Ceritasilat Novel Online

Rahasia Barong Makara 1

Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara Bagian 1


RAHASIA BARONG MAKARA 1 ROMBONGAN orang2 berkuda itu
makin mempercepat jalannya, untuk
lekas2 tiba di Semarang. Rupanya
mereka sudah terlalu lelah setelah
menempuh perjalanan yang cukup jauh
dan bertempur melawan orang2 gerombolan hitam Alas Roban. Mereka ingin
cepat sampai ke rumah, kemudian berceritera kepada istri, anak, keluarga,
serta tetangga2 tentang kisah mereka
menumpas para penjahat itu.
Salah seorang penunggang kuda
yang mengenakan jubah dan berjenggot
putih panjang, tampak meraba2 ikat
pinggangnya lalu mecabut sesuatu
Ah Seruling ini, aku lupa tadi
untuk memberikannya kepada angger
Mahesa Wulung. Inilah salah satu
peninggalan mendiang muridku Gansiran.
Orang tua itu bergumam sendiri
dan gadis yang berkuda disampingnya
ikut terkejut, lebih2 setelah ia
melihat Penembahan Tanah Putih itu
menggenggam sebatang seruling yang
halus buatannya.
Sang Ranembahan, sungguh indah
seruling itu - kata Pandan Arum sambil melirik ke samping mengawasi seruling
itu. Benar, Pandan. Memang seruling
itu amat indah dan hanya angger Mahesa Wulung yang patut menyimpannya. Dialah
satu2nya adik seperguruan mendiang
muridku Gangsiran.
Mereka berdua sudah seperti kakak
beradik. Apakah Panembahan bermaksud
menyerahkannya sekarang juga - tanya
Pandan Arum penuh rasa ingin tahu.
Hee, memang begitulah. Tapi
sayang sekali dia sudah jauh - orang
tua itu berkata dengan nada yang
kecewa. Biarlah aku saja yang memberkannya, Panembahan. Jika tidak keberatan, aku akan pergi menyusulnya ke
Demak serta menyerahkan seruling itu
kepada kakang Mahesa Wulung.
Baiklah aku merasa lega kini,
karena kesediaanmu itu. Pandan. Nah,
terimalah ini serulingnya. Jagalah itu baik2.
Panembahan Tanah Putih memberikan
seruling itu diikuti seleret senyum
dibibirnya. Agaknya ia sudah maklum
bahwa diam2 gadis manis ini telah
tertambat hatinya kepada Mahesa
Wulung, muridnya kinasih. Senyum itu
membuat Pandan Arum tertunduk
kemalu2an dengan warna merah jambu
yang membayang pada pipinya, maka ia
cepat2 menerima seruling itu dan
sesaat setelah ia meminta diri, Pandan Arum telah memacu kudanya keluar dari
barisan itu menuju ke arah timur, ke
arah dimana Mahesa Wulung dan Jagayuda lenyap dari pandangan matanya. Dalam
memacu kudanya, tiba2 saja terlintas
satu pikiran bahwa perjalanannya itu
cukup berbahaya, maka satu2nya jalan
untuk menanggulangi ialah dengan
menyamar, berpakaian secara pria.
****** Hari telah mulai gelap ditambah
awan mendung berarak2 di langit
membuat pemandangan tampak seram
merayapi desa kecil Buyaran. Namun
disebuah warung, kecil beberapa orang
sibuk menikmati minumannya. Dua orang
yang duduk ditengah asyik bercakap2.
Adi Jagayuda, bagaimanakah
keadaan kawan2 kita Armada Demak"
Apakah mereka telah menyelidiki kabar2
kegiatan bajak laut hitam dari Pulo
Ireng! - tanya yang seorang kepada
temannya. Yah, itulah pula yang menjadikan
sebab kakang Mahesa Wulung dipanggil
pulang ke Demak untuk menerima tugas,
yang baru - ujar Jagayuda sambil
menghabiskan minumannya, kopi jahe.
Sementara itu ujung sikunya yang kanan disentuhkan kelengan Mahesa Wulung dan
dengan matanya ia memberikan isyarat.
Mahesa Wulung agak terperanjat dengan
petunjuk isyarat itu. Ternyata jauh
dipojok kiri kedai minum itu duduk
pula dua orang yang sejak tadi
berkali2 berbisik dan melirik ke arah
Mahesa Wulung dan Jagayuda.
Kedua orang tadi rupa2nya
memperhatikan percakapan mereka dan
kini tampak seorang diantaranya
menggores-gores selembar daun lontar
dengan pisau kecil. Tanpa seorangpun
yang tahu, dari sebuah lobang kecil
dinding bambu kedai itu, sepasang mata mengawasi semua keadaan didalam kedai dan
mata itu tampak terbeliak setelah
melihat bahwa orang yang duduk dipojok itu ternyata membuat huruf2. Sesaat
kemudian, orang asing tadi memberikan
daun lontar yang berisi tulisan itu
kepada temannya. Dengan tergesa2
sekali orang itu keluar dari kedai
setelah terlebih dahulu menyimpan
tulisan daun lontar itu dalam ikat
pinggangnya. Dari langkahnya yang
panjang2 serta ringan, ditambah lagi
dengan gerak lambaian tangannya
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
orang itu sedikit banyak berilmu silat tinggi.
Tiba2 belum lagi lebih dari dua
jangkah, orang itu terkejut bukan main karena mendadak dengan satu loncatan
indah tak bersuara dihadapannya telah
berdiri seorang pemuda berwajah tampan berikat kepala merah berbunga2 hitam.
Hee, bocah! Apa maksudmu
menghadang jaianku! Lekas menepi,
sebelum kau merasakan kerasnya tangan
ini!!! Baik aku akan menepi asal lebih
dulu kau serahkan itu isi ikat
pinggangmu! - seru pemuda tampan itu sambil bersiaga. Mendengar kata2
pemuda yang menyebut isi ikat
pinggangnya, orang itu terperanjat.
Maklumlah ia bahwa tugas rahasia
menyampaikan pesan tertulisnya telah
diketahui oleh pemuda itu.
Maka tak ada jalan lain, kecuali
harus menyingkirkan pemuda yang
menghadang ditengah jalan ini.
Tangannya digerakkan dan tahu2 ia
sudah mengirimkan serangan maut ke
arah kepala sang pemuda. Ia sudah
memastikan bahwa pemuda itu akan rubuh dengan sekali pukul ilmu silat yang
dipunyainya adalah berasal dari
perguruan Pulo Ireng. Dan ia termasuk
tokoh pilihan dalam tugas rahasia itu.
Tapi sayang, diluar dugaan sama
sekali tubuh sang pemuda bergerak
sedikit, kepalanya miring ke kanan
sehingga pukulan maut itu hanya
mengenai tempat kosong!
Bahkan tidak lama kemudian
tangannya yang terdorong oleh tenaga
pukulannya itu, sebelum ditarik mundur masih terkena tamparan tangan pemuda
ini hingga ia peringisan, - Bukan main tangan anak ini. Tamparannya terasa
panas sekali bagaikan berani. Aku tak
boleh setengah2 menghadapi anak ini! Hatinya panas melihat serangannya
gagal. Setan, kau bocah yang kurang
ajar! Jangan gembira kau lolos dari
pukulanku yang pertama. Lekas sebut
namamu sebelum kau mampus ditangan
Sura Welang. Ha, ha, ha, Gagak Bangah tidak
takut dengan ancamanmu. Keluarkan
semua kepandaianmu! - Seru anak muda
menantangnya. Karuan saja Sura Weiang
merah mukanya mendengar tantangan itu
dan kembali tangan kanannya
melancarkan pukulan beruntun diseling
tendangan kakinya yang menimbulkan
suara berderu. Tubuh Gagak Bangah
bergerak dengan gesitnya bagaikan
gerak burung gagak yang menyambar
mangsanya sehingga setiap serangan
lawannya selalu mengenai udara kosong.
Terdengar Sura Welang menggerutu
menghadapi lawannya yang tangguh ini,
sejurus tubuhnya meloncat ke belakang
sambil tangannya bergerak ke pinggang
dan terlihatlah sebilah golok
mengkilap ditangannya, lalu diputarnya bergulung2 menyerang Gagak Bangah.
Melihat cara permainan golok lawan
yang menderu seperti gelombang laut
berputar2 itu sadarlah pemuda ini,
bahwa Sura Welang termasuk orang2
bajak laut Pulau Ireng dari Karimun
Jawa. Ia mengenal permainan pedang itu dari ceritera gurunya Ki Sorengrana.
Menghadapi serangan golok hebat itu,
Gagak Bangah merasa kerepotan juga
jika hanya menggunakan tangan kosong.
Maka ia mencabut sebuah seruling dari
ikat pinggangnya. Keduanya kini
bertempur mati2an
hingga berjalan
puluhan jurus. Satu ketika golok Sura
Welang membabat ke bawah dengan
sasaran kedua kaki Gagak Bangah.
Untunglah pemuda ini cepat berpikir
kalau tidak kedua kakinya sebatas
lutut akan terbabat putus. Ia cepat
melontarkan tubuhnya ke atas
menghindar golok lawan sedang tangan
kanannya mengirimkan serangan balasan
dengan pukulan serulingnya ke tangan
Sura Welang. "Krak". Terdengar gemeretak tulang patah, dan golok Sura
Welang terlepas dari tangannya lalu
tubuhnya terhuyung-huyung jatuh.
Ternyata pukulan seruling Gagak Bangah bukan sembarangan tapi dilambari
pukulan Lebur Waja.
Dengan cepat Gagak Bangah memburu
tubuh Sura Welang yang roboh itu serta menggeledah ikat pinggangnya. Dan
diketemukanlah apa yang dicarinya.
Lipatan2 daun lontar yang berisi
pesan2 rahasia!
Baru saja ia menyimpan benda itu
ke ikat pinggangnya mendadak
berkelebat sesosok tubuh dan langsung
menyerangnya dengan sabetan senjata
berupa tambang yang lemas dan kuat
berputar-putar mendesing dengan
hebatnya! - Rasakan tambang maut ini! Kau
telah lancang merubuhkan Sura Welang,
tapi sekali ini nyawamu akan hilang
ditangan Tambangan! - Gagak Bangah
berusaha menangkis serangan tambang
itu, tapi sayang kalah cepat. Meski ia sudah menundukkan k-pala tak urung
ikat kepalanya tersambar jatuh oleh
sambaran tambang itu, sampai wajahnya
merah saking marah dan malunya.
- Heee! Kau bukan laki2, tapi
perempuan yang cantik. Ha, ha, ha,
kalau tahu dari semula, aku tak akan
melawanmu, manis. Ayo lekas kembalikan surat yang kau rampas tadi dan kau
akan kujadikan istriku, ha, ha ha,....
Orang itu tertawa tergelak2 dan
wajahnya menjadi beringas karena
dihadapannya bukan lagi pemuda tampan
tapi seorang gadis cantik. Tidak lain
adalah Pandan Arum. Rambutnya yang
tadi tersembunyi di dalam ikat
kepalanya kini terlepas dan terurai ke bawah. Warnanya hitam dan bergelombang
kecil2 itu membuatnya indah.
"Krak" Terdengar gemeretak tulang patah dan golok Suro Welang terlepas dari
tangannya .........
Gadis itu dengan gesitnya memungut kembali ikat kepalanya dan segera memakainya. Kini kembali berdiri
dihadapan Tambangan seorang pemuda
tampan Gagak Bangah. Bukan lagi


Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai si Pandan Arum yang cantik.
- Bedebah kau Tambangan! Kau
harus tebus perbuatanmu tadi" - Gagak Bangah menyerang lagi dengan
serulingnya, tapi lawannya bukan
sembarangan. Tambang maut lawannya
beberapa saat kemudian membuatnya
kerepotan dan terdesak mundur. Disaat
Tambang itu menyambar ke arah mata
Gagak Bangah, mendadak terdengar angin panas menyambar, Taar . . . tar . . .
Tambang maut itu terputus beberapa
potong oleh sabetan cambuk yang
bersinar biru kehijauan. Betapa terkejutnya orang itu setelah memperhatikan orang yang memegang cambuk berwarna
biru. Ternyata orang itulah yang
diincernya dikedai minum tadi
- Mahesa Wulung! - Desisnya dan
dengan gesit sebelum lawannya
bertindak lebih lanjut. Tambangan
cepat memutar tubuhnya dan meloncat ke dalam semak yang lebat. Sekejap saja
tubuhnya telah lenyap ditelan gelap.
Mahesa Wulung membiarkan orang
itu lari. Ternyata ia dapat menebak
dengan tepat tentang kecurigaannya
terhadap lawannya. Sejak tadi didalam
kedai minum, ia telah memperhatikan
mereka, bahkan ketika seorang
diantaranya keluar dengan tergesa2 dan sesaat kemudian disusul oleh yang
seorang lagi, ia cepat2 memburunya.
Hingga kini ia tak lepas2 pandangan
matanya dari pemuda yang masih berdiri di hadapannya. Wajahnya yang tampan
itu seperti pernah dikenalnya, lebih2
ia kagum akan senjata yang digunakan
oleh anak muda itu. Sebatang seruling
yang indah tergenggarn ditangannya.
- Terima kasih kisanak, kau telah
menyelamatkan nyawaku, kata pemuda
tampan itu. - Kalau terlambat,
pastilah mataku sudah cedera. Nah,
perkenalkan, aku biasa dipanggil Gagak Bangah. - Aku Mahesa Wulung! - Kisanak lihatlah apa yang baru
saja aku rebut dari mereka tadi.
Sebuah pesan rahasia dari daun lontar.
- Pemuda itu mengeluarkan lipatan daun lontar dari ikat pinggangnya, lalu
diberikannya kepada Mahesa Wulung.
Wajahnya tampak tegang dan
terperanjat membaca isi pesan rahasia
itu. - Hmm, kisanak. Lihatlah pesan
ini, didalamnya ternyata berisi
laporan bahwa aku dalam perjalanan
pulang ke Demak dan harus
disingkirkan! Juga berisi peringatan
kepada pimpinan mereka, di pulau Ireng Karimun Jawa supaya lebih waspada.
Teranglah disini kisanak, bahwa mereka telah mengenalku lebih jauh dan
menyebar mata2nya sumpai ke pesisir
daerah Demak. Memang terkenal kalau bajak laut
hitam Pulo Ireng paling licin dan
ulet. Tapi betapapun begitu, suatu
ketika mereka akan hancur jika hukuman Tuhan sudah menimpanya! - kata Gagah
Bangah. Mari, kita bisa memperoleh
keterangan lebih banyak dari orang
yang berhasil kau robohkan itu,
kisanak! - ujar Mahesa Wulung sambil mendekati tubuh Suro Welang yang
terkapar di tanah
- Terlambat sudah, lihat ia sudah
tidak bernyawa lagi! - teriak Mahesa
Wulung hingga membikin Gagak Bangah
yang berdiri disampingnya terkejut
bukan main. Wajah Suro Weiang kelihatan
berwarna kelabu pucat. Sedang ditangan kirinya yang setengah tergenggam itu
tampaklah dua butiran benda yang berwarna hitam kehijauan.
Hmm, dia telah membunuh diri
rupanya dengan meminum butiran racun.
Lihatlah itu, masih ada dua buah
tersisa - kata Gagak Bangah - Baginya,
berbuat begitu dianggap lebih baik
dari pada harus menjawab pertanyaan2
kita. - Biarkanlah, Ayo kita cepat
kembali ke kedai minum. Pastilah
Jagayuda telah lama menunggu kita, ajak Mahesa Wulung kepada Gagak Bangah dan merekapun berjalan ke arah kedai
tadi. Demikianlah, setelah Gagak
Bangah diperkenalkan oleh Mahesa
Wulung kepada Jagayuda, ketiganya tak
lama kemudian melanjutkan perjalanannya ke Demak.
Kota Demak sangatlah ramainya dan
termasyhur ke mana2. Setiap orang
hampir tidak akan menyangkal
mengganggunya terutama dengan Mesjid
Demak yang dibangun oleb para Wali2.
Beberapa tiangnya yang dibuat dari
pada susunan tatal atau sisa2 kayu
membuat Mesjid, itu terkenal hampir ke segenap penjuru tanah Jawa. Bahkan
lebih dari pada itu, Demak pun dikenal negara2 luar Jawa karena armada
lautnya yang sangat kuat sejak pertama dirintis oleh Adipati Junus sampai
sekarang oleh Panglima Fatahilah.
Keberanian Putera2 armada Demak
terbukti dengan penyerangan mereka ke
Malaka yang telah diduduki oleh
Portugis si penjajah.
Pada suatu hari, kelihatan
Jagayuda dan Gagak Bangah berdiri
dihalaman Kepatihan yang terlindung
oleh naungan pohon beringin. Mereka
sedang asyik bercakap2 sesekali
diselingi dengan tertawa.
Itu kakang Mahesa Wulung datang .
. . - tiba2 Gagak Bangah memutus
percakapannya dan keduanya segera
menyongsong Mahesa Wulung yang kini
dengan wajah berseri2 keluar dari
pendapa Kepatihan.
Bagaimanakah kakang apakah kita
segera bertugas! - tanya Jagayuda,
"Aku sudah lama tak berlayar. Aku sudah rindu akan hawa laut, rindu
burung2 camar yang beterbangan
disekitar perahu kita, dan ikan lumba2
yang berenang berbondong2 mengikuti
perahu, Achh, aku rindu semuanya ....
- Dalam waktu yang tak lama lagi
Adi Jagayuda, mungkin beberapa minggu
sambil mempersiapkan segala sesuatu
untuk pelayaran itu. Kita akan
bertolak dari pangkalan Jepara. Dari
sanalah kita akan memulai tugas kita
yang berat, yaitu menumpas bajak laut
hitam dari Pulo Ireng Karimun Jawa. "Menumpas bajak laut Pulo Ireng?"
seru Jagayuda. Hmmmm, ya, ya, itulah
tugas paling tepat! Mereka telah cukup lama merajalela dilaut Jawa."
Begitulah dengan telah musnahnya
gerombolan Alas Roban, dapatlah
ditemukan bukti2 adanya persekutuan
antara mereka dengan bajak laut Pulo
Ireng. Mereka sengaja merongrong
kekuasaan Demak serta mengacau lalu
lintas perdagangan didarat dan
dilautan. Sekaranglah tiba saatnya
untuk berbakti kepada negara" ujar Mahesa Wulung, sementara Jagayuda dan
Gagak Bangah mengangguk-angguk penuh
pengertian akan tugas yang kini
terpikul dipundaknya, lebih2 dengan
Gagak Bangah yang belum pernah ikut
berlayar itu, sangatlah ia bergembira.
Sesaat kemudian tampaklah ketiganya meninggalkan Kepatihan serta
memacu kudanya kearah selatan, kembali ke Dalam Ksatryan. Dalam beberapa hari
selama di Demak, Gagak Bangah dapat
berlatih tentang olah keprajuritan
serta ilmu tentang keluhuran budi.
Satu hal yang tidak dinyana bahwa ia
berkesempatan menerima gemblengan2
dari ksatrya2 Demak yang telah banyak
pengalaman dalam pertempuran2 untuk
menjaga kejayaan Demak, seperti antara lain Ki Kebon Kenanga yang terkenal
mempunyai Adji pukulan maut yang
dahsyat setarap aji pukulan maut Lebur Wajanya Ki Sorengrana dari Asemarang
yang kinipun telah diwarisi oleh
Mahesa Wulung dan oleh dirinya
sendiri. Bahkan tentang tata
cara kerajaan, Gagak Bangahpun mendapat
petunjuk2 dari Mahesa Wulung dengan
sempurna. Berkat sikapnya yang ramah
tamah dan halus menyebabkan Gagak
Bangah cepat terkenal di Demak, mulai
dari desa2 sampai kelingkungan
Keraton. Hanya satu hal yang selalu
dihindarkan oleh Gagak Bangah yaitu
selalu menolak secara halus setiap
gadis yang menyatakan cinta kepadanya.
Ia selalu berdalih bahwa saat itu
masih jauh baginya, karena sekarang
yang terpenting adalah tugas negara,
harus lebih diutamakan.
Demikianlah setelah genap tiga
pekan mereka tinggal di Demak,
mempersiapkan segala keperluan untuk
tugas2 yang berat dan mendapat
petunjuk2 secukupnya dari Panglima
Fatahilah, disuatu pagi yang cerah
berangkatlah mereka ke utara menuju
kota Jepara pusat pangkalan Armada
kerajaan Demak.
Genap tiga minggu setelah
tumpasnya gerombolan hitam Alas Roban
oleh pasukan2 Asemarang, dipantai
utara Alas Roban pada suatu senja
muncullah sebuah perahu jung yang
berbendera tengkorak berdasar hitam.
Setelah membuang jangkar, nampaklah
seorang yang melambai2kan obor sebagai isyarat yang segera mendapat jawaban
pula dari sebuah perahu kecil yang
didayung oleh dua orang. Sedang
seorang yang duduk ditengah berjenggot dengan kumis yang lebat dan berikat
kepala merah berbunga2 hitam berkali2
melambaikan obornya.
Dalam waktu yang tidak lama,
merapatlah perahu kecil itu kepada
perahu jung. Ditepinya telah berdiri
beberapa orang yang mengawaskan perahu kecil yang baru saja merapat, dan
bilamana penumpang perahu kecil itu
naik ke atas, keluarlah dari orang2
yang berdiri itu seorang dengan
memakai baju pendek hitam berwajah
seram. Alisnya yang tebal dengan mata agak sitip menyala merah membuat orang itu
dipanggil dengan nama Cucut Merah.
- Hua, ha, ha, ha, Satu
kehormatan besar bahwa Cucut Merah
bisa memberikan pertolongan kepada
Kakang Macan Kuping!" seru orang itu, dengan
ketawanya yang menimbulkan
getaran udara senja itu, "Aku tahu semuanya dari mata2ku yang bertugas
didaerah Demak".
- Setan kau, Cucut Merah!
Keparat, kau enak2 mendekam disarangmu Pulo Ireng selagi aku bertempur
mati2an dan dadaku terluka dalam
pertempuran melawan pasukan
Asemarang!" teriak Ki Macan Kuping agak marah, tapi tak urung pula senyum setak
menghias bibirnya.
- Jangan kira bahwa dendammu itu
tidak kubalaskan, kakang. Baru2 ini
sebuah perahu Demak setelah lebih dulu kurampas barang-barangnya lalu
kutenggelamkan bersama orang2nya! Kini kita tak perlu takut berhadapan dengan
sebuah armada Demak. Apa lagi dengan
bantuan Kakang Macan Kuping, ditambah
senjata2 dari kawan2 kita orang
Portugis, mereka segera kita hancurkan dan kita akan merajai laut Jawa! - Bagus2 akupun ikut senang, tapi
apa kau lupa itu petualang laut si
"Barong Makara" yang sering kali menyelamatkan perahu-perahu yang akan
menjadi mahgsa kita" Bukankah dia
orang aneh" Karena muncul dan lenyap
begitu saja dengan perahunya tanpa
seorangpun yang bisa mengejarnya. Kata Ki Macan Kuping.


Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Hmm, yah akupun tahu dan juga
ingat bahwa kapal-kapal armada
Portugispun tak mampu mengejarnya.
Memang dia termasuk lawan kita. Tapi
jangan kuatir kakang, telah berbulanbulan ini ia tak lagi kedengaran kabar kabar beritanya. Mungkin ia telah
mampus ditelan hantu2 lautan! Heh,
heh, heh."
- Ayo kawan2, kita cepat pergi
dari sini" teriak Cucut Merah
memerintah anak buahnya. - Kita nanti bikin pesta meriah untuk menyambut
kedatangan Ki Macan Kuping disarang
kita Pulo Ireng! - Teriak Cucut Merah disambut ketawa gembira anak buahnya,
merekapun cepat
berkemas-kemas dan
sejurus kemudian perahu bajak laut itu
bergerak ke utara dan menembus
kegelapan malam seperti bayangan hantu yang tengah mencari mangsanya.
******** Pelayaran dilaut Jawa semenjak
menghilangnya Barong Makara terasa
benar tidak aman. Telah beberapa
perahu dagang yang menjadi mangsa
keganasan Bajak laut hitam Pulo Ireng.
Terutama kekejaman pemimpinnya yang
bernama Cucut Merah tak terkira.
Mungkin masih untung bila perahu dan
anak buahnya yang menjadi korban itu
hanya ditenggelamkan begitu saja.
Diantara orang2 itu yang masih kuat
berenang, ada kalanya sempat
menyelamatkan nyawanya. Tapi jika
Cucut Merah sudah memperlihatkan
kekejamannya, siapakah yang tidak
meremang bulu tengkuknya. Tidak jarang untuk selingan hiburannya. Cucut Merah
mengikat calon korbannya, kemudian
diseret dengan perahunya dan akan
tertawalah dia terkekeh2 kesenangan.
Kemudian tertawanya akan
bertambah keras jika korbannya tadi
setelah diangkat keatas ternyata
tubuhnya tinggal separo karena dilalap oleh ikan2 hiu yang terkenal ganas!
Rupanya Cucut Merah benar2 yakin
bahwa Barong Makara telah mati
sehingga ia tak perlu lagi merasa
takut membajak perahu-perahu dagang.
Bahkan lebih kurang ajar lagi, ia kini sekali2 berani melibatkan
diri bertempur melawan kapal2 perang dari
armada Demak. Perahu jung yang
dipakainya dilengkapi dengan empat
meriam besar pada masing2 sisi
lambungnya dan dua meriam kecil pada
haluan dan buritannya.
Namun yang menjadi sebab takutnya
lawan2 Cucut Merah ialah senjata yang
dipakainya, berupa dua penggada pipih
dengan duri duri beracun pada masing2
sisinya. Senjata itu terbuat dari
moncong ikan cucut gergaji yang
direndamnya dalam ramuan racun berbisa selama tidak kurang dari dua tahun!
Ditambah dengan ilmu silatnya yang
hebat, ia mampu memainkan senjata itu
dan bertempur sehari penuh tanpa
sebuah goresan lukapun yang
ditimbulkan oleh lawannya. Dalam
sekejap saja, bila ujung duri2
senjatanya menyinggung kulit lawannya, mereka akan terkapar dan mati dengan
kulit tubuhnya menjadi kehijauan!
Kini ia merasa raja dari lautan
Jawa, sehingga iapun merasa bebas
melakukan perbuatannya.
Jika perahu2 dagang sepi ia
bersama anak buahnya dengan beberapa
perahu lainnya, merampok ke darat k
esetiap pesisir dimana uang,
perhiasan, bahan makanan dan lainnya
terlihat sangat melimpah.
- Ahoooi, perahu diutara
cakrawala!" teriak salah seorang
penjaga yang ada ditiang layar
pertama. Seketika semua pandangan mata diarahkan ke sana dan betullah apa
yang diteriakkan mereka. Dua buah
perahu besar berlayar berdampingan
dengan lajunya karah selatan. Meskipun kabut subuh masih mengambang diudara,
tapi bagi mereka, orang2 bajak laut
yang terlatih dan banyak pengalaman
tentang laut mereka dapat
mengetahuinya. - Ayo anak2 lekas pasang meriam!
Dayung pelan2 jangan menimbulkan
suara!" perintah Cucut Merah kepada anak buahnya. Sementara itu ditangannya
telah terhunus sebilah pedang
melengkung. Dengan pelahan mereka
mendekati kedua perahu itu dan pada
jarak yang tepat mulailah perahu bajak laut itu memuntahkan tembakan peluru2nya. Rupanya serangan itu tidak
mereka sangka2, terlihat dari balasan
tembakan meriam perahu yang pertama
terlihat tidak merata, sedang perahu
yang kedua dengan cepat meninggalkan
pertempuran. - Hee anak2, cepat selesaikan
yang satu ini sebelum perahu kedua itu kabur terlalu jauh! - teriak Cucut
Merah dan ia melompat ke prahu pertama
setelah kedua perahu saling merapat.
Demikian juga Ki Macan Kuping tidak
ketinggalan ikut melompat sambil
memperlihatkan ketawa mautnya yang
menyebabkan lawan2nya seketika pada
rebah ke geladak perahu dengan darah
merah mengalir dari mulutnya, setelah
isi dadanya rontok akibat getaran
ketawa Ki Macan Kuping yang dasyat
itu. Segera anak buah bajak laut Pulo
Irengpun berlompatan ke dalam perahu
korbannya dibarengi dengan teriakan2
perang, maka timbullah dikapal
tersebut pertempuran hebat, diseling
dengan bunyi letusan senapan yang
memekakkan telinga.
Cucut Merah yang dikeroyok oleh
beberapa orang ternyata dengan
mudahnya membabat tubuh mereka satu
demi satu. Pedangnya diputar sedemikian rapatnya hingga yang terlihat
hanyalah gulungan sinar putih sedang
tubuhnya seperti terkurung oleh sinar
pedang Lima orang lagi yang mencoba
mengeroyok dan bersama-sama menusukkan pedangnya, menjadi terpental dan kaget
bukan main. Ternyata ujung pedang2
mereka telah terpotong oleh gulungan
sinar pedang Cucut Merah yang berputar itu.
Sedang disebelah buritan Ki Macan
Kuping seperti kemasukan setan memutar pedangnya yang berukuran luar biasa
besarnya. Geraknya seperti orang
menari membacok kesegenap arah, di
seling gertaknya berlandasan aji
Senggoro Macan membuat serangan
lawan2nya kandas dan kemudian sebelum
mereka dapat memperbaiki serangannya,
tahu2 tubuh mereka terobek oleh
sabetan pedang Ki Macan Kuping.
Dalam sekejap mata saja kapal
pertama telah jatuh ketangan bajak2
laut Pulo Ireng. Beberapa orang anak
buahnya yang masih hidup diikat
digeladak perahunya, untuk selanjutnya mereka dibakar bersama2! Cahaya api
yang merah menyala-nyala seperti obor
itu menjulang kelangit disertai bau
daging yang hangus menyesakkan dada.
Perahu pertama yang terbakar itu mulai miring.
- Ha, ha, ha, ha, mampus kamu
sekalian, keparat! - teriak dan ketawa Cucut Merah menyaksikan "obor lautan"
tersebut yang dengan perlahan-lahan
tenggelam lalu lenyap dari pandangan
mata. - Ayo, anak2 jangan terlalu
gembira, sebelum perahu yang kedua itu kita kirim ke dasar laut ini juga.
Cepat dayung keras2! Memang perahu pertama tadi
hanyalah sebagai umpan saja bila
terjadi apa2. Sedang perahu kedua
adalah yang terpenting dan kini telah
siap2 menghadapi serangan bajak2 laut
itu. Untuk kedua kalinya gelegar2
tembakan meriam bergema dipagi itu.
Lalu kedua perahu setelah saling
merapat, berlompatanlah awak2 kapalnya untuk menyongsong lawannya masing2.
Gemerincing pedang beradu di tambah
bunyi letupan2 tembakan senapan lasak
yang hanya sekali tembak, malahan
sebentar2 terdengar teriakan perang
yang mengerikan bergema dipagi itu.
Kedua belah pihak sudah lupa akan
harga nyawa manusia, karena disaat itu bukan waktunya untuk merenung-renung
akan makna hidup, tetapi mereka harus
berpikir cepat bilamana pedang lawan
kelihatan menusuk atau membabat,
mereka harus secepatnya menangkis
serta balas menyerang musuhnya.
Begitulah kedua belah pihak saling
berusaha menumpas lawannya dengan
cepat. Sesaat pertempuran berlangsung,
Cucut Merah terperanjat melihat
dipihak lawan ada dua orang yang
bertempur dengan gigihnya. Keduanya
berpakaian seperti orang2 Malaka, baju berlengan panjang tak berleher.
bercelana panjang sampai dibawah lutut dengan kain sarung tenun sutera yang
dilipatkan pada pinggang. Lebih
terkejut lagi, bahwa yang seorang
ternyata adalah seorang pendekar
wanita. Gerak serangannya lincah,
sampai lawannya kerepotan menangkis
serangan pedangnya. Tubuhnya seperti
tak mempunyai gaya berat, sebentar
melenting kesana sebentar lagi kemari
dibarengi sabetan pedang di tangan
kanannya yang lentur dan tipis namun
tajamnya bukan main.
Pendekar yang kedua juga lincah
gerakannya, keduanya rupa2nya berilmu
sama, terlihat dari caranya bertempur.
Bilamana tangan kanannya menangkis
serangan lawan tangan kiri maju ke
depan mengirimkan tusukan jarinya.
Pendekar ini punya wajah yang tampan.
Kumisnya tebal ditambah jenggot tipis
dan sorotan matanya sangat tajam. Ia
bersenjatakan sebilah keris yang
panjang dengan hulu kerisnya berukir
kepala burung garuda.
Kedua pendekar itu telah
merobohkan mati beberapa orang anak
buah bajak laut Pulo Ireng. Yang
membuat Cucut Merah tak habis herannya ialah perbedaan pakaian antara kedua
pendekar itu dengan anak buahnya.
Kalau keduanya berpakaian model
Malaka, anak buahnya berpakaian model
prajurit armada Demak.
- Hmm, rupanya mereka adalah
utusan Malaka untuk Sultan Demak.
Baiklah keduanya sebentar lagi akan
kutangkap hidup2 dan pasti aku akan
menerima hadiah besar dengan
menyerahkan mereka kepada kawan2
Portugis! - pikir Cucut Merah dengan
diam2. Segera ia melesat kearah
pendekar kedua dan langsung
mengirimkan bacokan pedangnya. Sayang
ia jadi kecewa manakala pedang yang
dibacokkan dengan perhitungan yang
masak2 itu lewat sejengkal dari kepala lawannya, setelah pendekar itu secara
manis mengegoskan kepalanya ke kanan.
- Setan kau, ya! Cepat menyerah
dan berlutut minta ampun kepadaku
sebelum terbelah kepalamu oleh
pedangku ini, ha! Belum pernah kau
dengar permainan pedang Cucut Merah" teriak Cucut Merah tambil mengacungkan pedangnya. Biar gerakannya pelan tapi
karena dilambari tenaga dalamnya,
menimbulkan desiran angin yang dingin, hingga diam2 pendekar ini merasa


Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kagum. - He, he, he, - pendekar itu
tertawa mengejek. - Jangan mencoba2
mengancamku! Hang Sakti sudah bukan
anak kecil lagi. Boleh aku berlutut
didepanmu setelah bercerai kepala awak dari tubuh serta kerisku ini menembus
dadamu! - Bagai sambaran petir
ditelinganya, ketika pendekar itu
menyebutkan namanya!
Nama itu adalah salah satu nama
dari sekian deret nama2 pendekar2
Malaka seperguruan dengan Pendekar
Hang Tuah. - Hah kebetulan sekali kalau
begitu! Kau akan
kuingkus hidup2
sekarang juga! - Bentak Cucut Merah
disertai tubuhnya yang melangkah
sambil memutar pedangnya. Pendekar
Hang Sakti tak tinggal dia ia cepat
memiringkan tubuhnya dan menyambut
pedang lawan dengan kerisnya itu. Kini keduanya
terlibat dalam satu
pertempuran yang dahsyat. Kedua tubuh itu sudah tidak tampak lagi kecuali
sinar2 pedang dan keris itu saja
saling kejar mengejar tusuk menusuk.
Sesuai dengan namanya. Cucut Merah
bergerak seperti seekor ikan cucut
yang kelaparan.
Setiap serangannya disertai gerakan tubuh yang hebat dan ganas. Kaki, tangan dan bahkan
kepalanya sekaligus bisa digunakan
untuk menyerang lawan
Sedang Pendekar Hang Sakti,
gerakannya kelihatan sangat masak,
penuh perhitungan dan sederhana
terutama bila ia menangkis serangan
lawan tetapi bila ia sudah balas
menyerang, ujung kerisnya
berubah seperti ribuan jumlahnya. Dua puluh
juru telah berlalu. Selama bertempur
itu, sekali2 Hang Sakti melirik kearah awak2 perahunya yang satu demi satu
tewas diujung senjata bajak2 laut
Pulau Ireng. Dan betapa ia tersirap
darahnya ketika ia melihat adiknya
Nurlela bertempur melawan seorang yang berjenggot dan kumis lebat, berikat
kepala merah yang tidak lain adalah Ki
Macan Kuping! Ia heran bahwa orang
tersebut berani menghadapi adiknya
dengan tangan kosong. Pedang yang tadi digunakan kini disarungkan kembali ke
pinggangnya setelah Ki Macan Kuping
mendengar teriakan Cucut Merah.
- Kakang Macan Kuping! Jangan
bunuh yang dua orang ini. Kita tangkap mereka hidup2! Nurlela pendekar wanita itu biar
telah sekuat seluruh tenaganya melawan Ki Macan Kuping, sedikit demi sedikit
makin terdesak. suatu ketika ia
menusuk pedang tipisnya ke
dada lawannya, tapi tahu2 Macan Kuping
memiringkan tubuhnya serta tangan
kanannya bergerak cepat ke pundak
Nurlela dan pendekar wanita ini rebah
ke geladak perahu, pingsan setelah
tertotok jalan darahnya. Anak buah
Cucut Merah cepat mengikat tangan
pendekar wanita yang sudah tidak
berdaya itu. - Hua, ha, ha, ha, yang satu
sudah beres kini yang satu lagi. Tubuh Ki Macan Kuping melayang ke arah lingkaran pertempuran antara Cucut
Merah dengan Hang Sakti.
Disaat-saat terakhir, ketika
masing2 mengadu senjatanya, dilandasi
tenaga dalam, keduanya terpental ke
belakang. Baik Cucut Merah maupun Hang Sakti diam2 saling mengagumi tenaga
lawannya. Tapi, pedang lengkung Cucut
Merah begitu beradu dengan keris Hang
Sakti tergetar hebat dan kemudian
jatuh berdentang ke
atas geladak perahu. Melihat ini cepat2 ini menarik kedua senjata andalannya yang
bergantung pada pinggangnya. Dua
penggada pipih dan berduri penuh racun itu kini tergenggam erat ditangannya,
sebentar kemudian bergerak sangat
mengerikan. Hang Sakti yang melihat
senjata aneh dari lawannya menjadi
berhati2. Bahkan ketika kerisnya
beradu dengan kedua senjata aneh itu
hampir2 saja terkait oleh duri2nya dan terbetot lepas dari tangannya.
Maka dengan segera ia
menggenjotkan tubuhnya ke
atas bersamaan dengan itu ia mengerahkan
segenap tenaga dalamnya dan menarik
kerisnya hingga berhasil lepas dari
kaitan senjata Cucut Merah yang
berduri penuh racun racun. Dalam pada
itu sesok bayangan hitam yang
berkelebat sangat cepat ke arah tubuh Hang Sakti membuat pendekar ini agak
terkejut. Bayangan itu ternyata Ki
Macan Kuping yang siap menotokkan
jari2nya ke arah urat2 dan jalan darah dari Pendekar Hang Sakti. Dibarengi
gerakan menghindar, tangan Hang Sakti memutar senjatanya setengah lingkaran dan
tahu2 kerisnya terasa menyentuh
sesuatu - Breet! - Baju Macan Kuping terobek sepanjang dua jengkal.
- Keparat! Kau telah berani
merobekkan bajuku ini" Bagus, kau
memang pendekar hebat, tapi kau kan
menebusnya dengan nyawamu! Ayo, ada
Cucut Merah, kita keroyok dia biar
lekas selesai pekerjaan kita ini seru Ki Macan Kuping sambil mencabut
pedangnya kembali dari pinggang.
Pertarungan kembali berlangsung lebih
hebat. Pendekar Hang Sakti yang masih
tergolong muda itu lama2 agak
kerepotan juga menghadapi dua lawan
yang termasuk tinggi tingkatannya. Ki
Macan Kuping dan Cucut Merah agak
heran juga terhadap lawannya yang
masih muda itu belum dapat dirobohkan.
Tiba2 saja ketika dirinya terasa
makin terdesak, Hang Sakti cepat
meloncati k esamping dan berdiri
dibibir perahu. Sambil menyarungkan
kerisnya ia berteriak. - Baik, kalian berdua memang hebat, sayang tindakanmu
yang mengeroyok ini tak lebih seperti
keberanian perempuan. Kita akhiri
disini dulu permainan kita ini. Lain
kali kita bertemu lagi! - Tubuh Hang
Sakti selesai berkata itu, melayang ke air dan terjun dengan suara berdebur.
- Setan! Dia lari! Ayo kawan2
cepat mampuskan dia! - teriak perintah Cucut Merah bergema dan serentak para
anak buahnya bertindak. Sebagian ada
yang melempar lembing atau menembakkan senapan lasaknya, sampai air laut itu
berbuih2 menggelegak. Tubuh Hang Sakti tidak muncul2 lagi, sehingga Cucu
Merah serta anak buahnya berhenti
mencarinya. - Hah, sudah mampus dia rupanya!
Cepat kawan kita pindahkan kekayaan
perahu ini keatas perahu kita, - seru Cucut Merah.
Setelah mereka menyikat licin
tandas kekayaan perahu itu, beberapa
orang anak buah Cucut Merah mulai
melemparkan obor2nya hingga dalam
sekejap perahu kedua itu terbakar pula dan kemudian tenggelam ke dasar laut.
- Ha, ha, ha, semua sudah beres
kakang Maca Kuping! Lihatlah, tidak
ada seorangpun yang masih
nampak batang hidungnya. Biar tahu rasa
mereka sekarang, akan kekuatan bajak
laut Pulo Ireng. - Dan yang seorang tadi, akan kau
apakah dia Cucut Merah" - tanya Macan Kuping kepada Cucut Merah yang berdiri
disampingnya. - Kita jual saja dia kepada
orang2 Portugis. Mungkin dia membawa
keterangan2 rahasia yang penting buat mereka! - Heh, heh, heh, kau memang
cerdik. Cucut Merah. Tak percuma
orang2 memilihmu sebagai kepala bajak
laut Pulau Ireng! Cucut Merah tersenyum lebar mendengar pujian Ki
Macan Kuping itu, lalu
iapun memerintah anak buahnya untuk segera
berkemas2 dan berlayar ke
utara, kembali kesarang mereka, Pulo Ireng di Karimun Jawa.
Ketika perahu bajak itu bergerak
ke utara, di sela2 potongan2 kayu dan pecahan2 papan sisa dari perahu yang
terbakar tadi yang kini terapung2
dibawa ombak ke
sana ke mari, muncullah keatas permukaan air, kepala manusia yang dengan susah payah
menjulurkan tangannya lalu bergantung pada potongan2 kayu. Dengan demikian
orang itu bisa beristirahat.
- Hmmm, untunglah Tuhan masih
mengulurkan tanganNya dan melindungiku dari kekejaman bajak2 laut Pulo Ireng.
Biarlah untuk kali ini Hang Sakti
berbuat sangat memalukan, karena lari
dari pertempuran. Tapi lain kali
tunggulah, mereka pasti akan kuhajar
dan adikku Nurlela harus segera
kubebaskan dari mereka. - Begitulah, Hang Sakti selesai berpikir, segera
berenang ke sana ke mari mengumpulkan bilah2 papah dan tali-temali yang
banyak berserakan terapung
disekitarnya. Ia tidak boleh terusterusan bergantung pada potongan2 kayu itu, sebab disekitar tompat itu sering
berkeliaran kawanan ikan hiu yang
ganas. Apa lagi dengan bau darah,
ikan2 itu akan cepat datang ke tempat tersebut.
Ya, dia harus berbuat sesuatu,
agar tidak mati konyol dimangsa oleh
ikan2 hiu, Hang Sakti lalu mencabut
pisau kecil dari ikat pinggangnya yang depan, kemudian sambil duduk diatas
beberapa potongan kayu dan papan yang
kini telah diikatnya merupakan rakit
kecil ia mengerat-ngerat dua bilah
papan selebar satu jengkal jari dan
panjangnya dua jengkal dan masing2
dibuatnya lubang2 sebanyak tiga buah.
Satu lubang diujung, yang satu sedang dua lubang lagi diujung yang lain.
Setelah itu kemudian ia memasukkan
tali2 pada lubang itu dan selesailah
sudah apa yang dibuatnya, dua buah
terompah kayu lebar. Dan sambil
mengamat-amati hasil kerjanya, Hang
Sakti tersenyum lebar kepuasan.
***** Dihalaman sebuah pondok yang
terletak dikaki sebelah barat Gunung
Muria, tampaklah seorang gadis yang
duduk2 melepaskan lelah setelah ia
berlatih silat dengan bibinya. Ia
tersenyum manis, manakala tangannya
yang memegang ikat kepala merah
berbunga hitam berkali2 diamatinya.
Selama ini, ia tetap memakainya dan
merahasiakan dirinya dengan diam2
terhadap Mahesa Wulung, hingga
pendekar perwira itu tidak mengenai
sama sekali, bahwa dirinya yang selama itu memakai nama dan menyamar sebagai
pemuda bernama Gagak Bangah tidak lain adalah Pandan Arum!
Begitu pula ia teringat waktu
mula2 menjumpai bibinya di pondok ini.
Walaupun ia menyebut kemeakannya,
wanita itu masih belum mengenalnya,
malahan wajahnya membayang rasa
kebingungan. Barulah sesudah ia
melepaskan ikat kepalanya dan rambutnya yang hitam panjang berombak kecil


Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu terurai lepas dipunggungnya,
wanita itu segera dapat mengenalnya
kembali akan kemenakannya. Si Pandan
Arum. Mereka berpelukan sangat mesra
karena keduanya telah lama tak
berjumpa dan Pandan Arum pun
menceriterakan segala pengalamannya,
sehingga bibinya mengangguk-anggukkan
kepalanya penuh pengertian.
- Pandan Arum, mari nak kita
lanjutkan lagi latihan tadi. - Dengan agak terkejut Pandan Arum menoleh ke
belakang mendengar siapa itu. Bibinya
telah berdiri dibelakang, sambil
memegang dua buah selendang sutera
ditangannya berwarna kuning jingga.
- Terima kasih bibi Sumekar ujar Pandan Arum. - Nah, Pandan Arum
telah lima hari kau kuajari dasar2
permainan selendang
"Sabet Alun".
Sekarang lihatlah bagaimana engkau
menggunakan selembar selendang sebagai
senjata. Jika engkau sudah mengusainya, ilmu selendang "Sabet Alun"
ini bisa kau terapkan dalam permainan
pedang," ujar Nyi Sumekar sambil
memberikan sebuah selendangnya kepada
Pandan Arum. Kemudian Nyi Sumekar mulai
memainkan selendangnya. Geraknya cukup membuat Pandan Arum tertegun
keheranan. Kain selendang yang mula2
lemas itu kini bergerak dengan hebat
laksana ombak badai yang bergulung2.
Saking cepatnya selendang itu sukar
ditangkap mata, kecuali hanya sinarnya saja yang berkelebatan ke segenap
arah. - Pandan" Lihatlah hebatnya
permainan selendang "Sabet Alun" seru Nyi Sumekar sambil merubah
gerakan selendangnya. Tiba2 ujung
selendang jingga itu mematuk ke atas dan menyambar buah pepaya
yang tergantung dipohonnya. "Taaaaarrr!"
Buah pepaya sebesar kepala manusia itu hancur bercipratan kemana2.
Pandan Arum yang menyaksikan
kehebatan itu terpekik kecil. Ia
merasa ngeri dan diam2 berpikir
seandainya selendang itu membentur
kepala orang tentu lebih ngeri
akibatnya! Selendang Nyi Sumekar kini
bergerak mendatar ke arah pohon pisang sebesar paha lebih dan melilit
batangnya. Dengan gerakan menyentak,
tiba2 ia menarik selendang itu dan
hampir2 tak percaya
Pandan Arum melihat bagaimana pohon pisang itu
terpotong seperti ditebang dan roboh
dengan suara gemuruh.
Sejurus kemudian, Nyi Sumekar
tampak mengakhiri
permainan selendangnya, sedang Pandan Arum tak
henti2nya mengagumi. Kini Pandan
Arumpun berlatih dengan tekunnya.
Semua petunjuk2 dan nasehat2 bibinya
diperhatikan dengan sungguh2, malahan
sekarang ia betul2 merasa kepandaiannya bertambah banyak dibandingkan
sewaktu ia masih di Asemarang.
Dasar memang Pandan Arum berotak
terang, maka dalam waktu singkat ia
sudah menguasai semua pelajaran yang
diterimanya dan maju dengan pesat
sekali. Ia sekarang menjadi gadis yang pemberani dan lincah. Bibinya, Nyi
Sumekar sudah maklum akan hal ini,
karena iapun tahu bahwa semenjak kecil Pandan Arum sudah terbiasa menghadapi
segala macam bahaya, sehingga ia
mempunyai kepercayaan penuh terhadap
kemarnpuan dirinya.
Pandan Arum sangat senang tinggal
dipondok itu yang terletak dikaki
Gunung Muria. Hawanya lejuk dan
pemandangan alamnya juga indah. Nyi
Sumekar tinggal disitu sudah lama,
sedang suaminya Ki Wiratapa jarang2
pulang karena ia gemar bertapa
kemana2. Selain itu ia juga seorang
petani yang baik. Pondoknya itu
dikeliiingi oleh bermacam2 pohon
buah2an. Disebelah belakang, dibuatnya ladang yang ditanami jagung, diseling
dengan ubi dan juga padi gogo. Nyi
Sumekar sendiri sering didatangi
tetangga2 dari desa disekitar tempat
itu, karena ia terkenal sebagai
pembuat jamu dan ramuan obat yang
baik. Dan untuk itu Nyi Sumekar dengan senang hati akan memberikan pertolongannya kepada tetangga2nya. Itulah
sebabnya kedua suami isteri itu
disayangi oleh setiap orang didaerah
kaki Gunung Muria sebelah barat. Bila
malam tiba, Pandan Arum sebelum tidur
sering berdoa untuk keselamatan Mahesa Wulung, lalu
kadang2 muncul rasa
kangen dan ingin berjumpa
dengan pemuda ini. Ach, mungkinkah ini yang disebut
cinta" pikir Pandan Arum dengan resah, tapi perasaan itu kemudian ditekan
kembali. Iapun kadang2 menyesal
mengapa sampai selama ini ia masih
menyamar dihadapan Mahesa Wulung
sebagai seorang pemuda bernama Gagak
Bangah dan menyembunyikan rambutnya
yang hitam indah itu dibelakang ikat
kepalanya berwarna merah berbunga
hitam" Bukankah maksud semula, ia
hanya menyamar selama perjalanan saja
didalam mencari Mahesa Wulung serta
menyampaikan seruling atas permintaan
panembahan Tanah Putih"
Meskipun seruling itu telah
diberikan kepada Mahesa Wulung dengan mengaku kalau sebenarnya ia utusan
dari panembahan Tanah Putih, tak urung hatinya belum lega sebelum Mahesa
Wulung tahu bahwa ia sebenarnya adalah Pandan Arum. Entah kapankah hal ini
terlaksana hanya Tuhan sendirilah yang tahu.
Pandan Arumpun tahu bahwa Mahesa
Wulung saat ini sedang memikul tugas
berat dari Panglima Fatahilah atau
biasa pula disebut Faletehan, sehingga ia telah bertekad tidak akan
mengganggu Mahesa Wulung dengan
terburu2 menyatakan bahwa ia sebenarnya si Pandan Arum. Bahkan ia
dengan tetap menyamar sebagai Gagak
Bangah, dapatlah ia secara diam2
memberikan bantuannya terhadap tugas
Mahesa Wulung yang tidak ringan itu.
Ia telah berjanji dan pamit
kepada Mahesa Wulung untuk mengunjungi paman dan bibinya yang tinggal disini
selama sebulan, sementara sambil menunggu Mahesa Wulung menyiapkan armada Demak untuk penyerbuannya ke Pulau
Ireng, Karimun Jawa dan menumpas bajak laut yang bersarang disana. Kemudian
bila waktu itu telah tiba, ia akan
segera kembali ke Jepara sebagai Gagak
Bangah dan bers-ma2 Mahesa Wulung,
Jagayuda serta lain2nya berjuang bahumembahu. Udara malam pegunungan yang sejuk
terasa menembusi dinding2 pondok dan
membelai wajah Pandan Arum sampai
gadis ini merasakan matanya bertambah berat, dan berat kemudian tertutup
perlahan dan tertidur dengan pulasnya.
***** Siang itu matahari melepaskan
sinar panasnya membuat ujung2 ombak
yang berlarian, gemerlapan menyilaukan mata.
Riak-riak air yang kecil dan
buih2 putih berkilau2 ditinggalkan
oleh buritan perahu jung yang berlayar ke arah barat. Kepak2 sayap burung
camar terdengar disekitar perahu besar itu, serta terbang merendah dan
meninggi, berputar2 seperti menyambut
gembira kepada perahu yang tengah
berlayar itu. Mahesa Wulung dan
Jagayuda berdiri dihaluan dan
tersenyum melihatnya. Jung itu
berlayar dengan lajunya menempuh ombak bagaikan sebuah benteng yang berjalan
dilautan. Sisi2 lambungnya dilengkapi meriam2 besar, tampak bersembulan dari
lobang dindingnya.
Beberapa perahu nelayan pencari
ikan yang bertemu perahu jung itu
mula2 agak terkejut tapi kemudian
mereka tertawa dengan melambai
lambaikan tangannya, gembira. Agaknya
ada suatu yang membuat mereka terkejut tadi. Nelayan2 melihat bendera yang
terpasang ditiang utama perahu besar
tadi, berwarna dasar biru muda
ditengahnya terdapat gambar Makara,
seekor binatang yang hanya terdapat
dalam dongeng saja. Binatang itu
adalah seekor ikan dengan moncongnya
berbelalai seperti gajah. Kata orang2
tua binatang itu terkenal sebagai
kawan bagi pelaut2 dan menolong mereka bila mendapat kesusahan. Juga sebagai
pembawa bahagia maka bentuk2 kepala
binatang itu kita jumpai pada pintu2
gerbang candi dan pada perahu2 dari
pulau Bali. Mulai dari belalai, mulut, gigi dan matanya. Gambar mata pada
perahu tadi dimaksudkan agar pada
malam hari dapat berlayar dan melihat
jalannya. Mungkin Makara tadi
sesungguhnya adalah sebangsa ikan
lumba-iumba yang mulutnya mempunyai
moncong. Bahkan ia juga terkenal
sebagai kawan bagi pelaut2, yang
berkali2 telah terjadi memberikan
pertolongan kepada pelaut yang jatuh
ke laut. Ikan2 tadi beramai-ramai
mendukungnya malahan tidak jarang
mereka melindunginya dari sergapan
ikan2 hiu yang ganas.
Nelayan2 itu agak heran juga,
sebab sudah beberapa waktu mereka
tidak menyaksikan bendera biru dengan
gambar Makara kuning emas ditengahnya.
Kini bendera itu berkibar lagi dan
hati mereka tiba2 saja merasa aman.
Selama itu bajak2 laut merajalela
tanpa tandingan, tetapi sekarang ini
dengan munculnya bendera itu mereka
pasti akan menjadi pucat pasi lalu
terbirit2 lari ketakutan.
- Lihatlah itu Barong Makara
muncul kembali. - seru seorang nelayan kepada temannya. - Pasti ke amanan
dilautan akan pulih kembali dan kita
bisa mencari ikan dengan tenang. Ketika matahari lebih bergeser ke
barat, Mahes Wulung dan Jagayuda
terkejut mendengarkan teriakan
pengawas layar dari atas.
- Ahoooi . . . ada orang
disebelah utara. - Jagayuda segera
memasang teropongnya dan mata Mahes
aWulung yang tajam itu sudah lebih
dulu menangkap sesuatu gerak yang
membuat hatinya terkejut. Seseorang
telah berjalan dan meloncat2 diatas
air laut. Ahh, mungkinkah itu manusia atau setan penghuni lautan"
- Laksamana, lihatlah disana ada
pemandangan yang aneh! Seorang manusia berjalan dan meluncur diatas air. seru Jagayuda kepada Mahesa Wulung. Ia dikelilingi oleh ikan2 hiu yang
mencoba menyerangnya! - Kalau begitu kita harus segera
menolongnya. Cepat putar haluan! Arahkan kemudi ke utara! - perintah Mahesa Wulung. Perahu besar itu
laksana seekor naga meluncur cepat ke utara, kearah orang yang tengah
diancam maut ganas si ikan hiu pemakan daging!
Ketika perahu semakin dekat dan
bertambah dekat. Mahesa Wulung,
Jagayuda serta segenap awak perahu


Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpesona dan kagum melihat orang itu.
Tenyata ia memakai sepasang terompah
kayu yang diikatkan pada kedua belah
kakinya, hingga dari jauh terompah
papan tadi tidak kelihatan dan orang
itu seakan2 berlari dan melompat2
dipermukaan air. Inilah ilmu
meringankan tubuh yang benar2 hebat.
Dengan menggerak2kan kaki ke bawah
keatas, timbullah daya dorong pada
terompah kayu tadi sehingga orang yang memakainya tidak tenggelam malahan
dengan lincah seperti berjalan diatas
tanah keras saja, ia bergerak kesana
kemari, maju mundur menghindarkan
setiap terkaman gigi2 maut ikan hiu
yang kini mulai menyerangnya.
Seekor hiu yang melesat
terkamannya menjadi marah dan kembali
menyerangnya dengan loncatan ke atas
orang tadi yang tidak lain Pendekar
Hang Sakti cepat menghunus kerisnya
dan langsung mengirimkan tikamannya.
Hiu tadi tembus perutnya, lalu kembali terlempar ke dalam air. Darah yang
terpancar dari perutnya menyebabkan
kawanan ikan hiu lainnya bertambah
ganas dan gila. Tubuh temannya yang
luka perutnya itu disambar beramairamai dan dilahapnya bersama-sama. Bau darah seperti mengundang ikan-ikan hiu
lainnya, maka sebentar kemudian
meluncurlah berdatangan ikan-ikan hiu
ke tempat itu dari arah mana saja.
Sirip punggungnya yang berdiri dan
muncul keatas permukaan air itu,
tampak bergerak amat lincah.
Melihat ikan2 itu semakin banyak
memenuhi perairan itu Mahesa Wulung
cepat meloncat ke dalam air dan
hampir2 sukar dipercaya, tubuhnya
kelihatan ringan setelah mengetrapkan
aji "Baju Rasa", Kakinya dengan menginjak tubuh seekor ikan hiu dan
sambil meminjam tenaga ikan tadi,
Mahesa Wulung menggenjotkan tubuhnya
ke atas dan tiba pula diatas punggung
ikan hiu yang lain serta loncat
kembali ke atas berkali2. Merasa
dipermainkan ini, ikan2 hiu menjadi
lebih beringas dan memperbanyak
terkaman2 mautnya. Tapi Mahesa Wulung
tidak tinggal diam. Tangan kanannya
yang kini telah melolos cambuk pusaka
Naga Geni, beraksi diputarnya seperti
baling2 hingga yang tampak hanyalah
sebuah pusaran cahaya biru kehijauan
dan setiap terkaman ikan hiu disambut
dengan sabetan cambuk itu. Maka tubuh
ikan hiu yang terkena, kembali
tercebut ke air dan badannya hitam
hangus mati. Demikianlah kedua pendekar itu
seolah2 seperti berloncatan diatas air sambil sebentar2 menghantam hancur
setiap ikan hiu yang mencoba
menyerangnya. Kalau Hang Sakti memakai kerisnya, maka Mahesa Wulung selain
menggunakan cambuk ditangan kanannya,
tangan kirinya sesekali memukul pula
dengan aji pukulan "Lebur Waja" nya yang dahsyat itu.
Sebentar saja bangkai2 ikan hiu
terlihat dimana2 terapung diair yang
merah tercampur darah. Setelah kira2
tinggal lima ekor saja yang tinggal,
itupun sudah luka2 tubuhnya, ikan2
tadi rupanya kembali merasa takut
setelah sekian banyak kawan2nya
berkaparan mati. Mereka segera memutar tubuhnya dan berenang dengan cepatnya
kebarat dan lenyap ke dalam air dalam
sekejap mata. Seekor hiu yang meleset
terkamannya menjadi marah dan kembali menyerangnya dengan loncatan ke arah orang
tadi yang tidak lain Pendekar Hang Sakti cepat menghunus kerisnya dan langsung
mengirimkan tikamannya.
Sebuah perahu kecil yang baru
diturunkan dari jung itu kini telah
tiba didekat Mahesa Wulung dan Hang
Sakti. Keduanya dengan cepat naik ke
atas perahu. Akhirnya setelah mereka
tiba diatas perahu besar, Hang Sakti
segera diberinya pakaian kering dan
bertiga dengan Jagayuda, mereka
bercakap di ruang komando.
- Untunglah tuan cepat datang,
kalau tidak entah apa jadinya tadi.
Tuhan telah menurunkan tanganNya dan
menolongku - kata Hang Sakti yang
diucapkan penuh rasa syukur dan haru.
- Itulah sudah semestinya. Buat
orang2 yang baik dan luhur budinya.
Tuhan Yang Maha Besar selalu
memberikan pertolonganNya, - sambung
Mahesa Wulung. - Hanya saja, saya masih
memikirkan nasib adikku Nurlela yang
kini ditawan oleh bajak2 laut Pulau
Ireng di Karimun Jawa! - berkata Hang Sakti dengan wajah muram.
- Janganlah cemas Hang Sakti.
Kita akan bersama2 menolong adik tuan
itu. Kami memang tengah merencanakan
penyerbuan ke Pulau Ireng, Karimun
Jawa untuk menghancurkan bajak2 laut
itu, - kata Mahesa Wulung membesarkan hati Hang Sakti.
- Selain itu, kami sekali lagi
ingin menjelaskan maksud kedatangan
kami ke Demak. Kami adalah utusan yang
dijemput oleh dua perahu dari Demak.
Tapi di tengah perjalanan kami telah
dicegat oleh bajak laut yang menyerang secara tiba2 dipagi yang berkabut. Dua
perahu itu telah melawan dan bertempur dengan gigih sebelum terbakar dan
tenggelam. Hanya sayalah satu2nya yang masih selamat, sedang adik saya telah
tertawan lebih dahulu. Hang Sakti berhenti sejenak. Kami diutus oleh Sultan Malaka yang
kini telah menyingkir ke Johar untuk
meminta bantuan armada Demak menghalau bajak2 laut yang kini berkuasa diselat
Karimata. Tidak hanya itu saja,
mungkin tuan masih ingat peristiwa
gugurnya ayah tuan Ki Sorengyudo
diselat Karimata belasan tahun yang
lalu, ketika iring2an perahu armada
Demak sehabis menyerang Portugis di
Malaka telah dicegat oleh kapal2 galli Portugis. Diantara para pencegat itu
terdapat beberapa buah perahu jung
berbendera naga merah dengan dasar
hitam. Itulah perahu2 dari bajak laut
"Iblis Merah" yang dipimpin oleh seorang bernama Lanun Sertung. Dialah
yang mesti mempertanggung jawabkan
pengkhianatan tersebut. - Dapatkah anda memberikan ciri2
orang tersebut" - sela Mahesa Wulung penuh rasa ingin tahu.
- Tubuhnya jangkung berkumis dan
berjenggot kaku dan keras seperti ijuk
sapu. Ditangan kirinya mulai dari
pergelangan tangan sampai ke bahunya
terdapat gambar seekor naga.
- Dan sekarang, apakah anda tahu
siapa nama2 pemimpin bajak laut yang
telah mencegat perahu2 Demak yang
membawa anda tadi" - bertanya lagi
Mahesa Wulung kepada Hang Sakti.
- Sewaktu kami bertempur melawan
mereka itu, tahulah kami dua orang
tokohnya yang masing2 bernama Cucut
Merah dan Ki Macan Kuping! - Ki Macan Kuping" Orang yang
mampu merobohkan lawannya dengan
gertakan harimaunya" - Seru Mahesa
Wulung terkejut.
- Ooh, agaknya tuan telah
mengenalnya lebih dulu! - kata Hang
Sakti keheranan sambil memandang wajah Mahesa Wulung.
- Ya, aku telah mengenalnya.
Dialah guru Singalodra yang baru saja
kami tumpas di Alas Roban. Sayang
waktu itu Ki Macan Kuping sempat
meloloskan diri dan sekarang rupanya
telah bergabung dengan bajak laut
Pulau Ireng di Karimun Jawa - sambung Mahesa Wulung.
- Hmm, rupanya kita menghadapi
persoalan yang sama. Baik di Malaka
dan di Karimun Jawa maupun di Demak.
Bajak laut menjadi persoalan utama,
mengacau di mana2 - gumam Hang Sakti.
- Tidak itu saja, - sela Mahesa
Wulung kembali. Satu hal yang membuat mereka kuat dan kurang ajar
ialah bantuan2 yang diberikan oleh
orang2 Portugis berupa meriam,
senapan2 lasah dan pistol2nya. Mereka yang mula2 belum mengenai senjata2
tadi, apalagi menggunakannya, kini
telah mahir memakainya. Untunglah
persenjataan kita yang berhasil kita
rampas dari orang2 Portugis cukup
banyak untuk menandingi mereka. Tak terasa percakapan dikamar
komando itu, tahu2 perahu jung mereka
telah mendekati pangkalan Jepara
Gunung Muria yang menjulang ke langit biru kehijauan berselimut awan, bagai
seorang raksasa yang tengah tidur
berselimut putih. Ombak beriak2
menggeru2 menghempas ke pantai, dan
buih memutih bersisir diatasnya.
Pemandangan dipangkalan amat
indah. Beberapa perahu jung yang
besar2 dan puluhan lainnya yang
berukuran sedang, belum lagi yang
kecil tampak berderet rapi di
pangkalan Jepara. Saat ini memang tengah diadakari persiapan besar. Awak2
perahu, pelaut2 dan perajurit2
berseragam kerajaan Demak kelihatan
bersiap2, setelah penjaga menara
pantai melaporkan kedatangan perahu
Barong Makara. Semuanya berbaris rapi
disepanjang pangkalan untuk menyambutnya. Sorak dan sorai mereka bergema,
manakala perahu itu merapat ke
pangkalan. Beberapa orang perwira
segera menyambut kedatangannya lalu
memberi hormat kepada Mahesa Wulung,
Jagayuda dan Hang Sakti yang kini
tengah turun ke pangkalan. Kepada para perwira, Mahesa Wulung lalu
memperkenalkan tamunya, Hang Sakti.
Bertiga, kemudian dibelakangnya para
perwira lain berjalan pelan2 memeriksa barisan perajurit armada Demak yang
berdiri rapi seperti patung2. Mula2
dilewati mereka, barisan pendayung.
Menurut kata, dayung-dayung yang
dipegang oleh tangan-tangan kokoh
berurat itu tidak hanya digunakan
sebagai pendayung perahu saja, tapi
Kisah Para Pendekar Pulau Es 20 Lembah Merpati Karya Chung Sin Pedang Kiri 17

Cari Blog Ini