Ceritasilat Novel Online

Kitab Pemanggil Mayat 1

Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada penerbit di bawah
lindungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l Matahari sudah lama terbenam di bentangan kaki
langit sebelah barat. Menenggelamkan kecerahan dan
terangnya alam siang tadi. Rembulan telah berdiri
tegak menggantikan tugasnya. Langit cerah tanpa
awan menggantung yang menghalangi lembutnya sinar
rembulan. Angin berhembus cukup dingin.
Kendati demikian, sinar rembulan hanya sedikit
saja yang bisa menembus hutan kecil di sebelah
selatan Gunung Siguntang. Hutan yang cukup banyak
ditumbuhi pepohonan. Meskipun rimbunnya
pepohonan menghalangi sinar rembulan, tetapi dua
buah pohon yang berdekatan dan bagai membentuk
sebuah celah, cukup bagi sinar rembulan itu
menembus sampai ke tanah.
Nampaklah di tanah, satu sosok tubuh tergolek
tak berdaya. Dibantu sinar rembulan yang cukup
menerangi, sosok berbaju lengan pendek berwarna
keemasan itu nampaknya sudah cukup lama tergolek
di tanah seperti itu.
Lima belas tarikan napas berlalu dalam kesunyian
yang cukup mencekam. Hembusan angin dingin yang
ditingkahi oleh suara hewan malam yang unjuk gigi,
cukup membuat tempat itu bagai mengasingkan diri
dari keramaian.
Beberapa saat kemudian, sosok berbaju keemasan
yang tergeletak di tanah itu perlahan bergerak Sebuah pedang berwarangka
keemasan yang terdapat di
punggung sosok tubuh itu nampak makin bercahaya
saja tertimpa sinar bulan.
"Aaaah...." Terdengar keluhan pendeknya.
Perlahan-lahan sosok tubuh itu berbalik. Tak
menghiraukan kalau sekarang punggungnya agak
tertahan pedang berwarangka keemasannya itu. Sosok
tubuh yang ternyata seorang pemuda tampan itu
memejamkan matanya sambil mengeluh lagi, kali ini
terdengar lebih ringan dari yang pertama, "Ah...
sekujur tubuhku terasa enak." Digeliatkan tubuhnya.
Ingatannya tiba pada peristiwa yang dialami
sebelumnya, "Aneh, padahal ku rasakan satu hawa panas yang menggerogoti seluruh
jalan darahku tadi.
Bagai tersedot. Sialan! Dan tahu-tahu sekarang sudah terasa enakan...."
Perlahan-lahan dibuka matanya. Cukup berat.
Mendapati sekelilingnya yang gelap, si pemuda
mengerutkan keningnya.
"Aku yakin, saat ini telah lewat tengah malam...
entah berapa lama aku pingsan. Tetapi, tubuhku
sudah benar-benar enak. Apakah...." Tiba-tiba si pemuda tampan berambut gondrong
dan dikeningnya
terdapat ikat kepala warna keemasan itu duduk. Mata
tajamnya memperhatikan sekeliling. Lalu terdengar
desahannya lega, begitu dilihatnya satu sosok tubuh
berbaju hitam panjang tergeletak tanpa nyawa berjarak lima tombak dari
tempatnya. Cukup terlihat, karena
kebetulan tempat di mana mayat berbaju hitam
panjang itu diterangi sinar bulan pula.
Siapa pemuda yang tengah mengusap wajahnya
dengan kedua tangannya itu" Di lengan kanan dan
kirinya terlihat rajahan burung rajawali warna emas.
Pedang di punggung yang hulunya ada dua buah relief
kepala burung rajawali berlawanan arah dan di bagian bawah hulunya terdapat
sebuah bintang, semakin
jelas menandakan siapa pemuda itu.
Dia adalah Tirta atau yang dikenal dengan julukan
si Rajawali Emas.
Seperti diceritakan pada serial Rajawali Emas
dalam episode "Dewi Karang Samudera", setelah menyelamatkan dan menyembuhkan
Andini, bersama
gadis murid Dewa Rumi itu, Tirta bermaksud
meneruskan perjalanan mencari Iblis Kubur yang telah banyak membuat onar. Merasa
Andini belum pulih
benar dari luka dalamnya, Tirta memutuskan untuk
memanggil Bwana. Burung rajawali yang besarnya
empat kali gajah dewasa dan menjadi peliharaannya
itu muncul bersama seorang gadis berbaju putih
dengan ikat pinggang warna kuning. Merasa harus
menolong gadis itu, Tirta pun menolongnya. Namun,
dia tak boleh membuang waktu. Setelah mengatakan
rencananya pada Andini untuk menunggu gadis yang
pingsan itu siuman, Tirta pun segera meninggalkan
gadis. itu. Dia yakin, Bwana akan menjaga Andini dan gadis yang pingsan.
Perjalanan mencari Iblis Kubur
dilanjutkan. Namun belum berhasil si Rajawali Emas
menemukan yang dicari, mendadak muncul Ratu
Tengkorak Hitam.
Seorang tokoh sesat yang sejak lima tahun lalu
menginginkan pedang di punggungnya yang diberi
nama Pedang Batu Bintang. Pertarungan hebat terjadi.
Ratu Tengkorak Hitam bukanlah tandingan si Rajawali
Emas. Tetapi, perempuan yang selalu mengunyah sirih
itu, dengan jurus 'Undang Maut Sedot Darah' milik
Raja Lihai Langit Bumi yang dicuri oleh Dewi Karang
Samudera, berhasil menggempur si Rajawali Emas
meskipun dia harus putus nyawa! Sementara si
Rajawali Emas jatuh pingsan ketika merasakan
darahnya bagai disedot keluar. Saat pingsan itulah
muncul Dewa Bumi, tokoh aneh bertubuh buntal yang
menyelamatkannya. Dan meninggalkannya setelah
mengobati. Tirta menarik napas panjang.
"Keadaan semakin genting sekarang. Waktuku
telah banyak terbuang, Entah di mana Iblis Kubur
berada. Apakah dia masih dipermainkan oleh Guru,
ataukah dia telah berhasil mengalahkan Guru, si
Bidadari Hati Kejam?" gumamnya dan perlahan-lahan berdiri. Digerak-gerakkan
seluruh anggota tubuhnya.
"Bagus! Tak ada yang terasa sakit. Tak percaya aku bisa sembuh begini, karena
saat itu ku rasakan
kondisi ku sudah begitu lemah. Hmmm.... Siapa pun
yang telah menolongku, kuucapkan banyak terima
kasih." , Si pemuda tampan berbaju keemasan lengan
pendek menoleh ke sekeliling hutan kecil itu. Lalu
mendongak, Setelah beberapa saat, terdengar
gumamannya "Malam semakin membentang tinggi,
jalan semakin panjang. Tak tahu di mana aku bisa
menemukan Iblis Kubur sekarang. Masa bodoh, aku
harus bergerak cepat ! Hmmm....Dewi Karang
Samudera pun harus kutemukan. Menurut Manusia
Pemarah, Dewi Karang Samuderalah yang telah
membangkitkan Iblis Kubur dengan mempergunakan
ilmu dari Kitab Pemanggil Mayat. Di mana pula dia
berada" Baiknya, aku berangkat sekarang juga.".
Memutuskan demikian, si Rajawali Emas pun
segera meninggalkan hutan kecil itu setelah
menguburkan mayat Ratu Tengkorak Hitam.
*** Ketika sepasang kaki kekar milik si Rajawali Emas
menginjak sebuah perdataran luas, matahari sudah
sepenggalah. Cukup menyengat.
Tak sekali pun si Rajawali Emas menghentikan
larinya semalam. Diedarkan pandangan ke seluruh
tempat. Yang nampak hanya perdataran agak naik dan
menurun. Penuh rerumputan dan beberapa
pepohonan. "Hmm.... Sukar bagiku menentukan di mana Iblis
Kubur berada. Begitu pula dengan Dewi Karang
Samudera yang memiliki Kitab Pemanggil Mayat," batin si pemuda sambil tetap
memandangi tempat itu.
"Baiknya, kuteruskan langkahku ke timur."
Tetapi, pemuda tampan dari Gunung Rajawali itu
mendadak mengurungkan niatnya untuk segera
meninggalkan tempat itu. Di gerakkannya kepalanya
ke arah kiri. Pendengarannya yang tajam menangkap
langkah menuju ke arahnya.
"Hmmm... menangkap derap langkah itu, aku
yakin, ada dua orang. Jelas menuju ke sini. Tak ada
tempat bagiku untuk bersembunyi untuk melihat dulu
siapa yang datang. Dalam keadaan seperti ini, bahaya lebih banyak mengancam.
Baiknya, kutunggu saja
siapa kedua orang ini."
Memutuskan begitu, Tirta segera membalikkan
tubuh. Berdiri tegak dengan kedua tangan bersedekap
di dada. Rambutnya yang gondrong dengan sebuah
ikat kepala yang melingkar di keningnya berwarna
seperti pakaian yang dikenakannya, dipermainkan
angin semilir. Wajah tampannya kukuh dengan
tatapan tajam ke depan. Tubuhnya benar-benar sudah
pulih kembali seperti sediakala. Bahkan tak dirasakan lagi bekas-bekas pukulan
'Undang Maut Sedot Darah'
yang dilepaskan Ratu Tengkorak Hitam.
Selang beberapa saat, nampak dua sosok tubuh
berkelebat tak ubahnya seperti setan belaka menuju
ke arah di mana Tirta berdiri tegak. Dari kejauhan
Tirta melihat kedua orang itu saling pandang dengan masih berlari menuju ke
arahnya. "Hmmm.... siapakah kedua orang ini" Rasanya,
aku belum pernah melihat keduanya. Baiknya, biar
aku tetap di sini. Aku ingin tahu siapa dan mau apa
kedua orang yang nampak mengenakan jubah itu,"
batin Tirta sementara melihat kedua sosok tubuh itu
semakin lama semakin dekat padanya. Dan
menghentikan langkah tepat di hadapannya.
Tirta yang sejak tadi sudah melihat keduanya,
tanpa sadar sepasang matanya lebih melebar menatap
dua orang yang baru datang itu. Keningnya
dikerutkan. Di sebelah kanan seorang laki-laki berusia lanjut.
Mukanya hitam cekung dengan kening yang selalu
berkerut. Rambutnya panjang menjulai sampai ke
punggung. Makin tak beraturan dihembusi angin
perdataran itu. Hidungnya besar dengan mulut lebar.
Mengenakan pakaian panjang berupa jubah warna
biru pekat. Orang yang di sebelah kiri, dalam soal usia
sebenarnya tak jauh berbeda dengan si rambut
panjang. Wajahnya tirus dipenuhi kerut merut.
Kebalikan dari si rambut panjang, rambutnya pendek.
Mengenakan jubah biru pekat pula.
Sejenak kedua lelaki berwujud menyeramkan itu
saling pandang. Lalu serentak pandangan tajam
diarahkan pada Tirta yang masih tegak berdiri berjarak tiga tombak.
Orang yang berambut panjang berkata, suaranya
serak dan dalam, "Orang muda... siapakah kau ini"
Dan dari mana kau datang?"
Mendapat pertanyaan yang bernada cukup sopan,
Tirta menjura. "Namaku Tirta. Aku datang dari
Gunung Rajawali" .
Orang yang bertanya tadi
mengalihkan pandangannya pada yang berambut pendek, seperti
mengatakan sesuatu dari pancaran matanya. Setelah
dilihatnya yang berambut pendek menganggukkan
kepalanya, lelaki tua yang berambut panjang
meneruskan kata, "Kau mengatakan datang dari
Gunung Rajawali Dan dari ciri-ciri yang nampak di
depan mata, jelaslah kalau engkau yang berjuluk
Rajawali Emas. Katakan kepadaku kalau yang
kukatakan itu salah."
"Hmmm... suaranya yang pertama kali tadi
bernada cukup sopan. Tetapi kata-katanya barusan,
penuh tekanan. Bahkan ku rasakan sebuah ancaman.
Jelas kedua orang ini patut diwaspadai." Batin Tirta dengan sepasang mata
menatap tak berkedip.
Perlahan-lahan disunggingkan senyumannya. Masih
tersenyum dia teruskan kata, "Julukan bukanlah
menandai siapa orang. Kebetulan saja julukan yang
kau sebutkan itu memang melekat pada diriku. Nah,
bila kedatangan kalian ke sini hanya untuk bertanya
soal itu, semua sudah kulakukan. Persoalan kita
Sudah selesai. Dan, aku harus meninggalkan kalian."
Wajah orang berambut panjang mendadak
membesi. "Tak semudah itu untuk meninggalkan tempat ini.
Terutama, apa yang kami inginkan ada di depan mata.
Lama kami melangkah, akhirnya bersua juga. Kalau
memang engkau yang berjuluk si Rajawali Emas, jelas
pedang yang ada di punggungmu itu Pedang Batu
Bintang." Lagi Tirta membatin mendapati kata-kata orang,
"Tak salah sekarang kalau keduanya patut diwaspadai.
Pertama, nada suaranya berubah, Kedua, dia
mengenal Pedang Batu Bintang. Hmmm... aku makin
ingin tahu siapa mereka."
Belum lagi Tirta berkata-kata, orang yang
berambut pendek berkata, suaranya tajam dan
lantang, "Bagus kalau begitu! Kau beruntung
berkenalan dengan kami sebelum mampus. Buka
telingamu lebar-lebar! Aku dikenal orang dengan
julukan Jubah Mambang, Dan sobatku ini berjuluk
Jubah Setan!"
Tirta cuma pamerkan senyum. Lalu dengan
gerakan santai dia mencabut sebatang rumput dan
mulai menggigit-gigitnya.
"Kalau sudah perkenalkan diri, mengapa masih
berada di sini?" tanyanya santai. Lalu menyambung sambil cengengesan, "Apa


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya kalian ingin mengenalku lebih dalam" Bagus kalau begitu. Aku
bersedia menjawab setiap pertanyaan. Asal jangan
bertanya, aku sudah kawin atau belum ya?"
Mengkelap wajah orang berambut pendek yang
berjuluk Jubah Mambang. Tetapi jelas kalau kemudian
ditindih rasa kesalnya itu. Kendati begitu, suaranya yang bergetar tak mampu
menutupi rasa muaknya.
"Bicaramu seakan mencapai setinggi langit. Tetapi julukanmu akan pupus sampai di
sini, Rajawali Emas!
Tentunya kau mengenal Mara Hitam Ritrik atau yang
berjuluk Ratu Tengkorak Hitam. Perempuan jelek
pengunyah susur itu adalah kambrat kami. Katakan di
mana dia berada! Setelah kau jawab pertanyaan,
serahkan Pedang Batu Bintang kepada kami!"
Tirta terdiam sejenak. Matanya lebih tajam
menatap kedua orang itu bergantian. Lalu katanya
masih tetap bersikap santai.
"O... jadi kalian sahabatnya si nenek peot itu, ya"
Kok mau-maunya bersahabat dengan nenek jelek itu"
Hei! Tidak usah melotot! Pertanyaan kalian bisa
kujawab. Nenek jelek berjuluk Ratu Tengkorak Hitam
telah tewas bersama dosa-dosanya. Tetapi permintaan
kalian tak akan pernah kukabulkan!"
"Setan keparat! Siapa yang menurunkan tangan
telengas pada kambrat kami, hah?" makin menusuk suara Jubah Mambang. "Katakan!
Akan ku cabik-cabik tubuh manusia sialan itu!"
"Wah, aku tak bisa menjawabnya. Kalau kalian
ingin tahu siapa yang membunuhnya, kalian bisa
bertanya padanya. Kalau tidak salah, batu nisannya
ada di lembah sebelah barat dari tempat ini Nah, aku kan sudah memberi tahu.
Cepat sana kalian pergi"
Lama-lama perutku jadi mual nih menatap wajah jelek
kalian yang mirip kambing!"
*** Bab 2 Mengkelap Jubah Mambang mendengar ejekan itu.
"Kau akan menyesali kata-katamu itu hari ini
juga, Rajawali Emas!"
Dengan gerakan yang sangat cepat, Jubah
Mambang memutar kedua tangannya di depan dada.
Dan siap dihempaskan kepada pemuda berbaju
keemasan di hadapannya.
Tetapi, suara si Jubah Setan untuk sejenak
mengurungkan maksudnya.
"Bila bertindak padanya, jangan terlalu bermurah.
Aku yakin, pemuda ini yang menurunkan tangan maut
pada Ratu Tengkorak Hitam. Buktinya, dia tahu di
mana nisan kambrat kita berada. Aku ingin kau
menyelesaikan urusan ini dengan cepat! Pedang Batu
Bintang yang diinginkan Mara Hitam Ritrik harus kita
miliki! Setelah urusan ini, aku ingin melibatkan diri memperebutkan Kitab
Pemanggil Mayat yang banyak
dibicarakan orang. Kabar telah ku sirap, kalau kitab itu berada pada perempuan
berjuluk Dewi Karang
Samudera. Habisi pemuda itu!"
Usul kata-kata Jubah Setan, Jubah Mambang
yang memang sudah mempersiapkan pukulannya,
langsung berkelebat ke depan. Tangan kanannya
bergerak cepat.
Wuuuttt! Wuuuutt!
Seketika serangkum angin dahsyat menderu ke
arah Tirta. Mendapati serangan telah dibuka, Tirta tak tinggal
diam. Dikarenakan dia tahu kalau keduanya jelas
bukan orang baik-baik. Selain itu, Tirta merasa harus mengejar waktu mencari
Iblis Kubur dan Dewi Karang
Samudera. Didahului bentakan keras, Rajawali Emas
mengangkat kedua tangannya tanpa bergeser dari
tempatnya. Des! Des! Benturan keras dua kali terjadi. Pertama terjadi
karena bentrokan pukulan Jubah Mambang yang
ditahan tangan kanan si Rajawali Emas. Sementara
suara yang kedua terjadi karena tangan kiri si Rajawali Emas telah menghantam
pangkal lengan kanan orang
berambut pendek berjubah biru pekat itu.
Jubah Mambang cepat mundur lima tindak ke
belakang. Tangan kanannya dirasakan bergetar dan
sangat nyeri pada pangkal lengannya akibat pukulan
yang dilakukan Tirta barusan. Wajah si Kakek
berjubah biru kusam itu mengkelap dengan sepasang
mata melotot gusar.
Di seberang, pemuda dari Gunung Rajawali itu
segera mengalirkan tenaga dalamnya pada tangannya
yang terasa nyeri. Saat tangan kirinya dipukulkan
pada pangkal lengan kanan lawan, dirasakan bagai
menghantam sebuah batu cadas!
Jubah Setan yang memperhatikan bentrokan
barusan itu, mendadak menegak. Dia heran mendapati
si pemuda mampu mengatasi, bahkan mengirimkan
satu pukulan pada si Jubah Mambang. Jubah Setan
tahu, serangan yang dilepaskan kawannya tadi adalah
jurus lingkar Tangan Setan'.
Sementara itu si Jubah Mambang yang telah
mengalirkan tenaga dalamnya guna mengusir rasa
nyeri, menerjang kembali dengan satu bentakan keras.
Tenaga dalamnya telah dilipat gandakan, menandakan
dia sudah berada dalam puncak kemarahannya.
"Keparat hina! Kau berani jual tampang di depan kami rupanya! Dan kau telah
cabut nyawa Ratu
Tengkorak Hitam! Berarti, kau harus berikan nyawamu
kepadaku!"
Kedua tangannya membuka dan disorongkan ke
depan dengan gerakan menyentak.
Tirta terkesiap merasakan angin dingin menderu
ke arahnya. Cepat pemuda yang di lengan kanan dan
kirinya ada rajahan burung rajawali keemasan,
melompat ke samping.
Tanah di mana dia berdiri tadi muncrat. Meskipun
pandangannya harus terhalang oleh tanah yang
muncrat. Jubah Mambang sudah mencelat ke muka.
Menerobos dan melancarkan serangannya lagi.
Si Rajawali Emas tersentak. Cepat dia membuang
tubuh ke samping. Begitu hinggap di tanah kembali
dengan pencalan satu kaki dia mencelat ke arah Jubah Mambang.
Wuuuttt! Jubah Mambang tersentak. Dia berusaha
memapaki serangan yang datang dengan cepat itu.
Tetapi terlambat....
Buuukkk! Jotosan yang diluncurkan
Tirta, telak menghantam pinggang. Membuatnya surut ke
belakang dengan tulang iga yang terasa remuk!
"Wah! Makanya kalau mau menyerang lihat-lihat
dulu!" seloroh Tirta masih dengan menggigit-gigit rumput.
Jubah Mambang hanya bisa melotot gusar dan tak
mampu lagi untuk melanjutkan
serangan. Dikarenakan rasa nyeri pada tulang iganya bila dia
mencoba untuk bangkit.
Justru si Jubah Setan yang menggebah didahului
teriakan mengguntur.
"Aku ingin tahu kehebatanmu, Keparat busuk!"
Kakek berambut panjang itu hantamkan dua
pukulan sekaligus. Menyusul satu tendangan yang
siap memecah kepala Tirta. Tirta sendiri langsung
mengangkat kedua tangannya dan dengan pencalan
satu kaki dia menderu ke depan.
Prak! Prak! Wuuuttt! Dua benturan terjadi Telak dan keras. Sementara
Tirta sekarang dalam keadaan merunduk karena harus
menghindari sambaran kaki si kakek berambut
panjang. Belum lagi dia susulkan serangan, serangkum
angin dahsyat mengeluarkan suara laksana gelombang
disertai hamparan hawa panas, menderu ke arahnya.
Cepat Tirta tekuk kedua kaki. Lalu.... Hup!
Dengan mempergunakan jurus 'Rajawali Putar
Bumi' si Rajawali Emas berhasil menghindari serangan
itu. Tetapi, gelombang angin disertai sinar hitam pekat telah menderu ke arahnya
dari arah Jubah Mambang.
Rupanya kakek berambut pendek itu masih bisa unjuk
gigi. "Berabe kalau begini! Jelas aku harus bertarung sekarang! Padahal saat ini
aku harus menemukan Iblis Kubur atau Dewi Karang Samudera!" dengus Tirta
sambil membuang tubuh kembali. Dan sebelum kedua
kakinya hinggap di tanah, tangan kanannya mengibas
cepat. Wuuuus! Jurus 'Sentakan Ekor Pecahkan Gunung'
menggebrak dahsyat. Jubah Mambang terpekik
menerima serangan cepat yang dilakukan dalam satu
gebrakan itu. Mengandalkan sisa-sisa tenaganya, dia
berusaha menggulingkan tubuh.
Byaaarr! Tanah di mana Jubah Mambang berada tadi,
terangkat. Debu beterbangan. Dan saat luruh, di
tempat itu telah terbentuk sebuah kubangan sedalam
setengah tombak.
Habis melakukan serangan, Tirta melompat ke
belakang. Lalu berkata dengan suara angker, "Jangan terlalu memaksakan kehendak!
Bila saja aku tak
punya urusan, kalian bisa kuselesaikan!" Dari suara angkernya mendadak saja dia
terkekeh-kekeh, "Bagaimana dengan suaraku tadi" Sudah patut jadi pemain
ketoprak belum?"
Tak ada yang menyahuti selorohan Tirta. Jubah
Setan sudah menderu kembali.
"Eh, benar-benar nekat ya?" seru Tirta dan segera melompat mundur. Bersamaan
dengan itu, dia
menerjang ke depan. Tetapi mendadak saja terdengar
teriakannya keras, "Gilaaa!"
Bersamaan dengan itu, tubuhnya bergulingan ke
belakang. Di hadapannya, Jubah Setan bergerak
membungkuk. Jubah biru pekatnya digerakkan
mengibas. Lontaran api setajam anak panah menderu ke
arah Tirta! "Sinting! Api dari mana ini yang bisa terlontar dari jubah birunya!" maki Tirta
dan segera dipergunakannya jurus menghindarinya lagi, Jurus
'Rajawali Putar Bumi'.
"Kau tak akan bisa lolos dari tanganku, Rajawali Emas!" sentak Jubah Setan
menggebah. Hujan api yang meluncur dahsyat dari balik jubah birunya makin
banyak. Beruntun dan bertubi-tubi. Seketika
pedataran itu terbakar. Angin yang bertiup makin
membuat api itu bertambah cepat menjalar. Suasana
menjadi sangat panas sekali.
Tirta membatin, "Perdataran ini bisa habis
dimakan api. Dan bisa pula merambat ke tempat
lainnya. Celaka, aku tak bisa membiarkan api ini habis membakar tempat. Tetapi,
bagaimana cara memadamkannya sementara manusia keparat itu
terus menyerang."
Hujan api yang dilakukan Jubah Setan makin
banyak, diiringi dengan tawa kerasnya penuh ejekan.
Jubah Mambang yang telah menyingkir tak mau
dimakan api berdesis dengan senyuman aneh, "Ilmu
'Hujan Api' milik si Jubah Setan memang hebat.
Hmm... bila saja keadaanku tidak payah begini, akan
kuperlihatkan pula ilmu 'Hujan Panah' ku!"
Jubah Setan yang merasa di atas angin sekarang
terus menghujani si Rajawali Emas' dengan api-api
panasnya. Namun detik kemudian dia terkesiap.
Wajahnya tertarik ke dalam hingga kerut di wajahnya
makin berlipat. Cepat dia buang tubuh ke samping
ketika pemuda berbaju keemasan itu telah cabut
pedang di punggungnya.
Menghampar sinar keemasan yang sangat
menyilaukan. Sekali dikibaskan, api di sekeliling
tempat padam seketika. Lalu menderu sinar keemasan
itu ke arah si Jubah Setan yang masih nekat
melancarkan ilmu 'Hujan Api' nya.
Si Rajawali Emas yang dalam keadaan terdesak itu
cepat mencabut Pedang Batu Bintang dan
mempergunakannya, dengan mudahnya menghalau
sekaligus memadamkan api-api itu.
Bahkan dikawal teriakan keras, tubuhnya
berkelebat ke arah Jubah Setan yang terpekik dan
sebisanya menghindari serangan si Rajawali Emas.
Crass! "Aaakhhhh!"
Dada si Jubah Setan tergores sedikit. Pakaiannya
langsung hangus dan memperlihatkan dada yang
kurus. Masih berusaha menyelamatkan diri, kakek
berambut panjang itu berusaha membalas dengan
ilmu 'Hujan Api' nya.
Tetapi kali ini ilmu itu tak banyak membantu.
Setiap kali Tirta mengibaskan Pedang Batu Bintang,
api itu langsung padam. Bahkan getar anginnya
berkali-kali menyambar wajah Jubah Setan yang
memekik karena merasa terbakar. Dan.....
Cras! Rambut panjangnya langsung putus tersambar
angin Pedang Batu Bintang.
"Celaka! Jelas aku tak bisa menghadapi pemuda
ini. Ilmunya begitu tinggi padahal dia masih muda.
Biarlah urusan nyawa Ratu Tengkorak Hitam dan
pedang sialan itu ku tuntaskan dulu untuk


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sementara."
Memikir sampai di sana, Jubah Setan bergulingan
ke arah Jubah Mambang dan.... Tap!
Tangan kanannya langsung menyambar tubuh si
kakek berambut pendek yang hanya menatap
pertarungan itu dengan penuh amarah dan dendam.
Kejap kemudian, Jubah Setan lari lintang pukang.
Si Rajawali Emas menghentikan gerakannya dan
berteriak, "Hoooiii! Mau ke mana" Kan belum selesai"!"
Panas hati dua kakek berjubah biru pekat itu.
Tetapi mereka tak peduli lagi. Yang terpenting
sekarang menyelamatkan diri dulu. Namun yang
membuat keduanya begitu marah dan malu, karena
kemunculan mereka sejak mengasingkan diri di Sumur
Batu, langsung dipecundangi oleh pemuda yang masih
muda. Tirta sendiri sudah memasukkan kembali Pedang
Batu Bintang ke warangkanya yang dipenuhi jalinan
benang emas itu. Didongakkan kepala. "Hmm... siang sudah tiba. Aku harus cepat!"
Kejap kemudian,
tubuhnya sudah berkelebat meninggalkan perdataran
yang hangus itu.
*** Bab 3 Ketika matahari mulai meluncur ke arah barat,
dua sosok tubuh tiba di perdataran yang hangus itu.
Untuk sejenak, sepasang muda-mudi itu saling
pandang. Lalu kembali mengedarkan pandangan ke
seantero tempat
"Melihat apa yang terjadi di sini, aku yakin belum
lama terjadi pertarungan hebat," kata si pemuda berwajah tampan sambil
memperhatikan sekelilingnya.
Gadis jelita yang berdiri di sisinya menyahut, "Kau benar, Kang Wisnu. Tetapi,
siapa yang baru saja
bertarung ini?"
Wisnu tak menemukan jawaban dari pertanyaan
itu. Dialihkan pandangan pada gadis yang memiliki
sepasang mata bagus di sisinya.
"Sulit kujawab pertanyaanmu itu, Nandari. Tetapi, kita tak usah persoalkan
masalah ini. Yang terpenting, kita harus tetap mencari Siluman Buta yang membawa
Andini." Nandari yang mengenakan pakaian biru dengan
ikat pinggang warna merah yang terselip sepasang
trisula mengangguk Rambut panjangnya yang terdapat
pita warna biru bergerak indah.
Gadis itu balas menatap pemuda berbaju putih
yang terbuka di dada dan perlihatkan dada bidang.
Rambut si pemuda panjang tergerai. Di punggungnya
terdapat sebilah pedang.
"Kau benar, Kang. Sampai saat ini kita belum tahu nasib Andini. Aku cemas
memikirkan nasibnya."
Wisnu memegang lengan gadis di sisinya itu.
Menekannya, seolah memberikan kepercayaan pada
gadis itu. Lalu dengan tersenyum dan menatap penuh
kasih, pemuda itu berkata lembut.
"Sudahlah, Nandari. Sebaiknya, kita lanjutkan
perjalanan ini." (Untuk mengetahui siapa keduanya dan apa yang tengah mereka
cemaskan, silakan baca
serial Rajawali Emas dalam episode: "Sumpah Iblis Kubur" dan "Dewi Karang
Samudera").
Nandari balas menatap pemuda di hadapannya.
Perlahan dianggukkan kepalanya.
"Belum enak hatiku kalau belum melihat senyum
mu," kata Wisnu bagai bisikan. Dan setelah itu, wajahnya jadi memerah karena
merasa lancang mengucapkan kata-kata barusan.
Wajah Nandari pun bersemu merah.
"Ah, Kang Wisnu ini.... Kok suka menggoda ku
juga" Kayak Andini saja."
Wisnu cuma tertawa dengan batin berbisik, "Ah...
untungnya Nandari tidak marah. Kalau dia marah
dengan kata-kata barusan, bisa nggak beres urusan."
Lalu muda-mudi murid Dewa Bumi itu berkelebat
cepat. Tepat ketika matahari siap tenggelam di barat, keduanya tiba di sebuah
hutan belantara yang lebat
"Nandari, kita cari tempat yang cukup aman untuk beristirahat,' kata Wisnu
sambil memperhatikan
sekelilingnya. Nandari cuma menganggukkan
kepalanya. Keduanya berkelebat kembali dan tak lama
kemudian, mereka menemukan sebuah gubuk di
tengah hutan itu.
Wisnu tersenyum. "Rasanya, tempat itu cukup
aman untuk kita beristirahat."
Nandari mengerling, membuat jantung Wisnu
berdegup tak menentu.
"Asal... kau jangan macam-macam ya?"
Wisnu tertawa. "Kau ini, bicaranya kok ngaco.
Mana mungkin aku melakukan hal itu kalau tidak...
terpaksa.... Ha ha ha." Wisnu tertawa mendengar guyonannya sendiri. Dilihatnya
gadis di sisinya
tersenyum gemas. Lalu dia menyambung, "Ayolah, kita periksa dulu gubuk itu.
Setelah itu, aku akan mencari ayam atau burung hutan untuk pengisi perut."
Tetapi sebelum keduanya bergerak, terdengar
suara dingin dari dalam gubuk yang berjarak tiga
tombak di depan mereka, "Kau benar, Dewi. Ada dua
anak manusia yang kesasar ke sini."
Kedua murid Pesanggrahan Mestika itu surut satu
tindak. Saling pandang mendapati suara itu. Menyusul suara barusan, aroma wangi
yang luar biasa menguar.
Tanpa sadar Wisnu dan Nandini bersiaga.
"Telingaku tak pernah salah, Orang tua jelek Kau lihatlah siapa mereka. Dan tak
perlu banyak tanya, bunuh karena mengganggu keasyikan kita!" kata satu suara,
lebih dingin dan bernada kejam.
Kalau tadi Wisnu dan Nandini hanya mundur satu
tindak, kali ini keduanya mundur lima tindak.
Pandangan lebih terbuka menatap ke depan dengan
siaga penuh. Kejap kemudian, satu sosok tubuh keluar dari
gubuk itu. Seolah tak melihat keduanya, orang yang
baru keluar merentangkan tangannya ke atas sambil
mengeluarkan suara, "Aaaahh... sialan betul ada yang mengganggu keasyikan ku
ini. Untungnya tadi sudah
kulakukan. Tetapi kan aku mau nambah! Dasar
monyet-monyet kurang kerjaan yang mengganggu
keasyikan orang!"
Kedua muda-mudi itu menatap tak berkedip pada
orang tua yang baru keluar dari dalam gubuk.
Tubuhnya kurus mencangkung tanpa baju. Tubuhnya
menonjolkan tulang-tulang di sekitar dada dan perut.
Celana pangsi hitam kusam menutupi tubuh bagian
bawah. Rambut panjang tergerai di punggung. Yang
mengerikan dari wujud anehnya itu, wajahnya
berwarna kuning, lain dari warna kulit hitamnya di
sekujur tubuhnya.
Wajah kuning yang dingin dan seperti mayat itu
menatap tak berkedip pula ke depan. Sejurus
kemudian terdengar tawanya, "Dewi... rupanya malam ini kita kedatangan tamu yang
benar-benar menakjubkan."
"Setan muka kuning! Bunuh kedua orang itu!"
terdengar bentakan sengit dari dalam gubuk "Aku tidak suka ada yang mengganggu
keasyikan kita!"
"Bodoh kalau kau menginginkan hal itu! Cepat
keluar! Aku ingin tahu apakah kau akan teruskan
maksudmu!"
"Setan tua! Berani-beraninya kau bicara begitu, hah"!" Bentakan itu belum sirna
seluruhnya, satu sosok tubuh telah keluar dari dalam gubuk Berdiri di sisi orang
tua bermuka kuning. Sejurus kemudian
terdengar tawanya, "Kau benar, Manusia Mayat Muka Kuning. Jelas ini hidangan
empuk bagi kita sebelum
teruskan langkah mencari Bidadari Hati Kejam dan
merebut Pedang Batu Bintang dari tangan Rajawali
Emas. Urusan Iblis Kubur yang telah pecahkan
gendang telinga bisa kita tunda. Begitu pula keinginan untuk mendapatkan Kitab
Pemanggil Mayat yang
dimiliki perempuan lacur berjuluk Dewi Karang
Samudera!"
Wisnu dan Nandari makin bersiaga menyadari
ucapan orang. Kini mereka tahu dari mana asal aroma
wangi itu. Rupanya berasal dari perempuan berbaju
sutera dengan belahan dada yang rendah hingga
memperlihatkan bungkahan buah dadanya yang besar
dan indah. Mereka juga melihat paha putih yang padat milik perempuan yang
wajahnya ditutupi sutera itu.
Rupanya baju bagian bawah hingga ke pangkal
pahanya terbelah panjang.
Perempuan berdada besar itu tertawa, "Bocahbocah ayu dan tampan. Beruntung kalian berjumpa
dengan kami. Orang rimba persilatan menjulukiku
Dewi Kematian. Dan sobatku yang sekaligus kekasihku
ini berjuluk Manusia Mayat Muka Kuning." Habis
berkata begitu Dewi Kematian membatin, "Kekasih"
Kekasih tai kucing! Bila urusanku selesai, tak akan
mau kujumpai lagi Manusia Mayat Muka Kuning
sialan ini! Terutama, membiarkan tubuhku
digelutinya! Kalaupun aku mau melakukannya
sekarang, karena aku juga butuh kehangatan setelah
muridku si Lanang tewas di tangan Rajawali Emas."
Sadar kalau kedua orang aneh ini berniat jahat,
Wisnu berbisik, "Nandari.., rasanya kita tak akan bisa menghadapi keduanya. Guru
pernah bercerita tentang
kedua manusia ini, bukan" Manusia-manusia laknat
dari golongan sesat. Terutama Manusia Mayat Muka
Kuning yang sepuluh tahun belakangan ini
menimbulkan pembunuhan bergelombang. Jelas
keduanya tak bermaksud baik pada kita. Bila keadaan
tak menguntungkan, cepat kau tinggalkan tempat ini."
Gadis berbaju biru dengan ikat pinggang merah
itu hendak membantah ucapan Wisnu, tetapi si
pemuda telah meneruskan kata-katanya pada Manusia
Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian, "Beruntung memang kami bisa mengenal dua
tokoh yang disegani.
Sayangnya kami tak punya banyak waktu untuk
meneruskan pembicaraan ini. Biarkan kami berlalu
dan kami akan mengingat kalian selalu,"
Dewi Kematian tertawa. Cadar sutera yang
menutupi wajah bergoyang.
"Bicaramu sedap betul didengar. Usulmu bisa
kuterima. Tetapi, hanya gadis itu yang kuperkenankan pergi sementara kau
menemaniku di sini."
"Enak betul kau bicara, Dewi! Apakah aku tidak
akan mendapat bagian?"
Dewi Kematian tertawa, "Dasar lelaki cabul.
Kupikir nafsumu sudah hilang!"
Manusia Mayat Muka Kuning terkekeh-kekeh
"Sejak berjumpa denganmu lagi dan menikmati surga dunia, aku jadi ingin
merasakannya pada yang lain.
Kau tentunya tidak cemburu, bukan"' Dewi Kematian
kembali tertawa.
"Apa yang kau inginkan, tentunya sama dengan
yang kuinginkan. Kebetulan, dua bocah bagus ini
datang menyodorkan diri pada kita."
Wisnu bertambah waspada. Sepasang matanya
tajam tak berkedip ke depan. "Hmmm... rupanya ini akan jadi urusan. Sulit bagiku
untuk melepaskan diri sekarang. Tetapi, Nandari harus bisa meloloskan diri."
Pemuda berbaju putih yang terbuka di bagian dada
nampak berpikir keras. Tak menemukan jalan keluar,
Wisnu mencoba mengulur waktu. Lalu katanya, "Kalau tadi Dewi mempersilakan gadis
bersamaku ini pergi
sementara aku tinggal di sini, lalu bagaimana dengan maksud Manusia Mayat Muka
Kuning?" "Orang muda tolol!" membentak Dewi Kematian dengan suara keras. Payudaranya yang
montok dan menyembul keluar itu bergoyang. "Apakah kau tidak mengerti kalau kami berdua
menghendaki kalian, hah"
Jangan jadi bodoh di hadapan kami bila masih sayang
dengan nyawa!"
Wisnu menahan sesuatu yang mendadak
bergejolak begitu matanya tertancap pada payudara
besar Dewi Kematian yang putih mulus itu. Hanya
sesaat getaran aneh terjadi, karena setelah
menenangkan diri, pemuda murid Dewa Bumi itu telah
bernapas normal kembali. Hanya dilihatnya tangan
kurus hitam orang tua muka kuning menyusup ke
balik pakaian Dewi Kematian di bagian dada. Nandari
membuang muka melihatnya.
"He he he... mengapa Manis" Apakah kau tak suka melihat pemandangan seperti
ini?" orang tua muka
kuning terkekeh-kekeh dan tangannya makin liar
'mengaduk' sesuatu di dada Dewi Kematian.
Nandari menekan perasaannya. Gadis yang
biasanya tak mudah terbawa emosi, perlahan
terpancing karena rasa muak yang dalam.
"Siapa pun kalian, adanya, kami tak pernah takut.
Cukup menghormat, tetapi tak perlu menyembah. Bila
tak ada lagi urusan, lebih baik kami tinggalkan tempat ini!" seru Nandari tegap.
Lalu tanpa menunggu
jawaban dari kedua tokoh aneh itu, dia sudah berbalik dan melangkah.
Wisnu bergegas menyusul. Tetapi langkah
sepasang muda-mudi itu tertahan. Karena, di hadapan
mereka tahu-tahu telah berdiri Manusia Mayat Muka
Kuning dan Dewi Kematian. Dengan sikap cabul orang
tua muka kuning itu yang bukan hanya tangannya
saja yang 'mengaduk' bagian dada Dewi Kematian.
Tetapi mulutnya yang rada monyong dan bau itu
menyosor di leher dan bibir Dewi Kematian yang hanya tertawa saja. Nandari
mendelik gusar. "Kami tak pernah punya silang sengketa! Mengapa kalian yang
tua-tua bersikap busuk macam begini, hah"!"


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentaknya keras.
Wajah di balik cadar sutera mengkelap. Tangan
kanannya menyentak turun tangan Manusia Mayat
Muka Kuning dari dadanya.
"Kurang ajar! Kau benar-benar ingin dihajar
rupanya!" Habis kata-katanya, Dewi Kematian mengangkat
tangan kanannya dan.... Wuuuuttt!
Angin keras menderu ke arah Nandari. Biar
bagaimanapun juga, Nandari adalah murid Dewa Bumi
dari Pesanggrahan Mestika. Dengan sigap digerakkan
pula tangan kanannya.
Wuuus! Pyaarrr!
Terdengar letupan kecil. Namun cukup membesi
wajah Dewi Kematian melihatnya.
"Hmmm... sejak tadi aku yakin kalau keduanya
bukan muda-mudi sembarangan. Aku ingin tahu bisa
apa mereka," batinnya jengkel. Tetapi ketika
perempuan bercadar sutera itu hendak melakukan
satu serangan, Manusia Mayat Muka Kuning
menahan. "Biar jadi urusanku. Dalam dua gebrak mereka
masih kuberi napas. Setelah itu, kita akan dapatkan
apa yang kita inginkan."
Mendapati kata-kata orang tua muka kuning
barusan, Wisnu maju satu tindak ke depan. Kini
Nandari berada di belakangnya. Saat melangkah ke
depan tadi Wisnu berbisik, "Persiapkan pukulan 'Sinar Dewa'. Dan ingat pesanku
tadi, bila tak menguntungkan, kau cepat tinggalkan tempat ini."
Seperti halnya tadi, Wisnu tak memberi
kesempatan gadis itu untuk berkata-kata. Pemuda
yang telah persiapkan pukulan 'Sinar Dewa' berkata
dengan suara angker, "Kalian terlalu memaksa kami yang muda untuk bertindak
lancang. Jangan salahkan
kami kalau...."
"Kurang ajar! Ingin kulihat apa bisa kalian!"
potong Manusia Mayat Muka Kuning yang sudah
menderu ke depan. Tangan kanannya bergerak bagai
menampar. Wisnu yang sudah persiapkan diri, segera
mencelat pula ke depan. Pukulan 'Sinar Dewa'
dilepaskan. Memercik sinar terang agak kemerahan di
tangannya. Wuuuuss! Tak ada angin yang keluar. Tak ada sentakan yang
terlalu kuat saat pukulan itu dilepaskan. Tetapi
Manusia Mayat Muka Kuning bukan orang baru di
rimba persilatan. Meskipun tak merasakan getaran
apa-apa, tetapi dia yakin kalau pemuda itu
melepaskan pukulan dahsyat.
Mendadak saja dikibaskan tangan kirinya.
Wusss! Duaaaarrr! Memercik bunga api dari benturan itu. Manusia
Mayat Muka Kuning melompat ke belakang. Tak
meneruskan serangan, justru keningnya berkerut
dengan tatapan tajam.
"Melihat pukulanmu barusan, aku yakin itu
adalah jurus 'Sinar Dewa'. Jurus yang hanya dimiliki oleh manusia buntal dari
Pesanggrahan Mestika. Ada
hubungan apa kalian dengan manusia buntal
bercangklong itu"!"
Merasa ada yang mengenal gurunya, Wisnu
berkata tetap bersiaga, "Orang tua muka kuning, rasanya tak perlu kujawab kalau
kau bisa menebak
siapa Dewa Bumi itu."
"Setan alas! Rupanya kalian murid-murid si
manusia buntal! Bagus, akan kulumat tubuh kalian!
Manusia buntal itulah yang paling lebar tawanya
ketika aku dipecundangi oleh Bidadari Hati Kejam di
Lembah Maut."
Habis kata-katanya, Manusia Mayat Muka Kuning
menggebah. Didahului angin bergemuruh dahsyat,
kedua tangannya memancarkan sinar kuning yang
pekat. Wisnu lipat gandakan tenaga dalam dan mencelat
dengan pukulan 'Sinar Dewa'. Pyaaarr!
Sinar kuning berbenturan dengan sinar terang.
Memercik ke angkasa. Menyilaukan mata. Dan....
Des! Kaki kiri Manusia Mayat Muka Kuning
menghantam perut Wisnu. Memang, Wisnu bukanlah
tandingan Manusia Mayat Muka Kuning. Saat
benturan terjadi, orang tua muka kuning itu
menunjukkan kelasnya dengan melancarkan
tendangan keras.
Wisnu merasa dadanya bagai remuk. Masih
untung Nandari cepat bertindak menahan kekasihnya.
Bila tidak, tak ampun lagi Wisnu akan menabrak
pohon di belakangnya.
"Menyingkir dari sini, Kang!" seru Nandari dan dengan cepat berkelebat ke arah
Manusia Mayat Muka
Kuning. Pukulan 'Sinar Dewa' telah terangkum pula di
tangannya. Orang tua muka kuning cuma keluarkan
dengusan pendek dan mencelat ke muka.
Apa yang dialami oleh Wisnu menimpa Nandari
pula. Malah gadis itu yang justru menabrak pohon dan terpental lagi ke depan
satu tombak. Dadanya keras
menghantam tanah. Darah segar mengalir dari
mulutnya. Membesi wajah Wisnu melihat kejadian yang
menimpa gadis yang dicintainya. Dengan kerahkan
sisa-sisa tenaganya, pemuda itu bangkit ke arah
Nandari. "Bagaimana keadaanmu, Nandari?"
Nandari mengeluh tertahan. Lalu terbata dia
berkata, "Aku... aku tidak apa-apa."
"Nandari... kau segera menyingkir dari sini. Biar aku tahan manusia setan itu."
"Tidak." Sahut Nandari dan memegang erat tangan Wisnu. Yang dipegang tangannya
menarik napas pendek. "Kalau kita akan mati di sini, kita harus
bersama-sama, Kang. Kalau ingin lari, kita harus
berdua." "Sulit untuk melakukan apa yang dimaui Nandari.
Mauku, biar kau yang selamat sementara aku
mencoba menahan kedua manusia setan ini sekalipun
nyawaku akan putus," batin si pemuda resah. Lalu dengan suara agak bergetar
karena luka dalamnya dia
berkata lagi, "Jangan pikirkan soal aku. Kau harus menyelamatkan dirimu,
Nandari. Biar..."
"Manusia Mayat Muka Kuning... apakah kau tak
ingin segera selesaikan keinginan kita?" suara
perempuan bercadar menyelinap keras.
Manusia Mayat Muka Kuning terkekeh-kekeh.
"Jahat betul hatimu, Dewi. Mengapa kau tak memberi kesempatan bagi mereka untuk
berkasih-kasihan
sebelum melayani keinginan kita, hah" Dasar
perempuan kejam... he he he!"
Meskipun kata-kata orang tua muka kuning itu
bermaksud mengejek Wisnu dan Nandari, namun
wajah Dewi Kematian menekuk. "Kurang ajar orang tua sialan ini. Enaknya dia
bicara begitu."
"Pemuda dan gadis ayu... ayo, kita bersenangsenang," kata Manusia Mayat Muka Kuning dan
berkelebat ke depan mempersiapkan dua buah totokan
sekaligus. Wisnu berbalik dan siap hantamkan pukulan
Sinar Dewa'. Tetapi sebelum maksudnya dilakukan, mendadak
berkelebat satu sosok tubuh memapaki totokan
Manusia Mayat Muka Kuning!
*** Bab 4 Praaak! Praaakkk!
Totokan Manusia Mayat Muka Kuning melenceng.
Dua buah sinar kuning mencelat dari jari telunjuknya.
Menghantam sebuah pohon yang langsung bolong.
Akibat benturan itu, orang tua muka kuning
keluarkan makian keras sambil bersalto ke belakang.
"Orang iseng mana yang mau mampus"!"
bentakannya menggelegar keras.
Ketika mata celongnya menangkap satu sosok
tubuh yang berdiri tegak di hadapan Wisnu dan
Nandari, matanya makin lebar terbuka.
Dewi Kematian pun tak luput dari keterkejutan.
Perempuan berbaju sutera yang terbuka di bagian
dada membatin, "Siapa nenek jelek ini" Melihat
caranya memapaki totokan Manusia Mayat Muka
Kuning jelas dia bukan orang kebanyakan. Totokan
yang dilakukan orang tua jelek itu bukan totokan
sembarangan. Siapa dia sebenarnya?"
Pendatang yang memupuskan maksud Manusia
Mayat Muka Kuning tadi, berdiri tegak dengan kaki
agak terpentang. Wajahnya penuh keriput, tetapi alis dan bulu matanya hitam
legam dan lentik.
Mengenakan baju loreng tetapi berwarna putih. Di
kedua pergelangan tangannya terdapat gelang warna
putih yang berkilau. Baju pakaian bawahnya, sebuah
kain warna hitam pekat. Rambut si nenek panjang tak
beraturan. Di lehernya terdapat sebuah kalung seperti taring tajam.
"Tak layak anak manusia perkasa punya maksud
busuk pada anak manusia yang tak berdaya. Siapa
pun akan menghalangi maksudnya. Karena, cara
semacam itu adalah cara yang keji," perempuan
berbaju loreng putih itu berkata dengan suara tajam.
Sepasang matanya yang agak turun menatap tak
berkedip pada Manusia Mayat Muka Kuning. Lalu
melirik tajam pada perempuan bercadar sutera yang
sudah melangkah dan berdiri di sisi Manusia Mayat
Muka Kuning. "Keren betul kau bicara! Tetapi, sikapmu telah
pancing kemarahan! Berarti, nyawa bayarannya!" seru Dewi Kematian dengan kedua
tangan terkepal.
"Sekalipun nyawa taruhannya, aku minta pada
kalian untuk menghentikan tindakan busuk ini. Lebih
baik minggat sebelum urusan jadi panjang!"
Wisnu yang merasa diselamatkan oleh si nenek
berbaju loreng putih itu, menarik napas panjang. Lalu bersama Nandari, dia
mengatur napas dan kembali
memperhatikan apa yang akan terjadi.
Manusia Mayat Muka Kuning merandek tajam,
"Kau telah lancang campuri urusan! Sebutkan
julukanmu sebelum mampus!"
Si nenek cuma sunggingkan senyum.
"Mungkin... julukanku tak terlalu dikenal di sini.
Bahkan, aku tak tahu siapa kalian. Bila kalian
memaksa, baiklah. Julukanku, Ratu Harimau Putih.
Nah, tanya sudah kujawab. Lebih baik hentikan segala urusan."
"Ratu Harimau Putin... baru pertama kali ini
kudengar julukan itu. Dari mana dia berasal?" batin Dewi Kematian. Sejurus
kemudian dia membentak
keras, "Julukan yang lumayan! Aku ingin tahu, kemampuan apa yang kau miliki
hingga lancang campuri urusan orang!"
"Aku telah berdiri di sini dan campuri urusan
kalian. Bila kalian memaksa, terpaksa aku menerima
salam 'perkenalan' kalian," sahut si nenek yang berjuluk Ratu Harimau Putin.
Tanpa banyak ucap lagi, Dewi Kematian
menggebrak ke depan.
Wuuutt! Wuuut! Dua sinar menghentak keluar dari kedua
tangannya. Dan mendadak sinar yang menderu itu
pecah, memuncratkan bunga-bunga api yang
membawa hawa panas dan mengeluarkan suara
bergemuruh. Di lain kejap, angin dahsyat menggebah
menyusul. Mendapati serangan ganas, Ratu Harimau Putih
yang sudah memperhitungkan hal itu tak bertindak
ayal. Meski belum mengenal siapa dua orang di
hadapannya, namun dia yakin kalau keduanya bukan
orang sembarangan. Terbukti dari serangan pertama
yang dilakukan perempuan bercadar.
Seberkas sinar keperakan melesat keluar begitu si
nenek menggerakkan tangannya. Menyusul suara
gerengan bak seekor harimau terluka.
Puluhan bunga api yang dilepaskan Dewi
Kematian meletup terhantam sinar keperakan si
nenek. Dewi Kematian terkesiap dan keluarkan
pekikan kaget, ketika si nenek tiba-tiba sudah
mencelat dengan kedua tangan membentuk cakar.
Sukar bagi Dewi Kematian hindari serangan itu. Cepat ditekuk kedua tangannya dan
digebah ke depan.
Pyaaarrr! Sambaran cakar Ratu Harimau Putih tertahan
gebahan Dewi Kematian. Tetapi karena dilakukan
secara mendadak, tenaga Dewi Kematian agak
berkurang. Akibat benturan itu tubuhnya terasa
kesemutan dengan napas sesak. Di lain kejap,
tubuhnya terpental ke belakang. Menghantam sebuah
pohon yang langsung tumbang.
Di seberang, Ratu Harimau Putih hanya terjajar
beberapa tindak ke belakang. Namun paras si nenek
yang berusia lanjut itu dan merupakan kakak
seperguruan Dewi Karang Samudera langsung
berubah. Dirasakan sekujur tubuhnya panas laksana
dipanggang. Dadanya berdebar keras.
"Jelas perempuan bercadar itu bukan orang
sembarangan. Pukulannya begitu dahsyat sekali,"


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batinnya. Sementara itu, Manusia Mayat Muka Kuning
mengerutkan keningnya. "Gila! Baru kali ini kulihat Dewi Kematian memiliki ilmu
yang aneh dan hebat
semacam itu. Padahal setahuku dia tak memiliki ilmu
semacam itu. Ah, rupanya banyak yang masih
dirahasiakannya kepadaku. Seperti wajahnya yang
masih kelihatan muda meskipun dia tak jauh beda
usianya denganku."
Wisnu dan Nandari yang tadi cepat beringsut ke
belakang ketika terjadi benturan hebat, saling
pandang. Kejap kemudian keduanya sudah berdiri
tegak di samping si nenek.
Wisnu berkata, "Terima kasih atas pertolonganmu, Nek. Tetapi, biar urusan ini
kami yang melanjutkan."
Ratu Harimau Putih tersenyum.
"Anak muda... urusan ini memang bukan
urusanku. Tetapi, sepasang mata dan hatiku tak akan
tenang bila melihat kejahatan semacam ini. Seperti
yang dilakukan oleh adik seperguruanku. Dewi Karang
Samudera yang kudengar telah membangkitkan Iblis
Kubur dan memiliki Kitab Pemanggil Mayat."
Mendapati kata-kata si nenek, Wisnu
berpandangan lagi dengan Nandari. Ketika Wisnu
hendak berkata, menghampar sinar kuning yang
menyilaukan. Ratu Harimau Putih langsung dorong tubuh
muda-mudi di belakangnya. Kejap lain, dia telah
melompat ke muka. Memapaki serangan yang
dilancarkan oleh Manusia Mayat Muka Kuning.
Gelombang sinar keperakan menderu dahsyat.
Tanah, pohon, dan semak belukar di sekitar tempat itu bergetar. Sebagian
langsung tumbang menimbulkan
suara berdebam. Daun dan tanah berhamburan
menutupi pandangan. Kejap kemudian, terdengar
suara dentuman keras saat dua pukulan mengandung
tenaga dalam tinggi itu bertemu di udara.
Blaaarrr! Saat keadaan normal kembali, Manusia Mayat
Muka Kuning telah terduduk tiga tombak dari tempat
semula. Nafasnya turun naik dengan dada sesak. Detik lain, dia muntah darah.
Namun sepasang matanya
makin terbuka lebar. Kegeramannya makin tinggi saat
merasakan kedua tangannya seperti patah.
Sementara itu, Ratu Harimau Putih terkapar lima
tombak dari seberang. Dadanya bergerak kencang.
Sekujur tubuhnya dirasakan linu dan kaku. Dari
mulut dan hidungnya mengalir darah segar.
Melihat keadaan si nenek, Wisnu dan Nandari
yang tadi menyingkir segera memburu. Sementara
Nandari berusaha membangunkan si nenek, Wisnu
bersiap dengan pukulan 'Sinar Dewa' pada kedua
tangannya. Detik kemudian, ketiga orang itu merasakan
dengung tajam yang keras sekali menghantam telinga.
Wisnu melengak. Nandari mengeluh tertahan. Ratu
Harimau Putih menggeliat dengan darah yang makin
banyak keluar. Berjarak empat tombak di hadapan mereka, Dewi
Kematian telah lancarkan serangan anehnya yang
sekaligus keji. Ilmu 'Tepukan Cabut Sukma'. Sebuah
ilmu langka yang bisa menyakitkan lawan pada alat
pendengaran dan lama kelamaan bisa menyebabkan
tewas. Anehnya, tepukan yang dirasakan Wisnu,
Nandari dan Ratu Harimau Putih itu tak dirasakan
oleh Manusia Mayat Muka Kuning.
Itulah hebatnya ilmu 'Tepukan Cabut Sukma'.
Tepukan dahsyat yang mematikan itu hanya akan
dirasakan oleh orang-orang yang dituju saja.
Saat kelojotan dengan darah makin banyak keluar
dari mulut dan hidung, Ratu Harimau Putih keluarkan
suara tertahan, "Aku tahu... aku tahu siapa
perempuan itu... 'Tepukan Cabut Sukma' hanya
dimiliki oleh Dewi Kematian...."
Wisnu yang memekik keras itu mencoba menahan
dahsyatnya suara tepukan yang dilakukan Dewi
Kematian sambil tertawa-tawa. Kejap kemudian,
pemuda berbaju putih itu berteriak keras, "Nandari...
menyingkir dari sini!"
Habis kata-katanya, dia menyambar tubuh Ratu
Harimau Putih. Tetapi laki-laki itu pun memekik
tertahan dan jatuh ke tanah. Nandari yang saat itu
juga kelojotan keras, tak mampu menolong. Tetapi,
Wisnu memiliki ketabahan yang tinggi. Dia bangkit
kembali. Tak menghiraukan kalau telinganya telah
mengeluarkan darah, dia berlari sambil membopong
tubuh Ratu Harimau Putih.
Dewi Kematian menggeram, "Susul manusiamanusia keparat itu! Mereka sudah mau mampus
terkena ilmuku ini!"
Manusia Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian
siap bergerak, tetapi mendadak saja langkah mereka
tertahan. Karena terdengar suara keras dan angin
dahsyat dari angkasa.
"Koaaaakkkk!"
Seketika kedua orang itu mendongakkan kepala.
Ilmu 'Tepukan Cabut Sukma' si perempuan bercadar
terhenti seketika. Rupanya dia lebih tertarik pada
teriakan membedah angkasa tadi.
Samar kedua orang itu melihat sebuah bayangan
keemasan besar di angkasa.
Dewi Kematian lebih dulu tersadar, "Bwana!
Burung rajawali keemasan! Lagi-lagi burung keparat
itu muncul tak diundang! Dan... oh! Apakah mataku
tak salah lihat, kalau ada dua sosok tubuh di
pungggung. burung besar itu?"
Manusia Mayat Muka Kuning menganggukanggukkan kepala.
"Kau tak salah, Dewi. Mataku pun menangkap dua
sosok tubuh itu. Siapa mereka?"
"Orang tua bodoh! Pertanyaan dungu yang kau
ucapkan barusan! Mana ku tahu siapa kedua orang
itu!" "Bila mengingat ciri-ciri dari si Rajawali Emas, jelas keduanya bukanlah
pendekar keparat itu. Dua
orang di punggung burung rajawali raksasa itu
mengenakan pakaian berwarna merah dan putih."
Dewi Kematian membenarkan kata-kata orang tua
muka kuning. Lalu katanya, "Kita susul burung sialan itu! Kalau memang di
punggungnya bukan si Rajawali
Emas, pasti dia sedang menuju pada tuannya. Paling
tidak, dia bisa membawa kita pada Pendekar Rajawali
Emas." Manusia Mayat Muka Kuning menyentak,
"Bagaimana dengan orang-orang itu?"
"Untuk saat ini, kita biarkan saja! Mereka toh tak akan mampu bertahan lama!
Mereka telah luka parah,
ditambah lagi akibat ilmuku tadi. Kalau tak ada yang menolong, mereka bisa
mampus!" "Tetapi... gadis itu...."
Dewi Kematian menoleh. Sepasang mata di balik
cadar melotot tajam. Suaranya dingin, penuh tekanan,
"Orang tua sialan! Apakah kau sudah tak berselera lagi denganku, hah?"
Manusia Mayat Muka Kuning mendengus gusar.
"Tadi pun kau menginginkan pemuda itu!"
"Urusan sudah selesai! Aku yakin, tak lama
kemudian orang-orang sialan itu pasti akan mampus!
Terutama nenek jelek berbaju dari kulit harimau tetapi berwarna putih itu!"
Manusia Mayat Muka Kuning melirik tajam. Lalu
berkata dengan suara ditekan, "Aku menuruti
perintahmu!"
"Bagus kalau begitu! Kau susul mereka dan
bunuh! Sementara aku akan mencari burung rajawali
raksasa itu! Biar bagaimanapun juga, aku masih
menghendaki Pedang Batu Bintang pada si Rajawali
Emas! Dan perlu kau ingat, satu langkah kau
berpindah dari tempat ini, kau tak akan mendapatkan
lagi tubuhku!"
Mendapati ancaman yang tak mengenakan itu,
Manusia Mayat Muka Kuning cuma menganggukanggukkan kepalanya. Lalu dengan manja dan
bernafsu dia merangkul Dewi Kematian. Kedua
tangannya yang kurus dan hitam itu langsung meraba
bagian tubuh Dewi Kematian.
"Sudah tentu aku lebih memilihmu, Dewi...."
"Orang tua sialan. Terpaksa aku harus berbuat
seperti ini. Biar bagaimanapun, ilmunya masih
kubutuhkan," batin Dewi Kematian dan untuk
beberapa saat dibiarkan saja apa yang dilakukan
Manusia Mayat Muka Kuning. Tetapi ketika tangan
kanan orang tua muka kuning itu siap menyelinap
pada bagian pangkal pahanya, dia segera menepiskan.
"Kita masih punya banyak waktu. Lebih baik kita cari burung keemasan itu."
Manusia Mayat Muka Kuning menggerutu panjang
pendek Wajahnya nampak makin bertambah kuning!
Menyilaukan! *** Bab 5 "Sialan! Ngomong sembarangan seperti itu! Mau
kutampar mulutmu, hah?" bentakan itu terdengar
keras dari sebuah tempat di tepi sebuah danau yang
bening dan jernih. Menggebah tempat. Menerbangkan
burung-burung yang hinggap di dahan dan membuat
kelinci yang tadi keluar segera masuk kembali ke
sarangnya. "Jangan melotot seperti itu! Apakah kau pikir wajahmu lebih cakep
dari setan belang, hah" Kau benar-benar ingin kuhajar rupanya!"
"Nenek berkonde jelek dan peot! Sembarangan
bicara lagi, kau yang akan kuhajar!" Satu bentakan lain pun terdengar keras.
Menggugurkan dedaunan.
Nenek berkonde yang mengenakan baju batik
kusam dengan sebuah pengebut di selipkan pada
angkin di pinggangnya melotot. "Kurang ajar! Kau yang bicara sembarangan, hah"
Apa kau pikir aku harus
ucapkan terima kasih atas pengobatan mu barusan
itu" Setan keparat! Tanpa kau tolong, aku masih bisa tandingi Iblis Kubur tahu!
Dan masih bisa menyembuhkan luka akibat hajaran manusia iblis itu!"
Lelaki tua yang duduk di hadapan si nenek
berkonde menggeram, "Sontoloyo! Ucapanmu keren
amat! Dasar perempuan tak tahu diuntung! Bukan
maksudku untuk melihat dadamu yang peot itu tadi,
hah" Tetapi, lukamu berada di sana! Kau bisa mampus
kalau tidak segera kutolong!"
"Tetapi kau lancang memegang dadaku!"
"Dada tipis macam begitu, mana enak dipegang!
Lebih enak memegang dada sapi daripada dadamu,
Kunti!" "Orang tua jelek! Kau harus kutampar akibat
kelancanganmu itu!"
"Urusan tampar atau tidak urusan belakangan!
Yang penting kau sudah ku sembuhkan! Setan!
Melotot lagi! Aku tak butuh ucapan terima kasih sialan mu itu! Kalau kau sudah
kuat, ayo kita tinggalkan
tempat ini untuk mencari Dewi Karang Samudera yang
memiliki Kitab Pemanggil Mayat!"
"Jangan pancing kemarahanku agar berhenti!
Urusan Kitab Pemanggil Mayat yang tadi kau ceritakan pun aku akan merebutnya!
Kitab celaka itu telah
membangkitkan malapetaka besar di rimba persilatan
ini! Tetapi kelancanganmu yang memegang dadaku
tadi, harus kuhajar!"
Orang tua berwajah tirus memanjang dengan
dilapisi kerut merut dan kulit yang amat tipis itu
mendengus. Sepasang matanya yang lebar dan terus
menerus melotot lebih membuka menampakkan
kegusaran. Rambut orang tua itu putih panjang dikuncir ekor
kuda. Tak memiliki jenggot namun kumisnya putih
panjang menjuntai melewati dagunya. Mengenakan
pakaian warna putih yang sudah sangat kusam sekali.
Celananya hitam setinggi lutut.
Dari ciri-cirinya jelas dia adalah si Manusia
Pemarah. Dan nenek berkonde yang mengenakan baju
batik itu siapa lagi kalau bukan Bidadari Hati Kejam salah seorang guru dari
Pendekar Rajawali Emas.
Apa yang terjadi barusan itu sebenarnya tak
terlalu mengherankan. Karena kedua orang tua itu
memang memiliki sifat aneh yang keras.
Manusia Pemarah yang menyelamatkan Bidadari
Hati Kejam dari kejaran maut yang dilepaskan Iblis
Kubur, tadi bermaksud mengobati si nenek berkonde
itu. Setelah diperiksanya, ternyata luka yang membuat si nenek hampir kehabisan
napas rupanya terletak di
bagian dada. Dia pun bermaksud menyembuhkannya.
Satria Gunung Kidul 2 Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul Rahasia Kampung Garuda 12

Cari Blog Ini