Ceritasilat Novel Online

Malaikat Gerbang Neraka 2

Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Neraka Bagian 2


hanya untuk mengantarkan nyawa sia-sia. Ketahuilah! Di tengah Hutan Jelaga ini
akan diadakan pertemuan. Cepatlah kalian pergi sebelum yang lainnya
berdatangan." ujar Tengkorak Hutan Jati dengan bibir mengulas senyum
menyakitkan. Sikap yang ditunjukkannya juga terlihat angkuh.
Delapan laki-laki berseragam biru laut yang memang merupakan murid Perguruan
Pedang Perak sejenak
tertegun mendengar ucapan Tengkorak Hutan Jati. Mereka saling berpandangan
sesaat untuk mengambil keputusan.
Setelah mendapatkan kata sepakat dengan isyarat
anggukan kepala, salah seorang yang berusia lima puluh tahun melangkah dua
tindak ke depan. Dengan memasang wajah setenang mungkin, ditatapnya mata
Tengkorak Hutan Jati, tidak kalah gertak.
"Hmh! Apa kau pikir kami akan percaya begitu saja oleh ucapan kosongmu itu"
Tidak, Tengkorak Hutan Jati.
Biarpun semua tokoh kaum sesat telah berkumpul di tempat ini, kami tetap tidak
akan mundur selangkah pun!"
tegas orang itu. Nada suaranya ditekan hingga terdengar mantap dan penuh
ketegasan. "Ha ha ha...!" tawa Tengkorak Hutan Jati meledak ketika mendengar ucapan orang
itu. Sesaat kemudian, tawanya pun lenyap. Lalu, ditatapnya wajah orang itu lekatlekat. "Hm... Kau tentu yang bernama Subadil, tokoh kedua Perguruan Pedang Perak,
bukan" Hm.... Julukan Pedang Setan yang kau dapatkan rupanya telah membuatmu
merasa hebat. Seolah-olah, tidak ada lagi yang melebihi kepandaianmu. Tapi,
ketahuilah. Apa yang kukatakan tadi bukan hanya sekadar omong kosong belaka.
Sayang, kau sudah membuatku muak. Jadi rasanya tidak mungkin lagi aku membiarkan
kalian pergi dari tempat ini dengan kepala utuh!" sahut Tengkorak Hutan Jati
dengan sinar mata penuh ancaman.
Bukan hanya Pedang Setan dan rombongannya saja
yang terkejut mendengar ucapan Tengkorak Hutan Jati itu.
Bahkan Badalawa dan tiga orang adik seperguruannya yang masih bersembunyi di
semak-semak itu pun menjadi pucat. Memang, melihat dari nada ucapan dan wajah
laki-laki tinggi kurus itu, jelas kalau itu tidak hanya gertakan.
Sehingga, keempat orang itu pun menjadi tegang karenanya. Sadar kalau kedelapan
orang murid Perguruan Pedang Perak itu akan menghadapi bahaya, maka Badalawa dan
tiga orang temannya pun segera berlompatan ke luar.
Tengkorak Hutan Jati dan para pengikutnya bergerak mundur ketika melihat empat
sosok tubuh lain berlompatan dari balik semak-semak.
"He he he... Bukan main.., bukan main! Rupanya bukan hanya murid Perguruan
Pedang Perak saja yang mengikuti-ku. Kalian orang-orang Partai Ombak Selatan pun
tertarik juga dengan rombonganku ini" Bagus... bagus..! Nyawa-nyawa kalian akan
sangat lebih berharga daripada harta rampokanku!" kata Tengkorak Hutan Jati
sambil tertawa terbahak-bahak.
Laki-laki Tinggi kurus itu tetap saja menampakkan kegarangannya meskipun saat
itu tengah berhadapan dengan dua kelompok murid perguruan terkenal sekarang ini.
Sepertinya, Tengkorak Hutan Jati sangat yakin sekali akan kemampuan dirinya.
Sehingga, ucapan-ucapannya pun tetap saja bernada meremehkan.
"Sahabat. Sepertinya apa yang diucapkannya bukan hanya sekadar gertakan saja.
Sebaiknya, kita lekas-lekas meninggalkan tempat ini sebelum terlambat" usul
Badalawa. Laki-laki itu jelas mulai mempercayai ucapan
Tengkorak Hutan Jati. Pikirnya, lebih baik berhati-hati dan tidak menuruti
amarah. Bukan tidak mungkin kalau tempat itu benar-benar akan menjadi ajang
pertemuan para tokoh sesat. Kalau sampal hal itu terjadi dan mereka masih tetap
berada di dalam Hulan Jelaga, sudah pasti kematian dan siksaan pedihlah yang
akan diterima. Ucapan Badalawa membuat Subadil yang berjuluk
Pedang Setan berpikir sejenak. Sebenarnya, ia pun sudah mulai yakin kalau ucapan
Tengkorak Hutan Jati itu bukan hanya sekadar gertakan saja. Hal itu dapat
dilihat jelas dari sikapnya yang sangat tenang.
"Rasanya, memang ada baiknya kalau kita segera meninggalkan tempat ini dulu.
Biarlah kita lihat dulu perkembangan selanjutnya saja. Masih banyak waktu untuk
membekuk tengkorak kering itu," sahut Subadil yang segera saja menyetujui usul
Badalawa. Memang, meskipun Subadil belum mengenal laki-laki itu sepenuhnya, namun nama
Partai Ombak Selatan
merupakan jaminan yang patut dipercaya.
"Hah! Mau pergi ke mana kalian..." Bukankah sudah kukatakan, kesadaran kalian
tertambat sekali datangnya.
Sekarang pintu keluar sudah tertutup," kata Tengkorak Hutan Jati mencegah
kepergian murid-murid dua perguruan terkenal itu.
Setelah berkata demikian, laki-laki tinggi kurus itu mengibaskan tangannya ke
kiri dan ke kanan disertai perintahnya.
"Kepung dan habisi mereka kecuali kedua orang itu...!"
perintah Tengkorak Hutan Jati dengan lantang dan sikap bengis.
Mendengar perintah pemimpinnya, dua puluh anggota perampok itu pun bergerak
mengurung kedua belas orang laki-laki yang menjadi tegang karenanya.
"Jelas, mereka tidak main-main. Kita harus segera membuka jalan darah!" ujar
Badalawa yang segera mencabut keluar pedang yang terselip di pinggang.
Perbuatan Badalawa, diikuti oleh tiga orang saudara seperguruannya. Mereka
segera melolos senjata masing-masing dan menyilangkan di depan dada, siap
menghadapi pertarungan maut.
Si Pedang Setan pun melakukan perbuatan serupa.
Sinar putih keperakan berkelebat ketika laki-laki setengah baya itu mencabut
keluar senjatanya. Demikian pula tujuh orang murid Perguruan Pedang Perak.
Senjata-senjata mereka pun telah tergenggam erat di tangan masing-masing.
"He he he...! Ayo, Anak-anak. Sikat habis mereka....''
perintah Tengkorak Hutan Jati dengan tawanya yang mengekeh.
Setelah mengeluarkan perintah demikian, Tengkorak Hutan Jati sendiri melangkah
beberapa tindak ke belakang.
Perbuatan Tengkorak Hutan Jati itu tentu saja membuat Subadil mengerutkan
keningnya. Dia sedikit heran melihat sikap tokoh sesat yang biasanya terkenal
kejam tanpa ampun itu. Diam-diam, Pedang Setan meningkatkan kewaspadaannya. Dia
berjaga-jaga, kalau kalau manusia licik itu akan berbuat curang.
Sayang Subadil tidak sempat lagi mengikuti gerak-gerik tokoh sesat yang amat
dibencinya. Sebab pada saat itu juga, para pengikut Tengkorak Hutan Jati telah
menerjang disertai teriakan-teriakan yang bersahut-sahutan.
"Heaaat...!"
Melihat para perampok sudah datang menyerbu, dua
belas orang laki-laki gagah itu pun berteriak nyaring. Saat itu juga, tubuh
mereka langsung meluruk maju menyambut serangan orang-orang liar itu.
Dalam sekejap saja, pertarungan yang semrawut itu pun pecah. Dentang senjata
yang ditingkahi teriakan-teriakan nyaring, membuat suasana Hutan Jelaga yang
semula terkungkung sepi mendadak bising.
"Heaaa...!"
Badalawa berseru keras sambil menyabetkan senjata dengan gerakan berputar. Empat
orang anggota perampok yang mengeroyoknya menjadi terkejut melihat datangnya
desingan mata pedang yang cepat dan kuat itu.
Trang! Trang! Brettt!
"Aaakh...!"
"Aaa...!"
Dua orang anggota perampok yang sempat menangkis
datangnya sambaran pedang Badalawa, terlempar sejauh satu batang tombak ke
belakang dengan wajah
menyeringai kesakitan. Sedangkan senjata mereka terlepas, entah ke mana.
Berbeda dengan dua orang perampok lainnya. Mereka yang tidak sempat
menyelamatkan diri, kontan ter-jerembab mandi darah. Luka menganga di perut
kedua orang itu, membuat mereka terpaksa harus merelakan nyawanya.
Selesai merobohkan empat orang lawan, Badalawa
terus melompat menerjang anggota perampok lain yang tengah mengeroyok kawankawannya. Apa yang semula diduga laki-laki gagah murid utama Partai Ombak
Selatan itu ternyata meleset. Semula, dikira para anggota perampok itu hanya
terdiri dari orang-orang kasar yang hanya mengandalkan kekuatan tenaga luar
saja. Ternyata hampir semua anggota perampok di bawah pimpinan
Tengkorak Hutan Jati, rata-rata memiliki kepandaian lumayan. Sehingga, untuk
dapat merobohkan mereka
diperlukan paling sedikit tiga jurus. Melihat kenyataan itu tentu saja
membuatnya cemas.
"Jangan ladeni mereka! Yang penting, buka jalan darah agar kita dapat keluar dan
kepungan ini...!" ujar Badalawa dengan suara lantang.
Setelah berseru demikian, ia segera menerobos
kepungan empat orang yang berada di sebelah kiri.
Wuttt! Wukkk! Senjata di tangan laki-laki gagah itu berkelebatan bagai kilat, membawa hawa
maut! Rupanya dalam kecemasan hatinya, Badalawa telah mengerahkan segenap
kemampuan untuk bisa menerobos kepungan.
Sepertinya, apa yang dilakukan Badalawa akan membawa hasil yang baik apabila sosok tinggi kurus yang ternyata adalah Tengkorak
Hutan Jati tidak segera turun tangan.
Kedatangan kepala rampok yang langsung melontarkan pukulan maut ke arahnya, membuat gempuran
Badalawa tertahan. Maka dengan sangat terpaksa, segera dilayaninya Tengkorak
Hutan Jati dengan segenap
kemampuannya. "Haiiit...!"
Setelah mengelakkan pukulan lawan, laki-laki gagah itu langsung melancarkan
serangan balasan dengan tusukan lurus yang siap menghunjam belahan dada.
Siuttt! "Heahhh...!"
Tengkorak Hutan Jati membentak keras sambil
memiringkan tubuhnya ke kiri. Gerakan itu dibarengi sambaran tangan kirinya yang
melibat lengan Badalawa.
Gerakannya sangat cepat dan bertenaga. Akibatnya, Badalawa bergegas memutar
balik mata pedangnya.
Gerakan itu dilakukan sambil menarik pulang aenjatanya.
Maksudnya untuk merobek lengan lawan.
Sadar kalau serangannya apabila diteruskan bisa membuat lengannya terluka, maka
laki-laki tinggi kurus itu bergegas menarik kaki kirinya ke belakang. Gerakan
itu masih disertai liukan manis tubuhnya sambil membarengi dengan sodokan jarijari tangan lurus yang melesat mengancam perut Badalawa.
Tuggg! "Hugkh...!"
Tubuh Badalawa terhuyung-huyung beberapa langkah.
Sodokan jari-jari tangan yang keras bagai besi itu telah menusuk perutnya.
Kepala rampok yang terkenal kejam itu tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan baik yang dimilikinya. Maka, selagi tubuh lawan
limbung, segera dikirimkannya sebuah tendangan keras ke dada Badalawa.
Zebbb! Plakkk! "Uhhh...!"
Untunglah pada saat yang sangat berbahaya, sesosok tubuh gemuk melayang dan
langsung memapak tendangan Tengkorak Hutan Jati.
Tangkisan telapak tangan yang mengandung tenaga
kuat, membuat laki-laki kurus itu mengeluh pendek.
Tubuhnya yang jangkung berputar bagai gasing.
Sosok tubuh gemuk yang tak lain Subadil, berniat
hendak menyusuli serangannya. Namun, gerakannya terhenti ketika mendengar derap
kaki kuda bergemuruh.
Bukan hanya gerakan Subadil saja yang menjadi berhenti karenanya. Bahkan tokoh
golongan putih dari dua perguruan yang berbeda serentak berlompatan mundur
dengan wajah tegang.
"Celaka...! Rupanya ucapan Tengkorak Hutan Jati memang bukan sekadar gertakan
kosong saja...!" seru Badalawa, perlahan. Wajah laki-laki gagah murid utama
Partai Ombak Selatan itu pun berubah tegang.
"Apa lagi yang harut kita tunggu" Ayo pergi...!" ajak Subadil.
Murid utama Perguruan Pedang Perak itu sudah dapat menebak, dari pihak mana
rombongan berkuda yang
tengah menuju ke tempat itu. Memang, hanya rombongan para perampok itu saja yang
biasa menggunakan kuda sebagai tunggangan. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi,
tubuh laki-laki setengah baya itu pun segera melesat diiringi kawan-kawannya
yang lain. "Ha ha ha... Mau lari ke mana kalian.."!" tiba-tiba terdengar seruan keras yang
membuat lutut beberapa orang di antara tokoh golongan putih itu menjadi lemas.
Beberapa tombak di depan mereka, tampak seorang
laki-laki tinggi besar mengenakan pakaian seorang Panglima kerajaan. Sedangkan
di belakang orang itu masih terdapat sosok-sosok tubuh lain.
*** 6 "Datuk Panglima Sesat..!" desis Badalawa dan Subadil berbarengan.
Wajah kedua orang tokoh persilatan yang merupakan orang kedua dalam perguruan
masing-masing menjadi pucat seketika.
"Celaka...! Rasanya hari ini kita tidak akan lolos dari kematian...." bisik
Subadil dengan wajah tegang. Keringat tampak semakin mengalir deras dari
tubuhnya. Tentu saja hati kedua orang tokoh itu menjadi cemas.
Kehadiran datuk sesat wilayah Timur itu membuat peluang untuk melarikan diri
mendadak sirna. Siapa pula yang tidak mengenal tokoh yang menggiriskan itu"
Biarpun Subadil merupakan tokoh tingkat atas di perguruannya, namun untuk dapat
menandingi Datuk Panglima Sesat rasanya masih harus belajar selama tiga puluh
tahun lagi. Jangankan dirinya yang hanya merupakan tokoh kedua di Perguruan Pedang Perak.
Bahkan Ki Jalaksa yang menjadi ketuanya pun belum tentu dapat menandingi
kesaktian tokoh luar biasa itu. Dan kenyataan itu membuat ia pasrah untuk
menghadapi hingga titik darah yang penghabisan.
"Bagaimana ini, Kakang..." Apa yang harus kita lakukan...?" tanya salah seorang
murid utama Perguruan Pedang Perak sambil menatap Subadil untuk meminta
pertimbangan. "Tidak ada jalan lain. Kita harus menghadapi mereka dengan sekuat tenaga."
tandas Subadil.
Belum lagi rasa terkejut mereka lenyap dengan
kehadiran Datuk Panglima Sesat, terdengar derap kaki kuda yang bergemuruh
mendatangi tempat itu.
Badalawa, Subadil, dan sepuluh orang tokoh lainnya sama-sama menolehkan kepala
ke arah rombongan
berkuda itu. Dan hati mereka semakin berdebar ketika mengenali kepala rombongan
berkuda itu. "Garuda Mata Satu..?" desis Subadil yang segera saling bertukar pandang dengan
Badalawa. Kedatangan rombongan Garuda Mata Satu yang membawa dua puluh orang anggotanya membuat keadaan para tokoh golongan putih
semakin terjepit. Lenyap sudah harapan untuk dapat melihat terbitnya matahari
esok pagi. Sebab untuk dapat lolos dari tempat itu, jelas mustahil.
"He he he... Kasihan sekali murid-murid Pendekar Pedang Perak dan Pendekar Ombak
Selatan. Ingin rasanya aku melihat wajah manusia-manusia sombong itu kalau
mereka mengetahui keadaan ini," terdengar suara kekeh serak yang seperti datang
dari setiap sudut hutan. Jelas, suara itu dikirimkan menggunakan tenaga dalam
tinggi. Kembali Badalawa, Subadil, dan yang lainnya memutar kepala berkeliling.
Sepertinya mereka ingin melihat, siapa orang yang telah mengirimkan suara itu.
Dan hati mereka semakin berdebar ketika melihat seorang kakek berusia enam puluh
tahun lebih yang melenggang seenaknya.
Jubah berwama putih kumal yang panjangnya mencapai lutut itu tampak berkibar
tertiup angin. Yang paling membuat Badalawa dan Subadil terbelalak tegang adalah cara kakek itu
berjalan. Sebab meskipun langkah kakinya terlihat perlahan, namun seperti
meluncur dengan pesatnya. Seolah-olah tubuhnya hanya merupakan segumpal kapas
yang tertiup angin. Tentu saja hal itu merupakan bukti nyata akan kehebatan ilmu


Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meringankan tubuh kakek itu.
"Gila! Kakek itu pastilah Datuk Barat yang kalau tidak salah berjuluk Memedi
Karang Api. Wah! Rasanya aku sudah seperti mati sebelum bertanding," umpat
Badalawa, lirih dan menggeletar. Jelas kalau hatinya sangat gentar melihat
kehadiran kakek itu
"Benar, Adi. Meskipun kakek itu terlihat dari luar sebagai seorang yang kocak
dan periang, namun
kekejamannya sangat mengerikan. Kudengar, ia pernah membunuh dan menguliti
seorang tokoh golongan putih sambil tertawa-tawa. Padahal, kesalahan tokoh itu
hanya karena menangkap seorang pencuri di wilayah Barat.
Hhh.... Sungguh tidak kusangka kalau hari ini ia dapat ber-gabung dengan Datuk
Panglima Sesat," desah Subadil.
Bulu kuduknya kontan berdiri ketika teringat peristiwa itu.
Badalawa dan tokoh yang lain hanya bisa saling
berpandangan mendengar cerita Subadil. Rasa tegang yang kian memuncak, membuat
peluh semakin berlelehan membasahi pakaian mereka. Jelas kedua belas tokoh
persilatan ini tengah dilanda ketegangan hebat.
"He he he... Biar kutangkap mereka sebagai hadiah untuk Pemimpin Agung kita.
Beliau pasti akan senang dengan hadiah yang sangat berharga ini," kata Memedi
Karang Api sambil melangkah mendekati kedua belas tokoh persilatan golongan
putih itu. Badalawa, Subadil, serta sepuluh orang lainnya segera menyilangkan senjata di
depan dada. Langkah kaki kakek yang tengah menghampiri, membuat hati para tokoh
golongan putih itu semakin mengkerut. Memang, yang paling mereka takuti
kekejamannya hanyalah Memedi Karang Api dan Datuk Panglima Sesat. Meskipun
Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu terkenal sebagai tokoh-tokoh berhati
iblis, namun dalam hal kekejaman masih kalah jauh dibanding kedua datuk sesat
itu. Tentu saja hal itu semakin mendatangkan kengerian di hati Badalawa dan
kawan-kawannya.
Tubuh Memedi Karang Api melayang bagaikan tidak
menjejak bumi. Begitu tiba, tangan kanannya langsung terulur mencengkeram leher
Badalawa yang berdiri paling depan.
Werrr...! Aneh dan menakutkan sekali apa yang disaksikan
Badalawa dan kawan-kawannya. Buktinya, jarak yang terpisah tiga tombak di antara
keduanya sama sekali tidak menjadi halangan bagi Memedi Karang Api untuk
melancarkan cengkeraman maut. Lengan yang biasanya wajar, mendadak mulur hingga
tiga tombak jauhnya. Tentu saja kenyataan itu membuat Badalawa menjadi kalang
kabut. "Heaaat..!"
Meskipun rasa gentar telah meresap ke dalam urat-urat tubuhnya, namun Badalawa
tidak sudi menyerahkan
batang lehernya. Dengan sebuah bentakan keras,
tubuhnya bergeser disertai langkah ke samping. Sambil mengelak, Badalawa
mengirimkan bacokan pedangnya.
Wuttt! Tebasan pedang Badalawa ternyata tidak membawa
hasil! Bagaikan seekor ular hidup, tangan yang terulur itu berputar ke atas dan
kembali mengancam leher.
Tentu saja kenyataan itu membuat Badalawa menjadi bertambah kalap. Dengan
gerakan gugup, tubuhnya
dilempar ke belakang dan melakukan beberapa kali salto di udara.
Walaupun Badalawa telah mati-matian berusaha menghindari cengkeraman, namun
tetap saja tangan Memedi Karang Api mengikutinya. Untunglah pada saat itu
Subadil melompat disertai tebasan senjatanya untuk menyelamatkan Badalawa.
Subadil pun bukan tidak tahu akan kehebatan ilmu
Memedi Karang Api. Meskipun beberapa kali tebasan pedangnya tidak mengenai
sasaran, laki-laki berusia lima puluh tahun itu tidak menyerah begitu saja.
"Heaaat..!"
Sembil membentak keras, Subadil memutar pedangnya hingga menimbulkan angin keras
menderu. Bentuk pedang di tangan tokoh itu kini lenyap. Yang tampak hanyalah
gulungan sinar putih yang bergerak turun naik dengan kecepatan tinggi. Tidak
percuma Subadil dijuluki sebagai Pedang Setan. Sebab, gerakan pedangnya memang
sangat cepat hingga tidak terlihat mata.
Wukkk! Wukkk! Sinar pedang yang bergulung-gulung itu berkelebat cepat mengincar lengan Memedi
Karang Api. Tapi yang kali ini dihadapi Subadil bukanlah tokoh semberangan.
Sehingga, serangan-serangannya yang cepat dan berbahaya kandas dan tidak pemah
mengenai sasaran.
Badalawa dan yang lainnya pun tidak tinggal diam.
Mereka berlompatan serentak dan langsung mengurung Memedi Karang Api. Senjatasenjata di tangan mereka bergerak kian kemari sehingga menimbulkan suara
mengaung tajam.
"Yeaaa...!"
Diawali pekik nyaring yang keluar dari mulut Badalawa, serentak sebelas orang
tokoh persilatan dari dua perguruan berbeda itu saling bahu-membahu.
Mereka yang rata-rata berkepandaian tinggi itu melakukan gempuran hebat terhadap
Memedi Karang Api.
Sayang, meskipun gempuran gempuran yang dilancarkan dua belas orang tokoh golongan putih itu demikian hebatnya, Memedi Karang
Api tetap saja hanya tertawa-tawa melayaninya. Serangan-serangan dari segala
penjuru mampu dielakkan dengan mudah. Bahkan serangan
balasan yang dilancarkannya justru lebih berbahaya daripada gempuran dua belas
orang tokoh golongan putih itu. Sehingga, ketika pertarungan memasuki jurus yang
kedua puluh, Memedi Karang Api mulai menunjukkan
kehebatannya. Lengannya yang dapat mulur dan
mengkerut, membuat dua belas orang tokoh golongan putih menjadi terdesak dan
kocar-kacir. "Hahhh...!"
Diiringi bentakan nyaring, tubuh Memedi Karang Api melesat cepat ke arah Subadil
yang berada di sebelah kirinya. Gerakannya demikian cepat dan tak terduga,
membuat lawannya menjadi terkejut setengah mati.
Brettt! "Aaakh...!"
Subadil berseru kaget ketika tahu-tahu saja cengkeraman lawan telah singgah di lehernya. Belum lagi sempat menyadari keadaannya,
tubuhnya terasa melambung karena dilemparkan tangan Memedi Karang Api yang
berkekuatan hebat itu.
"Aaa...!"
Teriakan ngeri terdengar dan mulut Subadil yang
berjuluk Pedang Setan. Tubuhnya yang tengah melayang itu dalam keadaan tertotok.
Ia sendiri tidak sempat mengetahui, bagaimana cara kakek sakti itu melakukan
cengkeraman yang juga sekaligus memberikan totokan yang membuat tubuhnya lumpuh.
Tentu saja dalam
keadaan tak berdaya itu Subadil jadi ketakutan.
Namun sebelum tubuh laki-laki berusia setengah baya itu menghantam sebatang
pohon besar di depannya,
sebuah cengkeraman kuat telah membuat luncuran tubuhnya terhenti.
Rasa lega yang dialami Subadil berubah menjadi
kengerian hebat. Betapa tidak" Sebab, cengkeraman itu ternyata berasal dari
tangan Memedi Karang Api. Dan sebelum sempat menjerit, tubuhnya telah terbanting
keras di atas tanah.
Brukkk! "Ngekk...!"
Terdengar keluhan lirih dari mulut Subadil yang
merasakan tubuhnya remuk, akibat bantingan keras luar biasa itu. Untunglah pada
saat cengkeraman itu kembali datang, dua orang kawannya menerjang Memedi Karang
Api dari belakang.
Swing! Swing! Sambaran dua batang pedang yang menimbulkan
desingan tajam sama sekali tidak dipedulikan Memedi Karang Api. Sampai ketika
mata pedang hampir mencium punggungnya, tiba-tiba tubuh kakek itu berbalik
cepat. Gerakannya masih disertai sambaran tangan kanannya yang sekaligus memapak dan
mengancam nyawa dua
orang lawannya.
Wuttt! Hebat dan mengerikan sekali akibat yang ditimbulkan sambaran tangan kakek sakti
itu. Tubuh dua orang
lawannya terlempar ke belakang disertai semburan darah segar.
Jeritan ngeri mengiringi jatuhnya tubuh kedua orang tokoh golongan putih,
sehingga menimbulkan suara
berderak keras. Darah segar kontan mengalir dari mulut mereka. Sesaat kemudan,
leher kedua orang itu pun terkulai. Tewas!
Badalawa dan delapan orang lainnya terkejut bukan main melihat kejadian itu.
Dengan menguatkan hati, serentak mereka menerjang Memedi Karang Api yang saat
itu tengah menghajar Subadil habis-habisan.
Bukkk! "Aaakh...!"
Untuk kesekian kalinya. Subadil berteriak kesakitan.
Tubuhnya yang dijadikan permainan Memedi Karang Api membuatnya terasa tersiksa.
Darah segar pun tampak menodai pakaiannya akibat luka-luka yang diderita.
Sebelum Memedi Karang Api kembali mengangkat naik tubuh Subadil, Badalawa dan
delapan orang lainnya sudah datang dengan sambaran senjata. Sehingga, kakek itu
melepaskan tubuh Subadil.
Wuttt! Wukkk! Sambaran delapan pedang pengeroyok hanya diladeni dengusan kasar Memedi Karang
Api. Tubuhnya berbalik menghadapi ke arah para penyerangnya. Kedua tangan kakek
sakti itu sama sekali tidak bergerak, seolah-olah hendak menyambut hantaman
delapan batang senjata itu dengan tubuhnya
Trak! Trak...! "Aaah...!"
"Uhhh...!"
Delapan batang pedang yang mampu menghancurkan
batu karang itu, langsung berpatahan ketika bertemu tubuh tua yang terbungkus
kulit dan daging. Bahkan kedelapan orang gagah itu, sama-sama berlompatan
mundur sambil memegangi telapak tangan yang terasa panas dan perih.
"Ilmu 'Baju Besi'..." desis Badalawa yang rupanya sudah pernah mendengar jenis
ilmu yang dipergunakan Memedi Karang Api.
Datuk Wilayah Barat yang memiliki kepandaian menggiriskan itu langsung mengulur
tangannya ke arah delapan orang tokoh persilatan yang masih terkesima. Dari
sambaran angin yang ditimbulkan. Jelas kalau sampokan tangan kakek itu
mengandung kekuatan mematikan.
Werrr! "Aaah...!"
Bukan main terkejutnya hati delapan orang tokoh
golongan putih itu. Wajah mereka langsung berubah pucat karena tidak mempunyai
kesempatan menghindar.
Memang, kecepatan gerak lawan masih jauh berada di atas mereka.
Badalawa dan delapan orang lain hanya dapat
memejamkan mata menanti datangnya maut. Jelas,
mereka sudah pasrah dengan kematian yang bakal
menjemput mereka.
Pada saat yang gawat itu, tiba-tiba sesosok bayangan putih melesat dengan
kecepatan tinggi. Begitu tiba, bayangan itu langsung mengulurkan tangan memapak
sampokan Memedi Karang Api.
Wusss! Serangkum angin dingin yang menusuk tulang,
menebar seiring terulurnya tangan sosok bayangan putih itu. Dan...
Plarrr...! Hebat sekali akibat yang ditimbulkan benturan dua telapak tangan itu. Dua arus
gelombeng tenaga raksasa yang sama kuatnya berbenturan dan menimbulkan
ledakan keras. Sehingga, delapan orang tokoh yang tengah terancam maut langsung
roboh tanpa bisa di cegah.
Memedi Karang Api sendiri sampai mengeluarkan
teriakan kaget. Datuk sesat yang selama hidupnya telah banyak bertemu lawan
pandai, benar-benar tak percaya melihat kenyataan yang dihadapinya.
"Gila...!" maki Memedi Karang Api yang merasakan adanya aliran hawa dingin
meresap ke dalam tubuhnya.
Cepat kakek itu mengusirnya dengan pengerahan hawa murni.
"Pendekar Naga Putih...!" seru Subadil dengan wajah berseri gembira.
Dengan langkah agak limbung, laki-laki setengah baya itu bergerak menghampiri
pemuda tampan berjubah putih yang memang Pendekar Naga Putih.
Badalawa dan delapan orang tokoh lain yang merasakan sambaran maut Memedi Karang
Api tidak juga datang mencabut nyawanya, serentak membuka mata. Apalagi, setelah
mendengar disebutnya nama Pendekar Naga Putih oleh Subadil. Maka serentak mereka
bangkit dan memandang sosok tubuh berjubah putih itu.
*** Di sekitar tubuh Pendekar Naga Putih tampak terlapisi kabut bersinar putih
keperakan. Memang, langkah kaki Panji yang berniat hendak mencari gerombolan
perampok Garuda Mata Satu, telah membawa pemuda itu ke Hutan Jelaga. Untung
kedatangannya masih belum terlambat.
Kalau tidak, mungkin hanya akan menemui Subadil dan yang lain dalam keadaan
menjadi mayat. Tidak lama setelah kemunculan pemuda itu, sosok
bayangan lain yang mengenakan pakaian serba hijau mendaratkan kaki di samping
Pendekar Naga Putih. Siapa lagi sosok dara jelita bagaikan bidadari itu kalau
bukan Kenanga yang selalu menyertai Pendekar Naga Putih.
"Nampaknya keadaan kita tidak terlalu baik, Kakang,"
kata Kenanga setelah mengedarkan pandangannya ke
sekitar tempat itu. Beberapa sosok yang di kenalinya, membuat wajah Kenanga
cemas. "Ya, tapi biar bagaimana pun, kita harus bisa keluar dari tempat berbahaya ini..."
sahut Panji yang tentu saja menjadi terkejut melihat banyaknya tokoh sesat
tingkat atas berada di tempat itu. Otaknya berputar mencari cara untuk tiba
keluar dari kepungan para tokoh sesat itu.
"Apa yang harus kita lakukan, Pendekar Naga Putih...?"
tanya Subadil yang sepertinya menyerahkan keputusan pada Panji.
Namun sebelum Panji bisa menjawab pertanyaan tokoh Perguruan Pedang Perak itu,
Memedi Karang Api telah melangkah mendekatinya. Sehingga, Subadil dan yang lain
segera berpindah ke belakang Pendekar Naga Putih.
Datuk sesat wilayah Barat yang memiliki kepandaian menggiriskan itu menghentikan
langkahnya dalam jarak tiga batang tombak. Untuk beberapa saat lamanya, dia
hanya membungkam sambil meneliti sosok pendekar
muda itu. "He he he.... Benarkah kau yang berjuluk Pendekar Naga Putih, murid si Malaikat
Petir...?" tanya kakek itu setelah selesai menilai sosok pemuda tampan di
depannya. "Benar," sahut Panji singkat.
"Hm.... Kepandaian yang kau miliki memang sangat hebat. Bahkan jauh lebih hebat
daripada gurumu. Benar-benar seorang murid yang tidak mengecewakan. Tapi hari
ini, terpaksa namamu akan kuhapus dari jajaran tokoh persilatan," ancam Memedi
Karang Api lagi sambil memperdengarkan tawanya yang berkepanjangan.
"Maaf! Hari ini aku tidak berminat bertarung. Dan kuharap, kau suka membiarkan
kami pergi dari tempat ini.
Untuk itu, aku akan mengucapkan terima kasih kepadamu," sahut Pendekar Naga
Putih dengan wajah tenang, meskipun sebenarnya merasa tegang.
Bagaimana hati Panji tidak merasa tegang" Selain
harus menyelamatkan dirinya dan Kenanga, ia pun masih harus membawa sepuluh
orang tokoh golongan putih untuk diselamatkan pula. Dan hal itu bukan suatu
pekerjaan ringan.
"Ha ha ha...!" tawa Memedi Karang Api meledak ketika mendengar jawaban yang
keluar dari mulut Panji.
Kemudian ia menolehkan kepala kepada Datuk
Panglima Sesat yang saat itu sudah berdiri di sampingnya.
"Kau lihatlah, Datuk Panglima Sesat. Pendekar muda yang terkenal itu ternyata
hanya merupakan seorang pemuda pengecut. Rupanya julukanku telah lama
dikenalnya. Sehingga dia takut kalau-kalau namanya akan jatuh.
Sayang...," ujar Memedi Karang Api sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan
wajah pura-pura sedih.
***

Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

7 "Ha ha ha...!" Datuk Panglima Sesat pun tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan
rekannya. Tokoh sesat penguasa wilayah Timur itu pun sepertinya tidak ingin menyia-nyiakan
pertemuannya dengan Pendekar Naga Putih. Hal itu jelas terlihat dan pancaran
matanya yang penuh semangat.
Pendekar Naga Putih terdiam beberapa saat lamanya sambil memutar otak. Sindiran
kedua orang datuk sesat itu sama sekali tidak dipedulikannya. Memang bukan
saatnya dalam keadaan terancam seperti itu harus memper-masalahkan tentang harga
diri. "Hm... Jadi, apa yang kalian inginkan dariku?" tanya Panji.
Sepertinya Pendekar Naga Putih sudah menemukan
satu cara untuk dapat menyelamatkan sepuluh orang tokoh golongan putih itu.
Maka, ia mulai menjajaki kedua orang datuk yang tidak bisa diremehkan itu.
"Hah! Jangan berpura-pura bodoh, Pendekar Naga Putih!" umpat Memedi Karang Api
tak sabar. "Sebagai seorang pendekar yang memiliki nama besar dan
kepandaian tinggi, tentu sudah tahu akan sifat orang-orang seperti kami. Dan
pertemuan yang menggembirakan ini akan menjadi lebih hidup dengan pertarungan
kita. Nah! Apakah kami masih perlu menjelaskannya lagi?"
"Aku paham dengan maksudmu, Memedi Karang Api.
Tapi, aku mempunyai satu syarat yang harus dipenuhi.
Kalau tidak, biar bagaimanapun aku tidak sudi bertarung denganmu." sahut
Pendekar Naga Putih mulai menjalan-kan siasatnya.
Sebagai orang yang telah cukup berpengalaman dalam dunia persilatan, Pendekar
Naga Putih maklum akan penyakit yang diderita tokoh-tokoh tingkat atas. Dan
penyakit itulah yang justru dipergunakan untuk dapat menyelamatkan sepuluh orang
tokoh golongan putih di belakangnya.
Mendengar jawaban Panji, Memedi Karang Api dan
Datuk Panglima Sesat saling bertukar pandang sejenak.
Sepertinya mereka tidak menyadari kalau tengah diperdayai Pendekar Naga Putih.
"Katakan, apa syarat yang kau ajukan itu?" tanya Datuk Panglima Sesat yang
sepertinya belum menduga tentang siasat pemuda tampan berjubah putih itu.
"Aku akan menghadapi salah seorang dari kalian, asalkan kesepuluh orang tokoh
dan gadis yang berada di belakangku dibiarkan meninggalkan Hutan Jelaga tanpa
gangguan. Bagaimana" Kalau kalian setuju, aku akan meladeni walau sampai seribu
jurus sekalipun!" pancing Pendekar Naga Putih.
Dinantikannya jawaban kedua orang datuk itu dengan dada berdebar. Namun, wajah
Pendekar Naga Putih tetap dipasang setenang mungkin agar tidak menimbulkan
kecurigaan kedua orang tokoh sakti itu.
"Ha ha ha...! Lucu.... lucu...! Seekor harimau yang sudah terperangkap masih
hendak memperdayakan pemburu,
dengan mengajukan syarat tidak lumrah seperti itu. Ha ha ha...!" Datuk Panglima
Sesat rupanya dapat menebak maksud syarat itu. Sehingga, tawanya yang parau pun
berkumandang memenuhi sekitarnya.
"He he he...! Kau pikir kami orang bodoh, Pendekar Naga Putih! Ketahuilah. Bahwa
kau dan orang-orang tak berguna di belakangmu itu sangat berharga untuk kupersembahkan kepada Pemimpin Agung Malaikat Gerbang
Neraka. Jadi, janganlah bermimpi akan dapat lolos dari tempai ini."
Memedi Karang Api pun memperdengarkan suara
tawanya demi mendengar usul pemuda tampan itu. Jelas, kedua orang datuk sesat
itu tidak dapat diperdayai.
"Terserah kalian. Kalau memang tidak setuju, aku pun tidak akan sudi mengemis
mohon pengampunan dari
kalian," sambut Pendekar Naga Putih yang merasa kehabisan akal untuk dapat
menyelamatkan tokoh-tokoh persilatan yang bersamanya.
"He he he.... Ayo kita berlomba, Datuk Panglima Sesat.
Siapa yang akan lebih dulu dapat menangkap pendekar muda itu, dialah yang
unggul." tantang Memedi Karang Api sambil terkekeh gembira.
"Baik. Pemuda ini pasti akan membuat Pemimpin Agung kita menjadi gembira. Dan,
akulah orang yang akan mempersembahkan pemuda itu kepada beliau," sambut Datuk
Panglima Sesat, jumawa.
Panji yang sudah dua kali mendengar sebutan
'pemimpin agung' yang dimaksud tokoh sesat itu, menjadi heran sekali. Meskipun
dalam beberapa hari ini telah mendengar tentang munculnya seorang tokoh yang
memiliki kepandaian menggiriskan, namun kabar itu belum bisa dipercayainya.
Bahkan kabarnya, para datuk sesat di empat penjuru telah mengangkat tokoh
berjuluk Malaikat Gerbang Neraka sebagai pimpinan mereka. Namun setelah
mendengar ucapan kedua orang datuk itu, mau tak mau harus dipercayainya. Hanya
yang membuatnya tidak habis pikir, sampai di mana kesaktian tokoh berjuluk
Malaikat Gerbang Neraka itu. Kalau sampai para datuk di empat penjuru telah
tunduk kepada tokoh itu, maka sudah pasti kepandaian yang dimilikinya sukar
diukur. Sring! Pedang Pusaka Naga Langlt yang biasanya hanya
dipergunakan dalam keadaan terdesak, langsung dicabut keluar oleh Panji. Karena
untuk menghadapi dua orang datuk itu, tidak mungkin akan dapat menyelamatkan
diri hanya dengan ilmu tangan kosong. Maka pedang pusaka bersinar kuning
keemasan itu pun terpaksa dipergunakan-nya. "Hm.... Pendekar muda ini benarbenar sangat berharga sekali! Llhatlah, apa yang ada di tangan Pendekar Naga
Putih itu?" kata Memedi Karang Api.
Kakek sakti itu membelalakkan matanya melihat
senjata yang mengeluarkan sinar keemasan milik
Pendekar Naga Putih. Jelas, tokoh menggiriskan ini telah mengenal pedang yang
tergenggam di tangan Panji.
"Hei..." Bukankah itu Pedang Naga Langit...! Hebat sekali...!" desis Datuk
Panglima Sesat.
Tokoh berpakaian panglima itu bagaikan seorang anak kecil yang melihat mainan
kesukaannya. Menilik dari wajah dan sikapnya, jelas kalau dia sangat ingin
memiliki pedang yang berada di tangan lawannya.
"He he he... Kau boleh ambil pemuda itu untuk di-hadiahkan kepada pemimpin kita.
Tapi mengenai Pedang Naga Langit, biarlah aku yang akan mengurusnya," sergah
Memedi Karang Api yang sepertinya juga sangat tergiur dengan pusaka itu.
"Tidak bisa, Kakek Gila! Akulah yang harus memiliki pedang pusaka itu, dan kau
boleh urus pemiliknya." bantah Datuk Panglima Sesat, tak mau kalah.
"Hm.. Kalau begitu, lebih baik kita berlomba saja. Siapa yang paling dulu dapat
merebut pedang pusaka itu, maka dialah yang berhak memilikinya. Bagaimana?" usul
Memedi Karang Api ketika melihat hasrat Datuk Panglima Sesat sangat menggebu
untuk memiliki pusaka ampuh itu.
"Baik. Ayo, segera kita mulai...," tantang Datuk Panglima Sesat yang segera
melangkah beberapa tindak ke depan.
Panji yang melihat kedua orang lawan telah bersiap melancarkan serangan, segera
menyilangkan Pedang Naga Langit di depan dada. Kemudian kaki kanannya ditarik ke
belakang sambil mengangkat pedangnya di atas kepala dalam sikap memanjang.
Sedangkan tangan kirinya
menuding ke arah lawan dengan menggunakan dua jari.
"Heaaat...!"
Memedi Karang Api berteriak parau sambil melancarkan serangannya dengan jurusjurus maut. Sambaran angin pukulannya terdengar mencicit tajam. Jelas, tenaga
dalam yang dimiliki kakek itu telah mencapai taraf kesempurnaan.
Demikian pula halnya Datuk Panglima Sesat. Karena tidak ingin didahului
rekannya, maka tubuhnya yang tinggi besar segera melambung ke arah Panji.
"Yeaaat...!"
Bettt! Bettt! Angin tajam berkesiutan mengiringi datangnya pukulan berantai yang dilancarkan
Datuk Panglima Sesat. Cepat bagai kilat pukulan-pukulan dua tokoh sesat itu
langsung mengancam tubuh lawan.
Pendekar Naga Putih tentu saja tidak sudi menerima pukulan pada tubuhnya. Cepat
langkahnya bergeser sambil mengibaskan Pedang Naga Langit dengan kecepatan
kilat. Swing! Sinar kuning keemasan berkeredep mengiringi ayunan senjata ampuh itu.
Datuk Panglima Sesat yang selama ini selalu
mengagungkan kepandaiannya, tentu saja menjadi terkejut melihat kecepatan gerak
lawan. Namun sebagai seorang datuk yang telah berpengalaman, ia tidak gugup.
Dengan penuh ketenangan dan kematangan perhitungan, tokoh tinggi besar itu
menarik pulang pukulannya. Lalu, secepat kilat kakinya mencelat melepaskan
tendangan yang amat kuat.
Meskipun tendangan itu datangnya sangat cepat dan tak terduga, namun Panji masih
sempat mengelakkannya dengan menarik tubuh ke belakang. Tapi pemuda itu menjadi
terkejut ketika merasakan sambaran angin
pukulan yang amat kuat datang dari belakangnya. Sadar kalau serangan itu datang
dari Memedi Karang Api, Panji segera memutar tubuh setengah lingkaran.
Gerakan yang dilakukan Pendekar Naga Putih dengan sikap tubuh yang sangat
rendah, telah menyelamatkan nyawanya dari sambaran pukulan Memedi Karang Api.
Namun karena harus menghadapi kedua orang datuk sesat secara bersamaan, maka
Panji pun tidak dapat lagi menyelamatkan iganya dari hantaman telapak tangan
Datuk Panglima Sesat selagi tubuhnya merendah.
Buggg! "Hugkh...!"
Tanpa dapat ditahan lagi, tubuh pemuda itu pun
terjajar mundur beberapa langkah ke belakang. Pendekar Naga Putih yang masih
saja terhuyung sejauh dua tombak, langsung mendapat serangan dari Memedi Karang
Api berupa sebuah pukulan yang telak menghajar dadanya.
Bukkk! "Ough...!"
Tubuh Pendekar Naga Putih kontan terjengkang akibat pukulan telak Memedi Karang
Api itu. Meskipun tulang dada dan iganya terasa berpatahan, namun pemuda itu
bergegas menggulingkan tubuhnya hingga beberapa
tombak. Hal itu dilakukan, karena kedua orang datuk itu tidak mungkin akan
membiarkan kesempatan selagi tubuhnya terjatuh untuk menyerang kembali.
"Haiiit...!"
Sambil menghentak keras disertai kibasan pedang,
tubuh pendekar muda itu melenting bangkit dengan kuda-kuda kokoh! Cepat
dikerahkannya 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' untuk mengusir rasa sesak yang
mengganggu pernapasan. Tidak dipedulikannya lagi cairan merah di sudut bibirnya.
Memedi Karang Api dan Datuk Panglima Sesat kembali berlompatan saling mendahului
untuk mendekati Pendekar Naga Putih. Mereka kembali melancarkan seranganserangan untuk segera merobohkan lawan.
Panji yang sadar kehebatan kedua orang tokoh sesat itu, cepat-cepat memutar
pedangnya. Segera dikerahkannya ilmu 'Naga Sakti' dengan penggunaan senjata.
"Heaaat..!"
Deru angin dingin yang menusuk tulang, menebar
ketika pemuda itu melompat dengan serangan dahsyat!
Pedang di tangannya berubah menjadi gundukan sinar keemasan yang bergulunggulung bagaikan seekor naga yang tengah mengamuk. Hebat dan menggiriskan sekali
serangan yang kali ini dilancarkan Pendekar Naga Putin.
Sehingga, kedua orang datuk sesat yang telah banyak bertarung itu menjadi
tercekat dibuatnya.
Memedi Karang Api dan Datuk Panglima Sesat baru
merasakan kehebatan Pendekar Naga Putih ketika melihat serangan yang mengerikan
itu. Serangan-serangan mereka pun cepat ditarik pulang, karena tidak sudi lengan
mereka terbabat oleh sambaran pedang pusaka lawan yang
ampuh. Wuttt! Wukkk! "Akh...!"
"Ahhh...!"
Datuk sesat dari Barat dan Timur itu terpekik kaget ketika hampir saja ujung
pedang lawan yang bergulung-gulung itu merobek perut mereka secara berbarengan.
Untung keduanya masih sempat melompat dan melempar tubuh ke belakang.
"Gila! Pemuda ini benar-benar tidak bisa dibuat main-main!" umpat Memedi Karang
Api, berang. Kakek yang biasanya periang itu bergegas mencabut keluar senjatanya
berupa sepasang trisula emas.
Wutt! Wuttt! Sepasang senjata di tangan Memedi Karang Api yang panjangnya sekitar dua jengkal
iItu langsung digerakkan sehingga terdengar decitan tajam yang membelah udara.
Secepat sambaran kilat di angkasa, secepat itu pula tubuh kurus Memedi Karang
Api melesat menerjang Pendekar Naga Putih.
Datuk Panglima Sesat pun tidak mau kalah. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu
saja di tangan laki-laki tinggi besar itu telah tergenggam sebatang tongkat
terbuat dan emas murni.
Werrr... werrr...!
Putaran angin dahsyat yang bagaikan gelombang angin puyuh berputaran ketika
Datuk Panglima Sesat menggerakkan tongkat di atas kepala. Debu dan batu-batu
kecil beterbangan, menandakan betapa hebatnya tenaga yang terkandung di dalam
gerakan itu. "Heaaat...!"
Dengan sebuah lesatan kilat, tubuh tokoh tinggi besar itu melayang disertai
putaran tongkat yang menimbulkan angin ribut! Pertarungan yang berlangsung
antara tiga tokoh sakti itu pun membuat daerah di sekitarnya bagaikan tengah
terjadi angin puting beliung yang menyeramkan.
Seluruh tokoh persilatan yang menyaksikan pertarungan langka itu, sama-sama mengalami perasaan ngeri! Maka serentak mereka
menyingkir menjauhi arena pertarungan berhawa maut itu.
Kenanga, Subadil, Badalawa, dan delapan orang tokoh lainnya, bergerak mundur
menjauhi arena pertarungan itu.
Namun mereka tidak sempat lagi untuk menyaksikan
pertarungan tokoh-tokoh tingkat tinggi itu, karena saat itu juga telah dikurung
gerombolan perampok yang dipimpin Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu.
Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu samasama menelan ludah ketika melihat kejelitaan dan
keindahan bentuk tubuh Kenanga. Dengan penuh nafsu, mereka menjilati sekujur
tubuh gadis jelita itu dengan pandangan mata yang bagai mata harimau lapar.
Tentu saja tatapan mata kedua orang tokoh sesat itu membuat wajah Kenanga
menjadi merah. Rasa jengahnya berubah menjadi kemarahan, sehingga membuat mata
indahnya berkilat.
"He he he.... Ayo, kita tangkap bidadari itu, Garuda Mata Satu. Siapa yang lebih
dahulu mendapatkannya, maka boleh memilikinya untuk beberapa malam," tantang
Tengkorak Hutan Jati tanpa melepaskan pandangannya dari gadis jelita yang penuh
pesona itu. Garuda Mata Satu hanya mengangguk sambil menelan
ludah. Rupanya, tokoh sesat yang gila wanita cantik itu benar-benar terbangkit
birahinya melihat kecantikan Kenanga. Sehingga, usul yang diajukan rekannya
tidak sempat dijawab.
Tanpa mempedulikan yang lain, Garuda Mata Satu
bergegas melompat. Langsung diterkamnya gadis berpakaian serba hijau itu.
Gerakannya yang ringan, membuat tubuhnya melayang bagaikan seekor burung besar
yang terbang bermain-main di angkasa.
Tengkorak Hutan Jati pun tidak kalah dengan rekannya.
Tubuh tinggi kurus itu pun segera melesat tidak kalah sigapnya. Langsung
dikirimkan serangan menggunakan cengkeraman tangan. Tentu saja serangan itu
mempunyai maksud-maksud kurang ajar. Apalagi, serangan sepasang tangannya hanya
tertuju ke bagian-bagian tubuh yang sangat terlarang. Sudan pasti hal itu
semakin mem-bangkitkan kemarahan di hati Kenanga.
"Jahanam...!" maki Kenanga sambil mengegoskan tubuh menghindari jamahan-jamahan
tangan kedua orang lawannya.
Dan dengan sengit, gadis jelita itu segera melancarkan serangan-serangan balasan
menggunakan Pedang Sinar Rembulan yang telah dicabut dari pinggangnya.
Wuttt! Wuttt! Sambaran pedang bersinar putih keperakan itu sempat membuat kedua orang lawan
menjadi terkejut. Mereka yang sebelumnya tidak menduga akan kelihaian gadis
jelita itu, segera melempar tubuh ke belakang. Langsung
dilakukan beberapa kali putaran salto di udara, lalu kaki mereka mendarat
beberapa tombak di tanah.
Namun Kenanga yang kemarahannya telah mencapai
ubun-ubun, segera melesat mengejar. Pedang Sinar
Rembulan yang berada di tangannya telah lenyap
bentuknya. Yang tampak hanyalah gulungan sinar
keperakan yang bergerak naik turun bagaikan gelombang samudera.


Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wuttt! Wukkk! Terjangan yang dilancarkan Kenanga benar-benar
membuat kedua orang kepala rampok menjadi gelagapan.
Keduanya cepat mencabut senjata masing-masing untuk memapak serangan dara jelita
yang digdaya itu.
Trang! Trang! Terdengar benturan keras yang menimbulkan pijaran bunga api ketika senjatasenjata itu beradu. Tangkisan kedua orang lawan, membuat tubuh Kenanga terjajar
mundur sejauh setengah tombak lebih. Sedangkan kedua orang lawan hanya merasakan
telapak tangan yang
kesemutan. Namun, hal itu ternyata telah membuat
Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu menjadi terbuka matanya.
"Gila! Gadis jelita itu ternyata bukan sasaran empuk.
Dia benar-benar seperti seorang dewi yang turun dan langit. Hm.... Kalau saja
dia dapat kujadikan istri, tentu akan menjadi seorang pendamping yang sangat
baik," desah Garuda Mata Satu yang semakin bertambah kagum setelah mengetahui kelihaian
Kenanga. "Hm.... Alangkah beruntungnya bila bisa memiliki gadis jelita yang lihai itu."
gumam Tengkorak Hutan Jati yang rupanya memiliki pikiran serupa dengan Garuda
Mata Satu. Hanya saja, mereka tidak mengetahui perasaan masing-masing.
*** 8 Sementara itu pertarungan Panji dan dua orang datuk sesat tampak semakin seru
dan mendebarkan! Ketiga orang sakti yang telah sama-sama menggunakan jurus-jurus
ampuh, membuat arena pertandingan porak-poranda bagaikan diamuk badai.
Gempuran-gempuran yang dilancarkan Datuk Panglima Sesat dan Memedi Karang Api
tampak semakin dahsyat.
Setelah mengetahui kehebatan Pendekar Naga Putih, mereka tidak lagi hanya
sekadar hendak merebut Pedang Naga Langit. Bahkan kini berniat menghabisi nyawa
pemuda itu sekaligus. Memang mereka khawatir kalau-kalau rencana yang telah
disusun Malaikat Gerbang Neraka akan terhalang Pendekar Naga Putih. Itulah yang
menyebabkan kedua orang datuk sesat menggiriskan hati itu merubah niatnya
semula. Pendekar Naga Putih yang meskipun telah menggunakan 'Ilmu Pedang Naga Sakti', tetap saja menjadi sibuk menghadapi gempuran
kedua orang tokoh sesat itu.
Kalau saja dua orang datuk itu tidak maju berbarengan, mungkin masih bisa
ditundukkan. Walaupun disadari harus memakan waktu yang cukup lama, tapi
Pendekar Naga Putih yakin akan mampu menundukkan mereka. Tapi
karena mereka maju bersama, maka kesempatan untuk memperoleh kemenangan pun
menjadi tipis. "Yeaaat..!"
Sadar kalau pertarungan berlarut-larut akan bisa
menguras tenaganya, maka ketika pertarungan memasuki jurus yang kesembilan puluh
dua, pemuda itu mengeluarkan 'Pekikan Naga Marah'.
Hebat sekali raungan dahsyat yang keluar dari mulut pendekar muda itu. Hutan
Jelaga langsung bergetar bagai dilanda angin topan yang sangat mengerikan.
Bahkan gema suara yang diciptakannya sampat melewati per-batasan hutan lebat
itu! Baik Datuk Panglima Sesat maupun Memedi Karang
Api kontan melangkah mundur mendengar pekikan yang menggetarkan hutan itu. Cepat
mereka memejamkan
mata, dan mengerahkan tenaga sakti untuk melindungi isi dada yang terguncang.
Untunglah, mereka telah memiliki tenaga dalam yang telah hampir mencapai titik
kesempurnaan. Kalau tidak, bukan mustahil akan menderita luka dalam akibat
'Pekikan Naga Marah' yang dikerahkan Pendekar Naga Putih tadi.
Kesempatan yang sangat baik itu tentu saja tidak
dilewatkan begitu saja oleh Pendekar Naga Putih. Cepat matanya melirik ke arah
Kenanga dan para tokoh persilatan lain yang tengah dikeroyok gerombolan
Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu. Ketika melihat pertempuran sengit itu
buyar akibat pengaruh teriakannya, tubuh pemuda itu berkelebat secepat kilat ke
arah mereka. "Ayo, cepat tinggalkan tempat ini...!" seru Panji begitu kakinya mendarat di
antara mereka. Kenanga, Subadil, Badalawa, dan para tokoh yang lain serentak menoleh ke arah
Pendekar Naga Putih. Mereka sempat terperanjat melihat keadaan pendekar muda
yang di beberapa bagian jubahnya tampak bernoda darah.
"Kakang, kau tidak apa-apa...?" Kenanga yang melihat keadaan kekasihnya, tentu
saja menjadi cemas.
Cepat gadis jelita itu berlari menghampiri Panji, sehingga lupa kalau saat itu
keadaan masih dalam
ancaman bahaya.
"Aku tidak apa-apa, Kenanga. Sebaiknya segera bergegas meninggalkan tempat ini.
Blar aku saja yang akan mencegah, apabila mereka hendak melakukan pengejaran.
Cepatlah! Waktu kita tidak banyak!" ujar Panji, segera memerintahkan kekasihnya
untuk memimpin sepuluh
orang tokoh itu meninggalkan Hutan Jelaga.
"Tapi..."
"Cepatlah, Kenanga. Jangan membuang-buang waktu lagi. Percayalah, aku segera
menyusul kalian. Tunggulah di desa terdekat. Aku akan segera menjemputmu." ujar
Pendekar Naga Putih
Panji segera melompat ke depan, karena saat itu dua orang datuk sesat yang
ditinggalkannya telah mengejar.
"Jagalah dirimu baik-baik, Kakang..." pesan Kenanga dengan wajah cemas.
Wajar saja kalau gadis itu mencemaskan keselamatan kekasihnya. Sebab, ia tahu
kalau yang kali ini dihadapi Panji bukanlah tokoh sembarangan. Sehingga, hatinya
ragu terhadap kekasihnya. Apakah Pendekar Naga Putih dapat terbebas dari datukdatuk sesat yang berkepandaian sangat tinggi itu.
Panji tidak sempat lagi menyahuti ucapan kekasihnya.
Tubuh pemuda berjubah putih itu telah melesat
menyambut kedatangan Datuk Panglima Sesal dan
Memedi Karang Api. Dengan mengerahkan segenap
kekuatan yang dimiliki, diterjangnya kedua orang datuk sesat itu.
"Heaaat...!"
Hebat sekali serangan yang dilakukan Pendekar Naga Putih. Deru angin dingin yang
bagaikan badai salju, menerjang deras tubuh kedua orang datuk sesat itu.
Sehingga, mereka berdua terpaksa menghentikan langkah, dan menyambut serangan
Pendekar Naga Putih.
Sementara itu, gerombolan para perampok yang
dipimpin Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu tersentak mundur sambil
menggigil kedinginan. Wajah mereka pucat kebiruan karena hawa dingin luar biasa
yang menebar memenuhi tempat itu. Hingga, untuk beberapa saat lamanya,
gerombolan perampok itu tertahan mundur dan tak sempat mengejar rombongan
Kenanga. Sayang, lawan yang kali ini dihadapi Panji adalah tokoh-tokoh sesat kelas satu.
Sehingga, meskipun telah
mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' sekuatnya, tetap saja kedua orang la an
belum bisa ditaklukkannya.
Bahkan kedua orang datuk itu masih bisa melancarkan serangan balasan yang tidak
kalah berbahaya.
"Heaaa...!"
Werrr... werrr...!
Datuk Panglima Sesat yang telah membebaskan diri
dari kungkungan hawa dingin menusuk tulang, melompat disertai putaran
tongkatnya. Putaran angin keras yang bagaikan hendak merobohkan hutan,
menyambar-nyambar mengancam seluruh tubuh Pendekar Naga Putih.
Belum lagi pemuda bertuhah putih ini sempat
mengatasi terjangan dahsyat itu, serangan Memedi Karang Api telah tiba
menyusuli. Maka dapat dibayangkan, betapa repotnya pemuda itu saat menghalau
terjangan kedua lawan.
Namun tekadnya yang telah bulat untuk menyelamatkan rombongan yang dipimpin Kenanga, membuat
Pendekar Naga Putih tidak mudah menyerah begitu saja.
Dibalasnya gempuran kedua orang datuk sesat itu dengan sambaran Pedang Naga
Langit yang bagaikan kilatan maut.
Sehingga meskipun kedua orang lawan mencoba
mengatasi Panji secepatnya, tetap saja harus bekerja keras. Memang, untuk
mencegah amukan Pendekar Naga Putih, tentu saja bukan merupakan hal mudah.
Meskipun Panji terlihat sibuk menghadapi gempuran dua orang lawan, namun masih
sempat melirik ke arah rombongan Tengkorak Hutan Jati dan Garuda Mata Satu.
Ketika melihat kedua rombongan itu hendak melakukan pengejaran, tubuh pemuda
tampan itu pun cepat melesat meninggalkan kedua orang lawan.
"Haiiit...!"
Wusss... blarr ...!
"Aaah...!"
Lontaran pukulan jarak Jauh yang dikerahkan Panji, meluncur deras menimbulkan
ledakan menggetarkan.
Beberapa sosok tubuh anggota perampok yang terlanggar angin pukulan berhawa
dingin luar blasa itu terlempar bagaikan daun-daun kering. Tubuh mereka langsung
terbujur dengan kulit tubuh kebiruan. Mereka kontan tewas akibat hantaman
pukulan jarak jauh amat dahsyat yang dilepaskan Pendekar Naga Putih.
Melihat kejadian yang mengerikan itu, tentu saja para anggota perampok yang lain
menjadi gentar. Mereka yang semula hendak melakukan pengejaran, segera
berlompatan mundur dengan wajah membayangkan
kengerian. Meskipun Pendekar Naga Putih berhasil membuat
pengejaran tertunda, namun ia sendiri harus menerima kenyataan pahit akibat
perbuatannya. Memang, begitu berhasil memukul tewas beberapa orang perampok,
sebuah hantaman tongkat Datuk Panglima Sesat
menghajar telak bagian belakang tubuhnya.
Buggg! "Akh ..!"
Bagai dilemparkan sebuah tendangan raksasa yang tak tampak, tubuh pemuda
berjubah putih itu terlempar deras hingga tiga tombak jauhnya. Segumpal darah
segar yang mengental terlompat keluar dan mulutnya. Jelas,
hantaman dahsyat itu telah membuat tubuhnya terluka dalam. Satu keuntungan yang
masih membuatnya dapat bertahan adalah adanya lapisan kabut bersinar putih
keperakan yang melindunginya dari pukulan dahsyat itu.
Kalau saja 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang dimilikina tidak sering dilatih dan
disempurnakan, sudah pasti pemuda itu tak akan sanggup menerima hantaman tongkat
Datuk Panglima Sesat.
Walaupun hantaman keras itu telah membuat tubuhnya terlempar, namun Pendekar Naga Putih masih juga dapat membuat kedua orang
lawannya menggeleng
kagum. Memang, tubuh yang tengah melayang itu masih mampu diselamatkan agar
tidak sampai terbanting.
Dengan beberapa kali putaran salto indah dan manis, tubuh pemuda itu dapat
mendarat selamat.
"Uhhh ..!"
Panji mengeluh dengan kuda-kuda limbung! Darah
segar kembali menetes keluar dari sudut bibirnya. Dadanya yang terasa sesak,
membuat berdirinya agak limbung sambil menekap dada dengan telapak tangan kiri.
Jelas kalau luka dalam yang dialami Panji cukup parah.
Memedi Karang Api yang menyusuli pemuda itu dengan lesatan tubuh, langsung
menerjang dengan tusukan kedua senjatanya.
Bettt! Bettt! Luncuran dua batang senjata yang menyiratkan sinar keemasan membuat Pendekar
Naga Putih agak terkejut.
Keadaannya yang jelas belum siap, membuatnya harus terpaksa menyelamatkan diri
mati-matian dari ancaman maut itu.
"Heaaah...!"
Dengan gerakan mulai melemah, tangan kanan
pemuda itu bergerak menyambar ke depan. Sambaran
mendatar Pedang Naga Langitnya seketika berkelebat cepat memapak serangan
senjata Memedi Karang Api.
Trang! Trang! "Uhhh...!"
Sayang, tangkisan yang dilakukan sepenuh tenaga itu terhambat rasa nyeri di
dadanya. Sehingga akibat
tangkisan itu, tubuh Pendekar Naga Putih kembali
terdorong beberapa langkah ke belakang.
Rupanya, Memedi Karang Api yang mengetahui kalau
lawan telah mengalami luka dalam, tetap saja meneruskan serangan tanpa
mempedulikan tangkisan. Memang, ia yakin kalau kali ini akan dapat menekan
tenaga lawan. Melihat apa yang diduga tidak meleset, Memedi Karang Api kembali metompat
menyusuli tubuh Panji yang tengah terhuyung mundur. Tusukan sepasang trisulanya
kembali meluncur deras mengancam bagian terlemah di tubuh Pendekar Naga Putih.
Crasss! Crasss!
"Akh...!"
Tusukan dua batang senjata lawan itu hampir berhasil melukai tubuh Panji.
Untunglah pada saat-saat terakhir, tubuhnya masih sempat dimiringkan ke samping.
Sehingga, tusukan trisula Memedi Karang Api hanya menyerempet iga dan lambungnya
saja. Panji yang merasa tidak bakal unggul melawan kedua orang datuk sesat yang lihal
itu, mulai melirik jalan selamat, Pendekar Naga Putih telah cukup lama membuat
pengejaran lawan terhambat. Dan menurut perhitungan-nya, saat itu rombongan yang
dipimpin Kenanga pasti sudah cukup jauh meninggalkan wilayah hutan. Maka, Panji
pun berniat meloloskan diri dari kedua orang datuk sesat itu.
Keluhan pendek kembali terdengar dan mulut
Pendekar Naga Putih. Tidak dipedulikan lagi luka-lukanya yang terasa nyeri dan
linu. Satu tekadnya, ia harus bisa menyelamatkan diri dari hutan itu. Kalau
tidak mau mati sia-sia. Memang harus dengan siasat untuk menghadapi dua tokoh
sesat ini. Namun yang pasti, dunia persilatan akan terancam bahaya dengan
bersatunya seluruh tokoh sesat. Maka pemuda yang cerdik dan telah banyak
pengalaman itu harus mengatur siasat. Karena, sudah dapat ditebak, apa maksud
para tokoh sesat berkumpul dan melakukan keonaran-keonaran. Jelas, mereka ingin
menguasai dunia persilatan!
"He he he... Menyerahlah, Pendekar Naga Putih. Tidak ada gunanya keras kepala
hendak melawan kami." ujar Datuk Panglima Sesat sambil memperdengarkan gelak
tawanya yang menggelegar.
Jelas kalau tokoh itu sudah merasa yakin akan dapat menundukkan Pendekar Naga
Putih. Apalagi keadaan
pemuda itu memang sudah cukup parah. Maka, keyakinan tokoh tinggi besar itu pun
semakin bertambah.
Memedi Karang Api dan Datuk Panglima Sesat samasama melangkah ke arah Pendekar Naga Putih. Mereka terkekeh melihat pemuda itu
hanya menatap tanpa
bergerak sedikit pun. Sehingga, kedua orang itu menduga kalau Pendekar Naga
Putih sudah menyerah pasrah terhadap nasib yang akan diterima.
Namun, apa yang diduga kedua orang datuk sesat itu sama sekali tidak dipedulikan
Panji Pendekar Naga Putih lalu menelan obat pulung dari balik bajunya, seraya
menghimpun tenaganya. Hawa hangat akibat obat luka dalam yang ditelan segera
menyebar, dibantu pengerahan tenaga murni. Meskipun pemuda itu telah merasakan
keadaannya semakin membaik, tetap saja tercekam
menanti kesempatan untuk bisa selamat dari kedua orang datuk itu.
"He he he... Apa lagi yang kau pikirkan, Pendekar Naga Putih" Apakah para
bidadari surga tengah melambaikan tangan kepadamu?" ejek Datuk Panglima Sesat
sambil tertawa-tawa parau. Langkah kakinya pun semakin dekat dengan tempat Panji
berdiri. "Enak saja kau bicara, Datuk Panglima Sesat. Terlalu enak kalau rohnya disambut
para bidadari surga. Kalau aku, lebih suka pendekar muda ini dipanggang dalam
api neraka. Biar merasakan, betapa nikmatnya apabila api telah menjilati
tubuhnya,'' bantah Memedi Karang Api. Dari ucapannya, jelas betapa kejamnya
sifat yang dimiliki kakek berjubah Putih lusuh itu.
Panji sama sekali tidak mempedulikan ejekan lawan-lawannya. Tubuhnya yang terasa
sudah semakin membaik, membuat pemuda itu bangkit semangatnya. Maka ketika jarak
kedua orang datuk sesat itu hanya tinggal satu tombak di depannya, tubuh
Pendekar Naga Putih segera berbalik dan melesat cepat meninggalkan tempat itu.


Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hei...!"
Tentu saja apa yang dilakukan Panji membuat kedua orang datuk sesat itu menjadi
terkejut. Sungguh tidak diduga sama sekali kalau pemuda itu masih mempunyai
kemampuan melarikan diri. Padahal mereka melihat jelas betapa keadaan pemuda itu
telah sangat parah tadi.
Sehingga, mereka jadi terkesima untuk beberapa saat.
Memedi Karang Api yang lebih dulu tersadar dari rasa keheranannya, cepat melesat
disertai uluran tangannya yang memanjang hingga dua tombak jauhnya. Tangan yang
terulur itu langsung melakukan tusukan ke punggung Pendekar Naga Putih.
Wuttt! Panji yang merasakan desir angin keras menerpa
belakang tubuhnya, cepat-cepat berbalik dan mengibaskan tangan yang menggenggam
Pedang Naga Langit.
Wuttt... Trang...!
Tangkisan kuat yang dilakukan Pendekar Naga Putih dengan menggunakan Pedang Naga
Langit, membuat
tangan lawan yang semula memanjang mengkerut seperti sediakala.
"Edan...!" maki Memedi Karang Api yang merasakan lengannya linu akibat tangkisan
pemuda itu. "Heran!
Bagaimana mungkin pemuda itu bisa memulihkan
tenaganya kembali...?"
"Hm... Dasar kita saja yang bodoh, sehingga bisa dikelabuinya. Kita lupa, pemuda
itu pernah bersahabat dengan tokoh sakti yang berjuluk Raja Obat. Tentu saja
lukanya bisa disembuhkan tanpa mengalami kesulitan,"
sahut Datuk Panglima Sesat yang baru teringat akan berita yang pernah
didengarnya. "Hhh.... Hebat sekali pemuda itu. Dalam usia yang masih sangat muda telah bisa
mengumpulkan berbagai kepandaian yang sangat diperlukan bagi kaum rimba
persilatan. Hm... Lain kali aku tidak akan sudi dikelabui begitu saja," geram
Memedi Karang Api.
Kedua orang datuk sesat itu sama sekali tidak berniat mengejar Pendekar Naga
Putih. Memang, saat itu tubuh lawan telah jauh. Melihat gerakannya yang demikian
lincah dan cepat, mereka pun ragu untuk dapat mengejar.
*** Pendekar Naga Putih terus melarikan diri menuju mulut Hutan Jelaga sebelah
Barat. Tubuh pemuda itu berkelebat cepat bagaikan bayangan hantu yang terkadang
lenyap di balik rimbunan pepohonan. Sepertinya, hatinya sudah tidak sabar untuk
segera dapat mengejar Kenanga dan para tokoh persilatan yang telah terbebas dari
kepungan para tokoh sesat.
Karena mengejar menggunakan ilmu lari cepat yang
hampir mencapai tingkat kesempurnaan, maka tidak
berapa lama kemudian, Pendekar Naga Putih hampir tiba di mulut hutan.
Pepohonan yang tumbuh tidak terlalu rapat itu
membuat cahaya matahari bebas menerobos dan
menerangi jalan yang dilewati Pendekar Naga Putih.
Beberapa belas tombak sebelum mencapal mulut
hutan, Pendekar Naga Putih mengerutkan kaning ketika melihat beberapa sosok
tubuh tampak bergeletakan dalam keadaan tewas. Tentu saja pemandangan itu
membuat hatinya berdebar tegang.
Dengan menambah kecepatan larinya, maka sekejap
saja tubuh pemuda itu tiba di tempat mayat-mayat yang bergeletakan mandi darah.
"Ah..."!"
Hati Pendekar Naga Putih semakin berdebar ketika
mengenali lima sosok mayat itu. Mereka tak lain adalah para tokoh persilatan
yang melarikan diri bersama Kenanga.
"Hm.... Tampaknya mereka belum lama tewas." gumam Pendekar Naga Putih setelah
melihat darah yang
menempel di tubuh mayat masih basah.
Menduga demikian, tubuh pemuda itu pun berkelebat cepat melewati mulut Hutan
Jelaga. Dia terus berlari melintasi jalan berdebu.
Sambil mengerahkan ilmu lart cepat, Pendekar Naga Putih memasang indera
pendengarannya tajam-tajam.
Ketika secara lapat-lapat mendengar suara pertempuran, pemuda itu pun kembali
melesat setelaah memastikan asal suara itu.
Pendekar Naga Putih mengerutkan keningnya ketika
beberapa belas tombak di depannya tampak dua sosok tubuh tengah bertempur
sengit. Sekali lihat saja, dia sudah dapat menilai kalau sosok berjubah hitam
yang bertubuh tinggi kurus akan dapat mengalahkan lawannya dalam waktu yang
tidak begitu lama. Ketika Panji semakin dekat dengan pertarungan yang hebat dan
membuatnya terkagum-kagum, dadanya kontan berdebar tegang.
Memang, lawan orang berjubah hitam yang wajahnya
tersembunyi di balik kerudung itu adalah seorang kakek renta yang mengenakan
pakaian berwarna putih. Dari bentuk tongkat yang sempat dilihatnya, Panji segera
dapat menebak, siapa kakek renta itu.
"Eyang Raja Obat...!" gumam Panji semakin bertambah heran.
Belum lagi Pendekar Naga Putih dapat mengungkapkan teka-teki pembunuhan atas
lima orang tokoh persilatan yang ditemukannya di dekat mulut hutan, kini tahutahu muncul Raja Obat yang telah lama dikenalnya dalam keadaan terancam (Untuk
dapat mengetahui hubungan Panji dengan Raja Obat lihat episode "Bunga Abadi di
Gunung Kembaran").
Panji yang melihat Raja Obat terdesak hebat oleh laki-laki tinggi kurus itu
segera melesat memasuki arena.
"Heaaat...!"
Begitu tiba di tengah arena pertarungan, Pendekar Naga Putih langsung menyambut
sebuah pukulan orang berjubah hitam itu. Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan
Raja Obat yang saat itu keadaannya sangat terancam.
Plarrr...! "Akh...!"
Pendekar Naga Putih memekik kaget ketika benturan keras itu membuat tubuhnya
terlontar balik sejauh hampir dua batang tombak! Tentu saja kenyataan itu
membuatnya terkejut setengah mati. Meskipun tadi tidak mengerahkan sepenuh
tenaga, namun hal yang seperti itu hampir tidak pernah dialaminya.
"Gila! Pantas saja Eyang Raja Obat dapat dbuatnya kelabakan. Kepandaian orang
ini benar-benar luar biasa!
Entah siapa tokoh sakti ini" Mungkinkah ia ada
hubungannya dengan pertemuan para tokoh sesat di
Hutan Jelaga" Atau jangan-jangan..?" hati Pendekar Naga Putih berdebar tegang
ketika teringat akan ucapan Datuk Panglima Sesat dan Memedi Karang Api. Mereka
berdua memang pernah menyebut-nyebut tentang Pemimpin
Agung. Laki-laki tinggi kurus yang wajahnya tersembunyi di balik kerudung itu tampaknya
menatap tajam ke arah Panji. Sepasang matanya yang hanya berbentuk cahaya
kemerahan itu benar-benar membuat hati Pendekar Naga Putih berdebar tegang.
Panji mengusap tengkuknya yang terasa meremang
akibat tatapan mata orang berkerudung itu. Otot-otot tubuhnya serentak menegang,
karena disadari sepenuhnya kalau tenaga sakti yang dimiliki orang itu sudah
sedemikian sempurna. Buktinya, ia mampu membuat
hatinya bergetar.
"Panji.., orang inilah yang berjuluk Malaikat Gerbang Neraka. Kepandaiannya
hebat sekali. Sampai-sampai aku hampir tewas dibuatnya. Untunglah kau segera
datang. Kalau tidak, mungkin hanya mayatku saja yang akan kau temukan," bisik Raja Obat
yang segera menghampiri Panji, begitu mengenali siapa pemuda yang telah
menolongnya. "Eyang.... Apakah kau bertemu Kenanga ?" tanya Panji.
Memang, pikiran Pendekar Naga Putih hanya di penuhi bayangan gadis jelita itu.
Hatinya benar-benar merasa khawatir sekali akan keselamatan kekasihnya.
"Ya! Aku telah bertemu dengannya. Dia membawa rombongan tokoh persilatan
golongan putih. Saat itu, mereka tengah melarikan diri karena dikejar-kejar
beberapa tokoh sesat," sahut Raja Obat sambil menggerakkan kepala ke arah
Malaikat Gerbang Neraka.
"Mereka kusuruh pergi terlebih dahulu, dan aku mencoba menghadang laki-laki
tinggi kurus itu."
Panji dan Raja Obat menolehkan kepala ketika mendengar suara menggeram yang menggetarkan! Keduanya bersiap ketika melihat tokoh
menggiriskan yang berjuluk Malaikat Gerbang Neraka tengah bersiap melancarkan
serangan. "Hm... Kita harus meninggalkan tempat ini secepatnya.
Panji. Kurasa, tidak lama lagi tokoh sesat lainnya akan berdatangan ke tempat
ini. Mereka yang sekarang berada di bawah pimpinan laki-laki tinggi kurus tni
hendak mengadakan pertemuan. Sepertinya, mereka mempunyai rencana besar yang
belum kita ketahui." ujar Raja Obat sambil tetap memandang Malaikat Gerbang
Neraka dengan sikap waspada.
"Tapi, bukankah para tokoh sesat itu masih berada di dalam Hutan Jelaga, Eyang.
Dan kalau tidak salah dengar, justru tempat itulah yang akan dijadikan ajang
perternuan."
sahut Panji Pendekar Naga Putih sama sekali tidak merasa heran apabila Raja Obat mengetahui
tentang hal itu. Kakek sakti yang merupakan seorang perantau itu sepertinya
memang banyak tahu tentang kejadian-kejadian dalam rimba persilatan.
"Hm.... Masih banyak yang belum hadir, Cucuku. Dan menurut dugaanku, mereka akan
melewati tempat ini.
Maka kita harus cepat pergi." tegas Raja Obat yang membuat Panji semakin
terperangah. "Gila! Apa sebenarnya tujuan Malaikat Gerbang Neraka mengumpulkan demikian
banyak tokoh golongan sesat.
Tidak mungkin kalau hanya sekadar ingin menguasai dunia persilatan! Sebab dengan
kepandaiannya yang sangat dahsyat, ia dapat dengan mudah menaklukkan tokoh-tokoh
rimba persilatan tanpa bantuan tokoh lain." gumam Panji dalam hati. Dan memang,
ucapan itu tidak dikeluarkan.
"Kita gempur dulu orang ini. Setelah itu, baru tempat ini kita tinggalkan. Agar
kita bisa mengatur langkah selanjutnya," bisik Raja Obat sambil mengerahkan
seluruh kekuatan yang dimiliki.
Panji hanya menganggukkan kepala tanpa menjawab.
Dikerahkannya 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' sepenuhnya untuk menghadapi serangan
Malaikat Gerbang Neraka.
Lapisan kabut bersinar putih keperakan yang
menyelubungi sekujur tubuh Pendekar Naga Putih, membuat Malaikat Gerbang Neraka
mengerutkan keningnya.
Dari sinar matanya, jelas tergambar kalau ia tengah menilai kekuatan calon
lawannya. "Heaah...!"
Tlba-tiba, tubuh tinggi kurus itu meluncur bagai kilat disertai teriakan
mengguntur. Wusss...! Sambaran angin keras yang bagaikan hendak
merobohkan gunung meluncur mengiringi dorongan
sepasang telapak tangan Malaikat Gerbang Neraka.
Menilik kekuatan yang dikerahkannya, jelas kalau tokoh itu hendak menghabisi
kedua orang lawan sekaligus!
"Yeaaat..!"
"Heaaat...!"
Pendekar Naga Putih dan Raja Obat pun tidak tinggal diam. Tubuh kedua tokoh
kelas satu itu melesat berbarengan sambil mendorongkan telapak tangan untuk
menyambut serangan lawan.
Wusss... Blarrr...!
Terdengar dentuman keras, bagai terjadi ribuan guntur di angkasa. Bumi di
sekitar tempat itu terguncang hebat bagaikan dilanda gempa! Beberapa batang
pohon yang tumbuh dalam jarak sepuluh tombak, langsung roboh menimbulkan suara
hiruk-pikuk yang bersahut-sahutan.
Debu tebal membumbung tinggi, membuat suasana di
sekitar arena menjadi gelap.
"Aaah...!"
Tubuh Panji dan Raja Obat terlempar deras hingga
beberapa tombak ke belakang. Namun dengan sebuah
gerakan indah, tubuh mereka dapat bersalto di udara beberapa kali.
"Ayo kita pergi..!" ajak Raja Obat begitu kedua kakinya menjejak tanah.
Tanpa menunggu jawaban Panji, tubuh kakek itu
langsung melesat meninggalkan arena pertarungan yang tertutup debu.
Pendekar Naga Putih yang mendengar seruan Raja
Obat bergegas menyusul, sebelah kakinya mendarat di atas tanah. Tubuh pemuda itu
langsung melayang mengikuti kakek renta yang melesat beberapa tombak di
depannya. Melihat wajah mereka yang tampak menyeringai, jelas kalau Panji dan
Raja Obat cukup menderita akibat
benturan yang luar biasa dahsyatnya tadi.
"Keparat..!" maki Malaikat Gerbang Neraka, marah.
Memang, saat kepulan debu mulai menipis, Malaikat Gerbang Neraka tidak menemukan
kedua orang lawannya lagi. Dengan wajah keruh, tokoh sakti itu membanting
kakinya di atas tanah. Ia mengomel, sebelum meninggalkan tempat itu.
Siapakah sebenarnya tokoh sakti yang menggiriskan itu" Dan apa rencana Malaikat
Gerbang Neraka mengumpulkan tokoh sesat dunia persilatan" Dapatkah dia mengajak dua orang datuk
sesat lainnya untuk
bersekutu" Untuk mengetahui jawabannya, silakan mengikuti lanjutan cerita ini
yang berjudul "Rahasia Pedang Naga Langit".
SELESAI Hasil Kolaborasi by
Scan : handimantis Edit txt : fujidenkikagawa
Convert to PDF : syauqy_arr Durjana Pemenggal Kepala 1 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pangeran Perkasa 3

Cari Blog Ini