Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W Bagian 1
di dekat pintu. Ketika meletakkan koper itu, untuk kesekian kalinya Adel merasa
pedih. Kepedihan yang telah menyengatnya sejak membereskan koper Hiska untuk
terakhir kalinya. Dalam tiga belas tahun hidup perkawinan mereka, entah sudah
berapa puluh kali Adel membereskan koper Hiskia. Setiap kali suaminya hendak
bepergian. Karena kebiasaan itu, Adel masih bersedia membereskan koper laki-laki
itu sekalipun mereka sudah resmi bercerai. Tetapi Hiskia sendiri tidak menaruh
perhatian sama sekali pada kopernya. Dia masih repot menjawab pertanyaanpertanyaan anaknya. Nirwana yang baru berumur lima tahun itu tidak dapat
mengerti mengapa ayahnya tidak akan pernah tidur di rumah ini lagi. Papa menang
sering bepergian. Apalagi akhir-akhir ini. Sering. Terlalu sering malah. Sering
sekali Papa tidak tidur di rumah. Ada
5 gada saja alasannya. Tetapi Papa selalu tahu kapan dia akan kembali ke
kamarnya lagi. Pulang ke rumah mereka. Tidak seperti hari ini!
"Papa akan datang hari Minggu," kata ayahnya tadi. Datang. Bukan pulang.
"Tapi Papa tidak bisa tinggal di rumah lagi, Nana."
"Kenapa?" desak Nirwana penasaran. Mengapa Papa tidak dapat tinggal di rumah
mereka" Di mana lagi dia tinggal kalau bukan di sini" Di rumahnya" Memang ada
berapa sih rumah Papa"
"Papa sudah punya rumah sendiri." Hiskia menarik napas dalam-dalam. Mengurangi
rasa nyeri yang menikam dadanya.
"Di mana?" Jauh dari sini."
"Kenapa nggak ajak Nana" protes Nirwana berang. Mukanya cemberut. Antara sedih
dan kesal. Wah, jelek sekali mukanya kalau sedang merengut begitu Matanya
menatap ayahnya dengan marah. Tetapi mata itu basah digenangi air. Membuat
Hiskia semakin tidak tega membalas tatapan anaknya. Dalam keadaan seperti itu,
Nirwana mengingatkan Hiskia pada Adel. Seperti itu jugalah sorot mata Adel
ketika dia mengetahui penyelewengan Hiskia. Ketika untuk pertama kalinya dia
menyadari, sudah ada perempuan lain yang menggantikan tempatnya di hati
suaminya. "Papa nggak bisa ajak Nana. Nama kan mesti tinggal sama Mama di sini, sahut
Hiskia sedih. "Kasihan dong Mama kalau ditinggal."
. R')Sudah beberapa bulan ini, selama mengurus perceraiannya, Hiskia sudah
berusaha menanamkan pengertian di benak anak-anaknya. Mereka terpaksa berpisah.
Karena anak-anak harus ikut ibunya. Tetapi rupanya Nirwana masih tetap belum
dapat menerimanya. Dia tidak dapat mengerti mengapa mereka harus berpisah.
Mengapa ayahnya harus pergi. Harus tinggal di rumah lain. Kakaknya lain lagi.
Swarga tidak berkata apaapa. Tidak menanyakan apa-apa. Tidak protes Tidak
menggugat. Bahkan tidak mau mendekati ayahnya. Hiskia-lah yang menghampirinya
ketika hendak berangkat. "Papa pergi, Aga," ujar Hiskia. Dibelainya kepala anak laki-lakinya yang baru
berumur dua belas tahun itu.
"Jangan sedih. Ingat, anak lelaki tidak boleh cengeng! Jaga adik dan ibunu baikbaik." Ingin Hiskia memeluknya, seperti tadi dia memeluk Nirwana. Tapi Swarga
tidak menunjukkan tanda-tanda ingin dipeluk. Dia hanya mengangguk menyambuti
kata-kata ayahnya. Tatapan matanya kosong. Sekosong air mukanya. Tidak ada gurat
kesedihan di sana. Apalagi kemarahan. Dia tampak pasrah saja. Tidak bertanya.
Enggan menggugat. Akhirnya Hiskia menghampiri bekas istrinya. Dan mengecup
pipinya. Cuma sedetik. Tanpa kehangatan. Apalagi kemesraan. Ciumannya terasa
hambar. Tidak seperti dulu. Ciuman basa-basi.
"Aku pergi." katanya tersendat. Ditelannya kembali kata
"dulu" yang selalu diucapkannya selama
7bertahun-tahun kalau dia hendak bepergian meninggalkanistrinya. Adelia tidak
berkata apa-apa. Tidak mengucapkan kata
"Hati-hati, Pa" yang usang itu. Yang selalu diucapkannya sesaat sebelum suaminya
pergi. Sekilas Hiskia ingin mendengar kata itu lagi. Kata yang selalu diucapkan
Adel. Yang sudah hampir tidak didengarnya lagi kalau dia sedang terburuburu
berangkat Sudah klise. Tetapi kini, alangkah inginnya dia mendengarkata-kata itu
lagi. Hiskia mengambil kopernya. Dan melambaikan tangan kepada anak-anaknya.
Tidak seorang pun dari mereka membalasnya. Mereka hanya tepekur menatap
kepergiannya. Dengan sedih Hiskia masuk ke mobilnya. Seorang diri. Tidak seorang
pun dari mereka mengantarnya ke luar. Sebenarnya Pia ingin menjempunya. Tetapi
Hiskia tidak ingin dijemput ketika dia harus meninggalkan keluarganya. Dia ingin
seorang diri ketika melangkah keluar dari dalam rumahnya. Dia tidak mau ada
orang lain di sana. Pia memang telah memisahkannya dari istri dan anak-anaknya.
Tetapi Hiskia tidak ingin menumpahkan kesalahan itu di bahunya. Jika ada yang
harus disalahkan, dialah yang harus bertanggung jawab. Bukan Pia. Bukan salah
Pia kalau dia dilahirkan cantik. Bukan salahnya jika dia terlampau menarik di
mata pria. Tidak terkecuali yang sudah menikah dan punya anak sekalipun.
8 R)Dan Pia bukan cuma asyik diajak bercengkerana di ranjang. Dia juga menarik
untuk diajak berdiskusi di kantor.
Dia cerdas. Pengetahuannya luas. Tidak percuma titel MBA yang disandangnya jauhjauh dari London. Dia menang pantas menyandang gelar mentereng itu. Hanya dalam
tiga belas bulan saja dia bekerja di kantor Hiskia, dia telah mampu memorakporandakan rumah tangga bosnya yang telah berlangsung tiga belas tahun lebih.
Pia menyambut kedatangan Hiskia seperti menyambut pahlawannya yang pulang dari
medan laga. Setelah berbulan-bulan terombang-ambing dalan kebimbangan akhirnya
dia berhasil memenangkan pertarungan itu. Ternyata Hiskia serius dengan hubungan
mereka Dia tidak main-main dengan janji-janjinya. Dia bukan tipe lelaki gomba
yang murah mengobral janji di tempat tidur seorang perempuan tetapi
menyangkalnya lagi di depan istrinya. Hiskia rela menceraikan istrinya.
Meninggalkan keluarganya. Untuk menikah dengan perempuan yang dicintainya.
Bukankah dia lelaki hebat" Jarang lelaki yang demikian konsisten, bukan" Hari
ini, Pia telah menyiapkan sambutan istimewa untuk Hiskia. Setelah resmi bercerai
siang 9tadi, mulai malam ini, dia mutlak miliknya. Dia tidak usah lagi terburu-buru
kembali ke rumah setiap malam. Pia sudah berdandan secantik-cantiknya untuk
menyambut kedatangan kekasihnya. Mereka akan makan malam bersama di restoran
favorit mereka. Akan menghabiskan malam istimewa ini di sebuah cottage langganan
mereka di Ancol. Malan ini, mereka tidak perlu sembunyi-senbunyi lagi. Dan esok
pagi, Hiskia tidak perlu tergesa-gesa berangkat ke bandara karena kemarin sore
dia mengaku pada istrinya pergi ke Surabaya. Ah, manisnya kebebasan! Hiskia
pasti menikmatinya pula. Bedanya, mungkin dia tidak merasa selega Pia. Karena
dia masih memikirkan anak-anaknya. Tetapi Pia bertekad, malam ini dia akan
membuat Hiskia tidak ingat seorang pun dari mereka.
"Aku mungkin bisa meninggalkan, Adel," kata Hiskia sesaat sebelum dia mengambil
keputusan yang berat itu. Menceraikan istrinya. Tapi aku tidak tega meninggalkan
anak-anakku. terutama si kecil Nana." Hanya berkat daya tarik, kasih sayang
kemesraan, dan sedikit kerja keras Pia-lah akhirnya Hiskia berhasil juga
mengambil keputusan yang menyakitkan keluarganya itu. Dan Pia berjanji, dia
tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan Hiskia. Dia akan membuat laki-laki itu
tidak menyesal mengambil keputusan itu!
"Aku tidak akan pernah berubah," bisik Pia
IO R)sambil memeluk Hiskia dengan mesra. "Bagimu, aku tetap teman seranjang yang
hangat, partner kerja yang brilian, dan pendamping yang patut dibanggakan dalam
setiap pertemuan."HISKIA mengemudikan mobilnya dengan hati terluka. Titik air
matanya ketika mengenang kembali dialognya dengan Nirwana tadi. Ketika
membayangkan tatapan matanya yang demikian kecewa. Sedih. Kesal. Marah. Entah
apa lagi. Dia juga sedih membayangkan sikap Swarga. Hiskia memang selalu
menekankan agar putranya senantiasa bersikap jantan. Tidak boleh cengeng
menghadapi situasi yang bagaimana menyakitkannya Pun. Nirwana boleh menangis
kalau sakit. Kalau dimarahi ibunya. Kalau mainannya rusak. Tapi Swarga tidak.
Dia dididik untuk mengekang kesedihannya. Menahan tangisnya.
"Anak lelaki tidak boleh menangis!" hardik Hiskia ketika suatu hari Swarga
pulang sambil menangis. Saat itu umurnya baru lima tahun. Mukanya babak-belur.
Dipukul oleh anak yang lebih besar. Tetapi sikap Swarga hari ini benar-benar di
luar 12Iaan Hiskia. Swarga cenderung beku pada saat harusnya dia sedih. Pada saat
ditinggal ayahnya, seharusnya dia berluka walaupun tidak sempat menangis. Bukan
mematung hampa seperti penonton pasif di luar ia. Iiskia juga trenyuh melihat
sikap bekas istrinya. demikian pasrah. Dengan sabar dia melepas ki pergian
suaminya. Padahal lelaki yang dikasihinya itu pergi untuk tidak kembali. Dia
pergi ke ikan perempuan lain! Adel memang jelas sedih. Tetapi dia berusaha keras
menutupinya. Paling tidak di depan anaknya. Dia bahkan masih mau memberesi koper
kis suaminyal Sikapnya itu justru membuat Hiskia semakin didera perasaan
bersalah Mengapa dia sampai ini meninggalkan istri yang begitu setia" letapi di
atas semua itu, Hiskia paling tidak meninggalkan Nirwana. Putri kesayangannya.
i-satunya orang di rumah itu yang terang-terangmemperlihatkan perasaannya. iskia
ingat bagaimana bahagianya dia ketika iwana lahir. Ketika perawat mengatakan
anaknya Ia kedua perempuan. Sehat. Montok. Manis. Kelahiran anak pertama memang
istimewa. Memberi kesan yang tak terlupakan. Dia masih ingat dengan jelas
perasaannya ketika pertama kali menjadi ayah. Ketika pertama kali melihat betapa
miripnya mulut dan dagu makhluk kecil mungi I dengan miliknya.
I3Ketika pertama kali menggendong bayi yang disebut anaknya itu. Entah dari mana
datangnya dia. Ada hubungan apa di antara mereka. Tetapi ketika untuk pertama
kalinya dia memeluk anak itu, dia merasa ada ikatan yang amat kuat menjerat
hatinya dengan hati si kecil. Dan ikatan itu bertambah hari bertambah kuat. Ya,
punya anak pertama memang sangat berkesan. Tak terlupakan. Tapi punya anak
perempuan. ah mengapa rasanya lebih berkesan lagi. Tujuh tahun Hiskia
mendambakan seorang anak perempuan. Ketika akhirnya dia memperoleh anak yang
didam-idamkannya itu, dia merasa demikian bersyukur. Lebih-lebih ketika anak itu
bertumbuh dan berkembang demikian pesat. Nirwana bukan hanya manis. Dia lucu.
Cerdas. Pintar sekali mengajuk hati ayahnya. Dia jauh lebih manja daripada
kakaknya. Jika Swarga cepat sekali memperoleh kesenangan lain di luar rumah,
teman-teman sebaya permainan yang menantang, Nirwana sebaliknya. Dia seperti
tidak mau lepas dari ayahnya. Bertambah besar, dia malah seperti bertambah
lengket! Bertambah manja. Bertambah menggemaskan! Hiskia menghela napas berat
ketika membelokkan mobilnya ke halaman rumah Pia. Rumah yang telah beberapa
bulan ini menjadi rumahnya yang kedua. Pintu pagarnya telah terbuka lebar.
Seolah-olah Pia memang sudah menunggu-nunggu kedatangan Hiskia sejak tadi.Ketika
Hiskia memarkir mobilnya di halaman, Pia keluar dari dalam rumah. Tegak menunggu
di beranda rumahnya. Dan melihat penampilannya saat itu, sekali lagi Hiskia
menghela napas. Dalam T-shirt tanpa lengan berwarna kuning yang demikian ketat,
dia tampak sangat merangsang Muda. Lincah. Penuh gairah. Celana pendek hitam
yang dipakainya begitu pendek dan ketat. Leluasa menampilkan paha dan ungkainya
yang putih mulus. Meskipun tampak santai, Pia tetap tampil memikat. Make-up-nya
seronok. Rambutnya teratur rapi. Dan harum tubuhnya rasanya sudah tercium begitu
Iiskia melangkah turun dari mobilnya. Ah, alangkah berbeda dengan Adel: Dia
tidak pernah mempersiapkan diri untuk menyambut suaminya. Kalau tidak sedang
sibuk dengan anakmak, dia pasti sedang repot di dapur. Di kebun. Entah di mana
lagi. Padahal mereka punya seorang pembantu. Mengapa Adel tidak menyerahkan
urusan itu kepada pembantu" Mengapa dia tidak mau mempersiapkan diri untuk
menyambut kedatangan suaminya" Adel memang sudah berumur empat puluh empat
tahun. Tapi dia masih tetap cantik. Walaupun tidak semuda dan sesegar Pia lagi.
Tubuhnya juga masih tetap langsing. Biarpun lekak-lekuknya tidak menggoda
seperti tubuh Pia. Kalau dia mau lebih meluangkan waktu untuk merawat tubuhnya.
meluangkan waktu sedikit saja
untuk menyambut suaminya setiap pulang kerja. SAh. Hiskia mengutuk dirinya
sendiri. Mengapa harus menuntut terlalu banyak pada istrinya" Tidak ada yang
salah pada diri Adel. Hiskia-lah yang salah! Salah karena membandingkan istrinya
dengan perempuan lain! Adel istri yang sempurna. Kalau saja Hiskia tidak bertemu dengan perempuan yang
sangat istimewa seperti Pial
Ya, memang cuma perempuan yang seistimewa Pia yang dapat memisahkannya dari
keluarganya. Dapat mengambilnya dari Nirwana.
Sopia Husein punya darah Indo dalam tubuhnya. Karena ibunya seorang wanita
Turki. Tidak heran kalau sosoknya mencerminkan fisik ibunya. Putih. Tinggi.
Dengan rambut hitam pekat. Mata hitam bening memikat. Dan hidung mancung di atas
bibir yang melekuk seksi. Tambah menggoda karena dia juga mewarisi darah Minang
ayahnya. Kulitnya halus. Dagunya lentik. Pipinya berlesung pipi. Dan suaranya
merdu menggoda bak buluh perindu. Tetapi meskipun Pia cantik seperti bintang
film, Hiskia tidak akan meninggalkan keluarganya kalau cuma itu modal Pia. Buat
apa meninggalkan keluarga, menceraikan istri, kalau Hiskia sudah dapat memiliki
perempuan itu walaupun belum menjadi miliknya"
R)Lelaki cenderung bigami, kan" Istri dipertahankan tapi wanita lain dikejar
untuk dimiliki" Mengapa harus melepas salah satu kalau dapat memiliki keduaduanya" Nah, di sinilah letak keistimewaan Pia. Dia meninggalkan sesal setiap
kali Hiskia akan meninggalkannya sesudah berkencan. Dia membuat Hiskia ingin
selalu berada bersamasama setiap saat. Di rumah. Di hotel. Di kantor. Di ruang
pertemuan. Dan Pia membangkitkan keinginan Hiskia untuk memiliki seorang anak
lagi. seorang anak perempuan. seperti Nirwana. Tidak heran ketika Adel menemukan
penyelewengan suaminya dan meminta cerai, Hiskia dengan berat hati
meluluskannya. Daripada harus berpisah dengan Pia. Ah, rasanya dia tidak dapat
lagi hidup tanpa perempuan itu! Tidak dapat lagi bekerja dengan efisien tanpa
bantuan Pia. Dalam tiga belas bulan ini, Pia telah menjadi itik fokus hidupnya.
Titik sentral kariernya. Bahkan kehidupan seksnya. Gairahnya yang mulai menurun
setelah tiga belas tahun mengalami rutinitas yang monoton bersama istrinya,
seperti mendapat suntikan hormon perangsang Gairahnya menggebu-gebu lagi.
Seperti ketika dia masih menjadi remaja penasaran di masa puber.
"Halo, Sayang!" Pia menyambut kedatangan Hiskia dengan mendaratkan sebuah
kecupan hangat di pipinya.
"Capek?" "Ah, nggak." "Kok lesu?" "Nana agak rewel."
Seperti memahami perasaan kekasihnya, Pia merangkulnya dengan mesra.
"Hari Minggu nanti kita tengok dia, ya?"
Hiskia hanya mengangguk. Wajahnya muram. Tatapannya berlumur sesal dan duka.
"Mana si Atok?"
"Kok si Atok yang dicari"
Turunkan koper." "Nanti saja. Bajumu yang bersih masih banyak kan di lemari."
"Ke mana dia?" "Kusuruh belanja. Aku ingin berdua saja denganmu Nggak salah, kan?"
Tentu saja tidak. Sekarang tidak ada lagi yang salah. Aku sudah bebas.
Tetapi ketika mengucapkan kata-kata itu di dalam hatinya, tidak sengaja ingatan
Hiskia kembali lagi kepada Nirwana. Kepada Swarga. Kepada Adel. Dan dia merasa
sedih. Sedang apa mereka sekarang. Meratapi kepergiannya"
"Aku mengerti perasaanmu," bisik Pia simpatik.
Dengan lembut dihelanya tubuh laki-laki itu masuk ke dalam rumah. Dirangkulnya
dengan mesra. Diciumnya bibirnya dengan ciuman yang biasanyamemabukkan Hiskia.
Membuatnya lupa segalagalanya.
"Tapi kamu pasti dapat mengatasinya. Kamu lelaki hebat. Dan aku akan selalu
mendampingimu." Pia memang tidak memaksa Hiskia untuk segera melupakan
keluarganya. Tidak memaksa laki-laki itu untuk melenyapkan mereka dari
pikirannya. Karena dia tahu, hal itu tidak mungkin. Sebelum bertemu dengannya,
Hiskia adalah seorang suami yang baik. Ayah teladan. Hampir tak mungkin
memisahkannya dari keluarganya. Pia hanya mengajak Hiskia bersama-sama mengatasi
penderitaannya. Menghadapi realita. Betapapun pahitnya.
"Aku tahu tidak mudah bagimu, Sayang, bisik Pia dalam pelukan Hiskia.
"Tapi kalau kamu mau membagi penderitaanmu padaku, kalau kita bersamasama
menghadapinya, aku yakin kita mampu mengiasinya."
"Aku hanya tidak sampai hati meninggalkan Anak-anakku." Berkaca-kaca mata Hiskia
"Lebih-lebih Nana. Dia masih terlalu kecil. dia tidak dapat mengerti mengapa
ayahnya harus pergi. Pia mengetatkan dekapannya. Dan membelai kepala laki-laki
itu dengan lembut. "Suatu hari nanti dia akan mengerti dan memaafkan kita, Sayang bisiknya lunak.
"Hari ini memang terasa sangat menyakitkan. Tetapi esok sakitnya akan berkurang.
Waktu akan menyembuhkan Luka di hatinu dan hati Nana.?"Aku menyesal harus
meninggalkannya dalam keadaan seperti itu."
"Tapi kamu tidak menyesal memilihku, kan?" Pia merenggangkan dekapannya.
Memegang kedua belah pipi Hiskia. Dan menatap mesra ke dalam matanya.
"Kamu tidak menyesali pertemuan kita"TENTU saja Hiskia tidak menyesali
pertemuannya dengan Pia. Kalaupun dia mempunyai kesempatan untuk menyesalinya.
Hari itu, tiga belas bulan yang lalu, Jusuf Karma, kepala bagian personalia di
perusahaannya, memperkenalkan seorang manajer baru.
"Dalam seleksi yang kita adakan untuk memilih seorang manajer keuangan, ternyata
Nona Sopia Husein MBA telah berhasil mengalahkan tiga orang calon lain, Pak."
sambung Jusuf begitu membaca kekecewaan yang sekilas bersorot di mata
direkturIya. Tentu saja mula-mula Hiskia kecewa. Kecewa sekali. Dia mencari
seorang manajer yang cakap. Bukan yang cantik! Yang mampu mengelola keuangan
perusahaan. Bukan menggoda bosnya. Gadis yang diperkenalkan sebagai manajernya
yang baru ini terlalu cantik. Terlalu feminin untuk menjadi manajer dalam bisnis
yang penuh persaingan ini. Bidang keuangan yang akan digelutinya ini me
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
R)merlukan ketelitian. Kejujuran. Kerja keras dan keuletan. Bukan cuma
penampilan! Bukan menghina wanita cantik. Bukan. Tapi rasanya, dia lebih pantas
kalau melengganglenggok di atas catwalk menampilkan pakaian yang seronok
daripada mengelola keuangan sebuah perusahaan! Hiskia tidak dapat membayangkan
wanita secantik dan semodis ini duduk membungkuk di balik meja tulisnya,
memelototi deretan angka di hadapannyal Hhh, sarjana sih sarjana. Lulusan luar
negeri pula. Tapi usianya masih terlalu muda. Diam-diam Hiskia melirik berkas
yang disodorkan Jusuf ke atas meja tulisnya tadi. Dua puluh delapan tahun. Hn,
apa yang dapat dilakukan oleh seorang gadis cantik berumur dua puluh delapan
tahun biarpun dia punya titel MBA" Tidak kelirukah Jusuf dan tim yang
dipimpinnya dalam seleksi yang mereka adakan" Atau. dia dan teman-temannya lebih
terpukau pada senyum cemerlang di bibir yang molek menggemaskan itu daripada
nilai cemerlang calon-calon lain yang bibirnya memble"
"Kelebihan nilainya mencolok sekali, Pak," kilah Jusuf ketika saat itu dia
dipanggil kembali menghadap bosnya. 'Kepribadiannya kuat. Punya jiwa pemimpin.
Berani mengambil keputusan. Teliti. Cerdas. Bahasa Inggrisnya pun oke sekali,
Pak! Ini curiculum vitae-nya." "Apanya lagi yang mencolok" Dengan gemas Hiskia
melemparkan berkas yang disodorkan Jusuf
itu ke atas meja. "Sudah kaucatat juga berapa ukuran vitalnya?"
"Barangkali Bapak harus melihat dulu hasil tesnya."
"Persetan! Aku mencari seorang manajer yang cakap dan ulet! Yang dapat kuajak
bekerja keras. Bukan bintang film untuk menghias kantorku!" Jusuf tidak berani
menjawab. Bahkan tidak berani mengangkat mukanya Gawat. Beberapa hari ini bos
memang lagi kumat Marah-marah melulu. Banyak pekerjaan dan stres membuatnya
iritatif sekali. Gampang meledak. Dan irasional. Lihat saja bagaimana dia
memusuhi manajer barunya. Padahal kurang apa lagi sih gadis itu" Sudah cantik,
ccrdas lagi! Nah, kombinasi yang jarang, kan" Kenapa mesti disingkirkan Cuma
para-gara dia muda dan jelita" Hhh, sakit.
"Kalau Bapak keberatan," kata Jusuf dengan agak takut-takut,
"kami bisa menggesernya lagi."
"Persetan!" potong Hiskia. Kali ini lebih marah daripada tadi.
"Biarkan dia membuktikan dulu kalian tidak salah memilihnya! Tetapi jika dalam
tiga bulan masa percobaan pekerjaannya semrawut, kalian ikut amburadul
bersamanya!" ***** Hiskia menutup pintu kamar kerjanya. Agak terlalu keras sampai sekretarisnya
menoleh dengan terkejut. R?"Pulang, Pak?"
"Minum kopi, sahut Hiskia singkat. Pulang. Pulang dengkulmu Pekerjaan belum ada
yang beres. Dilewatinya meja sekretarisnya tanpa menoleh lagi. Kepalanya benar-benar pusing.
Sudah dipekerjakannya dua orang tenaga ahli Yang seorang malah akuntan terkenal
Teliti. Tekun. Meski sudah tua. Tetapi mereka masih belum dapat menemukan di
mana letak kesalahan pembukuan perusahaannya.
"Selamat sore, sapa seseorang bersuara empuk di depan pintu lift.
"Sore, sahut Hiskia sambil menoleh dengan malas Harunnya aroma parfum yang
dipakai wanita itu malah menambah pusing kepalanya. Hampir membuatnya bersin.
"Pulang, Pak?" "Minum kopi." "Boleh saya temani?"
Hiskia hampir saja tersedak ludahnya sendiri. Untung lift keburu datang. Dia
menyilakan gadis itu masuk lebih dulu. Dan mengikutinya ke dalam lift.
Hiskia memang termasuk pria konvensional. Diundang seorang gadis rasanya
janggal. Tetapi gadis itu malah tampak santai saja.
"Bapak belum jawab pertanyaan saya," katanya tenang tapi sopan. Sikap maupun
suaranya begitu wajar. Tidak dibuat-buat. Tapi enak dilihat. Sedap didengar
Sekali lagi Hiskia menoleh. Dan baru dapat mengamat-amati wajah manajer barunya
dari jarak dekat. Hhh. Dia memang cantik. R)Pantas saja. sialan si Jusuf.
"Maaf pertanyaan apa?" tukasnya segan.
"Boleh menemani Bapak minum kopi" .
"Mengapa tidak sahut Hiskia kaku Edan. Apa lagi yang harus dijawabnya" Tidak
sopan kan nenolak ajakan wanita Wah, kalau saja karyawan pria yang berani
mengajaknya dalam situasi begini. Saya tidak melihat Bapak keluar makan siang
LAI" Astaga. Sekarang, aku punya seorang pengawas, rutuk Hiskia dalam hati.
Sialan Kayak yang nak ada kerjaan saja! Saya sibuk, sahutnya singkat. Pintu lift
terbuka. Hiskia sudah buru-buru melangkah ke luar. Ketika tiba-tiba
dibatalkannya kembali. Inilah sulitnya punya karyawan wanita. Di harus selalu
mendahulukan mereka itu Ciri manusia berbudaya, kan" Dan biasanya,
langkahlingkah mereka lambat sekali. Sungguh tersiksa harus menunggu mereka
keluar dari lift kalau sedang buru-buru Ah, mengapa wanita harus memakai sepatu
bertumit tinggi kalau sedang bertugas" Wanita karier seharusnya serbapraktis
dan. Kali ini Hiskia keliru. Tumit tinggi tidak menghalangi Pia untuk berjalan
cepat. Dia sama lincahnya dengan tidak memakai sepatu sekalipun. Hiskia tidak
perlu menunggu terlalu lama Sengaja atau tidak, manajer barunya telah
memperlihatkan kegesitannya. Mudah-mudahan dia sama gesitnya dalam bekerja
seperti ketika dia melangkah.
R)"Minum apa?" tanya Hiskia ketika mereka sudah duduk.
"Kopi saja. Tanpa susu. Tanpa gula." Bah, pantas saja pinggangmu kecil seperti
bambu begitu "Kue?" tanya Hiskia berbasa-basi. Meskipun dia sudah tahu jawabannya. Pasti.
Mana mau wanita selangsing dia makan kue.
"Terima kasih masih kenyang." Kurasa kamu tidak pernah laparl Diet ketat terus
tiap hari. Kalau tidak, masakan tubuhmu begitu ramping menggoda. Hiskia memesan
kopi dan chicken pie. Pia tersenyum ketika melihat betapa lahapnya Hiskia
menghabiskan pie-nya. "Mengapa tersenyum?" tanya Hiskia. Mulai tertarik melihat betapa menawan
senyumnya. Betapa memikat tatapan matanya yang hitam bening itu. Dan betapa
beraninya dia menertawakan bosnya.
"Bapak lapar sekali. Mengapa tidak makan siang"
"Wah, hari ini saya sangat sibuk."
"Kelihatannya memang Bapak amat lelah. Ada yang dapat saya bantu?" Sekarang
Hiskia mengawasi manajer barunya dengan cermat. Apakah kamu ingin membuktikan
aku telah keliru menilaimu" pikir Hiskia sinis. Apa yang telah dikatakan Jusuf
padamu" Bos meragukan kemampuanmu" Karena itu selama seminggu kerja kamu belum
diberi tugas yang sesuai dengan kemampuanmu"
**** Semuanya di luar rencana Hiskia. Sejak sore itu. Pia selalu menemaninya. Di
kedai kopi. Maupun sesudahnya. Di kamar kerja Hiskia. Bersama-sama mereka
bekerja keras. Menelusuri laporan demi laporan. Meneliti setiap perincian
Mencari kesalahan. Seperti apa pun kecilnya. Ternyata Pia tenaga yang dapat
diandalkan. idak percuma diajak kerja sama. Dia cerdas. Ulet. Teliti. Dan sangat
menarik. Enak diajak berdiskusi. Memikat diajak bersantai. Tidak heran ketika
mereka sudah berhasil menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan itu.
kebiasaan bekerja bersama sehabis rehat kopi tetap berlanjut. Makin lama, waktu
yang mereka butuhkan makin panjang. Dan suatu hari, Hiskia merasa perlu
mengundang manajernya makan malam di luar setelah bekerja bersama sampai pukul
delapan malam. "Tidak ditunggu Ibu, Pak?"
"Oh, saya bisa meneleponnya. Sudah biasa saya makan malam bersama relasi." Istri
Bapak penuh pengertian. Dan cantik."
"Di mana pernah melihatnya?"
"Di foto yang di atas meja tulis Bapak. Anaknk Bapak juga lucu-lucu sekali."
Hiskia cuma tersenyum. Ketika ingat Nirwana, sekias dia merasa menyesal telah
mengundang seng wanita lain makan di luar.
**** "Ceritakanlah tentang dirimu, Pia," pinta Hiskia ketika mereka sedang makan
malam bersama untuk yang kesekian kalinya. Hubungan mereka sudah demikian intim
walaupun mereka baru dua bulan berkenalan. Kadangkadang Hiskia sendiri bingung
kalau memikirkan dia pernah ingin mengenyahkan wanita ini ketika pertama kali
dia muncul di kamar kerjanya. Sekarang, dia malah bingung kalau sehari saja
tidak melihat Pia. "Apa yang harus saya ceritakan" Ayah Minang asli. Ibu Turki.
Ayah bertugas di Deplu. Sering dikirim ke luar negeri."
"Ceritakan tentang dirimu." "Apa yang belum Bapak ketahui" Semuanya sudah
terangkum dalam curiculum viae yang saya serahkan ketika melamar kerja." Pia
tersenyum manis sebelum melanjutkan dengan yang menggoda. 'Masih ada yang ingin
Bapak tanyakan" "Kamu sudah punya pacar" Senyum Pia melebar. Begitu memikat. Begitu
menggemaskan. "Mengapa Bapak tanyakan?" "Karena tidak ada dalam curiculum viae-mu."
"Saya melamar kerja. Bukan jodoh."
"Siapa laki-laki yang beruntung ini, Pia?" "Donald Duck."
"Yang serius.?"Yang serius belum ada."
"Yang kurang serius"
"Banyak." "Yang agak istimewa?"
"Seorang geolog."
"Dia tidak marah kamu sering makan malam bersama laki-laki lain"
"Dia tidak tahu."
"Kamu membohonginya?"
"Dia masih di London."
"Kamu mencintainya?"
Pia tertawa lunak. "Sekarang Bapak mirip ayah saya!"
"Jangan menikah kalau tidak sungguh-sungguh mencintainya, Pia. Lebih baik
terlambat menikah daripada cepat bercerai."
"Bapak mencintai istri Bapak"
Hiskia tertegun sejenak. Tidak menyangka mendapat pertanyaan seperti itu.
Ya." Hiskia mengembuskan kata itu lambatlainbat bersama napasnya. Aku mencintai
istriku. Dan masih tetap mencintainya meskipun kini hampir setiap malam aku
pergi dengan wanita lain!ADEL tidak menyangka, urusan bisnis suaminya tiap malam
hanyalah urusan dari restoran ke disko, Dari disko ke cottage. Bahkan negosiasi
dengan mitra usaha, meeting di luar kota atau makan malam dengan relasi di hotel
internasional, cuma alasan untuk membawa manajer barunya bersenang-senang.
Perhatian Hiskia kepada anak-anaknya tidak pernah berkurang. Malah cenderung
berlebihan. Ba rangkali untuk kompensasi perasaan bersalahnya. Dia membawakan
begitu banyak hadiah untuk anak-anak sebagai penebus dosa. Penyilih waktunya
yang lebih sedikit bersama mereka. Terhadap Adel memang minatnya agak ber.
kurang. Hanya sebulan sekali mereka berhubungan intim. Itu pun hanya seperti
menjalankan kewajiban Cepat. Rutin. Hambar Tentu saja Adel juga merasakannya.
Tetapi dia tidak pernah bertanya. Tidak pernah menggugat Tidak pernah curiga.
Dikiranya hanya karena Hiskia terlalu letih.
30 R)Akhir-akhir ini urusannya banyak sekali. Dia tanpak begitu sibuk. Begitu
repot membagi waktu. Adel sendiri memang sudah tidak menginginkannya terlalu
sering lagi. Sebulan sekali cukuplah untuk wanita seumur dia. Menjelang
menopause. arah seksnya memang sudah jauh berkurang. Dan kalau tanpa disertai
gairah, semuanya malah berlangsung membosankan. Kadang-kadang meiyakitkan. Untuk
apa minta terlalu sering" Kalau Hiskia menuntut terlalu banyak, Adel malah
bingung. Ditolak salah. Diterima tidak enak. Iadi apa salahnya sekali sebulan"
Mereka bukan mak muda lagi, kan" Meskipun sudah merasa dirinya tidak begitu
menarik lagi bagi suaminya, Adel tidak menyesal. Dia sudah merasa hidupnya
sempurna. Ya kurang apa lagi" Punya dua anak yang mis-manis, yang kenakalankenakalannya kadangkadang merepotkan. Tapi yang kalau tidak ada di rumah malah
membuatnya kesepian. Punya suami yang terlalu sibuk mengejar karier tapi tak
pernah menuntut terlalu banyak. Menerima pa adanya. Dan sayang pada anak-anak.
Nah, kurang apa lagi hidupnya" Rumah ada. Uang cukup. Keluarganya sehat dan
bahagia. Ah. Adel rasanya tidak ingin menuntut apa-apa lagi. Dia mensyukuri
semua berkat yang diterimanya. Meskipun hidupnya dari hari ke hari hanya disi
dengan tinggal di rumah mengurus anak-anak dan menunggu suami pulang, Adel tidak
pernahmengeluh. Dan tidak pernah menyangka. suaminya sudah menyimpang begitu
jauh. Bahkan sudah sampai ke ranjang perempuan lain.
**** Hanya dalam waktu delapan bulan Pia sudah berhasil menyehatkan keuangan di
perusahaan bosnya. Sekaligus menyehatkan fisik dan semangat Hiskia. Semua
negosiasi yang dilakukannya bersama Pia pasti berhasil. Rincian keuangan beres.
Pembukuan rapi. Sekarang Hiskia benar-benar mengagumi manajer barunya ini. Wah,
dia memang benar-benar luai biasa. Pekerjaannya selalu beres. Penampilannya pun
selalu memuaskan. Kini ke mana-mana Hiskia pergi pastiselalu minta didampingi
Pia. Dan suatu malam, sepulangnya dari makan malam bersama relasi, Hiskia malah
menginginkan lebih. Dia ingin ditemani sampai pagi. Malam itu, mereka memang
agak terlalu banyak minum. Walaupun belum sampai mabuk, Hiskia merasa dirinya
lebih berani. Lebih bebas. Dia langsung membawa Pia ke Ancol. Tentu saja Pia
tahu apa yang diinginkan laki laki dari dirinya dalam keadaan seperti ini.
Tetapi tampaknya Pia tidak bermaksud menghindar
"Tidak ada yang menunggumu di rumah, kan?" tanya Hiskja lembut."Apa peduli kita
jika seandainya sebatalion tentara sekalipun sedang menunggu saya di rumah"
sahut Pia manja. "Bapak tidak ditunggu Ibu"
"Beres." Hiskia tersenyum puas. Tentu saja dia sudah menyiapkan segudang alasan
jika dia tidak pulang malam ini. Ada urusan mendadak ke luar kota. Terpaksa
bermalam di sana. Esok pagi baru pulang. Hehehe. Gampang. Adel tak akan
bertanya! Dia tidak pernah curiga. Baginya, semua orang sama jujurnya dengan
dirinya. Pia tidak terkejut ketika Hiskia langsung membelokkan mobilnya ke
halaman sebuah cottage. Kantornya memang sering menyewa tempat ini untuk menservice bapak-bapak yang perlu didekati Hiskia tinggal mengangkat telepon di
mobilnya untuk minta disiapkan tempat. Dan ketika mereka sampai di sana, cottage
yang mereka pesan telah dalam keadaan siap sedia. Semua sudah rapi. Kunci sudah
tergantung di pintu. Tidak ada orang di sana. Tidak ada pelayan. Tidak ada
tetangga. Cottage lain di sekitar mereka juga tampak sepi. Seperti tidak ada
orang di dalamnya. Padahal belum tentu. Penghuninya mungkin belum datang. Atau
sedang berkubur di dalam. Pengelola cottage itu seperti memahami sekali
keinginan tamu-tamunya. Mereka ingin bersantai. Tetapi tidak ingin dilihat
orang. Karena itu walaupun tidak ada pelayan yang kelihatan, semua yang mereka
inginkan telah terhidang lengkap. Kamar yang bersih. Tempat tidur yang nyaman.
Rapi mengundang. R)Kamar mandi yang harum semerbak. Lengkap dengan air hangat dan handuk bersih.
Lemari es penuh dengan minuman beraneka pilihan. Bahkan sebotol sampanye telah
terhidang di atas meja. Siap dicicipi jika memang diperlukan.
Di dekatnya tegak sebuah jambangan bunga anggrek yang segar membujuk mata.
Perpaduan Queen Sirikit yang putih bersih dengan kuning lembutnya Golden Shower
di sela-sela Vinosa Kaiulani yang memerah ungu, menambah semarak ruangan itu.
Rasanya, begitu masuk saja orang sudah merasa betah. Dan tidak mau lagi
meninggalkan tempat itu sampai pagi.
***** Selintas terbit sesal di hati Hiskia ketika mendapatkan dirinya tergolek tanpa
busana di tempat tidur bersama seorang wanita yang bukan istrinya. Sekilas
bayangan Adel melintas di depan matanya. Wajahnya demikian sabar. Lugu Polos.
Wajah yang tidak pernah menaruh curiga. Yang tak pernah menuntut apa-apa. Yang
selalu menerima apa adanya. Mengapa Hiskia tega mengkhianati istri semacam itu"
Dengan perasaan resah Hiskia bangkit dari tempat tidur. Mengambil minuman dingin
dari lemari es. Meneguknya. Membasahi kerongkongannya yang terasa kering R)Bukan
udara pantai yang mengeringkan keIongkongannya. Bukan. Bukan pula vetsin yang
terlalu banyak dalam makanannya tadi. Tetapi ingatinnya kepada Adel. Perasaan
bersalahnya itu yang menyita air liurnya. Ketika sedang menikmati saat-saat
kemesraan bersama Pia memang tak terasa .Hiskia tidak memikirkan apa-apa kecuali
menggapai kenikmatan. Tetapi ketika saat-saat yang indah itu telah berlalu,
timbul sepercik rasa bersalah di hatinya. Dan perasaan itu semakin lama semakin
menyiksanya. Rasanya ingin dia pulang sekarang juga. Memeluk istrinya. Minta
maaf padanya. Tetapi Pia seperti dapat merasakan apa yang tengah menggalaukan
hatinya. Dengan lembut dia merangkul pinggang Hiskia dari belakang.
Dilekatkannya pipinya ke punggung Hiskia. Dibelainya tubuh lelaki itu untuk
mengusir kemurungannya. Hiskia meletakkan kaleng minumannya. Berbalik. Dan
membalas rangkulan Pia. Dalam remang-remang kegelapan, wajah Pia bepitu cantik.
Matanya bersinar tajam menggoda. Bibirnya merekah menantang Belaian tangannya
selembut senyumnya. Kecupannya sehangat desah NAPASnya. Menghadapi kemesraan
seperti ini, bagaimana iskia masih dapat mengingat istrinya" Bayangan Adel
lenyap begitu saja. Seperti pantai ditelan ombak. Setitik sesal yang timbul di
hatinya ibarat sebutir pasir yang dilarutkan air selautan. Lenyap tanpa bekas.
**** "Pulanglah lebih sore nanti malam, Pa," pinta Adel wajar. Tanpa nada menuntut
Tanpa kecurigaan. Tanpa kesan jengkel.
"Anak-anak ingin makan malam bersamamu."
"Pasti, Ma" sahut Hiskia mantap. Terus terang dia sendiri sudah rindu berkumpul
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama anak-anaknya. Makan malam sambil ngobrol. Mendengarkan celoteh mereka.
Nonton TV bersama. Menikmati film petualangan yang seru. Menertawakan adegan
yang lucu. Melecehkan iklan yang konyol. Dia sudah rindu menemani anak-anaknya
tidur. Bercanda dengan Swarga di tempat tidur. Menyuruh Nirwana memijati
kakinya. Ah, sudah berapa lama dia hanya mendapatkan mereka sudah terlelap
setiap kali dia pulang. "Sebentar lagi sudah terlambat menyuruh Nana memijati kakimu, Pa," gurau Adel
ketika melihat air muka suaminya. Air muka yang penuh sesal menemukan anakanaknya sudah tidur ketika dia pulang "Sebentar lagi, dia lebih suka memijiti
pacarnya daripada kaki ayahnya."
"Aku malah khawatir tahun depan aku yang menunggu Swarga pulang malam, Ma,"
keluh Hiskia murung. "Diakan sudah remaja."
Tetapi bahkan malam itu pun Hiskia tidak mampu pulang lebih cepat. Di cottage,
waktu rasanya berlalu dengan amat cepat. Apalagi bila ditemani oleh wanita
seperti Pia. Rasanya, dia tahu sekali bagaimana caranya membuat betah seorang
pria. Dan membuatnya lupa pulang ke rumah. Lupa pada janjinya sendiri. Hiskia
sudah meninggalkan kantornya pada pukul tiga siang. Sudah terburu-buru membawa
Pia pergi. Langsung ke cottage. Tapi ketika dia teringat lagi pada anakistrinya, jam tangannya telah menunjukkan pukul sembilan malam. "Sebenarnya
sejauh mana pengalamanmu dengan laki-laki, Pia?" tanya Hiskia penasaran.
"Setiap berhadapan denganmu, saya seperti merasa menjadi anak sekolah lagi." Pia
tertawa renyah. Bahkan tawanya demikian memikat. Sungguhpun dia sedang
menertawakan pertanyaan Hiskia.
"Saya kenal banyak lelaki." sahut Pia terus terang Nada suaranya sesantai
gayanya. Seolaholah dia cuma sedang menceritakan boneka-bonekanya. Tapi justru
keterusterangannya itulah salah satu senjatanya untuk merampas simpati Hiskia.
"Tapi tidak ada yang seperti Bapak." Nah, lelaki mana yang tidak berkembang
cuping hidungnya mendengar ungkapan seperti itu" Sungguhpun belum tentu berarti
pujian! "Apanya yang berbeda" desak Hiskia penasaran.
"Semuanya. Bapak punya style yang tidak dimiliki lelaki lain."
37 R)Wah, kepala Hiskia rasanya tidak akan muat melewati pintu jika saat itu dia
keluar dari sana. "Bapak dapat menampilkan wibawa yang membuat setiap wanita menaruh respek.
Sekaligus kelembutan yang membuat wanita merasa tersanjung dan terlindungi."
Aduh. Di mana pernah didengarnya ungkapan semanis itu" Bahkan Adel yang telah
tiga belas tahun menjadi istrinya belum pernah memujinya. Apalagi dengan katakata yang begini membanggakan. Adel selalu menerima apa pun pemberian suaminya.
Apa pun perlakuan suaminya kepadanya. Dia tidak pernah mencela. Juga tidak
pernah memuji. Padahal kebanggaan adalah salah satu titik puncak ego seorang
laki-laki. Khususnya yang sudah tiga belas tahun terlelap dalam rutinitas yang
membosankan seperti Hiskial Sekali-sekali dia perlu disanjung. Sanjungan itu
seperti api yang membakar kembali bara yang mulai redup di hati Hiskia. Tetapi
ketika dia menyergap Pia dengan penuh nafsu ke atas tempat tidur, Pia
mencegahnya. "Boleh minta time out?" bisiknya lembut. Senyumnya mesra menggoda.
"Saya lapar sekali." Sia-sia Adel dan anak-anaknya menunggu Hiskia. Malam itu,
Hiskia pulang pukul satu malan. Bahkan lebih larut dari malam-malam sebelumnya.
IBU Hiskia meninggal ketika melahirkannya. Ayahnya tidak pernah menikah lagi.
Hiskia dan kakak perempuannya hidup tanpa kasih sayang seorang ibu. Kakaknya
yang bertindak sebagai ibu. Tidak heran ketika Kak Tia menikah, Hiskia seperti
kehilangan ibu lagi. Lulus SMA, dia langsung meninggalkan Bandung. Dan
melanjutkan kuliah di sebuah fakultas teknik jurusan arsitektur di Jakarta.
Dalam waktu singkat, dia sudah demikian intim dengan ibu kosnya. Janda tanpa
anak yang baru berumur dua puluh tujuh tahun. Adelia begitu cermat melayaninya.
Menyediakan semua kebutuhannya. Bahkan memberi tenggang waktu tak terbatas jika
Hiskia terlambat membayar uang sewa kamar. Biasanya karena ayahnya terlambat
mengirim uang. Pemuda yang haus kasih sayang seorang ibu itu seperti menemukan
seorang ibu pengganti dalam diri ibu kosnya. Sebaliknya janda muda yang ke
39sepian itu seperti menemukan kesibukan baru untuk mengisi kekosongan hidupnya.
Tetapi hubungan mereka tidak segera jatuh dalam hubungan asmara seperti yang
diduga orang. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka tidak lebih daripada
hubungan antara ibu dan anak. Atau hubungan kakak dengan adik kalau menilai beda
usia mereka yang hanya delapan tahun. Adel memang seorang perempuan yang
sederhana. Hanya lulusan SMP Pramuniaga sebuah toko di Solo. Sesudah menikah,
dia diboyong suaminya ke Jakarta. Ketika suaminya tewas dalam suatu kecelakaan
lalu lintas, Adel kembali hidup sendiri lagi. Suaminya tidak meninggalkan
warisan apa-apa kecuali sebuah rumah tua yang mempunyai paviliun di sampingnya.
Karena letak rumah itu cukup strategis di pinggir jalan kecil di belakang sebuah
universitas terkenal. Adel menyewakan paviliun rumahnya untuk tempat kos
mahasiswa. Dia juga membuka warung kecil di depan rumah. Menyediakan makanan
murah untuk mahasiswamahasiswa yang sering mampir di sana. Karena terkenal
ramah, lemah lembut, dan pemurah, mahasiswa-mahasiswa itu sangat menyukai Adel.
Tetapi cuma seorang di antara mereka yang memperoleh perhatian khusus. Seorang
pemuda kurus tinggi. Dengan wajah yang tidak terlalu tampan. Lebih pendian jika
dibandingkan teman-temannya. Tidak ada yang istimewa dalam dirinya. Kecuali
sikap dan sorot matanya yang tulus dan mendambakan kasih sayang Tatapan matanya
seperti anak kecil yang minta dimanjakan. Tentu saja Hiskia tahu dia mendapat
perhatian istimewa dari ibu kosnya. Teman-teman sering mengejeknya. Tetapi
Hiskia tidak peduli. Dia malah merasa SCnang. Peduli apa" Selama tiga tahun
hubungan mereka. tak pernah sekali pun mereka menodai hubungan itu. Adel tidak
pernah marah jika mahasiswamahasiswa itu menyindir hubungan istimewanya dengan
Hiskia. Dia tidak merasa bersalah. Mengapa harus kesal"
"Tentu saja Mbak sayang sama kalian semua." sahut Adel sambil tersenyum sabar.
Dia sedang melayani mereka makan.
"Kan Mbak menganggap kalian seperti anak-anak Mbak sendiri."
"Wah, Mbak Adel terlalu muda buat jadi ibu saya!" celetuk Roni, mahasiswa yang
paling sering menggodanya
"Dan terlalu cantik"
"Tapi Mbak terlalu tua untuk menjadi pacarmu, bukan" balas Adel tanpa melupakan
senyumnya. Bergaul tiap hari dengan anak-anak muda yang periang itu membuatnya
sedikit-banyak ketularan sifat mereka yang penuh humor. Dia bukan hanya dapat
membalas canda mereka dengan santai. Dia juga mampu menerapkan kesantaian yang
serupa dalam menghadapi problem-problem yang memberatkan hidupnya. Teman-teman
Roni tertawa riuh mendengar jawaban ibu kos mereka.
4.I"Rasain lu, Ron!" Heritertawa geli.
"Satu kosong" "Ah, Mbak Adel nggak tua kok!" bantah Roni tidak mau kalah.
"Umur kitakan cuma beda beberapa tahun! Mbak pintar masak, lagi. Roni melamar
deh, Mbak." "Jangan kurang ajar lu, Ron!" sambar Kunto sambil melirik Hiskia.
"Ntar ada yang marah!" Hiskia tahu dia yang disindir. Tapi dia cuma tersenyum.
Dia memang tidak pernah merasa kesal. Apalagi Mbak Adel sendiri tidak marah. Dia
memang perempuan yang sangat baik. Belum pernah Hiskia menemukan perempuan yang
sebaik dan sesabar dia. Perempuan yang selalu mengingatkannya kepada Kak Tia.
Tatapan matanya lembut. Senyumnya menyejukkan. Wajahnya manis menyenangkan.
Tidak ada kesan menggoda dalam setiap gerak-geriknya. Sikapnya yang selalu
keibuan malah membangkitkan keinginan Hiskia untuk bermanja-manja. Sebaliknya
kepasrahannya menghadapi setiap rintangan kadang-kadang membangkitkan keinginan
Hiskia untuk melindungi dan mengayominya. Tetapi Hiskia tidak pernah memikirkan
perkawinan sampai musibah itu terjadi. Ayahnya tewas dalam sebuah kecelakaan
mobil bersama Kak Tia dan suaminya.
**** Kehilangan ayahnya dan Kak Tia membuat Hiskia
142| seperti kehilangan pegangan. Dia hampir luluh
| dalam keputusasaan. Ambruk dalam kesedihan. Kak Tia adalah pengganti ibunya.
Sumber semangatnya. Tiang hidupnya.
Teman-temannya memang tidak henti-hentinya menghiburnya. Dalam keadaan demikian,
mereka ternyata kompak. Semuanya ingin membantu Ingin membangkitkan kembali
semangat Hiskia. Tetapi mereka tetap tak dapat mengembalikan sesuatu yang hilang
dalam hidupnya. Mbak Adel-lah yang memberikan apa yang didambakannya. Kelembutan
seorang ibu Kasih sayang Dan dukungan moral untuk survive. Dia melayani Hiskia
dengan sabar. Menghiburnya. Menabahkan hatinya. Bahkan memberitunjangan materi
yang cukup selama Hiskia belum mampu mandiri.
"Dengan apa harus kubalas semua kebaikanmu ini, Mbak?" desah Hiskia, masih
dengan air mata berlinang ketika Adel menyodorkan uang untuk membayar uang
kuliahnya. "Anggap saja sebagai pinjaman, sahut Adel lembut.
"Suatu saat kembalikanlah pada Mbak kalau kamu sudah bekerja."
"Aku memang sudah memutuskan untuk berhenti studi, Mbak."
"Jangan terburu-buru. Pinjaman ini tidak pakai bunga. Kamu tidak perlu cepatcepat mengembalikannya."
"Tapi aku harus bekerja, Mbak. Sekarang tidak
43ada lagi yang menopang hidupku. Aku harus belajar mandiri."
"Kamu sudah tingkat tiga. Sayang kan kalau keluar."
"Buat apa meraih gelar kalau Kak Tia tidak dapat menyaksikannya?" keluh Hiskia
sedih. "Mengapa orang sebaik Kak Tia harus menerima nasib seburuk itu, Mbak?"
"Nasib Kak Tia tidak buruk, Hiskia. Orang yang meninggal sudah tidak menderita
lagi. Mereka malah lebih bahagia daripada kita yang masih hidup di dunia yang
penuh penderitaan." "Tapi keadaannya demikian menyedihkan, Mbak. Hiskia tidak dapat menahan
tangisnya lagi membayangkan mayat kakaknya.
"Kepalanya hancur. Mengapa orang sebaik Kak Tia harus merasakan sakit yang
demikian hebat sesaat sebelum ajalnya, Mbak " Adel merangkul pemuda itu dengan
lembut. Tidak tahan menyaksikan kesedihannya. Dan Hiskia seperti menemukan
tempat teduh yang telah sekian lama dicarinya. Dia langsung memeluk wanita itu
dan menangis dalam pelukannya.
"Mbak dapat merasakannya, Hiskia. Karena Mbak pernah pula mengalaminya." Itulah
untuk pertama kalinya mereka berpelukan. Dan ketika sedang bersama-sama membagi
kesedihan, mereka sama-sama tidak merasakan apaapa kecuali perasaan lebih lega
karena dapat berbagi penderitaan. Tetapi lama-kelamaan mereka merasakan pelukan
44 RDitu sebagai suatu kebutuhan. Hiskia menjadi lebih sering memeluk Adel. Dan
karena Adel tidak pernah menolaknya, Hiskia menjadi lebih berani. Sekarang
mereka selalu berpelukan setiap kali Hiskia mengabarkan lulus ujian. Dan
langsung berpelukan kalau Adel memberikan uang untuk Hiskia. Dan ketika kabut
duka perlahan-lahan mulai menyingkir, pelukan itu lebih terasa lagi
kehangatannya. Kini baik Adel maupun Hiskia sama-sama merasa membutuhkan saling
dekap untuk menyalurkan perasaan mereka. Kini baik Adel maupun Hiskia samasama
mulai merasa ada yang berubah dalam hubungan mereka. Tetapi perubahan itu tidak
terasa menyiksa. Malah terasa menyenangkan. Hidup terasa menjadi lebih
bergairah. Hiskia merasa menjadi lebih bergairah. Hiskia tambah giat belajar.
Dan Adel tambah bersemangat mencari uang. Untuk mengongkosi kuliah Hiskia. Di
sisi lain, pemuda itu semakin perlente berpakaian. Dan Adel semakin lama
berdandan sebelum keluar dari kamarnya setiap pagi. Tetapi mereka sama-sama
belum menyadarinya. Sampai suatu hari, ketika Hiskia naik ke tingkat lima.
|45"MBAK sangat bahagia. Hiskia." bisik Adel dengan air mata berlinang. Hiskia
baru saja mengabarkan dia berhasil naik tingkat. Dan mereka langsung berpelukan.
Hangat dan lama. "Bagaimana kalau malam ini kita nonton dan makan di luar, Mbak" Untuk merayakan
keberhasilanku" Adel melepaskan pelukan Hiskia. Menyusut air matanya. Dan
tersenyum lembut. "Punya uang?" Dengan bangga Hiskia mengeluarkan dompetnya. Dan membeberkan
beberapa lembar uang kertas di atas meja. Tidak banyak memang. Tapi cukup
membuat Adel terbelalak heran.
"Dari mana kamu punya uang sebanyak itu?" sergah Adel bingung.
"Memberi les adik Yuni yang masih SMA."
"Yuni yang ada tahi lalatnya di leher itu?"
"Duh, Mbak tahu saja!"
"Anaknya manis Ramah lagi. Teman baikmu, kan?"
46"Ah, cuma teman kuliah."
"Sering ke rumahnya"
"Seminggu dua kali. Memberi les adiknya."
"Adiknya manis seperti dia?" Hiskia tertawa geli. "Adiknya laki-laki. Tegap. Dan
berkumis." Adel ikut tertawa. Merasa malu ketika menyadari arti pertanyaanpertanyaannya. Tetapi Hiskia seperti tidak merasakannya.
"Bagaimana, Mbak" Boleh mentraktimu malam ini?"
"Asal Mbak yang bayar."
"Sekali-sekali boleh dong gantian?"
"Uang itu kamu peroleh dengan susah payah. Simpan saja untuk keperluan lain."
"Mbak tidak susah payah mencari uang"
"Uangku pasti masih lebih banyak daripada uangmu." "Bukan alasan aku tidak boleh
nentraktinu." "Mengapa tidak kamu katakan kamu memberi les adiknya Yuni?"
"Kejutan." "Jangan terlalu sibuk memberi les. Supaya pelajaranmu tidak terganggu."
"Mbak mau mengabulkan permintaanku?"
"Asal tidak terlalu sulit."
"Jangan bertingkah jadi ibuku. Malam ini saja."
"Aku memang selalu merasa menjadi ibumu Sampai kapan pun." Tetapi di dalam
bioskop, ketika film sedang
47menyuguhkan adegan romantis, tiba-tiba saja Adel merasakan tangan Hiskia
meraba-raba dan menggenggam tangannya. Dia merasa darahnya berdesir lebih cepat.
Jantungnya berdetak keras. Dan mukanya terasa Panas. Tetapi. mengapa dia tidak
berniat untuk menarik tangannya" Mengapa dia malah seperti menikmati genggaman
tangan Hiskia yang demikian hangat" Adegan di layar putih bukan adegan antara
ibu dan anak. Film sedang menyuguhkan dua orang kekasih yang sedang bermesraan.
Kalau mereka sama-sama terpengaruh. masih tetap seperti hubungan ibu dan anakkah
hubungan mereka" Hiskia tidak melepaskan lagi tangan Adel dari genggamannya.
Juga sesudah film selesai dan mereka sama-sama keluar dari dalam bioskop. Tangan
Adel tetap digenggamnya. Dibimbingnya wanita itu ke halte bus yang terletak di
depan bioskop. Ketika bus datang, Adel mendahului masuk. Tetapi Hiskia bersiap
melindunginya dari belakang. Membimbingnya mencari tempat duduk. Karena tidak
ada tempat duduk kosong, mereka terpaksa berdiri. Adel di depan. Berpegang pada
tiang. Hiskia di belakangnya. Melindungi Adel dengan tubuhnya. Beberapa kali bus
terguncang. Membuat tubuh Adel yang kecil tersentak ke belakang. Hiskia
menahannya dengan tubuhnya. Hiskia membayar ongkos bus untuk dua orang.
Membimbing tangan Adel ketika turun dari bus.
48Dan tidak melepaskannya lagi sepanjang perjalanan menelusuri kaki lima. Ketika
memasuki sebuah restoran, Hiskia baru melepaskan tangan Adel ketika dia
menarikkan kursi untuk wanita itu. Sikapnya malam ini memang terasa sangat
berbeda. Anak muda yang biasanya lugu dan manja itu seperti berubah menjadi
lelaki dewasa dalam semalam saja. Dan untuk pertama kalinya, walaupun tidak
ingin, Adel merasakan lagi sensasi itu. Sensasi yang telah lama dilupakannya.
sejak suaminya meninggal.
"Makan apa Mbak?" Malam ini Hiskia memang tidak begitu banyak bicara. Tetapi
sorot matanya demikian hangat. Demikian menggelisahkan. Membuat Adel serasa
terkubur dalam kepanikan. Perasaan apa pula ini" Mengapa perasaan seperti ini
dapat timbul kembali dalam hatinya" Mas Toto telah lama pergi. Dan selama ini
Adel beranggapan, tak ada lelaki lain yang mampu menggantikannya. Tetapi.
Mengapa kini seorang pemuda kemarin sore mampu menggetarkan kembali senar-senar
emosinya yang telah lama terdian" Jika laki-laki itu bukan Hiskia, mungkin Adel
masih dapat menerimanya. Tetapi Hiskia Mahasiswa yang baru berumur dua puluh
tiga tahun. Astaga. Pemuda yang selama ini diperlakukannya sebagai anak Yang
delapan tahun lebih muda. Restoran itu tidak terlalu ramai. Barangkali Hiskia
memang sengaja memilih tempat yang agak
49sepi. Atau mungkin juga karena waktu makan teIah lewat. Mereka sudah kenalanan
untuk nakan. Tetapi di tempat yang tidak terlampau ranai seperti itu, suasana
malah tambah menyenangkan. Mereka bisa menikmati makan malam dengan santai Kalau
saja Adel dapat bersantai. Musik lembut yang lapat-lapat terdengar tengah
mengalunkan lagu Du. Sebuah lagu lama dari Peter Mafiay. Tetapi yang masih tetap
menarik untuk didengar Lembut. Merdu. Dan tepat untuk suasana romantis yang
disuguhkan. Seandainya saja Adel dapat menikmatinya.
"Bagaimana makanannya. Mbak" cetus Hiskia di depan rumah. Hampir di sepanjang
perjalanan pulang mereka sama-sama membisu. Terlena dibius suasana.
"Enak kan?" "Enak sekali, sahut Adel tersendat.
"Terima kasih." Adel melepaskan tangannya dari genggaman Hiskia. Membuka tasnya.
Dan mengambil kunci. Hiskia meraih kunci itu. Dan membuka pintu. Adel mendahului
masuk. Dan tegak di ambang pintu. Seolah-olah menghalangi Hiskia ikut masuk ke
dalam. "Lebih baik kamu kembali ke kamarmu," katanya dalam nada yang belum pernah
Hiskia dengar. "Sudah malamSesudah mengucapkan selamat malam, Adel langsung
menutup pintu. Meninggalkan Hiskia tertegun di luar. Lama Hiskia masih tegak di
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sana. Menunggu kalau-kalau pintu itu terbuka kembali. Tetapi pintu itu tetap
tertutup. Adel tidak muncul kembali Sambil menghela napas, Hiskia memasukkan
kedua belah tangannya ke saku celananya. Ditatapnya kebun kecil di depan rumah
itu. Warung di samping sana sudah gelap. Demikian juga pintu yang menghubungkan
halaman dengan paviliun. Hampir pukul dua belas malam. Belum pernah mereka
pulang selarut ini. Bahkan belum pernah mereka nonton, atau makan di luar berdua
saja. Belum pernah. Tetapi sekali pengalaman itu mereka cicipi rasanya Hiskia
ingin mengulanginya lagi setiap malam. Hiskia tidak tahu kapan tepatnya dia
mulai tertarik pada Adel. Selama ini, dia cuma menganggap wanita itu sebagai
pengganti ibunya. Pengganti Kak Tia. Seorang wanita yang baik hati. Penuh
perhatian. Dan jauh lebih tua. Hampir delapan tahun beda umur mereka. Mungkinkah
dia jatuh cinta kepada wanita itu" Tetapi kalau bukan cinta, perasaan apa yang
barusan menggodanya" Dia pernah pacaran dengan Yuni. Dan perasaan yang barusan
dialaminya mirip dengan perasaan itu. Malah kalau mau jujur, perasaannya
terhadap Adel malam ini jauh lebih dalam. Mungkinkah
dia jatuh cinta kepada wanita yang lebih tua itu karena ingin mencari pengganti
figur ibu" ***** Adel masuk ke kamarnya dengan perasaan gundah. Bingung Tertekan. Dia meletakkan
tasnya begitu saja. Duduk tepekur di tepi tempat tidur memandangi foto almarhum
suaminya. "Maafkan aku, Mas," bisiknya lirih.
"Aku benarbenar tidak percaya. semua ini dapat terjadi lagi." Adel tidak dapat
membohongi dirinya sendiri. Dia tahu sekali apa yang terjadi. Dia kenal perasaan
yang tadi menggodanya. Dia hanya tidak percaya dia menginginkannya dari seorang
pemuda yang delapan tahun lebih muda, yang sudah dianggapnya anak, adik, entah
apa lagi. Sungguh memalukan pikirnya dengan perasaan malu. Aku harus menghindari
hubungan yang tidak terpuji ini. Atau aku akan mencorengkan arang di kening
Hiskia. Pacaran dengan ibu kosnya! Ah, dia pasti akan menjadi bahan ejekan
teman-temannya Pacaran dengan janda Yang lebih tua pula Tetapi semakin hari Adel
semakin yakin, dia tidak dapat menghindari Hiskia. Tidak dapat mengusir perasaan
itu jika setiap hari mereka masih bertemu.
52Semakin dia berusaha menjauhi pemuda itu, semakin aneh pula perasaannya.
Semakin sering dia menghindar, semakin kuat juga keinginannya untuk bertemu.
Walaupun cuma sekadar ingin saling melihat. | Celakanya perubahan sikapnya malah
menambah I gairah Hiskia untuk makin mendekatinya. Tentu saja dari arah yang
salah! Akhirnya Adel tidak tahan lagi. Dia memutuskan untuk menjual rumah itu
dan pindah. Dia tidak mencari tawaran tertinggi. Tetapi dia mencari pembeli yang
ingin melanjutkan usahanya. Membuka kos mahasiswa. Dan mengelola warung kecil di
depannya. Ketika mahasiswa-mahasiswanya mendengar niatnya, mereka protes keras.
"Apakah kami harus berdemonstrasi untuk memaksa Mbak membatalkan menjual rumah
ini?" protes Roni keras.
"Di mana kami harus tinggal kalau rumah ini dijual?"
"Pemilik baru tetap akan melanjutkan usaha kos ini. Kalian tidak usah pergi."
"Dia pasti akan menaikkan uang sewa!" cetus Kunto kecewa
"Dan kami tidak boleh utang!"
"Di mana kami harus menumpang makan kalau kiriman uang dari ortu kami belum
datang, Mbak " sambung Heri dalam nada memelas
"Warung ini sudah menjadi sumber gizi kami selama bertahuntahun."
"Mbak, ada apa sih" desak Roni penasaran.
53"Kenapa Mbak harus pergi" Harus menjual rumah ini" Apa Mbak kekurangan uang"
Kami bersedia membantu Mbak "
"Pasti gara-gara kamu, Ron!" potong Heri
"Kamu menunggak terus sih!"
"Kamu yang sering makan nggak bayar!"
"Kalian ini benar-benar nggak bisa serius" potong Kunto sambil membeliak ke arah
temantemannya. "Jangan main-main! Mbak Adel benarbenar akan meninggalkan kita!"
"Ada apa sih, Mbak" Benar Mbak Adel kekurangan duit?" Adel tidak mampu menjawab.
Bahkan tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya memutar tubuhnya.
Menyembunyikan air mata yang menggenangi matanya. Dengan langkah gontai Adel
masuk ke dalam. Meninggalkan mahasiswa-mahasiswa yang masih ribut berargumentasi
dan berdebat di antara sesama mereka sendiri. Lambat-lambat Adel melangkah ke
dapur. Mengambil kendi berisi air. Menuangkannya ke dalam gelas. Dan meneguk air
itu sampai habis. Dia merasa pengap. Merasa sesak. Merasa tertekan. Dia tidak
sampai hati meninggalkan mahasiswa-mahasiswa itu. Mereka membutuhkannya. Mereka
sudah seperti anak-anaknya sendiri. Tetapi dia pun tidak sampai hati membiarkan
Hiskia menderita. Tidak pantas dia jatuh cinta kepada wanita yang jauh lebih
tua. Dia akan RDmenjadi bahan ejekan teman-temannya. Dan kalau Adel harus memilih. biarlah dia
yang berkorban. Menyingkir. menjauhkan diri sejauh-jauhnya. Dan Adel berbalik
ketika merasa sudah ada orang lain di sana. Dia memang tidak sendirian lagi.
Hiskia tegak di ambang pintu dapur. Wajahnya memancarkan kekecewaan dan
kemarahan. "Mengapa Mbak yang harus pergi?" Suaranya memanifestasikan sakit yang mengiris
hatinya. "Tidak usah menjual rumah ini. Aku bisa mencari tempat kos lain!" Adel
memalingkan wajahnya. Supaya Hiskia tidak melihat air matanya. Tidak melihat
rasa sakit yang melumuri matanya. Tetapi pemuda itu malah menghampirinya.
Memegang kedua belah bahunya. Dan memaksanya menatap matanya.
"Katakanlah padaku, Mbak Benarkah Mbak tidak mau berada di dekatku lagi?"
"Demi kebaikanmu sendiri." desis Adel dengan susah payah. "Karena Mbak Adel ibu
kosku?" "Karena aku jauh lebih tua darimu Dan aku seorang janda!" Adel melepaskan
dirinya dari pegangan Hiskia. Membalikkan tubuhnya membelakangi pemuda itu. Dan
membiarkan air matanya meleleh deras ke pipinya.
"Aku pernah punya perasaan seperti ini." gumamnya getir
"Kepada suamiku. Dan aku tidak mau punya perasaan yang sama terhadapmu! Ini
perasaan yang salah! Kita tidak boleh membiarkannya."Hiskia memandangi wanita
itu dari belakang. Dan menyadari untuk pertama kalinya betapa kecil tubuhnya.
Dia bisa menenggelamkan tubuh itu dalam rengkuhan kedua lengannya. Jika dia
memeluk Adel dari belakang, dia bisa menyandarkan kepala wanita itu di dadanya.
Tetapi maukah dia bersandar di sana, menyerahkan dirinya, hidupnya, segalanya di
dada seorang laki-laki yang delapan tahun lebih muda" Bukankah perempuan selalu
mengharapkan lelaki yang lebih superior dari dirinya" Lebih tua, lebih kaya
lebih pandai, lebih kuat. Apa kelebihan Hiskia jika dibandingkan dengan Adel"
Selain kepandaian, kekuatan fisik, apa lagi yang dapat disodorkannya" Dia jauh
lebih muda, belum punya pekerjaan, bahkan masih selalu minta uang kepada wanita
itu "Mbak Adel tidak perlu pergi," kata Hiskia tegas.
"Aku yang akan pergi. Tapi jangan kira aku tidak akan kembali."
"Kamu tidak boleh pergi!" Adel membalikkan tubuhnya dengan segera. Sekujur
wajahnya telah bersimbah air mata.
"Kamu harus menyelesaikan studin I" "Aku akan mencari pekerjaan, sahut Hiskia
mantap. "Supaya kalau aku kembali nanti, aku dapat melamar wanita yang kucintai untuk
menjadi istrikul" "Jangan pergi, Hiskia!" Adel memburu pemuda itu dan tegak mematung di
hadapannya. "Kumohon padamu, jangan tinggalkan studimu!"
56 R)"Kalau begitu." suara Hiskia selembut tatapannya 'kumohon padamu pula,
jangan tinggalkan akut"
***** TGA bulan kemudian, setelah melalui pergumulan batin yang cukup berat, Hiskia
dan Adel menikah. Adel tidak jadi pindah. Hiskia-lah yang pindah dari paviliun
ke rumah utama. Banyak orang yang melecehkan pernikahan mereka. Tetapi banyak
pula yang bersimpati. Tetapi apa pun tanggapan orang, Hiskia tidak peduli. Dia
merasa bahagia mempunyai seorang istri yang dapat bertindak sekaligus sebagai
ibu. Adel menyiapkan semua kebutuhannya. Dia yang mencari uang. Menyiapkan
makanan. Membeli pakaian dan melayaninya dengan penuh kasih sayang di tempat
tidur. Adel-lah yang menabahkan hatinya. Membangkitkan kembali semangatnya untuk
bertahan. "Tunggulah beberapa tahun lagi." hibur Adel lembut sambil memijat kaki suaminya
di tempat tidur. Memijat suaminya sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur sejak
mereka menikah. Adel memang pandai sekali memijat. Rasanya Hiskia sudah
kecanduan. Tak dapat lelap sebelum dipijat. Kebiasaan yang kini dilanjutkan oleh
Nirwana. (". Hiskia merindukan suara anak-anaknya. Ribut bertengkar berebut kamar mandi.
Merindukan suara istrinya yang memarahi Swarga yang tidak mau minum susu.
Merindukan rengek si kecil Nirwana yang masih kepingin memeluk bonekanya sambil
melamun memilin-milin baju bonekanya daripada makan roti. Dia rindu bergurau
dengan Aga. Rindu dipijati kakinya oleh Nana. Itulah kehidupan berkeluarga yang
dirindukannya sekarang. Tidak mesra. Tidak menggebu-gebu. Tapi hangat dalam
kedamaian. Mengapa aku tidak pernah puas" gerutu Hiskia dalam hati. Benci kepada
dirinya sendiri. Apa sebenarnya yang diinginkannya" Seorang istri yang keibuan
seperti Adel, anak-anak yang manis dan kadang-kadang nakal seperti anak-anaknya,
dan seorang kekasih yang mesra seperti Pia" Oh, serakahnya laki-lakil
"Masih memikirkan anak-anakmu" tegur Pia pagi itu, ketika sedang melayani
sarapan pagi Hiskia. Suaranya tidak mengandung kemarahan. Pia seolah-olah
memahami perasaannya. Dia begitu penuh pengertian
"Esok hari Minggu. Kita tengok mereka, ya?" "Bukankah kamu ingin berakhir minggu
di AncoI "Kita bisa pergi sore ini. Bermalam di sana dan ke rumahmu esok siang. Oke?"
"Terima kasih atas pengertianmu."
"Aku juga pernah jadi anak-anak. Aku tahu bagaimana rasanya merindukan ayah."
70"Kamu tidak keberatan kalau sekali-sekali kubawa anak-anak kemari"
"Kenapa tidak" Kalau ibu mereka mengizinkan."
***** Tetapi yang tidak mengizinkan memang bukan Adel saja. Anak-anaknya sendiri juga
enggan. Mereka memang rindu pada ayah. Tetapi ikut ke rumah ibu tiri" Nanti
dulu. "Sabarlah, Sayang bisik Pia begitu melihat kekecewaan Hiskia.
"Barangkali mereka belum bisa menerimanya sekarang. Tapi suatu hari nanti mereka
pasti mau ikut dengan kita. Anak-anak sebaiknya tidak dipaksa melakukan sesuatu
yang tidak mereka inginkan."
"Kenapa bukan Papa yang tinggal di sini?" gerutu Nirwana kesal.
"Kenapa Nana yang mesti ikut Papa?"
"Karena Papa tidak bisa tinggal di sini lagi, Sayang." Hiskia memeluk anak
perempuannya. Tapi Nirwana melepaskan dirinya dengan sengit. Matanya melirik Pia
dengan berang. "Karena Papa mesti tinggal dengan dia?"
"Nana," tegur Adel dengan perasaan tidak enak.
"Jangan sekasar itu pada Tante. Tidak sopan."
"Biar saja." Pia tersenyum sabar
"Namanya juga anak-anak."
71"Bagaimana keadaanmu, Ma?" tanya Hiskia dengan suara tertekan. Dia masih
membahasakan istrinya dengan Mama Panggilan yang biasa digunakannya sejak mereka
punya anak. Karena dia tidak dapat lagi memanggil Mbak pada istrinya.
"Baik-baik saja," sahut Adel kaku. Tentu saja hanya berbasa-basi. Tidak ada yang
baik sepeninggal Hiskia. Tidak adal Anak-anak uring-uringan terus. Dan kepala
Adel tidak pernah tidak pusing. Begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukannya.
Pekerjaan yang biasanya selalu dilakukan oleh suaminya. Membetulkan setrikaan
yang tiba-tiba rusak. Mengganti bola lampu yang putus. Mengganti keran ledeng
yang bocor Ah, mengapa mereka semua ikut-ikutan ngambek sepeninggal Hiskia Adel
jadi gampang marah, padahal biasanya dia sangat sabar Tentu saja Hiskia juga
melihat mendung yang menyelimuti wajah anak-anaknya. Dan dia tambah tersiksa.
Swarga sama sekali tidak mau dekat. Dia hanya menyapa ayahnya dan Tante Pia
karena disuruh ibunya. Tidak sopan mendiamkan tamu. Sopan persetan Sopankah
namanya membawa Papa pergi" Sopan. Mengapa cuma anak yang harus sopan"! Cuma
Nirwana yang mau ngomong. Mendekati ayahnya. Meskipun sambil uring-uringan.
Adel, meskipun tidak meninggalkan tamu-tamu
72nya demi sopan santun, tidak banyak bicara Hiskia lebih banyak terjebak oleh
perasaan sendiri. Cuma Pia yang tetap menguasai keadaan. Sikapnya tetap santai
Tenang. Tapi, masih dalam batasbatas kewajaran dan sopan santun.
"Maafkan sikap Adel dan anak-anakku, keluh Hiskia dalam perjalanan pulang.
"Oh, aku mengerti." sahut Pia spontan. Tanpa rasa kesal.
"Mereka semua kehilanganmu." "Aku sedih melihat mereka, Pia, desah Hiskia terus
terang. Pia melekatkan tubuhnya ke tubuh Hiskia. Di belainya lengan Hiskia yang
tengah memegang kemudi dengan lembut. "Bukan salahmu. Kamu tidak sengaja
menyiksa mereka." Tapi aku sengaja, bantah Hiskia dalam hati. Aku yang
meninggalkan mereka karena memilih pergi dengan perempuan lain! Seperti biasa,
tangan Pia tidak berhenti hanya meraba-raba lengannya. Dia meraba lebih jauh
lagi. Biasanya Hiskia tergopoh-gopoh mencari tempat singgah. Tetapi kali ini dia
tidak terangsang. Dia tidak dapat melupakan tangisan Nirwana ketika ayahnya
meninggalkannya. Dia masih dapat melihat putrinya tegak di halaman melalui kaca
spion mobilnya. Tangannya memegang boneka kesayangannya. Tapi mukanya bersimbah
air mata. Hiskia masih sempat melihat Adel menjemputnya. Menuntunnya
73 R)masuk sambil membujuknya agar tidak menangis lagi. Tetapi saat itu, Hiskialah yang menangis dalam hati."SUPAYA bisa tinggal serumah, orang-orang yang diam
di rumah itu harus akur. Tidak boleh bertengkar terus," Adel mencoba memberi
pengertian kepada anak-anaknya. Tidak adil rasanya kalau tidak menjelaskan
mengapa ayah mereka harus pergi.
"Tapi Papa-Mama kan nggak pernah bertengkar" protes Nirwana penasaran.
"Tentu saja Nana kan nggak tahu. Papa-Mama tidak pernah bertengkar di depan
Nana." "Kenapa bertengkar?"
"Karena tidak akur."
"Tapi Mama bilang Nana mesti akur terus sama Kak Aga!"
"Itu karena kalian masih anak-anak."
"Cuma anak-anak yang harus akur?"
"Orangtua juga. Tapi kalau sudah besar, banyak persoalan yang tidak dapat
diselesaikan walaupun kita mau."
"Mama bohong!" "Bohong?" 75"Kak Aga bilang, semua gara-gara perempuan itu!" Adel menoleh ke arah
putranya. Swarga membalas tatapannya dengan berani.
"Kenapa Mama bohong?" Suaranya sedingin tatapannya.
"Papa pergi karena perempuan itu, kan?"
"Perempuan teman Papa itu."
"Dia bakal jadi bini muda Papa!" potong Swarga tawar
"Semua orang bilang begitu!"
"Aga" sergah Adel hampir tercekik.
"Jangan ngomong begitu!" Tetapi Swarga sudah bangkit sambil mengentakkan
kakinya. Ditinggalkannya ibunya yang masih terlongong-longong mengawasinya.
Tidak menyangka mendapat jawaban seperti itu dari anak laki-lakinya yang baru
berumur dua belas tahun! "Nana benci Papa!" Nirwana menubruk ibunya sambil menangis. Tapi Nana juga
sayang Papa" Adel merangkul putrinya dengan sedih. Kasihan kamu, pikirnya getir.
Kanu bahkan lebih menderita daripada Mamal
**** "Aga. Adel menghampiri putranya yang sedang termenung seorang diri di belakang
rumah. Terus terang Adel lebih menguatirkan Swarga daripada Nirwana. Nana masih
kecil. Dia sedih ditinggal ayahnya. Tidak mengerti mengapa
76"Aku sudah putus asa," keluh Hiskia gemas.
"Apa pun yang kulakukan, pasti salah. Barangkali aku yang tidak becus!"
"Kamu hanya tidak menyukai pekerjaan itu. Mengapa tidak mencari pekerjaan lain"
Yang lebih cocok dengan minat dan bakatmu?" "Gajinya bagus. Aku khawatir tidak
mendapat pekerjaan. Apalagi dengan gaji sebesar itu." "Apa gunanya jika kamu
merasa tersiksa" Carilah pekerjaan lain. Yang cocok dengan minatmu. Gaji tidak
menjadi soali | "Aku sudah punya keluarga. Masa istriku terus yang harus mencari
uang" , "Kalau begitu bertahanlah. Sekarang kamu memang belum dapat memilih pekerjaan.
Pekerjaan yang memilihmu. Tapi beberapa tahun lagi, siapa tahu" Mungkin kamu
malah sudah punya perusahaan sendiri Kecil-kecilan juga tidak apa-apa. Kita
memang harus mulai dari bawah, kan?" Tetapi punya perusahaan sendiri pun tidak
mudah. Pada awal kariernya, Hiskia babak-belur dihantam kerugian. Dia malah
terpaksa merelakan rumah istrinya, yang digadaikan untuk modal usaha, disita
oleh bank. Rumah-rumah yang dibangunnya tidak laku. Sementara bunga bank terus
menjerat leher. Sesudah bank berbaik hati tidak mengenakan bunga atas kredit
macetnya, Hiskia tetap tidak dapat mencicil pinjamannya. Hiskia sudah hampir
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh diri karena putus asa. Untung pada saat-saat terakhir dia ingat
59istrinya. Ingat anaknya yang saat itu baru seorang. Dan untung dia punya
seorang istri yang sekualitas Adel.
"Tidak semua usaha selalu sukses, hibur Adel siang dan malam.
"Tapi sekali gagal bukan berarti gagal terus."
"Aku bukan gagal. Bangkrut! Tidak punya modal lagi."
"Tapi kamu masih bisa kerja. Kalau sudah tidak ada perusahaan bangunan yang
membutuhkan tenaga arsitek, kamu masih bisa narik bajaj!" Hiskia memeluk
istrinya dengan terharu. "Mengapa kamu tidak pergi saja?"
"Ke mana?" "Tinggalkan aku."
"Kamu suamiku."
"Aku yang membuat rumahmu amblas"
"Aku harus meninggalkanmu karena kita bangkrut?"
"Mengapa kamu tidak mencari lelaki lain yang bisa memberima rumah" Perhiasan.
Mobil." "Karena kamu suamiku." sahut Adel lembut.
"Dan aku percaya suatu saat nanti suamiku akan memberikan rumah yang lebih bagus
untukku." "Membelikan rumah untukmu" Membayar uang kontrak rumah yang kita tempati
sekarang saja aku tidak sanggup!"
"Rasanya tulangku masih sanggup dibantingbanting dua tahun lagi. Adel tersenyun
manis. "Sesudah itu, aku tidak sanggup lagi. Sudah tua. Kamulah yang membanting tulang
untuk membeli rumah."
***** Dua tahun kemudian, ramalan Adel terbukti benar. Hiskia sanggup mencicil rumah
untuk mereka. Kariernya pun mulai maju. Rancangan-rancangan arsitekturnya mulai
disukai. Ketika Nirwana lahir, Hiskia sudah merencanakan punya perusahaan
sendiri. Dan dia menepati janjinya pada Adel.
"Sekarang kamu sudah tua. Tidak perlu membanting-banting tulangmu lagi. Kamu
boleh dudukduduk saja di rumah yang dibelikan suamimu. Berleha-leha menjadi
Cleopatra dilayani oleh selusin dayang."
"Supaya aku menjadi gemuk dan kamu bisa mencari penggantiku yang lebih langsing
dan muda" gurau Adel sambil tersenyum.
"Supaya aku bisa membalas jasamu."
"Jasakah namanya apa yang diperbuat istri untuk suaminya"
"Bagiku, kamu bukan cuma seorang istri." Hiskia memeluk istrinya dengan penuh
kasih sayang. "Kamu seorang ibu bagiku. Ibu anak-anakku. Sumber kehidupanku. Jika kamu pergi,
aku pasti mati!" Tentu saja mereka tidak menyangka, beberapa tahun kemudian,
bukan Adel yang pergi Hiskialah yang meninggalkan istrinya. Dan dia tidak mati.
Dia malah tambah bergairah. Merasa muda kembali. Merasakan gairah yang meletupletup seperti 61ketika pertama kali jatuh cinta. Adel-lah yang hampir mati didera
keputusasaan. Kekecewaan. Dan kesepian.
**** Adelia tersentak bangun. Jantungnya berdebar-debar. Keringat dingin membasahi
sekujur tubuhnya. Apa yang membangunkannya" Refleks tangannya meraba-raba tempat
tidur di sampingnya. Ingin membangunkan Hiskia. Suara apa yang membangunkan
tadi" Malingkah" Dan tangannya berhenti meraba Mengejang dalam kehampaan. Tempat
tidur di sampingnya kosong. Kasurnya dingin. Tidak ada orang di sana. Dia tidur
sendiri. Hiskia tidak tidur di sampingnya lagi. Dan dia bukan suaminya lagi. Di
mana Hiskia tidur malam ini" Di sisi perempuan itu" Di ranjangnya" Tak terasa
air mata meleleh ke bantalnya. Tiga belas tahun Hiskia tidur di sampingnya.
Alangkah menyakitkan perpisahan ini Bahkan lebih pahit daripada perpisahannya
dengan almarhum suaminya yang pertama. Ketika Mas Toto tewas, Adel sedih. Tetapi
ketika Hiskia pergi, dia bukan hanya sedih. Dia kecewa. Sakit hati. Dia merasa
dikhianati. Ditinggalkan. Ditipu oleh Orang yang dicintainya.
62Perempuan itu memang cantik. Pandai. Jauh lebih muda. Tapi semudah itukah dia
merampas suaminya" ***** "Sudah berapa lama?" Adel menggigit bibir menahan tangis ketika mengetahui
penyelewengan suaminya. "Beberapa bulan." sahut Hiskia kaku. Penuh rasa bersalah. "Sekretarisnu?"
"Manajerku." "Kamu tidur dengan dia" "Beberapa kali."
"Ceraikan aku."
"Dengar, Ma!" sergah Hiskia bingung.
"Aku tahu perkawinan kita sedang sakit. Tapi bercerai?"
"Aku malah tidak tahu ada yang tidak beres dengan perkawinan kital Kupikir
semuanya baikbaik saja. Tidak ada yang berubah dalam dirimu. Kecuali kamu makin
sibuk di kantor. Dan makin sering pulang terlambat" 'Oke, aku yang salah! Aku
minta maaf." "Putuskan hubunganmu dengan dia."
"Dia manajerku!"
"Pecat. Cari manajer baru."
"Tidak mungkin."
"Kalau begitu, ceraikan aku"
63 R)Sekarang, Adel menyesal. Kalau dia tidak terdorong emosi, mendesak Hiskia
untuk memilih, mungkin perkawinan mereka masih bisa dipertahankan!
Adel terburu nafsu memaksa suaminya mengambil keputusan. Dia tidak mengira,
Hiskia dapat meninggalkannya. Meninggalkan keluarganya. Meninggalkan Nirwana.
Memilih perempuan itu! Adel mengira Hiskia hanya iseng. Hanya mainmain. Tidak serius. Biasa kan,
lelaki. Baru punya kuasa, punya duit, langsung ingin perempuan tambahan.
Penambah semangat. Penambah gengsi. Kompensasi superioritas egonya yang tertekan
seIana bertahun-tahun. Adel tidak menyangka Hiskia tega menceraikan istrinya. Meninggalkan keluarganya.
Berpisah dengan Nirwana. *** Hiskia memang menyerahkan semuanya kepada Adel. Anak-anaknya. Rumahnya.
Mobilnya. Uang simpanannya. Dia membiayai semua kebutuhan mereka. Urusan materi,
Adel tidak usah khawatir. Semua terpenuhi. Semua terjamin. Tetapi. apa artinya
materi dibandingkan suaminya" Ketika menikah dulu, mereka juga tidak punya apaapa.Saat itu Adel malah ragu, apakah perkawinan mereka dapat langgeng. Bukan
karena tidak punya uang. Tapi karena suaminya jauh lebih muda. Masih kuliah.
Belum punya pekerjaan. Tetapi apa yang ditakutinya ternyata tidak beralasan. Tiga belas tahun
perkawinan mereka berlangsung dengan mulus. Bahagia. Mereka punya dua orang anak
yang manis-manis. Sehat. Lucu. Dan karier Hiskia terus menanjak.
Hiskia tidak pernah tergoda oleh perempuan mana pun. Sampai dia bertemu dengan
wanita itu. dan mulailah rentetan kebohongannya. Pulang terlambat. Makan malam
dengan relasi Meeting di luar kota. Dan Adel yang lugu tidak pernah mengira, di
situlah awal kehancuran rumah tangganya.
65APA sebenarnya kekurangan Adel" pikir Hiskia malam itu, di pembaringan Pia.
Dia sempurna sebagai wanita. Tidak ada kekurangannya sebagai istri dan ibu. Dia
setia. Sabar Terampil melayani suami dan anak-anaknya. Mengapa harus kuceraikan"
Benar Adel yang minta cerai. Tapi itu karena dia merasa dikhianati. Padahal apa
kesalahannya" Bukan salahnya jika dia tidak secantik Pia Tidak sepandai dia.
Tidak begitu bergairah seperti dulu. Dan tidak muda lagi. Umurnya sudah empat
puluh empat tahun. Di ambang menopause, dia ibarat bunga layu. Tubuhnya kendur
Gairahnya menurun. Dan dia tidak pernah dapat secemerlang Pia bila mendampingi
Hiskia dalam pertemuan dengan relasi-relasi bisnisnya. Pia selalu memancing
decak kagum dari relasirelasi Hiskia. Membuat Hiskia merasa bangga Perasaan yang
tidak dimilikinya lagi jika dia membawa Adel.
R)Istrinya terlalu sederhana. Terlalu lugu. Dia lebih pantas duduk di pertemuan
arisan ibu-ibu se-RT daripada hadir dalam pertemuan-pertemuan para profesional.
Tetapi itu bukan alasan untuk menceraikan seorang istri! Jika Hiskia tetap
menjaga hubungannya dengan Pia, dia bisa membawa manajernya itu kapan saja ke
pertemuan macam apa pun. Dan tidak perlu menceraikan istrinyal Adel tidak
keberatan kalau suaminya menghendaki dia hanya ikut pertemuan arisan ibu-ibu seRT. Dia tahu sampai di mana kemampuannya. Dan dia tidak pernah menuntut lebih.
Dia merawat anak-anaknya di rumah menemani mereka bermain mengurus mereka di
kala sakit. sementara sang ayah entah berada di mana Adel tidak pernah menuntut
agar Hiskia mendampinginya mengurus anak-anak di rumah. Adel tidak marah
kendatipun Hiskia sudah makan di luar padahal dia sudah menyediakan makan malan
untuk suaminya. Dia tidak pemah menggerutu biar. pun Hiskia selalu pulang pada
saat anak-anak sudah tidur Jadi apa kekurangannya sebenarnya" Dan apa kelebihan
perempuan ini" Hiskia menoleh ke arah Pia yang tengah terletap di sampingnya.
Kepalanya bersandar di dada Hiskia. Wajahnya demikian tenang. Demikian damai
Demikian puas. Mereka baru saja melewati saat-saat kebersamaan yang indah. Tidak
usah terburu-buru karena Hiskia
67harus pulang. Tidak usah khawatir ada yang memergoki penyelewengan mereka. Pia
merasa demikian lega Demikian bebas. Demikian bahagia. Hiskia pun merasakannya.
Tetapi hanya sebentar Sesudah saat-saat yang indah itu berlalu, dia langsung
teringat pada bekas istrinya. Anak-anaknya. Dia merasa bersalah kepada Adel.
Merasa rindu pada anak-anaknya. Dan perasaan itu merusak suasana indah yang
tengah dinikmatinya. Pia dapat langsung terlelap. Tapi Hiskia masih terjaga
dalam kemurungan. Padahal biasanya dia langsung terlelap setelah melakukan
hubungan semacam itu. Waktu akan menyembuhkan luka di hatimu. kata Pia.
Barangkali dia benar. Lama-kelamaan Hiskia dapat melupakan kesedihannya berpisah
dengan anak-istrinya. Tetapi sampai kapan" Dulu sebelum bercerai, Hiskia begitu
menggandrungi melewati malam-malam yang indah bersama Pia. Wanita itu mampu
memacu kejantanannya membangkitkan gairahnya seperti anak muda lagi Sensasi yang
sudah lama tidak pernah dirasakannya lagi bila bermesraan bersama istrinya. Pia
demikian memanjakannya. Membawakan sarapan pagi ke tempat tidur. Mengajak mandi
bersama. Memasak berdua. Dia menggugah kenangan Hiskia akan masa-masa mudanya.
Berlari-lari membawakan bunga untuk kekasihnya. Berdandan lebih lama karena
hendak berjumpa dengan si dia. Terburu-buru ngebut supaya tidak
R)terlambat menjemput. Berenang berdua dan bergulingan di pantai sepi memadu
cinta. Ah, hal-hal yang tidak mungkin lagi dilakukannya bersama istrinya. Halhal yang membuat Hiskia merasa muda kembali! Merasa semangatnya meluap-luap.
Gairahnya meletup-letup. Dan membuat hariharinya terasa lebih menyenangkan.
Bahkan di kantor yang selalu sibuk dengan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk,
kesulitan yang menghambat, dia tetap merasa gembira. Merasa bersemangat! Inikah
cinta" Mungkinkah dia jatuh cinta kepada wanita lain padahal dia masih mencintai
istrinya" Atau. ini cuma gejolak puber yang kedua" Tetapi apa pun namanya,
Hiskia demikian menikmati hari-harinya bersama Pia. Sehingga ketika istrinya
minta cerai, Hiskia rela meninggalkan keluarganya daripada berpisah dengan
kekasihnya. Tetapi mengapa sesudah bercerai, kebahagiannya bersama Pia malah
tidak dapat sesempurna dulu" Pia masih membawakan sarapan ke ranjangnya. Masih
memanjakannya dengan melayaninya demikian rupa sampai Hiskia merasa menjadi
seorang raja yang sedang bersantap pagi. Tetapi mengapa kini dia justru
merindukan makan pagi bersama anak-anaknya" Minum kopi yang sudah tersaji di
meja makan sambil membaca koran, sementara istrinya sibuk melayani anakanaknya
makan" Sarapan pagi yang tenang adenayem tanpa kemesraan, tapi yang telah
menjadi sebagian dari hari-harinya selama bertahun-tahun"
harus pergi. Tetapi kesedihannya wajar. Dia menangis. Dia marah. Dia kesal.
Kadang-kadang malah mengamuk tanpa sebab. Lain dengan Swarga. Dia bukan anak
kecil lagi. Tapi belum dewasa. Dia sudah tahu mengapa Papa pergi. Tidak mungkin
membohonginya lagi. Dia sedih. Pasti. Tapi dia tidak menampakkan kesedihannya.
Tidak seperti adiknya. Swarga memang dididik lain dengan adiknya. Dia tidak
pernah menangis. Di depan orangtuanya Apalagi di depan adiknya. Tetapi mengapa
dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya" Dia tidak pernah marah-marah di
depan ayahnya. Tidak pernah menggugat Bahkan tidak pernah bertanya. Kemarahannya
kepada ayahnya diproyeksikannya dengan menjauhi Hiskia. Tidak mau bicara Bahkan
tidak mau dekat. Dan itu yang membuat Adel khawatir. Hiskia menang bukan
suaminya lagi. Tapi dia tetap ayah anak-anaknya. Dan Swarga masih membutuhkan
kehadiran seorang ayah. Dia kehilangan ayahnya. Tapi dia menyembunyikan
perasaannya. Hanya tingkah lakunya yang kian hari kian aneh. Swarga sering
mengurung diri di kamar Duduk di depan TV berjam-jam tanpa menonton.
Pelajarannya mundur Gurunya mengatakan Swarga sering melamun di kelas. Kadangkadang dia duduk di kebun belakang
"seorang diri. Seperti sekarang Memandang ke satu titik. Tanpa melihat Hanya
bergeming. Lama Adel memperhatikannya. Dan dia benarbenar merasa cemas. Jika
seandainya Swarga mengamuk atau bergulung-gulung di tanah sekalipun, dia tidak
akan sekhawatir ini. Swarga seperti tidak menyadari ditunggu ibunya. Dia malah
tidak tahu ibunya ada di sana. Dia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri.
"Aga." Adel memeluk anaknya dengan hatihati. Sudah lama dia tidak pernah
merangkul putranya. Hiskia melarangnya sejak Swarga berumur sepuluh tahun. Biar
dia jadi jantan, katanya. Swarga sendiri sudah tidak mau dirangkul ibunya. Malu.
Kayak anak kecil saja, gerutunya. Swarga tidak melawan. Tidak melepaskan diri
seperti biasa. Dia bahkan tidak bergerak. Adel seperti memeluk sebatang kayu.
"Mama tahu perasaanmu." Adel melepaskan pelukannya.
"Aga marah sama Papa. Sama seperti Mama. Seperti Nana. Aga boleh marah kok.
Boleh sedih. Itu wajar. Tapi jangan benci Papa ya" Swarga tidak menjawab.
Bergerak pun tidak. Bahkan tatapannya tidak berubah. Dia seperti tidak mendengar
kata-kata ibunya. "Jangan salahkan Papa seratus persen. Mama juga salah, Aga." Adel meraih tangan
putranya. Dan meremasnya dengan lembut.
"Kalau Aga sayang Mama, jangan menyalahkan
78 R)Papa lagi, ya" Biar kita tinggal bertiga saja. Kita mampu kok hidup
bertiga." Tangan Swarga terkulai kaku dalam genggaman Adel. Mati. Tak bereaksi.
"Biar Papa tinggal dengan perempuan itu. Sampai suatu saat nanti Papa mungkin
baru menyadari, tempatnya bukan di sana."
*** Hari-hari yang kemudian mendatangi memang bukan hari yang mudah. Tetapi Adel
berjuang keras untuk menyelamatkan anak-anaknya dari keruntuhan mental. Dia
berusaha melupakan kesedihannya. Kesepiannya. Dia menyerahkan dirinya secara
total untuk menghibur anak-anaknya. Meskipun takut membawa anak-anaknya seorang
diri, dipaksakannya membawa mereka berlibur. Ke tempat-tempat yang jauh. Yang
belum pernah dikunjungi anak-anaknya bersama ayah mereka. Adel berusaha keras
menghilangkan kemangan anak-anaknya kepada Hiskia. Meskipun terus terang dia
sendiri tetap tidak dapat melupakan bekas suaminya. Begitu banyak tahun-tahun
indah yang telah mereka lewati bersama, begitu banyak kenangan yang tak
terlupakan. Yang pahit. Apalagi yang manis. Setiap malam, setiap menghadapi
ranjang kosong. 179 Rhatinya menangis dalam kesepian. Minggu-minggu pertama, dia malah tidak
bisa tidur Terpaksa minum pil tidur yang diberikan dokter Kalaupun tidur,
tidurnya tak pernah lelap. Dan itu yang paling sering dialaminya. Sering dia
terjaga tengah malam. Dan tidak dapat terlelap kembali. Kurang tidur tidak enak
makan, membuat berat badannya merosot banyak. Entah berapa kali seminggu dia
pergi ke dokter Bukan hanya seorang dokter. Dia mengunjungi berbagai dokter
Dokter umum. Dokter ahli penyakit dalam. Dokter ahli penyakit jantung. Mereka
menyarankan agar Adel mengunjungi seorang dokter jiwa. Tapi Adel tidak mau. Dia
merasa masih waras kok. "Dokterjiwa bukan hanya untuk mengobati orang gila, Bu, kata dokter ahli jantung
yang dikunjunginya. "Tapi juga merawat pasien yang sedang mengalami depresi seperti Ibu. Jantung Ibu
tidak apa-apa. Ini hasil pemeriksaan EKG jantung Ibu. Semuanya baik." Tapi
jantung saya sering berdebar-debar Dok. Saya sering terbangun tengah malam.
Kaget. Jantung saya berdetak cepat sekali. Keluar keringat dingin. Kaki-tangan
lemas. Saya tak dapat tidur lagi sampai pagi."
"Percayalah jantung Ibu tidak apa-apa. Saya hanya memberikan Ibu obat-obat
antidepresi Bukan obat jantung." Obat-obatan itu memang menolong. Tapi tidak
8O R)banyak. Adel masih sering terbangun tengah ma
lam. Dan tidak dapat terlelap kembali. Pikirannya seperti nenek bawel yang
bicara terus. Tidak bisa distop. Apa sebenarnya kesalahanku, pikirnya penasaran.
Gemas. Sedih. Mengapa istri-istri lain dapat menjaga suaminya, aku tidak" Sudah
begitu jelekkah aku sampai suamiku sudah tidak tertarik lagi padaku" Sampai dia
berpaling pada wanita lain" Terlalu longgarkah pengawasanku Kubiarkan suamiku
mencicipi kenikmatan yang bukan haknya" Sudah berbulan-bulan dia menyeleweng Dan
aku tetap tidak tahu Oh, bodohnya aku. Tetapi bagaimana aku dapat menjaga
keutuhan rumah tanggaku jika aku tidak dapat mempercayai suamiku sendiri"
Hiskia-lah yang telah menyianyiakan kepercayaan itu Dia yang menyeleweng. atau.
dia cuma terjebak" Perempuan itu sangat cantik. Muda Menarik. Dialah yang merayu
Hiskia. Sampai melupakan anak-istrinya O, betapa sakitnya membiarkan suaminya
diambil orang! Betapa terhinanya! Melihat seorang perempuan lain. lebih muda.
lebih cantik. merampas laki-laki yang dicintainyal Suaminya. Ayah anak-anaknya
*** Adel masih ingat persis kejadian malam itu. Dan kini, setiap malam kejadian itu
terulang kembali di depan matanya. Seperti film tanpa akhir. Berputar lagi.
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berputar lagi. Hiskia pulang dari Surabaya. Katanya, menghadiri konferensi REI
di salah satu hotel berbintang di sana. Selama makan malam bersama keluarganya,
Hiskia tampak begitu ceria. Dengan bersemangat dia menceritakan bagaimana
jalannya konferensi itu. Dia bahkan bercerita bertemu dengan temanteman lainnya.
Bukan main asyiknya dia bercerita. Padahal baru beberapa jam yang lalu panitia
konferensi menelepon ke rumah. Konferensi yang tiba-tiba dibatalkan itu pasti
dapat dimulai esok. Pengunduran terpaksa dilakukan karena kesulitan teknis yang
tak dapat diatasi. Mengapa Hiskia harus berdusta" Mengapa dia dapat berbohong
selancar itu" Kalau tidak mempunyai kesalahan apa-apa, mengapa dia harus
membohongi istrinya" Dan ke mana dia pergi dua malam ini kalau tidak jadi ke
Surabaya" Yang paling penting. pergi dengan siapa" Hanya ada satu alasan mengapa
seorang suami membohongi istrinya. Adel ingin menyingkirkan kecurigaan itu dari
benaknya. Tetapi dia tidak dapat melupakannya lagi. Hiskia berbohong demikian
lancar. Sudah biasakah dia berdusta" Membohongi anak-istrinya" Tentu saja Hiskia
merasakan kedinginan sikap
82istrinya. Sepanjang makan malam, Adel dian saja. Hanya Hiskia dan anak-anaknya
yang ramai berceloteh. Adel tetap membisu. Melayani makan seperti biasa. Tapi
tidak berbicara sepatah kata pun. Akhirnya Hiskia jadi tidak enak sendiri.
Maklum, punya salah. Sesudah anak-anaknya tidur, Hiskia langsung mengajak
istrinya nonton. "Tidak capek" tanya Adel tawar. Dia sedang mengeluarkan pakaian-pakaian kotor
dari koper suaminya. Dan sebuah aroma yang aneh, mengusik hidungnya. Aroma yang
melekat di baju-baju itu. yang mungkin berasal dari. Ah. mungkinkah cuma
perasaannya saja" Adel ingin mengusir pikiran itu dari kepalanya. Ingin membuang
kecurigaannya jauh-jauh. Tapi. mengapa pikiran itu datang dan datang lagi" Tidak
mau dicungkil dan digebah dari sana.
"Ah, masa naik pesawat dari Surabaya ke Jakarta saja capek?" sahut Hiskia
santai. Dia memang tidak kelihatan letih. Begitu rileks. Begitu bersemangat.
Begitu gembira "Ayo, cepat pakaian Paling-paling tidak lihat ekstranya."
"Malas, ah, sahut Adel segan.
"Kata teman-teman filmnya bagus. Richard Gere" Masa bodoh siapa yang main, pikir
Adel gemas. Aku malas. "Ngantuk Adel tidak dapat mengusirnada dingin dalam suaranya. Dia membawa
pakaian kotor suaminya. Dan memasukkannya ke keranjang. Tadi malam kurang tidur.
Nana rewel terus. Seperti mau pilek."
83"Ah, dia memang rewel kalau nggak ada aku!" Hiskia tertawa geli.
"Katanya, susah tidur kalau belum mijat Papa" Mengapa dia tampak begitu segar"
pikir Adel gelisah. Dia kelihatan demikian bergairah. sama sekali tidak terlihat
lelah. Padahal menurut ceritanya dia mengikuti acara yang demikian padat selama
dua hari. Acara apa" Bukankah kenyataannya konferensi itu diundur"
"Tadi siang ada telepon dari Pak Sakri!" kata Adel dalam nada sewajar mungkin.
Tawar. Rata. Tanpa emosi. Tapi bagaimanapun, dia tidak mampu menyingkirkan
kegetiran yang bersorot di matanya Karena itu, dia tidak mau menatap suaminya.
"Katanya, esok konferensi pasti dimulai. Papa ditunggu di Surabaya." Tanpa
berkata apa-apa lagi, Adel meninggalkan suaminya yang tertegun bengong seorang
diri. Dia langsung masuk ke kamar. Dan tidak keluar-keluar lagi dari sana. Dua
jam kemudian baru Hiskia menyusul ke kamar. Sekujur tubuhnya, bau asap rokok.
Entah berapa batang rokok yang telah disapnya selama dua jam ini. Dan Adel tahu
apa sebabnya. Adel sudah berbaring di tempat tidur. Tapi sama sekali belum
terlelap. Dan Hiskia tahu istrinya belum tidur. Dia langsung duduk di tepi
pembaringan. Selama beberapa menit dia diam saja. Tidak berkata apaapa. Adel pun
membisu. Membiakan suaminya yang lebih dulu membuat pengakuan
84"Aku memang tidak ke Surabaya, desisnya lambat-lambat. Suaranya tertekan. "Aku
berdusta. Kepadamu dan anak-anak."
Adel merasa hatinya sakit. Tapi dia tidak memberi tanggapan. Dibiarkannya
suaminya menyelesaikan pengakuannya.
"Akhir-akhir ini, aku memang sering membohongi
. Mengapa Hiskia tega mengkhianati kepercayaannya" Adel begitu mempercayai
suaminya. "Siapa perempuan itu, Pa" desak Adel getir.
"Salah seorang karyawati di kantormu?"
"Ya." Hiskia mengembuskan kata itu bersama desah napasnya.
"Mulanya cuma soal pekerjaan."
"Aku tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. Pa" potong Adel muak. "Demi aku
dan anak-anak. jauhkan dia."
"Aku ingin, Ma," sahut Hiskia lirih.
"Tapi aku tidak dapat memutuskan hubungan kami."
"Sudah berapa lama" Adel menggigit bibir menahan tangis.
"Beberapa bulan."
"Sekretarisnu" "Manajerku." "Kau tidur dengan dia?"
"Beberapa kali."
"Ceraikan aku."
Sampai sekarang, Adel menyesali keputusannya yang terlalu cepat malam itu, hanya
didorong oleh emosi dan sakit hati.Suaminya sedang bingung. Mengapa harus
mendesaknya mengambil keputusan saat itu juga" Mengapa tidak memaafkannya"
Memberi kesempatan kepadanya untuk berpikir dan memilih lagi.
Seharusnya Adel berjuang untuk mempertahankan suaminya. Bukan menyerahkannya
begitu saja ke tangan perempuan itu!
**** HISKIA tidak menyukai Bali. Menurut dia, tak ada lagi yang dapat dilihat di Bali
kecuali pedagang asongan dan turis. Bali sudah terlalu komersial. Apa pun yang
dimilikinya, sudah dijajakannya untuk memperoleh dolar. Karena itu Hiskia tidak
suka ke Bali. Tetapi Adel sangat menyukai Pulau Dewata. Seperti apa pun Bali
sekarang, dia tetap pulau yang menarik, kalau bukan yang paling memikat.
Perpaduan keindahan alam dan kebudayaan yang tinggi, sungguh suguhan yang sulit
dicari tandingannya. Jika tidak menarik, mustahil wisatawan mancanegara
berbondong-bondong membuang uang mereka di pulau yang cantik itu. Banyak yang
datang bu-kan untuk pertama kalinya. Pantas saja kalau timbul efek sampingan
dari kemasyhuran Bali sebagai daerah wisata. Dan Adel masih dapat mentolerirnya.
Selama pulau itu masih secantik sekarang. Adel dan Hiskia pernah ke Bali. Tapi
anak-anak 87mereka belum. Karena itu Adel membawa mereka ke tempat yang belum pernah
mereka kunjungi bersama Hiskia. Anak-anak sangat menyukai liburan mereka. Bahkan
dalam kesedihan, mereka dapat menikmati pengalaman baru di Bali. Pulau ini
ternyata bukan hanya indah menjanjikan. Sekaligus menantang dan membangkitkan
keingintahuan mereka. Mengusik imajinasi. Menggedor jiwa petualangan mereka.
Adel juga tidak terlalu mengekang kebebasan anak-anaknya Dibiarkannya mereka
memilih dan menikmati liburan yang mereka sukai. Dan harus diakui dia sendiri
merasa terhibur. Ketika sedang bercanda dengan monyet-monyet maka di Sangeh,
mengagumi Pura Besakih yang agung, atau menikmati tarian di Pura Mengwi. Adel
agak melupakan kesedihannya. Bermain-main dengan anak-anaknya di Pantai Sanur
menyingkirkan kepahitan tragedi yang menimpa rumah tangganya. Keletihan membuat
anakanaknya cepat terlelap. Dan baru pada saat-saat seperti itu, ketika malam
tiba, Adel merindukan kembali kehadiran suaminya. Ya seandainya Hiskia masih
suaminyal Seandainya dia berada di sini, di sampinyal Seandainya mereka dapat
menikmati suasana ionantis di pulau yang cantik ini. barangkali kekakuan
hubungan mereka dapat dicairkan. Dan mereka dapat menikmati kembali kehangatan
dan kemesraan seperti dulu.
88Adel membayangkan melangkah berdua bersama Hiskia di sepanjang pantai. Air
laut yang menyapa pantai menjilati kaki mereka. Sinar rembulan menyentuh wajah,
menghangatkan hati. Kesunyian membelai romantisme, menyentakkan kemesraan. Ah,
bukan hanya remaja saja yang boleh romantis. kan" Kadang-kadang orang dewasa pun
membutuhkannya Bahkan perempuan di ujung masa tua seperti Adel mendambakannya.
Suara dentang gamelan yang mendayu-dayu di kejauhan menimbulkan kerinduan yang
pedih. Seandainya Hiskia masih di sisinya. dia akan mengajaknya duduk-duduk di
teras terbuka di samping hotel. Menikmati irama gamelan Bali yang kadangkadang
bukan hanya merdu. Tapi sekaligus menimbulkan kesan magis.
Sudah lama Adel mencoba tidur. Gagal. Akhirnya dia merasa kesal sendiri.
Kantuknya tidak mau datang Sudah bosan dia mengundangnya. Lebih baik dia
menuruti kata hatinya. Dudukduduk di teras hotel sambil menikmati suasana Bali
yang khas. Masih terlalu sore untuk tidur. Daripada tidur sejenak lalu terbangun
dan tidak dapat terlelap kembali. Apa salahnya duduk minum di sana" Kalau
sikapnya tidak mengundang, pasti tidak akan ada pria yang salah tafsir. Dia
sudah terlalu tua untuk menjadi wanita penghibur, biarpun dia duduk sendirian!
Dengan pakaian begitu sederhana dan sopan, dia tidak usah khawatir disangka
menunggu pria ISeng. *** Tidak banyak tamu hotel yang sedang bersantai di teras itu. Hanya beberapa
pasangan masih duduk mengobrol sambil menikmati minuman. Beberapa orang lagi
hanya duduk-duduk mendengarkan alunan irama gamelan sambil menghirup aroma laut
yang hanya beberapa belas meter dari tempat duduk mereka Dua orang pria kulit
putih sedang berenang di kolam yang terletak di depan teras. Sebentar-sebentar
kepala mereka muncul dari permukaan air. Tampaknya semua orang sibuk dengan
kesenangan masing-masing. Tidak ada yang peduli dengan kehadiran orang lain.
Kecuali seorang pria separo baya yang mengenakan kemeja batik lengan panjang.
Selamat malam, sapanya di depan meja Adel. Dengan enggan Adel mengangkat
mukanya. Sebentuk wajah bulat yang mencerminkan keramahan tersenyum di
hadapannya. "Maaf mengganggu. Boleh menemani Anda?" Celaka. Adel menghela napas kesal.
Mengapa pria tidak pernah mau membiarkan seorang wanita duduk sendirian,
betapapun tua dan tidak menariknya wanita itu"! Ada dua hal yang membuat Adel
akhirnya mengangguk. Perasaan tidak enak untuk menolak. Dan sikap pria yang
sangat sopan itu. Baik wajah maupun tingkah lakunya tidak men
90 R)terminkan kekurangajaran. Dia baru duduk setelah Adel menganggukkan
kepalanya. Terima kasih, desahnya lega.
"Tidak enak duUuk sendirian." Dia cuma ingin mengajakmu ngobrol, pikir Adel
menenangkan dirinya. Apa salahnya" Nah, ngobrollah! Tidak dosa, kan" Ngobrol
lima menit. Lalu tinggalkan dial
"Boleh memesankan minuman?"
"Tidak haus. Terima kasih."
"Saya juga tidak. Tapi dalam suasana seperti ini. segelas fruit-punch pasti
menambah kenyamanan. Boleh" Terserah kamu sajalah, gerutu Adel dalam hati.
Jangan menyesal kalau tidak kuminum. "Pertama kali ke Bali?" "Kedua."
"Selalu sendiri?"
"Bersama suami."
"Sekarang di mana suami Anda" Tidur"
"Dia tidak menyukai Bali. Tidak mau kemari lagi."
"Karena itu sekarang Anda datang sendirian?" "Saya tidak sendirian." Sengaja
Adel menekankan suaranya.
"Saya datang bersama anak-anak."
"Oh, mereka pasti sudah tidur." Tak ada perubahan dalam senyum yang bersahabat
itu. "Terima kasih untuk minumannya. Adel meneguk habis fruit-punch-nya. Sekadar
basa-basi. "Selamat malam. Saya ingin kembali ke kamar.
Melihat anak-anak."Pria itu cepat-cepat berdiri sambil mengucapkan salam dengan
sopan. Ketika sedang terburu-buru meninggalkannya, Adel tiba-tiba merasa
menyesal. Mengapa dia begitu mencurigai orang yang berusaha mendekatinya" Pria
itu hanya ingin berteman. Tidak lebih. Memang ada apanya dia sampai mengira
seorang laki-laki mempunyai maksud tertentu bila mencoba berkenalan" Kalau benar
pria itu menginginkan yang lain, mengapa harus bersusah payah mendekatinya"
Kalau benar dia ingin hiburan apa susahnya" Hotel menyediakan apa yang
dibutuhkannya. Tinggal angkat telepon. Tidak sulit baginya mengusir kesepian.
Tingggal pilih. Tergantung umur. Kekuatannya. Uangnya. Dan tentu saja,
seleranya. Nah, mengapa mesti susah-susah mendekati seorang wanita tidak menarik
yang sudah berumur empat puluh empat tahun" Suami sendiri saja sudah enggan,
apalagi orang lain. Dan perasaan itu membuat Adel tiba-tiba merasa kesal.
**** Ketika turun ke ruang sarapan pagi bersama anakanaknya, tidak sadar Adel
mencari-cari pria itu dengan matanya. Tidak sulit menemukannya. Tubuhnya besar
Wajahnya bulat Dan dia selalu terSenyum.
92Tetapi pria yang tadi malam menemaninya itu tidak ada di sana. Belum bangun"
Pantas saja badannya agak gemuk. Tidur melulu. Atau justru dia tidak mau sarapan
untuk menguruskan badan" Astaga, Adel merasa malu sendiri. Sejak kapan dia iseng
mengurusi urusan orang lain"
"Mama cari siapa sih" tegur Nirwana yang memang selalu memperhatikan ibunya.
Tidak ada yang lolos dari pengamatannya. Dan Adel bertambah tersipu mendengar
pertanyaan anaknya. Ya, dia mencari siapa" Mengapa mencarinya" Ternyata orang
yang dicari-carinya itu sudah berbaring di pantai. Ketika Adel mengantarkan
anak-anaknya ke pantai, pria itu sedang berjemur
seorang diri. "Selamat pagi, sapanya ramah, ketika Adel melewati tempatnya berbaring. Dia
membuka kacamata hitamnya dan tersenyum simpatik.
"Pagi," sahut Adel kaku. Dia duduk agak jauh. memperhatikan anak-anaknya
bermain-main di pantai. "Jangan ke laut, Aga serunya ketika melihat putranya menceburkan kakinya ke air
Tetapi Swarga seperti tidak mendengar teriakan ibunya. Dia memang bandel.
Kadang-kadang malah keras kepala. Dia melangkah terus di dalam air menuju ke
tengah. Ketika air sudah mencapai pinggangnya, Adel tergopoh-gopoh bangkit.
"Aga teriaknya cemas. Bergegas Adel mengejar ke laut. Saat itu Swarga seperti
mendengar panggilan 93ibunya. Dia membalikkan tubuhnya. Dan sebuah arus yang tidak terlalu kuat
memukul punggungnya. Mendorongnya ke tepi. Sesaat Swarga seperti kehilangan
keseimbangan. Dia tersungkur ke depan. Jatuh ke air. Lalu semuanya berlangsung
sangat cepat. Tubuh Swarga seperti tiba-tiba ditarik oleh suatu kekuatan yang
tidak kelihatan di bawah permukaan air. Sekejap tubuhnya seolah-olah hilang
ditelan laut. Lalu muncul kembali agak ke tengah. Dia tampak menggelepar-gelepar
sesat. Tangannya menggapai-gapai udara dengan sia-sia. Kemudian tubuhnya
terbenam kembali. Kepalanya lenyap dalam permukaan air. Dia hanyut diseret arus.
Adel yang sudah sampai di tepi pantai menjeritjerit minta tolong Dia sendiri
sudah langsung menceburkan dirinya. Tanpa memikirkan bahaya, Ade terjun untuk
menggapai tubuh anaknya. Tetapi Swarga sudah terdampau ke tengah Arus bawah air
yang lumayan kuatnya menyeretnya ke tengah dan ke dalam. Tubuhnya digulung
ombak. Lenyap ditelan laut. Adel hampir pingsan ketika melihat beberapa orang
mengusung tubuh anaknya. Bergegas mereka membaringkannya di tanah. Masih
hidupkah dia" Mengapa dia sudah tidak bergerak-gerak lagi" Adel memekik dan
memburu anaknya sambil menangis. Swarga terkulai lemas di tanah. Badannya basah
kuyup. Parasnya pucat pasi Matanya terpejam rapat Dan dia sudah tidak bernapas
lagi. Saat itu sebuah tangan yang besar dan kokoh
memegang bahunya. Dan menolakkan tubuhnya ke belakang dengan lembut.
"Menyingkirlah, Bu," pinta orang itu lunak tapi tegas.
"Putra ibu perlu dibantu pernapasan buatan." Beberapa orang yang mengerubungi
mereka sudah langsung menarik Adel mundur. Dan membiarkan laki-laki bertubuh
besar dan berwajah bulat itu melakukan resusitasi. Karena saat itu pernapasan
Swarga sudah berhenti sama sekali, laki-laki itu terpaksa melakukan pernapasan
buatan dari mulut ke mulut. Adel mendesah lega ketika melihat Swarga terbatukbatuk. Itulah tanda-tanda kehidupannya yang pertama Pria gemuk itu membantunya
duduk. Dan Swarga terbatuk-batuk memuntahkan air dari mulut
nya. Adel memekikkan nama putranya sambil menghambur memeluknya. Ketika sedang
memeluk Swarga dengan terharu, dia baru teringat kembali pada Nirwana. Ternyata
gadis kecilnya selalu melekat di belakangnya sejak tadi. Hanya saja Adel tidak
merasakannya karena panik.T1
TERMA kasih, kata Adel dengan penuh rasa syukur kepada pria yang menolong
Swarga. "Anda telah menyelamatkan jiwa anak saya."
"Oh, itu memang tugas saya!" Laki-laki berwajah bulat itu tersenyun ramah.
"Boleh mengundang Anda minum" Dalam keadaan kaget, kita perlu minum lebih
banyak." Kali ini, Adel tidak dapat menolak. Ajakan itu amat simpatik. Dan yang
mengajaknya pria yang telah menolong Swarga. Bagaimana dia bisa menolak"
"Maaf cetus Adel ketika minuman telah dipesan
"Tadi malam Anda telah menyebutkan nama. Tapi sekarang saya sudah tidak ingat
lagi." Pria itu tertawa lunak. Sama sekali tidak bernada tersinggung. Apalagi
melecehkan. "Karena Anda tidak mau mengingatnya. Ibu Adelia."
"Maafkan saya, Pak."
"Hendarto." Senyum simpatik itu bermain lagi di bibirnya.
"Kelihatannya Anda takut sekali berkenalan
Diujung Jalan Sunyi Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
STdengan seorang pria. Suami Anda pencemburu berat" Dia tertawa sendiri sesudah
mengucapkan kata-kata yang terakhir itu.
"Maaf, saya hanya berguraul Untuk menghangatkan suasana."
"Saya sudah bercerai. Ketika menyadari telah kelepasan bicara Adel buru-buru
menggigit bibirnya. "Sudah saya duga," ujar laki-laki itu dengan tenang. Sama sekali tak ada rasa
terkejut di wajahnya. "Anda seperti orang yang baru mengalami trauma psikis yang cukup berat. Anda
dalam keadaan stres."
"Anda seorang dokter" sergah Adel jemu.
"Tepatnya, seorang psikiater." Adel mengeluh dalam hati. Akhirnya kutemui juga
dokter yang paling enggan kujumpai
"Orang yang paling tidak ingin Anda temui saat ini" Hendarto menebak isi hati
Adel dengan tepat. Senyum belum lekang juga dari bibirnya.
"Jangan khawatir. Saya tidak akan melakukan psikoanalisis pada Anda. Saya cuma
ingin mentraktir minum" 'Sungguh beruntung ada seorang dokter di sini pada saat
anak saya memerlukan pertolongan, kata Adel terus terang.
"Terima kasih, Dokter Prianto."
"Hendarto, ralat dokter itu santai.
"Dan saya saya makan siang." "Maafkan saya. Anak-anak saya."
"Anak-anak juga harus makan kan sela Hendarto sabar
"Nah, mengapa tidak mengajak mereka" Saya mengundang mereka juga. Terutama putri
Anda yang cantik itu!"
sangat berterima kasih jika Anda mau menemani
*** "Kenapa Oom itu makan sama-sama kita, Ma?" Nirwana sudah ribut berceloteh
selesai makan siang bersama. "Dia bakal jadi papa Nana?"
"Tentu saja tidak!" sahut Adel gemas bercampur geli
"Masa setiap orang yang makan bersama kita harus jadi ayah Nana?"
"Tapi kita nggak pernah makan sama orang lain kalau Papa nggak ada"
"Sekarang kita akan sering melakukannya."
"Karena Oon gemuk itu?"
"Karena Papa tidak selalu bersama-sama kita lagi
"Kok gitu, Ma'" Karena kita akan mencari teman sebanyakbanyaknya Supaya kita
tidak kesepian lagi."
"Papa nggak marah" Apa salahnya berteman?" Dan peduli apa dia marah atau tidak"
Apa haknya untuk mencegah jandanya berteman" Dokter Hendarto sangat sopan.
Ramah. Dan tidak punya maksud lain kecuali berteman. Dia datang seorang diri ke
tempat ini. Berlibur, katanya tadi. Adel tidak berani menanyakan di mana
istrinya. Takut dikira usi.
"Istri saya meninggal dua tahun yang lalu," katanya seperti memahami
keingintahuan Adel. "Kanker hati. Anak-anak sudah menikah. Lebih
R)suka pergi dengan keluarga mereka sendiri daripada dengan ayahnya."
"Atau ayahnya juga lebih suka bertualang seorang diri daripada mengangon cucu?"
Dokter Hendarto tertawa lebar.
"Anda sebenarnya punya selera humor yang baik!" cetusnya gembira.
"Hanya Anda menekannya karena tidak mau bergaul Saran saya, biarkan humor-humor
Anda berkembang! Bergaulah dengan siapa saja. Punya teman bukan dosa. Sekalipun
Anda masih bersuami"
"Anda lupa, saya cuma diundang minum. Bukan diterapi!" Tetapi ketika sedang
berada di tempat tidurnya I siang itu, Adel menyadari kebenaran kata-kata
psikiater itu. Tidak ada salahnya punya teman. Sekalipun dia masih bersuami.
Apalagi sesudah menjadi janda Adel baru menyadari dia telah kehilangan temantemannya sejak menikah. Dunianya hanya disi oleh keluarga. Hidupnya hanya
melayani suami dan anak-anaknya. Hari-harinya cuma disi dengan pengabdian kepada
suami. Ketika suaminya tiba-tiba meninggalkannya, dia seperti terempas ke dalam
ruang kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana kecuali anak-anaknya. Padahal
sebagai makhluk sosial, dia butuh orang lain. Dia butuh teman. Butuh tempat
untuk mengeksistensikan dirinya.
keksi"Resepsionis saya baru saja mengundurkan diri. Biasa. Menikah. kata Dokter
Hendarto pada akhir liburan mereka di Bali.
"Kalau Anda merasa bosan di rumah, saya mengundang Anda untuk mengisi lowongan
itu. Gajinya tidak besar. Saya rasa Anda juga tidak membutuhkan uang, kan?"
"Apa ada orang yang tidak membutuhkan uang"
"Ada orang yang bekerja bukan untuk uang. Tapi untuk mencari kesibukan."
"Seperti saya" "Di tempat kerja, Anda bisa bertemu dan bergaul dengan manusia lain di luar
keluarga Anda Anda punya pekerjaan sebagai selingan kebosanan Anda di rumah. Dan
Anda bisa berteman. Dengan kolegakolega saya. Perawat-perawat saya. Juga
pasienpasien saya. Tidak semuanya gila lho Banyak yang waras. Cuma punya
problem." "Saya tidak punya kepandaian apa-apa, cuma Ilusan SMP
"Saya juga tidak mencari ahli komputer. Tidak kuat membayar gajinya" Selama ini
saya tidak pernah meninggalkan anak-anak saya."
"Kalau begitu, ambilah giliran pagi. Ketika anak-anak Anda masih di sekolah."
Apakah ada orang yang mau memberi keringanan seperti itu?"
"Kalau tidak masakan saya menawarkan pekerjaan ini untuk Anda?"
"Mengapa Anda begitu baik pada saya Dokter"
IOO R)'Lho ini termasuk tugas sosial saya! Saya sedang mengobati Anda dengan terapi
kerja!" "Terapi apa itu?"
"Anda tidak tahu ada pasien yang dapat disembuhkan hanya dengan memberinya
pekerjaan yang tepat?"
"Anda menganggap saya sedang sakit. Dokter"
"Anda mungkin tidak merasakannya. Tetapi sebagai dokter, saya dapat melihatnya!"
"Saya hanya sedang sedih karena perceraian."
"Itu yang disebut trauma perceraian. Anda kehilangan keseimbangan jiwa
karenanya. Selama ini hidup Anda hanya bertumpu pada satu titik. Suami Anda."
"Saya memang perempuan bodoh."
"Tidak Anda perempuan yang menarik. Hanya Anda terlalu menyandarkan diri pada
suami Anda. Ketika dia pergi, Anda tidak punya pegangan lagi. Anda merasa goyah.
Kehilangan keseimbangan. Itu yang harus diperbaiki."
"Dengan memberisaya pekerjaan"Teman-teman?" "Anda harus diberi kesibukan dan
kepercayaan diri. Supaya keseimbangan jiwa Anda pulih kenbali." "Anda selalu
mencari pasien jika berlibur. Dokter" Dokter Hendarto tertawa lunak.
"Sudah saya katakan, Anda punya selera humor yang baik"
"Dan Anda seorang dokter yang baik Anda tidak pernah berhenti menolong orang!"
IOI"Dokter tidak pernah berlibur. Karena pasien ada di mana-mana."
"Istri Anda tidak pernah merasa tersisih oleh pasien-pasien Anda?"
"Istri saya juga dokter Pasiennya malah lebih banyak daripada saya. Bedanya,
pasiennya kecilkecil semua."
"Anda pasti merasa sangat kehilangan."
"Lebih dari yang Anda rasakan sekarang."
"Suami saya yang pertama tewas dalam kecelakaan."
"Ayah Swarga?" Baru kali ini Adel melihat Hendarto terkejut.
"Dengan suami pertama, saya belum sempat punya anak."
"Saya juga mengira Swarga anak suami yang menceraikan Anda ini. Karena dia
merasa lebih kehilangan ayahnya daripada Nirwana."
"Anda beranggapan demikian?" cetus Adel cemas. Jika ini pendapat seorang ahli,
dia benar-benar harus mengkhawatirkan Swarga
"Anak itu mungkin malah lebih terluka daripada adiknya. Hanya dia tidak mau
memperlihatkannya. Dan itu bisa berbahaya."
"Apa yang harus saya lakukan untuk menolongnya?"
"Nah, sekarang Anda yang minta konsultasi"
"Bukankah kata Anda, pasien ada dimana-mana?"
**** I02Setelah mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya itu, kadangkadang Swarga seperti berubah menjadi orang lain. Adel sendiri kadang-kadang
merasa asing terhadap anaknya sendiri. Suatu saat dia bisa berdian diri terusmenerus. Sikapnya dingin. Tatapannya kosong. Seperti orang sedang melamun.
Ditanya pun enggan menjawab. Tetapi sebentar kemudian dia sudah kembali sebagai
Swarga yang biasa. Nakal. Iseng menggodai adiknya. Dan lebih banyak membantah
perintah ibunya daripada mematuhinya. Kalau Adel lebih bijaksana dan lebih
cermat. seharusnya dia dapat mengenali keganjian itu. Tetapi dia sendiri sedang
dilibat stres emosional yang hebat. Diceraikan suami dalam masa pramenopause
menimbulkan gejala-gejala psikosomatis. Kesedihannya hampir mencapai tahap
depresi. Dia lebih banyak menangisi nasibnya sendiri daripada mengawasi anakanaknya. Mereka sedih. Oke. Itu wajar. Mereka kehilangan ayah, bukan" Mereka
berbuat yang agak anehaneh. Apa bedanya dengan dirinya" Dia juga sering melamun
berjam-jam di dalam kamar Sering terbangun malam hari dan tidak dapat tidur
lagi. Sering menangis kalau mendengar lagu sedih. Jadi apa salahnya kalau anakanaknya juga ikut berduka" Adel hanya berharap, suatu saat, mereka sama-sama
dapat mengatasi kesedihan ini. Suatu saat, siapa tahu mereka dapat melupakan
bagaimana sakitnya kehilangan orang yang mereka cintai.
*** DARI hari ke hari, Adel semakin menyukai pekerjaannya. Dokter Hendarto benar.
Mempunyai pekerjaan mengembalikan kepercayaan dirinya. Kesibukan bekerja
mengusir sebagian kesepian yang mengurungnya. Dengan bergaul, berteman, bertemu
dengan orang lain yang mempunyai masalah yang sama beratnya, Adel agak terhibur.
Semangat hidupnya yang hampir padam membara kembali. Untuk itu, dia sangat
berterima kasih pada Dokter Hendarto. Dokter itulah yang dengan sabar selalu
membimbingnya. Membantunya mengatasi problem-problemnya. Memberi obat-obat
antidepresi yang tepat. Dan mengarahkannya agar memandang hidup ini dari sudut
yang positif. Dokter Hendarto sering mengajaknya menghadiri seminar tentang
masalah-masalah kejiwaan. Problem kejiwaan pada anak-anak akibat broken home.
Masalah stres dan depresi pada wanita menjelang mati haid. Dan topik-topik itu
makin lama makin menarik jika digeluti.
"Kamu bisa menerapkan pengetahuan ini pada
I04anak-anakmu sendiri," kata Hendarto ketika mengantarkan Adel pulang.
"Bisa pula menerapkannya pada dirimu sendiri. Depresi dapat mengakibatkan
penyakit psikosomatis seperti yang sering kamu alami akhir-akhir ini."
"Rasanya pertambahan pengetahuan saya dalam tiga bulan ini lebih banyak daripada
seluruh pengetahuan saya sejak lahir," kata Adel terus terang. Hendarto tertawa
lebar. "Dan itu karena jasa tutormu, kan?" guraunya jenaka.
"Jasa siapa lagi, sahut Adel lugu.
"Apakah belum saatnya kamu memikirkan menbayar uang kuliah?"
"Dengan apa harus saya bayar" Gaji saya hanya cukup untuk transpor!"
"Bagaimana kalau menemani tutormu makan malan"
"Esok Swarga harus bangun pagi-pagi. Kelasnya mengadakan studi tur ke Kebun
Raya." "Bagaimana kalau malam ini tanpa anak-anak" Kamu sudah boleh pergi tanpa
dikawal" Hendarto menoleh sekilas. Senyumnya merekah lebar Senyum simpatik itu.
Senyum jujur yang tidak berbahaya. Apa yang harus ditakuti" Dia seorang dokter
terkenal. Manusia terhormat. Tidak mungkin dia. Ah, Adel merasa malu kepada
dirinya sendiri. Mengapa punya pikiran sejauh itu" Hendarto hanya mengundang
makan, bukan mengajak menikah!
"Masih takut pada saya" goda Hendarto santai.
I05"Saya hanya merasa tidak pantas."
"Karena saya dokter dan kamu pegawai saya Atau karena saya duda kamu janda?"
"Ah." Memerah paras Adel karena keterusterangan dokter itu.
"Masih memikirkan suamimu?"
"Mengapa harus memikirkannya?"
"Kamu yang harus menjawabnya."
"Dia yang meninggalkan saya."
"Karena itu kamu boleh pergi dengan pria lain, bukan" Kalian telah resmi
bercerai. Tidak ada lagi hukum yang melarangmu menjalin hubungan dengan lelaki
lain." Ah, saya rasa ini terlalu cepat cetus Adel bingung. Saya belum siap."
Pergi makan malam dengan saya" Sudah tiga bulan lebih kita berteman. Dan belum
pernah sekalipun kita pergi makan malam berdua. Kamu masih menganggap kita
terlalu cepat" Saya merasa kita berada di jalur lambat"
"Maafkan saya."
"Itu hakmu. Kamu berhak menolak ajakan yang tidak kamu sukai. Saya tetap akan
mengantarmu pulang. Jangan khawatir. Kamu akan sampai di rumah!"
*** Ketika mendengar dari anak-anaknya ayah mereka akan datang dengan Tante Pia,
tiba-tiba saja Adel I06menyesal tidak menerima undangan makan Hendarto. Dia tidak ingin berada di
rumah selama mereka ada di sini. Hiskia mau menengok anak-anaknya kok. Bukan
menengok bekas istrinyal Lagi pula menyaksikan Hiskia bersama Pia sungguh
menyiksa. Lebih daripada itu, Adel ingin Hiskia tahu, sudah ada seorang lakilaki lain. seorang dokter. Ternyata bekas istrinya yang sudah tua dan tidak
menarik ini masih laku kencan dengan seorang dokter. Aduh! Tiba-tiba saja Adel
merasa malu sendiri. Betapa rendahnya punya pikiran seperti itu Tetapi sampai
sore pikiran itu tidak mau hilang juga dari kepalanya. Biarpun sudah puluhan
kali digebah. Seandainya tadi dia menerima undangan Hendarto. akan
diperlihatkannya pada Hiskia. Tapi untuk apa" Apakah dia masih mengharap kan
bekas suaminya akan cemburu dan. Ah, harapan yang sia-sial Memalukan. Hiskia
sudah memiliki seorang perempuan muda yang cantik. Peduli apa dengan bekas
istrinya yang sudah tua dan peyot itu! Masa bodoh amat dia Mau kencan dengan
dokter atau gorila sekalipun. Tapi. mengapa Adel masih tetap menginginkannya"
Hanya sekadar membuat Hiskia cemburu" Membalas dendam" Atau. cuma untuk
memulihkan harga dirinya yang terlukai"
*** R)"Makan malam?" Ketika mendengar nada suara bekas suaminya yang heran separo
tidak percaya itu, tiba-tiba saja Adel merasa bangga. Uh, tidak menyesal
menerima ajakan Dokter Hendarto. Sekarang dia tahu alasan yang sebenarnya.
Mengapa dia begitu tergopoh-gopoh menelepon Hendarto. Mengharapkan dokter itu
belum mempunyai acara lain malam ini. Adel merasa banggal.Jadi itulah sebabnya.
Perasaan rendah diri. Merasa tidak berharga ditinggal suami yang memilih
perempuan yang lebih muda dan cantik. Perasaan itu yang sedang coba
dijungkirbalikkannya malam ini! Dia hanya memakai Hendarto sebagai kompensasi.
Belum pernah Adel mempunyai dorongan untuk berdandan sehebat ini. Bahkan ketika
menikah sekalipun. Bergegas dia mengunjungi salon untuk menata rambutnya. Uban
yang mulai membandel ini mesti cepat disingkirkan Rambutnya mesi terlihat rapi
dan up to date Pakaiannya juga mesti modis. Jangan kuno. Ketinggalan zaman,
komentar Swarga Alat-alat make-up-nya yang sudah lama menganggur dicarinya
kembali. Dia harus terlihat segar. Kalau tidak dapat lagi terlihat cantik. Ah,
bukan ingin menyaingi Pia yang selalu tanpak gemerlapan. Ketika melihat bekas
istrinya malam itu, Hiskia sampai lupa dia datang dengan Pia. Lupa dia sudah
tidak boleh lagi lama-lama menatap Adel. Apalagi dengan tatapan seperti itu.
Bangun Dong Lupus 1 Wiro Sableng 114 Badai Fitnah Latanahsilam Reborn Sepasang Kaos 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama