Sapta Siaga 15 Menerima Tanda Jasa Bagian 2
Akhirnya Janet membuka mulut. Mukanya agak merah.
"Tentu saja aku sendiri tidak mendengar apa yang dikatakan orang yang mengaku bernama Tom Smith itu," katanya, "tapi menurut kalian tadi, ternyata walau ia tahu di mana pohon itu, tapi ia tidak bisa mengambil kotak medali yang tersembunyi di situ karena tangannya terlalu besar. Nah! Apa yang akan dilakukannya sekarang" Kurasa tentu ia akan bersembunyi di dekat situ, menunggu sampai kawannya datang untuk mengambil kotak itu lagi. Saat itu akan dirampasnya barang curian itu. Nah! Bagaimana jika salah seorang dari kita pergi ke sana dan ikut menunggu, untuk melihat di mana letak pohon itu" Skippy bisa diajak, karena nanti...
"Ya, nanti ia menggonggong dengan galak, supaya pencuri-pencuri itu lari, lalu kita cepat-cepat merogoh ke dalam lubang!" seru Peter dengan gembira. "Hebat, Janet!"
"Yah - aku sebenarnya ingin mengusulkan pula agar polisi juga diajak mengintai ke sana," kata Janet.
"0, begitu," kata Peter la
gi. "Tidak, kurasa lebih baik jangan diajak. Nanti mereka mengatakan, hadiah yang ditawarkan harus diberikan. Siapa tahu, mungkin harus diserahkan pada badan kesejahteraan polisi, atau semacam begitu. Aku bukannya tidak setuju menyumbang pada badan itu - tapi kita kan tahu Jenderal Branksome tidak kaya. Baginya, uang lima puluh pound banyak sekali! Jika kita bisa menemukan sendiri medali-medali itu, maka kita bisa mengatakan padanya, "Terima kasih banyak, Pak - tapi Anda tidak perlu memberikan hadiah pada kami. Habis perkara!"
"Lagipula polisi kan badannya besar-besar," kata Barbara. "Nanti pasti langsung ketahuan! Sedang kita kecil-kecil. Kita bersembunyi di atas pohon, berlindung di balik dedaunan!"
"Dan kita pasti aman, kalau Skippy diajak," sambung Pam. "Ya kan, Skip""
"Guk!" gonggong Skippy dengan bangga. Ia mengibas-ngibaskan ekornya. Jadi ia juga akan diajak mengalami petualangan seru. Hah - pasti anjing-anjing tetangga merasa iri nanti, kalau. mendengar ceritanya!
Anak-anak pun mulai bersemangat.
"Aku saja yang pergi!" kata Colin. "Sebab kan aku yang diberi tugas menyelidiki pencurian medali-medali ini."
"Aku juga pergi, karena aku yang mendapat gagasan ini," kata Janet.
"Aku juga, karena aku pemimpin Sapta Siaga," kata Peter tidak mau kalah.
"He, he - mana mungkin kita semua pergi!" kata George. "Nanti langsung ketahuan oleh si pencuri, begitu ia datang."
"Dari mana kau tahu ia akan datang ke dekat tempat kita bersembunyi"" kata Janet. "Siapa tahu, mungkin saja pohon berlubang itu letaknya jauh dari kita."
"Kita sudah tahu, pohon itu tidak jauh dari tempat kita piknik tadi," kata Colin. "Sudahlah, jangan ribut terus. Jika kita semua pergi, pasti kacau nanti. Dan aku juga sangsi, apakah Skippy harus ikut. Karena siapa tahu ia nanti menggonggong terlalu cepat, sehingga pencuri sudah lari sebelum ia sampai di dekat pohon yang kita cari."
"Betul juga katamu, Colin," sambut Peter. "Kurasa apabila Skippy diajak, ia harus ditempatkan agak jauh, ditemani salah seorang dari kita. Nanti kalau ada yang memberi isyarat dengan peluit - aku bisa melakukannya - nah, saat itu baru Skippy dilepaskan!"
Mereka melanjutkan perundingan dengan bersemangat. Akhirnya semua selesai diatur. Kemudian Peter mengulanginya sekali lagi, supaya benar-benar jelas.
"Kita jangan bilang pada siapa-siapa tentang hal ini. Nanti kita berkumpul lagi di sini, apabila hari sudah gelap. Bawa syal, karena mungkin nanti malam dingin. Dan jangan lupa membawa senter. Periksa dulu, apakah baterainya masih baik. Jangan sampai tahu-tahu senter kalian padam nanti!"
"Malam ini kan terang bulan," kata Pam.
"Ya aku tahu," kata Peter. "Tapi bisa saja bulan tertutup awan! Lagipula dalam hutan kan selalu gelap. Nah, apabila kita sudah dalam hutan nanti, kita tidak boleh ribut. Kalau bicara, berbisik-bisik. Mengerti""
"Ya," bisik teman-temannya, seolah-olah sudah berada dalam hutan.
"Kita bersembunyi di atas pohon, atau dalam semak, sambil mengamat-amati pepohohan di sekitar kita," kata Peter melanjutkan. "Colin, kautunjukkan nanti di mana kalian piknik tadi pagi. Lalu kita memencar, bersembunyi di tempat yang berbeda-beda. Dengan begitu apabila pencuri itu datang, salah seorang di antara kita pasti akan melihatnya. Tapi jangan berisik, apalagi cekikikan! Mengerti""
"Ya," kata teman-temannya lagi. Para anggota yang perempuan agak merinding. Tegang sekali rasanya saat itu!
"Kita mengintip pencuri itu, melihat ke pohon mana ia pergi," kata Peter. "Lalu Skippy dilepaskan, supaya mengejar pencuri itu sampai ia lari pontang-panting. Lalu kita cepat-cepat mengambil kotak medali dari lubang dalam pohon itu!"
"Ini petualangan kita yang paling seru!" kata Barbara. "Dan yang paling berbahaya!"
"Tidak berbahaya, jika kau menaati peraturan," kata Peter. "Dan ingat - apabila ada di antara kalian yang kemudian merasa takut, ia harus tetap berada di tempat persembunyiannya! Jangan sekali-sekali lari, karena nanti semuanya kacau! Nah, begitu sajalah - rapat kututup sekarang. Ingat, begitu hari sudah gelap, kalian harus cepat-cepat datang kemari. Yang datang terla
mbat, ditinggal!" Semuanya bertekat, takkan datang terlambat nanti. Siapa mau ditinggal, sementara teman-teman mengalami petualangan yang asyik dan menegangkan!
"Mudah-mudahan saja kita berhasil menemukan medali-medali itu!" kata Colin pada dirinya sendiri, dalam perjalanan pulang. "Aku kepingin melihat reaksi Jenderal Branksome apabila barang-barang kesayangannya itu dilihatnya lagi Itulah yang paling kepingin kulihat!"
"VIII MENGINTAI "Susi, adik Jack yang bandel, malam itu heran dan ingin tahu, ketika melihat abangnya sibuk memasukkan baterai baru ke dalam senternya.
"Kau akan pergi lagi malam ini"" tanya Susi. "Mau ke mana""
"Ke mana aku pergi, itu bukan urusanmu!" tukas Jack. "Kau ini, selalu mau mencampuri urusan orang."
"Aku tahu - kau akan pergi dengan teman-temanmu dari Sapta Siaga," tebak Susi. "Ayo mengaku! Bilang sajalah."
"Tidak," bentak Jack jengkel.
"Ah - kalau begitu, kau memang mau pergi ke salah satu tempat."
""Sayang kau bukan laki-laki," kata Jack, "Coba kalau laki-laki, sudah kupukul kau sekarang. Sekarang jangan ganggu aku lagi!"
"Nanti akan kuikuti dari belakang," kata Susi lagi. Anak itu memang menjengkelkan! "Dan Binki akan kuajak!" .
"Awas, kalau kalian berani!" Jack kaget mendengar ucapan adiknya itu. "Ini urusan Sapta Siaga, dan bukan urusan orang lain. Kalian jangan ikut campur!"
"Kalau begitu, katakan apa urusan itu," kata Susi nekat.
Jack pergi sambil marah-marah. Ia masuk ke kamarnya, lalu mengunci pintu dari dalam. Ia kesal sekali pada Susi. Adiknya itu tajam sekali penciumannya. Selalu tahu, kalau Sapta Siaga sedang menghadapi petualangan. Betulkah adiknya itu akan mengikutinya dari belakang nanti, bersama temannya Binki yang' hidungnya selalu bergerak-gerak seperti hidung kelinci" Yah - Jack memutuskan untuk cepat-cepat berangkat, supaya masih ada waktu untuk menyesatkan Susi nanti.
Para anggota Sapta Siaga sibuk bersiap-siap, 'sambil mengingat-ingat petunjuk Peter tadi. Skippy bingung, ia tidak mengerti, apa sebabnya Peter dan Janet gelisah terus. Kedua anak itu sudah tidak sabar lagi. Lama sekali rasanya malam tiba!
"Skippy - kau nanti harus patuh pada perintah, ya," kata Peter pada anjingnya. "Mungkin kau harus menerjang orang itu - tapi jangan kaugigit, tahu! Dan jangan menggonggong, sampai saat kusuruh. Kau mengerti""
""Guk,'.' gonggong Skippy dengan gembira. Tentu saja ia mengerti! Menurut perasaan seluruh anggota Sapta Siaga, lama sekali rasanya malam kali itu tiba! Tapi kemudian datang awan gelap bergulung-gulung. Dengan cepat hari menjadi gelap. Peter dan Janet sudah gelisah saja pada saat makan malam, sehingga akhirnya ibu mereka ingin tahu sebabnya.
"Kalian kurang enak badan barangkali"" tanya Ibu.
"Wah, bukan begitu, Bu!" jawab Peter dengan cemas. "Anu malam ini Sapta Siaga hendak mengadakan rapat. Karena Ibu sebentar lagi akan pergi dengan Ayah, lebih baik sekarang saja kami mengatakan selamat tidur. Sampai besok, Bu!"
"Tapi kalau rapat nanti jangan sampai terlalu malam, ya," kata Ibu mengingatkan. "Kami nanti pulang sekitar tengah malam. Saat itu kalian tentunya sudah lama pulas!"
Peter merasa lega, karena tahu orang tuanya akan pergi. Ia dan Janet sudah siap untuk berangkat. ,Senter sudah diperiksa, dan dalam kantong sudah ada permen untuk dikulum di tempat mengintai nanti. Serta syal untuk dibelitkan ke leher, apabila hawa malam ternyata dingin.
Tak lama kemudian, ketujuh anggota Sapta Siaga sudah berkumpul dalam gudang. Mereka datang dengan diam-diam.
"Semua sudah hadir"" tanya Peter. "Bagus! Senter kalian sudah diperiksa" Bagus! Tidak lupa membawa syal" Bagus."
"Setelah itu mereka berangkat. Skippy berjalan di belakang Peter. Bulan sudah muncul di langit. Tapi ketika anak-anak masuk ke dalam hutan, mereka bergerak dalam kegelapan kembali. Cahaya bulan tidak memancar sampai ke situ.
"Bunyi langkahkah itu - di belakang kita"" kata Peter setelah beberapa saat. Ia berhenti berjalan. "Aku merasa kayak mendengar bunyi ranting patah."
Kening Jack berkerut. Mudah-mudahan saja bukan Susi dan Binki. Tapi rasanya Susi tadi tidak melihatnya, sewaktu i
a menyelinap meninggalkan rumah.
Anak-anak meneruskan langkah, karena setelah itu tak terdengar lagi bunyi yang mencurigakan. Barbara memegang lengan Pam. Ia bukannya takut, tapi rasanya lebih enak jika tahu ada orang di dekatnya. Sedang Pam juga merasa senang. Mereka akan mengalami Petualangan yang asyik!
Skippy berjalan sambil mengendus-endus ke sana dan kemari. Ia senang, karena berjalan-jalan malam hari bersama Sapta Siaga. Setelah,berjalan eberapa lama, akhirnya mereka tiba di tempat Colin dan teman-teman piknik pagi itu.
"Nah - kita tahu, pohon tempat kotak medali disembunyikan, letaknya tidak jauh dari sini," bisik Peter. "Sekarang kita memencar, mencari tempat persembunyian sendiri-sendiri. Di mana saja boleh, asal tersembunyi. Tapi harus memencar, supaya banyak pohon yang terlihat oleh kita semua."
Anak-anak berpisah-pisah. Peter memanjat pohon, begitu pula Jack. Janet menemukan semak yang cukup lebat, dari balik mana ia bisa mengintip. Pam bersembunyi dalam semak tanaman pakis. Dalam hati ia berdoa, mudah-mudahan tidak ada orang lewat di situ dan menginjaknya nanti. Barbara menyusup ke tengah semak lebat. Tempatnya sangat tersembunyi, sehingga bahkan teman-temannya sendiri tidak ada yang tahu bahwa ia ada di situ.
"Wah, tempat ini enak! Bisa rasanya nanti pulas di sini," katanya dalam hati. Tapi tentu saja hal itu tidak dilakukannya, karena ia ingin mengalami kejadian yang menegangkan nanti!
Colin dan George memanjat sebatang pohon ek yang sudah tua. Mereka berbaring pada suatu dahan yang lebar, sambil berbisik-bisik. Skippy berbaring di tengah serumpun pakis yang tumbuh di bawah pohon tempat Peter bersembunyi. Telinganya diruncingkan ke atas. Ia menunggu bisikan tuannya yang ada di atas, menyuruhnya beraksi.
Anak-anak saling tidak bisa melihat. Itu bagus, pikir Peter. Bagus sekali! Artinya, orang yang datang nanti takkan bisa melihat mereka pula.
Tiba-tiba terdengar bunyi burung hantu. Datangnya dari sebuah pohon di dekat situ. Sapta Siaga kaget karenanya. Skippy langsung menggeram-geram. Peter mendesis, menyuruhnya diam. Skippy menurut. Ia merebahkan diri kembali, dan telinganya ditegakkan lagi seperti tadi. Seenaknya saja burung hantu itu, mengejutkan orang - eh, anjing!
Seekor kelinci muncul dari liangnya, lalu melompat-lompat dengan santai di rumput. "Kemudian muncul lagi seekor, dan kedua kelinci itu seakan-akan menari-nari, berkejar-kejaran. Mereka bermain-main. Cahaya bulan masuk lewat sela-sela pohon, menerangi kedua binatang itu.
Skippy memejamkan mata. Ia tidak tahan melihat pemandangan di depannya. Ada dua kelinci begitu dekat padanya - tapi ia tidak boleh mengejar.
Seekor tupai melompat-lompat di atas dahan tempat Colin dan George berbaring. Binatang itu kaget, melihat kedua anak itu. Tapi Colin dan George tidak bergerak sedikit pun. Akhirnya tupai yang datang itu hilang rasa takutnya. Kedua bayangan gelap itu pasti bagian dari dahan, pikirnya. Tupai' itu mendekat, lalu mengendus-endus muka Colin dan Jack.
"Huu - jangan menggelitik!" desis Colin. Tupai tadi kaget, lalu cepat-cepat lari menjauh.
Kasihan Jack - sekarang terasa hidungnya gatal. Ia menelan beberapa kali, berusaha melenyapkan rasa hendak bersin. Tapi tak berhasil. Jack bersin nyaring sekali, sampai kelinci yang sedang bermain-main di tanah lari pontang-panting - dan para anggota Sapta Siaga yang lain nyaris pingsan karena kaget. Peter yang bersembunyi di atas pohon di dekat situ, bahkan nyaris terjatuh karenanya. Untung ia sempat berpegangan!
"Goblok!" desisnya marah. "Nyaris saja aku terjatuh karena bersinmu itu! Jangan ulangi lagi, ya!"
"Aku tidak bisa menahannya," bisik Jack menjawab dengan nada tersinggung. "Aku sendiri juga hampir jatuh, Wah -terang sekali sinar bulan di sini!"
"Sssst!" desis Peter. Ia sudah takut saja, jangan-jangan anak-anak yang lain lantas mengobrol beramai-ramai.
Hutan sunyi kembali. Angin mulai bertiup pelan, Di mana-mana terdengar bunyinya mendesah-desah. Burung hantu yang tadi melayang ke dekat semak pakis tempat persembunyian Pam, lalu berteriak sekali lagi, Bunyi itu begitu dekat, sehingg
a Pam meloncat sambil menjerit kaget. Jeritannya mengagetkan kawan-kawannya.
"Kau pulang saja, Pam!" desis Peter sambil marah-marah. "Ayo pulang - cepat!"
Pam merunduk kembali di tempat persembunyiannya. Ditahannya air matanya yang hendak menetes. Ia tidak mau pulang. Sialan burung hantu itu! Kenapa berbunyi begitu dekat ke telinganya, sehingga ia kaget dan menjerit"
"Suasana sunyi kembali. Burung hantu itu sudah pergi. Tidak ada yang bersin. Tidak ada yang batuk-batuk. Tapi terdengar seseorang menguap!
"Ssst!" bisik Peter. "Kurasa ada orang datang!"
Anak-anak lantas diam, sediam-diamnya. Hati mereka berdebar keras. Pam sudah khawatir saja, jangan-jangan debaran jantungnya terdengar orang lain. Ya, betul - ada orang datang. Mereka semua bisa mendengar langkah pelan di dalam hutan. Sekali-sekali terdengar keretak ranting patah terinjak kaki. Dan satu dua kali bunyi orang mendehem. Siapakah yang datang itu" Pencuri yang menyembunyikan kotak medali" Atau Tom Smith" Atau orang lain, yang kebetulan saja ingin berjalan-jalan dalam hutan malam itu"
Ternyata yang datang Tom Smith! Ia berjalan diterangi cahaya bulan. Apakah ia datang hendak mencari kotak medali" Tidak mungkin, tangannya terlampau besar. Ia takkan bisa menjangkau ke dalam lubang tempat penyembunyian kotak itu. Jadi ia harus menunggu sampai orang yang satu lagi datang. Orang bertangan langsing yang mencuri kotak medali, lalu menyembunyikannya dalam lubang sebatang pohon di situ.
Tom Smith berjalan sambil bersiul-siul. Ia lewat dekat sekali dengan semak pakis tempat Pam bersembunyi. Anak itu sudah takut saja, jangan-jangan Tom Smith menginjaknya. Tom Smith berhenti melangkah, lalu memandang berkeliling. Anak-anak merasa bahwa ia mencari mereka. Padahal tentu saja tidak begitu halnya. Walau demikian, para anggota Sapta Siaga merunduk semakin rendah di tempat persembunyian masing-masing.
"Ia menunggu kedatangan kawannya yang pencuri," pikir Peter sambil mengintip dari "atas pohon. "Pasti ia mencari tempat persembunyian, supaya bisa mengintai pohon mana yang didatangi temannya nanti!"
Sementara itu Tom Smith sudah bersembunyi. Ia menunggu kedatangan seseorang.
" "IX DALAM KESULITAN
Tom Smith bersembunyi di batik sebatang pohon ek yang besar. Ia tidak tahu bahwa Colin dan George berbaring pada sebuah dahan, di atas kepalanya. Kedua anak itu nyaris tidak berani bernapas, karena takut terdengar oleh laki-laki yang bersembunyi di kaki pohon. Skippy berbaring tidak jauh dari situ. Ia merapatkan perutnya ke tanah. Semua diam tak bergerak. Padahal hati mereka berdebar keras. Semua tegang, menunggu kejadian selanjutnya.
Tiba-tiba terdengar suara gonggongan. Tapi bukan Skippy yang menggonggong itu. Ketujuh anak yang sedang bersembunyi kaget dan memasang telinga. Ada anjing lain datang! Barangkali pencuri bertangan langsing itu membawa anjing - sebagai penjaga! Mungkin ia merasa curiga, jangan-jangan Tom Smith mengintai dan hendak merampas barang curiannya yang disembunyikan. Dan kecurigaan itu memang beralasan!
Terdengar bunyi siulan pelan, sementara di dekat Pam lewat seorang laki-laki. Ia berjalan sambil bersiul-siul, diiringi seekor anjing besar.
"Aduh, anjing herder," pikir Peter cemas. "Mudah-mudahan saja Skippy tidak tercium olehnya. Skippy pasti kalah, kalau berkelahi dengan lawan sebesar itu. Wah, gawat nih!"
Tiba-tiba anjing herder itu menggeram. Apakah ia mencium bau Skippy - atau mungkin salah seorang anggota Sapta Siaga"
"Diam, Nabber," kata orang yang berjalan dengan anjing itu. "Di sini tidak ada siapa-siapa Kau pasti mendengar kelinci tadi."
Laki-laki itu melintasi suatu tempat yang diterangi cahaya bulan. menuju sekelompok pepohonan. Nabber mengikutinya, sambil menggeram-geram terus. Anak-anak yang mengintip, melihat Tom Smith menyelinap keluar dari tempat persembunyiannya. Anjing herder berhenti lalu memalingkan kepala. Geramannya semakin keras bunyinya.
"Aku ada di sini, Wily," seru Tom Smith, "Ambil dulu medali-medali itu - setelah itu kita berunding. Pemilik barang curianmu itu kini menyediakan hadiah bagi orang yang menemukannya kembali.
Kita bagi dua hadiah itu!"
"Tidak mau," kata orang yang bernama Wily. Ia tertawa mencemooh. "Hah - mestinya harus sudah kukira bahwa kau akan mengintip di sini. Sekarang pergi - kalau tidak ingin digigit Nabber!"
"Aku takkan diapa-apakan olehnya, karena dia kan kenal padaku," jawab Tom. "Ayo - ambil barang itu sekarang!"
"Ambil saja sendiri," balas Wily. "Ini - barangnya ada di sini, di dalam lubang pohon ini. Kalau kau ingin mendapatkannya, masukkan tanganmu yang besar itu ke dalam lubang ini - kalau bisa!"
"Kau kan tahu, tanganku- tidak bisa masuk di situ," kata Tom dengan sengit. "Rupanya kau hendak menipu aku - datang ke sini malam-malam, mengambil medali-medali itu tanpa sepengetahuanku. Tidak, Wily- kauambil barang itu sekarang juga, lalu kauserahkan padaku. Ayo cepat! Atau kau kepingin berkelahi dengan aku" Selusin kepalan tanganmu yang kecil itu, masih . belum bisa menandingi kepalanku yang besar ini!"
Wily mulai beringsut-ingsut menjauhi pohon. Ia tertawa mengejek, sehingga Tom Smith hilang kesabarannya. Terdengar bunyi benturan keras-keras dan tahu-tahu Wily sudah terkapar di tanah. Anjing herder yang mengiringinya langsung menyerang TOm Smith - dan detik berikutnya ia yang terjengkang jatuh!
Anak-anak memperhatikan kejadian itu dengan perasaan takut bercampur heran. Hanya Skippy yang menonton dengan asyik. Ia ingin sekali membantu anjing herder itu. Tahu-tahu ia sudah menggonggong dengan nyaring.
Seketika itu juga anjing herder itu berpaling. Kelihatannya heran, mendengar gonggongan yang tiba-tiba itu. Tom Smith meloncat bangkit, sementara laki-laki yang satu lagi memanggil Nabber.
"Tangkap anjing itu!" perintahnya.
Dengan segera Nabber menerjang ke arah Skippy. Skippy ditubruknya, sampai jatuh terguling-guling. Tapi Skippy menyangka anjing itu mengajaknya bermain-main. Ia bergegas bangun, lalu meloncat-loncat- mengelilingi Nabber sambil mendengking-dengking. Tidak sering ada kesempatan baginya untuk bermain-main dengan anjing sebesar itu!
Peter cepat-cepat turun dari atas pohon, disusul oleh Jack. Keduanya khawatir Skippy digigit anjing besar itu.
"Skip! Sini, Skip! Skippy!" panggil Peter.
Anjing herder itu heran, karena tahu"-tahu melihat dua anak laki-laki turun dari atas pohon. Sedang Tom Smith dan Wily, keduanya melongo sesaat. Mula-mula anjing spanil, dan kini dua anak laki-laki! Apa sebetulnya yang sedang terjadi saat itu, pikir mereka.
Sementara itu Skippy masih menari-nari terus, mengelilingi anjing herder yang tertegun karena "heran. Tapi Tom dan Wily segera pulih dari kekagetan mereka. Keduanya menghampiri Peter dan Jack. Tom menggoncang-goncang bahu Peter dengan kasar.
"Apa yang kalian lakukan di sini" Mengintip, ya!" Kalian bisa saja tadi digigit Nabber! Kalau itu terjadi, baru tahu rasa!"
"Lepaskan aku!" tukas Peter dengan sengit. "Ya - kami memang sedang mengintip di sini! Tadi pagi kau mengatakan pada kawan-kawanku tentang kotak medali yang disembunyikan kawanmu yang bertangan langsing itu dalam lubang sebatang pohon di sekitar sini! Karenanya kami datang untuk mencarinya, supaya bisa dikembalikan pada pemiliknya yang sah!" .
"Bukan itu saja! Kami pun bermaksud akan langsung pergi ke kantor polisi," kata Jack. "Pasti kalian akan segera tertangkap oleh polisi!"
Tiba-tiba Tom Smith menyambar lengan Peter. Ditariknya anak itu ke dekatnya, lalu diperhatikan tangan kanannya.
"Ayo ikut!" bentaknya. "Kau yang akan mengambilkan kotak medali itu untukku! Tanganmu cukup kecil, jadi bisa dirogohkan ke dalam lubang itu. Ayo!"
Peter diseretnya ke arah pohon, di dekat mana ia tadi bertengkar dengan Wily. Melihat Peter diser"t-seret, Skippy marah. Anjing kecil itu menggigit celana Tom Smith. Orang itu menendang. Skippy mendengking kesakitan.
"Jangan kautendang anjingku!" kata Peter marah. Tapi Tom Smith menendang sekali lagi. Skippy mendengking kena tendang. Janet tidak tahan lagi, Tahu-tahu ia muncul dari dalam semak tempatnya bersembunyi selama itu, lalu lari menghampiri Skippy.
"Skippy! Aduh, Skip - kau cedera""
Tom Smith dan Wily tercengang, ketika melihat tiba-tiba ada seorang anak
perempuan muncul dari dalam semak.
"He! Kalian berapa orang yang ada di sini"" kata Tom sambil memandang berkeliling. "Apa yang kalian lakukan malam-malam begini di sini""
Para anggota Sapta Siaga yang selebihnya tidak tahan lebih lama lagi bersembunyi. Pam meloncat keluar dari semak pakis, Barbara muncul dari dalam semak lebat, sementara Colin dan George meluncur turun dari atas pohon.
"Apa-apaan 'ini"" kata Wily. Ila kaget sekali, melihat begitu banyak anak-anak muncul dengan tiba-tiba,
"Mereka anggota suatu perkumpulan konyol, begitulah cerita mereka tadi pagi padaku," kata Tom Smith sambil mengeluh. "Sudahlah, Wily---ambil saja kotak itu dari dalam lubang, lalu kita cepat-cepat pergi dari sini."
"Tidak! Aku tidak percaya padamu," kata Wily dengan sikap curiga.
"Baiklah! Kalau begitu, kusuruh anak ini saja mengambilnya," kata Tom Smith marah. Ditariknya Peter, dibawanya ke sebatang pohon tua yang besar. Agak tinggi pada batang pohon itu ada sebuah lubang. Tom Smith memaksa agar Peter memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Ia menyorotkan senter, supaya anak itu bisa melihat apa yang harus dilakukan.
"Aduh! Jangan!" teriak Peter. "Tanganku terlalu besar. Hentikan, kataku. Lecet tanganku kaudesak-desakkan terus ke dalam lubang. Sungguh, tanganku terlalu besar, tidak bisa dimasukkan ke dalamnya!"
"Baiklah!" kata Tom. Dipegangnya Pam, yang berdiri memperhatikan dengan perasaan ngeri.
"Nah - tangannya langsing. Ayo, kau saja yang mengambilkan kotak itu untukku. Ayo cepat!"
"Jangan sentuh dia. Kau menakut-nakutinya," kata Peter marah. "lihatlah, tubuhnya gemetar. Kalau kau ingin dia melakukan apa yang kausuruhkan padanya, lebih baik kau menjauh dulu. Ya kan, Pam""
Sambil berkata begitu, Peter menyenggol Pam. Pam langsung pura-pura menangis.
"Kau berdiri di belakangku, Peter," katanya dengan suara gemetar. "Aku takut! Orang-orang itu jangan boleh mendekat Nanti, tanganku gemetar terus, sehingga tidak bisa kumasukkan ke dalam lubang."
"Ya deh, ya deh, kami menjauh," kata Tom. "Nah, sekarang sudah cukup jauh, kan" Masukkan tanganmu ke dalam lubang itu, kaupegang kotak yang teraba, lalu tarik ke luar dengan hati-hati'."
Saat itu Peter cepat-cepat berbisik di telinga Pam.
"Cepat, keluarkan kotak itu lalu berikan padaku - tapi kau harus pura-pura mencarinya."
Pam merogoh ke dalam lubang. Dengan segera kotak yang dicari ditemukan, lalu dikeluarkan dengan cepat dan disambut oleh Peter. Peter membuka kotak itu cepat-cepat, mengambil medali-medali yang ada di dalamnya lalu mengantonginya. Sementara itu ia terus berbicara dengan Pam.
"Ya - begitu! Hati-hati, Pam! Bagaimana, sudah kautemukan" Sekarang tarik ke luar. Tapi hati-hati. Hati-hati, kataku! Kedua orang itu tidak mendekat, jadi kau tidak usah takut. Ya - begitu- nah, ini dia kotak yang dicari!"
Mendengar perkataannya itu, kedua laki-laki tadi langsung menghampiri Peter. Peter menyerahkan kotak kosong pada Tom Smith Dalam hati ia berdoa, semoga Tom tidak membukanya. Ternyata Tom langsung memasukkan kotak itu ke dalam kantong, karena takut dirampas oleh Wily. Tom berpaling hendak pergi. Tapi Wily cepat-cepat memegang lengannya.
"Tunggu dulu!" kata Wily. "Bagaimana dengan anak-anak ini" Mereka pasti akan bergegas "melaporkan pada polisi. Kita harus mendapat waktu yang cukup untuk melarikan diri, Tom. Dan ingat - aku akan terus berada di sampingmu, sampai kauserahkan setengah dari medali-medali yang ada dalam kotak itu kepadaku."
"Ah - kita kan tidak bisa mengikat anak-anak ini, Wily," kata Tom. "Tali saja kita tidak punya."
"Yah - kalau begitu kita tinggalkan Nabber di sini menjaga mereka," kata Wily. "Kalau ada yang mencoba hendak lari, pasti akan langsung digigit olehnya. Nabber akan menjaga di sini sampai pagi, jika aku menyuruhnya."
"Bagus," kata Tom senang. "Kalau begitu, suruh saja dia."
"Jaga di sini, Nabber! Jaga di sini semalaman, mengerti! Jaga, Nabber!" kata Wily pada anjingnya. "Giring anak-anak, lalu jaga mereka. Jaga!"
"He! Kau tak boleh berbuat begitu!" seru Peter. Tapi Wily tak mengacuhkannya lagi. Ia bergegas pergi mengikuti Tom Smith,
sementara Nabber mendengking karena ditinggal. Tapi anjing itu biasa patuh pada perintah.
Anak-anak digiringnya ke suatu tempat, lalu ia sendiri duduk menjaga mereka. Skippy juga ikut digiring. Nabber ternyata anjing penjaga yang sangat waspada!
"Ini benar-benar sudah keterlaluan!" tukas Colin. "Apa kata orang tua kita nanti, apabila ketahuan bahwa kita tidak ada di rumah" Pasti mereka akan bingung dan gelisah memikirkan kita! Aku tidak mau tinggal di sini sepanjang malam!" .
Colin'meloncat bangkit, lalu melangkah pergi. Tapi dengan segera Nabber mengejar. Disambarnya lengan jas Colin, lalu ditariknya kembali ke tempat anak-anak yang lain.
"Percuma, Colin," kata Peter. "Dia sudah terlatih untuk melakukan tugas begitu. Kalau kita masih tetap berusaha lari, nanti digigit olehnya."
"Yah - pokoknya medali-medali itu kini sudah berpindah ke kantong Peter!" kata Pam dengan tiba-tiba, sambil tertawa. "Kedua orang tadi cuma mendapat kotak yang tidak ada isinya. Peter pintar sekali - menyuruh aku pura-pura ketakutan! Untung saja mereka tidak melihat perbuatan kita tadi! "
"Apa maksudmu"" tanya Janet heran.
Peter mengeluarkan sebuah medali dari kantongnya. Sambil tertawa. diangkatnya tanda jasa itu, sehingga diterangi cahaya bulan.
"Kau hebat tadi, Pam!" katanya. "Pintar sekali berpura-pura! Gerakannya cepat sekali, sehingga aku sempat membuka kotak dan mengeluarkan semua medali yang ada di dalamnya - lalu menutupnya kembali, dan menyerahkannya dalam keadaan kosong pada Tom Smith."
Para anggota Sapta Siaga tertawa geli. Mereka terpingkal-pingkal. Puas sekali rasanya, berhasil memperdayai dua orang pencuri Kini kedua orang itu lari dengan kotak yang tidak ada isinya lagi. Sedang medali-medali, semuanya aman dalam kantong Peter!
" X LAGI-LAGI SUSI "Anak-anak duduk di tengah pakis yang tumbuh subur di situ Skippy berbaring di sisi Peter dan Janet. Tak lama kemudian kedua anak itu senang merasakan kehangatan tubuh anjing itu, karena angin malam mulai bertiup. Dinginnya menusuk tulang.
"Hihh - aku kedinginan!" keluh Pam.
"Sebaiknya kita duduk berdempet-dempet," usul Colin. "Yang perempuan di tengah, sedang kami yang laki-laki di sebelah luar. Dengan begitu angin tak terasa dingin."
"Terima kasih, Colin," kata anak-anak perempuan. Mereka lantas duduk saling berdekatan. Peter memangku Skippy, supaya bisa merasakan kehangatan tubuhnya.
"Badanmu enak hangat, Skip," kata Peter. "Kau harus berpindah-pindah, agar semuanya bisa ikut menikmati kehangatan tubuhmu."
Nabber, anjing herder yang ditugaskan menjaga di situ, tidak banyak memperhatikan mereka. Anjing itu duduk membelakangi anak-anak, seolah-olah menunggu tuannya datang kembali.
Tapi begitu anak-anak bergerak sedikit saja, telinga Nabber langsung bergerak ke belakang. Rupanya ia waspada, menunggu tanda ada yang mau melarikan diri. Sekali, ketika Peter berdiri sebentar karena badannya terasa pegal, anjing besar itu dengan segera datang menghampiri sambil menggeram dan memamerkan taring yang runcing-runcing. Jelas bahwa anak-anak mustahil bisa lari. Baru bergerak sedikit saja, pasti sudah dikejar oleh Nabber.
"Sudahlah, Nabber," kata' Colin. "Kami memang tidak berniat minggat - karena toh tidak ada gunanya. Lebih baik kau tidur saja!"
Tapi anjing herder itu tidak bermaksud tidur. Biar disuruh menunggu semalaman, sedikit pun ia tidak akan memicingkan mata. Tapi Skippy berpendapat lain. Anjing kecil itu merasa capek dan bingung. Ada sesuatu yang tidak beres di situ - tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Skippy mendesah. Tahu-tahu matanya sudah terpejam. Tapi segera nyalang kembali, ketika ada seekor kelinci nekat keluar dari liangnya dan mengendus-endus anak-anak yang duduk berkerumun di situ.
"Kedua orang itu pasti bisa melarikan diri," keluh Peter. "Besok pagi jika anjing herder ini pergi, mereka pasti sudah jauh sekali!"
"Aku ingin tahu, kapan mereka akan menyadari bahwa kotak yang mereka bawa sebenarnya kosong," kata Pam. "Aku ingin melihat tampang mereka saat itu. Pasti lucu sekali!"
"Tapi mudah-mudahan saja tidak terlalu cepat mereka menyadari hal itu," kata Jan
et. "Sebab setelah itu mereka pasti buru-buru kembali ke sini untuk menanyakan ke mana medali-medali itu!'"
""Wah, gawat juga jika itu terjadi," kata P"eter sambil meluruskan duduknya. "Sama sekali tak terpikir olehku, mereka bisa kembali. Aduh kalau begitu kita perlu berjaga-jaga. Skippy, kau harus menggeram nanti, kalau mendengar mereka datang lagi, ya!"
Skippy menggonggong tanda mengerti. lalu duduk tegak. Rasa mengantuknya tadi lenyap dengan seketika.
Setengah jam berlalu - rasanya seperti dua jam. Anak-anak semakin merasa kedinginan. Pam menggigil terus, sehingga teman-temannya memprotes. Mereka mengatakan ikut menggigil karenanya.
"Untung Peter mengingatkan kita, agar mernbawa syal," kata Barbara. "Sekarang setidak-tidaknya leher kita tetap hangat."
"Syalku kubelitkan ke kaki," kata Janet. "Rasanya dingin sekali, seperti es."
Tiba-tiba Nabber bangun. Telinganya ditegakkan. Skippy juga ikut bangun.
"He - anjing-anjing ini rupanya mendengar sesuatu," kata Colin. "Lihat saja telinga mereka! Telingaku rasanya juga menegak - walau aku belum mendengar apa-apa!"
Saat itu Nabber mulai menggeram-geram. Tapi Skippy masih diam. Terdengar bunyi samar-samar di kejauhan. Nabber menggeram lagi.
"Kedengarannya seperti bunyi lonceng sepeda!" Kata Colin. "Siapa yang naik sepeda ke Hutan Bramley malam-malam begini""
Nabber menggeram lagi, lalu menoleh ke arah anak-anak. Pandangannya seolah-olah mengata"kan, 'Awas! Jangan bergerak! ' Skippy mendengking. Anak-anak heran. Apa sebabnya Skippy mendengking, dan bukan menggeram"
Kemudian terdengar lagi bunyi lonceng. Ya tidak salah lagi, itu bunyi lonceng sepeda! Anak-anak bergembira.
"Kalau yang datang itu ternyata orang yang sedang jalan-jalan naik sepeda, nanti kita berteriak kuat-kuat," kata Peter. "Siapa tahu ia berhenti mendengar teriakan kita. Lalu kita ceritakan apa yang terjadi di sini."
"Tapi bagaimana ia bisa menghadapi Nabber"" tanya Pam. "Kita perlu memperingatkannya agar hati-hati. Kasihan, apabila sampai digigit Nabber!"
"Wah, betul juga - tak terpikir olehku tadi," kata Peter. "Sialan! Kita tidak boleh menyebabkan sampai orang itu kena gigit."
Kegembiraan anak-anak lenyap. Mereka mendengarkan baik-baik. Mereka ingin tahu, semakin mendekatkah bunyi lonceng itu. Nah - itu dia bunyinya lagi. Tapi - kedengarannya seperti sepasang! Kalau begitu yang datang lebih dari seorang" Peter berpikir-pikir. Mungkin ia bisa berteriak, melarang mereka datang lebih dekat. Lalu meminta mereka mengambil bantuan, serta menjelaskan tentang anjing herder yang menjaga di situ. Aduh, semuanya serba repot rasanya.
Kini terdengar suara-suara orang. Tapi suara anak-anak, bukan orang dewasa! Aneh. Mau apa anak-anak keluyuran malam-malam begini di tengah hutan"
"Tiba-tiba Jack bergegas bangun sambil berteriak keras.
"Itu kan suara Susi!" katanya. "Dan Binki! Pasti itu mereka!
"Mau apa mereka, naik sepeda malam-malam di sini"" tanya Peter bingung.
"Susi tahu, kita merencanakan sesuatu malam ini," kata Jack. "Kau tahu kan, adikku itu selalu ingin tahu segala-galanya. Ya, ya, Nabber - aku kan cuma berdiri saja, bukan mau minggat! Sudahlah, berbaringlah lagi! Nah - begitu. Peter, kurasa Susi tadi membaca catatan dalam buku notesku. Di situ kutulis tentang rencana kita akan kemari. Dan ia sudah mengatakan, akan membuntuti aku."
"Pokoknya, sekali ini aku pasti senang melihat adikmu itu muncul, bersama Binki, temannya yang konyol," kata Peter. "Ya, kedengarannya itu memang suara mereka. Yuk, kita panggil beramai-ramai!"
Suara mereka berkumandang dalam hutan yang gelap, memanggil-manggil nama Susi. Nabber kaget, kenapa anak-anak dengan tiba-tiba saja berteriak-teriak. Dipandangnya anak-anak dengan bingung. Ia tidak tahu, apa yang harus dilakukan. Yah, pokoknya mereka tidak melarikan diri. Cuma berteriak-teriak saja. Karenanya Nabber lantas berbaring lagi. Tapi Skippy semakin bersemangat! Ia juga mendengar suara Susi dan Binki. Ia langsung mengenali mereka. Anjing kecil itu lari menyongsong. Nabber memandang saja, tanpa bermaksud mengejar. Skippy kan bukan anak-anak. Ia tidak ditugaskan menj
aga anjing! "Peter mendengarkan suara Susi dan Binki, yang makin lama, makin mendekat. Sama sekali tak disangkanya bahwa ia akan pernah merasa senang mendengar suara Susi yang menjengkelkan itu!
Susi dan Binki mendengar nama Susi dipanggil-panggil. Mereka membalas panggilan itu.
"Ya, kami datang! Kalian di mana" Kenapa kalian malam-malam begini masih ada di sini" Ada apa""
"Kami di sini! Di sini!" seru anak-anak.
"Kemarilah, songsong kami!" seru Susi. "Atau sorotkan senter kalian. Di sini gelap sekali."
"Awas, Susi! Di sini ada anjing herder menjaga kami. Hati-hati!" seru Jack pada adiknya. "Jangan datang terlalu dekat kemari!"
Kini nampak sorotan lentera sepeda Susi dan Binki, yang bergerak semakin mendekat. Nabber berdiri. Ia mulai menggeram lagi. Bulu tengkuknya tegak. Jack mengkhawatirkan keselamatan kedua anak perempuan yang datang itu.
"Jangan lebih dekat lagi!" serunya memperingatkan. "Kau dengar kataku, Susi" Berhentilah di situ. Kalau tidak, anjing ini pasti akan menyergap nanti!"
"Anjing mana"" balas Susi berteriak. Tapi ia menuruti permintaan Jack. Ia turun dari sepedanya, lalu menyorotkan senter yang dibawanya ke arah para anggota Sapta Siaga. "Astaga, di situ kalian, rupanya. Kenapa duduk bergerombol begitu" Kalian pasti kedinginan!"
Binki ikut turun dari sepedanya, lalu hendak menuntunnya mendekati ketujuh anak yang "duduk .di tanah. Seketika itu juga Nabber menggeram dengan galak, lalu lari menyongsong sambil memamerkan taring. Binki tertegun ketakutan.
"Jangan bergerak!" seru Peter. Tapi tanpa seruan itu pun, Binki sudah diam seperti bingung.
"Ada apa sih"" seru Susi. "Apa sebabnya anjing besar itu menjaga kalian" Apa yang terjadi tadi""
"Tak sempat menceritakannya sekarang!" balas Jack. "Tapi kalian bisa menolong kami. Tolong beritahukan pada polisi bahwa kami ada di sini, dan kami tidak bisa lari karena dijaga anjing herder ini. Mungkin pula mereka kenal seorang pawang anjing! Minta pada mereka agar mengajak orang itu ke sini, supaya bisa menangani anjing galak ini! Untung kalian datang menyusul. Sekali ini aku senang bahwa kalian selalu mau tahu urusan kami!"
"Kalau ngomong jangan seenaknya, ya!" tukas Binki. Ia bergerak, hendak mendekat. Tapi Nabber langsung menggeram dengan galak. Binki terpekik ketakutan, lalu bergegas mundur kembali.
Skippy mendengking sedih. Ia memang sedih, karena sadar tubuhnya kecil. Pasti takkan mampu berkelahi dan mengalahkan anjing herder bertubuh besar yang menjaga mereka.
"Jack!" seru Susi lagi. "Akan kami lakukan permintaanmu itu secepat mungkin. Nah, sampai nanti! "
"Ah - ternyata Susi bisa juga bersikap normal," kata Colin tercengang. "Selama ini kusangka dia nomor satu kekonyolannya di dunia!"
"Ah, adikku itu sebenarnya baik," kata Jack. "Ia pasti akan langsung melapor ke polisi, sehingga dalam waktu singkat mereka akan muncul di sini. Susi bisa bertindak normal. kalau ia mau!"
Anak-anak mendengarkan suara Susi dan Binki, yang makin lama makin menjauh. Beberapa kali masih terdengar dering lonceng sepeda mereka. Setelah itu sunyi lagi. Skippy mendengking pelan, lalu merebahkan diri kembali ke tanah.
"Jangan sedih, Skip!" kata Peter sambil mengelus-elus kepala anjingnya itu. "Kelihatannya kita tidak usah duduk terus di sini semalaman! Mudah-mudahan saja Nabber nanti tidak menyerang polisi yang datang. Anjing kayak dia, lebih baik diajak berkawan daripada dimusuhi!"
Setelah Susi dan Binki pergi, Nabber berbaring lagi. Ia mendesah, seperti hendak mengatakan, Merepotkan sekali anak-anak ini! Bayangkan, aku harus menjaga mereka berjam-jam!"
"Jangan sedih, Nabber" kata Colin. "Malam ini pasti akan berakhir juga. Mungkin bahkan lebih cepat dari sangkaanmu sekarang!"
Nabber mendengarkan omongan Colin sambil berbaring. Setelah itu ia menguap, lalu duduk membelakangi anak-anak.
"Kelihatan jelas, kita ini dianggap remeh olehnya," kata Janet. "Tapi biar dia galak, aku senang padanya. He. kita menyanyi saja sekarang, supaya agak gembira rasanya."
Anak-anak lantas bernyanyi dengan suara lantang. Nabber semakin bingung melihat tingkah laku mereka. Anjing itu m
endongak, lalu melolong. Seolah-olah ingin ikut nyanyi. Anak-anak kaget, lalu tertawa terpingkal"-pingkal. Mereka berhenti menyanyi.
""Sekarang kita pasang telinga baik-baik," kata Peter. "Mestinya sebentar lagi polisi datang. Nah - apa itu"! Aku mendengar bunyi mobil. HORE!"
" XI NABBER DIRINGKUS "Ternyata yang datang itu memang mobil. Mobil besar, kalau ditilik dari bunyinya. Lampu sorotnya yang besar menerangi hutan. Mobil itu berhenti di tempat Susi dan Binki tadi berdiri dengan sepeda mereka.
"He, Anak-anak!" Terdengar suara lantang berseru dari dalam kendaraan itu. "Kalian masih ada di situ""
"Ya," jawab Peter, "tapi kami tidak berani bergerak, karena dijaga anjing herder. Anda tidak mendengar gonggongannya""
Begitu mesin mobil dimatikan, barulah polisi mendengar Nabber menggonggong. Bunyinya sangat nyaring, menggema dalam hutan. Tiba-tiba datang lagi sebuah mobil. Sebuah kombi berwarna gelap. Kombi itu berhenti di belakang mobil polisi.
"Itu kan mobil polisi!" kata Jack bergairah. "Wah, hebat! Sapta Siaga diselamatkan polisi. Astaga - apa itu""
Dari arah belakang mobil kombi terdengar bunyi ribut-ribut. Saat itu juga Nabber ikut ribut. Ia lari mengelilingi anak-anak yang masih duduk di tanah, sambil menggonggong dan menggeram-geram dengan galak. Skippy ikut-ikut menggonggong.
"Mestinya aku ini sedang bermimpi," kata Barbara sambil menggosok-gosok mata. "Tak mungkin ini benar-benar terjadi!"
Tapi kejadian itu benar-benar sedang mereka alami. Petugas-petugas polisi berloncatan keluar dari mobil pertama, lalu menghampiri anak-anak.
Nabber langsung menggeram lagi, sambil menunjukkan taring.
"Awas! Jika Anda mendekat terus, ia pasti menyerang!" seru Colin. "Ia disuruh menjaga kami di sini sampai pagi."
Kedua polisi yang datang tertegun mendengarnya. Seorang dari mereka berseru ke arah mobil kombi.
"Di sini ada anjing herder, Harris! Ia harus diringkus dulu, sebelum kita bisa bertindak lebih lanjut. Keluarkan kedua anjingmu!"
"Wah - polisi membawa dua ekor anjing herder!'" kata George asyik. "Bukan main, ada tontonan ramai sekarang!"
Seorang laki-laki muncul dari dalam mobil kombi. Ia memegang tali kendali dua ekor anjing herder yang besar-besar. Kedua binatang itu menggonggong, sambil menarik-narik tali kendali. Ketika seekor diantaranya mengendus bau Nabber, ia menggeram. Galak sekali kedengarannya, menyebabkan hati anak-anak berdebar keras.
"Mereka kan tidak disuruh menyerang Nabber"" seru Janet cemas. "Nabber sebetulnya bukan anjing jahat! Ia cuma mematuhi perintah tuannya saja. Jangan sampai ia cedera!"
""Ia takkan apa-apa, jika tidak melawan," jawab orang yang memegang tali kendali kedua anjing besar itu. "Dan jaga jangan sampai anjing spanil kalian itu lari! Kalian juga jangan berkutik sementara kedua anjingku menjalankan tugas mereka."
Janet menyambar Skippy yang gemetar seluruh tubuhnya karena tegang. Dikepitnya anjing kecil itu di antara lututnya, supaya jangan sampai bisa lari. Tapi sebetulnya Janet tidak perlu cemas. Skippy memang tidak bermaksud mencampuri urusan anjing-anjing yang jauh lebih besar daripada dirinya itu.
Ketujuh anak itu takkan bisa melupakan peristiwa yang terjadi selama beberapa menit setelah itu. Mereka belum pernah melihat pawang anjing beraksi. Ia serta anjing-anjing asuhannya sudah saling mengerti. Kedua anjing polisi itu seakan-akan sudah bisa menebak pikiran tuan mereka sebelum pawang anjing mengucapkan aba-aba.
"Aku akan melepaskan anjing-anjingku sekarang," seru pawang anjing itu pada para anggota Sapta Siaga. "Kalian jangan sekali-sekali menjerit, atau berteriak. Kedua anjing ini takkan mengganggu kalian! Mereka hanya akan meringkus anjing herder itu, lalu menggiringnya ke tempatku."
Sambil membisu, anak-anak memperhatikan adegan yang berlangsung dengan diterangi lampu-lampu mobil. Mereka melihat kedua anjing polisi dengan pelan-pelan mendekati tempat mereka duduk. Mata mereka menatap Nabber yang sementara itu merunduk di balik sebatang pohon besar. Lidah Nabber terjulur ke luar, sedang matanya berkilat-kilat kena sinar lampu. Ia mulai menggeram, melihat k
edua anjing yang mendekati dirinya.
"Ringkus dia!" seru pawang anjing itu. "Sasha - SEKARANG!"
Begitu kata 'sekarang' terdengar, seketika itu juga anjing polisi yang bernama Sasha menerjang ke depan, lalu berkelit ke samping. Tahu-tahu ia sudah ada di belakang Nabber, yang kaget karena tak menduganya Sama sekali,
"Sekarang kau, Yanya!" seru pawang anjing lagi. Anjing polisi yang kedua maju menghadapi Nabber, siap untuk mengejar apabila anjing herder itu hendak lari. Nabber masih berusaha menyingkir sambil memperlihatkan taring. Tahu-tahu ia meloncat, melewati anjing yang menghadapinya, lalu menghilang dalam hutan.
"KEJAR!" seru pawang anjing. Terdengar bunyi pergumulan dalam semak pakis. Kemudian Nabber kelihatan lagi. Ia lari menuju ke tempat anak-anak, melompat lewat kepala mereka - disusul oleh Sasha dan Yanya yang juga seperti melayang di atas kepala anak-anak. Janet, Pam dan Barbara ketakutan. Tapi Peter serta kawan-kawannya asyik melihat tontonan seru itu.
"Kayak di sirkus saja," bisik Peter pada Jack, sementara mereka memperhatikan ketiga anjing yang berkejar-kejaran dengan nama Sasha dan Yanya sibuk mengejar Nabber. Kadang-kadang mereka menghilang sebentar ke dalam hutan, Tapi selalu kembali lagi mendatangi tuan mereka, yang sekali-sekali menyerukan aba-aba.
"Tiba-tiba Sasha menerpa Nabber dari belakang, lalu menggigit tengkuknya. Nabber melolong. Ia berusaha membebaskan diri. Setelah itu ia mendengking-dengking kesakitan. Sedih sekali kedengarannya.
"Ya, bagus! Sekarang lepaskan, Sasha!" kata pawang. "Giring dia kemari. Lepaskan, kataku! Ia takkan melarikan diri lagi. Nabber - itu kan namamu" Kemari, Nabber! Kesini, anjing manis!"
Anak-anak tercengang, ketika melihat Nabber yang galak itu mematuhi panggilan pawang. Ia mendekat dengan kepala tertunduk. Kakinya yang satu agak pincang. Ia digiring oleh Sasha dan Yanya, yang mengibas-ngibaskan ekor dengan sikap menang.
Pawang anjing menepuk-nepuk kepala Nabber, mengelus telinganya - lalu menggelitik perut anjing itu, ketika Nabber merebahkan diri dan berbaring telentang keasyikan. Sasha dan Yanya berdiri memperhatikan, menunggu giliran dielus-elus dan dipuji.
"Bukan main!" kata George sambil menghembuskan napas lega. "Aku kepingin bisa mengajar anjing kayak begitu! Kalau aku besar nanti, aku ingin berlatih menjadi pawang anjing."
Seorang petugas polisi menghampiri mereka.
Sapta Siaga 15 Menerima Tanda Jasa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, pertunjukan sudah selesai sekarang. Masuklah ke dalam mobil! Berdesak-desak sedikit, tidak apa Kami antarkan kalian pulang, katanya.
"Kedua anak perempuan yang tadi datang untuk melaporkan kesulitan kalian, pasti senang jika mengetahui bahwa kalian selamat. Dan kurasa begitu pula halnya dengan orang tua kalian. Tapi apa sebabnya kalian berada di sini malam-malam, dijaga anjing herder itu" Anjing siapa dia ""
Ketika sudah masuk ke dalam polisi, para anggota Sapta Siaga mulai bercerita, Tentang medali-medali yang hilang dicuri orang dari rumah Jenderal Branksome, lalu tentang orang bernama Tom Smith yang bercerita pada mereka bahwa medali-medali itu disembunyikan dalam lubang pada sebatang pohon. Tapi lubang itu sangat sempit, sehingga tangannya tidak bisa dirogohkan ke dalam. Lalu para anggota Sapta Siaga mendapat gagasan untuk datang ke Hutan Bramley karena ingin menemukan medali-medali itu. Tapi kemudian mengalami kesulitan besar.
Petugas polisi mendengarkan cerita mereka tanpa memotong sedikit pun. Setelah anak-anak selesai bercerita, barulah ia bertanya.
"Kalian tahu nama kedua orang itu, dan bagaimana rupa mereka"" katanya. "Kurasa mereka itulah kedua penjahat yang kami cari-cari selama ini, karena melakukan pencurian dan pembongkaran di rumah orang!"
"Yah - yang satu mengaku bernama Tom Smith, kata Peter, "sedang yang satu lagi olehnya dipanggil dengan sebutan Wily...." Ia tertegun. Saat itu mobil sedang melewati sebuah restoran kecil. Peter menarik lengan petugas polisi itu.
"Hentikan mobil, Pak!" katanya. "Kurasa itu dia Tom Smith, yang lari keluar dari restoran itu. Dan yang mengejarnya, dialah yang bernama Wily. Kelihatannya Wily berteriak-teriak. Rupanya mereka
bertengkar - tentang medali-medali!"
"Petugas polisi itu kaget, karena tahu-tahu Peter tertawa. Sebetulnya tidak aneh - karena medali-medali yang dipertengkarkan kedua penjahat itu ada dalam kantong Peter! Tapi hal itu tidak diketahui polisi - atau tepatnya, belum! Peter bermaksud agar Colin yang secara pribadi menyerahkan tanda-tanda jasa itu langsung pada Jenderal Branksome. Karena Colin yang berjanji hendak menemukannya kembali.
Mobil polisi diperlambat jalannya, lalu dihentikan dekat Tom Smith dan Wily. Tom nampak sibuk mengelakkan diri dari kejaran temannya, sementara mereka berdua berteriak-teriak dengan marah.
"Mobil kombi polisi yang berjalan di depan melihat bahwa mobil yang satu berhenti, lalu ikut berhenti pula dan kemudian dimundurkan. Polisi yang bersama-sama dengan para anggota Sapta Siaga bergegas keluar dari mobil, mendatangi pengemudi mobil yang di depan.
"Kita tahan kedua orang itu, untuk diperiksa," katanya. "Cepatlah sedikit! Kurasa mereka itulah kedua orang yang kita cari selama ini. Anjing herder yang ada dalam mobilmu, milik salah seorang dari mereka."
"Tom Smith dan Wily kaget sekali ketika tahu-tahu ada dua petugas polisi bergegas menghampiri mereka. Kedua penjahat itu digiring ke mobil kombi, lalu dimasukkan ke situ. Mereka ditempatkan di bagian belakang kendaraan, bersama ketiga anjing herder.
"Nabber sangat bergembira melihat tuannya muncul kembali. Sedang Wily tercengang melihat anjingnya ada dalam mobil polisi.
"Aku pasti sedang mimpi saat ini!" katanya. "Ya, pasti sedang mimpi. Kau tadi kan kutinggalkan dalam hutan bersama anak-anak itu, Nabber! Kenapa tahu-tahu ada dalam mobil polisi" Ya, pasti aku sedang mimpi sekarang!"
Kedua mobil polisi itu meluncur dengan cepat menuju desa, lalu berhenti pada suatu pajak jalan.
"Sekarang kalian turun," kata petugas polisi. "Sudah waktunya kalian tidur. Bilang pada orang tua kalian, mereka tidak perlu cemas! Kami puas atas bantuan kalian malam ini. Mudah-mudahan medali-medali Jenderal Branksome akan kami temukan nanti dalam kantong Tom Smith!"
Petugas polisi itu takkan mungkin bisa menemukan tanda-tanda jasa itu, karena saat itu ada dalam kantong Peter! Ia bertekat, hanya Colin sajalah yang berhak mengembalikan pada pemiliknya yang sah!
" XII KALIAN MEMANG BERJASA SAPTA SIAGA!
"Orang tua anak-anak itu semua merasa lega, ketika melihat mereka pulang dalam keadaan selamat. Dan semuanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama.
"Ke mana kalian tadi. malam-malam begini" Dan apa yang kalian lakukan" Kalian jangan mengulangi perbuatan itu - kami sangat cemas memikirkan keselamatan kalian!"
Susi ternyata juga sangat cemas. Ia menunggu-nunggu, ditemani Binki. Ketika akhirnya Jack datang lewat pintu pekarangan depan, Susi bergembira sekali.
"Itu dia datang!" serunya, sambil bergegas ke pintu depan. "Ternyata polisi tadi bertindak cepat sekali, Binki!"
"Ya," jawab Binki. "Tapi aku tadi ketakutan ketika kita masuk ke kantor polisi untuk melaporkan keadaan Sapta Siaga yang tidak bisa pulang karena dijaga anjing herder. Aku bahkan merasa yakin, polisi yang pertama-tama mendengar laporan kita, tidak mau percaya!"
"Jack! Polisikah yang menyelamatkan kalian"" seru Susi. Jack kaget sekali, ketika tahu-tahu adiknya itu merangkulnya. "Aku tadi gelisah sekali!" kata Susi. "Apakah yang terjadi""
"Jack bercerita. Tentang polisi yang datang dengan dua buah mobil, lalu bagaimana pawang anjing dengan kedua anjing polisi yang diasuhnya berhasil menjinakkan Nabber yang galak.
"Aduh, kepingin sekali rasanya bisa ikut melihat tadi!" kata Binki. "Kalian anggota Sapta Siaga, selalu mengalami kejadian yang asyik!"
"Tapi sekali ini agak seram rasanya," kata Jack terus terang. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan kami lakukan jika kalian berdua tadi tidak muncul! 0 ya, Susi - dari mana kau tahu kami pergi ke mana" Kau membaca catatan dalam notesku, ya" Kau tidak boleh membaca catatan pribadi orang lain, Susi!"
"Ya, aku tahu," kata Susi. "Tapi aku ingin sekali mengetahuinya, karena aku merasa yakin kalian hendak melakukan sesuatu yang asyik. Lalu ketika kul
ihat buku notesmu itu tergeletak di lantai, aku tidak bisa lagi menahan diri. Kubaca catatan di situ, lalu aku menelepon Binki. Kuajak dia menyusul kalian dengan sepeda. Dan untung saja hal itu kami lakukan!"
"Ya, memang," kata Jack mengakui. "Tapi walau demikian, perbuatan begitu tidak patut, Susi!"
Melihat Susi hendak membantah lagi, Jack cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Pokoknya, untung kalian berdua datang menolong, ketika kami berada dalam kesulitan. Aku tadi takut sekali, ngeri digigit anjing herder yang galak itu."
Keesokan paginya seluruh anggota Sapta Siaga dipanggil ke kantor polisi. Di sana mereka disuruh menceritakan pengalaman mereka sekali lagi.
"Masih ada lagi yang ingin kuketahui," kata salah seorang petugas polisi, ketika anak-anak selesai bercerita. "Aku ingin tahu, di mana medali-medali itu sekarang! Kami sudah menggeledah isi kantong kedua penjahat itu, tapi ternyata tidak ada. Mereka sendiri juga bingung, karena tidak tahu ke mana perginya. Tom Smith mengeluarkan kotak kulit itu dari kantongnya, tapi ketika dibuka ternyata medali-medali sudah tidak ada. Kotak itu kosong!"
"Aneh," kata Peter dengan tampang serius. Janet mengangguk.
"Benar-benar ajaib," kata Barbara dan Pam serempak, sambil menahan agar jangan tertawa.
"Luar biasa!" kata George dan Jack.
"Aku ingin tahu, ke mana larinya medali-medali itu," kata Colin sambil mengerutkan kening.
Teman-temannya meringis. Mereka kagum melihatnya. Colin tahan tidak tertawa. Padahal mereka tahu, tanda-tanda jasa itu ada dalam kantongnya, terbungkus rapi dalam kertas. Peter menyerahkan medali-medali itu padanya sejam yang lalu, sambil mengatakan bahwa cuma Colin yang berhak mengembalikan pada Jenderal Branksome, karena ia sudah berjanji. Colin agak sangsi mengenainya.
"Kau yakin tidak akan apa-apa apabila aku yang mengembalikan tanda-tanda jasa ini, dan bukan polisi yang melakukannya"" katanya. "Apakah polisi nanti tidak marah" Soalnya, aku tidak ingin Jenderal terpaksa menyerahkan hadiah uang sebanyak itu, yang kita tahu pasti akan membebani dirinya!"
"Tapi Peter berhasil meyakinkan bahwa hal itu tidak apa-apa. Tapi ketika tiba saatnya mengembalikan medali-medali itu pada Jenderal Branksome, Colin mulai gelisah lagi.
"Bagaimana caraku menjelaskan urusan ini nanti"" katanya dalam hati. "Pasti bicaraku kacau-balau. Ah, lebih baik langsung saja kuserahkan padanya, tanpa banyak bicara!"
Colin pergi ke rumah Jenderal Branksome. Ia masuk lewat depan. Diketuknya pintu dengan sopan. Emma datang membukakan.
"Ah - kau rupanya, Colin," kata wanita itu. "Masuklah! Polisi juga ada di sini, tapi sebentar lagi mereka pasti sudah pergi lagi."
"Polisi" Wah, kalau begitu lain kali saja aku datang," kata Colin ketakutan. Tapi Emma sudah mendorongnya masuk ke kamar duduk. Colin melihat Jenderal Branksome ada di situ, serta kedua petugas polisi yang datang menyelamatkan Sapta Siaga malam sebelumnya.
"Ini - anak sebelah rumah ingin bertamu," kata Emma, sambil mendorong Colin ke depan. Jenderal Branksome menatapnya dengan wajah berseri-seri.
"Selamat pagi, Colin," sapanya. "Ada kabar baru! Kedua petugas polisi ini datang untuk mengembalikan kotak medaliku yang berhasil ditemukan - dan mereka berharap akan berhasil pula menemukan medali-medali itu. Nah, bagaimana pendapatmu""
"Maaf, Jenderal- saat ini kami sama sekali tidak tahu di mana medali-medali itu berada," sela satu di antara kedua petugas polisi itu dengan targesa-gesa. Setelah itu ia memandang Colin. "Mungkin kau bisa menjelaskan pada Jenderal Branksome, bahwa harapan sebetulnya sangat tipis. Cuma menurut perkiraan kami, ia pasti ingin memperoleh kotak ini kembali, walau di dalamnya tidak ada apa-apa."
"Colin ini berjanji bahwa ia akan mengembali- kan medali-medaliku," kata Jenderal, dengan wajah masih berseri-seri. "Dan aku percaya, ia pasti akan menepati janji. Anak seperti dia, pasti takkan memungkiri janji. Ia memang anak baik. Tinggalnya di rumah sebelah."
"Bolehkah saya melihat kotak itu sebentar"" tanya Colin dengan serius. Jenderal mengambil kotak yang kosong itu, lalu menyodorkannya pada
Colin. Colin membuka kotak itu. Kemudian ia merogoh ke dalam kantong. Dikeluarkannya bungkusan yang berisi medali-medali. Dibukanya bungkusan itu, lalu diletakkannya medali-medali yang ada di dalamnya satu per satu ke dalam kotak.
Kedua petugas polisi itu tercengang. Dengan mata terbelalak mereka menatap Colin. Mereka tidak bisa mengatakan apa-apa! Itu. kan medali-medali yang hilang. Keduanya merasa seperti sedang bermimpi saat itu.
Jenderal Branksome juga menatap Colin, tapi sambil tersenyum gembira. Wajahnya yang sudah penuh kerut, nampak menjadi muda kembali dengan seketika.
"Nah - apa kataku tadi"!" katanya pada kedua petugas polisi yang masih tercengang. "Dari semula aku sudah yakin, anak ini pasti akan menepati janjinya! Memang begitulah watak anak ini. Dan dia yang akan menerima hadiah itu lima puluh pound!"
"Terima kasih, Pak" - tapi itu tidak perlu," kata Colin bergegas menolak. "Sungguh, tidak usah, Pak! Kami tidak menginginkan hadiah itu. Oleh sebab itulah saya disuruh kawan-kawan mengembalikan sendiri medali-medali ini - supaya Anda tidak usah mengeluarkan uang sebanyak itu. Bisa menemukannya kembali, kami sudah cukup puas, Pak!"
Kedua petugas polisi itu menatap Colin sambil membisu. Tadi mereka sudah senang, karena setidak-tidaknya bisa mengembalikan kotak medali, biar dalam keadaan kosong. Tapi kini - anak itu mengembalikan medali-medali yang hilang!
"Eh - kami perlu mengajukan beberapa pertanyaan, Nak," kata satu dari mereka. "Per tanyaan pertama - dari mana kalian mendapat medali-medali ini" Kami sudah mencari ke mana-mana, tapi tak berhasil."
"Medali-medali ini ada dalam lubang pada sebatang pohon, Pak," kata Colin.
"0 ya" Dan yang meletakkannya ke situ - kalian"" tanya petugas itu.
"Wah bukan kami - melainkan Wily," kata Colin lagi. "Tangannya kan langsing, Pak!"
Sementara itu kotak medali sudah diletakkan kembali oleh Jenderal Branksome ke tempatnya yang semula, di atas pediangan. Setelah itu ia pergi ke pintu, lalu berseru memanggil-manggil,"EMMA ! Tolong hidangkan kue-kue dan minuman untuk para tamuku. Emma, medali-medaliku sudah kembali!"
Kedua petugas polisi tidak bisa lama-lama di situ, karena masih harus melanjutkan tugas. Mereka minta diri pada Jenderal. Colin ditepuk-tepuk punggungnya. Setelah itu mereka keluar.
"Kenapa anak itu tidak melapor dulu pada kita"" kata petugas yang satu dengan bingung.
Ah, tidak," bantah temannya. "Kurasa memang sudah sepatutnya, bahwa ia langsung mengembalikan medali-medali itu sendiri pada Jenderal. Soalnya, ia kan sudah berjanji!"
"Aneh, berani sekali ia berjanji - padahal tak mungkin ia tahu bahwa usahanya mencari akhirnya berhasil juga!"
"Yah - kau tentunya juga mengenal peribahasa yang mengatakan, "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan'," kata temannya. "Dan anak itu jelas ingin sekali menolong Jenderal Branksome!"
Sepanjang hari Jenderal itu bergembira terus. Berulang kali dimintanya Colin menceritakan pengalamannya bersama para anggota Sapta Siaga.
Setelah Colin pulang, berulang kali pula ia dipuji-puji oleh Jenderal di depan Emma.
"Aku harus memikirkan, apa yang bisa kuhadiahkan pada anak itu - dan juga pada teman-temannya," kata Jenderal. "Soalnya, mereka menolak menerima hadiahku yang lima puluh pound itu! Mereka bertujuh-ditambah dua anak perempuan yang ikut membantu! Lalu masih ada pula seekor anjing...
"Ah, Skippy maksud Jenderal," kata Emma. "Begini sajalah! Apakah yang paling Anda bangga-banggakan, yang paling Anda sayangi""
"Tentu saja medali-medaliku!" kata Jenderal.
"Nah, itulah! Kalau begitu, kenapa Anda tidak menganugerahkan medali-medali pula pada anak-anak itu" Yang kecil saja sudah cukup, dengan tulisan nama mereka pada satu sisi, lalu dibaliknya tertulis kata-kata "UNTUK KETABAHANMU" Mereka kan benar-benar tabah!"
"Emma, kau memang hebat," kata Jenderal senang. "Tentu saja, itulah hadiah yang tepat untuk mereka. Medali tanda jasa! Aku akan minta izin pada mereka, untuk ikut menghadiri rapat yang berikut. Pada kesempatan itu akan kuserahkan medali tanda penghargaan, dan kusematkan sendiri ke dada mereka! Hah - mereka
pasti senang!" "Demikianlah, minggu berikutnya dilangsungkan rapat istimewa dalam gudang. Rapat dipimpin oleh Jenderal Branksome. Ia menganugerahkan sepuluh medali tanda jasa. Ya. sepuluh - karena Susi dan Binki juga mendapat masing-masing satu. Menurut Peter, itu sudah sepantasnya. Tapi - kenapa sepuluh" Nanti dulu. Tujuh untuk para anggota Sapta Siaga. Lalu dua untuk Susi dan Binki. Jumlahnya sembilan. Jadi yang satu lagi"
"Guk'" Ah, tentu saja. Medali yang kesepuluh adalah untuk Skippy. Dan itu memang sudah sepantasnya, karena Skippy pun ikut berjasa dalam menemukan kembali medali-medali yang hilang dicuri orang. Kesepuluh-sepuluhnya memang berhak dianugerahi tanda jasa!
TAMAT tamat Badai Laut Selatan 13 Pendekar Slebor 44 Perserikatan Setan Si Pemanah Gadis 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama