Ceritasilat Novel Online

Iblis Pulau Neraka 2

Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka Bagian 2


Sang Piao tertegun memandangi tingkah laku wanita itu. Hatinya begitu terenyuh. Kasihan, semuda itu sudah tidak waras, bisik
hati Sang Piao. Kemudian ia bangkit perlahan-lahan dengan mata yang terus
tertuju ke arah wanita yang telah kehilangan pikirannya.
"Nona, tenang Nona...," ucap Sang Piao hati-hati.
Sedangkan kakinya terus melangkah mendekati wanita
muda belia itu.
"Kau...! Kau mau memperkosa aku..." Hi hi hi...!"
wanita itu tertawa renyah. Seolah-olah matanya melihat sesuatu yang lucu.
Saat dia tertawa lepas, Sang Piao diam-diam mengamati wajahnya yang tampak begitu cantik.
Dia seorang gadis cantik. Tapi sayang, pikirannya
tidak waras! Gumam Sang Piao dalam hati, memuji kecantikan gadis yang hilang ingatannya itu.
Gadis itu memang cantik sekali. Usianya masih
muda, sekitar enam belas tahun. Matanya sipit seperti orang keturunan Tionghoa.
Kulitnya putih mulus. Sedangkan tubuhnya tampak padat berisi. Dapat dibayangkan bagaimana keelokannya jika melangkah.
Namun sayang, semua keindahan yang dimiliki gadis
itu tertutup oleh debu yang melumurinya.
Setelah puas tertawa, tiba-tiba gadis itu kembali
menangis tersendat-sendat.
"Awas kau Iblis Pulau Neraka! Akan kubakar dan
kubunuh kalian semua!" teriaknya dengan sinar mata
yang menaruh dendam.
Mendengar sebutan Iblis Pulau Neraka, Sang Piao
mendadak kaget bukan main. Dia langsung mengira
bahwa gadis itu korban kebiadaban iblis-iblis itu.
"Jahanam mereka! Teganya merusak kehormatan
wanita sampai sedemikian rupa!" geram Sang Piao tak tertahan. Kemudian kakinya
melangkah mendekati gadis itu untuk menenangkannya. Tapi sebelum tangan
Sang Piao sempat mendekat, gadis itu memberikan
tamparan ke arah mukanya. Dengan cepat Sang Piao
menangkap tangan gadis itu dan menotoknya. Tuk!
Tuk! Tubuh gadis itu langsung terkulai lemas. Hanya kedua matanya saja yang sayu memandang Sang Piao.
Tapi dari sepasang matanya yang sayu itu memancarkan sinar liar.
Melihat tubuh gadis itu terkulai, Sang Piao langsung membungkuk dan menggendong tubuhnya. Dia
heran mengapa wajah yang kotor, lusuh dengan rambut kumal tak terurus itu mendatangkan rasa iba di
hatinya" Mengapa dia tertarik untuk memberikan pertolongan kepada gadis itu" Ah..., dia menghela napas.
Tak dapat dijawabnya pertanyaan-pertanyaan yang datang saat itu. Namun ada satu hal yang ia tahu, bahwa ia menolong gadis gila itu
karena khawatir akan di-ganggu lagi oleh orang-orang Iblis Pulau Neraka atau
orang jahat yang lain jika dibiarkan di situ. Daripada gadis itu mengalami
penderitaan yang lebih berat lagi, lebih baik ia membawa dan menyelamatkannya.
Begitu pikirannya saat itu.
Setelah tubuh sang gadis berada dalam gendongannya, Sang Piao segera melompat ke punggung kuda
dan memacunya dengan cepat.
*** Di cakrawala nan luas, matahari telah bergeser ke
arah barat. Sinarnya yang semula kemilau, pudar perlahan-lahan. Berganti dengan
cahaya jingga yang redup. Angin berhembus sepoi-sepoi basah. Sementara
kabut mulai turun lembut dalam gerakan yang anggun. Sang Piao telah sampai di Kampung Dukuh, di mana Bongkap, Bong Mini, dan Ashiong menginap sementara di rumah Ratih Purbasari. Saat Sang Piao telah menjejakkan kaki di rumah
tersebut, keempatnya berdiri terkejut melihat kedatangan Sang Piao yang
menggendong seorang gadis.
"Siapa yang kau bawa itu, Sang Piao?" tanya Bongkap dengan wajah yang masih menunjukkan keheranan. "Gadis malang," sahut Sang Piao singkat. Lalu ia
membaringkan gadis itu di atas dipan yang terbuat da-ri bambu.
"Maksudmu?" tanya Bongkap lagi tak mengerti.
Sang Piao bergerak dua langkah menghampiri
Bongkap dan tiga orang lainnya yang masih terlungulungu keheranan. Kemudian ia menceritakan bagaimana ia menemukan gadis itu dan membawanya pulang. "Dia salah seorang gadis yang menjadi korban kebuasan orang-orang Iblis Pulau Neraka!" kata Sang
Piao mengakhiri ceritanya.
Semua orang yang hadir di ruang itu tampak berdiri
geram. Sorot matanya berkobar-kobar, menyimpan satu kemarahan yang tak tertahankan.
Bong Mini yang tadi begitu sungguh-sungguh mendengar cerita Sang Piao merasakan darahnya bergolak hebat. Giginya bergemerutuk.
Matanya berkilat tajam,
menggetarkan siapa saja yang bertatapan dengannya.
Itulah puncak kemarahan Bong Mini. Hatinya terasa
disayat-sayat melihat nasib kaumnya yang selalu diperlakukan seenaknya oleh lelaki.
"Papa! Izinkanlah aku untuk pergi menumpas Iblis
Pulau Neraka itu!" ucap Bong Mini bergetar.
Bongkap diam beberapa saat untuk mempertimbangkan keinginan putrinya. Selain khawatir akan keselamatan putrinya, ia juga
masih dalam suasana rin-du pada Bong Mini.
"Jangan khawatir, Papa! Aku punya perhitungan
sendiri dalam menghadapi Iblis Pulau Neraka!" kata
Bong Mini lagi saat melihat Bongkap terdiam ragu. Setelah itu, tubuhnya langsung
melesat ke luar dengan kecepatan yang sulit dijangkau oleh pandangan manusia
biasa. Bongkap, Ashiong, dan Sang Piao tersentak kaget
melihat kepergian Bong Mini yang tiba-tiba. Kemudian mereka ikut melesat ke luar
berusaha untuk mengejarnya. Tapi tidak berhasil. Karena sudah sejak tadi tubuh
Bong Mini menghilang dari pandangan mereka.
Akhirnya, dengan langkah gontai Bongkap kembali
masuk ke dalam gubuk.
Sampai di dalam, Bongkap duduk termenung. Ia
bukan mengkhawatirkan keselamatan putrinya, tetapi
justru memikirkan ilmu Bong Mini yang sudah mengalami kemajuan. Hal itu terlihat dari kepergian Bong Mini yang begitu cepat
menghilang seperti kilat
"Bagaimana, Tuan" Apakah kami berdua harus menyusul dan menyertai tuan putri?" tanya Sang Piao.
Bongkap sadar dari ketercenungannya. Dia menegakkan kepala dan memandang dua pengawal setianya. "Tidak usah!" sahut Bongkap datar.
"Bukankah Tuan mengkhawatirkan keselamatan
tuan putri?" tanya Sang Piao.
"Semula memang demikian. Tapi setelah melihat kepergiannya yang begitu cepat menghilang, aku mulai
sadar dengan kemajuan yang diperoleh putriku selama ini!" kata Bongkap.
"Lalu, apa yang harus kita perbuat sekarang?" tanya Sang Piao lagi.
"Tunggulah beberapa hari sampai tenagaku pulih
kembali!" jawab Bongkap.
Sebenarnya luka di tangan kiri Bongkap yang buntung serta paha kirinya sudah tidak begitu sakit. Hanya tinggal menunggu sampai
tenaganya benar-benar
kuat untuk terjun ke medan pertempuran. Bersabung
nyawa kembali untuk membumihanguskan angkara
murka yang mengotori dunia.
*** 5 Malam itu sangat cerah. Bulan bersinar penuh,
membuat alam terselubung sinar temaram. Sangat indah untuk dinikmati. Ditambah lagi dengan suara
jangkrik yang tidak pernah berhenti bernyanyi, membangun suasana malam yang ramah berbagi suka.
Bong Mini telah sampai di Desa Pamanukan. Sebuah desa penghubung untuk menuju Pulau Neraka.
Dia tampak melangkah tenang dan tegap, memancarkan jiwa satria dirinya.
Kini gadis itu memasuki sebuah warung nasi di desa itu. Di sana, ia mengambil tempat yang agak menyudut sebagaimana biasa. Hal itu dilakukan agar ia
leluasa memandang orang-orang yang keluar masuk
kedai itu. Di seberang meja makannya, duduk empat lelaki
yang sedang menikmati hidangan. Sesekali satu di antara empat orang lelaki itu
melirik Bong Mini. Dan
Bong Mini pun balas menatap sepasang mata liar lelaki itu dengan sorot matanya
yang tajam penuh selidik.
Di saat ia bertumbukan mata dengan lelaki itu, senampan hidangan yang dipesan Bong Mini datang.
Bong Mini cepat menyambut hidangan yang diantar
oleh seorang perempuan setengah baya yang masih
tampak cantik. Segera ia menyantapnya. Dalam waktu
sekejap, hidangan yang baru diantar itu habis tanpa sisa, tanpa mempedulikan
lelaki yang masih memandangnya.
"Bayarannya mana, Den?" wanita setengah baya
yang menjadi pemilik warung itu terlihat meminta bayaran kepada keempat lelaki
yang duduk di depan meja Bong Mini. Mata keempat lelaki itu saling berpandangan. Disusul kemudian dengan suara tawa yang terbahakbahak. "Kau mau minta bayaran" Nih!" kata seorang lelaki
di antara mereka sambil menaruh uang di atas meja
sebanyak tiga keping.
Wanita cantik setengah baya yang memiliki tubuh
bahenol segera mendekati meja tersebut. Tapi ketika tangannya hendak mengambil
tiga keping uang itu, lelaki yang mengeluarkan kepingan uang tadi meraih
pinggulnya dengan ketat.
"Ini bayaran yang sebenarnya!" ujar lelaki yang merangkul pinggul wanita setengah baya itu seraya men-daratkan ciuman ke pipinya.
Mendapat perlakuan yang kurang ajar, pemilik warung tadi meronta-ronta sambil memukul-mukulkan
kedua tangannya ke tubuh lelaki itu. Namun yang dipukul malah tertawa terbahak-bahak, bahkan mempererat rangkulannya.
"Heh!" bentak Bong Mini yang tiba-tiba sudah berdiri di antara mereka dengan kedua tangan berkacak
pinggang dan mata mendelik.
Keempat lelaki itu serentak menoleh ke arah Bong
Mini dengan wajah menunjukkan keterkejutan. Namun
ketika melihat kecantikan gadis mungil itu, mereka
langsung cengengesan.
"Apa mata kalian sudah buta, memeluk seorang
wanita yang sudah tidak segar lagi" Kenapa bukan aku saja yang kalian peluk" Kan
lebih menggairahkan?"
lanjut Bong Mini dengan nada suara yang berubah
lembut agar dapat memancing reaksi keempat lelaki
itu. "Kau..., kau ingin dipeluk, Nona?" tanya seorang lelaki di antara mereka
dengan sepasang mata jelalatan memandang dua bukit yang tersembul di dada Bong
Mini. Bong Mini mengangguk sambil tersenyum menggoda. Melihat sikap Bong Mini yang begitu menggairahkan, seorang lelaki segera memburunya.
"Eit, nanti dulu!" cegah Bong Mini ketika tubuhnya
hendak disentuh oleh tangan kasar lelaki itu. "Aku kurang bergairah bila yang
memeluk tubuhku hanya seorang!" "Maksudmu?" tanya lelaki yang hendak memeluknya tadi. "Aku ingin kalian berempat memelukku semuanya
tanpa harus bergantian!" jawab Bong Mini masih dengan sikap yang menggoda.
Mendengar kata-kata Bong Mini yang begitu menggairahkan, keempat lelaki tadi langsung menghampirinya dan mencoba untuk memeluk
tubuh Bong Mini
dengan napas yang mulai turun naik. Namun, sebelum
tangan-tangan kasar itu menyentuh tubuhnya, Bong
Mini segera menyambut dengan seruntun hantaman
kaki dan tangannya. Dilanjutkan dengan gerakan tubuhnya yang langsung melesat ke luar kedai.
"Bangsat! Kita ditipu!" seru salah seorang dari keempat lelaki itu. Tubuhnya segera melesat ke luar untuk memburu Bong Mini.
Perempuan setengah baya yang sejak tadi berdiri
ketakutan segera berlari kecil menuju pintu untuk menyaksikan pertempuran antara
Bong Mini melawan
keempat lelaki bertubuh kekar itu.
"Hait..., yeahhh!"
Tubuh Bong Mini melompat ketika keempat lelaki
itu serentak menyerangnya. Kemudian ia memberikan
serangan balasan lewat kedua tangan dan kakinya, sehingga keempat lawan yang
memang berkepandaian
jauh di bawah Bong Mini, terpental jatuh disertai sem-buran darah segar yang
keluar dari mulut mereka.
"Kalian harus banyak belajar lagi untuk menjadi
seorang lelaki!" ejek Bong Mini. Kaki kanannya menjejak dada salah seorang
lawannya yang tak berdaya. Setelah berkata begitu, ia berjalan mendekati pemilik
warung yang menyaksikan pertempuran itu dari balik
pintu rumah makan.
"Ini untuk membayar hidangan yang telah aku makan dan hidangan yang dimakan keempat orang itu,"
kata Bong Mini seraya memberikan lima keping uang
kepadanya. Dilanjutkan ucapannya, "Ibu kenal dengan orang-orang itu?"
"Tentu saja, Non. Kampung ini malah sudah berada
dalam kekuasaan mereka!" sahut ibu pemilik warung.
"Maksud Ibu?" Bong Mini mengerutkan keningnya.
"Mereka orang-orang Perguruan Topeng Hitam!" jawab pemilik warung itu menjelaskan.
Bong Mini terkejut mendengar nama perguruan itu.
Perguruan itu yang membuat ia terpisah dari papanya selama dua tahun. Dan
sekarang Perguruan Topeng
Hitam ternyata telah menguasai seluruh perkampungan di negeri Selat Malaka dan menyebarkan kesesa

Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tan serta menciptakan keonaran di kalangan penduduk seperti yang dilakukan oleh keempat lelaki yang dibuatnya tak berdaya tadi.
Bong Mini tercenung. Ia menimbang-nimbang keputusan yang harus diambilnya. Apakah terus melanjutkan perjalanannya menuju Pulau Neraka atau menundanya untuk berhadapan dengan orang-orang Perguruan Topeng Hitam" Tapi akhirnya, setelah mendapat pertimbangan yang baik, Bong Mini mengambil keputusan untuk menghadapi Perguruan Topeng Hitam
terlebih dahulu. Mengingat perguruan ini telah menan-capkan kuku-kukunya di
seluruh kampung negeri Selat Malaka. Menurutnya hal itu lebih berbahaya!
"Kalian orang-orang Perguruan Topeng Hitam?" tanya Bong Mini sambil mendekati seorang lelaki yang
masih tersengal-sengal lemah.
"Beb..., beb..., benar, Nona!" jawabnya dengan suara tersendat-sendat.
"Kalau memang begitu, antarkan aku ke tempat pemimpinmu!"
Keempat lelaki tadi saling berpandangan tak percaya. "Kenapa kalian bengong begitu?" tanya Bong Mini
heran. "Tidak apa-apa, Nona. Aku hanya kaget mendengar
permintaan Nona yang ingin berjumpa dengan ketua
kami. Aku khawatir akan keselamatan Nona!" tukas
seorang dari mereka memberanikan diri.
"Heh" Kenapa kau berbicara begitu" Bukankah kalian pengikutnya?" Bong Mini bertanya heran. Sedangkan sepasang matanya menatap
lelaki itu begitu tajam, seolah-olah hendak menembus pikirannya.
"Kami memang masuk Perguruan Topeng Hitam,
tapi itu pun terpaksa!" sahut lelaki tadi mewakili ketiga temannya.
"Maksudmu?" tanya Bong Mini, masih tak mengerti.
"Aku dan tiga temanku ini dipaksa mereka untuk
masuk menjadi anggota Perguruan Topeng Hitam. Andai tidak mau, nyawaku pada saat itu juga akan melayang!" jawab lelaki itu menjelaskan mengapa ia dan ketiga temannya masuk ke
Perguruan Topeng Hitam
yang terkenal sesat. "Kalaupun kami tadi bersikap kurang ajar pada perempuan
pemilik kedai tadi, itu pun sebenarnya hanya sikap pura-pura kami. Agar kami
tidak dicurigai mata-mata Perguruan Topeng Hitam.
Kami cuma ingin selamat dari ketelengasan mereka
yang tidak ingin melihat kesalahan sekecil apa pun."
Tubuh Bong Mini diam tak bergerak. Sepasang matanya masih tertuju pada lelaki itu. Namun sinar matanya yang semula berkilatkilat berubah redup. Seolah-olah telah dapat membaca isi pikiran lelaki itu.
Sebelumnya dia memang telah menduga kalau keempat
lelaki itu bukan tokoh utama Perguruan Topeng Hitam seperti orang-orang yang
pernah dihadapi sebelumnya.
Terbukti ketika ia baru saja membuka serangan,
keempat lelaki itu tidak berkutik tanpa melakukan serangan kembali. Ditambah
lagi dengan sikap mereka
yang mengkhawatirkan keselamatannya ketika diminta
mengantar ke Perguruan Topeng Hitam. Padahal, kalau benar-benar orang pilihan dari Perguruan Topeng Hitam, tentu mereka akan
sangat gembira jika mendengar ia hendak mendatangi perguruan mereka, karena sudah pasti gadis bertubuh mungil dan berwajah cantik itu akan menjadi
santapan mereka. Tapi keempat orang ini lain. Mereka justru mengkhawatirkannya.
Ini menunjukkan kalau keempat lelaki itu sesungguhnya berasal dari orang baik-baik.
"Kalian tak perlu mengkhawatirkan aku. Kalau memang kalian masuk Perguruan Topeng Hitam karena
terpaksa dan sekarang ingin kembali menjadi orang
baik-baik seperti sebelum masuk Perguruan Topeng
Hitam, maka bantulah aku!" kata Bong Mini dengan
suara lembut dan penuh persahabatan. Begitulah
Bong Mini. Ia akan menjadi gadis yang liar dan tega membunuh jika orang yang
dihadapinya sudah tidak
mengenal arti kebenaran. Tapi sifat itu akan berubah lunak dan penuh rasa iba
jika musuh yang dihadapinya mengakui kesalahannya dan berjanji untuk memperbaiki diri seperti empat lelaki yang dihadapinya ki-ni. "Apakah Nona menerima
jika kami hendak menjadi
pengikutmu?" tanya seorang di antara mereka.
"Kenapa tidak" Karena untuk menumpas kejahatan
seperti perbuatan orang-orang Perguruan Topeng Hitam memang memerlukan pejuang-pejuang sejati yang
tidak mementingkan kebutuhan dan keselamatan pribadinya sendiri!" sahut Bong Mini.
Mendengar ucapan Bong Mini, keempat lelaki tadi
menjadi malu hati. Mereka mulai berpikir, kalau gadis muda yang cantik itu pasti
mempunyai keberanian dan pengabdian yang demikian tinggi. Kenapa sebagai lelaki
mereka tidak demikian" Begitulah pikiran di benak mereka masing-masing.
Akhirnya, berkobar juga semangat juang di dada mereka.
"Baiklah, Nona. Kami bersedia mengantarkan Nona
ke markas Perguruan Topeng Hitam!" tegas lelaki itu dengan semangat yang mulai
berbunga. "Terima kasih! Kita berangkat sekarang!" ucap Bong
Mini dengan wajah berseri karena dapat menyadarkan
mereka. *** Malam terus merangkak hingga larut. Bulan purnama seperti bergayut di atas dahan dengan sinar
yang lembut, menerangi alam raya.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam,
Bong Mini dan keempat lelaki tadi sampai di halaman Perguruan Topeng Hitam yang
letaknya masih berada
dalam wilayah Kampung Pamanukan.
Sebenarnya, pusat Perguruan Topeng Hitam berada
di Bukit Setan. Di sana pula Kidarga dan Nyi Genit
tinggal. Sedangkan Perguruan Topeng Hitam yang berada di Kampung Pamanukan hanya merupakan perguruan kecil yang dipimpin oleh ketua pasukan bernama Yang Seng. Adapun maksud
dari penempatan para ketua pasukan di seluruh wilayah perkampungan, tidak lain
agar mereka bisa cepat melakukan aksi di wilayah kampung yang diduduki masingmasing. Dan untuk
melakukan pertemuan dengan ketua perkumpulan,
Kidarga dan Nyi Genit, hanya sebulan sekali dengan
membawa hasil rampokan yang diperoleh masingmasing ketua pasukan.
Dengan dibuatnya perguruan-perguruan kecil di setiap perkampungan seperti Kampung Pamanukan dan
Kampung Girik yang dipimpin oleh Giwang, maka mereka akan lebih mudah menyebarkan kesesatan dan
menangkap orang-orang yang dicurigai. Sehingga tidak
ada kesempatan bagi penduduk kampung untuk melakukan pemberontakan. Mereka terjaga ketat oleh anak buah Perguruan Topeng Hitam.
Demikianlah gambaran singkat mengenai perkembangan Perguruan Topeng Hitam sejak kepergian Bong
Mini selama dua tahun. Sehingga pantas jika Bong
Mini terheran-heran melihat ada markas Perguruan
Topeng Hitam di tengah kampung. Karena yang ia tahu markas itu berada di Bukit
Setan. "Wah, kalian membawa gadis cantik untuk kami rupanya," sambut seorang murid Perguruan Topeng Hitam yang sedang berkumpul di atas dipan yang terletak di halaman perguruan. Ditemani oleh empat perempuan muda yang masih cantik-cantik serta beberapa botol minuman keras.
Keempat orang yang menyertai Putri Bong Mini diam saja mendengar teguran temannya itu. Begitu pula dengan Bong Mini. Hanya
pandangan matanya saja
yang tajam meneliti ke arah orang-orang itu.
"Kemarilah, Nona! Jangan sungkan-sungkan!" ujar
lelaki tadi dengan keadaan yang sudah setengah mabuk. "Aku ingin bertemu dengan pemimpin!" tegas Bong
Mini dengan sikap tenang.
"Wah, belum apa-apa sudah ingin bertemu dengan
ketua. Duduk-duduk saja di sini bersama kami. Nona
kan masih lelah!" sela lelaki lainnya sambil menghampiri Bong Mini lalu menarik
tangannya. Tapi gadis yang ditarik tangannya malah balik mencekal pergelangan
tangan lelaki itu dan menghentakkannya. Disusul dengan hajaran lututnya yang bersarang di dada lelaki itu. "Oekkk!"
Mulut lelaki yang terkena hantaman di dadanya
langsung memuntahkan cairan merah.
Sebelas murid Perguruan Topeng Hitam yang sejak
tadi duduk di atas dipan langsung terperanjat melihat temannya tersungkur di
tanah. Dalam sekian detik
mereka bergerak mengurung Bong Mini.
"Aku tidak punya urusan dengan kalian. Aku datang ke sini hanya ingin berjumpa dengan pemimpin
kalian!" bentak Bong Mini dengan mendelikkan matanya. "Sombong benar kau, kelinci! Hadapilah aku sebelum kau bertemu dengan ketua kami!" kata seorang lelaki berwajah beringas yang
dihiasi berewok lebat.
"Jangankan kau! Seluruh murid Perguruan Topeng
Hitam yang menyerangku pun akan kuhadiahkan kematian!" geram Bong Mini.
"Sombong sekali ucapanmu itu, Nona!" geram lelaki
berewok itu dengan tubuh yang sudah siap melakukan
serangan. "Percuma kau menyerangku sendirian. Hanya akan
mengantarkan nyawa saja!" ejek Bong Mini.
"Kelinci liar! Akan kurobek mulutmu yang lancang
itu!" setelah berkata begitu, lelaki berwajah berewok tadi segera mengadakan
serangan. Namun dengan sikap tenang, gadis bertubuh mungil yang mengenakan
baju merah ketat itu menyambutnya dengan baik.
Dug! Rahang lelaki berewok itu terkena pukulan tangan
Bong Mini dengan telak. Akibatnya dia terhuyung sesaat lalu jatuh ke belakang.
"Sudah kubilang jangan sendiri, goblok!" ejek Bong
Mini. Bibirnya tersenyum sinis.
"Kuntilanak! Serang dia!" teriak lelaki berewok itu seraya bangkit kembali dan
siap melakukan serangan.
Sepuluh temannya yang sudah mengepung Bong
Mini langsung menyerbu ke depan dan melakukan serangan dengan senjata golok yang tergenggam di tangan masing-masing.
Menghadapi sebelas golok yang disabetkan tangan
pengeroyoknya, Bong Mini pun segera mencabut Pedang Teratai Merah.
Pyar pyar pyar!
Cahaya merah berbentuk bunga teratai menyala terang. Sehingga suasana di sekitar itu tampak terang-benderang.
Orang-orang Perguruan Topeng Hitam yang tadi
hendak melakukan serangan, serentak menghentikan
gerakan. Mata mereka terbelalak dan mulut mereka
menganga. Takjub terhadap sinar yang dipancarkan
pedang di genggaman Bong Mini. Baru kali ini mereka melihat keajaiban sebuah
pedang. Dalam keadaan melongo takjub seperti itu, sebenarnya Bong Mini dapat dengan mudah membabat mereka. Tapi tentu saja ia tak ingin melakukan perbuatan itu, sebab akan
memberikan kesan curang bagi dirinya. Untuk itu ia cukup menyadarkan mereka dengan sebuah bentakan melengking.
"Heh! Ngapain kalian melongo seperti sapi ompong!"
Mendengar teguran Bong Mini, dua belas orang Perguruan Topeng Hitam segera sadar dari ketercengangannya. Lalu mereka serentak bergerak menyerang
Bong Mini. Wut wut wut! Trang trang trangngng!
Angin kebutan dan denting senjata mereka terdengar merambah udara.
Bong Mini yang sudah mendapat gemblengan dari
gurunya, Kanjeng Rahmat Suci, dengan gesit dapat
menangkis dan menghindari serangan golok-golok lawan yang mengancam tubuhnya. Malah tanpa diduga
oleh lawannya, Pedang Teratai Merah yang di tangan
Bong Mini mendarat di beberapa tubuh lawan.
Bret bret! Creb!
Sabetan pedang itu mendarat pada leher dan perut
lawan. Sehingga tiga orang di antara mereka berdiri limbung sesaat dan akhirnya
jatuh tersungkur di tanah dengan mata membelalak kejang.
"Sudah kubilang, kalian tak akan mampu melakukan serangan dengan baik!" lantang Bong Mini sambil terus melakukan tangkisan
dan serangan. Sementara itu di sudut lain, empat orang pengikut
Perguruan Topeng Hitam yang telah sadar dan jadi
pengikut Bong Mini, asyik menyaksikan pertempuran
yang tak seimbang itu. Mereka tidak turut terjun ke kancah pertempuran karena
memang dilarang oleh
Bong Mini karena khawatir mereka akan celaka.
"Kuperingatkan sekali lagi, hentikan serangan kalian sebelum kesabaranku habis!" seru Bong Mini di tengah kesibukannya menghadapi
serbuan lawan. Namun orang-orang itu tidak mengindahkan peringatan
Bong Mini. Mereka masih yakin akan mampu menghadapi seorang gadis muda belia itu. Bahkan dengan
gencar mereka terus mencecar tubuh Bong Mini.
"Baiklah jika kalian masih membandel!" usai berkata begitu, Bong Mini langsung mengarahkan pedangnya pada tubuh para pengeroyoknya.
"Hiaaat!"
Bret bret bret! Crokkk!
Pedang Bong Mini langsung membabat habis para
pengepungnya. Dalam waktu sekejap mereka terjungkal dengan mulut mengerang-erang.
"Aaakh...!"
Blekkk! Tubuh para pengepungnya yang terkena sabetan
pedang Bong Mini jatuh satu persatu bagai daun kering. Keempat lelaki yang sejak tadi menyaksikan perkelahian itu dengan penuh takjub, segera menghampiri
Bong Mini yang kini berdiri tegak memandangi mayatmayat yang bergelimpangan di sekitarnya.
"Apa yang harus kuperbuat lagi sekarang?" tanya
seorang dari keempat lelaki itu.


Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Panggillah pemimpin mereka ke sini!" perintah
Bong Mini dengan napas yang masih memburu.
"Baiklah! Kami akan segera memanggil!" kata keempat orang itu serempak. Tanpa banyak cakap lagi mereka segera melangkah ke dalam. Tak lama kemudian
mereka keluar kembali bersama seorang lelaki muda.
Lelaki itu berumur sekitar tiga puluh lima tahun.
Tubuhnya sedang dan kekar. Kulitnya putih dan bermata sipit. Rambutnya panjang terikat dengan pakaian warna kuning membungkus
kulitnya yang putih. Dialah Yang Seng, Ketua Perguruan Topeng Hitam.
"Hm..., rupanya dia yang memimpin pasukan ini!"
gumam Bong Mini ketika melihat sosok tubuh Yang
Seng. Dia memang telah melihatnya saat Giwang dan
pasukannya menyerang pasukan Partai Persatuan Ular
Hitam (jelasnya, silakan baca serial Putri Bong Mini sebelumnya dalam episode:
'Hilangnya Seorang Pendekar').
Yang Seng melangkah dengan tenang. Namun ketika matanya melihat mayat-mayat yang berserakan, dia menjadi terkejut. Apalagi
mayat-mayat itu adalah tubuh para pengikutnya. Dari serakan mayat, pandangannya beralih pada Bong Mini yang tengah berdiri
tegak sambil menggenggam sebilah pedang berlumur
darah. "Rupanya kau datang hendak membuat kerusuhan,
Nona!" geram Yang Seng dengan sorot mata berkobarkobar gusar. "Ini semua kesalahan mereka. Mereka menyerangku
tanpa memiliki ilmu silat yang baik!" kilah Bong Mini tenang.
Walaupun ucapan Bong Mini itu datar, tetapi justru
membuat telinga Yang Seng sangat panas. Ucapan itu
mengandung ejekan yang amat pedas.
"Apa keinginanmu yang sebenarnya, Bocah Sombong?" tanya Yang Seng, masih mencoba menahan
amarahnya. "Hm...!" ketus Bong Mini. "Ketahuilah bahwa kedatanganku ke sini tidak lain hendak menebas kepalamu!" geram Bong Mini seraya menudingkan pedangnya yang berlumuran darah ke arah Yang Seng.
Mendengar ucapan Bong Mini yang demikian lantang, tentu saja sangat mengejutkan Yang Seng. Wajahnya yang memerah menahan marah bertambah terbakar. "Dasar perempuan! Dikasih hati malah kurang ajar!" geram Yang Seng sambil maju beberapa langkah
ke arah Bong Mini.
"Kalau itu penilaianmu terhadap wanita, tunjukkanlah keberanianmu! Jangan hanya bisa memperkosa
dan menculik saja!" kembali Bong Mini mengejek.
Yang Seng yang memang sejak tadi sudah naik pitam, kini tak dapat lagi menahan kemarahannya. Tanpa banyak cakap lagi, ia langsung mengirim serangan pada Bong Mini. Tapi gadis
yang berdiri di depannya itu bukan gadis sembarangan. Ia telah memiliki
kepandaian silat dan ilmu kesaktian yang cukup dibanggakan. Dengan gesit gadis itu menghindari serangan lawannya dengan cara meloncat
berputar dan berdiri
kembali di atas tanah, tepat di belakang musuhnya.
Yang Seng yang sudah kalap karena merasa dipermainkan oleh gadis kecil itu segera membalikkan tubuh dan menyerang kembali lawannya.
Tapi Bong Mini yang sudah siap menghadapi serangan musuh, segera berkelit dengan cara memiringkan tubuhnya sedikit ke samping.
Sedangkan kakinya te-rangkat lurus, menendang ke perut lawan.
Bug! Tendangan yang sudah dialiri tenaga dalam itu terasa menyesakkan, hingga lawannya terjungkal dua
langkah ke belakang. Tapi segera ia berdiri kembali dengan sorot mata yang merah
memandang Bong Mini.
"Jahanam! Akan kuremukkan tubuhmu!" geram
Yang Seng sambil mengerahkan tenaga dalamnya.
"Hiaaat..., hah...!"
Yang Seng menghentakkan kedua tangannya ke depan. Namun, lagi-lagi gadis yang dihadapinya dengan cepat dapat mengelak.
Sehingga tenaga dalam yang dihentakkan Yang Seng bukan mengenai tubuh Bong
Mini, melainkan tembok perguruannya sendiri.
Brukkk! Tembok dinding rumah yang terkena hantaman tenaga dalam Yang Seng langsung ambruk berkeping-keping. Dan itu sangat membuat Yang Seng makin gusar.
"Heh! Perempuan tengik! Sebutkan siapa namamu
sebelum nyawamu kuantar ke neraka!" geram Yang
Seng dengan napas memburu menahan gejolak darahnya yang mulai memanasi sekujur tubuhnya.
"Akulah Bong Mini. Putri Bongkap!" sahut Bong Mini, lantang. Yang Seng terperangah kaget ketika nama Bongkap
disebutkan. Dia tahu betul siapa Bongkap. Karena
Bongkap satu-satunya orang yang menjadi penghalang
bagi Perguruan Topeng Hitam. Kini dia berhadapan
dengan seorang gadis mungil yang mengaku putrinya
Bongkap, maka bertambah besarlah kemarahannya.
"Kebetulan kalau kau putrinya Bongkap. Karena sudah lama Perguruan Topeng Hitam akan membunuh
dan menghancurkan seluruh keluarga Bongkap!" ujarnya, setelah itu Yang Seng langsung mengirim pukulan
'Angin Setan Mencekik Leher' yang didapatnya dari Nyi Genit, istri Kidarga.
Bong Mini yang sudah siap menghadapi serangan
lawan menjadi heran. Karena hentakan dari kedua telapak tangan lawan tidak memberikan reaksi apa-apa.
Namun beberapa detik kemudian ia merasakan angin
dingin yang mendekati lehernya. Kemudian angin yang menimbulkan dingin seperti
es itu seperti membelit lehernya. Belitan angin dingin itu semakin lama
bertambah keras menekan lehernya bagai mencekik.
Gadis bertubuh mungil itu berusaha meronta, melepaskan angin dingin yang mencekik lehernya. Namun semakin ia bergerak, semakin
kuat pula cekikan angin itu. Melihat Bong Mini kewalahan menghadapi serangan
'Angin Setan Mencekik Leher', Yang Seng tertawa terbahak-bahak.
"Rasakanlah, tikus kecil. Sudah waktunya kau kukirim ke neraka!" ejek Yang Seng di sela tawanya.
Keempat lelaki dari Perguruan Topeng Hitam yang
sudah menjadi pengikut Bong Mini merasa khawatir
akan keselamatan gadis itu. Mereka ingin menolong,
tapi tidak tahu bagaimana caranya. Sebab mata mereka sendiri tidak melihat sesuatu yang menyerang
Bong Mini. Selain itu mereka juga tidak tahu, jurus apa yang dipergunakan Yang
Seng dalam menyerang
lawannya. Karena mereka baru enam bulan mengikuti
gerakan Perguruan Topeng Hitam.
Dalam keadaan kritis itu, Bong Mini tiba-tiba teringat pada ilmu batin dan 'Pukulan Tapak Hangus'
yang diberikan oleh Kanjeng Rahmat Suci. Maka dengan sisa kekuatan yang masih ada, kedua jurus itu
digabungkan menjadi satu. Dipejamkannya kedua matanya seraya menarik napas, menahannya sejenak, kemudian dihempaskannya kuat-kuat.
"Hah!"
Hasilnya, angin setan yang mencekik lehernya tadi
berangsur-angsur mengendur dan hilang entah ke mana. Yang Seng menghentikan tawanya. Dipandangnya
lawan dengan wajah terkejut. Dia tidak menyangka
sama sekali kalau gadis itu dapat mementahkan serangan angin setannya yang demikian dahsyat dan
mematikan. Setelah lepas dari bahaya yang mengancamnya,
Bong Mini segera melancarkan serangan ke arah lawan dengan kedua telapak tangan
dihentakkan ke depan.
Wesss! "Aaakh...!"
Yang Seng yang belum sempat mengelak langsung
terpental dalam jarak sepuluh meter. Kemudian tubuhnya menggelepar-gelepar di tanah hingga akhirnya mati dengan tubuh hangus
bagai terbakar.
Bong Mini menghela napas lega melihat lawannya
tewas. Kemudian ia melangkah ke arah empat wanita
yang tadi bersama pasukan Yang Seng dan empat lelaki yang sejak tadi menyaksikan pertempuran itu dengan takjub. "Kembalilah kalian ke rumah masing-masing bila tidak ingin menjadi mangsa orang-orang liar seperti mereka." Beberapa tarikan
napas, Bong Mini hanya memandang mereka. Lalu dia melanjutkan, "Dan kalian
berempat, antarkan mereka ke rumah masing-masing.
Setelah itu berangkatlah ke Kampung Dukuh, sebelah
barat kampung ini. Karena di sana papaku tinggal.
Bergabunglah dengan papaku jika ingin membantu
perjuanganku!" kata Bong Mini kepada keempat lelaki yang telah sadar itu.
"Segala perintahmu akan kulaksanakan!" sahut seorang dari mereka.
"Kalau begitu kami juga akan ke sana dan belajar
pada orang-tuamu!" sela seorang wanita, mewakili ketiga temannya.
Bong Mini diam beberapa saat seraya memandangi
wajah keempat wanita itu.
"Kalian ingin membantuku?" tanya Bong Mini sungguh-sungguh. "Ya!" sahut keempat wanita itu serempak.
Hati Bong Mini gembira mendengar jawaban yang
penuh semangat. Karena sesungguhnya ia bercita-cita hendak memajukan kaum wanita
agar tidak menjadi
bulan-bulanan kaum lelaki.
"Baiklah kalau begitu. Berangkatlah kalian sekarang juga. Pergunakanlah kudakuda milik Perguruan Topeng Hitam agar perjalanan lebih cepat," ucap Bong Mini.
"Kau sendiri hendak ke mana?" tanya seorang lelaki
di antara mereka.
"Aku ingin ke Pulau Neraka!"
Keempat lelaki itu tercengang mendengar Pulau Neraka yang menjadi tujuan Bong Mini. Sebab Pulau Neraka adalah tempat bersarangnya para iblis durjana
yang sekarang ini mulai merajalela dan menjadi perhitungan orang-orang Perguruan
Topeng Hitam. Bong Mini dapat membaca keterkejutan orang-orang di sekelilingnya itu. Sehingga dia cepat berkata,
"Berangkatlah kalian. Jangan buang-buang waktu!"
Empat lelaki dan empat perempuan yang menyatakan
diri menjadi pengikut Bong Mini segera mengikuti perin-tahnya. Mereka melangkah
menuju kandang kuda yang
tak jauh dari tempat itu. Tidak lama kemudian, mereka pun berangkat meninggalkan
markas Perguruan Topeng
Hitam yang berada di Kampung Pamanukan.
Setelah kedelapan orang itu pergi dengan menunggang kuda, Bong Mini segera meninggalkan tempat itu menuju Pulau Neraka
sebagaimana tujuannya semula.
*** 6 Waktu mulai merayap ke pagi. Matahari perlahanlahan keluar dari peraduannya. Sedetik pun dia tak
pernah terlambat dalam menjalankan tugas rutin di
garis edarnya. Ayam jantan melantunkan kokoknya,
seakan hendak membanggakan kelantangan suaranya
pada satwa lain.
Dalam suasana pagi seperti itu, tiba-tiba terdengar rombongan orang berkuda
menuju Pulau Neraka. Derap langkah kuda itu terdengar bergemuruh riuh. Pertanda
bahwa iring-iringan kuda itu berjumlah banyak.
Pasukan berkuda tersebut terdiri dari para pesilat
tangguh dari Perguruan Topeng Hitam. Tujuan mereka
tidak lain hendak melakukan penyerbuan terhadap
Perkumpulan Iblis Pulau Neraka, di bawah pimpinan
seorang ketua pasukan bernama Giwang. Mereka datang ke tempat itu setelah mendengar kalau Perkumpulan Iblis Pulau Neraka akan melakukan penyerangan terhadap Perguruan Topeng Hitam dengan tujuan
hendak menguasai negeri Selat Malaka. Karena selama
ini yang menguasai negeri itu adalah Perguruan Topeng Hitam yang dipimpin oleh Kidarga dan Nyi Genit.
Dan kekuasaan itu diraih oleh Perguruan Topeng Hitam setelah mereka berhasil membabat pasukan Bongkap yang hingga sekarang tidak terdengar lagi sepak-terjangnya.
Mendengar ada satu perkumpulan di Pulau Neraka
yang terdiri dari orang-orang tangguh dan akan merebut kekuasaan di negeri Selat
Malaka, maka Kidarga
segera memerintahkan Giwang untuk menyiapkan pasukan untuk melakukan penyerangan ke pulau itu sebelum orang-orang Iblis Pulau Neraka mendahuluinya.
Penampilan orang-orang Perguruan Topeng Hitam
kali ini memang berbeda. Kalau biasanya mereka sela-lu menggunakan topeng hitam
sebagai penutup wajah,
maka sekarang mereka melepaskan atribut semacam
itu. Bahkan pakaian yang biasanya selalu bermodel
pangsi warna hitam, sekarang berubah menjadi bermacam-ragam. Sehingga tak seorang pun dapat mengenali kalau mereka orang-orang Perguruan Topeng
Hitam. Ketika tinggal beberapa kilo lagi iring-iringan berkuda itu akan sampai di
tempat tujuan, dari kejauhan mereka melihat sekelompok orang berkuda pula yang
memacu ke arah mereka. Jumlahnya pun hampir seimbang dengan orang-orang Perguruan Topeng Hitam.
Karena dua pasukan berkuda yang bergerak dalam
arah berlawanan ini saling memacu, maka dalam waktu singkat kedua pasukan ini sudah saling berhadapan dalam jarak sekitar sepuluh
meter. Kedua pasukan yang tidak saling mengenal ini tampak berhenti dengan mata beradu pandang. Begitu tajam pandangan mereka, seakan saling menyelidiki.
"Siapakah kalian" Kenapa menghalangi perjalanan
kami?" tanya Giwang dengan sorot mata yang mencorong tajam ke arah lelaki berjubah merah.
"Seharusnya kami yang bertanya, mengapa kalian
menghalangi perjalanan kami?" sergah lelaki berjubah merah tidak mau kalah.
"Kami tidak menghalangi perjalanan kalian. Kalianlah yang sengaja menghalangi perjalanan kami!" ujar Giwang, juga tidak mau
kalah. "Baik kalau itu tuduhanmu, aku terima!" kata lelaki berjubah merah, agak
mengalah. "Tapi cobalah kau sebutkan hendak ke mana tujuanmu! Sebab dari tempat


Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini tidak ada lagi perkampungan kecuali Pulau Neraka!" lanjut lelaki berjubah merah lagi.
"Aku memang hendak ke Pulau Neraka!" sahut Giwang. "Untuk apa ke sana?" tanya lelaki berjubah merah
penuh selidik. "Aku ingin bertemu dengan tokoh-tokoh Iblis Pulau
Neraka!" sahut Giwang terus terang.
"Kebetulan kalau begitu. Aku adalah salah satu ketua pasukan dari Iblis Pulau Neraka!" ucap lelaki berjubah merah pula.
Giwang dan pasukannya terkejut mendengar pengakuan lelaki berjubah merah. Mata mereka mencorong
tajam pada pasukan berkuda di hadapan mereka.
Memang benar kalau pasukan yang sedang berhadapan dengan Giwang adalah Pasukan Iblis Pulau Neraka. Sedangkan lelaki berjubah merah itu bernama
Jarot. Dialah orang kepercayaan Iblis Pulau Neraka
untuk menjadi pimpinan pasukan.
Jarot seorang lelaki berperawakan tinggi besar dan
berotot. Matanya merah dan besar. Sedangkan di bagian wajahnya terhias kumis yang demikian lebat dan jenggot pendek. Dan pada
pinggang bagian kirinya terselip sebuah pedang panjang serta sebuah golok di
pinggang kanan.
Sebenarnya Jarot bersama pasukannya di pagi itu
juga mempunyai tujuan yang sama dengan pasukan
Giwang. Mereka diperintahkan oleh Gonggo Gung, Ketua Perkumpulan Iblis Pulau Neraka, untuk melakukan penyerangan terhadap orang-orang Perguruan Topeng Hitam. "Suatu keberuntungan yang tak terduga rupanya,
sehingga kita bisa bertemu di tempat yang menyenangkan ini!" kata Giwang, segera menutupi keterkeju-tannya.
"Apa maksudmu sebenarnya ingin mendatangi Pulau Neraka?" tanya Jarot yang tidak menginginkan
pembicaraan jadi bertele-tele.
Giwang tertawa sejenak. Kemudian memandang lawannya lurus-lurus.
"Kalau aku menyebutkan nama Perguruan Topeng
Hitam, tentu kau akan menebak maksud tujuanku!"
ucap Giwang dengan sikap pongah.
Kini Jarot dan pasukannya yang berbalik kaget
mendengar nama perguruan itu. Mereka memang hendak mencari orang-orang Perguruan Topeng Hitam dan
melakukan penyerangan.
"Sekarang, apa yang kau inginkan?" tanya Jarot pura-pura tidak tahu. Pikirnya, siapa tahu mereka hendak melakukan persekutuan
dengan Perkumpulan Iblis Pulau Neraka.
Giwang kembali tertawa mendengar pertanyaan Jarot. "Sungguh terlalu bodoh mengajukan pertanyaan
itu!" kata Giwang dengan sikapnya yang tetap pongah.
"Aku ingin menebas orang-orang yang akan merongrong kekuasaan Perguruan Topeng Hitam di negeri ini!"
Wajah Jarot merah padam mendengar ucapan yang
mengandung ejekan itu. Kemudian dengan geram dan
tak kalah angkuhnya ia berkata, "Cobalah kalau kau
mampu melakukannya. Orang-orang Iblis Pulau Neraka tak pernah gentar dengan omongan kosong seperti itu!"
"Bangsat! Kalian benar-benar ingin mati rupanya!"
dengus Giwang. Darahnya panas.
"Sudah aku bilang, jangan omongan melulu yang
dibesarkan. Buktikan!" tantang Jarot.
"Setan roban! Serbu...!" geram Giwang seraya memberi aba-aba kepada pasukannya.
Dua puluh orang berkuda yang dipimpin oleh Giwang bergerak menyerang pasukan Iblis Pulau Neraka
yang berjumlah lima belas orang. Mereka menyerbu
buas dengan mengacung-acungkan golok dan pedang
ke arah lawan yang kemudian disambut pula dengan
acungan pedang oleh pasukan Iblis Pulau Neraka.
"Hiaaat!"
Trang trang trangngng!
Tidak lama kemudian, tempat itu pecah menjadi satu keriuhan yang amat dahsyat. Ringkik kuda, denting senjata, debu yang
mengepul. Semuanya menciptakan
sebuah suasana yang menggidikkan hati, penuh dengan genangan dan bau amis darah.
Giwang terbelalak melihat ketangkasan pasukan
yang dipimpinnya. Dua orang dari pasukan Iblis Pulau Neraka sudah tumbang
bersimbah darah, terhantam
sabetan pedang dan golok pasukannya, tetapi dari pi-haknya pun banyak yang
terluka. Giwang tampak geram melihat seorang dari pasukan Iblis Pulau Neraka yang begitu tangkas
memainkan pedang. Orang itu tidak lain Jarot yang sudah mengamuk sejadi-jadinya.
Dia memang orang yang paling bengis di antara seluruh pasukan Iblis Pulau Neraka. Karena itu ia mendapat julukan si Raja Tega.
Pedang di tangan Jarot telah menebas lima pengeroyoknya. Belum lagi yang terluka parah. Sehingga memancing Giwang untuk
menggebah kudanya untuk
melakukan penyerangan pada Ketua Pasukan Iblis Pulau Neraka itu.
*** Tidak jauh dari tempat pertempuran, seorang gadis
bertubuh mungil dan berwajah cantik dengan pakaian
merah ketat membungkus tubuhnya tengah berjalan
dengan tenang. Wajahnya tampak berseri-seri ketika
sepasang matanya yang jernih dan sipit itu menatap
pemandangan alam di bukit tempatnya berpijak. Karena selain banyak ditumbuhi oleh pepohonan segar
dengan udaranya yang sejuk, dari bukit itu ia juga dapat melihat gunung-gunung
di kejauhan yang menjulang tinggi. Di matanya gunung-gunung yang menjulang tinggi itu hanya terlihat seperti permadani hijau yang menghampar indah.
Wanita bertubuh mungil serta berwajah cantik dengan umur kurang lebih delapan belas tahun itu tidak lain Putri Bong Mini yang
sudah sampai di Bukit Birnam, sebuah bukit yang letaknya berdekatan dengan
Pulau Neraka. Tidak jauh dari tempat Bong Mini berjalan, kira-kira sekitar lima belas meter,
seorang pemuda berpakaian terpelajar dengan lukisan naga emas di bagian kanan
dada bajunya yang berwarna kuning tampak sedang
membayangi langkahnya. Sepasang matanya yang sipit
tak lepas-lepasnya memandang Bong Mini. Dialah pemuda yang lari ketika diserang oleh Pasukan Iblis Pulau Neraka ketika berada di
dekat reruntuhan rumah
Bong Mini. Setelah agak jauh melangkah, telinga Bong Mini
menangkap teriakan-teriakan lantang dari arah selatan. Ia tahu betul bahwa teriakan-teriakan itu merupakan pekik pertempuran yang
amat ganas. Hatinya
langsung terpancing untuk berjalan lebih cepat ke
arah pertempuran itu.
Melihat gadis cantik bertubuh mungil berjalan dengan cepat, pemuda yang memiliki baju berlukis naga emas segera mempercepat
langkahnya pula, menyusul
arah langkah Bong Mini.
Di sana, mata Bong Mini melihat dua pasukan yang
sedang bertempur dengan ganas. Dari dua pasukan
itu, Bong Mini melihat pasukan yang satu itu mengalami kekalahan yang begitu berat. Terbukti dari banyaknya korban yang berjatuhan, termasuk yang mengalami luka berat hingga tak dapat melakukan penyerangan. Hanya tiga orang saja
yang masih bertahan
dalam gempuran lawan yang beringas bagai badai.
Pasukan yang menderita kekalahan itu adalah pasukan Perguruan Topeng Hitam. Sedangkan tiga orang
yang mencoba bertahan menghadapi Pasukan Iblis Pulau Neraka tidak lain Giwang dan dua temannya.
Siut siut! Tiba-tiba dua batang jarum hitam meluncur deras
ke arah dua teman Giwang. Akibatnya" Dua orang
yang tidak memiliki kekebalan tubuh langsung tersungkur di atas tanah dan tak dapat berkutik lagi.
Bong Mini yang menyaksikan pertempuran itu terkejut bukan main ketika melihat jarum hitam yang
menusuk dua orang itu. Dia sadar sekarang kalau pasukan yang masih kuat dengan sisa pasukan sepuluh
orang itu adalah orang-orang Iblis Pulau Neraka yang sedang dicari-carinya. Maka
tanpa berpikir siapa pasukan yang mengalami kekalahan itu, Bong Mini langsung meloncat ke ajang pertempuran dan langsung
menghadang pasukan Iblis Pulau Neraka.
"Hiaaat !"
Bret bret! Pedang Teratai Merah yang digenggam Bong Mini
langsung menebas leher dua orang pasukan Iblis Pulau Neraka tanpa ampun. Sehingga kepala mereka terlepas dari tubuhnya.
Ketika mengetahui gadis mungil yang dibayanginya
terjun ke medan pertempuran dan membantu pasukan
yang mengalami kekalahan, pemuda yang memiliki lukisan naga emas di bajunya, alias Khian Liong, segera melompat ke tengah
pertempuran dan membantu Bong
Mini yang sudah mengamuk menyabet-nyabetkan pedangnya ke arah pasukan Iblis Pulau Neraka.
Jarot dan pasukan yang dipimpinnya benar-benar
terkejut ketika melihat kedatangan dua anak muda
yang melakukan penyerangan terhadap mereka. Apalagi ketika melihat Bong Mini telah dapat menewaskan dua temannya. Ketika mata
Jarot mengamati pakaian
yang dikenakan Bong Mini, pikirannya tiba-tiba teringat pada cerita Danu dan Jaim tentang gadis yang
ikut serta dengan Bongkap ketika Danu dan ketiga temannya diserang oleh dua
pengawal setia Bongkap.
Sedangkan ciri gadis yang disebutkan oleh Danu dan
Jaim waktu itu mirip dengan gadis yang sedang dihadapinya sekarang.
"Siapa kau, gadis kecil"! Beraninya mencampuri
urusanku"!" dengus Jarot dengan sorot mata berkilat-kilat diburu amarahnya.
"Sebagai orang yang berpijak di negeri ini, apa yang terjadi di sini tentu
merupakan kewajibanku untuk
melibatkan diri. Apalagi terhadap kebiadaban orangorang Iblis Pulau Neraka!" ketus Bong Mini sambil berusaha menangkis dan
mengelak serangan Jarot dan tiga pembantunya.
Mendengar ucapan gadis bertubuh mungil itu, Jarot
menjadi geram. Begitu pula dengan tiga temannya
yang sejak tadi mengepung dan menyerang Bong Mini.
Mereka semakin beringas.
"Terlalu sedikit bila aku menghadapi empat cecunguk!" seru Bong Mini, sengaja memancing kemarahan
lawannya. Walaupun ia tahu kalau empat orang yang
menyerangnya itu merupakan orang-orang yang kemampuannya tidak dapat dianggap remeh. Dengan
berkata begitu, Bong Mini berharap agar lawannya terpancing dan menyerangnya
dengan penuh nafsu. Dengan begitu ia dengan mudah akan dapat menaklukkan mereka. Karena biasanya, orang yang sudah kalap akan menyerang lawannya
dengan membabi buta,
tanpa perhitungan yang matang.
Pancingan Bong Mini itu ternyata mengena. Terbukti dari serangan keempat lawannya yang semakin liar, seolah-olah hendak
menerkamnya. Sementara itu, Giwang yang mempunyai sifat licik,
diam-diam pergi meninggalkan kancah pertempuran
ketika mengetahui ada dua orang yang membantunya.
Sehingga Bong Mini dan Khian Liong masing-masing
harus menghadapi empat orang lawan. Untunglah keduanya mempunyai kepandaian yang sangat tangguh.
Sehingga pertempuran yang tidak seimbang itu menjadi seru. Bahkan dengan tangkas mereka dapat mengimbangi para pengeroyoknya.
Siut siut! Tiba-tiba Jarot melancarkan jarum-jarum hitam beracunnya ke arah Bong Mini. Tetapi Bong Mini yang
matanya sudah diasah tajam lewat puasa mutih selama empat puluh hari empat puluh malam dapat menangkap kelebatan jarum-jarum beracun yang keluar
dari tangan pemimpin pasukan itu. Dengan cepat tubuhnya bergerak, menghindari jarum-jarum hitam
yang mengandung racun mematikan itu.
Melihat lawan dapat mengelak dari serangan jarum
hitam beracunnya, Jarot jadi semakin bernafsu. Dengan rasa penasaran membludak, ia kembali melancarkan jarum-jarum hitam beracunnya ke arah Bong
Mini dengan gencar.
Lagi-lagi Bong Mini dapat mengelakkan senjata rahasia itu. Bahkan sambil mengelak ia masih sempat
melancarkan serangan ke arah tiga pengeroyoknya
yang lain. Brettt! Pedang yang digenggam Bong Mini menyambar perut lawan, membuat luka dalam yang menggidikkan.
"Aaakh...!"
Lawan yang terkena sabetan pedang itu mengerang
dengan kedua tangan memegangi perutnya yang sudah
robek dan mengeluarkan darah segar. Tubuhnya berputar limbung sebentar, kemudian mati.
Setelah seorang lawannya mati di ujung pedangnya,
Bong Mini kembali melancarkan serangan lewat tendangan dan pukulan tangan yang sudah dialiri Ilmu
'Tapak Hangus' yang didapat ketika berguru pada Kanjeng Rahmat Suci.
Dukkk...! Plak plak!
Tendangan kaki dan pukulan tangan yang dilakukan Bong Mini langsung mengenai sasaran.
"Aaakh!"
Dua orang yang terkena tendangan dan pukulan
tangan Bong Mini langsung menjerit dan roboh. Kemudian tubuh kedua orang itu berubah hangus seperti


Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbakar. Itulah kedahsyatan ilmu 'Tapak Hangus'.
Jarot yang menjadi Ketua Pasukan Iblis Pulau Neraka tersentak kaget melihat tiga orang teman yang
membantunya itu terkapar kaku di atas tanah. Sehingga dengan mata kalap dan nafsu yang tak terkendalikan, ia menyerang Bong Mini tanpa perhitungan
yang matang. Bong Mini yang menyadari kelemahan serangan lawannya itu segera menyambutnya dengan Pedang Teratai Merah yang terkenal sakti.
Bret! Cleb! Sabetan dan tusukan ujung pedang Bong Mini
mengakhiri nyawa Ketua Pasukan Iblis Pulau Neraka.
Di lain tempat, Khian Liong pun sudah dapat menewaskan dua lawannya. Tinggal dua orang lagi yang
masih bertahan dan melakukan serangan gencar terhadap pemuda itu. Namun serangan itu pun tidak berlangsung lama. Karena setelah Bong Mini dapat menghabisi nyawa Ketua Pasukan Iblis Pulau Neraka, Khian Liong dapat pula menewaskan
seorang pengeroyoknya.
Kini ia tinggal melawan seorang lawan lagi.
Seorang dari Pasukan Iblis Pulau Neraka yang masih hidup itu tampak mulai digerayangi rasa takut
menghadapi Khian Liong. Apalagi ketika menyadari kalau di sekelilingnya sudah
tidak ada lagi teman-temannya yang hidup, termasuk pemimpinnya. Sampai
akhirnya dia segera melompat tinggi dan mengambil
langkah seribu, meninggalkan dua anak muda yang
masih berdiri gagah di kancah pertempuran itu.
Pemuda yang memiliki baju berlukis naga emas itu
menoleh ke arah Bong Mini. Begitu pula dengan Bong
Mini. Sehingga antara keduanya terjadi adu pandang
yang cukup lama.
"Siapakah Koko" Dan mengapa berada di tempat ini
serta turut bertempur dengan Pasukan Iblis Pulau Neraka?" tanya Bong Mini agar
ia bisa terlepas dari pandangan lelaki muda yang mempunyai pesona luar biasa itu. "Namaku Khian Liong. Aku ke sini hanya kebetulan
saja. Dan ketika melihat kau bertempur dengan orang-orang itu, aku segera turut
terjun membasmi orangorang Iblis Pulau Neraka tadi!" jawab Khian Liong.
Apa yang dikatakan oleh pemuda itu memang benar. Dia adalah Khian Liong yang dua tahun lalu sempat bertemu dengan Bongkap
dan pengawal setianya.
Dia bertemu dengan Bongkap karena ingin meminta
bantuan agar dapat menolong rakyat negeri Manchuria yang tertindas oleh
kesewenangan rajanya (baca episode sebelumnya: 'Hilangnya Seorang Pendekar').
Bong Mini mengangguk-angguk mendengar penjelasan pemuda yang bernama Khian Liong itu.
"Kalau begitu, kita sama-sama kebetulan di tempat
ini dan bertempur dengan pasukan Iblis Pulau Neraka!" cetus Bong Mini seraya mengembangkan senyumnya yang amat lembut.
"Siapa nama, Nona?" tanya Khian Liong bersama senyuman simpatik.
"Namaku Bong Mini," sahut Bong Mini, memperkenalkan namanya.
Khian Liong tercenung mendengar nama itu. Keningnya berkerut seperti mengingat-ingat sesuatu.
"Koko seperti heran mendengar namaku?" tanya
Bong Mini saat mengetahui perubahan wajah pemuda
di hadapannya. "Ah, tidak!" sahut Khian Liong cepat, sambil tersenyum. "Aku cuma mengingat nama seseorang mirip
dengan namamu!"
"Siapa dia?" tanya Bong Mini ingin tahu.
"Bongkap."
Bong Mini tersentak. Karena nama yang disebutkan
pemuda itu tidak lain papanya sendiri.
"Heh, kenapa kau terkejut" Apa kau kenal nama
itu?" tanya Khian Liong melihat keterkejutan pada wajah gadis mungil di
hadapannya. "Tentu saja aku mengenalnya. Karena orang yang
kau sebutkan itu tidak lain papaku sendiri?"
"Hah?" kini Khian Liong yang balik terkejut "Jadi,
kau putri Bongkap yang dikabarkan hilang dua tahun
yang lalu itu?" tanya Khian Liong dengan wajah yang masih menunjukkan
keterkejutan. "Ya. Dan sekarang aku telah berkumpul kembali dengan papa!" sahut Bong Mini.
"Sekarang, di mana papamu?" tanya Khian Liong
penuh semangat.
"Dia berada di Kampung Dukuh bersama dua pengawal!" sahut Bong Mini memberitahu.
"Apakah aku bisa ke sana menemuinya?"
"Tentu saja. Tapi aku tak dapat mengantarkanmu!"
"Tak mengapa. Aku sudah lama mencari-cari papamu karena ada sesuatu yang ingin kubicarakan padanya!" ucap Khian Liong.
"Kalau begitu segeralah ke sana. Mumpung hari
masih pagi!" saran Bong Mini cepat.
"Ya. Aku memang akan segera ke sana!" usai berkata begitu, pemuda itu pun segera meninggalkan Bong
Mini yang memandanginya sampai tubuh Khian Liong
menghilang dari pelupuk matanya. Setelah itu ia pun melanjutkan perjalanannya.
Namun baru beberapa
meter kakinya melangkah, tiba-tiba ia terhenti. Pikirannya teringat pada katakata Khian Liong yang menyatakan ada hal penting yang akan dibicarakan dengan papanya. Pembicaraan penting apa, ya" Pikir Bong Mini tercenung. Sedangkan hatinya ragu untuk melanjutkan
langkahnya ke Pulau Neraka. Karena diliputi oleh rasa ingin tahu mengenai
pembicaraan penting yang dikatakan pemuda yang baru dikenalnya tadi, dia
akhirnya memutar untuk kembali ke Kampung Dukuh menemui
papanya. *** 7 Gonggo Gung benar-benar tak dapat menahan marah saat Jurik, orang yang selamat dari tangan Khian Liong, melapor bahwa
seluruh pasukan yang dipimpin
oleh Jarot telah tewas.
"Kalau menghadapi orang-orang Perguruan Topeng
Hitam kami telah menang, Ketua! Tapi saat itu muncul sepasang anak muda yang
melakukan pembelaan terhadap Perguruan Topeng Hitam dan membabat habis
pasukan kita!" lapor Jurik menjelaskan kekalahan
yang dialami oleh pasukannya.
Gonggo Gung mengerutkan keningnya dengan sorot
mata mencorong ke arah anak buahnya.
"Siapa sepasang anak muda itu?" tanya Gonggo
Gung. "Mereka tidak menyebutkan namanya, Ketua. Tapi
kalau dilihat dari penampilannya, kedua orang itu mirip dengan ciri-ciri yang
disebutkan oleh Jaim dan Da-nu!" sahut Jurik.
"Hm..., mungkinkah mereka sepasang kekasih?"
"Bisa jadi, Ketua. Apalagi kedua orang itu samasama orang Tionghoa!" sambut Jurik, membenarkan
dugaan pemimpinnya.
Gonggo Gung terdiam. Keningnya berkerut dalam.
Pertanda kalau dia sedang memutar pikirannya. Bukan memikirkan Perguruan Topeng Hitam, melainkan
memikirkan sepasang anak muda yang telah membuat
seluruh pasukan yang diutus untuk melakukan penyerangan terhadap Perguruan Topeng Hitam tewas
semua. Gadis itu tidak mempan oleh serangan jarum hitam
beracun. Sekarang dia melakukan pembantaian terhadap orang-orangku yang demikian banyak jumlahnya.
Bahkan Jarot yang kupercaya untuk memimpin pasukannya telah tewas pula di tangan gadis itu. Ini menunjukkan bahwa gadis itu
bukan orang sembarangan! Demikian pikiran yang ada di benak Gonggo
Gung. "Kita harus punya cara lain untuk menaklukkan sepasang anak muda itu!" kata Gonggo Gung setelah beberapa saat terdiam.
"Bagaimana caranya, Ketua?" tanya Jaim yang memang sejak tadi berada di ruangan itu bersama-sama
pengikut Perkumpulan Iblis Pulau Neraka lain. Mereka terdiri dari para jago
bermain senjata. Jumlahnya kurang lebih dua puluh orang.
"Bujuk kedua orang itu agar mau bersekutu dengan
kita!" ujar Gonggo Gung mengemukakan hasil pikirannya. "Bagaimana mungkin mereka mau, Ketua?" kata Jaim. "Kalau hanya sekadar membujuk begitu, jelas mereka tidak mau. Oleh karena itu janjikan sesuatu yang memikat!" kata Gonggo
Gung. Beberapa orang anak buahnya yang berada di ruangan itu tampak mengangguk-angguk.
"Berikan kedudukan sesuai dengan permintaan mereka. Dengan perjanjian, mereka turut kita dalam melakukan penyerangan terhadap
orang-orang Perguruan
Topeng Hitam!" lanjut Gonggo Gung menjelaskan gagasan yang dimaksud.
Beberapa orang anak buahnya kembali mengangguk. "Ketahuilah oleh kalian bahwa kita sangat membutuhkan orang-orang tangguh seperti mereka untuk dapat memperkuat gerakan kita!" lanjut Gonggo Gung dengan wajah yang mulai cerah.
Pikirnya, dengan cara
seperti ini kedua anak muda itu pasti dapat ditaklukkan dan dijadikan sebagai
kaki tangannya. "Namun
untuk membujuk mereka, kita memerlukan seorang
yang berpenampilan menarik dengan tutur kata penuh
simpatik!"
Kembali anak buahnya mengangguk-angguk. Karena hanya itu yang dapat mereka lakukan saat itu. Lagi pula setiap rencana selalu
datang dari pemimpin mereka sendiri, Gonggo Gung. Termasuk rencana penyerangan ke Perguruan Topeng Hitam yang kandas di tengah jalan karena terhalang oleh sepasang anak muda, Bong Mini dan Khian Liong.
"Ong Lie, kau lebih tepat untuk melakukan tugas
ini!" seru Gonggo Gung kepada salah seorang anak
buahnya yang sejak tadi duduk tenang di sebelah kirinya.
Ong Lie adalah seorang pemuda keturunan Tionghoa berumur kurang lebih tiga puluh tahun. Sedangkan tinggi badannya sekitar 1,75 senti meter. Sebuah ukuran yang paling tinggi
di antara teman-temannya
yang berada di Perkumpulan Iblis Pulau Neraka. Seukuran dengan tinggi Gonggo Gung. Berkulit langsat
dengan ukuran tubuh sedang, namun berotot. Alisnya
agak tipis dan pendek. Hidungnya berukuran sedang
dengan bibir tipis. Di atas bibirnya tumbuh kumis
yang tercukur rapi. Dagunya hijau, bertanda bahwa
jenggotnya baru saja dicukur. Rambutnya panjang
mengkilat dan terkucir rapi. Sedangkan pakaiannya
bermodel baju koko warna biru muda, dengan hiasan
sepasang burung dara yang tengah terbang berwarna
kuning dengan lingkaran coklat pada lehernya. Indah sekali lukisan itu! Ditambah
pula dengan model ce-lananya yang lebar di paha dan mengecil di bagian
ujung kakinya. Membuat penampilannya semakin menarik bagi siapa saja yang melihatnya.
Pemuda yang bernama Ong Lie itu mengangguk
hormat ketika mendapat tugas dari Gonggo Gung.
"Aku akan menjalankan tugas itu sebaik mungkin!"
kata Ong Lie. "Bagus! Persiapkanlah rencana-rencana selanjutnya!" perintah Gonggo Gung.
"Baik, Ketua!" sahut Ong Lie. Kemudian ia melangkah ke luar untuk melaksanakan tugasnya mencari
Putri Bong Mini.
"Lima belas orang di antara kalian tetap bergerak ke kampung-kampung untuk
mencari orang-orang Perguruan Topeng Hitam. Sedangkan kalian berempat tetap
di sini bersamaku!" lanjut Gonggo Gung kepada anak
buahnya yang masih berada di ruangan itu.
"Baik, Ketua!" sahut seluruh anak buahnya serempak. Kemudian lima belas orang di antara mereka melangkah ke luar untuk menjalankan tugasnya ke kampung-kampung, sedangkan empat orang lagi tetap di
ruangan itu bersamanya.
*** Sementara itu di Bukit Setan, Ketua Perguruan Topeng Hitam tampak marah-marah. Meja yang di hadapannya digebrak keras, hingga patah berantakan. Sepasang biji matanya yang besar kelihatan merah menyala seperti lidah api yang siap membakar.
Giwang yang baru saja tiba di tempat itu tampak
menggigil ketakutan. Begitu pula dengan dua puluh
lima murid-murid lain yang sejak tadi menemani Kidarga di ruangan itu. Mereka mundur beberapa langkah dengan tubuh mengkeret.
Kemarahan Kidarga, Ketua Perguruan Topeng Hitam memang sangat beralasan. Anak buahnya yang selama ini dibanggakan karena ketelengasannya terhadap rakyat, justru harus mati dengan tubuh koyakmoyak. Ditambah lagi dengan kabar kematian Yang
Seng yang ditugaskan memimpin pasukan di Kampung
Pamanukan serta Giwang yang mengambil langkah seribu. "Kalian semuanya tidak becus! Goblok! Tak bisa
kerja apa-apa!" murka Kidarga dengan sepasang ma Renjana Pendekar 11 Pendekar Gila 29 Syair Maut Lelaki Buntung Satria Terkutuk Kaki Tunggal 3

Cari Blog Ini