirinya sendiri: "Hee, siapa sih orang itu?"
Pada kala itu si pemuda ceriwis tadi sudah melesat masuk ke dalam rimba sambil perdengarkan suara geramnya, kelakuannya mirip orang kalap.
Cu Giok Im mendadak seperti ingat sesuatu. Kematiannya Lim Tiang Hong mungkin ada hubungannya dengan pemuda tadi. Maka cepat2 ia menyusul pemuda tadi masuk ke dalam rimba, akan tetapi disitu sudah tidak kelihatan bayangan pemuda ciriwis tersebut.
Sesaat itu rupa2 kesangsian timbul dalam otaknya nona ini. Lim Tiang Hong adalah seorang pemuda yang memiliki kepandaian sangat tinggi, asal usulnyapun agak aneh. bagaimana dengan sedemikian mudah dapat diperdayakan dan dibinasakan orang"....
Dan siapa pulakah orangnya, itu orang yang tadi diam2 memberi hajaran kepada si pemuda ceriwis tadi
.384 itu" Jikalau mendengar logat dan nada suaranya, orang tadi pasti adalah satu gadis cilik. Menurut apa yang ia ketahui, didalam rimba persilatan pada dewasa itu belum pernah terdengar muncul sorangpun juga gadis cilik yang mempunyai kepandaian begitu tinggi.
Seperti apa yang diketahui, Cu Giok Im adalah seorang gadis yang berhati jujur, sikapnya polos, tingkah lakunya seperti orang laki2. Gadis ini tidak seperti kebanyakan gadis yang suka tersikap ke-malu2an. Saat itu ia memikir pula sekian lama, masih belum juga ia mengetahui siapa adanya gadis cilik dan pemuda ceriwis yang mirip Lim Tiang Hong itu. Selang sesaat, ia lalu memutuskan untuk tidak berpikir mengenai soal itu lagi.
Karena tadi ia telah bersumpah di hadapan kuburan, maka rencana satu2nya yang akan dilakukannya untuk masa mendatang, sudah tentu melulu hendak mencari itu orang atau musuh yang telah membinasakan Lim Tiang Hong dengan caranya yang licik.
Dengan ber-jalan2 seorang diri ia mandar mandir dalam rimba sejenak, setelah itu ia lantas berlalu dan menghilang ditelan kegelapan sang malam.
-0dw-smhn0- Bab 11 SEKARANG mari kita tengok kembali keadaan dalam kelenteng Tang-gak-bio yang terletak dalam kota Lokyang.
Hari itu mendadak didalam kota tersebut kedatangan seorang pemuda yang berwajah kusut, pakaiannya rombeng2. Pemuda yang seperti pangemis ini sedang memikul dua keranjang berisikan buah2an yang lalu didepan kelenteng tersebut.
Kedatangan pemuda bermuka kusut itu ada sedikit keanehannya. Ditempat tersebut, sedikit sekali orang yang mengenalnya. Sekalipun ada satu dua orang yang suka menegurnya, tetapi setelah bicara sebentar lantas pada menyingkir jauh2, agaknya segan orang2 bergaul dengannya.
Beruntun sang waktu berlalu, tiga hari sudah. Pemuda itu mulai dikenal orang
Orang2 yang mulai mengenalnya, juga mulai berani pula menghampiri dan mengajaknya bercakap2.
"Siauw Lim, selama setahun ini kemana saja kau menghilang" Apakah kau sudah mendapat peruntungan dinegeri lain?"
Pemuda kusut itu angkat pundak dan ketawa menjawab: "Dari mana aku bisa dapat untung" Aku cuma menjual tenaga dan membantu salah satu keluarga besar didalam kota, sekedar untuk mencari sesuap nasi. Sekarang mendadak majikanku katanya mau pindah ke Selatan, semua orang2 bawahannya diberhentikan dari pekerjaansja, maka terpaksa aku juga berhenti, aku lalu mengambil lain objek. Aku sekarang jualan buah2an ini. Paman, apakah selama ini kau baik2 saja?"
"Yah. Begitulah. Aku masih tetap seperti dulu, begitu2 saja Sejak kau berlalu meninggalkan Tang-gakbio ini, disini beruntun beberapa kali muncul beberapa rupa kejadian. Apa kau tidak pernah mendengar?"
"Didalam kota aku selamanya melayani Kongcu, putera majikanku, dimana aku bekerja didalam kamar belajar, maka tentu tidak ada kesempatan bagiku untuk keluar pintu, bagaimana aku bisa dapat tahu hal itu?"
"Oh, pantas. Kau mau dengar, bukan" Belum lama berselang ada seorang pemuda yang mukanya mirip sekali dengan mukamu, pemuda itu begitu datang ke kelenteng ini, entah karena ada soal apa, ia langsung bercekcok dengan para imam dalam gereja ini, akhirnya lalu mereka pada berkelahi. Ah, pemuda itu sesungguhnya terlalu sekali perbuatannya, terlalu ganas ia turun tangan. Semua imam di dalam kelenteng ini habis semua dibunuhnya, sampai tidak ada seorangpun yang ditinggal hidup olehnya. Keadaan dalam kelenteng ini sungguh mengerikan, tapi siapa yang berani menghalangi perbuatang-perbuatannya itu. Semula malah aku malah mengira itu adalah hasil perbuatanmu"
Orang itu, ketika menuturkan kejadian tersebut, agaknya masih merasa ngeri, sehingga nampak sebentar2 ia mengurut dadanya.
Pemuda itu mendadak membayangkan perasan gusar pada wajahnya, tetapi wajah gusar itu hanya terlihat sepintas lalu, sebentar kemudian telah berubah tenang pula, dan lalu berkata sambi mengela napas: "Aku Lim Tiang Hong kalau sampai mempunyai kepandaian begitu tinggi, buat apa aku melakukan pekerjaan seperti ini menjual buah2an"
Orang itu berkata pula sambil angguk2kan kepala: "Yah, kala itu cuma duga2ku saja. Andai-kata benar kau yang mempunyai kepandaian begitu tinggi, aku pikir tentu kau tidak bisa turunkan tangan begitu kejam"
Sehabis berkata, orang itu lantas berlalu meninggalkan si anak pemuda.
Itu pemuda, yang mengaku bernama Lim Tiang Hong, kembali memikul keranjang2nya dan mengedar disekitar kelenteng sambil menawarkan dagangannya.
"Buah Lie... buah Lie..." demikian teriak pemuda ini disepanjang jalan.
Mendadak dari satu sudut di pinggir jalan didalam kota muncul seorang pengemis berkaki satu. Wajah pengemis ini penuh berewok, romannya kelihatan begitu bengis sampai siapa saja yang melihat wajahnya akan tunduk.
Dengan mem-bawa2 tongkat besi yang kelihatannya berat juga, pengemis itu berjalan berdingkluk2 dan berseru dengan suara keras:
"Hai, berapa harganya buah lie mu itu!"
.Se-konyong2, seperti setengah disengaja, tongkat besi pengemis itu kelihatan diacungkan, dengan ujung tongkat ditudingkan kearah sipemnda ia terus menotok jalan darah Kie-bun dan Hian-khie di badan anak muda penjual buah itu.
Pemuda itu kelihatan seperti orang gugup, cepat sekali ia menghindarkan totokan tersebut. Lalu selanjutnya. dengan sikap seperti tidak pernah ada kejadian apa, penjual buah itu meletakkan pikulannya dan menjawab pertanyaan pengemis itu: "Satu kati harganya seratus duapuluh bun"
Pengemis berkaki satu itu berkata pula sambil ketawa: "Aku si pengemis tua hari cuma mendapat uang dua ratus cie. Bagaimana kalau dengan uangku ini aku beli buahmu ini beberapa buah?"
Sehabis berkata demikian, pengemis itu nampak menundukkan kepala dan memilih buah yang baik di dalam keranjang.
Pemuda itu tidak mengetahui asal usulnya pengemis berkaki satu tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa ini pengemis seperti sengaja hendak mencari setori dengannya. Untuk sesaat lamanya otaknya dikerjakan keras, diam2 lalu menanya pada dirinya sendiri. "Jikalau dia sengaja hendak cari setori, bagaimana harus kuperbuat" Aku lawan dia ataukah tunggu dulu dengan sabar" Jikalau aku turun tangan terang2an semua rencana pasti akan gagal."
Sementara ia berpikir, si pengemis sudah memilih beberapa buah yang baik. Tiba2 kedengaran suara halus masuk ke dalam telinga si pemuda: "Kongcu, rencanamu kali ini sungguh bagus, tapi kalau kau mau sembunyikan rupa, kau harus berusaha sedemikian rupa supaya jangan sampai kelihatan sedikitpun penyamaranmu. Barusan aku si pengemis waktu menotok kau, dengan gaya sungguh2 kau mengelakkan, sebetulnya bukan sembarang orang bisa mengelakkan seranganku tadi... Maka.... Disini ada semacam ilmu yang bisa kongcu gunakan untuk menutup dan membuka jalan darah secara otomatis. Lain dari itupun ada satu ilmu untuk menahan napas yang dinamakan Ku-sit-hoat. Ilmu ini melulu digunakan sebagai ilmu tunggal yang belum pernah diturunkan kepada siapapun dari golongan Honghong-tie. Untuk kongcu, ilmu ini berfaedah besar sekali. Aku si pengemis tua tiap hari berdiam di dalam kelenteng Tang-gak-bio. Jikalau Kongcu ada perlu apa2, tiap waktu aku bersedia menurut perintah kongcu. Kongcu, kau boleh bertindak dengan caramu ini secara bebas, legakanlah hatimu. Hong-hong-tie pasti tidak akan membiarkan kau. Setiap waktu dan disetiap tempat pasti ada orang yang dapat membatu menyempurnakan rencanamu"
Pengemis berewokan berkaki satu itu mengulurkan sebelah tangannya yang besar dan berbulu, ia memasukkan buah2 Lie yang telah dipilihnya kedalam sakunya. Setelah meninggalkan dua helai uang kertas ia lantas meninggalkan si penjual buah.
Pemuda penjual buah itu merasa heran, dari mana muncul pula orang dari Hong-hong-tie" Orang dari partai itu, bukan saja beri kepandaian sangat tinggi tindak tanduknya juga sangat misterius. Berkali-kali mereka membantu padanya, entah apa maksud yang sebetulnya"
Ia pungut dua helai kertas tadi. Disitu ada terdapat tulisan yang ditulis sangat halus dan rapih. Benar seperti apa yang dikatakan dalam telinganya tadi, dua rupa ilmu yang disebutkan tadi, telah ditulis dalam kertas itu. Maka seketika itu juga, dengan diam2 ia lantas masukkan kedalam sakunya dan melanjutkan jualannya.
Dengan cara demikian, kembali telah lewat dua hari lagi. Hari itu si pemuda, yang bukan lain dari pada Lim Tiang Hong sendiri, baru saja memikul pikulannya hendak keluar pintu, mendadak ada dua laki2 berwajah sangat buas, dengan kelakuannya yang sangat kasar teiah membentur pikulannya.
Pemuda itu yang sudah mendapat pengalaman dari pengemis kaki satu tadi, maka lantas pura2 menjerit ketakutan: "Aaaa! celaka...."
Berbarang dengan itu, ia lantas pura2 jatuh terlentang, hingga buah dalam keranjang yang dipikul lantas berantakan. Ia buru2 bangun lagi. sambil sesambatan ia berseru: "Buahku telah kalian bikin tumpah berserakan ditanah. Sekarang kalian harus mengganti harganya buahku itu!"
Ia pura2 menangis dan punguti buahnya berserakan ditanah dan pada saat itu satu kaki telah menginjak tangannya, seorang diantaranya dari dua laki2 buas tadi dengan mukanya yang ganas berkata dengan suara dingin: "Bocah. siapakah namamu?"
."Ampun! aku minta kalian jyangan berlaku begini kasar, bolehkah" Buah daganganku sudah kalian bikin berantakan di tanah"
"Kau mau menjawab atau tidak?" laki2 buas kembali menginjak tangan pemuda itu dengan tanpa kenal kesian.
Pemuda itu menjadi gusar, tapi ia masih coba sabarkan hatinya, dengan suara meratap ia berkata: "Aiya! sakit, aku... aku.... bernama.... Lim.... Tiang Hong"
Laki2 buas itu benar2 seperti berhati binatang, sekalipun pemuda itu menangis dan meratap, sedikitpun tidak tergerak hatinya. Mendadak ia berkata sambil ketawa bergelak-gelak: "Kau juga bernama Lim Tiang Hong" Heran, Yayamu tadinya masih mengira kau ada saudaranya"
Seorang lagi lantas turut bicara dengan tidak sabaran: "Mari kita pergi. Seorang yang tidak ada gunanya begini rupa, mana ada mempunyai kepandaian ilmu silat?"
Laki2 lainnya itu agaknya masih penasaran, ia menjawab dengan suara kasar: "Bocah ini bukan saja wajahnya mirip sekali dengan dia, bahkan namanya juga sama. Mungkin ia ada hubungannya dengan dia. Coba sekarang kita selidiki dulu lebih jauh"
Kembali ia hendak menginjak dengan keras, dan selagi hendak menanya, mendadak sesosok bayangan orang, dengan tidak diketahui dari mana datangnya, tahu2 sudah berada dibelakang gegernya dan menowel pundaknya dengan perlahan.
Laki2 buas itu mendadak mencelat, tubuhnya lantas terbang ke atas setinggi 3 tombak dan kemudian jatuh di tengah jalan. Mulutnya lalu menyemburkan darah segar. Setelah berkelojotan sebentar, jiwanya lantas melayang.
Kawannya yang lain bukan kepalang kagetnya menyaksikan kejadian demikian. Baru saja ia hendak putar tubuh untuk kabur, tiba2 ada hawa dingin menyambar badannya dan seketika itu juga lantas rubuh untuk tidak bangun lagi.
Pemuda itu lantas dongakkan kepalanya. Orang yang membinasakan dua laki2 buas itu telah mengaku orang dari Thian-cu-kauw. Ia adalah Hek-sa Tancu Leng Heng,
Diam2 pemuda itu berkata kepada dirinya sendiri: "Eh! ia unjukkan diri?"
.Ia pura2 masih mengeluh dan meratap-ratap: "Aiya, sungguh buas orang itu, hampir saja tanganku diinyak sampai patah!"
Leng Heng setelah membereskan jiwanya dua laki2 buas tadi, per-lahan2 menghampiri dirinya anak muda penjua! buah itu, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat tanganya mencekal pergelangan tangannya anak muda itu. Dan satu tangan yang lainnya sudah menotok jalan darah "Kian-kin-hiat" dipundak orang.
Kian-kin-hiat ada merupakan salah satu jalan darah kematian dari 36 jalan darah anggota badan manusia. Kalau kena ditotok, sekalipun tidak lantas binasa, setidak-tidaknya juga akan terluka parah. Tapi pemuda itu sedikitpun tidak menghiraukan ia masih tetap menangis, hingga jari tangannya Leng Heng yang hampir saja sudah mengenakan sasarannya lantas ditarik kembali.
Tetapi tangan yang satu lagi masih tetap mencekal tangan pemuda itu, dan dengan seksama kelihatan Leng Heng mengawasi pemuda itu sekian lamanya la lalu melihat pemuda itu sekujur badannya menggigil, wajahnya nampak ketakutan, maka ia jadi ketawa geli sendiri. Ia lalu berkata pula dengan suaranya yang lemah lembut: "Adik kecil, yangan takut. Selama ada aku disini, siapapun tidak akan ada yang berani mengganggu seujung rambutmu"
Pemuda itu dengan memesut keringatnya mengucapkan terima kasihnya.
Pada waktu itu, oleh karena adanya kejadian tersebut, jalanan ditempat kejadian telah penuh sesak dengan orang2 yang datang mengerumun hendak melihatnya.
Leng Heng agaknya kuatir akan menimbulkan huru hara besar lainnya lagi, maka ia berkata pula kepada Lim Tiang Hong dengan suara perlahan: "Sekarang tidak bisa kuberi penjelasan lebih banyak, nanti malam saja akan kucari kau"
Setelah berkata demikian, orang she Leng itu lantas berlalu dan meninggalkan orang banyak.
Pemuda itu buru2 memunguti buah2nya yang berserakan ditanah, juga meninggalkan tempat tersebut.
-0dw-smhn0- Malam larut. Seluruh kota Lak-yang diliputi kesunyian Disamping kelenteng Tang-gak-bio, didalam sebuah kamar kecil yang sudah bobrok keadaannya, ada tinggal seorang pemuda yang berpakaian rombeng compang camping sedang duduk bersila.
Pemuda itu bukan lain daripada Lim Tiang Hong sendiri, pemuda yang tadi siang menyamar sebagai penjual buah2an.
Kala itu nampak pemuda tersebut seperti sedang memusatkan perhatiannya.
Dan memang demikianlah sesungguhnya. Ia sedang asyik mempelajari dua rupa ilmu silat luar biasa yang diajarkan oeh si pengemis kaki satu kepadanya melalui dua helai kertas bertulisan pembayar buah2annya,
Dalam pada itu telinganya mendadak dapat menangkap suara berkeresekannya baju yang halus hingga diam2 ia lalu berkata pada dirinya sendiri: "Aaa, benar saja dia datang...."
(oodwkzoo) Jilid Ke 5 Ia cepat2 menyelasaikan bacaannya dan buru2 rebahkan diri, menutup tubuhnya dengan selimut rombeng.
Sebentar lagi lantas kedengaran suara orang menggeros, pemuda itu sudak tidur pulas.
Dan pada kala itu pula, dari luar jendela mendadak terlihat dua sosok bayangan orang melompat masuk.
Seorang diantara kedua orang yang baru masuk tersebut adalah Hek-san Tancu Leng Heng, Tancu dari Thian-cu-kauw yang tadi siang pernah menolong Lim Tiang Hong, membebaskan "penderitaan" pemuda itu dari siksaannya dua orang buas dari rimba hijau.
Leng Heng begitu masuk ke dalam kamar bobrok dalam kelenteng itu, melihat betapa Lim Tiang Hong tidur dengan memperdengarkan suara menggerosnya tanpa bergerak, lantas berkata sambil ketawa: "Inilah baru betul2 orang yang kita cari. Dulu kita tidak berbuat kesalahan besar semua...."
Seorang yang lainnya, yang masuk ber-sama2 Tancu she Leng tersebut, lantas berkata: "Tidak perduli benar atau palsu, yang sudah pasti kita bawa sajalah dan kita serahkan kepada Lok-hee Hujin habis perkara"
Pada saat itu Leng Heng sudah menyingkap selimut yang menutupi badan Lim Tiang Hong, sambil menepuk bahu si anak muda ia berseru: "Hei bangun!"
Lim Tiang Hong lantas bangun. Sambil kucek2 matanya, begitu mengenali yang membanguninya itu ternyata adalah Leng Heng, pura2 kaget ia menanya: "Ow, kau! ada urusan apa kau dengan aku?"
"Peruntunganmu sungguh amat baik" demikian sebagai jawaban Lim Tiang Hong mendengar Leng Heng berkata.
Setelah itu, ia lihat pula tangan orang she Leng itu bergerak cepat menotok jalan darah tidurnya Lim Tiang Hong, kemudian badannya pemuda tersebut lalu dikempitnya, setelah melesat melalui jendela, lantas menuju keluar kota.
Lim Tiang Hong yang telah dapat memahami pelajaran "menutup dan membuka" jalan darah sendiri, yang ia dapatkan dari dua helai kertas pemberian si pengemis kaki satu, lagi pula karena turun tangannya Leng Heng tidak terlalu berat, maka begitu berada diluar jendela ia sudah membuka totoknnya lagi.
Disepanjang jalan ia hanya merasa seperti terbawa angin, badannya seperti dibawa kabur.
Entah berapa lama sang waktu berjalan terus, tatkala ia meneliti lagi, didepan adalah lembah, lebat dengan pohon2nya berupa rimba.
Lembah tersebut keadaannya gelap gulita, disitu lapat2 seperti terlihat banyak bangunan rumah. Leng Heng sambil terus mengempit badan Lim Tiang Hong, dengan mengambil jalan ber-liku2 lalu masuk kesebuah gedung bertingkat.
Didalamnya gedung itu terhias indah dan mewah sekali, mirip dengan tempat kediaman raja2.
Setiba dibagian pintu dalam, agaknya Leng Heng tidak berani sembarangan masuk. Didepan pintu hanya berani berseru: "Hek-sa Tancu Leng Heng minta berjumpa dengan Lok-hee Hujin"
Selang tidak antara lama, dari atas loteng muncul seorang wanita yang perawakannya kecil langsing, diwajahnya kelihatan tahi lalat yang membuat lebih cantik parasnya. Dengan sikap angkuh wanita ini berkata: "Hujin sedang melatih ilmu. Kau ada urusan apa" Beritahukan kepadaku saja sudah cukup"
Leng Heng begitu menemui wanita itu lantas berkata dengan wajah ber-seri2 setelah menyoja terlebih dahulu: "Aku sudah berhasil membawa kauwcu muda kemari, tolong nona Bwee Hiang sampaikan berita gembira ini kepada Hujin bagaimana soal ini harus diselesaikan selanjutnya?"
Wanita yang dipanggil "Bwee Hiang" tadi mendadak memperlihatkan paras muka ramai dengan senyuman, dan lantas berkata: "Bagus! Tadi pagi Hujin masih membicarakan soal ini. Sekarang, biarlah kau serahkan saja ia padaku"
Lim Tiang Hong sebentar kemudian dapat mengendus bau harum yang keras merangsang hidungnya, badannya terasa berpindah tangan, berada dalam pondongannya Bwee Hiang. Dalam hati anak muda ini diam2 berpikir: "Aku Lim Tiang Hong, satu laki2! Tidak nyana begini tolol aku dibuat memain oleh orang2 jahat ini. seperti benda tidak ada harganya yang dibawa2 kesana kemari".
Tidak lama kemudian ia merasakan badannya diletakkan wanita itu diatas sebuah pembaringan yang empuk dan menyiarkan bau yang harum semerbak.
Wanita yang dipanggil Bwee Hiang tadi dengan tangannya yang halus menepuk tangan Lim Tiang Hong dengan perlahan, hendak membuka totokan jalan darah si pemuda.
Meskipun sudah sejak lama Lim Tiang Hong telah membuka totokan jalan darahnya, akan tetapi ia toh mengagumi pula kepandaian wanita itu yang mahir mencari tempat dimana ia tertotok.
Ia lalu berlagak seperti orang baru mendusin, sambil kucek2 mata ia lompat kagat dan seperti orang ketakutan, dengan berlagak seperti orang ketakutan, dan juga seperti orang kebingungan, menanya kepada Bwee Hiang: "Hai! Disini tempat apa" Bagaimana aku bisa sampai ke tempat seperti ini?"
Bwee Hiang lantas menjawab sambil ber-senyum2: "Disini adalah rumah gedung bernama Kheng-Iouw Giokhoat. Inilah sebuah istana diluar kota, sebentar kau pun akan tahu sendiri"
Lim Tiang Hong berlagak seperti orang desa yang baru masuk dalam kota, sikapnya nampak canggung2, gugup dan ketakutan selalu.
Bwee Hiang yang melihat tingkah laku si pemuda, terus ketawa ter-pingkal2.
Lewat lagi sang waktu setengah jam kemudian, tiba2 muncul lagi seorang wanita berusia kira2 sebaya dengan Bwee Hiang, wanita ini begitu masuk lantas berkata: "Encie Bwee Hiang, Hujin panggil kau. Lekas ajak Kong-cu masuk"
Dengan mengikuti dibelakang Bwee Hiang, Lim Tiang Hong lalu berjalan. Entah melalui berapa puluh kamar yang kesemuanya terhias, sampai dalam sebuat kamar besar mewah yang diperlengkapi dengan perabot2 mewah pula seperti yang banyak terdapat dalam istana raja2.
Belum lagi puas Lim Tiang Hong meng-amat2i barang2 mewah yang terdapat dalam ruangan gedung mewah itu, tahu2 ia merasa badannya ditubruk orang dari depan. Itu adalah seorang wanita berdandan sangat mewah, wajahnya cantik sekali.
Dengan suara lemah lembut wanita itu lalu berkata: "Anak, ibumu sudah menantikan kau lama sekali...."
Suara itu penuh haru, cinta kasih sayang ibu kepada anaknya sangat mengharukan sekali.
Karena dandanannya yang begitu reboh luar biasa, bau harum menutup hidung Lim Tiang Hong, membuat pemuda itu jadi berdiri bengong.
Dandanan yang melewati batas yang dipakai wanita itu, serta bau harum semerbak yang berlebihan, kesemuanya itu membawa kesan buruk bagi Lim Tiang Hong. Ia merasa jemu dengan semuanya itu, hanya terhadap suara yang mengandung cinta kasih seorang ibu itulah yang rupanya tak dapat tidak dihiraukannya, hingga tanpa sadar ia sendiri lalu menangis seperti anak kecil.
Suara tangisan Lim Tiang Hong keluar dari perasaan sewajarnya, hingga ia sendiri sudah tidak mampu menindasnya. Mungkin itu memang ada semacam perasaan kasih sayang anak terhadap ibunya, ia sendiri juga tidak tahu.
Sebab, sebagal seorang anak yang belum pernah melihat wajah ibunya dan kini begitu bertemu dengan sang ibu, tidak perduli ibu itu baik ataupun jahat, bukankah ibu tetap adalah ibu" Dimana ibu boleh diabaikan begitu saja"
Antara ibu dan anak itu, selelah sekian lama masing2 melampiaskan kecintaannya, wanita cantik itu baru melepaskan pelukannya terhadap Lim Tiang Hong dan menyuruh ia bersujud, kemudian menanya padanya: "Anak, selama beberapa tahun ini bagaimana waktu2 penghidupanmu kau lewatkan" Apakah kau juga ikut memikirkan ibumu?"
Lim Tiang Hong dalam kesempatan itu mamandang dengan seksama paras ibunya, ia merasa bahwa wajahnya sendiri memang mirip betul dengan paras wanita didepannya begitupun ketawanya, hingga boleh dikata tidak mempunyai suatu alasan sedikitpun juga bahwa wanita cantik dihadapannya ini benar2 adalah ibunya sendiri. Maka atas pertanyaan "ibu"-nya itu ia menjawab: "Dulu, sewaktu masih anak2 aku ikut seorang imam tukang masak di kelenteng Tang-gak-bio. Setelah menginjak usia dewasa, lantas aku bekerja pada seorang penduduk kaya raya didalam kota dan sekarang menuntut penghidupan sebagai menjual buah2-an".
Wanita itu lantas berkata sambi! menarik napas: "Semua adalah ibumu yang bertindak tidak baik hingga kau ditelantarkan dan menderita begitu rupa. Belum lama berselang pernah aku kirim engkomu pergi kekelenteng Tang-gak-bio mencari kau. Tidak nyana, selain tidak berhasil menemukan kau, sebaliknya malah ia menimbulkan huru hara besar disana, selanjutnya tiba2 muncul seorang pemuda yang mengaku dirinya bernama Lim Tiang Hong. Aku semula masih mengira itu adalah kau sendiri, anak, tapi sayang pemuda itu sekarang sudah binasa. Jikalau tidak, aku ingin pergi menyaksikan sendiri"
Lim Tiang Hong diam2 berkata kepada dirinya sendiri: "Ow.... itulah ada duduknya perkara...."
Disaat itu mendadak ia ingat kepada ayahnya, maka lantas ia menanya: "Ibu, dimana ayah?"
Mendengar pertanyaan itu, diwajah wanita cantik itu tiba2 lantas nampak muram dan kemudian terdengar suara helaan napasnya yang perlahan, tetapi menjawab juga ia kemudian dengan senyumnya: "Ayahmu masih ada didunia, dikemudian hari dia pasti bisa datang menengoki kau"
.407 Setelah itu ia lantas memberi perintah kepada Bwee Hiang: "Lekas antara Kongcu pergi mandi dan tukar pakaian"
Kemudian ia berkata pula, kali ini kepada Lim Tiang Hong: "Kau boleh ikut Bwee Hiang, sebentar ibumu masih perlu bicara dengan kau lagi"
Selagi pergi mandi, Lim Tiang Hong menanya kepada Bwee Hiang, disitu itu sebenarnya tempat apa.
Tetapi yang ditanya hanya tertawa, ketika ia menjawab juga, kepalanya digeleng-gelengkan. "Tentang ini, paling baik kau tanyakan sendiri pada Hujin, aku tidak berani bilang"
Mulai malam itu, Lim Tiang Hong lantas berdiam diatas loteng bersama wanita yang mengaku "ibu"-nya itu. Wanita itu menyuruh Bwee Hiang memerlukan mengurusi pakaian dan makanannya Lim Tiang Hong.
Meskipun semua orang yang berdiam digedung tersebut pada membahasakan Lim Tiang Hong Kongcu, tetapi ia merasa bahwa gerak geriknya disitu tidak bebas. Ia hanya diperbolehkan bergerak disekitar loteng itu, jikalau hendak pergi ber-jalan2 agak jauh saja sedikit, lantas akan ada orang yang melarangnya. Diwaktu malam hari, lebih2 lagi ia tidak dapat ke-mana2. Disekitar lembah itu agaknya telah diliputi oleh suasana ketakuan yang diselubungi rahasia banyak.
Wanita itu meskipun acapkali menemukan ia dan mengajaknya bicara, akan tetapi lama kelamaan makin jarang ia muncul sebabnya ialah karena Lim Tiang Hong selalu berlaku seperti orang bodoh, bukan saja tidak kenal huruf, tetapi juga tidak mengerti ilmu silat.
Kadang2, datang "ibu"-nya itu mengajarnya dalam melatih ilmu tenaga dalam dengan sedikit dasar2 ilmu silat, akan tetapi, betul2 seperti orang dungu, sang "anak" itu selalu tidak mendapat kemajuan apapun, hingga akhirnya tidak suka lagi rupanya ia memberi pelajaran padanya.
Orang2 bawahannya yang biasanya suka melihat sikap majikannya, maka ketika mereka melihat wanita itu mulai tawar perlakukan Lim Tiang Hong, pelayan2 lainnya juga lantas tidak pandang pemuda itu seperti dulu2.
Tetapi disamping semua pelayan itu, hanya Bwee Hiang seorang yang masih tetap memperlakukan anak muda itu seperti bagaimana lakunya dimasa2 sebelumnya, ia masih tetap mengajak muda itu dengan seksama.
Didalam lembah itu, Lim Tiang Hong berdiam kira2 tiga bulan lamanya. Tetapi tidak ada seorangpun juga yang suka memberikan kepadanya itu tempat apa dan pusat perkumpulan apakah bahkan sampai pada ibunya sendiri, sang ibu ini agaknya tidak mau mengatakan apa2 kepadanya.
Walaupun demikian, ia sudah hafal betul dengan letaknya lembah tersebut, sampaipun dimana-mana adanya pesawat tersembunyi, dimana adanya pos2 penjagaan yang terang dan bagaimana cara orang2 disitu melepaskan partandaan. Agaknya sudah ia hapal betul-betul, bahkan ia telah tahu benar bahwa tempat tersebut bukanlah pusat perkumpulan, apa yang dinamakan Thian-cu-kauw.
Hari itu, sebagaimana biasanya, ia pergi menemui ibunya, kepada sang ibu ia mengucapkan "Selamat pagi".
Pada kala itu, mendadak ia lihat wajah sang ibu pucat pasi, sikapnya agak muram, terang ia sedang gusar atau masgul. Maka menampak itu ia selanjutnya hanya duduk saja sama sekali tidak berani buka suara.
Mendadak wanita itu berseru kaget: "Ini sungguh aneh. Apa didalam lamban Loan-hiauw-kok sudah kemasukan mata2 musuh" Jikalau tidak, bagaimana itu si tua bangka yang tidak mau mampus2, Bu-ceng Kiamkhek mengetahui banyak rahasia didalam lembah ini?"
Lim Tiang Hong yang duduk "menjublek" disamping tiba2 berkata: "Ibu, kau mempunyai kepandaian begitu tinggi, mengapa tidak berbuat sedikit kebaikan sebagai orang gagah menolong orang lemah" Kejahatan sudah tentu akan ada orang yang memeranggi"
Sang ibu itu mendadak berubah bengis. Sikap maupun wajahnya. Dengan suara gusar, ibu itu membentak anaknya: "Kau mengerti apa" Tidak perlu kau campur tahu urusan ibumu!"
Tetapi Lim Tiang Hong hari itu agaknya ada lain dengan Lim Tiang Hong yang dulu-dulu. Dengan sikap tenang ia atasi gertakan sang ibu itu berkata pula: "Perkataan anak tadi semua adalah sejujurnya. Manusia, apabila sering melakukan perbuatan jelek yang tidak patut, pasti akan ada orang baik yang memberi ganjaran yang tidak bagus juga. Maka ada baiknya kalau ibu meninjau kembali segala perbuatanmu selama ini"
Tetapi sebagai jawaban, suara gelak tertawa terdengar nyaring, "Plak" sekali dan pipinya Lim Tiang Hong lantas menjadi bengkak merah.
Lok-hee Hujin rupanya sudah kalap, sekujur badannya nampak gemetaran, wajahnya kelihatan bengis menakutkan.
Lim Tiang Hong dengan tenang mengawasi ibunya sejenak, lalu berkata dengan suara tenang pula: "Anak setelah mengucapkan perkataan kaIi ini, untuk selanjutnya tidak akan mengutarakan apa2 lagi. Ibu mau dengar atau tidak, terserah kepadamu sendiri"
Setelah mana ia lantas berbangkit, tetapi selagi hendak berlalu, dari luar mendadak mendatangi seorangtua berkepala gundul kelimis yang mengenakan pakaian warna merah. Wajahnya dingin kecut, sepasang matanya celong, hidungnya mancung, bengkok agak diujungnya seperti burung betet, dari matanya nampak tegas kekejaman orang itu.
Dengan sorot mata tajam, orang ini begitu masuk lalu mengawasi Lim Tiang Hong sedemikian rupa. sehingga Lim Tiang Hong si pemuda pura2 tunduk. Ia lantas memberi hormat dihadapan Lok-hee hujin dan lantas duduk dihadapannya.
Lim Tiang Hong diam2 merasa kaget, ia diam2 bertanya2 pada dirinya sendiri: "Siapa orang ini lagi" Kelihatannya seperti bukan orang sembarangan".
Lok-hee Hujin ketika melihat kedatangan orang tersebut, wajahnya lantas ramai dengan senyuman, kemudian berkata kepada anaknya: "Hong-jie, lekas memberi hormat kepada ketua bagian pelindung kita Beng-hoan Hok-hoat"
Lim Tiang Hong terpaksa dengan malas2an maju menghampiri orang tersebut, lalu memberi hormatnya.
Orang tua gundul kelimis itu, adalah salah seorang dari empat anggota bagian pelindung yang ada dalam lembah Loan-phiauw-kok yang namanya telah sangat terkenal. Julukan orang itu adalah Bin-hoan-siu, kepandaian ilmu silatnya tinggi sekait, orangnya licik serta banyak pula akalnya kejamnyapun luar biasa pula.
Ketika Lim Tiang Hong menjura menghormatnya, ia hanya membalas dengan ogah2an dan lantas berkata kepada Lek-hee Hujin: "Kejadian baru2 ini nampaknya makin tidak beras. Kita boleh dikata hampir tidak bisa membikin apapun juga, sebab begitu kami bergerak, lantas ada Bu-ceng Kiam-khek yang telah mengetahuinya. Aku berani pastikan bahwa didalam lembah ini pasti ada mata2 musuh, maka harap segera Hujin supaya lekas mengeluarkan peritah mengadakan penyelidikan. Jikalau tidak, untuk selanjutnya bagaimana kita bisa bekerja dan bagaimana lagi ada muka terhadap Kauwcu"
Orang tersebut, setelah berkata sampai disitu, berhenti sejenak, kemudian berkata pula melanjutkan: "Kongcu ini dari mana, kenapa dari dulu belum pernah aku melihat mukanya?"
Lok-hee Hujin berkata sambil geleng2kan kepala: "Dulu kita ibu dan anak telah berpencar. Baru2 ini saja anak ini diketemukan oleh Hek-sa Tancu Leng Heng. Aah, anakku ini sungguh bodoh tidak bisa apa2 sekali. Sedikit pengertian tentang ilmu silat saja tidak mampu ia pelajari, aku sungguh kesal"
"Masa iya" Jangan2 kongcu sengaja berbuat begitu, untuk sembunyikan kepandaian aslinya. Seperti apa yang pepatah kuno ada kata: Orang yang terlalu pandai kadang2 bisa berlaku seperti orang bodoh" berkata Binhoau-siu sambil ketawa mengandung arti dan setelah itu lantas berbangkit, bicara bisik2 ditelinganya Lok-hee Hujin lantas ia pamitan.
Setelah Bin-hoan-siu berlalu, Lim Tiang juga berjalan keluar dari kamar.
Sejak ia bertengkar dengan ibunya tadi, pikirannya dirasakan pepat. Dulu ia belum tahu siapa ayah bundanya. Ia merasa kesal karena tidak dapat menemukan ayah bundanya itu. Tetapi sekarang, setelah menemui ibunya, malah ia tambah dibikin jengkel karena kelakuan ibunya itu tidak cocok dalam pandangannya.
Balik kekamarnya sendiri, kebetulan berpapasan dengan Bwee Hiang, yang juga berada dalam kamarnya. Ia yang hampir setiap hari bergaul dengan Bwee Hiang, perhubungannya makin lama makin erat. Ada beberapa hal yang dulu2 Bwee Hiang masih ragu2 mengatakan padanya. sekarang agaknya sudah mulai berani ia bicara terus terang. Pelayan wanita ini nampaknya agak jujur dan hatinya baik, tidak seperti orang yang suka bermuka2 kepada majikannya.
Bwee Hiang yang begitu melihat masuknya Lim Tiang Hong kedalam kamar, melihat pula wajah kucel dari si anak muda itu, lantas mengomelinya: "Kau benar2 terlalu besar nyali, berani melawan ibumu. Jangan kau sangka karena kau adalah anak kandungnya lantas mau jadi besar kepala. Jikalau kau membikin dia jengkel, kau akan diperlakukan sama halnya dengan yang lainnya, maka paling baik kau jangan mencampuri urusannya"
Lim Tiang Hong hanya ganda ketawa. atas kata2 sipelayan ia tidak berkata apa2.
Karena melihat sikap si anak muda yang berlainan dari waktu2 biasanya, Bwee Hiang rupanya tidak berani bicara terlalu banyak.
Setelah berkata demikian tadi, ia lantas mengalihkan pembicaraan kelain soal. "Aku beritahukan kau sesuatu hal, sudah dengarkah kau?"
Ucapan Bwee Hiang tadi benar2 menarik perhatian Lim Tiang Hong, ia buru2 menanya "Kabar apa" "
"Tadi malam ada satu nona yang mengaku bernama Burung Hong putih, masuk ke dalam lembah ini. Nona itu sesumbar katanya hendak menuntut balas dendam buat Lim Tiang Hong. Semua orang tadinya mengira adalah kau yang dimaksud itu, tapi kemudian baru diketahui bahwa orang yang hendak dibalaskan dendam sakit hatinya itu adalah Lim Tiang Hong yang mati diracun orang dikota Kim-leng"
"Dan kemudian bagaimana dengan dia?"
"Buat orang yang berani masuk kedalam lembah Loan-phiauw-kok apa kau kira, bisa keluar dengan selamat" Siang2 ia sudah ditangkap oleh Bin-hoan-siu dan kemudian disekap dalam penjara dibawah tanah"
"Dimana adanya penjara itu, apa kau tahu?" tanya Lim Tiang Hong, yang tanpa sadar sikapnya menjadi tegang.
"Penjara itu adanya disebelah Timur lembah, terletak kira2 dua tiga ratus langkah dari sini"
Setelah memberitahukan tempat itu mendadak ia merasa bahwa sikapnya Lim Tiang Hong kali itu agak mencurigakanya, maka ia lantas balas menanya: "Kau yang tidak tahu apa2, apa perlumu mencari tahu tempat itu?"
Lim Tiang Hong berlagak ketawa. "Ada kesempatan boleh menyaksikan bagaimana wajahnya wanita yang mengaku bernama burung Hong Putih itu, cantik atau tidak, bukankah itu suatu kabar yang sangat baik?"
"Aku sudah melihat sendiri, perempuan itu memang cantik sekali"
"Tapi aku kira dia tidak akan lebih cantik dari encie Bwee"
"Phui! Siapa yang sudi kau umpak?" Dan iapun lantas keluar kamar.
Lim Tiang Hong ketawa ber-gelak2, lantas jatuhkan diri di pembaringan.
Malam itu, disuatu sudut lembah dalam lembah Loan-phiauw-kok mendadak kedatangan seorang laki2 dan seorang wanita. Yang lelaki mengenakan kerudung kain hijau diwajahnya, berjalan didepan yang wanita. Wanita dibelakang pria itu dibagian depan dadanya kelihatan ada sulaman burung hong putih. Gerakan kedua orang itu sangat gesit. Beberapa rintangan yang tersembunyi dapat dengan mudah sekali mereka terjang, hingga akhirnya sampailah keduanya dimulut lembah.
Tidak antara lama kemudian, sesampainya dimulut lembah tersebut, pemuda berkerudung itu melesat balik lagi ke dalam lembah lalu menghilang tanpa meninggalkan bekas.
Keesokan harinya, sebagaimana biasa, Lim Tiang Hong pergi menemui ibunya untuk menyampaikan salam selamat pagi. Kala itu, sang ibu kelihatan sedang merundingkan sesuatu dengan Bin-hoan-siu
Orang tua hidung betet itu tidak ber-henti2nya memperlihatkan wajah ketawanya yang aneh. Ketika melihat Lim Tiang Hong bertindak masuk dengan langkah berat, pembicaraan kedua orang itu berhenti mendadak.
Lim Tiang Hong menahan perasaan gelinya. Ia dengan tindakan berat, langsung masuk hendak menghadap ibunya.
Mendadak sambaran angin hebat mendesir dan terus menusuk dibadan Lim Tiang Hong.
Lim Tiang Hong juga sudah maklum itu pasti adalah perbuatan Bin-hoan-siu yang dilakukan secara diam2. Tetapi ia tetap berlagak tidak tahu sama sekali, ia terus berjalan seenaknya.
Tatkala serangan itu sudah akan mengenai sasarannya, mendadak keluar sambaran angin dari lain jurusan.
Lok-hee Hujin kelihatan mengayun tangannya, Ternyata adaIah sang ibu itu yang telah memunahkan serangan Bin-hoan-siu yang menggelap tadi, Berbareng dengan itu nyonya itu dengan memperlihatkan paras muka tidak senangnya, menegur Bin-hoan-siu, katanya: "Bin-hoan Hok"hoat, apa artinya perbuatanmu ini?"
"Untuk main2 saja"
"Kau pernah aku beritahukan padamu, dia terhadap pengertian ilmu silat sedikitpun tidak mengerti! Kenapa kau selalu mencurigainya?".
Bin-hoan-siu mendelikkan matanya yang bersinar buas, mata celong itu kelihatan sangat menyeramkan, sambil ketawa dingin ia berkata: "Hitung2 aku banyak usilan. Tapi untuk selanjutnya, kau nanti biar tahu sendiri bahwa sepasang matanya Bin-hoan-siu sedikitpun tidak lamur"
Sehabis berkata, matanya yang celong sekali lagi mengawasi Lim Tiang Hong menyatakan kegemasannya dan segera pamitan, minta diri dari si nyonya itu.
Waktu itu Lok-hee Hujin, memperlihatkan paras muka yang tidak menyenangkan sekali. Karena seorang bawahan dari suaminya, yang hanya mempunyai kedudukan sebagai pelindurg hukum, berani demikian kurang ajar dihadapannya, tentu saja membuat ia gusar.
.420 Akan tetapi, karena pelindung hukum itu menjalankan tugas langsung yang diberikan oleh Kauwcunya sendiri, yang disuruh mengawasi gerak gerik setiap orang yang berada da!am lembah itu, maka ia juga tidak berani berlaku terlalu kasar.
Kesemuanya itu telah diketahui baik sekali oleh si anak muda. Dalam hati diam2 ia berkata sendiri: "Baru satu orang yang bertugas sebagai pelindung hukum saja kelihatan begitu garang. Hemm! ada satu hari kalau kau nanti terjatuh dalam tangan Siauwyamu. Hmm! Lihatlah akan kusuruh kau rasakan tangan kecilku ini"
Namun Lim Tiang Hong sediri masih belum sadar, bahwa saat ia sendiripun sebetulnya sedang dalam keadaan yang sangat membahayakan dirinya. Malaikat elmaut dapat mencekik lehernya setiap saat.
Tiba2 Lok-hee Hujin memanggil Bwee Hiang. Bwee Hiang masuk ter-buru2, ia lalu mananya dengan ke-heran2an "Ada keperluan apa Hujin memanggil Bwee Hiang?"
"Aku keluar lembah sebentar. Kongcu ini kuserahkan padamu. Awas, kalau ada terjadi apa2 atas dirinya waktu aku balik akan kubeset kulitmu!"
Setelah berpesan demikian, nyonya itu lantas berlalu, turun melalui tangga.
Bwee Hiang lalu berkata kepada Lim Tiang Hong sambil unjuk senyumnya yang manis: "Kongcu, dengarkah kau?"
Lim Tiang Hong angkat pundak dan geleng2 kepala.
Bwee Hiang berkata pula sambil ketawa: "Kau jangan terlalu menggoda. Tugas yang diberikan oleh nyonyaku ini sebetulnya berat sekali".
Lim Tiang Hong lantas berkata setelah tertawa bergelak2: "Aku, sudah begini besar apa masih memerlukan orang mengawasi terus padaku?"
"Aah, kau mana tahu...."
Sebetulnya Lim Tiang Hongpun telah merasa, apabila ia mandah terus dan tetap berdiam disitu lagi tiga bulan, mungkin maksudnya berhasil menyaksikan sendiri wajah "Kauwcu" yang sangat misterius itu. Ia ingin sekali melihat wajah Kauwcu itu, siapakah sebetulnya" Ayahnya sendiri ataukah orang buas nomor satu dalam dunia"
"Mari sekarang kita balik kekamar" mengajak Bwee Hiang setelah menghela napas.
Keduanya lalu balik kekamarnya Lim Tiang Hong. Setelah berada didalam kamar, Bwee Hiang lantas berkata dengan sikap tegang: "Hai! Kau sebetulnya mengerti ilmu silat atau tidak" Aku selalu curigai kau yang kau dari dulu berlagak bodoh. Betulkah" Sebetulnya bukan cuma aku yang mencurigai kau, hampir setiap orang, setiap penghuni lembah ini kebanyakan menaruh rasa sangsi terhadapmu, terutama dengan itu orang mata celong Bin-hoan-Hok-hoat. Dialah orang nomor satu yang paling suka usilan. Paling baik makanya kau beritahukan padaku secara terus terang supaya aku bisa menyelamatkanmu. Kau ketahuilah, keadaan pada waktu ini sangat tidak menguntungkan dirimu. Kau sedang terancam bencana besar".
Lim Tiang Hong pura2 kaget. "Aku mengerti ilmu silat atau tidak, ada hubungan apakah dengan mereka" Ibuku bukankah orang berpengaruh, pemimpin dalam seluruh lembah ini" Apa mereka berani turun tangan terhadapku selama masih ada ibuku?"
"Kau rupa2nya masih mimpi. Apa tidak kau lihat tadi bagaimana sikap Bin-hoan Hok-hoat dihadapan Hujin" Lembah Loan-phiauw-kok ini cuma merupakan sebagian saja dari tempatnya Thian-cu-kauw. Pusat Thian-cu-kauw sendiri tidak berada disini. Antara Hujin dengan Kauwcu, meskipun namanya saja sebagai suami isteri, tapi.... Ahh. Semua urusan ini pasti kau tidak tahu. Terus terang, meskipun kau mendapat sebutan dan kedudukan sebagai Kauwcu muda, tapi tidak seorangpun yang pandang kau sebagai orang besar benar2. Pendek kata, Hujin kini sedang keluar lembah. Dalam semua hal ada baiknya kalau kita berlaku hati2. Aku benar2 kuatirkan kau, mungkin nanti bisa kejadian apa2"
Sehabis berkata, ia memesan pula wanti2: "Sementara, bolehlah kau tinggal diatas loteng dulu. Kau tidak boleh pergi ke-mana2. Paling belakang ini saja, didalam lembah ini sering ada kejadian2 ganjil. Itu nona yang mengaku Burung Hong Putih, juga sudah ditolong orang dan terlepas dari kurungannya. Mereka semua pada mencurigai kau, maka hati2lah kau. Tidak perduli kau sebenarnya orang pandai yang berlagak bodoh, apalagi kalau betul2 kau tidak mengerti ilmu silat, tapi ada baiknya biar bagaimana kau harus bertindak hati2. Sekarang akupun mau keluar sebentar me-lihat2 keadaan, kalau ada kabar apa2 nanti aku kabarkan padamu"
Lim Tiang Hong setelah mendengarkan penuturannya Bwee Hiang yang yang benar2 begitu memperhatikannya, diam2 merasa simpati atas perlakuan pelayan wanita tersebut atas dirinya.
Baru saja beberapa detik Bwee Hiang meninggalkan kamarnya dari dalam sakunya Lim Tiang Hong lalu mengeluarkan sebuah kedok semacam kulit manusia dipakai diatas mukanya, hingga wajahnya yang tadi cakap ganteng mendadak merubah menjadi buruk menakutkan, pucat, jelek dan menjemukan dipandang mata.
Dengan suatu gerakan yang sangat ringan, dilain saat Lim Tiang Hong telah lompat melesat keruangan tengah. Ruangan yang amat besar itu, kedapatan ditengah2 lembah, itu adalah suatu tempat penting didalam lembah Loan-phiauw-kok itu. Itulah sebabnya maka disitu dilakukan penjagaan sangat keras, baik siang apalagi malam hari.
Lim Tiang Hong dengan menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya yang luar biasa, bersembunyi diatas pohon diluar ruangan tersebut. Matanya dipasang lebar2, ditujukan kedalam tanpa berkedip.
Didalam ruangan pertemuan itu, ketika itu ada kedapatan orang2 yang sedang duduk, lima sampai enam orang.
Empat diantaranya, telah ia kenal baik sekali. Satu adalah Bin-hoan-siu si hidung betet, sedang tiga orang yang lain adalah masing2 Hek-sa Tancu Leng Heng, Thian-leng Tancu U Tiang Siang. Tee-im Samiu Thian-lui dan yang seorang lagi, orang yang belum pernah ia lihat adalah seorang Taotho berwajah bengis yang mempunyai rambut panjang, sampai kepundak.
Tidak usah lama ia menunggu, telinganya telah dapat menangkap suaranya Bin-hoan-siu yang berkata dengan nada dingin: "Sudah lama Lohu curiga pada bocah itu, pasti dia adalah Lim Tiang Hong sejati, itu orang yang dikabarkan orang telah mati. Tapi Lok-hee Hujin selalu tidak mau percaya, apa daya kita" Tapi demi keselamatan lembah kita, bolehkah kiranya tidak kita perdulikan semua itu lagi, bukan?"
Hek-sa Tancu lantas berkata: "Urusan ini memang betul sangat mencurigakan, tapi dengan berbuat terlalu gagabah, apa kau tidak tahut nanti kalau Hujin sesalkan tindakan kita?"
Bin-hoan-siu berkata pula setelah memperdengarkan suara ketawa ter-bahak2nya: "Anak haram semacem itu sudah sepantasnya kalau siang2 kita singkirkan. Asal dihadapan Kauwcu kita bisa memberi alasan dengan sepantasnya, tidak perlu kita kuatirkan Hujin lagi"
Thian-leng Tancu U Tiang Siang berkata sambil geleng2kan kepala: "Dalam hal ini rasanya perlu kita mengambil tempo lebih panjang. Baiknya kita pikirkan dulu caranya baik2. Sebabnya, kala itu, ketika si bocah itu dikepung oleh orang2 dari berbagai partai kenapa Kauwcu suruh kami pergi memberi pertolongan?"
Bin-hoan-siu berkata sambil perdengarkan suara dingin: "Kala itu lain lagi keadaan tentu dengan sekarang. Betul kala itu dia...."
Mendadak matanya yang celong dipendelikkan, kembali setelah ketawa dingin badannya melesat tinggi. Se-akan2 lakunya seekor burung garuda orang mata celong ini melesat tubuhnya untuk kemudian hingga diatas payon rumah.
.Lim Tiang Hong semua mengira bahwa pengintaiannya telah diketahui, baru ia akan bergerak pergi, diatas payon rumah mendadak ia lihat ada sesosok bayangan tinggi besar yang melesat mengambil jurusan sebelah selatan, lalu terdengar suara seramnya Bin-hoansiu, yang setelah ketawa dingin berseru: "Sahabat, kau sudah berani masuk lembah Loan-phiauw-kok apa masih mengira bisa kau balik keluar lagi" Hmmm! Jangan mimpi..."
Untuk kedua kalinya ia melesat. Dengan kecepatan bagaikan kilat ia menerjang kearah orang tadi, berbareng dengan itu sepuluh jari2 tangannya telah keluar angin sangat hebat yang mengurung jalan larinya orang tersebut.
Tetapi orang itu ternyata bukanlah orang sembarangan. Sekali tampak jubahnya yang bergerombongan terkibas, serangan Bin-hoan-siu telah dipunahkan, dengan gaya yang baik sekali.
Kedua pihak setelah bergebrak untuk pertama kalinya, sudah tidak mudah lagi agaknya kalau orang tadi itu mau berlalu lagi dari lembah itu. sebab pada ketika itu Hek-sa Tancu Leng Heng dan lainnya sudah pada bergerak, turut mengepung bayangan orang tadi itu.
Dengan mata mendelik dan mulut ketawa cekikikan Bin-hoan-siu berkata: "Aku kira siapa adanya oraag yang begitu besar nyalinya. Hmmm. Tidak tahunya padri dari Siauw-lim-pay. Sekalipun kau dewa, masuk dalam lembah ini berarti maut!"
Lim Tiang Hongpun kala itu baru mengetahui bahwa bayangan orang tinggi besar tadi ternyata adalah seorang padri Siauw-lim-pay Hui-bing Siansu, Maka dia ia menanya pada dirinya sendiri, apa keperluannya padri tersebut datang kelembah orang2 jahat".
Pada detik itu- Bin-hoan-siu dan kawan2ma sudah pada bergerak mengeluarkan serangan2nya.
Taotho berambut panjang mendadak memekik keras, badannya mumbul keatas. Dari atas ia menukik, lalu melancarken lima kali serangan beruntun.
Taotho buas ini bergelar Pun-ceng. Dan ia adalah murid murtad dari golongan Ngo-thay-pay. Ia berkhianat kepada perguruannya setelah menemukan kepandaian2 mujijat. Dalam perkumpulan Thian-cu-kauw ia menjabat pangkat pelindung hukum, seperti juga halnya dengan Bin-hoan-siu si hidung betet.
Sambaran angin yang keluar dari tangan Taotho itu bukan saja dingin luar biasa, tetapi juga agak mengandung hawa busuk hingga bisa membuat orang yang mengendusnya muntah uger.
Hui-bing Siansu ber-kali2 menyebut nama Buddha. jubahnya yang lebar gerombongan tidak henti2nya berkibar2, ia juga melancarkan serangan2nya yang ia dapat pelajari dari golongan Buddha.
Saking kerasnya dua kekuatan tanaga yang beradu tadi, masing2 penyerang terpental mundur dua tindak.
Put-ceng ketawa dingin. Taotho ini maju lagi, lalu kembali melancarkan dua kali serangan beruntun.
Selanjutnya suara bentakan terdengar disana sini. Hek-sa Tancu Leng Heng, Thian-long Tancu U Tiang Siang kedua Tan-cu ini bergerak menyerang dari kanan dan kiri. Dua orang tersebut belakangan ini, yang seorang menggunakan tenaga lunak, sedang yang seorang pula mengeluarkan tenaga keras. Dua macam kekuatan tenaga yang berlainan satu sama lain menggulung badan Hui-bing Siansu yang tinggi besar.
Hui-bing Siansu seperti yang pernah ceritakan sedikit, adalah salah seorang terkuat dari partai Siauwlim-pay. Meskipun menghadapi bahaya besar bagaimanapun juga tidak pernah ia gugup.
Ketika diserang dalam tiga jurusan oleh lawan2nya yang tangguh2, ia lalu mengeluarkan ilmunya Hok-mo Kim-kong Ciang-hoat. Dengan ilmunya ini ia pikir hendak menyambuti serangan musuh2nya.
Akan tetapi orang2 semacam Bin-hoan-siu dan kawan2nya itu. semua adalah orang2 jahat berkaliber besar yang namanya telah terkenal oleh semua orang2 Kang Ouw. Bertempur dengan mereka ini, satu lawan satu yang mana saja, rasanya masih sulit kalau dikata hendak mendapat kemenangan. Apalagi kini mereka bertempur secara pengeroyokan demikian. Dengan adanya lagi maksud mereka yang ingin sekali membunuh Hui-bing Siansu dilembah itu, supaya tidak meninggalkan saksi hidup yang dapat keluar dari situ, sudah dengan sendirinya cara turun tangan mereka kali itupun sungguh keji dan buas, hingga dalam jurus2 selanjutnya Hui-bing Siansu terpaksa harus merasakan keadaan yang sungguh sangat membahayakan, yang mungkin untuk seumur hidupnya baru pernah dialaminya.
Pada kala itu terdengar pula suara si hidung betet Bin-hoan-siu yang ketawa sambil berkata: "Kepala gundul, sekarang aku suruh kau kenali ini tipu serangan Lie-hun-niang dari kami"
Mendadak badannya mumbul ke atas. Dari atas menukik ke bawah sambil melancarkan satu serangan yang mengeluarkan angin men-deru2.
Serangan itu sungguh hebat. Anginnya saja cukup dapat menimbulkan perasaan jeri bagi siapa yang menghadapinya.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan sejak tadi pertandingan pincang itu dari tempat persembunyiannya, diam2 merasa terkejut.
Iapun tidak mengetahui ilmu serangan apa yang digunakan oleh manusia buas berhidung betet itu.
Selagi ia masih berpikir ragu2, tiba2 terdengar suara gempuran nyaring.
Hui-bing Siansu yang sudah tidak mendapat kesempatan mengelakkan serangan hebat tadi, terpaksa
.mengambil tindakan mengadu kekerasan dengan Binhoan-siu.
Padri tersebut merasakan darahnya bergolak hebat, tanpa sadar kakinya telah mundur empat langkah.
Selagi belum mendapat kesempatan memperbaiki kedudukannya, suara bentakan yang amat nyaring sudah terdengar disekitar dirinya. Sudah barang tentu, kagetnya padri ini bukan kepalang. Pada saat demikian adalah Put-ceng, Leng heng dan U Tiang Siang sudah maju berbareng sambil melakukan serangannya masing2 yang serba mematikan. Padri dari Siauw-lim-sie itu agaknya benar2 akan mati tidak meram ditangan orang2 Thian-cu-kauw itu.
Dalam keadaan sangat kritis seperti itu, tiba2 nampak sesosok bayangan manusia, cepat gerakannya badan orang itu langsung menerjang kedalam kalangan. Orang yang menerjang ini sambil perdengarkan suara geram yang hebat tangannya digerakkan dan dari situ lantas keluar kekuatan tenaga dalam yang amat hebat, menggulung kearah Leng Heng dan U Tiang Siang. Itu adalah gerakan dari sebelah tangannya, sedang yang lain dipakai bergerak melanggar tangan Put-ceng dengan caranya yang luar biasa aneh.
Sebentar hanya terdengar suara menggelegar yang amat dahsyat. Leng Heng dan U Tiang Siang dalam keadaan gugup dan tidak men-duga2 telah dibikin terpental dengan adanya serangan hebat tadi, badan mereka mundur sempoyongan sampai tiga kaki.
Sedang dilain tempat, si Taotho Put-ceng yang juga dibikin terkejut melihat datangnya sambaran tangan tadi, juga terpaksa mengundurkan diri sampai lima langkah.
Orang yang baru muncul itu sekali bergerak ternyata dapat memukul mundur tiga orang. Dapatlah kita bayangkan betapa hebat kepandaian orang tersebut, karena kitapun telah mengetahui kepandaian ketiga Tancu itu masing2.
Sebentar lalu kedengaran suara orang itu yang berseru: "Siansu mari ikut aku!"
Setelah itu nampak badannya melesat balik lagi dan menghilang dari depan orang2 Thian-cu-kauw itu.
Hui-bing Siansu yang dalam golongan Siauw-limpay terkenal sebagai salah seorang kuat, sudah tentu tidak dapat dibandingkan dengan sembarang orang
.kepandaiannya. Setelah menyaksikan kepandaian orang yang menoloagnya tadi, ia juga menggerakkan badan, mengikuti gerakan orang tersebut. Dengan demikian, terlepaskah ia sudah dari kepungan mereka.
Semua kejadian tadi kalau dilukiskan dengan kata2 tentu akan memakan tempat banyak juga, tetapi sebenarnya hanya memakan waktu beberapa detik saja, sampai semua manusia buas dari lembah Loan-phiauwkok ini pada kesima.
Tatkala mereka sadar, mengetahui apa yang telah terjadi. ternyata sudah kasep. Ketika mereka coba mengejar, tidak ada gunanya dan orang yang mereka kejar sudah tidak kelihatan bayangannya lagi.
Kita kembali menengok keadaannya Hui-bing Siansu, yang setelah ditolong si orang pandai, mengikuti jejak orang yang mengajaknya tadi, terus kabur tanpa menemui rintangan apapun. Tidak lama kemudian ia sudah berlalu meninggalkan lembah Loan-phiauw-kok tersebut.
Sewaktu sampai disebuah terapat sunyi dipinggiran rimba, kedua orang itu baru berhenti bergerak. Ketika padri Siauw-lim-siu ini coba meng-amat2i penolongnya. ternyata itu adalah seorang yang berpengawakan tegap gagah, sayangnya wajah penolong ini ada begitu pucat, jelek bagai bangkaikan hidup, hingga buat orang yang menyaksikannya sendiri akan merasa jeri dan jemu memandangnya.
Saat itu juga Hui-bing Siansu lantas berkata sambil merangkap kedua tangannya: "Malam ini jikalau tidak sicu yang turun tangan memberi pertologan, barangkali pada detik ini lolap sudah menggeletak jadi bangkai didalam lembah Loan-phiauw-kok"
Orang berwajah jelek menakutkan yang menolong Hui-bing Siansu itu temu telah pembaca kenal, dia tidak lain tidak bukan adalah Lim Tiang Hong. Ia lantas berkata sambil perdengarkan ketawanya: "Kita satu sama lain adalah kenalan2 lama, perlu apa Siansu begitu merendah?"
Hui-bing Siansu ketika mendengar suara orang jelek menjemukan itu, memang rasa2nya memang seperti mendengarnya, tetapi kala itu ia sudah tidak dapat mengingat siapa adanya orang itu, maka ia lantas berkata pula: "Maaf kalau mata lolap sudah lamur, sebetulnya lolap sudah tidak ingat, sicu ini siapakah?"
"Waktu ini belum saatnya untukku memberi penjelasan. Dikemudian hari pasti akan kuterangkan duduknya perkara"


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba2 dari dalam sakunya orang jelek Ini mengeluarkan batu giok bentuk ikan warna merah pemberian Hui Hui Taysu yang lantas diperlihatkan kepada Hui-bing sembari berkata: "Aku yang rendah dengan benda kepercayaan ini ingin mendapat keterangan keadaan dalam dunia kang-ouw pada waktu2 belakangan iui, barangkali Siansu tidak akan merasa keberatan bukan?"
Hui-bing setelah menyambuti ikan2an merah itu, setelah meng-amat2inya sejenak, lalu dikembalikan lagi kepada Lim Tiang Hong dan segera pula ia berkata: "Dengan adanya tanda kepercayaan Ciang bunjin kita ditangan sicu, sudah tentu lolap akan memberitahukan apa yang lolah tahu kepada sicu"
Setelah mana padri Siauw-lie-sie ini lantas menceritakan kepada Lim Tiang Hong apa yang telah terjadi selama tiga bulan belakangan ini dikalangan kangouw.
.Lim Tiang Hong sehabis mendengar, sepasang alisnya nampak bergerak, darahnya dirasakan mendidih. Sambi! menjura dalam2 ia berkata: "Aku yang rendah karena masih harus menyimpan sedikit rahasia, sementara ini belum bisa memberitahukan siapa diriku yang sebenarnya kepada Siansu. Tetapi, tidak lama lagi tentu kita akan saling bertemu pula dalam dunia kangouw"
Sehabis berkata demikian, dengan kecepatan bagaikan kilat ia melesat balik masuk kedalam lembah.
Lembah Loan-phiauw-kok adalah lembah yang tiap hari malam terjaga kuat dan banyak rintangannya. Kini ada orang yang bisa keluar masuk secara demikian leluasa, sebetulnya merupakan suatu penghinaan dan tamparan hebat bagi orang2 Thian-cu-kauw.
Dalam gusarnya Bin-hoan-siu lantas mengerahkan semua orang2 pilihannya untuk mengejar kedua musuh tadi.
Sebaliknya dengan Lim Tiang Hong, pemuda ini setelah membawa keluar Hui-bing Siansu, dengan secara enak dan tanpa diketahui oleh orang dalam lembah sudah balik kembali dalam kamarnya.
.Siapa nyana, Bwee Hiang, itu wanita yang selalu merawatnya dengan teliti, pada kala pemuda ini datang kedapatan sedang duduk diatas pembaringan si pemuda.
Dengan wajah muram, ketika mendadak Lim Tiang Hong muncul didepan pintu, wanita pelayan ini berkata: "Kau ini sebetulnya siapa, dan apa maksudmu sebenarnya memasuki lembah Loan-phiauw-kok ini" Sebaiknya dihadapanku kau berterus terang saja supaya orang tidak selalu menguatirkan keadaanmu"
"Lim Tiang Hong adalah Lim Tiang Hong. Ia adalah seorang pemuda yang tidak mengetahui siapa adanya. Kalian menyebut aku Kauwcu muda, baiklah hitung2 aku sebagai Kauwcu mudamu juga. Cuma perlu barangkali kau tahu, aku ini bukan datang kemari seorang diri. Adalah kalian yang membawa datang aku kemari" jawab Lim Tiang Hong sambil bersenyum.
"Kau tidak usah mengatakan segala omongan yang bersikap jail itu kepadaku. Terus terang aku beritahukan padamu, kau dalam keadaan sangat berbahaya! Setiap tempat dan disetiap waktu jiwamu bisa terancam oleh maut. Sekalipun kau sungguh orang pandai yang memiliki ilmu tinggi, yang mau kau perlihatkan terus terang kepada orang lain. Tapi dalam lembah Loanphiauw-kok ini yang banyak menyimpan orang2 kuat, rasanya tidak mungkin kau bisa meloloskan diri sesukamu dari tangan mereka" berkata pula Bwee Hiang sambil monyongkan mulutnya yang kecil.
Lim Tiang Hong lalu bersandiwara, seperti orang kaget ia berkata: "Aku toh tidak melakukan dosa kepada lain orang, kenapa mereka hendak mencari setori denganku" Lagipun apakah mereka tidak takut disesali Hujin?""
"Kau ini benar2 ada begitu bodoh ataukah berlagak gila" Sekarang keadaan sudah kelewat mendesak, sudah bukan waktunya kau bicara seperti bercanda gurau. Dan, mungkin malam ini juga mereka akan turun tangan terhadap kau. Apabila kau suka percayakan, aku pikirku aku ingin mengantarkan kau keluar dari lembah dulu untuk sementara. Kau boleh berusaha melarikan diri sendiri. Tapi kalau kau tidak percaya padaku, aku juga tidak terlalu perlu menempuh bahaya ini".
Seperti apa yang sudah diketahui, kalau sampai pada saat itu, Lim Tiang Hong belum mau keluar dari lembah Loan-phiauw kok. Ia melulu cuma hendak menantikan datangnya sang Kauwcu dari lembah itu. Kini keadaan sekitar lembah telah diketahui hampir seluruhnya olehnya. Lembah inipun ia ketahui pula hanya merupakan suatu tempat sementara dari cabang Thiancu-kauw saja. Jikalau ia berdiam lebih lama lagi, rasanya juga tidak akan mendapatkan kabar apa2. Disamping berpikiran demikian, barusan dari mulutnya Hui-bing Siausu iapun telah mendapat kabar perihal keadaan rimba persilatan yang dikatakan lebih lanjut oleh padri Siauw-lim-sie itu sudah amat genting, pun langsung mendorongnya kepada soal pemikiran, bahwa ia tidak boleh berpeluk tangan begitu saja. Maka iapun akhirnya memikir tidak ada halangan menggunakan kesempatan itu untuk ia keluar dari lembah itu. Namun ia masih tetap pura2 berteriak kaget dan ketakutan.
"Apa betul begitu kejadiannya?" katanya "Kalau begitu, memang lebih baik aku lekas2 melarikan diri saja. Encie Bwee Hiang, kau bisakah dayakan akalnya menolongku keluar?"
"Kau ini benar2 bintang iblis dalam jiwaku. Kalau aku tidak menolongmu, hatiku tidak akan tenteram selamanya, akan tetapi apabila aku menolongmu.... Aih... Hari depanku bahayanya jauh lebih banyak daripada kebaikannya. Aku sendiri masih belum tahu bagaimana nasibku yang akan kualami nanti"
Sehabis berkata demikian, mendadak wanita pelayan itu bangkit, berkata pula sambil kertak-gigi: "Bwee Hiang malam ini ingin korbankan diri demi menolong jiwa sesama manusia. Kongcu, dikemudian hari, apabila kau mendapat peruntungan belajar ilmu silat, ingatlah pada kata2ku, didalam lembah Loanphiauw-kok ini masih ada seorang perempuan yang bernasib malang. Sekalipun aku harus binasa, juga akan merasa puas dan berterima kasih setelah mendapat perhatianmu"
Lim Tiang Hong kala itu rupanya baru mengetahui benar kalau pelayan wanita itu tidak dapat dibandingkan dengan orang2 Thian-cu-kauw yang lainnya. Meskipun berada didalam lingkungan orang2 jahat, tetapi keluhuran jiwa pelayan ini telah membuat perasaan hatinya sangat terpengaruh mendengar kata2 Bwee Hiang tadi.
Setelah selesai bicaranya Bwee Hiang, ia lantas menjawab: "Ada satu waktu, apabila aku si orang she Lim melakukan pembasmian kasarangnya penjahat ini, sebelum bertindak, pasti akan kuberitahukan kepadamu lebih dulu sebagai pembalasan budi dari perbuatanmu malam ini untukku"
Bwee Hiang mendadak buka lebar2 matanya dan menanya: "Apa kau kata?"
Lim Tiang Hong sadar telah kelepasan omong, maka segera ia lalu berlaga gugup dan ketakutan seraya katanya: "Kalau mau pergi, mari segera kita pergi, terlambat sedikit mungkin sudah tidak keburu lagi"
Bwee Hiang sendiri rupanya tidak mau terlalu membuang tempo. Mendengar itu buru2 ia menyelinap keluar pintu sambil menarik tangannya Lim Tiang Hong ia berkata: "Yah, mari kita pergi!"
Ia ingin menggunakan lubang jendela sebagai jalannya keluar, tetapi ketika ia menengok ia lihat Lim Tiang Hong masih coba hendak membuka pintu dengan seenaknya, hal mana tentu saja membuatnya menjadi sangat jengke!. Maka terpaksa ia balik lagi dan lantas berkata pada si pemuda: "Ahh, kau ini benar2kah yang dinamakan duri dalam hatiku?"
Lim Tiang Hong menjawab sambil kerutkan keningnya: "Aku tidak mengerti ilmu silat, bagaimana?"
Bwee Hiang kewalahan. Ia lantas jongkok ditanah seraya katanya: "Mari aku gendong kau"
Lim Tiang Hong pun tanpa sungkan2 lagi lantas nangkring di pundak si pelayan, ia menggemblok seperti anak kecil.
Bwee Hiang tahu bahwa waktunya tidak boleh terlalu diulur lagi, maka untuk kedua kalinya ia mengenjot tubuh, melalui lubang jendela, ia keluar untuk selanjutnya kabur keluar lembah.
Jangan kira ia ada seorang wanita lemah lembut yang badannya kecil langsing. Meskipun diatas pundaknya ada menggemblok seorang dewasa, namun ia masih bisa bergerak gesit dan lincah sekali, hingga hal tersebut diam2 mau tidak mau membuat Lim Tiang Hong memuji dalam hatinya, mengagumi kepandaian pelayan wanita itu.
Tidak antara lama kemudian mereka sudah terlolos dari daerah berbahaya ditembah Loan-phiauw-kok.
Sambil menarik napas lega Bwee Hiang berkata: "Turunlah, sekarang kita bebas dari goa macan..."
Tiba2 dari dalam rimba kedengaran suara orang berkata yang disertai dengan ketawa anehnya, demikian "Belum tentu...."
Menyusul kata2 itu, seorang katai pendek, dengan potongan badan gemuk seperti labu mendadak muncul daii dalam rimba.
Bwee Hiang mengenali orang pendek gemuk itu, karena tidak lain dia adakan Tee-im Tancu Thian Lui.
Dalam kagetnya, pelayan wanita ini sampai mundur beberapa tindak.
Thian Lui sambil perlihatkan roman menjemukan, ketawa cengar cengir, setindak demi setindak menghampiri Bwee Hiang sembari berkata: "Bagus, kiranya kau adalah penghianat perkumpulan! Menggendong satu anak muda kau ingin ajak kabur padanya, sekarang dipergoki olehku, apa kau mau kata?"
Bwee Hiang tahu bahwa Thian Lui seorang pendek gemuk ini adalah salah seorang Tan-cu dari Thian-cukauw yang kepandaiannya tinggi luar biasa. Iapun tahu bahwa dengan kepandaiannya sendiri, masih belum mampu menandingi dia. Akan tetapi, pada waktu itu kecuali berlaku nekad barangkali saja tidak ada lain jalan yang dapat diambilnya. Memikir demikian, maka pelayan wanita ini lalu mencabut keluar padangnya dan lantas membentak: "Dia adalah puteranya Lok-hee Hujin. sedikitpun tidak mengerti ilmu silat. Tapi kalian tetap mengingini jiwanya, apakah itu adil namanya" Aku yang atas perintah Hu-jin suruh melindungi jiwanya, sudah tentu tidak bisa membiarkan kalian mengambil jiwanya secara enak sendiri"
"Percuma kau jual omong! Biar bagaimana Thiancu-kauw tidak bisa benarkan perbuatanmu ini yang terang2an hendak membahayakan kedudukannya kita semua"
Bwee Hiang maklum bahwa kala itu sukar untuk ia berbantahan dengan orang pendek gemuk itu, agaknya pertempuran tak dapat dihindari sebagai jalan satu2nya yang harus ditempuh, maka ia lalu berkata kepada Lim Tiang Hong: "Kau turunlah"
Tetapi Lim Tiang Hong masih berlagak pilon, masih menggembol dipunggung wanita itu, ia berkata: "Ng, aku takut mati"
.Bwee Hiang agaknya sudah tidak berdaya. Dengan Lim Tiang Hong masih mengemblok, maju dan menyerang Thian Lui.
"Dengan berlaku nekad melindungi dia begitu rupa, sungguh menggelikan sekali"
Bwee Hiang tidak berkata apa2 lagi. Ia terus menggerakkan pedangnya, beruntun dua kali serangan pula telah dilancarkannya, Lim Tiang Hong yang berada digegernya malah berseru memuji: "Bagus, bagus sekali!"
Thian Lui kembali telah mengelakkan serangan Bwee Hiang, lalu lagi2 berkata: "Budak, kau cari mampus"!"
Dan dengan cepat ia lantas membalas menyerang, dengan tangan kosong. Ketika badannya bergerak, justru bergerak memapaki serangan Bwee Hiang yang ketiga kali.
Bwee Hiang sudah lama mengikuti Lok-hee Hujin. Diantara empat pelayan wanita Hujin tersebut, adalah dia ini yang memiliki kepandaian ilmu silat paling tinggi. Kala itu, dalam menghadapi musuh tangguh, ketika berada digaris antara mati dan hidup, maka iapun lalu tidak menghiraukan kese!amatan jiwanya sendiri. Ia bertempur secara nekat, hingga Thian Lui yang diserang ber-tubi2 juga merasakan kewalahan.
Lim Tiang Hong, masih menggemblok diatas gegernya, sebentar2 berseru memberi pujian sehingga hal itu sudah barang tentu membikin Bwee Hiang bertambah jengkel.
Sepuluh jurus lebih telah mereka lewatkan pertempuran itu, tetapi Thian Lui yang terkenal mahir menggunakan ilmu tangan kosong belum juga berhasil menundukkan budak itu, maka lantas timbul pikiran jahat dalam otaknya. Ia lalu mengerahkan kekuatannya balas menyerang secara bertubi2, menyerang Bwee Hiang.
Bwee Hiang yang memang kalah jauh kekuatannya dari Thian Lui ini ditambah pula kala itu ia tengah menggendong Lim Tiang Hong seorang dewasa. Sekalipun ia dapat berlaku lincah dalam menghadapi lawannya, tetapi lambat laun tidak urung iapun harus merasa keripuhan.
Thian Lui rasanya tidak mau memberi sedikit hatipun juga. Orang pendek gemuk ini terus mendesak Bwee Hiang sedemikian rupa hingga yang diserang ini sampai mundur terus untuk selalu menghindarkan serangan2 maut musuhnya.
Pada ketika itu gegernya mendadak dirasakan ringan, Lim Tiang Hong entah sejak kapan sudah lompat turun dari belakang gegernya, pemuda itu sambil menggendong tangan nampak sedang menyaksikan pertempuran.
Thian Lui yang hanya menghendaki Lim Tiang Hong, maka ketika iapun mengetahui bahwa Lim Tiang Hong telah turun dari belakang gegernya Bwee Hiang, mendadak lompat melesat dan sebentar telah berada dihadapan si anak muda lalu, cepat bagaikan kilat ia mengulurkan tangannya menyambar pergelangan tangan Lim Tiang Hong.
Tidak nyana, tangannya belum lagi mengenai sasarannya, tangan orang lain sudah menyambar kearahnya. Dalam waktu sekejap dan tidak menduga, malah tangan si pendek gemuk itu yang kecekal dan telinganya mendengar suara bentakan keras: "Enyah kau dari sini!"
Beleduk! .Thian Lui merasakan dadanya seperti digempur benda ribuan kati beratnya hingga mulutnya menyemburkan darah segar, badannya lantas terpental ke atas sampai setinggi dua tombak untuk kemudian jatuh di tanah tidak bernyawa lagi.
Bwee Hiang ketika tadi mengetahui Thian Lui, lawannya mendadak bergerak hendak menangkap Lim Tian? Hong, kagetnya bukan alang kepalang. Secepat kilat ia masih sempat menerjang untuk menikam orang pendek itu. Siapa nyana, sebelum pedangnya berhasil menyentuh tubuh lawan, Thian Lui sudah terbang melayang keatas badannya. Kejadian yang terjadi diluar dugaan itu sungguh membuatnya bingung ke-heran2an, sebentar kemudian ia lantas sadar, ia tahu sudah apa yang telah terjadi. Dengan perasaan kegirangan yang me-luap2 ia lantas menubruk Lim Tiang Hong sambi! memukuli dengan tangannya ia ketawa dan berkata: "Kau ini, kenapa berlaku jail"
Lim Tiang Hong lantas berkata diringi gelak ketawanya: "Jikalau tidak begitu, bagaimana aku bisa berkenalan dengan kau, seorang pendekar wanita yang berjiwa luhur?"
Bwee Hiang lantas menyahut sambil monyong2kan mulutnya: "Phui! Sungguh pintar kau putar lidah"
Pada saat itu, benar2 wanita ini merasakan keriangan yang luar biasa, sebab ketika Lok-hee Hujin menyerahkan Lim Tiang Hong kepadanya supaya ia melindungi keselamatan si pemuda, ia telah merasa dalam hati bahwa pemuda ini bukanlah orang sembarangan, dan kemudian meskipun ia telah mendapat tahu Lim Tiang Hong berlagak tidak kenal surat dan tidak mengenal silat, bahkan nampaknya sangat dungu dalam se-gala2nya, hingga membuatnya agak kecewa, tetapi ia tetap tidak memandang rendah padanya. Maka dalam penerimaan tugas sebagai pelindung pemuda itu, ketika mengetahui anak muda ini berada dalam keadaan bahaya, ia lantas bertindak nekad hendak membawa kabur pemuda ini.
Sekarang, setelah ia mengetahui dan dapat meyakini benar2 bahwa Lim Tiang Hong adalah seorang pemuda yang berkepandaian sangat tinggi, maka perasaan girang dalam hatinya sudah me-luap2 demikian rupa, hingga agak sulit untuk dilukis disini.
.Bwee Hiang meski bertempat tinggal didalam sarang penyahat, tetap sebagai jiwa pendekar, sehingga hanya ialah seorang yang tidak suka bercampur gaul dengan orang2 jahat itu. Maka hampir setiap orang2 kuat lainnya dalam lembah itu yang ia pandang tinggi, hanya terhadap pemuda dihadapannya sekarang ini, agaknya ada lain dari yang lain perasaannya. Bagaimana ia bisa mempunyai perasaan demikian, sebenarnya ia sendiripun tidak tahu. Dalam perasaan atau kata hatinya tadi, hampir seluruhnya diliputi oleh perasaan takut dan ngeri se-mata2. Akan tetapi kini, setelah terlepas dari ancaman bahaya itu, mendadak ia seperti merasa berat untuk berpisahan dengan pemuda pujaannya ini, hingga untuk sekian lama ia berdiri menjublek, sepatah katapun tidak lagi keluar dari mulutnya.
Akhirnya adalah Lim Tiang Hong juga yang memecah suasana kesunyian alam disitu: "Encie Bwee Hiang, baik kau lekas pulang, sebab kalau terlalu lama kau berdiam disini mereka akan mengetahui semua. Mengenai urusan hari ini, paling baik jangan kau bicarakan dengan Hujin. Dikemudian hari, apabila aku mendapat kesempatan, aku pasti biba datang menengoki kau"
Bwee Hiang juga tahu dan sadar bahwa ia tidak boleh terlalu berdiam disitu. Maka dengan menekan perasaan hatinya ia lantas berkata: "Tentang halmu, tidak usah kau kuatir, pasti tidak akan kubicarakan kepada Hujin. Sebaliknya, kau sendiri dalam segala hal, hendaklah suka bertindak hati2...."
Sehabis berkata, Bwee Hiang yang berjiwa luhur budiman ternyata sudah tidak mampu menekan perasaannya sendiri, seketika itu telah menangis menggerung2 seperti anak kecil.
Bagi Lim Tiang Hong sendiri, tentu berat pula hatinya. Sebab, sebagaimana layaknya manusia biasa, setelah mendapat perawatan baik tiga bulan lamanya dari seorang, sedikit banyak tentu merasakan kehangatan seorang wanita, tergerak ia terhadap perawatan yang sangat luar biasa opennya itu Akan tetapi keadaan sangat mendesak, maka ia hanya dapat menekan hatinya, lantas pamitan. Setelah mengatakan selamat tinggal ia dengan cepat lalu meninggalkan lembah tersebut.
-odw-smhno- Bab 12 LIM TIANG HONG dengan tidak sayangkan dirinya, masuk kedalam sarang penjahat hendak me-nyerep2i berita, akan tetapi hasil yang ia peroleh ternyata tidak seperti apa yang ia harap.
Pertama, meskipun ia dapat menemukan ibunya, tetapi kelakuan sang ibu itu tidak bisa membikin hatinya puas, bahkan ibu itu tidak suka agaknya memberitahukan siapa ayahnya. Apabila Kauwcu dari Thian-cu-kauw itu benar adalah itu Manusia Buas Nomor Satu Dalam Dunia, maka orang buas itu tentu adalah ayahnya sendiri. Andaikata benar demikian, bagaimana akibatnya selanjutnya" Ia tidak berani memikirkan terus.
Kedua, siapakah yang membunuh Heng-lim Cunloan" Sampai pada saat itu ia masih belum mengetahui siapa adanya pembunuh itu.
Dan ketiga, pusat perkumpulan Thian-cu-kauw, tujuan pertama yang ingin sekali ia selidiki, setelah ia secara hati2 sekali mengadakan penyelidikan selama tiga bulan, ternyata hasilnya masih nihil. Bwee Hiang sekalipun, sebenarnya bukan tidak mau mengatakan, tetapi sesungguhnya memang mereka tidak mengetahui. Tetapi ia tetap menduga, ibunya pasti tahu, akan tetapi sang ibu itu rupanya berat menceritakan padanya.
Kini ia telah pergi jauh meninggalkan lembah Loanphiauw-kok. Sebab dari keterangannya Hui Hui Siansu ia tahu bahwa rimba persilatan kala itu sedang mengalami bahaya besar, maka mau tidak mati ia harus meninggalkan urusan pribadinya sendiri untuk terjunkan diri memberi bantuan kepada setiap yang membutuhkan, yakni orang2 golongan Hian-bun, sebab itu adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang menganggap dirinya berasal dari golongan benar. Dari keterangan yang didapat dari Hui-bing Siansu, keadaan dalam dunia kangouw pada belum lama berselang barangkali ada sebagai berikut:
Kesatu. Siauw-lim-pay sejak tertipunya dikota Kimleng dalam soal patung, Hui Hui Thaysu sudah keluar sendiri, dengan membawa rombongan orang kuatnya melakukan penyelidikan sendiri, tetapi hingga pada saat itu masih mendapat sedikitpun tandasnya. Maka semua orang kuat yang ada dalam gereja juga lantas dikerahkan untuk mengadakan penyelidikan. Dan Hui-bing Siansu, adalah salah seorang diantara para penyelidik itu.
Kedua, orang tinggi besar berkedok itu semenjak mem-bunuh2i beberapa ketua partai golongan Hian-bun, dan setelah berhasil merampas bendera perserikatan, kembali sudah mengadakan pembunuhan pula terhadap orang2 golongan Hian-bun itu. Perbuatan orang itu sungguh ganas dan telengas, sampai boleh dikata, tidak seorangpun menemuinya hidup. Kebuasannya itu hampir menggoncangkan seluruh dunia kang-ouw. Pek Ho Totiang dari Bu-tong-pay sesudah berserikat dengan enam partai golongan Hian-bun yang lainnya, lalu hendak merebut kembali bendera perserikatan itu.
Ketiga. Semenjak murid Bu-ceng Kiam-khek Lim Tiang Hong dikabarkan meninggal dunia, Bu-ceng Kiamkhek sendiri pernah unjuk diri beberapa kali didunia kang-ouw, agaknya sengaja orang itu menentang segala perbuatan Thian-cu-kauw. Dengan demikian maka Thiancu-kauw yang hendak meluaskan pergaruhnya, mau tidak mau harus mengendalikan diri juga. Cuma didunia kang-ouw saat itu berbareng muncul dua orang yang mengaku bernama Lim Tiang Hong, baik potongan dan bentuk badannya maupun ilmu silatnya hampir bersamaan dan mereka kedua itu tindak tanduknya ada bertentangan dengan golongan orang baik2.
Lim Tiang Hong mengingat patung kuno yang hilang dicuri penjahat, dalam hatinya timbul perasaan kemenyesalannya, maka sedapat mungkin ia hendak berdaya membantu Siauw-lim-pay merebut kembali kitab pusaka yang hilang itu.
Apabila ia mengingat pula halnya dua orang yang mengaku bernama Lim Tiang Hong itu, seketika hawa amarahnya meluap. Sambil perdengarkan beberapa kali suara dihidung ia berkata sendiri: "Ada satu hari apabila aku bertemu dengan mereka, pasti akan kubikin hancur tulang kepala mereka kedua-duanya!"
Seorang diri Lim Tiang Hong ber-lari2an ditanah pegunungan. Tiba2 ditengah perjalanannya ia menemukan sebuah kelenteng tua. Kelenteng ini, tidak ada lampu dan penghuninya. Kala ia meneliti, di atasnya masih ada tulisan yang berbunyi: SIM THIAN SIAN SIE.
Mendadak hatinya bercekat. Ketika ia melongok kedalam, ruangan kelenteng itu ternyata cukup luas, hanya agaknya sudah lama tidak mendapat perawatan manusia. Tetapi kalau diteliti lebih lanjut, keadaannya tidak terlalu rusak, pendoponya masih baik sekali. Apa yang paling menarik perhatiannya adalah: terdapatnya sebuah patung tua yang tingginya kira2 satu tombak setengah, berdiri di-tengah2 pendopo yang agaknya seperti pernah ia lihat, tetapi ketika di-ingat2 dan dipikir2, lantas hatinya berseru, hampir ia lompat berjingkrakan. Ternyata patung kuno itu mirip sekali rupanya dengan patung gading kepunyaan Siauw-lim-pay yang pernah ia bawa2 tempo hari. Berbareng dengan itu, iapun rupanya masih ingat bahwa diatas patung gading yang dibawanya dulu ada ukiran huruf indahnya yang berbunyi kira2 sebagai berikut: "Buddha adalah didalam hati".
Perkataan yang terdiri dari lima huruf itu agaknya merupakan perkataan biasa, akan tetapi sebetulnya mengandung maksud dalam, mungkin dimaksudkan: Jikalau hendak mengambil kitab pusaka, harus dapat menemukan dulu sebuah patung kuno yang bentuknya mirip dengan patung gading itu.
Kalau ternyata dugaannya itu benar, kitab itu tentu tersimpan dalam badan patung yang dilihatnya saat itu. Sebabnya ialah, perkataan yang dimaksudkan itu ada mengandung huruf Sim-thian (didalam hati), dan kelenteng ini justru adalah yang bernama Sim-thian-sie.
Karena penemuannya ini, hatinya amat girang. Buru2 ia berjalan kebawahnya patung Buddha itu. Disekitarnya patung Buddha itu ia mengadakan panyelidikan dengan teliti, tapi patung itu ternyata demikian sempurna bentuknya, sedikitpun tidak kelihatan ada tandanya apa2.
Ia mulai merasa sangsi, kemudian ia loncat keatas pundaknya patung. Diatas kepalanya yang besar itu ia meraba2 sejenak. Tiba2 dibagian telinganya patung itu ia dapat meraba sebuah alat hingga menimbulkan suara, dan pada saat itu, telinga patung Buddha itu tiba2 bergerak.
Dalam kagetnya, ia buru2 lompat turun, dan pada saat itu, patung Buddha itu sudah bergerak kekiri kira2 3 kaki, dibawahnya patung itu ada terdapat sebuah lubang yang dalamnya kira2 2 kaki.
Sebuah kotak batu giok, nampak didalam lobang tersebut.
.459 Ia buru2 ulur tangannya mengambil kotak tersebut, berbarang dengan mana patung Buddha itu juga sudah bergerak, balik pada keadaannya semula.
Dengan cepat ia buka kotak tersebut. Didalam kotak itu ternyata ada sejilid kitab tebal. Tapi sebelum ia mendapat kesempatan memeriksa isinya kitab tersebut, diluar kelenteng tiba2 terdengar suara orang ketawa dingin. Bin-hoan-siu dari lembah Loan-phiauw-kok sudah berdiri didepan pintu dengan paras penuh kemarahan. Dibelakangnya ia ada berdiri Hek-sa dan Thian-leng, itu kedua tancu dari Thian-cu-kauw.
Secepat kilat Lim Tiang Hong lantas masukkan kitab itu kedalam sakunya dan lantas berjalan keluar dengan tindakan lebar.
Bin-hoan-siu lalu menegur padanya dengan sikapnya yang angkuh dan jumawa: "Tuan ini siapa" Benda apa yang berada dalam tanganmu itu" harap kau suka memberi tahukan padaku dengan terus terang!"
Lim Tiang Hong yang merasa benci dan jemu sekali terhadap Bin-hoan-siu, ditegur secara demikian, lantas menjawab dengan sikap tidak kalah angkuhnya: "Siapa adanya Siauwyamu, kau masih belum pantas untuk menanyakan itu. Sementara benda apa yang berada didalam tanganku, kaupun tidak ada hak untuk tahu!"
"Bocah, kau tak usah banyak lagak. Mungkin kau didalam kelenteng ini mendapat sedikit rejeki. Jikalau kau tidak lekas keluarkan barang itu, jiwamu yang masih muda ini barangkali akan melayang didalam kelenteng ini," berkata Bin-hoan-siu sambil ketawa aneh.
Orang2 dari kalangan kang-ouw, umumnya mempunyai perasaan lebih tajam dari orang biasa. Binhoari-siu tadi terang sudah dapat lihat kitab dalam tangannya Lim Tiang Hong yang segera dimasukkan kedalam sakunya. Jikalau Lim Tiang Hong tidak mau memperlihatkan kitab tersebut, sudah tentu ia tidak mau sudah begitu saja.
Lim Tiang Hong yang belum tahu kejahatannya orang2 kang-ouw, tiba2 ketawa bergelak-gelak dan berkata: "Tidak, Siauwyamu memang benar dapatkan sejilid kitab dibawah patung Buddha ini, tapi barang itu ada kepunyaan Siauw-lim-sie. Jika kalian inginkan kitab ita, jangan kalian mimpi yang bukan2"
Bin-hoan-siu mendengar disebutnya kitab dari Siauw-lim-sie, wajahnya berubah seketika. Dengan cepat dari dalam sakunya mengeluarkan sebuah benda dan disambitkan ketengah udara, sebentar lantas kelihatan sinar biru meluncur diangkasa.
Lim Tiang Hong diam2 terperanjat, tahu bahwa sinar biru itu ada api pertandaannya Thian-cu-kauw, maka diam2 lantas berpikir: ada seorang diri saja, kalau saat ini tidak lekas berlalu, jika bala bantuan mereka datang, akan lebih sukar lagi.
Maka ia lantas berkata sambil tertawa besar: "Siauwyamu tidak begitu banyak waktu untuk meladeni kalian, maafkan aku hendak pergi dulu!"
Setelah itu, dengan secara gesit sekali tubuhnya sudah melesat keatas payon.
Mendadak ia dengar suara orang membentak: "Turun! Apa kau ini kau pikir masih bisa kabur?"
Ucapannya itu lalu dibarangi dengan sembaran angin yang menindih dikepalanya Lim Tiang Hong.
Karena hal itu terjadinya tidak terduga-duga, Lim Tiang Hong terpaksa dengan cara jumpalitan melesat sesamping untuk hindarkan serangan tersebut. Tatkala kakinya menginjak tanah lagi, ia baru lihat bahwa orang yang menyerang padanya tadi adalah muridnya Tiang-lim
.It-hong Cian-san Lolo, maka lantas menegur padanya dengan perasaan mendongkol: "Haha, tidak nyana muridnya Tiang-lim It-hong juga menjadi perampok".
Cian-san Lolo tercengang. Ia tidak nyana bocah berwajah pucat jelek ini ada mengenali dirinya, bahkan memaki dirinya dengan perkataan begitu pedas.
Tepat pada saat itu, dari atas genteng kuil itu kembali muncul beberapa orang dari goloogan kang-ouw. begitu pula didepan, dari dibelakang pendopo, juga sudah kelihatan bayangan banyak orang, hingga Lim Tiang Hong diam2 merasa heran, entah dari mana datangnya orang2 itu.
Tapi keadaannya pada waktu itu sudah tidak memberi kesempatan bagi Lim Tiang Hong berpikir tarlalu banyak. Sedangkan Bin-hoan-siu sendiri ketika melihat mendadak ada muncul begitu banyak orang, dalam hati juga merasa sangat terkejut. Ia lalu maju dan berkata kepada Lim Tiang Hong: ?"Bocah, lekas serahkan kitab itu kepadaku, aku nanti bisa memberikan kau jalan hidup".
.Lim Tiang Hong tidak menjawab. Sambil ketawa dingin, tangannya bergerak. Sambaran angin hebat lantas meluncur keluar menggulung dirinya Bin-hoan-siu.
Bin-hoan-siu tidak menduga sama sekali Lim Tiang Hong menyerang dirinya begitu mendadak. Dalam gugupnya, ia lantas kibaskan lengan jubahnya sambil ketawa, hingga kedua kekuatan saling beradu.
Suara benturan keras terdengar nyaring, sampai kuil tua itu di rasakan tergetar.
Lim Tiang Hong dan Bin-hoan-siu masing2 mundur 5 langkah.
Bin-hoan-siu diam2 terkejut. Ia tidak menduga bahwa bocah buruk ini ada mempunyai kekuatan tenaga dalam begitu hebat.
Lim Tiang Hong sendiri diam2 juga terperanjat. Binhoan-siu tidak kecewa menjadi salah satu orang kuat dari Thian-cu-kauw. sebab serangannya yang gunakan kekuatan 8 bagian tadi, ternyata masih dapat disambutnya.
Kedua lawan itu setelah mengadu kekuatan, Binboan-siu nampak delikkan matanya yang celong. Jari tangannya lantas dipentang dengan mengandung hawa dingin. Tangan yang jarinya terpentang itu menyambar dirinya Lim Tiang Hong.
Dengan secara gesit dan lincah sekali Lim Tiang Hong lompat kesamping 3 kaki, kemudian ulur tangannya, dengaa kecepatan luar biasa balas menyerang Bin-hoan-siu.
Bin-hoan-siu tidak menduga Lim Tiang Hong turun tangan begitu cepat, terpaksa memutar tubuhnya menyambuti serangan anak muda itu hingga kedua pihak untuk kedua kalinya saling beradu.
Pada saat itu, Cian-san Lolo lantas melesat ditengah-tengah dua orang yang sedang bertempur itu. Sambil menuding Lim Tiang Hong ia menanya: "Kau orang dari golongan mana" Lekas jawab!"
Cian-san Lolo termasuk orang dari golongan benar. Kali ia meski terjun kedunia kang-ouw dengan maksud tertentu, akan tetapi ia tidak suka melakukan perbuatan yang tidak patut. Barusan ia melakukan penyerangan menggelap terhadap dirinya Lim Tiang Hong, sematamata kerena disebabkan ia mengira Lim Tiang Hong ada orangnya Thian-cu kauw. Dan kini setelah mendapat tahu Bin-hoan-siu hendak merampas kitabnya Lim Tiang Hong dengan kekerasan, dalam hatinya merasa tidak senang, maka ia lantas maju dan menanyakan Lim Tiang Hong orang dari golongan mana.
Siapa nyana Lim Tiang Heng tidak mau menerima kebaikannya itu, dengan sikap dingin ia menjawab: "Siapa adanya aku, kau tidak perlu tahu. Jika kau juga ingin merampas kitab, boleh maju berbareng, Siauwyamu tidak takut kalian"
Dijawab secara demikian kasar, Cian-san Lolo menjadi gusar, sambil ketrukkan tongkatnya ditanah ia membentak: "Bocah tidak tahu diri, nenekmu dengan baik hati menanyakan kau, tidak nyana kau berlaku begitu kurang ajar. Jikalau kau tidak diberi sedikit hajaran, benar2 kau tidak akan tahu tingginya langit dan tebalnya bumi!"
"Jangan jual lagak. Tanyakan dirimu sendiri kau mampu melakukan itu atau tidak?" jawabnya Lim Tiang Hong mengejek.
Cian-san Lolo tentu saja naik darah. Rambutnya yang sudah putih semua pada berdiri, wajahnya pucat, dengan secara kalap ia angkat tongkatnya dan hendak menyerang.
.Tiba2 terdengar suara seperti bebek kuak2an nyaring diudara. Seorang nenek rambut merah dengan kecepatan bagaikan kilat sudah berada dihadapannya. Sambil lintangkan tongkatnya nenek rambut merah itu berkata: "Urusan hari ini, tidak bisa dibereskan dengan main hantam saja. Paling baik kitab wasiat dalam badannya bocah itu kita gunakan sebagai barang taruhan, kemudian kita mengadu kekuatan dan kepandaian untuk menetapkan siapa yang berhak mendapatkan kitab itu"
"Dengan orang hanya semacam kau, Ang-hoat Lolo, juga berani mengucapkan perkataan demikian" Apakah kau tidak takut ditertawakan orang?" jawabnya Cian-san Lolo sambil ketawa dingin.
"Kepandaiannya Thian-lim-pai, rasanya masih belum cukup untuk menggertak orang!" bentak Ang-hoat Lolo atau si nenek-rambut merah.
"Kalau begitu kau boleh coba sendiri dua jurus saja!" berkata Cian-san Lolo sambil ketrukkan tongkatnya.
Menampak dua nenek yang beradat keras itu hendak bertarung, Bin-hoan-siu diam2 undurkan diri. Ia
.sudah berpikir masak2, tidak perduli siapa yang menang dan yang kalah, biar bagaimana ia sendiri sudah minta bala bantuan. Asal Lim Tiang Hong tidak kabur, kitab itu sudah pasti akan dapat direbut olehnya.
Lim Tiang Hong yang pada saat itu sudah gusar benar2, dengan tindakan lebar berjalan keluar. Jika pada saat itu ada orang yang berani merintangi, pasti akan dihajar dengan tanpa ampun lagi olehnya.
Apa mau dikata, Leng-heng dan U Tiang Siang kedua Tancu dari Thian-cu-kauw, benar2 tidak tahu diri. mereka lantas maju berbareng sambil ketawa dingin mereka menegur: "Apa kau pikir masih bisa kabur" Balik!"
Keduanya lalu turun tangan berbareng. Mereka terlalu memandang rendah dirinya anak muda itu. Siapa nyana baru saja serangan mereka meluncur dari tangannya, lantas terdengar suara bentakan Lim Tiang Hong: "Belum tentu"
Tangannya lalu membalik keluar, sambaran angin hebat menyambuti serangannya kedua tancu tadi, hingga setelah terdengar suara beradunya kekuatan, lantas terdengar suara jeritan dan tubuhnya Leng Heng dan U
.468 Tiang Siang sudah terpental keluar dari dalam kelenteng. Sedang Lim Tiang Hong masih berdiri tegak dengan wajahnya yang pucat menakutkan.
Ia kini sudah gusar benar2, maka sambil ketawa dingin ia berkata pula: "Siapa yang tidak takut mati, boleh maju!"
Perbuatan Lim Tiang Hong kali ini, benar2 membikin kuncup nyalinya banyak orang, meski diantara mereka terdengar suara riuh, tapi tidak ada satupun yang berani maju.
Bin-hoan-siu karena salah hitung, telah membuat kedua tancu itu terluka ditangannya Lim Tiang Hong. Sudah tentu ia tidak mau mengerti. Dengan secara kalap ia lantas lompat menghalang didepannja Lim Tiang Hong seraya berkata: "Bocah, perbuatanmu terlalu kejam!"
"Mana, mana! Kalau dibandingkan dengan kalian orang2 dari Thian-cu-kauw, rasanya masih kalah jauh"
Bin-hoan-siu tambah kalap, kepalanya yang botak sampai berubah menjadi merah. Mendadak ia putar tangannya, suatu kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat meluncur keluar.
Tepat pada saat itu, dari luar terdengar suara bentakan satu wanita. Sinar pedang gemerlapan sudah menyambuti serangan Bin-hoan-siu sehingga menjadi punah.
Bin-hoan-siu terperanjat. Ia sampai mundur 3 langkah. Tapi tatkala mengetahui siapa orangnya yang memunahkan serangannya tadi, lantas berkata sambil ketawa bergelak-gelak: "Aku kira siapa, tidak tahunya bekas pecundang. Kau juga berani turut campur tangan" Ah, benar2 tidak tahu diri"
Wanita yang baru tiba itu tidak berkata apa2. Ia menyerang dengan pedangnya bagaikan kitiran.
Pada saat itu, Lim Tiang Hong sudah mengenali siapa wanita yang baru datang itu yang bukan lain dari pada si burung Hong Putih Cu Giok Im.
Diam2 ia kuatirkan dirinya nona ini. Karena meski Cu Giok Im sudah mendapat hampir seluruhnya kepandaian Tiang-lim It-hong, namun masih bukan tandingannya Bin-hoan-siu. Oleh karenanya, maka ia tidak tega meninggalkan padanya dan terpaksa urungkan niatnya hendak meninggalkan tempat tersebut.
Tiba2 ia dapat lihat lagi satu wajah baru yang merupakan kenalan lamanya, yang saat itu sedang mengawasi dirinya. Ia adalah Heng-hai Kow-loan, yang sekian lama sudah tidak ketemu.
Dalam girangnya, ia lantas memanggil: "Enci Kowloan, kau juga datang?"
Diluar dugaan, Heng-hai Kow-loan tidak berdulikan padanya, malah memandang pahanya dengan sorot mata terheran-heran.
Lim Tiang Hong mula2 merasa heran, tapi kemudian ia lantas sadar bahwa dirinya sudah dikabarkan binasa dan sekarang sedang memakai kedok, sehingga kelihatannya sudah ganti rupa.
Pada saat itu, pertempuran antara Bin-hoan-siu dan Cu Giok Im sudah nampak akan mendapat keputusannya. Gerakan Cu Giok Im meski gesit lincah dan aneh, tapi masih tidak mampu mengimbangi kekuatan tenaga dalam Bin-hoan-siu yang lebih tinggi, maka akhirnya terdesak mundur.
Tiba2 Lim Tiang Hong berseru: "Nona Pek Hong, kau mengaso dulu, biarlah aku yang menyambut serangannya kepala gundul ini"
Dengan tanpa perdulikan si nona serang atau tidak, ia sudah putar tangannya dan menyerbu kedalam kalangan.
Seruannya tadi telah membuat Cu Giok lm dan Henghai Kow-loan terheran-heran. Mereka saling menanya kepnda diri sendiri: Siapakah sebetulnya dia ini" Mengapa nada suaranya seperti mereka pernah kenal".
Walaupun mereka putar otaknya sampai mumet, juga tidak dapat menduga orang yang sudah mati bisa hidup lagi.
Baru kira2 3 jurus Lim Tiang Hong bertempur dengan Bin-hoan-siu, dari luar terdengar suara banyak orang yang menyebut nama Buddha, kemudian lantas muncul beberapa paderi dari Siauw-lim-sie.
Tiga paderi yang berjalan paling depan, adalah paderi dari penjaga ranggon Hui-kak sekalian. Begitu tiba diambang pintu, Hui-kak lantas membentak dengan suara keras: "Tahan....!"
Bin-hoan-siu yang sedang kewalahan melayani Lim Tiang Hong mendengar bentakan itu lantas menarik dirinya, sedangkan dua nenek2 yang bertempur didalam pendopo juga lantas berhenti.
"Kitab pusaka didalam patung Buddha itu ada barang peninggalan Tat-mo Cauwsu. Sekarang ini entah berada ditangan siapa, agar supaya lekas keluarkan, kami tidak akan menarik panjang soal ini" berkata pula Hui-kak sambil rangkapkan kedua tangannya.
Lim Tiang Hong sebetulnya tidak mengingini kitab itu, tapi karena mendengar nada suaranya Hui-kak agak sombong, dalam hati merasa mendongkol, maka saat itu lantas berkata sambil ketawa dingin: "Kitab itu adalah aku yang menemukan. Dengan berdasar atas apa harus kuserahkan padamu" Jikalau Hui Hui Taysu ada disini, barangkali masih bisa kita rundingkan. Hanya dengan mengandal kekuatan kalian beberapa orang, jika aku serahkan kitab ini ditangan kalian, apa kau kira mampu melindungi?"
Hui-kak sungguh tidak nyana bahwa kitab pusaka itu berada ditangannya bocah yang berwajah buruk ini. Oleh karena sudah mendapat pengalaman dalam perebutan patung gading dulu. Apalagi menampak bocah ini didalam kurungan begitu banyak orang ternyata masih mampu mempertahankan kitab tersebut, maka dapat diduga bahwa bocah ini pasti ada mempunyai kepandaian luar biasa. Oleh karena itu, maka meski mendapat jawaban begitu kasar, Hui-kak masih berlaku sabar, dan berkata pula sambil rangkapkan kedua tangannya: "Kalau sicu memang mau menyerahkan sendiri ketangannya Ciang-bunjin kami, kami juga tidak akan memaksa, sebentar beliau akan datang"
Lim Tiang Hong hanya bersenyum, tidak menjawab.
Pada saat itu, orang yang paling gelisah adalah Bin Hoan-siu. Ia melihat orang2-nya Siau-lim-si ternyata ada begitu banyak, sedang dipihaknya sendiri hanya sendirian saja. Meski tanda api sudah dilepaskan, tapi bala bantuan masih belum kelihatan mata hidungnya. Jika terlambat, urusan makin menjadi sulit.
Tiba2 sinar biru berkelebat diangkasa, kemudian disusul oleh suara siulan banyat orang.
Baru saja suara siulan berhenti lalu terdengar suara ketawa orang dan kemudian muncul beberapa orang kang-ouw yang dandanannya sangat aneh. Orang2 itu masing2 digegernya ada menggemblok sebilah pedang panjang dan bungkusan hitam.
.Setelah tiba ditempat tersebut, dengan sorot matanya yang bengis orang2 itu mengawasi keadaan diseputarnya tidak berkata apa2, lagaknya sedang menantikan kedatangan seseorang.
Orang2 aneh itu begitu tiba disitu, keadaan dalam kuil itu lantas menjadi sepi, tapi suasananya menjadi tegang.
Hampir setiap orang wajahnya menunjukan perasaan tegang, hingga tidak ada satupun yang membuka suara.
Hanya Lim Tiang Hong seorang yang sikapnya masih tenang tapi dalam hatinya diam2 merasa heran. Ia mana tahu bahwa selama ia berada didalam sarangnya penjahat 3 bulan itu, didunia kang-ouw hampir merasa jeri terhadap sepak terjangnya orang2 Thian-cu-kauw. Dan orang2 aneh itu adalah merupakan pelopornya anggota penting dari Thian-cn-kauw. Maka apa yang akan terjadi ditempat tersebut, tidak seorangpun yang berani meramalkan.
Pada saat itu, Lim Tiang Hong tiba2 mengeluarkan batu giok merah berbentuk ikan dari dalam sakunya dan diunjukkan kepada Hui-kak seraya berkata: "Kalian tentunya kenal baik dengan benda ini. Sekarang aku titahkan kalian, lekas meninggalkan kuil Sim-thian-sie ini. Tentang urusan kitab pusaka, aku akan selesaikan sendiri dengan Hui Hui Taysu, kalian tak usahkan capaikan hati"
Dalam pikirannya Lim Tiang Hong, keadaan disaat itu sesungguhnya sangat gawat. Dengan adanya beberapa orang dari Siau-lim-sie belum tentu mampu mengendalikan keadaan, apa perlunya suruh mereka menempuh bahaya" Ia sendiri meski seorang diri tapi jika perlu, masih bisa mundur dengan keadaan selamat.
Sewaktu Hui-kak melihat tanda kepercayaan Siaulim-pai, dalam hati merasa serba salah. Kalau ia tidak mundur, itu ada tanda kepercayaan ketuanya, tapi jika mundur, dalam hati masih penasaran. Hingga hatinya menjadi sangsi.
"Pergi atau tidak terserah kepada kalian sendiri, aku juga tidak memaksa. Bagaimanapun juga aku hanya memikirkan nasib kalian" berkata pula Lim Tiang Hong.
Hui-kak mendengar perkataan tersebut, segera menjawab sambil menyebut nama Buddha: "Pinceng sekalian lebih suka korbankan jiwa didalam kelenteng
.Sim-thian-sie ini. Biar bagaimana tidak bisa membiarkan kitab pusaka hilang"
Tepat pada saat itu, dari atas genteng terdengar suara ketawa seram, sehingga membuat orang2 yang mendengarnya pada merasa berdiri bulu romannya....
-odw-smhno- Bab 13 SUARA ketawa itu berkumandang sekian lama, tidak berhentinya terang bahwa orang itu tengah memamerkan kepandaian atau tingginya kekuatan tenaga dalam. Maka bagi orang yang tenaga dalamnya masih kurang sempurna, hatinya pada terguncang, keringat dingin mengucur keluar. Sekalipun orang2 seperti Cian-san Lolo, Hui-kak-Siansu dllnya, juga pada terkejut, dan supaya jangan sampai terpengaruh oleh suara ketawa itu, mereka pada kerahkan tenaga dalamnya untuk melawan.
Lim Tiang Hong merasa sangat mendongkol. Dengan mendongkol, dengan menggunakan ilmunya "Iku sin-kang" ia berkata sambil ketawa nyaring: "Apa tuan kira dengan memamerkan kepandaian seperti ini dapat msmbikin kuncup hati orang?"
Perkataan itu diucapkan besitu tegas dan mantap, sehingga dapat mengetok hati yang mendengarnya.
Suara ketawa itu mendadak sirap, segera seorang tua berjubah warna hijau bengis, matanya yang sipit dan kedua pipinya yang menonjol, dengan kecepatan bagaikan kilat, melayang turun dari atas genteng.
Bin-hoan-siu yang bediri disamping, dengan cepat sudah maju menghampiri sembari berkata dengan sikapnya yang sangat menghormat sambil menyoja: "Anggota pelindung hukum dari lembah Loan-piauw-kok, Bin hoan-siu disini memberi hormat kepada Hu-congkauwcu (wakil ketua dari pusat)".
"Awasi dulu semua orang2 ini, jangan sampai ada satu yang bisa lolos!".
Kemudian sambil menggendong tangan, dengan matanya yang sipit ia menyapu semua orang sejenak, lalu berkata: "Barusan siapa yang buka suara terhadap diriku, lekas keluar!"
Lim Tiang Hong lantas lompat maju sembari berkata: "Tidak usah kau jual lagak begitu tengik. Orang yang memaki kau tadi adalah tuan mudamu ini. Aku justru kepingin lihat sampai dimana kekuatan dan kepandaianya wakil ketua pusat Thian-cu-kauw?"
"Kitab pusaka siapa yang ambil" Lekas serahkan padaku!"
"Kitab dari dalam patung Buddha itu memang benar didalam tangan tuan mudamu. Kalau ada orang dari Siau-lim-pai yang minta kembali, hal itu masih dapat dimengerti. Tapi kalian orang2 dari Thian-cu-kauw. dengan hak apa hendak minta kitab pusaka itu" Aku kepingin dengar alasan ada yang kau hendak kemukakan"
Pipinya yang nonjol dari orang tua itu nampak bergerak-gerak2, napsunya membunuh kelihatan tegas dari wajahnya yang sudah banyak keriputannya itu.
Tepat pada saat itu, dari luar tiba2 terdengar suara orang memuji nama Buddha. Hui Hui Taysu dengan jubahnya yang berkibaran sudah berjalan masuk kedalam pendopo.
Ketua dari Siauw-llm-pay ini begitu muncul, semua mata lantas ditujukan kepadanya. Orang tua baju hijau itu dengan matanya yang sipit mengawasi ia sejenak, lantas berkata sambil ketawa dingin: "Tidak nyana Ciangbun-jin juga turut datang, bagus! bagus!"
"Siauw-lim-pay ada murid2 golongan Buddha. Kalau orang tidak mengganggu aku, aku tidak akan menggangu dirinya orang lain. Mengenai urusan kitab pusaka yang pusaka yang terjadi kali ini, sebetulnya karena terpaksa, sebab kitab pusaka itu adalah barang peninggalan Tat-mo Cow-su, sudah tentu kami tidak boleh membiarkan jatuh ditangan orang lain" berkata Hui Hui Taysu sambil kerutkan keningnya.
"Kalau benar kitab pusaka itu ada kepunyaan Siauw-lim-pay, sengapa disimpan didalam kuil Sim-thiansie ini" Kuil Sim-thian-sie ini telah didirikan oleh orang2 dermawan dari berbagai tempat, toh tidak bisa dibilang ada kepunyaannya Siauw-lim-pay"
"O-mie-to-hud! Tat-mo Siansu adalah Cowsu Siauwlim-pay, hai ini sudah diketahui oleh semua orang. Barang peninggalannya harus menjadi kepunyaan Siauwlim-pay sudah tidak perlu direcokin lagi"
Orang tua jubah hijau itu tiba2 maju 2 tindak, dengan sorot matanya yang tajam ia mengawasi Hui Hui Taysu dan berkata: "Kitab pusaka ini, adalah barang peninggalan Tat-mo Siansu sebelumnya masuk Siauwlim-pay, sudah tentu tidak boleh dikata ada barangnya Siauw-lim-pay. Seperti juga dengan halmu Hui Hui sendiri, sebelum kau cukur rambutmu menjadi anggota Siauw-lim-pay, apakah barang2mu itu dapat dianggap sebagai barang2-nya Siauw-lim-pay dan diturunkan kepada Ciang-bunjinnya kemudian" Sekarang banyak bicara juga tidak ada gunanya. Jika hendak mendapatkan kitab itu, hanya dengan jalan mengadu kekuatan saja"
"Kalau Siecu memang hendak membawa caranya sendiri, terpaksa cuma diselesaikan dengan jalan demikian"
Mendadak ia dongakkan kepala dan berkata kepada orang banyak:
"Sahabat2 yang ada disini, paling baik menyingkir dulu untuk sementara waktu, supaya tidak kerembetrembet. Hui Hui tidak menginginkan oleh karena peristiwa ini, akan membuat dosa terhadap tuan2"
Semua orang2 yang ada disitu, diam2 pada mengukur tenaganya sendiri, memang benar tidak mampu menghadapi kedua jago itu, maka banyak diantaranya yang diam2 sudah undurkan diri, tapi masih
.ada sebagian orang berdiri disamping sebagai penonton, berbarang dengan itu juga kepingin memungut hasil didalam air keruh.
Orang tua jubah hijau itu yang tadi datang dengan sikapnya yang sangat garang dan jumawa, kini setelah melihat Hui Hui Taisu hendak turun tangan sendiri, dan melihat sikapnya anak muda wajah buruk yang begitu keras, ia menduga ada mempunyai kepandaian yang cukup berarti, maka kesombongannya itu lantas lenyap dan terhadap orang2 yang hendak menyingkir, ia tidak mau merintangi seperti apa yang tadi sudah ia pesan kepada Bin-hoan-siu.
Lim Tiang Hong dengan sikapnya yang gagah, sambil sedekap kedua tangannya mengawasi Hui Hui Taysu bertengkar dengan orang tua jubah hijau. Sedang Henghay Kow-loan dan Cu Giok Im terus tujukan matanya kepada dirinya, mereka makin lama makin merasa bahwa dedaknya orang itu seperti pernah kenal, akan tetapi sedikitpun tidak menduga kepada dirinya Lim Tiang Hong yang dianggapnya sudah binasa.
Hui Hui Taysu sesudah berkata kepada orang banyak, lalu bertanya kepada Lim Tiang Hong sambil rangkapkan kedua tangannya: "Tentang kitab itu, bagaimana sicu hendak bereskan?"
"Bukankah tadi kalian sudah katakan sendiri" Kitab ini akan diselesaikan dengan mengandal kekuatan, bukan" Tapi menurut pikiranku yang cupat, semua itu ada percuma saja, sebab barang itu sekarang berada didalam tanganku. Aku suka akan berikan kepada siapa, itu tergantung kepada keputusanku sendiri. Jika hendak merebut dengan mengandal kekuatan tanaga, boleh saja coba2. Bukan aku yang rendah terlalu terkabur, aku masih mempunyai itu kekuatan untuk melindungi kitab ini!" jawabnya Lim Tiang Hong sambil ketawa dingin.
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 8 Para Ksatria Penjaga Majapahit Karya Arief Sudjana Pasangan Naga Dan Burung Hong 7

Cari Blog Ini