Ceritasilat Novel Online

Live To Love 7

Live To Love Season A Karya Rakhaprilio Bagian 7


kalo missal aku jadi jalan sama kamu, trus kondisi yang bisa di gambarin seperti apa Sya ?" aku masih belum ngerti gimana mau kamu
ya kita pacaran kak, kakak sayangin aku layaknya kakak sayang sama mbak Vanda, ya di perhatiin juga gitu lah kak. Tapi di sisi lain kalo kakak ngerasa capek dengan segala urusan yang berkaitan dengan mbak Vanda, kakak bisa dateng ke aku untuk sekedar melepas penat dan curhat. Aku pasti bakal ada di samping kakak 24 jam sungguh pun tawaran itu sangat menggiurkan saya.
trus kalo Vanda tau gimana ?" apa malah gak jadi masalah lagi nantinya ?" hm . . . ?" tanyaku curiga sebab ini seperti suatu jebakan.
gak bakal tau kok kak, aku bisa jaga hubungan ini dari siapapun. Jadi yang tau cuma kita tuturnya seolah meyakinkanku.
aku fikir dulu aja Sya, kalo udah ada jawaban tar aku kabarin kamu. Okey, aku balik dulu yah !! dengan mengelus rambutnya saya berpamitan terlebih dahulu meninggalkannya sendirian di cafeteria bersama mahasiswa yang tengah kelaparan.
Malam harinya saya tengah main ke rumah Jovanda, lengkap sudah di sana ada kedua calon mertua saya beserta adek adek Jovanda. situasi yang bisa saya gambarkan saat itu, kedua orang tua Jovan telah tau mengenai penyakit yang menimpa anak pertamanya itu. Rasa kawatir itu pasti ada dan terasa cemas jika sewaktu waktu Jovan terjadi apa apa. Mengetahui saya datang ke rumah Jovanda, saya pun di persilahkan untuk mendapatkan waktu berdua bersama Jovanda di ruang tengah depan televisi sambil tiduran di spon yang empuk berteman beberapa camilan. Maka dalam kesempatan ini pun saya telah tanyakan kepda kedua orang tua Jovanda mengenai liburan yang ingin kami usung ke Lombok jauhnya. Maka dengan segala pertimbangan ini itu, akirnya saya di perbolehkan untuk pergi bersama Vanda namun dengan beberapa syarat. Yakni bahwa saya boleh pergi ke Lombok jika di temani oleh dokter pribadi Jovanda beserta adiknya. mendengar persyaratan semacam itu, saya tak ambil pusing dan langsung menyetujuinya sebab saya pun tak ingin mengecewakan jovanda.
yank, btw kamu masih niat buat liburan ke Lombok ?" tanyaku iseng sambil makan cemilan menonton Tv.
ya niat lah yank, masa momen liburan gitu mau di lewatin. Kamu tuh yank kayanya ga niat, huh !! pukulnya pakai bantal berbentuk tweety di pahaku.
ya gak gitu sayang, aku cuma mau mastiin aja kok. Ya kalo kamu masih niat, ayok besok kita pesen tiket pesawat buat empat orang
bneran yank kamu mau berangkat ?"!! Yeeeeeyhaaaa !!!!! teriaknya sungguh bersemangat seolah ia menjadi sehat walafiat tak terlihat seperti orang yang tengah sakit.
loh, kok empat orang ?" yang dua saiapa yank ?" tiba tiba tanya Jovan keheranan terlambat menyadarinya.
yang satu buat dokter kamu, yang satunya buat adek kamu. Itu aku udah rundingan ama papahmu tadi. Katanya ya gitu, kalo kamu ga mau, kita ga bisa berangkat deh. Gimana ?"
duh ngapain mesti bawa Evan segala sih, bisa ancur tar liburan kita. Kalo bawa dokter sih aku rasa emang perlu. Cuman itu adek aku ngapain mau di bawa sekalian sih, coba deh aku tanya papah dulu,
PAPAAAAAAAAAAAAAAAAAH !!! teriak Jovan memanggil sang bapak.
heh yank, gausah teriak gitu napa, lagian ini udah kesepakatan ama papahmu kok tadi. Kalo kamu mau nego lagi, sama aja aku ga bisa nyampein amanatnya ke kamu dong. Duh kamu ini . . tuturku melarang jovanda.
yah, jadi kita mesti liburan bareng Evan dong . . . keluhnya manja tak sanggup menerima kenyataan ini.
udah yank terima aja, dari pada kita ga bisa liburan loh. Lagian kasian juga ade kamu kalo harus di tinggal sendirian di rumah rayuku agar ia menerima tawaran bapaknya.
ah ywdah deh, dari pada ga jadi liburan malah ga da hiburan tar. Jadi besok kita beli tiket buat 4 orang ya yank
iya 4 orang, tar coba aku sklaian browsing tentang penginepan di sana. Oiya yank, kamu pengen berapa hari di sana ?"
satu hari gimana yank ?"
modar aja di jalan seminggu ?" di kira kita mau boyongan ?" tiga hari lah yank. Itu udah cukup. Jadi total sama perjalanannya anggep aja lima hari. Oke
Kami sepakat bahwa minggu depan akan berangkat ke Lombok dengan jumlah empat orang beserta dokter pribadi juga Evan selaku adek jovanda yang kala itu duduk di kelas dua esema. Usai dari rumah jovanda, tepatnya tiga hari setelah itu saya teringat akan janji saya kepada Tiysa untuk menjelaskan mengenai tawaran yang sempat ia ajukan kepada saya mengenai lubang hati yang ingin ia isi ini. Maka pada malam hari usai dari kampus saya sempatkan untuk mampir ke kosan Tiysa di kawasan sumbersari dekat Sardo. Dengan harapan pembicaraan ini akan berakir dengan bahagia walaupun secara tidak langsung saya telah menyakiti hatinya sebab saya tidak bisa menerima tawarannya karena beberapa alasan mutlak yang tidak bisa di bengkokkan lagi sebagai dasar pancasila dalam hubungan saya seolah undang undang mana pun tak sanggup untuk mengamandemen hal ini.
hay Sya . . . sapaku kalem padanya yang kaluar dengan baju tidur miliknya. hay kak . . baru dari mana ?" balasnya basa basi.
baru dari kampus aja Sya, kumpul sama anak anak barusan ngopi di CL oh gitu, gimana kondisi mbak Vanda ?"
alhamdulilah masih stabil kok, gada masalah. Aku pengen ngomong masalah kemaren Sya, bisa kita bicarain sekarang ?"
sebenernya aku lagi ga mood buat bahas hal itu sekarang sih kak . . keluhnya dengan nafas panjang sambil mengusap rambutnya ke arah belakang.
trus mau di gantungin gitu ?"
ya ga juga sih. Lebih tepatnya aku ga siap buat denger jawaban itu sekarang dari kakak
mang kamu tau aku bakal jawab gimana ?" ya ga yakin juga sih
apa yang buat kamu ga yakin ?"
ya secara aku temen kakak waktu kecil, mendem rasa buat kakak selama ini itu gak mudah, dan pastinya kakak bukan tipe orang yang tega buat nyakitin cewek kan. Pastinya kakak juga bakal memprioritasin perasaanku dengan kondisi seperti ini. di tambah keluarga kita yg udah salaing kenal. Ya gak sih ?"
Saya terdiam sejenak mendengar apa yang Tisya katakan. Ya, memang benar kondisi yang saya rasakan seperti itu, namun dia salah jika terlalu na"f dengan semua ini akan membaik sesuai yang ia inginkan hanya karena perasaan saya yang lelah atas hubungan ini dengan Jovanda. maka dengan mengambil nafas dalam dalam terlebih dahulu, maka saya tuturkan dengan lembut keputusan saya agar menyapa lebut telinga bergiwang spiral itu. Tisya kamu salah . . . tuturku pendek memotong kalimat.
salah gimana kak ?" sahutnya bingung seolah tak memahami apa yang tengah saya katakan.
kamu salah kalo berfikiran kaya gitu. Memang ada beberapa prediksi kamu yg bener, tapi ada beberapa hal yang perlu kamu tau. Bahwa aku di sini ga bisa terima kamu sebagai pacarku, meskipun itu yang kedua kok gitu kak, kenapa ?" padahal . . . .!!?"
jovan itu penting buatku, terlebih lagi perasaannya. Dia rapuh dengan hal yang bersifat menyinggung perasaannya. Dan perasaan dia itu setengahnya adalah aku. Aku adalah nyawa hidup Jovanda. apa jadinya jika aku yang stengah ini kamu bawa pergi dari hati dia ?" apa kamu bisa jamin ia bakal baik baik aja tanpa aku ?"
Sejenak ia terdiam tak bisa menjawab pertanyaanku.
di sisi lain aku gak mau menodai hubunganku dengan dia Sya. 2 tahon itu gak sebentar juga gak lama. Aku mandang suatu hubungan itu kalo udah ada pengkianatan di dalamnya atas kesadaran yang masih di miliki seseorang, itu sama aja halnya kita mencacatkan hubungan yang tangah di jalani. Joavan udah cacat dengan penyakit yang dia derita, dan aku lebih gak mau lagi jika hubungan ini bakal cacat sama seperti penyakitnya. Aku harap kamu bisa ngerti ini, aku cm pengen jaga hubunganku sama jovan untuk tetap utuh dan ngejaga hubungan ini
Lama Tisya terdiam akirnya ia berucap sepatah kata untukku.
aku tau kalo sebenernya kakak bakalan jawab kaya gini, dan keputusan kakak yang seperti ini juga gak bisa aku pungkiri. Jujur rasanya sakit denger jawaban kaya gitu. Tapi dengan ini, aku semakin cinta sama kakak
loh, kok gitu ?" bukannya kamu mestinya benci sama aku Sya ?" kan aku udah nyakitin perasaan kamu ?"
kakak salah . . . tuturnya pendek tenggelam dalam lamunannya menatap motor lalu lalang.
salah gimana ?" aku makin cinta sama kakak karena dengan ini aku tau kalo kakak itu emang orang yang pantas buat di perjuangin. Gak mudah di bengkokin hatinya. Gak sama kaya cowo yang laen dimana ngliat ada kesempatan pasti langsung maen sikat. Bahkan di saat kaya gini kakak masih bisa bilang untuk ngejaga perasaan mbak jovan. Aku salut sama kakak, kakak itu dewasa banget. Udah beda jauh dari yang aku kenal dulu. Gak heran kalo mbak Jovan bisa sesayang ini sama kakak, mbak Jovan itu juga bukan tipe cewek yang mandang cowok dari fisiknya. Jadi kalo dia bisa punya cowok kaya kakak, aku rasa ini emang udah jodoh dari tuhan. Andai aja, . . . . kakak ada dua orang, aku pasti gak akan nyia nyiain orang kedua itu
Mendengar apa yang Tisya katakan, saya menjadi bingung sekaligus salah tingkah. Saya bukan manusia sebaik itu, sebab masih banyak kekurangan dalam diri ini.
ya aku ga sebaik itu Sya, kamu mandangnya berlebihan . . aku masih banyak kekurangan sama kaya manusia lainnya. Jangan sedih ya, pasti kamu dapetin yang lebih dari aku. Jangan pernah liat cowok dari fisik atau materinya, tapi lihat dari hatinya. Kamu pasti nemu kebahagiaan di situ seiring berjalannya waktu
Malam itu, kutinggalkan Tisya bersama segenap rasa yang akan ia pikul sendiri. Maaf itu berulang kali terucap di bibir ini secara sadar dan tidak sadar. Bagaimana cara saya menyakiti Tiysa, saya harap ini bisa di ambil pelajaran dan hikmahnya. Bahwasanya . . .
Fisik dan Materi bukanlah jaminan seseorang untuk setia kepada kita. Tapi setia itu, asalnya dari Hati
Last edited by: rakhaprilio 2013-11-30T11:16:36+07:00 Multi Quote Quote
View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1404
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 29-11-2013 15:16
Chapter 94. Perasaan Yang Tak Tersampaikan
Segala urusan saya yang berkaitan dengan teman, sahabat keluarga dan lain lainnya telah saya selesaikan. Seperti halnya urusan terakir dengan Tiysa yang mengharuskan saya untuk pergi jauh darinya sebab saya tak inging menyakiti Jovanda yang tengah berada di sisi saya. Maka untuk liburan ke Lombok kali ini, siap lah saya akan di boyong ke sana jauhnya. Entah plaining apa saja yang akan di rencanakan oleh Jovan, saya tak ambil pusing dengan agenda di sana. Sebab saya lebih tulus menemani Jovanda kemanapun ia pergi daripada harus menikmati liburan. mungkin jika Jovan tau, pastilah saya sebenarnya terpaksa dengan keadaan ini. sebab saya lebih memikirkan dia dari pada liburan dalam memperingati hari jadi tahun ke dua saya dengannya. Untuk persiapan, tentunya saya sudah siap tinggal berangkat saja bersama Evan dan Pak Budi selaku dokter pribadi Jovan.
Terlihat wajah haru dan tangis dari ibunda Jovan ketika harus melepas anak pertamanya untuk liburan di Lombok jauhnya tanpa harus di damping oleh kedua orang tuanya. Maka sudah jelas di sini posisi saya sebagai apa sodara. Bisa jadi saya di sebut ayah ketika saya harus menegur jovan saat dia salah, bisa jadi saya di sebut ibu ketika Jovan membutuhkan kasih sayang, dan pastinya saya akan menjadi diri saya sendiri ketika Jovan membutuhkan cinta yang telah lama ia dambakan untuk bersemi di pulau Lombok sebagai saksi bisu ke dua setelah Bromo.
Siang itu saya naik pesawat dari Malang di antar oleh keluarga Jovanda. Begitu banyak pesan dan amanat yang harus saya pikul dari kedua orang tua Jovanda, sebab saya tengah bersama anak orang nomor satu di Fisip. Tak lupa tentunya saya pasti berpamitan dengan keluarga di rumah bahwa liburan ini akan saya habiskan di Lombok bersama Jovanda, maka dengan ini saya pun siap untuk menaiki pesawat yang sudah lepas landas. Dan ponsel saya saat itu, sudah siap di tidurkan dan akan terbangun sesampainya di Lombok nanti. Kini pesawat mulai berjalan pelan meninggalkan bandara. Terlihat mesin baling baling di sayap pesawat berputar dengan kencangnya dan menarik kami terbang menembus awan membelah cakrawala. Melambung tinggi nunjauh di angkasa, cinta ini terbang bersama Jovanda. sayang . . . sapa Jovan lirih di sebelahku sambil menyandarkan kepalanya. hm . . . sahutku bergumam.
aku sayang kamu yank . . . peluknya erat di lengan kiriku.
Saya hanya terdiam mendengar apa yang Jovan katakan. Memang kata sayang itu sudah sering saya dengar dari bibirnya, namun entah mengapa kata sayang kali ini terdengar begitu dalam seolah ia tak mau di pisahkan sekalipun itu oleh maut. Matanya kosong memandang gumpalan awan yang tertepis oleh sayap sang garuda membelah halusinasinya. Tak lama, ia mulai berujar tentang masa depan yang ia dambakan bersama saya.
jalan kita tinggal dikit lagi yank, aku pengen bisa satu atap sama kamu kelak tutur Jovan berandai andai.
ya, semua itu udah di depan mata yank. Jangan sia siain ini. aku jg ingin di setiap paginya ngeliat kamu di sampingku saat aku bangun dari tidurku jawabku hanyut dalam andai andai itu.
tar kalo kita udah satu rumah, aku pengen punya satu anak dulu yank, aku pengen cowok. Biar punya tanggung jawab kayak bapaknya . . aku pengennya cewek yank, biar secantik ibunya dan punya hati yang kuat
aku pengen masa masa itu cepet datang di depan mataku, dan aku pengen ngejalanin itu semua sebelum terlambat
kita gak akan terlambat selagi kamu di sisiku yank, semua bisa kita lewati sama sama. Percaya sama aku ya . . .
Ia tersenyum kecil mencuri pandangku mengecup pipi ini dengan manjannya. Harapan kami akan masa depan begitu besar, masih banyak hal yang harus di lalui dan itu tinggal beberapa langkah lagi. Saya harap, Jovan akan tetap kuat hingga saatnya tiba. Hanyut dalam angan kami masing masing, tak terasa diri ini telah sampai di Lombok. Segera kami bergegas untuk meninggalkan bandara, dan kemana tujuan saya selanjutnya, entahlah. Saya hanya ikut saja kemana jovan ingin pergi.
Sekitar tiga jam mengendarai mobil yang telah di sewa, saya setir saja itu mobil bersama Evan juga pak Budi yang tak tau kemana kami akan di boyong oleh Jovan sesampainya di sana. Lama menyetir, saya dengar ada suara desiran ombak yang tak begitu keras. Suasananya damai dan bersih, meski terlihat ada beberapa turis di sana, namun keadaan tenang itu adalah harga mati yang tak bisa di dapatkan di pantai manapun. Dan ternyata ketika saya melihat subuah papan kawasan masuk, ternyata saya tengah berada di lokasi pantai Senggigi. Entah apa yang bisa di tawarkan oleh pantai Senggigi hingga Jovan tertarik kesini jauhnya, yang jelas saya masih penasaran dengan tempat ini.
Sesampai di sana, kami segera memesan hotel yang bisa di bilang cukup mahal. Maklum, semua sudah di atur oleh Jovanda. saya pun sudah tak ada daya untuk melerang ini itu dalam dia berbuat sesuatu. Untuk kali ini, saya akan bebaskan keinginan Jovanda apapun yang ia mau selama itu tidak kelewatan. Hotel sudah kami dapati, kamar telah di bagi. Meskipun di awal saya sempat merasa canggung dengan pak Budi, ternyata beliau adalah dokter yang sangat loyal terhadap pergaulan anak muda jaman sekarang. Sebab bagaimana Jovan amat sangat manja untuk ingin satu kamar dengan saya, membuat diri ini menjadi tak enak serba salah. Sedangkan Evan, dengan santainya acuh tak mau tau dengan situasi semacam ini
Segala perlengkapan telah saya usung kedalam kamar yang telah di bagi. Evan dan pak Budi ada di kamar sebelah bersamaan dengan posisi kamar yang agak berjauhan dengan kamar saya. Rasa capai itu sungguh membuat saya kantuk dan ingin tertidur di kamar hotel sore itu. Bagaimana angin sepoi sepoi masuk tanpa permisi mengisi sejuknya ruangan ini, menambah rasa betah saya terhadap kamar yang saya tempati. Tengah bersantai menikmati matahari yang tepat lurus berada di sudut pandangan saya, perhatian ini secara tidak sadar di curi oleh seorang bocah yang duduk santai di bawah pohon kelapa memandang pantai dengan kelamnya. Dari balik punggungnya saja bisa terlihat bahwa bocah itu sebenarnya juga merasakan hal yang sama seperti saya. Yakni rasa takut kehilangan, dan bocah itu tidak lain tidak bukan adalah Evan, adik kandung Jovanda. melihat Jovan yang tengah pulas di atas ranjang, maka seusai saya menyelimuti dengan kain tebal, segera saya susul itu Evan untuk sekedar menemaninya.
hei, ngapain bengong di sini sendiri . . .?" sapaku memecah lamunan Evan yang tak begitu akrab denganku.
Dia diam tanpa memperhatikan saya, di acuhkan telak diri ini di sampingnya di anggap seolah tidak ada. Meski ia tau saya adalah pacar dari kakaknya, rasanya entah kenapa Evan adalah tipikal anak yang pendiam dan susah untuk bergaul. Maka sebisa mungkin saya cairkan itu suasana dengan berbicara sendiri asal itu di dengar oleh Evan meski ia tak meresponnya.
Van, pastinya kamu tau kan apa yang saat ini tengah di hadapin sama kakakmu. Hal itu penyakit kanker. Kanker otak yang bisa buat dia cacat seumur hidup dan berujung pada kematian. Apa kamu pernah tau bagaimana kakakmu mencoba melewati hari harinya dengan senyuman ?" sementara, penyakit itu terus menggerogoti senyumnya seiring waktu berjalan. Pernah gak terbesit di anganmu bahwa suatu saat kamu bakal kehilangan kakakmu itu ?" kamu pastinya tau gimana rasanya itu . . . ucapku di akir kalimat memutus pembicaraan.
Lama Evan terdiam, akirnya ia mulai mengucapkan beberapa patah kata untuk saya dengar.
aku emang cuek sama mbak ojo, aku gak pernah peduli apa yang dia omongin. Aku juga sering berantem sama dia di rumah. Bahkan aku sering musuhin dia dan bikin dia nangis. Tapi cara mbak jojo kali ini menurutku itu gak adil . . . tutur Evan masih memandang desiran ombak yang mendayu dayu menghanyutkan perasaannya.
gak adil ?" gak adil gimana ?" trus cara apa yang kamu maksud ?" cara mbak Jojo ngebales aku nangis, itu yang aku bilang gak adil . . .
kamu ngerasa kehilangan kakakmu kalo dia sampe kenapa kenapa ?" dan di sisi lain kamu ngerasa gengsi buat ngakuin perasaan kamu itu. Apa aku salah ?"
Ia hanya menunduk mendengar ucapan saya, terdiam membisu seribu bahasa. Tentang perasaan seorang adik yang mengetahui kakaknya tengah menderita kanker, saya rasa ini terlalu berat untuk Evan rasakan. Meski sehari harinya ia selalu bertengkar dengan kakaknya, namun untuk kali ini, Evan tak bisa bersikap biasa sebab kakak yang sering di usilinya, kini tengah mendapat cobaan yang berat. Dan saya rasa, adik manapun pasti akan merasakan hal yang sama ketika berada di posisi Evan.
ya aku tau ini berat buat kamu dengar Van tentang kenyataan Jovan. Dan kamu lebih memilih bersikap acuh tak peduli dengan penyakit kakakmu itu sebab itu cara kamu nyembunyiin perasaanmu dari dia
seumur hidup aku gak pernah mas buat akur sama mabk Jojo, aku malu buat bersikap baik sama dia. Aku ini berat banget buat aku jalanin, aku sbenernya takut mbak Jojo kenapa kenapa dengan mengakui perasaannya, bibir itu mulai bergetar lirih dengan mata yang muali berembun tipis.
kalo kamu emang sayang sama Jovan, kenapa harus malu Van. Dia kakakmu satu satunya. Seumur hidup kamu selalu berantem sama dia, gak pernah akur, apa kamu gak pengen baikan sama dia sebelum terlambat. Kamu pastinya tau apa yang aku maksud tepukku di bahu Evan berusaha meyakinkannya.
tapi aku malu mas kalo bersikap baik sama mbak Jojo, aku malu kalo di kira aneh sebab aku ga pernah baik sama dia. Aku bingung mesti gimana ngungkapinnya menangislah dia di atas lutut yang menutupi wajahnya dari sinar sang surya yang mulai kembali ke singgah sananya menutup hari yang kelam ini.
Saya masih terdiam melihat pengakuan bocah kelas dua esema ini, begitu angkuh untuk mengakui hatinya, begitu malu untuk menyatakan apa yang ia rasakan maski itu kakak perempuannya sendiri. Bingung harus berucap bagaimana, tiba tiba kudengar suara jovan menyapa di sebelahku sambil merangkul pundakku mesra.
kenapa harus malu van kalo mbak udah denger semuanya ?"" sahut jovan dengan senyum manis sambil melirik adik kandungnya sendiri.
Evan pun bermuka merah padam, ia salah tingkah sebab pembicaraan kami rupanya telah di dengar oleh jovanda sedari tadi. Dan kini, bocah kelas dua esema itu mau tak mau harus mengakui perasaanya bahwasanya ia sebenarnya juga amat sangat menyayangi kakak satu satunya di saat sulit seperti ini . . .
Last edited by: rakhaprilio 2013-11-30T11:17:44+07:00 Multi Quote Quote
View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1434
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 30-11-2013 20:55
Chapter 95. Sebuah Cerita Masa Lalu
Muka Evan masih merah padam karena perkataan Jovan. Pasalnya, apa yang sedari tadi saya bicarakan dengan Evan rupanya di dengar oleh Jovanda. Dan saat ini, pastilah tau Jovan mengenai perasaan Evan terhadap dirinya. Maka hal yang sangat di harapkan Jovan saat ini adalah pengakuan dari adik kandungnya sendiri bahwasanya Evan menyayangi kakak perempuan satu satunya tersebut meskipun di saat seperti ini.
ah, mbak Jojo ni ngomong apaan sih. Rese tau gak !! bentak Evan sambil berdiri akan beranjak meninggalkan kami.
eh Van tunggu !! cegahku agar ia tak pergi kemana pun sambil memegangi pundaknya.
coba dong kamu jujur sama mbakmu, biar kita semua tau apa yang kamu rasain saat ini jelasku mendorong Evan untuk mengungkapkannya.
mas Rakha juga salah paham ini, aku gak seperti apa yang mas pikirkan. Aku ga nyimpen perasaan macem itu buat mbak Jojo !!! dengan berkata seperti itu, larilah dia menuju hotel meninggalkan kami berdua di tepi bantai berteman sunset.
yank sabar ya, adekmu emang keras atinya, tapi aku ngerti kok kalo dia sebenernya sayang sama kamu tuturku mencoba menenangkan Jovanda.
hahahaha, santai aja yank, kok jadi kamu yang klitan galau gara gara kelakuan Evan ?" aku jg tau kok yank kalo si Evan itu sayang sama aku, cuman sebenernya aku pengen itu di ucap langsung ama dia. Jadi kalo saat ini dia belom bisa ngomong sama aku, yaudah jangan di paksa. Ini emang belom waktunya, kan ego anak cowok seumuran dia itu lagi tinggi tingginya. Bukannya gitu ?" tanya Jovan berbalik menanyaiku.
iya yank, apa yang kamu bilang itu bner banget kok. Mungkin Evan butuh waktu untuk beberapa saat lagi
Kuhabiskan sunset di tepi pantai Senggigi dengan sesekali berteman bule yang lalu lalang ikut menyaksikan pemandangan langka di sore hari itu. Kami berjalan menyisiri pantai hingga akirnya sang surya menutup mata dan di gantikan oleh malam yang indah bertabur sinar rembulan sesampai kami di kamar hotel.
sayang km apa udah makan tadi siang ?" tanyaku sambil lalu masih sibuk sms kepada Bunda.
belum yank, abis ni aja kita cari makan di resto sebelah. Tapi aku tak mandi dulu balasnya sambil mengambil handuk di tepi pintu.
ga pengen di temenin lagi mandinya ?" hahaha !! candaku mengusili Jovanda.
yee mupeng ya, mupeng kan !?" hahahaha, . . tar malem aja yank ada sesinya sendiri ujarnya centil sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Usai menunggu Jovan mandi, kami segera bersiap untuk mencari makan malam bersama Evan serta pak Budi. Letak resto dan hotel tempat saya menginap tidaklah terlalu jauh, cukup dengan jalan kaki maka kami sampai dalam waktu lima sepuluh menit. Di tengah perjalanan sempat saya amati mimic muka Evan yang masih bersiteguh untuk tidak mengakui perasaannya kepada Jovanda. Yasudahlah, mungkin ini memang belum waktunya. Tapi saya harap suatu saat ia akan segara menyatakannya untuk Jovanda sebelum terlambat.
yank kamu mau makan apa ?" tanyaku pada Jovan yang masih bingung dengan menu makanan yang ingin di pesan.
apa ya yank ?" bingung aku, pengennya sih nyobain yang belom pernah di makan yank tuturnya masih memperhatikan menu makanan.
ywdah kamu cari aja di situ menu sea food biasanya bnyak yang belom kamu coba
ah ini aja yank, aku pesen lobster bla bla bla maaf saya lupa itu nama makannya apa, yang jelas itu berbahan dari lobster sodara.
kamu pesen apa yank ?" hm . . sama kaya aku tah ?" tawar Jovan agar saya semenu dengan dia.
duh aku lagi ga mood makan lobster yank, sek sek bntar tak milih sibukku membolak balik menu makanan.
Lama mencari menu yang saya rasa cocok dengan rasa lapar mala mini, akirnya saya menemuka menu yang dari gambarnya bisa membakar selera makan dan siap untuk memuaskan perut saya malam itu.
AHA !!!! ini yank, aku pesen yang ini aja tunjukku pada salah satu menu makanan beserta gambarnya.
mana yank mana ?" bingung jovan melihat gambar dari menu yang akan saya pesan.
ini nih yank IKAN LELE !!!! hehehehe !!!! dengan pedenya saya pesan itu menu.
WHAT THE **** ?"!!! Astaga yank, jauh jauh maen ke Lombok, nginep di tepi pantai senggigi, makannya IKAN LELE ?"" sayang kamu jok becanda ta . . . keluh Jovan berat padaku.
apa mukaku keliatan becanda yank ?" aku lagi pasang muka kelaparan ini, aku serius pesen nih menu yank jawabku polos dengan wajah penuh dosa.
ah yaudah lah, serah kamu aja yank, asal di habisin ya tuturnya pasrah sambil mencentang menu makanan.
Malam itu kami makan bersama, menikmati desiran ombak yang menambah romantisme suasana. Meski liburan ini harus berteman dengan pak Budi serta Evan, saya tak merasa keberatan. Seolah pak Budi ini adalah bapak saya dengan gaya bicaranya yang ramah dan omongannya tidak jauh jauh dari menu obat yang terkadang membuat perut saya mual karena telah di isi penuh dengan ikan lele beserta tiga piring nasi. Usai makan di resto, kami segera berangkat balik ke hotel untuk sekedar beristirahat. Entah Evan dan pak Budi punya acara apa saya kurang faham, yang jelas dengan gaya kebapak bapakannya, pak Budi mampu menjinakkan Evan untuk setia di sambingnya meski tak banyak cakap saya dengar dari mereka. Sedangkan saya, lebih memilih untuk beristirahat di kamar hotel saja. sebab rasa kenyang ini tak mampu di tolelir lagi untuk lebih memilih tidur di atas ranjang.
Hoaaaaaaaaamsss . . . . akirnya nyampe kamar jugak !!!! teriakku merasa puas dengan malam ini beserta perut yang telah membuncit.
kamu kok udah ngantuk yank jam segini ?" tanya Jovan sambil menjepit rambutnya.
iya yank, kan tadi siang aku udah nyetir mana gak tidur sore pula, palagi ini baru makan, makanya ngantuk
gantu baju dulu yank kalo mau tidur tarik Jovan membangunkanku dari ranjang.
iya iya iya ganti baju non . . . !! jawabku malas sambil berdiri berganti pakaian.
Apa yang tengah Jovanda lakukan malam itu saya sudah tak ingat lagi, sebab perlahan mata ini mulai menutup untuk membunuh rasa kantuk yang melanda. Terakir saya lihat saat itu Jovan tengah bercermin sambil menyisir rambutnya, hingga akirnya saya tak mampu melihatnya dan saya tertidur pulas. Malam itu desiran pantai ombak seolah berubah menjadi alunan melodi yang semkin membawa saya lelap ke gerbang mimpi. Angin yang berhembus pun berubah menjadi melodi mengiringi desiran ombak pantai Senggigi. Menit dan detik terus berjalan meninggalkan rasa kantuk itu yang sebagian sudah saya bayar hingga akirnya sesekali mata itu terbuka dan saya dapati jovanda tengah taka da di samping saya. Melihat jam saat itu sudah menunjukkan pukul 11.20 PM dan kini dimana pacar saya berada. Sedikit panik mencari keberadaan jovanda, akirnya saya temukan dia tengah dudukan menghadap arah pantai melihat pantai Senggigi malam itu.
sayang ini jam berapa kok kamu belom tidur ?" tanyaku mengagetkannya dengan diri ini yang masih berteman dengan kantuk.
aku masih belom bisa tidur yank, jadi ya ngliat aja pantai biar bisa tidur
di sini dingin banget, mana anginnya kenceng gini, kamu bisa masuk angin tar. Udah yok masuk dulu tarikku di pergelangan tangan Jovanda. Kami pun masuk menuju ranjang untuk memulai mimpi bersama. Terlihat ia menatapku dalam di atas ranjang berpeluk mesra denganku. Entah apa yang tengah ia pikirkan malam itu, saya hanya dapat berfikir positif sebab semua masih berada di dalam kendali saya. Hingga sebuah percakapan mengenai hubungan tubuh ini ia sentil yang mengakibatkan Joni ikutan bangun tidur malam itu.
yank, kamu dulu selama jalan sama mantan mantan kamu, pernah ngapain aja ?" sungguh pun ini adalah salah satu pertanyaan paling mematikan dalam hidup saya.
ya jalan bareng, nongkrong, nonton ya gitu gitu deh yank kaya orang pacaran pada mestinya jawabku pura pura bodoh.
ya kalo itu emang mesti yank, aku jg tau. Maksudku yang lebih spesifik lagi tanya Jovan memburu jawabanku.
spesifik ?" maksudnya ?" kaya hubungan sama orang tua gitu ?" tiap pacaran aku selalu berusaha dapet restu dari bundaku yank. Kalo gak gitu aku lebih milih putus tuturku masih dengan bodohnya dan tetap berpura pura bodoh.
ah kamu ni pura pura gak tau apa emang gak tau sih yank "!! Jadi aku frontalin aja ya, kamu selama pacaran pernah ML gak ?" kalo kurang jelas, maksudku MAKING LOVE yank !! ga jelas jugak ?" BERSETUBUH yank !!! jelas gak ?""!!! jelasnya dengan jengkel memandangku penuh hina.
Sodara, bayangkan jika anda berada di posisi saya, di atas ranjang, kami berdua, di tepi pantai di hempas desiran ombak. Dan kalian harus mendengar pertanyaan macam itu dari pasangan kalian. Apa yang harus saya jawab saat itu, demi tuhan saya bingung bukan kepalang tak menyangka bakal medapat pertanyaan mematikan dari Jovanda. maka dari sini, saya akan mulai jujur mengenai masa lalu saya, bagaimana pengalaman saya dulu waktu esema. Dan taukah sodara bagaimana respon Jovanda mendengar jawaban saya . . . Last edited by: rakhaprilio 2013-11-30T21:00:55+07:00
Multi Quote Quote View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1439
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 01-12-2013 22:34
Chapter 96. Malam Pertama
Jovanda memandangku geram, di pandangnya saya ini seolah obat penghambat kanker untuknya yang setiap saat bisa ia kremus kapanpun ia mau. Denga masih memutar saya bermusyawarah dengan hati ini atas pertanyaan Jovan. Haruskan saya berbohong demi menutupi masa lalu yang sebenarnya tak akan pernah bisa saya hapuskan sampai kapanpun. Di sisi lain ku pandangi pacar semata wayangku masih menunggu jawabku apakah saya yang di pilihnya ini adalah imam yang pantas untuknya. Maka dengan perasaan malu, terhina serta berat hati saya jawab apa yang menjadi penasaran Jovan hingga smua itu berlanjut pada sbuah kejadian dimana akan membawa kami dalam satu ikatan yang tak dapat di jelaskan.
bentar deh yank aku tanya dulu, btw kamu tanya gitu sebenernya ada apa ?" hm . .
Ya gak papa yank, cuma penasaran aja sih. Kata anak anak enak tapi juga sakit yank
sejenak kupandang Jovan sungguh memandangku sendu, tangannya mulai sibuk memainkan slimut dimana bahasa tubuh itu bisa saya jelaskan bawa saat ini ia tengah bingung.
rasanya itu sakit yank, mending ga usah nyoba . . tuturku kalem memberikan penjelasan pada Jovan.
tapi kata anak anak enak itu trus apa yank ?" tanya jovan lanjut memburu jawabanku.
kalo yang udah enak itu mereka pasti nglakuinnya lebih dari sekali kok bisa gitu, emang apa bedanya sekali ama sering ?"
kalo sekali kan kita mesti mecahin perawannya dulu, jadi kalo selaputnya udah agak fleksibel baru deh maen yang ke dua itu udah berasa enaknya bentar deh yank, kok kamu tau banyak ?"! tuduh Jovan tajam pada mataku. owh . . . anu, itu . . . aku . . dan gugup itu mulai menghampiriku.
udah deh yank jujur aja, toh kalo kamu udah pernah nglakuin, aku jg ga bakal marah atau gimana gimana kini tutur Jovan terdengar lembut menenangkan panikku.
iya aku pernah . . . jawabku datar sambil hanyut memandang slimut di depanku.
oh ya ?" serius yank . . gimana rasanya ?" ama siapa ?" kini Jovan justru terlihat antusias.
dulu . . ama mantanku mataku masih sendu mengingat kejadian itu. kapan yank ?" critain dong !! seru jovan padaku mencari jawaban.
kejadiannya dulu waktu aku esema. Aku nglakuinnya dua kali. Sekali di rumahku, sekali di rumah dia. Aku nglakuin itu bukan lantaran maniak seks meskipun otakku ini ngeres dengan hal begituan. Tapi semua itu kejadian juga karena sikon
oh aku faham, jadi kamu nglakuin itu lantaran keadaannya lagi dukung gitu ya ?" trus rasanya gimana yank, sakit ya ?"
ya yang pertama sih sakit, tapi yang pas di rumah dia udah enakan gitu. Yank udah ah kamu jok tanya beginian terus, aku ngrasa ga enak ini !! kesalku pada Jovan yang masih berpeluk ria di pundakku.
aku sebenernya pengen dapet itu yank, . . kususnya dari orang yang aku sayangin kaya kamu
trus maksud kamu bilang kaya gitu itu apa ?"" tanyaku heran memandang Jovan.
aku pengen kamu beri hal itu skali aja sama aku untuk ngejawab rasa penasaranku pandangnya padaku dalam penuh akan sebuah harapan.
Tak kuasa dengan hal seperti ini, saya pun hanyut bersama Jovan dalam hangatnya pelukan selimut. Kudengar hanya ada desiran ombak yang menjadi musik penghias malam itu. Kupandangi kamarku kini telah padam cayaha di gantikan oleh sinar rembulan yang mampu menembus dinding kamar yang terbuat dari kayu. Masih beradu dengan Jovan di depanku, kusadari kini bibir kami sudah saling berpagutan satu sama lain. Bagaimana lidah itu saling menyapa seolah membangkitkan libido dalam birahiku yang sudah kutahan sejak tadi. Maka dengan ini, berubahlah semua menjadi malam pertama.
Ciuman kami kian hanyut, terus merambah ke hal hal yang lebih sensitif. Hingga tanpa kusadari tangan nakal ini mulai menanggalkan baju Jovan satu persatu. Ingin diri ini berhenti melakukan kejadian ini, namun apa daya. Jovan terlalu berambisi untuk mendapatkan hal yang sangat membuatnya penasaran. Kini saya hanya bisa pasrah dan mengikti saja permainan Jovan. Tanpa terasa ia sudah berada tepat di atas tubuhku. Menindihku dengan tubuhnya yang sintal membuatku makin lupa dengan diri ini. siapa aku, bagaimana aku, dan mengapa aku melakukannya. Dan untuk di saat terakir, di mana semuanya hampir lepas dalam kesadaran ini. Kudapati Jovan sudah siap untuk menghujam pertahanannya sendiri yang sudah ia jaga selama bertahun tahun demi mendapatkan sebuah jawaban atas rasa penasaran itu. Dan ketika semua akan terjadi, spontan kupaksa diri ini untuk mengambil kesadaran di mana saya tak boleh meneruskan keadaan ini.
SAYAAANG . . .TUNGGUUUUUU !!!!!!! teriaku tepat di sebelah paras Jovan yang masih beradu dengan nafasnya sendiri.
ng . . . uhhhhff . . da . . . ap . . pa . . . yank , . . ssshhh !!! terbata Jovan menjawabku.
jangan di terusin lagi . . jangan !! pintaku memelas masih berpeluk dengan Jovan.
lah . . . kenapa yank ?" ini kurang dikit lagi jawab Jovan masih menindih tubuhku tepat di atas Joni.
kita gak boleh nglakuin ini. Aku jadi pacar kamu bukan buat ngajarin hal kaya gini meskipun aku dulu pernah ngalamin. Jadi kita udahin aja semua ini
apa yang kurang dari sikon saat ini, kita udah nglakuin sampe sejauh ini. tanpa sehalai baju, di atas ranjang dan aku tepat di atas kamu. Kenapa kamu justru minta berenti . . .
aku teringta amanah papah kamu. Meski kita jauh dari beliau, kita gak boleh lupa apa yang udah jadi pesan beliau pada kita. Papahmu berpesan sama aku untuk ngejagain kamu dan pacaran sewajarnya. Bukannya nglakuin hal kaya gini
hhhh . . . hahahaha . . . yank, . . yank . . .!! tawa kecil Jovan terdengar lirih di sebelah telingaku.
kenapa kamu ketawa, . . ada yang lucu ?"!! jawabku heran sedikit jengkel.
enggak . . gak ada yang aneh kok. Hahaha . . . aku cuma heran aja sama kamu. Aku yang anaknya papahku aja udah gak inget sama amanahnya kalo udah dalam sikon kaya gini. lah kamu yang cowok malah minta berenti. Padahal sebentar lagi rasa penasaranku itu bakal kejawab yank. Dan Cuma gara gara kamu pegang amanah papahku aku harus jadi penasaran lagi, hahahaha
serah kamu mo ngatain aku apa, yang jelas ini prinsipku yank . .!!
kamu itu ya emang !! calon suami yang bek, gak heran papahku bisa mempercayain aku ke kamu sampe sejauh ini. makin sayang deh sama kamu . . . mwaaaaaaaach !!! kecup jovan di bibirku tanpa permisi.
aku juga sayang sama kamu, kita tidur aja ya. Udah malem, kamu harus cepet istirahat. Jangan sampe kecapean lagi
iya yank, . . peluk aku dari belakang, di sini dingin . . . pintanya manja sambil turun dari tubuhku bersiap untuk tidur.
Malam panjang itu kuhabiskan bersama Jovan dalam tidur tanpa sehelai benang di tubuh kami. Hanya dengan slimut sebagai alat penghangat tubuh, kurasakan panas itu kian menjalar di tubuh kami hingga hangat di buatnya. terus bercerita tentang pengalaman saya semasa esema dulu, ku antar Jovan tepat di depan gerbang mimpinya. Melepaskan rasa kekecewaan itu dengan mimpi mimpi indah yang siap menemaninya menyambut pagi esok. Last edited by: rakhaprilio 2014-03-06T14:56:45+07:00
Multi Quote Quote View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1510
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 05-12-2013 10:17
Chapter 97. Bubur Penghambat Kanker
Malam itu sungguh panjang buatku juga Jovanda, bagaimana cara kami mempringati dua tahunan ini sungguh merupakan pengalaman yang pertama kali kami lakukan. Meski bisa di bilang saya bukanlah pemain baru dalam hal bercinta, namun jika melakukannya dengan Jovanda, tentu ini merupakan sesatu yang baru. Usai melakukan kegiatan semalaman, saya dan Jovanda tidur dalam keadaan masih tanpa menganakan busana hingga pagi datang menjelang menyapa saya terlebih dahulu yang pagi itu membangunkan saya. Beranjaklah saya dari atas ranjang dan segera mencari dimana pakaian saya berada. Masih dalam keadaan sedikit mengantuk, saya pandangi tubuh Jovan yang masih berbalut selimut menahan dingin. Memandang parasnya di pagi hari usai saya bangun tidur serasa menjadikan saya suaminya di hari ini. maka dengan perasaan bahagia, saya kecup kening Jovanda sebagai salam sambut membuka pagi.
Pagi itu saya memilih untuk berjalan di tepi pantai melihat pemandangan Senggigi di pagi hari, ombak yang berdesir pelan menepikan air di pinggiran batu karang bersama hembusan angin, membuat hati saya terasa damai dan menikmati hidup ini untuk sejenak. Saya mensyukuri segala nikmat yang telah saya dapat sampai sejauh ini. Pacar yang cantik seperti Jovan, sahabat yang selalu ada untuk saya, seperti nikmat nikmat lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Merasa cukup menikmati pagi di tepi pantai Senggigi, saya pun lekas kembali ke hotel untuk melihat jovanda. sesampai di kamar saya dapati Jovan masih tidur di atas ranjang berselimut kain tebal. Melihatnya masih pulas dengan tidurnya, maka saya tinggal mandi untuk beberapa saat agar dapat mengulur waktu dan melihatnya terbangun.
Namun sampai saya usai mandi, saya dapati Jovanda masih dengan pulasnya tidur di atas ranjnag tiada berekspresi. Timbul rasa curiga dengan keadaan pacar saya satu ini, saya coba untuk membangunkanya dengan memegang pipinya terlebih dulu. Dan betapa kagetnya ketika saya pegang pipi itu bersuhu sangat panas. Lantas ini bukan tidur yang biasa pikirku, namun dengan kata lain ia tengah pingsan dalam tidur. Melihatnya seperti ini pastilah saya gugup bukan main. Dengan keadaan ia yang masih telanjang bulat di dalam selimut, sangat tak mungkin jika saya memanggil pak Budi untuk memeriksa kondisi Jovan. Tak ambil pusing, saya pakaikan saja piayama Jovan sekenanya yang penting tubuh itu bebalut busana terlebih dahulu. Dan langkah ke dua kali ini, pastilah saya panggil pak Budi untuk melihat Kondisi Jovan.
gimana kondisi Jovan pak ?" tanyaku pada pak Budi usai memeriksa.
tensinya rendah banget, aliran darah ke otaknya agak terhambat yang buat dia jadi gak bisa ngrespon untuk bangun
trus dia nanti sadarnya gimana pak ?" sungguh panik itu menyelimuti hati saya.
udah bapak kasih obat lewat suntik kok tadi. Tunggu aja, gak lama Jovan juga sadar. Cuman saran bapak kalo bisa Jovan jangan terlalu capek. Trus besok secepetnya urus buat kepulangan lebih awal. Soalnya bapak mau cek up perkembangan penyakit Jovan tukas pak Budi menuturkan.
Mendengar apa yang pak Budi katakan, saya lebih memilih membatalkan segala agenda yang berkaitan dengan kesehatan Jovan. Sebab, saya rasa acara tadi malam sungguh membuat Jovan capai meski itu hanya sebatas oral saja. namun rasa syukur itu tetap ada, bagaimanapun kondisi Jovan saat itu dia masih sempat memberikan pelayanan terbaiknya demi memuaskan sang pacar yakni saya. Setelah menunggu untuk beberapa saat, tak lama Jovan sadar untuk pertama kalinya sambil memanggil nama saya lirih di ucapnya.
yank, pusiiiiiiing ya, hanya itu kalimat yang sanggup ia ucap.
iya yank, tahan ya, aku jagain kamu kok . . usapku pada kening Jovan sambil memperhatikannya.
ini jam berapa ?" aku tidur kok lama banget ya kayaknya tuturnya terasa bingung.
ini udah mau jam sepuluh pagi yank. Tadi kamu demam pas tidur, abis di kasih obat sama pak Budi baru deh kamunya sadar
oh gitu ya . . . . . gara gara semalem nih yank. Hehehehe tawanya kecil menahan rasa pusing.
udah yang semalem jangan di inget lagi, tar kamu tambah puyeng yank, kamu belom sarapan kan ?" mau aku beliin bubur atau apa gitu ?" tawarku pada gadisku ini.
hm . . kalo bisa masakin aja yank. Bubur di kasih daging ayam yang udah di lembutin gitu trus di kasih serutan daun seledri tutur Jovan memintaku untuk memasak.
hah ?" aku masakin buat kamu ?" orang di sebelah ada yang jual makanan bubur juga kok yank, ngapain aku segala yang masak. Ribet, lama, ga efisien dan buang buang waktu jawabku tegas menolak berdasarkan logika.
iya sayang, semua itu emang ribet, lama, ga efisien dan buang buang waktu, tapi kamu gak tau kan rasa sayang yang ada di tiap butir nasi yang kamu masak itu tanpa sadar ?" tegur jovan menyadarkanku dari logika.
Sesaat saya terdiam mencerna apa yang Jovan katakan. Dan rasanya ada benarnya juga ketika saya memasakkan sesuatu untuknya, tanpa sadar di tiap butir nasi itu terdapat kasih sayang. Mungkin itu semacam obat untuknya, dengan melihat saya berusaha demi dia, itu akan menjadikannya semangat hidup dari apa yang tangan saya berikan secara langsung.
iya juga sih yank, aku ga mikir sampe ke situ, kalo kamu masih betah nunggu aku nyari bahan dulu sama Evan kalo gitu
ywdah, ganbate ya sayang, hahahaha tawanya masih lemas melihatku berusaha untukknya.
Dengan perasaan berat hati, akirnya saya tinggal Jovan di kamar sendirian yang tak lama saya suruh pak Budi untuk menggantikannya. Sebab saya tak ingin jika Jovan sendirian di dalam kamar dalam kondsisi seperti ini. Maka selanjutnya saya segera mencari Evan dan memberitaukan apa yang tengah terjadi pada Jovanda kakak perempuannya. Terlihat ekspresi takut dan gelisah meski Evan tak mau mengakuinya, namun tak ingin membuang waktu, segera saya tarik itu Evan untuk masuk ke dalam mobil dan menuju pasar paling dekat di daerah tersebut meski sempat saya nyasar ke pemukiman warga beberapa kali.
Singkat cerita saya sudah dapatkan semua bahan yang akan di gunakan dalam memasak bubur, maka segera saya menuju dapur hotel dan memelah sambil memohon untuk di perkenankan memasak di sana sambil di bombing oleh juru masak yang sudah terlatih di sana. Lagi lagi meski saya sempat tidak di perbolehkan karena hanya akan mengganggau jalannya penyiapan hidangan, namun dengan muka yang terlanjur hancur ini saya memelas dengan semelas melasnya agar di perbolehkan memasak sendiri di sana. Tak kurang saya juga harus bercerita tentang kondisi Jovan agar para petugas hotel luluh dengan kemauan saya ini.
Fix bubur yang saya masak telah jadi, kini siap di hidangkan untuk Jovanda tercinta. Saya pun berterimaka kasih kepada seisi kru dapur yang telah membantu saya dalam acara memasak ini. tak jarang saya di beri semangat oleh mereka agar masakan saya ini di terima baik oleh Jovanda. sungguh pengalaman yang tak akan terlupakan. Tak akan . . .
hay yank . . . sapaku manis pada Jovan sambil membawa semangkuk bubur panas untuknya.
loh udah jadi yank ?" tanya Jovan keheranan sambil melirik ke arah pak Budi.
wah ini bapak boleh nyicipin duluan gak nih mas Rakha ?" hahahaha . . iseng pak Budi mendekati bubur buatanku.
yah jangan dok, itu buat aku . . . huaaaaaaaa mewek Jovan seperti anak kecil kehilangan permen kesayangannya.
hahaha, gak gak Jo, gitu aja kok. Ywdah kamu cepet makan, besok kita balik pagi tutur pak budi sambil bersiap meninggalkan saya dan Jovan di kamar. iya dok, besok pagi kan sahut Jovan memastikan.
Usai pak Budi pergi, Jovan pun langsung meminta saya untuk mengambilkan bubur yang masih panas di sebelah ranjang.
ini bneran bubur buatan Rakha Novembrio nih, ehm . . ehm, . . . hahahaha ledek Jovan sedikit tak percaya.
yeee, ngentengin aku kamu yank. Gak tau jatuh bangunnya aku pas masak tadi sih keluhku sambil mengusap peluh.
mank tadi da kejadian apa aja yank selama kamu buat ini bubur ?" tanya Jovan sambil meniup sesuap bubur di atas sendok.
banyak deh pokoknya, gimana yank rasanya ?" penasaran ini muncul seiring suapan pertama masuk kedalam mulut Jovan.
Tiba tiba saja mata Jovan melotot di sertai mimik muka menahan sesuatu. Mata yang tadinya terbuka lebar kini menjadi tertutup rapat sambil ia memegang pundak saya tertahankan seuatu dalam dirinya. Tak sepatah kata saya dapatkan bahwa bubur itu berasa enak, hambar atau apa. Yang jelas ekspresi itu sungguh membuat saya penasaran. Usai menelan bubur pada suapan pertama barulah ia berucap sesuatu mengenai rasa yang kini harus saya dengar dengan jujur dari lidah jovanda . . .
Multi Quote Quote View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1543
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 06-12-2013 23:46
Chapter 98. Kejutan Dari Jovanda
Ekspresi dari Jovan sungguh masih saya nantikan jawaban atas dirinya. Apa yang dia rasakan pastilah diri ini berharap bahwa rasa bubur itu enak tentunya. Namun setelah menunggu untuk beberapa saat, akirnya Jovan mengungkapkan tentang apa yang ia rasakan dari suapan bubur yang pertama.
ummmmmh, sayang rasanya kok gini mata itu berbinar seolah ekspresi dan hal yang ia tanyakan sangatlah tak sinkron.
begini gimana yank ?" gaenak ya ?" tanya penasaran di sampingnya.
rasanya aneh yank, tapi enak, hahahaha tertawalah dia semakin membuat saya bingung.
duh yang bner yank, itu bubur rasanya gimana ?"
rasanya enak yank, cuman aku rada ngrasa aneh aja, soalnya ga pernah ngrasain yang kaya gini. Ini bneran kamu yang masak ?" iya lah, tapi tadi resepnya sempet di bantuin ama koki di dapur sih yank owh gitu, kalo pulang ke Malang tar masakin aku di rumah kaya gini ya, hehehe pintanya manja padaku.
oalah, gampang deh itu yank, pokok kamu cepet sembuh dulu ya usapku pada kening Jovanda.
Hari kedua, saya habiskan di dalam hotel sambil berbincang ria bersama Jovanda. sedangkan acara yang sebenarnya sudah ia agendakan harus di cancel semua karena kondisi yang terasa lemah. Meski sempat beberapa kali ia mengajak saya untuk jalan jalan ke pantai di sore harinya, namun sebagai lelaki yang tegas tentu saya tidak memperbolehkan. Sebab saya takut jika dia sampai kecapaian, justru akan membuat keadaan semakin buruk. Hingga hari ketiga, akirnya tiba saat dimana saya harus meninggalkan Lombok. Berat rasa itu sungguh terasa, sebab masih banyak tempat wisata yang belum saya kunjungi di sana. Dan secara garis besar, liburan saya di sini lebih saya habiskan di sekitar kawasan pantai senggigi bersama jovanda. Kurang lebih pukul sembilan pagi saya lepas landas dari bandara bersama rombongan. Di dalam pesawat, saya masih ingat mengenai hal yang sempat saya bicarakan dengan Jovanda saat garuda itu membawa kami menembus angkasa.
yank, kamu ga nyesel liburan ke Lombok sama aku ?" tanya jovan memandangku sendu.
kok kamu tanya gitu ?" hm . . . . jawabku santai masih memperhatikan hal lain.
saat liburan bukannya kita bnyak maen kamu malah ngrawat aku di hotel gara gara aku sakit rasa menyesal itu seolah menyelimuti hatinya.
ga semua liburan itu selalu kita isi dengan hal seneng seneng yank, kalo bisa ngrawat kamu itu jadi ksenanganku, apa lagi yang kamu pikirin ?"
tapi yank, liburan itu kan mestinya . . . tertahan ia dengan tatap mataku yang berisyarat bahwa ini bukan hal yang patut untuk di permasalahkan.
Liburan di Lombok telah usai, bersenang senang dengan kekasih tercinta tentu kini sudah sangat jarang di lakukan. Sebab keseharian saya pasca liburan adalah kembali sibuk beraktifitas pada semester tujuh yang sudah di depan mata ini menanti saya dengan pengajuan judul skripsi. Setiap harinya saya masih di sibukkna dengan kampus, Jovanda juga skripsi yang mau tak mau harus berada di dalam benak saya. Keinginan untuk segera lulus itu tentu besar mengingat plaining saya ingin segera menyanding Jovanda di pelaminan sudahlah bulat.
Perkembangan Jovan sedari Lombok, saya rasa sempat ada peningkatan meskipun tak jarang dia masih sering pingsan atau merasa sakit kepala teramat sangat. Melihatnya meminum obat untuk mengurangi rasa sakit serta obat penghambat kanker itu sendiri membuat hati saya terasa di iris sodara. Bagaimana tidak, saya merasa bahwa nyawa hidup Jovan itu seolah berada bada butiran obat yang setiap harinya ia minum untuk menyambung hidupnya meski ada kemajuan sedikit demi sedikit. Tak lepas dari keadaan Jovan melawan kanker, saya tetap setia menemaninya kapanpun ia butuh dan dimanapun ia berada. Dan tentunya tak lupa di penghujung saya menyelesaikan skripsi, saya ingin memberinya sebuah cincin untuk di pakainya sebagai tanda saya telah mengikatnya secara materi dan hati.
Maka di awal semester tujuh itu saya telah berencana ingin membeli sebuah cincin perak yang saya pesan terlebih dahulu dari sebuah toko perhiasan agar bisa memesan sepasang dengan model yang sama dan beda dari yang lain bertulis inisial nama masing masing. Setelah fix memesan sebuah cincin dari toko perhiasan, saya tak pikir panjang meski harga cincin saat itu adalah dua juta tujuratus limapuluh ribu untuk sepasangnya. Tentu bukan harga yang murah, pastinya saya butuh dana besar dalam membahagiakan pacar saya yang satu ini. Terus menjalani hari hari kuliah saya yang semakin sibuk, otak ini masih terus berfikir bagaimana caranya agar cincin tersebut bisa terbayar di saat yang telah di tentukan. Tabungan itu pasti ada, namun sungguh tak mungkin jika saya pergunakan semuanya untuk membayar cincin tersebut. Dan saya tentu lebih enggan lagi jika cincin itu harus di campuri oleh uang dari Jovanda sebab saya di sini ingin murni pembelian cincin itu dari usaha saya sendiri.
Padakirnya saya memutuskan untuk menjual Bubo. Tentunya sodara masih ingat dengan burung hantu yang satu itu. Meski jarang saya ceritakan di chapter selanjutnya, namun hingga saya pertengahan semester tujuh itu, ia masih sehat walafiat tumbuh dengan badan bongsor dan sangat jinak. Ada perasaan tak ingin kehilangan Bubo untuk terus merawatnya, namun perhatian saya untuknya saat ini lebih sering terkuras untuk memikirkan Jovan ketimbang mengaingat ia seharian sudah makan apa belum. Karena tak ingin ia terlantar, maka saya putuskan untuk menjual Bubo ke owner yang lebih baik dan bisa memperhatikannya. Bubo terjual dengan harga dua juta di beli oleh agan dari Gresik entah saya lupa namanya. Yang jelas, kami tak pernah bertatap muka selama proses penjualan Bubo. Semua kami lakukan via internet dan rasa saling percaya saja. Dengan rasa syukur, sebab sampai sejauh ini semua telah di lancarkan oleh tuhan tentang apa yang saya rencanakan. Skripsi sudah mulai saya garap sedikit demi sedikt meski tak jarang revisi itu membuat saya putus asa sebab pikiran ini penuh dengan Jovanda, dan untuk pengambilan cincin, kini saya bisa menebusnya tanpa harus banyak mengeluarkan uang dari tabungan saya.
Kini cincin sudah berada di tangan saya, dengan kotak kecil berbentuk hati warnah merah, saya bungkus itu box cincin dengan kardus kecil berenda bunga warna pink agar tampak menawan di rumah Jovanda. semua telah siap, apa yang saya rencanakan kini akan segara saya realisasikan dengan melingkarnya cincin ini di jari manis Jovanda. sore itu saya usai konsul dengan salah satu dosen di kampus guna membahas tentang jadwal sempro saya yang masih bingung untuk mecari hari apa. Kulihat cincin di tas ranselku sebagai semangat hidup dalam menjalani sisa sisa masa kuliah yang semakin sulit dan membosankan ini. meski hari itu tak saya dapati keputusan yang pasti dari dosen kapan saya akan ujian sempro, namun hati ini tetap gembira mengingat hari ini adalah hari istimewa untuk memberikan kejutan kepada Jovanda di rumahnya.
Akirnya malam tiba, dimana waktu yang saya nanti sudah dekat di depan mata. Semoga sampai sejauh ini tuhan masih melancarkan segala urusan saya. Tentu doa seperti itu selalu tersemat di benak ini. Pukul tujuh malam saya berangkat dengan motor bebek dengan cepatnya, sesampai di rumah Jovan saya parkir motor seperti biasanya di halaman depan rumahnya. Dengan perasaan gegap gempita saya hampiri itu bibik untuk menanyakan keberadaan Jovanda.
bik Jovannya ada ?" tanyaku sopan dengan perasaan gugup.
ng . . . anu, . . . neng Jovannya lagi gada di rumah mas jawab bibik sedikit terbata bata.
kok gada di rumah ?" tumben . . . pergi kemana emang bik ?"
ng . . . tadi keluar sekeluarga sama bapak juga ibuk jawabnya masih terkesan bingung.
sama Evan jugak ?" tanyaku memancing sebuah diagnosa. iya mas, Evan juga di ajak tadi
Dari sini saya merasa ada yang aneh dan di sembunyikan dari bibik sialan satu ini. logatnya aneh, jawabannya selalu terkesan bingung dan tak pasti. Matanya suka melirik kesana kemari ketika ia tengah menjawab pertanyaan dari saya. Tentu curiga ini semakin menjadi ketika saya dapati ternyata Evan juga tengah bersama keluarga Jovanda. sebab setau saya, Evan adalah tipikal anak yang sering menolak acara keluarga bila acara itu benar benar tak penting atau ia di paksa oleh ayahnya. Dari sini, barulah saya mencari kabar dimana Jovanda tengah berada.
Saya pulang dengan perasaan jengkel, lagi lagi bibik itu berhasil mengkelabuhi saya. Sungguh sulit rasanya untuk membuat bibir pembantu itu berkata jujur. Entah siapa yang menyuruh itu orang untuk selalu menutup nutupi Jovan dari saya, yang jelas bibik tak pernah mau jujur dan terbuka dengan saya. Seolah apapun dari Jovan selalu di rahasiakan dari saya.
Dengan meneguk segelas air putih, saya mencoba menenangkan diri. Sebab perasaan jengkel itu masih ada dan membuntuti saya hingga ke kosan jauhnya. Sejenak saya sandarkan diri ini di atas kursi dudukan sambil menatap langit gelap malam itu, berfikir entah dimana Jovan berada bersama keluarganya saya tak tahu. Tanpa terasa angin dingin mulai menusuk permukaan kulit tangan ini, hingga jam menunjuk pukul sembilan malam saya masih merenung dudukan di atas kursi sambil sesekali melihat orang lalu lalang dari atas lantai dua.
tuuuuuuuuuuuut . . tuuuuuuuuuuuut . . tuuuuuut !!! bunyi hape di sebelah menyadarkanku dari lamunan.
halo iya ada apa Fan sapaku pada Fany yang kala itu tengah menelfon. lo ada di mana Kha ?" tanya Fany sedikit gugup di seberang telfon. di kosan, kenape ?" tumben malem malem gini telfon ?"


Live To Love Season A Karya Rakhaprilio di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lah, kok masih di kosan ?" lo ga di rumah sakit emangnya ?" ujar Fany berubah bingung.
lah ngapaen ?" emang sapa yang sakit Fan ?" jawabku sungguh keheranan.
lo ga tau emang kalo cewek lo lagi di RS sekarang ?" gimana sih Kha !?"
Mendengar apa yang Fany ucapkan sungguh seperti petir di siang bolong. Hati saya hancur mendengar kabar tersebut. Mata ini gelap sama seperti langit malam itu. Saya lemas seketika hingga duduk pun lutut saya terasa gemetaran. Saya takut terjadi sesuatu oleh Jovan, saya tak mau ia kenapa kenapa. Dengan perasaan penuh emosi dan penyesalan serta berkecamuk, saya kebut itu habis habisan motor saya bersama Fany menuju RS dimana Jovan berada.
Last edited by: rakhaprilio 2013-12-06T23:47:36+07:00 Multi Quote Quote
View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1560
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 08-12-2013 20:38
Chapter 99. Cincin Perak di Ujung Jari Manis
Duniaku gelap, tertatihku menemukanmu meski sebuah persembunyian selalu datang menyembunyikanmu dari genggaman tanganku. Ingin ku bawa kau pergi dengan segenap cinta ini meski duniaku tak seutuh dulu lagi. Biarkan ku hidup di sisa puing kasih sayang yang mulai berguguran seiring sang mantari menjemputmu esok hari. Mesku ku tau ini hanya berujung perih, namun cinta itu tetap kamu dan selalu kamu. Tak akan pernah tergantikan
Hati ini menangis, meski saya masih fokus terhadap jalanan tempat saya berkendara. Mengapa saya katakan menangis, sebab rintihan ini dengan jelas menjerit menyebut nama sang kekasih untuk bertanya dimanakah ia berada. Apa yang tengah ia lakukan di sana, semua pertanyaan macam itu terbesit di benak saya selama jalanan ini belum habis dengan Jovanda sebagai objek yang saya cari. Derap langkah ini tak jarang meninggalkan Fany yang tertatih mengejarku. Maaf, saya terlalu cepat dalam mencari Jovanda. Dengan segenap perasaan yang telah saya kumpulkan, kugandeng tangan Fany agar dapat menyamai langkahku tiba di kamar tempat Jovan berada.
Kulihat ayah ibu dan adik Jovan berada di sana dengan wajah pucat pasi, tak banyak harap saya temukan di sini. Perasaan bingung untuk berkabung bersama mereka membuat saya canggung menyapa. Entah, apa yang saya rasakan, suasana saat itu . . .
Kacau . . . om, gimana keadaan Jovan ?" ada apa kok bisa sampe ngamar segala om ?" tanyaku pelan menyapa sang bapak yang berada di sebelah ranjang Jovan.
kondisi Vanda drop Kha ucap sang bapak bertutur lirih. trus kata dokter gimana om, Jovan masih baik baik aja kan ?"
besok mau di adain oprasi buat ngangkat kanker di otaknya. Om harap kamu ada waktu buat nemenin Vanda selama masa itu
Melihatnya masih terbaring lemah saat ini saja cukup membuat hati saya hancur, apa lagi mendegar jika esok memungkinkan, ia akan di oprasi guna mengangkat kanker yang bersemayam dalam otaknya. Saya berasa lemas tak berdaya ingin bersandar pada sebuah rasa lelah dalam menghadapi jovanda. tuhan berikan ia yang terbaik jika ini harus di laluinya, hanya itu doa yang terucap selama memandang Jovan di depan mata saya. iya om, saya akan sempetin waktu setelah konsul dari kampus
kamu udah ngambil skripsi Kha ?" tanya ayah Jovan sedikit berharap padaku.
iya udah om, ini tinggal sempro masih nunggu tanggala aja
ywdah moga lancar ujiannya, cepet selesain skripsi dan kasih semangat ama Vanda tutur sang ayah menaruh sebuah harapan padaku.
Malam itu saya pulang usai melihat kondisi Jovan. Tak banyak yang bisa saya lakukan di sana, sebab kondisi Jovan masih lemas baru pingsan. Maka keluarga Jovanlah yang saat itu menemani hingga esok pagi datang menjelang dan tiba giliran saya untuk berada di samping Jovan sebelum ia memulai operasi.
Pagi datang menjelang, malam yang kuhabiskan dengan penuh rasa kawatir kini akirnya bisa terbayar dengan keberadaan saya yang akan berada di samping Jovan sebelum ia memulai operasi. Pagi ini saya berangkat sendiri ke rumah sakit tanpa di temani oleh Fany, tapi tentunya dengan memberi kabar terlebih dahulu, saya berharap Fany juga akan mendoakan Jovanda semoga di beri kelancaran dalam operasinya. Maka sebelum hal yang bernama oprasi itu datang menyambut Jovan, saya ingin menyambutnya terlebih dahulu dengan memberinya semangat agar senantiasa kuat dalam menjalani ujiannya kali ini.
Sesampai di kamar tempat Jovan beristirahat, benar adanya sang ayah tak saya dapati tengah berada di samping putri pertamanya. Sedangkan di sana hanya ada ibu Jovan dengan wajah lelah karena semalaman telah menunggu anaknya untuk persiapan menjalani operasi. Untuk Jovanda sendiri saat itu tengah saya dapati menonton televisi dengan santainya seolah ia tak tau bahwa hari ini ada jadwal operasi untuknya.
salamualaikum, pagi tante . . . sapaku pada ibu Jovan dengan mata setengah kantuk.
walaikumsalam, sini masuk tutur sang ibu mempersilahkan saya masuk.
loh yank kok kamu tau aku di sini !!?" sedangkan wajah kaget jovan saat itu lebih tak saya perhatikan seolah saya adalah sesuatu yang di hindarinya dari masalah ini.
dari kampus Rak ?" udah selesai konsulnya ?" tanya sang bunda memperhatikan saya.
iya, tapi tadi dosennya gada, jadi saya tunda aja tar sore atau mungkin besok buat konsulnya jawabku dengan malu malu kucing.
kok di tunda tunda sih, tar kapan lulusnya ?" hayoo . . kan ada hal yang lebih penting dari skedar konsul, ini putri tante saya rasa lebih butuhin saya ketimbang saya butuhin skripsi buat lulus jawabku kini terasa lebih serius.
iya tapi jangan sampai kuliahmu keganggau gara gara Jovan ya, tetep prioritasin kelulusan kamu buat tahun ini tegur ibunda Jovan mengingatkan. iya tante, pasti saya cepet lulus kok
oh ya Rak, tante tinggal buat mandi dulu balik ke rumah sebentar ambil baju Jovan, kamu jagain Jovan bentar ya pinta sang bunda kepada saya sambil menenteng tas.
og gitu, iya tante. Saya banyak waktu luang kok hari ini. tante juga jangan sampai kecapean
Kini tinggal ada saya dan jovan di dalam kamar, terlihat bagaimana ekspresi Jovan kebingungan menghadapi kedatangan saya yang kini ia juga telah di tinggal oleh sang ibu. Maka berbincanglah saya dengan kekasih saya yang satu ini untuk menanyakan segala hal yang terus berputar di atas benak saya sedari tadi malam.
kamu kenapa, gelagapan gitu ngliat aku kaya ngliat hantu aja yank "!! tanyaku sedikir jengkel sembil duduk di sebelah ranjangnya.
kok kamu tau aku di sini sih yank ?" sapa yang kasih tau ?" tanya Jovan penasaran.
kamu ini kaya nganggep aku orang bego aja yank, pastilah aku tau kamu ada di mana. Percuma kamu ngumpet di ujung dunia kalo orang yang nyari kamu itu aku cubitku pada hidung jovan sebagai pelampiasan rasa kesal.
aduuuuuuh . . . aku tau semalem kamu ke rumah, cuman kan sama bibik kamu ndak di kasih tau kalo aku ada di RS jawabnya bingung.
oh, jadi ini ulah kamu nyuruh bibik buat ga mau jujur sama aku ?" ha . . ngaku gak !! pojokku kepada Jovanda.
iya yank, aku yang nyuruh bibik buat bohong sama kamu tiap aku kenapa kenapa kini wajah itu berubah lesu tak berdaya.
kenapa kamu nglakuin itu ?""
aku ga mau kamu tau kalo aku sedang kenapa kenapa. Makanya aku selalu pesen sama bibik buat nyembunyiin hal ini dari kamu kenapa kamu harus nyembunyiin ini dari aku ?"
aku gak pingin kamu terlalu kawatir sama aku. Selama ini beban kamu udah bnyak, aku ngrasa selama aku sakit aja aku udah kaya jadi beban kamu. Makanya aku gak mau buat kamu kepikiran lagi. Maaf kalo caraku itu salah di mata kamu
Wajah itu sungguh di penuhi dengan penyesalan dan rasa bodoh yang menyelimuti dirinya. Pastinya ia sadar bahwa apa yang dia lakukan ini adalah hal bodoh yang hanya akan menambah pikiran saya saja.
mulai sekarang jangan gitu lagi, aku harus tau apa yang terjadi sama kamu. Itu hak ku sebagai pacar kamu. Oiya, kamu tau kan kalo hari ini kamu ada jadwal oprasi ?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. iya tau, kenapa yank ?"
kok kamu malah nyantai aja nonton tivi gini ?" bukannya kliatan . . . kliatan apa ?" hm . . kamu mau aku kliatan stress gitu ?"
ya gak lah yank, aku seneng kalo kamu bisa kuat n tegar ngadepin oprasinya sampai akir. Cuman rasa cemas itu kaya ga ada di wajah kamu ya bagus dong, buat apa melihara rasa cemas bikin pusing aja yank
oiya, kok tiba tiba aja dokoter nyuruh kamu oprasi alasannya kenapa yank ?" bukannya kanker kamu maish dalam tahap awal ?"
Dalam menjawab pertanyaan saya yang satu ini, untuk sesaat Jovanda terdiam. Ia mengalihkan pandangannya dari saya dan tenggelam pada sebuah keadaan dimana rasanya saat ini menuntutnya untuk jujur nan terbuka pada saya. Entah apa yang disembunyikannya selama ini, yang jelas penjelasan Jovan kali ini cukup membuat saya terpukul karena harus menerima kenyataan yang jauh lebih pahit dan semakin memperkecil harapan saya untuk bisa bersanding bersamanya.
Yank, Mulai dari sini aku ingin jujur dan terbuka sama kamu. Maaf kalo selama ini aku udah bohong atau menutup nutupi penyakitku dari kamu. Sebenernya sejak kejadianku pingsan di parkiran waktu itu, aku udah masuk stadium tiga. Jarang ada penyakit kanker otak yang di ketahui pada stadium awal. Biasanya kalo udah mulai pingsan itu stadiumnya ya udah masuk di atas satu atau dua. Aku nglakuin ini semua supaya kamu gak berfikir macam macam sama aku. Ya meskipun aku tau semua bakal berakir kaya gimana, seenggaknya aku pingin nikmatin sisa waktuku sama kamu tanpa ada beban gara gara penyakitku ini. maaf yank, maafin aku ya
Tangan itu mulai menggenggam erat tanganku dengan eratnya, mencoba menguatkan saya dengan segala kenyataan yang harus saya terima. Rasa sakit bercampur tak percaya itu begitu menusuk relung hati. Dengan mecoba memahami bagaimana jalan fikir Jovan, saya berusaha menerima apa yang telah tuhan gariskan untuknya.
yank, aku ingin tanya sesuatu sama kamu boleh ?" sambil menggoyangkan tangan ini, ia mencoba menyadarkan saya.
iya tanya apa ?" jawabku dengan pandangan kosong masih tak sanggup berfikir panjang.
aku tau kamu suka sama rambutku yang panjang ini, tiap mau tidur kamu mesti mainan rambut ini sebagai kebiasaan kamu. Aku tau itu, tapi ada satu hal yang membuatku berat untuk menjalani oprasi nanti yank. Yaitu aku harus potong rambut pendek banget atau bahkan aku bakal di gundul tuturnya sendu masih memikirkan saya sebagai prioritasnya.
Masih belum habis saya menerima kenyataan tentang penyakit yang terus menggerogotinya, kini saya di hadapkan pada permasalahan lain tentang mahkota indah Jovanda sebagai salah satu aset terbesar yang bisa saya banggakan. Dan kini kebanggaan itu harus di relakan demi kelancaran berjalannya operasi. Namun satu hal yang cukup membuat saya salut sejauh ini, bahwa dalam kondisi seperti ini, lagi lagi ia masih sempat untuk memikirkan perasaan saya tentang rambutnya. Memang saya sangat sayang dengan rambut milik Jovanda, namun ia sebagai wanita yang memiliki rambut tersebut, tidak merasa keberatan jika mahkota itu harus di potong asal saya merasa baik baik saja dengan keharusan macam itu.
kalo itu yang terbaik buat kamu yaudah gak papa yank, aku iklas kok asal kamu juga rela. Pokok demi kebaikan kamu ya gak papa, kalo gak ada rambut kamu, kan aku masih bisa pegang tangan kamu sebelum tidur. Ya kan, . . jawabku mencoba menguatkan Jovanda.
maaf yank, apa yang kamu banggain dari aku sekarang harus hilang satu persatu seiring berjalannya waktu
saat ini aku gak terlalu bangga dengan segala penampilan fisik yang kamu miliki, seenggaknya aku masih bisa banggain semangat hidup kamu sampe sejauh ini dan terus mikirin aku di sela rasa sakit yang tiap hari terus menggerogoti tubuh kamu. Dan satu lagi, jika aku harus kehilangan rambut yang bisa aku banggain itu, seenggaknya aku gak kehilangan kamu buat kedua kalinya
Mendengar apa yang saya ucapkan, tak kuasa air mata itu menetes di pipi jovan dengan ia menenggelamkan wajahnya di bawah dada saya dengan posisi saya berdiri di sampingnya dan ia memeluk erat tubuh saya di atas ranjang. Dengan masih mendegarkan tangisnya sebagai musik pengentar oprasi, saya katakan satu hal untuk membuatnya lebih bersemangat dalam menjalani operasi meski saya tau ia sudah siap dengan agenda tersebut.
yank, aku ada hadiah buat kamu. Rencananya mau aku kasih pas malem di rumah kamu, tapi kamunya sekarang udah ada di sini jadi aku kasih abis selesai oprasi nanti ya, biar kamu semangat dalem ngadepin oprasi gitu, okey !! usapku pada rambut Jovan yang masih memelukku erat tak mau di lepaskannya.
mank kamu mau ngasih aku apaan yank ?" tanya Jovan yang mulai melepaskan peluk mengusap air matanya sendiri.
ada deh yank, pokok kalo kamu udah selesai oprasi tar aku kasih
Itu adalah pesan terakir saya pada Jovan sebelum ia berangkat oprasi. Siang hari dokterpun datang dan tengah menanyakan kesiapan Jovan dalam menjalani operasi. Terlihat bagaimana ibu Jovan begitu kawatir melihat buah hatinya harus menjalani hal yang bernama operasi ini. usai mengurus segala administrasi, Jovan pun siap di boyong ke ruang oprasi bersama beberapa perawat dengan satu doktor dan satu doktor spesialis. Terakir sempat saya lempar senyum semanis mungkin untuk mengiringi kepergian Jovan di dalam ruang oprasi sebagai suport rasa semangat untuknya.
Satu dua jam saya masih terus berada di depan ruang oprasi menunggu hasil dari doktor bersama ibu Jovan. Sedangkan siang itu sang ayah belum juga saya dapati sebab dari apa yang ibu Jovan katakan, sang ayah kini tengah ada rapat bersama dekan yang lainnya. Memang ini adalah penyakit para orang besar seperti ayah Jovan yang saya pikir saat itu sang anak juga membutuhkan sosok ayah untuk berada di sisi sang buah hati sebelum operasi di lakukan. Namun saya tak bisa menyalahkan ayah Jovan begitu saja, semua di lakukannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga meski tak jarang waktu yang paling berharga bersama putri semata wayangnya bisa di gantikan dengan uang.
Usai berjam jam saya menunggu Jovan. Akirnya dokter keluar dengan peluhnya yang menghiasi jidat itu pertanda operasi di lakukan dengan serius dan butuh kerja keras. Tak banyak yang saya ingat dari penuturan dokter kala itu, sebab pikiran saya masih terus berfokus pada Jovanda. Saya tak langsung bisa menemui jovanda begitu saja pasca oprasi, melaikankan harus menunggu untuk beberapa saat sampai bius itu hilang dan kesadaran Jovanda telah pulih seperti biasanya.
Tak lama akirnya jovan sadar, saya dan ibu jovan segera bergegas masuk untuk melihat keadaan Jovan pasca operasi di lakukan. Sempat ada perasaan bersyukur meilhat Jovan baik baik saja dengan perban di kepalanya bekas jahitan. Terlebih lagi, rambut itu tak di gundul oleh sang dokter, mungkin dokter itu sendiri pun juga tau bagaimana perasaan seorang wanita jika kehilangan mahkota kebanggaannya. Maka untuk mensiasati hal ini, saya harus merasa puas dengan model gaya rambut Jovan yang lebih mirip anak laki laki sebab di potong sangat cepak pada bagian belakang dan di sisakan poni sebagai ciri yang masih mengidentitaskan Jovan sebagai perempuan.
Di rasa cukup banyak berbincang dengan sang buah hati, akirnya saya di beri kesempatan untuk menjaga Jovan kedua kalinya saat sang ibu pamit keluar untuk membeli makan dan vitamin serta beberapa obat yang harus di tebus terlebih dahulu.
gimana yank rasanya operasi ?" tanyaku sedikit penasaran pada Jovan sambil duduk di sebelahnya.
ga tau apa apa yank. Kan tadi di bius soalnya, jadi cuma rada pusing aja abis oprasi, udah . . tuturnya kalem sambil melirikku.
syukur deh kalo kamu gak kesakitan yank, huff . . hela nafasku panjang.
eh yank, mana janji kamu ?" katanya mau kasih sesuatu setelah operasi ?" tagih Jovan pada janji yang sempat saya ucapkan.
oiya lupa, kamu merem dulu gih yank kalo gitu pintaku bangga mempersiapkan kotak cincin di saku celana.
Pada hitungan ketiga, saya pinta Jovan untuk membuka mata. Kotak cincin yang telah terbuka indah di depan matanya kini di pandanginya dengan mata berbinar tanpa sepatah kata mampu ia ucap. Rasa haru itu menyelimuti perasaan kami berdua, kini apa yang saya impikan bisa terwujud untuk mengikat Jovanda menjadi milik saya meskipun belum sepenuhnya sah.
sini yank tangan kamu, aku masukin di jari manisnya pintaku pada jovanda untuk mengulurkan tangannya.
ng . . . . ia hanya menatapku bingung seolah ada yang salah dengan dirinya.
kenapa yank ?" kok malah bengong ?" tanyaku penasaran masih menunggu uluran tangan jovanda.
tanganku yank . . . tutur Jovan masih bingung memandangi kedua tangannya.
kenapa tangan kamu emang ?" itu gak kenapa kenapa kok kayaknya
aku gak bisa ngrasain keberadaan tanganku yank tuturnya kini berubah bingung dengan menahan rasa tangis.
maksud kamu ?" tanyaku semakin tak faham dengan apa yang Jovan katakan.
aku rasa . . . tangan ku . . .
Spoiler for open: Multi Quote Quote LUMPUH . . . !!
View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1598
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 10-12-2013 01:46
Chapter 100. Biar Cinta Yang Memelukmu
Saya masih menunggu, menunggu uluran tangan Jovanda untuk menyambut cincin pemberian saya yang telah siap untuk melingkar indah di jari manisnya. Namun sesuatu itu terjadi hingga membuat saya tak percaya bahwa apa yang tengah menimpa sang kekasih saat itu adalah hal yang menurut saya sangat fatal. Yakni, lumpuh pada bagian tangan. Ini merupakan awal dari dari bagaimana Jovan secara perlahan di ambil fungsi tubuhnya oleh tuhan satu persatu hingga sampai pada akirnya, .
Saya harus merelakan kenangan indah bersamanya.
Lumpuh gimana yank ?" kok bisa !!?" tanyaku tak percaya pada apa yang Jovan katakan.
tanganku mati rasa yank, aku gak bisa gerakin jari dan pergelangan tanganku sampe ke siku jawab Jovan gugup tak percaya.
ini pasti ada yang salah sama oprasinya !!! tuturku kasar tak perduli pada kedaan Jovan.
aku jg gak tau yank, ini tanganku kenapa ya Allah . . . !! teriak Jovan histeris memandang tangannya.
Melihatnya kehilangan indra perabanya, membuat hati saya tersayat bagai seonggok daging yang di cincang habis bertaburkan air asam begitu pedih saya rasa. Sebagai lelaki yang menyayanginya tentu saya tidak terima dengan kondisi Jovan seperti itu. Dengan pengetahuan yang terbatas, saya mencoba mencari dokter yang telah mengoprasi Jovanda dan menuntut sebuah keadilan atas hasil oprasi tersebut. Sebab saya yakin pada saat itu, yang tengah terjadi adalah sebuah kegagalan dalam praktik oprasi atau biasa di sebut dengan mall praktik. Dan kini derap langkah kaki saya berlari mencari sosok yang patut untuk mempertanggung jawabkan semua ini atas apa yang terjadi pada kekasih saya.
anda dokter yang mengoprasi pasien Jovanda tadi pagi kan ?" tunjukku pada seorang dokter yang saya yakini telah menangani Jovanda pra oprasi. Jovanda yang sakit kanker itu ya ?" jawabnya ramah menoleh kepadaku.
saya mau dokter ikut ke ruangan dimana Jovan di rawat, saya mau tunjukin sesuatu !! ucapku kasar tak perdului pada suasana umum di rumah sakit.
iya ada apa, mungkin bisa di jelasin dulu ?" tanya dokter tersebut dengan kebingungan.
udahlah dok ikut saya aja dan liat kondisi Jovan !! tuturku kasar dengan mata sembab menahan amarah.
Mau tak mau akirnya dokter itu ikut dengan saya meski secara tidak langsung saya telah memaksanya untuk melihat kondisi Jovan saat itu juga. Saya sudah tak perduli dengan pasien lain yang akan di tangani oleh dokter tersebut, yang saya ingin, kekasih saya harus di sembuhkan dulu kondisi tangannya akibat dari operasi tersebut. Sesampai di kamar Jovan, saya tunjukkan apa yang tengah terjadi pada Jovanda, dengan tangan lumpuh tak bisa di gerakkan Jovan menatap dokter tersebut dengan harap bahwa tangan miliknya masih bisa di sembuhkan atau di gerakkan kembali. Dan dokter tersebut akirnya memeriksa tangan Jovan serta mencek kondisi kesehatan pasca oprasi.
maaf dek, ini resiko dari oprasi yang di lalui oleh sodari Vanda. Ini bukan kesalahan prosedur oprasi, atau mal praktik seperti yang adek bayangkan ujar dokter usai memeriksa kondisi Jovan
sebelumnya Jovan baik baik aja dok tangannya, kenapa sekarang malah merembet begini "!! ini pasti ada yang salah sama oprasinya !! jawabku tak trima dengan kondisi Jovan di samping saya.
efek oprasi kanker otak memang bisa menyebabkan kelumpuhan, adek harus pahami itu. Meski kankernya bisa di angkat, tapi ada resiko dari oprasi tersebut. Di antara lain kelumpuhan sampai kehilangan ingatan atau hal lain yang bisa saja terjadi sewaktu waktu. Sebab dari apa yang kita tangani ini berhubungan dengan sistem syaraf yang rumit serta rentan terhadap tekanan, sehingga tidak menutup kemungkinan resiko macam ini bisa menimpa sodari Jovanda jelas dokter dengan kalemnya mencoba meyakinkan saya.
TERSERAH DOKTER MAU OPRASI DIA DENGAN RESIKO APAPUN, TAPI TOLONG BALIKIN TANGAN JOVAN DOK !!! teriakku kasar menahan rasa tangis teramat sangat.
dek, maaf, saya gak bisa berbuat lebih . . .
SAYA MAU DOKTER OPRASI ULANG BUAT BALIKIN TANGAN JOVAN !!!! tuturku kasar memohon pada dokter di depan Jovan.
yank, udah yank cukup !!! teriak Jovan menangis melerai saya dengan dokter tersebut.
kalo ini emang efek dari oprasi yaudah, dokter itu juga udah berusaha sebisa mungkin. Ini bukan salahnya yank, biarin dokter itu pergi, masih bnyak pasien yang lebih penting dari aku tutur Jovan berusaha tegar meski saya tau air mata itu mengalir jelas membelah pipi manisnya.
nanti saya akan cek lagi perkembangan sodari Jovan, untuk saat ini saya masih ada pasien lain yang menunggu. Saya harap sodara bisa mengerti dan bersabar ucap dokter itu pergi meninggalkan kami berdua di dalam ruangan.
Saya hanya bisa terdiam, terpaku melihat kenyataan ini. tak tau apa yang harus saya lakukan untuk mengembalikan tangan Jovanda. Tak jarang air mata ini menetes dalam keadaan kepala menunduk menyembunyikan perasaan ini dari paras Jovanda. sebab untuk pertama kalinya selama saya pacaran dengan Jovanda, baru kali ini saya meneteskan air mata di depan sang kekasih meski wajah ini saya sembunyikan sebisa mungkin dari perhatian Jovanda yang terus memperhatikan saya selepas dokter itu pergi. Meski saya sendiri tau Jovan masih berlinang air mata, namun saya lebih malu terhadap air mata ini yang seolah menunjukkan bahwa saya tengah berada di titik paling berat dalam hidup saya. Dengan tangan ini yang masih menggenggam erat cincin yang akan saya berikan pada Jovanda, membuat hati saya semakin sakit melihat jemari lentik itu kini tak dapat menyambut indah hadiah pemberian saya.
yank . . . sayang . . . panggil Jovan kecil menyadarkan dari tangis yang membelengguku.
Dengan respon yang lambat saya angkat perlahan dagu ini memandang paras Jovan dengan mata sembab masih berlinang air mata.
aku bisa minta tolong sama kamu ?" tuturnya kecil kian merapuh menatapku sendu.
apa ?" jawabku masih menatap keadaan Jovan di depanku.
tolong usapin air mataku . . kini air mata miliknya kian berlinang semakin deras manahan tangis.
Tak banyak bertanya, saya usap itu air mata Jovan hingga basah tangan ini di buatnya. Merasa air mata miliknya telah kering, ia mulai menatapku tegar dengan menghembuskan nafas panjang pertanda ia siap untuk menjalani kehidupan barunya tanpa tangan yang dapat ia pergunakan lagi.
aku minta maaf yank sama kamu sepatah kata saya dengar di balik bibir Jovan berucap lembut.
minta maaf ?" tanyaku bingung atas permohonan maaf miliknya. iya minta maaf jelasnya.
maaf karena apa ?" masih bingung diri ini di buatnya.
maaf karena aku gak bisa ngusap air mata kamu untuk pertama kalinya Sesaat saya terdiam, merenung dan meresapi apa yang tengah Jovan ucapkan.
jika nanti aku nangis lagi di depan kamu buat kesekian kalinya, aku harap kamu gak akan pernah bosan untuk ngusap air mataku. Tapi dengan ini aku minta maaf jika nanti kamu harus nangis gara gara aku, tanganku udah gak bisa aku gunain buat ngusap air mata kamu. Baru kali ini aku ngliat cowok yang sayang sama aku bisa nangis di depanku. Apa segitu sayangnya kamu sama aku sampe air mata yang jarang aku temui dari wajah seorang laki laki, kini dengan jelas mengalir di depanku ?" hm . . .
Mendengar apa yang Jovan katakan, seolah menambah remuk hati yang sudah kacau balau dengan sikon saat ini. Dengan menahan air mata sekuat tenaga, saya coba tuturkan apa yang tengah saya rasakan saat itu pada Jovanda agar ia tau semuanya tentang perasaan saya terhadapnya.
aku janji gak bakal nangis lagi di depan kamu, aku ga mau ngrepotin tangan kamu dan buat perasaan kamu makin bersalah atas apa yang terjadi hari ini. Dan alasan air mata ini netes begitu aja juga karena perasaan sayangku ke kamu yang gak bisa aku pungkiri lagi. Jujur saat ini aku sayang banget sama kamu, aku ga mau kamu kenapa kenapa, apa lagi sampe kehilangan kamu
ya gausah sok tegar kaya aku yank, kalo kamu harus rapuh ya rapuh aja. Cowok itu emang gak pandai nyembunyiin perasaannya yah ?" sesaat saya lihat senyum kecil Jovan mengembang memandangi saya.
jangan nyalahin kaumku yank, salahin aku aja. Emang dasarnya aku bego kalo suruh main perasaan. Lebih tepatnya, aku kalo udah sayang sama orang ya ga bisa bohongin perasaanku ndiri tuturku sambil buang muka mengusap bekas air mataku yang mulai mengering.
hahahaha, sapa yang nyalahin kaum adam sih yank ?" btw, cincinnya masukin aja di jariku yank, maaf yah tangannya mbak Jovan ga bisa ngambil, hehehehe . . tuturnya berbalut canda membiasakan keadaan.
Kini cincin itu bisa melingkar indah di jari manis Jovan. Senyumnya mengembang seolah harapan hidupnya bertambah seiring indahnya jari itu meski kini tak dapat di gunakan lagi. Semoga ini adalah awal yang baik untuk Jovan membuka lembaran baru dengan cincin pemberian saya tersebut, sebab tak henti hentinya saya akan memberi kejutan pada sang kekasih agar semangat hidupnya tetap terjaga tak melemah.
poiler for puisi Jovan dari ketikan tangan Evan buat ane:
Andai waktu bisa kuputar kembali, aku ingin memelukmu lebih lama lagi dengan tangan ini sebagai bukti aku begitu menyayangimu kasih . . .
Siapa yang akan memelukmu jika tangan ini tak mampu untuk meraihmu "
Siapa yang akan mengusap air matamu saat engkau menangis karenaku "
Siapa yang akan mengusap peluhmu saat engkau merasa letih dengan semua ini "
Meski jemari ini tak lagi sanggup untuk memelukmu, namun setidaknya kasih sayang ini tetap mampu menghangatkan hati kecilmu untuk terus engkau rasakan hingga akir hayatku . . .
Chapter 101. Aku Bukan Lembek, Tapi Aku Banci
Mata ini terbangun dari tidur panjangku, tidur yang membawaku sejenak bersandar pada apa yang tengah saya alami. Bahu ini terasa begitu letih nan berat untuk sekedar saya gerakkan. Padahal tak banyak kegiatan fisik yang saya lakukan selama ini, namun entah mengapa saya merasa sangat lelah dengan semua ini. bukan berarti saya letih untuk merawat Jovan di sisi saya, hanya saja tubuh ini merasa terbebani dengan masalah yang menimpa saya juga tentunya. Tak kurang, terkadang kepala saya suka pusing sendiri jika harus mengingat keadaan Jovan yang lambat laun membuat saya makin frustasi mengharapkan kesembuhannya.
Rasa harap begitu besar akan cincin yang ia ambil dari kotak bungkusan dan berharap ia akan memakaikannya untuk saya pun itu kini berubah menjadi kayalan semata. Jika tuhan menggariskan ini jalan yang terbaik untuk Jovan, tak banyak yang bisa saya harapkan di sini. Apa yang saya punya juga telah saya beri untuk Jovan meski sampai detik saya menulis cerita ini, tuhan masih menyimpan nyawa saya untuk Jovan. Mulai dari keringat, materi, waktu dan segala apa pun yang saya punya telah saya berikan untuk Jovan, namun terkadang perasaan tak adil itu sendiri datang tanpa permisi mengetuk pintu hati saya bahwa apa yang tengah saya korbankan selama ini terasa tiada berarti.
Pagi ini kupandang langit indah dari jendela kamarku terasa kelabu sama seperti apa yang saya rasakan. Merasa jenuh dengan semua ini, saya putuskan untuk pindah kos dari rumah bu Dina. Bukan berarti saya tak krasan atau apa, saya hanya ingin mendapat suasana baru agar mood saya pun juga tetap terjaga semangat dalam merawat Jovan. Tak banyak pesan yang bisa saya ucap untuk bu Dina sebelum saya pergi. Selama hampir lebih dua tahun ini saya telah begitu dekat dengan beliau juga Zidan yang sudah saya anggap seperti mainan saya sendiri, eh maaf . . maksud saya seperti adik sendiri.
Singkat cerita saya pindah dari kosan bu Dina secara mendadak, rasa berat beliau untuk melepas kepergian saya begitu jelas tersirat di wajahnya. Ya jelas saja, pasalnya saya belum membayar kosan bu Dina selama dua bulan. Usai melunasi kekurangan tersebut, barulah beliau dengan wajah gegap gempita nan bersemangat empat lima mengusir saya dengan halusnya. Meski begitu, hubungan ini selalu terjalin baik hingga saat ini. tiap saya ada kesempatan main di kawasan kerto rahayu, pastilah saya mampir ke kosan bu Dina untuk sekedar menengok Zidan atau pura pura modus mendapatkan makan gratis sebagai tamu yang telah akrab di rumah itu. Sungguh hina sodara,
hina sekali . . . Sekarang saya tak lagi tercatat sebagai anak kos yang terikat oleh sang tuan rumah. Secara etimologi, kini saya bertransformasi menjadi anak kontrakan dengan budget tetap pas pasan dan selalu kere untuk ukuran mahasiswa seperti saya. Namun kontrakan kali ini bukan sembarang kontrakan sodara, pasalnya pemandangan dan rasa sunyi yang di tawarkan di daerah suhat cukup menjanjikan saya bahwa di tempat yang sepi ini, saya akan menemukan sebuah kedamaian dimana hati yang sudah letih ini bisa sejenak untuk bersandar dari keramaian yang begitu mengusik hari hari saya seperti di kosan bu Dina.
Hari ini kusus saya sedang tak ingin menjenguk Jovan, mungkin malam atau sore sebelum magrib baru saya sempatkan untuk melihat keadaan Jovan. Saya tengah merasa jenuh dengan semua ini, dan untuk sesaat saya ingin merefresh pikiran saya agar bisa happy kembali manjadi Rakha yang dulu sangat bersemangat dalam menjalani hari harinya yang keras dan penuh dengan lika liku. Maka jangan kaget sodara jika hari ini saya putuskan untuk mengajak mahoan saya dari Kediri yang bernama Stevy untuk sekedar jalan jalan menyusuri kota Malang melepas penat ini dengan segala banyolannya yang ampuh untuk mengusir rasa penat.
Pagi itu usai, saya ajak Stevy untuk sekedar jalan jalan di daerah Batu tempat dimana tak jauh dari kota malang yang lebih di kenal dengan kota wisata Apel dengan suhu udara rata rata di bawah 18 derajat celcius. Sungguh udara yang dingin itu mampu untuk mendinginkan otak saya yang terasa panas selama di kota Malang. Dengan bermodal jaket gunung tebal, saya kebut itu pantat Stevy dengan kencangnya menuju puncak batu melihat pemandangan alam di coban rondo sambil meminum susu KBS yang sempat saya beli di derah alun alun kota Batu. Sungguh cara yang indah bukan dalam menghilangkan penat ini, namun tetap saja hal indah itu terasa menjijikan jika harus saya lewatkan dengan Stevy, . .
Sungguh saya hina sekali . . .
Mes, tumben banged kamuh hari ini ngajak akuh jaland jaland di kawasan air terjund ginih, Ehm . . . goda Stevy seperti biasanya memancing kegilaan saya.
kalo nanya jangan maho gitu ga bisa apa Step, ?" jawabku sinis meliriknya di sebelahku sambil dudukan memandang air terjun Coban Rondo.
hehehe, tumbend aja kamu ngajakin akuh kluar gini. Bukannya kamuh mesti jenguk Jovan buad ngliat kondisi dia hari inih ?" tuturnya kini terasa nyaman di telinga saya.
gw lagi capek Step, gw jenuh sama semua ini, gw lagi ga semangat, gw pengen refreshing aja sama lo sahutku sambil menghela nafas bertegukkan susu rasa Vanila satu liter.
kok mesti sama akyu ?" dia mulai lapar sodara.
kan mulai lagi nanyanya gitu ?" malas sekali diri ini jika harus di goda seperti ini, meski terasa jijik kadang hal ini sangat menyenangkan sungguh hina sekali . . .
maksud akkuh kok tumben ngajaknya aku gitu loh akang Omes, bukannya kamuh bnyak temen cewe yang mungkind bisa lebih buad kamuh nyamand kalo gw saat ini jalan sama cewe laen, sama aja gw maen serong dong ?"
oh iya juga ya kammuh mikirnya ke situ toh sambil mangguk mangguk pertanda ia mengerti arah pemikiran saya.
lagian lama gw ga lo godain kaya tadi, meski ga jarang gw jijik dengernya, lo itu sahabat gw yang paling hina dan paling cetar Step. Bisa ngedongkrak semangat hidup gw dengan kejijikan lo itu berharap banyolan lo itu dapat mengobati rasa jenuh gw
ealah gitu toh Mes, santai aja bang Bro, Stevi siap membuat anda jauh lebih gila dari sebelumnya kok, wkwkwkwkwk
wkwkwkwk, sialan lo monyet. Gw pengen fresh bukannya nambah gila !!
Tanpa terasa bumbu bumbu hina itu telah masuk kedalam diri saya hingga tawa lepas itu bisa di kembangkan oleh seorang Stevy dengan gayanya yang Khas sungguh membuat hati ini GELI seperti kata Raditya Dika.
Tengah asik berduaan dengan seekor banci ini, tiba tiba saja hape saya berbunyi keras hingga tawa saya harus berhenti sesaat untuk mengangkatnya. Dengan privat number yang di sembunyikan terlebih dahulu, maka jelas saya tak tahu siapa ini yang tengah menelfon saya. Dengan asal halo saja maka saya angkat itu telfon dari orang tak di kenal. halloo ?" jawabku dari telfon di genggaman tanganku. . . . . . . . . ga ngomong apa apa.
haloo, ini siapa ya ?" jelasku bertanya kembali.
. . . . . krik . . . . krik . . . krik . . . . sunyi sepi seperti kuburan sang penelfon tersebut sungguh horror pemirsa.
oh dasar kambing, telfon ga jelas ganggu orang kencan aja !!! tutupku dari seberang telfon.
Dengan perasaan jengkel maka saya tutup itu telfon sambil melihat kondisi hape yang saya rasa masih waras ini. tapi betapa bodohnya saya ketika mendapati ternyata hape saya lah yang saat itu tengah tak ada sinyal. Mengingat saya sudah berkata kambing kepada sang penelfon tersebut, bisa jadi kambing itu adalah saya sendiri. Ah sudah lah, lupakan . . . sappa mes ?" kok kambing bisa telfon ?" tanya Stevy keheranan.
bukan kambing Step, yang telpon tetep manusia, cuman ga di jawab. Kan gw jengkel, yaudah gw katain aja tu orang kambing, huuuuuffh . . .
kalo yang telfon kambing beneran gimana Mes ?" tanya Stevy mualai horror.
ya itu baru horror Step kalo ada kambing bisa telfon gw, wkwkwkwkw tawaku lepas menanggapi banyolan Stepi.
eh Mes, betewe kamau gak kangend ama Bila ?"
Sesaat tawa saya hilang seketika saat Stevy harus mengucap nama itu di depan saya.
kita jauh jauh maen di sini kalo lo bahas nama dia, mood gw jadi makin buruk Step !! jawabku jengkel pada Stevy.
ya ga maksud gitu sih Mes, kita uddah dua taond ini gada kontak sama dia. Aku sering ngrasa kangen sama dia, nunggu kapan dia pulang itu kadang buat aku ga sabar pengen cpet cpet lulus dari Ube trus nyusul dia kesana
lo goblok apa bego sih ?" jelas jelas dia niggalin kita. Dia ga ngehubungin kita, padahal via chat juga bisa. Dia udah terkontaminasi ama gaya hidup orang barat sana noh. Jangan ampe gw liat lo temenan lagi ama dia kalo suatu saat dia pulang nyariin lo. Eh ?" kenapa gw mikir dia bakalan pulang ?" dia ga bakal pulang kali !!! tuturku kacau mengingat tentang gadis asal bandung tersebut.
gw sih tetep yakin Bila bakal pulang nemuin kita satu persatu sambil minta maaf dan ngejelasin ini semua. Cuman aku ga yakin itu kapan Mes jawab Stevy memandangku lurus begitu dalam.
ah awas aja lo sampek temenan lagi ama dia, gw yang pergi dari lo !! ancamku pada Stevy.
serah kamu mau pergi atau musuhin akkuh, yang jelas selama aku mampu buat nyatuin kita berempat kembali, aku bakal ngalakuin itu kok lo gitu sih ?" coba dong lo pikir kita kaya orang di telantarin Step, kita ga di anggep ada, dia udah nyaman ama kehidupan dia di sono. Udah deh lo gausah berharap banyak sama dia dan lebih baik lagi kalo kita cuma bertiga gini ! tuturku masih keras setengah pitam berbalut emosi.
MES YANG NAMANYA SAHABAT ITU KAMU YA MESTI BISA NRIMA DIA KEMBALI SEKALIPUN DIA PERNAH NINGGALIN KITA !!! kini Stevy berubah menjadi cowok tulen.
SAMA AJA JILAT LUDAH SENDIRI KAN "!! teriakku beradu argumen dengan Stevy.
KALO ITU LUDAH DIA SENDIRI NGAPAEN JIJIK ?" YA KALO ITU LUDAH ORANG LAEN BARU AKU JIJIK NGLIATNYA !!!!
NAJIS BANGET AMA ORANG KAYA GITU !!!
KAMU ITU LEBIH NAJIS KALO GA BISA NRIMA SAHABAT KAMU LAGI MES, NI JADI ANAK KERAS KEPALA BANGET SIH DI KASIH PENGERTIAN ?"!!
LO TUH YANG KERAS KEPALA TAPI LEMBEK !!!! EH KAMBING AKU GA LEMBEK !!!!
KALO GA LEMBEK TRUS APA, HAAAA !!!! AKU CUMAN SEDIKIT MELAMBAI AJA KOK !!!!!! Sesaat kami terdiam, dan kami pun tanpa terasa . . .
wkwkwkwkwkwk, goblok banget lo ngaku melambai gitu, wkwkwkwk sumpah cacad abis lo Step !!! hahahahahahaha tawaku lepas dari emosi yang sesaat telah membelengguku.
abisnya situ ngatain lembek kan aku ndak suka yang kenyal kenyal gityu, wkwkwkw . . aku sukanya ama yang empuk empuk gitu soalnya Mes, wkwkwkwk dan Stevy, . .
Mulai lapar . . . Hari itu saya merasa tambah gila setelah beberapa jam bersama Stevy di Coban Rondo. Banyak rasa trima kasih yang saya ucapkan pada sahabat banci satu itu. Bagaimana ia mengukir senyum dan tawa di benak saya sungguh membuat masalah yang tengah saya hadapi terasa enteng dan mudah untuk di lalui. Meski sempat pembicaraan tentang Nabila merembet membuat pebicaraan ini memanas, namun semua itu dapat di tepis dengan rasa persahabatan yang begitu dalam dengan Stevy.
View Single Post .. Live to Love .. #True Story #1662
rakhaprilio Kaskus Holic Join: 29-01-2013, Post: 912 13-12-2013 07:48
Chapter 102. Tak Sejalan Lagi
Meski otak ini terasa gila pasca keluar bersama Stevy, namun ketika saya kembali di hadapkan dengan situasi rumah sakit dan kampus, pastilah rasa stress itu datang lagi menghampiri menyapa dengan lembutnya seolah mengingatkan bahwa kedua hal ini adalah hal yang mutlak tak bisa saya tinggalkan begitu saja. Mencoba bangkit dari rasa terpuruk akan situasi ini, saya putuskan untuk menyelesaikan kuliah terlebih dulu agar waktu di belakang bersama Jovan bisa lebih lama untuknya. Maka dengan ini untuk sementara waktu, frekwensi saya bertemu dengan Jovan sedikit berkurang lantaran saya yang lebih sering menghabiskan waktu di kampus untuk konsul kepada dosen pembimbing. Namun meski begitu, bukan berarti saya berada di kampus lantas saya meningglkan Jovan begitu saja. Saya masih tetap di sisinya dengan sesekali menjenguknya ke rumah sakit meski itu hanya satu sampai dua jam setiap harinya.
Selama masa saya memperjuangkan kuliah di waktu itu, sungguh berat saya rasa. Banyak waktu yang harus saya bagi dan sita untuk menyelesaikan persoalan satu persatu. Mulai dari dosen yang sulit saya temui, hingga secara tiba tiba saya harus pergi ke rumah sakit sebab pasalnya Jovan sedang mencari saya. Di setiap harinya, jika tidak di kampus, pastilah saya berada di rumah sakit atau kontrakan. Ya, hanya tiga tempat itu tempat saya berputar menghabiskan waktu. Pernah suatu hari ketika waktu dua jam saya habiskan untuk menunggu dosen yang telah di janjikan, pada akirnya harus di batalkan karena ada acara mendadak. Dengan hati jengkel pastinya saya marah menanggapi hal semacam ini, lantas pergi ke rumah sakit adalah tempat saya untuk mengadu cerita kepada Jovan mengenai susahnya bertemu dengan dosen dalam melanjutkan skripsi.
Singkat cerita saya telah mendapatkan jadwal ujian untuk sempro dan ujian selanjutnya, terasa pengorbanan waktu saya kini tak sia sia dengan turunnya jadwal tersebut. Mendapat kabar gembira ini pastilah saya kabarkan pada Jovan untuk membuatnya lebih bersemangat juga dalam menjalani hari harinya. Maka siang yang panas di bulan September itu segera saya kebut motor menuju rumah sakit dan mencari keberadaan Jovanda sebab rasa gembira ini ingin begitu rasanya saya bagi bersamanya.
Sesampai di rumah sakit, Nampak kamar Jovan di sibukkan oleh beberapa perawat dan satu dokter spesialis yang menangani Jovanda. Dan saya yang saat itu baru datang di rumah sakit tentu tak tau menau mengenai apa yang tengah terjadi dengan Jovanda. sempat ada rasa kawatir tentang apa yang terjadi dengan pacar semata wayang saya tersebut. Sebab bagaimana ekspresi para perwat yang gugup mondar mandir membawa peralatan medis membuat pikiran saya berfikir yang tidak tidak. Nampak dari sudut kamar saya dapati Evan dan ibunya dengan berwajah kawatir memandang kondisi jovan yang di sibukkan oleh tangan para perawat. Sedangkan saya yang berada di luar ruangan hanya bisa menunggu usainya kejadian ini dan berharap Jovanda masih baik baik saja. Usai semua perwat keluar, Nampak dokter berbincang dengan ibu Jovan untuk beberapa saat dan lantas keluar meninggalkan ruangan. Dengan ini akirnya saya pun bisa masuk melihat kondisi Jovan dan segera bertanya kepada sang ibu.
Jovan kenapa tante, kok tadi banyak perawat ama dokter di sini ?" tanyaku sedikit gelisah.
Jovan pendarahan Rak tuturnya cemas memandang putri sulungnya.
pendarahan gimana tante ?" kok bisa ?" terasa hati saya nyut nyutan mendengar kabar semacam ini.
itu jahitan di kepala Jovan ada yang kebuka beberapa, trus darahnya merembes keluar. Tante gak sadar, posisi waktu itu kan lagi pada tidur. Tau taunya ya baru tadi pagi ada bercak darah di bantal Jovan. Dan itu tante taunya posisi Jovan bangunin tante ngeluh kalo kepalanya pusing banget trus kata dokter tadi gimana tante ?" udah di tanganin kan ?"
iya udah di tanganin, cuman di suruh tunggu perkembangannya aja. Soalnya tadi dokter bilang kepala Jovan kekerungan darah yang membuat tekanannya jadi nggak stabil. Jadi kemungkinan ada beberapa resiko yang muncul pasca jahit ulang ini
moga aja Jovan baek baek aja ya tante ucapku kawatir memandang Jovan yang masih tidur akibat obat bius.
Terpaksa kabar gembira ini harus saya tunda untuk beberapa saat mengingat kondisi Jovan yang belum membaik dan masih di bawah pengaruh obat bius. Maka sambil menunggu Jovan siuman, saya habiskan waktu di kamar Jovan bersama sang ibu juga Evan sambil memebenahi beberapa skripsi saya. Lama membunuh waktu, tanpa terasa malam pun tiba. Tapi saat itu juga belum saya dapati kondisi Jovan untuk siuman, mungkin oprasi dan rasa sakit yang harus ia derita begitu sakit hingga tubuh itu tak punya daya lagi untuk sekedar membuka mata. Karena malam telah larut, saya pun di suruh pulang oleh ibu Jovan sebab besok ada ujian sempro yang harus saya selesaikan. Dan terlebih lagi pada malam itu sang ibu juga sedang piket untuk menemani Jovan serta ada Evan di sampingnya, tentu rasa kawatir itu tak teramat sangat saya rasakan. Maka dengan rendah hati, saya pun berpamitan untuk pulang dan akan kembali esok hari usai urusan di kampus selesai.
Ini adalah hari setelah kamarin di mana saya menjenguk jovan semalaman dan belum mendapatinya siuman. Sebenarnya ada beberapa perasaan kawatir nan resah ingin menjenguk Jovan terlebih dulu sebelum ujian sempro agar mendapat restu dari sang kekasih tercinta semoga ujian ini berjalan lancar adanya. Namun apa daya, pagi ini saya bangun kesiangan mungkin karena kecapaian. Jadi saya putuskan untuk langsung ke kampus dan menuju ke rumah sakit usai ujian sempro.
Kini ujian telah usai, perasaan enteng tentang perkuliahan ini pun terasa sedikit berkurang dengan kelarnya ujian ini. Sungguh masa masa yang melelahkan, bersabarlah wahai diriku saat ini, sebab tak lama lagi masa perkuliahan ini akan segera usai dan saya akan berada di sisi Jovan selamanya tanpa harus terbagi lagi. Dengan perasaan gembira, saya langsung on the way ke rumah sakit dengan maksud sudah jelas itu pasti menjenguk Jovan. Sesampai di sana saya dapati kini sang ayah berada di samping Jovan dengan mimik muka terasa susah meratapi kondisi Jovan di kursi kamar dengan posisi manyandarkan kepala di dinding sedikit mendongak ke atas.
siang om, kok kayanya capek gitu ?" sapaku pada ayah Jovan yang terlihat lesu.
loh Rakha, dari mana ?" gimana ujiannya tadi ?" tanya balik sang ayah tanpa memperdulikan sapaanku.
alhamdulilah lancar om, ini baru dari kampus langsung mampir ke sini. Oiya, gimana perkembangan jovan om ?"
masih sama Kha kaya kemaren, malahan pagi ini agak ada hal yang aneh sama Jovan pasca di jahit ulang
aneh gimana om ?" tadi pagi pas dia bangun tidur, om sapa. Tapi respon dia lama, nunggu beberapa detik baru dia jawab. Itu pun ia mandang om kaya mandang orang laen aja. Seolah yang ada di depannya ini bukan bapaknya Kha keluh ayah Jovan padaku.
itu kalo ga salah emang efek dari oprasinya om, jadi secara bertahap mungkin Jovan mulai lambat dalam merespon atau mengenali seseorang om jelasku menuturkan kebenaran ini.
ya tapi gimana rasanya Kha kalo seorang ayah yang ada di depan, anaknya butuh waktu untuk mengenalinya. Padahal sejak kecil om rawat jovan pake tangan om sendiri. Kalo Evan beda lagi, dia emang deket sama ibunya ketimbang ayahnya. Makanya kalo jovan sampai kenapa kenapa, yang paling susah itu ya om
yang sabar aja om, smua pasti ada hikmahnya. Saya di sini juga ngrasa sedih ngliat Jovan kaya gini. Apa lagi om, saya gak tau harus ngomong gimana lagi tuturku sedih hanya bisa duduk di sebelah ayah Jovan.
Beberapa jam kemudian camer saya pun pamit untuk menjemput sang ibu serta Evan untuk menggantikan sift jaga yang telah di jadwal oleh keluarga. Maka saya di amanatkan utuk menjaga Jovan sesaat menunggu kedatangan sift berikutnya, jelas dengan enteng saya pasti mengiyakan dengan baik jika dalam hal mengurus Jovan seperti ini.
Kisah Dua Naga Di Pasundan 3 Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api Menerima Tanda Jasa 2

Cari Blog Ini