Pendekar Rajawali Sakti 137 Misteri Dewi Maut Bagian 2
info ? 2017 " . 137. Misteri Dewi Maut Bag. 5
6. November 2014 um 08:46
5 ? Melihat garik-gerik Mahendra yang mulai marah, seluruh pengunjung yang berada di kedai makan ini segera keluar terbirit-birit. Sedangkan pemilik kedai berteriak ke sana kemari, sambil menghalangi mereka yang belum membayar makanan yang dipesan.
"Ampun, Tuan-Tuan. Kalau mau berkelahi harap di luar saja! Kedaiku bisa hancur berantakan. Bagaimana mana aku dapat menghidupi anak dan istriku..."!"
"Apa katamu, Tikus Dapur" Kau berani melarangku?"!" bentak Mahendra sambil mendelik.
"Aaah, tidak.... Tidak berani! Aku hanya main-main saja. Tetapi, tolonglah Tuan berkali di luar saja!" kata pemilik kedai makan itu.
"Setan! Itu sama artinya melarangku. Kalau be?gitu, lebih baik kau kubunuh terlebih dahulu!" teriak Mahendra berang.
Sambil berteriak keras, Mahendra menghantam kepala pemilik kedai makan itu dengan toyanya. Bisa dipastikan, kalau kena kepala itu akan pecah berantakan. Tapi gerakan Pendekar Rajawali Sakti lebih cepat lagi. Seketika kursi yang dipegang, diangkatnya ke atas. Dan"
"Heyaaat...!"
Wut! Trak! Toya Mahendra seketika menghantam kursi di tangan Rangga, sehingga laki-laki brewok itu merasa tangannya kesemutan. Tentu saja hal itu membuatnya jadi geram. Maka dengan sekuat tenaga diterjangnya Rangga dengan toyanya yang berat Sambaran toya itu menimbulkan angin keras.
"Yaaak!"
"Hup!"
Dengan cepat Rangga melenting ke udara. Dan ketika turun, tangannya melakukan gerakan mencengkeram bagaikan burung rajawali. Namun Ma?hendra cepat melompat ke samping sambil menyabetkan toyanya ke punggung Rangga.
Wuuuk! Siung! "Haaap!"
Sambil menunduk, Rangga menyabetkan sisi tangannya pada toya Mahendra. Sehingga, senjata itu patah jadi dua.
Dan belum sempat Mahendra bertindak lebih lanjut, sebuah hantaman keras telah mendarat di dadanya.
Des! "Aaakh!"
Mahendra langsung terjajar beberapa langkah. Tapi sebuah tendangan memutar dari Pendekar Rajawali Sakti kembali menyusul dan mengenai kepa?lanya. Tidak ampun lagi, Mahendra terlempar sam?bil membentur meja dan kursi. Sehingga ruangan ini jadi tambah berantakan.
Mahendra megap-megap berusaha bangkit. Seluruh tulang dadanya terasa remuk. Dari sudut bibirnya mengalir darah kental. Sepasang matanya yang tadi garang, kini berubah sayu menatap Rang?ga. Seakan dia tidak percaya pada apa yang telah terjadi.
"Si" siapakah kau sebenarnya...?" tanya Ma?hendra.
"Kalau pernah mendengar nama Rangga, si Pendekar Rajawali Sakti" Dialah orangnya!" bentak Gita Rahayu.
Bagai disambar petir, Mahendra memandangi Rangga dari atas sampai ke kaki. Kemudian bibirnya tersenyum.
"Kalau begitu, pantas saja aku kalah!" kata Mahendra. Kemudian laki-laki bertampang kasar ini melangkah pergi, Rangga mendiamkan saja. Karena, tak ada gunanya menahan orang mabuk seper?ti itu.
? *** Hari telah senja, ketika dua orang laki-laki tampak berdiri di depan sebuah bangunan megah berpagar batu setinggi dua tombak. Pintu gerbangnya terbuat dari kayu besi yang kokoh. Kedua?nya memperhatikan bangunan megah ini lewat pandangan matanya.
"Apakah Paman Abogei yakin ini tempatnya?" tanya orang yang berambut pendek dengan ikat kepala kuning, namanya Ragorda.
"Walau sepuluh tahun tidak bertemu, mana mungkin aku lupa, Ragorda?" sahut orang yang berwajah seram dan bengis. Mukanya penuh lubang bekas penyakit cacar. Rambutnya yang telah memutih sebatas bahu dan riap-riapan. Walaupun kurus, matanya memancarkan sinar menakutkan. Pada bola matanya yang seharusnya berwarna pu?tih, semuanya berwarna merah. Sehingga bila men?delik tak ubahnya seperti setan yang mencari mangsa. Melihat orang yang bernama Ragorda itu memanggil paman padanya, jelas kalau laki-laki ber?wajah bopeng bernama Abogei itu jauh lebih tua.
Sebenarnya Abogei, lebih dikenal sebagai Beruang Mata Api, yang merupakan salah seorang tokoh golongan hitam berilmu tinggi.
Kedatangan kedua orang itu ke tempat ini me?mang mempunyai suatu tujuan.
Ragorda mempunyai saudara kembar bernama Jumena. Tetapi sejak kecil, mereka mempunyai sifat berbeda. Ragorda suka mempelajari ilmu silat. Maka tak heran kalau pamannya yang bernama Abogei ini mengambilnya jadi murid. Namun, sifat Jumena justru kebalikannya. Dia lebih suka mem?pelajari ilmu baca dan tulis. Sehingga caranya bertutur sapa amat lembut dan sopan, serta memiliki perangai halus.
Belakangan diketahui kalau Jumena menjalin hubungan dengan seorang gadis yang berwajah cantik bernama Ayu Purbani. Pemuda itu begitu mabuk kepayang dan lupa akan segalanya. Tapi suatu hari Jumena ditemukan tewas dengan tubuh pucat kekuning-kuningan di atas tempat tidur di ru-mahnya sendiri. Ayu Purbani yang semalam berada di kamarnya, telah lenyap entah ke mana. Setelah ditunggu sampai beberapa hari tidak datang juga, maka mereka mulai curiga kepada gadis itu.
Bukan main marah dan dendamnya Ragorda. Bersama gurunya, dia mencari gadis itu di tempat asalnya, yaitu desa ini. Kebetulan sekali, Abogei mempunyai seorang kenalan yang lama tidak dikunjunginya, tinggalnya di rumah yang dikunjungi sekarang ini. Maksudnya, mencari tahu tentang gadis yang bernama Ayu Purbani.
"Kelihatannya sepi-sepi saja, Paman...?"
"Cobalah kau ketuk, Ragorda...!"
Ragorda melangkah dan mengetuk pintu gerbang. Tetapi sampai beberapa kali ketukan tidak juga terdengar sahutan. Tiba-tiba saja Abogei merendek.
"Ragorda, cepat ikuti aku ke atas atap...!"
Begitu selesai berkata, keduanya melompat ke atas tembok. Kemudian mereka melenting ke atas atap tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Dari cara melompat, jelas kalau mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi.
Mereka segera merunduk sambil memperhatikan keadaan di bawah. Dan mendadak saja, kening Abogei berkerut. Laki-laki berwajah bopeng ini terkejut ketika melihat banyak mayat laki-laki dan perempuan bergelimpangan di bawah sana.
"Celaka! Mereka telah mendahului kita!" seru Ragorda dengan wajah kecewa.
Ketika Ragorda menoleh ke samping, tampak orang tua itu telah berkelebat ke halaman belakang. Seketika dia mengejar. Sebentar saja, sudah terde?ngar suara pertarungan yang disusul pekik kematian seseorang.
"Ha ha ha...! Kepandaian hanya seujung kuku, lagaknya sok mau jadi pahlawan. Mampuslah kau!" kata seorang laki-laki bertubuh gemuk pendek de?ngan rambut dikuncir ke belakang.
Tidak jauh dari tempat laki-laki pendek itu ber?diri, terlihat seseorang bertubuh tinggi kurus dengan kepala botak dan lonjong ke atas. Di pinggangnya terselip tongkat panjang berwarna merah. Sedangkan di pundaknya terlihat sesosok tubuh yang agak?nya dalam keadaan tidak sadarkan diri.
? *** ? "Sudahlah, Rambing Puger! Tinggalkan tikus dapur itu! Lebih cepat kita pergi dari sini, lebih ba?ik!" kata laki-laki tinggi kurus yang ternyata Simo Jalak.
"Baik, ayolah...!" sambut orang yang memang Rambing Puger.
Baru saja mereka hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba melesat dua sosok tubuh menghalangi jalan.
"Tinggalkan kepala kalian, baru boleh berlalu dari hadapanku!" bentak seorang tua berwajah seram dengan rambut putih riap-riapan. Sorot mata?nya tajam menusuk. Di sebelahnya berdiri tegak seorang pemuda berambut pendek dengan sikap mengancam. Kedua orang ini tidak lain dari Abogei dan Ragorda.
"Siapakah kalian...?" sahut Simo Jalak dengan tak kalah garangnya.
"Tidak perlu kalian tahu. Siapa pun yang berurusan dengan pemilik rumah ini, sama saja berusan denganku!" hardik Abogei.
"He he he...! Kau dengar, Rambing Puger" Ada yang mau sok jadi pahlawan lagi! Apakah dia harus kita bereskan juga seperti yang pertama ta?di...?" ejek Simo Jalak.
"Mau tunggu apa lagi" Sikat saja sudah...!" tukas Rambing Puger.
Abogei mendengus. Sekilas matanya menatap sesosok tubuh yang terbujur kaku nyaris tidak dapat dikenal lagi. Bentuknya tidak karuan dengan kepala pecah dekat sebuah batu besar yang masih berlumuran darah.
Dan secepat itu pula Abogei dan Ragorda membagi lawan. Ragorda berhadapan dengan Si?mo Jalak yang telah meletakkan bopongannya. Sedangkan Rambing Puger berhadapan dengan Abogei.
Pertarungan tak dapat dihindari lagi. Bahkan berjalan sengit. Rambing Puger semula menganggap rendah lawannya. Tetapi setelah bertarung be?berapa jurus, dia mulai terkejut. Ternyata laki-laki bernama Abogei tak gampang dijatuhkan. Bahkan ketika Abogei mengadakan serangan balasan, hampir saja dia termakan tendangan yang mengarah ke kepalanya.
Dengan cepat Rambing Puger berjumpalitan beberapa kali di udara dan jatuh persis dalam kea?daan berjongkok. Secepat kilat, dipersiapkannya ilmu 'Katak' yang menjadi andalannya. Kedua tela?pak tangannya segera disorongkan ke muka dengan tenaga kuat.
"Krok! Koook!"
Seketika mendesir angin kencang yang mampu memporak-porandakan apa saja yang menghalangi. Abogei terkejut. Tapi, cepat dikerahkannya ilmu andalan yang bernama 'Pukulan Beruang Api', dari kelima jarinya mengeluarkan api.
Seketika, Abogei menghentakkan tangannya ke depan menyambut serangan ilmu 'Katak" yang dilancarkan Rambing Puger. Dari kedua tangannya yang mengeluarkan api, melesat angin berhawa panas.
Blarrr! Dua tenaga raksasa bertemu, menimbulkan ledakan keras menggelegar. Akibatnya batu dan daun kering jadi berterbangan ke mana-mana. Bumi jadi bergetar bagai diguncang gempa. Keduanya sama-sama bergetar mundur beberapa langkah ke be?lakang. Rambing Puger terkejut melihat lawannya sanggup menahan serangannya.
"Huh! Segala kodok buduk hendak pamer kepandaian di depan Beruang Mata Api. Kau rasakan ini!"
Kembali Abogei melancarkan serangan pukul?an jarak jauhnya yang dahsyat, mengeluarkan hawa panas luar biasa. Sehingga dalam waktu singkat saja, Rambing Puger jadi terdesak. Bahkan bebe?rapa pukulan Abogei hampir saja mengenai tubuh?nya. Untuk mengimbangi serangan, terpaksa tena-ganya dikerahkan secara penuh sambil terus mengirimkan pukulan ilmu 'Katak' yang menjadi andalan?nya.
"Krok! Koook!"
"Haes!"
Jdarrr! Berkali-kali pukulan mereka bertemu. Akibat?nya, masing-masing jadi tergetar mundur. Dalam waktu singkat pertarungan jadi bertambah seru, namun masih berjalan seimbang.
Pada suatu kesempatan sebuah pukulan ilmu 'Katak' yang dahsyat dilepaskan Rambing Puger mengarah ke dada Abogei. Tetapi dengan gerakan melingkar, tubuh Abogei bergerak ke samping menggunakan jurus 'Trenggiling Mengejar Mangsa". Tangannya melancarkan serangan balasan berisi tenaga dalam penuh. Rambing Puger terkejut. Tapi secepat itu pula tubuhnya melenting ke udara. Be?gitu menjejak tanah kembali, langsung dilepaskannya pukulan ilmu 'Katak'nya yang berisi tenaga dalam tinggi.
Darrr! Kembali masing-masing terjajar mundur begitu dua pukulan berisi tenaga dalam tinggi bertemu. Tampaknya perkelahian akan berjalan lama dan seru. Karena, kepandaian masing masing benar-benar tak terpaut jauh.
Sementara itu pertarungan antara Ragorda de?ngan Simo Jalak tidak kalah serunya. Hanya saja, Simo Jalak menang pengalaman dan setingkat lebih bnggi daripada lawannya. Sehingga si Botak ini dapat dengan mudah mendikte lawannya. Tak heran kalau dalam waktu singkat saja, Ragorda telah terdesak.
"He he he...! Bocah bau kencur! Kepandaianmu sungguh hebat. Tetapi di depanku kau tidak perlu banyak tingkah. Sebentar lagi kau akan menyembah-nyembah minta ampun!" ejek Simo Ja?lak.
Selesai berkata begitu, laki-laki botak itu me?nyerang Ragorda dengan jurus-jurus yang menjadi andalan. Sehingga dalam waktu singkat, Ragorda hanya dapat mengelak dan menghindar saja.
Pada suatu kesempatan, Simo Jalak melepas?kan pukulan beruntun ke dada, kepala, dan perut Ragorda. Pukulan yang mengarah ke kepala dan perut bisa ditangkisnya.
Plak! Tapi, tak urung pukulan yang mengarah ke da?da tak bisa dielakkan lagi. Sehingga...
Des! "Ugkh!"
Tak ampun lagi, Ragorda terhuyung-huyung mundur sambil menekap dadanya yang terasa nyeri dan menyesakkan napasnya akibat pukulan Simo Jalak. Di saat pandangannya masih berkunang-kunang, sebuah sodokan dengan jari terbuka mengan?cam perutnya.
Untung saja, Ragorda sempat menyabetkan ta?ngannya, ke arah tangan Simo Jalak. Tapi serangan Simo Jalak hanya tipuan belaka. Karena mendadak kakinya bergerak bagaikan baling-baling ke arah kaki Ragorda. Dan...
Bletak! Blug! Tubuh Ragorda jatuh ke tanah begitu kakinya terhantam tendangan Simo Jalak. Namun pemuda itu cepat bangkit lagi dan langsung mempersiapkan ilmu 'Beruang Bertangan Api'nya.
? *** ? "Rambing Puger! Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini! Ayo kita bereskan kedua tikus dapur ini!" seru Simo Jalak.
"Betul, Simo! Aku juga mulai bosan! Kalau terlalu lama, bisa-bisa Gusti Ayu Purbani marah!" tukas Rambing Puger.
Namun belum lagi mereka menyerang, tiba-tiba....
"Hi hi hi...! Melihat Beruang Mata Api jungkir balik dipecundangi kedua makhluk goblok itu, tadinya aku hendak meninggalkan tempat ini. Tetapi siapa sangka kalau menemukan apa yang kucari ada di sini!"
Terdengar suara tertawa cekikikan yang disusul berkelebatnya sosok perempuan tua bertubuh bongkok. Rambutnya yang digelung ke atas penuh tusuk konde. Di tangannya tergenggam sebilah pe?dang. Matanya yang tajam mengawasi mereka berempat.
Rambing Puger dan Simo Jalak yang jarang mengenal tokoh-tokoh persilatan, tidak tahu siapa nenek tua itu. Lain halnya Abogei. Walau lama tidak bertemu, dia kenal betul dengan wanita tua itu.
"Hei, Nyai Utami si Burung Hantu! Angin apa yang membuatmu kemari" Apakah sarangmu ada yang mengobrak-abrik?" ledek Abogei.
"Hi hi hi...! Kalau tak ada api, mana mungkin ada asap. Karena kedua makhluk aneh itu menyebut Ayu Purbani, maka mau atau tidak aku harus turut campur dalam urusanmu...," sahut perem?puan tua yang ternyata Nyai Utami alias si Burung Hantu.
"Hei, kalian berdua...! Lekas katakan, di mana Ayu Purbani berada"! Kalau kau bungkam, kupenggal lehermu!" ujar Nyai Utami.
"Nenek peot! Siapa kau! Dan, ada urusan apa dengan junjungan kami?"!" bentak Simo Jalak, tak kalah garang.
"Setan keparat! Rupanya dia junjunganmu. Ka?lau begitu, terpaksa kalian harus dibereskan terlebih dahulu!" seru Nyai Utami
Sriiing! Nyai Utami sudah mencabut pedangnya. Teta?pi sebelum sempat menyerang.
"Nyai Utami! Aku tidak keberatan kau ikut campur dalam urusan ini. Tetapi, ada apa antara kau dengan Ayu Purbani?" tanya Abogei, menahan gerakan si Burung Hantu.
"Abogei! Makanya kalau mengasingkan diri, telinga harus tetap dibuka. Ayu Purbani adalah pe?rempuan nakal yang suka menggoda laki-laki muda berwajah tampan. Pemuda itu rata-rata binasa, se?telah berhubungan dengannya. Mayat mereka dite?mukan dengan wajah pucat kekuning-kuningan. Karena, sari kejantanannya telah tersedot habis," jelas Nyai Utami.
Mendengar itu, Abogei terkejut. Matanya mengawasi kedua orang yang menjadi lawannya.
"Keparat! Kalau begitu, tak salah lagi. Yang membunuh Jumena pasti Ayu Purbani adanya. Aku bisa berkata demikian, karena ciri-cirinya sama de?ngan apa yang dikatakan Nyai Utami tadi!" seru Abogei.
"Lekas katakan, di mana setan keparat itu ber?ada..?" tanya Abogei keras, kepada kedua orang anak buah Ayu Purbani.
"Ha ha ha...! Lagakmu seperti orang yang jago saja! Dan ini bikin mual perutku saja. Agaknya ka?lian ingin mengalami nasib seperti pahlawan kesiangan itu," tukas Simo Jalak.
Mendengar itu terpaksa Nyai Utami menoleh pada sesosok mayat yang kepalanya hancur. Darahnya tersirap, karena seperti kenal dengan mayat itu. Perlahan kakinya melangkah maju dan memeriksanya. Lalu bagaikan disengat kala, Nyai Utami melompat mundur.
"Aditia!" seru perempuan tua itu dengan suara keras.
Laki-laki yang telah binasa itu tak lain dari Adi?tia, menantunya sendiri. Wajahnya segera berubah merah padam. Maka dengan satu lompatan ringan, tubuhnya mencelat ke arah Simo Jalak.
"Jahanam! Dua anggota keluargaku tewas di tangan kalian! Tapi nyawamu masih belum cukup menembusnya!" bentak Nyai Utami, langsung mengelebatkan pedangnya.
Siuuut! Wuuut! Simo Jalak tersentak. Kelebatan pedang pe?rempuan tua itu begitu cepat dan mengandung te?naga dalam tinggi. Masih untung, dia cepat berkelit menghindarinya. Dan ini membuat Simo Jalak jadi berang. Langsung dibalas serangannya itu dengan sengit.
Sementara itu, Abogei, meneruskan perkelahiannya melawan Rambing Puger. Sedangkan Ra?gorda yang tidak kebagian lawan, terpaksa hanya menonton saja.
Rambing Puger yang mengandalkan ilmu 'Ka?tak'nya, tidak dapat berbuat banyak terhadap Abo?gei yang memiliki jurus 'Pukulan Beruang Api'. Me?mang dalam hal tenaga dalam, dia lebih unggul! Tetapi dalam kecepatan gerak, masih kalah dibanding Abogei.
Kini perkelahian kembali berjalan seru dan se?ngit. Berkali-kali Rambing Puger melancarkan ilmu 'Katak'nya, tetapi Abogei lebih cerdik. Dia tak mau melawan dengan keras. Tubuhnya selalu berkelit dengan maksud menguras tenaga lawan. Baru bila ada kesempatan, dikirimkannya serangan balasan yang benar-benar berbahaya.
Kali ini Rambing Puger jadi terdesak. Pukulan Abogei yang mengandung api dan dapat menghanguskan, benar-benar sangat merepotkan. Sedang?kan tenaganya semakin lama jadi semakin berkurang. Dan pada suatu bentrokan, dia melompat ke atas dan bermaksud mengeluarkan ilmu 'Katak'nya kembali.
Tetapi sebelum kakinya sampai ke tanah, Abogei yang sudah mengetahui ke mana tujuan la?wan segera mengirimkan serangan dahsyat dengan kedua tangan menghentak ke depan
"Mampuslah kau, Kodok Buduk!"
Wueeet! "Haeees!"
Dengan cepat Rambing Puger membuang dirinya ke tanah. Tetapi serangan Abogei terus meluncur ke arahnya. Secepat kilat tubuhnya melenting kembali ke udara. Namun ternyata sebuah pukulan berapi telah menyambutnya.
Wuk! Bresss! "Uwaaaeee!"
Rambing Puger menjerit kesakitan. Dada sebelah kanannya kontan hangus dan mengucurkan darah. Untung tenaga dalamnya kuat, sehingga dia tidak binasa dengan tubuh hangus.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 137. Misteri Dewi Maut Bag. 6
6. November 2014 um 08:47
6 ? Sambil menekap dadanya yang menghitam. Rambing Puger mundur tiga langkah ke belakang. Melihat keadaan kawannya, Simo Jalak terkejut.
"Rambing! Kau tidak apa-apa?""
Dan kini membuat Simo Jalak jadi lengah.
Swit! Swiiit! "Uuuts!"
Simo Jalak tersentak kaget manakala ujung pe?dang Nyai Utami nyaris merobek tenggorokannya. Untungnya dia cepat berkelit sambil menunduk. Te?tapi serangan nenek itu tidak berhenti sampai di si?tu saja. Pedangnya langsung berbalik, mengancam perut dengan jurus 'Kepiting Menjepit Kerang'. Ter?paksa Simo Jalak bergulingan ke tanah menjauhi lawannya.
"Jangan harap kau dapat lolos, Botak Jelek!" seru Nyai Utami langsung merubah jurusnya menjadi jurus 'Badai Menghantam Tebing'. Sebuah jurus yang dahsyat dan jarang dipergunakan bila tidak perlu.
Pedang perempuan tua itu bergulung-gulung mengancam seluruh jalan darah yang mematikan di tubuh Simo Jalak yang telah bangkit berdiri. Sementara kaki dan tangannya melakukan serangan dengan tujuan menutup jalan keluar setiap gerak lawannya.
Bisa dibayangkan, betapa dahsyatnya serangan si Burung Hantu itu. Dengan sekuat tenaga, Simo Jalak melancarkan pukulan ke tubuh Nyai Utami. Tujuannya jelas mengajak adu jiwa. Itulah jurus 'Tawon Menyengat Lembu' yang memerlukan pengerahan tenaga besar. Tetapi, nenek itu telah mengerti maksud lawan. Sambil memekik nyaring, tubuhnya melenting ke udara. Pedangnya dengan kecepatan sulit diterka mengancam kedua mata Simo Jalak.
"Heyaaat!"
"Aaakh!"
Dengan cepat Simo Jalak memalingkan mukanya untuk menghindari matanya dari tusukan ujung pedang. Tetapi gerakan nenek itu hanya tipuan belaka. Karena tiba-tiba saja nenek itu menyabetkan pedangnya dari atas ke bawah, dengan jurus 'Pe?dang Menggalau Rembulan' yang ampuh.
Swiiing! Bret! "Aaakh!"
Simo Jalak mengeluh kesakitan, dengan tubuh terjajar ke belakang begitu dadanya tergores pe?dang si Burung Hantu. Tampak dari lukanya mengucur darah segar. Namun dia tidak sempat berbuat banyak, karena ujung pedang perempuan tua itu terus memburunya ke mana saja dia berkelit. Maka segera dikeluarkannya siulan panjang yang menyakitkan telinga. Itulah tanda untuk memerintahkan tawon peliharaannya untuk menyerang musuh.
Tidak berapa lama, segerombolan tawon datang menyerbu ke arah mereka yang tengah berkelahi. Tetapi yang diserbu adalah musuh-musuh tuannya. Mau tidak mau, hal itu jadi merepotkan.
"Nyai Utami dan Paman Abogei, jangan ladeni tawon-tawon itu! Biar hewan itu bagianku!" teriak Ragorda Langsung dilancarkannya pukulan berapi. Sehingga banyak binatang-binatang itu dapat dipukul hangus.
"Bagus, Bocah! Bikin habis saja binatang laknat itu!" sahut Nyai Utami sambil menyabetkan pe?dangnya ke arah kaki lawan.
Tapi sambil melompat Simo Jalak menangkis dengan tongkatnya. Kemudian disusul babatan tongkat merahnya ke arah pinggang si Burung Han?tu.
"Yeaaat!"
Trang! "Heyaaat!"
Sambil memutar pedang bagaikan kincir angin, Nyai Utami memiringkan kepalanya. Maka serang?an itu luput dari sasaran. Begitu terhindar, kakinya menyapu pinggang Simo Jalak dengan gerakan berputar. Begitu cepat gerakannya, sehingga...
Splagkh! "Aaakh!"
Blugkh! Bagaikan dihempaskan dari atas, tubuh Simo Jalak ambruk ke tanah ketika kaki perempuan tua itu mendarat di pinggangnya. Pada saat yang sama, sambaran pedang yang luar biasa cepatnya telah meluncur ke arahnya. Dengan mati-matian, dia ber?usaha menghindar. Tapi...
"Wuaeee!"
Sambil berteriak keras, Simo Jalak meraba paha kiri dan pinggangnya yang terbabat pedang Nyai Utami. Tubuhnya terus bergulingan, baru berhenti ketika membentur sebatang pohon besar. Seketika wajahnya menjadi pucat, seakan tidak dialiri darah.
Selangkah demi selangkah Nyai Utami maju menghampiri. Ujung pedangnya bergetar menjadi puluhan jumlahnya.
"Mampuslah kau!" dengus Nyai Utami.
"Aaakh!"
Simo Jalak menjerit keras, ketika pedang Nyai Utami menghujam dada sampai tembus janturg. Sepasang matanya mendelik dan urat-urat wajah?nya menegang. Setelah berkelojotan sejenak, nyawanya lepas beberapa saat kemudian.
"Simo...!" Rambing Puger terkejut sekali meli?hat keadaan kawannya.
Pada saat tubuhnya bergerak hendak meng?hampiri kawannya, pukulan Abogei yang memancarkan api telah menghantam punggungnya. Dan belum lagi dia menguasai diri, pinggangnya juga terkena tendangan kuat sekali. Dengan terhuyung-huyung dan wajah mengkerut menahan sakit, dia tak jadi menghampiri temannya. Dari sudut bibirnya tampak menetes darah segar.
"Hoagkh!"
Ketika hendak bergerak, kembali darah segar tumpah dari mulut Rambing Puger. Dengan cepat, ditelannya sebutir obat pulung. Lalu...
"Setan keparat! Tunggulah pembalasanku nanti. Kalian samua pasti mampus di tangan junjunganku ancam Rambing Puger. sambil berkelebat pergi dari tempat tersebut.
Abogei tadinya hendak mengejar, tetapi dicegah Nyai Utami.
"Jangan habisi. Kalau dia binasa, kita tidak akan tahu tempat persembunyian perempuan celaka itu. Lebih baik, kita ikuti dia!"
"Ya, ya... Kau benar, Nyai Utami! Mari kita ikuti dia!" ajak Abogei.
"Kalian pergilah lebih dulu. Aku akan mengurus mayat menantuku ini. Tinggalkan jejak, biar aku mudah mencarinya!"
Kebetulan saat itu Ragorda telah berhasil menghabisi tawon-tawon beracun.
"Ayo, Ragorda! Cepat kita ikuti dia!"
"Baik, Paman!"
Beberapa saat kemudian, tubuh Abogei bersama Ragorda berkelebat lenyap ke arah perginya Rambing Puger.
? *** ? Nyai Utami yang kini tengah mengikuto jejak yang ditinggalkan Abogei sampai di suatu tempat yang menyeramkan. Sebuah hutan kecil, namun penuh pohon besar yang rindang dengan cabang dan rantingnya menjalar jauh dari induknya. Sekilas tempat itu seperti sebuah payung raksasa. Di bawahnya terdapat area pemakaman yang cukup luas. Di antara makam-makam itu terdapat sebuah makam tua yang diapit gapura setinggi satu setengah tombak. Makam tua itu menempel pada dinding bukit di belakangnya. Tak jauh dari situ, terlihat satu perkelahian yang sengit. Tampak Rambing Pu?ger dikeroyok Abogei dan seseorang yang tengah bergerak cepat, sehingga wajahnya tak tampak jelas. Sedangkan Ragorda hanya memperhatikan sa?ja.
"He he he...! Tak disangka Pendekar Harimau Kumbang hari ini mengeroyok lawan!" kata wanita tua itu.
Nyai Utami melihat jelas dari dekat seorang laki-laki tua berumur enam puluhan yang memakai pakaian hitam-hitam. Wajahnya kelihatan bersih, walaupun dipenuhi kerut. Rambutnya pendek di penuhi uban. Dan memakai ikat kepala warna hitam yang menjuntai sampai ke punggung.
"Jangan ribut kau, Nyai Utami! Lihat saja, siapa yang akan berhasil membunuh si Kodok Buduk ini!" seru laki-laki yang dipanggil Pendekar Harimau Kumbang.
"Huh...! Kau jangan serakah sendiri, Jumanta! Ayu Purbani telah membunuh keponakanku. Ka?rena dia tidak ada di sini maka si Kodok Buduk inilah sebagai gantinya. Lagi pula, kamilah yang terlebih dahulu menemukannya!" timpal Abogei sengit.
"Sialan! Jadi kalian tak menemukan perempuan itu?" tanya Nyai Utami kecewa.
"Mungkin dia kabur, begitu mengetahui kedatangan kita!" sahut Abogei seenaknya.
"Jangan asal buka mulut kau! ilmu silat kalian tidak ada setahi kukunya!" bentak Rambing Puger garang.
"Bangsat! Haaap!" bentak Pendekar Harimau Kumbang yang bernama asli Jumanta.
Jumanta cepat menyorongkan tangannya ke muka. Dari tangannya, mendesir angin keras yang membuat Rambing Puger gelagapan sesaat.
"Yaaaiiik!"
Tiba-tiba tubuh Rambing Puger berjumpalitan di udara, menghindari serangan.
"Awaaas!" Abogei memperingatkan.
Memang pada saat yang sama, Rambing Puger melepaskan ilmu 'Katak'nya ke arah Jumanta.
Sambaran angin yang keras melanda Pendekar Harimau Kumbang. Batu-batuan kecil dan dedaunan berterbangan ke sana kemari. Tapi sambil ber?teriak keras Jumanta menjatuhkan dirinya ke tanah dan bergulingan, untuk menghindari serangan. Akibat dari pukulan yang meleset dari sasaran tanah di sekitarnya banyak yang berlubang.
"Bangsat! Benar-benar setan orang itu!" maki Jumanta, sambil loncat ke samping menghindari se?rangan.
"Kurang ajar! Bisa berbuat apa dia terhadap kita!" maki Nyai Utami gemas.
Dengan pedang terhunus, segera wanita tua itu ikut mengeroyok. Diterjangnya Rambing Puger de?ngan jurus-jurus andalannya. Sedangkan Jumanta yang mendapat kesempatan, menerjang kembali dengan serangan lebih dahsyat. Maka kini Rambing Puger jadi dikeroyok dua.
"Ciyaaat!"
Abogei tak mau ketinggalan. Dia ikut mener?jang kembali pada lawan yang dibencinya. Sehing?ga Rambing Puger kini dikeroyok.
Lama kelamaan, Rambing Puger jadi di bawah angin. Dia hanya mampu mengelak dan menangkis saja. Tetapi, dia tidak mau menyerah walaupun keselamatannya sudah terancam. Dengan sekuatnya kembali dilancarkannya serangan ilmu 'Katak'nya yang dahsyat ke arah Nyai Utami dan Abogei.
"Haaas!"
Nyai Utami mengelak sambil membabat lengan lawannya dengan pedang. Sementara Abogei de?ngan gemas menyambut dengan 'Pukulan Beruang Tangan Api'nya.
"Huaeeet!"
Blammm! Keduanya kontan terlempar ke belakang bersamaan. Pada saat itulah pedang Nyai Utami berke?lebat. Tak ampun lagi, tangan Rambing Puger tergores. Dan darah pun menetes dari lukanya. Sambil terhuyung-huyung, dia berusaha menangkis serang?an cakar harimau kumbang yang dilancarkan Ju?manta.
Tetapi serangan Pendekar Harimau Kumbang itu hanya tipuan belaka. Karena"
Wet! Wesss! Brettt! "Aaagkh!"
Tak dapat dihindari lagi, punggung dan paha Rambing Puger kena dicengkeram yang terasa sakit bukan main. Darah segar pun mengucur dari luka?nya.
Untuk menghindari serangan yang lebih dahsyat, Rambing Puger menjauhi lawan. Tubuhnya segera berjumpalitan beberapa kali di udara. Tetapi, Abogei telah menanti dengan 'Pukulan Beruang Tangan Api'nya.
"Heyaaat!"
Wuuut! Bugkh! "Wuaaa...!"
Pukulan yang dilepaskan Abogei telak menghantam dada laki-laki itu. Seketika, napasnya terasa sesak dan dadanya hangus bagaikan terbakar. Bagaikan nangka busuk, tubuh Rambing Puger ambruk ke tanah. Dan darah segar pun tumpah dari mulutnya. Tubuhnya berkelojotan sejenak, kemu-dian diam untuk selama-lamanya.
"Sekarang, ke mana kita cari perempuan itu?" tanya Abogei pada Nyai Utami, ketika telah memastikan kalau Rambing Puger tewas.
"Kurasa dia masih tidak terlalu jauh dari tempat ini. Lebih baik kita berpencar!"
"Setuju!" sahut Jumanta.
Tanpa kata sepakat lagi, mereka berkelebai pergi dari tempat itu.
? ***
Pendekar Rajawali Sakti 137 Misteri Dewi Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Senja baru saja berlalu, ketika sepasang anak muda keluar dari sebuah desa. Keduanya berjalan sambil bercakap-cakap. Tak disadari, lima orang la?ki-laki berwajah seram dengan gdok di pinggang mengikuti dari balik semak-semak rimbun.
"Kakang Rangga, apa tidak sebaiknya kita beristirahat di sini...?" usul gadis yang berjalan bersamanya.
"Kalau kau merasa lelah, ya aku setuju saja!" sahut pemuda yang ternyata Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti. Sambil berkata matanya melirik ke arah semak-semak.
Benar saja belum lagi sempat beristirahat, tiba-tiba berloncatan lima orang yang berwajah se?ram dengan golok tergenggam di tangan, langsung mengurung mereka. Gadis yang tak lain dari Gita Rahayu terkejut melihat mereka yang berwajah menakutkan itu.
"Kalian tentu sepasang anak muda yang sedang berpacaran. Tinggalkanlah semua bungkusan dan barang berharga! Kalau tidak kalian tak akan melihat dunia ramai lagi!'' ancam salah seorang penghadang
"Siapakah Kisanak berlima ini" Rasanya kita belum pemah bertemu dan berkenalan," tanya Rangga.
"Ha ha ha...! Bodohnya bukan main. Orang lain akan lari terbirit-birit begitu mendengar nama kami. Tapi kalian ini malah tenang saja! Dengarkan! Kami berlima disebut, Lima Setan Gentayangan yang setiap keinginannya selalu terpenuhi!" kata mereka sambil memandang rendah pada kedua anak muda itu.
'Tetapi aku tidak memiliki barang berharga, kecuali pedang tidak berarti ini...," tukas Rangga.
"Kau bohong! Bukankah gadis yang berjalan bersamamu itu adalah barang yang sangat berhar?ga" Tinggalkanlah dia untuk kami berlima. Dan kau boleh pergi dengan aman!"
Mendengar ucapan yang bernada kotor, Rang?ga mengerutkan alis matanya. Pancaran matanya mencorong tajam. Tapi itu hanya sejenak, kemu?dian biasa lagi. Lain halnya gadis itu. Segera pedangnya dicabut. Langsung ditenangnya kelima lelaki berwajah seram itu.
"Haiiit!"
Swiet! Trang! Pedang Gita Rahayu tertahan golok besar yang berkilatan tertimpa sinar matahari senja. Tangan ga?dis itu sampai tergetar. Jelas tenaga dalam pemegang golok itu cukup besar. Tapi, mana mau Gita Rahayu berhenti sampai di situ" Dengan cepat, pedangnya diputar menghantam lawan lainnya yang berada paling dekat.
"Haaas! Galak bukan main! Tetapi aku paling suka dengan gadis galak, bagai kuda liar!" ejek orang itu sambil mengelakkan serangan. Bahkan dengan sekali serangan balik, Gita Rahayu sudah merasa tak sanggup lagi memegang pedangnya.
"Hei, Gustomo! Awas! Jangan lukai gadis itu!" seru yang lain dengan cemas.
"Ha ha ha...! Jangan khawatir! Makan bangkai, apa enaknya?"
Mendengar kata-kata temannya, mereka jadi tertawa terbahak-bahak. Lalu beramai-ramai mereka menyerbu ke arah Gita Rahayu. Jelas, tujuannya tidak baik. Saat itu, kaki Gita Rahayu berhasil diserang. Sehingga tubuhnya terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah. Bagaikan kucing berebut tulang, mereka berlima sama-sama mengulurkan tangan pada Gita Rahayu.
Gadis itu wajahnya berubah pucat, ketakutan setengah mati. Pada saat itulah berkelebat sesosok bayangan putih yang langsung menerjang ke arah mereka berlima.
"Heyaaat!"
Bluk! Bug! Beg!
"Wuaaa!"
Bagaikan dihempas badai, lima orang itu berpelantingan ke sana kemari. Dan bagaikan orang bodoh, mereka berpandangan satu sama lain.
"Ilmu sihir!" teriak mereka, hampir bersamaan.
"Bunuh dia!"
Dengan serentak golok besar yang tajam meluruk ke arah sosok yang tak lain Rangga. Namun dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' semua serangan dapat dihindari. Bahkan yang mengarah ke leher dapat dijepit jari-jari tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Uuu", uh...! Golokku.... Lepaskan Keparat!" seru pemegang golok sambil berusaha menarik sekuat tenaga.
"Lepas!" seru Rangga.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan tangannya ke leher orang itu.
Duk! "Aaarkh!"
Tak ampun lagi orang itu jatuh lunglai di tanah, tanpa dapat bangun lagi. Sementara, teman orang itu segera menyerbu dengan amarah meluap-luap. Keempat mata golok mengancam Rangga, tanpa kenal ampun. Lima Setan Gentayangan yang tinggal empat ini, rata-rata memang memiliki tenaga besar dan ilmu silat lumayan. Tetapi menghadapi Pendekar Rajawali Sakti, mana mampu berbuat ba?nyak"
Sambil meliuk-liuk, tubuh Rangga menyelinap di antara sambaran senjata lawan. Tetapi, tak ada satu pun yang mengenai tubuhnya. Dan ketika ada sebuah golok yang menyabet ke arah pinggangnya, Rangga cepat mengibaskan tangannya.
"Haes!"
Tap! Kembali senjata itu dapat ditangkap Rangga. Lalu sekali tusukan jari tangan ke ulu hati, orang itu roboh tak berdaya. Sedangkan senjatanya sudah pindah ke tangan Rangga, yang langsung dihantamkan pada senjata yang mengarah ke kakinya.
Trang! "Uaagkh!"
Senjata seorang lawan lagi kontan terlepas dari genggaman. Sedangkan kulit telapak tangannya terkelupas hingga terasa pedih bukan main. Dan be?lum sempat dia berbuat sesuatu, pedang di tangan Rangga telah membabat ke arah perutnya.
Bret! "Aaa...!"
Orang itu roboh dengan usus terburai keluar. Agaknya, Rangga mulai berang pada lawannya.
"Keparat! Kau telah membunuh tiga orang sahabatku. Aku akan mengadu jiwa denganmu!" teriak kedua orang yang masih tersisa.
"Kalian jangan harap dapat pergi. Kalau hanya sekadar jadi perampok, aku masih dapat memakluminya Tetapi bila suka mengganggu wanita, ja?ngan harap kulepaskan hidup-hidup!" ujar Rangga sambil mengacungkan golok.
Sehabis berkata demikian, Pendekar Rajawali Sakti menerjang dengan jurus 'Rajawali Menyambar Mangsa'. Goloknya berkelebat mengurung ke?dua lawannya. Entah mengapa, kedua perampok itu seperti tak berdaya. Pada saat yang baik itu, Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan.
"Ciyaaat!"
Bret! Bret! "Waeyaaa!"
"Aaargkh!"
Kedua perampok itu tidak dapat lagi mengelak?kan diri Sambil menjerit keras, keduanya roboh dalam keadaan beriumur darah. Yang seorang perutnya terbuka lebar. Sedangkan yang seorang lagi lehernya hampir terbabat putus. Gita Rahayu menyaksikan semua itu dengan pandangan kagum.
? *** Hari telah semakin gelap, Gita Rahayu baru saja menyalahkan api unggun, ketika hidung kedua?nya membaui sesuatu yang sangat menyengat.
"Uh...! Waspadalah, Gita. Apakah kau tidak membaui sesuatu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Ya! Aku mencium bau harum yang sangat menyengat!"
"Apakah tidak ingat pada ciri-ciri seseorang?" kembali Rangga bertanya sambil meningkatkan kewaspadaannya.
"Apakah yang kau maksud Ayu Purbani, si Wa?nita Setan yang kotor dan kejam itu...?" Gita Raha?yu balik bertanya.
"Benar!" sahut Rangga, langsung mengibaskan tangannya dengan telapak terbuka ke arah api unggun. Maka seketika api itu padam. Baru saja api padam"
"Hi hi hi...! Tak ada gunanya kau memadamkan api unggun segala. Jangan banyak tingkah, Pendekar Rajawali Sakti!"
Terdengar suara tawa menggidikkan dari kegelapan malam. Sementara bau harum yang menyengat semakin merangsang pernapasan mereka berdua. Tanpa terasa, Gita Rahayu jadi bergidik ngeri.
"Kakang! Tiba-tiba saja aku merasa takut!" bisik Gita Rahayu sambil memegangi tangan Pende?kar Rajawali Sakti. Tubuhnya terasa menggigil ke?tika merapat ke tubuh Rangga.
'Tenang saja, Gita," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tidak memikirkan diriku, Kakang. Tapi kau..."
"Aku .." Memangnya kenapa...?" tanya Rang?ga.
"Apakah kau tidak tahu kelakuan Ayu Purba?ni?"
Rangga berpikir sejenak, kemudian tersenyum kecil. Baru dimengerti, maksud jalan pikiran gadis itu.
"Mudah-mudahan aku tidak tergoda olehnya..."
"Hi hi hi! Rupanya kalian ini sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Ah! Sungguh malang bila salah seorang dari kalian harus meninggalkannya."
Suara yang mendirikan bulu roma kembali terdengar.
"Nisanak, tak usah bersembunyi. Perlihatkan dirimu, sebelum aku yang memaksamu keluar!" sahut Rangga mengancam.
"Hi hi hi. ..! Terhadap Pendekar Rajawali Sakti yang terkenal, mana mungkin aku bisa bersembu?nyi. Baiklah. Aku akan keluar kalau itu yang menjadi keinginanmu!"
Selesai berkata begitu, tiba-tiba melesat satu sosok bayangan dari balik cabang pohon. Begitu mendarat dua tombak di depan Rangga, baru jelas siapa bayangan itu. Ternyata, dia adalah seorang gadis berwajah cantik jelita dan mempesona. Kulitnya pulih bersih dengan bibir merah merekah. Manakala tersenyum, rasanya akan membuat setiap laki-laki bertekuk-lutut.
Sepasang mata gadis itu jernih bak air gunung. Hidungnya mancung mencuat. Rambutnya panjang hingga ke pinggul dan dibiarkan terurai begitu saja. Dari rambutnya, tercium bau harum yang semerbak. Yang paling menyolok adalah pakaiannya yang tipis dan tembus pandang. Sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya yang nyaris sempur-na. Untuk sesaat, Rangga jadi terpaku dan melotot.
"Kakang...."
Gita Rahayu mencubit kecil lengan pemuda itu. Rangga tersentak, langsung disadarinya kelemahan itu.
"Eh...! Eng..., ada apa?" tanya Rangga gugup.
"Aku tidak mau kau terhanyut...!"
"Kau tidak usah khawatir...!" tukas Rangga.
"Sikapmu tadi tidak dapat mengelabuiku!" dengus Gita Rahayu.
Pendekar Rajawali Sakti jadi serba salah mendengar kata-kata gadis itu. Pandangannya segera dialihkan pada perempuan yang berada di depannya. Tapi sebentar kemudian pandangannya kem?bali lagi ke arah gadis itu.
"Apakah kau .yang bernama Ayu Purbani?"" tanya Rangga dengan suara sedikit bergetar.
"Hi hi hi..! Dugaanmu benar, Pendekar Tampan...."
Sambil tertawa cekikikan, perempuan itu tersenyum merekah. Sehingga membuat darah muda setiap laki-laki jadi tersirap. Untung saja, Rangga telah mengatur pernapasannya. Sehingga, darahnya berjalan seperti biasa kembali, dan tak dapat tergoyahkan oleh pandangan yang mengguncangkan hati.
"Chuih...! Perempuan macam apa kau ini" Jijik aku melihatmu! Lekas bunuh dirimu sendiri, sebe?lum aku yang membunuh!"
Kali ini Gita Rahayu yang menyentak melihat kelakuan wanita di depannya Gadis itu bahkan langsung mencabut pedangnya yang terselip di pinggang.
"Gita Rahayu, jangan gegabah!" Rangga mengingatkan, tetapi terlambat.
Gadis itu telah melompat dengan satu serangan kilat.
"Hi hi hi...! Cah Ayu! Agaknya hatimu dibakar cemburu melihat kekasihmu sebentar lagi jatuh ke dalam pelukanku!" ejek Ayu Purbani sambil meng?elakkan serangan.
"Huh. Tujuanku hanya ingin memotes kepalamu untuk menebus kematian kakangku!" bantah Gita Rahayu.
"Oh, begitu..." Siapa sih kakangmu" Pasti dia amat mencintaiku sehingga rela mati demi aku!" ujar Ayu Purbani sinis.
"Setan betina! Kakangku bukan mati karena membelamu. Tetapi kau sendiri yang merayu dan menggunakan ilmu sesat, kemudian mencelakainya!"
Sambil berkata. Pedang Gita Rahayu membabat ke arah kaki Ayu Purbani. Namun serangan itu dapat dihindari Ayu Purbani hanya dengan melompat lompat kecil. Dalam menghadapi gadis itu, Ayu Purbani tampak tenang-tenang saja.
"Hi hi hi...! Mana mungkin" Untuk membunuh nyamuk saja, aku tidak tega. Apalagi membunuh manusia" Coba lihat!"
"Haaas!"
Wuuut! Serangkum angin keras keluar dari telapak ta?ngan wanita iblis itu. Maka serangan Gita Rahayu terhenti, tak dapat lagi menggerakkan tangannya. Bahkan tubuhnya terlempar ke belakang beberapa langkah. Untung Rangga sempat menangkapnya.
"Kau liar! Kalau aku kejam, dengan mudah aku dapat membunuhmu. Tapi itu tak kulakukan karena aku tidak seburuk dugaanmu!" ujar Gita Rahayu tenang.
"Huh...! Kau seperti serigala berbulu domba. Tetapi mana mungkin bisa menipuku!" maki Gita Rahayu sambil bermaksud menyerang lagi. Namun, Rangga telah menangkapnya.
"Sabar, Gita. Sia-sia saja kau melawannya!" cegah Rangga.
"Lepaskanlah, Kakang. Aku tidak takut meng-hadapinya!" teriak Gita Rahayu sambil berontak.
"Sabarlah, Gita. Dia bukan tandinganmu! Biarkanlah aku yang mewakili dirimu! Kau harus dengar kata-kataku kali ini!" kata Rangga sedikit keras. Kali ini, gadis keras kepala itu menurut.
"Nah, Nisanak! Kalau kau ingin main-main denganku, silakan. Rasanya orang sepertimu sudah tidak dapat disadarkan!"
"Hi hi hi...! Untuk apa kita saling baku hantam" Lebih baik kita bersahabat. Marilah ikut aku, kau akan kuangkat jadi pangeranku yang paling kukasihi!"
Sambil berkata, Ayu Purbani bergerak gemulai yang menggairahkan. Namun kali ini yang dihadapi adalah seorang pendekar yang sulit dicari tandingannya. Sehingga semua ulahnya sia-sia belaka.
"Huh! Perempuan jelek! Tak ada gunanya pamer diri. Wajahmu masih lebih cantik kera daripada dirimu tahu...?" ejek Rangga memanasi lawan.
"Ih! Kau pikir dirimu itu siapa" Berani-beraninya kau menghinaku serendah itu! Sudah bosan hidup kau rupanya?" ancam Ayu Purbani.
"Heyaaat!"
Wuuut! "Aits!"
Bagaikan kilat tubuh Ayu Purbani melesat. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti de?ngan cengkeraman ke arah dada. Namun secepat itu pula, Pendekar Rajawali Sakti mengarahkan ju?rus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tubuhnya meliuk-liuk, sehingga serangan tersebut luput. Namun se?rangan susulan segera tiba, sehingga terpaksa Rangga langsung menyambutnya.
"Yaaat!"
Plak! Plak! Tangan Rangga terasa kesemutan ketika beradu dengan tangan perempuan itu. Belum lagi Pen?dekar Rajawali Sakti mempersiapkan diri, kembali serangan perempuan itu mengancam dirinya. Yang diincar adalah ubun-ubun kepalanya. Dengan sendirinya, Rangga tidak mau jadi korban. Cepat ke?patanya dirundukkan.
Tapi kaki wanita itu kembali melancarkan se?rangan ke arah muka Pendekar Rajawali Sakti. Ma?ka dengan segera tubuhnya berjumpalitan ke udara untuk menghindari serangan. Namun dengan ge?rakan aneh Ayu Purbani terus memburu dengan melancarkan serangan-serangan dahsyat.
"Ciyaaat!"
"Haiiit!"
Plak! Plak! Tubuh Rangga berputar seperti baling-baling untuk mematahkan serangan tenaga dalam yang luar biasa dari wanita itu. Sedangkan Ayu Purbani terhuyung-huyung beberapa langkah, akibat dorongan tenaga sakti Rangga. Kini Rangga berbalik melancarkan serangan menggunakan jurus "Pu?kulan Maut Paruh Rajawali' yang memancarkan sinar kemerahan.
Ayu Purbani tampak tidak berani menyambut serangan, karena keadaannya sedang kurang menguntungkan. Dengan segera dia bersalto beberapa kali, menjauhi lawan tangguhnya. Tapi Rangga tidak mau memberi kesempatan. Langsung diserangnya wanita itu saling susul. Kali ini yang diarah adalah kepala dan dada.
"Aiiip!"
Ayu Purbani membuang diri dan bergulingan beberapa kali di atas tanah. Namun, kakinya meng?ancam ke arah bawah pusar Rangga. Secepat itu pula, Pendekar Rajawali Sakti menghindar. Sehing?ga untuk sementara perkelahian berjalan seru dan seimbang.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 137. Misteri Dewi Maut Bag. 7
6. November 2014 um 08:49
7 ? Pertarungan antara Rangga melawan Ayu Pur?bani masih berlangsung sengit. Sampai sejauh itu, Ayu Purbani masih belum dapat mendesak lawan mudanya yang tadi dianggap sepele.
"Hi hi hi...! Hebat kau, Pendekar Rajawali Sak?ti. Tidak percuma kau punya nama besar!" seru Ayu Purbani.
Tiba-tiba Ayu Purbani mencabut pedang pendeknya, yang bersinar putih menyilaukan.
Sriiing! Wuuut! Wuuut! Dengan kecepatan sulit diikuti pandangan ma?ta, pedang wanita itu mengancam tenggorokan dan mata Rangga. Tapi seketika Pendekar Rajawali Sakti segera memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', untuk menghindarinya. Bahkan dengan ce?pat, dilancarkannya jurus 'Sayap Rajawali Membe-lah Mega' dan disambung lagi jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali.
"Uts!"
Mendapat berondongan serangan yang dahsyat luar biasa itu, Ayu Purbani meloncat ke atas men?jauhi lawan. Tetapi Rangga tidak mau melepaskannya begitu saja.
Langsung kedua tangannya dihentakkan, melancarkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' kembali.
"Hait!"
Dengan gerakan memutar tubuh di udara. Ayu Purbani berhasil mengelakkan serangan Rangga yang biasanya jarang meleset. Bahkan tubuhnya langsung meluncur dengan sabetan pedang pendeknya ke leher Rangga. Untung saja Pendekar Ra?jawali Sakti masih sempat menghindar ke samping kiri.
Tetapi, ujung pedang wanita itu terus mencecar dadanya. Rangga hanya mengeluh pelan, ketika dadanya sempat tergores. Tampak darah mulai mengucur.
"Kakang...! Kau tak apa-apa...!" teriak Gita Ra?hayu sambil memburu ke arah Rangga.
"Tenanglah.... Aku tidak apa-apa..."
'Tetapi, lukamu cukup parah! seru Gita Raha?yu, cemas.
"Hi hi hi...! Tenangkan hatimu, Cah Ayu. Aku tidak bermaksud membunuh kekasihmu. Bila tidak, sudah sejak tadi jadi mayat," Ayu Purbani tertawa panjang sambil berkacak pinggang.
"Perempuan laknat, kubunuh kau!"
Tanpa memikirkan keselamatan, Gita Rahayu berkelebat menyerang dengan wajah garang dan dendam membara. Namun, Ayu Purbani tetap terang saja.
"Huh...! Bocah bandel yang tidak tahu diri!" bentak wanita cantik itu, kalem.
Trang! Bugkh! 'Hekh' Entah bagaimana, pedang di tangan Gita Raha?yu terlepas dari tangan. Belum lagi disadari apa yang telah terjadi, sebuah tendangan keras meng?hantam perutnya. Maka tak ampun lagi, gadis itu terjungkal sambil memuntahkan darah dari mulut.
"Gita Rahayu!" seru Rangga terkejut. Cepat diperiksanya keadaan gadis itu dengan wajah ce?mas.
"Kakang... oh...!" rintih Gita Rahayu.
"Tenangkan, hatimu. Aku akan berusaha sebisa mungkin," ujar Rangga.
"Kakang Rangga! Oh... aku" hoagkh!"
Sehabis berkata, gadis itu kembali memuntah?kan darah segar, lalu jatuh pingsan.
Rangga jadi kebingungan. Bila tidak ditolong, gadis itu akan binasa. Kalau ditolong, berarti dia harus membiarkan dirinya jadi sasaran serangan Ayu Purbani. Dalam keadaan yang seperti itu, tiba-tiba melesat sesosok tubuh di tengah tengah me?reka.
Tahu-tahu di dekat Pendekar Rajawali Sakti telah berdiri seorang perempuan tua bertubuh bongkok dengan pedang di tangan. Pandangan ma?tanya yang tajam, menatap Ayu Purbani. Jelas pan?dangan itu merupakan ancaman bagi wanita cantik ini. Dengan langkah tenang nenek itu menghampiri Rangga.
"Menepilah kau. Bocah Biar aku yang mengurusi cucuku!"
"Oh" Dia cucumu...?" desah Rangga bersyukur dalam hati.
"Hi hi hi...! Si Burung Hantu ternyata muncul untuk menjemput kematiannya sendiri," ujar Ayu Purbani melihat kehadiran wanita tua yang ternyata Nyai Utari.
"Diam kau, Perempuan Sialan! Kau akan men?dapat bagianmu nanti!"
"Kenapa harus menunggu nanti" Bukankah kau sudah tidak sabar. Ayo bertindaklah Nenek Peot"!" ujar Ayu Purbani.
Mendengar kata-kata yang penuh tantangan dan memandang rendah, Nyai Utami jadi berang. Dengan mengerahkan ilmu andalannya, diserangnya Ayu Purbani. Pedangnya bergulung-gulung mengurung jalan keluar perempuan kejam itu.
Ayu Purbani tidak tinggal diam. Pedang pendeknya cepat dikelebatkan memapak serangan.
Trang! Tring! "Uah!"
Akibat bentrokan itu tubuh Nyai Utami tergetar. Seketika telapak tangannya terasa nyeri dan pedih.
"Hi hi hi...! Setelah puluhan tahun berlalu, ternyata ilmu silatmu tidak ada kemajuan barang sedikit. Mana bisa kau mengalahkanku, Nyai Utami!" ejek Ayu Purbani.
'"Huh! Jangan sombong kau...! Lihat pedang!"
"Yeaaat!"
Wut! Wut! Kembali pedang di tangan Nyai Utami menikam dan menusuk ke tempat yang berbahaya di tubuh lawan. Namun dengan jurus-jurusnya yang aneh, semua serangan Nyai Utami berhasil dibendungnya. Bahkan ketika Ayu Purbani mulai mengadakan serangan balasan, perempuan tua itu terdesak hebat.
? *** ? Dengan mati-matian si Burung Hantu membabatkan pedangnya pada leher Ayu Purbani. Namun sambil memiringkan kepala wanita kejam itu berha?sil mengelakkan serangan maut. Lalu tangan kirinya menangkis pedang, dan tangan kanannya membabat ke arah pergelangan tangan Nyai Utami. Begitu cepat gerakannya sehingga.
Trang! Cras! "Wuaaakh!"
Nyai Utami berteriak tertahan, ketika tangan kanannya terbabat putus. Serta-merta, dia melompat mundur untuk menjauh. Tetapi cepat bagai kilat Ayu Purbani telah menyerang kembali dengan ke?dua pedang pendeknya yang bersinar putih. De?ngan mati-matian Nyai Utami berusaha menangkis serangan.
Sret! Bret! "Aaai!"
Nyai Utami terhuyung-huyung mundur, sambil menekap dadanya yang banyak mengucurkan da?rah. Bila kurang cepat, mungkin dadanya telah terbelah dua sampai ke tulangnya.
"Bagaimana" Masih penasaran, Nyai Uta?mi...?" ejek Ayu Purbani.
Nyai Utami segera menotok tangan kanannya, agar tidak terlalu banyak mengeluarkan darah. Sementara Gita Rahayu tampak tengah ditolong oleh pemuda tampan itu.
Nyai Utami menarik napas panjang sambil memandang perempuan cantik yang berada di depannya. Bagaimana mungkin gadis seumur itu dapat memiliki tenaga dalam hebat" Bahkan dapat mematahkan ilmu pedangnya yang termashur, terutama ilmu meringankan tubuhnya yang benar-benar luar biasa.
"Keparat! Walaupun kau memiliki ilmu setinggi langit, aku tak sudi menyerah padamu!" bentak Nyai Utami.
Belum lagi Ayu Purbani menjawab, mendadak muncul tiga orang laki-laki di tempat ini. Mereka langsung memandang Ayu Purbani dengan bengis.
"Paman! Dialah gadis yang bernama Ayu Pur?bani!" tunjuk Ragorda ketika mengenali gadis itu.
"Jadi, kau rupanya perempuan lacur itu! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatan biadabmu!" seru Abogei.
Tanpa basa-basi lagi, Abogei dan Ragorda menyerang Ayu Purbani yang masih tertawa kecil mengejek.
"Hi hi hi...! Nyai Utami, untuk sementara biar kau selamat. Kalau mereka bertiga tidak muncul tepat pada waktunya, pasti kau telah menyusul suamimu ke neraka!" ejek Ayu Purbani, sambil menge?lakkan serangan.
"Tutup mulutmu, Perempuan Celaka! Jangan dikira aku takut padamu!" bentak Nyai Utami de?ngan mata melotot.
"Jangan banyak bicara, Nyai Utami. Biar kuberesi dia!" teriak Jumanta sambil menyerang la?wan.
"Bagus! Kalian majulah semuanya. Segala kutu sayur jangan banyak tingkah di hadapanku!" tukas Ayu Purbani, sambil berjumpalitan ke belakang menghindari serangan Abogei dan Ragorda.
Walaupun dikeroyok tiga, tetapi gadis itu masih dapat mengimbangi dengan permainan kedua pe?dang pendeknya yang luar biasa. Yang satu untuk melindungi sedangkan yang satunya lagi sebagai penyerang. Sehingga kedua senjata itu seolah-olah dimainkan dua orang.
"Perempuan sombong! Terimalah ini!" teriak Jumanta sambil melancarkan serangan jarak jauhnya.
Serangan itu dibarengi Abogei dan Ragorda yang melancarkan pukulan berapi. Namun dengan berani, Ayu Purbani menyambuti. Sedangkan se?rangan Abogei dan Ragorda disambut dengan putaran pedangnya yang cepat bagaikan kilat.
Dugkh! "Aaa!"
Jumanta berteriak tertahan, dengan tubuh mundur ke belakang. Tangannya terasa kesemutan. Sedangkan Abogei dan Ragorda menarik kembali serangannya. Karena bila tidak, tentu tangan mere?ka berdua akan terbabat.
Semakin lama, pertarungan semakin seru. Me?reka saling serang dan saling libat, untuk mencari kelemahan. Tetapi sampai sejauh itu semuanya ma?sih tampak berimbang. Di sini jelas, kepandaian Ayu Purbani masih lebih unggul.
"Bangsat! Perempuan iblis mampuslah kau!" seru Nyai Utami sambil maju kembali dengan ilmu pedangnya yang dahsyat.
Mereka semua merasa heran, mengapa perempuan muda seusia Ayu Purbani dapat mengetahui nama mereka masing-masing. Padahal, mereka belakangan tidak pernah muncul dalam dunia persilatan.
"Heyaaat!"
Trang! "Shap!"
Serangan mereka bertiga yang bertubi-tubi ma?sih dapat ditangkis dan ditahan Ayu Purbani. Bahkan serangan balasan yang bagaikan gelombang lautan, datang tak ada henti- hentinya. Ilmu meringankan tubuhnya yang nyaris sempurna, membuat gerakan Ayu Purbani jadi cepat luar biasa. Apalagi tubuhnya seakan-akan berubah jadi ba?nyak.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 137. Misteri Dewi Maut Bag. 8 (Selesai)
6. November 2014 um 08:51
8 ? Walau sadar kalau Ayu Purbani berkepandaian tinggi, mereka berempat terus menggempur dengan serangan-serangan dahsyat. Untuk sementara me?reka masih dapat bertahan dari serangan Ayu Pur?bani.
"Ciaaat!"
"Aiiit!"
Dugkh! Trang! Kembali beberapa bentrokan terjadi. Mereka sama-sama berlompatan mundur untuk mengatur serangan kembali.
"Nyawamu kini tak akan kulepaskan lagi, Pe?rempuan Jahanam! Sebentar lagi kau akan menyusul kedua pembantumu itu ke neraka!" seru Nyai Utami dan Abogei hampir bersamaan.
"Apa katamu..." Kalian telah membunuh mereka"! Sekarang, jangan harap kalian dapat hidup lebih lama lagi!" bentak Ayu Purbani sambil melan?carkan serangan dahsyat dengan pedang dan ta?ngan.
Wut! Wut! "Yeaaat!"
Dengan kecepatan sulit dilukiskan, pedang wanita kejam itu berkelebat mengancam leher dan kaki Jumanta. Tentu saja, dia tidak mau jadi korban begitu saja. Dengan tenaga penuh tangannya menghantam dada lawan. Tapi Ayu Purbani segera memiringkan tubuh. Maka serangan itu lewat bebe?rapa jari saja dari dadanya.
"Haaat!"
Menggunakan kesempatan itu, pedang wanita itu berbalik dan menyerang ke arah Abogei. Orang tua itu yang tidak menyangka akan jadi sasaran se?rangan jadi kelabakan.
Pendekar Rajawali Sakti 137 Misteri Dewi Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman, awaaaas!" teriak Ragorda, seraya ber?kelebat menghadang.
Plak! Bret! "Aaargkh!"
Ketika berusaha melindungi pamannya, pinggang Ragorda terbabat pedang Ayu Purbani. Ketika serangan lain meluruk, dengan cepat Ragorda bersalto beberapa kali di udara menjauhi lawannya yang sudah mata gelap itu.
"Mampus kau, Jumanta!" seru Ayu Purbani mengalihkan serangan pada lawan yang sedikit lengah.
Nyai Utami yang melihat kawannya dalam bahaya, segera membantu. Langsung dilancarkannya serangan ke arah pusar wanita itu. Tetapi sambil memperdengarkan suara geraman Ayu Purbani berbalik. Segera tubuhnya berkelebat menyerang mereka berdua. Secepat itu pula, keduanya mem?buat pertahan diri dari serangan Ayu Purbani. Na?mun, terlambat. Karena...
Bret! Brebettt!
Dengan teriakan tertahan, keduanya melompat mundur. Dan bahkan perut Nyai Utami terbabat dua jengkal mengucurkan darah. Begitu pula Ju?manta. Tangannya sebatas siku terbabat kutung. Sambil meringis menahan sakit tangan yang satu menotok agar tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
"Kini mampuslah kau, Jumanta!" teriak Ayu Purbani sambil melancarkan serangan.
"Aiiit!"
Sambil bergulingan, Jumanta berhasil menghin?dari serangan. Tetapi serangan Ayu Purbani tidak berhenti sampai di situ saja.
Swft! Brettt! "Wuaeee!"
Kembali Jumanta berteriak keras, ketika pe?dang Ayu Purbani membabat tubuhnya dari atas sampai ke bawah. Namun ketika wanita kejam itu hendak menghabisinya, Abogei berkelebat cepat menahan serangan yang mengandung tenaga da?lam bagaikan api itu.
"Mau mampus saja, kenapa musti buru-buru!"
Sambil berkata pedang Ayu Purbani bergerak aneh dan cepat luar biasa. Begitu cepatnya, sehingga Abogei tak sempat mengelak lagi.
"Aaakh!"
Dada tokoh tua itu kontan terbabat pedang. Darah pun mengucur dari lukanya. Sementara Jumanta yang masih terluka segera menerjang dari belakang ke arah pinggang.
Namun dengan gerakan tiba-tiba, Ayu Purbani berbalik. Pedangnya cepat dibabatkan ke arah ping?gang. Sambil berteriak Jumanta loncat ke atas de?ngan mencengkeram ke arah batok kepala wanita itu dengan jurus 'Harimau Terbang'. Tapi tahu-tahu kaki Ayu Purbani menendang ke arah daerah ter-larang di tubuh Jumanta.
Jumanta cepat bergegas mengelak. Namun, pedang lawan sempat menggores punggungnya.
Cras! Bahkan sebelum dia bersiap kembali sebuah tendangan dahsyat telah menghantam dada. Tak dapat ditahan lagi, Pendekar Harimau Kumbang jatuh ke tanah langsung bergulingan menjauhi Ayu Purbani. Tetapi wanita itu terus memburunya. Sam?pai akhirnya, Jumanta tidak dapat bergerak lagi, karena tubuhnya tertahan pada sebuah batu besar. Sedangkan pedang Ayu Purbani terus memburu.
Jumanta sudah pasrah. Tidak ada jalan lagi un?tuk meloloskan diri dari serangan maut ini. Tapi pa?da saat yang gawat ini mendesir sebuah serangan gelap.
Wesss! Wettt! Ayu Purbani cepat berbalik. Seketaka dia melakukan gerakan perlindungan yang rapat, sehingga tidak ada celahnya lagi.
Tas! Tasss! Sepotong kayu sebesar paha kontan terbabat putus jadi beberapa bagian oleh babatan pedang Ayu Purbani. Menggunakan kesempatan itu, Ju?manta bangkit berdiri. Langsung dilancarkannya tendangan ke arah punggung.
Bugkh! Dan kali ini serangan laki-laki itu tepat mengenai pada sasaran.
Ayu Purbani kontan jatuh mencium tanah. Dan dari mulutnya, tampak menetes darah kental. Tampaknya, dia pun mendapat luka yang cukup berarti. Terbukti wajahnya tampak sedikit memucat.
'Tidak baik membunuh lawan yang sudah ti?dak berdaya..."
"Kau lagi" Agaknya kau ingin segera mampus Bocah, diberi surga malah milih neraka baiklah ka?lau begitu!" seru Ayu Purbani, ketika berbalik. Ternyata orang yang melempar kayu tadi adalah Pen?dekar Rajawali Sakti.
"Hidup ini hanya sekali. Untuk apa diisi dengan segala perbuatan kotor" Bikin malu saja!" ejek Rangga.
"Bagus! Terimalah kematianmu ini...!"
Sambil mengerahkan sisa tenaganya Ayu Pur?bani menyerang pemuda itu. Gerakan ilmu pedang?nya benar-benar luar biasa. Sehingga Rangga jadi benar-benar kerepotan menghindarinya.
"Heyaaat!"
Disertai teriakan menggeledek, gadis itu me?nyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Memang, keduanya merupakan tokoh yang sulit dicari tandingannya saat ini. Sehingga, kini me?reka hanya tampak bagaikan bayangan saja yang saling libat dan serang tidak henti-hentinya.
Pada suatu kesempatan, Ayu Purbani melepas?kan tendangan berputar ke arah kepala Rangga.
"Yeaaah!"
Maka cepat bagai kilat, Rangga cepat merunduk. Tapi di luar dugaan pedang pendek Ayu Pur?bani berkelebat cepat.
Kalaupun telah berusaha mengelak, tetap saja pundaknya termakan pedang.
Bret! "Aaakh!"
Sambil berjumpalitan menjauhi lawan, Rangga mencabut pedang pusaka.
Cring! Seketika seberkas cahaya kebiruan memancar dari pedang pusakanya. Sehingga suasana di sekitarnya jadi diterangi cahaya putih dan biru silih berganti. Sementara yang menyaksikan jadi ter?pesona melihat kehebatan kedua pedang itu. Ayu Purbani sendiri mau tidak mau harus mengakui ke?hebatan senjata Pedang Pusaka Pendekar Rajawali Sakti.
Dengan pedang di tangan, Rangga bagaikan Malaikat Pencabut Nyawa. Lalu sambil berteriak keras, tubuhnya melesat ke atas. Begitu menukik turun, segera dilancarkan jurus Sayap Rajawali Membelah Mega'. Serangan dahsyat ini bagaikan kilat menyambar dan sanggup merobek-robek apa saja yang menghalangi.
"Hiaaa...!"
Trang! Tring! Untuk menahan serangan Ayu Purbani terpak?sa mengeluarkan seluruh kemampuannya. Begitu sepasang pedang pendeknya dikelebatkan maka beberapa bentrokan segera terjadi. Akibat bentrokan, tubuh Rangga kembali melayang ke udara. Ketika tubuhnya turun kembali langsung dikerah-kannya jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Kedua kakinya bergerak cepat, mengancam ke?pala Ayu Purbani.
Mau tidak mau Ayu Purbani harus menjatuhkan diri, segera bergulingan di tanah. Tapi....
Crasss! "Ukh...!"
Walaupun begitu, lengan gadis itu sempat tergores pedang di tangan Rangga yang bergerak cepat luar biasa.
"Bocah sialan! Terimalah ini!" seru gadis itu sambil melenting berdiri.
Tetapi sebelum gadis itu sempat berbuat sesuatu. Rangga cepat menghentakkan kedua tangan?nya, melepaskan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang mengeluarkan sinar kemerahan. Begitu cepat sinar merah itu melesat, mengarah ke perut Ayu Purbani. Hingga...
Blazzz! "Aaa...!"
Bagaikan diseruduk kerbau liar, Ayu Purbani terlempar ke belakang sambil memuntahkan darah segar dari mulutnya begitu perutnya telak terhantam pukulan Rangga. Namun daya tahannya benar-benar luar biasa. Sambil menggigit bibirnya, gadis ini bangkit dari tanah. Rangga juga dibuat kagum. Bila orang lain, tentu sudah binasa dengan perut hancur terkena pukulan ampuhnya.
Dan kini kembali Rangga dikejutkan tindakan Ayu Purbani. Dengan giginya lidahnya sendiri digigit. Kemudian darahnya ditelan. Dan anehnya, gadis itu tampak segar kembali. Bahkan tenaganya kuat seperti sediakala.
Pendekar Rajawali Sakti memang pernah mendengar ada semacam ilmu sesat yang dapat memulihkan tenaga yang telah terkuras habis, setelah menggigit lidahnya sendiri. Tetapi bila terus mene?rus digunakan, dapat membahayakan dirinya sen?diri. Apakah ilmu yang dilihatnya ini memang ilmu yang dimaksud" Padahal, konon kabarnya ilmu itu telah lenyap dari dunia persilatan!
"Bocah sombong! Kali ini tak ada lagi maaf bagimu! Berdoalah selagi masih ada kesempatan!" bentak Ayu Purbani dengan pandangan mata beringas.
"Hiyaaat!"
Serangan Ayu Purbani kali ini mengandung kekuatan tenaga yang berlipat ganda. Jelas, tenaga dalamnya telah pulih kembali. Dan itu berarti perkiraan Rangga tentang ilmu langka itu terbukti. Pu?kulan gadis itu bahkan mendatangkan angin yang keras, dan sanggup merobohkan apa saja yang menghalangi.
"Hiyaaa!"
Kali ini Pendekar Rajawali Sakti tidak mau ayal-ayalan lagi. Langsung pedangnya dikelebatkan dalam penggunaan jurus 'Pedang Pemecah Sukma', disertai pengerahan tenaga dalam yang amat kuat untuk menahan sambaran pukulan gadis itu. Setiap sambaran pedangnya mengandung kekuatan yang sulit dijabarkan.
Sementara, Ayu Purbani jadi kendor semangatnya. Padahal, barusan tenaganya telah pulih kem?bali. Seakan-akan jiwanya terpecah-pecah. Bahkan jurus-jurusnya jadi kacau balau. Dia kini tak tahu apa yang dilakukannya.
"Ikh...! Kenapa aku ini"!" maki Ayu Purbani dalam hati.
Ayu Purbani semakin bingung saja. Kini keadaannya makin terdesak saja. Dia hanya mampu mengelak saja.
"Hiaaa...!"
Pada suatu kesempatan, Rangga membentak nyaring. Dan itu membuat Ayu Purbani jadi terperangah. Dan seketika itu pula Rangga mengebutkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti disertai tenaga dalam tinggi ke arah kepala.
Terpaksa Ayu Purbani menyilangkan sepasang pedang pendeknya di atas kepala. Dan....
Tras! Sepasang pedang pendek milik Ayu Purbani kontan patah masing-masing jadi dua bagian.
"Heh"!"
Ayu Purbani jadi kaget setengah mati. Namun belum lagi keterkejutannya hilang, pedang Pende?kar Rajawali Sakti kembali berkelebat ke arah dada. Begitu cepat gerakan Rangga, sehingga gadis itu tak bisa menghindarinya Dan"
"Yeaaat!"
Srettt! "Aaakh!"
Tak ampun lagj pedang pusaka Rangga merobek dada Ayu Purbani disertai jerit kesakitan. Darah segar kontan menyembur keluar dari dadanya yang membusung indah. Tubuhnya terhuyung-huyung, limbung hendak jatuh. Dan pada saat itulah Rangga bertindak cepat. Pedangnya langsung bergerak ke arah jatuhnya Ayu Purbani.
Shaaat! Blesss! Pedang Pusaka Rajawali Sakti kontan amblas dari perut menembus punggung. Tepat ketika Ayu Purbani jatuh, tubuhnya berkelojotan sesaat. Tak lama, Ayu Purbani menghembuskan napasnya yang terakhir. Tapi, keanehan terjadi. Mendadak saja, tubuh Ayu Purbani mengeluarkan asap tipis. Lalu perlahan-lahan terjadi perubahan pada seluruh kulit dan wajahnya. Begitu asap itu berhenti mengepul dan terbawa angin semakin jelas perubahannya. Ternyata, Ayu Purbani adalah seorang nenek yang berwajah mengerikan.
"Murniasih? !" sentak Abogei.
"Dewi Maut...!" timpal Pendekar Harimau Kumbang.
Memang, Dewi Maut sebenarnya bernama asli Murniasih. Perempuan tua itu memang seorang tokoh hitam yang juga gemar menuntut ilmu hitam. Berkat ketekunannya, dia berhasil menemukan il?mu hitam yang bernama ilmu 'Sekar Temanten'. Dengan ilmu itu, dia berhasil merubah wajah dan bentuk tubuhnya menjadi seorang gadis cantik menggiurkan. Hanya saja, dia harus mencari tumbal berupa laki-laki perkasa untuk diserap sari-sari kejantanannya.
Tapi dalam hal ilmu olah kanuragan, Dewi Ma?ut memang kalah jauh dibanding tokoh-tokoh lain pada saat itu. Baru setelah berubah menjadi seo?rang gadis, dia berhasil memperdaya dua murid Mahesa Keling yang berjuluk Iblis Mata Angin, un?tuk menguasai kitab-kitabnya. Begitu berhasil, ba-rulah kedigdayaannya meningkat. Dan tindakannya pun makin merajalela.
Sementara itu orang-orang yang ada di situ se?gera menghampiri. Tapi ketika semuanya hendak menyatakan terima kasih, ternyata Pendekar Raja?wali Sakti sudah cepat berkelebat. Dan sebentar saja, tubuhnya lenyap dari pandangan. Mereka hanya dapat berdiri mematung di tempatnya, tak ada seorang pun yang bisa mencegahnya.
? ? SELESAI ? ? ? ? ? ? ? Scan by Clickers
Edited by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Pedang Angin Berbisik 11 Gento Guyon 14 Kemelut Iblis Lambang Naga Panji Naga Sakti 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama