Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W Bagian 2
I08Sudah lama dia tidak melihat Adel berdandan seperti ini. Ternyata dia masih
cukup menarik. Bahkan terlalu menarik bagi pria yang pernah memilikinya.
"Kenalkan, Dokter Hendarto Santoso, kata Adel tanpa dapat menyembunyikan
perasaan bangganya. Seorang dokter terkenal Hm, bukan main harga bekas istrinya
sekarang, bukan" Dokter Hendarto Santoso belum terlalu tua. Di ambang lima
puluh, dia masih terlihat gagah dan gaya. Tidak memalukan untuk diperkenalkan.
"Hiskia Atmaja, ayah anak-anak saya." Meskipun tanpa diperkenalkan sekalipun
Hendarto sudah dapat menduga siapa lelaki kurus tinggi ini. Sekarang dia
mengerti mengapa tiba-tiba saja Adel meneleponnya sore tadi. Dan dia juga
menahan mengapa Adel berdandan sehebat ini. Tetapi dia tidak marah. Tidak merasa
tersinggung. Meskipun dia tahu, malan ini bukan miliknya. Adel berdandan
secantik ini bukan untuknya. Dan Adel pergi malam ini bukan untuk menemaninya
nakan malan. Dia hanya dijadikan jembatan. Umpan pemancing cemburu Sekaligus
kompensasi rasa rendah diri Adel.
"Tidak apa sahut Hendarto berlapang dada ketika Adel minta maaf. Adel sudah
merasa, Hendarto mengerti alasannya. Mengapa tiba-tiba dia menerima undangan
makan yang sudah ditolaknya.
"Kadang-kadang sombong itu perlu Untuk me
I09negakkan harga diri Dan membuang perasaan minder." Adel tidak menjawab. Dan
Hendarto tahu apa sebabnya. Dia sedang menangis.
"Saya tidak pernah melarang pasien-pasien saya menangis, kata Hendarto sabar
"Menangis itu menumpahkan emosi. Menghilangkan kepengapan. Tapi jangan sekarang.
Kalau suamimu melihat bekas-bekas air matamu, dikiranya kita habis bertengkar."
Dan Hiskia memang melihat bekas-bekas tangisan Adel. Dia memang tidak membuka
mulutnya. Hanya matanya yang bertanya. Dan Hendarto cukup arif untuk menolong
Adel sekali lagi. Tidak apa-apa," katanya sebijak ayah seorang gadis remaja.
"Wanita selalu menangis pada saat sedih dan bahagia, bukan?"
"Bukan hak saya lagi untuk menanyakannya," cetus Hiskia penasaran. Saat itu, dia
sedang duduk minum berdua dengan Hendarto. Tapi saya harus tahu apa yang menimpa
ibu anak-anak saya, bukan?"
"Oh, tentu saja Adel baru hendak memberitahukannya pada Anda. Tapi dia masih
mencari waktu yang tepat."
"Soal apa" desak Hiskia dengan dada berdebardebar.
"Saya baru saja melamarnya," kata Hendarto mantap. Senyum simpatik tersungging
di bibirnya. Lebih-lebih melihat air muka Hiskia.
"Bagaimana pendapat Anda" Saya tidak keliru, bukan?"
**** I IO"Aku harus bicara denganmu." suara Hiskia di telepon terdengar amat
mendesak. "Hari ini juga Setengah jam lagi aku sampai di rumah."
"Aku harus pergi kerja." kilah Adel antara heran | dan bangga. | Ada apa" Sejak
bercerai, Hiskia tidak pernah | meneleponnya. Apalagi dengan suara yang begitu
mendesak. Dia mau datang ke rumah" Sekarang juga" Bukan main. Dia pasti tahu
anak-anak tidak ada di rumah Nah, mengapa tiba-tiba hendak ke sini" Gara-gara
tadi malan" Setelah dia berbincangbincang lama sekali dengan Dokter Hendarto"
Entah apa yang dikatakan dokter itu. Adel melihatnya tersenyum-senyum. Sementara
muka Hiskia kecut seperti habis menelan cuka.
"Kerja" Kerja di mana" sergah Hiskia agak kesal.
"Di tempat praktek Dokter Hendarto." "Apa uang yang kuberikan tidak cukup
"Aku kerja bukan semata-mata cari uang
"Ya, aku percaya kalau melihat hubunganmu dengan dokter itu!" Berdebar jantung
Adel. Benarkah dia mendengar nada marah dalam suara Hiskia" Ah dia bukan cuma
marah. Dia. "Aku justru ingin datang untuk membicarakannya!"
"Membicarakan pekerjaanku" sindir Adel sinis.
"Jangan bikin aku tertawa!"
"Membicarakan yang lain!"
1 I"Membicarakan apa lagi ?" Sengaja Adel memperdengarkan nada acuh tak acuh.
"Di antara kita sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi!"
"Tentu saja ada Anak-anakmu masih anak-anakku juga!"
"Ada apa dengan mereka" Mengapa tiba-tiba begitu memperhatikan anak-anak" Dan
mengapa baru sekarang?"
"Karena kamu hendak menikah lagi!" Adel sudah hampir membantah ketika tiba-tiba
dibatalkannya kembali. Menikah" Inikah ulah Dokter Hendarto' Pantas saja Hiskia
sangat marah! Kelabakan seperti cacing kepanasan. Tapi apa salahnya membuatnya
kalang kabut sedikit Sombong itu kadang-kadang perlu.
"Memangnya kenapa" Anak-anak tidak akan telantar biarpun aku menikah lagi."
"Suamimu yang baru bukan ayah mereka. Dia tidak punya waktu untuk anak-anak!"
"Apa bedanya dengan ayah kandung mereka" Kamu juga tidak punya waktu untuk anakanak"
"Aku masih menyempatkan dan menengok mereka
"Seminggu sekali" Aku jamin, ayah tiri mereka bisa lebih sering daripada itu!"
"Aku bukan mengajak bertengkar, Ma" keluh Hiskia kewalahan.
"Aku mengajak berunding Memilih yang terbaik untuk anak-anak kita."
"Apa menurutmu yang terbaik untuk anak-anak" Meninggalkan mereka" Tahu berapa
lama Nana menangis ketika ditinggal ayahnya?" R)
"Oke. Aku yang salah!" Hiskia menghela napas panjang.
"Aku yang meninggalkan mereka. Tapi aku tidak rela anak-anakku dua kali
menderita!" "Mengapa begitu yakin mereka lebih menderita punya ayah tiri daripada tidak
punya ayah sama sekali?"
"Aku masih ayah mereka!"
"Di atas kertas?"
"Sampai kapan pun aku masih tetap ayah mereka!"
"Yang cuma bisa mereka lihat seminggu sekali?"
"Apa gunanya melihat ayah tiri tiap hari kalau mereka tersiksa"
"Mengapa begitu khawatir" Aku tidak menikah dengan monster!"
"Pokoknya aku tidak rela menyerahkan anakanakku ke tangan ayah tiri!" "Atau kamu
tidak rela menyerahkan bekas istrimu ke tangan suami baru?" Saat itu mereka
sama-sama terdiam. Seperti merenungkan kata-kata mereka sendiri. Adel merasa
agak malu. Rikuh telah berkata selancang itu di depan bekas suaminya. Laki-laki
yang dihormati dan dipatuhinya selama tiga belas tahun. Tetapi dia menyadari,
sudah tak ada kesempatan untuk mundur. Dia sudah telanjur menyerang. Mengapa
harus menyerah sebelum bertempur" Sebaliknya Hiskia sedang tertegun menyadari
perubahan penampilan bekas istrinya. Ternyata setelah beberapa bulan berpisah,
Adel telah banyak berubah.
aBukan hanya penampilan fisiknya saja yang berubah. Cara dan gaya bicaranya pun
mengalami perubahan drastis. Dia lebih berani mengemukakan pendapat. Lebih
pandai membantah. Lebih terbuka bersilang pendapat. Adel bukan lagi perempuan
lugu yang cuma pandai menerima. Tanpa mampu membantah apalagi menggugat. Inikah
pengaruh hubungannya dengan dokter tua itu" Pantas saja Adel mengaguminya! Dalam
waktu beberapa bulan saja, dia telah berhasil memoles ibu rumah tangga yang
pasrah itu menjadi seorang wanita yang menyadari hak dan kelebihannya. Sekarang
Adel bukan hanya mampu mempertahankan pendiriannya. Dia mampu memegang kendali
pembicaraan. Lihat saja bagaimana caranya menutup pembicara an mereka. Padahal
Hiskia masih ingin bicara.
"Lain kali kita bicara lagi, katanya tegas. "Sekarang aku harus buru-buru ke
tempat kerja. Hari Rabu biasanya banyak pasien" Ck, ck, ck, bukan main lagaknya
sekarang! *** "Halo" sapa Hendarto begitu mereka pertama kali bertemu pagi itu. "Dia sudah
telepon?" "Kadang-kadang Dokter ini seperti ahli nujum saja."
I 14 R)Adel tersenyum kemalu-maluan. Walaupun pipinya memerah, itulah senyum
termanis yang pernah dilihat Hendarto merekah di bibir Adel. Dan dia sadar,
perempuan ini masih mencintai bekas suaminya. Dia masih mengharapkan lelaki itu
kembali Lihatlah betapa segar wajahnya pagi ini. Betapa cemerlang tatapannya.
Padahal selama ini, matanya selalu bersorot murung.
"Selanat berjuang," kata Hendarto sebelum masuk ke kamar kerjanya. Tembak terus
ke sasaran. Beritahu saya jika perlu peluru tambahan!"
"Ah. Adel menunduk tersipu-sipu. Ingat dusta yang dikarang Dokter Hendarto untuk
membantai Hiskia. "Ingat, jangan terlalu gampang menyerah." Dokter Hendarto tersenyum dari balik
pintu. "Dan jangan menerima tawaran damai terlalu murah" Lama Adel tertegun seorang
diri. Damai Benarkah Hiskia ingin berdamai" Selama ini, kata-kata Dokter
Hendarto selalu benar. Kalau benar Hiskia ingin kembali, bersediakah Adel
menerimanya" **** DALAM minggu ini saja, Hiskia telah tiga kali datang ke rumah. Dia datang
seorang diri. Tidak bersama Pia. Barangkali perempuan itu masih sibuk di kantor.
Dan Hiskia menyelinap pergi. Pura-pura ke tempat lain. Terulangkah sejarah Hanya
kali ini dengan pelaku yang berbeda" Hiskia membohongi Pia seperti dulu dia
mendustai istrinya" Ada meeting. Makan siang dengan relasi. Dan sebagainya. Dan
sebagainya. Minggu pertama dan kedua, Hiskia selalu datang pada saat anak-anak
ada di rumah. Tetapi mulai minggu ketiga, dia datang kapan saja. Pada minggu
keempat, dia malah sudah berani menjemput Adel di tempat kerjanya. Sekarang
Adel-lah yang kalang kabut.
"Apa salahnya" gerutu Hiskia agak kesal ketika Adel menolak diantar pulang.
"Aku sekalian lewat. Dan memang mau ke rumahmu."
"Aku tahu di mana kantornu. Ke rumahku tidak perlu lewat sini."
I 6 HA."Ya, tapi jalan sini tidak macet," kilah Hiskia seenaknya.
"Aku tidak bisa pulang sekarang."
"Kenapa" Jam kerjamu diperpanjang?" "Aku menunggu Dokter Hendarto. Masih ada
satu pasien lagi." "Oke tunggulah. Sesudah itu, kita pulang bersana-sama"
"Tidak mungkin." Sekarang kemarahan Hiskia meledak.
"Dia belum menjadi suamimu, kan" Nah, kamu bebas pulang dengan siapa saja!" Tapi
kami sudah janji akan makan siang bersama." Kini kegusaran Hiskia benar-benar
mencapai titik puncak. Mukanya merah padam. Matanya membeliak marah. Kalau tidak
ingat Adel bukan istrinya lagi, dia pasti sudah mengamuk.
"Dengan siapa anak-anak di rumah?" "Anak-anak masih di sekolah."
"Nana pasti sebentar lagi sudah pulang!"
"Mengapa kamu tiba-tiba begitu memperhatikan anak-anak?"
"Kamu mulai menelantarkan mereka"
"Siapa bilang" Apa bukan kamu yang menelantarkan mereka?"
"Karena itu sekarang aku mengajakmu pulang bersama-sama. Kita makan di rumah
bersama anakanak." "Jangan hari ini. Aku ada janji."
I 17"Kamu lebih mementingkan dia daripada anakanakn"
"Mengapa kamu begitu ingin mengganggu kesenanganku" Aku tidak pemah mengganggu
kesenanganmu!" "Aku hanya ingin mengajakmu makan siang bersama anak-anak! Memberi mereka
kegembiraan. Salahkah itu?"
"Tentu saja tidak Tapi rumah itu bukan rumahmu lagi. Kalau kamu hendak makan di
sana, kamu tidak bisa datang seenaknya! Harus dengan persetujuanku dulu." Terus
terang sesudah mengucapkan kata-kata sekeras itu, Adel menyesal. Apalagi melihat
bagaimana perubahan air muka Hiskia. Bagaimana terpukulnya dia Tanpa mampu
mengucapkan sepatah kata pun, Hiskia meninggalkan tempat itu dengan marah. Saat
itu pintu terbuka. Hendarto bersandar di ambang pintu.
"Tembakan yang bagus," pujinya kagum. "Laih kali dia akan berpikir dua kali
sebelum meremeh. kan wanita." Tetapi mengapa aku tidak merasa gembira" pikir
Adel bingung. Tidak merasa puas" Aku malah takut dia tidak kembali lagi Dan jera
mengajakku makan siang bersama anak-anak.
*** 18 R)Kenyataannya, sejak saat itu, Hiskia tak pernah lagi datang ke rumah.
Kecuali hari Minggu bersama Pia. Menengok anak-anak. Dan ternyata yang kecewa
bukan hanya anakanaknya. Adel juga. Dia menyesal telah balas memukul terlalu
keras. Sekarang Hiskia telah kembali kepada kekasihnya. Mereka kelihatan begitu
mesra. Sampai muak Adel melihatnya. Padahal minggu lalu, dia punya kesempatan
untuk merebut Hiskia kembali.
"Apa gunanya merebut untuk sesaat" hibur Hendarto mantap.
"Jika kamu begitu gampang menyerah, segampang itu pula dia akan meninggakanmu
lagi!" Tetapi apa pun pendapat Hendarto, Adel tetap menyesali diri. Sekarang
Hiskia seperti hendak membalas dendam. Sengaja dia memperlihatkan kemesraan yang
berlebihan kalau berada rumahnya. A di depan anak-anaknya. Hanya Nirwana yang
berani menyatakan perasaannya dengan terang-terangan. Dia memukul tangan yahnya
dengan gemas kalau Papa memegang taA Tante Pia. Atau mengomelinya kalau Papa
meraih bahu Tante Pia dan mengajaknya pulang Nana malah berani memukuli dan
mencubiti lengan ayahnya dengan geram ketika Papa menyuapkan sepotong kue ke
mulut Tante Pia. Adel juga tidak suka melihat tindakan Hiskia itu. Muak melihat
tingkahnya. Tetapi dia masih bisa berbasa-basi. Dan menegur anaknya.
I 19"Nana!" tegurnya kaget.
"Jangan begitu dong!"
"Nggak apa, Mbak." Pia juga ikut berbasa-basi biarpun hatinya mengkal.
"Namanya juga anakanak Sini, Na. Sama Tantel Nana juga mau kue?" Tetapi Nana
bukan ingin kue. Dia menghendaki ayahnya. Itu yang harus dikembalikan Tante Pial
Bukan kue. Karena itu dengan muka cemberut dan mata membelalak marah dia
meninggalkan mereka. Tanpa mengacuhkan tawaran Tante Pia. Persetan! Makan saja
sendiri kuenyal Cuma Swarga yang tidak berkata apa-apa. Tidak bereaksi. Tapi
bukan berarti tidak melihat. Dan bukan berarti tidak marah. Bedanya, dia
memendam kemarahannya. Tidak berbasa-basi seperti Mama. Juga tidak meledak
seperti Nirwana. Tetapi karena Swarga tidak menumpahkan perasaannya, dialah yang
sebenarnya paling tersiksa. Dia harus dian pada saat seharusnya dia sudah
berteriak. Dan justru karena diannya itu, dia luput dari perhatian orangtuanya.
**** "Kalau mau pacaran, jangan di depan anak-anak!"
cela Adel marah. Dia sengaja menelepon Hiskia
di kantor keesokan harinya.
"Di rumahmu saja!"
"Siapa yang pacaran" Masa menggandeng tangan
120 R)saja tidak boleh" Dulu, aku juga sering menyuapkan kue ke mulutmu di depan
anak-anak!" Tapi perempuan itu bukan aku! Justru karena merasa hak ibunya
dirampas, Nana marah!"
"Salahmu sendiri! Kamu menolak kuajak berdamai." "Karena itu kamu membalas
dendan" Kalau ingin membangkitkan kecemburuanku, tidak perlu di depan anakanak!" Dengan geram Adel membanting teleponnya. Tetapi lima detik kemudian,
teleponnya berdering | lagi. Disekanya air matanya, dikeringkannya hidungnya,
sebelum mengangkat telepon itu.
"Kamu juga membuatku cemburu dengan bergaul dengan dokter tua bangka itu!" Adel
tidak terkejut ketika mendengar suara Hiskia lagi di telepon. Dia cuma merasa
jengkel. "Apa salahku" Aku bukan istrimu lagi! Aku bebas bergaul dengan pria yang
kusukai" "Tapi aku tetap cemburu"
"Itu urusanmu sendiri Tapi jangan membangkitkan kemarahan anak-anak. Mereka
sudah cukup menderita!" "Aku ingin menyenangkan mereka. Mengajak mereka makan
siang bersama. Kamu yang nggak ma!"
"Bukan nggak mau. Tapi hari itu aku sudah ada janji Kamu tidak bisa mengaturku
semaunu sendiri. Seenak dulu. Sekarang, aku punya kesibukan sendiri'
"Si Tua itu lebih penting daripada anak-anak"
12I"Bukan soal siapa yang lebih penting! Soalnya aku sudah janjil Dan lagi, dia
belum tua Umurnya lima puluh saja belum!"
"Aku tidak suka kamu bergaul dengan dia!"
"Aku tidak minta pendapatmu! Kamu memang tidak suka aku bergaul dengan siapa
pun!" Dengan sengit Adel membanting teleponnya. Tapi untuk kedua kalinya
teleponnya berdering lagi.
"Aku berhak memberi saran siapa yang pantas menjadi ayah tiri anak-anakku!"
sergah Hiskia beTang. "Dan aku pantas memberi saran siapa yang tepat untuk menjadi penggantiku"
"Pria itu tidak cocok untukmu. Tidak sesuai untuk anak-anak kita"
"Pernahkah aku mencela pacarmu"
"Mengapa kamu selalu mengajak bertengkar" Kamu berubah sekali sejak bergaul
dengan lelaki itu." "Jangan salahkan dia. Kamu yang mengubahku jadi begini."
"Dulu kamu lemah lembut dan sabar. Tidak pemberang seperti ini."
"Kamu tahu apa sebabnya, kan"
"Dengar Ma. Kita bercerai baik-baik. Aku setuju anak-anak ikut kamu. Tapi bukan
berarti aku tidak berhak lagi menentukan masa depan mereka!"
"Kamu setuju anak-anak ikut aku karena mengira aku tidak bakal menikah lagi,
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan" Siapa sih yang mau pada bekas istrimu yang sudah tua dan kempot?"
122 R)"Kamu yang bilang begitu. Bukan aku!" "Sekarang ketika muncul seorang
calon suami bagiku, kamu baru kelabakan memikirkan masa depan anak-anakmu!"
"Tidak salah, kan" Aku tidak rela anak-anakku telantar!"
"Jangan khawatir. Bagi seorang ibu, anak-anak adalah yang terpenting! Aku memang
membutuhkan seorang teman untuk diriku sendiri. Tapi jika demi kesenanganku
anak-anakku menderita, aku akan memilih anak-anakku. Apakah jaminanku cukup
memuaskanmu?" "Kamu benar-benar sudah berubah desis Hiskia antara kesal dan kagum.
"Karena itu jangan repot-repot mengurusi kami." "Aku tidak percaya kamu sudah
tidak membutuhkanku lagi."
"Sampai kapan pun aku dan anak-anak tetap membutuhkanmu. Kamu yang meninggalkan
kami." Adel meletakkan teleponnya. Ketika telepon itu berdering lagi,
diangkatnya dengan kesal. "Sudah cukup apa yang telah kamu lakukan terhadapku"
geram Adel menahan tangis.
"Benar" terdengar suara Dokter Hendarto yang keheran-heranan.
"Padahal aku baru hendak mengajakmu makan siang!"
**** "Bagaimana kalau liburan ini kita bawa anak-anak
I23 R)ke Bali?" usul Hendarto ketika mereka sedang
makan siang bersama. "Tidak bosan, kan?" Bosan" Tentu saja tidak. Anak-anak pasti senang. Adel juga
bisa melupakan kepengapannya melihat ulah Hiskia. Tapi berlibur bersama seorang
lakilaki yang bukan suaminya.
"Kita pesan dua kamar yang terpisah." Hendarto tersenyum bijak. Seperti dapat
memahami kebimbangan Adel.
"Kita kan sudah terlalu tua untuk digunjingkan?" Hendarto memang selalu begitu.
Dia selalu memandang segalanya dari sudut humor. Rasanya tidak ada yang serius
dalam hidup ini. Semua dipandang enteng. Tetapi bukankah memang laki-laki
seperti ini yang dibutuhkannya untuk penawar duka" Lelaki yang terlalu serius
malah menambah pusing kepalanya.
"Akan kutanyakan dulu pada anak-anak, sahut Adel meskipun dia tahu tidak perlu
menanyakannya. Anak-anak pasti setuju. Apalagi Nirwana.
"Papa ikut" Cuma itu pertanyaan Nana. Adel menggeleng sambil menghela napas. Ya,
seandainya Hiskia bisa ikut: Tetapi. ah, mana mungkin dia ikut" Hiskia tidak
menyukai Bali. Dan dia pasti tidak dapat meninggalkan Pial
**** BALI memang tidak pernah mengecewakan pecintanya. Semua bergembira. Bahkan
Swarga yang pendiam tidak dapat menyembunyikan minatnya ber. main di laut.
Hendarto mengajarinya berenang. Dan mengajaknya ikut menonton lomba berselancar
di atas air Olahraga yang memadukan keberanian dan kelincahan.
"Hati-hati" pinta Adel khawatir Aga belum begitu pandai berenang Jangan dibawa
ke tengah laut!". "Sudah pernah tenggelam tidak harus membuatnya takut air sahut Hendarto tegas.
"Jangan takut-takuti dia." Hendarto menang membuat Swarga tidak jera pergi ke
laut. Dia sengaja mengajak Swarga jauh sampai ke tengah laut dengan perahu
motornya. Meninggalkan Adel berdebar-debar menunggu di pantai. Ternyata, Swarga
menyukai petualangan di air. Dan ternyata, dia lebih berani daripada yang di
125 -Tsangka ibunya. Dia tidak jera ke laut. Walaupun sudah pernah hampir tenggelam.
Hampir tiap hari Swarga ke laut bersama Hendarto. Dan pada hari keempat, Nirwana
berkeras minta ikut. Dia tidak mau kalah. Masa tiap hari disuruh menunggu di
pantai saja" Nirwana sudah bosan main pasir Siapa bilang cuma anak laki-laki
yang harus berani'. "Oke, besok kita berperahu bersama-sama di Danau Batur Hendarto tersenyum lebar
"Di sana Mama pasti tidak takut"
**** Danau Batur berasal dari kawah gunung berapi yang telah meletus beberapa ribu
tahun yang lalu. Bekas kawah itu kemudian terisi air. Pemandangan di danau itu
sangat indah. Udaranya pun sejuk. Tidak heran banyak wisatawan datang ke sana
untuk berperahu mengelilingi danau. Ketika Adel dan anak-anaknya tiba di sana
sore itu, kebetulan air Danau Batur sedang tenang. Tidak bergelombang. Hendarto
menyewa sebuah perahu motor. Dan mereka menghabiskan waktu dengan berperahu
mengelilingi danau. Anak-anak tampak sangat gembira. Lebih-lebih karena Hendarto
pandai sekali menceritakan asal mula danau ini."Dari mana Anda tahu begitu
banyak, Dokter" tanya Adel kagum.
"Tidak diajarkan di fakultas kedokteran kan?" Hendarto tertawa lunak.
"Saya sangat mencintai Bali," katanya berkelakar seperti biasa.
"Kalau kita mencintai sesuatu kita selalu ingin tahu tentang dia bukan?" Adel
balas tersenyum. Pura-pura tidak mengerti ke mana arah kata-kata Dokter
Hendarto. Walaupun sebenarnya jantungnya berdetak lebih kuat. Dan darahnya
berdesir lebih cepat. Cinta. cintakah dokter ini padanya" Kalau tidak. apa
maksud katakatanya tadi"
"Berada bersama anak-anakm dalam liburan yang menyenangkan begini mengingatkan
saya pada anak-anak." gumam Hendarto setengah merenung.
"Sesungguhnya masa berkumpul bersama anakanak ketika mereka masih kecil-kecil
adalah masa yang paling membahagiakan." Tetapi mengapa Hiskia tidak mempunyai
pikiran seperti itu pikir Adel sedih. Mengapa dia tega meninggalkan anak-anaknya
untuk pergi dengan wanita lain" Tidak menyesalkah dia nanti" Ketika melihat
anak-anaknya begitu lengket pada Dokter Hendarto mau tak mau perasaan itu
menyelinap juga ke hati Adel. Hendarto demikian sabar melayani
pertanyaanpertanyaan Nirwana yang seperti tidak ada habishabisnya. Dia begitu
tekun melatih Swarga berenang. Dan sikapnya yang lemah lembut itu bukan
127hanya ditujukan pada anak-anak saja. Terhadap Adel pun dia sangat penuh
perhatian. Dia yang memilihkan kelapa untuk Adel dan anak-anaknya. Dia pula yang
membagikannya. Selama liburan ini. Hendarto-lah yang telah bertindak dan
bersikap sebagai ayah mereka. Dan kesan itu telah mengguratkan impresi yang
dalam di hati Adel. Lelaki ini sangat menyukai anak-anak. Dia sabar. Humoris.
Selalu memandang semua persoalan dari segi yang positif. Hendarto juga mempunyai
pengetahuan yang sangat luas. Dan dia mau melayani keingintahuan anak-anak Adel
dengan sabar. Dia memiliki figur kebapakan yang prima. Praktis tanpa cela.
Bukankah lelaki seperti ini yang dibutuhkan oleh anak-anaknya" Oleh dirinya
sendiri" Tetapi. ah, pantaskah seorang dokter terkenal seperti dia mengawini
janda dengan dua orang anak seperti aku" Apa kelebihanku sampai bisabisanya aku
punya pikiran seperti itu
*** Sejak diceraikan oleh suaminya. Adel memang memiliki rasa rendah diri yang
berlebihan. Dia merasa sudah tua. Tidak menarik lagi. Tersisih dari pergaulan.
Tersingkir dari peredaran. Dia selalu beranggapan, kalau suami sendiri saja
sudah tidak menyukainya, apalagi orang lain!
128 R)Siapa sih yang masih berminat pada janda beranak dua yang sudah hampir
mati haid" Perasaan seperti itu memang wajar kalau dimiliki oleh seorang wanita di ambang
menopause. Apalagi yang diceraikan suami. Tetapi perasaan itu timbul berlebihan
dalam diri Adel. Hilangnya perhatian dan kasih sayang suami mengguncangkan
jiwanya. Ketika dalam keadaan seperti itu muncul figur Dokter Hendarto, kepercayaan diri
Adel muncul kembali. Ternyata masih ada seorang laki-laki terhormat yang
demikian memperhatikannya.
Sebaliknya psikiater itu mengerti sekali apa yang dibutuhkan Adel. Dia memberi
perhatian khusus kepada Adel hampir di setiap kesempatan Dan dia memperlakukan
wanita itu seolah-olah di se. orang wanita yang sangat berharga dan menarik.
Bukan janda yang sudah kehilangan daya pikat.
Sikapnya ketika menjemput Adel di kamarnya, menarikkan kursi untuknya di
restoran maupun di kedai kopi, membuat Adel merasa terlambung. Meskipun kadangkadang dia merasa rikuh juga. Tidak biasa diperlakukan seperti itu. Dan Hendarto
tidak segan-segan memperlakukan Adel seperti itu di depan setiap orang Termasuk
di depan anak-anaknya. Sikapnya yang demikian menghormati dan menghargai Adel
malah membuat anak-anak itu semakin menyukainya. Meskipun masih kecil, mereka
sudah dapat merasakan bila ada orang yang menghormati ibu mereka.
129"Jika belum mengantuk nanti, sesudah anakanak tidur, boleh mengajakmu ke nite
club"' tanya Hendarto sesudah makan nalan.
"Ke mite club"'" Adel tersenyum antara malu dan geli. Aduh. Dokter ini memang
ada-ada saja! "Apakah saya tidak terlalu tua, Dok?"
"Nite club diciptakan untuk tua-muda." sahut Hendarto simpatik.
"Dan ingat, jangan selalu menganggap dirimu tua. Kamu belum terlalu tua kalau
kamu sendiri masih merasa muda!"
"Tentu saja saya masih merasa muda kalau di tengah-tengah manula yang sudah
berumur tujuh puluhan semua!"
Aneh memang. Meskipun mulutnya berkata lain, kata-kata Dokter Hendarto seperti
cambuk yang melecut senangat Adel untuk berdandan secantikcantiknya. Supaya
tampak lebih muda. Dan tampil lebih menawan. Jangan sampai memalukan mendampingi
seorang dokter terkenal yang masih tampak gagah. Biarpun agak gemuk sedikit.
Supaya jangan dikira orang dokter itu pergi ke nie Club bersama babunya! Mulamula Adel mengira dia berdandan sehebat itu untuk Hendarto. Kali ini, Hiskia
tidak ada, bukan" Tetapi belakangan dia baru sadar, dia berdandan untuk dirinya
sendiri. Supaya tampil tidak
130 memalukan. Dan supaya dapat membuktikan, dirinya masih cukup menarik. Kalau
berdandan dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, mengapa tidak" Tak ada
salahnya, kan" Tampaknya Hendarto mengerti sekali perasaannya. Karena begitu
Adel muncul di ambang pintu. dia langsung memujinya. Bukan hanya dengan matanya.
Tapi juga dengan kata-kata. Dan dengan setangkai bunga yang disodorkannya ke
tangan Adel. "Kamu cantik sekali," pujinya polos. Sederhana. Tanpa dibuat-buat.
Tetapi betapapun polos dan sederhananya katakata itu, bagi Adel, pujian itu
merupakan sanjungan terindah yang mengembalikan kepercayaan dirinya.
Ternyata masih ada laki-laki yang mengaguminya! Dan lelaki itu bukan lelaki
sembarangan. Dia seorang dokter terkenal
*** Sesudah dua jan lebih menikmati kebersamaan di dalam nite club, Adel dan
Hendarto sama-sama dihinggapi perasaan tidak ingin berpisah. Karena itu Adel
tidak menolak ketika Hendarto mengajaknya berjalan-jalan di pantai Sungguhpun
malam telah larut. Tengah malam menelusuri pantai yang indah,
13Imembiaskan kehangatan di hati Adel. Kehangatan yang sudah sekian lama tidak
lagi menyinggahi hatinya. Ombak yang bergulung-gulung, gelap kehitaman di bawah
sinar rembulan yang redup tertutup awan, menambah sensasi aneh yang sulit
dijabarkan dengan kata-kata. Dan mampu memaksa Adel membiarkan tangannya
digenggam oleh seorang lakilaki yang bukan suaminya. Lama mereka membisu. Samasama larut dibius romantisnya suasana. Sama-sama terbuai oleh nostalgia cinta
mereka yang sama-sama telah berlalu. Di tempat lain. Dengan pasangan yang
berbeda. Adel tahu sekali, ini bukan cinta. Dia masih tetap mencintai Hiskia.
Karena itu perasaannya terhadap Hendarto pasti bukan cinta. Dia hanya merasa
tersanjung Merasa berharga kembali sebagai seorang wanita. Merasa bergairah
kembali. Walaupun belum sampai jatuh cinta. Apalagi suasana di sana begitu
menunjang. Malan yang temaran. Laut yang memukau. Kesunyian yang membius.
Hendarto juga memahami sekali perasaan wanita ini. Adelibarat sebuah buku yang
terbuka. Hendarto bisa membaca isinya dari halaman pertama sampai terakhir. Yang
membingungkannya justru hatinya sendiri. Bab satu sampai kesepuluh dikenalnya
dengan baik. Dia menganggap wanita ini pasiennya. Seseorang yang perlu ditolong.
Tetapi pada bab selanjutnya, dia semakin terikat
132 R)secara emosional. Dan perasaan simpati perlahanlahan mulai mengalami
transformasi bentuk. Sekarang, Hendarto sendiri ragu, mungkinkah pada bab
terakhir perasaan simpati itu berubah menjadi cinta yang sesungguhnya"
Mustahikah jatuh cinta pada pasiennya sendiri" Adelia seorang wanita yang
menarik. Pada usianya, dia tetap mampu membangkitkan gairahnya sebagai seorang
pria. Dia memang tidak terlalu cantik lagi. Tetapi di atas empat puluh, tidak
mungkin lagi mengharapkan kesempurnaan daya tarik fisik, bukan" Adel melengkapi
kekurangannya itu dengan sifatnya yang lugu. Lemah lembut. Sabar. Dan pasrah.
Adel adalah tipe wanita yang menyebabkan seorang laki-laki ingin selalu
menolongnya ingin melindunginya. Dan dia mempunyai dua orang anak yang manismanis. Yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang Hal-hal itukah yang
memungkinkan terciptanya bab terakhir hubungan mereka"
"Barangkali ini bukan cinta, Adel, cetus Hendarto terus terang.
"Pada mulanya, kita hanya saling membutuhkan. Tapi jika kamu ingin, biarkanlah
perasaan ini berkembang ke arah yang diinginkannya." Sebenarnya Adel malu
membicarakan perasaannya. Tetapi dia sudah terbiasa menghadapi Hendarto. Lamakelamaan dia sudah kenal cara dokter itu menghadapi persoalan. Dia selalu
memandang setiap problem dengan santai. Tapi realistis. Dewasa.
133Kadang-kadang dia membahas persoalan pribadi mereka seperti sedang mengupas
sebuah kasus. Seperti malam ini.
"Sering saya merasa bersalah kepada Anda, Dokter, gumam Adel dengan perasaan
malu. "Saya merasa telah memperlakukan Anda secara tidak adil."
"Karena memperalat saya untuk membangkitkan cemburu mantan suamimu" Senyum
mengembang di bibir Hendarto.
"Tak ada masalah. Itu memang salah satu terapi untuk mengembalikan kepercayaan
dirimu yang telah runtuh."
"Karena saya belum dapat membalas budi dan perhatian Anda yang demikian besar."
"Dan belum dapat mencintai saya" Jangan khawatir. Itu bukan salahmu. Kamu hanya
belum mau membuka pintu hatinu. Karena sebenarnya, masih ada orang lain di
sana." "Sampai sekarang saya belum dapat mengeluarkannya, Dokter."
"Tak usah buru-buru. Suatu saat nanti, kamu akan sadar, tempatnya bukan di sana
lagi." "Barangkali saat itu saya baru sembuh, Dokter!"
"Sekarang pun kamu telah berangsur sembuh. Jantungmu tidak pernah kumat lagi,
kan" Sakit kepala pun telah berkurang."
"Dokterlah yang menyembuhkan saya. Dokter yang telah mengembalikan kepercayaan
diri saya." "Karena mengagumimu" Menganggap dirimu seorang wanita yang menarik"
"Dokter telah menyelamatkan saya dari jurang kehancuran mental akibat perasaan
rendah diri." I34 R)"Karena merasa masih ada seorang laki-laki yang menginginkanmu" Kamu bukan
hanya merasa, Adel. Karena saya sekarang benar-benar mengharapkanmu."
"Saya sangat berterima kasih, Dokter. Tapi saya tidak dapat membalasnya dengan
cinta." "Tentu saja. Jangan membalas budi dengan cinta. Selama kamu masih mencintai
mantan suaminu. bagaimana kamu dapat memberi tempat kepada laki-laki lain?"
"Tak pantas saya mengharapkannya lagi. Dia sudah menjadi kenangan masa lalu."
"Suatu hari kamu akan sadar, realita tidak selalu seperti yang kamu harapkan.
Tapi betapapun pahitnya, kamu harus tegar dan berani menghadapinya." Dokter
Hendarto berhenti melangkah. Dipegangnya kedua tangan Adel dengan lembut. Sesaat
mereka berdiri berhadapan. Dilatarbelakangi oleh panorama laut yang indah.
"Dan kalau saat itu tiba nanti, saya harap kamu mau membuka pintu hatinu
kembali. Barangkali bukan saya pria yang beruntung kamu undang masuk ke dalam.
Tapi saya harap, pria itu ada. Karena kamu bukan tipe wanita yang dapat hidup
tanpa seorang laki-laki."
***** Sampai subuh Adel belum dapat memicingkan
135 R)matanya. Padahal dia telah cukup lama berbaring di tempat tidur. Kata-kata
Dokter Hendarto yang demikian bermakna sulit dienyahkan dari benaknya. Semua
kata-katanya tidak ada yang salah. Mengapa dia begitu bodoh, masih mengharapkan
kembali suami yang telah menceraikannya" Hiskia telah pergi dengan perempuan
lain. Perempuan yang lebih tepat untuknya. Yang dipilihnya. Mengapa harus
mengharapkannya lagi" Di sini ada seorang laki-laki lain. Laki-laki yang sebaya.
Berpandangan luas. Sabar. Dan bijaksana. Penuh pengertian. Mengapa harus
menolaknya pada saat dia masih dapat memilikinya" Pada umurnya sekarang, Adel
tidak mempunyai terlalu banyak pilihan. Mengapa menolak yang terbaik" Jika
Hiskia melihat mantan istrinya masih dapat menikah lagi, dengan seorang
psikiater terkenal pula, barangkali dia akan menyesal menceraikan istrinya. Saat
itu barangkali dia baru sadar, Adel masih memiliki daya tarik yang cukup besar
sebagai wanita. Ah, mengapa pikiran itu yang menjadi tolok ukurnya" Mengapa
harus selalu bertumpu pada Hiskia" Jika aku ingin menikah lagi, harus karena aku
mencintai pria itu, pikir Adel mantap. Bukan karena ingin membalas dendam pada
Hiskia! *** 136 R)ADEL sedang sibuk berhias ketika pintu kamarnya diketuk dua kali. Terkejut
dia melirik jam tangannya. Masa Hendarto datang menjemputnya secepat ini" Dia
bilang pukul sembilan. Kalau anak-anak sudah tidur. Sekarang, Nirwana saja belum
tidur. Apalagi Swarga. Nana sedang berbaring tertelungkup di ranjang. Mengawasi
ibunya berdandan dengan penuh minat. Alangkah cantiknya Mama, pikirnya kagum.
Kapan pernah dilihatnya Mama secantik ini" Nana memiringkan kepalanya dengan
penuh perhatian. Kedua tangannya menopang dagunya. Sikunya bertelekan ke atas
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bantal. Dengan penuh minat dia memperhatikan ibunya memoles bibirnya dengan
lipstik. Uh, bagusnya bibir Mama sekarang! Memerah segar. Kapan dia juga bisa
memakai pemerah bibir seperti itu" Barangkali nanti. kalau Mama. sudah pergi"
Sebentar lagi Mama dijemput Oom Darto. Kalau
I37Swarga sudah tidur. ehm, Nana akan mencoba memoles bibirnya. seperti Mama.
Tetapi Nirwana kecewa. Mama tidak meletakkan pemerah bibir itu di meja riasnya.
Dimasukkannya lipstik itu ke dalam tasnya. Dan Mama pasti akan membawa tas itu.
Pasti! Begitu pintu diketuk, Nirwana sudah melompat hendak membuka pintu. Tetapi
Adel melarangnya. "Biar Mama saja. Na," katanya sambil bergegas memakai giwangnya.
"Biasanya Oom Darto selalu tepat waktu. Jangan-jangan bukan dia!" Ada apa"
gerutu Adel dalam hati. Hendarto hendak membatalkan janji" Sekarang baru pukul
delapan lewat empat puluh lima menit. Mereka belum lama kembali dari ruang
makan. "Ayo, sikat gigimu, Na, perintah Adel sambil melangkah ke pintu. "Aga, cuci
kakimu. Naik ke tempat tidurT Anak-anak pasti tidak akan ingat mencuci kaki dan
menyikat gigi kalau Adel keburu pergi. Mereka akan bermain terus sampai
mengantuk Dan langsung tidur. Hhh, dasar anak-anak! Mesti saja disuruh. Sambil
menghela napas dalam-dalam Adel membuka pintu. Siap menghadapi keadaan yang
terburuk. Senyum minta maaf Hendarto. Dia membatalkan janji. Ada acara yang
lebih penting. Dia bertemu seorang koleganya. Seorang teman lama. mungkinkah.
seorang wanita" Dan Adel tertegun di ambang pintu.
138 R)"Halo!" sapa Hiskia sambil memaksakan seuntai senyum.
"Boleh aku masuk" Adel hampir tidak mempercayai matanya sendiri. Hiskia di Bali"
Di tempat yang paling tidak disukainya" Dia tampak demikian lelah. Agak lusuh.
Tangannya menjinjing sebuah koper kecil. Adel kenal sekali koper itu. Dulu dia
sering membenahi koper itu kalau Hiskia ke luar kota. Kalau dia harus tinggal
semalam di sana untuk urusan bisnis.
"Papa!" Nirwana melompat dari ranjangnya dengan gembira. Dia lari merangkul
ayahnya. Hiskia langsung berjongkok. Meletakkan kopernya. Dan menerima Nana
dalam pelukannya. "Halo, Manis!" Hiskia mendekap putrinya dengan penuh kerinduan.
"Papa kangen sekali." Nirwana tidak menjawab. Dia hanya memeluk ayahnya. Seolaholah melampiaskan kerinduannya. Dan Adel mengawasi mereka dengan setitik
keharuan di hatinya. Hanya Swarga yang tetap di dalam kamar. Memang dia juga
terkejut. Tetapi tidak menampakkan emosinya. Dan tidak memperlihatkan tandatanda
hendak memeluk ayahnya. Dia hanya diam mengawasi dari kejauhan.
"Boleh aku masuk" tanya Hiskia sambil bangkit menggendong Nana.
"Jangan." sahut Adel sambil menghela napas berat. "Sudah malam."
"Tapi aku ingin bertemu anak-anak."
"Biar mereka ke kamarmu."
139"Aku bahkan belum memesan kamar."
"Nah, pesanlah. Sebelum kehabisan."
"Jauh-jauh aku datang ke Bali, begini sikapmu padaku?"
"Aku harus bagaimana" Bersorak riang melihat kedatanganmu" Aku malah tidak tahu
kamu mau datang." "Kejutan." "Meeting di sini?"
"Tidak." "Rekreasi" Aneh juga kamu sekarang menyukai Bali."
"Aku datang ke sini untuk menjumpai anakanak."
"Dari mana kamu tahu kami di sini
"Tidak sulit. Dan tidak penting. Yang penting, aku lapar sekali. Mau menemaniku
makan" "Kami baru saja makan."
"Es krimnya enak, Pal" cetus Nirwana tiba-tiba.
"Nana mau minum es krim lagi" Mana Aga?" Hiskia memanjangkan lehernya untuk
melongok ke dalam kamar melewati bahu Adel.
"Halo, koboi. Ini Papa datang"
"Pa, sapa Swarga malas-malasan. Dengan segan dia bangkit menghampiri ayahnya.
"Lho, kok kayaknya nggak senang sih lihat Papa?" cetus Hiskia kecewa. Dibelainya
kepala anak laki-lakinya. Sementara lengannya yang lain masih menggendong Nana.
"Nggak kangen, ya?" Swarga cuma menggumam Tidak jelas apa yang dikatakannya.
**** 140"Selamat malam," sapa seseorang yang baru muncul di koridor di depan kamar
Adel. "Selamat malam," sahut Hiskia terpaksa. Tidak berniat menurunkan Nana dari
gendongannya. Tidak berniat pula menjabat tangan Hendarto.
"Apa kabar, Dok?"
"Baik. Sungguh suatu kejutan menjumpai Anda di sini, Pak Atmaja!"
"Terima kasih mau menemani anak-anak saya. Dokter Pramono."
"Dokter Hendarto Santoso," koreksi Adel cepatcepat. Brengsek. Hiskia memang
tidak pernah benar kalau menyebut nama orang yang tidak disukainya. Seenaknya
saja mengganti nama orang.
"Aku ada acara dengan Dokter Hendarto, sambung Adel.
"Kebetulan kamu datang. Bisa menemani anak-anak."
"Oke, sahut Hiskia terpaksa Hidungnya menghirup aroma parfum bekas istrinya.
Aroma yang sudah sangat dikenalnya. Yang membuat hatinya terasa perih. "Serahkan
saja mereka padaku."
**** "Sungguh tidak menyangka mantan suamimu sampai menyusul kemari." Dokter Hendarto
tersenyum pahit. "Saya juga tidak menyangka, sahut Adel jujur.
"Biasanya dia paling alergi ke Bali. Katanya tidakada lagi yang dapat dilihat di
sini kecuali turis dan pengasong."
"Sekarang dia pasti melihat yang lain."
"Maksud Dokter," gumam Adel lugu,
"dia sengaja menyusul kemari?"
"Dia datang sendirian, kan?"
"Dia tidak mengatakan pergi dengan siapa. Dia malah belum memesan kamar."
"Tapi dia sudah membawa koper"
"Lebih baik esok saya kembali ke Jakarta."
"Mengapa harus lari dari kenyataan"
"Kehadirannya selalu membuat perasaan saya tidak enak."
"Itu karena kamu berusaha mengingkari perasaanmu."
"Apa lagi yang dapat saya harapkan" Kami telah bercerail Mengapa dia masih
mengejar-ngejar saya?"
"Karena seseorang hampir merampas keluarganya."
"Itu tidak adil Dia yang meninggalkan kami!"
"Sekarang dia berusaha mengambil miliknya kembali."
"Tidak segampang itu. Sudah terlambat."
"Kadang-kadang orang baru merasa memiliki sesuatu kalau sudah hampir
kehilangan." "Dia sudah milik perempuan itu!"
"Laki-laki bisa berubah. Wanita juga. Sebelum tahu apa yang terjadi pada mereka
jangan cepatcepat mengambil keputusan."
"Dia tidak bisa kembali segampang itu!" geram Adel kesal.
"Sekalipun dia sudah merasa tidak
142 R)cocok dengan pacarnya. Dia telah meninggalkan kami begitu saja!"
"Hati-hati menilai perasaanmu, Adel," kata Hendarto sabar
"Jangan karena ingin membalas sakit hatimu kamu membuta-tuli terhadap perasaanmu
yang sebenarnya." Sekarang Adel menatap Hendarto dengan sungguhsungguh.
"Sebenarnya Dokter menginginkan saya kembali kepadanya atau tidak?"
"Tentu saja tidak. Karena saya juga mengharapkanmu. Tapi saya tidak mau kamu
menipu perasaanmu sendiri. Kamu yang harus memutuskan sendiri pilihanmu." Saat
itu Adel melihat Hiskia memasuki teras bersama anak-anaknya. "Dia membawa mereka
kemari, gerutunya menahan marah.
"Anak-anak seharusnya sudah tidur"
"Dia ingin mengawasi kita."
"Tapi membawa anak-anak kemari malam-malam begini. benar-benar keterlaluan!"
"Kamu tidak bisa mengusirnya. Dia juga tamu hotel. Dan anak-anakmu ingin minum
es krim." "Lebih baik kita keluar."
"Mengapa" Rikuh karena diawasi mantan suami dan anak-anakmu?"
"Kalau Dokter tidak mau membawa saya keluar. lebih baik saya kembali ke kamar."
"Kukira memang lebih baik kamu kembali ke kamar Pertama, sudah terlalu malam
untuk anakanakmu kalau mereka diajak ayahnya ke pantai jugamengikuti kita.
Kedua, suasana malam ini telah rusak. Ke mana pun kita pergi, pikiranmu sudah
tidak bersama saya lagi."
"Maafkan saya kalau telah menyakiti hati Anda, Dokter," keluh Adel serbasalah.
"Inilah kenyataan." Dokter Hendarto tersenyum pahit. Diangkatnya gelas
minumannya. "Harus dihadapi betapapun pahitnya."
**** Adel baru lima menit di kamarnya ketika pintu kamarnya diketuk ramai-ramai. Dia
tahu sekali siapa yang berani mengetuk pintu kamarnya seramai dan sekeras itu.
Dengan kesal dia membuka pintu. Dan anakanaknya menerobos masuk. Saling dahulumendahului menuju ke dalam.
"Terima kasih telah menemani anak-anak," ujar Adel ketus pada Hiskia yang masih
tegak di luar. Dia sudah bendak menutup pintu, tetapi Hiskia menahannya.
"Terima kasih pula kepadamu dan kepada doktermu itu karena acara kalian sangat
cepat." "Besok aku ingin bicara denganmu, geram Adel sengit.
"Mengapa tidak sekarang saja Aku siap mendengar"
"Tidak di depan anak-anak"
144Dengan kesal Adel menutup pintu. Agak terlalu keras dibandingkan biasa.
Tetapi Hiskia malah tersenyum puas menanggapi sikap wanita itu.
*** "Maaf karena telah merusak acaramu semalam." kata Hiskia di pantai keesokan
harinya. Anak-anak sedang dibawa Hendarto ke laut. Tampaknya dia memang sengaja
memberi kesempatan pada Adel untuk tinggal berdua saja dengan mantan suaminya.
Dia tahu banyak sekali hal yang harus mereka bicarakan.
"Mengapa kemari" tanya Adel dingin.
"Menyusulmu dan anak-anak sahut Hiskia tegas.
"Dan meninggalkan kekasihmu?"
"Dia sedang kukirim ke Singapura."
"Supaya tidak tahu kamu menyusulku ke sini?"
"Aku tidak rela anak-anakku lebih dekat kepada dokter itu daripada kepada
ayahnya sendiri." "Dokter Hendarto tidak pernah melukai perasaan mereka."
"Tahu apa yang Nana katakan padaku tadi malam?" "Perlukah aku tahu?"
"Dokter itu baik sekali."
"Kenyataannya memang demikian."
"Tapi aku merasa cemburu."
"Salahmu sendiri."
|45"Aku ingin memperbaikinya."
"Tidak mungkin. Kamu sendiri dengan suka rela telah menyerahkan hakmu pada orang
lain." "Aku serius. Aku ingin kembali."
"Dan meninggalkan kami lagi kalau kekasihnu kembali nanti?"
"Aku akan bicara dengan terus terang kepadanya. Aku yakin, dia mau mengerti."
"Begitu gampang kamu mempermainkan wanita!" geram Adel kesal. Tinggalkan setelah
bosan, kembali bila kamu suka" Tidak! Tidak ada jalan untuk kembali Aku telah
memutuskan untuk menerima lamaran Dokter Hendarto Santosol Dialah orang yang
benar-benar mengerti diriku."
"Kamu akan menyesal!" sergah Hiskia kecewa.
"Dia bukan ayah kandung anak-anakmu!"
"Apa kelebihan seorang ayah kandung kalau dia tidak berada di sisi anak-anaknya
pada saat dibutuhkan?" Aku berjanji tidak akan meninggalkan kalian lagi!"
"Terlambat! Pintu telah tertutup"
**** TETAPI Hiskia pantang menyerah. Baginya tidak ada kata terlambat. Dengan gigih
dia terus mengejar-ngejar miliknya yang hilang. Tentu saja melalui jalan pintas
yang paling mudah. Anak-anaknya. Dan kalau ada orang yang paling tahu bagaimana
mengambil hati anak-anak, tentu orang itu adalah ayah mereka sendiri. Sebentar
saja baik Swarga apalagi Nirwana, telah melekat kembali kepada ayah mereka.
Hiskia begitu sering datang ke rumah sampai Adel kadang-kadang merasa heran, ke
mana Pia" Apakah dia sudah kembali ke London" Sudah beberapa kali Nirwana
mengajak Adel berlibur lagi ke Bali. Kali ini bersama Papa. Tetapi Adel selalu
menolak. "Papa nggak suka ke Bali," katanya tegas.
"Tapi Papa yang ngajak, Ma!" protes Nana kecewa.
"Kenapa sih Mama nggak mau melulu kalau Papa yang ngajak?"
"Kita baru setengah bulan pulang dari Bali, masa mesti kesana lagi" Bosan, kan?"
147"Nggak, Mal Nggak bosan! Nggak bosan kan, Kak Aga?" Nana mencari dukungan
kakaknya. "Kalau Mama nggak mau, udah deh," sahut Swarga datar
"Nggak apa-apa."
"Lain kali saja. Sekarang kalian sudah hampir masuk sekolah. Liburan sudah
hampir habis. Masa jalan-jalan melulu"
"Kalau Oom Dokter yang ngajak mau?"
"Nana geram Adel marah.
"Jangan menguji Mama! Kalau Mama bilang tidak, kita tetap tidak pergi!" Nirwana
menyingkir antara sedih dan takut. Tetapi Swarga diam saja di tempatnya. Tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
**** "Aku heran apa yang sebenarnya terjadi di antara kita," keluh Pia dalam suatu
makan malam yang hambar bersama Hiskia
"Akhir-akhir ini kita jarang bertemu. Kamu seolah-olah sibuk terus dengan
urusanmu. Aku pun demikian. Padahal dulu kita selalu bersama-sama. Rindu rasanya
kalau tidak bertemu sehari saja!"
"Entahlah, Pia." Hiskia menghela napas dalam.
"Aku sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan diriku."
"Kamu merindukan anak-anakmu"
"Aku dapat melihat mereka kapan saja aku
148 R) mau. Tapi bagaimanapun, tetap tidak sama rasanya dengan tinggal bersama mereka.
Aku rindu bercanda dengan Swarga. Kangen dengan pijatan Nana di kakiku." "Bekas
istrimu tidak mau membiarkan mereka tinggal bersamamu sekali-sekali?"
"Dia tidak mengizinkan anak-anaknya tinggal bersama pasangan yang belum
menikah." "Kalau begitu, mengapa kita tidak menikah saja?" Hiskia terdiam. Tidak mampu
menjawab sepatah kata pun. Ya, mengapa mereka tidak menikah saja" Mengapa dia
justru merasa ragu sesudah kesempatan itu datang" Dan Pia membaca keraguan itu
dalam sikap kekasihnya. "Ketika kamu begitu tegar menceraikan istrimu dan meninggalkan anak-anakmu, aku
kira aku telah memilikimu," katanya sedih. Ternyata sampai sekarang, kamu masih
tetap milik mereka." "Aku mencintaimu." Kata-kata itu kini lebih mirip sebuah
keluhan. Seolah-olah mencintai Pia adalah sesuatu yang menyakitkan. Dan Pia
merasa hatinya sakit sekali.
"Tapi kamu masih tetap mencintai bekas istrimu. Lebih-lebih karena dia memiliki
anak-anakmu." "Apa yang harus kulakukan, Pia" desah Hiskia putus asa.
"Jangan tanya padaku. Aku sendiri masih belum dapat menjawab pertanyaanku
sendiri. Mengapa aku begitu gampang menyerahkan diri pada seorang pria yang
telah berkeluarga seperti kamu! Padahal
149aku selalu menganggap diriku wanita yang kuat dan pintar"
"Dulu aku benar-benaringin mengawinimu, Pia!" protes Hiskia lirih.
"Aku tidak pernah bermaksud mempermainkanmu! Meninggalkanmu begitu saja sesudah
memilikimu dan memperoleh apa yang kuinginkan"
"Lebih baik kita memikirkannya lagi sebelum menikah. Aku tidak ingin kamu
mengawiniku karena kasihan."
**** Lama Hiskia berperang dengan perasaannya sendiri. Dia masih mencintai Adel. Itu
harus diakuinya. Tapi dia juga sudah telanjur mencintai Pia. Adel ibarat seorang
ibu dan istri baginya. Tapi Pia dibutuhkannya sebagai kekasih. Sebagai penambah
gairah dan semangat hidupnya. Yang membuatnya akhirnya memilih kembali kepada
Adel adalah anak-anaknya. Karena dia tidak dapat berpisah dengan mereka. Ah,
mengapa seorang laki-laki tidak dapat memiliki dua wanita" Yang seorang sebagai
istri dan ibu anak-anaknya. Yang seorang lagi sebagai kekasih pembangkit
gairahnya" "Kalau aku tidak dapat memilikimu seorang diri, lebih baik aku tidak usah
memilikimu," kata Pia tegas.
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
150Akhirnya Hiskia menyerah. Dan memutuskan untuk kembali kepada istri dan anakanaknya. Tetapi jalan kembali tampaknya benar-benar tidak semudah yang
disangkanya. Adel berkeras menolaknya. Dengan segala cara Hiskia berusaha
mendekatinya. Dengan segala cara pula Adel menghindarinya. Bukan karena dia
sudah tidak mencintai Hiskia lagi. Tetapi karena hatinya belum dapat
menerimanya. *** "Selamat ulang tahun, Ma!" Nirwana mengecup pipi ibunya dengan penuh kasih
sayang Adel yang masih berjongkok menerima ucapan selamat anaknya dengan
terharu. "Terima kasih, Manis." Dipeluknya Nana dengan penuh kasih sayang Sebenarnya Adel
tidak mau merayakan ulang tahunnya kali ini. Ulang tahun pertama sesudah
perceraiannya. Tetapi anak-anak masih mengingat hari ulang tahunnya. Dan mereka
membuat kejutan. Memberikan hadiah seperti yang setiap tahun mereka lakukan.
"Aduh! Nana yang gambar sebagus ini?" Adel mengawasi gambar yang diberikan oleh
Nirwana sambil tersenyum geli. Gambar itu mestinya gambar seorang wanitacantik.
Matanya besar. Pipinya diberi pemerah. Bibirnya yang terlalu tebal diberi warna
merah darah. Giwang di telinganya besar sekali. Gaunnya juga amat bagus. Dari
pinggang ke bawah hampir berbentuk segitiga. Sepatunya bertumit tinggi. Tumitnya
runcing seperti dua batang paku. Ah, Adel sebenarnya ingin tertawa geli. Dia
menyadari betapa tidak berbakatnya putrinya menggambar! Tetapi karena di atas
kiri gambar itu ada tulisan Mama". Adel merasa sangat terharu.
"Ini gambar Mama?" cetusnya takjub.
"Siapa lagi dong" Uh, bangganya Nana mendengar nada suara ibunya! Wah, Mama
pasti sangat mengagumi gambarnya!
"Kok Mama gambarnya kayak cecak begitu"!" ejek Swarga sambil mencibir. Nirwana
memekik marah. Seperti seniman yang dibantai kritikus. Dia hampir memukul
kakaknya. Untung Adel keburu mencegah. Kalau tidak pasti mereka keburu baku
cakar. "Waktu Aga seumur Nana, kamu belum bisa menggambar sebagus ini Adel membelalak
kesal ke arah putranya. "Siapa bilang Swarga merajuk tersinggung.
"Paling tidak Nana sudah memberikan hadiah buat Mana." Aga juga punya hadiah
buat Mama!" "Mana" Kenapa tidak diberikan pada Mama"
"Mama nggak tanya!"
"Masa hadiah mesti ditanya"
I52"Ya, Aga kan belum sempat ngasih Mama kan baru pulang!"
"Aga punya hadiah apa?"
"Mama pasti nggak suka" 'Lho kalau Aga tahu Mama nggak suka kenapa dikasih
Mana?" Swarga memandang ibunya dengan ragu-ragu.
"Mama perlu sih."
"Hadiah apa?" "Mama suka nggak?"
"Mama kan belum lihat! Nggak bisa bilang dong." Misterius amat hadiah ini, pikir
Adel bingung bercampur geli.
"Mana hadiahnya, Aga" tanya Adel dengan hati berdebar-debar
"Mama ingin sekali melihatnya!" Hadiah apa yang pasti tidak disukainya" Seekor
katak hidup dalam kotak" Hi. Swarga kan tahu betapa jijiknya Mama. Sementara
Swarga mengambil hadiah istimewanya yang entah disimpan di mana, Adel
menempelkan gambar Nirwana di dinding Nana mengawasinya sambil memiringkan
kepalanya. Hhh rasanya semakin dilihat gambar itu makin bagus saja.
"Supaya setiap orang yang masuk rumah ini melihat gambar Nana. eh gambar Mama!"
kata Adel kepada putrinya.
"Terima kasih ya. Sayang." Dipeluknya anaknya sekali lagi. Dikecupnya pipinya
dengan lembut. "Mama suka" tanya Nirwana antara bangga dan tidak percaya.
153"Gambar ini" Tentu saja! Mama kan belum pernah dilukis!" Dan Swarga muncul di
dekat mereka. Tangannya menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Matanya
menatap ibunya dengan tegang. Adel jadi ikut-ikutan tegang melihatnya.
"Mana hadiah untuk Mama, Aga?"
"Mama suka" tanya Swarga bimbang. 'Lho Mama kan belum lihat" Swarga menyodorkan
hadiahnya. Dan sejenak Adel tertegun. Kaget. Bingung. Heran. Benda itu bukan
benda yang asing lagi baginya. Tiap hari dilihatnya. Tapi sebagai hadiah ulang
tahun dari anaknya" Sungguh terasa aneh.
"Mama pasti nggak suka cetus Swarga kecewa melihat sikap ibunya.
"Siapa bilang" Buru-buru Adel mengambil pisau dapur itu dari tangan anaknya.
"Mama suka sekali. Bisa untuk menambah peralatan masak Mama di dapur, kan?"
"Pisau sih Mama udah punya banyak di dapur ejek Nirwana geli.
"Tapi yang sebesar ini Mama belum punya! Mama pasti perlu!"
"Tentu. Mama perlu pisau ini," potong Adel sambil menyembunyikan rasa
bingungnya. Mengapa anak laki-lakinya yang berumur dua belas tahun memberikan
pisau dapur sebesar ini sebagai hadiah ulang tahun" Apa maksudnya" Akan
ditanyakannya nanti kepada Dokter Hendarto! Ini
154suatu hadiah ulang tahun yang tidak biasa, kan" Nah, dia pasti punya teori!
"Terima kasih, Aga." Adel meletakkan pisaunya dan memeluk Swarga dengan lembut.
"Akan Mama taruh pisau ini di dapur, ya." Dengan hati-hati Adel mengambil pisau
itu dan membawanya ke dapur. Kedua anaknya mengikuti dari belakang.
"Nah, sekarang sebagai tanda terima kasih, Mama akan membawa kalian minum es
krim!" "Tadi Papa telepon, sahut Nirwana seperti baru teringat sesuatu. "Katanya nanti
malam kita mau dijemput. Makan di restoran Pesta ulang tahun Mama!" "Nanti malam
nggak bisa." sanggah Adel kaget. Hiskia masih ingat hari ulang tahunnya"
"Mama sudah janji."
"Pergi sama Oom Dokter" potong Nirwana segera. "Nana boleh ikut ya, Ma?"
**** "Terima kasih." Dengan kaku Adel menerima uluran tangan Hiskia dan ucapan
selamatnya. Tahun lalu, dia masih menerima kecupan mesra di bibirnya.
"Bukalah," pinta Hiskia ketika menyodorkan sebuah bungkusan kecil. "Ah."
155Adel tampak terkejut dan rikuh menerima bungkusan itu. Tidak menyangka masih
mendapat hadiah dari bekas suaminya. Terpaksa dia membuka hadiah ulang tahunnya.
Dan kilau berlian menyilaukan matanya. Sebuah gelang bertatahkan berlian yang
sangat indah. dan pasti sangat mahal pula. Adel langsung menutup kotaknya
kembali. Dan menyerahkannya kepada Hiskia.
"Maaf, aku tidak dapat menerimanya," katanya serbasalah.
"Mengapa" protes Hiskia kecewa.
"Karena aku bekas suamimu" Aku tidak boleh lagi memberimu hadiah ulang tahun"
"Tidak yang semahal ini!"
"Apa bedanya" Hadiah dilihat dari artinya, bukan harganya"
"Justru karena pemberianmu itu sangat berarti, aku tidak dapat lagi
menerimanya." "Karena kamu masih sakit hati kukhianati?"
"Karena kamu sudah milik perempuan lain!"
"Kami belum menikah!"
"Tapi kita telah bercerai"
"Aku akan mengajakmu rujuk kembali! Dan malam ini, aku akan melamarmu lagi!
Karena itu kuberikan gelang ini sebagai tanda kesungguhanku"
"Tidak cetus Adel kaget. Wajahnya langsung memucat. Pias. Seperti tembok putih
di belakangnya. "Papa!" Nirwana berlari-lari masuk dan menghambur menyerbu ayahnya.
I56 R)"Nanah!" Hiskia menggendong anaknya dan mengecup pipinya.
"Sudah siap, Sayang"
"Mama nggak mau pergi, Pa!"
"Tapi kalian sudah berpakaian rapi."
"Sebentar lagi dijemput Oom Dokter Mama sudah ada janji!"
"Oom. Dokter" Hiskia menurunkan anaknya dengan lulunglai.
"Oom Darto, sambung Nirwana lincah.
"Kita mau pestain Mama!" Hiskia menoleh ke arah Adel. Dan menatapnya dengan
kecewa. "Jadi aku terlambat lagi?"
"Selamat malam!" sapa seseorang di belakangnya.
"Apakah saya datang terlalu pagi?"
***** Santapan di restoran itu sangat lezat. Suasananya pun nyanan. Suara penyanyi di
panggung sana tidak terlalu keras membisingkan telinga. Lagunya pun lembut
membelai. Kadang-kadang malah hanya dentang suara piarno yang mengisi suasana
santai di tempat itu. Pengunjung yang tidak terlalu banyak juga tidak terlalu
keras mengobrol. Tidak mengganggu pengunjung yang lain. Bukan cuma Hendarto yang
menikmati santapan 157malam yang lezat itu. Anak-anak juga menyukainya. Padahal mereka jarang
menikmati jenis makanan seperti itu. Hiskia tidak menyukai jenis makanan yang
dihidangkan di sana. Terlalu berlemak, katanya berdalih. Padahal sebenarnya dia
cuma tidak suka. Jenis makanan lain yang lebih berlemak asal digemarinya, pasti
dilahapnya juga. Ya, kadang-kadang Hiskia memang terlalu dominan. Terlalu
bersifat diktator. Perintahnya absolut. Keinginannya mutlak harus dituruti. Dia
yang menentukan mereka makan di mana. Makan apa Siapa yang boleh mereka ajak. Ke
mana mereka pergi kalau libur. Berapa lama mereka menginap. Pendeknya, semua
keputusan berada di tangannya. Wewenangnya mutlak sebagai kepala keluarga. Anakistrinya cuma menurut saja. Padahal kadang-kadang Adel ingin juga makanan jenis
lain. Kadang-kadang dia ingin juga mempraktekkan resep baru dari majalah wanita.
Termasuk yang Hiskia tidak suka. Sering Adel mendambakan pergi berlibur ke
tempat yang tidak disukai Hiskia. Tetapi dia tidak pernah berani mengatakannya.
Lagi pula buat apa" Pasti ditentang Hiskia. Dan mereka tidak pergi ke sana.
Sekali-sekali Adel ingin juga mengundang temannya makan bersama. Ingin mengajak
tetangganya main ke rumah. Tetapi tanpa izin suami, Adel tidak akan
melakukannya. Dan dia tahu, Hiskia pasti akan melarangnya.
158"Buat apa?" kilahnya sinis.
"Ngobrol-ngobrol begitu paling bikin gosip! Menjelek-jelekkan orang lain! Suami
si anulah punya bini muda. Istri situlah simpanan babe. Lebih baik kamu ngobrol
sama Nana." Anehnya, kebebasan itu baru dimiliki Adel sesudah bercerai. Sesudah
berpisah dengan Hiskia. Hendarto lebih demokratis. Dia memberi keSempatan pada
Adel dan anak-anaknya untuk memilih. Meskipun sering juga dia yang mengusulkan.
Dia tidak pernah memaksakan kehendak. Apakah karena dia belum menjadi kepala
keluarga" Hendarto selalu menanyakan lebih dulu apa yang ingin mereka makan.
Satu per satu ditanyainya. Mulai dari Adel Nirwana. Lalu Swarga. Dia sendiri
menyukai semua jenis makanan. Pantas saja gemuk. Selesai makan lampu di sekitar
meja mereka diredupkan. Dan penyanyi berhenti mengalunkan suaranya. Padahal dia
masih di tengah-tengah lagu If I Only Had Time. Lalu piano mengalunkan Happy
Birthday Dan sang penyanyi langsung menyanyikan lagu itu. Bersamaan dengan itu,
beberapa orang pelayan mengiringi sebuah kereta kecil yang didorong ke luar dari
arah dapur. Di atasnya, menjulang sebuah kue ulang tahun. Adel terkejut dan
takjub ketika menyadari kue itu dibawa ke meja mereka. Anak-anak langsung
bersorak gembira. "Selamat ulang tahun, Adel," kata Hendarto
159lembut. Senyumnya sehangat tatapannya. Sehangat cahaya lilin kecil yang
menyala di atas kue. Adel merasa sangat terharu. Sampai tak mampu mengucapkan
terima kasih. Bahkan tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
"Tadinya aku ingin memberikannya di restoran," Hendarto menyodorkan sebuah kotak
kecil yang dibungkus kertas harum berwarna merah muda. Mereka sedang duduk minum
di sofag. Anakanak sudah tidur.
"Tapi aku belum minta izin padamu, bolehkah memberikannya di depan anak-anak."
Adel tertegun melihat bungkusan itu. Tetapi Hendarto sudah meletakkan kotak itu
di tangannya. "Bukalah, pintanya lembut. Bergetar tangan Adel ketika mengoyak bungkusan itu.
Dan membuka tutup kotaknya. Kilau berlian menyilaukan matanya. Dan dia hampir
tak dapat menahan tangisnya. Sebuah gelang bertaburkan berlian. intan yang di
tengah begitu besar dan indahnya memukau mata. Sama cemerlangnya dengan hadiah
yang diberikan Hiskia tadi.
"Saya tidak berani menerimanya gumam Adel getir.
"Terimalah. Kumohon padamu. Tidak berarti
I60 R)apa-apa jika kamu tidak menginginkannya sebagai ikatan hubungan kita.
Anggap saja hadiah ulang tahun dari seorang teman." Adel memalingkan wajahnya
untuk menyembunyikan air matanya. Tetapi Hendarto melihatnya juga. Dan dia tahu,
itu bukan air mata kebahagiaan.
**** Sekarang. Adel yang bingung. Sampai pagi dia tidak dapat tidur. Pikirannya
kalut, yang mana yang arus diterimanya" Hiskia sudah melamarnya kembali. Tetapi
Hendarto juga menginginkannya. Dan Adel tidak dapat menerima salah seorang dari
mereka tanpa menyakiti yang lain. Ingin rasanya Adel menanyakan pendapat
anakanaknya. Tetapi mereka masih terlalu kecil. Apakah pendapat mereka sudah
dapat dipertanggungjawabkan" Ah, seandainya dia punya seorang kawan Tempat
mencurahkan perasaannya. tempat bertanya. tempat bertukar pikiran. Tetapi sejak
menikah dia memang sudah kehilangan teman-temannya. Yang ada dalam hidupnya cuma
keluarga. Sekarang dia baru sadar, betapa perkawinan telah menyita semua
kehidupan pribadinya sebagai seorang manusia. Selama ini, dia hanya tampil
sebagai istri Hiskia. 16I R)Ibu Swarga dan Nirwana. Bagian lain dari hidupnya telah terhapus.
Seandainya Tuhan mengizinkannya menikah lagi, Adel bertekad untuk mengubah
keadaan itu. Dia akan menjadi istri, ibu, tapi sekaligus juga seorang pribadi
yang mandiri. Predikatnya bukan lagi seperti yang tertera di KTP-nya, ikut
suami.17 TETAPI Hiskia tidak pernah datang seorang diri lagi ke rumah. Dia bahkan seolaholah menghilang selama tiga minggu. Ketika dia muncul kembali pada hari Minggu
yang keempat, dia datang bersama Pia. Dan sikapnya sudah kembali seperti dulu.
Seperti dulu juga, hanya Nirwana yang berani terang-terangan memperlihatkan
kemarahannya. Adel hanya menelan kemengkalan dan sakit hatinya. Lebih-lebih
melihat gelang hadiah ulang tahunnya sudah melingkari pergelangan tangan Pia.
"Kenapa Papa baru datang sekarang!" gerutu Nirwana sambil membelalak marah.
"Papa pergi ke luar negeri bersama Tante Pia." sahut Hiskia santai.
"Jalan-jalan." Kata yang terakhir itu seolah-olah ditujukannya pada Adel. Adel
harus menarik napas dalam-dalam untuk meredakan nyeri yang menusuk dadanya.
Tentu saja diam-diam. Karena cuma Nana yang berani mencela ayahnya.
"Papa jahat!" 163Swarga hanya berani membanting pistol-pistolannya. Dan berlari keluar
meninggalkan rumah. Ketika melihat sikap putranya, Hiskia baru ingat, sebulan yang lalu dia pernah
mengajak Swarga berenang ke Ancol. Dan sampai sekarang dia belum menepati
janjinya. **** Hiskia pulang dengan perasaan tidak enak. Maksud hati hendak menyakiti Adel
terkabul sudah. Tapi mengapa dia tidak merasa senang" Tidak merasa lega" Dia
malah merasa sedih. Merasa bersalah karena melihat sikap anak-anaknya. Swarga
tidak muncul lagi sampai dia pulang. Dan Nana marah-marah terus. Ketika Hiskia
pamit hendak pulang, Nirwana tidak mau digendong. Dia menghindar jauh-jauh. Dan
Hiskia melihat matanya tergenang air mata. Adel lain lagi. Dia memang pintar
menyembunyikan perasaannya. Hiskia tidak tahu dia sedih atau masa bodoh saja.
Bukankah dia akan menikah dengan dokter tua itu" Apa pedulinya Hiskia kembali
intim dengan Pia atau tidak" Tetapi sesaat sebelum mereka berpisah, Hiskia
melihat sorot mata bekas istrinya. Dan dari caranya menatap, dia merasa Adel
juga sakit hati. Mata itu seolah-olah berkata terima kasih karena telah
menyakiti hati kami! ***** "Dia datang lagi?" sapa Hendarto begitu melihat bekas-bekas tangis di mata Adel
keesokan paginya. Pelupuk mata wanita itu bengkak. Dan Hendarto tahu, itu bukan
karena sakit mata. Adel cuma mengangguk. Dia tidak menghentikan kerjanya
memberesi kartu status pasien. Hendarto bersandar di depan meja pendaftaran.
Diawasinya wanita itu dari samping.
"Bersama pacarnya" Sekali lagi Adel mengangguk.
"Mengapa kamu kesal" Adel tidak menjawab.
"Ingin membicarakannya?"
"Berhentilah memperlakukan saya sebagai pasien, Dokter!" cetus Adel separo
histeris. Ditaruhnya kaka status yang sedang dipegangnya itu dengan kasar. Lalu
sambil menahan tangisnya dia berlari meninggalkan tempat itu. Hendarto
menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
**** Dua jam kemudian Adel muncul di kamar praktek Dokter Hendarto. Kebetulan pasien
terakhir baru saja meninggalkan kamar itu. Matanya masih merah
I65sembap. Dia tegak di depan meja tulis Hendarto. Sesaat tidak mampu
mengucapkan sepatah kata pun. Hendarto tidak berkata apa-apa. Dia hanya
menunggu. Mengawasi wanita itu dengan tenang sambil bersandar santai ke
kursinya. "Saya ingin minta maaf, Dokter"
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Duduklah." Hendarto membuka tangannya ke arah sofa.
"Kita ngobrol."
"Saya tidak ingin membicarakannya."
"Oke, tidak apa-apa. Kamu ingin pulang?"
"Saya ingin mengambil cuti satu minggu."
"Baik. Itu hakmu. Tapi bukankah kesibukan kerja justru obat yang mujarab untuk
melupakan kesedihamu?"
"Saya ingin menyendiri."
"Jangan ragu-ragu menghubungi saya jika kamu merasa membutuhkan bantuan saya.
Oke?" **** Tetapi di rumah pun Adel tidak merasa tenang. Dia malah gelisah terus menunggununggu kedatangan Hiskia. Tetapi jangankan datang. Menelepon saja tidak.
Akhirnya dia menyerah. Dia menyuruh Nirwana menelepon ayahnya di kantor
"Bilang saja kamu ingin ketemu." bujuknya ketika Nirwana mengeluh sepedanya
rusak. "Papa pasti bisa membetulkan sepedamu."
166 R) "Nggak mau ah." Nirwana merengut jengkel.
"Papa jahat" "Papa tidak bermaksud membuatmu kesal."
"Ngapain sih Papa bawa-bawa perempuan itu lagi" 'Lho Tante Pia kan teman Papa"
"Gara-gara dia Papa pergi!"
"Papa pasti banyak urusan. Perempuan itu kan teman kerjanya."
"Oom Jusuf juga teman kerja Papa. Tapi nggak pernah ngajak Papa jalan-jalan ke
luar negeri. Papa bohongin Nana Katanya mau ngajak Nana sama Kak Aga ke Ancol.
Papa jahat Tukang ngibul!" Adel memeluk anaknya dengan sedih. Dan tangis Nirwana
pecah dalam pelukannya. Tangisan kejengkelan. Di pintu. Swarga termenung
mengawasi ibu dan adiknya.
**** Minggu ini benar-benar sepi bagi Adel sekeluarga. Tidak ada telepon. Tidak ada
yang datang. Tidak Hiskia. Tidak juga Hendarto. Adel jadi serbasalah. Dan
menyesal telah memperlakukan bekas suaminya seburuk itu. Menyesal pula menolak
bantuan Hendarto. Padahal dia benarbenar cuma ingin menolong. Tidak memaksa.
167 R)Dan ternyata yang menderita bukan hanya Adel. Anak-anaknya juga. Mereka
seperti mengalami tekanan mental. Kesepian. Kehilangan. Kesal. Dan itu membuat
Adel tambah menyesali diri. Kalau saja dia lebih bijaksana. paling tidak dia
masih memiliki seorang di antara mereka. Dan anak-anaknya masih dapat terhibur!
Tapi. adilkah memperlakukan mereka seperti itu" Bukankah sudah saatnya dia harus
tegas memilih" Jangan membiarkan mereka terombangambing dalam kebimbangan"
Apalagi menjadikan mereka semacam cadangan! Kalau Adel masih mencintai Hiskia
dan menginginkan bekas suaminya kembali, dia harus menegaskannya pada Hendarto.
Supaya dia jangan berharap lagi. Ah, kadang-kadang Adel merasa berdosa kepada
laki-laki itu. Dia merasa telah memperalatnya untuk membangkitkan kecemburuan
Hiskia. . "Jangan menyalahkan dirimu." hibur Hendarto sabar ketika untuk pertama kalinya
Adel berani datang ke rumahnya.
"Sepeninggal suamimu, jiwamu memang terguncang. Kamu mengalami kekosongan dan
kesepian. Nah, saya datang pada saat tepat untuk mengisi kekosongan itu."
"Dokter tidak merasa tersisih jika saya menolak lamaran Anda" Maafkan pertanyaan
yang bodoh ini! Akhir-akhir ini saya memang tidak dapat berpikir normal."
"Tentu saja tidak!" Hendarto tertawa lunak.
I68 R)"Saya tidak pernah kehilangan rasa percaya diri. Kalau kamu menolak saya, itu
bukan karena bekas suamimu lebih superior daripada saya. Tapi karena masih ada
cinta di antara kalian Mengapa saya harus merasa rendah diri?"
"Maafkan saya, Dokter. Saya memang pandir dan selalu menyusahkan"
"Tapi kamu telah menyadarkan saya, Adel. Pada sisa hari tua saya, saya masih
membutuhkan keluarga Istri, dan anak-anak. Jika saya tidak dapat memperolehmu,
saya harus mulai mencari penggantimu." Terima kasih atas pengertian Anda,
Dokter. Jika saya masih boleh bekerja di sini, saya tetap menjadi pasien Anda"
"Mengapa tidak" Semua orang punya problem. Semua orang butuh psikiater!" "Saya
tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan tanpa dorongan moral Anda. Hiskia
sudah jarang datang. Dan anak-anak tampaknya sangat kecewa."
"Jika dia berani menyusulmu ke Bali, mengapa kamu tidak berani menyusul ke
kantornya" Dia belum menikah lagi, kan' Percayalah, kamu punya kelebihan. Anakanakmu. Jangan terlambat. Supaya tidak menyesal nanti."
**** Apa yang harus kulakukan" pikir Adel bingung.
169Menyusul Hiskia ke kantornya" Menemuinya di sana" Minta dia datang ke rumah.
tapi. untuk apa" Hari Minggu dia tidak muncul. Hari-hari berikutnya juga tidak.
Anak-anak tidak mau disuruh menelepon ke kantor ayahnya. Tampaknya, mereka juga
jengkel. Padahal Adel tahu, anak-anaknya sudah rindu pada Hiskia. Nirwana malah
sudah dua hari ini tidak ada nafsu makan. Uring-uringan terus. Lesu. Memang agak
pilek sedikit. Tetapi badannya tidak panas. Biasanya ayahnya sangat
memanjakannya bila dia sakit. Kalau Hiskia datang. ah, Nana mungkin senang. Dan
nafsu makannya kembali pulih. tidak ada obat untuk membunuh virus, bukan" Kata
Dokter Hendarto, obatnya hanya daya tahan tubuh. Bagaimana Nana bisa kuat kalau
tidak mau makan" Akhirnya Adel terpaksa menelepon ke kantor Tetapi Hiskia tidak
ada di tempat. Sekretarisnya tidak tahu ke mana dia pergi. Kapan dia pulang.
Apakah dia akan kembali ke kantor atau tidak.
"Ibu Sopia Husein ada?" Entah mengapa Adel sampai menanyakannya. Apa hubungannya
dengan Pia Cuma ingin tahu Hiskia pergi bersamanya atau tidak"
"Ibu Sopia juga tidak ada di tempat, Bu." Dengan Bapak" Untung Adel belum sampai
menanyakannya Ah, dia benar-benar sudah gilal Apa haknya lagi menanyakannya"
"Tolong sampaikan pada Bapak anaknya sakit,"
170kata Adel agak kesal. Lalu tanpa sempat mengucapkan terima kasih lagi, dia
menutup teleponnya. Enaknya jadi laki-laki, gerutunya dalam hati. Anak sakit dia
enak-enakan pacaran. Tapi benarkah mereka pacaran" Bukan pergi untuk urusan
bisnis" Lagi pula. bukankah Adel yang menghendaki anak-anak ikut ibunya" Kalau
mereka sakit, itu tanggung jawabnya. Hiskia malah tidak tahu Nirwana sakit.
Mengapa aku jadi begini" pikir Adel masygul. Sudah saatnyakah aku kembali lagi
berobat pada Dokter Hendarto" Aku mulai uring-uringan lagi seperti dulu. Sulit
tidur nyenyak. Dan sering pusing. Adel masih sering menjumpai Hendarto di tempat
kerjanya. Hampir tiap hari. Dia masih tetap baik. Sabar. Mau mendengarkan
keluhannya. Tetapi bagaimanapun, Adel merasa, laki-laki itu sudah mengambil
jarak menjauh. Tidak seintin dulu lagi. Dia hanya menganggap Adel sebagai
karyawatinya. Pasien. Paling-paling teman. Tidak lebih. Dan dia tidak mencoba
lagi untuk mendekat. Tetapi. mengapa harus disesali" Bukankah lebih baik
demikian" Supaya Adel tidak merasa bersalah karena merasa memperalatnya.
**** ADEL sedang menyuapi Nirwana ketika bel pintu berdering.
"Nah, itu pasti Papa datang!" cetusnya gembira.
"Ayo, Nana. Makan yang pintar, ya. Biar Papa senang!"
"Ah, Papa nggak mau datang!" rajuk Nirwana kesal.
"Pasti Papal Tadi Mama sudah telepon ke kantor. Aga, tolong bukakan pintu"
Swarga tidak menyahut. Dia hanya melangkah malas-malasan ke pintu depan. Sialan
si Romah! Pergi belanja saja lama sekali. Pasti ketemu pacarnya di jalan. Awas
dia, gerutu Swarga dalam hati. Kulaporkan nanti pada Mama! Dengan separo
disentakkan, dia membuka pintu. Dan tertegun di sana. Perempuan itu tegak di
hadapannya. Bajunya sangat bagus. Warnanya kuning manyala. Papakah yang
membelikannya" "Halo, Swarga!" sapa perempuan itu ramah.
"Mama ada?" 172 R)Gelang di tangannya gemerlapan menantang. Papakah yang memberikannya"
"Swarga" tegur Pia sekali lagi. Ganjil melihat cara anak itu menatapnya. Tante
boleh masuk" Swarga tidak menjawab. Dia hanya menepi sedikit.
Mengapa perempuan ini yang datang, bukan Papa" Diakah yang melarang Papa datang
ke sini" Apa haknya melarang Papa" Memisahkan kami"
Tanpa menegur lagi, sambil mengangkat bahu Pia melewati Swarga. Melangkah masuk
ke dalam rumah. Dasar anak sinting, katanya dalam hati. Masih kecil saja sudah seperti orang
gila. Di tengahtengah ruang tamu. Pia berpapasan dengan Nirwana yang berlarilari kecil ingin menyongsong ayahnya. Di belakangnya, ibunya mengikuti. Masih
membawa piring. Dan mereka sama-sama tertegun.
"Selamat sore, Mbak, sapa Pia ramah.
"Sore." sahut Adel kaku. Darahnya yang mengalir deras tiba-tiba menyurut
kembali. Kedua tungkainya terasa lemas. Tetapi seperti biasa, dia masih bisa
menguasai diri. Nanalah yang tidak bisa. Dia sudah langsung meledak.
"Mana Papa"!" sergahnya kasar. Separo menangis.
"Papa belum pulang, Nana." Pia mencoba mengucapkannya dengan selembut mungkin.
Padahal dalam hati dia sudah memaki. Lalu dia menoleh kepada Adel. "Saya terima
pesan Mbak di kantor."Siapa yang berpesan padamu" gerutu Adel mengkal. Tentu
saja dalam hati. Tahukah kamu.
"Nana sakit apa, Mbak?" Jadi dia datang untuk mengecek kebenaran pesan itu"
Supaya Hiskia tidak usah datang kalau Nirwana tidak benar-benar sakit"! Adel
belum sempat menjawab. Dia bahkan belum sempat membenahi perasaannya sendiri.
Sekejap dia melihat Swarga melangkah masuk dengan gontai. Muncul di belakang
Pia. Mendekat. Dan melewatinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia bahkan
seperti tidak melihat ada orang di sana. Pasti dia juga kecewa. Sedih. Dia
mendengar dari ibunya Papa pasti datang. Sekarang, yang datang malah perempuan
ini. Tetapi Swarga seperti tidak mau memperlihatkan perasaannya. Dia langsung
masuk ke dalam. Tidak seorang pun tahu ke mana dia. Tidak ada yang
memperhatikannya lagi. "Pilek sedikit, sahut Adel sambil meletakkan piringnya di meja. Dan menuntun
Nirwana. "Ooo, cuma pilek!"
"Tapi tidak mau makan sama sekali. Barangkali kangen sama ayahnya."
"Ya, memang sudah agak lama kami tidak kemari ya, Mbak." Siapa yang mengharapkan
kedatanganmu" "Sibuk sih. Kalau jadi, minggu depan kami menikah."
Adel merasa bayang-bayang belati yang sejak
174 R)tadi berkilat-kilat di depan matanya kini benarbenar menikam jantungnya.
Tetapi pekikan Pia dan darah yang membasahi bajunya yang berwarna kuning itu
tiba-tiba menyadarkannya. Pisau itu benar-benar menghunjan ke perut Pia. Bukan
bayang-bayang lagi! Swarga tegak di depannya. Tidak ada yang tahu kapan dia
kembali. Tetapi bukan itu yang menyentakkan Adel. Di tangan Swarga terhunus
pisau. pisau dapur pemberiannya. hadiah ulang tahun. Ya, Tuhan. Ini benar-benar
bukan mimpi lagi! Ini bencana yang paling mengerikan. Pia memekik panik.
Menghambur ke luar. Menjerit-jerit minta pertolongan. Secepat kilat Adel
merampas pisau dari tangan putranya.
sek "Anak itu gila!" geram Pia ketika Hiskia datang menjenguknya.
Lukanya tidak begitu parah. Tikaman pisau Swarga tidak masuk terlalu dalam.
Tetapi darah yang keluar cukup banyak. Kulit perutnya harus dijahit. Dan Pia
masih harus menunggu beberapa saat di rumah sakit sebelum diizinkan pulang.
"Mesti diobservasi dulu," kata dokter yang merawatnya. "Darah yang tidak keluar
bisa berkumpul di rongga perut. Dapat menimbulkan kegawatan perut yang
berbahaya." 175Hiskia yang sesampainya di kantor menerima berita mengejutkan itu langsung ke
rumah sakit. Pia sudah selesai dijahit. Dia sedang menunggu diizinkan pulang.
Sebentar-sebentar perawat datang memeriksanya. Mengukur tekanan darahnya. Nadi.
Temperatur. Seorang laboran juga datang mengambil darahnya. Begitu melihat
Hiskia, kemarahan Pia langsung meledak. Anak itu gila" teriaknya setengah
histeris. "Sabarlah. Pia."
"Dokter sudah membuat visum. Polisi sudah datang Aku akan menuntut anakmu!'
"Berpikirlah dengan kepala dingin, Pia, pinta Hiskia bingung.
"Swarga anakku."
"Dia hampir membunuhku!"
"Dia hanya marah karena kamu merebut ayahnya." Tapi itu bukan kemarahan anak
yang normal. Anakmu sakit. Tidak waras."
"Aku sudah bicara dengan dokter yang merawatmu. Lukamu tidak berbahaya. Sebentar
lagi kamu boleh pulang."
"Tapi yang luka perutku Bukan tangan! Aku ditusuk Bukan dicubit!"
"Oke, aku mengerti perasaanmu. Tapi cobalah mengerti juga perasaanku. Swarga
anakku. Masa kubiarkan kamu menggugat anakku sendiri"
"Tapi dia harus dihukum!"
"Biarkan aku yang menghukumnya!"
176 R')"Bagaimana" Memukul pantatnya" Mengurungnya lima menit di kamar mandi"!"
"Aku tidak ingin ada keributan, Pia," kata Hiskia tegas.
"Kalau kamu masih menginginkan kelanjutan hubungan kita, aku tidak mau ada
tuntutan. Di mana harus kutaruh mukaku kalau peristiwa ini sampai masuk koran"!
Mau kamu hancurkan reputasiku?"
***** "Biar aku yang minta maaf pada Pia, pinta Adel ketika Hiskia datang menemuinya
"Kalau dia masih penasaran, suruh dia menuntutku Jangan Swarga. Dia masih
terlalu kecil." "Di mana Aga" "Dokter Hendarto sedang mengajaknya berkonsultasi."
"Dokter itu lagi!" "Dia seorang psikiater Ke mana lagi aku harus membawanya"
"Semuanya gara-gara dia geran Hiskia berang.
"Gara-gara kamu ingin menikah dengan dia!"
"Tapi Swarga tidak menikam Dokter Hendarto! Dia menusuk pacarmu!'
"Mengapa tiba-tiba Aga menusuk Pia"
"Dia bilang kalian akan segera menikah Swarga langsung kehilangan kontrol!"
"Dari dulu juga dia tahu aku akan mengawini Pial Kalau tidak, buat apa kita
bercerai" 177"Dokter Hendarto bilang, Swarga berbeda dengan Nirwana."
"Aku juga tahu mereka berbeda! Tidak perlu seorang dokter yang mengatakannya!"
"Swarga selalu memendam perasaannya. Tidak mencetuskannya seperti Nana. Suatu
hari, karena sebuah letikan kecil, tumpukan kemarahannya meledak. Seperti lelatu
api yang membakar tumpukan jerami"
"Ah, teori melulu! Pintar saja mencari kesalahan orang! Dia hanya ingin
mengambil hatimu. Merampasmu untuk dimilikinya sendiri!"
"Dia tidak merampas. Dia cuma memungut sampah yang sudah kamu buang!"
"Nah, kenapa tidak menikah saja dengan dia?"
"Perlukah memberitahukanmu lagi?"
"Tentu. Dia akan menjadi ayah tiri anak-anakku."
"Tidak perlu mengurus anak-anak kita lagi! Kawin saja dengan perempuan itu!"
"Kalau begitu, mengapa masih meneleponku?"
"Nana sakit. Dia merindukan ayahnya!"
"Aku ingin kembali menjadi ayahnya. Tapi kamu memilih ayah lain untuknya!"
"Sampai kapan pun kamu tetap ayahnya! Tidak ada mantan ayah! Kamu boleh menikahi
seratus perempuan. Tapi Nana tetap anakmu!" Hiskia sudah membuka mulutnya untuk
menjawab. Tetapi pintu keburu terbuka. Dan Hendarto muncul di ambang pintu.
178"Adel," katanya serius. "Boleh bicara sebentar denganmu?"
**** "Ada apa?" Hiskia langsung memburu dengan pertanyaan begitu Adel keluar dari
kamar Swarga. "Aku harus tahu apa yang menimpa anakku! Aku masih tetap ayahnya, kan?"
"Dokter Hendarto menemukan kelainan jiwa yang cukup serius, sahut Adel bingung.
"Dia ingin merawat Aga."
"Persetan! Dia hanya ingin dekat denganmu"
"Apa bedanya" Kami memang akan segera menikah!"
"Pada saat anakmu dalam keadaan seperti ini. kamu masih memikirkan pernikahan?"
"Tentu saja tidak sekarang. Dokter Hendarto ingin membawa Swarga ke kliniknya.
Dia ingin menyembuhkan Aga sebelum terlambat."
"Tidak! Anakku tidak gila!" "Dia punya kelainan."
"Dia hanya tertekan karena perceraian orangtuanya! Kalau kita rujuk kembali, aku
yakin aku mampu menyembuhkannya!" "Maksud mu, semalam kamu di rumah kami,
semalam di rumah perempuan itu" sindir Adel pedas. "Aku akan bicara dengan Pia."
"Untuk memutuskan hubungan kalian?"
179"Deni anak-anak."
"Dia pasti menuntut Swarga kalau kamu tinggalkan."
"Dia tidak dapat menuntut seseorang yang tidak dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya," potong Hendarto yang baru saja keluar dari kamar Swarga.
"Izinkanlah saya bicara dengan Ibu Sopia."
"Terima kasih," sahut Hiskia kesal.
"Saya tidak perlu pertolongan siapa pun untuk membereskan persoalan saya dengan
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pia." "Kalau begitu, tunggu apa lagi" Hendarto tersenyum santai.
"Anakmu sudah berada di tepi jurang kehancuran mental. Tidak perlu pertolongan
siapa pun untuk menyelamatkan anakmu, kan?"
**** "Haruskah dia dirawat, Dok" tanya Adel sedih.
"Tidak bisa tinggal di rumah saja dengan saya" Saya akan membawanya ke klinik
tiap hari." "Kelainan jiwanya cukup serius. Jika tidak cepat diterapi, saya khawatir sudah
terlambat menyembuhkannya."
"Dia hanya sedih karena orangtuanya berpisah, Dok. Dan dia marah kepada
perempuan yang merampas ayahnya! Apakah tindakannya menikam perempuan itu tidak
dapat dikategorikan dalam kemakalan remaja?"
"Tentu saja bisa kalau dia ingat apa yang telah dilakukannya."
180"Maksud Dokter."
"Swarga lupa sama sekali dia telah menusuk orang."
"Mungkin dia sengaja berdusta."
"Itu yang harus saya selidiki." "Dengan merawatnya?"
"Kalau dia benar-benar lupa, keadaannya benarbenar serius."
"Dia tidak gila kan, Dok" sergah Adel cemas. Terlalu kasar menyebutnya demikian.
Tapi kalau benar dugaan saya, dia mengalami splitting of personality." "Apa
artinya, Dok" "Kepribadian yang terpecah. Suatu saat dia menjadi Swarga yang kamu kenal.
Anakmu yang nakal. senang menggoda adiknya, suka membantah. Tapi di saat lain,
dia menjadi orang lain. Pribadi yang berbeda. Anak yang pendian. Murung
Cenderung mengurung diri. Anak inilah yang kehilangan kontrol diri dan menyerang
Pia. Karena itulah Swarga yang asli tidak merasa melakukan sesuatu yang
dilakukan oleh Swarga yang lain."
"Saya tidak mengerti, Dok."
"Swarga punya kepribadian yang labil. Trauma psikis hebat memukul jiwanya karena
kehilangan ayahnya. Dia marah. Sedih. Tapi dia sudah terlatih sejak kecil untuk
menyimpan kesedihannya."
"Ya, Hiskia memang selalu melarangnya memangis. Katanya, anak laki-laki tidak
boleh cengeng" "Padahal Swarga merasa sangat kehilangan ayahnya. Sangat tertekan. Sangat sedih.
Karena itu dia 181ingin lepas dari keadaan yang menekannya itu. Dia ingin menjadi orang lain.
Tapi suatu saat, kemarahan yang dipendamnya itu meledak."
"Bagaimana menyembuhkannya, Dok"
"Kita harus berusaha melenyapkan kepribadiannya yang kedua itu. Dan kita tidak
boleh terlambat. Karena itu saya minta agar Swarga dirawat. Barangkali hanya
beberapa hari saja. Supaya saya dapat mengawasi dan menelitinya lebih cermat."
"Saya ingin mencium tangan Anda, mengucapkan terima kasih, Dokter. Jika tidak
ada Anda, entah apa yang terjadi pada kami."
"Lebih baik jangan. Hendarto tersenyum tipis.
"Bekas suamimu masih besar rasa cemburunya. Saya tidak ingin mendapat seorang
pasien lagi."19 **** "MAAFKAN Papa, Aga," pinta Hiskia di depan anak sulungnya. Mereka sedang duduk
berdua di atas pembaringan di kamar Swarga. Tidak ada orang lain di sana. Hiskia
minta agar dia ditinggalkan berdua saja dengan putranya. Dia ingin bicara dari
hati ke hati. Tetapi tanggapan Swarga di luar dugaan Hiskia. Dia tidak menyahut.
Menoleh pun tidak. Matanya menatap lurus ke lantai. Padahal tidak ada apa-apa di
sana. "Semua salah Papa." Hiskia menghela napas berat. Dadanya sesak diimpit perasaan
bersalah. "Jangan menyalahkan siapa pun. Mama tidak salah. Tante Pia juga tidak." Tidak
ada reaksi Swarga tetap membisu.
"Papa yang ingin pergi dengan Tante Pia. Karena itu Papa-Mama bercerai." Swarga
tidak menyahut. Tidak menoleh. Tidak bergerak.
"Papa tidak menyangka, perceraian itu justru
183membuat kalian sangat menderita." Hiskia memegang tangan anaknya. Dan
menggenggamnya erat-erat "Papa menyesal, Aga. Maafkan Papa, ya"
Tetapi Swarga seperti tidak mendengar apa-apa. Tidak merasakan apa-apa. Hiskia
menjadi amat cemas melihatnya.
"Anakmu sudah berada di tepi jurang kehancuran mental." terngiang kembali di
telinganya katakata Dokter Hendarto Santoso.
***** "Tidak perlu pertolongan siapa pun untuk menyelamatkan anakmu, kan"
Hendarto tidak heran ketika melihat Hiskia muncul di ruang prakteknya. Seorang
diri. "Mengapa tidak bersama Swarga?" tanya Hendarto mantap. Seolah-olah dia sudah
tahu maksud kedatangan Hiska.
"Bekas istri saya sering memuji Anda, Dokter," kata Hiskia terus terang. Dulu,
saya cemburu. Sekarang, saya mulai percaya. Anda memang pria yang layak
dikagumi." "Hentikan basa-basi itu." potong Hendarto jemu.
"Di mana Swarga"
"Benarkah dia harus dirawat"
"Sebelum dia melakukan sesuatu yang lebih tidak terduga lagi."
184 "Maksud Dokter"
"Swarga yang Anda kenal tidak dapat bebas melakukan sesuatu yang diinginkannya.
Tetapi Swarga yang lain bisa melakukan apa saja."
"Jadi itu sebabnya saya seperti menghadapi dua orang anak yang berbeda" Tibatiba bulu tengkuk Hiskia meremang.
"Dia diam saja seperti patung ketika saya mengajaknya bicara dari hati ke hati.
Tapi satu jam kemudian, dia bisa membantu saya membetulkan sepeda Nirwana.
persis seperti yang dulu sering kami lakukan."
"Karena itu Anda kemari, tukas Hendarto sanLa1. 'Jika saya kembali ke rumah, dia
bisa sembuh" "Tidak semudah itu. Swarga menderita kelainan jiwa. Bukan lecet di kaki. Sekali
diobati langsung sembuh." "Apa yang harus kami lakukan untuk menolongnya,
Dokter" "Kembalilah ke rumah. Tapi biarkan saya merawat Swarga."
"Dokter menyuruh saya kembali ke rumah" Hiskia mengernyitkan dahinya dengan
heran. "Hanya menyarankan. Demi anak-anak Anda."
"Tapi kata Adel, Dokter akan menikah dengan dia'
"Saya memang telah melamarnya. Tapi dia menolak." "Adel menolak lamaran Dokter"
desah Hiskia bingung. "Mengapa?" "Jangan tanya saya! Tanya dial"
**** Dengan air mata berlinang Adel meninggalkan Swarga di klinik Dokter Hendarto.
"Tolong jaga dia baik-baik, Dokter," pinta Adel pilu. "Sejak lahir, belum pernah
ada satu malam pun dalam hidupnya dia tidak bersama ibunya."
"Jangan khawatir, Adel. Kami akan menjaganya baik-baik. Kamu sudah kenal Suster
Surti, kan" Dia perawat berpengalaman."
"Tapi dia tetap bukan ibu Swarga."
"Tentu saja tak dapat dibandingkan. Tapi dia tahu Swarga anakmu. Dia pasti akan
lebih menperhatikannya."
"Boleh saya menemaninya, Dok" Malam ini saja."
"Tidak ada yang dapat kamu lakukan di sini, Adel. Lebih baik kamu pulang Ingat,
kamu masih punya seorang anak lagi. Meskipun jiwanya lebih stabil, tidak berarti
Nana tidak membutuhkan kehadiranmu di dekatnya." Hiskia yang ikut mengantarkan
Swarga, menyentuh bahu bekas istrinya dengan lembut.
"Lebih baik kita pulang, Ma," katanya perlahan.
"Kamu juga perlu istirahat."
"Pulanglah dulu. Aku masih ingin di sini."
"Sampai kapan?"
"Sampai diusir."
"Aku akan mengantarkanmu pulang."
"Tidak perlu." 186"Sudah malam." "Aku belum ingin pulang."
"Waktu kunjungan telah berakhir," sela Hendarto sabar.
"Swarga harus istirahat. Jika kamu tidak mau pulang, saya terpaksa mengusirmu,
Adel." Terpaksa Adel meninggalkan anaknya. Meskipun dengan berat hati. Hiskia
membawanya ke mobil. Hendarto mengawasi mereka dari kejauhan Cuma dia yang
mengerti perasaannya sendiri. Hiskia membukakan pintu untuk Adel. Tanpa berkata
apa-apa, Adel masuk ke dalam mobil. Hiskia masuk dari pintu yang lain. Tetapi
dia tidak segera menghidupkan mesin. Ditatapnya bekas istrinya yang sedang
menangis dengan perasaan bersalah. "Aku menyesal, Ma, cuma itu yang mampu
diucapkannya. **** "Anak itu gilal geram Pia ketika Hiskia menemuinya di rumah. Pia memang masih
harus beristirahat beberapa hari meskipun lukanya tidak berbahaya Darah yang
keluar cukup banyak. Dan dia masih merasa lemas. Untung organ dalam perutnya
tidak ada yang luka. "Justru karena itu aku terpaksa mengambil keputusan yang berat ini, Pia," kata
Hiskia sambil 187menghela napas sedih. "Pskiater itu juga mengatakan Swarga sakit." "Dia bukan sakit, gila!"
"Tapi dia anakku, Pial"
"Kalau bukan anakmu, aku pasti sudah menuntutnya!"
"Kata dokter, Swarga tidak dapat dihukum. Dia tidak dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Dia sakit. Dan dia masih anak-anak. Tidak dapat dituntut melakukan
perbuatan kriminal. Lebih baik kamu tidak usah coba-coba."
"Kamu harus mendidiknya lebih keras supaya tidak menjadi pembunuh sinting jika
dewasa nanti!" "Karena itu aku harus kembali ke rumah, Pia." Dengan lembut Hiskia menggenggam
tangan kekasihnya. "Karena anak-anak membutuhkan kehadiranku di rumah."
"Jadi cuma sekian nilai cintamu?" Pia mengempaskan tangan Hiskia dengan marah.
"Kamu lebih mengasihi anak-anakmu daripada aku?"
"Cintaku padamu tidak dapat dibandingkan dengan cintaku pada anak-anak."
"Karena cintamu pada anak-anakmu jauh lebih besar"
"Karena tidak dapat dibandingkan Lain jenisnya!" "Alaaa, alasan!"
"Kamu pikir mudah bagiku untuk meninggalkanmu?"
"Pasti tidak sesulit meninggalkan anak-anakmu!"
"Kalau tidak terpaksa, mustahil aku rela memutuskan hubungan kita!"
I88"Lelaki memang egois! Cuma mau cari enaknya sendiri saja!"
"Pikirimu aku tidak berkorban meninggalkanmu?"
"Mengapa aku yang mesti ikut dikorbankan" Mengapa bukan anak-anakmu saja" Karena
mereka lebih penting daripadaku?"
"Maafkan aku, Pia," keluh Hiskia kewalahan.
"Aku terpaksa meninggalkanmu."
"Kamu tidak bisa meninggalkanku begitu saja!" geram Pia gemas. "Berjanji akan
menikahiku, tapi meninggalkanku lagi begitu anak-anakmu membutuhkan kamu!" "Apa
yang kamu kehendaki, Pia" Dengan apa harus kutebus kesalahanku"
"Aku bersumpah tidak akan jatuh cinta lapi kepada laki-laki yang telah menikah
dan punya anak" desis Pia sengit.
"Dan aku bersumpah, kamu tidak akan pernah memiliki keluargamu kembali"
***** ADEL terkejut setengah mati ketika menemukan bekas suaminya sudah menunggu di
luar klinik. Dia baru saja menengok Swarga. Dan tidak menyangka akan menemukan
Hiskia di sana. Bukankah dia sudah datang menengok Swarga tadi pagi" Mengapa dia
datang lagi" Karena. Nirwana"
"Ada apa?" tanya Adel kaget. Akhir-akhir ini dia memang mudah terkejut. Sejak
Swarga menikam Pia. "Nana?"
"Nggak ada apa-apa." sahut Hiskia santai. "Aku cuma mau menjemputmu pulang."
"Nana tidak apa-apa?" desak Adel penasaran. Masih tidak percaya Hiskia datang
hanya untuk menjemputnya. Siang-siang begini kalau tidak ada apa-apa, mustahil
Hiskia sempat kemari Biasanya kan dia sibuk sekali di kantor.
"Tidak," sahut Hiskia mantap.
"Nana baik-baik saja. Barusan aku dari rumah menengoknya."
"Lalu mengapa kemari?"
I9O K."Sudah kubilang, menjemputmu."
"Buat apa menjemputku kalau tidak ada apaapa?"
"Tidak boleh?" "Memangnya ada apa hari ini?"
"Tidak ada apa-apa."
"Tidak biasa." "Sekarang akan merupakan kebiasaan."
"Menjemputku di sini?"
"Dan mengantarmu pulang."
"Meninggalkan kantormu begitu saja?" "Apa salahnya" Aku bos di sana." "Ala,
jangan macam-macam ah! Aku tahu kamu repot!" "Aku bisa membagi waktu."
"Jangan repot-repot menjempuku. Aku bisa pulang sendiri."
"Aku ingin mengajakmu makan siang."
"Sekarang" "Kapan lagi?" "Tidak ada selera. Swarga belum sembuh. Dan aku ingin cepat-cepat pulang melihat
Nana." "Tapi kamu tetap harus makan, kan?"
"Aku bisa makan di rumah."
"Tapi Nana bilang kamu sudah dua hari tidak makan."
"Mengapa tiba-tiba repot mengurusiku"
"Kalau kamu tidak mau mengurusi badanmu sendiri, kamu bisa sakit" Bukan
urusanmu, Adel sudah ingin mengucapkannya. Urus saja pacarmu!
191Tetapi pada saat terakhir ditahannya lidahnya. Tidak sampai hati
mengatakannya. "Kalau kamu sakit, tidak ada yang merawat Nana. Dan Aga tetap memerlukan
perhatianmu." "Terima kasih atas perhatianmu. Dan atas undangan makan siang ini. Tapi aku
ingin makan di rumah saja."
"Kuantarkan pulang."
"Tidak perlu." "Aku ingin bicara denganmu."
"Soal apa?" "Soal kita." "Masih ada persoalan di antara kita"
"Kita dan anak-anak."
Tepatkah membicarakannya sekarang" Pada saat Aga sedang sakit?"
"Justru karena Aga sedang sakit," kata Hiskia sambil mengajak Adel melangkah ke
mobil. "Kita harus membicarakannya."
"Soal apa?" "Rasanya belum terlambat menyembuhkan Aga, Ma kalau kita mau rujuk kembali."
Sesaat Adel tidak menjawab. Tentu saja dia juga ingin Swarga normal kembali
seperti dulu. Dia juga menginginkan Hiskia kembali ke rumah. Supaya anak-anak
tetap memiliki seorang ayah yang dapat mereka lihat setiap hari.
Tetapi dapatkah dia menerima kembali Hiskia sebagai suaminya jika alasan
kembalinya Hiskia Cuma lantaran Swarga"
192 R)Terimalah dulu apa adanya, bisik hati kecilnya. Demi anak-anakmu. Setahun
yang lalu, mungkin Adel akan langsung menerima suaminya kembali. Tetapi
sekarang, dia sudah banyak berubah. Sejak bercerai, dia telah berubah menjadi
wanita yang merdeka dan mandiri. Dia sudah mulai menberi kesempatan kepada otak
dan hatinya untuk menimbang. Bukan hanya menurut dan menerima saja. Barangkali
Hiskia dapat kembali ke rumah kapan saja. Dapat menjadi ayah anak-anaknya,
persis seperti dulu. Tetapi dapatkah mereka menikmati hubungan suami-istri
persis seperti dulu, sebelum Hiskia meninggalkan rumah". Suaminya sudah tidur
dengan perempuan lain. Mencintai perempuan lain. Hampir menikah dengan perempuan
lain. Dan tidak akan meninggalkan perempuan itu jika tidak terpaksa. Demi
Swargalah Hiskia memutuskan hubungannya dengan Pia. bukan karena Adel Terimalah
dulu apa adanya, demi anak-anakmu. Tetapi. dapatkah Adel mengesampingkan egonya
sebagai wanita begitu saja" Jika dia harus hidup membuta-tuli tanpa memedulikan
perasaannya sebagai seorang istri, akan bahagiakah perkawinan masa bodoh seperti
itu" Kalau perkawinan mereka tidak bahagia, mungkinkah anak-anak bisa bahagia
walaupun ayah mereka sudah kembali ke rumah"
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku harus memikirkannya dulu, sahut Adel lambat lambat. "Bercerai dan menikah
kembali bu I93kan seperti menjual barang lalu membelinya lagi jika kita merasa masih
menginginkannya." "Apa lagi yang kamu pikirkan" desis Hiskia kesal. Banyak lagak
amat sih Adel sekarang! Semuanya pasti gara-gara dokter tua itu! "Apa lagi"
Tentu saja perkawinan kital Anakanak mungkin dapat langsung menerima kembali
kehadiranmu. Karena sampai kapan pun kamu tetap ayah mereka! Tapi istrimu"
Dapatkah bekas istrimu menerima kembali kehadiran suaminya semudah itu sesudah
bercerai?" "Aku tidak ada bedanya dengan dulu!"
"Aku yang berbeda."
"Jangan banyak alasan, Mal Kamu pikir mudah bagiku untuk meninggalkan Pia" Untuk
meninggalkan begitu saja perempuan yang hampir kunikahi" Jangan pikirkan dirimu
sendiri. Pikirkan anakanak. Terutama Aga Buang jauh-jauh kesombongamu. Lihat
realita!" Jadi benar hanya demi anak-anak Hiskia meninggalkan perempuan itu,
pikir Adel pedih. Di mana nilaiku sebagai istri kalau begitu" Benarkah Swarga
hanya dapat disembuhkan kalau ayahnya kembali ke rumah"
"Berikan aku waktu untuk memikirkannya."
"Sampai kapan" Sampai sudah terlambat untuk menolong Aga?" Hiskia membukakan
pintu untuk Adel. Dia sendiri masuk melalui pintu yang lain. Dihidupkannya
I94 R)mesin mobil. Dilarikannya mobil itu keluar dari halaman klinik. Lama Adel
berdiam diri sampai dia menyadari, mobil Hiskia tidak menuju ke arah rumahnya.
"Ke mana" sergahnya kesal.
"Sudah kukatakan aku tidak mau makan di luar"
"Kita tidak akan pulang sebelum kamu mengatakan alasan yang sebenarnya!"
"Alasan apa?" "Mengapa menolakku?"
"Kan aku sudah bilang, harus kupikirkan dulu" "Apa lagi yang harus dipikirkan
Lamaran Dokter Hendarto sudah kamu tolak"
"Tidak berarti harus langsung menerima lamaranmu" "Anak-anak membutuhkan kebenan
kita Mal Aku sudah berkorban meninggalkan Pia." "Karena anak-anak!" potong Adel
jengkel "Bukan karena aku" Sesudah mengucapkan kata-kata itu Ade menggigit bibirnya
menahan tangis. Tepetina Hiskia menginjak rem mobilnya. Dan menoleh ke samping.
Mobil-mobil di belakangnya meneka klakson dengan marah. Tetapi Hiskia seperti
tidak mendengar apa-apa lagi. Tiba-tiba saja dia mengerti Mobil-mobil di
belakangnya makin sesering menekan klakson. Adel langsung membuka pintu dan
menghambur ke luar. Secepat kilat Iski menarkir mobilnya di tepi jalan. Dan
beras unyusul Adel. Sebuah bus berhenti di dekatnya . tanpa berpikir
I95 R)dua kali, Adel melompat masuk ke dalam bus. Tanpa berpikir dua kali pula,
Hiskia ikut masuk. Karena bus penuh sesak, terpaksa Adel berdiri di dekat
pengemudi. Memegang tiang di dekatnya erat-erat. Hiskia mendesak ke belakang
Adel, melindunginya dengan tubuhnya. Dan mengulurkan tangannya ke depan.
Mencengkeram tiang yang sama. Ketika kondektur menagih ongkos, Hiskia langsung
menyodorkan ongkos untuk dua orang. Hampir setengah jam mereka terguncangguncang dalam bus yang penuh sesak. Pengap. Dan beraroma tidak sedap. Sementara
itu mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi lambat-lambat tubuh Adel
yang terdesak penumpang yang berjejal-jejal, melekat ke tubuh Hiskia. Dan sebuah
sensasi yang aneh sama-sama menjalari hati mereka ketika untuk pertama kalinya
setelah sekian lama berpisah tubuh mereka saling melekat kembali. Sebuah
guncangan, yang cukup keras samasama menyentakkan lamunan mereka. Punggung Adel
terdorong kuat ke dada Hiskia Refleks Hiskia mencengkeram tiang lebih kuat.
Mengkokohkan kedua kakinya agar dapat menopang tubuh Adel dan tidak sampai
terempas ke belakang. Tangannya yang lain merangkul pinggang Adel. Ketika
dirasanya Adel tidak menolak, Hiskia tidak melepaskan lagi rangkulannya sampai
bus berhenti di perhentian yang paling dekat rumah mereka.
**** I96 R)dua kali, Adel melompat masuk ke dalam bus. Tanpa berpikir dua kali pula,
Hiskia ikut masuk. Karena bus penuh sesak, terpaksa Adel berdiri di dekat
pengemudi. Memegang tiang di dekatnya erat-erat. Hiskia mendesak ke belakang
Adel, melindunginya dengan tubuhnya. Dan mengulurkan tangannya ke depan.
Mencengkeram tiang yang sama. Ketika kondektur menagih ongkos, Hiskia langsung
menyodorkan ongkos untuk dua orang. Hampir setengah jam mereka terguncangguncang dalam bus yang penuh sesak. Pengap. Dan beraroma tidak sedap. Sementara
itu mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi lambat-lambat tubuh Adel
yang terdesak penumpang yang berjejal-jejal, melekat ke tubuh Hiskia. Dan sebuah
sensasi yang aneh sama-sama menjalari hati mereka ketika untuk pertama kalinya
setelah sekian lama berpisah tubuh mereka saling melekat kembali. Sebuah
guncangan, yang cukup keras samasama menyentakkan lamunan mereka. Punggung Adel
terdorong kuat ke dada Hiskia. Refleks Hiskia mencengkeram tiang lebih kuat.
Mengkokohkan kedua kakinya agar dapat menopang tubuh Adel dan tidak sampai
terempas ke belakang. Tangannya yang lain merangkul pinggang Adel. Ketika
dirasanya Adel tidak menolak, Hiskia tidak melepaskan lagi rangkulannya sampai
bus berhenti di perhentian yang paling dekat rumah mereka
***** R)"Rasanya kita harus turun di sini," kata Hiskia di dekat telinga Adel.
"Kalau tidak kita akan semakin jauh dari rumah" . Tanpa membantah, Adel
membiarkan Hiskia membimbingnya turun dari bus. Dan Hiskia tidak melepaskan
tangan Adel sekalipun mereka sudah melangkah di atas trotoar. Lama mereka samasama terdiam. Nostalgia masa lalu, membungkam mulut mereka.
"Capek. Sayang?" tanya Hiskia lembut ketika mereka sudah berjalan cukup jauh. Di
bawah panas terik pula. Adel menggelen meskipun keringat telah bercucuran di
wajah di di lehernya Ya dia memang tidak berdusta. Dia tidak merasa capek. Dia
hanya merasa aneh. Tapi rasa aneh yang nikmat.
"Tunggu sebentar," kata Hiskia tiba tiba Jangan tinggalkan aku!" Tanpa berkata
apa-apa lagi Iliskia bergegas menghambur ke seberang. Ketika kembali dia sudah
membawa sebotol minuman dinin. Tetapi bukan itu yang membuat Adel terenyak. Di
tangannya yang lain, Hiskia membawa sebuah payung.
"Dari mana payung itu" tanya Ade heran.
"Kubeli dari tukang minuman di pinggir jalan." Hiskia menyeringai gembira.
"Lumayan supaya kita tidak jadi dendeng sesampainya di rumah" Hiskia tertawa
geli. Dan Adel terpaksa tersenyum
***** Ketika sedang menelusuri jalan yang panas berdebu sambil bersama-sama minum dari
botol yang sama di bawah sebatang payung, Adel sudah merasa, jalan yang sunyi
itu telah hampir berakhir. Di ujung sini telah menanti seseorang yang pernah
sangat dicintainya. Dan ternyata sampai saat terakhir masih tetap dicintainya.
"Aku rindu padamu, Ma, bisik Hiskia sesampainya di depan rumah mereka. "Jika
kamu izinkan aku menjadi suamimu sekali lagi, akan kugendong kamu memasuki pintu
itu!" "Jangan macam-macam ah." sanggah Adel dengan paras memerah.
"Aku sudah tua. Dan kamu juga bukan remaja lagi!"
"Itulah kesalahanmu yang pertama Ma. Kamu selalu merasa sudah tual Padahal dalam
perkawinan tidak ada kekasih yang terlalu tua!"
"Aku memang sudah tua. Sebentar lagi menopause. Aku sudah tidak menarik lagi."
"Itulah kesalahanmu yang kedua. Kalau kita masih sama-sama bergairah, tidak ada
perasaan menjadi tua Dan semakin tua umur kita, semakin keras kita harus
berusaha supaya gairah itu tetap menyala!" Tanpa menghiraukan protes Adel,
Hiskia menggendongnya memasuki rumah mereka. Dan teriakan Nirwana menyentakkan
keduanya. Mereka sama sama menoleh dengan terkejut.
**** "Nana" teriak Adel cemas. Lambat-lambat Hiskia menurunkan Adel dari
gendongannya. Dan dia terpukau menatap ke sofa ruang tengah. Nirwana sedang
duduk di sana. Tetapi dia tidak seorang diri. Seorang wanita duduk di
sampingnya. Entah di mana si Romah. Dia selalu tidak ada jika dibutuhkan
"Mama" Nirwana berusaha melepaskan diri dari cengkeraman wanita itu ingin lari
menghambur ke dalam pelukan ibunya. Tetapi perempuan itu tidak nai
melepaskannya. "Lepaskan dia, Pia, ujar Hiskia dengan rahang terkatup, menahan perasaannya.
"Kuberikan segalanya padamu, desis Pia dengan tatapan berapi-api. Ternyata kamu
hanya mempermainkan diriku!"
"Lepaskan anakku Adel sudah melangkah untuk menghampiri Nirwana ketika tiba-tiba
matanya menangkap bayangan pisau itu. pisau dapur. hadiah ulang tahun dari
Swarga. Ya Tuhan keluh Adel panik Kakinya berhenti melangkah dengan sendirinya
melihat tatapan mata Pia yang penuh ancanan
"Aku tidak akan ragu-ragu menusuknya ancam nya dingin.
"Sama seperti kakaknya telah memusik ku."
I99"Pia, dengarkan permohonanku" pinta Hiskia sambil maju ke depan Adel.
"Kamu sakit hati kepadaku Bukan kepada anak-anakkul Aku yang salah Bukan mereka.
Jika kamu hendak membalas sakit hatinu akulah yang pantas kamu jadikan korban!"
***** Pia mengemudikan mobilnya bagai orang mabuk. Mobil itu melaju dengan kecepatan
tinggi menuju ke Ancol. Hiskia yang duduk di sampingnya hanya dapat menahan
napas dengan perasaan tegang.
"Kalau kamu mengemudikan mobilmu seperti ini, kita tidak akan sampai ke cottage,
Pia," katanya cemas.
"Kalau aku tidak dapat memilikimu, keluargamu juga tidak!" geram Pia sengit.
"Aku memang bersalah padamu, Pia. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Anakku
sakit. Dia membutuhkan kehadiranku."
"Yang kamu gendong masuk rumah itu bekas istrimu Bukan anakmu!" teriak Pia tanpa
dapat menyembunyikan perasaan cemburunya.
"Maafkan aku kalau hal itu menyakiti hatimu."
"Menyakiti hatiku"! Kamu hampir membunuhku!" "Pial Awas!" jerit Hiskia ngeri
ketika melihat sebuah truk mendatangi dengan kecepatan tinggi dari arah depan.
200 R)Saat itu, Pia sedang menoleh ke arah Hiskia sambil membelalak geram. Tak sadar
kemudi mobilnya terdorong ke kanan. Mobil mereka melaju masuk ke depan jalur
truk. Secepat kilat Hiskia menyambar kemudi mobil. Dan membantingnya ke kiri.
Sekilas Hiskia hanya melihat bintang-bintang berkilauan berhamburan di depan
matanya dia merasakan sakit yang luar biasa yang melumatkan tubuhnya. Meremukkan
tulang-tulangnya. Dan semuanya segera menjadi gelap. Sunyi. Lalu dia tidak merasakan apa-apa lagi.
Separo badan mobil bagian kiri remuk redam. Pecahan kaca bertaburan ke atas
tubuh yang berlumuran darah.
2OI HisKIA meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Sementara Pia hanya mengalami
luka-luka robek di wajah dan lehernya. Adel jatuh pingsan ketika mendengar
berita yang memilukan itu. Jalan sunyi yang dikiranya telah ditempuhnya sampai
ke ujung itu ternyata masih terbentang panjang di depannya. Dan dia terpaksa
menelusurinya seorang diri lagi. Hanya bersama kedua orang anaknya. Yang seorang
mengidap kelainan jiwa. Yang lain menderita karena kehilangan ayahnya. Kali ini,
kehilangan untuk selama-lamanya. Dokter Hendarto menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan penasaran ketika mendengar berita musibah itu. Mengapa wanita sebaik Adel
harus menderita seberat ini" keluhnya getir. Umurnya belum ada setengah abad.
Tetapi dia telah dua kali kehilangan suami. Kedua-duanya tewas dalam kecelakaan
yang mengerikan. ***** Adel menangis tersedu-sedu di tepi jenazah Hiskia. Tubuh itu sudah terbujur
kaku. Dingin. Mati. Padahal beberapa jam yang lalu, tubuh itu masih terasa
hangat melekat ke punggungnya di dalan bus. Tangannya masih terasa mesra
menggenggam tangannya. Tawanya masih terdengar renyah di telinganya.
"Kubeli dari tukang minuman di pinggir jalan" seringainya demikian gembira.
Demikian bahagia. Seperti anak kecil yu mendapat mainan baru. 'Lumayan, supaya
kita tidak jadi dendeng sesampainya di rumah" Ya Tuhan! bagaimana mungkin Laki
laki yan beberapa saat yang lalu ia i demikian riang. demikian dinamis, penuh
vitas, kini terbujur kaku seperti sebatang kayu
"Aku rindu padanu. Ma Bisikannya masih terasa hangat menggelitiki telina Adel
"Jika kamu izinkan aku menjadi suami sekali lagi, akan kugendong kamu memasuki
pintu itu" Aku pun rindu padamu, Pa bisik Adel pilu Air mata mengucur deras dari
matanya. Aku rindu menjadi istrimu sekali lagi!
"Kenapa Papa tidur di situ, Ma" protes Nirwana
2O3bingung, ketika melihat ayahnya terbujur kaku di dalam sebuah peti tertutup
kaca. "Kenapa Papa nggak bangun-bangun dari tadi?"
"Papa sudah meninggal, Nana." Hendarto-lah yang menyahut Karena Adel tidak mampu
membuka mulutnya. Dia sedang menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Peti
jenazah Hiskia diletakkan di ruang tengah rumahnya. Tamu-tamu yang sebagian
besar relasi dan karyawannya berdatangan untuk memberi penghormatan terakhir.
"Bangunin Papa, Ma' rengek Nirwana sambil menarik-narik tangan ibunya.
"Kemarin Papa janji mau ngajak minum es krim!"
"Nana sini sama Oom ya." Hendarto mencoba mengajak Nirwana menjauh dari ibunya.
Tetapi Nirwana malah melekat erat neneluk kaki Adel.
"Papa kenapa, Ma?" tangisnya.
"Papa kenapa diam aja?" Adel membenamkan kepala putrinya ke pahanya. Dan
meremas-remas rambutnya dengan sedih. Dia dapat merasakan kesedihan Nirwana. Dia
ingin menghibur putrinya. Tetapi bagaimana dia dapat menghibur Nana pada saat
dia sendiri perlu dihibur"
"Tabahkan hatinu. Adel bisik Hendarto dari belakang
"Jangan biarkan Hiskia melihat air matamu lagi. Supaya lapang jalannya ke
akhirat." Adel menggigit bibirnya untuk menahan isaknya.
"Ma" Nana menengadah menatap wajah ibunya.
"Betul Papa mati. Ma?"
***** R)Adel menggendong anaknya. Dan mendekapnya erat-erat ke dadanya.
"Apa artinya mati, Ma" Kayak si Belang" Mati terus dikubur di belakang rumah"
"Boleh Oom yang jawab pertanyaan Nana?" sela Hendarto lembut.
"Mana masih sedih. Belum dapat menjawab. Mari sama Oom, ya?"
"Nggak mau." Nirwana menyelusupkan wajahnya ke dada ibunya.
"Nana mau sama Mama aja!"
***** "Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia. Kita tidak akan mati
semuanya. Tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata. pada waktu bunyi
nafiri yang terakhir. Sebab nafi akan berbunyi dan orang-orang mati akan
dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.
Karena yang dapa binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang
dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat
binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan
yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah
ditelan dalam kemenangan. Hai, maut, di manakah kemenangan Hai. maut, di manakah
sengatmu." Pendeta menutup Kitab Injil nya Dau menatap umat yang berkumpul di
hadapanyi 205"Setiap kali saya menatap peti mati," katanya perlahan,
"saya selalu bertanya kepada diri saya sendiri, kapan saya akan masuk ke
dalamnya' Karena saya yakin, suatu waktu, saya akan berbaring di sana juga.
Dalam sebuah peti jenazah. Tapi, Saudara-saudara, sebagai orang yang percaya
kita yakin cuma badan kitalah yang terbaring di sana. Dan suatu saat, kalau
badan kita, yang dapat mati ini sudah mengenakan sesuatu yang tak dapat mati,
kita akan dibangkitkan kembali! Karena itu kehilangan orang yang kita cintai
boleh membuat kita bersedih, tapi jangan sampai kita terhanyut dalam kesedihan
yang berlarut-larut." Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil, bisik Adel
dalam hati. Beristirahatlah dalam damai, Pa. Aku yang akan merawat dan menjaga
anak-anak kita. Mereka memang kehilangan. Tapi aku akan berusaha menghibur
mereka. Supaya mereka tidak luluh dalam kesedihan. Lambat-laun suasana kesedihan
yang meliputi umat yang tepekur di depan liang lahat berganti dengan perasaan
pasrah. Doa dan nyanyian penghiburan menguatkan hati Adel. Ketika tiba saatnya
untuk menaburkan bunga ke atas peti jenazah Hiskia yang telah diturunkan ke
lubang makan dengan tabah Adel menuntun anakanaknya maju ke depan. Hendarto yang
selalu berdiri di dekat mereka, ikut maju untuk menjaga kalau-kalau salah satu
di antara mereka menjadi histeris. Saat itu memang saat-saat yang paling berat.
***** R)Perpisahan yang paling menyedihkan. Saat terakhir mereka berada di dekat
Hiskia. Sesudah gumpalan-gumpalan tanah ditaburkan, peti itu akan tertutup sama
sekali dari pandangan mereka. Dan Hiskia seakan-akan terpisah seorang diri di
bawah sana. Terpisah dari orang-orang yang mencintainya. Tetapi ternyata baik
Adel maupun anak-anaknya cukup tabah. Justru pada saat-saat terakhir. Meski pun
sedih, Adel masih dapat menahan air matanya agar tidak mengotori peti jenazah
Hiskia. "Selamat jalan, Pa," bisiknya sambil menaburkan bunga ke atas peti.
"Aku percaya suatu saat kita akan bertemu lagi."
"Tidur yang enak ya, Pa." kata Nirwana polos.
"Nana nggak bisa mijat kaki Papa lagi." Hampir menitik air mata Adel mendengar
kata kata putrinya. Hatinya seperti diiris dan disayat menjadi serpih an kecilkecil. Sakitnya terasa sampai ke ujung jari. Swarga tidak berkata apa-apa. Hanya
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menatap getir peti jenazah ayahnya. Tadinya Adel ragu membawa Swarga mengikuti
upacara pemakaman ayahnya. Tetapi Hendarto meyakinkan Adel, Swarga cukup kuat
menghadapinya. "Biarkan dia melihat kenyataan, betapapun pahitnya," katanya tegas.
"Kalau perlu, akan saya suruh dia menangis. Menumpahkan perasaannya." Ketika
Adel membawa kedua anaknya mundur untuk memberi kesempatan kepada pengunjung
207 R)yang lain menabur bunga, Hendarto menyentuh bahunya dengan lembut.
"Kuatkan hatimu, Adel," bisiknya lunak. Adel mengangkat mukanya. Dan melihat Pia
tegak di hadapannya. Wajahnya masih penuh balutan. Tubuhnya masih ditopang oleh
seorang perawat. Tetapi dia masih memaksakan diri ikut maju ke depan.
Melemparkan sekuntum bunga sedap malam yang putih bersih. Dan tertatih-tatih
meninggalkan liang lahat. Ketika melewati tempat Adel, dia berhenti sebentar.
Menatapnya dengan tatapan kosong.
"Maafkan saya, Mbak," katanya tawar.
"Saya telah mengambil milikmu." Adel menggelengkan kepalanya sambil menggigit
bibir. "Dia milik kita bersama." gumannya lirih.
"Tidak perlu diperebutkan lagi." Pia menganggukkan kepalanya. Dan membiarkan air
mata meleleh ke pipinya. "Dia memang milik kita bersama, Mbak," desahnya getir. "Dia ingin kembali
kepadamu. Tapi pada saat terakhir, dia mengorbankan jiwanya untuk saya." Saat
itu terdengar pekikan Swarga. Melengking tinggi. Memekakkan telinga. Sambil
meraung dia menerjang Pia. Tubuh Pia terempas ke belakang. Perawat yang coba
menopangnya tidak kuat menahan terjangan Swarga yang begitu tiba-tiba. Dia ikut
terdorong ke belakang. Dan jatuh bersama-sama Pia.
208 R)secepat kilat Hendarto merangkul tubuh Swarga
dari belakang. Menahannya menyerang Pia lagi Tetapi Swarga memang sudah tidak
ingin menghajar perempuan yang sudah terkapar di tanah itu. Dia hanya menangis
tersedu-sedu dalam pelukan Hendarto.
****** "Benar Swarga tidak apa-apa, Dok" tanya Adel sekali lagi ketika Hendarto hendak
meninggalkan rumahnya. Swarga sedang tidur di kamarnya setelah nendapat suntikan
penenang dari Hendarto. "Percayalah, sahut Hendarto lembut
"Dia akan sembuh."
"Benar dia tidak perlu dirawat lagi. Dok
"Dia masih memerlukan psikoterapi yai intensif. Tapi tidak perlu lagi dirawat.
Saya akan kemari setiap hari untuk mengobati dan menan perkembangan kesehatan
jiwanya." "Saya ingin mencium tangan Anda untuk mengucapkan terima kasih, Dok, gunan Adel
haru. "Lebih baik jangan." Dan kata kata I iarto terhenti dengan sendirinya. Bekas
sini ini masih besar rasa cemburunya itu kini si I.
"Maafkan saya, Adel, desahnya ketika melihat perubahan air muka wanita itu. Say
tidak bermaksud." 20)"Tidak apa, Dok," sahut Adel tabah.
"Mulai sekarang saya memang harus membiasakan diri dengan kehilangan Hiskia.
Saya harus realistis melihat kenyataan, betapapun pahitnya. Saya menyadari
Hiskia sudah tidak ada." Hendarto memegang tangan wanita itu dengan lembut.
"Kalau kamu membutuhkan bantuan, Adel," katanya lunak,
"betapapun kecilnya, jangan raguragu menghubungi saya."
"Percayalah, Dok. Anda akan banyak mendengar permohonan bantuan dari saya.
Begitu berat cobaan hidup yang menimpa diri saya dan anak-anak."
"Tapi Tuhan tidak akan memberi cobaan lebih dari kemampuanmu, Adel. Dan kalau
Dia memberi cobaan, percayalah. Dia juga akan memberikan jalan keluarnya."
"Mudah-mudahan saya bisa melihat jalan keluar itu. Dok."
"Saya yakin kamu dapat mengatasinya. Dan saya bersyukur Hiskia tidak
meninggalkanmu setahun yang lalu, ketika jiwamu masih sangat rapuh. Dan kamu
masih sangat tergantung kepadanya."
TAMAT Ebook by yauay ar 210 R) edit teks by SaifulBahri http://cerita-silat.mywapblog.com
Rahasia Peti Wasiat 3 Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Pengkhianatan Dewa Maut 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama