Ceritasilat Novel Online

Neraka Keraton Barat 3

Pendekar Slebor 21 Neraka Keraton Barat Bagian 3


terselip di pinggang bagian belakang.
"Kau harus mampus, Raja Keparat!" bentak Permadi.
Seketika pemuda itu mengibaskan kerisnya
dengan gerakan cepat dan mengarah pada bagianbagian berbahaya.
Tetapi Raja Akherat yang memang ilmunya jauh lebih tinggi, dengan mudahnya
menghindari seluruh serangan. Bahkan tiba-tiba tangan kanannya diangkat ke atas.
Lalu.... Wesss...! Mendadak saja melesat serangkum angin kencang yang tak dapat dielakkan Permadi.
Des! "Aaakh...!"
Permadi terpekik ketika serangkum angin
menghamtam dadanya. Tubuhnya kontan terpental sejauh beberapa tombak.
Ki Pangsawada melompat dengan sigap, menahan tubuh Permadi yang hendak mencium
tanah. Lalu dibimbingnya pemuda itu dan didudukkannya.
"Anak Permadi..., beristirahatlah...," ujar si Imam Arif Penguasa Gunung
Bontang. Sementara itu Raja Akherat terbahak-bahak.
"Rupanya, anak muda itu hanya hendak dijadikan tumbal belaka" Mengapa kalian
tidak segera angkat senjata untuk menghadapiku, hah"!" ejek Raja Akherat.
Sedangkan si Naga Gunung sudah membuka
jurusnya. Wajahnya geram sekali melihat perbuatan Raja Akherat pada Permadi.
"Jangan berpikir kau akan lebih lama menikmati hidup ini, Raja Bongsor! Kini kau
akan merasakan kehebatan Nyai Selastri, si Naga Gunung!" desis perempuan tua
itu. "Ha... ha... ha...! Silakan, silakan...," tantang Raja Akherat.
Begitu mendengar kata-kata Raja Akherat itu, Nyai Selastri yang berjuluk si Naga
Gunung segera meluruk
tangan kosong yang dashyat. Setiap kali tangannya bergerak, menimbulkan getaran
hebat. Wrrr! Zheb! Sejenak Raja Akherat terkejut juga melihatnya.
Namun perasaan itu cepat ditekannya.
"Hebat! Hanya sayang, kau tak akan lama lagi dapat hidup di muka bumi ini!"
leceh Raja Akherat.
"Takabur!" bentak si Naga Gunung.
"Akan kubuktikan!"
Begitu habis kata-katanya, mendadak Raja Akherat menyerang ganas, mengandung
kekuatan tenaga dalam sangat tinggi. Bahkan udara mendadak berubah jadi berbau
amis. Sadarlah Nyai Selastri, kalau pukulan Raja Akherat mengandung racun berbahaya.
Namun si Naga Gunung yang sudah malang melintang di dunia persilatan ini,
bukanlah anak kemarin sore. Serangan-serangan keji Raja Akherat dapat
dihindarinya dengan membuat gerakan-gerakan berputar pada tubuhnya.
Bahkan begitu mendapat kesempatan diimbanginya serangan itu dengan tak kalah
hebat. Zebbb! Weeeiit!
Pertarungan dua tokoh itu terus berlangsung sengit. Si Naga Gunung sudah
mempergunakan jurus andalannya, 'Naga Membalikkan Gunung'. Sebuah jurus serangan
yang sangat dahsyat, mengandalkan kecepatan tangan dan kaki.
Bila tangan si Naga Gunung bergerak, maka tenaga yang luar biasa akan keluar
bagaikan terjangan badai dahsyat. Sementara kedua kakinya, seolah-olah berubah
menjadi ekor naga besar yang sedang mengamuk dengan kekuatan penuh dan tinggi.
Raja Akherat lagi-lagi terkejut melihat serangan
Nyai Selastri. "Tidak sia-sia kau berjuluk si Naga Gunung! Tetapi, sayang! Hari ini nama besar
si Naga Gunung akan terpuruk ketindih gunungnya sendiri! Hiaaa...!"
Mendadak saja Raja Akherat membuka kedua
tangannya yang berisi tenaga dalam tinggi. Kemudian kedua tangan itu menggebrak
dari bawah ke atas.
Sementara si Naga Gunung yang tidak pernah mengenal takut terus menyerang dengan
cepat. Wuuutt! Zeebbb!
Pada saat demikian, mendadak saja Raja Akherat mengibaskan tangan, untuk
memapaki. Plak! Plak!
Dua kali benturan berisi tenaga dalam tinggi terjadi. Tampak si Naga Gunung
terhuyung ke belakang. Kedua tangannya terasa seakan mau patah. Dengan cepat
tenaga dalamnya dialirkan untuk memulihkan rasa sakitnya.
Sementara Raja Akherat hanya terbahak-bahak.
Kelihatannya dia tak kurang suatu apa.
"Ha... ha... ha...! Sudah kukatakan tadi, nama si Naga Gunung akan tersungkur
hari ini!" ejek Raja Akherat.
"Keparat sombong!"
Dengan gagahnya si Naga Gunung kembali
menerjang. Maka pertarungan sengit pun terjadi kembali. Keduanya mencoba mencari
kelemahan satu sama lain dan mencoba memasukkan serangan yang mematikan.
Sementara Ki Pangsawada dan Ki Wirayuda hanya memperhatikan saja. Diam-diam Ki
Pangsawada dapat melihat, jurus-jurus yang dipergunakan Raja Akherat jelas
sangat berbahaya.
Dan ia pun menebak, dalam lima jurus berikutnya, si Naga Gunung tidak akan mampu
bertahan. "Hiaaat...!"
Ki Pangsawada pun segera menerjunkan diri dalam kancah pertarungan.
"Bukan aku tidak jantan. Tetapi..., orang sepertimu memang sudah selayaknya
untuk mampus!" teriak Ki Pangsawada.
"Ha... ha... ha...! Mengapa tidak sekalian saja dengan si Penguasa Harimau"!"
ejek Raja Akherat pada Ki Wirayuda yang tegak berdiri. "Ayo, masuk dalam
pertarungan ini. Biar kalian cepat mampus!"
Wajah Ki Wirayuda memerah mendengar kata-kata sombong Raja Akherat. Maka lakilaki tua ini segera mengempos tubuhnya ke arah Raja Akherat. Namun baru beberapa
tindak bergerak....
Wesss...! Mendadak terdengar desir angin kencang ke arah Ki Wirayuda. Bergegas, laki-laki
tua ini menghindar dengan membuang tubuhnya.
"Anomdoro!" serunya ketika sudah melenting bangkit.
Sementara si penyerang yang tak lain Anomdoro tampak terbahak-bahak. Sejak tadi,
laki-laki ini memang tidak diizinkan Raja Akherat untuk membantu. Dan hanya
memperhatikannya saja.
Hanya saja keningnya pun berkerut. Matanya berkilat-kilat ketika melihat
Wirayuda. Memang, antara Anomdoro dan Ki Wirayuda
merupakan musuh bebuyutan. Dulu, mereka terus menerus bertarung, untuk
memperebutkan seorang wanita bernama Nimas Sutari. Dan kemenangan berpihak pada
Wirayuda, hingga dapat mem-persunting Nimas Sutari. Sementara tinggallah
Anomdoro dengan dendam yang sampai sekarang masih sangat sulit dihapuskan!
Maka ketika melihat Ki Wirayuda hendak
menyerang Raja Akherat, dendam Anomdoro bangkit kembali. Seketika itu pula
tubuhnya melesat seraya mengirimkan serangan.
"Tak kusangka..., delapan belas tahun kita tidak pernah bertemu. Akhirnya
bertemu di sini." kata Anomdoro dengan tatapan ganas. "Wirayuda..., kini kau
akan mampus!"
Ki Wirayuda yang sebenarnya sangat yakin kalau Anomdoro mendendam padanya. Maka
segera dilayaninya serangan-serangan ganas yang mengandung racun milik Anomdoro.
*** "Yang benar kau, Eyang?" kata Andika terbelalak kaget ketika Eyang Sasongko
Murti menuturkan sesuatu yang membuatnya terkejut.
Mereka kini sedang berada di tepi sungai dalam perjalanan menuju Keraton Pakuan.
Suara gemuruh air sungai itu menderu-deru. Mereka baru saja selesai mencuci
muka, ketika Eyang Sasongko Murti mengemukakan pikirannya.
Eyang Sasongko Murti menganggukkan kepala.
Matanya menatap air sungai yang mengalir cepat.
"Firasatku mengatakan demikian, Andika. Siluman Hutan Waringin kini telah berada
di alam nyata ini.
Dan yang mengkhawatirkan..., bila dia akan menitis pada Raja Akherat. Berarti,
akan sulit sekali bagi kita untuk memusnahkannya," papar laki-laki tua aneh ini
dengan mata menerawang memikirkan kemungkinan itu.
"Bukannya bagi kau?" kata Andika, membetulkan sambil nyengir.
"Maksudmu?" tanya Eyang Sasongko Murti,
dengan kening berkerut.
Andika tertawa. "Bukankah kau mengatakan sanggup untuk menundukkannya" Nah,
mengapa kau katakan tadi itu untuk kita" He... he... he.... Tidak, ya!!
Itu urusanmu, Eyang."
"Iya! Tetapi saat itu, ilmu batin yang diajarkan negeri siluman belum bergetar
di dadaku. Hingga aku belum tahu kalau Siluman Hutan Waringin akan menitis.
Sekarang, ilmu batin negeri siluman itu sudah bergetar memberikan tanda akan
kemunculan Siluman Hutan Waringin," tegas Eyang Sasongko Murti.
"Mengapa kau begitu yakin kalau ia akan menitis pada Raja Akherat, Eyang?" tanya
Andika yang tidak ingin meneruskan candanya lagi.
"Karena ia tahu, saat ini Raja Akherat-lah yang menjadi lawanmu," jawab Eyang
Sasongko Murti, sungguh-sungguh.
"Gila! Kenapa aku yang jadi kena getahnya?"
rungut Andika terbelalak dan mangkel.
"Karena kaulah yang menjadi 'penerang' bagiku untuk melarikan diri dari Alam
Sunyi." Andika bersungut-sungut. "Ini salahmu! Seharusnya kau yang bertanggung jawab!
Bukan aku! Kenapa sih, kau justru menyesatkan aku dulu" Padahal begitu banyak
tugasku yang harus diselesaikan" Kau tahu, Eyang. Aku merasa berdosa pada orangorang Kerajaan Pakuan. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat nanti, bila
kuketahui semuanya sudah menjadi mayat!"
"Jangan menyalahkan aku!' bentak Eyang Sasongko Murti.
"Lalu, siapa lagi yang harus disalahkan, hah"!
Siapa lagi?" seru Andika jengkel.
"Tetapi sekarang kita berdua yang harus memusnahkan Raja Akherat! Aku melawan
Siluman Hutan Waringin, kau menghadapi Raja Akherat!"
"Enaknya ngomong! Makanya, jangan dulu sesumbar seperti yang kau lakukan di
Hutan Ringgis! Toh buktinya, kali malah kebingungan sekarang ini, kan?" cecar Andika. Dan....
Plak! Kening Pendekar Slebor digaplok Eyang Sasongko Murti yang kelihatannya gemas
sekali. "Kupikir kau ini cerdik. Tidak tahunya bodoh!
Pokoknya sekarang, kita harus cepat sampai di Keraton Pakuan, lalu membunuh
manusia kejam itu sebelum sempat dititisi Siluman Hutan Waringin!" ujar Eyang
Sasongko Murti.
"Begitu juga boleh! Tetapi, aku tidak tahu jalan mana lagi yang harus kutempuh
menuju Keraton Kerajaan Pakuan Barat," kata Andika akhirnya.
Pendekar Slebor hanya berharap, agar tidak terjadi sesuatu yang mengerikan pada
Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
"Begitu pula denganku! Ala..., sudahlah! Kita merobos jalan mana saja!"
"Kau juga sih, Eyang! Mengapa kau harus mencari jalan yang jauh sekali, ketika
melarikan diri dari Alam Sunyi! Seharusnya ketika kita nongol di alam nyata ini
aku telah berada di samping Keraton Pakuan!"
"Enaknya ngomong! Kalau tidak tergesa-gesa untuk membawamu yang pingsan itu,
mungkin aku masih bisa berpikir! Masihuntung kita selamat, daripada menjadi
sasaran empuk Siluman Hutan Waringin! Kau juga memang bodoh! Sudah kubilang
jangan bergerak, malah nekat! Bukan hanya bergerak, malah justru menyerang
Siluman Hutan Waringin! Dasar otak udang!"
"Habisnya, kulihat kau akan mampus diinjaknya."
kilah Andika. "Itu siasat! Menghadapi siluman itu bukan menggunakan tenaga kasar! Tak ada
hasilnya! Malah tenagamu yang akan terkuras perlahan-lahan diperasnya."
"Jadi ketika kau roboh dan kedua kaki Siluman Setan Waringin siap menginjakmu,
kau berpura-pura kalah?" tanya Pendekar Slebor.
"Tolol! Aku sedang menghimpun tenaga halusku!"
Tak ada yang bersuara lagi. Masing-masing terdiam dicekam pikiran yang datang
membabi-buta. "Kita lari sekarang, Eyang!" kata Andika.
"Baik! Aku juga ingin melihat ilmu lari Pendekar Lembah Kutukan yang kini
dijuluki Pendekar Slebor.
Ha... ha... ha... ha! Bor, Bor! Kau bisa apa melawan aku, hah"!"
Andika menjadi ngotot. Saat itu juga, mereka lari dengan cepat menuju Keraton
Pakuan. *** 9 Pertarungan yang terjadi di halaman Keraton Keraton Pakuan Barat semakin seru
dan menegangkan. Ki Pangsawada bersama Nyai Selastri berusaha sekuat tenaga
memukul mundur Raja Akherat. Namun laki-laki yang codet di pipi kirinya itu
benar-benar memiliki kesaktian tinggi. Buktinya desakan yang dilakukan Imam Arif
Penguasa Gunung Bontang dan si Naga Gunung dianggap sepi saja.
Malah kemudian, Raja Akherat yang menguasai jaannya pertarungan sambil tertawa
terbahak-bahak.
"Mengapa kalian tidak memilih mampus saja dengan jalan bunuh diri?" leceh Raja
Akherat. Ki Pangsawada menggeram dalam hati, meskipun diakui kesaktian laki-laki itu
begitu tinggi. Namun hal itu semakin membuat Ki Pangsawada hendak
bertekad untuk mengadu jiwa. Karena bila sampai Raja Akherat menguasai dunia
persilatan, sudah bisa dipastikan segala sesuatunya akan hancur perlahan-lahan
di bawah kekuasaannya.
Mendadak saja Ki Pangsawada memutar tubuhnya ke belakang, hingga jubahnya
berkibar. "Raja Akherat...! Kuakui kau memiliki kepandaian sangat tinggi! Hanya saja, aku
tidak akan pernah mundur sebelum melihatmu berkalang tanah!" desis laki-laki
berjuluk Imam Arif Penguasa Gunung Bontang.
Raja Akherat terbahak-bahak. Sementara si Naga Gunung sedang mengatur napasnya.
Dua kali tubuhnya terkena hantaman keras Raja Akherat.
"Aku suka sekali mendengar kata-katamu itu, Ki!
Hanya sayang, kau terlalu memandang rendah!"
Ki Pangsawada menghela napas pendek. Lalu diam-diam mulutnya merapal ajian
'Tempur Nyawa', yang sangat dahsyat dan jarang sekali dipergunakan bila tidak
terdesak. Namun sekarang, laki-laki tua itu berpikir kalau keadaan sudah benarbenar mendesak.
Memang tidak ada jalan lain. Ajian 'Tempur Nyawa'
akan segera dipergunakan Ki Pangsawada. Mendadak saja kedua tangannya bergerak
ke muka, membuat putaran dua kali dengan tubuh condong keluar. Dan seketika
tangannya mengibas ke depan bersamaan hembusan napas perlahan-lahan.
Si Naga Gunung tahu kalau Ki Pangsawada sedang mengerahkan ajian Tempur Nyawa'.
Dan diam-diam pun dia merapal ajian 'Kemarau Tiga Musim'. Sebuah ajian yang
sangat dahsyat sekali, sehingga mampu membuat lawan akan menderita kepanasan
yang teramat sangat.
Dan begitu melihat Ki Pangsawada sudah
mengeluarkan jurus pamungkasnya, si Naga Gunung pun berbuat sama.
Sedangkan Raja Akherat hanya terbahak-bahak saja.
"Ha... ha... ha...! Mengapa kalian berdiam diri seperti itu, hah"!" ejek lakilaki kekar ini. "Apakah kini kalian menyadari kalau lebih baik bunuh diri saja,
dan mengakui kalau si Raja Akherat adalah orang nomor satu di rimba
persilatan"!"
Ki Pangsawada merandek pendek.
"Kau terlalu banyak sesumbar, Raja Akherat!
Sejengkal pun aku tidak akan mundur. Bahkan tak pernah merelakan kau menjadi
orang nomor satu di
rimba persilatan ini."
Mendengar kata-kata itu, Raja Akherat hanya terhahak-bahak saja seolah merasa
lucu mendengarnya. Dan mendadak saja jurusnya yang terdahsyat dibuka. Jurus
'Himpunan Surya-Bayu-Tanah'! Sebuah jurus yang mengambil tenaga matahari, angin,
dan tanah. Perlahan-lahan terlihat kedua tangan Raja Akherat berubah menjadi memerah. Dan


Pendekar Slebor 21 Neraka Keraton Barat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin lama, berubah menjadi hitam legam.
Ki Pangsawada dan si Naga Gunung pun sadar, kalau lawan telah mengeluarkan ajian
terhebatnya pula. Tetapi tekad mereka sudah bulat untuk mengadu nyawa dengan
manusia keji itu!
"Hiaaa...!"
Tiba-tiba, disertai bentakan keras secara bersamaan, Ki Pangsawada dan Nyai
Selastri menyerang. Kedua tangan mereka menghentak ke arah Raja Akherat.
Werrr...! Wesss...! Dua rangkum angin kencang meluruk, mengancam keselamatan Raja Akherat. Namun,
laki-laki ini hanya terbahak-bahak saja.
"Hiaaa...!"
Mendadak, Raja Akherat mengempos tubuhnya sambil menghentakkan kedua tangannya.
Sementara Permadi yang masih dalam keadaan terluka, hanya menghela napas
panjang. *** Pertarungan Ki Wirayuda melawan Anomdoro terus berlangsung sengit. Racun-racun
di kuku Anomdoro
terus berkelebatan, mendesak si Penguasa Harimau yang selalu berhasil menghalau
dengan tongkat kayunya yang berukir kepala harimau pada ujungnya.
Serangan-serangan gagal semakin membuat
Anomdoro bertambah penasaran. Maka segera kelincahannya diperlihatkan dalam
menghindari setiap serangan Ki Wirayuda. Bahkan juga memperlihatkan kehebatannya
dalam memainkan ilmu racun.
Dan ketika tongkat Ki Wirayuda menyambar kepala dengan cepat Anomdoro melompat
ke kiri. Wuuuttt! Ki Wirayuda tidak berhenti sampai di situ saja.
Kembali tongkatnya digerakkan dengan jurus
'Pusaran Dewa Angin', yang membuat tongkatnya berubah menjadi seribu.
Namun Anomdoro yang telah menambah
kesaktian dan ilmu meringankan tubuhnya, berhasil menghindar darinya. Bahkan
sekali-sekali kedua kukunya dijentikkan sehingga langsung terlontar racun-racun
yang mematikan. Namun dalam keadaan saat ini, jentikan racun-racun itu sudah
tidak berguna. Karena, angin yang keluar dari pusaran tongkat Ki Wirayuda dapat cepat
menyingkirkannya.
"Hebat! Permainan tongkatmu semakin hebat, Penguasa Harimau!" puji Anomdoro
sambil mengubah jurus berikutnya. Tubuhnya dimiringkan ke kiri. Kaki kanannya ke
depan dan kaki kiri condong ke samping kiri, agak mendekati tanah.
Dalam sekali lihat, Ki Wirayuda bisa menebak kalau jurus itu adalah jurus
tipuan. Karena menurut-nya, tidak mungkin Anomdoro membuka jurus dengan kaki yang nampak lemah sekali.
Mencondongkan kaki lebih ke bawah mendekati tanah, sangat menyulitkan
gerak kaki kanannya.
"Hiaaah...!"
Ki Wirayuda tidak menyerang bagian kaki kiri Anomdoro. Justru yang diserangnya
bagian kaki kanannya!
"Uts...!"
Apa yang diperkirakan memang benar. Dengan cepat, Anomdoro merubah bentuk kudakudanya. Namun kali ini Ki Wirayuda harus kecele. Karena gerakan itu memang suatu
pancingan belaka. Dan mendadak saja, Anomdoro yang kini mengubah kuda-kudanya,
menendang dengan keras ke arah wajah.
Dengan sebisanya, Ki Wirayuda langsung menangkis dengan putaran tongkatnya!
Plak! Begitu habis menangkis dengan gerakan aneh sekali, Anomdoro menelusup dengan
satu tinju keras ke dada. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des! "Aaakh...!"
Tubuh Ki Wirayuda terhuyung ke belakang disertai keluhan tertahan. Saat itulah
Anomdoro menderu maju dengan seluruh tangan telah dialiri racun mematikan.
Ki Wirayuda tercekat melihat serangan yang tiba-tiba. Dalam hati dia mendengus
karena begitu mudahnya tertipu oleh gerakan Anomdoro. Maka sebisanya tongkatnya
diputar tetap dengan jurus
'Pusaran Angin Dewa'.
Namun kali ini rupanya Anomdoro tidak mempedulikan lagi. Serangannya tetap
diteruskan! Menyadari kalau lawan merasa yakin akan mampu menanggulangi jurusnya, Ki
Wirayuda pun akhirnya melompat untuk menghindari serangan mematikan
itu. "Hup!"
"Ha... ha... ha...! Jangan bisanya menjadi topeng monyet saja kau, Wirayuda!
Melompat-lompat seperti monyet. Lihat! Ini adalah pembalasanku yang kau lakukan
beberapa tahun lalu!" kata Anomdoro, penuh semangat.
Ki Wirayuda menggeram. Benar apa yang diduga.
Manusia bermata picak itu memang masih
menyimpan dendam. Bahkan kini telah menjadi pengikut Raja Akherat. Ki Wirayuda
pun cukup terkejut melihat kemajuan kesaktian Anomdoro yang begitu pesat!
Tetapi saat menghindari serangan, Ki Wirayuda kembali memutar tongkatnya.
Rasanya hatinya masih penasaran karena ingin melihat kekuatan Anomdoro ketika
kelihatan seperti hendak memapaki serangannya.
"Aku ingin lihat, apakah kau mampu menahan
'Pusaran Dewa Angin'ku ini Anomdoro!"
Lalu dengan menambah tenaga dalamnya, Ki
Wirayuda mengejar Anomdoro.
Seperti yang diduga tadi, ternyata Anomdoro hanyalah memancing dan menggertak
belaka. Terbukti sekarang, laki-laki bermata satu itu menghindari serangan 'Pusaran Dewa
Angin'nya. Ki Wirayuda menjadi jengkel dengan keputusannya tadi. Karena mau tak mau tadi
sempat terdesak.
Maka kini dia pun menyerang dengan ganas pula!
*** Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima terus melarikan diri dengan langkah
tersaruk-saruk. Ketika
Wanita Burung Hantu dan Dewa Muka Iblis muncul sebenarnya Prabu Adiwarman tenang
saja. Sebagai seorang raja, dia memang memiliki ketenangan luar biasa. Bahkan
kesabarannya pun terlihat. Hanya saja, hatinya suka merasa sedih bila melihat
putrinya harus menderita.
Bagi Prabu Adiwarman, tidak akan menyerah begitu saja. Bahkan akan melawan
sekuat tenaga terhadap dua manusia busuk itu. Namun di saat Wanita Burung Hantu
dan Dewa Muka Iblis sedang dihadang Tiroseta dan sepuluh prajurit Kerajaan
Pakuan, Mureksa, salah seorang prajurit Kerajaan Labuan membuat rencana
menakjubkan. Prajurit itu menyuruh Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima melarikan diri,
sementara di tenda itu segera diisi dua prajurit Kerajaan Pakuan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah dua manusia jahat itu mengejar Prabu Adiwarman dan
Putri Permata Delima. Itu sebabnya, ayah dan anak itu kini terbebas, dan turut
melarikan diri.
Sudah cukup jauh mereka berlari. Kelelahan pun sudah sangat dirasakan. Prabu
Adiwarman sekali lagi merasa sedih melihat nasib putrinya. Namun sikap Putri
Permata Delima tetap tegar dan bersahaja.
Bahkan selalu tersenyum.
"Ayolah, Ayahanda.... Kita harus segera lari lebih jauh dari sini...," ujar
Putri Permata Delima memberi semangat.
Prabu Adiwarman tersenyum.
"Kau benar, Permata. Ayo...."
Tetapi sebelum mereka melangkah kembali....
"Hauuummm...!"
Terdengar auman seekor harimau yang cukup keras, disusul melompatnya seekor
hewan kaki empat yang besar itu. Di punggungnya tampak seorang pemuda berwajah tampan
sedang menungganginya.
"Kang Danji!" seru Putri Permata Delima, begitu mengenali siapa yang menunggangi
harimau. Gadis ini pun yakin kalau harimau itu adalah si Belang, hewan
peliharaan Sari.
Danji segera melompat dengan sigap. Sementara Belang yang telah mengenal ayah
dan anak itu, menghampiri Prabu Adiwarman. Kepalanya langsung dielus-elus ke
kaki laki-laki setengah baya itu, membuat Prabu Adiwarman tersenyum senang.
Sementara Putri Permata Delima yang hatinya telah cemas dan merindukan
kekasihnya, langsung merangkul. Begitu pula yang dilakukan Danji.
Sebenarnya, sejak bertarung dengan burung hantu dan Nyai Pamunti, Danji segera
melarikan diri bersama harimau itu. Si Belang memang sangat cerdik. Penciumannya
sangat tajam. Setiap kali binatang ini kelihatan merasa aneh, dan memaksa Danji
untuk segera menaiki punggungnya.
Semula Danji kebingungan melihat sikapnya yang terkadang sulit dimengerti.
Tetapi ketika si Belang menggeram ke sebuah dahan pohon, barulah Danji mengerti
kalau burung hantu itu tengah mengikuti mereka. Lalu Danji pun segera menaiki
punggung si Belang, dan meninggalkan tempat itu.
Namun burung hantu tetap mengikutinya. Danji yang sudah khawatir kalau burung
hantu itu tiba-tiba akan menyerang, harus bersabar menunggu. Karena, burung itu
tidak berbuat apa-apa. Bahkan hanya memperhatikan dirinya dan si Belang.
Hingga kemudian, sadarlah Danji. Ternyata burung hantu itu hanya memata-matainya
saja. Makanya, ketika si Belang mengajaknya meninggalkan tempat itu, Danji menolak. Bahkan
tubuhnya dan tubuh si Belang dibiarkan saja nampak di mata burung hantu itu.
Yang diduga Danji benar. Ternyata burung hantu itu akhirnya merasa yakin kalau
di sinilah tempat tinggal Danji dan si Belang. Lalu ia pun segera terbang
kembali untuk mengabarkan pada
majikannya. Danji pun segera menaiki punggung si Belang lagi yang langsung melesat dan
sesekali melihat-lihat sekelilingnya, karena khawatir burung hantu itu mendadak
muncul kembali. Namun ternyata burung itu tidak muncul juga.
Hingga akhirnya, Danji pun memutuskan untuk kembali ke Jurang Setan. Alangkah
terkejutnya Danji ketika sampai di dasar jurang, tak seorang pun yang ditemui.
Justru begitu banyak batu besar yang saling tumpuk berada di sana. Bila melihat
keadaannya dan kemunculannya yang tiba-tiba, Danji yakin batu-batu itu pasti
dijatuhkan dari atas.
Tetapi melihat tak satu mayat pun yang ditemukan di sana, Danji yakin kalau
Prabu Adiwarman dan yang lain sudah pindah dari sini.
Segera Danji mengajak si Belang. Meskipun tidak tahu ke mana arah yang harus
ditempuh, Danji meminta si Belang untuk mempercepat larinya.
Danji lantas menemukan mayat-mayat yang ber-eletakan yang dikenali di sebelah
timur sana. Mayat para prajurit Kerajaan Labuan dan Kerajaan Pakuan.
Tetapi, Kalau memang Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima telah tewas, di
manakah mayatnya"
Danji lantas mencari-cari mayat kedua junjungannya, dan dia juga tidak melihat
mayat Tiroseta.
Danji lantas menyuruh si Belang berlari ke arah utara. Rupanya itu adalah jalan
pintas. Dan apa yang diperkirakan Danji ternyata benar. Karena akhirnya, pemuda
itu bertemu kedua junjungannya. Juga, melihat Tiroseta di antara mereka dalam
keadaan penuh luka. Namun Senapati ini masih memperlihatkan kegagahannya.
Rupanya, setelah melarikan diri dari serangan Nyai Pamunti dan Kokorongko,
seperti yang telah di-rencanakan, Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima akan
menunggu Tiroseta di balik sebuah pohon trembesi yang besar.
*** Prabu Adiwarman yang melihat kalau putrinya
masih merangkul Danji dan begitu pula sebaliknya, hanya tersenyum saja. Hatinya
terharu dan semakin yakin kalau keduanya secara diam-diam memang telah memadu
kasih. Yah, sudah seharusnya laki-laki setengah baya ini mulai mengerti keadaan
mereka yang sebenarnya.
Meskipun Prabu Adiwarman tidak berbuat apa-apa untuk mengusik kedua remaja itu,
tetapi akhirnya keduanya sadar. Mereka sama-sama melepaskan diri dan sama-sama
menundukkan kepala. Kikuk.
Prabu Adiwarman hanya tersenyum saja.
"Dari mana saja kau, Danji?" tanya Prabu Adiwarman kemudian.
"Maaf, Gusti Prabu.... Hamba..., hamba...."
Danji tidak bisa meneruskan kata-katanya, karena merasa malu akan sikapnya
barusan terhadap Putri Permata Delima.
"Sudahlah.... Kau bisa menceritakannya nanti.
Danji, akhirnya setelah kupikir, lebih baik kita kembali keraton...," kata Prabu
Adiwarman tiba-tiba.
"Ayahanda!" seru Putri Permata Delima terkejut.
"Tidak ada jalan lain. Aku sudah bosan bermain kucing-kucingan seperti ini! Ah,
Danji.... Untuk sementara kita bersembunyi lebih dulu. Kau tahu bukan, tempat
persembunyian di daerah ini?"
Danji hanya mengangguk.
Sementara Tiroseta, memperhatikan sekeliling dengan mata waspada.
*** 10 Meskipun Ki Pangsawada dan Nyai Selastri alias Naga Gunung telah mempergunakan
ajian pamungkas namun tetap saja Raja Akherat masih mampu bertahan. Ajian 'Tempur
Nyawa' yang dilepaskan Ki Pangsawada sangat dahsyat. Suaranya bagaikan ledakan
begitu tangannya bergerak. Begitu pula ajian 'Kemarau Tiga Musim' yang
dilepaskan si Naga Gunung. Setiap kali tangannya berkelebat, terasa hawa panas
menerpa ke arah Raja Akherat.
Namun dengan ajian 'Himpunan Surya-BayuTanah', Raja Akherat membuat serangan kedua lawannya hampir-hampir tidak banyak
membawa arti. Hal itu membuat Ki Pangsawada menjadi geram.
Apalagi mengingat kalau Raja Akherat bermaksud menguasai rimba persilatan ini!
Tiba-tiba saja Ki Pangsawada berputar bersalto ke belakang. Dan saat melayang,
kedua pergelangan tangannya diadukan menjadi satu.
Blarr! Mendadak saja terdengar suara yang begitu keras sekali, bagai petir menggelegar.
"Ajian Tempur Nyawa' tingkat pertama!" seru Ki Pangsawada langsung meluruk ke
arah Raja Akherat.
Pada saat yang sama, tokoh sesat itu berusaha menahan. Sementara si Naga Gunung
pun tengah menghimpun kekuatannya.
Plak! Plak! Dua bentrokan antara Ki Pangsawada dengan Raja Akherat pun terjadi. Tampak Raja
Akherat tersuruk ke
belakang dengan mulut berdarah.
"Bangsat!" maki Raja Akherat murka.
Seketika Raja Akherat merapal ajian 'Melayang Dua'nya yang sangat dahsyat. Maka
saat itu juga tubuhnya pun bagai terpisah begitu saja, menjelma menjadi dua.
"Ha... ha... ha...!"
Dan kedua Raja Akherat terbahak-bahak.
"Gila! Ilmu siluman rupanya!" desis Ki Pangsawada sambil bersiap. Begitu pula si
Naga Gunung. Kini mereka akan menghadapi satu lawan satu, meskipun yang dilawan tetaplah Raja
Akherat. "Hiaaa...!"
Disertai bentakan keras, satu sama lain meluruk saling menyerang.
Pertempuran sengit pun terjadi kembali.
Dengan ajian 'Tempur Nyawa' tingkat pertama, Ki Pangsawada mencoba mendesak Raja
Akherat dengan gencar. Serangan-serangannya sangat berbahaya membuat Raja Akherat
kelimpungan meng-hadapinya.
Sementara si Naga Gunung yang menghadapi Raja Akherat yang satunya lagi, justru
terdesak hebat.
Ajian 'Kemarau Tiga Musim'nya belum menjadi patokan untuk dapat melumpuhkan
lawan ganasnya.
Suatu keadaan mendadak saja terjadi. Saat itu, Ki Pangsawada sedang mencecar
gencar Raja Akherat.
Sementara, Raja Akherat yang satunya lagi sedang mendesak si Naga Gunung. Namun
tiba-tiba saja, dua tubuh Raja Akherat kembali menjadi satu. Dan Raja Akherat


Pendekar Slebor 21 Neraka Keraton Barat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun jatuh terduduk bersila dengan kedua tangan bersatu di dada,
Ki Pangsawada dan si Naga Gunung memperhatikan dengan kening berkerut. Mereka yakin, kalau
lawan pasti tengah merapal ajian yang lebih tangguh lagi. Namun sebelum keduanya
menyerang kembali, terlihat sebuah cahaya berwarna hitam berkelebat langsung
menyusup ke tubuh Raja Akherat melalui ubun-ubun.
Mendadak saja kedua mata Raja Akherat terbuka, memperlihatkan sinar amarah yang
nyalang ber-kilatan. Lalu dia berdiri tegak dengan gerakan kaku.
"Ha... ha... ha...! Kalian akan sia-sia saja untuk mengalahkan aku, hah"! Akui
aku sebagai orang nomor satu di rimba persilatan, maka kalian akan kubebaskan."
kata Raja Akherat yang kelihatan aneh ini, jumawa.
Ki Pangsawada dan si Naga Gunung memperhatikan dengan kening berkerut. Semula mereka melihat betapa Raja Akherat dalam
keadaan kelelahan karena tenaganya terkuras. Namun kini, dia tegak berdiri segar
tak kurang suatu apa!
Belum lagi mereka memikirkan apa yang tengah terjadi, tubuh Raja Akherat sudah
meluruk deras de ngan pukulan beruntun.
Zeb! Zeb! Zeb! Tiga buah serangan ganas mengandung tenaga tinggi dilepaskan dengan cepat. Ki
Pangsawada dan Nyai Selastri kaget bukan main. Mereka merasa yakin, Raji Akherat
sedang mengeluarkan ajian pamungkasnya. Maka dengan sebisanya mereka berkelit ke
samping kanan dan kiri, menghindari.
Begitu pula Permadi yang masih memperhatikan.
Namun mendadak pemuda itu menerjunkan diri dalam pertarungan. Kerisnya cepat
berkelebat dengan ganas.
"Ha... ha... ha...! Kalian akan mampus hari ini juga!"
seru Raja Akherat sambil mengibaskan tangannya
menangkis keris Permadi.
"Heh"!"
Permadi terkejut setengah mati, melihat kerisnya patah! Sejenak pemuda itu
tertegun. Namun keter-tekunannya jelaslah suatu petaka. Tiba-tiba sebuah pukulan
keras menerpa dadanya.
Desss...! "Aaakh!"
Permadi langsung terhuyung ke belakang disertai pekik kesakitan. Lalu tubuhnya
ambruk setelah muntah darah berkali-kali.
Melihat hal ini Ki Pangsawada dan si Naga Gunung terkejut setengah mati. Namun
mereka pun harus kembali tunggang langgang menghindari serangan ganas Raja
Akherat dengan teriakan-teriakan keji.
Sementara itu, Ki Wirayuda akhirnya berhasil mendesak Anomdoro, setelah
tongkatnya berhasil menyabet kaki lawannya dua kali. Tepat ketika Anomdoro
terpincang-pincang, tubuh si Penguasa Harimau berkelebat cepat dengan kaki lurus
melepas tendangan.
Anomdoro cepat mengegoskan tubuhnya ke kiri, sambil memapak. Namun di luar
dugaan, Ki Wirayuda menarik pulang serangannya. Bahkan seketika tubuhnya
berputar sambil mengebutkan tongkat kayunya. Dan....
Prakkk! "Aaakh...!"
Dengan satu gerakan tipu yang manis sekali, Ki Wirayuda berhasil menggetok
kepala Anomdoro.
Setika itu juga kepala tokoh sesat ini pecah mengucurkan darah. Begitu ambruk,
nyawanya pun melayang.
Ki Wirayuda mendesah panjang sambil
memandangi mayat lawannya. Lega sudah, bisa menamatkan riwayat Anomdoro. Ketika
kepalanya berpaling, tampak Ki Pangsawada dan Nyai Selastri terdesak hebat
sekali, Keduanya bagai tersudut oleh serangan-serangan ganas yang dilakukan Raja
Akherat. Saat itu juga Ki Wirayuda pun melesat membantu.
Namun.... "Tolooong! Tolooong...!"
Niat si Penguasa Harimau urung ketika telinganya mendengar jeritan keras.
"Sari!" desis Ki Wirayuda. Saat itu juga laki-laki tua ini langsung melesat ke
dalam. *** Raja Akherat terbahak-bahak melihat Ki
Pangsawada dan Nyai Selastri kalang kabut seperti itu. Baginya kedua manusia itu
harus mampus, karena tak mau mengakuinya sebagai orang nomor satu di rimba
persilatan "Hiaaa...!"
Dengan teriakan keras, Raja Akherat meluruk menerjang dengan sambaran-sambaran
tangan yang bertenaga dalam penuh.
Deb! Deb! Gemuruh suara pukulan Raja Akherat sangat keras terdengar, mampu menciutkan
jantung yang diserang.
Begitu pula yang dialami Ki Pangsawada dan Nyai Sulastri sekarang ini. Ajian
'Tempur Nyawa' tingkat pertama yang dilepaskan Ki Pangsawada tidak lagi membawa
arti banyak. Demikian pula pukulan
'Kemarau Tiga Musim' milik si Naga Gunung.
Kedua tokoh golongan putih ini sangat heran,
mengapa tiba-tiba saja Raja Akherat menjadi begitu perkasa dan bertambah sakti"
Apakah pengaruh dari cahaya hitam yang masuk ke tubuhnya tadi"
Gempuran-gempuran Raja Akherat sangat
mematikan, membuat Ki Pangsawada dan si Naga Gunung sudah yakin kalau saat
inilah ajal menjemput mereka.
Tepat ketika sambaran tangan Raja Akherat menemui sasaran, mendadak saja si Naga
Gunung merasakan sesuatu menyambar dengan cepat.
Sehingga, gempuran Raja Akherat pun luput.
Sementara Ki Pangsawada pun merasa terkejut, ketika tidak merasakan sesuatu yang
menghantam tubuhnya. Justru laki-laki tua ini melihat satu sosok tubuh
berpakaian compang-camping berwajah tak karuan, sedang memapaki serangan Raja
Akherat. "Andika! Bantulah aku untuk mengeluarkan Siluman Hutan Waringin dari tubuh Raja
Akherat!" seru sosok berpakaian compang-camping yang tak lain Eyang Sasongko Murti sambil
menghindari gempuran Raja Akherat.
Dalam sekali lihat saja, Eyang Sasongko Murti sudah tahu kalau Siluman Hutan
Waringin sudah menitis ke tubuh Raja Akherat.
Memang, apa yang dikhawatirkan Eyang Sasongko Murti sudah terjadi. Cahaya hitam
yang masuk ke ubun-ubun Raja Akherat adalah jelmaan dari Siluman Hutan Waringin.
Siluman itu akhirnya menitis di tubuh Raja Akherat! Sudah tentu kesaktian Raja
Akherat mendadak saja berlipat ganda, lebih hebat dari sebelumnya. Karna kini,
ia dikendalikan tenaga Siluman Hutan Waringin!
"Kalau Siluman Hutan Waringin tetap menyatu pada tubuh Raja Akherat, akan
semakin sulit bagi kita
untuk menghancurkannya!" lanjut Eyang Sasongko Murti.
Andika yang tadi menyelamatkan si Naga Gunung segera bersalto ke depan. Lalu
diserangnya Raja Akherat dari bagian kiri. Sementara Eyang Sasongko Murti
menyerang dari bagian kanan.
Ki Pangsawada dan si Naga Gunung menghela napas panjang menyadari kalau umur
mereka masih ada hingga saat ini. Mereka pun diam-diam merasa beruntung. Entah,
siapa dua orang penolongnya itu"
Yang satu kelihatan tua sekali dengan wajah sukar dilukiskan. Sementara kawannya
adalah pemuda berwajah tampan dengan sepasang alis hitam seperti mata elang,
mengenakan pakaian hijau.
Ketika mendengar seruan dari yang tua itu sadarlah Ki Pangsawada dan si Naga
Gunung, siapa sebenarnya pemuda itu.
"Hei, Andika! Percuma kau dijuluki Pendekar Slebor kalau tak bisa membantuku
mengeluarkan Siluman Hutan Waringin itu!" seru Eyang Sasongko Murti, seperti
menanas-manasi.
"Enaknya ngomong! Yang kuhadapi ini siluman."
hardik Andika sambil melompat menghindari gempuran Raja Akherat yang kini
dititisi Siluman Hutan Waringin.
"Kau tinggal menggempur bagian ubun-ubun.
Kalau dapat, ketok tiga kali dengan keras! Aku akan menghajar siluman itu, bila
keluar dari tubuh Raja Akherat!" ujar Eyang Sasongko Murti.
Andika segera menjalankan perintah. Namun, bukanlah pekerjaan mudah. Karena,
Raja Akherat yang dikendalikan dan disatukan ilmunya oleh Siluman Hutan
Waringin, justru kini menyerang dengan ganas.
Pendekar Slebor pun segera menggunakan tenaga petir warisan Pendekar Lembah
Kutukan. Sementara Eyang Sasongko Murti mengangkat kedua tangannya sehingga
menimbulkan angin menderu-deru.
Akan tetapi, kekuatan Siluman Hutan Waringin yang telah menggunakan tubuh Raja
Akherat justru semakin bertambah saja. Selain ilmu siluman yang diperlihatkan,
ia juga menggunakan kesaktian Raja Akherat yang tinggi. Sehingga, Andika dan
Eyang Sasongko Murti harus tunggang langgang dibuatnya.
"Ha... ha... ha...!"
Raja Akherat terbahak-bahak.
"Pendekar Slebor! Kalau waktu itu aku gagal membunuhmu, kini kau akan mampus di
tanganku!"
geram Raja Akherat.
Begitu habis kata-katanya, Raja Akherat kembali menyerang. Sambaran tangannya
bagaikan angin yang menderu keras.
Pendekar Slebor dengan kelincahan yang didapat dari Lembah Kutukan, menghindari
serangan. Lalu kain pusakanya yang bercorak catur di punggungnya disambarnya.
Dan saat itu juga, kain pusaka warisan Ki Saptacakra dikebutkannya dengan kuat,
menyambut sambaran tangan Raja Akherat.
Wuuut! Braaat! Suara keras terdengar, begitu kain bercorak catur menyambar dan melilit tangan
Raja Akherat. Sejenak terjadi dua kekuatan yang masing-masing dialiri tenaga
dalam tinggi. "Heh!"
Mendadak saja Andika melepaskan kainnya yang melilit di tangan Raja Akherat.
Saat itu tangannya terasa panas yang luar biasa menyehgat.
Eyang Sasongko Murti menggeram. Segera
diserangnya Raja Akherat dengan jurus-jurus siluman yang pernah dipelajarinya!
"Sasongko! Kau memang bandel sekali! Dan tak akan kubiarkan kau untuk bertahan
hidup lebih lama!" ancam Raja Akherat alias Siluman Hutan Waringin.
"Siluman busuk! Keluarlah kau dari tubuh manusia laknat itu! Kita bertarung
sampai mati! Dan, biarkan manusia busuk itu bertarung melawan Andika!"
dengus Eyang Sasongko Murti.
Laki-laki tua ini berusaha memanas-manasi Siluman Hutan Waringin. Karena
menurutnya, akan lebih mudah menjatuhkan siluman itu daripada bila menitis pada
tubuh seseorang.
Namun tak ada sahutan. Yang ada hanyalah
sambaran tenaga yang kuat sekali.
Wesss...! "Ikatan Mambang Kahyangan!" seru Eyang Sasongko Murti. Segera kepalanya
berpaling pada Andika. "Jangan gegabah! Bila kau terkena pukulan itu bisa
mampus!" Andika mendengus. Diam-diam kini tenaga 'inti petir'nya disalurkan kembali pada
kedua tangannya.
Lalu diambilnya napas dalam-dalam dan ditahannya di perut. Sejenak dalam
perutnya terasa ada sesuatu yang bergejolak dahsyat.
Dan mendadak saja Pendekar Slebor memotong serangan Raja Akherat pada Eyang
Sasongko Murti.
"Guntur Selaksa tingkat satu!" teriak Pendekar Slebor, lantang.
Seketika meluncurlah tubuh Andika yang telah dipenuhi kekuatan tenaga petir
sangat dahsyat.
Raja Akherat yang dititisi Siluman Hutan Waringin
dan sekarang sedang menyerang Eyang Sasongko Murti dapat membelokkan arah
serangannya. Ia bermaksud memapaki serangan, namun tangan Andika yang telah
merangkum tenaga 'Guntur Selaksa' lebih cepat mampir tubuhnya. Hingga....
Des! Blarrr! Terdengar ledakan keras bagai sambaran petir yang memekakkan telinga, menyambar
tubuh Raja Akherat. Sementara Andika langsung bersalto ke belakang. Ia hanya
melihat tubuh Raja Akherat menjadi agak hangus dengan rambut rontok. Namun
keadaannya masih tetap tegar. Bahkan lebih garang lagi.
"Bangsat! Mampuslah kau, Pendekar Slebor! Grrr!"
Seketika tubuh Raja Akherat melesat kembali dan menyerbu dengan ganas.
Pada saat yang sama, Eyang Sasongko Murti menerjang ke depan. Dengan ilmu dari
negeri siluman, cepat ditangkap kedua tangan Raja Akherat.
Tap! "Cepat pukul ubun-ubunnya tiga kali! Cepat, Bor!"
ujar Eyang Sasongko Murti, tegang.
Andika langsung melesat dan berputar dua kali di angkasa. Dan tiba-tiba
tangannya cepat memukul ubun-bun Raja Akherat.
Prak! Prak! Tepat ketika Pendekar Slebor memukul yang terakhir, Eyang Sasongko Murti
melepaskan pegangannya.
"Ghrrhh...!"
Kini terdengar suara bagai raungan yang sangat kuat sekali. Sementara tubuh Raja
Akherat berputar tak karuan.
"He... he... he...! Kau memang perjaka murni, Bor,"
ujar Eyang Sasongko Murti sambil terkekeh-kekeh.
"Namaku Andika! Enaknya main panggil, 'Bor'
saja!" rutuk Pendekar Slebor gemas sambil memperhatikan tubuh Raja Akherat yang
kelojotan. "Kalau kau sudah bukan perjaka lagi, sulit untuk menyuruh keluar Siluman Hutan
Waringin dari jasad Raja Akherat! Nah! Sebentar lagi, tubuh keduanya akan
memisah! Kau hadapi Raja Akherat, sementara aku akan menghadapi Siluman Hutan
Waringin!" ujar Eyai Sasongko Murti dengan wajah tegang.
Andika dapat membaca ketegangan Eyang
Sasongko Murti.
"Eyang..., sanggupkah kau menghadapi siluman itu?"
"Aku tidak tahu. Tetapi, satu-satunya yang mampu mengimbanginya adalah aku.
Karena sedikit banyaknya aku menguasai ilmu negeri siluman. Jelek-jelek begini,
aku pernah belajar sama siluman, kan?" sahut Eyang Sasongko Murti enteng.
"Ya, lalu terdampar di Alam Sunyi selama seratus tahun!" balas Andika sambil
terbahak-bahak.
Eyang Sasongko Murti pun terbahak-bahak.
Sedangkan Ki Pangsawada dan si Naga Gunung sedikit bingung memperhatikan.
Bukannya Pendekar Slebor dan Eyang Sasongko Murti sungguh-sungguh menghadapi
tokoh sesat itu, tapi malah tertawa terbahak-bahak.
Dan mendadak saja mata Ki Pangsawada dan Nyai Selastri terbelalak, ketika
melihat cahaya hitam keluar dari ubun-ubun Raja Akherat, lalu berubah menjadi
sosok mengerikan bermata satu di
keningnya. Kedua tangan dan kakinya agak bengkok bersirip. Kupingnya tinggi
dengan lidah terjulur keluar
berbau busuk! Inikah yang disebut Siluman Hutan Waringin yang menitis di tubuh Raja Akherat"
Desis mereka. Dan kedua tokoh itu melihat Eyang Sasongko Murti nampak bersiaga dengan kedua
tangan membuka.
"Heaaa...!"
Dan mendadak saja Siluman Hutan Waringin
menyerang Eyang Sasongko Murti yang memang sudah mempersiapkan diri dengan ilmu
dari negeri siluman.
Sementara Raja Akherat menggeram marah.
Ketika dititisi Siluman Hutan Waringin, ingatannya sebenarnya sadar. Makanya,
dia menggeram pada Pendekar Slebor.
"Ha... ha... ha...! Bagus, bagus kau datang ke sini, Pendekar Slebor! Ayo,
bersujudlah. Dan, beri kesaksian kalau aku adalah Raja Nomor Satu di rimba
persilatan ini!"
"Jidatmu busuk!" balas Andika, sambil memperhatikan sekujur tubuh Raja Akherat
yang sudah menghitam akibat sambaran pukulan 'Guntur Selaksa' yang dilepaskannya
tadi. "Kalau kau meminta padaku untuk mengakuimu sebagai raja monyet nomor satu,
jelas saja aku setuju! Sejak tadi, sebenarnya aku ragu. Yang kuhadapi ini raja
monyet, atau raja orang utan?"


Pendekar Slebor 21 Neraka Keraton Barat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wajah Raja Akherat merah padam. Maka
mendadak saja mulutnya memekik keras. Lalu kedua tangannya merentang, menggelar
jurus 'Himpunan Surya-Bayu-Tanah'. Dan seketika tubuhnya meluruk menderu dengan
seruan sangat keras. Begitu tubuh Raja Akherat melesat ke arah Pendekar Slebor,
Ki Pangsawada dan si Naga Gunung pun bersiap mengeroyok.
Namun keinginan mereka segera diurungkan, setelah melihat Nyai Pamunti alias
Wanita Burung Hantu dan Kokorongko yang berjuluk Dewa Muka Iblis muncul dengan
tergesa-gesa. Dalam sekali pandang, mereka yakin kalau Nyai Pamunti dan Kokorongko telah
bersekutu dengan Raja Akherat.
Maka pertarungan pun segera terjadi dengan sengit.
*** 11 Di dalam Keraton Kerajaan Pakuan, tanpa kesulitan Ki Wirayuda menemukan sumber
jeritan minta tolong tadi. Seperti yang diduga jeritan berasal dari mulut Sari.
"Sari!" seru si Penguasa Harimau sambil bergegas mendekatinya.
"Oh, Ayah.... Untung kau datang, Ayah...," desah Sari dengan suara tegar.
Hatinya sudah tidak sabar untuk membalas perbuatan Raja Akherat.
Ki Wirayuda bermaksud membuka ikatan Sari, namun....
"Oh! Gila! Rupanya tadi tali ini dialiri tenaga dalam yang langsung terkunci,"
pekik Ki Wirayuda.
"Bisakah Ayah membebaskannya?" tanya Sari dengan suara tenang.
Sari berteriak tadi, memang menginginkan agar yang berada di luar sana
mengetahui dan membebaskannya agar bisa dengan segera membalas perbuatan Raja
Akherat yang telah lama
mengurungnya di sini. Sejak tadi Sari memang mendengar teriakan dan suara orang
bertarung di luar.
Dan sungguh tak disangka, justru ayahnya sendiri yang muncul. Sudah tentu
ketenangan Sari semakin nampak.
Ki Wirayuda terdiam sejenak, lalu kedua matanya terpejam. Cukup lama juga dia
melakukan hal itu, karena memang harus memulihkan tenaga dalam dan hawa murni
setelah bertarung dengan Anomdoro.
Lalu perlahan-lahan mata si Penguasa Harimau
membuka. "Sari..., bantulah aku dengan tenaga dalammu juga untuk membuka ikatan itu,"
ujar Ki Wirayuda.
"Baik, Ayah...."
Lalu mulailah Ki Wirayuda menempelkan telapak tangan pada ikatan tali yang
mengikat tangan Sari.
Dan gadis itu pun segera mengalirkan tenaga dalamnya pula.
Kini Sari sedikit tenang atas kehadiran bapaknya.
Tetapi si Belang. Di manakah si Belang"
*** Empat pertarungan di halaman Keraton Pakuan
pun terjadi dengan sengit. Bahkan sangat
mengerikan. Terutama pertarungan antara Eyang Sasongko Murti dengan Siluman
Hutan Waringin.
Juga tak kalah dahsyatnya pertarungan Andika melawan Raja Akherat.
Gempuran-gempuran yang berbahaya terjadi di antara mereka. Ki Pangsawada sendiri
menghadapi serangan-serangan gencar Kokorongko. Sementara si Naga Gunung harus
mengimbangi kecepatan Wanita Burung Hantu.
Setelah gagal menangkap Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima, Nyai Pamunti
dan Kokorongko memang terus mencari. Namun sebelum kedua buruannya diketemukan,
mendadak saja burung hantu peliharaan Nyai Pamunti datang, mengabarkan kalau
telah mengetahui keberadaan Danji dan si Belang. Namun ada sesuatu yang lebih
menarik lagi yang dapat diketahui Nyai Pamunti.
Rupanya, burung hantu itu mencarinya di Kerajaan Pakuan. Tetapi, tidak
ditemukan. Si Manis pun
melaporkan hal itu pada majikannya, yang segera mengurungkan niat untuk mencari
Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima. Bersama Kokorongko, mereka berlari
kencang, sementara si Manis terbang mengikutinya.
Raja Akherat terus menggempur Andika dengan serangan maha dahsyat dan
mengerikan. Namun Andika dengan mengandalkan kelincahan, dapat menghindarinya.
Bahkan membuat Raja Akherat menggeram marah.
Pertarungan yang sudah berlangsung puluhan jurus, semakin seru saja. Masingmasing ingin menguasai dan menjatuhkan. Andika sendiri merasa, lawan sangat
tangguh. Berkali-kali ia harus menghindar, bila tidak ingin terkena pukulan
keras Raja Akherat.
"Aku tidak suka bermain kucing-kucingan seperti ini! Lebih baik akui, aku ini
orang nomor satu di rimba persilatan!" seru Raja Akherat.
Sementara itu, Ki Pangsawada kini mencecar Kokorongko dengan cepat. Ajian
'Tempur Nyawa' tingkat pertama sudah dipergunakan. Sehingga, menyulitkan Kokorongko. Dan
mendadak saja mereka bersalto ke belakang. Dan seketika mereka sama-sama menderu
maju kencang dan sama-sama mengeluarkan tenaga dalam tinggi serta ajian maut.
"Heaaattt!"
"Teaaa!"
Dua seruan keras itu pun terdengar bersama tubuh mereka yang saling menyongsong.
Lalu.... Duaaarrr! Dua tenaga dahsyat itu menimbulkan ledakan keras menggelegar. Seketika di tempat
mereka bertemu tenaga tadi, mengepul asap putih yang
cukup tebal. Sementara dedaunan semakin banyak yang gugur. Lalu terlihatlah dua
sosok tubuh terhuyung ke belakang sambil sama-sama memegang dada.
Ki Pangsawada berusaha menekan rasa sakit di dadanya, namun tak kuasa juga.
Kepalanya mendadak menjadi pusing. Tenaganya banyak yang keluar. Akhirnya laki-laki itu
pun ambruk jatuh pingsan.
Sementara Kokorongko begitu jatuh ke tanah, berkelojotan hebat. Rupanya, dia
terkena telak ajian
'Tempur Nyawa'. Setelah sempoyongan beberapa saat, tubuhnya pun ambruk dan tak
bernyawa lagi. Sementara itu si Naga Gunung terus melabrak Nyai Pamunti dengan hebatnya. Kini
tampak Wanita Burung Hantu harus terdesak.
"Suiiittt...!"
Namun wanita sesat ini tak kehilangan akal.
Dan mendadak saja terdengar siulan keras Nyai Pamunti, memanggil burung
hantunya. Seketika burung peliharaan itu menyerang si Naga Gunung dengan
ganasnya. Dan justru hal itulah yang membuat si Naga Gunung menjadi semakin marah. Tibatiba saja dengan gerakan cepat, kakinya berputar. Pada saat yang sama burung
hantu tengah meluruk
menyerangnya. Sehingga....
Prakkk! "Krieekhh!"
Burung hantu itu hancur berantakan, terkena tendangan berisi tenaga dalam penuh.
Serpihan-serpihan dagingnya berjatuhan di atas tanah.
"Manisss...!" jerit Nyai Pamunti keras.
Dengan kemarahan membludak, Wanita Burung
Hantu meluruk menyerang.
Pada saat yang sama, Nyai Selastri juga meluruk dengan ajian pamungkas. Begitu
kedua serangan itu bertemu....
Desss...! Desss...!
"Aaakh...!"
Wanita Burung Hantu termakan pukulan si Naga Gunung berkali-kali. Tubuhnya
seketika terpental, dan ambruk di tanah tak bangun-bangun lagi. Sementara si
Naga Gunung sendiri harus terjajar ke belakang.
Dada terasakan sesak. Agaknya, dengan matinya binatang ke-sayangannya, kekuatan
Nyai Pamunti seolah sirna.
Sementara itu Raja Akherat terus mendesak Andika dengan ganasnya. Kemarahannya
semakin bertambah, setelah menyadari Andika sangat sulit ditaklukkan. Bahkan
sekarang dia yang justru terdesak.
"Keparat!" maki Raja Akherat.
"Orang yang ingin menjadi nomor satu di rimba persilatan, mestinya bertampang
ganteng. Tidak sepertimu!" ejek Andika. Serangan demi serangan yang semakin
dahsyat dilancarkan Pendekar Slebor.
Bahkan tenaga 'inti petir' tingkat kelima warisan Pendekar Lembah Kutukan sudah
digunakannya dengan gencar, membuat Raja Akherat kocar-kacir.
Dan mendadak saja laki-laki sesat itu merangsek dengan gempuran sangat kuat.
"Andika! Kita harus mampus bersama-sama!" seru Raja Akherat sambil menerjang
deras. Andika terkejut melihat serangan yang nekat.
Cepat Pendekar Slebor melompat ke atas seraya berputaran beberapa kali. Dan
tiba-tiba tubuhnya meluruk dengan kedua kakinya menjejak kepala Raja
Akherat. Diegkh! Orang kejam itu kontan harus tersungkur di tanah.
Sementara Andika yang merasa kesempatan sudah ada di depan matanya pun segera
menghimpun kekuatan dahsyat. Begitu menjejak tanah, tubuhnya meluncur sambil
menghujamkan tangan ke tubuh Raja Akherat yang tak berdaya.
Desss! "Aaakh...!"
Tubuh Raja Akherat pun perlahan-lahan melemah dengan tubuh terhuyung-huyung. Dia
benar-benar sudah tidak mampu menahan dan melawan
serangan-serangan Pendekar Slebor.
Dan begitu sekali lagi Pendekar Slebor
menghantam, tubuh Raja Akherat ambruk di tanah.
Seketika Andika menginjak-injak jasad Raja Akherat yang telah menjadi mayat.
Eyang Sasongko Murti sedang menggempur
Siluman Hutan Waringin dengan dahsyat. Tampak berkali-kali tubuh laki-laki tua
aneh itu harus terkena pukulan hebat dari Siluman Hutan Waringin.
Seperti yang terjadi di Alam Sunyi, pertarungan nampak lebih mengerikan lagi.
Bumi yang dipijak seakan bergoyang menerima getaran keduanya. Dan mendadak saja
Eyang Sasongko Murti mengambil sesuatu dari balik bajunya yang compang-camping.
Gumpalan kain berisi tetesan darah Andika!
Seketika, Eyang Sasongko Murti melemparkan kain itu ke arah Siluman Hutan
Waringin yang tak bisa menghindar lagi.
"Aaagrrh...!"
Mendadak saja Siluman Hutan Waringin menjerit-jerit keras. Namun Eyang Sasongko
Murti tidak ingin
membuang kesempatan lagi. Dan memang, siluman itu harus dimusnahkan. Dicecarnya
siluman itu dengan gumpalan kain berisi tetesan darah Andika.
Rupanya darah seorang perjaka suci membuat seluruh tubuh siluman itu kepanasan!
Karena tak kuasa menahan derita, Siluman Hutan Waringin pun menghilang, berubah
menjadi asap. "Sasongko! Aku akan datang lagi untuk mencarimu!" ancam suara dari balik asap,
terdengar menggema.
Eyang Sasongko Murti mendesah lega begitu asap itu sirna. Demikian pula Pendekar
Slebor. Namun mereka yang berada di sana, termasuk Ki
Pangsawada dan si Naga Gunung kontan terkejut ketika....
"Pendekar Slebor! Kali ini aku gagal membunuhmu. Juga, menguasai dunia
persilatan. Tetapi, yakinlah. Kita pasti akan bertemu lagi!"
terdengar suara dari atap Keraton Pakuan.
Andika tercekat!
"Raja Akherat!"
Andika cepat berpaling untuk melihat mayat Raja Akherat yang tadi diinjakinjaknya dan telah menjadi mayat. Ternyata jasad tokoh sesat itu sudah tidak ada
lagi. Sadarlah Andika, kalau manusia bangsat itu telah mempergunakan ilmu
'Melayang Dua'nya.
Belum habis keterkejutan mereka, muncul dua sosok tubuh dari dalam keraton. Ki
Wirayuda dan Sari. Rupanya, Ki Wirayuda berhasil membebaskan putrinya. Begitu
melihat Andika, Sari melotot.
"Pendekar Bego! Ke mana saja kau, hah"! Kau biarkan aku dan yang lain menanggung
petaka!" caci Sari.
Andika terdiam. Tidak berkata-kata. Pendekar
Slebor tidak tahu, siapa yang salah. Justru Eyang Sasongko Murti yang kemudian
menjelaskan semuanya, sehingga membuat Sari tersipu malu.
Suasana semakin bertambah lega, ketika muncul Prabu Adiwarman, Putri Permata
Delima, Danji, dan si Belang yang langsung mendekati Sari, begitu melihatnya.
Mulai hari ini, mulailah Prabu Adiwarman
membangun kembali Kerajaan Pakuan dengan
bantuan orang-orang perkasa yang telah
menolongnya. Termasuk, Pendekar Slebor.
SELESAI Serial Pendekar Slebor selanjutnya :
MANUSIA PEMUJA BULAN
Created ebook by
Sean & Conyert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (paulustjing)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Pedang Kiri 11 Pendekar Bayangan Sukma 2 Dendam Orang Orang Gagah Pedang Sakti Tongkat Mustika 2

Cari Blog Ini