Ceritasilat Novel Online

Titisan Budak Iblis 1

Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis Bagian 1


TITISAN BUDAK IBLIS
Oleh Sandro S. Penerbit Gultom Agency, Jakarta
Gambar Sampul oleh
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seliiruh isi buku ini tanpa
izin tertulis dari penerbit Sandro S.
Serial Pendekar Pedang Siluman Darah dalam episode:
Titisan Budak Iblis
128 hal; 12 x 18 cm
1 Pagi masih begitu dingin, ketika
seorang lelaki keluar dari rumahnya.
Lelaki itu sesaat menengadahkan wajahnya ke langit sembari menarik nafas dalamdalam, seakan ada sesuatu yang berat menekan dalam hatinya.
"Apakah aku akan selamanya menderita seperti ini" Sedangkan anak serta istriku
selalu menginginkan kemakmuran dan harta yang banyak" Ah, haruskah aku selalu
mengalah" Tidak! Aku harus mampu mengubah nasibku," desisnya dalam hati.
Ditatapnya sesaat rumah yang sudah sepuluh tahun di huni bersama istri dan anakanaknya. Lalu dengan langkah gontai, lelaki itu berjalan pergi meninggalkan
rumahnya. Tanpa tujuan yang pasti, lelaki itu terus berjalan dalam remang-remang pagi.
Sampai tak terasa dirinya telah berada di perbatasan hutan. Suara-suara binatang
hutan yang ia lewati tak menjadikan dirinya mundur. Diteruskannya langkah,
ditetapkannya hati. "Terus... Langkahkan kakimu ke arah Selatan. Di sana kau
pasti akan mendapatkan semua yang selama ini kau impikan." Terdengar suara
seseorang berbisik padanya membuat lelaki itu seketika menghentikan langkahnya.
Dicarinya suara itu, namun tak ditemuinya orang
lain selain dirinya sendiri dan pohon-pohon di tengah hutan yang ia lewati.
"Siapa kau" Kenapa kau menyuruhku untuk terus melangkah ke Selatan" Kalau kau
bermaksud menolongku, katakanlah tempat yang kau tunjukkan itu," berkata lelaki
itu pada pepohonan di hadapannya.
"Kebo Pangasan, kau dengar suara ku...?" bertanya suara itu pada lelaki yang
berjalan sendiri itu. Kebo Pangasan tersentak kaget ketika namanya diketahui
oleh orang yang bersuara itu yang belum juga menampakkan ujudnya.
Melihat Kebo Pangasan terkejut,
kembali terdengar suara itu bergema.
"Jangan kau kaget, Kebo Pangasan.
Setiap orang yang melewati hutan ini aku pasti tahu maksudnya. Bukankah kau
ingin mempunyai ilmu yang tinggi yang tak ada tandingannya" Dan bukankah kau
ingin hidup bahagia tanpa capai-capai bekerja?"
Makin terkejut saja Kebo Pangasan mendengar ucapan orang tanpa ujud yang
sepertinya tahu segala apa yang ada dalam hatinya. Padahal niatnya untuk dapat
memiliki ilmu yang tinggi dan ingin dapat kebahagiaan hanya dalam hatinya saja.
Belum habis rasa kaget di hati Kebo Pangasan. Terdengar kembali suara orang yang
belum menampakkan dirinya berkata:
"Sudah aku katakan bahwa siapa yang melewati daerah ini, aku akan mengetahui
maksudnya, Pangasan."
"Siapa kau?" bertanya Kebo Pangasan sembari memandang sekelilingnya mencari
orang yang bersuara itu.
"Hua, ha, ha. Akulah penghuni kegelapan! Akulah Ki Budak Iblis pemilik Ajian
Karang Kikir!"
"Jadi, jadi. Kau, kau...." berkata terbata-bata Kebo Pangasan setelah mendengar
orang yang bersuara itu menyebut namanya. Yang kembali terdengar suaranya
memotong ucapan Kebo Pangasan.
"Ya, akulah Ki Budak Iblis penghuni kegelapan. Apakah tekadmu telah bulat, Kebo
Pangasan?"
"Benar, Ki. Tekadku untuk menjadi orang sakti dan selalu dikelilingi kebahagiaan
telah bulat di hati,"
menjawab Kebo Pangasan tanpa pikir panjang lagi.
"Bagus! Sekarang berjalanlah terus ke arah Selatan dan jangan menengok ke
belakang lagi. Nanti bila kau menemukan sebuah rumah yang tampak angker,
masuklah kau ke situ. Di situ akan kau temui sebuah makam yang di atasnya
tertancap sebatang tongkat Bambu Kuning. Cabutlah tongkat itu. Maka saat itu
pula, kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan,"
berkata Ki Budak Iblis memberi petunjuk.
"Mulai hari ini dan setelah kau menjalankan tugasmu mencabut bambu kuning
yang di atas makam itu maka aku akan masuk ke dalam dirimu. Lakukan...!"
"Baik, guru. Hamba akan selalu menurut perintah guru," menjawab Kebo Pangasan
sembari menjura hormat. Ter-dengarlah kembali gelak tawa dari Ki Budak Iblis
demi melihat Kebo Pangasan memanggil guru.
"Ha, ha, ha. Bagus-bagus! Nah, laksanakan lah apa yang telah kuperin-tahkan!"
Bagai seorang yang kena sihir, Kebo Pangasan pun segera menurut melangkah menuju
tempat yang telah diberitahukan oleh Ki Budak Iblis.
Sudan cukup jauh Kebo Pangasan
melangkah menuruti apa yang dikatakan Ki Budak Iblis. Tampak keringatnya meleleh
di kedua pelipisnya walau udara saat itu masih sejuk.
Sedang Kebo Pangasan berjalan,
terdengar kembali suara Ki Budak Iblis berkata: "Kebo Pangasan, setelah kau
sampai di tempat yang aku katakan, jangan sekaligus kau cabut bambu kuning itu.
Tapi tunggulah sampai hari menjelang malam."
"Mengapa?" bertanya Kebo Pangasan tak mengerti.
"Jangan banyak tanya! Kau harus menurut padaku sebab jiwamu kini telah aku
kuasai, mengerti!" membentak Ki Budak
Iblis. Kebo Pangasan pun menurut dan berkata:
"Ampun, guru. Hamba tidak sekali-kali melanggar perintah guru."
"Bagus! Memang kaulah yang bakalan menjadi muridku yang setia. Yang kelak akan
mewarisi ilmu-ilmuku. Kelak kau tak akan ada tandingannya di jagad raya ini.
Kau akan merajai dunia persilatan dan tak akan bisa mati. Ha, ha, ha!"
Suara itu menggema di antara pepohonan hutan. Membuat suasana menjadi seram
menakutkan. Binatang-binatang hutan pun seketika beterbangan seperti di gebyar
dari tidurnya. Pagi telah datang ketika istri Kebo Pangasan bangun dari tidurnya. Ia tak
mendapatkan lagi sang suami. Maka dengan segera istri Kebo Pangasan lari ke luar
untuk mencarinya, yang biasanya duduk di serambi muka bila pagi-pagi begini.
Namun orang yang dicarinya ternyata tak ada. Membuat hatinya seketika gundah dan
bertanya-tanya. "Ke mana Kakang Kebo Pangasan?"
"Kakang Kebo Pangasan! Di mana kau, Kakang"!" berseru istri Kebo Pangasan
sembari mencari-cari suaminya.
Dicarinya ke sekeliling rumah,
namun tak ditemukannya. Segera ia berlari menuju lading tempat suaminya bekerja.
Namun kembali tak ditemukannya.
Dengan menjerit-jerit, ia pun
segera meminta tolong pada tetangga-tetangganya yang seketika terbangun dan
berhamburan datang sembari bertanya.
"Ada apa gerangan, Juminten?"
"Suamiku hilang," menjawab Juminten dengan wajah pucat dan bingung.
Terbelalak mata orang-orang itu
mendengar ucapan Juminten, seraya bertanya kaget. "Apa" Hilang" Bagaimana
mungkin orang setua dia hilang?"
Maka dengan segera kentongan tanda bahaya segera dibunyikan sehingga mengundang
semua penduduk kampung itu datang.
Dengan dikomando oleh ketua kampung, warga desa pun segera mencarinya.
Matahari di ufuk Timur tampak
merona merah pertanda hari telah
menginjak siang. Namun sejauh itu Kebo Pangasan tak ditemukan juga membuat
desas-desus di antara para warga. Desa pun ramai.
"Jangan-jangan Kebo Pangasan diculik," berkata salah seorang dari warga desa
membuka desas-desus itu.
"Ah! Kau, Jang. Untuk apa menculik Kebo Pangasan" Toh tak ada yang dapat diambil
darinya," berkata yang lainnya tak percaya.
"Lho, Kang Jumad tidak mengerti.
Maksudku bukan diculik orang," berkata Ujang
tak mau kalah. Membuat Jumad
mengernyitkan alis matanya dan bertanya.
"Maksudmu, diculik apa?"
"Itu lho, Kang, Dedemit yang suka usilan," menjawab Ujang kalem.
"Ooh... ya ya. Lalu untuk apa?"
bertanya yang lain ingin tahu. Yang rupanya tertarik oleh omongan Ujang.
"Mana aku tahu. Tanyakan saja pada Dedemit itu," menjawab Ujang kembali
sekenanya membuat yang mendengar
terbelalak. Saat itu juga, ucapan Ujang pun menyebar ke seluruh pelosok desa.
Orang-orang pun ramai membicarakannya, dari satu mulut ke mulut yang lain.
Apalagi ibu-ibu, dalam sekejap saja saling membicarakannya sembari ngobrol
dengan tetangga.
Sementara itu, Kebo Pangasan yang digegerkan oleh penduduk kampungnya hilang.
Tampak masih berjalan menuju arah Selatan mengikuti Ki Budak Iblis.
Matahari telah tampak ketika Kebo Pangasan tiba di sebuah rumah. Rumah itu
kosong dan terpencil dari keramaian dan dengan keadaan yang sangat mengerikan,
gelap dan bau. Di sana-sini terdapat sarang laba-laba besar dan kotoran-kotoran
kelelawar yang bersarang di situ.
Ketika Kebo Pangasan masuk,
seketika ratusan ekor kelelawar beterbangan dari sarangnya. Sepertinya
kedatangan Kebo Pangasan telah mengganggu
ketenangan tidurnya. Kelelawar-kelelawar itu terbang berserabutan sampai-sampai
ada yang menabrak muka Kebo Pangasan.
"Kelelawar iblis, sialan!" memaki Kebo Pangasan sembari menepiskan hewan malam
itu hingga terpental jatuh ke tanah dan mati. Habis Kebo Pangasan memaki-maki,
terdengar suara membentaknya:
"Kau bilang apa!"
Terbelalak mata Kebo Pangasan
saking terperanjatnya. Seketika itu pula mukanya pucat pasi. Lalu dengan
terbata-bata karena takut, Kebo Pangasan pun berkata meminta maaf. "Ampun, Guru.
Hamba tidak sengaja mengatakannya karena hamba tidak mengerti. Semoga guru mau
mengam-puninya."
"Ingat! Kau untuk selamanya tidak boleh mengucapkan kata itu untuk memaki.
Sebab kau sendiri adalah pengikutnya.
Mengerti, Pangasan?"
"Hamba mengerti, Guru," Kebo Pangasan masih ketakutan.
"Kebo Pangasan, hari ini juga sampai matahari terbenam lakukanlah olehmu Tapa
Brata." "Di mana hamba melakukannya?"
bertanya Kebo Pangasan.
"Lakukanlah di depan makam itu!"
Dengan merunduk-runduk Kebo Pangasan segera menuju ke depan makam, tepatnya di
depan sebatang bambu kuning
yang tertancap di atas makam itu. Dengan menyilangkan kedua tangannya bersidekap
serta kedua kakinya dilipat Kebo Pangasan pun segera mengheningkan cipta.
Dipusat-kannya segenap panca indra pada satu tujuan, yaitu ketenangan batin dan
kekokohan niatnya untuk menjadi orang yang tersakti di muka bumi ini.
Mentari telah condong ke Barat
pertanda sore pun tiba. Detik-detik menegangkan sesaat lagi akan datang.
Bersamaan burung-burung pulang ke sarangnya. Kembali terdengar suara Ki Budak
Iblis berkata memerintah.
"Bangunlah, Kebo Pangasan! Laksanakan tugasmu. Cabut bambu yang
menghunjam di atas makam. Lakukanlah...!"
Suara perintah itu bergema
berulang-ulang yang menjadikan Kebo Pangasan bagai seekor kerbau, menurut
bangkit dari duduknya dengan mata memandang pada bambu kuning yang menancap di
atas makam. Sesaat hatinya bergetar.
Sepertinya ada kekuatan aneh yang terpancar dari bambu kuning itu membuat Kebo
Pangasan terdiam mematung tanpa dapat berbuat apa-apa.
Bambu itu mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata Kebo Pangasan, sehingga Kebo
Pangasan seketika menutup matanya dengan tangan. Gejolak penasaran antara ucapan
yang merupakan perintah iblis,
berperang dengan suara lain yang entah dari mana datangnya.
"Jangan kau lakukan itu, Kebo Pangasan!"
"Lakukanlah, Kebo Pangasan! Bukankah kau ingini menjadi orang yang tersakti di
dunia persilatan" Dan bukankah kau ingin hidup bergelimpangan dengan
kebahagiaan" Ayo. Lakukanlah!"
"Jangan kau ikuti ucapannya, pergilah segera! Anak dan istrimu telah menantimu.
Mereka akan bahagia lahir dan batin bila kau mencari rejeki di jalan Tuhan.
Pergilah!"
"Bodoh, kalau kau pergi! Tak akan ada kesempatan lain seperti ini selama dalam
hidupmu. Lakukanlah!"
Akhirnya dengan tangan gemetar dan dada bergemuruh tak menentu, dicabutnya bambu
kuning yang menancap di atas makam itu. Bersamaan dengan tercabutnya bambu
kuning, seketika keluarlah ledakan dari dalam makam. Hingga saking kagetnya,
Kebo Pangasan terpental ke belakang dengan kepala membentur tembok. Dari dalam
makam yang meledak keluar sesosok tubuh lelaki kurus kering tak ubahnya bagai
mayat hidup. "Hua, ha, ha! Aku kini telah bebas, telah bebas! Cita-citaku untuk merajai dunia
persilatan, akhirnya akan
terwujud," berkata lelaki tua berbadan
kurus kering yang baru keluar dari makam.
Menjadikan bulu kuduk Kebo Pangasan seketika merinding berdiri. Ketakutannya
makin bertambah, manakala melihat lelaki tua di hadapannya memandang ke arahnya
dengan sorot mata tajam.
"Buang bambu sialan itu, Kebo Pangasan!" katanya kemudian menyuruh pada Kebo
Pangasan. Bagai terhipnotis tanpa daya untuk melawan atau menentang, Kebo Pangasan pun
menurut. Segera dibuangnya bambu kuning itu jauh-jauh membuat lelaki tua yang
baru saja keluar dari makam itu kembali tertawa bergelak-gelak senang melihat
Kebo Pangasan menuruti membuang bambu kuning yang sedari tadi digenggamnya.
Perlahan lelaki tua itu mendekati Kebo Pangasan yang masih terdiam membisu penuh
ketakutan. "Kebo Pangasan, kau tak perlu takut padaku sebab sebentar lagi aku akan menitis
di badanmu. Aku akan meminjam badanmu demi cita-citaku menguasai dunia
persilatan," berkata Ki Budak Iblis sembari tertawa bergelak-gelak.
Melihat Kebo Pangasan masih
terdiam. Kembali Ki Budak Iblis berkata dengan nada suaranya agak merendah.
"Kebo Pangasan, sebelum aku menitis pada tubuhmu, perlu aku beritahukan sesuatu
padamu, dengarlah! Pertama,
dengan menitisnya tubuhku ke tubuh mu maka kau akan menjadi orang yang tersakti
di jagad raya ini. Kedua setiap bulan purnama kau harus mendapatkan seorang
gadis!" "Untuk apa gadis itu, Guru?"
bertanya Kebo Pangasan belum mengerti setelah sekian lama terdiam dalam
ketakutan dan keterkejutannya. Mendengar pertanyaan Kebo Pangasan, Ki Budak
iblis kembali berkata: "Setelah kau jadikan pemuas nafsumu, maka segeralah kau
korbankan gadis itu untuk penguasa puncak iblis. Bila kau setiap bulan purnama
mengadakan persetubuhan dengan seorang gadis maka kau akan makin tinggi ilmunya
serta awet muda. Ketiga... jangan sekali-kali kau mengucapkan sekutumu untuk
mencaci maki sebab hal itu akan
menjadikan murkanya. Kau mengerti, Kebo Pangasan?"
"Mengerti, Guru. Guru...." berkata Kebo Pangasan terputus. Membuat Ki Budak
Iblis mengernyitkan alis matanya dan bertanya.
"Ada apa, Kebo Pangasan" Apakah kau tak sanggup melakukannya?"
"Bukan itu, Guru. Hamba sanggup melakukan apa yang menjadi perintah guru.
Tapi, bolehkah hamba tahu...?" kembali Kebo Pangasan tak meneruskan ucapannya.
Takut kalau-kalau gurunya murka bila
mendengar pertanyaannya.
Sang guru yang mengerti keraguan di hati Kebo Pangasan segera bertanya dengan
nada pelan. "Katakanlah, kau mau bertanya tentang apa?"
"Ampun, Guru. Sedari tadi hamba berpikir, kenapa guru yang sesakti ini harus
terkubur hidup-hidup" Lalu siapakah orangnya yang telah memperdayai guru?"
Ki Bu tak Iblis bergelak tawa demi mendengar pertanyaan Kebo Pangasan yang
dirasakannya sangat baik. Lalu setelah tawanya reda, Ki Budak Iblis pun segera
menceritakannya:
"Dulu.... Kira-kira seratus tahun yang silam, aku adalah seorang pemuda yang


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkemauan keras sepertimu, ingin merajai dunia persilatan. Aku benci dan dendam
pada orang-orang persilatan dari golongan lurus yang telah membunuh kedua orang
tuaku karena kesalahpahaman. Orang tuaku difitnah oleh orang-orang
persilatan bahwa orang tuakulah yang telah membuat keonaran di dunia
persilatan...." Sesaat Ki Budak Iblis terdiam.
Di wajahnya yang angker tampak kesedihan yang mendalam manakala kembali
mengingat keadaan dirinya seratus tahun yang silam.
Kebo Pangasan pun turut terdiam.
Tak ada kata-kata yang terucap dari mulutnya untuk bertanya ataupun berkatakata. Ia pun seakan terbawa oleh cerita
yang tengah dibeberkan oleh gurunya tentang kehidupan sewaktu muda.
Setelah menghela nafas dalam-dalam, Ki Budak Iblis meneruskan ceritanya:
"Melihat kedua orang tuaku dibunuh dengan sadisnya. Saat itu pula aku benci dan
dendam pada kaum golongan putih. Maka dengan tekad yang kuat, aku pun segera
berkelana mencari seorang guru yang sakti yang mampu memberi ilmu yang tinggi.
Hingga pada suatu ketika aka menemukan seorang tokoh silat dari golongan hitam
yang sakti, yang mana setelah kuketahui ternyata tokoh itulah yang telah membuat
keonaran di dunia persilatan. Setelah aku diterima sebagai muridnya. Maka aku
pun giat berlatih ilmu silat dan ilmu kesaktian yang diajarkan olehnya. Hingga
pada suatu ketika sepak terjang guruku akhirnya diketahui oleh tokoh-tokoh
persilatan golongan putih. Guruku pun saat itu juga dibunuh. Tapi sebelum beliau
wafat, beliau berpesan padaku untuk mempelajari sebuah Kitab yang sampai beliau
wafat belum beliau
pelajari."
Sesaat kembali Ki Budak Iblis
menghentikan ucapannya. Memandang pada Kebo Pangasan yang memilih diam tanpa
banyak bicara. "Ajian yang ada pada buku itu, bernama Aji Karang Kikir. Barang siapa
yang mampu menjalankannya maka ia akan menjadi orang yang sakti. Tidak bisa mati
atau luka oleh senjata maupun ilmu macam apapun. Bilapun mati, tubuhnya tak akan
hancur sampai kapanpun. Dia juga akan dapat hidup bila lidah petir menyambar di
atas makamnya."
Mendengar cerita gurunya, tanpa
disadari Kebo Pangasan berkata menggumam:
"Ilmu yang aneh dan langka."
"Benar! Ilmu yang aneh dan langka,"
berkata Ki Budak Iblis membenarkannya ucapan Kebo Pangasan.
Kemudian Ki Budak Iblis pun kembali meneruskan ceritanya:
"Karena ilmu itu begitu hebat. Maka dengan giat dan semangat untuk dapat
menuntut balas kematian kedua orang tuaku, aku segera mempelajarinya. Setelah
ilmu itu aku kuasai, aku segera turun gunung untuk mencari orang-orang yang
telah membunuh dan memfitnah kedua orang tuaku. Sesaat itu juga dunia persilatan
dapat aku kuasai dengan cepat. Semua kaum persilatan dari golongan hitam memihak
dan menjadi pengikutku. Kamipun seketika menjadi momok orang-orang persilatan.
Sepak terjang kami yang ganas dan liar membuat kaum persilatan golongan lurus
mencoba menghalangi. Tak satupun dari mereka yang dapat mengalahkanku. Sebab
dengan ajian Karang Kikir aku tak akan
mempan dengan segala macam pusaka ataupun ajian apapun. Suatu hari, datang ke
tempatku seorang pemuda yang bernama Ki Bayong. Ia diutus oleh para tokoh
golongan lurus untuk menyadarkan atau membunuhku. Memang, saat itu di dunia
persilatan ada dua tokoh silat yang kesaktiannya sukar untuk ditandingi.
Pertama aku dan yang seorang lagi seorang pemuda yang bernama Bayong Sulaya.
Yang merupakan salah satu dari empat
pendekar."
Kembali Ki Budak Iblis terdiam
menghela nafas. Matanya memandang pada Kebo Pangasan yang masih terdiam bagai
tak berhasrat untuk bertanya maupun berkata-kata.
Melihat Kebo Pangasan terdiam dan hanya mendengarkan ucapannya. Maka Ki Budak
Iblis pun melanjutkan ceritanya:
"Akhirnya, setelah kami tak dapat menyatukan jalan dan cara-cara kami, kami pun
bertarung. Tadinya aku tak mengira kalau pemuda yang menantangku itu akan dapat
mengimbangi ilmuku. Bahkan dia dapat mendesakku terus menerus. Hingga suatu
ketika dia menghantamkan ajian Petir Sewu. Waktu itu aku cukup ngeri demi
melihat api keluar dari kedua tangannya dan membakar tubuhku. Namun kengerianku
seketika lenyap saat tubuhku ternyata tak terbakar secuilpun. Merasa
ajiannya tak mempan, dia kembali
menghantamku dengan ajian lain yang bernama Jamus Kalima Sada. Ajian itu benarbenar dahsyat, hingga aku pingsan dibuatnya. Ketika aku pingsan, secara hiduphidup aku dilemparkan ke dalam sumur yang kemudian diurugnya dengan tanah dan
dikunci dengan tongkat bambu kuning yang telah dimantra-mantrai."
"Kalau begitu bambu kuning
merupakan penangkal ajian Karang Kikir, Guru?" bertanya Kebo Pangasan.
"Benar! Dan perlu kau ingat bahwa hanya keturunan Sidik Paningal sajalah yang
mampu mengalahkan. Maka itu, apa bila kau bertemu dengan muridnya lebih baik kau
menyingkir saja. Jangan sekali-kali mencoba melawannya. Percuma,"
menerangkan Ki Budak Iblis.
"Ciri-ciri pewaris ilmu Ki Bayong, setahuku memiliki sebuah senjata aneh yaitu
sebuah Pedang Siluman. Dan karena kehebatan pedang itu hingga ia bergelar
Pendekar Pedang Siluman Darah dari kawah Chandra Bilawa."
"Akan hamba ingat apa yang menjadi pesan guru," berkata Kebo Pangasan.
"Kebo Pangasan, bersiaplah! Kita akan menjadi satu kesatuan. Maka pusatkan
segalanya pada satu tujuan hingga penyatuan ini tak mengalami hambatan."
Habis berkata begitu, Ki Budak
Iblis segera mengheningkan cipta yang diikuti Kebo Pangasan yang turut
mengheningkan cipta. Diaturnya pernafasan dengan mata terpejam sepertinya telah
siap menerima penitisan itu. Tak berapa lama kemudian dari tubuh Ki Budak Iblis
tampak keluar asap hitam bergulung-gulung masuk ke tubuh Kebo Pangasan. Ki Budak
Iblis pun hilang.
Mata Kebo Pangasan yang habis
terpejam perlahan-lahan terbuka.
Perlahan-lahan nampak pula perubahan terjadi pada diri Kebo Pangasan. Matanya
yang tadinya sayu berubah menjadi merah membara bagaikan mengandung api. Mata
yang membara itu sesaat memandang pada makam di hadapannya. Lalu dengan tertawa
bergelak-gelak Kebo Pangasan berkelebat meninggalkan rumah itu.
2 Saat itu, tampak Jaka tengah
berjalan sembari bernyanyi-nyanyi melan-tunkan syair lagu dengan bersiul-siul.
Ketika sedang bernyanyi, tiba-tiba telinganya yang tajam menangkap suara langkah
seseorang menuju ke arahnya.
Dengan segera Jaka melompat naik ke atas pohon untuk melihat gerangan yang
terjadi sekaligus bersembunyi.
Tampak seorang gadis tengah berlari
dengan wajah pucat dan napas memburu cepat. Sepertinya gadis itu tengah dikejar
oleh seorang. Gadis itu makin pucat ketakutan manakala dua orang lelaki di
belakangnya makin dekat. Gadis itu tersentak menghentikan langkahnya kala salah
seorang lelaki pengejarnya tiba-tiba telah berdiri menghadang di depannya dengan
senyum sinis. "Hem, bukankah sudah aku katakan.
Lebih baik kau serahkan benda itu daripada bermain kucing-kucingan seperti ini!"
berkata seorang dari dua lelaki itu.
"Huh! Sudah kukatakan, kitab itu tidak berada di tanganku. Kenapa kalian tak mau
percaya?" Mendengus sang gadis sengit.
"Jangan kau bohongi kami! Kami tahu bahwa kaulah pencuri kitab Siung Balung
milik perguruan Kate Sakti. Kenapa kau masih mungkir?" Lelaki satunya yang baru
datang turut berkata.
"Benar, Nona. Mengakulah dan serahkan kitab itu pada kami. Niscaya kami akan
mengampunimu," menimpali orang pertama berkata. Mendengar ucapan kedua lelaki
yang mengejarnya, gadis itu melototkan mata sembari membentak:
"Kalian orang-orang Naga Branjangan yang terkenal sebagai orang-orang yang
gagah. Semestinya kalian mengerti tata
krama persilatan dan menjunjung tinggi kebenaran! Mengapa kalian tak mau
mempercayai ucapanku" Aku tak merasa mengambil kitab Siung Balung milik
perguruan Kate Sakti! Kalian salah terka!"
Namun tampaknya kedua Naga Branjangan itu tak mau percaya. Maka dengan sinis salah seorang dari kedua Naga
Branjangan itu kembali berkata: "Nona!
Jangan kau coba-coba mendustai kami. Kami tahu pasti bahwa kau yang malam itu
telah ke luar dari perguruan Kate Sakti. Kami yakin kaulah yang telah mencuri
kitab pusaka itu."
Wajah gadis itu seketika merah
membara saking marahnya. Lalu dengan membentak gadis itu berkata:
"Naga Branjangan! Kalau kalian tak mau percaya padaku, lalu kalian mau percaya
pada siapa" Tak kusangka, orang-orang Naga Branjangan yang terkenal bijaksana
ternyata tak lebih dari orang-orang pengecut dan tak tahu diri. Apakah dengan
perbuatan kalian ingin merebut Kitab Pusaka Kate Sakti nama kalian tidak akan
buruk?" Mendengar ucapan tajam sang gadis yang terasa bagai Kala yang menyengat.
Seketika wajah kedua Naga Branjangan merah padam. Dari mulut mereka membersit
dengusan marah dan salah seorang dari
mereka berkata: "Hem, rupanya kau masih ingin menipu kami dengan mulutmu yang
berbisa. Ingat! Kami tak akan segan-segan menurunkan tangan bila kau tak mau
segera menyerahkan kitab itu."
Tersenyum sinis sang gadis
mendengar gertakan salah seorang dari kedua Naga Branjangan. Lalu dengan
tersenyum sinis gadis itu pun berkata:
"Naga Branjangan! Kalau kalian tak mau percaya padaku, aku pun tak ingin banyak
mulut dengan kalian. Sekarang enyahlah dari sini sebab aku tak membawa apa yang
kalian kehendaki."
"Perempuan iblis! Apa hakmu
mengusir kami! Kami tak akan pergi sebelum kau serahkan kitab itu. Cepat
serahkan atau kami terpaksa bertindak dengan kekerasan!" membentak salah seorang
dari Naga Branjangan yang berwajah lonjong seperti ular. Sementara seorang lagi
tampak mencibirkan bibirnya mengejek.
Walaupun dirinya tengah menghadapi orang-orang yang sudah terkenal di dunia
persilatan. Namun gadis itu tak bergeming dengan keputusannya. Maka setelah
tersenyum dingin, gadis itu membentak.
"Sudah aku bilang! Bahwa apa yang kalian maksudkan tak ada padaku. Kalau kalian
ingin memakai kekerasan. Silahkan!
Aku Dewi Rambi, tak akan mundur
setapakpun menghadapi kalian!"
Melotot mata kedua Naga Branjangan mendengar ucapan si gadis itu. Lalu dengan
mendengus Naga Branjangan Muda berkata: "Kakang Naga Merah, rupanya dia lebih
memilih kita memakai kekerasan ketimbang menyerahkan kitab itu.
Bagaimana, Kakang?"
Setelah menarik napas sesaat, Naga Merah pun akhirnya berkata:
"Memang! Tapi aku rasa tak pantas bila kita mengeroyoknya, Adik. Maka lebih baik
kau sendiri sajalah yang memberi pelajaran agar dia sadar siapa kita adanya."
"Kenapa mesti satu-satu" Kalian maju barengpun aku tak akan gentar. Ayo, majulah
kalian bareng agar dengan segera dapat kuselesaikan," berkata Dewi Rambi dengan
senyum sinis mengejek. Membuat kedua Naga Branjangan makin bertambah marah.
"Setan alas! Jangan sombong, Kuntilanak!" memaki Naga Merah sembari mengegoskan
kepalanya. Hal itu merupakan suatu isyarat bagi adiknya yang dengan segera
bergerak menyerang Dewi Rambi didahului bentakan makian.
"Waspadalah. Hiat...!" Dewi Rambi yang telah waspada dengan segera
mengegoskan tubuhnya sedikit mengelak, hingga serangan Naga Muda yang kencang
dan keras hanya mendapatkan angin belaka.
Merasa serangannya tak mengena,
makin marahlah Naga Branjangan Muda.
Diserangnya Dewi Rambi kembali dengan tak tanggung-tanggung menggunakan jurus
Naga Membelah Bumi. Tangan Naga Muda bergerak dengan cepatnya membuat Dewi Rambi
bingung manakala melihat tangan Naga Muda tiba-tiba berjumlah banyak merangsek
menyerangnya "Wuut!,Wuut! Wuut..,!"
Dewi Rambi tersentak sesaat
manakala tangan Naga Muda hendak menjamah buah dadanya. Lalu dengan menepiskan
dengan tangannya Dewi Rambi segera mengelak. Namun ternyata serangan yang
dilancarkan oleh Naga Muda barusan ternyata tipuan belaka untuk memancing Dewi
Rambi. Serangan sebenarnya datang manakala Dewi Rambi berkelit. Hingga...!
"Wuut! Plak!"
Sebuah tamparan tangan kiri Naga
Muda tak mampu dielakkan oleh Dewi Rambi.
Maka tak ayal lagi Dewi Rambi pun seketika terhuyung ke belakang dengan pipi
merah tergurat tangan Naga Muda.
Tersentak Jaka melihat hal itu,
sehingga matanya membeliak. Namun ketika ia bermaksud melompat turun untuk
membantu, diurungkan niatnya manakala melihat Dewi Rambi telah berdiri dan siap
bertarung lagi.
Dengan amarah yang meluap di
dadanya. Dewi Rambi seketika menjerit dan menyerang Naga Muda dengan bertubitubi. Serangannya tampak ganas dengan jurus-jurus yang sukar diterka oleh Naga Muda.
Serangan Dewi Rambi sangat berbahaya, karena yang diincarnya jantung lawan. Tak
lama kemudian, Naga Muda menjerit manakala tangan Dewi Rambi yang kecil dan
lembut menghantam telak ulu hatinya.
Tubuh Naga Muda terhuyung dan
ambruk ke tanah dengan mulut melelehkan darah.
Demi melihat Naga Muda terluka, tak ayal lagi Naga Merah gusar dan marah.
Didahului dengan pekikkan, Naga Merah segera berkelebat cepat menyerang Dewi
Rambi. Pertarungan kembali terjadi yang kali ini makin seru. Keduanya sama-sama
tangguh dan lincah.
Melihat musuhnya sukar untuk
dijatuhkan, Naga Merah segera menggunakan jurus Naga Mabok. Lalu dengan terlebih
dahulu memekik, Naga Merah kembali menyerang. Tangannya bergerak begitu cepat.
Menjadikan Dewi Rambi hanya dapat bertahan dan mengelak tanpa dapat membalas
sekalipun. Ketika sebuah pukulan dahsyat yang bernama Ekor Naga Menghantam Karang hendak
menghantam Dewi Rambi, saat itu juga Naga Merah memekik. Tangan yang
hampir menjamah tubuh Dewi Rambi segera ditarik kembali.
"Iblis laknat! Siapa yang telah membokong!" berseru Naga Merah penuh marah
sembari mencari orangnya. Ketika Naga Merah lengah dengan keras
dihantamnya tengkuk Naga Merah oleh Dewi Rambi. Menjadikan Naga Merah itu
pingsan seketika.
Melihat musuhnya sudah tak berdaya, Dewi Rambi bermaksud menghabisi nyawa Naga
Merah. Tapi sebelum hal itu
terlaksana. Tiba-tiba terdengar suara bentakan.
"Jangan...!" Bareng dengan habisnya suara itu tahu-tahu seseorang pemuda telah
berdiri di hadapannya.
Tersentak kaget Dewi Rambi hingga niatnya untuk membunuh Naga Merah menjadi
urung. Ditatapnya pemuda yang berdiri di hadapannya. Pemuda itu menyunggingkan
senyum membuat Dewi Rambi membelalakkan matanya marah. Dengan nada ketus Dewi
Rambi pun bertanya:
"Siapa kau! Mengapa mencampuri urusanku"!"
Mendengar pertanyaan Dewi Rambi
yang ketus dan galak, pemuda itu makin melebarkan senyumnya. "Galak amat, Nona"
Maaf. Bukannya aku ingin mencampuri urusanmu, Nona. Tapi aku tak ingin kau
membunuh musuhmu yang tak berdaya!"
"Itu urusanku! Karena bila mereka tak kubunuh. Merekalah yang akan
membunuhku," berkata Dewi Rambi kesal.
"Aku rasa tidak, Nona. Sebab mereka sebenarnya hanya menginginkan kitab pusaka
itu saja. Apakah mereka mengatakannya benar?"
"Siapa kau" Mengapa kau membela kedua Naga Branjangan?"
"Aku tak membela siapa-siapa. Tidak kedua orang itu, atau pun kau. Tapi, aku tak
suka bila ada orang yang hendak membunuh musuhnya yang sudah tak berdaya.
Karena sifat itu adalah sifat seorang pengecut. Nah, Dewi Rambi. Kalau kau
memang benar-benar telah mencuri kita pusaka milik Kate Sakti. Kenapa kau tak
mengembalikannya" Bukankah ilmu itu tak berguna bagimu?" berkata Jaka dengan
tenangnya serta penuh selidik. Dewi Rambi sesaat terdiam. Matanya memandang
tajam pada Jaka. Tak terasa, tiba-tiba muncul sebersit rasa yang aneh di hati
Dewi Rambi. Perasaan itu menimbulkan sesuatu hasrat yang besar, hasrat ingin
mengatakannya. Perlahan dengan bibir bergetar, Dewi Kambi berkata lembut:


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau juga menuduhku mencuri kitab itu" Sedangkan aku sendiri tidak
mengerti buku macam apa?" Wajah Dewi Rambi pun kelihatan sendu. Hampir saja ia
menangis kalau Jaka tak segera berkata:
"Sudahlah, Dewi Rambi. Kalau kau tidak merasa mencurinya. Lalu siapa sebenarnya
pencuri dan pemilik kitab itu"
Aku dengar tadi kedua Naga Branjangan itu menyebut nama Kate. Siapa pula
mereka?" Entah perasaan apa yang tumbuh di hatinya, Dewi Rambi seakan bahagia berbicara
dengan Jaka. Maka dengan tak sungkan lagi, Dewi Rambi pun segera menceritakan
hal mula mengapa dirinya dikejar-kejar oleh kedua Naga Branjangan.
Juga tentang siapa pemilik kitab Kate Sakti. Sedangkan pencurinya, Dewi Rambi
tidak mengetahui. "Begitulah. Karena aku baru saja keluar dari perguruan Kate
Sakti, kedua Naga Branjangan menyangka akulah pencurinya. Padahal aku datang ke
situ karena mengemban tugas dari guruku,"
kata Dewi Rambi menjelaskan.
"Hem, kalau begitu kalian telah salah paham?" bergumam Jaka.
"Benar.... "
Kedua Naga Branjangan yang telah
terbangun dari pingsannya, seketika hendak menyerang Dewi Rambi. Dengan segera
Jaka mencegahnya.
"Tunggu!"
Kedua Naga Branjangan tersentak dan tak jadi meneruskan serangannya. Kedua Naga
Branjangan terkesiap kaget demi dilihatnya telah ada orang lain di antara mereka
yang telah mencegahnya.
"Siapa kau! Mengapa kau bermaksud melindungi iblis perempuan itu?" Naga Merah
tahu siapa orang yang kini tengah berdiri di hadapannya. Ia yakin bahwa orang
itulah yang tadi menghantamnya dengan buah mangga.
"Ki sanak, aku tak bermaksud melindungi gadis di belakangku. Namun perlu kalian
ketahui bahwa kalian telah salah tuduh," berkata Jaka dengan penuh ketenangan
dan kesabaran. Sementara Dewi Rambi tampak sedikit tegang, takut kalau-kalau
anak muda yang membelanya akan menjadi sasaran kemarahan kedua Naga Branjangan.
Kedua Naga Branjangan seketika
saling pandang demi mendengar ucapan Jaka, kemudian Naga Merah pun bertanya:
"Dari mana kau tahu bahwa kami salah tuduh, Anak muda?"
Jaka sesaat tersenyum sembari
melirik pada Dewi Rambi yang juga tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Ki Sanak Naga Branjangan, sebenarnya gadis ini bukanlah pencurinya...."
Belum habis ucapan Jaka, Naga Muda telah memotongnya. "Ah, rupanya kau telah
tersihir oleh gadis iblis itu, anak muda.
Semua ucapan gadis itu bohong! Aku melihat sendiri dengan mata kepalaku bahwa
gadis itu telah keluar dari perguruan Kate Sakti."
Jaka kembali tersenyum demi
mendengar ucapan Naga Muda. Setelah melirik pada Dewi Rambi, Jaka kembali
berkata: "Memang benar ucapanmu, Ki Sanak.
Gadis ini memang baru saja ke luar dari perguruan Kate Sakti. Namun itu juga
karena dia mendapat tugas dari gurunya untuk membicarakan sesuatu hal dengan
pemimpin perguruan Kate Sakti. Lagi pula, apalah artinya kitab ilmu Empat Kate
Sakti untuknya juga untuk kalian yang jangkung-jangkung. Aku rasa kitab itu
memuat jurus-jurus dan ilmu-ilmu untuk orang kate, Bukan begitu, Ki Sanak?"
Sadarlah kini kedua Naga Branjangan demi mendengar ucapan Jaka.
"Memang untuk apa kitab itu kalau nantinya tidak dapat dipergunakan?"
Berkata hati keduanya.
Melihat kedua Naga Branjangan
terdiam, Jaka segera meneruskan bicara.
"Aku rasa pencuri kitab itu adalah orang kate juga yang mengerti arti kitab itu.
Bukankah lebih baik kita tanyakan saja langsung pada pemimpin perguruan Kate
Sakti" Dan apa bila perlu, kita
menolongnya untuk mencarikan pencurinya."
Mendengar saran yang dilontarkan
Jaka, Naga Merah pun segera menimpali.
"Benar! Ayo kita ke sana."
Saat itu juga keempatnya segera
melesat pergi menuju ke perguruan Kate Sakti dengan maksud yang sama, yaitu
untuk menanyakan siapa sebenarnya pencuri Kitab perguruan Kate Sakti"
* * * * Suasana di perguruan Kate Sakti
saat itu tampak sepi. Hanya penjaga-penjaga bertubuh pendek dan kecil yang
tengah melakukan penjagaan. Keempat penjaga kate itu segera siaga manakala
dilihatnya keempat orang berlari menuju ke tempat perguruannya.
"Siapa kalian?" bertanya keras kate Putih. Walaupun tubuhnya kecil dan kerdil,
namun suaranya begitu kerasnya hingga membuat keempat orang yang dibentaknya
segera menghentikan langkah mereka.
"Kami berdua dari Naga Branjangan, dan kedua orang ini adalah teman kami.
Kami bermaksud menemui ketua kalian, Empat Kate Sakti," menjawab Naga Merah
dengan sabar. Sementara ketiga orang lainnya hanya terdiam menunggu apa yang
akan dilakukan oleh keempat kate itu.
Keempat kate penjaga itu sesaat
saling pandang, kemudian Kate Putih kembali bertanya: "Ada keperluan apa kalian
ingin bertemu ketua kami?"
Ditanya seperti itu keempat orang
yang terdiri dari kakak beradik Naga Branjangan, Dewi Rambi dan Jaka saling
pandang bingung. Lalu setelah diam saling pandang, Jaka segera berkata
mendahului ketiga temannya:
"Kami ingin menemui ketua kalian, karena kami ingin membantu ketua kalian untuk
mencari pencuri kitab Empat Kate Sakti yang hilang. Nan, sekarang katakan pada
ketua kalian tentang hal ini."
Sesaat keempat kate penjaga itu
tampak ragu, memandang lekat-lekat pada Jaka dengan diam. Melihat hal itu,
kembali Jaka meneruskan ucapannya:
"Kalian tak perlu kuatir. Kami bukan orang-orang jahat dan tentunya kalian telah
mengenal gadis ini, bukan?"
"Benar. Bukankah kalian telah mengenalku barusan" Maka tak perlu kalian curiga
pada kami. Sekarang ijinkanlah kami menemui ketua kalian," berkata Dewi Rambi
meneruskan. Demi dilihatnya Dewi Rambi, keempat kate penjaga pun kini percaya.
Dipersilahkannya keempat tamu itu masuk, dikawal oleh Kate Kuning dan Merah.
Ketika mereka sampai di depan
sebuah bangunan yang cukup besar, Kate Kuning segera menyuruh mereka menunggu di
luar sementara dia sendiri segera melesat pergi menemui keempat ketuanya.
Selang tak berapa kemudian, dari
dalam bangunan rumah itu ke luar keempat orang kate lain bersama kate kuning
yang berjalan di belakang.
Keempat orang kate itu sesaat
memandang satu persatu tamunya. Lalu ketika dilihatnya Dewi Rambi ada bersama
mereka, Kate Utama berseru:
"Hai! Bukankah kau Dewi Rambi?"
"Ya aku," menjawab Dewi Rambi tersenyum senang, karena keempat ketua kate itu
masih mengenalinya.
"Ada gerangan apa, hingga sang Dewi kembali ke mari" Dan siapakah ketiga temanmu
itu?" bertanya kembali Kate Utama mewakili ketiga adiknya. Melihat cara jalan
mereka, Jaka hampir saja tertawa.
Namun segera diurungkannya sebab ia tahu kalau mereka bakalan marah.
"Ini teman-temanku. Yang dua orang ini bernama Naga Branjangan."
Mendengar penuturan Dewi Rambi yang mengatakan bahwa kedua orang temannya adalah
Naga Branjangan, serta merta keempat ketua kate membelalakkan mata dan
menghormat sembari berkata bareng.
"Ah, ternyata kami mendapat
kehormatan yang sangat besar hingga tuan berdua berkenan datang ke tempat kami.
Maaf, bila kami tak menyambut kedatangan tuan-tuan dengan kehormatan,
dikarenakan sekarang kami dalam kebingungan dengan hilangnya kitab perguruan."
Melihat keempat ketua kate itu
menjura hormat. Maka dengan tak segan-segan kedua Naga Branjangan membalas
menjura hormat seraya Naga merah berkata:
"Ah, sungguh kami sangat berterima kasih atas sambutan saudara, Empat Kate
Sakti. Betapa kami tak pantas menerima kehormatan dari saudara-saudara yang kami
rasa lebih dibandingkan kami berdua."
Setelah kedua Naga Branjangan itu membalas
sapaannya, keempat kate itu
kembali bertanya ditujukan pada Dewi Rambi.
"Siapa pula anak muda di sampingmu, Dewi?"
Sebelum Dewi Rambi berkata dengan segera Jaka telah mendahuluinya menjawab:
"Aku yang bodoh ini, bernama Jaka.
Orang sering menyebutkan Jaka Ndableg."
Keempat ketua Kate Sakti tersentak dan meloncat ke belakang saking kagetnya demi
mendengar nama pemuda itu. Naga Branjangan dan Dewi Rambi pun tampak terkejut.
Sementara Jaka sendiri yang tak mengerti mengapa keempat Ketua Kate Sakti itu
melompat kaget hanya diam saja.
Bahkan ia terkejut ketika keempat ketua Kate Sakti itu bersujud di hadapannya
sembari berkata: "Duh! Mengapa kami tak mengenal adat?"
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut keempat Ketua Kate Sakti, makin
menambah kebingungan Jaka. Hingga tanpa sadar ia pun menggumam.
"Hai...! Mengapa kalian berkata begitu" Dan apa pula yang kalian lakukan
terhadapku?"
Bagai tak mendengar ucapan Jaka,
keempat Ketua Kate Sakti dan Kate Kuning tetap bersujud sembari berkata: "Duh,
tuan pendekar! Maafkanlah atas kelakuan kami yang tak mengenal adat ini. Bila
tuan tak berkenan, maka kami pun siap untuk dihukum."
Makin tambah tak mengerti saja Jaka melihat perilaku keempat Kate Sakti itu.
Bagaimana mungkin ia menerima sembah sujud mereka. Sedang ia saja kenal tahu
keempat ketua Kate Sakti" Tapi kenapa mereka bagai telah mengenalnya" Dan yang
lebih membuat Jaka tak mengerti, mereka menghormati dirinya bagai tuan mereka.
Saking tak mengertinya, Jaka pun
menggumam berkata: "Aku tak mengerti kenapa kalian begitu takutnya padaku"
Bukankah aku ini tak ubahnya seperti kalian" Bangunlah dari sujud kalian dan
jelaskan mengapa kalian bersikap hormat padaku yang baru kalian kenal?"
Bagaikan diperintah oleh tuannya, mereka segera bangkit dari sujudnya. Lalu
Ketua Utama berkata mewakili ketiga adiknya: "Sesungguhnya kami adalah muridmurid dari Kate Siluman, yaitu ajudan
dari Eyang Guru Tuan yang bernama Empat Pendekar Sakti dari Kawah Chandra
Bilawa. Sudah dijadikan adat jika seorang ajudan atau abdi harus selalu menghormati
tuannya. Maka, karena tuan adalah murid dari Empat Pendekar Sakti,
sepantasnyalah kami sebagai abdi harus menghormatinya."
Kini Jaka tampak memahami, tapi ada satu hal yang ia belum mengerti. Mengapa
mereka tahu kalau dirinya adalah murid dari Empat Pendekar Sakti" Maka dengan
tak tinggi hati, Jaka bertanya kembali dengan hormat:
"Saudara Empat Kate Sakti! Dari mana kalian tahu kalau aku adalah murid dari
Empat Pendekar Sakti" Bukankah kalian baru mengenalku?"
"Ampun, Tuan pendekar. Janganlah tuan menghormat pada kami, sebab hal itu akan
menjadikan kami merasa sedih,"
berkata Ketua Utama membuat Jaka
tersentak kaget dan dalam hati berkata.
"Aneh! Kenapa bestir begitu?"
"Kenapa kalian harus sedih" Toh aku rasanya lebih muda dibandingkan dengan
kalian," berkata Jaka tak mengerti.
Tampak Keempat ketua Kate Sakti
menundukkan kepalanya hormat lalu terdengar kembali Ketua Utama berkata
menerangkannya:
"Bila kami menerima hormat tuan yang merupakan junjungan kami, hal itu
akan menjadikan kemurkaan Eyang Kate Siluman. Sebab beliau telah berpesan pada
kami, agar jangan sekali-kali menerima hormat dari junjungan kami yaitu murid
ataupun cucu murid Empat Pendekar Sakti, karena pamali. Mengenai kami telah tahu
tuan adalah murid Empat Pendekar Sakti, dikarenakan kami telah mendapat petunjuk
dari Eyang Kate Siluman almarhum."
"Petunjuk apa?" bertanya Jaka ingin tahu. Sementara ketiga sahabatnya yang kini
telah tahu siapa dirinya hanya terdiam menunduk. Sepertinya tak ada keberanian
untuk menatap dan berkata-kata dengan Jaka yang ternyata seorang tokoh
persilatan yang disegani oleh tokoh-tokoh persilatan lainnya.
Setelah menarik napas panjang,
sesaat kembali untuk kesekian kalinya Ketua Utama Kate Sakti berkata: "Petunjuk
itu mengatakan: Jikalau kamu bertemu dengan orang yang bernama Jaka yang
memiliki senjata aneh dan sakti bernama Pedang Siluman Darah maka kami disuruh
mengabdi padanya dengan segenap jiwa dan raga kami. Maka ketika kami mendengar
nama tuan, kami merasa yakin bahwa tuanlah orang yang dimaksud Eyang guru
walaupun kami belum melihat senjata tuan yang bernama Pedang Siluman Darah.
Untuk itulah, bila tuan pendekar berkenan sudilah tuan menunjukkan senjata
tersebut!"
Jaka Ndableg semula ragu untuk
meluluskan permintaan keempat Kate Sakti.
Dipandanginya satu persatu keempat ketua Kate Sakti, lalu beralih pada ketiga
temannya yang masih tertunduk tak berani memandangnya. Setelah terdiam sesaat
Jaka pun berkata:
"Baiklah. Aku mengeluarkan
senjataku bukan untuk pamer. Tapi karena aku merasa harus menghormati kalian
sebagai tuan rumah." Setelah habis berkata begitu, Jaka pun meraba benda yang
terselip di punggungnya.
Dikeluarkannya senjata Pedang Siluman Darah dari sarungnya yang tergantung di
pundak. Ketika benda yang berbentuk Pedang itu keluar, hawa panas terasa melanda di
sekeliling tempat itu. Keempat Ketua Kate Sakti tersentak mundur. Begitu juga
halnya dengan Naga Branjangan dan Dewi Rambi. Mata mereka melotot kaget melihat
senjata yang digenggam Jaka dan dari mulut ketiga temannya seketika bergumam
kaget: "Pedang Siluman Darah... "
"Bagaimana" Apakah kalian telah puas?" bertanya Jaka sembari menyarungkan
kembali senjatanya. Keempat ketua Kate Sakti serentak mengangguk. Lalu untuk
kedua kalinya mereka serempak bersujud dan berkata
"Ampun, Tuan pendekar. Ijinkanlah kami mengabdi pada tuan dengan segenap jiwa
raga. Kami akan mengikuti ke mana tuanku pendekar pergi dan menuruti apa ucapan
tuan." Jaka tak dapat berkata apa-apa
melihat keempatnya sujud di bawah kakinya. Ia bingung harus berbuat apa.
Apakah mungkin akan mengajak Keempat Kate Sakti itu turut bersamanya" Belum juga
hilang kebingungannya. Keempat Kate Sakti itu telah kembali berkata: "Tuan
Pendekar. Bila tuan tak berkenan menerima kami untuk mengabdi pada tuan. Maka
lebih baik bunuhlah kami daripada kami kelak mendapat murka dari Eyang guru."
Trenyuh juga hati Jaka mendengar
permintaan mereka yang meratap. Sebagai seorang yang dididik untuk menyayangi
dan mengasihi sesamanya, Jaka pun tak dapat menolak. Maka dengan perasaan iba,
ia pun berkata:
"Baiklah, kalian boleh mengikutiku.
Namun aku tak memaksakan. Lalu siapakah yang bakal memegang pimpinan di
perguruan Kate Sakti?"
"Hal itu tak menjadi masalah, Tuanku. Sebab di sini banyak yang mampu untuk
dipercaya memegang tampuk pimpinan.
Telah kami telah bicarakan sebelum kami bertemu dengan tuan pendekar," berkata
Ketua Utama. Jaka hanya menganggukanggukan kepalanya, dan untuk kesekian kalinya dipandangi satu persatu ketiga
temannya sembari bertanya:
"Bagaimana dengan kalian" Apakah juga ingin ikut bersamaku?"
Mendengar ucapan Jaka yang bernada kelakar, ketiga orang temannya yang tadi
tegang kini tampak tersenyum saling pandang.
"Kuharap kalian bertiga tak usah gontok-gontokkan lagi. Ikatlah tali
persaudaraan di antara kalian. Sebab tenaga kalian kelak akan dibutuhkan,"
lanjutnya berkata.
"Terima kasih, Tuan Pendekar. Kami yang bodoh ini akan selalu menurut apa yang
diucapkan tuan," berkata Naga Merah sembari menjura hormat, lalu dengan adiknya
ia pergi meninggalkan Jaka diikuti oleh Dewi Rambi.
Setelah diadakan penobatan ketua
baru beserta wakil-wakilnya serta telah beres semuanya, keempat Ketua Kate Sakti


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun segera mengikuti ke mana Jaka pergi untuk mengabdi padanya yang dianggap
oleh keempat Ketua Kate Sakti itu sebagai tuannya!
3 Sejak kepergian Kebo Pangasan yang menghilang entah ke mana, dunia persilatan
diguncang oleh berita-berita yang menjadikan amarah bagi kaum persilatan
golongan lurus.
Desas-desus itu makin gencar saja sejak terjadinya penculikan seorang gadis oleh
seseorang yang belum diketahui identitasnya sebulan yang lalu, tepatnya ketika
bulan purnama penuh.
Malam itu di sebuah pegunungan
tampak berkelebat seseorang dengan memanggul tubuh seorang gadis di
pundaknya. Orang itu sesaat memandang ke sekelilingnya, setelah dirasa aman,
orang itu segera berkelebat masuk ke goa yang di depannya tertutup semak-semak
tinggi. Setelah berada di dalam goa, orang itu segera membukakan cadar penutup mukanya.
Tampaklah wajah lelaki yang tak lain adalah Kebo Pangasan yang memandang pada
tubuh wanita muda yang tergeletak pingsan di hadapannya. Dibukanya satu persatu
pakaian yang dikenakan gadis itu, hingga benar-benar telanjang tanpa sehelai
benangpun. Membuat air liur Kebo Pangasan menetes dengan mata memandang penuh
nafsu. Perlahan Kebo Pangasan yang telah dirasuki jiwa Ki Budak Iblis, tubuh gadis
yang telah telanjang tanpa berkutik itu sesaat kemudian terdengar erangan gadis
itu. Kebo Pangasan tertawa tergelakgelak setelah melampiaskan napsunya.
Sambil membetulkan pakaiannya, Kebo Pangasan pun menengadahkan mukanya ke
langit-langit goa sembari berseru:
"Akulah orang tersakti di dunia persilatan! Tak akan ada seorangpun yang mampu
mengalahkanku! Ha... ha...!"
Sambil tertawa-tawa dibopongnya
tubuh gadis telanjang yang dalam keadaan pingsan menuju ke puncak Karang Hantu.
Ketika Kebo Pangasan sedang
berkelebat berlari menuju ke puncak Karang Hantu. Tak diketahui olehnya sesosok
bayangan lain telah sedari tadi menguntit dirinya.
Bayangan orang itu terus mengikuti langkah Kebo Pangasan. Dengan hati bertanyatanya. "Untuk apa gadis itu dibawa ke puncak Karang Hantu" Siapa pula orang itu"
Berani benar mendatangi puncak Karang Hantu yang terkenal angker."
Bukit Karang Hantu tampak sepi
dengan hawa dingin menyelimuti
sekitarnya. Kesepian bukit Karang Hantu seketika tergugah oleh derap langkah
kaki seseorang yang menuju ke arah situ.
Manakala ia merasa ada orang yang menguntitnya, orang itu seketika
menghentikan langkahnya
Maka setelah menotok urat jalan
darah gadis yang dibopongnya dan
melemparkan tubuh gadis itu ke semak-semak. Segera orang itu berkelebat membalik
dari lain arah.
Orang yang sedari tadi menguntit
tersentak kaget manakala orang yang sedari tadi diikutinya lenyap. "Ke mana
orang tadi" Jangan-jangan..." Belum juga habis hatinya bertanya. Tiba-tiba
sebuah bayangan berkelebat menyerangnya.
Orang yang sedari tadi menguntit
tersentak diserang begitu cepat.
Beruntung ia masih dapat mengelakkannya.
Mendapatkan musuhnya bisa mengelakkan serangannya, geramlah hati Kebo Pangasan.
Serta merta kembali diserangnya orang itu dengan ilmu tingkat tinggi. Rupanya
Kebo Pangasan tak mau membuang-buang waktu begitu saja, hingga ajian Weling
Welirang pun segera dikeluarkannya.
Dari tangan Kebo Pangasan tampak
memancar cahaya biru keunguan membuat orang yang menguntitnya tersentak. Ketika
ajian itu dilepaskan, orang itu berusaha menghindar. Namun ia kalah cepat dengan
Kebo Pangasan yang menghantamnya. Maka tanpa ampun lagi.
"Aah...! Aah...!" Orang itu seketika melolong sepanjang kala ajian Weling
Welirang menghantam tubuhnya.
Orang itu seketika mati dengan tubuh hangus.
Belum puas sampai di situ,
ditendangnya tubuh orang itu hingga terpental jatuh ke dalam jurang. Lalu
kembali terdengar gelak tawa Kebo Pangasan penuh kemenangan. Masih dengan gelak
tawa, Kebo Pangasan segera
berkelebat menuju ke tempat gadis itu ditaruhnya.
Baru sekali ini Kebo Pangasan
datang ke lembah Karang Hantu sejak penyatuan dirinya dengan Ki Budak Iblis.
Hatinya tergetar saat melihat keanehan-keanehan di bukit Karang Hantu itu.
Tampak serombongan lelaki berjalan menuju ke arahnya dengan menundukkan
kepalanya. Setelah jarak mereka kira-kira dua tombak lagi, rombongan laki-laki yang
berjumlah enam orang itu seketika menghormat padanya.
Melihat keenam lelaki yang terdiam tanpa bicara dengan segera Kebo Pangasan
bertanya: "Ki Sanak. Siapa yang kau sembah?" Tak ada jawaban yang keluar dari
mulut mereka, bahkan keenam lelaki itu makin merundukkan sujudnya. Saking pengin
tahunya wajah keenam lelaki itu, segera Kebo Pangasan bertanya membentak: "Hai!
Kenapa kalian hanya membisu?"
Mendengar bentak Kebo Pangasan,
keenam laki-laki itu seketika mendongakkan wajah mereka.
Seketika Kebo Pangasan menyurut
mundur demi melihat wajah keenam lelaki yang sedari tadi terdiam. Wajah keenam
lelaki itu sungguh menakutkan dengan kedua matanya tak ada hingga hanya lubang
besar yang tampak menganga dalam. Begitu juga halnya dengan hidung dan mulutnya.
Hidungnya telah hancur menyebarkan bau bangkai yang menyesakkan. Sementara
mulutnya tak berbicara tampak taring-taring tajam mencuat ke luar.
Sedang Kebo Pangasan terpukau,
tiba-tiba salah seorang dari keenam lelaki setan itu memberi perintah pada Kebo
Pangasan dengan menggerakkan kepalanya. Lalu dengan beriringan mereka berjalan
di belakang Kebo Pangasan yang tampak ketakutan. Sementara tubuh gadis yang
masih pingsan itu kini dibopong oleh salah seorang dari mereka.
Untuk kedua kalinya Kebo Pangasan terbelalak kaget. Ketika mereka menembus kabut
yang menutupi di depan mereka, keanehan kembali terjadi. Keenam orang yang tadi
tampak menyeramkan kini berubah menjadi laki-laki gagah dan tampan.
Matanya yang tadinya tak ada, kini telah ada pada tempatnya. Begitu juga halnya
dengan anggota tubuh yang lain, mengalami perubahan yang sangat cepat.
Di hadapannya, kini terpampang
sebuah ruangan yang sangat luas.
Sementara di sekelilingnya tampak para pengawal bersenjata siaga di tempatnya.
Salah seorang dari keenam lelaki itu menjura hormat pada seorang wanita yang
duduk di sebuah singgasana.
Wanita itu tampak tersenyum saat
memandang pada Kebo Pangasan, lalu dari bibirnya yang mungil terdengar suaranya
yang merdu berkata:
"Kebo Pangasan, kau adalah tangan kananku karena di tubuhmu kini bersemayan jiwa
Ki Budak Iblis. Mendekatlah kau ke mari."
Bagai kena sihir, Kebo Pangasan
menurut berjalan mendekati sang ratu yang masih tampak tersenyum. Semua yang
hadir di situ seketika berlalu pergi satu persatu meninggalkan Kebo Pangasan
yang hanya berdua dengan Sri Ratu.
"Kebo Pangasan! Seperti kala Ki Budak Iblis dulu, maka sebagai penerusnya kaupun
harus selalu datang ke mari setiap bulan purnama untuk memenuhi tugasmu. Kau
mengerti apa tugasmu?"
"Ampun, Sri Ratu, hamba hanya tahu jika bulan purnama tiba, harus
mendapatkan seorang gadis untuk dijadikan pemuas nafsu. Setelah itu hamba
diperintahkan untuk menggantung gadis tersebut."
Sang Ratu tersenyum demi mendengar
jawaban Kebo Pangasan, lalu iapun kembali berkata: "Ada yang lain, Kebo
Pangasan?"
"Tentang apa gerangan, Sri Ratu?"
bertanya Kebo Pangasan tak mengerti.
Untuk kesekian kalinya Sri Ratu
tampak tersenyum. Tidak segera menjawab.
Sebaliknya, Sri Ratu segera menghampiri Kebo Pangasan yang tengah sujud.
Dipegangnya pundak Kebo Pangasan untuk berdiri. Lalu diajaknya Kebo Pangasan
melangkah menuju ke singgasananya.
Setelah sampai keduanya di singgasana, terdengar Sri Ratu berbisik pada Kebo Pangasan: "Sebentar lagi kau akan
mengerti, Kebo Pangasan...." Setelah berkata begitu dibukanya seluruh pakaian
yang dikenakannya hingga tampak tubuh Sri Ratu kini benar-benar tak tertutup
sehelai benangpun. Tubuh Sri Ratu tampak melenggak-lenggok dengan gaya erotis
menjadikan Kebo Pangasan seketika terangsang hebat. Maka dengan liar dan tak
sabar, Kebo Pangasan pun segera menubruk tubuh Sri Ratu yang penuh rangsangan.
* * * * Dunia persilatan kembali dihebohkan dengan tergantungnya seorang gadis yang
kemarin menghilang.
Semua tokoh persilatan golongan
lurus tampak berang. Sebab sampai sejauh ini belum ada yang tahu identitas orang
yang berbuat keji itu. Maka Ki Sapta Hanggara yang menjadi pimpinan tertinggi
kaum persilatan dari golongan lurus segera mengundang semua anggotanya untuk
membicarakannya.
Di sebuah rumah yang lebih tepat
disebut padepokan, semua kaum persilatan dari golongan lurus berkumpul. Tampak
di situ Ki Sapta Hanggara, Suryo Pati. Elang Putih, Komara, Terate Emas, Ki
Ageng Watu Gunung dan yang lainnya. Mereka tengah berembug mencari jalan ke luar
untuk memecahkan masalah yang kini melanda dunia persilatan.
"Saudara-saudara segolongan yang saya hormati. Akhir-akhir ini suatu malapetaka
telah melanda pulau Jawa, di mana telah tersebar desas-desus adanya seorang
tokoh golongan sesat yang sepak terjangnya mengingatkan kita pada cerita kakekkakek kita, tentang seorang tokoh sakti yang hidup pada seratus tahun yang
silam...." berkata Ki Sapta Hanggara membuka rembug. Semua yang hadir tampak
mendengarkan dengan seksama, diam tak ada yang berkata.
Melihat semua yang hadir terdiam, kembali Ki Sapta Hanggara berkata melanjutkan.
"Namun menurut cerita yang aku dengar dari kakekku, orang tersebut
yang bernama Ki Budak Iblis telah dikubur hidup-hidup oleh seorang tokoh dari
golongan kita yang sangat mumpuni, bernama Empat Pendekar Sakti. Yang membuat
aku tak habis pikir, mana mungkin orang itu bisa bangkit kembali" Sedangkan
Empat Pendekar Sakti telah menguncinya dengan
sebatang bambu kuning" Apakah
telah ada orang yang berani datang ke tempat itu dan secara tidak sengaja telah
mencabut bambu kuning tersebut"!"
Kembali semua tak ada yang berkata, diam dengan hati bertanya-tanya.
"Mungkinkah orang lain telah berani datang ke tempat yang terkenal angker itu?"
Tak berapa lama, setelah lama diam Ki Ageng Warn Gunung berkata:
"Saudara, Ketua. Menurut dugaanku, memang ada orang lain yang telah datang ke
tempat itu. Adapun tujuan orang itu mungkin mencari keserakahan duniawi.
Dengan kata lain ia ingin meminjam Ki Budak Iblis demi ambisinya untuk dapat
menguasai dunia persilatan dan
kebahagiaan semata."
Seketika semua yang hadir
membelalakkan mata demi mendengar pendapat Ki Ageng Watu Gunung. Memang
beralasan ucapannya, sebab Ki Ageng Watu Gunung adalah orang tertua diantara
mereka. Di samping itu pula ilmu Ki Ageng Watu Gunung memang berada di atas tiga
tingkat dibandingkan dengan ilmu yang mereka miliki.
"Menurut Ki Ageng, siapakah
gerangan orang tersebut?" bertanya Suryo Pati ingin tahu. Ki Ageng Watu Gunung
seketika mengernyitkan alis matanya, lalu katanya kemudian:
"Aku sendiri tak tahu. Itu
kukatakan hanya menurut pendapatku. Benar tidaknya, aku sendiri belum
membuktikannya."
"Tapi menurut kami pendapat Ki Ageng memang beralasan. Pertama, tak mungkin Ki
Budak Iblis akan dapat bangkit dari kuburnya yang telah dikunci oleh Empat
Pendekar Sakti kalau tidak atas pertolongan orang lain. Kedua, bentuk tubuh
orang yang sekarang menghebohkan sangat berbeda dengan apa yang pernah aku
dengar dari cerita kakekku. Kakekku menceritakan bahwa Ki Budak Iblis berbadan
kurus dan kering, sementara orang yang kini menghebohkan berbadan besar.
Jelaslah bahwa pendapat Ki Ageng sangatlah masuk akal. Bukan begitu, Saudara
Elang Putih?" berkata Teratai Emas, yang merupakan satu-satunya tokoh silat
wanita di situ sembari berkata pada Elang Putih minta pendapat, Elang Putih yang
sedari tadi terdiam mendengarkan tampak mengangguk, lalu bertanya: "Memang benar
ucapan saudari Teratai Emas."
Setelah mereka merasa yakin bahwa orang yang kini membuat keonaran bukan Ki
Budak Iblis, maka semua yang hadir segera mengadakan pembicaraan bagaimana cara
untuk menghentikan sepak terjangnya, Dengan keputusan bulat, mereka
menyetujui kalau nanti pada bulan purnama yang akan datang akan mengurung lembah
Karang Hantu. Mereka juga akan
memberitahukan pada semua warga yang punya anak gadis untuk dapatlah
melindungi dan menjaganya atau secepatnya dinikahkan agar supaya tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
* * * * Malam begitu dingin ketika tampak sesosok tubuh berkelebat menuju ke sebuah
rumah di mana dulu menjadi kediamannya.
Di dalam rumah bilik itu tampak
seorang wanita dan dua anaknya tengah tertidur pulas. Lelaki yang tadi
berkelebat dengan cepatnya segera melompat ke atas genting dengan ringan-nya,
hingga tak terdengar suara
sedikitpun. Dibukanya satu persatu genting
rumah dengan perlahan lalu lelaki yang bercadar hitam itu mengintip ke bawah.
Tampak istri Kebo Pangasan tertidur dengan pulasnya hingga ia tak merasakan
kain yang dipakainya tersingkap. Orang yang mengintai di atas genting sesaat
meleletkan lidahnya, demi melihat peman-dangan di bawah.
"Istriku. Ternyata kau masih cantik," berkata hatinya.
Setelah tercenung sesaat, lelaki
bercadar itu pun segera turun ke bawah dengan perlahan tanpa menimbulkan suara.
Hingga wanita yang tengah tertidur itu tak mendengar sama sekali.
Perlahan lelaki itu mendekati tubuh wanita yang masih tertidur dan dengan penuh
nafsu yang membara di dadanya lelaki itu menggumulinya. Hingga membuat si wanita
terjaga dan menjerit untuk sesaat, sebelum akhirnya terkulai lemas dengan
rintihan-rintihan kecil.
Setelah puas menyalurkan nafsu
iblisnya, tampak lelaki bercadar itu meninggalkan sebuah bungkusan kain hitam
sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan wanita itu.
Tampak wanita itu menggeliat
bangun, badannya terasa ngilu, ketika ia bermaksud pergi ke belakang, matanya
tertuju pada sebuah bungkusan kain hitam yang terletak di tanah.
Dengan agak sedikit takut
diambilnya bungkusan itu, dan dibukanya.
Seketika itu matanya terbelalak kaget manakala melihat isi kantong itu.
Isi kantong itu berupa uang emas
dan perhiasan yang banyak jumlahnya.
Berbinar-binar senang mimik muka wanita itu karena mendapatkan emas sebanyak
itu, "Jangan-jangan...!" Seketika hatinya yang bahagia berubah menjadi ketakutan kala
ia membayangkan kalau orang yang tadi memperkosanya akan datang kembali untuk
mengambil bungkusan yang tertinggal,
Seketika istri Kebo Pangasan
menjerit minta tolong membuat seluruh tetangganya segera berdatangan ke
rumahnya. "Tolong...! tolong...!"
"Ada apa..." Ada apa, Nyi...?"
bertanya tetangganya yang telah datang di rumahnya. Kentongan tanda bahaya pun
segera dibunyikan, hingga makin tambah banyak orang-orang yang datang.
Dengan tersedu-sedu, Juminten pun menceritakan apa yang telah terjadi padanya.
"Tadi ada orang yang datang ke rumahku, entah dari mana masuknya tiba-tiba telah
ada di kamarku. Dan... dan, orang itu telah... telah...." Juminten tak segera


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meneruskan ucapannya, membuat semua yang hadir tak sabar ingin tahu dan
bertanya: "Telah apa, Juminten" Apakah telah mencuri?"
"I... ya," jawab Juminten tergagap.
"Apa yang telah dicurinya?"
bertanya tetua kampung. Ditanya begitu Juminten tersipu-sipu malu.
"Juminten! Ini urusan serius, jangan cengengesan. Ayo katakan apa yang telah
dicurinya?"
Melihat kemarahan tetua kampung,
Juminten dengan nada terputus-putus karena takut bercampur malu berkata
menjawab: "Anu.... ia telah mencuri punyaku."
"Punyamu apa?"
"Anu... dia telah memperkosaku,"
menjawab Juminten sembari tersipu malu.
Seketika semua orang yang hadir di situ terbelalak kaget melototkan mata dengan
mulut menggumam. Rasa nyeri kalau-kalau istrinya pun akan mendapatkan hal yang
sama. Membuat lelaki yang telah punya istri bergegas pulang ke rumah masingmasing tanpa menghiraukan Juminten lagi.
Paginya seluruh kampung Waringin
gempar oleh kejadian yang dialami oleh Juminten yang segera tersebar ke manamana. Ke kampung sebelah, bahkan sampai kampung yang jauh. Hal itu juga
terdengar oleh kaum persilatan yang menganggapnya hanyalah kejadian biasa yang
dilakukan oleh kebanyakan maling-maling.
Sementara di sebuah tempat yang
cukup jauh dari keramaian, tampak seorang
lelaki tengah duduk melamun sendiri.
Lelaki itu tak lain dari pada Kebo Pangasan. Tengah memikirkan keluarganya.
"Betapa menderitanya istri dan anakku. Namun bila aku kembali pada mereka
niscaya akan lebih menderita. Dan sepak terjangku akan segera diketahui oleh
dunia persilatan," berkata Kebo Pangasan membatin
Sekilas ia memandangi ke depan, di mana terhampar hutan belantara yang lebat,
yang belum terjamah sekali pun oleh orang. Setelah terdiam sesaat, Kebo Pangasan
segera melipatkan kakinya bersila dengan tangannya dilipatkan ke depan.
Diaturnya jalan pernafasan, lalu direntangkan kedua tangannya dan...!
Duar...! .Batu sebesar kerbau
seketika hancur berkeping-keping terhantam oleh pukulan jarak jauh yang
dilontarkannya. Sekilas Kebo Pangasan tersenyum senang. Lalu dari mulutnya
terdengar gelak tawa dan ucapan sombong;
"Ha... ha...! Akulah orang tersakti di dunia saat ini. Tak akan ada orang yang
mampu mengalahkanku," Kemudian ia pun berlalu pergi dari situ meninggalkan gelak
tawa berkepanjangan yang mengema di antara bebatuan gunung dan hutan.
Dengan menggunakan wajah palsu,
Kebo Pangasan segera meninggalkan hutan Seribu Iblis (Alas Roban) menuju kea rah
Utara. Dengan berlari, tak berapa lama kemudian Kebo Pangasan pun telah tiba di
tempat tujuan. Sebuah kampung yang tampak sepi bagai tak berpenghuni.
Matanya tajam memandang sekelilingnya yang tampak sepi bagai tak
berpenghuni. Seketika telinganya yang tajam mendengar bisik-bisik orang yang
berasal dari rumah yang tampaknya sepi.
Di sebelah kanan jalan yang dilewatinya.
Dengan segera Kebo Pangasan berkelebat masuk, membuat orang yang ada di dalam rumah itu terbengong. Tiba-tiba
pintu belakang rumah jebol oleh sebuah hantaman yang cukup kuat, dibarengi
dengan berkelebat masuknya Kebo Pangasan.
Ketiga lelaki yang sedang terbengong-bengong, seketika menduprak ketakutan demi melihat orang yang sedari
tadi diperhatikannya kini telah berdiri di hadapannya.
"Sedang apa kalian di sini?"
bertanya Kebo Pangasan membuat ketiga laki-laki itu makin ketakutan. Dengan
tubuh menggigil, ketiga orang itu berkata: "Am... ampun. Jangan bunuh kami sebab
kami tak punya apa-apa."
"Siapa yang hendak membunuh kalian"
Kenapa pula dengan desa ini?" bertanya Kebo Pangasan yang wajahnya tertutup kain
cadar. Mendengar ucapan Kebo Pangasan, seketika mereka tampak agak tenang. Maka
dengan masih agak gemetar, salah seorang dari mereka menceritakan hal yang
Pedang Angin Berbisik 10 Amanat Marga Karya Khu Lung Kaki Tiga Menjangan 20

Cari Blog Ini