Ceritasilat Novel Online

Izrail Bilang Ini Ramadhan 1

Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku Karya Ahmad Rifa I Rif An Bagian 1


abi shallallahu alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, ketika naik tangga pertama ia berkata: Amin, kemudian naik tangga kedua ia berkata lagi: Amin, kemudian naik tangga ketiga ia berkata lagi, Amin . Para sahabat bertanya. Kenapa engkau 3 kali berkata A min , Ya Rasulullah"
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ketika aku naik tangga mimbar pertama, telah datang malaikat Jibril dan ia berkata: Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah. Maka aku berkata: Amin.
Kemudian Jibril berkata lagi: Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orangtuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk surga. Maka kukatakan: Amin .
Kemudian Jibril berkata lagi: Celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu. Maka kukatakan: Amin. (HR. Bukhari)
*** Ada waktu istimewa dalam sehari semalam, yaitu pada sepertiga malam terakhir. Ada hari istimewa dalam seminggu, yaitu hari Jumat. Ada bulan istimewa dalam setahun, itulah bulan Ramadhan. Jika saat menyambut bulan selain Ramadhan kita tidak terlalu peduli, maka jangan sampai perlakukan Ramadhan sama seperti bulan-bulan itu. Karena Ramadhan adalah bulan khusus yang disediakan oleh Allah untuk kita.
Ramadhan adalah bulan di mana Kemahamurahan Allah berlimpah. Ramadhan laksana sebuah telaga bening, airnya adalah magfirah, gemericiknya tadarus dan zikir, tepiannya berserah diri dan sabar, dan mari berlomba-lomba menjadi ikan di dalamnya yang senantiasa menikmati telaga Ramadhan yang jernih.
Mempersiapkan Bekal Gagal merencanakan, kata Aa Gym, sama dengan merencanakan kegagalan. Layaknya seorang pengelana bijak, sebelum berangkat berkelana ia pasti akan mempersiapkan segala bekal yang diperlukan dalam perjalanannya. Begitu juga dengan seorang muslim, saat ia akan berkelana melintasi Ramadhan, segala bekal harus dipersiapkan dengan baik. Untuk apa" Tentu saja agar perjalanan melintasi bulan mulia itu menjadi nyaman, tak ada kendala berarti, bebas hambatan, penuh kekhusyukan, dan Ramadhan akhirnya menjadi momentum terindah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah memberi kita banyak petunjuk mengenai apa saja yang perlu kita persiapkan untuk menyambut hadirnya bulan mulia ini.
Berdoa Pertama, mari kita senantiasa berdoa agar Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan. Karena datangnya ajal tak dapat ditebak. Meskipun hadirnya Ramadhan tinggal menunggu hitungan hari, bahkan hitungan jam, bisa jadi satu menit
p u s t a k a i n d o . b l o g s p o t . c o m
sebelum Ramadhan tiba, Izrail sudah datang menjemput. Ada orang yang pagi tadi masih segar bugar jalan-jalan pagi, eh, siangnya sudah meninggal dunia. Ada yang kemarin sore masih bisa bersenda gurau dengan kita, eh, malamnya tidur nggak bangun-bangun, tahu-tahu sudah meninggal dunia. Maka Rasulullah mengajarkan satu doa yang sangat populer untuk diamalkan pada bulan Rajab dan Syakban: Allahuma b"rik lan" f" rajaba wa sya b"na, wa balighn" ramadh"na. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Syakban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Merancang Agenda Ramadhan sangatlah singkat, maka mari kita manfaatkan setiap detiknya dengan amalan-amalan yang berharga. Usahakan agar setiap waktu yang berlalu tidak lepas dari ketaatan, penambahan ilmu, pembersihan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kalau bisa, mari sebelum Ramadhan merancang agenda sedetail mungkin, agar waktu kita berisi kegiatan-kegiatan yang padat amal. Saran saya, mari berusaha membeli buku-buku bacaan baru. Agar setiap waktu luang bisa kita isi dengan update ilmu. Saat siang hari dan sedang tidak ada aktivitas, biasanya kita gunakan untuk berlama-lama tidur. Iya sih bagi orang yang berpuasa tidur itu berpahala. Tapi insya Allah pahalanya lebih besar lagi jika siang hari itu kita manfaatkan untuk menambah ilmu, baca buku-buku yang memperluas cakrawala keberagamaan kita. Juga ketika menunggu buka puasa yang sering kali kita temui adalah orang-orang yang menghabiskan waktunya di depan layar televisi, bukannya menyaksikan ceramah, malah menyaksikan sinetron yang kadang sangat tidak mendidik. Nah, alangkah baiknya jika waktu menunggu buka puasa itu kita manfaatkan untuk mempelajari Al-Qur an, mendengarkan ceramah agama, dan beragam aktivitas lain yang membuat akal kita menampung informasi dan ilmu-ilmu baru.
Tobat Persiapan berikutnya untuk menyambut Ramadhan, mari kita bersihkan diri dari segala dosa. Baik dosa kepada Allah, maupun dosa kepada sesama manusia. Noktah-noktah dosa yang selama ini menutupi hati dan menghijabi nurani kita sebisa mungkin kita lunturkan sebelum memasuki Ramadhan. Ketika tumpukan dosa yang menghijabi kita dengan Allah telah luntur, semoga kita lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah. Terkait dengan dosa kita kepada Allah, mari banyak-banyak melakukan introspeksi diri, merenungkan semua dosa yang pernah kita lakukan, sekecil apa pun dosa itu, mari kita tobati dengan memperbanyak shalat tobat dan beristighfar. Karena tidak ada dosa kecil jika terus-menerus dilakukan, dan tidak ada dosa besar jika senantiasa disesali dan ditobati. Sedangkan terkait dengan dosa-dosa terhadap sesama, mari kita bermaaf-maafan sebelum Ramadhan tiba. Memang secara eksplisit tidak dijumpai dalil yang secara khusus memerintahkan untuk saling bermaafan sebelum Ramadhan tiba. Memang benar meminta maaf dan memaafkan seseorang dapat dilakukan kapan saja, dan tidak ada tuntunan syariat harus dikumpulkan dulu dan menunggu sampai menjelang bulan Ramadhan. Tapi betapa indahnya jika ketika kita memasuki Ramadhan, diri kita telah terbebas dari segala dosa, baik dosa kepada Allah, maupun dosa kepada sesama manusia. Maka saya sangat menyarankan tradisi halal bi halal maupun saling kunjung-mengunjungi tidak hanya dilakukan di hari Idul Fitri, alangkah baiknya jika tradisi baik tersebut juga kita lakukan menjelang bulan Ramadhan.
Semoga dengan tiga persiapan di atas, kita diberikan oleh A llah kesempatan lagi tahun ini untuk berjumpa dengan Ramadhan, mengoptimalkan detik demi detik Ramadhan agar padat amal, serta memasuki Ramadhan dengan hati yang jernih, karena dosa-dosa yang menutup hati dari cahaya Ilahi telah luntur, hilang tak berbekas.
Renungan Hari ke-1 Marhaban
Ya Ramadhan Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. (HR. Ahmad)
da beberapa hikmah yang bisa kita renungkan mengapa kita masih diberi kesempatan hidup hingga saat ini. Pertama, mungkin dosa kita terlampau besar sehingga Allah memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat. Kedua, mungkin selama ini amal kita pas-pasan, dan Allah memberi kita kesempatan untuk mempertinggi derajat kita di akhirat kelak. Kemungkinan ketiga, mungkin saat ini amal kebaikan kita telah banyak sehingga tambahan umur ini justru menjadi ujian dan berpotensi membuat kita terjerumus ke lembah dosa.
Begitu pula mengapa Allah masih memberi kesempatan kepada kita untuk berjumpa dengan Ramadhan lagi tahun ini. Bisa jadi Ramadhan ini adalah kesempatan bagi kita untuk melebur dosa. Bisa jadi Ramadhan ini adalah momentum mempertinggi capaian derajat kita kelak di akhirat. Bisa jadi di Ramadhan ini kita justru terjerumus dalam jurang dosa yang dalam. Dan untuk kemungkinan ketiga, mari kita bersama mengucap doa, Na "dzubill"hi min dz"lik .
Insya Allah potensi kemudaratan akan sampainya kita pada Ramadhan tahun ini lebih kecil daripada potensi maslahatnya. Saya lebih optimis bahwa Ramadhan adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada kita untuk mengurangi tumpukan dosa yang telah kita lakukan selama sebelas bulan yang lalu. Selain itu, Ramadhan juga menjadi momentum untuk melipatgandakan amal saleh sehingga derajat kita di akhirat kian tinggi.
Oleh sebab itu jugalah mengapa Rasulullah mengajarkan satu doa yang sangat populer bagi kita untuk dibaca di bulan Rajab, Allahuma b"rik lan" f" rajaba wa sya b"na, wa balighn" ramadh"na. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Syakban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Menyambut Tamu Agung Marhaban Ya Ramadhan. Mari ucap kalimat sambutan itu dengan antusias. Bayangkan suatu hari akan ada kunjungan presiden ke sebuah kampung, persiapan penduduk kampung itu tentu benar-benar wah . Mulai dari jalanan yang mendadak diaspal, anak-anak Sekolah Dasar (SD) dilatih baris-berbaris selama berminggu-minggu untuk menyambut sang presiden, sampai jamuan serbalezat yang telah berhari-hari disiapkan. Balai desa mendadak direnovasi. Rumput-rumput di tepian jalan yang bertahun-tahun tidak digubris tiba-tiba secara gotong royong dibersihkan.
Padahal, kunjungan sang presiden belum tentu memberi banyak manfaat kepada warga kampung tersebut. Sering kali, kedatangannya hanya sekadar memberikan sambutan beberapa menit sambil lihat-lihat kampung sejenak, kemudian pulang.
Itu baru presiden yang datang. Nah, jika yang datang adalah tamu agung yang dikaruniakan oleh Allah bagi kita, dan tamu itu mendatangkan kebaikan dan berkah, apa kira-kira persiapan yang kita lakukan untuk menyambutnya"
Ya, tamu itu adalah Ramadhan. Ramadhan adalah tamu agung. Tamu yang akan membawa banyak manfaat bagi kita. Bahkan Rasulullah bersabda, Seandainya setiap hamba mengetahui apa yang ada dalam bulan Ramadhan, maka umatku akan berharap seandainya setahun itu bulan Ramadhan. (HR. Ibnu Khuzaimah)
Inilah Ramadhan, Syahrush Shiyam, bulan di mana orangorang beriman diwajibkan berpuasa. Puasa dari segala nafsu yang selama sebelas bulan diumbar tanpa batas. Puasa dari segala keinginan-keinginan yang melebihi standar kebutuhan. Puasa dari makanan-makanan yang menggemukkan perut, namun menguruskan hati. Dan sabda Rasul membangunkan cita-cita kesucian diri, Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala (kepada Allah), maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah Ramadhan, Syahrur Rahmah, bulan di mana Allah lebih banyak melimpahkan rahmat-Nya. Beruntunglah kita masih diberi kesempatan menikmati indahnya Ramadhan. Lebih beruntung lagi kita hidup di masa Rasulullah saw., karena Rasulullah pernah bersabda, Pada bulan Ramadhan, umatku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku. Pertama, apabila tiba awal malam Ramadhan, Allah Azza wa Jalla memandang mereka, dan barang siapa yang dipandang oleh Allah, maka selamanya Allah tidak akan mengazabnya. Kedua, bau mulut mereka pada sore hari di sisi Allah lebih harum daripada aroma minyak misik/ kasturi. Ketiga, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka setiap siang dan malam hari. Keempat, Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada surga-Nya dengan firman: Bersiap-siaplah dan hiasilah dirimu untuk hamba-hamba-Ku. Kamu sekalian telah dekat dengan saat beristirahat dari keletihan hidup di dunia dan kembali ke kampung-Ku dan rahmat-Ku . Kelima, apabila telah tiba akhir malam (Ramadhan), Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka semua. Salah seorang sahabat bertanya, Apakah itu pada saat Lailatul Qadar, wahai Rasulullah" Beliau bersabda, Tidak! Bukankah engkau pernah melihat pekerja yang terus bekerja, ketika mereka beristirahat dari kerjanya, mereka tetap memperoleh gaji" (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, dan Al-Bazzar)
Inilah Ramadhan, Syahrun Najah, bulan dibebaskannya manusia dari azab api neraka. Rasulullah saw., bersabda, Tiada seorang hamba pun yang berpuasa satu hari di jalan Allah, melainkan dengan puasa satu hari itu Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Inilah Ramadhan, Syahrul Qur an, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur an. Al-Qur an adalah petunjuk agung yang berperan mengarahkan manusia agar tidak membelok ke jalan sesat dan menuntunnya meniti jalan keselamatan. Al-Qur an juga merupakan pedoman hidup agar manusia mengenal yang haq dan yang bathil, yang fana dan yang baqa, yang sejati dan yang semu. Sebagaimana tersurah dalam Al-Qur an itu sendiri, (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).& (QS. Al-Baqarah [2]:
185) Inilah Ramadhan, bulan di mana Allah membuka pintu surga, menutup pintu neraka, dan memborgol setan agar hambahamba-Nya bisa meningkatkan kadar pengabdian kepada- Nya dengan lebih mudah dan ringan.
Maka sambutlah Ramadhan ini dengan kebahagiaan. Ucapkan tahmid dan syukuri usia. Bukankah selama setahun yang lalu ada saudara-saudara kita yang telah dipanggil oleh Allah mendahului kita"
Marhaban ya Ramadhan. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadhan. Rasulullah saw., selalu memberikan kabar gembira kepada para sahabat setiap kali datang bulan Ramadhan, Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. (HR. Ahmad)
Semoga Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan yang mampu membentuk jiwa kita menjadi jiwa yang takwa. Semoga kita disucikan oleh Allah dari segala dosa sehingga ketika menyambut Idul Fitri, kita benar-benar berjiwa pemenang. Jiwa yang telah sukses mengalahkan nafsu yang bersarang dalam diri.
Renungan Hari ke-3 Izrail Bilang, Ini
Ramadhan Terakhirku Jangan pernah berpikir bahwa kita masih memiliki jatah hidup untuk merasakan Ramadhan lagi di tahun mendatang. Tidak ada jaminan! Mungkin inilah Ramadhan terakhir dalam hidupmu. Kepada Yang Terhormat Saudara Fulan
Assal"mu alaikum wa rahmatull"hi wa barak"tuh Saudara Fulan, dengan ini saya beri tahukan kepada Saudara, bahwa saya ditugaskan oleh Allah untuk menjemput roh Anda pada tanggal 8 Syawal tahun ini, sehingga Ramadhan ini adalah Ramadhan yang terakhir bagi Saudara. Harap dipergunakan sebaik-baiknya.
Demikian pemberi tahuan dari saya. Kurang lebihnya mohon maaf.
Wassal"mualaikum wa rahmatull"hi wa barak"tuh
Tertanda, Malaikat Maut Izrail Maaf, bukannya saya meragukan kredibilitas Izrail bahwa ia tidak akan mungkin membongkar rahasia langit. Karena sebagaimana telah tersurah dalam literatur agama kita, bahwa rezeki, jodoh, dan kematian adalah rahasia besar kehidupan. Semua telah ditetapkan sejak zaman azali, yakni zaman sebelum manusia dilahirkan. Dan Izrail, sang malaikat maut, mustahil mencuri informasi langit untuk diberi tahukan kepada manusia. Impossible! Jadi jangan ambil pusing, karena surah khayalan di atas hanya saya jadikan sebagai bahan renungan bagi kita. Bayangkan jika surah itu ditujukan kepada Anda tepat saat memasuki awal Ramadhan, kira-kira apa dampak yang akan timbul pada diri Anda"
Izinkan saya berandai-andai, jika saja saya menerima pemberi tahuan bahwa hari kematian saya akan tiba sekitar satu bulan lagi, maka mulai saat ini juga saya akan menyungkur sujud menangisi segala noda dosa yang telah menumpuk dan menutupi dinding hati saya. Ya, jika saya diberi tahu oleh Allah bahwa Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir saya, tidak pelak lagi saya akan mengawali Ramadhan dengan tangisan tobat. Saya akan menyungkur di hadapan-Nya untuk mengakui segala kesalahan dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Kemudian, saya akan datangi orang-orang yang pernah saya zalimi. Saya datangi mereka satu per satu, dan akan mengakui segala kesalahan saya sekecil apa pun di hadapan mereka tanpa banyak berpikir risiko apa yang akan saya hadapi nantinya.
Jika surah peringatan maut itu ditujukan kepada saya, saya yakin semangat saya akan terpacu menuju puncak gairah ibadah yang dahsyat. Saya tidak lagi berminat mengisi malam-malam dengan nyenyaknya tidur. Saya akan tidur hanya sejenak sebagai syarat untuk bisa menunaikan tahajud. Pada malam-malam Ramadhan, saya sibukkan diri dengan bertarawih, ber-qiamullail, bertahajud. Di siang-siang Ramadhan, saya tidak akan pernah lagi mengeluhkan beratnya puasa. Saya isi detik-detik sisa usia dengan alunan zikir. Saya alunkan Kalamullah. Saya renungi setiap ayat-Nya. Saya infakkan semua yang bisa saya infakkan. Saya siap membantu siapa pun yang membutuhkan bantuan saya. Saya tidak akan menyibukkan diri dengan aktivitas yang tidak bernilai di hadapan Allah. Sedetik pun tidak ada waktu saya yang terlewatkan dari kebaikan, ibadah, dan zikir kepada-Nya.
Itu bayangan saya. Bagaimana dengan Anda" Saya yakin, Anda pun tidak jauh beda.
Ramadhan, Karunia Tidak Terhingga
Ramadhan adalah karunia yang telah disediakan oleh Allah bagi kita, manusia yang hendak kembali ke fitrahnya, ke kesucian dirinya. Di antara dua belas bulan, Allah memberi satu bulan sebagai bulan penolong. Bulan tempat kita mengistirahatkan nafsu yang selama sebelas bulan tidak henti-hentinya kita perturutkan. Bulan tempat kita mengistirahatkan organ pencernaan kita dari aktivitasnya mengolah makanan. Tidak semua makanan yang kita santap setiap hari dikonsumsi berdasarkan kebutuhan. Sering kali makanan itu masuk ke lambung atas dorongan keinginan semata.
Ramadhan adalah karunia dari Allah. Di sini kita diberi kesempatan untuk memperoleh pahala yang besarnya undefined (tidak terdefinisi). Besarnya tidak terhingga, terserah Allah.
Ramadhan adalah karunia. Di bulan ini setan diborgol. Pintupintu neraka ditutup. Gerbang-gerbang surga dibuka lebarlebar. Seolah Allah memberi seruan kepada kita, Hai manusia! Kurang apa lagi karunia-Ku" Setan yang sebelas bulan tidak henti-henti menggodamu, kini telah terbelenggu. Jalan ke neraka yang katamu licin, menurun, dan bertabur bunga di kanan kirinya sehingga kau mudah terjerumus ke dalamnya, kini pintunya telah Kututup. Surga, yang katamu jalan menujunya penuh onak dan duri, mendaki, terjal, dan butuh perjuangan yang superhebat, kini pintunya telah Kubuka lebar-lebar. Masihkah kau abaikan kesempatan ini"
Namun sayang, karena Ramadhan datangnya rutin tiap tahun, tidak jarang kita terjerembap dalam rutinitas kosong. Kita tidak lagi menganggap Ramadhan sebagai bulan istimewa. Ah, tahun depan juga ada lagi! Begitu mungkin pikiran sebagian kita. Akibatnya, ibadah di bulan Ramadhan tahun ini pun menjadi kurang ada greget. Tidak banyak perubahan kesungguhan dalam diri untuk bisa meraih tingkat ketakwaan yang tinggi, padahal sebagaimana yang telah diberitakan oleh Allah dalam Kitab-Nya tujuan akhir yang ingin diraih dari perintah puasa adalah takwa kepada Allah.
Berapa kali Ramadhan telah Anda jalani" Adakah peningkatan kualitas keimanan Anda dari perjalanan melintasi berkalikali Ramadhan itu"
Astaghfirullah. Tidak jarang sambutan kita terhadap kehadiran Ramadhan justru terjungkir balik. Jauh-jauh hari sebelum Ramadhan tiba, program-program televisi telah marak mempersiapkan diri masing-masing untuk menghadirkan nuansa religi di setiap tayangannya. Sinetron religi pun sengaja digarap berbulan-bulan sebelum Ramadhan, direncanakan sebaik mungkin agar siap tayang ketika Ramadhan tiba , dan mencapai ending tepat saat Idul Fitri .
Tidak hanya itu, masjid dan mushala pun diperbaiki layaknya akan kedatangan tamu agung. Spanduk-spanduk bertuliskan Marhaban Ya Ramadhan pun bertaburan di jalanan. Ormasormas, parpol, lembaga dakwah, kampus, organisasi siswa, mahasiswa, perkantoran, semua mulai sibuk menyusun acara-acara sereligius mungkin. Jadwal selama bulan Ramadhan pun disusun rapi. Dengan begitu, nuansa Ramadhan pun mulai terasa sebagaimana tahun-tahun lalu.
Tidak ada yang salah dengan semua itu. Kita bisa dengan mudah mempersiapkan semua itu untuk menyambut Ramadhan. Namun, kita perlu ingat bahwa yang lebih utama adalah mempersiapkan diri dan jiwa kita. Kesiapan diri dan jiwa harus terbentuk untuk meraih kadar ketakwaan yang lebih tinggi. Untuk memaksimalkan gairah ibadah selama Ramadhan tahun ini, kita harus senantiasa getarkan rasa dalam hati bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir bagi kita. Kita belum tentu menikmati Ramadhan tahun depan. Tidak ada jaminan sedikit pun. Maka jangan pernah berpikir bahwa kita masih memiliki jatah untuk merasakan Ramadhan lagi di tahun mendatang.
Deadline Your Ramadhan! Jika Chairil Anwar ingin hidup seribu tahun lagi, jika boleh memesan, saya pun sebenarnya ingin hidup lebih lama agar saya bisa memperbaiki diri lebih baik lagi. Saya ingin menepati semua janji-janji yang belum tertunaikan, menebus segala salah dan dosa yang telah saya perbuat, menyelesaikan amanah-amanah dengan optimal, menjalankan peran saya sebagai seorang hamba, anak, adek, kakak, cucu, keponakan, sepupu, sahabat, mahasiswa, masyarakat, warga negara, serta semua peran lain sebaik-baiknya.
Akan tetapi, bagaimana pun juga, Allah sudah menetapkan daur yang sempurna pada diri kita. Daur hidup akan dilalui oleh setiap manusia. Mulai dari usia kanak-kanak yang masih dalam keadaan lemah, lalu tumbuh menjadi dewasa yang kuat dan perkasa, kemudian kekuatan itu hilang lagi bersama perjalanan usia yang semakin menua. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Ar-Rum [30]: 54)
Seiring dengan berjalannya waktu, jatah hidup manusia pun semakin mendekati ke garis final kehidupan (ajal). Tidak satu pun di antara kita yang mengetahui kapan kita sampai pada garis final kehidupan itu. Yang pasti, batasannya tidak akan bergeser walau setitik. Waktunya tidak akan meleset walau sedetik. Begitulah penegasan yang terkandung pada ayat ketiga puluh empat dari Al-A raf, Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. Al-A raf [7]: 34)
Kematian adalah salah satu rahasia besar kehidupan. Tidak ada yang tahu sampai kapan ia diamanahi roh. Tidak ada yang tahu kapan Izrail datang menjemput. Dan bagi yang menyadarinya, sungguh, ketidaktahuan ini adalah salah satu hikmah kehidupan yang agung. Salah satu hikmah dirahasiakannya maut adalah agar manusia senantiasa berhati-hati dalam setiap detik usianya jangan sampai ia keluar dari batas yang telah ditentukan oleh Allah. Karena jika Izrail datang menjemput tepat saat kita mengerjakan dosa, penyesalan tidak akan lagi memiliki arti. Siksa neraka terpaksa harus terjamah. Kita tidak pernah mengetahui bagaimana epilog daur kehidupan kita terjadi" Akan mengalami husnul kh"timah (pengakhiran yang baik) ataukah s" ul kh"timah (pengakhiran yang buruk). Memang tidak ada yang tahu akan kita gapai husnul atau s" ul kh"timah, maka upaya untuk meraih husnul kh"timah tentu menjadi sebuah keniscayaan.
Jadikan Ramadhanmu deadline. Seolah ini Ramadhan terakhir dalam hidupmu. Mengapa" Agar kita berusaha keras menggapai tangga ketakwaan tertinggi di Ramadhan ini. Karena jika tidak tercapai di Ramadhan ini, kita tidak akan ada waktu lagi. Jika Ramadhan ini terlewat, hilanglah Ramadhan terakhir kita.
Sebagaimana atsar dari Abdullah bin Amru bin Ash ra., Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok.
Begitulah, berulang kali Islam menegaskan keharusan menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Ketika sedang bekerja di kantor, berdagang di pasar, atau bertani di sawah, bekerja keraslah seolah kita akan hidup selamanya agar timbul gairah kerja. Namun ketika sedang shalat, berpuasa, haji, atau menyambut Ramadhan, berpikirlah bahwa ini adalah shalatku, puasaku, hajiku, Ramadhanku yang terakhir agar timbul khusyuk dan kesungguhan di hati.
Inn" Lill"hi wa Inn" Ilaihi R"ji "n
Ketika kalimat itu terdengar, jujur, selalu gemetar tubuh saya. Entahlah, mungkin hal itu terjadi karena ketakutan saya yang berlebihan untuk menghadapi kematian. Takut" Mungkin ketidaksiapan diri menghadapi datangnya Izraillah yang membuat saya gemetaran saat terdengar salah satu kalimat thayyibah itu. Tiba-tiba terbayang bagaimana jadinya jika tiba-tiba rohku diambil oleh Sang Pencipta. Padahal, diri ini masih terkotori oleh dosa-dosa yang belum tertobati. Padahal, hati masih terbungkus berbagai sifat-sifat madzmumah (sifat tercela yang bisa membuat celaka).
Sesungguhnya, takut menghadapi kematian adalah salah satu ketololan akal. Sudah tahu bahwa semua manusia yang hidup itu pasti akan mati. Waktunya pun telah ditetapkan oleh Allah sejak zaman azali. Jadi, kita takut atau tidak, tetap saja kita akan mati tepat pada waktunya. Kita takut atau tidak, datangnya maut tidak akan meleset sedikit pun dari waktu yang telah ditentukan oleh Allah.
Tapi inilah kita, insan (manusia). Dari akar katanya saja sudah menunjukkan kedekatan hubungan dengan nisyan, pelupa. Kita sering kali lupa tentang keberadaan kita di dunia ini yang kata orang Jawa mung mampir ngombe (hanya mampir minum). Yang namanya mampir, ya, tidak usah lama-lama. Pengelana cukup mengambil bekal secukupnya saja. Ia tidak mungkin melupakan tujuan perjalanannya yang masih sangat panjang. Meskipun, tempat yang kita mampiri ini kawasan yang sangat indah, penuh dengan kesenangan, goda dan rayu senantiasa menyerta, tapi kita harus terus mengingat bahwa bukan ini tempat yang kita tuju. Tempat yang kita tuju lebih asri, lebih indah, lebih damai, lebih nikmat, bahkan nikmatnya tidak akan pernah bisa terlukis dalam penglihatan, tidak pernah bisa dideskripsikan melalui kata-kata, dan tidak pernah bisa terbayang dalam pikiran kita. Ah, surga, semoga kita menjadi salah satu penghuninya.
Renungan Hari ke-4 Miracle of Fasting
Karena otak tahu bahwa kita sedang puasa (tidak boleh makan), maka otak akan merespons dengan menghidupkan program autolisis.
ournal of Virology pernah menuliskan sebuah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh 12 pakar sains yang dipimpin oleh Dr. Yoshihiro Kawaoka dari Wisconsin University. Para ilmuan ini berusaha membuktikan bahwa pada kerongkongan babi ternyata ada sistem yang menyebabkan bermacam-macam virus masuk, seperti virus burung atau virus lainnya. Mereka berpendapat bahwa babi itu semacam mixing vessel atau wadah penampungan kuman yang amat berbahaya bagi manusia.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah& . (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Baru-baru ini para ilmuwan menemukan bahwa lautan memiliki sifat saling bertemu, tetapi tidak bercampur satu sama lain. Hal ini dikarenakan gaya fisika yang disebut tegangan permukaan , air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka (Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario). Bandingkan penemuan tersebut dengan ayat berikut,
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh masing-masing... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (QS. Ar-Rahman [55]: 19 20 dan 22) Begitulah, hari demi hari ilmu pengetahuan semakin menunjukkan percepatan perkembangan yang fantastis. Setiap saat selalu ada penelitian baru yang siap menghadirkan wawasan baru bagi kita. Tentang alam. Tentang kehidupan. Tidak pernah ada kata tuntas dalam mempelajari luasnya ilmu yang disediakan oleh Allah. Sungguh, masih banyak yang belum kita tahu. Ilmu manusia memang hanyalah tetesan air dari luasnya samudra ilmu Allah.
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. Ath-Thalaq [65]: 12)
Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah diteliti melalui sebuah penelitian ilmiah. Para astronaut telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di internet. Tetapi sayangnya, 21 hari kemudian website tersebut raib, seperti ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Kakbah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berujung). Hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus.
Di samping itu, diketahui juga bahwa di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan ada suatu area yang bernama Zero Magnetism Area. Artinya, apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah Mekah. Maka jika seseorang tinggal di Mekah, ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itulah ketika kita mengelilingi Kakbah, seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah museum di negara Inggris, terdapat tiga buah potongan batu tersebut (dari Kakbah) yang dinyatakan pihak museum bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita. Pernyataan ini sejalan dengan hadis: Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam . (HR. Tirmidzi)
Fenomena Big Bang juga telah berhasil membalik teori kaum ateis yang memercayai bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tidak terhingga, yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, mereka menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.
Berkat ilmu pengetahuan modern yang memungkinkan pengamatan radiasi latar alam semesta dan benda-benda langit, para ilmuwan akhirnya memperoleh pemahaman bahwa alam semesta memiliki suatu permulaan (Big Bang) dan kemudian mengalami perluasan (Pengembangan).
Big Bang telah membuat Antony Flew, filsuf ateis terkenal, bergeming, ... Saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab, tampaknya para ahli kosmologi telah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan.
Padahal pengetahuan mendasar ini sama sekali bukanlah hal baru bagi kita umat Islam. Di dalam Al-Qur an, semenjak 14 abad silam, umat manusia telah mengetahui fakta yang baru mampu diketahui para ilmuwan di abad ke-21 ini. Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya . (QS. Adz- Dzariyat [51]: 47)
Begitulah, dari waktu ke waktu semua mata akan terus dikejutkan dengan fakta-fakta ilmiah yang telah tersampaikan kepada umat Islam belasan abad sebelum mereka menelitinya. Biarkan mereka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil mengagumi kebenaran ajaran Islam dari pembuktian ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kita sebagai muslim tentu jangan hanya termangu di bilik kamar atau hanya mengagumi Islam dari masjid, sementara para ilmuwan sedang getolgetol-nya membuktikan kebenaran Islam melalui riset sains dan penelitian-penelitian ilmiah. Pelajari sains, penemuanpenemuan ilmiah, penelitian terbaru, dan riset-riset paling mutakhir agar kita menyaksikan fenomena luar biasa dari alam ciptaan Allah. Fenomena yang membuat kita berdecak kagum dan kemudian secara tidak sadar lisan kita berucap, Subhanallah, ciptaan-Mu memang menakjubkan .
Demikianlah, dengan ilmu kita bisa semakin yakin tentang kebenaran Islam. Kita semakin yakin bahwa iman kita tidak salah. Kita semakin yakin bahwa Allah-lah Penguasa alam. Dan ujungnya, perilaku kita di fananya dunia menjadi lebih terarah, tidak berani menentang-Nya.
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambahamba-Nya, hanyalah ulama (orang berilmu yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah swt) (QS. Faathir [35]: 28) Miracle of Fasting
Berpuasalah kalian, niscaya kalian sehat. (HR. Ibnu Al-Sunni dan Abu Nu aim)
Mungkin selama ini kita menerima hadis di atas seadanya tanpa mau mempelajari bagaimana puasa dapat menyehatkan manusia. Rasulullah memang pasti benar karena sabda beliau selalu bersumber dari Allah. Tetapi bagaimanapun, dengan kita lebih tahu tentang makna dan manfaat ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita, insya Allah semakin memantapkan kita untuk menjalankan ibadah tersebut. Dalam bidang kesehatan, puasa terbukti memenuhi empat standar kesehatan yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Puasa terbukti menyehatkan fisik, psikis, sosial, dan spiritual.
Dari segi kesehatan fisik, ternyata puasa memiliki manfaat yang menakjubkan. Dalam keadaan normal, tubuh memperoleh energi salah satunya dari makanan. Ketika kita puasa, tentu tidak ada asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh kita sehingga sumber energi dalam tubuh akan dibakar hingga habis. Pertama, energi kita peroleh dari glukosa hasil makan (sahur). Setelah cadangan glukosa habis, energi diper?" oleh dari glikogen dalam darah. Setelah kandungan glikogen dalam darah berkurang, otak akan menginformasikan bahwa tubuh sedang lapar dan kita harus segera makan. Karena otak tahu bahwa kita sedang puasa (tidak boleh makan), otak akan merespons dengan menghidupkan program autolisis. Apa itu autolisis" Secara sederhana autolisis dapat dipahami sebagai suatu sistem automatisasi dalam tubuh yang berfungsi memformat ulang tubuh menuju kondisi yang ideal. Saat autolisis diaktifkan, ia akan mencari database mengenai rancangan dasar manusia. Secara keseluruhan, ada sekitar 50 triliun sel penyusun tubuh yang terdiri atas sekitar 200 jenis sel. Berbekal data detail dari setiap sel tubuh, autolisis akan mengerti bagaimana seharusnya kondisi sehat dari setiap jenis sel, di bagian tubuh mana seharusnya sel itu berada, dan berapa banyak jumlah tiap jenis sel yang ideal bagi tubuh. Kemudian, ia akan menghampiri sel-sel liar yang tidak terdapat dalam database rancangan dasar manusia, mengubah asam amino dan laktat menjadi gula. Bila sel-sel liar telah habis, ia akan mendatangi timbunan lemak dalam tubuh dan membakar lemak menjadi keton. Dengan demikian autolisis akan menghilangkan sel-sel rusak, sel-sel mati, benjolan tumor, serta timbunan lemak yang sering menjadi sarang zat beracun.
Dari segi psikis, manfaat puasa juga tidak kalah dahsyat. Puasa mengajarkan kita untuk lebih cerdas mengontrol emosi. Ketika puasa, kita tidak diperbolehkan mengumbar emosi negatif seperti marah, iri, dengki, sombong, dendam, dan berbagai penyakit hati yang lainnya. Mengapa" Karena emosi negatif akan menguras energi dalam tubuh kita. Otak pun akan memerintahkan jantung untuk berdetak lebih cepat sehingga semakin banyak lagi energi terkuras. Pada titik tertentu, emosi negatif itu berpotensi memicu hadirnya stres, yaitu ketika masalah yang hadir dalam diri tidak terimbangi oleh respons yang diberikan tubuh untuk menghadapinya. Itulah sebabnya mengapa ketika berpuasa kita diperintahkan untuk menebar emosi positif; senantiasa tersenyum kepada orang lain, membantu sesama, positive thinking dan positive feeling terhadap segala kejadian, serta segala emosi positif lain.
Dari segi sosial, puasa membentuk kita menjadi manusia yang berempati. Dengan puasa, kita diajarkan oleh Allah untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain sebagai sesama manusia. Ternyata, sehari tidak makan itu lemasnya minta ampun. Padahal, di negeri ini masih banyak yang belum bisa menikmati makan secara teratur. Betapa menyedihkannya, bahwa pada kenyataannya masih banyak saudara-saudara seiman yang hidupnya masih kurang beruntung. Dari segi spiritual, puasa membuat kita makin yakin akan kebesaran Allah. Perintahnya selalu menakjubkan. Di balik syariatnya selalu tersimpan rahasia-rahasia dahsyat yang tidak pernah ada habisnya untuk digali.
Renungan Hari ke-5 Tuhan, Maaf,
Saya Sedang Sibuk Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)
erapa banyak dari kita yang ketika membuka mata setelah semalaman tertidur pulas kemudian spontan mengucap syukur, Alhamdulillah, aku masih diberi umur oleh Allah . Berapa banyak dari kita yang ketika muazin mengumandangkan panggilan shalat tiba-tiba meninggalkan segala yang dikerjakan, kemudian bergegas menuju masjid atau mushala untuk menunaikan shalat berjemaah" Saat berjalan-jalan di mal, saat menyelesaikan tugas kantor, dan ketika sibuk dengan tugas-tugas kampus, kita sering kali menganginlalukan panggilan Ilahi yang dikumandangkan muazin. Seolah dengan hebatnya kita bilang kepada Tuhan, Maaf Tuhan, saya sedang sibuk. Shalatnya nanti saja, ya" Bagaimana menurutmu jika kita berkata itu kepada Allah" Tuhan sering kali kita nomor dua-puluh-tujuh-kan. Ketika menyaksikan pertandingan bola, kita dengan antusias menanti meskipun ada perpanjangan waktu. Mengapa ketika shalat kita begitu ingin cepat-cepat menyudahinya" Ketika berkeliling mal, begitu mudahnya kita mengeluarkan ratusan, bahkan jutaan rupiah. Saat ada pengemis dan ketika kotak amal berjalan, berapa rupiah yang terambil dari dompet" Ah, mengapa untuk akhirat kita begitu pelit, sedangkan untuk menuruti nafsu kita begitu mudahnya mengeluarkan uang.
Menyambut Panggilan Allah
Shalat menjadi hal yang sering kali diremehkan. Ketika kesibukan kerja sangat padat, tugas-tugas yang harus segera diselesaikan sudah menumpuk, banyak orang yang kemudian mengabaikan shalatnya. Atau paling tidak menundanya hingga akhir waktu shalat.
Kebiasaan ini sering kali dianggap biasa saja. Pekerjaan bukanlah alasan yang dibenarkan syariat sehingga kita boleh menangguhkan shalat. Kesibukan dan tugas-tugas menumpuk tidak bisa digunakan sebagai dalih untuk meninggalkan shalat. Ada hadis tentang kebiasaan shalat yang jika kita membacanya niscaya hati kita tergetar, Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim)
Saudaraku, Allah telah mengatur waktu shalat dengan sempurna. Allah Pencipta kita, maka Dia tentu yang paling tahu tentang kebutuhan makhluk-Nya. Maka Ia telah mengatur waktu-waktu shalat itu dengan sangat sempurna dan seimbang. Saat-saat itulah kita sedang butuh untuk menghadap Allah. Di waktu-waktu yang telah ditetapkan itulah rohani kita sedang butuh untuk berkomunikasi dengan Rabb-nya. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa [4]:
103) Shalat adalah media relaksasi yang efektif di tengah kesibukan kerja yang melunturkan nilai-nilai samawi. Kita memerlukan shalat sebagai media untuk mengistirahatkan jiwa dan raga dari rutinitas yang tidak ada habisnya menyita kebersamaan kita dengan Sang Pencipta. Sebagaimana Rasulullah mengatakan kepada Bilal, Yaa Bilal, Arihn" bish shal"h! (Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat!)
Maka ketika azan berkumandang, sambutlah ia dengan semangat. Sambutlah, kalimat-kalimat yang menggema itu adalah panggilan atas jiwamu.
All"hu Akbar& All"hu Akbar.... Allah Mahabesar, dibandingkan dengan-Nya kita kecil sekali. Atasan kita juga kecil sekali. Harta yang diperoleh juga kecil sekali. Pangkat yang didamba juga ternyata kecil sekali. Lalu, untuk apa mengejar segala yang kecil-kecil itu jika untuk memperolehnya kita melanggar aturan Allah Yang Mahabesar"
Asyhadu all" il"ha illall"h& . Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Allah. Renungkan kembali siapa yang lebih kita sembah sekarang" Semoga bukan pekerjaan kantor yang menumpuk. Semoga bukan atasan yang kita takuti. Semoga tetap Allah yang lebih kita pentingkan.
Asyhadu anna Muhammadar Ras"lull"h& Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Saudaraku, jika Rasulullah menyaksikan umatnya masih sibuk dengan pekerjaannya padahal waktu shalat telah tiba, bayangkan apa yang akan dilakukan oleh beliau. Beliau akan mengajak umatnya yang saleh membawa kayu bakar untuk membakar tempat kerjamu. Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api tersebut (HR. Bukhari dan Muslim)
Hayya alash sholah. Mari menunaikan shalat. Berhentilah sejenak dari segala kegiatan duniawimu kawan. Penuhi panggilan itu.
Hayya alal fal"h. Mari meraih kemenangan. Shalatlah, dan mari sambut kesuksesan. Shalatlah, dan yakinlah hasil kerjamu akan membuahkan keberhasilan dan lebih berkah. All"hu Akbar& All"hu Akbar. Allah Mahabesar& Allah Mahabesar. Masihkah Allah kecil di hati kita sehingga dengan beraninya kita meninggalkan perintah-Nya" Oh, tidak disembah pun Allah tetap menjadi Tuhan. Tapi apa jadinya manusia bila ia tidak mau menyembah Tuhannya"
L" il"ha illall"h. Tiada sesembahan selain Allah. Sesembahan di zaman modern bukan patung berhala layaknya Latta, Uzzah, Manat, atau Hubal di zaman Rasulullah. Sesembahan di zaman ini bisa berupa uang yang membuat manusia mengabaikan perintah Tuhannya. Bisa juga berupa komputer yang lebih dimenangkan daripada mendirikan shalat. Bisa pula berupa atasan yang lebih kita takuti daripada Allah Swt. Sambutlah panggilan azan itu. Berhentilah barang sejenak dari aktivitasmu. Cuci wajah dan matamu yang lelah menatap layar komputermu. Basuh tanganmu yang telah lama menjamah tumpukan tugas-tugas itu. Bersiaplah bertemu Penciptamu.
Renungan Hari ke-6 Untung Allah bukan Kapitalis
Shalat seumur hidup pun ternyata tidak akan mampu membayar biaya sewa sepasang mata. Sedekah seumur hidup tidak akan mampu mengganti biaya sewa jantung.
ayang sekali, hingga saat ini belum ada inovasi dari ilmuwan kita untuk menciptakan alat penghitung napas sehingga kita tidak bisa tahu sudah berapa miliar kali kita telah bernapas. Andaikan alat itu ada, insya Allah ia bisa mempertebal keimanan dan rasa syukur kita kepada Sang Pemberi napas.
Sayang memang, mata yang senantiasa berkedip, jantung yang senantiasa berdetak, gendang telinga yang masih mampu bergetar, ginjal yang masih bekerja, terkadang belum mampu menggetarkan jiwa kita untuk menyungkur sujud syukur di hadapan-Nya.
Untung Allah bukan kapitalis yang serba itung-itungan dengan hamba-hamba-Nya. Karena shalat seumur hidup pun ternyata tidak akan mampu untuk membayar biaya sewa sepasang mata. Sedekah seumur hidup tidak akan mampu mengganti biaya sewa jantung. Maka jangan sampai kita gede rasa kepada Allah karena seluruh ibadah yang kita lakukan seumur hidup sungguh tidak akan mampu mengimbangi karunia Allah yang senantiasa mengalir pada kita setiap saat.
Lalai Saat Nikmat Biasanya, saat segalanya terasa sulit, hidup terasa terhimpit, tubuh terasa sakit, dengan mudah kita memanjatkan doa pada-Nya. Tapi mari merenung sejenak, pernahkah Anda berdoa saat bahagia" Pernahkah Anda ingat Allah saat hati Anda sedang riang" Pernahkah Anda sebut nama-Nya dalam keceriaan" Pernahkah Anda memuji-Nya ketika Anda nikmati setiap detik nikmat dari-Nya tanpa henti" Berapa sering Anda memuji-Nya dalam keadaan lapang"
Tidak jarang, kita bersujud memanjat pinta kepada Allah saat rintang menghadang, saat masalah datang menimpa. Tidak jarang kita meneteskan air mata saat musibah tiba, saat bencana datang mendera. Tidak jarang kita khusyuk dalam iba ketika memanjat doa saat ada banyak harap dan cita yang kita damba.
Akan tetapi, berapa sering kita sujud bersimpuh memuji-Nya saat nikmat telah kita terima" Berapa sering kita berdoa dan berterima kasih pada-Nya saat nikmat Allah bertubi-tubi telah kita gapai"
Boleh saja Anda hanya mengingat-Nya saat masalah menimpa, tapi jangan salahkan Allah jika Dia tidak memperhatikan saat Anda memohon pertolongan-Nya. Anda egois karena seolah mengatakan bahwa Anda hanya butuh Tuhan saat ditimpa bencana, saat sakit, saat masalah besar menghadang, saat ujian akan datang, saat kesulitan, baru Anda mau berdoa. Namun Anda dengan acuh melupakan dan meninggalkan-Nya saat merasa nikmat-Nya sangat besar terhadap Anda. Anda melupakan-Nya saat kebahagiaan hinggap di tangan. Sungguh Tuhan Maha Mengetahui dan akan selalu mengerti jiwa yang ikhlas serta hati yang mengingat-Nya setiap saat. Atau jangan-jangan ada dari kita yang merasa bahwa Allah tidak pernah melimpahkan nikmat pada kita" Atau ada dari kita yang masih bisa berucap, Allah telah tidak adil kepadaku "
Philip M. Hartner, MG dari Fakultas Kedokteran Stanford University AS mengungkapkan, jika populasi dunia dipadatkan menjadi sebuah desa dengan hanya 100 orang penduduk, seperti apakah profil desa kecil yang beragam ini jika seluruh perhitungan rasio kependudukan masih berlaku" Ia menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Komunitas desa itu, 6 orang memiliki 59% dari seluruh kekayaan bumi, dan keenam orang tersebut seluruhnya berasal dari Amerika Serikat, 80 orang tinggal di rumah-rumah yang tidak memenuhi standar, 70 orang tidak dapat membaca, 50 orang menderita kekurangan gizi, 1 orang hampir meninggal, 1 orang sedang hamil, 1 orang memiliki latar belakang perguruan tinggi, dan 1 orang memiliki komputer.
Maka, jika Anda saat ini tinggal di rumah yang baik, memiliki makanan yang banyak, dan dapat membaca, Anda adalah bagian dari kelompok terpilih. Jika Anda tinggal di rumah yang baik, memiliki makanan, dan dapat membaca serta memiliki komputer, Anda bagian dari kelompok elite. Jika Anda bangun pagi hari ini dan merasa sehat, Anda lebih beruntung dari jutaan orang yang mungkin tidak dapat bertahan minggu ini. Jika Anda memiliki makanan di lemari pendingin, baju di lemari pakaian, dan memiliki atap yang menaungi tempat Anda beristirahat, Anda lebih kaya dari 75% penduduk dunia ini. Jika orangtua Anda masih hidup dan menikmati bahagianya pernikahan mereka, Anda merupakan salah satu dari kelompok yang langka. Jika Anda mampu menegakkan kepala dengan senyuman di bibir dan merasa benar-benar bahagia, Anda memiliki keistimewaan tersendiri karena sebagian besar orang tidak memperoleh kesempatan tersebut.
Dan jika kamu hitung-hitung nikmat Allah itu, kamu tidak akan sanggup menghitungnya. (QS. Ibrahim [14]: 34)
Pewaris Sulaiman atau Karun
Membandingkan dua hal mungkin lebih mudah bagi kita untuk menyadari penting tidaknya sesuatu. Berkaitan dengan syukur, ada dua fragmen hidup dalam sejarah yang layak kita renungi. Bandingkan antara nikmat yang diraih oleh Nabi Sulaiman dengan kekayaan yang diterima Karun. Karena perbedaan cara menyikapinya, bisa sangat berbeda pula efek pada akhir hidupnya. Ketika Nabi Sulaiman mendapatkan kekayan dan puncak kenikmatan dunia, apa yang keluar dari lisan beliau"
Ini adalah bagian dari karunia Allah, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur (akan nikmat-Nya). (QS. An- Naml [27]: 40)
Bandingkan dengan cara Karun menyikapi kenikmatan dunia yang diraihnya. Sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman. Ketika Karun mendapatkan harta berlimpah, dia dengan sombongnya menyatakan klaim bahwa hartanya adalah hasil dari usahanya sendiri. Karun berkata: Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku. (QS. Al-Qashash [28]: 78) Penyikapan yang berbeda antara Nabi Sulaiman dengan Karun ini pun memberi ibrah pada kita, bahwa ketika kita benar-benar menyadari bahwa kita sebagai manusia sungguh memiliki banyak titik lemah dan tidak akan bisa berbuat banyak hal tanpa kehendak Allah. Maka klaim-klaim konyol yang menihilkan peran Allah dalam setiap hasil yang kita peroleh dalam hidup, sungguh tidak akan berakhir dengan indah, hanya akan terganjar azab di dunia dan akhirat.
Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata: Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah) . (QS. Al-Qashash [28]: 81 82) Dalam hidup, kita akan selalu menemukan dua golongan manusia, yaitu golongan orang-orang yang mengikuti kepada Karun dan golongan orang-orang yang mengikuti Nabi Sulaiman. Selalu ada golongan yang mengikut Karun yang tidak mengakui peran Allah dalam hidupnya. Mereka menganggap nikmat hidup yang diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya, kecerdasannya, bakatnya, kerajinannya, dan tidak sedikit pun mengungkap syukur. Inilah golongan para pembangkang Allah. Penentang dakwah. Musuh-musuh Islam. Namrud, Fir aun, Abu Jahal, dan Abu Lahab termasuk dalam golongan ini. Sedangkan para pengikut Nabi Sulaiman ialah para nabi, rasul, syuhad", shiddiq"n, dan seluruh manusia yang tidak pernah lupa peran Allah dalam setiap nikmat yang diraihnya. Setiap nikmat datang, ia puji Sang Pemberi Nikmat. Ia sedekahkan sebagian nikmatnya. Ia gunakan nikmat itu untuk mengabdi kepada Allah. Harta di tangannya selalu tersalur untuk kebaikan, ibadah, dakwah, dan jihad. Itulah sang muslim sejati. Seorang muslim yang selalu mensyukuri segala karunia Allah, kapan pun dan di mana pun.
Ziy"dah. Agaknya kata itu dapat dijadikan motivasi agar kita senantiasa bersyukur, bersyukur, dan terus bersyukur. Karena dengan syukur, Allah akan memberi tambahan nikmat kepada para ahli syukur ( abdan syak"ra). Wujud nikmat tambahan yang dikaruniakan Allah pada ahli syukur pun bisa bermacam-macam. Misalnya, nikmat dalam bentuk keimanan yang bertambah (ziy"datul iman), ilmu yang bertambah (ziy"datul ilmi), amal yang bertambah (ziy"datul amal), atau rezeki yang bertambah (ziy"datur rizki). Dan tentu menjadi harapan kita bersama, agar tambahan nikmat itu senantiasa terus-menerus tercurahkan hingga akhir hayat kita. Hingga saat Allah menghitung amal kita di padang Makhsyar. Hingga kita peroleh tambahan nikmat yang abadi. Ah, tentu nikmat surga menjadi dambaan kita yang tidak dapat ditawar lagi. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]: 7)
Renungan Hari ke-7 The Power of Wara
Mengembalikan uang satu dirham yang meragukan itu lebih saya sukai daripada saya bersedekah seratus ribu dirham. (Abdullah bin Mubarak)
engalaman yang sama dapat menimpa siapa saja. Namun, sejauh mana dan secepat apa pengalaman tersebut memberi pelajaran dan hikmah pada seseorang, bisa saja berbeda. Banyak orang yang kaya pengalaman, tapi ia tidak kunjung belajar dan mengambil hikmah dari pengalamannya. Namun, Tidak jarang pengalaman yang sedikit bisa mencerahkan kehidupan seseorang, sepanjang hidupnya. Dan mari kita mengambil hikmah dari sikap seorang budak. Mubarak namanya.
Suatu saat, ketika diminta oleh tuannya untuk mencarikan delima yang manis dari kebun yang dijaganya, ia gagal berkali-kali. Sang majikan tidak juga puas dengan hasil buah yang dipetiknya. Lagi-lagi masam. Tidak bisakah kau membedakan yang manis dan yang masam padahal sudah berbulan-bulan kau jaga kebunku"
Tidak. Mengapa" Karena saya hanya diperintahkan menjaga, bukan mencicipinya.
Jawaban yang polos. Jujur. Sang majikan pun tidak punya alasan untuk tidak kagum padanya. Sang majikan kemudian mengalihkan pertanyaan menyangkut putrinya yang dilamar oleh banyak pemuda.
Wahai Mubarak, menurutmu siapakah yang pantas menikahi putriku ini"
p u s t a k a i n d o . b l o g s p o t . c o m
Mubarak menjawab, Dahulu, orang jahiliah menikahkan atas dasar harta. Dan orang Nasrani menikahkan atas dasar eloknya rupa. Sudah selayaknya seorang mukmin hanya menikahkan atas dasar agama.
Jawaban ini membuat Mubaraklah yang dipilih oleh sang majikan sebagai menantunya. Dan dari pernikahan ini, lahirlah seorang pejuang Islam yang namanya dikenal sejarah, Abdullah bin Mubarak.
*** Wara , sesungguhnya memiliki makna kehati-hatian . Hatihati terhadap segala sesuatu yang ia ragu atasnya, apalagi terhadap hal-hal yang haram.
Orang yang wara akan menolak barang-barang yang syubhat, barang yang tidak diketahui halal dan haramnya. Ia sangat khawatir terhadap harta yang ia makan. Ia sangat memperhatikan kesucian segala benda yang ia dapatkan. Apakah manusia modern bisa bebas dari syubhat" Bisa. Mari kita belajar dari Sufyan Ats-Tsaury. Beliau menegaskan, Saya tidak melihat yang lebih mudah ketimbang wara . Jadi apa yang mengganjal dalam dirimu, tinggalkan saja!
Ya, itulah tipnya. Apa yang mengganjal di hatimu, tinggalkan! Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu . (HR. Tirmidzi)
Mengapa hal yang meragukan harus kita tinggalkan" Bukankah itu tidak termasuk haram"
Bersyukurlah Saudaraku. Rasulullah begitu gamblang memberi penjelasan tentang hal ini. Hadis Arbain yang dihimpun oleh An-Nawawi akan mempermudah kita memahaminya. Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barang siapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus ke dalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang, maka hampir-hampir dia terjerumus ke dalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim) Seorang muslim akan meninggalkan segala sesuatu yang bukan haknya. Jangankan yang bukan haknya, segala sesuatu yang halal pun bisa dihindari jika harta halal itu berlebih bagi dirinya. Seorang muslim tidak akan pernah menimbun segala sesuatu yang tidak berguna baginya. Tidak berguna mendekatkan ia pada Tuhannya.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw., Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Karena itu, wara sesungguhnya menjadi benteng bagi seorang muslim. Dengan wara , manusia akan memiliki kekuatan jiwa yang luar biasa. Dengan wara , tidak akan ada niat untuk tamak terhadap harta. Karena seseorang yang wara hanya mengambil harta yang memang diperlukan saja. Sisanya ia berikan kepada yang lebih berhak. Seorang yang wara merasa dirinya hanyalah keran yang bertugas menyalurkan rezeki kepada kaum lemah. Ia akan jujur dalam bekerja. Ia tidak berani melakukan dusta sedikit pun dalam bekerja. Ia berhatihati terhadap segala yang remang-remang. Ia hanya berminat mengambil yang jelas halalnya.
Mengembalikan uang satu dirham yang meragukan itu lebih saya sukai daripada saya bersedekah seratus ribu dirham. (Abdullah bin Mubarak)
Orang yang wara tidak akan pernah angkuh dengan yang diperolehnya. Karena hatinya selalu menyadari bahwa apa yang diperolehnya hanyalah karunia Allah terhadapnya. Ia selalu ingat bahwa hartanya adalah titipan. Ketika yang lain memburu harta dengan beragam cara, orang yang wara akan menolaknya atas nama kejujuran. Ketika yang lain memburu popularitas, mereka hanya ingin dikenal sebagai hamba yang mulia oleh Tuhannya. Ketika yang lain mendamba kuasa, mereka justru gemetaran menerima amanah.
Ah, indahnya wara . Bahkan sebagian ulama menerjemahkan takwa melalui huruf-huruf penyusunnya. Takwa: ta , qaf, dan wawu.
Ta adalah tawadhu . Seorang yang bertakwa akan rendah hati di hadapan siapa pun. Tidak ada angkuh dalam jiwanya. Ia hanyalah makhluk kecil yang tidak pantas sombong di depan siapa pun.
Qaf adalah qona ah. Orang yang bertakwa selalu menerima karunia Allah dengan penerimaan yang tulus. Tidak gusar saat rezeki sempit. Tidak merasa sombong saat rezeki yang dikaruniakan Allah datang berlimpah. Ia merasa cukup saat diberi sedikit. Apalagi diberi banyak.
Wawu adalah wira i. Pantaslah jika wira i sebagai salah satu karakter orang yang bertakwa. Bukankah wara dapat mendorong manusia untuk menjadi hamba yang merdeka dari kepentingan-kepentingan selain Allah" Ya, itulah hakikat wara , wara adalah sikap waspada terhadap segala hal selain Allah. Wara menjauhkan sikap berlebihan, egoisme, kesombongan, dan ambisi materi. Wara membuat manusia tidak zalim karena ia senantiasa berbuat adil, proporsional, dan wajar. Wara mengantar kita untuk tulus dan ikhlas dalam beramal hanya untuk Allah. Karena tanpa wara , ibadah kita akan terseret pada hal-hal yang menyimpang, dan jauh dari keikhlasan.
Wara akan mengantar kita terus-menerus memandang A llah dalam setiap hal-hal yang halal. Karena itulah wara akan mendorong kita untuk terus bersyukur, sebab di balik yang kita pandang, ada nama Allah di sana. Maka tepatlah jika Abu Hurairah pernah mengatakan, Orang-orang yang berada di majelis Allah kelak, adalah orang yang wara dan zuhud.
Renungan Hari ke-8 Mengerdilkan Ukhuwah Tidaklah termasuk golongan kami barang siapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barang siapa yang berperang atas dasar ashabiyyah. Dan tidaklah termasuk golongan kami barang siapa yang terbunuh atas nama ashabiyyah. (HR. Abu Dawud)
audaraku, sebenarnya ada sedikit keraguan sebelum saya memutuskan untuk menulis bahasan tentang ashabiyyah ini. Karena berdasar pengamatan, membahas tentang fanatisme kelompok cukuplah dilematis. Tapi bagaimana pun, saya harus tetap menuliskannya. Ya, saya harus menuliskannya.
Ketika budaya saling menyalahkan antarkelompok keislaman masih saja terjadi, bahkan terkait hal yang bersifat furu (tidak pokok), tidak jarang debat kusir timbul antarkelompok keislaman yang berbeda pemahaman. Akibatnya, permasalahan umat yang jauh lebih besar terabaikan begitu saja karena waktu dan energi telah kita habiskan untuk memperdebatkan masalah furu serta khilafiyah.
Bagaimana mungkin kita diam ketika perdebatan antarsaudara kita masih berkisar pada tarawih yang benar 20 atau 8 rakaat. Bagaimana kita bisa diam ketika saudara-saudara kita masih saja ada yang bersitegang hanya untuk memperdebatkan hukum qunut pada shalat Subuh. Tentu menggelisahkan ketika masih saja kita menyaksikan antarsaudara kita sesama muslim masih saling ejek, kritik, dan tidak rukun hanya karena berbeda mazhab anutan.
Saudaraku, bagaimana mungkin jiwa tidak gelisah ketika umat lain sedang getol-getolnya mengembangkan kualitas manusia dan masyarakatnya, saudara kita di sini masih sibuk beradu argumen dan memperdebatkan masalah-masalah furu " Bagaimana mungkin jiwa tidak gelisah, ketika menyaksikan saudara kita masih menyibukkan diri dengan saling bantah masalah khilafiyah"
Saudaraku, mungkin kita tidak satu paham, tidak satu pendapat, tidak satu pemikiran. Mungkin Anda menganut ini, aku menganut itu, dan saudara kita yang lain menganut paham lain yang juga berbeda dengan kita. Mungkin sebagian dari perbedaan paham, pendapat, dan pemikiran itu bisa saling kita musyawarahkan satu sama lain, sehingga menghasilkan satu keputusan yang disepakati bersama. Namun, adakalanya pula tiap-tiap pendapat dan pemikiran itu harus kita biarkan berdiri kokoh di barisannya masing-masing karena memang sulit untuk dipadukan dalam satu kesepakatan.
Dalam perbedaan-perbedaan itu, kita pun bisa saling mengkritik dan saling menilai. Kita bisa saling diskusi dan saling mengemukakan pendapat. Karena sebagaimana pepatah klasik telah berkata, bahwa seribu kepala punya seribu pendapat. Maka terimalah realitas sosial ini. Terimalah perbedaan, dan bingkailah perbedaan itu dengan hubungan sosial yang damai.
Budaya Diskusi Allah berfirman dalam surah Al-Hujaraat ayat 13, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal& . Menurut pemahaman saya, maksud ayat di atas insya Allah bukan hanya perbedaan bangsa dan suku semata, melainkan lengkap dengan budaya, cara berpikir, kebiasaan, serta karakter-karakternya. Setiap bangsa dan suku tentu memiliki perbedaan satu sama lain. Dan dari pembeda-pembeda itu, Allah menyeru agar kita ta aruf; saling mengenal, saling mengerti, saling memahami, dan saling menghargai. Dalam Al-Qur an, Allah menyerukan kepada manusia untuk selalu membiasakan budaya diskusi atau musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah duniawi. Sebagaimana tercantum dalam surah Asy-Syura ayat 38, Dan (bagi) orangorang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Firman lain menyebutkan, & Maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan tetap bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu& (QS. Ali Imran [3]: 159). Ada salah seorang lelaki Quraisy menyimpulkan tafsir ayat ini. Keputusan yang salah dari sebuah musyawarah , tulisnya, Jauh lebih baik daripada pendapat pribadi, betapa pun benarnya. Saya kira lelaki Quraisy itu tidak asal memfatwa. Sebab dialah sang alim, Imam Asy Syafi i.
Pengerdilan Ukhuwah Perbedaan pada umatku, kata Rasulullah, adalah rahmat. Maka mari belajar membiasakan diri untuk melihat dan memahami perbedaan dalam proporsi yang tepat. Hijab-hijab sosial antarkita adalah karunia dari Allah agar kita memiliki rasa ingin mengenal antarsatu kelompok dengan kelompok yang lain. Kotak-kotak organisasi itu adalah rahmat Allah agar kita bisa saling diskusi dan saling bermusyawarah sehingga relasi sosial yang timbul semarak dengan budaya belajar dan terus belajar. Komunikasi antarkita pun tercipta dalam suasana yang tidak monoton. Heterogenitas menjadi hiasan hidup yang memperkaya khazanah pemikiran manusia. Mengapa fanatisme terhadap sebuah kelompok dilarang" Banyak memang alasan yang bisa kita gali. Salah satunya adalah pengerdilan makna ukhuwah. Ketika kita telah diikat oleh A llah dengan tali yang terkuat, yakni tali akidah, mengapa kita masih membatasi diri dalam komunitas yang dibuat sendiri oleh manusia" Padahal, Sang Pencipta telah memerintahkan kita untuk menjadikan orang-orang yang meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, dan Rasulullah Muhammad adalah Rasulnya, sebagai saudara. Persaudaraan yang diikat dengan tali akidah seharusnya lebih erat daripada segala hubungan lain yang terjalin.
Renungan Hari ke-9 Lu lu ul Maknun Jangan takut tidak memiliki eksistensi dalam lembar sejarah dunia karena lembar catatan sejarah akhiratmu tidak akan pernah melewatkan manusia-manusia mulia yang mengikhlaskan diri meniti jalan Tuhan.
eorang Arab kampung datang kepada Muawiyah bin Abi Sofyan dengan pakaian yang sangat kumal. Ternyata karena alasan itu, Muawiyah pun tidak memedulikan kehadirannya.
Ya Amirul Mukminin, kata orang Arab Kampung itu. Bukanlah pakaian yang mengajak Anda berbicara tuan! Yang mengajak tuan bicara adalah manusia yang berada di dalam pakaian ini.
Arab Kampung itu kemudian berbicara panjang lebar tentang berbagai masalah dengan tingkat keilmuan yang tinggi. Tutur kata dan bahasanya indah. Muawiyah tidak menyangka sebelumnya.
Usai berbicara, Arab Kampung itu keluar dan pergi meninggalkan istana tanpa meminta suatu apa pun.
Muawiyah pun berkata, Aku belum pernah melihat seseorang yang pada awalnya sama sekali tidak kuhargai, namun pada akhirnya ia begitu mulia di mataku.
*** Saya begitu terinspirasi oleh kalimat Imam Syafi i. Aku mencintai orang-orang saleh, begitu katanya, diiringi titik air mata yang kian menggenang, meski aku bukanlah bagian dari mereka. Dan aku membenci para pemaksiat-Nya, meski aku tidak berbeda dengan mereka. Maka sebagai ungkapan cinta dan terima kasih kepada orang-orang saleh yang meneladankan ketulusan kepada saya, di sini, saya ingin menuliskan sedikit manusia luar biasa yang namanya tidak banyak dikenal oleh masyarakat. Semoga menjadi inspirasi bagi lahirnya manusia-manusia tulus seperti mereka.
Ketika masih berada di kelas empat Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara Sekolah Dasar saya memperoleh pelajaran hidup yang sungguh berharga: jangan mudah meremehkan orang lain dari penampilannya.
Saat itu saya sangat hobi bermain ke Pasar Wage. Itu adalah nama pasar di kampung sebelah yang buka tiap 5 hari sekali (Wage). Nah, di jalan masuk pasar itu, ada seorang tukang sol sepatu. Dari segi penampilan, tidak ada yang unik pada dirinya. Penampilannya biasa dan seadanya. Pakaiannya pun kotor oleh debu-debu jalanan. Tetapi sungguh wajahnya meskipun kotor, tapi cerah. Diam-diam saya sambil lewat masuk maupun keluar pasar selalu memperhatikan Bapak tukang sol sepatu ini. Saya memang sejak lama percaya, bahwa orang saleh selalu memancarkan aura positif dari wajahnya. Benar saja. Secara tidak sengaja, salah seorang teman yang kebetulan mondok di pesantren bercerita bahwa Bapak tukang sol sepatu itu adalah salah satu ustaz yang mengajar di pesantrennya. Teman itu pun bilang bahwa tukang sol sepatu itu adalah seorang hafidz (hafal Al-Qur an).
Saya berulang kali menunduk syukur kepada Allah. Sungguh karunia yang luar biasa, sejak kecil saya dipertemukan dengan banyak manusia mulia. Beberapa manusia luar biasa itu adalah para guruku di MI Islamiyah. MI tempat saya belajar itu bukanlah sekolah elite, hanya MI kecil, terletak di kampung terpencil pula. Ah, jangankan gubernur, bupati saja belum tentu mengenal nama kampung yang juga dipimpinnya itu.
Namun saya bangga dan merasa beruntung bisa bersekolah di sana. Di sekolah itu saya memperoleh banyak teladan tentang keikhlasan. Jika mengenang mereka (para guru MI itu), saya mendadak melankolis. Tidak jarang saya meneteskan air mata. Bagaimana tidak, semua dari kami sadar betul bahwa gaji yang mereka terima dari hasil mengajar di sekolah itu tidak mungkin cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jangankan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Untuk biaya bensin pulang pergi tiap hari saja saya yakin akan tekor. Harap tahu, jarak rumah mereka dengan MI itu relatif jauh. Apalagi saat musim hujan. Terpaksa mereka harus menempuh jarak yang jauhnya tiga kali lipat dari jalan pintas karena saat musim hujan jalan pintas menuju kampungku tidak bisa dilewati kendaraan. Meski berada dalam kondisi demikian, jangan sekali-kali meragukan bagaimana semangat mereka dalam mengajar. Mereka mengajar kami dengan sungguh-sungguh dan sangat antusias. Tidak ada sedikit pun rona keterpaksaan di wajah mereka. Bagaimana mereka bisa dengan ceria mengajar kami, seolah lupa dengan kesulitan ekonominya" Seolah segala kebutuhan mendasar hidupnya telah tuntas. Padahal, sungguh, kami benarbenar tahu, bahwa mereka bukan orang kaya. Ya, jika kekayaan dipandang dari segi materi, mereka jauh dari predikat kaya. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, kebanyakan dari mereka mencari pekerjaan lain. Ada yang menjahit, ada yang bertani, dan ada pula yang mengajar di tempat lain. Kami sadar, nama mereka tidak dikenal di negeri ini. Tidak ada yang kenal mereka, kecuali warga kampung dan kami para muridnya. Akan tetapi, mereka mulia dalam ketidakpopuleran. Mereka manusia mulia yang terpendam dari bukubuku biografi sejarah. Dan jujur, diam-diam saya lebih bangga kepada mereka daripada para dosen maupun para profesor di kampus saya saat ini.
Merekalah mutiara yang tersimpan. Sayang, mereka tidak terjangkau media. Tinta emas tidak bersedia menulis nama mereka di lembar buku sejarah, menjadikan mereka sebagai teladan manusia inspiratif. Alasannya sederhana, budaya jurnalistik dan pers kita lebih menghargai prestasi yang tertampilkan dalam kompetisi-kompetisi tingkat nasional. Budaya masyarakat kita lebih menghargai manusia berdasar standar-standar fisik, prestasi akademik, deret gelar, tingkat pendidikan, popularitas, tingkat kekuatan finansial, karyakarya ilmiah, dan banyak lagi standar formalitas yang lain. Maka wajar jika para manusia mulia itu tidak mungkin masuk dalam deretan nama yang layak ditulis oleh tinta emas sejarah. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, secara finansial jelas mereka sangat lemah. Apalagi deret gelar, mereka tidak punya karena kebanyakan mereka adalah lulusan pesantren dan gelar terakhir yang disandangnya adalah santri.
*** Ada tukang bakso yang memiliki kebiasaan unik. Setiap menerima uang dari pembelinya, ia menyimpan uang itu di tiga tempat. Sebagian di laci gerobaknya, sebagian di dompetnya, dan sisanya di kaleng bekas tempat roti. Ketika ditanya apa alasannya, jawabannya membuat kita tertunduk malu.
Uang yang masuk dompet itu, Penjual bakso itu menjelaskan alasannya, adalah hak keluarga dan anak-anak saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infak, kurban, dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insya Allah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ongkos naik haji (ONH). Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu mahal sehingga saya masih bisa menjangkaunya. Sekali lagi, banyak manusia mulia yang tersimpan di balik layar sejarah. Mereka tidak mengharap puja-puji manusia. Mereka hanya ingin mulia di depan Tuhannya. Mereka merindu untuk segera tidur di atas dipan bertakhtakan emas. Mereka merindu hidup bersama bidadari-bidadari surga bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan. Lu lu ul Maknun. Ada kisah dari Emha Ainun Najib (Cak Nun). Suatu hari, Cak Nun ingin membeli jagung bakar dalam jumlah banyak, untuk dia dan kawan-kawannya. Padahal, uangnya tidak cukup. Si penjual jagung malah berkata, Kalau Sampeyan cuma punya 75 rupiah untuk satu jagung, ya tidak apa-apalah. Silakan ambil. Tapi harganya tetap seratus rupiah, lho, ya.
Lho, bagaimana sih, Pak" tanya Cak Nun bingung. Penjual jagung itu menjawab, Kekurangan Sampeyan yang dua puluh lima rupiah itu adalah keuntungan saya di akhirat nanti.
*** Lu lu ul Maknun. Mungkin banyak dari kita yang tertunduk malu pada mereka. Ketika banyak dari kita yang memburu popularitas, tidak terbesit dalam jiwa mereka untuk dikenal banyak orang dan diketahui jasa-jasa mereka. Mereka tidak tertarik dengan puja-puji dari manusia. Mereka tidak tertarik untuk dikenal oleh banyak manusia. Mereka hanya ingin dikenal sebagai hamba yang mulia oleh Tuhannya.
Semoga kita tidak lagi merasa rendah saat berhadapan dengan orang yang hartanya lebih banyak, gelarnya lebih berderet, atau jabatan dan popularitasnya lebih tinggi. Karena bagi Allah, bukan ukuran-ukuran semacam itu yang menjadi tolok ukur kemuliaan manusia.
Semoga mulai saat kini kita juga tidak mudah menganggap remeh orang-orang yang dari penampilan fisik mungkin sangat sederhana. Tidak jarang orang-orang baik lahir dari orang-orang yang sederhana. Mereka tidak menampakkan kebaikannya. Sebagian mereka menyembunyikan kebaikan yang telah dilakukan dengan alasan takut riya, takabur, atau ujub. Mereka takut niatnya untuk berbuat baik terkotori oleh sikap-sikap hati yang salah.
Betapa rindunya kita akan kehadiran manusia-manusia seperti mereka. Semoga di masa yang akan datang lahir generasi-generasi yang terinspirasi untuk mengabdi tanpa pamrih. Dan hanya kepada Allah, mari kita mengucap satu doa, Semoga negeri ini bertabur manusia seperti mereka. Mutiara yang tersimpan.
Adakah dari kita yang tidak hendak menjadi salah satu mutiara itu" Jangan takut tidak memiliki eksistensi dalam lembar sejarah dunia, karena lembar catatan sejarah akhiratmu tidak akan pernah melewatkan manusia-manusia mulia yang mengikhlaskan diri meniti jalan Tuhan. Jika rangsangan untuk menampilkan potensi diri dikhawatirkan akan timbul riya, ujub, takabur, dan segala sifat-sifat kotor yang lain, yakinlah, bahwa di hadapan Allah, mutiara tetaplah mutiara. Tersimpannya mutiara tidak mengurangi harga mutiara itu. Tugas kita dalam hidup cukuplah sederhana, berusahalah untuk menjadi mutiara. Mutiara yang berharga menurut Allah.
Renungan Hari ke-10 Lima Panduan, Lima Pegangan
Rasulullah bersabda, Mereka dahulu adalah orang-orang yang rajin mengerjakan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan haji, dan lain-lain dari amal kebajikan. Namun demikian, ketika disodorkan kepada mereka harta yang haram, mereka mau mengambilnya, maka Allah pun menghapuskan amal mereka. (As-Suyuti)
slam selalu memberi jalan bagi umatnya dalam melakukan segala aktivitas melalui berbagai cara yang unik. Ya, unik. Sepertinya masing-masing syariatnya tidak berhubungan, tetapi setelah diperdalam, kita pun akan semakin mengerti tentang indahnya agama kita. Semuanya saling terkait satu sama lain.
Salah satunya adalah cara Allah menjaga kita agar tidak terjerumus bekerja di jalan haram. Ternyata, hal itu memiliki keterkaitan dengan ibadah mahdhah yang rutin kita kerjakan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Ya, semua ibadah mahdhah itu tidak hanya berupa kewajiban yang terpisah dari aturan syar i yang lain. Ibadah-ibadah mahdhah itu adalah merupakan bentuk cara Islam menjaga kita agar tidak terjerumus mencari harta di jalan yang telah diharamkan oleh Allah. Asy-Syuyuti pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Pada hari kiamat akan didatangkan orang-orang yang membawa kebaikan laksana gunung Tihamah. Tetapi Allah menjadikannya bagai debu yang beterbangan lalu mereka dilemparkan ke dalam neraka. Seseorang bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana itu bisa terjadi" Rasulullah menjawab, Mereka dahulu adalah orang-orang yang rajin mengerjakan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan haji, dan lain-lain dari amal kebajikan. Namun demikian, ketika disodorkan kepada mereka harta yang haram, mereka mau mengambilnya, maka Allah pun menghapuskan amal mereka. Itulah penjagaan dari Allah agar kita tetap ingat, jika ingin ibadah kita diterima oleh-Nya, jangan pernah kita memakan harta yang haram. Jika kita tidak ingin segala amal kita sia-sia, jangan pernah mengambil harta yang bukan hak kita. Lima panduan, lima pedoman. Saya bahas 5 rukun Islam sebagai panduan dan pedoman kita agar dapat mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Syahadat Jika ada waktu luang, cobalah sesekali melihat halaman situs Google Zeitgeist. Anda dapat melihat ratusan query yang paling dicari manusia melalui situs search engine paling canggih itu, Google. Coba tebak, apakah hal yang paling dicari oleh manusia sejak Google pertama kali diluncurkan" Jawabannya sungguh mengejutkan. Query yang paling dicari oleh manusia sejak awal berdirinya Google adalah: Who is God"
Ya, manusia akan senantiasa mencari Tuhannya. Karena manusia memiliki komponen kepribadian yang disebut Gharizatut Tadayun, yaitu naluri untuk menghamba pada sesuatu yang dianggapnya besar dan hebat. Dan ingatlah dalam Al-Qur an, Allah telah menginformasikan bahwa sudah ada perjanjian antara setiap roh manusia dan Allah, sebelum ia dilahirkan. Saat berada di dalam rahim terjadi dialog antara manusia dan Tuhan. Roh ditanya, Alastu birabbikum" (Bukankah Aku ini Rabbmu"). Roh menjawab, Bal" syahidn". (Ya benar, kami bersaksi.)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu" Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS. Al-A raf [7]:
172) Lalu apa alasan saya mengaitkan persaksian kita terhadap ke- Tuhanan Allah dalam bab ini"
Tidak kurang dari sembilan kali umat Islam mengikrarkan kalimat syahadat tiap hari dalam shalatnya. Namun, sejauh mana kita memahami makna kalimat syahadat untuk diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Jangan-jangan selama ini kalimat itu hanya mampu menggetarkan pita suara kita tanpa mampu meresonansi ke dalam hati, yang sebenarnya juga membutuhkan, bahkan lebih membutuhkan getaran makna kalimat itu.
Ketika mengucap kalimat, L" il"ha illall"h, getaran apa yang timbul di hati" Il"h berarti sesembahan yaitu sesuatu yang dipentingkan dan diutamakan oleh manusia sehingga manusia rela untuk dikuasainya.
Seseorang yang lebih mementingkan harta, ketenaran, jabatan, akal, dan hawa nafsu, maka semua itulah il"h-nya. Ketika manusia lebih takut kepada atasannya daripada Tuhannya, maka pada hakikatnya, atasan itulah il"h-nya. Jika pemahaman itu merasuk dalam jiwa kemusliman kita, masih beranikah kita melanggar segala aturan-Nya"
Mari kita renungi kembali syahadat kita. Sudahkah syahadat yang kita ucap benar-benar jujur" Mari kita yakini, bahwa Dia-lah yang paling penting, yang utama, paling kita cinta, ujung dari segala tujuan hidup manusia.
Makna syahadat kita kurang lebih adalah tidak ada yang lebih saya pentingkan, cintai, maupun kita sembah, kecuali Allah. Ketika kita berikrar bahwa tiada il"h selain Allah, kita akan siap untuk mengorbankan segala hal, merelakan hidup, dan menisbatkan cinta tertinggi hanya pada-Nya. Il"h dapat juga berarti yang diabdi dan dipatuhi . Sehingga, ikrar l" il"ha illall"h bermakna hanya kepada Allah-lah kita mengabdikan seluruh yang kita miliki, seluruh hidup kita untuk mematuhi segala sesuatu yang diperintahkan-Nya dan menjauhi yang telah dilarang-Nya.
Apabila hati kita telah benar-benar mensyahadatkan Allah sebagai satu-satunya il"h, tidak terduakan cinta kita kecuali cinta kepada-Nya. Tidak ada yang lebih kita takutkan kecuali tidak memperoleh rida-Nya, maka saksikanlah janji Allah akan segera datang bagi Anda, hamba-hamba muslim yang telah memasrahkan hidup dan mati Anda hanya bagi-Nya. Saksikanlah, bahwa Andalah orang-orang yang akan menggapai sukses sejati, melihat Allah dan kekal dalam nikmatnya surga. Nah, jadikanlah getaran syahadat sebagai panduan kita saat melaksanakan tugas sebagai anggota masyarakat dan abdi bangsa. Jika ada tugas yang menuntut kita untuk melakukan dosa, ingatlah syahadatmu. Lebih takut mana melanggar larangan Allah atau risiko kerja yang paling-paling cuma dipecat" Jika ada peluang korupsi, cobalah ingat siapa il"h-mu: uang atau Allah. Jika timbul niat untuk zalim, ingatlah syahadatmu. Begitu seterusnya.
Shalat Setiap yang disyariatkan oleh Allah adalah metode training terbaik bagi seorang muslim. Jika semangat untuk mengupas itu sudah tertanam dengan subur di hati setiap muslim, insya Allah kebangkitan umat Islam yang dimulai dengan kebangkitan individu-individu muslim akan segera lahir. Tidak terkecuali shalat.
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam. (QS. Al-An am: 162)
Ingatlah penggalan doa iftitah itu. Sebuah kemunafikan yang tidak tanggung-tanggung, jika dalam shalat kita bilang mempersembahkan hidup mati kita hanya untuk Allah Yang Merajai Dunia, tapi nyatanya kita masih menjadi budak harta, pangkat, pujian, nafsu, dan segala sampah-sampah dunia yang selalu menjadi tabir sifat kemanusiaan kita dengan Allah Yang Mahasuci dari semua keterbatasan.
Shalat, yang merupakan wujud komunikasi seorang muslim dengan Tuhannya, masih dipandang sebagai bentuk formal dari ritual keagamaan yang tidak bernilai apa pun dalam praktik kehidupan sehari-hari. Padahal, alangkah elok dan mulianya jika menjadikan shalat sebagai ajang kaderisasi yang pengadernya langsung dari Yang Maha Berkuasa; Rajanya Raja, Atasannya Atasan.
Alangkah indahnya ketika sujud dimaknai sebagai defence, pertahanan diri, dari berbagai ancaman terutama yang terkandung dalam diri kita, dari sifat sombong, dari keangkuhan dalam memimpin. Dengan begitu, kita tidak akan pernah bernyali meremehkan orang lain. Kepala kita agungkan ternyata hanya setara dengan kaki kita di hadapan Allah. Apakah kita pantas untuk membanggakan ide-ide kita" Apakah pantas kita menyombongkan kecerdasan yang kita miliki" Bagaimana memaknai rukuk kita sebagai simbol dan teladan untuk menghormati orang lain" Ketika berdiri lihatlah tempat sujudmu. Ketika sedang berkuasa, lihatlah di bawahmu, lihatlah masyarakatmu, perhatikan orang-orang yang tertindas, maupun yang telah dengan sengaja ditindas. Apa pun jabatan yang engkau sandang, jangan pernah jadikan ia sebagai alat untuk menindas kaum lemah.
Zakat Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, Orang yang menafkahkan uang haram dalam perbuatan taat adalah ibarat orang yang mencuci baju dengan air seni.
Ketika kita telah istikamah berzakat setiap bulan misalnya, dan berharap agar zakat yang telah kita keluarkan diterima oleh Allah, insya Allah kita akan lebih berhati-hati dalam mencari harta. Allah tidak akan menerima harta haram. Allah hanya menerima harta dari hamba yang memperolehnya di jalan takwa.
Mari mengingat kisah Habil dan Qabil. Mengapa yang diterima oleh Allah adalah kurban dari Habil" Al-Maidah ayat 7 memberi jawaban, Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): Aku pasti membunuhmu! Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Maidah [5]: 7)
Puasa Puasa mengajarkan kita akan banyak hal. Bukankah tahu dan tempe itu halal dimakan, bukankah nasi itu bukan makanan haram, tetapi orang yang berpuasa bersedia untuk menjauhi itu hingga tiba waktu berbuka. Hikmahnya, menjauhi yang halal saja bisa, apalagi yang diharamkan oleh Allah, pasti orang yang berpuasa lebih mampu.
Nah, orang yang terbiasa puasa dengan sungguh-sungguh saya yakin lebih punya malu untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Membiasakan diri untuk selalu berpuasa akan mempersempit ruang kita untuk bermaksiat. Dengan puasa kita lebih berhati-hati dalam berbuat segala hal. Selain karena takut dosa, kita juga merasa sayang kalau puasa kita tidak diterima.
Dengan puasa kita juga akan semakin menjaga diri dari segala tindakan yang mengurangi pahala puasa kita. Kita akan takut menggunjingkan orang lain di tempat kerja. Kita tidak lagi berminat untuk bermalas-malas karena gaji yang kita terima akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Puasa juga membentengi kita dari pandangan yang tidak baik dan hubungan dengan rekan kerja yang kebetulan bukan mahram.
Haji Tiga kali Allah memanggil kita dengan sangat resmi. Pertama, panggilan shalat yang merupakan pegangan kedua yang telah kita bahas di atas. Kedua, panggilan haji bagi yang mampu. Ketiga, adalah panggilan ajal. Maka dalam rangka mempersiapkan panggilan ketiga, semoga panggilan pertama dan kedua bisa kita tunaikan dengan sempurna dalam hidup yang hanya numpang lewat ini. Shalat" Insya Allah! Bagimana dengan haji"
Haji adalah ibadah yang mewah bagi kita yang kebetulan ditakdirkan oleh Allah bertempat tinggal di negara yang jauh dari Baitullah. Karena jauh, mari kita ucapkan selamat kepada para penempuh ibadah haji. Mari kita cemburu dengan kecemburuan yang mulia kepada mereka. Baik kepada mereka yang dikaruniai kemudahan ekonomi oleh Allah sehingga seolah mereka bisa saja tiap hari pulang pergi Indonesia-Saudi, maupun kepada mereka yang rela menjual sawah, ladang, kerbau, sapi, atau dengan menabung receh demi receh setiap hari hingga bertahun-tahun demi memenuhi panggilan ke rumah Allah itu.
Haji. Alangkah cemburunya kita pada saudara kita yang terpilih lebih dulu menunaikannya. Tapi bagi yang belum sempat"
Ah, betapa beruntungnya kita yang hidup sebagai seorang muslim karena Islam adalah agama yang memiliki kecenderungan besar untuk memudahkan para pemeluknya. Misalnya dalam shalat, jika tidak kuasa berdiri, sambil duduk pun tidak apa. Bila duduk pun tidak mampu, silakan sambil berbaring. Berbaring pun tidak kuat, silakan sambil telentang. Sambil telentang pun kesulitan, silakan mesrai Allah dengan kedipan mata. Jika berkedip pun tidak mampu, shalatlah dengan hatimu. Percayalah, bahwa Ia Maha Mengetahui getar hati hamba-hamba-Nya.
Allah tidak hanya memudahkan pelaksanaan shalat, namun juga haji. Wajibnya disertai dengan kalimat, man istath" a, bagi orang yang mampu. Semoga pemahaman kita tentang kata mampu bukan lagi sekadar mampu secara ekonomi. Pada kenyataannya, bukankah tidak sedikit orang kaya yang tidak terketuk hatinya untuk segera menunaikan haji" Dan lihatlah, tidak sedikit pula dari kaum miskin papa yang justru lebih dahulu dipanggil oleh Allah untuk bertamu ke rumah- Nya.
Kerinduan. Itulah yang menjadi pembeda antara kita dan para penikmat haji. Jika selama ini saat kita mendengar asma- Nya disebut hati kita bergetar, kira-kira apa yang dirasa oleh mereka yang telah menyambut panggilan Allah untuk menjadi tamu-Nya"
Ya, kerinduan. Rindu pada tetes air mata saat menyaksikan Kakbah di depan mata. Rindu pada lorong-lorong Madinah yang dulu sempat menjadi saksi perjuangan sejarah para manusia pilihan, Rasulullah dan para shahabatnya. Kerinduan. Agaknya kata itu yang juga menjadi pembeda para penunai haji yang ikhlas dan tidak. Rindu pada bukit cahaya, Jabal Nur, yang mengingatkan kita saat Jibril mendekap Muhammad dengan dekapan yang amat erat, Bacalah& Bacalah& Bacalah! Rindu untuk berlari kecil antara Shafa dan Marwah, seperti Hajar yang kebingungan mencarikan minum bagi Ismail yang kehausan. Rindu pada Uhud, tempat yang kita cintai dan mencintai kita, kata Rasulullah.
Kerinduan. Kita harap kata itu yang mempercepat jalan kita untuk menjadi tamu-Nya juga kelak. Rindu untuk bertemu jutaan saudara muslim dari seluruh pelosok bumi demi bertemu di tempat yang sama, menunaikan risalah nabi yang sama, melaksanakan ritual ibadah yang sama, dan menyemarakkan Masjidilharam dengan lengkingan kalimat yang sama, Labbaikall"humma labbaik.
Renungan Hari ke-11 Cerdas Menghadapi Kaum Peminta
Jika Anda memilih untuk tidak memberi tapi selanjutnya tidak mau melakukan tindakan apa pun kepada mereka, ya, sama juga bohong.
ebuah renungan yang disampaikan oleh salah seorang dosen saya, bapak Abdullah Sahab dalam sebuah kotbah Jumat, semoga bisa mengingatkan kita tentang keterjajahan umat kita di negeri sendiri. Beliau mengatakan bahwa ada fenomena unik yang terjadi dalam realitas sosial bangsa kita yang tidak terjadi di negeri mana pun di dunia ini, kecuali Indonesia. Beliau mengatakan bahwa hanyalah di Indonesia fenomena sosial ini terjadi, bahwa yang menjadi tuan bukannya rakyat Indonesia, melainkan justru dari bangsa lain.
Sesekali cobalah untuk berjalan-jalan ke perumahan-perumahan elite di negeri ini, kemudian amati siapa tuannya dan siapa pembantunya"
Lain waktu, cobalah berjalan ke mal-mal megah di negeri ini, kemudian saksikan siapa pembelinya dan siapa kulinya" Pada kesempatan lain, kunjungilah restoran-restoran mewah di negeri ini, kemudian lihatlah siapakah pemilik serta pe"ngunjungnya dan siapa tukang cucinya"
Ah, saya tidak tega melanjutkan renungan ini. Mari menjawab dengan hati yang jernih, masih sanggupkah kita menyaksikan bangsa kita mengorek tong sampah, memanggul barang-barang berat, serta berlarut-larut menderita di negeri sendiri"
Negeri Kaum Peminta Berdasarkan survei dari sebuah lembaga, jumlah kaum pengemis dan gelandangan semakin bertambah tiap tahunnya. Beberapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten, melaporkan bahwa peningkatan jumlah kaum pengemis masih cukup signifikan.
Meskipun saya sepenuhnya menyadari, menjadi dilematis ketika kita harus menyorot kehidupan pengemis, namun bukan tidak pantas bagi kita untuk mengkritisinya. Pasalnya, pekerjaan ini selalu menjadi alternatif menarik bagi yang merasa tidak memiliki keahlian pada pekerjaan yang lebih baik. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, tampaknya semboyan ini hanya akan menjadi aksioma klasik yang bisa dilanggar dan boleh untuk tidak lagi dihiraukan oleh siapa pun karena mengemis telah menjadi mental dominan di negeri ini.
Saat menyaksikan perayaan hari raya umat muslim maupun umat lainnya, saya hanya bisa menundukkan wajah. Bagaimana kita bisa mengangkat wajah saat melihat banyak dari sebagian kita dengan bangga menjadi pengemis dadakan. Ribuan orang di berbagai kota rela antre berjam-jam demi mendapatkan sumbangan, sedekah, atau angpao. Dari tahun ke tahun, jumlahnya kian bertambah. Tua, muda, lelaki, perempuan, dan anak-anak berebut mengais rezeki dari umat yang merayakan hari raya. Setelah antre berjam-jam, mereka pun pulang dengan bangga setelah masing-masing mengantongi uang puluhan ribu rupiah.
Begitulah. Selain tempat ibadah, tempat-tempat strategis lain yang biasanya dijadikan pangkalan bagi para pengemis adalah tempat yang ramai, seperti perempatan lampu merah, pusat perbelanjaan, dan pariwisata. Jumlah pengemis akan bertambah banyak pada momen-momen tertentu, terutama pada bulan Ramadhan yang dikenal sebagai bulan ibadah dan beramal. Mereka memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai momentum yang pas sekali untuk mengemis. Di saat umat Islam sedang getol-getolnya beramal, di saat muslim sedang berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah, para pengemis pun mengalami peningkatan pendapatan yang cukup signifikan.
Melalui berbagai kenyataan di atas, maka bisa diprediksi apa penyebab meningkatnya jumlah pengemis di negeri kita. Ya, karena mengemis adalah suatu pekerjaan yang mudah, murah, tidak butuh banyak keahlian, dan hasilnya pun menggiurkan.
Dalam suatu wawancara di salah satu stasiun televisi swasta, seorang pengemis mengungkapkan bahwa pendapatan mereka per harinya berkisar antara Rp20.000 45.000. Kita ambil saja rata-rata, misalnya pendapatan mereka Rp30.000 per hari, berarti sebulan penghasilan mereka bisa mencapai Rp900.000. Jumlah yang fantastis dan cukup menggiurkan bukan" Tidak jauh beda dengan Upah Minimum Regional (UMR). Bagaimana mereka tidak kerasan menjadi pengemis jika hanya dengan menadahkan tangan dan sedikit ekspresi memelas saja, sudah bisa memperoleh penghasilan yang sedemikian menjanjikan.
Bagaimana dengan reaksi dan upaya pemerintah" Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (Pasal 34 UUD 1945). Sampai saat ini, rasanya kalimat itu hanya berupa kalimat penghias UUD yang sepertinya hanya untuk dihafal anak-anak di SD. Ya, kalimat yang tujuannya sangat mulia itu sepertinya hanya sebuah goresan tinta di atas kertas yang tidak serius diimplikasikan dalam kehidupan bernegara.
Upaya pemerintah tidak membuahkan hasil yang berarti. Pemberian subsidi, keterampilan, rumah singgah atau panti sudah tidak diminati lagi oleh pengemis. Mengapa" Karena mereka sudah mampu menghasilkan uang yang jumlahnya cukup menjanjikan tanpa harus buang tenaga dan pikiran untuk bekerja.
Sikap Kita" Bagaimana sikap kita ketika menghadapi para pengemis" Ketika di perempatan lampu merah misalnya, ada seorang anak umurnya belum genap lima tahun berpakaian kumal dan menadahkan tangannya ke kita, apa yang seharusnya kita perbuat"
Sebenarnya kita bisa saja untuk tidak memberinya dengan mengungkapkan argumentasi, Bukankah dengan memberi uang kepada mereka berarti kita semakin memotivasi mereka untuk terus mengemis" Kita juga bisa saja memberi uang kepada mereka dengan argumentasi yang kuat pula, Tapi bukankah Rasulullah meneladankan untuk memberi sedekah kepada peminta-minta" Yang mana kira-kira sikap yang Anda ambil"
Bergantung. Ya, bergantung seberapa mampu kita berkontribusi untuk kehidupan mereka ke depan. Jika kita memilih untuk tidak memberi uang kepada mereka dengan argumentasi pertama, lalu pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan untuk mereka" Kalau memang kita memilih untuk tidak memberi, kemudian menindaklanjuti dengan mendidik mereka, membekali mereka dengan keterampilan-keterampilan kerja, menyekolahkan mereka, dan lain-lain, maka pilihan pertama sangat bijak. Tapi jika kita memilih untuk tidak memberi, tapi selanjutnya tidak mau melakukan tindakan apa pun kepada mereka, ya, sama juga bohong.


Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku Karya Ahmad Rifa I Rif An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jika kita memang merasa tidak mampu membantu, kecuali dengan memberi uang kepada mereka, maka lakukan itu karena yang Allah perintahkan kepada kita memang begitu, meng"asihi yang tidak punya, memberi sedekah kepada peminta, memberi makan kepada yang kelaparan, begitu seterusnya. Lalu, bagaimana jika uang yang kita berikan ternyata disalahgunakan oleh mereka untuk hal-hal yang buruk" Bagaimana kalau ternyata orang yang mengemis itu ternyata bukan fakir miskin, atau bahkan uang hasil mengemis mereka gunakan untuk membangun rumah, membeli handphone, atau barang-barang mewah lainnya"
Tidak perlu ambil pusing, itu sudah merupakan tanggung jawab mereka kepada Allah. Kita hanya diperintahkan untuk memberi, bukan untuk su udzon kepada mereka. Kita diperintahkan untuk bersedekah dan ikhlas dengan sedekah yang kita keluarkan. Itu saja.
Wall"hu a lam. Renungan Hari ke-12 Aku Rindu Abdi Negara yang Punya Malu
Setelah ia merasa tidak mampu menenuhi janji kampanyenya, Hatoyama, yang mungkin tidak pernah mengenal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, kini dengan tegas mengambil keputusan yang bijak untuk mengundurkan diri.
idak banyak yang tahu, bahwa pegawai negeri memiliki banyak hal yang patut dipelajari. Tentang perekonomian. Tentang moral. Tentang religiusitas. Tentang perekonomian, wah, jangan pernah mengucap kalimat tanya, Apakah di Indonesia ada pegawai negeri yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan" Jawaban serentak akan muncul dari jutaan pegawai negeri itu dengan begitu kompak, Banyaaaak!! . Kadang kala saya bersyukur karena Tuhan telah menakdirkan saya terlahir dari rahim bunda di negeri ini. Indonesia adalah negeri yang unik. Di sini saya banyak belajar tentang fenomena ganjil yang sulit dijumpa di negeri lain. Misal, lihatlah para pegawai negeri. Lihatlah para pengabdi dan pejuang bangsa itu. Di negeriku kepala sekolah pun masih harus mengumpulkan sampah demi sampah untuk menyambung hidupnya. Ia dengan ikhlas menjadi pemulung tanpa perlu meminta-minta pada pemerintahnya. Tentu bukan karena mereka bisa mencukupi hidupnya hanya dengan memulung, namun karena percuma. Di negeriku masih terungkap para guru yang kesulitan mencari rezeki hingga harus menjadi tukang ojek sepulang ia mengajar. Di negeriku masih dengan mudah menyaksikan para dosen terpaksa menerima sambilan proyek untuk menambah jatah hidup keluarganya. Jadi, tidak sulit pula mencari pegawai negeri yang masih harus bertani, berdagang, dan rela hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, Anda dengan mudah akan menemui putra pegawai negeri yang rela menjadi bagian dari barisan antrean para pendaftar beasiswa ekonomi lemah di sekolah atau kampusnya.
Miris" Tentu. Kasihan" Pasti. Ngenes" Ah, jangan tanya. Tapi semua rasa itu tidak banyak berkontribusi jika hanya dirasa. Semua rasa itu tidak banyak memberi arti jika hanya direnung. Semua rasa itu hanya akan menjadi kekuatan yang mengubah jika ia telah berubah menjadi aksi. Ya, aksi, berupa kerja nyata yang akan membuahkan kalimat paling dahsyat dalam sejarah: Perubahan.
Negeri kita ini negeri yang unik. Kita dapat kupas kualitas negeri ini salah satunya dari kehidupan pegawai negerinya. Tentang moral. Jangan pernah Anda cari kosakata kejujuran di kamus kedinasan. Karena konon, kata itu menjadi kata yang paling dirindukan.
Sebenarnya saya tidak ingin bersu udzon pada sistem pemerintahan yang terlaksana hingga saat ini. Akan tetapi, adanya praktik-praktik Ketidakjujuran di lapangan telah menjadi rahasia umum. Saya sampaikan atau tidak, ia tetaplah menjadi desas-desus yang diketahui masyarakat. Dunia kedinasan identik dengan birokrasi yang berbelit. Perekrutan pegawai negeri dianggap tidak pernah lepas dari kasus kotor suapmenyuap. Pengurusan administrasi yang dipersulit akan dapat dipermudah jika ada uang pelicin, juga biaya administrasi yang seharusnya gratis namun tetap ada pungutan liar. Ya, nama pegawai negeri akhirnya tercoreng oleh kasus-kasus yang mungkin hanya dilakukan oleh sebagian oknum, tapi akhirnya nila setitik itu terlanjur merusak susu sebelanga. Atau jangan-jangan nilanya tidak hanya setitik"
Buronan Cinta Sekarat 1 Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat Hati Budha Tangan Berbisa 11

Cari Blog Ini