Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara Bagian 3
Disertai ilmu tenaga dalam
dan mengentengkan tubuh yang terhimpun
dalam aji "Bayu Rasa" ajaran
Panembahan Tanah Putih, tubuh Barong
Makara meluncur cepat diatas permukaan air laut ketika kedua belah kakinya
digerak2kan ke atas dah ke bawah
dengan lincahnya. Mungkin jika dilihat dari jauh, pasti orang akan mengira
bahwa itu bangsanya setan laut yang
berjalan diatas air!
Dengan cepatnya Barong, Makara
meluncur ke arah Barat menyongsong
tiga sampan berlayar yang masih jauh
jaraknya dan terlihat hanya sebagai
tiga titik hitam saja. Ketiga sampan
itu meluncur kearah timur. Mereka
mendapat tugas yang cukup berat karena mereka harus mencari jejak larinya
Baron Makara. Sungguh bukan suatu
pekerjaan yang gampang untuK itu, tak
ubahnya seperti mencari jejak di dalam air.
- Kakang Bluntak, kita hampir
mencapai pulau yang penghabisan di
sebelah timur itu. Jika sekali ini
Barong Makara belum ketangkap, apakah
kita kembali ke Pulau Ireng" - tanya
seorang yang berkepala gundul kepada
teman seperahunya.
- Apa kau bilapg tadi, Belis"
Pulang" Rupanya kau sudah tidak sayang sama kepala gundulmu itu. Jika kita
sampai pulang tanpa membawa Barong
Makara, itu berarti kepalamu dan juga
kepalaku akan bercerai dari tubuh! Kau
dengar tidak" Ancaman itu telah
diucapkan oleh Cucut Merah. Orang itu yang bernama Belis,
terdiam saja mendengar nama
pemimpinnya disebut oleh Bluntak.
Memang Cucut Merah terkenal beradat
keras dan kejam.
Suasana hening sejenak, suara air
laut yang disebabkan oleh haluan
perahu berbunyi seperti lagu maut.
- Setan!! Itu ada setan di
sebelah timur! - tiba2 Belis berteriak seperti orang gila sambil tangannya
serabutan menunjuk ke arah timur,
sampai kesebelas orang temannya dari
tiap perahu itu terkejut. Memang, dari arah timur tampak sesosok tubuh
manusia yang dengan enaknya meluncur
di atas air ke arah perahu-perahu
mereka. - Hee, lihat orang itu berkedok
mulutnya dengan gambar Makara! - seru salah seorang dari perahu yang lain
sambil memasang teropongnya.
- Kalian goblok semua! Itulah dia
si Barong Makara! Ayo cepat, siapkan
segera panah2mu, tembak dia bersama2
biar mampus! - perintah Bluntak
keras2. Kini jarak mereka semakin dekat
dan dekat kemudian nyatalah oleh
mereka bahwa orang yang meluncur ke
arahnya itu mengenakan terompah kayu
pada kakinya. Meskipun mereka mula2
tertegun keheranan, namun akhirnya
sadarlah bahwa pada Barong Makara
inilah terletak nyawa2 mereka. Bila
saja mereka dapat menangkapnya hidup
atau mati berarti mereka akan terbebas dari hukuman mati Cucut Merah.
Oleh sebab itu mereka cepat2
memasang dan kemudian menembahkan
panah mereka bersama2.
Mulut Bluntak menyeringai puas
meskipun keringat dingin mengalir dari lobang2 kulit mukanya. Iapun melihat
anak2 panah berdesingan melesat dari
busur2 anak buahnya yang sebelas orang itu, terbang kearah Barong Makara.
Tetapi mulut Bluntak yang menyeringai
gembira itu makin melekar dan
melongoh2 keheranan demi dilihatnya
anak2 panah yang
meluncur itu berantakan ke air kena disampok oleh
putaran cambuk Barong Makara yang
berjilat-jilat kebiruan.
Belum lagi habis herannya, Barong
Makara sudah sampai ke perahu2 mereka
dan langsung menyerangnya dengan
putaran cambuk Naga Geni. Kini mereka
tak sempat lagi melepaskan panahpanahnya kecuali melawan cambuk itu
dengan pedang dan tombak. Barong
Makara memutar cambuknya begitu cepat
sampai yang terlihat hanyalah
lingkaran biru yang seolah-olah
laksana perisai memagari tubuhnya dari
setiap senjata lawan yang menyerangnya. Beberapa batang pedang dan tombak
yang kena sambar cambuk itu terbetot
lepas dari tangan-tangan mereka
kemudian terpelanting ke udara dan
kecebur dalam air. Bluntak dari perahu pertama begitu tercium oleh sabetan
cambuk pusaka Naga Geni mulutnya
mengeluarkan jeritan merana dan
tergeletak diperahu tak bernapas lagi
dengan kulit tubuhnya terbakar hangus.
Barong Makara terus memutar
cambuknya dan melecutkannya kearah
mereka hingga satu demi satu bajak2
laut Pulau Ireng itu rebah ke perahu
dan tiap-tiap korbannya menjadi hitam
hangus ketika ajalnya lepas dari
tubuh! Tiga orang yang mencoba lari
serta terjun kelaut, tak muncul-muncul lagi tubuhnya karena tenggelam!
Demikianlah dari kedua belas
orang bajak laut itu tak seorangpun
yang tinggal hidup. Pertempuran itu
sangat hebat serta dalam waktu pendek, seolah-olah seperti dalam dongeng
khayal saja Barong Makara kemudian
memutar tubuhnya dan meluncur kembali
kearah timur, sementara ketiga perahu
itu tinggal terapung-apung dipermainkan ombak kesana-kemari. Hari itu
adalah hari pesta bagi ikan-ikan hiu
yang banyak berkeliaran ditempat itu
dan terkenal doyan daging manusia!
Beberapa jung besar dan perahu
perahu kecil lainnya berlayar ke arah barat amat lajunya seperti mengejar
larinya matahari yang kini telah
mendekati cakrawala barat. Sinarnya
telah berkurang panas dan berangsurangsur, bola api itu makin merendah
dan merendah. Namun sinarnya yang
lemah masih kuasa mengusap bendera2
Sangsaka gula kelapa yang berkibaran
ditiup angin timur dipuncak tiang
layar perahu2 armada Demak itu.
- Kakang Jagayuda, lihatlah
gugusan-gugusan hitam di utara itu! Egrang menyampaikan teropongnya kepada Jagayuda - Lihatlah dengan teropong
ini! - - Hmm, itulah gugusan pulau pulau
Karimun Jawa. Rupanya Tuhan merestui
pelayaran kita ini, adi. Tepat hari
kedua seperti yang dijanjikan oleh
kakang Mahesa Wulung dan kita sampai
di sini senja ini. Sebentar malam kita sudah dapat mendekati pulau2 itu serta
menunggu isyarat panah api dari kakang Mahesa Wulung, Begitu kita menerima
isyarat kita akan gempur Pulau Ireng
secara tiba-tiba. Begitulah, perahu-perahu armada
Demak itu bergerak dalam keremangan
sinar bintang yang bertaburan di
langit yang kelam, sekelam hati-hati
orang gerombolan bajak laut Pulau
Ireng pada malam itu tengah berkumpul
di sarangnya. Mereka itu dengan
khusuknya mengikuti upacara penerimaan anggota2 baru dari gerombolan bajak
laut Pulau Ireng, yang kebanyakan dari mereka itu sendiri dan pelarian2 orang
hukuman. Maka tak salah jika dikatakan bahwa Pulau Ireng, adalah sarang dari
segala kejahatan dan sarang setan2.
Memanglah, dihati mereka itu telah
diisi oleh setan2 yang setiap kali
menggelitik-gelitik pemiliknya untuk
dipimpinnya berbuat kejahatan. Merampok, membunuh, memfitnah, menyiksa,
mengacau negara, dan bila itu semua
telah terjadi maka setan-setan yang
bersemayam dihati orang-orang laknat
itu bersorak-sorak, menari serta
terkekeh-kekeh untuk kemudian menggelitik hati hati mereka lebih keras
lagi agar mereka tak puas-puasnya
untuk mengulang kejahatannya kembali.
Bila sudah demikian itu, mereka
tak ubahnya dengan orang-orang yang
sakit parah sukar untuk diobati,
karena yang sakit parah bukannya
jasmaniah yang tampak, tetapi rokhani
dan batin mereka itulah. Sehingga
jalan satu-satunya untuk membersihkan
hati mereka ialah dengan memanggangnya diapi neraka!
Mereka berdiri mengelilingi
sebuah unggun api dan di salah satu
sudut, duduklah di tanah beberapa
orang yang menabuh genderang-genderang
besar dengan kerasnya. Suara itu amat
gemuruh iramanya dan oleh angin malam dibawanya kemana-mana, sayup-sayup,
timbul-tenggelam menyelusuri ombak
sampai kepantai Jawa disebelah selatan sana.
Barang siapa mendengarnya, pastilah bulu tengkuk akan berdiri dan
meremang saking ngerinya. Orang orang
tua dan setiap keluarga yang tinggal
dekat pantai, akan segera membawa
masuk anak2nya kedalam rumah dan
mengunci diri rapat-rapat dan mereka
tentu akan memperingatkan anak-anaknya. - Ayo, jangan keluar2 lagi nak.
Dengar itu bunyi lampor dari Pulau
Ireng! - - Kalau kamu masih berani keluar
atau menangis dimalam ini biar nanti
dibawa oleh mereka! - Dan mereka itu, anak-anak kecil yang masih ingusan
akan segera menyerudukkan kepalanya
dibawah pelukan orang-orang tuanya,
bila sudah mendengar alunan bunyi
genderang yang sayup-sayup sampai.!
Dipinggir lingkaran sebelah utara
duduk diatas batu-batu yang diatur
rapi menghadap ke arah api unggun.
Paling tengah duduk si Cucut Merah, Ki Macan Kuping kemudian disebelah
kanannya duduk si Todak Ireng sedang
disisi kirinya duduk pula Baron
Alfonso dan disebelahnya tampaklah
seorang utusan dari kawanan bajak laut
"Iblis Merah.. dari selat Karimata yang bernama Marangsang. Ia datang
disini bersama Baron Alfonso sebagai
utusan dalam upacara tersebut.
Wajahnya yang angker dengan
hidung besar berkumis tebal membuat
siapa saja berkesan bahwa Marangsang
orang keras kepala dan kejam. Pada
ikat pinggangnya yang lebar itu, ia
memakai sebilah keris besar dan
berhulu penuh permata, juga sebilah
pistol terselip pula disitu.
Irama genderang tiba-tiba
berhenti berbareng dengan acungan
kedua tangan Cucut Merah yang kini
berdiri dengan gagahnya.
- Kawan-kawan! Upacara penerimaan
anggota baru bagi bajak laut Pulau
Ireng segera dimulai! - Suasana hening
sejenak ketika Cucut Mera membuka
gulungan kertas yang lebar.
- Sekarang maju ke depan sini,
Terawes! Sebagai anggota baru yang
pertama!" seru Cucut Merah lantang, dan dari orang-orang yang duduk
mengitari api unggun itu berdirilah
seorang berperawakan kekar, lalu
berjalan ke tengah lingkaran.
Setelah Terawes mengucapkan kata
prasetya, Cucut Merah mengambil sebuah tangkai besi yang terpendam ujungnya
dalam bara api disebuah tungku
Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disamping Cucut Merah.
- Dengan ini kau menjadi keluarga
kami, bajak laut Pulau Ireng dari
Karimun Jawa, - Cucut Merah memegang
tangan kanan Terawes dan selanjutnya
ia menempelkan ujung besi yang membara merah ke tangan Terawes sampai orang
ini mengeluarkan teriak kecil tertahan disertai wajah yang tegang
menyeringai. Bau kulit terbakar sampai ke
hidung-hidung mereka dan kini
terlihatlah lukisan tengkorak bersilang tulang dilengan kanan Terawes.
Meskipun ia masih merasa pedih, tapi
dengan bangga Terawes mengamat-amati
tanda itu dengan puas!
- Anggota yang kedua ialah
Jukung! - Orang ini pun maju ke depan dengan langkahnya yang tegap. Ketika
itu, dimana Cucut Merah sibuk menerima orang-orang baru, dua bayangan yang
melangkah-langkah amat ringan menyelinap disela-sela karang mendekati
sebuah goa batu yang berterali besi
baja. Menilik gerak yang ringan tak
bersuara dapatlah ditebak bahwa mereka adalah jagoan-jagoan silat kelas
tinggi! - Awas berhenti sebentar adi
Gagak! Lihat dipintu itu telah dijaga
oleh tiga orang bersenjata - Kita bereskan saja sekarang
kakang Makara! - desak Gagak Bangah
tidak sabar lagi.
- Betul tapi dengan jalan terangterangan, tidak mustahil kalau mereka
berteriak-teriak dan akibatnya kita
akan gagal untuk membebaskan Hang
Sakti! - ujar Barong Makara. Belum
sampai mereka berkata2 lagi tiba-tiba
Barong Makara atau Mahesa Wulung yang
terkenal bertelinga tajam itu, dengan
cepat menarik tubuh Gagak Bangah,
sampai ia terhuyung saking terkejutnya dan tubuhnya membentur dada Barong
Makara yang bidang. Gagak Bangah cepat memeluk tubuh Barong Makara, kalau
tidak pastilah ia terpelanting ke
tanah. - Maaf adi Gagak Bangah, aku tak
bermaksud mengejutkanmu. Dengarlah,
suara langkah seseorang menuju kemari.
Pasti dia anak buah Cucut Merah. Ketika memeluk tubuh Barong
Makara yang kekar, hati wanita Pandan
Arum yang selama ini dikenal oleh
Barong Makara sebagai pemuda Gagak
Bangah itu, kembali bergejolak lalu
timbul manjanya. Sekali ini ia purapura jatuh pingsan sehingga Barong
Makara dengan kebingungan cepat
menangkap tubuh Gagak Bangah yang
merosot ke bawah.
- Adi Gagak Bangah, adi . . . kau
tak apa-apa bukan" - Barong Makara
sibuk memijit-mijit kening Gagak
Bangah dan disaat itu Barong Makara
mengira bahwa sahabatnya itu betulbetul jatuh pingsan, maka untuk
menyadarkannya ia segera melepas ikat
kepala Gagak Bangah agar kepalanya
menjadi segar oleh udara yang sejuk.
Dengan mulut ternganga dan rasa
terkejut yang bukan main Barong Makara melihat satu kenyataan yang membikin-nya
terpesona. Bahkan seandainya di
saat itu ada seribu guntur yang
meledak di dekatnya, Barong Makara
tidak akan menghiraukannya, karena
yang dihadapannya kini bukan lagi
Gagak Bangah yang tampan, melainkan si Pandan Arum yang jelita berambut hitam
panjang. - Adi Ga . . . ga . . . Gagak . .
- seru Barong Makara tergagap-gagap
kebingungan. - Kakang Mahesa Wulung! - balas
Pandam Arum meyakinkan.
- Kakang Mahesa Wulung . . . aku
Pandan Arum . . kakang! - Oh Pandan Arum . . . jadi
kaulah yang selama ini telah menyamar
sebagai Gagak Bangah dan telah
berkali-kali menyelamatkanku . . . - Benar . . . kakang Wulung . . .
- Pandan Arum berkata lirih dan
merebahkan kepalanya ke dada Barong
Makara. Pandan Arum sungguh merasa
bahagia dan penuh kedamaian disaat
itu, keinginannya selama ini untuk
membuka ikat kepalanya dan berterus
terang bahwa sebenarnya ia adalah si
Pandan Arum telah tercapai.
Langkah-langkah kaki terdengar
semakin dekat. Barong Makara cepat
memberi isyarat kepada Pandan Arum dan gadis inipun cepat pula melihat bahaya
yang mengancam. Keduanya menyelinap
dibalik karang.
- Ssttt, lihat Pandan! Orang itu
membawa sebuah guci minuman. Ayo kita
sergap dia, sebelum ia tiba digoa
penjara! - Orang itu dengan enaknya
menyandang guci dan terus melangkah
tanpa curiga sedikitpun akan bahaya
yang sudah ada didepan hidungnya. Dan
bahaya itu benar-benar datang secara
tiba-tiba. Dua bayangan melesat dari
samping dan langsung menyerangnya.
Yang satu menyerang dengan totokan
jalan darah pada bahunya sedang yang
seorang lagi dengan sigapnya menyanbut guci minuman yang terpelanting dari
tubuh orang itu, ketika ia rebah ke
tanah. - Nah, sekarang biarlah aku yang
mengantar minuman ini kepada tiga
orang penjaga goa itu kakang! - kata
Pandan Arum - Dan mereka akan kubuat
tidur pulas sehari penuh! Barong Makara cuma tersenyum
mendengar kata-kata gadis ini, dan ia
kembali dibikin kagum oleh
ketrampilannya. Mula-mula Pandan Arum
menyanggul rambutnya dan ikat
kepalanya dipasang lagi dengan rapinya sehingga kini kembalilah ia sebagai
Gagak Bangah yang tampan. Kemudian
dipungutnya sebuah kantong dari ikat
pinggangnya dan sebutir bulatan hitam
diambilnya lalu dimasukkan kedalam
guci minuman itu.
- Hati-hati adi Gagak Bangah! bisik Barong Makara kepada Gagak
Bangah. - Beri aku tanda jika ada
kesulitan. - Sebentar saja, Gagak
Bangah dengan langkah yang lebar-lebar telah tiba didepan pintu goa. Ketiga
penjaga itu berseri-seri wajahnya
ketika melihat guci minuman yang
disandang oleh Gagak Bangah.
- Kawan-kawan! Yang lain-lain
pada bergembira menyambut upacara itu, semua bergembira! Nah, ini kubawa
untuk kalian seguci minuman tuak,
habiskanlah sepuas mungkin. - Ha, ha, ha, kau rupanya juga
anggota kita yang baru, ya. Aku belum
pernah melihatmu, kawan, - sapa salah seorang penjaga yang berahang besar
dengan gigi2 emas.
Yang dihadapi Barong Makara kini
bukan lagi Gagak Bangah yang tampan, melainkan si Pandan Arum yang jelita
berambut hitam, panjang dan tergerai dibahunya.
- Ya, aku memang baru disini,
tapi tak ada salahnya bukan jika aku
memberi minuman itu untuk anda" Tanpa berkata lagi, mereka
menerima guci itu serta meminumnya
bergantian sangat rakusnya - Wah,
segar sekali ini, kawan. Terima kasih
. . . teri ... ma . .. ka . . . sih ..
. . - Obat pulas tidur Gagak Bangah
sungguh cepat kerjanya. Ketiga orang
itu setelah minum beberapa teguk, maka satu persatu jatuh terkulai ketanah
dan tidur puas.
Dari mulutnya terdengar dengkur
yang berirama, Gagak Bangah memungut
kunci pintu dari ikat pinggang salah
seorang penjaga yang kini tidur pulas
itu. Barong Makarapun segera berlari
kepintu goa setelah Gagak Bangah
memberikan isyarat "aman" kepadanya.
Dengan mudahnya mereka membuka
pintu besi, kemudian keduanya cepatcepat masuk disebelah kamar beralaskan lantai batu karang yang licin,
terlihatlah oleh mereka sesosok tubuh yang terkulai dilantai dengan muka dan
kulitnya yang pucat pasi.
- Oh, itulah kanda Hang Sakti, bisik Barong Makara.
- Ya, kasihan dia. Ayo cepat kita
tolohg dia, Kakang Makara. - Gagak
Bangah mengeluarkan lagi kantongnya
dan sebuah bungkusan kecil berisi
serbuk putih diambilnya dari dalam.
- Rupanya makanan yang diberikan
oleh bajak-bajak laut ini tidak
dimakannya, kakang Makara. Lihatlah
semuanya masih utuh dan air
minumnyapun masih penuh. - Beratkah sakitnya itu, adik" satu pertanyaan cemas terlontar dari
bibir Barong Makara, sedang Gagak
Bangah yang ditanya itu cuma
menggeleng-gelengkan
kepala. Ia memijit-mijit kening Hang Sakti
seperti yang pernah diajarkan oleh
bibinya Nyi Sumekar dari lereng gunung Muria.
- Untunglah ia punya daya tahan
yang hebat. Totokan jari Ki Macan
memang berbisa, kalau saja kanda Hang
Sakti ini orang lumrah saja, pasti ia
akan lumpuh selama-lamanya. Aku akan
coba menyembuhkannya dengan obat ini.
Dan tolong angkatkan kepalanya,
kakang. Biar kuminumkan segera obat
ini kemulutnya. Beberapa saat kemudian setelah
meminum obat itu tampak perubahan pada tubuh Hang Sakti. Darah yang mulai
mengalir lancar menyebabkan kulit tubuhnya berangsur-angsur pulih berwarna merah tembaga, kemudian pelan-pelan ia
mulai duduk dan berdiri dengan
sempurna. Sesaat itu pula ketiganya
saling menceriterakan pengalamannya
masing-masing. Meskipun sambil
bercakap-cakap, telinga Barong Makara
yang tajam itu dapat pula mendengar
langkah-langkah orang mendekati
tempatnya. - Awas ada yang datang! Seru Barong Makara itu sudah cukup
mengagetkan mereka maka ketiga orang
itupun bersiaga memasang kuda-kuda,
siap menghadapi setiap bahaya. Namun
dua bayangan yang mendatang itu lebih
dulu menegur mereka. Bayangan yang
seorang amat ramping dan yang seorang
lagi bertubuh tinggi bersenjata
sebilah dayung.
- Kanda Hang Sakti
- teriak bayangan yang ramping sambil
menghambur dan memeluk Hang Sakti. Oh kau tak apa-apa kanda. - Berkat pertolongan dinda Barong
Makara dan Gagak Bangah ini, kanda
dapat selamat. Nurlela, bagaimana kau
bisa cepat sampai disini" - tanya Hang Sakti kemudian.
- Aku melihat sinar api unggun
mereka kanda. Sehingga untuk mencari
tempat ini tidaklah terlalu sukar! kata Nurlela - Juga aku membawa kabar yang baik, yang kita nanti-nantikan! - Maksdumu" - sela Hang Sakti tak
sabar. - Armada Demak yang dipimpin
Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
oleh Jagayuda telah tiba dan sekarang
mereka mulai mengepung Pulau Ireng
ini! - Wajah-wajah mereka berseri
mendengar penuturan Nurlela ini,
karena memang hal inilah yang mereka
tunggu-tunggu. Gerombolan bajak laut
Pulau Ireng memang terlalu banyak jika banyak dihadapi oleh mereka berlima,
meskipun kesemuanya terbilang jagoan
jagoan silat utama.
- Kangmas Barong Makara, isyarat
panah api tanda penggempuran
dinantikan oleh kakang Jagayuda! ujar Egrang memecah kesunyian. Kapankah kita menyerbu" - Ya, sebentar lagi kita gempur
mereka. Tapi marilah kita berunding
dahulu! - Maka kelima orang itu tampak sibuk mengatur siasat sampai beberapa
saat lamanya. Kini Barong Makara
tampak memberikan petunjuk-petunjuk.
- Nah, kiranya cukup jelas bukan"
Kalian berpencar dan aku akan masuk ke tempat mereka, ke
tengah upacara mereka. Jika kalian lihat panah api
melesat ke udara, serbulah mereka
dengan segera! - Selesai berkata,
merekapun berloncatan berpencar dan
lenyap dalam kegelapan malam dibatubatu karang yang bertonjolan bagai
kepala2 hantu. Barong Makara segera dengan
mengetrapkan aji
"Bayu Rasa"
berloncatan amat lincahnya bagai
kijang dari batu karang yang satu
kekarang yang lain dan setelah mendaki
satu tebing karang yang terjal,
tibalah ia ditempat upacara itu.
Jauh dimukanya, disebuah tempat
yang cukup sukar ditemukan,
terlihatlah bajak-bajak laut yang
duduk mengelilingi api unggun besar.
Rupanya upacara mereka telah selesai,
karena beberapa pasangan, bajak laut
telah mulai mempertunjukkan permainan
silatnya. Satu pasang diantaranya,
ialah Telawes melawan Dukung
bertanding dengan menggunakan dayung
perahu sebagai senjata. Keduanya amat
tangguhnya sampai pertandingan
berjalan beberapa jurus gebrakan.
Diam-diam tamu dari selat Karimata yapg ber-nama Marangsang itu
tersenyum hambar melihat pertandingan
silat mereka, karena permainanpermainan itu sudah terlalu biasa
baginya. Cucut Merah yang melihat
senyum hambar tamunya itu, cukup
mengerti akan perasaan-perasaan
Marangsang, maka didekatinya tamunya
itu. - Maaf tuan Marangsang. Apakah
kami dapat memberikan kehormatan
untukmu" - Cucut Merah bertanya sambil duduk disebelah Marangsang.
- Kehormatan, bagaimana maksud
tuan" - - Bolehkah kami mengetahui
ketangkasan yang tuan punyai"
- Mendapat pertanyaan begitu Marangsang menjadi lebar senyumnya.
- Ya, boleh, boleh. Aku memang
sudah menyiapkannya tuan Cucut Merah.
Nah, suruhlah salah seorang anak buah
tuan untuk melemparkan ayam panggang
ini,ke udara. Nanti aku akan
memperlihatkan satu permainan kepada
tuan! - Kata Marangsang kepada Cucut Merah seraya menyampaikan sebuah ayam
panggang utuh. Semua mata terpaku pada ayam panggang yang pindah dari tangan
Cucut Merah ke tangan salah seorang
perajuritnya. Mereka bertanya-tanya
dalam hati, apakah yang bakal
dipertunjukkan oleh Marangsang dari
selat Kalimantan itu.
Barong Makarapun yang bersembunyi
diatas tebing karang itu, diam-diam
bertanya pula didalam hatinya. Kini
anak buah Cucut Merah memegang ayam
panggang itu, ketika terdengar dengan
aba2 - Lempar! - iapun dengan cekatan melemparkannya ke
udara. Bersamaan
dengan itu, Marangsang bergerak dengan kecepatan yang sukar diikuti oleh mata
dan tiba2 terdengar suara letusan
memekakkan telinga, memenuhi udara
malam itu. Asap berkepul dari laras
pistol yang dipegang oleh tangan kanan Marangsang, berbareng dengan itu dari
atas jatuhlah ayam panggang tadi tanpa kepala dan leher lagi! Mulut-mulut
mereka, para bajak itu melongo bundar
menyaksikan ketangkasan Marangsang
menembak dengan pistol. Mereka pada
kagum akan kehebatan tembakan yang
dapat memutuskan kepaia dan leher ayam panggang tadi. Itupun baru sasaran
yang kecil, apa lagi untuk sasaran
yang lebih besar seperti manusia
mjsalnya, pastilah lebih mudah lagi!
Melihat mereka melongo itu, Marangsang ketawa lebar.
- Nah tuan Cucut Merah, itulah
pertunjukan yang telah kujanjikan
untuk kawan2 dari PuIau Ireng.
Sekarang, apakah tuan juga berkenan
pula memperlihatkan permainan tuan" - Ha, ha, ha, tentu, tentu!
Baiklah, akupun ingin bermain-main
dengan ayam panggang ini! - ujar Cucut Merah seraya memberikan sebuah ayam
panggang kepada seorang anak buahnya.
Begitu terdengar aba2 - lempar disusul ayam panggang yang melayang ke udara, Cucut Merah bergerak pula
mencabut pisau belati dari
pinggangnya, kemudian dilemparkannya
pula ke udara. Sungguh mengagumkan
gerak cepat Cucut Merah. Iapun
menyeringai bangga karena lebih2
ketika ayam panggang itu jatuh
berdebuk ditanah, ia sudah membayangkan bahwa dada ayam panggangnya pasti
tertembus oleh belati panjangnya dan
mulut2 tentu pula pada melongoh kagum.
Tapi tiba2 terdengar teriakan gaduh
dari anak2 buahnya ketika mereka
melihat ayam panggang yang baru jatuh
itu. Tidak hanya belati panjang Cucut
Merah saja yang tertancap disitu tapi
juga sebuah anak panah tertancap
tembus disamping belati itu.
Terbeliak lebar mata Cucut Merah
melihat anak panah yang menancap
disamping belatinya pada dada ayam
panggang itu, sampai ia diam2
menggerutu didalam hatinya. - Hmm,
setan mana yang berkepandaian seperti
ini" - - Hee, siapa yang membuat lelucon
ini! - Cucut Merah berteriak nyaring berkumandang ke batu2 karang yang
terjal disusul kemudian satu jawab
akan disertai sebuah bayangan yang
melayang turun dari atas batu karang.
- Maaf Cucut Merah, akulah yang
membuat lelucon
itu, karena aku
menjadi tertarik oleh permainan
kalian! - Ujar bayangan itu yang kini berdiri dengan gagahnya.
- Barong Makara! - teriak ngeri
terlontar dari mulut2 bajak laut yang
melihat tamunya mengenakan kedok pada
mulutnya bergambar Makara kuning emas.
- Apa maksudmu mengganggu upacara
ini" - kembali Cucut Merah berteriak jengkel melihat kedatangan Barong
Makara yang tiba2 itu
- Jangan marah Cucut Merah, aku
kemari ingin turut bermain2 dan
sekaligus mengatakan bahwa perbuatanmu selama ini sudah ..cukup banyak
dosanya. Oleh sebab itu kau harus
kutangkap sekarang juga! - Persetan! Kau bilang mau
menangkapku" Ha, ha, ha, tak guna kau
berceramah dihadapanku, sebab kau yang berdiri disini ini tak ubahnya dengan
seekor tikus yang berada ditengah2
kucing ganas dan siap mengganyangmu! - Bagus! Kalian boleh
mengganyangku bila kalian dapat
menandingi panahku ini - jawab Barong Makara sambil memasang sebatang anak
panah yang ujungnya terbalut kain dan
basah oleh minyak bakar, kemudian
dinyalakannya dengan api unggun yang
dikelilipgi para bajak laut itu.
- Yah, sekarang lihatlah panah
apiku ini baik2" - Selesai berkata,
Barong Makara menembakkan panas api
itu ke udara yang melesat dengan
kencangnya bagai
hajilintar yang
menyambar. Belum lagi mereka selesai
mengagumi papah api itu,; tiba2
terdengar dentuman meriam yang
bertubi2 datangnya, Sebentar api
berkobar-kobar hebat dari tepi pantai Pulau Ireng
- Terbakar! Kapal2 kita terbakar!
- teriak salah seorang anak buah Cucut Merah yang berlari2 dari arah. selatan
- Hee, kalian sudah terkepung! Ayo
menyerah semuanya!" teriak Barong Makara lantang mengejutkan.
- Kurangajar! Ayo, anak2 tangkap
setan Barong Makara ini! Mampuskan
dia! - seru Cucut Merah kepada anak
buahnya. Empat orang bergerak
menangkap Barong Makara tetapi belum
lagi sampai empat langkah maju, Barong Makara memutar cambuknya yang dilolos
dari pinggangnya dan keempat orang
bajak laut itu jatuh terbanting ke
tanah, mati ketika putaran cambuk
Barong Makara menyambar mereka. Semua
mata terbalik lebih2 Ki Macan Kuping
yang melihat cambuk Naga Geni menyala
biru kehijauan ditangan Barong Makara.
Maka tak heranlah bila keempat orang
itu tewas dengan kulit yang terbakar
hangus mengerikan.
Melihat keempat anak buahnya mati
dengan sebuah gebrak saja, Cucut Merah segera menyerang Barong Makara dengan
sepasang senjata ampuhnya, yaitu
penggada pipih berduri berasal dari
moncong ikan cucut gergaji. Barong
Makara lebih berhati2 kini, meskipun
beberapa waktu yang lampau ia pernah
mengadu tenaga dengan tangan kosong
melawan Cucut Merah, bahkan sekaligus
mengalahkannya.
Tetapi kini dengan senjata ampuhnya itu Cucut Merah yang
sekarang lain dengan yang dulu.
Gerakan sepasang senjatanya itu terasa mengeluarkan hawa panas. Kedua orang
itu kini terlibat dalam satu
pertempuran yang hebat.
Ketika Ki Macan Kuping, Todak
Ireng, Baron Alfonso, Marangsang dan
beberapa orang lagi bergerak melingkar untuk mengepung Barong Makara, mereka
menjadi buyar berpencaran karena
beberapa bayangan lagi telah meloncat
dari batu2 karang langsung menyerang.
Sekarang terjadilah ditempat itu
medan pertempuran yang dahsyat
ditambah dengan menyerbunya pasukan
armada Demak yang telah mulai mendarat dipulau tersebut.
Ketika Egrang yang bersenjata
dayung itu meloncat dari atas batu
karang serta menyerang pengepungan2
Barong Makara, ia melihat salah
seorang diantaranya yang bersenjata
pula sebatang dayung. Sehingga iapun
memilih orang ini sebagai lawannya.
Orang ini yang tak lain adalah
Terawes, menyambut serangan Egrang
Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan putaran dayungnya seperti
baling2 berdesingan.
Disebelah lain, Hang Sakti yang
bersenjata keris besar itu, berhadapan dengan Baron Alfonso yang berpedang.
Kedua musuh lama ini bertempur
sungguh-sungguh untuk lebih dulu
menjatuhkan lawannya.
Tak jauh dari tempat itu pula,
Gagak Bangah berhadapan melawan
Marangsang. Kali ini Marangsang
memperlihatkan permainan kerisnya yang luar biasa, tapi lawannya, yang
kelihatan lebih muda ini, cuma
bersenjata selembar selendang jingga,
bergerak lincah mematuk matuk seperti
seekor ular. Sambil bertempur, mata Gagak
Bangah sekali-sekali melirik kearah
timur karena disana, pendekar wanita
Nurlela bertempur gigih melawan
seorang bajak laut yang bersenjata
tombak bernama Jukung. - Sedang Ki
Macan Kuping belum mendapat pasangan
bertempur dan ia dengan sombongnya
berjalan seenaknya.
Sekali2 ia menetapkan pedang
lebarnya kepada perajurit2 armada
Demak yang mencoba menyerangnya.
Perajurit-perajurit ini meski
bertempur dengan gigihnya, tak urung
sia-sia melawan Ki Macan Kuping yang
bukan tandingannya. Satu, dua, mereka termakan oleh sabetan pedang Ki Macan
Kuping dan berkaparan mati jatuh
ketanah. Jauh disebelah selatan sana,
Jagayuda memimpin pendaratan pasukanpasukan armada Demak dan pedangnya
diputar seperti musaran angin menembus pertahanan bajak-bajak laut itu.
Sekali-sekali masih terdengar
dentuman-dentuman meriam dari perahuperahu jung armada Demak ke daratan,
meruntuhkan pertahanan pertahanan
bajak laut Pulau Ireng. Dengan begitu
maka pendaratan berjalan lebih lancar
lagi. Sepasukan perajurit Demak yang
terlatih berjajar rapih dengan senapan senapan ditangannya.
Serentak mereka memasang,
kemudian menembakkan senapannya
bersama-sama seperti bunyi petir dan
peluru timah beterbangan diikuti
kilatan-kilatan api yang menyembur
dari laras laras bedil. Bagai batangbatang pohon pisang yang ditebas oleh
parang, maka seketika itu juga
berjatuhanlah bajak-bajak laut Pulau
Ireng ke tanah dengan tak bernyawa
lagi. Susunan pertahanan pantai
banjak-bajak laut itu berhasil dijebol juga pada akhirnya. Mereka langsung
menyerbu ke tengah pulau, ke pusat
pertahanan bajak laut Pulau Ireng.
Sungguh tak dinyana dalam
hidupnya bahwa Egrang seorang tukang
kedai minuman yang selama itu ditindas oleh orang-orang bajak laut Pulau
Ireng kini telah bangkit dan bersama
ksatrya2 armada Demak bertempur
menumpas mereka.
Lawan yang dihadapinya sungguh
seimbang lebih2 mereka menggunakan
senjata yang sama, maka pertempuran
itu berjalan amat serunya menghabiskan belasan jurus. Lawan Egrang lebih
menitik beratkan tenaga jasmaninya
dalam serangan2nya sedang Egrang
disamping tenaga jasmani juga siasat
dan tipu daya dipergunakan sebaik2nya.
Suatu ketika, Egrang memnutar
dayungnya ke arah bawah membabat kaki Terawes, sementara dalam
hati ia berharap bahwa lawannya akan meloncat
tinggi untuk menghindari lawannya.
Cepat sekali harapannya, Terawes
benar2 menggenjotkan tubuhnya keatas
dan bagai daun yang kering ia
mengambang diudara. Maka selagi
Terawes dalam keadaan begitu Egrang
mempergencar serangannya, sampai
lawannya terkatung cekakaran di udara.
Terawes mengutuk sejadinya lalu
melontarkan tubuhnya ke belakang siap mendarat ditanah. Tapi Egrang terus
mendesaknya dengan putaran dayungnya
dan begitu kaki Terawes mendarat
ditanah, Egrang melihat satu
pertahanan lawan yang lowong maka ia
membabatkan Dayungnya kearah dan
"Breet!". Suara sobekan terdengar disusul tubuh Terawes terhuyung dengan
mengerang. Bagai tak percaya ia meraba perutnya tapi kali ini ia tidak mimpi.
Darah segar mengucur dari luka
perutnya yang menganga ngeri akibat
dari sabetan ujung dayung Egrang yang
pipih setajam pedang. Sesaat
pandangannya gelap dan kemudian
tubuhnya ambruk ke tanah tak bernyawa.
Satu kejadian disusul oleh kejadian
lain yang lumrah dalam setiap
pertempuran. Egrang yang belum lama
menikmati kemenangannya atas Terawes,
tiba2 ia merasa kesiur angin deras
dari arah samping. Secepatnya ia
mencoba mengelak dengan tangkisan
dayungnya, tapi terlambat sudah! Todak Ireng yang bersenjata tongkat besi
telah menyerangnya dan Egrang
merasakan ujung tongkat besi itu
menggempur pinggangnya bagai hantaman
dinding baja dan Egrang jatuh
terpelanting ke tanah dengan nafas
yang kempis2. Melihat lawannya jatuh, Todak
Ireng segera mengangkat tongkat
besinya tinggi2 untuk segera
dihunjamkan ketubuh Egrang. Egrang
memejamkan mata dan pasrah kematiannya ke tanganTuhan Yang Maha Besar. Meski ia
bakal mati, iapun rela karena
matinya dalam pertempuran menegakkan
keadilan dan kebenaran. Tetapi
terdengar suara, - Trangng! - dan
Egrang membuka mata. Ternyata serangan dari Todak Ireng yang ganas itu telah
digagalkan oleh sabetan pedang
Jagayuda hingga Todak Ireng terpaksa
menangkisnya dengan tongkat besinya.
Dengan begitu Egrang yang sudah luka
parah itu terbebas dari maut. Kini
sambil memaki-maki Todak Ireng mendapat lawan yang kelewat tangguh meski
tongkat besinya ganas menusuk dalam
kecepatan yang luar biasa, tetapi
Jagayuda memutar tubuhnya dengan
rapat, tanpa sedikitpun yang bisa
ditembus lawannya.
Di tempat lain, melihat Egrang
terjatuh luka parah itu, Gagak Bangah
lebih memperhebat serangannya, karena
ia ingin cepat-cepat menjatuhkan
lawannya dan segera menolong Egrang.
Ia merasa menanggung jiwa Egrang dan
keselamatannya. Suatu ketika tusukan
keris Marangsang dapat dihindarkan dan tahu-tahu ia melecutkan selendangnya
ke arah keris lawan, sekaligus
melibatnya dan seperti belitan seekor
ular keris itu tak berhasil ditarik
oleh Marangsang.
Tanpa terduga, Gagak Bangah
menghentakkan selendangnya itu dengan mengerahkan segenap tenaga
simpanannya. Marangsang yang tidak
mengira gerakan Gagak Bangah, tanpa
ampun tubuhnya terpental ke udara
mengikuti arah tarikan selendang Gagak Bangah kemudian tubuhnya berdebuk
keras jatuh keatas batu-batu karang.
Marangsang meringis-ringis kesakitan
dan sambil merangkak-rangkak ia
menjauh dari Gagak Bangah.
Sementara itu Ki Macan Kuping
yang belum mendapat lawan melihat
Gagak Bangah menjatuhkan Marangsang
maka ia cepat-cepat melesat ke arah
pemuda ini langsung membacokkan pedang lebarnya ke arah kepala Gagak Bangah.
Untungnya pemuda ini tak kurang
waspadanya, begitu sambaran pedang Ki
Macan Kuping hampir singgah
dikepalanya tiba-tiba ia mundur
selangkah ke belakang hingga pedang
itu membacok udara kosong.
Diam-diam ia merasa kagum melihat
serangan mautnya bisa mudah
dihindarkan oleh lawan. Selagi ia
memperbaiki sikapnya, tahu-tahu tangan kanannya serasa disamber geledeg
sakitnya seperti sengatan seribu kala
berbisa. Tidak lain itulah akibat pukulan
ujung selendang jingga Gagak Bangah
yang menyambar lengan kanannya.
Pedangnya tak kuasa
lagi digenggam, dan jatuh ke tanah. Seribu kali ia mengutuk dalam hati melihat tangan
kanannya begitu mudah
dilumpuhkan oleh ujung selembar
selendang saja. Tetapi dasar ia tokoh
jagoan silat kelas utama, meskipun
keahliannya diabdikan untuk kejahatan.
Maka begitu pedangnya jatuh ke tanah
dan tangan kanannya lumpuh, maka
secepatnya itu pula ia meliukkan
badannya ke bawah dan tahu-tahu tangan kirinya menyambar pedangnya yang jatuh
ditanah sekaligus diputarnya bagai
pusaran angin prahara mengerikan.
Ternyata tangan kirinya sama
baiknya dalam memainkan pedang, malah boleh dikatakan tangan yang kiri itu
sedikit lebih baik dari yang kanan.
Memang hebat Ki Macan Kuping ini, dan
inilah pula yang membikin Gagak Bangah tergetar hatinya. Ketika tangan
kanannya lumpuh. Ki Macan Kuping
menyalurkan segenap tenaga dalam dan
tenaga cadangannya ke
tangannya sebelah kiri, hingga tak usah heran
jika yang kiri itu kelihatan lebih
hidup. Gagak Bangah sedikit demi sedikit
merasa terdesak oleh putaran pedang Ki Macan Kuping. Namun ia tetap bekerja
dengan keras. baginya lebih baik mati
dimedan laga dari pada lari.
Barong Makara melirik ke arah
Gagak Bangah yang makin kerepotan
menghadapi Ki Macan Kuping. Rasanya ia ingin membagi dirinya menjadi dua agar
disamping ia bertempur melawan Cucut
Merah, dapat pula ia menolong
kekasihnya, si Pandan Arum yang tidak
lain adalah Gagak Bangah sendiri.
Cucut Merah simata tajam dapat
mengetahui pikiran serta perhatian
Barong Makara terbagi sebagian kepada
Gagak Bangah maka ia mempergunakan
kesempatan yang sekiias itu sebaikbaiknya. Sepasang senjata ampuhnya
disabetkan berbareng. Satu mendatar ke arah perut Barong Makara, yang kanan
tegak lurus dari atas ke bawah siap
membelah kepala.
Boleh dipastikan jika bukan
Barong Makara yang mendapat serangan
demikian pastilah orangnya akan tewas
seketika diujung duri-duri beracun
dari senjata Cucut Merah itu. Serangan itu memang mengejutkan datangnya,
namun Barong Makara tak kehilangan
akal ia surut kebelakang dua langkah,
kemudian ia memutar cambuknya miring
kekanan untuk menyongsong serangan
Cucut Merah. Akibatnya hebat luar
biasa! Ketika Barong Makara meloncat
ke belakang dua langkah itu, senjata
Cucut Merah hanya sempat menggores
baju lawannya, namun itupun bagi
Barong Makara sudah merupakan keadaan
yang luar biasa.
Biarpun ia tak terluka kulitnya
oleh senjata Cucut Merah, tetapi
pengaruh racun bisa dari senjata
Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berduri terasa pengaruhnya pada kulit
lengan, panas kesemutan! Itulah
sebabnya ia memutar cambuknya miring
ke kanan untuk memusatkan serangan
balasannya. Cucut Merah menyilangkan kedua
senjata itu ke muka untuk membendung
putaran cambuk Naga Geninya Barong
Makara. Sayang gerak cambuk itu amat
lincah seperti ular, biarpun
ditangkis, ia tetap meluncur dan
menerobos pertahanan Cucut Merah untuk kemudian menerjang dada.
Seketika Cucut Merah terpelanting
ke belakang dan jatuh terkapar
ditanah. Ia mencoba berjongkok dan
mengatur jalan napasnya yang sudah
sengol-sengol sementara dadanya
menjadi merah hitam hangus seperti
daging satai! Usahanya tadi sia-sia
belaka yang terjadi bukan keadaannya
yang bertambah baik, malahan dari
dadanya terasa ada sesuatu yang
bergolak ingin keluar. Cucut Merah tak dapat lagi bertahan, tubuhnya kembali
jatuh terkapar dengan mata terbelalak, sedang mulutnya melontakkan darah
kental merah hitam warnanya dan sesaat kemudian ia menghembuskan napasnya
yang terakhir! Begitulah kepala bajak laut dari Pulau Ireng itu akhirnya
menemui ajalnya juga.
Sementara ini Hang Sakti tetap
gigih menyerang Baron Alfonso yang
berbaju besi itu. Sebuah babatan
pedang orang Portugis ini yang
mengarah kepala Hang Sakti dapat
dielakkan dengan manis dan keris besar Hang Saksi menangkis pedang itu sampai
kedua senjata itu seperti melengket
menjadi satu karena masing2 menekankan tenaga dalam ke arah senjatanya.
Kali ini pendekar Malaka itu
berpikir cemerlang, keris yang melekat dengan pedang lawan itu diputar ke
kanan sehingga mau tidak mau pedang
Baron Alfonso juga terpaksa ikut
terputar. Kemudian secara tiba-tiba
Hang Sakti menghentakkan kerisnya
keatas sampai berakibat hebat. Pedang pendekar Portugis itu terbetot dan
terpental ke atas sampai Baron Alfonso sendiri hampir-hampir tak percaya
menyaksikannya.
Ketika itu, disaat Baron Alfonso
melongo mengikuti pedangnya melayang
keudara, Hang Sakti mengirimkan
tusukan kerisnya ke arah ketiak lawan yang tidak terlindung oleh baju
logamnya dan ditunjamkan terus ke
dalam sampai masuk separo lebih.
Teriak ngeri keluar dari mulut Baron
Alfonso disusul tubuhnya yang
menggeliat disertai darah merah segar
menyemprot dari lukanya. Setelah
terhuyung-huyung Baron Alfonso rebah
ketanah, mati. Berbareng rubuhnya Baron Alfonso,
disebelah timur terdengar pula jeritan maut. Jukung termakan lehernya oleh
sabatan pedang Nurlela. Pendekar
wanita dari Malaka ini, tak kalah
lincahnya dengan Hang Sakti kakak
kandungnya. Meski begitu disaat-saat terakhir
sebelum roboh, Jukung masih sempat
menggerakkan tombaknya hingga ujungnya menggores lengan kiri Nurlela sampai
gadis ini terpekik kecil. Melihat
adiknya terluka itu, Hang Sakti
meloncat dan menolong adiknya dengan
segera sebab tubuh Nurlela itu terasa
menjadi dingin serta menggigil. Memang tombak Jukung itu tak boleh dianggap
ringan. Hati kecil Gagak Bangah ikut
terpekik melihat Nurlela termakan
racun tombak si Jukung. Tapi iapun
kini juga berjuang mati-matian karena
makin terdesak oleh Ki Macan Kuping.
Disaat yang paling berbahaya dari
serangan pedang Ki Macan Kuping,
mendadak satu bayangan berkelebat
langsung menyongsong serangannya dan
untuk ini Ki Macan Kuping terpaksa
menarik kembali pedangnya disertai
maki-makian terhambur dari mulutnya.
- Barong Makara! Kurang ajar, kau
lancang mencampuri urusanku, setan! teriak Ki Macan Kuping marah. - Dasar pengecut, mengapa kau tutup wajahmu
itu ha" Ayo, lepaskan kedokmu, biar
aku menatapmu sepuasnya sebelum kau
mampus oleh pedangku ini! - Hemm, baik Ki Macan Kuping! Kau
sekarang boleh melihat wajahku, tapi
ingat! Musuh yang telah melihat
wajahku yang sebenarnya, harus mati
disaat itu juga. Nah. inilah wajahku
yang kau inginkan! - Barong Makara
pelan-pelan menarik kedok yang menutup hidung dan mulutnya ke bawah sampai
wajahnya kelihatan penuh.
Ki Macan Kuping semula sudah
merasa gelisah apalagi setelah Barong
Makara rnemperlihatkan wajahnya, satu
teriakan heran bercampur ngeri
menyembur dari mulutnya, bagai orang
yang melihat hantu kubur. - Mahesa
Wulung"! Kau . . ."! - Ya, akulah Mahesa Wulung yang
akan membalaskan kematian kakang
Gangsiran. Kau telah membunuhnya di
Alas Roban dengan jarum bisamu secara
curang. Sekarang bersiaplah buat
bertempur mati-matian!
- Selesai ucapannya, Barong Makara memutar
cambuk Naga Geninya lebih dahsyat
sampai menimbulkan kesiur angin yang
panas. Demikian juga Ki Macan Kuping
memperhebat sabetan pedangnya. Baginya saat inilah yang dianggap paling
penting dari hidupnya, kalau saja ia
berhasil merobohkan Barong Makara, ada harapan besar bahwa hidupnya dapat
diselamatkan. Baru beberapa jurus
bertempur, Ki Macan Kuping sudah
merasakan kehebatan Barong Makara atau yang lebih dikenalnya sebagai Mahesa
Wulung. Tak mengira bahwa orang armada itu sudah mempunyai kesaktian yang
tinggi, maka tak heran bahwa Cucut
Merah sahabatnya yang biasa malang
melintang dilautan Jawa, begitu mudah
dirobohkan oleh Barong Makara.
Keduanya terus bertempur, siasat lawan siasat, ketrampilan lawan kegesitan
sampai akhirnya terasa bahwa Ki Macan
Kuping makin terdesak. Sebuah tebasan
pedang kearah kaki Barong Makara
dilancarkan tiba2, hanya saja Ki Macan Kuping salah hitung karena serangan
itu dengan mudah dielakkah oleh Barong Makara yang menggenjotkan tubuhnya ke
atas .. . dan sabetan pedang itu lewat dibawah kaki nya satu tombak jaraknya!
Bagai gerak burung camar meniti
ombak, tubuh Barong Makara melayang
turun seraya memutar cambuknya ke arah bawah dan Ki Macan Kuping tak sempat
lagi menghindar sekali ini! Ujung
cambuk pusaka Negara Negi menyambar
kepala Ki Macan Kuping berbareng
teriakan ngeri mengumandang diudara
malam mengejutkan siapa saja, terutama Gagak Bangah yang dengan cemas
menyaksikan pertempuran itu sejak
jurus yang pertama.
Pedang lebar terlepas dari tangan
kiri Ki Macan Kuping, begitu pula
kedua matanya menjadi merah seperti
terbakar serta kepalanya merah hangus
pula. Tak lama kemudian sesudah darah
kental mengalir dari hidung dan
telinga, Ki Macah Kuping tersungkur ke tanah tak bernapas lagi. Sementara itu
pertempuran terus berkecamuk hebat.
Pasukan2 armada Demak tambah
bersemangat melihat tokoh2 utama
gerombolan bajak laut Pulau Ireng
telah dirobohkan mati sedang
sebaliknya para bajak laut itu
bertambah kecut hati dan hilang
semangatnya, maka tak lama kemudian
sebagian dari mereka telah membuang
senjatanya lalu menyerah kepada
pasukan2 Demak.
Sebagian yang masih membandel
dengan mudah ditumpas tanpa ampun.
Melihat kejadian tersebut, Todak Ireng merasa tak ada harapan lagi untuk
menang dalam pertempuran itu, cepat ia memutar tubuhnya ke
belakang dan mengambil langkah seribu. Jagayuda
yang tak mengira bahwa musuhnya itu
berhati pengecut, tidak akan
membiarkan Todak Ireng lari begitu
saja. Dengan memusatkan segenap
tenaganya, pedang yang ditangan itu
dilemparkannya ke arah Todak Ireng,
merupakan seleret sinar putih memburu
sasarannya dengan jitu. Tubuh Todak
Ireng menggeliat dan terhenti larinya
dan dari mulutnya keluar jerit merana, karena dipunggungnya terhunjam tembus
sebilah pedang hasil
lemparan Jagayuda. Berdebuk tubuh Todak Ireng
terhempas ketanah, mati.
Pertempuran sesaat mereka
kemudian berakhir dengan kemenangan
dipihak armada Demak. Perajurit2 sibuk menolong yang luka2 dengan seksama. Di
sana-sini tampak mayat bergelimpangan
amat mengharukan.
Disela kesibukan itu, tampak dua
usungan diangkat oleh perajurit2
Demak. Mereka itu ialah Egrang yang
luka parah dan yang seorang lagi ialah Nurlela, pendekar wanita Lengan
kirinya terluka mengujurkan darah,
kelihatannya sepele saja tapi dari
wajahnya yang pucat pasi itu, dapatlah ditebak bahwa ia terkena racun
berbisa. Gagak Bangah berjalan disisi
usungan Nurlela untuk menjaganya.
Yang luka2 semua telah diangkut
ke perahu2 dan dirawat dengan teliti.
Malam itu semua lampu di perahu2
armada Demak dinyalakan, menimbulkan
pemandangan yang indah, berkelip2
seperti api kunang2. Jagayuda sibuk
memberi petunjuk2 kepada perwra2 laut
lainnya. - Nah, jelas bukan" Menjelang
subuh kita berlayar, kembali ke Jepara dan enam perahu jung itu beserta awak
kapalnya untuk sementara tetap tinggal di Karimun Jawa sini, sampai tempat
ini bersih sama sekali dari kaki
tangan bajak laut Pulau Ireng. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
Barong Makara yanng berlari2 ke pantai
- Hee, kakang Makara, ada yang telah terjadi" - teriak Jagayuda heran,
begitu pura para perwira lainnya tak
kalah herannya.
- Ayo, adi Jagayuda dan kawan2
ikuti aku ke pantai, cepat2! kepantai
- Mereka segera berlarian ke pantai dan tampaklah disinar terang bulan
sebuah sampan kecil telah berdayung
jauh ditengah laut berisi tiga orang.
- Hai siapa itu yang bersampan disana!
- teriak Jagayuda.
- Haa, ha, ha, akulah Marangsang
dari selat Karimata! Awas kalian
jangan bertepuk dada terlalu bangga!
Aku belum mampus oleh kalian.
Tunggulah, suatu ketika kita bertemu
lagi dan aku balas semua kekalahan!
Ha, ha, ha, ha,! - Bayangan perahu
makin mengecil, menjauh dan lenyap
disebelah barat.
- Hmm, itulah Marangsang dari
kawanan bajak Iblis Merah! Aku tadi
sedang berjalan2 dan melihat tiga
bayangan mengendap2 dipantai dan
rupanya itulah mereka! - ujar Barong
Makara - Tapi biarlah, kita masih
punya pekerjaan yang lebih penting.
Mari, siap-siaplah untuk pelayaran
subuh nanti. Merekapun kembali ke
perahu masing2. Ketika langit ditimur diusap oleh
warna merah lembayung iring2an perahu
armada Demak berlayar meninggalkan
Karimun Jawa menunggu ke tenggara,
Pendekar Naga Geni 2 Rahasia Barong Makara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk kembali kepangkalan armada di
Jepara. Disebuah, kamar didalam perahu jung Barong Makara, disebuah tempat
tidur berbaringlah Egrang dengan
pinggangnya dibalut oleh kain putih.
Ia tersenyum-senyum ketika memandang
sekeliling, Barong Makara, Jagayudo,
Gagak Bangah, Hang Sakti, Nurlela
berdiri merebungnya.
- Ach, aku telah sembuh kini.
Ijinkan aku mengucapkan terima kasih
kepada tuan2 sekalian, lebih2 kepada
tuan Gagak Bangah yang telah banyak
menolongku. Sungguh bahagia jika
bersaudara dengan tuan Gagak Bangah,
gagah dan juga pandai mengobati orang
sakit. Dan seandainya aku seorang
gadis cantik, pastilah aku bersedia
menjadi kekasihnya. Mendengar kelakar Egrang itu semua tersenyum
lebar. Gagak Bangah sendiri cuma
tertunduk malu ke bawah. Nurlela yang kini berbaju lengan pendek dan
terbalut lengan kirinya memgawasi
Gagak Bangah dengan pandangan penuh
arti. Sejak semula ia sudah menaruh
hati kepada pemuda berwajah tampan dan halus itu.
Dan justru inilah yang benar2
dikuatirkan oleh Gagak Bangah sendiri, betapa ia bisa menerima pandangan mata
Nurlela yang penuh gairah itu. - Adik Nurlela, bolehkah aku bersahabat
dengamu lebih erat lagi" - tanya Gagak Bangah seraya mendekati gadis ini yang
tersipu2 saking senangnya. Hatinya
berdebar2 cepat.
- Aku tak berkeberatan kanda . .
- ujar Nurlela pelan.
- Dan mulai saat ini, adik
kuangkat sebagai saudaraku! - kata
Gagak Bangah selanjutnya, - Sebagai
saudara sekandung. - Mengapa begitu kanda" - Nurlela
bertanya tak sabar, sebab ia berharap
untuk lebih erat lagi bersahabat
dengan Gagak Bangah. Bukan sebagai
saudara saja, tapi lebih dari itu, ia
ingin menjadi kekasihnya tempat
menambatkan hidupnya didunia ini.
- Maaf adik Nurlela tak bisa
lebih lama lagi aku merahasiakan
diriku ini. Ketahuilah, saya sebenarnya adalah adik seperguruan dengan
kanda Barong Makara dari Asemarang.
Namaku adalah Panda Arum - Gagak
Bangah menyelesaikan kata2nya sambil
membuka ikat kepalanya dan terurailah
rambutnya yang hitam berombak kecil
itu dibahunya amat indah.
Semua mulut melongo kagum melihat
hal ini, seperti mimpi rasanya,
kecuali Barong Makara atau
biasa disebut Mahesa Wulung yang tersenyum2
geli. Mereka terpesona bahwa selama
ini pemuda tampan yang dikenal sebagai Gagak Bangah ini tidak lain adalah
seorang gadis cantik. Nurlela menjadi
terharu bercampur rasa rindu memandang gadis dimukanya itu, kemudian ia
memeluk Pandan Arum sepuasnya.
Begitupun Pandan Arum memeluk
erat Nurlela sambil berkata lirih. Maukah adik menjadi saudaraku"- Ya, ya ... ! aku senang menjadi
saudaramu yunda Pandam Arum - ujar
Nurlela. Semua mata terpaku melihat
adegan yang gembira bercampur haru
ini. Sesaat kemudian Pandan Arum
menceriterakan semua kisahnya, sejak
awal ketika ia dititipi seruling oleh
Panembahan Tanah Putih yang harus
diserahkan kepada Mahesa Wulung di
Demak. Suasana diruang itu menjadi lebih
semarak dengan ceritera Pandan Arum
yang penuh suka dan duka. Meski dia
seorang wanita, besar pula peranannya
dalam penumpasan bajak laut Pulau
Ireng dari Karimun Jawa. Dalam hati
masing-masing terucap syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
membimbing mereka dalam menyelesaikan
tugasnya. Kini mereka benar benar
menikmati perjalanan pulang ke Jepara
dan iring-iringan perahu armada Demak itu melaju ke tenggara dibawah naungan
sinar purnama fajar yang mulai
mengembang diufuk timur.
-TAMAT- Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Mas Rara 3 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Kisah Pendekar Bongkok 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama