Raja Naga 06 Patung Darah Dewa Bagian 2
Setan Pemetik Bunga melipat kedua tangannya
di depan dada. Dia berkata tenang, "Apa yang kulakukan" Astaga! Bukankah aku
mengadakan satu pesta
yang tak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu"
Kau telah bergelimang dengan arak, dan mendapatkan
pelayanan yang paling memuaskan dari gadis yang
tentunya tewas karena kau bunuh itu!"
"Terkutuk! Aku bukan hanya akan membunuhnya, tetapi juga membunuhmu!!"
Habis ucapannya, mendadak Junjung Tala melompat ke depan. Kaki kanannya segera mencuat yang
didahului oleh gelombang angin deras ke arah Setan
Pemetik Bunga. Tetapi baru setengah jalan saja, dia sudah ambruk di atas lantai.
Setan Pemetik Bunga sedikit memiringkan tubuhnya untuk menghindari deru angin itu.
Blaaarr!! Gelombang angin yang berasal dari cuatan Junjung Tala melabrak dinding yang sedikit gompal.
"Hemmm... bila dia tidak dalam keadaan terkena racun, dinding itu bukan hanya gompal, tetapi juga jebol berantakan...,"
desis Setan Pemetik Bunga dalam hati. "Manusia keparat! Kau telah meracuni ku!"
se-ru Junjung Tala sambil berusaha mengangkat tubuhnya. Darah mengalir melalui sela-sela bibirnya.
"Bukankah setimpal dengan apa yang telah kulakukan padamu" Kau telah mendapatkan kesenangan
dan pelayanan dari gadis-gadisku! Mengapa kau...."
Braaakkk!! Pintu salah sebuah kamar jebol ditendang dari
dalam. Menyusul munculnya satu sosok gempal dengan agak sempoyongan. Di bahu orang gempal itu tergolek sosok tubuh tanpa sehelai benang pun yang telah menjadi mayat.
Lalu dengan kegusaran tinggi dilemparnya sosok tubuh itu di atas lantai dan serta-merta dia menuding dengan agak
sempoyongan pada Setan Pemetik
Bunga, "Manusia terkutuk! Kau telah meracuni ku!
Kubunuh kau!!"
Orang yang bukan lain Setan Gempal adanya
ini sudah melesat ke depan. Tetapi seperti yang dialami oleh Junjung Tala yang
sedang menahan rasa sakit tak terkira pada sekujur tubuhnya, orang gempal ini
terbanting pula di atas lantai. Kepalanya sedikit menegak sebelum terlihat
mulutnya menggembung. Lalu....
"Huaaak!"
Dia muntah darah.
"Dua orang telah terkena perangkapku!" seru Setan Pemetik Bunga sambil tertawa.
Menyusul kemudian pintu terbuka dan satu
sosok tubuh berpakaian Jingga terbuka di bahu kanan muncul dan langsung
terjungkal di atas lantai. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar.
"Tiga orang telah masuk perangkapku! Hemm...
tentunya Resi Kawula pun akan mengalami hal yang
sama!" seru Setan Pemetik Bunga sambil memandang Gada Iblis yang langsung
terjungkal tadi.
Kembali terdengar pintu didobrak yang menghempas ke dinding. Resi Kawula muncul dengan tubuh
sempoyongan. Tangannya menuding ke arah Setan
Pemetik Bunga. "Tak kusangka... kalau kau punya niatan busuk seperti ini, Manusia keparat!!"
"Lengkap sudah! Kini empat orang yang masuk
perangkapku dan akan menjadi budak-budakku!"
"Manusia celaka! Mengapa... mengapa kau melakukan hal ini, hah"!"
"Resi Kawula! Ucapanmu itu sungguh buruk
sekali, sama buruknya dengan wajahmu yang tak lebih dari setan kuburan! Ini
adalah balasan dari tindakan yang telah kalian lakukan"!"
Lelaki berparas buruk itu menekap dadanya
dengan tangan kanannya.
"Kita telah lama malang melintang di dunia kejahatan, tak ada yang kita sembunyikan satu sama
lain! Tetapi pada kenyataannya kau telah berlaku busuk seperti itu! Apa yang
telah kami lakukan"!"
"Ingatkah kalian dengan apa yang kuminta seminggu yang lalu"!"
"Huh! Siapa yang dapat melupakan hal itu"!
Kau meminta bantuan kami untuk membunuh Raja
Naga! Orang yang telah membunuh Hantu Menara
Berkabut yang boleh dikatakan adalah kakekmu!"
"Kau betul! Kematian kakekku itu baru kudengar dari mulut ibuku sebelum dia tewas! Dan kalian
menolak di saat aku meminta bantuan kalian untuk
membunuh Raja Naga!"
"Gila! Siapa yang bilang menolak, hah"!"
"Saat ku kemukakan keinginanku, kalian
hanya tertawa-tawa dan tak mempedulikannya! Apakah itu bukan satu penolakan"!"
"Keparat!!" tangan kanan Resi Kawula menuding. "Kau seperti orang bodoh! Kau
tahu kebiasaan kita semua! Dan sebagai sahabat sudah tentu kami akan
membantumu untuk membunuh Raja Naga!"
"Dan kalian tidak tahu kalau aku sangat merasa terhina dengan sikap kalian yang tak mempedulikan apa yang kukatakan! Dendam
di hatiku pun mulai
timbul untuk mencelakakan kalian! Sekarang... kalian telah sekarat! Akulah satusatunya orang yang memiliki pil pemunah racun yang dimasukkan pada arak
yang telah kalian minum! Sekarang... ada dua pilihan yang bisa kalian tentukan!"
Setan Pemetik Bunga tak segera meneruskan
ucapannya. Dipandanginya keempat orang itu yang dalam keadaan kesakitan dengan kepuasan tinggi.
"Pertama... bila kalian tak mau membantuku,
kalian akan mampus secara mengerikan! Kedua, bila
kalian membantuku, maka akan kuberikan obat pemunah dari pil racun yang telah kalian minum! Bagaimana?" Sepasang mata lelaki bertampang sangat buruk
dengan pipi dipenuhi bisul itu mendelik gusar. "Kau benar-benar bangsat!"
"Tapi kau melupakan satu hal, bangsat ini telah menguasaimu dan yang lainnya!"
Tiba-tiba tubuh sempoyongan Resi Kawula melemah. Kemudian tubuhnya tegak kaku dengan mata
mencorong tajam.
"Kau atau aku yang telah melupakan satu hal!"
desisnya dingin, suaranya tidak bergetar seperti tadi.
Perubahan yang terjadi itu sesaat membuat perasaan Setan Pemetik Bunga menjadi tidak enak. Dia
memandangi Resi Kawula dengan seksama.
"Kau kelihatan tegang sekarang, Manusia celaka!" seru Resi Kawula gusar. Sorot matanya tetap tajam, tetapi bibirnya
memperlihatkan seringaian.
"Gila! Nampaknya... nampaknya dia tak keracunan. Tapi... tidak, tidak mungkin! Dia...."
"Kau bukan hanya menjadi tegang sekarang, tetapi juga kebingungan!" seru Resi Kawula dingin. Dipandanginya sesaat Junjung
Tala, Gada Iblis, dan Setan Gempal yang masih berada di lantai. Wajah masing-masing orang yang ditatapnya yang tadi memperlihatkan seringaian kesakitan,
kini tersenyum lebar.
Bahkan bersama-sama mereka tertawa serempak. Resi
Kawula memandang lagi Setan Pemetik Bunga yang
berdiri kaku. "Manusia dajal! Kau seperti melupakan satu hal, kalau kecerdikan
selalu membawa hasil! Sejak masuk ke kamar itu aku sudah merasa heran,
mengapa gadis yang kau suguhkan kepadaku terus
menerus memaksaku untuk meminum arak yang sudah tersedia di sana" Hahaha... baru kemudian aku
menyadari kalau kau tidak masuk pula ke salah satu
kamar dengan membawa gadis lain! Huh! Dengan berlagak menikmati pelayanan gadis yang kau pasok agar aku terlena, akhirnya aku
berhasil memaksa si gadis untuk meminum arak itu! Kau tahu apa yang terjadi"
Hahaha... dia begitu ketakutan! Dan semakin memperkuat dugaanku kalau minuman itu telah diracuni!
Tetapi yang sangat ku sayangkan, gadis itu telah
mampus kubunuh sebelum aku menikmatinya!"
"Keparaaattt!!" bergetar suara Setan Pemetik Bunga penuh amarah. Senyumannya
yang sejak tadi
tak putus kini menghilang.
"Bukan kau yang seharusnya menjadi gusar!
Tetapi aku yang akan menghabisi mu! Lalu kutunggu
apa yang kemudian terjadi dengan bermacam pikiran!
Mengapa kau tega hendak meracuni ku" Apakah kau
juga hendak melakukan yang sama pada Junjung Tala, Gada iblis maupun Setan Gempal" Dan suara Junjung Tala sudah membulatkan keyakinanku dengan
apa yang kau lakukan!!"
Setan Pemetik Bunga menggeram.
"Terkutuk! Gadis itu begitu bodoh! Dia tak bisa melakukan tugasnya dengan
sempurna!" makinya dalam hati.
"Hebat! Kau memang hebat!" terdengar seruan Junjung Tala pada Resi Kawula.
"Bunuh manusia celaka itu!"
"Balaskan perbuatan terkutuknya ini!" sambung Setan Gempal.
"Resi Kawula! Bila kau berhasil membunuhnya,
aku mengaku berhutang nyawa padamu!" seru Gada Iblis dengan mata mendelik gusar
pada Setan Pemetik Bunga. Resi Kawula melirik sejenak. Lalu sambil memandang
lagi pada Setan Pemetik Bunga dia menggeser kaki kanannya ke belakang. Tubuhnya agak sedikit ditundukkan.
"Kau telah berlaku bodoh! Kau bersikap tak
mempercayai kami, padahal kami sangat mempercayaimu! Sekarang, apa yang kau lakukan bukanlah
urusan kami! Demikian pula dengan apa yang akan
kulakukan terhadapmu sekarang! Huh! Matinya Hantu
Menara Berkabut di tangan Raja Naga, bukan lagi urusan kami!" bentaknya dengan
wajah mengeras. Tangan kanannya diangkat di depan dada, sementara tangan
kirinya membuka. Menyusul terdengar bentakannya
yang menggema di ruangan itu, "Manusia keparat! Te-rimalah kematianmu!!"
Kejap berikutnya, dia sudah menerjang ke arah
Setan Pemetik Bunga yang sudah menggeser pula kaki
kanannya dan bersamaan terjangan Resi Kawula, dia
juga melesat ke depan sambil dorong tangan kanan kirinya!
ENAM BERTEMUNYA dua jotosan yang sama-sama
dialiri tenaga dalam itu menimbulkan suara yang cukup keras. Menyusul masing-masing orang mundur
beberapa langkah ke belakang. Tetapi Resi Kawula tak mau membuang waktu.
Amarahnya sudah membludak
mengetahui lelaki berpakaian hijau dipenuhi pernik
perak itu hendak membunuh mereka. Begitu tubuhnya
tegak kembali, dia sudah menerjang ke depan.
Gelombang angin menghampar diiringi suara
bergemuruh! "Keparat! Urusan bisa jadi kapiran!" maki Setan Pemetik Bunga sambil meliukkan
tubuhnya. Menyusul
dia memutar tubuh dan melepaskan tendangan kaki
kanan. Wuuuttt!!
Hamparan angin mendahului cepat. Bila saja
Resi Kawula tidak segera menarik kepalanya ke samping, sudah dapat dipastikan kepalanya akan terhantam pecah. Serangan yang
dilakukan Setan Pemetik Bunga
semakin menambah kemarahan Resi Kawula. Mendadak saja tubuhnya sudah berputar laksana balingbaling, melompat-lompat dengan hentakkan kedua kaki yang memukul-mukul.
Wajah Setan Pemetik Bunga sedikit memucat
melihat serangan aneh yang dilancarkan Resi Kawula.
Tetapi di lain saat dia sudah kembali melancarkan serangannya. Biar bagaimanapun
juga, masing-masing
orang mengetahui kehebatan satu sama lain. Mengetahui pula kelemahan satu sama lain. Hingga pertarungan yang terjadi kemudian tak bisa mempergunakan
kelicikan! "Mana tawa kurang ajar mu seperti tadi, hah"!
Apakah sudah kering tenggorokan mu hingga kau sudah kehabisan tawa"!" seru Resi Kawula sambil meluruk dengan dua jotosan siap
dihajarkan pada dada lawan. Setan Pemetik Bunga mundur beberapa tindak
dengan gerakan cepat. Dua jotosan yang dilancarkan
sekaligus oleh Resi Kawula luput dari sasarannya.
Namun saat itulah Resi Kawula melakukan tindakan
yang sama sekali tak diduga oleh Setan Pemetik Bunga. Begitu dua jotosannya luput dari sasaran, tubuh Resi Kawula mendadak berjungkir balik! Kedua
kakinya berputar dan....
Des! Des!! Tepat bersarang di dada Setan Pemetik Bunga
yang tergontai-gontai ke belakang.
"Bagus! Bunuh dia! Bunuh!"
"Jangan beri ampun pada manusia terkutuk
itu!" "Resi Kawula! Aku berhutang nyawa dua kali lipat padamu!!"
Setan Pemetik Bunga sendiri saat ini sudah
merunduk dan berguling di atas lantai, ketika dua jotosan yang dilancarkan Resi
Kawula menggebrak kembali. Dia berhasil menghindarinya, tetapi tendangan kaki kanan kiri yang
dilancarkan Resi Kawula dengan cara berputar dengan mencuatkan kaki ke atas itu,
kembali menghantam dadanya.
Buk! Buk! Kali ini Setan Pemetik Bunga bukan hanya tergontai-gontai, tetapi dia ambruk di atas lantai!
"Kau tak patut menjadi salah seorang di antara
kami!!" seru Resi Kawula dingin seraya menyerbu ke depan. Kaki kanannya diangkat
tinggi-tinggi dan siap dijejakkan pada dada Setan Pemetik Bunga.
Melihat keadaan itu sepasang mata Setan Pemetik Bunga membeliak lebar. Dia masih bisa bergulingan menghindari injakan kaki kanan Resi Kawula!
Brrolll!! Lantai di mana kaki Resi Kawula menjejak, seketika ambrol dan bermentalan ke udara. Lalu dengan gerakan yang sukar diikuti
mata, Resi Kawula sudah menyeret kaki kanannya. Menyusul layaknya seorang
pemain bola kaki kirinya disepakkan!
Bukkk! Paha kanan Setan Pemetik Bunga terhantam
telak. Walau rasa ngilu tak tertahankan, dia masih beruntung karena kakinya
tidak patah. Dan gerakan tubuhnya yang sedikit tersentak
bergulingan itu berhenti karena lutut kiri Resi Kawula sudah berada di atas
punggungnya. Tangan kanannya
Raja Naga 06 Patung Darah Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melipat tangan kiri Setan Pemetik Bunga dan menekannya kuat-kuat hingga lelaki berparas tampan itu
menjerit kesakitan.
"Kau akan mampus secara mengerikan, Manusia keparat! Akan ku siksa kau sebelum kuhabisi!"
"Keparat! Kubunuh kau! Kubunuh kau!"
"Kau hanya pandai mempergunakan akal licik,
tetapi tak memiliki kemampuan apa-apa! Kebodohanmu yang tak tanggap dengan apa yang akan kami lakukan, telah mencelakakanmu sendiri! Manusia sialan! Berikan padaku obat pemusnah pil racun yang
kau masukkan pada arak-arak yang diminum mereka!!" "Huh! Kau bunuh aku sekalipun, tak akan pernah kuberikan obat pemunahnya!"
"Bagus! Itu artinya kau bersiap untuk mengadakan perjalanan ke neraka!" seru lelaki bertampang buruk itu kesal.
Tangan kiri Setan Pemetik Bunga yang ditelikung ke belakang itu disentaknya keras-keras.
Kontan Setan Pemetik Bunga berteriak yang
menggema di ruangan besar itu.
"Kau akan mendapatkan siksaan yang lebih pedih dari sekarang!" geram Resi Kawula sembari mem-betot lagi tangan kiri Setan
Pemetik Bunga yang lagi-lagi menjerit keras. Wajah tampan lelaki licik itu sudah
dihiasi rona merah akibat menahan sakit dan gusar.
Tarikan yang dirasakan pada tangan kirinya,
ditambah lagi dengan tekanan dengkul kiri kaki Resi Kawula, semakin membuatnya
menjerit-jerit. Jeritan-nya itu ditingkahi oleh tawa tiga orang lainnya yang
seolah melupakan apa yang sedang mereka alami.
"Cukup! Cukup!" teriak Setan Pemetik Bunga tak dapat lagi menahan rasa sakit.
"Ini belum seberapa! Kau akan...."
"Akan kuberikan obat pemunah itu!"
"Bagus! Di mana obat-obat itu"!"
"Kusimpan di kamarku!"
Dengan satu sentakan kuat, Resi Kawula menarik tubuh Setan Pemetik Bunga hingga berdiri tegak.
Lalu dengan kuncian yang tak mungkin bisa dilepaskan oleh Setan Pemetik Bunga, dia mendorong menuju ke sebuah kamar.
"Tunjukkan, di mana obat-obat pemunah itu!"
"Manusia bertampang setan! Kau lihat lemari
ukiran kayu itu! Di sana kusimpan obat-obat itu!!" se-ru Setan Pemetik Bunga
sambil menahan rasa sakit.
"Berani berdusta, maka kau akan mampus!!"
dengus Resi Kawula lalu menotok Setan Pemetik Bunga yang seketika jatuh menggelosoh di atas lantai
"Terkutuk! Kubunuh kau! Kubunuh kau!!" serunya dengan tubuh tak bisa digerakkan.
Resi Kawula tak menghiraukan makian Setan
Pemetik Bunga. Dia berjalan dan membuka lemari berukir. Dilihatnya sebuah botol kecil berwarna hitam di sana. Diangkatnya botol
itu dan diperhatikan dengan seksama. Begitu dilihatnya ada pil-pil warna hitam
di sana, dia segera merasa yakin kalau dalam botol itulah obat pemunah racun
berada. "Kau akan menerima pembalasan yang tak pernah kau bayangkan!!" serunya kemudian sambil menyeret tubuh Setan Pemetik Bunga
yang terus menerus berteriak. Di hadapan Junjung Tala, Gada Iblis dan Setan
Gempal, Resi Kawula membiarkan Setan Pemetik Bunga berada di sana. Ketiga orang yang telah keracunan itu memandang sengit pada
Setan Pemetik Bunga. Ma-ta masing-masing orang sudah membiaskan rasa tak
sabar untuk menghantamnya.
"Kalian akan mendapatkan giliran untuk membunuhnya...," kata Resi Kawula. Lalu tanpa prasangka apa-apa dia mulai membuka
tutup botol kecil di tangannya. Begitu terbuka, mendadak...
Brusss!! Asap hitam seketika menerpa wajahnya. Saking
kagetnya, Resi Kawula sampai melempar botol itu
hingga pecah berantakan. Isinya berhamburan dan
menggebruskan asap-asap hitam seperti yang menimpa wajahnya tadi.
Mendadak terdengar tawa Setan Pemetik Bunga. "Hahaha... siapa yang memiliki otak cerdik, dialah yang akan keluar sebagai pemenang!!"
"Terkutuk! Kubunuh kau!!" seru Resi Kawula yang tiba-tiba terhuyung. Dengan
kemarahan tinggi
dia siap menginjak pecah kepala Setan Pemetik Bunga.
Namun secara tiba-tiba pula tubuhnya tergontai-gontai ke belakang. Keluhan kesakitan terdengar laksana erangan. Dia
memegang dadanya kuat-kuat.
"Kau...."
"Resi Kawula! Siapa sudi memberikan obat pemunah racun itu, hah"! Aku adalah orang yang merencanakan semuanya, sudah tentu aku akan berhatihati bila mengalami kegagalan!"
Disertai pandangan terkejut dari tiga orang
lainnya yang masih berada di atas lantai, sosok Resi Kawula mengejut-ngejut
dengan tubuh semakin lim-bung. Dari hidungnya telah mengalir darah segar. Rasa
pusing yang tak tertahankan dirasakannya begitu menusuk. Aliran darah dalam
tubuhnya menjadi kacau.
Debaran jantungnya kian menguat.
"Kau telah menghirup racun arak hitam yang
telah kuramu! Bila obat-obat racun itu jatuh di atas tanah, maka akan berubah
menjadi asap! Dan sudah
tentu begitu kau membukanya, uap yang menempel telah berubah menjadi asap dan menggebrus keluar!
Mungkin kau merasa heran, tetapi itulah letak keheba-tanku!" "Terkutuk!" suara
Resi Kawula semakin lemah.
Gerakannya semakin tak menentu. Tiga tarikan napas
kemudian dia terbanting di atas tanah untuk kemudian diam tak bergerak.
Seketika berkumandang tawa keras Setan Pemetik Bunga yang masih dalam keadaan tertotok.
"Manusia bangsat! Kau akan menerima pembalasan dari semua yang kau lakukan!!"
"Junjung Tala! Bagaimana caranya kalian
membalas perbuatanku kalau kalian masih keracunan" Aku bisa memberikan kalian obat pemunahnya
bila kalian mau membantuku untuk membunuh Raja
Naga!" ejek Setan Pemetik Bunga.
"Huh! Kau seperti sudah berada di awangawang, padahal kau sendiri tak lebih dari mayat hidup sekarang! Apakah kau
melupakan totokan Resi Kawula"!" Bentakan itu disambut tawa keras oleh Setan
Pemetik Bunga. "Kau melupakan satu hai, Junjung Tala!" serunya. Kemudian dia berseru, "Gadisgadis jelita yang berada di dalam kamar, keluarlah kalian!!"
Habis seruan itu terdengar, empat orang gadis
yang berpakaian merah-merah yang bukan lain adalah
gadis-gadis penyuguh arak yang sebelumnya diperintahkan oleh Setan Pemetik Bunga untuk berjaga-jaga
di luar, sudah bermunculan. Mereka kelihatan begitu gelisah melihat keadaan
Setan Pemetik Bunga. Bahkan dua orang sudah membungkuk dengan wajah cemas.
"Kau lihat sekarang, Junjung Tala" Mereka
akan melepaskan totokan orang jelek itu!" bisik Gada Iblis. "Huh!" kegusaran
Junjung Tala semakin me-ninggi. Demikian pula yang dirasakan Gada Iblis dan
Setan Gempal. "Mereka tak akan bisa melepaskan totokan Resi Kawula!"
"Astaga! Lagi-lagi kau melupakan satu hal! Aku sudah bersama-sama dengannya
beberapa tahun lamanya! Aku memang tak bisa membuka totokan ini
seorang diri! Mungkin bila orang yang belum mengetahui kelemahan totokan ini pun
tak akan dapat melakukannya! Tetapi aku tahu kelemahannya dan sudah
tentu gadis-gadisku ini akan membebaskanku!" sahut Setan Pemetik Bunga sambil
tertawa keras. Lalu diperintahkannya salah seorang dari
keempat gadis berpakaian merah itu untuk membuka
totokan yang ada pada tubuhnya. Dengan petunjuk
dari mulutnya, si gadis berhasil melepaskan Setan Pemetik Bunga dari totokan
Resi Kawula. Lelaki berpakaian hijau dipenuhi pernik perak
itu segera berdiri dan berseru mengejek, "Kau lihat sekarang, bukan" Aku sudah
bebas! Kini, tinggal kalian yang harus turuti apa yang ku mau" Kalian mau
menurut pada setiap perintahku, maka akan kuberikan
sedikit demi sedikit obat pemunah racun yang kalian minum! Tetapi bila menolak,
maka kalian akan mampus tertelan oleh racun itu!"
"Manusia terkutuk! Kau bunuh pun aku tak
akan sudi mengikuti setiap perintahmu!" membentak Setan Gempal dengan kemarahan
tinggi. Teriakannya
itu justru menyebabkan dadanya kian terasa nyeri.
"Setan Gempal! Racun yang masuk ke tubuhmu dan tubuh Junjung Tala serta Gada Iblis, bukanlah racun sembarangan! Aku yakin racun itu mulai
bekerja! Dan kalian akan menjadi orang sekarat sela-ma tujuh hari tujuh malam
untuk kemudian tewas
dengan pori-pori mengalirkan darah! Tentunya kau
sudah dapat membayangkannya, bukan"!"
"Terkutuk! Ancaman itu hanya patut kau lontarkan pada anak kemarin sore!" seru Junjung Tala.
"Bagus! Ingin kulihat sampai berapa lama kalian, terutama dirimu, dapat bertahan menghadapi racun-racunku itu!" sahut Setan
Pemetik Bunga sambil merangkul salah seorang gadis yang berada di dekatnya. Lalu
diciumnya mulut si gadis yang nampak pasrah. Bahkan membiarkan tangan kanan Setan Pemetik Bunga menyusup pada sepasang bukit kembarnya.
Melihat hal itu, ketiga lelaki yang telah keracunan sama-sama mendengus.
Justru dengusan itu semakin membuat Setan
Pemetik Bunga mengeraskan tawanya.
"Kalian kuberi kesempatan berpikir sampai besok pagi! Bila kalian tetap bersikeras, maka kalian akan menikmati kematian yang
tak pernah kalian
bayangkan!"
"Manusia celaka! Aku bersumpah, akan ku kerat tubuhmu dan ku makan jantungmu!!" bentak Gada Iblis dengan wajah menahan
sakit. "Tetapi sayangnya, kau tak akan mampu melakukannya! Ah, memang sungguh sayang sekali...."
Gada Iblis berusaha untuk mengangkat tubuhnya dan melakukan satu serangan. Tetapi degup jantungnya yang semakin mengeras membuatnya terbanting kembali. Darah segar semakin banyak keluar dari mulutnya.
"Kau tak akan bisa melakukan apa-apa sebelum mendapatkan obat pemunahnya!"
"Keparat!"
Setan Pemetik Bunga terbahak-bahak. Lalu digandengnya dua orang dari empat orang gadis yang berada di dekatnya.
Tetapi baru saja dia melangkah, mendadak terdengar suara letupan yang sangat keras disusul dengan berhamburannya batu-batu ke arah mereka.
"Menunduk!!" seru Setan Pemetik Bunga cepat.
Batu-batu itu menimbulkan suara yang lumayan keras tatkala menghantam dinding.
Prang! Prang!! Beberapa buah batu-batu itu menghantami pula gelas-gelas yang masih berada di sana. Saat itu pula
terasa hawa dingin merayapi ruangan itu. Samarsamar di kejauhan terdengar suara ayam jantan berkokok. Setan Pemetik Bunga segera berdiri dan langsung membentak, "Keparat! Siapa orangnya yang berani menghantam jebol dinding
rumahku ini!!"
Belum habis ucapannya, satu sosok tubuh telah berdiri berjarak sepuluh langkah dari hadapannya.
Orang-orang yang berada di sana segera memandangnya. Setan Pemetik Bunga seketika tertawa keras
begitu melihat siapa adanya orang yang berdiri di hadapannya. Orang itu ternyata
seorang perempuan berparas jelita. Berambut indah tergerai. Dan yang membuatnya tertawa, karena
perempuan itu tak mengenakan pakaian ataupun penutup dada, hingga memperlihatkan bukit kembar mengkal yang menggiurkan.
Namun tawa kesenangan Setan Pemetik Bunga
terputus tatkala melihat betapa bengisnya pancaran
sepasang mata si perempuan, yang kemudian lamatlamat berucap, "Kalian adalah bagian dari hidupku...."
TUJUH PADA saat yang bersamaan, Raja Naga menghentikan larinya tatkala mendengar suara ribut-ribut tak jauh dari tempatnya.
Didengarnya pula suara teriakan seorang perempuan yang ketakutan diiringi
dengan tawa kasar.
"Perempuan! Mau lari ke mana kau"!" Seketika
Raja Naga berkelebat untuk mencari sumber keributan itu. Dia segera melihat
seorang gadis belia yang diperkirakan berusia sekitar tujuh belas tahun sedang be-ringsut mundur dengan wajah
ketakutan. Di hadapannya tiga lelaki tinggi besar dipenuhi cambang bauk
mendekatinya dengan tatapan seliar serigala.
"Kau telah membunuhi orang-orang di kampung seberang...," desis yang berhidung bulat sambil menyeringai. "Perbuatanmu itu
harus dibayar dengan nyawamu.... Tetapi, hahaha... kau memiliki tubuh indah... sudah
tentu kami akan menikmatinya lebih dulu...." "Tidak! Jangan! Jangan! Kalian salah menilai orang! Kalian salah
menganggapku adalah perempuan
yang telah banyak membunuh orang!" seru si gadis
dengan suara bergetar dan wajah pucat. Dia terus be-ringsut mundur. Kakinya
terantuk akar pohon yang
melintang keluar, hingga dia seketika ambruk telentang. Melihat hal itu, tiga lelaki tinggi besar itu berpandangan dan tertawa
terbahak-bahak.
"Kau benar-benar pasrah rupanya! Biar aku
yang lebih dulu ambil bagian!"
Si gadis cepat-cepat berdiri. Dia tak menghiraukan kalau kedua sikunya telah berdarah. Tubuhnya sudah sangat letih, tetapi dipaksakan juga untuk berdiri. "Ampuni aku...
ampuni aku... kalian salah...
kalian salah...," desisnya penuh ratapan.
"Huh! Perempuan kejam yang banyak membunuh orang itu bertelanjang dada, seperti kau sekarang ini!"
"Tapi... tapi... itu karena... kalian... merobek
pakaianku...," seru si gadis tersendat. Suaranya begitu mengibakan sekali.
"Hahaha... bukankah itu menjadi ciri dari perempuan yang telah banyak membunuh orang" Dan
perempuan itu adalah kau!"
Raja Naga 06 Patung Darah Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gumilar! Mengapa kau masih banyak bacot juga! Sudah! Kau garap gadis itu sekarang! Aku sudah
tak sabar menunggu giliran!!"
Lelaki berhidung bulat itu menyeringai, lalu
mengusap-usap kedua tangannya sambil melangkah.
Melihat bahaya yang mengancamnya, si gadis
bertelanjang dada itu mundur kembali. Dia tak menghiraukan keadaannya yang seperti sekarang, yang diinginkan hanyalah melarikan diri sejauh-jauhnya.
"Ku mohon... jangan... jangan kau lakukan
itu...." "Hahaha... aku akan memberimu kenikmatan,
Gadis Manis! Seharusnya kau bersyukur karena kau
akan merasakan kenikmatan yang tentunya belum
pernah kau rasakan!"
"Aku paling muak dengan tindakan seperti ini!
Beraninya hanya menghadapi orang yang lemah!" satu
suara dingin terdengar cukup keras, disusul dengan
satu sosok tubuh telah berdiri di tengah-tengah Gumilar dan si gadis yang telah
terjatuh kembali.
Kali ini si gadis malang itu langsung pingsan
karena kepalanya terantuk pada batu sebesar lima kali kepalan tangan.
Melihat kemunculan orang, Gumilar menggeram seraya tajam-tajam memandang orang di hadapannya. Namun begitu pandangannya berbenturan
dengan sepasang mata yang sedang menatapnya, dia
tersentak kaget. Mulutnya sedikit membuka sebelum
kemudian dia memalingkan kepalanya.
"Gila! Jantungku seperti direjam tangan kasar
melihat tatapannya!!" desisnya dalam hati.
Di pihak lain, lelaki yang mata sebelah kirinya
turun ke bawah sudah membentak, "Pemuda berompi!
Berani-beraninya kau muncul dan menghalangi apa
yang kami inginkan! Sebaiknya menyingkir dari sini
sebelum mampus kami bunuh!"
Pemuda berompi ungu yang bukan lain Raja
Naga adanya tak segera menjawab. Mata angkernya
menatap tiga lelaki bercambang bauk satu persatu.
Lalu dia merandek dingin, "Aku yakin... kalian
tahu kalau bukan gadis ini yang telah menimbulkan
keonaran! Tetapi... kalian mencoba mendapatkan satu
kesempatan dengan menuduh gadis itu adalah gadis
yang telah membunuh banyak orang!"
Mendengar kata-kata itu, masing-masing orang
berpandangan. Gumilar yang tadi jengkel sudah naik
kembali kejengkelannya.
"Dari ucapanmu, kayaknya kau mengenal perempuan yang telah membunuh banyak orang! Pemuda keparat... menyingkir dari sini adalah sebuah cara yang baik buatmu!!"
"Aku akan menyingkir dari sini dengan membawa gadis itu! Tetapi ingat, bila kujumpai lagi kalian melakukan tindakan
keparat seperti ini, jangan me-nyalahkan aku berbuat lebih!"
Habis ucapannya Raja Naga berbalik untuk
mengangkat si gadis yang pingsan. Tetapi tiba-tiba saja dirasakan satu deruan
angin keras mengarah padanya.
"Keras kepala!!" desisnya dalam hati. Lalu tanpa membalikkan tubuh dia mendehem kecil.
"Heehmmm!"
Blaaarrr!! Deruan angin yang siap menghantamnya mendadak saja putus di tengah jalan. Gumilar yang tadi melancarkan satu serangan
membeliak terkejut. Dia
bukan hanya terkejut karena serangannya dipatahkan
dengan mudah, tetapi juga terkejut karena tubuhnya
seperti tersentak ke belakang.
Raja Naga mendesis tanpa membalikkan tubuh,
"Aku paling benci dengan orang yang suka memanfaatkan kesempatan! Aku juga muak dengan orang
yang tak pernah puas berbuat kejahatan! Menyingkir
dari sini, adalah satu tindakan yang lebih baik kalian lakukan!"
"Pemuda celaka! Kau ingin mengenal siapa kami rupanya!" bentak lelaki bercambang bauk yang tak memiliki daun telinga
sebelah kanan. Tangannya sudah menuding dengan kegusaran tinggi.
"Aku tak perlu mengenal kalian! Bahkan aku
tak butuh mengenal kalian!" desis Raja Naga tetap tak membalikkan tubuh. Lalu
dia menyambung dalam ha-ti, "Ah, apa yang dilakukan Marinah setelah dirasuki
sinar hitam yang merupakan kumpulan dari ilmu hitam, sudah membuat keadaan
menjadi kacau balau.
Tentunya bukan hanya ketiga orang ini yang memanfaatkan kesempatan untuk memburu gadis-gadis yang
dituduh sebagai Marinah. Keadaan ini memang sangat
menyedihkan. Karena Marinah tak tahu apa yang dilakukannya...."
Lelaki berkuping sebelah itu sudah menggeram
keras. Kedua tangannya tiba-tiba diputar di atas kepala. Kejap berikutnya dia
sudah menerjang dengan ganas. Raja Naga mendengus. Lalu dengan cepatnya
diangkat tangan kanan kirinya yang dipenuhi sisik
coklat sebatas siku.
Buk! Buk! Benturan itu terjadi dua kali berturut-turut.
"Heiii!!" terdengar jeritan lelaki berkuping sebelah sambil mundur ke belakang. Dipandanginya kedua
tangannya yang seketika membiru. Tulangnya seperti
direjam satu kekuatan yang membuatnya meringis.
"Gila! Tangan kanan kirinya sungguh kuat sekali!"
Raja Naga mendesis.
"Kalian terlalu dibutakan oleh keinginan busuk!
Lebih baik menyingkir dari sini sebelum urusan menjadi panjang! Dan satu hal, aku tak mau membuat
urusan ini berlarut-larut!"
"Huh! Jangan kau pikir kami akan mundur!"
bentak si lelaki berkuping sebelah. Saat lain diangkat kedua tangannya di atas
kepala, lalu dipertemukannya kedua pergelangan tangannya. Begitu kedua pergelangannya bertemu, seketika terdengar suara yang cukup keras disusul dengan
menggebraknya gelombang angin
menyilang yang disaput dengan cahaya hitam!
Raja Naga mendelik.
"Rasanya aku memang harus memberinya pelajaran! Manusia-manusia seperti ini yang mengotori segala urusan!"
Memutuskan demikian, Raja Naga mendehem.
Seketika gelombang angin menyilang yang disaput cahaya hitam itu putus di tengah jalan. Menimbulkan letupan yang cukup keras. Si
lelaki berkuping sebelah yang bernama Galang Pitu sesaat terkejut. Tapi di saat
lain dia sudah meluruk diiringi teriakan,
"Bunuh pemuda itu!!"
Buk! Buk! Jotosannya terpapaki lagi oleh jotosan tangan
kanan kiri Boma Paksi yang bersisik coklat sebatas si-ku.
Seketika terdengar teriakan menggema di tempat itu. Galang Pitu mundur sambil memegangi tangan kirinya yang terkilir
menyakitkan! Bila saja Raja Naga mau, tangan itu bukan hanya dapat dibuat
terkilir atau patah, tetapi dapat dihancurkannya!
Melihat hal itu, Gumilar dan Gerda Polong sudah menyerbu ke depan. Gelombang-gelombang angin
yang disaput cahaya hitam melabrak ke arah Raja Naga. Lagi-lagi Raja Naga mendehem dan memutuskan serangan keduanya yang datang bersamaan.
Kejap lain dia meluruk ke depan. Kaki kanannya
menghantam kaki kiri Gumilar yang seketika menjerit karena terkilir dan sosoknya
ambruk disertai lolongan di atas tanah. Di pihak lain tangan kirinya memapaki
jotosan Gerda Polong yang bergerak cepat.
Buk! Gerda Polong terseret ke belakang. Dan mengalami hal yang sama dengan Galang Pitu. Rasa ngilu
yang tak terkira menyengat tangan kanannya. Bahkan
saking ngilunya dia sampai terbanting di atas tanah untuk kemudian jatuh
pingsan! Raja Naga menarik napas pendek.
"Kalian adalah orang-orang yang tak tahu diuntung! Bila saja kalian mau mempergunakan otak dan
menahan birahi, tentunya kalian akan berada pada jalan kebenaran...."
Galang Pitu yang tengah kelojotan sambil memegangi tangan kirinya yang patah berseru, "Pemuda
celaka! Aku akan mengadu jiwa denganmu!"
"Kau sungguh keterlaluan!" desis Raja Naga
dengan sorot matanya yang angker.
Galang Pitu berusaha berdiri dengan mengerahkan tenaga dalamnya. Tetapi rasa sakit yang menimpa tangan kirinya membuatnya tak mampu untuk
melaksanakan niatnya.
Raja Naga menghampiri Galang Pitu.
"Mau apa kau"!" bentak Galang Pitu keras.
Raja Naga tak pedulikan bentakan itu. Dia menotok tangan kiri Galang Pitu yang sesaat mengejut dan perlahan-lahan mulai
tidak lagi merasa sakit seperti tadi.
"Maafkan aku...."
"Terkutuk! Terkutuk!" geram Galang Pitu yang
tak dipedulikan oleh Raja Naga.
Pemuda tampan berompi ungu itu sudah melangkah mendekati Gumilar. Dia juga melakukan hal
yang sama seperti yang dilakukannya pada Galang Pitu. Lalu dilakukan pula pada Gerda Polong yang pingsan. Setelah itu dia berkata,
"Sebaiknya... kalian lupakan semua ini dan menghentikan tindakan makar
kalian...."
Habis berkata demikian, Raja Naga menghampiri tubuh si gadis yang pingsan. Kemudian dibalikkan tubuhnya seraya berkata
lagi, "Sekali lagi... maafkan apa yang kulakukan tadi! Oya... totokan yang kulakukan
itu akan terlepas dengan sendirinya...."
"Pemuda bersisik! Kau akan menyesal kelak!
Kau akan menyesali semua tindakanmu ini!!" bentak
Galang Pitu dengan wajah memerah.
Raja Naga tak mempedulikannya. Bersamaan
dia bersiap untuk mengangkat si gadis yang pingsan, terdengar suara-suara ramai
di belakangnya.
"Ayu Murti!!" teriakan itu terdengar keras.
Raja Naga berbalik. Dilihatnya lima orang lelaki
gagah dengan parang di tangan telah berdiri di sana.
"Hei! Bukankah manusia-manusia bercambang
itu yang mengejarnya"!"
"Bunuh mereka! Bunuh!"
Teriakan membahana itu terdengar diiringi
dengan kelima lelaki itu menyerbu Galang Pitu, Gumilar, dan Gerda Polong yang masih pingsan.
"Tahan!!"
Teriakan keras itu menyentak dan membuat
masing-masing orang tanpa sadar menghentikan gerakannya. Mereka melihat pemuda berompi ungu memandang mereka satu persatu. Dan tanpa sadar pula
wajah masing-masing orang menjadi kecut begitu melihat tatapan angker si pemuda yang kedua lengannya sebatas siku dipenuhi sisik
coklat. "Mereka telah mendapatkan balasan atas perbuatannya! Jadi... kalian tak perlu melakukan tindakan lebih!"
"Anak muda! Mereka adalah orang-orang busuk
yang hendak mencelakakan Ayu Murti!"
"Aku tahu! Tetapi... yang sudah berlalu, biarkan berlalu. Sebaiknya kalian kembali saja ke desa kalian dan membawa gadis
ini!" Kelima orang itu berpandangan. Tak lama kemudian masing-masing orang menurunkan tangan
yang terangkat. Kegarangan di wajah mereka pun lenyap. "Anak muda... kami hampir saja menjadi pembunuh...," seru salah seorang
"Beruntung karena kalian masih bisa mempergunakan akal pikiran! O ya, aku berharap kau mau
membuka pakaianmu untuk ku pakaikan pada gadis
yang pingsan ini! Karena dia...."
Raja Naga tak meneruskan ucapannya. Lelaki
yang dimaksud itu sudah membuka pakaiannya dan
melemparkannya ke arah Raja Naga. Si pemuda segera
mengenakan pakaian itu pada Ayu Murti yang pakaiannya telah dirobek-robek oleh tiga lelaki bercambang Kemudian diangkatnya
tubuh Ayu Murti yang
pingsan dan menyerahkannya pada si lelaki yang kini bertelanjang dada.
"Kembalilah kalian ke tempat tinggal kalian...."
"Anak muda... terima kasih atas bantuanmu.
Ayu Murti adalah adikku. Sebelum kami meninggalkan
tempat ini, dapatkah kami mengetahui siapakah kau
adanya, agar kami dapat mengenang orang baik sepertimu?" Raja Naga tersenyum.
"Namaku Boma Paksi. Berhati-hatilah dalam
perjalanan kembali ke tempat tinggal kalian...."
Setelah mengucapkan terima kasih berulangulang, kelima lelaki itu segera meninggalkan tempat itu dengan membawa Ayu Murti
yang pingsan. Galang Pitu dan Gumilar yang tadi membeliak
pias begitu melihat kemunculan kelima orang yang
siap membunuh mereka, diam-diam menarik napas
panjang. Diam-diam mereka menyadari kalau saat ini
mereka masih hidup dikarenakan kebaikan si pemuda
bersisik coklat pada kedua tangannya sebatas siku.
Masing-masing orang tak ada yang buka suara.
Raja Naga sendiri tak berkata apa-apa. Dia sudah meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Galang
Pitu dan Gumilar yang tiba-tiba menjadi tidak enak perasaannya.
Setelah merasakan totokan yang dilakukan pemuda
berompi ungu lenyap, tanpa membuka suara masingmasing orang membawa tubuh Gerda Polong yang masih pingsan. *** DELAPAN KEHADIRAN perempuan bertelanjang dada
dengan wajah bengis itu, mengejutkan Setan Pemetik
Bunga. Lelaki berpakaian keperakan yang sebelumnya
tertawa senang begitu melihat payudara indah yang
terpampang terbuka, kini memandang dengan wajah
agak kecut.
Raja Naga 06 Patung Darah Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Demikian pula dengan Junjung Tala, Gada Iblis
dan Setan Gempal. Untuk beberapa saat mereka seolah melupakan kalau saat ini masing-masing orang sedang keracunan.
"Kalian adalah bagian dari hidupku...," desisan itu terdengar lagi. Wajah jelita
perempuan bertelanjang dada yang sebenarnya sangat menggiurkan itu, semakin
dingin. Tiba-tiba, salah seorang dari keempat gadis
berpakaian merah yang berada di sana sudah melangkah mendekati si perempuan yang bukan lain Marinah. Istri Jaka yang bernasib malang karena kini telah dikuasai oleh ilmu hitam
milik orang yang telah dikalahkan Kiai Gede Arum puluhan tahun lalu.
Tindakan tiba-tiba yang dilakukan salah seorang gadis itu mengejutkan yang lain. Langkah si gadis kaku, seperti
terhipnotis. Parasnya seolah tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Belum lagi orang-orang yang berada di sana
menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja si perempuan bertelanjang dada sudah
menggapai bahu si gadis. Lalu dengan gerakan yang cepat menghujamkan
kedua taringnya yang tiba-tiba mencuat pada leher si gadis. Craapp!
Kedua taring itu menghujam, disusul dengan
satu pemandangan yang mengerikan. Karena terlihat
darah tertarik melalui kedua taring Marinah.
"Gila!!" seru Setan Pemetik Bunga tersadar dari keterkesimaannya. Cepat dia
menerjang ke depan, berusaha membebaskan gadis yang sedang dihisap darahnya oleh perempuan bertelanjang dada.
Tetapi... Wuuttt!! Tiba-tiba saja si perempuan menyentak tubuh
si gadis ke arah Setan Pemetik Bunga. Lelaki berparas tampan berhati licik itu
tersentak dan cepat menepak.
Plaaak! Tubuh si gadis yang sudah menjadi mayat terlempar ke dinding akibat tepakannya.
"Kalian adalah bagian dari hidupku!" terdengar desisan si perempuan dingin dan
mengerikan. "Iblis!!" terdengar seruan Setan Gempal keras.
Lelaki bertubuh gemuk ini tersentak sendiri akibat se-ruannya. Tubuhnya sesaat
naik, sebelum rebah kembali di atas tanah.
"Kau adalah bagian dari hidupku! Dan aku
menghendaki kematianmu!!" seruan dingin itu terdengar bersamaan tangan kanan
yang digerakkan ke depan. Entah apa yang kemudian terjadi, Setan Gempal berteriak setinggi langit, menggema di ruangan itu.
Menyusul darah berhamburan dari mulutnya! Bila saja saat ini Setan Gempal tidak
sedang keracunan, kemungkinan besar dia dapat menahan serangan tibatiba itu. Di lain saat, Setan Gempal sudah pergi ke neraka! "Gila! Kubunuh
kau"!" terdengar seruan mulut
Junjung Tala keras. Wajah si kakek yang sudah pucat akibat racun yang mulai
bekerja di seluruh aliran darahnya, mendadak menegang. Tetapi di lain saat dia
sudah terbatuk-batuk. Rasa sakit pada tubuhnya semakin dirasakan. Lamat-lamat perasaannya mengatakan sesuatu akan terjadi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Setan Pemetik Bunga. Lelaki berhati licik yang telah melakukan kelicikannya terhadap
teman-temannya sendiri ini pun mulai tidak tenang.
"Aku tidak tahu siapa perempuan ini. Tetapi
kesaktiannya sudah dapat kubayangkan. Huh! Aku tak
ingin mendapat celaka sekarang! Aku masih harus
mencari Raja Naga yang telah membunuh kakekku, si
Hantu Menara Berkabut," desisnya dalam hati. "Dan kalau sudah begini, aku jelasjelas gagal memperalat manusia-manusia celaka yang pernah meremehkanku
itu! Huh! Peduli setan! Masih ada dia yang jelas-jelas mau membantuku! Kalau
begitu... aku harus mencari
kesempatan untuk meninggalkan tempat ini!"
Habis membatin demikian, Setan Pemetik Bunga membentak, "Perempuan! Siapakah kau adanya"!
Wajahmu begitu jelita dan buah dadamu sungguh
menggiurkan untuk dihisap! Tak seharusnya kau menunjukkan tindakan keji! Ayo, kemarilah! Kau akan
kuberikan kenikmatan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya!"
Perempuan bertelanjang dada itu memandang
tajam pada Setan Pemetik Bunga. Seperti menangkap
satu getaran kuat, Setan Pemetik Bunga segera memalingkan kepalanya.
Tiba-tiba salah seorang dari gadis berpakaian
merah sudah membentak, "Perempuan itu telah membunuh Murtini! Kita bunuh dia!!"
Di lain saat dia sudah menerjang ke depan,
disusul oleh kedua gadis lainnya. Tiga serangan seketika menderu ke arah Marinah
yang dikuasai Ilmu hitam. Namun saat itu pula tiga serangan itu putus di tengah jalan dengan
terdengar suara letupan cukup
keras. Disusul dengan teriakan bersamaan dari tiga sosok tubuh yang terlempar
deras ke belakang. Dan
terbanting secara bersamaan di lantai dengan kepala pecah! Melihat apa yang
terjadi, kengerian Setan Pemetik Bunga semakin menjadi-jadi.
"Perempuan ini tak bergeming mendengar ucapan apa pun. Jelas kalau dia tak akan bisa dibujuk.
Dan menghadapinya, justru akan... hemmm! Aku
punya pikiran tersendiri!!"
Habis mendesis demikian. Setan Pemetik Bunga berseru, "Perempuan celaka! Kau akan merasakan akibat dari perbuatanmu!!"
Kejap lain dia sudah menerjang ke depan. Dan
begitu dilihatnya tangan kanan si perempuan sudah
bergerak, dia cepat membuang tubuh ke samping kiri, tepat berada tak jauh dari
hadapan Junjung Tala. Tubuhnya segera dibuat sedikit terhuyung. Sesuatu terjatuh
dari balik bajunya, menggelinding ke dekat Junjung Tala. Melihat ada botol kecil yang menggelinding ke
arahnya, Junjung Tala cepat menyambarnya.
Saat itu Setan Pemetik Bunga sedang berseru
keras "Perempuan tak tahu diuntung! Kau akan menyesali tindakanmu ini!!"
Pada saat yang bersamaan pula, Junjung Tala
sedang membuka botol kecil yang menggelinding ke
arahnya. Menuang isinya ke telapak tangan kanannya.
Dipandanginya pil-pil warna hitam yang kini ada di
tangannya. "Pil-pil yang terdapat dalam botol ini jatuh dari balik baju manusia licik Setan
Pemetik Bunga! Dari
balik bajunya" Hemm... jangan-jangan... pil-pil ini adalah obat pemunah dari
racun yang kuminum."
Tanpa curiga sedikit pun juga. Junjung Tala
segera menelan pil-pil hitam yang berada di telapak tangannya. Matanya
dipejamkan karena khawatir kalau dia salah menduga. Tetapi tiga tarikan napas
berikutnya dirasakan aliran darahnya yang kacau tadi mulai normal kembali.
Nafasnya tidak panas lagi, bahkan tubuhnya mulai dirasakan agak lebih enak.
"Gada iblis! Cepat kau telan pil-pil ini!" serunya pada Gada Iblis seraya
melempar botol pil yang tadi disambar dan isinya langsung ditelan.
Sementara Gada Iblis segera menelan pil itu,
Junjung Tala telah berdiri dalam keadaan segar bugar.
Di pihak lain Setan Pemetik Bunga sudah melancarkan serangannya pada perempuan
bertelanjang dada.
Dan kejap itu pula dia menghindari serangan
yang datang dari depan. Begitu kedua kakinya menginjak tanah, dia segera melesat
melalui dinding yang jebol. Berlari sejauh-jauhnya.
Memang itulah yang direncanakan oleh Setan
Pemetik Bunga. Dia dengan sengaja menjatuhkan botol berisi pil-pil pemunah racun
di dekat Junjung Tala, dengan harapan si kakek akan segera menelan pil-pil itu.
Dia akan tetap berada di sana sampai Gada Iblis pun menelan pil-pil itu.
Begitu dilihatnya Gada Iblis sudah menelan pilpil itu, dia segera melancarkan serangannya pada perempuan bertelanjang dada
yang sebenarnya mencari
kesempatan untuk meloloskan diri. Dengan pulihnya
keadaan Junjung Tala dan Gada Iblis, Setan Pemetik
Bunga berharap dapat mengalihkan perhatian perempuan bertelanjang dada yang memiliki kekejaman dan
kesaktian tinggi!
Sambil berlari, lelaki berpakaian perak ini tertawa penuh kepuasan. Sebenarnya bila dia tidak tertawa, tak akan menarik perhatian pemuda berompi
ungu yang berjalan tak jauh dari tempatnya berlari.
Pemuda itu segera menghentikan langkahnya.
Dipandanginya kelebatan tubuh dengan sorot matanya
yang angker. "Hemm... siapakah orang itu?" desisnya dalam hati. Lalu tanpa pikir panjang
lagi, si pemuda yang bukan lain Raja Naga adanya sudah berkelebat menyusul.
Sementara itu di rumah besar yang telah jebol dinding bagian depannya, Junjung
Tala menggeram dingin begitu menyadari apa maksud dari Setan Pemetik Bunga sesungguhnya.
"Terkutuk! Tentunya dia dengan sengaja menjatuhkan botol pil-pil pemunah racun itu! Keparat!" desisnya dingin dengan
pandangan tak berkedip pada perempuan bertelanjang dada yang semakin memperlihatkan kebengisan pada wajahnya.
Gada Iblis juga tahu apa yang dimaksudkan
oleh Setan Pemetik Bunga. Tetapi dia tidak mempersoalkannya sekarang, karena bahaya sudah menghadang. "Junjung Tala... apakah kau sebelumnya pernah mengenai perempuan bertubuh
menggiurkan itu?"
tanyanya pelan.
Junjung Tala menggelengkan kepalanya.
"Baru kali ini aku melihat perempuan itu! Huh!
Bila saja dia tidak sekejam dan menampakkan permusuhan seperti ini, aku sudah tak sabar untuk menikmati keindahan tubuhnya! Kau lihat, betapa menggiurkan buah dadanya itu!"
"Bukan hanya kau yang menginginkannya, aku
pun tak sabar untuk menikmatinya! Tetapi... dia bukan hanya patut dinikmati, tetapi juga dibunuh!" Junjung Tala melirik.
"Apakah kita akan menyerangnya sekarang?"
Gada Iblis tak segera menjawab. Dipandanginya dulu
perempuan yang sedang memandang tak berkedip itu
sebelum menyahut, "Junjung Tala... kendati perempuan ini muncul dengan sikap
penuh permusuhan,
aku tak mempedulikan keadaan! Keinginanku hanyalah untuk membunuh manusia keparat berjuluk Setan
Pemetik Bunga!"
"Dendam ku padanya sudah setinggi langit! Dia
telah membunuh Resi Kawula dan secara tidak langsung penyebab dari kematian Setan Gempal! Tetapi...
apakah kita akan dengan mudah keluar dari tempat
ini"!" "Huh! Kesaktian perempuan itu memang tak disangsikan lagi! Tetapi aku tak
peduli! Junjung Tala!
Kita sudahi dulu perempuan itu sebelum kita mencari Setan Pemetik Bunga!"
Kata-kata Gada Iblis disambut dengan anggukan oleh Junjung Tala. Kejap berikutnya, kakek itu
sudah menerjang ke depan. Tangan kanan kirinya digerakkan yang serta merta menggebrak gelombang angin mengerikan ke arah perempuan bertelanjang dada.
Bersamaan dengan melesatnya Junjung Tala, Gada Iblis bergulingan menyambar gada besarnya yang sejak
kemarin malam tergeletak di atas meja.
Begitu gada besar itu disambar, dia sudah melesat cepat menyusul serangan Junjung Tala!
Wuunggg!! Begitu gadanya digerakkan, menggebah gelombang angin yang luar biasa kerasnya. Bergelombang
dengan gulungan besar.
Perempuan bertelanjang dada itu kertakkan rahangnya. Sikapnya dingin dengan sorot mata tajam.
Kejap berikutnya dia menghindar ke belakang disusul dengan tepukkan tangannya!
Blaaamm! Blaaammm!
Terdengar letupan keras yang menggetarkan
ruangan itu. Sosok Junjung Tala terseret ke belakang.
Demikian pula halnya dengan Gada iblis, tetapi Gada Iblis masih dapat menguasai
keseimbangannya dengan
memutar gada besarnya sebagai penjaga keseimbangan. Dan menggebrak gelombang angin hitam disertai seruan dingin, "Kalian adalah bagian dari hidupku!
Jadi... mati dan hidup kalian aku yang menghendaki!
Malam ini, aku menghendaki kematian kalian!!"
Menggebraknya gelombang angin hitam susul
menyusul yang sangat ganas, membuat keduanya berteriak tertahan. Dan masing-masing orang berusaha
menghindarinya dengan jalan memutar tubuh.
Broool! Brooolll!
Dinding di belakang masing-masing orang ambrol dan bebatuannya berpentalan.
Junjung Tala terjerunuk jatuh karena kaki kanannya terhantam pecahan bebatuan itu. Gada Iblis
lagi-lagi masih beruntung karena dia dapat menahan
sekaligus memukul pecahan bebatuan yang mengarah
padanya. Tetapi bencana tak hanya sampai di sana. Marinah yang telah dikuasai oleh ilmu hitam yang menitis
padanya menggeram setinggi langit. Suaranya meraung laksana harimau terluka. Kalau sebelumnya dia melancarkan serangan tanpa
bergeser dari tempatnya, kali ini dia sudah melesat ke depan seraya mendorong
tangan kanan kirinya.
Bahkan dengan memutar tubuh dia mencecar
Junjung Tala yang sedang berusaha bangkit dengan
tendangannya yang keluarkan angin bergemuruh tinggi! "Awaasss!!" seru Gada Iblis sambil melesat ke arah Junjung Tala. Sesungguhnya
dia sendiri dalam
keadaan terkurung oleh serangan yang berbahaya, tetapi demi melihat Junjung Tala dalam keadaan tak
berdaya, dia memutuskan untuk menolongnya.
Dengan kibasan gada besarnya yang seketika
menimbulkan angin bergemuruh yang mendorong tubuh Junjung Tala sekaligus menyelamatkannya, Gada
Iblis segera membuang tubuh ke samping. Tetapi naas baginya!
Karena saat itu perempuan yang bertelanjang
dada hingga saat dia bergerak sepasang bukit kembarnya bergoyang-goyang, sudah
masuk menyerbu!
Kaki kanannya diayunkan yang telak menghantam dada Gada Iblis!
Desss!! Tubuh Gada Iblis terpental ke belakang. "Pe
Raja Naga 06 Patung Darah Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rempuan keparat! Kubunuh kauuuu!!" terdengar seruan Junjung Tala yang terkejut
melihat maut yang
sedang memburu sahabatnya. Kakek ini cepat melompat ke depan untuk menghalangi niat si perempuan
yang sedang memburu Gada Iblis.
Tetapi satu dorongan telah membuatnya terbanting kembali. Lalu dengan mata terbeliak dan amarah bercampur dengan
kengerian, dilihatnya bagaimana tangan kanan si perempuan menghantam panggung
Gada Iblis. Terdengar suara berderak yang sangat keras.
Disusul.... Praaakk! Kepala Gada Iblis telah pecah terkena tendangan yang sangat keras. Tubuhnya melayang ke samping dan ambruk dengan darah yang keluar dari kepalanya untuk kemudian tewas!
Melihat hal itu, ketakutan mulai merajai hati
Junjung Tala. Kakek ini untuk beberapa saat diam tak bergerak. Tetapi begitu
melihat kepala si perempuan mendadak berpaling ke arahnya, kembali ketakutan
merajai hatinya.
"Celaka! Aku bisa celaka! Gada Iblis dan Setan Gempal sudah mampus! Resi Kawula
telah mendahului tewas akibat perbuatan Setan Pemetik Bunga! Keparat! Laknat! Ini semua gara-gara manusia terkutuk itu! Dia harus kucari! Dia
harus membayar semua
perbuatannya!!"
"Manusia... kau adalah bagian dari hidupku!
Mendekatlah!"
Ucapan dingin itu membuat Junjung Tala menegakkan kepalanya. Rasa kecut kian menjalari dirinya. "Bersama Gada Iblis saja aku tak mampu menghadapi perempuan berilmu
tinggi ini! Kalau begitu...." Desisan Junjung Tala terputus karena dia merasakan
adanya satu tenaga kuat yang mencoba menyedotnya. "Astaga! Ku rasakan sesuatu memasuki otakku!
Ada apa ini" Ada... gila! Lebih baik aku kabur saja!!"
Memutuskan demikian, dengan mengerahkan
segenap keberanian dan sisa-sisa tenaga dalamnya,
Junjung Tala mendorong kedua tangannya ke arah si
perempuan. Serangannya itu putus di tengah jalan.
Bersamaan letupan yang terdengar, Junjung Tala sudah melarikan diri dari tempat itu.
Si perempuan menggereng mengerikan, "Kau
adalah bagian dari hidupku! Kau akan mampus di
tanganku!!"
Lalu dia berteriak-teriak kalap setinggi langit!
*** SEMBILAN RAJA NAGA yang mengikuti perginya Setan
Pemetik Bunga, harus kehilangan jejak lelaki berpakaian perak itu tatkala memasuki sebuah hutan. Saat ini hari sudah menjadi pagi
kembali. Sinar matahari hanya sedikit yang dapat menerangi tempat itu, karena
tingginya pepohonan yang berdaun rimbun menghalangi terobosan sinarnya.
Untuk beberapa lama pemuda tampan dari
Lembah Naga ini terdiam di tempatnya sekarang.
Rambutnya yang gondrong tergerai dipermainkan angin pagi. Sepasang matanya yang memiliki sorot angker mengerikan diedarkan untuk meneliti sekelilingnya. Lalu ditariknya napas dalam-dalam. Dan seraya menghembuskannya dia
mendesis, "Aneh! Tak ada tempat yang tersembunyi di sini, tetapi aku tak lagi melihat lelaki berpakaian keperakan itu. Benar-benar
aneh! Ke mana dia pergi"!"
Semakin dia memicingkan mata untuk memperhatikan sekelilingnya, semakin besar keheranannya. "Ah, mengapa aku harus mengikuti lelaki berpakaian keperakan itu?" desisnya
lagi. "Tetapi... ah, apa yang harus kulakukan sekarang" Lelaki berpakaian
keperakan itu tentunya tahu kalau aku mengikutinya...."
Sementara itu, di saat pemuda yang dari jemari
hingga batas sikunya bersisik coklat ini kebingungan, di sebuah tempat yang
tersembunyi, yang berada di
balik ranggasan semak tinggi, lelaki berpakaian perak yang dikejarnya telah
duduk di hadapan satu sosok
tubuh. Setan Pemetik Bunga baru saja menceritakan
apa yang telah dialaminya pada orang di hadapannya.
Orang itu mendehem.
"Bagus! Kau telah melakukan tugas yang baik!"
Setan Pemetik Bunga memandang orang di hadapannya dengan seksama.
"Sebenarnya, ada yang mengherankan ku."
"Katakan!"
"Mengapa kau meminta ku untuk membunuh
mereka, dengan rencana yang kau katakan?" Orang itu menyeringai.
"Karena nama besarku tertutup oleh orangorang itu!"
"Tetapi, kau memiliki ilmu lebih tinggi dari mereka" Kau bisa membunuhnya!"
"Sebuah pekerjaan tentunya ada imbalan!" sahut orang itu masih menyeringai.
"Setan Pemetik Bunga! Kau telah meminta bantuanku untuk membunuh
Raja Naga yang telah membunuh kakekmu! Dan sudah
tentu aku mau melakukannya yang tentu saja dengan
syarat! Dan syarat telah ku keluarkan, yang juga telah kau jalankan...."
"Lantas, apakah kau mengenal perempuan bertelanjang dada yang tiba-tiba muncul?"
Orang itu menggelengkan kepalanya.
"Kita tak perlu memikirkan tentang perempuan
yang mengganas itu! Katamu tadi, Setan Gempal telah mampus! Dan dengan
kelicikanmu itu, kau justru
mendapatkan kesempatan melarikan diri sementara
kau biarkan Junjung Tala dan Gada Iblis menghadapi
perempuan itu! Otakmu benar-benar diisi dengan kebusukan, Setan Pemetik Bunga!"
Setan Pemetik Bunga hanya mendengus. Dia
menangkap kata-kata yang diucapkan oleh orang di
hadapannya justru berbau ejekan. Beberapa lama dipandanginya orang di hadapannya yang sedang menyeringai. Lalu sambil menindih kegeramannya dia berkata, "Lantas... apa yang akan kita lakukan sekarang"
Aku telah berhasil menjalankan rencana busuk itu untuk membunuh mereka! Dan
tentunya, kau akan segera menjalankan perintah yang kuberikan...."
Orang di hadapannya tertawa pelan.
"Tak perlu gusar dan tak perlu tergesa-gesa!
Sudah tentu aku akan membantumu untuk membunuh Raja Naga!" sahutnya masih tertawa. Kemudian sambungnya, "Dan perlu kau
ketahui, kalau sebelum ini aku telah bertemu dengan pemuda itu!"
Kepala Setan Pemetik Bunga terangkat. Untuk
beberapa lama dia tak bersuara sebelum terdengar ka-ta-katanya cepat dan
beruntun, "Kapan" Di mana" Apa yang kau lakukan" Kau telah membunuhnya"!"
Orang di hadapannya menggeleng.
"Tidak! Aku belum membunuh!"
"Oh! Mengapa... mengapa kau...."
Orang di hadapannya menyeringai.
"Karena aku belum tahu apakah kau telah berhasil membunuh manusia-manusia itu atau tidak!"
Setan Pemetik Bunga mendengus.
"Manusia satu ini memang menjengkelkan! Tetapi... dialah yang bersedia membantuku sementara
orang-orang keparat itu justru menertawakan ku! Huh!
Bagusnya rasa sakit hatiku tertolong dengan kehadirannya!" Dengan penuh tidak sabar dia berkata, "Kita
akan memburunya sekarang juga!"
"Jangan terlalu bernafsu! Setan Pemetik Bunga, dari pembicaraan ku sekilas
dengan pemuda itu, dia juga sedang mencari perempuan bertelanjang dada
yang muncul di hadapanmu! Kala itu aku juga sedang
mencari perempuan itu yang kebetulan ketika aku melewati sebuah perkampungan, para penduduknya telah
menjadi mayat!"
"Oh! Jadi... perempuan itukah yang telah melakukannya?"
"Ya! Bila kau tadi bertanya apakah aku mengenalnya, tidak sama sekali! Tetapi aku telah melihat hasil dari tindakan kejinya!
Dan saat ini, Raja Naga sedang mencarinya!"
"Ini akan menjadi satu peristiwa yang menarik!
Tahukah dia kalau kau sebenarnya sedang memburunya?" "Sudah tentu tidak! Dan ini akan menjadikan sebuah teka-teki kematian
yang sangat besar padanya!" Setan Pemetik Bunga tertawa pelan.
"Aku sudah tidak sabar untuk membunuh pemuda itu, yang telah membunuh kakekku, si Hantu
Menara Berkabut!"
"Keinginanmu itu tak akan lama lagi akan terlaksana! Dan akan lebih menguntungkan bila kita berhasil mengajak perempuan
bertelanjang dada untuk
bersatu! Kesaktian perempuan itu tentunya sangat
tinggi! Aku bisa membayangkannya dari apa yang kau
ceritakan!"
Setan Pemetik Bunga mengangguk-anggukkan
kepalanya sambil tersenyum puas.
"Ya! Kita akan berusaha untuk mengajaknya
bergabung!"
"Dan satu hal yang belum kuceritakan kepadamu!" "Katakan!"
"Apakah kau tidak menyadari kalau seseorang
sedang mengikutimu?"
Mendengar pertanyaan itu, kepala Setan Pemetik Bunga menegak. Matanya memandang tak berkedip
pada orang di hadapannya. Perlahan-lahan dia memalingkan kepalanya ke belakang, seolah mencoba menembusi ranggasan semak belukar.
"Tak perlu tegang maupun gusar! Orang yang
mengikutimu cukup jauh berada di sini!"
Kembali lelaki tampan namun memiliki kekejian tinggi itu memandang orang di hadapannya.
"Hemm... kalau dia mengetahui ada orang yang
mengikutiku, berarti dia memang sudah tahu ketika
aku hendak mendatanginya. Dari apa yang diketahuinya ini sudah menunjukkan tingkatan ilmunya,"
desisnya dalam hati. Masih memandang orang di hadapannya, Setan Pemetik Bunga berkata, "Kau tahu siapakah orang itu?"
Orang di hadapannya menganggukkan kepala.
Seringaian lebar terpampang di bibir merahnya.
"Orang itu adalah... pemuda yang hendak kau
bunuh!" * * * Pada saat yang bersamaan, pemuda dari Lembah Naga itu masih belum dapat memutuskan tindakan apa yang harus dilakukannya. Dia masih memicingkan matanya yang bersorot angker. Keningnya sesekali berkerut.
"Benar-benar mengherankan! Ke mana perginya
lelaki berpakaian perak itu?" desisnya lagi sambil menarik napas panjang.
"Hemmm... di sekeliling ku tak begitu banyak ranggasan semak belukar. Tetapi di
kejauhan sana banyak tumbuh semak-semak yang sangat rimbun. Bisa jadi kalau orang yang kuikuti itu masuk ke salah satu dari
semak semak itu."
Kembali untuk beberapa lama pemuda yang
mulai jari-jemarinya hingga, batas siku terdapat sisik-sisik coklat terdiam.
Lalu diputuskan untuk terus
mencari orang berpakaian keperakan.
Baru saja Boma Paksi melangkah lima tindak,
satu bayangan jingga berkelebat dari samping kanannya. Serta-merta pemuda tampan ini memalingkan kepala. Begitu dikenalinya orang yang berkelebat itu, dia segera berseru, "Dewi
Kerudung Jingga!!"
Bayangan Jingga yang berkelebat tadi menghentikan kelebatannya. Lalu menoleh. Seketika senyuman terpampang pada wajah jelitanya. Kemudian
dia berjalan mendekati Raja Naga.
"Boma Paksi...," desisnya. "Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Mendengar pertanyaan perempuan berkerudung Jingga itu, Boma Paksi tersenyum.
"Aku masih mencari perempuan bertelanjang
dada yang telah menurunkan banyak kematian! Dan
dalam pencarian ku aku melihat seorang lelaki berpakaian keperakan! Entah
mengapa aku kemudian memutuskan untuk mengikutinya, tetapi aku harus kehilangan jejaknya sekarang!"
"Lelaki berpakaian keperakan?"
"Ya! Apakah kau mengenalnya?"
Dewi Kerudung Jingga menggelengkan kepala.
"Tidak! Aku tidak tahu siapakah orang yang
kau maksudkan!" sahutnya kemudian menyambung,
"Tatapannya sungguh-sungguh sangat angker dan
menghujam jantung!"
"Dewi Kerudung Jingga, hingga saat ini aku belum juga menemukan perempuan bertelanjang dada
yang sedang kita buru! Bagaimana dengan kau sendiri?" Perempuan cantik berkerudung Jingga itu
menggeleng. "Sama seperti yang kau alami. Sulit untuk menemukan perempuan yang memiliki ilmu iblis itu."
"O ya! Ternyata aku salah menduga! Kalau perempuan itu ternyata bukanlah diperalat oleh seseorang!" Kening perempuan cantik di hadapannya mengerut. "Apa yang kau maksudkan?"
Raja Naga menarik napas dulu sebelum berkata, "Setelah perjumpaan kita sebelumnya, aku berjumpa dengan seorang kakek
berjuluk Peramal Sakti! Dari kakek itulah kuketahui apa yang telah terjadi!
Ternyata berubahnya Marinah menjadi perempuan kejam dimulai dengan masuknya sinar kehitaman, yang merupakan kumpulan ilmu hitam yang berasal dari Patung
Darah Dewa!"
"Patung Darah Dewa" Patung apakah itu?"
"Patung itu berbentuk wujud seorang lelaki bertampang kejam! Sinar hitam yang
masuk ke tubuh Marinah itu berasal darinya, kumpulan dari ilmu hitam seorang durjana yang pernah dikalahkan oleh Kiai Gede Arum!"
"Aku semakin bingung."
Raja Naga 06 Patung Darah Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di dunia ini, tak ada lagi yang patut dibingungkan, karena kemustahilan selalu saja menjadi sebuah kenyataan yang bisa-bisa
sangat mudah dipercayai!" Dewi Kerudung Jingga mengangguk-anggukkan kepala. "Kalau begitu...
apakah cara yang termudah untuk menghentikan sepak terjang perempuan bernama
Marinah?" "Aku memikirkan satu kemungkinan! Barangkali dengan cara menghancurkan Patung Darah Dewa,
semua urusan dapat terselesaikan! Tetapi tak menutup kemungkinan kalau kita akan
mendapatkan kesulitan!" "Bagaimana bila kita mencobanya?"
"Aku memang bermaksud demikian! Tetapi, aku
masih berkeinginan untuk menemukan perempuan itu
terlebih dulu!"
"Kalau begitu... kita berangkat sekarang!" Raja Naga tersenyum.
"Aku beruntung berjumpa dengan seorang perempuan yang memiliki naluri yang sama denganku
untuk menghentikan setiap kejahatan yang terjadi.
Dewi Kerudung Jingga, kita tetap mengambil arah
yang berlainan! Dengan cara seperti itu kemungkinan kita untuk menemukan
perempuan itu akan lebih cepat!" katanya.
Dewi Kerudung Jingga mengangguk-anggukkan
kepalanya. "Bagaimana dengan lelaki berpakaian keperakan itu?" "Aku akan mengeyampingkannya lebih dulu,
karena aku sendiri tidak tahu mengapa harus mengikutinya. Saat itu aku hanya berpikir, barangkali dia dapat kujadikan sebagai
tempat bertanya tentang perempuan bertelanjang dada yang sedang mengganas."
Dewi Kerudung Jingga menganggukkan kepala.
"Kalau begitu... kita berpisah sekarang...."
"Berhati-hatilah...."
Dewi Kerudung Jingga tersenyum.
"Kau pun harus berhati-hati, Raja Naga. Terus
terang, aku senang berjumpa denganmu...."
"Demikian pula denganku...."
Di saat lain perempuan berkerudung Jingga itu
sudah melangkah meninggalkan tempat itu, diantar
oleh pandangan Raja Naga sampai si perempuan cantik itu menghilang tertelan banyaknya pepohonan.
Raja Naga menarik napas pendek.
"Masalah yang kuhadapi ini sungguh pelik. Untuk saat ini yang kuketahui kalau lawanku adalah seorang perempuan bernasib
malang. Perempuan yang
seharusnya sebagai seorang istri dari lelaki yang men-cintainya. Tetapi nasib
malang menimpanya. Ah, dia
kemasukan titisan ilmu hitam dari orang yang pernah dikalahkan oleh Kiai Gede
Arum. Sayangnya, Kiai Gede Arum telah tewas akibat kejahatan muridnya sendiri si
Ratu Dayang-dayang...."
Kembali murid Dewa Naga ini menarik napas
panjang. Lalu seraya mengedarkan pandangannya ke
sekeliling dia mendesis, "Yah... seharusnya aku tetap mencari Marinah saja. Aku
telah berjanji pada Kang
Jaka untuk menyelamatkan istrinya...."
Habis membatin demikian, pemuda tampan berompi ungu ini sudah meninggalkan tempat itu, ke
arah yang berlainan dengan yang ditempuh oleh Dewi
Kerudung Jingga.
Dan sepasang mata yang memperhatikan dari
balik ranggasan semak, menggeram dingin.
"Terkutuk! Seharusnya dia kubunuh sekarang
juga!!" desisnya dengan kedua tangan mengepal. Kejap lain orang ini sudah
berlari ke arah yang ditempuh
Dewi Kerudung Jingga.
SELESAI Ikuti kelanjutan serial ini :
SELUBUNG TABIR HITAM
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Raja Pedang 1 Pendekar Naga Putih 61 Pewaris Dendam Sesat Suramnya Bayang Bayang 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama